View
931
Download
6
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
ANATOMI ESOFAGUS
Esofagus diinervasi oleh persarafan simpatis dan parasimpatis (nervusvagus) dari pleksus
esofagus atau yang biasa disebut pleksus mienterik Auerbachyang terletak di antara otot
longitudinal dan otot sirkular sepanjang esophagus
Esofagus mempunyai 3 bagian fungsional. Bagian paling atas adalah upper esophageal
sphincter (sfingter esofagus atas), suatu cincin otot yang membentuk bagian atas esofagus dan
memisahkan esofagus dengan tenggorokan. Sfingter iniselalu menutup untuk mencegah makanan
dari bagian utama esofagus masuk kedalam tenggorokan. Bagian utama dari esofagus disebut
sebagai badan dariesofagus, suatu saluran otot yang panjangnya kira-kira 20 cm. Bagian
fungsionalyang ketiga dari esofagus yaitu lower esophageal sphincter (sfingter
esophagusbawah), suatu cincin otot yang terletak di pertemuan antara esofagus danlambung.
Seperti halnya sfingter atas, sfingter bawah selalu menutup untuk mencegah makanan dan asam
lambung untuk kembali naik/regurgitasi ke dalambadan esofagus. Sfingter bagian atas akan
berelaksasi pada proses menelan agar makanan dan saliva dapat masuk ke dalam bagian atas dari
badan esofagus.
Kemudian, otot dari esofagus bagian atas yang terletak di bawah sfingter berkontraksi,
menekan makanan dan saliva lebih jauh ke dalam esofagus.Kontraksi yang disebut gerakan
peristaltik mi akan membawa makanan dan salivauntuk turun ke dalam lambung. Pada saat
gelombang peristaltik ini sampai padasfingter bawah, maka akan membuka dan makanan masuk
ke dalam lambungEsofagus berfungsi membawa makanan, cairan, sekret dari faring ke
gastermelalui suatu proses menelan, dimana akan terjadi pembentukan bolus makanandengan
ukuran dan konsistensi yang lunak, proses menelan terdiri dari tiga fase yaitu :
1. Fase oral, makanan dalam bentuk bolus akibat proses mekanik bergerak padadorsum lidah
menuju orofaring, palatum mole dan bagian atas dindingposterior faring terangkat.
2. Fase pharingeal, terjadi refleks menelan (involuntary), faring dan taringbergerak ke atas oleh
karena kontraksi m. Stilofaringeus, m. Salfingofaring,m. Thyroid dan m. Palatofaring, aditus
laring tertutup oleh epiglotis dansfingter laring.
3. Fase oesophageal, fase menelan (involuntary) perpindahan bolus makanan kedistal oleh
karena relaksasi m. Krikofaring, di akhir fase sfingter esofagusbawah terbuka dan tertutup
kembali saat makanan sudah lewat.
MEKANISME MENELAN (DEGLUTISI)
Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukansetiap organ
yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan.Dalam proses menelan ini
diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial,4
syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan.
Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut kedalam
lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebutd isf agiayaitu terjadi
kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai kelambung.
Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut : (1) pembentukanbolus
makanan dengan bentuk dan konsistensi yang baik, (2) usaha sfingtermencegah terhamburnya
bolus ini dalam fase-fase menelan, (3) kerja sama yang baikdari otot-otot di rongga mulut untuk
mendorong bolus makanan ke arah lambung, (4)mencegah masuknya bolus makanan dan
minuman ke dalam nasofaring dan laring,(5) mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam
faring pada saat respirasi, (6)usaha untuk membersihkan kembali esofagus. Proses menelan dapat
dibagi dalamtiga fase yaitu :
o FASE VOLUNTER/FASE ORAL
Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yangdilaksanakan oleh
gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan salivauntuk menggiling dan membentuk bolus
dengan konsistensi dan ukuran yangsiap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara di sadari.
Pada fase oral iniperpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring segera terjadi, setelah otot-
ototbibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidahberkontraksi
menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior keposterior. Bagian anterior lidah
menekan palatum durum sehingga bolusterdorong ke faring.
Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posteriorfaring sehingga
menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atasakibat kontraksi m. palato faringeus
(n. IX, n.X dan n.XII) Jadi pada fase oral inisecara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan
nV.3 sebagai serabut afferen
(sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen
(motorik).
Fase oral dan faringeal
o FASE FARINGEAL
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior(arkus palatoglosus)
dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal initerjadi:
1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dann.XI)
berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudianu vu latertarik keatas dan
ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.
2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid lateralis
(n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup.
