View
229
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
Bab 1
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Sejak mencuatnya sederet nama yang dikaitkan dengan pondok pesantren
Ngruki dan JAT (Jamaah Anshorut Tauhid) dalam kasus terorisme di Indonesia
yang sering kita saksikan di berbagai media saat ini. Nama Abu Bakar Ba‘asyir
pun sebagai pimpinan dari kedua lembaga tersebut ikut terseret. Terseret dalam
labelisasi Islam radikal bahkan lebih dari itu terseret kedalam ―bui‖. Nama Abu
Bakar Ba‘asyir memang sudah sangat terkenal dalam dinamika pergulatan
mengenai ideologi negara antara Islam dan kelompok nasionalis. Belum lagi
dipertegas dengan seringnya ABB mengeluarkan peryataan yang kontroversial
hingga makin lekatnya label Islam radikal itu terhadap dirinya. Walau sebenarnya
labelisasi ini masih perlu diperdebatan lagi, karena pada kenyataannya label ini
meluas kepada orang-orang yang terindikasi kuat dalam menjalankan agamanya
dan simbol-simbolnya seperti jenggot dan cadar. Lalu apa sebenarnya radikalisme
itu? Dalam sebuah wawancara dengan majalah Tempo (21/03/2011), Arsyad Mbai
menyatakan bahwa radikalisme adalah akar dari terorisme. Menurutnya, ideologi
radikal adalah penyebab dari maraknya aksi teror di Indonesia. Sehingga
pencegahan terorisme harus diikuti oleh pembrantasan radikalisme, Arsyad Mbai
2
melihat adanya ideologi tersebut dalam perilaku teror di masyarakat sejak tahun
2000-an.1
Penelitian ini beranjak dari pernyataan Mbai tersebut yakni dalam rangkah
memahami radikalisme yang menjadi sebab maraknya aksi teror saat ini.
Memahami radikalisme itu dimulai dari terbentuknya dalam diri seorang manusia
melalui pemikiran dan aktualisasi dari pemikiran tersebut. Abu Bakar Baasyier
adalah sosok yang tepat untuk diteliti dalam kasus ini. Tokoh Islam yang sangat
terkenal terkait dengan radikalisme dan aksi teror. Harapannya setelah memahami
seorang ABB maka kita bisa ―menjinakannya‖, dan hal ini bisa kita gunakan
untuk sosok lainnya dalam pemberantasan terorisme di Indonesia maupun dunia.
Pemikiran itu adalah mengenai Islam politik yang menginginkan negara dan
Islam sebagai agama itu menjadi sebuah satu kesatuan dan menolak dengan keras
sistem yang menegasikan antara Islam dan politik (baca : sekulerisme). Menolak
keras sekulerisme artinya memperjuangkan dengan keras juga apa yang
diyakininya mengenai sebuah tatanan ideal sebuah negara. Negara dimana Islam
dan politik menjadi satu-kesatuan yang menyeluruh. Kalau bagi ABB demokrasi
yang ruhnya adalah sekulerisme yang kemudian dikufurkan olehnya maka
kemudian penelitian ini berfokus kepada pandangan ABB mengenai demokrasi,
karena semua aktualisasi yang kini kita tangkap dari prilaku politik ABB
bermuara dari pandangan ABB yang mengatakan bahwa demokrasi itu sistem
kufur yang akhirnya ―meroyak‖ kemana-mana. Mengkafirkan Presiden,
mengharamkan hormat kepada bendera, mengkafirkan polisi, densus, para hakim
1 Pada wawancara itu, ia menyatakan bahwa ada ideologi yang terstruktur di balik pelaku teror.
Selama radikalisme tidak dibendung, terorisme tetap akan marak. Ia menyatakan hal ini ketika
mengomentari teror bom buku. Lihat wawancara Majalah Tempo, 21/3/2011
3
dan menjadi golongan putih (golput ) ketika pemilu. Hingga aksi radikal yang
banyak dilakukan oleh para teroris dikaitkan dengan label mantan murid dan
mantan jamaahnya. Walaupun hal ini sering kali dibantah oleh ABB bahwa ia
tidak mengajarkan hal demikian. Namun pernyataan pengkafiran yang dilontarkan
oleh ABB sangat mungkin dimaknai oleh mantan muridnya sebagai pernyataan
perang hingga akhirnya mereka menembaki polisi dijalanan. Walau hal ini tidak
pernah bisa terkonfirmasi dengan sang teroris karena telah meninggal terlebih
dahulu.
Sebenarnya di Indonesia saat ini banyak tokoh dan gerakan politik yang
memiliki pemikiran yang tujuanya sama dengan ABB yakni tegaknya syariat
Islam di Indonesia. Isu radikalisme dan perang terhadap teroris yang dikomandai
oleh Amerika, pondok pesantren, dan Jamaah Anshorut Tauhid.Ketiga hal itulah
yang membuat sosok ABB menjadi menarik untuk dikaji. Apa menariknya sosok
ABB yang sudah sepuh itu dibanding dengan tokoh Islam lainya hingga namanya
begitu menakutkan bagi barat.
Ruang kebebasan berserikat dan berpendapat telah membuat gerakan
politik Islam tumbuh bak jamur dimusim hujan. Namun gerakan politik tersebut
kebanyakan merupakan perpanjangan tangan dari gerakan politik Islam
transnasional. Gerakan politi itu misalnya gerakan tarbiyah yang kemudian
menjadi Partai Keadilan (PK) dan kini dikenal dengan Partai Keadilan Sejahtera
(PKS) gerakan ini merupakan perpanjangan dari gerakan Ikhawanul Muslimin
(IM) asal Mesir. Walau tidak secara langsung namun pemikiran tokoh – tokoh dan
konsep gerakan tarbiyah sangat banyak di ilhami oleh IM. Selain itu ada Hizbut
4
Tahrir Indonesia (HTI) yang merupakan perpanjangan dari Hizbut Tahri
International yang berpusat di Yordania. Belum lagi adanya proses
―TALIBANISASI‖ dan ―WAHABINISASI‖ yang juga marak terjadi di
Indonesia. Pengaruh transnasionalisme dari timur tengah telah banyak
mempengaruhi lahirnya gerakan Islam politik di Indonesia.
Mujani (2004) yang menganalisa keterkaitan Islam dan demokrasi di
Indonesia menilai, keberadaan Islam radikal bukan fenomena yang genuine lahir
di Indonesia. Mereka kental dengan pengaruh-pengaruh eksternal Timur Tengah.
Keberadaan gagasan ―Islamisme‖ yang mereka bawa pun tidak sepenuhnya
mencerminkan ke-Indonesia-an. Namun dalam sejarah Indonesia jauh sebelum
hadirnya gerakan Islam radikal saat ini, dahulu kita tahu akan adanya gerakan NII
dengan Kartusuwiryo sebagai pemikirnya yang mempunyai basis Islam militan
tradisionalis. Walau mereka sangat tradisionalis dalam ritual peribadatan namun
disisi lain mereka juga sangat ideologis dalam hal politik. Mereka mengkafirkan
negara, memberontak kepada negara dengan aksis terornya. Hal ini secara
otomatis membantah pandangan Mujani tersebut bahwa radikalisme di Indonesia
tidak sepenuhnya juga dipengaruhi oleh transnasionalisme. Radikalisme akan
selalau hadir selama ketidakadilan terjadi dimana- mana. Elit yang berkuasa
memberikan tafsir bahwa yang ingin melawan mereka dengan ragam stigma
negatif. Padahal sejatinya hadirnya kelompok radikal harus dimaknai sebagai
bahan perenungan bagi para elit akan ulah mereka yang makin hari makin
mengila.
5
Termarjinalnya politik Islam dalam hegemoni politik internasional
(Amerika Serikat) melahirkan sebuah kesadaran untuk mengembalikan kekuatan
politik Islam. Tidak dapat dipungkiri kesadaran untuk mengembalikan kekuatan
politik Islam itu dibawah oleh transnasiaonalisme Islam timur tengah ke
Indonesia. ABB sebagai tokoh Islam radikal yang banyak terlibat di gerakan Islam
internasional di Malaysia misalnya melalui Jamaah Islamiyah dan di perang
Afganistan juga Baasyier turut andil didalamnya walau hanya sebagai perantara
orang Indonesia yang hendak berjihad kesana. Selain itu warisan sejarah umat
Islam yang banyak diwarnai konflik dengan rezim penindas gerakan Islam politik,
rezim orde baru misalnya. Dalam kasus ini ABB adalah sosok yang
termarjinalkan oleh sejarah tersebut, kasus asas tunggal pancasila rezim orde baru.
Dengan kesadaran sejarah serta adanya ruang demokrasi yang terbuka bagi
siapapun membuat ABB ingin mengembalikan posisi gerakan Islam di Indonesia.
Walau kesemua gerakan ini memiliki kesamaan tujuan yakni tegaknya
syariat Islam di Indonesia namun mereka memilik cara yang berbeda dalam
memperjuangkannya. Kesamaan tujuan tidak membuat ABB lantas bergabung
menjadi anggota atau ketua dari kedua gerakan politik transnasional ini. ABB
memilih membuat gerakan politik sendiri yang didasari pada pemikiran politik
yang dimilikinya. Hal ini sebenarnya terkesan sebagai suatu perpecahan gerakan
politik islam, tapi hal ini tidak bisa juga disatukan karena masing-masing gerakan
punya figur sendiri dan memiliki pemikiran sendiri-sendiri.
Tidak bisa dipungkiri bahwa akan adanya persaingan dan konflik diantara
mereka. Konflik internal gerakan politik Islam ini lah yang sebenarnya memiliki
6
andil yang cukup besar dalam membuat lambannya Islam politik berkuasa.
