View
221
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN
DAN IMPLIKATUR
DALAM ACARA OPERA VAN JAVA DI TRANS 7:
SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
guna Melengkapi Gelar Sarjana Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh
DWI ARIYANI
C0206002
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN
DAN IMPLIKATUR
DALAM ACARA OPERA VAN JAVA DI TRANS 7:
SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK
Disusun oleh
DWI ARIYANI
C0206002
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing
Miftah Nugroho, S.S., M.Hum.
NIP 197707252005011002
Mengetahui
Ketua Jurusan Sastra Indonesia
Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag.
NIP 196206101989031001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN
DAN IMPLIKATUR
DALAM ACARA OPERA VAN JAVA DI TRANS 7:
SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK
Disusun oleh
DWI ARIYANI
C0206002
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Pada Tanggal 27 Desember 2010
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum.
NIP 196412311994032005 .......................
Sekretaris Drs. Kaswan Darmadi, M.Hum.
NIP 196203031989031005 .......................
Penguji I Miftah Nugroho, S.S., M.Hum.
NIP 197707252005011002 .......................
Penguji II Dr. Dwi Purnanto, M. Hum.
NIP 196111111986011002 .......................
Dekan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Drs. Sudarno, M.A.
NIP 195303141985061001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Dwi Ariyani
NIM : C0206002
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Pelanggaran Prinsip
Kesantunan dan Implikatur dalam Acara Opera Van Java di Trans 7: Sebuah
Kajian Pragmatik adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak
dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi
tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh
dari skripsi tersebut.
Surakarta, 14 Desember 2010
Yang membuat pernyataan,
Dwi Ariyani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
“Perjalanan ratusan mil diawali dengan satu langkah.“
(Lao Tzu)
Jangan pernah menyerah dengan apa yang sedang kau perjuangkan. Jika tidak,
semua yang telah kau lakukan akan menjadi sia-sia.
(Penulis)
“Pikiran yang bagus dan hati yang bagus adalah kombinasi yang hebat.”
(Nelson Mandela)
“Orang mungkin ragu pada apa yang kau katakan, tapi mereka akan percaya
dengan apa yang kau lakukan.”
(Levis Cass)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini Penulis persembahkan kepada:
Bapak Ibu tercinta yang selalu memberi dukungan dan doa
Kakakku satu-satunya, yang selalu memberi semangat
Almamater Universitas Sebelas Maret Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Implikatur dalam Acara Opera
Van Java di Trans 7: Sebuah Kajian Pragmatik dengan lancar. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di Fakultas
Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan penghargaan
dan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.
1. Drs. Sudarno, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret.
2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas
Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberi izin
dalam penulisan skripsi ini.
3. Rianna Wati, S.S. selaku pembimbing akademis penulis selama masa kuliah.
4. Miftah Nugroho, S.S., M.Hum. selaku pembimbing penulis yang dengan
penuh kesabaran membimbing dan memberi petunjuk pada penulis dalam
mengerjakan skripsi ini.
5. Drs. Hanifullah Syukri, M.Hum. selaku penelaah penulis yang bersedia
memberi petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak dan ibu dosen serta seluruh staf pengajar Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret atas semua ilmu dan fasilitas yang telah penulis
terima.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
7. Staf UPT Perpustakaan Universitas Sebelas Maret dan staf Perpustakaan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan kemudahan dalam
mendapatkan sumber data dan buku-buku referensi untuk penyelesaian skripsi
ini.
8. Bapak dan ibu tercinta, Hyongnim, dan seluruh keluarga atas doa dan
dukungan yang selalu tercurah.
9. Mas Bayu yang selalu mengingatkan untuk mengerjakan skripsi.
10. Okky dan teman-teman rumah yang telah memberikan hiburan dan
kebersamaan yang menyenangkan. Sahabat-sahabatku yang setia.
11. Teman-teman Sasindo ’06 atas kebersamaan dan bantuannya selama ini.
12. Kakak-kakak tingkat angkatan berapa pun yang telah membantu penulis.
13. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
ikut serta dalam melancarkan proses penulisan ini.
Semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat
balasan dari Allah Swt. Karya tulis ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan sumbangan kritik dan saran yang membangun. Akhir
kata, semoga karya tulis ini bermanfaat bagi pembaca.
Surakarta, 14 Desember 2010
Penulis,
Dwi Ariyani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... iv
MOTTO .................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ..................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .............................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................... xiii
ABSTRAK ................................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Pembatasan Masalah ............................................................... 5
C. Rumusan Masalah ................................................................... 5
D. Tujuan Penelitian .................................................................... 5
E. Manfaat Penelitian .................................................................. 6
F. Sistematika Penulisan ............................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ................. 8
A. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 8
B. Landasan Teori ........................................................................ 10
1. Pragmatik .......................................................................... 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
2. Pragmatik Humor .............................................................. 11
3. Situasi Tutur ...................................................................... 12
4. Tindak Tutur...................................................................... 13
5. Kesantunan Berbahasa ...................................................... 16
6. Teori Kesantunan Brown dan Levinson ............................ 17
7. Prinsip Kesantunan Leech ................................................. 19
8. Prinsip Ironi ....................................................................... 25
9. Implikatur Percakapan ...................................................... 25
10. Humor ............................................................................... 26
C. Kerangka Pikir ........................................................................ 28
BAB III METODE PENELITIAN............................................................ 30
A. Jenis Penelitian ........................................................................ 30
B. Sampel ..................................................................................... 30
C. Data dan Sumber Data ............................................................ 31
D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data .................................. 32
E. Klasifikasi Data ....................................................................... 32
F. Teknik Analisis Data ............................................................... 33
G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data .................................... 34
BAB IV ANALISIS DATA ...................................................................... 35
A. Bentuk Pelanggaran Prinsip Kesantunan ................................ 35
1. Maksim Kearifan ............................................................... 35
2. Maksim Kedermawanan.................................................... 43
3. Maksim Pujian .................................................................. 46
4. Maksim Kerendahan Hati ................................................. 51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
5. Maksim Kesepakatan ........................................................ 55
6. Maksim Simpati ................................................................ 58
7. Maksim Pertimbangan ...................................................... 62
B. Prinsip Ironi dalam Acara OVJ ............................................... 67
C. Implikatur yang Muncul dalam Acara OVJ ............................ 70
1. Implikatur Menghina ......................................................... 71
2. Implikatur Memancing Amarah ........................................ 72
3. Implikatur Tidak Suka dengan Kedatangan Orang Lain ... 73
4. Implikatur Mempengaruhi ................................................ 74
5. Implikatur Tidak Suka....................................................... 75
6. Implikatur Ingin Menyiksa ................................................ 77
7. Implikatur Tidak Sayang kepada Istri ............................... 78
8. Implikatur Menyuruh ........................................................ 79
9. Implikatur Merayu ............................................................ 80
BAB V PENUTUP .................................................................................... 82
A. Simpulan ................................................................................. 82
B. Saran ........................................................................................ 83
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 84
LAMPIRAN .............................................................................................. 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Lima Fungsi Umum Tindak Tutur....................................... 15
Tabel 2. Pelanggaran Prinsip Kesantunan ......................................... 66
Tabel 3. Penerapan Prinsip Ironi ....................................................... 70
Tabel 4. Implikatur Percakapan ......................................................... 81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR SINGKATAN
CP : Cooperative Principle (Prinsip Kerja Sama)
OVJ : Opera Van Java
PP : Politeness Principle (Prinsip Kesantunan)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
ABSTRAK
Dwi Ariyani. C0206002. 2010. Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Implikatur
dalam Acara Opera Van Java di Trans 7: Sebuah Kajian Pragmatik. Skripsi:
Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana bentuk
pelanggaran prinsip kesantunan dalam OVJ?, (2) Bagaimana prinsip ironi dalam
OVJ?, dan (3) Bagaimana implikatur yang muncul dalam OVJ?
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan bentuk pelanggaran
prinsip kesantunan dalam OVJ, (2) Mendeskripsikan prinsip ironi dalam OVJ, dan
(3) Mendeskripsikan implikatur yang muncul dalam OVJ.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif.
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan pragmatik. Sumber data yang
digunakan adalah percakapan atau dialog dalam tayangan OVJ di Trans 7 episode
1-7 Februari 2010. Data dalam penilitian ini adalah tuturan yang mengandung
pelanggaran prinsip kesantunan dan tuturan yang mengandung penerapan prinsip
ironi dalam acara OVJ di Trans 7, yang ditayangkan pada 1-7 Februari 2010.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
simak, sedangkan teknik untuk pengumpulan data menggunakan teknik simak
bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, dan teknik catat. Teknik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis heuristik. Metode
penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini adalah penyajian secara informal
dan formal.
Berdasarkan analisis dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama,
ditemukan pelanggaran terhadap prinsip kesantunan. Pelanggaran terhadap prinsip
kesantunan ditemukan pada banyak data dan meliputi semua maksimnya (tujuh
maksim). Pelanggaran paling banyak ialah terhadap maksim pujian, yang diikuti
oleh maksim kearifan, simpati, kesepakatan, pertimbangan, kerendahan hati, dan
terakhir maksim kedermawanan. Kedua, terdapat prinsip ironi dalam acara OVJ.
Hanya terdapat sedikit data yang mengandung penerapan prinsip ironi. Hal
tersebut karena kemungkinan para pemain OVJ akan merasa lebih puas jika
menghina/mengecam orang lain secara terang-terangan. Pemain OVJ kelihatan
bahagia jika berhasil menghina orang lain, hal itu dapat dilihat dari raut muka
mereka yang tersenyum. Ketiga, ditemukan beberapa implikatur percakapan
dalam acara OVJ. Implikatur tersebut terdiri dari sembilan (9) macam implikatur
yang berbeda. Kesembilan macam implikatur tersebut ialah implikatur menghina,
memancing amarah, tidak suka dengan kedatangan orang lain, mempengaruhi,
tidak suka, ingin menyiksa, tidak sayang kepada istri, menyuruh, dan merayu.
Dalam acara OVJ implikatur yang terjadi didominasi oleh implikatur menghina.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa sebagai alat komunikasi manusia mempunyai peranan yang sangat
penting dalam interaksi manusia. Bahasa dapat digunakan untuk menyampaikan
ide, gagasan, keinginan, perasaan, dan sebagainya kepada orang lain. Tanpa
bahasa manusia akan kesulitan dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial.
Selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga berfungsi sebagai penyampai pesan
seseorang kepada orang lain. Berbahasa dapat dilakukan secara tertulis maupun
lisan. Dalam berbahasa, terkadang seseorang tidak menyatakannya secara
langsung, melainkan melalui maksud yang tersembunyi di balik tuturannya.
Selain itu, dalam memahami sebuah tuturan mitra tutur tidak dapat hanya
mengandalkan kata-kata yang menyusunnya saja, melainkan harus
memperhatikan juga fenomena yang ada di luar bahasa.
Ketidakmampuan linguistik struktural untuk menjelaskan fenomena yang
ada di luar kalimat serta kejenuhan para linguis terhadap linguistik struktural yang
mengkaji bahasa dalam batasan kalimat saja memicu lahirnya cabang ilmu
linguistik yang disebut „pragmatik‟ di awal tahun 1960-an. Pragmatik berisi hal-
hal tentang penggunaan bahasa yang tidak dapat dijelaskan dari sudut pandang
linguistik struktural (Jumanto, 2009: 83). Tidak semua tuturan mempunyai makna
sesuai dengan kata-kata yang menyusunnya, terkadang ada maksud yang
tersembunyi di belakangnya. Pragmatiklah yang dapat mengkaji hal ini. Menurut
Gunarwan (dalam Rustono, 1999: 4), pragmatik adalah bidang linguistik yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
mengkaji hubungan (timbal balik) fungsi ujaran dan bentuk (struktur) kalimat
yang mengungkapkan ujaran.
Penelitian terhadap pragmatik dapat dilakukan pada segala macam tuturan
yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik tuturan yang terdapat di
masyarakat maupun tuturan di tayangan televisi. Dalam penelitian ini, penulis
bermaksud untuk meneliti tuturan dalam acara humor Opera Van Java (yang
selanjutnya akan disebut OVJ). OVJ menggunakan ragam tutur nonformal. OVJ
merupakan sebuah acara humor yang unik, karena tidak sama dengan acara
humor seperti biasanya yang dikemas dengan cerita yang rapi. Di sini, ceritanya
sering tidak sesuai dengan jalan cerita yang seharusnya. Akan tetapi, justru inilah
yang menjadikannya lucu. Selain itu, OVJ menggunakan konsep wayang yang
juga lain dari yang lain. Konsep tersebut ialah bahwa wayang-wayangnya dapat
berkomunikasi dengan dalang dan dapat mengadu argumentasi mereka. Hal
menarik lainnya dalam OVJ adalah bahwa wayang dapat berbicara dengan
wayang yang lain sebagai pemeran (pemeran yang sebenarnya), bukan sebagai
tokoh yang sedang dimainkan.
Sebagai sebuah acara humor, tentu saja tuturan yang terdapat di dalamnya
bertujuan untuk menimbulkan efek lucu. Dalam OVJ tidak jarang ditemukan
tuturan yang merendahkan orang lain, atau bahkan diri sendiri. Misalnya ialah
tuturan Sule “Walaupun muka gua jelek, tapi pesek.” Tuturan tersebut berarti
bahwa Sule telah merendahkan dirinya sendiri, yaitu dengan mengatakan bahwa
dia jelek. Tuturan dalang Parto “Sek, saya lagi mo nutup Sek.” (ditujukan kepada
Sule) berarti merendahkan mitra tuturnya, yaitu Sule. „Sek‟ ialah kependekan dari
pesek, yang berarti menghina Sule bahwa hidungnya pesek.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Tuturan-tuturan yang digunakan dalam OVJ menarik untuk diteliti.
Meskipun dalam OVJ terdapat tuturan yang mematuhi dan melanggar prinsip
kesantunan, yang akan diteliti ialah tuturan yang menunjukkan ketidaksantunan
kepada orang lain. Hal tersebut karena, jika merendahkan diri sendiri berarti
hanya akan menyakiti diri sendiri, bukan orang lain, dan hal itu sudah biasa
karena tidak akan berdampak negatif pada orang lain. Bertutur yang menyakiti
atau merugikan orang lain merupakan tindakan yang tidak sopan, sedangkan
dalam kehidupan sehari-hari tentu saja semua orang lebih menyukai tuturan yang
ditujukan kepadanya itu sopan. Akan tetapi, bagaimana dalam sebuah acara
humor? Atas dasar apa para pemain menuturkan tuturan yang melanggar prinsip
kesantunan? Dalam acara humor mungkin tidak seperti dalam kehidupan nyata.
Sebuah acara humor tidak mempermasalahkan mengenai sopan santun kepada
mitra tuturnya, karena jika tuturannya sopan akan terdengar sangat „datar‟ dan
tidak menarik untuk ditonton. Selain itu mungkin juga ada implikatur di balik
ketidaksantunan tuturan dalam sebuah acara humor.
Mampu bertutur secara halus dan isi tutur katanya memiliki maksud yang
jelas dapat menyejukkan hati dan membuat orang lain berkenan. Seandainya
perilaku bahasa setiap orang seperti itu, rasa kebencian, rasa curiga, sikap
berprasangka buruk terhadap orang lain tidak perlu ada (Pranowo, 2009: 1).
Kesantunan seseorang dapat dilihat dari tuturannya, karena bahasa
merupakan cermin kepribadian seseorang. Artinya, melalui bahasa yang
digunakan seseorang dapat diketahui kepribadiannya (Pranowo, 2009: 3).
Seseorang akan merasa senang jika mitra tuturnya berbicara dengan santun.
Pemakaian bahasa secara santun belum banyak mendapat perhatian. Oleh karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
itu, sangat wajar jika sering ditemukan pemakaian bahasa yang baik ragam
bahasanya, tetapi nilai rasa yang terkandung di dalamnya menyakitkan hati
pembaca atau pendengarnya. Hal ini terjadi karena pemakai bahasa belum
mengetahui bahwa di dalam suatu struktur bahasa (yang terlihat melalui ragam
dan tata bahasa) terdapat struktur kesantunan. Struktur bahasa yang santun adalah
struktur bahasa yang disusun oleh penutur/penulis agar tidak menyinggung
perasaan pendengar atau pembaca (Pranowo, 2009: 4).
Berdasarkan uraian tersebut, kesantunan mempunyai arti penting dalam
berbahasa. Dalam pragmatik terdapat banyak prinsip mengenai kesantunan yang
dapat digunakan untuk menganalisis tuturan. Prinsip mengenai kesantunan
tersebut antara lain dikemukakan oleh Brown dan Levinson, Leech, Lakoff,
Yueguo Gu, dan sebagainya (Asim Gunarwan, 2007: 102). Prinsip kesantunan
Leech (selanjutnya akan disebut prinsip kesantunan saja) menjelaskan bagaimana
bertutur secara santun dengan membagi menjadi tujuh macam maksim. Ketujuh
maksim tersebut dijelaskan dengan masing-masing dua submaksim yang lebih
terperinci.
Dengan tujuh maksim yang dirumuskan oleh Leech, dapat dianalisis
apakah tuturan tersebut santun atau tidak santun kepada orang lain. Setiap
maksim dari tujuh maksim tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan
peringkat kesantunan sebuah tuturan. Prinsip kesantunan ini dapat digunakan
untuk menganalisis tuturan dalam OVJ apakah termasuk sopan atau tidak.
Dengan tujuh maksim yang dirumuskan oleh Leech, dapat dianalisis
apakah tuturan tersebut santun atau tidak santun kepada orang lain. Selain itu,
dalam prinsip kesantunan tersebut disertai pula dengan tiga skala kesantunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Setiap maksim dari tujuh maksim tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan
peringkat kesantunan sebuah tuturan. Prinsip kesantunan ini dapat digunakan
untuk menganalisis tuturan dalam OVJ apakah termasuk sopan atau tidak. Dengan
skala kesantunan pula, dapat diketahui peringkat kesantunan sebuah tuturan.
B. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dimaksudkan agar penelitian lebih terarah dan
mempermudah penulis dalam menentukan data yang diperlukan. Penelitian ini
dibatasi pada tuturan dalam acara OVJ yang melanggar prinsip kesantunan dan
tuturan yang mengandung prinsip ironi. Tuturan-tuturan tersebut juga dibatasi
pada penayangan OVJ episode 1 sampai 7 Februari 2010.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, masalah-masalah yang akan
dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah bentuk pelanggaran prinsip kesantunan dalam acara OVJ?