3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karenakontraksi
m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dann.servikal I).
4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktorfaring
inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X,n.XI)
menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasim. Kriko faring (n.X)
5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dandorongan
otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turunke bawah dan masuk ke
dalam servikal esofagus. Proses ini hanyaberlangsung sekitar satu detik untuk menelan
cairan dan lebih lama bilamenelan makanan padat.
Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan
n.Xsebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai
serabutefferen.
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase
faringeal,meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang
waktupembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume
bolusmenyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakanpalatum
mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagianatas.
Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.
Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik.
o FASE ESOFAGEAL
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan
turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik. Fase ini terdiri dari beberapa
tahapan :
1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik
primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus
bagian proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikutioleh gelombang
peristaltik kedua yang merupakan respons akibat regangandinding esofagus.
2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf
pleksusmienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler
dindingesofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju kedistal
esofagus.
BAB II
PEMBAHASAN
Kasus 4
Ny. Y, 38 tahun dirawat di ruang penyakit dalam hari ke 4 karena mengalami kesulitan menelan
baik air maupun makanan padat. Ny. Y mengeluh dadanya seperti terbakar sebelum makan
maupun sesudah makan. Hasil pemeriksaan X-ray, esophagus dilatasi.
Pembahasa:
1. Kemungkinan diagnose?
2. Patfisiologi dan gejala-gejala?
3. Komplikasi yang mungkin muncul?
4. Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan untuk mengevaluasi pasien?
5. Penatalaksananaan medis dan peranan perawat dalam penatalaksanaan tersebut!
6. Diagnose keperawatan yang mungkin muncul dan 1 renpra untuk diagnose utama!
A. Diagnosa Medis
Berdasarka tanda dan gejala yang muncul pada pasien, diagnose yang mungkin
adalah Akalasia.
B. Definisi Akalasia
Akalasia esofagus, atau dikenal juga dengan nama Simple ectasia, Kardiospasme,
Megaesofagus, Dilatasi esofagus difus tanpa stenosis atau Dilatasi esofagus idiopatik
adalah suatu gangguan neuromuskular. Kegagalan relaksasi batas esofagogastrik pada
proses menelan menyebabkan dilatasi bagian proksimal esofagus tanpa adanya gerak
peristaltik. Penderita akalasia merasa perlu mendorong atau memaksa turunnya makanan
dengan air atau minuman guna menyempurnakan proses menelan. Gejala lain dapat
berupa rasa penuh substernal dan umumnya terjadi regurgitasi.
Akalasia mulai dikenal oleh Thomas Willis pada tahun 1672. Mula-mula diduga
penyebabnya adalah sumbatan di esofagus distal, sehingga dia melakukan dilatasi dengan
tulang ikan paus dan mendorong makanan masuk ke dalam lambung. Pada tahun 1908
Henry Plummer melakukan dilatasi dengan kateter balon. Pada tahun 1913 Heller
melakukan pembedahan dengan cara kardiomiotomi di luar mukosa yang terus dianut
sampai sekarang
Akalasia adalah tidak adanya atau tidak efektifnya peristaltic esophagus distal
disertai dengan kegagalan sfingter esophagus untuk rileks dalam respon terhadap
menelan. Penyempitan esophagus tepat tepat diatas lambung menyebabkan peningkatan
dilatasi esophagus secara bertahap di dada atas. Akalasia dapat berlanjut secara
perlahan.ini terjadi palig sering pada individu usia 40 atau lebih. Diduga terdapat insiden
akalasia dalam keluarga.
Akalasia akibat dari retensi atau lambatnya bongkahan makanan disertai
meningktnya obstruksi dan dilatasi esophagus. Penyebab keadaan ini tidak diketahui,
tetapi ditemukan berkurangnya sel ganglion pleksus minterik dan degenerasi wallerian
pada akson bermielin maupun tak bermielin dari nervus vagus ekstra esophagus.
C. Insiden
Insidens terjadinya akalasia adalah 1 dari 100.000 jiwa pertahun dengan perbandingan jenis
kelamin antara pria dan wanita 1 : 1. Akalasia lebih sering ditemukan orang dewasa berusia
20 - 60 tahun dan sedikit pada anak-anak dengan persentase sekitar 5% dari total akalasia.
