View
23
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PENGARUH Pseudomonas fluorescens DAN Paenibacillus polymyxaTERHADAP INTENSITAS PENYAKIT MOLER DAN
ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) SERTA PERTUMBUHANTANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
(Skripsi)
DESTA NATA LIA
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ABSTRAK
PENGARUH Pseudomonas fluorescens DAN Paenibacillus polymyxaTERHADAP INTENSITAS PENYAKIT MOLER DAN
ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) SERTA PERTUMBUHANTANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
Oleh
DESTA NATA LIA
Pada budidaya bawang merah terdapat penyakit dan juga hama. Penyakit
tanaman bawang merah yaitu moler yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum
f.sp.cepae, dan hama berupa ulat grayak (Spodoptera litura). Pengendalian
penyakit dan hama biasanya dilakukan dengan menggunakan pestisida kimia yang
dikhawatirkan meninggalkan residu pada lingkungan. Salah satu upaya mengatasi
penggunaan pestisida kimia secara terus menerus adalah dengan menggunakan
Pseudomonas fluorescens dan Paenibacillus polymyxa. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh bakteri P. fluorescens dan P. polymyxa terhadap
intensitas penyakit moler dan S. litura, dan cara aplikasi bakteri P. fluorescens dan
P. polymyxa yang tepat untuk menekan intensitas penyakit moler dan S. litura,
serta mengetahui pengaruh P. fluorescens dan P. polymyxa terhadap pertumbuhan
tanaman bawang merah.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian
dan Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada
Juni hingga Agustus 2018. Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan lima perlakuan dan tiga ulangan. Lima perlakuan
tersebut adalah kontrol (P0), P. fluorescens dengan metode perendaman (P1), P.
polymyxa dengan metode perendaman (P2), P. fluorescens dengan perlakuan
perendaman dan penyemprotan (P3), P. polymyxa dengan metode perendaman dan
penyemprotan (P4). Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam yang
dilanjutkan dengan uji BNT 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi P. fluorescens dapat menekan
intensitas penyakit moler pada tanaman bawang merah. Aplikasi bakteri P.
fluorescens dengan metode perendaman benih merupakan metode yang memiliki
daya tekan tertinggi terhadap intensitas penyakit moler pada tanaman bawang
merah. Untuk aplikasi P. polymyxa dengan metode perendaman dan
penyemprotan merupakan metode yang memiliki daya tekan tertinggi terhadap
serangan S. litura. Selain itu aplikasi P. fluorescens dan P. polymyxa berpengaruh
terhadap kehijauan, jumlah umbi, jumlah anakan, dan brangkasan.
Kata kunci : Bawang merah, F. oxysporum, moler, P. fluorescens, P. polymyxa,
S. litura.
Desta Nata lia
PENGARUH Pseudomonas fluorescens DAN Paenibacillus polymyxaTERHADAP INTENSITAS PENYAKIT MOLER DAN
ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) SERTA PERTUMBUHANTANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
Oleh
DESTA NATA LIA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan AgroteknologiFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
Bismillahirohmanirrohim
Dengan penuh rasa syukur kepada ALLAH SWT, karya ilmiah ini
kupersembahkan untuk ;
Keluargaku Tercinta,
Bapak tercinta Alkhozi, S. E. dan Ibu tercinta Zainani
Adik Naysa Zahwa Ramadhani
Serta seluruh Insan Akademis dan Almamater tercinta,
Universitas Lampung
“ Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai
penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar ”
(Q.S. Al-Baqoroh : 153)
“Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan
bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan
keyakinan yang teguh."
(Andrew Jackson)
"Bagian terbaik dari hidup seseorang adalah perbuatan-perbuatan
baiknya dan kasihnya yang tidak diketahui orang lain."
(William Wordsworth)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Umbul Buah, Kecamatan Kotaagung Timur,
Kabupaten Tanggamus pada tanggal 21 Desember 1995 yang merupakan anak
pertama dari pasangan Bapak Alkhozi, S. E. dan Ibu Zainani.
