View
220
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Laporan AkhirKoordinasi dan Kerjasama Perencanaan
Pengembangan Wilayah
Direktorat Pengembangan Wilayah
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi DaerahKementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS
2009
Laporan Akhir KOORDINASI DAN KERJASAMA PERENCANAAN
PENGEMBANGAN WILAYAH
PENGARAH Ir. Max H. Pohan, CES, MA
PENANGGUNG JAWAB Ir. Arifin Rudiyanto M.Sc, Ph.D
TIM PENYUSUN Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D
Awan Setiawan, SE, MM, ME Uke Mohammad Hussein, S.Si. MPP
Supriyadi, S.Si, MTP Rudi Alfian, SE
Yudianto, ST, MT, MPP Agung Widodo, SP, MIDEC
Fidelia Silvana, SP, M.Int.Econ & F Anang Budi Gunawan, SE Ika Retna Wulandary, ST
TIM PENDUKUNG Anna Astuti
Eni Arni Sapto Mulyono
Tri Supriyana Setya Rusdianto
Selenia Ediyani P.
Komentar, saran dan kritik dapat disampaikan ke :
Direktorat Pengembangan Wilayah
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta Pusat 10310
Telp/Fax. (021) 3193 4195
KATA PENGANTAR
Penerapan penganggaran berbasis kinerja ditujukan untuk mendukung perbaikan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan hasil yang diharapkan.
Kegiatan koordinasi dan kerjasama perencanaan pengembangan wilayah bertujuan untuk Meningkatkan dan memantapkan komunikasi dalam proses perencanaan pembangunan wilayah dengan stakeholder terkait ditingkat pusat dan daerah, Memantapkan koordinasi antara Pusat dan Daerah dalam pelaksanaan pembangunan wilayah, Mendapatkan data dan informasi akurat dari stakeholder terkait yang dapat mendukung pelaksanaan pembangunan wilayah, Mengembangkan konsultasi dan diskusi yang lebih efektif antara stakeholder terkait dengan perencanaan dan pelaksana pembangunan wilayah ditingkat pusat dan daerah. Dari kegiatan koordinasi ini, diharapkan dapat diperoleh rekomendasi untuk penyusunan kebijakan dan program, khususnya yang terkait dengan pengembangan wilayah, pada tahun-tahun selanjutnya.
Namun, seperti kata pepatah “tidak ada gading yang tak retak”, tentu laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan komentar, masukan, saran dan kritik yang membangun dalam laporan akhir ini.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada mitra kerja, baik di pusat maupun daerah, serta pihak-pihak terkait lainnya yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat.
Jakarta, Desember 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 6
1.3 Sasaran 7
1.4 Keluaran 7
1.5 Ruang Lingkup 8
1.6 Sistematika Penulisan 8
BAB 2 LANDASAN TEORI 10
2.1 Definisi Koordinasi 10
2.2 Keterkaitan antara Perencanaan, Manajemen, dan Koordinasi 11
2.3 Koordinasi dalam Perencanaan Pembangunan Nasional 20
BAB 3 METODOLOGI 23
3.1 Kerangka Pemikiran 23
3.2 Teknik Pelaksanaan 24
3.3 Kegiatan-Kegiatan Yang Dikoordinasikan 25
BAB 4 Rencana Kerja 27
4.1 Rencana Kerja 27
4.2 Struktur Organisasi/Tim Pelaksana 29
4.3 Jadwal dan Penugasan Personil 29
iii
iv
BAB 5 Pelaksanaan Kegiatan dan Pembahasan 30
5.1 Koordinasi dengan Mitra Kerja K/L (Bakosurtanal) 31
5.2 Koordinasi Kegiatan-kegiatan Direktorat Pengembangan Wilayah 41
5.3 Koordinasi dan Integrasi program Pengembangan Infrastruktur
Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW)l 48
5.4 Koordinasi Kegiatan Harmonisasi Kebijakan dan Informasi dalam
Pelaksanaan Kerjasama Riset Analyzing Pathways to Sustainability
in Indonesia ( APSI )
59
5.5 Temu Konsultasi Bappenas – Bappeda Provinsi 65
5.6 Koordinasi Kegiatan Prakarsa Strategis Pengembangan Pulau
Dalam Rangka Penyusunan Buku III RKP 2010 dan RPJMN 2010-
2014 Berdimensi Kewilayahan
71
5.7 Koordinasi Kegiatan Capacity Building for Regional Development
Policy Formulation (DSF)
75
BAB 6 Kesimpulan
PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, memberikan
arah pembangunan jangka panjang tahun 2005-2025 khususnya dalam rangka
mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah melalui
pengembangan wilayah. Pelaksanaan pengembangan wilayah tersebut dilakukan
secara terencana dan terintegrasi dengan semua rencana pembangunan sektor dan
bidang. Rencana pembangunan dijabarkan dan disinkronkan ke dalam rencana tata
ruang yang konsisten, baik materi maupun jangka waktunya.
Penekanan secara khusus terhadap pendekatan regional dalam rencana
pembangunan juga termuat dalam rencana pembangunan jangka menengah
(RPJM) tahap I (2004-2009). Tahapan dan skala prioritas dalam RPJM Tahap II
(2010-2014) adalah meningkatnya kualitas perencanaan tata ruang serta
konsistensi pemanfaatan ruang dengan mengintegrasikannya ke dalam dokumen
perencanaan pembangunan terkait dan penegakan peraturan dalam rangka
pengendalian pemanfaatan ruang. Seperti yang tercantum dalam UU 26/2007
tentang penataan ruang, bahwa tata ruang disusun berdasar pola terpadu melalui
pendekatan wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam dan lingkungan
sosial. Diharapkan bahwa diantara masyarakat dan lingkungan terjadi interaksi
yang serasi, selaras dan seimbang, diimplementasikan dalam pengembangan
kegiatan di semua sektor secara terpadu.
Pada prinsipnya pengembangan wilayah dengan pendekatan regional
selayaknya merupakan kesatuan konsepsi strategi pengembangan wilayah yang
tidak terlepas dari konsepsi NKRI. Di mana konsepsi tersebut mampu menjamin
efektifitas dan efisiensi pengelolaan sumber daya lokal. Lebih jauh, strategi dan
pelaksanaan prioritas dalam pengembangan wilayah diharapkan mampu
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 1
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
memberikan dampak multiplier terhadap kawasan sekitarnya serta menjamin
keberlanjutan arah pembangunan (sustainability development).
Pendekatan pengembangan wilayah, prinsisp-prinsip dari dimensi-dimensi
spasial menjadi suatu syarat penting yang perlu dipahami. Pada dasarnya terdapat
2 dimensi spasial penting yang perlu dipahami yaitu: (1) local specificity, yang
merujuk pada pengertian bahwa setiap lokasi dalam suatu ruang pasti mempunyai
kekhasan. Kekhasan ini bisa diartikan sebagai kekhasan alamiah seperti kandungan
sumberdaya, dan bisa diartikan pula sebagai kekhasan buatan seperti wilayah
sentra produksi kerajinan, wilayah sentra bisnis dan sebagainya, dan (2) spatial
interaction, yang merujuk pada pengertian bahwa harus terjadi interaksi antara
wilayah-wilayah dengan local specificity agar bisa meningkatkan efisiensi dan
keberlanjutan pembangunan dari masing-masing wilayah yang terlibat. Sedangkan
konsep pembangunan wilayah pada intinya mempunyai lima arah. Pertama,
menciptakan suasana atau iklim usaha yang memungkinkan berkembangnya
potensi masyarakat di berbagai wilayah. Kedua, meningkatkan akses masyarakat
terhadap sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi,
lapangan kerja dan pasar. Ketiga, menciptakan kebersamaan dan kemitraan antara
yang sudah maju dengan yang belum berkembang. Keempat, memperkuat
kerjasama antar daerah dengan memperhatikan keterkaitan pembangunan lintas
wilayah dan lintas sektor. Kelima, mempercepat pembangunan wilayah-wilayah
tertinggal dan wilayah perbatasan.
Sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan
UU N0 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Daerah dan yang telah
dirubah menjadi UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004, telah terjadi perubahan
dalam pola hubungan antara pusat dan daerah. Sebelum diberlakukannya undang-
undang tersebut, pola hubungan masih bersifat sentralistik yang ditandai oleh
ketatnya kontrol pusat atas daerah, seperti dalam alokasi pembiayaan
pembangunan dan terbatasnya kewenangan daerah. Implementasi otonomi daerah
melalui payung undang-undang tersebut telah memberikan keleluasan bagi daerah,
sehingga pola hubungan saat ini dibangun dalam konteks desentralisasi.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 2
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 3
Pergeseran pola hubungan tersebut membuka peluang bagi pusat maupun
daerah untuk memperoleh manfaat yang lebih besar. Secara teoritis, manfaat yang
diterima dari desentralisasi antara lain: (i) mengurangi bertumpuknya pekerjaan di
pusat, (ii) dalam menghadapi masalah mendesak dan membutuhkan tindakan
cepat daerah tidak perlu menunggu instruksi dari pusat, (iii) mengurangi biaya
birokrasi, dan (iv) dari segi psikologi, desentralisasi memberikan kepuasan bagi
daerah1. Pada akhirnya, penerapan otonomi daerah diharapkan mencapai tujuan
berupa efisiensi penyediaan sarana dan prasarana serta pelayanan kepada
masyarakat sesuai kapasitas pemerintah daerah dan keinginan masyarakat
dimasing-masing daerah, peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat
yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan
pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah
serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan negara kesatuan. Namun
demikian, untuk mengambil manfaat dari implementasi otonomi daerah tidaklah
mudah. Pergeseran pola hubungan pusat dan daerah telah berdampak antara lain
pada koordinasi dan kerjasama perencanaan pengembangan wilayah, terutama
dalam konteks koordinasi dan kerjasama pembangunan sektoral dan daerah.
Dengan pembagian kewenangan yang jelas koordinasi dan kerjasama seharusnya
lebih mudah dilaksanakan. Pada kenyataannya antara sektoral dan daerah belum
mengoptimalkan koordinasi pembangunan secara menyeluruh.
Pada tataran sistem, pelaksanaan otonomi daerah membawa perubahan
yang cukup signifikan terutama berhubungan dengan kerjasama antarpelaku
pembangunan, pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, dan pengawasan pembangunan. Aspek-aspek itu sebelumnya sangat
ditentukan oleh lembaga eksekutif dan lebih terfokus pada pendekatan sektoral
yang terpusat sehingga pemerintah daerah kurang mendapat kesempatan untuk
mengembangkan kapasitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan
dan pelayanan masyarakat secara optimal. Di samping itu pembangunan sektoral
yang terpusat cenderung kurang memperhatikan keragaman kondisi sosial ekonomi
daerah yang selanjutnya telah mengakibatkan ketergantungan pemerintah daerah
1 Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1991, hal 12-13.
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
kepada pemerintah pusat, lemahnya pertanggungjawaban kinerja pemerintah
daerah kepada masyarakat.
Pada tataran kelembagaan, saat ini mekanisme perencanaan pembangunan
dipandang kurang efektif dalam menjembatani koordinasi pembangunan sektoral
dan daerah. Berbagai program pembangunan yang dalam berbagai dokumen
perencanaan pembangunan seringkali tidak sesuai dengan rencana pembiayaan
pembangunan baik RAPBN maupun RAPBD. Masalah ini menyiratkan lemahnya
koordinasi dan kerjasama antar lembaga perencanaan, baik pusat maupun di
daerah dengan para pelaku pembangunan. Selain itu, masalah kelembagaan yang
muncul adalah kurangnya komunikasi antar pelaku pembangunan, baik antar
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah maupun antar pemerintah daerah
dengan masyarakat madani dan sektor swasta.
Pada tataran operasional, berbagai program pembangunan sektoral dan
daerah seringkali boros, tidak mencapai sasaran, dan tidak memberikan manfaat
yang optimal. Selain ketidakjelasan pada tataran sistem dan kelembagaan,
permasalahan ini juga bersumber dari penyimpangan akibat sikap mental yang
masih lemah.
Dalam pemanfaatan sumber daya alam di sektor kehutanan dan
pertambangan, misalnya, masih terdapat tumpang tindih pengaturan yang
menunjukkan lemahnya koordinasi antarsektor maupun sektoral dengan daerah.
Padahal kerjasama yang melibatkan stakeholders terkait dibawah koordinasi yang
terpadu akan menghasilkan nilai tambah yang lebih besar.
Selain itu, banyak pemerintah daerah saat ini berusaha mengoptimalkan
sumber daya yang dimilikinya untuk memajukan daerahnya. Tetapi tidak jarang
peran-peran yang dimainkan oleh daerah dilakukan tanpa koordinasi dengan
daerah lain atau dengan pusat. Eksternalitas ekonomi yang dihasilkan oleh suatu
daerah tidak jarang diabaikan, sehingga membuka peluang untuk terjadinya konflik
antar daerah maupun dengan pusat. Eksklusifitas daerah semacam ini akan
menimbulkan ketidakefisienan pembangunan, sehingga sebenarnya diperlukan
kerjasama pembangunan sektoral dan daerah.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 4
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Konsekuensi lain dari otonomi daerah adalah ketidakserasian perkembangan
setiap daerah yang disebabkan oleh perbedaan dalam penguasaan sumber daya.
Ketimpangan antar daerah yang ada, akan semakin memperparah keadaan. Dalam
konteks penyelesaian persoalan ini, koordinasi dan kerjasama perencanaan
pengembangan wilayah dalam upaya untuk mengoptimalkan proses pelaksanaan
pembangunan sektoral dan daerah akan menciptakan keserasian pembangunan.
Fenomena-fenomena tersebut menjadi isu krusial yang sepantasnya
mendapat perhatian secara serius untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.
Masih banyak isu-isu strategis dalam konteks koordinasi sektoral dan daerah. Oleh
karenanya untuk meletakkan isu-isu tersebut dalam kerangka koordinasi
pembangunan sektoral dan daerah diperlukan kajian yang mendalam. Hal ini
didasarkan oleh pertimbangan sebagai berikut:
Pertama, pembangunan pada masa lalu sarat dengan sentralisme karena
semua otoritas pembangunan berada di tangan dan diatur sepenuhnya oleh
pemerintah pusat. Saat ini sebagian otoritas tersebut telah didelegasikan kepada
dan berada di tangan pemerintah daerah. Delegasi otoritas yang dimaksud lebih
diarahkan dalam kerangka burden-sharing dengan tetap mengacu pada semangat
negara kesatuan. Dengan demikian, apapun yang dilakukan oleh pusat (sektoral)
maupun daerah adalah kerangka kerjasama yang saling melengkapi untuk
menciptakan nilai tambah yang lebih besar.
Kedua, disadari bahwa kelembagaan koordinasi dan kerjasama
pengembangan wilayah dalam upaya meningkatkan pembangunan sektoral dan
daerah memiliki urgensi yang tinggi, akan tetapi koordinasi dan kerjasama
pembangunan sektoral dan daerah yang dijalankan selama ini sebenarnya belum
memiliki format yang ideal. Oleh karena itu, konstruksi model koordinasi
pembangunan sektoral dan daerah yang disesuaikan dengan pergeseran
paradigma pembangunan di era otonomi perlu dicermati dengan tajam dan
mendalam. Pengalaman masa lalu mengenai koordinasi sektoral dan daerah tidak
sedikit yang memiliki keberhasilan dan manfaat yang besar. Selain itu kemungkinan
model koordinasi pembangunan sektoral dan daerah yang melibatkan stakeholders
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 5
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
terkait telah diterapkan di berbagai tempat. Pola yang telah diterapkan dapat
dijadikan dasar untuk pengembangan lebih lanjut dengan penyesuaian yang
didasarkan pada pola hubungan baru.
Ketiga, kegagalan koordinasi dan kerjasama pembangunan sektoral dan
daerah dapat menghambat terwujudnya integrasi wilayah (sosial, ekonomi, budaya
dan politik nasional). Oleh karenanya, pengembangan pola atau model koordinasi
dan kerjasama pembangunan sektoral dan daerah merupakan bagian integral
dalam mengisi ruang otonomi daerah serta mewujudkan hubungan yang harmonis
antara pusat dan daerah dalam proses pembangunan secara khusus dan
pemerintahan secara keseluruhan.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan
Pengembangan Wilayah, yaitu:
1. Meningkatkan dan memantapkan komunikasi dalam proses perencanaan
pembangunan wilayah dengan stakeholder terkait ditingkat pusat dan
daerah (Perguruan Tinggi, LSM, Organisasi Profesi, Lembaga Kajian dan
lainnya).
2. Memantapkan koordinasi antara pusat dan daerah dalam pelaksanaan
pembangunan wilayah.
3. Mendapatkan data dan informasi akurat dari stakeholder terkait yang dapat
mendukung pelaksanaan pembangunan wilayah.
4. Mengembangkan konsultasi dan diskusi yang lebih efektif antara stakeholder
terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan wilayah
ditingkat pusat dan daerah.
1.3. Sasaran
Sementara itu, sararan kegiatan Koordinasi Dan Kerjasama Perencanaan
Pengembangan Wilayah ini adalah untuk mencapai kesepakatan dan kesepahaman
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 6
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
bersama stakeholder terkait dalam upaya untuk mencapai keserasian dan
keseimbangan pembangunan antardaerah dan antarsektor agar sesuai dengan
tujuan pembangunan nasional dalam RPJM 2004-2oo9. Diharapkan penerima
manfaat dari hasil koordinasi adalah semua pihak yang terlibat dalam
pembangunan antara lain BAPPENAS dan pemerintah daerah (khususnya
Bappeda).
1.4. Keluaran
Keluaran kegiatan Koordinasi Dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan
Wilayah ini adalah sebagai berikut:
1. Terlaksananya dialog intensif dengan stakeholder terkait ditingkat pusat dan
daerah (Bappeda).
2. Terkumpulnya data dan informasi berkaitan dengan pelaksanaan
pembangunan wilayah ditingkat pusat dan daerah.
3. Terfasilitasinya pertemuan koordinasi dan konsultasi secara intensif antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
4. Adanya masukan dan rekomendasi terhadap model koordinasi dan
kerjasama yang efektif dalam mendukung pelaksanaan pengembangan
wilayah.
1.5. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan Koordinasi Dan Kerjasama Perencanaan
Pengembangan Wilayah ini adalah:
1. Penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK);
2. Pengumpulan data sekunder melalui tinjauan pustaka serta tinjauan
dokumen perencanaan;
3. Diskusi;
4. Pertemuan/Rapat;
5. Kunjungan Lapangan.
Dalam rangka melakukan koordinasi dan kerjasama perencanaan pembangunan
kami melakukan koordinasi dengan direktorat-direktorat lain di Bappenas,
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 7
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Departemen terkait serta pemerintah daerah. Daerah yang menjadi kunjungan
dalam koordinasi dan kerjasama perencanaan pengembangan wilayah meliputi
Provinsi Sumatera Utara, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, dan Nusa
Tenggara Barat, sebagai perwakilan dari masing-masing wilayah.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Laporan Akhir Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan
Pengembangan Wilayah adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat Latar Belakang, Tujuan dan Sasaran, Keluaran, Ruang Lingkup,
dan Sistematika Penulisan Laporan ini.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini memaparkan pengertian dan landasan teori koordinasi dalam perencanaan
pembangunan.
BAB III METODOLOGI
Bab ini memaparkan mengenai metodologi yang akan digunakan baik dalam
tahapan pelaksanaan kegiatan maupun dalam melakukan analisis.
BAB IV RENCANA KERJA
Bab ini memaparkan mengenai rencana kerja yang telah disusun, struktur
organisasi dalam kajian, jadwal dan penugasan personil dalam melaksanakan
koordinasi program pengembangan wilayah.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tentang pelaksanaan kegiatan koordinasi program
pengembangan wilayah dan hasil-hasil dari pelaksanaan tersebut.
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 8
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 9
Bab ini memuat kesimpulan dari hasil pelaksanaan, serta rekomendasi untuk
pelaksanaan kegiatan koordinasi pengembangan wilayah pada tahun-tahun
selanjutnya.
