View
216
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
1/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. KEUANGAN DAERAH
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban
daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat
dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut (Ketentuan Umum
No 5). Yang dimaksud daerah di sini adalah pemerintah daerah yang
merupakan daerah otonom berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Daerah otonom ini terdiri dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten
dan pemerintah kota. Karena pemerintah daerah merupakan bagian dari
pemerintah pusat maka keuangan daerah merupakan bagian tak
terpisahkan (integral) dari keuangan negara.
Pengelolaan keuangan daerah memegang peranan yang penting dalam
mencapai keberhasilan pembangunan daerah. Oleh karena itu sumber-
sumber pendapatan yang dapat memberikan pemasukan kas daerah harus
dikelola dengan baik kebutuhan belanja daerah dapat terpenuhi. Demikian
pula dalam hal pengelolaan belanja daerah, efisiensi dan efektifitas sesuai
dengan prioritas perencanaan pembangunan perlu mendapat perhatian
yang sungguh-sunguh dari pemerintah daerah.
Keuangan daerah dituangkan sepenuhnya kedalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD). APBD menurut Peraturan Pemerintah RI No. 58
Tahun 2005 adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan
ditetapkan dengan peraturan daerah. Selanjutnya pengelolaan keuangan
Heru Suprapto (Unikarta) 1
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
2/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
daerah merupakan keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan
pengawasan keuangan daerah. Selanjutnya mekanisme dan prosedurpenyusunan APBD didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005 dan secara teknis diatur melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana terakhir diubah menjadi Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
Pasal 5 Ayat (1) PP No 58 Tahun 2005 disebutkan bahwa Kepala daerah
selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan
kekayaan daerah yang dipisahkan. Oleh karena itu keberhasilan maupun
ketidahberhasilan kepala daerah bertanggunjawab terhadap keberhasilan
maupun ketidakberhasilan dalam mengelola keuangan.
2.2. APBD
APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan
ditetapkan dengan peraturan daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah yang
menyusun rancangan sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) selanjutnyadibahas bersama DPRD untuk disetujua dan ditetapkan dalam Peraturan
Daerah.
APBD merupakan instrument kebijakan fiskal yang utama bagi pemerintah
daerah. Anggaran Belanja Daerah yang tercantum dalam APBD
mencerminkan potret pemerintah daerah dalam menentukan skala prioritas
terkait program dan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam satu tahun
Heru Suprapto (Unikarta) 2
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
3/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
anggaran. Penetapan prioritas-prioritas tersebut beserta upaya
pencapaiannya merupakan konsekuensi dari meningkatnya peran dan
tanggung jawab pemerintah daerah dalam mengelola pembangunan danmeningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Dengan demikian, daerah
harus memastikan dana tersebut benar-benar dimanfaatkan untuk program
dan kegiatan yang memiliki nilai tambah besar bagi masyarakat.
2.3. Fungsi APBD
Fungsi APBD berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 Pasal 16 adalah:
a.Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi
dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
bersangkutan.
b.Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah
menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan
pada tahun yang bersangkutan.
c.Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah
menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
d.Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus
diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/ mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan
efisiensi dan efektivitas perekonomian.
e.Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah
harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
f.Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintahHeru Suprapto (Unikarta) 3
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
4/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan
keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
2.3. Struktur APBD
Struktur APBD diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
Tentang pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 20 sampai Pasal 28.
Dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 sebagaimana terakhir diubah menjadi Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 21 Tahun 2011, khususnya Pasal 22 sampai Pasal 74.
Struktur APBD terdiri dari :
a.pendapatan daerah;
b.belanja daerah; dan
c.pembiayaan daerah.
2.3.1. Pendapatan Daerah
Pendapatan Daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening
kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak
daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh
daerah.Pendapatan daerah dikelompokan atas:
a.pendapatan asli daerah;
b.dana perimbangan; dan
c.lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan
yang terdiri atas:
a.pajak daerah;
b.retribusi daerah;
c.hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d.lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Heru Suprapto (Unikarta) 4
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
5/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek
pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan
retribusi daerah, yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan DaerahKabupaten Kutai Kartanegara.
Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci
menurut obyek pendapatan yang mencakup:
a.bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMD;
b.bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
pemerintah/BUMN; dan
c.bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta
atau kelompok usaha masyarakat.
Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk
menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis
pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:
a.hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
b.jasa giro;
c.pendapatan bunga;
d.penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah;
e.penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat
dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh
daerah;
f.penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing;
g.pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
h.pendapatan denda pajak;
Heru Suprapto (Unikarta) 5
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
6/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
i.pendapatan denda retribusi;
j.pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;
k.pendapatan dari pengembalian;l.fasilitas sosial dan fasilitas umum;
m.pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan
n.pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
Kelompok pendapatan Dana Perimbangan dibagi menurut jenis
pendapatan yang terdiri atas:
a. dana bagi hasil;
b. dana alokasi umum; dan
c. dana alokasi khusus.
Jenis dana bagi hasil dirinci menurut objek pendapatan yang
mencakup:
a.bagi hasil pajak; dan
b.bagi hasil bukan pajak/ sumber daya alam.
Jenis dana alokasi umum hanya terdiri atas objek pendapatan dana
alokasi umum.
Jenis dana alokasi khusus dirinci menurut objek pendapatan menurut
kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Dana perimbangan diatur melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan
Pemerintahan Daerah dan secara teknis diatur melalui Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia 55 Tahun 2005 Tentang Dana
Perimbangan. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari
Heru Suprapto (Unikarta) 6
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
7/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Dana Bagi Hasil yang disingkat DBH, adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka
persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi. Dana Alokasi Umum yang disingkat DAU,
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Sedangkan Dana Alokasi Khusus yang disingkat DAK, adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus
yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis
pendapatan yang mencakup:
a. hibah berasal dari pemerintah,
pemerintah daerah lainnya,
badan/lembaga/ organisasi swasta
dalam negeri, kelompok
masyarakat/perorangan, dan lembaga
luar negeri yang tidak mengikat;
b. dana darurat dari pemerintah dalam
rangka penanggulangan
korban/kerusakan akibat bencana slam;
c. dana bagi hasil pajak dari provinsi
kepada kabupaten/kota;
d. dana penyesuaian dan dana otonomi
Heru Suprapto (Unikarta) 7
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
8/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
khusus yang ditetapkan oleh
pemerintah; dan
e. bantuan keuangan dari provinsi ataudari pemerintah daerah lainnya.
2.3.2. Belanja Daerah
Belanja Daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum
daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah
dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya
kembali oleh daerah.
Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari:
a. belanja tidak langsung; dan
b. belanja langsung.
Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan
tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan
kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja
yang terdiri dari:
a.belanja pegawai;
b.bunga;
c.subsidi;
d.hibah;
e.bantuan sosial;
f.belanja bagi basil;
g.bantuan keuangan; dan
h.belanja tidak terduga
Heru Suprapto (Unikarta) 8
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
9/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan
terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.
Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi menurut jenisbelanja yang terdiri dari:
a.belanja pegawai;
b.belanja barang dan jasa; dan
c.belanja modal.
Belanja pegawai untuk pengeluaran honorarium/upah dalam
melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah.
Belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran
pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12
(duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan
program dan kegiatan pemerintahan daerah. Pembelian/pengadaan
barang dan/atau pemakaian jasa mencakup : belanja barang pakai
habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan
kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/
gudang/ parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa
perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian
dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari
tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan
pemulangan pegawai.
Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam
rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud
yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk
digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah,
peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan,
dan aset tetap lainnya.
