View
215
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Proses Persalinan
a. Pengertian
Ibu dengan pasca melahirkan adalah suatu masa yang
membutuhkan perhatian khusus dari keluarga dan lingkungannnya. Bagi
ibu akan terjadi perubahan kehidupan yang bermakna dengan adanya
perubahan fisik dan emosi, termasuk dengan penyesuaian sosial dan
penyesuaian individu. Penyesuaian individu terjadi selaras dengan
adanya kemampuan ibu beradaptasi dengan kondisi pasca melahirkan
(Sarwono, 2010).
Kondisi melahirkan biasanya diawali dengan adanya kontraksi
uterus yang menyebabkan penipisan serta dilatasi serviks, dan
mendorong janin untuk keluar dari jalan lahir secara spontan. Selama
proses persalinan uterus berubah bentuk menjadi dua bagian, yaitu
segmen atas berkontraksi secara aktif akan menjadi lebih tebal ketika
persalinan berlangsung. Bagian bawah lebih pasif dan akan berkembang
menjadi jalan lahir yang berdinding lebih tipis, bertahap terbentuk ketika
kehamilan bertambah tua dan akan menipis saat terjadi proses persalinan
(Sarwono, 2010).
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Proses persalinan sendiri bisa dibagi menjadi dua macam
persalinan, yaitu:
1) Persalinan normal adalah proses lahirnya bayi hidup dan plasenta
dari dalam uterus, presentasi belakang kepala serta melalui vagina
dengan tanpa menggunakan alat bantu pertolongan. Usia kehamilan
antara 30-40 minggu dengan berat badan bayi lebih atau sama
dengan 2500 gram dengan lama persalinan 24 jam dibantu kekuatan
mengejan dan kontraksi uterus dari ibu (Sujiyatini, 2011).
2) Persalinan yang dibantu dengan alat, jika pada fase atau kala II
persalinan tidak maju atau dengan kala II lama, serta janin juga
belum dilahirkan, maka proses persalinan akan mulai menggunakan
alat bantu yang biasa dipakai adalah vakum atau forcep. Saat
tindakan dengan alat bantu ternyata janin belum bisa dilahirkan juga,
maka pilihan terakhir adalah persalinan dengan dilakukan operasi
sectio caesaria.
b. Proses persalinan lama
Proses persalinan lama disebutkan oleh Friedman dalam Sarwono
(2010), berlangsung lebih dari 20 jam pada nulipara, dan 14 jam pada
multipara, biasanya dipengaruhi juga oleh keadaan servik yang buruk,
besarnya janin,dan tanda persalinan palsu. Istirahat dan pemberian
stimulasi oksitosin dapat dilakukan untuk memperbaiki fase laten yang
berkepanjangan.
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Secara spesifik seorang ibu dengan nulipara masuk kala aktif
dengan pembukaan 3 cm sampai 4 cm dan diharap sampai dengan
pembukaan 8 sampai dengan 10 sentimeter selama 3 sampai 4 jam.Untuk
multipara kecepatan penurunan kurang dari 1,5 sentimeter. Kriteria
diagnostik dari partus lama dan partus macet seperti yang diperlihatkan
seperti pada table di bawah ini:
Tabel 2.1. Sebaran pola persalinan menurut banyaknya persalinan
Pola persalinan Nulipara/ primipara Multipara Persalinan lama: Pembukaan Penurunan
< 1,2 cm/ jam <1,0 cm/ jam
< 1,5 cm/ jam < 2,0 cm/ jam
Persalinan macet: Tidak ada pembukaan Tidak ada penurunan
>2 jam > 1 jam
>2 jam >1 jam
(Sumber: American College of Obstetricians and Gynecologist dalam perawatan obstetri dan ginekologi, tahun 2013).
Proses persalinan lama sangat berpengaruh terhadap respon ibu
pasca melahirkan,sehingga dukungan dari suami dan keluarga saat
menjelang persalinan diharapkan dapat mengurangi trauma dan ketakutan
ibu saat melakukan persalinan.
Saat melakukan persalinan normal dipengaruhi oleh beberapa
faktor penting yang sering dikenal dengan istilah 5P, yaitu passenge
(janin dan placenta), power (kekuatan his dan kemampuan mengejan),
passage (jalan lahir), psikis (psikologis ibu), dan terakhir penolong. Dari
keharmonisan dan kemampuan yang seimbang antara ibu melahirkan
serta penolong akan membuat proses persalinan berlangsung secara aman
(Marmi, 2012).
