View
99
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa
menjadi penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kelamilan,
persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi. Kasus pre-
eklampsia dan eklampsia terjadi pada 6-8% wanita hamil di Indonesia.
Gangguan hipertensi dalam kehamilan berkontribusi besar pada masalah
maternal dengan menyumbangkan tidak sedikit angka kematian dan angka
kejadian pada ibu hamil. Diperkirakan bahwa komplikasi hipertensi ini terjadi
5%-7% pada semua kehamilan (Gillbert and Harmon, 199a,6). Wanita dengan
hipertensi selama kehamilan anatara setengah smpai dua pertiganya terdiagnosa
dengan preeclampsia atau eclampsia (Brown,1991). Prevalensi kejadian
meningkat 20% sampai dengan 40% pada wanita dengan chronic kidney disease
atau gangguan vaskular seperti essential Hypertension, diabetes mellitus, dan
lupus erythromasus (Farlie dan Sibai, 1993; Scott et al, 1994).
1.2 Rumusan Masalah
1.1.1 Apa definisi dari pre eklampsia?
1.1.2 Bagaimana etiologi dari pre eklampsia?
1.1.3 Apa saja manifestasi klinis dari pre eklampsia?
1.1.4 Bagaimana patofisiologi dari pre eklampsia?
1.1.5 Apa saja pemeriksaan diagnostik yang digunakan untuk pre eklampsia?
1.1.6 Bagaimana penatalaksanaan dari pre eklampsia?
1.1.7 Bagaimana pencegahan dari pre eklampsia?
1.1.8 Apa saja komplikasi dari pre eklampsia?
1.1.9 Bagaimana prognosis untuk pre eklamsia?
1.1.10 Bagaimana asuhan keperawatan dari pre eklampsia?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
a. Memahami konsep dari gangguan pada kehamilan pre eklampsia
b. Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa pre
eklampsia
1
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Memahami definisi dari pre eklampsia
b. Memahami etiologi dari pre eklampsia
c. Memahami manifestasi klinis dari pre eklampsia
d. Memahami patofisiologi dari pre eklampsia
e. Memahami pemeriksaan diagnostik dari pre eklampsia
f. Memahami penatalaksaan dari pre eklampsia
g. Memahami pencegahan dari pre eklampsia
h. Memahami komplikasi dari pre eklampsia
i. Memahami prognosis dari pre eklampsia
j. Memahami asuhan keperawatan pada pre eklampsia
1.4 Manfaat
1.4.1 Memahami konsep dari preeklampsia
1.4.2 Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa pre
eklampsia
1.4.3 Mampu melakukan pencegahan pada ibu hamil yang memiliki resiko
tinggi preeklampsia
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak
menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan
gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih
(Rustam Muctar, 1998).
Preeklampsia merupakan suatu penyakit vasospastik yang melibatkan
banyak sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi, dan proteinuria.
(Bobak, dkk., 2005).
Preeklampsia adalah peningkatan tekanan darah dan terdapatnya protein
pada urin saat kehamilan berumur lebih dari 20 minggu.
Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah
140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai
triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi. Diagnosa Pre-eklampsia adalah
ketika kehamilan wanita disertai dengan peningkatan tekanan darah 140/90
mmHg dan 300 mg protein setelah 24 jam pemeriksaan urin (proteineuria).
2.2 Etiologi
Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini
dianggap sebagai "maladaptation syndrome" akibat penyempitan pembuluh
darah secara umum yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari-ari) sehingga
berakibat kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin.
2.2.1 Faktor Resiko
1. Kehamilan pertama atau primigravida dan multigravida
2. Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
3. Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
4. Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
5. Wanita dengan gangguan fungsi organ atau riwayat kesehatan diabetes,
penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah tinggi
6. Kehamilan kembar
7. Obesitas
8. Interval antarkehamilan yang jauh
9. Molahidatidosa
3
2.3 Manifestasi Klinis
Bengkak atau edema khususnya pada tangan dan wajah merupakan tanda
penting untuk diagnosa preeclampsia, tapi dalam praktik medis saat ini hanya
hipertensi dan proteineuria yang diperlukan untuk mengambil diagnosa. Pada pre
eklampsia ringan tidak ditemukan gejala – gejala subyektif. Pada pre eklampsia
berat didapatkan sakit kepala di daerah prontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri
di daerah epigastrium, mual atau muntah. Gejala – gejala ini sering ditemukan
pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia
akan timbul. Diagnosa preeklampsia yaitu adanya 2 gejala di antara trias tanda
utama: hipertensi, edema, proteinuria.
Hipertensi adalah apabila tekanan darah meningkat sampai 140/90 mmHg.
Proteineuria diartikan sebagai konsentrasi dari 0,1 g/L atau lebih dalam sedikitnya
2 kali tes urin acak dalam pemeriksaan kurang dari 6 jam. Sedangkan dalam 24
jam setelah pemeriksaan, proteineuria diartikan konsentrasinya 0,39/24 jam.