LANDASAN TEORI 2
II.1 Definisi Koordinasi
Kata koordinasi, secara harfiah merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa
Inggris. Menurut Webster’s New Collegiate Dictionary, koordinasi berasal dari kata
“to coordinate” yang berarti “to put in the same order or rank” atau “to bring into
a common action, movement, or condition”. Tersirat dalam makna kata kerja
tersebut adalah kesamaan keteraturan dan derajad, dan kesamaan aksi, gerakan
ataupun kondisi. Koordinasi adalah kegiatan memadukan fungsi-fungsi dan
sumber-daya yang ada dalam sistem atau organisasi, sehingga dapat dicapai hasil
yang optimal dalam upaya pencapaian dan sasaran dan tujuan organisasi.
Koordinasi merupakan kata benda, sedangkan kata kerjanya adalah berkoordinasi
atau mengkoordinasikan.
Koordinasi pada umumnya dapat diidentifikasi melalui berlangsungnya interaksi
secara horisontal. Kadang dapat juga terjadi interaksi diagonal maupun vertikal.
Dalam hubungan vertikal, subyek koordinasi adalah koordinator, sedangkan
obyeknya adalah yang dikoordinasikan. Dalam kaitan komunikasi sosial, koordinasi
sangat diperlukan untuk dapat tercapainya keterpaduan dalam kegiatan- kegiatan
yang dilakukan sehingga langkah atau tindak lanjutnya dapat mengarah kepada
pencapaian hasil yang optimal. (www.hangtuah.ac.id/Sapto/kiss.htm)
Definisi koordinasi juga dikemukakan oleh Malone dan Crowston. Definisi
koordinasi yang dikemukakan oleh Malone dan Crowston adalah sebagai berikut
"Coordination is managing dependencies between activities". Menurut Malone
dan Crowston koordinasi adalah cara mengelola saling ketergantungan diantara
kegiatan-kegiatan. Macam-macam ketergantungan yang harus diatur tersebut
adalah :
1. Berbagai sumber daya,
2. Hubungan produser / konsumer,
3. Hambatan yang terus menerus ada,
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 10
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
4. Penugasan.
Koordinasi berdasarkan perspektif Malone dan Crowston cenderung mengarah
pada definisi koordinasi yang terkait dengan kegiatan perekonomian khususnya
ekonomi mikro. Oleh karena itu, koordinasi melibatkan aspek sumber daya,
produser, konsumer, dan penugasan. Sedangkan dalam kegiatan Koordinasi dan
Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah, kata koordinasi mengandung
pengertian kesetaraan, kesesuaian, saling mengisi, dan saling mendukung.
Kegiatan koordinasi dan kerjasama dalam perencanaan pengembangan wilayah
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan sebagai suatu usaha untuk
mempertemukan dan memahami berbagai kepentingan dalam suatu tujuan dan
sasaran yang sama dalam suatu komunikasi timbal balik antar berbagai pelaku
sehingga suatu kegiatan dapat dilakukan seara terintegrasi, efisien, efektif dan
memiliki tingkat kepuasan yang tinggi di antara para stakeholder.
Dalam hal ini peranan lembaga-lembaga perencanaan seperti Bappenas dan
Bappeda, maupun Departemen atau Kementerian/Lembaga lainnya sangat
diperlukan dalam pengkoordinasian perencanaan pengembangan wilayah,
terutama dalam pengalokasian sumber-sumber daya pembangunan, mengingat
masalah yang semakin kompleks, dan semakin banyaknya aktor pembangunan
yang terlibat dan memiliki peranan masing-masing secara sub-nasional atau sub-
regional, tidak saja aktor pemerintah, tetapi juga masyarakat secara luas termasuk
dunia usaha.
II.2 Keterkaitan antara Perencanaan, Manajemen, dan Koordinasi
Undang-undang RI Nomor 25 Tahun 2004, menyebutkan bahwa perencanaan
adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui
urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Sedangkan
pembangunan nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Undang-undang tersebut juga
mendefinisikan sistem perencanaan pembangunan nasional sebagai satu kesatuan
tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana
pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 11
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat
dan Daerah.
Sistem perencanaan pembangunan nasional berkaitan erat dengan manajemen
penyelenggaraan pemerintahan, dimana manajemen penyelenggaraan
pemerintahan yang baik memiliki peran penting untuk mewujudkan tujuan
bernegara. Hal ini dikarenakan perencanaan merupakan salah satu unsur penting
dalam suatu manajemen. Beberapa unsur yang terkandung dalam suatu
manajemen antara lain :
1. Tujuan yang akan dicapai.
2. Adanya proses kegiatan bersama.
3. Adanya pemanfaatan sumber daya.
4. Adanya kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan
terhadap sumber daya yang ada.
John D. Milst mengatakan “Management is the process of directing and
fasilitating the work of people, utilizing in each both science and art and follow in
order to accomplish predetermined objectives”.
George R Terry : “Management is a distinct process consisting of planning
organizing, actuating, controlling, utilizing in each both science and art and
follow in order to accomplish predetermined objectives”.
Dari dua definisi tersebut dapat kita simpulkan adanya dua unsur manajemen :
- Manajemen selalu diterapkan dalam hubungannya dengan suatu kelompok
orang yang bekerja bersama;
- Ada tujuan tertentu yang akan dicapai.
Di samping itu, dapat pula dikatakan bahwa dalam manajemen terjadi serangkaian
kegiatan utama yang juga dapat kita sebut proses manajemen. Tentang proses
manajemen ini beberapa ahli manajemen mengemukakan beberapa macam
misalnya :
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 12
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
a. Luther Gullich menyebut : planning, organizing, staffing, directing,
coordinating, reporting, budgeting
b. Henry Fayol : planning, organizing, commanding, coordinating, controlling.
c. Linda F. Urwick : forecasting, planning, organizing, commanding,
coordinating, controlling.
1. Perencanaan (Planning).
Perencanaan dapat didefinisikan sebagai “persiapan yang teratur dari setiap
usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Perencanaan adalah
suatu proses kegiatan penentuan tindakan atau langkah-langkah yang akan
dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan
pembangunan dalam waktu tertentu dengan mempertimbangkan potensi,
peluang, dan kendala yang mungkin timbul. Perencanan yang baik hendaknya
mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a. Planning (perencanaan) yang dirumuskan secara jelas dan dijabarkan
secara operasional.
b. Policy yaitu cara atau kebijaksanaan untuk mencapai tujuan dalam garis
besarnya.
c. Prosedur pembagian tugas serta hubungannya antara anggota kelompok
masing-masing.
d. Progress (kemajuan) yaitu penetapan standard kemajuan yang hendak
dicapai.
e. Program yaitu langkah-langkah kegiatan untuk mencapai tujuan
Syarat-syarat Perencanaan:
Luther Gullich menyebutkan syarat-syarat sebagai berikut :
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 13
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
1. Tujuan harus dirumuskan secara jelas.
2. Perencanaan harus sederhana dan realistis.
3. Memuat analisis-analisis dan penjelasan-penjelasan terhadap usaha-usaha
yang direncanakan.
4. Bersifat fleksibel.
5. Ada keseimbangan baik ke luar maupun ke dalam
6. Ke dalam berarti seimbang antara bagian-bagian dalam perencanaan
tersebut. Sedangkan ke luar berarti seimbang antara tujuan dan fasililtas
yang tersedia.
7. Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya, tenaga dan sumber daya yang
tersedia.
Fungsi Perencanaan:
Menjelaskan secara tepat tujuan-tujuan serta cara-cara mencapai tujuan.
Sebagai pedoman bagi semua orang yang terlibat dalam organisasi pada
pelaksanaan rencana yang telah disusun.
Merupakan alat pengawasan terhadap pelaksanaan program.
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan segala sumber daya
yang dimiliki organisasi.
Memberikan batas-batas wewenang dan tanggung jawab setiap
pelaksanaan, sehingga dapat meningkatkan kerja sama/koordinasi.
Menetapkan tolok ukur (kriteria) kemajuan pelaksanaan program setiap
saat.
Dalam perencanaan harus jelas adanya visi dan misi, program, tujuan,
kegiatan yang akan dilaksanakan, kriteria keberhasilan, jadwal pelaksanaan,
sumber daya yang diperlukan, anggaran serta penanggungjawab/pelaksana
kegiatan. Karena dalam perencanaan juga terkandung unsur penganggaran
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 14
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
maka dalam penyusunan anggaran harus dipertimbangkan beberapa faktor
seperti :
a. Prioritas kegiatan, dapat dibuat skala prioritas kegiatan.
b. Bobot kegiatan, dilihat dari jumlah person yang terlibat, lama waktu
kegiatan dan sumber daya yang diperlukan.
c. Produktifitas kegiatan, yang dapat dilihat dalam target kegiatan
(kuantitatif atau kualitatif).
d. Efektifitas biaya yang dikeluarkan dengan manfaat kegiatan yang
dilaksanakan.
e. Efisiensi pembiayaan, diukur dari perbandingan antara pencapaian
target secara nyata dan yang seharusnya.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Setelah perencanaan dilakukan, maka dilakukan kegiatan mengorganisasikan
(organizing), yaitu membagikan dan menetapkan tugas-tugas kepada anggota
kelompok, mendelegasikan kekuasaan dan menetapkan hubungan-hubungan
antara kelompok kerja yang satu dengan yang lain.
Pengorganisasian di sini berarti proses pembagian tugas-tugas dan tanggung
jawab serta wewenang sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat
digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Jadi pengorganisasian meliputi penciptaan struktur, mekanisme
dan prosedur kerja, uraian kerja serta penempatan personil pada posisi yang
sesuai dengan kemampuannya. Karena organisasi merupakan alat Manajemen
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka susunan, bentuk serta
besar kecilnya organisasi harus disesuaikan dengan tujuan yang telah
ditetapkan tersebut.
Di dalam pengorganisasian ada dua asas pokok yang perlu kita perhatian
yaitu :
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 15
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
- Asas Koordinasi.
Asas koordinasi adalah sistem pengaturan dan pemeliharaan tata hubungan
agar tercipta tindakan yang sama dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Agar koordinasi ini dapat berjalan dengan mulus maka diperlukan tiga syarat
pokok :
a. Adanya wewenang tertinggi, yang berfungsi sebagai pemberi arah.
b. Adanya kesediaan bekerja sama antara anggota karena merasa adanya
tujuan bersama yang ingin dicapai.
c. Adanya filsafat serta keyakinan yang sama yang dihayati oleh semua
anggota.
- Asas Hirarki.
Asas hirarki adalah suatu proses pewujudan koordinasi dalam organisasi.
Didalam usaha itu akan terjadi suatu tingkatan tugas, wewenang dan
tanggung jawab. Di dalam hirarki ini diperlukan adanya kepemimpinan,
pendelegasian wewenang dan pembatasan tugas.
a. Kegiatan menggerakan (actuating), yaitu kegiatan pemimpin dalam
menggerakan kelompok secara efektif dan efisien ke arah pencapaian
tujuan.
b. Kegiatan pengawasan (controlling) yaitu pengawasan dan pengendalian
agar organisasi dapat berjalan sesuai dengan rencana, dan tidak
menyimpang dari arah semula.
3. Penggerakan (Actuating)
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 16
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Menurut George R Terry actuating ialah tindakan untuk mengusahakan agar
semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai saran-sasaran sesuai
dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi.
Masalah penggerakan ini sangat erat hubungannya dengan unsur manusia,
sehingga keberhasilannya juga ditentukan oleh kemampuan pemimpin dalam
berhubungan dengan manusia yang dipimpinnya. Dengan kata lain usaha
penggerakan ini berkaitan erat dengan usaha memberi motivasi kepada
anggota organisasi. Dalam rangka memberi motivasi ini maka diperlukan
adanya pengarahan yang jelas, berupa perintah, penugasan, petunjuk maupun
pembimbingan. Supaya dalam menjalankan tugas dapat berjalan dengan baik
maka harus selalu ada koordinasi dari pimpinan, mulai dari pimpinan
tertinggi maupun pimpinan unit kerja.
Agar seorang pemimpin mampu melaksanakan fungsi ini dengan baik maka
dituntut padanya kemampuan berkomunikasi, memiliki daya kreasi serta
inisiatif yang tinggi dan mampu mendorong semangat stafnya.
4. Pengawasan (Controlling)
Pengawasan perlu dilakukan agar pekerjaan atau kegiatan dapat berlangsung
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Kegiatan pengawasan dapat
berbentuk pemeriksaan, pengecekan serta usaha pencegahan terhadap
kesalahan yang mungkin terjadi, sehingga bila terjadi penyelewengan atau
penyimpangan dapat ditempuh usaha-usaha perbaikan.
Jadi pengawasan mempunyai tiga fungsi yaitu :
a. Mengkoordinasikan kegiatan yang dilakukan masing-masing unit, agar
tidak terjadi tumpang tindih kegiatan atau bahkan mencegah adanya
kesalahan atau penyimpangan dari rencana yang telah disusun.
b. Membandingkan dan mengevaluasi hasil yang telah dicapai dengan
rencana yang telah ditetapkan.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 17
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
c. Mencatat semua hasil pengawasan untuk dijadikan bahan-bahan
pertimbangan dan pelaporan, seperti digambarkan dalam bagan berikut:
Kriteria
Perencanaan Pengawasan
Gambar 2.1
Bagan Fungsi Pengawasan
Di dalam melakukan pengawasan orang harus menggunakan tolok ukur
(kriteria) tertentu. Perencanaan sudah merupakan kriteria yang dapat dipakai
dalam pengawasan.
Ada beberapa prinsip pengawasan yang harus diperhatikan :
a. Pengawasan harus bersifat menyeluruh. Pengawasan harus meliputi
seluruh aspek program : personel, pelaksanaan program, material,
hambatan-hambatan dll.
b. Pengawasan dilakukan oleh semua orang yang terlibat dalam program
Pengawasan bukan hanya dilakukan oleh pimpinan atau petugas-petugas
yang ditunjuk tetapi semua petugas pelaksanaan program mempunyai
tanggung jawab melakukan pengawasan.
c. Pengawasan harus bersifat diagnostik.
Pengawasan tidak bertujuan untuk mencari kesalahan-kesalahan personel,
tetapi untuk menemukan kelemahan-kelemahan atau penyimpangan-
penyimpangan program yang dapat menghambat tercapainya tujuan. Dari
penemuan ini kemudian dilakukan perbaikan dan penyempurnaan.
Penyempurnaan
Pelaksanaan
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 18
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Dari rangkaian kegiatan ini dapat kita simpulkan bahwa proses manajemen
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan, yang
dapat kita gambarkan sebagai berikut :
Pengawasan
Perencanaan
Pengarahan
Pengorganisasian
Gambar 2.2
Bagan Proses Manajemen
II.3 Koordinasi dalam Perencanaan Pembangunan Nasional
Indonesia merupakan negara yang besar baik dalam cakupan geografis maupun
dalam jumlah dan ragam populasi. Oleh karena itu upaya dan proses pembangunan
untuk memperbaiki kesejahteraan rakyatnya pasti menghadapi berbagai
permasalahan dan kendala yang kompleks. Pentingnya peranan perencanaan
pembangunan dan lembaga perencana menjadi bagian yang tidak terhindarkan,
sebagai suatu kebutuhan untuk menyusun rancangan kebijakan, program, dan
kegiatan yang akan secara konsisten menuju pada cita-cita yang disepakati. Fungsi
perencanaan juga untuk menjelaskan dan memberikan mekanisme pengambilan
keputusan yang rasional dan bertanggungjawab atas berbagai pilihan-pilihan
terutama yang bersifat (trade-off) dari kebijakan dan strategi pembangunan yang
tidak selalu mudah dan menyenangkan.
Saat ini, Indonesia dihadapkan dengan era demokrasi, globalisasi, desentralisasi
dan otonomi daerah. Hal ini mengakibatkan semakin dirasakan pentingnya
koordinasi perencanaan dalam menangani isu-isu pembangunan yang bersifat
lintas sektor, lintas waktu, maupun lintas wilayah. Seperti yang telah disebutkan
pada sub bab sebelumnya, perencanaan merupakan salah satu bagian yang penting
dalam manajemen. Demikian pula dengan perencanaan pembangunan yang
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 19
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
merupakan suatu fungsi utama dari manajemen pembangunan, mutlak diperlukan,
mengingat proses pembangunan memiliki kebutuhan yang besar terhadap sumber
daya yang tersedia. Melalui perencanaan pembangunan yang lebih baik dapat
dirumuskan kegiatan pembangunan yang lebih efisien dan efektif dengan hasil yang
optimal dalam pemanfaatan sumber daya yang ada. Perencanaan pembangunan
terkait dengan kemampuan pemerintah atau perencana dalam menghasilkan
sebuah visi dan misi strategis pembangunan dan kemudian merealisasikannya
dalam sebuah rencana aksi dan atau rencana kerja. Perencanaan pembangunan
merupakan salah satu proses dari rangkaian atau siklus penyelenggaraan
pembangunan yang secara umum meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan (pengembangan, penggunaan/pemanfaatan, perlindungan, dan
pengendalian), pemantauan dan evaluasi.
Koordinasi, dalam hal ini, merupakan bagian dari kegiatan mengorganisasi
(organizing) dan pengawasan (controlling). Koordinasi sebagai unsur dalam
organisasi berfungsi sebagai sistem pengaturan dan pemeliharaan tata hubungan
agar tercipta tindakan yang sama dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam
hal ini dibutuhkan hirarki wewenang yang jelas, kesediaan bekerja sama, dan
kesamaan tujuan semua pihak. Sedangkan koordinasi sebagai unsur dalam
pengawasan berfungsi mengkoordinasikan kegiatan yang dilakukan masing-masing
unit, agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan atau bahkan mencegah adanya
kesalahan atau penyimpangan dari rencana yang telah disusun.
Koordinasi dalam perencanaan pembangunan perlu dilakukan secara vertikal dan
horisontal. Koordinasi perencanaan pembangunan secara vertikal terkait dengan
fungsi koordinasi sebagai sistem pengaturan dan pemeliharaan tata hubungan yang
membutuhkan hirarki kewenangan yang jelas. Sedangkan koordinasi perencanaan
pembangunan secara horisontal terkait dengan fungsi koordinasi sebagai kegiatan
kerjasama untuk mengatur kegiatan yang dilakukan masing-masing unit agar tidak
terjadi tumpang tindih dan mencegah kesalahan/penyimpangan dari rencana yang
telah disusun. Upaya koordinasi perencanaan pembangunan tersebut dilakukan
dengan mempertimbangkan permasalahan dan keperluannya. Selama ini upaya
koordinasi perencanaan pembangunan telah dilakukan baik secara berkelompok
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 20
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 21
(beberapa instansi) maupun secara bersama-sama berupa rapat-rapat koordinasi
pembangunan.
Berdasarkan pengertian tersebut maka koordinasi dalam perencanaan
pembangunan sangat penting dan perlu dilakukan secara terus menerus, karena
dengan koordinasi dapat dilakukan sinergi dan efisiensi penggunaan sumber daya.
Selain itu, koordinasi perencanaan pembangunan penting dilakukan mengingat
banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan perencanaan, seperti
adanya trade-off atau konsekuensi dan kepentingan yang berbeda antara berbagai
tujuan pembangunan. Hal tersebut menjadi semakin rumit dengan terlibatnya
berbagai stakeholders dalam pembangunan. Pentingnya koordinasi sendiri terkait
dengan tingkat partisipasi publik dalam perencanaan pembangunan.
3 METODOLOGI
3.1 Kerangka Pemikiran
Metode yang akan digunakan adalah metode desk study dan metode
kualitatif. Adapun rincian penggunaan ketiga metode tersebut adalah sebagai
berikut.
a. Desk Study
Desk study merupakan teknik yang dilakukan untuk mengidentifikasi, menyusun,
dan mendeskripsikan aspek mekanisme dan kelembagaan program–program
pengembangan wilayah yang akan didiskusikan dengan daerah. Tehnik ini
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (a) mengumpulkan literatur/pustaka
yang berkaitan dengan koordinasi suatu program, baik dalam bentuk teksbooks
maupun hasil-hasil penelitian yang relevan; (b) melakukan pembahasan
terhadap hasil pengumpulan literatur/pustaka yang berkaitan dengan desain
koordinasi; dan (c) memformulasikan usulan desain koordinasi, khususnya
aspek mekanisme dan kelembagaan program–program pengembangan wilayah.
