View
48
Download
9
Category
Preview:
DESCRIPTION
karsinoma kolon
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Karsinoma kolon dan rektum merupakan keganasan ketiga terbanyak di
dunia dan penyebab kematian kedua terbanyak di Amerika Serikat. Risiko
terjadinya kanker kolon sedikit lebih banyak pada wanita dibanding pria dan
kanker rektum lebih banyak pada pria. Risiko timbulnya kanker kolon dan rektum
selama hidup adalah 5% dan 6-8% dari kasus terjadi sebelum umur 40 tahun.
Insiden meningkat setelah umur 50 tahun. Di Indonesia terdapat kenaikan jumlah
kasus tetapi belum ada angka yang pasti insiden penyakit kanker kolon dan
rektum ini.1
Di Amerika Serikat menempati urutan kedua untuk kanker organ visceral
dan 20% dari kematian karena penyakit kanker adalah akibat kanker kolorektal.
Karsinoma kolorektal sering djumpai pada dekade 6 dan 7, merupakan penyakit
yang banyak menyebabkan kematian. Kejadian karsinoma kolorektal pada usia
muda tidak banyak dijumpai.2
Karsinoma kolorektal banyak terdapat d Eropa Barat, Amerika Utara. Di
Asia, banyak terdapat di Jepang, diduga karena perbedaan pola hidup dan
makanan. Beberapa faktor antara lain lngkungan, genetik dan immunologi
merupaka faktor predisposisi tumbuhnya kanker kolon, disamping bahan
karsinogen, bakteri dan virus.3
Gejala klinik karsinoma kolorektal tergantung dari lokasi tumor. Kanker
cecum dan kolon asenden biasanya tidak memberikan gejala obsruksi, sedangkan
kanker rekto sigmod dapat menyumbat lumen atau berdarah.3
Lebih dari 156.000 orang terdiagnosis setiap tahunnya, kira-kira setengah
dari jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat
pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakkan segera.4
Pemeriksaan radiologi untuk memeriksa adanya tumor kolon yaitu dengan
USG, CT SCAN, MRI, Foto polos abdomen colon in Loop, dan Kolonoskopi.5
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Kolon dan Rektum
Usus besar terdiri dari caecum, appendiks, kolon ascendens, kolon
transversum, kolon descenden, kolon sigmoid dan rektum serta anus.
Mukosa usus besar terdiri dari epitel selapis silindris dengan sel goblet dan
kelenjar dengan banyak sel goblet, pada lapisan submukosa tidak
mempunyai kelenjar. Otot bagian sebelah dalam sirkuler dan sebelah luar
longitudinal yang terkumpul pada tiga tempat membentuk taenia koli.
Lapisan serosa membentuk tonjolan-tonjolan kecil yang sering terisi lemak
yang disebut appendices epiploicae. Didalam mukosa dan submmukosa
ikut pula lapisan otot sirkuler. Diantara dua plica semilunares terdapat
saku yang disebut haustra coli, yang mungkn disebabkan oleh adanya
taena coli atau kontraksi otot sirkuler . letak haustra in vivo dapat
berpindah pindah atau menghilang.2
Gambar 1: Anatomi kolon dan rektum
Vaskularisasi kolon dipelihara oleh cabang-cabang arteri mesenterica
superior dan arteri mesenterica inferior, membentuk marginal arteri seperti
periarcaden, yang memberi cabang-cabang vasa recta pada dinding usus
2
yang membentuk marginal arteri adalah arteri ileocolica, arteri colica dextra,
arteri colica media, arteri colica sinistra dan arteri sigmoidae. Hanya arteri
ciloca sinistra dan arteri sigmoideum yang merupakan cabang dari arteri
mesenterica inferior, sedangkan yang lain dari arteri mesenterica superior.
Pada umumnya pembuluh darah berjalan retroperitoneal kecuali arteri colica
media dan arteri sigmoidae yang terdapat didalam mesocolon transversum
dan mesosigmoid. Seringkali arteri colica dextra membentuk pangkal yang
sama dengan arteri colica media atau dengan arteri ileocolica. Pembuluh
darah vena mengikuti pembuluh darah arteri untuk menuju ke vena
mesenterica superior dan arteri mesenterica inferior yang bermuara ke
dalam vena porta. Aliran limfe mengalir menuju ke Lnn. ileocolica, Lnn.
colica dextra, Lnn. colica media, Lnn. colica sinistra dan Lnn. mesenterica
inferior. Kemudian mengikuti pembuluh darah menuju truncus intestinalis.3
Colon ascendens panjangnya sekitar 13 cm, dimulai dari caecum pada
fossa iliaca dextra sampai flexura coli dextra pada dinding dorsal abdomen
sebelah kanan, terletak di sebelah ventral ren dextra, hanya bagian ventral
ditutup peritoneum visceral. Jadi letak colon ascendens ini retroperitoneal,
kadang kadang dinding dorsalnya langsung melekat pada dinding dorsal
abdomen yang ditempati muskulus quadratus lumborum dan ren dextra.
