View
129
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
a
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di berbagai negara berkembang
akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan, akhir-akhir ini banyak
disoroti. Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di
kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, salah
satunya adalah penyakit diabetes mellitus. Diabetes mellitus merupakan salah satu
masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan
sumber daya manusia. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu,
tetapi sistem kesehatan suatu negara (Suyono, 2007 dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2013).
Diabetes mellitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum dengan
jumlah penderita yang lebih banyak dibanding tipe 1. Patofisiologis diabetes
mellitus tipe 2 disebabkan oleh sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu
merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi
insulin”. Defisiensi fungsi insulin pada penderita tipe 2 hanya bersifat relatif dan
tidak absolut. Oleh karena itulah penanganannya secara umum tidak memerlukan
terapi pemberian insulin (Nabyl, 2012 : 21).
Penyakit diabetes mellitus dapat menimbulkan bermacam-macam
komplikasi. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus,
sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya.
Sirkulasi darah yang buruk melalui pembuluh darah besar bisa melukai otak,
1
jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati), sedangkan pembuluh darah
kecil (mikroangiopati) bisa melukai mata, ginjal, saraf, dan kulit serta
memperlambat penyembuhan luka (Kristiana, 2012 : 20). Berkurangnya aliran
darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan semua penyembuhan
luka berjalan lambat (Kristiana, 2012 : 21). Penderita diabetes mellitus perlu
memberikan perhatian lebih terhadap kesehatan kaki karena diabetes dapat
menimbulkan komplikasi yang dikenal dengan istilah kaki diabetik (diabetic foot).
Kaki diabetik yang memburuk dapat menyebabkan gangren dan mengarah pada
tindakan amputasi. Kaki diabetik merupakan komplikasi yang serius dan mahal
dari diabetes (Nabyl, 2012 : 54). Ulkus maupun amputasi memiliki dampak yang
besar pada kualitas hidup penyandang diabetes, yaitu terbatasnya kebebasan
bergerak, terisolasi secara sosial, dan menimbulkan stress psikologis (Kristiana,
2012 : 30). Selain itu kaki diabetik akan menyebabkan perubahan pada gaya hidup
penderita, nutrisi, eliminasi, tidur dan istirahat, aktivitas, hubungan dan peran,
sensori, seksual dan reproduksi, dan lain-lain (Nabyl, 2012 : 63).
Menurut WHO tahun 2025 jumlah diabetes mellitus diperkirakan akan
melonjak mencapai sekitar 230 juta. Angka mengejutkan dilansir oleh beberapa
Perhimpunan Diabetes Internasional yang memprediksi jumlah penderita diabetes
mellitus lebih dari 220 juta penderita di tahun 2010 dan lebih 300 juta di tahun
2025 (Kristiana, 2012 : vii). Meningkatnya prevalensi diabetes di dunia
menyebabkan peningkatan kasus amputasi kaki karena komplikasi diabetes. Studi
epidemiologi melaporkan lebih dari satu juta amputasi dilakukan pada
penyandang diabetes setiap tahunnya. Ini berarti setiap 30 detik ada kasus
amputasi kaki karena diabetes terjadi di seluruh dunia. (Kristiana, 2012 : 30).
2
Ketua Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) Prof. Sidhartawan
Soegondo, MD, Ph.D., FACE dalam Global Diabetes Forum di Kuta, Bali pada
18 Januari 2014 mengatakan tahun 2011 penderita diabetes mellitus sebanyak 7
juta jiwa, tahun 2012 sebanyak 7,1 jiwa, dan tahun 2013 meningkat sebanyak 8,5
juta jiwa (Brilian, 2014). Untuk kasus amputasi akibat komplikasi diabetes
mellitus data penelitian Indonesia menunjukkan angka amputasi 15-30 % dan
angka kematian akibat amputasi sebesar 17-32 %, serta hari perawatan amputasi
selama 28-40 hari (Kristiana, 2012 : 30).
Pada tahun 2011, penderita diabetes mellitus di Bali tercatat sekitar 4023
orang dengan rincian diabetes mellitus tergantung insulin 804 orang, diabetes
mellitus tidak tergantung insulin 795 orang, diabetes mellitus yang diakibatkan
malnutrisi 103 orang, diabetes mellitus yang tidak diketahui lainnya 153 orang
dan diabetes mellitus yang tidak terdeteksi 2163 orang (Bali Post, 2012).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Denpasar Tahun 2012, diabetes
mellitus termasuk sepuluh penyakit utama dengan jumlah penderita sebanyak
8.543 kasus (Dinkes Bali, 2012).
Hal yang sama ditemukan di Puskesmas se-Kecamatan Denpasar Selatan
pada tahun 2012, dimana jumlah kasus diabetes mellitus yang rawat jalan
mengalami peningkatan dari tahun 2008-2012, seperti di Puskesmas I Denpasar
Selatan proporsi kasus diabetes mellitus tahun 2008 sebesar 0,3 % menjadi 2,1 %
di tahun 2012, di Puskesmas II Denpasar Selatan dari 0,6 % menjadi 0,8 %, di
Puskesmas III Denpasar Selatan dari 0,9 % menjadi 2,3 % dan di Puskesmas IV
Denpasar Selatan dari 1,1 % menjadi 2,4 % (Trisnawati, 2013). Berdasarkan data
studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dari Puskesmas I Denpasar Selatan
3
tercatat jumlah penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang berkunjung pada tahun
2012 sebanyak 1647 orang dan menduduki peringkat ke enam dari 20 penyakit
yang paling banyak diderita di Puskesmas I Denpasar Selatan. Pada tahun 2013
tercatat jumlah penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang berkunjung ke Puskesmas
I Denpasar Selatan sebanyak 1518 orang dan menempati urutan ke empat dari 20
penyakit yang paling banyak diderita di Puskesmas I Denpasar Selatan
(Puskesmas I Denpasar Selatan Tahun 2013).
Komplikasi kaki diabetik dapat dicegah dengan cara menerapkan strategi
yang menggabungkan upaya pencegahan, perawatan jika terjadi ulkus pada kaki,
penanganan medis yang sesuai, kadar gula darah yang terkendali, serta edukasi
terhadap penyandang diabetes dan tenaga medis, sehingga dapat menurunkan
kemungkinan risiko amputasi sampai 85 % (Nabyl, 2012 : 60). Sebuah penelitian
case control dilakukan oleh Hastuti (2008) yang dilakukan di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta dengan menggunakan sampel sebanyak 36 orang pasien
diabetes mellitus menunjukkan bahwa faktor risiko yang dapat diubah
berhubungan dengan terjadinya ulkus diabetika meliputi tidak terkontrolnya kadar
kolesterol total, ketidakpatuhan diet, kurang aktivitas fisik, perawatan kaki tidak
teratur, dan penggunaan alas kaki tidak tepat. Kepatuhan pasien adalah kunci dari
konsep perawatan kesehatan yang mempengaruhi semua bidang perawatan
kesehatan termasuk diabetes (Chatterjee, 2005). Kepatuhan dalam pencegahan
kaki diabetik dapat dilakukan dengan pencegahan primer yaitu selalu memperoleh
informasi kesehatan tentang diabetes mellitus dan komplikasinya termasuk
pengendalian kadar gula darah, penyuluhan tentang gizi dalam pengendalian
diabetes, pemeriksaan berkala kaki diabetes, menjaga kebersihan kaki diabetes,
4
menghilangkan faktor biomekanis yang memungkinkan terjadinya ulkus
(koreng/tukak), dan mengobati luka sedini mungkin (Kristiana, 2012). Menurut
The Centers for Disease Control and Prevention (2009) bahwa perawatan kaki
secara teratur dapat mengurangi penyakit kaki diabetik sebesar 50-60% yang
mempengaruhi kualitas hidup. Pasien diabetes harus mempunyai niat dan
kemauan yang tinggi dalam melakukan perawatan kaki diabetik karena perawatan
kaki diabetik ini harus dilakukan secara teratur jika ingin benar-benar
mendapatkan kualitas hidup yang baik.
