View
34
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
Tentang laporan kasus
Citation preview
Laporan Kasus
Post Partus Spontan dengan Preeklampsia Berat
Oleh :
Nuryandi Khairunanda
NIM. I4A010091
Pembimbing :
dr. Renny Aditya, M.Kes, Sp.OG
SMF ILMU OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM - RSUD ULIN
BANJARMASIN
Agustus, 2015
0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Preeklampsia adalah penyakit spesifik pada wanita hamil yang ditandai
dengan terjadinya hipertensi dan proteinuria yang signifikan pada wanita yang
sebelumnya sehat dalam atau setelah 20 minggu kehamilan yang terjadi sekitar 2-8%
dalam kehamilan.1
Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang paling umum dengan
angka kejadian yang terus meningkat di seluruh dunia dan berkaitan dengan
morbiditas dan mortalitas maternal, sekitar 50.000 kematian didunia pertahun,
terutama pada negara berkembang. Sehingga preeklampsia menjadi bagian dari
millennium development goals dari World Health Organization (WHO).1,2
Preeklampsia adalah kelainan multisistem yang dapat bermanifestasi klinis
berupa hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa disertai dengan gejala seperti tes
laboratorium maternal yang abnormal, perkembangan janin intrauterine terhambat
atau penurunan volume amnion.3
Tujuan
Memberikan gambaran bagaimana keadaan pasien dengan Preeklampsia Berat
dan penanganan untuk menghindari akibat yang ditimbulkannya.
1
BAB II
PREEKLAMPSIA BERAT
A. Definisi
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai dengan proteinuria lebih
dari 5 g/24 jam.1,2,4,5
B. Diagnosis
Diagnosis PEB ditegakkan berdasarkan kriteria berikut : 4,6
-Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit
dan sudah menjalani tirah baring
- Proteinuria
- Oliguria (produksi urine kurang dari 500 cc/ 24 jam)
- Kenaikan kadar kreatinin plasma.
- Gangguan visus dan cerebal: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan
pandangan kabur
- Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadrant kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson)
- Edema paru-paru dan sianosis.
- Trombositopenia berat.
2
- Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler)
- Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat.
- Sindrom HELLP
Preeklampsia adalah kelainan vaskular sistemik yang mempengaruhi hati dan
otak ibu. Ketika hati terpengaruh, ibu dapat mengalami nyeri perut, mual, muntah,
dan peningkatan enzim hati. Pemeriksaan patologis hati menunjukkan penimbunan
fibrin periportal dan sinusoidal, juga pada beberapa kasus yang berat terjadi
hemorrhage dan necrosis. Preeklampsia berat dapat terjadi HELLP syndrome
(hemolysis, elevated liver enzymes, low platelets) sekitar 20% kejadian pada ibu
hamil yang tidak hanya melibatkan hati namun juga kelainan sistem koagulasi.2
C. Patofisiologi
Penyebab preeklampsia hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak
teori telah dikemukakan tentang terjadinya preeklampsia namun tidak ada satupun
teori tersebut yang dianggap mutlak. Teori-teori yang sekarang banyak dianut
adalah:5,7
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada preeklampsia tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri
spiralis dan jaringan sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan
keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadi
kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun
3
dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Diameter rata-rata arteri spiralis pada
hamil normal adalah 500 mikron, sedang pada preeclampsia rata-rata 200 mikron.
Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali
aliran darah ke utero plasenta.
Gambar 1. Abnormal plasenta pada preeklampsia
4
2. Teori Iskemia plasenta, Radikal bebas dan Disfungsi endotel
a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada preeklampsia terjadi
kegagalan “remodeling arteri spirales“ yang menyebabkan iskemia plasenta. Plasenta
yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas).
Oksidan atau radikal bebas merupakan senyawa penerima elektron atau atom/molekul
yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang
dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya
terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah proses normal karena
dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya bahan toxin yang beredar dalam
darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil
akan merusak membran sel yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh
menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga
akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan dalam tubuh yang
bersifat toksis selalu diimbangi dengan produksi antioksidan. Anti-oksidan dibagi
menjadi:
- Antioksidan pencegah terbentuknya oksidan atau antioksidan enzymatik, misalnya:
transferin, seruloplasmin, katalase, peroksidase glutation
- Antioksidan pemutus rantai oksidan atau antioksidan non enzymatik misalnya :
vitamin E, vitamin C, dan β (beta) karotin.
b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada preeklampsia
5
Pada preeklampsia telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya peroksida
lemak meningkat sedangkan antioksidan seperti vitamin E pada preeklampsia
menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidant peroksida lemak yag relatif tinggi.