D. Epidemiologi
Penyakit ini relatif jarang dijumpai. Dari data divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI/RSCM didapatkan 48 kasus dalam kurun waktu 5 tahun (1984-
1988). Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 2000 kasus akalasia setiap tahun. Suatu
penelitian internasional melaporkan bahwa dari 28 populasi di 26 negara, angka kematian
tertinggi tercatat di Selandia Baru dengan angka kematian standar 239 dan yang terendah
dengan angka kematian standar 0. Angka ini diperoleh dari seluruh kasus akalasia baik
primer maupun sekunder. Kelainan akalasia tidak diturunkan dan biasanya memerlukan
waktu bertahun-tahun hingga menimbulkan gejala.
E. ETIOLOGI
Etiologi dari akalasia tidak diketahui secara pasti. Tetapi, terdapat bukti bahwa
degenerasi plexus Auerbach menyebabkan kehilangan pengaturan neurologis. Beberapa
teori yang berkembang berhubungan dengan gangguan autoimun, penyakit infeksi atau
kedua-duanya.
Menurut etiologinya, akalasia dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu :
Akalasia primer,(yang paling sering ditemukan). Penyebab yang jelas tidak
diketahui. Diduga disebabkan oleh virus neurotropik yang berakibat lesi pada
nukleus dorsalis vagus pada batang otak dan ganglia mienterikus pada esofagus.
Disamping itu, faktor keturunan juga cukup berpengaruh pada kelainan ini.
Akalasia sekunder, (jarang ditemukan). Kelainan ini dapat disebabkan oleh
infeksi, tumor intraluminer seperti tumor kardia atau pendorongan ekstraluminer
seperti pseudokista pankreas. Kemungkinan lain dapat disebabkan oleh obat
antikolinergik atau pascavagotomi.
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui. Secara histologik
diteraukan kelainan berupa degenerasi sel ganglion plexus Auerbach sepanjang
esofagus pars torakal. Dari beberapa data disebutkan bahwa faktor-faktor seperti
herediter, infeksi, autoimun, dan degeneratif adalah kemungkinan penyebab dari
akalasia.
TeoriGenetik
Temuan kasus akalasia pada beberapa orang dalam satu keluarga telah
mendukung bahwa akalasia kemungkinan dapat diturunkan secara genetik.
Kemungkinan ini berkisar antara 1 % sampai 2% dari populasi penderita
akalasia.
Teori Infeksi
Faktor-faktor yang terkait termasuk bakteri (diphtheria pertussis, clostridia,
tuberculosis dan syphilis), virus (herpes, varicella zooster, polio dan measles),
Zat-zat toksik (gas kombat), trauma esofagus dan iskemik esofagus uterine
pada saat rotasi saluran pencernaan intra uterine. Bukti yang paling kuat
mendukung faktor infeksi neurotropflc sebagai etiologi. Pertama, lokasi
spesifik pada esofagus dan fakta bahwa esofagus satu-satunya bagian saluran
pencernaan dimana otot polos ditutupi oleh epitel sel skuamosa yang
memungkinkan infiltrasi faktor infeksi. Kedua, banyak perubahan patologi
yang terlihat pada akalasia dapat menjelaskan faktor neurotropik virus
tersebut. Ketiga, pemeriksaan serologis menunjukkan hubungan antara
measles dan varicella zoster pada pasien akalasia.
Teori Autoimun
Penemuan teori autoimun untuk akalasia diambil dari beberapa somber.
Pertama, respon inflamasi dalam pleksus mienterikus esofagus didominasi
oleh limfosit T yang diketahui berpefan dalam penyakit autoimun. Kedua,
prevalensi tertinggi dari antigen kelas II, yang diketahui berhubungan dengan
penyakit autoimun lainnya. Yang terakhir, beberapa kasus akalasia
ditemukan autoantibodi dari pleksus mienterikus.
Teori Degeneratif
Studi epidemiologi dari AS. menemukan bahwa akalasia berhubungan
dengan proses penuaan dengan status neurologi atau penyakit psikis, seperti
penyakit Parkinson dan depresi.
F. Patofisiologi
Kontraksi dan relaksasi sfingter esofagus bagian bawah diatur oleh
neurotransmitter perangsang seperti asetilkolin dan substansi P, serta neurotransmitter
penghambat seperti nitrit oxyde dan vasoactve intestinal peptide.
Menurut Castell ada dua defek penting pada pasien akalasia:
a. Obstruksi pada sambungan esofagus dan lambung akibat peningkatan sfingter
esofagus bawah (SEB) istirahat jauh di atas normal dan gagalnya SEB untuk
relaksasi sempurna. Beberapa penulis menyebutkan adanya hubungan antara
kenaikan SEB dengan sensitifitas terhadap hormon gastrin. Panjang SEB manusia
adalah 3-5 cm sedangkan tekanan SEB basal normal rata-rata 20 mmHg. Paa
akalasia tekanan SEB meningkat sekitar dua kali lipat atau kurang lebih 50
mmHg.
