View
226
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
HUBUNGAN OBESITAS DENGAN RISIKO OBSTRUCTIVE SLEEP
APNEA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL LAKI-LAKI
DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS
LAMPUNG TAHUN 2017
(Skripsi)
Oleh
GITA CAHAYA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
HUBUNGAN OBESITAS DENGAN RISIKO OBSTRUCTIVE SLEEP
APNEA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL LAKI-LAKI
DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS
LAMPUNG TAHUN 2017
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Oleh
GITA CAHAYA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
THE RELATION BETWEEN OBESITY AND THE RISK OF
OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA ON MALE CIVIL SERVANT AT
LAMPUNG UNIVERSITY IN 2017
By
GITA CAHAYA
Background: Obesity is a pathological condition, there is excess fat deposits than
necessary for body functions. Obesity is one of the risk factors for obstructive
sleep apnea. The purpose of this study was to examine the relationship between
obesity and risk of obstructive sleep apnea in male civil servants within the
University of Lampung in 2017.
Method: This research use observational analytic method with cross sectional
approach. The study was conducted in November December 2017. The population
in this study were male civil servants in Lampung University as many as 200
respondents, in which the researcher determined 100 samples studied with risk
factor (obesity) and 100 samples without risk factor. Samples were taken by
consecutive sampling technique.
Results: The results showed most of the most respondents in the age group 30-40
years that is as much as 53%. Based on univariate analysis result from 200
responden there are 71 responders risk OSA. The result of bivariate analysis
obtained chi square test value p = 0,000. Based on the result of chi square test then
Ho is rejected and Ha accepted because p <value of α = 0,05.
Conclusion: There is an obesity relationship with obstructive sleep apnea in male
civil servants within the University of Lampung in 2017. Obese people 4.6 times
more at risk of obstructive sleep apnea than those who are not obese.
Keywords: obesity, obstructive sleep apnea
ABSTRAK
HUBUNGAN OBESITAS DENGAN RISIKO OBSTRUCTIVE SLEEP
APNEA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL LAKI-LAKI
DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS LAMPUNG
TAHUN 2017
Oleh
GITA CAHAYA
Latar Belakang: Obesitas merupakan suatu keadaan yang patologis, terjadi
timbunan lemak yang berlebih dibandingkan yang diperlukan untuk fungsi tubuh.
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya obstructive sleep apnea
Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui hubungan antara obesitas dengan risiko
obstructive sleep apnea pada pegawai negeri sipil laki-laki di lingkungan
Universitas Lampung tahun 2017.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan
pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan November
Desember 2017. Populasi dalam penelitian adalah pegawai negeri sipil laki-laki di
lingkungan Universitas Lampung sebanyak 200 responden, dimana peneliti
menetapkan 100 sampel diteliti dengan faktor risiko (obesitas) dan 100 sampel
tanpa faktor risiko. Sampel diambil dengan teknik consecutive sampling.
Hasil: Hasil penelitian menunjukan sebagian besar responden paling banyak pada
kelompok usia 30-40 tahun yaitu sebanyak 53%. Berdasarkan hasil analisis
univariat dari 200 responden terdapat 71 responden berisiko OSA. Hasil analisis
bivariat didapatkan hasil uji chi square nilai p = 0,000. Berdasarkan hasil uji chi
square tersebut maka Ho ditolak dan Ha diterima karena p < nilai α = 0,05.
Kesimpulan: Terdapat hubungan obesitas dengan obstructive sleep apnea pada
pegawai negeri sipil laki-laki di lingkungan Universitas Lampung tahun 2017.
Orang yang obesitas 4,6 kali lebih berisiko obstructive sleep apnea dibandingkan
yang tidak obesitas.
Kata Kunci : obesitas, obstructive sleep apnea
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 03 Mei 1997, sebagai anak kedua
dari tiga bersaudara, dari bapak Abiel Padly dan ibu Nurwati.
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di Assalam Belambangan
pada tahun 2001, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 1 Papan Asri pada
tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 7
Kotabumi pada tahun 2011, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di
SMAN 3 Kotabumi pada tahun 2014. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung tahun 2014.
Penyusunan skripsi merupakan tugas akhir sebelum penulis memperoleh gelar
sarjana kedokteran dan melanjutkan pendidikan pofesi.
Alhamdulillah..
Ku Persembahkan Karya
Sederhana Ini Untuk
Mama dan Papa
SANWACANA
Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Solallahu Alaihi Wasalam.
Skripsi dengan judul “Hubungan Obesitas dengan Risiko Obstructive Sleep
Apnea pada Pegawai Negeri Sipil Laki-laki di Lingkungan Universitas Lampung
Tahun 2017” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran
di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas
Lampung.
Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
Dr. dr. Kharun Nisa Berawi, S.Ked., M.kes., AIFO selaku Pembimbing
Utama yang selalu bersedia meluangkan waktu dan kesediaannya untuk
memberikan bimbingan, kritik, saran serta nasihat yang bermanfaat dalam
proses penyelesaian skripsi ini.
dr. Syazili Mustofa, S.Ked., M. Biomed selaku Pembimbing Kedua atas
kesediannya untuk menyempatkan waktu memberikan bimbingan, saran dan
kritik selama proses skripsi ini serta memberikan banyak ilmu selama lebih
dari setahun terakhir ini.
dr. Agustyas Tjiptaningrum, S.Ked., Sp.PK selaku Penguji Utama pada ujian
skripsi untuk masukan dan saran-saran yang diberikan.
dr. Fitria Saftarina, S.Ked., M.Sc selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan nasehat-nasehat selama menjalani perkuliahan dan skripsi.
Kedua orang tua penulis, Papa saya tercinta Abiel Padly dan Mama tersayang
Nurwati yang selalu memberikan doa dan semangat untuk saya dalam
menjalankan pendidikan kedokteran serta selalu mengingatkanku untuk selalu
dekat dengan Allah SWT. Merekalah yang membuat penulis bisa berdiri
sampai saat ini. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan dan lindungan
kepada mereka.
Abang saya Alif Sandria dan adik saya M. Yose Rizal yang selalu
memberikan doa, memotivasi dan mendukung. Serta keluarga besar saya
yang selalu memberikan semangat.
Semua responden pegawai laki-laki dewasa di lingkungan Universitas
Lampung yang telah bersedia dijadikan responden saya dalam penelitian
skripsi ini dan terima kasih untuk semua dukungan dan semangatnya.
Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu dan pengalaman berharga yang telah
diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan
untuk mencapai cita-cita.
Seluruh Staf Akademik, TU dan Administrasi FK Unila, serta pegawai yang
turut membantu dalam proses penelitian skripsi ini.
Sahabat-sahabat saya “Bukan Geng” Atika Marcherya, Ayu Indah, Entan
Teram, Ni Made Ari, Nofia Dian, Rini Safitri dan Vinnyssa Anindita. Sebagai
teman seperjuangan dalam melewati pendidikan dokter, saling mengingatkan
dan selalu memberikan semangat tentang kehidupan dunia maupun akhirat.
Sahabat-sahabat saya yang dipertemukan sejak SMP yang selalu memberikan
nasehat, saling mendukung dan mengingatkan dalam kebaikan Dina Anjani
dan Mela Parosaliantika.
Serta sahabat-sahabat saya yang dipertemukan sejak SMA Vivitria Ulandari,
Indah Sesaria, Eko susanto, Dela, Ila, Ocik, dan Sadut yang selalu
memberikan semangat dan dukungannya selama ini.
Sahabat satu pembimbing yang selalu bersama-sama saling bantu dalam
penelitian dan mengingatkan jadwal untuk revisi dan maju seminar Diva Iole
Humaira, Andini Bakti, Elma Rosa, Rama Agung dan Dzulfiqar.
Sahabat-sahabat saya yang selalu menemani revisi skripsi Sarah Nabila,
Firdha Yossi, Fistana, Tiffani, Desti diana, dan Leni.
