View
10
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
EVALUASI TEKNIK BUDIDAYA URBAN FARMING KELOMPOK TANIDI KECAMATAN PANAKKUKANG KOTA MAKASSAR
ANDI NURUL REZKYATI MAULIDIA
G111 14 030
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
iii
EVALUASI TEKNIK BUDIDAYA URBAN FARMING KELOMPOK TANIDI KECAMATAN PANAKKUKANG KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana pada Program Studi AgroteknologiDepartemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin
ANDI NURUL REZKYATI MAULIDIA
G111 14 030
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
PENGESAHAN
iv
v
RINGKASAN
ANDI NURUL REZKYATI MAULIDIA (G111 14 030). Evaluasi TeknikBudidaya Urban Farming Kelompok Tani di Kecamatan Panakkukang KotaMakassar. Dibimbing oleh NOVATY ENY DUNGGA dan FACHIRAH ULFA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan kelompok tani dalammenerapkan SOP (Standar Operasional Prosedur) pada budidaya urban farmingberbasis kebutuhan pangan di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar.Penentuan lokasi penelitian dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa di lokasitersebut terdapat beberapa kelompok tani yang telah diverifikasi oleh DinasKetahanan Pangan dalam beberapa program yang telah dikeluarkan sebelumnya.Jenis penilitian adalah eksploratif dan deskriptif, dimana kebutuhan data terbagiatas data primer (observasi dan wawancara) dan data sekunder (studi literatur),dengan analisis deskriptif kualitatif dan tetap didukung dengan data kuantitatifuntuk mengintepretasikan arti data-data yang telah terkumpul. Proses evaluasidilakukan dengan mebedakan 2 jenis SOP teknik budidaya tanaman yaitubudidaya tanaman cabai dan sayuran organik. Setelah dilakukan observasi di 11kelurahan di kecamatan Panakkukang terdapat 7 kelurahan yang masih aktifmelanjutkan kegiatan budidaya tanaman dan hanya 3 kelurahan diantaranya yangmelakukan budidaya tanaman sayuran (selain cabai) secara organik. Adapun hasilskoring kesesuaian teknik budidaya tanaman cabai dengan SOP yang diperoleh dilokasi penelitian yakni rata-rata 54,91, dengan persentase produksi panen pertamayang dihasilkan rata-rata 50,36%. Sedangkaan untuk kesesuaian SOP budidayasayuran organik, skor teknik budidaya rata-rata diperoleh 54,11. Berdasarkanhasil evaluasi penelitian di Kecamatan Panakkukang, maka produksi hasilkegiatan urban farming sinkron atau sejalan dengan teknik budidaya yangdilakukan sesuai SOP terutama pada teknik pemeliharaan.
Kata kunci : urban farming, cabai, sayuran organik, SOP budidaya, KecamatanPanakkukang.
vi
KATA PENGANTAR
Puji Syukur senantiasa tercurahkan kepada Allah Subhanahu Wa ta’ala
atas limpahan Rahmat dan kasih Sayang-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan tulisan ini yang berjudul: Evaluasi Teknik Budidaya Urban
Farming Kelompok Tani di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar. Tulisan ini
dimaksudkan untuk memberikan informasi hasil evaluasi mengenai kegiatan
pertanian di kota Makassar terkhusus pada Kecamatan Panakkukang yang
dilakukan oleh sejumlah kelompok tani, hingga dapat dijadikan sebagai acuan
untuk meningkatkan kegiatan urban farming di Kota Makassar.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih terdapat kekurangan dalam
penyusunannya, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca yang dapat membangun untuk penyempurnaan tulisan ini.
Penulis mengucapkan maaf atas segala kekurangan yang ada dalam tulisan
ini, semoga tulisan ini diberkahi oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Makassar, Agustus 2018
Penulis
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas limpahan
rahmat, petunjuk, hidayah dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Salam dan shalawat kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, tabi’in, tabi’uttabiin dan
orang-orang yang istiqomah hingga akhir zaman kelak, Insya Allah.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing, ibu
Dr. Ir. Novaty Eny Dungga, MP. dan ibu Dr. Ir. Fachira Ulfa, MP yang sangat
baik, sabar dan ikhlas membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari rencana
penelitian hingga tersusunnya skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Hari Iswoyo, SP, MA, ibu Tigin Dariati, SP, MES, bapak
Rahmansyah Dermawan, SP. M.Si, dan ibu Cri Wahyuni Brahmiyanti, SP,
MSi., selaku tim penguji yang memberikan banyak saran dan masukan
kepada penulis sejak awal penelitian sampai selesainya skripsi ini.
2. Ketua Departemen Budidaya Pertanian, bapak dan ibu dosen Departemen
Budidaya Pertanian pada khususnya dan dosen Fakultas Pertanian pada
umumnya, serta seluruh staf dan pegawai atas segala bantuan yang telah
diberikan.
3. Bapak Ferdi, S.Pt, M,Sc dan ibu Jumiati, S.Pt, serta para staf Dinas
Ketahanan Pangan Kota Makassar atas bantuannya selama proses
penelitian.
4. Para Sahabat terbaikku A. Diar Nurazika, Asdawati, A. Alfiani, S.P, dan A.
Musafir Lukman yang telah memberikan bantuan, semangat dan motivasi
selama studi hingga dalam penyelesaian penelitian ini. Serta teman-teman
seperjuangan Ramlah, Kartini, Ayu Asmira dan Amrah yang telah
meluangkan waktu membantu penulis selama proses penelitian.
5. Teman-teman BE HIMAGRO Faperta Unhas 2014, Sintesis 2014,
Agroteknologi 2014, kakak-kakak Himagro Faperta Unhas, Kanda dan
dinda KKMB UNHAS, serta teman-teman KKN Regular Gel.96 Pinrang
(Makkawaru Squad), yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas
viii
segala bantuan, ilmu, motivasi, kerja sama dan suka duka yang diberikan
selama penulis menjalankan studi di Universitas Hasanuddin serta
terimakasih atas kebersamaannya, semoga jalinan persaudaraan kita tidak
akan pernah terputuskan.
Serta ucapan terimasih banyak yang tak terhingga kepada kedua orang tua
penulis, Ayahanda Ir. A. Muhamad Asnawi, dan Ibunda Ir. Andi Khaeriah AM,
MAP, dan adik-adikku A. Nurul Khaerizza Safitri, serta A. Khaerul Maudy
Atharid, atas limpahan kasih sayang, pengertian, pengorbanan dan do’a, serta
bantuan baik moril maupun materil yang tanpa henti diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam tulisan
ini. Penulis mengucapkan maaf atas segala kekurangan yang ada dalam tulisan
ini. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat dibutuhkan oleh
penulis untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga Allah SWT memberkahi tulisan
ini dan memberikan manfaat bagi pembaca, Aamiin.
Makassar, Agustus 2018
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .........................................................................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. vii
DAFTAR ISI..........................................................................................................ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................4
1.3 Tujuan dan Kegunaan .......................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................5
2.1 Urban Farming .................................................................................................5
2.1.1 Pengertian Urban Farming....................................................................5
2.1.2 Manfaat Urban Farming .......................................................................6
2.1.3 Karakteristik Urban Farming di Indonesia ...........................................9
2.2 Kondisi Lahan Pertanian Kota Makassar .......................................................11
2.3 Kegiatan Urban Farming di Kota Makassar ..................................................14
BAB III METODOLOGI ...................................................................................16
3.1 Jenis Penelitian................................................................................................16
3.2 Lokasi Penelitian.............................................................................................16
3.3 Teknik Pengumpulan Data .............................................................................16
3.3.1 Pengumpulan Data Primer ....................................................................18
3.3.2 Pengumpulan Data Sekunder ..............................................................19
x
3.3.3. Kriteria Sampel Penelitian....................................................................19
3.5 Teknik Analisis Data ......................................................................................19
3.5 Pengecekan Validitas ......................................................................................20
3.6 Penetapan Skoring dan Faktor Budidaya yang Mempengaruhi......................21
3.7 Tahap Penelitian dan Jadwalnya .....................................................................27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................28
4.1 Gambaran Umum Wilayah Studi....................................................................28
4.2 Profil Kelompok Tani ............................................................................................ 29
4.2.1 Presentase Usia Responden ...................................................................32
4.2.2 Sumber Pengetahuan Kelompok...........................................................34
4.3 Analisis Teknik Budidaya Berdasarkan Standar Operasional Prosedur ..........35
4.3.1 Tanaman Cabai ......................................................................................36
1. Teknik penyemaian ................................................................................36
2. Teknik penanaman .................................................................................40
3. Teknik pemeliharaan ..............................................................................44
4. Teknik pemanenan .................................................................................48
5. Produksi panen pertama tanaman...........................................................50
6. Hasil Evaluasi Kegiatan Teknik Budidaya dengan Produksi.................52
4.3.2 Sayuran Organik Lainnya ......................................................................55
1. Teknik penyemaian ................................................................................56
2. Teknik penanaman .................................................................................59
3. Teknik pemeliharaan ..............................................................................63
4. Gambaran Perbandingan Hasil Kegiatan Budidaya Sayuran Organik...66
4.4 Permasalah/Kendala Kegiatan Urban Farming ...............................................69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................73
5.1 Kesimpulan ......................................................................................................73
5.2 Saran ................................................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................75
LAMPIRAN...........................................................................................................79
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Identifikasi Urban Farming di Kota Makassar berdasarkan pengamatanspasial dan survei lapang acak (Hasil terjemahan).......................................12
2. Kebutuhan Data Penelitian ...........................................................................17
3. Skoring Budidaya Tanaman Cabai ...............................................................22
4. Skoring Budidaya Sayuran Organik .............................................................24
5. Jadwal dan Tahap Penelitian ........................................................................27
6. Profil Kelompok Tani di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar ............29
7. Permasalahan selama kegiatan urban farming kelompok tani .....................69
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Distribusi urban farming di Kota Makassar .................................................13
2. Peta Wilayah Kecamatan Panakkukang Kota Makassar ..............................28
3. Presentase Usia rata-rata responden .............................................................33
4. Kategori pengetahuan kelompok tani Kecamatan Panakkukang KotaMakassar.......................................................................................................34
5. Skoring teknik penyemaian pada budidaya tanaman cabai ..........................36
6. Skoring teknik penanaman pada budidaya tanaman cabai ...........................40
7. Skoring teknik pemeliharaan pada budidaya tanaman cabai........................44
xii
8. Skoring teknik pemanenan pada budidaya tanaman cabai ...........................48
9. Skoring hasil produksi panen pertama tanaman cabai..................................51
10. Hasil evaluasi kegiatan budidaya tanaman cabai .........................................52
11. Skoring teknik penyemaian pada budidaya sayuran organik .......................56
12. Skoring teknik penanaman pada budidaya sayuran organik ........................59
13. Skoring teknik pemeliharaan pada budidaya sayuran organik .....................63
14. Budidaya Tanaman Organik Kelompok Wanita Tani Citra, 2018 ...............66
15. Budidaya Tanaman Organik Kelompok Wanita Tani Asoka, 2018.............66
16. Budidaya Tanaman Organik Kelompok Tani Makmur, 2018......................65
17. Budidaya Tanaman Organik Kelompok Tani Dirgantara, 2018...................68
18. Tingkat permasalahan kegiatan urban farming ............................................69
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Daftar Pertanyaan & Tabel Skoring Kegiatan Tiap Kelompok Tani (sudahterisi).............................................................................................................79
2. Gambaran Kegiatan Urban Farming di Lokasi Penelitian...........................83
3. Surat Keterangan Penelitian.. .......................................................................91
1
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini mulai dikenal cara bertani/ berkebun di lahan perkotaan, yang
dikenal dengan urban farming (pertanian perkotaan), yang merupakan sebuah
upaya pemanfaatan ruang minimalis di perkotaan agar dapat menghasilkan produk
untuk memenuhi kebutuhan pangan dan untuk meningkatkan pendapatan
pengelolanya.
Keberadaan ruang komunitas urban farming di Kota Makassar yang
dinilai berkontribusi terhadap perkembangan ruang terbuka hijau dan ketahanan
pangan kota, menjadikan semakin banyak anggota masyarakat yang kemudian
tertarik untuk melakukan kegiatan urban farming tersebut. Kegiatan urban
farming mempunyai daya tarik tersendiri untuk dipelajari dan diteliti lebih lanjut
karena beberapa alasan sebagai berikut; (1) 50 persen penduduk dunia hidup di
perkotaan, (2) penduduk perkotaan berpenghasilan rendah menghabiskan 40-60
persen pendapatan mereka untuk makanan, (3) 250 juta penduduk yang
dikategorikan rawan kelaparan berada di daerah perkotaan, dan (4) diperkirakan
pada tahun 2015, 26 kota di seluruh dunia memiliki jumlah populasi lebih dari 10
juta jiwa penduduk kota (Yani, 2017).
Di Kota Makassar, saat ini melalui Dinas Ketahanan Pangan, telah
dikeluarkan beberapa program yang dikembangkan menjadi sebuah program
produktif “Urban Farming”, dengan menyisipkan konsep agriculture pada
lorong-lorong kota (Dinas Ketahanan Pangan, 2016). Program urban farming atau
pertanian perkotaan merupakan program yang dicetuskan sebagai upaya untuk
2
tetap menjaga kualitas hidup, yaitu dengan tetap dapat mengkonsumsi makanan
sehat berbahan sayur yang berkualitas di tengah kota. Program ini memang
didesain untuk dikembangkan di perkotaan padat penghuni yang tidak mempunyai
jumlah lahan kosong yang besar. Selain itu, pertanian perkotaan membantu
memberikan kontribusi terhadap ruang terbuka hijau kota dan ketahanan pangan
(Santoso dan Widya, 2014).
Pemerintahan melalui Dinas Ketahanan Pangan Kota Makassar melakukan
Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis
Sumber Daya Lokal yang telah dimulai sejak tahun 2010, dan pada tahun 2017
lalu telah diimplementasikan melalui kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan
Pekarangan lorong melalui terbentuknya Badan Usaha Lorong (BULo) dengan
membentuk Kelompok Tani Lorong (Poktanrong) untuk budidaya komoditi cabai.
Dan melalui kegiatan besar tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
konsumsi pangan masyarakat khusus komoditi cabai dan juga untuk kebutuhan
pasar yang bernilai ekonomis tinggi. Dinas Ketahanan Pangan berdasarkan
dengan tupoksinya menyediakan benih tanaman sayur-sayuran dan buah-buahan
serta melakukan sosialisasi-sosialisasi langsung ke lorong-lorong (Dinas
Ketahanan Pangan, 2016).
Di sisi lain, masih terdapat berbagai kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan kegiatan pertanian perkotaan tersebut. Secara garis besar berbagai
kendala tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu kendala teknis dan non
teknis. Kendala teknis berkaitan dengan keterbatasan lahan, serangan hama,
perubahan cuaca, minimnya pengetahuan warga mengenai teknik budidaya yang
3
baik. Kendala teknis ini berimplikasi pada kesulitan di lapangan serta kuantitas
dan kualitas hasil panen yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sementara
kendala non teknis terkait erat dengan kurangnya antusiasme dan respon keluarga
miskin (gakin) yang menerima paket bantuan. Hal ini berimplikasi pada
pemeliharaan dan keberlanjutan kegiatan kedepannya (Sihgiyanti, 2016).
Berdasarkan dengan penelitian terdahulu, tidak sepenuhnya kegiatan
budidaya yang dilakukan sejumlah kelompok tani terkontrol secara terus menerus
oleh instansi terkait dan juga terdapat beberapa kelompok tani yang
pengetahuannya akan prosedur pemeliharaan tanaman masih minim. Dimana
karena hal tersebut, ada kalanya proses kegiatan budidaya tanaman dilakukan
menggunakan cara mereka sendiri yang dianggap lebih praktis dibanding harus
mengikuti prosedur budidaya berdasarkan SOP (Standar Operasional Prosedur)
yang dianggap ruwet, sulit untuk dimengerti dan berbagai alasan lainnya.
Sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman, serta
keberlanjutan pengembangan urban farming (pertanian perkotaan) di Kota
Makassar.
Hal di atas memungkinkan terjadi di lokasi penelitian yaitu di Kecamatan
Panakukang Kota Makassar dengan alasan di kecamatan ini terdapat sejumlah
kelompok tani lorong aktif yang telah terverifikasi oleh Dinas Ketahanan Pangan
Kota Makassar berdasarkan program yang telah dikeluarkan sebelumnya. Selain
itu, lokasi juga termasuk pusat kegiatan masyarakat kota Makassar. Oleh karena
itu, penting untuk dilakukan kegiatan evaluasi mengenai teknik budidaya
4
pertanian berdasarkan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang dilakukan oleh
kelompok tani di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sejauh mana kegiatan budidaya urban farming atau pertanian perkotaan
yang berlangsung di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar ?
2. Bagaimana kesesuaian teknik budidaya tanaman berdasarkan SOP dengan
yang diterapkan oleh kelompok tani?
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberlanjutan kegiatan pertanian
perkotaan di Kecamatan Panakkukanag Kota Makassar?
4. Kendala apakah yang dihadapi oleh kelompok tani/masyarakat selama
menjalankan kegiatan urban farming?
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan budidaya
tanaman cabai dan sayuran organik berdasarkan SOP dengan yang diterapkan oleh
kelompok tani di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar.
Adapun kegunaannya adalah sebagai bahan informasi dalam pengembangan
kegiatan urban farming di Kota Makassar serta mencari alternatif pemecahan
masalah yang dihadapi.
5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Urban Farming
2.1.1 Pengertian Urban Farming
Urban farming merupakan suatu gerakan yang dimulai di Amerika Serikat
sebagai upaya terhadap buruknya situasi dan kondisi ekonomi beberapa negara
pada saat perang dunia terutama tingginya harga sayuran pada kala itu. Sekitar 20
juta victory garden dibuat selama perang dunia kedua. Victory garden berupa
kegiatan membangun taman di sela-sela ruang yang tersisa. Hasil dari program
tersebut membuat pemerintah Amerika Serikat mampu menyediakan 40%
kebutuhan pangan warganya pada waktu itu. Berbeda dengan Amerika Serikat,
gerakan urban farming di Indonesia muncul akibat kesadaran masyarakat akan
kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan banyaknya ruang atau lahan terlantar
yang tidak dimanfaatkan. Pelopor dari gerakan urban farming ini adalah Ridwan
Kamil, yang muncul pertama kali Jakarta pada akhir tahun 2011 dan menjadi
komunitas Jakarta Berkebun yang mana saat ini telah berkembang menjadi
Indonesia berkebun dan telah menyebar di 33 kota dan 9 kampus di seluruh
Indonesia (Belinda, 2017).
Secara umum urban farming adalah bentuk usaha, komersial ataupun bukan,
yang berkaitan dengan produksi, distribusi, serta konsumsi dari bahan pangan atau
hasil pertanian lain yang dilakukan di lingkungan perkotaan (Setiawan, 2002).