Heru Suprapto (Unikarta) 9
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
10/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
2.3.3. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan Daerah meliputi semua transaksi keuangan untuk menutup
defisit atau untuk memanfaatkan surplus. Pembiayaan daerah terdiri
dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Penerimaan pembiayaan mencakup:
a. sisa lebih perhitungan anggaran
tahun anggaran sebelumnya (SiLPA);
b. pencairan dana cadangan;
c. hasil penjualan kekayaan daerah
yang dipisahkan;
d. penerimaan pinjaman daerah;
e. penerimaan kembali pemberian
pinjaman; dan
f. penerimaan piutang daerah.
Pengeluaran pembiayaan mencakup:
a. pembentukan dana cadangan;
b. penerimaan modal (investasi)
pemerintah daerah;
c. pembayaran pokok utang; dand. pemberian pinjaman daerah.
2.4. Pengukuran Kinerja Keuangan Daerah
Pada dasarnya pengukuran kinerja keuangan daerah menyangkut tiga
bidang analisis yang saling terkait satu dengan yang lainnya, ketiga bidang
analisis tersebut meliputi:
Heru Suprapto (Unikarta) 10
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
11/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
a.Analisis penerimaan, yaitu analisis mengenai kemampuan pemerintah
daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang potensial.
b.Analisis pengeluaran, yaitu analisis mengenai seberapa besar biaya-
biaya dari suatu pelayanan publik dan faktor-faktor yang
menyebabkan biaya-biaya tersebut meningkat.
c.Analisis anggaran, yaitu analisis mengenai hubungan antara
pendapatan dan pengeluaran serta kecenderungan yang
diproyeksikan untuk masa depan.
2.4.1. Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan membandingkan
komponen akun dalam struktur APBD, dan pada beberapa rasio
membandingkan dengan PDRB dan Jumlah Penduduk. Analisis akan
menjadi lengkap jika analisis dilakukan beberapa periode APBD,
sehingga dapat diketahui perbandingan antar tahun. Hasil yang dicapai
dari satu periode dibandingkan dengan periode lainnya berdasarkan
time series dapat diketahui bagaimana kecenderungan rasio APBD yang
terjadi.
2.4.2. Analisis Pendapatan Daerah
Desentralisasi fiskal di Indonesia pada dasarnya menekankan pada
expenditure assignment, yang ditandai dengan pembagian urusan pada
berbagai tingkat pemerintahan. Pemerintah daerah memiliki 31 urusan
yang terdiri dari urusan wajib dan pilihan. Dalam mendanai
pelaksanaan urusan tersebut, terdapat dua sumber pendanaan utama,
yaitu Pendapatan Asli Daerah dan Transfer ke Daerah.
Dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, penguatan perpajakan daerah dilakukan, antara lain melalui
Heru Suprapto (Unikarta) 11
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
12/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
pemberian diskresi penetapan tarif dan pendaerahan beberapa jenis
pajak baru seperti Pajak Rokok, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan danPedesaan (PBB-P2). Selanjutnya Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai
Kartanegara menindaklanjuti dengan Peraturan Daerah Tentang Pajak
dan Restribusi Daerah yaitu :
1.Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah;
2.Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Restribusi Jasa
Usaha;
3.Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Restribusi Perijinan
Tertentu;
4.Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Restribusi Izin
Tertentu;
2.4.1.1.Rasio Pajak (Tax Ratio)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah menerapkan system tertutup untuk jenis pajak
daerah yang dapat dikelola oleh pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten dan kota, provinsi dan kabupaten/kota tidak boleh
menambah jenis pajak kecuali yang telah ditetapkan dalam Undang-
Undang terseubut. Pemerintah provinsi diberi kewenangan untuk
memungut 5 jenis pajak dan pemerintah kabupaten dan kota diberi
kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak. Salah satu kebijakan
baru dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 adalah adanya Pajak Bumu
dan Bangunan Pedesan dan perkotaan atau sering disebut PBB-P2
dan Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan atau disingkat BPHTB
dari pusat ke daerah.
Terlepas dari kontroversi bahwa daerah tidak bisa kreatifmeningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari pajak dan restribusi, UU
Heru Suprapto (Unikarta) 12
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
13/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
tersebut dapat menghindarkan pengenaan double pajak terhadap
wajib pajak karena kewenangan pusat dan daerah jelas sehingga
dapat meningkatkan daya tarik investasi di daerah-daerah.