Sahabat-sahabat saya yang dipertemukan sejak KKN Sidorejo yang
memberikan makna kehidupan dan arti kekeluargaan Mba Tri, Rani, Mba
Herta, Rega, Bang Jeri dan Rismawan.
Sahabat-sahabat angkatan 2014 ”CRAN14L” yang tidak bisa disebutkan satu
persatu. Terimakasih atas kebersamaan dan kerjasama dalam mengemban
ilmu.
Kakak-kakak dan adik-adik tingkat saya (angkatan 2002-2017) yang sudah
memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran. Akhir kata,
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, Januari 2018
Penulis
Gita Cahaya
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 6
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................ 6
1.3.2 Tujuan Khusus ....................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 6
1.4.1 Secara Teoritis ........................................................................ 6
1.4.2 Secara Institusi ....................................................................... 6
1.4.3 Bagi Peneliti Sendiri .............................................................. 7
1.4.4 Bagi Masyarakat..................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obesitas .............................................................................................. 8
2.1.1 Definisi obesitas ..................................................................... 8
2.1.2 Epidemiologi .......................................................................... 8
2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko ..................................................... 11
2.1.4 Pengukuran obesitas ............................................................... 14
2.2 Obstructive Sleep Apnea .................................................................... 15
2.2.1 Definisi ................................................................................... 15
2.2.2 Fisiologi tidur dan sistem pernapasan saat tidur .................... 17
2.2.3 Epidemiologi .......................................................................... 19
2.2.4 Etiologi dan Faktor resiko ...................................................... 19
2.2.5 Patofisiologi Obstructive sleep apnea ................................... 21
ii
2.2.6 Penentuan Obstructive Sleep Apnea ...................................... 22
2.3 Obsesitas dan Obstructive Sleep Apnea ............................................. 23
2.4 Kerangka Teori .................................................................................. 26
2.5 Kerangka Konsep ............................................................................... 26
2.6 Hipotesis ............................................................................................ 27
2.6.1 Hipotesis Penelitian ............................................................... 27
2.6.2 Hipotesis Nol ......................................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian................................................................................... 28
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 28
3.2.1 Waktu penelitian .................................................................... 28
3.2.2 Tempat penelitian................................................................... 28
3.3 Populasi dan Sampel Penelitan .......................................................... 29
3.3.1 Populasi .................................................................................. 29
3.3.2 Sampel.................................................................................... 29
3.4 Identifikasi Variabel Penelitian.......................................................... 30
3.4.1 Variabel bebas (Independent Variable) ................................. 30
3.4.2 Variabel Terikat (Dependent Variable) ................................. 30
3.5 Definisi Operasional .......................................................................... 32
3.6 Alat dan Bahan ................................................................................... 33
3.6.1 Alat ......................................................................................... 33
3.7 Prosedur Penelitian ............................................................................ 33
3.7.1 Persiapan Penelitian ............................................................... 33
3.7.2 Proses Penelitian .................................................................... 33
3.8 Pengolahan Data ................................................................................ 36
3.9 Analisis Data ...................................................................................... 36
3.9.1 Analisa Univariat ................................................................... 36
3.9.2 Analisa Bivariat ..................................................................... 37
3.10 Ethical Clearance .............................................................................. 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................. 38
4.2 Hasil penelitian .................................................................................. 38
4.2.1 Karakteristik Kelompok Usia Responden .............................. 39
4.2.2 Kerakteristik Kelompok Mendengkur ................................... 39
4.2.3 Karakteristik Kelompok Hipertensi ....................................... 40
4.2.4 Analisis Univariat .................................................................. 40
4.2.5 Analisis Bivariat..................................................................... 42
4.3 Pembahasan........................................................................................ 43
4.4 Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 49
iii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 50
5.2 Saran .................................................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 52
LAMPIRAN .................................................................................................... 56
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Klasifikasi berat badan berdasarkan IMT .................................................. 15
2. Definisi operasional ................................................................................... 32
3. Karakteristik responden berdasarkan kelompok usia ................................. 38
4. Karakteristik responden berdasarkan kelompok mendengkur ................... 38
5. Karakteristik responden berdasarkan kelompok hipertensi ....................... 39
6. Hasil analisis univariat berdasarkan status gizi .......................................... 39
7. Hasil analisis univariat berdasarkan kejadian obstructive sleep Apnea ..... 40
8. Hasil analisis bivariat dengan uji chi square hubungan obesitas dengan
risiko obstructive sleep Apnea .................................................................. 41
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Grafik prevalensi laki-laki obesitas ............................................................ 9
2. Grafik prevalensi perempuan obesitas ....................................................... 10
3. Grafik prevalensi laki-laki obesitas provinsi lampung............................... 10
4. Kerangka Teori........................................................................................... 26
5. Kerangka Konsep ...................................................................................... 27
6. Bagan Alur Penelitian ................................................................................ 35
v
DAFTAR SINGKATAN
OSA: Obstructive Sleep Apnea
IMT: Indeks Massa Tubuh
SNA: Sympathetic Neural Activity
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Persetujuan Etik
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian
Lampiran 3. Lembar Inform Consent
Lampiran 4. Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden
Lampiran 5. Rekapitulasi Data
Lampiran 6. Kuisioner Berlin
Lampiran 7. Analisis Data
Lampiran 8. Dokumentasi
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial, yang disebabkan akibat
akumulasi jaringan lemak yang berlebih, sehingga dapat mengganggu
kesehatan. Faktor yang dapat menyebabkan obesitas yaitu asupan energi
yang lebih tinggi daripada energi yang dikeluarkan. Tingginya asupan energi
ini disebabkan oleh konsumsi makanan sumber energi dan lemak tinggi,
sedangkan pengeluaran energi yang rendah disebabkan oleh aktivitas fisik
yang kurang (Kemenkes RI, 2012). Obesitas dapat mengganggu kesehatan
karena dapat menjadi faktor risiko berbagai penyakit degeneratif seperti
diabetes melitus, penyakit kardiovaskular dan hipertensi (Susantiningsih,
2015). Saat ini penderita obesitas selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Prevalensi obesitas di dunia saat ini mengkhawatirkan, berdasarkan data
WHO pada tahun 2016 terdapat lebih dari 1,9 miliar orang dewasa yang
berusia di atas 18 tahun mengalami kelebihan berat badan. Dari jumlah
tersebut, lebih dari 650 juta orang dewasa atau lebih dari setengah miliar
orang dewasa mengalami obesitas di seluruh dunia. Selain populasi dewasa,
diperkirakan 41 juta anak dengan usia di bawah 5 tahun adalah kelebihan
2
berat badan atau obesitas (World Health Organization, 2017). Saat ini
Indonesia juga mempunyai banyak penduduk yang mengalami obesitas.
Secara nasional prevalensi obesitas di Indonesia cukup tinggi dan selalu
meningkat tiap tahunnya. Tahun 2013 berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar, prevalensi laki-laki dewasa obesitas yaitu 19,7% lebih tinggi dari
tahun 2007 (13,9%) dan tahun 2010 (7,8%). Prevalensi terendah di Nusa
Tenggara Timur (9,8%) dan tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara (34,7%),
sedangkan Provinsi Lampung menempati urutan kedua dengan obesitas
terendah setelah Nusa Tenggara Timur (Kemenkes, 2013). Penderita obesitas
yang terus meningkat ini tentunya dapat menimbulkan masalah baru.
Peningkatan obesitas akan menimbulkan masalah baru, sebab obesitas
merupakan masalah global yang dapat menyebabkan penyakit kronis dan
kecacatan (Usfar et al., 2010). Terdapat 2,8 juta orang meninggal di seluruh
dunia setiap tahun akibat berat badan yang berlebih atau obesitas (World
Health Organization, 2017). Selain dampaknya secara global, obesitas di
Indonesia juga merupakan masalah yang dapat terjadi pada semua kelompok
umur dan pada semua strata sosial ekonomi (Kemenkes RI, 2012).
