View
8
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN SENDOK TAKAR SEDIAAN CAIR ORAL PADA PENGUNJUNG APOTEK PELENGKAP KIMIA FARMA, RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA PERIODE JUNI – JULI 2010
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Diana Novitasari
NIM : 078114034
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
ii
EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN SENDOK TAKAR SEDIAAN CAIR ORAL PADA PENGUNJUNG APOTEK PELENGKAP KIMIA FARMA, RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA PERIODE JUNI – JULI 2010
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Diana Novitasari
NIM : 078114034
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
iii
EVALUATION OF AVALAIBILITY AND BEHAVIOUR USAGE DOSING SPOONS IN ORAL LIQUID MEDICINE OF YOGYAKARTA Dr.
SARDJITO HOSPITAL KIMIA FARMA PHARMACY CUSTOMERS IN JUNE – JULY OF 2010 PERIOD
SKRIPSI
Presented as Partitial Fulfilment of the Requirement
to Obtain Sarjana Farmasi (S.Farm)
In Faculty of Pharmacy
By:
Diana Novitasari
NIM : 078114034
FACULTY OF PHARMACY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2010
iv
SKRIPSI
EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN
SENDOK TAKAR SEDIAAN CAIR ORAL PADA PENGUNJUNG
APOTEK PELENGKAP KIMIA FARMA RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA PERIODE JUNI-JULI 2010
Skripsi yang diajukan oleh :
Diana Novitasari
NIM: 078114034
telah disetujui oleh:
tanggal: 29 November 2010
v
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Cintailah banyak hal, karena di situlah terletak kekuatan sesungguhnya. Mereka yang mencintai banyak-banyak akan mampu melakukan dan mencapai banyak hal.
Dan apapun yang dikerjakan atas nama cinta, pasti terselesaikan dengan baik.
Kupersembahkan karya sederhana ini bagi:
Jesus Christ, my savior
Kedua orang tuaku tercinta
Adikku tersayang
Sahabat dan teman-temanku
My love.....
Almamaterku ….
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Diana Novitasari
Nomor Mahasiswa : 07 8114 034
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN SENDOK
TAKAR SEDIAAN CAIR ORAL PADA PENGUNJUNG APOTEK KIMIA
FARMA RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE JUNI – JULI 2010
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
ataupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 1 Desember 2010
Yang menyatakan
(Diana Novitasari)
viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis
ini tidak memuat karya atau bagian karya dari orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plahiarisme dalam naskah
ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 1 Desember 2010
Penulis
Diana Novitasari
ix
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan penyertaan-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul ”Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Sendok
Takar Sediaan Cair Oral Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma,
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Juni-Juli 2010”. Skripsi ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu
Farmasi (S. Farm.), Program Studi Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas
Sanata Dharma.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak memperoleh
bantuan, bimbingan, dan pengarahan, serta dukungan dari berbagai pihak. Rasa
terimakasih penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah mendukung
terwujudnya skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Manager Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito , Bapak Nurtjahjo Walujo
Wibowo, Apt yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan
penelitian di Loket Apotek Kimia Farma RSUP DR. Sardjito.
2. Manager Apotek Kimia Farma Distrik Yogyakarta, Bapak Soemarsono, Apt
yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di
Apotek Kimia Farma RSUP DR. Sardjito.
3. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
4. Rita Suhadi, M.Si., Apt, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, waktu, semangat, saran, dan kritik dalam proses penyusunan
skripsi.
x
5. Ipang Djunarko, S.Si, M.Sc, Apt selaku dosen pembimbing akademik dan
Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis.
6. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran kepada penulis
7. Dian Shintari, S.Si, Apt; Gina Arifah S.Farm, Apt; Sari Rahmawati, S.Farm,
Apt selaku Apoteker Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito,Yogyakarta
dan seluruh karyawan Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito
yang telah memberikan bimbingan selama proses pengambilan data di Apotek
Kimia Farma Sardjito
8. Seluruh pasien dan pengunjung Apotek Kimia Farma Rumah Sakit Dr.
Sardjito Yogyakarta yang secara tidak langsung telah membantu dan
mendukung penelitian ini.
9. Orang tuaku tercinta Bapak Drs. Agustinus Darto Harnoko dan Ibu Erna
Susiyanti atas doa, cinta, dan dukungan yang telah memberikan semangat bagi
penulis untuk menyelesaikan skripsi.
10. Adikku tersayang Laksito Aji Kusuma Wardhana atas bantuan, dukungan,
perhatian, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.
11. Mama Antini, Mbok Yem, Om Deni, Mbak Eni, Mbak Tia, Mbak Mita, Mas
Agus, Yola, Mas Adi atas cinta, kerjasama, kekompakan, dukungan, bantuan,
dan kebersamaan selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.
12. Teman-teman skripsi Linda, Aming, Tegal, Indri, terima kasih atas bantuan,
dukungan, suka duka yang selalu kita lalui bersama-sama saat pengambilan
data dan penyusunan skripsi ini.
xi
13. Teman-teman kos Ria, Hetty, Reni,Yuli, Nita, Mbak Desi, Mbak Deta, Mbak
Vira, atas dukungan, cinta, semangat, dan bantuannya kepada penulis. Terima
kasih untuk kenangan indah kita, semoga persahabatan kita abadi.
14. Sahabat-sahabatku Dewi, Novi, Nuki, Eka, Sisca, Paulina, Santi, Siwi, Mbak
Rara, Tika, Afni, Lina, Kiki terima kasih untuk kenangan indah kita,
dukungan, semoga persahabatan kita abadi.
15. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2007 kelas A dan kelas Farmasi
Klinis Komunitas A (FKK A) terima kasih atas kebersamaan, keceriaan, suka
duka kita selama ini.
16. Teman teman KaNOPI Hani, Lius, Emza, Tinus, Ardian, Ocha dan anak-anak
OMK Gereja Kidul Loji.
17. Teman-Teman di Poskes Kotabaru dan rekan-rekan PCE 2009 dan 2010
terima kasih atas segala dukungan dan kebersamaan sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini.
18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka
penulis ingin mengucapkan maaf apabila terdapat kesalahan yang kurang
berkenan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi
ini menjadi lebih baik dan bermanfaat. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pihak yang membutuhkan.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL…………………………………………………….....
HALAMAN JUDUL………………………………………………………....
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………....
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………….......
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………....
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI....................................................
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………........
PRAKATA .........................................................................................................
DAFTAR ISI……………………………………………………………….......
DAFTAR TABEL………………………………………………………….......
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………......
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………......
INTISARI………………………………………………………………….......
ABSTRACT……………………………………………………………….........
BAB I. PENGANTAR…………………………………………………….......
A. Latar Belakang……………………………………………………........
1. Permasalahan……………………………………………….….......
2. Keaslian penelitian……………………………………………........
3. Manfaat penelitian……………………………………………….....
B. Tujuan Penelitian…………………………………………………........
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA…………………………………….......
A. Penggolongan Obat di Indonesia…… …………...................................
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
ix
xv
xvii
xix
xx
xxi
xxii
1
3
3
3
4
5
6
9
xiii
B. Sediaan Cair Oral…………………………........................................
C. Penggunaan Sendok takar dan Obat Cair Oral …………....................
D. Pengobatan Sendiri...............................................................................
E. Apotek ……………………………....................................................
F. Peran Apoteker di Apotek...................................................................
G. Pelayanan Informasi Obat...................................................................
H. Pharmaceutical Care..............................................................................
I. Perilaku……………………………………………………………......
1. Pengetahuan……………………………………………………......
2. Sikap……………………………………………………………......
3. Tindakan…………………………………………………………....
J. Registrasi Sediaan Farmasi ...............................................................
K. Keterangan Empiris …………………………………...........................
BAB III. METODE PENELITIAN……………………………..…………......
A. Jenis dan Rancangan Penelitian……………………………………......
B. Ruang Lingkup Penelitian .....................................................................
C. Definisi Operasional…………………………………...........................
D. Waktu dan Tempat Penelitian………………………………………....
E. Subjek Penelitian……………………………………………………....
F. Sampel dan Populasi ..............................................................................
G. Bahan Penelitian ....................................................................................
H. Instrumen Penelitian ..............................................................................
I. Jalannya Penelitian…………………………………………………....
9
10
13
14
15
16
19
20
22
23
24
25
29
30
30
31
32
35
35
36
37
38
39
xiv
1. Tahap Pra Penelitian ……………………………………...............
2. Tahap Pengumpulan Data……………………………………….....
3. Tahap Pengolahan Data ...................................................................
J. Skema Jalannya Penelitian .....................................................................
K. Tata Cara Analisis Data…………………………………………….....
L. Kesulitan Penelitian …………………………………………..............
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………......
A. Ketersediaan Sendok Takar yang terdapat dikemasan obat cair di
Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito……………............................
1. berdasarkan bentuk sediaannya …....................................................
2. berdasarkan golongan obat dan nomor registrasi...........…...............
3. berdasarkan kelas terapi dan sub kelas terapi...................................
4. berdasarkan ketersediaan alat bantu ukur.........................................
B. Perilaku Responden terhadap penggunaan Sendok Takar dan Obat
Cair Oral ……………….........................................................................
1. Karakteristik Responden…………………………………………….
a. Usia responden……………………………………..................
b. Jenis Kelamin Responden ……………………………….........
c. Tingkat Pendidikan Responden…………………….................
d. Jenis Pekerjaan Responden………………………………........
e. Frekuensi Penggunaan Sendok Takar Sediaan cair Oral ............
f. Frekuensi Pembelian Obat di Loket Apotek Kimia Farma
Sardjito .....................................................................................
39
41
43
44
46
49
51
51
52
53
56
58
61
61
62
64
65
66
67
68
xv
g. Frekuensi konsultasi obat dengan Apoteker…........................
2. Perilaku Responden Terhadap Penggunaan Sendok Takar Dan
Sediaan Cair Oral.............................................................................
1. Aspek Pengetahuan responden tentang penggunaan sendok
takar dan obat cair oral ……………………………….............
2. Aspek Sikap responden tentang penggunaan sendok takar dan
obat cair oral ……………………………………………….....
3. Aspek Tindakan responden tentang penggunaan sendok takar
dan obat cair oral …………………………………………......
C. Informasi yang diberikan Apoteker kepada pengunjung Apotek
Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito........................................
1. Durasi pemberian informasi obat kepada pasien ...........................
2. Sumber informasi obat yang digunakan apoteker.......................
3. Informasi obat yang diberikan oleh Apoteker ...............................
4. Teknik Pemberian informasi obat cair oral oleh Apoteker ............
5. Kendala yang terjadi dalam pemberian informasi obat .................
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………….....
A. KESIMPULAN…………………………………………………….......
B. SARAN…………………………………………………………….......
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. ...
LAMPIRAN........................................................................................................
BIOGRAFI PENULIS...................................................................................,,,,,
70
72
72
82
94
101
101
102
104
106
108
110
110
110
111
118
147
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I.
Tabel II.
Tabel III.
Tabel IV.
Tabel V.
Tabel VI.
Tabel VII.
Tabel VIII.
Tabel IX.
Tabel X.
Tabel XI.
Tabel XII.
Tabel XIII.
Cara penyimpanan obat dengan benar.......................................
Aturan penyimpanan obat menurut Farmakope Indonesia IV........…
Enam hal informasi minimal yang harus diberikan kepada pasien......
Penggolongan obat cair oral berdasarkan kelas terapi dan sub
kelas terapi..............................................................................
Ketersediaan alat bantu ukur dalam kemasan obat cair oral di
Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Periode Juni-
Juli 2010……………………………..............................................
Persentase usia responden yang menggunakan obat cair
oral………......................................................................................
Aspek pengetahuan responden terhadap penggunaan sendok
takar dan sediaan cair oral..............................................................
Aturan penyimpanan pada etiket obat cair yang tersebar di
Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Periode Juni-
Juli 2010..........................................................................................
Aspek Sikap responden terhadap penggunaan sendok takar dan
sediaan cair oral..............................................................................
Alasan sikap responden tentang pemilihan sumber informasi obat
Peran apoteker menurut responden penelitian................................
Pendapat responden terhadap obat cair yang telah disimpan lama
Variasi ukuran sendok makan dan sendok teh yang beredar di
Kelurahan Ngupasan Kecamatan Gondoamanan, Yogyakarta......
9
10
19
57
60
63
73
76
83
84
85
86
90
xvii
Tabel XIV.
Tabel XV.
Tabel XVI.
Asumsi responden dalam menuangkan obat cair ke dalam sendok
takar.................................................................................................
Aspek tindakan responden terhadap penggunaan sendok takar
dan sediaan cair oral........................................................................
Alasan tindakan responden memilih menggunakan sendok
makan atau sendok teh....................................................................
92
94
95
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.
Gambar 14.
Gambar 15.
Logo obat bebas.....................……………………………..........
Logo obat bebas terbatas………………......................................
Tanda peringatan pada obat bebas terbatas………….............
Logo obat keras dan psikotropika……………….......................
Logo obat narkotika….................................................................
Alat ukur obat cair cup,sendok takar dan droppers…….............
Alat takar obat cair dengan standar pengukuran yang telah
terkalibrasi…………………………………................................
Skema teori Parsons……………….............................................
Skema teori Weber……………………………………..............
Bagan ruang lingkup penelitian………………..........................
Bagan pra penelitian dan pembuatan kuesioner………............
Bagan cara kerja pengambilan subyek penelitian ……..............
Persentase obat cair oral berdasarkan bentuk sediaan di Apotek
Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito periode Juni – Juli
2010..............................................................................................
Persentase obat cair oral berdasarkan golongan obat menurut
Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/IV/2000 di Apotek
Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito periode Juni – Juli
2010………………………..........................................................
Persentase Suplemen berdasarkan izin registrasi menurut
PerMenKes RI Nomor 949/Menkes/VI/2000 dan PerMenKes
6
6
7
7
8
11
12
22
25
31
44
45
52
54
xix
Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18. Gambar 19. Gambar 20. Gambar 21. Gambar 22. Gambar 23. Gambar 24. Gambar 25.
RI Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 yang terdapat di Apotek
Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Periode Juni-Juli
2010..............................................................................................
Persentase Ketersediaan Alat Bantu Ukur Dalam Kemasan
Obat Cair Oral di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr.
Sardjito Periode Juni-Juli 2010....................................................
Macam sendok takar yang ada di kemasan obat ...................
Persentase jenis kelamin responden.............................................
Persentase tingkat pendidikan responden....................................
Persentase jenis pekerjaan responden..........................................
Persentase responden yang pernah menggunakan sediaan cair
oral bersendok takar.....................................................................
Persentase jumlah responden yang membeli obat di loket
Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Periode
Juni-Juli 2010...............................................................................
Persentase jumlah responden yang konsultasi obat dengan
apoteker........................................................................................
Hasil Survei Sendok Makan dan Sendok Teh yang Terdapat di
Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan,
Yogyakarta...................................................................................
Gambar ukuran sendok takar dan volumenya yang beredar
dalam kemasan obat cair oral.......................................................
56
59
61
64
65
66
67
68
70
89
92
xx
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
DAFTAR LAMPIRAN
Karakteristik Responden......................................................
Dokumentasi penelitian........................................................
Daftar Obat Cair Oral Bulan Juni-Juli di Apotek Pelengkap
Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito ........................................
Kuesioner…………………………………………………..
Panduan wawancara responden dan apoteker......................
Contoh kuesioner dengan jawaban………………………..
Hasil wawancara apoteker..................................................
Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas ………….........
Ijin penelitian dari Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP
Dr.Sardjito..........................................................................
Hasil kuesioner……………………………………………
119
120
121
132
136
137
140
141
142
143
xxi
INTISARI
Ketepatan penggunaan suatu obat sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu terapi karena dapat meningkatkan dampak terapi serta kualitas kehidupan pasien. Pengambilan volume yang tidak tepat pada sediaan cair mengakibatkan pangambilan dosis tidak akurat. Penyebab utama kesalahan dosis yakni akibat ketidaktersedianya alat ukur dalam obat cair dan adanya kesalahan interpretasi yang berbeda pada pasien mengenai cara mengukur dengan alat takar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi ketersediaan dan penggunaan sendok takar dalam obat cair pada pengunjung apotek serta relevansi informasi penggunaan obat cair yang diberikan apoteker Apotek Pelengkap Kimia Farma Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian survai deskriptif melalui pendekatan kualitatif melalui kuesioner dan wawancara. Data dianalisis dengan statistik deskriptif sedangkan hasil wawancara dipaparkan sebagai data kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan perilaku penggunaan sendok takar sediaan obat cair pada pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma tergolong cukup baik dengan presentase pengetahuan (63,7%), sikap (65,8%), tindakan (70,9%). Ketersediaan obat cair yang menyertakan sendok takar dalam kemasan sebesar 57,5%. Informasi yang diberikan oleh apoteker pada saat menyerahkan obat cair oral mencakup nama obat, aturan penggunaan, dan peringatan. Kata kunci : sediaan cair oral, sendok takar, ketersediaan, dan cara
penggunaan.
xxii
ABSTRACT
The accuracy of use of medicines is very influential on success of therapy because it can increase the impact of therapy and quality of life for patients. Taking the volume of improper liquid preparation resulted in inaccurate doses. The main cause dose errors due to not avalaible for measurement of liquid medicines and a different misinterpretation from patients on how this measurement tools is used.
This study aims to identify and evaluate the availability and use of oral liquid medicine spoon of visitor of Kimia Farma Pharmacy Pharmacist Hospital Dr. Sardjito and information on the use of pharmacies as well as the relevance of a given oral liquid medicine.
This study is a non-experimental conducted with descriptive survey research design through a qualitative approach with questionnaires and interviews. Data were analyzed using descriptive statistics while the results of interviews presented as qualitative data.
The results shows the use of spoon and oral liquid medicine on visitors of Kimia Farma Pharmacy has been quite good with percentages of knowledge (63.7%), attitude (65.8%), action (70.9%). Availability of medicines that included its spoons liquid in the packaging are aprroximately 57.5%. Information provided by the pharmacist while delivery oral liquid medicine including name, use directions, and cautions (warnings).
Key word : oral liquid medicine, dosing spoon, avalability and how usage
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Di Indonesia, penduduk yang mengalami keluhan kesehatan selama 1
bulan terakhir pada tahun 2008 sebanyak 33,24%. Upaya pencarian pengobatan
yang dilakukan masyarakat yang mengeluh sakit sebagian besar adalah
pengobatan sendiri (87,37%). Sisanya mencari pengobatan antara lain ke
puskesmas, paramedis, dokter praktik, dan rumah sakit (Departemen Kesehatan,
2008).
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu pengobatan adalah
“dosis”. Secara sederhana, dosis yang berlebihan akan berbahaya karena
menimbulkan efek samping tertentu, sebaliknya dosis yang kurang juga akan
mengakibatkan tujuan pengobatan tidak tercapai.
Hal yang melatarbelakangi penelitian ini adalah pada penggunaaan alat
takar dan sediaan obat cair yang mempengaruhi ketepatan dosis. Dua penyebab
utama kesalahan dosis yakni akibat ketidaktersedianya alat ukur dalam obat cair
dan adanya kesalahan interpretasi yang berbeda pada pasien mengenai cara
mengukur dengan alat takar (Litovitz, 1992). Pengambilan volume yang tidak
tepat pada sediaan cair mengakibatkan pangambilan dosis yang tidak akurat.
Penggunaan sendok teh atau sendok makan sebagai alat pengukuran obat dalam
bentuk cair merupakan salah satu penyebab ketidakakuratan jumlah obat yang
masuk dalam tubuh kita.
2
Dari hasil penelitian terhadap 195 mahasiswa di Amerika ini dibuktikan
sebanyak 8,4% kekurangan dosis akibat penggunaan sendok medium dan sendok
teh dan 11,6% kelebihan dosis akibat penggunaan sendok makan. Hasil ini
dipercaya bahwa penggunaan sendok rumah tangga tidak sama volumenya dengan
sendok takar kemasan obat (Wansink dan van Ittersum, 2010).
Food and Drugs Administration (FDA) merekomendasikan tidak lagi
menggunakan peralatan dapur sebagai cara untuk mengukur dosis sediaan obat
cair. Jika ukuran sendok teh di sediaan obat cair sama seperti yang ada di pasaran
lebih atau kurang dari 5 ml, seseorang bisa terkompensasi kekurangan dosis atau
kelebihan dosis (Anonim, 2009a). Lebih aman dan efektif menggunakan sendok
takaran, dropper, dan dosis injeksi untuk menyalurkan obat cair daripada menakar
jumlah tuangan dosis dengan sendok rumah tangga (Wansink dan van Ittersum,
2010).
Berdasarkan keadaan ini maka diperlukan peranan apoteker untuk
memberi informasi lebih dalam mengenai penggunaan sendok takar dan sediaan
obat cair oral sehingga dapat meningkatkan kualitas pengobatan yang sedang
dijalani pasien.
Penelitian ini mengambil tempat di Apotek Pelengkap Kimia Farma (KF)
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito, Yogyakarta. Apotek KF RSUP Dr.
Sardjito adalah salah satu apotek penunjang pelayanan medik yang berada di
RSUP Dr. Sardjito dibawah tanggung jawab Perseroan Terbatas Kimia Farma
Apotek. PT Kimia Farma Apotek bersama RSUP Dr Sardjito bekerja sama
dalam menyediakan pelayanan kefarmasian bagi pasien rawat jalan dan rawat inap
3
yang terwujud dengan adanya Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Apotek KF RSUP
Dr. Sardjito dipilih sebagai tempat penelitian karena memiliki jumlah pengunjung
pasien rawat jalan yang membeli obat di loket KF hingga mencapai 130 orang per
hari selain itu ada pertimbangan bahwa Apotek KF RSUP Dr. Sardjito telah
memiliki Standard Operational Prosedure mengenai pelayanan kepada pasien di
tiap loket penyerahan obat dan tersedia 5 loket apotek yang tersebar di dalam
rumah sakit.
Dari uraian di atas mendorong peneliti untuk mengadakan survai
penelitian terhadap ketersediaan sendok takar dan obat cair oral dan survei
informasi apa saja yang diberikan apoteker yang ada di apotek rumah sakit serta
mengevaluasi perilaku cara penggunaan sediaan cair oral pada pengunjung apotek
rumah sakit.
1. Permasalahan
a. Berapakah persentase ketersediaan sendok takar yang terdapat pada
kemasan obat cair oral di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito ?
b. Bagaimana perilaku penggunaan sendok takar dan sediaan cair oral pada
rersponden berdasarkan hasil kuesioner di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito ?
c. Informasi apa saja yang diberikan apoteker terhadap responden mengenai
penggunaan sediaan cair oral yang menyertakan sendok takar di Apotek
KF RSUP Dr. Sardjito?
2. Keaslian penelitian
Penelitian survai mengenai sendok takar belum pernah dilakukan dan
belum ditemukan penelitian terkait di wilayah DIY. Penelitian yang telah
4
ditelusuri oleh peneliti terkait penggunaan sendok takar sebelumnya secara
ekperimental pernah dilakukan berjudul:
a. Spoons Systematically Bias Dosing of Liquid Medicine (Wansink dan van
Ittersum, 2010).
b. The Accuracy And Quality Of Household Spoons And Enclosed Dosing
Devices Used In The Administration Of Oral Liquid Medications In Ghana
(Bayor, 2010).
c. Inaccurate Dosage; Result From The FIP-LPS Collaborative Study (Bica,
Farinha, 2005).
Penelitian yang dilakukan penulis ini berbeda dalam hal metode yaitu
non eksperimental berupa survai deskriptif yang mengevaluasi penggunaan obat
cair dan profil ketersediaan sendok takar serta informasi obat yang diberikan di
apotek.
3. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu pengetahuan
dan sebagai sumber referensi di bidang kesehatan dan komunitas sebagai
sumber kajian mengenai penggunaan sendok takar dan bentuk sediaan obat
cair oral yang tepat untuk masyarakat.
b. Manfaat praktis
Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat terkait informasi obat dan cara penggunaan sendok
5
takar pada masyarakat sehingga dapat meningkatkan perilaku pengobatan
yang rasional acuan bagi pihak apotek untuk memberi informasi dan edukasi
pada pasien terkait cara penggunaan sediaan cair secara benar dan tepat.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi
ketersediaan dan penggunaan sendok takar dan bentuk sediaan cair oral pada
pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito.
2. Tujuan khusus
Dalam penelitian ini, tujuan khusus yang ingin dicapai adalah mengetahui:
a. persentase ketersediaan obat cair oral yang menyertakan sendok takar
dalam obat cair oral yang ada di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP
Dr.Sardjito.
b. perilaku penggunaan sendok takar dan penggunaan sediaan cair oral pada
responden di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr.Sardjito
berdasarkan hasil kuesioner
c. informasi yang diberikan apoteker terhadap responden mengenai
penggunaan sendok takar dan sediaan cair oral di Apotek Pelengkap Kimia
Farma RSUP Dr. Sardjito.
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Penggolongan Obat di Indonesia
Obat yang beredar di Indonesia menurut Permenkes RI Nomor
949/Menkes/Per/IV/2000 digolongkan menjadi 5 golongan yaitu:
1. Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter, tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah
lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam (Direktorat Bina Farmasi
Komunitas Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).
Gambar 1. Logo obat bebas
2. Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi
masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter. Obat bebas terbatas
merupakan obat daftar W (Waarschuwing) dimana obat tersebut artinya harus
disertai tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas
terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Direktorat
Bina Farmasi Komunitas Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
2006).
Gambar 2. Logo obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas mencantumkan tanda peringatan yang berupa empat persegi
panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm dan memuat
pemberitahuan berwarna putih.
7
Gambar 3. Tanda peringatan pada obat bebas terbatas
3. Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter.
Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah
dengan garis tepi berwarna hitam. Obat keras juga disebut obat daftar G
(Gevaarlijk) artinya berbahaya jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep
dokter (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Klinik Ditjen Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan, 2006).
4. Menurut UU RI No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika, obat psikotropika
adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (Direktorat
Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 1997a).
Gambar 4. Logo obat keras dan psikotropika
Menurut UU No. 22 tahun 1997, obat narkotika adalah obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan
8
ketergantungan (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, 1997b).
Gambar 5. Logo obat narkotik
5. Menurut Kepmenkes RI No. 347/Menkes/SK/VII/1990 obat wajib apotek
adalah obat keras yang dapat dibeli dengan resep dokter atau tanpa resep dokter
dengan jumlah tertentu oleh apoteker di apotek (Menteri Kesehatan RI, 1990b).
Obat Generik adalah obat dengan nama resmi International Non
Propietary names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku
standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Menteri Kesehatan RI,
2010). Obat generik ini dibagi menjadi generik berlogo dan generik bermerek
(branded generic). Obat Generik Berlogo adalah obat yang menggunakan nama
zat berkhasiatnya dan mencantumkan logo perusahaan farmasi yang memproduksi
kemasan obat sedangkan Obat Generik Bermerek adalah obat yang diberi merek
dagang oleh perusahaan farmasi yang memproduksinya.
Berdasarkan kegunaan, obat digolongkan untuk menyembuhkan
(terapeutic), mencegah (prophylactic) dan mendiagnosa (diagnostic). Berdasarkan
cara penggunaannya, obat dibagi menjadi pemakaian dalam (medicamentum ad
usum internum) melalui oral dengan tanda etiket putih dan pemakaian luar
(medicamentum ad usum externum) dengan etiket biru (Wibowo, 2010).
9
B. Sediaan Cair Oral
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat imia
yang terlarut, misal terdispersi secara molekular dalam pelarut yang sesuai atau
campuran pelarut yang saling bercampur (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan RI, 1995).
Sediaan cair oral terdiri dari suspensi, sirup dan emulsi. Suspensi adalah
sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam
fase cair. Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
yang terlarut. Emulsi adalah sistem dua fase, dimana salah satu fase terdispersi
dalam fase yang lain, dan terbentuk dalam bentuk tetesan kecil. Eliksir adalah
larutan oral yang mengandung etanol sebagai kosolven (Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).
Beberapa anjuran dalam menyimpan obat, yaitu : Tabel I. Cara penyimpanan obat dengan benar
No. Cara penyimpanan 1. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat 2. Simpan obat pada suhu kamar dan terhindar dari sinar matahari langsung atau seperti
yang tertera pada kemasan.
3. Simpan obat ditempat yang tidak panas atau tidak lembab karena dapat menimbulkan kerusakan.
4. Jangan menyimpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin agar tidak beku, kecuali jika tertulis pada etiket obat.
5. Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak. 6. Jauhkan dari jangkauan anak-anak (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).
Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, seperti yang dimaksud dalam
Farmakope Indonesia IV menyatakan bahwa wadah tertutup rapat harus
melindungi isi dari masuknya bahan cair, bahan padat atau uap dan mencegah
10
kehilangan, merekat, mencair atau menguapnya bahan selama penanganan,
pengangkutan, distribusi dan harus dapat ditutup rapat kembali. Penyimpanan
yang dari terlindung cahaya seperti yang dimaksud adalah wadah tidak tembus
cahaya dalam Farmakope Indonesia IV yaitu wadah harus dapat melindungi isi
dari pengaruh cahaya, dibuat dari bahan khusus yang bersifat menahan cahaya.
Tabel II. Aturan Penyimpanan Obat Menurut Farmakope Indonesia IV Aturan penyimpanan Suhu Penyimpanan
Dingin Tidak lebih dari 8° Lemari pendingin antara 2° dan 8° Lemari pembeku antara -20° dan -10°
Sejuk suhu antara 8° dan 15° bila perlu disimpan dalam lemari pendingin.
Suhu kamar antara 15° dan 30° Hangat antara 30° dan 40°
Panas berlebih Di atas 40° (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995)
C. Penggunaan Sendok Takar dan Obat Cair Oral
Pada label produk sediaan obat cair akan menyarankan kepada pasien
sesuai aturan pakai menggunakan sendok teh atau sendok makan sebagai takaran
dosis. Ukuran kesetaraan dosis 5ml = 5cc = 1 sendok teh; 15ml = 15cc = 3
sendok teh = 1 sendok makan dan 30ml = 30cc = 2 sendok makan= 1 fluid ounce
(Maw, Son, Thompson, 2002a).
