View
30
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
fitokimia
Citation preview
PERCOBAAN III
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
A. Tujuan
1. Mengetahui prinsip dasar ekstraksi cair-cair
2. Melakukan ekstraksi cair-cair komponen kimia dari bahan alam
3. Melakukan ekstraksi cair-padat komponen kimia dari bahan alam
B. Landasan Teori
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari
bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-
zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda
demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan
pelarut tertentu dalam mengekstraksinya (Harbone, 1987).
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia
yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip
perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan
mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam
pelarut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak antara lain, kualitas
bahan baku yang digunakan, jenis pelarut yang digunakan dalam proses
ekstraksi, metode ekstraksi yang digunakan (maserasi statis atau dinamis,
perkolasi, reperkolasi dan ekstraksi arus balik), ukuran partikel bahan, suhu
proses ekstraksi, pH ekstrak dan metoda pemurniannya. Spesifikasi produk
fitofarmaka adalah senyawa aktif yang terdapat didalamnya tidak dalam
bentuk tunggal, tetapi masih terdapat zat-zat pendamping lainnya. Senyawa
aktif adalah senyawa yang mempunyai khasiat seperti yang diindikasikan,
dan senyawa pendamping adalah senyawa yang menunjang khasiat senyawa
aktif, seperti stabilitas ekstrak, memperbaiki adsorpsi dalam tubuh (Wahyono,
1996). Obat asli Indonesia dalam bentuk ekstrak dapat dikembangkan lebih
lanjut menjadi berbagai produk farmasi, baik yang digunakan sebagai
makanan kesehatan (health food), makanan tambahan (food supplement)
ataupun sebagai obat (natural medicine) (Hernani, 2007).
Ekstrak dapat dibagi dalam dua katagori, yaitu ekstrak kasar dan
ekstrak murni. Ekstrak kasar artinya ekstrak yang mengandung semua bahan
yang tersari dengan menggunakan pelarut organik, sedangkan ekstrak murni
adalah ekstrak kasar yang telah dimurnikan dari senyawasenyawa inert
melalui proses penghilangan lemak, penyaringan menggunakan resin atau
adsorben. Ekstrak murni lebih disukai karena mempunyai bahan aktif atau
komponen kimia yang jauh lebih tinggi dibandingkan ekstrak kasar, sebagai
contoh kandungan senyawa aktif dalam ekstrak kasar 20%, setelah
dimurnikan senyawa aktif akan meningkat menjadi 60 %. Dengan demikian,
untuk mendapatkan produk biofarmaka dengan kandungan senyawa aktif
yang tinggi diperlukan proses pemurnian lebih lanjut dari ekstrak kasar.
Tanaman jambu mete atau dengan nama latin Anacardium occidentale
L merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomi
cukup tinggi (Saragih dkk., 1994). Seperti halnya di Lombok (NTB), Jawa
Tengah, dan Sulawesi sebagai daerah penghasil biji mete komoditi ekspor
sebagai sumber peraih devisa sehingga memiliki peluang untuk
menumbuhkan perekonomian di negara kita. Namun saat ini pemanfaatannya
baru terbatas hanya pada biji metenya saja, terutama pemanfaatannya sebagai
makanan ringan dan untuk bahan pengisi kue. Satu bagian dari manfaat
tumbuhan jambu mete selain kulit batang, pucuk daun, dan daging buahnya
yang ternyata belum banyak dikenal masyarakat luas adalah potensi kulit
bijinya (Simpen, 2008).
Kulit batang pohon jambu mete berkhasiat sebagai obat kumur.
Akarnya dapat berkhasiat sebagai pencuci perut dan daunnya dapat
digunakan untuk obat luka bakar. Cairan dari kulit kayu jambu mete dapat
digunakan untuk bahan tinta, bahan pencelup, atau bahan pewarna.Gum dari
batang pohon digunakan untuk perekat buku (Putri, 2012).
Partisi zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak campur
menawarkan banyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analitis.
Bahkan dimana tujuan primer bukan analitis namun preparatif, ektraksi
pelarut merupakan suatu langkah penting dalam urutan menuju ke suatu
produk murni itu dalam laboratorium organik, anorganik atau biokimia.
Meskipun kadang-kadang digunakan peralatan yang rumit namun seringkali
diperlukan hanya sebuah corong pisah. Seringkali suatu pemisahan ekstraksi
pelarut dapat diselesaikan dalam beberapa menit, pemisahan ektraksi
biasanya bersih dalam arti tak ada analog kopresipitasi dengan suatu system
yang terjadi (Underwood, 1986).
Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen
kimia diantara dua fase pelarut yang tidak dapat saling bercampur dimana
sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagiannya lagi larut pada
fase kedua. Kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu
didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase
zat cair. Komponen kimia akan terpisah ke dalam dua fasa tersebut sesuai
dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap
(Sudjadi, 1986).
Ekstraksi cair-cair dilakukan dengan cara pemisahan komponen
kimia diantara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur. Dimana sebagian
komponen larut pada fase pertama, dan sebagian larut pada fase kedua. Lalu
kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, dan didiamkan sampai
terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan. Yakni fase cair dan
komponen kimi yang terpisah.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran
senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang
menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan
bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan
untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida –
lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT
juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis
fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara
kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk
pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan
lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan
pereaksi–pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat. Data yang diperoleh dari
KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk
senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai
Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal
dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu
bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0 (Anonim, 2015).
Perhitungan nilai Rf Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari
campuran, pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi
senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang
ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing.
Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari
gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum mengalami
proses penguapan.
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis
silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau
plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam
untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang
mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet.Fase gerak merupakan
pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Fase diam lainnya yang biasa
digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom aluminium pada
permukaan juga memiliki gugus –OH (Haqiqi, 2015).
Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting
pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam
(adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan
terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen gula
dalam tetes secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah
umpan.
Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya
pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang
banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis
silika. Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu
pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif
tak polar dari ikatannya dengan alumina (jel silika).
Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih
murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan
yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan
lebih sederhana dan dapat dikatakan hampir semua laboratorium dapat
melaksanakan setiap saat secara cepat (Meronda, 2008).
C. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan:
a. Batang pengaduk
b. Botol Vial
c. Cawan porselin
d. Corong
e. Corong pisah
f. Chamber KLT
g. Gelas ukur
h. Lampu UV 254/366
i. Magnetic stiner
j. Penyemprot KLT
k. Pipa kapiler
l. Pipet tetes
m. Rak tabung reaksi
n. Tabung reaksi
o. Timbangan analitik
2. Bahan yang digunakan:
a. Aquadest
b. Alumunium foil
c. Asam sulfat
d. Ekstrak kental sampel (kulit batang jambu mete)
e. Etanol 96%
f. Etil asetat
g. Kertas saring
h. N-hexan
i. Plat KLT GF 254
j. Serium
k. Tissue
D. Prosedur Kerja
1. Partisi Ekstrak
Dilarutkan dengan etanol
Ditambahkan etil asetat
Fraksinasi menggunakan n-hexan
Fraksi tidak larut n-hexan Fraksi larut n-hexan
Fraksi tidak larut etil asetat
Fraksi larut etil asetat
Diuapkan
Diuapkan
Ekstrak batang kulit jambu mete
2. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
1. Penyiapan lempeng KLT dan sampel
Lempeng KLT
Aktifkan lempeng KLT pada oven suhu 105-
110C selama 1 jam.
Gunting lempeng sesuai ukuran yang dikehendaki
(biasanya 2 x 8 cm) tapi dalam percobaan ini
lempeng KLT digunakan dengan panjang 4 cm.
Tandai batas bawah lempeng dengan pensil pada
jarak 1 cm.
Larutkan sampel dengan pelarut yang cocok
sampai diperoleh kepekatan yang sesuai (jangan
terlalu encer atau pekat), dimana fraksi N-heksan
dilarutkan dengan pelarut N-Heksan, fraksi etil
asetat dilarutkan dengan pelarut etil asetat dan
fraksi etanol dilarutkan dengan pelarut etanol.
Masing-masing fraksi dilarutkan dengan pelarut
secukupnya sampai fraksi yang mengandung
ekstrak larut.
Masukkan fase gerak/eluen kedalam chamber
sampai kira-kira ketinggian kurang dari 1 cm.
Jenuhkan camber dengan kertas saring.
Lempeng KLT dan sampel siap untuk dilakukan pengujinan selanjutnya
2. Pembuatan eluen
3. Penotolan sampel
Hasil
Eluen dibuat dengan perbandingan 9 : 1.
N-heksan sebanyak 1,8 mL dan etil asetat sebanyak
0,2 mL
Dimasukkan kedalam chamber berukuran 10 cm
dan ditutup.