Peningkatan penderita obesitas dapat terjadi karena banyak hal yang dapat
menjadi faktor pencetus terjadinya obesitas. Obesitas berkaitan dengan
tersedianya makanan dan mudahnya mendapatkan makanan. Selain itu,
adanya perubahan status ekonomi yang terjadi di negara-negara yang sedang
3
berkembang berdampak pada populasi di negara-negara ini, termasuk di
Indonesia. Insidensi obesitas di negara-negara berkembang makin meningkat,
banyaknya orang orang obesitas di dunia jumlahnya hampir sama dengan
mereka yang menderita kelaparan. Obesitas dipengaruhi oleh lingkungan,
kebiasaan makan, aktivitas fisik yang rendah dan kemiskinan atau
kemakmuran (Sugondo, 2014). Seiring banyaknya faktor risiko dan
peningkatan penderita obesitas, saat ini banyak penelitian mengenai masalah
yang dapat ditimbulkan dari obesitas.
Obesitas merupakan salah satu faktor resiko untuk terjadinya sleep apnea
atau gangguan bernapas saat tidur (Schwartz et al, 2008). Sleep apnea
merupakan timbulnya episode abnormal yang terjadi pada frekuensi napas
yang berhubungan dengan penyempitan saluran napas atas pada saat tidur,
dapat berupa henti napas (apnea) atau menurunnya ventilasi. Semakin besar
nilai Indeks Masa Tubuh (IMT) atau bertambahnya berat badan maka
kemungkinan untuk mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA) semakin
tinggi (Sumardi et al., 2014).
Insidensi obstructive sleep apnea diperkirakan 1–4% populasi umum
(Omidvari, 2000). Obstructive sleep apnea (OSA) adalah penyakit yang
umum terjadi, yang mempengaruhi kira-kira 2% wanita dan 4% pria berada di
komunitas Barat. Tidak ada data yang secara sistematis ditinjau mengenai
prevalensi penyakit ini di Asia (Mirrakhimov, Sooronbaev dan Mirrakhimov,
2013). Enam puluh persen pasien OSA adalah kelebihan berat badan (berat
4
badan lebih dari 20 persen diatas ideal). Ukuran leher, area distal faring dan
indeks masa tubuh berhubungan dengan frekuensi apnea. Apnea dapat
didefinisikan sebagai hilangnya aliran udara sedikitnya 10 detik. Penurunan
volume tidal melebihi 50% tetapi di bawah 75% dari nilai dasar dengan
terhentinya aliran udara sedikitnya 10 detik disebut hipopnea. Gabungan
apnea/hipopnea merupakan patofisiologi Obstructive Sleep Apnea (Omidvari,
2000).
Henti napas saat tidur mengakibatkan gangguan kemorefleks sehingga
meningkatkan aktivitas simpatis pembuluh darah yang akhirnya mencetuskan
vasokonstriksi. Vasokonstriksi pembuluh darah saat tidur akan meningkatkan
tekanan darah yang mendasari berbagai kelainan kardiovaskular (Antariksa,
Santoso dan Astuti, 2010). Berdasarkan penelitian yang sudah ada,
obstructive sleep apnea sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan
(Mirrakhimov, Sooronbaev dan Mirrakhimov, 2013).
Telah diketahui bahwa jenis kelamin laki-laki merupakan faktor risiko yang
sangat kuat dan memberikan peningkatan resiko obsructive sleep apnea dua
sampai tiga kali lipat pada populasi umumnya. Peningkatan risiko ini
mungkin terkait dengan perbedaan distribusi jaringan adiposa pada pria, yang
menunjukkan pola deposisi lemak utama di sekitar leher, batang, dan perut
dibandingkan dengan wanita (Schwartz et al., 2008). Obstructive sleep
apnea umumnya terjadi pada dewasa muda, biasanya antara umur 40–50
tahun, meskipun dapat terjadi juga pada anak–anak dan remaja (Rahman,
5
Handoyo dan Pujo, 2012). Namun belum ada data mengenai hubungan
obesitas dengan obstructive sleep apnea di lingkungan Universitas Lampung.
Lingkungan Universitas Lampung sebagian besar pekerjaannya adalah
sebagai pegawai. Pekerjaan yang dilakukan pegawai setiap harinya termasuk
dalam golongan aktivitas ringan sampai sedang yang merupakan faktor risiko
obesitas. Selain itu dukungan kemampuan ekonomi juga menjadi salah satu
pendukung lebih besarnya asupan makanan daripada kalori yang dikeluarkan
dari aktivitas fisik (Dewi dan Mahmudiono, 2012).
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, banyaknya peningkatan prevalensi
obesitas setiap tahunnya di Indonesia yang berpengaruh buruk terhadap
kesehatan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Hubungan Obesitas Dengan Risiko Obstructive Sleep Apnea pada Pegawai
Negeri Sipil Laki-laki di Lingkungan Universitas Lampung tahun 2017”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian yaitu apakah terdapat hubungan obesitas dengan risiko
obstructive sleep apnea pada pegawai negeri sipil laki-laki di lingkungan
Universitas Lampung tahun 2017.
6
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara obesitas dengan risiko obstructive
sleep apnea pada pegawai negeri sipil laki-laki di lingkungan
Universitas Lampung.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik pegawai negeri sipil laki-laki di
lingkungan Universitas Lampung tahun 2017
2. Mengetahui seberapa banyak obesitas dapat berisiko obstructive
sleep apnea pada pegawai negeri sipil laki-laki di lingkungan
Universitas Lampung tahun 2017.
1.4 Manfaat penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat, antara lain ialah :
1.4.1 Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran hubungan
obesitas dengan risiko obstructive sleep apnea pada pegawai
negeri sipil laki-laki di lingkungan Universitas Lampung.
1.4.2 Secara Institusi
Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai rujukan bacaan di
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung khususnya.
7
1.4.3 Bagi Peneliti Sendiri
1. Peneliti mendapat wawasan, baik dalam bentuk pengalaman
maupun dari segi ilmu pengetahuan tentang hubungan obesitas
dengan risiko obstructive sleep apnea pada pegawai negeri sipil
laki-laki di lingkungan Universitas Lampung.
2. Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Umum.
1.4.4 Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini di harapkan bermanfaat khususnya bagi responden
yang mengalami obesitas agar mampu mendapatkan informasi
mengenai dampak obesitas terhadap obstructive sleep apnea.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obesitas
2.1.1 Definisi obesitas
Obesitas adalah peningkatan berat badan melampaui batas kebutuhan
fisik dan skeletal, yang terjadi akibat berlebihnya penimbunan lemak
tubuh (Dorland, 2014). Obesitas terjadi jika besar dan jumlah sel
lemak bertambah pada tubuh seseorang. Jika berat badan seseorang
bertambah maka ukuran sel lemak juga akan bertambah besar dan
kemudian jumlahnya bertambah banyak (Sugondo,2014). Kondisi ini
disebabkan oleh berlebihnya asupan energi daripada energi yang
dikeluarkan (Kemenkes RI, 2012).
2.1.2 Epidemiologi
Prevalensi obesitas terus meningkat dari tahun ketahun. Prevalensi
obesitas di dunia saat ini mengkhawatirkan, berdasarkan data WHO
pada tahun 2016 terdapat lebih dari 1,9 miliar orang dewasa yang
berusia di atas 18 tahun mengalami kelebihan berat badan. Dari
jumlah tersebut, lebih dari 650 juta orang dewasa atau lebih dari
setengah miliar orang dewasa mengalami obesitas di seluruh dunia.
9
Selain populasi dewasa, diperkirakan 41 juta anak dengan usia di
bawah 5 tahun adalah kelebihan berat badan atau obesitas. Prevalensi
kegemukan dan obesitas populasi usia 5-19 tahun telah meningkat,
hampir setengah dari anak-anak di bawah usia 5 tahun yang kelebihan
berat badan atau obesitas pada tahun 2016 tinggal di Asia. (World
Health Organization, 2017).
