37
 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Prestasi Belajar Matematika Prestasi belajar matematika di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mengetahui pencapaian kompetensi. Boyatzis (2008) mengemu- kakan bahwa kompetensi merupakan karakteristik- karakteristik dasar seseorang yang menuntun atau menyebabkan keefektifan dan kinerja yang menonjol (http://id.wikipedia.org/wiki/Kompetensi). Menurut Cowell (1988), kompetensi diartikan sebagai suatu keterampilan/kemahiran yang bersifat aktif. Kompetensi dikategorikan mulai dari tingkat sederhana atau dasar hingga lebih sulit atau kompleks yang pada gilirannya akan berhubungan dengan proses penyusunan bahan atau pengalaman belajar. Cowell berpendapat kompetensi menjadi satu kesatu- an utuh yang menggambarkan potensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dinilai, yang terkait dengan profesi tertentu berkenaan dengan bagian- bagian yang dapat diaktualisasikan dan diwujudkan dalam bentuk tindakan atau kinerja untuk menjalan- kan suatu profesi. (http://digilib.its.ac.id/ public/ITS- Undergraduate-12394- Chapter1.pdf)

BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

11

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Prestasi Belajar Matematika

Prestasi belajar matematika di dalam Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mengetahui

pencapaian kompetensi. Boyatzis (2008) mengemu-

kakan bahwa kompetensi merupakan karakteristik-

karakteristik dasar seseorang yang menuntun atau

menyebabkan keefektifan dan kinerja yang menonjol

(http://id.wikipedia.org/wiki/Kompetensi).

Menurut Cowell (1988), kompetensi diartikan

sebagai suatu keterampilan/kemahiran yang bersifat

aktif. Kompetensi dikategorikan mulai dari tingkat

sederhana atau dasar hingga lebih sulit atau kompleks

yang pada gilirannya akan berhubungan dengan

proses penyusunan bahan atau pengalaman belajar.

Cowell berpendapat kompetensi menjadi satu kesatu-

an utuh yang menggambarkan potensi pengetahuan,

keterampilan, dan sikap yang dinilai, yang terkait

dengan profesi tertentu berkenaan dengan bagian-

bagian yang dapat diaktualisasikan dan diwujudkan

dalam bentuk tindakan atau kinerja untuk menjalan-

kan suatu profesi. (http://digilib.its.ac.id/ public/ITS-

Undergraduate-12394- Chapter1.pdf)

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

12

Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini

diperoleh melalui proses yang dimulai dari guru mem-

beri tugas individu, belajar kelompok, kuis, sampai

mengerjakan posttest, sebab pembelajaran yang digu-

nakan adalah kooperatif model Team Accelerated

Instruction. Prestasi belajar matematika dalam peneli-

tian ini merupakan pengukuran dengan sistem berke-

lanjutan. Pengukuran prestasi belajar matematika

menggunakan instrumen tes. Instrumen penelitian

yang digunakan adalah tes prestasi yang disusun sen-

diri oleh peneliti yang digunakan untuk mengetahui

perbedaan prestasi belajar dari kelas eksperimen

dengan pembelajaran kooperatif model Team Accelerat-

ed Instruction dan kelas kontrol yang diajar dengan

pembelajaran tradisional. Instrumen tes ini telah diuji

tingkat validitas dan reliabilitasnya. Dengan demikian

prestasi belajar matematika adalah hasil kompetensi

yang dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar

mengajar matematika selang waktu tertentu. Prestasi

belajar diperoleh dari nilai tes akhir yang diberikan

setelah satu kompetensi dasar tercapai.

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pres-

tasi Belajar Matematika

Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi bela-

jar matematika dalam penelitian ini sesuai dengan ciri-

ciri kegiatan belajar mengajar dalam Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan. Pengertian belajar dalam

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

13

kegiatan belajar mengajar dalam Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan adalah membangun gagasan yang

akibat pada perilaku mengajar adalah menciptakan

suasana berpikir, memancing siswa mengungkapkan

gagasan, mentolerir bila ada gagasan yang salah

kemudian mempertanyakan dan membahas gagasan

yang benar (Muslich,2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi bela-

jar matematika yang sesuai dengan ciri-ciri kegiatan

belajar mengajar dalam Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan adalah:

1. Mengalami dan mengeksplorasi yang berarti meli-

batkan berbagai indra: penglihatan, penciuman,

pendengaran, peraba, dan perasa. Hal ini akan

dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang

suatu konsep dan meningkatkan daya bertahan

pemahaman tersebut dalam pikiran siswa, sesuai

dengan pepatah yang mengatakan saya dengar

saya lupa, saya lihat saya ingat, saya kerjakan

saya mengerti;

2. Interaksi maksudnya adalah berinteraksi dengan

teman dan guru memungkinkan siswa memper-

baiki kesalahan atau memperkaya gagasan yang

dibangun. Di samping itu, interaksi dapat meru-

pakan wahana pengembangan kemampuan sosial

siswa seperti berkomunikasi, menyanggah panda-

pat, dan menyampaikan pendapat secara santun.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

14

Interaksi dapat diciptakan oleh guru dengan cara

merancang kegiatan belajar bagi siswa secara

berkelompok, siswa saling menjelaskan kepada

temannya tentang temuannya, atau guru mengem-

balikan pertanyaan siswa kepada siswa lain.

3. Komunikasi. Siswa diberi kesempatan untuk

mengkomunikasikan gagasan-gagasannya sehing-

ga dapat diketahui gagasan yang benar atau yang

salah. Guru perlu mengetahui gagasan apa yang

ada dibenak siswa agar siswa dapat mengembang-

kannya bila gagasannya benar dan dapat memper-

baiki bila gagasannya salah. Hal pokok yang perlu

disadari guru adalah ekspresi gagasan merupakan

kebutuhan mendasar manusia. Oleh sebab itu

pemajangan hasil karya siswa, meminta pendapat

siswa, tidak mentertawakan pendapat siswa sekali-

pun lucu, merupakan cara untuk dapat menghi-

dupkan kegiatan komunikasi;

4. Refleksi. Siswa perlu dibiasakan untuk merenung-

kan kembali apa yang dipikirkan dan dilakukan-

nya agar mereka terlatih menilai diri sendiri dan

tidak tergantung pada orang lain. Kegiatan refleksi

dapat dibantu guru dengan memberi pertanyaan

setelah satu atau beberapa konsep dipelajari.

