View
178
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KONTRAK ELECTRONIC
Oleh : Mukti Fajar ND
A. Pendahuluan
Pesatnya teknologi telekomunikasi telah menghilangkan
jarak dan dunia menjadi tanpa batas (borderless world).
Misalnya, apa yang diputuskan oleh Presiden Amerika untuk
menyerang suatu negara pagi ini langsung dapat diketahui
oleh masyarakat di belahan dunia lainnya. Adanya bencana
alam di Asia langsung mendapat tanggapan dan
penggalangan dana dari negara-negara dari benua lainnya.
Dua dekade sebelumnya orang harus butuh beberapa hari
untuk mendengar kabar atau mengirim dokument, tetapi hari
ini dalam hitungan detik , orang dapat saling berikirim kabar
dalam bentuk gambar bahan film, atau perusahaan dapat
mengirim uang milyaran dollar antar berbagai negara.
Teknologi tersebut juga telah dikembangkan kearah
penyatuaan (konvergensi). Berbagai sistem telekomunikasi,
media dan informatika (telematika) diupayakan untuk
menggunakan jalur cyberspace, yang orang awam
menyebutnya internet.
Cyberspace atau Space Way yaitu ruang maya yang
timbul karena pancaran gelombang elektromagnet (namun
ruang tersebut tidak terlihat).1 Cyberspace atau SpaceWay
merupakan sistem jaringan satelit global yang untuk
menyediakan layanan suara, data, gambar, video dan
sebagainya3.
Seorang yang memegang handphone generasi ke 3
dapat mengirim email atau mendownload data dari suatu
1 Jeff Zaleski, Spritualitas Cyber Space, 1999, hal 9 3 Rahadian Sundara dan Sofyan, Prospek Aplikasi Layanan GMPCS, Gematel,
Media Tekhnologi Telekomonikasi dan Informasi, Nomor 08/XXVIII, 1997 hal 8
1
situs di website. Pada saat yang sama tetap bisa
berkomunikasi, tidak hanya suara tetapi juga gambarnya
terlihat. Piranti tersebut juga dapat digunakan untuk
mengakses bank account nya untuk melakukan transfer
uang untuk pembayaran listrik dan air atau melakukan
transaksi saham. Begitu juga dengan seorang yang
menenteng laptop dengan fitur wireless dapat menyaksikan
siaran televisi, mengirim sms ke handphone temannya, atau
chating dengan webcam untuk menggantikan meeting karena
jalanan macet.
Pada intinya Kemajuan teknologi informasi (TI) telah
mengubah berbagai bentuk perilaku dan pola-pola hubungan
Hardware &Software
INTERNETSERVICES
Cable TV Satellite TV Broadcasting
Off-line Entertainment &
Information
NetworkingSwitching
Telephony
Film,News Education/Edutaiment
Advertising
MEDIA
PublishingFilm industry & Advertising
COMPUTINGInformation ProcessingConsumer Electronics
TELECOMMUNICATIONS
Network Infrastructure
2
manusia hampir di semua bidang, baik sosial, budaya,
ekonomi, maupun bidang lainnya.1
Begitu pula pada bidang bisnis atau perdagangan juga
mengalami revolusi dalam bentuk dan caranya yang sering
disebut dengan electronic commerce (Seanjutnya ditulis EC)2
.
EC adalah bentuk transaksi perdagangan yang harus
mendapatkan perhatian dan dukungan dari pemerintah
karena cukup signifikan. Seperti pesan mantan Presiden
William. J.Clinton dalam pidato pengantar tentang A
Framework for Global Electronic Commerce tertanggal 1 Juli
1997, yang berkata 3 :
“One of the most significant uses of the internet is in the world of commerce. Already it is possible to buy books and clothing, to obtain business advice, to purchase everything from gardening tools to high-tech telecommunication equipment over the internet…“Goverments can have a profound effect on the growthof electronic commerce. By their actions, they can facilitate electronic trade or inhibit it. Goverment officials should respect the unique nature of the medium and recognize that widespread commposition and increased consumer choice should be the defining features of the new digital marketplace. They should adopt a market approach to electronic commerce that fasilitates the emergence of a global, transparent, and predictable , legal envirounment to support business and commerce.”.
Definisi dari EC sendiri sangat beragam, tergantung dari
perspektif atau kacamata yang memanfaatkannya.
1 Sri Hariningsih, “Keabsahan transaksi elektronik Dan aspek hukum pembuktian terhadap data elektronik di Indonesia”, Makalah Seminar “Kebutuhan Legal Audit Terhadap Penerapan Teknologi Sistem Informasi Perbankan Serta Kaitannya Dengan Penerapan Internet Banking” diselenggarakan oleh LKHT-UI, Jakarta, 31 Oktober 2001.