Prevalensi obesitas di Indonesia selalu meningkat tiap tahunnya.
Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013, prevalensi
laki-laki dewasa obesitas yaitu 19,7% lebih tinggi dari tahun 2007
(13,9%) dan tahun 2010 (7,8%). Tahun 2013, prevalensi terendah di
Nusa Tenggara Timur (9,8%) dan tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara
(34,7%), sedangkan Provinsi Lampung menempati urutan kedua
terendah setelah Nusa Tenggara Timur (Kemenkes, 2013).
Gambar 1. Grafik prevalensi laki-laki obesitas 2007-2013
(Sumber: Kemenkes, 2013)
Pada tahun 2013, prevalensi obesitas perempuan dewasa (>18 tahun)
32,9%, naik 18,1% dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5% dari tahun
10
2010 (15,5%). Prevalensi obesitas terendah di Nusa Tenggara Timur
(5,6%), dan prevalensi obesitas tertinggi di Provinsi Sulawesi
Sulawesi Utara (19,5%) (Kemenkes, 2013).
Gambar 2. Grafik prevalensi perempuan obesitas 2007-2013
(Sumber: Kemenkes, 2013)
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Lampung, jumlah
penduduk dewasa dengan status gizi gemuk di Provinsi Lampung
adalah sebanyak 8,7%. Prevalensi terendah terdapat di Kabupaten
Pringsewu (3,1%) dan tertinggi di Kabupaten Lampung Utara (11,3%)
(Kemenkes, 2013).
Gambar 3. Grafik prevalensi laki-laki obesitas Provinsi
Lampung 2013 (Sumber: Kemenkes, 2013)
11
Prevalensi obesitas berhubungan dengan urbansi dan mudahnya
mendapatkan makanan serta banyaknya jumlah makanan yang
tersedia. Perubahan sosial ekonomi dan urbansi di negara-negara
yang sedang berkembang berdampak pada peningkatan prevalensi
obesitas, termasuk di Indonesia (Sugondo, 2014).
Peningkatan prevalensi obesitas dapat memunculkan berbagai faktor
risiko penyakit, seperti penyakit kardiovaskular karena keterkaitannya
dengan sindrom metabolik atau sindrom resistensi insulin,
dislipidemia, hiperurisemia dan hipertensi. Obesitas cenderung
memiliki kadar kolesterol darah yang tinggi sehingga terjadi
dislipidemia, terapi yang dapat dilakukan dalam menurunkan kadar
kolesterol darah orang yang obesitas dapat diberikan ekstrak cabe
jawa karena efeknya mempunyai potensi antihiperlipedemi, dan
memberikan harapan bagi pencegahan aterosklerosis (Mustofa S dkk,
2014).
2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Obesitas terutama disebabkan oleh faktor lingkungan. Pengaruh
faktor lingkungan terutama terjadi melalui ketidakseimbangan antara
pola makan, perilaku makan dan aktivitas fisik (Kemenkes, 2012).
Adapun etiologi dan faktor risiko yang dapat menyebabkan obesitas
diantaranya yaitu:
12
a. Perilaku Makan
Pola makan yang merupakan pencetus terjadinya kegemukan dan
obesitas adalah mengkonsumsi makanan porsi besar (melebihi
dari kebutuhan), makanan tinggi energi, tinggi lemak, tinggi
karbohidrat sederhana dan rendah serat. Sedangkan perilaku
makan yang salah adalah tindakan memilih makanan berupa junk
food, makanan dalam kemasan dan minuman ringan (soft drink)
(Kemenkes, 2012). Mereka yang mengonsumsi lebih dari 3
makanan cepat saji per minggu 20% lebih mungkin mengalami
obesitas dibandingkan dengan mereka yang mengkonsumsi lebih
sedikit makanan cepat saji (Siddarth, 2013).
b. Kurangnya Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang teratur akan meningkatkan massa otot dan
mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktifitas fisik yang
rendah dapat menimbulkan pengurangan massa otot dan
peningkatan adipositas. Pada orang obesitas, peningkatan
aktivitas fisik biasanya akan terjadi peningkatan pengeluaran
energi asupan yang berlebih, sehingga mengakibatkan penurunan
berat badan. Maka dari itu peningkatan aktivitas fisik sering
menjadi cara yang efektif untuk mengurangi simpanan lemak
(Guyton, 2014).
13
c. Faktor Lingkungan Sosial dan Psikologis
Prilaku makan tidak baik terjadi akibat stress yang membuat
seseorang melampiaskannya dengan memakan makanan berlebih
dan menimbulkan obesitas (Guyton, 2014).
d. Nutrisi berlebih saat anak-anak
Hal ini terjadi karena pada saat kanak-kanak pembentukan sel-sel
lemak yang baru kecepatannya meningkat pada tahun-tahun
pertama kehidupan, dan makin besar kecepatan penyimpanan
lemak, makin besar juga jumlah sel lemak. Jumlah sel lemak
orang obesitas tiga kali lebih banyak dari orang berat badan
normal. Sehingga anak-anak dengan obesitas cenderung akan
obesitas pada saat dewasa (Guyton, 2014).
e. Genetik
Dalam suatu anggota keluarga umumnya mempunyai kebiasaan
yang sama, misalnya pola makan dan aktivitas fisik yang sama.
Saat ini diketahui faktor genetik juga berperan dalam obesitas
dengan menyebabkan kelainan pada satu atau lebih jaras yang
mengatur pusat makan dan pengeluaran energi serta
penyimpananan lemak. Ketiga penyebab monogenik dari obesitas
adalah mutasi MCR-4, yaitu penyebab monogenik tersering untuk
obesitas yang ditemukan sejauh ini, defisiensi leptin kongenital,
yang diakibatkan mutasi gen, yang sangat jarang dijumpai dan
14
mutasi reseptor leptin, yang juga jarang ditemui. Semua bentuk
penyebab monogenik tersebut hanya terjadi pada sejumlah kecil
persentase dari seluruh kasus obesitas. Banyak variasi gen
sepertinya berinterakasi dengan faktor lingkungan untuk
mempengaruhi jumlah dan distribusi lemak (Guyton, 2014).
f. Obat-obatan
Pemakaian obat-obatan juga dapat menimbulkan peningkatan
berat badan, misalnya pemakaian obat antidiabetes (insulin,
sulfonylurea, thiazolidinepines), glukokortikoid, agen psikotropik,
mood stabilizers (lithium), anti depresan (tricyclics, monoamine
oxidase inibitors, paroxetine, mirtazapine) atau obat-obat
antiepilepsi (valproate, gabapentin, carbamazepin). Selain itu,
Insulin secretingtumors juga dapat menimbulkan keinginan
makan berlebihan sehingga menimbulkan obesitas (Fauci et
al.,2009).
2.1.4 Pengukuran obesitas
Indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur
berat badan berlebih dan obesitas pada orang dewasa adalah Indeks
Massa Tubuh (IMT). Dalam pengukurannya digunakan indeks
Quetelet, yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam
meter kuadrat ( ) (Sugondo, 2014). Indeks Massa Tubuh (IMT)
seseorang dapat dihitung untuk melakukan penilaian obesitas.
Hubungan antara lemak di tubuh dan IMT ditentukan oleh bentuk
15
tubuh dan proporsi tubuh, sehingga dengan demikian IMT belum tentu
memberikan kegemukan yang sama bagi semua populasi (Sugondo,
2009).
Cara yang biasa digunakan untuk menghitung IMT adalah
(Permenkes, 2014):
Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan dewasa berdasarkan IMT Menurut Kriteria
Asia (WHO, 2002).