Kegiatan ini meliputi penanaman, panen, dan pemasaran berbagai bahan pangan
serta berbagai bentuk peternakanan yang memanfaatkan lahan yang tersedia di
perkotaan. Umumnya urban farming dilakukan di lokasi-lokasi yang terlantar.
6
Urban Farming termasuk salah satu program yang disusun untuk
meningkatkan ketahanan pangan masyarakat miskin. Selain itu, Urban Farming
merupakan aktifitas pertanian di sekitar perkotaan yang melibatkan keterampilan,
keahlian, dan inovasi dalam budidaya pengelolaan makanan bagi masyarakat
miskin melalui pemanfaatan pekarangan, lahan-lahan kosong guna menambah
memenuhi kebutuhan gizi keluarga, meningkatkan perekonomian keluarga serta
memotivasi keluarga miskin untuk membentuk suatu kelompok pertanian guna
membangun kemandirian rumah tangga di Kota (Sihgiyanti, 2016).
2.1.2 Manfaat Urban Farming
Kegiatan urban farming di kota muncul sebagai jawaban atas kegelisahan
masyarakat menyikapi semakin terbatasnya lahan di kota-kota besar. Tingkat
polusi yang makin parah dan minimnya kawasan hijau membuat kota semakin
gersang. Kesadaran ini yang memunculkan gerakan urban farming di kota-kota
besar di seluruh dunia. Kegiatan urban farming mencakup kegiatan produksi,
distribusi, hingga pemasaran produk-produk pertanian yang dihasilkan (Fauzi dkk,
2016).
Kehadiran pertanian di wilayah perkotaan maupun daerah sekitar perkotaan
memberikan nilai positif bukan hanya dalam pemenuhan kebutuhan pangan tetapi
juga terdapat nilai-nilai praktis yang dapat berdampak bagi keberlanjutan ekologi
maupun ekonomi wilayah perkotaan. Apabila praktek pertanian perkotaan
dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek lingkungan, mempunyai banyak
keuntungan. Nilai kehadiran pertanian perkotaan dapat dilihat dari aspek ekonomi,
ekologi, sosial, estetika, edukasi, dan wisata (Fauzi dkk, 2016).
7
Keberadaan pertanian dalam masyarakat perkotaan dapat dijadikan sarana
untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan dan sumberdaya alam yang ada di kota
dengan menggunakan teknologi tepat guna. Selain itu, masyarakat kota yang
umumnya sibuk karena bekerja, pertanian perkotaan dapat menjadi media untuk
memanfaatkan waktu luang. Mengoptimalkan penggunaan lahan serta
memanfaatkan waktu luang untuk beraktivitas dalam pertanian perkotaan akan
mendekatkan mereka terhadap akses pangan serta menjaga keberlanjutan
lingkungan dengan adanya ruang terbuka hijau (Setiawan dan Rahmi, 2004).
Haletky dan Taylor (2006) berpendapat bahwa pertanian kota adalah salah
satu komponen kunci pembangunan sistem pangan masyarakat yang berkelanjutan
dan jika dirancang secara tepat akan dapat mengentaskan permasalahan
kerawanan pangan. Dengan kata lain, apabila pertanian perkotaan dikembangkan
secara terpadu merupakan alternatif penting dalam mewujudkan pembangunan
kota yang berkelanjutan (Setiawan dan Rahmi, 2004).
Peranan pertanian perkotaan jika ditinjau dari aspek ekonomi memiliki
banyak keuntungan diantaranya yaitu stimulus penguatan ekonomi lokal berupa
pembukaan lapangan kerja baru, peningkatan penghasilan masyarakat serta
mengurangi kemiskinan. Dalam situasi krisis ekonomi yang tengah dialami oleh
beberapa negara dalam beberapa tahun terakhir, termasuk Indonesia,
pengembangan pertanian perkotaan secara terpadu mempunyai manfaat yang
sangat besar, tidak hanya dari potensinya dalam menyerap tenaga kerja, tetapi
juga meningkatkan pendapatan masyarkat kota. Setiawan dan Rahmi (2004)
melalui tulisannya mengemukakan bahwa apabila masyarakat kota mampu
8
memenuhi kebutuhan pangannya sendiri, akan lebih banyak uang masyarakat kota
digunakan untuk kepentingan lain seperti kesehatan, pendidikan, dan perumahan.
Studi pertanian kota di pekarangan Philadelphia menemukan bahwa masyarakat
dengan pendapatan rendah yang memiliki pekarangan dapat menghemat
pengeluran pangan rata- rata $150 setiap musim penanaman (Pinderhughes, 2004
dalam Fauzi dkk, 2016).
Apabila ditinjau dari aspek ekologi, pengembangan pertanian perkotaan dapat
memberikan manfaat yaitu memperbaiki kualitas udara dan memberikan
keindahan karena pertanian perkotaan sangat memperhatikan estetika serta
sebagai upaya mitigasi terhadap perubahan iklim (Specht et al., 2014 dalam Fauzi,
dkk., 2016). Pertanian perkotaan saat ini dianggap sebagai salah satu solusi dalam
mengatasi pencemaran udara di wilayah perkotaan serta solusi untuk adaptasi
perubahan iklim. Menurut De Zeeuw (2011) dalam Cahya (2014), pertanian
perkotaan memainkan peranan signifikan dalam penghijauan kota dan
peningkatan kualitas iklim mikro kota, sekaligus merangsang produktivitas
dengan pemanfaatan kembali sampah organik dan mengurangi penggunaan energi
yang berlebihan. Dengan demikian, adanya pertanian perkotaan bukan saja untuk
memperbaiki kualitas udara, melainkan secara langsung dapat mengurangi beban
kota dalam menampung sampah-sampah yang berasal dari rumah tangga maupun
industri. Adanya pertanian perkotaan juga sangat bermanfaat bagi kelestarian
lingkungan, mengurangi polusi udara, serta menciptakan keindahan dan
kesejukkan di tempat tinggal masyarakat (Cahya, 2014).
9
2.1.3 Karakteristik Urban Farming di Perkotaan Lain Indonesia
Urban farming yang sejatinya sudah ada semenjak masa perang dunia II, kini
terus berkembang di berbagai kota di seluruh belahan dunia, tak terkecuali di
Indonesia. Berkembangnya urban farming di Indonesia lebih mengacu pada
kebutuhan akan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kota-kota besar dan banyaknya
lahan kosong yang tidak optimal. Gerakan Indonesia Berkebun yang digagas oleh
Ridwan Kamil kini telah diterapkan di banyak kota dan perguruan tinggi di
Indonesia yang muncul dalam berbagai macam program (Belinda, 2017).
Berikut merupakan pemaparan contoh dari kegiatan urban farming yang ada
di Indonesia:
1. Jakarta
Urban farming muncul pertama kali di Jakarta pada akhir tahun 2011 yang
mana bermula dari inisiasi Ridwan Kamil melalui jejaring sosial dunia maya yang
kemudian menarik perhatian masyarakat dan menjadikan penanaman perdana di
Springhill pada tanggal 20 Februari 2011 menjadi titik awalnya. Saat ini urban
farming di Jakarta juga dapat ditemukan di berbagai sudut kota. Rusunawa di
daerah Cipinang Besar Selatan turut serta menggunakan lahan tidak terpakai di
gedung tersebut untuk gerakan urban farming yang mendapat bantuan dari
Pemerintah Jakarta, Bank Indonesia, dan Majalah Trubus (Jakartapost, 2016
dalam Belinda, 2017). Komunitas Jakarta Berkebun, juga melakukan penanaman
di sekitar daerah Jabodetabek secara berkala. Selain dari gerakan masyarakat
insidentil, urban farming di Jakarta juga mendapat dukungan dari pemerintah,
BUMN, dan perusahaan swasta setempat, seperti lomba pertanian kota yang
10
diadakan Bank Indonesia. Jenis tanaman yang umumnya di kembangkan di
Jakarta di antaranya jagung, sawi, kubis, cabai, tanaman herbal (bumbu dan obat)
dan tanaman hias. Program Jakarta berkebun menggunakan berbagai macam
media dan teknik menanam tanaman yang selain bibit dan pupuk perlu adanya
ketersediaan air yang cukup (Belinda, 2017).
2. Bandung
Kota Bandung merupakan kota pertama yang mencetuskan komunitas
berkebun pada Februari tahun 2011 dan melaksanakan tanam perdananya pada
Mei 2011 di Kebun Sukamulya Bandung (Setiawan dan Rahmi, 2014).
Berdasarkan pengamatan Prasetiyo (2016), urban farming di Bandung cenderung
melakukan penanaman dengan teknik taman vertikal dan rooftop garden. Menurut
Darmawan (2015), tidak hanya rooftop garden dan tanaman vertikal tetapi juga
segala metode modern diterapkan, seperti aquaponik dan hidroponik. Menurut
Darmawan (2015), teknik-teknik tersebut hanya memerlukan bibit dan air yang
cukup. Adapun jenis tanaman yang umunya di tanam antara lain adalah kubis,
lobak, dan berbagai macam varietas tanaman hias (Prasetiyo, 2016).
3. Surabaya
Kota Surabaya terkenal akan program green and clean yang dimulai pada
tahun 2005 merupakan terobosan untuk menyadarkan pentingnya lingkungan
bersih dan penghijauan pada masyarakat Surabaya khusunya golongan menengah
ke bawah (Belinda, 2017). Dari program kebersihan ini gerakan urban farming
turut berkembang. Adapun mayoritas tanaman yang dikembangkan segala jenis
sayuran hijau dan berbagai tanaman hias (Noer, 2012 dalam Belinda 2017). Urban
11
farming di Surabaya menggunakan berbagai macam teknik ada yang vertikultur,
hidroponik, atau di pekarangan rumah, yang mana hanya membutuhkan bibit dan
ketersediaan air yang cukup, serta gerakan ibu PKK di tiap kampung yang sangat
kooperatif turut membantu kesuksesan program green and clean di Surabaya
(Noer, 2012 dalam Belinda, 2017).
2.2 Kondisi Lahan Pertanian Kota Makassar
Perkembangan kota yang sangat pesat disebabkan oleh dinamika penduduk,
perubahan sosial ekonomi, dan urbanisasi. Pertumbuhan penduduk kota yang
tidak terkendali menyebabkan munculnya aktivitas pembukaan lahan untuk
pemukiman. Kebutuhan ruang meningkat untuk mengakomodir kebutuhan-
kebutuhan penduduk kota. Meningkatnya jumlah permintaan akan ruang kota,
mengakibatkan kemerosotan kualitas lingkungan (Dinas Ketahanan Pangan,
2016).
Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki banyak kota dengan
pertumbuhan dan urbanisasi daerah. Salah satu kota besar dan terbesar di
Indonesia Timur adalah kota Makassar. Daerah ini membutuhkan pelestarian akan
kawasan yang alami, untuk mempertahankan keberadaan dan fungsi sementara
kota ini yang masih berkembang (Iswoyo, dkk, 2018).
Pertanian perkotaan diklasifikasikan sebagai salah satu lahan sempit di
kota Makassar dan diartikan sebagai lahan yang dimanfaatkan untuk kegiatan
pertanian oleh orang-orang yang tinggal di sekitarnya, kebanyakan dengan
tanaman musiman, termasuk lahan persawahan (Iswoyo dkk, 2018). Berdasarkan
12
Iswoyo, dkk (2018), berikut ini identifikasi dan distribusi gambaran kondisi lahan
pertanian di Kota Makassar:
Tabel 1. Identifikasi Urban Farming di Kota Makassar berdasarkanpengamatan spasial dan survei lapang acak (Hasilterjemahan)
Kecamatan dan Jenis Urban Farm Daerah (hektar)
Biringkanaya 770,31lahan pertanian 215,21Sawah 288,50sawah dan pertanian 248,68Perkebunan 17.92
Makassar 3.44lahan pertanian 3.44
manggala 837,97lahan pertanian 229,08sawah 578,67sawah dan pertanian 30,23
Panakkukang 40.50lahan pertanian 1,81Kolam ikan, peternakan 5.78lahan Pertanian campuran 32,91
Rappocini 14.80lahan pertanian 3.54Sawah 11.26
Tallo 18,43lahan pertanian 18,43
Tamalanrea 548,75bidang pertanian 238,11Sawah 143,29sawah dan pertanian 167,35
Tamalate 614,08lahan pertanian 97,53Sawah 516,55
TOTAL 2848,28Sumber: Iswoyo, dkk (2018).
13
Gambar 1. Distribusi urban farming di Kota Makassar
Kecamatan Panakkukang merupakan salah satu bagian wilayah di Kota
Makassar yang mengalami laju perkembangan yang cukup besar. Di area
Kecamatan Panakkukang Kota Makassar termasuk pusat kegiatan sosial
masyarakat karena berbagai sarana perdagangan dan bank umum banyak terdapat
di area ini. Berdasarakan BPS Kota Makassar (2017) sarana perdagangan yang
terdapat di Kecamatan Panakkukang antara lain kelompok pertokoan sebanyak 19
unit, pasar 7 unit, supermarket/swalayan 41 unit, restoran 224 unit,
toko/warung/kios 971 unit, pegadaian 7 unit, unit usaha masyarakat lainnya
seperti bengkel mobil/motor sebanyak 75 unit, Agen Perjalanan Wisata 22 unit,
pangkas rambut 67 unit dan salon 44 unit, dan Jumlah Bank Umum sebanyak 19
unit, 5 unit Bank Perkreditan Rakyat (BPR), 4 unit KUD dan 1 unit Koperasi Non
KUD.
Apabila kondisi pertumbuhan populasi penduduk lebih besar dibandingkan
laju produksi bahan pangan, maka akan terjadi bencana krisis pangan. Jumlah
14
bahan pangan yang tidak cukup secara paralel akan berdampak pada
ketergantungan antara suatu kawasan/wilayah terhadap kawasan lain. Hal ini
terjadi terutama untuk wilayah perkotaan negara-negara berkembang, dimana
wilayah tersebut semakin menjadi pusat penduduk serta permukiman dan
kumpulan orang-orang dengan keragaman etnik (Jalil, 2005).
Kondisi di atas mendorong pemerintah maupun masyarakat untuk di kawasan
perkotaan harus mulai mencoba untuk memenuhi kebutuhan pangan secara
mandiri dengan lahan yang terbatas (Noorsya dan Kustiwan, 2013) serta
memperbaiki kondisi lingkungan agar tercipta lingkungan yang sehat dan
berkualitas, walaupun dengan padat penduduk dan aktivitas . Salah satu solusinya
adalah dengan menerapkan pertanian perkotaan.
2.3 Kegiatan Urban Farming di Kota Makassar
Telah di atur oleh Undang-Undang bahwa pangan adalah kebutuhan dasar
manusia yang pemenuhannya dijamin oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2012 tentang Pangan. Tidak hanya sekedar memenuhi kuantitas pangan tetapi juga
kualitasnya. Pasal 60 UU No 18/2012 mengamanatkan bahwa Pemerintah dan
Pemerintah Daerah berkewajiban mewujudkan penganekaragaman konsumsi
pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sesuai dengan potensi dan
kearifan lokal guna mewujudkan hidup sehat, aktif, dan produktif. Penjabaran dari
Undang-Undang Pangan tersebut telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor
17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi dimana dalam Pasal 26
disebutkan bahwa upaya penganekaragaman pangan salah satunya dilakukan
melalui pemanfaatan lahan pekarangan (Dinas Ketahanan Pangan, 2017).
15
Saat ini telah dan sedang dijalankan beberapa program melalui Dinas
Ketahanan Pangan, yaitu yang dikembangkan menjadi sebuah program produktif
“Urban Farming”, dengan menyisipkan konsep agriculture pada lorong-lorong
kota. Konsep penyisipan ruang pertanian pada bidang-bidang massif perkotaan
ini, dikembangkan menjadi konsep “Infill Urban Agriculture”. Yaitu berupa
Pemanfaatan Lorong/Pekarangan melalui program BULo (Badan Usaha Lorong),
diharapkan memberikan manfaat bagi masyarakat baik bagi anggota
kelompok/komunitas maupun lingkungan kawasan di sekitarnya. Bagi pelaku
anggota kelompok tani lorong, kegiatan ini dapat memberikan sumbangan pangan
untuk dikonsumsi bagi keluarga, menghemat pengeluaran keluarga dalam
memenuhi kebutuhan konsumsi cabai. Sedangkan bagi lingkungan kawasan,
kegiatan ini dapat membuat suasana asri, bersih dan lingkungan lebih nyaman
(Dinas Ketahanan Pangan, 2017).
16
BAB IIIMETODOLOGI
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksploratif dan deskriptif. Penelitian
eksploratif memiliki sifat kreatif, fleksibel dan terbuka. Sedangkan metode
desktiptif adalah suatu metode dalam penelitian kelompok manusia, suatu set
kondisi, suatu objek, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada
masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi
atau gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai situasi atau
kejadian, menerangkan hubungan antar fenomena, membuat prediksi serta
mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan.
Dengan metode ini diharapkan akan menghasilkan penelitian yang lebih
mendalam dan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap kondisi dan perilaku dari
objek penelitian.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Panakkukang, Makassar, Sulawesi
Selatan. Tepatnya di 7 kelurahan yang masih aktif menjalankan kegiatan urban
farming yaitu Kelurahan Panaikang, Tello Baru, Karampuang, Karuwisi, Sinrijala,
Karuwisi Utara, dan Pampang. Kegiatan penelitian berlangsung pada bulan
Februari-Maret 2018.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan
untuk menjawab rumusan masalah serta mencapai tujuan dari penelitian mengenai
17
kegiatan urban farming. Data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui observasi lapangan dan wawancara mendalam dengan
responden yang bersangkutan dengan penelitian. Sedangkan data sekunder
diperoleh melalui cara pengumpulan data dari instansi yang terkait dengan
melakukan studi literatur. Berikut ini merupakan tabel kebutuhan data dalam
penelitian:
Tabel 2. Kebutuhan Data Penelitian
No. Data JenisData
ProsedurPemngumpulan
DataSumber Data
1. Data kegiatan urbanfarming di Kota Makassar: Titik lokasi kegiatan
urban farming Panduan program yang
mendukung kegiatanurban farming
DataSekunder
Kunjungan keIntansi terkait
DinasKetahananPangan KotaMakassar danKantorKelurahan
2. Standar OperasionalProsedur (SOP) Budidayatanaman cabai danBudidaya sayuran organik
DataSekunder
Studi Literatur DinasKetahananPangan KotaMakassar danBadanPenelitian danPengembanganPertanian
3. Status kegiatan kelompoktani urban farming yangdijalankan kelompok tani
Dataprimer
Observasi,dan wawancaradengan pelakukegiatan urbanfarmingKecamatanPanakkukang
DinasKetahananPangan KotaMakassar,Penyuluh,Ketua RW/RT,ketuakelompok tanidan masyarakat
4. Evaluasi teknik budidayapertanian yang diterapkanoleh kelompok tani
Dataprimer
Observasi danwawancaradenganpelaku kegiatanurban farming
Ketua atauanggotakelompok tani
18
KecamatanPanakkuang
5. Lembaga yang ada/terlibatdalam pengembanganurban farming(pemerintah/ swasta/komunitas)
DataPrimer
WawancaradenganmasyarakatKecamatanPanakkuang
Ketua RW/RT,ketuakelompok tani,dan masyarakat
6. Masalah/ kendala yangdihadapi selamamenjalankan kegiatanurban farming
DataPrimer
Wawancaradenganpelaku kegiatanurban farmingKecamatanPanakkuang
Ketua RW/RT,ketuakelompok tani,dan masyarakat
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, (2018)
3.3.1. Pengumpulan Data Primer
Data primer dikumpulkan melalui pengamatan secara langsung, baik dari
responden dan pengamatan secara langsung di lapangan (observasi). Tujuan dari
data primer adalah mendapatkan gambaran kondisi terkini lingkungan wilayah
studi dan perubahan yang terjadi. Berikut penjelasan teknik pengumpulan data
primer:
Observasi:
Dilakukan dengan cara mengamati berbagai hal yang ditemui di lokasi
studi secara langsung yaitu terhadap kondisi kegiatan urban farming saat
ini.