2 Kamlesh K Baja dan Debjani Nag, E Commerce : Revolusi Baru Dunia Bisnis, ( Annaka Press ; 2000) , hlm 3-4
3 William J. Clinton, “A Framework For Global Electronic Commerce”, hlm 2 http // : iitf.doc.gov/eleccomm/glo_comm.htm,
3
Association for Electronic Commerce secara sederhana
mendifinisikan E-Commerce sebagai “mekanisme bisnis
secara elektronis”. CommerceNet, sebuah konsorsium
industri, memberikan definisi yang lebih lengkap, yaitu
“penggunaan jejaring komputer (komputer yang saling
terhubung) sebagai sarana penciptaan relasi bisnis”. 4
Sementara Amir Hartman dalam bukunya “Net-Ready”
secara lebih terperinci lagi mendefinisikan E-Commerce
sebagai
“suatu jenis dari mekanisme bisnis secara elektronis yang memfokuskan diri pada transaksi bisnis berbasis individu dengan menggunakan internet sebagai medium pertukaran barang atau jasa baik antara dua buah institusi (B-to-B) maupun antar institusi dan konsumen langsung (B-to-C)”.5
Kamlesh K. Baja dan Debjani Nag mengatakan bahwa,
e commerce merupakan suatu bentuk pertukaran informasi
bisnis tanpa menggunakan kertas (paperless exchange of
business information), melainkan dengan EDI (electronic
data interchange), electronic mail (e mail), electronic
bulletin board (EBB), electronic fund transfer (EFT), dan
melalui tekhnologi jaringan lainnya6.
Ricard Hill dan Lan Walden memberikan definisi EC
dalam The Draft UNCITRAL for Electronic Commerce :
Electronic commerce can be defined as commercial activities conducted through an exchange of information generated, stored, or communicated by electronic, optical or analogous means, including EDI, E-Mail, and so forth7.
4 Richardus Eko Indrajit, E Commerce : Kiat dan Strategi Di Dunia Maya, Electronic Book , Tidak Di Publikasikan, hlm 11
5 Hartman, 2000 dalam Richardus Eko Indrajit, Ibid 6 Kamlesh K Baja dan Debjani Nag, Op cit , hlm 12 lihat juga dalam M Arsyad
Sanusi, E Commerce : Hukum dan Solusinya , (Mizan Grafika Sarana, 2001), hlm 14
4
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, dalam Pasal 1
angka 2 menyebutkan ; “Transaksi Elektronik adalah
perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik
lainnya”
Dari beragam definisi diatas, secara sederhana EC
dapat diterjemahkan sebagai transaksi perdagangan yang
menggunakan fasilitas electronic yang dilakukan melalui
jalur internet (cyberspace)8. EC merupakan sistem yang
memungkinkan transaksi dagang dan pemindahan uang
dari pembeli kepada pedagang secara electronik dengan
memanfaatkan tehnologi electronic.9
Adapun, mengapa EC menjadi pilihan transaksi
bisnis dibandingkan dengan transaksi konvensional adalah
karena beberapa alasan10 :
1. Efisien dan efektif
2. Pemasaran produk dalam skala global, baik business
to business maupun business to customer .
3. Prosedurnya lebih mudah dengan dukungan
tekhnologi informasi ( internet )
4. Dapat di akses dari mana saja ( lintas batas )
5. Mekanisme pembayaran serta transaksi dapat
dilakukan kapan saja dengan mudah.
7 Ricard Hill and Ian Walden, “The Draft UNCITRAL for Electronic Commerce” http: //www mastel.or.id
8 Mukti Fajar ND, “Electronic Commerce dalam Prespektif Hukum di Indonesia”, Thesis S2 Universitas Diponegoro , 2001, hlm 24
9 Budi Sutedjo S., ”Internet Lahirkan Cara Dagang Secara Electronik”, Buletin Jendela Informatika, Edisi Desember 1999, hal 4.
10 Mukti Fajar ND, “Hukum Kontrak Dalam E Commerce”. Makalah Pelatihan Kontrak Dagang Internasional, Yogyakarta, 2 Agustus 2007
5
Arsyad Sanusi memberi perbandingan antara EC
dengan perdagangan konvensional (tradisional) dari sisi
penetrasi pasar berikut ini11 :
Pasar Konvensional Pasar Electronic Kesulitan Promosi dan
akses pasar Ketimpangan
Persaingan Perdagangan
Paperwork Biaya tinggi dan
Birokratis Prosedur Manual Pasar Kurang Kompetitif
Rantai suplai tidak terintegrasi
Permintaan baru sulit / berjangka
Akses pasar mudah
Penilaian Independen
Paperless work Penawaran standar
pasar Prosedure electronis Pasar Kompetitif dan
interaktif Rantai perdagangan
terintegrasi Mudah minta produk
baru
Dari berbagai kelebihan transaksi EC diatas, disisi
lain fenomena bisnis tersebut menuntut hukum untuk
dapat mengikuti perkembangan tersebut. Hukum sebagai
norma, kaidah serta peraturan dituntut kepastiannya
dalam menjaga "permainan baru" perdagangan global
tersebut, agar segalanya dapat tetap berjalan tertib dan
teratur dalam koridor hukum yang jelas.