Klasifikasi IMT Kg/m2
Berat Badan Kurang (Underweight) < 18.5
Normal 18.5 – 22.9
Berat Badan Lebih (Overweight) ≥ 23.0
Beresiko 23.0 – 24.9
Obesitas I 25.0 – 29.9
Obesitas II ≥ 30.0
2.2 Obstructive Sleep Apnea
2.2.1 Definisi
Sleep apnea adalah timbulnya gangguan tidur pada frekuensi napas
yang berhubungan dengan penyempitan saluran napas atas pada
keadaan tidur, berupa henti napas (apnea) atau menurunnya ventilasi
(hipopnea) (Sumardi et al., 2014). Obstructive sleep apnea
dipublikasikan pertama kali pada tahun 1956 oleh Sidney Burwell,
lebih dari 50 tahun yang lalu dan kepentingan klinisnya saat ini
semakin dikenali. OSA merupakan gangguan pernafasan saat tidur
yang paling sering terjadi, dengan ketiadaan aliran udara meskipun
16
terdapat usaha ventilasi yang ditandai dengan adanya kontraksi otot
pernafasan (diafragma) (Rahman, Handoyo dan Pujo,2012).
Kejadian henti napas saat tidur ini berupa terhentinya aliran udara di
hidung dan mulut pada saat tidur dan lamanya lebih dari 10 detik,
terjadi berulang kali, dapat mencapai 20-60 kali perjam, dan disertai
penurunan saturasi oksigen lebih dari 4% (Antariksa, 2010).
Gangguan bernapas saat tidur ini terdapat tiga macam.
Adapun tiga tipe apnea/hipoapnea yaitu ( Antariksa, 2010):
1. Tipe obstruktif (Obstructive Sleep Apnea/OSA)
Tipe paling sering, terjadi bila ventilasi menurun atau tidak ada
ventilasi yang disebabkan oklusi parsial atau oklusi total pada
saluran napas atas selama paling tidak 10 detik tiap episode.
2. Tipe sentral (Central Sleep Apnea/CSA)
Tipe ini jarang terjadi, adanya penurunan frekuensi napas atau henti
napas akibat menurunnya ventilasi atau tidak ada ventilasi selama
minimal 10 detik atau lebih. Abnormal bila terjadi lebih dari 5 kali
perjam, penyebab utamanya adalah kelainan sistem saraf pusat
yang mengatur sistem kardiorespi, dimana terjadi kegagalan impuls
saraf dalam mengirim impuls ke otot diafragma dan otot-otot
pernapasan di dada.
3. Tipe campuran
Dimulai dengan CSA kemudian diikuti OSA.
17
2.2.2 Fisiologi tidur dan sistem pernapasan saat tidur
Tidur merupakan suatu proses aktif, bukan hanya hilangnya kadaan
terjaga. Tingkat aktivitas otak keseluruhan tidak berkurang selama
tidur, penyerapan oksigen oleh otak bahkan meningkat melebihi
tingkat normal sewaktu terjaga (Sherwood, 2014). Terdapat dua jenis
tidur yang dilihat oleh pola EEG yaitu tidur gelombang lambat atau
fase nonrapid eye movement (NREM) yang terdiri dari empat stadium
dan fase rapid eye movement (REM) atau tidur paradoksal. Dalam
siklus tidur normal, selalu melewati fase NREM terlebih dahulu
sebelum masuk ke tidur paradoks (Sherwood, 2014).
Karakteristik pada tidur gelombang lambat (NREM) yaitu seseorang
masih memiliki tonus otot yang cukup besar dan masih sering
mengubah posisi tidurnya, kecepatan pernapasan, denyut jantung, dan
tekanan darah masih reguler. Saat kondisi ini seseorang jarang
bermimpi dan mudah dibangunkan. Kondisi ini berbanding terbalik
dengan tidur gelombang cepat atau tidur paradoksal (Sowho et al.,
2014).
Tidur paradoksal ditandai oleh inhibisi tonus otot seluruh tubuh,
terjadi relaksasi total tanpa gerakan, kecuali di bagian otot mata.
Tidur jenis ini ditandai oleh gerakan mata cepat (rapid eye movement),
kecepatan pernapasan dan jantung menjadi ireguler. Selama fase
NREM aliran darah ke seluruh otak semakin menurun. Selama fase
18
REM aliran darah meningkat di talamus dan visual utama, korteks
motorik dan sensorik relatif menurun di prefrontal dan daerah parietal.
Peningkatan aliran darah ke daerah visual utama dari korteks dapat
menjelaskan sifat alamiah bermimpi saat REM, penurunan aliran
darah ke korteks prefrontal dapat menjelaskan penerimaan isi mimpi
(Sowho et al., 2014). Pernapasan saat tidur yang normal berkaitan
dengan anatomi pada saluran napas atas ketika tidur.
Jalan nafas bagian atas dibagi menjadi 4 daerah anatomi yaitu
nasofaring, velofaring, orofaring, dan hipofaring. Bagian atas jalan
napas berfungsi untuk mengakomodasi beberapa peran fungsional
termasuk pemanasan dan humidifikasi udara, respirasi, pidato, dan
menelan. Untuk mengakomodasi fungsi yang berbeda ini, jalan nafas
bagian atas tersusun dari otot dan jaringan lunak lainnya, kartilago
tiroid, epiglotis dan tulang (langit-langit keras, mandibula, dan hyoid).
Jalan napas bagian atas tidak memiliki penyangga tulang atau tulang
rawan, sehingga mudah berubah bentuk dan rawan runtuh saat tidur,
yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan saat tidur (Sowho et
al., 2014). Fase tidur khususnya saat tidur paradoks dapat terjadi
apnea, yaitu interupsi ventilasi sesaat, dengan bernapas kembali pulih
secara spontan, karena selama tidur ventilasi dalam keadaan normal
berkurang dan kemoreseptor sentral kurang peka terhadap PCo2 arteri.
(Sherwood. 2015).
19
2.2.3 Epidemiologi
Prevalensi Obstructive Sleep Apnea (OSA) di Amerika pada populasi
dewasa usia pertengahan sangat bervariasi. Prevalensi OSA tanpa
kantuk yang berlebihan disiang hari adalah 24% terjadi pada pria dan
9% pada wanita usia 30-60 tahun. Sedangkan pada OSA dengan
mengantuk berlebihan di siang hari terjadi pada 2-4% dari populasi
orang dewasa antara usia 30-60 tahun (Tuomilehto, Seppa dan
Uusitupa, 2012).
Obstructive sleep apne (OSA) merupakan penyakit yang umum terjadi
namun tidak ada data yang secara sistematis meninjau mengenai
prevalensi penyakit ini di Asia (Mirrakhimov, Sooronbaev dan
Mirrakhimov, 2013). Dalam populasi yang sebenarnya prevalensi
pasien OSA tidak diketahui, karena banyak yang belum menjalani
pemeriksaan polisomnografi dan tetap tidak terdiagnosis. Suatu studi
berbasis populasi memperkirakan 1 dari 5 orang dewasa muda dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) 25–28 kg/m2 di negara Barat memiliki
OSA dan 1 dari 20 orang tersebut memiliki gejala OSA (Mukhlis dan
Bakhtiar, 2015).
2.2.4 Etiologi dan Faktor resiko
Obstructive Sleep Apnea (OSA) umumnya terjadi pada dewasa muda,
biasanya antara umur 40–50 tahun, meskipun dapat terjadi juga pada
anak–anak dan remaja. Etiologi OSA adalah keadaan kompleks yang
20
saling mempengaruhi berupa neural, hormonal, muskular dan struktur
anatomi, contohnya kegemukan terutama pada tubuh bagian atas
diketahui sebagai risiko utama untuk terjadinya OSA. Angka
prevalensi OSA pada orang yang sangat gemuk adalah 42-48% pada
laki-laki dan 8-38% pada perempuan. Penambahan berat badan akan
meningkatkan gejala-gejala OSA (Antariksa, 2010).
Faktor risiko untuk terjadinya OSA (Anatariksa, 2010):
A. Terdapat tiga faktor risiko yang diketahui :
1. Umur : prevalens dan derajat OSA meningkat sesuai dengan
bertambahnya umur.
2. Jenis kelamin : Laki-laki berisiko menderita OSA 2 kali lebih
tinggi dibandingkan perempuan sampai menopause.
