ADAT JATINGARANG DALAM PERNIKAHAN DI DESA TUNGGUL...

Preview:

Citation preview

ADAT JATINGARANG DALAM PERNIKAHAN DI DESA TUNGGUL LAMONGAN TINJAUAN HUKUM ISLAM

(Studi Masyarakat Desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Disusun oleh:

Nur Rahmat Farhan Jamil

NIM.1113044000007

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULAH

J A K A R T A

2019 M/1440 H

iii

ABSTRAK

Nur Rahmat Farhan Jamil. 1113044000007: ADAT JATINGARANG

DALAM PERNIKAHAN DI DESA TUNGGUL LAMONGAN TINJAUAN

HUKUM ISLAM (Studi Masyarakat Desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten

Lamongan) , Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah Dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta. 1440 H/2019 M.

Pernikahan Suku Jawa seringkali memasukkan unsur adat atau tradisi dalam

prakteknya, salah satunya adalah Adat Jatingarang. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pandangan masyarakat terhadap adat Jatingarang dan faktor ditinggalkannya

adat Jatingarang, sekaligus tinjauan hukum Islam terhadap adat Jatingarang pernikahan

Suku Jawa yang terjadi dalam masyarakat. peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.

Sedangkan sumber data yang peneliti gunakan yakni Sumber data primer, yaitu

berupa hasil observasi, wawancara, Dan sumber data sekunder, yaitu data yang

didapatkan dari selain data primer, baik data yang dikumpulkan dari studi pustaka

berupa kitab-kitab fikih, maupun buku yang terkait dengan penelitian ini.

Berdasarkan data yang peneliti temukan di lapangan bahwa pandangan

masyarakat terhadap Adat Jatingarang Pernikahan di Desa Tunggul ini ada tiga:, 1)

golongan yang masih meyakini sepenuhnya, 2)golongan yang mengartikan agama itu

lebih tinggi dari adat, 3) golongan masyarakat yang hanya mengikuti adat Jatingarang

tanpa mengetahui tujuannya. Kemudian Faktor-faktor yang mendorong ditinggalkannya

Adat Jatingarang pernikahan ada lima faktor yakni: 1)Pengaruh budaya luar, 2)Agama,

3)Ekonomi keluarga, 4)Pendidikan, dan 5)kurangnya pewarisan dari generasi

sebelumnya. Sedangkan tinjauan hukum islam terhadap Adat Jatingarang Pernikahan di

desa Tunggul maka dapat dilihat dalam dua klasifikasi, pertama dari segi bentuknya

termasuk Urf Ammali yakni Urf atau kebiasaan yang berbentuk perilaku atau pekerjaan.

Kedua dari segi Syara’ yaitu merupakan urf fasid. Karena tidak ada dalil yang

membenarkan, dikhawatirkan akan terjadi kemusyrikan dan memberatkan kepada

pelakunya.

Kata kunci: Adat, Jatingarang, Pernikahan

iv

KATA PENGANTAR

�سم ا� الر�ن الرحيم

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, pemilik segala ilmu

pengeetahuan dan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya

sehingga penulis senantiasa diberikan petunjuk dan kemudahan dalam menyelesaikan

skripsi ini. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW

beserta keluarga dan para sahabatnya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam

penyusunan skripsi ini banyak kekurangan mengingat terbatasnya kemampuan penulis.

Proses penulisan skripsi ini terhitung cukup lama terhitung kurang lebih satu tahun sejak

proposal penelitian ini diajukan. tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis

temukan, namun syukur alhamdulillah berkat rahmat dan ridha-Nya, kesungguhan, serta

dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung segala

kesulitan dapat diatasi sehingga pada akhir skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena

itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih

yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. selaku Ketua Program Studi Hukum

Keluarga dan juga Bapak Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H. selaku Sekretaris

Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. H. Moh. Ali Wafa, S.Ag, M.Ag,. sebagai pembimbing skripsi

yang telah meluangkan waktu dalam membimbing, memberikan saran, serta

motivasi kepada penulis selama proses penulisan skrisi ini.

4. Penguji Sidang Munaqosah, Penguji I Dr. H. A. Juaini Syukri, L.c., M.A. dan

Penguji II Dr. Hj. Azizah, M.A. yang telah menguji serta menyempurnakan

v

penelitian untuk lebih baik dan layak menjadi bahan referensi penelitian yang

lain.

5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan Program

Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu

pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan.

6. Segenap Perangkat Desa Tunggul, Khususnya Bapak Moh. Yasin selaku

Kepala Desa yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

melaksanakan wawancara dan mendapatkan data penelitian.

7. Teristimewa ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada kedua

orang tua penulis yaitu Ayahanda Almarhum Sunaryo dan Ibunda Asrifah

yang telah mencurahkan segenap kasih sayangnya, serta tak putus-putus

memberikan dukungan, motivasi, semangat serta do’a kepada penulis dalam

menempuh pendidikan. Terkhusus Ayahanda Semoga dilapangkan kuburnya

dan diampuni segala dosa-dosanya. mendapatkan nikmat kubur dan

digolongkan sebagai

Ahlul Jannah.

8. Segenap keluarga besar Wadah Silaturrahim Alumni Tarbiyatut Tholabah di

Jakarta (WASIAT JAKARTA), yang telah memberikan sumbangsih dalam

hal pemikiran serta motivasi untuk menyelesaikan studi.

9. Kawan-kawan FORMASAS 13 (Forum Mahasiswa Ahwal Syahsiyah tahun

2013), FORMABI 13 (Forum Mahasiswa Bidikmisi 2013), FORMALA

(Forum Mahasiswa Lamongan). EL-KAMASY (Lembaga Kajian Ahwal

Syahsiyah), terimakasih atas masukan, motivasi serta arahannya dalam

proses penulisan dan pengambilan data untuk bahan penulisan skripsi ini.

10. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis yaitu Luqman Hakim Al-Hadi.SH.,

Ahmad Hamdani, S.Pd., Ms. Bawel Eli Murtiana, S.Sos., Riski Amalia

S.Pd.serta Enung Khoeriyah, S.Sos. dan seluruh sahabat yang tidak bisa saya

sebutkan satu persatu.

vi

Demikianlah penulis haturkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya, karena berkat

do’a dan motivasi serta arahan dan bimbingan dari pihak terkait penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis

khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Jakarta : 25 Mei 2019 M 20 Ramadhan 1440 H

Nur Rahmat Farhan Jamil

PERGESERAN NILAI ADAT JATINGARANG DALAM PERNIKAHAN SUKU JAWA DI DESA TUNGGUL LAMONGAN

(Studi Masyarakat Desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi Salah Satu yarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Nur Rahmat Farhan Jamil

NIM.1113044000007

Pembimbing

Dr. H. Moh. Ali Wafa, SH., S.Ag.,M.Ag.

NIP 197304242002121007

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULAH

J A K A R T A

2019 M/1440 H

i

ABSTRAK

Nur Rahmat Farhan Jamil. 1113044000007: ADAT JATINGARANG

DALAM PERNIKAHAN DI DESA TUNGGUL LAMONGAN TINJAUAN

HUKUM ISLAM (Studi Masyarakat Desa Tunggul Kecamatan Paciran

Kabupaten Lamongan), Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah Dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta. 1440 H/2019 M.

Pernikahan Suku Jawa seringkali memasukkan unsure adat atau tradisi

dalam prakteknya, salah satunya adalah Adat Jatingarang. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap adat Jatingarang dan faktor

ditinggalkannya adat Jatingarang, sekaligus tinjauan hukum Islam terhadap adat

Jatingarang pernikahan Suku Jawa yang terjadi dalam masyarakat. peneliti

menggunakan pendekatan kualitatif.

Sedangkan sumber data yang peneliti gunakan yakni Sumber data primer,

yaitu berupa hasil observasi, wawancara, Dan sumber data sekunder, yaitu data

yang didapatkan dari selain data primer, baik data yang dikumpulkan dari studi

pustaka berupa kitab-kitab fikih, maupun buku yang terkait dengan penelitian ini.

Berdasarkan data yang peneliti temukan di lapangan bahwa pandangan

masyarakat terhadap Adat Jatingarang Pernikahan di Desa Tunggul ini ada tiga:,

1) golongan yang masih meyakini sepenuhnya, 2)golongan yang mengartikan

agama itu lebih tinggi dari adat, 3)golongan masyarakat yang hanya mengikuti

adat Jatingarang tanpa mengetahui tujuannya. Kemudian Faktor-faktor yang

mendorong ditinggalkannya Adat Jatingarang pernikahan ada lima faktor yakni:

1)Pengaruh budaya luar, 2)Agama, 3)Ekonomi keluarga, 4)Pendidikan, dan

5)kurangnya pewarisan dari generasi sebelumnya. Sedangkan tinjauan hukum

islam terhadap Adat Jatingarang Pernikahan di desa Tunggul maka dapat dilihat

dalam dua klasifikasi, pertama dari segi bentuknya termasuk Urf Ammali yakni

Urf atau kebiasaan yang berbentuk perilaku atau pekerjaan. Kedua dari segi

Syara’ yaitu bisa masuk kedalam Urf yang Fasid dan bisa masuk ke dalam Urf

Sohih.

Kata kunci: Adat, Jatingarang, Pernikahan

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... ii

ABSTRAK ............................................................................................................ iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi

DAFTAR ISI.......................................................................................................... vi

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................... 4

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ....................................... 5

D. Tujuan dan Manfaat Penulisam .............................................. 5

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ..................................... 6

F. Kerangka Teori ...................................................................... 8

G. Metode Penelitian ................................................................... 10

H. Sistematika Penulisan ............................................................. 12

BAB II PERNIKAHAN DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN

HUKUMPOSITIF

A. Pengertian Pernikahan dalamHukum Islam .......................... 14

B. Pengertian Pernikahan dalamHukumPositif .......................... 16

C. Syarat dan Rukun Pernikahan ................................................ 18

1. SyaratdanRukunPernikahanMenurutHukum Islam

2. SyaratdanRukunPernikahanMenurutHukumPositif

D. Hukum Pernikahan Dalam Islam ........................................... 22

E. LandasanHukumMenurutUndang-Undang ............................ 24

F. Kafaah dalam Pernikahan ...................................................... 25

G. Perkawinan yang Dilarang ..................................................... 28

H. TujuandanHikmah Pernikahan ............................................... 30

1. TujuanPernikahan

2. HikmahPernikahan

I. Konsep Budaya/ Adat Dalam Islam ......................................32

BAB III POTRET MASYARAKAT DESA TUNGGUL

KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

A. Letak dan Kondisi Geografis .................................................. 40

B. Demografis Masyarakat ......................................................... 41

1. Penduduk ........................................................................... 41

2. Pendidikan ......................................................................... 41

3. Sosial Ekonomi .................................................................. 42

4. Keagamaan ........................................................................ 43

BAB IV HUKUM ISLAM DAN ADAT JATINGARANG

PERNIKAHAN SUKU JAWA

A. Pandangan Masyarakat Terhadap Adat Jatingarang

dalam Pernikahan ………………………………………. 44

B. Faktor Pergeseran Nilai Adat Jatingarang dalam

Pernikahan ………… ............................................................. 54

C. Tinjauan hukum Islam terhadap praktik Adat

Jatingarang dalam pernikahan masyarakat Desa

Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten

Lamongan………………………… 59

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ................................................................................ 65

B. Saran ....................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 68

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah tangga atau keluarga sakinah dapat di artikan sebagai satu sistem

keluarga yang berlandaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah. Hidup

bersama dalam satu rumah, berdampingan dan saling kasih sayang kepada

anggota keluarga. Dalam perjalanan sebuah keluarga, tidak jarang menemui

godaan, gangguan, bahkan mungkin juga bencana, Hal ini membuat rumah

tangga merasa sedih, susah, bahkan berantakan. Tujuan utama dari

terbentuknya keluarga adalah tercapainya ketenangan rohani dan jasmani

anggota didalamnya, ketenangan ini dapat tercapai apabila keluarga merasa

sejahtera dan kebutuhan jasmani rohani terpenuhi, sehingga hal-hal yang buruk

dalam kehidupan berkeluarga dapat terhindarkan.

Indonesia merupakan daerah multikultural, yang memiliki bentangan

wilayah sangat luas. Sehingga memiliki banyak sekali suku- suku bangsa yang

mempunyai ciri khas masing-masing dan juga memunculkan kebudayaan-

kebudayaan yuang menjadikan ikon suku-suku tersebut. Didalam keberagaman

suku-suku bangsa yang ada di Indonesia suku Jawa merupakan suku terbesar

dan juga sebagai suku yang mendominasi di lingkup pendidikan, politik,

maupun perekonomian. Sentra dari pemerintahan juga berada di pulau Jawa.

Daratan pulau-pulau Indonesia khususnya pulau Jawa di lewati

rangkaian pegunungan non berapi dan juga pegunungan berapi. Hal ini

menyebabkan adanya perbedaan kandungan mineral dalam perut buminya.

Letak geografis dan kontur masing-masing daerah berbeda-beda sehingga

menimbulkan pribadi masyarakat yang berbeda-beda dalam masyarakat Jawa.1

Kebudayaan jawa yang terkenal banyak dan beraneka ragam ini, seperti

kesenian-kesenian rakyat, tradisi-tradisi yang dianut masyarakat Jawa yang

sangat tradisional patut untuk di kaji dan ditelusuri lebih mendalam kandungan

1Ayatrohaedi, Kepribadian Budaya Bangsa. Jakarta :Pustaka Jaya, 1985, h.3.

2

nilai-nilai etis yang terkandung dalamnya, salah satunya yang bisa di kaji ialah

pernikahan adat, khususnya Upacara Pernikahan Adat Jawa .2

Kehidupan keluarga tidak terlepas dari sistem nilai yang ada dalam

masyarakat yaitu agama, adat istiadat, nilai-nilai sosial, dan nilai-nilai

kesakralan keluarga. Pemahaman masyarakat tertentu terhadap nilai-nilai yang

menjadi pedoman dalam kehidupan berkeluarga menjadikan suatu ritual

dianggap penting untuk dilaksanakan, mengingat demi keutuhan dan

kelanggengan sebuah bangunan rumah tangga.

Kebudayaan merupakan hasil karya manusia dan masyarakatnya yang

selalu berproses. Hal ini terjadi karena suatu kebudayaan merupakan integrasi,

maka yang dimaksud adalah bahwa unsur-unsur atau sifat-sifat yang terpadu

menjadi suatu kebudayaan bukanlah sekumpulan kebiasaan-kebiasaan yang

terkumpul secara berantakan saja.3 Suku Jawa sebagai salah satu dari sekian

banyak suku di Indonesia memiliki kekayaan dan keragaman tradisi, adat dan

budayanya, mulai dari bahasa hingga keagamaannya.

Mengenai adat, Islam sudah mengaturnya karena setiap gerak berawal

dari agama dan berujung kepada kebudayaan. Adat sudah diatur oleh agama

dalam kaidah fikihiyah yang menjelaskan bahwa adat kebiasaan dapat

dijadikan pertimbangan hukum. Dalam kaidah Islam hanya memberikan

patokan dasar yang umum dan masih global. Perinciannya dapat disesuaikan

dengan kebutuhan manusia.4

Salah satu adat yang ada di Suku Jawa adalah adat penggunaan Kitab

Primbon yang dijadikan pedoman hidup. Dalam masyarakat Jawa, Primbon

diyakini sebagai kitab yang memuat berbagai ilmu pengetahuan warisan

leluhur yang “adi luhung” di dalamnya memuat berbagai macam perhitungan

dengan penanggalan (hari dan pasaran) untuk mencari hari baik untuk suatu

keperluan seperti acara perjodohan dan perkawinan, jalan mencari rejeki,

2Sumarsono. Tata Upacara Pengantin Adat Jawa. Jakarta: PT. Buku Kita. 2007, h.5. 3Eben Ezer, Resistensi Terhadap Pelaksanaan Adat Istiadat Oleh Masyarakat Batak

Pada Komunitas Pentakosta Di Kelurahan Jagabaya Bandar Lampung, Jurnal Mahasiswa 2016, h. 1.

4 Yayan Sopyan, Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta: Wahana Semesta Intermedia, 2012) cet. II, h. 15.

3

bercocok tanam, dagang, bahkan terkait dengan berbagai ramalan atau tanda-

tanda suatu kejadian.5

Selain berupa kitab, adat lain di Suku Jawa juga ada yang berupa tuturan

hari dan arah baik tidaknya melakukan sesuatu (Jatingarang). Jatingarang

adalah tuturan yang berupa anjuran serta larangan melakukan sesuatu

perjalanan, upacara atau lain sebagainya pada hari dan arah tertentu. Dalam

masyarakat Jawa Jatingarang ini memiliki fungsi sebagai saran, salah satunya

dalam arah pernikahan kerap kali dipergunakan.

Kepercayaan yang mendalam terhadap pepali/jatingarang pernikahan

membuat masyarakat Jawa berhati-hati dalam mencari jodoh dan menentukan

hari yang tepat untuk pernikahan. Meskipun bersifat saran, akibat yang

ditimbulkan bila tetap melakukan larangan-larangan tersebut cukup beragam

dari yang bersifat kenormaan sampai h.yang tidak masuk akal menurut orang

awam seperti hilangnya nyawa pelanggar.6

Dewasa ini masyarakat mengalami arus globalisasi yang mana jarak tidak

menjadi alasan atas ketersediaan info, dan ini akan membawa perubahan pada

pola kehidupan, adat istiadat dan kebudayaan pada waktu tertentu di suatu

tempat. Perubahan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kejadian dalam

kurun waktu, yang melahirkan suatu modifikasi atau pergantian suatu elemen

dari pola budaya yang mengarah pada pergerakan pola dalam waktu dan ruang

dan menghasilkan pola kultural lain.

Desa tunggul kecamatan Paciran kabupaten Lamongan adalah salah satu

desa yang terletak dipesisir utara pulau jawa, tepatnya di provisi jawa timur,

tentunya masyarakat disana pun mengikuti adat istiadat jawa. Daerah lamongan

utara berkembang pesat dengan adanya banyak perusahaan, pabrik dan

pelabuhan internasional.Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menetapkan

wilayah utara Kabupaten Lamongan khususnya kecamatan Brondong dan

Paciran sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK) sektor industri maritim yang

5 Mohamad Abid Iqsan, Primbon Pernikahan dalam Prespektif Hukum Islam, skripsi

2015, (http://repositori/iain-tulungagung.ac.id/ diakses pada 6 Oktober 2017), h. 1. 6 Hengki Irawan dan Mujiman dkk, “Pepali” dalam Adat Pernikahan Masyarakat Jawa

di Desa Paleran Kecamatan Umbulsari Kabupaten Jember, h. 3.

4

akan segera dikembangkan dengan tahap awal disediakan areal lahan sekitar

200 hektare. 7

Dengan berkembangnya zaman adat jatingarang mulai sedikit bergeser

dan di tinggalkan oleh masyarakat desa Tunggul. Desa Tunggul dulunya

dikenal dengan desa Abangan, yakni daerah yang diketahui sangat kental unsur

magis dan mitos, banyak dukun baik dukun putih maupun dukun hitam yang

mendiami desa tunggul. Menurut hipotesa atas penelitian awal penulis,

Masyarakat desa Tunggul mulai meninggalkan kepercayaan atas petuah nenek

moyangnya. Membaurnya masyarakat lokal dengan pendatang menjadikan

kaburnya nilai-nilai norma adat istiadat sehingga membuat masyarakat mulai

tidak percaya dengan hal-h.yang berhubungan dengan mitos dan tahayul.

Dari pemaparan diatas, penulis merasa tertarik untuk meneliti kasus

ditersebut. Apa penyebab tradisi yang sudah mendarah daging dan dipercayai

oleh masyarakat desa tunggul mulai luntur. Apakah adat jatingarang pada

pernikahan masih dipergunakan oleh masyarakat desa tunggul. Selain itu juga

penulis merasa perlu untuk meneliti bagaimana pandangan masyarakat desa

Tunggul tentang adat jatingarang dalam pernikahan. Sehingga dengan latar

belakang diatas, penulis ingin melakukan penelitian terkait “ADAT

JATINGARANG DALAM PERNIKAHAN DI DESA TUNGGUL

LAMONGAN TINJAUAN HUKUM ISLAM”.

B. IdentifikasiMasalah

Identifikasi masalah adalah beberapa permasalahan yang berkaitan

dengan tema yang dibahas. Adapun identifikasi masalahnya adalah sebagai

berikut:

1. Bentuk adat Jatingarang pernikahan Suku Jawa di Desa Tunggul

Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.

2. Pandangan masyarakat Desa Tunggul terhadap adat Jatingarang

pernikahan Suku Jawa.

7Kemenperin. Lamongan-Jadi-Sentra-Industri-Maritim (Kemenperin.go.id/artikel/758/

Di akses pada 2 N0vember 2017), h. 1.

5

3. Praktik Jatingarang pernikahan Suku Jawa dalam pernikahan di Desa

Tunggul.

4. Tinjauan hukum Islam terhadap praktik Jatingarang pernikahan oleh

masyarakat Desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Pantangan atau larangan Jatingarang di Suku Jawa sangat beraneka

ragam. Hampir setiap fase penting dalam hidup, ada aturan masing-masing,

seperti saat mencari rizki, pernikahan dan pindahan rumah, dll. Maka dalam

penelitian ini penulis membatasi pada masalah jatingarang adat pernikahan

Suku Jawa saja, dan bertempat di Desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten

Lamongan.

Selanjutnya, untuk mempermudah pembahasan, maka dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan masyarakat Desa Tunggul Kecamatan Paciran

Kabupaten Lamongan Terhadap Adat Jatingarang Pernikahan Suku

Jawa ?

2. Apa Faktor-faktor yang mendorong terjadinya pergeseran adat

Jatingarang pernikahan Suku Jawa di Desa Tunggul Kecamatan

Paciran Kabupaten Lamongan?

3. Bagaimana korelasi hukum Islam terhadap Adat Jatingarang

pernikahan Suku Jawa oleh masyarakat Desa Tunggul Kecamatan

Paciran Kabupaten Lamongan?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak

dicapai dalam penulisan ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengertian dan sejarah Jatingarang Pernikahan Suku

Jawa.

6

b. Untuk mengetahui alasan dan faktor mulai ditinggalkannya Jatingarang

pernikahan Suku Jawa.

c. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap praktik masyarakat

Desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan tentang adat

Jatingarang pernikahan Suku Jawa.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun praktis:

a. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk sumbang

pemikiran untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan awal maupun

sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang lebih luas dan

berhubungan dengan Jatingarang adat pernikahan Suku Jawa.

b. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan khazanah

pengetahuan dibidang hukum terkait persoalan Jatingarang adat pernikahan

Suku Jawa.

E. Kajian Terdahulu

Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis pada kajian terdahulu

sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan. Adapun kajian terdahulu yang

menjadi acuan antara lain :

1. “Pepali” dalam Adat Pernikahan Masyarakat Jawadi Desa Paleran

Kecamatan Umbulsari Kabupaten Jember. Hengki Irawan, Mujiman Rus

Andianto, Furoidatul Husniah, Jurnal Mahasiswa Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Jember, 2015. Dalam jurnal mahasiswa

tersebut, penulis fokus pada pembahasan tentang cara mewariskan budaya

pepali adat pernikahan masyarakat jawa dan penggunaan pepali sebagai

bahan pengembangan pembelajaran dalam materi bahasa dan sastra

Indonesia siswa SMA. Sedangkan dalam karya ini, penulis akan membahas

Jatingarang pernikahan Suku Jawa masyarakat desa Tunggul, faktor mulai

di tinggalkannya Jatingarang pernikahan Suku Jawa di Desa Tunggul.

