View
127
Download
6
Category
Preview:
Citation preview
HALAMAN JUDUL
PENINGGALAN KEBUDAYAAN MEGALITIKUM
DI SITUS DUPLANG KECAMATAN ARJASA
MAKALAH
diajukan guna memenuhi tugas individu
matakuliah sejarah kebudayaan
Oleh
Happy Khoirunnisa’
NIM 110210302016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAHJURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS JEMBER
2014
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Peninggalan
Kebudayaan Megalitikum Di Situs Duplang Kecamatan Arjasa.
Penulisan makalah adalah salah satu tugas matakuliah Sejarah
Kebudayaan . Dalam Penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi, mengingat
akan kemampuan yang dimiliki penulis belum maksimal. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada Dosen Pembimbing matakuliah Sejarah
Kebudayaan, Dr. Sumarno M.Pd yang telah membimbing dan mengarahkan
bagaimana seharusnya makalah ini dibuat.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang
setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan
semua bantuan ini sebagai ibadah, serta makalah ini dapat menjadi manfaat bagi
pembaca. Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Jember, 02 April 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
1.4 Manfaat...........................................................................................................2
BAB 2. PEMBAHASAN...............................................................................................3
2.1 Hakikat Kebudayaan Megalitikum.................................................................3
2.2 Kebudayaan Megalitikum di Situs Duplang Kecamatan Arjasa....................5
BAB 3. PENUTUP..........................................................................................................9
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................9
3.2 Saran...............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................10
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu wilayah yang memiliki berbagai jenis
dan ragam peninggalan sejarah dan budaya tersebar di berbagai wilayah.
Peninggalan sejarah dan budaya yang ada merupakan hasil perkembangan
kehidupan manusia dari masa-kemasa yang memiliki corak dan sifat
tersendiri. Tradisi dan peninggalan sejarah yang memberi corak khas kepada
kebudayaan bangsa serta hasil-hasil pembangunan yang memiliki nilai
perjuangan bangsa, kebanggaan dan kemanfaatan nasional perlu di pelihara dan
dibina untuk menumbuhkan kesadaran sejarah, semangat perjuangan dan cinta
Tanah Air serta memelihara kelestarian budaya dan kesinambungan
pembangunan bangsa (Sumarno, 1989:1)
Jenis dan ragam peninggalan sejarah dan budaya tersebar di berbagai
propinsi di Indonesia, Jawa Timur memiliki peninggalan budaya, khususnya
peninggalan–peninggalan bersejarah dan purbakala, dibuktikan dengan
keberadaan situs-situs purbakala yang bertebaran cukup banyak di sejumlah
wilayah Jawa Timur. Kekayaan peninggalan bersejarah yang dimilki oleh daerah
Kabupaten Jember diantaranya berupa peninggalan Budaya Megalitikum. Jumlah
situs peninggalan megalitik yang tersebar didaerah kabupaten Jember berjumlah
366 buah tersebar di 8 kecamatan yaitu Patrang, Arjasa, Jelbuk, Sukowono,
Mayang, Rambipuji, Sumberbaru, dan Gumukmas (Data Kantor Pariwisata
Kabupaten Jember).Menurut petugas Kantor Pariwisata Kabupaten Jember, situs
yang ada di Desa Kamal kecamatan Arjasa, merupakan situs yang paling banyak
dikunjungi oleh para peneliti, mahasiswa, pelajar maupun masyarakat umum
salah satunya adalah situs Duplang di Arjasa.
Oleh sebab itu maka penulis akan membahasnya dalam sebuah makalah
yang berjudul Peninggalan Kebudayaan Megalitikum Di Situs Duplang
Kecamatan Arjasa.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Hakikat Kebudayaan Megalitikum ?
1.2.2 Bagaimana Kebudayaan Megalitikum di Situs Duplang Kecamatan Arjasa?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas maka tujuan yang ingin
di capai oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1.3.1 Untuk Mengetahui Hakikat Kebudayaan Megalitikum
1.3.2 Untuk Mengetahui Kebudayaan Megalitikum di Situs Duplang Kecamatan
Arjasa
1.4 Manfaat
Berdasarkan pemaparan tujuan diatas, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
1) bagi Penulis, sebagai latihan berfikir dalam penulisan karya ilmiah agar dapat
memecahkan masalah secara kritis dan logis, serta dapat memperdalam ilmu
pengetahuan tentang peninggalan bersejarah sebagai hasil budaya pada zaman
dahulu.