Selain menggunakan desk study, juga dilakukan eksplorasi empirik di mana
narasumber daerah diminta memberikan data/informasi berkaitan dengan
pelaksanaan koordinasi di daerah.
b. Metode Kualitatif
Metode kualitatif dipergunakan untuk memperdalam dan menganalisis data dan
informasi tentang pengalaman narasumber daerah dalam melaksanakan
koordinasi suatu program maupun desain tentatif dari peneliti. Secara lebih rinci,
metode kualitatif dipergunakan untuk memperdalam informasi yang difokuskan
kepada hal-hal penting dan perlunya sebuah fokus kajian pada penelitian yang
menggunakan metode kualitatif.
D I r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s
22
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
3.2 Teknik Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan koordinasi, dilakukan teknik pengumpulan data dan
teknik analisa data yang diuraikan sebagai berikut :
a. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan, sesuai dengan sumber datanya
sebagaimana diuraikan di atas, akan digunakan beberapa teknik pengumpulan data
sebagai berikut:
Pertemuan/Rapat/FGD
Pertemuan dilakukan dengan menggunakan agenda rapat. Agenda tersebut
memberi kesempatan kepada narasumber untuk berdiskusi dengan lebih
leluasa sesuai dengan topik atau isu yang sedang dibahas. Informasi yang
diperoleh dengan teknik ini akan menunjukkan pandangan-pandangan dan
pengalaman nara sumber mengenai persiapan, pelaksanaan, dan kendala-
kendala yang dihadapi. Agenda pertemuan memuat hal-hal pokok saja dari
fokus yang dikaji.
Dokumentasi
Merupakan kegiatan pengumpulan data sekunder, hal ini dilakukan dengan
jalan: mengumpulkan literatur/peraturan yang berkaitan dengan isu,
melakukan pembahasan terhadap hasil pengumpulan literatur/pustaka yang
berkaitan dengan fokus pelaksanaan kegiatan, dan memformulasikan berbagai
persoalan dan aspek suatu program ke dalam bentuk format laporan yang
dapat menyajikan informasi dan data-data mengenai pelaksanaan kegiatan
koordinasi. Data dan informasi tersebut disusun berdasarkan analisis singkat
dari berbagai hasil laporan pelaksanaan kegiatan.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s
23
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
b. Teknik Analisis Data
Metode analisis dalam kegiatan ini menggunakan metode kualitatif. Dalam
setiap tahap analisis data akan senantiasa diuji silang dengan tahap lainnya yang
dimaksudkan untuk mempertahankan kelengkapan dan konsistensi data.
3.3 Kegiatan – Kegiatan yang Dikoordinasikan
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 4 Tahun 2002, Deputi Bidang Otonomi
Daerah dan Pengembangan Regional sebagai salah satu unit kerja di instansi
Bappenas mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, koordinasi dan
sinkronisasi serta evaluasi perencanaan pembangunan nasional di bidang otonomi
daerah dan pengembangan regional. Dengan demikian, tugas Deputi Bidang
Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional sangat relevan dengan
perkembangan pembangunan nasional saat ini yang menjunjung asas
desentralisasi. Akan tetapi kondisi Indonesia yang sangat luas dan sangat beragam
potensi dan tingkat perkembangannya ini, memerlukan strategi pembangunan
nasional, yang di samping komprehensif, juga berdimensi kewilayahan. Strategi
pengembangan wilayah ini dilakukan disamping untuk mencapai kemajuan sosial
dan ekonomi, tetapi juga dalam rangka memperkuat konsep negara kesatuan.
Untuk mengawal pelaksanaan strategi pembangunan nasional yang
berdimensi kewilayahan, Direktorat Pengembangan Wilayah menyelenggarakan
berbagai rapat koordinasi dengan berbagai mitra terkait. Kegiatan tersebut juga
merupakan salah satu fungsi Direktorat Pengembangan Wilayah untuk
memfasilitasi koordinasi dan kerjasama dalam rangka pengembangan wilayah dan
antar wilayah, terkait kerjasama pengembangan sub-regional, kerjasama antar
daerah propinsi dan kabupaten, serta antar institusi, untuk mendorong
pengembangan wilayah dan antar wilayah. Dalam hal ini, Direktorat
Pengembangan Wilayah bermitra kerja dengan instansi Badan Koordinasi Survey
dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Berdasarkan hubungan kemitraan tersebut
Direktorat Pengembangan Wilayah mendapat penugasan untuk mengkoordinasikan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh (Bakosurtanal) termasuk dalam penyiapan
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s
24
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
RKP untuk kegiatan yang dilakukan Bakosurtanal. Program kerja dan kegiatan yang
dilaksanakan Bakosurtanal adalah untuk mencapai visi "Menyediakan infrastruktur
data spasial sebagai dasar bagi pengembangan data dan informasi sumber daya
alam dan lingkungan". Penyediaan infrastruktur data spasial ini penting bagi
kepentingan pembangunan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun
masyarakat, apalagi wilayah geografis Indonesia terdiri dari banyak pulau. Seiring
dengan perkembangan teknologi informasi, diharapkan juga Bakosurtanal dapat
meningkatkan pelayanan akan kebutuhan informasi spasial kepada masyarakat.
Dengan tersedianya informasi spasial tersebut, diharapkan dapat lebih mendukung
perencanaan pengembangan wilayah.
Di lingkungan Kedeputian Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah
pelaksanaan kegiatan koordinasi yang dilakukan oleh Direktorat Pengembangan
Wilayah dalam bentuk mengikuti beberapa agenda pertemuan yang dilaksanakan
oleh setiap direktorat dilingkungan kedeputian regional terutama terkait dengan
pelaksanaan program dan kegiatan untuk mendorong peningkatan pembangunan
wilayah. Kegiatan serupa juga dilaksanakan dengan beberapa direktorat terkait di
Bappenas diluar kedeputian regional dan otonomi daerah.
Selain itu ada beberapa kegiatan Ad-hoc dalam rangka mendukung
penguatan konsep perencanaan yang didalam pelaksanaannya dibawah koordinasi
Direktorat Pengembangan Wilayah ;
Pertama, kegiatan kerjasama dengan World Bank dan AusAid dalam rangka
penyelengaraan program dan kegiatan riset mengenai “Analyzing Paths to
Sustainability in Indonesia” . Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan
skenario menuju pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia melalui
pengembangan instrumen analisis dampak kebijakan makro terhadap
perekonomian, lingkungan hidup, dan kemiskinan. Adapun instrumen analisis yang
dikembangkan terdiri dari Model Keseimbangan Umum (Computable General
Equilibrium / CGE ) dan model Agent Based Model (ABM).
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s
25
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s
26
Kedua, kegiatan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi
Wilayah (PISEW) yang bertujuan untuk membantu mempercepat pembangunan
ekonomi masyarakat perdesaan dengan berbasis pada sumber daya lokal untuk
mengurangi kesenjangan (disparitas) antar wilayah, pengentasan kemiskinan ,
memperbaiki pengelolaan pemerintahan daerah di tingkat kabupaten, kecamatan
dan desa, serta penguatan institusi lokal ditingkat desa. Dalam pelaksanaan
kegiatan Bappenas bertindak sebagai Ketua Tim Pengarah Tim Koordinasi Tingkat
Pusat.
Ketiga, koordinasi kegiatan bersama Bakosurtanal tidak hanya mencakup
penyiapan RKP tetapi juga termasuk program kerja dan kegiatan Bakosurtanal
yang bersumber dana dari PHLN/hibah/bantuan. Salah satunya yaitu program kerja
dan kegiatan yang dilaksanakan Bakosurtanal bersumber dana dari JBIC (Japan
Bank for International Cooperation). Program ini disebut National Spatial Data
Infrastructure (NSDI) atau Infrastuktur Data Spasial Nasional (IDSN). Selain itu,
dilakukan pula kajian Regional Development Planning (RDP) dengan menggunakan
model Spatial Dynamic, yang bermanfaat dalam perencanaan pembangunan
wilayah.
Keempat, koordinasi kegiatan Capacity Building for Regional Development
Policy Formulation yang bertujuan untuk melakukan tinjauan historis secara singkat
tentang pembangunan daerah sejak tahun 1967 (mulai dari rencana pembangunan
lima tahun pertama di zaman Orde Baru). Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi
Bappenas, khususnya karena output dari kegiatan ini akan mendukung upaya
untuk memperbaiki kebijakan pembangunan terkait dengan pembangunan daerah.
Rencana Kerja 4
IV.1 Rencana Kerja
Rencana kerja dapat dibagai dalam dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap
pelaksanaan. Masing-masing tahap di jabarkan secara rinci sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan
Kegiatan koordinasi diawali dengan menyiapkan hal-hal penting yang harus
dilakukan sebelum koordinasi dilaksanakan. Tahap persiapan meliputi:
1) Penyusunan Kerangka Acuan Kerja
Suatu kegiatan koordinasi, baik yang dilakukan membutuhkan adanya
Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang jelas. Secara umum KAK memberikan
panduan mengenai pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh koordinator
dalam kajian koordinasi, termasuk sejumlah aspek yang menjadi fokus
kegiatan dan jadwal pelaksanaannya.
2) Tinjauan pustaka serta tinjauan dokumen perencanaan dan anggaran
dilaksanakan untuk melihat kesesuaian baik dilihat aspek akademis dan
kesepakatan-kesepakatan yang tertuang dalam dokumen perencanaan den
anggaran yang dapat memeberikan gambaran mengenai pentingnya kegiatan
koordinasi dilaksanakan.
3) Penyusunan Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan mencakup: Pendahuluan, Landasan Teori, Metodologi,
serta Rencana Kerja, Struktur Organisasi, Jadwal, dan Penugasan Personil.
b. Tahap Pelaksanaan
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 27
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Tahap pelaksanaan meliputi :
1) Diskusi Kelompok Terfokus
Hasil yang diharapkan dari kegiatan Diskusi Terfokus ini antara lain: (1)
Inventaris program pengembangan wilayah yang dilakukan mitra
pelaksana; (2) Identifikasi sasaran program; (3) Penyelesaian pengisian
kuesioner oleh mitra pelaksana; (4) Identifikasi hasil yang dicapai dalam
pelaksanaan program pengembangan wilayah; (5) Identifikasi kekuatan,
kelemahan, peluang dan hambatan dalam pelaksanaan program
pengembangan wilayah; dan (6) Masukan/rekomendasi dari stakeholder
terkait mengenai kebijakan dan program pengembangan wilayah ke
depan.
2) Kompilasi data dan informasi
Berdasarkan hasil proses pengambilan data dan informasi yang diperoleh
dari hasil pertemuan diskusi dengan stakeholder terkait, kunjungan
lapangan dan data literatur, kemudian dilakukan kompilasi data dan
informasi dengan tujuan untuk mengsinkronkan antara data dan
informasi dengan tujuan pelaksanaan kegiatan.
3) Analisis data dan informasi
Kegiatan analisis data dan informasi diharapkan dapat memberikan
gambaran yang terfokus dari data dan informasi yang sudah diperoleh
dan diharapkan dapat memberikan masukan/rekomendasi mengenai
kebijakan dan program pengembangan wilayah ke depan.
4) Penyusunan Laporan Akhir
Hasil dari setiap tahapan pelaksanaan kegiatan disusun dalam bentuk
laporan pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari laporan pendahuluan,
laporan perkembangan (laporan tengah) dan laporan akhir.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 28
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 29
IV.2 Struktur Organisasi/Tim Pelaksana
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Direktorat Pengembangan Wilayah dengan
melibatkan staf perencana Bappenas lintas direktorat. Struktur organisasi yang
menangani kegiatan ini meliputi Penanggung Jawab, Tim Pelaksana, serta
Narasumber yang memiliki kemampuan untuk memberikan masukan serta
masukan dalam penyusunan dan penyempurnaan kegiatan koordinasi dan
kerjasama perencanaan pengembangan wilayah direktorat pengembangan wilayah.
IV.3 Jadwal dan Penugasan Personil
Pelaksanaan kegiatan Koordinasi Program Pengembangan Wilayah diharapkan
dapat diselesaikan dalam jangka waktu 12 (dua belas bulan) dalam periode tahun
anggaran 2009 oleh semua Anggota Tim Pelaksana.
Tabel 4.1
Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan
Pengembangan Wilayah 2009
Bulan
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII No. Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
I PERSIAPAN DAN PENYUSUNAN
1 Penajaman Kerangka Acuan Kerja
2 Tinjauan Pustaka serta Dokumen Perencanaan dan Anggaran
3 Pembuatan Agenda Rapat/ Pertemuan
4 Penyusunan Laporan Pendahuluan
II PELAKSANAAN
1 Diskusi
2 Pengumpulan data
3 Lokakarya
III PELAPORAN
1 Pelaporan
2 Penyusunan Laporan Akhir
6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
VI.1 Kesimpulan
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai salah satu unit organisasi di
Bappenas, Direktorat Pengembangan Wilayah pada tahun 2009 ini masih
melaksanakan kegiatan koordinasi. Tujuan dari dilaksanakannya kegiatan
Koordinasi Program Pengembangan Wilayah Tahun 2009 ini adalah untuk
meningkatkan dan memantapkan komunikasi dalam proses perencanaan
pembangunan wilayah dengan stakeholder terkait ditingkat pusat dan daerah
(Perguruan Tinggi, LSM, Organisasi Profesi, Lembaga Kajian dan lainnya);
memantapkan koordinasi antara Pusat dan Daerah dalam pelaksanaan
pembangunan wilayah; mendapatkan data dan informasi akurat dari stakeholders
terkait yang dapat mendukung laksanaan pembangunan wilayah; dan
mengembangkan konsultasi dan diskusi yang lebih efektif antara stakeholder
terkait dengan perencanaan dan pelaksana pembangunan wilayah ditingkat pusat
dan daerah.
Pelaksanaan tugas dan fungsi koordinasi kegiatan yang dilakukan Direktorat
Pengembangan Wilayah pada tahun 2009 ini masih banyak terkait dengan kegiatan
koordinasi tahun sebelumnya, diantaranya adalah koordinasi substansi program
dan kegiatan dengan Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional
(Bakosurtanal) yang merupakan mitra kerja langsung dari Direktorat
Pengembangan Wilayah. Koordinasi yang dilakukan terutama terkait dengan
kegiatan – kegiatan di Direktorat Pengembangan Wilayah untuk menunjang
analisis kesenjangan wilayah, antara lain koordinasi substansi program dan
kegiatan Bakosurtanal dalam rangka penyusunan RPJMN 2010-2014 dan RKP
2010, restrukturisasi program dan kegiatan dalam penyusunan Renstra K/L
Bakosurtanal, koordinasi kegiatan Harmonisasi Kebijakan dan Informasi
Pemanfaatan Infrastruktur Data dan Informasi Geo-Spasial Nasional (IDSN), serta
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 72
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
koordinasi kajian Regional Development Planning (RDP) dengan menggunakan
model Spatial Dynamic. Selain itu, juga dilakukan koordinasi kegiatan – kegiatan
yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengembangan Wilayah, koordinasi
pelaksanaan program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah
(PISEW), koordinasi kegiatan Harmonisasi Kebijakan dan Informasi dalam
Pelaksanaan Kerjasama Riset Analyzing Pathways to Sustainability in Indonesia
(APSI), Temu Konsultasi Bappenas – Bappeda Provinsi, koordinasi pelaksanaan
kegiatan Prakarsa Strategis Pengembangan Pulau yang dilaksanakan oleh
Kedeputian Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, terkait dengan
penyusunan Buku III RPJMN 2010-2014, serta kegiatan Capacity Building for
Regional Development Policy Formulation.
Secara umum, kegiatan koordinasi yang telah dilakukan untuk mendukung
pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengembangan wilayah tersebut antara lain
meliputi serangkaian rapat koordinasi teknis, baik dalam bentuk diskusi, konsultasi
maupun konsinyasi. Selain itu, dilakukan pula kegiatan-kegiatan lokakarya,
seminar, workshop dan kunjungan daerah dalam rangka pengumpulan data dan
informasi, penyusunan laporan hasil kegiatan, dan diseminasi atau sosialisasi hasil
kegiatan. Kegiatan koordinasi dilakukan secara internal (Direktorat Pengembangan
Wilayah) dan juga secara eksternal, baik dengan tenaga ahli, Kementrian/Lembaga,
pemerintah daerah dan stakeholders terkait.
VI.2 Rekomendasi
1. Perlu dilakukan sinkronisasi jadwal pelaksanaan antara kegiatan yang satu
dengan yang lain untuk mencegah terjadinya tumpang tindih atau
pelaksanaan dua kegiatan dalam waktu yang sama.
2. Perlu adanya pembagian tugas dan distribusi disposisi yang jelas sesuai
dengan kapasitas dan tanggung jawab yang telah ditentukan untuk
melaksanakan koordinasi serta menjalin hubungan baik terhadap mitra
kerja.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 73
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 74
3. Pengaturan jadwal perjalanan dinas atau kunjungan ke daerah sesuai
dengan kebutuhan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan
masing-masing kegiatan.
4. Peningkatan frekuensi komunikasi dengan mitra terkait untuk mengetahui
sejauh mana kegiatan telah dilaksanakan.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 30
Direktorat Pengembangan Wilayah mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
data dan informasi regional, kajian sosial dan ekonomi regional, serta penyiapan
perumusan kebijakan, koordinasi, sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan
rencana pengembangan wilayah dan antar wilayah serta pemantauan dan penilaian
atas pelaksanaannya. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat
Pengembangan Wilayah menyelenggarakan fungsi: (a) penyiapan data, informasi,
dan program-program pembangunan sektoral baik wilayah maupun antar wilayah;
(b) analisis dan pengkajian sosial dan ekonomi regional termasuk kesenjangan
antar wilayah; (c) perumusan kebijakan pengembangan wilayah dan antar wilayah;
(d) fasilitasi, koordinasi, dan kerjasama dalam rangka pengembangan wilayah dan
antar wilayah, terkait kerjasama pengembangan sub-regional, kerjasama antar
daerah propinsi dan kabupaten, serta antar institusi; (e) pemantauan, evaluasi, dan
penilaian kinerja atas pelaksanaan rencana, kebijakan, dan program
pengembangan wilayah dan antar wilayah; (f) penyusunan rencana kerja
pelaksanaan tugas dan fungsinya, serta evaluasi dan pelaporan pelaksanaannya;
dan (e) melakukan koordinasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan pejabat fungsional
perencana di lingkungan direktoratnya.
Koordinasi yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengembangan Wilayah pada tahun
2009 sebagian besar tetap melanjutkan koordinasi yang dilaksanakan pada tahun-
tahun sebelumnya. Adapun koordinasi yang dilakukan oleh Direktorat
Pengembangan Wilayah antara lain koordinasi terkait kegiatan-kegiatan Direktorat
Pengembangan Wilayah sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya, koordinasi
dengan mitra kerja Direktorat Pengembangan Wilayah, yaitu Badan Koordinasi
Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). Koordinasi dilakukan dalam
upaya penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2010, khususnya yang terkait
dengan program dan kegiatan survei dan pemetaan nasional, serta Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 Bidang Survei dan
PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
5
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Pemetaan Nasional. Terkait dengan penyusunan dokumen perencanaan, koordinasi
dilakukan sehubungan dengan adanya restrukturisasi program dan kegiatan
Kementerian/Lembaga (K/L) untuk tahun 2010, diikuti dengan penyusunan
Rencana Kerja (Renja) K/L 2010 dan Rencana Strategis (Renstra) K/L 2010-2104.
Lebih lanjut, koordinasi dengan Bakosurtanal dilakukan dalam kegiatan
Harmonisasi Kebijakan dan Informasi Pemanfaatan Infrastruktur Data dan
Informasi Geo-Spasial Nasional (IDSN), serta kajian Spasial Dynamic.