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Pada persalinan dikenal dengan pembagian kala saat menghadapi
persalinan sampai dengan ibu nifas, yang terdiri dari:
Kala 1: dimulai saat persalinan sampai dengan pembukaan lengkap,
bermula dari saat timbulnya his yang semakin teratur sampai dengan
servik diisi oleh bagian terbawah dari janin. Kala 1 dikategorikan
menjadi 2 fase, fase laten yang dimulai dari awal kontraksi sampai
dengan adanya pembukaan 4 sentimeter, kontraksi timbul teratur
lamanya sekitar 20 sampai 30 detik setiap kali timbul his, dan ibu belum
mengeluh merasa mules. Sedangkan yang kedua adalah fase laten,
dengan tanda-tanda yang timbul antara lain : kontraksi semakin sering
dengan frekuensi di atas 3 kali dalam 10 menit, saat kontraksi lamanya
40 detik atau lebih dan terasa lebih menimbulkan rasa mules dan nyeri
pada ibu, serta adanya penurunan bagian terbawah dari janin (Sarwono,
2010).
Kala 2: dimulai dari pembukaan lengkap (10 sentimeter) sampai
dengan bayi lahir. Respon fisik yang timbul pada saat ini antara lain, ibu
ingin meneran yang terasa bersamaan dengan adanya kontraksi, adanya
vulva yang mulai membuka, terjadi tekanan pada anus sehingga anus
terlihat membuka, semakin meningkatnya produk darah dan lendir, dan
yang terakhir biasanya kepala janin telah turun di dasar panggul ibu
(Sujiyatini, 2010). Batas waktu untuk melakukan pimpinan meneran
pada ibu dengan proses persalinan adalah primipara sekitar 120 menit,
dan multipara sekitar 60 menit.
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Kala 3: adalah waktu yang dihitung sejak keluarnya janin sampai
dengan terlepasnya plasenta. Kisaran normal pada kala 3 rata-rata
berlangsung selama 5 sampai 10 menit dengan batas waktu maksimal 30
menit. Biasanya resiko terjadi perdarahan timbul di fase kala 3 ini pada
30 menit sampai dengan 60 menit pertama pasca melahirkan (Sujiyatini,
2011). Uterus yang teraba masih keras dan dengan pemeriksaan tinggi
fundus uteri sejajar dengan pusat, terisi plasenta yang akan lepas pada
saat timbul his. Seluruh proses uri berlangsung 5 sampai dengan 30 menit
setelah janin dilahirkan.
Kala 4: yaitu kala pengawasan dimulai dari lahirnya plasenta
sampai dengan 2 jam pasca melahirkan. Di sini harus dinilai tentang
kemampuan uterus berkontraksi, jika dalam waktu 15 menit belum ada
kontraksi uterus yang timbul, maka ibu akan berisiko terjadi atonia uteri
yang berdampak pada terjadinya perdarahan pasca melahirkan yang bisa
mengakibatkan kematian ibu. Biasanya pemantauan dilakukan 15 menit
pertama dan 30 menit kedua setelah proses melahirkan.
Pada proses persalinan dengan kala 2 lama atau memanjang bisa
disebabkan banyak faktor, antara lain adalah adanya faktor kecemasan
yang timbul pada ibu dalam menghadapi nyeri yang akan terjadi saat
proses melahirkan. Rasa takut dan cemas akan mengakibatkan
pengeluaran adrenalin, yang menjadi salah satu penyebab menyempitnya
pembuluh darah dan mengurangi aliran darah yang mengangkut oksigen
ke dalam rahim, sehingga berakibat pada menurunnya kontraksi rahim
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
yang akan berimbas pada memanjangnya waktu yang dibutuhkan untuk
mengeluarkan janin atau bayi (Price & Wilson, 2006).
2. Fisiologi sistem perkemihan
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak
dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan
oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air
dan dikeluarkan berupa urin (air kemih) (Potter & Perry, 2009).
a. Ginjal
Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam
pengeluaran zat-zat toksis atau racun, b) mempertahankan suasana
keseimbangan cairan, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan
basa dari cairan tubuh, dan d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir
dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
Tahap pembentukan urin terjadi di ginjal yang terdiri dari :
1) Proses Filtrasi ,di glomerulus : terjadi penyerapan darah, yang
tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang
tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa,
air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus
ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus
2) Proses Reabsorbsi : pada proses ini terjadi penyerapan kembali
sebagian besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion
bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali
penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh.
Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya
dialirkan pada papilla renalis.
3) Proses sekresi : sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus
distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar
(Potter & Perry, 2009).
Urin normal diproduksi sebanyak 0,5-1 cc/kgBB/jam. Sifat fisis
air kemih/urin, terdiri dari:
1) Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari
pemasukan (intake) cairan dan faktor lainnya
2) Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh,
warna kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan
sebagainya
3) Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak
4) Berat jenis 1,015-1,020
5) Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari
pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein member
reaksi asam) (Potter & Perry, 2009).
Komposisi air kemih, terdiri dari (Potter & Perry, 2009):
1) Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
2) Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea,
amoniak dan kreatinin.
3) Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat
4) Pagmen (bilirubin dan urobilin)
5) Toksin
6) Hormon.
b. Vesika Urinaria
Semakin panjangnya proses persalinan pada kala 2 akan berdampak
pada fungsi vesika urinaria . Penurunan sensasi berkemih yang disebabkan
oleh karena trauma akibat proses persalinan biasanya disebabkan karena
kandung kemih mengalami hiperemi dan edema, serta menurunnya fungsi
otot-otot dasar panggul. Selain itu biasanya nyeri yang timbul karena adanya
laserasi pada vagina dan adanya jahitan pada perinium ikut mempengaruhi
perubahan rangsang dan reflek berkemih ibu pasca melahirkan (Syaifudin,
2009).
Proses berkemih pada ibu pasca melahirkan melibatkan organ yang
sering disebut dengan vesica urinaria(kandung kemih). Kandung kemih
adalah organ berongga yang tersusun oleh otot polos, lamina promina,
submukosa dan mukosa. Menyerupai bentuk buah pir yang dilapisi mukosa
sel epitel transional,muskulus yang tebal, dan jaringan fibrous kecuali di
bagian superior yang dibentuk oleh peritoneum parietal (Syaifudin, 2009).
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Pada wanita kandung kemih terletak disebelah anterior vagina dan
uterus, pada panggul besar bagian posterosuperior dari simpisis pubis.
Bentuk ,ukuran, dan posisi kandung kemih bervariasi tergantung pada
jumlah urine di dalamnya. Secara umum isi dari kandung kemih normal
berkisar antara 350 mililiter sampai dengan 500 mililiter. Sedangkan fungsi
dari kandung kemih untuk menampung urine yang akan dialirkan oleh
ureter dari ginjal dibantu oleh uretra. Kandung kemih berguna untuk
mendorong urine keluar dari tubuh (Syaifudin, 2009).
Kandung kemih yang berada dalam kondisi kosong akan terdapat
empat buah facies, yaitu satu facies superior, dua facies interolateral, dan
satu buah facies posterior. Pada perempuan facies superior dari vesica
urinaria akan berbatasan dengan corpus uteri yang posisinya berada diatas
vesica urinari (Daniel & Widjaya, 2009).
Vesica urinaria terbentuk dari beberapa struktur antara lain:
a. Tunica serosa , dibentuk oleh epitel transisional tebal.
b. Tunica submukosa, tidak terdapat pada trigonum vesicae.
c. Tunica muskularis.disusun oleh tiga lapis otot polos
d. Tunica serosa, yang berasal dari peritoneum.
3. Persarafan Vesica Urinaria
Persarafan menyebabkan kandung kemih mampu menahan urine di
kandung kemih sampai distensi kandung kemih mencapai titik batasnya.
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Mekanisme saraf yang menjaga saraf parasimpatis postganglionik tetap
tidak aktif melibatkan tiga faktor. Pertama adanya inhibisi berulang
terhadap saraf postganglionik dengan menghambat hubungan antar saraf di
intermediolateral grey columns. Penghambatan ini terjadi pada volume
kandung kemih kecil dan akan hilang waktu terjadinya miksi. Faktor kedua
adalah peranan ganglion parasimpatik yang berfungsi sebagai filter, impuls
preganglion yang rendah tidak akan diteruskan. Faktor ini merupakan faktor
terpenting yang juga akan hilang waktu terjadinya miksi. Faktor ketiga
adalah inhibisi oleh saraf simpatis terhadap parasimpatis ganglioner
(Priguna, 1999).
Sistem persarafan yang dilatih kembali saat bladder training akan
mampu mengembalikan rangsang berkemih pada ibu pasca melahirkan.