Dari masalah diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat kepatuhan
sangat mempengaruhi pada komplikasi yang berkelanjutan sehingga peneliti
tertarik untuk mengetahui gambaran tingkat kepatuhan pasien diabetes mellitus
tipe 2 dalam pencegahan kaki diabetik di Puskesmas I Denpasar Selatan Tahun
2014.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan
masalah “bagaimanakah gambaran tingkat kepatuhan pasien diabetes mellitus tipe
2 dalam pencegahan kaki diabetik di Puskesmas I Denpasar Selatan Tahun 2014?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran tingkat kepatuhan pasien diabetes mellitus
tipe 2 dalam pencegahan kaki diabetik di Puskesmas I Denpasar Selatan Tahun
2014.
5
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik pasien diabetes mellitus tipe 2 yang meliputi
umur, jenis kelamin, dan pendidikan.
b. Mengidentifikasi kepatuhan pasien diabetes mellitus tipe 2 dalam pencegahan
kaki diabetik.
c. Mengidentifikasi tingkat kepatuhan pasien diabetes mellitus tipe 2 dalam
pencegahan kaki diabetik berdasarkan karakteristik pasien.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitiaan ini adalah :
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam
pengembangan ilmu keperawatan khususnya tentang pencegahan kaki diabetik di
Puskesmas I Denpasar Selatan.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini sebagai bahan masukan dan pedoman bagi perawat di
puskesmas untuk melakukan penyuluhan lebih lanjut tentang pencegahan kaki
diabetik.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Diabetes Mellitus Tipe 2
1. Pengertian Diabetes Mellitus Tipe 2
DM tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi
insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. Diabetes mellitus tipe 2
paling sering ditemukan pada individu yang berusia lebih dari 30 tahun dan
obesitas. Agens hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila
modifikasi diet dan latihan tidak berhasil. Namun pada sebagian penyandang DM
tipe 2, obat oral tidak mengendalikan keadaan hiperglikemia sehingga diperlukan
penyuntikan insulin dalam waktu yang pendek atau panjang untuk mencegah
hiperglikemia (Riyadi dan Sukarmin, 2008).
2. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus Tipe 2
Menurut Depkes (2009), Tanda dan gejala DM dapat digolongkan menjadi
keluhan klasik dan keluhan lainnya.
a. Keluhan Klasik
1) Banyak makan (poliphagia)
Untuk mengkompensasikan kalori yang hilang maka penderita diabetes
sering kali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan.
2) Banyak minum (polidipsia)
Akibat poliuria maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga
banyak minum. Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita
mengalami penurunan berat badan.
7
3) Banyak kencing (poliuria).
Gejala awal diabetes mellitus berhubungan dengan efek langsung dari
kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai di atas 160-180
mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi
maka ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah glukosa
yang hilang. Hal ini menyebabkan ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah
yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah banyak (poliuria).
Poliuria adalah tingginya frekuensi berkemih sehingga hanya dalam satu malam
dapat berkemih mencapai 20-30 kali (Nabyl, 2012 : 34-35).
b. Keluhan lainnya
Keluhan lainnya yang sering dialami oleh penderita diabetes mellitus
adalah sebagai berikut:
1) Kesemutan.
2) Gatal di daerah alat kelamin
3) Keputihan untuk perempuan
4) Infeksi sulit sembuh
5) Bisul yang hilang timbul
6) Penglihatan kabur
7) Cepat lelah
8) Mudah mengantuk.
3. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Tipe 2
Pengobatan diabetes mellitus Tipe 2 berorientasi pada pengelolaan gula
darah agar tetap stabil. Menurut PERKENI (2011), ada empat pilar pengobatan
diabetes mellitus yaitu:
8
a. Edukasi atau pendidikan
Edukasi diabetes mellitus adalah pendidikan dan pelatihan mengenai
pengetahuan dan keterampilan bagi penderita diabetes mellitus dengan tujuan
merubah perilaku pasien untuk meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya.
b. Terapi gizi dan perencanaan makanan (diet)
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes mellitus yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-
masing individu. Pada penyandang diabetes mellitus perlu ditekankan pentingnya
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama
pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
c. Latihan jasmani atau olahraga
Kegiatan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30
menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes mellitus tipe 2.
Tujuannya untuk menjaga kebugaran dan menurunkan BB serta memperbaiki
sensitivitas insulin sehingga memperbaiki kendali gula darah. Olahraga yang
dianjurkan yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda, berenang,
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani pasien.
d. Intervensi farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani, berupa:
1) Obat hipoglikemik oral (OHO), berdasarkan cara kerjanya dibagi menjadi 4
golongan: pemicu sekresi insulin (sulfonilurea dan glinid), penambah sensitivitas
insulin (metformin, tiazolidindion), penghambat glukogenesis (metformin),
penghambat absorpsi glukosa (penghambat glukosidase alfa).
9
2) Insulin diperlukan pada keadaan penurunan BB yang cepat, hiperglikemia
berat disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non
ketotik. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal, stres berat,
kehamilan dengan DM yang tidak terkendali, gangguan fungsi ginjal dan hati
yang berat serta kontraindikasi terhadap OHO.
4. Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2
Komplikasi-komplikasi pada Diabetes mellitus dapat dibagi menjadi dua
yaitu:
a. Komplikasi metabolik akut
Komplikasi akut terdiri dari dua bentuk yaitu hipoglikemia dan
hiperglikemia. Hiperglikemia dapat berupa, Keto Asidosis Diabetik (KAD),
Hiperosmolar Non Ketotik (HNK) dan Asidosis Laktat (AL).
Hipoglikemi adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Tanda hipoglikemia mulai muncul bila glukosa darah
kurang dari 50 mg/dl, mual, lemah, lapar, tekanan darah turun dan dapat terjadi
penurunan kesadaran sampai koma. Hiperglikemi adalah adanya masukan kalori
yang berlebihan, penghentian obat oral dan insulin dengan tanda khas kesadaran
menurun disertai dehidrasi berat (Boedisantoso dan Subekti, dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2013).
b. Komplikasi metabolik kronik
Komplikasi kronik pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di
seluruh bagian tubuh (Angiopati diabetik).
Angiopati diabetik untuk memudahkan dibagi menjadi dua yaitu
Makroangiopati (makrovaskuler) dan mikroangiopati (mikrovaskuler), yang tidak
10
berarti bahwa satu sama lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus bersamaan.
