23
RESUME Resume ini dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Pendidikan dan Pembelajaran Matematika Dosen Pengampu: Dr. Subanji, M.Si Oleh: FUJIARSO (NIM 130311818890) JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MALANG FEBRUARI 2014

Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Terdapat sedikit penjelasan tentang teori belajar

Citation preview

Page 1: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

RESUME

Resume ini dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Pendidikan dan

Pembelajaran Matematika

Dosen Pengampu: Dr. Subanji, M.Si

Oleh:

FUJIARSO

(NIM 130311818890)

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FEBRUARI 2014

Page 2: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan pencipta alam semesta yang

menjadikan bumi dan isinya dengan begitu sempurna. Tuhan yang menjadikan setiap apa

yang ada di bumi sebagai penjelajahan bagi kaum yang berfikir. Dan sungguh berkat

limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan resume ini demi

memenuhi tugas mata kuliah Landasan Pendidikan dan Pembelajaran Matematika.

Penyusunan resume ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu kami mengucapakan banyak terimakasih.

Penulis menyadari bahwa dalam resume ini masih banyak terdapat kekurangan,

sehingga dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan saran dan kritik yang

bersifat membangun demi lebih baiknya kinerja kami yang akan datang.

Semoga resume ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan informasi

yang bermanfaat bagi semua pihak.

Malang, Februari 2014

Penulis

Page 3: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

A. LEARNING MATHEMATICS AND CONSTRUCTIVISME THEORY

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu

tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya

bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini

merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan

seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

1. Pendekatan Kontrukstivisme

Konstruktivisme merupakan landasan kontekstual, yaitu pengetahuan

dibangun sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas

dan tidak dengan tiba - tiba.Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta – fakta, konsep,

atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus

mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang

berguna bagi dirinya, bergelut dengan ide – ide, yaitu siswa harus mengkonstruksi

pengetahuan dibenak mereka sendiri.

Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme berusaha untuk melihat dan

memperhatikan konsepsi dan persepsi siswa dari kacamata siswa sendiri. Guru

memberi tekanan pada penjelasan tentang pengetahuan tersebut dari kacamata siswa

sendiri.

a) Belajar Matematika menurut Paham Konstruktivisme

Konsep pembelajaran konstruktivis didasarkan kepada kerja akademik

para ahli psikologi dan peneliti yang peduli dengan konstruktivisme. Para ahli

konstruktivisme mengatakan bahwa ketika siswa mencoba menyelesaikan tugas-

tugas di kelas, maka pengetahuan matematika dikonstruksi secara aktif

( Suherman, 2001) Para ahli konstruktivisme yang lain mengatakan bahwa dari

perspektifnya konstruktivis, belajar matematika bukanlah suatu proses

‘pengepakan’ pengetahuan secara hati-hati, melainkan hal mengorganisir

aktivitas, di mana kegiatan ini diinterpretasikan secara luas. Selanjut Cobb

( Suherman 2001) mengatakan bahwa belajar matematika merupakan proses di

mana siswa secara aktif menkonstruksi pengetahuan matematika.

Para ahli konstruktivis setuju bahwa belajar matematika melibatkan

manipulasi aktif dari pemaknaan bukan hanya bilangan dan rumus-rumus saja.

Mereka menolak paham matematika dipelajari dalam satu koleksi yang berpola

linear. Setiap tahap dari pembelajaran melibatkan suatu proses penelitian terhadap

Page 4: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

makna dan penyampaian keterampilan hafalan dengan cara yang tidak ada

jaminan bahwa siswa akan menggunakan keterampilan intelegensinya dalam

setting matematika.

Lebih jauh lagi para ahli konstrutivis merekomendasi untuk menyediakan

lingkungan belajar di mana siswa dapat mencapai konsep dasar, keterampilan

algoritma, proses heuristik dan kebiasaan bekerja sama dan berefleksi . Dalam

kaitannya dengan belajar, Cobb dkk (1992) menguraikan bahwa “belajar

dipandang sebagai proses aktif dan konstruktif di mana siswa mencoba untuk

menyelesaikan masalah yang muncul sebagaimana mereka berpartisipasi aktif

dalam latihan matematika di kelas.

b) Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika

Implementasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran meliputi 4

tahap yaitu : 1) apersepsi 2) eksplorasi 3) diskusi dan penjelasan konsep serta 4)

pengembangan dan aplikasi.

Tahap pertama, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya

tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu guru memancing dengan

memberikan pertanyaan – pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering

ditemui sehari-hari dengan mengaitkan konsep yang akan dibahas. Siswa diberi

kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahaman tentang

konsep itu.

Tahap kedua, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan

konsep pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu

kegiatan yang telah dirancang guru. Kemudian secara berkelompok didiskusikan

dengan kelompok lain. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa

keingintahuan siswa tentang fenomena alam di sekelilingnya.

