View
1
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
44
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Lokasi Peneltiaan
Desa Walangsari merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan
Kalapanunggal, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Jarak daerah ini
dengan Kota Sukabumi adalah sekitar 40 km, jarak dengan Kota Bandung 148 km
dan jarak dengan Kota Bogor adalah sekitar 66 km. Jarak yang tidak terlalu jauh
dengan kota tersebut membuat penyaluran domba menjadi relatif mudah.
Daerah penelitian berada di Desa Walangsari Kecamatan Kalapanunggal.
Desa Walangsari berada di kaki Gunung Salak di sebelah timur dengan ketinggian
antara 500-700 mdpl. Sebagian besar wilayah desa memiliki kemiringan antara 15˚
- 25˚. Di sebelah timur berbatasan dengan Desa Palasarigirang, disebelah selatan
dengan Desa Kalapanunggal, disebelah Barat dengan Desa Tugubandung dan
disebelah Utara dengan Desa Pulosari.
4.2 Karakteristik Responden
Jumlah peternak yang dijadikan responden adalah sebanyak 87 orang,
karakteristik peternak dilihat dari jenis kelamin, usia, pengalaman beternak, tingkat
pendidikan.
4.2.1 Jenis Kelamin
Jenis kelamin peternak di daerah penelitian yang dijadikan responden terdiri
dari laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin peternak yang dijadikan responden
dapat dilihat pada tabel 1:
45
Tabel 1. Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Responden Persentase (%)
Laki-Laki 82 94,25
Perempuan 5 5,75
Total 87 100,00
Tabel 1 menunjukan jumlah laki-laki mendominasi dalam kategori jenis
kelamin yaitu sebanyak 94,25% berbanding 5,75% jumlah perempuan yang
menjadi peternak. Hal ini sesuai dengan kodrat fisik laki-laki yang lebih kuat
dibanding perempuan untuk melakukan kegiatan peternakan yang bisa menguras
stamina. Selain itu jumlah HOK laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan,
sehingga untuk memaksimalkan pendapatan maka laki-laki lebih banyak bekerja.
4.2.2 Usia
Usia merupakan satuan waktu yang digunakan untuk mengukur keberadaan
seseorang semenjak dilahirkan. Mengamati karakteristik peternak melalui kategori
usia penting dilakukan untuk bisa mengelompokan peternak kedalam usia produktif
dan tidak produktif. Usia peternak yang dijadikan responden dapat dilihat pada
tabel 2.
Tabel 2. Usia Responden
Usia Responden Persentase (%)
25-35
36-45
15
15
17,24
17,24
46-55 27 31,03
56-64 18 20,68
>64 8 9,19
Total 87 100,00
46
Tabel 2 menunjukan 78,16% peternak berusia 15-59 tahun dan 21,84%
berusia diatas 59 tahun, hal ini menunjukan mayoritas peternak dalam usia
produktif yang berpotensi sebagai modal pembangunan. Menurut Statistik Pemuda
Indonesia (2014) penduduk usia produktif adalah penduduk dengan batas usia 15-
59 tahun sedangkan usia tidak produktif adalah usia dibawah 15 tahun serta usia
diatas 59 tahun.
4.2.3 Pengalaman Beternak
Pengalaman beternak menjadi poin penting dalam proses pembangunan
peternakan, pengalaman beternak akan mempengaruhi kemampuan peternak dalam
mengelola kegiatan peternakannya. Pengalaman peternak yang dijadikan
responden dapat dilihat pada tabel 3. Hasil penelitian menunjukan peternak dengan
pengalaman 10-20 tahun mendominasi dengan jumlah 59,77% hal ini menunjukan
berkembangnya peternakan di wilayah ini sehingga peternak mampu bertahan
dalam waktu belasan sampai puluhan tahun. Menurut Herry (2006) Pengalaman
beternak sangat penting, karena peternak yang memiliki pengalaman beternak yang
lama dianggap mempunyai ketekunan bekerja.
