View
231
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA MALANG
DALAM PENATAAN DAN PENGELOLAAN AREA PERDAGANGAN
ARAFIAH NURMITA
Prodi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang
Jl. Semarang 5 Malang
Email: yayaq_chubby@ymail.com
Abstrak: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena peneliti
menafsirkan fenomena perbedaan antara pedagang Wisata Belanja Tugu yang
menggunakan tenda dan mempunyai kartu tanda anggota sehingga dikatakan
sebagai “pedagang resmi” yang terorganisir dalam Ikatan Pedagang Wisata
Belanja Tugu (IPWBT) dan pedagang yang berjualan di trotoar sebelah barat
Jalan Semeru Malang dianggap sebagai “pedagang tidak resmi” karena tidak
memiliki kartu anggota yang terorganisir dalam Paguyuban Pedagang Kreatif
Semeru Barat (PPKSB). Dalam penelitian ini data diperoleh dari Bagian Hukum
Sekretariat Daerah Kota Malang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang,
Dinas Perhubungan Kota Malang, Satpol PP Kota Malang, dan pengurus
organisasi pedagang bernama Ikatan Pedagang Wisata Belanja Tugu (IPWBT).
Prosedur pengumpulan data menggunakan teknik observasi,wawancara, dan studi
dokument. Berdasarkan hasil penelitian diketahui kondisi keberadaan area
perdagangan Wisata Belanja Tugu adalah: (1) panjang lokasi Wisata Belanja
Tugu sekitar 600 meter; (2) jumlah anggota adalah 459 orang; (3) terdapat
pedagang resmi dan tidak resmi. Kebijakan Pemerintah Kota Malang disusun
dengan alasan; (1) sebagai landasan hukum operasional Wisata Belanja Tugu di
Kota Malang; (2) menambah lapangan pekerjaan di bidang perdagangan; (3)
Wisata Belanja Tugu menjadi ikon objek wisata Kota Malang.
Kata kunci: Kebijakan Pemerintah Kota Malang, Penataan dan Pengelolaan Area
Perdagangan.
A. Latar Belakang Masalah
Penelitian ini khusus menelaah fenomena mengenai penyediaan dan
penataan area perdagangan Wisata Belanja Tugu yang para pedagangnya
tergabung dalam Ikatan Pedagang Wisata Belanja Tugu (IPWBT) di Jalan Semeru
Malang. Berdasarkan penjelasan Machmudi selaku ketua pengurus IPWBT,
pedagang resmi adalah mereka yang sebelum memulai usahanya harus memenuhi
beberapa syarat yang tercantum dalam Surat Keputusan Walikota Malang No.193
Tahun 2003 Tentang Penataan dan Pengelolaan Wisata Belanja Tugu antara lain
mendaftarkan diri di Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang
sebagai pihak penyelenggara dan pengelola Wisata Belanja Tugu agar bisa
mendapatkan kartu tanda anggota dan membeli fasilitas berupa tenda pada
pengurus IPWBT. Pedagang tidak resmi yaitu pedagang yang tidak mendaftarkan
dirinya di Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang dan tidak
mendapatkan ijin resmi sehingga mereka berjualan di trotoar sebelah barat Jalan
Semeru Malang serta di depan Perpustakaan Kota Malang. (Wawancara, 27 Mei
2012).
B. Landasan Teori
Menurut Widodo (2011:14), analisis kebijakan publik dibuat dalam rangka
untuk memecahkan masalah publik yang tumbuh dan berkembang di masyarakat,
mencapai tujuan, dan sasaran tertentu yang diinginkan sehingga kebijakan publik
ini berkaitan dengan apa yang senyatanya dilakukan oleh pemerintah dan bukan
hanya apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah. Menurut Agustino (2008:12),
teori-teori pengambilan keputusan adalah teori rasional-komprehensif, teori
inkremental, dan mixed-scanning theory. Menurut Widodo (2011:16), faktor-
faktor pengambilan keputusan dalam proses kebijakan publik adalah identifikasi
masalah, penyusunan agenda, perumusan, pengesahan, implementasi, dan evaluasi
kebijakan.
Eksistensi pasar sebagai area perdagangan di perkotaan termasuk dalam
sektor informal yang dipandang sebagai arus modernisasi. Modernisasi adalah
proses perubahan yang diintervensi oleh negara kepada individu dan masyarakat
beserta seluruh kelembagaan dengan mengacu pada proses perubahan yang telah
terjadi di negara sedang berkembang dan negara maju (Mustafa, 2008:131).
Konsep penyediaan dan penataan area perdagangan di daerah perkotaan menurut
Widyaningrum (2009:24) antara lain, relokasi, selter knock down, tenda, gerobak,
dan penertiban.
C. Permasalahan Penelitian
1. Kondisi keberadaan area perdagangan Wisata Belanja Tugu di Jalan Semeru
Malang.
2. Kebijakan Pemerintah Kota Malang dalam penataan dan pengelolaan area
perdagangan Wisata Belanja Tugu.
3. Implementasi kebijakan oleh Pemerintah Kota Malang dalam penataan dan
pengelolaan area perdagangan Wisata Belanja Tugu.
4. Respon para pedagang Wisata Belanja Tugu terhadap kebijakan Pemerintah
Kota Malang.
D. Harapan Hasil Penelitian
1. Bagi Pemerintah Kota Malang: memberikan gambaran kondisi keberadaan area
perdagangan Wisata Belanja Tugu Malang dan alternatif kebijakan dalam
menerapkan aturan mengenai penataan dan pengelolaan area perdagangan
2. Bagi Peneliti: menambah pengetahuan mengenai kebijakan Pemerintah Kota
Malang dalam penataan dan pengelolaan area perdagangan Wisata Belanja
Tugu di Jalan Semeru Malang dan respon dari para pedagang terhadap
kebijakan tersebut.
3. Bagi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan: menambah informasi dan menjadi
referensi bagi mahasiswa-mahasiswi jurusan Hukum dan Kewarganegaraan
dalam bidang pemerintahan dan kebijakan publik.
METODE
Penelitian yang membahas Kebijakan Pemerintah Kota Malang Dalam
Penataan dan Pengelolaan Area Perdagangan Wisata Belanja Tugu di Jalan
Semeru Malang menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian ini
menafsirkan fenomena yang terjadi dalam lingkungan masyarakat dengan
menggunakan berbagai metode yaitu observasi, wawancara, dan studi dokument.