Tahap ketiga, saat siswa memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada

hasil observasinya ditambah dengan penguatan dari guru, maka siswa membangun

pemahaman baru tentang konsep yang dipelajari. Hal ini menjadikan siswa tidak

ragu–ragu lagi tentang konsepsinya.

Tahap keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang

memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik

melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah – masalah yang

berkaitan dengan isu – isu dilingkungannya.

Page 5: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

Hal ini tercermin bahwa matematika hanyalah sebagai alat untuk berfikir, fokus

utama mengajar matematika adalah memberdayakan siswa untuk berfikir

mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan oleh ahli-ahli

sebelumnya.

Komentar :

Penggunaan model Konstruktivis secara efektif meningkatkan kemampuan

berpikir siswa dalam memecahkan permasalah-permasalahan matematika. Dalam

diskusi kelompok dengan membaurkan siswa terbukti efektif dalam meningkatkan

konsep dan minat siswa terhadap matematika. Penggunaan model konstruktivis

mengajak siswa berperan aktif dalam menemukan dan mencari solusi dari setiap

permasalahan yang ada. Sementara guru bertindak sebagai fasilitator dan

mengarahkan saja.

B. TEORI-TEORI BELAJAR

1. TEORI PIAGET (Tahap perkembangan)

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori

belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Menurut Piaget,

perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu:

a) Kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf;

b) Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya;

c) Interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya

dengan lingkungan social, dan

d) Ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau system mengatur dalam diri organisme

agar dia selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri

terhadap lingkungannya.

Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori

perkembangan kognitif. Piaget menggambarkan pembelajaran dalam empat tahap :

sensorimotor, pra operasional, konkrit operasional, dan mal operasional.

1) Tahap Sensomotor

sensorimotor stageoccurs terjadi antara kelahiran dan usia 2 - 3 tahun.

Pertumbuhan mental dan Pemahaman matematika dikembangkan pada tahap ini.

Misalnya, anak-anak belajar untuk mengenali orang-orang dan hal-hal dan

Page 6: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

menahan gambar mental saat orang-orang atau hal-hal yang dapat tidak lagi

terlihat. Kemampuan ini, disebut object permanence, sangat penting untuk

mengingat pengalaman masa lalu untuk berhubungan dengan pengalaman baru.

2) Tahap pra operasional.

Selama tahap praoperasional ( usia 2-3 sampai usia 6-7 ), anak-anak secara

bertahap berubah dari egosentris dan didominasi oleh persepsi mereka, mulai

menyadari perasaan dan sudut pandang orang lain dalam dunia mereka. Anak-

anak mengembangkan sistem simbol, benda-benda di cluding, gambar, tindakan,

dan bahasa, untuk mewakili pengalaman mereka. Mewakili gagasan dan

tindakan dengan benda adalah langkah penting menuju pemahaman gambar

kemudian simbol.

3) Tahap operasional Konkret.

Selama tahap operasional konkret (usia 7-12 ), anak-anak menguasai struktur

bilangan, geometri, dan pengukuran. Bekerja dengan benda konkret adalah dasar

untuk mengembangkan konsep-konsep matematika yang diwakili dengan

gambar, simbol, dan gambar mental. Anak-anak belajar tentang sistem

klasifikasi berdasarkan atribut objek, peristiwa, dan orang-orang dan bagaimana

mereka sama dan berbeda- beda. Mereka secara bertahap mempertimbangkan

beberapa atribut simultan : kubus berwarna merah, kasar, tebal, dan besar;

segitiga berwarna kuning, tipis, halus, dan kecil.

4) Tahap Mal Opersional

Mulai dari usia 11 - 13, cara berpikir yang lebih canggih tentang matematika,

termasuk penalaran proporsional, dan penalaran correlasional, mulai dan terus

berkembang selama tahun-tahun dari remaja sampai menjadi dewasa. Untuk mal

operational thinking memungkinkan anak-anak dan dewasa untuk membentuk

hipotesis, menganalisis data, membuat kesimpulan, dan menguji mereka

terhadap realitas.

2. TEORI VYGOTSKY

Lev Vygotsky percaya bahwa interaksi antara pelajar dan dunia fisik, banyak

dipengaruhi oleh interaksi sosial; teorinya disebut konstruktivisme sosial. Menurut

Vygotsky (1962), pembelajaran ditingkatkan sebagai orang dewasa dan teman

sebaya menyediakan bahasa dan umpan balik, sementara peserta didik pengalaman

process. Zona proksimal mengembangkan hanya di luar kemampuan peserta didik

Page 7: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

dapat dicapai dengan bantuan dari orang dewasa atau rekan-rekan. Scaffolding/

pengetahuan berjenjang terjadi ketika orang dewasa atau teman sebaya peserta didik

mendukung mereka membangun makna dari pengalaman mereka.

Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip

seperti yang dikutip oleh (Slavin, 2000: 256) yaitu:

a) Pembelajaran sosial (sosial leaning).

Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif.

Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan

orang dewasa atau teman yang lebih cakap

b) ZPD (Zone of Proximal Development).

Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada

dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan

masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan

orang dewasa atau temannya (peer); Bantuan atau support dimaksud agar si anak

mampu untuk mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal yang lebih tinggi tingkat

kerumitannya dari pada tingkat perkembangan kognitif si anak.

c) Masa Magang Kognitif (Cognitif Apprenticeship).

Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan

intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang dewasa, atau

teman yang lebih pandai;

d) Pembelajaran Termediasi (Mediated Learning).

Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalah yang kompleks,

sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan

masalah siswa.

3. TEORI BRUNER (Tingkat Representasi)

Menurut Bruner dalam proses belajar ada tiga tahap, yaitu:

a) Tahap Informasi (tahap penerimaan materi)

Yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru. Dalam

setiap pelajaran diperoleh sejumlah informasi yang berfungsi sebagai penambahan

pengetahuan yang lama, memperluas dan memperdalam

b) Tahap Transformasi (tahap pengubahan materi)

Page 8: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

Yaitu tahap memahami, mencerna, dan menganalisis informasi baru. Dan

informasi tersebut ditransformasikan dalam bentuk yang baru yang mungkin

bermanfaat untuk hal-hal yang lain.

c) Tahap evaluasi

Yaitu tahap untuk mengetahui apakah hasil transformasi pada tahap kedua benar

atau tidak.

Jerome Bruner ( 1960) menyatakan tertarik pada bagaimana anak-anak

mengenali dan mewakili konsep. Seperti Diena, penemuan Bruner menganjurkan

belajar dan belajar melalui berbagai kegiatan. Kajian Bruner menekankan

perkembangan kognitif anak-anak. Ia menekankan cara-cara manusia berinteraksi

dalam alam sekitar dan menggambarkan pengalaman secara mendalam. Menurut

Bruner, perkembangan kognitif juga melalui peringkat-peringkat tertentu. Peringkat-

peringkat tersebut adalah seperti berikut:

1. Peringkat enaktif ( 0 – 2 tahun )

Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan

cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan

pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang

lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif

mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.

2. Peringkat ikonik ( 2 – 4 tahun )

Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh

sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak

mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan

konsep kesegitigaan.

3. Peringkat simbolik ( 5 – 7 tahun )

Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik

dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau

pernyataan daripada objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada konsep-

konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu

cara kombinatorial.

Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome

Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning).

Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan

secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.

Page 9: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

Bruner menyarankan agar anak hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan

konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh

pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka

untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.

Ada beberapa keistimewaan discovery learning itu, antara lain:

a) Discovery learning menimbulkan keingintahuan siswa, dapat memotivasi mereka

untuk melanjutkan pekerjaan sampai mereka menemukan jawaban-jawaban.

b) Pendekatan ini dapat mengajar keterampilan menyelesaikan masalah secara

mandiri dan mungkin memaksa siswa untuk menganalisis dan memanipulasi

informasi dan tidak hanya menyerap secara sederhana saja

c) Hasilnya lebih berakar daripada cara belajar yang lain

d) Lebih mudah dan cepat ditangkap

e) Berdaya guna untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam penalaran

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan

beberapa kebaikan. Diantaranya adalah:

a) Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.

b) Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.

c) Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran anak dan

kemampuan untuk berfikir secara bebas.

4. TEORI GUILFORD

Teori Guilford banyak membicarakan struktur intelegensi seseorang yang

banyak mengarah pada kreativitas. Guilford mengeluarkan

satu model untuk menjelaskan kreativitas manusia yang disebutnya sebagai Model

Struktur Intelek (Structure of Intellect). Dalam model ini, Guilford menjelaskan

bahwa kreativitas manusia pada dasarnya berkaitan dengan

proses berpikir konvergen dan divergen. Konvergen adalah cara berfikir untuk

memberikan satu-satunya jawaban yang benar. Sedangkan berpikir divergen adalah

proses berfikir yang memberikan serangkaian alternatif jawaban yang beraneka

ragam. Kemampuan berfikir divergen dikaitkan dengan kreativitas ditunjukkan oleh

beberapa karakteristik berikut:

1) Kelancaran, yaitu kemampuan untuk menghasilkan sejumlah besar ide-ide atau

solusi masalah dalam waktu singkat.

Page 10: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

2) Fleksibilitas, yaitu kemampuan untuk secara bersamaan mengusulkan berbagai

pendekatan untuk masalah tertentu.

3) Orisinalitas, yaitu kemampuan untuk memproduksi hal baru, ide-ide asli.