Tabel 3. Pengalaman Beternak
Pengalaman Beternak
(Tahun) Responden
Persentase
(%)
1-5 15 17,24
6-10 36 41,37
11-15 19 21,83
16-20 6 6,89
>20 6 6,89
Total 87 100,00
47
4.2.4 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan formal merupakan faktor penting dalam
mengembangkan sumber daya peternak. Menurut Atmanti (2005) Tingkat
pendidikan yang lebih tinggi akan dapat menjamin perbaikan yang terus
berlangsung dalam tingkat teknologi yang digunakan masyarakat, pendidikan yang
lebih tinggi memperluas pengetahuan masyarakat dan mempertinggi rasionalitas
pemikiran mereka, hal ini memungkinkan masyarakat mengambil langkah yang
lebih rasional dalam bertindak atau mengambil keputusan. Pendidikan akan
menambah pengetahuan dan keterampilan yang dapat mempengaruhi kualitas
peternak. Tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Responden Persentase (%)
Tidak Sekolah 8 9,20
SD 70 80,45
SLTP 8 9,20
SLTA 1 1,15
Total 87 100,00
Tabel 4 menunjukkan tingkat pendidikan peternak didominasi tingkat
sekolah dasar (SD) sebesar 80,45% hal ini disebabkan kurangnya sarana prasarana
pendidikan juga jarak tempuh yang cukup jauh. Berdasarkan hasil penelitian
ditemukan peternak yang tidak mengenyam bangku pendidikan formal yaitu
sebesar 9,20%, hal ini disebabkan oleh cara pandang masyarakat pedesaan yang
belum terlalu mementingkan urusan pendidikan formal, namun mereka tetap
menuntut ilmu melalui kegiatan pengajian di kampung asal mereka tetapi kegiatan
ini tidak dikategorikan sebagai pendidikan formal. Pendidikan formal adalah jalur
48
pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, meliputi SD/MI/sederajat,
SMP/MTs/sederajat, SM/MA/sederajat, dan PT (Statistik Pemuda Indonesia, 2014)
4.3 Tata Laksana Usahaternak Domba
Sistem pemeliharan domba di Desa Walangsari Kecamatan
Kalapanunungga kebanyakan dipelihara dengan sistem intensif. Sistem intensif
adalah pemeleliharaan yang dilakukan didalam kandang dengan manajemen yang
dilakukan oleh peternak. Tatalaksana yang umumnya dilakukan pada usahaternak
domba adalah mencari pakan hijauan, pemberian pakan, membersihkan kandang,
sistem perkawinan, dan penanganan penyakit.
4.3.1 Kepemilikan Ternak Domba
Jumlah kepemilikan ternak dalam usaha domba di Desa Walangsari
Kecamatan Kalapanunggal dapat berpengaruh terhadap besarnya pendapatan yang
diterima dari usahaternak domba dan akan mempengaruhi kontribusi usahaternak
domba terhadap pendapatan rumah tangga. Jumlah kepemilikan ternak domba
dapat dikelompokan berdasarkan jenis kelamin dan umur domba yaitu domba
dewasa (jantan/betina) berumur >12 bulan, domba muda (jantan/betina) berumur 7-
12 bulan, domba anak (jantan/betina) berumur 0-6 bulan.
Kepemilikan domba di Desa Walangsari Kecamatan Kalapanunggal
kebanyakan masih bersifat tradisional. Awal masyarakat mulai beternak domba
adalah pada tahun 2009 ketika terbentuknya Koperasi Serba Usaha Riung Mukti
yang mendapat bantuan dari Dompet Dhuafa untuk melakukan usahaternak domba.
Masyarakat mendapat bantuan berupa bibit ternak domba dan mulai menggiati
49
usahaternak domba tersebut sebagai salah satu mata pencarian keluarga. Adapun
jumlah kepemilikan domba dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Populasi Ternak di Desa Walangsari, Kecamatan Kalapanunggal
No Struktur Populasi
Ternak
Jumlah
Ekor SDD -Rata-rata- %
1 Domba Jantan Dewasa 290 290 3,33 28,91
2 Domba Betina Dewasa 393 393 4,51 39,18
3 Domba Jantan Muda 65 32,5 0,74 6,48
4 Domba Betina Muda 66 33 0,75 6,58
5 Domba Jantan Petet 131 32,75 1,5 13,06
6 Domba Betina Petet 58 14,5 0,6 5,78
Total 1003 795,75 100,00
Dilihat dari struktur domba yang dimiliki masyarakat Desa Walangsari,
jumlah domba terbanyak adalah domba betina dewasa. Hal ini disebabkan Desa
Walangsari merupakan salah satu tempat pembibitan domba. Terbukti dengan
jumlah domba betina paling banyak, dan pembelian bibit domba jarang dilakukan.