Fenomena yang dimaksud adalah perbedaan antara para pedagang Wisata Belanja
Tugu yang menggunakan tenda dan mempunyai kartu tanda anggota pedagang
sehingga dikatakan sebagai “pedagang resmi” oleh Bapak Machmudi selaku
Ketua Ikatan Pedagang Wisata Belanja Tugu (IPWBT) dengan pedagang yang
berjualan di trotoar sebelah barat Jalan Semeru Malang yang dianggap sebagai
“pedagang tidak resmi” oleh Satpol PP Kota Malang karena tidak memiliki kartu
anggota. Selain itu, prosedur penelitian menghasilkan data berupa kata-kata
tertulis atau lisan berdasarkan wawancara pada orang-orang dan prilaku yang
diamati yaitu para pedagang resmi dan tidak resmi, pihak penanggungjawab
organisasi pedagang, dan Satpol PP Kota Malang.
Menurut Moleong (2007:248), analisis data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-
milah data menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan sesuatu
yang penting untuk dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan
kepada orang lain. Tahap analisis data yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan
fokus hasil penelitian di lapangan melalui observasi dengan melakukan
wawancara dan dokumentasi, maka pada tahap ini peneliti telah menemukan
karakteristik, kontras-kontras/perbedaan dan kesamaan antar kategori, serta
menemukan hubungan antara satu kategori dengan kategori yang lain. Kategori-
kategori tersebut adalah karakteristik dari perbedaan dan kesamaan antara
pedagang resmi dan tidak resmi Wisata Belanja Tugu, misalnya pedagang resmi
dalam melakukan kegiatan jual-beli menggunakan fasilitas berupa tenda dan
memperoleh tempat yang permanen atau tetap sedangkan pedagang tidak resmi
berjualan di trotoar sebelah barat Jalan Semeru Malang tanpa tenda dan
menggunakan fasilitas seadanya seperti tikar dan meja. Kemudian hubungan
antara kategori adalah hubungan antara Satpol PP Kota Malang yang selalu
menjaga keamanan dan ketertiban area perdagangan Wisata Belanja Tugu serta
pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang sebagai pihak
penyelenggara dan pengelola Wisata Belanja Tugu berdasarkan Surat Keputusan
Walikota Malang dan Dinas Perhubungan sebagai pihak yang berperan dalam
pengaturan parkir dan pengalihan arus lalu lintas di Jalan Semeru Malang.
Pengecekan keabsahan temuan antara lain, ketekunan/keajegan pengamatan
bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasai yang sangat
relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan
diri pada hal-hal tersebut secara rinci (Moleong, 2007:329).
Ketekunan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti adalah setiap hari
Minggu peneliti mendatangi area perdagangan Wisata Belanja Tugu di Jalan
Semeru Malang untuk melihat kondisi keberadaan dan daya tampung pedagang
Wisata Belanja Tugu. Tahap-tahap penelitian secara umum terbagi atas tahap pra-
lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data (Moleong, 2007:127)
antara lain, peneliti menyusun rancangan penelitian berupa lokasi dan waktu yang
akan digunakan serta rumusan masalah dalam penelitian kualitatif yang
membahas kebijakan Pemerintah Kota Malang dalam penataan dan pengelolaan
area perdagangan Wisata Belanja Tugu di Jalan Semeru Malang. Peneliti memilih
lapangan penelitian yaitu area perdagangan Wisata Belanja Tugu di Jalan Semeru
Malang, mengurus perizinan berupa surat izin penelitian dari pihak Universitas
Negeri Malang yang akan ditujukan kepada pihak Walikota Malang, Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata, dan Satpol PP Kota Malang, menjajaki dan menilai
lapangan. Peneliti memilih dan memanfaatkan informan yaitu para pedagang
beserta ketua organisasi pedagang sebagai pihak penanggungjawab dalam
penarikan uang kebersihan dan retribusi terhadap para pedagang Wisata Belanja
Tugu, Walikota Malang yang mengeluarkan aturan berupa Surat Keputusan
mengenai penataan dan pengelolaan area perdagangan Wisata Belanja Tugu,
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang sebagai penyelenggara
diadakannya Wisata Belanja Tugu, pihak Satpol PP Kota Malang sebagai
penanggungjawab keamanan dan ketertiban area perdagangan Wisata Belanja
Tugu, dan pihak Dinas Perhubungan Kota Malang yang bertugas dalam
pengelolaan parkir dan arus lalu lintas di Jalan Semeru Malang. Peneliti
menyiapkan perlengkapan penelitian antara lain kamera dan telepon genggam
sebagai alat untuk merekam hasil observasi dan wawancara dalam bentuk foto dan
suara. Tahap pekerjaan lapangan dilakukan peneliti dengan memasuki lapangan
atau lokasi penelitian yaitu mendatangi area perdagangan Wisata Belanja Tugu di
Jalan Semeru Malang pada hari Minggu tanggal 23 Oktober dan 20 November
2011, 20 Mei 2012, tanggal 3, 10, 17 Juni 2012, tanggal 15 dan 29 Juli 2012,
tanggal 16, 23, 30 September 2012, dan tanggal 14 Oktober 2012.
HASIL
Kondisi Keberadaan Area Perdagangan Wisata Belanja Tugu Di Jalan
Semeru Malang
Wisata Belanja Tugu merupakan salah satu obyek wisata belanja di Kota
Malang yang menyediakan berbagai jenis wisata kuliner, kerajinan dan souvenir,
segala macam kebutuhan rumah tangga, dan produk unggulan Kota Malang
seperti batik dan jajanan khas Malang setiap hari Minggu sejak pukul 06.00
sampai 11.00 WIB di Jalan Semeru Malang. Panjang lokasi Wisata Belanja Tugu
sekitar 600 meter. Organisasi pedagang Wisata Belanja Tugu bernama Ikatan
Pedagang Wisata Belanja Tugu (IPWBT) berakte notaris: Eko Cahyono, SH
Nomor 26 tanggal 15 Juli 2004 diketuai oleh Dimyati Suheru, SH, M.Hum. Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata ditunjuk oleh Pemerintah Kota Malang untuk
mengelola dan membina dikarenakan area perdagangan Wisata Belanja Tugu.