Berdasarkan atas hasil pengukuran bobot metrik yang dilakukan pada
tahun 1971, kesetaraan dosis obat itu dihitung dalam 5ml dosis dan British
Standard Pharmacopeia ukuran sendok 5ml itu diputuskan. Namun kapasitas
sendok yang beredar di setiap negara sebenarnya sangat jauh bervariasi. Untuk
11
membuat dosis lebih akurat, setiap negara memproduksi ukuran sendok takar obat
yang sesuai (Maw, Sam, Thompson, 2002b).
American National Standart Institute menyatakan variasi ukuran sendok
teh di Amerika sebesar 4,93 ± 0,24 ml. Pengukuran volume obat cair
menggunakan sendok hanya diperbolehkan jika takaran sendok memperlihatkan
takaran sebesar 5 ml. Hal ini juga telah disetujui oleh United States Pharmacopeia
(Remington, 2006). Sendok teh yang beredar di masyarakat umumnya berkisar
2,5-9,7 ml (Matter, Markello,Yaffe, 1997; Kimminau, 1979). Menurut Farmakope
Indonesia III, sendok kecil volumenya 5 ml, sendok besar volumenya 15 ml
(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1974).
Menggunakan peralatan dapur yang bukan merupakan perangkat
pengukuran yang sesuai dengan obat dapat mengakibatkan pemberian dosis yang
salah, terlalu banyak atau terlalu sedikit obatnya. Misalnya, sendok makan besar
dapat memegang dua kali cairan sebanyak ukuran sendok makan dari yang ada di
takaran obat (Wang, 2008).
Gambar 6. Alat ukur obat cair seperti cup,sendok takar dan droppers
(Bayor, Kipo, Kwakye, 2010).
Pada beberapa kasus ditemukan sendok makan, sendok teh, cup, yang
rata-rata 25% lebih besar kapasitasnya daripada kuantitasnya secara teori yang
diberikan. Farmasis sebaiknya merekomendasikan penggunaan ukuran seperti
12
droppers obat, sendok teh yang terkalibrasi ukuran 5ml, gelas obat (Remington,
2006).
Gambar 7. Alat takar Obat Cair dengan Standar Pengukuran yang telah terkalibrasi
(Remington, 2006)
Pemberian obat cair oral dalam suatu pengobatan pada pasien harus
memenuhi beberapa langkah yang tepat dalam pemberian. Hal ini untuk
mengantisipasi potensi kesalahan dosis obat yang diberikan, yang harus
dipersiapkan adalah:
1. mengidentifikasi ukuran yang diinginkan pada sendok takar obat. Jika sudah
ditemukan kemudian tandai dosis dengan pena untuk meyakinkan ukuran garis
takar.
2. mengocok terlebih dahulu obat cair oral
3. memegang tegak sendok takar obat cair oral
4. menuangkan obat cair ke dalam sendok takar dengan benar dengan melihat
tanda batas garis di samping sendok sebagai panduan.
5. melakukan pengecekan level takaran dengan mengangkat sendok takar ke arah
sejajar dengan mata untuk menyamakan level takaran sendok takar. Sebelum
diberikan obat cair yang dituang harus diyakinkan bahwa tidak melebihi dari
dosis takaran.
13
6. membilas sendok takar obat dengan air hangat setelah selesai digunakan
(Anonim, 2008).
FDA menganjurkan penggunaan sendok takar atau syringe dalam
pemberian obat cair oral yang berbentuk suspensi untuk mengurangi efek samping
yang mungkin timbul dari zat yang terkandung dalam obat (Waknine, 2008).
D. Pengobatan Sendiri
Perawatan sendiri atau self care adalah proses perawatan kesehatan yang
terdiri dari peningkatan kesehatan, pengambilan keputusan, pencegahan,
penyidikan, dan penyembuhan penyakit yang dikelola oleh diri sendiri
sepenuhnya (Holt dan Hall, 1990).
Suatu survei di Amerika menyebutkan bahwa terjadi peningkatan
perilaku pengobatan mandiri di kalangan masyarakat dengan beberapa
parameter yaitu:
1. tingkat kepuasan konsumen terhadap keputusan mereka sendiri dalam
mengatasi masalah kesehatannya
2. kecenderungan melakukan pengobatan sendiri dengan obat tanpa resep untuk
mengatasi gejala yang dirasakan dan penyakit ringan yang umum diderita
3. keyakinan bahwa obat tanpa resep aman digunakan apabila dipakai sesuai
petunjuk
4. keinginan agar beberapa obat yang saat ini harus diperoleh dengan resep
dokter, diubah menjadi tanpa resep
14
5. kesadaran membaca label sebelum memilih dan menggunaan obat tanpa resep,
terutama mengenai aturan pakai dan cara pakai serta efek samping obat
(Pal, 2002).
Obat yang dapat diserahkan tanpa resep menurut Permenkes
919/MENKES/PER/X/1993 harus memenuhi kriteria:
1. tidak dikontra indikasikan untuk wanita hamil, anak di bawah umur 2 tahun
dan orang tua di atas 65 tahun.
2. pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada
kelanjutan penyakit.
3. penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan.
4. penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
5. obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dipertanggung jawabkan
untuk pengobatan sendiri (Menteri Kesehatan RI, 1993a).
E. Apotek
Berdasarkan Kepmenkes No. 1027 tahun 2004, Apotek adalah tempat
tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi,
perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Seiring berkembangnya zaman,
apotek menjadi salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu
mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang dimaksukan mencakup pelayanan kefarmasian
(Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004a).
15
Menurut Kepmenkes No. 1027 tahun 2004, pelayanan kefarmasian
(pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung
profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004a).
Pengelolaan apotek menurut Permenkes No:922/Menkes/PER/X/1993
tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik, pengelolaan apotek
meliputi:
1. pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk campuran,
penyimpanan
2. pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi
lainnya.
3. pelayanan informasi mengenai perbelakan farmasi (Menteri Kesehatan RI,
1993b).
F. Peran Apoteker di Apotek
Menurut Kepmenkes No. 1027 tahun 2004, apoteker harus memberikan
konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan
lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan
terhindar dari bahaya penyalahgunaan satau penggunaan salah sediaan farmasi
atau perbekalan kesehatan lainnya (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan
Alat Kesehatan, 2004a). Farmasis adalah role penyedia pelayanan informasi obat
yang utama (Watanabe, Conner, 1982).
16
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan
obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi (Hartini dan Sulasmono, 2007). Proses komunikasi
diantara Farmasis dan pasien mempunyai 2 fungsi yaitu:
1. membangun relasi antara tenaga kesehatan dan pasien.
2. menyediakan pertukaran informasi yang diperlukan untuk mengakses kondisi
pasien menurut penuturan pasien itu sendiri, kemudian Farmasis
mengimplementasikan terhadap treatment problem kesehatan pasien yang
diterima dan Farmasis akan mengevaluasi efek dari treatment jika diberikan
pada kualitas hidup pasien (Tindall, Beardsley, Kimberlin, 1994).
Informasi yang diterima pasien mengenai obat, khususnya obat dengan
resep hanya bisa diperoleh dari dokter dan petugas penyerah obat di apotek,
dengan tanggung jawab terbesar mengenai informasi berada di apotek sebagai
komponen pelayanan kesehatan terakhir yang berinteraksi langsung dengan pasien
atau orang yang menerima obat (Andayani, Satibi dan Handayani, 2004).
17
G. Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat adalah suatu kegiatan untuk memberikan
pelayanan informasi obat yang akurat dan obyektif dalam hubungannya dengan
perawatan konsumen. Individu yang dapat mengajukan pertanyaan adalah seluruh
pengelola dan pengguna obat yaitu: dokter, apoteker, asisten apoteker, dan
perawat. Informasi yang diperlukan oleh konsumen paling tidak mencakup dua
hal, yaitu informasi mengenai jenis penyakit dan pengobatannya serta informasi
tentang obat yang diberikan oleh konsumen (Pratiwiningsih, 2008). PIO
(Pelayanan Informasi Obat) didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif,
terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan
(Anonim, cit Ikasari, 2008).
Apoteker adalah sumber utama informasi obat bagi dokter, perawat,
pasien dan profesional kesehatan lainnya. Informasi obat harus dievaluasi oleh
Apoteker guna memastikan penggunaan obat yang aman dan efektif. Pasien
membutuhkan informasi tentang obat mereka misalnya hubungan obat dengan
penyakitnya, cara penggunaan obat, cara penyimpanan, efek samping serta cara
menangani efek samping, cara memantau efek obat (Siregar, 2006).
Suatu sistem pelayanan kesehatan dapat menyediakan obat bermutu
tinggi tetapi jika obat yang digunakan tidak tepat, maka pasien mengabaikan
manfaat atau bahkan menimbulkan efek merugikan. Meskipun akses kepada
informasi obat yang baik, tidak menjamin penggunaan obat yang tepat, informasi
18
obat yang benar dapat menjadi persyaratan dasar penggunaan obat yang rasional
(Siregar, 2006).
Menurut Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek mengenai informasi obat disebutkan bahwa Apoteker
harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat,
tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-
kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu
pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama
terapi. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya (Direktorat
Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004a).
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki
kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit
tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya,
apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan (Direktorat Jendral
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004a).
Menurut Kepmenkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi Rumah Sakit. Kegiatan dalam pelayanan informasi obat antara
lain memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan
pasif, menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon,
19
surat atau tatap muka, membuat buletin, leaflet, label obat (Direktorat Jendral
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004b).
Pemberian informasi obat mungkin tidak semua harus dikemukakan, tapi
setidaknya pasien harus diingatkan efek sampingnya. Alasan didatangai banyak
pasien bukan alasan yang dapat dibenarkan secara hukum untuk tidak
memberikan informasi yang benar kepada pasien (Vries, 1994).
Tabel III. Enam hal informasi minimal yang harus diberikan kepada pasien 1 Efek obat mengapa obat itu diperlukan; gejala mana yang akan hilang dan
mana yang tidak, kapan efek obat diharapkan mulai terlibat atau
terasa; apa yang akan terjadi jika obat diminum dengan cara tidak
benar
2 Efek samping efek samping apa yang mungkin timbul; bagaimana
mengenalinya; berapa lama akan berlangsung, seberapa parah;
apa yang harus dilakukan
3 Instruksi bagaimana cara meminum obat, kapan meminum, berapa lama
pengobatan berlangsung, bagaimana cara menyimpan, apa yang
dilakukan jika lupa meminum obat
4 Peringatan kapan minum obat harus dihentikan, berapa dosis terbanyak,
mengapa obat harus diminum sampai habis
5 Kunjungan
berikutnya
kapan pasien harus kembali
6 Sudah jelaskah
semuanya
menanyakan apakah sudah dimengerti pasien, minta pasien
mengulang informasi
(Vries, 1994).
Pelayanan informasi obat kepada pasien tidak lepas dari peran seorang
farmasis. Farmasis, sebagaimana halnya tenaga kesehatan lainnya bertanggung
jawab untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan terapi obat yang tepat, efektif,
dan aman (Jones, 2008).
20
H. Pharmaceutical Care
Pharmaceutical care dideskripsikan yaitu bagaimana farmasis dapat
berkontribusi untuk meningkatkan outcome terapi pengobatan pasien sehingga
dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas (Sexton, Nickless, Green, 2006).
Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian adalah suatu praktek yang
dilakukan dengan tanggung jawab kepada kebutuhan yang berhubungan obat
individu pasien dan diselenggarakan berdasarkan komitmen tanggung jawab
tersebut. Tanggung jawab tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu:
(1) menjamin semua terapi yang diterima oleh individu pasien sesuai
(appropriate), paling efektif (the most effective possible), paling aman (the safest
available), and praktis (convenient enough to be taken as indicated); (2)
mengidentifikasi, memecahkan, dan mencegah permasalahan berhubungan terapi
dengan obat yang menghambat pelaksanaan tanggung yang pertama (Strand,
Morley, Cipolle, 2004 dan Rovers, Currie, Hagel, McDonough, Sobotka, 2003).
Program pharmaceutical care dapat menurunkan kejadian merugikan
pada penggunaan obat, terutama obat untuk penyakit jangka panjang. Dilaporkan
pharmaceutical care meningkatkan kesadaran pasien akan efek merugikan dari
obat (Fischer, Defor, Cooper, Scott, Boonstra, Eelkema, Goodman, 2002) dan
pencegahan serta pengatasan Drug Therapy Problems adalah langkah penting
dalam pharmaceutical care.
21
I. Perilaku
Perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi yang dapat bersifat
sederhana maupun bersifat kompleks. Perilaku manusia adalah semua kegiatan
atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak
dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2002). Perilaku manusia merupakan
hasil segala macam pengalaman serta interaksi manusia yang terwujud dalam
bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar
maupun dari dalam dirinya (Sarwono, 1997).
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang atau
organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua
unsur pokok, yakni respon dan stimulus atau perangsangan (Notoatmodjo, 2002).
Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan
sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice), sedangkan
stimulus atau rangsangan di sini terdiri atas 4 unsur pokok, yakni sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, dan lingkungan (Notoatmodjo, 2002).
Perilaku kesehatan melibatkan banyak faktor, Green (cit., Notoadmodjo,
2002) menyebutkan perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:
1. Faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor-faktor ini merupakan faktor yang dapat mempermudah
terwujudnya perilaku. Hal-hal yang termasuk dalam faktor predisposisi adalah
22
pengetahuan, sikap, persepsi, keyakinan, dan nilai. Hal tersebut dapat menjadi
motivasi/pemicu seseorang atau kelompok untuk bertindak.
2. Faktor pendukung (enabling factor)
Faktor-faktor ini adalah faktor yang mendukung/memungkinkan
terwujudnya perilaku kesehatan. Hal-hal yang termasuk dalam faktor pendukung
adalah ketersediaan sarana-prasarana/fasilitas kesehatan bagi masyarakat.
3. Faktor penguat (reinforcing factor)
Hal-hal yang termasuk dalam faktor penguat adalah sikap dan perilaku
tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas kesehatan termasuk
juga Undang-Undang kesehatan dari pusat atau daerah. Menurut Teori Parsons,
perilaku merupakan tahapan lanjutan adanya sistem sosial, sistem budaya, dan
sistem kepribadian (Sarwono, 1997).
Gambar 8. Skema teori Parsons (Sarwono, 1997)
1. Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang dicakup di
dalam domain kognitif mempunyai 5 tingkatan, yakni:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
Sistem Sosial Sistem Budaya Sistem Kepribadian
Perilaku Individu
23
kembali terhadap suatu yang spesifik atas seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata atau sebenarnya.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi (Notoatmodjo, 2002).
2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup seseorang
terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu
masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah
laku terbuka (Azwar, 1995).
24
Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang
saling menunjang yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif
(affective), dan komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan
representasi yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif
merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional, dan komponen konatif
merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang
dimiliki oleh seseorang (Azwar, 2007).
Menurut Allport (1954) seperti yang dikutip oleh Notoadmojo (2002),
sikap mempunyai pokok, yakni:
a. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
b. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap sesuatu
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Sikap mencakup 4 tingkatan yaitu menerima (receiving), merespon (responding),
menghargai (valuing), dan bertanggung jawab (responsible) (Notoadmodjo,
2002).
3. Tindakan
Tindakan dilakukan untuk memenuhi suatu kebutuhan. Terdapat dua
kondisi yang memacu tindakan untuk pemenuhan kebutuhan, yaitu intrinsic
motivation dan extrinsic motivation. Aspek dalam diri meliputi potensi,
kemampuan, ketrampilan, koordinasi motorik, pengalaman masa lalu, pelaksanaan
kerja dan motivasi. Aspek luar diri meliputi jabatan, pekerjaan, dan upah.
25
Tindakan pada dasarnya didasari oleh adanya stimulus, hal ini sesuai teori Weber
(Sarwono, 1997). Teori Weber dapat digambarkan dengan skema:
Gambar 9. Skema teori Weber (Sarwono, 1997)
J. Registrasi Sediaan Farmasi
Menurut PerMenKes RI Nomor 949/Menkes/VI/2000 tentang registrasi obat jadi
yang menjadi pertimbangan registrasi obat jadi dinyatakan sebagai berikut:
Untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, mutu dan kemanfaatannya (Menteri Kesehatan RI, 2000)
1. Kode Nomor Pendaftaran Obat Jadi
Nomor pendaftaran untuk Obat terdiri dari 15 digit yaitu 3 digit pertama
berupa huruf dan 12 digit sisanya berupa angka. Tiga (3) digit yang pertama
mempunyai arti sebagai berikut :
a. Digit ke-1 menunjukkan jenis atau kategori obat,seperti :
D berarti Obat dengan merek dagang (Paten)
G berarti obat dengan nama generik
b. Digit ke-2 menunjukkan golongan obat, seperti :
B berarti golongan obat bebas
T berarti golongan obat bebas terbatas
K berarti golongan obat keras
P berarti golongan obat Psikotropika
Stimulus
Individu Pengalaman Persepsi Pemahaman Penafsiran
Tindakan
26
N berarti golongan obat Narkotika
c. Digit ke-3 menunjukkan lokasi obat tersebut di produksi atau tujuan
diproduksinya obat tersebut, seperti :
L berarti obat tersebut diproduksi di dalam negeri atau yang
diproduksi dengan lisensi.
I berarti obat diproduksi di luar negeri atau obat impor.
X berarti obat yang dibuat dengan tujuan khusus atau program
khusus,misalnya obat-obat untuk program keluarga berencana.
Contoh - contoh arti kode nomor pendaftaran obat sebagai berikut :
a. DBL Golongan obat bebas dengan nama dagang (Paten) produksi
dalam negeri atau lisensi.
b. DTL Golongan obat bebas terbatas dengan nama dagang (Paten)
produksi dalam negeri atau lisensi.
c. GKL Golongan obat keras dengan nama generik produksi dalam negeri
atau lisensi.
d. DKL Golongan obat keras dengan nama dagang (paten) produksi dalam
negeri atau lisensi.
e. DKI Golongan obat keras dengan nama dagang (paten) produksi luar
negeri atau impor.
f. GPL Golongan obat psikotropika dengan nama generik produksi dalam
negeri atau lisensi.
g. DPL Golongan obat psikotropika dengan nama dagang (paten) produksi
dalam negeri atau lisensi.
27
h. DPI Golongan obat psikotropika dengan nama dagang (paten) produksi
luar negeri atau impor.
i. GNL Golongan obat narkotika dengan nama generik produksi dalam
negeri atau lisensi.
j. DNL Golongan obat narkotika dengan nama dagang (paten) produksi
dalam negeri atau lisensi.
k. DNI Golongan obat narkotika dengan nama dagang (paten) produksi
luar negeri atau impor.
l. DKX Golongan obat keras dengan nama dagang (paten) untuk program
khusus (Menteri Kesehatan RI, 2000).
2. Kode Nomor Pendaftaran Obat Tradisional
Menurut PerMenKes RI Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin
Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional , dinyatakan
sebagai berikut:
Untuk melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang dapat mengganggu dan merugikan kesehatan perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, kegunaan dan mutu antara lain dengan pengaturan, perizinan dan pendaftaran (Menteri Kesehatan RI, 1990a)
Nomor pendaftaran obat tradisional terdiri dari 11 digit yaitu 2 (dua) digit
pertama berupa huruf dan 9 (sembilan) digit kedua berupa angka. Digit ke-1
menunjukkan obat tradisional, yaitu dilambangkan dengan huruf T. Digit ke-2
menunjukkan lokasi obat tradisional tersebut diproduksi. Kode nomor pendaftaran
untuk obat tradisional sebagai berikut :
28
1. TR obat tradisional produksi dalam negeri
2. TL obat tradisional produksi dalam negeri dengan lisensi
3. TI obat tradisional produksi luar negeri atau impor
4. BTR obat tradisional yang berbatasan dengan obat produksi dalam negeri.
5. BTL obat tradisional yang berbatasan dengan obat produk dalam
negeri dengan lisensi.
6. BTI obat tradisional yang berbatasan dengan obat produksi luar
negeriatau impor.
7. SD Suplemen makanan produksi dalam negeri
8. SL Suplemen makanan produksi dalam negeri dengan lisensi
9. SI Suplemen makanan produksi luar negeri atau impor (Menteri
Kesehatan RI, 1990a)
3. Kode Nomor Pendaftaran Makanan dan Minuman
Nomor pendaftaran makanan dan minuman terdiri dari 14 digit yaitu 2
(dua) digit pertama berupa huruf sedangkan 12 digit berikutnya berupa
angka.Huruf pada digit pertama menunjukkan Makanan atau Minuman dan
dilambangkan dengan huruf M, sedangkan huruf pada digit ke-2 menunjukkan
lokasi makanan atau minuman tersebut diproduksi. Contoh kode nomor
pendaftaran makanan atau minuman sebagai berikut :
1. MD makanan atau minuman produksi dalam negeri atau lisensi.
2. ML makanan atau minuman produksi luar negeri atau impor.
29
3. BMD produk makanan atau minuman yang berbatasan dengan obat,
produksi dalam negeri atau lisensi.
4. BML produk makanan atau minuman yang berbatasan
dengan obat, produksi luar negeri atau impor (Menteri Kesehatan RI, 1990a).
Kode BMD dan BML sekarang tidak digunakan lagi untuk makanan atauu
minuman tetapi telah digantikan dengan kode untuk suplemen makanan seperti
telah dijelaskan sebelumnya. Bagi industri rumah tangga yang telah mengikuti
penyuluhan, akan diberi Sertifikat Penyuluhan dan untuk makanan atau minuman
yang diproduksinya akan diberi kode nomor pendaftaran SP (Sertifikat
Penyuluhan) yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi (Menteri Kesehatan
RI, 1990a).
Keterangan Empiris
Penelitian ini bersifat deskriptif untuk memberi gambaran mengenai
ketersediaan takaran dalam produk obat cair oral, ketersediaan informasi yang
diberikan oleh apoteker terkait cara penggunaan sediaan obat cair oral,
memaparkan gambaran informasi perilaku penggunaan sendok takar dan
penggunaan sediaan obat cair yang dikonsumsi pasien pengunjung apotek melalui
pengambilan data secara kuesioner dan wawancara mendalam.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang evaluasi ketersediaan dan perilaku penggunaan
sendok takar bentuk sediaan cair oral pada pengunjung Apotek KF RSUP Dr.
Sardjito termasuk dalam jenis penelitian non-eksperimental atau observasional.
Penelitian observasional merupakan penelitian dengan melakukan pengamatan
terhadap sejumlah variabel subjek menurut keadaan yang apa adanya, tanpa
intervensi dari peneliti (Pratiknya, 1993).
Berdasarkan setting tempat, penelitian ini dilakukan di komunitas yaitu
apotek. Berdasarkan setting waktu penelitian ini termasuk dalam penelitian
prospektif. Berdasarkan cara dan waktu pengambilan sampel, penelitian ini
termasuk dalam penelitian deskriptif dengan studi cross-sectional. Peneliti
melakukan observasi atau “memotret” frekuensi dan karakter serta paparan faktor
penelitian pada saat tertentu saja dan setiap subyek hanya dikenai satu kali
observasi.
Rancangan penelitian ini adalah survei deskripif melalui pendekatan
kualitatif yang didesain untuk memberi suatu gambaran secara mendalam
mengenai fenomena yang ditemukan serta tidak melakukan analisis terhadap
hubungan antar variabel penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan
informasi tentang kedaan-keadaan nyata sekarang atau sementara yang bersifat
prospektif (Sevilla, Ochave, Punsalam, Regala, Uriarte, 1993).
31
Metode pengambilan sampel dilakukan secara sampling dengan kuota
non random untuk mengambil subyek penelitian (Sevilla, Ochave, Punsalam,
Regala, Uriarte, 1993). Cara melakukannya adalah dengan menetapkan dasar
jumlah sampel yang diperlukan, kemudian menetapkan jumlah yang diinginkan,
maka jumlah tersebut dijadikan dasar untuk mengambil unit sampel yang
diperlukan (Riduwan, 2008). Metode pengumpulan data dilakukan dengan survei
langsung kepada pengunjung apotek dan apoteker yang ada di apotek
menggunakan wawancara terstruktur dan pengisian kuesioner.
B. Ruang Lingkup Penelitian
Gambar 10. Ruang Lingkup penelitian Evaluasi Ketersediaan dan Penggunaan Sediaan Obat pada Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito Periode Juni-Juli 2010
Evaluasi Ketersediaan Dan Penggunaan Sediaan Sachet Serbuk Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito
Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Sendok Takar Sediaan Cair Oral Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr.
Sardjito
Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Sediaan Obat Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito
Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Tetes Telinga Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito
Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Tetes Mata Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito
Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Cup Ukur Sediaan Cair Oral Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito
32
Penelitian mengenai evaluasi ketersediaan dan cara penggunaan sendok
takar bentuk sediaan cair oral pada pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sardjito
merupakan salah satu penelitian yang diadakan bersama serangkaian penelitian
lain, dengan ulasan topik tentang ”Evaluasi Ketersediaan Dan Penggunaan
Sediaan Obat Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr.
Sardjito”. Penelitian tersebut terdiri dari 5 pokok bahasan dan 5 penelitian sosial.
Lima penelitian tersebut dikerjakan bersama-sama oleh 5 peneliti yang berbeda.
C. Definisi Operasional
1. Ketersediaan meliputi:
a. Ketersediaan informasi adalah informasi yang diberikan oleh Apoteker
Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito ataupun informasi yang diterima pengunjung
Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito mengenai cara penggunaan sendok takar dan
penggunaan sediaan cair oral.
b. Ketersediaan barang meliputi jumlah produk obat cair oral yang disertai
dengan sendok takar yang tersedia di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito pada
periode Juni-Juli 2010.
2. Cara penggunaan meliputi penggunaan sendok takar obat, cara penuangan
sediaan ke dalam sendok takar, lama pemakaian obat cair, cara
penyimpanan, cara pembersihan sisa obat.
3. Sediaan cair oral yang diteliti meliputi sirup, emulsi, suspensi dan eliksir.
4. Pengambilan sampel penelitian dilakukan di loket bagian Unit Gawat
Darurat (UGD) yang merupakan loket milik Apotek KF RSUP Dr. Sardjito
33
yang melayani resep untuk pasien rawat jalan, rawat inap, dan resep umum
dari luar sarjito. Loket ini difasilitasi untuk beroperasi selama 24 jam dan
terbuka untuk pengunjung umum yang membeli obat dengan resep maupun
non resep.
5 Pendataan ketersediaan obat dan sendok takar dalam obat cair dilakukan di
seluruh loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito yaitu loket UGD, IRJ, POLI,
INDUK, dan BANGSAL
6. Responden adalah pengunjung apotek yang merupakan pasien rawat jalan
RSUP Dr.Sardjito dan masyarakat umum yang datang ke loket Apotek KF
RSUP Dr. Sardjito selama penelitian berlangsung yang pernah
menggunakan sediaan obat cair oral dengan sendok takar, namun tidak
harus responden membeli sediaan cair oral di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito
pada waktu penelitian berlangsung. Responden harus memenuhi kriteria
inklusi-eksklusi dan bersedia terlibat dalam penelitian ini.
7. Pasien rawat jalan adalah pasien yang tidak dirawat secara intensif di rumah
sakit, berobat ke rumah sakit ketika ada keluhan tertentu, secara berkala
datang ke rumah sakit untuk menerima pengobatan.
8. Apoteker adalah apoteker pendamping yang sedang bertugas saat penelitian
berlangsung di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.
9. Teknik pemberian informasi oleh apoteker adalah secara aktif dan pasif.
Kegiatan PIO berupa penyediaan dan pemberian informasi obat yang
bersifat aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan
informasi obat memberika informasi obat dengan tidak menunggu
34
pertanyaan melainkan secara aktif memberikan informasi obat, misalnya
penerbitan buletin, brosur, leaflet, seminar dan sebagainya. Pelayanan
bersifat pasif apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan
informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang diterima (Anonim, cit
Ikasari, 2008).
10. Sendok teh dan sendok makan yang disurvei adalah sendok yang terdapat di
Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta.
11. Aspek pengetahuan adalah pemahaman pengunjung apotek sebagai responden
mengenai penggunaan obat cair oral dan penggunaan sendok takar secara
tepat yang mereka yakini kebenarannya dari berbagai sumber yang dinilai
dengan pemberian kuesioner dan wawancara secara langsung.
12. Aspek sikap adalah respon evaluatif responden terhadap penggunaan obat
cair oral dan sendok takar yang mereka yakini kebenarannya dari
pengetahuan yang mereka miliki yang dinilai dengan pemberian kuesioner
dan wawancara secara langsung.
13. Aspek tindakan adalah hal-hal yang dilakukan oleh responden dalam
penggunaan obat cair oral dan sendok takar yang dinilai dengan pemberian
kuesioner dan wawancara secara langsung.
14. Sebagai pengambilan tingkat pengetahuan, ikap, dan tindakan dikatakan baik
apabila responden mengetahui sebagian besar atau seluruhnya dengan skor
jawaban responden >75%; tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan
dikatakan sedang (cukup baik) apabila responden mengetahui sebagian
dengan skor jawaban responden 40%-75%; tingkat pengetahuan, sikap, dan
35
tindakan dikatakan kurang baik apabila responden mengetahui sebagian
kecil dengan skor jawaban responden <40% (Pratomo., cit Ganie, 2009).
15. Periode Juni-Juli 2010 yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu tanggal 14
Juni 2010 - 10 Juli 2010.
D. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito untuk kegiatan
survei wawancara dan pemberian kuesioner yang berlokasi di loket Unit Gawat
Darurat (UGD). Loket UGD dipilih karena merupakan loket yang melayani resep
rawat jalan maupun rawat inap untuk obat-obatan dengan ataupun tanpa resep.