Konflik internal itu misalnya dalam pilihan masuk parlemen atau ekstra-
parlementer. Kelompok ekstra-parlementer memandang bahwa gerakan politik
yang masuk parlemen itu tidak berdakwah sesuai ajaran nabi, cinta pada jabatan
dan lainya yang berbasis pada keyakinan mereka bahwa parlemen sebagai bagian
dari demokrasi adalah haram. Sedangkan kelompok gerakan yang masuk
parlemen memandang bahwa gerakan politk Islam diluar parlemen itu cuma
berkoar-koar dijalanan tanpa kontribusi yang nyata. Pilihan mereka masuk
kedalam parlemen adalah bagian dari dakwah Islam dan memanfaatkan sarana
yang ada saat ini. Belum lagi konflik dalam hal peribadatan misalnya masalah
antara mengunakan doa qunut atau tidak yang merupakan bentuk benturan islam
transnasional dan tradisional, konfik-konflik yang sebenarnya tidak perlu terjadi
tapi ini lah kenyataan pahit gerakan politik Islam saat ini. Konflik yang
menghambat akan terjadinya sebuah sinergisitas antara gerakan politik Islam yang
akhirnya berakibat pada buruknya kondisi umat Islam.
Demokrasi memberikan ruang kepada perbedaan gerakan politik tersebut
sehingga mereka bisa memilih jalan untuk mengaktualisasikan diri mereka sesuai
dengan nilai yang mereka yakini. Gerakan politik ini akhirnya terbagi menjadi dua
yakni masuk kedalam sistem dengan menjadi partai politik yang bisa
menempatkan wakilnya di legislatif dan menjadi gerakan politik ekstra-
parlementer yang fokusnya adalah membenahi dan mendidik masyarakat dengan
nilai – nilai keislaman secara langsung. Masuk kedalam sistem menjadi pilihan
gerakan tariyah melalui partainya PKS, sedangkan menjadi ekstra-parlementer
7
menjadi pilihan HTI dan ABB dengan organisasinya (baca:MMI dan JAT) dan
gerakan Islam lainnya baik transnasional maupun tradisional.
Pilihan masuk kedalam sistem dengan menjadi partai politik dan menjadi
gerakan politik ekstra-parlementer yang mereka lakukan itu bukan tanpa dasar, itu
adalah aktualisasi dari pemikiran politik yang mereka yakini. Aktualisasi diri ini
bermuara dari pandangan mereka tentang demokrasi, bagi gerakan tarbiyah
demokrasi adalah sistem yang dekat dengan islam. Demokrasi harus dinikmati
sebagai sebuah kendaraan untuk menciptakan sebuah masyarakat yang madani.
Pandangan ini akhirnya membuat gerakan tarbiyah bertransformasi menjadi
sebuah partai politik (baca:PKS) yang saat dikenal sebagai partai dakwah.
Selain itu, ada juga pandangan yang sangat keras terhadap demokrasi.
Pandangan ini menyakini bahwa demokrasi sistem kufur atau thogut yang bagi
mereka haram untuk terlibat didalamnya yakni dengan masuk kedalam sistem
demokrasi itu. Mereka menyakini bahwa demokrasi sistem yang menuhankan
rakyat dan mengabaikan syariat. Mereka juga berpandangan bahwa terlibat dalam
sistem demokrasi itu tidak dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW, dan tidak
bisa dijadikan jalan untuk sebuah perubahan mendasar dimasyarakat
(baca:revolusi). Bagi mereka perubahan mendasar disebuah negara selalu bermula
dari gerakan ekstra-parlementer berkaca pada revolusi besar didunia seperti
Inggris, Perancis, Dll. Belum lagi ditambah dengan fakta banyak partai politik
Islam yang memenangkan pemilu namun akhirnya gagal merubah idelogi negara
karena tekanan dari Amerika Serikat dan barat seperti yang terjadi di Aljazair dan
Palestina serta Sudan. Hal ini lah yang akhirnya membuat mereka semakin yakin
8
dengan pilihan menjadi gerakan politik ekstra-parlementer. Pemikiran ini
akhirnya menimbulkan perilaku politik yang khas bagi mereka yakni ketika
pemilu mereka menjadi golongan putih (golput) karena bagi mereka haram
hukumnya memilih wakil rakyat yang tidak menerapkan hukum tuhan. Namun
disisi lain mereka menikmati ruang kebebasan yang diberikan oleh demokrasi.
Tidak hanya menjadi golput ketika pemilu bahkan prilaku politik mereka
ada yang lebih radikal daripada itu. Keradikalan itu adalah misalnya dengan
mengatakan bahwa negeri yang mayoritas penduduknya beragama islam adalah
negeri kafir. Pengkafiran yang akhirnya meluas kepada pengkafiran kepada
pejabat negara mulai dari presiden2, hingga kepada polisi dan densus
3. Jihad
menjadi pilihan yang dianggap paling shahih bagi mereka untuk menegakan
negara Islam seperti yang terjadi hari ini bagaimana Al-Qaedah telah
menjalankanya.
Walaupun bagi ABB pelaksanaan jihad untuk kasus Indonesia belumlah
tepat, bahkan beliau mengatakan bahwa perang secara terbuka adalah sebuah
kesalahan yang sangat fatal dalam perjuangan. Tidak hanya itu ABB juga
mengatakan dan memberi sebutan yang khas kepada para pelaku bom Indonesia
yang tujuannya adalah Islam dengan sebutan ―mujahid salah jalan‖. Sebuah
2 Bagi ABB presiden NKRI dari Soekarno hingga SBY adalah kafir .
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/216626-ba-asyir--dari-soekarno-hingga-sby--kafir-
diunduh pada tanggal 11 oktober 2012 pukul 00: 29
bahkan lebih dari itu mereka adalah Thogut, sesembahan selain Alloh.
http://arrahmah.com/read/2012/01/11/17338-ustadz-abu-bakar-baasyir-penguasa-nkri-sejak-
merdeka-hingga-saat-ini-adalah-thaghut.html diunduh pada tanggal 12 April 2012 pukul 01 :24 3 ABB pernah menulis sebuah surat yang ditujukan kepada pihak kepolisian dalam surat itu ABB
mengatakan bahwa polri dan densus adalah musuh Alloh dan musuh Rasul.
http://www.muslimdaily.net/features/6876/surat-dari-ustadz-abu-bakar-ba%27asyir-densus-88-
adalah-musuh-allah-dan-rasulnya diunduh pada tanggal 10-04-2012 pukul 21:51
9
sebutan yang membuat kelompok para teroris itu tidak terima dan sedikit marah.
Dengan pemahamannya ini lah ABB selalu menolak segala bentuk tuduhan
negara kepadanya akan keterlibatan dalam aksi teror di Indonesia.
Tidak hanya itu pemikiran memang unik dan berbeda hal ini juga terlihat
ketika ABB memutuskan mundur dari Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).4
Sebuah organisasi yang dicap sebagai organisasi Islam radikal dan memiliki
tujuan tegaknya syariat Islam dinegeri pertiwi ini. Mundur dari MMI bagi ABB
bukan tanpa asalan yang kuat, ketidaksesuaian pemikiran ABB mengenai
kepemimpinan sebuah gerakan dengan yang diterapkan MMI alasan yang sangat
prinsip bagi ABB. Setelah mundur dari MMI ABB mendirikan sebuah gerakan
baru yang bernama Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) yang kini dikenal oleh
masyarakat sebagai organisasi yang anggota banyak terlibat dengan kasus
terorisme di Indonesia, bahkan pihak Amerika menyatakan bahwa JAT organisasi
teroris di asia tenggara.5
Pemikiran yang dimilik ABB ini hanya bisa hidup ketika demokrasi
memberikan ruang kepadanya, seperti yang kita ketahui bahwa ABB dengan
pemikirannya ini sempat diperkarakan oleh rezim orde baru yang berujung
kaburnya ABB dan temannya Abdullah Sungkar ke Malaysia. Berhembusnya
4 ABB terpilih menjadi Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) pada kongres Mujahidin I di
stadion Kridosono Yogyakarta pada tanggal 7 Agustus 2000, Namun pada tanggal 19 Juli 2008
Abu Bakar Baasyier memilih mundur sebagai amir Majelis Mujahidin Indonesia, sebuah
keputusan yang membuat kaget banyak orang. Keputusan ini Baasyier lakukan didasari oleh
perbedaan pemikiran mengenai tata kelolah sebuah organisasi khususnya masalah kepemimpinan
MMI. 5Banyakanya anggota JAT dan alumni ponper Ngruki yang semua lembaga ini melibatkan ABB
sebagai pimpinananya, akhirnya Amerika Serikata mengeluarkan pernyataan bahwa JAT adalah
organisasi teroris. http://nasional.kompas.com/read/2012/02/04/24/09334124/AS.Nyatakan.
JAT.sebagai.Organisasi.Teroris
Diunduh pada tanggal 16 Oktober 2012 pukul 18:25WIB
10
angain segar demokrasi membuat ABB kembali lagi ke Indonesia, bukan untuk
mendukung dan mengamankannya tapi untuk memanfaatkanya kemudian
menghancurkannya. Mengunakan demokrasi untuk membunuh demokrasi
begitulah kira-kira kiasannya. Pembunuhan yang dimulai dengan pernyataan
pengkafiran, pengkafiran yang bermakna halal darahnya demokrasi untuk
ditumpahkan. Ruang demokrasi tidak untuk menjadikan mereka terlibat secara
politik perjuangan melalui mekanisme yang telah demokrasi berikan yakni
melalui jalan parlemen. Namun bagi mereka memilih jalan ekstra-parlemen lebih
sesuai dengan khitah perjuangan.
Bagi ABB demokrasi telah membajak hak preogatif Alloh yakni hak
menetapkan hukum, dalam demokrasi manusia yang menetapkan suatu hukum
tidak mendasarinya kepada hukum Alloh yakni syariat Islam. Menurut pemikiran
ABB demokrasi itu haram, pemikiran ini didasari oleh Islam yang diyakininya.