Edema merupakan akumulasi cairan pada interstisial stelah 24 jam dalam keadaan
istirahat atau pertambahan berat badan lebih dari 2 kg setiap minggu. (J.Heffner
dan J.Schust ,2006)
2.3.1 Preeklampsia ringan
Pre eklampsia ringan terjadi, jika:
1. Kenaikan tekanan darah sistol lebih dari atau sama dengan 30 mmHg atau
diastol lebih dari atau sama dengan 15 mmHg (dibandingkan dengan
tekanan darah sebelum hamil) pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
2. Kenaikan tekanan darah sistol lebih atau sama dengan 140 mHg (tapi
kurang dari 160 mmHg), dan tekanan darah diastol lebih dari atau sama
dengan 90 mmHg (tapi kurang dari 110 mmHg).
3. Dijumpainya protein dalam air kemih yang dikumpulkan selama 24 jam
dengan kadar 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara pemeriksaan kualitatif
protein air kemih menunjukkan hasil positif 2.
4. Adanya pembengkakan akibat penimbunan cairan di daerah bagian depan
betis, dinding perut, bokong dan punggung tangan.
2.3.2 Preeklampsia berat
Tanda-tandanya dari pre eklampsia berat, adalah :
1. Tekanan darah sistol 160 mmHg atau lebih, atau tekanan darah diastol
110 mmHg atau lebih.
4
2. Protein dalam air kemih yang dikumpulkan selama 24 jam sebesar 5
gr/liter atau lebih; atau pada pada pemeriksaan kualitatif protein air kemih
menunjukkan hasil positif 3 atau 4.
3. Air kencing sedikit, yaitu kurang dari 400 ml dalam 24 jam.
4. Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)
5. Trombosit < 100.000/mm3
6. Adanya keluhan sakit kepala, gangguan penglihatan, serta nyeri di ulu
hati.
7. Penimbunan cairan di paru-paru yang ditandai dengan sesak napas, serta
pucat pada bibir dan telapak tangan akibat kekurangan oksigen.
8. Perdarahan di retina (bagian mata)
9. Koma
2.4 Patofisiologi
Vasokonstriksi merupakan dasar pathogenesis pre eklampsia.
Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan
hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel
setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriola disertai
perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel (1989) mengatakan
bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya
penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan
maladaptasi plasenta.
Hipoksia atau anoreksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidasi
lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan
konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolism di
dalam sel. Peroksidasi lemak adalah hasil proses oksidasi lemak tak jenuh yang
menghasilkan hiperoksidasi lemak jenuh. Peroksidasi lemak merupakan radikal
bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidasi terganggu, dimana peroksidasi
dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stress
oksidatif.
Pada pre eklampsia, serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta
menjadi sumber terjadinya peroksidasi lemak. Sedangkan pada wanita hamil
normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang
berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidasi lemak beredar dalam
aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidasi lemak ini akan sampai ke
semua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan
mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Sel-sel endotel ini biasanya
5
berfungsi mencegah mikroagulasi dan memodulasi tonus vascular. Jejas pada
endotel vaskular menyebabkan koagulasi dan mengubah respons otot polos
vaskular menjadi zat vasoaktif yang dapat menimbulkan vasokonstriksi pada
endotel yang rusak. Jejas pada endotel inilah yang dapat menjelaskan trias dasar
dari preeclampsia: Hipertensi (vasospasme), edema (kebocoran kapiler), dan
proteineuria (kerusakan sel ginjal akibat hipoperfusi) Selain itu,rusaknya sel-sel
endotel tersebut akan mengakibatkan, antara lain:
a. Adhesi dan agregasi trombosit
b. Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.
c. Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari
rusaknya trombosit.
d. Produksi prostasiklin terhenti.
e. Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.
f. Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.
Wanita pada preeklamsi dapat mengalami kelainan pada sistem imun dan
hal ini dapat menghambat invasi trofoblas pada pembuluh darah ibu. Hal ini
dapat menjelaskan bagaimana preeklampsi lebih sering terjadi pada wanita yang
terpajan antigen paternal untuk yang pertama kali : kehamilan pertama atau pada
wanita multigravida, kehamilan yang pertama dengan pasangan yang baru.
Hilangnya toleransi imunitas juga menjelaskan mengapa interval antarkehamilan
yang jauh merupakan faktor resiko preeklampsi. Aktivasi abnormal pada sistem
imun merupakan penyebab penyakit autoimun lainnya, seperti lupus
eritromatosus sistemik. Kadar sitokin serum yang meningkat terdetekdi pada
wanita dengan preeklampsi juga dapat disebskan oleh kelainan imunologis
primer.
Kelainan genetik tertentu dapat terlibat pada patofisiologi preeklampsia.
Wanita yang membawa mutasi pada komplemen reseptor CR-1 memiliki faktor
resiko yang meningkat pada preeklampsia. Resistensi insulin yang telah ada juga
meningkatkan resiko.