Jawaban terhadap pertanyaan dapat dijadikan

bahan pertimbangan guru dalam membimbing

siswa untuk belajar selanjutnya, dan jawaban

dapat sekaligus menjadi pelatihan bagi siswa

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

15

dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya

serta menilai diri sendiri (Muslich, 2007).

Keempat faktor yang mempengaruhi prestasi

belajar matematika yang sesuai dengan ciri-ciri kegi-

atan belajar mengajar dalam Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu siswa mengalami kegi-

atan secara langsung, bereksplorasi, berinteraksi deng

an teman dan gurunya, berkomunikasi tentang apa

yang mereka peroleh dari belajarnya, dan melakukan

refleksi tentang apa yang dipelajari, meru-pakan hal

yang sebaiknya terjadi dalam setiap KBM. Dengan cara

demikianlah hasil belajar yang berupa kompetensi

dasar akan tercapai secara maksimal (Muslich, 2007)

2.3 Pengukuran Prestasi Belajar Matematika

Pengukuran prestasi belajar matematika meng-

gunakan instrumen tes. Instrumen penelitian yang

digunakan adalah tes prestasi yang disusun sendiri

oleh peneliti yang digunakan untuk mengetahui perbe-

daan prestasi belajar dari kelas eksperimen dengan

pembelajaran kooperatif model Team Accelerated

Instruction dan kelas kontrol yang diajar dengan

pembelajaran tradisional. Penyusunan tes disusun

dengan memperhatikan kisi-kisi soal yang mengeva-

luasi indikator pencapaian kompetensi dan materi

pelajaran yang dipilih sesuai dengan silabus pembela-

jaran yang telah disusun oleh satuan pendidikan pada

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

16

mata pelajaran matematika kelas 5 smester 2 serta

berpedoman pada buku sumber mata pelajaran mate-

matika.

Penilaian tes prestasi berjumlah 30 item yang

meliputi keseluruhan materi pokok. Sebanyak 5 soal

mengevaluasi indikator menjumlahkan pecahan ber-

penyebut tidak sama, 5 item mengevaluasi indikator

menjumlahkan pecahan biasa dengan pecahan cam-

puran, 6 item mengevaluasi indikator menjumlahkan

pecahan campuran dengan persen dan desimal serta

campuran, 5 item mengevaluasi indikator menjum-

lahkan pecahan biasa dengan persen dan pecahan

desimal, dan 5 item mengevaluasi indikator menjum-

lahkan tiga pecahan berpenyebut tidak sama secara

berturut-turut dan 4 item mengevaluasi indikator

mengurangkan pecahan dari bilangan asli. Penilaian

tiap item diberi bobot 1 poin, sehingga keseluruhan

akan berjumlah 30 poin, dan nilai diperoleh dengan

cara item benar kali bobot dibagi 3.

Jumlah siswa kelas 5 SDN Duren 01 sebagai

kelas eksperimen ada 27 siswa. Pengelompokan dibuat

menjadi 6 kelompok, maka ada 3 kelompok dengan

jumlah anggota 4 siswa dan 3 kelompok dengan

jumlah anggota 5 siswa. Penelitian ini memilih satu

materi pokok yaitu menjumlahkan dan mengurangkan

berbagai bentuk pecahan yang terdiri dari 5 indikator

yaitu: menjumlahkan pecahan berpenyebut tidak

sama, menjumlahkan pecahan biasa dengan pecahan

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

17

campuran, menjumlahkan pecahan campuran dengan

persen dan desimal serta campuran, menjumlahkan

pecahan biasa dengan persen dan pecahan desimal,

dan menjumlahkan tiga pecahan berpenyebut tidak

sama secara berturut-turut. Setiap indikator membu-

tuhkan satu kali tatap muka, sehingga diperlukan 7

kali tatap muka. Satu kali tatap muka untuk evaluasi

materi pokok.

2.4 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif pertama kali dikem-

bangkan untuk mengurangi kompetisi di sekolah-

sekolah Amerika. Pembelajaran kooperatif menguta-

makan kerja sama antar siswa untuk mencapai tujuan

pembelajaran, digunakan untuk mengajarkan materi

yang komplek, dan yang lebih penting lagi dapat mem-

bantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang

berdimensi sosial dan hubungan antar manusia.

Pembelajaran kooperatif ditemukan oleh David

Johnson dan Roger Johson dari University of

Minnesuta yang kemudian dikembangkan oleh para

ahli seperti Robert E. Slavin, Elliot Aranson, Shalomo

Sharan dan Yoel Sharan, Spencer Kagan. Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan teori dari Robert

E. Slavin sebab dalam penelitian menggunakan pem-

belajaran kooperatif model Team Accelerated Instructi-

on yang dikembang-kan oleh Robert E. Slavin.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

18

2.4.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin (1995) pembelajaran kooperatif

adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelom-

pok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-

kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 orang

untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru.

Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran

dengan seting kelompok-kelompok kecil dengan mem-

perhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai

wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu

masalah melalui interaksi sosial dengan teman seba-

yanya, memberikan kesempatan pada peserta didik

untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu

yang bersamaan dan ia menjadi nara sumber bagi

teman yang lain. Jadi Pembelajaran kooperatif meru-

pakan model pembelajaran yang mengutamakan kerja-

sama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembe-

lajaran.

Model pembelajaran yang telah dikenal sejak

lama, pada saat guru mendorong para siswa untuk

melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan ter-

tentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman

sebaya. Dalam proses belajar mengajar guru tidak lagi

mendominasi, namun siswa dilibatkan untuk berbagi

informasi dengan siswa yang lain dan saling belajar

mengajar sesama mereka.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

19

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu

bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham kon-

struktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan metode

belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelom-

pok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam

menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa (ang-

gota kelompok) harus saling bekerja sama dan saling

membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam

pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum

selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum

menguasai bahan pelajaran.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi

pembelajaran yang mendorong siswa aktif menemukan

sendiri pengetahuannya melalui keterampilan proses.