2) bagi Pembaca, di harapkan dapat menambah wawasan dan menyadarkan para
pembaca tentang arti pentingnya benda- benda peninggalan bersejarah sebagai
hasil budaya pada zaman dahulu.
2
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Kebudayaan Megalitikum
Budaya megalitik adalah tradisi kebudayaan batu besar yang muncul
setelah tradisi bercocok tanam mulai meluas. Tradisi pendirian
bangunanbangunan megalitik selalu berdasarkan kepercayaan akan adanya
hubungan antara yang hidup dan yang telah mati. Jasa dari orang yang telah mati
dipusatkan pada bangunan-bangunan batu besar yang didirikan, kemudian
menjadi medium penghormatan dan menjadi lambang yang telah mati
(Sumarno, 1989:6).Tradisi ini menyebar hampir keseluruh Indonesia.Dalam
sejarah kebudayaan dunia pada zaman purbakala, pernah terjadi suatu peristiwa
difusi besar yang berpangkal di Mesir bergerak kearah timur dan sampai kedaerah
yang sangat jauh. Berpusat atau berpangkal di Mesir, kebudayaan Mesir kuno
yaitu bangunan-bangunan batu besar (Megalithikum) tersebar keseluruh
penjuru dunia. Gerak persebaran kebudayaan Mesir ini melalui daerah sekitar
Laut Tengah, Afrika, India, Indonesia, Polenisia, Amerika, penyebarannya
bergerak secara bersama-sama dengan perkembangan pelayaran (G.Elliot dan
W.J. Ferry dalam Tamburaka, 1997:124).
Berdasarkan kamus arkeologi , megalithik adalah tradisi kebudayaan
batu besar yang muncul setelah tradisi bercocok tanam mulai meluas. Secara
etimologi “megalithik” berasal dari kata mega yang berarti besar, lithos
yang berarti batu. Jadi tradisi megalithik adalah tradisi yang menghasilkan
bangunan-bangunan yang terbuat dari batu-batu besar.
Menurut F.A.Wagner (dalam Notosusanto, dkk, 2008:250) megalithik
yang selalu diartikan “batu besar”, dibeberapa tempat konsep itu tidak
berlaku, obyekobyek batu yang lebih kecil dan terbuat dari bahan-bahan
lain seperti kayu harus dimasukan ke dalam klasifikasi megalit bila benda-
benda itu jelas dipergunakan untuk tujuan sakral tertentu, yakni pemujaan
terhadap arwah nenek moyang. Tradisi pendirian bangunan-bangunan megalithik
3
selalu berdasarkan kepercayaan adanya hubungan antara yang hidup dan
yang telah mati, terutama kepercayaan akan adanya pengaruh kuat dari yang
telah mati terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Jasa
dari orang yang telah mati diabadikan dengan mendirikan bangunan batu
besar. Bangunan ini kemudian menjadi medium penghormatan, tempat singgah,
dan sekaligus menjadi lambang yang telah mati.
Mengacu pada pendapat Soetarto (1997:122), kebanyakan benda
peningggalan megalitik berada di atas lereng gunung atau bukit, hal ini terkait
dengan kepercayaan manusia pada masa itu, percaya terhadap tempat tinggi.
Tempat-tempat tinggi dianggap suci dan tempat bersemayam roh nenek
moyang.
Asal mula tradisi megalitik di Indonesia. Tradisi megalitik diduga
berasal dari Mesir,tersebar keseluruh penjuru dunia. Gerak persebaran
kebudayaan Mesir ini melalui daerah sekitar Laut Tengah, Afrika, India,
Indonesia, Polenisia, Amerika, penyebarannya bergerak secara bersama-sama
dengan perkembangan pelayaran (G.Elliot dan W.J. Ferry dalam Tamburaka,
1997:124).
Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa tradisi megalitik berasal
dari laut tengah (Prasanti, dkk,1998:9). Von HeineGeldern mengemukakan
bahwa tradisi megalitik di Indonesia berasal dari Tiongkok Selatan dan
disebarkan oleh bangsa Austronesia yang melakukan migrasi pada masa
Neolitik (Prasanti, dkk, 1998:9). Menurut Gunadi (1995:77-78) dalam
artikelnya yang berjudul “ Arah Hadap Monumen Megalithik Satu Kasusu
Di Situs Watu Kandang”, menjelaskan bahwa akar dari kebudayaan
megalitikum terdapat pada zaman neolitikum.