Peroksida lemak sebagai oksidant yang sangat toksis ini, akan beredar di seluruh
tubuh dalam aliran darah, dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel
endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak karena letaknya
langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidant radikal
hodidroksil yang akan merubah menjadi peroksida lemak.
c. Disfungsi sel endotel
Akibat terpapar peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel yang
kerusakannya dimulai dari membran sel. Kerusakan membran sel endotel
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endothel. Keadaan ini disebut “disfungsi endothel” (endothelial dysfunction). Pada
waktu terjadi kerusakan sel endothel yang mengakibatkan disfungsi sel endothel,
maka akan terjadi:
-Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endothel adalah
memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2)
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endothl yang mengalami kerusakan.
- Agregasi sel thrombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endothel
yang mengalami kerusakan. Agregrasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2)
yang merupakan suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal perbandingan
6
kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin (lebih tinggi
vasodilator). Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin
sehinga terjadi vasokonstriksi dan terjadi kenaikan tekanan darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis)
- Meningkatnya permeabilitas kapiler
- Meningkatnya produksi bahan-bahan vasopresor yaitu endothelin. Kadar NO
(vasodilatator) menurun sedangkan endhotelin (vasokonstriktor) meningkat
- Rangsangan faktor koagulasi
3. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya preeklampsia
terbukti dengan fakta sebagai berikut :
a. Primigravida mempunyai risiko lebih besar dibanding dengan multigravida.
b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi, mempunyai risiko lebih besar
terjadinya preeklampsia dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
c. Seks oral : mempunyai resiko lebih rendah terjadinya preeklampsia
d. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode
ini, makin kecil terjadinya preeklampsia.
Pada wanita hamil normal, respon imun tidak menolak adanya ”hasil
konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya “human leukocyte antigen
protein G ” (HLA) yang berperan penting dalam modulasi respon imun sehingga si
ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Pada plasenta preeklampsia terjadi
penurunan “human leukocyte antigen protein G ” atau placenta memproduksi “human
7
leukocyte antigen protein G ” dalam bentuk lain sehingga terjadi intoleransi ibu
terhadap plasenta.
Pada preeklampsia didapatkan kadar sitokin dalam plasenta maupun sirkulasi
darah yang meningkat. Demikian juga didapatkan “natural killer cells” dan aktivasi
neutrofil yang meningkat. Kemungkinan terjadi “Immune-Maladaptation” pada
preeklampsia. Pada awal trimester kedua kehamilan, wanita yang mempunyai
kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper Sel yang
lebih rendah dibanding pada normotensif.
4. Teori Adaptasi Kardiovaskular
Pada preeklampsia , terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor. Terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor,
artinya daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga
pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopressor. Banyak peneliti
telah membuktikan, bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor
pada preeklampsia sudah terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan
pada kehamilan yang akan menjadi preeklampsia, sudah dapat ditemukan pada
kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya
preeklampsia.
5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gene-single. Genotip ibu
lebih menentukan terjadinya HDK secara familial dibanding dengan genotip janin.
Telah
8
terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeclampsia, 26% anak wanitanya akan
mengalami preeklampsia pula, sedangkankan hanya 8% anak menantu mengalami
preeklampsia.
6. Teori Defisiensi Gizi (Teori Diet)
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam
terjadinya HDK. Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah
penelitian tentang pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum
pecahnya perang dunia ke II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam
persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden preeklampsia. Penelitian terakhir
membuktikan, bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut dapat
mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak
jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan dan aktivasi trombosit, serta
mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai
konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam
mencegah preeckampsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil
baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin.
Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet
wanita hamil mengakibatkan resiko terjadinya preeklampsia/eklampsia. Penelitian di
Equador Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan
pemberian calcium dan placebo.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil
9
yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklampsia adalah
14% sedang yang diberi glukosa 17%.