Aturan bagi pedagang agar dapat berjualan di area perdagangan Wisata
Belanja Tugu sehingga dapat menjadi pedagang resmi adalah mendaftarkan diri di
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang dengan membawa foto kopi KTP
yang berdomisili di Kota Malang, menyerahkan foto ukuran 3 x 4 cm sebanyak
dua lembar, dan melampirkan jenis barang yang diperdagangkan agar
memperoleh Kartu Tanda Anggota (KTA). Selain itu, para pedagang harus
membeli tenda berbentuk tugu yang disediakan oleh IPWBT seharga
Rp1.500.000,00 sebagai fasilitas saat berjualan. Seluruh pedagang juga harus
membayar biaya retribusi Rp4.700,00 dan iuran kebersihan Rp2.500,00. Pedagang
Wisata Belanja Tugu dibagi dalam beberapa kelompok sesuai dengan warna tenda
yang disebut blok warna guna memudahkan pengawasan dan koordinasi. Blok
warna tersebut antara lain, hijau putih, hijau merah, orange hitam, biru putih, biru
tua merah, merah kuning, ungu kuning, dan ungu putih.
Gambar 1 Kondisi keberadaan area perdagangan Wisata Belanja Tugu.
Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjumlah sekitar 53 orang terorganisir
dalam Paguyuban Pedagang Kreatif Semeru Barat (PPKSB) berjualan di trotoar
sebelah barat Jalan Semeru Malang tanpa menggunakan tenda, hanya
menggunakan peralatan seadanya seperti tikar menyebabkan kondisi area
perdagangan Wisata Belanja Tugu terlihat semrawut karena mereka menggelar
dagangannya mulai dari depan gapura Wisata Belanja Tugu sampai di depan
Perpustakaan Kota Malang. Seluruh pedagang PPKSB tidak memiliki Kartu
Tanda Anggota (KTA), izin dan tempat yang legal dalam berjualan sehingga oleh
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan Satpol PP Kota Malang mereka dikatakan
sebagai pedagang tidak resmi yang tidak wajib membayar biaya retribusi dan
iuran kebersihan. Hal tersebut berdasarkan penjelasan Muntiari selaku Komandan
Pleton I Seksi Ketertiban Bidang Trantib Satpol PP Kota Malang yang
menyatakan bahwa:
Pedagang di trotar Jalan Semeru Malang itu adalah Pedagang Kaki Lima
(PKL) yang tidak masuk dalam daftar pedagang Wisata Belanja Tugu. Jadi
Mereka tidak harus membayar biaya retribusi dan iuran kebersihan kepada
pihak Pemerintah Kota Malang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Para
PKL ini membentuk paguyuban bernama Paguyuban Pedagang Kreatif
Semeru Barat (PPKSB). Jumlah mereka sangat banyak sehingga terkesan
tidak beraturan karena selain berjualan di trotoar mereka juga
menggunakan sedikit badan jalan. (Wawancara, 23 Oktober 2011).
Gambar 2 Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Semeru Malang.
Kebijakan Pemerintah Kota Malang Dalam Penataan Dan Pengelolaan Area
Perdagangan Bagi Para Pedagang Wisata Belanja Tugu Di Jalan Semeru
Malang
H. Suyitno selaku Walikota Malang pada tahun 2003 mengeluarkan Surat
Keputusan Nomor 193 Tentang Penataan Dan Pengelolaan Wisata Belanja Tugu.
Rasionalitas atau alasan yang menjadi identifikasi masalah dalam penyusunan
Surat Keputusan Walikota Malang tersebut antara lain:
a. Sebagai landasan hukum atau legalitas operasional.
b. Menambah lapangan pekerjaan dan menampung Pelaku Usaha Kecil Menengah
(UKM).
c. Wisata Belanja Tugu sebagai ikon wisata belnaj Kota Malang.
d. Penetapan Jumlah Pedagang dan Lokasi.
e. Pemberlakuan Aturan Bagi Pedagang Wisata Belanja Tugu.
f. Mengatur Hak dan Kewajiban Pedagang
Implementasi Kebijakan Penataan Dan Pengelolaan Area Perdagangan
Wisata Belanja Tugu Di Jalan Semeru Malang Oleh Pemerintah Kota
Malang
Implementasi kebijakan penataan dan pengelolaan area perdagangan
Wisata Belanja Tugu di Jalan Semeru Malang oleh Pemerintah Kota Malang
dilakukan dengan kerjasama antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKDP) dan
pengurus organisasi pedagang bernama Ikatan Pedagang Wisata Belanja Tugu
(IPWBT) melalui beberapa cara antara lain:
a. Kerjasama Pemerintah Kota Malang Dengan Organisasi Pedagang
Implementasi kebijakan penataan dan pengelolaan area perdagangan
Wisata Belanja Tugu di Jalan Semeru Malang yang tercantum dalam Surat
Keputusan Walikota Malang Nomor 193 Tahun 2003 dilakukan oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang bekerjasama dengan Organisasi Ikatan
Pedagang Wisata Belanja Tugu (IPWBT) antara lain pengadaan fasilitas berupa
tenda, mengurus pendaftaran anggota pedagang Wisata Belanja Tugu, pengadaan
Kartu Tanda Anggota (KTA) dan seragam saat berjualan bagi para pedagang
resmi yang berjualan menggunakan tenda, penarikan biaya retribusi sebesar Rp
4.700,00 dan iuran kebersihan Rp 2.500,00, pembuatan dan pemasangan gapura
bertuliskan Wisata Belanja Tugu, dan pengadaaan stand jaga bagi Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang serta stand promosi bagi masyarakat
ataupun pabrik yang ingin memasarkan produknya setiap hari Minggu.
Gambar 3 Pengadaan Gapura dan Kartu Tanda Anggota (KTA).
b. Kerjasama Antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Implementasi kebijakan yang tercantum dalam Surat Keputusan Walikota
Malang Nomor 193 Tahun 2003 Tentang Penataan Dan Pengelolaan Wisata
Belanja Tugu dilakukan melalui kerjasama antar Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKDP) yaitu Bagian Hukum Kota Malang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Malang, Walikota Malang, dan Sekretaris Daerah Kota Malang sebagai
pihak yang berwenang merumuskan, mengesahkan, dan mengundangkan Surat
Keputusan Walikota Malang tersebut.