Penelitian dilakukan setiap hari Senin sampai Sabtu, pada pukul 08.00-15.00
WIB, dimulai dari tanggal 14 Juni 2009 sampai 10 Juli 2010.
E. Subyek Penelitian
Subyek penelitian meliputi pengunjung apotek dan apoteker seperti yang
telah dijelaskan di definisi operasional. Subyek penelitian ini selanjutnya disebut
sebagai responden. Responden harus memenuhi kriteria-kriteria yang menjadi
batasan dalam penelitian.
Kriteria inklusi adalah subjek berusia minimal 17 tahun, jenis kelamin pria
atau wanita, merupakan pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito periode Juni-
Juli 2010 yang pernah membeli sediaan cair oral disertai sendok takar di dalam
kemasan baik di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito maupun di Apotek luar.
Pengunjung apotek dan apoteker bersedia bekerja sama berdasarkan persetujuan
36
dengan informed-consent. Apoteker adalah apoteker pendamping yang sedang
bertugas pada periode Juni-Juli 2010. Responden dan apoteker yang bersedia
bekerja sama berdasarkan persetujuan dengan informed-consent. Kriteria eksklusi
adalah pengunjung dan apoteker Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito yang tidak
bersedia bekerja sama untuk memberikan informasi dalam penelitian. Subjek
penelitian selanjutnya disebut sebagai responden.
F. Sampel dan Populasi
Penetapan jumlah sampel yang ingin ditelliti, untuk populasi kecil atau
lebih kecil dari 10.000 menurut Notoadmojo (2005) dengan rumus 1.
N n = ----------------
1 + N (d)2 Rumus 1. Besar sampel yang akan dilibatkan dalam penelitian.
Keterangan: N = besar Populasi ; n = besar Sampel; d = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (0,05) (Sevilla, Ochave, Punsalam, Regala, Uriarte, 1993).
Dalam penelitian ini sampel yang akan terlibat sebesar :
130 n = ---------------- = 98
1 + 130 (0,05)2
N = besar populasi pengunjung Apotek yang membeli sediaan obat cair
bersendok takar rata-rata dalam 1 bulan n = besar sampel penelitian d = ketepatan yang diinginkan (0,05)
37
Jumlah sampel dihitung dari populasi pengunjung apotek loket UGD
dalam 1 bulan yang membeli sediaan cair oral yang menyertakan sendok takar di
kemasan pada bulan Maret 2010.
Jumlah sampel ditambahkan 10% untuk mengatasi adanya drop out
(Sastroasmoro, Ismael, 2010) menjadi = 10% x 98 = 9,8 sampel ≈ 10 sampel.
Jumlah sampel = 108 sampel.
Untuk survei ketersediaan sendok makan dan sendok teh yang beredar di
masyarakat maka peneliti melakukan survei di lingkungan sekitar peneliti yakni
di kelurahan Ngupasan. Populasi sendok teh dari berbagai jenis yang berbeda
didapatkan 32 macam sedangkan populasi sendok makan didapatkan 33 macam.
Sampel sendok makan dan sendok teh dihitung berdasarkan rumus yang sama
dengan pengambilan sampel responden sehingga didapatkan sampel 15 sendok teh
dan 15 sendok makan. Pengambilan sampel dilakukan secara nonprobabilty
sampling secara quota sampling, dengan cara pengambilan sampel sendok teh dan
sendok makan dilakukan hingga didapatkan sejumlah kuota yang diinginkan
dengan kriteria bahwa setiap sendok berbeda bentuknya.
G. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data
pasien yang diperoleh pada saat wawancara awal untuk mencari responden
penelitian seperti umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Data ini terangkum
dalam informed consent yang telah ditandatangani responden dan panduan
wawancara yang telah disiapkan.
38
H. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan adalah (1) petunjuk wawancara terstruktur, (2)
lembar kuesioner, dan (3) gelas ukur 5ml, 10ml, 20 ml dan beker glass untuk
mengukur sendok teh dan sendok makan
Kuesioner merupakan suatu set pertanyaan yang berurusan dengan satu
topik tunggal atau set topik yang saling berkaitan, yang harus dijawab oleh
responden (Kartono, 1990). Kuesioner dibuat dengan tujuan mengumpulkan data
dari kelompok besar orang-orang yang beraneka ragam dan terpencar secara luas.
Kuesioner juga digunakan untuk mengumpulkan data obyektif kuantitatif maupun
untuk mencapai keterangan yang bersifat kualitatif (Winardi, 1986).
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 3 bagian. Bagian
pertama berisi tentang karakteristik responden dan pernyataan kesediaan
responden untuk mengikuti penelitian (informed consent). Karakteristik responden
meliputi usia, jenis kelamin pendidikan responden dan pekerjaan responden.
Bagian kedua memuat pertanyaan mengenai pengalaman responden dalam
menggunakan obat cair (sudah berulang kali atau baru satu kali menggunakan
obat cair yang disertai sendok takar dalam kemasan) dan pengalaman membeli
obat di Apotek KF RSUP Dr.Sardjito (pengalaman pertama atau sudah berulang
kali) dan pengalaman berkonsultasi pada apoteker di Apotek KF RSUP Dr.
Sardjito (pernah atau tidak). Panduan wawancara terstruktur juga digunakan
untuk melakukan wawancara secara langsung kepada apoteker yang sedang
bertugas di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.
39
I. Jalannya Penelitian
Cara kerja yang akan dilakukan dalam penelitian ini secara umum adalah:
1. Tahap pra penelitian
Tahap ini adalah tahap awal jalannya penelitian. Tahap ini meliputi
proses perijinan, analisis situasi, dan pembuatan kuesioner, wawancara terstruktur
serta penyusunan informed consent.
a. Proses perizinan
Perizinan dilakukan dengan mitra yaitu Manager Apotek Kimia Farma
wilayah Yogyakarta dan Manager Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Proses
perizinan berlangsung selama kurang lebih 1 bulan yaitu dari pada bulan Februari
2010.
b. Analisis situasi
Analisis situasi dilakukan selama 2 bulan, yaitu pada bulan Maret-April
2010. Tahap ini mencakup pengamatan situasi dan kondisi di Apotek KF RSUP
Dr. Sardjito khususnya loket UGD serta diskusi dengan pihak mitra terkait kasus-
kasus cara penggunaan sediaan obat dan studi pustaka.
Hasil dari tahap ini digunakan untuk memperkirakan jumlah populasi
yang akan diikutsertakan dalam penelitian berdasarkan jumlah pengunjung apotek
pada bulan Maret 2010 yang menggunakan produk sediaan obat cair oral yang
disertai sendok takar dalam kemasannya yang ada di apotek. Hasil dari analisis
situasi juga digunakan untuk menetapkan kriteria inklusi responden.
40
c. Pembuatan kuesioner dan wawancara terstruktur
Kuesioner dan wawancara terstruktur digunakan untuk mengevaluasi
cara penggunaan sendok takar sediaan cair oral oleh pengunjung apotek yang
menjadi responden penelitian.
Kuesioner berisi kira-kira 30 pertanyaan dengan bahasa sederhana yang
tiap 10 pertanyaan mencakup segi pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan
tindakan (Practice). Pernyataan pada kuesioner ini terdiri atas dua sifat, yaitu:
favourable dan unfavourable. Pembagian pernyataan menjadi dua sifat bertujuan
untuk menghindari stereotype jawaban. Pernyataan favourable merupakan suatu
pernyataan yang berisi hal-hal positif mengenai suatu obyek. Sebaliknya
pernyataan unfavourable merupakan pernyataan yang berisi hal-hal negatif
mengenai suatu objek. Bentuk pertanyaan dalam kuisioner menggunakan variasi
Dischotomous choice dimana dalam pertanyaan hanya disediakan 2 jawaban atau
alternatif seperti benar atau salah, ya atau tidak (Notoatmodjo, 2005).
Bentuk pertanyaan dalam kuisioner menggunakan variasi Dischotomous
choice dimana dalam pertanyaan hanya disediakan 2 jawaban atau alternatif yaitu
benar atau salah (Notoatmodjo, 2005).
Penyebaran kuesioner dilakukan oleh peneliti. Kuesioner dikembalikan
oleh responden pada saat itu juga agar tidak ada masalah dalam pengembalian,
sehingga kuesioner yang diisi responden semuanya kembali.
Wawancara terstruktur dilakukan terhadap apoteker terkait pemberian
informasi tentang cara penggunaan sendok takar dan informasi obat terkait
bentuk sediaan yang diteliti. Wawancara terstruktur dilakukan diawal mengenai
41
pernah tidaknya menggunakan sediaan obat sesuai kriteria inklusi. Wawancara
terstruktur juga dilakukan di akhir untuk mengevaluasi pemahaman terkait cara
penggunaan sendok takar dan sediaan cair oral serta informasi yang diberikan oleh
apoteker di mata responden. Wawancara dibuat dengan bahasa yang sederhana
tidak lebih dari 5 pertanyaan.
d. Penyusunan informed consent.
Informed consent dibuat sebagai tanda persetujuan responden untuk ikut
serta dalam penelitian.
e. Uji bahasa kuesioner
Uji bahasa dilakukan pada 30 responden yang mempunyai kemiripan
kriteria dengan responden penelitian. Uji bahasa dilakukan di loket UGD Apotek
KF RSUP Dr. Sardjito dimulai pada tanggal 14 Juni 2010 dan dilakukan selama 2
minggu. Uji pemahaman bahasa ini dilakukan pada pasien rawat jalan pengunjung
Apotek KF RSUP Dr. Sardjito yang memiliki kemiripan dengan responden
penelitian. Uji bahasa dilakukan untuk menguji apakah kuesioner dibuat telah siap
digunakan sebagai alat penelitian. Uji bahasa ini merupakan bagian dari validitas
bahasa. Validitas bahasa yang dilakukan merupakan pengujian yang dilakukan
untuk mengetahui apakah kalimat pernyataan yang terdapat dalam kuesioner
mudah dimengerti oleh responden.
2. Tahap pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap
responden dan apoteker yang sedang bertugas di apotek. Penyebaran kuesioner
dilakukan dengan memberikan kuisioner pada pengunjung apotek. Pengisian
42
kuesioner oleh responden didampingi oleh peneliti sehingga kuesioner yang
diberikan pada responden tersebut langsung dikembalikan kepada peneliti.
Pengunjung apotek yang terpilih sebagai responden sesuai kriteria
inklusi-eksklusi, sebelumnya diminta mengisi informed consent sebagai tanda
persetujuan mengikuti penelitian. Informed consent ditanda tangani oleh
responden. Jika responden mengalami kesulitan dalam hal membaca maka peneliti
menyediakan diri untuk membacakan pernyataan kuesioner. Kuesioner yang telah
lengkap diisi kemudian dilanjutkan tahap wawancara, pada tahap wawancara ini
responden diminta untuk melakukan demonstrasi dengan menunjukan takaran
obat cair sesuai pengetahuan, sikap dan tindakan responden.
Pengumpulan data dilakukan dengan pemberian kuesioner, pemberian
kuesioner yang diwawancarakan dan wawancara terstruktur pada apoteker dan
pengunjung apotek. Jika terdapat kebingungan dalam mengisi, responden dapat
langsung bertanya pada peneliti.
Untuk pengumpulan data mengenai ketersediaan obat, dilakukan
pendaftaran obat-obat yang tersedia di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Pendaftaran
obat dilakukan di 5 loket Apotek KF Dr.Sardjito yaitu loket Unit Gawat Darurat
(UGD), loket Instalasi Rawat Jalan (IRJ), loket Poli, loket Bangsal dan loket
Induk. Pengumpulan data dilakukan dimulai tanggal 26 Juni-10 Juli 2010.
Pengumpulan data informasi dari apoteker didapat dari hasil pengamatan peneliti
selama jalannya penelitian ketika apoteker tersebut sedang melakukan pelayanan
informasi obat. Pengamatan dikhususkan ketika sedang memberi informasi
43
sediaan obat cair oral. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara secara
mendalam pada masing masing apoteker yang bertugas di apotek.
Untuk pengumpulan data mengenai survei volume ukuran sendok teh dan
sendok makan maka peneliti melakukan pengukuran di salah satu loket Apotek
KF RSUP Dr. Sardjito yang memiliki tempat peracikan. Pengukuran
menggunakan gelas ukur ukuran 5ml, 10ml, 20ml karena peneliti hanya ingin
sebatas mengetahui seberapa volume yang terambil menggunakan sendok yang
beredar dimasyarakat. Pengukuran dilakukan dengan menuangkan sejumlah air ke
dalam sendok makan dan sendok teh yang berhasil disampling di kelurahan
Ngupasan. Pengukuran dilakukan sesuai dengan teori yang ada dengan
menuangkan sejumlah air ke dalam sendok searah sejajar dengan mata peneliti
kemudian air tersebut dituangkan ke dalam beker glass dan kemudian dimasukkan
ke dalam gelas ukur untuk mengetahui volume air yang ditakar oleh sendok
makan dan sendok teh. Pengukuran diulang hingga sebanyak 3 kali sehingga
didapatkan rata-rata volume yang terambil dan standar deviasinya.
3. Tahap pengolahan data
Data pada penelitian ini diperoleh dari lembar kuesioner yang diisi oleh
responden, wawancara terstruktur yang dilakukan kepada responden dan apoteker
serta dari daftar sediaan cair oral yang terdapat di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.
Karakteristik pasien meliputi umur, jenis kelamin, dan tingkat
pendidikan; karakteristik obat yang meliputi jumlah obat cair oral yang terdapat di
Apotek KF RSUP Dr. Sardjito serta persentase obat cair yang menyertakan
sendok takar di dalam kemasannya. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan
44
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik yang menggambarkan cara penggunaan
sediaan cair oral oleh responden Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi cara pemakaian sendok
takar dan sediaan cair oral oleh pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Hasil
dari evaluasi ini akan digunakan untuk mencari cara untuk meningkatkan
pemakaian obat yang rasional di masyarakat, khususnya untuk penggunaan
sendok takar obat cair oral. Tabulasi data dilakukan dengan cara melakukan
perhitungan jawaban kuesioner dari responden yang telah mengisinya kemudian
mengelompokan masing-masing jawaban tersebut dan menghitung persentasenya.
J. Skema Jalannya Penelitian
Gambar 11. Bagan pra penelitian dan pembuatan kuesioner
Analisis situasi (pra penelitian)
Analsis situasi
Memperkirakan jumlah pasien
Menetapkan subjek penelitian, kriteria inklusi dan eksklusi
Pembuatan kuesioner dan wawancara terstruktur
Pembuatan kuesioner yang menyangkut segi pengetahuan, sikap dan perilaku
Uji bahasa pada 30% dari total sampel
Pembuatan pertanyaan terstruktur untuk pasien dan apoteker
45
Gambar 12. Bagan cara kerja pengambilan subyek penelitian
Pada saat penelitian berlangsung didapatkan 110 pengunjung apotek yang
bersedia menjadi responden penelitian. Dua responden yang harus dikeluarkan dari
penelitian sehingga total menjadi 108 responden. Berkurangnya responden
Pengumpulan data pada bulan Juni–Juli 2010 di Apotek Kimia Farma Sardjito
Subyek Penelitian sebanyak 98 orang ditambah dengan antisipasi adanya dropout 10% sehingga
subyek penelitian 110 orang
Pengunjung Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito periode Juni-Juli 2010
105 orang menyelesaikan pengisian kuesioner dengan
wawancara
Drop Out sebanyak (2 orang)
Memenuhi kriteria inklusi-eksklusi
Selesai menjalani penelitian (108 orang )
3 orang pengisian kuisioner tanpa wawancara
1 orang tidak dapat menyelesaikan pengisian
kuisioner
1 orang hanya mengisi informed consent
46
penelitian disebabkan oleh beberapa hal, antara lain responden yang berubah
pikiran sehingga tidak mau melanjutkan penelitian serta responden yang terburu-
buru sehingga tidak dapat menyelesaikan pengisian kuesioner.
K. Tata Cara Analisis Hasil
Data yang diperoleh dari penelitian dibahas secara deskriptif dan diolah
menggunakan statistik deskriptif dengan mendapatkan Persentase rata-rata dan
SD. Hasil wawancara dipaparkan secara deskriptif. Data ditampilkan dalam
bentuk tabel dan gambar (Pratiknya, 1993).
1. Karakteristik responden
Karakteristik responden kecuali usia, ditampilkan dengan bentuk persentase.
1. Usia responden
Penggolongan usia dilakukan dengan menggunakan rumus distribusi
frekuensi Strurgess:
M = 1+3,3 log N
dengan M adalah jumlah kelas dan N adalah jumlah data populasi
(Sugiyono, 2006). Pengelompokkan usia dilakukan dengan mencari
interval kelas yang dihitung dengan rumus:
dengan nilai M merupakan jumlah kelas yang diperoleh dari rumus
strurgess.
2. Jenis kelamin
Pengelompokkan jenis kelamin dilakukan dengan perhitungan frekuensi
dan perhitungan Persentasenya. x 100%
47
dengan N merupakan jumlah total seluruh responden yaitu 108 responden.
3. Tingkat pendidikan akhir
Dalam lembar kuesioner, terdapat 7 tingkatan pendidikan akhir responden
yaitu tidak Sekolah, SD, SLTP, SLTA, Diploma, dan Sarjana.
Pengelompokkan awal dilakukan berdasarkan jumlah masing-masing
tingkat pendidikan akhir yang dimiliki oleh responden, dibagi jumlah
responden keseluruhan kemudian dikali 100%.
4. Tingkat pekerjaan
Pengelompokkan terhadap tingkat pekerjaan dilakukan berdasarkan jumlah
masing-masing pekerjaan yang dimiliki oleh responden, dibagi jumlah
responden keseluruhan kemudian dikali 100%.
5. Jumlah responden yang menggunakan obat cair oral. Pengelompokkan
dilakukan berdasarkan perhitungan jumlah responden yang baru pertama
kali atau sudah berulang kali menggunakan sediaan cair oral, dibagi
jumlah responden keseluruhan kemudian dikali 100%.
6. Jumlah responden yang membeli obat di loket Apotek KF RSUP Dr.
Sardjito. Perhitungannya dilakukan berdasarkan perhitungan jumlah
responden yang membeli obat di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito,
dibagi jumlah responden keseluruhan kemudian dikali 100%.
7. Jumlah responden yang pernah berkonsultasi obat dengan apoteker di loket
Apotek KF RSUP Dr. Sardjito perhitungannya dilakukan berdasarkan
perhitungan jumlah responden yang yang pernah berkonsultasi obat
48
dengan apoteker di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, dibagi jumlah
responden keseluruhan kemudian dikali 100%.
2. Karakteristik obat
Ketersediaan obat meliputi penggolongan obat berdasarkan kelas
terapi, golongan obat, bentuk sediaan, dan ketersediaan sendok takar dalam
obat cair oral. Pengelompokan tersebut dikelompokkan menurut MIMS
Indonesia edisi 2009/2010. Jika ada obat cair oral yang tidak tercantum dalam
MIMS Indonesia, digunakan pustaka yang lain yaitu ISO Indonesia Volume 44
edisi 2009/2010.
Persentase jumlah obat cair oral disertai dengan sendok takar sediaan
cair oral yang terdapat di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, kemudian
perhitungan persentasenya:
x 100%
Perhitungan ketersediaan takaran disajikan dalam bentuk Persentase dengan
perhitungan sebagai berikut adalah Persentase ketersediaan sendok takar adalah
% ketersediaan sendok takar =
3. Pengetahuan, sikap dan perilaku
Pengolahan hasil kuesioner yang terdiri dari aspek pengetahuan, sikap dan
tindakan dengan menyajikan data dalam bentuk Persentase jawaban responden
dengan perhitungan sebagai berikut:
49
Rumus berlaku untuk menghitung aspek pengetahuan, sikap dan tindakan
responden. Hasil keseluruhan dari ketiga aspek dirata-rata.
4. Wawancara apoteker
Pengolahan wawancara apoteker hanya dilakukan dengan memaparkan
jawaban apoteker sesuai jawaban yang diberikan apoteker saat penelitian.
Wawancara diketik dan dilampirkan dalam lampiran penelitian
L. Kesulitan Penelitian
Kesulitan yang dialami selama penelitian ini antara lain ketika mencari
responden penelitian. Pada tahap pengambilan data, banyak pengunjung apotek
yang tidak bersedia untuk diikutsertakan dalam penelitian dengan alasan belum
pernah menggunakan obat cair oral yang didalamnya terdapat sendok takar. Hal
ini dikarenakan ada beberapa pengunjung hanya pernah mengenal dan
menggunakan obat dalam bentuk tablet dan kapsul. Selain itu, responden loket
UGD Apotek KF RSUP Dr. Sardjito merupakan responden yang tidak terbiasa
dijadikan subjek penelitan survei. Pengisian kuesioner merupakan hal yang baru
dialami oleh responden sehingga tidak semua pengunjung apotek bersedia terlibat
dalam penelitian.
Kesulitan yang dialami peneliti pada responden yang bersedia
diikutsertakan dalam penelitian adalah responden telah berusia lanjut,
pendengarannya sudah berkurang, dan tidak terbiasa berbahasa Indonesia. Untuk
mengatasi kesulitan ini, peneliti mendampingi saat pengisian kuesioner,
50
membacakan kuesioner dengan menggunakan bahasa yang lebih mudah
dimengerti tanpa mengurangi maksud dari pernyataan yang tertulis di kuesioner.
Ada beberapa responden yang memiliki keterbatasan pemahaman
terhadap kuesioner yang diberikan sehingga peneliti membantu menerjemahkan
maksud kalimat pertanyaan pada kuesioner tersebut. Kesulitan lain adalah
responden yang bersedia mengisi kuesioner, tetapi ketika obat yang ditunggu
sudah diterima, responden tersebut terlihat terburu-buru, hal ini dapat
mempengaruhi jawaban yang diberikan.
Kelemahan dalam penelitian ini adalah adanya bias dimana pemahaman
setiap responden mengenai penggunaan sendok takar yang pernah dilakukannya
berbeda-beda. Ini karena pengaruh waktu penggunaannya yaitu ada yang baru
menggunakan, ada yang sudah lama menggunakan sehingga ingatan dari
responden sangatlah berpengaruh pada saat pengisian kuesioner dan wawancara
dan tidak dihitung berapa responden yang benar-benar membeli sediaan cair oral
yang menyertakan sendok takar pada saat penelitian. Hal ini dikarenakan tidak
memungkinkan bagi peneliti untuk memperhatikan dan bertanya apakah
responden sedang membeli produk obat cair yang dibeli di Apotek KF RSUP Dr.
Sardjito saat penelitian. Responden yang sesuai kriteria inklusi eksklusi bersedia
mengisi kuesioner hanya saat dirinya setelah menyerahkan resep dan membayar
resep ke loket KF UGD karena obatnya dalam bentuk resep tidak memungkinkan
peneliti bertanya karena responden tidak tahu obat apa yang sedang dibeli dan
didukung dengan kondisi loket yang ramai membuat antrian panjang di bangku
depan loket.
51
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini terdiri atas 3 bagian. Bagian pertama berisi mengenai
ketersediaan obat cair oral yang terdapat di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Bagian
kedua mengenai pemaparan hasil dari kuesioner dan wawancara responden
terhadap penggunaan sendok takar dan penggunaan sediaan cair oral. Bagian
ketiga berisi pemaparan hasil wawancara terhadap apoteker mengenai pemberian
informasi obat kepada pasien yang terkait informasi apa saja yang diberikan
tentang penggunaan sendok takar dan sediaan cair oral. Berikut hasil pembahasan
rekapitulasi data.
A. Ketersediaan sendok takar yang terdapat pada kemasan obat cair di Apotek Pelengkap Kimia Farma
RSUP Dr. Sardjito
Sebelum mengetahui persentase ketersediaan sendok takar akan dibahas
terlebih dahulu mengenai karakteristik obat cair yang terdapat di Apotek KF
RSUP Dr. Sardjito. Karakteristik obat cair oral adalah hal-hal dari obat cair oral
yang dapat dikaji untuk menggambarkan cara penggunaan obat pada responden.
Dalam penelitian ini, karakteristik obat dilihat dari ketersediaan obat cair dengan
mengkaji pembagian obat berdasarkan kelas terapi, golongan obat, bentuk
sediaan, dan ketersediaan sendok takar dalam obat cair oral. Kelima hal tersebut
dipilih karena dianggap dapat menggambarkan penggunaan sendok takar dalam
obat cair oral yang dihubungkan dengan karaktersitik obat.
52
Pengumpulan data untuk karaktersitik obat cair oral dilakukan dengan
melakukan pendataan jenis obat cair oral dan melakukan pengecekan terhadap
bentuk takaran yang ada dalam obat cair oral yang tersebar di 5 loket Apotek KF
RSUP Dr. Sardjito pada periode Juni-Juli 2010. Obat yang masuk dalam
penelitian adalah obat yang jenisnya sesuai dengan definisi operasional. Obat
yang telah dicatat tersebut kemudian digolongkan berdasarkan bentuk sediaan
obat, kelas terapi obat, golongan obat menurut undang-undang dan ketersediaan
takaran dalam obat cair oral. Secara keseluruhan obat cair oral yang terdapat di
Apotek KF RSUP Dr. Sardjito ada 200 jenis item merek dagang dan 12 item obat
generik. Pengelompokan obat cair oral dilakukan berdasarkan kelas terapinya
menurut nama generiknya.
1. Berdasarkan bentuk sediaan
Sediaan obat cair oral yang tersedia di seluruh loket Apotek KF RSUP
Dr. Sardjito dalam bentuk sirup, dry syrup, suspensi, emulsi, dan eliksir.
Gambar 13. Persentase Obat Cair Oral Berdasarkan Bentuk Sediaan di Apotek
Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Periode Juni-Juli 2010
Sebagian besar bentuk sediaan obat cair yang tersebar di seluruh loket
Apotek KF RSUP Dr. Sardjito adalah sirup sebanyak 150 merek sirup. Sirup yang
tersebar juga ada dalam bentuk dry syrup atau sirup kering dengan persentase
53
sebanyak 24 merek dry syrup yang terdapat pada obat cair oral jenis antibiotik.
Antibiotik yang beredar kebanyakan dalam bentuk dry sirup dan harus dilarutkan
dengan air sebelum diberikan pada pasien saat penyerahan obat.
Selain bentuk sirup sediaan bentuk suspensi beredar sebanyak 33 merek,
emulsi pada 3 merek produk yaitu Laxadine® pada golongan obat bebas terbatas,
Curvit®, dan Scott’s ®emulsion yang beredar di suplemen. Bentuk sediaan eliksir
ditemukan pada 2 merek produk yaitu produk golongan jamu (Batugin® eliksir)
dan Produk obat bebas terbatas (Bisolvon® eliksir).
Keberadaan bentuk sediaan sirup yang lebih banyak dari pada bentuk
obat cair oral yang lain tersebut tersedia dan tersebar di seluruh loket Apotek KF
Sardjito. Faktor ini diperkuat juga dari hasil wawancara terhadap 108 responden
yang 73 diantaranya adalah wanita mengatakan bahwa obat cair dalam bentuk
sirup lebih menarik karena rasanya, warna dan kemasannya yang bagus. Menurut
mereka untuk pengobatan pada anak mereka atau penggunaan secara pribadi,
mereka lebih memilih sirup karena kenyamanan dan rasanya dalam pemberian
obat. Berbagai macam sediaan obat cair yang terdapat di apotek maka dibutuhkan
peran apoteker untuk memberikan informasi yang sejelas-jelasnya mengenai cara
penggunaan jenis sediaan cair.
2. Berdasarkan golongan obat menurut Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/IV/2000 dan nomor registrasi
Pengelompokan obat cair oral berdasarkan golongannya yang tersebar di
Apotek KF RSUP Dr.Sardjito adalah golongan obat bebas, bebas terbatas dan
obat keras yang bukan psikotropika dan narkotika. Sementara itu khusus untuk
54
obat cair oral kategori obat tradisional menurut penggolongan obat tradisional di
Indonesia terdiri atas golongan Jamu dan Fitofarmaka.
Jamu adalah sediaan obat bahan alam yang aman sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan, dibuktikan khasiatnya berdasarkan pengalaman
empiris dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Fitofarmaka adalah
sediaan obat bahan alam yang telah dibutkikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah
distandarisasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2004).
Gambar 14. Persentase Obat Cair Oral Berdasarkan Golongan Obat Menurut
Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/IV/2000 yang terdapat di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Periode Juni-Juli 2010
Terdapat 161 item obat yang terdapat di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.
Berdasarkan logo obat yang terdapat di kemasan obat, data dikelompokkan
menjadi 5 kelompok yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, jamu dan
fitofarmaka. Berdasarkan hasil penelitian persentase terbanyak dipegang obat cair
oral golongan obat keras yang tersedia di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito sebanyak
79 macam merek obat kemudian disusul dengan obat bebas terbatas dan obat
bebas. Apotek KF RSUP Dr. Sardjito merupakan apotek yang terletak di dalam
rumah sakit, oleh karena itu obat cair oral yang tersedia sebagian besar merupakan
obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter dan dibeli di apotek.
55
Penggunaan obat cair oral golongan obat keras harus dilakukan di bawah
pengawasan dokter serta indikasinya harus sesuai dengan penyakit yang diderita.
Ketersediaan obat cair oral yang dominan berlogo obat keras perlu
mendapat obat perhatian. Penggunaan sendok takar yang belum tepat pada
responden yang mengkonsumsi jenis obat pada golongan seperti antibiotik
memiliki kecenderungan kekurangan dosis atau kelebihan dosis jika dalam
penggunaannya ketika mengukur dengan sendok takar tidak benar sehingga dapat
menyebabkan pola kesembuhan pasien kurang optimal. Hasil studi tahun 2009,
kesalahan pemberian obat dengan sistem penghantaran menggunakan droppers
(tetes), sendok takar, cup dan syringe secara patologis menyebabkan kekurangan
dan kelebihan dosis pada obat parasetamol. Ketidakakuratan dosis lebih terjadi
seperti pada obat-obat antibiotika akan memberi kontribusi pada resistensi
antibiotik (Falagas, Vouloumanou, Plessa, Rafailidis, 2010).