Eluen dibuat dengan cara :
Eluen siap digunakan
Plat KLT ditandai dengan garis menggunakan pensil
Ditotolkan dengan menggunakan pipa kapiler
Dimasukkan ke dalam chamber yang berisi eluen
Plat KLT tadi dikeluarkan dan sebelum dikeringkan dengan menggunakan oven dioleskan dengan serium
Noda tadi dilihat dibawah sinar ultraviolet
Noda yang terlihat ditandai menggunakan pensil
Dihitung nilai Rf
E. Hasil Percobaan
1. Partisi Ekstrak
dilarutkan dengan etanol
ditambahkan etil asetat
diuapkan
diuapkan
2. Hasil Pengamatan KLT
Tabel pengamatan :
Fraksi Jarak tempuh
senyawa
(cm)
Jarak tempuh
fase gerak
(cm)
Nilai Rf
N-heksan 1,4, 1,8, 2,3, dan
2,9 cm
4 cm 0,35, 0,45, 0,57,
0,73
Etil asetat 1,7 dan 1,8 cm 4 cm 0,43, 0,45
Etanol 1,2 cm 4cm 0,3
Fraksi Gambar
Fraksi N-heksan,
etil asetat dan etanol
3. Perhitungan Rf (Reterdation Factor)
Rumus :
Nilai Rf = jarak yangditempuh senyawa
jarak tempu h fase gerak
Jadi :
1. Perhitungan Rf fraksi n-heksan
Nilai Rf = jarak yangditempuh senyawa
jarak tempu h fase gerak
Rf1 = 1,44 = 0,35 cm
Rf2 = 1,84 = 0,45 cm
Rf3 = 2,34 = 0,57 cm
Rf4 = 2,94 = 0,73 cm
2. Perhitungan Rf fraksi etil asetat
Rf1 = 1,74 = 0,43 cm
Rf2 = 1,84 = 0,45 cm
Rf1 n-heksan
Rf2 n-heksan
Rf3 n-heksan
Rf4 n-heksan
Rf1 etil asetat
Rf2 etil asetat
Rf1 etanol
3. Perhitungan Rf fraksi etanol
Rf1 = 1,24 = 0,3 cm
F. Pembahasan
Partisi merupakan proses pemisahan suatu komponen senyawa dari
suatu sampel ekstrak. Partisi umumnya terbagi atas partisi cair-cair dan partisi
padat-cair. Ekstraksi cair-cair digunakan untuk memisahkan senyawa atas
dasar perbedaan kelarutan pada dua jenis pelarut yang berbeda yang tidak
saling bercampur. Jika analit berada dalam pelarut anorganik, maka pelarut
yang digunakan adalah pelarut organik, dan sebaliknya.
Partisi ekstrak (ekstraksi cair-cair) adalah proses pemisahan zat
terlarut di dalam dua macam zat pelarut yang tidak saling bercampur,dengan
kata lain perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organik dan
pelarut air. Hal tersebut memungkinkan karena adanya sifat senyawa yang
dapat larut dalam air dan ada pula yang dapat terlarut dalam pelarut organik.
Sedangkan ekstraksi padat-cair adalah proses pemisahan untuk memperoleh
komponen zat terlarut dari campurannya dalam padatan dengan menggunakan
pelarut yang sesuai.
Pada praktikum ini, dilakukan ekstraksi cair-cair setelah dilakukan uji
pendahuluan dimana sampel ekstrak methanol dilarutkan dalam pelarut air
dan larut sehingga dipilihlah ekstraksi cair-cair. Adapun tujuan dari
praktikum ini adalah untuk melakukan partisi ekstraksi cair-cair pada ekstrak
kulit batang jambu mete.
Praktikum dilakukan dengan cara ditimbang ekstrak kulit batang
jambu mete kental. Disuspensikan dengan methanol sebanyak 5 ml.
Dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan 5 ml pelarut n-heksan,
dikocok sampai merata. Didiamkan sampai terjadi pemisahan fase air dan
fase n-heksan. Dipisahkan fase air dan fase n-heksan, fase n-heksan disimpan
dalam cawan porselin sedangkan fase air dimasukkan kembali kedalam
tabung reaksi. Ditambahkan lagi dengan 5 ml pelarut n-heksan, dikocok
sampai merata. Didiamkan sampai terjadi pemisahan fase air dan fase n-
heksan. Dipisahkan fase air dan fase n-heksan, fase n-heksan disimpan dalam
cawan porselin dan disatukan dengan ekstrak yang pertama. Diuapkan ekstrak
n-heksan hingga mendapatkan ekstrak kental. Ekstrak n-heksan yang
diperoleh diuapkan untuk mendapat ekstrak n-heksan kering. Begitu pula
perlakuan terhadap fraksi etil asetat hingga diperoleh ekstrak etil asetat
kering. Masing-masing fraksi dilakukan uji selanjutnya dengan menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa
yang terdapat dalam fase polar dan dalam fase non polar. Prinsip kerja KLT
adalah partisi dan adsorbsi dimana aleum sebagai fase gerak dan lempeng
KLT sebagai fase diam.