4.3.2 Perkandangan
Pada umumnya kandang yang digunakan oleh peternak domba di Desa
Walangsari adalah kandang koloni, dan berjenis panggung, dimana terdapat jarak
antara lantai kandanng dengan tanah. Tanah yang berada di bawah kandang
digunakan sebagi tempat penampungan sementara kotoran domba, sebelum diolah
menjadi pupuk atau dijual kepada petani atau pengepul yang ada. Peternak sudah
mulai memisahkan antara domba jantan dan betina, serta menyediakan tempat
husus bagi domba yang sedang melahirkan. Pembagian tempat ini menyebabkan
tidak adanya petet yang mati akibat terinjak domba lain.
Bahan-bahan yang biasa digunakan peternak di Desa Walangsari untuk
membuat kandang relatif seragam. Atap kandang terbuat dari asbes, dinding dan
50
pintu terbuat dari kayu, dan lantai kandang terbuat dari bambu. Selain kandang
peternak juga membutuhkan peralatan lainnya berupa arit, cangkul, golok, dan
ember.
4.3.3 Pakan
Peternak di daerah penelitian pada umumnya memberi pakan hijauan berupa
rumput lapang, kaliandra, daun pohon albasia, dan daun singkong. Para peternak
memperoleh pakan tersebut di sekitaran daerah tempat tinggal mereka.
Ketersediaan pakan di daerah mereka cukup besar dikarenakan disana masih
terdapat hutan dan perkebunan singkong.
Frekuensi pemberian pakan pada setiap responden seragam yaitu 2 kali
sehari. Pemberian pakan dimulai pukul 07.00 pagi, kemudian dilanjutkan sore
pukul 16.30. Pakan yang diberikan ke domba tidak ditimbang terlebih dahulu,
melainkan hanya diperkirakan saja. Jumlah pakan yang diberikan ke domba tidak
tentu, terkadang peternak memberi pakan tambahan ke domba ketika domba tidak
bisa tenang.
4.3.4 Sistem Perkawinan dan Kesehatan Ternak
Sistem perkawinan yang dilakukan oleh responden adalah perkawinan
alami. Peternak yang tidak memiliki domba jantan sebagai pejantan biasanya
meminjam pejantan kepada peternak lain. Betina yang sudah bunting tua dan
mendekati hari kelahiran akan dipisahkan, sehingga pada saat melahirkan tidak
mengalami gangguan dari domba lain.
Penanganan penyakit di lokasi penelitian dilakukan dengan
menggabungkan obat-obatan medis dengan cara tradisional. Namun pada
prakteknya peternak lebih sering menggunakan cara tradisional dengan
mengasingkan domba yang sakit dan memberi obat-obatan tradisional. Penyakit
51
yang sering menyerang domba di daerah penelitian adalah bloat, cacingan, dan
mencret.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh peternak untuk menjaga kesehatan
ternaknya adalah dengan menjaga kebersihan kandang. Peternak membersihkan
kandang domba dari kotoran dengan menyapu lantai kandang hampir setiap hari.
Harapannya dengan menjaga kebersihan kandang dapat mencegah penyakit domba.
4.4 Analisa Pendapatan Keluarga Buruh Tani
4.4.1 Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga adalah total penjumlahan seluruh pendapatan dari
berbagi usaha yang dijalankan oleh keluarga, meliputi pendapatan usahaternak
domba, usaha buruh tani, dan usaha lainnya. Total pendapatan keluarga diluar
usahaternak domba di Desa Walangsari dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pendapatan Keluarga di luar Usahaternak Domba di Desa Walangsari
No Uraian Rp/UU/tahun
1 Buruh Tani 5.682.379,31
2 Non Tani 2.373.793,10
Total 8.056.172,41
Pendapatan dari buruh tani adalah upah dari mengelola lahan milik orang
lain. Jumlah pendapatan dipengaruhi oleh hasil pertanian dan luas lahan yang
dikelola. Biasanya masyarakat yang ada di Desa Walangsari mengelola lahan orang
lain atau lahan PT. Salak Utama. PT. Salak Utama adalah perusahaan teh yang
sudah tidak beroperasi lagi di sekitaran Desa Walangsari. Lahan yang dimiliki oleh
52
PT. Salak Utama tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk menanami
tanaman berupa singkong, pisang dan papaya.