Wawancara:
Memiliki tujuan untuk mengumpulkan data yang lebih mendalam yang
tidak dapat diperoleh dari obervasi secara langsung pada wilayah studi
kepada responden atau stakeholder terkait. Dalam penelitian ini
menggunakan teknik wawancara mendalam. Wawancara jenis ini bersifat
19
lentur dan terbuka, tidak berstruktur ketat, tidak dalam suasana formal, dan
bisa dilakukan berulang pada informan yang sama.
3.3.2. Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui literatur yang berkaitan dengan penelitian
berupa hasil tinjauan teoritis penelitian terdahulu, publikasi program urban
farming, data kegiatan kependudukan dan kebutuhan data lainnya. Pengumpulan
data sekunder didapatkan melalui Dinas Ketahanan Pangan, Kantor Kelurahan,
dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Makassar.
3.3.3 Kriteria Sampel Penelitian
Adapun kriteria responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu
merupakan bagian atau anggota dari sebuah kelompok tani yang aktif melakukan
kegiatan urban farming secara bersama-sama di sekitar wilayah tempat tinggalnya
serta memiliki struktur kelompok yang jelas, hingga pada saat dilakukan
pengumpulan data di lokasi penelitian. Sampel pada penelitian ini dibutuhkan
dalam proses pengumpulan data primer, dengan jumlah sampel kelompok tani
aktif tiap kelurahan maksimal 2 kelompok tani. Populasi yang terlibat dalam
penelitian ini adalah masyarakat di Wilayah Kecamatan Panakkukang Kota
Makassar.
3.4 Teknik Analisis Data
Analisa dalam penilitian ini merupakan teknik analisis deskriptif kualitatif
yang tetap didukung oleh data kantitatif dengan menggambarkan dan
mengintepretasikan arti data-data yang telah terkumpul secara sistematis, faktual,
dan cermat terhadap fakta yang diteliti pada saat itu. Analisa permasalahan untuk
20
kegiatan urban farming dilakukan dengan melakukan komparasi data yang ada
saat itu pada setiap sampel di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar sesuai
dengan aspek kebutuhan data yang dibutuhkan dalam penelitian.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian menggunakan langkah-
langkah seperti yang dikemukakan oleh Bungin (2003), yaitu sebagai berikut:
1) Pengumpulan data (Data collection) : pengumpulan data merupakan
bagian integral dari kegiatan analisis data. Kegiatan pengumpulan data
yang akan dianalisis pada penelitian ini menggunakan pengumpulan data
primer dengan wawancara dan observasi.
2) Penyajian data (Data display) : setelah direduksi atau dirangkum,
selanjutnya proses pengumpulan informasi disusun berdasar kategori atau
pengelompokan yang diperlukan dengan bentuk teks naratif, tabel dan
grafik sesuai bentuk kebutuhan data.
3) Penarikan kesimpulan (Conclusion drawing/ Verification) : proses
perumusan makna dari hasil penelitian berdasarkan data yang telah
direduksi dan disajikan, dan didukung dengan bukti yang kuat pada tahap
pengumpulan data. Kesimpulan adalah jawaban dari rumusan masalah dan
pertanyaan yang telah diungkap oleh peneliti sejak awal.
3.5 Pengecekan Validitas
Validitas data merupakan faktor yang penting dalam sebuah penelitian karena
sebelum data dianalisis terlebih dahulu harus mengalami pemeriksaan. Validitas
membuktikan hasil yang diamati sudah sesuai dengan kenyataan dan memang
21
sesuai dengan yang sebenarnya atau kejadiannya (Nasution, 2003 dalam
Agustinova, 2015).
Pada penelitian kali ini, Triangulasi merupakan teknik pengecekan validitas
data yang akan digunakan, yaitu:
1) Triangulasi Sumber Data (Data Triangulasi), adalah untuk menguji
kreadibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh
melalui beberapa sumber, yaitu anggota kelompok tani selain responden,
penyuluh, intansi terkait, dan kepala wilayah.
2) Triangulasi Metode (Methodological Triangulasi) adalah mengecek data
kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda, yaitu mengecek data
yang diperoleh dari wawancara dengan hasil obcservasi dan dokumentasi dan
selanjutnya dengan data sekunder.
3.6 Penetapan Skoring dan Faktor Budidaya yang Mempengaruhi
Data yang diperoleh dari lapangan secara umum bersifat kualitatif, sebelum
dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif maka dilakukan skoring terlebih
dahulu terhadap hal-hal yang terjadi dilapangan pada budidaya pertanian yang
dilterapkan oleh kelompok tani di kecamatan Panakkukang kota Makassar. Skor
yang diberikan pada masing-masing tingkat penilaian yang terjadi pada kegiatan
budidaya pertanian disajikan dalam bentuk tabel berlandaskan SOP (Standar
Operasional Prosedur). Teknik budidaya yang disajikan terbagi atas dua jenis,
yaitu budidaya tanaman cabai, dan budidaya sayuran organik. Berikut penetapan
skoring pada masing-masing teknik kegiatan budidaya tanaman tersebut :
22
Tabel 3. Skoring Budidaya Tanaman CabaiNo TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN CABAI (POLYBAG) Skor
1. Penyemaian
1 melakukan perendaman benih menggunakanair hangat dan zpt selama 1 s/d 3 jam
melakukan pemeraman benih denganmenggunakan kain basah (kelemaban terjaga)berbahan kaos dan segera memindahkanbenih setelah bekecambah
menyemai benih dengan media tanah +kompos + arang sekam
100
2 melakukan perendamam benih menggunakanair hangat selama > 3 jam
melakukan pemeraman benih denganmenggunakan kain berbahan kaos dan segeramemindahkan setelah bekecambah
menyemai benih dengan mediatanah+kompos/arang sekam
75
3 melakukan perendamam benih menggunakanair hangat
menyemai benih dengan mediatanah+kompos/arang sekam
50
4 menyemai benih dengan media tanah + kompos/arang sekam
25
5 Tidak melakukan penyemaian 0
2. Penanaman
1 menggunakan media tanah + kompos +sekam padi + NPK
proses pindah tanam melewati tahappemeraman – semaian/polybag kecil –polybag besar dengan membalik polybag ataumelakukannya secara hati-hati agar bibittidak mudah patah
100
2 menggunakan media tanah + kompos + NPK proses pindah tanam melewati tahap
Pemeraman – semaian/polybag kecil –polybag besar dengan membalik polybag ataumelakukannya secara hati-hati agar bibittidak mudah patah
75
3 menggunakan media tanah + kompos proses pindah tanam melewati tahap
pemeraman – semaian/polybag kecil –polybag besar dengan membalik polybag ataumelakukannya secara hati-hati agar bibittidak mudah patah
50
4 menggunakan media tanah + kompos proses pindah tanam hanya melewati tahap
semaian/polybag kecil – polybag besar25
23
5 menggunakan media tanah + dengan/tanpakompos
proses penanaman langsung di polybag besar0
3. Pemeliharaan
1 melakukan penyiraman secara rutin dengancara menuangkan air di atas permukaan tanahsekitar bagian akar (menghindari penyiramandari atas terutama pada saat berbunga)
mengaplikasikan pupuk daun sejakpersemaian sampai umur tanam <50 haridengan dosis 2-3 gram/liter
mengaplikasikan pupuk bunga dan NPK 50hst dengan dosis 2-3 gram/liter denganinterval waktu 10-14 hari
melakukan penyiangan dan pengendaliantanaman (jika terdapat serangan OPT)
100
2 melakukan penyiraman secara rutin namuntidak menghindari penyiraman dari atasterutama padaa saat berbunga
mengaplikasikan pupuk daun, bunga danNPK namun tidak berdasarkan SOP
melakukan penyiangan dan pengendaliantanaman (jika terdapat serangan OPT)
75
3 melakukan penyiraman secara rutin namuntidak menghindari penyiraman dari atasterutama padaa saat berbunga
mengaplikasikan pupuk daun dan bunga melakukan penyiangan dan pengendalian
tanaman (jika terdapat serangan OPT)
50
4 melakukan penyiraman secara rutin namuntidak menghindari penyiraman dari atasterutama padaa saat berbunga
melakukan penyiangan dan pengendaliantanaman beberapa waktu saja (tiap ≥2minggu)
25
5 hanya melakukan penyiraman 0
4. Panen
1 cabai pertama dipanen pada umur 70 s/d 75hst
petik buah yang sudah tua (berwarna merah)dan tidak mematahkan tangkai
panen berikut dilakukan dengan intervalwaktu 7 s/d 10 hari
100
2 cabai pertama dipanen pada umur 70 s/d 75hst
petik buah yang sudah tua (berwarna merah)dan tidak mematahkan tangkai
panen berikut dilakukan dengan interval
75
24
waktu < 7 hari3 cabai pertama dipanen pada umur 70 s/d 75
hst petik buah yang sudah tua (berwarna merah)
dan tidak mematahkan tangkai panen berikut dilakukan tanpa melihat
interval waktu lagi
50
4 petik buah yang sudah tua (berwarna merah)dan tidak mematahkan tangkai
25
5 memanen tidak sesuai prosedur 0Sumber: Data Primer Setelah Diolah, (2018)
Tabel 4. Skoring Budidaya Sayuran OrganikNo. TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN ORGANIK Skor
1. Penyemaian
1
menggunakan media tanah+ p.kandang/kompos+arang sekam
menyebar benih atau membuat lubang tanambenih dengan jarak ±1 cm, dan tutupmenggunakan media dan furadan (jikadiperlukan) untuk menghindari seranganhama semut atau ulat tanah
penyiraman dilakukan 2-3 kali sehari, dengancara hati-hati hingga media basah
meletakkan semaian ditempat terlindungidari deraan hujan langsung dan cukupterkena panas matahari
100
2
menggunakan media tanah+ p.kandang/kompos
menyebar benih atau membuat lubang tanambenih dengan jarak ±1 cm, dan tutupmenggunakan media dan furadan (jikadiperlukan) untuk menghindari seranganhama semut atau ulat tanah
penyiraman dilakukan 2-3 kali sehari, dengancara hati-hati hingga media basah
meletakkan semaian ditempat terlindungidari deraan hujan langsung dan cukupterkena panas matahari
75
3
menggunakan media tanah+ p.kandang/kompos/ arang sekam
menyebar benih atau membuat lubang tanambenih dengan jarak ±1 cm, dan tutupmenggunakan media dan furadan (jikadiperlukan) untuk menghindari seranganhama semut atau ulat tanah
penyiraman dilakukan sekali sehari, dengan
50
25
cara hati-hati hingga media basah meletakkan semaian ditempat terlindungi
dari deraan hujan langsung dan cukupterkena panas matahari
4
menggunakan media tanah+ p.kandang/kompos/ arang sekam
menyebar benih atau membuat lubang tanambenih dengan jarak ±1 cm, dan tutupmenggunakan media dan furadan (jikadiperlukan) untuk menghindari seranganhama semut atau ulat tanah
penyiraman dilakukan sekali sehari.
25
5 tidak melakukan penyemaian 0
2. Penanaman
1
menggunakan media tanah+ p.kandang/kompos + arang sekam
pilih bibit yang sehat, tidak cacat, danseragam.
buat lubang tanam seukuran wadah/perakaran bibit .
masukkan bibit ke dalam lubang tanam danratakan medianya
lakukan penyiraman hingga media tanammenjadi basah secara merata.
100
2
menggunakan media tanah+ p.kandang/kompos
pilih bibit yang sehat, tidak cacat, danseragam.
buat lubang tanam seukuran wadah/perakaran bibit
masukkan bibit ke dalam lubang tanam danratakan medianya
lakukan penyiraman hingga media tanammenjadi basah secara merata.
75
3
menggunakan media tanah+ p.kandang/kompos
buat lubang tanam seukuran wadah/perakaran bibit
masukkan bibit ke dalam lubang tanam danratakan medianya
lakukan penyiraman hingga media tanammenjadi basah secara merata.
50
4
menggunakan media tanah+ p.kandang/kompos
buat lubang tanam ±1 cm untuk benih masukkan benih ke dalam lubang tanam dan
ratakan medianya
25
26
lakukan penyiraman hingga media tanammenjadi basah secara merata.
5
menggunakan media tanah+ p.kandang/kompos/ arang sekam
buat lubang tanam untuk benih, lalumasukkan benih ke dalam lubang tanam danratakan medianya
0
3. Pemeliharan
1
lakukan penyiraman dengan intensitas 1-2kali sehari
tanaman mendapat penyinaran mataharipenuh
tanaman dijaga setiap hari dari seranganOPT
mengaplikasikan pupuk susulan berupaPOC dengan intensitas 3-7 hari sekali, danpada sayuran buah dengan tambahan pupukkandang/kompos setiap 30 hari sekali
100
2
lakukan penyiraman dengan intensitas 1kali sehari
tanamaan mendapat penyinaran mataharipenuh
tanaman dijaga setiap hari dari seranganOPT
bila tanaman kurang subur, dipupuk denganpupuk kandang atau kompos atau POC
75
3
lakukan penyiraman dengan intensitas 1kalisehari
tanamaan mendapat penyinaran mataharipenuh
tanaman dijaga setiap hari dari seranganOPT
50
4lakukan penyiraman dengan intensitas 1 kalisehari
25
5 tidak melakukan pemeliharaan tanaman 0Sumber: Data Primer Setelah Diolah, (2018)
27
Setiap kegiatan di lokasi penelitian diklasifikasikan dalam 5 kategori kelas
penilaian. Berikut kategori pengklasifikasian berdasarkan Arikunto (2010), yaitu :
Kategori Rentang Skorsangat sesuai dengan SOPsesuai dengan SOPcukup sesuai dengan SOPkurang sesuai dengan SOPtidak sesuai dengan SOP
80 - 10060 - 7940 - 5920 - 39
< 20
Semakin tinggi kesesuaian teknik budidaya pertanian berdasarkan SOP, maka
semakin tinggi nilai skoring yang didapatkan pada tiap kategori kelas teknik
budidayanya.
3.7 Tahap Penelitian dan Jadwalnya
Jadwal (schedule) penelitian, secara terperinci, waktu kegiatan adalah
sebagaimana yang tercantum pada Tabel 3.4 berikut ini:
Tabel 5. Jadwal dan Tahap Penelitian
No Kegiatan Januari Februari Maret April
1.Pengurusan Berkas
Penelitian diInstansi
2.Observasi
Langsung keLokasi Penelitian
3. Pengumpulan Data
4. Analisis Data
5.Pengecekan
Validitas Data
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, (2018)
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Wilayah Studi
Kecamatan Panakkukang merupakan salah satu dari 14 Kecamatan di Kota
Makassar yang berbatasan dengan Kecamatan Tallo di sebelah utara, Kecamatan
Tamalanrea di sebelah timur, Kecamatan Rappocini di sebelah selatan dan di
sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Makassar. Kecamatan Panakukang
merupakan daerah bukan pantai dengan topografi ketinggian 500 m dari
permukaan laut dengan temperatur udara rata-rata di Kota Makassar berkisar
antara 26,2 – 29,3°C. Menurut jaraknya, letak masing-masing kelurahan ke
ibukota kecamatan berkisar antara 1-2 km (BPS Kota Makassar, 2017).
Gambar 2. Peta Wilayah Kecamatan Panakkukang Kota Makassar
Kecamatan Panakkukang terdiri dari 11 kelurahan yaitu Paroppo,
Karampuang, Pandang, Masale, Tamamaung, Karuwisi, Sinrijala, Karuwisi Utara,
Pampang, Panaikang, dan Tello Baru, dengan luas wilayah kecamatan
Panakkukang keseluruhan 17,05 km². Dari beberapa kelurahan tersebut,
29
Kelurahan Pampang memiliki wilayah terluas yaitu 2,63 km², terluas kedua adalah
Kelurahan Panaikang dengan luas wilayah 2,35 km², sedangkan yang paling kecil
luas wilayahnya adalah Kelurahan Sinrijala yaitu 0,17 km² (BPS Kota Makassar,
2017).
4.2 Profil Kelompok Tani
Profil kelompok tani yang masih aktif dalam menjalankan dan melanjutkan
kegiatan budidaya pertanian di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar adalah
sebagai berikut:
Tabel 6. Profil Kelompok Tani di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar.
No KelurahanNama
KelompokTani
AlamatJumlahanggota
Tahun /lama
terbentuk
Kepemilikanlahan kegiatan
1. Tello BaruAsoka
Jl. Dr.Leimena Lr. 6
20 orang2017 / < 1
tahun
lahan kosongmilik ketuakelompok
CitraBTN. Citra
Tello Permai40 orang
2016 / 2tahun
Lahan kosongpinggir sungai
2. Panaikang Angkasa Jl. Angkasa 20 orang2017 / < 1
tahunPekarangan
rumah
3. Karampuang Dirgantara Jl. Dirgantara 7 orang2017 / < 1
tahun
Lahan kosongdipinjamkansementara
4. Karuwisi Makmur Jl. Makmur 20 orang2017 / < 1
tahun
Lahan kosonghalaman
belakang masjid
5. SinrijalaSikamasean Jl. Sukamanna 20 orang
2017 / <tahun
Pekaranganrumah
DamaiJl. SukaDamai
20 orang2015 / 3
tahunPekarangan
rumah
6.Karuwisi
UtaraMajurong
Jl. Adipura 1lr. 3
20 orang2017 / < 1
tahunPekarangan
rumah
7. Pampang Krisan Jl. Pampang 28 orang2015 / 3
tahun
Pekaranganrumah dan lahan
terlantarSumber: Data Primer Setelah Diolah, (2018)
Di kelurahan Tello Baru terdapat 2 kelompok tani yang menjadi sampel
penelitian, yaitu kelompok tani Asoka dan Citra. Kelompok tani Asoka terbentuk
30
pada awal tahun 2017, memiliki anggota kelompok sebanyak 20 orang yang rata-
rata berusia 40-55 tahun, dan masih aktif membudidayakan beberapa jenis
tanaman hortikultura, terutama pada kegiatan budidaya program BuLo. Lahan
kelompok tani Asoka terletak di Jl. Leimena Lorong 6, lahan tersebut merupakan
sebuah halaman depan rumah ke dua ketua kelompok tani Asoka, dengan luas
sekitar 4x4 meter. Sedangkan untuk kelompok tani Citra di kelurahan Tello Baru
yang sudah terbentuk sejak tahun 2016, memiliki 40 orang anggota kelompok
wanita yang rata-rata berusia 45-60 tahun. Merupakan Kelompok Wanita Tani
(KWT) yang aktif dalam kegiatan budidaya sayuran organik dengan
memanfaatkan lahan kosong yang berada ditepian sungai Tello sepanjang ±100
meter.