2. Bagaimana prinsip ironi dalam acara OVJ?
3. Bagaimana implikatur yang muncul berdasarkan pelanggaran prinsip
kesantunan dalam acara OVJ?
D. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga hasil
penelitiannya dapat diketahui. Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah
sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
1. Mendeskripsikan bentuk pelanggaran prinsip kesantunan dalam acara OVJ.
2. Mendeskripsikan prinsip ironi dalam acara OVJ.
3. Mendeskripsikan implikatur yang muncul berdasarkan pelanggaran prinsip
kesantunan dalam acara OVJ.
E. Manfaat Penelitian
Sebuah penelitian yang dilakukan harus dapat memberikan manfaat baik
secara teoretis maupun praktis. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini
antara lain:
1. Manfaat Teoretis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan
bagi perkembangan studi tentang prinsip kesantunan, ironi, dan implikatur
khususnya dalam tuturan yang bersifat humor.
2. Manfaat Praktis. Manfaat praktis penelitian ini adalah dapat memberikan
kontribusi yang berarti dalam hal pemahaman wacana dialog humor, terutama
dalam hal memahami pelanggaran prinsip kesantunan, penerapan prinsip ironi,
serta implikatur yang muncul dari pelanggaran tersebut. Penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk landasan kajian
penelitian sejenis selanjutnya.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan diperlukan untuk mempermudah penguraian
masalah dalam suatu penelitian, karena cara kerja penelitian lebih terarah, runtut,
dan jelas. Penulisan yang sistematis banyak membantu pembaca dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
memahami hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini
tersusun atas lima bab. Kelima bab itu adalah sebagai berikut.
Bab pertama pendahuluan. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
dan sistematika penulisan.
Bab kedua landasan teori. Bab ini terdiri atas tinjauan studi terdahulu,
landasan teori, dan kerangka pikir. Tinjauan studi terdahulu merupakan tinjauan
dari penelitian-penelitian sebelumnya yang sejenis, sedangkan landasan teori
berisi tentang teori-teori yang digunakan untuk mengkaji dan memahami
permasalahan yang diteliti. Kerangka pikir berisi gambaran secara jelas kerangka
yang digunakan penulis untuk mengkaji dan memahami permasalahan yang
diteliti.
Bab ketiga metode penelitian. Bab ini akan memberikan gambaran proses
penelitian yang terdiri atas metode penelitian, data dan sumber data, metode
pengumpulan data, dan metode analisis data.
Bab keempat analisis data. Bab ini merupakan inti dari penelitian yang
berisikan analisis data yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Bab kelima penutup. Bab ini berisi simpulan hasil penelitian dan saran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Bagian ini akan memaparkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang
sejenis dan relevan dengan penelitian ini.
Erfan Rony Hadmoko (2004) dalam skripsinya yang berjudul “Kesantunan
Tindak Tutur Ilokusioner dalam Rubrik Konsultasi pada Surat Kabar”
memaparkan tiga masalah dalam penelitiannya. Ketiga masalah tersebut ialah 1)
Bagaimanakah wujud tindak tutur ilokusioner berdasarkan skala kesantunan
pragmatik dalam rubrik konsultasi, 2) bagaimanakah strategi tutur penanya dalam
menuturkan pertanyaan pada rubrik konsultasi, dan 3) bagaimanakah wujud
ungkapan penanda kesantunan dalam rubrik konsultasi. Berdasarkan hasil analisis
data yang penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan skala
kesantunan pragmatik wujud tindak tutur ilokusioner yang diutarakan penanya
maupun pengasuh rubrik mengandung skala kerugian dan keuntungan, skala
pilihan, skala ketidaklangsungan, dan skala keotoritasan. Dalam penelitian ini
dideskripsikan juga mengenai wujud kesantunan strategi tutur penanya dalam
menuturkan pertanyaan kepada rubrik konsultasi, yang mencakup hal-hal: (1)
panjang pendek tuturan, (2) urutan tutur, (3) langsung – tak langsung tuturan, dan
(4) kata sapaan. Keempat hal tersebut dipandang sebagai faktor strategi tutur
penanya dalam menuturkan pertanyaan kepada rubrik konsultasi. Secara
linguistik, kesantunan dalam pemakaian tindak tutur ilokusioner dalam rubrik
dalam rubrik konsultasi sangat ditentukan oleh muncul atau tidaknya ungkapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
penanda kesantunan. Penanda kesantunan itu dapat disebutkan, yaitu tolong,
mohon, cobalah, dan hendaknya.
Skripsi Bambang Pamuji Rahardjo yang berjudul “Implikatur Tuturan
Humor Politik dalam Acara News Dot Com di Metro TV: Pendekatan Pragmatik”
membahasa tiga permasalahan, yaitu (1) Bagaimanakah tindak tutur dari tinjauan
pragmatik dalam acara News Dot Com (NDC) di Metro TV? (2) Bagaimanakah
bentuk pelanggaran prinsip kerjasama dan kesopanan yang terjadi dalam acara
NDC di Metro TV? (3) Bagaimanakah maksud implikatur percakapan yang
terdapat dalam NDC di Metro TV? Berdasarkan hasil analisis data, penelitian
tersebut mendeskripsikan (1) tindak tutur yang digunakan adalah tindak tutur
asertif atau representatif untuk melaporkan dan menyombongkan diri, tindak tutur
direktif yang berfungsi untuk menyarankan dan menolak, tindak tutur komisif
berfungsi untuk menawarkan dan menjajikan. Tindak tutur ekspresif berfungsi
untuk mengkritik, menyindir, mengejek, dan menyatakan keluhan. (2) Tindak
tutur berimplikatur terjadi karena adanya pelanggaran terhadap prinsip kerjasama
dan prinsip kesopanan. (3) Implikatur yang terkandung dalam acara NDC
bermaksud untuk menyindir pemerintah, mengingatkan pemerintah, menawarkan
kepada penonton, mengejek kepada tokoh NDC, melaporkan kepada pemerintah,
menolak atau menyatakan ketidaksetujuan, menyombongkan diri sendiri, dan
mengkritik kepada pemerintah.
Penelitian ini hampir sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang
juga meneliti tentang prinsip kesantunan. Dalam penelitian ini dibahas mengenai
pelanggaran terhadap maksim-maksim dalam prinsip kesantunan dan implikatur
yang muncul akibat pelanggaran tersebut. Selain itu, dalam penelitian ini juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
terdapat perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu memasukkan
prinsip ironi dalam analisis penelitian. Dalam penelitian ini dimasukkan juga
prinsip ironi, karena prinsip tersebut berhubungan dengan prinsip kesantunan dan
juga dapat digunakan untuk mengetahui kesantunan orang lain.
B. Landasan Teori
1. Pragmatik
Levinson membatasi pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari
hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatisasi, atau terkodifikasi
dalam struktur bahasa (1985: 9). Sementara itu, Thomas mendefinisikan
pragmatik sebagai makna dalam interaksi. Menurutnya suatu makna bukanlah
yang melekat pada suatu kata, tetapi merupakan proses dinamis yang
melibatkan penutur dan petutur, konteks tuturan, dan makna potensial dari
suatu tuturan (1996: 22).
Yule mendefinisikan pragmatik ke dalam 4 (empat) definisi (dalam
Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 3-4). Pertama, menurutnya
pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Hal tersebut karena pragmatik
mempelajari makna yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh
petutur. Kedua, pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual. Diperlukan
suatu pertimbangan tentang bagaimana cara penutur mengatur apa yang ingin
mereka katakan yang disesuaikan dengan orang yang diajak bicara, di mana,
kapan, dan dalam keadaan apa.
Ketiga, pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak
yang disampaikan daripada yang dituturkan. Tipe studi ini menggali betapa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
banyak sesuatu yang tidak dikatakan ternyata menjadi bagian yang
disampaikan. Keempat, pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak
hubungan. Keakraban, baik secara fisik, sosial, atau konseptual, menyiratkan
adanya pengalaman yang sama. Pada asumsi tentang seberapa dekat atau jauh
jarak petutur, penutur menentukan seberapa banyak kebutuhan yang
dituturkan.
Analisis pragmatik berupaya menemukan maksud penutur, baik yang
diekspresikan secara tersurat maupun yang diungkapkan secara tersirat di
balik tuturan. Maksud tuturan, terutama yang implikatif, hanya dapat dikenali
melalui penggunaan bahasa secara konkret dengan mempertimbangkan
komponen situasi tutur (Rustono, 1999: 17).
2. Teori Pragmatik Humor
Di tingkat wacana, komunikasi serius mengenal beberapa aturan
komunikasi, seperti disebut oleh H.P. Grice dalam “Theory of Implicature”.
Menurut Grice (dalam Wuri Soedjatmiko, 1992: 76) ada dua jenis implikatur,
yaitu konvensional dan tindak ujaran. Dalam implikatur yang konvensional
makna ditentukan oleh bentuk linguistik, sedangkan dalam prinsip tindak
ujaran (co-operative principle = CP) makna ditentukan oleh sejumlah elemen
wacana. Leech mengatakan bahwa Maksim Cara sebetulnya tidak terbatas
untuk CP, tetapi juga untuk retorika tekstual. Komunikasi menurut Leech,
tidak selalu harus mengikuti CP. Dalam pragmatik, komunikasi merupakan
gabungan antara fungsi ilokusi dan fungsi sosial. Dengan kata lain komunikasi
tidak hanya harus lancar dan jelas, tetapi memenuhi tuntutan sosial juga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Leech membagi retorika menjadi dua (1) retorika antar-pribadi, dan (2)
retorika tekstual. Dalam retorika antar pribadi ditambahkan Politeness
Principle = PP (Prinsip sopan-santun), dan Ironical Principle yang seringkali
harus berlawanan dengan CP. Humor di tingkat wacana justru memanfaatkan
penyimpangan terhadap CP dan PP (Wuri Soedjatmiko, 1992:78).
3. Situasi Tutur
Pragmatik mengkaji makna dalam hubungannya dengan situasi tutur.
Leech menyatakan aspek-aspek dalam situasi tutur (1993: 19-21).
a. Yang menyapa (penyapa) atau yang disapa (pesapa)
Orang yang menyapa disebut dengan „penutur‟ dan orang yang
disapa disebut „petutur‟. Petutur selalu menjadi sasaran tuturan dari
penutur.
b. Konteks sebuah tuturan
Konteks ialah suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama
dimiliki oleh penutur dan petutur, dan yang membantu petutur
menafsirkan makna tuturan.
c. Tujuan sebuah tuturan
Istilah tujuan lebih netral daripada maksud, karena tidak
membebani pemakainya dengan suatu kemauan atau motivasi yang sadar,
sehingga dapat digunakan secara umum untuk kegiatan yang berorientasi
tujuan.
d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar
Pragmatik berurusan dengan tindak-tindak atau performansi-
performansi verbal yang terjadi dalam situasi dan waktu tertentu. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
demikian, pragmatik menangani bahasa pada tingkatan yang lebih konkret
daripada tata bahasa.
e. Tuturan sebagai produk tindak verbal
Sebuah tuturan dapat merupakan suatu contoh kalimat (sentence-
instance) atau tanda kalimat (sentence-stoken), tetapi bukanlah sebuah
kalimat. Tuturan-tuturan merupakan unsur-unsur yang maknanya dikaji
dalam pragmatik, sehingga dengan tepat pragmatik dapat digambarkan
sebagai suatu ilmu yang mengkaji makna tuturan.
4. Tindak Tutur
Pada suatu saat, tindakan yang ditampilkan dengan menghasilkan
suatu tuturan akan menghasilkan tiga tindak yang saling berhubungan.
Pertama, tindak lokusi, yang merupakan tindak dasar tuturan atau
menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. Kebanyakan penutur
tidak hanya menghasilkan tuturan yang tersusun dengan baik tanpa suatu
tujuan. Penutur membentuk tuturan dengan beberapa fungsi di dalam pikiran.
Ini adalah dimensi ke dua, yaitu tindak ilokusi. Tindak ilokusi ditampilkan
melalui penekanan komunikatif suatu tuturan (Yule, dalam Indah Fajar
Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 83-84).
Tentu penutur tidak secara sederhana membuat tuturan yang memiliki
fungsi tanpa mempunyai maksud bahwa tuturan itu memiliki akibat. Hal ini
merupakan dimensi ke tiga, tindak perlokusi. Dengan bergantung pada
keadaan, penutur akan menuturkan sesuatu dengan asumsi bahwa petutur akan
mengenali akibat yang ditimbulkan. Biasanya dikenal juga sebagai akibat
perlokusi (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 84).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Di antara ketiga dimensi tersebut, yang paling banyak dibahas ialah
tekanan ilokusi. Istilah ‘tindak tutur” biasanya diterjemahkan secara sempit
dengan hanya diartikan sebagai tekanan ilokusi suatu tuturan. Tekanan tutur
ilokusi ialah „apa yang diperhitungkan tekanan itu‟ (Yule, dalam Indah Fajar
Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 84).
Ada beberapa klasifikasi jenis tindak tutur umum yang biasanya
digunakan. Sistem klasifikasi umum mencantumkan 5 jenis fungsi umum yang
ditunjukkan oleh tindak tutur; deklarasi, representatif, ekspresif, direktif, dan
komisif (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 91-
92). Searle (dalam Leech, 1993: 163) mengklasifikasikan tindakan ilokusi
berdasarkan pada berbagai kriteria. Secara garis besar, kategori Searle (dalam
Leech, 1993: 164-165) ialah sebagai berikut.
a. Asertif
Pada ilokusi ini penutur terikat pada kebenaran tuturan yang
diujarkan. Tuturan ilokusi ini misalnya, menyatakan, mengusulkan,
membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan.
b. Direktif
Ilokusi ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan
yang dilakukan oleh petutur. Ilokusi ini misalnya, memesan, memerintah,
memohon, menuntut, memberi nasehat.
c. Komisif
Pada ilokusi ini penutur (sedikit banyak) terikat pada suatu
tindakan di masa depan. Ilokusi ini misalnya, menjajikan, menawarkan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
berkaul. Jenis ilokusi ini tidak mengacu pada kepentingan penutur, tetapi
pada kepentingan petutur.
d. Ekspresif
Ilokusi ini berfungsi untuk mengungkapkan atau mengutarakan
sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Ilokusi ini misalnya,
mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf,
mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa, dan sebagainya.
e. Deklarasi
Jika pelaksanaan ilokusi ini berhasil, maka akan mengakibatkan
adanya kesesuaian antara isi tuturan dengan kenyataan. Ilokusi ini
misalnya, mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama,
menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang, mengangkat (pegawai),
dan sebagainya.
Kelima fungsi umum tindak tutur beserta sifat-sifat kuncinya
terangkum dalam tabel berikut (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe
Mustajab, 2006: 94-95).
Tabel 1
Lima Fungsi Umum Tindak Tutur
Tipe tindak tutur Arah penyesuaian P = penutur
X = situasi
Deklarasi
Representatif/Asertif
Ekspresif
Direktif
Komisif
Kata mengubah dunia
Kata disesuaikan dengan dunia
Kata disesuaikan dengan dunia
Dunia disesuaikan dengan kata
Dunia disesuaikan dengan kata
P menyebabkan X
P meyakini X
P merasakan X
P menginginkan X
P memaksudkan X
Sumber: Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab. 2006: 95.
Tindak tutur langsung dan tidak langsung
Pendekatan berbeda terhadap pengkategorian tipe tindak tutur dapat
dilakukan berdasarkan strukturnya. Dalam bahasa Inggris terdapat pemisahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
struktural yang sederhana, yaitu menjadi 3 kalimat dasar. Terdapat hubungan
antara 3 bentuk struktural (deklaratif, interogratif, imperatif) dan tiga fungsi
komunikasi umum (pernyataan, pertanyaan, perintah/permohonan (Yule,
dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 95).
Apabila ada hubungan langsung antara struktur dengan fungsi, maka
terdapat suatu tindak tutur langsung. Sebaliknya, jika ada hubungan tidak
langsung antara struktur dengan fungsi, maka terdapat suatu tindak tutur tidak
langsung (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 95-
96). Bentuk interogatif yang digunakan untuk membuat suatu pertanyaan
disebut tindak tutur langsung, sedangkan bentuk interogatif yang digunakan
untuk membuat suatu perintah disebut tindak tutur tidak langsung. Tuturan
„Apa kau bisa mengerjakannya?‟, digunakan untuk menanyakan kemampuan
seseorang dalam mengerjakan sesuatu, merupakan tindak tutur langsung.
Akan tetapi, jika tuturan tersebut ditanyakan ibu kepada anaknya, misalnya
dalam hal membuang sampah, maka merupakan tindak tutur tidak langsung.
Hal tersebut karena sebenarnya sang ibu ingin menyuruh anaknya untuk
membuang sampah, tetapi dengan tuturan yang berbentuk interogatif.
5. Kesantunan Berbahasa
Dalam pertukaran tuturan peserta tutur tidak hanya menghormati
prinsip-prinsip kerja sama sebagaimana diajukan oleh Grice (1975) tetapi juga
mengindahkan prinsip-prinsip kesopanan (Nadar, 2008:28). Leech (dalam
Nadar, 2008: 28) berpendapat bahwa prinsip kerja sama yang ditawarkan ol;eh
Grice (1975) tidak selalu dapat menjawab pertanyaan mengapa dalam suatu
pertuturan peserta tutur cenderung menggunakan cara yang tidak langsung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
untuk menyatakan apa yang mereka maksudkan, sehingga tidak
mengindahkan maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama Grice tersebut.
Linguis-linguis yang berteori tentang ilokusi tidak langsung adalah
Gordon dan Lakoff (1971) (dengan Conversational Postulates) dan Sadock
(1974) (dengan Extended Performative Hypothesis) (Asim Gunarwan, 1992:
183). Mereka menelaah, tetapi tidak berteori, tentang ilokusi tidak langsung
itu dalam kaitannya dengan kesantunan berbahasa. Linguis yang mengaitkan
dan berteori tentang kedua hal itu adalah Brown dan Levinson (1978) dan
Leech (1983) (Asim Gunarwan, 1992: 183).
6. Teori Kesantunan Brown dan Levinson
Teori kesantunan berbahasa menurut Brown dan Levinson (1978)
berkisar atas nosi muka (face). Semua orang yang rasional mempunyai muka
(tentunya dalam arti kiasan) dan muka itu harus dijaga, dipelihara, dihormati,
dan sebagainya (Asim Gunarwan, 1992: 184). Muka di dalam pengertian
kiasan ini dikatakan terdiri atas dua wujud, yaitu muka positif dan muka
negatif. Muka positif mengacu ke citra diri seseorang bahwa segala yang
berkaitan dengan dirinya itu patut dihargai (yang kalau tidak dihargai, orang
yang bersangkutan dapat kehilangan mukanya). Muka negatif merujuk ke citra
diri seseorang yang berkaitan dengan kebebasan untuk melakukan sesuatu
sesuai dengan kemauannya (yang kalau dihalangi, orang yang bersangkutan
dapat kehilangan muka) (Asim Gunarwan, 2007: 105).