3. Ukuran dan bentuk jalan napas :
a. Struktur kraniofasial (palatum yang bercelah, retroposisi
mandibular).
b. Micrognathia (rahang yang kecil).
c. Macroglossia (lidah yang besar), pembesaran
adenotonsillar.
d. Trakea yang kecil (jalan napas yang sempit).
B. Faktor risiko penyakit : Kegagalan kontrol pernapasan yang
dihubungkan dengan :
1. Emfisema dan asma.
2. Penyakit neuromuscular (polio, myasthenia gravis, dll).
21
3. Obstruksi nasal.
C. Risiko gaya hidup :
1. Merokok
2. Obesitas : 30-60% pasien OSA adalah orang yang berbadan
gemuk (Anatariksa, 2010).
2.2.5 Patofisiologi Obstructive sleep apnea
Obstruktive sleep apnea merupakan proses penyempitan atau
lumpuhnya saluran napas atas selama tidur. Lokasi paling sering
terjadinya obstruksi pada dewasa yaitu di belakang ovula dan
velofaring (palatum mole), dan diikuti pada orofaring atau gabungan
keduanya. Patensi saluran napas atas hampir sebagian besar diatur
oleh otot-otot faring yaitu otot fase inspirasi, misalnya muskulus
genioglosus yang mengatur kontraksi regular dengan menyesuaikan
pada gerakan pernapasan. Kedua yaitu otot yang tonus ritmiknya
konstan, misalnya musculus palatinus tensi. Tonus otot ini konstan
dan dapat menghilang atau menurun tonusnya saat keadaan tidur
(Sumardi et al., 2014).
Tahanan pada saluran napas atas akan meningkat selama tidur, dan
lebih meningkat ketika terdapat faktor predisposisi yang mendukung
terjadinya penutupan saluran napas atas, atau adanya peningkatan
beban pada otot-otot dilator faringeal. Lumpuhnya saluran napas atas
terjadi bila tekanan negatif yang dibuat oleh otot-otot pernapasan lebih
22
besar dari kemampuan otot-otot yang berfungsi melebarkan saluran
napas atas (Sumardi et al, 2014). Setelah proses apnea terjadi proses
arousal dari tidur.
Otot-otot yang berperan pada dilatasi saluran napas atas mulai bekerja
normal dan aliran udara pernapasan kembali normal. Proses arousal
selama periode tidur mengakibatkan terjadinya fragmentasi pada
proses tidur, kadang pasien bisa terbangun mendadak. Kebanyakan
pasien dapat mengalami apnea antara 20 sampai 30 kejadian perjam
dan bisa lebih dari 200 kali permalam, kejadian ini merupakan
penyebab utama hipersomnolen pada pasien OSA (Sumardi et al.,
2014).
2.2.6 Penentuan Obstructive Sleep Apnea
Penegakan diagnosis obstructive sleep apnea dapat melalui beberapa
tahapan. Berdasarkan gejala yang dialami pasien dan pemeriksaan
fisik saja hanya memiliki akurasi diagnosis sebesar 50%, sehingga
memerlukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk membantu dalam
mendiagnosis obstructive sleep apnea. Berlin Questionnaire dapat
digunakan untuk melakukan stratifikasi risiko obstructive sleep apnea,
yang terdiri dari IMT, riwayat hipertensi, beberapa pertanyaan
mengenai seberapa sering seseorang tertidur di siang hari, severitas
dan frekuensi mendengkur dan seberapa sering seseorang tertidur saat
mengendarai mobil (Mukhlis dan Bakhtiar, 2015).
23
Risiko OSA pada obesitas ditemukan 4,1 kali lebih besar dari pasien
yang bukan obesitas. Kelompok pasien obesitas dengan lingkar leher
lebih dari 40 cm ditemukan 8,45 kali lebih besar menderita OSA
dibandingkan pasien dengan lingkar leher <40 cm (Soylu et al.,
2012). Setelah didapatkan hasil pengisian kuesioner penderita
berisiko tinggi maka dapat dilakukan pemeriksaan polisomnografi.
Polisomnografi merupakan pemeriksaan baku emas dalam
menegakkan diagnosis obstructive sleep apnea. Pada pemeriksaan ini,
selama pasien tidur akan dilakukan pengukuran berkesinambungan
elektroensefalogram, okulogram, elektromiogram submental dan
tibial, elektrokardiogram, aliran udara naso-oral, saturasi oksigen
perifer dan pergerakan dinding dada dan dinding perut. Melalui
pemeriksaan ini akan didapatkan informasi mengenai efisiensi tidur,
posisi tidur, frekuensi dan penyebab pasien terbangun, timbulnya
gangguan pernafasan saat tidur, fluktuasi saturasi oksigen dan aritmia
jantung spesifik ( Mukhlis dan Bakhtiar, 2015).
2.3 Obsesitas dan Obstructive Sleep Apnea
Sebagian besar patensi saluran napas atas diatur oleh otot-otot faring, yaitu
otot fase inspirasi, misalnya musculus genioglosus yang mengatur kontraksi
regular dengan menyesuaikan pada gerakan pernapasan. Kedua yaitu otot
yang tonus ritmiknya konstan, misalnya musculus palatinus tensi. Tonus otot
ini konstan dan dapat menghilang atau menurun tonusnya saat keadaan tidur.
24
Tahanan akan meningkat pada saluran napas atas selama tidur, dan lebih
meningkat ketika terdapat faktor predisposisi yang mendukung terjadinya
penutupan saluran napas atas, atau adanya peningkatan beban pada otot-otot
dilator faringeal (Sumardi et al., 2014).
Selama tidur terjadi penurunan fungsi respirasi yang terutama terjadi pada
fase REM adalah akibat kolapsnya sebagian saluran napas atas yang disertai
penurunan tonus otot intercostal dan genioglosus. Penurunan refleks batuk
dan bersihan mukosilier (mucocilliary clearance) selama kedua fase tidur
yang akan menyebabkan retensi sputum. Keadaan ini kurang berpengaruh
terhadap orang normal. Stimulasi kemorefleks terjadi melalui sistem saraf
pusat sehingga meningkatkan sympathetic neural activity (SNA) yang
ditandai dengan lonjakan microneurographic. Saat terbangun dari tidur,
ventilasi akan normal kembali dan saturasi oksihemoglobin akan kembali
normal serta terjadi hambatan terhadap SNA oleh aferen yang berasal dari
mekanoreseptor toraks yang bersinaps pada batang otak (Sowho et al., 2014).
Obesitas berperan dalam penyempitan jalan napas. Berat badan yang
berlebihan terdapat akumulasi jaringan lemak pada leher dan saluran napas
bagian atas sehingga menurunkan diameter saluran napas yang merupakan
predisposisi terjadinya penutupan saluran napas atas saat jaringan otot
relaksasi selama tidur. Reduksi ukuran orofaring menyebabkan complaince
saluran napas atas meningkat sehingga cenderung kolaps jika ada tekanan
negatif. Ketika saat bangun, aktivitas otot saluran napas atas lebih besar dari
25
normal, kemungkinan kompensasi dari penyempitan dan tahanan saluran
napas yang tinggi (Schwartz et al., 2008).
26
2.4 Kerangka Teori
Gambar 4. Kerangka Teori (Fauci et al, 2009; Mukhlis dan Bakhtiar, 2015;
Sumardi et al.,2014; Schwartz et al., 2008).
Ketidakseimbangan
diameter lumen jalan
napas
Akumulasi lemak pada
leher dan jalan napas
atas
Obesitas
- Perilaku makan
- Kurangnya
aktivitas fisik
- Faktor
lingkungan
sosial dan
psikologis
- Nutrisi berlebih
saat anak-anak
- Faktor genetik
- Obat-obatan
Obstructive Sleep Apnea
Obat-
obatan
sedatif Usia
Jenis
kelamin
Faktor
risiko
penyakit
Kolaps
faring saat
tidur
Asma,
penyakit
neuromusk
ular,
obstruksi
nasal
27
2.5 Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel Dependent
Gambar 5. Kerangka Konsep
2.6 Hipotesis
2.6.1 Hipotesis Penelitian
Terdapat hubungan obesitas dengan risiko obstructive sleep apnea
pada pegawai negeri sipil laki-laki di lingkungan Universitas
Lampung tahun 2017.