Gagalnya relaksasi SEB ini disebabkan penurunan tekanan sebesar 30-
40% yang dalam keadaan normal turun sampai 100% yang akan mengakibatkan
bolus makanan tidak dapat masuk ke dalam lambung. Kegagalan ini berakibat
tertahannya makanan dan minuman di esofagus. Ketidakmampuan relaksasi
sempurna akan menyebabkan adanya tekanan residual. Bila tekanan hidrostatik
disertai dengan gravitasi dapat melebihi tekanan residual, makanan dapat masuk
ke dalam lambung.
b. Peristaltik esofagus yang tidak normal disebabkan karena aperistaltik dan dilatasi
⅔ bagian bawah korpus esofagus. Akibat lemah dan tidak terkoordinasinya
peristaltik sehingga tidak efektif dalam mendorong bolus makanan melewati SEB.
Dengan berkembangnya penelitian ke arah motilitas, secara obyektif dapat
ditentukan motilitas esofagus secara manometrik pada keadaan normal dan
akalasia.
Pada literature lain juga menyebutkan bahwa patofisiologi akalasia, yaitu:
1. Neuropatologi
Beberapa macam kelainan patologi dari akalasia telah banyak dikemukakan.
Beberapa dari perubahan ini mungkin primer (misal : hilangnya sel-sel ganglion
dan inflamasi mienterikus), dimana yang lainnya (misal : perubahan degeneratif
dari n. vagus dan nukleus motoris dorsalis dari n. vagus, ataupun kelaianan otot
dan mukosa) biasanya merupakan penyebab sekunder dari stasis dan obstruksi
esofagus yang lama.
Kelainan pada Innervasi Ekstrinsik
Saraf eferen dari n. vagus, dengan badan-badan selnya di nukleus motoris
dorsalis, menstimulasi relaksasi dari LES dan gerakan peristaltik yang
merupakan respon dari proses menelan. Dengan mikroskop cahaya, serabut
saraf vagus terlihat normal pada pasien akalasia. Namun demikian, dengan
menggunakan mikroskop elektron ditemukan adanya degenerasi Wallerian dari
n. vagus dengan disintegrasi dari perubahan aksoplasma pada sel-sel Schwann
dan degenarasi dari sehlbung myeh'n, yang merupakan perubahan-perubahan
yang serupa dengan percobaan transeksi saraf.
Kelainan pada Innervasi Intrinsik.
Neuron nitrergik pada pleksus mienterikus menstimulasi inhibisi disepanjang
badan esofagus dan LES yang timbul pada proses menelan. Inhibisi ini penting
untuk menghasilkan peningkatah kontraksi yang stabil sepanjang esofagus,
dimana menghasilkan gerakan peristaltik dan relaksasi dari LES. Pada akalasia,
sistem saraf inhibitor intrinsik dari esofagus menjadi rusak yang disertai
inflamasi dan hilangnya sel-sel ganglion di sepanjang pleksus mienterikus
Auerbach.
Kelainan Otot Polos Esofagus.
Pada muskularis propria, khususnya pada otot polos sirkuler biasanya menebal
pada pasien akalasia. Goldblum mengemukakan secara mendetail beberapa
kelainan otot pada pasien akalasia setelah proses esofagektomi. Hipertrofi otot
muncul pada semua kasus, dan 79% dari specimen memberikan bukti adanya
degenerasi otot yang biasanya melibatkan fibrosis tapi tennasuk juga nekrosis
likuefaktif, perubahan vakuolar, dan kalsifikasi distrofik. Disebutkan juga
bahwa perubahan degeneratif disebabkan oleh otot yang memperbesar suplai
darahnya oleh karena obstruksi yang lama dan dilatasi esofagus. Kemungkinan
lain menyebutkan bahwa hipertrofi otot merupakan reaksi dari hilangnya
persarafan.
Kelainan pada Mukosa Esofagus.
Kelainan mukosa, di perkirakan akibat sekunder dari statis luminal kronik yang
telah digambarkan pada akalasia. Pada semua kasus, mukosa skuamosa dari
penderita akalasia menandakan hiperplasia dengan papillamatosis dan
hiperplasia sel basal. Rangkaian p53 pada mukosa skuamosa dan sel CD3+
selalu melebihi sel CD20+, situasi ini signifikan dengan inflamasi kronik, yang
kemungkinan berhubungan dengan tingginya resiko karsinoma sel skuamosa
pada pasien akalasia.