Kesantunan yang dimaksudkan untuk menjaga muka positif disebut
kesantunan positif (kesantunan afirmatif) dan kesantunan yang dimaksudkan
untuk menjaga muka negatif disebut kesantunan negatif (kesantunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
deferensial). Kesantunan positif mengacu ke strategi bertutur dengan cara
menonjolkan kedekatan, keakraban, hubungan baik diantara penutur dan
petutur. Kesantunan negatif merujuk ke strategi bertutur yang menunjukkan
adanya jarak sosial antara penutur dan petutur (Asim Gunarwan, 2007: 105).
Menurut Brown dan Levinson (dalam Asim Gunarwan, 2007: 106),
muka itu rawan terhadap ancaman yang timbul dari tindak tutur tertentu.
Artinya, ada tindak tutur, yang karena isi dan atau cara mengungkapkannya,
menyebabkan muka terancam, apakah itu muka penutur atau petutur. Brown
dan Levinson menyebut tindak tutur pengancaman muka itu face-threatening
act (FTA), yang menyebabkan penutur (yang normal, rasional dan sehat
pikiran) harus memilih strategi dengan mempertimbangkan situasi atau
peristiwa tuturnya, yaitu kepada siapa dia bertutur, di mana, tentang apa, untuk
apa, dan sebagainya. Penutur menentukan strategi ini dengan “menghitung”
tingkat keterancaman muka berdasarkan jarak sosial penutur-petutur, besarnya
perbedaan kekuasaan antara keduanya, serta status relative jenis tindak tutur
yang diujarkan penutur di dalam budaya yang bersangkutan.
Brown dan Levinson (dalam Asim Gunarwan, 2007: 106) mengatakan
bahwa ada empat strategi utama untuk mengutarakan maksud itu, ditambah
satu strategi, yaitu strategi lebih baik tidak bertutur. Tergantung pada derajat
keterancamannya, kelima strategi itu berturut-turut adalah: (1) bertutur secara
terus terang tanpa basa-basi (bald on record); (2) bertutur dengan
menggunakan kesantunan positif; (3) bertutur dengan menggunakan
kesantunan negatif; (4) bertutur dengan cara samar-samar atau tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
transparan (off record) ; dan (5) bertutur “di dalam hati” dalam arti penutur
tidak mengujarkan maksud hatinya.
7. Prinsip Kesantunan Leech
Sopan santun merupakan mata rantai yang hilang antara prinsip kerja
sama dengan masalah bagaimana mengaitkan daya dengan makna. Leech
(1993: 161) melihat sopan santun dari sudut pandang petutur dan bukan dari
sudut pandang penutur. Leech (1993: 166) menyatakan bahwa tuturan yang
sopan bagi petutur atau pihak ketiga bukan merupakan tuturan yang sopan
bagi penutur, begitu pula sebaliknya. Prinsip kesantunan Leech berhubungan
dengan dua pihak, yaitu diri dan lain. Diri ialah penutur dan lain adalah
petutur, dalam hal ini lain juga dapat menunjuk kepada pihak ketiga baik yang
hadir maupun yang tidak hadir dalam situasi tutur Leech, 1993: 206). Leech
(1993: 206) merumuskan prinsip kesantunannya ke dalam tujuh maksim.
Ketujuh maksim tersebut ialah sebagai berikut.
a. Maksim Kearifan (Tact Maxim) (dalam ilokusi direktif dan komisif)
1) Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin
2) Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin
b. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim) (dalam ilokusi direktif dan
komisif)
1) Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin
2) Buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin
c. Maksim Pujian (Approbation Maxim) (dalam ilokusi ekspresif dan asertif)
1) Kecamlah orang lain sesedikit mungkin
2) Pujilah orang lain sebanyak mungkin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
d. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim) (dalam ilokusi ekspresif dan
asertif)
1) Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin
2) Kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin)
e. Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim) (dalam ilokusi asertif)
1) Usahakan agar ketaksepakatan antara diri dan lain terjadi sesedikit
mungkin
2) Usahakan agar kesepakatan antara diri dengan lain terjadi sebanyak
mungkin
f. Maksim Simpati (Sympathy Maxim) (dalam ilokusi asertif)
1) Kurangi rasa antipati antara diri dengan lain hingga sekecil mungkin
2) Tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan lain
g. Maksim pertimbangan (Consideration Maxim) (dalam ilokusi asertif dan
ekspresif)
1) Minimalkan rasa tidak senang pada mitra tutur
2) Maksimalkan rasa senang pada mitra tutur
a. Maksim Kearifan (Tact Maxim)
Maksim kearifan berorientasi pada petutur (Cruse, 2000: 363).
Maksim kearifan memiliki dua segi, yaitu segi negatif dan segi positif.
Segi negatif ialah „buatlah kerugian petutur sekecil mungkin‟ dan segi
positif „buatlah keuntungan petutur sebesar mungkin‟. Segi yang kedua
(segi positif) merupakan akibat yang wajar dari segi pertama. Dapat
dijelaskan bahwa jika penutur ingin melakukan sesuatu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
menguntungkan petutur maka harus memperkecil kemungkinan bagi
petutur untuk mengatakan „tidak‟. Dalam konteks informal, sebuah
imperatif di mana penutur tidak memberi kesempatan kepada petutur
untuk mengatakan tidak merupakan suatu tindakan yang sopan. Hal
tersebut dapat dilihat pada tuturan, „Ambillah sandwich sepotong lagi‟
lebih santun daripada „Maukah anda mengambil sandwich sepotong lagi?‟
(Leech, 1993: 170-171).
Dalam konteks yang berbeda, misalnya ingin menyuruh petutur
untuk mencuci piring, tuturan yang tidak langsung lebih sopan daripada
tuturan langsung. Tuturan „Bisakah kamu mencuci piring?‟ lebih sopan
daripada „Cuci piring!‟ (Cruse, 2000: 363).
b. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)
Maksim kedermawanan memiliki orientasi untung rugi kepada
penutur. Berdasarkan maksim ini, tuturan „Biar saya yang mencuci piring.‟
lebih santun daripada „Saya ragu apakah saya bisa mencuci piring‟ (Cruse,
2000: 364). Dapat dikatakan bahwa penutur harus mengutarakan dengan
tuturan yang bersifat langsung jika bermaksud memberi „biaya‟ bagi diri
sendiri. Hal tersebut agar tidak menciptakan kemungkinan bahwa petutur
yang akan melakukan „biaya‟ yang seharusnya dilakukan penutur.
c. Maksim Pujian (Approbation Maxim)
Pada maksim ini, submaksim pertama lebih penting, yaitu „jangan
mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan mengenai orang lain,
terutama bagi petutur‟. Berdasarkan maksim ini tuturan „Masakanmu enak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
sekali‟ lebih santun daripada tuturan „Masakanmu sangat tidak enak‟
(Leech, 1993: 211-212).
d. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim)
Maksim kerendahan hati berorientasi kepada penutur. Memuji diri
sendiri merupakan tuturan yang tidak santun. Jika seseorang dipuji dengan
tuturan „Kamu melakukannya dengan sangat bagus‟, akan lebih santun bila
menjawab „Ya, yang saya lakukan tidak terlalu buruk‟ daripada „Ya, saya
melakukannya dengan baik‟ (Cruse, 2000: 365).
e. Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim)
Kesepakatan merupakan hubungan antara opini penutur dengan
petutur (Cruse, 2000: 365). Orang cenderung melebih-lebihkan
kesepakatannya dengan orang lain, juga mengurangi ketidaksepakatannya
melalui ungkapan penyesalan, kesepakatan sebagian, dan sebagainya
(Leech, 1993: 217). Berdasarkan maksim ini, pertanyaan „Apakah
pamerannya menyenangkan?‟ akan terdengar sopan jika dijawab dengan
„Iya, pamerannya menarik‟ daripada dijawab dengan „Pamerannya sangat
tidak menarik‟. Contoh lain ialah jika ada pertanyaan „Apakah kamu
menyukai kopi?‟, maka jawaban „Saya lebih suka teh daripada kopi‟
terdengar lebih santun daripada „Saya tidak suka kopi‟.
f. Maksim Simpati (Sympathy Maxim)
Maksim simpati menjelaskan bahwa ucapan selamat dan
belasungkawa merupakan tindak tutur yang santun, walaupun ucapan
belasungkawa mengungkapkan keyakinan penutur tentang keyakinan
negatif bagi petutur (Leech, 1993: 218). Tuturan „Saya sangat menyesal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
mendengar bahwa kucingmu mati‟ merupakan tuturan yang santun
daripada „Saya sangat senang mendengar bahwa kucingmu mati‟. Akan
tetapi, ada sesuatu yang berat dalam mengutarakan belasungkawa, karena
dengan demikian berarti penutur meyakini sesuatu yang tidak sopan, yaitu
keyakinan yang merugikan petutur (Leech, 1993: 218).
g. Maksim Pertimbangan (Consideration Maxim)
Inti pematuhan maksim ini adalah bahwa penutur perlu
mempertimbangkan perasaan petutur, jangan sampai petutur merasa lebih
tidak senang dalam suasana yang tidak menyenangkan; kalau dapat, rasa
tidak senang itu dapat berkurang (Asim Gunarwan, 2005: 10). Cruse
(2000: 366) mencontohkan, lebih sopan untuk mengutarakan „Saya turut
sedih mendengar kabar tentang suami anda’ daripada „Saya turut sedih
mendengar tentang kematian suami anda‟. Pengungkapan secara rinci
berpotensi menambah rasa tidak senang petutur karena ia diingatkan
kepada hal-hal yang menyedihkan (Asim Gunarwan, 2005: 11).
Skala kesantunan Leech
Leech (1993: 194) mengidentifikasi tiga skala yang menunjukkan
tingkat kearifan suatu situasi percakapan tertentu. Skala-skala tersebut ialah
sebagai berikut .
a. Skala untung-rugi
Skala ini memperkirakan keuntungan atau kerugian suatu tindakan
bagi penutur atau petutur (Leech, 1993: 194). Leech (1993: 166-167)
menjelaskan peringkat kesantunan berdasarkan skala untung-rugi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
merugikan t kurang sopan
[1] Kupas kentang ini.
[2] Berikan saya koran itu.
[3] Duduk.
[4] Lihatlah itu.
[5] Nikmatilah liburanmu.
[6] Makanlah, sepotong lagi.
menguntungkan t lebih sopan
b. Skala keopsionalan
Skala ini memperhitungkan jumlah pilihan yang diberikan penutur
kepada petutur (Leech, 1993: 195). Semakin besar jumlah pilihan yang
diberikan oleh penutur maka semakin santun tuturan itu (Asim, 1994: 92).
Berdasarkan skala ini, tuturan „Kalau tidak lelah, pindahkan kotak itu.‟
lebih santun daripada „Pindahkan kotak ini‟.
c. Skala ketaklangsungan
Skala ini mengukur panjang jalan yang menghubungkan tindak
ilokusi dengan tujuan ilokusi, sesuai dengan analisis cara-tujuan (Leech,
1993: 195). Skala ketaklangsungan dapat dirmuskan dari sudut pandang
petutur, yaitu sesuai dengan panjangnya jalan inferensial yang perlukan
oleh makna untuk sampai ke daya (Leech, 1993: 195). Tuturan „Saya ada
acara lain‟ lebih santun daripada „tidak bisa‟ untuk menolak ajakan orang
lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
8. Prinsip Ironi
Prinsip ironi memungkinkan seseorang bertindak tidak santun, tetapi
dengan tuturan yang seolah-olah santun. Dengan menerapkan prinsip ironi
berarti penutur bersikap santun, tetapi tidak tulus. Hal tersebut dilakukan
sebagai pengganti sikap tidak santun, dan melalui perilaku ini penutur
mempunyai tujuan untuk merugikan dan menyudutkan orang lain (Leech,
1993: 224-225).
Dapat dikatakan bahwa dengan menerapkan prinsip ironi, penutur
mengungkapkan daya ilokusi yang tidak santun secara santun. Bila seseorang
mengatakan „Terima kasih banyak atas perhatian anda mengembalikan buku
saya dalam keadaan baik‟ – padahal buku yang dikembalikan itu robek-robek
dan kotor – orang itu sebenarnya mencemooh si peminjam buku itu. Dalam
prinsip ironi, struktur luar tuturannya santun, tetapi implikaturnya terasa tidak
santun (Asim, 2005: 12).
9. Implikatur Percakapan
Dalam rangka memahami apa yang dimaksudkan oleh seorang
penutur, lawan tutur harus selalu melakukan interpretasi pada tuturan-
tuturannya. Jika dibedakan antara “apa yang dikatakan” (what is said) dan
“apa yang dikomunikasikan” (what is communicated), implikatur termasuk
yang dikomunikasikan (Pranowo, 2009: 102).
Grice (dalam Thomas, 1996: 57) membagi implikatur menjadi dua
macam, yaitu implikatur konvensional (conventional implicature) dan
implikatur percakapan (conversational implicature). Implikatur konvensional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
tidak memperhatikan/menghiraukan konteks. Dalam implikatur percakapan,
apa yang diimplikasikan tergantung pada konteks tuturan (Thomas, 1996: 57).
Implikatur konvensional tidak didasarkan pada prinsip kerja sama atau
maksim-maksim, dan tidak harus terjadi dalam percakapan. Selain itu,
implikatur konvensional juga tidak bergantung pada konteks khusus untuk
menginterpretasikannya. Implikatur konvensional diasosiasikan dengan kata-
kata khusus dan menghasilkan maksud tambahan. Contoh kata-kata khusus
tersebut dalam bahasa Inggris, misalnya kata penghubung „tetapi‟ (Yule,
dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 78). Tuturan „Mary
menyarankan warna hitam, tetapi saya pilih warna putih.‟, menunjukkan
bahwa saran Mary (hitam) bertolak belakang dengan pilihan saya (putih).
Implikatur percakapan ialah implikatur yang muncul berdasarkan
konteks. Sebuah tuturan bisa saja memiliki implikatur yang berbeda, jika
konteksnya berbeda. Tuturan „Great, that’s really great! That’s made my
Chrismas!‟ bisa memiliki implikatur yang berbeda dalam konteks yang
berbeda. Pertama, tuturan tersebut mengandung implikatur „sangat marah‟,
jika konteksnya seseorang telah muntah ke badannya. Kedua, menunjukkan
implikatur „bersedih‟, jika konteksnya seekor anjing telah memakan
kalkunnya (Thomas, 1996: 58).
10. Humor
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 512), humor adalah
sesuatu yang lucu, keadaan (dalam cerita dan sebagainya) yang menggelikan
hati, kejenakaan, kelucuan. Menurut Ensiklopedi Indonesia (dalam Chattri,
2003: 137), kata humor berasal dari Yunani, yang berarti getah. Menurut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
kepercayaan bangsa Yunani pada zaman dahulu, tubuh manusia mengandung
semacam getah yang dapat menentukan temperamen seseorang. Perbedaan
temperamen dalam diri manusia, menurut kepercayaan orang Yunani,
disebabkan perbedaan kadar campuran getah dalam tubuh manusia itu. Kalau
campuran itu seimbang, maka dikatakan orang tersbut mempunyai humor,
tidak marah, tidak sedih, dan sebagainya.
Di samping humor, terdapat juga kata jenaka, yang menurut R.J.
Wilkinson (dalam Chattri, 2003: 137) berarti a farce, a practical, joke, atau
farcical, willing. Cerita yang beraspek humor, pada umumnya mengisahkan
kejenakaan atau kelucuan akibat kecerdikan, kebodohan, kemalangan, dan
keberuntungan tokoh utamanya. Tokoh ceritanya kadang-kadang sangat bodoh
dan tidak dapat menangkap maksud orang lain, sehingga menimbulkan
kesalahpahaman yang tidak perlu.
Freud (dalam Wuri Soedjatmiko, 1992: 71) mengatakan bahwa humor
merupakan penyimpangan dari pikiran wajar dan diekspresikan secara
ekonomis dalam kata-kata dan waktu. Humor oleh Freud (dalam Wuri
Soedjatmiko, 1992: 80) dapat diklasifikasikan menurut motivasinya, yaitu
humor yang dibuat tanpa motivasi (komik) dan humor yang secara sengaja
“mencapai kesenangan melalui penderitaan orang lain” seperti agresi, satire,
dark jokes.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
C. Kerangka Pikir
Tuturan dalam Acara OVJ
Banyak tuturan yang bermaksud
merendahkan orang lain
Prinsip Kesantunan Prinsip Ironi
1. Maksim Kearifan
2. Maksim Kedermawanan
3. Maksim Pujian
4. Maksim Kerendahan Hati
5. Maksim Kesepakatan
6. Maksim Simpati
7. Maksim Pertimbangan
Implikatur
Tingkat kesantunan tuturan dalam
acara OVJ
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Banyak tuturan dalam acara OVJ yang diujarkan untuk merendahkan
orang lain/mitra tuturnya. Tuturan-tuturan dalam acara OVJ tersebut akan dicoba
untuk dibedah dengan menggunakan prinsip kesantunan (khususnya pelangaran)
dan prinsip ironi. Kemudian dari pelanggaran terhadap prinsip kesantunan, dapat
dilihat suatu implikatur dalam tuturan tersebut. Berdasarkan analisis pelanggaran
prinsip kesantunan, prinsip ironi, dan implikatur dapat dilihat atau diketahui
bagaimana kesantunan tuturan yang terdapat dalam acara OVJ.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif, yang bersifat
deskriptif. Metode kualitatif menjadi titik tolak penelitian kualitatif, yang
menekankan kualitas (ciri-ciri data yang alami) sesuai dengan pemahaman
deskriptif data alamiah itu sendiri (Fatimah Djadjasudarma, 1993: 13). Secara
umum dinyatakan bahwa metode kualitatif adalah metode penelitian suatu
masalah yang tidak didesain atau dirancang menggunakan prosedur-prosedur
statistik (Edi Subroto, 2007: 5). Pendekatan dalam penelitian ini adalah
pendekatan pragmatik.
B. Sampel
Penelitian kualitatif tidak memilih sampling (cuplikan) yang bersifat acak
(random sampling) yang merupakan teknik sampling yang paling kuat digunakan
dalam penelitian kuantitatif. Teknik cuplikannya cenderung bersifat ‘purposive’
karena dipandang lebih mampu menangkap kelengkapan dan kedalaman data.