4) Elaborasi, yaitu kemampuan untuk melakukan sistematisasi dan mengatur rincian

ide di kepala dan membawanya keluar.

5. TEORI BELAJAR GAGNE

Menurut Gagne, terdapat dua objek yang dapat diperoleh siswa dalam belajar

matematika, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung adalah

transfer belajar, kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah,

disiplin pribadi dan apresiasi pada struktur matematika. Sedangkan objek langsung

belajar matematika adalah fakta, keterampilan, konsep dan prinsip.

a) Fakta (fact) adalah perjanjian-perjanjian dalam matematika seperti simbol-simbol

matematika, kaitan simbol “3” dengan kata “tiga” merupakan contoh fakta.

Contoh lainnya fakta : “+” adalah simbol dari operasi penjumlahan dan sinus

adalah nama suatu fungsi khusus dalam trigonometri.

b) Keterampilan (skills) adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan

cepat. Misalnya pembagian cara singkat, penjumlahan pecahan dan perkalian

pecahan.

c) Konsep (concept) adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan

objek ke dalam contoh dan bukan contoh. Himpunan, segitiga, kubus, dan jari-jari

adalah merupakan konsep dalam matematika.

d) Prinsip (principle) merupakan objek yang paling kompleks. Prinsip adalah

sederetan konsep beserta dengan hubungan diantara konsep-konsep tersebut.

Contoh prinsip adalah dua segitiga sama dan sebangun bila dua sisi yang seletak

dan sudut apitnya kongruen.

Kapabilitas keterampilan intelektual menurut Gagne dikelompokkan dalam 8

tipe belajar yaitu:

1) Belajar Isyarat

Belajar isyarat adalah belajar yang tidak diniati atau tanpa kesengajaan, timbul

sebagai akibat suatu rangsangan (stimulus) sehingga menimbulkan suatu respon

emosional pada individu yang bersangkutan.

2) Belajar stimulus respon

Page 11: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

Belajar stimulus respon adalah belajar untuk merespon suatu isyarat, berbeda

dengan pada belajar isyarat pada tipe belajar ini belajar yang dilakukan diniati

atau sengaja dan dilakukan secara fisik. Belajar stimulus respon menghendaki

suatu stimulus yang datangnya dari luar sehingga menimbulkan terangsangnya

otot-otot kemudian diiringi respon yang dikehendaki sehingga terjadi hubungan

langsung yang terpadu antara stimulus dan respon.

3) Belajar rangkaian gerak

Belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan

atau lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam suatu rangkaian

berhubungan erat dengan stimulus respon yang lainnya yang masih dalam

rangkaian yang sama.

4) Belajar rangkaian verbal

Kalau tadi pada belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah, maka

pada belajar rangkaian verbal merupakan perbuatan lisan. Jadi, belajar rangkaian

verbal adalah perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon.

Setiap stimulus respon dalam satu rangkaian berkaitan dengan stimulus respon

lainnya yang masih dalam rangkaian yang sama.

5) Belajar memperbedakan

Belajar memperbedakan adalah belajar membedakan hubungan stimulus respon

sehingga bisa memahami bermacam-macam objek fisik dan konsep, dalam

merespon lingkungannya, anak membutuhkan keterampilan-keterampilan

sederhana sehingga dapat membedakan suatu objek dengan objek lainnya, dan

membedakan satu simbol dengan simbol lainnya. Terdapat dua macam belajar

memperbedakan yaitu memperbedakan tunggal dan memperbedakan jamak.

6) Belajar Pembentukan Konsep

Belajar Pembentukan Konsep adalah belajar mengenal sifat bersama dari benda-

benda konkret, atau peristiwa untuk mengelompokkan menjadi satu.

7) Belajar Pembentukan Aturan

Aturan terbentuk berdasarkan konsep-konsep yang sudah dipelajari. Aturan

merupakan pernyataan verbal, dalam matematika misalnya adalah: teorema, dalil,

atau sifat-sifat. Contoh aturan dalam segitiga siku-siku berlaku kuadrat sisi miring

Page 12: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi siku-sikunya. Dalam belajar pembentukan

aturan memungkinkan anak untuk dapat menghubungkan dua konsep atau lebih.

8) Belajar memecahkan masalah (problem solving)

Belajar memecahkan masalah adalah tipe belajar yang lebih tinggi derajatnya dan

lebih kompleks daripada tipe belajar aturan (rule learning). Pada tiap tipe belajar

memecahkan masalah, aturan yang telah dipelajari terdahulu untuk membuat

formulasi penyelesaian masalah.

6. TEORI BELAJAR DIENES

Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi tahap, yaitu

a) Permainan Bebas (Free Play)

Dalam setiap tahap belajar, tahap yan paling awal dari pengembangan

konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar

konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi

kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul.

Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam

mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya

dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-

konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari

benda yang dimanipulasi.

b) Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)

Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola

dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin

terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya.

Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui

permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana

struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan

dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena

akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang

dipelajari itu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik

memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman,

dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan

permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun

yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda

Page 13: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok

bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan

merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak

merah (biru), hijau, kuning).

c) Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)

Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan

menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk

melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka

dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi

ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan

semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak

dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta

mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut

(anggota kelompok).

d) Permainan Representasi (Representation)

Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang

sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah

mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi

yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan

demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya

abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak

untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan

pendekatan induktif, seperti gambar berikut:

Segi-3 Segi-4 Segi-5 Segi-6 Segi-23

0 diagonal 2 diagonal 5 diagonal ... diagonal berapa diagonal

Gambar 2. Gambar diagonal suatu poligon

e) Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)

Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan

merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol

Page 14: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari

banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya

menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari

pola yang didapat anak.

f) Permainan dengan Formalisasi (Formalization)

Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini

siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian

merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah

mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu

merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak

didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma,

harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti

membuktikan teorema tersebut.

7. TEORI AUSUBLE

Menurut Ausubel belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati

secara langsung. Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel ini merupakan

psikologi pendidikan untuk mencari hukum belajar yang bermakna. Konsep belajar

bermakna David Ausubel yaitu Belajar bermakna (meaningful learning) dan Belajar

menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar yakni

informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai

seseorang yang sedang belajar.

Ausubel telah mengemukakan model pengajaran ekspositori, yaitu guru

menyampaikan pelajaran dengan lengkap dalam susunan yang teratur agar pelajar

Page 15: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

dapat menerimanya dengan baik. Pembelajaran ekspositori itu terdiri dari tiga tahap,

yaitu:

a) Penyajian Advance Organizer

Advance organizer merupakan pernyataan umum yang memperkenalkan bagian-

bagian utama yang tercakup dalam urutan pengajaran. Advance organiser

berfungsi untuk menghubungkan gagasan yang disajikan di dalam pelajaran

dengan informasi yang telah berada di dalam pikiran siswa. Advance organizer ini

memberikan skema organisasional terhadap informasi yang sangat spesifik yang

telah disajikan.

b) Penyajian Materi atau Tugas Belajar

Dalam tahap ini, guru menyajikan materi pembelajaran yang baru dengan

menggunakan metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikan tugas-tugas belajar

kepada siswa. Ausubel menekankan tentang pentingnya mempertahankan

perhatian siswa, dan pentingya pengorganisasian materi pelajaran yang dikaitkan

dengan struktur yang terdapat di dalam Advance Organizer. Dia menyarankan

suatu proses yang disebut dengan diferensiasi progresif yaitu pembelajaran

berlangsung secara bertahap dimulai dari konsep umum menuju kepada konsep

yang lebih spesifik, contoh-contoh ilustratif, dan membandingkan antara konsep

lama dengan konsep baru.

c) Memperkuat Organisasi Kognitif

Ausubel menyarankan bahwa guru mencoba mengikatkan informasi baru ke

dalam stuktur yang telah direncanakan di dalam permulaan pelajaran, dengan cara

mengingatkan siswa bahwa rincian yang bersifat spesifik itu berkaitan dengan

gambaran informasi yang bersifat umum. Pada akhir pembelajaran, siswa diminta

mengajukan pertanyaan pada diri sendiri mengenai tingkat pemahamannya

terhadap materi yang baru dipelajari. Dalam tahap ini siswa diharapkan

menghubungkan dengan materi yang telah dimiliki.

David Ausubel mengemukakan lima prinsip utama yang harus diperhatikan di

dalam proses belajar, yakni :

a) Subsumption

Yaitu proses penggabungan ide atau pengalaman terhadap pola-pola ide yang

telah lalu yang telah dimiliki. Ilmu yang dipelajari oleh pelajar dari berbagai

bidang akan menjadi struktur kognitif yang boleh diasimilasikan melalui proses

Page 16: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

subsumption. Pembelajaran bermakna boleh dilakukan melalui subsumption.

Dalam hal ini terdapat 2 macam subsumption yakni:

1) Derivative Subsumption

Yaitu sejenis subtansi yang berlangsung ketika materi baru dapat diketahui.

Sebagai contoh, guru memberitahu pelajar bahwa semua binatang liar adalah

bahaya. Apabila pelajar mempunyai pengalaman dengan binatang liar seperti

melihat harimau di kebun binatang, pemikirannya akan bertindak secara

subsumption terbitan, yaitu “ Harimau adalah binatang liar. Oleh itu, harimau

adalah seekor binatang berbahaya.