Letak keharaman itu terlihat ketika demokrasi menyerahkan kedaulatan dalam
membuat atau menetapkan hukum kepada manusia yang tidak menjadikan syariat
Islam sebagai dasar pijakannya. Pijakan pandangan ABB mengenai demokrasi ini
misalnya terdapat dalam Al-Qur‘an surat Al-Maidah ayat 446, sampai dengan 47
akhir ayat menegaskan bahwa barang siapa yang tidak berhukum atau
memutuskan suatu perkara dengan hukum Alloh maka ia kafir, zalim dan fasik
serta di surat Yusuf ayat 40 yang berbunyi bahwa pembuat hukum itu adalah hak
Alloh semata dan surat serta ayat lainya yang jadi ladasan pemikiran politik ABB
mengenai demokrasi.
6 Surat Al-Maidah ayat 44 : ,………………….. barang siapa yang tidak memutuskan perkara
dengan hokum Alloh maka ia kafir. Dan seterusnya yakni dzalim dan fasik.
11
Dari sini dapat kita pahami bahwa pernyataan ABB yang mengkafirkan
negara Indonesia, mengkafirkan presiden dan pejabat pemerintah lainya seperti
densus dan kepolisian. Semua disebabkan oleh sistem demokrasi yang tengah
berjalan di negeri kita tecinta ini. Mengkafirkan negara yang mayoritas
pendudukanya beragama islam, karena ABB tidak melihat agama penduduknya
tapi melihat sistem yang mengaturnya. Mengkafirkan presiden republik Indonesia
walaupun sang presiden beragama Islam, karena bagi ABB sang presiden tidak
menerapkan hukum Islam dan mengkafirkan densus dan kepolisian yang
kebanyakan juga mereka yang beragama islam karena dinilai densus dan
kepolisian karena sering memusuhi gerakan Islam dengan isu terorisme. Maka
pengkafiran menjadi sebuah pernyataan perang terhadap negara hingga akhirnya
aksi pembunuhan seperti bom dan penembakan terhadap polisi yang baru-baru ini
sering terjadi terhadap pejabat negara menjadi halal. Walau Ba‘asyir dengan
umurnya yang sudah sangat tua dan kondisi fisik yang lemah sangat tidak
mungkin beliau terlibat disana. Namun Ba‘asyir konsisten terus mengelorakan
semangat perjuangan terhadap negara yang dinilainya sering melecehkan Islam.
Kalau Robert Millar (2007) mendefenisikan radikalisme itu meliputi
gagasan dan tindakan, jelaslah bahwa pemikiran yang melekat pada diri ABB
adalah bagian dari radikalisme. Kalau fundamentalisme itu bermakna sebagai
keinginan kelompok tertentuk untuk kembali kepada ajaran agamanya yang
murni. ABB sebagai sosok yang radikal pemikirannya tentu keinginan terbesarnya
adalah kembalinya ia bersama kelompoknya kedalam konsep ideologi, gagasan
dari agama yang ia yakini. Kalau demokrasi bagi keyakinan ABB dan
12
kelompoknya sebagai sesuatu yang haram dan harus dilenyapkan. Maka dari sini
lah artinya penting penelitian ini untuk dilakukan sebagai upaya untuk menjaga
dan menyelamatkan demokrasi kita dari serangan kaum radikal itu. Bukan dengan
tindakan militer yang hanya akan membuat mereka menjadi semakin brutal tapi
dengan memahami isi dari otak mereka. Pemikiran semacam ini tidak serta merta
mengkristal dalam logika mereka tapi ada proses panjang yang akhirnya membuat
mereka memiliki pemikiran radikal ini. Penelitian ini dilakukan untuk melihat dan
menganalisa proses pengkristalan pemikiran politik tersebut dalam diri seorang
yang memiliki peranan penting dalam studi pemikiran Islam radikal di Indonesia.
Fokusnya adalah bagaimana proses terbentuknya pemikiran politik ABB yang
mengharamkan demokrasi dan mengakafirkan negara dan pejabat negara
(baca:presiden ). Selain itu penting rasanya untuk kita bersikap lebih adil terhadap
sosok ABB. Penelitian akan memaparkan cerita panjang sosok seorang Abu Bakar
Baasyier dengan segala stigma buruk yang didapatkan, dengan seagala dukungan
dan pujian yang sampai hari ini masih terus ada. Adil dalam memahami
pemikiran yang dimilikinya, seperti memahami pandangan beliau terkait aksi
terorisme di Indonesia. Harapannya penelitian ini menjadi jawaban diantara
kebingungan publik atas sosok ustad yang sudah sepuh ini. Benerkah Abu Bakar
Baasyir memiliki pemikiran seperti halnya para teroris itu atau ini hanya sebuah
cara negara dalam memberikan tafsiran ―benar atau salah‖ terhadap ―kawan dan
lawanya‖. Atau ini cara negara mengumpulkan pundi – pundi uang ditengah
―seksinya‖ issu terorisme untuk dijual dalam pasar global saat ini.
13
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses terbentuknya pemikiran politik Abu Bakar
Baasyier?
2. Bagaimana pemikiran politik Abu Bakar Ba‘asyir tentang demokrasi,
pengkafiran pemimpin negara dan aparatnya, serta tentang jihad?
Penulisan skripsi ini tidak sekedar menjelaskan dinamika pemikiran politik
Abu Bakar Ba‘asyir. Namun juga menjelaskan strugle of power antara Ba‘asyir
sebagai aktor politik yang tidak hanya memiliki pemikiran politik namun juga
memiliki cita – cita politik. Bagi Ba‘asyir tidak hanya negara harus didasarkan
pada agama (Islam) namun juga agama (Islam) harusnya menjadi alat penyadaran
untuk merebut kekuasaan saat ini.
C. Tujuan Penelitian
1. Ingin mengetahui proses terbentuknya pemikiran politik Abu
Bakar Baasyier.
2. Ingin melihat hubungan pemikiran politik Abu Bakar Baasyier
dengan kasus terorisme di Indonesia.
3. Ingin menambah khasanan baru dalam study pemikiran politik.
4. Ingin mengungkap misteri dinamika pergulatan kelompok Islam
radikal dalam memperjuangkan syariah Islam.
D. Kerangka Teori
D.1 Agama ( Islam ) sebagai Ideologi
Sebelum melihat proses terbentuk pemikiran politik ABB penting untuk
melihat basis pemikirannya terlebih dahulu artinya penting untuk melihat pijakan
14
dasar (ideologi) dalam pemikiran politik ABB tersebut. Dari beragam
aktualisasinya dan simbol yang dikenakan oleh ABB maka mudah untuk
memastikan bahwa dasar pijakan pemikiran (ideologi ) ABB adalah Islam.
Intinya cara berpikir atau sudut pandang pemikiran ABB adalah agama. Agama
memberikannya gambaran tentang tataran ideal sebuah masyarakyat ( peradaban).
Thomas P. Jenkin dalam The Study of Political Teori7 menjelaskan bahwa
idelogi termasuk kedalam teori – teori yang mempunyai dasar moral atau bersifat
akhlak yang menentukan norma-norma untuk perilaku politik. Idelogi adalah
kumpulan ide-ide yang didasarkan kepada sebuah nilai atau norma yang dimiliki
oleh seseorang atau sekelompok orang yang menentukan sikap dan perilaku
politiknya terhadap permasalahan politik yang dihadapi. Dengan ideologi
seseorang atau sekelompok orang memiliki keyakinan akan suatu pola tata tertib
sosial politik yang ideal. Dalam perjalanan perkembangannya idelogi sangat
dipengaruhi oleh situasi dan kejadian serta pengalaman yang dialami oleh
sekelompok orang atau seseorang yang menyakini. Hal ini membuat ideology
akan terus berkembang mengikuti kejadian dan situasi serta pengalaman yang
membuatnya berubah menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut.
Agama yang mempunyai prinsip dan konsep tertentu yang sarat akan nilai
tapi disisi lain agama juga tidak mengabaikan perkembang masyarakat sekitar
yang tidak bertentangan dengan prinsip dan konsepnya maka jelaslah bahwa
agama termasuk dalam pembagian ini. Walaupun agama mempunyai konsep yang
tunggal namun ketika masuk kedalam diri seseorang tidak semua menghasilkan
7 Miriam Budiardjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008) hlm :
43
15
kesaman dalam pergerakannya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan tafsir
terhadap konsep agama tadi. Islam sebagai sebuah agama jelas memiliki banyak
sekali ragam mazhab didalamnya.
D.2. Wahabisme sebagai salah satu Isme dalam Islam
Dalam perkembangan Islam mengalami beragam benturan dengan
beragam peradaban diluar Islam Seperti peradaban barat, atau pun kebudyaan
lokal. Benturan itu pun melahirkan beragam reaksi yang akhirnya melahirkan
sebuah -isme lainya. Ketika berbenturan dengan peradaban barat misalnya ada
yang adaptif dan ada yang resisten. Adaptif dengan barat lahirlah sebuah paham
yang disebut dengan Liberalisme Islam atau yang lebih sering dikenal dengan
Islam liberal. Resisten dengan peradaban barat lahirnya sebuah bentuk
radikalisme Islam atau Islam Radikal. Begitupun ketika Islam berbenturan dengan
konteks lokal negeri ini perpaduan Islam dengan budaya akhirnya melahirkan
Tradisionalisme Islam atau Islam Tradisional.