Berdasarkan bentuk peninggalan tradisi megalitik di Indonesia Von Heine
Geldern membedakan menjadi dua, tradisi megalitik tua dan tradisi megalitik
muda. Tradisi megalitik tua adalah peninggalan megalitik yang banyak
berhubungan dengan pemujaan kepada roh nenek moyang, seperti menhir,
dolmen, teras berundak, meja batu, dan kursi batu, berkembang pada masa
neolitik atau masa cocok tanam. Tradisi megalitik muda pada umumnya lebih
4
dominan dipergunakan sebagai tempat penguburan. Peninggalan tradisi megalitik
muda adalah arca primitif, sarkofagus, karanda, kubur batu, padhusa (dolmen
sebagai kuburan), berkembang pada masa perundagian (Prasanti, dkk, 1998:9-10).
Unsur-unsur megalitik dengan keanekaragamannya dari berbagai bentuk
peradaban dapat dipelajari sebagai bagian integral dari budaya yang kini
masih hidup di Indonesia (Sumarno,1989:7)
2.2 Kebudayaan Megalitikum di Situs Duplang Kecamatan Arjasa
Situs Duplang merupakan suatu cagar budaya yang terletak di Desa
Kamal, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember. Untuk menempuh situs Duplang
tersebut kita harus melewati jalan yang tidak singkat dan mudah untuk kendaraan
besar. Karena letaknya yang cukup jauh sekitar 5 km dari jalan raya, maka untuk
efisien waktu lebih mudah di tempuh dengan menggunakan roda dua. Situs
Duplang adalah situs peninggalan megalitik yang terletak di dusun Duplang
Desa Kamal. Berdasarkan hasil registrasi swaka, situs Duplang dinyatakan
sebagai situs pada tahun 1985.
Dahulu kala, pada masa budaya meglithikum, masyarakatya memiliki
kepercayaan yiatu kepercayaan animisme dan kepercayaan dinamisme.
Dinamisme merupakan Kepercayaan kepada kekuatan gaib yang terdapat pada
benda-benda tertentu, misalnya pada pohon, batu besar, gunung, gua, azimat dan
benda-benda lain yang dianggap keramat. Sedangkan Animisme merupakan
Kepercayaan kepada roh nenek moyang atau leluhur, mereka percaya, manusia
setelah meninggal rohnya tetap adadan tinggal ditempat -tempat tertentu dan harus
diberi sesajen pada waktu-waktu tertentu. Dari kepercayaan- kepercayaan
tersebutlah maka masyarakat megalithikum pada saat itu meninggalkan benda-
benda yang saat ini masih bisa ditemui.
Situs Duplang merupakan kategori tradisi megalitik muda, hal ini
bisa dilihat melalui benda peninggalannya berupa kubur batu , namun di situs
Duplang tradisi megalitik tua tidak ditinggalkan, hal ini terlihat dengan adanya
5
menhir di situs Duplang. Hal ini membuktikan bahwa tradisi megalitik tua
dan tradisi megalitik muda saling tumpang tindih.
2.2.1 Benda- benda Peninggalan
Benda-benda peninggalan megalitik di situs Duplang berupa, batu
kenong, kubur batu dan menhir. Mengenai benda-benda peninggalan yang
terdapat di situs ini, tidak jauh berbeda dengan benda-benda peninggalan di situs
lain. Dalam penataannya dibandingkan dengan situs yang ada di Pakauman-
Bondowoso, benda di situs ini banyak yang sudah berada dalam satu kompleks,
meskipun benda-benda yang lain juga masih banyak yang tercecer banyak di area
perkebunan dan persawahan.
1. Kubur Batu atau Dolmen
Merupakan sebuah batu besar yang ditopang dengan 4 sampai 6 batu dan
disampingnya ditutup dengan batu. Kubur batu atau dolmen ini berfungsi sebagai
meja atau kubur batu. Selain itu, Dolmen juga berfungsi sebagai tempat
meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Meja batu ini yang terdapat di situs
Duplang memiliki ukuran yang cukup besar, namun dapat dilihat bahwa meja batu
ini tidak dapat berdiri tegak karena kaki meja batu ini sudah mulai jatuh atau tidak
berdiri tegak. Hal ini dikarenakan kondisi alam.
(Gb. Kubur Batu atau Dolmen)
6
2. Menhir
Merupkan sebuah bangunan yang berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara
menghormati roh nenek moyang. Menhir berfungsi sebagai benda pemujaan.
Menhir yang terdapat di situs duplang ini adalah sebuah batu yegak sang
bentuknya tidak sama dengan yang terdapat di situs Pakauman.