Kelainan Otot Skelet.
Fungsi otot skelet pada proksimal esofagus dan spingter esofagus atas
terganggu pada pasien akalasia. Meskipun peristaltik pada otot skelet normal
tetapi amplitude kontraksi peristaltik mengecil. Massey dkk. juga melaporkan
bahwa refleks sendawa juga terganggu. Ini menyebabkan esofagus berdilatasi
secara masif dan obstruksi jalan napas akut.
2. Kelainan Neurofisiologik.
Pada esofagus yang sehat, neuron kolinergik eksftatori melepaskan asetilkolin
menyebabkan kontraksi otot dan meningkatkan tonus LES, dimana inhibisi
neuron NO/VIP memediasi inhibisi sehingga mengbambat respon menelan
sepanjang esofagus, yang menghasilkan gerakan peristaltik dan relaksasi LES.
Kunci kelainan dari akalasia adalah kerusakan dari neuron inhibitor
postganglionik dari otot sikuler LES.
G. Tanda dan Gejala
Sulit menelan baik cair dan padat
Pasien mepunyai sensasi makanan menyumbat pada bagian bawah esophagus.
Muntah, secara spontan aau sengaja untuk menghilangkan ketidak nyamanan
Nyeri dada dan ulu hati (pirosis). Nyeri bisa karena makanan atau tidak.
Kemungkinan komplikasi pulmonal akibat aspirasi isi lambung.
Disfagia, merupakan keluhan utama dari penderita Akalasia. Disfagia dapat
terjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada gangguan emosi. Disfagia
dapat berlangsung sementara atau progresif lambat. Biasanya cairan lebih sukar
ditelan dari pada makanan padat.
Penurunan berat badan terjadi karena penderita berusaha mengurangi makannya
unruk mencegah terjadinya regurgitasi dan perasaan nyeri di daerah substernal.
Regurgitasi isi esophagus yang stagnan. Regurgitasi dapat timbul setelah makan
atau pada saat berbaring. Sering regurgitasi terjadi pada malam hari pada saat
penderita tidur, sehingga dapat menimbulkan pneumonia aspirasi dan abses paru.
Rasa terbakar dan Nyeri Substernal dapat dirasakan pada stadium permulaan.
Pada stadium lanjut akan timbul rasa nyeri hebat di daerah epigastrium dan rasa
nyeri ini dapat menyerupai serangan angina pektoris.
Gejala lain yang biasa dirasakan penderita adalah rasa penuh pada substernal dan
akibat komplikasi dari retensi makanan.
Adanya ruptur esofagus karena dilatasi
Kesukaran menempatkan dilator pneumatik karena dilatasi esofagus yang sangat
hebat
H. Penatalaksaan
Pasien harus diintruksikan untuk makan dengan perlahan dan minum cairan pada
saat makan.
Kalsum dan nitrit, digunakan untuk menurunkan tekanan esophagus dan
memperbaiki menelan, jika tidak berhasil dilakukan pembedahan dengan dilatasi
pneumetik atau pemisaha serat otot.
Akalasia dapat diobati secara konserfatif dengan meregangkan area esophagus
yang menyempit disertai dilatasi pneumatic.
I. Pemeriksaan
Pemeriksaan Radiologik
Pada foto polos toraks tidak menampakkan adanya gelembung-gelembung udara
pada bagian atas dari gaster, dapat juga menunjukkan gambaran air fluid level
pada sebelah posterior mediastinum. Pemeriksaan esofagogram barium dengan
pemeriksaan fluoroskopi, tampak dilatasi pada daerah dua pertiga distal esofagus
dengan gambaran peristaltik yang abnormal serta gambaran penyempitan di
bagian distal esofagus atau esophagogastric junction yang menyerupai seperti
bird-beak like appearance.
Pemeriksaan Esofagoskopi
Esofagoskopi merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk semua pasien
akalasia oleh karena beberapa alasan yaitu untuk menentukan adanya esofagitis
retensi dan derajat keparahannya, untuk melihat sebab dari obstruksi, dan untuk
memastikan ada tidaknya tanda keganasan. Pada pemeriksaan ini, tampak
pelebaran lumen esofagus dengan bagian distal yang menyempit, terdapat sisa-
sisa makanan dan cairan di bagian proksimal dari daerah penyempitan, Mukosa
esofagus berwarna pucat, edema dan kadang-kadang terdapat tanda-tanda
esofagitis aldbat retensi makanan. Sfingter esofagus bawah akan terbuka dengan
melakukan sedikit tekanan pada esofagoskop dan esofagoskop dapat masuk ke
lambung dengan mudah.