Untuk Retribusi Daerah, masih dibuka peluang untuk dapat
menambah jenis Retribusi selain yang telah ditetapkan dalam
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut sepanjang
memenuhi kriteria yang juga ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Adanya peluang untuk menambah jenis Retribusi yang lebih lanjud
diatur dengan peraturan pemerintah juga dimaksudkan untuk
mengantisipasi penyerahan fungsi pelayanan dan perizinan dari
Pemerintah kepada Daerah yang juga diatur dengan peraturan
pemerintah.
Rasio pajak (tax ratio) merupakan rasio yang menggambarkan
perbandingan jumlah penerimaan pajak dengan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Rasio pajak merupakan perbandingan antara
jumlah penerimaan pajak daerah dengan PDRB. Rasio pajak dapat
digunakan untuk mengukur tingkat kepatuhan masyarakat dalam
membayar pajak, mengukur kinerja perpajakan, dan melihat potensi
pajak yang dimiliki.
PDRB sangat erat kaitannya dengan pajak daerah karena dapat
menggambarkan kegiatan ekonomi masyarakat. Jika pertumbuhan
ekonomi daerah baik tentunya akan menjadi potensi penerimaan
pajak di wilayah tersebut. PDRB yang akan digunakan dalam analisis
ini adalah PDRB atas dasar harga berlaku yang merupakan nilai
tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga
pada setiap tahun. Nilai PDRB ini pada umumnya digunakan untuk
Heru Suprapto (Unikarta) 13
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
14/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
melihat pergeseran struktur ekonomi yang terjadi di suatu wilayah.
(Kemenkeu, 2014)
2.4.1.2.Pajak per Kapita (Tax per Capita)
Pajak per kapita (tax per capita) belum banyak digunakan dalam
menghitung tingkat keberhasilan pajak sebagai sumber Pendapatan
Daerah. Namun begitu, pajak per kapita dapat digunakan sebagai
alternatif dalam menghitung efektifitas pemungutan pajak daerah.
Pajak per kapita merupakan perbandingan antara jumlah
penerimaan pajak yang dihasilkan suatu daerah dengan jumlah
penduduknya, yang berarti pula menunjukkan kontribusi setiap
penduduk pada pajak daerah.
Menurut Gregory N. Mankiw, rasio pajak per PDB merupakan
ukuran yang paling umum digunakan (Kemenkeu 2014). Namun
demikian, semakin tinggi tingkat persentase pajak akan semakin
menurunkan PDB penduduk setempat sehingga ukuran tersebut
dapat terlihat bias. Untuk tujuan tertentu (misalnya statistik yang
lebih baik), pajak per kapita (tax per personal) dapat digunakan.
Pajak per kapita dihitung dengan mengalikan rasio pajak dengan
PDRB per kapita, sehingga diperoleh pajak/PDRB x
PDRB/personal=pajak /personal.
2.4.1.3.Ruang Fiskal (Fiscal Space)
Ruang fiskal (fiscal space) merupakan suatu konsep untuk
mengukur fleksibilitas yang dimiliki pemerintah daerah dalam
mengalokasikan APBD untuk membiayai kegiatan yang menjadi
prioritas daerah. Semakin besar ruang fiskal yang dimiliki suatu
Heru Suprapto (Unikarta) 14
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
15/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
daerah, maka akan semakin besar pula fleksibilitas yang dimiliki
oleh pemerintah daerah untuk mengalokasikan belanjanya pada
kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas daerah, sepertipembangunan infrastruktur daerah.
Ruang fiskal daerah diperoleh dengan menghitung total Pendapatan
Daerah dikurangi dengan pendapatan hibah, pendapatan yang
sudah ditentukan penggunaannya (earmarked) yaitu DAK, Dana
Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian serta Dana Darurat, dan
belanja yang sifatnya mengikat, yaitu Belanja Pegawai dan Belanja
Bunga, dan selanjutnya dibagi dengan total pendapatannya.