2) Correlative Subsumption

Yaitu sebuah tipe pembelajaran yang berlangsung ketika informasi baru

memerlukan penjelasan karena sebelumnya belum diketahui. Sebagai contoh,

seorang anak telah mempelajari fakta ayam betina bertelur. Apabila anak

tersebut melihat penyu bertelur di pantai pada musim libur sekolah, maka ia

dapat mengaitkan pengalaman ini dengan fakta yang telah disampaikan oleh

gurunya dan dapat mengaitkan kedua peristiwa dalam struktur kognitifnya.

Anak itu juga memperoleh pelajaran tambahan kerana dapat melihat

bagaimana proses penyu bertelur.

b) Organizer

Yaitu usaha mengintegrasikan pengalaman lalu dengan pengalaman baru sehingga

menjadi satu kesatuan pengalaman. Pengatur awal atau bahan pengait dapat

digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama dengan konsep baru

yang lebih tinggi maknanya. Penggunaan pengatur awal tepat dapat meningkatkan

pemahaman berbagai macam materi , terutama materi pelajaran yang telah

mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan

prestasi suatu pokok bahasan sebaiknya “pengatur awal” itu digunakan, sehingga

pembelajaran akan lebih bermakna.

c) Progressive differentiation

Bahwa di dalam belajar, sesuatu yang lebih umum harus lebih dulu muncul

sebelum sampai kepada sesuatu yang lebih spesifik. Dalam proses belajar

bermakna, perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep. Dengan

metodenya yaitu unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan terlebih

dahulu kemudian baru yang lebih mendetail, sehingga proses pembelajaran dari

umum ke khusus, dan disertai dengan contoh-contoh.

Page 17: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

d) Konsolidasi

Yaitu suatu pelajaran harus terlebih dahulu dikuasai sebelum melanjutkan pada

pelajaran berikutnya. jika pelajaran tersebut menjadi dasar untuk pelajaran

selanjutnya, pemantapan materi disajikan dalam berbagai bentuk seperti siswa

diberikan banyak contoh atau latihan sehingga siswa bisa lebih paham dan

selanjutnya akan siap menerima materi baru.

e) Integrative reconciliation

Yaitu bahwa ide atau pelajaran baru yang dipelajari itu harus dihubungkan dengan

ide pelajarn yang telah dipelajari lebih dulu.

8. TEORI SKINNER

Selama lebih 60 tahun dari karirnya, Skinner mengidentifikasi sejumlah

prinsip mendasar dari operant conditioning yang menjelaskan bagaimana seseorang

belajar perilaku baru atau mengubah perilaku yang telah ada. Prinsip-prinsip

utamanya adalah reinforcement (penguatan kembali), punishment (hukuman),

shaping (pembentukan), extinction (penghapusan), discrimination (pembedaan), dan

generalization (generalisasi).

a) Penguatan Reinforcement (penguatan).

Berarti proses yang memperkuat perilaku yaitu, memperbesar kesempatan supaya

perilaku tersebut terjadi lagi. Ada dua kategori umum reinforcement, yaitu positif

dan negatif. Eksperimen Thorndike dan Skinner menggambarkan reinforcement

positif, suatu metode memperkuat perilaku dengan menyertakan stimulus yang

menyenangkan. Reinforcement positif merupakan metode yang efektif dalam

mengendalikan perilaku baik hewan maupun manusia. Untuk manusia, penguat

positif meliputi item-item mendasar seperti makanan, minuman, seks, dan

kenyamanan yang bersifat fisikal.

Reinforcement negatif merupakan suatu cara untuk memperkuat suatu perilaku

melalui cara menyertainya dengan menghilangkan atau meniadakan stimulus yang

tidak menyenangkan. Ada dua tipe reinforcement negatif : mengatasi dan

menghindari. Di dalam tipe pertama (mengatasi), seseorang melakukan perilaku

khusus mengarah pada menghilangkan stimulus yang tidak mengenakkan.

b) Hukuman (punishment)

Apabila reinforcement memperkuat perilaku, hukuman memperlemah,

mengurangi peluangnya terjadi lagi di masa depan. Sama halnya dengan

Page 18: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

reinforcement, ada dua macam hukuman, positif dan negatif. Hukuman yang

positif meliputi mengurangi perilaku dengan memberikan stimulus yang tidak

menyenangkan jika perilaku itu terjadi. Hukuman negatif atau disebut juga

peniadaan, meliputi mengurangi perilaku dengan menghilangkan stimulus yang

menyenangkan jika perilaku terjadi.

c) Pembentukan (shaping)

Pembentukan merupakan teknik penguatan yang digunakan untuk mengajar

perilaku hewan atau manusia yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya.