7. Teori Stimulus Inflamasi
Redman (1999) menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia disebabkan
“kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskuler pada kehamilan” yang
biasanya berlangsung normal dan menyeluruh. Keadaan ini disebabkan oleh “akivitas
leukosit yang sangat tinggi” pada sirkulasi ibu.
D. Epidemiologi
Preeklampsia atau eklampsia merupakan kelainan multisistem yang
mengancam nyawa, terjadi pada 2 - 8% kehamilan di seluruh dunia yang
menyebabkan gangguan pada kesehatan maternal dan newborn. Sekitar 63.000 ibu
hamil meninggal tiap tahun karena preeklampsia atau eklampsia.8
Angka kejadian preeklampsia berat berkisar 0.6-1.2% dari kehamilan di
negara barat. Preeklampsia pada kehamilan 37 minggu dan preeklampsia berat pada
kehamilan 34 minggu memberikan komplikasi sekitar 0.6 -1.5%.3
E. Faktor Risiko
Faktor risiko pada preeklampsia meliputi nulliparitas, kehamilan ganda,
riwayat preeklampsia, obesitas, diabetes mellitus, kelainan vascular dan jaringan
penghubung seperti systemic lupus erythematosus dan antiphospholipid antibodies,
umur >35 tahun pada kehamilan pertama, merokok dan ras African American.
10
Hubungan antara faktor risiko ini dan preeklampsia masih tidak diketahui secara
jelas. Perbedaan risiko antara kelompok etnis menunjukkan adanya faktor genetik
pada patogenesis preeklampsia.1,4
F. Penatalaksanaan
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang,
pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit
organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan.5
a. Terapi medisinal (terhadap penyakitnya)
1. Segera rawat inap di rumah sakit
2. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
3. Pemberian cairan intravena
-Cairan yang diberikan adalah 5 % Ringer-dextrose atau cairan garam faal, jumlah
tetesan : < 125 cc/jam
- Atau Infuse Dextrose 5% Yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus RL (60-125
cc/jam) 500 cc.
4. Pasang DC : untuk mengukur output urin, oliguria terjadi bila produksi urin < 30
cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam
5. Diet : cukup protein; rendah karbohidrat, lemak dan garam
6. Pemberian obat anti kejang
- Golongan MgSO4 (Magnesium sulfat)
a. Loading dose : 4 gram MgSO4 : IV (20% dalam 10 cc) selama 10 menit
11
b. Maintenance dose : diberikan 4 atau 5 gram IM, 40% setelah 6 jam pemberian
loading dose. Selanjutnya “maintenance dose” diberikan 4 gram IM tiap 4-6 jam.
c. Syarat-syarat pemberian MgSO4:
-Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium gluconas 10% = 1 gr (10%
dalam 10 cc) diberikan IV, 3 menit
-Refleks patella (+) kuat.
-Frekuensi pernafasan > 16 + / menit, dan tidak ada tanda2 distress nafas.
-Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya. (0,5 cc/kgbb/jam)
d. Magnesium sulfat dihentikan bila:
-Ada tanda-tanda intoxikasi
-Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang berakhir
-Contoh obat lain yang dipakai untuk anti kejang-kejang : diazepam dan fenitoin.
Obat anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah Magnesium sulfat.
7. Pemberian diuretik : bila terdapat edema paru, payah jantung kengestif, atau
anasarka. Pemberian diuretik dapat merugikan karena memperberat hipovolemia,
memperburuk perfusi utero-plasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan
dehidrasi pada janin dan menurunkan berat janin.
8. Pemberian antihipertensi
Antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg dan tekanan darah
diastolik ≥ 110 mmHg. Contohnya adalah nifedipin. Dosis awal : 10 -20 mg, ulangi
30 menit bila perlu, dosis maksimum 120 mg per 24 jam
12
b. Sikap terhadap kehamilannya
Sikap terhadap kehamilannya dapat berupa :
1. Konservatif (ekspektatif) : kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pemberian pengobatan medikamentosa
2. Aktif : kehamilan diakhiri (terminasi) bersamaan dengan pemberian pengobatan
Medikamentosa
13
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. Ulfah
Usia : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Tatah Belayung RT 01, Gambut
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : Tamat SMP
Status pernikahan : Menikah
Suami Pasien
Nama : Tn, Sadri
Usia : 32 tahun
Pekerjaan : Tukang Bangunan
Pendidikan : Tamat SMA
B. Anamnesa
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa tanggal 14 Agustus 2015 pukul 19.00
Wita.