7

2. Upacara Adat Perkawinan Priyayi di Desa Ngembal Kecamatan Tutur

Kabupaten Pasuruan. Linda Puji Astuti. Skipsi 2010. Jurusan Hukum dan

Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang. Penulis

dalam karya ilmiyah ini fokus pada pembahasan sistem perkawinan priyayi

di desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan. Sedangkan karya

ini, selain pandangan masyarakat, penulis akan membahas praktik

Jatingarang pernikahan Suku Jawa masyarakat desa Tunggul.

3. Mitos Pernikahan Ngalor-Ngulon di Desa Tugurejo Kecamatan Wates

Kabupaten Blitar. Alif Candra Kurniawan. Skripsi 2012. Jurusan akhwal

syahsiyah Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Malang. Pada karya

ini penulis mengemukakan pandangan masyarakat Desa Tugurejo

Kecamatan Wates Kabupaten Blitar terhadap kepercayaan mitos pernikahan

ngalor ngulon, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan

masyarakat Desa Tugurejo Kecamatan Wates Kabupaten Blitar terhadap

kepercayaan mitos pernikahan ngalor ngulon. Perbedaan dengan karya yang

diteliti penulis ini adalah Objek penelitian yakni adat Jatingarang, serta

bahwa masyarakat desa Tunggul mulai meninggalkan dan tidak

mempercayai Jatingarang pernikahan Suku Jawa.

4. Arif Hidayatullah. Mitos perceraian Gunung Pegat Dalam Tradisi

Keberagaman Masyarakat Islam Jawa: Kasus Desa Karang Kembang

Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan. Skripsi ini membahas

permasalahan tentang perceraian yang disebabkan karena pengaruh mitos

Gunung Pegat di Desa Karang Kembang Kecamatan Babat Kabupaten

Lamongan. Hal ini dilatarbelakangi kepercayaan masyarakat setempat

tentang motos akan terjadinya masalah dalam keluarga apabila pengantin

melewati gunung pegat, untuk memahami nilai yang melandasi keyakinan

masyarakat tentang motos gunung pegat.

Berdasarkan dari beberapa penelitian terdahulu tersebut diatas, belum ada

yang memfokuskan pada tema yang akan diteliti oleh penulis. Dan untuk

penelitian yang dilakukan oleh penulis, memfokuskan pada penelitian

“Transformasi Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa”.

8

F. KerangkaTeori

Nikah (kawin) menurut arti istilah ialah hubungan seksual tetapi menurut

arti majazi (mathaporic) atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang

menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dan

seorang wanita (Madzhab Hanafi).8 Menurut Sajuti Thalib perkawianan ialah

suatu perjanjian yang suci kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah

antara laki-laki dan perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun

menyantuni, kasih mengasihi, tentram dan bahagia. Pernikahan merupakan

kebutuhan fitrah manusia, secara alami seseorang tertarik kepada lawan

jenisnya, mula-mula melalui pertimbangan jasmani atau segi lahiriyahnya,

dilanjutkan ketertarikan kepada segi kepribadiannya atau nilai-nilai

bathiniyahnya yang lainnya.9

Lain pada itu, ada hal yang perlu diperhatikan adalah tidak semua

pernikahan diperbolehkan. Baik dilarang karena jenis pernikahan itu maupun

karena sebab. Adapun larangan-larangan dalam pernikahan Islam dilihat dari

jenis pernikahannya. Diantaranya adalah pernikahan mut’ah (nikah kontrak),

nikah muhalil, nikah syighar, nikah sesama jenis dan nikah beda agama.dalam

Islam ditetapkan bahwa lelaki tidak bebas memilih perempuan untuk dijadikan

istri. Ada ketentuan yang baku tentang perempuan yang boleh dinikahi dan

yang tidak. Perempuan yang boleh dinikahi adalah perempuan yang bukan

muhrom dari laki-laki yang bersangkutan.10

Dalam kehidupan bersama, ada norma yang harus dipatuhi, norma-

norma melekat kuat sebagai fakta di dalam realitas.11 Norma-norma tersebut

dibuat menjadi hukum di dalam kehidupan bersama di tengah masyarakat,

hukum adat yang merupakan kongkritisasi daripada kesadaran hukum.12 Salah

satunya adalah hukum adat Jatingarang pernikahan di Suku Jawa.

8 M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Ind-Hill-Co: 1990), cet. II h.1. 9 Abd.Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum Indonesia,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010) h.275. 10 Mohamad Asmawi, Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta:

Darussalam, 2004), h. 118. 11 Hans Kelsen, Dasar-dasar Hukum Normatif, Penerjemah: Nurulita Yusron,

(Bandung: Nusa media, 20019) Cet. II, h. 214. 12 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indoensia, (Jakarta: PT Raja Grafindo 2013), h. 338.

9

Mengenai adat, Islam telah mengaturnya dalam bentuk hukum al-adat

atau urf. Urf ialah sesuatu yang telah sering dikenal manusia dan telah menjadi

tradisinya baik berupa ucapan atau perbuatannya dan atau meninggalkan

sesuatu juga disebut adat.13Urf ada dua macam, yaitu urf shohih dan urf fasid.

Urf sohih ialah sesuatu yang dikenal manusia dan tidak bertentangan dengan

dalil syara’. Sedangkan urf fasid ialah sesuatu yang dikenal manusia yang

bertentangan dengan syara’.14

Tentang kehujjahan urf terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama

fiqih. Menurut golongan Hanafiyah dan golongan Malikiyah urf adalah hujjah

untuk menetapkan hukum. Sedangkan golongan Syafiiyah dan Hanbaliyah

tidak menganggap urf itu sebagai hujjah atau dalil syar’i.15

Selain pertimbangan urf, kasus adat juga dapat dikaitkan dengan

pertimbangan maslahah mursalah. Maslahah Mursalah (kesejahteraan social)

yakniyang, dimutlakkan, (maslahah bersifat umum). Menurut istilah ulama

ushul fikih yaitu, maslahat dimana syar’i tidak mensyariatkan hukum untuk

mewujudkan maslahah itu, juga tidak terdapat dalil yang menunjukkan atas

pengakuannya atau pembatalannya.16

Jumhur ulama berpendapat bahwa maslahah mursalah itu adalah hujjah

syariat yang dijadikan dasar pembentukan hukum, dan bahwasannya kejadian

yang tidak ada hukumnya dalam nash, ijma’, qiyas atau ihtisan itu disyariatkan

kepadanya hukum yang dihendaki oleh masyarakat umum, dan tidaklah

berhenti pembentukan hukum atas maslahah ini karena adanya sanksi syar’i

yang mengakuinya.17

Transformasi secara bahasa adalah perubahan.18 Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia transformasi secara bahasa adalah perubahan rupa (bentuk,

sifat, fungsi dsb).19 Sedangkan “nilai” merupakan sesuatu yang berharga dan

berguna bagi kehidupan manusia. Kehidupan dan peradaban manusia selalu

berubah, dan satu sama lain saling mempengaruhi. Bangsa yang memiliki

13 Abdul Wahhab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fikih), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. VIII, h. 130.

14 Abdul Wahhab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fikih), h. 131. 15 Chaerul Uman, Ushul Fikih 1, (Bandung: PT Pustaka Setia, 2000), Cet. Ke-II, h. 159. 16Abdul Wahhab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, h.123. 17 Abdul Wahhab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fikih), h.125. 18 Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,

2001), h. 764 19 Transformasi(http://kbbi.web.id/Di Akses pada 3 November 2017)

10

peradaban yang tinggi adalah bangsa yang menguasai teknologi dan ekspansi

penguasaan nilai-nilai tertentu (ekspansi ideologis, ekonomi, budaya) terhadap

bangsa lain. Tranformasi nilai-nilai merupakan keniscayaan yang terus

berlangsung disadari atau tidak disadari akibat dari perkembangan

industrialisasi.20

Transformasi nilai-nilai kehidupan manusia tidak direkayasa atau

dipaksakan melainkan mengalir alamiah, sepertihalnya perubahan masyarakat

agraris ke masyarakat industri. Transformasi nilai-nilai kehidupan manusia

bergerak secara evolutif yang secara pasti dapat merubah pola fikir dan sikap

dari suatu bangsa. Masyarakat agraris memiliki hubungan yang kuat antara

nilai-nilai tradisi dengan nilai-nilai spiritual yang bermuara pada

memartabatkan alam sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha kuasa.21

G. Metode Penelitian

Metode penelitian berarti cara yang dipakai untuk mencari, mencatat,

menemukan dan menganalisis sampai menyusun laporan guna mencapai

tujuan.22 Adapun metode penelitian yang digunakan dalam melakukan

peneletian ini diuraikan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan untuk menyusun skripsi ini adalah:

a. Penelitian lapangan (Field research), karena dilakukan diluar perpustakaan

atau laboratorium.23Metode ini digunakan dalam rangka memperoleh data

lapangan dengan melakukan pengamatan terhadap praktik Jatingarang adat

pernikahan suku Jawa di Desa Tunggul Kecamatan Paciran

KabupatenLamongan.

b. Library Research, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji,

menganalisa daril iteratur yang ada yang memiliki relevansi terhadap

penulisan skripsi ini.

20Wawan “Renggo” Herawan. Artikel. Disampaikan dalam kegiatan Festival Kesenian

Tradisional yang diselenggarakan BPNB Bandung pada tanggal 28 – 29 April 2014 bertempat di Wisma Karya Jl. Ade Irma Suryani Nasution No. 2. Subang.

21Wawan “Renggo” Herawan, . 22Cholid Nur Boko dan Abu Achmadi, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara

Pustaka, 2012) h.1. 23 Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 9.

11

2. Pendekatan penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penggunaan

pendekatan kualitif merupakan salah satu cara dalam penelitian yang bertujuan

untuk memahami masyarakat, masalah atau gejala dalam masyarakat dengan

mengumpulkan sebanyak mungkin fakta secara mendalam, dan data disajikan

dalam bentuk verbal bukan dalam bentuk angka.24

Penelitian ini juga menggunakan metode pendekatan etnografi, yaitu

dengan melukiskan atau menggambarkan kehidupan suatu masyarakat atau

bangsa, dalam hal ini adalah masyarakat Desa Tunggul.

Terdapat dua jenis penelitian etnografi, yaitu traditional ethnography

dan problem-Oriented ethnography. Traditional etnography mencoba

memberi gambaran lengkap dari seluruh budaya berdasar pengalaman dari para

etnograper yang hidup ditengah-tengah masyarakat paling tidak selama satu

tahun. Di masa lampau inilah tujuan utama etnografi, pada masa ini banyak

ethnografer menggunakan pendekatan melalui masalah-masalah yang

berorientasi (issue-oriented approach).25 Adapun penelitian ini termasuk dalam

penelitian etnografi issue-oriented approach.

3. Sumber Data

a. Sumber data primer, yaitu berupa hasil observasi, wawancara, baik

dengan tokoh adat, tokoh agama dan masyarakat serta keberadaan

penulis sebagai masyarakat Jawa yang tinggal di Desa Tunggul..

b. Sumber data sekunder, yaitu data yang didapatkan dari selain data

primer, yaitu data yang dikumpulkan dari studi pustaka berupa kitab-

kitab fikih, buku sejarah dan pustaka lain yang terkait dengan penelitian

ini.

4. Pengumpulan Data

Adapun pengumpulan data yang dilakukan penulis yaitu dengan metode:

(1) Observasi; (2) Wawancara dengan tetua desa, ulama atau kyai desa dan

beberapa masyarakat yang pernah melaksanakan pepali adat pernikahan Jawa;

(3) Penelitian perpustakaan.

24 Neong Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi ketiga, (Yogyakarta: Pilar Media, 1996), h. 20.

25 Roberts Edwards Lenkeit, Introducing Cultural Anthropology (Newyork; The McGraw-Hill, Campanies 2004), Lampiran A, h. 2.

12

5. Pengelolahan Data

Dalam mengelola data yang penulis dapatkan baik data dari wawancara

maupun data tertulis dari berbagai studi perpustakaan penulis melakukan

analisis terhadap data tersebut dengan analisis secara deskriptif maupun

analisis komparatif.

6. Analisa Data

Analisis data merupakan h.yang sangat penting dalam suatu peneletian

untuk memberi jawaban terhadap masalah yang diteliti. Analisis data dapat

diartikan sebagai proses menganalisa, memanfaatkan data yang terkumpul

untuk digunakan dalam pemecahan masalah penelitian. Dalam proses

pengelolahan, analisis dan pemanfaatan data di penelitian ini menggunakan

metode kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif,

yang bersumber dari tulisan atau ungkapan dan tingkah laku yang dapat

diobservasi dari manusia.

H. Sistematika Penulisan

Agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah penulis menjadikan

sistematika penulisan dalam lima bab, yang mana dalam kelima bab tersebut

terdiri dari sub-sub bab yang terkait. Sistematika penulisan sebagai beriku:

Bagian pertama adalah Pendahuluan, dalam bab ini akan memuat

tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metodologi penelitian, metode

analisis dan sistematika penulisan.

Selanjutnya bagian kedua akan membahas pernikahan dalam

pandangan hukum adat, hukum islam dan hukum positif. Mulai dari tentang

pengertian pernikahan, syarat dan rukun, dasar pernikahan dalam Islam,

larangan pernikahan hingga hikmah disyariatkannya pernikahan.

Adapun bagian ketiga, penulis akan membahas Jatingarang pernikahan

Suku Jawa masyarakat Desa Tunggul yang meliputi pernikahan adat suku jawa

pengertian Jatingarang, sejarah dan bentuk adat Jatingarang pernikahan serta

analisisnya.

Selanjutnya adalah keempat, yaitu membahas tentang praktik

Jatingarang pernikahan Suku Jawa, yang terdiri dari pembahasan tentang

13

masyarakat Desa Tunggul, dan kepercayaan masyarakat terhadap adat tersebut

dan analisisnya.

Bagian terakhir adalah Penutup. Penulis akan menyimpulkan berkaitan

dengan pembahasan yang penulis lakukan sekaligus menjawab rumusan

masalah yang penulis gunakan dalam bab pendahuluan. Uraian terakhir adalah

saran yang dapat dilakukan untuk kegiatan lebih lanjut berkaitan dengan apa

yang telah penulis kaji.

14

BAB II

PERNIKAHAN DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian Pernikahan dalam Hukum Islam

Nikah secara bahasa berasal dari kata al-dhommu,al-wath’u yang

artinya hubungan badan. Secara terminologis, perkawinan (nikah) yaitu akad

yang membolehkan terjadinya istimta’ (persetubuhan) dengan seorang wanita,

selama seorang wanita tersebut bukan wanita yang diharamkan baik dengan

sebab keturunan atau seperti sebab susuan.1 Dalam masalah perkawinan, para

ahli fikih memiliki definisi masing-masing, meskipun definisi-definisi tersebut

memiliki maksud yang sama.

Selain istilah pernikahan, hubungan percampuran dua keluarga kita

juga mengenal istilah perkawinan. Perkawinan dalam Literatur fiqh disebut

dengan dua kata, yaitu nikah ) نكح( dan zawaj (زوج ) Kedua kata ini yang

digunakan dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam

al-Qur’an dan Hadits Nabi. P1F

2

Menurut sebagian ulama Hanafiah, nikah adalah akad yang

memberikan faedah (mengakibatkan) kepemilikan untuk bersenang-senang

secara sadar (sengaja) bagi seorang pria dan wanita, terutama guna

mendapatkan kenikmatan biologis. Sedangkan menurut sebagian ulama

madzhab Maliki, nikah adalah sebuah ungkapan bagi suatu akad yang

dilaksanakan dan dimaksudkan untuk meraih kenikmatan (seksual) semata-

mata. Oleh ulama madzhab Syafi’i, nikah dirumuskan dengan akad yang

menjamin kepemilikan untuk bersetubuh dengan menggunakan redaksi atau

lafal “inkah atau tazwij” atau turunan dari keduanya”. Sedangkan ulama

Hanabilah mendefinisikan nikah dengan akad (yang dilakukan dengan

1 Wahbah Alzuhaily, Al-Fikih al Islami Waadillatuhu jus IV, (Damsyiq: Dar-Al fikr,

1989), h. 6513. Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum Islam

Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 29.

15

menggunakan) kata inkah atau tazwij guna mendapatkan kesenangan

(bersenang).3 Seperti dalam surat al-Rum ayat 21:

ودة جا لتسكنوا إليها وجعل بينكم م ن أنفسكم أزو تهۦ أن خلق لكم م ومن ءاي

ت لقوم لك ألي )21:(الرومفكرون يت ورحمة إن في ذ

Artinya: “Dan diantara tanda-tanda-Nya bahwa Dia menciptakan jodoh untukmu dari dirimu (bangsamu), supaya kamu bersenang-senang kepadanya dan Dia mengadakan sesame kamu kasih sayang dan rahmat, sesungguhnya demikian itu menjadi ayat (tanda) bagi kaum yang memikirkan”. (ar-Rum/30: 21)

Perkawinan menurut islam adalah suatu perjanjian (akad) untuk hidup

bersama antara pria dan wanita sebgai suami istri agar mendapatkan

ketentraman hidup dan kasih saying.P3F

4

Ulama muta’akhirin mendefinisikan nikah sebagai nikah adalah akad

yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga

(suami-isteri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong serta

memberi batas hak bagi pemiliknya dan pemenuhan kewajiban masing-

masing.P4F

5

Ulama kontemporer memperluas jangkauan definisi yang disebutkan

ulama terdahulu. Diantaranya seperti disebutkan Dr. Ahmad Gandur dalam

bukunya Ahwal Syakhsiyyah fi al-Tasyri’al-Islamy yang dikutip oleh Prof. Dr.

Amir Syarifudin, “Akad yang menimbulkan kebolehan bergaul antara laki-laki

dan perempuan dalam tuntutan naluri kemanusiaan dalam kehidupan, dan

menjadikan untuk kedua pihak secara timbal balik hak-hak dan kewajiban-

kewajiban”. P5 F

6

3 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu,

2011), h. 4. 4Hasbi Indra dkk, Potret Wanita Sholehah, (Jakarta: Permadani 2004), h. 76. 5 Djamaan Nur, Fikih Munakahat, (Semarang: Dina Utama, 1993), cet. Ke-I, h. 3-4. 6 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fikih Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan,(Jakarta: Kencana, 2006),h. 11.

16

Dari definisi di atas ada yang menarik untuk dicermati. Dalam kitab-

kitab fikih seperti yang telah diuraikan tadi, tampaknya para ulama

mendefinisikan perkawinan semata-mata dalam konteks hubungan biologis

saja. Hal ini wajar, karena makna dari nikah itu sendiri sudah berkonotasi

dengan hubungan seksual. Biasanya para ulama dalam merumuskan definisi

tidak akan menyimpang apalagi berbeda dengan makna aslinya. Disamping itu

harus jujur diakui yang menyebabkan laki-laki dan perempuan tertarik untuk

menjalin hubungan adalah (salah satunya) dorongan-dorongan yang bersifat

biologis baik disebabkan karena ingin mendapatkan keturunan maupun karena

memenuhi kebutuhan seksualnya.7

Adapun fikih Indonesia memasukkan kata mitssaqan ghalidzan dan

mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, dengan

demikian, meminjam argumentasi Alaudin Koto yang menyatakan bahwasanya

fikih Indonesia dalam konteks perkembangan setidaknya memiliki watak

dalam menentukan hukum islam yakni takamul (lengkap) wasathiyyah

(pertengahan) dan harakah (dinamis).8

B. Pengertian Pernikahan Menurut Hukum Positif

Pernikahan dalam undang-undang disebut dengan perkawinan,

perkawinan ini diatur dalam Undang-Undang Positif di Indonesia. Undang-

Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 merumuskan definisi perkawinan

dengan, “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa”.9

7 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu,

2011), h. 4. 8Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum Islam

Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 32. 9 Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 (pasal 1).

17

Ada beberapa hal dari rumusan tersebut di atas yang perlu

diperhatikan:10

Pertama, digunakannya kata: “Seorang pria dengan seorang wanita”

mengandung arti bahwa perkawinan itu hanyalah antara jenis kelamin yang

berbeda. Hal ini menolak perkawinan sesama jenis yang waktu ini telah

dilegalkan oleh beberapa negara barat.

Kedua, digunakannya ungkapan “sebagai suami isteri”mengandung arti

perkawinan itu adalah bertemunya jenis kelamin yang berbeda dalam suatu

rumah tangga, bukan hanya dalam istilah “hidup bersama”

Ketiga, dalam definisi tersebut disebutkan pula tujuan perkawinan,

yaitu membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal, yang menafikan

sekaligus perkawinan temporal sebagaimana yang berlaku dalam perkawinan

mut’ah dan perkawinan tahlil.

Keempat, disebutkannya berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

menunjukkan bahwa perkawinan itu bagi Islam adalah peristiwa agama dan

dilakukan untuk memenuhi perintah agama.

Disamping definisi yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tersebut di atas, Kompilasi Hukum Islam (KHI) Indonesia

memberikan definisi lain yang tidak mengurangi arti-arti definisi UU tersebut,

namun bersifat menambah penjelasan, dengan rumusan sebagai berikut,

“Perkawinan ialah ialah akad yang sangat kuat atau miitsaaqon ghaliidzhon

untuk menaati perintah Allah dan melaksanankannya merupakan ibadah”.11

Perkawinan menurut Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam yaitu akad yang sangat

kuat (miitsaaqon ghaliidzhon) untuk mentaati perintah Allah, dan

melaksanakannya merupakan ibadah. Oleh karenanya perkawinan bukan

sekedar hubungan antara laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama

berdasarkan kebutuhan biologis.12

10 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2011), h. 5. 11KHI buku 1 tentang perkawinan, Pasal 2. 12Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum

Islam Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 36.

18

Perkawinan merupakan hal yang fitrah bagi manusia yang sudah

tertanam dan terpatri dalam hati dan perasaan manusia laki-laki dan wanita.

Keduanya saling membutuhkan guna saling mengisi dan membagi perasaan

suka maupun duka. Hidup ini terasa kurang sempurna tanpa kehadiran orang

lain di sisinya, menjalin kasih sayang bersamanya, membangun mahligai

rumah tangga yang bahagia dan lestari.13 Menurut penulis pernikahan atau

perkawinan adalah akad antara seorang pria dan wanita secara lahir dan batin

yang menimbulkan hak-hak dan kewajiban masing-masing bagi keduanya.

Adanya perkawinan merupakan suatu sarana bagi umat manusia dalam

mengembangkan keturunan sehingga menjadi pembeda antara manusia dan

mahluk Tuhan yang lain.

C. Syarat dan Rukun Pernikahan

Rukun dan syarat menetukan suatu hukum terutama yang menyangkut

dengan sah atau tidaknya. Yang dimaksud dengan perkawinan disini adalah

keseluruhan yang secara langsung berkaitan dengan perkawinan dengan segala

unsurnya, bukan hanya akad nikah itu sendiri. Dengan begitu rukun dan syarat

perkawinan itu adalah segala hal yang harus terwujud dalam suatu perkawinan,

baik yang menyangkut unsur dalam maupun unsur luarnya.14

Menurut ulama Hanafiyah, rukun nikah itu hanya ijab dan qabul saja.

Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun nikah terdiri dari shigot (ijab qabul),

adanya calon istri, adanya calon suami, adanya wali. Adapun mahar dan saksi

merupakan syarat pernikahan akan tetapi sebagian ulama fikih menggolongkan

mahar dan saksi sebagai rukun pernikahan.15 Sayyid Sabiq juga menyimpulkan

13 Syeikh Abdul Aziz bin Abdurrahman al Musnad dan Khalid bin Ali al-Anbari,

Perkawinan dan Masalahnya, Terj: Al Ziwaaj wa Al-Mubuur, Najhul Shalih, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1993) Cet. II, h. 18.

14Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kenca Prenadamedia Grup, 2003) h. 87.

15Wahbah Alzuhaily, Al-Fikih Al- Islami Waadillatuhu juz IV,h. 6521.

