View
99
Download
5
Category
Preview:
DESCRIPTION
laporan kasus kolangitis akut
Citation preview
ReferatKolangitis Akut
Pembimbing:dr. Resa Setiadinata Sp.PD
Disusun Oleh:Setiawan HT - 07120100088
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Pelita
HarapanSiloam Hospitals Lippo Village
Periode 19 Januari – 29 Maret 2015
PENDAHULUAN
Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu.
Charcot ditahun 1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari kolangitis, sebagai
trias, yaitu demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas, yang dikenal
dengan ’’Charcot triad’’. Charcot mendalilkan bahwa ’’empedu stagnan’’ karena
obstruksi saluran empedu menyebabkan perkembangan kolangitis.
Obstruksi juga dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran empedu, yang
membawa empedu dari hepar kekandung empedu dan usus. Bakteri yang sering
dikultur pada empedu adalah Eschericia Coli, Klebsiella, Pseudomonas, Proteus,
Enterococcus, Clostridium perfiringens, Bacteroides fragilis. Bakteri anaerob yang
dikultur hanya sekitar 15% kasus.1,2,3
Patofisiologi kolangitis sekarang ini dimengerti sebagai akibat kombinasi 2 faktor,
yaitu cairan empedu yang terinfeksi dan obstruksi biliaris. Peningkatan tekanan
intraduktal yang terjadi menyebabkan refluks bakteri ke dalam vena hepatik dan
sistem limfatik perihepatik yang menyebabkan bakterimia.4
Pada tahun 1959, Reynolds dan Dargon menggambarkan keadaan yang berat
pada penyakit ini dengan menambahkan komponen syok sepsis dan gangguan
kesadaran. 3, 4
ANATOMI
DUKTUS SISTIKUS
2
Duktus sistikus merupakan lanjutan dari vesika fellea, terletak pada porta
hepatis yang mempunyai panjang kira-kira 3-4 cm. Pada porta hepatis duktus sistikus
mulai dari kollum vesika fellea, kemudian berjalan ke postero-kaudal di sebelah kiri
kollum vesika fellea. Lalu bersatu dengan duktus hepatikus kommunis membentuk
duktus koledokus. Mukosa duktus ini berlipat-lipat terdiri dari 3-12 lipatan, berbentuk
spiral yang pada penampang longitudinal terlihat sebagai valvula disebut valvula
spiralis (Heisteri).
DUKTUS HEPATIKUS
Duktus hepatikus berasal dari lobus dexter dan lobus sinister yang bersatu
membentuk duktus hepatikus komunis pada porta hepatis dekat pada processus
papillaris lobus kaudatus. Panjang duktus hepatikus kommunis kurang lebih 3 cm
terletak disebelah ventral arteri hepatika propria dexter dan ramus dexter vena portae.
Bersatu dengan duktus sistikus menjadi duktus koledokus.5
DUKTUS KOLEDOKUS
Duktus koledokus mempunyai panjang kira – kira 7 cm dibentuk oleh
persatuan duktus sistikus dengan duktus hepatikus kommunis pada porta hepatis,
dimana dalam perjalanannya dapat dibagi menjadi tiga bagian 5
Pada kaput pankreas duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus
wirsungi membentuk ampulla, kemudian bermuara pada dinding posterior pars
desenden duodeni membentuk suatu benjolan ke dalam lumen disebut papilla duodeni
major.5
Fisiologi
Semua sel hati secara terus-menerus membentuk sekret dalam jumlah kecil yang
dinamakan empedu. Empedu disekresi masuk kanalikuli empedu, yang terletak antara
sel-sel hati, kemudian mengalir menuju ke perifer menuju septa interlobaris dimana
kanakuli bermuara dalam duktus biliaris terminal kemudian secara progresif masuk ke
duktus yang lebih besar, akhirnya mencapai duktus hepatikus dan duktus koledokus
darimana empedu dimasukan langsung dalam duodenum atau disimpan didalam
kandung empedu.
Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh sel hati dalam keadaan normal
disimpan dalam kandung empedu sampai dibutuhkan dalam duodenum. Sekresi total
empedu setiap hari adalah 800 – 1000 ml, dan volume maksimal empedu adalah 40-
70 ml, walaupun demikian sebanyak 12 jam sekresi empedu dapat disimpan dalam
3
kandung empedu karena air, natrium, klorida, dan sebagian besar elektrolit kecil lain
secara terus-menerus diabsorpsi oleh mukosa kandung empedu, memekatkan unsur -
unsur empedu lain, termasuk garam empedu, kolestrol, dan bilirubin. Empedu dalam
keadaan normal dipekatkan sekitar lima kali dan maksimalnya 10 – 12 kali.
