View
133
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
administrasi bisnis
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada berbagai bidang khususnya kehidupan berorganisasi, faktor manusia
merupakan masalah utama disetiap kegiatan yang ada didalamnya. Organisasi
merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah
batasan yang reaktif dapat diidentifikasikan, bekerja secara terus menerus untuk
mencapai tujuan (Robbins, 2002). Semua tindakan yang diambil dalam setiap
kegiatan diprakarsai dan ditentukan oleh manusia yang menjadi anggota
perusahaan. Perusahaan membutuhkan adanya faktor sumber daya manusia yang
potensial baik pemimpin maupun karyawan pada pola tugas dan pengawasan
yang merupakan penentu tercapainya tujuan perusahaan.
Sumber daya manusia merupakan tokoh sentral dalam organisasi maupun
perusahaan. Agar aktivitas manajemen berjalan dengan baik, perusahaan harus
memiliki karyawan yang berpengetahuan dan berketrampilan tinggi serta usaha
untuk mengelola perusahaan seoptimal mungkin sehingga kinerja karyawan
meningkat.
Menurut Budi Setiyawan dan Waridin (2006) kinerja karyawan merupakan
hasil atau prestasi kerja karyawan yang dinilai dari segi kualitas maupun
kuantitas berdasarkan standar kerja yang ditentukan oleh pihak organisasi.
Kinerja yang baik adalah kinerja yang optimal, yaitu kinerja yang sesuai standar
organisasi dan mendukung tercapainya tujuan organisasi. Organisasi yang baik
adalah organisasi yang berusaha meningkatkan kemampuan sumber daya
manusianya, karena hal tersebut merupakan faktor kunci untuk meningkatkan
kinerja karyawan.
Peningkatan kinerja karyawan akan membawa kemajuan bagi perusahaan
untuk dapat bertahan dalam suatu persaingan lingkungan bisnis yang tidak stabil.
Oleh karena itu upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja karyawan merupakan
tantangan manajemen yang paling serius karena keberhasilan untuk mencapai
tujuan dan kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada kualitas kinerja
sumber daya manusia yang ada didalamnya.
Terdapat faktor negatif yang dapat menurunkan kinerja karyawan,
diantaranya adalah menurunnya keinginan karyawan untuk mencapai prestasi
kerja, kurangnya ketepatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan sehingga
kurang menaati peraturan, pengaruh yang berasal dari lingkungannya, teman
sekerja yang juga menurun semangatnya dan tidak adanya contoh yang harus
dijadikan acuan dalam pencapaian prestasi kerja yang baik. Semua itu
merupakan sebab menurunya kinerja karyawan dalam bekerja. Faktor-faktor
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja diantaranya adalah gaya
kepemimpinan, motivasi, budaya organisasi dan disiplin kerja.
Menurut reksohadiprodjo & Handoko (2001) gaya kepemimpinan adalah
suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahanya. Kepemimpinan
adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian
tujuan (Robbins:2002). Seorang pemimpin harus menerapkan gaya
kepemimpinan untuk mengelola bawahannya, karena seorang pemimpin akan
sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya
2
(Waridin dan Bambang Guritno, 2005). Tampubolon (2007) menyatakan
bahwa faktor kepemimpinan juga berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Motivasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan
kemampuan bertindak untuk memuaskan kebutuhan individu (Robbins,
2002). Menurut Malthis dan Jackson (2001) motivasi merupakan hasrat
didalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan
tindakan. Rivai dan Basri (2005) menunjukan bahwa semakin kuat motivasi
kerja, kinerja karyawan akan semakin tinggi.
Budaya organisasi merujuk kepada suatu sistem pengertian bersama yang
dipegang oleh anggota-anggota suatu organisas, yang membedakan organisas
tersebut dari organisasi lainnya (Robbins,2002). Menurut Mangkunegara
(2008) Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau system keyakinan,
nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan
perdoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah
adaptasi eksternal dan integrasi internal. Budaya yang kuat dan positif sangat
berpengaruh terhadap perilaku dan efektivitas kinerja perusahaan
sebagaimana dinyatakan oleh Deal & Kennedy dalam Sutrisno (2010).
Menurut Budi Setiyawan dan Waridin (2006) disiplin sebagai keadaan
ideal dalam mendukung pelaksanaan tugas sesuai aturan dalam rangka
mendukung optimalisasi kerja. Menurut Budi Setiyawan dan Waridin (2006)
dan Aritonang (2005) menyatakan bahwa disiplin kerja karyawan bagian dari
faktor kinerja. Disiplin kerja harus dimiliki setiap karyawan dan harus
dibudayakan di kalangan karyawan agar bisa mendukung tercapainya tujuan
3
organisasi karena merupakan wujud dari kepatuhan terhadap aturan kerja dan
juga sebagai tanggung jawab diri terhadap perusahaan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan Badan Usaha
Milik Negara yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
sosial di Indonesia menurut Undang- undang Nomor 40 Tahun 2004 dan
Undang- undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai Undang- undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Berdasarkan Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga
jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan
kesehatan PT Askes Indonesia menjadi BPJS Kesehatan dan lembaga
jaminan sosial ketenaga kerjaan. PT Jamsostek menjadi BPJS
Ketenagakerjaan. Transformasi PT Askes dan PT Jamsostek menjadi BPJS
dilakukan secara bertahap. Pada awal 2014, PT Askes akan menjadi BPJS
Kesehatan, selanjutnya pada 2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS
Ketenagakerjaan. (id.wikipedia.org)
Sebagai salah satu lembaga publik yang bersentuhan langsung dengan
konsumen dalam hal ini masyarakat luas dari berbagai kalangan ekonomi,
Kinerja karyawan BPJS Ketenagakerjaan yang tinggi sangatlah diharapkan
oleh perusahaan tersebut. Semakin banyak karyawan yang mempunyai
kinerja tinggi, maka produktivitas perusahaan secara keseluruhan akan
meningkat sehingga visi dan misi perusahaan dapat dicapai. Karyawan
dituntut untuk mampu menyelesaikan apa yang menjadi tugas dan tanggung
jawabnya secara efektif dan efisien. Keberhasilan karyawan dapat dilihat dari
4
kepuasan konsumen, seperti berkurangnya keluhan dari masyarakat mengenai
lambatnya pelayanan yang dilakukan. Kinerja karyawan BPJS
Ketenagakerjaan juga dapat diukur melalui penyelesaian tugasnya secara
efektif dan efisien serta melakukan peran dan fungsinya dan itu semua
berhubungan linear dan berhubungan positif bagi keberhasilan suatu
perusahaan.
Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, didapatkan fakta bahwa kinerja karyawan
BPJS yang baik, hal ini ditunjukan pada tabel 1.1 dan tabel 1.2 yang
menjelaskan tentang data absensi.
Tabel 1.1Absensi Karyawan BPJS
Tahun 2013
NO BULAN KEHADIRAN/KETIDAKHADIRANJUMLAH
HARI
PROSENTASE
HARI DDK DLK S I A SD CT CB CH L IAP1 JANUARI 735 56 26 2 4 0 2 14 0 6 0 2 679 92.38%
2 FEBRUARI 700 37 25 22 9 0 0 40 0 0 0 0 604 86.29%
3 MARET 665 28 33 2 3 0 12 17 0 19 0 13 566 85.11%
4 APRIL 770 58 10 5 0 0 8 2 5 17 0 2 721 93.64%
5 MEI 770 58 10 5 0 0 8 2 5 17 0 2 721 93.64%
6 JUNI 646 57 25 4 0 0 0 14 6 0 0 2 595 92.11%
7 JULI 736 0 76 4 0 0 4 16 2 0 0 7 627 85.19%
8 AGUSTUS 576 0 42 5 0 0 0 27 12 0 0 1 489 84.90%
9 SEPTEMBER 662 0 76 7 0 0 3 13 7 0 0 1 555 83.84%
JUMLAH 6260 294 323 56 16 0 37 145 37 59 0 30 5557 88.77%
Sumber : data yang diolah, 2014.