2.4.1.4.Rasio Ketergantungan Daerah (Kemandirian Keuangan )
Rasio ketergantungan daerah menggambarkan tingkat
ketergantungan suatu daerah terhadap bantuan pihak eksternal,
baik yang bersumber dari pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah lain. Rasio ini ditunjukkan olehrasio PAD terhadap total
pendapatan dan rasio dana transfer terhadap total pendapatan.
Rasio PAD terhadap total pendapatan memiliki arti yang
berkebalikan dengan rasio dana transfer terhadap total pendapatan.
Semakin besar angka rasio PAD maka ketergantungan daerah
semakin kecil. Sebaliknya, semakin besar angka rasio dana transfer,
maka semakin besar tingkat ketergantungan daerah terhadap
bantuan pihak eksternal. Dengan demikian, daerah yang memiliki
tingkat ketergantungan yang rendah adalah daerah yang memiliki
rasio PAD yang tinggi, sekaligus rasio dana transfer yang rendah.
Kriteria Kemandirian Keuangan Daerah sebagai berikut :
Rasio PAD thd Pendapatan (%) Kriteria
Heru Suprapto (Unikarta) 15
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
16/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
0,00 sd 10,00 Sangat kurang
10,01 sd 20,00 Kurang
20,01 sd 3000 Sedang
30,01 sd 40,00 Cukup40,01 sd 50,00 Baik
> 50,00 Sangat baik
Sumber : Tim Litbang Depdagri (Dalam Dasril Munir : 2004)
2.4.2.Analisis Belanja Daerah
Implementasi atas kebijakan perencanaan dan penganggaran
tersebut adalah melalui Belanja Daerah pada Anggaran Pendapatandan Belanja Daerah (APBD). Anggaran Belanja Daerah akan
mempunyai peran riil dalam peningkatan kualitas layanan publik
dan sekaligus menjadi stimulus bag perekonomian daerah apabila
dapat direalisasikan dengan baik. Denga demikian, Belanja Daerah
seharusnya dapat menjadi komponen yangpenting dalam
meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber-sumber daya
ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat, yang pada
gilirannya diharapkan akan memberikan dampak nyata pada
perekonomian daerah secara luas.
Anggaran Belanja Daerah yang tercantum dalam APBD
mencerminkan potret pemerintah daerah dalam menentukan skala
prioritas terkait program dan kegiatan yang akan dilaksanakan
dalam satu tahun anggaran. Penyusunan anggaran Belanja Daerah
dapat menunjukkan apakah suatu daerahpro poor, growth, and jobs.
Pada komponen Belanja Daerah juga nampak seberapa besar porsi
belanja langsung yang dapat mendorong pertumbuhan
perekonomian daerah dan terkait langsung dalam pemenuhan
pelayanan kepada masyarakat.
Heru Suprapto (Unikarta) 16
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
17/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
2.4.2.1.Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah
Tujuan penghitungan rasio Belanja Pegawai terhadap total Belanja
Daerah adalah untuk mengetahui proporsi Belanja Pegawai terhadap
total Belanja Daerah. Data Belanja Pegawai di sini adalah
penjumlahan dari Belanja Pegawai langsung dan Belanja Pegawai
tidak langsung. Rasio ini menggambarkan bahwa semakin tinggi
angka rasionya maka semakin besar proporsi APBD yang
dialokasikan untuk Belanja Pegawai. Begitu pula sebaliknya,
semakin kecil angka rasio Belanja Pegawai maka semakin kecil
proporsi APBD yang dialokasikan untuk Belanja Pegawai APBD.
2.4.2.2.Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Daerah
Porsi belanja Modal merupakan komponen belanja yang sangat
penting karena realisasi belanja modal akan memiliki multiplayer
effect dalam menggerakkan roda perekonomian daerah. Oleh karena
itu semakin tinggi angka rasionya, diharapkan akan semakin
membaik pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi.