Dalam penelitian ini, pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel
bertujuan (purposive sample), dalam artian pengambilan sampel yang diarahkan
pada sumber data yang dipandang memiliki data penting dan juga berkaitan
dengan permasalahan yang sedang diteliti (Sutopo, 2002: 36). Adapun sampel
dalam penelitian ini berupa tuturan yang melanggar prinsip kesantunan, serta
prinsip ironi dalam acara komedi OVJ yang ditayangkan di Trans 7 pada 1 sampai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
7 Februari 2010. Penelitian dimaksudkan diambil dari tujuh episode OVJ, karena
dari tujuh episode tersebut sudah terdapat data yang mencukupi untuk dilakukan
penelitian.
C. Data dan Sumber Data
1. Data
Secara umum dapat dinyatakan bahwa data adalah semua informasi
atau bahan yang disediakan oleh alam (dalam arti luas), yang harus dicari atau
dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti (Edi Subroto, 2007: 38). Data
merupakan bahan jadi penelitian. Data, pada hakikatnya adalah objek
penelitian beserta dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud, baik lingual
maupun nonlingual, dapat dipandang sebagai realitas lain yang menentukan
identitas objek penelitian (Sudaryanto dalam Tri Mastoyo, 2007: 25). Objek
dalam penelitian ini adalah tuturan yang melanggar prinsip kesantunan dan
menerapkan prisip ironi. Adapun data dalam penelitian ini adalah tuturan yang
mengandung pelanggaran prinsip kesantunan dan tuturan yang mengandung
penerapan prinsip ironi dalam acara OVJ di Trans 7, yang ditayangkan pada 1-
7 Februari 2010.
2. Sumber data
Sumber data merupakan asal muasal data penelitian itu diperoleh. Dari
sumber itu penulis dapat memperoleh data yang dimaksud dan yang
diinginkan. Adapun sumber data penelitian ini adalah percakapan atau dialog
dalam tayangan acara OVJ di Trans 7 episode 1-7 Februari 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Data kebahasaan adalah konteks kebahasaan (dan bahkan juga konteks
situasi) yang dapat berwujud wacana atau kalimat atau klausa atau frase atau kata
(tunggal atau kompleks) atau morfem yang di dalamnya terdapat segi-segi tertentu
yang diteliti.
Dalam penelitian ini digunakan metode simak. Metode simak dilakukan
dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 133).
Adapun teknik dalam penelitian ini adalah teknik simak bebas libat cakap
(SBLC), teknik rekam, serta teknik catat. Teknik simak bebas libat cakap ialah
bahwa peneliti tidak terlibat dalam dialog, konversasi, atau imbal wicara; atau
dengan kata lain tidak ikut serta dalam proses pembicaraan orang-orang yang
saling berbicara (Sudaryanto, 1993: 134). Teknik rekam ialah perekaman terhadap
tuturan dengan menggunakan alat rekam tertentu (Sudaryanto, 1993: 135). Teknik
catat yaitu dilakukan pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan
klasifikasi (Sudaryanto, 1993: 135).
E. Klasifikasi Data
Klasifikasi data dilakukan sesuai dengan pokok persoalan yang diteliti.
Hasil klasifikasi data harus memberikan manfaat dan kemudahan dalam
pelaksanaan analisis data (Tri Mastoyo, 2007: 47). Klasifikasi berarti penyusunan
bersistem dalam kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang
ditetapkan (KBBI, 2008: 706). Teknik klasifikasi data dilakukan setelah semua
data yang diperoleh telah terkumpul. Klasifikasi data pada penelitian ini dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
dengan cara penyimakan terhadap pelanggaran-pelanggaran prinsip kesantunan
dan penerapan prinsip ironi.
Adanya pengurutan data bermanfaat untuk mencocokkan data-data dengan
analisisnya, yaitu memberikan syarat tambahan apa yang akan dikerjakan
berikutnya dan bagaimana tahapan ini dilakukan dengan mengurutkannya sesuai
dengan tujuan penelitian. Adapun penomoran data disesuaikan menurut nomor
urut contoh, judul acara, sumber, tanggal, bulan, dan tahun. Contoh: (9/OVJ/Trans
7/1 Februari 2010).
9: nomor urut data
OVJ: Opera Van Java
Trans 7: Sumber
1 Februari 2010: tanggal, bulan, dan tahun (waktu penayangan)
F. Teknik Analisis Data
Menganalisis berarti mengurai atau memilah-bedakan unsur-unsur yang
membentuk suatu satuan lingual, atau mengurai suatu satuan lingual ke dalam
komponen-komponennya (Edi Subroto, 2007: 59). Jenis tugas pemecahan
masalah yang dihadapi petutur dalam menginterpretasi sebuah tuturan dapat
disebut tugas heuristik (Leech, 1993: 61). Oleh karena itu, penelitian ini
menggunakan teknik analisis heuristik.
Strategi heuristik berusaha mengidentifikasi daya pragmatik sebuah
tuturan (Leech, 1993: 61). Hal yang penting dalam teknik analisis heuristik ialah
masalah interpretasi tuturan. Berdasarkan makna tuturan, informasi mengenai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
latar belakang konteks, dan asumsi-asumsi dasar, petutur membuat hipotesis
mengenai tujuan-tujuan tuturan (Leech. 1993: 62).
G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Sudaryanto (1993: 144) menyatakan bahwa metode penyajian hasil
analisis data ada dua macam, yaitu yang bersifat informal dan yang bersifat
formal. Dalam penelitian ini digunakan metode penyajian hasil analisis data
secara informal dan formal. Metode penyajian informal adalah perumusan dengan
kata-kata biasa-walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya, sedangkan
penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang
(Sudaryanto, 1993: 145).
Tri Mastoyo (2007: 73) menyatakan penyajian hasil analisis data secara
formal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kaidah. Kaidah
itu dapat berbentuk rumus, bagan/diagram, tabel, dan gambar. Akan tetapi, demi
kemudahan pemahaman, penyajian kaidah tersebut biasanya didahului dan/atau
diikuti oleh penyajian yang bersifat informal. Rumus dapat berarti (i) ringkasan
yang dilambangkan oleh huruf, angka, atau tanda dan (ii) pernyataan atau
simpulan tentang asas, pendirian, ketetapan, dan sebagainya yang disebutkan
dengan kalimat yang ringkas dan tepat (Alwi dkk., dalam Tri Mastoyo, 2007: 74).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
BAB IV
ANALISIS DATA
Deskripsi dalam analisis data ini meliputi tiga bagian, yaitu pelanggaran
terhadap prinsip kesantunan dalam acara OVJ, prinsip ironi dalam acara OVJ, dan
implikatur dalam OVJ.
A. Bentuk Pelanggaran Prinsip Kesantunan dalam Acara OVJ
Prinsip kesantunan berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat
sosial, estetis, dan moral dalam bertindak tutur (Grice, dalam Rustono,1999: 61).
Prinsip kesantunan terdiri dari tujuh maksim, yaitu maksim kearifan,
kedermawanan, pujian, kerendahan hati, kesepakatan, simpati, dan pertimbangan.
Dalam acara OVJ, setiap peserta tutur tidak berusaha untuk membuat orang lain
senang, akan tetapi justru banyak melanggar maksim-maksim dalam prinsip
kesantunan.
1. Maksim Kearifan
Maksim kearifan berisi dua submaksim, yaitu a) buatlah kerugian
orang lain sekecil mungkin, dan b) buatlah keuntungan orang lain sebesar
mungkin. Berdasarkan pengamatan, dalam acara OVJ terdapat banyak
pelanggaran terhadap maksim kearifan. Hal tersebut dapat dilihat pada
percakapan berikut.
[1] Latar : Sebuah kebun (ada sumurnya)
Peserta : Kenji dan Kok Rata (serta Sadako)
Tujuan : Meminta Sadako yang sedang mandi untuk membuka
bajunya
Kunci : Santai
Percakapan:
Kenji : Mau mandi juga.
Kok Rata : Mbak, kalo mandi buka dong. Masak mandi pake baju.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Kamu masak nggak liat sih?
(10/OVJ/Trans7/1 Februari 2010)
Pada percakapan [1] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan,
khususnya submaksim pertama karena membuat kerugian orang lain sebesar
mungkin. Pelanggaran terlihat pada tuturan Kok Rata, “Mbak, kalo mandi
buka dong.”, yang ditujukan kepada Sadako. Tuturan tersebut termasuk
dalam tindak tutur direktif, karena merupakan tuturan menyuruh. Kok Rata
melanggar maksim kearifan karena memberikan kerugian pada orang lain,
yaitu Sadako. Kerugian itu adalah bahwa Sadako akan merasa malu jika dia
benar-benar membuka bajunya.
Tuturan “Mbak, kalo mandi buka dong.” melanggar maksim
kearifan karena memberi kerugian kepada Sadako dan bukan memberi
keuntungan. Jika dilihat dari skala untung-rugi, tuturan tersebut merugikan
bagi Sadako dan menguntungkan bagi Kok Rata. Kerugian Sadako adalah dia
akan merasa malu, dan keuntungan bagi Kok Rata adalah dia akan marasa
senang karena keinginannya tercapai. Tuturan yang memberi kerugian kepada
orang lain, berdasarkan skala untung-rugi termasuk tindak tutur yang tidak
santun. Berdasarkan skala ketaklangsungan, tuturan tersebut dituturkan secara
langsung, yaitu tuturan yang bertujuan memerintah diujarkan dengan tindak
tutur imperatif. Sesuai dengan skala ketaklangsungan, maka tuturan yang
bersifat langsung seperti tuturan tersebut termasuk tindak tutur yang tidak
santun. Dilihat dari skala keopsionalan, tuturan tersebut tidak memberikan
pilihan kepada petutur, sehingga petutur tidak mempunyai pilihan dari tuturan
direktif penutur. Tuturan yang tidak memberikan kesempatan memilih bagi
petutur termasuk tindak tutur yang tidak santun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Contoh lain percakapan yang melanggar maksin kearifan ialah sebagai
berikut.
[2] Latar : Sebuah ruangan
Peserta : Koichi, Kok Rata, dan Takeshi (serta Dalang, yang merusak
mainan)
Tujuan : Meminta pertanggujawaban dari Dalang (bagi Kenji)
Kunci : Santai
Percakapan:
Koichi : Bapak memutilasi pak.
Kok Rata : Bapak memutilasi.
Takeshi : Aa papah, a dirusakin.
Kenji : Mainan anak saya dirusakin. Ganti! Ganti!
(12/OVJ/Trans7/1 Februari 2010)
Pada percakapan [2] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan,
terutama terhadap submaksim pertama, karena penutur memaksimalkan
kerugian orang lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan Kenji, “Ganti! Ganti!”.
Tuturan tersebut termasuk tindak tutur direktif, karena merupakan tuturan
memerintah.
Dalang merusakkan mainan Takeshi, anak Kenji. Kemudian Kenji
menuturkan “Ganti! Ganti!” kepada Dalang. Tuturan Kenji tersebut
merupakan tuturan menyuruh kepada Dalang agar mengganti mainan anaknya
yang telah rusak. Tuturan tersebut merugikan Dalang, karena harus mengganti
mainan Takeshi. Untuk mengganti mainan tersebut tentu Dalang harus
berusaha, entah dengan cara membeli atau apa pun. Hal tersebut memberikan
kerugian bagi Dalang, yang harus mencari mainan pengganti.
Berdasarkan skala untung-rugi, tuturan tersebut jelas memberikan
kerugian bagi Dalang karena harus melakukan usaha untuk mengganti mainan
yang rusak. Tuturan yang memberi kerugian bagi petuturnya termasuk tindak
tutur yang tidak santun. Selain itu, tuturan tersebut juga dapat dikaitkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
dengan skala keopsionalan. Berdasarkan skala keopsionalan, tuturan Kenji
tersebut tidak memberi pilihan kepada Dalang. Kenji tidak memikirkan
apakah Dalang menyanggupi atau tidak, penutur hanya memerintah Dalang
untuk mengganti. Tuturan semacam ini termasuk tuturan yang tidak santun,
karena tidak memberi kesempatan memilih bagi petuturnya. Kemudian, dilihat
dari skala ketaklangsungan tuturan tersebut termasuk tuturan yang bersifat
langsung. Tuturan Kenji, “Ganti! Ganti!” merupakan tuturan imperatif, yang
juga ditujukan untuk memerintah Dalang. Berdasarkan skala ini, tuturan yang
bersifat langsung merupakan tuturan yang tidak santun.
Contoh lain pelanggaran terhadap maksim kearifan ialah percakapan
berikut ini.
[3] Latar : Depan rumah Ghozali
Peserta : Jalaludin dan Hartinah
Tujuan : Merebut tanah (bagi Jalaludin)
Kunci : Santai
Percakapan:
Jalaludin : Saya mau untuk memperluas daerah Madura. Dan kalian
semua harus enyah dari tanah Madura ini. Karna ini
daerah kekuasaan saya.
Hartinah : Saya orang Madura kok disuruh enyah dari tanah ini.
Nggak bisa.
(73/OVJ/Trans7/4 Februari 2010))
Pada percakapan [3] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan,
terutama terhadap submaksim pertama karena memaksimalkan kerugian orang
lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan Jalaludin, “Dan kalian semua harus
enyah dari tanah Madura ini”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam tindak
tutur direktif, karena merupakan tuturan memerintah.
Jalaludin memerintah Hartinah (beserta suaminya) melalui tuturan
“Dan kalian semua harus enyah dari tanah Madura ini.”. Tuturan tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
memberi kerugian bagi petuturnya, yaitu Hartinah. Hartinah tinggal dan
memiliki rumah di Madura, tetapi diperintah untuk meninggalkan Madura.
Hal tersebut sangat merugikan Hartinah, karena berarti dia harus
meninggalkan rumahnya dan mencari rumah baru. Hal itu tidak mudah dan
tentu sangat merepotkan bagi Hartinah.
Jika dikaitan dengan skala untung-rugi, tuturan Jalaludin tersebut jelas
merugikan petuturnya. Hal tersebut karena Jalaludin memerintahkan kepada
Hartinah untuk meninggalkan rumahnya sendiri. Tuturan yang merugikan
petuturanya termasuk tuturan yang tidak santun. Kemudian, berdasarkan skala
keopsionalan, tuturan Jalaludin tersebut tidak memberikan kesempatan kepada
Hartinah untuk memilih. Jalaludin hanya memerintah dan tidak mau tahu
dengan apa yang dirasakan Hartinah. Tuturan yang tidak memberikan
kesempatan bagi petuturnya untuk memilih semacam ini termasuk tuturan
yang tidak santun. Selain itu, tuturan Jalaludin tersebut dapat dikaitkan dengan
skala ketaklangsungan. Berdasarkan skala ketaklangsungan, tuturan tersebut
termasuk tuturan yang bersifat langsung. Tuturan tersebut bersifat langsung,
karena untuk memerintah petuturnya, penutur menggunakan tuturan imperatif.
Tuturan yang bersifat langsung semacam ini termasuk tuturan yang tidak
santun.
Pelanggaran terhadap maksim kearifan juga terdapat pada percakapan
berikut ini.
[4] Latar : Panggung hiburan
Peserta : Dalang, Yudis, dan Rudi
Tujuan : Mencoba mic (bagi Dalang)
Kunci : Santai
Percakapan:
Dalang : Nyari kacamata, tu. Saya masuk kok burem amat. Tes tes
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
tes, Sule jelek, Sule jelek.
Yudis : Anak RW, biasa.
Rudi : Nggak pa-pa, biarain aja nggak pa-pa.
Dalang : Azis pacaran ama Nunung, tes tes tes.
Yudis : Eh, lu bawa bensin nggak? Bensin, bensin.
Rudi : Ada.
Yudis : Bakar ni orang ni.
(102/OVJ/Trans7/6 Februari 2010)
Pada percakapan [4] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan,
terutama terhadap submaksim pertama karena memberikan kerugian kepada
orang lain. Dalam hal ini kerugian diberikan kepada pihak ketiga, yaitu
Dalang. Pelanggaran dilakukan oleh Yudis, yang terlihat pada tuturan “Bakar
ni orang ni.”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur direktif, karena
menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu.
Yudis menuturkan “Bakar ni orang ni.” kepada Rudi, yaitu
dimaksudkan untuk membakar Dalang. Tuturan Yudis tersebut memberi
kerugian kepada pihak ketiga, yaitu Dalang. Yudis menyuruh Rudi untuk
membakar Dalang, yang berarti Dalang akan tersakiti. Apa yang dilakukan
Yudis bukan untuk membuat kerugian orang lain sekecil mungkin, tetapi
justru membuat kerugian orang lain sebesar mungkin.
Bila dilihat dari skala untung-rugi, tuturan Yudis tersebut memberi
kerugian kepada petuturnya, yaitu Dalang. Hal tersebut karena tuturan Yudis
memerintahkan kepada Rudi untuk membakar Dalang. Tuturan yang
memberikan kerugian kepada petuturnya semacam ini termasuk tuturan yang
tidak santun. Berdasarkan skala keopsionalan, tuturan Yudis tersebut tidak
memberikan kesempatan kepada petutur untuk memilih. Dalam tuturan Yudis
tersebut tidak mengandung unsur bagi petutur untuk memilih. Tuturan Yudis
tersebut tidak memberi kesempatan petutur untuk memilih, sehingga termasuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
tuturan yang tidak santun. Dilihat dari skala ketaklangsungan, tuturan Yudis
tersebut termasuk tuturan yang bersifat langsung. Tuturan Yudis tersebut
merupakan tuturan imperatif, yang memang digunakan untuk tujuan
menyuruh. Tuturan yang bersifat langsung semacam ini termasuk tuturan yang
tidak santun.
Pelanggaran terhadap maksim kearifan yang lain dapat dilihat pada
percakapan berikut ini.
[5] Latar : Depan rumah
Peserta : Herman, Dalang, dan Tasya
Tujuan : Menyuruh berantem (bagi Tasya)
Kunci : Santai
Percakapan:
Herman : Kamu memilih siapa? Tarno? Ini ngapain krasak kresek?
Dalang : Dio sama Herman.
Herman : O Dio. Silahkan.
Tasya : Ayo tanding. Udah pokoknya tanding aja deh. Pokoknya
mana yang paling kuat, yang paling pinter itu yang
menang. Dah gitu aja. Pake otot ya.
(120/OVJ/Trans7/7 Februari 2010)
Pada percakapan [5] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan,
khususnya terhadap submaksim pertama karena memberi kerugian kepada
orang lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan Tasya, “Ayo tanding” dan
“Pake otot ya”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur direktif, karena
menyuruh petutur untuk melakukan sesuatu.