KETERANGAN:
5
H : Hadir SD : Surat Izin DokterDDK : Dinas Dalam Kota CT : Cuti TahunanDLK : Dinas Luar Kota CB : Cuti BesarS : Sakit CH : Cuti HamilI : Izin IAP : Ijin Alasan PentingA : Alpa L : Lambat
Berdasarkan tabel 1.1 dapat terlihat tidak adanya absen dan keterlambatan
yang terjadi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan
pada tahun 2013, dengan prosentase kehadiran 88.77%.
Tabel 1.2Absensi Karyawan BPJS
Tahun 2014
NO BULAN KEHADIRAN/KETIDAKHADIRANJUMLAH HARI
PROSENTASE
HARI DDK DLK S I A SD CT CB CH L IAP1 JANUARI 740 30 4 11 4 0 4 16 0 18 0 1 652 88.11%
2 FEBRUARI 740 30 4 11 4 0 4 16 0 18 0 1 652 88.11%
3 MARET 740 61 21 9 2 0 2 40 0 20 0 0 585 79.05%
4 APRIL 760 74 2 17 2 0 0 33 0 4 0 0 628 82.63%
5 MEI 684 11 12 6 5 0 2 18 2 36 0 1 590 86.26%
6 JUNI 777 2 7 11 9 0 7 7 8 21 0 0 705 90.73%
7 JULI 777 2 7 11 9 0 7 7 8 21 0 0 705 90.73%
8 AGUSTUS 798 4 10 11 3 0 6 18 18 0 0 2 726 90.98%
9 SEPTEMBER 836 0 15 6 9 0 0 7 19 12 0 0 768 91.87%
JUMLAH 6852 214 82 93 47 0 32 162 55 150 0 5 6011 87.73%
Sumber : data yang diolah, 2014.
Berdasarkan tabel 1.2 dapat terlihat tidak adanya absen dan keterlambatan
yang terjadi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan
pada tahun 2014, dengan prosentase kehadiran 87.73%. Hal ini
menggambarkan kinerja yang baik ditunjukan karyawan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Namun prosentase
kehadiran tahun 2013 lebih besar dibandingkan tahun 2014, yaitu 2013
sebesar 88.77% dan 2014 yang sebesar 87,73%. Apalagi dengan perubahan
6
nama yang dilakukan, yang semula PT. Jamsostek (Persero) menjadi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk membuktikan kinerja yang baik
tersebut, dan melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Gaya
Kepemimpinan, Motivasi, Budaya Organisasi dan Disiplin Kerja
terhadap Kinerja Karyawan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial) Ketenagakerjaan Yogyakarta”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka pokok masalah
yang dihadapi dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut ini:
1. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan
BPJS Ketenagakerjaan Yogyakarta?
2. Bagaimana pengaruh motivasi tehadap kinerja karyawan BPJS
Ketenagakerjaan Yogyakarta?
3. Bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan
BPJS Ketenagakerjaan Yogyakarta?
4. Bagaimana pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja karyawan BPJS
Ketenagakerjaan Yogyakarta?
5. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan, motivasi, budaya
organisasi, disiplin kerja secara simultan terhadap kinerja karyawan
BPJS Ketenagakerjaan Yogyakarta?
7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja
karyawan BPJS Ketenagakerjaan Yogyakarta
2. Untuk mengetahui pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan BPJS
Ketenagakerjaan Yogyakarta.
3. Untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja
karyawan BPJS Ketenagakerjaan Yogyakarta.
4. Untuk mengetahui pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja karyawan
BPJS Ketenagakerjaan Yogyakarta.
5. Untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan, motivasi, budaya
organisasi, disiplin kerja secara simultan terhadap kinerja karyawan
BPJS Ketenagakerjaan Yogyakarta.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi dua bagian utama oleh penulis
sebagai berikut :
1. Bagi perusahaan
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
masukan dan pertimbangan bagi perusahaan dalam menentukan
langkah yang diambil terutama dalam bidang personalia yang
8
berkaitan dengan motivasi. Budaya organisasi dan disiplin kerja
dengan kinerja karyawan.
2. Bagi peneliti
Dengan penelitian ini diharapkan peneliti dapat menerapkan ilmu
yang diperoleh selama perkuliahan dan menambah pengalaman,
wawasan serta belajar sebagai praktisi dalam menganalisis suatu
masalah kemudian mengambil keputusan dan kesimpulan.
3. Bagi Universitas
a. Dapat dijadikan referensi bagi penulis lainnya yang melakukan
penelitian mengenai pengaruh pengaruh antara gaya
kepemimpinan, motivasi, disiplin kerja, kompetensi, dan
budaya organisasi terhadap kinerja karyawan.
b. Memberikan masukan bagi pengembangan ilmu di jurusan
manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) khususnya. atau
kajian bagi penelitian- penelitian berikutnya mampu
memperbaiki dan menyempurnakan kelemahan dalam
penelitian ini.
1.4. Landasan Teori
1.4.1. Gaya Kepemimpinan
1.4.1.1. Pengertian Gaya Kepemimpinan
Menurut reksohadiprodjo & Handoko (2001) gaya kepemimpinan adalah
suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahanya. Secara relatif ada tiga
macam gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu otokratis, demokratis atau
9
partisipatif dan laissez-faire. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian tujuan (Robbins:2002).
Kepemimpinan adalah cara seorang mempengaruhi perilaku bawahan agar
mau berkerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan
organisasi (Hasibuan:2003).
1.4.1.2. Macam-macam Gaya Kepemimpinan
Menurut Hasibuan (2003) gaya kepemimpinan menurut pendapat
penulis,yaitu
1. Kepemimpianan Otoriter
Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan (wewenang)
sebagain besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau
pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang.
2. Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan partisipatif adalah bila seorang pemimpin
dalam melaksanakan kepemimpinannya dilakaukan dengan
cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi,
menumbuhkan loyalitas dan partisipasinya para bawahan.
3. Kepemimpinan Delegatif
Kepemimpinan delegatif bila seorang pemimpin
mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan agak
lengkap, sehingga bawahan tersebut dapat mengambil
keputusan dan kebijaksnaan-kebijaksanaan dengan bebas atau
leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya.
10
Terdapat lima gaya kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi
menurut Siagian (2002), yaitu:
1. Tipe pemimpin yang otokratik
Seorang pemimpin yang otokratik ialah seorang pemimpin
yang: - Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
a. Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan
organisasi
b. Menganggap bahwa sebagai alat semata-mata
c. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat
d. Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya
e. Dalam tindaknya penggeraknya sering
mempergunakan approach yang mengandung unsur
paksaan dan puntif (bersifat menghukum).
2. Tipe pemimpin yang militeristi
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud
seorang pemimpin tipe militeristik berbeda dengan seorang
pemimpin modern. Seorang pemimpin yang bertipe
militeristik ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat:
a. Dalam menggerakan bawahannya sistem perintah
yang sering dipergunakan
b. Dalam menggerakan bawahannya senang bergantung
pada pangkat dan jabatan
c. Senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan
11
d. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari
bawahannya.
3. Tipe pemimpin yang paternalistic
a. Menganggap bahwa sebagai manusia yang tidak
dewasa
b. Bersikap terlalu melindungi
c. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya
untuk mengambil keputusan
d. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan
untuk mengambil inisiatif
e. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan
untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasi
f. Sering bersikap mau tahu.
4. Tipe pemimpin yang kharismatik
Harus diakui bahwa untuk keadaan tentang seorang
pemimpin yang demikian sangat diperlukan, akn tetapi
sifatnya yang negatif mengalahkan sifatnya yang positif.
5. Tipe pemimpin yang demokratik
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan
bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat
untuk organisasi modern karena:
a. Ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan
kritikan dari bawahan
12
b. Selalu berusaha mengutamakan kerjasama teamwork
dalam usaha mencapai tujuan
c. Selalu berusaha menjadikan lebih sukses dari padanya
d. Selalu berusaha mengembangkan kapasitas diri
pribadinya sebagai pemimpin.