Alokasi belanja modal terhadap total belanja daerah mencerminkan
porsi belanja daerah yang dibelanjakan untuk membiayai belanja
modal. Belanja modal ditambah belanja barang dan jasa merupakan
belanja pemerintah daerah yang mempunyai pengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi suatu saerah, disamping pengaruh
dari sector swasta, rumah tangga dan luar negeri.
2.4.2.3.Rasio Belanja Modal terhadap Jumlah Penduduk
Untuk mengetahui seberapa besar belanja modal yang dialokasikan
pemerintah untuk pembangunan infrastruktur daerah per
penduduk. Rasio belanja modal per kapita memiliki hubungan yang
erat dengan pertumbuhan ekonomi mengingat belanja modal
merupakan salah satu jenis belanja pemerintah yang menjadi
Heru Suprapto (Unikarta) 17
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
18/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
pendorong pertumbuhan ekonomi. Rasio ini bermanfaat untuk
menunjukkan perhatian pemerintah dalam meningkatkan
perekonomian penduduknya yang dilihat dari alokasi belanja yangdikeluarkan untuk pembangunan infrastruktur.
2.4.2.4.Rasio belanja bantuan Sosial Terhadap Total Belanja Daerah
Belanja Bantuan Sosial merupakan salah satu pos dalam belanja
tidak langsung. Secara definisi, bantuan sosial adalah pemberian
bantuan yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif dalam
bentuk uang/barang kepada masyarakat atau organisasi profesi yang
bertujuan untuk kepentingan umum.
Dalam bantuan sosial ini termasuk di dalamnya antara lain yaitu
bantuan partai politik sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Dari sisi pemerintah daerah, bantuan sosial ini
berpotensi menimbulkan tumpang tindih kegiatan dengan kegiatanyang dilakukan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD)
mengingat keduanya menggunakan dana dari APBD. Sebagai contoh,
bantuan sosial kepada masyarakat di lingkungan kumuh, pondok
pesantren, bantuan untuk bidang sanitasi, serta penyediaan akses
air bersih, yang dalam juga dilaksanakan oleh SKPD. Oleh karena
itu, pemantauan terhadap jumlah anggaran yang dialokasikan untuk
Belanja Bantuan Sosial perlu dilakukan pemantauan dalam
pelaksanaannya.
Agar pengelolaan Belanja Bantuan Sosial dilaksanakan secara
transparan dan akuntabel, saat ini Pemerintah telah menetapkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sebagaimana telah
Heru Suprapto (Unikarta) 18
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
19/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun
2012. Rasio Belanja Bantuan Sosial terhadap total Belanja Daerah
mencerminkan porsi Belanja Daerah yang dibelanjakan untukBelanja Bantuan Sosial. Semakin tinggi angka rasionya maka
semakin besar proporsi APBD yang dialokasikan untuk Belanja
Bantuan Sosial, demikian juga sebaliknya semakin kecil angka rasio
Belanja Bantuan Sosial maka semakin kecil pula proporsi APBD yang
dialokasikan untuk Belanja Bantuan Sosial.
2.4.3.Analisis Surplus/Defisit Dan Pembiayaan Daerah
2.4.3.1.Rasio Surplus/Defisit
APBD disusun sebagai suatu perencanaan terkait pendapatan dan
belanja. Dalam anggaran, apabila pendapatan lebih besar daripada
belanja, maka akan terjadi surplus, dan sebaliknya jika belanja lebih
besar daripada pendapatan, maka akan terjadi defisit. Apabila dalam
APBD direncanakan akan terdapat surplus/defisit, maka APBD
tersebut wajib mencantumkan pos pembiayaan yang meliputi
anggaran Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara. Pos Penerimaan Pembiayaan
berfungsi untuk menutupi defisit, sedangkan pos Pengeluaran
Pembiayaan berfungsi untuk menyalurkan dana surplus.