Pendidikan formal penulis diawali dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 4
Kuripan yang diselesaikan pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1
Kotaagung diselesaikan tahun 2011, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kotaagung
diselesaikan pada tahun 2014.
Tahun 2014 penulis melanjutkan studi Strata 1 di Jurusan Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Lampung. Penulis memilih Hama Penyakit Tanaman
sebagai konsentrasi dari perkuliahan. Selama menjadi mahasiswa penulis juga
aktif dikegiatan kemahasiswaan, diantaranya PERMA AGT (Persatuan
Mahasiswa Agroteknologi) sebagai anggota bidang eksternal (2016/2017).
Selama perkuliahan penulis pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah
Patogen Tumbuhan (2016 dan 2018), Klinik Tanaman (2017), dan Karantina
Tumbuhan (2017).
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Toto Mulyo,
Kecamatan Way Bungur, Kabupaten Lampung Timur pada tanggal 22 Januari
2018 – 2 Maret 2018. Penulis melaksanakan Praktik Umum selama 30 hari di PT.
Atsiri Garden Indonesia Subang, Jawa Barat pada tahun 2017.
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya untuk melaksanakan penelitian dan
menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan kali ini, penulis menyampaikan rasa
terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3. Ibu Nur Afni Afrianti, S. P., M. Si., selaku pembimbing akademik yang
senantiasa memberikan saran dan bimbingan arahan dan motivasi selama
penulis melaksanakan kegiatan akademik di Fakultas Pertanian.
4. Ibu Dr. Ir. Suskandini Ratih Dirmawati, M. P. selaku pembimbing utama yang
telah membimbing dan memberi waktu, ide penelitian, saran, bantuan, dan
motivasi serta perbaikan kepada penulis selama melaksanakan penelitian
hingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Ibu Ir. Lestari Wibowo, M. P. selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan ide penelitian, bimbingan, saran, nasehat serta motivasi kepada
penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M. S. selaku Dosen penguji/pembahas serta
ketua bidang proteksi tanaman yang telah memberikan saran, nasehat serta
arahan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh dosen mata kuliah Jurusan Agroteknologi atas semua ilmu, didikan,
dan bimbingan yang penulis peroleh selama masa studi di Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
8. Ayahanda Alkhozi, S. E. dan Ibunda Zainani, adikku Naysa Zahwa
Ramadhani beserta seluruh keluargaku yang senantiasa memberikan doa,
dukungan, semangat, motivasi dan kasih sayang yang tak terhingga kepada
penulis.
9. Teman-teman sesama peneliti bawang merah Bagus Rizky, Desryan
Irawan, Annisa Lesmana, Ristya Irma atas kebersamaan, motivasi,
semangat, suka duka, canda tawa serta bantuan selama penelitian yang
diberikan kepada penulis.
10. Orang-orang baik (Agnes, Charenina, Aditia, Bramantio, Alief, Ayu, Anggita,
Chatya, Desty, Andino, Paksi, Ari, Belgies, Deta) atas persahabatan,
kenangan, canda tawa saat suka dan duka serta semangat dan bantuan yang tak
terhingga dalam penelitian hingga olah data sampai hari ini.
11. Sahabat-sahabatku (Annisa Amalia, Anisah Ika Paramita, Amara Ayunilanda,
Anisa Mawarni, Amira Inas, Yais Daniati, Heppy Kurniati, Restu Paresta, dan
Kenny Titian) yang selalu memberikan canda tawa, dan semangat dari awal
perkuliahan hingga hari ini.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini,
terkhusus untuk rekan-rekan HPT 14, AGT kelas A, Mas Jen dan mbk Uum
serta teman-teman Agroteknologi angkatan 2014.