Komplikasi kronik DM yang sering terjadi adalah sebagai berikut:
1) Mikrovaskuler :
a) Ginjal.
b) Mata.
2) Makrovaskuler :
a) Penyakit jantung koroner.
b) Pembuluh darah kaki.
c) Pembuluh darah otak.
3) Neuropati: mikro dan makrovaskuler
4) Mudah timbul ulkus atau infeksi : mikrovaskuler dan makrovaskuler
(Waspadji dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013).
B. Konsep Kaki Diabetik
1. Pengertian Kaki Diabetik
Kaki diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman yang
berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi pada pembuluh darah sedang atau
besar di tungkai (Nabyl, 2012). Kaki diabetik adalah kelainan yang terjadi pada
tungkai bawah akibat diabetes mellitus yang tidak terkendali (Tambunan dan
Gultom dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013).
2. Penyebab Kaki Diabetik
Menurut Nabyl (2012), terjadinya kaki diabetik sendiri disebabkan oleh
faktor-faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya
kaki diabetik adalah angiopati, neuropati, dan infeksi.
11
a. Neuropati
Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya kaki diabetik.
Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik
maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya
sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang
mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki. Gangguan motorik juga akan
mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan ulserasi pada kaki pasien.
b. Angiopati
Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila
sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita
akan terasa sakit tungkainya sesudah berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi
gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri
kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan.
Adanya angiopati tersebut menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi
oksigen (zat asam) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh.
c. Infeksi
Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai kaki diabetik akibat
berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi
berpengaruh terhadap penyembuhan atau pengobatan dari kaki diabetik.
3. Faktor Risiko Kaki Diabetik
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus
menurut Lipsky dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk (dalam Hastuti,
2008) terdiri atas :
12
a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
1) Umur ≥ 60 tahun.
2) Lama DM ≥ 10 tahun.
b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah :
1) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
2) Obesitas.
3) Hipertensi.
4) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
5) Kebiasaan merokok.
6) Ketidakpatuhan Diet DM.
7) Kurangnya aktivitas Fisik.
8) Pengobatan tidak teratur.
9) Perawatan kaki tidak teratur.
10) Penggunaan alas kaki tidak tepat.
4. Tanda dan Gejala Kaki Diabetik
Tanda dan gejala kaki diabetik yaitu sering kesemutan, nyeri kaki saat
istirahat, sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan (nekrosis), penurunan denyut
nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan
kuku menebal, kulit kering (Misnadiarly, 2006).
5. Patofisiologi Kaki Diabetik
Pada penderita Diabetes Mellitus yang tidak terkendali akan menyebabkan
penebalan tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh
darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar
13
kapiler sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis
jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika.
Eritrosit pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkendali akan
meningkatkan HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan
oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang
menggangu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian
jaringan yang selanjutnya timbul ulkus diabetika.
Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi
penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL (high-density-
lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah. Adanya faktor risiko lain
yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap aterosklerosis.
Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun sehingga kaki
menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau
tungkai.
Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi akibat
adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan bakteri
yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman aerobik
Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium
perfringens, Clostridium novy, dan Clostridium septikum. (Hastuti, 2008).
6. Hal-Hal yang Berhubungan dengan Kaki Diabetik
Bagi penyandang diabetes dengan kadar gula darah yang tidak terkendali,
masalah kaki ini memang dapat mengarah pada terjadinya infeksi dan
14
konsekuensi yang lebih serius seperti amputasi. Menurut Kristina (2012),
beberapa hal yang berhubungan dengan kaki diabetik:
a. Kalus
Kalus merupakan penebalan kulit yang umumnya terjadi di telapak kaki.
Kalus disebabkan oleh gesekan atau tekanan berulang pada daerah yang sama,
distribusi berat tubuh yang tidak seimbang, sepatu yang tidak sesuai, atau kelainan
kulit. Kalus dapat berkembang menjadi infeksi.
b. Kulit Melepuh
Kulit melepuh dapat terjadi jika sepatu selalu menggesek kaki pada daerah
yang sama. Kaki melepuh disebabkan penggunaan sepatu yang kurang pas atau
tanpa kaos kaki. Kulit melepuh dapat berkembang menjadi infeksi. Hal penting
untuk menangani kulit melepuh adalah dengan tidak meletuskannya, karena kulit
melindungi lepuhan dari infeksi.
c. Kuku Kaki yang Tumbuh ke Dalam
Terjadi ketika ujung kuku tumbuh ke dalam kulit dan menimbulkan
tekanan yang dapat merobek kulit sehingga kulit menjadi kemerahan dan
terinfeksi. Kuku kaki yang tumbuh ke dalam dapat terjadi jika memotong kuku
sampai ke ujungnya, dapat pula disebabkan oleh pemakaian sepatu yang terlalu
ketat atau trauma kaki karena aktivitas seperti berlari dan aerobik. Jika ujung kaki
kuku kasar, gunakan kikir untuk meratakannya.
d. Pembengkakan Ibu Jari Kaki
Pembengkakan ibu jari kaki terjadi jika ibu jari kaki condong ke arah jari
di sebelahnya sehingga menimbulkan kemerahan, rasa sakit, dan infeksi.
Pembengkakan ibu jari kaki dapat terjadi pada salah satu atau kedua kaki karena
15
penggunaan sepatu berhak tinggi dan ujung yang sempit. Pembengkakan ibu jari
kaki ini dapat menimbulkan rasa sakit dan deformitas (perubahan bentuk). Jenis
kaki ini dapat diatasi dengan pembedahan.
e. Plantar Warts
Plantar Warts adalah kutil yang terlihat seperti kalus dengan titik hitam
kecil di pusatnya. Kutil ini dapat berkembang sendiri atau berkelompok.
Timbulnya kutil disebabkan oleh virus yang menginfeksi lapisan luar telapak
kaki.
f. Jari Kaki Bengkok
Jari kaki bengkok terjadi ketika otot kaki menjadi lemah. Kerusakan saraf
karena diabetes dapat menyebabkan kelemahan ini. Otot yang lemah dapat
menyebabkan tendon (jaringan yang menghubungkan otot dan tulang) di kaki
memendek sehingga jari kaki menjadi bengkok. Jenis kaki ini akan menimbulkan
masalah dalam berjalan dan kesulitan menemukan sepatu yang tepat.
g. Kulit Kaki Kering dan Pecah
Dapat terjadi karena saraf pada kaki tidak mendapatkan pesan dari otak
(karena neuropati diabetik) untuk berkeringat yang akan menjaga kulit tetap
lembut dan lembab. Kulit yang kering dapat pecah. Adanya pecahan pada kulit
dapat membuat kuman masuk dan menyebabkan infeksi. Gula darah yang tinggi
akan menguntungkan kuman karena kuman akan mendapatkan makanan untuk
berkembang sehingga memperburuk infeksi.
h. Athlete’s Foot (Kaki Atlet)
Kaki Atlet disebabkan oleh jamur yang menimbulkan rasa gatal,
kemerahan, dan pecahnya kulit. Pecahnya kulit di antara jari kaki memungkinkan
16
kuman masuk ke dalam kulit dan menimbulkan infeksi. Infeksi dapat meluas
sampai ke kuku kaki sehingga membuatnya tebal, kekuningan, dan sulit dipotong.