Kerjasama antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tercantum dalam
Pasal 15 Surat Keputusan Walikota Malang Nomor 193 Tahun 2003 Tentang
Penataan Dan Pengelolaan Wisata Belanja Tugu yang berisi sebagai berikut:
1) Menunjuk Kepala Dinas Pariwisata sebagai pengelola Wisata Belanja Tugu;
2) Menunjuk Kepala Kantor Satuan Polisi Pamong Praja sebagai
penanggungjawab keamanan dan ketertiban serta penyidikan terhadap
pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3) Menunjuk Kepala Dinas Perhubungan sebagai penanggungjawab parkir akibat
dari pelaksanaan Wisata Belanja Tugu.
c. Relokasi Pedagang
Area perdagangan Wisata Belanja Tugu mengalami beberapa kali proses
relokasi pedagang yaitu relokasi pertama di lapangan bola Stadion Gajayana
Malang pada tahun 2007 selama satu tahun, pertengahan tahun 2008 sampai akhir
tahun 2009 para pedagang Wisata Belanja Tugu bertempat di lingkungan Hutan
Kota Malabar Jalan Simpang Balapan dan Jalan Merbabu kurang lebih 18 bulan,
pada tahun 2009 Wisata Belanja Tugu ditempatkan di kawasan militer Lapangan
Rampal selama satu bulan, dan terkahir berdasarkan Peraturan Walikota tahun
2009 yang sedang dalam proses penyusunan maka Wisata Belanja Tugu
direlokasi ke sepanjang Jalan Semeru Malang.
d. Penataan Lokasi Perdagangan
Bagian Hukum Kota Malang dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Malang bekerjasama dengan Organisasi Ikatan Pedagang Wisata Belanja Tugu
(IPWBT) dalam penataan dan pembenahan letak tenda atau stand pedagang yang
diatur berdasarkan jenis barang dagangan, misalnya tenda makanan disejajarkan
dalam satu blok sehingga tidak berada dekat dengan tenda pakaian,
e. Menjaga Keamanan dan Ketertiban
Pemerintah Kota Malang berupaya menjaga kenyamanan pedagang dan
pengunjung dalam melakukan kegiatan jual-beli di area Wisata Belanja Tugu
dengan menunjuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Malang setiap
hari Minggu untuk melakukan kontrol dan penjagaan keamanan dan ketertiban
yang disebabkan oleh keramaian pengunjung sehingga adanya orang-orang tidak
berkepentingan ikut masuk dalam area perdagangan Wisata Belanja Tugu seperti
pengemis dan pengamen.
f. Pengaturan Jalan dan Parkir
Pemerintah Kota Malang berupaya melakukan pengaturan parkir dan
pengalihan arus lalu lintas di Jalan Semeru Malang setiap hari Minggu dengan
menugaskan Dinas Perhubungan Kota Malang untuk mengatasi permasalahan
tersebut agar pelaksanaan kegiatan Wisata Belanja Tugu berjalan lancar dan tertib.
Evaluasi kebijakan merupakan langkah akhir setelah implementasi
kebijakan dilakukan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang,
Dinas Perhubungan Kota Malang, Satpol PP Kota Malang, dan pengurus
organisasi pedagang bernama Ikatan Pedagang Wisata Belanja Tugu (IPWBT)
dengan melakukan rapat koordinasi membahas penetapan fasilitas, jumlah
pedagang, kekurangan dan kelebihan saat melaksanakan koordinasi kerja antara
pihak-pihak terkait di lokasi Wisata Belanja Tugu serta megajukan kepada Bagian
Hukum Kota Malang agar segera menyusun dan menerbitkan Peraturan Walikota
yang mengatur Wisata Belanja Tugu di Jalan Semeru Malang karena sampai saat
ini penyelenggaraan Wisata Belanja Tugu masih berpedoman pada peraturan
dalam Surat Keputusan Walikota saat lokasi kegiatan Wisata Belanja Tugu masih
di areal parkir Stadion Gajayana Malang.
Respon Pedagang Wisata Belanja Tugu Terhadap Kebijakan Pemerintah
Kota Malang Mengenai Penataan Dan Pengelolaan Area Perdagangan
Wisata Belanja Tugu Di Jalan Semeru Malang
Area perdagangan Wisata Belanja Tugu merupakan salah satu tempat yang
disediakan oleh Pemerintah Kota Malang bagi masyarakat yang ingin membuka
usaha di bidang perdagangan. Syarat-syarat untuk dapat berjualan dan menjadi
anggota Ikatan Pedagang Wisata Belanja Tugu (IPWBT) dan memiliki Kartu
Tanda Anggota (KTA) tercantum dalam Pasal 8 Surat Keputusan Walikota
Malang Nomor 193 Tahun 2003 Tentang Penataan Dan Pengelolaan Wisata
Belanja Tugu antara lain foto kopi KTP yang berdomisili di Kota Malang,
menyerahkan foto ukuran 3 x 4 cm sebanyak dua lembar, melampirkan jenis
barang yang diperdagangkan kepada pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Malang, membeli tenda seharga seharga Rp 1.500.000,00. Setiap hari
Minggu pedagang yang menggunakan tenda harus membayar iuran kebersihan
sebesar Rp 2.500,00 dan retribusi Rp 4.700,00 sehingga dapat tergolong sebagai
pedagang resmi Wisata Belanja Tugu.
Permasalah muncul ketika jumlah tenda atau stand yang disediakan oleh
pengurus organisasi Ikatan Pedagang Wisata Belanja Tugu (IPWBT) terbatas
sedangkan permintaan untuk menfasilitasi para pedagang dengan tenda tersebut
selalu meningkat, sehingga pedagang yang tidak mendapatkan tenda berjualan di
trotoar sebelah barat Jalan Semeru sampai depan Perpustakaan Kota Malang.
Tidak ada syarat khusus bagi para pedagang yang berjualan di trotoar sebelah
barat Jalan Semeru Malang yang terorganisir dalam Paguyuban Pedagang Kreatif
Semeru Barat (PPKSB) agar dapat berjualan di sekitar area Wisata Belanja Tugu.
Mereka hanya mengumpulkan iuran kebersihan sebesar Rp5000,00 kepada
Nurhadi selaku ketua PPKSB yang digunakan untuk membeli sapu dan tempat
sampah. Respon para pedagang tidak resmi (PPKSB) dan pedagang resmi
(IPWBT) terhadap kebijakan Pemerintah Kota Malang dan pengurus organisasi
pedagang Wisata Belanja Tugu yang tercantum dalam Surat Keputusan Walikota
Malang Nomor 193 Tahun 2003 Tentang Penataan Dan Pengelolaan Wisata
Belanja Tugu sebagai berikut:
A. Respon pedagang tidak resmi (PPKSB) terhadap kebijakan Pemerintah Kota
Malang
1) Kebijakan pemerintah kota malang tidak adil
2) Diskriminasi pemberian fasilitas
3) Pedagang PPKSB berharap memperoleh fasilitas dan tempat berjualan tetap
4) Melakukan protes terhadap kebijakan ke kantor dprd kota malang
5) Pedagang di trotoar sebelah barat jalan semeru malang mendirikan oganisasi
paguyuban pedagang kreatif semeru barat (PPKSB).