Penulis berharap semoga Allah SWT selalu membalas semua kebaikan yang telah
diberikan dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
BandarLampung, Desember 2018Penulis
Desta Nata Lia
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ x
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 11.2 Tujuan Penelitian ......................................................................... 41.3 Kerangka Pemikiran .................................................................... 41.4 Hipotesis ........................................................................................ 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 7
2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Bawang Merah ...................... 72.2 Penyakit moler (F. oxysporum) ................................................... 82.3 Ulat grayak (S. litura) ................................................................. 10
2.3.1 Klasifikasi ......................................................................... 102.3.2 Morfologi dan Biologi Ulat Grayak ................................ 102.3.3 Gejala serangan ............................................................... 10
2.4 Bakteri P. fluorescens .................................................................. 112.5 Bakteri P. polymyxa ...................................................................... 14
III.BAHAN DAN METODE ................................................................... 16
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 163.2 Bahan dan Alat ............................................................................. 163.3 Metode Penelitian ......................................................................... 163.4 Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 18
3.4.1 Penyiapan bahan tanam ..................................................... 183.4.2 Perbanyakan patogen dan bakteri ..................................... 183.4.3 Penyiapan media tanam ...................................................... 193.4.4 Aplikasi perlakuan .............................................................. 20
3.4.5 Inokulasi patogen ................................................................ 213.4.6 Penanaman ........................................................................ 213.4.7 Pemeliharaan ..................................................................... 223.4.8 Panen dan pascapanen ....................................................... 22
3.5 Pengamatan .................................................................................. 233.5.1 Hari munculnya gejala .................................................... 233.5.2 Intensitas penyakit moler .................................................. 233.5.3 Intensitas serangan S. litura ............................................ 243.5.4 Identifikasi arthropoda .................................................... 243.5.5 Tinggi tanaman ............................................................... 253.5.6 Jumlah anakan ................................................................. 263.5.7 Kehijauan daun ................................................................ 263.5.8 Jumlah umbi ..................................................................... 263.5.9 Bobot umbi basah ............................................................ 273.5.10 Bobot brangkasan ............................................................ 27
3.6 Analiais Data ................................................................................ 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 28
4.1 Hasil Penelitian.............................................................................. 284.1.1 Gejala penyakit moler pada tanaman bawang merah ..... 284.1.2 Hari munculnya gejala ..................................................... 294.1.3 Intensitas penyakit moler pada tanaman bawang merah 304.1.4 Intensitas serangan S. litura pada bawang merah .......... 324.1.5 Identifikasi arthropoda tanaman bawang merah ............. 334.1.6 Tinggi tanaman bawang merah ....................................... 344.1.7 Jumlah anakan bawang merah ........................................ 354.1.8 Kehijauan daun tanaman bawang merah ......................... 374.1.9 Jumlah umbi bawang merah ............................................. 384.1.10 Bobot umbi basah bawang merah .................................... 394.1.11 Bobot brangkasan bawang merah ................................... 40
4.2 Pembahasan .................................................................................. 41
V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 45
5.1 Simpulan ....................................................................................... 455.2 Saran ............................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 47