Dua keadaan dasar dibutuhkan bagi pengosongan empedu:
1. Sfingter Oddi harus relaksasi untuk memungkinkan empedu mengalir dari duktus
koledokus ke duodenum.
2. Kandung empedu sendiri harus berkontraksi untuk memberikan kekuatan yang
dibutuhkan untuk menggerakan empedu sepanjang duktus koledokus. Kontraksi
kantung empedu dipengaruhi dari rangsangan hormon kolesistokinin (CCK) yang
terbentuk dari rangsangan kolesterol pada dinding epitel duodenum.1,2
Gambar. 1. Anatomi saluran empedu
ETIOLOGI
Penyebab tersering obstruksi biliaris adalah : koledokolitiasis, obstruksi
struktur saluran empedu, dan obstruksi anastomose biliaris. Bagaimanapun berat
4
penyebab obstruksi, kolangitis tidak akan terjadi tanpa cairan empedu yang terinfeksi.
Kasus obstruksi akibat keganasan hanya 25-40% yang hasil kultur empedunya positif.
Koledokolitiasis menjadi penyebab tersering kolangitis.3,8
Dalam beberapa tahun terakhir dengan semakin banyaknya pemakaian
manipulasi saluran biliaris invasif seperti kolangiografi, stent biliaris, untuk terapi
penyakit saluran biliaris telah menyebabkan pergeseran penyebab kolangitis. Selain
itu pemakaian jangka panjang stent biliaris seringkali disertai obstruksi stent oleh
cairan biliaris yang kental dan debris biliaris yang menyebabkan kolangitis.3
EPIDEMIOLOGI
Kolangitis merupakan infeksi pada duktus koledokus yang berpotensi
menyebabkan kesakitan dan kematian. Dilaporkan angka kematian sekitar 13-88%.
Kolangitis ini dapat ditemukan pada semua ras. Berdasarkan jenis kelamin, dilaporkan
perbandingan antara laki-laki dan perempuan tidak ada yang dominan diantara
keduanya. Berdasarkan usia dilaporkan terjadi pada usia pertengahan sekitar 50-60
tahun.
MANIFESTASI KLINIK
Walaupun gambaran klasik kolangitis terdiri dari trias, demam, ikterus, dan
nyeri abdomen kuadran kanan atas yang dikenal dengan trias Charcot, namun semua
elemen tersebut hanya ditemukan pada sekitar 50 persen kasus. Pasien dengan
kolangitis supuratif tampak bukan saja dengan adanya trias charcot tapi juga
menunjukkan penurunan kesadaran dan hipotensi. Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Cameron, demam di temukan pada lebih dari 90 persen kasus, ikterus pada 67
persen kasus dan nyeri abdomen hanya pada 42 persen kasus.3
Dua hal yang diperlukan untuk terjadinya kolangitis yaitu adanya obstruksi
aliran empedu dan adanya bakteri pada duktus koledokus. Pada sebagian besar kasus,
demam dan mengigil disertai dengan kolangitis menandakan adanya bakteriemia.
Biakan darah yang diambil saat masuk ke rumah sakit untuk kolangitis akut adalah
positif pada 40 sampai 50 persen pasien. Pada hampir semua serial Escherichia coli
dan Klebsiella pneumoniae adalah organisme tersering yang didapatkan pada biakan
darah. Organisme lain yang dibiakan dari darah adalah spesies Enterobacter,
Bacteroides, dan Pseudomonas.
5
Dalam serial terakhir species Enterobacter dan Pseudomonas lebih sering
ditemukan, demikian juga isolat gram negatif dan spesies jamur dapat dibiak dari
empedu yang terinfeksi. Adapun organisme anaerobik yang paling sering diisolasi
adalah Bacteroides fragilis. Tetapi, anaerobik lebih jarang ditemukan pada serial
terakhir dibandingkan saat koledokolitiasis merupakan etiologi kolangitis yang
tersering.3,9
DIAGNOSIS
Diagnosis kolangitis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis, dan pemeriksaan penunjang.
