View
214
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Balita
1. Pengertian
Balita adalah merupakan salah satu periode usia manusia setelah
bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita dimulai dari dua sampai dengan
lima tahun, atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 24-60 bulan.
Periode usia ini disebut juga sebagai usia prasekolah (Ensiklopedia).
Balita adalah kelompok anak usia dibawah lima tahun. Masa balita
merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak. Pertumbuhan
dasar pada masa balita ini akan mempengaruhi dan menenrukan
perkembangan anak selanjutnya. Perkembangan kemampuan bahasa,
kreatifitas, kesadaran social, emosional, dan intelegensinya berjalan sangat
cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya (Soetjiningsih,
1995).
2. Ciri khas perkembangan balita
1) Perkembangan fisik
Pertambahan berat badan menurun, terutama diawal balita. Hal ini terjadi
karena balita memnggunakan banyak energi untuk bergerak.
2) Perkembangan psikologis
2
a. Psikomotor
Terjadi perubahan yang cukup drastis dari kemampuan psikomotor
balita yang mulai terampil dalam pergerakannya. Mulai melatih
kemampuan motorik kasar misalnya berlari, memanjat, melompat,
berguling, berjinjit, menggenggam, melempar yang berguna untuk
mengelola keseimbangan tubuh dan mempertahankan rentang atensi.
Pada akhir periode balita kemampuan motorik halus anak juga mulai
terlatih seperti meronce, menulis, menggambar menggunakan gerakan
pincer yaitu memegang benda dengan hanya menggunakan jari
telunjuk dan ibu jari seperti memegang alat tulis atau mencubit serta
memegang sendok dan menyuapkan makanan kemulutnya, mengikat
tali sepatu.
b. Aturan
Pada masa balita adalah saatnya dilakukan latihan mengendalikan diri
atau biasa disebut sebagai toilet training. Freud mengatakan bahwa
pada usia ini individu mulai berlatih untuk mengikuti aturan melalui
proses penahanan keinginan untuk membuang kotoran.
c. Kognitif
Pada periode usia ini pemahaman terhadap obyek telah lebih ajeg.
Balita memahami bahwa obyek yang diaembunyikan masih tetap ada,
dan akan mengetahui keberadaan obyek tersebut jika proses
penyembunyian terlihat oleh mereka. Akan tetapi jika proses
3
penghilangan obyek tidak terlihat, balita mengetahui benda tersebut
masih ada, namun tidak mengetahui dengan tepat letak obyek tersebut.
Balita akan mencari pada tempat terakhir ia melihat obyek tersebut.
Oleh karena itu pada permainan sulap sederhana, balita masih
kesulitan untuk membuat prediksi tempat persembunyian obyek sulap.
Kemampuan bahasa balita bertumbuh dengan pesat. Pada periode awal
balita yaitu usia dua tahun kosa kata rata-rata balita adalah 50 kata,
pada usia lima tahun telah menjadi diatas 1000 kosa kata. Pada usia
tiga tahun balita mulai berbicara dengan kalimat sederhana berisi tiga
kata dan mulai mempelajari tata bahasa dari bahasa ibunya.
d. Sosial dan individu
Pada periode usia ini balita mulai belajar berinteraksi dengan
lingkungan social diluar keluarga, pada awal masa balita, bermain
bersama berarti bersama-sama berada pada suatu tempat dengan
sebaya, namun tidak bersama-sama dalam satu permainan interaktif.
Pada akhir masa balita, bermain bersama berarti melakukan kegiatan
bersama-sama dengan melibatkan aturan permainan dan pembagian
peran.
Balita mulai memahami dirinya sebagai individu yang memiliki atribut
tertentu seperti nama, jenis kelamin, mulai merasa berbeda dengan
orang lain dilingkungannya. Mekanisme perkembangan ego yang
drastis untuk membedakan dirinya dengan individu lain ditandai oleh
4
kepemilikan yang tinggi terhadap barang pribadi maupun orang
signifikannya sehingga pada usia ini balita sulit untuk dapat berbagi
dengan orang lain.