Pendapatan non tani adalah pendapatan yang berasal dari usaha selain
ternak dan tani, beberapa contoh diantaranya adalah kuli bangunan, karyawan,
tengkulak, ojek, pedagang, dan serabutan.
4.4.2 Biaya Usahaternak Domba (Rp/UU/Tahun)
Biaya merupakan sejumlah dana yang dikeluarkan untuk menjalankan suatu
usaha. Biaya usahaternak domba yang dikeluarkan oleh peternak di Desa
Walangsari meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Adapun besarnya rata-rata
biaya yang dikeluarkan untuk produksi usahaternak domba selama satu tahun
analisi (Juni 2018-Juni 2019) dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Biaya Usahaternak Domba Selama Satu Tahun Analisis
No Komponen Biaya Biaya Produksi
Rp/UU/thn Presentase (%)
1 Biaya Tetap
Penyusutan Kandang 448,505.75 13.53
Penyusutan Peralatan 184,291.19 5.56
Total Biaya Tetap 632,796.93 19.08
2 Biaya Variabel
TK Rumput 1,011,254.79 30.50
TK Pemeliharaan 535,172.41 16.14
Konsentrat 5,172.41 0.16
Pembelian Ternak 375,862.07 11.34
Transportasi 754,298.85 22.75
Obat 1,264.37 0.04
Total Biaya Variabel 2,683,024.90 80.92
3 Total Biaya Produksi 3,315,821.84 100.00
Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor
produksi (input) yang jumlahnya tidak tergantung pada jumlah produksi. Biaya
53
tetap yang dikeluarkan oleh responden antara lain biaya penyusutan kandang dan
biaya penyusutan peralatan kandang. Berdasarkan tabel, biaya tetap yang
dikeluarkan oleh peternak di Desa Walangsari rata-rata sebesar Rp
632.796,93/UU/tahun. Adapun biaya tetap adalah akumulasi dari biaya penyusutan
kandang dan peralatan kandang.
Biaya kandang dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk
pembuatan kandang dan dibagi dengan umur ekonomis kandang yang dihitung
dalam satuan Rp/Tahun. Berdasarkan Tabel, rata-rata biaya penyusutan kandang
yang dikeluarkan oleh peternak yaitu sebesar Rp 448.505,75/UU/tahun. Biaya yang
dikeluarkan oleh peternak dalam pembuatan kandang berkisar antara Rp 1.000.000
– Rp 2.500.000 dan umur ekonomis sekitar 5 tahun. Biasanya kandang yang sudah
berumur 5 tahun akan diperbaharui, karena bahan pembuatan kandang berupa kayu
dan bambu yang tidak sekuat baja atau besi. Besarnya biaya penyusutan kandang
tersebut tergantung pada luas kandang dan harga pembelian bahan dalam
pembuatan kandang (Hastuti dan Awami, 2016)
Biaya penyusutan peralatan kandang dihitung berdasarkan nilai penyusutan
peralatan yang digunakan. Waktu penyusutan setiap peralatan berbeda berdasarkan
jenis dan kualitasnya. Nilai penyusutan peralatan diperoleh dengan cara
membagikan biaya pembelian dengan umur ekonomis barang tersebut. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hastuti dan Awami (2016) bahwa besar kecilnya biaya
penyusutan dipengaruhi oleh harga dari peralatan kandang dan jumlah alat yang
digunakan dalam pemeliharaan. Peralatan yang digunakan oleh masyarakat di Desa
Walangsari berupa arit, sekop, cangkul, golok, selang, tambang, ember, dan tong.