Penggolongan obat khusus untuk jenis suplemen didasarkan pada nomor
registrasi suplemen, karena tidak semua jenis suplemen memberi logo obat.
Terdapat 51 jenis suplemen, ada 6 tipe suplemen berdasarkan nomor registrasi
dari Badan POM. Penggolongan ini berdasarkan PerMenKes RI Nomor
949/Menkes/VI/2000 tentang registrasi obat jadi dan PerMenKes RI Nomor
246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan
Pendaftaran Obat Tradisional
56
Gambar 15. Persentase Suplemen berdasarkan izin registrasi menurut PerMenKes RI Nomor 949/Menkes/VI/2000 dan PerMenKes RI Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 yang terdapat di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Periode Juni-
Juli 2010 Berdasarkan nomor registrasi obat, golongan suplemen dikelompokkan
menjadi 6 kelompok, yaitu golongan obat bebas dengan nama dagang dalam
negeri atau lisensi (DBL), golongan obat bebas terbatas dengan nama dagang
produksi dalam negeri atau lisensi (DTL), suplemen makanan produksi dalam
negeri (SD), suplemen makanan produksi dalam negeri dengan lisensi (SL),
suplemen makanan produksi luar negeri atau impor (SI) dan produk makanan atau
minuman yang berbatasan dengan obat, produksi dalam negeri atau lisensi
(BMD).
Persentase terbanyak suplemen yang tersedia di Apotek KF RSUP Dr.
Sardjito adalah suplemen makanan produksi dalam negeri sebanyak 37 merek
suplemen (72,5%). Persentase terendah adalah suplemen dengan kode registrasi
BMD dan DTL masing-masing sebanyak 2%.
3. Berdasarkan Kelas Terapi dan Sub Kelas Terapi
Berdasarkan kelas terapi dan sub kelas terapi, obat dapat digolongkan
menjadi beberapa kelompok.
57
Tabel IV. Penggolongan Obat Cair Oral Berdasarkan Kelas Terapi dan Sub Kelas Terapi
Kelas Terapi Sub Kelas Terapi Jumlah merek obat
Persentase Total
Antiinfeksi (Sistemik)
golongan penisilin 10 4,72
16,51%
golongan makrolida 4 1,89
golongan sefalosporin 13 6,13
golongan kloramfenikol 3 1,42
golongan kombinasi antibakterial 2 0,94
Antiamuba 1 0,47
Antituberkulosis 2 0,94
Sistem pernapasan
Obat batuk Golongan lain (obat tradisional)
5 2,36
33,96% Obat batuk dan pilek 55 25,94 Antiasma dan PPOK 12 5,66
Sistem Gastrointestinal
dan Hepatobilier
Antasida, antirefluks, antiulserasi 17 8,02
12,74% Laksatif (pencahar) 5 2,36
Antiemetik 3 1,42
Antidiare 2 0,94
Sistem Saraf pusat
Antiinflamasi Non Steroid 4 1,89
8,02%
Nootropik dan Neurotonik 4 1,89
Analgesik non opiate 1 0,47
Analgesik – Antipiretik 7 3,30
Antikonvulsan 1 0,47
Sistem Kemih dan kelamin Obat saluran kemih golongan lain (obat tradisional)
1 0,47 0,47%
Alergi dan Sistem Imun Antihistamin 8 3,77 3,77%
Vitamin dan Mineral
Vitamin&Mineral pediatrik 12 5,66
17,45%
Vitamin B kompleks dengan Vitamin C 4 1,89
Kalsium dengan Vitamin 5 2,36
Vitamin dan atau Mineral 11 5,19
Vitamin dan Mineral untuk masa hamil/ Antianemia
4 1,89
Vitamin A, D dan E 1 0,47
Nutrisi
Suplemen dan Terapi Penunjang 10 4,72
7,08% Perangsang Nafsu makan 3 1,42
Produk Nutrisi /Enteral 2 0,94
Total 212 100 100%
58
Persentase terbesar berada pada kelas terapi sistem pernapasan dengan
perincian bahwa sub kelas terapi golongan obat batuk dan pilek memegang
persentase ketersediaan obat terbesar di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Kondisi
ini sesuai dengan kondis mayoritas golongan tersebut yang terdiri atas obat bebas
dan obat bebas terbatas. Persentase terendah berada pada kelas terapi sistem
kemih dan kelamin dengan 1 produk obat tradisional cair golongan jamu.
Dari data yang diperoleh, diketahui bahwa di Apotek KF RSUP Dr.
Sardjito memiliki ketersediaan obat cair oral dengan kelas terapi yang lengkap.
Faktor inilah yang tentunya mendukung pasien rumah sakit untuk datang membeli
obat cair di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Kelengkapan kelas terapi obat cair oral
ini tentunya juga disesuaikan dengan mencermati pola penyakit yang sedang
beredar di lingkungan rumah sakit. Maka dari itu Apotek KF RSUP Dr. Sardjito
dapat memenuhi kebutuhan pasien tentang obat khususnya obat cair oral untuk
penyakit tersebut. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa
faktor kelengkapan obat merupakan salah satu faktor yang kerap digunakan alasan
responden untuk menjadi pelanggan setia Apotek Kimia Farma.
4. Ketersediaan alat bantu ukur di dalam kemasan obat cair oral
Ketersediaan alat bantu ukur merupakan fokus utama dan menjadi salah
satu dalam kajian permasalahan. Keberadaan takaran dalam sediaan obat cair oral
seperti sendok takar obat menjadi faktor penting dalam keberhasilan terapi.
Keberadaan sendok takar dalam obat cair oral mencerminkan pentingnya
ketepatan dosis dalam pemberian obat. Hal ini sangat bermanfaat untuk obat cair
oral jenis antibiotik. Antibiotik dengan indeks terapi sempit memerlukan perhatian
59
karena dengan perubahan militer dosis yang berbeda baik itu kelebihan atau
kekurangan maka akan membawa dampak pada kesehatan pasien.
Penelitian di Amerika dibuktikan bahwa saat pasien menggunakan
sendok teh ukuran sedang dosis obat yang diminum berkurang 8%. Sementara itu
saat menggunakan sendok teh ukuran besar (table spoons), dosis obatnya rata-rata
kelebihan 12% (Wansink dan van Ittersum, 2010). Meski kelebihan atau
kekurangan obat cair tidak akan membahayakan jiwa namun bila pengobatan
dilakukan dalam jangka panjang tentu akan menimbulkan konsekuensi kesehatan
terutama jika konsumennya adalah anak-anak. Oleh sebab itu perlu dilihat
keberadaan sendok takar obat yang biasanya terdapat dalam kemasan.
Gambar 16. Persentase Ketersediaan Alat Bantu Ukur Dalam Kemasan Obat Cair Oral di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Periode Juni-Juli 2010
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa dalam kemasan obat cair oral
mayoritas tersedia alat takar yaitu sendok takar, sisanya adalah bentuk cup ukur
dan terdapat sekitar 60 buah kemasan obat tidak menyediakan alat takar.
60
Masing masing jumlah ketersediaan takaran pada setiap jenis obat cair secara rinci
terlihat pada tabel V.
Tabel V. Ketersediaan Alat Bantu Ukur Dalam Kemasan Obat Cair Oral di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Periode Juni-Juli 2010
Jenis Obat Cair Jumlah Merek Obat
Jumlah cup
Jumlah sendok takar
Jumlah Tanpa cup dan sendok takar
Obat Keras (Antibiotik) 27 1 24 2 Obat Keras (non Antibiotik) 43 2 26 15 Obat Bebas dan Bebas Terbatas
75 17 32 26
Suplemen 51 4 32 15 Obat Tradisional 4 1 1 2 Generik 12 0 12 0
Total 25 127 60
Berdasarkan Tabel V diatas, paling banyak tidak terdapat alat bantu ukur
adalah pada jenis obat cair oral di posisi obat bebas terbatas dan obat bebas
sebanyak 26 macam merek obat. Pada jenis antibiotik hanya 2 macam merek obat
yaitu Aclam® dry syrup (Amoksisilin) dan Flagyl® oral suspension
(Metronidazol). Walaupun sebagian besar sediaan cair tidak disertai dengan alat
bantu ukur, namun dalam penyerahan obat ke pasien, apoteker selalu memberikan
alat bantu ukur tanpa meminta biaya tambahan. Hal ini dilakukan apoteker untuk
mencegah agar pasien tidak menggunakan sendok makan atau sendok teh dan juga
merupakan upaya meningkatkan pemakaian obat yang rasional oleh pasien.
Khusus untuk obat generik, pada waktu penelitian memang tidak
ditemukan sendok takar dalam kemasan obat karena antara kemasan dan botol
obat sudah terpisah. Namun berdasarkan hasil dari wawancara apoteker dan
pegawai apotek yang bekerja menyiapkan obat khusus untuk obat generik, pihak
apotek selalu menyediakan sendok takar khusus sebelum diserahkan pasien.
61
Gambar 17. Macam sendok takar yang ada di kemasan obat
Ketidakseragaman obat yang masuk secara oral akibat tidak adanya
sendok takar dalam obat cair menyebabkan kecenderungan pasien untuk
menggunakan sendok rumah tangga seperti sendok teh atau sendok makan. Hal ini
bisa membuat seorang pasien memiliki kadar obat yang terabsorbsi menjadi
bervariasi akibat dari variasi sendok yang digunakan di Indonesia berbeda dengan
ketentuan yang ada di Farmakope Indonesia III.
B. Perilaku Responden Terhadap Penggunaan Sendok Takar dan Sediaan
Cair Oral
Sebelum membahas mengenai perilaku responden terhadap penggunaan
sendok takar dan sediaan cair oral terlebih dahulu akan dipaparkan mengenai
karakteristik responden yang terlibat dalam penelitian ini.
1. Karakteristik responden
Karakteristik responden adalah kondisi diri responden yang mungkin
mempunyai hubungan dengan perilaku penggunaan obat. Pada penelitian ini,
karaktersitik responden dikaji dari segi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
dan jenis pekerjaan. Keempat hal ini dipilih karena keempatnya adalah hal yang
paling umum yang dapat dikaji dari segi responden. Selain itu jika pertanyaan
62
tersebut diajukan kepada responden melalui wawancara, tidak akan menimbulkan
hal yang tidak menyenangkan dari sisi peneliti maupun sisi responden itu sendiri.
Pengunjung apotek yang menjadi responden juga dikaji dari segi
penggunaan sendok takar dalam sediaan obat cair oral, sudah berapa kali
responden membeli obat di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito serta pernah
tidaknya responden berkonsultasi obat dengan apoteker di apotek. Hal tersebut
ditanyakan untuk mengetahui apakah responden tersebut sesuai dengan kriteria
inklusi-eksklusi.
a. Usia responden
Dalam penelitian ini, usia merupakan salah satu kriteria inklusi. Sesuai
kriteria inklusi, responden adalah pengunjung apotek yang datang membeli obat di
Apotek KF RSUP Dr. Sardjito yang telah berumur 17 tahun ke atas pada saat
mengikuti penelitian. Di Indonesia, 17 tahun merupakan batasan usia dewasa.
Artinya penduduk yang berumur ≥17 tahun termasuk kelompok usia dewasa.
Sedangkan ≥65 tahun adalah kelompok umur lanjut usia (lansia). Peneliti
mengambil batasan usia dewasa untuk usia reponden karena pada usia tersebut
responden sudah dapat memahami dan mengerti penggunaan sendok takar dalam
obat cair oral secara tepat, sehingga dapat memberikan informasi dengan jelas
terkait penggunaan sendok takar dalam obat cair oral melalui kuesioner dan
wawancara yang diberikan.
63
Tabel VI. Persentase Usia Responden yang Menggunakan Obat Cair Oral Kelompok Umur Jumlah Responden Persentase
19-24 tahun 23 21,3
25-30 tahun 17 15,7
31-36 tahun 14 12,9
37-42 tahun 15 13,9
43-48 tahun 9 8,3
49-54 tahun 16 14,8
55-60 tahun 8 7,4
61-66 tahun 4 3,7
67-72 tahun 2 2
Berdasarkan data yang diperoleh didapat usia termuda responden adalah
usia 19 tahun dan usia tertua responden adalah 68 tahun. Persentase pengunjung
Apotek yang menjadi responden dalam penelitian ini yang paling besar yaitu
berada pada rentang usia 19-24 tahun. Selanjutnya adalah rentang 25-30 tahun dan
Persentase penggunaan obat cair oral yang paling kecil pada rentang usia 67-72
tahun. Persentase penggunaan obat cair oral yang besar pada rentang usia 19-24
tahun mungkin disebabkan karena pada usia tersebut adalah usia dewasa produktif
sehingga dapat mengambil dan bertanggung jawab atas keputusan dalam
pencarian tindakan pengobatan untuk mengatasi gejala atau keluhan yang dialami.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pada usia 19-24 tahun,
penggunaan sediaan cair sebagian besar ditujukan untuk mengobati keluhan
penyakit ringan seperti batuk dan responden pengguna obat cair pada rentang usia
tersebut mengaku obat cair yang mereka konsumsi hanya sebatas obat batuk dan
suplemen.
64
b. Jenis kelamin responden
Responden yang masuk dalam kriteria inklusi penelitian ini digolongkan
berdasarkan jenis kelamin yang terbagi atas jenis kelamin pria dan wanita. Dari
hasil penelitian ini didapatkan bahwa mayoritas responden yang pernah
menggunakan sendok takar dalam obat cair oral berjenis kelamin wanita dengan
sebanyak 73 wanita dan sisanya yang lain adalah 35 pria.
Gambar 18. Persentase Jenis kelamin Responden
Dari hasil wawancara terhadap seluruh responden wanita sebanyak 26,9%
merupakan ibu rumah tangga menyatakan bahwa lebih sering menggunakan obat
cair oral karena selain juga untuk penggunaan secara pribadi juga karena mereka
sering meminumkan obat ke anak seperti obat demam, batuk atau pilek, mereka
menggunakan obat cair oral. Wanita lebih banyak membuat keputusan kesehatan
untuk bertemu dengan tenaga kesehatan profesional ataupun dengan
menggunakan produk tanpa resep (Holt dan Hall, 1990)
Responden pria lebih sedikit dalam menggunakan obat cair oral ketika
mereka sakit dikarenakan ada beberapa alasan dari hasil wawancara yaitu
responden yang diteliti berjenis kelamin pria lebih sering menerima pengobatan
dengan bentuk sediaan seperti tablet atau kapsul. Selain itu responden pria lebih
65
menyukai bentuk tablet atau kapsul karena apabila menggunakan obat cair lebih
repot dan harus menuang seusai takaran dengan kemungkinan tumpah besar.
c. Tingkat pendidikan responden
Pendidikan berpengaruh pada pola pikir seseorang untuk menghadapi
masalah yang ada di sekitarnya, dalam hal ini masalah kesehatan. Beberapa
penelitian menyatakan intelegensi berbanding lurus dengan tingkat pendidikan
(Azwar, 1999).
Kajian tingkat pendidikan responden yang ikut dalam penelitian ini
dibagi menjadi 5 kategori yaitu responden yang tidak pernah menempuh
pendidikan apapun, SD (Sekolah Dasar), SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama), SMA (Sekolah Menengah Atas), Diploma, dan Sarjana. Tidak dapat
diperkirakan tingkat pendidikan mana yang dapat menggambarkan penggunaan
sendok takar yang tepat karena tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden
berbeda–beda.
Gambar 19. Persentase Tingkat Pendidikan Responden
Berdasarkan data tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini
adalah mayoritas SLTA sebanyak 52 responden disusul pendidikan Sarjana
66
meliputi S1 dan S2. Persentase terkecil yaitu pada responden yang tidak sekolah
hanya sebanyak 2 responden. Pendidikan dapat mempengaruhi aspek kehidupan
termasuk pemeliharaan kesehatan (Notoadmojo, 2002). Perbedaan pendidikan
akan berpengaruh pada perilaku seseorang, karena setiap responden memiliki cara
pandang yang berbeda tergantung cakupan informasi yang mereka dapatkan,
dalam hal ini tentang penggunaan sendok takar obat cair oral.
d. Jenis pekerjaan responden
Gambaran jenis pekerjaan dari pengunjung apotek yang menjadi
responden dalam penelitian dikelompokkan menjadi 6 kelompok, yaitu tidak
bekerja/pensiunan, ibu rumah tangga, pegawai negeri sipil/TNI, wiraswasta,
swasta, dan pelajar/mahasiswa.
Gambar 20. Persentase Jenis Pekerjaan Responden
Berdasarkan data yang diperoleh mayoritas responden yang ikut serta
dalam penelitian adalah swasta dengan jumlah responden sebanyak 35 orang
diikuti jenis pekerjaan ibu rumah tangga sebanyak 29 orang. Persentase terkecil
adalah responden tidak bekerja atau merupakan pensiunan. Semakin baik
pekerjaan seseorang maka kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan kesehatan
dalam hal frekuensi penggunaan pelayanan kesehatan akan semakin tinggi pula.
67
Sebaliknya, kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada kemungkinan
disebabkan karena tidak mempunyai cukup dana untuk membeli obat,
memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan, dan sebagainya. Berdasarkan
hasil wawancara, responden dengan pekerjaan swasta dan ibu rumah tangga
sangat pastisipatif dalam memberikan informasi karena mereka menggap bahwa
pemberian informasi obat sangat berguna untuk kesembuhan anggota keluarga
mereka.
e. Frekuensi penggunaan sendok takar sediaan cair oral.
Frekuensi penggunaan sendok takar dalam obat cair oral merupakan
karakteristik yang perlu diketahui karena untuk melihat seberapa sering responden
benar-benar menggunakan sendok takar dalam obat daripada sendok rumah
tangga yaitu sendok teh atau sendok makan. Hal ini bisa menggambarkan
perhatian responden terhadap keberadaan sendok takar dalam obat cair oral.
Gambar 21. Persentase Responden yang Pernah Menggunakan Sediaan Cair Oral
Bersendok Takar
Dari 108 responden yang ikut dalam penelitian ini 106 responden
menyatakan sudah berulang kali mengkonsumsi sediaan obat cair yang bersendok
takar. Hasil wawancara peneliti memaparkan responden mengkonsumsi obat cair
68
bersendok takar khususnya obat batuk dan suplemen yang sering mereka beli di
apotek. Hanya 2 orang yang menyatakan baru pertama kali mengkonsumsi obat
cair yang menggunakan sendok takar.
Hal ini menunjukan sendok takar dalam obat cair oral umum digunakan
di masyarakat dan keberadaan sendok takar dalam obat cair juga menjadi
perhatian secara umum dalam masyarakat yang mengkonsumsi obat cair tersebut.
f. Frekuensi pembelian obat di loket Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito.
Pertanyaan ini diajukan kepada responden karena penelitian yang
dilakukan oleh peneliti berlangsung di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.
Ketertarikan untuk mengetahui berapa jumlah responden yang membeli obat cair
di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito adalah untuk menggambarkan juga ketersediaan
kelengkapan obat cair baik yang dibeli dengan resep dokter ataupun non resep.
Gambar 22. Persentase Jumlah Responden yang Membeli Obat di Loket Apotek
Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Periode Juni-Juli 2010
Sebanyak 62 responden mengaku sudah sering membeli obat cair di
Loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito yakni lebih dari satu kali. Sementara itu
sebanyak 46 responden mengaku baru pertama kali membeli obat cair di Loket
Apotek KF RSUP Dr. Sardjito karena obat yang mereka cari tidak ada di Instalasi
69
Farmasi RSUP Dr. Sardjito. Berdasarkan hasil wawancara terhadap seluruh
responden yang sering membeli obat di Apotek KF Sardjito ada beberapa alasan
dikarenakan loket Kimia Farma punya fasilitas Loket yang 24 jam (khusus loket
UGD), responden juga mengaku merupakan pelanggan Kimia Farma karena
kelengkapan ketersediaan obatnya selain itu apabila tidak ada obat yang mereka
cari biasanya pihak apotek membantu mencarikan dan bersedia mengantarkan
hingga sampai ke rumah responden.
Perlu diketahui bahwa Apotek KF RSUP Dr. Sardjito bekerja sama
dengan pihak Rumah Sakit Sardjito dalam menyediakan obat dan alat kesehatan
bagi para tenaga medis dan pasien baik itu pasien rawat jalan dan pasien rawat
inap. Ketertarikan pengunjung apotek yang menjadi responden dalam penelitian
ini untuk datang dan membeli obat di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito
dikarenakan ketersediaan kelengkapan obat, pelayanan informasi obat dan sistem
pelayanan yang ada 24 jam. Perlu diketahui ada 5 Loket KF dan sudah terbagi
berdasarkan kinerja dan posisinya yaitu:
1). Loket Poli adalah loket milik Apotek KF RSUP Dr. Sardjito yang khusus
melayani resep dan non resep dari Poli anak dan AsKes (Asuransi
Kesehatan).
2). Loket Induk adalah loket milik Apotek KF RSUP Dr. Sardjito yang khusus
melayani resep AsKes (Asuransi Kesehatan).
3). Loket Instalasi Rawat Jalan adalah loket milik Apotek KF RSUP Dr. Sardjito
yang melayani resep untuk pasien rawat jalan, pasien poli mata dan THT
karena letaknya yang berada di dalam dekat Poli Mata dan THT.
70
4). Loket Unit Gawat Darurat adalah loket milik Apotek KF RSUP Dr. Sardjito
yang melayani resep untuk pasien rawat jalan, rawat inap, dan resep umum
dari luar sarjito. Loket ini difasilitasi untuk beroperasi selama 24 jam dan
terbuka untuk pengunjung umum yang membeli obat dengan resep maupun
non resep.
5). Loket Bangsal adalah loket milik Apotek KF RSUP Dr. Sardjito yang khusus
melayani resep yang datang dari pasien rawat inap.
Keberadaan Loket KF di RSUP Dr. Sardjito ini bagi responden yang ikut
serta dalam penelitian ini juga mengakui adanya akses yang mudah untuk
membeli obat serta lengkapnya ketersediaan obat yang tersedia di apotek tersebut.
g. Frekuensi konsultasi obat dengan apoteker
Pertanyaan ini diajukan untuk mengetahui bagaimana seorang pasien
rumah sakit berkonsultasi terkait obat yang mereka dapat. Hal ini juga memberi
gambaran pelayanan apotek terkait peran profesi apoteker dalam melakukan
pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) yang merupakan suatu bentuk
pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan
kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Gambar 23. Persentase Jumlah Responden yang Konsultasi Obat Dengan Apoteker
71
Dari hasil penelitian ini, 91 responden menyatakan belum pernah
konsultasi obat dengan apoteker di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito dan 17
responden menyatakan pernah konsultasi obat dengan apoteker. Dari hasil
wawancara peneliti bagi yang pernah konsultasi obat dengan apoteker responden
menyatakan mereka hanya konsultasi obat terkait obat yang diterima, pengobatan
mandiri, dan kelanjutan keberlangsungan terapi bagi pasien yang rawat jalan atau
obat yang sebelumnya pernah dipakai.
Gambaran terkait konsultasi obat yang jarang terjadi di Apotek KF RSUP
Dr. Sardjito diperkuat juga dari pernyataan apoteker yang bertugas di loket ketika
di wawancara menyatakan bahwa peran apoteker di Apotek KF RSUP Dr.
Sardjito adalah melayani penyerahan obat baik resep maupun non resep dan
sebatas melayani Pelayanan Informasi Obat (PIO) saat obat tersebut diserahkan
pada pasien.
Dari sisi layout apotek memang dikhususkan bahwa Apotek KF ini
bekerja sama dengan RSUP Dr. Sardjito memberikan pelayanan kefarmasian pada
pasien. Sekalipun ada konsultasi obat memang pihak apotek tidak menyediakan
tempat khusus tapi konsultasi obat bisa dilakukan saat ada di masing-masing
loket. Konsultasi obat juga jarang terjadi karena kondisi apotek di dalam rumah
sakit yang menutut kecepatan pelayanan obat sehingga minim sekali jika ada
konsultasi obat karena dari hasil pengamatan peneliti saat berada di loket UGD
dengan kondisi pasien yang terburu-buru dan antri membeli obat menuntut juga
para pegawai apotek termasuk apoteker untuk bekerja secara cepat, benar dan
tepat.
72
2. Perilaku responden terhadap penggunaan sendok takar sediaan cair oral
Perilaku kesehatan dipengaruhi oleh aspek pengetahuan, sikap dan
tindakan. Gambaran perilaku cara penggunaan sendok takar dan penggunaan
sediaan cair oral dilakukan dengan penyebaran kuesioner. Tiap aspek pada
kuesioner terdiri dari pernyataan favourable dan unfavourable. Pernyataan
favourable merupakan jenis pernyataan yang harus dijawab benar sesuai teori
sedangkan unfavourable merupakan jenis pernyataan yang harus dijawab salah.
Penelitian ini juga melakukan wawancara untuk mendukung data
kuesioner yang telah diisi oleh responden, sehingga dari hasil wawancara akan
memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai penggunaan sendok takar dan
sediaan cair oral
a. Aspek Pengetahuan
Penelitian ini akan melakukan evaluasi terhadap pengetahuan responden
terkait penggunaan sendok takar dan obat cair oral secara umum. Aspek
pengetahuan diukur dari setiap butir pernyataan dalam kuesioner dan dari
wawancara. Dari 10 pernyataan dalam pengukuran aspek pengetahuan
mengandung 3 pernyataan yang bersifat unfavourable dan 7 pernyataan yang
bersifat favorable.
Berdasarkan hasil penelitian dari kuesioner untuk pernyataan pertama
untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan responden mengetahui tentang
penggunaan obat. Hasilnya 50,9% responden menjawab dengan benar,
menandakan bahwa responden tersebut tahu bahwa tidak semua jenis obat harus
digunakan sampai habis.
73
Tabel VII. Aspek Pengetahuan Responden Terhadap Penggunaan Sendok Takar dan Sediaan Cair Oral
No Aspek Pengetahuan
Pernyataan Kuisioner Responden
menjawab
Benar
Responden
menjawab
Salah
Persentase
Jawaban
Benar(%)
Persentase
Jawaban
Salah(%)
1 Semua jenis obat harus digunakan sampai habis. *)
55 53 50,9 49,1
2 Cara penggunaan obat yang benar akan mempengaruhi kesembuhan penyakit.
101 7 93,5 6,5
3 Penyimpanan obat cair harus di suhu kamar tempat yang kering, dan terlindung cahaya.
59 49 54,6 45,4
4 Penggunaan obat cair tidak boleh menggunakan sendok makan/sendok teh di rumah.
55 53 50,9 49,1
5 Semua obat cair yang diminum berbentuk sirup.*)
14 94 12,9 87,1
6 Walaupun rasa, warna, bau dan kejernihan dari larutan obat sudah berubah, obat masih dapat digunakan kembali. *)
81 27 75,0 25,0
7 Pengukuran volume obat cair dengan sendok takar harus sejajar dengan mata
29 79 26,8 73,2
8 Pembacaan brosur pada kemasan obat akan mengurangi resiko yang tidak dikehendaki
93 15 86,1 13,9
9 Sebelum meminum obat cair sebaiknya dikocok terlebih dahulu.
98 10 90,7 9,3
10 Kebersihan adalah hal yang penting dalam penggunaan obat cair
104 4 96,3 3,7
Rata-Rata 63,7 36,2
Keterangan : *) pernyataan unfavourable
Dari hasil wawancara peneliti terhadap responden mengenai pernyataan
ini, responden yang menjawab dengan benar memiliki pendapat bahwa jika sudah
sembuh obat tidak perlu dihabiskan kecuali antibiotik. Secara umum responden
penelitian mengetahui bahwa obat yang harus digunakan sampai habis biasanya
merupakan obat-obat golongan antibiotik. Pemahaman mereka yang mereka tahu
didapat dari informasi dari dokter maupun apoteker untuk obat cair yang
tergolong antibiotik mereka akan menggunakannya sampai habis sesuai petunjuk
74
dokter atau apoteker. Sementara masih ada responden yang menjawab tidak benar,
hal itu disebabkan karena mereka punya alasan tertentu bahwa setiap obat yang
mereka terima ketika menebus resep di apotek harus digunakan sampai habis
sebanyak jumlah obat yang tertera di resep atau etiket. Mereka beranggapan kalau
tidak sampai habis akan menyebabkan tidak cepat sembuh.
Semua jenis obat memang tidak semuanya harus digunakan sampai
habis. Penggunaan obat yang harus sampai habis adalah obat yang tergolong
antibiotik, antiparasit, antijamur, antiprotozoa, dan antivirus. Jika antibiotika tidak
digunakan sampai habis maka jika diserang bakteri yang sama tubuh pasien akan
kembali sakit dan lebih parah lagi (Wibowo, 2010). Keberhasilan terapi antibiotik
sangat ditentukan oleh kepatuhan pasien pada terapi (Wattimena, 1991).
Pengetahuan responden mengenai permasalahan penyimpanan obat pada
pernyataan ketiga, hal ini banyak diberi respon oleh responden. Sebagian besar
responden menjawab dengan benar. Hasil wawancara terhadap mereka
menunjukan bahwa selama ini kalau menyimpan obat di toples khusus obat, kotak
obat tertutup dan terlindung cahaya, di lemari tertutup dibungkus rapi atau di
lemari obat dan mereka paham bahwa obat cair tersebut juga harus terlindung dari
jangkauan anak anak karena bentuknya botol kaca dan mudah pecah. Hal ini
menunjukan tampak pemahaman mereka mengenai cara menyimpan obat cair.