Di kelurahan Panaikang terdapat satu sampel kelompok tani yang
memanfaatkan pekarangan dalam dan luar rumah sebagai tempat budidaya
tanaman dan aktif mengikuti program BuLo (Badan Usaha Lorong) yang
mengandalkan cabai sebagai komoditinya. Kelompok tani Angkasa terbentuk
sekitar pertengahan tahun 2017 dengan jumlah anggota sebanyak 20 orang yang
rata-rata berusia 45-55 tahun.
Di kelurahan Karampuang terdapat satu sampel kelompok tani yang aktif
yaitu kelompok tani Dirgantara, yang terbentuk pertengahan tahun 2017 dengan
anggota kelompok sebanyak 7 orang wanita. Ketua kelompok tani Dirgantara
berusia 30 tahun, namun rata-rata anggota kelompok lainya telah berusia 55-65
tahun. Merupakan kelompok tani yang jumlah anggotanya paling sedikit di
wilayah penelitian dan dibentuk oleh kelurahan setempat, dengan memanfaatkan
31
lahan kosong yang dipinjamkan sementara oleh warga sekitar dengan luasan
sekitar 5x4 meter.
Di kelurahan Karuwisi terdapat kelompok tani Makmur yang masih aktif
dalam melakukan dan melanjutkan kegiatan budidaya tanaman cabai dalam
program BuLo dan beberapa tanaman sayuran lain dengan memanfaatkan
halaman kosong belakang masjid yang luasannya sekitar 4x3 meter sebagai lahan
utama kegiatan budidaya tanamn. Kelompok tani Makmur terbentuk sejak awal
tahun 2017 beranggotakan 20 orang wanita yang rata-rata berusia 40-50 tahun.
Kelompok tani yang dominan beranggotakan ibu rumah tangga ini terbilang aktif
dalam menjalankan dan melanjutkan kegiatan budidaya tanaman hortikultura di
lokasi penelitian.
Di kelurahan Sinrijala terdapat 2 sampel kelompok tani yakni kelompok tani
Sikamasean dan Damai. Kelompok tani Sikamasean sudah terbentuk sejak awal
tahun 2017 yang beranggotakan 20 orang yang rata-rata berusia 30-45 tahun,
merupakan kelompok tani yang mengikuti program BuLo dalam mengembangkan
komoditi tanaman cabai. Sedangkan kelompok tani Damai yang merupakan
kelompok wanita tani yang telah terbentuk sejak tahun 2015 memiliki anggota
sebanyak 20 orang yang berusia rata-rata 45-55 tahun. Kelompok tani
memanfaatkan pekarangan rumah dan pinggiran kanal sebagai lahan kegiatan
budidaya tanaman. Sama seperti kelompok lain kelompok tani Sikamasean dan
Damai hanya menjalankan program BuLo dengan komoditi cabai, pada saat
dilakukan observasi di lokasi tersebut.
32
Di kelurahan Karuwisi Utara terdapat kelompok tani Majurong yang
tebentuk pada tahun 2017 dengan jumlah anggota 20 orang yang rata-rata berusia
45-60 tahun. Kelompok tani melakukan kegiatan budidaya di halaman pekarangan
rumah dan sepanjang lorong pintu gerbang lorong. Minat dan kaktifan masyarakat
di wilayah tersebut terbilang kurang berdasarkan hasil observasi dan wawancara
kepada ketua kelompok setempat, hanya sisa tanaman program BuLo yang
terdapat di lokasi hingga saat dilakukan observasi.
Di kelurahan Pampang terdapat kelompok tani Krisan yang membentuk
kelompok wanita tani sejak tahun 2015 dan beranggotakan 28 orang yang rata-rata
usia anggotanya 40-55 tahun. Pada saat pengamatan di lokasi tersebut, terdapat
beberapa tanaman cabai yang tersusun di lorong dan pekarangan rumah anggota
kelompok.
4.2.1 Persentase Usia Responden
Umur adalah jangka waktu dalam tahun mulai dari tahun kelahiran responden
sampai pada saat penelitian dilaksanakan. Umur merupakan salah satu identitas
yang dapat mempengaruhi kemampuan kerja dan pola pikir. Pada umumnya
responden yang berumur muda dan sehat memiliki fisik yang lebih baik daripada
responden yang lebih tua, responden muda juga lebih cepat menerima hal-hal
yang dianjurkan. Hal ini disebabkan responden muda lebih berani menanggung
resiko tetapi responden muda biasanya masih kurang memiliki pengalaman.
Berikut ini presentase usia rata-rata responden di Kecamatan Panakkukang Kota
Makassar:
33
Gambar 3. Presentase Usia rata-rata responden
Dari gambar di atas, memperlihatkan bahwa presentase terbesar umur
kelompok tani responden di daerah penelitian terletak pada kelompok umur di atas
40 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani di daerah penelitian masih
berada pada usia produktif dalam menjalankan kegiatan pertanian perkotaan. Hal
tersebut berdasarkan Hernanto (1998) dalam Prihatin (2016), bahwa usia
produktif berada pada usia 15-50 tahun.
Umur dapat mempengaruhi kemampuan fisik dan berfikir seseorang. Secara
umum dapat disimpulkan, jika semakin tua umur seseorang maka kemampuan
fisik dan produktivitas kerjanya juga semakin berkurang demikian juga
sebaliknya, orang yang masih dalam kategori usia produktif (muda) memiliki
kondisi fisik yang lebih baik serta produktifitas kerja yang tinggi. Petani yang
usianya lebih muda akan lebih mudah untuk menerima perubahan dan lebih
mudah untuk mengadopsi suatu inovasi yang diberikan oleh penyuluh pertanian.
Hal ini sejalan dengan pendapat Soekartawi (1988) dalam Prihatin (2016), yang
menyatakan bahwa semakin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk
ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka
31-40tahun33%
41-50tahun33%
51-60tahun23%
61-70tahun11%
Rata-Rata Usia Responden
34
berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun mereka masih
belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut (Prihatin, 2016).
4.2.2 Sumber pengetahuan kelompok
Berikut presentase sumber pengetahuan petani dalam menjalankan dan
mengkreasikan sistem budidaya yang diterapkan pada tanaman oleh kelompok
tani pada kegiatan budidaya tanaman di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar,
berdasarakan hasil dari wawancara mendalam:
Gambar 4. Kategori pengetahuan kelompok tani KecamatanPanakkukang Kota Makassar
Ket:1. Dari penyuluh dan penyuluhan2. Dari pengalaman pribadi3. Inisiatif sendiri atau belajar melalui media lain
Dari gambar dia atas terlihat bahwa 67% atau sebagian besar sumber
pengetahuan anggota kelompok tani akan kegiatan budidaya tanaman yang
dilakukannya berasal dari pemberian penyuluhan maupun informasi dari penyuluh
itu sendiri, hal ini berarti keberadaan instansi dan penyuluh untuk memandu
petani sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya kegiatan pertanian perkotaan
167%
222%
311%
Kategori pengetahuan kelompok tani
35
disamping memberikan ketersediaan sarana kegiatan di kecamatan Panakkukang
kota Makassar. Selanjutnya 22% kelompok tani menyatakan bahwa kegiatan
pertanian yang mereka jalankan merupakan kreasi dari pengalaman mereka
sendiri, dan beberapa kelompok tani yang termasuk kategori ini yaitu kelompok
tani yang rata-rata telah terbentuk lebih dari 1 tahun. Sedangkan kelompok tani
yang menyatakan informasi kegiatan budidaya yang diterap hasil belajar sendiri
sebanayak 11%, dimana kelompok tani yang tergolong kategori ini merupakan
kelompok tani yang belum mendapatkan verifikasi dari instansi terkait, atau
belum dinyatakan sebagai kelompok tani yang telah memenuhi kriteria
persyaratan penerima CP/CL (Calon Petani/Calon Lokasi) dengan beberapa
fasilitas berupa pendampingan penyuluh.
4.3 Analisis Teknik Budidaya Berdasarkan Standar Operasional Prosedur
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman hortikultura akan sangat
berpengaruh terhadap teknik budidaya yang dilakukan mulai dari penyemaian,
penanaman, perawatan/pemeliharaan, hinga prosedur panen yang dilakukan.
Berdasarkan hasil pengamatan, observasi dan wawancara mendalam yang
dilakukan di lokasi penelitian Kecamatan Panakkukang Kota Makassar diperoleh
skoring hasil evaluasi budidaya tanaman yang dilakukan oleh kelompok tani
berdasarkan SOP (Standar Operasional Prosedur) sebagai berikut:
36
4.3.1 Tanaman Cabai
1. Teknik penyemaian
Gambar 5. Skoring teknik penyemaian pada budidaya tanaman cabai
Berdasarkan hasil penelitian dan penilaian kelas kategori skor pada Tabel
3, di beberapa kelompok tani Kecamatan Panakkukang Kota Makassar. Di
dapatkan hasil skoring seperti di atas, kelurahan yang memiliki skoring teknik
penyemaian mulai yang tertinggi yaitu Panaikang, Karampuang, dan Pampang
dengan skor 75 atau teknik penyemaian dilakukan sesuai dengan SOP, Tello Baru
dan Sinrijala dengan skor 50 atau teknik penyemaian cukup sesuai dengan SOP,
dan dengan skor terendah kelurahan Karuwisi dan Karuwisi Utara dengan skor 25
atau teknik penyemaian kurang sesuai dengan SOP.
Adapun untuk kegiatan penyemaian yang mempengaruhi nilai skoring,
yaitu yang mengikuti semua SOP berupa melakukan perendaman benih
menggunakan air hangat dan zpt selama 1 s/d 3 jam, melakukan pemeraman benih
terlebih dahulu menggunakan kaos basah dengan menjaga kelembabannya serta
langsung memindahkan benih apabila telah berekcambah ke media penyemaian,
berupa campuran tanah, kompos dan arang sekam.
75.00
50.00
75.00
25.00
50.00
25.00
75.00
0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.00
Penyemaian
skor penyemaian
37
Kelurahan Panaikang, Tello Baru, Karampuang dan Pampang memiliki
skoring tertinggi yaitu 75 atau telah melakukan semua teknik penyemaian yang
ada dalam SOP, hanya terdapat sedikit kekurangan yakni tidak menggunakan zpt
pada saat perendaman benih, dan menambahkan arang sekam pada media
penyemaian. Di kelurahan Panaikang, Tello Baru dan Pampang, kegiatan
penyemaian dilakukan bersama-sama anggota kelompok di satu lahan utama
kelompok. Untuk kelompok tani yang terlibat dalam kegiatan budidaya cabai di
kelurahan Tello Baru hanya pada kelompok Tani Asoka, mengingat satu sampel
kelompok tani lain (KWT Citra) aktif pada kegiatan budidaya sayuran organik
dalam jumlah yang cukup banyak. Sedangkan di kelurahan Karampuang tahap
awal budidaya tanaman dilakukan oleh ketua kelompok tani Dirgantara W (30
tahun) yang mengetahui teknik penyemaian tanaman cabai dari belajar secara
private melalui media dan sumber lainnya kemudian diterapkan di lahan untuk
budidaya tanaman cabai. Selain itu, kelompok tani Dirgantara juga tidak termasuk
kelompok yang mengikuti program pemerintah berupa BuLo yang medapatkan
cukup bantuan sarana, sehingga jumlah tanaman cabai yang dibudidayakan di
lokasi penelitian terbilang tidak begitu banyak.
Di kelurahan Sinrijala untuk teknik penyemaian mendapatkan skoring 50
atau cukup sesuai dengan teknik penyemaian dengan berdasarkan SOP oleh
sebagian kelompok tani, karena terdapat 2 kelompok tani yang menjadi sampel
penelitian pada kelurahan ini. Pada proses penyemaian kelompok 1 (Sikamasean)
mendapatkan skoring 75 atau sudah sesuai dengan tahapan penyemaian
berdasarkan SOP, hanya saja terdapat kekurangan saat perendaman benih yaitu
38
melewati batas waktu penyemaian dan tidak menambahkan zpt, dan tidak begitu
menjaga kelembabapan kaos pada saat pemeraman benih. Sedangkan di kelompok
2 (Damai) mendapatkan skoring 25 atau tidak sesuai dengan teknik penyemaian
berdasarkan SOP, yaitu tidak melakukan perendaman dan mengencambahkan
benih terlebih dahulu, melainkan langsung menyemai ke media semaian tanah dan
kompos. Kedua kelompok juga tidak menambahkan arang sekam pada media
penyemaian. Kegiatan penyemaian di kelompok tani kelurahan Sinrijala aktif
dilakukan oleh anggota kelompok tani secara bersama-sama, selain itu kelurahan
juga mendukung kegiatan dengan memberi tambahan bantuan sarana berupa bibit
cabai yang telah berusia > 3 mst.
Dan di kelurahan Karuwisi dan Karuwisi Utara yang mendapat skoring
terendah yaitu 25 atau kurang sesuai dengan SOP, dimana kelompok tani di dua
kelurahan ini menyemai tanaman cabai dengan cara menebar benih langsung di
atas tanah/bedengan yang telah dicampur kompos. Berdasarkan hasil wawancara
di Kelurahan Karuwisi, penyebab kelompok tani melakukan penyemaian kurang
sesusai dengan SOP dikarenakan kelompok tani tidak mengetahui SOP teknik
penyemaian tanaman cabai. Hal tersebut berdasarkan kutipan kalimat responden
A (45 tahun) di kelurahan Karuwisi mengenai teknik penyemaian yang dilakukan:
“Tidak baguski hasilnya yang disemaiakan begitu dek, tidak tau kenapai, karnaitukan kalo disemaikan satu polybag kecil satu biji benih, tapi tidak ada yangtumbuh, nanti dihamburpi baru tumbuh, dihambur langsung di tanah, kalotumbuhmi barumi dikasi pindah di polybag, lebih baguski yang begitu daripadakalo di polybag, begitu disiram terlipat plastiknya, tidak kenami air, matimi”
Maksud dari pernyataan di atas adalah kelompok tani berpendapat sistem
penyemaian tanaman cabai justru tidak dapat menghasilkan bibit, dimana mereka
39
menyemai dengan cara menanam satu benih di satu polybag kecil hinga pada saat
penyiraman memungkinkan semaian tidak terkena air karena tertutup plastik
polybag dan menyebabkan benih tidak tumbuh, hingga mereka melakukan
alternatif penyemaian dengan menghambur benih di atas permukaan tanah
bercampur kompos secara konvensional.
Sedangkan untuk Kelurahan Karuwisi Utara, penyebab kelompok tani
melakukan penyemaian kurang sesusai dengan SOP dikarenakan kelompok tani
menyemai benih dalam jumlah yang cukup banyak dan menurut ketua kelompok
tani menyemai benih cabai langsung di atas tanah lapang, bibit yang dihasilkan
lebih bagus. Hal tersebut berdasarkan kutipan kalimat responden S (68 tahun) di
kelurahan Karuwisi Utara mengenai teknik penyemaian yang dilakukan:
“...saya lihat bibit ada memang bagus, ada juga yg kurang bagus, sampai-sampaisaya dulu bibit tidak cuma pake wadah, tapi langsung di situ di dekat posyandu,langsung di tanah saya semaikan, itu yang bagus saya lihat itu....”
Maksud dari pernyataan di atas adalah benih yang dipergunakan
sebelumnya menurut S selaku ketua kelompok tani ada yang memiliki kualitas
yang baik dan tidak. Hingga pada akhirnya selain menyemai menggunakan
talang/wadah kelompok tani juga menyemai langsung benih dengan cara
menghamburkannya di atas pemukaan tanah yang telah dicampur kompos, dimana
hasil penyemaian dengan cara itu, dirasa menghasilkan bibit yang cukup baik dan
banyak.
Berdasarkan dari pernyataan oleh kelompok tani di kelurahan Karuwisi
dan Karuwisi Utara, hal tersebut dapat disebabkan oleh kualitas benih yang
digunakan memang tidak bagus karena tidak melalui tahapan seleksi benih
40
terlebih dahulu yaitu dengan perendaman dan pemeraman benih. Hal tersebut
didukung oleh Hakim dan Pasir (2014) yang menyatakan bahwa menanam cabe
dalam polybag sebaiknya tidak langsung dilakukan dari benih atau biji. Pertama-
tama benih cabe harus disemaikan terlebih dahulu, dimana proses penyemaian
berguna untuk menyeleksi pertumbuhan benih, memisahkan benih yang
tumbuhnya kerdil, cacat atau berpenyakit. Selain itu juga untuk menunggu
kesiapan bibit sampai cukup tahan ditanam di tempat yang lebih besar.
Adapun untuk kelompok tani yang beberapa teknik penyemaian tidak
sesuai dengan SOP, berdasarkan hasil pengamatan di lokasi, hal tersebut karena
tidak tersedianya sarana berupa zpt sebagai bahan pendukung perendaman benih,
dan arang sekam sebagai media tambahan media penyemaian benih.
2. Teknik Penanaman
Gambar 6. Skoring teknik penanaman pada budidaya tanaman cabai
Berdasarkan dari gambar di atas masing-masing dengan skoring tertinggi
hingga terendah yaitu Tello Baru dengan skor 75, rata-rata skoring 50 pada
50.00
75.00
50.00
25.0037.50
25.00
50.00
0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.00
Penanaman
skor penanaman
41
kelurahan Panaikang, Tello Baru, Karampuang dan Pampang, kelurahan Sinrijala
dengan skor 37,50 dan Karuwisi dan Karuwisi Utara 25.
Faktor utama yang mempengaruhi pada saat penanaman ialah media yang
digunakan dan proses pindah tanam. Media tanam menjadi hal yang perlu
diperhatikan, menurut Alam (2013) dalam Pasir dan Hakim (2014), media tanam
merupakan salah satu faktor penting yang sangat menentukan dalam kegiatan
bercocok tanam. Media tanam akan menentukan baik buruknya pertumbuhan
tanaman yang pada akhirnya mempengaruhi hasil produksi. Sedangkan proses
pindah tanam yang dimaksud untuk mengetahui tahapan pemindahan benih dan
bibit hingga berada di media besar dengan kesesuaian SOP.