7. Komplikasi Kaki Diabetik
Menurut Nabyl (2012), adanya penyakit kaki diabetik akan mempengaruhi
kehidupan individu dan keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa terjadi
meliputi :
a. Perubahan Pola dan Gaya Hidup Penderita
Penderita akan mengalami perubahan dengan adanya penyakit ini. Pada
pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup
sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetik
sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan
untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena
itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
b. Pola Tidur dan Istirahat
Adanya nyeri pada kaki yang mengalami luka akan mempengaruhi waktu
tidur dan istirahat dan penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita
mengalami perubahan.
c. Pola Aktivitas dan Latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot-otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal.
d. Pola Hubungan dan Peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.
17
e. Pola Sensori dan Kognitif
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati atau mati rasa
pada kaki sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
f. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
g. Pola Seksual dan Reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi seks, gangguan kualitas maupun ereksi,
serta member dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
h. Pola Mekanisme Stres dan Koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berua marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang adaptif.
8. Pencegahan Kaki Diabetik
Prinsip dari pencegahan kaki diabetik adalah pencegahan primer untuk
pencegahan ulkus (koreng/ tukak), bila tidak berhasil maka dilanjutkan dengan
upaya pencegahan cacat dan rehabilitasi. Upaya pencegahan terjadinya dan
pengendalian kaki diabetik diperlukan adanya keterlibatan berbagai pihak
terutama dari pasien dan keluarga. Hal-hal yang dapat mencegah dan
mengendalikan kaki diabetik yaitu (Indian Health Diabetes Best Practice, 2011,
18
Adhiarta, 2011;Gitarja, 2008; National Development Education Program, 2008;
Batros, Kozody dan Orsted, 2008 ) :
a. Mengontrol gula darah
b. Hindari merokok
c. Olahraga yang teratur termasuk senam kaki untuk menjaga berat badan dan
fungsi dari insulin dalam tubuh
d. Edukasi perawatan kaki pada pasien dan keluarga yang meliputi kebersihan
kaki, perawatan kuku, pemilihan alas kaki, pencegahan dan pengelolaan
cedera awal pada kaki.
C. Konsep Kepatuhan
1. Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan adalah tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan
perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain (Sarafino, 1990 dalam
Suparyanto, 2010). Kepatuhan juga dapat didefinisikan sebagai perilaku positif
penderita dalam mencapai tujuan terapi (Degresi, 2005 dalam Suparyanto, 2010)
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan
Berikut ini ditampilkan beberapa faktor yang mendukung kepatuhan
pasien. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :
a. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
19
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan pasien dapat meningkatkan
kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang
aktif (Niven, 2008 dalam Suparyanto, 2010).
b. Jenis kelamin
Wanita memiliki suatu keyakinan dan watak yang lebih halus serta
memiliki suatu ketelitian yang tinggi dibandingkan dengan laki-laki, karena
wanita bereaksi terhadap sesuatu lebih emosional karena adanya unsur-unsur dari
dalam seperti : pendidikan, pengalaman, dan faktor eksogen (Sunaryo, 2004).
c. Motivasi
Suatu motivasi murni adalah motivasi yang betul-betul didasari akan
pentingnya suatu perilaku didasarkan sebagai suatu kebutuhan. Motivasi dibagi
menjadi dua jenis yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi
instrinsik berasal dari dalam diri manusia, biasanya timbul dari perilaku yang
dapat memenuhi kebutuhan sehingga manusia menjadi puas. Motivasi ekstrinsik
berasal dari luar yang merupakan pengaruh dari orang lain atau lingkungan.
Dorongan keluarga (motivasi ekstrinsik) merupakan hal yang sangat penting
untuk meyakinkan diri pasien seperti halnya dorongan dari dokter atau perawat.
d. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh sesorang
dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Mubarak, 2006).
e. Sarana
Fasilitas yang memadai akan mendukung seseorang bertindak sesuai
dengan aturan yang berlaku (Ahlan, 2007).
20
f. Modifikasi Faktor Lingkungan dan Sosial
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-
teman, kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu
kepatuhan terhadap pengobatan (Niven, 2008 dalam Suparyanto, 2010).
g. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian
terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari
pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmojo, 2007 dalam
Suparyanto, 2010). Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar
untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan
pengalamannya. Adanya unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan
apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau diubah
sedemikian rupa, sehingga tercapai suatu konsistensi (Azwar, 2007 dalam
Suparyanto, 2010).
h. Usia
Stevenson (dalam Sunaryo, 2004) menyebutkan bahwa orang yang lebih
muda memilki motivasi yang lebih tinggi dibandingkan orang yang sudah
memasuki usia lanjut. Umur yang lebih muda memilki daya ingat yang lebih kuat
serta kreatifitas yang lebih tinggi dalam mengenal dan mencapai sesuatu yang
baru. Usia muda lebih labil dalam mengambil keptusan dibandingkan dengan usia
yang lebih dewasa, sehingga berdampak pada tindakan yang dilakukan (Mubarak,
2006).
21
i. Komunikasi
Aspek komunikasi antara pasien dengan tenaga kesehatan mempengaruhi
tingkat ketaatan, misalnya informasi dengan pengawasan yang kurang,
ketidakpuasan terhadap aspek hubungan emosional dengan dokter dan tidak puas
terhadap pengobatan yang diberikan. Salah satu strategi untuk meningkatkan
ketaatan adalah dengan memperbaiki komunikasi antara petugas kesehatan
dengan pasien, peran perawat disini yaitu membantu menyiapkan pasien untuk
patuh pada program yang telah diprogramkan oleh dokter (Ahlan, 2007).
3. Kriteria Kepatuhan
Menurut Depkes RI (2004), kriteria kepatuhan dalam melaksanakan
tindakan kesehatan dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu :
a. Patuh
Patuh adalah suatu tindakan yang taat baik terhadap perintah ataupun aturan,
dan semua aturan dan perintah tersebut telah dilakukan dan semuanya benar.
b. Kurang Patuh
Kurang patuh adalah suatu tindakan yang melaksanakan perintah dan aturan
hanya sebagian dari yang ditetapkan atau dengan sepenuhnya namun tidak
sempurna.
c. Tidak Patuh
Tindakan yang tidak melaksanakan perintah/aturan sama sekali.
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat kepatuhan dalam penelitian
ini adalah tingkat kepatuhan menurut Depkes R.I Tahun 2004 oleh karena kriteria
kepatuhan tersebut sesuai dengan tindakan yang dilakukan yaitu tindakan
kesehatan yang kriteria kepatuhannya dibedakan menjadi tiga kategori yaitu :
22
1) Patuh : 80 %-100%
2) Kurang patuh : 60-79%
3) Tidak patuh : <60 %.