Menurut Robinss (2002) mengidentifikasi empat jenis gaya kepemimpinan
antara lain:
1. Gaya kepemimpinan kharismatik
Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang
heroik atau yang luar biasa ketika mereka mengamati
perilaku- perilaku tertentu pemimpin mereka. Terdapat lima
karakteristik pokok pemimpin kharismatik:
a. Visi dan artikulasi. Dia memiliki visi ditujukan
dengan sasaran ideal yang berharap masa depan lebih
baik daripada status quo, dan mampu mengklarifikasi
pentingnya visi yang dapat dipahami orang lain.
b. Rasio personal. Pemimpin kharismatik bersedia
menempuh risiko personal tinggi, menanggung biaya
besar, dan terlibat ke dalam pengorbanan diri untuk
meraih visi.
c. Peka terhadap lingkungan. Mereka mampu menilai
secara realistis kendala lingkungan dan sumber daya
yang dibutuhkan untuk membuat perubahan.
13
d. Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut. Pemimpin
kharismatik perseptif (sangat pengertian) terhadap
kemampuan orang lain dan responsif terhadap
kebutuhan dan perasaan mereka.
e. Perilaku tidak konvensional. Pemimpin kharismatik
terlibat dalam perilaku yang dianggap baru dan
berlawanan dengan norma.
2. Gaya kepemimpinan transaksional
Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang
memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju
sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan
peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional lebih
berfokus pada hubungan pemimpin- bawahan tanpa adanya
usaha untuk menciptakan perubahan bagi bawahannya.
Terdapat empat karakteristik pemimpin transaksional:
a. Imbalan kontingen: kontrak pertukaran imbalan atas
upaya yang dilakukan, menjanjikan imbalan atas
kinerja baik, mengakui pencapaian.
b. Manajemen berdasar pengecualian (aktif): melihat
dean mencari penyimpangan dari aturan dan standar,
menempuh tindakan perbaikan.
c. Manajemen berdasar pengecualian (pasif):
mengintervensi hanya jika standar tidak dipenuhi.
14
d. Laissez-Faire: melepas tanggung jawab, menghindari
pembuatan keputusan.
3. Gaya kepemimpinan transformasional
Pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada hal-
hal dan kebutuhan pengembangan dari masing- masing
pengikut, Pemimpin transformasional mengubah kesadaran
para pengikut akan persoalan- persoalan dengan membantu
mereka memandang masalah lama dengan cara- cara baru,
dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan
mengilhami para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra
demi mencapai sasaran kelompok. Terdapat empat
karakteristik pemimpin transformasional:
a. Kharisma: memberikan visi dan rasa atas misi,
menanamkan kebanggaan, meraih penghormatan dan
kepercayaan.
b. Inspirasi: mengkomunikasikan harapan tinggi,
menggunakan symbol untuk memfokuskan pada
usaha, menggambarkan maksud penting secara
sederhana.
c. Stimulasi intelektual: mendorong intelegensia,
rasionalitas, dan pemecahan masalah secara hati-hati.
15
d. Pertimbangan individual: memberikan perhatian
pribadi, melayani karyawan secara pribadi, melatih
dan menasehati.
4. Gaya kepemimpinan visioner
Kemamuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang
realistis, kredibel, dan menarik mengenai masa depan
organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan
membaik dibanding saat ini. Visi ini jika diseleksi dan
diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar
sehingga bisa mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke
masa depan dengan membangkitkan keterampilan, bakat, dan
sumber daya untuk mewujudkannya.
Menurut reksohadiprodjo & Handoko (2001) gaya kepemimpinan adalah
suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahanya. Secara relatif ada tiga
macam gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu otokratis, demokratis atau
partisipatif dan laissex-faire.
No Otokratis Demokratis Laissez-Faire
1 semua penentu
kebijakan dilakukan
oleh pemimpin.
semua kebijakan terjadi
pada kelompok diskusi dan
keputusan diambil dengan
dorongan dan bantuan dari
pemimpin.
kebebasan penuh bagi
keputusan kelompok
atau individu, dengan
parisipasi minimal dari
pemimpin.
16
2 teknik - teknik dan
langkah - langkah
kegiatan didikte oleh
atasan setiap waktu,
sehingga langkah -
lagkah yang akan
datang selalu tidak
pasti untuk tingkat
yang lebih luas.
kegiatan - kegiatan di
diskusikan. Langkah umum
untuk tujuan kelompok di
buat, dan bila dibutuhkan
petunjuk - petunjuk teknis,
pemimpin menyarankan
dua atau lebih alternatif
yang prosedur yang dapat
dipilih.
bahan - bahan yang
bermacam - macam di
sediakan oleh pemimpin
yang membuat orang
selalu siap bila dia akan
memberikan informasi
pada saat ditanya. Dia
tidak mengambil bagian
dalam diskusi kerja.
3 pemimpin biasanya
mendikte tugas kerja
bagian dan kerja
bersama setiap
anggota.
para anggota bebas bekerja
dengan siapa saja yang
mereka pilih. Dan
pembagian tugas
ditentukan oleh kelompok.
sama sekali tidak ada
partisipasi dari pimpinan
dalam penentuan tugas.
4 pemimpin cenderung
menjadi "pribadi"
dalam pujian dan
kecamannya terhadap
kerja setiap anggota;
mengambil jarak dari
partisipasi kelompok
aktif kecuali bila
menunjukan
pemimpin adalah obyektif
atau "fact-min-ded" dalam
pujian dan kecamannya
dan mencoba menjadi
seorang anggota kelompok
biasa dalam jiwa dan
semangat tanpa melakukan
banyak pekerjaan.
kadang - kadang
memberi komentar
sepontan terhadap
kegiatan anggota atau
pertanyaan dan tidak
bermaksud menilai atau
mengatur suatu
kejadian.
17Sumber : Reksohadiparjo & Handoko., 2001
keahliannya.
1.4.2. Motivasi
1.4.2.1. Pengertian Motivasi
Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin, yakni movere, yang
berarti “menggerakan” (to move). Motivasi diartikan juga sebagai suatu
kekuatan sumber daya yang menggerakkan dan mengendalikan tingkah laku
manusia. Aspek penting dalam pemberian motivasi kepada bawahannya atau
karyawan, pemimpin hendaknya dapat memberikan motivasi searah atau
sesuai dengan karakteristik yang ada di karyawan.
Menurut Robbins (2002) motivasi adalah keinginan untuk melakukan
sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak untuk memuaskan kebutuhan
individu.
Menurut Malthis dan Jackson (2001) motivasi merupakan hasrat didalam
diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan.
Sedangkan Rivai dan Basri (2005) berpendapat bahwa motivasi adalah
serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk
mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu.
Motivasi merupakan faktor psikologis yang menunjukan minat individu
terhadap pekerjaan, rasa puas dan ikut bertanggung jawab terhadap aktivitas
atau pekerjaan yang dilakukan (Masrukhin dan Waridin, 2004). Sedangkan
18
Hasibuan (2003) berpendapat bahwa motivasi adalah hal yang menyebabkan,
menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan
antusias mencapai hasil yang optimal.
1.4.2.2. Tujuan Motivasi
Hasibuan (2003) tujuan motivasi adalah untuk:
a. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
b. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
c. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.
d. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.
e. Mengefektifkan pengadaan karyawan.
f. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
g. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan.
h. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.
i. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-
tugasnya.
j. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
1.4.2.3. Model-model Motivasi
Hasibuan (2003) model-model motivasi itu ada tiga, yaitu:
a. Model Tradisional
Model ini mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan
agar gairah bekerjanya meningkatnya ialah dilakukan dengan
19
sistem insentif, yaitu memberikan insentif (uang/barang) kepada
karyawan yang berprestasi baik.
b. Model Hubungan Manusia
Model ini mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan
supaya gairah bekerjanya meningkat ialah dilakukan dengan
mengakui kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka
merasa berguna dan penting.
c. Model Sumber Daya Manusia
Model ini mengatakan bahwa karyawan di motivasi oleh banyak
faktor, bukan hanya uang/barang atau keinginan akan kepuasan,
tetapi juga kebutuhan akan pencapaian dan pekerja yang berarti.