Siswa belajar dalam kelompok kecil yang kemampuan-

nya heterogen. Dalam menyelesaikan tugas kelompok

setiap anggota saling bekerja sama dan saling mem-

bantu dalam memahami suatu bahan ajar. Agar siswa

dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompok-

nya maka mereka perlu diajari keterampilan-keteram-

pilan kooperatif sebagai berikut: (1) Berada dalam

tugas. Berada dalam tugas maksudnya adalah tetap

berada dalam kerja kelompok, menyelesaikan tugas

yang menjadi tanggung jawabnya sampai selesai dan

bekerjasama dalam kelompok sesuai dengan kesepa-

katan kelompok, ada kedisiplinan individu dalam

kelompok; (2) Mengambil giliran dan berbagi tugas.

Mengambil giliran dan berbagi tugas yaitu bersedia

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

20

menerima tugas dan membantu menyelesaikan tugas;

(3) Mendorong partisipasi. Mendorong partisipasi yaitu

memotivasi teman sekelompok untuk memberikan

kontribusi tugas kelompok; (4) Mendengarkan dengan

aktif. Mendengarkan dengan aktif maksudnya adalah

mendengarkan dan menyerap informasi yang disam-

paikan teman dan menghargai pendapat teman. Hal

ini penting untuk memberikan perhatian pada yang

sedang berbicara sehingga anggota kelompok yang

menjadi pembicara akan merasa senang dan menum-

buh kembangkan motivasi belajar bagi dirinya sendiri

dan yang lainnya; (5) Bertanya. Menanyakan informasi

atau penjelasan lebih lanjut dari teman sekelompok

kalau perlu didiskusikan, apabila tetap tidak ada

pemecahan tiap anggota wajib mencari pustaka yang

mendukung, jika tetap tidak terselesaikan baru ber-

tanya kepada guru.

2.4.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Dalam pembelajaran kooperatif, dua atau lebih

individu saling tergantung satu sama lain untuk men-

capai suatu tujuan bersama. Menurut Slavin dalam

Ibrahim dkk (2000) siswa yakin bahwa tujuan mereka

akan tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga

mencapai tujuan tersebut. Untuk itu setiap anggota

berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan ke-

lompoknya. Siswa yang bekerja dalam situasi pembe-

lajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama pada

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

21

suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoor-

dinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.

Menurut Slavin dalam Ibrahim, dkk (2000) terda-

pat tiga tujuan Instruksional penting yang dapat dica-

pai dengan pembelajaran kooperatif yaitu hasil belajar

akademik, penerimaan terhadap keragaman, pengem-

bangan keterampilan sosial. Dalam pembelajaran ko-

operatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial,

juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas

akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat

bahwa model ini unggul dalam membantu siswa me-

mahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model

ini telah menunjukkan bahwa model struktur peng-

hargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai

siswa pada belajar akademik dan perubahan norma

yang berhubungan dengan hasil belajar. Pembelajaran

kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa

kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja

bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik

(Ibrahim, 2000).

Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk

mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran

penting. Menurut Depdiknas tujuan pertama pembela-

jaran kooperatif, yaitu meningkatkan hasil akademik,

dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas

akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi

nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang

memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

22

tujuan yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi

peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya

yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakang.

Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku,

agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.

Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif

ialah untuk mengembangkan keterampilan sosial

siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain,

berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat

orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau

menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelom-

pok dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan apa yang

dikemukakan oleh Slavin. http://hipotes.wordpress.

com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperatif/

Menurut Slavin dalam Isjoni (2009) tujuan uta-

ma dalam penerapan pembelajaran kooperatif adalah

agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok

bersama teman-temannya dengan cara saling meng-

hargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada

orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan

menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.

Dalam penelitian Hasman (2008) dituliskan

bahwa pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif mempunyai tiga tujuan yang

hendak dicapai: (1) Hasil belajar akademik. Pembela-

jaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kiner-

ja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli

yang berpendapat bahwa model pembelajaran koope-

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

23

ratif unggul dalam membantu siswa untuk memahami

konsep-konsep yang sulit; (2) Pengakuan adanya kera-

gaman. Pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa

dapat menerima teman-temannya yang mempunyai

berbagai macam perbedaan latar belakang. Perbedaan

tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemam-

puan akademik dan tingkat sosial; (3) Pengembangan

keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif bertuju-

an untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

Keterampilan sosial yang dimaksud dalam pembela-

jaran kooperatif adalah berbagi tugas, aktif bertanya,

menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide

atau pendapat dan bekerja sama dalam kelompok.

2.4.3 Unsur-unsur Pembelajaran kooperatif

Model pembelajaran kooperatif tidak sama

dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-

unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membeda-

kannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan

secara asal-asalan. Pelaksanaan prosedur pembela-

jaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan

pendidik mengelola kelas dengan efektif. Untuk men-

capai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model

pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Kelima

unsur tersebut yaitu: (1) saling ketergantungan positif;

(2) tanggung jawab perseorangan; (3) tatap muka;

(4) komunikasi antar anggota; (5) evaluasi proses

kelompok. Untuk memenuhi kelima unsur tersebut

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

24

dibutuhkan proses yang melibatkan niat dan kiat para

anggota kelompok, para siswa harus mempunyai niat

untuk bekerja sama dengan yang lainnya dalam kegi-

atan belajar kelompok yang akan saling menguntung-

kan. Selain niat, siswa juga harus menguasai kiat-kiat

berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain.

Salah satu cara untuk mengembangkan niat dan kerja

sama antar siswa dalam pembelajaran kooperatif ada-

lah melalui pengelolaan kelas. Ada tiga hal penting

yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas

dalam pembelajaran kooperatif, yakni pengelompokan,

semangat kerja sama dan penataan ruang kelas.