B. Respon pedagang tidak resmi (PPKSB) terhadap pedagang resmi Wisata
Belanja Tugu (IPWBT)
Pedagang tidak resmi (PPKSB) menginginkan adanya pergantian pedagang
resmi (IPWBT) yang lama dengan para pedagang baru (PPKSB).
Reaksi atau respon negatif para pedagang PPKSB tersebut ditanggapi oleh
pihak Komisi B DPRD Kota Malang, Dinas Kebudayan dan Pariwisata Kota
Malang, dan Satpol PP Kota Malang. Mereka mendapatkan solusi yaitu para
pedagang PPKSB tidak dilarang menggelar dagangannya di trotoar sebelah barat
Jalan Semeru Malang setiap hari Minggu selama kegiatan Wisata Belanja Tugu
dilaksanakan namun jangan sampai mengganggu ketertiban lalu lintas dan tetap
menjaga kebersihan.
C. Respon pedagang resmi wisata belanja tugu (IPWBT) terhadap kebijakan
pemerintah kota malang
1) Pedagang IPWBT menyetujui dan mengeluhkan kebijakan pemeritah kota
malang
2) Pedagang IPWBT mengeluhkan pelaksanaan kebijakan oleh pemeritah kota
malang
D. Respon pedagang resmi wisata belanja tugu (IPWBT) terhadap pedagang tidak
resmi (PPKSB)
1) Pedagang IPWBT menganggap keberadaan pedagang PPKSB tidak enak
dipandang.
2) Pedagang IPWBT menganggap keberadaan pedagang PPKSB mengganggu lalu
lintas.
PEMBAHASAN
Kondisi Keberadaan Area Perdagangan Wisata Belanja Tugu Di Jalan
Semeru Malang
Area perdagangan Wisata Belanja Tugu merupakan suatu aktifitas sektor
informal yang dibentuk dari hasil kerjasama antara Pemerintah Kota Malang dan
pengurus organisasi pedagang bernama Ikatan Pedagang Wisata Belanja Tugu
(IPWBT) yang berakte notaris : Eko Cahyono, SH Nomor 26 tanggal 15 Juli 2004
diketuai oleh Dimyati Suheru, SH, M.Hum dengan jumlah anggota pedagang 459
orang. Kondisi keberadaan Wisata Belanja Tugu berdasarkan pada konsep
penyediaan dan penataan area perdagangan di daerah perkotaan menurut
Widyaningrum (2009:24) secara garis besar antara lain:
1. Relokasi
Kegiatan relokasi dilakukan apabila tidak tersedia lahan di lokasi awal dan
jumlah pedagang sangat banyak. Area perdagangan Wisata Belanja Tugu
mengalami beberapa kali proses relokasi, antara lain areal parkir Stadion
Gajayana, lingkungan Hutan Kota Malabar Jalan Simpang Balapan dan Jalan
Merbabu kurang lebih 18 bulan antara pertengahan tahun 2008 sampai akhir tahun
2009, Lapangan Rampal selama satu bulan, dan terakhir di sepanjang Jalan
Semeru Malang.
2. Tenda
Tenda diberlakukan pada wilayah yang lahannya tersedia. Pemerintah
Kota Malang bekerja sama dengan pengurus organisasi pedagang Wisata Belanja
Tugu bernama Ikatan Pedagang Wisata Belanja Tugu (IPWBT) dalam urusan
penyediaan tenda sebagai fasilitas yang harus digunakan saat berjualan. Tenda
atau stand dengan lebar 2 x 3 m dan luas lokasi penggunaan tenda 500/m² dijual
kepada pedagang seharga Rp1.500.000,00.
3. Penertiban
Penertiban sebagai langkah terakhir jika pedagang tetap membandel tidak
mau mengikuti program penataan oleh pemerintah kota. Penertiban dilakukan
oleh pihak Satpol PP Kota Malang terhadap para pedagang di trotoar sebelah barat
Jalan Semeru Malang yang terorganisir dalam Paguyuban Pedagang Kreatif
Semeru Barat (PPKSB) karena mereka tetap tidak mau pindah atau berhenti
berjualan di trotoar sebelah barat Jalan Semeru Malang. Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Malang kemudian bekerjasama dengan pihak Satpol PP Kota
Malang untuk menggusur mereka secara paksa dan melarang para pedagang
PPKSB ini berjualan di trotoar Jalan Semeru Malang dengan alasan untuk
menjaga ketertiban lalu lintas.
Selain pedagang resmi terdapat Pedagang Kaki Lima (PKL) yang
berjualan di trotoar sebelah barat Jalan Semeru Malang tanpa menggunakan tenda.
Keberadaan PKL berjumlah sekitar 53 orang yang terorganisir dalam Paguyuban
Pedagang Kreatif Semeru Barat (PPKSB) tersebut tidak tertata rapi. Seluruh
pedagang PPKSB tidak memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA), izin dan tempat
yang legal dalam berjualan sehingga oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan
Satpol PP Kota Malang mereka dikatakan sebagai pedagang tidak resmi yang
tidak wajib membayar biaya retribusi dan iuran kebersihan kepada Pemerintah
Kota Malang.
Akibat yang timbul dari adanya Pedagang Kaki Lima (PKL) di wilayah
perkotaan salah satunya adalah kemacetan dan ketidaktertiban lalu lintas sehingga
keadaan jalan nampak seperti ”pasar tumpah”. Istilah pasar tumpah dipakai untuk
menyebut para PKL yang berdagang hingga ke badan jalan raya. Umumnya lokasi
pasar tumpah dekat dengan pasar tradisional (Permadi, 2007:18).