Ketidakcocokan antara kebutuhan janin atau plasenta dengan kemampuan
ibu untuk memenuhinya dapat menyebabkan preeklampsia dan akan menjelaskan
berbagai faktor resiko seperti kehamilan multiple, penyakit vaskular ibu, dan
status hiperkoagulasi. Teori ini menjelaskan bahwa janin yang kurang gizi
mengirimkan sinyal kepada ibu untuk meningkatkan perfusi plasenta. Jika ibu
tidak dapat mengkompensasi sinyal tersebiut, janin akan akan mengirimkan
sinyal lebih banyak lagi dan terjadilah preeklampsia.
6
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke
organ, termasuk ke utero plasental fatal unit. Gangguan perfusi plasenta dapat
sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat
berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
2.5 Pemeriksaan diagnostik
Pada umumnya diagnosa pre-eklampsia didasarkan atas adanya 2 dari
trias tanda utama: hipertensi, edema, dan proteinuria. Hal ini memang berguna
untuk kepentingan statistik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda
dapat merupakan bahaya kendatipun ditemukan tersendiri. Adanya satu tanda
harus menimbulkan kewaspadaan.
1. Pemeriksaan Funduskopi
Berguna karena pendarahan dan eksudat jarang ditemukan pada pre-
eklampsia, kelainan tersebut biasanya menunjukkan hipertensi menahun.
2. Pemeriksaan Proteinuria
Pengukuran proteinuria, dapat dilakukan dengan:
a. Urin dipstik : 100 mg/l atau + 1, sekurang-kurangnya diperiksa 2 kali urin
acak selang 6 jam
b. Pengumpulan proteinuria dalam 24 jam.
Dianggap patologis bila besaran proteinuria lebih dari sama dengan 300
mg/24jam.
3. Tes Kimia Darah
Ureum, kreatinin dan asam urat menilai fungsi ginjal. Biasanya
konsentrasi ureum dan kreatinin tidak meningkat; asam urat lebih mungkin
meningkat sebagai akibat penurunan bersihan ginjal. Kadar asam urat serum
lebi besar dari 7mg% memberi kesan risiko janin yang meningkat.
4. Tes Fungsi Hati
Bilirubin, laktat dehidrogenase (LDH), dan SGOT menilai beratnya
penyakit hepar.
5. Pemeriksaan Koagulasi
Memberikan kesan koagulasi intravaskuler diseminata. Penurunan jumlah
trombosit mungkin merupakan manifestasi pertama dari koagulopati yang
serius.
6. Pengukuran Keluaran Urin
Merupakan suatu indikator penting dari beratnya proses penyakit.
Oliguria adalah suatu tanda bahaya dari fungsi ginjal yang mengalami
7
kegagalan. Kumpulan urin 24 jam membantu dalam menilai beratnya
proteinuria.
7. Pemantauan Denyut Jantung Janin, menyingkirkan gawat janin sepanjang:
a. Denyut jantung dasar dalam batas normal
b. Variabilitas denyut ke denyut normal
c. Akselerasi timbul saat gerakan janin
d. Tidak ada deselerasi saat kontraksi uterus
8. USG
Pengukuran secara seri dari diameter biparietal dapat menerangkan
kejadian dini dari retardasi pertumbuhan intra uteri. Gerakan pernapasan
janin, aktivitas janin dan volume cairan ketuban memberikan penilaian
tambahan dari kesehatan janin. Sonografi dapat mengidentifikasi kehamilan
ganda atau anomali janin.
2.6 Penatalaksanaan
1. Rawat Jalan (ambulatoir)
Jika kehamilan masih muda dan preeklampsia masih ringan dapat
dirawat jalan. Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring),
tetapi tidak harus mutlak selalu tirah baring. Pada umur kehamilan di atas 20
minggu, tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim
pada vena cava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan
menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke
organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan
filtrasi glomeruli dan meningkatkan diuresis. Dieresis dengan sendirinya
meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktifitas kardiovaskular,
sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan
meninkatkan pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan
memperbaiki kondisi janin dalam rahim.
2. Rawat Inap (dirawat di rumah sakit)
Pada keadaan tertentu ibu hamil dengan preeklamsia ringan perlu
dirawat di rumah sakit. Kriteria preeklamsi ringan dirawat di rumah sakit,
ialah :
a. Bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria selama 2
minggu
b. Adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklamsi berat.
8
Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan USG dan
Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan
amnion.
Pada preeklamsi berat pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan
observasi harian tentang tanda-tanda klinik berupa : nyeri kepala, gangguan
virus, nyeri epigastrium, dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu, perlu
dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran
tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan USG dan NST.
3. Pengobatan Medikamentosa
Penderita preeklamsi berat harus segera masuk rumah sakit untuk
rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan
yang penting pada preeklamsi berat ialah pengelolaan cairan karena penderita
preeklamsi mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan
oliguria. Factor yang sangat menentukan terjadinya edema parudan oliguri
ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien
tekanan onkotik koloid / pulmonary capillary wedge pressure.
Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral maupun infus)
dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus
dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan
dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera
dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa :
a. 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan : < 125
cc/jam
b. Infuse Dekstrose 5% yang setiap 1 liternya diselingi dengan infuse
Ringer laktat (60 – 125 cc/jam) 500cc.
Jika preeklampsia berat, istirahat baring sebaiknya dilakukan di rumah
sakit.Biasanya diperlukan pemeriksaan teratur untuk menentukan keadaan
ibu dan bayi. Pemeriksaan lain adalah ultrosonografi untuk menentukan
volume cairan amnion.
Obatan-obatan
Obat-obatan biasanya diberikan untuk menurunkan tekanan darah
sampai tiba masa melahirkan. Jika preeklampsia berat atau terjadi sindrom
HELLP, maka diberikan kortikosteroid. Kortikosteroid dapat memperbaiki
fungsi hati dan trombosit. Selain itu, berguna untuk mematangkan paru-paru
janin dalam sedikitnya dalam waktu 48 jam dan membantu mempersiapkan
9
kondisi bayi prematur setelah persalinan. Antikonvulsif diberikan pada
preeklampsia berat seperti magnesium sulfat untuk mencegah kejang.
2.7 Pencegahan
1. Pemeriksaan antenatal yang teratur
2. Istirahat dan mengurangi pekerjaan sehari-hari, lebih banyak duduk dan
berbaring
3. Penambahan berat badan yg tidak berlebihan
4. Diet tinggi protein rendah lemak, karbohidrat, garam yang bertujuan:
Mencapai dan mempertahankan status gizi normal.
Mencapai dan mempertahankan tekanan darah normal.
Mencegah dan mengurangi retensi garam dan air.
Menjaga keseimbangan nitrogen
Menjaga agar pertambahan berat badan tidak melebihi normal.
Mengurangi atau mencegah timbulnya resiko lain atau penyulit baru pada
saat kehamilan atau persalinan.
Syarat dari pemberian diet preeklamsi adalah :
Energi dan semua zat gizi cukup, dalam keadaan berat makanan diberikan
secara berangsur sesuai dengan kemampuan pasien menerima makanan .
Penambahan energi tidak melebihi 300 kkal dari makanan atau diet
sebelum hamil.
Garam diberikan rendah sesuai dengan berat/ringannya retensi garam
atau air. Penambahan berat badan diusahakan dibawah 3 kg / bulan atau
dibawah 1 kg / minggu.
Protein tinggi ( 1 ½ - 2 Kg BB )
Lemak sedang berupa lemak tidak jenuh tunggal dan lemak tidak jenuh
ganda.
Vitamin cukup, Vit C dan B6 diberikan sedikit lebih banyak.
Mineral cukup terutama kalsium dan kalium.
Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan makan pasien.
Cairan diberikan 2500 ml sehari pada saat ologuria, cairan dibatasi dan
disesuaikan dengan cairan yang dibutuhkan tubuh.
10
2.8 Komplikasi
1. Rendahnya aliran darah ke plasenta
Jika plasenta tidak mendapat oksigen yang cukup, maka janin pun akan
kekurangan oksigen dan kekurangan gizi, sehingga pertumbuhan bayi
terhambat, lahir premature atau janin meninggal dalam kadungan dan dapat
lahir dengan berat badan rendah.
2. Eklapmsia
Eklamsia adalah kejang yang disertai dengan tekanan darah tinggi dan
terdapat protein pada urin. Merupakan komplikasi preeklampsia yang sangat
berat dimana pasien dapat mengalami penurunan kesadaran. Keadaan ini
sangat berbahaya karena dapat menimbulkan kerusakan organ seperti hati,
ginjal, dan otak, yang berakhir dengan kematian.
3. Lepasnya plasenta dari rahim (Solusio plasentae)
Preeklamsia dapat menyebabkan plasenta lepas dari rahim sehingga
terjadi perdarahan hebat yang mengancam nyawa ibu dan janin.
4. Sindroma HELLP (Hemolisis, Elevated Liver enzymes dan Low platelet)
HELLP merupakan singkatan dari hemolisis (pecahnya sel darah merah),
meningkatnya enzim hati, serta rendahnya jumlah platelet/trombosit darah .
HELLP sindrom dapat secara cepat mengancam kehamilan. Ditandai dengan
hemolisis, peningkatan kadar enzim hati, dan hitung trombosit rendah.
Gejalanya antara lain mual, muntah, nyeri kepala, dan nyeri perut bagian
kanan atas.
5. Perdarahan otak
6. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini
merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
7. Edema paru-paru
8. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati merupakan akibat vasospasmus arteriol umum.
Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati,
terutama penentuan enzim-enzimnya.
9. Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.
Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
11
10. Komplikasi lain seperti lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat
kejang, pneumonia aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular
Coagulation).
11. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterin, dan kematian ibu
Efek preeklamsi bagi janin
Preeklampsia dapat menyebabkan gangguan peredaran darah pada
plasenta. Hal ini akan menyebabkan berat badan bayi yang dilahirkan relatif
kecil. Selain itu, preeklampsia juga dapat menyebabkan terjadinya kelahiran
prematur dan komplikasi lanjutan dari kelahiran prematur yaitu keterlambatan
belajar, epilepsi, sereberal palsy, dan masalah pada pendengaran dan penglihatan.
2.9 Prognosis
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala
perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah
persalinan berakhir perubahan patofisiologik akan segera pula mengalami
perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini
merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama
penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam keudian.
12
CONTOH KASUS
Asuhan Keperawatan pada Ny “K” dengan Pre Eklampsi Ringan Umur di Atas 35 Tahun Di Puskesmas Kenten Palembang
Tanggal Pengkajian : 03 Agustus 2009 Jam : 10.30 wib
A.Data Subjektif
I. Biodata
Nama Ibu : Ny. “K” Nama suami : Tn. “H”
Umur : 37 th Umur : 36 th
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/Bangsa: Indonesia Suku/Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jln. Dr.M.Isa Lr.Fajar Alamat : Jln.Dr.M.Isa Lr.Fajar
Palembang Palembang
II. Keluhan Utama
Pada tanggal 03 Agustus 2009, pukul 10.30 WIB, ibu datang ke Puskesmas
Kenten untuk memeriksakan kehamilannya, mengaku hamil 6 bulan anak ke 2.
Mengeluh agak sedikit pusing, dan penglihatan agak sedikit kabur. Ibu cemas dengan
keadaannya.
III. Riwayat Menstruasi
a. Haid
Menarche : 11 th Teratur/tidak : tidak teratur
Siklus : 28 hari Sifat darah : encer
Lamanya : 8-9 hari Disminorhoe : tidak
Banyaknya : 2 x ganti pembalut
b. Status Perkawinan
Kawin : Iya 1x dengan suami sekarang
Usia kawin pertama : 30 th
13
Lamanya perkawinan : 9 th
c. Riwayat Kehamilan Sekarang
GPA : G2 P1 A0
HPHT : 18-2-2009
TP : 25-11-2009
ANC : 3x di Bidan
Imunisasi : Sudah mendapat TT1
Keluhan : Ibu mengeluh kepalanya agak sedikit pusing dan pandangannya kabur
d. Riwayat Kb
Pernah mendengar tentang KB : pernah
Pernah menjadi akseptor KB : pernah
Alat kontrasepsi yang digunakan : pil KB
Alasan berhenti menjadi akseptor KB : ingin punya anak
IV. Riwayat Kesehatan
a. Pribadi penyakit yang pernah di alami : tidak ada
b. Operasi yang pernah dialami : tidak ada
c. Riwayat penyakit dalam keluarga : tidak ada
d. Keturunan kembar : tidak ada
V. Data Kesehatan Sehari-hari
a. Nutrisi makan : 3x sehari, porsi sedang (1 piring nasi, lauk, sayur dan buah)
b. Eliminasi, pola BAB : ±1-2x sehari, pola BAK : ±5-6x sehari
c. Olahraga yang sering dilakukan : tidak pernah
d. Istirahat tidur siang : ± 2 jam, tidur malam : ± 7 jam (sering terbangun)
e. Personal hygiene mandi : 2x sehari, sikat gigi : setiap kali selesai makan
VI. Data Psikososial
o Alasan datang kepetugas kesehatan : ingin memeriksakan kehamilannya
dan ibu cemas akan keadaannya
o Harapan terhadap persalinan : normal
o Rencana tempat persalinan : Bidan Praktek Swasta
o Persiapan yang telah di lakukan : biaya dan mental
o Rencana menyusui : ASI ekslusif
o Rencana perawatan anak : rawat sendiri
o Rencana jumlah anak : belum tahu
14
B. DATA OBJEKTIF
I. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Kurang Baik TB : 162 cm
Kesadaran : Composmentis BB Sebelum hamil : 58 kg
TD : 140/100 mmHg. Normal TD ibu :100/70mmHg BB Saat hamil : 68 kg
Nadi : 86 x/menit Lila : 28 cm
RR : 24 x/menit Temp : 37º C
II. Pemeriksaan Obstetrik
o Inspeksi
Kepala: Rambut bersih tidak ada ketombe, mata konjungtiva merah muda
dan sklera bening, muka tidak ada edema dan tidak ada chloasma, mulut/gigi
bersih tidak ada caries dan stomatitis. Leher: kelenjar tyroid tidak ada
pembesaran, tumor tidak ada. Payudara: pembesaran simetris, areola
mammae coklat, puting susu menonjol, colostrum tidak ada. Perut:
pembesaran perut sesuai umur kehamilan, linea nigra, striae livide.