2.4.4 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin (1995) pembelajaran kooperatif

adalah pembelajaran yang dilakukan secara berke-

lompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-

kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam

orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh

guru. Model pembelajaran kooperatif adalah model

pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil

dengan memperhatikan keberagaman anggota

kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan

memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial

dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan

pada siswa untuk mempelajari sesuatu dengan baik

pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi nara

sumber bagi teman yang lain.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

25

Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri: (1)

untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar

dalam kelompok secara kooperatif; (2) kelompok di-

bentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan

tinggi, sedang dan rendah; (3) jika dalam kelas

terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras,

suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka

diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras,

suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula; dan

(4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelom-

pok dari pada perorangan.

 

2.4.5 Landasan Teori Pembelajaran Kooperatif

Siswa yang bekerja di dalam kelompok koope-

ratif dapat belajar lebih banyak dari pada yang diatur

dalam kelas-kelas tradisional. Dalam penelitiannya

Slavin dalam Yusron (2005) mengungkapkan adanya

variasi yang sangat banyak dari model-model teoritis

yang dapat menjelaskan keunggulan pembelajaran

kooperatif. Teori-teori tersebut terbagi menjadi dua

kategori utama yaitu Motivasi dan kognitif.

Teori Motivasi, menurut Slavin dalam Yusron

(2005) perspektif motivasional pada pembelajaran

kooperatif terutama memfokuskan pada penghargaan

atau struktur tujuan dimana para siswa bekerja.

Struktur tujuan tersebut adalah: (1) kooperatif, di

mana tujuan dari tiap individu memberi kontribusi

pada pencapaian tujuan anggota yang lain, (2) kompe-

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

26

titif, dimana tujuan tiap individu menghalangi penca-

paian tujuan anggota lainnya: (3) individualistik, di

mana tujuan dari tiap individu tidak memiliki kon-

sekuensi apapun bagi pencapaian tujuan anggota

lainnya.

Dari perspektif motivasional Slavin dan Johnson

dalam Yusron (2005) mengemukakan bahwa struktur

tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi dimana

satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih

tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka

bisa sukses. Oleh karena itu, untuk meraih tujuan

personal mereka, anggota kelompok harus membantu

teman satu timnya untuk melakukan apa pun guna

membuat kelompok mereka berhasil, dan mungkin

yang lebih penting, mendorong anggota satu kelom-

poknya untuk melakukan usaha maksimal. Dengan

kata lain, penghargaan kelompok yang didasarkan

pada kinerja kelompok menciptakan struktur penghar-

gaan interpersonal dimana anggota kelompok akan

memberikan atau menghalangi pemicu-pemicu sosial

dalam merespon usaha-usaha yang berhubungan

dengan tugas kelompok. Para pencetus teori motivasi-

onal mengkritik terhadap pengaturan kelas tradisional

bahwa penilaian yang kompetitif dan sistem penghar-

gaan informal di kelas menciptakan norma-norma di

antara mereka yang berlawanan dengan usaha-usaha

akademik.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

27

Dalam kajiannya Slavin telah menemukan bahwa

ketika para siswa bekerja bersama untuk meraih

sebuah tujuan kelompok, membuat mereka mengeks-

presikan norma-norma yang baik dalam melakukan

apapun yang diperlukan untuk keberhasilan kelom-

pok. Slavin dkk menemukan bahwa para siswa di

dalam kelas-kelas pembelajaran kooperatif merasa

bahwa teman sekelas mereka ingin agar mereka bela-

jar. Dalam kelompok kooperatif, pembelajaran menjadi

sebuah aktivitas yang bisa membuat para siswa lebih

unggul di antara teman sebayanya. Siswa dalam ke-

lompok kooperatif yang berhasil meraih prestasi

membuktikan status sosial mereka di dalam kelas,

sedangkan di dalam kelas-kelas tradisional siswa-

siswa seperti ini kehilangan status. Jelasnya tujuan

pembelajaran kooperatif menciptakan norma-norma

yang pro-akademik di antara para siswa, dan norma-

norma pro-akademik memiliki pengaruh yang amat

penting bagi pencapaian prestasi siswa (Yusron, 2005)

Slavin (dalam Yusron, 2005) menjelaskan teori

motivasi dalam pembelajaran kooperatif menekankan

derajat perubahan tujuan kooperatif mengubah insen-

tif bagi siswa untuk melakukan tugas-tugas akademik,

sedang teori kognitif menekankan pada pengaruh dari

kerja sama itu sendiri (apakah kelompok tersebut

mencoba meraih tujuan kelompok ataupun tidak).

Teori kognitif terbagi menjadi dua kategori utama

yaitu: teori pembangunan dan teori elaborasi kognitif.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

28

Asumsi dasar dari teori pembangunan adalah bahwa

interaksi di antara para siswa berkaitan dengan tugas-

tugas yang sesuai meningkatkan penguasaan mereka

terhadap konsep kritik. Teori Pembangunan didefinisi-

kan sebagai wilayah pembangunan paling dekat seba-

gai jarak antara level pembangunan aktual seperti

yang di tentukan oleh penyelesaian masalah secara

independen dan level pembangunan potensial seperti

yang ditentukan melalui penyelesaian masalah dengan

bantuan dari orang dewasa atau dalam kolaborasi

dengan teman yang lebih mampu (Yusron, 2005).

Lebih lanjut dituliskan oleh Slavin dalam Yusron

(2005) bahwa para peneliti menyerukan untuk me-

ningkatkan penggunaan aktivitas kooperatif di seko-

lah. Dengan alasan bahwa interaksi di antara siswa

dalam tugas-tugas pembelajaran akan terjadi dengan

sendirinya untuk mengembangkan pencapaian presta-

si siswa.