Ketiga –isme yang saat ini menjadi sebuah mazhab dalam perkembangan
Islam di Indonesia. Tidaknya menjadi sebuah mazhab dalam hal peribadatan tapi
juga menjadi mazhab politik. –Isme yang mempunyai cara pandang yang berbeda-
beda satu sama lain. Islam Radikal misalnya dengan ciri khas pemikirannya
tentang negara Islam atau khilafah Islamiyah. Tidak hanya itu mereka juga sangat
anti dengan barat segala sesuatu utamanya produk pemikiran barat seperti
demokrasi, sekulerisasi, pluralisme adalah haram bagi mereka. Islam Tradisional
pun punya ciri khas utamanya dalam hal peribadatan yang sangat dekat dengan
nuansa kebudayaan seperti yasinan, tahlil, istighoza, dll. Dalam hal pemikiran
16
politik kelompok Tradisionalis ini pun cendrung lebih moderat dan apolitis. Islam
Liberal adalah bentuk lawan dari Islam Radikal. Kalau Islam Radikal menolak
segala bentuk produk pemikiran barat Islam Liberal sebaliknya yakni bersahabat
dan menjadikan pemikiran barat sebagai sesuatu yang harus digunakan oleh umat
Islam saat ini. Bagi Islam Liberal kemajuan Islam akan tercapai jika umat Islam
mengekor pada perabadan barat.
Secara garis beras ada tiga –isme dalam manhaj gerakan Islam kotemporer
yakni Ikhwanisme, Wahabisme, dan Jihadisme. Ketiga –isme ini menjadi penting
dalam kajian gerakan politik Islam saat ini. Dimana hampir disetiap negeri Islam
gerakan ini hadir tumbuh dan berkembang bersama gesekan dengan kelompok
Islam lainnya. Ketiga –isme yang sering disebut sebagai gerakan Islam
transnasional. Sebuah ideologi baru setelah ideologi Islam itu sendiri bahkan
bagian sebagian penganutnya ketiga –isme ini adalah Islam itu sendiri. Tidak
heran sebagian dari mereka mengkafirkan orang yang diluar paham yang mereka
yakini ini. Semua mazhab politik ini menginginkan akan tegaknya sebuah
peradaban Islam walaupun dengan pemikiran dan cara yang berbeda. Ada yang
dengan cara berjuang melalui terlibat aktif dalam dunia politik praktis yakni
dengan masuk kedalam parlemen, ada yang fokus gerakannya adalah dengan
kembali memurnikan ajaran Islam yang bagi mereka sudah tercemar beragam
―polusi‖, Ada juga dengan gerakan memerangi kaum kafir secara langsung baik
dinegara konflik perang ataupun negara damai. Bagi mereka jihad adalah kunci
untuk mengembalikan kejayaan Islam yang telah lama mati. Ketiga
17
mazhab/paham inilah yang banyak mempengaruhi pemikiran politik Abu Bakar
Baasyier.
Secara garis besar ketiga mazhab itu mempunyai induk pemikiran teologis
yang sama yakni merujuk pada sebuah istilah yang disebut salafy. Cara beragama
dengan mengikuti para pendahulu yakni salafus shaleh. Manhaj atau jalan para
salafus shaleh begitulah mereka lazim menyebutnya. Istilah salafi sebenarnya
semakna dengan ahlul sunna wal jamaah namun kemudian dalam kelompok ahlul
sunnah ini umat Islam terpecah lagi kedalam manhaj – manhaj keagamaan lagi.
Istilah salafy ini menjadi popular setelah munculnya gerakan yang dipelopori oleh
Muhammad bin Abdul Wahab akan pentingnya menjadi seorang salafy. Menjadi
seorang salafy artinya menjadi seorang muslim yang beragama sesuai dengan apa
yang nabi dan para sahabat beserta tabiin jalankan. Mereka menamakan diri
jamaah yang tidak terlembaga ini dengan sebutan salafi. Tidak terlembaga karena
jamaah ini tidak pernah didirikan oleh siapapun dan tidak pernah punya pimpinan
soerang pun rujukan mereka hanya digerakan oleh rujukan utama mereka yakni Al
– Quran, hadist nabi, ijma sahabat, perkataan ulama mereka dari Ibnu Taymiyya
hingga Nasirudin al –albani dan Bin Baz. Banyak juga yang menamakan jamaah
ini dengan sebutan wahabi merujuk nama sang pelopor yakni Muhammad bin
Abdul Wahab. Sebuah nama yang tidak disukai oleh mereka sendiri namun nama
ini terlanjur melekat hingga sulit untuk dihindarkan lagi. Wahabisme selalu
disandarkan ketika ada sekelompok umat Islam yang sering mengeluarkan kata –
kata bid‘ah, sesat, kafir, musyrik. Melakukan permurnian ajaran agama atau yang
sering disebut sebagai gerakan purifikasi tauhid. Memerangi semua bentuk ibadah
18
dan amalan yang dilakukan oleh umat Islam yang dianggap tidak ada tuntunan.
Ibadah yang tidak ada tuntunan yang dicontohkan oleh nabi Muhammad dan para
sahabatnya. Gerakan ini hadir sebagai sebuah jawaban ketika pada waktu itu
memang harus diakui banyak praktik – praktik ajaran yang menyimpang. Gerakan
ini kemudian menjadi menakutkan ketika ia dijadikan oleh para kepala suku
sebagai sebuah legitimasi dalam menaklukan suku yang lainnya. Dan itu memang
terjadi hingga kemudian wahabisme diformalkan dalam sebuah negara yang kini
kita kenal dengan nama Arab Saudi. Paska hadirnya negara Arab Saudi yang
merupakan hasil simbosis mutualisme kepentingan agama dan politik di Arab
Saudi sendiri paham mengkafirkan yang berbeda atau utama pengkafirkan kepada
negara itu menjadi hilang. Bahkan mereka memandang bahwa orang – orang yang
memiliki paham pengkafiran itu sebagai khawarij yang mereka anggap sebagai
anjing – anjing neraka. Arab Saudi yang merupaka sekutu dekat Amerika Serika
dengan prilaku para elit kerajaan yang jauh dari nilai – nilai Islam hingga hari ini
diyakini oleh para penganut wahabisme baik di Arab Saudi maupun diluar
dianggap sebagai sebuah negara Islam. Penulis belum menemukan secara pasti
kapan pemahaman pengkafiran terhadap negara dalam lingkup negara Arab Saudi
itu menjadi hilang. Namun dibalik ini semua adalah jelas ini bagian dari cara para
elits kerajaan Arab Saudi untuk mengamankan kekuasaannya. Mereka tidak mau
kemudian paham pengkafiran itu kemudian menyerang mereka sendiri dan
mengancam kekuasaan mereka. Namun pemahaman pengkafirkan kepada negara
atau kekuasaan yang tidak menjalankan syariat Islam itu kemudian lahir lagi. Ia
lahir dari pemahaman yang sama dengan apa yang Muhammad bin Abdul Wahab
19
pahami sebenarnya. Pemikiran Ba‘asyir ada dalam lingkaran ini akan terjawab
sepenuhnya di pembahasan bab tiga. Bagaimana Ba‘asyir memaknai kalimat
tauhid yang rujukannya adalah kitab – kitab tauhid dari Muhammad bin Abdul
Wahab atau bagaiman Ba‘asyir memaknai bahwa salah satu thogut itu adalah
penguasa atau ideologi yang tidak menjalankan syariat Islam dan rujukannya itu
Ba‘asyir sebutkan pengertian thoghut menurut Muhammad bin Abdul Wahab.
Belum lagi ketika pengkafirkan Ibnu Taymiyyah kepada penguasa Mongol yang
beragama Islam namun kemudian menerapkan sebuah ideologi negara yang tidak
Islami.
Kalau kita membahas Wahabisme tentu kita akan membahas sosok
Muhammad bin Abdul Wahab karena dari nama inilah kata Wahabi sebagai
sebuah aliran dalam Islam itu berasal. Menjelaskan sosok Muhammad bin Abdul
Wahab menjadi penting untuk menjelaskan tentang pemahaman keagamaannya
dan sepak terjang dirinya dalam lintasan sejarah umat Islam. Dari sini akan
ditemukan jawaban mengapa hari ini paham wahabi sering dikait – kaitkan
dengan pemahaman Islam yang radikal seperti pahamnya Al – Qaedah dan
Taliban di Afganistan sana. ―Setiap kelompok (radikal) Islam yang hingga tingkat
berbeda dikecam oleh dunia seperti Taliban dan Al – Qaedah, amat dipengaruhi
oleh pemikiran wahabi.‖8
Wahabi di identikkan dengan Islam yang keras suka membid‘ahkan dan
mengkafirkan pemahaman yang tidak sesuai dengan pemahamannya mereka.
Mengkaitkan wahabi dengan citra yang mudah mengkafirkan itu bukan tanpa
8 Khaled Abou El Fadl, Great Theft : Wreststling Islam from the Extremists ( San Francisco :
Harper Collins,2005),h.45
20
alasan. Sebabnya mereka yang mengkaitkan itu paham betul bagaimana
pengkafirkan itu dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab dalam perjuangan
dakwahnya. Lalu kalau pemahaman ini kita kaitan dengan prilaku Ba‘asyir yang
suka mengkafirkan negara dan pejabatnya maka tepatlah jikalau wahabisme
menjadi kerangka dalam tulisan ini untuk menjelaskan pemahaman keagamaan
Ba‘asyir. Karya David Cook (2005) yang antara lain menyebut sumbangan
wahabisme dalam penyebaran doktrin takfir (pengkafiran) yang melahirkan
pandangan bahwa seorang muslim pun dapat dijadikan sasaran dalam pelaksanaan
jihad.9 Untuk itu menjadi penting untuk menguraikan tentang sosok Muhammad
bin Abdul Wahab dalam pembahasan ini. Untuk melihat bagaimana pengkafiran
itu ia lakukan.