Arterialisasi colon ascendens dari cabang arteri ileocolic dan arteri colic
dextra yang berasal dari arteri mesentrica superior.4
Colon transversum panjangnya sekitar 38 cm, berjalan dari flexura coli
dextra sampai flexura coli sinistra. Bagian kanan mempunyai hubungan
dengan duodenum dan pankreas di sebelah dorsal, sedangkan bagian kiri
lebih bebas. Flexura coli sinistra letaknya lebih tinggi daripada yang kanan
yaitu pada polus cranialis ren sinistra, juga lebih tajam sudutnya dan kurang
mobile. Flexura coli dextra erat hubunganya dengan facies visceralis hepar
(lobus dextra bagian caudal) yang terletak di sebelah ventralnya.
Arterialisasi didapat dari cabang cabang arteri colica media. Arterialisasi
colon transversum didapat dari arteri colica media yang berasal dari arteri
mesenterica superior pada 2/3 proksimal, sedangkan 1/3 distal dari colon
3
transversum mendapat arterialisasi dari arteri colica sinistra yang berasal
dari arteri mesenterica inferior.4
Gambar 2 : Arteri Mesenterica Superior
Mesokolon transversum adalah duplikatur peritoneum yang
memfiksasi colon transversum sehingga letak alat ini intraperitoneal.
Pangkal mesokolon transversa disebut radix mesokolon transversa, yang
berjalan dari flexura coli sinistra sampai flexura coli dextra. Lapisan cranial
mesokolon transversa ini melekat pada omentum majus dan disebut
ligamentum gastro (meso) colica, sedangkan lapisan caudal melekat pada
pankreas dan duodenum, didalamnya berisi pembuluh darah, limfa dan
syaraf. Karena panjang dari mesokolon transversum inilah yang
menyebabkan letak dari colon transversum sangat bervariasi, dan
kadangkala mencapai pelvis.4
4
Colon descendens panjangnya sekitar 25 cm, dimulai dari flexura coli
sinistra sampai fossa iliaca sinistra dimana dimulai colon sigmoideum.
Terletak retroperitoneal karena hanya dinding ventral saja yang diliputi
peritoneum, terletak pada muskulus quadratus lumborum dan erat
hubungannya dengan ren sinistra. Arterialisasi didapat dari cabang-cabang
arteri colica sinistra dan cabang arteri sigmoid yang merupakan cabang dari
arteri mesenterica inferior.5
Colon sigmoideum mempunyai mesosigmoideum sehingga letaknya
intraperi toneal, dan terletak didalam fossa iliaca sinistra. Radix
mesosigmoid mempunyai perlekatan yang variabel pada fossa iliaca sinistra.
Colon sigmoid membentuk lipatan-lipatan yang tergantung isinya didalam
lumen, bila terisi penuh dapat memanjang dan masuk ke dalam cavum
pelvis melalui aditus pelvis, bila kosong lebih pendek dan lipatannya ke
arah ventral dan ke kanan dan akhirnya ke dorsal lagi. Colon sigmoid
melanjutkan diri kedalam rectum pada dinding mediodorsal pada aditus
pelvis di sebelah depan os sacrum. Arterialisasi didapat dari cabang- cabang
arteri sigmoidae dan arteri haemorrhoidalis superior cabang arteri
mesenterica inferior. Aliran vena yang terpenting adalah adanya
anastomosis antara vena haemorrhoidalis superior dengan vena
haemorrhoidalis medius dan inferior, dari ketiga vena ini yang bermuara
kedalam vena porta melalui vena mesenterica inferior hanya vena
haemorrhoidalis superior, sedangkan yang lain menuju vena iliaca interna.