Slavin (dalam Yusron, 2005) menjelaskan bahwa

apa yang disebut sebagai perspektif elaborasi kognitif

berbeda dengan perspektif elaborasi dari sudut

pandang pembangunan. Penelitian dalam bidang psi-

kologi kognitif telah menemukan bahwa jika informasi

ingin dipertahankan di dalam memori dan berhubung-

an dengan informasi yang sudah ada di dalam memori,

orang yang belajar harus terlibat dalam semacam

pengaturan kembali kognitif, atau elaborasi dari

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

29

materi. Salah satu cara elaborasi yang paling efektif

adalah menjelaskan materinya kepada orang lain.

Penelitian terhadap pengajaran oleh teman,

telah lama menemukan adanya keuntungan pencapai-

an yang diterima oleh pengajar maupun yang diajar.

Dan melalui serangkaian studi para mahasiswa yang

bekerja dalam struktur, rancangan kooperatif dapat

mempelajari materi teknis atau prosedur jauh lebih

baik dari pada apabila mereka bekerja sendiri-sendiri.

Baik teori motivasi maupun kognitif mendukung man-

faat pencapaian dari pembelajaran kooperatif. Ada

satu potensi penghalang yang penting untuk dihindari

jika ingin pembelajaran kooperatif berjalan efektif

secara instruksional. Jika tidak dirancang dengan baik

dan benar, metode kooperatif dapat memicu muncul-

nya “pengendara bebas”, atau para pembonceng, di

mana sebagian anggota kelompok melakukan semua

atau sebagian besar dari seluruh pekerjaan (pembela-

jaran) sementara yang lainnya hanya ikut mendom-

pleng saja.

Menurut Slavin dalam Yusron (2005) ada lima

model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan

dan diteliti secara ekstensif.

1. STAD (Student Team Achievement Divisions)

Model STAD merupakan metode yang paling

mudah dan merupakan cara terbaik untuk memulai

pengajaran dengan CL. Model ini menekankan pada

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

30

kemajuan individu untuk memberi konstribusi dalam

kelompok. Model STAD dikembangkan Slavin, dan

merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang

menekankan pada aktivitas dan interaksi di antara

siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu

dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai

prestasi yang maksimal (Isjoni, 2009). Pembelajaran

kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement

Division), ini dikembangkan pertama kali oleh Robert

Slavin dan teman-temannya di Universitas John

Hopkins dan merupakan model pembelajaran koope-

ratif paling sederhana (Ibrahim dkk, 2000). Masing-

masing kelompok memiliki kemampuan akademik

yang heterogen sehingga dalam satu kelompok akan

terdapat satu siswa berkemampuan tinggi, dua orang

kemampuan sedang dan satu siswa lagi berkemam-

puan rendah.

2. TGT (Teams Games Tournaments)

Model TGT hampir sama dengan STAD namun

penekannya pada permainan. Kooperatif model TGT

menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok bela-

jar yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa yang memi-

liki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras

yang berbeda.

3. Jigsaw II

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

31

Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh

Elliot Aronson dkk di Universitas Texas dan kemudian

diadaptasi oleh Slavin dkk di Universitas Jhon

Hopkins. Dalam terapan tipe jigsaw, siswa dibagi

menjadi berkelompok dengan lima atau enam anggota

kelompok belajar heterogen. Materi pelajaran diberikan

pada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota ber-

tanggungjawab untuk mempelajari bagian tertentu

bahan yang diberikan. Anggota dari kelompok yang

lain mendapat tugas topik yang sama berkumpul dan

berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini dise-

but dengan kelompok ahli (Ibrahim, dkk. 2000 ).

4. Team Accelerated Instruction atau Team-

Assisted-Individualization

Pembelajaran kooperatif model Team Accelerated

Instruction ini dikembangkan oleh Slavin. Model ini

mengkombinasikan keunggulan pembelajaran koope-

ratif dan pembelajaran individual. Model ini dirancang

untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara

individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya

lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah.

Ciri khas pada model Team Accelerated Instruction ini

adalah setiap siswa secara individual belajar materi

pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru.

Model Team Accelerated Instruction berfokus pada

siswa untuk belajar dalam kelompok dengan lembar

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

32

kerja yang disediakan. Kelompok yang telah mengu-

asai materi boleh melanjutkan materi berikutnya.

5. CIRC (Cooperative Integrated Reading and

Composition)

Model CIRC merupakan program komprehensif

untuk mengajarkan membaca dan menulis pada kelas

2 – 8. Dalam CIRC, guru menggunakan novel atau

bahan bacaan yang berisi latihan soal dan cerita. Para

siswa ditugaskan untuk berpasangan dalam tim mere-

ka untuk belajar dalam serangkaian kegiatan yang

bersifat kognitif, termasuk membacakan cerita satu

sama lain, membuat prediksi mengenai bagaimana

akhir dari sebuah cerita narasi, saling merangkum

cerita satu sama lain, menulis tanggapan terhadap

cerita, dan melatih pengucapan, penerimaan dan kosa

kata. Para siswa juga belajar dalam timnya untuk

menguasai gagasan utama dan kemampuan kompre-

hensif lainnya.

2.5 Pembelajaran Kooperatif Model Team

Accelerated Instruction

Pembelajaran kooperatif model Team Accelerated

Instruction dikembangkan oleh Slavin (1995). Pembe-

lajaran ini mengkombinasikan keunggulan pembela-

jaran kooperatif dan pembelajaran individual. Pembe-

lajaran kooperatif model Team Accelerated Instruction

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

33

dirancang khusus untuk mengajarkan matematika

kepada siswa kelas 3 – 6. Model ini dirancang untuk

mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual

untuk pemecahan masalah. Ciri khas model Team

Accelerated Instruction adalah setiap siswa secara

individual belajar materi pembelajaran yang sudah di-

persiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa

ke kelompok untuk didiskusikan, dibahas oleh

anggota kelompok, dan semua anggota kelompok

bertanggungjawab atas keseluruhan jawaban sebagai

tanggung jawab bersama (Yusron, 2005).