Adapun kegiatan penanaman yang mempengaruhi pemberian nilai skoring
dapat dilihat pada Tabel 3, dimana masih berhubungan dan berlanjut dari teknik
penyemaian sebelumnya yaitu yang mengikuti SOP berupa penggunaan media
tanah, dengan pupuk dasar kompos, arang sekam dan NPK, serta proses pindah
tanam yang dilakukan, yaitu melalui pemeraman terlebih dahulu, lalu
menyemaikan menggunakan polybag kecil kemudian memindahkan ke polybag
yang lebih besar hingga berproduksi.
Di kelurahan Tello Baru atau tepatnya pada kelompok tani Asoka yang
mendapatkan skor 75 atau kegiatan penanaman sesuai dengan SOP, hanya kurang
pada penambahan media arang sekam. Kelompok tani merupakan sampel yang
memperoleh skor teknik penanaman tertinggi karena menambahkan pupuk dasar
NPK dalam media tanam sebagai penyedia unsur hara makro yang butuhkan oleh
tanaman, hal tersebut didukung oleh Nurtika & Sumarni (1992) dalam
42
Firmansyah, dkk (2017), bahwa Nitrogen, P, dan K merupakan faktor penting dan
harus selalu tersedia bagi tanaman, karena berfungsi sebagai proses metabolisme
dan biokimia sel tanaman. Berdasarkan hasil wawancara proses kegiatan
penanaman di lokasi dilakukan bersama-sama semua anggota kelompok,
kemudian setiap anggota membawa minimal 5 polybag untuk dirawat di
pekarangan rumah masing-masing, dan sisanya tetap berada di lahan utama
kelompok tani untuk dilakukan pemelihaaran lebih lanjut.
Untuk kelurahan Panaikang, Karampuang dan Pampang yang
mendapatkan skor yang sama yaitu 50 atau cukup sesuai dengan teknik
penanaman berdasarkan SOP, hanya saja terdapat kekurangan pada media
penanaman yaitu tidak menambahkan arang sekam dan NPK. Anggota kelompok
di kelurahan Panaikang dan Pampang terbilang aktif pada kegiatan penanaman
tanaman cabai, kegiatan dilakukan secara bersama-sama oleh anggota kelompok,
setelah dipindahkan ke polybag besar kemudian beberapa polybag dibawa oleh
anggota kelompok untuk dipelihara di pekarangan rumah masing-masing,
beberapa di susun di pinggiran jalan/lorong menggunakan rak khusus, dan sisanya
ditaruh di lahan kosong lain. Di kelurahan Panaikang, lahan utama berada di
pekarangan rumah ketua RT setempat yang memiliki pekarangan lebih luas dari
anggota lainya, dan di kelurahan Pampang mengandalkan lahan kosong di dalam
gang. Namun jika terdapat tetangga selain anggota ingin memelihara tanaman
cabai tersebut di pekarangan rumahnya, kelompok tani juga membagikan dengan
catatan tanaman harus benar-benar dirawat dengan baik. Sedangkan untuk
kelurahan Karampuang.
43
Untuk kelurahan Sinrijala yang mendapatkan skoring rata-rata 37,50 atau
teknik penanaman kurang sesuai berdasarkan SOP, dimana terdapat 2 sampel
kelompok tani yang menjadi penilaian dengan skor berbeda. Kelompok tani 1
(Sikamasean) mendapat skor 50 atau cukup sesuai dengan teknik penanaman
berdasarkan SOP, hanya saja pada media penanaman tidak menambahkan arang
sekam dan pupuk NPK. Sedangkan di kelompok tani 2 (Damai) mendapatkan
skoring 25 atau teknik penanaman kurang sesuai berdasarkan SOP, karena selain
tidak menambahkan arang sekam dan NPK, tahapan pindah tanam juga tidak
melalui pemeraman benih terlebih dahulu melainkan langsung pada polybag kecil
sehinggga tidak melalui seleksi bibit terlebih dahulu.
Untuk kelurahan Karuwisi dan Karuwisi Utara yang mendapatkan skoring
terendah yaitu 25 atau teknik penanaman kurang sesuai dengan SOP. Kelompok
tani memiliki kekurangan pada media tanam tanpa tambahan arang sekam ataupun
NPK, dan tidak melalui tahapan pindah tanam berdasarkan SOP yaitu pemeraman
kemudian penyemaian, lalu penanaman di polybag besar. Adapun alasan
kelompok tani tidak menggunakan tambahan arang sekam, karena tidak
tersedianya sarana yang diberikan oleh instansi. Sedangkan untuk penggunaan
NPK sebagai pupuk dasar, kelompok tani di dua kelurahan ini tidak mengetahui
pasti dosis penggunannya hingga tidak berani mengaplikasikannya diawal
pananaman.
Alasan umum mayoritas kelompok tani tidak menggunakan tambahan
pupuk dasar NPK dan arang sekam pada media tanam adalah tidak tersedianya
sarana tersebut. Sedangkan pada penilaian tahapan pindah tanam masih
44
berhubungan dengan proses awal penyemaian, dimana proses penyemaian yang
tidak sesuai SOP berpengaruh terhadap teknik penanaman selanjutnya.
3. Teknik pemeliharaan
Gambar 7. Skoring teknik pemeliharaan pada budidaya tanaman cabai
Penialain di atas berdasarkan pada kategori skor pada Tabel 3, yang hasil
masing-masing kelurahan memiliki skoring teknik pemeliharaan mulai yang
tertinggi yaitu Panaikang dan Tello Baru 75, Karuwisi, Sinrijala, Karuwisi Utara,
dan Pampang 50 dan skor terendah pada Kelurahan Karampuang 25.
Budidaya cabai rawit secara umum tidak berbeda nyata denga dengan
budidaya cabai merah. Namun yang harus diperhatikan adalah jarak tanam dan
pemupukannya. Karena umurnya yang panjang, pemupukannya lebih banyak
(Setiadi, 1999). Pemeliharaan yang menjadikan penilaian berdasarkan SOP yang
dimaksudkan di sini ialah indikator penyiraman, dosis dan interval pemberian
pupuk, penyiangan hingga pengamatan perkembangan dan pertumbuhan tanaman.
Adapun untuk Kelurahan Panaikang dan Tello Baru dengan skoring
tertinggi yaitu 75 atau teknik pemeliharaan yang dilakukan sesuai dengan SOP.
75.0075.00
25.00
50.0050.0050.0050.00
0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.00
Pemeliharaan
skor pemeliharaan
45
Semua tahapan pemeliharaan pada SOP telah dilakukan, hanya saja terdapat
kekurangan pada ketidak sesuaian dosis atau interval pemberian pupuk NPK.
Di Kelurahan Sinrijala dengan skor rata-rata 50,00 atau sebagian
kelompok cukup sesuai melakukan teknik pemeliharaan berdasarkan SOP, dimana
terdapat 2 sampel kelompok tani. Kelompok tani 1 (Sikamasesan) medapatkan
skor 25 atau teknik pemeliharaan tidak sesuai dengan SOP, kelomok tani 2
(Damai) mendapatkan skoring 75 atau teknik pemeliharaan sudah sesuai dengan
SOP,
Kelurahan Karuwisi dan Karuwisi Utara yang masing-masing juga
mendapatkan skor yang sama yaitu 50,00 atau teknik pemeliharaan yang
dilakukan cukup sesuai dengan SOP. Keduanya terdapat kekurangan pada tata
cara penyiraman yang seharusnya menghindari dari atas tanaman, selain itu tidak
adanya pemupukan tambahan NPK. Kelompok tani di Karuwisi setempat
melakukan penyiraman menggunakan selang hingga tidak menghindari
penyiraman dari atas, kemudian interval waktu pemberian pupuk daun dan bunga
yang berdekatan yaitu kurang dari 10 hari sekali, serta tidak menggunakan pupuk
NPK. Kedua kelompok tani telah menerima bantuan sarana berupa pupuk
anorganik NPK namun tidak dipergunakan, berdasarkan hasil wawancara, hal
tersebut karena kurangnya pengetahuan akan pemberian dosis pemupukan NPK
yang sesuai untuk tanman cabai. Berikut kutipan kalimat yang dilantukan ketua
kelompok tani R (49 tahun) setelah ditanya mengenai ketersediaan pupuk
anorganik di kelurahan Karuwisi:
“...Tidak pernah ku kasi itu, karena pernah ku kasi toh matiki, tidak adapengetahuan juga tentang itu...”
46
Berikut kutipan kalimat yang dilantukan ketua kelompok tani S (68 tahun)
setelah ditanya mengenai dosis pemupukan NPK pada tanaman cabainya di
kelurahan Karuwisi Utara:
“...kita tidak gunakan, karena pernah di tes mati tanamannya...” “...mungkinkarena kebanyakan...” “...waktu itu banyak yang langsung layu daunnya, cumabeberapa yang bertahan...”
Maksud dari dua pernyataan responden kelompok tani di atas hampir sama
yaitu kelompok tani tidak memberikan perlakuan pupuk NPK pada tahap
pemeliharaan tanaman dikarenakan pada pengalaman sebelumnya, penggunaan
pupuk NPK berdampak buruk pada pertumbuhan tanaman cabai yaitu tanaman
menjadi layu dan mati.
Berdasarkan pernyataan tersebut, kemungkinkan anggota kelompok
menggunakan NPK melebihi dosis yang dianjurkan, sehingga tanaman keracunan
pupuk anorganik, yang menyebankannya layu dan mati. Hal tersebut didukung
oleh pendapat Rasti (2013), yang menyatakan bahwa pemberian pupuk anorganik
dengan dosis berlebih dapat memberikan efek negatif pada lingkungan mikroba,
khususnya pada daerah yang dekat dengan partikel pupuk (tanaman itu sendiri).
Begitupun menurut Shinta (2014) yang menyatakan bahwa pupuk anorganik
digunakan harus sesuai dosis yang tepat, artinya tidak berlebihan, dimana
pemberian pupuk anorganik secara berlebihan akan mengakibatkan kerusakan
tanah karena sifat pupuk anorganik yaitu cepat terserapnya zat hara sehingga
menjadikan tanah tersebut menjadi miskin hara.
Begitupun dengan kelurahan Pampang dengan skoring 50 atau teknik
pemeliharaan cukup sesuai dengan SOP, dimana pada kelompok tersebut terdapat
47
kekurangan pada teknik penyiraman tidak menghindari penyiraman dari atas yang
dapat menyebabkan gugur bunga dan tidak memberikan pupuk NPK pada
tanaman cabai. Berdasarkan hasil wawancara di kedua lokasi tersebut ketua
kelompok tani menuturkan bahwa hal tersebut karena tidak tersedianya sarana
penunjang berupa pupuk NPK, sehingga kelompok tani hanya memanfaatkan apa
yang sediakan oleh instansi terkait.
Dan untuk Kelurahan Karampuang dengan skoring terendah yaitu 25 atau
teknik pemeliharaan kurang sesuai dengan SOP, kelompok tani hanya
mengandalkan teknik penyiangan dengan rutin, serta penyiraman setiap hari
namun belum sesuai prosedur yaitu menghindari penyiraman dari atas. Kegiatan
pemeliharaan yang dilakukan kelompok tani tanpa pemupukan susulan dapat
mengakibatkan tanah miskin hara akan kebutuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan
penyataan Shinta (2014), bahwa apabila kekurangan pupuk anorganik maka
tanaman menjadi kekurangan makanan kimiawi untuk tanaman, sehingga tanaman
tersebut kekurangan unsur hara dalam pertumbuhannya.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di lokasi, beberapa hal
penyebab tidak berjalannya kegiatan pemeliharaan sesuai SOP, karena
ketersediaan sarana yang cukup terbatas dalam melakukan pemeliharaan tanaman,
seperti kebutuhan pupuk dan pestisida, dan sumber daya manusia yang terbilang
sedikit, yaitu hanya beranggotakan 7 orang. Kelompok tani di lokasi ini dibentuk
oleh kelurahan setempat hingga tidak sepenuhnya mendapat bantuan atau fasilitas
dari intansi terkait karena tidak terpenuhinya kriteria yang disyaratkan
berdasarkan Dinas Ketahanan Pangan (2017) yaitu “kelompok tani yang
48
beranggotakan minimal 20 orang yang berdomisili berdekatan dalam satu
kawasan, sehingga dapat membentuk komunitas lorong melalui pengembangan
Cabai”.
Namun kegiatan pemeliharaan beberapa tanaman cabai masih berlanjut di
lokasi kelomok tani tersebut, ketua kelompok tani mengungkap bahwa hal
tersebut karena tanaman cabai tetap tumbuh dengan baik meski tanpa tambahan
pupuk, serta serangan OPT terbilang sedikit dan masih bisa dikendalikan secara
manual.
4. Teknik Pemanenan
Gambar 8. Skoring teknik pemanenan pada budidaya tanaman cabai
Pemanenan dilakukan dengan cara memetik buah beserta tangkainya yang
bertujuan agar cabai dapat disimpan lebih lama. (Nurfalach, 2010). Hal-hal yang
menjadi penilaian pemanenan berdasarkan SOP dapat dilihat pada Tabel 3, yaitu
umur panen buah, teknik pemanenan, dan interval waktu panen buah
selanjutnya. Adapun uraiannya ialah cabai pertama dipanen pada umur 70 s/d 75
hst, kemudian buah yang dipetik sudah tua (berwarna merah) dan tidak
75.0075.00
50.00
75.00
50.0050.00
75.00
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
Pemanenan
skor pemanenan
49
mematahkan tangkai, lalu panen berikut dilakukan dengan interval waktu 7 s/d
10 hari.
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa skoring untuk teknik
pemanenan mulai yang tertinggi adalah kelurahan Panaikang, Tello Baru,
Karuwisi dan Pampang dengan skoring 75, dan kelurahan Karampuang, Sinrijala,
dan Karuwisi Utara dengan skor 50. Kelompok tani rata-rata sudah melakukan
prosedur pemanenan sesuai SOP.
Untuk kelurahan Panaikang, Tello Baru, Karuwisi dan Pampang dengan
skoring 75 atau teknik pemanenan sesuai dengan SOP, rata-rata kelompok tani
telah melakukan pemanenan dengan melihat umur panen pertama, akan tetapi
untuk inteval waktu pemanenan selanjutnya dilakukan kurang dari 7 hari atau
tidak lagi sesuai dengan SOP.
Selanjutnya kelurahan dengan skor terendah yaitu Sinrijala, Karampuang
dan Karuwisi Utara dengan skoring 50 atau teknik pemanenan cukup sesuai
dengan SOP, dimana setelah panen pertama, interval waktu pemanenan
selanjutnya tidak lagi menjadi perhatian kelompok atau tidak sesuai SOP.
Prosedur pemanenan hanya meihat kondisi buah cabai yang mulai memerah tanpa
interval waktu pemanenan, hal tersebut disebabkan oleh faktor lingkungan yang
pada penduduk dan kebutuhan dapur anggota kelompok dan warga sekitar.
Dari semua kelompok tani yang tidak memerhatikan prosedur interval
pemanenan selanjutnya disebabkan oleh beberapa hal berupa pemanfaatan hasil
produksi dari tanaman cabai hanya dikonsumsi sendiri dan dibebaskan untuk para
50
anggota dan tetangga sekitar mengambil kapan pun dibutuhkan, sehingga setelah
sekali panen, interval waktu panen berikut tidak mejadi patokan lagi.
5. Produksi Panen Pertama Tanaman
Produksi panen pertama tanaman cabai pada kegiatan urban farming
kelompok tani di Kecamatan Panakkukang setelah melalui beberapa aspek
budidaya yang telah dijabarkan sebelumnya, kemudian hasil produksi panen
pertama yang datanya diperoleh dari hasil wawancara dengan ketua dan anggota
kelompok tani setempat, dibandingkan potensi keberhasilannya berdasarkan
penilaian laporan jumlah produksi yang dinilai maksimal oleh Dinas Ketahanan
Pangan Kota Makassar. Berikut yang dipaparkan (F) selaku pihak dari Dinas
Ketahanan Pangan yang menangani program kegiatan urban farming di Kota
Makassar:
“...Ada pemantauan tentang produksinya, rata-rata kelompok tani memanggilpenyuluh pada saat panen, dikatakan sudah berhasil jika produksi yangdidapatkan mencapai 200 gram/pohon per panen, disitukan bisa 5-6 kali panendalam setahun, yang berarti 200 g x 5 = 1 kg atau lebih hasil produksi (produksiyang diharapkan)...”
Maksud pernyataan di atas adalah bahwa sebelum proses pemanenan akan
dilakukan, penyuluh akan dikabarkan terlebih dahulu untuk memantau hasil
produksi yang didapatkan kelompok tani, jika produksi yang didapatkan 200
gram/tanaman maka potensi hasil tersebut sudah dikatakan maksimal, dimana jika
tanaman cabai terus berproduksi hingga 5-6 kali maka produksi keseluruhan
diharap dapat mencapai 1 kg/tanaman.
Berdasarkan pernyataan tersebut di atas dan pengamatan di lokasi
penelitian, maka potensi hasil produksi tanaman cabai dianggap sudah maksimal
51
pada 200 gram/tanaman tiap kali panen. Dari pertimbangan tersebut juga,
selanjutnya hasil produksi panen pertama tanaman cabai digambarkan pada
Gambar 9.
Gambar 9. Hasil produksi panen pertama tanaman cabai (potensi 200 g/tanaman)
Jika dikaitkan pernyataan tersebut di atas dengan Gambar 9, maka hasil
produksi panen pertama tanaman cabai di Kecamatan Panakkukang masing-
masing adalah Kelurahan Panaikang dengan produksi 130 gram/tanaman, Sinrijala
125 gram/tanaman dari total rata-rata produksi kelompok tani 1 (Sikamasean) 150
gram/tanaman dan kelompok tani 2 (Damai) 100 gram/tanaman, Tello Baru 120
gram/tanaman, Karuwisi dan Pampang 100 gram/tanaman, Karuwisi Utara 80
gram/tanaman, dan Karampuang 50 gram/ tanaman. Dimana kelurahan Panaikang
memperoleh persentase hasil produksi tertinggi dan kelurahan Karampuang
dengan persentase hasil produksi terendah.
Hasil produksi panen pertama tersebut di atas masih terbilang rendah,
dikarenakan masih terdapat beberapa kelompok tani yang ketersediaan sarana
terutama pada tahap pemupukan masih kurang dan jika dibandingkan dengan
65 60
25
5062.5
4050
010203040506070
Produksi panen pertama
produksi panen pertama
52
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Antonius dan Rahmi (2016) dengan hasil
produksi panen pertama tanaman cabai rawit yang didapatkannya sebanyak
343,96 gram/tanaman, pada perlakuan pupuk majemuk NPK dosis 3
gram/polybag.