Ada berbagai persoalan hukum yang muncul dalam
transaksi EC12. Namun dalam tulisan ini akan dibatasi
hanya mengenai persoalan hukum kontrak (bisnis). Adapun
tulisan ini akan membahas mengenai isu hukum terkait
11 M Arsyad Sanusi, E Commerce : Hukum dan Solusinya , (Mizan Grafika Sarana, 2001), hlm 34
12 Selain persoalan hukum kontrak, Edmon Makarim menjelaskan secara rinci ada berbagai persoalan hukum terkait dengan transaksi elektronik seperti ; Hukum Pidana ; Hukum Pajak ; Hak Atas Kekayaan Intelektual; Hukum Perlindungan Konsumen ;Hukum Acara dan sebagainya. Lihat Edmon Makarim , Kompilasi Hukum Telematika , (Rajagrafindo Perkasa, 2003)
6
yaitu : (1).perbandingan antara kontrak konvensional dan
kontrak elektronik dan (2) alat bukti electronic (digital
evidence) dalam kontrak elektronik dan (3) tandan tangan
digital sebagai solusi hukum persoalan kontrak eletronic.
Hal tersebut akan dibahas dalam tulisan berikut ini.
B. Perbandingan antara Kontrak Konvensional dengan
Kontrak Electronic
Sistem hukum Indonesia tentang perjanjian diatur
dalam pasal-pasal buku III BW tentang perikatan yang
secara mendasar dibedakan menurut sifat perjanjiannya
yaitu 11:
1. Perjanjian Konsensuil
adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat
antara para pihak saja, sudah cukup untuk timbulnya
perjanjian.
2. Perjanjian Riil
adalah perjanjian yang baru terjadi kalau barang
yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan
3. Perjanjian Formil
Adalah perjanjian yang disaratkan oleh undang
undang, disamping sepakat juga penuangan dalam
suatu bentuk atau disertai formalitas tertentu.
Dilihat dari sifat perjanjian diatas, EC membawa
persoalan teknis dalam kontrak electroniknya, yaitu :
Pertama, kapan sesungguhnya kesepakatan
perjanjian tersebut terjadi ?. Karena para pihak tidak secara
fisik bertemu secara langsung. Para pihak dipisahkan oleh
ruang dan waktu yang berbeda. Mereka hanya dipertemukan
secara realitas imajiner (virtual realty) dalam ruang maya
11 J. Satrio, Hukum Perikatan : Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Bandung, 1995 hal 48
7
(cyberspace) yang terkoneksi melalui jaringan internet. Bisa
pada saat yang sama (real time), bisa pula dalam waktu
selang.
Kedua, pada prakteknya pemesanan barang atau jasa
dalam EC harus dibayar terlebih dahulu. Pihak konsumen
hanya dapat melihat barang tersebut pada display yang
disajikan oleh produsen di situs perusahaanya. Jadi sifat riil
tersebut sangat jarang terjadi. Walaupun hal ini tetap saja
dimungkinkan untuk perdagangan yang sudah sering
dilakukan antar perusahaan dengan suppliernya. Barang bisa
di order untuk dikirim terlebih dahulu. Pada
perkembangannya, ada dua jenis barang yang dijual belikan
dalam kontrak electronik, yaitu
a. Barang dalam arti piranti keras (hardware)
Untuk jenis barang tersebut maka tidak beda dengan
perdagangan konvesnional. Artinya barang tesebut
adalah barang “wujud” yang dapat disentuh hanya
kesepakatannya dibuat melalui kontrak electronik.
Misalnya pembelian buku, furniture, pakaian dan
lainnya.
b. Barang dalam arti pirant lunak (software)
Barang tersebut tidak dapat disentuh, namun ada
dalam bentuk digital. Seperti program komputer, lagu,
film, gambar (foto) electronic book, electronic
document dan sebagainya. Barang-barang tersebut
dipesan dan dikirim dalam bentuk format exe, mpeg,
wav, avi, doc, pdf, jpg atau format lainnya. Untuk
barang tersebut biasanya pembeli harus membayar
terlebih dahulu baru kemudian diberi sign in / log on
untuk melakukan download .