Terkait permasalahan penyimpanan khusus aturan obat cair yang harus
dengan suhu dan tempat yang kering, sebanyak 23 orang berpendapat bahwa hal
itu mereka asumsikan di kulkas tetapi tidak di frezzer, obat cair biasanya mereka
letakkan dekat tempat telur di dalam kulkas. Alasan mereka menyimpan di kulkas
75
adalah agar kandungan atau cairan dalam obat cair tetap terjaga, udara di kulkas
relatif stabil dan lebih dingin daripada suhu kamar, tidak cepat rusak sebelum
kadaluarsa karena jika diletakkan di udara terbuka biasanya udaranya lebih panas
daripada suhu kamar secara umunya, lebih awet, tidak kena semut karena obat
cair biasanya manis dan lebih tahan lama, hal itu mereka lakukan untuk semua
obat cair. Ketika dikonfirmasi mengenai informasi yang diberikan oleh apoteker,
mereka mengaku bahwa ketika membeli obat cair tidak pernah diberitahu cara
menyimpan hanya aturan penggunaan seperti berapa sendok dan harus dihabiskan
atau tidak.
Farmasis seharusnya menyarankan penggunaan dengan memberi nasehat
terkait cara penyimpanan obat cair yang sesuai (Dusdieker, Murph, Milavetz,
2010). Responden lainnya yang menjawab tidak benar mengaku hanya
meletakkan obat cair disembarang tempat seperti di meja, di dekat jendela kamar
tidur, buffet, di rak meja, ada yang berpendapat kalau simpan di lemari es takut
terkena uap air es karena ada beberapa responden yang tidak mempunyai kulkas
sehingga obat cair mereka letakkan di meja terbuka, tidak memperhatikan dengan
cermat pencahayaan baik dari lampu atau sinar matahari. Sepengetahuan mereka
tidak ada aturan khusus penyimpanan, di etiket hanya tertulis simpan di suhu
kamar. Jadi mereka beranggapan menyimpannya adalah diletakan di ruang
terbuka agar terkena suhu kamar. Peneliti kemudian mengamati beberapa etiket
yang tercantum dikemasan obat batuk cair yang terkait dengan penyimpanan.
76
Tabel VIII. Aturan Penyimpanan Pada Etiket Obat Cair yang Tersebar di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Periode Juni-Juli 2010
NO Aturan Penyimpanan
1 Simpan ditempat yang sejuk 15-30° C.
2 Simpan pada suhu tidak lebih dari 25° C
3 Simpan ditempat yang sejuk dibawah 30° C
4 Simpan pada suhu kamar 25-30° C
5 Simpan dalam wadah tertutup rapat dan
terlindung dari cahaya
6 Simpan di almari pendingin suhu 2°-8°C
Kriteria yang tertulis di etiket kemasan obat sebenarnya menunjukan
bahwa produk obat cair tersebut dianjurkan untuk disimpan pada suhu kamar yang
kering dan terlindung dari cahaya. Hal inilah yang sampai sekarang belum
dipahami secara benar oleh responden, walaupun menjawab dengan benar pada
prakteknya beberapa responden masih salah dalam melakukan penyimpanan obat
cair oral. Jika dilihat dari etiket sebutan kata ‘sejuk’ oleh kebanyakan pasien
mengasumsikan sebagai instruksi untuk menyimpan obat di dalam lemari
pendingin, ada yang berpendapat bahwa sejuk dan kering adalah diatas meja,
padahal suhu yang ditunjuk menunjukan suhu kamar.
Beberapa etiket obat cair yang memuat aturan penyimpanan tidak
sepenuhnya sesuai dengan teori yang ada. Namun ada beberapa merek obat
golongan antibiotik dianjurkan memang untuk disimpan di lemari pendingin. Hal
tersebut sesuai dengan yang tertera di Farmakope Indonesia IV.
Penyimpanan obat cair oral tidak harus selalu di lemari es, penyimpanan
obat cair tergantung pada petunjuk yang terdapat pada kemasan obat cair. Masalah
penyimpanan ini perlu dipertimbangkan bahwa sebaiknya di etiket obat tertulis
secara jelas dimana seharusnya tempat menyimpan yang tepat untuk obat cair
77
oral. Perbedaan petunjuk mengenai aturan penyimpanan membingungkan
responden dalam menyimpan obat cair. Maka diperlukan bantuan dari apoteker
untuk mengatasi kebingungan responden dengan menyediakan informasi yang
tepat.
Ketercapaian kesembuhan tergantung juga dari karakter fisik tiap
antibiotik. Semakin kental kondisi fisik suatu obat cair maka semakin susah untuk
dituang ke dalam sendok takar. Penyimpanan di dalam kulkas menyebabkan
penurunan kemampuan penuangan sediaan obat cair (McMahon, Rimsza, Bay,
2010). Cara penyimpanan yang salah dapat mengakibatkan cairan obat cair sulit
untuk dituang dari botolnya. Suspensi antibiotik sulit untuk tercampur rata
menjadi suspensi karena komponen obat mengendap turun ke dasar botol akibat
terlalu lama disimpan dalam almari pendingin. Hal ini menyebabkan terjadi
ketidakakuratan dosis pada bentuk sediaan antibiotik suspensi sehingga pasien
akhirnya menerima dosis obat yang tidak akurat.
Beberapa suspensi antibiotik mempunyai kestabilan terbatas, apabila
disimpan dalam lemari es menyebabkan terjadinya degradasi komponen obat.
Beberapa suspensi antibiotik di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito mencantumkan
bahwa penyimpananya di dalam lemari es dengan suhu 2-8°C. Suspensi antibiotik
juga hanya dapat dipakai selama 7 hingga 10 hari. Secara teori sedian cair oral
yang berbentuk suspensi akan mengalami Experied Date dalam 2 minggu setelah
dibuka tutupnya, setelah itu maka harus membeli suspensi yang baru (McMahon,
Rimsza, Bay, 2010).
78
Pengetahuan mengenai pentingnya penggunaan sendok takar tergambar
pada pernyataan favourable nomor 4. Sebanyak 50,9% responden menjawab salah
dan menganggap pernyataan tersebut tepat dengan alasan selama ini jika tidak ada
sendok takar atau sendok takarnya hilang mereka selalu menggunakan sendok teh
atau sendok makan yang tersedia di rumah. Masalah pengukuran dosis tidak
begitu mereka pikirkan. Alasan lain juga karena ketika mereka menerima obat dan
diberi informasi oleh apoteker hanya diberi informasi berapa kali sehari berapa
sendok takar, selain itu sebagian besar di etiket obat cair oral juga hanya ditulis ‘3
kali sehari 1 sendok teh’ sehingga sepengetahuan pasien akan cenderung
menggunakan sendok teh atau jika sendok takar di obat hilang maka mereka akan
menggantinya dengan sendok teh karena adanya pemahaman mereka bahwa tidak
ada yang berbeda menakar dengan sendok biasa atau dengan sendok takar. Dalam
suatu penelitian dikemukakan 75% pasien menggunakan sendok makan atau
sendok teh dalam menggunakan obat cair oral (Bayor, Kipo, Kwakye, 2010).
Responden tidak mengetahui bahwa takaran sendok makan yang dimaksudkan
adalah sebesar 15ml dan sendok teh sebesar 5ml sesuai Farmakope Indonesia III.
Responden lain yang menjawab dengan benar menyatakan bahwa dengan
menggunakan sendok takar dalam obat cair maka ketepatan dosis lebih terjamin.
Pengetahuan responden ini karena mereka mengaku mengumpulkan serta
menyimpan sendok takar obat yang masih ada karena takut variasi sendok yang
ada dirumah yang berbeda-beda sehingga ketika ada obat yang tidak ada
sendoknya mereka masih dapat menggunakannya kembali.
79
Tingkat pengetahuan responden masih lemah pada pernyataan nomor 5
karena sebagian besar responden masih menganggap bahwa semua bentuk obat
cair oral yang mereka minum pada umumnya sirup. Ketidaktahuan responden
akan berbagai macam bentuk sediaan obat cair oral bisa dikarenakan
ketidaktahuan dari segi tingkat pendidikan responden yang beragam dan adanya
anggapan bahwa sepengetahuan responden obat cair yang dijual dan rasanya
manis dianggap sebagai sirup seperti yang telah dijelaskan di Farmakope
Indonesia IV. Sebenarnya secara awam bagi mereka yang belum tahu memang hal
ini wajar, namun ternyata masih ada beberapa responden yang mengetahui bahwa
obat cair tidak hanya berbentuk sirup namun juga ada yang bentuknya kental atau
tersuspensi, emulsi seperti minyak ikan Scott’s Emulsion®.
Responden yang tahu akan bentuk sediaan cair ini biasanya membaca
pada brosur obat dimana tertulis tulisan emulsi, sirup, atau suspensi. Namun untuk
memastikan mereka benar-benar mengetahui arti bentuk sediaan yang mereka
minum mereka hanya berpendapat secara awam dengan pengertian dan
pemahaman sepengetahuan mereka misalnya emulsi adalah bentuk obat cair yang
kental terdiri atas minyak dan air, suspensi adalah bentuk obat cair yang kental
terdiri atas bahan obat dan cairan. Hasil ini menunjukan bahwa tingkat
pengetahuan responden sebenarnya masih lemah dan belum memahami secara
pasti bentuk obat cair apa yang mereka minum. Hal ini tentu akan mempengaruhi
sikap dan perilaku responden terkait cara penggunaan dan penyimpanan obat cair
oral.
80
Pemahaman mengenai tanggal kadaluarsa obat cair terlihat pada
pernyataan nomor 6. Sebanyak 75% responden sudah menjawab dengan benar
sedangkan 25% menyatakan alasan bahwa sepengetahuan mereka asalkan belum
lewat tanggal kadaluwarsa obat masih dapat digunakan kembali dan masih
dianggap aman. Pengetahuan responden yang demikian dikarenakan ada anggapan
jika obat belum kadaluwarsa maka masih dapat digunakan kembali karena zat
aktifnya masih berkhasiat. Cairan obat cair tersebut karena masih berada di dalam
botol kemasan jadi sulit dilihat warna, rasa ataupun kejernihannya karena
botolnya berwarna coklat tidak tembus cahaya sehingga beberapa responden
beranggapan dengan melihat tanggal kadaluwarsa saja sudah cukup untuk
mengetahui obat tersebut masih bisa digunakan atau tidak.
Pengetahuan responden mengenai cara penggunaan sendok takar
tergambar pada pernyataan favourable nomor 7 menunjukan hasil penelitian
bahwa ternyata 79 responden masih belum tahu caranya menuangkan obat cair ke
dalam sendok takar secara benar. Kesejajaran ada kaitannya dengan kecembungan
dan ketepatan volume yang dituangkan ke dalam sendok. Ketika seorang pasien
menuangkan ke dalam sendok mereka menuangkannya dan melihat batas garis
takaran dengan melihat dari atas. Beda halnya jika penuangan dan pembacaan
garis takar dilakukan sejajar mata. Hal ini dapat mempengaruhi dosis suatu obat
bisa kurang dosis atau overdosis.
Dosis yang terlalu rendah dalam penggunaan antibiotik dapat
menyebabkan kegagalan outcome terapi. Kekeliruan dosis dapat memicu
terjadinya kegagalan terapi antibiotik sehingga terapi yang diberikan tidak dapat
81
menghilangkan gejala ataupun infeksi (Wattimena, 1991). Menurut sepengetahuan
mereka tidak ada aturan khusus cara menuang asalkan tepat batas garis takarnya
adalah sudah tepat dan jika dilihat sejajar garis takar tidak kelihatan.
Pemahaman mengenai pentingnya membaca brosur obat cair tergambar
pada pernyataan favourable nomor 8. Sebanyak 86,1% untuk menambah
informasi tak jarang responden membaca brosur obat dan melalui pembacaan
brosur biasanya mereka lebih banyak mengetahui efek samping, hal apa saja yang
harus diperhatikan, fungsi dan kerja obat. Hanya sebagian kecil responden
menganggap mereka lebih percaya aturan pakai yang ditulis resep dari dokter
daripada yang harus ada di brosur karena terkadang aturan pakai di brosur tidak
sama seperti yang ditulis di resep. Farmasis seharusnya menyarankan penggunaan
brosur obat untuk mengurangi efek samping dari obat (Dusdieker, Murph,
Milavetz, 2010).
Pemahaman penggunaan sediaan cair oral secara benar terlihat pada
penyataan nomor 9. Sebanyak 98 reponden mengetahui bahwa sebelum meminum
obat cair harus mengocok botolnya terlebih dahulu tujuannya untuk
menghomogenkan obat yang terkandung didalamnya.
Salah satu kelemahan pada penggunaan suspensi adalah ketidaktabilan
secara fisik. Suspensi dapat membentuk endapan dan menyebabkan dosis menjadi
tidak seragam. Suspensi yang memiliki viskositas lebih tinggi dapat terjadi
segregasi tak kasat mata yang menyebabkan konsentrasi hanya menjadi 5,7%
setelah 24 jam (Griebmann, Bretkreutz, Schubert, Abdel, 2007). Responden
lainnya yang tidak tahu obat harus dikocok dahulu berpendapat jika tidak ada
82
tulisan di etiket dikocok dahulu maka mereka tidak akan mengocok botolnya.
Dalam penggunaannya, homogenitas sediaan cair sangat penting untuk menjamin
dosis yang didapatkan selalu seragam. Untuk dapat mencegah hal ini, apoteker
dapat mencantumkan tulisan ‘kocok dahulu’ dalam etiket obat untuk
mengingatkan pasien.
Pernyataan nomor 10 memberi gambaran 104 responden menjawab
dengan benar, artinya sterilitas dan kebersihan dalam setiap kali menggunakan
obat cair sangat penting untuk diketahui agar tetap terjaga kesterilan kondisi obat
cair.
Dari hasil rata-rata aspek pengetahuan responden didapatkan tingkat
pengetahuan responden terhadap penggunaan sendok takar dan obat cair oral
sebesar 63,98% tergolong tingkat pengetahuan sedang.
b. Aspek sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup seseorang
terhadap suatu stimulus atau obyek bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah
laku terbuka (Azwar, 1995). Pernyataan dalam pengukuran aspek sikap
mengandung 3 pernyataan yang bersifat unfavorable dan 7 pernyataan yang
bersifat favourable.
Pernyataan pertama untuk aspek sikap responden menunjukan bahwa
sebanyak 83,3% responden merasa harus menggunakan sendok takar yang telah
tersedia dalam obat cair.
83
Tabel IX. Aspek Sikap Responden Terhadap Penggunaan Sendok Takar dan Sediaan Cair Oral
No Aspek Sikap
Pernyataan Kuisioner Responden
menjawab
Benar
Responden
menjawab
Salah
Persentase
jawaban
Benar
Persentase
jawaban
Salah
11 Saya merasa harus menggunakan sendok takar yang tersedia di dalam kemasan obat.
90 18 83,3 16,7
12 Saya merasa perlu bertanya pada petugas apotek tentang informasi yang kurang jelas mengenai cara penggunaan obat.
72 36 66,7 33,3
13 Saya memilih petugas apotek sebagai sumber informasi cara penggunaan obat.
66 42 61,1 38,9
14 Saya yakin obat cair setelah dibuka masih dapat digunakan kembali asal belum lewat tanggal kadaluarsa.*)
63 45 58,3 41,7
15 Saya yakin setelah segel obat dibuka maka pemakaian obat harus memperhatikan rasa,warna, bau, kejernihan dari obat meskipun belum kadaluwarsa.
56 52 51,8 48,2
16 Saya merasa pengukuran volume obat dengan menggunakan sendok makan/sendok teh di rumah sudah tepat*)
41 67 37,9 62,1
17 Saya merasa perlu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menggunakan obat cair.
83 25 76,8 23,2
18 Saya merasa penggunaan obat cair dengan sendok takar secara benar akan mengurangi risiko yang tidak dikehendaki.
98 10 90,7 9,3
19 Saya merasa informasi penggunaan sendok takar akan mempengaruhi kesembuhan saya.
94 14 87 13
20 Saya merasa ukuran sendok makan/sendok teh di rumah sama dengan sendok di kemasan obat.*)
48 60 44,4 55,6
Rata-rata 65,8 34,2
Keterangan : *) pernyataan unfavorable
Sebanyak 90 responden beralasan bahwa jika memang dalam obat cair
ada sendok takar maka mereka lebih percaya dan nyaman jika pakai sendok
tersebut sehingga ketepatan dosis obat lebih dapat terjamin. Sisa responden
lainnya sebanyak 16 responden menyatakan sekalipun ada sendok takar mereka
tidak harus menggunakannya dan ada yang lebih suka mengggunakan sendok teh
atau sendok makan di rumah karena lebih praktis pakai sendok rumah tidak perlu
84
repot-repot menakar. Dua responden yang lain berpendapat khusus obat batuk
yang tergolong Obat Batuk Hitam (OBH) maka mereka langsung meminum dari
botolnya alasannya adalah lebih praktis saja. Mereka yang malas menggunakan
sendok takar dalam mengukur volume obat cair hanya mengira-ngira saja kurang
lebih berapa volumenya.
Pernyataan kedua pada nomor 12 memberikan hasil bahwa 72 responden
merasa perlu bertanya pada petugas apotek bila ada informasi yang kurang jelas
terkait penggunaan obat cair. Biasanya hal yang mereka tanyakan adalah golongan
obat, takaran dan khasiat obat. Sementara itu 36 responden lainnya mengaku tidak
perlu bertanya dan ketika membeli dan mendapat obat cairnya mereka langsung
pergi. Hasil wawancara menunjukkan responden tidak pernah diberitahu
mengenai cara penggunaan sendok takar jika ada hal yang bingung biasanya
mereka akan membaca pada brosur obat.
Pernyataan ketiga pada nomor 13 sebanyak 61,1% responden merasa
yakin memilih petugas apotek sebagai sumber informasi cara penggunaan obat.
Sementara itu 38,9% responden lainnya merasa lebih memilih bertanya ke dokter
atau ke tenaga kesehatan lainnya. Kemudian peneliti melakukan wawancara
secara mendalam terhadap 57 responden yang berhasil diwawancara mengenai
sikap pemilihan informasi cara penggunaan obat.
Tabel X. Alasan Atas Sikap Responden Tentang Pemilihan Sumber Informasi Obat No Alasan Atas Sikap Responden Tentang Pemilihan
Sumber Informasi Cara Penggunaan Obat Jumlah
responden % Responden
1 Lebih memilih dokter karena lebih meyakinkan dan dokter lebih tahu cara penggunaan obat yang paling tepat
44 77,2%
2 Bertanya ke perawat, bidan atau petugas puskesmas 6 10,5% 3 Bertanya ke asisten apoteker 7 12,3%
n (jumlah responden yang menjawab) = 57
85
Untuk memastikan peran apoteker di mata responden yang memilih
petugas apotek sebagai sumber informasi cara penggunaan obat maka peneliti
melakukan wawancara mendalam tentang peran apoteker di mata mereka. Hasil
wawancara terhadap 66 responden memilih jawaban petugas apotek sebagai
sumber infomasi obat, 55 responden diantara yang menjawab tersebut,
mendefinisikan peran apoteker terlihat pada tabel XI:
Tabel XI. Peran Apoteker Menurut Responden Penelitian No Peran Apoteker Menurut Responden Penelitian Jumlah
responden %
Responden 1 Orang yang paling mengetahui tentang obat 2 3,6% 2 Orang yang menyerahkan obat dan memberi informasi
obat 4 7,3%
3 Ahli meracik obat 8 14,6% 4 Seorang senior di apotek, jarang keluar dan selalu
dibelakang 10 18,2%
5 Apoteker tidak selalu berada di apotek 2 3,6% 6 Apoteker berangkat hanya tiga kali dalam satu bulan 1 1,8% 7 Seseorang yang mengurusi manajemen apotek 2 3,6% 8 Apoteker adalah pengawas obat 2 3,6% 9 Semua petugas apotek adalah apoteker 19 34,6%
10 Tidak tahu sama sekali 5 9,1% n (jumlah responden yang menjawab) = 55
Dalam memberikan pelayanan, farmasis harus berinteraksi dengan pasien
secara individu maupun kelompok mengingat peran seorang farmasis salah
satunya adalah communicator dimana seorang farmasis mempunyai kedudukan
penting dalam berhubungan dengan pasien maupun profesi kesehatan yang
lainnya, sehingga seorang farmasis seharusnya memiliki kemampuan
berkomunikasi yang cukup baik. Dalam hal ini peran apoteker untuk memberi
konsultasi informasi obat dan edukasi kepada pasien sangat penting. Kenyataan di
lapangan saat ini pelayanan kefarmasian yang berupa pemberian informasi
biasanya hanya mengenai cara dan aturan pakai obat yang diberikan oleh asisten
86
apoteker, bukan oleh apoteker (Handayani, Gitawati, Muktiningsih, Raharni,
2006). Kurangnya keterlibatan apoteker dalam pelayanan kefarmasian membuat
citra seorang apoteker di mata masyarakat menjadi kurang baik sehingga mereka
lebih percaya kepada dokter mengenai pemberian informasi obat.
Tanggal kadaluarsa yang tertera pada kemasan obat biasanya tidak
berlaku lagi setelah segel obatnya dibuka (Widayanti, 2007). Pernyataan keempat
nomor 14, sebanyak 58,3% responden tidak yakin obat cair setelah disimpan
lama masih dapat digunakan kembali. Sebanyak 41,7% responden lainnya merasa
yakin obat cair setelah disimpan lama masih dapat digunakan kembali dengan
pertimbangan belum lewat tanggal kadaluarsa. Dari 106 responden yang
diwawancarai, 63 responden menyatakan alasan mereka lewat wawancara.
Beberapa alasan responden terlihat pada tabel XII.
Tabel XII. Pendapat Responden Terhadap Obat Cair yang Telah Disimpan Lama No Pendapat Responden Jumlah
responden %
Responden 1 Langsung dibuang, tidak berani menyimpannya terlalu lama
karena takut terjadi perubahan warna bentuk dan obat menjadi tidak efektif lagi.
19 30,2%
2 Setelah 1 minggu atau 2 minggu obat tersebut langsung segera dibuang
8 12,7%
3 Setelah 1 bulan langsung dibuang, Jika lebih dari 1 bulan bisa berbahaya dan jika obat cair dikonsumsi masih kurang dari 1 bulan tidak akan terjadi apa-apa.
13 20,6%
4 Jika kurang dari 1 bulan tidak habis biasanya dibuang. 5 7,9% 5 Jika masih sakit dan obat cair masih digunakan maka dia
akan berkonsultasi dulu dengan Apoteker apakah obat masih dapat digunakan kembali.
2 3,2%
6 Lebih dari 2 atau 3 bulan baru dibuang 7 11,1% 7 Membeli Obat Cair yang baru. 9 14,3%
n (jumlah responden yang menjawab) = 63
Sebanyak 45 responden lainnya dari hasil wawancara menyatakan alasan
lain bahwa mereka hanya berpatokan pada tanggal kadaluwarsa dan jika setelah 1
87
bulan dibuka mereka masih yakin bisa menggunakannya kembali dengan catatan
mereka menutup botolnya dengan rapat dan menyimpan ditempat yang benar.
Mereka juga mengaku tidak takut dengan risiko karena mereka mengkonsumsinya
masih belum kadaluarsa, bahkan salah satu responden berpendapat pernah
menyimpan obat cair sampai 1 tahun dan ada juga obat cair sisa dari obat anggota
keluarga lain yang kebetulan memiliki penyakit yang sama seperti batuk atau
demam maka akan digunakan kembali obat cair yang tersisa. Mereka beralasan
akan tetap menyimpan obat cair dan akan membuangnya jika telah tiba tanggal
kadaluwarsa.
Berdasarkan hasil pengecekan pada obat cair di Apotek KF RSUP
Dr.Sardjito, di etiket obat cair antibiotik berbentuk suspensi tertulis ‘Setelah 7
sampai 10 hari tidak dapat digunakan kembali’, ada juga tertulis ‘Tidak boleh
disimpan lebih dari 7 hari’. Tulisan di etiket ini menandakan bahwa antibiotik
tersebut tidak dapat digunakan lagi lebih dari 7 hari. Obat cair oral berbentuk
suspensi akan mengalami expired date dalam 2 minggu setelah dibuka tutupnya
(McMahon, Rimsza, Bay, 2010). Peranan apoteker diperlukan untuk
menginformasikan kepada pasien sampai batas mana suatu obat cair dapat
digunakan kembali dan untuk penggunaan antibiotik dengan peringatan khusus
seperti di etiket tersebut, apoteker harus dapat mengingatkan pasien bahwa
antibiotik harus habis sebelum 7 hari.
Sebanyak 51,8% responden pada pernyataan nomor 15 yakin bahwa
meskipun belum kadaluwarsa maka rasa, warna, bau dan kejernihan dari obat cair
perlu diperhatikan. Sebanyak 36 responden berpendapat bahwa sebelum
88
meminum obat yang telah sisa maka mereka mengecek kondisi terutama warna
dan endapan. Ada juga sebanyak 7 responden cara mengeceknya dengan
menuangkan pada sendok makan kemudian dilihat warna dan baunya. Sementara
itu sebanyak 52 responden tidak pernah memperhatikan warna, rasa, bau dan
kejernihan obat yang telah lama mereka simpan karena biasanya mereka juga akan
segera membuangnya jika sudah terlalu lama disimpan.
Sebanyak 62,1% responden masih bersikap belum tepat karena mereka
merasa menakar volume obat cair dengan sendok makan atau sendok teh adalah
tepat. Dari hasil wawancara 67 responden mereka menyatakan tidak ada yang
berbeda antara sendok teh dengan sendok takar. Menurut mereka sekalipun
berbeda hanya kurang atau lebih sedikit dari dosis dan ketentuan takaran maka hal
tersebut juga tidak akan mempengaruhi kegagalan terapi pengobatan. Beberapa
faktor yang mendukung mereka mengatakan demikian karena tidak tersedianya
sendok takar dalam kemasan beberapa obat sehingga mengharuskan mereka
menggunakan sendok yang ada dirumah. Responden juga yang menyatakan lebih
nyaman menggunakan sendok di rumah karena di etiket tertulis aturan sendok teh
atau sendok makan jadi menurut mereka menakar dengan sendok makan atau
sendok teh adalah masih tepat. Akibat dari penggunaan sendok teh atau sendok
makan dalam mengukur volume sediaan cair, dosis yang didapatkan hanya 65%
dari dosis yang direkomendasikan (Bica, Farinha, 2005).
Sebanyak 41 responden (37,9%) yang bersikap tepat memiliki alasan
tersendiri bahwa mengukur volume obat dengan sendok makan atau sendok teh
adalah kurang tepat. Mereka menyatakan bahwa mereka takut jika menggunakan
89
sendok teh atau sendok makan tidak sama ukurannya dengan standar sendok takar
yang sudah ada dalam obat cair. Menurut mereka sendok yang ada di rumah
ukurannya berbeda dengan yang ada di dalam kemasan obat cair.
Penyataan nomor 16 berkaitan juga dengan sikap responden pada
pernyataan unfavourable nomor 20. Sebanyak 60 responden masih salah dan
menganggap bahwa ukuran sendok makan atau sendok teh adalah sama dengan
sendok takar. Sementara itu, 48 responden lainnya menyatakan bahwa ukuran
sendok makan atau sendok teh adalah tidak sama dengan sendok takar. Penelitian
di Amerika Serikat yang mengukur obat dengan sendok teh mendapatkan
gambaran bahwa variasi volume sendok teh yang beredar sebesar 2 hingga 9ml
(McKenzie, 1981).
Peneliti ingin mengetahui range ukuran sendok makan yang terdapat di
lingkungan sekitar tempat tinggal peneliti wilayah Kelurahan Ngupasan,
Kecamatan Gondomanan, maka dari hasil survei didapatkan gambaran mengenai
volume sendok teh dan sendok makan yang tersebar di masyarakat. Hasil
pengukuran didapatkan rata-rata dan dicari besarnya standar deviasi pengukuran
kemudian dihitung volume yang terambil.
Gambar 24. Hasil Survei Sendok Makan dan Sendok Teh yang Terdapat di
Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta.
90
Tabel XIII. Variasi Ukuran Sendok Makan dan Sendok Teh yang Beredar Kelurahan Ngupasan,Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta
Sendok teh Sendok makan Replikasi 1
(ml) Replikasi 2
(ml) Replikasi 3
(ml) Rata-rata
Replikasi 1 (ml)
Replikasi 2 (ml)
Replikasi 3 (ml)
Rata-rata
3,0 2,6 2,9 2,8 8,5 10,2 8,7 9,1 4,3 4,0 3,8 4,0 10,5 10,2 10,0 10,2 3,3 3,3 3,4 3,3 9,7 9,7 9,4 9,6 2,7 2,4 2,9 2,7 10,0 11,0 11,5 10,8 3,6 4,2 3,7 3,8 9,8 9,5 9,5 9,6 4,4 5,5 6,0 5,3 9,8 9,0 9,0 9,3 4,8 5,7 5,8 5,4 10,0 9,0 9,0 9,3 2,7 2,8 2,9 2,8 10,0 9,0 10,0 9,7 2,4 2,4 2,4 2,4 8,3 7,5 8,5 8,1 3,8 3,9 3,9 3,9 9,4 8,5 8,5 8,8 3,7 4,1 4,1 4,0 9,0 8,5 9,3 8,9 5,3 5,5 6,0 5,6 9,8 10,0 10,0 9,9 7,0 6,9 7,0 7,0 7,5 8,0 8,4 8,0 5,2 5,5 5,5 5,4 7,4 8,5 8,7 8,2 5,5 5,7 5,5 5,6 8,5 8,4 8,0 8,3
Rata-rata = 4,3 SD =1,4
Range = 2,9 -5,6 Volume yang seharusnya terambil = 5
ml (100%) Yang terambil = 58% - 112,8%
Rata-rata = 9,2 SD = 0,8
Range = 8,4 - 10,1 Volume yang seharusnya terambil =
15 ml (100 %) Yang terambil = 55,8 – 67%
Berdasarkan hasil tabel XIII terlihat bahwa sendok teh dan sendok
makan yang beredar di masyarakan berbeda–beda. Sendok teh memiliki range
volume 2,9ml-5,6ml pada setiap sendoknya. Seperti telah diketahui bahwa
umumnya volume sendok takar dalam obat cair asumsinya 5ml. Hal ini
menyebabkan range dosis yang terambil adalah 58-112,8% dari dosis yang
direkomendasikan. Maka jika seseorang masih menggunakan sendok teh dalam
mengukur volume obat cair maka orang tersebut memiliki potensi untuk
kekurangan dosis hingga hampir setengah dari dosis takaran atau juga punya
potensi kelebihan dosis tergantung dari sendok teh yang mereka gunakan.