Jadi terdapat hubungan antara vena parietal (vena iliaca interna) dan vena
visceral (vena porta) yang penting bila terjadi pembendungan pada aliran
vena porta misalnya pada penyakit hepar sehingga mengganggu aliran darah
portal. Mesosigmoideum mempunyai radix yang berbentuk huruf V dan
ujungnya letaknya terbalik pada ureter kiri dan percabangan arteri iliaca
communis sinistra menjadi cabang-cabangnya, dan diantara kaki-kaki huruf
V ini terdapat reccessus intersigmoideus.5
5
Gambar 3 : Lapisan otot dari kolon
Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita, yang disebut
tenia* (tenia; taenia = pita) yang lebih pendek dari kolon itu sendiri
sehingga kolon berlipat-lipat dan berbentuk seperti sakulus* (sakulus;
saculus=saccus kecil; saccus=kantong), yang disebut haustra*(haustra;
haustrum=bejana).4
Kolon transversum dan kolon sigmoideum terletak intraperitoneal dan
dilengkapi dengan mesenterium.4
B. Definisi
Tumor (berasal dari bahasa latin, yang berarti "bengkak"), merupakan
salah satu dari lima karakteristik inflamasi. Namun, istilah ini sekarang
digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan biologikal jaringan yang tidak
normal. Pertumbuhannya dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau
jinak (benign) (Brooker, 2001).6
Tumor kolon adalah tumor yang berada di dalam kolon.
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari
polyp adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun
umumnya masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor
secara tipikal tidak terdeteksi, menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul
gejala, penyakit mungkin sudah menyebar kedalam lapisan lebih dalam dari
6
jaringan usus dan oragan-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar
dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan
dinding luar usus. Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor
lambung, duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan
dinding abdominal juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar
getah bening regional sering berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak
selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar
regional masih normal (Way, 1994). Sel-sel kanker dari tumor primer dapat
juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area sekunder
seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor ke
area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa
atau selama pemotongan pembedahan.5
C. Gejala klinis
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan
dengan suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior
memperdarahi belahan bagian kanan (caecum, kolon ascendens dan
duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri mesenterika inferior
yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon
descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Tanda dan gejala
dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama
pasien dengan kanker kolorektal berhubungan dengan besar dan lokasi dari
tumor. Tumor yang berada pada kolon kiri cenderung mengakibatkan
perubahan pola defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks,
perdarahan, mengecilnya ukuran feses, dan konstipasi karena lesi kolon kiri
yang cenderung melingkar mengakibatkan obstruksi.6
1) Gejala Subakut
Tumor yang berada di kolon kanan seringkali tidak menyebabkan
perubahan pada pola buang air besar (meskipun besar). Tumor yang
memproduksi mukus dapat menyebabkan diare. Pasien mungkin
memperhatikan perubahan warna feses menjadi gelap, tetapi tumor
7
seringkali menyebabkan perdarahan samar yang tidak disadari oleh
pasien. Kehilangan darah dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan anemia defisiensi besi. Ketika seorang wanita post
menopouse atau seorang pria dewasa mengalami anemia defisiensi besi,
maka kemungkinan kanker kolon harus dipikirkan dan pemeriksaan
yang tepat harus dilakukan. Karena perdarahan yang disebabkan oleh
tumor biasanya bersifat intermitten, hasil negatif dari tes occult blood
tidak dapat menyingkirkan kemungkinan adanya kanker kolon. Sakit
perut bagian bawah biasanya berhubungan dengan tumor yang berada
pada kolon kiri, yang mereda setelah buang air besar. Pasien ini
biasanya menyadari adanya perubahan pada pola buang air besar serta
adanya darah yang berwarna merah keluar bersamaan dengan buang air
besar. Gejala lain yang jarang adalah penurunan berat badan dan
demam. Meskipun kemungkinannya kecil tetapi kanker kolon dapat
menjadi tempat utama intususepsi, sehingga jika ditemukan orang
dewasa yang mempunyai gejala obstruksi total atau parsial dengan
intususepsi, kolonoskopi dan double kontras barium enema harus
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kanker kolon.6
2) Gejala akut
Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi,
sehingga jika ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi,
maka kemungkinan besar penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total
muncul pada < 10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah
sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara
cepat dan penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin
mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar, kram perut dan perut
yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka
akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan
menyebabkan peritonitis dan sepsis.6
D. ETIOLOGI
8
1. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital adalah kelainan yang dibawa sejak lahir,
benjolannya dapat berupa benjolan yang timbul sejak lahir atau timbul pada
usia kanak-kanak bahkan terkadang muncul setelah usia dewasa. Pada kelainan
ini ,benjolan yang paling sering terletak di leher samping bagian kiri atau kanan
di sebelah atas , dan juga di tengah-tengah di bawah dagu. Ukuran benjolan bisa
kecil beberapa cm tetapi bisa juga besar seperti bola tenis. Kelainan kongenital
yang sering terjadi di daerah leher antara lain adalah hygroma colli, kista
branchial, kista ductus thyroglosus. 4
2. Faktor genetik
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan
riwayat kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan
keluarga terdekat yang mempunyai kanker kolorektal mempunyai
kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila
dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker
kolorektal pada keluarganya.4
3. Usia
Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn) pria
dan wanita adalah 61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia
lanjut hampir 7 kali (2158 per 100.000 orang per tahun) dan pada wanita
berusia lanjut sekitar 4 kali (1192 per 100.000 orang per tahun) bila
dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda (30-64 thn). Sekitar
setengah dari kanker yang terdiagnosa pada pria yang berusia lanjut adalah
kanker prostat (451 per 100.000), kanker paru-paru (118 per 100.000) dan
kanker kolon (176 per 100.000). Sekitar 48% kanker yang terdiagnosa
pada wanita yang berusia lanjut adalah kanker payudara (248 per
100.000), kanker kolon (133 per 100.000), kanker paru paru (118 per
100.000) dan kanker lambung (75 per 100.000).4
Usia merupakan faktor paling relevan yang mempengaruhi risiko
kanker kolorektal pada sebagian besar populasi. Risiko dari kanker
kolorektal meningkat bersamaan dengan usia, terutama pada pria dan
wanita berusia 50 tahun atau lebih, dan hanya 3% dari kanker kolorektal
muncul pada orang dengan usia dibawah 40 tahun. Lima puluh lima persen
9
kanker terdapat pada usia ≥ 65 tahun, angka insiden 19 per 100.000
populasi yang berumur kurang dari 65 tahun, dan 337 per 100.000 pada
orang yang berusia lebih dari 65 tahun.5
Pada kebanyakan kasus kanker terdapat variasi geografik pada
insiden yang ditemukan pada usia lanjut yang mencerminkan perbedaan
sosial ekonomi, terutama antara Negara berkembang dan Negara maju.
Bila di Negara maju angka kejadian penyakit ini meningkat tajam setelah
seseorang berusia 50 tahun dan hanya 3 persen di bawah 40 tahun, di
Indonesia berdasarkan data Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (FKUI, 1996-1999) menunjukkan persentase yang
lebih tinggi yakni 35,25%.
4. Rangsangan fisik berulang
Gesekan atau benturan pada salah satu bagian tubuh yang berulang
dalam waktu yang lama merupakan rangsangan yang dapat mengakibatkan
terjadinya kanker pada bagian tubuh tersebut, karena luka atau cedera pada
tempat tersebut tidak sempat sembuh dengan sempurna.
5. Hormon
Hormon adalah zat yang dihasilkan kelenjar tubuh yang fungsinya adalah
mengatur kegiatan alat-alat tubuh dan selaput tertentu. Pada beberapa
penelitian diketahui bahwa pemberian hormon tertentu secara berlebihan
dapat menyebabkan peningkatan terjadinya beberapa jenis kanker seperti
payudara, rahim, indung telur dan prostat (kelenjar kelamin pria).
6. Gaya hidup
Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai
risiko tiga kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak
untuk yang besar. Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan
dengan risiko dua setengah kali untuk menderita adenoma yang berukuran
besar.
Diperkirakan 5000-7000 kematian karena kanker kolorektal di
Amerika dihubungkan dengan pemakaian rokok. Pemakaian alkohol juga
menunjukkan hubungan dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal.
Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara
aktifitas, obesitas dan asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada
10
percobaan terhadap hewan, pembatasan asupan energi telah menurunkan
perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas dan aktifitas fisik
menunjukkan penekanan pada aktifitas prostaglandin intestinal, yang
berhubungan dengan risiko kanker kolorektal. The Nurses Health Study
telah menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara aktifitas fisik
dengan terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa penurunan
aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma.
7. Karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi)
Zat yang terdapat pada asap rokok dapat menyebabkan kanker paru
pada perokok dan perokok pasif (orang bukan perokok yang tidak sengaja
menghirup asap rokok orang lain) dalam jangka waktu yang lama.Bahan kimia
untuk industri serta asap yang mengandung senyawa karbon dapat
meningkatkan kemungkinan seorang pekerja industri menderita kanker.