Tasya sedang diperebutkan oleh Dio dan Herman. Untuk memilih
salah satu dari mereka, Tasya menyuruh mereka untuk bertanding dengan
tuturan “Ayo tanding” dan “Pake otot ya”. Tuturan Tasya tersebut menyuruh
Dio dan Herman, dan dengan tuturan tersebut berarti Tasya merugikan
mereka. Berdasarkan tuturan Tasya, Dio dan Herman harus bertanding dengan
menggunakan otot, yang berarti harus bertarung dengan sekuat tenaga. Jika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
bertarung dengan sekuat tenaga pasti akan melukai lawannnya. Oleh karena
itu, tuturan Tasya tersebut jelas memberi kerugian kepada petuturnya, yaitu
Dio dan Herman.
Jika dikaitkan dengan skala untung-rugi, tuturan Tasya tersebut
memberikan kerugian kepada petuturnya. Tuturan Tasya menyuruh petuturnya
untuk bertanding, yang berarti akan saling menyakiti. Tuturan yang
memberikan kerugian kepada petuturnya seperti tuturan Tasya tersebut
termasuk tuturan yang tidak santun. Selain itu, jika dilihat dari skala
keopsionalan, tuturan tersebut tidak memberikan pilihan kepada petuturnya.
Dio dan Herman sebagai petutur tidak diberi kesempatan untuk memilih oleh
Tasya. Tuturan semacam ini termasuk tuturan yang tidak santun. Kemudian,
bila dikaitkan dengan skala ketaklangsungan, tuturan Tasya tersebut termasuk
tuturan yang bersifat langsung. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturannya, yaitu
untuk menyuruh petuturnya, Tasya menggunakan tuturan imperatif. Tuturan
yang bersifat langsung semacam ini termasuk tuturan yang tidak santun.
Terdapat tuturan-tuturan lain yang juga mengandung pelanggaran
terhadap maksim kearifan. Data yang menunjukkan pelanggaran terhadap
submaksim pertama maksim kearifan ialah data nomor 10, 12, 14, 17, 19, 43,
45, 50, 53, 55, 59, 65, 67, 68, 70, 71, 72, 73, 82, 83, 84, 88, 90, 100, 102, 111,
113, dan 120. Dari kesemua data tersebut dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu penutur memperbanyak kerugian kepada orang kedua dan
penutur memperbanyak kerugian kepada orang ketiga. Data yang
menunjukkan penutur memberi kerugian kepada orang kedua adalah data
nomor 10, 12, 17, 19, 50, 70, 71, 72, 73, 82, 83, 88, 90, 100, 111, dan 120.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Tuturan yang memberikan kerugian kepada orang ketiga, yaitu orang yang
tidak ikut dalam percakapan tetapi dibicarakan dalam percakapan tersebut,
terdapat pada data nomor 14, 43, 45, 59, 65, 67, 68, 84, 102, dan 113.
Selain pelanggaran terhadap submaksim pertama, ditemukan juga
pelanggaran terhadap submaksim kedua, yaitu terlihat pada data nomor 32, 47,
dan 58. Pelanggaran terhadap submaksim kedua maksim kearifan tersebut
dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama, yaitu bahwa penutur
berusaha untuk mengurangi keuntungan orang kedua.
2. Maksim Kedermawanan
Maksim kedermawanan berisi dua submaksim, yaitu a) buatlah
keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan b) buatlah kerugian diri sendiri
sebesar mungkin. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap data yang
digunakan, terlihat hanya ada dua tuturan yang melanggar maksim
kedermawanan. Tuturan tersebut terlihat pada percakapan berikut ini.
[6] Latar : Sebuah warung
Peserta : Amel, Madun, dan Miun
Tujuan : Berjualan jagung (bagi Amel) dan minta berkenalan (bagi
Madun)
Kunci : Santai
Percakapan:
Amel : Kalo mau kenalan syaratnya harus beli jagung bakar lima.
Madun : Gampang. Ini jagung saya borong semua. Nggak tau?
Miun : Nggak tau dia.
Madun : Ya. Ini saya borong, yang bayar dia.
(79/OVJ/Trans7/5 Februari 2010)
Pada percakapan [6] terdapat pelanggaran terhadap maksim
kedermawanan, terutama terhadap submaksim pertama karena memperbanyak
keuntungan untuk diri sendiri. Pelanggaran terlihat pada tuturan Madun, “Ini
saya borong, yang bayar dia.”. Tuturan tersebut termasuk dalam tindak tutur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
direktif, karena mempunyai maksud untuk menyuruh Miun melakukan
sesuatu.
Tuturan Madun tersebut ditujukan kepada Miun dalam rangka untuk
mempermudah jalannya berkenalan dengan Amel. Penutur ingin mendapatkan
yang dia inginkan dengan cara menyuruh seseorang membayarkan jagung
yang dia borong. Terlihat jelas bahwa penutur ingin mendapatkan apa yang
dia inginkan dengan cara merugikan orang lain. Dalam hal ini penutur
merugikan petutur (Miun), karena menyuruhnya mengeluarkan uang untuk
membayar jagung. Petutur tentu saja dirugikan oleh ujaran penutur, karena
petutur tidak mempunyai kepentingan apa-apa yang berkaitan dengan Amel.
Jika dikaitkan dengan skala untung-rugi, tuturan Madun tersebut jelas
tidak santun karena merugikan bagi petutur. Kerugian yang dialami petutur
ialah dia harus mengeluarkan uang untuk membantu memenuhi keinginan
penutur. Dari sisi ketaklangsungan, tuturan tersebut membutuhkan jalan yang
sedikit panjang untuk sampai pada tujuan yang diinginkan penutur. Dalam hal
ini penutur bertujuan untuk menyuruh petutur membayar jagungnya, tetapi
dengan tuturan yang tidak ada unsur menyuruh. Oleh karena itu, tuturan
tersebut lebih sopan daripada menyuruh dengan tuturan “kamu yang bayar
jagungnya”. Dilihat dari skala keopsionalan, tuturan tersebut tidak
memberikan kesempatan kepada petutur untuk memilih. Tuturan Madun
tersebut terlihat memaksa Miun, karena dalam menyuruh, Madun tidak
menanyakan terlebih dahulu kesanggupan Miun. Tuturan yang cenderung
memaksa seperti tuturan Madun tersebut termasuk tuturan yang tidak santun,
karena tidak memberi kesempatan kepada petutur untuk memilih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Contoh lain pelanggaran terhadap maksim kedermawanan dapat dilihat
pada percakapan berikut.
[7] Latar : Sebuah toko pinggir jalan
Peserta : Tasya, Herman, Surti, dan Dio
Tujuan : Bersumpah (bagi Herman)
Kunci : Santai
Percakapan:
Tasya : Aku marah sama kamu pokoknya. Gimana sih? Kamu
lebih memilih dia coba.
Herman : Kok kamu percaya sih?
Tasya : Ya liat aja, dipeluk-peluk. Di depan kita dipeluk-peluk, di
belakang ngapain?
Herman : Sumpah.
Surti : Kalo kamu boong aku meluk kamu, kamu nolak. Kamu
nggak nolak kan.
Tasya : Coba-coba.
Herman : Saya mau nolak.
Tasya : Coba peluk.
Herman : Saya nolak.
Tasya : Pokoknya aku,
Herman : Berani sumpah. Sambar geledek bareng-bareng.
Dio : He, sendirin aja, sembarangan.
(114/OVJ/Trans7/7 Februari 2010)
Pada percakapan [7] terdapat pelanggaran terhadap maksim
kedermawanan, terutama terhadap submaksim kedua karena meminimalkan
kerugian diri sendiri. Pelanggaran terlihat pada tuturan Herman, “Berani
sumpah. Sambar geledek bareng-bareng.”. Tuturan tersebut termasuk
tindak tutur komisif, karena bersumpah.
Herman dituduh pacarnya (Tasya) telah berselingkuh. Merasa telah
difitnah, dia pun tidak mau mengakui hal tersebut. Herman berusaha
menyelamatkan diri dengan bersumpah. Dalam sumpah tersebut, Herman
melibatkan juga orang lain, yang terlihat pada “Sambar geledek bareng-
bareng”. Tuturan tersebut bukan hanya merugikan penutur, tetapi juga orang
lain yang dimaksud oleh penutur, yaitu temannya. Melalui tuturan tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
terlihat bahwa penutur berusaha untuk mengurangi kerugian yang dia alami
dengan cara membaginya dengan orang lain. Penutur bersumpah jika dia
berbohong, dia berani disambar geledek tetapi bersama orang lain, yang jelas
memperlihatkan bahwa penutur tidak ingin mengalami penderitaan seorang
diri.
3. Maksim Pujian
Maksim ketiga dalam prinsip kesantunan ini memiliki dua submaksim,
yaitu a) kecamlah orang lain sesedikit mungkin dan b) pujilah orang lain
sebanyak mungkin. Dalam penelitian ini ditemukan banyak sekali pelanggaran
terhadap maksim pujian, yaitu sebanyak lima puluh tiga tuturan. Hanya
beberapa data yang akan dianalisis di sini, salah satunya adalah percakapan
berikut.
[8] Latar : Sebuah kebun
Peserta : Dalang, Kok Rata, dan Kenji
Tujuan : Menjelaskan nama Kok Rata
Kunci : Santai
Percakapan:
Dalang : Kok Rata ma Takeshi lagi ngobrol-ngobrol. Trus,
Kok Rata : Kok Rata?
Dalang : Namanya Kok Rata.
Kenji : Ya, sesuai Le.
(5/OVJ/Trans7/1 Februari 2010)
Pada percakapan [8] terdapat pelanggaran terhadap maksim pujian,
terutama terhadap submaksim pertama karena penutur mengecam petutur.
Pelanggaran dilakukan oleh Kenji kepada Kok Rata. Pelanggaran terlihat pada
tuturan “Ya, sesuai Le.”, yang merupakan tindak tutur asertif. Tuturan
tersebut termasuk tindak tutur asertif karena penutur mengemukakan
pendapatnya tentang nama Kok Rata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Penutur (Kenji) mengemukakan pendapatnya tentang nama Kok Rata,
yaitu bahwa Kok Rata pantas memiliki nama tersebut. Penutur menuturkan
“Ya, sesuai Le”, yang menghina Kok Rata. Kok Rata terhina karena penutur
mengujarkan bahwa Kok Rata mempunyai hidung yang juga rata, yaitu pesek.
Jika orang lain menuturkan bahwa seseorang memiliki hidung yang pesek,
maka itu adalah sebuah hinaan. Menurut penutur, nama Kok Rata sesuai
dengan orangnya yang mempunyai hidung yang rata (tidak mancung). Penutur
melakukan sebuah penghinaan kepada petutur (Kok Rata) melalui tuturannya
yang dimaksudkan untuk menghina hidungnya yang pesek.
Pelanggaran terhadap maksim pujian dapat dilihat pula pada
percakapan berikut.
[9] Latar : Sebuah ruangan
Peserta : Kok Rata, Kenji, dan Dalang (serta Sadako, yang muncul dari
televisi)
Tujuan : Marah kepada Sadako (bagi Kok Rata)
Kunci : Santai
Percakapan:
Kok Rata : Jangan-jangan dia dateng nih? Aku mau ngumpet.
Heh, tipi gue ini rusak! Tipi gue rusak.
Kenji : Ribet banget sih?
Kok Rata : Lama-lama gue hajar nih.
Dalang : Haah, jadi nggak serem itu.
Kok Rata : Tipi gue dirusakin. Setan kurang ajar.
(20/OVJ/Trans7/1 Februari 2010)
Pada percakapan [9] terdapat pelanggaran terhadap maksim pujian,
khususnya terhadap submaksim pertama karena melakukan pengecaman
kepada orang lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan Kok Rata, “Setan
kurang ajar”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur ekspresif, karena
merupakan tuturan mengecam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Tuturan “Setan kurang ajar” melanggar maksim pujian karena
tuturan tersebut dimaksudkan untuk menghina orang lain, yaitu Sadako.
Penutur (Kok Rata) menuturkan tuturan tersebut karena Sadako sudah
merusak televisinya. Penutur merasa tidak senang kepada Sadako, maka
penutur menghinanya. Sadako terhina oleh tuturan Kok Rata, karena dikatakan
sebagai setan yang kurang ajar. Sadako dihina sebagai setan kurang ajar, yang
berarti dia telah melakukan hal yang buruk/tidak baik. Hinaan Kok Rata
tersebut tentu sangat tidak berkenan di hati Sadako.
Berikut contoh lain percakapan yang melanggar maksim pujian.
[10] Latar : Lapangan bermain skateboard
Peserta : Dalang, Puff Diddy, dan Eminem
Tujuan : Menyela (bagi Puff Diddy)
Kunci : Santai
Percakapan:
Dalang : Bagaimanakah kelanjutan ceritanya?
Puff Diddy : Opera Van Java.
Eminem : Ya‟e.
Puff Diddy : Betul kan? Iya betul.
Dalang : Sek, saya lagi mo nutup Sek.
(27/OVJ/Trans7/2 Februari 2010)
Pada percakapan [10] terdapat pelanggaran terhadap maksim pujian,
terutama terhadap submaksim pertama karena melakukan penghinaan kepada
orang lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan Dalang, “Sek, saya lagi mo
nutup Sek.”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur asertif, karena
menyatakan sesuatu.
Tuturan Dalang tersebut melanggar maksim pujian karena menghina
orang lain, yaitu Puff Diddy. Dalang merasa terganggu dengan Puff Diddy
yang menyela narasinya, kemudian Dalang menuturkan “Sek, saya lagi mo
nutup Sek.”. Dalam tuturan Dalang tersebut mengandung sebuah hinaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
kepada Puff Diddy, yaitu “sek” yang berarti pesek. Puff Diddy diperankan
oleh Sule, yang memang mempunyai hidung pesek. Dalang merasa terganggu
dengan Puff Diddy, maka dia memanggilnya dengan “sek”. Puff Diddy tentu
saja terhina dengan tuturan Dalang tersebut, karena dikatakan memiliki hidung
yang pesek.
Contoh lain yang melanggar maksim pujian terdapat pada percakapan
berikut.
[11] Latar : Panggung hiburan
Peserta : Dalang, Yudis, dan Rudi
Tujuan : Mencoba mic (bagi Dalang)
Kunci : Santai
Percakapan:
Dalang : Nyari kacamata, tu. Saya masuk kok burem amat. Tes tes
tes, Sule jelek, Sule jelek.
Yudis : Anak RW, biasa.
Rudi : Nggak pa-pa, biarain aja nggak pa-pa.
(101/OVJ/Trans7/6 Februari 2010)
Pada percakapan [11] terdapat pelanggaran terhadap maksim pujian,
terutama terhadap submaksim pertama karena memperbanyak kecaman
kepada orang lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan Dalang, “Tes tes tes,
Sule jelek, Sule jelek.”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur asertif, karena
menyatakan sesuatu.
Tuturan Dalang tersebut melanggar maksim pujian karena menghina
orang lain, yaitu Sule. Sule adalah pemeran tokoh Yudis. Dalang menghina
Sule dengan menuturkan bahwa Sule jelek. Sule tentu merasa terhina dengan
tuturan Dalang, karena dia dikatakan jelek. Dinilai orang lain jelek merupakan
sebuah hinaan, yang berarti bahwa orang tersebut tidak menghargai wajah
orang yang dihina tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Contoh lain pelanggaran terhadap maksim pujian dapat dilihat pada
percakapan berikut.
[12] Latar : Depan rumah Bu Mintuk
Peserta : Rusli dan Dalang
Tujuan : Menagih hutang (bagi Rusli)
Kunci : Santai
Percakapan:
Rusli : Buah srikaya belum mateng, orang kaya baru dateng. Bu
Mimin, how are you today? Kok malah gembira? Bu
Mimin,
Dalang : Buah srikaya diajak berantem,
Rusli : Artinya?
Dalang : Orang kaya kulitnya item.
(96/OVJ/Trans7/6 Februari 2010)
Pada percakapan [12] terdapat pelanggaran terhadap maksim pujian,
terutama terhadap submaksim pertama karena menghina orang lain.
Pelanggaran maksim pujian terlihat pada tuturan Dalang, “Orang kaya
kulitnya item.”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur ekspresif, karena
merupakan tuturan mengecam.
Rusli sedang berpantun yang memuji dirinya sendiri. Dalang yang
mendengarnya membalas dengan memberikan pantun juga, tetapi dengan
tujuan menghina Rusli. Dalang menghina Rusli bahwa dia orang kaya yang
kulitnya hitam. Berdasarkan tuturan “Orang kaya kulitnya item.”, berarti
Dalang memaksimalkan hinaan kepada Rusli. Hal tersebut sangat
bertentangan dengan maksim pujian submaksim pertama, yang seharusnya
mengecam orang lain sesedikit mungkin. Rusli tentu juga merasa terhina
dengan tuturan Dalang tersebut, karena dihina memiliki kulit yang hitam.
Maksim pujian merupakan maksim yang paling banyak dilanggar.
Pelanggaran maksim ini ditandai dengan tuturan yang menghina petuturnya
atau orang lain. Pelanggaran terhadap maksim ini dapat dibedakan ke dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
dua submaksim. Tuturan yang termasuk ke dalam pelanggaran terhadap
submaksim pertama ialah pada data nomor 1, 2, 5, 6, 7, 11, 15, 20, 22, 23, 24,
26, 27, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 42, 51, 52, 54, 56, 57, 61, 62, 63, 66, 69, 74, 75,
78, 80, 81, 85, 91, 92, 93, 94, 96, 97, 99, 101, 105, 106, 107, 108, 109, 112,
dan 116. Pelanggaran terhadap submaksim pertama dapat dibedakan lagi
menjadi dua, yaitu pengecaman yang dilakukan penutur kepada orang kedua
dan pengecaman yang dilakukan penutur kepada orang ketiga. Pengecaman
yang dilakukan kepada orang kedua ialah pada data nomor 5, 6, 7, 11, 15, 20,
23, 26, 27, 37, 42, 51, 52, 54, 56, 57, 61, 62, 63, 66, 69, 75, 78, 80, 81, 92, 93,
94, 96, 97, 101, 107, dan 112. Penutur juga sering melakukan pengecaman
kepada orang ketiga, yaitu orang yang ikut disebutkan dalam sebuah
pertuturan. Pengecaman yang dilakukan penutur kepada orang ketiga dapat
dilihat pada data nomor 1, 2, 22, 24, 34, 35, 36, 38, 39, 74, 85, 91, 99, 105,
106, 108, 109, dan 116.