Team Accelerated Instruction merupakan model

pembelajaran yang membentuk kelompok kecil yang

heterogen dengan latar belakang cara berpikir yang

berbeda untuk saling membantu terhadap siswa lain

yang membutuhkan bantuan (Suyitno, 2002). Diterap-

kan bimbingan antar teman yaitu siswa yang pandai

bertanggung jawab terhadap siswa yang lemah dan

meningkatkan partisipasi siswa dalam kelompok kecil.

Siswa yang pandai dapat mengembangkan kemam-

puan dan keterampilannya, sedangkan siswa yang

lemah dapat terbantu menyelesaikan permasalahan

yang dihadapi. (http://matematikacerdas.wordpress.

com/2010/01/28model-pembelajaran-kooperetif-tipe-

tai-team-assisted-individualization/).

Model pembelajaran Team Accelerated Instruction,

siswa ditempatkan dalam kelompok kecil (4 sampai 5

siswa) yang heterogen dan selanjutnya diikuti dengan

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

34

pemberian bantuan secara individu bagi siswa yang

memerlukannya. Melalui pembelajaran kelompok,

diharapkan para siswa dapat meningkatkan pikiran

kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang

tinggi. Sebelum dibentuk kelompok, siswa diajarkan

bagaimana bekerja sama dalam suatu kelompok.

Siswa diajari menjadi pendengar yang baik, dapat

memberikan penjelasan kepada teman sekelompok,

berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerja

sama, dan menghargai pendapat teman lain (Yusron,

2005).

 Ciri pembelajaran kooperatif model Team

Accelerated Instruction adalah kemampuan siswa

untuk bekerja sama dalam kelompok memiliki tugas

setara. Oleh karena itu, pada pembelajaran kooperatif

keberhasilan kelompok sangat diperhatikan, maka

siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampu-

an dan keterampilannya, sedangkan siswa yang

kurang pandai akan terbantu dalam memahami per-

masalahan yang diselesaikan dalam kelompok tersebut

(Isjoni, 2009).

Menurut Slavin (1995) salah satu metode pem-

belajaran untuk mengantisipasi kurangnya aktivitas

belajar siswa dalam pembelajaran matematika adalah

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

model Team Accelerated Instruction. Pemilihan pembe-

lajaran kooperatif model Team Accelerated Instruction

dalam kegiatan belajar mengajar dimaksudkan untuk:

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

35

(1) Membatasi keterlibatan guru dalam pemeriksaan

dan pengelolaan rutin; (2) Belajar melakukan kerja

sama dengan kelompok belajar; (3) Meningkatkan akti-

vitas belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar

dalam sebuah tim; (4) Meningkatkan partisipasi siswa

untuk dapat menguasai materi dengan cara mengelola

kemampuan individualnya dalam sebuah tim; (5) Me-

motivasi siswa untuk mempelajari materi yang diberi-

kan dengan cepat dan akurat, dan tidak akan bisa

berbuat curang atau menyelesaikan dengan jalan

pintas.

2.5.1 Model Pembelajaran Team Accelerated

Instruction memiliki Delapan komponen

Menurut Slavin (1995) model pembelajaran Team

Accelerated Instruction memiliki delapan komponen

yaitu sebagai berikut:

1. Teams atau kelompok yaitu pembentukan ke-lompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai 5 siswa. Kelompok tersebut yang mewakili hasil-hasil akademis dalam kelas, jenis kelamin dan ras. Fungsi kelompok adalah untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok ikut belajar dan lebih khusus adalah mempersiapkan anggotanya untuk mengerjakan tes dengan baik;

2. Placement Test atau Tes Penempatan yakni pem-berian pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk menempatkan siswa pada kelompok belajar yang didasarkan pada hasil tes mereka;

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

36

3. Curriculum Materials atau Perangkat Pembela-jaran yaitu dalam pembelajaran, strategi peme-cahan masalah ditekankan pada seluruh materi. Siswa bekerja secara individu tentang materi kurikulum penambahan, pengurangan, perka-lian, pembagian, pecahan, perbandingan, persen, statistika, dan aljabar. Masing-masing unit terbagi dalam: (a) Satu lembar petunjuk, berisi tinjauan konsep-konsep yang diperkenal-kan oleh guru dalam pengajaran kelompok, diba-has dengan singkat; (b) Beberapa lembar praktik keterampilan masing-masing praktik keterampil-an memperkenalkan sebuah sub keterampilan yang membawa kepada ketuntasan keseluruhan keterampilan; (c) Tes formatif, dalam penelitian ini yang dimaksud adalah kuis;

4. Team Study atau Belajar Kelompok yaitu tahap-an tindakan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkannya. Setelah guru menjelaskan materi pokok pada tiap pertemuan, siswa ditempatkan pada kelompoknya masing-masing. Tujuan dari kelompok ini agar semua siswa aktif untuk belajar dan lebih khusus siswa menyelesaikan tugas secara mandiri. Setiap siswa dalam setiap kelompok bekerja dengan langkah-langkah sebagai berikut: (a) Siswa mem-bentuk pasangan untuk saling memeriksa; (b) Siswa mempelajari materi pokok dan bertanya kepada rekan kelompok atau guru jika ada yang tidak dimengerti; (c) Setelah itu, siswa menger-jakan tugas pada modul yang dibagikan;

5. Team Scores and Team Recognition atau Skor Kelompok dan Pengakuan Kelompok yaitu pem-berian skor terhadap hasil kerja kelompok dan pemberian kriteria penghargaan terhadap ke-lompok yang berhasil dalam menyelesaikan tugas. Caranya pada akhir tiap siklus, guru menghitung skor kelompok. Skor ini diperoleh dari rata-rata nilai kuis dan nilai tes tiap siklus yang diperoleh tiap anggota kelompok. Kemudian guru mengumumkan predikat untuk tiap kelom-pok berdasarkan skor yang diperoleh. Kriteria yang dianut untuk prestasi kelompok yaitu

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

37

kriteria tinggi untuk kelompok super, kriteria menengah untuk kelompok hebat dan kriteria minimum untuk kelompok baik;

