View
419
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batubara merupakan senyawa
hidrokarbon. Rantai karbon yang
menyusun Batubara memiliki jenis yang
beragam dan tentunya dengan sifat dan
karakteristik masing-masing. Sifat dan
karakteristik dasar Batubara inilah yang
menentukan perlakuan selanjutnya bagi
Batubara itu sendiri pada
pengolahannya. Hal ini juga akan mempengaruhi jenis produk yang
dihasilkan dari pengolahan Batubara.
Pengetahuan tentang Batubara sangat penting untuk kita ketahui,
mengingat Batubara adalah suatu sumber energi yang tidak dapat
diperbaharui, sedangkan penggunaan sumber energi ini dalam kehidupan
kita sehari-hari cakupannya sangat luas dan cukup memegang peranan
penting atau menguasai hajat hidup orang banyak. Sebagai contoh
Batubara digunakan sebagai sumber energi yang banyak digunakan untuk
industri, kedua bahan bakar tersebut berasal dari pelapukan sisa-sisa
tumbuhan.
Sisa-sisa tumbuhan itu mengendap di dasar bumi kemudian
ditutupi lumpur. Lumpur tersebut lambat laun berubah menjadi batuan
karena pengaruh tekanan lapisan di atasnya. Sementara itu dengan
meningkatnya tekanan dan suhu, bakteri anaerob menguraikan sisa-sisa
tumbuhan sehingga menjadi batubara.
1
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
Untuk mendalami pengetahuan penulis terkait Batubara
Untuk mengetahui proses pembentukan Batubara
Untuk mengetahui Analisis proximat pada batubara.
1.3 Manfaat
Manfaat Pembuatan Makalah batubara ini adalah :
Dapat mengetahui serta mendalami pengetahuan penulis terkait
Batubara
Dapat mengetahui proses pembentukan Batubara
Dapat mengetahui Analisis proximat pada Batubara
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
Batubara merupakan salah satu sumber energi primer yang memiliki
riwayat pemanfaatan yang sangat panjang. Beberapa ahli sejarah yakin bahwa
batubara pertama kali digunakan secara komersial di Cina. Ada laporan yang
menyatakan bahwa suatu tambang di timur laut Cina menyediakan batu bara
untuk mencairkan tembaga dan untuk mencetak uang logam sekitar tahun
1000 SM. Bahkan petunjuk paling awal tentang batubara ternyata berasal
dari filsuf dan ilmuwan Yunani yaitu Aristoteles, yang menyebutkan adanya
arang seperti batu. Abu batu bara yang ditemukan di reruntuhan bangunan
bangsa Romawi di Inggris juga menunjukkan bahwa batubara telah
digunakan oleh bangsa Romawi pada tahun 400 SM.
Batubara adalah benda padat yang mengandung karbon, hidrogen, dan
oksigen dalam kombinasi kimia dengan sedikit kandungan unsur sulfur dan
nitrogen, yang terdapat di dalam lapisan kulit bumi yang berasal dari sisa-sisa
tumbuhan yang telah mengalami metamorphosis dalam kurun waktu yang
lama.
Raharjo, (2006a) mengatakan bahwa batu bara adalah mineral organik
yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap
yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang
berlangsung selama jutaan tahun. Karena itulah, batu bara termasuk dalam
kategori bahan bakar fosil.
Tosch (1960) dalam Bustin dkk. (1983), Teichmuller and Teichmuller
(1968) dalam Murchissen (1968) berpendapat bahwa litotipe dan
mikrolitotipe batubara berhubungan erat dengan lingkungan pengendapannya.
BAB III
3
PEMBAHASAN
3.1 Pembentukan Batubara
Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa
tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat
proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena
itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang
mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan
(coalification).
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan
jaman geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah
dengan lokasi pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan
dan panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian, akan
menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh
karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan
batubara (coal field) dan lapisannya (coal seam).