Vesica urinaria dipersarafi oleh saraf yang berasal dari plexus
vesicalis yang terdiri dari :
a. Persarafan otot destrusor yang bersifat parasimpatis melalui nervus
erigentes.
b. Nervus hypogastricus bersifat sensorik simpatis yang terangsang karena
regangan vesica urinaria, dan biasanya akan menimbulkan perasaan
penuh, terbakar, dan urgency.
c. Serabut simpatis untuk mempersarafi pembuluh darah di vesica
urinaria.
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
d. Dimulainya kontraksi involunter dari vesica urinaria saat terjadi
peregangan dinding yang akan menjadi pemicu timbulnya refleks
detrusor yang mulai aktif saat vesica urinaria terisi lebih dari 100-150
milimeter air kencing atau urine (Daniel & Widjaya, 2009).
4. Adaptasi Fisiologi Pasca Melahirkan
Periode pasca melahirkan harus dikaji oleh perawat secara
komprehensif untuk mencegah komplikasi yang berdasarkan pada proses
perubahan anatomi dan fisiologi pasca melahirkan. Perubahan fisiologi yang
terjadi pada masa pasca melahirkan meliputi beberapa organ, salah satunya
organ sistem perkemihan. Perubahan fisik selama pasca melahirkan menurut
Wong, Perry dan Hockenberry 2002; Pilliteri,2004 yaitu:
Hormon progesteron meningkat dan janin menekan kandung kemih
pada masa kehamilan akibatnya sistem perkemihan mengalami perubahan.
Hormon progesteron yang meningkat mengakibatkan kandung kemih
menjadi relaksasi. Pembesaran janin akan menekan kandung kemih dan
menyebabkan penurunan sirkulasi dan dapat terjadi edema serta iritasi pada
kandung kemih sehingga terjadi kelemahan pada otot kandung kemih.
Kelemahan otot kandung kemih dan otot-otot dasar panggul yang lain akan
diperberat saat mengalami persalinan pervaginam dan akan mempengaruhi
pola berkemih pada ibu pasca melahirkan. Buang air kecil sering sulit
selama 24 jam pertama akibat terdapat spasme spingter dan edema leher
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
kandung kemih sesudah mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang
pubis selama persalinan.
Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36
jam sesudah melahirkan akibat penurunan kadar hormon estrogen secara
drastis. Hormon estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami
penurunan yang drastis setelah plasenta dilahirkan. Keadaan ini
menyebabkan perubahan diuresis (Wong, Perry dan Hockenberry, 2002).
Pada keadaan tidak hamil, kapasitas kandung kemih adalah 350-400 ml,
sedangkan pada masa pasca melahirkan terjadi peningkatan akibat diuresis
menjadi 550-600 ml bahkan mencapai 1 liter. Ureter yang berdilatasi akan
kembali normal dalam tempo 6 minggu. Terjadinya peningkatan kapasitas
kandung kemih dan produksi urin serta menurunnya sensitifitas otot
kandung kemih akibat edema pada masa pasca melahirkan akan
menyebabkan overdistensi pada kandung kemih.
Overdistensi kandung kemih merupakan salah satu penyebab
terjadinya urge incontinencia. Kondisi ini akan merangsang urin keluar
tanpa disadari diluar dari jadwal berkemih (Craven & Hirnle, 2007).
Menurut Pilliteri (2008), pada ibu pasca melahirkan yang mengalami
overdistensi kandung kemih akan mengalami residu urin saat berkemih
karena urin yang dikeluarkan saat berkemih hanya sebagian kecil. Hal ini
akan menambah overdistensi menjadi lebih serius. Bila kondisi ini terus
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
berlanjut akan menyebabkan gangguan permanen akibat kehilangan tonus
otot detrusor dan berakhir dengan inkontinensia permanen.
5. Retensi Urine
Urine yang terkumpul pada kandung kemih akan akan membuat
dinding kandung kemih tebal, menimbulkan rasa tertekan, nyeri dan tidak
nyaman pada area simfisis pubis yang bisa menimbulkan kegelisahan ibu
pasca melahirkan. Pada retensi akut biasa ditandai dengan adanya distensi
kandung kemih dan tidak adanya keluaran urine dalam beberapa jam,
sedangkan pada retensi urine berat klien akan merasakan nyeri yang sangat
hebat dan kandung kemih bisa berisi urine dengan jumlah 2000 mililiter
sampai 3000 mililiter (Perry & Potter, 2010).