1.4.2.4. Alat-alat Motivasi
Hasibuan (2003) alat-alat motivasi (daya perangsang) yang diberikan
kepada bawahan dapat berupa material incentive dan nonmaterial incentive.
Material Incentive adalah motivasi yang bersifat material sebagai imbalan
prestasi yang diberikan oleh karyawan. Yang termasuk material incentive
adalah yang terbentuk uang dan barang-barang. Non material incentive adalah
motivasi (daya perangsang) yang tidak berbentuk materi. Yang termasuk
nonmaterial adalah penempatan yang tepat, pekerjaan yang terjamin, piagam
penghargaan, bintang jasa, perlakuan yang wajar, dan yang sejenis lainnya.
1.4.2.5. Meningkatkan Motivasi
Menurut Munandar (2001) meningkatkan motivasi kerja sebagai berikut:
1. Peran Pemimpin / Atasan
20
Ada dua cara pokok untuk meningkatkan motivasi kerja, yaitu:
a. Bersikap Keras
Memaksakan tenaga kerja untuk bekerja keras atau
dengan memberikan ancaman, maka tenaga kerja kalau
tidak dapat menghindarkan diri dari situasi yang
mengancam tersebut, akan bekerja keras.
b. Memberi Tujuan yang Bermakna
Bersama-sama dengan tenaga kerja yang bersangkutan
ditemukan tujuan-tujuan yang bermakna, sesuai dengan
kemampuannya, yang dapat dicapai melalui prestasi
kerjanya yang tinggi.
2. Peran Diri Sendiri
Mereka memerlukan orang lain untuk mendorong mereka,
‘memaksa’ mereka untuk bekerja. Sistem nilai pribadi (personal
value sistem) mereka memprioritaskan kegiatan-kegiatan lain
dalam kehidupan. Bekerja dipandang sebagai satu kegiatan yang
harus dilakukan agar memperoleh gaji untuk membiayai hidup.
3. Peran Organisasi
Berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan dapat ‘menarik’
atau ‘mendorong’ motivasi kerja seorang tenaga kerja.
1.4.2.6. Teori-teori Motivasi
1.4.2.6.1. Teori Hierarki Kebutuhan
21
Robbins (2002) Pendekatan terkenal yang telah diterima secara luas
berkaitan dengan motivasi adalah teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow.
Maslow membuat hipotesis bahwa dalam diri setiap manusia terdapat lima
tingkat kebutuhan, yaitu :
a. Kebutuhan Fisik : Meliputi lapar, haus ,tempat bernaung,
seks dan kebutuhan-kebutuhan tubuh lainnya.
b. Keburuhan rasa aman : meliputi keamanan dan
perlindungan dari bahaya fisik dan emosi.
c. Kebutuhan sosial : meliputi kasih sayang, rasa memiliki,
penerimaan dan persahabata.
d. Kebutuhan penghargaan : Meliputi faktor-faktor internal
seperti harga diri, otonomi dan prestasi, serta faktor-
faktor eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.
e. Kebutuhan aktualisasi diri : Dorongan untuk menjadi apa
yang mampu dia lakukan, meliputi pertumbuhan,
pencapaian potensi diri, dan pemenuhan kebutuhan diri
sendiri.
Maslow memisahkan lima kebutuhan kedalam uturan lebih tinggi dan
lebih rendah. Kebutuhan fisik dan rasa aman digambarkan sebagai urutan
yang lebih rendah, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri dikategorikan
sebagai kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi.
1.4.2.6.2. Teori X dan Teori Y
22
Robbins (2002) Douglas McGregor mengajukan dua pandangan yang
berbeda mengenai manusia: seseorang itu pada dasarnya bersifat negative,
diberi nama Teori X, dan lainnya pada dasarnya bersifat positif, diberi nama
Teori Y,2Setelah melihat cara para manajer menghadapi karyawan,
McGregor menyimpulakan bahwa pandangan seorang manajer tentang sifat
manusia didasarkan pada pengelompokan asumsi tertentu dan manajer
tersebut cenderung membentuk perilakunya terhadap bawahan sesuai dengan
asumsi tersebut.
Dalam Teori X, terdapat empat asumsi yang diyakini oleh manajer, yaitu:
a. Karyawan tidak suka bekerja dan bilamana mungkin,
akan berusaha menghindarinya.
b. Karena karyawan tidak suka bekerja, mereka harus
dipaksa, atau diancam dengan hukuman untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
c. Para karyawan akan mengelakkan tanggung jawab
dan sedapat mungkin hanya mengikuti perintah
formal.
d. Kebanyakan pekerja mengutamakan rasa aman (agar
tidak ada alas an untuk dipecat) diatas semua faktor
dan hanya menunjukkan sedikit ambisi.
Dalam Teori Y, terdapat empat asumsi berlawanan yang diyakini oleh
manajer, yakni:
23
a. Para karyawan memandang pekerjaan sama
alamiahnya dengan istirahat dan bermain.
b. Seseorang yang memiliki komitmen pada tujuan akan
melakukan pengarahan dan pengendalian diri.
c. Seseorang yang biasa-biasa saja dapat belajar untuk
menerima, bahkan mencari tanggung jawab.
d. Kreativitas yaitu, kemampuan untuk membuat
keputusan yang baik didelegasikan kepada karyawan
secara luas dan tidak harus berasal orang yang berada
dalam manajemen.
1.4.2.6.3. Teori Tiga Kebutuhan
Robbins (2002) David McClelland dan kawan-kawan telah mengajukan
tiga motif atau kebutuhan utama yang relevan di tempat kerja.
a. Kebutuhan akan prestasi (nAch): dorongan untuk
unggul, untuk mencapai sederetan standar guna
meraih kesuksesan.
b. Kebutuhan akan kekuasaan (nPow): Kebutuhan
untuk membuat orang lain berperilaku dengan cara
yang diinginkan.
c. Kebutuhan akan afiliasi (nAff): Hasrat akan
berhubungan persahabatan dan kedekatan antar
personal.
1.4.3. Budaya Organisasi
24
1.4.3.1. Pengertian Budaya Organisasi
Budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai perangkat system nilai-nilai
(values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi (assumtions), atau
norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para
anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemacehan masalah-
masalah organisasinya. Budaya organisasi juga disebut budaya perusahaan,
yaitu seperangkat nilai-nilai atau norma-norma yang relatif berlakunya,
dianut bersama oleh para anggota organisasi (karyawan) sebagai norma
perilaku dalam menyelesaikan masalah-masalah organisasi (Sutrisno,2010).
Budaya organisasi merujuk kepada suatu system pengertian bersama yang
dipegang oleh anggota-anggota suatu organisas, yang membedakan organisas
tersebut dari organisasi lainnya (Robbins,2002).
Menurut Mangkunegara (2008) Budaya organisasi adalah seperangkat
asumsi atau system keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan
dalam organisasi yang dijadikan perdoman tingkah laku bagi anggota-
anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi
internal.
1.4.3.2. Tujuan Budaya Organisasi
Menurut Mangkunegara (2008) tujuan budaya organisasi adalah agar
seluruh individu dalam perusahaan atau organisas mematuhi dan berpedoman
pada system nilai keyakinan dan norma-norma yang berlaku dalam
perusahaan atau organisasi tersebut.
1.4.3.3. Fungsi Budaya Organisasi
25
Menurut Robbins (2002) budaya memiliki beberapa fungsi di dalam suatu
organisasi. Pertama, menciptakan perbedaan antara satu organisasi dengan
organisasi yang lain. Kedua, budaya berfungsi untuk menyampaikan rasa
identitas kepada anggota-anggota organisasi. Ketiga, budaya mempermudah
penerusan komitmen hingga mencapai batasan yang lebih luas, melebihi
batasaan ketertarikan individu. Keempat, budaya mendorong stabilitas system
sosial.