Dalam cara ini, guru memulainya dengan penguatan kembali suatu respons yang

dapat dilakukan oleh pembelajar dengan mudah, dan secara berangsur-angsur

ditambah tingkat kesulitan respons yang dibutuhkan. Pakar psikologi telah

menggunakan shaping (pembentukan) ini untuk mengajarkan kemampuan

berbicara pada anak-anak dengan keterbelakangan mental yang parah dengan

pertama-tama memberikan hadiah pada suara apa pun yang mereka keluarkan, dan

kemudian secara berangsur menuntut suara yang semakin menyerupai kata-kata

dari gurunya.

d) Eliminasi (extinction)

Penguatan Sebagaimana dalam classical conditioning, respons yang dipelajari di

dalam operant conditioning tidak selalu permanen. Di dalam operant conditioning,

extinction (eliminasi kondisi) merupakan eliminasi dari perilaku yang dipelajari

dengan menghentikan penguat dari perilaku tersebut. Sebagai contoh, orang tua

seringkali memberikan reinforcement negatif sifat marah anak-anak muda dengan

memberinya perhatian. Jika orang tua mengabaikan saja kemarahan anak-anak

dengan lebih memberikannya hadiah berupa perhatian tersebut, frekuensi

kemarahan dari anak-anak tersebut seharusnya secara berangsur- angsur akan

berkurang.

e) Generalisasi dan Diskriminasi

Generalisasi dan diskriminasi yang terjadi di dalam operant conditioning nyaris

sama dengan yang terjadi di dalam classical conditioning. Dalam generalisasi,

seseorang suatu perilaku yang telah dipelajari dalam suatu situasi dilakukan dalam

kesempatan lain namun situasinya sama. Sebagai misal, seseorang yang diberi

hadiah dengan tertawa atas ceritanya yang lucu di suatu bar akan mengulang

cerita yang sama di retoran, pesta, atau resepsi pernikahan. Diskriminasi

merupakan proses belajar bahwa suatu perilaku akan diperkuat dalam suatu situasi

Page 19: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

namun tidak dalam situasi lain. Seseorang akan belajar bahwa menceritakan

leluconnya di dalam gereja atau dalam situasi bisnis yang memerlukan keseriusan

tidak akan membuat orang tertawa.

Komentar :

Perkembangan kognitif adalah tahap-tahap perkembangan kognitif manusia mulai

dari usia anak-anak sampai dewasa; mulai dari proses-proses berpikir secara

konkret sampai dengan yang lebih tinggi yaitu konsep-konsep anstrak dan logis.

Pandangan para pakar dengan teori-teori mereka memberikan kontribusi yang

sangat besar dalam dunia pendidikan dengan pendekatan-pendekatan yang sangat

bermanfaat. Dalam perkembangan pendidikan sekarang ini penerapan dari teori-

teori terdahulu sangat memiliki andil besar dan bisa diterapkan disekolah-sekolah.

Teori-teori belajar mereka memiliki ciri khas masing-masing dan memiliki

pandangan yang berbeda-beda namun memiliki tujuan yang sama yaitu bagaimana

menumbuhkan pola berpikir matematika.

C. METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA KONTEKS

KONSTRUKTIVISME

1. Problem Solving

Istilah problem solving sering digunakan dalam berbagai bidang ilmu dan

memiliki pengertian yang berbeda-beda pula. Tetapi problem solving dalam

matematika memiliki kekhasan tersendiri. Metode pemecahan masalah (problem

solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan

melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan

maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.

Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya

adalah pemecahan masalah. Berbicara pemecahan-masalah tidak bisa dilepaskan dari

tokoh utamanya yaitu George Polya. Menurut Polya, dalam pemecahan suatu masalah

terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu:

(1) Memahami masalah (Understand the problem)

(2) Merencanakan pemecahannya (Devise a plan)

(3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua (Carry out the plan)

(4) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh (look back).

Page 20: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

Menurut Musser and Burger (2011), strategi-strategi pemecahan masalah

dalam matematika antara lain sebagai berikut:Menduga dan memeriksa, Gunakan

variabel, Membuat gambar, Menemukan pola, Membuat daftar, Menyelesaikan

masalah yang lebih sederhana, Membuat diagram, Menggunakan penalaran langsung,

Menggunakan penalaran tidak langsung, Menggunakan sifat-sifat bilangan,

Menyelesaikan masalah yang ekivalen, Bekerja mundur, Menggunakan kasus-kasus,

Menyelesaikan persamaan, Menemukan rumus, Melakukan simulasi, Menggunakan

model, Menggunakan analisis dimensional, Menetapkan sub tujuan, Menggunakan

koordinat, Menggunakan simetri.

Komentar :

Pencantuman berbagai macam strategi heuristic dimaksudkan untuk menunjukkan

bahwa terdapat banyak sekali strategi yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu

masalah matematika. Satu strategi heuristic tidak dapat digunakan untuk memecahkan

semua jenis masalah. Masalah yang berbeda ada kemungkinan memerlukan strategi

yang berbeda. Terkadang satu masalah dapat diselesaikan hanya dengan menggunakan

satu strategi heuristic, akan tetapi ada juga masalah yang menuntut pengkombinasian

dari beberapa strategi heuristic. Tidak ada satu strategi yang lebih baik dari strategi

lain. Strategi-strategi tersebut bersifat relatif dan tergantung pada jenis masalah yang

dihadapi.