LAMPIRAN .............................................................................................. 50
Tabel 10 – 160
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hari munculnya gejala ................................................................... 30
2. Intensitas penyakit moler pada bawang merah ............................. 31
3. Intensitas serangan ulat grayak pada bawang merah ...................... 33
4. Tinggi tanaman bawang merah ...................................................... 35
5. Jumlah anakan bawang merah......................................................... 36
6. Kehijauan daun tanaman bawang merah........................................ 38
7. Jumlah umbi bawang merah............................................................ 39
8. Bobot umbi basah bawang merah .................................................. 40
9. Bobot brangkasan tanaman bawang merah ..................................... 41
10. Data pengamatan periode inkubasi ................................................ 50
11. Uji homogenitas pengamatan periode inkubasi............................... 50
12. Uji aditivitas pengamatan periode inkubasi ................................... 50
13. Hasil analisis ragam (ANARA) pengamatan periode inkubasi....... 50
14. Data pengamatan intensitas penyakit pada 14 hst .......................... 51
15. Uji homogenitas pengamatan intensitas penyakit pada 14 hst ........ 51
16. Uji aditivitas pengamatan intensitas penyakit pada 14 hst.............. 51
17. Hasil analisis ragam pengamatan intensitas penyakit pada 14 hst . 51
18. Data pengamatan intensitas penyakit pada 21 hst ........................... 52
19. Uji homogenitas pengamatan intensitas penyakit pada 21 hst ........ 52
20. Uji aditivitas pengamatan intensitas penyakit pada 21 hst.............. 52
21. Hasil analisis ragam pengamatan intensitas penyakit pada 21 hst .. 52
22. Data pengamatan intensitas penyakit pada 28 hst .......................... 53
23. Uji homogenitas pengamatan intensitas penyakit pada 28 hst ........ 53
24. Uji aditivitas pengamatan intensitas penyakit pada 28 hst.............. 53
25. Hasil analisis ragam pengamatan intensitas penyakit pada 28 hst .. 53
26. Data pengamatan intensitas penyakit pada 35 hst ........................... 54
27. Uji homogenitas pengamatan intensitas penyakit pada 35 hst ........ 54
28. Uji aditivitas pengamatan intensitas penyakit pada 35 hst.............. 54
29. Hasil analisis ragam pengamatan intensitas penyakit pada 35 hst .. 54
30. Data pengamatan intensitas penyakit pada 42 hst ........................... 55
31. Uji homogenitas pengamatan intensitas penyakit pada 42 hst ........ 55
32. Uji aditivitas pengamatan intensitas penyakit pada 42 hst.............. 55
33. Hasil analisis ragam pengamatan intensitas penyakit pada 42 hst .. 55
34. Data pengamatan intensitas penyakit pada 49 hst ........................... 56
35. Uji homogenitas pengamatan intensitas penyakit pada 49 hst ........ 56
36. Uji aditivitas pengamatan intensitas penyakit pada 49 hst.............. 56
37. Hasil analisis ragam pengamatan intensitas penyakit pada 49 hst .. 56
38. Data intensitas serangan ulat grayak pada 21 hst ........................... 57
39. Uji homogenitas intensitas serangan ulat grayak pada 21 hst ........ 57
40. Uji aditivitas intensitas serangan ulat grayak pada 21 hst .............. 57
41. Hasil analisis ragam intensitas serangan ulat grayak pada 21 hst .. 57
42. Data intensitas serangan ulat grayak pada 28 hst ........................... 58
43. Uji homogenitas intensitas serangan ulat grayak pada 28 hst ........ 58
44. Uji aditivitas intensitas serangan ulat grayak pada 28 hst .............. 58
45. Hasil analisis ragam intensitas serangan ulat grayak pada 28 hst .. 58
46. Data intensitas serangan ulat grayak pada 35 hst ........................... 59
47. Uji homogenitas intensitas serangan ulat grayak pada 35 hst ........ 59
48. Uji aditivitas intensitas serangan ulat grayak pada 35 hst .............. 59
49. Hasil analisis ragam intensitas serangan ulat grayak pada 35 hst .. 59
50. Data intensitas serangan ulat grayak pada 42 hst ........................... 60
51. Uji homogenitas intensitas serangan ulat grayak pada 42 hst ........ 60
52. Uji aditivitas intensitas serangan ulat grayak pada 42 hst .............. 60
53. Hasil analisis ragam intensitas serangan ulat grayak pada 42 hst .. 60
54. Data intensitas serangan ulat grayak pada 49 hst ........................... 61
55. Uji homogenitas intensitas serangan ulat grayak pada 49 hst ........ 61
56. Uji aditivitas intensitas serangan ulat grayak pada 49 hst .............. 61
57. Hasil analisis ragam intensitas serangan ulat grayak pada 49 hst .. 61