Menurut Mangkunegara (2008) fungsi budaya organisasi dapat membantu
mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, permasalahan
yang berhubungan dengan adaptasi eksternal dapat dilakukan melalui
pengembangan pemahaman tentang strategi dan misi internal, tujuan utama
organisasi dan pengukuran kinerja. Sedangkan permasalahan yang
berhubungan dengan integrasi internal dapat dilakukan antara lain
komunikasi, kriteria karyawan, penentuan standat bagi insentif (rewards) dan
sanksi (punishment).
1.4.3.4. Karakteristik Budaya Organisasi
Menurut O’Reilly dan Jehn dalam Soetopo (2012) mengemukakan tujuah
karakteristik utama yang menjadi inti dari suatu budaya organisasi, yaitu :
1) Inovation and risk taking, yakni derajat sejauh mana pekerja
didorong untuk inovatif dan berani mengambil risiko.
2) Attention to detail, yakni derajat sejauh mana para pekerja
diharpkan menunjukkan presisi, analisis, dan perhatian pada
hal-hal detail.
26
3) Outcome orientation, yakni sejauh mana pimpinan berfokus
pada hasil bukan pada teknis dari proses yang dipakai untuk
menjadi hasil.
4) People orientation, yakni sejauh mana keputusan manajemen
memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang dalam model
perilaku diatas menjadi inti dari suatu budaya organisasi
5) Team orientation, yakni sejauh mana kegiatan kerja
diorganisasikan atas dasar tim kerja daripada individu.
6) Agresiveness, yakni sejauh mana orang-orang bersifat agresif
dan kompetitif bukan santai-santai.
7) Stability, yakni sejauh mana aktivitas organisasi menekankan
pemeliharaan status quo, sebagai kontras dari pertumbuhan.
Menurut Robbins (2002) penelitian terkahir menyatakan bahwa terdapat
tujuh karakter utama, yang kesemuanya menjadi elemen-elemen penting
suatu budaya organisasi.
1) Inovasi dan pengambilan risiko : tingkat daya pendorong
karyawan untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.
2) Perhatian terhadap detail : Tingkat tuntutan terhadap karyawan
untuk mampu memperlihatkan ketepatan, analisis, dan
perhatian terhadap detail.
3) Orientasi terhadap hasil : Tingkat tuntutan terhadap
manajemen untuk lebih memusatkan perhatian pada hasil,
dibandingkan perhatian pada teknik dan proses yang digunakan
27
untuk meraih hasil tersebut.
4) Orientasi terhadap individu : Tingkat keputusan manajmen
dalam mempertimbangkan efek-efek hasil terhadap individu
yang ada di dalam organisasi.
5) Orientasi terhadap tim : Tingkat aktivitas pekerjaan yang diatur
dalam tim, bukan secara perorangan.
6) Agresivitas : Tingkat tuntutan terhadap orang-orang agar
berlaku agresif dan bersaing, dan tidak bersikap santai.
7) Stabilitas : Tingkat penekanan aktivitas organisasi dalam
mempertahankan status quo berbanding pertumbuhan.
1.4.4. Disiplin Kerja
1.4.4.1. Pengertian Disiplin Kerja
Menurut Hasibuan (2003) Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan
seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial
yang berlaku. Menurut Budi Setiyawan dan Waridin (2006) disiplin sebagai
keadaan ideal dalam mendukung pelaksanaan tugas sesuai aturan dalam
rangka mendukung optimalisasi kerja.
1.4.4.2. Indikator-indikator Disiplin Kerja
Menurut (hasibuan:2003) pada dasarnya banyak indikator yang
mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi. Diantaranya :
1. Tujuan dan Kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat
kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas
28
dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi
kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan)
yang dibebankan kepada seseorang karyawan harus sesuai
dengan kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja
sungguh-sungguh dan berdisiplin baik untuk mengerjakannya.
2. Teladan Pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan
kedisiplinan karyawan, karena pimpinan dijadikan teladan dan
panutan oleh bawahannya.
3. Balas Jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi
kedisiplinan karyawan, karena balas jasa akan memberikan
kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap
perusahaan/pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin
baik terhadap pekerjaan, maka kedisiplinan mereka akan
semakin baik pula.
4. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan,
karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya
penting dn minta diperlakukan sama dngan manusia lainnya.
Apabila keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam
pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman, akan
merangsan terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik.
29
5. Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan
paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan
perusahaan, karena dengan waskat ini, berarti harus aktif dan
langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan
prestasi kerja bawahannya.
6. Sanksi Hukuman
Sanksi hukaman berperan penting dalam memelihara
kedisiplinan karyawan. Karena dengan sanksi hukuman yang
semakin berat, karyawan akan semakin takut untuk melanggar
peraturan-peraturan perusahaan,sikap dan perilaku yang
indisipliner karyawan akan berkurang.
7. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan
mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan
harus berani dan tegas bertindak untuk menghukum setiap
karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi dan hukuman
yang telah ditetapkan.
8. Hubungan Kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antar sesama
karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu
perusahaan. Hubungan-hubungan itu bersifat vertikal maupun
horizontal yang terdiri dari direct single relationship, direct
30
group relationship dan cross relationship hendaknya harmonis.
1.4.4.3. Faktor-faktor Disiplin Kerja
Budi Setiyawan dan Waridin (2006) , ada lima faktor dalam penilaian
disiplin kerja terhadap pemberian layanan pada masyarakat, yaitu:
a. Kualitas kedisiplinan kerja, meliputi datang dan pulang yang
tepat waktu, pemanfaatan waktu untuk pelaksanaan tugas
dan kemampuan mengembangkan potensi diri berdasarkan
motivasi yang positif.
b. Kuantitas pekerjaan meliputi volume keluaran dan
kontribusi.
c. Kompensasi yang diperlukan meliputi : saran, arahan atau
perbaikan.
d. Lokasi tempat kerja atau tempat tinggal.
e. Konservasi meliputi penghormatan terhadapaturan dengan
keberanian untuk selalu melakukan pencegahan terjadinya
tindakan yang bertentangan dengan aturan.
1.4.5. Kinerja Karyawan
1.4.5.1. Pengertian Kinerja Karyawan
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2008). Menurut Mathis dan
Jackson (2001) penilaian kinerja (performance evaluation) adalah proses
mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika
31
dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian
mengkomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan.
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang atau secara
keseluruahan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas di
banding dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau
sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati
bersama (Rivai, 2005).
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan
organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral atau etika (Prawirosentono, 1999).
1.4.5.2. Penilaian Kinerja Karyawan
Penilaian kinerja adalah suatu proses penilaian prestasi kerja karyawan yang
dilakukan pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang
ditugaskan kepadanya Mangkunegara (2009).
Adapun tujuan penilain kinerja menurut Dharma (2001) adalah sebagai berikut:
a. Pertanggungjawaban
Apabila standar dan sasaran digunakan sebagai alat pengukur
pertanggungjawaban, maka dasar untuk pengambilan
keputusan kenaikan gaji atau upah, promosi, penugasan
khusus, dan sebagainya adalah kualitas hasil kerja karyawan
yang bersangkutan.
32
b. Pengembangan
Jika standar dan sasaran digunakan sebagai alat untuk
keperluan pengembangan, hal itu mengacu pada dukungan
yang diperlukan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan
mereka. Dukungan itu dapat berupa pelatihan, bimbingan,
atau bantuan lainnya.
1.4.5.3. Unsur Kinerja Karyawan
Unsur-unsur yang digunakan dalam penilain kinerja karyawan menurut
Hasibuan (2003) adalah sebagai berikut:
a. Prestasi
b. Kedisplinan
c. Kreatifitas
d. Bekerja Sama
e. Kecakapan
f. Tanggung jawab
Menurut Mathis dan Jackson (2001) kinerja karyawan yang umum untuk
kebanyakan pekerjaan meliputi beberapa unsur berikut:
a. Kuantitas kerja
Volume kerja yang dihasilkan dalam kondisi normal.
b. Kualitas kerja
Berupa kerapian dan keterkaitan hasil dengan tidak mengabaikan
volume pekerjaan.
c. Ketepatan waktu
33
Penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan kebijaksanaa
perusahaan atau lembaga pemerintahan.
d. Kehadiran
Kedisiplinan dalam mematuhi tingkat absensi yang telah
disesuaikan dengan kebijakan perusahaan.
e. Kemampuan untuk berkerja sama.