Gambar 1. Proses Terbentuknya Batubara
(Sumber: Kuri-n ni Riyou Sareru Sekitan, 2004)
Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon
(Carboniferous Period) –dikenal sebagai zaman batu bara pertama– yang
berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Kualitas dari
setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya,
endapan tumbuhan berubah menjadi gambut (peat), yang selanjutnya berubah
4
menjadi batu bara muda (lignite) atau disebut pula batu bara coklat (brown
coal). Batubara muda adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah.
Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama
jutaan tahun, maka batu bara muda akan mengalami perubahan yang secara
bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda
menjadi batu bara sub-bituminus (sub-bituminous). Perubahan kimiawi dan
fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya
lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit
(anthracite). Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang
semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya
menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk
batubara. Berikut ini ditunjukkan contoh analisis dari masing –masing unsur
yang terdapat dalam setiap tahapan pembatubaraan.
Tabel 1. Contoh Analisis Batubara (daf based)
(Sumber: Sekitan no Kisou Chishiki)
5
Data-data di atas apabila ditampilkan dalam bentuk grafik hasilnya adalah
sebagai berikut:
Gambar 2. Hubungan Tingkat Pembatubaraan – Kadar Unsur Utama
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa semakin tinggi tingkat
pembatubaraan,maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan
oksigen akan berkurang. Karena tingkat pembatubaraan secara umum dapat
diasosiasikan dengan mutu atau kualitas batubara, maka batubara dengan
tingkat pembatubaraan rendah –disebut pula batubara bermutu rendah–
seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang
rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban
(moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan
energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan
semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat.
Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya
akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin besar
Proses sedimentasi, kompaksi, maupun transportasi yang dialami oleh
material dasar pembentuk sedimen sehingga menjadi batuan sedimen berjalan
selama jutaan tahun.
Kedua konsep tersebut merupakan bagian dari proses pembentukan batubara
vang mencakup proses :
1) Pembusukan, yakni proses dimana tumbuhan mengalami tahap
pembusukan (decay) akibat adanya aktifitas dari bakteri anaerob. Bakteri
6
ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen dan menghancurkan bagian yang
lunak dari tumbuhan seperti selulosa, protoplasma, dan pati.
2) Pengendapan, yakni proses dimana material halus hasil pembusukan
terakumulasi dan mengendap membentuk lapisan gambut. Proses ini
biasanya terjadi pada lingkungan berair, misalnya rawa-rawa.
3) Dekomposisi, yaitu proses dimana lapisan gambut tersebut di atas akan
mengalami perubahan berdasarkan proses biokimia yang berakibat
keluarnya air (H20) clan sebagian akan menghilang dalam bentuk
karbondioksida (C02), karbonmonoksida (CO), clan metana (CH4).
4) Geotektonik, dimana lapisan gambut yang ada akan terkompaksi oleh gaya
tektonik dan kemudian pada fase selanjutnya akan mengalami perlipatan
dan patahan. _Selain itu gaya tektonik aktif dapat menimbulkan adanya
intrusi/terobosan magma, yang akan mengubah batubara low grade
menjadi high grade. Dengan adanya tektonik setting tertentu, maka zona
batubara yang terbentuk dapat berubah dari lingkungan berair ke
lingkungan darat.
5) Erosi, dimana lapisan batubara yang telah mengalami gaya tektonik berupa
pengangkatan kemudian di erosi sehingga permukaan batubara yang ada
menjadi terkupas pada permukaannnya. Perlapisan batubara inilah yang
dieksploitasi pada saat ini.
3.2 Analisis proximat
Analisis Proximate Adalah analisis batubara yang paling
sederhana dan menghasilkan fraksi massa karbon tetap (FC), bahan dapat
menguap (VM), kebasahan (M), dan abu (A) dalam batubara. Kualitas
batubara dapat dinyatakan dengan parameter yang ditunjukkan pada saat
memberi perlakuan panas terhadap batubara yang biasanya dilakukan
dengan analisis proksimat.