Pemeriksaan Manometrik
Gunanya untuk mem'lai fungsi motorik esofagus dengan melakukan pemeriksaan
tekanan di dalam lumen sfingter esofagus. Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan
kelainan motilitas secara- kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan dilakukan
dengan memasukkan pipa untuk pemeriksaan manometri melalui mulut atau
hidung. Pada akalasia yang dinilai adalah fungsi motorik badan esofagus dan
sfingter esofagus bawah. Pada badan esofagus dinilai tekanan istirahat dan
aktifitas peristaltiknya. Sfingter esofagus bagian bawah yang dinilai adalah
tekanan istirahat dan mekanisme relaksasinya. Gambaran manometrik yang khas
adalah tekanan istirahat badan esofagus meningkat, tidak terdapat gerakan
peristaltik sepanjang esofagus sebagai reaksi proses menelan. Tekanan sfingter
esofagus bagian bawah normal atau meninggi dan tidak terjadi relaksasi sfingter
pada waktu menelan
Film dada
Pelebaran esophagus yang disebabkan tetahannya ini maknan akan
memperlihatkan gmabaran mediastinum yang melebar. Udara yang berkurang
pada lamung menghasilkan gelembung udara yang berjumlan sedikit atau tidak
ada samasekali. Aspirasi kealam paru dapat menyebabkan berbagai perubahan
dibagian basal
Penelanan barium, menunjukan dilatasu esophagus yang berukuran besar dan
berliku, biasanya disertai adanya resdiu makanan yang tertahan. Terdapat
aktifitans peristaltic yang buruk disertai penyempitan sambungan esofagograstit
akibat kegagalan rlaksasi sfingter bagian bawah.
J. Terapi
Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus tidak
dapat dipulihkan kerabali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet tinggi kalori,
medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi esofagokardiotomi (operasi
Heller).
a. Terapi NonBedah
Terapi Medikasi
Pemberian smooth-muscle relaxant, seperti nitroglycerin 5 mg SL atau 10
mg PO, dan juga methacholine, dapat membuat sfingter esofagus bawah
relaksasi dan membantu membedakan antara suatu striktur esofagus distal dan
suatu kontraksi sfingter esofagus bawah. Selain itu, dapat juga diberikan
calcium channel blockers (nifedipine 10-30 mgSL) dimana dapat mengurangi
tekanan pada sfingter esofagus bawah.
Namun demikian hanya sekitar 10% pasien yang berhasil dengan terapi
ini. Terapi ini sebaiknya digunakan untuk pasien lansia yang mempunyai
kontraindikasi atas pneumatic dilatation atau pembedahan.
Injeksi Botulinum Toksin
Suatu injeksi botulinum toksin intrasfingter dapat digunakan untuk
menghambat pelepasan asetilkolin pada bagian sfingter esofagus bawah, yang
kemudian akan mengembalikan keseimbangan antara neurotransmiter eksitasi
dan inhibisi. Dengan menggunakan endoskopi, toksin diinjeksi dengan
memakai jarum skleroterapi yang dimasukkan ke dalam dinding esophagus
dengan sudut kemiringan 45°, dimana jarum dimasukkan sampai mukosa kira-
kira 1-2 cm di atas squamocolumnar junction.
Lokasi penyuntikan jarum ini terletak tepat di atas batas proksimal dari
LES dan toksin tersebut diinjeksi secara caudal ke dalam sfingter. Dosis
efektif yang digunakan yaitu 80-100 unit/mL yang dibagi dalam 20-25
unit/mL untuk diinjeksikan pada setiap kuadran dari LES. Injeksi diulang
dengan dosis yang sama 1 bulan kemudian untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Namun demikian, terapi ini mempunyai penilaian terbatas dimana
60% pasien yang telah diterapi masih tidak merasakan disfagia 6 bulan setelah
terapi; persentasi ini selanjutnya turun menjadi 30% walaupun setelah
beberapa kali penyuntikan dua setengah tahun kemudian.
Sebagai tambahan, terapi ini sering menyebabkan reaksi inflamasi
pada bagian gastroesophageal junction, yang selanjutnya dapat membuat
miotomi menjadi lebih sulit. Terapi ini sebaiknya digunakan pada pasien
lansia yang kurang bisa menjalani dilatasi atau pembedahan.