Kebijakan Pemerintah Kota Malang Dalam Penataan Dan Pengelolaan Area
Perdagangan Bagi Para Pedagang Wisata Belanja Tugu Di Jalan Semeru
Malang
Kebikjakan yang tercantum dalam penyusunan Surat Keputusan Walikota
Nomor 193 Tahun 2003 Tentang Penataan Dan Pengelolaan Wisata Belanja Tugu
disusun dengan alas an sebagai landasan hukum atas izin operasional kegiatan
Wisata Belanja Tugu di Kota Malang agar terselenggara secara legal dan
menambah pekerjaan khususnya di bidang perdagangan. Tindakan legalitas
kegiatan Wisata Belanja Tugu melalui jalur hukum berkaitan dengan program
Pemerintah Kota Malang dan organisasi pedagang bernama Ikatan Pedagang
Wisata Belanja Tugu (IPWBT) dalam upaya formalisasi Pedagang Kaki Lima
(PKL) dan pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) yang biasanya berjualan di
trotoar jalan dan taman. Menurut Sarjono (2005:200), pemerintah kota memahami
formalisasi sebagai berikut:
1. Kondisi tertib.
2. Diperolehnya pajak, artinya dengan formalisasi ini pemerintah kota dapat
menarik pajak yang berarti akan memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang lebih besar..
3. Keadilan Sosial, artinya dengan formalisasi pemerintah kota dapat
menghilangkan rasa kecemburuan sosial dan opini negatif Pedagang Kaki
Lima (PKL) yang menganggap pemerintah kota hanya memihak kepada
pengusaha toko swalayan dalam hal tempat usaha yang strategis.
Alasan lain dasar penyusunan Surat Keputusan Walikota Nomor 193
Tahun 2003 Tentang Penataan Dan Pengelolaan Wisata Belanja Tugu adalah
penataan dan pengelolaan area perdagangan Wisata Belanja Tugu dianggap
penting oleh Pemerintah Kota Malang khususnya Walikota Malang, Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang, dan pengurus organisasi pedagang
bernama Ikatan Pedagang Wisata Belanja Tugu (IPWBT) karena Wisata Belanja
Tugu telah menjadi ikon dalam pengembangan kepariwisataan yaitu objek wisata
minat khusus sebagai salah satu daya tarik wisata belanja yang ramai dikunjungi
oleh masyarakat dari dalam dan luar Kota Malang. Pernyataan tersebut
berdasarkan penjelasan Mustafa (2008:131) bahwa eksistensi pasar sebagai area
perdagangan di perkotaan termasuk dalam sektor informal yang dipandang
sebagai arus modernisasi dan dikarenakan masyarakat modern yang tinggal di
wilayah perkotaan memusatkan perhatian pada pasar dalam kegiatan produksi,
distribusi, dan promosi serta terutama pada uang sebagai alat tukar.
Pihak-pihak yang merumuskan aturan dalam surat keputusan tersebut
adalah Bagian Hukum Sekretariat Daerah dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Malang. Proses penyusunan Surat Keputusan Walikota Malang Nomor 193
Tahun 2003 Tentang Penataan Dan Pengelolaan Wisata Belanja Tugu
menghabiskan waktu sekitar dua bulan kemudian disahkan di Kota Malang pada
tanggal 24 Juli 2003 oleh Walikota Malang, H. Suyitno dan diundangkan oleh
Sekretaris Daerah Kota Malang, Muhammad Nur, SH, M.Si pada tanggal 26 Juli
2003. Pernyatan ini sesuai dengan pendapat Widodo (2011:16) mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam proses kebijakan
publik meliputi beberapa hal berikut:
1. Identifikasi Masalah Kebijakan (identification of policy problem)
Identifikasi masalah kebijakan dapat dilakukan melalui identifikasi apa yang
menjadi tuntutan masyarakat atas tindakan pemerintah. Identifikasi masalah
dalam penyusunan Surat Keputusan Walikota Malang Nomor 193 Tahun 2003
Tentang Penataan Dan Pengelolaan Wisata Belanja Tugu adalah sebagai
landasan hukum agar Wisata Belanja Tugu terselenggara secara legal dan
memeratakan kesempatan berusaha serta lapangan kerja untuk meningkatkan
kesejahteraan msayarakat.
2. Penyusunan Agenda (agenda setting)
Penyusunan agenda merupakan aktivitas dalam memfokuskan perhatian pada
pejabat publik dan media masa atas keputusan apa yang akan diputuskan
terhadap masalah publik tertentu. Penyusunan agenda kebijakan Pemerintah
Kota Malang dalam Surat Keputusan Walikota Nomor 193 Tahun 2003
Tentang Penataan Dan Pengelolaan Wisata Belanja Tugu terfokus pada
kegiatan perdagangan berbentuk pasar yang memiliki peranan penting dalam
pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor informal.
3. Perumusan Kebijakan (policy formulation)
Perumusan kebijakan merupakan tahapan pengusulan rumusan kebijakan
melalaui inisiasi dan penyusunan usulan kebijakan melalui organisasi
perencanaan kebijakan, kelompok kepentingan, birokrasi pemerintah, presiden,
dan lembaga legislatif. Perumusan kebijakan dalam penyusunan Surat
Keputusan Walikota Malang Nomor 193 Tahun 2003 Tentang Penataan Dan
Pengelolaan Wisata Belanja Tugu pada bulan Mei tahun 2003 diawali dengan
rapat terbuka antara Sekretaris Daerah Kota Malang, pegawai Bagian Hukum
Kota Malang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang, Dinas
Perhubungan Kota Malang, dan Satpol PP Kota Malang pada bulan Mei tahun
2003yang menghabiskan waktu sekitar dua bulan tanpa melibatkan oknum
pedagang.
4. Pengesahan Kebijakan (legitimating of policy)
Pengesahan kebijakan melalui tindakan politik oleh partai politik, kelompok
penekan, presiden, dan kongres. Pengesahan kebijakan dalam Surat Keputusan
Walikota Malang Nomor 193 Tahun 2003 Tentang Penataan Dan Pengelolaan
Wisata Belanja Tugu dilaksanakan di Kota Malang pada tanggal 24 Juli 2003
oleh Walikota Malang, Bapak H. Suyitno dan diundangkan oleh Sekretaris
Daerah Kota Malang, Bapak Muhammad Nur, SH, MS.i pada tanggal 26 Juli
2003.