Direktorat Pengembangan Wilayah juga terus melakukan koordinasi dengan K/L
terkait serta pemerintah daerah terkait pelaksanaan Program pengembangan
Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW). Temu konsultasi Bappenas-
Bappeda Provinsi juga terus dilakukan setiap tahunnya untuk mengkoordinasikan
perencanaan di tingkat pusat dan daerah. Dalam mendukung perencanaan
pembangunan nasional, dilakukan beberapa kajian yang membutuhkan koordinasi
yang intensif, antara lain kegiatan harmonisasi kebijakan dan informasi kerjasama
riset APSI, kegiatan Prakarsa Strategis Pengembangan Pulau yang dilaksanakan
oleh Kedeputian Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, serta
kegiatan Capacity Building for Regional Development Policy Formulation.
V.1. Koordinasi dengan Mitra Kerja K/L (Bakosurtanal)
V.1.1 Penyusunan RKP 2010 untuk Program Terkait Survei dan
Pemetaan Nasional
Berdasarkan UU No.25 Tahun 2004, RKP merupakan penjabaran dari RPJM
Nasional, memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro
yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah
kebijakan fiskal, serta program Kementerian/Lembaga, lintas
Kementerian/Lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka
pendanaan yang bersifat indikatif.
Dalam mengupayakan terpenuhinya kebutuhan data dan informasi spatial nasional
bagi proses perencanaan pembangunan, dan sesuai dengan tupoksinya, dalam RKP
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 31
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
2010, Bakosurtanal menjalankan 6 program terkait dengan bidang wilayah dan tata
ruang, yaitu:
1. Program Pengembangan Wilayah Perbatasan
2. Program perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam
3. program Difusi dan Pemanfaatan IPTEK
4. Program Penataan Ruang
5. Program Pengembangan dan pengelolaan Sumber Daya Kelautan
6. Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi SDA dan LH
Langkah-langkah koordinasi dalam penyusunan RKP 2010 khususnya yang terkait
dengan program dan kegiatan yang dilakukan oleh mitra kerja (Bakosurtanal)
antara lain:
1. Rapat Koordinasi Teknis (Diskusi);
Rapat Koordinasi Teknis dilakukan baik di Bappenas maupun di
Bakosurtanal untuk melakukan penyelarasan substansi program dan
rencana kegiatan.
2. Arahan Formal;
Diberikan dalam berbagai kesempatan acara seperti arahan kebijakan
dalam pembukaan seminar, tanggapan resmi institusi, serta arahan
dalam workshop (keynote).
V.1.2 Penyusunan RPJMN 2010-2014 Bidang Survei dan Pemetaan
Nasional
RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang
penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi
pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan
lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka
ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 32
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi
dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan kesatuan wadah
yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, dan berupa negara
kepulauan yang luas dan terdiri dari belasan ribu pulau besar dan kecil yang
terbentang dari Sabang hingga Merauke yang menjadikan Indonesia memiliki nilai
strategis. Letaknya yang berada diantara dua lempeng yaitu lempeng Australia dan
Eurasia juga menjadikan Indonesia memiliki kerentanan akan bencana. Selain itu
Indonesia memiliki keberagaman yang tinggi antar wilayah seperti keberagaman
dalam kualitas dan kuantitas sumber daya alam, kondisi geografi dan demografi,
agama, serta kehidupan sosial budaya dan ekonomi, sehingga dalam
penyelenggaraan pembangunan nasional harus memperhatikan dimensi
kewilayahan tersebut. Pentingnya aspek kewilayahan dalam pembangunan nasional
di Indonesia diisyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang
mengamanatkan bahwa aspek spasial haruslah diintegrasikan ke dalam kerangka
perencanaan pembangunan, dan juga dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang yang mengamanatkan pentingnya integrasi dan
keterpaduan antara Rencana Pembangunan dengan Rencana Tata Ruang di semua
tingkatan pemerintahan.
Bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau lebih dari
17.500, luas daratan sekitar 1.910.000 km2, luas lautan lebih kurang 6.279.000 km2
serta berbatasan dengan 10 negara, maka pendataan kondisi dan potensi wilayah
merupakan hal yang mutlak diperlukan. Undang-undang No.25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional juga telah mengamanatkan
bahwa perencanaan pembangunan harus didasarkan pada data dan informasi yang
akurat dan dapat dipertanggungjawabkan yang mencakup pengertian gambar
visual (images) yang diperoleh baik melalui observasi langsung maupun dari yang
sudah terkumpul, dimana salah satu komponen terpenting di dalamnya adalah data
dan informasi spasial dalam bentuk strategi geospasial nasional.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 33
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Seiring dengan perkembangan di atas, peran Sistem Informasi Geografis (SIG)
dalam meningkatkan kualitas perencanaan, perumusan kebijakan publik dan
analisis kewilayahan semakin besar baik di pemerintah maupun swasta. Dengan
SIG dimungkinkan yang dapat meningkatkan kualitas hasil perencanaan. Agar
dapat dihasilkan analisis yang mendalam, SIG perlu dilengkapi dengan data-data
digital yang berkualitas dan kompatibel yang didasarkan pada pengumpulan data
yang tidak tumpang tindih, mudah diakses oleh pihak lain, sistem dokumentasi
yang baik, dalam format yang kompatibel satu dengan lainnya, dan sistem jaringan
yang didukung oleh data standar agar dapat meningkatkan optimalisasi
pemanfaatan data.
Survei dan pemetaan yang dilakukan juga menggunakan standar teknis yang
berbeda sehingga hasilnya memiliki tingkat interoperabilitas yang rendah, serta
sulit untuk digunakan instansi lain yang memerlukan data dan informasi spasial
tertentu pada daerah yang sama. Namun demikian upaya melakukan konsolidasi
data dan informasi spasial telah dimulai dengan diterbitkannya Peraturan Presiden
Republik Indonesia (Perpres) No.85 Tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial
Nasional (JDSN). Peraturan Presiden ini dimaksudkan untuk mewujudkan sebuah
sistem yang dapat memfasilitasi dan mengakomodasi kerjasama semua instansi
pembuat dan pengguna data dalam pengumpulan, pengolahan, pemeliharaan,
penyimpanan dan penyebarluasan data dan informasi spasial. Pembangunan JDSN
adalah untuk menyediakan data spasial yang berkualitas, mudah diakses dan
mudah diintegrasikan untuk keperluan pembangunan nasional. Pada tahap awal
telah dirintis pembangunan jaringan data dan informasi spasial terkoneksi pada 14
instansi pemerintah pusat. Pembangunan jaringan tersebut secara bertahap akan
melingkup seluruh pemerintah provinsi sebanyak 33 dan 400 pemerintah
kabupaten, serta 42 pemerintah kota.
Untuk memenuhi kebutuhan nasional dalam menyusun perencanaan
pembangunan saat ini, telah tersedia data dan informasi spasial yang telah
dihasilkan oleh beberapa instansi pusat.
Survei dan pemetaan nasional menjadi basis analisis dalam pembangunan
berdimensi kewilayahan. Namun demikian, salah satu permasalahan terkait
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 34
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
koordinasi yaitu Belum optimalnya koordinasi kegiatan survei dan pemetaan
nasional.
Pada saat ini, sesuai dengan Peraturan Presiden No. 85 Tahun 2007 terdapat 14
instansi Pemerintah, dan beberapa satuan kerja di seluruh pemerintah daerah dan
juga instansi swasta yang melakukan kegiatan survei dan pemetaan. Diantara
instansi-instansi tersebut belum terdapat koordinasi yang baik sehingga seringkali
terjadi kegiatan survei dan pemetaan yang tumpang-tindih pada daerah yang sama
dengan metodologi teknis yang juga berbeda sehingga data dan informasi spasial
yang dihasilkan secara nasional memiliki tingkat efisiensi dan efektifitas yang
rendah.
Kegiatan survei dan pemetaan di instansi-instansi, khususnya instansi pemerintah
belum terdefinisi secara jelas sehingga menyulitkan perencanaan anggaran survei
dan pemetaan dan menjadi salah satu penyebab tumpang tindih kegiatan.
Di lingkungan pemerintah daerah, unit kerja yang melaksanakan kegiatan survei
dan pemetaan belum mempunyai legalitas yang tetap dan masih dititipkan di
satuan kerja pemerintah daerah sehingga unit kerja tersebut tidak mempunyai
sumberdaya yang memadai.
Berdasarkan penjabaran permasalahan tersebut diatas, maka salah satu sasaran
pokok pembangunan bidang Wilayah dan Tata Ruang dalam 5 tahun kedepan
terkait koordinasi kegiatan survei dan pemetaan nasional adalah sebagai berikut :
a. Terbentuknya lembaga survei pemetaan yang memadai di semua instansi
pemerintahan terkait dan swasta.
b. Terkoordinasinya kegiatan survei dan pemetaan nasional dalam satu
platform nasional.
Sementara itu, strategi prioritas bidang Survei dan Pemetaan Nasional ke depan,
terkait koordinasi kegiatan survei dan pemetaan nasional terbagi kedalam:
a. Menyusun strategi nasional bidang survei dan pemetaan;
b. Menyusun kerangka peraturan perundang-undangan tentang kegiatan
survei dan pemetaan;
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 35
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
c. Membangun kelembagaan survei dan pemetaan di semua instansi
pemerintah dan swasta.
d. Menyusun standar, prosedur, dan manual bidang survei dan pemetaan
nasional;
Dalam upaya penyusunan RPJMN 2010-20104 Bidang Survei dan Pemetaan
Nasional tersebut, dilakukan beberapa kegiatan koordinasi antara Bappenas dan
Bakosurtanal, antara lain sebagai berikut:
1. Rapat Koordinasi Teknis (Diskusi);
Rapat Koordinasi Teknis dilakukan baik di Bappenas maupun di
Bakosurtanal untuk melakukan penyelarasan substansi program dan
rencana kegiatan.
2. Arahan Formal;
Diberikan dalam berbagai kesempatan acara seperti arahan kebijakan
dalam pembukaan seminar, tanggapan resmi institusi, serta arahan
dalam workshop (keynote).
V.1.3 Koordinasi Restrukturisasi Program dan Kegiatan Bakosurtanal
Reformasi perencanaan dan penganggaran diawali dengan diterbitkannya
peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Peraturan perundang-undangan
tersebut telah dilengkapi dengan PP Nomor 20/2004 tentang Rencana Kerja
Pemerintah (RKP), PP Nomor 21/2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian/Lembaga (RKA-K/L), PP Nomor 39/2006 tentang Tata Cara
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan dan PP Nomor
40/2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional yang
menekankan pada perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja
(Performance Based Budgeting1), berjangka menengah (Medium Term
Expenditure Framework2) dan sistem penganggaran terpadu (Unified
Budgeting3).
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 36
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja, berjangka menengah serta
penganggaran terpadu merupakan perwujudan dari pelaksanaan tiga prinsip
pengelolaan keuangan publik (Public Financial Management), yaitu; (i) Kerangka
Kebijakan Fiskal Jangka Menengah (Medium Term Fiscal Framework4) yang
dilaksanakan secara konsisten (aggregate fiscal disciplin); (ii) Alokasi pada
prioritas untuk mencapai manfaat yang terbesar dari dana yang terbatas (allocative
efficiency) yaitu melalui penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
(Medium Term Expenditure Framework) yang terdiri dari penerapan Prakiraan
Maju (Forward Estimates5), Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Based
Budgeting), dan Anggaran Terpadu (Unified Budget); dan (iii) Efisiensi dalam
pelaksanaan dengan meminimalkan biaya untuk mencapai sasaran yang telah
ditetapkan (technical and operational efficiency).
Agar penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM), Anggaran
Berbasis Kinerja, dan Anggaran Terpadu dapat dioptimalkan, diperlukan suatu
upaya untuk menata kembali struktur program dan kegiatan
Kementerian/Lembaga (restrukturisasi program dan kegiatan). Restrukturisasi
program dan kegiatan tersebut bertujuan mewujudkan perencanaan yang
berorientasi kepada hasil (outcome) dan keluaran (output) sebagai dasar; (i)
Penerapan akuntabilitas Kabinet, dan (ii) Penerapan akuntabilitas kinerja
Kementerian/Lembaga. Hasil dari restrukturisasi program dan kegiatan tersebut
akan diimplementasikan dalam penyusunan RPJMN 2010-2014 dan Renstra K/L
2010-2014.
Berdasarkan hasil restrukturisasi program dan kegiatan, Bakosurtanal memiliki
satu program teknis, yaitu Program Survei dan Pemetaan Nasional, serta program
generik, yaitu: (1) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis
Lainnya Bakosurtanal; dan (2) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana
Aparatur Bakosurtanal.
Terkait dengan restrukturisasi program dan kegiatan Bakosurtanal yang
melibatkan Direktorat Pengembangan Wilayah selaku mitra kerja di Bappenas,
Direktorat Pengembangan Wilayah telah menghadiri dan berpartisipasi secara aktif
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 37
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
dalam rangkaian acara Sosialisasi Restrukturisasi Program dan Kegiatan yang
diselenggarakan oleh Bappenas dan Depkeu. Direktorat Pengembangan Wilayah
juga berperan sebagai narasumber dalam rapat restrukturisasi program dan
kegiatan yang diselenggarakan oleh Bakosurtanal.
V.1.4 Koordinasi Kegiatan Penyusunan Regional Development
Planning (RDP) terkait
BAPPENAS bekerjasama dengan BAKOSURTANAL telah mengembangkan model
Regional Development Planning (RDP Nasional / perencanaan pembangunan
wilayah nasional) berbasis spasial untuk seluruh Indonesia dengan satuan analisis
pulau-pulau besar, yaitu Pulau Sumatera, Pulau Jawa – Bali, Pulau Kalimantan,
Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, Kepulauan Nusa Tenggara dan Papua yang
dimulai pada tahun 2007. Serta RDP Regional yaitu RDP Pulau Jawa – Bali dan
RDP Kepulauan Nusa Tenggara pada tahun 2008. Kegiatan tersebut ditujukan
untuk memberikan masukan terhadap penyusunan RPJM 2010-2014, sekaligus
untuk menjawab kritik yang mengidentifikasikan bahwa perencanaan nasional
belum memiliki aspek spasial (keruangan). Dari ke-tujuh pulau-pulau besar
tersebut, baru dua pulau yang telah disusun RDP Regional, seyogyanya ke-tujuh
pulau-pulau besar tersebut dapat disusun RDP Regional-nya untuk kemudian
menjadi masukan bagi penyusunan RPJM 2010-2014.
Memperhatikan kebutuhan tersebut, pada tahun 2009 dilakukan penyusunan RDP
Pulau Sumatera yang berbasis model dinamik spasial dengan basis data provinsi,
yang merupakan bagian dari RDP Regional pulau di Indonesia. Model dinamik
spasial dengan masing-masing variabel terkait dalam suatu sistem di kawasan
tertentu dapat ditentukan hubungannya satu sama lainnya. Kelebihan dinamik
spasial ini adalah perubahan nilai variabel tidak ditentukan oleh nilai histori
variabel namun lebih ditentukan oleh perubahan nilai variabel lainnya. Dengan
demikian proses alamiah yang terjadi menjadi lebih mendekati keadaan
sesungguhnya mengingat dalam kehidupan nyata sebenarnya hubungan antar
variabel tersebutlah yang menentukan perubahan yang terjadi.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 38
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Secara umum kegiatan ini bertujuan untuk memberi masukan bagi penyusunan
RPJMN 2010-2014, dengan tujuan secara khusus seperti berikut :
1. Membangun model spasial dinamis bagi Pulau Sumatera;
2. Membangun basis data spasial bagi Wilayah Pulau Sumatera;
3. Menyusun Dokumen Perencanaan Pengembangan Wilayah Pulau Sumatera,
yang berisi :
Skenario Pengembangan Wilayah Pulau Sumatera;
Skenario Strategis Pengembangan Wilayah Pulau Sumatera;
Rencana Investasi Pulau Sumatera;
Prosedur dan Mekanisme Monitoring dan Evaluasi.
Terkait dengan penyusunan RDP Pulau Sumatera tersebut, Direktorat
Pengembangan Wilayah telah berperan aktif dalam berbagai kegiatan koordinasi
yang dilakukan, diantaranya:
a. Lokakarya Nasional
Lokakarya Nasional yang dilakukan pada Senin, 6 April 2009, di Ruang 'Timor',
Lobby Level, Hotel Borobudur. Adapun tujuan pelaksanaan lokakarya tersebut
terutama untuk menghasilkan: (1) Konfirmasi dan klarifikasi dari parameter,
variabel, serta indikator dalam model RDP Regional untuk Pulau Sumatera; (2)
Kesepahaman/kesepakatan stakeholder terhadap parameter, variabel serta
indikator yang digunakan dalam model RDP Regional untuk Pulau Sumatera.
b. Lokakarya Provinsi
Lokakarya Provinsi yang memiliki tujuan, yaitu: (1) Pengenalan Model
Pengembangan Wilayah untuk Pulau Sumatera dengan Pemodelan Dinamika
dan Spasial Dinamik; (2) Konfirmasi dan klarifikasi dari parameter, variabel,
serta indikator dalam model RDP Regional untuk Pulau Sumatera. Lokakarya
ini dilakukan dengan melibatkan berbagai stakeholder/ instansi dari daerah
yaitu Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Riau dan
Provinsi Kepulauan Riau dan instansi lainnya yang terkait dengan pekerjaan
RDP Sumatera tersebut, terutama dilakukan di 3 Provinsi yaitu:
Hari / Tanggal : Jum’at, 5 Juni 2009.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 39
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Tempat : Ramin Room, Novotel Hotel.
Jl. Duyung, Sei Jodoh, Batam.
Kepulauan Riau.
Hari/Tanggal : Rabu, 22 Juli 2009
Tempat : Metting Room III, Hotel Aryaduta
Jln. POM IX, Palembang Square
Palembang
Hari/Tanggal : Senin, 10 Agustus 2009
Tempat : Hotel Bumi Minang, Ruang Balai Ria Gumarang
Lt. 2,.
Jln. Bundo Kanduang No. 20-28 Padang
Sumatera Barat
c. Regional Training
Untuk mendukung sistem perencanaan pembangunan yang menekankan
pendekatan sektoral maupun kewilayahan secara bersama-sama, maka
dukungan data spasial dan pendekatan yang mengintegrasikan sistem dinamis
(system dinamic) dan spasial dinamis (spatial dynamic) sangat diperlukan.
Oleh karena itu Direktorat Pengembangan Wilayah mengikuti
pelatihan/training sistem dinamis, dengan tujuan untuk mendapatkan
wawasan, pengetahuan dan praktek dasar / transfer knowledge mengenai
Model Aplikasi RDP Sumatera menggunakan System Dynamic dan Spatial
Dynamic. Kegiatan ini diikuti di 3 (tiga) lokasi yaitu di Batam, Palembang, dan
Padang dengan waktu pelaksanaan selama 5 (lima) hari di masing-masing
daerah.
1. Batam, 26-30 Oktober 2009
2. Palembang, 2-6 November 2009
3. Bukitinggi, 9-13 Nopember 2009
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 40
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
V.2 Koordinasi Kegiatan-kegiatan Direktorat Pengembangan Wilayah
V.2.1`Pengembangan dan Pemanfaatan Basis Data Regional Dalam
Rangka Mendukung Otonomi Daerah
Dalam proses perencanaan dan perumusan kebijakan pengembangan
wilayah dan pembangunan daerah, ketersediaan data dan informasi yang memadai
sangat dibutuhkan. Agar kualitas kebijakan yang dihasilkan dapat dipertanggung
jawabkan, data-data dan informasi tersebut haruslah memenuhi kriteria standar
(diterima dan dipakai secara luas), relevan (sesuai kebutuhan untuk menjawab
persoalan), dan mutakhir (selalu diperbaharui, terkini). Bagi lembaga perencanaan
di tingkat nasional, urgensi atas data dan informasi ini meliputi: (i) kebutuhan data
dan informasi untuk memantau dan mengevaluasi pembangunan daerah dan
kesenjangan antar wilayah; (ii) kebutuhan data dan informasi untuk proses
identifikasi potensi pengembangan wilayah dan daerah; (iii) kebutuhan data dan
informasi untuk menunjang koordinasi dan atau kerjasama lintas sektor, lintas
wilayah, dan antara pusat dan daerah; dan (iv) kebutuhan data dan informasi untuk
mendukung sistem deteksi dini berbagai persoalan daerah dan masyarakat.