7
Analisis proksimat batubara bertujuan untuk menentukan kadar
Moisture (air dalam batubara) kadar moisture ini mencakup pula nilai
free moisture serta total moisture, ash (debu), volatile matters (zat
terbang), dan fixed carbon (karbon tertambat). Metode ini bisa
digunakan untuk menetapkan rank batubara, untuk menunjukkan rasio
combustion ke incombustion, sebagai dasar pembelian dan penjualan,
dan untuk evaluasi keuntungan ataupun untuk tujuan lain.
Dalam pengujian kualitas batubara, analisis terhadap batubara
didasarkan pada keadaan, “As Received (ar), Air Dried Base (adb), Bry
Base (db), Dry Ash Free (daf), atau Dry Mineral Matter Free (dmmf)”.
3.2.1 Parameter – parameter Dalam Analisis Proksimat
Adapun parameter – parameter yang terukur dalam analisis
proksimat, antara lain:
1) Lengas (Moisture)
Bentuk air dalam batubara dapat dibedakan menjadi
Lengas Permukaan (Free/Surface Moisture), Lengas
Tertambat (Inherent Moisture) dan Lengas Total (Total
Moisture).
a. Lengas Permukaan (Free/Surface Moisture)
Lengas ini berada pada permukaan partikel batubara
akibat pengaruh dari luar seperti cuaca / iklim (hujan),
penyemprotan di Stockpile pada saat penambangan atau
transportasi tergantung dari kondisi penambangan serta
keadaan udara pada saat penyimpanan dan dapat hilang
dengan penguapan, misalnya air drying. Lengas ini tidak
tergantung pada tipe batubara namun dipengaruhi ukuran
partikel, karena kadar lengas meningkat dengan makin
besarnya luas permukaan luar. Air yang ditambahkan
8
melalui penyemprotan untuk menekan debu dan
mengurangi abu juga termasuk sebagai lengas permukaan.
Lengas bebas biasanya akan terlepas ke udara apabila
batubara dibiarkan didalam ruang pada suhu kamar sampai
menjadi kesetimbangan dengan kondisi udara disekitarnya.
b. Lengas Tertambat
Lengas ini adalah lengas yang terikat secara kimiawi
dan fisika di dalam batubara pada saat pembentukan
batubara. Lengas ini banyak pengaruhnya pada
pengangkutan, penanganan, penggerusan, maupun pada
pembakaran batubara. Pada umumnya kadar lengas terikat
semakin tinggi dengan semakin rendahnya peringkat
batubara.
c. Lengas Total
Lengas ini adalah banyaknya air yang terkandung
dalam batubara sesuai dengan kondisi diterima, baik yang
terikat secara kimiawi maupun akibat pengaruh kondisi
luar seperti iklim, ukuran butiran, maupun proses
penambangan.
2) Abu (Ash)
Komposisi batubara bersifat heterogen, terdiri dari unsur
organik dan senyawa anorganik, yang merupakan hasil
rombakan batuan yang ada di sekitarnya, bercampur selama
proses transportasi, sedimentasi dan proses pembatubaraan.
Abu hasil dari pembakaran batubara ini, yang dikenal sebagai
ash content. Abu merupakan kandungan residu non-
combustible yang umumnya terdiri dari senyawa-senyawa
silika oksida (SiO2), kalsium oksida (CaO), karbonat, dan
mineral-mineral lainnya. Bahan sisa dalam bentuk padatan ini
9
antara lain senyawa SiO2, Al2O3, TiO3, Mn3O4, CaO, Fe2O3,
MgO, K2O, Na2O, P2O, SO3, dan oksida unsur lain.
Kadar abu batubara secara sederhana didefinisikan
sebagai residu anorganik yang terjadi setelah batubara dibakar
sempurna. Kadar abu dalam batubara berpengaruh terhadap
nilai kalorinya, makin tinggi kadar abu maka nilai kalornya
berkurang.