2. Pengertian Problem Posing

Problem posing memiliki beberapa pengertian, yaitu : Perumusan soal

sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih

sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit.

Perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan

dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain (Silver & Cai, 1996:294). Perumusan

soal dari informasi atau situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau

setelah penyelesaian suatu soal (Silver & Cai, 1996:523).

Problem posing (pengajuan soal) merupakan salah satu proses pembelajaran

yang berbasis konstruktivisme. Problem posing adalah pembelajaran yang

menekankan pada pengajuan soal oleh siswa. Oleh karena itu, problem posing dapat

menjadi salah satu alternatif untuk mengembangkan berpikir matematis atau pola pikir

matematis. Dalam pembelajaran matematika, problem posing menempati posisi yang

strategis. Siswa harus menguasai materi dan urutan penguasaan soal secara mendetail.

Page 21: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

Hal tersebut akan dicapai jika siswa memperkaya khasanah pengetahuannya tak hanya

dari guru melainkan perlu belajar secara mandiri.

Silver dan Cai menjelaskan bahwa problem posing biasanya digunakan pada 3

bentuk kegiatan kognitif matematika, yaitu :

a) Presolutin posing, siswa menghasilkan soal-soal awal yang ditimbulkan oleh

stimulus.

b) Within solution posing, siswa merumuskan soal yang dapat diselesaikan.

c) Post solition posing, siswa memodifikasi kondisi soal yang sudah diselesaikan

untuk menghasilkan soal - soal baru.

Komentar :

Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal tersebut dapat dideteksi lewat

kemampuannya untuk menjelaskan penyelesaian soal yang diajukan didepan kelas.

Dengan penerapan model pembelajaran problem posing dapat melatih siswa belajar

kreatif, disiplin, dan meningkatkan keterampilan berpikir siswa.

Komentar :

Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal-soal sejenis uraian perlu dilatih, agar

penerapan metode pembelajaran problem posing dapat optimal. Kemampuan

tersebut akan tampak dengan jelas bila siswa mampu mengerjakan soal-soal secara

mandiri maupun berkelompok. Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal tersebut

dapat dideteksi lewat kemampuannya untuk menjelaskan penyelesaian soal yang

diajukan didepan kelas. Dengan penerapan model pembelajaran problem posing

dapat melatih siswa belajar kreatif, disiplin, dan meningkatkan keterampilan

berpikir siswa.

3. Pengertian Open Ended

Shimada (1997) mengungkapkan bahwa pembelajaran open-ended adalah

pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan yang memiliki metode atau

penyelesaian yang benar lebih dari satu. Pembelajaran open-ended dapat

memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan/pengalaman

menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah dengan beragam teknik.

Menurut Suherman dkk (2003) problem yang diformulasikan memiliki

multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended

problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem,

tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada

Page 22: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu

pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.

Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu

cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang

mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam

kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau

pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan

berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.

Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan

masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa

siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan

banyak jawaban (yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan

pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru.

Tujuan dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda (Suherman,

dkk, 2003) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir

matematika siswa melalui problem solving secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan

kreatif dan pola pikir matematika siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin

sesuai dengan kemampuan setiap siswa.

Sama halnya seperti ilmu-ilmu sosial, permasalahan atau soal-soal dalam

matematika pun secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi dua bagian. Yang

pertama adalah masalah-masalah matematika tertutup (closed problems). Dan yang

kedua adalah masalah-masalah matematika terbuka (open problems).

Komentar :

Pembelajaran dengan pendekatan open ended merupakan terobosan dalam

pembelajaran matematika. Dengan menggunakan pendekatan ini berbagai

kemampuan berfikir matematik siswa tertampung. Pembelajaran open ended

menyajikan permasalahan yang tidak rutin. Oleh karena itu, masalah open ended

dapat pula disebut dengan masalah problem solving. Masalah yang disajikan

merupakan masalah terbuka, dimana dimungkinkan masalah tersebut diselesaikan

dengan banyak cara atau masalah yang disajikan memiliki jawaban tidak tunggal.

Banyak keuntungan yang diperoleh dari penggunaan pendekatan open ended, antara

lain dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa. Siswa dapat mengungkapkan idenya

sendiri dan berargumentasi dalam menyelesaikan masalah. Namun juga terdapat

beberapa kelemahan dalam penerapan pendekatan ini, diantaranya ialah menyajikan

Page 23: Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

permasalahan yang bersifat terbuka tidaklah mudah dan memerlukan waktu yang tidak

sedikit untuk memecahkan sebuah permasalahan.