6. Teaching Group atau Pengajaran Kelompok yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok, guru memberikan bimbingan selama 10 sampai 15 menit dalam suatu kelompok yang anggota-nya diambil dari tiap-tiap kelompok yang ter-bentuk yang memiliki tingkat penguasaan yang sama dilihat dari modul yang diselesaikan. Tuju-an dari pengajaran kelompok ini adalah agar siswa dapat mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan baru yang diberikan oleh guru dengan pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki siswa sehingga mereka dapat memahami konsep yang diajarkan dengan baik. Pada saat guru memberikan pengajaran kelompok ini, siswa yang lain tetap melanjutkan untuk me-ngerjakan materi pada kelompoknya masing-masing;

7. Fact Test atau Tes Fakta yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa;

8. Whole-Class Units atau Unit-unit Kelas Keselu-ruhan yaitu pemberian materi oleh guru kem-bali di akhir waktu pembelajaran dengan stra-tegi pemecahan masalah.

2.5.2 Kelebihan dan kekurangan pembelajaran

kooperatif model Team Accelerated

Instruction

Model pembelajaran koperatif model Team

Accelerated Instruction memiliki kekurangan dan ke-

lebihan. Kelebihan dan kekurangan model pembelajar-

an kooperatif model Team Accelerated Instruction,

Slavin (1995) menyatakan bahwa belajar kooperatif

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

38

model Team Accelerated Instruction mempunyai kele-

bihan sebagai berikut:

1. Guru terlibat minimal dalam pengaturan dan pengecekan rutin

2. Guru akan menggunakan waktunya paling sedikit dalam mengajar kelompok kecil

3. Pelaksanaan program sederhana

4. Para siswa dapat mengecek pekerjaan satu sama lain

5. Mengurangi perilaku yang mengganggu

6. Mengurangi konflik antar pribadi

7. Program ini sangat membantu siswa yang lemah

8. Meningkatkan motivasi belajar pada diri siswa

9. Meningkatkan hasil belajar Selain memiliki kelebihan model pembelajaran

kooperatif model Team Accelerated Instruction juga

memiliki kekurangan (Anwar, 2003):

1. Dibutuhkan waktu yang lama untuk membuat dan mengembangkan perangkat pembelajaran, dan

2. Jumlah siswa yang besar dalam kelas, maka guru akan mengalami kesulitan dalam membe-rikan bimbingan kepada siswanya.

2.5.3 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Model Team Accelerated Instruction

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif model

Team Accelerated Instruction sebagai berikut:

a. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru;

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

39

b. Guru memberikan tes secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal;

c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap ke-lompok terdiri dari 4 – 5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin ang-gota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender;

d. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok;

e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rang-kuman, mengarahkan, dan memberikan penegas-an pada materi pembelajaran yang telah dipelajari;

f. Guru memberikan kuis kepada siswa secara indi-vidual;

g. Guru memberi penghargaan pada kelompok ber-dasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).

2.5.4 Pembentukan dan Penghargaan Kelompok

Pembentukan kelompok berdasarkan kemampu-

an akademik seperti berikut ini.

Tabel 2.1 Pembentukan Kelompok berdasarkan Kemampuan

Kemampuan No. Nama Ranking Kelompok

Tinggi 1 NA 1 A

2 AZ 2 B

3 LK 3 C

4 NA 4 D

5 PH 5 E

6 RK 6 F

Sedang 7 DW 7 A

8 IPP 8 A

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

40

9 EW 9 B

10 My 10 B

11 JL 11 C

12 KE 12 C

13 NF 13 D

14 Pw 14 D

15 PR 15 E

16 SM 16 E

17 SV 17 F

18 WS 18 F

19 Zn 19 G

20 RH 20 G

21 AAF 21 H

Rendah 22 SA 22 A

23 St 23 B

24 IA 24 C

25 NS 25 D

26 Ht 26 E

27 AK 27 F

Menurut Slavin (1995) guru memberikan peng-

hargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai

peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal) ke

nilai kuis/tes setelah siswa bekerja dalam kelompok.

Cara-cara penentuan nilai penghargaan kepada ke-

lompok dijelaskan sebagai berikut. Langkah-langkah

memberi penghargaan kelompok:

1. Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing

siswa. Nilai dasar (awal) dapat berupa nilai tes awal

atau tes individu;

2. Menentukan nilai tes yang telah dilaksanakan

setelah siswa bekerja dalam kelompok, misal nilai

tes I, nilai tes II, atau rata-rata nilai tes I dan tes II

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

41

kepada setiap siswa yang kita sebut nilai kuis

terkini;

3. Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang

besarnya ditentukan berdasarkan selisih nilai tes

terkini dan nilai dasar (awal) masing-masing siswa

dengan menggunakan kriteria berikut ini:

Tabel 2.2

Kriteria Nilai peningkatan Nilai tes terkini turun lebih dari 10 poin di bawah nilai awal 5

Nilai tes terkini turun 1 sampai dengan 10 poin di bawah nilai awal

10

Nilai tes terkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10 di atas nilai awal

20

Nilai tes terkini lebih dari 10 di atas nilai awal

30

( Slavin 1995 dalam Isjoni 2009)

Menurut Slavin (1995) guru memberikan peng-

hargaan kelompok berdasarkan rata-rata nilai pening-

katan yang diperoleh masing-masing kelompok dengan

memberikan predikat cukup, baik, sangat baik dan

sempurna. Kriteria untuk status kelompok.