6. Hasil Evaluasi Kegiatan Teknik Budidaya dengan Produksi
Gambar 10. Hasil evaluasi kegiatan budidaya tanaman cabai
Dari semua teknik budidaya tanaman cabai yang diterapkan oleh
kelompok tani di kecamatan Panakkukang kota Makassar berdasarkan kesesuaian
dengan standar operasional prosedur, teknik budidaya dengan skor tertinggi
terdapat pada tahap penyemaian dan pemeliharaan dengan rata-rata skor 53,57
atau dengan rata-rata teknik yang dilakukan cukup sesuai dengan SOP. Namun,
berdasarkan Gambar 10, mengenai hasil evaluasi teknik budidaya tanaman cabai
berdasarkan SOP di Kecamatan Panakukang Kota Makassar, maka kesesuaian
teknik budidaya tanaman cabai berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP)
53
pada teknik pemeliharaan yang dilakukan kelompok tani dirasa sinkron atau
sejalan terhadap hasil produksi tanaman cabai yang di dapatkan. Berikut
uraiannya :
Kelurahan Panaikang dengan teknik pemeliharaan dengan skor 75 atau
sesuai dengan SOP, persentase produksi 65%. Kelurahan Tello Baru teknik
pemeliharaan dengan skor 75 atau sesuai dengan SOP, persentase produksi 60%.
Kelurahan Karampuang teknik pemeliharaan dengan skor 25 atau kurang sesuai
dengan SOP, persentase produksi 25%. Kelurahan Karuwisi teknik pemeliharaan
dengan skor 50 atau cukup sesuai dengan SOP, persentase produksi 50%.
Kelurahan Sinrijala teknik pemeliharaan dengan skor 50 atau cukup sesuai dengan
SOP, persentase produksi 62,5%. Kelurahan Karuwisi Utara teknik pemeliharaan
dengan skor 50 atau cukup sesuai dengan SOP, persentase produksi 40%. Dan
Kelurahan Pampang teknik pemeliharaan dengan skor 50 atau cukup sesuai
dengan SOP, persentase produksi 50%.
Kegiatan pemupukan merupakan salah satu kegiatan terpenting dalam
pemeliharaan tanaman didalam polybag yang mempengaruhi produksi tanaman
cabai tersebut. Hal tersebut berdasarkan Tjandra (2011) dalam Umah (2012) yang
menyatakan bahwa pemupukan menyebabkan kebutuhan zat-zat hara terpenuhi,
zat-zat hara merupakan elemen yang penting untuk pertumbuhan tanaman, tanpa
adanya zat hara, pertumbuhan tanaman akan terganggu bahkan mati, oleh karena
itu pemupukan harus rutin dilakukan hingga tanaman berumur maksimal. Dan
juga didukung oleh Duaja dkk (2012) yang menyatakan di dalam sistem pertanian
54
modern, penggunaan pupuk anorganik telah terbukti dapat meningkatkan hasil
panen.
Adapun untuk kelurahan Karampuang dan Karuwisi Utara yang memiliki
persentase produksi terendah masing-masing yaitu 25% dan 40%, dengan teknik
pemeliharaan masing-masing mendapat skor 25 dan 50. Berdasarkan hasil
pengamatan di lokasi, faktor ketersediaan sarana dan partisipasi seluruh anggota
kelompok yang menjadi permasalahan utama. Berdasarkan hasil wawancara,
anggota kelompok tani Dirgantara di kelurahan Karampuang rata-rata telah
berusia lanjut sekitar 55 tahun ke atas dan hanya ketua kelompok tani yang masih
berusia muda yaitu W (30 tahun), dimana faktor keadaan fisik anggota dan
kesibukan masing-masing anggota menjadi beberapa sebab anggota kelompok
kurang berpartisipasi dalam kegiatan budidaya tanaman hingga berdampak pada
keberlanjutan kegiatan. Hingga saat observasi di lokasi penelitian, terlihat jumlah
tanaman cabai yang tersisa di lahan tinggal beberapa pohon saja, dengan kondisi
tanaman cabai kurang terawat. Selain itu, pada permasalahan ketersediaan sarana
berupa pupuk lanjutan yang tidak di dapatkan kelompok tani, tidak terdapat
inovasi lain dari kelompok tani untuk menggantikan pemupukan tersebut seperti
memanfaatkan limbah sekitar untuk dijadikan POC dan lainnya.
Sedangkan dikelompok tani Majurong di kelurahan Karuwisi Utara, rata-
rata berusia 46 tahun ke atas, namun hanya ketua kelompok tani S (69 tahun) yang
aktif dalam kegiatan keberlanjutan dan pemeliharaan berupa pemberian pupuk
pada pertanaman cabai tersebut, hingga kurang maksimalnya kegiatan pada
tahapan pemeliharaan, baik dari segi interval pemberian pupuk, maupun
55
pemerataan dosis pupuk yang disiramkan ke tanaman. Peryataan tersebut didukung
oleh pertanyaan Hernanto (1998) dalam Prihatin (2016), bahwa usia produktif berada
pada usia 15-50 tahun. Dengan kondisi petani responden yang rata-rata berumur
produktif maka mampu mengelola usahataninya secara maksimal guna meningkatkan
produksi. Sedangkan jika umur petani yang lebih dari 50 tahun cenderung hanya
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga setempat.
Hal-hal di atas berdasarkan dengan pendapat Prihatin (2016), bahwa umur
sangat berpengaruh terhadap kemampuan fisik, mental, dan cara berfikir seseorang.
Secara umum dapat dikatakan bahwa petani yang berusia muda dan sehat fisik serta
mentalnya akan memiliki produktifitas kerja yang lebih tinggi. Umur juga
berpengaruh dalam respon petani terhadap teknologi dan inovasi baru untuk
mengambil keputusan tentang pengembangan usahataninya. Selain itu, menurut
Hernanto (1998) dalam Prihatin (2016), pada umumnya petani yang berumur makin
tua, pertimbangan dan pengambilan keputusannya relatif lebih lama dibandingkan
petani yang berumur relatif muda dan sehat, memiliki kemampuan fisik yang lebih
cepat menerima hal-hal baru yang dianjurkan, karena petani yang berusia lebih muda
lebih berani mengambil resiko.
4.3.2 Sayuran Organik Lainnya
Pada kegiatan ini, hanya terdapat 3 kelurahan yang melakukan kegiatan
budidaya tanaman selain cabai, dan dilakukan secara organik di kecamatan
Panakkukang Kota Makassar. Berikut data hasil skoring kegiatan budidaya
sayuran organik kelompok tani berdasar dari SOP:
56
1. Teknik penyemaian
Gambar 11. Skoring teknik penyemaian pada budidaya sayuran organik
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa dari ketiga kelurahan yang
melakukan kegiatan budidaya sayuran organik, kelurahan Tello Baru memiliki
skoring tertinggi yaitu 62,50 atau teknik penyemaian sesuai dengan SOP,
Karuwisi dengan skoring 25 atau teknik penyemaian kurang sesuai dengan SOP
dan yang terendah kelurahan Karampuang dengan skoring 0 atau tidak melakukan
penyemaian atau tidak sesuai dengan SOP.
Penilaian yang mempengaruhi skoring pada teknik penyemaian yaitu
media semai yang digunakan serta prosedur penyemaian. Media penyemaian
berupa campuran tanah, pupuk kandang/kompos, dan arang sekam, adapun
prosedur penyemaian yang dianjurkan yaitu menyebar benih atau membuat lubang
tanam pada media dengan jarak ±1 cm, kemudian menebarkan furadan (jika
diperlukan) untuk menghindari serangan semut atau ulat tanah, lalu dilakukan
penyiraman secara hati-hati hingga media basah dengan interval 2-3 kali sehari,
dan yang terakhir, meletakkan semaian ditempat terlindungi dari deraan hujan
langsung dan cukup terkena panas matahari, hal ini didukung oleh Suhardi dkk
62.50
25.00
0.000.00
10.0020.0030.0040.0050.0060.0070.00
Penyemaian
skor penyemaian
57
(1995) dalam Irwanto (2006) bahwa pengaturan naungan sangat penting untuk
menghasilkan semai-semai yang berkualitas.
Persemaian untuk tanaman sayuran biasa dilakukan pada tanaman yang
mempunyai biji kecil, contohnya tanaman selada, cabe, terung, sawi, tomat dll
(Pracaya, 2004). Pada lokasi penelitian, jenis tanaman sayur yang banyak
dibudidayakan secara organik adalah tanaman berbiji kecil dan butuh penyemaian
terlebih dahulu untuk penyeleksian benih dan bibit.
Pada kelurahan Tello Baru yang mendapatkan skoring 62,50 atau teknik
penyemaian sesuai dengan SOP. Terdapat 2 kelompok tani yang menjadi sampel
penelitian, dimana pada kelompok tani 1 (Asoka) mendapatkan skor 50 atau
teknik penyemaian yang dilakukan cukup sesuai dengan SOP, terdapat
kekurangan pada media semaian tanpa tambahan arang sekam, serta tidak
menjaga kelembaban semaian sesuai SOP, karena penyiraman dari awal hanya
dilakukan sehari sekali saja. Kegiatan penyemaian di kelompok ini hanya
dilakukan di lahan utama kelompok saja, mengingat jumlah tanaman sayuran yang
dibudidayakan tidak begitu banyak, terlebih kelompok aktif pada program BuLo
yang dominan membudidayakan cabai sebagai komoditi utama. Penyemaian
tanaman sayuran hanya aktif dilakukan oleh beberapa orang saja yang tinggal
paling dekat dengan lahan utama. Kegiatan dilakukan dengan menyemai benih
langsung di polybag dengan media tanah dan kompos kemudian meletakkannya
ditempat terlindungi dari deraan hujan langsung dan cukup terkena panas
matahari. Adapun jenis tanaman yang di budidayakan secara organik di lokasi
berdasarkan hasil observasi yaitu tanaman kangkung, sawi, dan tomat.
58
Sedangkan di kelompok tani 2 (KWT Citra) Kelurahan Tello Baru
memperoleh skor 75 atau teknik penyemaian tanaman telah sesuai dengan SOP,
hanya terdapat kekurangan pada media yang tidak terdapat arang sekam. Proses
penyemaian di lokasi dilakukan secara berkelompok, menggunakan talang persegi
dengan media tanah dan kompos. Hal tersebut karena kondisi lahan KWT Citra
yang berbeda dengan kelompok tani lainnya, KWT yang beranggotakan 40 orang
wanita ini memecah kembali anggotanya menjadi 8 kelompok kecil berdasarkan
lingkungan RT tempat tinggalnya. Begitupun lahan sepanjang sungai sebagai
lokasi budidaya tanaman dibagi dan dibatasi dengan pagar kayu dan masing-
masing lahan kelompok RT dibangun gazebo sederhana, di gasebo inilah salah
satu fungsinya sebagai tempat semaian agar terlindungi dari deraan hujan dan
paparan sinar matahari yang berlebih. Adapun jenis tanaman yang dibudidayakan
di lokasi tersebut berdasarkan hasil observasi yaitu sawi, bawang merah, wortel,
kangkung, dan okra. Partisipasi anggota kelompok tani sangat terlihat dampaknya
bagi keberlanjutan budidaya tanaman sayuran di lokasi, berdasarkan hasil
wawancara dan observasi di anggota KWT rutin mengadakan kerja bakti setiap
hari sabtu dan minggunya untuk memperbaiki lahan, serta tiap minggunya
mengadakan pengumpulan bersama penyuluh untuk pencatatan laporan kegiatan
sambil sharing dan lainya.
Untuk Kelurahan Karuwis dengan skor 25 atau teknik penyemaian kurang
sesuai dengan SOP. Prosedur penyemaian di lokasi berdasarkan hasil wawancara,
dilakukan dengan menggunakan polybag besar, namun terdapat kekurangan yaitu
pada interval penyiraman hanya sekali sehari, peletakan semaian di ruang terbuka
59
dan media tanam tanpa tambahan arang sekam. Dimana arang sekam menurut
Supriyanto & Fiona (2010), merupakan bahan pembenah tanah yang mampu
memperbaiki sifat-sifat tanah dalam upaya rehabilitasi lahan dan memperbaiki
pertumbuhan tanaman.
Dan untuk Kelurahan Karampuang dengan skor 0 atau teknik penyemaian
tidak sesuai dengan SOP, dimana kelompok tani tidak melakukan teknik
penyemaian tanaman terlebih dahulu, melainkan langsung menanam benih
langsung ke media tanam tanah dan kompos.
Dari perbandingan ketiga kelurahan tersebut, berdasarkan hasil pengamatan
bahwa partisipasi pada masyarakat, pengalaman, serta keterlibatan penyuluh
merupakan beberapa faktor utama yang mempengaruhi hal awal berjalannya
kegiatan pertanian organik sesuai dengan SOP, baik mulai awal penyemaian dan
lainnya.
2. Teknik penanaman
Gambar 12. Skoring teknik penanaman pada budidaya sayuran organik
Berdasarkan hasil wawancara dari tiga kelurahan yang melakukan
kegiatan budidaya tanaman secara organik, Kelurahan Tello Baru memiliki
skoring tertinggi yaitu 62,50 terhadap teknik penanaman tanaman organik
62.5050.00
25.00
0.0020.0040.0060.0080.00
Penanaman
skor penanaman
60
berdasarkan SOP, Kelurahan Karuwisi dengan skoring 50, dan Karampuang
dengan skoring 25.
Skor teknik penanaman di atas dinilai dari penggunaan media tanam,
dimana jenis tanaman sayuran daun lebih memerlukan media tanam yang gembur
dan mudah ditembus akar. Selanjutnya, prosedur pemindahan benih atau bibit di
lahan atau polybag yang harus memperhatikan beberapa hal berupa jarak tanam,
teknik memasukkan bibit ke lubang tanam dan lainnya.
Untuk kelurahan Tello Baru dengan skor 62,50 atau teknik penanaman
sebagian kelompok cukup sesuai berdasarkan SOP. Terdapat 2 sampel Kelompok
tani yang melakukan budidaya sayuran organik dengan teknik penanaman yang
hampir sama, namun tanpa penambahan media arang sekam. Adapun untuk
kelompok tani 1 (Asoka) mendapatkan skor 50,00 atau teknik penanaman cukup
sesuai dengan SOP, kekurangan utama terdapat pada teknik seleksi bibit yang
tidak dilakukan, mengingat benih langsung disemaikan ke polybag, dan media
tanam tanpa penambahan arang sekam. Berdasarkan hasil observasi sayuran
organik yang dominan dibudidayakan oleh kelompok Asoka berupa kangkung,
kegiatan penanaman tetap dilakukan di lahan utama kelompok dengan jumlah
tanaman yang tidak begitu banyak.
Berbeda dengan kelompok 2 (KWT Citra) dengan skor 75 atau teknik
penananman yang dilakukan telah sesuai dengan SOP, hanya terdapat kekurangan
pada penambahan media arang sekam. Seperti yang dijelaskan pada teknik
penyemaian, hingga penanaman pun partisipasi anggota kelompok tani semakin
meningkat. Partisipasi dimaksudkan menurut Wazir et al., (1999) dalam
61
Firmansyah, (2009) sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam
interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa
berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui
berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan,
kesetiaan, kepatuhan dan tanggungjawab bersama. Kegiatan kerja bakti dilakukan
oleh kelompok Citra jika telah sampai pada tahapan ini, hingga jumlah sayuran
yang dibudidayakan terbilang banyak dan terdapat beberapa jenis. Lahan kegiatan
kelompok tidak hanya sebagai lahan budidaya pertanian tetapi juga sebagai lokasi
destinasi wisata yang menarik bagi masyarakat setempat, karena lokasi yang
berada di tepian sungai Tello dan terdapat gazebo sebagai tempat bersantai.
Untuk Kelurahan Karuwisi yang mendapatlkan skor 50, atau teknik
penanaman cukup sesuai dengan SOP, kegiatan penanaman dilakukan dengan
membagi atau memindahkan tanamkan semaian yang berada di satu wadah
polybag besar ke polybag kosong lainya, dan tidak dilakukan proses seleksi bibit
pada tahapan ini, dan kekurangan lain terdapat pada media tanam yang tanpa
penambahan arang sekam. Kelurahan Karuwisi melakukann kegiatan budidaya
tanaman sayuran berdasar pada antusias anggota kelompoknya, dimana cara
bertanam sayuran dilakukan berdasarkan pengalaman, dan ketersediaan benih dan
sarana lainnya dibeli oleh beberapa anggota kelompok. Kegiatan penanaman
dilakukan bersama di satu lahan, namun jumlah keberadaan tanaman sayuran
berdasarkan hasil observasi masih terbilang sedikit.
Sedangkan di kelurahan Karampuang yang mendapat skor 25,00 atau
teknik penanaman kurang sesuai dengan SOP, dimana terdapat kekurangan pada
62
media tanpa tambahan arang sekam, dan langsung melakukan penanaman benih
ke media tanam (tanpa disemaikan). Kegiatan penanaman dilakukan oleh
beberapa anggota kelompok dalam skala kecil. Kegiatan di kelompok tersebut
sepenuhnya di dukung oleh kelurahan setempat untuk beberapa ketersediaan
sarana dan penyuluhan yang di dapat hanya sebanyak 2 kali setelah kelompok
terbentuk. Berdasarkan hasil observasi, belum terlihat keberlajutan dari kegiatan
budidaya tanaman di lokasi, hanya tersisa sedikit tanaman kangkung, pare dan
tomat, yang selahan dengan tanaman hias lavender.
Dari hal di atas, maka dapat dikatakan bahwa partisipasi dan ketersediaan
sarana terikat satu sama lainnya, terlihat pada KWT Citra di Tello Baru, karena
partisipasi anggota yang tinggi serta tersedianya sarana yang diberikan instansi
terkait, membuat kegiatan budidaya tanaman terus berlanjut, walaupun
sebelumnya beberapa tanaman rusak karena banjir, sedangkan di Kelurahan
Karuwisi antusias anggota besar namun ketersediaan sarana kurang memadai di
lokasi. Dari hasil kunjungan di Dinas Ketahanan Pangan diketahui bahwa kedua
kelompok tani memang berada dalam 2 program berbeda, hanya kwt Citra yang
termasuk dalam program khusus kelmpok wanita tani, karena jumlah anggota dan
lokasi yang telah memenuhi kriteria, sedangkan kelompok yang lain masih pada
kelompok tani lorong dalam kegiatan BuLo.
63
3. Teknik pemeliharaan
Gambar 13. Skoring teknik pemeliharaan pada budidaya sayuran organik
Dari gambar di atas dapat dilihat hasil kesesuaian ketiga kelurahan dalam
melakukan kegiatan budidaya tanaman organik pada tahapan pemeliharaan.