Pneumatic Dilatation
Pneumatic dilatation telah menjadi bentuk terapi utama selama bertahun-
tahun. Suatu baton dikembangkan pada bagian gastroesophageal junction
yang bertujuan luituk merupturkan serat otot, dan membuat mukosa menjadi
intak. Persentase keberhasilan awal adalah antara 70% dan 80%, namun akan
turun menjadi 50% 10 tahun kemudian, walaupun setelah beberapa kali
dilatasi. Rasio terjadinya perfbrasi sekitar 5%.
Jika terjadi perforasi, pasien segera dibawa ke ruang operasi untuk
penurupan perforasi dan miotomi yang dilakukan dengan cara thorakotomi
kiri. Insidens dari gastroesophageal reflux yang abnormal adalah sekitar 25%.
Pasien yang gagal dalam penanganan pneumatic dilatation biasanya di terapi
dengan miotomi Heller.
Obat-Obat Oral
Perawatan-perawatan untuk achalasia termasuk obat-obat oral, pelebaran
atau peregangan dari sphincter esophagus bagian bawah (dilation), operasi untuk
memotong sphincter (esophagomyotomy), dan suntikan racun botulinum (Botox)
kedalam sphincter. Semua keempat perawatan mengurangi tekanan didalam
sphincter esophagus bagian bawah untuk mengizinkan lewatnya makanan lebih
mudah dari esophagus kedalam lambung.
Obat-obat oral yang membantu mengendurkan sphincter esophagus bagian
bawah termasuk kelompok-kelompok obat yang disebut nitrates, contohnya
isosorbide dinitrate (Isordil) dan calcium-channel blockers, contohnya
nifedipine (Procardia) dan verapamil (Calan). Meskipun beberapa pasien-
pasien dengan achalasia, terutama pada awal penyakit, mempunyai perbaikan dari
gejala-gejala dengan obat-obat, kebanyakan tidak. Dengan mereka sendiri, obat-
obat oral mungkin menyediakan hanya pembebasan jangka pendek dan bukan
jangka panjang dari gejala-gejala achalasia, dan banyak pasien-pasien mengalami
efek-efek sampingan dari obat-obat.
b. Terapi Bedah
Suatu laparascopic Heller myotomy dan partial fundoplication adalah
suatu prosedur pilihan untuk akalasia esofagus. Operasi ini terdiri dari suatu
pemisahan serat otot (mis: miotomi) dari sfingter esofagus bawah (5 cm) dan
bagian proksimal lambung (2 cm), yang diikuti oleh partial fundoplication untuk
mencegah refluks. Pasien dirawat di rumah sakit selama 24-48 jam, dan kembali
beraktfitas sehari-hari setelah kira-kira 2 minggu.
Secara efektif, terapi pembedahan ini berhasil mengurangi gejala sekitar
85-95% dari pasien, dan insidens refluks postoperatif adalah antara 10% dan 15%.
Oleh karena keberhasilan yang sangat baik, perawatan rumah sakit yang tidak
lama, dan waktu pemulihan yang cepat, maka terapi ini dianggap sebagai terapi
utama dalam penanganan akalasia esofagus. Pasien yang gagal dalam menjalani
terapi ini, mungkin akan membutuhkan dilatasi, operasi kedua, atau pengangkatan
esofagus (mis: esofagektomi)
K. Komplikasi
Beberapa komplikasi dan akalasia sebagai akibat an retensi makanan pada esofagus adalah
sebagai berikut :
Obstruksi saluran pethapasan
Bronkhitis
Pneumonia aspirasi
Abses para
Divertikulum
Perforasi esofagus.
Small cell carcinoma
Sudden death
Esophagitis, yang disebabkan oleh efek iritasi dari makanan dan cairan-cairan
yang menumpuk di esophagus untuk periode-periode waktu yang berkepanjangan.
Mungkin juga ada pemborokan-pemborokan esophagus.
L. Rencana Asuhan Keperawatan
Data menyimpang Etiologi Masalah keperawatanDS:
Pasien mengeluh mengalami kesulitan menelan baik air maupun makanan padat.
mengeluh dadanya seperti terbakar sebelum makan maupun sesudah makan.
DO: X-ray, esophagus
dilatasi
Sulit menelan→akhalasia→
makanan tertahan di
esofagus→absorpsi nutrient
berkurang→nutrisi kurang
dari
kebutuhan
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Diagnosa keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d masukan nutrisi yang kurang, nyeri
2. Resiko nyeri b.d kesulitan menelan
Rencana keperawatan
1. Diagnosa no 1
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d masukan nutrisi yang kurang,nyeri.
a. Tujuan
Setelah dilakukan perawatan maka masalah kekurangan nutrisi dapat diatasi
b. Kriteria hasil
Perawat mampu meningkatkan status nutrisi pasien
Perawat mampu mengontrol BB pasien
Pasien terbebas dari tanda-tanda malnutrisi
c. Intervensi dan rasional
No Intervensi Rasional
1.