Muhammad bin Abdul Wahab lahir pada 115/1703 di kota kecil al
‗Uyaynah di Najad, wilayah bagian timur dari apa yang dewasa ini disebut
sebagai kerajaan Arab Saudi. Ayah sekaligus guru pertama Muhammad bin Abdul
Wahab adalah seorang hakim di al ‗Uyaynah yang menjalankan tugasnya sesuai
dengan mazhab hambali yang telah menjadi tradisi di wilayah itu.10
Kemudian ia
menghabiskan waktu selama empat tahun untuk belajar di Madinah. Mungkin
perlu dicatat bahwa pada waktu itu Madinah masih menjadi pusat pengetahuan
dan pertukaran intelektual Islam yang penting, yang menarik banyak sarjana dan
pelajar dair berbagai belahan dunian Islam. Diantara orang yang tercatat pernah
menjadi guru dari Muhammad bin Abdul Wahab adalah Syaikh ‗Abdullah bin
9 David Cook, Understanding Jihad (Barkeley, Los Angeles, London : University of California
Press, 2005), hh 74-75. 10
Algar, Hamid. 2008. Wahabisme Sebuah Tinjauan Kritis. Jakarta : Paramadina. Hal 34
21
Ibrahim yang juga berasal dari Najad dan Muhammad Hayat al – Sindi seorang
ahli hadist dari India.11
Lebih penting lagi, Muhammad bin Abdul Wahab dikatakan lebih banyak
menghabiskan waktunya dimadinah untuk mempelajari karya – karya Ibnu
Taymiyyah. Ibnu Taymiyyah memiliki kesamaan dengan Muhammad bin Abdul
Wahab dalam hal kegemarannya berpolemik. Sasarannya meliputi agama Kristen,
aliran Syiah, praktik dan doktrin kaum sufi dan Mu‘tazilah. Wahabisme
senantiasa diklaim mencerminkan kemunculan yang tertunda dari warisan Ibnu
Taymiyyah.12
Dari Madinah Muhammad bin Abdul Wahab kembali ke Huraymilah dan
tidak lama kemudian ia pergi ke Basrah, untuk alasan yang tidak begitu jelas. Ia
menetap di sebuah desa yang bernama al – Majmu‘ah. Disana dalam kata – kata
sejarawan Saudi, ‗Utsman bin ‗Abdullah bin Bisyr, ― ia mengecam hal – hal
tertentu yang berkaitan dengan syirik dan bid‘ah.13
Lalu kemudian kembali lagi ke
Huraymilah disana ia bergabung dengan ayahnya untuk membasmi kebodohan,
syirik dan bid‘ah dengan semangat yang tak kenal lelah, sehingga ayanya lelah
menghadapi sikapnya. Sebagaimana diungkapkan oleh ‗Utsman bi Bisyr, ―terjadi
perdebatan diantara keduanya. Disana ia juga menyisihkan waktu untuk
menyusun buku kecil yang diberi judul kitab al – Tawhid.14
Kitab yang hari ini
banyak mempengaruhi pemahaman umat Islam tentang apa itu tauhid dan seluk
beluknya.
11
Ibid hal 36 12
Ibid hal 38 13
Ibid hal 41 14
Ibid hal 44
22
Kematian ayah dari Muhammad bin Abdul Wahab pada 1153/1740 M
tampaknya telah membebaskan Muhammad bin Abdul Wahab dari segala
hambatan dalam upaya membasmi apa yang dipandangnya sebagai praktek -
praktek syirik. Meskipun ia mengumpulkan sejumlah pengikut, ia segera
mendapati sebagai hal yang politis untuk meninggalkan Huraymilah dan dapat
kembali ke al – ‗Uyaynah yang kini memiliki kondisi yang lebih menguntungkan
dibandingkan empat belas tahun sebelumnya ketika ia dipaksa meninggalkan kota
itu. Kini penguasa al – ‗Uyaynah Utsman ibn Mua‘ammar memperluas
perlindungannya kepada Muhammad bin Abdul Wahab dan besumpah untuk setia
pada pemahaman tauhid yang didakwahkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab.
Aliansi ini diperkuat dengan pernikahan Muhammad bin Abdul Wahab dengan al
– Jauhara, bibi dari Utsman bin Mua‘ammar. Dengan mendapatkan dukungan
kekuasaan dan perlindungan Utsman bin Mua‘ammar ini Muhammad bin Abdul
Wahab menjadi lebih leluasa dalam mendakwahkan ajarannya. Ia mulai
menyingkirkan bahkan menghancurkan apa yang menjadi rintangan dalam
aktivitas dakwahnya seperti menghancurkan Zayd bin al – Khattab seorang
sahabat nabi.15
Koaliasi agama dan politik ini sangat menguntungkan bagi
keduanya. Muhammad bin Abdul Wahab menjadi leluasa dalam menyebarkan
ajarannya dan Utsman bin Mua‘ammar akan mendapatkan perluasan wilayah dari
daerah taklukan. Untuk menjalankan misi ini Utsman menyediakan pasukan
bersenjara terdiri dari enam ratus orang dan sekelompok kecil pengikutnya.16
Namun sayang koalisi ini tidak berjalan lama Utsman bin Mua‘ammar menyerah
15
Ibid hal 50 16
Ibid
23
pada kekuasaan sukau yang lebih kuat. Muhammad bin Abdul Wahab di usir dair
al ‗ Uyaynah. Namun kemudian Muhammad bin Abdul Wahab pindah ke al –
Dir‘iyyah dari sinilah kepentingan agama dan politik itu kembali bertemu lagi.
Muhammad bin Abdul Wahab menjalin koalisi baru dengan Muhammad bin Saud
penguasa kora al – Dir‘iyyah.17
Koalisi ini terus berkembang dan menjadi
permanen hingga hari ini yang melahirkan sebuah entitas politik baru yakni Arab
Saudi dan Wahabisme.
Muhammad bin Saud menjanjikan bantuan kepada Muhammad bin Abdul
Wahab dalam mengobarkan jihad melawan siapapun yang menyimpang dari
pemahamannya mengenai tauhid. Ia hanya memilih satu pengecualian : bahwa
Muhammad bin Abdul Wahab mencegahnya untuk mengenakan pajak tahunan
yang lazim dikenakan pada penduduk al – Dir‘iyyah. Muhammad bin Abdul
Wahab menyakinkan Muhammad bin Saud bahwa jihad yang akan dilakukannya
akan menghasilkan harta rampasan perang yang jauh lebih besar dari nilai pajak
yang akan diperolehnya. Oleh karena itu segala sesuatunya dipersiapkan dalam
rangka memulai proyek pembunuhan dan penjarahan di seluruh wilayah Arab.18
Pada 1159 H/1746 M koalisi Wahabi dan Saudi melakukan proklamasi
formal jihad melawan semua orang yang tidak sejalan dengan pemahaman tauhid
wahabisme karena orang – orang itu dianggap sebagai kafir, musyrik dan
murtad.19
Dalam kurun waktu lima belas tahun sesudah kelompok wahabi
mendeklarasikan jihad, wilayah Arab yang luas telah ditaklukan. Pertama, mereka
menaklukan sebagian besar wilayah Najad. Lalu suku – suku di Arab Tengah.
17
Ibid hal 51 18
Ibid hal 53 19
Ibid hal 53
24
Kemudian ‗Asir dan sebagian dari Yaman dikuasai mereka.20
Kemudian gerakan
Wahabisme itu terus berkembang hingga akhirnya mereka terpaksa berhadapan
dengan Turky Utsmani yang merupakan kekhilafahan sah umat Islam saat itu.
Kekhilafahan ini pun tidak luput dengan paham pengkafiran dan ketika sudah
dikafirkan artinya ia harus diperangi. Fatwa Turky Utsmani sebagai al dawlah al
kufriyah (Negara kafir) dan menyatakan barang siapa yang mendukungnya adalah
sama berdosanya dengan mendukung orang Kristen atau Yahudi. Sang ulama
memakai fatwa Ibnu Taymiyyah sebagai rujukannya. Menurutnya Turky Utsmani
sama persis dengan bangsa Mongol yang sebelumnya pernah menyerang wilayah
muslim dan kemudian masuk Islam. Namun seperti para pimpinan bangsa
Mongol, pemimpin Turky masuk Islam hanya dalam nama saja. Mereka justru
musuh utama Islam, karena mengerogoti Islam dari dalam sembari berpura – pura
sebagai muslim sejati.21
Hal ini juga yang menjadi dasar Ba‘asyir dalam
mengkafirkan para presiden atau penguasa negara yang sebenarnya mereka
beragama Islam atau muslim. Untuk lebih jelasnya lihat di bab tiga tentang sebab
murtadnya penguasa muslim disana Ba‘asyir juga mengunakan fatwa Ibnu
Taymiyya tentang penguasa Mongol tersebut. Dari sini dapat kita ketahui bahwa
pemikiran Ba‘asyir berakar pada ajaran wahabisme. Pemikiran ini tentu bukan
suatu kebetulan yang akhirnya melahirkan pemikiran pengkafiran kepada
penguasa muslim. Pemikiran ini lahir sebagai sebuah akibat karena mereka
memiliki pemahaman akan tauhid yang sama.
20
Ibid hal 56 21 Khaled Abou El Fadl, Great Theft : Wreststling Islam from the Extremists ( San Francisco :
Harper Collins,2005) penulis membacanya dalam versi terjemahan Khaled Abou el Fadl. 2006
Selamatkan Islam dari Muslim Puritan.Jakarta:Serambi hal 68
25
D.3. Konteks Sosial Sebagai Pembentuk Pemikiran
Ijinkan saya memulai penjelasan ini dengan sebuah cerita22
: Di sebuah
negara totaliter, seorang pejabat negara datang menemui seorang petani miskin.
Sang pejabat negara ini ingin menguji jiwa patriotism rakyatnya. Dimulailah
sebuah pertanyaan olehnya :
―Saudara, apakah anda rela mengorbankan tanah anda untuk negara?‖
―siap, ― jawab si petani miskin
―Bagaimana dengan rumah anda?‖
―siap, ― jawab petani lagi
Sang pejabat pun bangga mendengar jawaban petani miskin, lalu diajukannya
lagi sebuah pertanyaan.