Proses pembedaan diri dengan orang lain atau individuasi juga
menyebabkan anak pada usia tiga atau empat tahun memasuki periode
negativities sebagai salah satu bentuk latihan untuk mandiri.
3) Klasifikasi
Lewer GH (1996) membagi tahap perkembangan untuk anak mulai balita
meliputi usia bayi (0-1 tahun), usia bermain atau toddler (1-3 tahun), dan
usia pra sekolah (3-5 tahun).
1) Usia bayi (0-1 tahun)
Bayi memiliki system kekebalan tubuh yang primitive dengan
kekebalan pasif yang didapat dari ibunya selama dalam kandungan.
Pada saat bayi kontak dengan antigen yang berbeda ia akan
memperoleh antibodynya sendiri. Imunisasi diberikan untuk kekebalan
terhadap penyakityang dapat membahayakan bayi bila berhubungan
secara ilmiah (Lewer, 1996). Bila dikaitkan dengan status gizi bayi
memerlukan jenis makanan ASI, susu formula, dan makanan padat.
Kebutuhan kalaori bayi antara 100-200kkal/kg BB. Pada empat bulan
pertama, bayi yang lebih baik hanya mendapat ASI saja tanpa
diberikan susu formula. Usia lebih dari enam bulan baru dapat
diberikan makanan pendamping ASI (Suhardjo, 2007).
5
2) Usia toddler (1-3 tahun)
Menurut jellife (1987), secara fungsional biologis masa umur enam
bulan hingga dua atau tiga tahun adalah rawan. Masa itu penuh
tantangan karena konsumsi zat makanan yang kurang, disertai
minuman buatan yang encer dan terkontaminasi kuman menyebabkan
diare dan marasmus. Selain itu dapat juga terjadi sindrom kwarsiorkor
karena penghentian ASI yang mendadak dan pemberian makanan
padat yang kurang memadai. Imunitas pasif yang diperoleh melalui
ASI akan menurun dan kontak dengan lingkungan akan makin
meningkat, kejadian dari infeksi akan makin bertambah secara cepat
dan menetap tinggi selama tahun kedua dan ketiga kehidupan. Infeksi
dan diet yang tidak adekuat akan tidak banyak berpengaruh pada status
gizi yang cukup baik (Akre, 1994). Bagi anak dengan gizi kurang,
setiap tahapan infeksi akan berlangsung lama dan mempunyai
pengaruh yang cukup besar pada kesehatan, pertumbuhan dan
perkembangan. Anak usia 1-3 tahun membutuhkan kalori kurang lebih
100 kkal/kg BB dan bahan makanan lain yang mengandung berbagai
zat gizi (Supartini, 2004).
3) Usia pra sekolah (3-5 tahun)
Pertumbuhan anak usia ini semakin lambat. Kebutuhan kalorinya
adalah 85 kkal/kg BB. Karakteristik pemenuhan kebutuhan nutrisi
pada usia pra sekolah yaitu nafsu makan berkurang, anak lebih tertarik
6
pada aktivitas bermain dengan teman atau lingkungannya daripada
makan dan anak mulai sering mencoba jenis makanan yang baru
(Supartini, 2004).
Kenaikan ukuran pertumbuhan fisik selama tahun ke tiga, empat, lima
bersifat tetap, yaitu kenaikan berat badan kurang dari 2,0 kg dan tinggi
badan 6-8 cm per tahun. Dibandingkan dengan bentuk tubuh
sebelumnya kebanyakan anak pra sekolah akan menjadi lebih langsing
(Markum, 1991).
B. Status Gizi
1. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variable tertentu,merupakan indeks yang statis dan agregatif sifatnya
kurang peka untuk melihat terjadinya perubahan dalam waktu pendek
misalnya bulanan. (Supariasa, dkk,2001)
Menurut Soekirman (2000), status gizi berarti sebagai keadaan fisik
seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau
kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu. Sedangkan Soekidjo (1996)
menyatakan bahwa status gizi adalah konsumsi gizi makanan pada seseorang
yang dapat menentukan tercapainya tingkat kesehatan.