Ekstremitas tungkai simetris, edema ada pada pretibia.
o Palpasi
Leopold I : TFU setinggi pusat (mc.Donald 23 cm)
Leopold II : Bagian terbesar janin berada disebelah kanan perut ibu dan
bagian terkecil janin berada di sebelah kiri ibu
Leopold III : Presentasi kepala, kepala belum masuk PAP
Leopold IV : Belum masuk pintu atas panggul
o Auskultasi
Lokasi DJJ : 2 jari dibawah pusat disebelah kanan perut ibu.
Frekuensi DJJ :165 x/menit
o Perkusi
Reflek patella ka/ki : + (positif)
o Pemeriksaan panggul
Distancia Spinarum : 26 cm Distancia Cristarum : 29 cm Konjungata Exsterna :
20 cm Lingkar Panggul : 90 cm
15
III. Pemeriksaan Laboratorium
HB : 12 gr %, Gol Darah : A, Urine Glukosa : (-), Protein : +1, Alb : 2,5 gr/dl
3.1 ANALISA DATA
No. Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1. DS : Klien mengeluh agak
sedikit pusing, dan
penglihatan agak sedikit kabur
DO :
- TD: 140/100 mmHg,
Nadi: 86 x/menit, RR: 24
x/menit, Temp : 37º C
- Adanya edema pada
pretibia.
Vasokonstriksi pembuluh darah
hipertensi
tekanan dalam darah meningkat
aliran darah berkurang
CO menurun
Gangguan Perfusi Jaringan
Gangguan perfusi jaringan
2. DS : -
DO:
- Tekanan darah ibu :
140/100 mmHg, Nadi: 86
x/menit, RR: 24 x/menit,
Temp : 37º C.
- Kondisi janin DJJ: 165
x/menit, gerakan janin >
45x/24 jam
Tekanan darah ↑ (hipertensi)
Kerusakan endotel
Peningkatan tromboksan pada prostacyclin / peningkatan sensitifitas pada angiotensin
Adanya lesi pada arteri utero plasenta
Abruption plasenta kontraktilitas uterus
Perubahan perfusi jaringan utero plasenta
Perubahan
perfusi
jaringan
uteroplasenta
16
3. DS : -
DO :
- Proteinurin : +1
- Edema pada pretibia
- Albumin : 2,5 gr/dl
- Intake > output
Tekanan darah ↑ (hipertensi)
Kerusakan endotel
sclerosis glomerulus dan aliran darah berkurang
Terjadi peningkatan pada permeabilitas membrane basalis glomerulus
Kerusakan glomerulus
proteinuria
Hipoalbumin
Edema
Kelebihan Volume Cairan dalam tubuh
Kelebihan
volume cairan
dalam tubuh
4. DS :
- Pasien sering
menanyakan keadaannya
- Pasien mengatakan
khawatir tentang
kondisinya sekarang
- Pasien sering terbangun
ketika tidur malam
DO :
- TD ↑ 140/100 mmHg
- Nadi : 86x/menit
- RR : 28x/mnt
- Wajah tampak tegang
dan gelisah
- Px sulit untuk
berkonsentrasi
Edema terlihat pada wajah, tangan dan abdomen
Terbatasnya informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatan
Cemas dan gelisah
Ansietas
Ansietas
17
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah sekunder
akibat vasospasme pembuluh darah.
2. Perubahan perfusi jaringan uteroplasenta berhubungan dengan hipovolemia ibu,
interupsi aliran darah (vasopasme progesif dari arteri)
3. Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan protein plasma,
penurunan tekanan osmotik koloid plasma menyertai perpindahan cairan dari
kompartemen vaskular
4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tenatang diagnosis, perwatan,
dan prognosis penyakit yang dialaminya.
3.3 INTERVENSI DAN RASIONAL
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah
sekunder akibat vasospasme pembuluh darah.
Tujuan: Perfusi jaringan kembali normal
Kriteria Hasil:
Tetap normotensif selama sisa masa kehamilan
Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan beban kerja jantung.
CO= 5L/menit, TD = 120/80 mmHg, nadi=60-100/menit
Mengubah tingkat aktivitas sesuai kondisi
Intervensi:
Intervensi Rasional
1. Pantau tekanan darah dan nadi 1. Klien dengan hipertensi pada
kehamilan tidak menunjukkan
respon kardiovaskuler normal pada
kehamilan (hipertrofi ventrikel kiri,
peningkatan volume plasma,
relaksasi vaskuler dengan penurunan
tahanan perifer)
2. Obat antihipertensi bekerja secara 18
2. Kolaborasi obat antihipertensi
seperti hidralazin (Apresoline)
P.O/I.V, sehingga diastolik menjadi
antara 90 dan 110 mmHg. Ikuti
dengan pemberian metildopa
(Aldomet) untuk mempertahankan
terapi sesuai kebutuhan.
3. Pantau efek samping obat
antihipertensi. Berikan propanolol
dengan tepat.