1. Cukup, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok

kurang dari 15 (rata-rata nilai peningkatan kelom-

pok <15);

2. Baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok

antara 15 dan 20 (15 < rata-rata nilai peningkatan

kelompok < 20);

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

42

3. Sangat baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelom-

pok antara 20 dan 25 (20 ≤ rata-rata nilai pening-

katan kelompok < 25);

4. Sempurna, bila rata-rata nilai peningkatan kelom-

pok lebih atau sama dengan 25 (rata-rata nilai

peningkatan kelompok ≥ 25)    (http://mey20.

wordpress.com/edocation/pembelajaran-kooperatif-

tipe-tai/)

2.6 Pembelajaran Tradisional

2.6.1 Pengertian Pembelajaran Tradisional

Pembelajaran Tradisional yaitu pembelajaran dimana guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada siswanya. Di dalam pembelajaran tradisional fokus utamanya adalah guru. Model pembelajaran tradisional biasanya menekankan kepada guru sebagai pusat informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Dengan pola seperti ini maka tahap-tahap dalam pembelajaran tradisional bertentangan dengan tahap-tahap pada pembelajaran kooperatif model Team Accelerated Instruction. Model pembelajaran tradisional biasanya meliputi tahap-tahap pembukaan – penyajian – penutup. Guru cenderung menggunakan metode ceramah dan disertai sedikit tanya jawab. Guru berusaha memindahkan pengetahuan yang dimiliki kepada siswa. Pembelajaran tradisioanl membuat siswa pasif dalam menerima pengetahuan yang

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

43

ditransfer. (Repository.upi.edu/operator/upload/s_ d0251_0605671_ chapter2.pdf)

Menurut Brooks & Brooks (1993), penyelenggaraan pembelajaran tradisional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes terstandar.

2.6.1 Ciri-ciri Pembelajaran Tradisional

Pembelajaran tradisional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat pada guru, (2) terjadi passive learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan (5) penilaian bersifat sporadis (Brooks & Brooks ,1993).

Menurut Nasution (Jurniati, 2007) secara rinci ada lima ciri-ciri model pembelajaran tradisional yaitu: 1. Bahan pelajaran disajikan sebagai keseluruhan

tanpa memperhatikan siswa secara individual. 2. Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk

ceramah, tugas tertulis dan media lain menurut pertimbangan guru.

3. Siswa umumnya bersifat pasif karena harus mendengarkan penjelasan guru.

4. Kecepatan belajar siswa umumnya ditentukan oleh kecepatan guru dalam mengajar.

5. Diperkirakan hanya sebagian kecil siswa yang menguasai materi pelajaran secara tuntas.

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

44

Menurut Marsigit (2008) ciri-ciri Pembelajaran Tradisional sebagai berikut: 1. Pembelajaran terpusat pada guru 2. Memberikan pendidikan otak 3. Mengutamakan hafalan 4. Pendidikan untuk anak-anak yang pandai 5. Siswa pasif (mendengar) 6. Berorientasi kepada buku teks 7. Menilai murid berdasarkan pekerjaan 8. Pelajaran bersifat abstrak (ceramah) 9. Pelajaran dengan klasikal 10. Pelajaran bersifat formal 11. Materi yang sama untuk semua siswa 12. Mengajar bersifat transmisi 13. Mendorong persaingan 14. Guru otoriter/mewajibkan 15. Pendidikan uniformitas (penyeragaman) 16. Berorientasi kepada hasil 17. Motivasi belajar bersifat eksternal 18. Disiplin dan hukuman 19. Mencari jawaban benar 20. Matematika sebagai ilmu kebenaran 21. Pendidikan sebagai investasi 22. Siswa sebagai empty vessel 23. Metode mengajar tunggal 24. Alat peraga sulit dikembangkan

(Repository.upi.edu/operator/upload/s_d0251_ 0605671_ chapter2.pdf)

2.6.3 Langkah-langkah Pembelajaran Tradisional

Langkah-langkah Pembelajaran Tradisional:

1.Menyampaikan tujuan : Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut.

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

45

2.Menyajikan informasi: Guru menyajikan informasi kepada siswa secara tahap demi tahap dengan metode ceramah

3.Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik: Guru mengecek keberhasilan siswa dan memberikan umpan balik

4.Memberikan kesempatan latihan lanjutan: Guru memberikan tugas tambahan untuk dikerjakan dirumah

2.7 Kajian yang Relevan

Beberapa penelitian yang telah dilakukan

tentang pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated

Instruction adalah:

1. Wijayanti (2005). ”Perbedaan Prestasi Belajar

Bahasa Inggris yang diajarkan dengan Metode

Student Team Achievement Division dalam Strategi

Pengajaran Cooperative Learning dengan Non

Cooperative Learning di Kelas 4 SD Laboratorium

Satya Wacana Salatiga”. (Tesis) diperoleh hasil nilai

rata-rata post-test kelas kontrol 60,6777 dan kelas

eksperimen 75,5295 dan F hitung 0,040 dengan

signifikansi 0,001 < 0,01 berarti ada perbedaan

signifikan antara prestasi belajar bahasa inggris

kelas eksperimen dengan kelas kontrol sehingga

ada peningkatan hasil belajar dengan

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

46

menggunakan cooperative learning dari pada yang

non cooperative learning.

2. Suparni (2006). ”Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe TAI Untuk meningkatkan Hasil

Belajar Matematika Siswa Kelas IV SDN 009

Pakanbaru”. (Skripsi) secara umum menyimpulkan

bahwa hasil prestasi belajar pada pembelajaran

kelompok eksperimen yang diajar dengan pembela-

jaran Kooperatif Tipe TAI lebih baik dari pada

kelompok kontrol yang diajar dengan cara tradi-

sional (yang biasa dilakukan) dan diperoleh hasil

nilai rata-rata post-test kelas kontrol 48,571

dan kelas eksperimen 72,051 dengan signifikansi

0,000 < 0,05

2.8 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dirumuskan hipotesis

penelitian sebagai berikut:

H1 : µc ≠ µnc : Ada perbedaan yang signifikan pada

prestasi belajar matematika di

antara siswa yang diajar dengan

kooperatif model Team Accelerated

Instruction dengan siswa yang diajar

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2498/4/T2_942008129_BAB II.pdf12 Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini diperoleh melalui

 

47

dengan menggunakan pembelajar-

an tradisional.

H o : µo = µnc : Tidak ada perbedaan yang signifikan

pada prestasi belajar matematika di

antara siswa yang diajar dengan

kooperatif model Team Accelerated

Instruction dengan siswa yang

diajar dengan menggunakan pem-

belajaran tradisional.