Terjadinya abu dalam batubara dapat sebagai inherent
mineral matter atau extraneous mineral matter.
Inherent mineral matter berhubungan dengan tumbuhan
asal pembentukan batubara, mineral matter ini tidak dapat
dihilangkan atau dicuci dari batubara.
Extraneous mineral matter berasal dari tanah penutup atau
lapisan–lapisan yang terdapat diantara lapisan batubara,
biasanya terdiri dari Slate, Shale, Sandstone, Clay atau
Limestone. Mineral matter ini dapat dikurangi pada saat
pencucian batubara.
Mineral matter atau abu dalam batubara terutama terdiri
dari senyawa Si, Al, Fe dan sedikit Ti, Mn, Mg, Na, K dalam
bentuk silikat, oksida, sulfida, sulfat dan pospat, sedangkan
unsur seperti As, Cu, Pb, Ni, Zn dan uranium terdapat sangat
sedikit sekali yang disebut trace element. Makin banyak
mineral yang terdapat didalam batubara maka kadar abunya
juga makin tinggi.
3) Zat Terbang (Volatile Matter)
Zat terbang adalah kandungan batubara yang terbebaskan
pada temperatur tinggi sekitar 9500C tanpa keberadaan oksigen
(misalnya CxHy, H2, SOx, dan sebagainya). Zat terbang terdiri
dari gas – gas yang mudah terbakar seperti H2, CO, metan dan
10
uap – uap yang mengembun seperti gas CO2 dan H2O. Zat
terbang sangat erat hubungannya dengan peringkat batubara.
Makin kecil kadar zat terbang, maka makin tinggi peringkat
batubara. Kandungan bahan yang mudah menguap yang tinggi
menunjukan mudahnya penyalaan bahan bakar
Pada pembakaran batubara, kandungan zat terbang yang
tinggi akan lebih mempercepat pembakaran karbon padatnya
dan sebaliknya zat terbang yang lebih rendah mempersulit
proses pembakaran.
Batubara dengan kadar volatile matter yang tinggi akan
menghasilkan nyala yang panjang diatas grate fire dan
batubara dengan kadar volatile matter yang rendah akan
menghasilkan nyala yang pendek.
4) Karbon Tetap / Tertambat (Fixed Carbon)
Karbon tetap adalah karbon yang terdapat pada batubara
berupa zat padat. Jumlahnya ditentukan oleh kadar air, abu dan
zat terbang. Pengeluaran zat terbang dan kandungan air,
menyebabkan kenaikan karbon tetap, sehingga makin tinggi
kadar karbon padat maka makin tinggi peringkat batubara serta
mutunya.
Penentuan Kadar Lengas
11
a) Penentuan kadar lengas bebas
Prinsipnya: Lengas bebas dari sampel batubara dapat dihitung dari
selisih berat sampel batubara asal dengan sampel batubara yang telah
dikeringkan pada suhu kamar.
Caranya:
1) Menimbang seluruh sampel batubara yang diterima dalam loyang
(pan) pengering yang telah diketahui beratnya.
2) Mengeringkan pada suhu kamar atau dalam oven pengeringan
dengan suhu maksimum 40oC sampai berat tetap, perbedaan 0,1%
setiap jamnya (hitung % kehilangan berat = L).
3) Menghancurkan sampel sampai lolos ayakan No.8, cambur sampai
merata.
4) Mengeringkan kembali sampel seperti diatas sampai berat tetap
(hitung % kehilangan berat = L’).
5) Melakukan pembagian contoh dengan cara conning dan quartering
atau dengan menggunakan splitter atau mechanical devider.
6) Menghitung kadar lengas bebas (% kehilangan berat).
7) Melakukan penimbangan berat.
8) Menggerus sampel hingga diperoleh sampel lolos ayakan 60 mesh.