4. Siapkan untuk kelahiran janin
dengan sesaria, bila kelahiran
pervagina tidak mungkin. Bila
hipertensi berat/kondisi eklampsia,
maka distabilkan.
langsung pada arteriol untuk
meningkatkan relaksasi otot polos
kardiovaskuler dan membantu
meningkatkan suplai darah ke
serebrum, ginjal, uterus, dan
plasenta. Hidralazin adalah obat
pilihan karena tidak menghasilkan
efek samping pada janin.
3. Efek samping seperti takikardi, sakit
kepala, mual muntah, palpitasi dapat
diatasi dengan propanolol
4. Prosedur bedah merupakan satu-
satunya cara mengatasi masalah
hipertensif bila tindakan konservatif
tidak efektif dan induksi persalinan
dikesampingkan.
2. Perubahan perfusi jaringan uteroplasenta berhubungan dengan
hipovolemia ibu, interupsi aliran darah (vasopasme progesif dari arteri)
Tujuan: Perfusi jaringan uteroplasenta kembali normal
Kriteria Hasil:
Mendemonstrasikan reaktivitas SSP normal pada NST (Non Stress Test)
Bebas dari deselerasi lanjut
Tidak ada penurunan frekuensi jantung janin pada CST/OCT (Contraction
Stress Test/Oxytocin Challenge Test)
Janin cukup bulan
Intervensi:
Intervensi Rasional
1. Tinjau ulang tanda-tanda abrupsi 1. Pengenalan dan intervensi dini
19
plasenta (misal: perdarahan vagina,
nyeri tekan uterus, nyeri abdomen,
dan penurunan aktivitas janin)
2. Perhatikan respon janin pada obat-
obatan seperti MgSO4, fenobarbital,
dan diazepam.
3. Pantau DJJ secara manual atau
elektronik sesuai indikasi
4. Bila hipertensi berat dan
memerlukan kelahiran prematur
pada gestasi antara minggu ke-28
dan 34, berikan kortikosteroid
(deksametason, betametason) I.M
selamanya sedikit 24-48 jam tetapi
tidak lebih dari 7 hari sebelum
melahirkan.
meningkatkan kemungkinan hasil
yang positif.
2. Efek depresan dari medikasi dapat
menurunkan pernapasan dan fungsi
jantung janin serta tingkat aktivitas
janin, meskipun sirkulasi plasenta
mungkin adekuat.
3. Mengevaluasi kesejahteraan janin.
Peningkatan DJJ dapat menandakan
respon kompensasi pada hipoksia,
prematuritas, atau abrupsi plasenta.
4. Kortikosteroid dianggap
menyebabkan maturitas janin
(produksi surfaktan) dan mencegah
sindrom distres pernapasan,
sedikitnya pada kelahiran janin
secara prematur karena kondisi atau
ketidakadekuatan fungsi plasenta.
Hasil terbaik didapatkan bila janin
kurang dari minggu ke-34 dan
kelahiran terjadi dalam satu minggu
dari pemberian kortikosteroid.
3. Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan protein
plasma, penurunan tekanan osmotik koloid plasma menyertai
perpindahan cairan dari kompartemen vaskular
Tujuan: Intake = output
Kriteria Hasil:
Mengungkapkan pemahaman tentang kebutuhan akan pemantauan yang
ketat dari berat badan, tekanan darah, protein urin, dan edema.
Berpartisipasi dalam regimen terapeutik dan pemantauan sesuai indikasi.
20
Menunjukkan hematokrit (Ht) = 3xHb, dan edema fisiologis tanpa adanya
tanda pitting.
Bebas dari tanda-tanda edema umum (misal: nyeri epigastrik, gejala-gejala
serebral, dispnea, mual/muntah)
Intervensi:
Intervensi Rasional
1. Timbang berat badan klien secara
rutin. Anjurkan klien untuk
memantau berat badan di rumah
antara waktu kunjungan.
2. Bedakan edema kehamilan yang
patologis dan fisiologis. Pantau
lokasi dan derajat pitting.
3. Perhatikan perubahan kadar Ht/Hb.
4. Kaji ulang masukan diet dari
protein dan kalori. Berikan
informasi sesuai kebutuhan.
1. Penambahan berat badan yang
bermakna dan tiba-tiba (misal: lebih
dari 1,5 kg/bulan dalam trimester
kedua atau lebih dari 0,5 kg/minggu
pada trimester ketiga) menunjukkan
retensi cairan. Gerakan cairan dari
vaskuler ke ruang interstitial
mengakibatkan edema.
2. Adanya edema pitting (ringan, 1+
sampai 2+; berat, 3+ sampai 4+)
pada wajah, tangan, kaki, area
sakral, atau dinding abdomen, atau
edema yang tidak hilang setelah 12
jam tirah baring, adalah bermakna.
3. Mengidentifikasi derajat
hemokonsentrasi yang disebabkan
oleh perpindahan cairan. Bila Ht
kurang dari 3 kali kadar Hb, terjadi
hemokonsentrasi.