7
Menurut (Nyoman, 2002), status gizi adalah ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variable tertentu atau perwujudan dari nutrisi
dalam bentuk variable tertentu.
Menurut Rahfiludin, Wulansari, Aruben, Martha,dkk (2005) bahwa
status gizi seorang anak memberikan refleksi tentang keadaan gizinya,
sebagai akibat dari keseimbangan antara konsumsi, penyerapan dan
penggunaan zat gizi pada akhirnya mempengaruhi komposisi tubuh.
Pernyataan ini sesuai dengan pengertian bahwa status gizi adalah keadaan
tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.
(Almatzier, 2002)
2. Klasifikasi Status Gizi
Klasifikasi status gizi sesuai buku rujukan Standart Deviasi (SD)
menurut WHO (Supariasa, 2001) yaitu :
a. BB / U (berat badan per umur)
1) Gizi buruk : < -3 SD
2) Gizi kurang : -3 SD sampai -2 SD
3) Gizi baik : -2 SD sampai +2 SD
4) Gizi lebih : > +3 SD
b. TB / U (tinggi badan per umur)
a) Normal : > -2 SD
b) Rendah : <-2 SD
c. BB / TB (berat badan per tinggi badan)
8
a) Kurus sekali :< -3 SD
b) Kurus : <-2 SD sampai -3 SD
c) Normal : -2SD sampai +2 SD
d) Gemuk : > +2 SD
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi status gizi antara lain :
a. Penyebab langsung
Menurut Ragil (2007) ada dua penyebab langsung dapat
mempengaruhi status gizi yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi.
Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena asupan makanan yang
negative tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan
tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya akan menderita gizi kurang.
Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan maka
daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.
b. Penyebab tidak langsung
Menurut Ragil (2007) menyebutkan bahwa ada tiga penyebab tidak
langsung yang dapat menyebabkan gizi kurang yaitu :
1) Ketahanan pangan keluarga
Ketahanan pangan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah
cukup, baik jumlah maupun mutu gizinya. Ketahanan pangan terkait
dengan ketersediaan pangan ( baik dari hasil produksi sendiri maupun
9
dari pasar / sumber lain ), harga pangan dan daya beli keluarga serta
pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.
2) Pola pengasuhan anak
Pola pengasuhan anak adalah kemampuan keluarga dan masyarakat
untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak,
agar dapat tumbuh kembang dengan baik, secara fisik, mental dan
social. Pola pengasuhan anak berupa sikap perilaku ibu atau
pengasuh lain dalam masalah kedekatannya pada anak, memberikan
makan, merawat, menjaga kebersihan dan memberi kasih sayang.
Semuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan
yaitu fisik dan mental, status gizi, pendidikan umum, pengetahuan
tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga ataupun
masyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat-istiadat keluarga dan
masyarakat dari sisi ibu atau pengasuh lain.
3) Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan
Yaitu tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar
yang dapat dijangkau oleh masyarakat atau keluarga terhadap air
bersih dan pelayanan kesehatan yang baik seperti : Pemeriksaan
kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, pendidikan
kesehatan anak dan gizi, serta sarana kesehatan seperti posyandu,
puskesmas, praktek bidan atau dokter dan Rumah Sakit (RS). Makin
tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga terhadap pelayanan dan
10
sarana kesehatan ditambah dengan pemahaman ibu tentang
kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan
gizi.
4. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi balita dimaksudkan untuk mengetahui
seseorang atau kelompok balita tersebut mempunyai status gizi kurang, baik
atau lebih. Penilaian status gizi anak balita tersebut bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana keseimbangan antara zat gizi yang masuk dalam
tubuh dengan zat gizi yang digunakan oleh tubuh, sehingga tercipta kondisi
fisik yang optimal.
a. Penilaian gizi secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat
penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.