Beberapa virus berhubungan erat dengan perubahan sel normal menjadi sel
kanker. Jenis virus ini disebut virus penyebab kanker atau virus onkogenik. Sinar
ultra-violet yang berasal dari matahari dapat menimbulkan kanker kulit. Sinar
radio aktif sinar X yang berlebihan atau sinar radiasi dapat menimbulkan kanker
kulit dan leukemia.
E. Patofisiologi
Kelainan congenital, Genetic, Gender / jenis kelamin, Usia, Rangsangan fisik
berulang, Hormon, Infeksi, Gaya hidup, karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi)
dapat menimbulkan tumbuh atau berkembangnya sel tumor. Sel tumor dapat
bersifat benign (jinak) atau bersifat malignant (ganas).
Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor
jinak pada umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat
sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus
yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai
maka pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan dengan cara operasi.
Sel tumor pada tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga tumor ganas pada
umumnya cepat menjadi besar. Sel tumor ganas tumbuh menyusup ke jaringan
sehat sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti kepiting dengan kaki-
kakinya mencengkeram alat tubuh yang terkena. Disamping itu sel kanker dapat
11
membuat anak sebar (metastasis) ke bagian alat tubuh lain yang jauh dari
tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening dan
tumbuh kanker baru di tempat lain. Penyusupan sel kanker ke jaringan sehat
pada alat tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh tersebut sehingga fungsi alat
tersebut menjadi terganggu.
Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel
yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis
lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan
(invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan
yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di
gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Tjakra, Ahmad.
1991).
Adapun siklus tumbuh sel kanker adalah membelah diri, membentuk RNA,
berdiferensiasi / proliferasi, membentuk DNA baru, duplikasi kromosom sel,
duplikasi DNA dari sel normal, menjalani fase mitosis, fase istirahat (pada saat
ini sel tidak melakukan pembelahan).
F. Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit dan fungsi segmen
usus tempat kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah perubahan
kebiasaan defekasi. Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum kedua.
Gejala dapat juga mencakup anemia yang tidak diketahui penyebabnya,
anoreksia, penurunan berat badan dan keletihan. Gejala yang sering
dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan
melena (feses hitam seperti ter). Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi
sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi (nyeri abdomen dan
kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi) serta adanya darah merah segar
dalam feses. Gejala yang dihubungkan dengan lesi rektal adalah evakuasi feses
yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian serta feses
berdarah.
Ada tujuh gejala yang perlu diperhatikan dan diperiksakan lebih lanjut ke dokter
untuk memastikan ada atau tidaknya kanker, yaitu :
1. Waktu buang air besar atau kecil ada perubahan kebiasaan atau gangguan.
2. Alat pencernaan terganggu dan susah menelan.
12
3. Suara serak atau batuk yang tak sembuh-sembuh.
4. Payudara atau di tempat lain ada benjolan (tumor).
5. Andeng-andeng (tahi lalat) yang berubah sifatnya, mejadi makin besar dan
gatal.
6. Darah atau lendir yang abnormal keluar dari tubuh.
7. Adanya koreng atau borok yang tak mau sembuh-sembuh.
G. DIAGNOSIS
Diagnosa karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik pemeriksaan abdomen dan rectal, prosedur diagnostik
paling pentng untuk kanker kolon adalah pengujian darah samar, enema
barium, proktosigmoidoskopi,dan kolonoskopi. Pemeriksaan ini sebaiknya
dilakukan setiap tiga tahun untuk usia 40 tahun keatas. Sebanyak 60%
kasus dari kanker kolorektal dapat diidentifikasi dengan sigmoideskopi
dengan biopsi atau apusan sitologi.
A. Pemeriksaan Fisik
Digital Rectal Examination
Pada pemeriksaan ini dapat dipalpasi dinding lateral, posterior, dan
anterior; serta spina iskiadika, sakrum dan coccygeus dapat diraba
dengan mudah. Metastasis intraperitoneal dapat teraba pada bagian
anterior rektusm dimana sesuai dengan posisi anatomis kantong douglas
sebagai akibat infiltrasi sel neoplastik. Meskipun 10 cm merupakan
batas eksplorasi jari yang mungkin dilakukan, namun telah lama
diketahui bahwa 50% dari kanker kolon dapat dijangkau oleh jari,
sehingga Rectal examination merupakan cara yang baik untuk
mendiagnosa kanker kolon yang tidak dapat begitu saja diabaikan.
”rectal toucher” untuk menilai :
Tonus sfingter ani : kuat atau lemah.