A. Anamnesis
Pada anamnesis penderita kolangitis dapat ditemukan adanya keluhan demam,
ikterus, dan sakit pada perut kanan atas. Beberapa penderita hanya mengalami dingin
dan demam dengan gejala perut yang minimal. Ikterus atau perubahan warna kuning
pada kulit dan mata didapatkan pada sekitar 80% penderita.1,3,8 Reynauld Pentad
terdiri dari trias Charcot (demam, nyeri perut kuadran kanan atas, ikterik) dengan
hipotensi dan linglung.
B. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya demam, hepatomegali,
ikterus, penurunan kesadaran, sepsis, hipotensi dan takikardi. 4,9
C. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis pada sebagian
besar pasien. Hitung sel darah putih biasanya melebihi 13.000. Lekopeni atau
trombositopenia kadang – kadang dapat ditemukan, biasanya jika terjadi sepsis parah.
Sebagian besar penderita mengalami hiperbilirubinemia sedang. Peningkatan bilirubin
yang tertinggi terjadi pada obstruksi maligna. Tes fungsi hati termasuk alkali fosfatase
dan transaminase serum juga meningkat yang menggambarkan proses kolestatik. 3, 4, 9
Beberapa pemeriksaan radiologis pasien dengan kolangitis adalah:
1. Foto polos abdomen
Meskipun sering dilakukan pada evaluasi awal nyeri abdomen , foto polos
abdomen jarang memberikan diagnosis yang signifikan. Hanya sekitar 15% batu
saluran empedu yang terdiri dari kalsium tinggi dengan gambaran radioopak yang
dapat dilihat. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar hidrops,
6
kandung empedu kadang juga dapat terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran
kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.3,13
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstrahepatik. Juga dapat dilihat kandung empedu yang menebal karena
fibrosis atau edema karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada
duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara di dalam usus.
Dengan ultrasonografi lumpur empedu dapat diketahui karena bergerak sesuai dengan
gaya gravitasi.3,12,13
Gambar. 2 Menunjukkan ultrasonografi dari duktus
intrahepatik yang mengalami dilatasi
3. CT-Scan
CT Scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu
kandung empedu. Cara ini berguna untuk diagnosis keganasan pada kandung empedu
yang mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90 persen.
7
Gambar 3. CT scan yang menunjukkan dilatasi duktus biliaris (panah hitam) dan
dilatasi duktus pankreatikus (panah putih), dimana keduanya terisi oleh musin
4. ERCP
Endoskopik merupakan selang kecil yang mudah digerakkan yang
menggunakan lensa atau kaca untuk melihat bagaian dari traktus gastro intestinal.
Endoscope Retrograde Cholangiopancreotography (ERCP) dapat lebih akurat
menentukan penyebab dan letak sumbatan serta keuntungannya juga dapat mengobati
penyebab obstruksi dengan mengeluarkan batu dan melebarkan peyempitan.
8
Gambar. 4 Menunjukkan endoscope Cholangiopancreotography
(ERCP) dimana menunjukkan duktus biliaris yang berdilatasi
pada bagian tengah dan distal (dengan gambaran filling defect)
5. Magnetic Resonance Cholangiopancreotography (MRCP)
MRCP adalah salah satu teknik untuk evaluasi duktus biliaris yang tidak
invasif. Teknik MRCP idak seperti ERCP yang membutuhkan kontras yang
diinjeksikan kedalam traktus biliaris. MRCP digunakan hanya untuk diagnosis, tidak
seperti ERCP yang dapat digunakan sebagai diagnosis sekaligus terapi. Kekurangan
dari teknik ini adalah tidak dapat mendeteksi batu dengan ukuran <4mm. Teknik
terbaru yang dapat meningkatkan visibilitas dari traktus biliaris adalah pemberian
ranitidine 300 mg 2 hingga 3 jam sebelum pemeriksaan atau pemberian glukagon
intravena dapat meningkatkan visualisasi dari duktus biliaris dan ampula vater.7,13
6. Skintigrafi
Skintigrafi bilier digunakan untuk melihat sistem bilier termasuk fungsi hati
dan kandung empedu serta diagnosa beberapa penyakit dengan sensitifitas dan
spesifitas sekita 90% sampai 97%. Meskipun test ini paling bagus untuk melihat
duktus empedu dan duktus sistikus, namun skintigrafi bilier tidak dapat
mengidentifikasi batu saluran empedu atau hanya dapat memberikan informasi sesuai
dengan letak anatominya. Agent yang digunakan untuk melakukan test skintigrafi
adalah derivat asam iminodiasetik dengan label 99mTc.