Untuk mendukung kebutuhan-kebutuhan tersebut, Direktorat
Pengembangan Wilayah sejak tahun 2006 telah mengembangkan Sistem Informasi
dan Data Base Pengembangan Regional yang mengolah dan menyimpan data-data
yang diperlukan untuk analisis pengembangan wilayah, terutama terkait tujuan
utama mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah. Sistem ini
memungkinkan pengguna untuk melakukan aplikasi data sesuai dengan tujuan
masing-masing serta menampilkan hasilnya baik dalam bentuk tabel, diagram,
maupun peta spasial. Setiap tahun data dan informasi ini perlu dimutakhirkan
dengan data-data terbaru, baik data-data sekunder yang dikeluarkan oleh BPS
maupun departemen teknis/LPND terkait. Untuk pemutakhiran basis data wilayah
tersebut, akan dibutuhkan proses digitalisasi data, dan integrasi ke dalam struktur
basis data yang ada, sehingga akan terbangun basis data terkini yang sesuai dengan
kebutuhan perumusan kebijakan pembangunan wilayah di masa mendatang.
Selanjutnya data-data yang tersedia tersebut akan dimanfaatkan sebagai
input bagi penyusunan publikasi indikator wilayah. Pencapaian tujuan dan sasaran
pembangunan nasional pada dasarnya ditentukan oleh kinerja pembangunan di
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 41
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
setiap wilayah. Pencapaian tujuan dan sasaran pembanguan nasional merupakan
totalitas dari pencapaian tujuan dan sasaran di provinsi, dan totalitas pencapian
tujuan dan sasaran pembangunan di kabupaten/kota.
Kegiatan Pengembangan dan Pemanfaatan Basis Data Regional ini
dimaksudkan untuk memperkuat dukungan sistem database wilayah dalam proses
perencanaan pembangunan, baik perencanaan bentuk kegiatan (sektor),
perencanaan pembiayaan, maupun perencanaan distribusi kegiatan secara spasial.
Sedangkan tujuan dari kegiatan ini adalah untuk pemutakhiran basis data dan
informasi tekstual maupun spasial untuk mendukung perencanaan regional,
pengembangan aplikasi penyajian data dan informasi, dan penyusunan dan
penyebarluasan model pemanfaatan data dan informasi untuk mendukung
kapasitas perencanaan di daerah.
Koordinasi yang sudah dilakukan dalam kegiatan Pengembangan dan Pemanfaatan
Basis Data Regional dalam mendukung Otonomi Daerah ini meliputi:
a. Merumuskan cakupan kebutuhan pemutakhiran data dan informasi dan
identifikasi sumber data;
b. Pengumpulan data, integrasi data terkini ke dalam sistem basis data;
c. Kunjungan lapangan dalam rangka pengumpulan data dan mengidentifikasi
berbagai isu pembangunan di daerah dan Sosialisasi dan diseminasi hasil
sementara model pemanfaatan data dan informasi untuk mendukung
kapasitas perencanaan di Provinsi Kalimantan Selatan, DI. Yogyakarta, dan
Bangka Belitung;
d. Pengolahan dan analisis data;
e. Pemeliharaan dan pengembangan aplikasi penyajian data dan informasi;
f. Penyusunan publikasi PDDA;
g. Penyusunan profil kesenjangan antardaerah kab/kota;
h. Lokakarya / Seminar Akhir;
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 42
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
V.2.2 Pemantauan Pelaksanaan Program-Program Pengurangan
Ketimpangan Pembangunan Wilayah
Dalam upaya mengetahui kemajuan pelaksanaan program-program pengurangan
ketimpangan pembangunan wilayah, serta kebutuhan akan sinkronisasi dan sinergi
program dan kegiatan pusat-daerah serta antar sektor, maka dilakukan kegiatan
pemantauan. Dalam hal ini, pemantauan yang dilakukan merupakan pemantauan
terhadap Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2008 khususnya Bab 25 yang
membahas mengenai Program-program Pengurangan Ketimpangan Pembangunan
Wilayah, sebagai berikut:
Tabel 5.1 Program-program Pengurangan Ketimpangan
Pembangunan Wilayah Tahun 2009
No. Program Instansi 1. Pengembangan Keterkaitan Pembangunan Antar Kota DPU, Depdagri 2. Pengembangan Kota Kecil dan Menengah DPU 3. Pengendalian Kota Besar dan Metropolitan DPU
4. Penataan Ruang DPU, Depdagri, DKP, LAPAN, BAKOSURTANAL
5. Pengelolaan Pertanahan BPN
6. Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh Kemenko Perekonomian, Depnakertrans, Depdagri, DPU
7. Pengembangan Wilayah Tertinggal Depdagri, Depnakertrans, DPU 8. Pengembangan Kawasan Tertinggal Kemeneg PDT 9. Peningkatan Promosi dan Kerjasama Investasi Kemeneg PDT, BKPM
10. Pengembangan Wilayah Perbatasan Kemeneg PDT, BAKOSURTANAL, Depdagri, Depnakertrans, DPU
Sumber : Lampiran II Perpres 18 Tahun 2007, RKP 2009 Bab 25
Direktorat Pengembangan Wilayah bertugas melaksanakan analisis kebijakan
pengembangan antar wilayah serta penyiapan data dan informasi wilayah, akan
melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan program pengurangan ketimpangan
pembangunan wilayah oleh kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah
pada tahun 2008. Pelaksanaan pemantauan ini dimaksudkan untuk mendapatkan
informasi langsung tentang perkembangan pelaksanaan program pengurangan
ketimpangan pembangunan wilayah, baik yang dilakukan oleh
kementerian/lembaga terkait maupun oleh pemerintah daerah, dalam upaya
menemukenali permasalahan dan hambatan-hambatan yang terjadi di lapangan,
sehingga dapat dicari dan disarankan alternatif pemecahannya.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 43
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Koordinasi yang sudah dilakukan dalam kegiatan Pemantauan Pelaksanaan
Program-Program Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah ini yaitu:
1. Konsolidasi berbagai kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang
relevan dengan melakukan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait
dan pemerintah daerah;
2. Melakukan koordinasi pembuatan formulir A yang ada dalam PP No.39 Tahun
2006 tentang tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana
pembangunan;
3. Melakukan Pengiriman Formulir A kepada 18 Departemen dan Kementrian
Lembaga terkait;
4. Melakukan koordinasi untuk meminta hasil formulir A yang sudah di isi oleh
Departemen dan Kementrian Lembaga;
5. Rapat/diskusi, baik rapat/diskusi internal Direktorat Pengembangan Wilayah,
maupun rapat/diskusi dengan kementerian/lembaga terkait;
6. Kunjungan lapang dan diskusi dengan pemerintah daerah, antara lain Sumatera
Selatan, Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat dan Maluku.
V.2.3 Evaluasi Pelaksanaan Program-Program Pengurangan
Ketimpangan Pembangunan Wilayah
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi ketimpangan
pembangunan antarwilayah, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan baik
yang berbentuk kerangka regulasi maupun kerangka anggaran. Sesuai dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 dan
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2008, pemerintah melakukan kebijakan dan
program untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah. Program-
program tersebut antara lain Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat
Tumbuh, Program Pengembangan Wilayah Tertinggal, Program Pengembangan
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 44
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Wilayah Perbatasan, Program Pengembangan Keterkaitan Pembangunan Antarkota,
Program Pengembangan Kota-kota Kecil dan Menengah, Program Pengendalian
Pembangunan Kota-kota Besar dan Metropolitan, Program Penataan Ruang
Nasional, dan Program Pengelolaan Pertanahan.
Dengan diterapkannya anggaran berbasis kinerja, maka perlu dilakukan
evaluasi kinerja terhadap pelaksanaan program dan kegiatan yang telah dilakukan.
Selain itu, berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dinyatakan bahwa pimpinan
kementerian/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah harus melakukan
evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan kementerian/lembaga /satuan
kerja perangkat daerah pada tahun sebelumnya.
Direktorat Pengembangan Wilayah mempunyai tugas melaksanakan analisis
kebijakan pengembangan antar wilayah dan penyiapan data dan informasi wilayah,
analisis dan informasi kewilayahan di Sumatera, Jawa, dan Bali, serta analisis dan
informasi kewilayahan di Kalimantan, Sulawesi, dan Kawasan Timur Indonesia.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Pengembangan Wilayah
menyelenggarakan fungsi pemantauan, evaluasi, dan penilaian kinerja atas
pelaksanaan rencana, kebijakan, dan program pengembangan wilayah dan antar
wilayah. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Direktorat Pengembangan Wilayah
memiliki tugas untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan RKP 2008,
khususnya pelaksanaan program-program pengurangan ketimpangan
pembangunan wilayah.
Selain evaluasi terhadap pelaksanaan RKP 2008, dengan telah terlaksananya
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 sampai
dengan tengah periode perencanaan, Direktorat Pengembangan Wilayah juga
memiliki tugas untuk melakukan evaluasi (mid term review) terhadap pelaksanaan
RPJMN 2004-2009, khususnya Bidang Pengurangan Ketimpangan Pembangunan
Wilayah.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 45
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Koordinasi yang sudah dilakukan dalam kegiatan Evaluasi Pelaksanaan Program-
Program Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah yaitu:
1. Melakukan koordinasi rapat dengan tim ahli dalam membahas
pengembangan TOR;
2. Melakukan koordinasi rapat dengan tim ahli dalam membahas pematangan
konsep – konsep yang digunakan dalam evaluasi;
3. Pengumpulan data sekunder melalui tinjauan pustaka serta tinjauan
dokumen perencanaan dalam Pelaksanaan Program-program Pengurangan
Ketimpangan Pembangunan Wilayah;
4. Kunjungan lapangan dalam rangka pengumpulan data dan informasi, yaitu
Provinsi Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, dan Jawa
Tengah, dalam rangka pengumpulan data primer.
5. Konsinyering analisis hasil evaluasi dan penyusunan laporan akhir
6. Seminar terbatas staf dan tenaga ahli di lingkungan deputi Bidang
Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah.
V.2.4 Kegiatan Updating Model Keterkaitan Regional
Akhir-akhir ini pengembangan model pembangunan wilayah perlu dikaji
dan dievaluasi secara mendalam. Dengan berbagai kelemahan dan kelebihan,
model pembangunan secara luas (broad-based) dilakukan untuk mendorong
pemerataan pembangunan antarwilayah.
Kecermatan dalam penyempurnaan model pembagunan wilayah yang telah
disusun pada tahun-tahun sebelumnya akan berpengaruh terhadap akurasi analisis
keterkaitan pembagunan antar wilayah. Pendekatan pembangunan berbasis
wilayah merupakan jawaban untuk mengkonsolidasikan kekuatan dan potensi lokal
secara lebih efektif guna mendorong keserasian dan keseimbangan pembangunan
wilayah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional.
Contoh model yang telah dikembangkan atau dibangun dan telah dilakukan
dilakukan Bappenas adalah membangun multiregional input-ouput model (MRIO),
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 46
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
model ekonometrika dan computable general equilibrium model (CGE). Namun
demikian, perlu disadari bahwa dari ketiga model yang dikembangkan oleh
Bappenas tersebut masih bersifat parsial atau terpisah satu dengan lainnya. Dalam
arti bahwa dari ketiga model tersebut memberikan suatu solusi, dimana
kemungkinan solusi yang dihasilkan dapat sama atau berbeda satu sama lainnya.
Untuk hal tersebut sedapat mungkin model tersebut diintegrasi dalam
sebuah sistem yang saling terkait satu sama lainnya. Misalnya kelemahan dalam
model MRIO dapat diatasi dengan CGE, model CGE yang bersifat black box
(terutama untuk berbagai koefisien patameter yang terdapat dalam model CGE,)
dapat diatasi oleh model ekonometrika. Penyempurnaan model-model yang telah
ada tersebut perlu terus menerus dilakukan dengan harapan temuan-temuan yang
ada dari model dapat memberikan solusi yang lebih komprehensif dan dapat
dituangkan dalam kebijakan yang ada di Indonesia.
Penyempurnaan model keterkaitan pembangunan antarwilayah diharapkan dapat
mengoptimalkan pembangunan antarwilayah dan mengurangi adanya
ketimpangan pembangunan antar-wilayah.
Tujuan dari kegiatan Updating Model Keterkaitan Regional ini adalah untuk
melakukan updating model keterkaitan regional yang telah dibangun dengan
melihat basis model-model yang telah dikembangkan sebelumnya (Model MRIO-
CGE - Ekonometrika), melakukan berbagai simulasi kebijakan pembangunan untuk
perencanaan keterkaitan pembangunan nasional dan regional, menganalisis pola
dampak dari keterkaitan kebijakan nasional, regional, sektoral maupun tata ruang
terhadap perekonomian suatu daerah, dan merumuskan strategi kebijakan,
program pembangunan prioritas, kewenangan serta instrumen kebijakan
berdasarkan hasil model yang dibangun untuk periode jangka pendek, menengah
dan panjang.
Koordinasi yang sudah dilakukan dalam kegiatan Updating Model Keterkaitan
Regional yaitu:
1. Membahas tentang TOR dan Usulan Teknis yang disusun oleh tim pelaksana;
2. Membahas tentang kendala pelaksanaan studi oleh tim pelaksana;
3. Membahas tentang hasil laporan kemajuan Model CGE-Regional;
4. Membahas tentang hasil sementara analisis data;
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 47
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
5. Konsinyering Finalisasi laporan akhir yang diikuti antara lain oleh staf dan
tenaga ahli di lingkungan direktorat pengembangan wilayah untuk
memperoleh masukan dalam Updating Model Keterkaitan Regional;
6. Lokakarya/workshop dengan mengundang stakeholders terkait dilingkungan
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah dan untuk
diseminasi hasil sementara kegiatan serta pengambilan data ke daerah terpilih
khususnya Provinsi Sulawesi Selatan dan Lampung.
V.3 Koordinasi dan Integrasi program Pengembangan Infrastruktur
Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW)
Permasalahan utama yang sedang dialami oleh bangsa Indonesia antara lain
permasalahan yang terkait dengan kesenjangan antarwilayah, masih tingginya
tingkat kemiskinan dan pengangguran. Untuk menanggulangi permasalahan diatas
yang membutuhkan penanganan yang komprehensif dan menyeluruh, Pemerintah
telah melakukan berbagai upaya antara lain mengembangkan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dimana salah satu program intinya
adalah Regional Infrastructure for Social and Economic (RISE) Development
Project atau lebih dikenal dengan nama Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat - Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PNPM-
PISEW).
PNPM-PISEW merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari hasil evaluasi
terhadap pelaksanaan program P2D dan pilot project PKP2D, serta penyesuaian
terhadap berbagai isu dan aktual yang berkembang saat ini, termasuk di dalamnya
menjawab berbagai persoalan yang dihadapi oleh daerah dalam penyelenggaraan
otonomi daerah. PNPM-PISEW secara khusus bertujuan untuk mengurangi
kesenjangan wilayah, memperkuat kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah
dan institusi lokal di tingkat desa (pemberdayaan masyarakat) serta mengurangi
tingkat kemiskinan dan angka pengangguran. Tujuan-tujuan tersebut akan
diupayakan melalui pendekatan percepatan pembangunan ekonomi masyarakat
yang berbasis sumber daya lokal melalui pembangunan sarana dan prasarana sosial
ekonomi dasar di perdesaan.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 48
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memiliki peran dan fungsi
sebagai Coordinating Agency dalam pelaksanaan PNPM-PISEW yang bertanggung
jawab dalam koordinasi pelaksanaan dan pengendalian subtansi dan
pengembangan program, yang dalam operasionalnya dilaksanakan oleh Direktorat
Pengembangan Wilayah – Kedeputian Pengembangan Regional dan Otonomi
Daerah. Guna mendukung pelaksanaan peran dan fungsi tersebut, maka melalui
operasionalisasi Satuan Kerja Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi
Wilayah (Satker PISEW) dan Sekretariat PNPM-PISEW Nasional untuk
memberikan dukungan kepada Tim Koordinasi PNPM-PUSAT dalam
penyelenggaraan koordinasi dan pengendalian program PNPM-PISEW.
Penyelenggaraan fungsi koordinasi dan pengendalian penting dilakukan mengingat
dalam pelaksanaannya, PNPM-PISEW melibatkan berbagai stakeholders, baik
lintas K/L di Pusat maupun lintas pelaku di Daerah. Koordinasi dan pengendalian
di tingkat pusat maupun daerah dapat mendukung keberhasilan pelaksanaan
program pada TA. 2009 khususnya, serta pelaksanaan PNPM-PISEW secara
keseluruhan.
Dalam menjalankan fungsi sebagai Coordinating Agency PNPM-PISEW di tingkat
pusat, Bappenas bertanggungjawab mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan
masing-masing K/L di Pusat, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung.
Beberapa K/L yang terlibat langsung sebagai unit pelaksana program (Program
Impelentation Unit) antara lain Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat
Desa (Ditjen PMD) dan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Ditjen
Bina Bangda) Depdagri serta Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen
Pekerjaan Umum (Ditjen Cipta Karya Departemen PU). Sementara itu, beberapa
K/L lainnya yang tidak terlibat secara langsung, antara lain Departemen Keuangan,
Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, serta Kementerian
Negara Pembangunan Daerah Tertinggal.
Secara umum tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini, dapat diuraikan, sebagai
berikut:
1) Mengkoordinasikan pelaksanaan program PNPM-PISEW pada Tahun
Anggaran 2009 oleh seluruh instansi terkait, baik K/L di tingkat pusat
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 49
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
maupun instansi di daerah, khususnya pada tataran kebijakan dan
perencanaan program;
2) Mengkoordinasikan pembentukan Tim Koordinasi dan Sekretariat
PNPM-PISEW di daerah (provinsi dan kabupaten);
3) Mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelenggaraan diseminasi dan
pelatihan program PNPM-PISEW di tingkat provinsi; dan
4) Menyusun panduan penyusunan Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PSE)
Kabupaten dan panduan penyusunan Program Investasi Kecamatan
(PIK) PNPM-PISEW.
Sasaran dari kegiatan Koordinasi dan Pengendalian Program adalah Tim
Koordinasi PNPM PISEW, Konsultan dan komponen terkait lainnya dalam
mensinkronkan kelancaran pelaksanaan program PNPM-PISEW baik di pusat,
provinsi maupun kabupaten berdasarkan koordinasi dan pengendalian yang efektif.
Ruang lingkup kegiatan Koordinasi dan Integrasi Program PISEW TA. 2009 adalah
sebagai berikut:
1) Koordinasi terhadap pelaksanaan program PNPM-PISEW pada TA 2009
oleh seluruh instansi terkait, baik di tingkat pusat maupun daerah,
khususnya pada tataran kebijakan dan perencanaan program;
2) Koordinasi pembentukan Tim Koordinasi dan Sekretariat PNPM-PISEW
di provinsi dan kabupaten;
3) Koordinasi dan pengedalian penyelenggaraan diseminasi dan pelatihan
program PNPM-PISEW di tingkat provinsi;
4) Pelaksanaan konsinyeering pembahasan panduan penyusunan
Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PSE) Kabupaten dan panduan
penyusunan Program Investasi Kecamatan (PIK) PNPM-PISEW.
Kegiatan koordinasi dan pengendalian pelaksanaan program PNPM-PISEW Tahun
Anggaran 2009 secara umum merupakan kegiatan untuk mengkoordinir dan
mengendalikan pelaksanaan Program PNPM-PISEW dari sisi substansi dan
pengembangan program, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk kegiatan
persiapan, pelaksanaan maupun monitoring sampai penyiapan Exit strategy pasca
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 50
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
PNPM-PISEW yang didanai dari pinjaman utang luar negeri JBIC dan kegiatan
pendukung program yang di danai dari APBN/APBD sebagai salah satu program
pemberdayaan daerah (RPJMD) berdasar aspirasi masyarakat dalam rangka
mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan mempercepat upaya
kebijakan pengembangan wilayah.