Kemampuan menangani hubungan dengan orang lain dalam
pekerjaan.
1.4.5.4. Manfaat Penilaian Kinerja Karyawan
Menurut Rivai (2005) manfaat penilaian kinerja adalah:
A. Manfaat bagi karyawan yang dinilai antara lain:
Meningkatkan motivasi
Meningkatkan kepuasan kerja
Adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan
Adanya kesempatan berkomunikasi ke atas
Peningkatan pengertian tentang nilai pribadi.
B. Manfaat bagi penilai
Untuk mengukur dan mengidentifikasikan kecenderungan
kinerja karyawan
Meningkatkan kepuasan kerja baik dari pada manager
ataupun karyawan
34
Sebagai sarana meningkatkan motivasi karyawan
Bisa mengidentifikasikan kesempatan untuk rotasi
karyawan.
C. Manfaat bagi perusahaan
Memperbaiki seluruh simpul unit-unit yang ada dalam
perusahaan
Meningkatkan kualitas komunikasi
Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan
Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan untuk
masing-masing karyawan.
1.5. Teori Penghubung Antar Variabel
1.5.1. Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja
Karyawan
Gaya kepemimpinan pada dasarnya menekankan untuk menghargai tujuan
individu sehingga nantinya para individu akan memiliki keyakinan bahwa
kinerja aktual akan melampaui harapan kinerja mereka. Seorang pemimpin
harus menerapkan gaya kepemimpinan untuk mengelola bawahannya, karena
seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam
mencapai tujuannya (Waridin dan Bambang Guritno, 2005). Tampubolon
(2007) menyatakan bahwa faktor kepemimpinan juga berpengaruh terhadap
kinerja karyawan. Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
35
terdapat hubungan yang erat dan pengaruh antara faktor kepemimpinan dan
faktor kinerja karyawan.
1.5.2. Hubungan Antara Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan
Motivasi merupakan sebuah keahlian dalam mengarahkan karyawan pada
tujuan organisasi agar mau bekerja dan berusaha sehingga keinginan para
karyawan dan tujuan organisasi dapat tercapai. Motivasi seseorang
melakukan suatu pekerjaan karena adanya suatu kebutuhan hidup yang harus
dipenuhi. Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan ekonomis yaitu untuk
memperoleh uang, sedangkan kebutuhan nonekonomis dapat diartikan
sebagai kebutuhan untuk memperoleh penghargaan dan keinginan lebih maju.
Dengan segala kebutuhan tersebut, seseorang dituntut untuk lebih giat dan
aktif dalam bekerja, untuk mencapai hal ini diperlukan adanya motivasi
dalam melakukan pekerjaan, karena dapat mendorong seseorang bekerja dan
selalu berkeinginan untuk melanjutkan usahanya. Oleh karena itu jika
karyawan yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi biasanya mempunyai
kinerja yang tinggi pula.
Suharto dan Cahyono (2005) dan Hakim (2006) menyebutkan ada salah
satu faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor motivasi, dimana
motivasi merupakan kondisi yang menggerakan seseorang berusaha untuk
mencapai tujuan atau mencapai hasil yang diinginkan. Rivai (2005)
menunjukan bahwa semakin kuat motivasi kerja, kinerja karyawan akan
semakin tinggi. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan motivasi kerja
36
karyawan akan memberikan peningkatan yang sangat berarti bagi
peningkatan kinerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.
1.5.3. Hubungan Antara Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan
Menurut Mangkunegara (2008) Budaya organisasi adalah seperangkat
asumsi atau system keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan
dalam organisasi yang dijadikan perdoman tingkah laku bagi anggota-
anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi
internal. Budaya yang kuat dan positif sangat berpengaruh terhadap perilaku
dan efektivitas kinerja perusahaan sebagaimana dinyatakan oleh Deal &
Kennedy dalam Sutrisno (2010).
1.5.4. Hubungan Antara Displin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
Menurut Budi Setiyawan dan Waridin (2006) dan Aritonang (2005)
menyatakan bahwa disiplin kerja karyawan bagian dari faktor kinerja.
Disiplin kerja harus dimiliki setiap karyawan dan harus dibudayakan di
kalangan karyawan agar bisa mendukung tercapainya tujuan organisasi
karena merupakan wujud dari kepatuhan terhadap aturan kerja dan juga
sebagai tanggung jawab diri terhadap perusahaan. Pelaksanaan disiplin
dengan dilandasi kesadaran dan keinsafan akan terciptanya suatu kondisi
yang harmonis antara keinginan dan kenyataan. Untuk menciptakan kondisi
yang harmonis tersebut terlebih dahulu harus diwujudkan keselarasan antara
kewajiban dan hak karyawan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa disiplin
merupakan sikap kesetiaan dan ketaatan seseorang atau sekelompok orang
terhadap peraturan- peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis, yang
37
tercermin dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan. Hal demikian
membuktikan bila kedisiplinan karyawan memiliki pengaruh terhadap kinerja
karyawan.
1.6. Landasan Empiris
1. Penelitian yang dilakukan oleh Suharto dan Budi Cahyono (2005)
dengan judul penelitian “Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan
dan Motivasi kerja terhadap Kinerja sumber daya manusia di secretariat
DPRD Propinsi Jawa Tengah” dengan teknik sampling proporsional
sampling, dengan hasil penelitian terdapat pengaruh positif dan
signifikan budaya organisasi, kepemimpinan dan motivasi kerja secara
individu mampu bersama-sama terhadap kinerja karyawan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Purnomo Budi Setiyawan dan Waridin
(2006) dengan judul penelitian “Pengaruh Disiplin Kerja Karyawan dan
Budaya Organisasi terhadap Kinerja di Divisi Radiologi RSUP Dokter
Kariadi Semarang” dengan teknik sampling sensus dengan hasil
penelitian terdapat pengaruh secara signifikan disiplin kerja karyawan
dan budaya organisasi secara bersama-sama berpengaruh secara positif
terhadap kinerja karyawan.
38
1.7. Kerangka Pemikiran
Untuk memperjelas pelaksanaan penelitian dan sekaligus untuk
mempermudah dalam pemahaman, maka perlu dijelaskan suatu kerangka
konseptual sebagai landasan dalam pemahaman, maka dibuat kerangka
pemikiran sebagai berikut:
Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran
Dalam sebuah perusahaan terdapat sebuah tujuan perusahaan dan dimana
sumber daya manusia sebagai pelaku yang sangat menentukan berhasil
tidaknya tujuan perusahaan, oleh karena itu supaya kinerja karyawan itu bisa
meningkat, maka perusahaan juga harus memperhatikan tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja karyawan. Beberapa faktor yang mempengaruhi
39
Budaya
Organisasi
Displin
KerjaMotivasi
Gaya
Kepemimpinan
Tujuan
Perusahaan
SDM
Kinerja
Karyawan
Perusahaan
kinerja karyawan adalah Gaya kepemimpinan, Motivasi, Budaya organisasi
dan Displin kerja.
1.8. Definisi Konsep dan Definisi Operasional
1.8.1. Definisi Konsep
1. Gaya Kepemimpinan Menurut reksohadiprodjo & Handoko (2001)
gaya kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi
bawahanya. Secara relatif ada tiga macam gaya kepemimpinan yang
berbeda, yaitu otokratis, demokratis atau partisipatif dan laissex-faire
2. Motivasi menurut Robbins (2002) adalah keinginan untuk melakukan
sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak untuk memuaskan
kebutuhan individu.
3. Budaya organisasi merujuk kepada suatu system pengertian bersama
yang dipegang oleh anggota-anggota suatu organisas, yang
membedakan organisas tersebut dari organisasi lainnya
(Robbins,2002).