1) Antropometri
a) Pengertian
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia.
Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai pengukuran tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
b) Pengunaan Antropometri
Secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energy. Ketidakseimbangan ini terlihat pada
11
pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak,
otot dan jumlah air dalam tubuh.
c) Indeks Masa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
Merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status
gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan
atau kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat
meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat
badan lebih akan meningkatkan resiko penyakit degenerative.
Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup
yang lebih. Pedoman ini bertujuan memberikan cara-cara yang
dianjurkan untuk mencapai berat badan normal berdasarkan IMT
dengan penerapan makanan sehari-hari yang lebih
seimbang.Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa
digunakan timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan.
Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur >18 tahun
dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil,
dan olahragawan.
12
Tabel 2.1
Batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut :
Kategori Keterangan MT
Kurus
Kurus sekali
Normal
Gemuk
Obesitas
Kekurangan berat badan tingkat berat
Kekurangan berat badan tingkat ringan
Normal
Kelebihan berat badan tingkat ringan
Kelebihan berat badan tingkat berat
<>
17,0 – 18,4
18,5 – 25,0
25,1 – 27,0
>27,0
d) Klinis
Pengertian Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting
untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas
perubahan-perubahan yang terjadi dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Penggunaan metode ini umumnya untuk
survey klinis secara cepat. Survey ini dirancang untuk mendeteksi
secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu
atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui
tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik
yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat riwayat
penyakit.
13
e) Biokimia
a. Pengertian
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan
specimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada
berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan
antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh
seperti hati dan otot.
b. Penggunaan
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah
lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan
kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan
kekurangan gizi.yang spesifik.
f) Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi dan melihat
perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan
dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemic. Cara
yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
b. Penilaian gizi secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga
yaitu : Survey Konsumsi Makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.
14
1) Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara
tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang
dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada
masyarakat, keluarga dan individu. Survey ini dapat
mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2) Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistic vital adalah dengan
menganalisa dan beberapa statistic kesehatan seperti angka kematian
berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab
tertentu dan data lainnya yang berhubungan. Pengunaannya
dipertimbangkan sebagai bagian dari indicator tidak langsung
pengukuran status gizi.
3) Faktor ekologi
“Bengoa” mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah
ekologi sebagai hasil interaksi beberapa factor fisik, biologis dan
lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung
dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dll.
15
Penggunaan factor ekologi dipandang sangat penting untuk
mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar
untuk melakukan program intervensi gizi.
5. Macam-macam Status Gizi pada Balita
Status gizi anak balita dibedakan menjadi empat gizi balita
yaitu status gizi lebih, status gizi baik, status gizi kurang dan status gizi
buruk.
1) Status gizi lebih
Penyakit ini bersangkutan dengan energy di dalam hidanganyang
dikonsumsi relative terhadap kebutuhan atau penggunaan semua zat
gizi tersebut. Dan tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya
tahan tinggi.
2) Status gizi baik
Anak yang memiliki status gizi baik dapat tumbuh dan berkembang
dengan normal dengan bertambahnya usia. Pertumbuhan berkaitan
dengan masalah perubahan hal-hal besar yaitu jumlah, ukuran,
tingkat sel, organ maupun individu, yang dapat diukur dengan
ukuran berat, panjang, umur tulang, dan keseimbangan metabolic.
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur
dan fungsi tubuh yang komplek dalam pola yang teratur dan dapat
digambarkan sebagai hasil dan proses kematangan (Soetjiningsih,
1998).