Para peternak di Desa Walangsari mengeluarkan biaya untuk peralatan kandang
berkisar antara Rp 150.000 – Rp 200.000, dan umur ekonomis berkisar antara 1 –
54
5 tahun tergantung dari bahan, kekuatan, dan kualitas peralatan tersebut.
Berdasarkan tabel, rata-rata penyusutan peralatan kandang sebesar Rp
184.291.19/UU/Tahun.
Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor
produksi (input) yang jumlahnya tergantung kepada besar kecilnya produksi. Biaya
variabel yang dikeluarkan oleh peternak diantaranya adalah biaya tenaga kerja,
biaya pakan, biaya kesehatan ternak. Berdasarkan Tabel 4, biaya variabel yang
dikeluarkan oleh peternak di Desa Walangsari rata-rata sebesar Rp
2.683.024,90/UU/Tahun. Biaya terbesar adalah biaya tenaga kerja mengarit
rumput. Tenaga kerja menyabit rumput diperoleh dari jumlah jam kerja peternak
mengarit dikalikan dengan upah kerja per jam yang berlaku di daerah tersebut. Total
pengeluaran untuk biaya pakan adalah jumlah tenaga kerja menyabit rumput
ditambah dengan biaya transportasi menyabit rumput.
Biaya kesehatan ternak diperoleh dari biaya yang dikeluarkan peternak
untuk membeli obat-obatan. Umumnya peternak membeli obat cacing. Peternak
yang mendapati dombanya yang sakit akan mengkarantina dombanya dan
kemudian diberi penanganan tradisional yang mereka ketahui. Setiap peternak
berbeda dalam memberikan penanganan tradisional tetapi seragam dalam
mengkarantina ternak yang sakit. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad (2015)
bahwa para peternak biasanya melakukan pengobatan pada ternaknya
menggunakan obat-obatan tradisional.
Biaya tenaga kerja peternak di Desa Walangsari dihitung berdasarkan
jumlah jam kerja dikalikan dengan besaran upah yang berlaku di lokasi penelitian.
Besaran upah tersebut diasumsikan dari upah buruh tani sebesar Rp 40.000/HKP.
Biaya tenaga kerja dapat dihitung berdasarkan jumlah jam kerja yang digunakan
55
untuk pemeliharaan dan diukur dengan satuan Hari Kerja Pria (HKP). (Handayani.
Dkk,2005). Satu hari kerja pria setara dengan bekerja selama 8 jam per hari sama
dengan 1 HKP, untuk wanita setara dengan 0,75 HKP dan untuk anak-anak sama
dengan 0,5 HKP. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja adalah Rp
535.172,41 dan jika dibandingkan dengan UMK di Kabupaten Sukabumi masih
berbeda jauh. Adapun UMK yang ditetapkan di Kabupaten Sukabumi adalah
Rp.2.791.016,23/bulan yang jika ditotalkan kedalam satu tahun mencapai
Rp.33.492.194,76/tahun.
4.4.3 Penerimaan Usahaternak Domba
Penerimaan merupakan hasil yang dinilai dengan uang yang diterima atas
hasil penjualan produknya selama satu tahun. Nilai suatu penerimaan tergantung
pada jumlah produk dan harga pokok. Hal ini sesuai dengan pendapat Hoddi.A,
dkk (2011) bahwa besarnya penerimaan bergantung pada jumlah produk yang
dihasilkan dan harga produk itu sendiri. Rata-rata penerimaan usahaternak domba
di Desa Walangsari dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Penerimaan Usahaternak Domba di Desa Walangsari
No Uraian Rata-rata Penerimaan
Rp/UU/tahunn Persentase (%)
1 Penjualan Ternak 6.826.437 70,72
2 Perubahan Nilai Ternak 2.750.000 28,49
3 THK 51.724 0,54
4 Limbah 24.690 0,25
Jumlah 9.652.851 100,00
Rata-rata penerimaan usahaternak domba di Desa Walangsari sebesar Rp
9.652.851/UU/tahun yang meliputi penjualan ternak, perubahan nilai ternak,
56
tebaran hewan kurban, dan penjualan limbah. Penjualan ternak merupakan
penerimaan tertinggi dalam usahaternak domba. Penjualan ternak pada umunya
dilakukan pada Idul ‘Adha, karena pada saat itu permintaan domba sedang
meningkat daripada hari biasanya, tetapi tidak menutup kemungkinan peternak
menjual dombanya pada hari biasa dikarenakan adanya kebutuhan yang mendesak.