1. Keluhan utama :
14
Kencang-kencang
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan kencang-kencang sejak 4 jam SMRS,. Selain
itu pasien juga mengeluhkan keluar air-air 1 jam SMRS. Tidak keruh, darah (-),
lendir (+), mual/muntah (-/-). Pasien merupakan rujukan dari Puskesmas Beruntung
Raya dengan diagnosis G3P0A2 H 38 minggu inpartu kala 1 fase laten JTHW + PEB.
Selama hamil os mengaku tidak ada keluhan demam, pandangan mata kabur, nyeri
ulu hati dan mual muntah berlebih.
Pasien mengaku hamil 9 bulan. HPHT 12-12-2014, TP 19-09-2015 sesuai usia
kehamilan 38 minggu. Pasien mengaku ANC rutin di bidan setiap bulan. Pasien
mengaku tidak pernah melakukan pemeriksaan USG. Gerak janin aktif, riwayat
hipertensi dalam kehamilan sebelumnya (-). BAK normal, BAB normal.
3. Riwayat Penyakit dahulu :
Eklamsia (-), DM (-), Asma (-)
4. Riwayat Operasi
Pasien tidak pernah dioperasi sebelumnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), DM (-), Asma (-)
6. Riwayat Haid
Menarce umur 13 tahun, siklus haid 28 hari, lama 3 hari, tidak ada keluhan selama
haid.
HPHT : 12-12-2014
15
TP : 19-09-2015
UK : 38 minggu
7. Riwayat perkawinan
Pasien menikah 1 kali lama 8 tahun.
8. Riwayat Obstetri
1) 2010/ 4 bulan/ RSUD ULIN/ kuretase
2) 2010/ 2 bulan/ RSUD ULIN/ kuretase
3) 2015/ Hamil ini
9. Riwayat KB
KB suntik selama 3 bulan selama 2 tahun
10. Riwayat Asuhan Antenatal
Pasien rutin periksa kehamilan di bidan setiap bulan, tidak pernah USG.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status present
Keadaan umum : Tampak baik
Kesadaran : Compos mentis, GCS 4-5-6
Tinggi badan : 156 cm
Berat badan : 65 kg
Tanda vital : TD : 160/105 mmHg
Nadi : 92 kali/menit
RR : 20 kali/menit
16
T : 36,8 oC
Kepala/leher : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)
Thoraks : Cor : S1 S2 tunggal, bising (-)
Pulmo : Sn. Vesicular, Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen : Lihat status obstetric
Ekstrimitas : Akral hangat, edema (-/-), parese (-/-)
2. Status Obstetri
Inspeksi : Perut tampak membuncit asimetris
Palpasi : LI = FU teraba 2 jari di bawah processus xypoideus (TFU
29 cm)
LII = Memanjang punggung kiri
LIII = Presentasi kepala
LIV = Kepala belum masuk PAP
TFU : 29 cm
TBJ : 2600 gram
His : +
DJJ : 152 kali/menit
VT : Portio teraba lunak, kulit ketuban (+), pembukaan 3 cm, H1,
bagian terbawah kepala, darah (-)
17
D. Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap 12/8/2015
Hemoglobin 11.3 g/dl
Lekosit 14.8 ribu/ul
Eritrosit 4.23 juta/ul
Hematokrit 35.4 vol %
Trombosit 202 ribu/ul
RDW-CV 15,8 %
PT 10.5 detik
APTT 31.8 detik
INR 0.89\\92
Gula Darah Sewaktu 96
LDH 785
SGOT 24
SGPT 10
Albumin 3,7
Ureum 12
Creatinin 0.5
Urinalisa 12-8-2015
18
Warna-kekeruhan Kuning-Agak keruh
BJ 1.030
pH 6.0
Keton Trace
Protein-Albumin 1+
Glukosa negative
Bilirubin negative
Darah Samar +3
Nitrit negative
Urobilinogen 0.2
Lekosit Negative
NST
E. Diagnosa
19