Implementasi Kebijakan Penataan Dan Pengelolaan Area Perdagangan
Wisata Belanja Tugu Di Jalan Semeru Malang Oleh Pemerintah Kota
Malang
Implementasi kebijakan dalam Surat Keputusan Walikota Malang Nomor
193 Tahun 2003 Tentang Penataan dan Pengelolaan Wisata Belanja Tugu yang
dilakukan oleh Pemerintah Kota Malang bekerjasama dengan pengurus organisasi
pedagang bernama Ikatan Pedagang Wisata Belanja Tugu (IPWBT) adalah
penataan dan pembenahan letak tenda atau stand pedagang berdasarkan jenis
barang dagangan, misalnya tenda makanan disejajarkan dalam satu deretan dan
tidak berada dekat dengan tenda pakaian. Evaluasi kebijakan dilakukan oleh pihak
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang bersama pengurus organisasi
pedagang bernama Ikatan Pedagang Wisata Belanja Tugu (IPWBT) dengan
melakukan rapat koordinasi membahas penetapan fasilitas, jumlah pedagang, dan
pengadaan seragam saat berjualan bagi seluruh pedagang Wisata Belanja Tugu
serta megajukan kepada pihak Walikota Malang agar segera menyusun dan
menerbitkan Peraturan Walikota yang mengatur Wisata Belanja Tugu di Jalan
Semeru Malang. Pernyatan ini berdasarkan beberapa faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan dalam proses kebijakan publik menurut Widodo
(2011:16) sebagai berikut:
1. Implementasi Kebijakan (policy implementation)
Implementasi kebijakan dilakukan melalui birokrasi, anggaran publik, dan
aktivitas agen eksekutif yang terorganisasi. Implementasi kebijakan publik yang
tercantum dalam Surat Keputusan Walikota Malang Nomor 193 Tahun 2003
Tentang Penataan dan Pengelolaan Wisata Belanja Tugu dilaksanakan oleh pihak-
pihak yang terkait dengan eksistensi Wisata Belanja Tugu antara lain Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang, Dinas Perhubungan Kota Malang,
Satpol PP Kota Malang, dan pengurus organisasi pedagang bernama Ikatan
Pedagang Wisata Belanja Tugu (IPWBT) dengan melakukan kerjasama seperti
pengaturan letak tenda atau stand berdasarkan jenis barang dagangan, menjaga
kebersihan melalui pengadaan beberapa tong sampah di sekitar blok warna tenda
pedagang, dan pengadaan stand informasi bagi pengunjung yang kehilangan
barang berharga di area Wisata Belanja Tugu, menyediakan lokasi parkir yang
luas serta penugasan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Malang untuk
menjaga keamanan dan ketertiban dalam area perdagangan Wisata Belanja Tugu.
2. Evaluasi Kebijakan (policy evaluation)
Evaluasi kebijakan dilakukan oleh lembaga pemerintah sendiri, konsultan
di luar pemerintah, pers, dan masyarakat (publik). Evaluasi setelah melakukan
penerapan kebijakan publik yang tercantum dalam Surat Keputusan Walikota
Malang Nomor 193 Tahun 2003 Tentang Penataan dan Pengelolaan Wisata
Belanja Tugu dengan melakukan rapat terbuka antara Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Malang, Dinas Perhubungan Kota Malang, Satpol PP Kota
Malang dengan pengurus organisasi Ikatan Pedagang Wisata Belanja Tugu
(IPWBT) membahas penetapan fasilitas berupa tenda, jumlah pedagang, dan
pengadaan seragam saat berjualan bagi pedagang resmi Wisata Belanja Tugu.
Respon Para Pedagang Wisata Belanja Tugu Terhadap Kebijakan
Pemerintah Kota Malang Mengenai Penataan Dan Pengelolaan Area
Perdagangan Di Jalan Semeru Malang
Pedagang di sepanjang trotoar sebelah barat Jalan Semeru Malang yang
terorganisir dalam Paguyuban Pedagang Kreatif Semeru Barat (PPKSB)
menganggap kebijakan Pemerintah Kota Malang dan pengurus organisasi
pedagang Wisata Belanja Tugu tersebut tidak adil karena pemerintah tidak
memberikan fasilitas dan lokasi bagi mereka untuk berjualan sehingga para
pedagang PPKSB tersebut terpaksa menggelar dagangannya di trotoar sebelah
barat Jalan Semeru Malang dengan peralatan seadanya seperti tikar dan meja.
Selain itu para pedagang PPKSB pernah disuruh pindah dan berhenti berdagang
oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan Satpol PP Kota Malang. Para
pedagang PPKSB kemudian mengadukan nasib mereka ke Komisi B DPRD Kota
Malang meminta agar mereka diberikan fasilitas berupa tenda atau stand untuk
bisa ikut berdagang di Wisata Belanja Tugu Malang. Tidak ada syarat khusus bagi
para pedagang PPKSB agar dapat berjualan di sekitar area Wisata Belanja Tugu.
Mereka hanya mengumpulkan iuran kebersihan sebesar Rp 5000,00 kepada ketua
paguyuban PPKSB bernama Nurhadi yang digunakan untuk membeli sapu dan
tempat sampah. Harapan seluruh pedagang PPKSB kedepannya adalah ingin tetap
diperbolehkan berjualan di trotoar Jalan Semeru Malang hanya satu minggu sekali
saja dan tidak satu hari penuh cuma sampai pukul 11.00 WIB.
Salah satu pedagang PPKSB menyesalkan kebijakan Pemerintah Kota
Malang tersebut karena penduduk Kota Malang tidak hanya berjumlah 459 orang
tetapi tidak dipilih pedagang-pedagang yang benar-benar dapat masuk ke dalam
menjadi pedagang resmi Wisata Belanja Tugu dan menginginkan adanya seleksi
yang dilakukan Pemerintah Kota Malang yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Malang bekerjasama dan para pengurus organisasi Ikatan Pedagang Wisata
Belanja Tugu (IPWBT) untuk mengganti pedagang lama dengan pedagang baru
yang ingin masuk ke dalam menjadi pedagang resmi Wisata Belanja Tugu.
Harapan mereka selanjutnya adalah ingin diberi fasilitas berupa tenda untuk
berjualan.
Respon para pedagang PPKSB di atas bertentangan dengan definisi
Indiahono (2009:55) mengenai kebijakan publik yang merupakan ranah tempat
bergantung banyak pihak untuk peyelesaian masalah publik secara rasional dan
dapat diterima oleh berbagai kelompok kepentingan yang terlibat. Kebijakan
publik yang dikeluarkan dan ditetapkan oleh Pemerintah Kota Malang tidak
disetujui oleh beberapa kelompok kepentingan seperti para pedagang yang
terorganisir dalam Paguyuban Pedagang Kreatif Semeru Barat (PPKSB) yang
juga ingin mendapatkan tempat dan fasilitas yang sama saat berjualan di sekitar
area perdagangan Wisata Belanja Tugu di Jalan Semeru Malang.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Malang yaitu Bagian
Hukum Sekretariat Daerah Kota Malang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Malang bekerjasama dengan para pengurus organisasi IPWBT berkaitan dengan
aturan dalam penyediaan area perdagangan dan fasilitas berupa tenda atau stand
juga mendapatkan respon positif dari para pedagang Wisata Belanja Tugu.