Perhitungan Kadar Lengas Bebas:
Dimana:
L’= % kehilangan berat pada pengeringan sample ukuran No.8 mesh
L = % kehilangan berat pada pengeringan sample asal
12
b) Penentuan kadar lengas tertambat
Prinsipnya: lengas tertambat dari sampel batubara dapat dihitung dari
selisih berat sampel asal dengan berat sampel setelah pemanasan pada
suhu 1100C.
Caranya:
Sampel batubara sebanyak 1 gram berukuran -60 mesh dipanaskan
dalam oven pada suhu 105 ± 50C selama 1 jam.
Perhitungan Kadar Lengas Tertambat:
Dimana: W = berat sampel asal
H = berat sampel setelah dipanaskan
c) Penentuan kadar lengas total
Prinsipnya: Lengas total dapat dihitung dengan menjumlahkan kadar
lengas bebas dan kadar lengas sisa pada kondisi sampel asal.
Caranya:
1) Menimbang sampel batubara yang diterima secepatnya dalam pan
pengering.
2) Mengeringkan pada suhu kamar atau dalam oven pengeringan pada
suhu 15-20oC di atas suhu kamar (maksimum 40oC).
3) Menimbang sampel setiap jam sekali sampai beratnya tetap,
perbedaan 0,1% setiap jamnya (% kehilangan berat = L).
4) Menggerus sampel sampai lolos ayakan No.8, kemudian campur
sampai merata (homogen).
5) Mengeringkan kembali pada suhu kamar, kemudian timbang sampai
beratnya tetap, perbedaan 0,1% setiap jamnya (% kehilangan berat =
L’).
6) Melakukan pembagian sampel dengan cara conning dan quartering
atau dengan menggunakan splitter atau mechanical devider sesuai
13
Tabel.3.5, dengan menambahkan 500gr sampel batubara apabila
diperlukan untuk penetapan kadar lengas sisa.
7) Memisahkan sampel untuk penetapan kadar lengas sisa sebanyak
minimal 500gr.
Perhitungan Kadar Lengas Total:
Dimana : TM = Kadar lengas total
A = Kadar lengas bebas
R = kadar lengas tertambat
Penentuan Kadar Abu
Sampel batubara dibakar sempurna dalam cawan peleburan didalam
furnace pada suhu 815 ± 100C selama kurang lebih 3 jam. Selanjutnya
batubara tersebut didinginkan dan ditimbang. Perbandingan berat
sebelum dan setelah pembakaran adalah kadar abu dari batubara
tersebut.
Penentuan Kadar Zat Terbang
Sampel dipanaskan tanpa oksidasi pada suhu 900 ± 100C selama 7
menit. Setelah pemanasan akan tertinggal residu padat yang sebagian
besar terdiri dari karbon dan mineral – mineral yang telah berubah
bentuk. Kehilangan berat dari sampel yang kemudian dikoreksi
terhadap kadar lengas tertambat adalah kadar zat terbang.
Penentuan Kadar Karbon Tertambat
Karbon tertambat dihitung dari 100% dikurangi jumlah nilai kadar
lengas, kadar abu dan zat terbang. Dalam bentuk persamaan karbon
tertambat dihitung menggunakan persamaan berikut:
14
Dimana: FC = Fixed Carbon
M = Moisture (kadar lengas)
A = Ash (kadar abu)
VM = Volatile Matter (zat terbang)
3.2.2 Basis pelaporan Analisis Proksimat yang umum:
Basis (dasar) pelaporan analisis proximate yang umumnya
dipakai adalah sebagai berikut :
As Received (ar)
Air dried base (adb)
Dry base (db)
Dry ash free (daf)
Dry mineral metter free (dmmf)
Pada basis As received, berarti semua analisis dihitung
mundur dengan memasukan kadar lengas total dari sampel. Hal ini
mungkin dilakukan jika batu bara dalamkeadaan sangat basah.