Gambar 5.1: Kedudukan Satuan Kerja PISEW Bappenas
dalam Lingkup Kegiatan Koordinasi PNPM-PISEW
Secara umum kegiatan ini dilaksanakan oleh Tim Koordinasi PNPM-PISEW Pusat
yang meliputi Tim Pengarah, Tim Pelaksana dan Sekretariat Nasional. Ddalam
operasionalisasinya, Tim Koordinasi PNPM-PISEW mendapat dukungan
administrasi dan teknis bagi pelaksanaan kegiatan dari Satuan Kerja PISEW
Bappenas. Secara umum pembagian tugas antar komponen diatas sebagaimana
dalam Gambar 1 diatas.
Sekretariat Nasional PNPM_PISEW bertugas untuk : 1) Merencanakan,
mengendalikan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program; 2)
Mengkoordinasikan pelaksanaan program dan kegiatan di tingkat pusat dan tingkat
daerah; 3) Menyiapkan data dan informasi sebagai bahan rapat bagi Tim
Koordinasi Tingkat Pusat PNPM-PISEW; 4) Melaksanakan sosialisasi dan publikasi
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 51
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
terkait kebijakan program dan perkembangan pelaksanaan kegiatan dalam
program; dan 5) Memberikan laporan perkembangan kerja secara triwulanan
kepada Ketua Tim Pelaksana PNPM-PISEW.
Pelaksanaan kegiatan koordinasi dalam program PNPM-PISEW dilaksanakan
dengan melibatkan aparatur pemerintahan mulai dari tingkat kabupaten, provinsi
sampai dengan pusat, dengan prosedur pelaksanaan sebagai berikut:
1) Kegiatan koordinasi di Kabupaten dilaksanakan melalui Rapat
Koordinasi dan Pengendalian (RKP);
2) Kegiatan koordinasi di Provinsi dilaksanakan melalui Rapat
Koordinasi Teknis Provinsi (RTP); dan
3) Kegiatan koordinasi di Pusat dilaksanakan melalui Rapat Koordinasi
Wilayah (RKW) dan Rapat Koordinasi Pusat (RKP).
Berdasarkan prosedur pelaksanaan diatas, maka jadwal pelaksanaan koordinasi
dapat digambarkan sebagai berikut.
WAKTU/LOKASI Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des
Kabupaten RKP RKP RKP RKP
Provinsi RTP RTP
Pusat RKW RKP RKW` RKP
Keterangan :
RKP = Rapat Koordinasi dan
Pengendalian
RTP = Rapat Koordinasi Teknis
Provinsi
RKW = Rapat Koordinasi Wilayah RKP = Rapat Koordinasi Pusat
Untuk mendukung pelaksanaan koordinasi diatas, maka Satuan Kerja PISEW
Bappenas memberikan dukungan administrasi dan teknis kepada Tim Koordinasi
Tingkat Pusat PNPM-PISEW melalui pelaksanaan perjalanan dinas ke 9 (sembilan)
ibukota provinsi dan penyusunan bahan arahan Bappenas selaku Coordinating
Agency yang akan disampaikan dalam kegiatan koordinasi, baik di Rapat Teknis
Provinsi, Rapat Koordinasi Wilayah dan Rapat Koordinasi Pusat.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 52
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Selain itu di tingkat pusat juga terdapat rapat koordinasi yang meliputi antara lain :
1) Rapat Tim Pengarah (2 kali/tahun);
2) Rapat Tim Pelaksana (5 kali/tahun); dan
3) Rapat Tim Sekretariat/Rapat Teknis (12 kali/tahun).
Tahapan pelaksanaan koordinasi dan pengendalian secara umum adalah sebagai
berikut :
a. Persiapan
Tahapan persiapan meliputi mobilisasi Tim Koordinasi Tingkat
Pusat PNPM-PISEW (Tim Pengarah, Tim Pelaksana, Sekretariat
Nasional) dan Satuan Kerja PISEW Bappenas berdasarkan surat
keputusan yang ditandatangani oleh Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Deputi Bidang
Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah. Tahapan persiapan juga
meliputi penyiapan dokumen perencanaan program seperti penyusunan
Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) untuk DIPA PISEW BAPPENAS
TA 2009, penyusunan Handbook Tahun 2009 dan dokumen lainnya.
Guna kelancaran pelaksanaan kegiatan koordinasi dan
pengendalian PNPM-PISEW dibutuhkan dukungan personil pendukung
dengan status tenaga tidak tetap (kontrak) baik yang dimobilisasi dengan
menggunakan pengadaan jasa Tenaga Ahli (TA) Pengembangan Program
melalui tender maupun penunjukan langsung personil seperti Asisten TA
Bidang Sosial Ekonomi, Asisten TA Bidang Administrasi Kesekretariatan,
Tenaga Admninistrasi Keuangan (2 orang), sekretaris, pramubakti,
satuan pengamanan dan pengemudi.
b. Pelaksanaan Rapat-Rapat Koordinasi
Guna mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan koordinasi dan
pengendalian PNPM-PISEW, terutama memfasilitasi kegiatan Tim
Koordinasi Tingkat Pusat PNPM-PISEW, maka dilaksanakan rapata-
rapat koordinasi yang meliputi Rapat Tim Pengarah, Rapat Tim
Pelaksana, dan Rapat Teknis Sekretariat Nasional.
c. Pelaksanaan Konsinyeering
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 53
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Guna mendukung kelancaran proses diseminasi untuk pelaksanaan
kegiatan koordinasi dan pengendalian PNPM-PISEW, maka dibutuhkan
adanya buku-buku panduan bagi pengembangan program PNPM-PISEW.
Pada tahun anggaran 2009 ini Sekretariat Nasional PNPM-PISEW
dengan didukung oleh Satker PISEW Bappenas menyusun dan merevisi
beberapa buku panduan teknis serta melaksanakan kegiatan konsinyasi
sebagai bentuk diseminasi program tersebut. Dalam kegiatan koordinasi
dan pengendalian ini, antara lain dilaksanakan konsinyasi penyusunan
buku panduan teknis penyusunan dokumen Pemberdayaan Sosial
Ekonomi (PSE) Kabupaten dan Program Investasi Kecamatan (PIK),
serta melakukan revisi buku panduan teknis penyusunan dokumen
Renstra Kecamatan dan MPK yang telah disusun pada tahun 2008.
Dalam menjalankan fungsi sebagai coordinating agency PNPM-
PISEW, Bappenas perlu melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan PNPM-PISEW untuk memantau dan memastikan program
berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Untuk mendukung kepentingan
diatas, maka Satker PISEW Bappenas akan memberikan dukungan
pelaksanaan perjalanan dinas untuk kepentingan monev bagi Tim
Koordinaasi Tingkat Pusat PNPM-PISEW ke 32 kabupaten penerima
PNPM-PISEW di 9 provinsi.
d. Pencetakan Buku
Dalam mendukung diseminasi program maka perlu dilakukan
sosialisasi melalui penyebaran buku-buku panduan. Untuk itu perlu
dilakukan pencetakan buku-buku panduan teknis yang telah disusun
sebelumnya, seperti buku panduan teknis penyusunan dokumen PSE
Kabupaten dan PIK.
e. Pelaporan
Sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan
koordinasi dan pengendalian program PNPM-PISEW, maka perlu
disampaikan pelaporan mengenai kemajuan pelaksanaan kegiatan yang
meliputi Laporan Pendahuluan, Laporan Antara dan Laporan Akhir.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 54
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Terkait dengan pelaksanaan rapat-rapat koordinasi, guna mendukung
kelancaran pelaksanaan kegiatan koordinasi dan pengendalian PNPM-PISEW,
maka diselenggarakan rapat-rapat koordinasi yang terdiri atas :
a. Rapat Tim Pengarah
Rapat Tim Pengarah PNPM-PISEW dilaksanakan 2 (dua) kali
dalam setahun, dengan rincian sebagai berikut :
1) Rapat Ke-1 Tim Pengarah, telah dilaksanakan tanggal 9 Juni 2009
bertempat di Executive Club Hotel The Sultan dengan agenda
Laporan Tim Pelaksana PNPM-PISEW. Seharusnya rapat ini
diselenggarakan pada tanggal 6 Mei 2009, namun dijadwalkan ulang
ke tanggal 9 Juni 2009 untuk mengakomodir perubahan jadwal
sejumlah kegiatan yang akan dilaporkan ke rapat ini. Notulensi hasil
rapat dapat dilihat pada Lampiran 6.
2) Rapat Ke-2 Tim Pengarah, diagendakan pada tanggal 25
November 2009 dengan tempat penyelenggaraan ditentukan
kemudian.
b. Rapat Tim Pelaksana
Rapat Tim Pengarah PNPM-PISEW dilaksanakan 2 (dua) kali
dalam setahun, dengan rincian sebagai berikut :
1) Rapat Ke-1 Tim Pelaksana, telah dilaksanakan tanggal 14 Januari
2009 bertempat di Ruang Rapat Lt. 6 Dit. Pengembangan
Permukiman DJCK-Dep. PU dengan agenda Rakor persiapan TOMT,
Diseminasi & TOT Pusat tahun 2009. Notulensi rapat dapat dilihat
pada Lampiran 7.
2) Rapat Ke-2 Tim Pelaksana, telah dilaksanakan tanggal 21 April
2009 bertempat di Ruang Rapat Utama Lt. 2 Ditjen Bina Bangda
Depdagri dengan agenda Progres Pelaksanaan PNPM PISEW
Triwulan I Tahun 2009. Notulensi rapat dapat dilihat pada
Lampiran 8.
3) Rapat Ke-3 Tim Pelaksana, telah dilaksanakan tanggal 28 Mei
2009 bertempat di Ruang Rapat 204 Lt. 4 Gedung Madiun Bappenas
dengan agenda Pembahasan Desain Pilot Kredit Mikro PNPM-PISEW.
Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 9.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 55
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
4) Rapat Ke-4 Tim Pelaksana, telah dilaksanakan tanggal 16
September 2009 bertempat di Ruang Rapat SG-3 Bappenas dengan
agenda Pembahasan Progress Pelaksanaan Triwulan III PNPM-
PISEW. Notulensi hasil rapat dapat dilihat pada Lampiran 10.
5) Rapat Ke-5 Tim Pelaksana, akan dilaksanakan tanggal 12 Oktober
2009 bertempat di Ruang Rapat Ruang Rapat Lt. 6 Direktorat
Pengembangan Permukiman DJCK -Departemen PU dengan agenda
Pembahasan Draft Explanatory Notes. .
c. Rapat Teknis Sekretariat Nasional
Rapat Teknis Sekretariat Nasional PNPM-PISEW dilaksanakan 12
kali dalam setahun, dengan rincian sebagai berikut :
1) Rapat Teknis Ke-1 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan
tanggal 4 Maret 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat
Nasional PNPM-PISEW dengan agenda Pembahasan Komponen
Kredit Mikro Tahun 2009 dan Persiapan Kunjungan Lapangan.
Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 11.
2) Rapat Teknis Ke-2 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan
tanggal 13 Maret 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat
Nasional PNPM-PISEW dengan agenda Penyerasian Indikator Monev
PISEW-PNPM & Pemantapan Disain & Rencana Kerja Baseline Study.
Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 12.
3) Rapat Teknis Ke-3 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan
tanggal 20 Maret 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat
Nasional PNPM-PISEW dengan agenda Persiapan Monev Gabungan
terhadap Pelaksanaan Lokakarya PSE Kabupaten dan Konstruksi
Fisik di Kecamatan. Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 13.
4) Rapat Teknis Ke-4 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan
tanggal 7 April 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat
Nasional PNPM-PISEW dengan agenda Pembahasan Pemekaran
Kabupaten Labuhan Batu. Notulensi rapat dapat dilihat pada
Lampiran 14.
5) Rapat Teknis Ke-5 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan
tanggal 17 April 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 56
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Nasional PNPM-PISEW dengan agenda Persiapan Materi Rapat
Triwulan I Tim Pelaksana PNPM-PISEW. Notulensi rapat dapat
dilihat pada Lampiran 15.
6) Rapat Teknis Ke-6 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan
tanggal 24 April 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat
Nasional PNPM-PISEW dengan agenda Persiapan Materi Rapat
Teknis Provinsi Tim Seknas PNPM-PISEW, dan Fungsi KMT dan KM.
Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 16.
7) Rapat Teknis Ke-7 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan
tanggal 29 April 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat
Nasional PNPM-PISEW dengan agenda Pembahasan dan
Penyepakatan Bagan Alir Tahap Pelaksanaan PNPM-PISEW.
Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 17.
8) Rapat Teknis Ke-8 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan
tanggal 11 Mei 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat Nasional
PNPM-PISEW dengan agenda Penyiapan Materi Rapat Koordinasi
Wilayah PNPM-PISEW. Notulensi rapat dapat dilihat pada
Lampiran 18.
9) Rapat Teknis Ke-9 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan
tanggal 1 Juni 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat Nasional
PNPM-PISEW dengan agenda pembahasan adalah Kesiapan Bahan
Rapat Tim Pengarah dan Kredit Mikro. Notulensi rapat dapat dilihat
pada Lampiran 19.
10) Rapat Teknis Ke-10 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan
tanggal 6 Juli 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat Nasional
PNPM-PISEW dengan agenda : (1) Pembahasan Penentuan
Kelompok Masyarakat Penerima Program PNPM-PISEW Terbaik;
dan (2) Pembahasan Penentuan Fasilitator Terbaik di PNPM-PISEW.
Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 20.
11) Rapat Teknis Ke-11 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan
tanggal 1 September 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat
Nasional PNPM-PISEW dengan agenda : (1) Realisasi Pelaksanaan
Sampai Triwulan III; (2) Status Komponen Untuk Kredit Mikro; (3)
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 57
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Review Proses Diskusi KDS; dan (4) Kebijakan Pusat Terkait KSK.
Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 21.
12) Rapat Teknis Ke-12 Sekretariat Nasional, belum dilaksanakan
dan diagendakan pada tanggal 29 Oktober 2009 bertempat di Ruang
Rapat 2 Sekretariat Nasional PNPM-PISEW dengan agenda
pembahasan adalah Pembahasan Hasil Rapat Teknis Provinsi II.
Terkait dengan pelaksanaan konsinyering, guna mendukung kelancaran proses
diseminasi untuk pelaksanaan kegiatan koordinasi dan pengendalian PNPM-
PISEW, maka dibutuhkan adanya buku-buku panduan bagi pengembangan
program PNPM-PISEW. Pada tahun anggaran 2009 ini Sekretariat Nasional
PNPM-PISEW dengan didukung oleh Satker PISEW Bappenas menyusun dan
merevisi beberapa buku panduan teknis yang beberapa diantaranya, seperti buku
panduan teknis penyusunan dokumen Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PSE)
Kabupaten dan Program Investasi Kecamatan (PIK), perlu mendapatkan masukan
penyempurnaan dari berbagai stakeholders terkait sebelum disosialisasikan
sebagai bahan diseminasi dan pembelajaran di tingkat pelaksanaan di lapangan.
Untuk itu, Sekretariat Nasional PNPM-PISEW menyelenggarakan kegiatan
konsinyasi di Hotel Bumikarsa Bidakara, Jakarta, pada tanggal 15 Mei 2009 dengan
tema ”Pembahasan Draft Panduan Penyusunan Dokumen PSE Kabupaten dan
PIK” dengan mengundang stakeholders lintas pelaku program pemberdayaan
masyarakat yang berkompeten di tingkat pusat, khususnya dalam lingkup PNPM-
PISEW. Kegiatan konsinyasi ini bertujuan untuk: 1) Membahas draft panduan
penyusunan dokumen Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PSE) Kabupaten; dan 2)
Membahas draft panduan penyusunan dokumen Program Investasi Kecamatan
(PIK).
Keluaran dari kegiatan konsinyasi ini adalah: 1) Draft buku panduan penyusunan
dokumen Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PSE) Kabupaten; dan 2) Draft panduan
penyusunan dokumen Program Investasi Kecamatan (PIK). Hasil dari kegiatan ini
berupa proseding dan buku-buku panduan sebagaimana termaksud diatas dijilid
dalam bentuk 3 (tiga) dokumen yang terpisah.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 58
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
V.4 Koordinasi Kegiatan Harmonisasi Kebijakan dan Informasi
dalam Pelaksanaan Kerjasama Riset Analyzing Pathways to
Sustainability in Indonesia ( APSI )
Dalam upaya harmonisasi kebijakan pembangunan, Bappenas yang
dikoordinasikan oleh Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah
menjalin kerjasama riset dengan AusAid dan Commonwealth Scientific and
Industrial Research Organization (CSIRO) untuk mengembangkan skenario
menuju pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Skenario yang dikembangkan
didasarkan pada 2 (dua) model, yaitu: (1) Model Keseimbangan Umum
(Computable General Equilibrium) yang akan digunakan sebagai dasar
penyusunan simulasi dampak kebijakan ekonomi makro terhadap pertumbuhan
ekonomi, inflasi, pengangguran, kemiskinan dan penggunaan sumber daya alam di
daerah; dan (2) Model Agent Based Model (ABM) yang akan digunakan untuk
penyusunan simulasi proses penyesuaian masyarakat (agent) terhadap dampak
kebijakan ekonomi makro.
Kerjasama riset ini terdiri dari 4 (empat) komponen kegiatan, yaitu:
(1) pengembangan alat analisis; (2) koordinasi kebijakan dan arus informasi; (3)
peningkatan kapasitas; dan (4) manajemen kegiatan (lihat Tabel 5.1). Keempat
komponen kegiatan tersebut berjalan pararel seiring dengan berjalannya riset.
Kerjasama riset ini diharapkan akan mendukung pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi Bappenas terutama dalam konsolidasi penyiapan penyusunan RPJMN 2010-
2014. Selain itu, kerjasama riset tersebut berguna bagi Bappenas dalam menyusun
strategi pengembangan pulau-pulau besar di Indonesia, termasuk (1)
pengembangan Multiregional Input-Output ke dalam Multiregional CGE Model;
(2) membangun jaringan kerja penelitian di Indonesia; dan (3) mewujudkan
kerjasama dan komunikasi antarpembuat kebijakan dalam penyebaran informasi.
Kegiatan harmonisasi kebijakan dan informasi diarahkan untuk mendukung
pelaksanaan kerjasama riset tersebut. Harmonisasi kebijakan dan informasi sangat
diperlukan agar hasil dari kerjasama riset dapat disebarluaskan kepada semua
pemangku kepentingan, mendukung proses alih pengetahuan (knowledge transfer),
dan menjamin keberlanjutan kerjasam riset melalui berbagai pokja-pokja
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 59
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
permodelan. Selain itu, kegiatan ini juga diharapkan menghasilkan analisis
sederhana dalam penentuan prioritas lokasi untuk pelaksanaan riset berikutnya
yang didasarkan atas analisis keterkaitan wilayah sebagai masukan dalam
penyusunan RPJMN 2010-2014.
Tabel 5.1 Ringkasan Struktur Kegiatan APSI
Ilustrasi Aktivitas Hasil Yang Diharapkan Komponen 1: Membangun Instrumen Yang Terintegrasi – Untuk mengukur dampak dari perubahan kebijakan makro dari para pengambil kebijakan.
Pengamatan area studi (termasuk kunjungan dan pengamatan),pengumpulan data, mengkonsepkan model, programming, kalibrasi, melakukan tes skenario kebijakan, adanya working group, laporan ringkasan .
Membangun model computable general equilibrium (IR-CGE) yang terintegrasi dan dinamis yang dapat digunakan dalam analisis dampak kebijakan makro terhadap berbagai indicator makro. Membangun model ABM agent based model (ABM) yang dapat mendukung analisa dari dampak kebijakan makro terhadap kebijakan mikro.