8
Ketiga, dalam kontrak electronik persyaratan
mengenai formalitas atas bentuk dan penuangannya
sebagaimana disyaratkan undang-undang sangat jarang
digunakan. Karena transaksi yang dilakukan didasarkan pada
asas kebebasan berkontrak atau dalam bentuk standard yang
dikeluarkan oleh penjual. Untuk itu kontrak elektroik masih
terbatas pada bidang transaksi yang belum diatur dalam
undang-undang. Contoh misal dalam jual beli tanah atau
bangunan (property), para pihak dalam EC hanya sampai
pada kesepakatan mengenai harga dan objeknya. Untuk
selanjutnya tetap harus ditempuh dengan proses
konvensional dengan akta otentik dihadapan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Selanjutnya dalam Pasal 1320 KUH Perdata
disebutkan mengenai syarat sahnya perjanjian, yaitu (1)
kesepakatan (2) kecakapan, (3) suatu hal tertentu dan (4)
sebab yang halal (legal). Apabila syarat tersebut adalah suatu
yang mutlak maka, akan menjadi menarik ketika asas
tersebut diterapkan dalam kontrak electronic.
Pertama, arti kesepakatan adalah bertemunya dua
maksud yang terwujud dalam janji untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu.13 Dalam bahasa yang lain adalah
bertemunya antara penawaran (offering) dan penerimaan
(acceptance). Secara teknis kesepakatan ditandai dengan
berbagai cara , misalnya jabat tangan ; pembayaran ; tanda
tangan ; dan hal lain yang dianggap patut menurut undang
undang dan kebiasaan.
Dalam kontrak electronik, kesepakatan secara filosofis
tetaplah sama dengan kontrak konvensional, hanya secara
teknis menjadi berbeda, karena media yang digunakan juga 13 Subekti, Hukum Perjanjian , (PT Intermasa, Cetakan Ke XI, 1987) hlm 17
9
berbeda. Misalnya kata sepakat dilakukan dengan meng
“Klik” kata “ I agree” dalam protokol penawaran terhadap
penggunaan produk software. Seperti contoh dalam gambar
berikut ini.
Begitu pula dengan pembayaran sebagai kata
sepakat, kita tinggal meng “klik” kata “Order”atau “buy
now”.
Mengenai kesepakatan yang dilakukan dengan tanda
tangan digital (digital signature) akan dibahas lebih lanjut
10
Klik Sepakat Klik Tidak Sepakat
Klik disini
Klik disini
dalam tulisan dibawah ini.
Kedua, mengenai kecakapan dalam hukum perdata
diatur tentang dalam pasal 1330 KUH Perdata mengenai
batas usia minimal seseorang, kondisi mental (bukan orang
gila /invalid persoon), atau tidak dibawah pengampuan14.
Dalam kontrak EC seseorang dikatakan cakap hanya apabila
kompentensinya terpenuhi, dan untuk faktor lainnya seperi
usia atau dibawah pengampuan tidak dapat dipantau secara
langsung. Misal seorang anak melakukan transaksi
pengambilan uang di ATM. Sejauh dia dapat mengikuti
protokol dan memasukan Personal Identity Number (PIN)
secara benar maka tetap saja transaksi tersebut sah.
Secara lebih luas, mengenai kecakapan dalam EC,
berarti juga berbicara tentang para pihak yang kompeten
untuk menanggung tanggung jawab dalam transaski
electronic. Ada sedikit perkembangan dalam transaksi
elektronik dibandingkan dengan transaksi konvensional.
Pada transaksi perdagangan konvensional, para
pihaknya adalah penjual dan pembeli. Dalam skala
perdagangan yang paling luas, misalnya perdagangan
internasional, para pihaknya dapat bertambah dengan pihak
perbankan, pihak asuransi dan pihak pengangkut.
14 Subekti, log cit
11
Sementara dalam transaksi EC para pihaknya
bertambah dengan Certification Authority (CA). Menurut
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik, yang dimaksud Certification
Authority adalah Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Dalam
Pasal 1 angka 10 disebutkan : “Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak
yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit
Sertifikat Elektronik”. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 9
disebutkan :
Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
Certification Authority (CA) berkedudukan sebagai
pihak ketiga yang dipercaya untuk memberikan kepastian /
pengesahan terhadap identitas dari seseorang atau
pelanggan (klien C.A. tersebut). Selain itu C.A. juga
mengesahkan pasangan kunci publik dan kunci privat milik
orang tersebut. Proses sertifikasi untuk mendapatkan
pengesahan dari C.A dapat dibagi menjadi 3 tahap 49 :
1. Pelanggan/subscriber membuat sendiri pasangan kunci
privat dan kunci publiknya dengan menggunakan
software yang ada di dalam komputernya.