Kelurahan Tello Baru memiliki skoring tertinggi yaitu 87,50 terhadap teknik
pemeliharaan tanaman organik berdasarkan SOP, Kelurahan Karuwisi dengan
skoring 75, dan Karampuang dengan skoring 25.
Teknik pemeliharaan tanaman yang diterapkan kelompok tani di
Kelurahan Tello Baru memperoleh skoring tertinggi yaitu 87,50 atau rata-rata
kelompok tani di kelurahan tersebut melakukan teknik pemelihaaran sesuai
dengan SOP. Terdapat 2 kelompok tani di kelurahan tersebut, salah satunya yaitu
KWT Citra yang untuk proses pemeliharaannya mendapatkan skoring 100 atau
sangat sesuai dengan SOP, hal tersebut dipicu oleh beberapa hal berupa,
ketersediaan sarana yang memadai, sumber daya manusia cukup banyak,
pertemuan dan penyuluhan yang rutin dilakukan, serta pengalaman dari kelompok
tani yang sudah memulai kegiatan sejak 3 tahun lalu. Menurut Gomez (1995)
dalam Sukmawati (2011) pengalaman memberikan kemampuan seseorang untuk
87.5075.00
50.00
0.0020.0040.0060.0080.00
100.00
Pemeliharaan
skor pemeliharaan
64
belajar dari perjalanannya dan menarik suatu hal yang bernilai sebagai modal
untuk kehidupan selanjutnya. Sedangkan untuk kelompok Asoka memperoleh
skor 75 atau teknik pemeliharaan tanaman organik sesuai dengan SOP, dimana
terdapat kekurangan pada pemberian pupuk organik susulan yang tidak begitu
menjadi perhatian utama.
Memberikan pupuk organik yang bervariasi seperti kombinasi pupuk
kandang dan pupuk hijau sangat dianjurkan sehingga semua unsur hara yang
dibutuhkan tanaman cukup tersedia. Untuk meningkatkan kesuburan tanah,
pengembalian sisa panen/serasah tanaman ke dalam tanah dalam bentuk segar
atau kompos perlu dilakukan.Untuk sayuran yang dibudidayakan secara organik,
jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk kompos, baik
berbentuk curah maupun granul. Pupuk susulan dapat berupa pupuk organik cair
yang telah tersedia di toko-toko sarana pertanian atau dengan cara membuat
sendiri. Selain pemupukan, penyiraman dan perlindungan tanaman terhadap OPT
juga menjadi aspek penilaian (Shinta, 2014).
Untuk kelurahan Karuwisi yang mendapat skor 75 atau teknik
pemeliharaan sesuai dengan SOP, terdapat kekurangan pada interval penyiraman
yang hanya sekali, dan pemupukan susulan yang tidak menjadi perhatian utama.
Berdasarkan hasil wawancara, kegiatan pemeliharaan tanaman sayuran (selain
cabai) yang dilakukan oleh kelompok tani di kelurahan Karuwisi merupakan hasil
inisiatif kelompok itu sendiri, karena mereka hanya tergolong kelompok tani
lorong yang mengikuti program BuLo dengan komoditi cabai, sehingga
65
penyuluhan atau pelatihan akan sayuran organik belum pernah di dapatkan
sebelumnya.
Sedangkan untuk kelurahan Karampuang yang mendapatkan skor terendah
yaitu 50 atau teknik pemeliharaan cukup sesuai dengan SOP, terdapat kekurangan
pada tidak dilakukannya pemberian pupuk organik susulan. Hanya penyiraman
dan pengamatan tanaman terhadap gangguna OPT secara rutin. Berdasarkan hail
wawancara di lokasi, tidak maksimalnya kegiatan pemeliharaan tanaman karena
faktor sumber daya manusia yang kurang memadai di kelompok tersebut serta
kurangnya minat masyarakat untuk turut bergabung dengan kelompok, dimana
jumlah anggota kelompok tani di lokasi hanya 7 orang dan hanya beberapa saja
yang aktif dari ketujuhnya. Berikut pernyataan ketua kelompok tani Dirgantara
mengenai hal tersebut:
“Sebenarnya yang dari 7 itu orang 2 orang ja sama mertuaku yang rutinsama pak RW juga, tapi kan dia tidak masukji dalam kelompok. Kalo yang lainyang 5 orang itu begituji saja, biasanya kalo kita dikasi dari \kelurahan kayakbibit, 7 orangki bergabung, tapi 2 orang jeki stengah mati rawatki”.
Maksud dari pernyataan di atas adalah terdapat tujuh orang anggota
kelompok tani yang telah terdaftar di kantor kelurahan setempat, namun pada
beberapa tahapan kegiatan budidaya tanaman, hanya dua orang saja dibantu oleh
ketua RW yang aktif melakukan pemeliharaan lanjutan dan jika terdapat beberapa
bibit tanaman bantuan dari kelurahan hanya dua orang saja dari anggota kelompok
tani tersebut yang merasa kualahan merawatnya.
66
4. Gambaran Perbandingan Hasil Kegiatan Budidaya Sayuran Organik
1. Kelurahan Tello Baru
(a) (b) (c)Gambar 14. Budidaya Tanaman Organik Kelompok Wanita Tani Citra, 2018.
(a) Kegiatan penanaman oleh beberapa anggota kelompok tani(b) Tanaman sawi dan bawang merah di polybag(c) Semaian tanaman wortel
(a) (b)Gambar 15. Budidaya Tanaman Organik Kelompok Wanita Tani Asoka, 2018.
(a) Tanaman kangkung di polybag(b) Tanaman tomat di polybag
67
2. Kelurahan Karuwisi
(a) (b) (c)Gambar 16. Budidaya Tanaman Organik Kelompok Tani Makmur, 2018.
(a) Tanaman labu siam(b) Tanaman okra di polybag(c) Tanaman sawi di polybag
3. Kelurahan Karampuang
(a) (b)
68
(c) (d)Gambar 17. Budidaya Tanaman Organik Kelompok Tani Dirgantara, 2018.
(a) Tanaman pare(b) Tanaman kangkung(c) Tanaman terong dan sereh(d) Lokasi lahan kegiatan urban farming
Dari Gambar 14, 15, 16, dan 17, dapat dilihat bahwa budidaya tanaman
yang dilakukan di kelurahan Tello Baru lebih bervariasi dengan pola penyusunan
polybag yang rapi dan seragam, dan terdapat beberapa jenis tanaman sayuran di
KWT Citra. Kelurahan Karuwisi dengan beberapa jenis tanaman, dan penyusunan
polybag yang cukup rapi, namun dalam jumlah yang masih sedikit. Dan di
Kelurahan Karampuang tersisa sedikit tanaman saja, dan terlihat kurang
terpelihara.
69
4.4 Permasalah/Kendala Kegiatan Urban Farming
Gambar 18. Tingkat permasalahan kegiatan urban farming
Keterangan:1. Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)2. Kebutuhan sarana yang tidak memadai3. Kurangnya penyuluhan mengenai teknik budidaya tanaman berdasarkan
SOP4. Sumber Daya Manusia yang kurang (kurangnya partisipasi anggota
kelompok tani)
Berikut tabel yang menjadi acuan Gambar 18, permasalahan urban farming
per kelompok tani di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar:
Tabel 7. Permasalahan selama kegiatan urban farming kelompok tani
No KelurahanKelompok
TaniI II III IV Keterangan
1. Tello BaruAsoka
I : kutu putih & keriting daunIV : kegiatan pemeliharaantanaman
Citra I : keong & semut2. Panaikang Angkasa I : kutu putih
3. Karampuang Dirgantara
II : alat penunjang & pupukanorganikIII : teknik pemeliharaanIV : kegiatan pemeliharaan &keberlanjutan budidaya tanaman
4. Karuwisi Makmur II : pupuk anorganik & benihsayuran (selain cabai)III : teknik penyemaian &
0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.00
1 2 3 4
55.56 55.56
33.33
66.67
70
pemeliharaan
5. Sinrijala
Sikamasean II : pupuk anorganikIV : keberlanjutan budidayatanaman
Damai
I : kutu putih, ayamIII : teknik penyemaian &pemanenanIV : keberlanjutan budidayatanaman
6.Karuwisi
UtaraMajurong
I : kutu putihIII : teknik pemeliharaan dalampenggunaan pupuk anorganikIV : dalam hal pemeliharaantanaman
7. Pampang Krisan
I : kutu putihII : peralatan penunjang dalamkegiatan peeliharaanIV : pemeliharaan rutin &keberlanjutan budidaya tanaman
Sumber: Data Primer Diolah (2018)
Berdasarkan gambar di atas terlihat berbagai macam permasalahan kegiatan
pertanian kelompok tani di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar, pada
permasalahan pertama yaitu serangan OPT sebanyak 55,56% kelompok tani
mengaku mengalami dampak dari gangguan OPT terhadap tanaman yang mereka
budidayakan. Namun, berdasarkan hasil wawancara, walaupun sejumlah
kelompok bermasalah oleh serangan OPT sebagian besar kelompok tani masih
bisa mengatasi hal tersebut, atau serangan tidak sampai di atas ambang batas
ekonomi. Adapun jenis OPT yang kerap mengganggu tanaman di lokasi kegiatan
budidaya tanaman kelompok tani di kecamatan Panakkukang Kota Makaassar
pada pertanaman cabai berupa kutu putih sedangkan pada pertanaman sayuran
organik, yaitu berupa semut dan keong (lokasi sekitar sungai).
Lalu pada permasalahan ke dua pada kebutuhan sarana yang tidak memadai,
sebanyak 55,56% kelompok tani mengalami dampak kekurangan ketersediaan
71
sarana terhadap keberlanjutan kegiatan budidaya pertanian di lokasi kegiatan,
yaitu tidak berjalannya prosedur pemeliharaan berupa perlakuan pemupukan pada
tanaman sesuai SOP.
Permasalahan ketiga yaitu kurangnya penyuluhan tentang teknis budidaya
tanaman berdasarkan SOP dirasakan oleh 33,33% kelompok tani di Kecamatan
Panakkukang Kota Makassar. Mayoritas kelompok tani di lokasi baru mengetahui
cara budidaya pertanian setelah adanya program yang disosialisasikan instansi,
serta penyuluh yang turun langsung ke lapangan memberikan informasi dan
mempraktekkan prosedur teknik penanaman tanaman hortikultura yang baik.
Pengetahuan akan budidaya pertanian berdasarkan SOP juga sangat berdampak
pada keberlanjutan kegiatan. Hanya saja pada tahapan selanjutnya seperti teknik
pemeliharaan tanaman terutama pada tahap pemupukan, tak jarang kelompok tani
yang ditemui masih belum mengerti prosedur melakukannya dengan baik. Bahkan
terdapat beberapa petani yang enggan menggunakan pupuk yang diberikan karena
pernah mendapati pupuk berefek buruk pada tanamanya, hal ini diduga karna
dosis dan interval pemupukan yang tidak sesuai SOP. Peran penyuluhan masih
sangat dibutuhkan disini, hanya saja pengaturan jadwal pertemuan yang tidak
teratur hingga pada saat penyuluh berkunjung ke lahan kelompok tani, hanya bisa
menemui beberapa orang anggota saja. Hal tersebut juga disampaikan oleh (F)
selaku pihak dari instansi Dinas Ketahana Pangan Kota Makassar, setelah
ditanyakan tentang hal tersebut:
“...penyuluh bertugas membantu sepenuhnya kelompok binaannya, berdasarkanpada kebutuhan kerjanya di lapangan, karena kelompok binaan ini juga banyak.Jadi nanti akan ada kesepakatan antara pihak penyuluh dan kelompok tanisasaran, bahwa schedul budidaya tanaman diatur dan dilakukan berdasarkan
72
periode-periode ini, misal periode penyemaian, pembibitan hingga panen. Itudiatur untuk menjadi panduan rutinitas penyuluh untuk turun di lapangan, kalotidak diatur seperti itu, kadang penyuluh ada di lapangan, tapi masyarakatnyatidak ada, masyarakatnya ada, tapi penyuluhnya yang tidak ada. Itu yang banyakterjadi...”
Maksud dari pernyataan di atas adalah bahwa setiap penyuluh berdasarkan
tupoksinya membantu kelompok tani binaanya selama proses budidaya tanaman
berlangsung, namun kurangnya konfirmasi kesepakatan waktu pertemuan antar
penyuluh dan anggota kelompok tani menyebabkan periode-periode pertemuan
tersebut terkendala dan kurang maksimal, sehingga beberapa anggota kelompok
tani tidak mendapatkan arahan teknik budidaya tanaman yang baik secara
lengkap, dan berpengaruh terhadap kegiatan budidaya pertanian yang dijalankan.
Permasalahan keempat mengenai sumber daya manusia yang kurang
merespon dan peduli terhadap keberlanjutan kegiatan budidaya pertanian di
kecamatan Panakkukang, sebanyak 66,67% kelompok tani merasakan dampak
berupa kewalahan atau harus bekerja keras selama masa pemeliharaan rutin dan
lainnya karena hanya sedikit tenaga saja yang ikut berpartisipasi. Persentase
permasalahan ini tergolong tertinggi dari yang lainnya, dengan berbagai faktor
yang mempengaruhi menurut Pangestu (1995), partisipasi masyarakat dalam
melakukan kegiatan dipengaruhi oleh beberapa faktor internal yakni karateristik
individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah
pendapatan, dan pengalaman berkelompok serta faktor eksternal berupa hubungan
yang baik antara pelayanan kegiatan dan sasaran kegiatan.
73
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijabarkan, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Hanya tujuh dari 11 kelurahan yang terdapat kelompok tani aktif dalam
kegiatan urban farming di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar.
Diantara tujuh kelurahan tersebut, tiga diantaranya melakukan budidaya
tanaman sayuran (selain cabai) secara organik
2. SOP yang diterapkan oleh kelompok tani di Kecamatan Panakkukang
Kota Makassar, menunjukkan kesesuaian teknik budidaya dalam hal
penyemaian rata-rata 53,57%, penanaman rata-rata 48,21%, pemeliharaan
rata-rata 53,57%, dan prosedur pemanenan rata-rata 64,29%. Dengan rata-
rata presentase produksi panen pertama yang dihasilkan adalah 50,36%.
3. SOP yang diterapkan oleh kelompok tani di Kecamatan Panakkukang
Kota Makassar, menunjukkan kesesuaian teknik budidaya dalam hal
penyemaian rata-rata 29,17%, penanaman rata-rata 54,17%, dan
pemeliharaan rata-rata 79,00%.
4. Ketidak berlanjutan kegiatan budidaya pertanian oleh beberapa kelompok
tani di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar, dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu :
a) serangan organisme pengganggu tanaman,
74
b) kurangnya ketersediaaan sarana pendukung kegiatan uban
farming,
c) penyuluhan yang tidak kontinu dan berdampak pada keterbatasan
pengetahuan kelompok tani akan teknik budidaya tanaman yang
tidak sesuai SOP,
d) sumber daya manusia yang berkontribusi aktif semakin berkurang.
4.2 Saran
Untuk keberlanjutan kegiatan urban farming diharapkan pemanfaatan
secara optimal oleh kelompok tani sarana yang digunakan, pengaturan periode
pertemuan kelompok tani dan penyuluh lebih jelas, dan kegiatan budidaya
tanaman berjalan sesuai dengan SOP.
75
DAFTAR PUSTAKA
Agustinova, Danu Eko. 2015. Memahami Metode Penelitian Kualitatif; Teori &Praktik. Yogyakarta: Calpulis.
Anggrayni, Fika Mayrlina., dkk. 2015. Ketahanan Pangan Dan Coping StrategyRumah Tangga Urban Farming Pertanian dan Perikanan Kota Surabaya.Media Gizi Indonesia. Vol. 10, No. 2: hlm. 173–178.
Antonius, & Rahmi, Agus. 2016. Pengaruh Pemberian Pupuk NPK DGWCompaction dan POC Ratu Biogen Terhadap Pertumbuhan dan HasilTanaman Cabe Rawit (Capsicum Frutescent L.) Hibrida F-1 VarietasBhaskara. Jurnal AGRIFOR. Volume XV Nomor 1, ISSN : 1412 – 6885.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta.
Belinda, Nadia. 2017. Pengembangan Urban Farming Berdasarkan PreferensiMasyarakat Kecamatan Semampir Kota Surabaya. Surabaya: FakultasTeknik Sipil dan Perencanaan ITS.
BPS Kota Makassar. 2017. Kota Makassar dalam Angka. Makassar: Badan PusatStatistika.
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Cahya, D.L. 2014. Kajian Peran Pertanian Perkotaan Dalam PembangunanPerkotaan Berkelanjutan (Studi Kasus: Pertanian Tanaman ObatKeluarga di Kelurahan Slipi, Jakarta Barat). Forum Ilmiah. Volume 11Nomor 3. Hal 324-333.
Cohen, L., Marison, L, dan Morrison, K. 2007. Research Mrthods In Education.New York: Broutledge.
Darmawan, AH. 2015. Peran Ilmuwan Sosiologi dan PembangunanBerkelanjutan: Perspektif Sosiologi Klasik, Sosiologi Kontemporer danTeori Sosial Hijau. Bandung: UPI ICSE.
Dinas Ketahanan Pangan. 2016. Profil Inovasi Getar 1000 Longgar DinasKetahanan Pangan. https://opendata.makassar.go.id/dataset/ 0a253f5c-61be-4567-a052-d36b01a98839/resource/086197aa-ea2c-4c62-a660-7cf7f91df2a9/download/4.-bkp-longgar.pdf. Diakses pada tanggal 1November 2017.
Dinas Ketahanan Pangan. 2017. Pedoman Umum Cabai BuLo 2017. Makassar:Dinas Keatahanan Pangan Kota Makassar.
76
Duaja, M. D., Arzita dan Y. Redo. 2012. Analisis Tumbuh Selada (Lactuca sativaL.) pada Perbedaan Jenis Pupuk Organik Cair. Jurnal Bioplantae, 1 (1):10-18.
Fauzi, Ahmad Rifqi., Ichniarsyah, Annisa Nur., Agustin, Heny. 2016. PertanianPerkotaan : Urgensi, Peranan, Dan Praktik Terbaik. JurnalAgroteknologi. Vol. 10 No. 01.
Firmansyah, Imam., Syakir, Muhammad,. & Lukma, Liferdi. 2017. PengaruhKombinasi Dosis Pupuk N, P, dan K Terhadap Pertumbuhan dan HasilTanaman Terung (Solanum melongena L.) [The Influence of DosageCombination Fertilizer N, P, and K on Growth and Yield of EggplantCrops (Solanum melongena L.)]. J. Hort. Vol. 27 No. 1 : 69-78.
Firmansyah, Saca. 2009. Partisipasi Masyarakat. https://sacafirmansyah.wordpress.com/2009/06/05/partisipasi-masyarakat/. Dikases pada tanggal 20Mei 2018.