19

rukun nikah juga terdiri dari ijab dan qabul, sedangkan yang lain termasuk

dalam syarat.16

1. Syarat dan Rukun Pernikahan Menurut Hukum Islam

Syarat sahnya pernikahan merupakan ketentuan yang harus dipenuhi

agar pernikahan yang dilaksanakan dinyatakan sah dan diakui secara hukum

sehingga hak dan kewajiban yang berkenaan dengan pernikahan dapat berlaku.

Menurut Imam Malik rukun nikah ada 5 (lima) yaitu: (1) Wali dari mempelai

perempuan; (2) Mas Kawin; (3) Mempelai pria; (4) Mempelai perempuan; (5)

Sighat yakni ungkapan kata yang menyatakan maksud akad.17 Adapun menurut

Imam Syafi’e rukun akan nikah terdiri dari: (1) Calon Mempelai laki-laki; (2)

Calon mempelai Perempuan; (3) Wali; (4)Dua orang saksi; (5) Sighat atau Ijab

Qobul.18

Adapun syarat-syarat sah pernikahan berdasarkan masing-masing rukun

nikah adalah sebagai berikut:

1. Calon suami syaratnya adalah; a. Beragama Islam, b. Laki-laki, c.

Jelas orangnya, d. Dapat memberikan persetujuan e. Tidak terdapat

halangan perkawinan

2. Calon isteri, syaratanya adalah; a. Beragama Isalam, b. Perempuan,

c. Jelas orangnya, d. Dapat dimintai persetujuannya e. Tidak terdapat

halangan perkawinan

3. Saksi nikah; a. Minimal dua orang laki-laki, b. Hadir dalam ijab

qabul, c. Dapat mengerti maksud akad, d. Islam, e. Dewasa

4. Ijab Qabul

Syarat paling penting dalam sebuah pernikahan adalah adanya mahar.

Mahar yang telah menjadi bahasa Indonesia berasal dari kata bahasa arab al-

16Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Kairo: Dar Fath lil i’lami al Araby, Jilid 3, Cetakan 21410

H. /1990 M) h. 213 17Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum Islam

Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 47. 18Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum Islam

Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 48.

20

mahr, jamaknya al-muhur atau al-muhurah. Kata yang semakna dengan mahar

adalah al-shadaq, nihlah, faridhah, ajr, hibai, uqr, ‘alaiq, thaul dan nikah.19

Unsur pokok suatu perkawinan adalah laki-laki dan perempuan yang

akan kawin, akad perkawinan itu sendiri, wali yang melangsungkan akad

dengan suami, dua orang saksi yang menyaksikan telah berlangsungnya akad

perkawinan itu dan mahar. Para ulama jumhur menetapkan akad, kedua

mempelai, wali si perempuan dan saksi sebagai rukun dari perkawinan, yang

bila tidak ada salah satu di antaranya perkawinan itu tidak sah. Sedangkan

mahar ditempatkan sebagai syarat dalam arti tidak menentukan kelangsungan

akad nikah, namun harus dilaksanakan dalam masa perkawinan.20

2. Syarat dan Rukun Pernikahan Menurut Hukum Positif

Syarat perkawinan ialah segala hal mengenai perkawinan yang harus

dipenuhi berdasarkan peraturan perundang-undang sebelum pernikahan

dilangsungkan. Syarat sahnya perkawinan menurut BW ada dua, yaitu: syarat

intern dan syarat ekstern.21 Sedangkan Secara umum dalam peraturan

perundang-undangan tidak disebutkan dengan jelas mengenai rukun

pernikahan ataupun perkawinan.

Syarat intern merupakan syarat terhadap para pihak terutama mengenai

kehendak, wewenang dan persetujuan orang lain yang diperlukan para pihak

untuk mengadakan perkawinan.

Syarat intern ini dapat dibedakan menjadi syarat intern mutlak dan

syarat intern relattif:22

Syarat intern mutlak berisikan syarat-syarat yang harus dipenuhi para

pihak untuk dapat melangsungkan perkawinan. Bila syarat-syarat ini tidak

dipenuhi maka perkawinan tidak dapat dilakukan. Syarat intern mutlak terdiri

dari:23 (a) Asas monogami mutlak (Pasal 27 BW); (b) Persetujuan kedua belah

19 Nurjannah, Mahar Pernikahan, ( Yogyakarta:Prima Shopi, 2003), h. 23. 20 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fikih, h. 87. 21 Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: Lembaga

Penelitian UIN dengan UIN Jakarta Press, 2007) h. 7. 22 Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, h. 7. 23 Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, h. 7.

21

pihak (Pasal 28 BW); (c) Mencapai batas umur tertentu (pasal 29 BW); (d)

Lewat masa tunggu bagi wanita yang ingin menikah lagi, yatitu 300 hari (pasal

34 BW); (e) Memperoleh izin kawin (pasal 35 BW).

Syarat intern relatif bahwa dalam suatu keadaan tertentu mereka dapat

melangsungkan perkawinan. Syarat intern relatif ini berisikan larangan-

larangan perkawinan, yaitu:24

a. Larangan perkawinan karena adanya hubungan kekeluargaan, karena

hubungan darah dan hubungan perkawinan ( pasal 30 BW)

b. Larangan perkawinan karena salah satu pihak dijatuhi hukuman oleh

hakim karenta terbukti melakukan zina (pasal 32 BW)

c. Larangan perkawinan karena adanya perkawinan terdahulu (pasal 33

BW)

Syarat ekstern adalah syarat-syarat dan formalitas yang harus dipenuhi

oleh para pihak baik sebelum maupun pada waktu mereka melangsungkan

perkawinan, misalnya pendaftaran ke Kantor Catatan Sipil (KCS).

Undang-undang perkawinan juga menentukan persyaratan perkawinan

yang dibagi menjadi dua:25

a) Syarat Materil

a. Asas monogami relatif (Pasal 3 ayat 1 UUP)

b. Persetujuan bebas kedua belah pihak (pasal 6 UUP)

c. Mencapai batas umur (pasal 7 UUP)

d. Lewat masa iddah (pasal 11 ayat 1 UUP)

e. Tidak terhalang oleh larangan perkawinan

b) Syarat formil

Syarat formil sama halnya dengan syarat ekstern perkawinan menurut

BW, yaitu syarat-syarat dan formalitas yang harus dipenuhi oleh para pihak

baik sebelum maupun pada waktu mereka melangsungkan perkawinan.26

24 Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, h. 8. 25 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata:Comparative

Civil Law, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014) h. 147. 26Wahbah Alzuhaily, Al-Fikih Al- Islami Waadillatuhu juz VII, h 6516.

22

D. Hukum Pernikahan Dalam Islam

Pernikahan atau perkawinan itu adalah sunatullah artinya perintah Allah

dan Rasul-Nya, tidak semata-mata keinginan manusia atau hawa nafsunya saja

karenanya seseorang yang telah berumah tangga berarti ia telah mengerjakan

sebagian dari syariat (aturan) agama Islam.27 Sebagaimana firman Allah SWT

surat An Nisa ayat 3:

وإن خفتم أال تقسطوا في اليتامى فانكحوا ما طاب لكم من النساء مثنى وثالث

لك أال تعولو أدنى ورباع فإن خفتم أال تعدلوا فواحدة أو ما ملكت أيمانكم ذ

)3(النساء: … Artinya: Maka nikahilah (kawinilah) olehmu dari perempuan-perempuan itu dua orang, tiga orang dan empat,maka jika kamu khawatir (takut) tidak akan berlaku adil, cukuplah satu orang (saja). (QS an Nisa: 3)

Juga dalam sabda Rasulullah SAW yang berbunyi: P27F

28

ص النكاح من سنتي، فمن لم يعمل بسنتي لى هللا عليه وسلم:قال رسول �

فليس منيArtinya: Nikah itu adalah sunnahku. Barang siapa yang berkehendak kepada sunnahku, sesungguhnya ia berkehendak (ingin) kepadaku. (HR Ibnu Majjah).

Orang yang diwajibkan kawin, ialah orang yang sanggup untuk kawin.

Sedangkan ia khawatir terhadap dirinya akan melakukan perbuatan yang

dilarang Allah melakukannya. Ia mampu memberikan nafkah dan mahar,

memenuhi hak-hak pasangan.P28F

29PMelaksanakan perkawinan merupakan satu-

27 Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,

1993), cet ke-I, h. 3. 28Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Abdullah bin Majah Al QuzwainiSunan

Ibn Majjah,Jilid 2. bab keutamaan menikah juz I, (Kairo: Daar al-ikhyaal-kutub al arabiyah, 1996) h. 592.

29Wahbah Alzuhaily, Al-Fikih Al- Islami Waadillatuhu juz VII, h. 6516.

23

satunya jalan baginya untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang dilarang

Allah SWT.30

Sunnah hukumnya menurut jumhur ulama kecuali Imam Syafii, bagi

orang yang tidak khawatir berbuat zina jika tidak menikah, dan tidak khawatir

mendholimi istrinya jika menikah. Orang-orang yang makruh hukumnya kawin

ialah orang yang tidak mempunyai kesanggupan untuk kawin. Pada hakekatnya

orang yang tidak mempunyai kesanggupan untuk kawin, dibolehkan

melakukan perkawinan, tetapi dikahawatirkan tidak dapat mencapai tujuan

perkawinan, karena itu dianjurkan sebaiknya ia tidak melakukan perkawinan.31

Wajib, bagi orang yang telah mampu kawin (baik dari segi fisik, mental

maupun biaya), sementara dirinya dikhawatirkan akan berbuat zina jika tidak

kawin. 32

Makruh, bagi orang yang tidak mampu melakukan kewajiban-

kewajiban sebagai suami, tetapi hal ini tidak akan membuat istri yang

dikawininya menderita, misalnya, wanita tersebut kaya dan gairah seksualnya

tidak begitu kuat.33

Haram bagi orang-oang yang tidak yakin, jika dia menikah dia tidak

akan mendzolimi dan mendatangkan bahaya bagi perempuan yang dinikahinya,

tidak mampu menanggung beban berkeluarga, atau tidak mampu adil jika

menikah dengan wanita lain (poligami).34

Mubah, bagi orang-orang yang pada dasarnya belum ada dorongan

untuk kawin dan perkawinan itu tidak akan mendatangkan kemudaratan apa-

apa bagi siapapun.35 Ulama penganut madzhab Syafi’I berpendapat, hukum

pernikahan adalah mubah. Dasar hukum yang mereka gunakan adalah

30 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1974),cet. Ke-I , h. 23. 31 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h.24. 32Hasanuddin AF, Perkawinan dalam Prespektif Al-Qur’an: Nikah, Talak, Cerai, Ruju’.

Jakarta: Nusantara Damai Press, 2011. h. 10. 33Hasanuddin AF, Perkawinan dalam Prespektif Al-Qur’an: Nikah, Talak, Cerai,

Ruju’.h. 10 34Wahbah Alzuhaily, Al-Fikih Al- Islami Waadillatuhu juz IV, h. 6516. 35 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fikih, h. 80.

24

perkawinn itu sama halnya dengan makan dan minum, yaitu dalam rangka

memperoleh kenikmatan dan kelezatan yang hukumnya mubah.36

Moh. Ali Wafa berpendapat bahwa di Indonesia meskipun mayoritas

masyarakatnya bermadzhab Syafi’i, Namun ketika menghukumi nikah nereka

lebih condong kepada pendapat Jumhur Ulama’selain itu hukum sunnah

sebagaimana yang dikatakan oleh Jumhur Ulama’ tersebut termasuk Sunnah

Muakkad yaitu sunnah yang snagat dianjurkan, hal ini dapat dilihat dan

dipahami dari beberapa hadist Nabi tentang anjuran menikah. 37

E. Landasan Hukum Perkawinan Menurut Undang-undang

Dalam ilmu hukum dikenal 2 (dua) jenis hukium yaitu ius constitutum

dan ius constituendum. Kedua jenis hukum tersebut mempunyai arti yang

berbeda. Perbedaan kedua jenis hukum tersebut terletak pada factor waktu.

Sebagaimana yang ditulis oleh Maman Rahman Hakim yang dikutip oleh Moh.

Ali Wafa dalam bukunya “Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam

Hukum Islam Dan Hukum Materil”.Ius constitutum yaitu hukum positif atau

hukum yang telah ditetapkan dan berlaku saat ini. Sedangkan ius

constituendum adalah hukum yang dicita-citakan (masa mendatang).38

Negara seperti Indonesia adalah mutlak adanya Undang-Undang

Perkawinan nasioalyang sekaligus menampung prinsip-prinsip dan

memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan

dan telah berlaku bagi berbagai golongan dalam masyarakat.39

Presiden RI telah mengesahkan suatu Undang-Undang Nasional yaitu

Undnag-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dengan peraturan

36Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum

Islam Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 41. 37Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum

Islam Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 42. 38Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum

Islam Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 43. 39 Sudarsono, Hukum Kekekluargaan Nasional(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), h. 162.

25

pelaksanaannya PP Nomor 9 Tahun 1975. Maka segenap warga Indonesia yang

ingin melangsungkan perkawinan berlakulah Undang-Undang tersebut.40

Undang-undang perkawinan adalah lex spesialis dari lex generalis

aturan perkawinan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata

(KUHPer). Sebelum diundangkannya UUP tersebut, aturan perkawinan di

Indonesia diatur oleh KUHPer sebagai hukum produk colonial Belanda.

Namun berdasarkan lex spesialis derogate lex generalis, maka UUP

menghapus aturan perkawinan yang diatur oleh KUHPer.41

Kompilasi Hukum Islam yang disahkan dengan Intruksi Presiden

Nomor 1 tahun 1991 merupakan pedoman bagi hakim-hakim yang berada

dilingkup Pengadilan Agama dalam memeriksa dan memutuskan perkara yang

ditanganinya. Maka keliru ketika menyatakan bahwa UUP merupakan aturan

untuk orang Islam saja, atau UUP aturan bagi Non Muslim dan Kompilasi

Hukum Islam sebagai aturan perkawinan untuk Muslim. Karena pada dasarnya

undang-undang satu dengan yang lain saling berkesinambungan.

F. Kafaah dalam Pernikahan

Pemilihan jodoh atau usaha mencari pasangan hidup sebagai suami

isteri tidaklah mudah (tidak gampang), terutama karena cukup banyak masalah-

masalah atau seluk beluknya yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan

oleh masing-masing pihak. Sehubungan dengan itu pula maka agama Islam

tidak menutup pintu untuk melakukan usaha-usaha pemantapan, dengan kata

lain; Islam memberikan peluang atau kesempatan pada masing-masing calon

suami istri untuk dapat mencari atau mempelajari sifat-sifat atau tingkah laku

serta memperhatikan watak kepribadian dari calon-calon tersebut.42

40 Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Asas-Asas Hukum Perkawinan di

Indonesia,Jakarta:Bina Aksara, 1987. h. 51. 41Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum

Islam Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 44 . 42 Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga (Keluarga yang Sakinah ), h. 6.

26

Secara bahasakafaah mengandung arti kesamaan dan keserupaan.

Sedangkan kafaah adalah orang yang serupa dan sepadan. Maksud kafaah

dalam pernikahan adalah bahwa suami hendaknya sekufu dengan istrinya.43

Menurut mazhab Maliki, selain agama, juga bebas dari cacat. Jika

ditemukan cacat, salah satu pihak boleh memilih untuk tidak melanjutkan

perjodohan. Sedangkan mayoritas ulama melihat dari segi agama, keturunan,

bebas bertindak dan profesi. Mazhab Hanafi dan Hambali menambah dengan

harta atau kekayaan. Dari beberapa kriteria di atas tidak ditemukannya unsur

setara dari sudut golongan atau kelompok.44 Mengenai ukuran kafaah nabi

Muhammad SAW telah menjelaskan dalam haditsnya yang berbunyi sebagai

berikut:45

ي صلى هللا عليه وسلم قال: " تنكح المرأةألربع: لمالها ولحسبها عن النب

ين، تربت يداك وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الد

Artinya: Nikahilah perempuan karena empat hal, karena hartanya,

nasabnya, kecantikannya dan agamanya, niscaya kamu akan beruntung.

(HR. Bukhari)

Dalam hadits tersebut digambarkan secara umum bahwa harta atau

kekayaan, keindahan dan kecantikan tubuh, masalah keturunan dan agama

adalah merupakan serangkaian pandangan dalam usaha pemilihan jodoh atau

teman hidup, namun akhirnya, masalah agama jelas memegang peranan

terpenting untuk mewujudkkan keimanan dan kebahagiaan dalam rumah

43 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 69. 44 Yaswirman, Hukum Keluarga, Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat

dalam Masyarakat Matrilinial Minangkabau, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013) Cet. Ke-II, h. 200.

45Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju'fiy Al-Bukhari. Al Jaami’u al musnad al shohih, bab al-ikhfaau fi al-din Juz VII,(Kairo: Dārul Manār 1347H/1928M). h. 7.

27

tangga seseorang.46 Kesetaraaan agama yang dimaksud adalah kesetaraan

dalam pemahaman seseorang terhadap agama Islam.

Mazhab Hanafi, sebagaimana juga Hasan al-Basri, al-Sauri dan al-

Karkhi berpendapat bahwa kesetaraan bukan syarat utama perkawinan dan

tidak pula menjadi syarat sah perkawinan, bahkan bukan menjadi syarat

lazim.47

Oleh karena itu, se-kufu dalam segala hal bukan keharusan. Kecuali

merupakan adat istiadat suatu daerah yang dipraktikan secara turun temurun.

Jika dipraktikkan secara ketat se-kufu dalam segala hal, maka hubungan dan

pembauran antarsuku bangsa yang seagama sulit diwujudkan, yang menonjol

adalah rasa kesukuan. Sebaliknya dengan memperketat kesetaraan dari sisi

agama akan berdampak positif bagi perkembangan agama itu sendiri.48

Kelaziman kesetaraan selain agama adalah sekedar untuk menjaga

keserasian hidup secara lahiriyah antara suami isteri dan kedua belah pihak

keluarga. Itupun hanya sebagai bahan pertimbangan. Dalam Kompilasi Hukum

Islam juga telahditetapkan bahwa tidak se-kufu tidak dapat dijadikan alasan

pencegahan perkawinan, kecuali kalau berbeda agama. 49Pada asasnya tidak

ada perbedaan di antara manusia. Semua manusia adalah sama; sama-sama

diciptakan Allah sebagai makhluk-Nya yang mempunyai bentuk paling baik,

berdasarkan firman Allah SWT yang berbunyi:

(التين : 4) ن فى أحسن تقويم نس لقد خلقنا ٱإلbahwa Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

46Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga (Keluarga yang Sakinah ), h. 9. 47Yaswirman, Hukum Keluarga, Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat

dalam Masyarakat Matrilinial Minangkabau, h.200. 48 Yaswirman, Hukum Keluarga, Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat

dalam Masyarakat Matrilinial Minangkabau, h. 201. 49 Selengkapnya lihat Kompilasi Hukum Islam, Pasal 60-69. Dalam Undang-Undang No

1 Tahun 1974 tentang perkawinan juga dicantumkan ketentuan tentang se-kufu.

28

G. Perkawinan yang Dilarang

Melaksanakan perkawinan dengan tidak ada maksud untuk mencapai

tujuan perkawinan adalah perkawinan yang menyimpang dari yang telah

disunnahkan Rasulullah SAW. Karena itu, perkawinan tersebut termasuk

perkawinan yang dibenci oleh Rasulllah SAW dan tidak sesuai dengan yang

disyariatkan oleh agama Islam.50

Diantara tanda-tanda perkawinan yang telah menyimpang dari tujuan

ialah perkawinan yang semata-mata untuk memuaskan hawa nafsu belaka,

bukan untuk melanjutkan keturunan, bukan untuk membentuk keluarga muslim

yang bahagia dan diridloi Allah SWT, perkawinan yang untuk waktu-waktu

tertentu saja dan sebagainya.51

Secara garis besar larangan kawin antara seorang laki-laki dan seorang

wanita menurut syara’ dibagi dua, yaitu halangan abadi dan halangan

sementara. Halangan abadi (mahrom muabbad) yang telah disepakati yaitu:52

(1) Nasab (keturunan); (2) Pembesanan (pertalian kerabat semenda); (3)

Sesusuan

Halangan pernikahan karena nasab ada tujuh macam, yakni: ibu

(termasuk nenek menurut garis ke atas); anak perempuan (termasuk cucu

menurut garis ke bawah); saudara perempuan sekandung, sebapak dan seibu;

saudara perempuan bapak (bibi) baik kandung, sebapak, atau seibu; saudara

perempuan ibu (bibi) baik sekandung, sebapak, atau seibu; anak perempuan

dari saudara laki-laki seterusnya kebawah, baik kandung sebapak atau seibu

dan seterusnya ke bawah.53 Sesuai dengan surat an-Nisa ayat:23

هاتكم مت عليكم أم اتكم وخاالتكم وبنات األخ وبنات حر وبناتكم وأخواتكم وعم

هات نسائكم ور ضاعة وأم تي أرضعنكم وأخواتكم من الر هاتكم الال األخت وأم

تي دخلتم بهن فإن لم تكونوا دخلتم تي في حجوركم من نسائكم الال بائبكم الال

50 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 105. 51 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 106. 52 Abdul Rahman Ghazali, Fikih Munakahat, h. 103. 53 Yaswirman, Hukum Keluarga, Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat

dalam Masyarakat Matrilinial Minangkabau, h.205.

29

بهن فال جناح عليكم وحالئل أبنائكم الذين من أصالبكم وأن تجمعوا بين

كان غفورا رحيما (النساألختين إال ما ق )23ء: اد سلف إن � Artinya: Diharamkan atas kamu menikahi ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan ,anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan. (QS. An-Nisa: 23)

Halangan pernikahan karena semenda mencakup empat bagian, yakhi:

istri ayah atau istri kakek dan seterusnya secara garis lurus ke atas, baik kakek

dari jalur ayah atau jalur ibu, baik sebelum atau sesudah digauli, istri anak dan

istri cucu, baik dari jalur anak laki-laki maupun anak perempuan, baik sebelum

atau sesudah digauli; mertua, baik mertua kandung atau ibu sesusuan, baik

anaknya yang dikawini itu belum atau sudah digauli; anak tiri perempuan jika

ibunya (sebagai istri) telah digauli dari perkawinan yang sah atau fasid. Jika

belum digauli boleh kawin dengannya. P53F

54

Halangan pernikahan karena sesusuan. Baik ibu susuan, atau saudara-

saudara susuan. Rasulullah SAW bersabda:

عليه وسلم صلى � م الوالدةقال رسول � م ما تحر ضاعة تحر P54Fنعم إن الر

55 Artinya: Keharaman karena susuan sama dengan keharaman karena

hubungan nasab.

Sedangkan yang diperselisihkan ada dua yaitu zina dan li’an P55F

56P.

Halangan-halangan sementara (mahrom ghoirumuabbad) ada delapan yaitu: P56F

57

1. Mengumpulkan dua orang bersaudara atau semahram;

2. Istri yang ditalak tiga;

54 Yaswirman, Hukum Keluarga, Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat

dalam Masyarakat Matrilinial Minangkabau,h. 205. 55HR. Muslim, dalam bab keharaman karena susuan dan kelahiran, juz II, (Bairut: Daar

al-ikhya) h. 1068. 56Abdul Rahman Ghazali, Fikih Munakahat, h. 103 57 Yaswirman, Hukum Keluarga, Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat

dalam Masyarakat Matrilinial Minangkabau, h.208.

30

3. Kawin dengan budak;

4. Poligami lebih dari empat istri;

5. Kawin dengan istri orang lain;

6. Dengan perempuan yang dalam masa iddah;

7. Dengan perempuan non Muslim;

8. Dan dalam masa ihram.

Dalam hukum positif juga memiliki aturan tentang perkawinan-

perkawinan yang dilarang. Dalam KHI, larangan kawin seperti yang telah

diuraikan di atas, dijelaskan pula secara rinci dalam bab IV pasal 39 sampai

44.58 Dalam Undang-undang Perkawinan menentukan beberapa larangan untuk

melangsungkan perkawinan yang dimuat dalam pasal 8,9 dan 10.59 Adapun

perkawinan yang dilarang adalah perkawinan yang masih berhubungan

sedarah, perkawinan yang masih berhubungan semenda, perkawinan yang

berhubungan darah karena sesusuan, saudara dan bibi dari istri, poligami tanpa

memenuhi syarat serta pernikahan muhalil.