2. Menunjukan bukti-bukti identitas dirinya sesuai dengan
yang disyaratkan C.A.
49 http://www.geocities.com/amwibowo/resource/.htm , Group Riset Digital Dan Security Dan Electronic,
12
3. Membuktikan bahwa dia mempunyai kunci privat yang
dapat dipasangkan dengan kunci publik tanpa harus
memperlihatkan kunci privatnya.
Tahapan-tahapan tersebut tidak mutlak harus seperti di
atas, akan tetapi tergantung pada ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan oleh C.A. itu sendiri. Hal ini berkaitan
dengan tingkatan dari sertifikat yang diterbitkannya.
Tingkatan ini berkaitan juga dengan besarnya
kewenangan yang diperoleh pelanggan/subscriber
berdasarkan sertifikat yang didapatkannya. Semakin besar
kewenangannya yang diperoleh dari suatu Digital Certificate
yang diterbitkan oleh C.A. semakin tinggi pula level sertifikat
yang diperoleh serta semakin ketat pula persyaratan yang
ditetapkan oleh C.A.
Untuk mendapatkan suatu serifikat yang biasa seperti e
mail, maka pelanggan cukup mendaftarkan secara electonic,
pada website yang menyedikan jasa tersebut seperti Yahoo
Mail, Hotmail, Google Mail (gmail) dan lainnya.
Namun, untuk mendapatkan suatu sertifikat yang
mempunyai level kewenangan yang cukup tinggi, terkadang
C.A. bahkan memerlukan kehadiran secara fisik si subscriber
sehingga C.A. dapat memperoleh kepastian pihak yang akan
memperoleh sertifikat tersebut. Misalnya untk memperoleh
Kartu ATM atau Kartu Kredit, seorang nasabah harus hadir
sendiri ke Bank Penerbit atau perusahaan penerbit Kartu
Kredit selaku CA.
Setelah persyaratan-persyaratan tersebut diuji
keabsahannya maka C.A. menerbitkan sertifikat pengesahan
(dapat berbentuk hard-copy maupun soft-copy), misalnya
kartu ATM (hard-copy) dengan PIN (soft-copy).
13
Sebelum diumumkan secara luas subscriber terlebih
dahulu mempunyai hak untuk melihat apakah informasi-
informasi yang ada pada sertifikat tersebut. Informasi-
informasi yang terdapat di dalam sertifikat tersebut
diantaranya dapat berupa :
1. Identitas C.A. yang menerbitkannya.
2. Pemegang/pemilik/subscriber dari sertifikat tersebut.
3. Batas waktu keberlakuan sertifikat tersebut.
4. Kunci publik dari pemilik sertifikat.
Untuk mengatasi masalah sekuriti pendistribusian
kunci publik, maka kunci publik itu ‘direkatkan’ pada suatu
sertifikat digital. Sertifikat digital selain berisi kunci publik
juga berisi informasi lengkap mengenai jati diri pemilik kunci
tersebut, sebagaimana layaknya KTP, seperti nomor seri,
nama pemilik, kode negara/perusahaan, masa berlaku dsb.
Sama halnya dengan KTP, sertifikat digital juga
ditandatangani secara digital oleh lembaga yang
mengeluarkannya, yakni certificate authority (CA). Dengan
menggunakan kunci publik dari suatu sertifikat digital,
pemeriksa tanda tangan dapat merasa yakin bahwa kunci
publik itu memang berkorelasi dengan seseorang yang
namanya tercantum dalam sertifikat digital itu15.
Ketiga, mengenai suatu hal tertentu hampir tidak ada
perbedaan dengan konrak konvensional. Para pihak bebas
menentukan status hubungan hukum dalam perjanjian yang
mereka buat, baik termasuk kategori perjanjian bernama
maupun tidak bernama.
Keempat, sebab yang halal adalah suatu syarat
dalam perjanjian mengenai objek yang legal secara hukum,
15 Arrianto Mukti Wibowo, “Tanda tangan digital & sertifikat digital: Apa itu?” Infokomputer edisi Internet, Juni 1998.
14
tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum. Secara
asas hal ini tetap berlaku daam kontrak elektronik. Para pihak
diharapkan melakukan transaksi mengenai objek yang tidak
melanggar hukum. Namun pada prakteknya hal tersebut
sering terjadi pelanggaran dan susah untuk dikontrol.
Misalkan mengenai penjualan lagu, film, program komputer
yang melanggar hukum hak cipta, belum lagi mengenai
transaksi film atau gambar porno, yang jelas jelas melanggar
hukum pidana.