4. Insiden hipovolemi dan hipoperfusi
pranatal dapat diturunkan dengan
nutrisi yang adekuat;
ketidakadekuatan protein/kalori
meningkatkan risiko pembentukan
edema dan hipertensi. Untuk
menggantikan kehilangan mungkin
diperlukan masukan protein 80-100
g tiap hari.
5. Beberapa masukan natrium perlu
karena kadar di bawah 2 sampai 4
21
5. Tinjau ulang masukan natrium
sampai 6 g/hari. Instruksikan klien
untuk menghindari makanan tinggi
natrium (misal: daging babi
diasinkan, hot dog, keripik
kentang)
6. Kolaborasi ekspander plasma atau
diuretik osmotik, bila perlu.
7. Pantau asam urat serum dan kadar
kreatinin, dan BUN.
g/hari mengakibatkan dehidrasi lebih
besar pada beberapa pasien.
6. Membantu untuk megalirkan
kembali cairan ke dalam ruang
intravaskuler. Tindakan ini
kontroversi karena dapat
menurunkan fungsi jantung dan
sirkulasi plasenta
7. Peningkatan kadar terutama asam
urat, menandakan kerusakan fungsi
ginjal, memperburuk kondisi ibu dan
hasil janin.
4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tenatang diagnosis,
perwatan, dan prognosis penyakit yang dialaminya.
Tujuan : Ansietas pada klien berkurang/hilang dalan 2x24 jam
Kriteria Hasil :
- Pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
- Dapat berperan aktif dalam perawatan dan pengobatan.
- Wajah tidak tampak tegang
- Waktu tidur yang cukup dan tidak terganggu
Intervensi Rasional
1. Memberi informasi faktual
mengenai diagnosis, perawatan
dan prognosis pre eklampsia
2. Ajarkan pasien tentang
penggunaan teknik relaksasi
3. Memotivasi klien untuk ikut serta
dalam perencanaan pengobatan
1. Pengetahuan tentang kondisi
penyakitnya sekarang dapat
mengurang kecemasan dan dapat
memberikan umpan positif untuk
perawatan selanjutnya.
2. Relaksasi dapat mengurangi
kecemasan
3. Klien terlibat dalam perawatan
dirinya sendiri.
22
dan perawatan.
BAB 4
PENUTUP
23
4.1 Kesimpulan
Preeklampsia merupakan sebuah keadaan yang ditandai dengan hipertensi
(vasospasme), edema (kebocoran kapiler), dan proteineuria (kerusakan sel ginjal
akibat hipoperfusi) pada kehamilan dengan umur lebih dari 20 minggu akibat dari
adanya kerusakan endotel vaskular. Preeklampsia ini dapat berkembang menjadi
eklampsia, Sindroma HELLP (Hemolisis, Elevated Liver enzymes dan Low
platelet), kerusakan ginjal dan juga menyebabkan gangguan pada janin sehingga
biasnya harus dilakukan persalinan sebelum waktunya.
Tindakan pencegahan sangat diperlukan mengingat etiologi preeklampsia
yang idiopatik dan banyaknya faktor resiko yang dapat menyebabkan preeklampsia.
Hal ini juga akan menurunkan angka kematian dan angka kejadian pada ibu hamil.
4.2 Saran
Sebagai perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan rencana keperawatan pada klien dengan kehamilan patologis pre
eklampsia yang sebelumnya harus mengerti dan memahami konsep dari
preeklampsia. Health education pada ibu hamil juga sangatlah penting sebab baik
ibu yang memiliki faktor resiko preeklampsia maupun tidak dapat lebih berhati-hati
dan waspada dalam mencegah terjadinya preeklampsia yang dapat berakibat buruk
pada dirinya sendiri dan janinnya
DAFTAR PUSTAKA
24
Carpenito, Lynda Jual. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis Edisi
6. Jakarta: EGC
Cunningham, F. Gary. 2006. Obstetri Williams Volume 1. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geiser. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk perencanaan dan Pendokumentasian
perwatan Pasien. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan Maternal
atau Bayi. Jakarta: EGC.
J.Heffner, Linda and J.Schust Danny.2006. The Reproductive System at Glance Second
Edition.Boston:Blackwell Publishing Ltd.
Taber, Benzion. 1994. Kapita Selekta: Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
EGC
http://www.blogdokter.net/2009/02/17/preeklampsia-dan-eklampsia-pada-kehamilan/,
diakses tanggal 29 september 2010
http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/27/pre-eklampsia-eklampsia/, diakses tanggal
29 september 2010
http://widiantopanca.blogdetik.com/obgin/pre-eklampsia-dan-eklampsia/, diakses
tanggal 29 september 2010
http://askep-askeb.blogspot.com/2010/07/pre-eklamsia.html, diakses tanggal 29
september 2010
http://paradeiklan.com/askep-pre-eklampsia.html, diakses tanggal 29 september 2010
25
Recommended