― Tentunya anda juga rela mengorbankan ayam dan itik anda untuk
kepentingan negara?‖
―tidak!‖ jawab petani miskin
Pejabat negara ini pun terperanjat penuh keheranan, lalu balik bertanya lagi :
―Lho, mengapa tidak?‖
Si petani dengan tenang menjawab :
―Karena saya memiliki ayam dan itik!‖
Dari cerita diatas menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh si petani
miskin sangat dipengaruhi oleh kepentingan dirinya dan kondisi yang
melatarbelakanginya. Si petani miskin rela menyerahkan tanah dan rumahnya
untuk negara karena memang si petani tidak memiliki tanah dan rumah.
22
Dari patriotism ayan dan itik sampai ke sosiologi pengetahuan sebuah pengantar dari Dr. Arief
Budiman dalam Ideologi dan Utopia Karl Mannheim hal : xiii
26
Sedangkan si petani ini tidak mau menyerahkan ayam dan itiknya untuk negara
karena ia memiliki ayam dan itik tersebut. Pejabat negara tentu bisa
menyimpulkan bahwa rakyanya ini memiliki jiwa patriotisme yang rendah tapi
bagi si petani itulah caranya untuk mengamankan kepentingannya dari pejabat
negara tersebut.
Petani itu telah melakukan sesuatu yang menurutnya benar, benar
berdasarkan pengetahuan yang ada dalam dirinya. Kalau mau lebih didalami lagi
maka penulusuran harus dilakukan adalah bagaimana proses pengetahuan itu
terbentuk dalam diri seorang petani. Ada akumulasi proses yang hingga akhirnya
membuat dia tidak mau menyerahkan ayam dan itiknya kepada negara. Bisa jadi
karena itu memang harta satu-satunya yang dimiliki atau bisa jadi juga sang petani
tidak memiliki kepercayaan dan kebanggan akan negara yang memiliki pejabat
yang korup. Setiap perilaku manusia sejatinya didasari oleh pengetahuan. Proses
penelusuran terbentuknya pengetahuan dalam diri seseorang itu lah yang
ditelusuri oleh sosiologi pengetahuan.
Dalam bukunya Ideologi and Utopia an Introduction to the Sociology of
Knowledge Karl Mannheim mengatakan23
: ― Sosiologi pengetahuan adalah salah
satu cabang – cabang dari termuda dari sosiologi ; sebagai teori cabang ini
berusaha menganalisis kaiatan antara pengetahuan dan eksistensi ; sebagai riset
sosiologis historis cabang ini berusaha menelusuri bentuk – bentuk yang diambil
oleh kaitan itu dalam perkembangan intelektual manusia. ― Dengan mengunakan
prinsip ini yakni melihat pengetahuan manusia dalam kontek sosial
23
Ibid hal : xiv
27
kesejarahannya maka kita bisa melihat penyebab hadirnya pemikiran tersebut.Ini
sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh seorang cendikiawan muda Islam,
Ahmad Wahib (1981) : kita harus kembali ke belakang pendirian-pendirian
(hukum-hukum) yang turun 14 abad yang lalu. Bunyi-bunyi nas atau ayat-ayat
adalah pengucapan situasional dari suatu ide yang melatarbelakanginya.24
Asbabul
Nuzul kalau dalam bahasa agama Islam yakni sebab yang mendasari lahirnya
sebuah produk aturan/pemikiran. Secara sederhana bisa diselaraskan dengan sebab
yang melatari pemikiran politik Abu Bakar Baasyier yang berdasar pada
kontekstual sosial dan politik serta pengalaman yang dialaminya.
Objektivitas dalam sebuah pengetahuan sangat dijunjung tinggi bagi para
cendikiawan baik dari ilmu sosial maupun alam. Pengetahuan yang tidak objektif
bisa dikatakan sebagai suatu pengetahuan yang keliru. Menurut Mannheim
ideologi adalah bentuk pengetahuan yang subjektif dan artinya ideologi itu adalah
salah. Sebuah pengetahuan dikatakan objektif jika secara epistimologi tidak
adanya hubungan antara subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui.
Ideologi adalah bentuk pengetahuan seseorang yang telah tercampur oleh
perasaan, kepentingan atau faktor lain dari yang bersangkutan. Artinya menurut
sosiologi pengetahuan ideologi seseorang tidak terlepas dari unsur subjektivitas
sang pemikir. Subjektivitas itu sangat erat dengan pemikir sebagai produk sosial.
Kontek sosial yang dialami oleh pemikir hanya dialami oleh pemikir saja hal
inilah yang membuat Mannheim mengatakan bahwa ideologi itu bersifat utopia
alias tidak bisa berlaku untuk semua orang. Hal inilah yang menjadi nilai lebih
24
Ibid hal : xxiv
28
sosiologi pengetahuan dalam melacak sebuah produk pemikiran. Pemikiran tidak
hanya dilihat dari permukaan saja tapi lebih dalam dari itu yakni melacak sebab
lahirnya pemikiran tersebut hingga tampil kepermukaan.
Bagi sosiologi pengetahuan usaha untuk menghilang hubungan antara
subjek dengan objek atau antara pemikir dengan eksistensi adalah upaya yang sia-
sia. Untuk itu daripada sia-sia lebih baik hubungan itu diakui dan dinyatakan
secara terbuka sebagai unsur pembentuk sebuah pengetahuan. Sebab lahirnya
pemikiran itu menjadi sebuah realita yang akan terungkap dibalik lahirnya sebuah
produk pemikiran. Hal ini membuat hasil yang didapatkan akan lebih dalam
karena tidak melihat dari permukaan pemikiran saja tapi lebih dari itu yakni
melihat sebab lahirnya pemikiran tersebut. Inilah kelebihan sosiologi pengetahuan
dibandingkan dengan teori lainnya. Selain itu sosiologi pengetahuan juga
memandang bahwa objek itu akan menimbulkan banyak sekali penafsiran.
Sehingga susah untuk memilih mana yang shahih kebenarannya. Sosiologi
pengentahuan memandang kebenaran itu akan didapatkan jika kita menelusuri
jejak sang pemikir langsung. Yakni subjek yang menghasilkan gagasan, ideologi,
pemikiran tersebut.
Pengertian ideologi sebenarnya sudah baku dalam ilmu sosial. Ideologi
dalam pengertian populernya dimaknai sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan
kebenaran. Pengetahuan yang bersifat ideologis berati pengetahuan yang lebih
sarat dengan keyakinan subjektif seseorang daripada fakta empiris.25
Seperti
25
Ibid hal : xxvii
29
dinyatakan dalam The World Book Encyclopedia (1990 : volume 10, hlm : 47 )26
:
Idelogi tidak didasarkan pada informasi faktual dalam memperkuat
kepercayaannya. Orang menerima sebuah sistem pikiran tertentu ini cenderung
menolak sistem pikiran yang lain yang tidak sama dalam menjelaskan kenyataan
yang sama. Untuk orang-orang ini, hanya kesimpulan yang didasarkan pada
ideologi mereka yang dianggap logis dan benar. Karena itu, orang yang secara
kuat menganut sebuah ideologi tertentu mengalami kesukaran untuk mengerti dan
berhubungan dengan penganut ideologi lain. Penjelasan diatas sangat tepat jika
kita dikaitkan dengan sosok Abu Bakar Baasyier dimana ideologi Islam
membuatnya tidak menganggap ideologi diluar Islam karena baginya itu sebuah
kesalahan bahkan kekafiran. Terlihat juga dalam interaksinya dengan penganut
ideologi lain yang menurutnya kafir tersebut hingga akhirnya Baasyier sering
keluar masuk penjara karena keteguhannya dalam menganut ideologi yang
diyakininya. Hal inilah yang menjadikan sosiologi pengetahuan sebagai pilihan
acuan teori yang tepat untuk memahami sebab lahirnya pemikiran politik Abu
Bakar Baasyier.
Tidak hanya memandang ideologi diluar ideologinya sebagai suatu yang
salah atau cara pandang yang salah. Tapi seseorang yang menganut ideologi
tertentu akan memandang bahwa ideologi diluar ideologinya adalah sebuah utopis
alias tidak relevan untuk diterapkan pada kondisi atau realitas saat ini. Hal ini juga
terjadi pada Abu Bakar Baasyier yang memandang demokrasi tidak hanya sebagai
sebuah ideologi kufur tapi juga tidak tepat untuk dijadikan sistem dalam
26
ibid
30
bernegara terutama negara yang mayoritas penduduknya umat Islam. Pun
sebaliknya bagi orang yang menyakini demokrasi sebagai pilihan sistem
bernegara terbaik saat ini memandang bahwa ideologi Baasyier yakni penerapan
Islam melalui sebuah negara adalah sebuah ideologi yang utopis. Ideologi adalah
tatanan ideal sebuah sistem masa depan yang itu belum terjadi. Negara Islam
adalah tatanan masa depan yang diidamkan oleh Baasyier dan teman-temanya.
Impian Baasyier ini bagi ideologi lain seperti kapitalisme adalah utopis sebuah
tatanan yang tidak akan pernah terwujud yang disebut dengan utopia.
Hal inilah yang dikatakan oleh Mannheim dalam ideologi dan utopia.
Ideologi dan utopia sama-sama berbicara tentang masa depan, yang satu
berdasarkan sistem/ideologi yang diyakininya dan yang satu berdasarkan sistem
lain. Walau pun mereka yang berseberangan ideologi ini memilih ideologi
berdasarkan realitas atau konteks sosial yang sama. Namun menghasilkan sebuah
pemaknaan yang berbeda hingga berbeda pula buah pemikirannya. Dari sini
terlihatlah orang yang menyakini ideologi tertentu akan menilai sebuah ideologi
diluarnya berdasarkan hasil dari pemaknaannya terhadap sebuah konteks sosial
yang meliputi dan dialaminya. Konteks sosial yang dilaluinya sejak pertama kali
buah pikirannya itu tercipta tentu akan menjadi sebuah pengalaman hidup yang
akhirnya menjadi sebuah sistem nilai (Ideologi) yang diyakininya sebagai sebuah
solusi masa depan atas masalah sosial yang saat ini dihadapinya.