7. Kolesistografi oral
Metode ini dapat digunakan untuk melihat kerja dari sistem bilier melalui
prinsip kerja yang sama dengan skintigrafi tapi dapat memberikan informasi yang
lebih jelas. Pasien diberi pil kontras oral selama 12-16 jam sebelum dilakukan tes.
Kemudian kontras tadi diabsorbsi oleh usus kecil, lalu dibersihkan oleh hepar dan di
ekskresi ke dalam empedu dan dikirim ke kandung empedu.
8. Kolangiografi
Biasanya diindikasikan dalam penatalaksanaan pasien dengan kolangitis. Pada
sebagian besar kasus, kolangiografi dilakukan untuk menentukan patologi biliaris dan
penyebab obstruksi saluran empedu sebelum terapi definitif. Jadi, kolangiografi
jarang diperlukan pada awal perjalanan kolangitis dan dengan demikian harus ditunda
sampai menghilangnya sepsis. Pengecualian utama adalah pasien yang datang dengan
kolangitis supuratif, yang tidak berespon terhadap antibiotik saja. Pada kasus tersebut,
kolangiografi segera mungkin diperlukan untuk menegakkan drainase biliaris.
9
Kolangiografi retrograd endoskopik ataupun kolangiografi transhepatik perkutan
dapat digunakan untuk menentukan anatomi atau patologi billiaris. Tetapi, kedua
teknik tersebut dapat menyebabkan kolangitis pada sekitar 5 persen pasien. Dengan
demikian perlindungan antibiotik yang tepat harus diberikan sebelum menggunakan
instrumen pada semua kasus.
DIAGNOSIS BANDING
1. Kolesistitis akut
Hampir semua kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh
batu yang terjebak di dalam kantong Hartmann. Pada keluhan utama dari kolesistikus
akut adalah nyeri perut di kuadran kanan atas, yang kadang-kadang menjalar ke
belakang di daerah skapula. Biasanya ditemukan riwayat kolik dimasa lalu, yang pada
mulanya sulit dibedakan dengan nyeri kolik yang sekarang. Pada kolesistitis, nyeri
menetap dan disertai tanda rangsang peritoneal berupa nyeri tekan dan defans
muskuler otot dinding perut. Kadang-kadang empedu yang membesar dapat diraba.
Pada sebagian penderita, nyeri disertai mual dan muntah.7
2. Pankreatitis
Pankreatitis adalah radang pankreas yang kebanyakan bukan disebabkan
oleh infeksi bakteri atau virus, akan tetapi akibat autodigesti oleh enzim pankreas
yang keluar dari saluran pankreas. Biasanya serangan pankreatitis timbul setelah
makan kenyang atau setelah minum alkohol. Rasa nyeri perut timbul tiba-tiba atau
mulai secara perlahan. Nyeri dirasakan di daerah pertengahan epigastrium dan
biasanya menjalar menembus ke belakang. Rasa nyeri berkurang bila pasien duduk
membungkuk dan bertambah bila terlentang. Muntah tanpa mual dulu sering
dikeluhkan dan muntah tersebut sering terjadi sewaktu lambung sudah kosong.
Gambaran klinik tergantung pada berat dan tingkat radang. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan perut tegang dan sakit terutama bila ditekan. Kira-kira 90% disertai
demam, takikardia, dan leukositosis.7,9
3. Hepatitis Hepatitis merupakan salah satu infeksi virus pada hepar yang terdiri dari
hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D dan hepatitis E. Yang menjadi
diferensial diagnosis dari akut kolangitis adalah hepatitis akut, yaitu hepatitis A.
Keluhan utamanya yaitu nyeri perut pada kuadran kanan atas sampai ke ulu hati.
Kadang disertai mual, muntah dan demam. 2, 9
10
PENATALAKSANAAN
Jika diagnosis klinis kolangitis telah dibuat, penatalaksanaan awal adalah
konservatif. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dikoreksi dan perlindungan
antiobiok dimulai. Pasien yang sakit ringan dapat diterapi sebagai pasien rawat
dengan antibiotik oral. Dengan kolangitis supuratif dan syok septik mungkin
memerlukan terapi di unit perawatan insentif dengan monitoring invasif dan
dukungan vasopresor.