16
3) Status gizi kurang dan status gizi buruk
Status gizi kurang, terjadi karena tubuh kekurangan satu atau
beberapa macam zat gizi yang diperlukan. Hal yang menyebabkan
status gizi kurang karena zat gizi yang dikonsumsi atau mutunya
rendah. Gizi kurang pada dasarnya adalah gangguan pada beberapa
segi kesejahteraan perorangan atau masyarakat yang disebabkan
oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari
makanan. Kurang gizi banyak menimpa anak khususnya balita yang
berusia dibawah lima tahun, karena merupakan golongan yang
rentan serta pada fase ini kebutuhan tubuh akan zat gizi meningkat
karena selain untuk tumbuh juga untuk perkembangan sehingga
apabila anak kurang gizi dapat menimbulkan penyakit. Akibat status
gizi kurang adalah sebagai berikut :
a. Kekurangan Energi Protein (KEP)
KEP adalah keadaan kurang gizi yang diakibatkan oleh
rendahnya konsumsi energy protein dalam maknan sehari-hari
sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Orang yang
mengidap KEP nampak kurus, namun gejala klinik secara besar
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu marasmus, kwarsiorkor, dan
marasmus-kwarsiorkor (Nyoman, 2002).
17
b. Anemia Defisiensi Zat Gizi
Suatu keadaan dimana kadar hemoglobin darah kurang dari
normal, biasanya dengan tanda : lelah, lesu, letih, bibir tampak
pucat, lidah licin, susah BAB, kadang pusing dan mudah
mengantuk (Nyoman, 2002).
c. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)
Kekurangan gizi yang disebabkan kurangnya konsumsi yodium
dalam bahan makanannya, kekurangan yodium pada anak yaitu
cacat fisik dan mental, seperti bisu tuli, pertumbuhan badan
terganggu, kecerdasan dan perkembangan mental terganggu
(Nyoman, 2002).
d. Kekurangan Vitamin A (KVA)
Penyakit mata yang disebabkan kurangnya vitamin A dan
makanannya. Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan yang
paling sering pada anak-anak di Indonesia yang umumnya terjadi
pada anak usia antara 2-5 tahun.adapun criteria KVA adalah
sebagai berikut : bercak bitot dengan konjungtiva mengering,
kornea mengering atau keratomalasia dan parut kornea (Nyoman,
2002).
18
C. Pola Asuh Orang Tua
1. Pengertian Pola Asuh
Pola asuh orang tua adalah pola perilaku orang tua yang diterapkan
pada anak yang bersifat relative dan konsisten dari waktu ke waktu.
Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negative maupun
positif. ( www.E Psikologi.com). Pada dasarnya pola asuh dapat
diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak.
Pengasuhan terhadap anak berupa suatu proses interaksi antara orang
tua dengan anak. Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti dari
mencukupi kebutuhan makan. Pendampingan orang tua diwujudkan
melalui pendidikan cara-cara orang tua dalam mendidik anaknya.
Cara orang tua mendidik anaknya disebut sebagai pola pengasuhan.
Dalam interaksinya dengan orang tua, anak cenderung menggunakan
cara-cara tertentu yang dianggap paling baik bagi dirinya.
Orang tua harus bisa menentukan pola asuh yang tepat untuk
kebutuhan dan situasi anak, disisi lain sebagai orang tua juga
mempunyai keinginan dan harapan untuk membentuk anak menjadi
seseorang yang dicita-citakan yang tentunya lebih baik dari orang
tuanya (Jas dan Rahmadiana, 2004).
19
Setiap upaya yang dilakukan dalam mendidik anak, mutlak didahului
oleh tampilnya sikap orang tua dalam mengasuh anak meliputi :
1) Perilaku yang patut dicontoh
Perilaku yang patut dicontoh artinya setiap perilakunya tidak
sekedar perilaku yang bersifat mekanik, tetapi harus didasarkan
pada kesadaran bahwa perilakunya akan dijadikan lahan peniruan
dan identifikasi bagi anak-anaknya.
2) Kesadaran diri
Kesadaran diri ini juga harus ditularkan pada anak-anaknya
dengan mendorong mereka agar perilaku kesehatannya taat kepada
nilai-nilai moral. Oleh karena itu orang tua senantiasa membantu
mereka agar mampu melakukan observasi diri melalui komunikasi
dialogis, baik secara verbal maupun non verbal tentang perilaku.