Pelanggaran terhadap maksim pujian submaksim kedua hanya
ditemukan pada data nomor 89 dan 119. Kedua data tersebut menunjukkan
bahwa penutur meminimalkan pujian kepada petuturnya (orang kedua).
4. Maksim Kerendahan Hati
Seperti maksim-maksim sebelumnya, maksim kerendahan hati juga
terdiri dari dua submaksim. Submaksim tersebut ialah a) pujilah diri sendiri
sesedikit mungkin dan b) kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin.
Pelanggaran terhadap maksim kerendahan hati dapat dilihat pada percakapan
di bawah ini.
[13] Latar : Lapangan
Peserta : Puff Diddy, 50 Cent, dan Igor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Tujuan : Beradu nge-rap
Kunci : Santai
Percakapan:
Puff Diddy : Ayo kita mulai. Siapa yang berani duluan, itu yang
menang.
50 Cent : Ok.
Puff Diddy : Yo. Kamu mau duluan?
50 Cent : Boleh.
Puff Diddy : Ok, silahkan.
Igor : Sampai langit berwarna jingga, mo bilang apa juga pasti
kita semua yang jauh lebih menang. Kalo kita menang,
semua pasti menang. Mendingan Elu ke laut, langsung
berenang.
(41/OVJ/Trans7/2 Februari 2010)
Pada percakapan [13] terdapat pelanggaran terhadap maksim
kerendahan hati, khususnya submaksim pertama karena memaksimalkan
pujian kepada diri sendiri. Pelanggaran maksim kerendahan hati dilakukan
oleh Igor, yaitu pada tuturan “mo bilang apa juga pasti kita semua yang
jauh lebih menang”. Tuturan tersebut merupakan tindak tutur asertif, karena
membual tentang dirinya sendiri yaitu menyatakan bahwa dirinya hebat.
Penutur mengujarkan tuturan tersebut untuk menyombongkan dirinya,
bahwa dirinya yang akan menjadi pemenang. Tuturan tersebut bertentangan
dengan maksim kerendahan hati submaksim pertama, yang seharusnya
memuji diri sendiri sesedikit mungkin. Penutur justru melakukan hal
sebaliknya, yaitu memaksimalkan pujian pada diri sendiri bahwa dirinyalah
yang pasti akan menang.
Berikut data lain yang melanggar maksim kerendahan hati.
[14] Latar : Depan Rumah Bu Mintuk
Peserta : Rusli dan Dalang (serta Bu Mintuk dan Lestari, sebagai
pendengar)
Tujuan : Membanggakan diri sendiri (bagi Rusli)
Kunci : Santai
Tuturan:
Rusli : Buah srikaya belum mateng, orang kaya baru dateng. Bu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Mimin, how are you today? Kok malah gembira? Bu Mimin,
Dalang : Buah srikaya diajak berantem,
Rusli : Artinya?
Dalang : Orang kaya kulitnya item.
(95/OVJ/ Trans7/6 Februari 2010)
Pada percakapan [14] terdapat pelanggaran terhadap maksim
kerendahan hati, terutama terhadap submaksim pertama karena Rusli memuji
dirinya sendiri. Pelanggaran maksim kerendahan hati terlihat pada tuturan
Rusli, “orang kaya baru dateng.”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur
ekspresif karena merupakan tuturan memuji, dalam hal ini memuji diri sendiri.
Rusli yang berniat untuk menagih hutang kepada Bu Mintuk,
menuturkan pantun yang isinya memuji diri sendiri, yaitu “orang kaya baru
dateng.”. Tuturan tersebut berarti bahwa penutur membanggakan dirinya
sendiri, yaitu bahwa dirinya orang kaya. Tuturan tersebut termasuk
menyombongkan diri sendiri, yang sangat bertentangan dengan submaksim
pertama maksim kerendahan hati untuk memuji diri sendiri sesedikit mungkin.
Rusli justru melakukan yang sebaliknya, yaitu memaksimalkan pujian pada
diri sendiri.
Pelanggaran terhadap maksim kerendahan hati dapat dilihat pula pada
percakapan berikut.
[15] Latar : Sebuah panggung hiburan
Peserta : Yudis dan Lestari
Tujuan : Memuji (bagi Yudis)
Kunci : Dengan sombong
Percakapan:
Yudis : Ternyata kamu kalo udah berpakaian dangdut cantik juga
ya?
Lestari : Iya dong.
(98/OVJ/Tran7/6 Februari 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Pada percakapan [15] terdapat pelanggaran terhadap maksim
kerendahan hati, khususnya terhadap submaksim pertama karena memuji diri
sendiri. Pelangaran maksim kerendahan hati terlihat pada tuturan Lestari, “Iya
dong.”, bahwa dia meng-iya-kan ketika dipuji cantik. Tuturan tersebut
termasuk tindak tutur ekspresif, karena merupakan tuturan memuji (diri
sendiri).
Lestari yang biasanya menggunakan pakaian sederhana, kini memakai
pakaian yang bagus, Yudis langsung memuji bahwa dia cantik. Mendengar
pujian Yudis tersebut, Lestari pun menjawab “Iya dong.” yang sama saja dia
memuji diri sendiri. Tuturan “iya dong” sama saja memuji diri sendiri, karena
penutur meng-iya-kan pujian yang menyatakan bahwa dia cantik. Hal tersebut
bertentangan dengan submaksim pertama maksim kerendahan hati, yang
seharusnya memuji diri sendiri sesedikit mungkin. Penutur justru melakukan
hal yang sebaliknya dengan memuji diri sendiri, yang membanggakan dirinya
sendiri bahwa dia memang cantik.
Seperti maksim-maksim lainnya, maksim kerendahan hati juga terdiri
dari dua submaksim. Akan tetapi, pada data hanya ditemukan pelanggaran
terhadap maksim kerendahan hati submaksim pertama dan tidak ditemukan
pelanggaran terhadap submaksim kedua. Data lain yang menunjukkan
pelanggaran terhadap maksim kerendahan hati submaksim pertama adalah
data nomor 16 dan 21. Kedua data tersebut sama-sama menunjukkan bahwa
penutur memuji dirinya sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
5. Maksim Kesepakatan
Maksim kesepakatan terdiri dari dua submaksim, yaitu “a) usahakan
agar ketaksepakatan antara diri dan lain terjadi sesedikit mungkin dan b)
usahakan agar kesepakatan antara diri dengan lain terjadi sebanyak mungkin.”
Pelanggaran terhadap maksim kesepakatan ini juga banyak terjadi, salah
satunya ialah pada contoh berikut ini.
[16] Latar : Sebuah ruangan
Peserta : Kok Rata dan Kenji
Tujuan : Memberikan mic pada Kok Rata (bagi Kenji)
Kunci : Santai
Percakapan:
Kok Rata : Ini buat apaan?
Kenji : Mic, mic.
Kok Rata : Mic beginian?
Kenji : Itu yang terbaru, modelnya.
Kok Rata : Ini poci Ndre.
Kenji : Pura-puranya mic. Tuh dah keluar tuh.
(18/OVJ/Trans7/1 Februari 2010)
Pada percakapan [16] terdapat pelanggaran terhadap maksim
kesepakatan, terutama submaksim pertama karena penutur memiliki
ketaksepakatan dengan petutur. Pelanggaran tampak pada tuturan Kok Rata
“Ini poci Ndre”, yang termasuk dalam tindak tutur asertif. Tuturan tersebut
termasuk dalam tindak tutur asertif karena penutur menyatakan sesuatu.
Penutur mengujarkan sesuatu yang menunjukkan ketaksepakatannya
dengan petutur. Penutur tidak setuju dengan apa yang dikemukan oleh petutur
bahwa benda yang diberikan kepada penutur adalah sebuah mic. Penutur tidak
mau berpura-pura untuk menganggap poci sebagai mic, maka penutur
menyatakan ketaksepakatannya.
Contoh lain pelanggaran terhadap maksim kesepakatan terdapat pada
percakapan berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
[17] Latar : Sebuah hutan
Peserta : Qodir, Hartinah,Dalang, dan Ghozali
Tujuan : Mengajarkan jurus (bagi Qodir)
Kunci : Santai
Percakapan:
Qodir : Saya latih, tenang saja. Ikuti saya. Sebelumnya, kamu
harus pake ini.
Ghozali : Ok.
Qodir : Nambah energi. Hajar kanan.
Ghozali : Hajar kanan.
Qodir : Hajar kiri.
Ghozali : Hajar kiri.
Dalang : Nah gitu, iya gitu.
Qodir : Dorong depan.
Dalang : Na, iya. Qodir : Tarik nafas, buang. Itu pingsan semua. Makan pete
dulu, jengkol. Paduan pete dan jengkol.
Hartinah : Akan pingsan semua.
Ghozali : Itu berarti bukan jurus. Ngapain musti kanan-kiri
kanan-kiri? Makan aja pete, udah langsung mati orang.
(76/OVJ/Trans7/4 Februari 2010)
Pada percakapan [17] terdapat pelanggaran terhadap maksim
kesepakatan, terutama terhadap submaksim pertama karena penutur tidak
memiliki kesepakatan dengan petutur. Pelanggaran maksim kesepakatan
terlihat pada tuturan Ghozali, “Itu berarti bukan jurus.”. Tuturan tersebut
termasuk tindak tutur asertif, karena penutur mengemukakan pendapatnya.
Qodir sedang mengajari Ghozali sebuah jurus. Setelah selesai diajari
oleh Qodir, Ghozali menuturkan “Itu berarti bukan jurus”. Tuturan tersebut
menunjukkan bahwa Ghozali tidak memiliki kesepakatan dengan Qodir.
Penutur tidak sepakat dengan Qodir bahwa apa yang sudah diajarkannya
adalah sebuah jurus. Menurut penutur, apa yang diajarkan oleh Qodir bulanlah
sebuah jurus. Hal tersebut karena menurut penutur, semua orang, asal makan
petai kemudian menghembuskan nafas, dapat melumpuhkan musuhnya.
Penutur sangat tidak sepakat dengan Qodir tentang jurus yang diajarkannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Tuturan yang menunjukkan ketaksepakatan dengan orang lain, seperti yang
terlihat pada tuturan Ghozali tersebut sangat bertentangan dengan submaksim
pertama maksim kesepakatan, untuk mengusahakan agar ketaksepakatan diri
dengan lain terjadi sesedikit mungkin.
Pelanggaran terhadap maksim kesepakatan juga terlihat pada
percakapan berikut.
[18] Latar : Panggung hiburan
Peserta : Dalang dan Rudi
Tujuan : Menjelaskan (bagi Dalang)
Kunci : Santai
Percakapan:
Dalang : Di sini akhirnya Lestari mengingatkan e, apa namanya?
Rencana mereka semua, yaitu memberikan bantuan
kepada ibunya. Di mana untuk melunasi hutang kepada
rentenir. Pada niat semula, mengingatkan.
Rudi : Ya sudah, lebih baik kita bantu.
Dalang : Belum, belum sudah. Kalo sudah, abis dong.
(103/OVJ/Trans7/6 Februari 2010)
Pada percakapan [18] terdapat pelanggaran terhadap maksim
kesepakatan, khususnya terhadap submaksim pertama karena penutur tidak
memiliki kesepakatan dengan petutur. Pelanggaran maksim kesepakatan
terlihat pada tuturan Dalang, “Belum, belum sudah. Kalo sudah, abis
dong.”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur asertif, karena penutur
menyatakan pendapatnya.
Tuturan Dalang tersebut menunjukkan bahwa dia tidak memiliki
kesepakatan dengan apa yang dituturkan oleh Rudi. Dalang membacakan
narasi, kemudian Rudi menyanggupi apa yang dinarasikan oleh Dalang
dengan menuturkan “Ya sudah, lebih baik kita bantu.”. Mendengar tuturan
Rudi tersebut, Dalang pun menanggapi dengan “Belum, belum sudah. Kalo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
sudah, abis dong.”. Penutur (Dalang) tidak sepakat dengan Rudi, khususnya
mengenai tuturan „sudah‟. Di sini terlihat penutur berusaha mencari-cari
sesuatu untuk tidak memiliki kesepakatan dengan petutur. Penutur
menyatakan bahwa yang dituturkan petutur salah, seharusnya belum sudah
karena jika sudah maka ceritanya berakhir. Apa yang dituturkan oleh Rudi
sebenarnya sudah benar, tetapi memang Dalang yang ingin mencari sesuatu
untuk tidak sepakat dengan Rudi. Hal tersebut sangat bertentangan dengan
submaksim pertama maksim kesepakatan, karena memaksimalkan
ketaksepakatan dengan mitra tutur.
Pelanggaran terhadap maksim kesepakatan hanya meliputi satu
submaksim, yaitu submaksim pertama. Selain ketiga data yang telah
dijelaskan sebelumnya, data lain yang melanggar submaksim pertama maksim
kesepakatan adalah data nomor 28, 33, 40, 64, dan 77. Dari kelima data
tersebut, dapat dikatakan kelimanya memiliki karakteristik yang sama, yaitu
bahwa penutur menyatakan ketidaksepakatannya dengan orang kedua.
6. Maksim Simpati
Maksim keenam dalam prinsip kesantunan ini juga terdiri dari dua
submaksim, yaitu a) kurangi rasa antipati antara diri dengan lain hingga
sekecil mungkin dan b) tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara
diri dan lain. Salah satu bentuk pelanggaran terhadap maksim simpati dapat
dilihat pada contoh di bawah ini.
[19] Latar : Tempat nongkrong Geng Taplak
Peserta : Puff Diddy, 50 Cent, dan Missy Elliot
Tujuan : Mencari adiknya yang hilang (bagi Puff Diddy)
Kunci : Santai
Percakapan:
Puff Diddy : Ya, kita kesampingkan dululah permasalahan kita. Gua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
mau nanya. Liat adek gue nggak?
50 cent : Siapa? Adek Lu siapa?
Puff Diddy : Ni.
Missy Elliot : Yang mana?
Puff Diddy : Udah tau?
50 cent : Saya kurang tau. Udah bodo amat, pulang dari sini
deh! (30/OVJ/Trans7/2 Februari 2010)
Pada percakapan [19] terdapat pelanggaran terhadap maksim simpati,
khususnya submaksim pertama karena memaksimalkan rasa antipati kepada
orang lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan 50 Cent “Saya kurang tau.
Udah bodo amat, pulang dari sini deh!”. Tuturan tersebut termasuk tindak
tutur asertif, karena penutur menyatakan tentang sesuatu, bahwa dia tidak tahu
tentang apa yang sedang ditanyakan oleh petutur.
Berdasarkan tuturan tersebut, dapat dilihat bahwa penutur sama sekali
tidak mengurangi rasa antipati kepada petutur. Petutur sedang kehilangan
adiknya, seharusnya penutur dapat membantunya atau paling tidak
mengurangi rasa antipati kepadanya. Melalui tuturan tersebut terlihat bahwa
penutur justru meningkatkan antipati kepada petutur, penutur sama sekali
tidak bersimpati walaupun petutur sedang kesusahan kehilangan adiknya.
Tuturan “Saya kurang tau. Udah bodo amat, pulang dari sini deh!”
menunjukkan bahwa penutur tidak mau tahu dengan urusan petutur. Rasa
antipati penutur lebih terlihat, karena petutur sedang kesusahan dan penutur
justru mengusirnya dan sama sekali tidak memperhatikan kesusahan petutur.
Hal tersebut sangat bertentangan dengan submaksim pertama maksim simpati,
yang seharusnya mengurangi rasa antipati antara diri dengan lain hingga
sekecil mungkin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Contoh lain pelanggaran terhadap maksim simpati dapat dilihat pada
percakapan berikut.
[20] Latar : Tepi pantai
Peserta : Bundo dan Dalang
Tujuan : Mengeluh (bagi Bundo)
Kunci : Santai
Percakapan:
Bundo : Nasib saya kok jelek banget?
Dalang : Dari dulu. Ampe tiga kali kan Nung. Berarti jelek.
(60/OVJ/Trans7/3 Februari 2010)
Pada percakapan [20] terdapat pelanggaran terhadap maksim simpati,
khususnya terhadap submaksim kedua karena meminimalkan rasa simpati
kepada orang lain. Pelanggaran maksim simpati terlihat pada tuturan Dalang,
“Dari dulu. Ampe tiga kali kan Nung. Berarti jelek.”. Tuturan tersebut
termasuk tindak tutur asertif, karena penutur menyatakan pendapatnya tentang
sesuatu.
Bundo sedang mengeluh tentang nasibnya yang dirasanya buruk.
Kemudian Dalang menanggapinya dengan menuturkan “Dari dulu. Ampe
tiga kali kan Nung. Berarti jelek.”. Tuturan Dalang tersebut menunjukkan
bahwa dia tidak memiliki rasa simpati kepada Bundo. Penutur (Dalang) tidak
sedikit pun bersimpati kepada Bundo, dan justru meng-iya-kan keluhan
Bundo. Sangat kelihatan bahwa penutur tidak berniat untuk bersimpati kepada
Bundo atas keluhannya, dan menuturkan sesuatu yang justru sama dengan
yang dikeluhkan Bundo. Tuturan yang diujarkan oleh Dalang tersebut
bertentangang dengan submaksim kedua maksim simpati, yang seharusnya
meningkatkan rasa simpati kepada orang lain.
Pelanggaran terhadap maksim simpati juga terdapat pada percakapan
berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
[21] Latar : Pinggir jalan
Peserta : Amel dan Miun
Tujuan : Memberitahukan (bagi Amel)
Kunci : Santai
Percakapan:
Amel : Kang, mau kasih kabar. Temen Akang yang kemaren
jajan jagung di tempat saya teh meninggal.
Miun : Bagus.
(87/OVJ/Trans7/5 Februari 2010)
Pada percakapan [21] terdapat pelanggaran terhadap maksim simpati,
terutama terhadap submaksim kedua karena penutur tidak bersimpati kepada
orang lain. Pelanggaran maksim simpati terlihat pada tuturan Miun, “Bagus”.
Tuturan tersebut termasuk tindak tutur asertif, karena penutur menyatakan
sesuatu.
Amel memberikan kabar kepada Miun bahwa temannya telah
meninggal. Mendengar kabar tersebut, bukannya bersimpati Miun justru
menuturkan “Bagus”. Seseorang jika mendengar berita bahwa ada orang yang
meninggal seharusnya bersimpati, apalagi yang meninggal itu adalah
temannya. Akan tetapi, hal sebaliknyalah yang dilakukan oleh Miun. Miun
justru menganggap kematian temannya itu sebagai berita yang bagus. Hal
tersebut sangat bertentangan dengan submaksim kedua maksim simpati, yang
seharusnya meningkatkan rasa simpati kepada orang lain.