Penentuan harga domba biasanya dilakukan dengan cara menaksir bobot (tanpa
ditimbang), sehingga performa domba saat penjualan menentukan harga dan
menentukan penerimaan peternak.
Perubahan nilai ternak dalam penelitian ini ditentukan dengan pengurangan
jumlah nilai ternak diakhir tahun (Juni 2019) dengan jumlah nilai ternak di awal
tahun (Juni 2018). Rata-rata perubahan nilai ternak sebesar Rp
2.750.000/UU/tahun. Ternak yang ada nilainya mengalami penambahan karena
harga domba dewasa lebih besar daripada harga domba muda.
Tebaran hewan kurban adalah ternak yang ditebarkan kepada anggota
koperasi untuk dipelihara dan pada saat Idul ‘Adha akan dibagikan ke masyarakat
sekitar sebagai hewan kurban dari Dompet Du’afa. Investor dari proyek ini adalah
instansi Dompet Du’afa yang disaluran melalui koperasi, sehingga penerima THK
hanyalah anggota koperasi.
Penjualan limbah oleh peternak menjadi sumber penerimaan, karena
sebagian limbah dari usahaternak domba dijual. Adapun harga limbahnya Rp
3000/karung. Sebagian peternak memanfaatkan sendiri limbah usahaternak ke
lahan pertanian yang mereka kelola.
4.4.4 Pendapatan Usahaternak Domba
57
Pendapatan usahaternak domba adalah hasil pengurangan dari penerimaan
dengan biaya total produksi. Pendapatan dalam usaha ternak sangat dipengaruhi
oleh banyaknya penjualan ternak, sehingga semakin banyak ternak yang dijual
maka akan semakin tinggi pula pendapatan usahaternak yang diterima. Adapun
penerimaan adalah jumlah dari penjualan ternak, penjualan limbah, bagi hasil THK
dan pertambahan nilai ternak. Rata-rata pendapatan yang diperoleh peternak di
Desa Walangsari dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Pendapatan usahaternak Domba (Net Farm Income) di Desa Walangsari
No Uraian Rp/UU/tahun
1 Penerimaan 9.652.851,00
2 Biaya Produksi 3.315.821,84
Pendapatan 6.337.028,74
Tabel 9 menunjukkan bahwa, rata-rata pendapatan peternak yang diperoleh
sebesar Rp 6.337.028,74/UU/tahun, maka rata-rata pendapatan peternak per bulan
adalah Rp 528.085,71/bulan. Pendapatan usahaternak domba ini belum termasuk
pendapatan tersamar dari usahaternak domba. Adapun pendapatan total usahaternak
domba keluarga menghitung tenaga kerja keluarga sebagai pendapatan. Hal ini
disebabkan karena usahaternak yang harusnya mengeluarkan biaya tersamarkan
dipenuhi dengan curahan kerja anggota keluarga. Adapun pendapatan total
usahaterna domba di Desa Walangsari dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Pendapatan Total Usahaternak Domba di Desa Walangsari
No Uraian Rp/UU/tahun
1 Pendapatan 6.337.028,74
58
2 Curahan Tenaga Kerja 1.546.427,20
Total 7.883.455,94
Adapun curahan tenaga kerja masuk sebagai pendapatan, dikarenakan biaya
yang harusnya dikeluarkan untuk tenaga kerja domba, tidak dibayarkan dalam
bentuk uang, tetapi disimpan dalam bentuk domba yang dipelihara. Curahan tenaga
kerja adalah jumlah waktu yang dicurahkan untuk melakukan kegiatan produksi
uahaternak domba, berupa menyabit rumput dan mengurus domba di kendang
pemeliharan. Nilai curahan tenaga kerja diperoleh dari pengalian nilai Hari Orang
Kerja (HOK) dikali dengan upah kerja yang berlaku di daerah tersebut.