2.6.2 Hipotesis Nol
Tidak terdapat hubungan obesitas dengan risiko obstructive sleep
apnea pada pegawai negeri sipil laki-laki di lingkungan Universitas
Lampungn tahun 2017.
Obstructive Sleep Apnea Obesitas
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional kuantitatif dengan
menggunakan pendekatan cross sectional. Metode cross sectional adalah
jenis penelitian yang pengukuran variabelnya dilakukan pada satu saat
(Notoatmodjo, 2012). Menggunakan jenis penelitian analitik observasional
karena penelitian ini hanya mencari faktor risiko (non-eksperimental) yang
dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan obesitas sebagai
faktor risiko obstructive sleep apnea pada pegawai negeri sipil laki-laki di
lingkungan Universitas Lampung.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Adapun waktu dan tempat pada penelitian ini yaitu:
3.2.1 Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2017 sampai bulan
Januari 2018.
3.2.2 Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dilingkungan Universitas Lampung.
29
3.3 Populasi dan Sampel Penelitan
3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek atau
obyek penelitian yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Dahlan, 2008). Dalam penelitian ini terdapat dua
macam populasi yaitu:
3.3.3.1 Populasi Target
Populasi target adalah seluruh populasi yang diinginkan oleh
peneliti yang berkaitan dengan penelitiannya. Populasi target
pada penelitian ini adalah seluruh pegawai negeri sipil di
Universitas Lampung.
3.3.3.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau adalah bagian dari populasi target yang
dapat dijangkau oleh peneliti dan memenuhi kriteria inklusi.
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh
pegawai negeri sipil laki-laki diseluruh fakultas di
Universitas Lampung.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu
hingga dianggap mewakili populasinya (Sastroasmoro dan Ismael,
30
2011). Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
rumus:
n= 83,3
n= 84 + 8 =92
Keterangan
n = besar sampel
(deviasi baku alfa) = 1,96
P = proporsi penyakit
Q = (1-P)
d (ketetapan absolut) = 0,1
Berdasarkan rumus tersebut didapatkan sampel minimal sejumlah 92
sampel, dimana peneliti menetapkan 100 sampel diteliti dengan faktor
risiko (obesitas) dan 100 sampel tanpa faktor risiko. Sampel diambil
secara consecutive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel
berdasarkan keinginan peneliti yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
Kriteria Inklusi:
1. Responden dengan usia 30-60 tahun.
31
2. Responden pegawai laki-laki dewasa di lingkungan Universitas
Lampung.
3. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed
consent.
Kriteria eksklusi:
1. Mengkonsumsi alkohol
2. Mengkonsumsi obat sedatif
3. Terdapat tumor pada leher.
4. Tidak menderita penyakit asma, ppok, jantung
3.4 Identifikasi Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel bebas (Independent Variable)
Variabel bebas adalah variabel yang apabila nilainya berubah akan
mempengaruhi variabel yang lain, dalam penelitian ini variabel bebas
yaitu obesitas.
3.4.2 Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas,
dalam penelitian ini variabel terikat yaitu kejadian obstructive sleep
apnea.
32
3.5 Definisi Operasional
Definisi operasional dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel
Tabel 2. Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional
Alat Ukur CaraUkur HasilUkur Skala
Independen
Obesitas Pegawai laki-
laki dewasa
yang
mengalami
kelebihan
berat badan
berdasarkan
IMT.
Timbangan
berat badan,
pita ukur,
dan
microtoise
Observasi
secara
langsung
dengan
cara
mengukur
berat badan
dan tinggi
badan.
IMT > 25,0 :
Obesitas
IMT <25,0:
Tidak obesitas
(WHO, 2002)
Kategorik
Dependen
Obstructive
sleep apnea
Gangguan
bernapas
waktu tidur
yang
disebabkan
adanya
obastuksi
jalan napas
atas (Sumardi
et al,2014).
Kuesioner
berlin
dalam
bahasa
indonesia,
yang terdiri
dari 3
kategori
pertanyaan.
Kategori 1
positif jika
terdapat ≥2
pertanyaan
positif.
Kategori 2
positif jika
terdapat ≥2
pertanyaan
positif dan
kategori 3
jika 1
pertanyaan
positif.
Mengisi
kuesioner
berlin
≤1: Tidak
berisiko OSA
≥2: Risiko
tinggi OSA
(Netzer et al.,
1999)
Kategorik
33
3.6 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
3.6.1 Alat
Alat yang digunakan antara lain timbangan berat badan, microtoice,
pita ukur, alat tulis, spygmomanometer dan kuesioner berlin.
3.7 Prosedur Penelitian
3.7.1 Persiapan Penelitian
1. Pembuatan proposal dan penentuan sampel yang akan digunakan
dalam penelitian.
2. Mengurus perizinan penelitian di lingkungan Universitas
Lampung.
3. Persiapan alat penelitian untuk menunjang kelangsungan
penelitian ini. Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam
penelitian ini antara lain timbangan berat badan, pita ukur,
microtoise, kalkulator.
4. Mengurus ethical clearance penelitian di Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
3.7.2 Proses Penelitian
1. Melakukan informed consent kepada responden yang bersedia
untuk dijadikan sampel dalam penelitian.
2. Melakukan wawancara untuk menilai kriteria inklusi dan ekslusi
serta meminta tanda tangan pada lembar informed concent.
34
3. Melakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan melakukan
penilaian IMT serta penilaian sesuai kriteria inklusi dan ekslusi.
4. Pengisian kuesioner berlin.
5. Setelah semua data dikumpulkan, maka peneliti mengelola data
tersebut.
35
Alur prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 6. Alur Penelitian
1.Tahap Persiapan
2. Tahap Pelaksanaan
3. Tahap Pengolahan Data
Pembuatan proposal dan
penentuan sampel
Mengurus perizinan
penelitian
. Persiapan alat penelitian
Etical Clearance
Informed Consent
Analisa Statistik
Penghitungan jumlah
kategori positif pada
kuesioner berlin
Pengisian kuesioner
berlin
Pengukuran IMT
Kriteria Inklusi
dan Ekslusi
36
3.8 Pengolahan Data
Proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri beberapa
langkah :
1. Editing : melakukan pengecekan apakah semua data yang diperoleh sudah
lengkap, jelas dan relevan.
2. Coding : mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan
selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.
3. Entry : memasukkan data kedalam komputer.
4. Verifikasi : melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah
dimasukkan kedalam komputer.
5. Output komputer : hasil yang telah dianalisis oleh komputer kemudian
dicetak.
3.9 Analisis Data
Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan
program statistik pada komputer dimana akan dilakukan 2 macam analisa
data, yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.
3.9.1 Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk menganalisis variabel bebas
ataupun variabel terikat sehingga hasil dari setiap variabel ditampilkan
dalam bentuk distribusi, frekuensi, jenis kelamin dan usia responden
pegawai di Universitas Lampung tahun 2016.
37
3.9.2 Analisa Bivariat
Analisa yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel
bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statististik. Uji
statistik yang digunakan adalah Uji Chi square.
3.10 Ethical Clearance
Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari tim etik Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung dengan No: 4592/UN26.8/DL/2017, adapun ketentuan
etik yang telah ditetapkan adalah persetujuan riset yang berisi pemberian
informasi kepada responden mengenai keikutsertaan responden dalam
penelitian dan kerahasiaan (Confidentialy) yaitu kewajiban untuk tetap
menjaga penelitian ini agar tidak tersebar luas mengenai identitas responden
ataupun isi wawancara.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan yaitu:
1. Terdapat hubungan antara obesitas dengan risiko obstructive sleep apnea
pada pegawai negeri sipil laki-laki di lingkungan Universitas Lampung
tahun 2017
2. Karakteristik responden berdasarkan status gizi pada pegawai negeri sipil
laki-laki Universitas Lampung menunjukkan paling banyak adalah
obesitas tipe I, selain itu didapatkan sebagian besar mempunyai kebiasaan
mendengkur, terdapat beberapa yang mempunyai hipertensi.