3) Komunikasi
Komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan anak-
anaknya, terutama yang berhubungan dengan upaya membantu
mereka untuk memecahkan masalahnya. Pendidikan dalam
keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan kepribadian
anak. Semua sikap dan perilaku anak yang telah dipolesi dengan
sifat atau pola asuh dari orang tuanya akan mempengaruhi
perkembangan jiwa anaknya. Pola asuh orang tua berhubungan
dengan masalah tipe kepemimpinan orang tua dalam keluarga.
20
Tipe kepemimpinan orang tua dalam keluarga itu bermacam-
macam, sehingga pola asuh orang tua itu bersifat demokratis atau
otoriter. Pada sisi lain, bersifat campuran antara demokratis dan
otoriter (Baumrind, 1997).
a. Pola asuh otoriter : (tertib tanpa kebebasan)
Pola asuh otoriter adalah para orang tua cenderung menetapkan
standart yang mutlak harus dituruti, biasanya bersamaan dengan
ancaman-ancaman. Orang tua cenderung memaksa, memerintah
dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang
dikatakan orang tua, maka orang tua tidak segan menghukum
anaknya. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi
dalam komunikasi, biasanya bersifat satu arah dan orang tua
tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti
mengenai anaknya.
Orang tua yang otoriter beranggapan bahwa mereka dapat
merubah perilaku anak yang tidak sesuai dengan nilai yang
mereka anut dengan cara mencongkel perilaku itu lalu
menggantikannya dengan perilaku yang mereka kehendaki
tanpa memperdulikan perasaan anaknya.
b. Pola asuh demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang mementingkan
kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu mengendalikan
21
mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional,
selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-
pemikiran, dan orang tua bersikap realistis terhadap
kemampuan anak, memberikan kebebasan pada anak untuk
memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatan pada
anak bersifat hangat. Pola asuh demokratis akan menghasilkan
karakteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri,
mempunyai hubungan baik dengan temannya dan mempunyai
minat terhadap hal-hal baru.
c. Pola asuh permisif : (bebas tanpa ketertiban)
Pola asuh permisif yaitu orang tua memberikan kesempatan
pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan
yang cukup. Orang tua cenderung tidak menegur atau
memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya dan
sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh orang tua. Namun
orang tua type ini biasanya hangat sehingga disukai anak. Pola
asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak yang
impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau
menang sendiri, kurang percaya diri dan kurang matang secara
sosial.
22
d. Pola Asuh Dialogis : (tertib dengan kebebasan)
Orang tua akan membiasakan diri berdialog dengan anak dalam
menemani pertumbuh -kembangan anak mereka. Setiap kali ada
persoalan anak dilatih untuk mencari akar persoalan, lalu
diarahkan untuk ikut menyelesaikan secara bersama. Dengan
demikian anak akan merasakan bahwa hidupnya penuh arti
sehingga dengan lapang dada dia akan merujuk kepada orang
tuanya jika dia mempunyai persoalan dalam kehidupannya. Yang
berarti pula orang tua dapat ikut bersama anak untuk
mengantisipasi bahaya yang mengintai kehidupan anak-anak
setiap saat.
Selain itu orang tua yang dialogis akan berusaha mengajak anak
agar terbiasa menerima konsekuensi secara logis dalam setiap
tindakannya. sehingga anak akan menghindari keburukan karena
dia sendiri merasakan akibat perbuatan buruk itu, bukan karena
desakan dari orang tuanya.
2. Factor-faktor yang mempengaruhi pola asuh
Adapun factor-faktor yang mempengaruhi pola asuh anak adalah :
a. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua serta pengalaman
sangat berpengaruh dalam mengasuh anak.