Larangan nikah selain orang yang akan menikah sebagai objek

larangan nikah, Islam juga mencantumkan beberapa jenis pernikahan sebagai

objek pelarangan untuk menikah diantaranya yaitu: nikah mutah (kawin

kontrak), nikah syighor (nikah yang dilaksanakan berdasarkan janji atau

kesepakatan), nikah muhallil (nikah yang dilakukan dengan tujuan

menghalalkan pernikahan perempuan yang dinikahinya agar dinikahi mantan

suaminya yang telah mentalak tiga), dan pernikahan silang (nikah beda

agama).60

H. Tujuan dan Hikmah Pernikahan

1. Tujuan Pernikahan

Sebagaimana dengan hukum-hukum yang lain yang ditetapkan dengan

tujuan tertentu sesuai dengan tujuan pembentukannya, demikian pula halnya

58 Abdul Rahman Ghazali, Fikih Munakahat,h. 114. 59 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, h. 27. 60 Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta:

Elsas, 2008) h. 34-37.

31

dengan syariat Islam, mensyariatkan perkawinan dengan tujuan dan hikmah

tertentu pula.61

Adapun tujuan pernikahan atau perkawinan adalah:

1. Melanjutkan keturunan yang merupakan sambungan hidup dan

penyambung cita-cita, membentuk keluarga, dan dari keluarga-keluarga

dibentuk umat,

2. Untuk menjaga diri dari perbuatan yang dilarang Allah mengerjakannya.

3. Untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup dan

kasih sayang.

4. Untuk menghormati sunnah Rasulullah SAW. Beliau mencela orang-orang

yang berjanji akan puasa setiap hari, akan bangun dan beribadat tiap

malam dan tidak akan kawin.

Tujuan perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan sudah

tercantum dengan jelas di dalam Pasal 1 Undang-Undang Perkawina , tujuan

perkawinan adalah: membentuk keluarga/rumah tangga yang kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.62

2. Hikmah Pernikahan

Pernikahan yang sah dan di ridhoi Allah tentunya membawa hikmah

tersendiri. Berikut ini adalah hikmah Perkawinan bagi yang melakukan

perkawinan yang sah, yakni:63

a. Menghindari terjadiya perzinaan;

b. Dapat merendahkan pandangan mata dari melihat perempuan yang

diharamkan;

c. Menghindari terjadinya penyakit kelamin yang diakibatkan oleh

perzinaan seperti AIDS;

61 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 20. 62K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, h. 14. 63Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum Islam

Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 52 .

32

d. Lebih menumbuh kembangkan kemantapan jiwa dan kedewasaan serta

tanggungjawab kepada keluarga;

e. Nikah merupakan setengah dari agama;

f. Menikah dapat menumbuhkan kesungguhan, keberanian, dan rasa

tanggungjawab kepada keluarga, masyarakat dan Negara;

g. Dapat memperhubungkan silaturahmi, persaudaraan dan kegembiraan

dalam menghadapi perjuangan hidup, dalam kehidupan masyarakat

dan social.

Perkawinan merupakan cara Allah untuk memfasilitasi manusia agar

menikmati surge dunia dan melaksanakannya merupakan suatu ibadah.

Perkawinan merupakan tiang sebuah keluarga. Dengan adanya pernikahan, hak

dan kewajiban akan ditunaikan dengan semangat keagamaan, sehingga

kehormatan antara pria dan wanita akan terjaga.

I. Konsep Budaya/Adat Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif

1. Konsep Budaya/Adat Hukum Positif

Nusantara adalah sebuah Negeri dengan penduduk Islam terbesar. Pada

masa kolonial Belanda dan Jepang, hukum Islam di Nusantara ini diselimuti

keterbelakangan dalam berpikir, hanya terfokus pada aspek ibadah, bercorak

satu madzhab, memperkeras taklid, larangan talfik dan larangan membuka

pintu ijtihad. Kenyataan ini masih dipersuram dengan miskinnya kajian

metodologis. Pemikiran hukum Islam lebih mementingkan hasil dari pada

proses penyimpulan hukum, mengabaikan maslahat sebagai salah satu tujuan

hukum Islam, karena pendapat ulama seringkali di impor begitu saja sebagai

sebuah kebenaran tanpa dikaji ulang.64

Islam yang masuk di Indonesia pada waktu itu lebih dipahami sebagai

proses Arabisasi atau lebih berkiblat kepada Arab dengan menafikan nilai-nilai

lokalitas. Lebih parah lagi kondisi ini diperkeruh dengan lahirnya kebijakan

pemerintah kolonial dengan teori resepsinya, yaitu yang menjadi patokan

dalam penyelenggaraan hukum di Indonesia adalah hukum adat, sedangkan

64Ramulyo, Moh. Idris, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 1995.h. 12.

33

hukum Islam baru bisa dijadikan sebagai rujukan setelah terlebih dahulu

diresepsi oleh hukum adat. Kondisi inilah kiranya yang menggugah kesadaran

para intelektual muslim untuk melakukan perubahan, agar muslim Indonesia

tidak terjebak pada perdebatan-perdebatan yang tidak menyentuh permasalahan

substantif. Hazairin dan Yudian merupakan sebagian tokoh yang ikut

menyumbangkan pikirannya berkaitan dengan teori resepsi.65

Sebelum Nusantara menggapai kemerdekaan, hukum Islam mengalami

perlakuan marginalisasi oleh pemerintah kolonial. Hukum Islam telah

dirugikan oleh teori receptive yang disponsori oleh Cornelis van Vollenhoven

dan kemudian diteruskan Cristian Snouck Hurgronje. Melalui teori ini, seolah-

olah hukum Islam terletak inferior di bawah hukum adat. Penulis

Barat/Belanda menggambarkan hukum Islam dan adat sebagai dua unsur yang

bertentangan. Teori konflik yang mereka pergunakan untuk mendekati masalah

hubungan kedua sistem hukum itu dengan sadar bertujuan untuk memecah

belah dan mengadu-domba rakyat Indonesia. Selanjutnya, rencana ini

mempunyai target untuk mengukuhkan kekuasaan Belanda di tanah air ini.66

Adanya teorinya Snouck, Hazairin merasa bahwa teori ini hanyalah

mainan Belanda untuk menjaga kekuasaannya aman di Indonesia. Teori

Hazairin adalah teori receptie exit. Teori ini merupakan instrument untuk

mengembalikan kedudukan hukum Islam sebagai mitra hukum adat.

Sebelumnya, menurut teori receptie, hukum Islam berada di bawah hukum

adat. Di bawah teori receptie ini, hukum Islam mendapat segudang stigma

negatif termasuk penyudutan kedudukan Islam sebagai pemecah belah

keutuhan nasional. Dengan teori receptie exit ini, paling tidak, hukum Islam

adalah mitra hukum adat untuk bersama-sama membangun hukum nasional

dalam wajah pluralitasnya. Spirit Hazairin ini sebenarnya seirama dengan

Yudian yang berhasil menggagas konstitusi yang menghargai keberagaman.67

65 Assiddiqie, Jimly, Hukum Islam di Indonesia: Dilema Legislasi Hukum Agama di

Negara Pancasila, dalam Majalah Pesantren No. 2/Vol. VII/1990, 1990. 66 Djamali, R. Abdoel, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1993. h. 13 67 Thalib, Sayuti, Receptio A Contrario, Jakarta: Bina Aksara, 1985. h, 34

34

Teori Receptie merupakan kebalikan dari teori receptio in complexu.

Hal ini bermula dari penentangan C. Snouck Hurgronje terhadap teori receptio

in complexu yang dikembangkan oleh Van Den Berg, yang kemudian teori ini

dikenal dengan istilah teori receptie. Penganut teori ini mengemukakan bahwa

sebenarnya yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat asli, dan ke dalam

hukum adat ini memang telah masuk pengaruh hukum Islam, kekuatan hukum

Islam ini baru bisa dianggap dan diakui kalau sudah diterima oleh hukum adat.

Maka lahirlah dari sini hukum adat bukan hukum Islam.68

Teori receptio a contrario dikembangkan oleh Hazairin, Teori ini

dimajukan karena kemerdekaan Indonesia telah berhasil diproklamirkan yang

tentunya berkonsekuensi adanya perubahan undang-undang dari peninggalan

Belanda. Disamping itu karena adanya alasan eksistensi hukum Islam di

Indonesia ini dalam fakta sejarah sebagaimana diulas di atas, dan anggapan

tidak benar kalau hukum Islam itu harus direcipeer lebih dahulu oleh hukum

adat. 69

Dalam teori ini dikembangkan pemikiran, bahwa setelah Indonesia

merdeka maka secara otomatis teori receptie yang dikembangkan oleh politik

penjajah Belanda itu dianggap telah mati dan menemui ajalnya. Dengan

demikian undang-undang tentangnya yaitu pasal 134 ayat (2) Indische

Staatsregeling, yang berlaku sejak 1929 pun dianggap tidak berlaku lagi karena

sudah terhapus oleh hukum yang berkembang dalam jiwa masyarakat yang

tertuang dalam jiwa pembukaan UUD 1945, pasal 29 UUD tersebut.70

2. Konsep Budaya/Adat Dalam Hukum Islam

Adat atau budaya dalam islam bisa disebut juga Urf. Urf menurut

bahasa adalah adat, kebiasaan, suatu kebiasaan yang terus menerus. Urf yang

dimaksud didalam ilmu ushul fiqih adalah sesuatu yang telah terbiasa

68 Hazairin, Tinjauan Mengenai Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, Cet.

I; Jakarta: Tintamas, 1975. h. 21 69 Ramulyo, Moh. Idris, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 1995.h. 18 70 Djamali, R. Abdoel, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1993. h. 29

35

dikalangan manusia atau pada sebagian mereka dalam hal muamalat dan telah

melihat atau tetap dalam diri diri mereka dalam beberapa hal secara terus

menerus yang diterima oleh akal yang sehat.71 Adat dengan persyaratan-persyaratan tertentu dapat dijadikan

sandaran untuk menetapkan sesuatu hukum, bahkan didalam sistem hukum

Islam kita kenal qa’idah kulliyah fiqhiyyah yang berbunyi:72

حكمةمكمة , العادة حعادة شريعة مال

Maksudnya, adat dapat dijadikan untuk mendapatkan suatu hukum.

Menurut Abdul Wahab Al-Khalaf, ‘Urf adalah apa yang dienal oleh manusia

dan menjadi tradisi, baik ucapan, perbuatan, atau pantangan-pantangan, dan

disebut juga adat.

Menurut istilah ahli syara’, tidak ada perbedaan antara ‘urf dan adat.

Adat disini bermacam-macam, adat perbuatan, seperti kebiasaan manusia

dalam jual beli dengan tukar menukar secara langsung tanpa bentuk ucapan

akad. Adat ucapan, seperti kebiasaan umat manusia menyebut al-walad secara

mutlak berarti anak laki-laki, bukan anak perempuan, dan kebiasaan mereka

untuk mengucapkan kata daging sebagai ikan. Adat terbentuk dari kebiasaan

manusia menurut derajat mereka, secara umum maupun tertentu. Berbeda

dengan ijma’yang terbentuk dari kesepakatan para Mujtahid saja, tidak

termasuk manusia secara umum.P72F

73

Alasan Urf dapat dijadikan menjadi sebauh dalil hukum adalah Hadits

Nabi yang berbunyi:

فهو عند ما رآه المسلمون حسنا؛ فهو عند هللا حسن، وما رآه المسلمون سيئا؛

هللا سيئ

Artinya: “Sesuatu yang di nilai baik oleh kaum muslumin adalah baik di sisi Allah, dan sesuatu yang mereka nilai buruk maka ia buruk di sisi Allah”. (HR Ahmad)

71A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih Satu Dan Dua, (Jakarta: Kencana. 2010.), h.162 72Muhyidin Mas Rida, Al Wajiz 100 Kaidah Fiqih Dalam Kehidupan Sehari Hari,

Jakarta: Al kautsar, 2008. h.164 73 Abdul Wahab Khallaf, ilmu ushul fiqih (Bandung : Pustaka Setia, 2007, h. 128)

36

Hal ini menunjukkan bahwa segala adat kebiasaan yang diangap baik

oleh umat Islam adalah baik menurut Allah karena apabila tidak

melaksanakankebiasaan tadi, maka akan menimbulkan kesulitan.74 Dalam

kaitan ini, Allah berfirman:75

وما جعل عليكم فى ٱلدين من حرجArtinya : “Dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam

agama suatu kesempitan” (al-Hajj: 78). Adapun alasan para ulama yang memakai urf dalam menetapkan

hukum antara lain: P75F

76

1. Banyak hukum Islam yang ternyata sebelumnya merupakan kebiasaan

orang Arab yang maslahat seperti perwalian nikah oleh laki-laki,

menghormati tamu, susunan keluarga dalam pembagian waris, dan

sebagainya.

2. Adat kebiasaan manusia baik berupa perbuatan maupun perkataan

berjalan sesuai dengan aturan hidup manusia dan keperluannya,

apabila dia berkata ataupun berbuat sesuai dengan pengertian dan apa

yang biasa berlaku pada Masyarakat.

Para ulama ushul fiqh menyatakan bahwa suatu ‘urf, baru dapat di

jadikan sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara’ apabila

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. ‘Urf itu ( baik yang bersifat khusus dan umum maupun yang bersifat

perbuatan dan ucapan ), berlaku secara umum. Artinya, ‘urf itu berlaku

dalam mayoritas kasus yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dan

keberlakuannya di anut oleh mayoritas masyarakat bernilai maslahat dan

dapat diterima oleh akal sehat.

2. ‘Urf itu telah ada ketika persoalan yang akan ditetapkan hukumnya itu

muncul. Artinya, ‘urf yang akan dijadikan sandaran hukum itu lebih

74A. Djazuli, I. Nurol Aen. Ushul Fiqih ,Metodologi hukum Islam, Cet. I; Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada. 2000, h. 186-187. 75Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya …, h. 341. 76A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih Satu Dan Dua, (Jakarta: Kencana. 2010,) h.162.

37

dahulu ada sebelum kasus yang akan ditetapkan hukumnya. Contoh:

seseorang menikah dan mahar yang berlaku sejak zaman dahulu adalah

menggunakan emas, sedangkan dikemudian hari adat tersebut mengalami

perubahan dengan uang dan orang-orang mulai terbiasa menggunakan

uang. Ketika terjadi suatu sengketa yaitu si istri meminta mahar emas

(sesuai adat lama) sedangkan suami memberikan mahar uang (sesuai adat

baru). Maka berdasarkan pada syarat dan kaidah diatas si suami harus

memberikan emas sesuai dengan adat yang berlaku waktu akad

berlangsung dan bukan sesuai dengan adat yang muncul kemudian.

3. ‘Urf itu tidak bertentangan dengan yang di ungkapkan secara jelas dalam

suatu transaksi. Artinya, dalam suatu transaksi apabila kedua belah pihak

telah menentukan secara jelas hal-hal yang harus dilakukan, seperti

dalam membeli es, di sepakati oleh pembeli dan penjual, secara jelas,

bahwa lemari es itu dibawa sendiri oleh pembeli ke rumahnya. Sekalipun

‘urf menentukan bahwa lemari es yang dibeli akan diantarkan pedagang

kerumah pembeli, tetapi karena dalam akad secara jelas mereka telah

sepakat bahwa pembeli akan membawa barang tersebut sendiri ke

rumahnya, maka ‘urf itu tidak berlaku lagi.77

4. ‘Urf itu tidak bertentangan dengan nash, sehingga menyebabkan hukum

yang dikandung nash itu tidak bisa diterapkan. ‘Urf seperti ini tidak dapat

dijadikan dalil syara’, karena kehujjahan ‘urf bisa diterima apabila tidak

ada nash yang mengandung hukum permasalahan yang dihadapi.78

Dari bebrapa persyaratan tersebut diatas kita bisa membagi ‘adat

kebiasaan tiga bagian:

1. Dilihat dari bentuknya urf dibagi menjadi dua yaitu:

a) Urf Amali yaitu setiap tindakan yang biasa dilakukan oleh sekumpulan

manusia dan telah lazim dikenal oleh mereka dalam melakukan aktivitas

77Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, jilid 2(Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 2001), h.401 78A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih Satu Dan Dua, (Jakarta: Kencana. 2010,) h .143

38

keseharian. Seperti kebiasaan seseorang ketika melakukan jual beli atau

kontrak kerja.

b) Urf Qouli adalah suatu ungkapan yang digunakan oleh sebauh komunitas

untuk mengu ngkapkan makna tertentu, sehingga tatkala ungkapan

tersebut terlontar maka seseorang tersebut akan memahaminya. Seperti

halnya orang Arab yang mengatkan lafadz ad dabah pada hewan yang

berkaki empat sedangkan makna sesungguhnya adalah sesuatu yang

merangkak.

2. Dari segi bentuknya urf dibedakan menjadi:

a) Urf Amm yaitu tradisi yang telah dikenal umum oleh seluruh

kalangan.

b) Urf Khash yaitu tradisi yang tidak dikenal oleh seluruh kalangan

melainkan hanya sekelompok tertentu. Seperti istilah rafa oleh ahli

Nahwu.

3. Dari segi legalitas syara di bagi menjadi:

a) Al- ‘Adat Al-Shahihah (adat kebiasaan yang benar), yaitu adat

yang telah lazim dikenal dan tidak bertentangan dengan nash

syariat, tidak mengandung pengabaian terhadap kemaslahatan, serta

tidak berimplikasi pada mafsadah.

b) Al- ‘Adat Al-Bathilah, yaitu ‘adat kebiasaan yang tidak memenuhi

salah satu syarat atau keseluruhan syarat atau adat yang

bertentangan dengan ketentuan atau kaidah syara. Seperti halnya

transaksi yang bermuatan unsur riba.79

Kalau kita lihat masalah ‘adat ini dengan syarat-syarat, maka

penggunaan adat ini mirip dengan penggunaan Maslahah Mursalah, hanya

maslahah mursalah bisa juga digunakan dalam hal-hal yang belum bisa

dilakukan oleh umumnya manusia, sedangkan ‘adat persyaratan telah biasa

dilakukan oleh Manusia pada umumnya, dalam arti melegalisir hal-hal yang

79Forum Karya Ilmiah, Kilas Balik Teoritis Fiqh Islam, (Kediri: Purna Siwa, 2004,)

h.217-218.

39

telah bisa dilakukan oleh Manusia, asal terpenuhi syarat-syarat legalisasi yaitu

syarat-syarat ‘adat kebiasaan yang sahih.80

Sumber hukum Islam terbagi menjadi dua, manshush (berdasarkan

nash) dan ghairu manshush (tidak berdasarkan nash). Manshush terbagi

menjadi dua yaitu al-qur’an dan al- hadits, ghairu manshush terbagi menjadi

dua yakni muttafaq ‘alaih (ijma’ dan qiyas) dan mukhtalaf fih (istihsan, ‘urf,

istishab, sad ad-dzara’i, masalhah mursalah, qaul shohabi).

Pada umumnya ‘urf ditujukan untuk memelihara kemaslahatan umat

serta menunjang pembentukan hukum dan penafsiran beberapa nash. Dengan

‘urf dikhususkan lafal yang ‘amm (umum) dan dibatasi yang muthlak. Karena

‘urf pula terkadang qiyas ditinggalkan. Para Ulama banyak yang sepakat dan

menerima ‘urf sebagai dalil dan mengistinbathkan hukum, selama ia

merupakan al-‘urf al-shahih dan tidak bertentangan dengan hukum Islam, baik

berkaitan dengan al-ma’ruf al-‘amm atau al-‘urf al-khas.

Seluruh Ulama’ Madzab, menurut Imam Syatibi dan Ibnu Qayim Al-

Jauziah, menerima dan menjadikan ‘urf sebagai sebagai dalil syara’dalam

menetapkan hukum, apabila tidak ada nash yang menjelaskan hukum suatu

masalah yang di hadapi. Jadi urf itu berlaku dan diterima oleh orang banyak

karena mengandung kemaslahatan. Tidak mengunakan urf berarti menolak

maslahat, sedangkan semua pihak telah sepakat untuk mengambil sesuatu yang

bernilai maslahat, meskipun tidak ada nash yang secara langsung

mendukung.81

80A. Djazuli, dan I. Nurol Aen. Ushul Fiqih (Metodologi Hukum Islam), ( Cet. I;

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2000), h. 185-189. 81Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, jilid 2 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 2001), h.402.

40

BAB III

POTRET MASYARAKAT DESA TUNGGUL KECAMATAN PACIRAN

KABUPATEN LAMONGAN

A. Letak dan Kondisi Geografis

Desa Tunggul adalah merupakan salah satu dari 17 desa di Kecamatan

Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Desa ini terletak tepat di pesisir

laut yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan nelayan. Harta

kekayaan masyarakat desa ini kebanyakan berupa tanah dan binatang ternak.

Namun, seiring perkembangan zaman, masyarakat desa ini juga banyak yang

gemar manabung di Bank.

Pada zaman Wali Songo, daerah ini dikenal dengan daerah basis

penyebaran agama Islam. Hal itu bisa dilihat dari adanya makam Sunan Drajat

di Desa Drajat atau hanya 3 kilo meter dari Desa Tunggul. Selain itu, tidak jauh

dari Desa Tunggul ini, tepatnya di Desa Kranji, terdapat pondok pesantren

Tarbiyatut Tholabah yang merupakan pesantren terbesar dan tertua di

Kabupaten Lamongan. Pesantren berdiri pada tahun 1898.

Di Kecamatan Paciran ini juga terdapat pondok pesantren Sunan Drajat

yang juga merupakan pesantren besar. Santri dua pesantren tersebut tidak

hanya berasal dari daerah Lamongan saja, tapi juga berasal dari Jateng dan

Jawa Barat, serta wilayah Indonesia lainnya.

Dengan demikian, penduduk Desa Tunggul sebenarnya adalah

masyarakat santri. Sebagian besar penduduknya pernah mengenyam

pendidikan pesantren. Bahkan, di desa ini banyak ulama dan tokoh agama

yang lahir dari pesantren.

Desa Tunggul inilah tempat penelitian penulis. Desa ini mempunyai luas

325 Ha, termasuk di dalamnya wilayah yang digunakan untuk Pemukiman

penduduk seluas 37,28 Ha, Perkantoran seluas 0,50 Ha, Sekolah/Madrasah

seluas 2,80 Ha, Pelabuhan seluas 4,50 Ha, Tanah kas desa seluas 4,53 Ha,

41

Tanah makam seluas 1,82 Ha, Tanah GG seluas 4,00 Ha, Masjid dan Mushalah

seluas 1,20 Ha, serta Sawah/tegalans eluas 268,89 Ha.1

Batas Desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan

berbatasan disebelah utara Laut Jawa, sebelah selatan Desa SendangAgung,

sebelah barat Desa Paciran, sebelah timur Desa Kranji. Desa ini terdiri atas

tiga dusun yaitu: Dusun Sekrikil, Dusun Genting, Dusun Ngebrak. Desa

tunggul terbagi wilayah menjadi beberapa RT dan RW dengan jumlah

penduduk 4505 jiwa.

B. DemografiMasyarakat

Dalam sub bab ini, penulis akan menguraikan tentang demografi

masyarakat Desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan yang

terdiri dari penduduk, pendidikan, sosial ekonomi, dan keagamaan. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada berikut:

1. Penduduk

Penduduk yang mendiami Desa Tunggul adalah 4505 jiwa. Yang terdiri

atas laki-laki 2235 jiwa, sedangkan perempuan 2270 jiwa.2 Bisa dikatakan

jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan didesa Tunggul ini berimbang,

artinya antara laki-laki dan perempuan jumlahnya sama, tidak beda jauh.