C. Aspek Hukum Mengenai Alat Bukti Electronic (Digital
Evidence )
Persoalan hukum yang muncuk dalam kontrak
electronik adalah mengenai , apakah transaksi EC yang
dilangsungkan diruang maya dapat digunakan sebagai alat
bukti yang sah ?
Menurut Paton dalam bukunya A Textbook of
Jurisprudence disebutkan bahwa, alat bukti dapat bersifat
oral, documentary, atau material. Alat bukti yang bersifat oral
merupakan kata-kata yang diucapkan seorang dalam
pengadilan, artinya kesaksian tentang suatu peristiwa
merupakan alat bukti yang bersifat oral. Alat bukti yang
bersifat documentary adalah alat bukti surat atau alat bukti
tertulis, sedang alat bukti yang bersifat material adalah alat
bukti barang fisik yang tampak atau dapat dilihat selain
dokumen.15
Sementara, alat-alat bukti dalam acara perdata yang
disebutkan oleh undang-undang ( pasal 164 HIR, 284 Rbg,
pasal 1866 BW ) ialah :
1. Alat bukti tertulis;15 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta 1993)
hal 119
15
2. Pembuktian dengan saksi.
3. Persangkaan-persangkaan.
4. Pengakuan dan
5. Sumpah.
Untuk pembahasan mengenai alat bukti electronik (
digital evidence) dikhususkan pada alat bukti tertulis sebagai
surat. Dalam UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce
1996 dibahas mengani hal tersebut yaitu :
“ Internationlly, the United Nations Commision on International Trade Law ( UNCITRAL ) , has completed work on a model law that supports the commercial used of internatonal contracts in electronic commerce . This model law establishes rules and norms that validate and recognize contract fromed through electronic means, sets default rules for contract formation and governance of electronic contract performance, defines the characteristic of a valid electronic writing and an original document ,provides far the acceptability of electronic signatures for legal and commercial purposes and support the admission of computer evidence in court and arbitration proceedings.16
Dari uraian kutipan tersebut terdapat penekanan pada
defines the characteristic of a valid electronic writing and an
original document 14 yaitu menganai “writing required”
(tulisan yang dikehendaki) dan berfungsi “as evidence”
(sebagai bukti, keterangan, tanda atau petunjuk )
Menurut Sudikno, surat sebagai alat bukti tertulis
dibagi dua yaitu (1) surat yang merupakan akta dan (2)
surat-surat lainnya yang bukan akta17
“Surat Akta” adalah surat yang diberi tanda tangan
yang memuat peristiwa yang menjadi dasar dari suatu, 16 US Framework for Global Electronic Commerce 1997, “UNTRICAL Model Law
On Electronic Commerce 1996” http://www.jus.uio.no/lm/un.electronic.commerce.model.law.1996
1
17 Sudikno Mertokusumo, op cit
16
hak atau perikatan yang dibuat sejak semula yang disengaja
untuk pembuktian. Jadi untuk dapat digolongkan dalam
pengertian akta maka surat harus ditanda tangani seperti
yang termaktub dalam pasal 1869 BW.
Di dalam HIR, Rbg maupun BW tidaklah mengatur
tentang pembuktian daripada “Surat Surat Yang Bukan
Akta”. Surat dibawah tangan yang “bukan akta” hanya
disebut dalam pasal 1874 BW (S 1867 No: 29). Didalam
pasal 1881 BW (pasal 294 RBG) dan 1883 BW (pasal 297
RBG) diatur secara khusus beberapa surat-surat dibawah
tangan yang bukan akta, yaitu buku daftar (register), surat-
surat rumah tangga dan catatan-catatan yang dibubuhkan
oleh seorang kreditur pada suatu alas hak yang selamanya
dipegangnya.
Kekuatan pembuktian dari pada surat surat yang
bukan akta diserahkan pada pertimbangan hakim ( pasal
1881 ayat 2 BW, 294 ayat 2 RBG).17
Sedangkan akta sendiri dibagi lebih lanjut menjadi (1)
akta otentik dan (2) akta dibawah tangan. Pembedaan “akta
otentik” “Akta Otentik” adalah akta yang harus dibuat
berdasarkan peraturan perundangan serta ditandatangani
oleh notaris atau pejabat yang berwenang. Di dalam HIR akta
otentik diatur dalam pasal 165. Sementara “Akta Dibawah
Tangan” adalah akta yang dibuat serta ditandatangani oleh
para pihak yang bersepakat dalam perikatan atau antara
para pihak yang berkepentingan saja. Mengenai akta
dibawah tangan, tidak diatur dalam HIR, tetapi diatur dalam
S 1867 no.29 untuk Jawa dan Madura sedang untuk Luar Jawa
dan Madura diatur dalam pasal 286 sampai 305 Rbg serta
17 Sudikno Mertukusumo, Ibid, hal 132
17
pasal 1874 sampai 1880 BW.18
Pertanyanya adalah apakah surat electronic seperti e
mail, Electronic Data Interchage (EDI) dan dokumen elecronic
lainnya dapat dianggap sebagai alat bukti ?. Persoalan ini di
Indonesia telah diatur dalam beberapa undang-undang.
Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik disebutkan :
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum
yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah
sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
Sebelumnya dalam Undang Undang No. 8 Tahun 1997
tentang Dokumen Perusahaan. Dalam Pasal 1 ayat 2
disebutkan :
Dokumen Perusahaan adalah data, catatan, dan atau keterangan yang dibuat dan atau diterima oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis di atas kertas atau sarana lain maupun terekam dalam corak apapun yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar.
Dilanjutkan dalam Pasal 12 ayat 1 yang menyebutkan :
Dokumen Perusahaan dapat dialihkan ke dalam mikrofilm
atau media lainnya. Diperkuat dengan Pasal 15 ayat 1 yang
berbunyi : Dokumen perusahaan yang telah dimuat dalam
mikrofilm atau media lainnya sebagaimana dimaksud dalam
pasal 12 ayat 1 dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti
yang sah.
Dari pembahasan diatas dapat diartikan bahwa alat
18 Sudikno Mertukusumo, Ibid, hal 127
18
bukti electronik (digital evidence) telah mendapatkan status
legal dalam sistem hukum di Indonesia.
D. Tanda Tangan Digital (digital signature) Dalam Kontrak
Electronik
Salah satu keunggulan berbisnis di dunia maya adalah
dapat dilakukannya transaksi perdagangan dimana dan kapan
saja tanpa harus adanya tatap muka secara fisik antara
penjual dan pembeli. Namun hal ini kerap menjadi
permasalahan tersendiri, terutama yang berhubungan dengan
masalah autentifikasi. Bagaimana si penjual dapat yakin
bahwa yang membeli produknya adalah orang yang
sesungguhnya (seperti pengakuannya)? Bagaimana si penjual
dapat merasa yakin, misalnya18:
Bahwa kartu kredit yang dipergunakan benar-benar milik dari si pembeli? atau
Bahwa informasi yang dikirimkan oleh si penjual tidak jatuh ke tangan mereka yang tidak berhak kecuali pembeli yang bersangkutan? atau
Bahwa dokumen yang dikirimkan tidak diubah-ubah oleh mereka yang tidak berhak di tengah-tengah jalur transmisi? atau
Bahwa transaksi perdagangan dapat sah secara hukum karena tidak adanya pihak penipuan dari si pembeli?
dan lain sebagainya.
Di dalam dunia nyata, biasanya untuk memecahkan
permasalahan ini dipergunakan “tanda tangan” sebagai bukti
autentifikasi (keaslian) identifikasi seseorang. Dalam
perdagangan konvensional selama ini hanya tanda tangan “
tinta basah” yang digunakan. Di dalam dunia maya,
ditawarkan suatu konsep yang diberi nama sebagai “digital
signature” atau tanda tangan digital19.18 Richardus Eko Indrajit, Op Cit , hlm 13819 David Kosiur. Understanding Electronic Commerce – How Online Transactions
can Grow Your Business. (Redmond, Washington: Microsoft Press), 1997
19
Seperti yang dikatakan Thomas J Smedinghoff, bahwa
digital signature secara substatif adalah sama halnya dengan
tanda tangan “tinta basah”. Dia katakan seperti berikut ini 20:
An electronic substitute for a manual signature that serves the same functions as manual signature and more. It is an identifier created by computer instead of a pen . In more technical terms, a digital signature is the sequence of bits that resut from using a one way has function to create a message digest of an electronic communication
Secara substatif, tanda tangan secara umum harus
mampu menjalankan sejumlah fungsi, yaitu bahwa ia
dapat21 :
1. mengidentifikasi penanda tangan ;
2. memberi kepastian atas terlibatnya seseorang dalam
penanda tanganan tersebut;
3. mengasosiasikan orang tertentu dengan isi dokumen
4. menyatakan kepemilikan dokumen itu pada penanda
tangan dan
5. menyatakan beberapa kesepakatan tertulis untuk tidak
dimungkinkannya keterlibatan pihak lain terlibat dalam
penulisan tersebut
Menurut menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, dalam Pasal
1 angka 12 menyebutkan
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
20 Thomas J Smedinghoff, On Line Law : The SPA’s Legal Guide to Doing Business on The Internet, (Addison –Wesley Developers Press, 2000) hlm 43-44
21 M Arsyad Sanusi , Op Cit , hlm 75
20
Untuk memenuhi persyaratan subtansi dari fungsi
tanda tangan “tinta basah” tersebut, agar dapat dianalogikan
sama, maka digital signature harus memenuhi proses
electronic yang menjamin beberapa hal berikut ini22 :
1. Integrity (Keutuhan)
Integritas/integrity berhubungan dengan masalah
keutuhan dari suatu data yang dikirimkan. Seorang
penerima pesan/data dapat merasa yakin apakah pesan
yang diterimanya sama dengan pesan yang dikirimkan. Ia
dapat merasa yakin bahwa data tersebut belum pernah
dimodifikasi atau diubah selama proses pengiriman atau
penyimpanan.