Pemilihan awal perlindungan antibiotika empiris harus mencerminkan
bakteriologi yang diduga. Secara historis, kombinasi aminoglikosida dan penicillin
telah dianjurkan. Kombinasi ini adalah pilihan yang sangat baik untuk melawan basil
gram negatif yang sering ditemukan dan memberikan antivitas sinergistik melawan
enterokokus. Penambahan metronidazole atau clindamycin memberikan perlindungan
antibakterial terhadap anaerob bakteroides fragilis, jadi melengkapi perlindungan
antibiotik. Perlindungan antibiotik jelas diubah jika hasil biakan spesifik dan
kepekaan telah tersedia.
Satu faktor yang seringkali dipertimbangkan dalam pemilihan antibiotik untuk
terapi kolangitis adalah konsentrasi obat yang terdapat dalam empedu. Secara teoritis
antibiotik saluran biliaris yang ideal harus merupakan antibiotik yang bukan saja
mencakup organisme yang ditemukan dengan infeksi saluran biliaris, tetapi juga yang
dieksresikan dalam konsentrasi tinggi ke dalam cairan empedu.
DEKOMPRESI BILIARIS
Sebagian besar pasien (sekitar 70 persen) dengan kolangitis akut akan
berespon terhadap terapi antibiotik saja. Pada kasus tersebut demam menghilang dan
tes fungsi hati kembali ke normal seringkali dalam 24 sampai 48 jam. Jika pasien
tidak menunjukkan perbaikan atau malahan memburuk dalam 12 sampai 24 jam
pertama, dekompresi biliaris darurat harus dipertimbangkan.
Indikasi dekompresi biliaris darurat sebagai berikut:
Nyeri perut persisten
Hipotensi meski resusitasi cairan adekuat
Demam tinggi (>39 ºC)
Pada sebagian besar kasus, dekompresi biliaris segera paling baik dilakukan
secara non operatif baik dengan jalur endoskopik maupun perkutan. Yaitu:(2,3)
11
a. Penanggulangan sfingterotomi endoskopik
Apabila setelah tindakan di atas keadaan umum tidak membaik atau malah
semakin buruk, dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik, untuk pengaliran empedu
dan nanah serta membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang dipasang pipa
nasobilier. Apabila batu duktus koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari 2 cm,
sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat mengeluarkan batu ini. Pada penderita
ini mungkin dianjurkan litotripsi terlebih dahulu.(7,12)
b. Lisis batu
Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil pada
batu kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan pengobatan selama
satu sampai dua tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan kedalam kandung
empedu dengan metil eter berhasil setelah beberapa jam. Terapi ini merupakan terapi
invasif walaupun kerap disertai dengan penyulit(7)
ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah penghancuran batu
saluran empedu dengan menggunakan berbagai jenis lithotripter yang dilengkapi
dengan pencitraan flouroskopi sebelum prosedur, diperlukan sfingterotomi
endoskopik dan pemasangan kateter nasobiliaris untuk memasukkan material kontras.
Terapi dilanjutkan sampai terjadi penghancuran yang adekuat atau telah diberikan
pelepasan jumlah gelombang kejut yang maksimum.(3, 7, 9)
c. PTBD ( Percutaneous Transhepatik Biliar Drainage)
Pengaliran bilier transhepatik biasanya bersifat darurat dan sementara sebagai
salah satu alternatif untuk mengatasi sepsis pada kolangitis berat, atau mengurangi
ikterus berat pada obstruksi saluran empedu distal karena keganasan. Pada pasien
dengan pipa T pada saluran empedu dapat juga dimasukkan koledokoskop dari luar
untuk membantu mengambil batu intrahepatik.(7,13)
KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari penyakit kolangitis terutama yang derajat tinggi
(kolangitis supuratif) adalah sebagai berikut:
A. Abses hati piogenik
Abses hati piogenik merupakan 75% dari semua abses hati. Abses ini pada
anak dan dewasa muda terjadi akibat komplikasi apendisitis, dan pada orang tua
sebagai komplikasi penyakit saluran empedu seperti kolangitis. Infeksi pada saluran
12
empedu intrahepatik menyebabkan kolangitis yang menimbulkan kolangiolitis dengan
akibat abses multiple.