31
―Bukanlah kesadaran manusia yang menentukan keadaan mereka melainkan
sebaliknya, keadaan sosial lah yang menentukan kesadaran mereka.‖27
Pemikiran
politik Abu Bakar Baasyier dilatarbelakangi oleh konteks sosial yang terjadi. Jika
penelitian ini bertujuan untuk mencari sebab yang melatar belakangi pemikiran
politik Abu Bakar Baasyier. Maka kemudia menjadi jelas penelitian ini dilakukan
dengan melacak kehidupan sosial Abu Bakar Baasyier. Mencari konteks sosial
dalam pengalaman hidupnya yang menjadi pemicu lahirnya sebuah pemikiran
tersebut. Kontek sosial tersebut seperti melihat kehidupan masa kecil sosok ABB,
melihat perjalanan pendidikannya, perjalanannya dalam dunia pergerakan,
interaksinya dengan tokoh-tokoh penting, serta kontek politik yang dihadapinya.
D. 4. Manajemen Pengetahuan
Intinya manajemen pengetahuan adalah suatu cara pengelolaan
pengetahuan yang didapatkan seseorang hingga akhirnya menjadi suatu bentuk
pemikiran tertentu. Menurut Davenport manajemen pengetahuan adalah proses
menterjemahkan pelajaran yang dipelajari, yang ada dalam diri/pikiran seseorang
menjadi informasi yang dapat digunakan oleh setiap orang. Manajemen
pengetahuan adalah suatu disiplin yang memperlakukan modal intelektual aset
yang dikelola ( Jerry Honeycutt, 2000 ).
Dalam kinerjanya manajemen pengetahuan terdiri dari people, place, dan
content. Ketiga hal ini lah yang akan memudahkan dalam mengelola sebuah
pengetahuan. People yakni orang atau tokoh yang menjadi sosok sumber dari
pengetahuan itu. Ia adalah yang mengajarkan sebuah pengetahuan/pemikiran
27
Marx, Karl, A Contribution to the Critique of Political Ekonomy, diterjemahkan oleh N.I Stone
(Chicago, 1913), hlm. 11-12.
32
tertentu kepada orang lain. Darinya lah seseorang kemudian menjadi mengetahui
suatu pengetahuan/pemikiran tertentu. Place adalah tempat terjadi proses
pertukaran pengetahuan/pemikiran. Tempat terjadinya interaksi pengetahuan itu
bisa berupa banyak hal seperti dalam sebuah diskusi, dalam sebuah pengajian,
ceramah, seminar, atau dalam sebuah lembaga pendidikan resmi seperti kampus
ataupun pondok pesantre. Ataupun dalam kecanggihan teknologi informasi saat
ini place bisa juga dimasukan kedalamnya adalah ruang transfer pengetahuan
dalam bentuk virtual atau maya seperti facebook, twitter, blog, web. Content
disini tidak lain adalah isi dari pengetahuan atau pemikiran yang diberikan oleh
tokoh ( people ) dan kemudian ditransferkan kepada orang lain dalam bentuk
diskusi, ceramah, atau lembaga pendidikan resmi dalam sebuah tempat ( Place ).
Dalam kaitannya dengan pembahasan mengenai bagaimana proses
terbentuknya pemikiran politik Ba‘asyir. People, place dan content jelas adalah
sebuah tawaran teoritis untuk memudahkan dalam memetakan terbentuknya
pemikiran Ba‘asyir tesebut. People akan memudahkan penulisan ini dalam
mengelola pemetaan tentang siapa saja yang telah menjadi guru bagi Ba‘asyir.
Place akan memudahkan dimana saja tempat pengetahuan itu Ba‘asyir dapatkan.
Lalu content apa saja isi pengetahuan/pemikiran yang Ba‘asyir dapatkan. Dari
sini proses terbentuknya pemikiran politik ABB dapat digambarkan dalam sebuah
tabel manajemen pengetehuan. Tabel ini akan membantu dalam menjelaskan
tentang siapa saja dan dimana saja pengetahuan itu Ba‘asyir dapatkan.
33
Tabel Manajemen Pengetahuan Proses terbentuknya pemikiran politik ABB
No People Place Content
1. Ibu Keluarga Mendapatkan pendidikan agama
yang baik dari seorang ibu yang
religius. Pondasi awal yang
sangat penting bagi tumbuh
tembang pemahaman keagamaan
seorang anak dikemudian hari.
2. Organisasi
Kepemudaan
Islam
Kepanduan Islam,
Gerakan Pemuda
Islam Indonesia
(GPII)
Dari aktivitas ini menjadi pondasi
awalan untuk diri Ba‘asyir akan
pentingnya hidup dalam aktivitas
sebuah organisasi pergerakan
Islam. Aktivitas yang hingga hari
ini masih Ba‘asyir tekuni dengan
usianya yang tidak muda lagi.
3. KH. Zarkasyi Pondok Pesantren
Gontor
Dua hal penting yang sangat
berpengaruh dari didikan pondok
pesantren ini yang sangat
membekas bagi Ba‘asyir :
Pentingnya penerapan syariat
Islam dan pentingnya
mendakwahkan Islam melalui
institusi pondok pesantren.
34
4. Kampus Universitas Al -
irsyad
Dengan bermodal basic ke
Islaman yang kuat dan
pengalaman organisasi yang
bagus. Kampus benar – benar
dimaksimalkan oleh Ba‘asyir. Di
Al – Irsyad Ba‘asyir benar –
benar menjadi aktivis Islam yang
kemudian banyak berbenturan
dengan literatur – literatur
pemikiran – pemikiran tokoh –
tokoh pergerakan Islam seperti
Hasan al – Banna, Sayyid Qutb,
Said Hawwa, Jamaludin al
Afgani, Rasyid Ridho,
Muhammad Abdul Wahab dan
juga pemikiran – pemikiran
ulama – ulama yang lebih klasik
lagi seperti Ibnu Taymiyyah, Ibnu
Qayim al Jauziyah dll. Kampus
Al – Irsyad adalah candradimuka
tempat dialetika bagi Ba‘asyir.
5. SM.
Kartosuwiryo,
Negara Islam
Indonesia/NII
Sudah sangat yakin untuk
memperjuangkan penerapan
35
Rasul Sayyaf,
Abdullah Azzam,
Syafar Hawali
(Malaysia,
Afganistan)
syariat Islam dengan memilih
bergabung dengan NII.
Menyakini pancasila musyrik.
Menyakini doktrin NII tentang
iman, hijrah dan jihad. Hijrah ke
Malaysia adalan bentuk dari
keyakinan itu. Selama di NII
Ba‘asyir juga mengurus
keberangkatan anggota NII
lainnya ke medan perang
Afganistan. Dari Afganistan
kemudian membuat Ba‘asyir
banyak berinteraksi dengan
pemikiran – pemikiran pada
ulama – ulama jihad Afganistan
seperti Abdullah Azzam, Rasul
Sayyaf, Safar Hawali, Abu
Muhammad al – Maqdisi. Dari
mereka Ba‘asyir jadi
meninggalkan NII karena banyak
memiliki perbedaan dengan elit
NII yang ada di Jawa Barat.
Ketika pulang ke Indonesia
36
Ba‘asyir menyakini tentang
kufurnya sistem demokrasi. Basis
dari pemikiran ini adalah dari
kitab – kitab ulama – ulama
jihadis dari Afganistan tadi
seperti Safar Hawali, al Maqdisi.
Pemikiran ini lahir atas respon
sedang bergulirnya demokratisasi
di Indonesia.
6. Aman
Abdurahman
Lapas Pasir Putih
Nusakambangan
Penjara gagal menjalankan
program deradikalisasi kepada
Ba‘asyir. Selama dalam penjara
Ba‘asyir justru semakin radikal
karena banyak bersinggungan
dengan pemikiran Aman
Abdurahman. Ba‘asyir jadi lebih
mudah dalam mengkafirkan
orang. Kalau dulu yang
dikafirkan adalah sistemnya kini
telah menunjuk pekerjaan
tertentu. Ba‘asyir memurtadkan
anggota DPR, Hakim hingga
tentara dan polisi. Menthogutkan
37
presiden dari Soekarno hingga
SBY. Tidak hanya itu Ba‘asyir
menganggap tidah sah sholat
dibelakang imam yang menyakini
pancasila. Wujud dari semua
pemikiran selama dipenjara ini
adalah ada di buku Ba‘asyir yakni
Tadzkiroh I dan Tadzkiroh II.
E. Definisi Konseptual
Definisi konsep merupakan definisi yang telah menjadi teori umum dan
termuat dalam buku maupun teks. Definisi konsep bermanfaat untuk memberikan
batasan terhadap tema yang hendak diteliti, sehingga nantinya konsep – konsep
yang ada menjadi terfokus dan tidak melebar kemana - mana. Disini , yang
menjadi definisi konsep dalam penelitian ini adalah :
Pemikiran politik : Macam pemikiran yang bertujuan untuk
memberikan solusi atas masalah-masalah yang ditimbulkan oleh
masyarakat politik. Suatu masyarakat dikatakan sebagai masyarakat
politik jika ia mempunyai lembaga kekuasaan yang khusus yang
dapat menetapkan hukum dan undang-undang untuk mengatur
perilaku masyarakat. Lalu undang-undang itu dipatuhi secara umum
oleh masyarakat dan diakui mempunyai dengan sukarela atau
38
terpaksa, juga diakui sebagai kekuasaan tertinggi dalam masyarakat
itu dan dapat memberikan hukuman material.28
F. Definisi Operasional
Definisi operasional dapat dikatakan adalah turunan dari definisi
konseptual. Definisi operasional adalah proses mendefinisikan variable dengan
tegas , sehingga menjadi faktor – faktor yang dapat diukur. Di dalam penelitian ini
, variable yang akan diteliti adalah proses terbentuknya pemikiran politik Abu
Bakar Baasyier.