2. Authenticity (Otentisitas)
Dengan memberikan digital signature pada data elektronik
yang dikirimkan maka akan dapat ditunjukkan dari mana
data elektronis tersebut sesungguhnya berasal.
3. Non-Repudiation (Tidak dapat disangkal
keberadaannya)
Non repudiation/ tidak dapat disangkalnya keberadaan
suatu pesan berhubungan dengan orang yang
mengirimkan pesan tersebut. Pengirim pesan tidak dapat
menyangkal bahwa ia telah mengirimkan suatu pesan
apabila ia sudah mengirimkan suatu pesan. Ia juga tidak
dapat menyangkal isi dari suatu pesan berbeda dengan
apa yang ia kirimkan apabila ia telah mengirim pesan
tersebut. Non repudiation adalah hal yang sangat penting
bagi e-commerce apabila suatu transaksi dilakukan melalui
suatu jaringan internet, khususnya dalam pemesanan
ataupun pembayaran.
22 Thomas J Smedinghoff, Op Cit , hlm 54-55
21
THE INTERNET
Secret Key
Secret Key
Original Message(plain text)
Encrypted Message(cipher text)
Encrypted Message(cipher text)
Original Message(plain text)
encrypt
decrypt
4. Confidentiality (Kerahasiaan)
Pesan dalam bentuk data elektronik yang dikirimkan
tersebut bersifat rahasia/confidential, sehingga tidak
semua orang dapat mengetahui isi data elektronik yang
telah di-sign dan dimasukkan dalam digital envelope.
Keberadaan digital envelope yang termasuk bagian yang
integral dari digital signature menyebabkan suatu pesan
yang telah dienkripsi hanya dapat dibuka oleh orang yang
berhak.
Kriteria-kriteria diatas dapat dijelaskan lebih sederhana
dengan gambar berikut ini :
22
Integrity : Pesan yang dikirim dan
diterima utuh /tidak berubah
Authenticity dan Non
Repudiation: asal data dan pengirim tidak
dapat disangkal
Confidentiality : Pesan bersifat
rahasia tidak bisa dibuka kecuali
penerima yang dituju
Pengirim
Penerima
Digital signature sebagai prosedur teknis yang
menjamin bahwa para pihak tidak bisa “mengingkari
keberadaanya” sebagai subyek hukum dalam perjanjiaan
transaksi elektronik. Artinya fungsi digital signature tersebut
menjadi dasar sahnya suatu perjanjian dan merupakan
sumber perikatan bagi para pihak, walaupun secara fisik para
pihak tidak bertemu muka23
Digital Signature adalah suatu sistem pengamanan
yang menggunakan public key cryptography system, atau
secara umum pengertiannya adalah 64:
A data value generated by public key algorithm based on the contents of a lock data and a private key, yielding so individualized crypto checksum.
Gambar kriptografi tanda tangan digital
Skema ini mununjukan bahwa tanda digital adalah
keseuaian antara kunci publik dan kunci private. Kesuaian ini
menunjukan proses electronic bahwa pengguna adalah orang
yang mempunyai otorisasi untuk melakukan transaksi.
Misalnya dalam membuka email, atau membuka ATM dapat
dilihat dari gambar berikut ini .
23 Mukti Fajar ND, Electronic Commerce ....Op Cit , hlm 6664 Group Riset Digital Security Dan E-Com, Op Cit hlm 3
23
PIN : **************
Apabila kunci publik tidak sesuai dengan kunci private
maka transaksi akan ditolak. Seperti halnya model
konvensional , kalau tanda tangan kita tidak sesuai dengan
yang ada dalam buku rekening , maka transaksi dengan bank
tidak akan dilayani.
Jika proses elektronis dari digital signature tersebut
dapat dianalogikan sama dengan tanda tangan “tinta basah”,
maka persoalan hukum dalam kontrak elektronik, seperti
keabsahan ataupun sebagai alat bukti telah ditemukan
solusinya.
24
Kunci
Kunci Private
Kunci
Kunci Private
Recommended