4.4.5 Kontribusi Usahaternak Domba terhadap Pendapatan Keluarga
Usahaternak domba memiliki kontribusi terhadap pendapatan keluarga
buruh tani di Desa Walangsari. Besarnya kontribusi usahaternak domba terhadap
pendapatan keluarga diperoleh dari perbandingan antara pendapatan usahaternak
domba dengan pendapatan total keluarga. Besarnya kontribusi usahaternak domba
terhadap pendapatan keluarga dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Kontribusi Usahaternak Domba terhadap Pendapatan Buruh Tani
No Uraian Pendapatan (Rp) Kontribusi (%)
1 Pendapatan Total Usahaternak
Domba
7.883.455,94 49,46%
2 Pendapatan Luar Domba 8.056.172,41 50,54%
Total 15.939.628,35 100,00%
59
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi usahaternak Domba
terhadap pendapatan keluarga sebesar 49,46% dengan rata-rata kepemilikan 16,78
ekor atau 13,51 SDD, sedangkan kontribusi dari pendapatan usaha non ternak
sebesar 50,54%. Besarnya nilai kontribusi pendapatan dari usahaternak domba
menunjukkan bahwa usahaternak domba adalah cabang usaha yang dijalan buruh
tani yang ada di Desa Walangsari. Sesuai pendapat Saragih (2008) bahwa usaha
yang tingkat pendapatannya 30% - 69,9% adalah cabang usaha, dimana peternak
mengusahakan pertanian campuran, dan usahaternak domba sebagai salah satu
cabang usahanya (semi komersil atau usaha terpadu).
Pendapatan rumah tangga peternak adalah jumlah pendapatan dari setiap
anggota keluarga yang memberikan sumbangsih ke pendapatan keluarga.
Pendapatan ini bersumber dari berbagai sumber usaha. Selain dari kegiatan
beternak juga dihasilkan dari kegiatan di luar kegiatan peternakan dalam hal ini
pendapatan dari usahatani dan usaha diluar pertanian seperti buruh serabutan, buruh
bangunan dll.
Pendapatan usahatani adalah pendapatan yang diterima oleh peternak dari
kegiatan bertani selama satu tahun. Lahan yang digunakan oleh peternak dalam
kegiatan bertani adalah lahan milik orang lain sehingga hasil yang didapat dibagi
dengan pemilik lahan sesuai persentase yang disepakati di awal. Tanaman yang
digunakan dalam usahatani antara lain tanaman singkong, pepaya, pisang dan padi.
Pertanian mengalami masa kejayaan ketika orde baru namun saat ini rumah tangga
di perdesaan mulai meninggalkan sektor usaha tersebut, menurut Arifin (2013)
sektor pertanian secara umum mengalami transformasi dari sektor pangan ke sektor
perkebunan, peternakan, perikanan, dan holtikultura, hal tersebut sebagai
konsekuensi logis dari semakin membaiknya harga-harga komoditas tersebut.
60
Pendapatan luar pertanian adalah total pendapatan yang dihasilkan dari luar
pertanian dan peternakan seperti dari buruh serabutan, buruh bangunan,
perdagangan dll selama setahun. Menurut Arifin (2013) pendapatan dari upah atau
gajih dari luar pertanian meningkat pesat terutama pada sektor perdagangan,
transportasi dan jasa. Sebaran tipologi usahaternak berdasarkan tingkat kontribusi
terhadap pendapatan rumah tangga bisa dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Tipologi Usaha
No Ukuran Usaha Jumlah Persentase (%)
1 Usaha Sambilan 8 9,19
2 Cabang Usaha 65 74,71
3 Usaha Pokok 14 16,09
4 Industri 0 0
Dari tabel sebaran tipologi usahaternak dapat dilihat bahwa mayoritas
peternak menjadikan usahaternak sebagai cabang usaha dengan kontribusi
pendapatan usahaternak sebanyak 30-70 dari total pendapatan keluarga. Jumlah
peternak yang menjadikan usahaternak sebagai usaha pokok sebanyak 14 orang,
yang menjadikan usahaternak sebagai cabang usaha sebanyak 65 orang, dan 8 orang
sisanya menjadikan usahaternak sebagai usaha sambilan.
Recommended