Pada basis Air dried, saampel batubara akan dianalisis
ditempatkan diudara terbuka, kadar lengasnya secara perlahan-
lahan mencapai kesetimbangan dengan kelembapan udara. Jika
kadar lengas dari sampel ini akan kemudian ditetukan, maka
diperoleh kadar lengas pada basis Air dried. Pada basis dry,
artinya dalam keadaan kering maka kadar lengasnya adalah nol,
analisis lainnya dapat dihitung dengan mudah.
Pada basis Dry Ash Free, analisis dilakukan dengan
mengabaikan kadar abu dan kadar lengas yang ada dalam sampal,
artinya kadar abu dan kadar lengasnya adalah nol. Kadar abu dan
kadar lengas tlah diketahui, perhitungan ini menjadi sederhana.
Analisis dengan basis Dry Ash Free berkaitandenga adanya
15
material arganik yang murni pada basis Dry Material Matter Free,
analisis ini diperlukan untuk memberikan gambaran mengenai
komposisi organic murni. Kadar abu dapat dihitung dengan
mudah, tetapi perhitungan dengan mineral metter menemukan
metode yang lebihsulit dan memakan waktu. Rumus perhitungan
untuk berbagai basis ditampilkan pada tabel 7.
Tabel 7 Rumus perhitungan untuk berbagai basis
Data
Tersedia
As determined
(ad)
As received
(ar)
Dry Base
(db)
Dry,Ash Free
(dab)
As
Determine
d
-----
100 - Mar
------------
100 – Mad
100
---------
100 - Mad
100
------------
100 – Mad - Aad
As
determined
100 – Mad
-------------
100 - Mar
-----
---
100
------------
100 - Mar
100
-----------------
100 – Mad - Aad
Dry
Base
100 - Mad
-------------
100
100 - Mar
----------
100
---
---
100
----------
100 – Ad
Dry ,
Ash
free
100 – Mad -Aad
-------------------
100
100 – Mad -Aad
------------------
100
100 - Ad
----------
100
-----
-
Keterangan :
M = lengas (% berat); A= abu(%berat)
Berikut ini diberiokan contoh pengaruh basis pelaporan yang berbeda
pada suatu hasil analisis batubara.
16
Contoh :
Analisis proksimat (adb) suatu batubara adalah sebagai berikut:
Lengas terikat = 2,6 % (Mad)
Abu = 8,1 %
Zat terbang = 35,9 %
Karbon tertambat = 53,4 %
Lengas bebas = 11,1 %
Analisis proksimat pada basis ar adalah sebagai berikut :
Totol lengas = 11,1 + 2,6 (Mad)
Abu = 8,1 = 7,2 %
Zat terbang = 35,9 = 31,9%
Karbon tertambat = 53,4 = 47,5 %
-------------------------------
100 %
Contoh Soal :
Buat perhitungan analisi proximate dengan basis begitu di terima.
17
Dengan data batubara sebagai berikut : M= 22%, A= 18%, VM=
49,3%, Fc= 50,7%.
Jawab:
Analisis proximate
18
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 KESIMPULAN
1) Pembentukan Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar,
terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya
berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung
selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam
kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang mengubah tumbuhan
menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan (coalification).
2) Analisis Proximate Adalah analisis batubara yang paling sederhana
dan menghasilkan fraksi massa karbon tetap (FC), bahan dapat
menguap (VM), kebasahan (M), dan abu (A) dalam batubara. Kualitas
batubara dapat dinyatakan dengan parameter yang ditunjukkan pada
saat memberi perlakuan panas terhadap batubara yang biasanya
dilakukan dengan analisis proksimat.
3) Parameter – parameter Dalam Analisis Proksimat:
o Lengas (Moisture)
o Kadar Abu (Ash)
o Zat terbang (volatile matter)
o Karbon tetap (Fixed Carbon)
19
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Batubara. www.wikipedia.com
Fatria, dkk. 2010. Modul Pemanfaatan Batubara. Palembang : POLSRI
20
Recommended