Ampula rektum : kolaps, kembung atau terisi feses
Mukosa : kasar,berbenjol benjol, kaku
13
Tumor : teraba atau tidak, lokasi, lumen yang dapat
ditembus jari, mudah berdarah atau tidak, batas
atas dan jaringan sekitarnya, jarak dari garis
anorektal sampai tumor.
Gambar : pemeriksaan fisik digital rectal examinationH. PENATALAKSANAAN
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebnayakan kanker kolon dan rektal.
Pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu sisi
dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi,
suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan
pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam menbuat
keputusan di kolon; massa tumor kemudian di eksisi. Laser Nd: YAG telah terbukti
efektif pada beberapa lesi. Reseksi usus diindikasikan ntuk kebanyakan lesi kelas A
dan semua kelas B serta lesi C. Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi
kanker koon kelas D. Tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah paliatif. Apabila
tumor telah menyebar dan mencakup struktur vital sekitar, operasi tidak dapat
dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan
pilihan adalah sebagai berikut (Doughty & Jackson, 1993) :
a. Reseksi segmental dengan anostomosis (pengangkatan tumor dan porsi
usus pada sisis pertumbuhan, pembuluh darah dan nodus limfatik)
14
b. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen
(pengangkatan tumor dan porsi sigmoid dan semua rektum serta
sfingter anal)
c. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anostomosis
serta reanastomosis lanjut dari kolostomi (memungkinkan dekompresi
usus awal dan persiapan usus sebelum reseksi)
d. Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi
obstruksi yang tidak dapat direseksi)
15
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : AW
Umur : 53 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Huangobotu Dungingi Gorontalo
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
MRS : 8 Desember 2014 jam 17:16 WITA
B. ANAMNESIS
Anamnesis utama
Anamnesis diberikan oleh penderita.
Keluhan utama :
Penderita datang dengan keluhan sulit BAB.
Riwayat penyakit sekarang
Sulit BAB dialami penderita sejak ± 2 minggu yang lalu. Awalnya penderita
mengalami BAB cair ± 2 bulan yang lalu, kemudian BAB menjadi padat seperti
kotoran kambing dan bercampur darah. Didapatkan ada riwayat penurunan
berat badan (+), perut kembung (+), nyeri perut (+).Penderita kemudian berobat
di RS Limboto dan dirujuk ke RS Prof Kandou Manado.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, kencing manis dan darah
tinggi disangkal penderita.
Riwayat Keluarga
Adik kandung pasien pernah menderita ca mamae dextra.
16
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84x/m
Respirasi : 20x/m
Suhu badan : 37°C
Berat Badan : 62 kg
Tinggi Badan : 158 cm
Kepala
Kepala berbentuk simetris. Kedua konjungtiva anemis, sklera tidak
ikterik. Telinga berbentuk normal dan tidak ada sekret yang keluar dari
liang telinga. Hidung berbentuk normal dengan kedua septum intak, tidak
ada sekret yang keluar dari hidung. Pada gigi ditemukan adanya karies
dentis. Tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis.
Leher
Trakea letak tengah. Tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah
bening di leher.
Thorax
Bentuk simetris kiri=kanan.
Jantung
Bunyi jantung I dan II normal, bising jantung tidak ada.
Paru-paru
Suara pernapasan vesikuler, tidak ditemukan adanya ronkhi dan wheezing
di kedua lapangan paru.
Abdomen
Inspeksi: datar
Auskultasi: bising usus normal
17
Palpasi: lemas, nyeri tekan (+) ® Hipocondrica sinistra massa (+) ukuran
4x4 cm
Perkusi: timpani
Rectal Toucher
TSA cekat, ampula kosong, mukosa licin, NT (-)
Sarung tangan: feses (+), lendir (+), darah (+)
Anggota gerak
Edema pada kedua tungkai tidak ada, varises tidak ada.
Refleks
Refleks fisiologis positif normal, tidak terdapat refleks patologis.
Kulit
Turgor kulit (+) normal.