2. Pendidikan

Masyarakat Desa Tunggul bisa dikatakan cukup memperhatikan

pendidikan, hal ini dibuktikan dengan data yang diperoleh dari kantor desa

Tunggul. Dari data tersebut diketahui bahwa warga desa tunggul yang Tidak

tamat SD sebanyak 171 orang, Tamat SD dan SMP sebanyak 760 orang, Tamat

SLTA sebanyak 209 orang, Tamat Perguruan Tinggi S-1 sebanyak 143 orang,

Tamat Perguruan Tinggi S-2 sebanyak 6 orang, dan Tamat Perguruan Tinggi

S-3 sebanyak 2 orang.3

1Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD) Kepala Desa Tahun Anggaran

2017. 2Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD) Kepala Desa Tahun Anggaran

2017. 3Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD) Kepala Desa Tahun Anggaran

2017.

42

Dari data di atas, dapat diketahui pendidikan yang ada di Desa Tunggul

adalah cukup baik, dan kemudian hal ini terbukti dengan adanya beberapa

sarana pendidikan formal yaitu berdirinya beberapa lembaga pendidikan: TK

sebanyak 3 tempat, SDN sebanyak 1 tempat, MI sebanyak 2 tempat, SMP

sebanyak 2 tempat, dan SMA sebanyak 2 tempat.Adapun lembaga pendidikan

non formal yang berdiri di deta Tunggul adalah pondok pesantren ada 2

tempat, madrasah diniyah ada 2 tempat, dan TPQ ada 5 tempat4. Lembaga

pendidikan tersebut yang didirikan atas motifasi dan kesadaran tentang ilmu

yang diberikan oleh para tokoh masyarakat Desa Tunggul.

Dengan dibuktikan data di atas, bahwa dari 19 lembaga pendidikan

diantaranya ada pendidikan keagamaan yang mana sangat penting dan besar

kepedulian masyarakat setempat terhadap pendidikan keagamaan dan semua

lembaga tersebut dikelola oleh pihak swasta (warga setempat) dan pemuka

agama. Sedangkan untuk perguruan tinggi kebanyakan masyarakat desa

mencari kedaerah lain, hal ini terbukti dengan adanya lulusan sarjana dari

berbagai universitas baik dalam negeri maupun luar negeri.

3. Sosial Ekonomi

Kondisi perekonomian penduduk Desa Tunggul bisa dikatakan cukup

baik, walaupun dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak sama sebagian

besarnya. Masyarakat Desa Tunggul mayoritas bekerja sebagai petani dan

buruh tani yakni sebanyak 881 Orang, dan selainya ada yang bekerja menjadi

PNS sebanyak 48 Orang, karena desa Tunggul merupakan daerah pesisir pantai

maka cukup banyak juga yang menjadi Nelayan sebanyak 254 Orang, di

bidang Pertukangan ada 41 Orang, dalam bidang indusrti ada 6 orang, dan

dibidang jasa ada 48 orang5. Oleh karena itu, masyarakat Desa Tunggul dapat

digolongkan pada tingkat menengah keatas.

4Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD) Kepala Desa Tahun Anggaran

2017. 5Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD) Kepala Desa Tahun Anggaran

2017.

43

4. Keagamaan

Umumnya sebagaimana sosial kemasyarakatan, tidak terlepas dari faktor

Keagamaan. Desa Tunggul mayoritas masyarakatnya adalah pemeluk agama

Islam. Bahkan bisa dikatakan seluruh penduduk desa Tunggul beragama Islam.

Dari total penduduk 4505 jiwa, keseluruhan adalah Pemeluk Agama Islam6.

Rutinitas keagamaan yang ada di Desa Tunggul sangat baik, hal ini dapat

dibuktikan dengan adanya beberapa sarana tempat ibadah, lembaga-lembaga

keagamaan, organisasi-organisasi dan kajian Islam masyarakat yang hidup

ditengah masyarakat yang bertujuan untuk mempertahankan dan melestarikan

ajaran-ajaran dan tradisi Islam.

Adapun organisasi maupun kajian Islam yang hidup ditengah masyarakat

itu adalah jama’ah tahlilan oleh ibu-ibu Fatayat NU, Muslimat NU. Jama’ah

Istighasah oleh bapak-bapak. Jama’ah Diba’iyah oleh IPNU, IPPNU, Fatayat,

Muslimat, Ansor.

Kajian tersebut didukung dengan adanya beberapa sarana ibadah dan

tokoh-tokoh masyarakat Desa Tunggul yang menpunyai peranan yang sangat

penting dalam membentuk manusia muslim yang benar-benar berkualitas

agamanya, untuk mengetahui lebih jelas, dapat dibuktikan dalamtabel berikut.

Tabel VI

Jumlah Sarana Tempat Ibadah DesaTunggul7

No Jenis Sarana Ibadah Jumlah Tempat

1 Masjid 2 . 1 di Desa Tunggul

. 1 di Desa Sekrikil

2 Musholah 11 7 di Desa Tunggul

2 di Desa Genting

2 di Desa Ngebrak

3 Ponpes 2 Desa Tunggul

Jumlah 15 15

6Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD) Kepala Desa Tahun Anggaran 2017.

7Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD) Kepala Desa Tahun Anggaran 2017.

44

BAB IV

HUKUM ISLAM DAN ADAT JATINGARANG DALAM PERNIKAHAN SUKU JAWA

A. Pandangan Masyarakat terhadap Adat Jatingarang Dalam Pernikahan Suku

Jawa Perspektif Hukum Islam

Penduduk Indonesia mempunyai beragam budaya atau tradisi yang

berkembang dikalangan masyarakat yang dihubungkan dengan momen-momen

tertentu yang salah satunya adalah pernikahan. Kebudayaan jawa yang terkenal

banyak dan beraneka ragam ini, seperti kesenian-kesenian rakyat, tradisi-tradisi

yang dianut masyarakat Jawa yang sangat tradisional patut untuk di kaji dan

ditelusuri lebih mendalam kandungan nilai-nilai etis yang terkandung dalamnya,

salah satunya yang bisa di kaji ialah pernikahan adat, khususnya Upacara

Pernikahan Adat Jawa .1

Terkait dengan tradisi pernikahan terdapat hal yang menarik yakni di

salah satu desa di Kabupaten Lamongan. Tepatnya di Desa Tunggul, Kecamatan

Paciran, Kabupaten Lamongan. Dimana di desa tersebut ada sebuah Adat yang

berkembang dikalangan masyarakat yang disebut dengan Adat Jatingarang. Hal

itu didasarkan kepada kepercayaan masyarakat akan tradisi nenek moyang yang

telah berjalan selama bertahun-tahun dan tetap dilakukan dan dilestarikan dalam

segala bentuk momentum yang dianggap penting. Salah satunya ketika prosesi

pernikahan.

Adat Jatingarang itu sendiri mempunyai beberapa pemahaman seperti

penjelasan yang didapatkan peneliti dari wawancara kepada beberapa narasumber

sebagai berikut: Bapak Mustakim yaitu seorang tokoh sesepuh di Desa Tunggul

dimana ketika ada seseorang yang ingin melangsungkan upacara pernikahan maka

Bapak Mustakim yang akan diminta untuk mencari haribaik untuk

melangsungkan pernikahan. Beliau adalah seorang yang dipandang berkompeten

terkait masalah perhitungan Jawa. Ia menerangkan bahwa Jatingarang merupakan

sebuah tradisi Jawa dalam mencari arah untuk melakukan segala sesuatu yang

1Sumarsono.Tata Upacara Pengantin Adat Jawa. Jakarta: PT. Buku Kita. 2007, h. 5.

45

dianggap baik, termasuk diantaranya dalam persoalan pernikahan. Dalam tradisi

ini dipercaya terdapat empat penjuru arah seperti utara, barat, selatan dan timur.

Arah-arah tersebut diharapkan harus menghindari ‘naga’ dalam rangkaian proses

pernikahan yang dilakukan seperti arah atau waktu yang tepat ketika melakukan

temu manten danmendirikan tenda pernikahan. Hal ini dimaksudkan agar

menjauhi kesialan serta bencana yang dikhawatirkan terjadi apabila salah satu dari

empat penjuru arah tadi bertemu dengan ‘naga’.2

Tradisi Jatingarang dipercaya warga setempat merupakan bentuk

peramalan untuk mengetahui tempat dimana naga berada yang bertujuan

mendapatkan arah yang baik dalam rangkaian proses pernikahan. Diharapkan

tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan ketika peristiwa yang sakral akan

dilaksanakan.

Begitupun dengan masyarakat Desa Tunggul yang mengakui dan yakin

akan Tradisi Jatingarang, salah satunya Bapak Kasjono, warga Desa Tunggul

yang dikenal begitu kental atau berpegang teguh terhadap hal-hal yang berbau

‘kejawen’.

Menurut bapak Kasjono Tradisi Jatingarang adalah sebuah adat yang

telah turun temurun dilakukan bagi orang-orang yang mempunyai hajatan untuk

menghindari kejelekan dari arah yang dipandang buruk ketika melangsungkan

hajatan tersebut. Ia memaparkan contoh ketika arah yang dianggap tidak baik itu

menghadap ke barat maka seseorang yang mempunyai hajatan itu tidak boleh

mendirikan tenda atau ‘Terop’ ke arah barat tersebut, ia harus menghadapkan

tenda atau Terop nya ke arah selain barat tersebut. Hal ini juga berlaku bagi orang

yang akan melakukan temu mantu, bepergian dan lain-lain.3

Sama halnya dengan pernyataan tersebut, menurut Bapak Moh. Yasin

Adat Jatingarang merupakan adat peninggalan sejak zaman Hindu Budha yang

masih dianut oleh Masyarakat Jawa dahulu sebelum akhirnya memeluk Agama

Islam.Praktis adat tersebut terus berlaku dan dianut oleh Rakyat Jawa secara

2 Wawancara Bapak Mustakim, Tokoh adat, dikediaman Bapak Mustakim, Desa Tunggul

RT 001 RW 001, Hari Jumat tgl 05 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB. 3 Wawancara Bapak Kasjono Tokoh adat, dikediaman Bapak Kasjono, Desa Tunggul RT

005 RW 004, Hari Minggu 07 Oktober 2018, Pukul 19:30 WIB.

46

turun-temurun.4 Hal tersebut juga diamini oleh Ibu Arlika, seorang Ibu Rumah

Tangga, warga Desa Tunggul yang juga mempraktikkan adat tradisi ini ketika

memiliki hajat atau acara tertentu yang kiranya merupakan acara penting.5

Berdasarkan beberapa pernyataan diatas dapat dipahami bahwa Tradisi

Jatingarang adalah sebuah ritual atau adat Jawa yang terus ada sejak zaman

dahulu serta dipercaya dan dilakukan hingga saat ini. Dimana Tradisi Jatingarang

bertujuan untuk mengetahui arah yang baik ketika melakukan hal-hal besar seperti

bepergian, ataupun hajatan pernikahan seperti pasang terop dan temu manten,

agar terhindar dari terjadinya petaka atau suatu hal buruk yang tidak di inginkan.

Anggapan-anggapan tersebut bukan tanpa alasan, nenek moyang zaman

dahulu telah banyak mengalami pengalaman kehidupan dan mereka juga

mempelajari ilmu yang didapat dari pengalaman-pengalaman mereka, untuk

kemudian dihubungkan dengan sesuatu yang berada diluar nalar pemikiran

mereka atau hal-hal gaib. Yang hasilnya mereka himpun dalam sebuah buku yang

dikenal dengan Kitab Primbon.Dalam masyarakat Jawa, Primbon diyakini sebagai

kitab yang memuat berbagai ilmu pengetahuan warisan leluhur yang “adi luhung”

di dalamnya memuat berbagai macam perhitungan dengan penanggalan (hari dan

pasaran).6

Selanjutnya peneliti kembali menanyakan kepada tokoh masyarakat yang

mengetahui prosesi atau tata carapelaksanaan Adat Jatingarang, yakni Pak

Mustakim. Beliau menerangkan prosesi Adat Jatingarang terbagi menjadi tiga;

Pertama, dimulai dari menghitung ‘neptu’ masing-masing pasangan calon

pengantin untuk mencari kecocokan di antara keduanya. Kedua, dilanjutkan

dengan mencari ‘hari sangar’, mempunyai arti yakni hari dimana seseorang tidak

boleh melangsungkan suatu tahapan terakhir yaitu prosesi Adat Jatingarang.

Prosesi yang dimulai dengan menandai bulan untuk dilangsungkan pernikahan,

kemudian dikaitkan dengan patokan bulan dalam Tradisi Jatingarang yang

4 Wawancara Bapak Moh. Yasin Tokoh Masyarakat, dikediaman Bapak Moh. Yasin,

Desa Tunggul RT 006 RW 003, Hari Rabo 10 Oktober 2018, Pukul 08:00 WIB. 5 Wawancara Ibu Arlika, Warga Desa Tunggul, dikediaman Ibu Arlika, Desa Tunggul RT

005 RW 003, Hari Sabtu 20 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB. 6Mohamad Abid Iqsan, Primbon Pernikahan dalam Prespektif Hukum Islam, skripsi

2015, (http://repositori/iain-tulungagung.ac.id/ diakses pada 6 Oktober 2017), h. 1.

47

nantinya akan diketahui salah satu arah yang tidak boleh dituju dari empat penjuru

mata angin tersebut. Hal itu juga berlaku ketika calon suami akan melangsungkan

temu mantu, namun jika bulan tersebut telah lewat dari patokan Jatingarang maka

kemungkinan merupakan arah yang dilarang.7

Peneliti menermukan fakta di lapangan dari Tradisi Jatingarang bahwa

dalam penerapannya ketika akan melangsungkan pernikahan yaitu antara

perhitungan neptu sangaran hari dan Jatingarang itu terpisah. Hal itu di karenakan

perhitungan neptu ditujukan untuk mencari kesatuan dan kecocokan dari

pasangan calon pengantin, kemudian sangaran hari itu untuk mencari hari baik

untuk pernikahan, sedangkan tradisi Jatingarang bertujuan untuk mencari arah

yang baik atau sesuatu yang berhubungan dengan perjalanan seseorang. Sehingga

peneliti mengambil kesimpulan bahwa perhitungan neptu dan sangaran hari

merupakan pembahasan tersendiri atau terpisah dan tidak mempunyai keterkaitan

dengan Tradisi Jatingarang.

Tetapi perhitungan neptu ini tetap harus ada di dalam pernikahan adat

Jawa, karena tanpa adanya perhitungan neptu maka tradisi Jatingarang dalam

pernikahan tidak akan berjalan sehingga peneliti memasukkan perhitungan neptu

kedalam prosesi sebelum masuk ke dalam Tradisi Jatingarang.

Penulis kemudian menanyakan kembali mengenai makna yang

terkandung dalam Adat Jatingarang itu sendiri, yang pertama dari bapak

Mustakim mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah menjaga keutuhan

keluarga, bahwa adanya adat ini untuk menghindari kesialan. Artinya siapa saja

yang mengikuti arah mata angin yang baik, menghindari arah yang ditempati

‘naga’ Jatingarang maka akan selamat sehingga tujuan utamanya untuk mencari

keselamatan demi kerukunan hubungan rumah tangga.8

Sedangkan menurut Bapak Kasjono makna utama yang terkandung dalam

Adat Jatingarang itu adalah menghindari kesialan dan malapetaka, bahwa orang

yang melakukan Adat Jatingarang ini akan ‘bejo’ (untung), karena dengan

7Wawancara Bapak Mustakim, Tokoh adat, dikediaman Bapak Mustakim, Desa Tunggul

RT 001 RW 001, Hari Jumat tgl 05 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB. 8Wawancara Bapak Mustakim, Tokoh adat, dikediaman Bapak Mustakim, Desa Tunggul

RT 001 RW 001, Hari Jumat tgl 05 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB.

48

mengikuti patokan-patokan arah itu maka dipercaya akan selamat, selamat rumah

tangga dan hartanya, menurut istilah orang jawa Selamet dunyo lan sandang

pangane, (selamat harta sandang pangannya).9

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa makna yang terkandung

dalam Adat Jatingarang adalah menjaga keutuhan keluarga dan menghindari

malapetaka.Sudah semestinya keutuhan keluarga akan menjadi penentu

kebahagiaan dalam suatu pernikahan, bahkan dalam agamapun diharuskan untuk

menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga. Hal ini selaras dengan tujuan

dilakukannya pernikahan yaitu Untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh

ketenangan hidup dan kasih sayang.10

Selanjutnya penulis juga berkepentingan untuk menanyakan kepada

narasumber, apakah ada hukuman atau semacam sanksi sosial bagi masyarakat

yang apabila tidak melakukan Adat Jatingarang. Menurut Bapak Moh.Yasin

selaku Kepala Desa Tunggul mengungkapkan bahwa secara umum tidak ada

hukuman bagi yang tidak melakukan adat ini, semua dikembalikan kepada yang

melakukan dan kepercayaan masing-masing. Karena ditekankan kembali bahwa

orang jawa dipercaya memiliki ilmu yang disebut Ilmu Titen, contohnya setelah

satu atau dua tahun melangsungkan pernikahan tetapi pernikahan menjadi tidak

harmonis atau terkesan berantakan. Maka dapat dilihat kembali bagaimana

prosespernikahanyang dulu, apakah sudah pas atau terdapat kesalahan, baik dari

hitungan weton dari suami atau istri. Jadi bagi mereka yang percaya, nanti

keluarga itu tidak akan bahagia. Bahkan memungkinkan salah satu suami istri bisa

menemui kematian atau bisa juga anak-anaknya kelak sering mengalami sakit.11

Berbeda halnya dengan sanksi sosial yang dimungkinkan dapat terjadi

atau diberikan oleh masyarakat baik secara langsung atau tidak langsung.

Sebagaimana contoh yakni mereka yang tidak mengikuti adat maka akan menjadi

bahan pembicaraan orang lain, bisa jadi yang dibicarakan akan merasa tidak

9Wawancara Bapak Kasjono Tokoh adat, dikediaman Bapak Kasjono, Desa Tunggul RT

005 RW 004, Hari Minggu 07 Oktober 2018, Pukul 19:30 WIB. 10Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hal. 20. 11 Wawancara Bapak Moh. Yasin Tokoh Masyarakat, dikediaman Bapak Moh. Yasin,

Desa Tunggul RT 006 RW 003, Hari Rabo 10 Oktober 2018, Pukul 08:00 WIB.

49

nyaman dan terkucilkan. Meskipun masyarakat Desa Tunggul sudah mulai

tercerahkan dan tidak percaya dengan takhayul.12

Narasumber selanjutnya, Bapak Abdul Mun’im selaku Tokoh Agama

Desa Tunggul, mengenai hukuman atau sanksi sosial bagi yang tidak melakukan

Adat Jatingarang mengatakan ada perbedaan pandangan orang tua dahulu dengan

sekarang.Orangtua dahulu percaya apabila adat sudah dilanggar pasti akan terjadi

malapetaka. Baik itu terjadi pada pelaku atau keluarganya, bisa suami istri itu atau

anak turunannya. Bisa juga hidupnya susah, rejekinya sedikit. Tapi harus lebih

didahulukan dengan ajaran Islam bahwa hidup mati jodoh rejeki, semuanya sudah

ditentukan oleh Allah SWT. Tetapi memunculkan kekhawatiran tersendiri apabila

mereka benar-benar percaya dengan adat yang semacam itu dan takut dengan

kesialan yang datang karena melanggar adat itu sudah musyrik.13

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan secara umum hukuman atau

sanksi sosial bagi mereka yang tidak melakukan Adat Jatingarang tersebut tidak

ada.Akan tetapi sanksi atau hukuman itu dikembalikan kepada pelakunya

sendiri.Hal tersebut berkenaan dengan nasib mereka sendiri. Masyarakat Desa

Tunggul sendiri sudah mulai banyak yang tercerahkan dan tidak percaya dengan

takhayul semacam itu. Karena pada dasarnya pernikahan antara kedua mempelai

dianggap sah kalau sudah memenuhi Syarat dan rukun pernikahan sebagai mana

di sebutkan dalam bab teori.14

Adapun mengenai Adat Jatingarang dalam pernikahan di Desa Tunggul

peneliti mengambil satu kasus pernikahan yang terjadi di desa tersebut, yaitu

pernikahan yang dilakukan oleh Ibu Anita Ningsih dan Muhammad Anifur

Robin.Dimana didalam pernikahannya juga tertadapat tardisi Jatingarang. Beliau

melangsungkan pernikahan pada Senin, 14 april 2014. Pernikahannya dulu

dilakukan di rumah ayahnya. Namun sekarang ia sudah membuat rumah sendiri

bersama suaminya. Ibu Anita Ningsih lahir pada 20 Juli 1988, yang hari

12Wawancara Bapak Moh. Yasin Tokoh Masyarakat, dikediaman Bapak Moh. Yasin,

Desa Tunggul RT 006 RW 003, Hari Rabo 10 Oktober 2018, Pukul 08:00 WIB. 13 Wawancara Bapak Abdul Mun’im Tokoh Masyarakat, dikediaman Bapak Abdul

Mun’im, Desa Tunggul RT 001 RW 001, Hari Sabtu 13 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB. 14Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum Islam

Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018), hal. 47.

50

pasarannya yaitu Rebo Wage.Ia berumur 30 tahun, latar belakang pendidikannya

yaitu lulusan SD. Ia bekerja sebagai penjual gorengan dan es di depan rumahnya.

Sedangkan Suaminya Muhammad Anifur Robin, lahir pada 2 Februari 1985 yang

hari pasarannya yaitu Sabtu Kliwon. Ia bekerja sebagai karyawan di WBL

(Wisata Bahari Lamongan) dan berusia 33 tahun.15

Pada 17 Oktober 2018 bertepatan hari Rabu, peneliti berkunjung

kerumah Ibu Anita Ningsih. Setelah melakukan pembicaraan sebentar maka

peneliti langsung bertanya terkait Tradisi Jatingarang yang ada di dalam

pernikahannya ketika menikahIa dulu sama seperti umumnya kebanyakan orang

di desa ini, melihat cocoknya dengan suami ke pak Mustakim. Kemudian Ia

bersama Ayahnyaditanya tanggal lahir dan calon suami, selanjutnya dihitungkan

oleh Pak Mustakim, hasilnya kalau Ia jadi menikah dengan calon suami akan

gampang rezekinya. Mendengar hasil tersebut Ia mengaku senang lalu ayahnya

langsung menanyakan kapan hari baik untuk melangsungkan pernikahan, Bapak

Mustakim pun mengatakan menikah dapat dilakukian pada hari apa saja dibulan

tersebut asalkan tidak di Hari Jumat. Kemudian ayahnya dengan calon suami

bermusyawarah kapan waktu terbaik untuk menikah. Muncul nomor cantik yakni

tanggal empat belas bulan 4 tahun dua ribu empat belas. Ketika hari H

pernikahan, dan ketika orang-orang mendirikan terop untuk pernikahan

mendapatkan pesan dari Pak Mustakim untuk mendirikannya tidak boleh

menghadap Selatan soalnya Jatingarang ketika bulan tersebutberada di Selatan

sehingga sudah di arahkan ke Arah Barat meskipun harus membongkar pagar

rumah sedikit untuk jalan masuk ke tenda pernikahan. Larangan menghadap ke

arah Jatingarang, menurut Pak Mustakim, Jatingarangnya ada di Selatan, oleh

karena itu tidak mengapa untuk membongkar pagar sedikit yang penting selamat.

Sedikit menemui kesulitan ketika Ia bertemu atau undang mantu pasalnya calon

suaminya ketika temu ke rumahnya, ayahnya tidak boleh melewati Selatan,

padahal jalan kerumahnya ayah itu harus melewati Selatan sudah tidak ada jalan

lain lagi. Akhirnya harus bermusyawarah lagi kepada Pak Mustakim, hingga

15 Wawancara Ibu Anita Ningsih, Warga Desa Tunggul, dikediaman Ibu Arlika, Desa Tunggul RT 005 RW 003, Hari Rabu 17 Oktober 2018, Pukul 08:00 WIB.