Elastisitas dari saluran kemih pada wanita hamil sebagian disebabkan
karena menurunnya otot detrusor. Saat retensi urine tidak teratasi maka akan
timbul aliran overflow, yaitu tekanan di dalam kandung kemih akan
mencapai titik dimana sfingter uretra eksternal sudah tidak mampu untuk
menahana urine, dan akan terbuka untuk memungkinkan urine keluar dalam
jumlah sedikit-sedikit antara 20 mililiter sampai 60 mililiter dengan
frekuensi 2 sampai 3 kali dalam satu jam, tetapi klien tetap akan merasa
tidak nyaman dan terasa sakit serta biasanya ditandai juga dengan distensi
pada kandung kemih (Perry & Potter, 2010).
Kandung kemih sangat perlu dikosongkan dalam waktu 6 sampai 8
jam setelah ibu melahirkan untuk menghindarkan adanya infeksi pada
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
saluran kemih. Bila dalam proses pasca melahirkan ibu masih mengalami
gangguan berkemih maka perlu dilakukan tindakan pemasangan kateter
untuk melatih bladder sign pasien pasca melahirkan dengan melakukan
bladder training.
6. Inkontinensia Urin
Inkontinensia urin menurut Hunskaar (1998) merupakan adanya
pengeluaran urin yang tidak dapat terkontrol selama setahun atau lebih.
Stres inkontinensia urin adalah pengeluaran urin yang tidak dapat dikontrol,
disebabkan karena tekanan intravesika melebihi tekanan penutupan uretra
kandung kemih yang tidak berkontraksi. Inkontinensia urin adalah
ketidakmampuan mengontrol pengeluaran urin. Trauma terhadap sfingter
internal dan eksternal uretra dapat menyebabkan inkontinensia urin
(Abrams, 1997).
Hasil penelitian Stainton, Strahle dan Fethney (2005) yang meneliti
124 wanita dari usia kehamilan 14 minggu, 24 minggu dan 38 minggu, hari
pertama dan ke dua pasca melahirkan secara longitudinal study
mengidentifikasi bahwa wanita yang mengalami inkontinensia urin di
kehamilan lebih berisiko mengalami inkontinensia pada pasca melahirkan.
Wanita yang melakukan latihan otot dasar panggul dari masa kehamilan
lebih sedikit mengalami inkontinensia pada masa pasca melahirkan.
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Kelainan inkontinensia urin sendiri tidak mengancam jiwa penderita,
tetapi berpengaruh pada kualitas hidup yang disebabkan oleh faktor distres
psikologis dan faktor sosial yang sulit diatasi. Penderita merasa rendah diri
karena selalu basah akibat urin yang keluar mungkin pada saat batuk, bersin,
mengangkat barang berat, bersenggama, bahkan kadang pada saat
beristirahat (Junizaf, 2002).
7. Faktor Penyebab Inkontinensia Urin Pasca melahirkan
Faktor-faktor yang berhubungan dengan inkontinesia urin dan anal
incontinence berdasarkan hasil penelitian Hatem et al (2007) adalah
persalinan pervaginam dengan bantuan forsep, kondisi perineum, usia, berat
lahir bayi dan lama kala II. Dijelaskan oleh Hatem bahwa persalinan dengan
forsep mempunyai resiko 2,28 kali dibandingkan wanita yang melahirkan
spontan pervaginam. Ruptur perineum derajat 3 dan 4 mempunyai resiko
3,58 kali mengalami inkontinensia urin dan anal incontinence dibandingkan
wanita yang tidak mengalami ruptur. Usia diatas 35 tahun mempunyai
resiko 2 kali lebih tinggi dibandingkan usia di bawah 35 tahun. Berat lahir
bayi yang lebih dari 4000 gram akan meningkatkan risiko 2,24 kali
mengalami inkontinensia urin dan anal incontinence. Wanita yang dilakukan
episiotomi berisiko 2,24 kali mengalami inkontinensia urin dan anal
incontinence dibandingkan wanita yang tidak dilakukan episiotomi. Kala II
yang lama menyebabkan wanita 2,28 kali lebih berisiko dibandingkan
wanita yang kala II normal.
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Selain faktor usia, lama kala II, berat lahir bayi, kondisi perineum,
paritas merupakan faktor yang dapat meningkatkan kejadian inkontinensia
urin pada pasca melahirkan. Wanita multipara lebih berisiko mengalami
inkontinensia daripada ibu primipara (Bajuadji, 2004 & WHO, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian Bajuadji (2004) ditemukan 64,9% ibu pasca
melahirkan yang mengalami inkontinesia urin adalah multipara sedangkan
primipara hanya 7,09%.