4. Menurut Hasibuan (2003) Kedisiplinan adalah kesadaran dan
kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-
norma sosial yang berlaku.
5. Kinerja Karyawan didefiniskan sebagai hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya
(Mangkunegara, 2009).
40
1.8.2. Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini kemudian
diuraikan menjadi indikator empiris yang meliputi:
1. Gaya kepemimpinan
Tabel 1.3
Operasionalisasi Variabel Gaya Kepemimpinan
Variabel
Menurut Teorireksohadiprodjo & Handoko (2001)
Penelitian terdahuluSuharto & Budi Cahyono
(2005)
Yang akan digunakan oleh peneliti
Indikator Indikator IndikatorGaya kepemimpinan
a. Otokratisb. Demokratisc. laissex-faire
a. Visi dan misi, menanamkan kebanggaan, meraih penghormatan dan kepercayaan.
b. Mendorong intelegensi, rasionalitas dan pemecahan masalah secara hati-hati.
c. Memberikan perhatian pribadi, melayani secara pribadi, melatih dan menasehati
d. Menjalankan pertukaran kontraktual antara penghargaan dan usaha, menjanjikan penghargaan untuk kinerja yang bagus dan mengakui pencapaian yang diperoleh.
e. Melepaskan tanggung jawab
a. Otokratisb. Demokratisc. laissex-faire
41
dan menghindari pengambilan keputusan
2. Motivasi
Tabel 1.4
Operasionalisasi Variabel Motivasi
Variabel
Menurut TeoriRobbins (2002)
Penelitian terdahuluSuharto & Budi Cahyono
(2005)
Yang akan digunakan oleh peneliti
Indikator Indikator IndikatorMotivasi a. Kebutuhan
Fisikb. Kebutuhan rasa
amanc. Kebutuhan
sociald. Kebutuhan
penghargaane. Kebutuhan
aktualisasi diri
a. Tingkat tanggung jawab terhadap pekerjaan.
b. Dorongan organisasi terhadap anggotanya.
c. Kebutuhan akan aktualisasi diri
d. Kebutuhan afiliasi
e. Kebutuhan penghargaan
a. Kebutuhan Fisik
b. Kebutuhan rasa aman
c. Kebutuhan social
d. Kebutuhan penghargaan
e. Kebutuhan aktualisasi diri
3. Budaya Organisasi
Tabel 1.5
Operasionalisasi Variabel Budaya Organisasi
Variabel
Menurut TeoriRobbins (2002)
Penelitian terdahuluBudi Setiyawan dan
Waridin (2006)
Yang akan digunakan oleh peneliti
Indikator Indikator IndikatorBudaya Organisasi
a. Inovasi dan pengambilan risiko
b. Perhatian terhadap detail
c. Orientasi terhadap hasil
d. Orientasi terhadap
a. karyawan berorientasi pada hasil yang dicapai,
b. karyawan berorientasi kepada semua kepentingan karyawan,
a. Inovasi dan pengambilan risiko
b. Perhatian terhadap detail
c. Orientasi terhadap hasil
d. Orientasi terhadap
42
individue. Orientasi
terhadap timf. Agresivitasg. Stabilitas
c. karyawan agresif dalam bekerja
d. karyawan menjaga dan mempertahankan stabilitas kerja
individue. Orientasi
terhadap timf. Agresivitasg. Stabilitas
4. Disiplin Kerja
Tabel 1.6
Operasionalisasi Variabel Disiplin Kerja
Variabel
Menurut TeoriHasibuan (2003)
Penelitian terdahuluBudi Setiyawan dan
Waridin (2006)
Yang akan digunakan oleh peneliti
Indikator Indikator IndikatorDisplin Kerja a. Tujuan dan
Kemampuanb. Teladan
Pimpinanc. Balas Jasad. Keadilane. Waskatf. Sanksi
Hukumang. Ketegasanh. Hubungan
Kemanusiaan
a. konsekuen,b. konsisten,c. taat aturand. bertanggung
jawab
a. Tujuan dan Kemampuan
b. Teladan Pimpinan
c. Balas Jasad. Keadilane. Waskatf. Sanksi
Hukumang. Ketegasanh. Hubungan
Kemanusiaan
5. kinerja Karyawan
Tabel 1.7
Operasionalisasi Variabel Kinerja
Variabel
Menurut TeoriHasibuan (2003)
Penelitian terdahuluBudi Setiyawan dan
Waridin (2006)
Yang akan digunakan oleh peneliti
Indikator Indikator IndikatorKinerja a. Kuantitas kerja
b. Kualitas kerjac. Ketepatan
waktud. Kehadiran
a. memiliki pengetahuan kerja dan profesional,
b. bisa bekerja
a. Kuantitas kerjab. Kualitas kerjac. Ketepatan waktud. Kehadirane. Kemampuaan untuk
43
e. Kemampuaan untuk berkerjasama
sama secara tim,c. memiliki inisiatif
dalam bekerjad. mampu
mengambil keputusan yang tepat
berkerjasama
1.9. Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan sementara atas suatu hubungan, sebab akibat
dari kinerja variabel yang perlu dibuktikan kebenarannya (Abdul Hamid,
2010). Berdasarkan kerangka penelitian tersebut, maka hipotesis sebagai
berikut:
1. Pengaruh variabel gaya kepemimpinan terhadap variabel
kinerja karyawan
Ho : Tidak terdapat pengaruh antara variabel gaya
kepemimpinan terhadap variabel kinerja karyawan secara
parsial.
Ha : Terdapat pengaruh antara variabel gaya kepemimpinan
terhadap variabel kinerja karyawan secara parsial.
2. Pengaruh variabel motivasi terhadap variabel kinerja karyawan
Ho : Tidak terdapat pengaruh antara variabel motivasi terhadap
variabel kinerja karyawan secara parsial.
Ha : Terdapat pengaruh antara variabel motivasi dengan
variabel kinerja karyawan secara parsial.
3. Pengaruh variabel budaya organisasi terhadap variabel kinerja
karyawan
44
Ho :Tidak terdapat pengaruh antara variabel kompetensi
terhadap variabel kinerja karyawan secara parsial.
Ha :Terdapat pengaruh antara variabel kompetensi terhadap
variabel kinerja karyawan secara parsial.
4. Pengaruh variabel disiplin kerja terhadap variabel kinerja
karyawan
Ho :Tidak terdapat pengaruh antara variabel disiplin kerja
terhadap variabel kinerja karyawan secara parsial.
Ha : Terdapat pengaruh antara variabel kompetensi terhadap
variabel kinerja karyawan secara parsial.
5. Pengaruh variable gaya kepemimpinan, motivasi, budaya
organisasi, dan disiplin kerja secara simultan terhadap kinerja
karyawan
Ho : Tidak terdapat pengaruh antara variabel gaya
kepemimpinan, motivasi, disiplin kerja, kompetensi dan
budaya organisasi terhadap variabel kinerja pegawai secara
simultan.
Ha : Terdapat pengaruh antara variabel gaya kepemimpinan,
motivasi, disiplin kerja, kompetensi dan budaya organisasi
terhadap variabel kinerja pegawai secara simultan.
Gambar 1.2
45
Hipotesis
1.10. Metodologi Penelitian
1.10.1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah explanatory
research. Menurut Singaribun dan Effendi (2006) penelitian explanatory
yaitu untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa. Peneliti
menggunakan explanatory research agar penulis dapat menjelaskan pengaruh
Gaya Kepemimpinan, Motivasi, Budaya Organisasi dan Displin Kerja
46
Kinerja Karyawan
(Y)
Disiplin Kerja
(X4)
BudayaOrganisasi
(X3)
(X3)
Motivasi
(X2)
Gaya Kepemimpinan
(XI)
terhadap Kinerja Karyawan pada karyawan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
1.10.2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mengambil lokasi di Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang beralamat di Jalan Urip
Sumoharjo 106 Yogyakarta.