51

sampai akhirnya pada kesepakatan untuk mencari bagusnya itu temu mantunya

ditunda bulan depan saja. Jadi temu mantu kurang lebih waktunya satu bulan

setelah pernikahan.16

Dari wawancara diatas menjelaskan bahwa di dalam pernikahan ibu

Anita Ningsih dengan Muhammad Anifur Robin terdapat tradisi Jatingarang

seperti halnya pernikahan-pernikahan yang terjadi pada masyarakat umum desa

tersebut. Yang dalam penerapannya Ia sampai-sampai harus membongkar sedikit

pagarnya untuk digunakan sebagai jalan karena terop yang didirikan tidak boleh

menghadap selatan. Ia juga harus menunda prosesi temu mantu sebulan setelah

pernikahannya dikarenakan tradisi Jatingarang tersebut. Hal itu terjadi karena

jalan yang menuju kerumah ayah dari ibu Anita hanya satu arah saja yaitu arah

selatan.

Terkait dengan tradisi Jatingarang di Desa Tunggul, terdapat banyak

sekali pandangan mengenai tradisi Jatingarang tersebut. Berikut adalah

merupakan hasil dari wawancara oleh peneliti kepada tokoh masyarakat, pelaku

dan juga masyarakat umum: Ibu Arlika..Latar belakang pendidikannya adalah

lulusan MA.Ia merupakan bibi dari pelaku tradisi pernikahan Jatingarang beliau

berpendapat tradisi jatingarang tidak terlalu mempercayai hal-hal seperti itu. Di

alam ini ada mahluk yang tidak terlihat mata, tapi ponakannya dulu menikahnya

menggunakan tradisi jatingarang, tapi anaknya menikahnya tidak memakai hal

seperti itu juga tidak apa-apa. Semua itu sudah ada yang mengatur rezeki, jodoh,

mati, itu sudah ada jalannya masing-masing.17

Pandangan selanjutnya yaitu dari Bapak Moh.Yasin. Beliau adalah Kepala

Desa Tunggul, beliau dikenal warga sebagai tokoh masyakarakat yang paham

agama dan sering mengisi pengajian didesa. Beliau berpendapat bahwa

berlakunya tradisi jatingarang itu sedikit kurang sreg, soalnya menurut agama

ketika sudah memenuhi syarat rukunnya pernikahan dan calon pengantinnya

sama-sama senang dan tidak ada halangan pernikahan itu sudah cukup, tidak

16 Wawancara Ibu Anita Ningsih, Warga Desa Tunggul, dikediaman Ibu Arlika, Desa

Tunggul RT 005 RW 003, Hari Rabu 17 Oktober 2018, Pukul 08:00 WIB. 17Wawancara Ibu Arlika, Warga Desa Tunggul, dikediaman Ibu Arlika, Desa Tunggul

RT 005 RW 003, Hari Sabtu 20 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB.

52

perlu susah-susah dengan ritual-ritual yang sedikit repot seperti itu.Sering

menemui dan mengerti praktik-praktik didalam pernikahan yang menyimpang

dari Ajaran Islam. Kadang Ia hanya bisa mengingatkan kepada orang-orang

yang mempunyai hajat supaya tidak keluar dari Syariat Islam. Dansebagai orang

yang paham seharusnya memberikan pemahaman kepada masyarakat dengan

cara yang santun, tidak bisa dakwah ke masyarakat dengan nada marah atau

dengan kasar. Masyarakat akan meninggalkan jika seperti itu.18

Sedangkan bapak Kasjono memberikan penjelasan yang berbeda dengan

pendapat Bapak Moh.Yasin. Ia berusia 54 tahun. Latar belakang pendidikannya

adalah SD. Ia bekerja sebagai Petani. Ia berpendapat bahwa Adat yang dulu Ia

lakukan di dalam pernikahan anaknya itu sudah dikonsultasikan sama Pak Mus,

orang kampung sini, dahulu menikah pasti menggunakan tradisi jatingarang ini

agar selamat. Kalau Ia mengaku percaya dengan hal tersebut karena Iameyakini

hidup di dunia ini tidak cuma manusia saja ada mahluk halus yang harus

dihormati. Daripada nanti terjadi sesuatu ketika pernikahan anaknya lebih

baikmengikuti pada orang-orang yang mengerti hal-hal seperti itu. Pada

kenyataannya, acaranya lancar dan tidak terjadi apa-apa hal-hal yang tidak

diinginkan bahkan sampai sekarang.19

Anita Ningsih, salah satu pelaku tradisi Jatingarang. Ia berusia 30 tahun,

latar belakang pendidikannya yaitu lulusan SD. Beliau adalah seorang ibu

rumah, mengaku tidak mengerti masalah-masalah seperti adat tersebut, dulu

bapak dan ibunya mengikutiperkataan bapak mertua. Mengiyakan bagaimana

baiknya saja. yang penting semua selamat. Karena mempercayai duniaini ada

yang menggerakkan, diluar dari kuasa manusia.

Dilanjutkan dengan pendapat Ustadz Abdul Mun’im merupakan salah satu

tokoh agama di Desa Tunggul, beliau merupakan Rois Syuriyah, seorang

Nahdhotul Ulama Ranting Tunggul, beliau juga merupakan salah satu imam di

Masjid Tunggul. Beliau menuturkan bahwa tidak sependapat dengan ritual-ritual

18Wawancara Bapak Moh. Yasin Tokoh Masyarakat, dikediaman Bapak Moh. Yasin,

Desa Tunggul RT 006 RW 003, Hari Rabo 10 Oktober 2018, Pukul 08:00 WIB. 19Wawancara Bapak Kasjono Tokoh adat, dikediaman Bapak Kasjono, Desa Tunggul

RT 005 RW 004, Hari Minggu 07 Oktober 2018, Pukul 19:30 WIB.

53

yang berlakudi dalam pernikahan seperti tradisi jatingarang. Ia mengakui bukan

orang yang anti perkara adat-adat, setuju kalau adat itu tidak melanggar syariat,

tapi kalau adat itu tidak sejalan dengan syariat terlebih tidak ada dasarnya,

sebaiknya tidak bisa dilakukan. Tugasnya hanya mengingatkan kepada saudara-

saudara sekalian jika mengetahui salahnya, itupun kalau orangnya menerima,

kalau tidak ya lana a’maluna wa lakum a’malukum.20

Pandangan yang terakhir yaitu dari Bapak Mustakim selaku tokoh adat

Desa Tunggul.Beliau mengatakan bagi orang Jawa asli bahwa semua perbuatan

manusia pasti ada aturan dan tata caranya masing-masing seperti menanam,

membangun rumah, menikahkan apalagi, itu semua sudah ada di Kitab

Primbon.Ia mengaku setuju pada berlakunya adat tradisi jatingarang. Tradisi ini

merupakan usaha manusia untuk mencari selamat. Termasuk usaha orang yang

punya hajat agar tidak ada kejadian apa-apa. Warga di sini, ketika tidak

melakukan adat tersebut pasti akan diomongkan orang, kalau tidak seperti itu

akan diingat-ingat, ketika esok akan terjadi suatu kejadian buruk. Jadi tradisi ini

harusnya dihormati dan sebagai jalan manusia untuk mencari keselamatan.21

Pandangan-pandangan mengenai Tradisi Jatingarang dalam pernikahan

adat Jawa di Desa Tunggul sangat beragam. Terkait dengan pernyataan diatas

peneliti mencoba untuk mengklasifikasikan tentang persepsi masyarakat

terhadap Tradisi Jatingarang dalam pernikahan adat Jawa di Desa Tunggul,

Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Pandangan terkait

Tradisi Jatingarang ini bisa di kelompokkan kepada tiga golongan.

Golongan pertama yaitu masyarakat yang memang masih sangat fanatik

dengan tradisi jatingarang yang merupakan peninggalan nenek moyang yang

sudah turun temurun dilakukan dan dipercayai sebagai ritual untuk mencari

keselamatan. Golongan kedua yaitu masyarakat yang mengatakan kurang setuju

dengan adanya tradisi tersebut.Hal itu didasari karena pelaksanaan tradisi

tersebut tidak ada di dalam syariat Islam serta pemberlakuan tradisi tersebut

20 Wawancara Bapak Abdul Mun’im Tokoh Masyarakat, dikediaman Bapak Abdul Mun’im, Desa Tunggul RT 001 RW 001, Hari Sabtu 13 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB.

21Wawancara Bapak Mustakim, Tokoh adat, dikediaman Bapak Mustakim, Desa Tunggul RT 001 RW 001, Hari Jumat tgl 05 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB.

54

yang terbilang sedikit merepotkan. Golongan yang terakhir adalah golongan

masyarakat yang hanya mengikuti saja tradisi tersebut tanpa mengetahui maksud

atau tujuan yang terkandung di dalamnya.

B. Faktor Pergeseran Nilai Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa

Pergeseran nilai-nilai adat budaya dalam masyarakat terjadi seiring

perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Faktor-faktor penyebab terjadinya

pergeseran adat jatingarang perkawinan suku jawa dikarenakan beberapa faktor.

Saat sekarang ini pelaksanaan upacara pernikahan yang memakai adat Jatingarang

sudah mulai memudar. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor antara lain yaitu:

1. Faktor Pengaruh Budaya Luar

Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan

perubahan yang sangat cepat yang terjadi dimana-mana tidak terkecuali pada

kehidupan masyarakat dan kehidupan sehari-hari. Seiring perkembangan

teknologi informasi dan komunikasi membawa dampak tersendiri pada adat dan

budaya yang ada pada suatu masyarakat. Perkembangan ini berdampak pada

memudarnya budaya atau adat yang ada pada suatu masyarakat seperti pada adat

perkawinan khususnya pada masyarakat Jawa.

Menurut Astrid Susanto, Integrasi social dan konflik adalah gejala social

yang saling bekaitan karena proses integrasi adalah sekaligus proses

disorganisasi dan disintegrasi, disorganisasi merupakan proses memuarnya nilai-

nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Sedangkan disintegrasi adalah

memudarnya kesatuan dalam organisasi dan solidaritas kolektif, golongan/

kelompok dalam masyarakat.22

Seperti halnya dalam Adat Jatingarang perkawinan yang dilaksanakan di

Desa Tunggul telah banyak mengalami pergeseran dalam tatacara

pelaksanaannya, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh budaya luar yang

merupakan dampak dari masuknya informasi baru yang diterima masyarakat

melalui media-media penyedia informasi. Semua ini diakibatkan oleh

22 Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta: Binacipta, 1997.

hal 122.

55

perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat.

Sebagaimana penjelasan dari ibu Anita yang menjelaskan salah satu faktor

penyebab mulai ditinggalkannya adat setempat, karena perkembangan teknologi.

Jadi banyak anak muda sekarang yang ingin model pernikahannya meniru

budaya luar.23

Budaya luar bisa juga berasal dari pihak yang terlibat dalam perkawinan

tersebut. Contohnya salah satu pihak dari mempelai bukan berasal dari

masyarakat jawa itu sendiri. Secara otomatis akan mempengaruhi tata cara

pelaksanaan upacara adat perkawinan. Karena dalam hal ini terjadi integrasi

antara dua adat atau budaya yang berbeda.

Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan

lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain.

Proses integrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara yaitu asimilasi dan

akulturasi. Asimilasi yaitu pembauran kebudayaan yang disertai dengan

hilangnya ciri khas kebudayaan asli. Sedangkan akulturasi yaitu penerimaan

sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli.

Melihat penjelasan diatas bisa dikatakan bahwa dengan masuknya budaya

luar secara nyata akan membawa perubahan atau pergeseran pada semua struktur

dalam kehidupan masyarakat, termasuk juga pada pola-pola perilaku yang

sekarang telah mengalami pergeseran bentuk disana-sini. Pengaruh dari budaya

luar ini juga merupakan dampak secara tidak langsung dari adanya

perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini juga yang

menyebabkan pergeseran adat Jatingarang perkawinan suku jawa.

2. Faktor Agama

Agama sangat mempengaruhi dalam kehidupan masyarakat, tidak terlepas

keterkaitan adat dan agama sangat berhubungan. Budaya dan Agama, keduanya

merupakan satu proses yang berjalan seturut perjalanan waktu yang ada. Budaya

lahir dari perjalanan panjang umat manusia di dunia ini, membentuk suatu

system budaya dan menghasilkan karya yang bersifat kebendaan atau dalam

23Wawancara Ibu Anita Ningsih, v Warga Desa Tunggul, dikediaman Ibu Arlika, Desa Tunggul RT 005 RW 003, Hari Rabu 17 Oktober 2018, Pukul 08:00 WIB.

56

bentuk ajaran hidup dan sudah dijalankan oleh generasi muda dalam suatu

budaya dan dimasukkan dalam bentuk kearfian lokal suatu masyarakat.

Salah satu factor yang mendorong mulai ditinggalkannya Adat Jatingarang

adalah factor agama, seperti kutipan wawancara dengan bapak Abdul Mun’im

mengatakan Alhamdulillah kesadaran warga masyarakat desa Tunggul sekarang

ini bisa dikatakan lebih baik dan semakin religius. banyak juga yang mesantren.

Baik dipesantren dalam kampung sendiri atau diluar kampung. sepulang dari

pesantren pastinya mereka punya pandangan tersendiri mengenai adat yang ada

dimasyarakat.24Hal ini menunjukkan agama sangat mempengaruhi praktik adat

dimasyarakat tersebut. 3. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi keluarga merupakan faktor yang sangat berpengaruh

dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Karena untuk melakukan suatu

kegiatan diperlukan dana yang cukup supaya kegiatan itu dapat terlaksana

dengan sempurna.25Begitu juga dalam hal perkawinan juga memerlukan biaya

yang cukup besar. Oleh karena itu, pelaksanaan upacara adat perkawinan secara

lengkap hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki dana yang cukup.

Namun secara garis besar kebanyakan penduduk di Desa Tunggul merupakan

penduduk dengan pendapatan sedang. Tapi ada juga yang perekonomiannya

rendah. Seperti yang disampaikan Ibu Arlika dalam wawancaranya, Ia

mengungkapkan bahwa Masyarakat Desa Tunggul kebanyakan berpengasilan

menengah, meski ada beberapa orang yang berpenghasilan tinggi akan tetapi

tidak sedikit yang menengah kebawah. Bagi masyarakat menengah kebawah,

prosesi pernikahan dilaksanakan dengan sederhana, bisa dikatakan adat

Jatingarang ini sedikit repot, jadi bagi mereka yang tidak mau repot lebih

memilih tidak menggunakan adat jatingarang. Sehingga salah satu faktor yang

berpengaruh salah saunya ekonomi.26

24 Wawancara Bapak Abdul Mun’im Tokoh Masyarakat, dikediaman Bapak Abdul

Mun’im, Desa Tunggul RT 001 RW 001, Hari Sabtu 13 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB. 25Mulyanto Sumardi, Sumber Pendapatan kebutuhan pokok dan perilaku menyimpang.

Jakarta: Rajawali, 1982. h, 24. 26Wawancara Ibu Arlika, Warga Desa Tunggul, dikediaman Ibu Arlika, Desa Tunggul

RT 005 RW 003, Hari Sabtu 20 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB.

57

Jadi apabila suatu keluarga ingin melaksanakan adat Jatingarang

perkawinan maka mereka terlebih dahulu harus benar-benar siap baik materi

maupun non materi. Karena akan mempengaruhi keberhasilan upacara adat

perkawinan tersebut. Dengan dana yang cukup maka adat Jatingarang,

pernikahan dapat dilaksanakan dengan sempurna.

4. Faktor Pendidikan

Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.27

Pendidikan merupakan usaha yang dialkukan secara sadar demi pembinaan

kepribadian dan pengembangan kemampuan manusia baik jasmani maupun

rohani di dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.28 Pendidikan juga sangat

berpengaruh perubahan tingkah laku manusia karena di dalam pembentukan

pribadi seseorang salah satu faktor yang menentukan adalah pendidikan, dengan

pendidikan diharapkan akan menciptakan manusia yang berpengetahuan luas.

Dengan semakin berkembangnya pendidikan akan sangat mempengaruhi

keadaan suatu masyarakat.

Menurut Bapak Kepala desa Moh. Yasin bahwa peran dari ulama’ dan

kiyai yang memberikan pembelajaran dan pencerahan kepada masyarakat.

Sehingga masyarakat yang tadinya saklek memakai pakem adat itu, lama

kelamaan mulai meninggalkan adat yang sekiranya bertolak belakang dengan

Ajaran Islam. Para ulama dan kiyai dalam mengajarkan masyarakat tidak hanya

lewat tutur kata tetapi juga lewat tindakan sehingga lama-kelamaan masyarakat

yang mengikuti para pemuka agama ini dengan sendirinya akan memahami

27Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.Pasal 1 ayat 3. 28 Fuad Ihsan, Dasar-dasar kependidikan, Jakarta, Rineka Cipta, 2008. hal 63.

58

bahwa para kiyai tidak melakukan adat-adat yang dipandang terlalu jauh dengan

Islam.29

Pendidikan merupakan suatu faktor yang mampu menjadikan semua aspek

kehidupan ikut mengalami perubahan. Tidak terkecuali kebudayaan seperti yang

terjadi pada pelaksanaan Adat Jatingarang, yang semakin memudar dan

cenderung kurang dipertahankan oleh masyarakat itu sendiri.

5. Kurangnya Pewarisan dari Generasi Sebelumnya

Kemampuan untuk berkomunikasi sangat penting agar tidak terjadi salah

pemahaman tentang budaya yang dianut. Minimnya komunikasi antara generasi

terdahulu dan generasi muda mengenai budaya sering menimbulkan ketidak

pahaman generasi muda terhadap budaya asli daerahnya yang akan berdampak

menurunnya ketahanan kebudayaan daerah bahkan kebudayaan bangsa.

Di sisi lain kurangnya pembelajaran mengenai budaya juga menjadi faktor

lain yang mempengaruhi kelestarian kebudayaan dalam hal ini adat perkawinan

Jawa. Seperti yang disampaikan Bapak Kasjono bahwa salah satu penyebab

mulai ditinggalkannya Adat Jatingarang yaitu ketidaktahuan generasi muda.

Kurang adanya komunikasi dan pembelajaran dari hitungan Jawa kepada kaum

muda. Kaum tua agaknya tidak memberikan pengetahuan tersebut, sedangkan

kaum muda kurang meminati pengetahuan tentang hitungan Jawa dan lain

sebagainya.30

Hal serupa dituturkan oleh Bapak Mustakim, sebagaimana yang

disampaikan dalam wawancara bahwa ada perbedaan antara dahulu dengan

sekarang, ketika dahulu kaum muda banyak berguru kesana-kemari, sedangkan

sekarang kaum mudasudah disibukkan dengan kecanggihan teknologi seprti

handphone. Kemudian kaum muda saat ini terbilang takut semisal orang yang

disukainya ternyata hitungannya tidak menemui kecocokan, sehingga menurut

mereka lebih baik tidak mengetahui daripada takut bukan jodohnya.31

29Wawancara Bapak Moh. Yasin Tokoh Masyarakat, dikediaman Bapak Moh. Yasin,

Desa Tunggul RT 006 RW 003, Hari Rabo 10 Oktober 2018, Pukul 08:00 WIB. 30Wawancara Bapak Kasjono Tokoh adat, dikediaman Bapak Kasjono, Desa Tunggul

RT 005 RW 004, Hari Minggu 07 Oktober 2018, Pukul 19:30 WIB. 31Wawancara Bapak Mustakim, Tokoh adat, dikediaman Bapak Mustakim, Desa Tunggul

RT 001 RW 001, Hari Jumat tgl 05 Oktober 2018, Pukul 20:00 WIB.

59

Pembelajaran tentang budaya, harus ditanamkan sejak dini.Namun, saat ini

banyak yang sudah tidak menganggap penting dalam hal mempelajari

kebudayaan.Hal seperti inilah yang terjadi pada generasi muda Jawa yang mulai

bersikap acuh terhadap kelangsungan kebudayaan Jawa. Padahal melalui

pembelajaran budaya, kita dapat mengetahui pentingnya kebudayaan daerah

dalam membangun kebudayaan bangsa serta bagaimana cara mengadaptasi

kebudayaan daerah di tengah perkembangan zaman.

C. Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik JatingarangPernikahan oleh

Masyarakat Desa Tunggul, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan,

Jawa Timur

Dalam Hukum Islam kita mengenal metode penggalian hukum yaitu Ushul

Fiqih.Di dalam Ushul Fiqih telah dijelaskan bahwa salah satu sumber Hukum

Islam adalah Urf.Urf secara bahasa mempunyai arti adat, yang dari segi

legalitasnya dibagi menjadi dua yaitu urf sohih dan urf fasid.32Jumhur ulama telah

sepakat bahwa urf tersebut dapat dijadikan sebagai sumber hukum (hujjah).

Dengan catatan bahwa urftersebut merupakan urf yang sahih bukan urf yang

fasid.Urf sohih dapat dijadikan sumber hukum karena segala sesuatu yang

diketahui dan telah menjadi seuatu kebiasaan sehari hari, serta merupakan sebuah

kesepakatan yang mempunyai unsur kemaslahatan umat dan yang terpenting tidak

bertentangan dengan Syariat Islam.33Jika urf yang berlaku di dalam masyarakat

merupakan urf yang fasid maka adat tersebut tidak boleh dijalankan. Karena

menjalankan adat yang fasid itu merupakan sebuah bentuk penentangan terhadap

syariat yang telah di tetapkan oleh Allah SWT.

Masyarakat Desa Tunggul merupakan masyarakat yang masih mempercayai

dan menjalankan sebuah tradisi yang telah berkembang didesa tersebut selama

berpuluh-puluh tahun lalu yang telah dilakukan oleh nenek moyang mereka. Salah

satunya yaitu Adat Jatingarang dalam pernikahan, diketahui tradisi tersebut

32A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih Satu Dan Dua, (Jakarta: Kencana. 2010.), hal.163 33A. Djazuli, I. Nurol Aen. Ushul Fiqih ,Metodologi hukum Islam, Cet. I; Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada. 2000, h. 186-187

60

dipercayai sebagai sebuah tradisi yang sakral dan dapat mendatangkan

keselamatan bagi pelakunya serta terhindar dari marabahaya.

Sebagian besar penduduk Desa Tunggul ketika akan melangsungkan prosesi

pernikahan akan melakukan konsultasi kepada tokoh adat yang kompeten

mengenai Adat Jatingarang tersebut. Dimana nantinya akan dilakukan prosesi

perhitungan kecocokan pasangan, pemilihan hari dan menentukan arah berdirinya

tenda, serta arah ketika melangsungkan prosesi temu manten.

Mereka mempunyai anggapan atau sebuah kepercayaan ketika seseorang

yang melangsungkan pernikahan tersebut tidak menggunakan prosesi Adat

Jatingarang maka didalam proses pernikahan atau setelah melakukan

pernikahannya akan mendapatkan bencana, bisa berupa perceraian, kecelakaan,

kematian dan lain-lain. Pandangan masyarakat yang dikemukakan kepada peneliti

ketika melakukan Adat Jatingarang hampir sama yaitu mempunyai tujuan untuk

mencari keselamatan dan menghindari bencana dari kejelekan hari dan salah satu

penjuru mata angin dalam suatu bulan.