Pedagang Wisata Belanja Tugu yang tergolong sebagai pedagang resmi karena
telah memiliki kartu tanda anggota, tenda, membayar biaya retribusi, dan iuran
kebersihan menganggap bahwa aturan Pemerintah Kota Malang demi kebaikan
bersama dan berjualan mengguanakan tenda bertuliskan Wisata Belanja Tugu
merupakan ikon wisata belanja Kota Malang yang harus seragam untuk keserasian
sehingga area perdagangan Wisata Belanja Tugu terlihat lebih bagus dan semakin
enak dipandang oleh pengunjung.
Namun para pedagang resmi juga mengeluhkan penerapan kebijakan
Pemerintah Kota Malang karena Wisata Belanja Tugu dilaksanakan hanya pada
hari Minggu dan waktunya sangat singkat yaitu pada pukul 06.00-11.00 WIB.
Pedagang resmi kemudian mengeluhkan kerja para Satpol PP dan Dinas
Perhubungan Kota Malang yang kurang tegas dalam menangani pengemis dan
pengamen yang bebas keluar masuk Wisata Belanja Tugu dan membiarkan para
Pedagang Kaki Lima (PKL) berjualan di trotoar Jalan Semeru Malang dan area
parkir di depan gapura Wisata Belanja Tugu. Para pedagang resmi Wisata Belanja
Tugu (IPWBT) menjelaskan bahwa para pedagang di trotoar Jalan Semeru
Malang yang biasa disebut Pedagang Kaki Lima (PKL) merusak pemandangan
dan mengganggu ketertiban lalu lintas dan parkir karena mereka berjualan di
trotoar dan sedikit menggunakan badan jalan sebagai tempat parkir.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Area perdagangan Wisata Belanja Tugu merupakan aktifitas sektor
informal yang dibentuk oleh Pemerintah Kota Malang dan pengurus organisasi
pedagang bernama Ikatan Pedagang Wisata Belanja Tugu (IPWBT) yang berakte
notaris : Eko Cahyono, SH Nomor 26 tanggal 15 Juli 2004. Jumlah anggota
pedagang 459 orang diketuai oleh Dimyati Suheru, SH, M.Hum. Wisata Belanja
Tugu beroperasi setiap hari Minggu sejak pukul 06.00 sampai 11.00 WIB di Jalan
Semeru Malang dengan panjang lokasi sekitar 600 meter.
Aturan bagi pedagang Wisata Belanja Tugu antara lain mendaftarkan diri
di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang dengan membawa foto kopi
KTP yang berdomisili di Kota Malang, foto ukuran 3 x 4 cm sebanyak dua
lembar, dan melampirkan jenis barang dagangan agar memperoleh Kartu Tanda
Anggota (KTA). Selain itu, para pedagang harus membeli tenda disediakan oleh
pengurus Ikatan Pedagang Wisata Belanja Tugu (IPWBT) seharga Rp
1.500.000,00, membayar biaya retribusi Rp 4.700,00 dan iuran kebersihan Rp
2.500,00.
Penyusunan Surat Keputusan Walikota Nomor 193 Tahun 2003 Tentang
Penataan Dan Pengelolaan Wisata Belanja Tugu disusn dengan alasan sebagai
landasan hukum dalam penyelenggaraan Wisata Belanja Tugu, menambah
lapangan pekerjaan baru khususnya di bidang perdagangan bagi masyarakat Kota
Malang, dan Wisata Belanja Tugu telah menjadi ikon dalam pengembangan
kepariwisataan di Kota Malang.
Saran
1. Pemerintah Kota Malang diharapkan dapat memperluas area perdagangan
Wisata Belanja Tugu dan menampung para pedagang di trotoar sebelah barat
Jalan Semeru Malang.
2. Dalam merumuskan kebijakan mengenai penataan dan pengelolaan area
perdagangan Wisata Belanja Tugu hendaknya Pemerintah Kota Malang
melibatkan pengurus organisasi Ikatan Pedagang Wisata Belanja Tugu
(IPWBT).
3. Setelah melakukan implementasi dan evaluai kebijakan, diharapkan Pemerintah
Kota Malang dapat bertindak tegas terhadap para pengemis, pengamen, dan
para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berada di sekitar lokasi Wisata Belanja
Tugu.
4. Pemerintah Kota Malang diharapkan kedepannya dapat menambah waktu
pelaksanaan kegiatan Wisata Belanja Tugu dan memfasilitasi para pedagang di
sepanjang trotoar sebelah barat Jalan Semeru Malang yang terorganisir dalam
Paguyuban Pedagang Kreatif Semeru Barat (PPKSB) dengan menyediakan
lokasi dan tenda atau stand untuk berjualan.
Daftar Rujukan
Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik: Berbasis Dynamic Policy Analysis. Yogyakarta: Gava media.
Moleong, J. Lexi. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung:
Remaja Rosdakarya. Mustafa, A. Ali. 2008. Model Transformasi Sosial: Sejarah, Teori Dan Praksis
Pedagang Kaki Lima. Malang: Inspire Indonesia. Permadi, Gilang. 2007. Pedagang Kaki Lima: Riwayatmu Dulu, Nasibmu Kini.
Jakarta: Yudhistira. Sarjono, Yetty. 2005. Pergulatan Pedagang Kakilima Di Perkotaan: Pendekatan
Kualitatif. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Syafardi, A.Astri. 2012. Penata Kelolaan Pedagang Kaki Lima (PKL) Buah Kota
Padang. Artikel, (Online): 22-23, (www.google.com), diakses 5 Juni 2012.
Widodo, Joko. 2011. Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis
Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia. Widyaningrum, Nurul, dkk. 2009. Jurnal Analisis Sosial Vol 14 No.1 Juni 2009:
Memahami Isu di Balik Ekonomi Informal Perkotaan. Bandung: Kebun Angan.
Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang:
Kementrian Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang.
Recommended