Eluen yang digunakan adalah N-heksan : etil asetat (9 : 1) dimasukkan
ke dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan kertas saring. Kemudian
dimasukkan plat KLT yang telah ditotolkan sampel fraksi N-heksan, etil
asetat dan etanol. Sampel yang sudah dielusi kemudian diangkat lalu dilihat
nodanya disinar UV, lalu dikeringkan dengan oven, sebelum dikeringkan
dioleskan menggunakan serium agar noda terlihat jelas. Sebelum lempeng
yang dielusi dengan sampel dimasukkan kertas saring. Chamber yang berisi
eluen akan merambat keluar melalui kertas saring. Alasan mengapa eluen
harus dijenuhkan yaitu agar tekanan dalam chamber sama agar noda yang
dihasilkan sesuai dengan diinginkan.
Polaritas pelarut dapat disusun menurut ukuran kekuatan teradopsinya
pelarut tersebut pada adsorben (yang banyak digunakan alumina) dan susunan
yang terbentuk dikenal sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu pelarut
bersifat relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar dari
ikatannya dengan alumina. Dalam deret eluotropik menurut Trappe, Wren dan
Strain, pelarut-pelarut disusun menurut besarnya kekuatan pelarut (solvent strength),
berangkat dari yang tak polar menuju ke yang sifatnya polar (makin ke bawah makin
polar).
Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan
mudah terbawa oleh fase gerak tersebut. Jarak antara jalannya pelarut bersigat
relative. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastika
spot (noda) yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak platnya
berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah Rf. Nilai ini digunakan sebagai
perbandingan relatif antara sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu
komponen dalam fasa diam, sehingga nilai Rf sering juga di sebut faktor retensi.
Nilai Rf yang didapatkan pada pratikum kali ini adalah diperoleh jarak yang
ditempuh fase gerak 4 cm. Untuk fraksi N-heksan, jarak tempuh senyawa adalah 1,4,
1,8, 2,3, dan 2,9 cm dan jarak tempuh fase gerak adalah 4 cm dan diperoleh nilai Rf
0,35, 0,45, 0,57, 0,73. Fraksi etil asetat, jarak tempuh sampel adalah 1,7 dan 1,8 cm
dan jarak tempuh fase gerak adalah 4 cm dan nilai Rf yang diperoleh adalah 0,43 dan
0,45. Sedangkan untuk penotolan fraksi etanol 1,2 cm dan jarak tempuh untuk
pelarutnya adalah 4 cm dan nilai Rf yang diperoleh adalah 0,3.
G. Kesimpulan
Adapun hasil dari percobaan kali ini diperoleh, yaitu:
1. Suatu ekstrak kering yaitu ekstrak n-heksan kering dan ekstrak etil asetat
kering.
2. Untuk fraksi N-heksan, jarak tempuh senyawa adalah 1,4, 1,8, 2,3, dan
2,9 cm dan jarak tempuh fase gerak adalah 4 cm dan diperoleh nilai Rf
0,35, 0,45, 0,57, 0,73. Fraksi etil asetat, jarak tempuh sampel adalah 1,7
dan 1,8 cm dan jarak tempuh fase gerak adalah 4 cm dan nilai Rf yang
diperoleh adalah 0,43 dan 0,45. Sedangkan untuk penotolan fraksi etanol
1,2 cm dan jarak tempuh untuk pelarutnya adalah 4 cm dan nilai Rf yang
diperoleh adalah 0,3.
DAFTAR PUSTAKA
Harbone, 1987, Metode Ekstraksi, Tujuan Fitokimia, Fiktokimia UMI, www.fitokimiaumi.wordpress.com diakses pada Minggu, 6 Desember 2015
Haqiqi., Sohibul Himam, 2008, Kromatografi Lapis Tipis, http://www.chem-istry.org/?sect=belajar diakses pada Minggu, 6 Desember 2015
Hernani., Tri Marwati dan Christina Winarti., 2007, Pemilihan Pelarut pada Pemurnian Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga) secara Ekstraksi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor
Iskandar, Nur Liati., 2015, Laporan Partisi ekstrak, http:// Laporan Partisi Ekstrak _ Nur Liati Iskandar.htm diakses pada Minggu, 6 Desember 2015
Meronda., Rahma G., Kromatografi Lapis Tipis, http://tugas-fito.pdf diakses pada Minggu, 6 Desember 2015
Simpen, I.N., Isolasi Cashew Shell Liquid dari Kulit Biji Jambu Mete (Anacardium occidentale L) dan Kajian Beberapa Sifat Fisiko-Kimianya, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA 1
PERCOBAAN IV
(PARTISI EKSTRAK DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS)
OLEH :
NAMA : AYU TRISNAWATI
STAMBUK : O1A 114 186
KELAS : PENYETARAAN DIII-S1
KELOMPOK : IV (EMPAT)
ASISTEN : RAHMI ARDANI
LABORATORIUM FARMASI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
Recommended