Tabel 2.2. Sebaran pasien menurut usia dan paritas Karakteristik Jumlah %
A. Usia (Tahun)
< 20 2 18,2 21 – 24 2 18,2
26 – 30 4 36,3 31 – 35 1 9,1
>35 2 18,2 B. Paritas 0 – 1 6 54,5 2 – 3 2 18,2 >3 3 27,3
(Sumber: Catatan medis pasien RSU Banyumas bulan Juni sampai
dengan Agustus 2013).
8. Bladder Training
Bladder training dilakukan pada ibu yang mengalami retensi urine
pasca melahirkan, terutama yang mengalami kala II lama dan memanjang,
dimana retensi urine sendiri adalah penumpukan urine yang disebabkan
karena ketidakmampuan pengosongan kandung kemih, saat kandung kemih
tidak mampu merespon reflek miksi yang berakibat tidak terjadi
pengosongan pada kandung kemih (Perry & Potter 2010).
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Secara umum penanganan klien dengan retensi urine pasca melahirkan
diawali dengan kateterisasi. Kateterisasi pada pasien pasca melahirkan
dipasang selama 24 jam sampai dengan 48 jam. Selanjutnya dilakukan
bladder training dengan teknik ikat pada kateter untuk melatih kembali otot
sfingter eksterna dan interna berfungsi kembali, sampai didapatkan bladder
sign untuk pertama kali (Priguna, 1999).
Blader sign yang pertama akan dirasakan saat kandung kemih mulai
terisi urine sebanyak 150 mililiter sampai dengan 200 milimiter akan
mengirimkan impuls sensorik ke pusat mikturisi di korda spinalis bagian
sakrum (Potter & Perry, 2010). Penatalaksanaan bladder training dilakukan
dengan tujuan meningkatkan kemampuan dan sensasi berkemih pada pasien
pasca melahirkan, selalu diberikan dengan bimbingan dan kriteria waktu
yang ditentukan yaitu dengan waktu ikat kateter 2 jam dan 4 jam.
Prognosis yang bisa dicapai dengan adanya perlakuan bladder training
pada ibu pasca melahirkan adalah baik (Price & Wilson, 2006). Gangguan
atau komplikasi yang berlanjut akibat dari retensi urine pasca melahirkan
seperti terjadinya infeksi saluran kemih sampai dengan gagal ginjal dan
sepsis bisa dihindarkan.
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
B. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini disusun dari berbagai sumber,yaitu
Wong, Perry, & Hockenberry (2002), Craven & Hirnle (2007,) Pilliteri (2008).
Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagan 2.1. Kerangka Teori Penelitian (Wong, perry & Piliteri 2008)
1. Paritas 2. BBL 3. Kala II lama 4. Episiotomi 5. Usia 6. Latihan
Kompresi kepela janin dan tulang pubis
Spasme spingter dan edema kandung kemih
Retensi Urine
Diuresis
Overdistensi bladder saat persalinan
Inkontinensia urin
Bladder training
Bladder sign
Eliminasi urin normal
Proses persalinan kala II lama
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
C. Kerangka Konsep
(variabel independent)
(variabel dependent)
Bagan 2.2. Kerangka Konsep Penelitian (Wong, perry & Piliteri 2008)
Bladder
training 2
jam
Bladder
training 4
jam
Bladder
sign
1. Paritas 2. BBL 3. Episiotomi 4. Usia 5. Latihan
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu teori sementara yang kebenarannya perlu diuji.
Ada dua hipotesis yaitu hipotesis statistik atau disebut juga hipotesis nol
(Ho) dan hipotesis kerja (Ha) disebut juga dengan hipotesis alternatif.
Hipotesa penelitian adalah jawaban sementara penelitian atau dalil
sementara yang sebenarnya akan dibuktikan dalam penelitian (Notoatmojo,
2002). Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Ho : Tidak ada perbedaan antara waktu ikat 2 jam dengan waktu ikat 4 jam
pada timbulnya bladder sign ibu pasca melahirkan dengan kala II
lama.
Ha : Ada perbedaan antara waktu ikat 2 jam dengan waktu ikat 4 jam pada
timbulnya bladder sign ibu pasca melahirkan dengan kala II lama.
Analisis Perbedaan Teknik..., Mila Herawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Recommended