G3P0A2 hamil 38 minggu inpartu kala I fase laten+ JTHIU + preskep + PEB + TBJ
2600gr
F. Penatalaksanaan
- O2 masker 6 lpm
- IVFD RL:D5 = 1:1/24jam
- Inj SM full dose
- Nifedipin 3x10mg bila TD ≥160/100mmHg
- Methyl Dopa 3x250mg bila TD ≥180/120mmHg
- Observasi tanda-tanda persalinan
- Cek DL & UL
- Balance cairan
- evaluasi 6 jam pro percepat kala II
12/8/15 (05.30)
S) Kencang-kencang +
O) STU: GCS: E4V5M6 N: 125x/mnt T:36,8°C
TD: 142/92mmHg R: 20x/mnt
STO: DJJ: 152x/mnt
HIS: 4x/10mnt durasi 35-40’’
A) G3P0A2 35/36 minggu +inpartu kala I fase aktif + preskep + PEB + ROJ +
TBJ 2600 gr
P) lapor dr jaga
20
-terapi lanjutkan
-evaluasi 2 jam pro spt bk
12/8/15 (07.50)
S) Ibu ingin mengenjan
O) STU: GCS: E4V5M6 N: 90x/mnt T:36,4°C
TD: 140/90mmHg R: 20x/mnt
STO: DJJ: 12-12-12
HIS: +
VT pembukaan lengkap/ket (-)/kepala/UUK dp/HIII
A) G3P0A2 35/36 minggu +inpartu kala II + preskep + PEB + ROJ + TBJ
2600 gr
P) pro percepat kala II
08.00 lahir bayi spt B P/2400/47/AS 6-7-8
08.15 plasenta blm lahir inj oxytocin 1 amp IM
08.30 plasenta blm lahir diputuskan dilakukan manual plasenta
lahir plasenta kesan lengkap
perineum intak, kont.uterus (+) baik
Follow up (10.30)
S) keluhan (-)
O) TD 140/90 mmHg N 88 x/’ R 18 x/’ T 36.4oC
TFU sepusat
21
Kontraksi (+) baik
Flx (-)
A) P1A2 pp spt BK + PEB
P) -IVFD D5% : RL (1 : 1) 500cc/24 jam
-inj SM lanjutkan s/d 12 jam PP
- Nifedipin 3x10mg bila TD ≥160/100mmHg
- Methyl Dopa 3x250mg bila TD ≥180/120mmHg
-balance cairan CM = CK + 500 cc
-minum max 1000 cc/24jam
-obs kel/VS/flx/kont uterus
G. Follow up
follow up
Penilaian Tanggal
13-agt 14-agt 15-agt
Subjektif
Nyeri + - -
Perdarahan - - -
Flatus - + +
BAB - + +
Objektif
22
TD mm/Hg) 110/80 100/70 110/70
Nadi (x/menit) 84 88 80
RR (x/menit) 20 20 20
T 36,5 36,8 36,5
Kontraksi Baik Baik Baik
Tinggi FU
setingg
i pusat
2 jari
di
bawah
pusat
2 jari
di
bawah
pusat
Assesment
P1A2 pp spt B + HD baik
+ PEB
Planning
As. Mefenamat 3x500 mg
tab + + +
SF 1x1 tab + + +
BAB IV
PEMBAHASAN
23
Pasien datang dengan keluhan kencang-kencang sejak 4 jam SMRS,. Selain
itu pasien juga mengeluhkan keluar air-air 1 jam SMRS. Tidak keruh, darah (-),
lendir (+), mual/muntah (-/-). Pasien merupakan rujukan dari Puskesmas Beruntung
Raya dengan diagnosis G3P0A2 H 38 minggu inpartu kala 1 fase laten JTHW + PEB.
Selama hamil os mengaku tidak ada keluhan demam, pandangan mata kabur, nyeri
ulu hati dan mual muntah berlebih.
Pasien mengaku hamil 9 bulan. HPHT 12-12-2014, TP 19-09-2015 sesuai usia
kehamilan 38 minggu. Pasien mengaku ANC rutin di bidan setiap bulan. Pasien
mengaku tidak pernah melakukan pemeriksaan USG. Gerak janin aktif, riwayat
hipertensi dalam kehamilan sebelumnya (-). BAK normal, BAB normal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD : 160/105 mmHg, Nadi : 92 kali /menit,
RR : 20 kali/menit, dan T : 36,8 oC. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan LDH dan protein urin 1+.