B. Bakteremia , sepsis bakteri gram negatif Bakteremia adalah terdapatnya bakteri di dalam aliran darah (25-40%).
Komplikasi bakteremia pada kolangitis dapat terjadi oleh karena etiologi utama
penyebab terjadinya kolangitis adalah infeksi bakteri. Demam merupakan keluhan
utama sekitar 10-15%.
C. Peritonitis sistem bilier
Kebocoran empedu dalam ruang peritoneal menyebabkan iritasi dan peritonitis.
Jika empedu terkena infeksi, maka akan menyebabkan peritonitis dan sepsis yang
mempunyai resiko tinggi yang sangat fatal.
D. Kerusakan duktus empedu
Duktus empedu dapat dengan mudah rusak pada tindakan kolesistektomi atau
pada eksplorasi duktus empedu yang tidak sesuai dengan anatominya. Kesalahan yang
sangat fatal adalah tidak mengetahui cara melakukan transeksi atau ligasi pada duktus.
E. Perdarahan
Arteri hepatik dan arteri sistikus serta vaskularisasi hepar lainnya dapat
mengalami trauma dan perdarahan pada saat melakukan operasi. Perdarahan yang
terjadi kadang susah untuk dikontrol.
D. Kolangitis asendens dan infeksi lain
Kolangitis asendens adalah komplikasi yang terjadinya lambat pada
pembedahan sistem bilier yang merupakan anastomosis yang dibentuk antara duktus
empedu dan usus besar bagian asendens. Refluks pada bagian intestinal dapat
berlanjut menjadi infeksi aktif sehingga terjadi stagnan empedu pada sistem duktus
yang menyebabkan drainase tidak adekuat.
Komplikasi lain yang harus diperhatikan pada pembedahan sistem bilier adalah
abses subprenikus. Hal ini harus dijaga pada pasien yang mengalami demam
beberapa hari setelah operasi.
Komplikasi yang berhubungan dengan pemakaian kateter pada pasien yang
diterapi dengan perkutaneus atau drainase endoskopik adalah:
* Perdarahan (intra-abdomen atau perkutaneus)
* Sepsis
PROGNOSIS
13
Tergantung dari beberapa faktor antara lain :
Pengenalan dan pengobatan diri
Pada kasus kolangitis dibutuhkan pengobatan antibiotik secara dini dan diikuti
dengan drainase yang tepat serta dekompresi traktus biliaris.
Respon terhadap terapi
Semakin baik respon penderita kolangitis terhadap terapi yang diberikan
(misalnya antibiotik) maka prognosisnya akan semakin baik.9
DAFTAR PUSTAKA
1. Debas, T. Haile, Gastrointestinal Surgery, Pathophysiology and Management, p : 208-
203
2. Sabiston C, Davidm Textbook of Surgery, WB. Sauders company, 1968, p : 1154 –
1161
3. Cameron L, John, Terapi bedah Mutakhir, Edisi 4, Binarupa Aksaram Jakarta, 1997,
hal : 476-479
4. Shojamanes, Homayoun, Mo, Cholangitis, in : http:/www.emidicine.com7 2006, p :
1-10.
5. Luhulima, JW, dr, Prof, Abdomen, Anatomi II, Bagian Antomi FKUH, Makassar,
2001. hal : 28-29
6. Piutz R, Pabst R, Atlas Anatomi Manusia, Edisi 20, EGC, Jakarta, 1997, hal : 144-
145
7. De Jong, Wim, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997 hal : 776-778.
8. Kaminstein, David, MD, Cholangitis, in : http://www.healthatoz.com 2006, p : 1-8
9. Josh, J. Adams, Cholangitus, in http://www.emidiche.com 2006, p : 1-11
10. Northon A, Jeffery, Balinger, Randal R, Chang EA, et al, Surgery Basic Science and
Clinical Evidence, Part I, New York, Sprinset Comp, 2000, p : 568-574
11. Patel A, Lambiase L, Decarli. A, Fazel; A Pancreas, in : http://www.geogle.com,
2005. p : 1 – 5
14
12. Burkitt G, Quick C, Gatt D. Management of gallstone disease in essensial surgery,
second edition, New York ; Churchill Livingstone, 1996, P : 215-220
13. Brunicardi F, Andersen D, Billiar T, dkk. Cholangitis in Schwartz Principles of
Surgery, Eight edition, New York ; McGraw-Hill, 2000, p : 1203-1213
15
Recommended