D. Kepatuhan dalam Pencegahan Kaki Diabetik
Kepatuhan dalam pencegahan kaki diabetik adalah kepatuhan pasien dalam
melakukan pencegahan primer dan pasien mau melakukan perawatan kaki. Upaya
pencegahan terjadinya dan pengendalian kaki diabetik diperlukan adanya
keterlibatan berbagai pihak terutama dari pasien dan keluarga. Hal-hal yang dapat
mencegah dan mengendalikan kaki diabetik yaitu (Indian Health Diabetes Best
Practice, 2011, Adhiarta, 2011;Gitarja, 2008; National Development Education
Program, 2008; Batros, Kozody dan Orsted, 2008 ) :
1. Kepatuhan Mengontrol Gula Darah
Ada empat hal utama yang dapat dilakukan untuk mengendalikan kadar gula
darah, yaitu :
a. Pengaturan makan/diet dengan penekanan pada pentingnya keteraturan makan
dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan.
b. Olahraga/aktivitas fisik secara teratur yakni 3-5 kali seminggu selama 30-60
menit.
c. Pengobatan yang sesuai petunjuk dokter bila gula darah tidak dapat
dikendalikan dengan pengaturan pola makan dan latihan fisik.
d. Evaluasi kesehatan dengan melakukan evaluasi medis secara lengkap meliputi
pemeriksaan fisik, riwayat penyakit, dan pemeriksaan laboratorium (Kristiana,
2012).
23
2. Kepatuhan Untuk Menghindari Merokok
Merokok merusak pembuluh darah dan sirkulasi, dan juga mempengaruhi
penyembuhan luka secara buruk yang dapat menyebabkan amputasi tungkai dan
kaki (Ilham, 2013).
3. Kepatuhan Melakukan Senam Kaki
Pasien diabetes mellitus dianjurkan untuk melakukan latihan jasmani atau
senam kaki sesuai dengan kemampuan tubuh (Tambunan dan Gultom dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013). Senam kaki dilakukan pada
posisi berdiri, duduk, dan tidur manfaatnya :
a) Membantu memperbaiki peredaran darah yang terganggu dan memperkuat
otot-otot kaki, otot betis, dan paha.
b) Mengatasi adanya keterbatasan gerak sendi
c) Mencegah terjadinya kelainan bentuk pada kaki
Langkah-langkah senam kaki :
a) Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan pasien duduk tegak di atas
bangku dengan kaki menyentuh lantai;
b) Dengan meletakkan tumit di lantai, jari-jari kedua kaki diluruskan ke atas lalu
dibengkokkan kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali;
c) Dengan meletakkan tumit salah satu kaki di lantai, angkat ujung telapak kaki
ke atas. Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki
diangkat ke atas. Cara ini dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan kanan secara
bergantian dan diulangi sebanyak 10 kali.
24
d) Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan buat
gerakan memutar ke arah samping dengan pergerakan pada pergelangan kaki
sebanyak 10 kali. Lalu turunkan kembali ke lantai dan gerakkan ke tengah.
e) Jari-jari kaki diletakkan di lantai. Tumit diangkat dan buat pergerakan pada
pergelangan kaki sebanyak 10 kali.
f) Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakkan jari-jari kaki ke depan
turunkan kembali secara bergantian ke kiri dan ke kanan. Ulangi sebanyak 10 kali.
g) Luruskan salah satu kaki di atas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan
gerakkan ujung jari kaki ke arah wajah lalu turunkan kembali ke lantai.
h) Angkat kedua kaki lalu luruskan. Ulangi langkah ke-8, namun gunakan kedua
kaki secara bersamaan. Ulangi sebanyak 10 kali.
i) Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut. Gerakkan
pergelangan kaki ke depan dan ke belakang.
j) Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki,
tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 9 lakukan secara bergantian.
k) Letakkan sehelai koran di lantai. Bentuk kertas menjadi bola dengan kedua
kaki. Kemudian, buka bola dan bentuk menjadi lembaran seperti semula
menggunakan kedua kaki. Cara ini dilakukan sekali.
l) Lalu robek koran menjadi 2 bagian, pisahkan kedua bagian koran.
m) Sebagian koran disobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua kaki.
n) Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki lalu
letakkan sobekkan kertas pada bagian kertas yang utuh.
o) Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi bentuk bola (Soegondo dan
Sukardji, 2008).
25
4. Kepatuhan Melakukan Perawatan Kaki
Edukasi perawatan kaki pada pasien dan keluarga yang meliputi
kebersihan kaki, perawatan kuku, pemilihan alas kaki, pencegahan dan
pengelolaan cedera awal pada kaki.
a. Perawatan kuku
1) Rutin setiap hari dibersihkan saat mandi dan setelah mandi;
2) Bersihkan kuku dengan air sabun dan waslap untuk membersihkan permukaan
dan dasar kuku;
3) Gunakan ujung kikir untuk mengeluarkan kotoran dari bagian bawah kuku
lalu keringkan kuku dan jari-jari kaki;
4) Jika kuku kotor dan keras lakukan perendaman kaki dengan air hangat selama
5 menit sambil menyikat kuku dengan sikat kuku dan sabun lunak agar kotoran
yang ada di kuku lepas dan kuku mudah untuk dipotong, lalu bersihkan dengan air
dan keringkan dengan handuk kecil termasuk jari dan sela-sela jari;
5) Beri lotion pada kuku setiap hari agar kuku tidak keras;
6) Pemotongan kuku setiap 2 hari dengan kikir, tidak dianjurkan menggunakan
silet atau gunting kuku. Menggunting kuku dengan cara mulai dari sudut ke
tengah dan ke sudut yang lain mengikuti bentuk kuku normal, agak merata dan
tidak terlalu pendek, jangan sampai melukai jaringan sekitar kuku; dan
7) Periksa kuku setiap hari.
b. Perawatan kulit
1) Mencuci kaki dengan lembut;
2) Gosoklah telapak kaki dengan batu apung selama < 5 menit, bersihkan dengan
air dan keringkan dengan handuk lembut dengan hati-hati terutama sela-sela jari.
26
Kaki yang basah akan mudah retak atau pecah-pecah sehingga mudah terinfeksi
jamur;
3) Gunakan lotion pada kaki setiap hari terutama daerah kering dan retak. Pada
sela jari jangan diberi lotion;
4) Jangan menggunakan silet atau pisau untuk mengurangi kapalan
5) Gunakan kaos kaki yang menyerap keringat misalnya dari wol atau katun,
sehingga terjadi sirkulasi udara pada kaki menyebabkan kulit tetap kering. Jangan
terlalu ketat, dan gantilah setiap hari; dan
6) Periksa kaki setiap hari terutama telapak kaki. Gunakan kaca kecil untuk
membantu memudahkan melihat : kulit yang pecah, terpotong, tergores, melepuh,
luka, perubahan warna. Rasakan dengan teliti : perubahan suhu karena kaki harus
teraba hangat (Kristiana, 2012).
c. Memilih alas kaki yang baik
Selalu berusaha untuk memeriksa bagian dalam sepatu, apakah dasar licin
dan rata. Bila membeli sepatu baru, perhatikanlah agar sepatunya tidak terlalu
sempit. Belilah sepatu yang kulitnya lemas. Sepatu baru sebaiknya mula-mula
hanya dipakai untuk beberapa jam saja, untuk membiasakan diri. Untuk sepatu
olahraga belilah ½ ukuran lebih besar daripada sepatu biasa sehari-hari dan
gunakan kaos kaki katun yang tebal. Bila telah menderita neuropati diabetes,
janganlah berjalan tanpa alas kaki. Demikian pula baik di rumah atau di pantai
harus selalu memakai alas kaki. Bila berjalan di atas lantai yang panas pada siang
hari tanpa alas kaki, kaki dapat terluka tanpa merasakannya.