Diagnosis preeklamsia berat ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi
dengan tekanan darahnya sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg dimana tekanan darah pasien adalah 160/110 mmHg. Hasil laboratorium
didapatkan proteinuria 2+.
Tujuan utama perawatan preeklampsia adalah mencegah kejang (terjadinya
eklampsia), perdarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan
melahirkan bayi sehat.
Maka penatalaksanaan pada pasien ini adalah :
24
- Rawat inap
Bertujuan untuk memudahkan pengawasan terhadap pasien agar keadaan
pasien tidak semakin memburuk/berbahaya.
- Pasang DC
Bertujuan untuk mengukur output urin karena pada preeklampsia berat dapat
terjadi oliguria.
- MgSO4 40 %
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan asetilkolin pada rangsangan
serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular
membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium
akan menggeser kalsium sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif
inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam
darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini
tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeklamsia atau eklamsia.
- Nifedipin 3x10 mg sublingual
Nifedipin merupakan antagonis kalsium yang menghambat influks kalsium
pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard. Hal ini akan menyebabkan
vasodilatasi yang akan menurunkan tekanan darah.
Pada pasien ini dilakukan induksi dengan misoprostol untuk memacu proses
kehamilan. Hal ini masih sesuai dengan sikap terhadap kehamilan pada preeklampsia
dapat berupa :
25
1. Konservatif (ekspektatif) : kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian pengobatan medikamentosa;
2. Aktif : kehamilan diakhiri (terminasi) bersamaan dengan pemberian
pengobatan Medikamentosa.
Namun, pasien ini dilakukan sectio caesar dikarenakan tidak terjadi kemajuan
dalam proses persalinan walaupun sudah diinduksi dengan misoprostol dan
dikhawatirkan terjadi hambatan dalam pertumbuhan janin intrauterin.
BAB V
PENUTUP
26
Preeklampsia adalah penyakit spesifik pada wanita hamil yang ditandai
dengan terjadinya hipertensi dan proteinuria yang signifikan pada wanita yang
sebelumnya sehat dalam atau setelah 20 minggu kehamilan yang terjadi sekitar 2-8%
dalam kehamilan. Sehingga preeklampsia menjadi bagian dari millennium
development goals dari World Health Organization (WHO).
Penyebab preeklampsia hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak
teori telah dikemukakan tentang terjadinya preeklampsia namun tidak ada satupun
teori tersebut yang dianggap mutlak.
Preeklampsia adalah kelainan multisistem yang dapat bermanifestasi klinis
berupa hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa disertai dengan gejala seperti tes
laboratorium maternal yang abnormal, perkembangan janin intrauterine terhambat
atau penurunan volume amnion.
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang,
pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit
organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan.
DAFTAR PUSTAKA
27
1. Eiland E, Nzerue C, Faulkner M. Preeclampsia 2012. Hindawi Publishing
Corporation Journal of Pregnancy.2012: 7.
2. Powe CE, Levine RJ, Karumanchi SA. Preeclampsia, a Disease of the Maternal
Endothelium The Role of Antiangiogenic Factors and Implications for Later
Cardiovascular Disease. American Heart Association. 2011;123:2856-2869.
3. Publications Committee, Society for Maternal-Fetal Medicine. Evaluation and
management of severe preeclampsia before 34 weeks’ gestation. American Journal of
Obstetrics & Gynecology. 2011.
4. Turner JA. Diagnosis and management of pre-eclampsia: an update. International
Journal of Women’s Health. 2010.
5. Saifuddin, Abdul B., Rachimnadhi, Triatmojo, dan Winkjosastro, Gulardi H.
editors. 2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi ke 4. Jakarta : PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
6. Cunningham, F. Gary et al. 2006. Obstetri Williams. Edisi 21. Volume 1. Jakarta:
EGC
7. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on
High Blood Pressure in Pregnancy.2001.American Family Physician, 64, pp : 263-
270.
28
8. Smith JM, Lowe RF, Fullerton J,et al. An integrative review of the side effects
related to the use of magnesium sulfate for preeclampsia and eclampsia management.
BMC Pregnancy and Childbirth 2013, 13:34
29
Recommended