Komponen 2: Adanya kesepakatan kebijakan dan alur informasi - hasil yang diperoleh digunakan sebagai informasi bagi pengambil kebijakan. Skenario pembangunan, asistensi, kesekretariatan, lokakarya dan kosultasi antar pemangku kepentingan, kerjasama antar instansi, pojok kerja (working group), laporan ringkasan kebijakan, 2 seminar nasional
Adanya alur informasi yang efektif dari hasil kegiatan untuk proses Pemerintah Indonesia, proses kebijakan WB, serta adaptasi kebijakan akan pengetahuan yang baru.
Komponen 3: Membangun Kapasitas (Capacity Building) –Unutk meningkatakan kapasitas dalam mengatasi atau melakukan analisa triple bottom line yang terkait dengan kebijakan makro
Lokakarya pembangunan kapasitas, on the job training, beasiswa dan kursus singkat
Pemerintah Indonesia memberkan penilaian terhadap triple bottom line (TBL) assessment dari kebijakan makro ,meningkatkan kapasitas melakukan analisa TBL, memberikan informasi terkait dengan kebijakan
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 60
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 61
Ilustrasi Aktivitas Hasil Yang Diharapkan
Komponen 4: Manajemen Kegiatan (Project Management) –memaksimalkan efisiensi dan efektivitas dari penyelesain proyek (kegiatan)
Laporan kemajuan kegiatan, web site aktive, pertemuan Steering Committee
Effektif dan Efisien dalam pengelolaan kegiatan , laporan yang tepat waktu, website, komunikasi, mobilisasi Sumber Daya.
Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan harmonisasi kebijakan dan informasi
dalam pelaksanaan kerjasama riset antara Pemerintah Indonesia dengan AusAid
dan CSIRO, mendukung koordinasi dan harmonisasi penyusunan skenario
kebijakan pembangunan daerah sebagai masukan dalam penyusunan RPJMN
2010-2014, dan mendukung koordinasi pelaksanaan kegiatan analisis pemilihan
prioritas lokasi pelaksanaan riset ke depan dengan menggunakan metode
sederhana berdasarkan konsep keterkaitan wilayah.
Serangkaian kegiatan koordinasi di dalam pelaksanaan Studi APSI 2009 ini
meliputi:
1. Pembentukan Pokja Permodelan dan Kebijakan yang terdiri dari beberapa
Kelompok Kerja (pokja), yaitu:
a. Pokja model IR-CGE dengan tugas melakukan diskusi terfokus
mengenai data, model, dan hasil dari modelling IR-CGE dinamis.
b. Pokja Model ABM dengan tugas melakukan diskusi terfokus
mengenai data, model dan hasil dari modelling ABM.
c. Pokja Kebijakan dengan tugas melakukan diskusi terfokus mengenai
hasil-hasil modelling IR-CGE dan ABM terkait dengan penjabarannya
dalam skenario kebijakan pembangunan regional, khususnya dalam
dokumen RPJMN 2010-2014.
Setiap Pokja akan melakukan pertemuan koordinasi minimal satu kali
dalam empat bulan dan melakukan konsinyasi untuk penyusunan
Laporan minimal 2 kali dalam 12 bulan.
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
2. Koordinasi untuk analisa wilayah untuk pemilihan prioritas lokasi kegiatan
riset ke depan.
a. Metodologi Analisa dalam pemilihan lokasi akan menggunakan
metode analisis SWOT, dan metode analisis keterkaitan wilayah.
b. Pengumpulan Data Sekunder dilakukan dengan memanfaatkan data
dan informasi yangditerbitkan oleh Badan Pusat Statistik,
kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan sumber data lainnya.
Hasil analisa tersebut kemudian akan menjadi masukan terhadap
pelaksanaan kegiatan riset ke depan. Sebagai bagian dari koordinasi analisa
hasil, dikembangkan pokja konsultasi dan koordinasi perencanaan
pembangunan pusat dan daerah. Selain itu, juga akan diselenggarakan
sosialisasi pokja konsultasi dan koordinasi perencanaan pembangunan.
Tahap sosialisasi ini antara lain akan dilakukan dalam bentuk lokakarya atau
workshop dalam rangka mendiseminasi draft studi dan hasil akhir studi
kepada seluruh pihak yang terkait dalam proses perencanaan pembangunan.
Sampai saat ini, riset APSI telah menyelesaikan model statis IR-CGE dan model
ABM Kalimantan Timur. Kedua model tersebut telah dapat melakukan simulasi
kebijakan secara nasional (IR-CGE) dan Kalimantan Timur (ABM). Untuk
memastikan keberlanjutan pengembangan kedua model tersebut di Indonesia,
sosialisasi hasil dan pengembangan model perlu dilakukan, baik di tingkat pusat
dan daerah. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan meliputi:
1. Pembuatan Panduan Pengembangan Model IR-CGE dan ABM
Untuk mendukung proses sosialisasi model, disusun sebuah buku panduan
pengembangan model IR-CGE dan ABM. Panduan tersebut pada dasarnya berisi 4
hal utama yaitu gambaran umum dari pengembangan model, keterkaitan
perencanaan pembangunan dengan model yang sedang dibangun, user guide
pengembangan model, dan penggunaan model dalam simulasi kebijakan.
2. Sosialisasi Pusat
Sosialisasi akan dilakukan dengan memanfaatkan pokja model yang telah
ada, melalui penyebaran panduan yang telah disusun ke berbagai pihak, yaitu
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 62
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
pemerintah, universitas, dan lembaga penelitian. Individu yang terlibat dalam
pokja juga diharapkan akan mensosialisasikan ke instansi masing-masing.
3. Sosialisasi Daerah
Sosialisasi akan dilakukan dengan melakukan kunjungan lapangan ke
berbagai daerah terpilih, dalam hal ini kunjungan di daerah diprioritaskan ke
beberapa provinsi yang mewakili pulau-pulau diluar kedua provinsi yang menjadi
studi kasus dalam riset ini. Beberapa Provinsi yang menjadi tujuan sosialisasi dan
pengembangan model adalah Sumatera Barat (Pulau Sumatera), Sumatera Selatan
(Pulau Sumatera), Bali (Pulau Jawa-Bali), Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pulau
Nusa Tenggara), Provinsi Maluku (Pulau Maluku), dan Provinsi Papua (Pulau
Papua). Di daerah, akan dilakukan sosialisasi panduan dan informasi hasil riset
yang telah tersedia. Khusus untuk model ABM, karena bersifat spesifik level
provinsi, maka sosialisasi ke daerah akan lebih menekankan kepada pengembangan
model ABM untuk masing-masing daerah. Selain itu, kunjungan lapangan tersebut
akan dilakukan pemilihan daerah potensial yang akan dijadikan studi kasus
berikutnya.
Selama tahun 2007-2009, telah dilaksanakan beberapa kegiatan dalam rangka
peningkatan kapasitas stakeholder pemangku kebijakan baik daerah maupun pusat
terhadap pengembangan dan penggunaan model. Tahapan-tahapan tersebut adalah
sebagai berikut:
i. Tahap Persiapan
Pada tahap awal ini, Tim CSIRO dan Bappenas memberikan informasi awal
kepada para pemangku kebijakan di daerah mengenai akan dibangunnya
model ABM dengan pilot project di daerah yang bersangkutan. Dalam hal ini
Tim CSIRO berperan sebagai pemapar yang memberikan penjelasan mengenai
kegiatan pengembangan model ABM yang akan diselenggarakan di daerah
terkait. Sedangkan Bappenas sebagai instansi pemerintah berperan sebagai
fasilitator yang menyelenggarakan pertemuan antara Tim CSIRO dan
pemerintah daerah agar dapat dibangun sebuah kesepakatan mengenai isu-isu
penting yang akan menjadi isu utama selain indikator kemiskinan dalam
pembangunan model ABM. Setelah terjadi kesepakatan terhadap isu utama
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 63
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
yang akan diangkat, maka dilanjutkan dengan kegiatan survei. Pelaksanaan
kegiatan survei untuk pengembangan model ABM melibatkan Tim CSIRO
yang berperan sebagai tim materi yaitu menyediakan alat survei berupa
kuisioner. Selain Tim CSIRO, kegiatan survei juga melibatkan tim surveyor
yang berasal dari Perguruan Tinggi dengan tugas mendistribusikan kuisioner
yang telah disusun oleh Tim CSIRO. Hasil survei tersebut akan dibahas dan
divalidasi lebih lanjut bersama pemangku kebijakan terkait yaitu pemerintah
daerah dalam hal ini Bappeda Kabupaten.
ii. Tahap Pengembangan dan Konfirmasi
Pada tahap yang kedua ini, dilakukan sosialisasi mengenai perkembangan
penyusunan model yang telah dilakukan. Selain itu, juga dilakukan konfirmasi
dan validasi data terutama menyangkut perihal survei yang telah dilakukan
oleh Tim Perguruan Tinggi setempat kepada para pemangku kebijakan di
daerah (Bappeda Kabupatan/Provinsi dan Badan Pusat Statistik Provinsi).
Dalam tahapan ini diharapkan adanya feedback dari para pemangku kebijakan
sebelum hasil survei yang diperoleh dibangun menjadi sebuah model.
Bappenas sebagai instansi pemerintah pusat dalam hal ini berperan sebagai
fasilitator yang menyediakan tempat bagi pemangku kebijakan di daerah, Tim
CSIRO, dan Tim Surveyor untuk berdiskusi.
iii. Tahap Transfer Knowledge dan Pengenalan Model
Tahap yang terakhir yaitu tahap transfer knowledge dan pengenalan model.
Dalam tahapan ini, dilakukan sosialisasi dan pengenalan model kepada para
pemangku kebijakan di daerah. Dalam pertemuan tersebut, dibangun sebuah
komunitas pemodel ABM dan IRCGE. Meskipun, model yang disosialisasikan
belum merupakan model yang final, namun diharapkan sudah dapat dipahami
oleh pemangku kebijakan di daerah. Sehingga pada akhirnya apabila model
tersebut telah selesai dibangun, para pemangku kebijakan di daerah terkait
dapat menggunakan dan mengaplikasikannya dalam menentukan kebijakan
pembangunan. Pada tahap ini, Tim CSIRO dan Bappenas berperan sebagai
trainer dan presenter yang menyajikan materi dalam upaya transfer
knowledge model ABM kepada pemangku kebijakan di daerah.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 64
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
iv. Pembentukan Pokja Permodelan dan Kebijakan yang terdiri dari
beberapa Kelompok Kerja (pokja).
Pokja model IR-CGE dengan tugas melakukan diskusi terfokus mengenai data,
model, dan hasil dari modelling IR-CGE dinamis. Pokja Model ABM dengan
tugas melakukan diskusi terfokus mengenai data, model dan hasil dari
modelling ABM. Pokja secara intensif mengikuti setiap pelatihan , lokakarya
dan seminar yang diadakan sebagai rangkaian kegiatan. Pokja ini bertugas
menjaga kelangsungan pengembangan dan penggunaaan dari kedua model
tersebut.
v. Koordinasi untuk analisa wilayah untuk pemilihan prioritas lokasi
kegiatan riset ke depan.
Metodologi Analisa dalam pemilihan lokasi akan menggunakan metode
analisis SWOT, dan metode analisis keterkaitan wilayah. Pengumpulan Data
Sekunder dilakukan dengan memanfaatkan data dan informasi
yangditerbitkan oleh Badan Pusat Statistik, kementerian/lembaga,
pemerintah daerah dan sumber data lainnya. Hasil analisa tersebut kemudian
akan menjadi masukan terhadap pelaksanaan kegiatan riset ke depan.
vi. Pelaporan. Terdiri dari Laporan Pendahuluan dan Laporan Akhir.
Laporan pendahuluan merupakan laporan antara pertengahan waktu
operasionalisasi kegiatan. Laporan akhir merupakan laporan yang berisi
semua substansi pekerjaan, dimana pada dasarnya semua tahapan
operasionalisasi pekerjaan koordinasi secara substansial dianggap sudah
selesai, termasuk sosialisasi hasil dari sinkronisadi dan harmonisasi kebijakan
dan informasi dalam pelaksanaan kerjasama riset APSI.
vii. Struktur Organisasi
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Deputi Pengembangan Regional dan Otonomi
Daerah-Direktorat Pengembangan Wilayah. Jadwal kegiatan dapat dilihat
sebagai berikut.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 65
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Pada tahun 2009, tahapan sosialisasi akan difokuskan pada kemampuan pemodel
ABM untuk menggunakan model ABM. Selain itu, tahapan sosialisai juga
difokuskan dalam hal membentuk sebuah skenario kebijakan di daerah yang
didasarkan pada berbagai masalah yang dihadapi oleh daerah. Oleh karena itu,
tahapan sosialisasi ke depan akan banyak melibatkan para pemodel ABM di daerah
dan para pengambil kebijakan di daerah.
V.5 Temu Konsultasi Bappenas – Bappeda Provinsi
Pembangunan daerah sebagai penjabaran dari pembangunan nasional, kinerja
pembangunan nasional merupakan agregat dari kinerja pembangunan seluruh
daerah. Pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan nasional merupakan
agregasi dari pencapaian semua provinsi, dan pencapaian tujuan di tingkat provinsi
merupakan agregasi pencapaian tujuan di tingkat kabupaten/kota. Dengan
demikian tanggungjawab untuk mencapai tujuan dan sasaran-sasaran dalam
pembangunan nasional menjadi kewajiban bersama antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Perencanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan nasional. Sinkronisasi
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sangat penting untuk
mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang terbatas.
Dalam upaya meningkatkan konsistensi dan keterpaduan kegiatan pembangunan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah baik dari sisi perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, pengendalian maupun evaluasi, Bappenas
melaksanakan ‘Temu Konsultasi Bappenas – Bappeda Provinsi”. Koordinasi temu
konsultasi Bappenas – Bappeda Provinsi telah diadakan pada tanggal 22 April
2009 di Bappenas. Dialog dan Konsultasi antara Bappenas-Depkeu-Depdagri dan
Bappeda Provinsi ini membahas tentang “Masalah-Masalah Dalam Pembangunan
Daerah 2005-2009 dan Kebijakan Pembangunan Daerah dalam Rancangan RKP
2010”. Butir-butir kesepakatan dari pertemuan tersebut adalah:
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 66
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
1. Dalam hal penyelenggaraan dialog dan temu konsultasi, disepakati bahwa
Dialog dan Konsultasi Triwulanan dipandang penting dan bermanfaat
sehingga perlu dilanjutkan.
2. Dalam hal perencanaan, disepakati untuk:
a) Perlu penerapan perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja secara
konsisten termasuk penyiapan standar pelayanan minimum.
b) Perlu konsistensi antara RPJMD, RKPD, KUA dan PPA.
c) Perlu penegasan pembagian kewenangan pusat dan daerah yang lebih jelas
dan operasional.
d) Perlu insentif bagi daerah yang dapat menyiapkan RAPBD secara lebih
cepat, akurat dan tepat.
e) Perlu penegasan batas kewenangan DPRD dalam penyusunan anggaran
daerah.
f) Perlu penyebarluasan sejak awal informasi tentang RKA-K/L menurut
wilayah sebagai acuan dalam sinkronisasi program dan kegiatan dengan
RKA-SKPD.
g) Perlu optimalisasi peran Bappenas dalam perencanaan dan penganggaran.
h) Perlu forum komunikasi Bappenas dan Bappeda
i) Perlu peningkatan kapasitas perencanaan di Bappeda
j) Perlu penataan sistem informasi perencanaan yang terpadu mulai dari
musrenbang desa/kelurahan, musrenbang kecamatan, musrenbang
kab/kota, musrenbang provinsi dan musrenbang nasional sebagai dasar
penganggaran, pemantauan dan evaluasi pembangunan.
3. Sehubungan dengan penganggaran 2009, disepakati hal-hal sebagai berikut:
a) Perlu percepatan pelaksanaan kegiatan Tahun Anggaran 2009 untuk
meningkatkan daya serap anggaran dan menghindari penumpukan
penyerapan di akhir tahun anggaran.
b) Perlu penegasan Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan anggaran
pendidikan sesuai ketentuan.
c) Perlu penetapan target pendapatan daerah secara akurat.
d) Perlu optimalisasi anggaran daerah untuk menghindari SILPA.
e) Perlu perbaikan dalam pelaporan dan pertanggungjawaban penggunaan
anggaran daerah.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 67
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
4. Sehubungan dengan penganggaran 2010, disepakati hal-hal sebagai berikut:
a) Perlu perbaikan perencanaan termasuk penetapan RAPBD dan DIPA
untuk mengefektifkan belanja daerah.
b) Perlu peningkatan daya serap anggaran.
c) Perlu perumusan kebijakan dan kegiatan yang bersifat inovatif untuk
menciptakan kesempatan kerja.
d) Perlu langkah-langkah pemerintah daerah dalam penghematan energi.
e) Perlu optimalisasi peran swasta dan kerjasama antardaerah dalam
mempercepat pengembangan wilayah.
f) Prioritas Tahun 2010: (1) pemberdayaan masyarakat dan pengurangan
kemiskinan, (2) infrastruktur, (3) rasionalisasi pajak dan retribusi, (4)
penggunaan produk dalam negeri, dan (5) pembatasan belanja pada jenis
belanja tertentu.
5. Terkait dengan dana transfer daerah 2010, disepakati hal-hal sebagai berikut:
a) RAPBN TA 2010 merupakan baseline agar fleksibel.
b) RAPBN TA 2010 diarahkan menjaga stabilitas nasional, kelancaran
kegiatan penyelenggaraan operasional pemerintahan, dan peningkatan
kualitas pelayanan kepada masyarakat.
c) Kebijakan Transfer ke Daerah Tahun 2010:
Dana Bagi Hasil meningkatkan akurasi realisasi PNBP dan
perhitungan DBH untuk penyaluran, ketepatan jumlah dan waktu
penyaluran, penyaluran DBH Panas Bumi.
Dana Alokasi Umum melanjutkan formula DAU Non Hold harmless,
dengan perhitungan sekurang-kurangnya 26% dari PDN Neto
Dana Alokasi Khusus Besaran alokasi diperkirakan sama dengan
tahun 2009, meningkatkan akurasi pembobotan wilayah dengan
penggunaan data berdasarkan kondisi wilayah, akurasi data
infrastruktur; dan peningkatan besaran DAK berdasarkan kesediaan K/L
mengalihkan anggaran untuk daerah.
6. Terkait dengan pelaksanaan, disepakati hal-hal sebagai berikut:
a) Perlu percepatan proses pengadaan barang dan jasa dengan tetap
mengikuti ketentuan yang berlaku.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 68
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
b) Perlu peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM dalam pengelolaan
anggaran daerah.
c) Perlu penataan dan sinkronisasi program pembangunan dekonsentrasi
dan tugas pembantuan sesuai dengan beban SKPD dengan tujuan
menghindari keterlambatan pelaksanaan prorgam dan kegiatan
pembangunan.
d) Penentuan personil dalam pelaksanaan dekon di daerah agar
mengikutsertakan pemerintah daerah
7. Terkait dengan pemantauan dan evaluasi, disepakati hal-hal sebagai berikut:
a) Perlu penataan dan pengembangan data dasar sebagai acuan dalam
pemantauan dan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan
pembangunan.
b) Perlu penataan dan harmonisasi sistem pelaporan, dan sistem
pengendalian dan evaluasi yang terpadu.
c) Perlu pelaksanaan mekanisme pelaporan berkala dan berjenjang secara
konsisten.
d) Perlu pemisahan yang jelas tentang pelanggaran administrasi tindak
pidana untuk mencegah ketakutan yang berlebihan bagi aparat daerah
dan mengurangi hambatan pelaksanaan kegiatan pembangunan daerah.