Kehidupan masa kecil Abu Bakar Baasyier
Proses pendidikan yang didapatkan
Memasuki dunia pergerakan Islam ketika remaja
Tokoh dan gerakan Islam yang berpengaruh
Tekanan Rezim politik yang berkuasa
Hijrah ke Malaysia
Pembentukan karakteristik pemikiran
G. Metode Penelitian
G.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dimana peneliti
hanya memaparkan dan mengambarkan sebuah fenomena yang terjadi sebagai
jawaban atas pertanyaan penelitian. Peneliti akan mendeskripsikan apa adanya
hasil temuanya terkait dengan proses terbentuknya pemikiran politik Abu Bakar
Ba‘asyier. Metode kualitatif sebagaimana didefenisikan oleh Bogdan dan Taylor
28
Terjemah bebas dari Anthony Quinton, Political Philosophy (Oxford University Press ), hlm.6.
39
adalah sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati. Pendekatan ini
diarahkan pada latar belakang dan individu secara holistic (utuh). Sementara
metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk mendeskripsikan objek-
objek, kasus-kasus dan situasi dengan teliti. Metode ini mencoba untuk merangkai
kenyataan menjadi sebuah cerita. Melalui penelitian kualitatif ini juga penulis
dapat menjelaskan fenomena yang dialami subjek penelitian meliputi perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lainnya secara holistik dan dideskripsikan dalam
bentuk kata-kata dan bahasa.29
Desain penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
dengen pendekatan biografi. Leon Edel menyatakan menulis biografi berarti
menuliskan cerita kehidupan.30
Desain penelitian biografi membuat penulis akan
berfokus pada cerita kehidupan yang sebenarnya dari individu atau kelompok
yang diteliti. Untuk melihat kehidupan yang sebenarnya perlu dilakukan sebuah
eksplorasi kehidupan mendalam dengan cara pengambilan data melalui
wawancara atau studi pustaka yang memuat cerita kehidupan individu atau
kelompok yang akan ditulis kembali sebagai sebuah hasil penelitian.
Hasil dari desain biografi ini adalah sebuah narrative dengan tetap
mengutamakan independensi dan netralitas penulis. Hal ini penting karena dalam
biografi sangat ditekankan agar terhindar dari pemujaan berlebihan terhadap
tokoh/sosok yang diteliti. Selain itu dengan biografi penulis dituntut untuk
29
Moloeng, Lexi j. 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakaya,Bandung hlm.6 30
Norman K. Denzin & Yvona S. Linconln (ed), Handbook of Qualitative Research, hlm. 286
40
menemukan bagian cerita terpenting dalam kehidupan sosok yang diteliti yang
disebut dengan Epifani. Hal ini jelas akan sangat memudahkan jika digunakan
untuk melihat bagaimana proses terbentuknya pemikiran politik Abu Bakar
Baasyier. Epifani akan menjelaskan bagian-bagian penting dalam cerita kehidupan
Abu Bakar yang menjadi latar belakang sebab lahirnya pemikiran politiknya.
Tujuan utama penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan bagaimana
terbentuknya pemikiran politik Abu Bakar Baasyier. Dengan pertanyaan dasar
bagaimana maka jelaslah dibutuhkan sebuah eksplorasi yang mendalam terkait
cerita kehidupan Abu Bakar Baasyier. Eksplorasi dilakukan dengan dimulai dari
mencari tahu pengalaman kehidupan Abu Bakar Baasyier dalam proses
kehidupannya mulai dari anak-anak, remaja, tua dan seterusnya sehingga terjawab
rumusan pertanyaan dari penelitian ini. Mendalami atas setiap interaksi sosial
Baasyier dengan banyak hal dan banyak orang, mendalami tekanan politik rezim
yang berkuasa, mendalam setiap epifani dalam kehidupan Baasyier. Sehingga
terciptalah sebuah narrative yang kronologis.
H. Teknik Pengumpulan Data
H.1. Sumbe Data
Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua hal, yakni data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung
kepada Abu Bakar Baasyier mengenai proses-proses terciptanya pemikiran politik
yang diyakininya. Sedangkan data sekunder didapatkan melalui artikel-artikel
terkait yang digunakan untuk memperbuat data primer. Data – data cerita
41
pengalaman kehidupan Ba‘asyir dari kecil hingga proses terciptanya pemikiran
politik itu hadir menjadi data utama dalam penelitian ini. Data ini di eksplorasi
melalui sebuah wawancara yang mendalam terhadap Baasyier sendiri. Sedangkan
data sekunder seperti pendapat orang/kelompok terhadap diri Abu Bakar Baasyier.
Orang tersebut misalnya dari gerakan Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) dimana
ABB sendiri menjabat sebagai amir disana. Selain itu data – data yang bersifat
dokumentasi dari buku ataupun dari internet terkait dengan ABB.
H.2. Cara Mengumpulkan Data
Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui semi-structured
intervew dimana dalam interview ini terdapat beberapa pertanyaan yang akan
dijadikan sebagai bahan acuan namun peneliti masih memiliki peluang untuk
melakukan improvisasi atau pengembangan dari pertanyaan tersebut. Wawancara
akan dilakukan sebaik mungkin yakni dengan wawancara ABB langsung di lapas
Pasir Putih Nusakambangan Cilacap yang merupakan tempat dimana ustad ABB
ditahan saat ini. Selain itu wawancara juga dilakukan dengan anaknya yakni
Abdurohim Ba‘asyir yang tinggal di pondok pesantren Al-Mukmin Ngruki.
Abdurohim Ba‘asyir dipilih karena memang kegiatannya banyak bersingungan
langsung dengan sang ayah mengingat aktivitas dakwah (JAT) dan juga tinggal
dalam satu rumah.
Sedangkan untuk data sekunder diperoleh melalui buku-buku dan artikel-
artikel yang terkait dengan tema penelitian. Buku-buku tersebut bisa didapatkan di
42
ABB center, Jamaah Anshorut Tauhid, toko-toko buku islam dan artikel itu bisa
diperoleh dari media cetak maupun elecktronik.
I. Teknik Analisa Data
Dalam teknik analisa kualitatif penulis tidak bertujuan mencari kebenaran
dan moralitas, melainkan pemahaman.31
Pertama : data- data yang didapat
melalui wawancara dimulai dengan mengelempokan data dan peringkasan data
untuk memudahkan dalam mengurutkan peristiwa dan jalan hidup seorang ABB.
Kedua, data yang telah dikategorisasi dihubungkan dengan teori yang digunakan
dalam kerangka teori. Hal ini dilakukan untuk menemukan bagian penting dalam
kehidupan ABB (epifani ) dalam proses terbentuknya pemikiran politiknya.
Ketiga, dilakukan rekonstruksi kehidupan yang telah didapatkan. Identifikasikan
faktor-faktor yang menjelaskan proses terciptanya pemikiran politik Abu Bakar
Baasyier. Terakhir, penulis menemukan titik temu yang menjadi kesimpulan
dalam menyusun kronologi kehidupan ABB. Menjelaskan epifani yang menjadi
proses terciptanya pemikiran politik ABB.
J. Sistematika Penulisan Bab
Penulisan penelitian ini akan dibagi menjadi 5 Bab. Bab pertama berisi
latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian serta kerangka teori yang
digunakan untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini. Bab kedua besisi
tentang penjelasan Sosok tokoh dalam penelitian ini yakni Abu Bakar Baasyier.
Mulai dari masa kecil, pendidikan, pekerjaan, pernikahan, dari masa-masa
tersebut penulis dapat menemukan epifani yang menjadi sebab terjunya ABB
31
Lexi J. Moleong, Op. Cit, hlm.103
43
dalam dunia pergerakan Islam. Dari bab ini akan terlacak bagaimana proses
tercipta atau terakumulasinya pemikiran itu dalam diri Ba‘asyir. Bab ketiga berisi
penjelasan mengenai pemikiran politik Abu Bakar Baasyier. Dimulai dari
landasan dasar yang mendasari terciptanya pemikiran tersebut. Pemikiran
Ba‘asyir mengenai demokrasi dan pemikiran mengenai penguasa itu thogut yang
akan dibahas. Mengapa demokrasi demokrasi dikafirkan dan mengapa para
presiden republik ini dikatakan thogut oleh Ba‘asyir disinilah harapannya akan
menemukan sebuah jawaban akan pemikiran kontroversial Ba‘asyir yang sering
kita saksikan dimedia – media. Serta pemikiran Abu Bakar Ba‘asyir mengenai
jihad hal ini penting mengingat Ba‘asyir sering kali bahkan saat ini dipenjara
karena dianggap terkait dengan aksi pelatihan terorisme di Aceh. Apa benar
Ba‘asyir membolehkan aksi terorisme dan mengkategorikan aksi itu sebagai
sebuah jalan perang dijalan Allah atau itu adalah sebuah aksi perjuangan yang
keliru. Hal inilah yang akan ditemukan dalam pembahasan ini. Bab keempat berisi
kesimpulan yang memberikan sebuah jawaban atas rumusan masalah dalam
penelitian ini. Simpulan mengenai bagaimana proses terbentuknya pemikiran
politik Ba‘asyir. Menjelaskan bagaimana persingungannya dengan beragam
gerakan dan beragam tokoh serta beragam tekanan politik berupa penjara yang
dialaminya hingga akhirnya pemikiran itu muncul kepermukaan sebagai sebuah
cara Ba‘asyir merespon kedzaliman terhadap dirinya secara pribadi dan
kedzaliman terhadap perjuangan yang telah lama ia geluti.
Recommended