Ketika Adat Jatingarang ini dikaitkan dengan urf maka peneliti

mengklasifikasinya yang pertama dilihat dari Bentuk urf, Adat Jatingarang ini

termasuk Urf Amali yang mana bentuknya berupa perbuatan.34dari segi legalitas

syara, Adat Jatingarang ini dapat dikategorikan menjadi dua kategori yaitu bisa

menjadi Urf Sohih (Al- ‘Adat Al-Shahihah) dan bisa menjadi Urf Fasid (Al-

‘Adat Al-Bathilah).35 Tergantung bagaimana pandangan seseorang terkait dengan

tradisi tersebut, apakah mengimani dengan mengesampingkan norma agama

ataukah dengan menjalankan tradisi tersebut sebagai sebuah bentuk ikhtiar untuk

mencari keselamatan dan tetap meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di muka

bumi ini telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Adapun persayaratan urf sohih menurut Amir Syarifudun yaitu:36

1. Urf itu berlaku umum, yang mempunyai arti bahwa adat tersebut telah

berlaku di lingkungan sebagian besar orang-orang tersebut. Yang

34A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih Satu Dan Dua, (Jakarta: Kencana. 2010,) hal .143 35Forum Karya Ilmiah, Kilas Balik Teoritis Fiqh Islam, (Kediri: Purna Siwa, 2004,)

h.217-218.

36Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, jilid 2(Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 2001), hal.401

61

diaplikasikan dalam keseharian kehidupan mereka. Jika urf itu hanya

berlaku di sebagian kecil lingkungan tersebut maka urf itu tidak dapat

dijadikan hujjah hukum. Pada keberlakuan tradisi jatingarang pada

penduduk Desa Tunggul ini berlaku secara umum, artinya setiap warga

desa Tunggul bisa melakukan tradisi tersebut tanpa memandang kaya atau

miskin, laki-laki atau perempuan, dan lain-lain. Serta banyak dari

warganya yang masih melakukan tradisi jatingarang itu.

2. Urf itu mempunyai nilai maslahat dan dapat diterima akal sehat. Syarat

yang kedua ini termasuk salah satu syarat yang penting dalam menentukan

apakah urf tersebut sahih atau fasid. Pada Tradisi Jatingarang ini akan

menjadi urf fasid jika terdapat beberapa persepsi yang tidak dapat diterima

oleh akal. Seperti halnya meyakini jika melakukakan pernikahan

menghadap ke salah satu arah tertentu dibulan tertentu atau ketika

melakukan pernikahan pada hari tertentu di bulan tertentu akan

mendapatkan bencana.

Anggapan-anggapan tersebut tidak bisa dijelaskan secara

ilmiah.Kalaupun ada kejadian atau suatu bencana ketika tidak melakukan

tradisi tersebut itu hanyalah merupakan suatu kebetulan yang dikait-

kaitkan dengan tradisi jatingarang tersebut.Atau hanya sekedar cerita-

cerita dari nenek moyang terdahulu.Terlebih dalam pemberlakuan tradisi

Jatingarang itu terdapat unsur yang merepotkan seperti halnya contoh

kasus pernikahan Ibu Anita Ningsih yang harus membongkar sebagian

pagar untuk mendirikan tarop yang saat itu tidak boleh menghadap arah

tertentu dan menunda prosesi temu mantunya satu bulan

kemudian.Sedangkan pemberlakuan urf yang sahih harus berlandaskan

maslahat, bukan malah memberatkan.

Adat Jatingarang dapat menjadi Urf Fasid yang menghilangkan

kemaslahatan dan membawa mudhorot. Hal itu karena Adat Jatingarang

yang terjadi saat ini adalah sebuah kebiasaan yang telah berlaku di dalam

masyarakat Desa Tunggul dan kebiasaan tersebut bertentangan atau tidak

sejalan dengan norma-norma yang terdapat di dalam Ajaran Islam.

62

Terlebih dalam pemberlakuannya tidak ada kemaslahatan, melainkan

terdapat beban atau memberatkan bagi orang yang melakukan pernikahan

dengan tradisi tersebut. Kemaslahatan disini mempunyai arti menolak

kemudhorotan, yaitu dengan menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan

harta. Sedangkan dalam pelaksanaan Adat Jatingarang terdapat

kemudhorotan dimana bagi seseorang yang sangat percaya dengan tradisi

ini akan merusak ketauhidan seseorang dan bisa berakibat kepada

kesyirikan. Dan hal tersebut bertentangan dengan unsur kemaslahatan

yang ada dalam Urf yang Sohih.

Sedangkan Adat Jatingarang ini dapat menjadi urf sohih jika

masyarakat yang melakukan tradisi tersebut tidak memiliki keyakinan

seperti keterangan diatas, melainkan masyarakat yang melakukan tradisi

tersebut hanya merupakan pelestarian dari budaya yang berkembang di

Desa Tunggul.Adat Jatingarang juga memiliki tujuan untuk berikhtiar

mencari arah yang baik ketika melangsungkan pernikahan dan temu

mantu.Di dalam Islam berikhtiar atau berusaha mencari sesuatu yang

terbaik juga merupakan kewajiban bagi seorang Muslim.

3. Urf itu telah ada ketika peroalan yang akan ditetapkan hukumnya itu

muncul. Yang dimaksud disini adalah urf itu telah ada sebelum penetapan

hukum, artinya tradisi tersebut telah menjadi kebiasaan dalam kurun

waktu yang lama bukan yang muncul dikemudian hari. Contoh: seseorang

menikah dan mahar yang berlaku sejak zaman dahulu adalah

menggunakan emas, sedangkan dikemudian hari adat tersebut mengalami

perubahan dengan uang dan orang-orang mulai terbiasa menggunakan

uang. Ketika terjadi suatu sengketa yaitu si istri meminta mahar emas

(sesuai adat lama) sedangkan suami memberikan mahar uang (sesuai adat

baru). Maka berdasarkan pada syarat dan kaidah diatas si suami harus

memberikan emas sesuai dengan adat yang berlaku waktu akad

berlangsung dan bukan sesuai dengan adat yang muncul kemudian.

Adat Jatingarang ini telah ada sebelum penetapan hukum, artinya

Adat Jatingarang yang terjadi pada saat itu sudah dilakukan oleh

63

masyarakat desa jatingarang yang kemudian datang ketetapan hukumnya

untuk dijadikan sandaran.

4. Urf tidak bertentangan dengan nash yang ada atau tidak bertentangan

dengan prinsip kaidah hukum Islam.

Syarat yang terakhir ini adalah merupakan syarat yang terkuat

untuk menentukan apakah urf tersebut sohih atau fasid. Sebuah tradisi

yang ada dikalangan masyarakat akan dikatakan sohih ketika tidak

bertentangan dengan nash dan hukum Islam, begitu pula sebaliknya.

Contoh yaitu tradisi pada zaman Jahiliyah yang pada saat itu seorang laki-

laki diperbolehkan untuk menikahi perempuan tanpa ada batasan. Urf

seperti ini tidak berlaku dan tidak bisa diterima, karena bertentangan

dengan nash dan hukum Islam.

Di dalam Adat Jatingarang sendiri akan menjadi fasid di

karenakan terdapat beberapa ritual atau prosesi-prosesi yang di yakini oleh

pelaku tradisi jatingarang yang mengandung unsur syirik dan tidak ada di

dalam syariat Islam seperti ketika di dalam perhitungan neptu jika hasil

dari perhitungan tertentu menghasilkan beberapa angka yang jika bertemu

angka lain maka pernikahannya akan cepat cerai, mati, rezekinya sulit

maka harus dihindari, atau meyakini dari kejeleken hari dan salah satu dari

penjuru mata angin dalam satu bulan. ketika hal-hal tersebut dilanggar

akan mendatangkan bencana. Keyakinan-keyakinan semacam itu telah

bertentangan dengan norma-norma agama Islam. Sedangkan segala

sesuatu yang ada di dunia ini telah di takdirkan oleh Allah.

Tetapi jika pelaku dari Adat Jatingarang itu tidak meyakini ritual-

ritual tersebut adalah merupakan sesuatu yang menyebabkan bencana dan

tetap berpegang teguh kepada norma agama serta tetap meyakini bahwa

segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini merupakan kekausaan Allah

dan meyakini bahwa Adat Jatingarang merupakan bentuk ikhtiyar

manusia untuk mencari sesuatu yang terbaik maka tradisi tersebut bisa

masuk ke dalam kategori Urf Sohih.

64

Jadi jika Adat Jatingarang di Desa Tunggul ditinjau dengan perspektif urf,

maka peneliti mengelompokkan tradisi tersebut menjadi dua yaitu bisa masuk

kedalam Urf yang Fasid dan bisa masuk ke dalam Urf Sohih. Hal itu didasari

karena Adat Jatingarangdapat atau tidak untuk memenuhi syarat-syarat sebagai

Urf Sohih tergantung dari pandangan dan keyakinan masyarakat terhadap Adat

Jatingarang tersebut.

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya, maka dalam

penelitian ini dapat ditarik adanya tiga kesimpulan yang menjawab rumusan

masalah di atas, yakni mengenai Bagaimana pandangan masyarakat Desa Tunggul

Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Terhadap Adat Jatingarang Pernikahan

Suku Jawa, Faktor-faktor yang mendorong terjadinya pergeseran adat Jatingarang

pernikahan Suku Jawa dan Korelasi hukum Islam terhadap Adat Jatingarang

pernikahan Suku Jawa.

Pandangan masyarakat tentang Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di

desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan ini bermacam-macam,

yang pada akhirnya peneliti membaginya kedalam tiga golongan, yang pertama

yaitu golongan yang masih meyakini bahwa adat merupakan sesuatu yang begitu

sakral dengan tidak melihat dari sisi keagamaannya. Golongan yang kedua adalah

golongan yang mengartikan agama itu lebih tinggi dari pada adat istiadat.

Sedangkan golongan yang terakhir yaitu golongan masyarakat yang hanya

mengikuti tradisi nogo taon yang ada sebagai syarat di dalam pernikahan yang

mereka lakukan tanpa mengetahui tujuan dari adanya tardisi tersebut.

Faktor-faktor yang mendorong terjadinya pergeseran adat Jatingarang

pernikahan Suku Jawa setidaknya ada empat faktor yakni : Faktor pengaruh budaya

66

luar, Faktor Agama, Faktor ekonomi keluarga, Faktor pendidikan dan Kurangnya

pewarisan dari generasi sebelumnya.

Di lihat dari sudut pandang Urf maka Adat Jatingarang Pernikahan Suku

Jawa di desa Tunggul maka peneliti mengkelompokkan Adat tersebut kedalam dua

Klasifikasi, pertama dari segi bentuknya Adat Jatingarang ini termasuk Urf Ammali

yakni Urf atau kebiasaan yang berbentuk perilaku atau pekerjaan. Kedua dari segi

Syara’ yaitu bisa masuk kedalam Urf yang Fasid dan bisa masuk ke dalam Urf

Sohih, cukup berkhtiyar untuk mencari keselamatan dan tetap meyakini bahwa

segala sesuatu yang ada di muka bumi ini telah di tetapkan oleh Allah subhanahu

wata ala.

B. Saran-saran

Setelah melakukan penelitian terkait dengan Adat Jatingarang Pernikahan Suku

Jawa di desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan, ada beberpa saran

yang ingin disampaikan peneliti, diantaranya :

1. Hendaknya keberadaan tokoh masyarakat atau tokoh agama diharapkan bisa

membangun suatu pemahaman yang sesuai antara adat istiadat dengan

norma-norma agama Islam, Sehingga diharapkan mampu menumbuhkan

pemahaman yang semestinya sesuai dengan hukum atau kaidah yang ada di

dalam agama Islam.

2. Perlunya di adakan penelitian yang lebih lanjut dan mendalam terkait

dengan filosofi Adat Jatingarang karena dalam penelitian ini masih terdapat

67

kekurangan mengenai makna dari filosofi Adat Jatingarang di karenakan

keterbatasan informan dari wawancara yang dilakukan peneliti.

3. Untuk para pemuda Desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten

Lamongan harus lebih memperdalam ilmu agama serta mengetahui tradisi

yang berlaku di dalam masyarakat. Yang nantinya ketika muncul persoalan

yang berhubungan dengan adat mampu teratasi tanpa meninggalkan hukum

atau aturan-aturan yang lain.

87

DAFTAR PUSTAKA

A. KITAB SUCI Al-Qur’an dan Terjemahan Kementerian Agama.

B. BUKU

Abd.Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010).

Abdul Wahhab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fikih), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. VIII.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka cipta. 2007.

Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta: Elsas, 2008)

Assiddiqie, Jimly, Hukum Islam di Indonesia: Dilema Legislasi Hukum Agama di Negara Pancasila, dalam Majalah Pesantren No. 2/Vol. VII/1990, 1990.

Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta: Binacipta, 1997

At-Tihami, Muhammad. Merawat Cintah Kasih Menurut Syriat Islam. Surabaya: Ampel Mulia. 2004.

Ayatrohaedi, Kepribadian Budaya Bangsa. Jakarta :Pustaka Jaya, 1985.

Azwar, Saefudin. Metodologi Penelitian., Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1998.

Bisri, Mustofa. Fikih Keseharian Gus Mus. Surabaya: Khalista. 2005.

Bratawidjaja, Thomas Wijaya. Upacara Tradisional Masyarakat Jawa. Jakarta: Pusataka Sinar Harapan. 1988.

Chaerul Uman, Dkk, Ushul Fikih 1, (Bandung: PT Pustaka Setia, 2000), Cet. Ke-II.

Cholid Nur Boko dan Abu Achmadi, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara Pustaka, 2012).

Darmoko. Budaya Jawa Dalam Lintas Sejarah. Jurnal Wacana. Fakultas ilmu penegtahuan budaya. Universitas Indonesia. 12 Agustus 2010.

88

Djamaan Nur, Fikih Munakahat, (Semarang: Dina Utama, 1993),

Djamali, R. Abdoel, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993.

Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Asas-Asas Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta :Bina Aksara, 1987

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Indonesia: Cahaya Qur’an. 2011.

Djalil, A. Basiq. Ilmu Ushul Fiqih Satu Dan Dua. Jakarta: Kencana. 2010.

Djazuli, A dan I Nurol Aen. Ushul Fiqih (Metodologi hukum Islam). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2000.

Doyodipuro, Hudoyo. HOROSKOP JAWA Misteri Pranata Mangsa. Yogyakarta: Dahara Prize. 2002.

Eben Ezer, Resistensi Terhadap Pelaksanaan Adat Istiadat Oleh Masyarakat Batak Pada Komunitas Pentakosta Di Kelurahan Jagabaya Bandar Lampung, Jurnal Mahasiswa 2016,

Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010),

Forum Karya Ilmiah, Kilas Balik Teoritis Fiqh Islam, Kediri: Purna Siwa. 2004.

Hadikusuma, Hilman. Hukum Perkawinan Indonesia Menurut:Perundangan Hukum Adat Hukum Agama. Bandung; Mandar Maju. 2003.

Hans Kelsen, Dasar-dasar Hukum Normatif, Penerjemah: Nurulita Yusron, (Bandung: Nusa media, 20019) Cet. II,

Hartono. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. 2000.

Hasbi Indra dkk, Potret Wanita Sholehah, (Jakarta: Permadani 2004)

Hasan, M. Iqbal. Pokok Pokok Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2002.

Hasanuddin AF, Perkawinan dalam Prespektif Al-Qur’an: Nikah, Talak, Cerai, Ruju’. Jakarta: Nusantara Damai Press, 2011.

Hazairin, Tinjauan Mengenai Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, Cet. I; Jakarta: Tintamas, 1975.

89

Hengki Irawan dan Mujiman dkk, “Pepali” dalam Adat Pernikahan Masyarakat Jawa di Desa Paleran Kecamatan Umbulsari Kabupaten Jember,

Heni. Daftar isian data profil desa Karang Anyar. Karang Anyar: Kantor Balai Desa Karang Anyar. 2015.

Jonker, Jan Bartjan J.W. Pennink, dan Sari wahyuni. Metodologi Penelitian: Panduan Untuk Master Dan Ph.D. DI BIDANG Menejemen. Jakarta: Jagakarsa. 2011.

Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974),

Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN dengan UIN Jakarta Press, 2007)

Kamus Besar Bahasa Indonesia: Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa. Jakarta :Balai Pustaka. 2001.

Kartono, Kartini. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Mandar Maju. 1990.

Kasiram, Moh. Metodologi Penelitian Kuantitatif –Kualitatif Malang: UIN press.2010.

Kemenperin.Lamongan-Jadi-Sentra-Industri-Maritim(Kemenperin.go.id/artikel/ 758 /Di akses pada 2 N0vember 2017),

Khallaf, Abdul Wahhab. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung : Pustaka Setia. 2007.

Kitab Sunan Ibn Majjah, bab keutamaan menikah juz I, (Kairo: Daar al-ikhya al-kutub al arabiyah, 1996).

Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD) Kepala Desa Tahun Anggaran 2017.

Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011).

Mulyanto Sumardi, Sumber Pendapatan kebutuhan pokok dan perilaku menyimpang. Jakarta: Rajawali, 1982.

Muhyidin Mas Rida, Al Wajiz 100 Kaidah Fiqih Dalam Kehidupan Sehari Hari, Jakarta: Al kautsar, 2008.

Mohamad Abid Iqsan, Primbon Pernikahan dalam Prespektif Hukum Islam, skripsi 2015, (http://repositori/iain-tulungagung.ac.id/ diakses pada 6 Oktober 2017),

90

Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sebuah Kajian Dalam Hukum Islam Dan Hukum Materil, (Tangerang Selatan: YASMI, 2018).

Mohamad Asmawi, Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta: Darussalam, 2004), hal. 118.

Moeleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2005.

M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Ind-Hill-Co: 1990),

Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gajah Mada University press. 1996.

Neong Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi ketiga, (Yogyakarta: Pilar Media, 1996).

Nurjannah, Mahar Pernikahan, ( Yogyakarta:Prima Shopi, 2003),

Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 2001Sumarsono. Tata Upacara Pengantin Adat Jawa. Jakarta: PT. Buku Kita. 2007.

Ramulyo, Moh. Idris, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 1995

Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2010.

Rida, Muhyiddin Mas. AL WAJIZ 100 Kaidah Fikih dalam Kehidupan Sehari Hari. Jakarta: Al kausar. 2008.

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata:Comparative Civil Law, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014)Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Kairo: Dar Fath lil i’lami al Araby, )

Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993),

Soekanto, Soerjono. Intisari Hukum Keluarga. Bandung : Sitra Aditya Bakti. 1992.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2009.

Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indoensia, (Jakarta: PT Raja Grafindo 2013).

Sudarsono, Hukum Kekekluargaan Nasional (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991),

91

Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqih, jilid 2. Jakarta : Logos Wacana Ilmu. 2001.

------..----- . Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana. 2007.

------..----- . Garis-Garis Besar Fikqih, (Jakarta: Kenca Prenadamedia Grup, 2003)

Syeikh Abdul Aziz bin Abdurrahman al Musnad dan Khalid bin Ali al-Anbari, Perkawinan dan Masalahnya, Terj: Al Ziwaaj wa Al-Mubuur, Najhul Shalih, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1993) Cet. II,

Transformasi (http://kbbi.web.id/Di Akses pada 3 November 2017).

Thalib, Sayuti, Receptio A Contrario, Jakarta: Bina Aksara, 1985

Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at Tirmidzi, Al Ilal, ( t.t.: Dar al Kutub, t.th.)

Tjakraningrat, Harya. Kitab Primbon Bantal jemur Adammakna. Yogyakarta : CV. Buana Raya. 2001.

Tjakraningrat, Harya. Kitab Primbon Bantal jemur Adammakna. Yogyakarta : CV. Buana Raya. 2001.

Wahbah Alzuhaily, Al-Fikih al Islami Waadillatuhu jus IV, (Damsyiq: Dar-Al fikr, 1989)

Wawan “Renggo” Herawan. Artikel. Disampaikan dalam kegiatan Festival Kesenian Tradisional yang diselenggarakan BPNB Bandung pada tanggal 28 – 29 April 2014 bertempat di Wisma Karya Jl. Ade Irma Suryani Nasution No. 2. Subang.

Yaswirman. Hukum Keluarga Dan Adat Islam. Padang: Andalas University Press. 2006.

Yayan Sopyan, Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta: Wahana Semesta Intermedia, 2012)

C. UNDANG-UNDANG

Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Kompilasi hukum Islam. Jakarta: Grahamdia Press. 2014.

Hasil Wawancara warga

Informan : Mustakim Pukul : 20;00 WIB

Tempat : Rumah Bapak Mustakim Hari/Tgl : Jumat 05 Oktober 2018

1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa?

Jatingarang itu ya tradisi Jawa untuk mencari arah yang baik dalam melakukan

apasaja. Salah satu nya yaitu didalam pernikahan, untuk mengurutkan arah yang

ditempati Naga yang mempunyai tujuan untuk mengetahui arah yang baik ketika

melangsungkan temu manten serta untuk menunjukkan berdirinya tenda yang dipakai di

pernikahan tadi. Bagi kepercayaan orang sini itu semua dilakukan untuk menjauhi

kesialan serta bencana yang dikaitkan dengan salah satu dari empat penjuru arah (utara,

barat, selatan timur) tadi.

2. Apa makna sebenarnya/makna yang terkandung dalam Adat Jatingarang Pernikahan

Suku Jawa dan pa tujuannya ?

Saya rasa makna yang dimaksud dari Adat Jatingarang ini adalah menjaga

keutuhan keluarga. Seperti yang sudah jawab diawal tadi, bahwa adanya adat ini untuk

menghindari kesialan. Artinya siapa saja yang mengikuti arah mata angin yang baik,

menghindari arah yang ditempati naga Jatingarang maka akan selamat jadi tujuannya

saya kira ya mencari keselamatan untuk kerukunan hubungan rumah tangga.

3. Bagaimana Praktik Adat Jatingarang pernikahan suku jawa di Desa Tunggul ?

Awal dari tardisi Jatingarang ini dimulai dari menghitung Neptu, antara

Neptunya calon penganti laki-laki dengan pengantin perempuan itu cocok atau tidak. Nah

ketika sudah dihitung dan sudah diketahui kecocokan dari Neptunya kedua pengantin

tersebut, terus dilanjutkan dengan mencari hari sangar didalam bulan yang akan dibuat

melangsungkan mantenan tadi. Setelah sudah tau hari sangar yang ada di bulan ketika

digunakan untuk melangsungkan pernikahan tadi. Baru masuk ke tardisi Jatingarang, jadi

dengan menandai bulan yang digunakan untuk melangsungkan pernikahan tadi bulan apa,

kemudian dikaitkan dengan patokan bulan Jatingarang . ketika sudah mengerti dari salah

satu arah yang tidak boleh di tuju ketika melangsungkan pernikahan baru mendirikan

terop. Nah ketika sudah mendirikan terop maka itu mulai mengadakan pernikahan, ketika

sudah selesai ijab qobul kan pasti ada prosesi temu manten ketika itu ya harus tidak boleh

menghadap dari salah satu arah yang tidak boleh dituju di patokan tradisi Jatingarang

tadi, biasanya arahnya sama seperti arah yang tidak boleh dituju ketika memasang terop,

kecuali ketika temu mantu itu sudah terlewatkan dari bulan yang dianut patokan nogo

taon tersebut.”

4. Bagaimana pangdangan Bapak/Ibu mengenai adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di

Desa Tunggul?

“Untuk orang Jawa asli itu semua perbuatan manusia itu pasti ada aturan dan

tata caranya masing-masing seperti menanam, membangun rumah, menikahkan apalagi,

itu semua sudah ada di Primbon. saya sih setuju saja mas berlakunya adat tradisi

jatingarang ini. Tardisi ini kan ya usaha manusia untuk mencari selamat. Itu termasuk

usaha orang yang punya hajat agar tidak ada kejadian apa-apa. Orang sini ketika tidak

melakukan adat tersebut pasti akan diomongkan orang, kalau tidak seperti itu ya akan di

ingat-ingat lihat saja besok akan terjadi kejadian apa-apa. Jadi tradisi ini harusnya

dihormati dan sebagai jalan manusia untuk mencari keselamatan.”

5. Apakah Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di Desa Tunggul ini masih berjalan dan

apa faktor yang mempengaruhinya?