Pelanggaran yang dilakukan terhadap maksim simpati meliputi dua
macam, yaitu terhadap submaksim pertama dan terhadap submaksim kedua.
Data yang menunjukkan pelanggaran maksim simpati submaksim pertama
ialah data nomor 30, 104, dan 115. Ketiga data tersebut sama-sama
menunjukkan bahwa penutur memiliki rasa antipati dengan orang kedua.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Ditemukan juga pelanggaran terhadap maksim simpati submaksim kedua,
yaitu pada data nomor 4, 13, 29, 49, 60, 86, 87, dan 117. Data nomor 4, 13,
29, 49, dan 60 menunjukkan bahwa penuturnya tidak bersimpati atas apa yang
terjadi kepada orang kedua, sedangkan pada data nomor 86, 87, dan 117
menunjukkan bahwa penutur tidak bersimpati kepada orang ketiga.
7. Maksim Pertimbangan
Maksim pertimbangan terdiri dari dua submaksim, yaitu a)
minimalkan rasa tidak senang pada mitra tutur dan b) maksimalkan rasa
senang pada mitra tutur. Dalam penelitian ini ditemukan banyak pelanggaran
terhadap maksim pertimbangan, salah satunya terlihat pada percakapan berikut
ini.
[22] Latar : Lapangan bermain skateboard
Peserta : Iwa dan Puff Diddy
Tujuan : Menanyakan langkah selanjutnya (bagi Puff Diddy)
Kunci : Santai
Percakapan:
Iwa : Jadi sudah jelas selama ini. Dulu kita pernah memadu
janji kalo kita bakal sehidup semati.
Puff Diddy : Ini salah dia, serius. Anda mau membikin apa? Seteleh
anda melihat berpacaran berselingkuh begini?
(31/OVJ/Trans7/2 Februari 2010)
Pada percakapan [22] terdapat pelanggaran terhadap maksim
pertimbangan, terutama submaksim pertama karena memaksimalkan rasa
tidak senang kepada mitra tutur. Pelanggaran dilakukan oleh Puff Diddy
kepada Iwa, yang terlihat pada tuturan “Ini salah dia, serius.”. Tuturan
tersebut termasuk ke dalam tindak tutur asertif, karena penutur menyatakan
sebuah pendapat.
Penutur mengujarkan sesuatu yang mengingatkan petutur tentang
kesedihan yang sedang dialaminya. Petutur sedang bersedih karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
mengetahui pacarnya berselingkuh, hal yang seharusnya dilakukan penutur
adalah mengurangi kesedihan yang sedang dialami petutur. Akan tetapi,
penutur justru mengatakan hal yang justru menambah kesedihannya, yaitu
bahwa pacarnya memang bersalah. Hal yang dilakukan penutur bukan
membuat petutur lebih santai, tetapi justru membuatnya semakin „panas‟ atau
marah.
Contoh lain pelanggaran terhadap maksim pertimbangan dapat dilihat
pada percakapan berikut.
[23] Latar : Depan rumah Udo Gilo
Peserta : Dalang, Midun, dan Udo Gilo
Tujuan : Memperbaiki rumah Udo Gilo (bagi Dalang dan Midun)
Kunci : Santai
Percakapan:
Dalang : Bapak. Tenang pak. Bapak nggak usah sedih gitu pak.
Silahkan dibuka.
Midun : Bentar. Bapak, mungkin dulu bapak punya rumah
reot.
Udo Gilo : He-eh. (menangis)
(46/OVJ/Trans7/3 Februari 2010)
Pada percakapan [23] terdapat pelanggaran terhadap maksim
pertimbangan, khususnya terhadap submaksim kedua karena meminimalkan
rasa senang pada mitra tutur. Pelanggaran terlihat pada tuturan Midun,
“mungkin dulu bapak punya rumah reot”. Tuturan tersebut termasuk
tindak tutur asertif, karena menyatakan sesuatu.
Dalang dan Midun adalah orang dari bedah rumah yang memperbaiki
rumah Udo Gilo. Ketika Dalang dan Midun akan memperlihatkan rumah baru
Udo Gilo, Midun menuturkan “mungkin dulu bapak punya rumah reot”.
Tuturan Midun tersebut akan mengingatkan Udo Gilo tentang keadaan
rumahnya sebelum diperbaiki. Hal tersebut dapat mengurangi kebahagiaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
yang sedang dirasakan oleh Udo Gilo dalam menerima rumah barunya. Udo
Gilo akan merasa sedih jika teringat rumahnya yang dahulu, yang dikatakan
reot oleh Midun. Dengan kata lain, tuturan Midun tersebut dapat mengurangi
kebahagiaan yang sedang dirasakan oleh Udo Gilo. Tuturan Midun tersebut
bertentangan dengan submaksim kedua maksim pertimbangan, yang
seharusnya memaksimalkan rasa senang pada mitra tutur.
Selain dua contoh sebelumnya, berikut satu lagi percakapan yang
menunjukkan pelanggaran terhadap maksim pertimbangan.
[24] Latar : Depan rumah
Peserta : Dio dan Tasya
Tujuan : Menghibur (bagi Dio)
Kunci : Santai
Percakapan:
Dio : Adinda.
Tasya : Iya kakanda.
Dio : Sudahlah, kamu nggak usah bersedih begitu. Untuk apa
diharapkan seorang laki-laki yang ternyata
mengkhianati kamu. (118/OVJ/Trans7/7 Februari 2010)
Pada percakapan [24] terdapat pelanggaran terhadap maksim
pertimbangan, khususnya terhadap submaksim pertama karena tidak
meminimalkan rasa tidak senang kepada mitra tutur. Pelanggaran maksim
pertimbangan terlihat pada tuturan Dio, “Untuk apa diharapkan seorang
laki-laki yang ternyata mengkhianati kamu.”. Tuturan tersebut termasuk
tindak tutur asertif, kerena penutur menyatakan sesuatu.
Dio sedang menghibur Tasya yang sedang sedih karena kehilangan
pacarnya. Dalam menghibur Tasya tersebut, Dio menuturkan “Untuk apa
diharapkan seorang laki-laki yang ternyata mengkhianati kamu.”.
Tuturan Dio tersebut dapat mengingatkan Tasya tentang hal buruk yang terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
padanya, yaitu bahwa dia dikhianati oleh pacaranya. Pada saat itu Tasya
sedang bersedih karena dikhianati pacarnya, dengan tuturan Dio tersebut bisa
jadi Tasya menjadi lebih sedih. Tuturan Dio akan lebih sopan jika “Untuk apa
diharapkan seorang laki-laki yang seperti itu.”. Akan terdengar lebih sopan
jika bagian yang dianggap menyedihkan tidak disebutkan secara detail.
Tuturan Dio tersebut bertentangan dengan submaksim pertama maksim
pertimbangan, yang seharusnya meminimalkan rasa tidak senang pada mitra
tutur.
Ditemukan data yang melanggar kedua submaksim dalam maksim
pertimbangan. Pelanggaran terhadap submaksim pertama maksim
pertimbangan tampak pada data nomor 9, 25, 31, dan 118. Keempat data
tersebut menunjukkan bahwa penutur telah meminimalkan rasa senang. Pada
data nomor 25 penutur meminimalkan rasa senang orang ketiga, sedangkan
pada data nomor 9, 31, dan 118 penutur meminimalkan rasa senang orang
kedua. Selain itu, terdapat juga pelanggaran terhadap submaksim kedua
maksim pertimbangan, yang terlihat pada data nomor 46 dan 48. Kedua data
tersebut menunjukkan bahwa penutur telah meminimalkan rasa senang
petuturnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Adapun pelanggaran prinsip kesantunan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2
Pelanggaran Prinsip Kesantunan
No. Pelanggaran Prinsip Kesantunan Nomor Data
1.
2
3.
4.
5.
6.
7.
Maksim Kearifan a. Submaksim pertama
b. Submaksim kedua
Maksim Kedermawanan a. Submaksim pertama
b. Submaksim kedua
Maksim Pujian a. Submaksim pertama
b. Submaksim kedua
Maksim Kerendahan Hati a. Submaksim pertama
b. Submaksim kedua
Maksim Kesepakatan a. Submaksim pertama
b. Submaksim kedua
Maksim Simpati a. Submaksim pertama
b. Submaksim kedua
Maksim Pertimbangan a. Submaksim pertama
b. Submaksim kedua
10, 12, 14, 17, 19, 43, 45, 50, 53, 55,
59, 65,67, 68, 70, 71, 72, 73, 82, 83,
84, 88, 90, 100, 102, 111, 113, 120
32, 47, 58
79
114
1, 2, 5, 6, 7, 11, 15, 20, 22, 23, 24,
26, 27, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 42, 51,
52, 54, 56, 57, 61, 62, 63, 66, 69, 74,
75, 78, 80, 81, 85, 91, 92, 93, 94, 96,
97, 99, 101, 105, 106, 107, 108, 109,
112, 116
89, 119
16, 21, 41, 95, 98
-
18, 28, 33, 40, 64, 76, 77, 103
-
30, 104, 115
4, 13, 29, 49, 60, 86, 87, 117
9, 25, 31
46, 48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
B. Prinsip Ironi dalam Acara OVJ
Penjelasan terhadap prinsip ironi, bukanlah seperti pada tujuh maksim
pada prinsip kesantunan. Jika dalam prinsip kesantunan, bentuk tidak sopan ialah
jika terjadi pelanggaran terhadap maksim-maksimnya, maka dalam prinsip ironi,
jika sebuah tuturan mengandung prinsip ironi maka dikatakan tidak sopan.
Penutur dikatakan ironis jika bertindak sopan, tetapi sebenarnya maksud di
dalamnya ialah tidak sopan. Atau dengan kata lain, berpura-pura baik untuk
sesuatu sebenarnya yang tidak baik. Maksud orang dengan menggunakan prinsip
ironi ini adalah untuk menyudutkan dan merugikan orang lain. Prinsip Ironi yang
terdapat dalam acara OVJ dapat dilihat pada contoh berikut ini.
[25] Latar : Sebuah kebun
Peserta : Dalang, Kok Rata, dan Kenji
Tujuan : Membagikan rapor milik Kok Rata
Kunci : Santai
Percakapan:
Dalang : Anak bapak termasuk pintar. Merahnya cuman satu.
Kok Rata : Satu.
Kenji : Wah, hebat.
Dalang : Satu lembar.
(3/OVJ/Trans7/1 Februari 2010)
Pada percakapan [25] terdapat tuturan yang mengandung prinsip ironi.
Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan Dalang, “Anak bapak termasuk
pintar.”. Tuturan Dalang tersebut termasuk tindak tutur ekspresif, karena
penutur memuji seseorang (Kok Rata).
Dalang menuturkan sesuatu yang terdengar seperti memuji Kok Rata,
yaitu bahwa dia termasuk anak yang pintar. Akan tetapi, jika dilihat lebih
lanjut tuturan tersebut bukan bermaksud untuk memuji tetapi menyatakan
bahwa Kok Rata mendapat nilai merah sebanyak satu lembar. Tuturan tersebut
mengandung prinsip ironi, karena di balik tuturan yang terdengar memuji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
ternyata tujuan yang sebenarnya adalah menghina. Kok Rata dan Kenji dapat
mengetahui maksud yang sebenarnya dari Dalang setelah mengetahui keadaan
yang sebenarnya, yaitu bahwa nilai merahnya bukan hanya satu tetapi satu
lembar.
Tuturan yang mengandung prinsip ironi juga terlihat pada percakapan
berikut.
[26] Latar : Sebuah kebun
Peserta : Dalang, Kok Rata, dan Kenji
Tujuan : Membahas hidung Kok Rata
Kunci : Santai
Percakapan:
Dalang : Nggak. Hidungnya nggak pesek, cuma lumer.
Kok Rata : Lumer?
Kenji : Lumer.
Kok Rata : Beda ama pesek?
Kenji : Beda ama pesek.
Kok Rata : Kalo pesek jelek kan?
Kenji : Kalo lumer bagus.
(8/OVJ/Trans7/1 Februari 2010)
Pada percakapan [26] terdapat tuturan yang mengandung prinsip ironi,
yaitu pada tuturan Kenji “Kalo lumer bagus”. Tuturan tersebut termasuk
tindak tutur ekspresif, karena Kenji memuji orang lain (Kok Rata).
Kenji menuturkan “Kalo lumer bagus” untuk memuji Kok Rata
bahwa hidung lumer berbeda dengan pesek. Penutur mengutarakan hal
tersebut untuk menunjukkan kepada Kok Rata bahwa lumer itu bagus dan
berbeda dengan pesek. Jika Kok Rata dikatakan memiliki hidung pesek, maka
hal itu dapat menghinanya. Kenji berusaha untuk mengatakan dengan kata
lain, meskipun sebenarnya lumer itu sama dengan pesek. Kenji seolah-olah
memuji Kok Rata bahwa hidung lumer itu bagus, padahal yang sebenarnya
adalah menghina bahwa hidungnya lumer, yang sama artinya dengan hidung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
pesek.
Selain dua contoh sebelumnya, berikut satu lagi contoh tuturan yang
mengandung prinsip ironi.
[27] Latar : Di depan rumah Udo Gilo
Peserta : Nirmala, Dalang, Udo Gilo, dan Bundo
Tujuan : Memaksa ke pasar (bagi Nirmala) dan menolak (bagi Udo
Gilo)
Kunci : Santai
Percakapan:
Nirmala : Nggak mau. Aku nggak mau sabar. Sekarang ke pasar.
Ayo Bundo, kita ke pasar.
Dalang : Akhirnya.
Udo Gilo : Sudah, kalo tidak mau kubunuh Makmu.
Bundo : Loh, kok aku dibunuh?
Dalang : Ceritanya nggak begitu. Sapa yang bikin itu?
Bundo : Tau tuh. Pengennya matiin aku terus kamu.
Udo Gilo : Gue kan sayang ama die.
(44/OVJ/Trans7/3 Februari 2010)
Pada percakapan [27] terdapat tuturan yang mengandung prinsip ironi.
Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan Udo Gilo, “Gue kan sayang ama die”.
Tuturan tersebut termasuk tindak tutur asertif, karena penutur menyatakan
sesuatu.
Udo gilo telah mengancam akan membunuh Bundo. Setelah diprotes
oleh Dalang, kemudian Udo Gilo menuturkan “Gue kan sayang ama die”.
Tuturan tersebut mengandung prinsip ironi karena apa yang dituturkan Udo
Gilo berkebalikan dengan apa yang telah dia tuturkan sebelumnya. Penutur
mengaku sayang kepada Bundo, tetapi sebelumnya dia telah mengancam akan
membunuh Bundo. Lebih jelasnya, penutur mengujarkan bahwa dia sayang
kepada Bundo tetapi sebenarnya dia tidak sayang. Ketidaksayangan penutur
kepada Bundo dapat dilihat dalam ancaman yang telah dituturkan penutur
sebelumnya, jika memang benar sayang maka tidak mungkin akan membunuh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
orang yang disayangi itu.
Tuturan yang mengandung prinsip ironi dimaksudkan untuk
menjatuhkan atau menghina orang lain, tetapi dengan tuturan yang seolah-olah
sopan. Tuturan yang mengandung prinsip ironi terlihat seperti menyenangkan
orang lain, tetapi sangat menjatuhkan jika mengetahui makna yang
sebenarnya.
Penerapan prinsip ironi dapat dinyatakan dengan tuturan yang
merupakan kebalikan dari apa yang dimaksud oleh penutur. Sebenarnya
penutur menganggap orang lain jelek, tetapi dia justru menuturkan „cantik
banget‟, yang dapat dilihat pada data nomor 110.
Adapun penerapan prinsip ironi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3
Penerapan Prinsip Ironi
No. Penerapan Prinsip Ironi Nomor Data
1. 3, 8, 44, 110
C. Implikatur yang Muncul dalam acara OVJ
Pelanggaran terhadap maksim-maksim dalam prinsip percakapan,
menunjukkan adanya sebuah implikatur yang tersimpan dalam tuturan tersebut.
Implikatur ialah apa yang mungkin diartikan, disiratkan, atau dimaksudkan oleh
penutur, yang berbeda dari apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur di dalam
suatu percakapan. Dengan kata lain, dalam sebuah tuturan terkandung suatu
maksud lain yang tidak dinyatakan dalam tuturan tersebut.
Berdasarkan pelanggaran terhadap prinsip kesantunan, terdapat tuturan
yang mengandung implikatur. Terdapat sembilan (9) macam implikatur yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
berbeda. Kesembilan macam implikatur tersebut adalah implikatur menghina,
memancing amarah, tidak suka dengan kedatangan orang lain, mempengaruhi,
tidak suka, ingin menyiksa, tidak sayang kepada istri, menyuruh, dan merayu.
1. Implikatur Menghina
Implikatur menghina ialah tuturan yang mempunyai maksud lain untuk
menghina mitra tuturnya. Hal tersebut tampak pada percakapan berikut.
[28] Latar : Depan panggug hiburan
Peserta : Yudis dan Rudi (serta Bagus)
Tujuan : Mencari tukang las (bagi Yudis)
Kunci : Santai
Percakapan:
Yudis : Wah, kebetulan pak, motor saya rusak pak, ni ada tukang
las di sini. Tukang las bukan?
Rudi : Ini bukan tukang las.
Yudis : O, saya kira tukang las.
Rudi : Ini tukang servis.
Yudis : Servis apa pak?
Rudi : Servis mukanya.
(99/OVJ/Trans7/6 Februari 2010)
Pada percakapan [28] terdapat tuturan yang mengandung implikatur
menghina. Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan Rudi, yang menyatakan
“Servis mukanya”. Tuturan Rudi tersebut melanggar maksim pujian dan
merupakan tindak tutur ekspresif, karena menghina orang lain.. Tuturan
tersebut melanggar maksim pujian, khususnya submaksim pertama, karena
mengecam orang lain.
Rudi menjelaskan kepada Yudis bahwa Bagus adalah seorang tukang
servis. Lebih jelasnya, Rudi menuturkan “Servis mukanya”, yang terdengar
seperti menjelaskan pekerjaan secara lebih detail. Akan tetapi, maksud Rudi
yang sebenarnya adalah untuk menghina Bagus, yaitu bahwa wajahnya jelek.