(Gb. Menhir)
3. Batu Kenong
Merupakan istilah penduduk setempat, bentuknya silindrik dengan
tonjolan di puncaknya. Menurut jenisnya tonjolan yang ad di batu kenong dapat
berupa dua tonjolan ataupun satu tonjolan. Batu kenong berfungsi sebagai umpak,
merupakan unsur bangunan bagian bawah atau pondasi. Bahan bangunan lainnya
(bagian atas) berupa kayu atau bambu dan atapnya dari daun-daun atau jenis
rumput-rumputan, yang tidak tahan lama sehingga tidak ditemukan sisa-sisanya.
7
Batu kenong adalah peninggalan masa prasejarah berupa batu
berbentuk silinder dengan tonjolan di puncaknya, bentuknya menyerupai
kenong dari salah satu instrumen gamelan. Berdasarkan hasil wawancara
dengan penjaga situs, apabila ditemukan batu kenong yang belum berubah
dari tempat asalnya maka didekatnya terdapat kubur batu, letaknya berdekatan
paling jauh kira-kira 50 meter, jauhnya ini mungkin karena letak batu kenong
sudah mengalami pergeseran oleh karena perkembangan waktu yang cukup
lama, baik disebabkan oleh peristiwa alam maupun oleh makhluk hidup.
Temuan batu kenong didaerah daerah Kabupaten Jember, memiliki kualitas
yang cukup tinggi. Terdapat dua tipe bentuk yaitu : batu kenong yang
mempunyai tonjolan satu dan batu kenong dengan tonjolan dua. (Gb. Batu
Kenong)
(Gb. Batu kenong)
8
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Budaya megalitik adalah tradisi kebudayaan batu besar yang muncul
setelah tradisi bercocok tanam mulai meluas. Tradisi pendirian
bangunanbangunan megalitik selalu berdasarkan kepercayaan akan adanya
hubungan antara yang hidup dan yang telah mati. Jasa dari orang yang telah mati
dipusatkan pada bangunan-bangunan batu besar yang didirikan, kemudian
menjadi medium penghormatan dan menjadi lambang yang telah mati
Kabupaten Jember memiliki beberapa hasil budaya megalitik yakni salah
satunya adalah hasil budaya yang ada di Situs Duplang. Situs Duplang adalah
situs peninggalan budaya megalitik yang terletak di dusun Duplang Desa
Kamal Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. Berdasarkan hasil registrasi
swaka, situs Duplang dinyatakan sebagai situs pada tahun 1985, benda-benda
peninggalan megalitik di situs Duplang berupa, batu kenong, kubur batu dan
menhir.
Situs Duplang merupakan kategori tradisi megalitik muda, hal ini
bisa dilihat melalui benda peninggalannya berupa kubur batu , namun di situs
Duplang tradisi megalitik tua tidak ditinggalkan, hal ini terlihat dengan adanya
menhir di situs Duplang. Hal ini membuktikan bahwa tradisi megalitik tua
dan tradisi megalitik muda saling tumpang tindih.
3.2 Saran
Dalam pemanfaatan sumber daya arkeologi atau warisan budaya
memiliki tiga tumpuan pemanfaatan, salah satunya sebagai pendidikan
(edukasional) dengan mewujudkan cultural identity sehingga diharapkan untuk
seluruh masyarakat di Indonesia agar tetap menjaga, merawat dan melestarik
9
benda-benda hasil kebudayaan megalitik yang terdapat diberbagai daerah, agar
nantinya dapat bersungsi untuk sarana edukasi, budaya serta pariwisata.
DAFTAR PUSTAKA
Poesponegoro, M.D dan Notosusanto, N. 2008. Sejarah Nasional Indonesia
I. Cetakan kedua Edisi Pemutakhiran (Editor Umum Pemutakhiran oleh
R.P. Soejono dan R.Z. Leirissa). Jakarta: Balai Pustaka.
Prasanti, dkk. 1999. Penyebaran Peninggalan Prasejarah di Kabupaten
Bondowoso. Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Jawa Timur.
Sumarno. 1989. Peninggalan Budaya Batu Besar di Daerah Kecamatan
Arjasa Kabupaten Jember. Jember: Universitas Jember.
Tamburaka, R.E. 1997. Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Sejarah
Filsafat dan Iptek. Jakarta: PT. Rineka Cipta
http://purwaningsihs38.wordpress.com/type/aside/ (diakses pada tanggal 02 April
2014)
http://www.kaskus.co.id/thread/511628e805346a084600000c/jalan-jalan-jember-
expedition-quotedisi-duplangquot (diakses pada tanggal 02 April 2014)
10
Recommended