Secara umum jika dikatakan sudah tidak berjalan ya tidak tepat juga mas, karena

nyatanya masih ada satu dua orang yang masih memegang kokoh adat Jatingarang ini,

tapi lagi-lagi hanya sedikit artinya lebih banyak masyarakat yang dalam hajatan atau

duwe gawe tidak menggunakan adat Jatingarang ini. Sebenarnya banyak factor yang

membuat masyarakat baik melakukan atau meninggalkan tradisi Jati ngarang mas dan

bukan cuma dalam masalah pernikahan, ya banyak lah pokoknya. Bagi mereka yang

melakukannya masih memegang kokoh keyakinan dan petuah nenek moyang mereka

mungkin karena takut kualat dan mencari keselamatan, bagi mereka yang tidak

melakukan ya mungkin tidak mau repot dengan itungan ini itu dan cari mudahnya saja,

jangankan jatingarang mas, hitungan weton dalam mencari jodoh saja mereka sudah tidak

terlalu percaya primbon jawa, ya itu terserah masing-masing orangnya saja.

6. Bagaimana Pandangan Bapak/Ibu terhadap Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa

sekarang ini ?

"Beda mas dulu dengan sekarang, kalau dulu kami masih muda banyak berguru

kesana kemari, kalau sekarang anak mudanya sudah sibuk pegang hp. Dan lagi anak muda

sekarng malah takut kalau semisal orang yang ditaksirnya ternyata hitungannya tidak

cocok, jadi kata mereka yasudah mending gak tau dari pada takut gak jodoh. Pokoknya

asal suka sama suka ya dijalani saja.”

Mengetahui Informan

Mustakim

Hasil Wawancara warga

Informan : Kasjono Pukul : 19;30 WIB

Tempat : Rumah Bapak Kasjono Hari/Tgl : Minggu 07 Oktober 2018

1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa?

Tradisi Jatingarang itu adat yang sudah berjalan di desa ini, ketika ada seseorang

yang akan mempunyai hajatan seperti pernikahan,atau slametan, atau lain lainnya, itu

harus mengetahui arah yang bagus supaya tidak ada bala dari tidak baiknya arah yang

dituju itu. Contohnya seperti saat ini arah yang tidak baik itu menghadap barat maka

wajib bagi seseorang yang mempunyai hajatan itu untuk mendirikan terop selain arah

barat tersebut dek. Sama halnya bagi orang orang yang ingin melangsungkan temu

manten, atau bagi orang yang ingin bepergian dan lain lain.

2. Apa makna sebenarnya/makna yang terkandung dalam Adat Jatingarang Pernikahan

Suku Jawa ?

Makna dari adat jatingarang itu ya menghindari kesialan dan malapetaka, intinya

orang yang melakukan adat jatingarang ini akan bejo (untung). Tujuannya dengan

mengikuti patokan-patokan arah itu maka akan selamat, selamat rumah tangganya,

selamat hartanya, kata istilah orang jawa “Selamet dunyo lan sandangan pangane”

,(selamat harta sandang pangannya ).

3. Bagaimana Praktik Adat Jatingarang pernikahan suku jawa di Desa Tunggul ?

Kalau saya pribadi kurang faham detail mas praktik adat jatingarang itu,

makannya kalau perlu apa-apa saya tanyakan kepada pak mustakim. Pokoknya setelah

berpedoman dengan arah naga yang menempati arah mata angin itu kita disuruh

menghindar dan mencari arah lain gitu mas.

4. Bagaimana pangdangan Bapak/Ibu mengenai adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di

Desa Tunggul?

Adat yang dulu saya lakukan di dalam pernikahan anak saya itu sudah di

konsultasikan sama pak Mus, orang kampung sini dulu menikahnya ya pasti

menggunakan tradisi jatingarang ini mas biar selamat. Kalau saya ya percaya mas dengan

hal seperti itu soalnya kita hidup di dunia ini kan tidak Cuma manusia saja ada mahluk

halus yang harus di hormati. Dari pada nanti ada apa-apa mas ketika pernikahan anak

saya dulu ya mending ikut saja kepada orang-orang yang mengerti hal-hal seperti itu. La

kenyataanya Alhamdulillah ya acaranya lancar dan tidak ada apa-apa kan mas sampai

sekarang.”

5. Apakah Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di Desa Tunggul ini masih berjalan

dan apa factor yang mempengaruhinya?

“sekarang kayaknya sudah jarang mas masyarakat yang memakai adat

jatingarang, Salah satu yang menjadikan mulai ditinggalkannya adat jatingarang yaitu

ketidak tahuan generasi muda. Kurang adanya komunikasi dan pembelajaran hitungan

jawa kepada kaum muda. Yang tua gak mau ngasih tau, yang muda gak mau cari tau.

Gimana nanti 10 tahun 20 tahun yang akan datang.”

6. Bagaimana Pandangan Bapak/Ibu terhadap Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa

sekarang ini ?

“sejatinya Adat khususnya adat jawa adalah kekayaan kebudayaan yang kita miliki dan

tentunya perlu untukuk kita lestarikan, orang sekarang maunya hanya hidup enak tanpa

mau bersusah payah untuk mendapatkannya, adat jawa dan primbon secara umunya

sekarang hanya dipercaya sebagai klenik dan tahayul tanpa mau mengkajinya. Ilmunya

orang dulu itukan ilmu titen ilmu awas lan mawas jadi gak sembrono untuk

mengajarkannya kepada anak cucunya.”

Mengetahui Informan

Kasjono

Hasil Wawancara warga

Informan : Moh. Yasin Pukul : 08;00 WIB

Tempat : Rumah Bapak Moh. Yasin Hari/Tgl : Rabo 10 Oktober 2018

1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa?

“Adat Jatingarang itu adalah adat budaya tinggalan Hindu Budha yang lebih dulu

dianut masyarakat jawa dahulu sebelum masuknya agama islam, diceritakan bahwa

adaseekor naga yang mendiami arah mata angina, dan naga tersebut dipercaya membawa

waba dan malapetaka, makannya orang dulu ketika punya gawe atau hajat mengusahakan

untuk menhindari arah tersebut. Setiap bulan tertentu naga itu berpindah tempat. “

2. Bagaimana pangdangan Bapak/Ibu mengenai adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di

Desa Tunggul?

“Kalau saya berlakunya tradisi jatingarang itu kok sedikit kurang srek ya, soalnya

kenapa kalau di agama pokoknya sudah memenuhi syarat rukunnya pernikahan dan

calon pengantinnya sama sama senang dan tidak ada halangan pernikahan itu kan sudah

cukup, tidak usah susah susah dengan ritual-ritual yang sedikit repot seperti itu. Saya

juga sering menemui dan mengerti praktek-praktek didalam pernikahan yang

menyimpang dari ajaran Islam. Kadang saya ya Cuma bisa mengingatkan kepada orang

orang yang mempunyai hajat supaya tidak keluar dari syariat Islam. Dan Dan ingat

sebagai orang yang ngerti kita harus memberikan pemahaman kepada masyarakat

dengan cara yang santun, tidak bias dakwah ke masyarakat dengan nada marah atau

dengan kasar. Masyarakat akan meninggalkan kita kalau seperti itu.”

3. Apakah ada hukuman atau semacam sanksi social bagi mereka yang tidak melakukan

adat Jatingarang Pernikahan ini ?

Secara umum hukuman bagi yang tidak melakukan adat ini memang tidak ada,

itu semua dikembalikan kepada yang melakukan. Mau percaya atau tidak. Karena lagi-

lagi orang jawa itu ilmunya ilmu titen. Jadi ada itu mas, contohnya setelah setahun dua

tahun menikah kok keluarga itu tidak harmonis, keluarganya berantakan. Maka akan

dilihat kembali ketika nikah dulu apakah sudah pas sudah betul, baik dari hitungan weton

suami istri dan adat jatingarang atau adat-adat yang lain. Jadi bagi mereka yang percaya

ya nanti keluarga itu tidak akan bahagia. Bisa salah satu suami istri itu mati. atau bisa

juga anaknya sakit-sakitan. Tapi dalam masyarakat pasti ada sanksi social baik secara

langsung atau tidak langsung. Contoh mudahnya saja. Mereka yang tidak sesuai dengan

adat maka akan menjadi bahan pembicaraan orang lain, bisa jadi yang dibicarakan akan

merasa tidak nyaman dan terkucilkan. Alhamdulillah masyarakat desa tunggul sudah

mulai tercerahkan dan tidak percaya dengan tahayul semacam itu.

4. Apakah bapak/ibu sering menemui adanya Praktik Adat Jatingarang pernikahan suku

jawa di Desa Tunggul dan bagaimana bapak/ibu mensikapinya ?

“Beberapakali saya menemukan praktek adat jatingarang ini mas. Pernah suatu

kali saya menemukan praktek adat jatingarang tersebut, karena kebetulan pintu depan

mempelai perempuan itu pas arah yang didiami naga Jatingarang jadi pengantin laki-

lakinya lewat pintu dapur. Bagi orang yang sudah faham adat jawa mungkin memaklumi

tapi bagi masyarakat yang tidak tahu kan sepertinya kurang pantas mas, masak pengantin

yang seharusnya dihormati malah lewat pintu dapur. Kebetulan waktu itu saya yang

memberikan mauidhoh. Kemudian pas saya dipersilahkan bicara maka saya lurusan

bahwa boleh saja mengikuti adat istiadat yang berlaku tapi jangan sampai itu mencederai

kepercayaan kita kepada Allah SWT, bahwa kita semua ini sudah sudah digariskan sesuai

qodho’ dan qodar yang maha kuasa. “

5. Factor Apa saja yang membuat Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di Desa Tunggul

ini dilakukan atau mulai ditinggalkan, apa sebabnya ?

“Tentunya ini adalah peran dari ulama’ dan kiyai yang memberikan pembelajaran

dan pencerahan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat yang tadinya kekeh memakai

pakem adat itu lama kelamaan mulai meninggalkan adat yang sekiranya bertolak

belakang dengan ajaran islam. Para ulama dan kiyai dalam mengajarkan masyarakat tidak

hanya lewat kata kata mas tapi juga lewat tindakan sehingga lama kelamaan masyarakat

yang mengikuti beliau-beliau itu dengan sendirinya kan faham bahwa para kiyai tidak

melakukan adat-adat yang sekiranya terlalu jauh dengan islam .”

6. Bagaimana Pandangan Bapak/Ibu terhadap Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa

menurut Hukum Islam ?

Jadi begini mas, adat jatingarang ini kan budaya Hindu Budha jadi tidak ada dalam ajaran

islam. Kita semua termasuk mas Jamil juga sebagai akademisi mempunyai garapan besar

untuk memberikan dakwah dan pencerahan kepada masyarakat. Untuk membedakan

mana ajaran islam dan mana adat kebudayaan. Tapi perlu digaris bawahi mas kita tidak

boleh serampangan dalam berdakwah, jangan semua yang baru ini di anggap bidah, kullu

bid’atin dholalatin. Loh kalau gitu pakaian kita ini juga bidah dholalah dong. Kita harus

bisa dahwa secara kultural karena kita ini hodup dalam masyarakat yag majemuk. Harus

bisa mengklasifikasikan mana adat yang bisa di tolelir agama dan mana adat yang

bersimpangan dengan syar’i.

Mengetahui Informan

Moh. Yasin

Hasil Wawancara warga

Informan : Abdul Mun’im Pukul : 20;00 WIB

Tempat : Rumah Bapak Abdul Mun’im Hari/Tgl : Sabtu Oktober 2018

1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa?

Saya Pribadi kurang faham betul dek dengan adat Jatingarang itu. Ya kata orang-orang

dulu bilangnya nogo jatingarang gitu. Ada di arah arah tertentu. Dan menurut orang dulu

arah itu tidak boleh di lewati.

2. Bagaimana pangdangan Bapak/Ibu mengenai adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di

Desa Tunggul?

“Kalau menurut saya sendiri dek, dengan ritual-ritual yang berlakunya di dalam

pernikahan seperti tradisi jatingarang itu tidak sependapat dek, saya itu bukan orang yang

anti perkara adat-adat seperti itu, bukan. Saya setuju kalau adat itu tidak melanggar

syariat, tapi kalau adat itu tidak sejalan dengan syariat terlebih tidak ada dasarnya, ya

tidak bisa dilakukan. Tugas kita hanya mengingatkan kepada sodara-sodara kita kalau

kita mengetahui salahnya, itupun kalau orangnya menerima, kalau tidak ya lana a’maluna

wa lakum a’malukum.”

3. Apakah ada hukuman atau semacam sanksi social bagi mereka yang tidak melakukan

adat Jatingarang Pernikahan ini ?

Kalau menurut orang tua dulu ya ada mas. Tapi menurut saya ya tidak ada. Orang

tua dulu bilang kalau adat sudah dilanggar pasti aka n ada malapetaka. Entah itu

pelakunya atau keluarganya, bisa suami istri itu atau anak turunnya. Atau hidupnya

susah, rejekinya repot. Tapi menurut saya ya tidak ada mas. Hidup mati jodoh rejeki itu

semuanya sudah ditentukan Allah SWT. Khawatirnya mereka yang benar-benar percaya

dengan adat yang semacam itu dan takut dengan kesialan yang datang karena melanggar

adat itu sudah Musyrik. Na’udzubillah mindzalik.

4. Apakah bapak/ibu sering menemui adanya Praktik Adat Jatingarang pernikahan suku

jawa di Desa Tunggul dan bagaimana bapak/ibu mensikapinya ?

Sudah jarang dek. Mungkin kalau dulu masih banyak masyarakat yang kental

dengan adat jawanya. Tapi sekarang ini masyarakat mulai faham dengan ajaran islam.

Banyak dilaksanakan pengajian agama di musholah-musholah ini menandakan bahwa

masyarakat sudah akrab dengan agama islam itu sendiri. Menurut saya selama adat itu

tidak melanggar ajaran agama ya tidak apa-apa dilaksakan, kita Cuma perlu memberikan

nasihat dan arahan kepada masyarakat yang belum begitu faham dengan agama Islam.

5. Factor Apa saja yang membuat Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di Desa Tunggul

ini dilakukan atau mulai ditinggalkan, apa sebabnya ?

Faktor pendidikan dek. warga masyarakat desa Tunggul sekarang ini bisa dikatakan

banyak juga yang mesantren. Baik dipesantren dalam kampung sendiri atau diluar

kampung. Nah sepulang dari pesantren kan pastinya mereka punya pandangan tersendiri

mengenai adat yang ada di masyarakat.

6. Bagaimana Pandangan Bapak/Ibu terhadap Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa

menurut Hukum Islam ?

Firman Allah, Udkhulu Fissilmi Kaffah, Masuklah kalian dalam islam

sepenuhnya/dengan sempurna. Dalam ayat tersebut kita diperintahkan untuk memeluk

islam secara sempurna dalam artian tidak setengah setengah. Dalam ajaran islam tidak

mengenal adat Jatingarang atau semacamnya yang mengisyaratkan untuk mengambil

arah tertentu ketika memiliki hajat. Jadi sekali lagi bisa dikatakan adat jatingarang ini

tidak ada dalam ajaran islam. Akan tetapi kita tidak boleh anti dengan adat. Selama adat

itu tidak melanggar agama, ya monggo saja kalau mau melakukan.

Mengetahui Informan

Abdul Mun’im

Hasil Wawancara warga

Informan : Arlika Pukul : 20;00 WIB

Tempat : Rumah Ibu Arlika Hari/Tgl : Sabtu 20 Oktober 2018

1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa?

Jatingarang itu mas, sepengetahuan saya apa ya, pokoknya prosesinya orang Jawa untuk

menentukan arah ketika akan punya hajat atau punya acara tertentu yang sekiranya itu

penting.

2. Apakah bapak/ibu pernah melakukan praktik adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa dan

apa alasannya?

Saya tidak pernah melakukan adat jatingarang mas. Tapi mungkin orang tua kita mbah-

mbah kita dulu melakukannya. Alas annya pertama karena saya tidak tahu hitungan adat

tersebut. Yang kedua saya percaya semua kehidupan ini sudah ada yang mengatur. Sudah

itu saja mas gampang.

3. Apakah bapak/ibu sepakat dengan adanya Praktik Adat Jatingarang pernikahan suku jawa

di Desa Tunggul, apa sebabnya ?

“Kalau menurut saya mas, tradisi jatingarang menurut saya sendiri, saya itu tidak terlalu

percaya hal-hal seperti itu. Iya sih di alam ini ada mahluk yang tidak terlihat mata, tapi

ponakan saya dulu menikahnya ya menggunakan tradisi jatingarang, tapi anak saya

menikahnya tidak memakai hal seperti itu juga tidak apa-apa kok. Semua itu sudah ada

yang mengatur mas rezeki, jodoh, mati, itu sudah ada jalannya masing-masing.”

4. Apakah Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di Desa Tunggul ini dilakukan atas

kesadaran pribadi atau atas paksaan orang lain untuk melaksanakan atau

meninggalkannya ?

Saya tidak ada yang memaksaatau melarang mas. Karena saya dan suami Alhamdulillah

sudah hidup mandiri, tidak satu rumah lagi dengan bapak ibu. Sehingga apapun yang

kami lalukan pastinya sudah kami pertimbangkan mas.

5. Bagaimana Pandangan Bapak/Ibu terhadap Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa

sekarang ini ?

Sepertinya sudah jarang yang melakukan adat jatingarang ini mas. Ya mungkin masih

ada beberapa yang melakukannya. Kemarin saya dengar ada tetangga sini yang

melakukan jatingarang ini mas tapi bukan di pernikahan. Adat itu digunakan untuk

pindah kandang kambing. Sampek sampek yang ngangkat kandang itu kerepotan mas

karena harus mutar arah yang lebih jauh. Kan malah merepotkan toh mas. Kebetulan

ponakan saya kemarin bantu jadi dia yang cerita kesaya.

Mengetahui Informan

Arlika

Hasil Wawancara warga

Informan : Anita Ningsih Pukul : 08;00 WIB

Tempat : Rumah Ibu Anita Hari/Tgl : Rabu 17 Oktober 2018

1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa?

Saya kurang tahu yang begitu begitu mas. Biasanya kalau ada apa-apa ya Tanya pak

mustakim atau mbah Askuri. Yang saya tahu dari bapak saya jatingarang itu ya hitungan

untuk cari arah yang baik kalau mau punya gawe mas.

2. Apakah bapak/ibu pernah melakukan praktik adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa dan

apa alasannya?

“Saya menikah masih baru-baru ini mas, kira-kira ya dapat empat tahun

berjalan ini, kalau ketika menikahnya saya dulu ya sama seperti umumnya kebanyakan

orang di desa ini mas, ya melihat cocoknya saya dengan suami saya ke pak Mustakim.

Kamu pasti sudah tahu orangnya. Ketika itu saya kesana bersama ayah saya. Lalu saya

ditanya tanggal lahir saya dengan suami saya, selanjutnya dihitungkan pak Mustakim

katanya hasilnya itu kalau saya jadi menikah dengan suami saya itu akan gampang

rezekinya. Saya senang mas ketika itu, lalu ayah saya langsung menanyakan kapan hari

baiknya untuk melakukan pernikahan, pak Mustakim mengatakan menikahlah hari apa

saja dibulan ini asalkan jangan hari jumat saja. Kemudian ayah, saya, dengan suami saya

musyawarah kapan enaknya menikahnya, nah ketika itu kan ada nomor cantik mas ya

tanggal empat belas bulan empat dua ribu empat belas, suami saya saya tanyai iya saja

katanya biar sama seperti artis-artis menikhnya, jadi menikahnya ya tanggal itu. Ketika

hari H pernikahan saya ya ketika orang-orang mendirikan terop untuk pernikahan itulo

mas ayah dipesani pak Mustakim untuk mendirikannya tidak boleh menghadap selatan

soalnya Jatingarang ketika bulan itu ada di selatan mas jadi ya sudah di arahkan ke barat

saja mas ya membongkar pagar sedikit untuk jalan masuk mas. Soalnya kenapa kok tidak

boleh menghadap kesitu, katanya pak Mustakim Jatingarangnya ada di selatan, kalau

menghadap kesitu itu sama saja dengan mencari bahaya. Saya ya takut lah mas dari pada

nanti ada bahaya yang tidak tidak oleh karena itu tidak apa-apa membongkar pagar

sedikit yang penting selamat. Nah yang sedikit sulit itu ketika saya temu atau undang

mantu itu mas soalnya suami saya ketika temu kerumahnya ayah itu tidak boleh melewati

selatan, padahal jalan kerumahnya ayah itu harus melewati selatan sudah tidak ada jalan

lain lagi itu. Akhirnya ya musyawarah lagi ke pak Mustakim, jadinya sampai pada

kesepakatan untuk mencari bagusnya itu temu mantunya ditunda bulan depan saja,

daripada nanti kalau dipaksakan akan ada kejadian bagaimana-bagaimana yang tidak

enak ke suami saya mas akhirnya ya sudah tidak apa-apa. Jadi temu mantu saya dengan

mas Robin ya satu bulan setelah pernikahan begitu ceritannya.”

3. Apakah bapak/ibu sepakat dengan adanya Praktik Adat Jatingarang pernikahan suku jawa

di Desa Tunggul, apa sebabnya ?

“Aku tidak mengerti masalah-masalah seperti itu, dulu itu bapak dan ibu saya ikut apa

kata bapak mertua. Kalau saya itu mas ikut bagaimana baiknya saja. yang penting

selamat semua. Karena saya percaya dunia ini ada yang menggerakkan, diluar dari kuasa

manusia.”

4. Apakah Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa di Desa Tunggul ini dilakukan atas

kesadaran pribadi atau atas paksaan orang lain untuk melaksanakan atau

meninggalkannya ?

Lah wong saya ngikut aja apa kata bapak ibu dan bapak mertua saya mas. Ya percaya aja

gak mungkin kan orang tua akan menyesatkan anaknya. Pastinya orang tua kita punya

perhitungan tersendiri untuk kebaikan anak cucunya. Khawatirnya kalau membantah

malah dikatakan berani sama orang tua, gak nurut bisa kuwalat.

5. Bagaimana Pandangan Bapak/Ibu terhadap Adat Jatingarang Pernikahan Suku Jawa

sekarang ini ?

Gimana ya mas. Ya begitulah pokoknya, yang mau melakukan ya silahkan saja pastinya

mereka punya keyakinan tersendiri. Kalau tidak mau melakukan ya monggo saja itu hak

mereka tanpa menyalahkan mereka yang melakukannya. Sekarang itu semua urusan

dikembalikan kepada yang menjalani mas. Selama itu tidak melanggar aturan yang ada

dimasyarakat dan masih dalam kesopanan ya tidak masalah mas.

Mengetahui Informan

Anita Ningsih

LAMPIRAN-LAMPIRAN

LAMPIRAN 1:

a. Wawancara Kepala Desa dan Tokoh Agama Desa Tunggul

Foto peneliti saat wawancara dengan Bapak Foto peneliti saat wawancaa dengan Bapak Drs. Moh. Yasin Kepala Desa Tunggul Abdul Mun’im, Tokoh Agama Desa Dirumah Bapak Drs. Moh. Yasin. Tunggul. Dirumah Bapak Abdul Mun’im b. Wawancara Tokoh Adat

Foto peneliti saat wawancara dengan Bapak Foto peneliti saat wawancaa dengan Bapak Mustakim, Tokoh Adat Desa Tunggul Kasjono, Tokoh Adat Desa Tunggul, Dirumah Bapak Mustakim Dirumah Bapak Kasjono.

c. Wawancara Warga Masyarakat

Foto peneliti saat wawancara dengan Ibu Foto peneliti saat wawancaa dengan Ibu Arlika, Masyarakat Desa Tunggul Anita Ningsih, Masyarakat Desa Tunggul, Dirumah Ibu Arlika. Dirumah Ibu Anita.

LAMPIRAN 2

SALAH SATU BUKU PRIMBON

SABDA PANDITA

Recommended