Pemeriksaan Laboratorium (8 Desember 2014)
Hematologi
MCH : 23,3 pg
MCHC : 30,6 g/dl
MCV : 76,2 fl
Leukosit : 10.100/mm3
Eritrosit : 3,6 x106/mm3
Hemoglobin : 8,6 gr/dL
Hematokrit : 28,1 %
Trombosit : 632 x103/mm3
Kimia darah
Creatinin darah : 0,68 mg/dl
Ureum darah : 19 mg/dl
SGOT : 14 U/L
SGPT : 10 U/L
Natrium darah : 135 mmol/L
18
Kalium darah : 3,4 mmol/L
Chlorida darah : 101 mmol/L
EKG (8 Desember 2014)
Kesan : dalam batas normal
D. RESUME MASUK
Wanita 53 Tahun MRS tanggal 8 Desember 2015 di IRDB RSUP Prof
Kandou Manado dengan keluhan Sulit BAB. Sulit BAB dialami penderita sejak ±
2 minggu yang lalu. Awalnya penderita mengalami BAB cair ± 2 bulan yang lalu,
kemudian BAB menjadi padat seperti kotoran kambing dan bercampur darah.
Didapatkan ada riwayat penurunan berat badan (+), perut kembung (+), nyeri
perut (+)jgj.
E. DIAGNOSIS KERJA
Tumor kolon sinistra
F. SIKAP/ TERAPI/ RENCANA
- IVFD RL 20 gtt/mnt
- Ceftriaxone 1gr 2 x 1 IV
- Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV
- Cek DL, Na, K, Cl
Follow up ruangan
Follow up tangal 9 Desember 2015
S: nyeri perut kiri (+) 9
O: TD: 120/80, N: 80x/m, R: 20x/m, S: 36,5
Abd: datar, BU (+), lemas, nyeri tekan (+), teraba massa (+) Regio
hipocondrica sinistra ukuran 4x4, fixed, tympani
A: Tumor colon sinistra
P: Dulcolax 1x2 tab
19
Dulcolax sup 1x2
Vip albumin 3x2 caps
Transfusi prc 1 bag
Diet bubur + kecap
Follow up tangal 10 Desember 2015
S: nyeri perut kiri (+)
O: TD: 120/80, N: 82x/m, R: 20x/m, S: 36,4
Abd: datar, BU (+), lemas, nyeri tekan (+), teraba massa (+) Regio
hipocondrica sinistra ukuran 4x4, fixed, tympani
A: Tumor colon sinistra
P: Dulcolax 1x2 tab
Dulcolax sup 1x2
Vip albumin 3x2 caps
Transfusi prc 1 bag
Diet bubur + kecap
Follow up tangal 11 Desember 2015
S: nyeri perut kiri (+)
O: TD: 110/70, N: 86x/m, R: 20x/m, S: 36,1
Abd: datar, BU (+), lemas, nyeri tekan (+), teraba massa (+) Regio
hipocondrica sinistra ukuran 4x4, fixed, tympani
A: Tumor colon sinistra
P: Dulcolax 1x2 tab
Dulcolax sup 1x2
Vip albumin 3x2 caps
Transfusi prc 1 bag
Diet bubur + kecap
Rencana Hemikolektomi sinistra
Follow up tangal 12 Desember 2015
S: (-)
20
O: TD: 110/80, N: 80x/m, R: 24x/m, S: 36,5
Abd: datar, BU (+), lemas, nyeri tekan (+), teraba massa (+) Regio
hipocondrica sinistra ukuran 4x4, fixed, tympani
A: Tumor colon sinistra
P: pre laparascopic diagnostik
Hemikolektomi (13 Des 2015) inj ceftriaxone 2gr 1 jam pre op
G. LAPORAN OPERASI tanggal 13/1-2015
- Penderita terlentang dengan general anestesi
- Asepsis dan antisepsis lapangan operasi
- Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril
- Insisi linea midline ±2 jari diatas umbilikus sepanjang 2cm diperdalam
sampai fascia, fascia dibuka dimasukan trokar dan kamera.
- Identifikasi tampak ada tumor didaerah colon desecenden sepanjang 20cm
- Masukkan 2 trokar lagi didaerah midline.
- Infuse line dibuka, colon descenden dibebaskan
- Dilakukan insisi midline ± 7cm diatas umbilikus (supra umbilikal)
evaluasi tumor ukuran 20x10 cm, konsistensi keras
- Diputuskan luka perasi diperlebar, tumor di… keluar, dilakukan
hemikolektomi sinistra (reseksi ….. end to end)
- Kontrol perdarahan, pasang drain.
- Luka operasi dijahit lapis demi lapis
- Operasi selesai.