Menurut Rudi, Bagus memiliki wajah yang jelek sehingga perlu diservis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Dalam menghina Bagus, Rudi tidak langsung menuturkan bahwa wajahnya
jelek. Akan tetapi, Rudi menuturkannya dengan tuturan lain, yang menyatakan
bahwa Bagus adalah tukang servis mukanya. Suatu benda yang diservis tentu
benda yang sudah rusak atau memiliki sedikit masalah, dengan menuturkan
bahwa Bagus tukang servis mukanya maka maksud Rudi yang sebenarnya
adalah bahwa Bagus memiliki wajah yang rusak.
Data lain yang menunjukkan adanya implikatur menghina ialah pada data
nomor 1, 11, 42, 54, dan 119. Pada data nomor 1 dan 42 implikatur mengarah
kepada orang ketiga, sedangkan pada data nomor 11, 54, dan 119 implikatur
mengarah kepada orang kedua.
2. Implikatur Memancing Amarah
Implikatur memancing amarah ialah tuturan yang memiliki maksud lain
untuk memancing amarah seseorang. Berikut percakapan yang menunjukkan
adanya implikatur memancing amarah.
[29] Latar : Sebuah Kebun
Peserta : Takeshi, Kok Rata, dan Kenji
Tujuan : Menghakimi Takeshi
Kunci : Santai
Percakapan:
Takeshi : Ampun pak, ampun ampun.
Kok Rata : Macam macam, hah? Anak siapa ini?
Kenji : Bapak tahu anak siapa pak?
Kok Rata : Oo,…
Kenji : Tahu dia?
Kok Rata : Ini kan orang gila, anak yang tadi. Ni liat. Pak, dia suka
ngacak-acak kampung sini pak ni. Ni pak. (2/OVJ/Trans7/1 Februari 2010)
Pada percakapan [29] terdapat tuturan yang mengandung implikatur
memancing amarah. Tuturan yang mengandung implikatur terlihat pada tuturan
Kok Rata “Ini kan orang gila, anak yang tadi. Ni liat. Pak, dia suka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
ngacak-acak kampung sini pak ni. Ni pak.”. Tuturan Kok Rata tersebut
melanggar maksim pujian terutama submaksim pertama, karena mengecam
orang lain (dalam hal ini Takeshi) sebanyak mungkin. Tuturan tersebut
termasuk tindak tutur ekspresif, karena menghina orang lain.
Kok Rata menuturkan sesuatu kepada Kenji tentang Takeshi, yang
bermaksud menjelaskan sesuatu tentang Takeshi. Akan tetapi, ada maksud lain
di balik tuturan Kok Rata tersebut yaitu ingin memancing amarah Kenji.
Dengan menghina Takeshi, Kok Rata bermaksud membuat Kenji marah.
Apabila Kenji mengetahui bahwa Takeshi adalah orang gila yang sering
mengacak-acak kampung, maka dia tidak akan tinggal diam. Kenji mungkin
akan melakukan sesuatu yang buruk (memukul) kepada Takeshi, jika
mengetahui Takeshi adalah orang gila yang mengacak-acak kampungnya.
Dapat dilihat dengan jelas bahwa tuturan Kok Rata tersebut memiliki tujuan
lain selain memberitahukan sesuatu tentang Takeshi kepada Kenji.
3. Implikatur Tidak Suka dengan Kedatangan Orang Lain
Implikatur tidak suka dengan kedatangan orang lain ialah tuturan yang
mengandung maksud lain bahwa penutur tidak suka dengan kedatangan
petutur. Hal tersebut tampak pada percakapan berikut.
[30] Latar : Sebuah kebun
Peserta : Koichi dan Kok Rata
Tujuan : Mempertanyakan kedatangan Koichi
Kunci : Santai
Percakapan:
Koichi : Mohon maap, saya datang tanpa undangane.
Kok Rata : Tanpa undangan dirimu mengapa datang? Tanpa
undangan dirimu kok datang? (9/OVJ/Trans7/1 Februari 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Pada percakapan [30] terdapat tuturan yang mengandung implikatur tidak
suka dengan kedatangan orang lain. Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan Kok
Rata “Tanpa undangan dirimu mengapa datang? Tanpa undangan dirimu
kok datang?”. Tuturan Kok Rata tersebut melanggar maksim pertimbangan,
khususnya submaksim pertama, karena memaksimalkan rasa tidak senang
kepada mitra tutur.
Kok Rata mempertanyakan tentang kedatangan Koichi melalui tuturan
“Tanpa undangan dirimu mengapa datang? Tanpa undangan dirimu kok
datang?”. Tuturan tersebut bermaksud menanyakan kepada Koichi mengapa
dia datang menemui Kok Rata. Akan tetapi, ada maksud lain di balik tuturan
Kok Rata tersebut. Tuturan Kok Rata tersebut juga menunjukkan bahwa dia
merasa tidak suka dengan kedatangan Koichi. Kok Rata tidak suka dengan
kedatangan Koichi kepadanya, dan menuturkan tuturan yang bermaksud
menanyakan, yang juga bermaksud menyampaikan rasa tidak sukanya atas
kedatangan Koichi.
4. Implikatur Mempengaruhi
Implikatur mempengaruhi adalah tuturan yang mempunyai maksud lain
untuk mempengaruhi orang lain. Hal tersebut dapat dilihat pada percakapan
berikut.
[31] Latar : Sebuah ruangan
Peserta : Dalang, Kok Rata, dan Takeshi
Tujuan : Memprovokasi Takeshi (bagi Kok Rata)
Kunci : Santai
Percakapan:
Dalang : Ganti burung-burungan.
Kok Rata : Nggak mau, gua sih nggak mau. Nggak mau pasti.
Takeshi : A, jelek. A papa, jelek.
(13/OVJ/Trans7/1 Februari 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Pada percakapan [31] terdapat tuturan yang mengandung implikatur
mempengaruhi. Implikatur tersebut terlihat pada tuturan Kok Rata “Nggak
mau, gua sih nggak mau. Nggak mau pasti.”. Tuturan tersebut melanggar
maksim simpati, terutama submaksim kedua karena tidak bersimpati kepada
mitra tuturnya. Tuturan Kok Rata tersebut termasuk tindak tutur asertif, karena
merupakan tuturan yang mengemukakan pendapat seseorang.
Kok Rata mengemukakan pendapatnya, yaitu dia tidak mau jika
mainannya diganti dengan burung-burungan. Takeshi yang mengalami
peristiwa yang sebenarnya terpengaruh dengan tuturan Kok Rata, dia tidak mau
mainannya diganti burung-burungan. Tuturan Kok Rata tersebut bermaksud
untuk mengemukakan pendapatnya tentang kejadian yang dialami oleh Takeshi
dan Dalang. Di balik tuturan menyatakan pendapat Kok Rata tersebut terdapat
maksud lain. Maksud lain tersebut ialah untuk mempengaruhi Takeshi agar dia
menolak burung-burungan yang ditawarkan Dalang. Jika Takeshi menolah
tawaran Dalang, maka Dalang akan lebih kesulitan mencari gantinya. Dalam
mempengaruhi Takeshi, Kok Rata tidak menuturkan “Jangan mau”, tetapi
dengan menuturkan jika dia yang diganti dia tidak akan mau.
5. Implikatur Tidak Suka
Implikatur tidak suka ialah tuturan yang memiliki maksud lain bahwa
penutur tidak suka dengan petutur. Hal itu tampak pada percakapan berikut.
[32] Latar : Di depan rumah Udo Gilo
Peserta : Nirmala, Dalang, Udo Gilo, dan Bundo
Tujuan : Memaksa pergi ke pasar (bagi Nirmala) dan menolak (bagi
Udo Gilo)
Kunci : Santai
Percakapan:
Nirmala : Nggak mau. Aku nggak mau sabar. Sekarang ke pasar. Ayo
Bundo, kita ke pasar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Dalang : Akhirnya.
Udo Gilo : Sudah, kalo tidak mau kubunuh Makmu.
Bundo : Loh, kok aku dibunuh?
Dalang : Ceritanya nggak begitu. Sapa yang bikin itu?
Bundo : Tau tuh. Pengennya matiin aku terus kamu.
(43/OVJ/Trans7/3 Februari 2010)
Pada percakapan [32] terdapat tuturan yang mengandung implikatur tidak
suka dengan orang lain. Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan Udo Gilo
“Sudah, kalo tidak mau kubunuh Makmu.”. Tuturan Udo Gilo tersebut
melanggar maksim kearifan, terutama terhadap submaksim pertama, karena
penutur memaksimalkan kerugian orang lain. tuturan tersebut termasuk tindak
tutur komisif karena mengancam orang lain.
Udo Gilo menuturkan sebuah ancaman kepada Nirmala, akan tetapi
ancaman tersebut ditujukan kepada Bundo. Udo Gilo sedang kesal kepada
Nirmala, dan membuat ancaman yang justru merugikan Bundo. Tuturan Udo
Gilo sebernarnya dituturkan untuk menghentikan Nirmala agar tidak terus
memaksa untuk pergi ke pasar. Akan tetapi, tuturan Udo Gilo tersebut
mengandung maksud lain, yaitu bahwa dia tidak suka kepada Bundo. Hal
tersebut karena Udo Gilo sedang mencoba mengehentikan paksaan Nirmala,
tetapi yang diancam akan dibunuh justru Bundo. Apabila sedang marah kepada
Nirmala seharusnya ancaman ditujukan kepadanya, tetapi justru ditujukan
kepada Bundo, yang tidak merugikan Udo Gilo.
Data lain yang menunjukkan adanya implikatur tidak suka adalah pada
data nomor 19 dan 87. Pada data nomor 19, implikatur mengarah kepada orang
kedua, sedangkan pada data nomor 87 implikatur mengarah kepada orang
ketiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
6. Implikatur Ingin Menyiksa
Implikatur ingin menyiksa ialah tuturan yang mempunyai maksud lain
untuk menyiksa mitra tuturnya.
[33] Latar : Rumah Ghozali
Peserta : Jalaludin, Dalang, dan Ghozali
Tujuan : Minta upeti (bagi Jalaludin)
Kunci : Santai
Percakapan:
Jalaludin : Upetinya mana?
Dalang : Heh, upetinya mana? Tanah, tanah.
Jalaludin : Tanah, mana tanah?
Ghozali : Mana, tanahnya mana?
Jalaludin : Tanahnya mana?
Dalang : Tanahnya mana? Ni. (sambil menunjuk ke dirinya)
Ghozali : Ini.
Jalaludin : Tanah ini?
Ghozali : Silakan.
Jalaludin : Tapi sebelum tanah ini mau dipake, saya mau coba dulu
injek-injek tanahnya. Apakah masih gembur atau tidak.
Sini kamu.
(65/OVJ/Trans7/4 Februari 2010)
Pada percakapan [33] terdapat tuturan yang mengandung implikatur ingin
menyiksa (dalam hal ini Dalang). Hal tersebut terlihat pada tuturan Jalaludin
“Tapi sebelum tanah ini mau dipake, saya mau coba dulu injek-injek
tanahnya.”. Tuturan Jalaludin tersebut melanggar maksim kearifan, khususnya
submaksim pertama karena membuat kerugian orang lain sebesar mungkin.
Tuturan tersebut termasuk tindak tutur direktif, karena merupakan tuturan yang
menunjukkan permintaannya.
Jalaludin adalah orang yang ingin mengambil upeti tanah, dan tanahnya
adalah Dalang. Jalaludin pun menuturkan “Tapi sebelum tanah ini mau
dipake, saya mau coba dulu injek-injek tanahnya.”. Tuturan tersebut
bermaksud untuk mengecek tanahnya, apakah masih gembur atau tidak.
Tuturan Jalaludin tersebut memang pas dalam konteks tersebut. Akan tetapi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
jika yang menjadi tanah adalah Dalang, maka di balik tuturan tersebut terdapat
maksud lain. Maksud lain tersebut ialah bahwa Jalaludin ingin menyiksa
Dalang. Apabila Jalaludin diperbolehkan mengecek tanah dengan menginjak-
injaknya, maka dia akan menginjak-injak tubuh Dalang.
7. Implikatur Tidak Sayang kepada Istri
Implikatur tidak sayang kepada istri adalah tuturan yang mempunyai
maksud lain yaitu bahwa penutur tidak sayang kepada istrinya.
[34] Latar : Rumah Ghozali
Peserta : Hartinah, Jalaludin, dan Ghozali
Tujuan : Merampas tanah (bagi Jalaludin)
Kunci : Santai
Percakapan:
Hartinah : Jangan tuan. Ini tanah cuman satu-satunya milik saya.
Jalaludin : Sini kau. Kamu tidak menyerahkan tanah itu,
Ghozali : Mau kamu apakan dia?
Jalaludin : Aku gigit istri kamu.
Ghozali : Silakan.
(68/OVJ/Trans7/4 Februari 2010)
Pada percakapan [34] terdapat tuturan yang mengandung implikatur tidak
sayang kepada istri. Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan Ghozali “Silakan”.
Tuturan tersebut melanggar maksim kearifan, terutama terhadap submaksim
pertama karena memaksimalkan kerugian orang lain. Tuturan Ghozali tersebut
termasuk tindak tutur direktif, karena merupakan tuturan menyuruh.
Ghozali mempersilakan Jalaludin yang akan menggigit Hartinah (istri
Ghozali), dengan tuturan “Silakan”. Tuturan Ghozali tersebut bukan hanya
setuju dan mempersilakan Jalaludin untuk menggigit istrinya, tetapi juga
menunjukkan sesuatu yang lain. Di balik tuturan tersebut masuh terkandung
satu maksud lain. Maksud lain dalam tuturan Ghozali tersebut ialah bahwa
sebenarnya dia tidak sayang kepada istrinya. Jika Ghozali sayang kepada
80
lain kepada Miun.
9. Implikatur Merayu
Implikatur merayu adalah tuturan yang mempunyai maksud lain untuk
merayu petuturnya. Hal tersebut dapat dilihat pada percakapan berikut.
[36] Latar : Depan rumah
Peserta : Dio dan Tasya
Tujuan : Menghibur (bagi Dio)
Kunci : Santai
Percakapan:
Dio : Adinda.
Tasya : Iya kakanda.
Dio : Sudahlah, kamu nggak usah bersedih begitu. Untuk apa
diharapkan seorang laki-laki yang ternyata mengkhianati
kamu. (118/OVJ/Trans7/7 Februari 2010)
Pada percakapan [36] terdapat tuturan yang mengandung implikatur
merayu. Hal tersebut terlihat pada tuturan Dio “Untuk apa diharapkan
seorang laki-laki yang ternyata mengkhianati kamu.”. Tuturan tersebut
melanggar maksim pertimbangan, terutama submaksim pertama karena tidak
meminimalkan rasa tidak senang kepada mitra tutur. Tuturan tersebut termasuk
tindak tutur asertif, kerena penutur menyatakan sesuatu.
Dio menuturkan “Untuk apa diharapkan seorang laki-laki yang
ternyata mengkhianati kamu.” untuk menyadarkan Tasya agar tidak
mengharapkan mantan pacarnya lagi. Selain untun menghibur dan
menyadarkan Tasya, tuturan tersebut juga memiliki maksud lain. Maksud lain
Dio adalah untuk merayu Tasya. Pada saat itu Tasya tidak mempunyai pacar
lagi, maka Dio memiliki kesempatan untuk merayunya. Dio menuturkan
rayuannya dengan cara mengingatkan Tasya untuk tidak mengharapkan lagi
mantan pacarnya.
81
Adapun implikatur percakapan dalam tuturan yang lain dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 4
Implikatur Percakapan
No. Implikatur Percakapan Nomor Data
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Menghina
Memancing Amarah
Tidak Suka dengan Kedatangan
Orang Lain
Mempengaruhi
Tidak Suka
Ingin Menyiksa Dalang
Tidak Sayang kepada Istri
Menyuruh
Merayu
1, 11, 42, 54, 99, 119
2
9
13
19, 43, 87
65
68
79
118
82
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan tiga hal yang merupakan jawaban
dari rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya. Berikut merupakan
simpulan dari penelitian ini.
1. Dari analisis yang dilakukan pada acara OVJ didapatkan pelanggaran terhadap
prinsip kesantunan. Pelanggaran terhadap prinsip kesantunan meliputi semua
maksimnya (tujuh maksim). Pelanggaran paling banyak ialah terhadap
maksim pujian, yang diikuti oleh maksim kearifan, simpati, kesepakatan,
pertimbangan, kerendahan hati, dan terakhir maksim kedermawanan.
Diketahui bahwa pelanggaran paling banyak dilakukan terhadap maksim
pujian, maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar humor dalam acara OVJ
dimunculkan dengan cara menghina orang lain.
2. Terdapat pula prinsip ironi dalam acara OVJ. Prinsip ironi hanya ditemukan
pada sedikit data, yaitu sebanyak empat data. Hanya ditemukan sedikit
penggunaan prinsip ironi, karena kemungkinan para pemain OVJ akan merasa
lebih puas jika menghina/mengecam orang lain secara terang-terangan. Hal
tersebut terlihat dari raut wajah mereka yang terlihat bahagia jika berhasil
menghina orang lain secara langsung. Akan tetapi, penggunaan prinsip ironi
juga dapat menimbulkan efek lucu pada sebuah tuturan. Sebuah tuturan yang
tidak tulus, yang terdengar memuji tetapi tujuan sebenarnya mengecam, dapat
menimbulkan minat seseorang untuk tertawa.
83
3. Ditemukan beberapa implikatur percakapan dalam acara OVJ. Implikatur
tersebut terdiri dari sembilan (9) macam implikatur yang berbeda. Kesembilan
macam implikatur tersebut ialah implikatur menghina, memancing amarah,
tidak suka dengan kedatangan orang lain, mempengaruhi, tidak suka, ingin
menyiksa, tidak sayang kepada istri, menyuruh, dan merayu. Implikatur yang
muncul bedasarkan pelanggaran prinsip kesantunan tersebut mempunyai
tujuan untuk menimbulkan efek lucu dalam sebuah percakapan.
B. SARAN
Dalam penelitian mengenai kesantunan dalam acara OVJ ini masih
terbatas pada tujuh maksim kesantunan Leech dan prinsip ironi saja. Penelitian ini
belum lengkap dan hanya sebagian kecil saja tentang kesantunan, karena banyak
sekali teori kesantunan yang dapat membedah lebih dalam lagi mengenai
kesantunan dalam sebuah acara humor.
Penulis berharap agar penelitian mendatang lebih mendalam dan
berkualitas demi diperoleh hasil yang lebih memuaskan. Penulis menyadari bahwa
penelitian ini masih jauh dari penjelasan yang mendalam secara pragmatik.
Pembelajaran akan terus berproses dan tidak akan berhenti sampai di sini. Penulis
berharap agar penelitian selanjutnya dapat mengambil pelajaran dari penelitian
yang belum sempurna ini.
Recommended