8. Terkait dengan penanggulangan kemiskinan, hal-hal yang disepakati sebagai
berikut:
a) Perlu dukungan dan komitmen Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan
prorgam pengurangan kemiskinan termasuk PNPM, Raskin dan lainnya.
b) Perlu updating data dasar penduduk miskin dan pengembangan sistem
informasi kependudukan oleh Pemerintah Daerah.
c) Perlu koordinasi dan sinkronisasi program dan kegiatan penanggulangan
kemiskinan dengan program pembangunan yang bersumber dari APBD.
d) Perlu pelembagaan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan di
provinsi dan kabupaten/kota
9. Terkait dengan isu strategis wilayah, disepakati hal-hal sebagai berikut:
a) Perlu prakarsa strategis dalam peningkatan daya saing nasional dan
daerah.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 69
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
b) Perlu adanya insentif bagi daerah yang mempunyai kawasan konservasi
sesuai dengan pengaturan tata ruang yang telah ditetapkan.
c) Perlu adanya insentif bagi provinsi kepulauan yang memiliki banyak
pulau kecil dan tersebar.
d) Perlu rencana strategis yang jelas tentang percepatan pembangunan
infrastruktur termasuk berbagai komitmen dalam pembangunan
pelabuhan, jalan dan pembangkit listrik di daerah.
e) Perlu rencana tindak nyata dalam percepatan pembangunan kawasan
perbatasan dengan memperhatikan keseimbangan pembangunan sosial,
ekonomi, dan hankam.
f) 10. Terkait dengan persiapan musrenbangnas, Perlu persiapan sidang
kelompok secara lebih baik terutama menyangkut persandingan antara
Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-K/L) dengan Usulan
Pendanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah (UPSKPD).
g) UPSKPD dari daerah harus masuk paling lambat tanggal 1 Mei 2009.
h) Perlu kehadiran pejabat yang berwenang dari Kementerian/Lembaga
dalam sidang kelompok sehingga dapat mengambil keputusan secara
cepat.
i) Perlu tindak lanjut hasil Musrenbangnas dengan melakukan revisi Renja
K/L untuk menampung usulan dari Pemerintah Daerah yang tekah
disetujui dalam Sidang Kelompok
10. Terkait dengan rencana ke depan, disepakati hal-hal sebagai berikut:
a) Penetapan waktu dan lokasi untuk Dialog dan Konsultasi Triwulanan
berikutnya.
b) Penyiapan isu strategis per wilayah sebagai agenda pembahasan Dialog
dan Konsultasi Triwulanan berikutnya
c) Penyiapan mailinglist dan website sebagai media komunikasi Bappenas,
Depdagri, Depkeu dan Bappeda
d) Dalam hal penyelenggaraan Musrenbangnas 2008, tercapai kesepakatan
yaitu: persandingan Renja-K/L dan Renja-SKPD akan terus diupayakan
semakin baik dan sesuai jadwal; Bappeda Provinsi perlu menentukan
kegiatan paling prioritas sehingga dapat diputuskan dalam Musrenbang
Nasional; hasil Musrenbang Nasional akan disampaikan dalam Trilateral
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 70
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Meeting; dan format sidang kelompok memperhitungkan jumlah
provinsi.
e) Dalam hal penganggaran (sinergi perencanaan belanja K/L dan daerah
tahun 2008), disepakati bahwa Pembahasan mengenai dana
dekonsentrasi yang tidak hanya difokuskan pada non fisik saja akan
dilakukan antara Departemen Dalam Negeri dan Departemen Keuangan;
dan akan disampaikan kepada Departemen Keuangan mengenai DIPA
yang diserahkan tanggal 2 Januari, tapi belum semua anggaran
dekonsentrasi diketahui oleh daerah.
f) Dalam hal penganggaran (dana perimbangan dan percepatan APBD),
disepakati bahwa perlu perubahan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang pengesahan RAPBD; Depdagri seharusnya hadir dalam
Dialog dan Temu Konsultasi Triwulanan; dan pemberitahuan secepatnya
tentang peralihan tugas BRR.
g) Dalam hal pelaksanaan penanggulangan kemiskinan, disepakati bahwa
profil kemiskinan akan disajikan secara lebih lengkap termasuk
karakteristik penduduk miskinan dan lokasi wilayah miskin; dan
koordinasi program oleh Kantor Menko.
V.6 Koordinasi Kegiatan Prakarsa Strategis Pengembangan Pulau
Dalam Rangka Penyusunan Buku III RKP 2010 dan RPJMN 2010-
2014 Berdimensi Kewilayahan
Pengembangan wilayah di Indonesia mengalami perkembangan untuk terus
mencari pendekatan yang lebih komprehensif, disesuaikan dengan dinamika dan
kebutuhan setiap masa. Regionalisasi perencanaan dengan pendekatan
perencanaan pembangunan berbasis pulau-pulau besar (Sumatera, Jawa–Bali,
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua) untuk mencapai tujuan
pengembangan wilayah diantaranya dilakukan melalui penataan ruang (sebagai
salah satu alat untuk pengembangan wilayah). Penataan ruang ini dimanfaatkan
sebagai leverage agar pulau-pulau besar tersebut berkembang mencapai tujuan
yang ditetapkan.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 71
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Regionalisasi dalam pengembangan wilayah nasional mengacu pada
keserasian dan keseimbangan pembangunan ekonomi wilayah dengan kelestarian
lingkungan, sehingga terwujud pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development). Rencana Tata Ruang Pulau (RTRP) harus dapat memberikan arahan
struktur ruang pulau yang menjamin keseimbangan pertumbuhan ekonomi
regional, arahan alokasi pemanfaatan ruang makro yang dapat menjamin
pembangunan berkelanjutan, serta arahan kebijakan pengelolaannya. Aplikasi
regionalisasi RTRP diharapkan dapat menjadi landasan ataupun acuan kebijakan
dan strategi pembangunan bagi sektor-sektor maupun wilayah-wilayah
(provinsi/kabupaten/kota) yang berkepentingan sehingga terwujud kesatuan
penanganan yang sinergis, mengurangi potensi konflik lintas wilayah dan lintas
sektoral, yang pada akhirnya akan memperkuat Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Sementara itu, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025
telah mengamanatkan pendekatan regional ini sebagai salah satu strategi untuk
mencapai tujuan pembangunan. Dalam RPJP tersebut, tujuan mewujudkan
Indonesia asri dan lestari dengan memperbaiki pengelolaan pelaksanaan
pembangunan yang lebih seimbang antara pemanfaatan, keberlanjutan,
keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dilakukan
melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan untuk permukiman,
kegiatan sosial ekonomi, dan upaya konservasi.
Salah satu arah pembangunan jangka panjang 2005 – 2025 dalam rangka
mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah melalui
pengembangan wilayah. Pelaksanaan pengembangan wilayah tersebut dilakukan
secara terencana dan terintegrasi dengan semua rencana pembangunan sektor dan
bidang. Rencana pembangunan dijabarkan dan disinkronkan ke dalam rencana
tata ruang yang konsisten, baik materi maupun jangka waktunya. Oleh karena itu,
peranan Rencana Tata Ruang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahap II (2010-1014) dan
RPJM selanjutnya.
Penekanan secara khusus terhadap pendekatan regional dalam rencana
pembangunan juga termuat dalam rencana pembangunan jangka menengah
(RPJM) tahap II (2010-2014). Tahapan dan skala prioritas dalam RPJM Tahap II
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 72
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
(2010 – 2014) adalah meningkatnya kualitas perencanaan tata ruang serta
konsistensi pemanfaatan ruang dengan mengintegrasikannya ke dalam dokumen
perencanaan pembangunan terkait dan penegakan peraturan dalam rangka
pengendalian pemanfaatan ruang.
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah telah
melaksanakan kajian prakarsa strategis penyusunan strategi pembangunan
berbasis pulau – pulau besar (Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara dan Papua) pada tahun 2007 dan 2008.
Berdasarkan hasil kajian strategi pembangunan berbasis pulau, maka dipandang
perlu untuk menindaklanjuti kajian tersebut dengan upaya sinkronisasi dan
sosialisasi sebagai dasar penyusunan dokumen RPJMN 2010- 2014.
Adapun tujuan dari kegiatan Prakarsa Strategis Rancangan RPJMN 2010-2014
Dalam Dimensi Ruang dan Wilayah: Sinkronisasi Perencanaan Sektoral, Daerah
dan Spasial ini adalah:
1. Melakukan sinkronisasi dan harmonisasi antara perencanaan sektoral, daerah
dan spasial.
2. Melakukan kegiatan sosialisasi hasil penyusunan strategi pembangunan pulau
– pulau besar (Sumatera, Jawa–Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara,
Maluku dan Papua).
3. Melakukan penyempurnaan hasil penyusunan strategi pembangunan pulau –
pulau besar (Sumatera, Jawa–Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara,
Maluku dan Papua).
4. Penyempurnaan dokumen strategi pembangunan pulau – pulau besar dalam
RPJMN 2010-2014.
Dalam rangka kegiatan prakarsa strategis pengembangan pulau, dilakukan
beberapa kegiatan TPRK sebagai berikut:
No Tema Tanggal
1 Persiapan kegiatan dan koordinasi serta review Rabu, 18 Maret 2009
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 73
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 74
No Tema Tanggal
dokumen hasil kegiatan prakarsa
pengembangan pulau 2008
2 Perubahan pembahasan matriks dan analisis
pulau
Kamis, 23 April 2009
3 Pembahasan dan penyesuaian matriks sesuai
format RPJMN 2010-2014
Kamis, 28 Mei 2009
4 Pembahasan kerangka penulisan rancangan
buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi
Kewilayahan
Senin, 22 Juni 2009
5 Pembahasan Rancangan Awal RPJMN 2010-
2014 Berdimensi Kewilayahan
Senin, 15 Juli 2009
6 Pembahasan Matriks Buku III perwilayah Selasa, 4 Agustus 2009
7 Pembahasan revisi matriks dan persiapan
lokakarya
Selasa, 11 Agustus 2009
8 Diskusi masukan dan komentar dari lokakarya
perwilayah
Senin, 5 Oktober 2009
9 Pembahasan draft narasi dan matriks buku 3
RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan
Jum’at, 6 November 2009
10 Finalisasi Draft Akhir Narasi dan Matriks
Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi
Kewilayahan
Senin, 20 November 2009
Dalam rangka penyusunan Buku III RPJMN 2010-2014, dilakukan:
1. Sosialisasi Penyusunan Rancangan RPJMN 2010-2014 Dalam Dimensi
Ruang dan Wilayah “Sinkronisasi Perencanaan Sektoral, Daerah dan Spasial
2. Workshop Penyusunan Rancangan RPJMN 2010-2014 Berdimensi
Kewilayahan “Sinkronisasi Perencanaan Sektoral, Daerah dan Spasial” yaitu
pada:
a. Rabu, 12 Agustus 2009 untuk wilayah Kalimantan
b. Senin, 7 September 2009 untuk wilayah Jawa-Bali
c. Selasa, 8 September 2009 untuk wilayah Sumatera
d. Kamis, 10 September 2009 untuk wilayah Sulawesi
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 75
e. Senin, 14 September 2009 untuk wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan
Papua.
V.7 Koordinasi Kegiatan Capacity Building for Regional Development
Policy Formulation (DSF)
Indonesia menghadapi tantangan pengelolaan pembangunan yang sangat besar di
daerah-daerah. Indikator pembangunan di daerah-daerah sangat bervariasi dari
waktu ke waktu. Misalnya, menurut data produk domestik regional bruto (PDRB),
disparitas pendapatan per kapita provinsi tergolong besar di Indonesia. 1
Resosudarmo dan Vidyattama (2006) memperlihatkan bahwa meskipun terdapat
konvergensi PDRB per kapita antara provinsi termiskin dan terkaya dari 1993
sampai 2002, disparitas yang besar terus terjadi. Seperti halnya dengan negara-
negara berkembang lainnya, Indonesia telah menempuh jalur pembangunan yang
berliku-liku selama beberapa dekade terakhir. Di awal tahun 1960an, terjadi krisis
ekonomi dengan tingkat inflasi yang tidak terkendali, namun setelah itu keadaan
relatif stabil. Exploitasi cadangan minyak dan gas bumi yang berbarengan dengan
lonjakan harga minyak dunia menghasilkan pendapatan yang sangat besar untuk
pemerintah dimana hasil tersebut sebagian digunakan untuk membiayai program
pembangunan secara luas sehingga sebagian besar masyarakat Indonesia di seluruh
nusantara dapat menikmati manfaat yang nyata.
Meskipun belum pernah mencapai pertumbuhan yang luar biasa dari apa yang
disebut sebagai perekonomian macan (tiger economies), pertumbuhan terus
berjalan dengan bantuan investasi luar negeri dan dukungan sistem politik.
Guncangan dari luar dan tekanan inflasi pada umumnya memperlambat laju
pertumbuhan yang sedang berlangsung, namun kejadian yang cukup mengganggu
stabilitas ekonomi, politi, dan keamanan adalah sejak terjadinya krisis Asia pada
tahun 1997 di mana hasil-hasil pembangunan ekonomi yang dicapai selama
bertahun-tahun lenyap dalam kurun waktu beberapa bulan.
1 Resosudarmo dan Vidyattama, 2006, ASEAN Economic Bulletin 23.1 (2006) 31-44
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Dengan dimulainya era desentralisasi pada tahun 2001 melalui pelaksanaan
Undang-Undang No. 22/99 maka berbagai tanggung jawab diserahkan kepada
pemerintah daerah. Sampai tahun 2001, pemulihan perekonomian berlangsung
dengan baik dan, pada tahun 2004, agenda desentralisasi tertanam kuat dalam
revisi utama undang-undang desentralisasi. Sumber daya fiskal yang cukup besar
saat ini dikendalikan oleh pemerintah daerah, khususnya di tingkat
kabupaten/kota. 30% dari total belanja negara ditransfer ke daerah-daerah pada
tahun 2008 meskipun belanja daerah jika dilihat dari persentase total belanja
nasional bahkan lebih tinggi karena pendapatan daerah terdiri dari pendapatan asli
daerah dan dana transfer pusat. Total realisasi belanja pemerintah meningkat
cukup besar sejak tahun 2001.
Karena pola pembangunan yang kompleks di seluruh Indonesia dalam beberapa
dekade terakhir ini serta keberhasilan dan kegagalan kebijakan pembangunan dan
masalah disparitas daerah selama ini maka merupakan saat yang tepat untuk
menginventarisasi dan memeriksa kembali lingkungan kebijakan yang terkait
dengan pembangunan daerah menurut perspektif yang baru. Tantangan-tantangan
baru telah muncul, seperti tekanan lingkungan yang menuntut pembangunan
secara ramah lingkungan, keinginan yang umumnya dinyatakan jika pembangunan
melibatkan pemangku kepentingan yang lebih luas dan dampak globalisasi
terhadap daerah-daerah. Tekanan ekonomi, sosial dan politik akan terus berubah
dan memerlukan jawaban kebijakan yang berkelanjutan dan tepat untuk
menghadapi tantangan-tantangan ini. Terkait dengan hal tersebut maka
Diorektorat Pengembangan Wilayah dengan bantuan Program Decentralization
Support Facilities (DSF) melaksanakan kegiatan Capacity Building for Regional
Development Policy Formulation, yang terbagi kedalam 2 tahap, dengan sasaran
utama untuk memberikan kontribusi untuk mengurangi kesengjangan antar-
daerah melalui kebijakan pembangunan daerah yang lebih efektif, melalui beberapa
tujuan yaitu: (1) Melakukan tinjauan historis secara singkat tentang pembangunan
daerah sejak tahun 1967 (mulai dari rencana pembangunan lima tahun pertama di
zaman Orde Baru). Yang menjadi fokus khususnya adalah masa transisi sejak akhir
tahun 1990-an; (2) Mengidentifikasi data yang tersedia saat ini, kesenjangan data
dan melakukan kajian terhadap data yang tersedia dan bagaimana data digunakan
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 76
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
untuk pembuatan kebijakan pembangunan daerah; (3) Melakukan kajian terhadap
kebijakan pembangunan daerah dan proses pembuatan kebijakan; (4)
Menyebarluaskan hasil kajian kebijakan agar berguna bagi para pemegang
kebijakan; (5) Mengembangkan kapasitas internal Bappenas untuk mengkaji dan
meningkatkan kebijakan pembangunan daerah dengan meningkatkan
keterampilan staf penting Bappenas; (6) Mengkaji kebijakan, masalah dan prioritas
pembangunan daerah di 7 daerah dan mengembangkan dokumen strategi untuk
setiap daerah yang memerinci bagaimana pembangunan dapat ditingkatkan di
setiap daerah dan memberikan perincian yang cermat tentang implikasi kebijakan.
Secara singkat, program DSF khususnya Pembangunan Kapasitas untuk
Perumusan Kebijakan Pembangunan Daerah, terbagi kedalam 2 tahap yaitu: Tahap
1 mengenai Pembangunan daerah di Indonesia: Suatu Tinjauan terhadap
Pengalaman dan Pencapaian”, dimana akan dilakukan review terhadap berbagai
dokumen kebijakan pembangunan sejak Repelita I hingga RPJMN 2004-2009.
Sedangkan Tahap II terkait dengan perumusan Rencana Strategi Rinci
pengembangan wilayah di Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, maluku,
Nusa Tenggara, dan Papua yang rencananya akan dimulai pada awal tahun 2010.
Dalam perkembangannya hingga saat ini telah dilakukan berbagai bentuk
koordinasi untuk menyelaraskan kegiatan pada tahap I tersebut, agar sesuai
dengan tujuan dan output yang ingin dihasilkan. Dalam mendukung kegiatan pada
tahap I tersebut, telah dilibatkan sejumlah tenaga ahli dengan latar beloakang yang
berbeda sesuai dengan keahliannya untuk membantu dalam perumusan dokumen
review Pembangunan daerah di Indonesia: Suatu Tinjauan terhadap Pengalaman
dan Pencapaian”. Bentuk koordinasi yang telah dilakukan antara Tenaga Ahli
Pengembangan Wilayah-DSF, Sekretariat DSF, dan direktorat pengembangan
Wilayah, diantaranya:
1. Diskusi Rutin Dwi Mingguan
Dalam upaya mematangkan kegiatan review dokumen kebijakan
pembangunan daerah yang dimulai pada Repelita I hingga RPJMN 2004-
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 77
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
2009, maka dilakukan diskusi rutin dwi mingguan, dengan perkembangan
sebagai berikut:
Diskusi Dwi Mingguan I : 27 Agustus 2009
Deskripsi: Dilakukan untuk memberikan arahan
kajian kedepan bersama tenaga ahli yang
akan dilibatkan dalam perumusan dan
penyelesaian kajian tersebut.
Diskusi Dwi Mingguan II : 6 Oktober 2009
Deskripsi: Pembahasan Draft I penyusunan laporan,
kerangka kerja hingga akhir Desember
2009, penyusunan kerangka berfikir, dan
pembagian tugas diantara masing-masing
tim tenaga ahli.
Diskusi Dwi Mingguan III : 30 Oktober 2009
Deskripsi : Pembahasan kemajuan Draft II
penyusunan laporan, serta
penyempurnaan arahan kajian kedepan
untuk finalisasi draft RPJMN 2010-2014
Dimensi Kewilayahan terutama dengan
memasukkan pusat=pusat pertumbuhan
baru di masing-masing wilayah Sumatera,
Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku,
Nusa Tenggara, dan Papua.
Diskusi Dwi Mingguan IV : 13 Oktober 2009
Deskripsi : Pembahasan kemajuan penyusunan
laporan dan agenda kedepan untuk
finalisasi Draft RPJMN 2010-2014
Dimensi Kewilayahan.
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 78
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
D i r e k t o r a t P e n g e m b a n g a n W i l a y a h B a p p e n a s 79
2. Konsinyering Kegiatan Capacity Building for Regional
Development Policy Formulation (DSF)
Dalam upaya poenyempurnaan draft RPJMN 2010-2014 Dimensi
Kewilayahan (Buku III) yang telah disusun, maka tim expert kajian
terseburt didukung dengan tim lainnya akan memberikan masukan bagi
penyempurnaan Buku III tersebut terutama terkait dengan penentuan
pusat-pusat pertumbuhan baru dimasing-masing wilayah, yang sedianya
akan diarahkan untuk berkembang selama 5 tahun mendatang. Terkait
demngan upaya tersebut, makan Direktorat Pengembangan Wilayah
akan mengadakan konsinyering yang akan dilaksanakan pada Rabu, 18
November 2009, sehungga diharapkan akan dihasilkan dokumen
perencanaan yang komprehensif.
Recommended