Haletky, N. & O. Taylor. 2006. Urban Agriculture as a Solution to FoodInsecurity: West Oakland and People’s Grocery. Urban Agriculture inWest Oakland.
Iswoyo H, Dariati T, Vale B and Bryant M. 2018. Contribution Of Urban FarmsTo Urban Ecology Of A Developing City. Conf. Series: Earth andEnvironmental Scienc
Irwanto. 2006. Pengaruh Perbedaan Naungan Terhadap Pertumbuhan SemaiShorea sp di Persemaian. Yogyakarta: Sekolah Pasca Sarjana Prodi IlmuKehutanan - UGM.
Jalil, A. 2005. Kota: Dari Perspektif Urbanisasi. Jurnal Industri dan PerkotaanVolume IX Nomor 15. Hal 833-845.
Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Nurfalach, Devi Rizqi. 2010. Budidaya Tanaman Cabai Merah (Capsicum annumL.) Di Uptd Perbibitan Tanaman Hortikultura Pakopen. Surakarta:Fakultas Pertanian – Universitas Sebelas Maret.
Noorsya, AO & I Kustiwan. 2013. Jurnal Perencanaan Wilayah dan KotaBandung. SAPPK ITB. Bandung. Hal 89-99.
Pangestu, M.H.T.1995. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan KegiatanPerhutanan Sosial (Studi Kasus di KPH Cianjur, Jawa Barat) Tesis.Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
77
Pasir, Suprianto., & Hakim, Muh. Supwatul. 2014. Penyuluhan PenanamanSayuran dengan Media Polybag. Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan,Universita Islam Indonesia. No. 3, September 2014 Halaman 159-163
Pracaya 2004. Bertanam Sayuran Organik di kebun, Pot dan Polibag. PenebarSwadaya. Jakarta.
Prasetiyo, WH. et.all. 2016. Urban Farming as A Civic Virtue Development inThe Environmental Field. International Journal of Environmental &Science Education: Vol.11 Issue 9.
Prihatin, Ana Puja. 2016. Hubungan Penyuluhan Pertanian dengan ProduktivitasKerja Petani Sayuran di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten MuaroJambi. Jambi: Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian - Universitas Jambi.
Rasti, S. 2013. Teknologi Pupuk Hayati untuk Efisiensi PemupukandanKeberlanjutan Sistem Produksi Pertanian. Peneliti Badan LitbangPertanian di Balai Penelitian Tanah. Bogor. Hlm : 727-738.
Said, Ali., dkk. 2016. Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan(Sustainable Development Goals) di Indonesia. Jakarta: Badan PusatStatistika.
Sampelilling, S, S.R.P Sitorus, S. Nurisyah, dan B. Pramudya. 2012. KebijakanPengembangan Pertanian Perkotaan : Studi Kasus di DKI Jakarta. 257-267.
Santoso, EB dan RR Widya. 2014. Gerakan Pertanian Perkotaan dalamMendukung Kemandirian Masyarakat di Kota Surabaya. MakalahSeminar Nasional Cities 2014. 11 halaman.
Setiawan, B. 2002. Urban Agriculture Development to Improve Urban AreaProductivity and to Achieve Sustainable Urban Development. Journal ofHuman and Environment; 7: 3-19. (in Indonesian).
Setiawan, B. & D.H Rahmi. 2004. Ketahanan Pangan, Lapangan Kerja, danKeberlanjutan Kota : Studi Pertanian Kota di Enam Kota di Indonesia.2004. Warta Penelitian Universitas Gadjah Mada (edisi khusus). Hal34-42.
Setiadi. 1999. Bertanam Cabai. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sihgiyanti, Vika Jessy. 2016. Evaluasi Implementasi Program Urban Farmingoleh Dinas Pertanian Di Kota Surabaya. FISIP, Universitas Airlangga.Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016. ISSN 2303 - 341X.
78
Shinta, Kristiani, Warisnu, A. 2014. Pengaruh Aplikasi Pupuk Hayati TerhadapPertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicumfrutescens L.). Jurnal Sains Dan Seni Pomits. 2(1) : 2337-3520.
Smith, J., J. Nasr, & A. Ratta. 2001. Urban Agriculture, Food, Jobs, andSustainable Cities. United Nations Development Programme.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta:LP3ES.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:Alfabeta.
Supriharjo, dkk. 2010. Konsep Penataan Permukiman Bantaran Sungai di KotaBanjarmasin berdasarkan Budaya Setempat. Seminar NasionalPerumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota. Surabaya: JurusanArsitektur ITS.
Supriyanto dan F. Fiona. 2010. Pemanfaatan arang sekam untuk memperbaikipertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) padamedia subsoil. J.Silvikultur Tropika. Vol. 01 (01): 24-28.
Suryana, Achmad. 2008. Menelisik Ketahanan Pangan, Kebijakan Pangan, danSwasembada Beras. Dalam Departemen Pertanian. PengembanganInovasi Pertanian: Pemantapan Ketahanan Pangan Nasional. BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Vol. 1,No. 1.
Reid, D. 2009. Community gardens and food security. Open House Int, 34, 91–95.
Tim Kebijakan Sintesis. 2008. Dampak Perubahan Iklim Terhadap SektorPertanian, serta Strategi Antisipasi dan Teknologi Adaptasi.Pengembangan Inovasi Pertanian, 1(2), 138-140.
Umah, Fita Khoirul. 2012. Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati (Biofertilizer) danMedia Tanam Yang Berbeda Pada Pertumbuhan dan ProduktivitasTanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) di Polybag. Surabaya:Perpustakaan Universitas Airlangga.
Yani, Ahmad. 2017. Kontribusi Modal Sosial dalam Pengembangan Komunitas‘Urban Farming’ di Lorong Garden Kelurahan Kassi-Kassi KecamatanRappocini Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Makassar: Fakultas IlmuSosial dan Ilmu Politik – UNHAS.
Zezza, A & L. Tasciotti. 2010. Urban agriculture, poverty, and food security:Empirical evidence from a sample of developing countries. Journal ofFood Policy. Vol. 35, Issue 4. p 265-27.
79
1. Daftar Pertanyaan & Tabel Skoring Kegiatan Tiap Kelompok Tani(sudah terisi)
1. Kelurahan Tello BaruNAMA : SuriatiUSIA : 51 tahunPEKERJAAN : GuruNO. HP : 085242248387LAMA DOMISILI : 18 tahunJABATAN : Ketua
PROFIL KWT1. Nama/alamat kwt : Asoka / Jl. Dr. Leimena Lorong 62. Tahun terbentuk kwt : 20173. Lama berjalannya kegiatan: <1 tahun4. Jumlah anggota kwt: 205. Alasan terbentuknya kwt: memudahkan dalam mendapatkan beberapa jenis sayuan buah dan daun6. Status kepemilikan lahan kegiatan dan kisaran area: lahan pribadi (milik ketua kwt) / ± 5x4 meter
Informasi lain terkait kegiatan urban farming1. Bentuk pembagian tugas: tiap anggota membawa minimal 5 polybag dan dipelihara di rumah masing-
masing2. Sumber sarana kegiatan pertanian: Dinas Ketahanan Pangan dan kelurahan3. Kegiatan pemberian penyuluhan:4. Keterlibatan penyuluh dalam kegiatan: banyak terlibat5. Sumber pengetahuan awal kwt dalam melakukan kegiatan: dari penyuluhan6. Jenis bantuan yang diberikan Dinas Ketahanan Pangan : benih, bibit, materi, tanah, pupuk organik,
pupuk anorganik, pestisida, rak besi, sprayer.7. Teknik budidaya yang digunakan: menggunakan polybag8. Jenis tanaman yang dibudidayakan : 3 (cabai, kangkung, tomat)9. Pengendalian OPT yang dilakukan: kimia dan manual10. Pengaruh iklim : mempengaruhi produksi tanaman cabai11. Permasalahan/kendala yang masih di hadapi selama melakukan kegiatan: OPT & SDM.
Teknik Budidaya Tanaman CabaiNo TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN CABAI (POLYBAG) Skor
1. Penyemaian
1 melakukan perendaman benih menggunakan air hangat dan zpt selama 1s/d 3 jam
melakukan pemeraman benih dengan menggunakan kain basah(kelemaban terjaga) berbahan kaos dan segera memindahkan benihsetelah bekecambah
menyemai benih dengan media tanah + kompos + arang sekam
752 melakukan perendamam benih menggunakan air hangat selama > 3 jam melakukan pemeraman benih dengan menggunakan kain berbahan kaos
dan segera memindahkan setelah bekecambah menyemai benih dengan media tanah+kompos/arang sekam
3 melakukan perendamam benih menggunakan air hangat menyemai benih dengan media tanah+kompos/arang sekam
4 menyemai benih dengan media tanah + kompos /arang sekam5 Tidak melakukan penyemaian
80
2. Penanaman
1 menggunakan media tanah + kompos + sekam padi + NPK proses pindah tanam melewati tahap pemeraman – semaian/polybag
kecil – polybag besar dengan membalik polybag atau melakukannyasecara hati-hati agar bibit tidak mudah patah
50
2 menggunakan media tanah + kompos + NPK proses pindah tanam melewati tahap Pemeraman – semaian/polybag
kecil – polybag besar dengan membalik polybag atau melakukannyasecara hati-hati agar bibit tidak mudah patah
3 menggunakan media tanah + kompos proses pindah tanam melewati tahap pemeraman – semaian/polybag
kecil – polybag besar dengan membalik polybag atau melakukannyasecara hati-hati agar bibit tidak mudah patah
4 menggunakan media tanah + kompos proses pindah tanam hanya melewati tahap semaian/polybag kecil –
polybag besar5 menggunakan media tanah + dengan/tanpa kompos proses penanaman langsung di polybag besar
3.Pemeliharaa
n
1 melakukan penyiraman secara rutin dengan cara menuangkan air di ataspermukaan tanah sekitar bagian akar (menghindari penyiraman dari atasterutama pada saat berbunga)
mengaplikasikan pupuk daun sejak persemaian sampai umur tanam <50hari dengan dosis 2-3 gram/liter
mengaplikasikan pupuk bunga dan NPK 50 hst dengan dosis 2-3gram/liter dengan interval waktu 10-14 hari
melakukan penyiangan dan pengendalian tanaman (jika terdapatserangan OPT)
75
2 melakukan penyiraman secara rutin namun tidak menghindaripenyiraman dari atas terutama padaa saat berbunga
mengaplikasikan pupuk daun, bunga dan NPK namun tidak berdasarkanSOP
melakukan penyiangan dan pengendalian tanaman (jika terdapatserangan OPT)
3 melakukan penyiraman secara rutin namun tidak menghindaripenyiraman dari atas terutama padaa saat berbunga
mengaplikasikan pupuk daun dan bunga melakukan penyiangan dan pengendalian tanaman (jika terdapat
serangan OPT)4 melakukan penyiraman secara rutin namun tidak menghindari
penyiraman dari atas terutama padaa saat berbunga melakukan penyiangan dan pengendalian tanaman beberapa waktu saja
(tiap ≥2 minggu)5 hanya melakukan penyiraman
4. Panen
1 cabai pertama dipanen pada umur 70 s/d 75 hst petik buah yang sudah tua (berwarna merah) dan tidak mematahkan
tangkai panen berikut dilakukan dengan interval waktu 7 s/d 10 hari
752 cabai pertama dipanen pada umur 70 s/d 75 hst petik buah yang sudah tua (berwarna merah) dan tidak mematahkan
tangkai panen berikut dilakukan dengan interval waktu < 7 hari
81
3 cabai pertama dipanen pada umur 70 s/d 75 hst petik buah yang sudah tua (berwarna merah) dan tidak mematahkan
tangkai panen berikut dilakukan tanpa melihat interval waktu lagi
4 petik buah yang sudah tua (berwarna merah) dan tidak mematahkantangkai
5 memanen tidak sesuai prosedur
Teknik Budidaya Sayuran OrganikNo. TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN ORGANIK Skor
1. Penyemaian
1 menggunakan media tanah+ p.kandang/kompos+arang sekam menyebar benih atau membuat lubang tanam benih dengan jarak ±1
cm, dan tutup menggunakan media dan furadan (jika diperlukan) untukmenghindari serangan hama semut atau ulat tanah
penyiraman dilakukan 2-3 kali sehari, dengan cara hati-hati hinggamedia basah
meletakkan semaian ditempat terlindungi dari deraan hujan langsungdan cukup terkena panas matahari
50
2 menggunakan media tanah+ p.kandang/kompos menyebar benih atau membuat lubang tanam benih dengan jarak ±1
cm, dan tutup menggunakan media dan furadan (jika diperlukan) untukmenghindari serangan hama semut atau ulat tanah
penyiraman dilakukan 2-3 kali sehari, dengan cara hati-hati hinggamedia basah
meletakkan semaian ditempat terlindungi dari deraan hujan langsungdan cukup terkena panas matahari
3 menggunakan media tanah+ p.kandang/ kompos/ arang sekam menyebar benih atau membuat lubang tanam benih dengan jarak ±1
cm, dan tutup menggunakan media dan furadan (jika diperlukan) untukmenghindari serangan hama semut atau ulat tanah
penyiraman dilakukan sekali sehari, dengan cara hati-hati hingga mediabasah
meletakkan semaian ditempat terlindungi dari deraan hujan langsungdan cukup terkena panas matahari
4 menggunakan media tanah+ p.kandang/kompos/arang sekam menyebar benih atau membuat lubang tanam benih dengan jarak ±1
cm, dan tutup menggunakan media dan furadan (jika diperlukan) untukmenghindari serangan hama semut atau ulat tanah
penyiraman dilakukan sekali sehari.5 tidak melakukan penyemaian
2. Penanaman
1 menggunakan media tanah+ p.kandang/kompos+ arang sekam pilih bibit yang sehat, tidak cacat, dan seragam. buat lubang tanam seukuran wadah/ perakaran bibit . masukkan bibit ke dalam lubang tanam dan ratakan medianya lakukan penyiraman hingga media tanam menjadi basah secara merata.
50
2 menggunakan media tanah+ p.kandang/kompos pilih bibit yang sehat, tidak cacat, dan seragam. buat lubang tanam seukuran wadah/ perakaran bibit masukkan bibit ke dalam lubang tanam dan ratakan medianya
82
lakukan penyiraman hingga media tanam menjadi basah secara merata.3 menggunakan media tanah+ p.kandang/kompos buat lubang tanam seukuran wadah/ perakaran bibit masukkan bibit ke dalam lubang tanam dan ratakan medianya lakukan penyiraman hingga media tanam menjadi basah secara merata.
4 menggunakan media tanah+ p.kandang/ kompos buat lubang tanam ±1 cm untuk benih masukkan benih ke dalam lubang tanam dan ratakan medianya lakukan penyiraman hingga media tanam menjadi basah secara merata.
5 menggunakan media tanah+ p.kandang/ kompos/ arang sekam buat lubang tanam untuk benih, lalu masukkan benih ke dalam lubang
tanam dan ratakan medianya
3. Pemeliharan
1 lakukan penyiraman dengan intensitas 1-2 kali sehari tanaman mendapat penyinaran matahari penuh tanaman dijaga setiap hari dari serangan OPT mengaplikasikan pupuk susulan berupa POC dengan intensitas 3-7
hari sekali, dan pada sayuran buah dengan tambahan pupukkandang/kompos setiap 30 hari sekali
75
2 lakukan penyiraman dengan intensitas 1 kali sehari tanamaan mendapat penyinaran matahari penuh tanaman dijaga setiap hari dari serangan OPT bila tanaman kurang subur, dipupuk dengan pupuk kandang atau
kompos atau POC3 lakukan penyiraman dengan intensitas 1kali sehari tanamaan mendapat penyinaran matahari penuh tanaman dijaga setiap hari dari serangan OPT
4 lakukan penyiraman dengan intensitas 1 kali sehari5 tidak melakukan pemeliharaan tanaman
83
2. Gambaran Kegiatan Urban Farming di Lokasi Penelitian
1. Kelurahan Panaikang
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
Keterangan gambar: (a) (b) Tanaman cabai di lahan utama kelompok tani(c) Tanaman cabai di pekarangan rumah kelompok tani(d) Tanaman cabai disusun secara vertikal di atas got(e) Lorong lokasi penelitian(f) Foto bersama ketua kelompok tani
84
2. Kelurahan Tello Barua) Kelompk Tani Asoka
(a) (b)
(c) (d)
Keteranga gambar: (a) Lokasi lahan utama kelompok tani(b) Tanaman cabai di lahan utama kelompok(c) Berfoto bersama ketua dan anggota kelompok tani(d) Sayuran kangkung organik yang dibudidayakan di lahan
utama
85
b) Kelompok Tani Citra
(a) (b) (c)
(d) (e)(f)
Keterangan gambar: (a) Beberapa anggota kelompok tani yang sedangmelakukan penanaman
(b) Lahan/bedengan dan polybag tanaman bawang merah(c) Tanaman sawi dan dan bawang merah di polybag(d) Semaian tanaman wortel(e) Lokasi penelitian(f) Berfoto bersama ketua kelompok tani
86
3. Kelurahan Karampuang (Kelompok tani Dirgantara)
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
Keterangan gambar: (a) Tanaman cabai di lahan utama kelompok tani(b) Lokasi penelitian(c) Tanaman pare(d) Tanaman kangkung di dinding sekitar lahan(e) Lokasi penelitian(f) Berfoto bersama ketua kelompok tani
87
4. Kelurahan Karuwisi (Kelompok tani Makmur)
(a)(b)
(c) (d)
Keterangan gambar: (a) Tanaman cabai di lahan utama kelompok tani(b) Tanaman cabai di pinggir lorong(c) Tanaman okra dan sawi di pinggir dinding pagar masjid(d) Berfoto bersama ketua kelompok tani
88
5. Kelurahan Sinrijalaa) Kelompok tani Sikamasean
(a) (b)
(c) (d)
Keterangan gambar: (a) (b) Tanaman cabai di depan rumah anggota kelompoktani
(c) Lokasi penelitian(d) Berfoto bersama ketua kelompok tani
b) Kelompok tani Damai
(a) (b)
89
(c) (d)
Keterangan gambar: (a) Tanaman cabai di pekarangan rumah ketua kelompoktani
(b) Tanaman cabai di pinggir kanal(c) Tanaman pare(d) Lokasi penelitian(e) Berfoto bersama ketua kelompok tani
6. Kelurahan Karuwisi Utara (Kelompok tani Majurong)
(a) (b)
(c) (d)
90
(e) (f)Keterangan gambar: (a) (b) (c) (d) & (e) Lokasi penelitian dan tanaman cabai di
depan pekarangan rumah sepanjang lorong kelompoktani
(f) Berfoto bersama ketua kelompok tani
7. Kelurahan Pampang (Kelompok tani Krisan)
(a) (b) (c)
Keterangan gambar: (a) (b) & (c) Lokasi penelitian dan tanaman cabai di depanrumah kelompok tani
Recommended