23
b. Lingkungan
Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak
mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-pola
pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya.
c. Budaya
Seringkali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh
masyarakat dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut
dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan. Orang
tua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima di masyarakat
dengan baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat
dalam mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orang tua dalam
memberikan pola asuh pada anaknya (Anwar, 2000).
D. Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan Status Gizi Pada
Balita
Peranan keluarga terutama ibu dalam mengasuh anak sangat
menentukan tumbuh kembang anak. Pengasuhan anak didefinisikan
sebagai perilaku yang dipraktikan oleh pengasuh (ibu, bapak, nenek,
atau orang lain) dalam memberikan makanan dan pemeliharaan
kesehatan. Juga termasuk di dalamnya tentang kasih sayang dan
tanggung-jawab orang-tua.
Ibu yang dapat membimbing anak tentang cara makan yang
sehat dan makanan yang bergizi akan meningkatkan gizi anak.
24
Banyaknya porsi yang dapat dihabiskan anak tergantung pada bagaiman
ibu atau pengasuhan memberi makan kepada anak.Budaya juga
mempengaruhi bagaimana cara kita memberi makan kepada anak. Ada
budaya yang mengharuskan ibu mengontrol anak makan atau sering
memaksa anak makan. Cara ini kurang baik, karena dapat membuat anak
takut makan atau sebaliknya makan rakus sehingga kegemukan. Ekstrem
lainnya dapat terjadi bila ibu tidak acuh terhadap makanan anaknya.
Sikap pasif dari ibu ini dapat berakibat anak tidak senang makan, atau
tidak cukup makanan yang dimakan, atau anak menolak makan. Situasi
makan dapat berpengaruh terhadap kebiasaan makan.
Penelitian (Endang Suwidji, 2006) tentang “Hubungan Pola Asuh Gizi
dengan Status Gizi Pada Balita Usia 4-12 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Medang Kabupaten Blora” menyatakan bahwa :Konsumsi
makanan yang diperoleh bayi umur 0-12 bulan berasal
dari pola asuh gizi yang salah satunya adalah praktek pemberian ASI.
ASI merupakan makanan yang bersih, praktis dengan suhu yang sesuai
dengan bayi/anak serta dapat meningkatkan hubungan psikologis serta
kasih sayang antara ibu dan anak. Dengan demikian jelas bahwa ASI
mempunyai hubungan terhadap status gizi, semakin baik praktek
pemberian ASI maka semakin baik pula status gizi pada bayi (Depkes
RI, 1998).
25
E. Kerangka Teori
Penyebab Langsung :
1. Asupan makanan
2. infeksi
Kemiskinan, kurang
pendidikan, kurang keterampilan
Penyebab Tidak Langsung :
1. Ketahanan pangan
keluarga
2. Pola pengasuhan anak
3. Pelayanan kesehatan dan
kesehatan lingkungan
Status gizi balita
Skema 21 : (menurut Supariasa, 2002)
Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita
Status gizi balita dapat dipengaruhi oleh dua hal yaitu asupan makanan
yang kurang dan adanya penyakit infeksi. Secara tidak langsung, pola
pengasuhan anak akan berpengaruh terhadap status gizinya. Pola
pengasuhan anak yang diberikan orang tua secara baik diharapkan dapat
meningkatkan pula status gizi anak balitanya.
26
F. Kerangka konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini yaitu pola asuh orang tua
terhadap status gizi pada balita.
Variable dependent
Status gizi balita
Variable independent
Pola asuh orang tua
Skema 2 :
Kerangka konsep penelitian
G. Hipotesis
Adapun hipotesis yang dapat peneliti rumuskan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut : Ada Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Terhadap
Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Rowosari RW 7
Kecamatan Tembalang Kota Semarang.
H. Variabel Penelitian
Variable penelitian merupakan obyek penelitian atau apa saja yang
menjadi perhatian dalam suatu penelitian. Adapun yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1. Variable bebas dalam penelitian ini adalah pola asuh orang tua.
2. Variable terikat dalam penelitian ini adalah status gizi balita.
Recommended