Dalam Kajian Kementerian Keuangan tahun 2014, banyaknya daerah
yang menerapkan pola anggaran defisit selain ditujukan untuk
menutupi kebutuhan anggaran belanja yang dibiayai dari pinjaman
daerah, juga ditujukan untuk menampung SiLPA tahun anggaran
sebelumnya. Berdasarkan data realisasi APBD-nya, daerah-daerah
yang berpola anggaran defisit tersebut justru mengalami surplus
pada saat realisasi anggaran. Kondisi tersebut memunculkan
Heru Suprapto (Unikarta) 19
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
20/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
sejumlah pertanyaan dalam hal kesiapan daerah dalam melakukan
perencanaan dan penganggaran di APBD. Rasio defisit terhadap
pendapatan, yang berarti semakin besar persentase rasionya, makasemakin besar pula Penerimaan Pembiayaannya (SiLPA dan
Pinjaman Daerah) yang diperlukan untuk menutupi anggaran
belanjanya.
Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara menerapkan pola
anggaran defisit selain ditujukan untuk menutupi kebutuhan
anggaran belanja yang dibiayai dari pinjaman daerah, juga ditujukan
untuk menampung SiLPA tahun anggaran sebelumnya. Berdasarkan
data realisasi APBD, anggaran defisit tersebut justru mengalami
surplus pada saat realisasi anggaran. Kondisi tersebut memunculkan
sejumlah pertanyaan dalam hal kesiapan daerah dalam melakukan
perencanaan dan penganggaran di APBD.
2.4.3.2.Pembiayaan Daerah
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan apabila
anggaran diperkirakan defisit, maka daerah harus menetapkan
sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dan
demikian sebaliknya apabila anggaran diperkirakan surplus, maka
daerah harus menetapkan penggunaaan surplus tersebut.
Penerimaan pembiayaan yang merupakan bagian terbesar untuk
menutupi defisit APBD berasal dari SiLPA. Untuk menampung
penerimaan pembiayaan maupun pengaluaran pembiayaan, maka
dalam APBD terdapat pos pembiayaan yang bertujuan untuk
menutup deficit anggaran.
2.4.4.DANA IDLE
Heru Suprapto (Unikarta) 20
7/25/2019 Analisis Apbd 12 Sd 14 Ok Bab II
21/21
Analisis APBDKabupaten Kutai Kartanegara 2010-2014
Dana idle ditunjukkan oleh rasio SiLPA. Apabila terdapat nilai SiLPA
yang sangat besar, hal ini mengindikasikan adanya
kekurangcermatan dalam penyusunan anggaran maupun terdapatkendala dalam pelaksanaannya, sehingga penyerapan anggaran
belanja berpotensi kurang optimal. Anggaran belanja yang sudah
dialokasikan semestinya dapat terserap pada tahun anggaran
berkenaan. Penyerapan yang kurang optimal akan mengakibatkan
adanya saldo (SiLPA) yang merupakan dana idle yang belum
dimanfaatkan.
Rekening kas umum daerah merupakan rekening daerah untuk
menampung uang masuk maupun uang keluar yang dibuka pada
bank umum dalam hal ini Bank Pembangunan Daerah. Seiring
dengan pelaksanaan anggaran, pergerakan arus uang masuk dan
uang keluar milik daerah dapat diketahui melalui bank sentral yaitu
Bank Indonesia. Apabila arus uang masuk lebih besar daripada arus
uang keluar, maka akan terjadi penumpukan dana (idle). Danaidle
ini merupakan akumulasi dari penerimaan berupa pendapatan,
transfer dana perimbangan, penerimaan pembiayaan setelah
dikurangi belanja. DanaIdleterjadi antara lain karena pemerintah
daerah menahan dana untuk tujuan berjaga-jaga apabila terdapat
kegiatan yang membutuhkan pendanaan segera, sementara arus
uang masuk belum dapat diprediksi. Akan tetapi, jika danaidle
terlalu besar dan ditahan terlalu lama justru akan menghambat
kegiatan pembangunan maupun dalam rangka pemberian layanan
masyarakat.
Heru Suprapto (Unikarta) 21
Recommended