1) Panjang
27
Pasien diabetes mellitus harus memastikan terdapat ruang yang cukup
untuk jari kaki bergerak 1,5-2 cm, agar ketika berdiri ruang untuk jari kaki cukup.
2) Lebar
Usahakan agar bila berdiri masih cukup ruang saat jari kaki rata tanah,
jangan sampai kelingking tertekan alas kaki tersebut.
3) Belakang Kaki
Bagian belakang kaki harus sesuai dengan ukuran kaki, sebaiknya tidak
bergerak ke atas atau ke bawah pada bagian belakang alas kaki.
4) Tali Sepatu
Sebaiknya gunakan sepatu yang memakai tali sepatu yang dapat
dikencangkan. Hal ini akan mencegah kaki bergerak maju mundur.
5) Kedalaman Alas Kaki
Bahan sepatu tidak boleh menekan jari kaki, gambaran kaki pada kulit
penutup tidak boleh tampak, karena bila tampak maka sepatu tidak cukup
dalam/tinggi.
6) Hak Sepatu
Hak sepatu sebaiknya jangan melebihi 3 cm dan makin lebar makin baik
(Soegondo dan Sukardji, 2008).
28
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau ikatan antara
konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin di teliti (Setiadi,
2013). Kerangka konsep penelitian dijabarkan sebagai berikut :
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
= Alur pikir
Gambar 1Kerangka Konsep Gambaran Tingkat Kepatuhan Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dalam Pencegahan Kaki Diabetik di Puskesmas I Denpasar Selatan Tahun 2014
29
Kaki Diabetik
Kepatuhan terhadap pencegahan kaki diabetik meliputi :
1. Kontrol gula darah2. Hindari merokok3. Olahraga yang
teratur termasuk senam kaki
4. Edukasi perawatan
kaki pada pasien dan keluarga
Faktor yg mempengaruhi tk. kepatuhan :
1. Pendidikan2. Jenis Kelamin3. Usia
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kaki diabetik :1) Kadar glukosa darah
tidak terkontrol.2) Kebiasaan merokok.3) Ketidakpatuhan Diet
DM.4) Kurangnya aktivitas
Fisik.5) Pengobatan tidak
teratur.6) Perawatan kaki tidak
teratur.7) Penggunaan alas
kaki tidak tepat.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Variabel merupakan karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi
nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara
empiris atau ditentukan tingkatannya (Setiadi, 2013). Variabel pada penelitian ini
adalah tingkat kepatuhan pasien diabetes mellitus tipe 2 dalam pencegahan kaki
diabetik.
2. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah yang
akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya
mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013).
Untuk menghindari perbedaan persepsi, maka perlu disusun definisi operasional
yang merupakan penjelasan lanjut dari variabel sebagai berikut:
Tabel 1Definisi Operasional Variabel Penelitian
Gambaran Tingkat Kepatuhan Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dalam Pencegahan Kaki Diabetik di Puskesmas I Denpasar Selatan Tahun 2014
VariabelDefinisi Operasional
VariabelAlat Ukur Skala
1 2 3 4
Tingkat
Kepatuhan Pasien
Diabetes Mellitus
Tipe 2 dalam
Pencegahan Kaki
Diabetik
Kepatuhan yang
dilakukan pasien
diabetes mellitus tipe
2 dalam mencegah
kaki diabetik berupa :
Kuesioner Ordinal
a. Patuh, jika
jumlah skor jawaban
kuesioner tentang
30
1. Kepatuhan
mengontrol gula
darah yaitu
pengaturan
makan/diet hal
jadwal makan,
jenis, dan jumlah
makanan,olahraga/
aktivitas fisik
secara teratur
yakni 3-5 kali
seminggu selama
30-60 menit,
pengobatan yang
sesuai petunjuk
dokter, dan
evaluasi kesehatan
dengan melakukan
evaluasi medis
secara lengkap
meliputi
pemeriksaan fisik,
riwayat penyakit,
dan pemeriksaan
laboratorium, dan
kepatuhan untuk
tidak merokok.
kepatuhan dalam
mengontrol gula
darah dan
menghindari
merokok 4-5 poin
b. Kurang patuh, jika
jumlah skor jawaban
kuesioner tentang
kepatuhan dalam
mengontrol gula
darah dan
menghindari
merokok 3 poin
c. Tidak patuh, jika
jumlah skor jawaban
kuesioner tentang
kepatuhan dalam
mengontrol gula
darah dan
menghindari
merokok 0-2 poin
2. Kepatuhan
melakukan
olahraga terutama
senam kaki.
Kuesioner Ordinal
a. Patuh jika jumlah
skor jawaban
31
kuesioner tentang
kepatuhan terhadap
senam kaki 12-14
poin
b. Kurang patuh, jika
jumlah skor jawaban
kuesioner tentang
kepatuhan terhadap
senam kaki 9-11 poin
c. Tidak patuh, jika
jumlah skor jawaban
kuesioner tentang
kepatuhan terhadap
senam kaki 0-8 poin
3. Kepatuhan dalam
memperoleh
edukasi tentang
perawatan kaki
seperti perawatan
kuku kaki,
perawatan kulit
kaki, dan memilih
alas kaki yang
baik.
Kuesioner Ordinal
a. Patuh, jika jumlah
skor jawaban
kuesioner tentang
kepatuhan terhadap
perawatan kaki 15-
18 poin
b. Kurang patuh, jika
jumlah skor jawaban
kuesioner tentang
32
kepatuhan terhadap
perawatan kaki 11-
14 poin
c. Tidak patuh, jika
jumlah skor jawaban
kuesioner tentang
kepatuhan terhadap
perawatan kaki 0-10
poin
33
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu suatu
metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran
tentang suatu keadaan secara objektif (Setiadi, 2013). Pendekatan yang digunakan
adalah cross sectional, yaitu jenis penelitian observasional yang dilakukan untuk
mengetahui hubungan variabel independen dengan variabel dependen di mana
pengukurannya dilakukan pada satu saat (serentak) (Budiman, 2011).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas I Denpasar Selatan. Tempat
ini dipilih karena memenuhi kriteria sampel penelitian. Penelitian ini akan
dilakukan selama satu bulan dari April sampai dengan Mei tahun 2014.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Setiadi, 2013). Populasi dalam
penelitian ini adalah semua pasien Diabetes Mellitus tipe 2 yang berkunjung ke
Puskesmas I Denpasar Selatan.