Sendok makan memiliki range volume 8,4ml-10,1ml pada setiap
sendoknya dan range dosis yang terambil adalah 55,8–67% dari dosis yang
direkomendasikan. Hal ini tentu jauh dari ketentuan yang tertera di Farmakope
91
Indonesia. Ukuran sendok makan obat cair biasanya banyak tertera pada takaran
yang berbentuk cup ukur atau jika menggunakan sendok takar ukurannya adalah
tiga kali sendok takar. Jika seseorang masih menggunakan sendok makan dalam
mengukur volume obat cair maka orang tersebut memiliki potensi untuk
kekurangan dosis. Sikap responden yang masih saja menganggap bahwa menakar
dengan sendok di rumah tentunya bisa dibenahi dengan penjelasan seksama dari
apoteker dan anjuran yang jelas mengenai pentingnya penggunaan sendok takar
dan menjadi bukti bahwa menakar dengan sendok makan atau sendok teh adalah
tidak sama.
Sikap responden terkait kebiasaan mencuci tangan sebelum meminum
obat cair pada pernyataan nomor 17, sebanyak 76,8% responden merasa
membiasakan cuci tangan terlebih dahulu sebelum meminum obat cair perlu
dilakukan. Hal ini menandakan bahwa higienitas dan kebersihan adalah hal yang
penting dalam penggunaan obat cair oral. Sebanyak 23,2% responden lainnya
menyatakan tidak pernah cuci tangan sebelum meminum obat cair karena menurut
mereka itu tidak perlu. Menurut mereka obat cair yang mereka minum tidak
secara langsung bersentuhan dengan tangan karena mereka hanya memegang
botolnya saja maka hal inilah yang mendasari responden mengapa tidak mau
mencuci tangan.
Sikap responden terhadap penggunaan obat cair dengan sendok takar
pada pernyataan nomor 18, sebanyak 90,7% responden merasa bahwa penggunaan
obat cair dengan sendok takar secara benar akan mengurangi kesalahan dosis.
Sebanyak 9,3% responden lainnya merasa penggunaan obat cair dengan sendok
92
takar tidak akan berpengaruh terhadap dosis. Namun ketika peneliti meminta
responden untuk mendemonstrasikan cara mereka menuang pada sendok takar,
sebanyak 104 responden masih belum tepat dalam menuangkan secara benar.
Sikap adalah penilaian bisa berupa pendapat seseorang terhadap suatu objek
(Notoadmojo, 2002).
Gambar 25. Gambar ukuran sendok takar dan volumenya yang beredar dalam kemasan obat cair oral
Salah satu penyebab utama kesalahan dosis saat pemberian sendok takar
adalah adanya kesalahan interpretasi penuangan obat cair dengan menuang 1
sentok takar penuh dari dosis yang telah direkomendasikan (Madlon-Kay, Mosch,
2000). Hasil alasan dari 104 responden yang bersikap masih belum tepat dalam
menuangkan obat cair ke dalam sendok takar terlihat pada tabel XIV.
Tabel XIV. Asumsi Responden Dalam Menuangkan Obat Cair ke dalam Sendok Takar
No Asumsi Responden dalam menuangkan obat cair ke dalam sendok takar
Jumlah Responden
% Responden
1 Ukuran 1sendok teh sama dengan 2,5 ml atau 1,25 ml pada batas bawah sendok takar. Sedangkan batas atas sendok takar mereka berasumsi bahwa itu adalah takaran 1 sendok makan yaitu 5 ml.
62 59,6%
2 Menuangkan secara penuh dan hanya mengira-ngira batas takaran.
21 20,2%
3 Menuang dengan tidak melihat batas takaran karena ada sendok takar yang tidak bening.
13 12,5%
4 Memilih tidak menuangkan tepat sampai batas karena ada anggapan lebih baik kurang dari dosis dari pada lebih dari dosis,
5 4,8%
5 1 sendok teh besarnya adalah 15 ml sedangkan sendok makan sekitar 40 ml,
1 1,0%
6 1 sendok makan dianggap 10 ml, 1 sendok teh 2,5 ml. 2 1,9% Total 104 100%
2,5ml 5ml 1,25ml 5ml
93
Empat orang yang lain berpendapat tidak akan menuangkan tepat sampai
batas karena ada anggapan lebih baik kurang dari dosis dari pada lebih dari dosis,
karena salah satu responden pernah mengalami kejadian mual dan muntah serta
berkeringat dingin ketika meminum sirup obat yang mengandung Salbutamol.
Ternyata dari hasil demonstrasi dan wawancara responden terkait cara mereka
menuangkan menunjukan bahwa masih banyak masyarakat yang belum paham
bagaimana menakar volume obat secara benar meskipun mereka merasa bersikap
benar namun asumsi yang mereka kemukakan menunjukan bahwa pengetahuan
dan tindakan mereka belum tepat. Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda
meskipun objeknya sama dan suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu
tindakan (Notoadmojo, 2002).
Dalam data obat yang diteliti ditemukan penulisan aturan sendok makan
atau sendok teh pada 27 merek dagang suplemen, 7 merek dagang golongan obat
bebas yaitu pada sub kelas terapi obat batuk. Untuk semua jenis antibiotik tertulis
aturan ‘1 sendok teh (5ml)’ atau ‘1 sendok takar (5ml)’
Secara keseluruhan sikap responden terhadap penggunaan obat sendok
takar dan obat cair oral tergolong sedang. Untuk mewujudkan sikap menjadi
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain fasilitas, selain itu diperlukan juga faktor dukungan
dari pihak lain (Notoadmodjo, 2002).
94
c. Aspek Tindakan
Pernyataan pada aspek tindakan ini terdiri dari 4 pernyataan
unfavourable dan 6 pernyataan favourable. Pada bagian ketiga ini tindakan yang
akan dinilai sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap responden.
Tabel XV. Aspek Tindakan Responden Terhadap Penggunaan Sendok Takar dan Obat Cair Oral
No Aspek Tindakan
Pernyataan Kuisioner Responden
menjawab
Benar
Responden
menjawab
Salah
Persentase
jawaban
Benar
Persentase
jawaban
Salah
21 Saya selalu membersihkan sendok takar setelah selesai digunakan
97 11 89,8 10,2
22 Saya akan bertanya pada petugas apotek bila tidak mengerti cara penggunaan obat cair.
78 30 72,2 27,8
23 Saya akan langsung menutup rapat tutup botol obat setelah menggunakan obat cair.
105 3 97,2 2,8
24 Apabila tidak terdapat sendok takar dalam kemasan obat, saya akan menggunakan sendok teh/sendok makan di rumah*)
18 90 16,7 83,3
25 Sebelum meminum obat cair saya akan mengocok botolnya terlebih dahulu.
104 4 96,3 3,7
26 Saya tidak memperhatikan tanggal kadaluarsa yang tercantum pada obat cair.*)
101 7 93,5 6,5
27 Saya tetap memperhatikan label penggunaan yang tercantum pada obat cair meskipun sudah diberi informasi obat
94 14 87 13
28 Saya lebih memilih menggunakan sendok makan/sendok teh di rumah dalam meminum obat cair.*)
71 37 65,7 34,3
29 Saya selalu menggunakan obat cair tanpa harus mematuhi aturan penggunaanya.*)
75 33 69,4 30,6
30 Saya menuangkan isi cairan obat cair pada sendok takar obat sejajar dengan mata
23 85 21,3 78,7
Rata-rata 70,9 29,1
Keterangan : *) pernyataan unfavorable
Pada pernyataan nomor 21 sebanyak 89,8% responden bertindak benar
dalam membersihkan sendok takar setelah selesai digunakan. Mereka
membersihkan menggunakan air mengalir atau direndam air hangat, dibersihkan
dengan air mengalir dan sabun, dan apabila ingin dipakai kembali dibilas
95
menggunakan air hangat. Menurut responden mencuci sendok takar supaya sisa-
sisa obat cair yang masih tertinggal dalam sendok takar tidak membentuk
endapan. Responden lain sebanyak 10,2% yang tidak bertindak membersihkan
sendok takar biasanya memasukan langsung sendok takar ke dalam kemasan dan
cukup melap saja dengan tisu bersih. Aspek tindakan ini berintegrasi juga dengan
aspek pengetahuan nomor 10 mengenai kebersihan, sterilitas dan higienitas dari
suatu sediaan obat cair menjadi sangat penting dalam pengobatan.
Pada pernyataan nomor 24, sebanyak 83,3% tindakan responden
responden bertindak belum tepat. Responden menyatakan beberapa alasan seperti
yang tertera pada tabel di bawah ini:
Tabel XVI. Alasan Tindakan Responden Memilih Menggunakan Sendok Makan atau Sendok Teh
No Alasan atas tindakan responden yang memilih menggunakan sendok makan atau sendok teh
Jumlah responden
% Responden
1 Tidak terdapat sendok takar dalam kemasan obat 57 63,3% 2 Tidak pernah meminta sendok takar pada pihak apotek jika
sendok takar hilang atau tidak tersedia di kemasan 23 25,6%
3 Tidak mengecek sebelum membeli obat 7 7,8% 4 Malas minta sendok takar ke apotek 3 3,3%
n (jumlah responden yang menjawab) = 90
Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa 71% orangtua menggunakan
sendok teh untuk mengukur volume obat cair ketika tidak diberikan alat takar
dalam kemasan (Mc Mahon, 1997). Penelitian yang dilakukan peneliti ternyata
juga membuktikan bahwa akibat ketidaktersedianya alat takar dapat
mempengaruhi tindakan responden untuk menggunakan sendok teh atau sendok
makan dalam menakar volume obat cair. Sementara responden yang bertindak
secara benar punya kebiasaan menyimpan sendok takar yang sisa obat cair yang
telah dibuang. Sendok takar tersebut dikumpulkan untuk berjaga-jaga apabila
96
ketika mereka membeli obat tidak tersedia sendok takar dalam kemasan. Selain itu
11 responden menyatakan sering meminta sendok takar pada apoteker jika
dikemasan tidak ada. Tindakan positif inilah yang membuat mereka percaya
bahwa menakar volume obat dengan sendok adalah lebih tepat.
Tindakan responden pada pernyataan nomor 25 berkaitan dengan
pengetahuan responden pada nomor 9. Kekuatan pengetahuan akan mendukukung
perilaku responden hasilnya hampir seluruh responden selalu mengocok botol
obat cair sebelu memakainya. Alasan mereka adalah untuk menghomogenkan dan
meratakan kandungan obatnya. Khususnya untuk obat cair yang berbentuk
suspensi sebelum menggunakan perlu dikocok dahulu. Dari hasil pengamatan
beberapa produk obat cair yang tersebar di apotek, untuk merek obat Sanmol®
dan Biolysin® tidak tertera tulisan ‘kocok dahulu’ hal ini tentu bisa
mempengaruhi penggunaan obat yang diterima oleh pasien.
Hasil penelitian menunjukan salah satu faktor ketidak akuratan dosis
antibiotik suspensi karena tidak dikocok dahulu sebelum diminum sehingga
terjadi sedimentasi obat pada dasar botol dan viskositas obat menjadi menurun
karena homogenitas suspensi tidak terjadi (Griebmann, Bretkreutz, Schubert,
Abdel, 2007). Hal ini menjadi titik kritis yang mengakibatkan terjadinya resistensi
akibat penggunaan antibiotik cair. Pentingnya komunikasi antara farmasis dengan
pasien mengenai terapi suspensi antibiotik merupakan hal yang sangat vital perlu
dilakukan untuk meyakinkan pada pasien mengenai outcome yang didapat.
Pada pernyataan nomor 26, sebanyak 93,5% responden adalah bertindak
tetap memperhatikan tanggal kadaluwarsa yang tercantum dalam obat cair.
97
Sebanyak 6,5% responden tidak begitu memperhatikan tanggal kadaluwarsa
waktu meminum obat.
Pada pernyataan nomor 28 responden bertindak baik, dengan tidak
memilih sendok makan atau sendok teh yang ada dirumah dalam memilih obat
cair. Namun 37 responden lebih memilih menggunakan sendok makan atau
sendok teh yang ada di rumah karena lebih praktis dan lebih mudah tidak perlu
menakar. Ada yang beranggapan lebih enak memakai sendok makan karena lebih
lebar bentuknya daripada sendok takar yang lebih cekung sehingga menyebabkan
banyak sisa obat sirup yang kental dan lengket tertinggal di sendok takar kalau
sendok makan membersihkannya juga lebih mudah.
Hasil wawancara responden lainnya menganggap bahwa ketika
menggunakan sendok takar sering tumpah sehingga 2 responden memilih
menggunakan cup ukur daripada sendok takar dalam menakar karena bisa
diletakan diatas meja dan biasanya bentuk takaran cup ukur warna nya lebih
transparan sehingga tidak kesulitan dalam menuangkan. Sendok takar yang
tersebar pada setiap kemasan bentuknya bermacam-macam dan berwarna warni
sehingga takaran menjadi tidak jelas.
Pernyataan nomor 27 sebanyak 87% responden bertindak sudah tepat dan
hal ini juga berkaitan dengan pengetahuan responden pada nomor 8. Responden
memilih tetap membaca brosur obat cair sekalipun telah diberi informasi obat, hal
ini dapat mempengaruhi kepatuhan pasien dan mengurangi timbulnya efek
samping. Namun responden membaca brosur obat hanya sesekali saja dan
biasanya hal yang mereka lihat adalah komposisi obat cair, aturan penggunaan,
98
efek samping, dan perhatian. Responden yang lainnya menyatakan tidak pernah
membaca brosur dan lebih mengutamakan apa yang dia ingat dari ucapan petugas
apotek, karena terkadang sirup obat yang mereka terima sudah dalam kemasan
botol tidak bersama dengan kardusnya sehingga brosur tidak mereka terima.
Kesalahan pemakaian obat dikarenakan masyarakat tidak mempunyai cukup
waktu untuk membaca info di etiket atau label obat (Bailey, 2009).
Tindakan pada pernyataan nomor 28 berkaitan dengan nomor 24 karena
ada berbagai macam alasan yang mempengaruhi mereka lebih memilih sendok di
rumah. Alasannya lainnya adalah pihak dokter atau apoteker memperbolehkan
menggunakan sendok takar karena menurut responden, apoteker yang menyuruh
sesuai yang tertera di brosur dan etiket obat yang sebenarnya juga tertulis aturan
1 sendok makan atau 1 sendok teh. Selain itu responden juga mengakui terbiasa
meminum obat dengan sendok teh atau sendok makan sebelumnya, sehingga jika
tidak terdapat sendok mereka akan membiarkannya saja.
Pernyataan nomor 29, sebanyak 69,4% responden menyatakan bahwa
mereka selalu menggunakan obat cair oral dengan mematuhi aturan yang berlaku
sesuai dengan yang tertera di resep atau di etiket obat. Alasan responden lainnya
masih menggunakan obat cair secara tidak tepat khususnya obat batuk cair yang
seperti OBH. Responden mengaku langsung meminum OBH dari botolnya dan
tidak mematuhi aturan dan cara pakai yang tertera di kemasan. Mereka hanya
mengkira-kira berapa volume yang mereka teguk secara oral. Menurut mereka
semakin sering minum obat batuknya maka batuknya akan semakin cepat sembuh
99
karena beberapa obat batuk menurut mereka memberi efek lega pada tenggorokan
dan membuat mereka bisa beristirahat.
Tindakan ini tentunya tidak patut untuk dicontoh dan dibiasakan, karena
tidak dapat diperkirakan seberapa takaran volume obat yang masuk. Sekalipun itu
obat batuk dan dianggap tidak berbahaya menurut responden namun tetap saja
mereka punya potensi untuk kelebihan dan kekurangan dosis. Jika tindakan ini
berlaku pada golongan obat keras tentunya sangat berbahaya. Pasien dengan
kondisi batuk perlu untuk dikontrol dari segi interval pemberian dan dosis obat
yang masuk (Waknine, 2008). Kesalahan pengobatan disebabkan karena
kesalahan dosis bukan karena kesalahan pemilihan obat (McMahon, Rimsza, Bay,
2010).
Tindakan responden pada pernyataan nomor 30 ini juga berkaitan dengan
pengetahuan responden nomor 7, hasilnya juga sama yaitu tindakan responden
yang masih kurang tepat karena mayoritas responden tidak melakukan
pengukuran obat cair dengan melihat sejajar dengan mata. Alasan responden sama
dengan yang telah dibahas pada aspek pengetahuan sebelumnya.
Secara umum rata-rata tindakan responden masuk dalam kategori sedang
(70,9%). Hanya pada beberapa pernyataan terkait sendok takar yang menunjukan
tindakan responden masih kurang baik dan belum tepat selama ini dalam
mengukur volume obat cair oral.
Pada setiap responden dilakukan wawancara secara mendalam setelah
pengisian kuesioner. Saat ditanya pernahkan mereka menggunakan sendok makan
100
atau sendok teh sebagai ukuran dalam menuangkan obat cair sebanyak 76
responden mengaku pernah menggunakan sendok makan atau sendok teh.
Kesulitan penggunaan sendok takar dalam menakar obat menjadi faktor
yang mereka pikirkan karena beberapa jenis sendok takar tidak berwarna
transparan dan mereka menganjurkan agar setiap industri farmasi yang
memproduksi obat cair oral sebaiknya membuat sendok takar dengan bentuk dan
warna transparan seragam. Responden juga menyarankan pada pihak apotek
setiap kali memberi obat cair lebih baik ditandai dengan bolpoin atau spidol letak
garis takaran. Penandaaan ini bisa dilakukan pada bagian luar takaran khususnya
untuk takaran berbentuk cup karena ada beberapa responden nyang memilih lebih
menyukai cup daripada sendok takar. Selain itu lebih baik responden diberitahu
bahwa 1 sendok teh setara dengan 5ml sendok takar dalam kemasan obat.
Responden memberi saran bagi penandaan ketepatan pengukuran pada obat cair
oral sebaiknya di etiket obat tidak ditulis 3 kali sehari 1 sendok makan atau teh,
tetapi diganti dengan 1, ½ atau ¼ sendok takar (5ml; 2,5ml; 1,25ml) sehingga
pasien yang menerima pengobatan dengan obat cair tidak salah dan tahu berapa
volume yang mereka minum.
Dari hasil pengamatan tidak semua produk obat menulis sendok takar
tetapi ditulis dengan pernyataan ‘1 sendok takar atau sesuai petunjuk dokter’;
’1 sendok teh (5ml)’; ‘1 sendok yang tersedia’. Hal ini membingungkan
responden, selama ini yang mereka tahu hanyalah meminum sebanyak 1 takar
penuh tanpa memperhatikan volume. Setiap responden mengaku tidak pernah
mendapat penjelasan dari petugas apotek mengenai berapa satuan mililiter takaran
101
yang harus dituangkan. Alasan inilah yang membuat responden belum tepat
menakar dosis obat cair dengan sendok takar.
Responden juga sangat menyayangkan petugas apotek tidak memberi
tahu cara penyimpanan obat cair karena selama ini beberapa dari mereka
beranggapan semakin lama disimpan di kulkas semakin lebih awet dan karena
tidak tahu cara menyimpan yang benar ada yang asal meletakkan di meja, udara
dan cahaya yang masuk mengenai obat tidak diperhatikan. Perilaku responden ini
tentunya sangat memprihatinkan. Ketika ditanya mengenai informasi apa saja
yang diberikan oleh apoteker saat responden menerima obat adalah aturan pakai
berupa 3 kali sehari 1 sendok teh, pakai sendok yang ada di dalam obat;
indikasi/khasiat obat; perhatian (harus sampai habis, sesudah atau sebelum
makan); sedangkan cara menyimpan hanya kadang-kadang untuk obat jenis
tertentu.
Informasi lebih jauh responden dapatkan apabila mereka proaktif untuk
bertanya pada apoteker atau petugas apotek kemudian ketika ditanya manfaat apa
yang bisa dipetik dari setiap kali apoteker memberi informasi adalah sebagian
besar responden menjawab menjadi lebih paham penggunaan obat, lebih paham
dari segi obat apa yang sedang digunakan dan hal apa saja yang perlu diperhatikan
waktu menkonsumsi obat tersebut.
C. Informasi yang Diberikan Apoteker Kepada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito
1. Durasi pemberian informasi obat kepada pasien
Berdasarkan hasil wawancara terhadap 3 apoteker yang bertugas di
Apotek KF RSUP Dr.Sardjito mereka menceritakan bahwa durasi pemberian
102
informasi obat saat mereka melakukan penyerahan obat kepada pasien adalah 1-2
menit. Pelayanan Informasi obat yang dilakukan oleh apoteker Apotek KF RSUP
Dr. Sardjito merupakan bagian dari pharmaceutical care yang mana apoteker
mempunyai tanggung jawab untuk menjamin tersedianya terapi obat yang optimal
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
Menurut pernyataan salah satu apoteker, kegiatan pemberian informasi
obat dilakukan biasanya dengan durasi pemberian informasi oleh apoteker yang
berlangsung selama 3 menit. Dalam kondisi 3 menit inilah biasanya pasien
berkonsultasi cenderung lebih lama karena bila ada pasien yang berkonsultasi
tentang obat yang pernah diminum sebelumnya maka apoteker akan menggali
lebih lengkap mengenai riwayat penyakit pasien sebelumnya sebelum obat
diserahkan. Namun di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito ini, peran profesi apoteker
salah satunya melayani pelayanan informasi obat, pada posisi ini tempat dan
kondisi lingkungan rumah sakit yang serba terburu-buru dan kondisi pasien yang
antri untuk membeli obat tentunya tidak mewajibkan apoteker untuk harus
memberi informasi selama 3 menit.
Secara teori belum ditemukan sumber yang menyatakan berapa durasi
pemberian informasi obat secara pasti yang harus dilakukan oleh seorang
Apoteker.
2. Sumber informasi yang digunakan apoteker dalam memberikan informasi obat
Sumber informasi yang dapat digunakan dalam pemberian informasi obat
sangat beragam. Sumber informasi tersebut dapat diperoleh baik dari buku-buku
yang memuat informasi obat secara lengkap maupun dari brosur yang terdapat
103
dalam kemasan obat. Sumber informasi yang dapat diketahui antara lain
komposisi obat, indikasi, cara kerja secara farmakologis, dosis, aturan pemakaian,
kontraindikasi, perhatian, efek samping yang mungkin akan terjadi, dan interaksi
obat bila digunakan bersama dengan obat lain.
Dilihat dari sifat dan sumbernya, sumber informasi obat dibedakan
menjadi 2 yaitu informasi non-komersial berupa tulisan (handbook, textbook,
pedoman pengobatan, buletin obat, formularium, majalah farmasi dan
kedokteran), informasi verbal (praktisi medik lain, spesialis, hasil simposium dan
seminar) dan informasi yang bersifat komersial berupa tulisan (iklan,
leaflet/brosur, iklan), informasi verbal dari medical representative (WHO, 1988).
Dua orang apoteker yang diwawancarai secara bersamaan menyebutkan
sumber informasi obat yang mereka gunakan untuk memperkaya pengetahuan
mereka tentang obat mengacu pada brosur yang terdapat dalam kemasan obat
karena brosur tersebut sudah ada standarisasi yang tepat dari Pabrik Besar Farmasi
(PBF), mereka tidak mengacu pada panduan pustaka tertentu sedangkan 1
apoteker yang diwawancarai di waktu yang berlainan mengacu pada banyak
sumber diantaranya adalah MIMS dan internet. Apoteker tersebut menyebutkan
bahwa di internet terdapat panduan kefarmasian dari Departemen Kesehatan untuk
beberapa penyakit sehingga dapat digunakan sebagai sumber acuan pemberian
informasi di rumah sakit. Sumber informasi lainnya yang digunakan adalah brosur
dalam kemasan obat dan pengalaman yang didapat dari orang lain tentang suatu
penyakit dan penanganannya.
104
3. Informasi obat yang diberikan oleh apoteker
Dalam menjelaskan penggunaan sendok takar pada sediaan cair oral,
apoteker selalu menggunakan bahasa ‘sendor takar’ untuk menggambarkan alat
takar, bukannya mengatakan sendok makan atau sendok teh. Hal ini dilakukan
oleh apoteker untuk menghindari terjadi kesalahanpahaman pasien. Dalam
memberikan informasi mengenai cara penuangan volume obat cair, apoteker
biasanya untuk sendok takar biasanya hanya ditunjukan pada batas mana
penuangan. Hal ini dilakukan agar pasien dapat menuangkan sesuai dosis yang
dianjurkan.
Pemberian informasi untuk obat cair oral dengan alat bantu ukur sendok
takar yang disampaikan oleh apoteker biasanya adalah aturan pemakaian yang
meliputi pemakaian per hari, berapa kali sendok teh/sendok makan/sendok takar.
Jika ada aturannya sendok makan atau sendok teh dari resep dokter maka khusus
obat yang bukan golongan obat keras biasanya jika tidak ada sendok makan atau
sendok tehnya maka apoteker juga tetap memperbolehkan menggunakan sendok
yang ada di rumah. Namun jika resep obat cair antibiotik maka mereka
mewajibkan seluruh pasien untuk menggunakan sendok takar. Informasi yang lain
adalah untuk yang berbentuk suspensi antibiotik mereka menginformasikan
setelah 7 hingga 10 hari dari pembukaan pertama tutup obat maka harus segera
dibuang dan tidak dapat dikonsumsi lagi. Jika ada aturan penggunaan yang tertulis
di resep adalah aturan sendok makan maka apoteker akan segera mengganti
sendok takar dengan cup ukur yang ada takaran 15 ml dan biasanya apoteker
menunjukan berapa ml yang harus dituangkan ke dalam cup ukur.
105
Terkait soal penyimpanan biasanya jarang diinformasikan dan pasien
baru akan diberi informasi jika pasien bertanya pada apoteker. Cara penyimpanan
tidak perlu untuk diberitahu karena mereka menganggap bahwa sebagian besar
orang sudah mengetahui bagaimana harus menyimpan obat cair oral, kecuali obat
cair oral yang butuh untuk dimpan di lemari pendingin.
Selain itu apoteker bisa juga memberi informasi pada pasien bahwa cara
meminumnya adalah sebanyak 3 kali sendok takar sehingga didapatkan volume
15ml. Apoteker menganggap pemakaian cup ukur untuk menuang volume obat
cair sebanyak 15ml lebih praktis daripada menggunakan sendok takar. Informasi
ini dibuktikan berdasarkan hasil pengamatan dari peneliti selama penelitian di
Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.
Pemberian informasi untuk pasien anak-anak biasanya apoteker akan
memberi alternatif alat takar berupa spuit syringe yang volume nya 5ml, karena
banyak pasien anak-anak yang kesulitan jika meminum menggunakan sendok atau
cup ukur. Pemberian informasi oleh apoteker belum sepenuhnya lengkap dan
sesuai dengan teori yang ada, hal ini dikarenakan ada beberapa pertimbangan
khusus dengan berbagai alasan yang telah dikemukakan sebelumnya.
Pasien yang datang untuk membeli atau menebus resep obat biasanya
sudah mengetahui penggunaan obat cair oral secara umum yang biasanya perlu
mereka ketahui adalah berapa kali sehari berapa sendok takar. Aturan
penyimpanan obat cair dan berapa mililiter volume obat yang harus dituangkan
jarang dijelaskan oleh apoteker di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.
106
Selama berperan pada bagian penyerahan obat, sebelum menyerahkan
obat biasanya pasien yang datang membeli obat ditanya kembali tentang
penyakitnya supaya mereka yakin bahwa obat yang diresepkan oleh dokter adalah
tepat dan sesuai untuk kondisi penyakit pasien. Dalam kondisi seperti ini perlu
pentingnya peran apoteker untuk berkonsultasi dan menghubungi dokter yang
bersangkutan. Apoteker juga menjelaskan mengenai macam obat yang diterima,
aturan penggunaan dan jika memang ada peringatan seperti antibiotik harus
sampai habis, sebelum atau sesudah makan untuk obat obat tertentu biasanya juga
akan diberikan informasi.
Kegunaan obat juga diberikan tetapi tidak setiap masing masing obat
dirinci penggunaanya. Hal tersebut dikarenakan terkadang ada beberapa obat yang
diberikan oleh dokter dalam resep yang tidak sesuai dengan indikasinya. Beberapa
obat tersebut diberikan untuk dimanfaatkan efek sampingnya. Mereka juga
mengaku pernah menanyakan penyakit pasien sesuai dengan indikasi obat, namun
pasien tersebut mengaku tidak menderita penyakit tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara, 3 orang apoteker yang diwawancarai
mengaku tidak pernah menjelaskan penggunaan obat cair oral secara lengkap
hingga sampai detail.
4. Teknik pemberian informasi obat cair oral oleh apoteker
Berdasarkan hasil wawancara kepada apoteker, teknik saat pemberian
informasi tentang obat cair oral adalah tergantung dari kebutuhan informasi yang
ingin diketahui oleh masing-masing pasien. Teknik pemberian informasi obat
dilakukan baik secara aktif atau secara pasif.
107
Teknik pemberian informasi mereka secara aktif dengan cara apoteker
memberi pelayanan informasi obat dengan tidak menunggu pertanyaan dari pasien
melainkan secara aktif memberikan informasi obat. Teknik secara pasif dilakukan
pada saat pelayanan informasi obat, apoteker memberikan informasi obat sebagai
jawaban atas pertanyaan yang diterima (Anonim, cit., Ganie 2009).
Menurut hasil wawancara dengan apoteker, apoteker di Apotek KF
RSUP Dr. Sardjito juga memberi informasi bahwa ada informasi atau petunjuk di
brosur dalam kemasan obat yang perlu pasien baca. Menurut mereka tidak semua
pasien bisa menangkap apa informasi obat yang diberikan apoteker, pemberian
informasi di etiket atau label obat harus selengkap-lengkapnya sehingga bisa
mendukung penggunaan obat pada pasien.