Operasi mulai : 10.00 WITA
Operasi selesai : 13.00 WITA
Lama operasi : 3 jam
KU post Operasi : T: 120/80, N: 80 x/m, R: 24 x/m, S; 36,8oC
Perdarahan : ± 500 cc
Diuresis : ± 50 cc
Diagnosa Post Op : Tumor colon descenden
Post laparoskopik hemikolektomi
21
Terapi : IVFD RL : Nacl 0,9 % 2:1 -> 30 gtt/m
Ceftriaxone 1gr 2 x 1 IV
Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV
Ketorolac 1 mg 3 x 1 IV
Transfursi PRC jika HB <10 mg/dl 1 bag/hari
Cek DL 2 jam post operasi
Puasa samapi bising usus (+)
Follow Up Ruangan
14 Desember 2015
S : nyeri pada luka bekas operasi
O : KU: cukup, Kes: compos mentis
TD: 110/70 mmHg, N: 80 x/menit, R: 20 x/menit, S: 36,4 ˚C
Abd: Datar, luka operasi tutup kassa kering
Bu (+) normal, NT (-), tympani
Drain: ± 150 cc
NET: (-)
A : Tumor colon descenden
Post laparoskopik hemikolektomi
Diagnosis : post appendektomi
Sikap : IVFD RL 20 gtt/menit
Ceftriaxone 1gr 2 x 1 IV
Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV
Ketorolac 1 mg 3 x 1 IV
Vit K 3x4 amp IV
Vit C 1x1 amp IV
Asam traneksamat 3x1 amp IV
Puasa
Follow up Tanggal 15/01-2015
S: Nyeri luka operasi
O: KU: cukup, Kes: compos mentis
22
TD: 120/80 mmHg, N: 80 x/menit, R: 22 x/menit, S: 36,2 ˚C
Abd: BU (+) N, Lemas, NT (+), Tympani
Drain:
NET: ±50 cc kehitaman
A: Tumor colon Descenden
Post laparoskopik hemikolektomi
P: IVFD Nacl:Clinimix + Ivelip 2:1
Ceftriaxone 1gr 2 x 1 IV
Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV
Ketorolac 1 mg 3 x 1 IV
Vit K 3x4 amp IV
Vit C 1x1 amp IV
Hasil laboratorium 2 jam post operasi:
MCH : 30,9 pg
MCHC : 35,2 g/dl
MCV : 87,8 fl
Leukosit : 13.100/mm3
Eritrosit : 3,69 x106/mm3
Hemoglobin : 11,4 gr/dL
Hematokrit : 32,4 %
Trombosit : 294 x103/mm3
23
BAB IV
PEMBAHASAN
A. DIAGNOSIS
Seorang wanita 53 Tahun MRS tanggal 8 Desember 2015 RSUP Prof
Kandou Manado dengan keluhan Sulit BAB. Dari anamnesis didapati sulit BAB
dialami penderita sejak ± 2 minggu yang lalu. Awalnya penderita mengalami
BAB cair ± 2 bulan yang lalu, kemudian BAB menjadi padat seperti kotoran
kambing dan bercampur darah. Didapatkan ada riwayat penurunan berat badan
(+), perut kembung (+), nyeri perut (+).
Dari pemeriksaan rectal toucher didapatkan TSA: cekat, ampula kosong,
mukosa licin, NT (-). Pada sarung tangan terdapat feses (+), lendir (+), darah (+).
Berdasarkan kepustakan, tumor yang berada pada kolon kiri cenderung
mengakibatkan perubahan pola defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks,
perdarahan, mengecilnya ukuran feses, dan konstipasi karena lesi kolon kiri yang
cenderung melingkar mengakibatkan obstruksi. Sakit perut bagian bawah
biasanya berhubungan dengan tumor yang berada pada kolon kiri, yang mereda
setelah buang air besar. Pasien ini biasanya menyadari adanya perubahan pada
pola buang air besar serta adanya darah yang berwarna merah keluar bersamaan
dengan buang air besar. Gejala lain yang jarang adalah penurunan berat badan dan
demam.
B. PENANGANAN
Penanganan pada pasien ini dilakukan operasi hemikolektomi.
C. PROGNOSIS
Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad bonam, apabila ditangani dengan baik dan
benar.
24
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Penderita pada kasus ini didiagnosis dengan Tumor kolon desenden yang
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Diagnosis Tumor kolon desenden didapatkan dari keluhan nyeri perut, BAB
seperti kotoran kambing, perut kembung. Pada pemeriksaan Rectal toucher
didapatkan TSA cekat, ampula kosong, mukosa licin, pada sarung tangan:
terdapat feses, lendir, darah.
Pada prinsipnya penanganan utama tumor kolon desenden adalah
Hemikolektomi.
Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad bonam, apabila ditangani dengan baik dan
benar.
25
Recommended