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi (Budiman, 2013). Pada penelitian ini
34
yang menjadi sampel adalah pasien dengan Diabetes Mellitus tipe 2 yang kontrol
di Puskesmas I Denpasar Selatan. Menurut Setiadi (2013), untuk penelitian
deskriptif, dapat menggunakan formula :
n= N
1+N (d2)
Keterangan :
N = Besar Populasi
n = Besar Sampel
d = Tingkat kesalahan (0,05)
Berdasarkan data dari Puskesmas I Denpasar Selatan didapatkan data
jumlah populasi pasien diabetes mellitus tipe 2 Bulan Desember 2013 sebanyak
102 orang. Jika data tersebut dimasukan ke dalam formula di atas, maka :
n= 102
1+102(0,05)2
= 83,26
= 83 responden
Dalam penelitian ini, peneliti menentukan jumlah sampel sebanyak 83
responden yang terdiri dari seluruh pasien yang melakukan rawat jalan Puskesmas
I Denpasar Selatan yang memenuhi kriteria inklusi.
3. Unit Analisis
Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek
penelitian. Persyaratan subyek yang bisa diikutsertakan dalam penelitian ini
ditetapkan berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi
merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam sampel
penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Nursalam, 2003 dalam Hidayat
35
2009). Sedangkan kriteria eksklusi adalah mengeluarkan karakteristik-
karakteristik sampel yang tidak kita harapkan
Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Pasien diabetes mellitus tipe 2 yang datang kontrol ke Puskesmas I Denpasar
Selatan,
b. Bersedia dan kooperatif menjadi responden,
c. Pasien diabetes mellitus tipe 2 yang umurnya ≥ 36 tahun
d. Belum terkomplikasi kaki diabetik,
e. Pasien diabetes mellitus tipe 2 yang dapat membaca dan menulis.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Pasien yang gangguan pendengaran,
b. Pasien yang tuna wicara.
4. Teknik Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari suatu populasi
untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian
ini adalah non probability sampling yaitu consecutive sampling, di mana
pengambilan sampel ini dilakukan dengan memilih sampel yang memenuhi
kriteria penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel terpenuhi
(Sugiyono, 2001 dalam Hidayat, 2009).
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1. Jenis Data yang Dikumpulkan
Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data primer berupa data
kepatuhan untuk mengontrol gula darah, kepatuhan untuk tidak merokok,
36
kepatuhan untuk melakukan olahraga yang teratur termasuk senam kaki, dan
kepatuhan untuk melakukan perawatan kaki.
2. Cara Pengumpulan Data
Data dikumpulkan langsung dengan menggunakan angket. Langkah-
langkah pengumpulan data yaitu dengan pendekatan formal kepada petugas di
Puskesmas I Denpasar Selatan dalam mencari sampel penelitian, kemudian
melakukan pemilihan kriteria inklusi dan terakhir pendekatan secara informal
kepada sampel yang diteliti dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian,
memberikan lembar persetujuan dan jika subjek bersedia untuk diteliti maka harus
menandatangani lembar persetujuan dan jika subjek menolak untuk diteliti maka
peneliti tidak akan memaksa dan menghormati hak responden.
3. Instrumen Pengumpulan Data
Data kepatuhan pencegahan kaki diabetik dikumpulkan dengan kuesioner.
Kuesioner dikembangkan berdasarkan konsep kepatuhan untuk mengontrol gula
darah, kepatuhan untuk tidak merokok, kepatuhan untuk melakukan olahraga
yang teratur termasuk senam kaki, dan kepatuhan untuk memperoleh edukasi
perawatan kaki. Dalam kuesioner tersebut terdiri dari dua bagian yaitu
karakteristik responden dan daftar pertanyaan tentang kepatuhan dalam
pencegahan kaki diabetik. Dalam kuesioner tentang karakteristik responden
memuat tentang umur, jenis kelamin, pendidikan dan lama mendertita diabetes
mellitus. Sedangkan daftar pertanyaan tentang kepatuhan dalam pencegahan kaki
diabetik pada pasien diabetes mellitus tipe 2 memuat 37 pernyataan dengan
menggunakan skala Gutman dengan dua alternatif jawaban yaitu ”ya” dan ”tidak”
dimana responden menjawab sesuai dengan pendapatnya sendiri. Pertanyaan
37
nomor 1-4 memuat pernyataan tentang kepatuhan dalam mengontrol gula darah,
pertanyaan nomor 5 memuat pernyataan tentang kepatuhan untuk menghindari
merokok, pernyataan nomor 6-19 memuat pertanyaan tentang kepatuhan dalam
senam kaki dan pernyataan nomor 20-37 memuat pernyataan tentang kepatuhan
dalam perawatan kaki.
Untuk pernyataan positif masing-masing jawaban memiliki skor, ya = 1
dan tidak = 0 sedangkan untuk pernyataan negatif masing-masing jawaban
memiliki skor, ya = 0 dan tidak = 1.
Sebelum kuesioner digunakan terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan
reliabilitas pada responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan sampel
penelitian. Uji validitas dan reliabilitas akan dilakukan di Puskesmas IV Denpasar
Selatan dengan jumlah responden 30 responden. Uji validitas dan reliabilitas
dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dimana dihitung
korelasi antara skor masing-masing pertanyaan dengan skor total. Dari hasil
analisis didapat nilai korelasi antara skor item dengan skor total. Nilai ini
kemudian kita bandingkan dengan nilai r tabel. Pengujian uji dua sisi dengan taraf
signifikasi 0,05 memiliki kriteria pengujian sebagai berikut: jika r hitung > r tabel
maka item pertanyaan berkorelasi signifikansi terhadap skor total dan dinyatakan
valid, sedangkan jika r hitung < r tabel maka item pertanyaan tidak berkorelasi
secara signifikansi terhadap skor total dan dinyatakan tidak valid. Kategori skor
uji validitas adalah 0,800-1,000: sangat tinggi, 0,600-0,799: tinggi, 0,400-0,599:
cukup tinggi, 0,200-0,399: rendah, 0,000-0,199: sangat rendah (tidak valid)
(Hidayat, 2009). Setelah mengukur validitas, maka perlu dilakukan uji reliabilitas
dengan menggunakan rumus Spearman Brown:
38
r11=
2.r b
1+rb
Keterangan:
r11 : koefisien reliabilitas internal seluruh item
rb : korelasi product moment antara belahan
Analisis keputusan apabila r11 > r tabel berarti reliable dan apabila r11 < r tabel
berarti tidak reliable (Hidayat, 2009). Apabila beberapa item pertanyaan dalam
kuesioner tidak valid atau tidak reliable, maka item pertanyaan akan diganti
dengan pertanyaan yang baru. Kemudian akan dilakukan uji validitas dan
reliabilitas ulang pada kuesioner yang telah diperbaiki.
E. Pengolahan dan Analisa Data
1. Teknik Pengolahan Data
Langkah-langkah teknik pengolahan data yaitu (Setiadi, 2013) :
a. Editing
Editing adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh
para pengumpul data. Pemeriksaan daftar pertanyaan yang telah selesai ini
dilakukan terhadap kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan, dan relevansi
jawaban.
b. Coding
Coding adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden
ke dalam bentuk angka/bilangan. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara
memberi tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.
39
c. Processing
Setelah semua kuesioner terisi penuh dan benar, serta sudah melewati
pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar data yang
sudah di-entry dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-
entry dari kuisioner ke paket program komputer.
d. Cleaning
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-
entry apakah ada kesalahan atau tidak.
2. Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa statistik deskriptif.
Frekuensi distribusi digunakan untuk mengorganisasi data secara sistematis dalam
bentuk angka yang paling rendah ke yang paling tinggi. Jawaban dari responden
pada kuesioner tingkat kepatuhan pencegahan kaki diabetik dilakukan scoring.
Pemberian skor dari tingkat kepatuhan untuk masing-masing pernyataan tersebut
berdasarkan skala Guttman yaitu :
a. Kepatuhan dalam mengontrol gula darah dan menghindari merokok memuat 5
pernyataan positif :
1) Skor 0 : bila responden menjawab “tidak”
2) Skor 1 : bila responden menjawab “ya”
b. Kepatuhan terhadap senam kaki memuat 14 pernyataan positif :
1) Skor 0 : bila responden menjawab “tidak”
2) Skor 1 : bila responden menjawab “ya”
c. Kepatuhan terhadap perawatan kaki memuat 15 pernyataan positif dan 3
pernyataan negatif :
40
1) Pernyataan Positif
a) Skor 1 : bila responden menjawab “ya”
b) Skor 0 : bila responden menjawab “tidak”
2) Pernyataan Negatif
a) Skor 0 : bila responden menjawab “ya”
b) Skor 1 : bila responden menjawab “tidak”
Penilaian pada masing-masing item kepatuhan pencegahan kaki diabetik
dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
P =
FN x 100 %
Keterangan :
P = persentase hasil
F = jumlah jawaban yang benar
N = jumlah pertanyaan
(Setiadi, 2007)
Setelah responden mengisi kuesioner sesuai dengan penelitian responden
tentang dirinya dan sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan maka didapatkan:
1. Kepatuhan dalam mengontrol gula darah dan menghindari merokok
a. Patuh, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan dalam
mengontrol gula darah dan menghindari merokok 4-5 poin
b. Kurang patuh, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan dalam
mengontrol gula darah dan menghindari merokok 3 poin
c. Tidak patuh, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan dalam
mengontrol gula darah dan menghindari merokok 0-2 poin.
41
2. Kepatuhan terhadap senam kaki
a. Patuh jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan terhadap senam
kaki 12-14 poin
b. Kurang patuh, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan terhadap
senam kaki 9-11 poin
c. Tidak patuh, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan terhadap
senam kaki 0-8 poin
3. Kepatuhan terhadap perawatan kaki
a. Patuh, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan terhadap
perawatan kaki 15-18 poin
b. Kurang patuh, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan terhadap
perawatan kaki 11-14 poin
c. Tidak patuh, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan terhadap
perawatan kaki 0-10 poin
4. Kepatuhan terhadap ketiga program pencegahan kaki diabetik
a. Patuh, jika jumlah skor jawaban kuesioner 30-37 poin atau 80-100%
b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner 23-29 poin atau 60-
79%
c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner 0-22 poin atau < 60%.
42
Daftar Pustaka
Ahlan, 2007, Rubrik Penelitian, (online), available : http//:www.google.co.id. (6 Januari 2014).
Bali Post, 2012, Di Bali Penyakit Noninfeksi Didominasi DM dan Hipertensi. (online),available:http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=24&id=66866 (19 Desember 2013).
Brilian, 2014, Tiap 6 Detik Pasien Meninggal Akibat Diabetes, (online), available :http://www.tabloidnova.com (19 Januari 2014)
Budiman, 2011, Penelitian Kesehatan, Bandung : Refika Aditama.
Choirul, Ilham, 2013 Pasien Diabetes yang Merokok Lebih Mungkin Menjalani Amputasi Kaki, (online), available : http://sidomi.com/250393/pasien-diabetes-yang-merokok-lebih-mungkin-menjalani-amputasi-kaki / (12 Januari 2014).
Depkes RI, 2004, Pedoman Umum Keperawatan Dasar di RS dan Puskesmas, Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI, 2009, Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Diabetes Mellitus, Jakarta : Depkes RI.
Dinkes Denpasar, 2012, Sepuluh Penyakit yang Terdapat di Kota Denpasar, (online), available : http://dinkes.denpasarkota.go.id (12 Januari 2014).
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013, Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu Edisi Kedua, Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
Febrianto, Ahmad Aris, 2013, Diabetes Mellitus. (online), available : http://d-cocrocz.blogspot.com/2013/05/diabetes-melitus.html, (5 Januari 2014).
Firmansyah, Iman, 2013, Pendahuluan. (online), available : http://www.scribd.com/doc/153314912/4-BAB-1-Br-23sep, (5 Januari 2014).
Fransisca, Kristiana, 2012, Awas Pankreas Rusak Penyebab Diabetes, Jakarta : Cerdas Sehat.
Hastuti, Rini Tri, 2008, Faktor-Faktor Risiko Ulkus Diabetika pada Penderita DM di RSUD Dr. Moewardi Surakarta (Tesis), (online), available: http://eprints.undip.ac.id/18866/1/Rini_Tri_HHastuti.pdf, (5 Januari 2014).
43
Hidayat, A. Aziz Alimul, 2009, Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data, Jakarta : Salemba Medika.
Indian Health Diabetes Best Practice, 2011, Foot Care, (online), available : http://www.ihs.gov/MedicalPrograms/Diabetes/HomeDocs/Tools/BestPractices/2011_BP_FootCare_508c.pdf, (5 Januari 2014).
Misnadiarly, 2006, Diabetes Mellitus : Ulcer, Infeksi, Ganggren, Jakarta : Populer Obor.
Mubarak, W, dkk, 2006, Buku Ajar Ilmu Komunitas 2 Teori dan Aplikasi dalam Praktek, Jakarta : Sagung Seto.
PERKENI, 2011, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Indonesia, Jakarta: PB.PERKENI.
Puskesmas I Denpasar Selatan, 2013, Laporan Tahunan Puskesmas I Denpasar Selatan, Denpasar: Puskesmas I Denpasar Selatan.
Riyadi, S. dan Sukarmin, 2008, Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Eksokrin dan Endokrin Pada Pankreas. Ed. 1, Yogyakarta: Graha Ilmu.
R.A, Nabyl, 2012, Panduan Hidup Sehat : Mencegah dan Mengobati Diabetes Mellitus, Yogyakarta : Aulia Publishing.
Setiadi, 2007, Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan, Yogyakarta: Graha Ilmu.
, 2013, Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan, Edisi 2. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Soegondo,S., dan Sukardji, K., 2011, Hidup Secara Mandiri dengan Diabetes Melltus Kencing Manis Sakit Gula, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Sunaryo, 2004, Psikologi untuk Keperawatan, Jakarta : EGC.
Suparyanto, 2010, Konsep Dasar Kepatuhan, (online), available : http://www.carantrik.com/2010/10/konsep-kepatuhan-1.html/m=1(5 Januari 2014)
Trisnawati, 2013, Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan di Puskesmas Kecamatan Denpasar Selatan Tahun 2013 (Skripsi), Denpasar : Universitas Udayana.
Yusuf, Sadly. 2010. 10 Tips Perawatan Kaki Diabetes. (online), available : http://saldyusuf.blogspot.com/2010/04/10-tips-perawatan-kaki-diabetes.html, (5 Januari 2014).
44
Recommended