2.
3.
4.
Tanyakan pada pasien apakah ia
memiliki riwayat alergi terhadap
makanan.
Beri dukungan pada pasien untuk
mendapatkan intake kalori yang
adekuat sesuai dengan tipe tubuh
dan pola aktivitasnya.
Pasien dianjurkan untuk makan
dengan perlahan dan mengunyah
makanan secara seksama.
Pemberian makanan sedikit dan
sering dengan bahan makanan yang
tidak bersifat iritatif.
Untuk menentukan nutrisi yang
tepat untuk pasien.
Agar terjadi keseimbangan antara
kebutuhan kalori dengan
pemasukan kalori.
makan perlahan dan mengunyah
secara seksama dapat
memudahkan makanan lewat
kedalam lambung.
meningkatkan pencernaan dan
mencegah.
2. Diagnosa 2
Resiko nyeri b.d kesulitan menelan
a. Tujuan
Setelah dilakukan perawatan nyeri akut dapat diatasi dan berkurang.
b. Kriteria hasil
Perawat mampu menurunkan tingkat nyeri, meningkatkan tingkat
kenyamanan dan mengontrol nyeri.
Pasien mampu menggunakan skala nyeri untuk mengidentifikasi
tingkat nyeri saat ini dan menentukan tingkat kenyamanan yang
diinginkan.
c. Interensi dan rasional
No Intervensi Rasional
1.
2.
3.
4.
Mintalah kepada pasien untuk
melaporkan lokasi, intensitas
dengan menggunakan skala
nyeri dan kualitas nyeri.
Pemberian makan sedikit dan
sering.
Ajari pasien metode
nonfharmakologi untuk
menurunkan nyeri klien.
Anjurkan pasien untuk
menggunakan obat analgesik
sesuai dengan yang dianjurkan.
Intensitas, lokasi dan kualitas
nyeri hendaknya dilaporkan
sesudah prosedur tindakan untuk
mengetahui keberhasilan
treatmen .
pemberian makan dan sering
dianjurkan karena jumlah
makanan yang terlalu banyak
akan membebani lambung dan
meningkatkan refluks lambung.
Digunakan untuk sebagai
suplemen dari metode
pharmakologik.
Mencegah terjadinya penyalah
gunaan obet.
KESIMPULAN
Akalasia adalah keadaan sfingter esofagus inferior yang gagal berelaksasi selama
menelan. Sebagai akibatnya, makanan yang ditelan ke dalam esofagus gagal untuk melewati
esofagus masuk ke dalam lambung..
Jika akalasia menjadi berat, esofagus sering tidak mengosongkan makanan yangditelan ke
dalam lambung selama beberapa jam, padahal waktu yang normal adalahbeberapa detik. Setelah
berbulan-bulan dan bertahun-tahun, esofagus menjadi sangatmembesar sehingga sering kali
dapat menampung sebanyak satu liter makanan, yangsering menjadi terinfeksi dan membusuk
selama periode statis esofagus yang lama.Infeksi juga dapat mengakibatkan ulserasi mukosa
esofagus, kadang-kadangmenimbulkan nyeri subternal atau bahkan ruptur dan kematian.\
Akalasia dapat diobati dengan melebarkan katup secara mekanik, contohnyadengan
menggelembungkan sebuah balon di dalam kerongkongan. 40% hasil dariprosedur ini
memuaskan, tetapi mungkin perlu dilakukan secara berulang. Denganpemberian nitrat
(contohnya nitroglycerin) yang ditempatkan di bawah lidah sebelummakan atau penghambat
saluran kalsium (contohnya nifedipine), maka tindakanuntuk melebarkan kerongkongan dapat
ditangguhkan.
Sebagai perawat kita dapat memberikan Health Education kepada kliendengan cara
menghindari alcohol, dan makanan panas, dingin, dan pedas dandianjurkan untuk tidur dengan
kepala terangkat untuk menghindari aspirasi.
REFERENSI
Underwood,J.C.E. patologi umum dan sitematik.edisi 2. 1999.EGC. Jakarta
Patel,pradip R. lecture Notes Radiologi. Edisi 2. 2007. Erlangga. Jakarta
http://www.totalkesehatananda.com/achalasia5.html
Brunner and Suddarth.keperawatan medical bedah.edisi 8.2002.EGC.Jakarta
Recommended