Ketika melakukan komunikasi dalam pelayanan informasi obat, pasien
juga jarang diminta mengulang aturan penggunaan yang sudah dijelaskan, kecuali
pasien merasa belum jelas kemudian bertanya waktu pemberian informasi obat.
Terkadang kondisi situasi rumah sakit dan apotek yang terburu-buru membuat
pasien dan apoteker tidak bisa berkomunikasi secara seimbang. Terkadang justru
pasien yang melakukan pengecekan sendiri dengan cara mengingat kembali
informasi yang telah diberikan oleh apoteker. Apoteker merasa bahwa pasien akan
mengerti apabila membaca informasi terkait penggunaan obat. Menurut salah satu
apoteker, memberi informasi kepada pasien dengan penjelasan panjang lebar
akan membuat pasien lelah untuk mengingat, oleh karena itu anjuran untuk
membaca brosur obat selalu diinformasikan pada pasien.
108
5. Kendala yang terjadi dalam pemberian informasi obat
Berdasarkan hasil 3 orang apoteker yang diwawancarai, masing-masing
memiliki kendala tersendiri dalam memberikan informasi obat kepada pasien.
Kendala-kendala yang dihadapi antara lain adalah kendala bahasa, waktu, dan
kebersediaan pasien untuk mendengarkan informasi yang diberikan oleh apoteker.
Kendala bahasa terutama dihadapi oleh salah satu apoteker yang berasal dari
daerah luar kota Yogyakarta karena pengunjung apotek yang datang ke RSUP Dr.
Sardjito mayoritas adalah orang jawa dan mereka berusia lanjut sehingga
seringkali membuat apoteker kesulitan memberikan informasi dalam bahasa
Indonesia.
Kendala waktu dan kebersediaan pasien untuk mendengarkan informasi
menjadi kendala yang dirasakan oleh masing-masing apoteker dalam
menyerahkan obat karena pengunjung apotek yang datang untuk menebus resep
kebanyakan tidak mempunyai banyak waktu, tidak sabar, dan inginnya cepat-
cepat selesai terutama untuk pasien yang sudah menunggu obat terlalu lama. Hal
tersebut yang membuat durasi pemberian informasinya lebih singkat dan
informasi yang diberikan juga sedikit. Dari hasil wawancara, cara apoteker untuk
mengatasi permasalahan tersebut adalah menulis informasi obat dengan lengkap
pada etiketnya.
Melalui hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa dari segi pengetahuan,
sikap dan perilaku responden yang pernah menggunakan obat cair oral memang
cukup baik. Namun ada beberapa pengetahuan, sikap dan tindakan responden
yang masih lemah mengenai pemahaman penggunaan obat cair, cara menyimpan,
109
sikap dan cara menggunakan sendok takar yang belum benar, serta kebiasaan
responden yang terbiasa menakar menggunakan sendok di rumah. Masih banyak
masyarakat yang belum tahu menakar dengan sendok takar dan memperlakukan
obat cair oral dengan benar secara tepat akibat pemberian informasi dari apoteker
yang belum lengkap. Hasil penelitian ini mendukung peran apoteker untuk lebih
mau memberi penjelasan berdasarkan prosedur pelayanan informasi obat yang
rasional untuk pasien.
Bagi industri Farmasi di Indonesia, diharapkan dapat memproduksi atau
mendesain sendok takar obat cair dengan satu macam bentuk, transparan, bening,
mudah dilihat. Perlu juga ditingkatkan pemberian informasi di etiket kemasan
obat cair seperti informasi ‘harus dikocok dahulu’, kesamaan aturan penggunaan
(1 sendok takar 5ml), informasi cara menyimpan dengan ketentuan seperti di
Farmakope. Informasi ini hendaknya diberikan secara jelas dan tidak
membingungkan masyarakat yang mengkonsumsi karena persepsi mereka
berbeda-beda.
Melalui penelitian ini bisa mulai ditingkatkan peranan apoteker di apotek
rumah sakit sehingga pasien yakin dan percaya bahwa obat yang mereka terima
berasal dari tangan apoteker dan pasien juga dapat menyadari bahwa menanyakan
informasi obat yang benar adalah pada seorang apoteker buka pada petugas apotek
atau tenaga kesehatan lainnya. Hal ini bisa mengangkat citra apoteker di mata
masyarakat. untuk menumbuhkan kepercayaan diri masyarakat akan tujuan
kepada siapa mereka harus bertanya tentang obat.
110
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku
Penggunaan Sendok Takar Sediaan Cair Oral Pada Pengunjung Apotek Pelengkap
Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito maka dapat disimpulkan:
1. persentase ketersediaan obat cair oral yang menyertakan sendok takar (57,5%).
2. perilaku penggunaan sendok takar dan penggunaan sediaan obat cair oral pada
pengunjung apotek berdasarkan hasil kuesioner masuk dalam kategori sedang
(cukup baik) meliputi aspek pengetahuan pengunjung apotek (63,7%), sikap
pengunjung apotek (65,8%), dan tindakan pengunjung apotek (70,9%)
3. pemberian informasi oleh apoteker untuk sediaan cair oral mencakup nama obat
cair, aturan penggunaan dan peringatan.
B. Saran
1. Pengukuran sendok takar obat dan jumlah pengunjung yang benar-benar
membeli obat cair oral dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya.
2. Setiap penyerahan obat di setiap loket Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito
disarankan untuk dilakukan oleh seorang apoteker.
3. Informasi hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi
pihak Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito untuk meningkatkan informasi
penggunaan sediaan cair oral pada pasien yang menggunakan sediaan cair oral.
111
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1975, Inacuracies in Administering Liquid Medication Pediatrics, Commitee on Drugs, United States Of America, pp.56:327-328.
Anonim, 2008, How to Administer Oral Liquids,
http://www.kidsmeds.info/en/art/12/#spoon, PPAG Advocacy Committe, diakses 9 September 2010
Anonim, 2009a, Nonprescription Cough and Cold Medicine Use in Children,
U.S.Food and Drug Administration, www.fda.gov/Drugs/DrugSafety/DrugSafetyPodcasts/ucm078927.html, diakses 28 Juni 2010.
Anonim, 2009b, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 9 2009/2010, CMP Medica Asia Pte Ltd
Anonim, 2009c, Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia, Volume 44,
2009/2010, PT ISFI, Jakarta. Andayani, T.M., Satibi, Handayani, R.D., 2004, Evaluasi Pelayanan Informasi
Obat di Apotek-Apotek Besar di Kota Yogyakarta, Seminar Ilmiah Nasional Hasil Penelitian Farmasi, hal.54-63, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.
Azwar, S., 1999, Metode Penelitian, Pustaka pelajar, Yogyakarta. Azwar, S., 1995, Sikap Manusia, Teori Dan Pengukurannya, Edisi 2, hal.1,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2004, Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta
Bailey, S.C., 2009, Predictors of Misunderstanding Pediatric Liquid Medication
Instrustions, Clinical research and Methods, Vol.41, No. 10, pp.715-721, http://www.stfm.org/fmhub/fm2009/November/Stacy715.pdf, diakses pada tanggal 17 Maret 2010.
Bayor T.M., Kipo L.S, Kwakye O.K, 2010, The Accuracy And Quality of
Household Spoons And Enclosed Dosing Device Used In The Administration Of oral Liquid Medications in Ghana., International Journal Of Pharmacy and Pharmaceutical Science, Vol 2, Suppl 1, http://www.ijppsjournal.com/Vol2Suppl1/439.pdf, diakses 3 Maret 2010.
112
Bica, A. dan Farinha, A., 2005, Inaccurate Dosage; Result From The FIP-LPS Collaborative Study, International Pharmacy Journal, Vol. 19, No.1, pp.17-19, http://www.fip.org/files/fip/LMCS/Aug%202006/ipj%20article.pdf, diakses pada tanggal 14 Maret 2010.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1974, Farmakope Indonesia, Jilid III, hal.XXXII, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta,
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995, Farmakope Indonesia, Jilid IV, hal.15-16, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 1997a, Undang-Undang RI No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 1997b, Undang-Undang RI No.22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004a,
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027 Menkes SK IX 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004b, Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197 Menkes SK X 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. http://dinkessulsel.go.id/new/images/pdf/Peraturan/kmk%20standar%20pelayanan%20farmasi%20di%20rs%201197-2004.pdf, diakses 16 Oktober 2010.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, 2006, Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas, Bakti Husada, hal.10-11, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,http://www.binfar.depkes.go.id/data/files/1203426275_PEDOMAN%20OBAT%20BEBAS%20DAN%20BEBAS%20TERBATAS.pdf, diakses 2 Agustus 2010.
Departemen Kesehatan, 2008, Profil Kesehatan Indonesia 2008,
www.depkes.go.id/.../Profil%20Kesehatan%20Indonesia%202008.pdf diakses 7 September 2010
113
Dusdieker L.B., Murph J.R., Milavetz G., 2010, How Much Antibiotics Suspension Is Enough?, Journal of The American Academy of Pediatrics Vol. 106 No. 1 , Juli 2010., http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/106/1/e10diakses 5 Agustus 2010
Dwiprahasto, I., 2000, Rancangan Penelitian Farmakoepidemiologi I Studi Observasional, Bagian Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.
Fischer, L.R, Defor TA, Cooper S., Scott LM, Boonstra, D.M., Eelkema, MA.,Goodman, MJ., 2002, Pharmaceutical Care and Health Care Utilization in an HMO, Effective Clinical Practice, http://www.acponline.org/journals/ecp/marapr02/fischer.htm, diakses tanggal 9 Mei 2010
Falagas,M.E., Vouloumanou E.K., Plessa E., Peppas. G., Rafailidis P.I., 2010, Big teaspoons,little teaspoons: where pharmacology meets the real world, The International Journal Of Clinical Practice,volume 4, 1185-1189, http://www.drgreene.com/blog/2010/01/07/dosing-spoon-surprise diakses tanggal 1 Juli 2010.
Ganie, 2009, Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Tentang 3M Pada Keluarga di Kelurahan Padang Bulan Tahun 2009, http://repository.usu.ac.id/bitsream/123456789/14262/1/09E02423.pdf 34-35, Skripsi, diakses tanggal 7 September 2010.
Gunn V.L., Taha S.H., Liebelt E.L., Serwint J.R., 2001, Toxicity of Over-The-Counter Cough and Cold Medications, pp.2, http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/108/3/e52 diakses 6 Agustus 2010.
Griebmann K., Bretkreutz J, Schubert-Zsilavecz M., Abdel-Tawab M, 2007, Dosing Accuracy of Measuring Device Provided With Antibiotic Oral Suspensions, Pediatric and Perinatal Drug Therapy, 8, pp.69, http://group.bmj.com/docs/pdf/8_2_s4.pdf, diakses 6 Agustus 2010.
Hartini, S.Y., Sulasmono., 2007, Apotek: Ulasan Beserta Naskah Peraturan Perundang-Undangan Terkait Apotek Termasuk Naskah dan Ulasan Permenkes tentang Apotek Rakyat, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Handayani, R.S., Gitawati R., Muktinigsih,S.R., Raharni., 2006, Eksplorasi Pelayanan Informasi Yang Dibutuhkan Konsumen Apotek Dan kesiapan Apoteker memberi Informasi Terutama Untuk Penyakit Kronik Dan
114
Degeneratif, http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2006/v03n01/rini0301.pdf, diakses 5 Agustus 2010.
Holt, G.A., and Hall, E.L., 1990, The Self Care Movement in Feldmann, E.G., (Ed.), Handbook of Non Prescription Drug, 9th, APHA, New York, pp.1-10
Ikasari, N.H, 2008, Perbedaan Tingkat Kepuasan Pemberian Informasi Obat Antara Apotek di Kecamatan Kartasura Sukohardjo Dengan Apotek Instalasi Farmasi RS Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso, Surakarta, hal.4-5, Skrispi, http://etd.eprints.ums.ac.id/1521/1/K100040131.pdf. diakses 7 September 2010.
Kartono,K., 1990, Pengantar Metodologi Riset Sosial, edisi ke-2, Mandar maju, Bandung.
Kimminau, M.D, 1979, Spoons Provide Potential for Dosing Errors, American Pharmacist,United States of America, pp.19:641-643.
Litovitz T, 1992, Implication of Dispensing Cups in Dosing errors and Pediatric Poisionings: A Report from the American Association of Poision Control Centres, Annals of Pharmacotherapy, United States of America, pp.26:917-918.
Jones, R.M., 2008, Pengkajian Pasien dan peran Farmasis Dalam Perawatan Pasien, http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/pengkajian-pasien-dan-peran-farmasis-dalam-perawatan-pasien.pdf, diakses 7 Mei 2010
Pal, S., Self-care and Nonprescription Pharmacotherapy, in : Berardi, R.R., Handbook of Nonprescription Drug, 13 th edition, AphA, Washington, pp.4-20.
Pratiknya, A.W., 1993, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, CV Rajawali, Jakarta.
Pratiwiningsih, H.D, 2008, Analisis Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap
Kualitas Pemberian Informasi Obat Pada Apotek Di Kecamatan Kartasura Sukoharjo, Skripsi, 10, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Madlon-Kay,D.J., Mosch,F.S., 2000, Liquid Medication Dosing Errors, The
Journal of Family Practice, pp.49:741-744, http://www.jfponline.com/Pages.asp?AID=2582&UID, diakses 22 Agustus 2010.
Matter M, Markello J and Yaffe S, 1975, Inadequacies in the Pharmacologis
115
Management of Ambulatory Children, Journal American Academy of Pediatrics, Washington, pp.87:137-141..
Maw, Son and Thompson’s., 2002a ., Liquid Medicines And Medicine Bottles
Medicines For Both Internal and External Use, http://www.rpsgb.org.uk/pdfs/mussheet03.pdf, diakses 3 Maret 2010.
Maw, Son and Thompson’s., 2002b., Taking The Medicine Doctors Prescribe a Liquid Medicine And Inform The Patient How to Take it. http://www.rpsgb.org.uk/pdfs/mussheet20.pdf
McKenzie M.W., 1981, Administration of Oral Medications to infants and young
Children,US Pharmacist, pp.55-67. McMahon, S.R., Rimza, M.E., dan Bay, R.C., 1997, Parents Can Dose Liquid
Medication Accurately, Journal American Academy of Pediatrics, pp.100, 330-333, http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/100/3/330, diakses pada tanggal 17 Maret 2010.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1990a, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1990b, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993a, Permenkes
919/MENKES/PER/X/1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993b, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2000, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 949/Menkes/VI/2000 tentang registrasi obat jadi, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK/02.02/menkes/068/1/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
116
Notoadmojo,S., 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, hal.89,92,124, PT Rineka Cipta, Jakarta.
Notoadmojo,S., 2002, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, hal.139-145, PT Rineka Cipta, Jakarta.
Riduwan, 2008, Dasar-Dasar Statistika, hal.20-21, Penerbit Alfa Beta, Bandung.
Remington, 2006, The Science and practice of Pharmacy, Lipincot and Wilkins, United States of America, pp.282
Rovers, J.P., Currie,J.D.,Hagel,H.P., McDonough, R.P., Sobotka, J.L., 2003, A Practical Guide to Pharmaceutical Care, 2nd ed., American Pharmaceutical Association, Washington.
Strand, L.M., Morley, P.C., Cipolle, R.J., 2004, Pharmaceutical Care Practice : The Clinical’s Guide,2nd ed, McGraw-Hill Companies, United States of America, pp.178-188.
Sarwono, S., 1997, Sosiologi Kesehatan: Beberapa Konsep Beserta Aplikasi,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Sastroasmoro,S., Ismael S., 2010, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis,
edisi ketiga, hal.16, CV Agung Seto, Jakarta.
Sevilla,G.C., Ochave,J.A., Punsalam,T.G., Regala.,B.P, Uriarte.,G.G., 1993, Pengantar Metode Penelitian, hal.71-91, 160-171, 175-179, UI Press, Jakarta.
Siregar,J.P., Kumolosasi,E., 2006, Farmasi Klinik Teori dan Penerapan, hal.153 Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta.
Seto S., Nita Y., Triana L., 2004, Manajemen Farmasi, hal.259, Airlangga
University Press,Surabaya.
Sugiyono, 2006, Statistika Untuk Penelitian, hal.27, Penerbit CV Alfabeta, Bandung.
Tindall N.W., Beardsley S. R, Kimberlin, L.C, 1994, Communication Skills in
Pharmacy Practice.3rd ed, Lippincot Williams and Wilkins., Philadelphia, pp.3.
Vries., et al., 1994, Guide to Good Prescribing, World Health Organization,
diterjemahkan oleh dr. Zunilda S. Bustami,MS., Penerbit ITB, Bandung.
Waknine,Y., 2008, Cough Medicine Dosing Errors Linked to Patient Deaths,
117
http://www.medscape.com/viewarticle/571308, diakses tanggal 6 Agustus 2010.
Wang, 2008, Tips on Using Measuring Tools for Liquid Medicines, http://
www.cbwchc.org Charles B. Wang Community Health Center, diakses 3 maret 2010
Wansink,B., van Ittersum, K., 2010, Spoons Systematically Bias Dosing of Liquid
Medicine, Annals of Internal Medicine, Volume 152 , Number 1, Cornell University Ithaca, NY 14853, http://www.annals.org/content/152/1/66.full.pdf+html, diakses 3 Maret 2010.
Watanabe, S.A., Conner, S.C., 1982, Principles of Drugs Information Service, The Hamilton Press Inc, United States of America, pp.5-6.
Wattimena, J.R., 1991, Farmakodinamika dan Terapi Antibiotika, hal.18-32,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. World Health Organization, 1988, Ethical Criteria for Medical Drug Promotion.
World Health Organization, Geneva, http://apps.who.int/medicinedocs/pdf/whozip08e/whozip08e.pdf, diakses 28 September 2010.
World Health Organization, 1990, The Role of the Pharmacist in the Health Care System, 1,WHO, Geneva
Wibowo, A, 2010, Cerdas Memilih Obat dan Mengenali Penyakit, PT Lingkar
Pena, Jakarta. Widayanti, A.W., 2007, Kapita Selekta Dispensing I, Edisi Revisi, hal.186-187,
Laboratorium Manajemen Farmasi dan Farmasi Masyarakat (MFFM) Bagian Farmasetika Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.
Winardi, 1986, Pengantar Metodologi Research, Penerbit Alumni, Bandung.
118
LAMPIRAN
119
Lampiran 1. Karakteristik Responden
A. Kajian umur
Interval data yang digunakan I = (R/K) Data min = 19 th Data max = 68 th N = 108 R = 68 – 19 = 49
K = 1 + 3,3 log N = 1 + 3,3 log 108 = 1 + 6,710 = 7,710 I = 49/7,710= 6,3≈ 6 Interval data yang digunakan = 6
B. Kajian Jenis kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Responden % Responden Pria 35 32,41
Wanita 73 67,59
C. Kajian Tingkat Pendidikan
D. Kajian Pekerjaan
Jenis Pekerjaan Tidak
bekerja/ pensiunan
Ibu Rmh
Tangga
PNS Wiraswasta swasta Pelajar/ Mahasiswa
Jumlah Responden
6 29 9 13 35 16
% Responden 5,56 26,85 8,33 12,04 32,40 14,82
E. Data Responden Terhadap Penggunaan Sediaan Obat Cair Oral
Jumlah Responden % Responden Baru pertama kali 2 1,85
Sudah berulang kali 106 98,15
Tingkat Pendidikan Tidak
Sekolah SD SLTP SLTA Diploma Sarjana
Jumlah Responden
2 11 12 52 5 26
% Responden 1,85 10,19 11,11 48,15 4,63 24,07
120
F. Data Responden yang membeli obat di Loket Apotek Kimia Farma RSUP Dr.
Sardjito
G. Data Responden yang pernah berkonsultasi obat di Loket Apotek Kimia Farma
RSUP Dr. Sardjito
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian 1. Gambar Outlet obat obat OTC dan Golongan Obat Keras
3. Gambar variasi sendok teh dan sendok makan yang beredar di masyarakat
Jumlah Responden % Responden Pertama kali membeli obat di Loket Apotek Kimia Farma
RSUP Dr. Sardjito
46 42,59
Sering membeli obat di loket Apotek Kimia Farma RSUP
Dr. Sardjito
62 57,41
Konsultasi Obat Jumlah Responden % Responden Pernah 17 15,74
Tidak Pernah 91 84,26
121
Lampiran 3. Daftar Obat Cair Oral Pada Bulan Juni-Juli di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito.
A. Antibiotik (Golongan Obat Keras) No Nama Generik Nama Merek Obat Sub Kelas
Terapi Keterangan
Cup Sendok Takar
Tanpa cup /
Sendok takar
1 Amoxicilin
Amoxsan® dry syrup Antiinfeksi golongan penisilin
+ 2 Amoxsan forte ®dry
sirup +
3 Kalmoxillin® dry syr 4
Amoxicilin, Clavulanic acid
Aclam® dry sirup Antiinfeksi golongan penisilin
+ 5 Clabat® syrup + 6 Clabat forte® syrup + 7 Claneksi forte® dry
syrup +
8 Claneksi® dry syrup + 9
Cefadroxil
Cefat ®dry syrup Antiinfeksi golongan
sefalosporin
+ 10 Cefat forte ® dry
syrup +
11 Doxef® dry sirup + 12 Ethicef ® dry syr + 13 Renasistin® dry syr + 14
Cefixime
Cefila® dry syrup
Antiinfeksi golongan
sefalosporin
+ 15 Cefspan ® dry syrup + 16 Ceptik ®oral
suspension +
17 Comsporin® dry syrup
+
18 Fixiphar® dry syr + 19 Sporetik® syr + 20
Chlorampheni-col
Colsancetine® syr Antiinfeksi golongan
Chloramphenicol
+
21 Clraithromycin
Abbotic® suspensi oral
Antiinfeksi golongan makrolida
+
22 Cotrimoxazol
Sanprima® syr Antiinfeksi golongan
Antibakteria kombinasi
+
23 Eritromisin
Erysanbe® dry syrup
Antiinfeksi golongan makrolida
+
24 Isoniazid,Vit B6
Pyravit® syr Anti Tuberkulosis
+ 25 TB ®vit 6 syr +
122
26 Metronidazol
Flagyl® oral suspension
Antiamoeba +
27 Thiampenicol Thyamycin® oral suspension
Antiinfeksi golongan
Chloramphenicol
+
B. Obat Keras Lainnya (Non Antibiotik) No Nama Generik Nama Merek
Obat Sub Kelas
Terapi Keterangan
Cup Sendok Takar
Tanpa cup /
Sendok takar
1 Betamethasone, Dexchlorpheniramin maleat
Celestamine® sirup
Antihistamin
+
2 Nilacelin® syr + 3 Dexamethasone,De
chlorpheniramin maleate
Dextamine sirup +
4 Loratadine Claritin® syr + 5 Rihest® syr + 6 Cetirizine HCl Histrine® syr + 7 Ozen® syr + 8 Ryvel® Syr + 9 Oxomemazine,
glyceryl guaiacolate
Comtusi® syr
Obat batuk dan pilek
+
10 Ambroxol HCl
Epexol® sirup + 11 Mirapect ®syr + 12 Mucopect® syr + 13 Transbroncho®
syrup +
14 Pipazethate, isothipendyl HCl,ekstrak liquorice, Glyceril guaiacolate
Transpulmin® exp syrup
+
15 isothipendhil HCl, asetaminofen,phenylephrine HCl
Nipe ®syr +
16 pseudoefedrin,terfenadine
Rhinofed® suspensi
+
17 Levodro propizine Levopront® syr + 18 Erdosteine Vectrine ®dry
syrup +
19 N-Acetylsistein Fluimucil® dry Obat Batuk +
123
syrup (mukolitik dan
ekspektoran) 20 Valproic acid Depakene® syrup Anti
konvulsan +
21 Domperidone Dom® suspensi Antiemetik
+ 22 Primperan® syr + 23 Vometa®
suspensi +
24 Salbutamol, Gliseril guaiakolat
Fartolin® exp sirup
Antiasma dan PPOK
+
25 Lasal® sirup exp + 26 Ventolin® exp syr + 27 Salbutamol sulfat,
guafenesin Salbuven® exp syr
+
28 Procaterol HCL Ataroc® syr + 29 Meptin® syr + 30 Ketotifen Profilas ®syr
+
31 Salbutamol Sulfat Lasal® sirup Antiasma dan
PPOK
+ 32 Salbuven® syrup + 33 Salbron® syr + 34 Ventolin® syr + 35 Sucralfate Inpepsa® susp
Antasid,
antirefluks, antiulserasi
+
36 Profat sucral forte® suspensi
+
37 Ulsafat® suspensi + 38 Ulsicral®suspensi + 39 Piracetam Latropil® syr
Nootropik& Neurotonik
+ 40 Nootropil® syr + 41 Noocephal® syr + 42 Neurotam®syr + 43 Metampiron Novalgin® syr Analgesik
(non Opiat) +
124
C. OTC (Obat Bebas dan Bebas Terbatas) No Nama Generik Nama Merek
Obat Sub Kelas
Terapi Golongan Keterangan
Cup Sendok Takar
Tanpa cup /
Sendok takar
1 Pseudoefedrin HCl,triprolidine HCl
Actifed pilek ® syr
Obat batuk dan pilek
BT +
2 Lapifed® sirup BT + 3 Nichofed® syr BT + 4 Tremenza® sirup BT + 5 Trifed ®syr
BT +
6 Pseudoefedrin HCl,triprolidine HCl,Dextrometorphan HBr
Actifed DM® syr
Obat batuk dan pilek
BT +
7 Lapifed DM® sirup
BT +
8 Pseudoefedrin HCl,triprolidine HCl,guafenesin
Actifed Expectorant ® syr
BT +
9 Lapifed® exp syr BT + 10 Pseudoefedrin Triaminic ®pilek
syr BT +
11 Pseudoefedrin, Guafenesin
Triaminic ®exp syr
BT +
12 Pseudoefedrin, klorfeniramin maleate
Rhinos junior® syr
BT +
13 Gliseril guaiakolat
OBH Combi®dahak syr
B +
14 OBH Combi® rasa jahe syr
B +
15 Dextromethorpan
Triaminic ®batuk syr
BT +
16 Vicks formula 44® syr
BT +
17 Alco plus® syrup BT + 18 Dextromethorpan,
gliseril guaiakolat Vicks formula® (dahak+kering)syr
BT +
19 Dexthromethorpan HBr, Dephenhidra-mine
Woods antitusive® syr
BT +
20 DextrometorphanHBr, Ammonium Chloride,Chlorpheniramine maletae,Na citrate,efedrin HCl
Eryslan® syr BT +
21 Glyceryl Allerin® exp BT +
125
guaicolate,diphenhidramine HCL, phenylpropanolamine HCl,alcohol
sirup
Obat batuk dan pilek
22 difenhidramin HCl, Ammonium Chlorida,guaicolsulfonate,Na citrte,menthol
Benadryl ®DMP syr
BT +
23 Sanadryl exp® 60 syr
BT +
24 Sanadryl exp® 120 syr
BT +
25 difenhidramin HCl, guaicolsulfonate,dextrometorphan HBr, phenylephrine HCl, Ammonium Chloride, Na citrate
Ikadryl® sirup BT +
26 parasetamol, phenylefrin,Dextromethorpan HBr, Gliseril guaikolat,dexchlorpheniramine maleate
Intunal® syrup BT +
27 parasetamol, pseudoefedrine HCl, succus liquid, Noscapine, glyceryl guaicolate,chlorpheniramine maleate,
Paratusin® syr BT +
28 Parasetamol,guafenesin,noscapin,chlorpeniramin maleate, phenylpropanolamine HCl
Flucodin® syrup B +
29 Parasetamol, gliseril guaikolat,Klorfeniramin maleat,fenilpropanolamin HCl
OBH Combi® batuk flu anak syr
Obat batuk dan pilek
BT +
30 OBH Combi® batuk flu syr
B +
31 glyceryl guaicolate, dextrometorphan HBr,dephenhydramine HCl, phenylpropanolamine, na citrate, menthol,Ammonium Chloride
Lapisiv® syr BT +
32 Dextrometorphan,d Sanadryl DMP BT +
126
ifenhidramin HCl, Ammonium Chlorida,guaicolsulfonate,Na citrte,menthol
®syr
Obat batuk dan pilek
33 Chlorpheniramin Maleate
Cohistan® syr BT +
34 Bromheksin HCl Bisolvon® eliksir B + 35 Bisolvon kids®
sirup B +
36 Mucosolvan® syrup
BT +
37 Mucohexin® syrup
BT +
38 Bromheksin HCl, Gliseril guaiakolat
Woods exp® syr
BT +
39 Bromheksin HCl,parasetamol,chlorpenira-mine maleat,phenylephrine HCl
Bisolvon® flu sirup
B +
40 Ammonium klorida,klorfeniramin maleate,efedrin HCl,succus liquiritae,parasetamol,oleum mentae piperita
Nellco special OBH® 100 ml syr
BT +
41 Amonium klorida, succus liquiritae
New’s baby cough® syr
Obat Batuk dan pilek
B +
42 Asetaminofen,fenilefrin HCl,klorfeniramin maleat,kalium sulfoguaikolat
Coldrexin® syr
BT +
43 Guafenesin, Ekstrak thyme, Ekstrak primulae, Ekstrak althaea,ekstrak drosae,ekstrak serphuli,eucalyptus oil, anise oil
Silex® syr
Obat Batuk
(Herba)
BT +
44 Herba Ivy ekstrak Prospan® cough syr
B +
45 sari akar manis,minyak permen,daun Hibiscus,herba Euphorbiahirta,jah
Laserin® asma + batuk syr
B +
127
e, cengkeh,daun sirih,daun saga,buah kardamon, Mentho arvensis
Obat Batuk
(Herba)
46 Mg(OH)2, gel kering Al(OH)3, simethicone
Acytral® syr
Antasid, antirefluks, antiulserasi
B + 47 Dexanta®
suspensi B +
48 Farmacrol forte® suspensi
B +
49 Lagesil® suspensi syrup
BT +
50 Magasida® suspensi
B +
51 Mylanta® 50 susp B + 52 Mylanta® 150
susp B +
53 Plantacid® suspension
B +
54 Plantacid forte® suspension
B +
55 Magaldrate, simethicone
Magalat ®suspensi
B +
56 Mg(OH)2, gel kering Al(OH)3, metilpolisiloksan
Polycrol® suspensi
B +
57 Mg trisilikat, gel kering Al(OH)3, dimethicone
Sanmag® suspensi
B +
58 Lactulose Dulcolactol® syr
Laksatif, Pencahar
BT + 59 Lactulax® BT + 60 Laxadilac® syr B + 61 Pralax lactulose®
syr B +
62 Phenolptalein, Liquid parafin,gliserin
Laxadine ®emulsi
BT +
63 Kaolin-Pektin Kaopectate® suspensi
Antidiare
B +
64 Neokaolana® syr
B +
65
Biogesic® anak syr
Analgesik (non opiat)
B +
66 Dumin® syr B +
128
67 Parasetamol
Panadol® syr Antipiretik B + 68 Praxion Forte®
susp BT +
69 Sanmol® syr B + 70 Tempra forte ®
syr B +
71 Ibuprofen
Bufect® suspensi Antiinflamasi Non Steroid
BT + 72 Bufect forte
®suspensi BT +
73 Proris® suspensi BT + 74 Proris forte®
suspensi BT +
75 Teofilin Bronsolvan® sirup
Antiasma dan PPOK
BT +
D.Suplemen
No Nama Merek Obat Sub Kelas Terapi No. Registrasi Keterangan cup Sendok
takar Tanpa cup/
sendok takar
1 Actavol® multivitamin syr
Vitamin& Mineral pediatrik
DBL 7417802937A1 +
2 Apyalis® syrup POM SD 041618881 +
3 Becombion plus ® syrup
POM SI 044617021 +
4 Becombion grow® syr
DBL 8819908337AI +
5 Biolysin® multivit syr
POM SD 051620051 +
6 Biostrum® sirup POM SD 021602851 +
7 Curmunos® syr suplemen
POM SD 051623441 +
8 Ferlin® suplemen syr
POM SD 051624691 +
9 Ferokid® suplemen Vitamin&
Mineral pediatrik
POM SD 061629731 +
10 Forvit® suplemen syr
DBL 0432709933AI +
11 Likurmin® syr POM SD 041616021 +
12 Zamel® sirup POM SD 021603091 +
13 Becombion ®syrup Vitamin B kompleks dengan Vitamin C
POM SD 041618831 +
14 Becefort® multivit sirup
DBL 0432709933AI +
129
15 Enervon-C® syrup POM SD 011601021 +
16 Sanvita® syrup DBL 9122211237AI +
17 Calcidin® multivitamin sirup
Kalsium dengan Vitamin
BMD 862710059189 +
18 Calcidol® multivit syr
POM SD 021602381 +
19 Calsource junior® Kalsium sirup
POM SD 051619591 +
20 Calnic® suplemen susp
POM SL 091637201 +
21 Osteocare® syr vitamin
POM SD 021601471 +
22 Curcuma plus ® multivitamin (jeruk dan strawberry) syr
Suplemen dan Terapi Penunjang
POM SD 041618351 +
23 Curcuma plus® syrup
POM SD 041618351 +
24 Curvit® emulsion POM SD 061625021 +
25 Ezygard®suplemen syrup
POM SD 061628411 +
26 Glimunos® syr POM SD 071630621 +
27 Imbost® syrup POM SD 071632241 +
28 Imbost force® syrup POM SD 031609591 +
29 Matovit®syrup POM SD 051624141 +
30 Vistrum® syr POM SD 051623851 +
31 Curliv® sirup Perangsang nafsu
makan
POM SD 021604471 +
32 Curvit® sirup POM SD 06162526 +
33 Vitacur® vitamin syr POM SD 021602471
+
34 Dhavit® suplemen syr
Vitamin dan Mineral
POM SD 041616781 +
35 Elkana® vitamin suspensi
POM SD 031607711 +
36 Elkana ®vitamin syr POM SD 031607711 +
37 Imunos® syrup POM SD 021602631 +
38 Lycalvit ®syr POM SD 02021687 +
39 Lysmin® syr POM SD 021604681 +
40 Maltiron ®sirup suplemen
POM SD 041617871 +
130
41 Neoboost® syr POM SD 061628871 +
42 Sakatonik® syr POM SD 031605051 +
43 Tonikum bayer® syr POM SD 041617151 +
44 Zinc pro® syr DTL 0904131137AI +
45 Feroglobin ®syrup suplemen
Vitamin dan Mineral
untuk masa hamil/ Antianemia
POM SL 091600481 +
46 Ferriz® syr POM SL 071630321 +
47 Maltover® syr DBL 0204128137 A1 +
48 Sangobion® syr DBL 8315800237 AI +
49 Scot’s emulsion® multivitamin Emulsi
Vitamin A,D dan E DOM SD 021601771 +
50 Glostrum® suplemen dry syr
Produk nutrisi
POM SI 045618021 +
51 Igastrum ®suplemen sirup
POM SD 051623861 +
E. OTC Obat Tradisional
No Nama Obat Sub Kelas Terapi
Golongan Keterangan cup Sendok
takar Tanpa cup/sendok
takar 1 Batugin® elixir Obat
saluran kemih
Jamu +
2 Laserin madu® syr Obat batuk (herba)
Jamu + 3 OB Herbal ®syr Jamu +
4 Stimuno ® syr Suplemen dan terapi penunjang
FF +
131
F. Generik NO Nama obat Golongan Sub Kelas Terapi
1 Ambroxol syr K Batuk dan pilek 2 Amoxixilin syr kering K Antiinfeksi golongan penisilin 3 Ampicillin dry syr K Antiinfeksi golongan penisilin 4 Antasida doen suspensi B Antasida,antirefluks,antiulserasi 5 Chloramphenicol suspensi K Antiinfeksi golongan
Chloramphenicol 6 Dextromethorpan syr BT Batuk 7 Cefadroxil dry syr K Antiinfeksi golongan
Sefalosporin 8 Cotrimoxzazol susp K Antiinfeksi golongan
kombinasi antibakterial 9 Cefixime dry syr K Antiinfeksi golongan
sefalosporin 10 Parasetamol syr B Analgesik non opiat dan
Antipiretik 11 Eritromisin syr K Antiinfeksi golongan makrolida 12 Eritromisin syr kering K Antiinfeksi golongan makrolida
**) untuk setiap obat generik, dalam kemasannya tidak disertai sendok takar atau cup ukur namun saat penyerahan obat semuanya diberikan sendok takar / cup ukur oleh Apoteker.