1.10.3. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Data Primer
Menurut Umar (2002) data primer merupakan data yang didapat dari
sumber pertama, misalnya dari individu atau perorangan Data
primer yang diperoleh peneliti berupa jawaban responden mengenai
pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh secara
tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh
pihak lain).
1.10.4. Metode Pengumpulan Data
47
Alat untuk pengumpul data yang digunakan untuk penelitian ini adalah
kuesioner, penelitian ini mengunakan kuesioner tertutup dimana responden
hanya menjawab pilihan yang telah disediakan oleh peneliti.
Skala pengukuran di dalam penelitian ini yaitu menggunakan skala likert.
Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan sekala
likert, maka variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel.
Kemudian indikator tersebut dijadikan titik tolak untuk menyusun item–
item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan (Sugiyono,
2012).
Jawaban setiap item instrumen yang mengunakan skala likert mempunyai
gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata–kata
serta pemberian skor (untuk keperluan kuantitatif) pada tiap itemnya antara
lain sebagai berikut:
1. Sangat Setuju (SS)/Selalu (S) : 5
2. Setuju (S)/Setuju (S) : 4
3. Kurang Setuju (KS)/Kadang-kadang (KK) : 3
4. Tidak Setuju (TS)/Jarang (J) : 2
5. Sangat Tidak Setuju (STS)/Tidak Pernah(TP) : 1
1.10.5. Populasi dan Sampel
1.10.5.1. Populasi
Menurut Sugiyono (2012) Populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
48
tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik
kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan tetap Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Yogyakarta. Berdasarkan data yang
didapat dari absensi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan Yogyakarta per Desember 2013 ada total 39 karyawan.
1.10.5.2. Sampel
Menurut Sugiyono (2012) Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik
yang dimiliki populasi tersebut, pengambilan sampel yang dilakukan harus
mewakili populasi atau harus representatif.
Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan tetap Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Yogyakarta. Berdasarkan data yang
didapat dari absensi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan Yogyakarta per Desember 2013 ada total 39 karyawan.
1.10.6. Teknik Pengambilan Sampel
Menurut Sugiyono (2012), total sampling adalah teknik penentuan sampel
bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.
1.10.7. Uji Validitas dan Uji Realibilitas
1.10.7.1. Uji Validitas
Menurut Umar (2002) Validitas menunjukan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat mengukur apa yang ingin diukur. Pengujian validitas tiap
butir digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan
skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir.
49
Dalam penelitian ini penulis menggunakan rumus korelasi teknik product
moment. Dan formulanya adalah sebagi berikut ( Umar, 2002):
Keterangan :r : Koefisien korelasi anatara variabel antara variabel X dan Yn : jumlah Sampely : Skor tiap itemx : Skor total
1.10.7.2. Uji Realibilitas
Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukan konsistensi suatu alat
pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Makin kecil kesalahan
pengukuran, makin reliabel alat pengukur. Sebaliknya makin besar kesalahan,
makin tidak reliabel alat pengukur tersebut.
Besar kecil kesalahan dapat diketahui antara lain dari nilai korelasi antara
hasil pengukuran pertama dan kedua. Bila nilai korelasi (r) dikuadratkan,
maka hasilnya disebut koefisien determinasi yang merupakan petunjuk besar
kecil hasil pengukuran yang sebenarnya. Semakin tinggi angka korelasi,
makin besar nilai koefisien detriminasi, dan makin rendah tingkat
kesalahannya (umar 2002).
Pada penelitian ini penulis menggunakan rumus Coeffisient Cronbach
Alpha, sebagai berikut :
r11={ kk−1 }{1−∑ σb2
σ t 2 }Keterangan :
r11 : Reliabilitas instrumen.
50
K : Banyak butir pertanyaan
σ t 2 : Varians total
∑ σb2 : Jumlah Varians Butir.
Dari rumus diatas dapat di simpulkan bahwa:
a. Apabila nilai alpha cronbach > 0,6; maka suatu kostruk atau
variabel dikatakan reliabel.
b. Apabila nilai aplha cronbach < 0,6; maka suatu konstruk atau
variabel dikatakan tidak reliabel.
1.10.8. Teknik Analisis Data
1.10.8.1. Analisis Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang
berlaku untuk umum dan generalisasi (Sugiyono, 2012). Analisis dalam
penelitian ini di peroleh dari tangapan responden atas kuisioner yang
diberikan tentang pengaruh gaya kepemimpinan, motivasi, budaya organisasi
dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan.
1.10.9. Uji Asumsi Klasik
1.10.9.1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel independen dan variabel dependen keduanya mempunyai distribusi
normal atau mendekati normal (Ghozali, 2011).
51
Dalam penelitian ini, uji normalitas menggunakan Normal Probability
Plot (P-P Plot). Suatu variabel dikatakan normal jika gambar distribusi
dengan titik-titik data yang menyebar di sekitar garis diagonal, dan
penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal (Ghozali, 2011).
1.10.9.2. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana terjadinya ketidaksamaan
varian dari residual pada model regresi. Model regresi yang baik
mensyaratkan tidak adanya heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk
mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat pola titik-
titik pada scatterplots regresi (Priyatno,2012).
1.10.10.Uji Hipotesis
Pada penelitian ini penulis mengunakan t-test dan f-test.
1.
2. Uji t digunakan untuk menguji signifikansi hubungan antara
variabel X dan variabel Y secara parsial atau dapat dikatakan uji t
pada dasarnya menunjukan seberapa jauh satu variabel independen
secara individual dalam menerangkan variasi-variasi dependen
(Ghozali, 2011). Kriteria pengujian hipotesis secara parsial adalah
sebagai berikut :
a. Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap variabel kinerja
karyawan
52
Ho : Tidak terdapat pengaruh antara variabel gaya
kepemimpinan terhadap variabel kinerja karyawan secara
parsial.
Ha : Terdapat pengaruh antara variabel gaya kepemimpinan
terhadap variabel kinerja karyawan secara parsial.
b. Pengaruh variabel motivasi terhadap variabel kinerja
karyawan.
Ho : Tidak terdapat pengaruh antara variabel motivasi
terhadap variabel kinerja karyawan secara parsial.
Ha : Terdapat pengaruh antara variabel motivasi dengan
variabel kinerja karyawan secara parsial.
c. Pengaruh variabel budaya organisasi terhadap variabel
kinerja karyawan.
Ho : Tidak terdapat pengaruh antara variabel budaya
organisasi terhadap variabel kinerja karyawan secara
parsial.
Ha : Terdapat pengaruh antara variabel budaya organisasi
terhadap variabel kinerja karyawan secara parsial.
d. Pengaruh variabel disiplin kerja terhadap variabel kinerja
karyawan.
Ho : Tidak terdapat pengaruh antara variabel disiplin kerja
terhadap variabel kinerja karyawan secara parsial.
53
Ha : Terdapat pengaruh antara variabel disiplin kerja
terhadap variabel kinerja karyawan secara parsial.
Uji hipotesis ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi t
hitung dengan ketentuan:
a. Jika signifikan t hitung < t tabel maka Ha diterima. Hal ini
berarti bahwa keputusannya adalah menerima hipotesis nol
(Ho), artinya koefisien regresi variabel independen tidak
berada dengan nol atau dengan kata lain masing –masing
variabel independen tersebut tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen
b. Jika signifikan t hitung > t tabel Ha ditolak. Hal ini berarti
bahwa keputusannya adalah menolak hipotesis nol (ho) dan
menerima hipotesis altrnative (Ha), artinya koefisien regresi
variabel independen tersebut berada dengan nol atau
dengan kata lain masing-masing variabel independen
tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen.
3. Dengan membandingkan nilai F tabel dengan F hitung, Apabila
Ftabel> Fhitung, maka Ho diterima dan Ha ditolak, Apabila
Ftabel<Fhitung, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Dengan menggunakan angka probabilitas signifikansi Apabila
probabilitas signifikansi > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
54
Apabila probabilitas signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha
diterima, (Ghozali, 2011:98).
c.
55
Recommended