3. Risiko obstructive sleep apnea pada pegawai negeri sipil obesitas lebih
tinggi dibandingkan dengan yang tidak obesitas. Orang yang obesitas 4,6
kali lebih berisiko obstructive sleep apnea dibandingkan yang tidak
obesitas.
51
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, berikut ini adalah beberapa saran
untuk bahan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya:
1. Bagi Universitas Lampung
Diharapkan di Universitas Lampung tersedia suatu program kesehatan
pemeriksaan secara berkala untuk mengetahui derajat kesehatan pegawai
yang bekerja di Universitas Lampung, selain itu dapat diadakan kegiatan
rutin seperti senam atau kegiatan fisik setiap minggunya.
2. Bagi responden
Diharapkan bagi responden agar menerapkan pola hidup sehat seperti
menjaga pola makannya dan melakukan aktivitas yang teratur.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor lainnya yang
dapat menyebabkan risiko obstructive sleep apnea.
DAFTAR PUSTAKA
Antariksa B. 2010.Obstructive Sleep Apnea (OSA). J Respir Indones.30(1):102-5.
Antariksa B, Santoso RM, Astuti P. 2010. Obstructive Sleep Apnea (OSA) dan
penyakit kardiovaskular. J Respir Indones.30(1):256-7.
Dahlan MS.2008.Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian
kedokteran dan kesehatan.Salemba Medika:Jakarta.
Dewi ACN, Mahmudiono T. 2012. Hubungan pola makan, aktivitas fisik, sikap,
dan pengetahuan tentang obesitas dengan status gizi pegawai negeri sipil
di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Jurnal Media Gizi
Indonesia.9(1):42–8.
Dorland WA, Newman.2014.Kamus kedokteran dorland.Edisi ke-28.Jakarta:EGC
Olefsky JM. 2014. Obesitas. Dalam: Braunwald, Fauci, Isselbacher, Kasper,
Martin, Wilson., penyunting. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam. Penyunting. Vol 1. Edisi Ke-13. Jakarta: EGC. hlm. 497-500.
Guyton AC, Hall. 2014. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-12. Jakarta:EGC.
Kato M, Adachi T, Koshino Y, Somers VK. Obstructive sleep apnea and
cardiovascular disease. Circ J. 2009(8):1363-70.
Kapur VK. 2010. Obstructive sleep apnea: diagnosis, epidemiology, and
economics. Respiratory care. 55(9):1155-67
53
Kemenkes RI. 2012. Pedoman pencegahan dan penanggulangan kegemukan dan
obesitas pada anak sekolah. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2014. Permenkes RI No 41 Tahun 2014 tentang pedoman gizi
seimbang. Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2013. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementrian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2013. Riset kesehatan dasar Provinsi Lampung 2013. Lampung:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan RI.
Listyana AD, Mardiana, Prameswari GN. 2013. Obesitas sentral dan kadar
kolesterol darah total. Kemas. 9(1):37-43
Maulidza CP. 2009. Hubungan obesitas terhadap risiko obstructive sleep apnea
(OSA) di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Mirrakhimov AE, Sooronbaev T, Mirrakhimov EM. 2013. Prevalance of
obstructive sleep apnea in Asian adults: a systematic review of the
literature BMC Pulmonology Medicine. 13(1):10
Mukhlis M, Bakhtiar A. 2015. Obstructive sleep apnea (OSA), obesitas
hypoventilation syndrome dan gagal napas. Departemen Pulmonologi dan
Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr.
Soetomo 1(3):1-4
Mustofa S, Anindito A A, Pratiwi A, Putri A A, Maulana M.2014. The influence
of Piper retrofractum Vahl (Java’s chili) extract towards lipid profile and
histology of rats coronary artery with high-fat diet. Juke Unila.4(7):52-59
National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI). 2012 What cause overweight
and obesity? [diunduh 22 maret 2017]. Tersedia
dari:http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/ms
54
Netzer NC, Stoohs RA, Netzer CM, Clark K, Strohl KP.1999. Using the berlin
quetionnaire to identify patients at risk for the sleep apnea syndrome
medicine. Annals of Internal Medicine. 131(7):883-8
Notoatmodjo S.2012. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Rahman UB, Handoyo, Pujo Rohadi. 2 012. Hubungan obesitas dengan risiko
Obstructive Sleep Apnea (OSA) pada remaja.Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan Unsoed Purwokerto. Semarang: RSUD Banyumas. 8(1)44-
56
Rahmawati, Sudikno. 2008.Faktor- faktor yang berpengaruh terhadap status gizi
obesitas orang dewasa di Kota Depok tahun 2017. Gizi Indon. 31(1):35-48
Sastroasmoro S, Ismael S. 2011. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Indonesia.
Schwartz AR, Schwartzl, Susheel P, Alison M, Laffani L, et al. 2008. Obesity and
obstructive sleep apne pathogenic mechanism and therapeutic approaches.
Proceedinfs of the american Thoracic Society. 5: 185-192
Sherwood L. 2015. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-18. Jakarta:EGC
Siddrath D. 2013. Risk factors for obesity in children adn adult. Journal of
Investigation Medicine: The Official Publication of the American
Federation for Clinical Research. 61(6):1039-42
Sowho M, Amatoury J, Kirkness J P. 2014. Sleep and respiratoty physiology in
adults. Clinics in Chest Medicine.p 1-10
Soylu et al,.2012. Obstructive sleep apnea syndrome and anthropometric obesity
indexes. Sleep and Breathing. 16(4):1151-8
Sudikno, Syarief H, Dwirani CM, Riyadi H. 2015. Faktor risiko obesitas sentral
pada orang dewasa umur 25-65 tahun di Indonesia (Analisis Data Riset
Kesehatan Dasar 2013). Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan
RI. Jakarta. 38(2):111-20
55
Sundari E, Masdar H, Rosdiana D. 2015. Angka kejadian obesitas sentral pada
masyarakat kota Pekan Baru. JOM FK Unri. 2(2): 1-16
Sugondo S. 2014. Obesitas. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al.,
penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi VI.
Jakarta:Internal Publishing. Hlm 2558-68
Sumardi, Hisjam B S, Budiono E. 2014. Sleep apnea. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, et al., penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Edisi VI. Jakarta:Internal Publishing. Hlm 1700-3
Susantiningsinh T. 2015. Obesitas dan stres oksidatif. Juke Unila.5(9):89-93
Susanto AD, Yunus F, Antariksa B, Fitriani et al.,2016. Prevalensi obstructive
sleep apnea berdasarkan kuesioner berlin pada polisi lalu lintas di Jakarta
Timur. J Respir Indones. 36(2): 67-72
Tchernof A, Despres JP.2013. Patophysiology of human visceral obesity an
update. Physiological Reviews. 93(1):359-404
Tuomilehto , Seppa J, Uusitupa M.2012. Obesity and obstructive sleep apnea
clinical significance of weight loss. Sleep Medicine Revies.35(1):1-9
Usfar AA, Lebenthal E, Atmarita, Achadi E, Soekirman, Hadi H. 2010. Obesity as
a poverty-related emerging nutrition problem: the case of Indonesia
obesity reviews.11:924
WHO.2000. The Asia Pasific Perspective: Redefining obesity and its treatment.
Health communication Australia pty limited on behalf of steems commite.
Hlm 18
WHO.2017. Obesity:Situation and trend.[diunduh 27 maret 2017]. Tersedia dari
http://www.int/gho/ncd/riskfactor/obesity_text/en/
Recommended