132
Lampiran 4. Kuisioner yang digunakan untuk Penelitian
KERJASAMA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA DENGAN APOTEK KIMIA FARMA RSUP Dr. Sardjito YOGYAKARTA
Judul Penelitian : Evaluasi Ketersediaan dan Penggunaan Sendok Takar Sediaan Obat Cair
Oral Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito
Responden yang terhormat, kami Tim peneliti dari Fakultas Farmasi Sanata Dharma bekerja
sama dengan Apotek Pelengkap Kimia Farma Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta melakukan penelitian
untuk mengetahui bagaimana respon pasien rawat jalan terhadap penggunaan sendok takar sediaan
obat cair oral , ingin meminta kesediaan anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Responden dalam penelitian ini adalah orang yang terlibat atau termasuk sebagai pasien
rawat jalan RSUP Dr. sardjito periode Juni-Juli 2010. Usia responden adalah minimal 17 tahun.
Dalam partisipasi Anda selama penelitian ini, kami membutuhkan kesediaan Anda untuk
meluangkan waktu. Peneliti akan menemui anda dengan maksud:
1) meminta anda membaca dan menandatangani surat pernyataan kesediaan sebagai
responden penelitian;
2) meminta anda untuk mengisi kuisioner yang telah disediakan;
3) melakukan wawancara lanjutan untuk melengkapi informasi.
Penelitian ini mengharapkan ketulusan anda untuk berpartisipasi. Penelitian ini nantinya
diharapkan bermanfaat untuk dapat memberi sumbangan ilmu pengetahuan dan sebagai sumber
referensi di bidang kesehatan, klinik dan komunitas sebagai sumber kajian mengenai sendok takar dan
informasi cara penggunaan bentuk sediaan obat cair oral yang tepat di masyarakat.
Penelitian ini tidak memiliki risiko yang akan membahayakan Anda secara fisik. Kerahasiaan
anda akan kami jaga. Kami tidak akan menyebutkan nama anda. Kami hanya akan memberikan nama
samaran. Semua informasi yang anda berikan akan kami jaga kerahasiaannya sehingga identitas anda
tetap kami lindungi. Wawancara akan direkam dan kemudian diketik. Semua informasi menjadi
rahasia peneliti. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan sebagai skripsi.
Anda dengan sepenuh hati berpartisipasi dalam penelitian ini. Sewaktu-waktu, anda bisa
menarik diri untuk terlibat dalam penelitian ini. Jika ada pertanyaan, anda tidak perlu sungkan atau
ragu untuk bertanya. Jika anda menyetujui kerjasama ini, dimohon kesediaannya untuk melengkapi
surat pernyataan kesediaan sebagai bukti kesediaan responden.
Atas kerjasamanya kami mengucapkan terima kasih.
Peneliti
133
Surat Pernyataan Kesediaan Sebagai Responden Penelitian
Bahwa saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Pendidikan terakhir :
Saya (baru pertama kali/sudah berulang kali)* menggunakan sediaan cair oral
Saya (pertama kali/sering membeli obat)* di Apotek Kimia Farma Sardjito
Saya (pernah/tidak pernah)* berkonsultasi obat di Apotek Kimia Farma Sardjito
*(coret yang tidak perlu)
Menyatakan kesanggupan sebagai responden dalam penelitian yang berjudul "EVALUASI
KETERSEDIAAN DAN PENGGUNAAN SENDOK TAKAR SEDIAAN OBAT CAIR
ORAL PADA PENGUNJUNG APOTEK PELENGKAP KIMIA FARMA RSUP Dr
SARDJITO". Semua penjelasan diatas telah disampaikan kepada saya. Saya mengerti bahwa
bila masih memerlukan penjelasan, saya akan mendapat jawaban dari tim peneliti.
Demikian surat pernyataan kesanggupan saya sebagai responden dalam penelitian ini.
Yogyakarta,
Responden/pasien
( )
134
Kuesioner yang digunakan untuk penelitian Sendok Takar Sediaan Obat Cair Oral Pilihlah jawaban dari pernyataan-pernyataan di bawah ini di tempat yang telah disediakan dengan memberi tanda centang ( √ ). Keterangan : Benar : Bila saya cederung menganggap penyataan yang diajukan adalah benar Salah : Bila saya cenderung menganggap pernyataan yang diajukan adalah salah
Aspek Pengetahuan
No Pernyataan Jawaban 1 Semua jenis obat harus digunakan sampai habis. Benar Salah 2 Cara penggunaan obat yang benar akan mempengaruhi
kesembuhan penyakit. Benar Salah
3 Penyimpanan obat cair harus di suhu kamar tempat yang kering, dan terlindung cahaya.
Benar Salah
4 Penggunaan obat cair tidak boleh menggunakan sendok makan/sendok teh di rumah.
Benar Salah
5 Semua obat cair yang diminum berbentuk sirup. Benar Salah 6 Walaupun rasa, warna, bau dan kejernihan dari larutan
obat sudah berubah, obat masih dapat digunakan kembali. Benar Salah
7 Pengukuran volume obat cair dengan sendok takar harus sejajar dengan mata
Benar Salah
8 Pembacaan brosur pada kemasan obat akan mengurangi resiko yang tidak dikehendaki
Benar Salah
9 Sebelum meminum obat cair sebaiknya dikocok terlebih dahulu.
Benar Salah
10 Kebersihan adalah hal yang penting dalam penggunaan obat cair
Benar Salah
Aspek Sikap
No Pernyataan Jawaban 11 Saya merasa harus menggunakan sendok takar yang
tersedia di dalam kemasan obat. Benar Salah
12 Saya merasa perlu bertanya pada petugas apotek tentang informasi yang kurang jelas mengenai cara penggunaan obat.
Benar Salah
13 Saya memilih petugas apotek sebagai sumber informasi cara penggunaan obat.
Benar Salah
14 Saya yakin obat cair setelah disimpan lama masih dapat digunakan kembali asal belum lewat tanggal kadaluarsa.
Benar Salah
15 Saya yakin setelah segel obat dibuka maka pemakaian obat harus memperhatikan rasa,warna, bau, kejernihan dari obat meskipun belum kadaluwarsa.
Benar Salah
16 Saya merasa pengukuran volume obat dengan menggunakan sendok makan/sendok teh di rumah sudah
Benar Salah
135
tepat 17 Saya merasa perlu mencuci tangan terlebih dahulu
sebelum menggunakan obat cair. Benar Salah
18 Saya merasa penggunaan obat cair dengan sendok takar dengan benar akan mengurangi kesalahan dosis.
Benar Salah
19 Saya merasa informasi penggunaan sendok takar akan mempengaruhi kesembuhan saya.
Benar Salah
20 Saya merasa ukuran sendok makan/sendok teh di rumah sama dengan sendok di kemasan obat.
Benar Salah
Aspek Perilaku
No Pernyataan Jawaban 21 Saya selalu membersihkan sendok takar setelah selesai
digunakan Benar Salah
22 Saya akan bertanya pada petugas apotek bila tidak mengerti cara penggunaan obat cair.
Benar Salah
23 Saya akan langsung menutup rapat tutup botol obat setelah menggunakan obat cair.
Benar Salah
24 Apabila tidak terdapat sendok takar dalam kemasan obat, saya akan menggunakan sendok teh/sendok makan di rumah
Benar Salah
25 Sebelum meminum obat cair saya akan mengocok botolnya terlebih dahulu.
Benar Salah
26 Saya tidak memperhatikan tanggal kadaluarsa yang tercantum pada obat cair.
Benar Salah
27 Saya tetap memperhatikan label penggunaan yang tercantum pada obat cair meskipun sudah diberi informasi obat
Benar Salah
28 Saya lebih memilih menggunakan sendok makan/sendok teh di rumah dalam meminum obat cair.
Benar Salah
29 Saya selalu menggunakan obat cair tanpa harus mematuhi aturan penggunaanya.
Benar Salah
30 Saya menuangkan isi cairan obat cair pada sendok takar obat sejajar dengan mata
Benar Salah
Pengukuran pengetahuan ( 1-10), sikap (11-20), perilaku (21-30) Pertanyaan favorable : 2,3,4,7,8,9,10,11,12,13,15,17,18,19,21,22,23,25,27,29,30 Pertanyaan unfavorable : 1,5,6,14,16,20,24,26,28,29.
136
Lampiran 5. Panduan wawancara terstruktur yang digunakan untuk Penelitian
Evaluasi Tentang Penggunaan Sendok Takar Sediaan Obat Cair Oral:
1. Bagaimana cara anda menuangkan obat cair ke dalam sendok takar?
2. Bagaimana cara anda menyimpan obat cair setelah dibuka (di lemari es/lemari
obat/tempat terlindung cahaya) ?
3. Apakah anda menggunakan sendok makan/sendok teh sebagai ukuran dalam
menuangkan obat cair? Mengapa ?
4. Apa yang menjadi kesulitan dalam menggunakan sendok takar dalam menuangkan
obat cair?
5. Manfaat apa yang bisa anda dapat dari informasi yang diberikan oleh Apoteker?
Wawancara terstruktur untuk apoteker
1. Berapa lama durasi pemberian informasi obat kepada pasien ?
2. Sumber informasi apa yang sering digunakan dalam pemberian informasi kepada
pasien?
3. Dimana Apoteker memberikan tempat pemberian informasi obat?Apa saja informasi
yang diberikan?
4. Bagaimana teknik konseling/pemberian informasi yang dilakukan oleh apoteker pada
pasien?
5. Kendala apakah yang sering terjadi dalam memberikan informasi kepada pasien?
137
Lampiran 6. Contoh Kuesioner Dengan Jawaban
138
139
140
Lampiran 7. Hasil wawancara apoteker
Lama durasi pemberian informasi obat kepada paien adalah 1-2 menit, tapi tergantung
jenis obatnya kalau jenisnya banyak bisa lebih lama. Bila pharmaceutical care
(konseling) biasanya 3 menit.
Sumber informasi yang biasa digunakan adalah brosur dari obat, MIMS, panduan
kefarmasian dari Depkes,dan pengalaman.
Tempat pemberian informasi adalah loket, tidak ada ruang khusus untuk
berkonsultasi.
Informasi yang biasanya diberikan tidak detail, yaitu berapa macam obat, aturan pakai
(berapa kali sehari, berapa sendok teh atau berapa sendok takar) dan kegunaan obat.
Apoteker tidak menjelaskan cara penggunaan sendok takar secara detail seperti berapa
mililiter atau sampai batas mana. Pemberian leaflet dirasa sudah cukup menjelaskan
cara penggunaan. Untuk sirup antibiotik diberitahukan harus sampai habis dan setelah
7-10 hari dari pembukaan tidak dapat digunakan kembali. Pemberian informasi bisa
mendetail tergantung dari keingintahuan pasien.
Jika aturan pakai menunjukan 1 sendok makan diberitahukan 1 sendok makan atau 3
kali 1 sendok takar (15ml), bisa juga penggunaan sendok diganti cup ukur. Biasanya
untuk anak-anak kesulitan jika menggunakan cup.
Urutan teknik konseling/ pemberian informasi kepada pasien : pasien ditanya sakitnya
apa, pasien diberi tahu ada berapa macam obat yang diberikan oleh dokter, pasien
diberi tahu aturan pakai, peringatan(harus habis,sesudah makan atau sebelum
makan),dan yang terakhir diberi tahu indikasi obat (jarang dilakukan). Untuk cara
menyimpan biasanya pasien sudah tahu sendiri misalnya harus di suhu dingin atau
kamar jadi cara menyimpan jarang diinformasikan kecuali untuk sirup jenis tertentu
baru diberitahukan.
Bila pasien masih merasa bingung setelah diberi informasi obat, biasanya apoteker
menyuruh pasien membaca brosur dalam kemasan obat, atau apoteker menuliskan
cara pakai di kertas. Selain itu bisa dilakukan dengan menunjukan gambar sebagai
model. Pasien yang menjadi pengunjung apotek biasanya pasien rawat jalan dan
141
terkdang keluarga dari pasien rawat inap, untuk obat-obat yang digunakan di rawat
inap, biasanya diberi etiket ‘serahkan pada perawat’ karena obat tersebut nantinya
akan dikelola perawat dan baru di berikan pada pasien.
Kendala yang sering terjadi dalam memberikan informasi kepada pasien adalah waktu
dan tempat (pasien biasanya buru-buru ingin mendapat obat belum sempat
menjelaskan sudah pergi), bahasa (terutama orang tua, harus menggunakan bahasa
jawa yang halus), kebersediaan pasien untuk mendengarkan informasi.
Informasi yang diberikan untuk pasien lebih sekedar untuk mengingatkan pasien agar
menggunakan obat secara tepat.
Lampiran 8. Ijin Permohonan Ijin Penelitian Dari Fakultas Farmasi
142
Lampiran 9. Ijin Penelitian Dari Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito
143
Lampiran 10. Hasil Kuesioner Pengetahuan Sikap Tindakan
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 S B S S B S S B B B B B B B S B B B B S B B B B B S B B S S 2 S B B B B S S B B B B B B B B S B B B S B B B S B S B B S S 3 S B B B B S S B B B B B B B B S B S B S B B B B B S B S S S 4 B B B S B S S B B B B B B B B B B S B B B B B B B S B S S S 5 B B B S S S B B B B B B B B B S B B B S B B B B B S B S S B 6 B B B B B B S B B B B B B B B B S B B B B S B B B S B B B S 7 B B S B B B B B S B S B B S B S S S B B B B B B B S B B B S 8 B B B B B S B B B B B B B B B S B B B S B B B S B S B S S B 9 B B B B B S S B B B B B B B S B B B B B B B B B B S B S B S
10 S B B B B S S B B B B B B S S B B B B B B B B B B S B S S S 11 B B S B B S S S B B B S S B S B S B B B B B B B B S S S S S 12 S B B S S B S B S B B B B S B B S B B B B B B S B S B S B S 13 B B S S B S S B B B B B B B S B S B B B B B B B B S B B S S 14 B B B S S S B B B B B B B S B S B B B S B B B B B S B S S S 15 S B B S B S S B B B B B B S S B B B B B B B B B B S B B S S 16 B B S B S S B B B B B B B S S B B B B B B B B B B S B B S S 17 B B B B B S S B B B B B S S B S B B B S B B B S B S B S S S 18 B B B S B S S B B B B B B B B S B B B S B B B B B S B S S S 19 B B S S S B S B B B S B B B S B B B B B B B B B B S B B B S 20 B B S S B S S B B B B B B B B B B B B B B B B B B S B B B S 21 S B B S B B S B B B S B B S B B B B B B B B B B B S B S B S 22 B B B S B S B B B B B B B S S B B B B S B B B B B S B B B S 23 S B B S B S S B B B B B B B B S B B S S S S B B B S B S S S 24 B B B S B S S B B B S B B S B B B B S B B B B B B S S B S S 25 B B B B B S S B B B B B S B B S B B B S B S B B B S B S B S 26 B B B B B B S B S B B B B B B B S B B B B B B B B S S B B S 27 S B S S S B S B S S S B S B S S S B B S S B B B S S B B S S 28 B B B B B B S B B B B S S B S B S S S B S B B B B S B B S S 29 S B S B B B S B B S B B S S S B B B B B B B B B B S S B S S 30 B B S B B S B B B B B B B B S S S B B B B B B B B S B S S B
144
31 S B B S B S S B B B B B B S S B B S B S B B B B B S B S S S 32 S B S S B S S B B B B B B B B S B B B S B B B B B S B B S S 33 S B S B B S S B B B B B B S S B B B B B B B B B B S B B S S 34 S B B B S S B B B B B B B S B S B B B S B B B B B S B S S B 35 B B S B S B S B B B B B B S S B B B B S B B B B B S B B B S 36 S B S S B S S B B B B B B B S S B B B B B B B S B S B S B S 37 S B S S B B S B B B B S B S S S B B B S B B B B B S B S S B 38 B B B S B S S B B B S S S S B B B B B S B S B B B S B S S S 39 S B B B S S S B B B B B B B B B B B B B B B B B B S B S B B 40 B B S S B S S B B B B B B S S B B B B B S B B B B S B S B S 41 S B S B B B B B B B B B B S S B B B B B B B B B B S B S B S 42 S B B S B S B B B B B B B B S B B B B B B B B B B S B S B B 43 S B S S B B S B B B B B B S S B B B B B S B B B B S B B S S 44 S B B S B S S B B B S B B B B B S S S B B B B B B S B S S S 45 S B B S B S B B B B B B B S B S B B B S B B B B B S B S S B 46 B B S B B S S B B B B B B S S B B B B S B B B B B S B S S S 47 B B S B B S S B B B S B B S S B B B B B B B B S B B B S B S 48 S B S B B B S B B B B B S S S B S B B B B B B B B S B B B S 49 B B B S B S B B B B B B B S B B B B B B B B B B B S B S S B 50 B B S B B B S B B B B B B B B S B B B S S S B B B B S S B S 51 S B S B B S B B B B B B B S B S B B B S B S B S B S B S S B 52 S B S B B S S B B B B B S B S B B B B B B B B B B S B S S S 53 B B B B B S S S B B B S S S B B B B B B B S B B B S B S B S 54 S B B B B B S S B B B B S B S B S B B B B S B B B S B B S S 55 S B B S B S S B B B B B S S B B B B B S B B B S B S B S B S 56 S B B S B B S B B B B B B S S B B B B S S B B B B S B S S S 57 S B B S B B S B B B B S S S B S B B B B B S B S B S B S S S 58 B B S S B S S B B B B S S S S B B B B B B B B S B S B B S S 59 S B S S B S S S B B S S S S B B B S S B B S B B B S S B S S 60 B B B S B S B B B B B B B S B B B B B B B B B B B S B B S B 61 S B S S B S S S B B B S S S S B B B B B B S B B B S B S B S 62 S B B S B S B B B B B B B S B B B B S B B B B B B S B S S B 63 S B S S B S S B B B B S S S B S B B B S B S B S B S B S S B 64 B B S B B S B B B B S B B B B S S B B B B B B B B S B B S B
145
65 S B B B S S B B B B B B B S B S B B B S B B B B B S B S S B 66 S B S B B B B B S B S B B B B B B B B B B B B B B S B S B B 67 B B S B B S S S S B S S S B S B B B B B B B B B B B S B S S 68 S B B S B S S B B B S S B S S B B B S B B B B B B S B B S S 69 B B S B B S S B B B B S S B S S B B B B B S B S B S B S S S 70 B B B S B S B B B B B B B S B S B B B S B B B B B S B S S B 71 S B B B B S B B B B B B B B B S B B B S B B B B B S B S S B 72 B B B B B S S B B B B B S S S S B B S S B B B B B S B S S S 73 S S S S B S B S S S B S B S S S S B S B S S S S S B S B S B 74 B B S S B B B B B B S S B S S S B B B S B B B B B S B S B B 75 S B B B S S B B B B B B S S B S B B B S B B B B B S B S S B 76 B B B S B S B B B B B B B B B S B B S S B B B B B S B S S B 77 B B S S B S S S B B B S S B S B B S B B B B B B B S S S B S 78 S B S B B S S B B B B S S B S B S B B B B S B B B S B S S S 79 B B B S B S S B B B B B B S B B B B B B B B B B B B B B S S 80 S B B S B S B B B B B B B S B S B B B S B B B S B S B S B B 81 B B S B B B S B B B B S S B B B B B B B S S B B B S B B S S 82 S B B S B B S S B B B S S B S B B B B S B S B B B S S B S S 83 S B S B B S S B B B B S S S S B B B B S B S B B B S B S S S 84 B S S B B S S S B B B S S S B B B B S B B S B B B S S S S S 85 B S B B B B S S B B B S B S B B S B S S B B B B B S B S B S 86 B B B S B S S B B B B S S S S B S B B S B S B S B S B S B S 87 S B B B S S B B B B B B B S B S B B S S B B B B B S B S S B 88 S B S B B B S B B B B S S B S B B B B B B S B B B S B S B S 89 B B B B B S S B S B B B B S S S S B B B B B B B B S B S S S 90 S B B B S S S B B B B B S S S B S B B S B S B B B B B S S S 91 B B S S B S S S S B B S S B S B B B B B B S B B S S B S S S 92 S B B B B S S B B B B B B S B S B B B S B B B S B S B S S S 93 S S S S B S S B B B B S S S B S S B B S B S B B B S B S B S 94 B S S B B S S B B B B S S B S B S B B S B B B B S S B S B S 95 S B S B B S S B B B B B B B S B S B B B B B B S B S S B S S 96 S B S B B S S S B B B B B S S S B B B S B B B B B S B B B S 97 S S B S B S S S B B B S S B B S B B B S B S S S B S S S S S 98 S S S B B S S B B B B S S S B B B S B S B S B B B S B S S S
146
99 B B B S B S S B B B B S S S S B B B B B B B B B B S B S S S 100 B B B S B S S B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B S S S 101 B B B B B S B B B B B S S B S B S B B B B S B B B S B S S S 102 S B S B B S S B B B B B B S B B B B B B B B B B B S B S S S 103 B B B B B S B B B B S B S S S S B B B B S B B B B S B B S S 104 B B S B B B S B B B S S S B B S B B B S B S B B B S B B S S 105 S B S B B S B B B B S S S S B B S B B B B B B B B S B B S B 106 S B B S S S S S S S S S S S S B S S S B S S S B B S S B S S 107 B B B S B S S B B B B S S S B B B B B S B B B B B S B S B S 108 B B B S B S S B B B B S S S B S B B B S B S B B B S B S S S ∑B 55 101 59 55 14 81 29 93 98 106 90 72 66 63 56 41 83 98 94 48 97 78 105 18 104 101 94 71 75 23 ∑S 53 7 49 53 94 27 79 15 10 4 18 36 42 45 52 67 25 10 14 60 11 30 3 90 4 7 14 37 33 85
nf f f f nf nf f f f f f f f nf f nf f F f nf f f f nf f nf f nf nf F
147
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama lengkap Diana Novitasari. Penulis lahir
lahir di kota Yogyakarta pada tanggal 18 Januari 1989 dan
merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan
Agustinus Darto Harnoko dan Erna Susiyanti. Pendidikan
awal dimulai di Taman Kanak-Kanak Materdei Marsudirini
(1993-1995), dilanjutkan di Sekolah Dasar Marsudirini
(1995-2001). Pendidikan dilanjutkan di Sekolah Menengah Pertama Stella Duce I
Yogyakarta (2001-2004) dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Stella
Duce 1 Yogyakarta (2004-2007). Selanjutnya pada tahun 2007 melanjutkan
pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama menjalani pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta, penulis pernah mengikuti kegiatan kepanitiaan, yaitu sebagai
panitia pelaksana sumpah apoteker angkatan XVII dan sebagai seksi konsumsi
dalam Panitia Aksi Hentikan Tembakau. Penulis aktif sebagai anggota Pos
Kesehatan Kotabaru, anggota Paduan Suara Fakultas Farmasi ‘Veronica’ (2007-
2008) serta berbagai kegiatan lainnya yang masih dalam lingkup Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis pernah menjadi Duta Patient
Counseling Event (2009) dan menjadi semifinalis pada ajang Patient Counseling
Event 2010 di Institut Teknologi Bandung, serta menjadi Duta dan Finalis Patient
Counseling Competition di Universitas Gadjah Mada (2010).
Recommended