58. Hasil Identifikasi Hama pada 7 hst ................................................ 62
59. Hasil Identifikasi Hama pada 14 hst .............................................. 62
60. Hasil Identifikasi Hama pada 21 hst .............................................. 63
61. Hasil Identifikasi Hama pada 28 hst .............................................. 63
62. Hasil Identifikasi Hama pada 35 hst .............................................. 64
63. Hasil Identifikasi Hama pada 42 hst .............................................. 65
64. Hasil Identifikasi Hama pada 49 hst .............................................. 66
65. Data pengamatan tinggi tanaman pada 7 hst .................................. 67
66. Uji homogenitas tinggi tanaman pada 7 hst ................................... 67
67. Uji aditivitas tinggi tanaman pada 7 hst ......................................... 67
68. Hasil analisis ragam tinggi tanaman pada 7 hst ............................ 67
69. Data pengamatan tinggi tanaman pada 14 hst ................................ 68
70. Uji homogenitas tinggi tanaman pada 14 hst ................................. 68
71. Uji aditivitas tinggi tanaman pada 14 hst ....................................... 68
72. Hasil analisis ragam tinggi tanaman pada 14 hst ............................ 68
73. Data tinggi tanaman pada 21 hst .................................................... 69
74. Uji homogenitas tinggi tanaman pada 21 hst ................................. 69
75. Uji aditivitas tinggi tanaman pada 21 hst ....................................... 69
76. Hasil analisis ragam tinggi tanaman pada 21 hst ........................... 69
77. Data tinggi tanaman pada 28 hst .................................................... 70
78. Uji homogenitas tinggi tanaman pada 28 hst ................................. 70
79. Uji aditivitas tinggi tanaman pada 28 hst ....................................... 70
80. Hasil analisis ragam tinggi tanaman pada 28 hst ........................... 70
81. Data tinggi tanaman pada 35 hst .................................................... 71
82. Uji homogenitas tinggi tanaman pada 35 hst ................................. 71
83. Uji aditivitas tinggi tanaman pada 35 hst ....................................... 71
84. Hasil analisis ragam tinggi tanaman pada 35 hst ........................... 71
85. Data tinggi tanaman pada 42 hst .................................................... 72
86. Uji homogenitas tinggi tanaman pada 42 hst ................................. 72
87. Uji aditivitas tinggi tanaman pada 42 hst ....................................... 72
88. Hasil analisis ragam tinggi tanaman pada 42 hst ........................... 72
89. Data tinggi tanaman pada 49 hst .................................................... 73
90. Uji homogenitas tinggi tanaman pada 49 hst ................................. 73
91. Uji aditivitas tinggi tanaman pada 49 hst ....................................... 73
92. Hasil analisis ragam tinggi tanaman pada 49 hst ........................... 73
93. Data pengamatan jumlah anakan pada 7 hst .................................. 74
94. Uji homogenitas jumlah anakan pada 7hst ..................................... 74
95. Uji aditivitas jumlah anakan pada 7 hst ......................................... 74
96. Hasil analisis ragam jumlah anakan pada 7hst ............................... 74
97. Data pengamatan jumlah anakan pada 14 hst ................................. 75
98. Uji homogenitas jumlah anakan pada 14 hst .................................. 75
99. Uji aditivitas jumlah anakan pada 14 hst ....................................... 75
100. Hasil analisis ragam jumlah anakan pada 14 hst ........................... 75
101. Data pengamatan jumlah anakan pada 21 hst ................................ 76
102. Uji homogenitas jumlah anakan pada 21 hst .................................. 76
103. Uji aditivitas jumlah anakan pada 21 hst ....................................... 76
104. Hasil analisis ragam jumlah anakan pada 21 hst ........................... 76
105. Data pengamatan jumlah anakan pada 28 hst ................................ 77
106. Uji homogenitas jumlah anakan pada 28 hst .................................. 77
107. Uji aditivitas jumlah anakan pada 28 hst ....................................... 77
108. Hasil analisis ragam jumlah anakan pada 28 hst ........................... 77
109. Data pengamatan jumlah anakan pada 35 hst ................................ 78
110. Uji homogenitas jumlah anakan pada 35 hst .................................. 78
111. Uji aditivitas jumlah anakan pada 35 hst ....................................... 78
112. Hasil analisis ragam jumlah anakan pada 35 hst ........................... 78
113. Data pengamatan jumlah anakan pada 42 hst ................................ 79
114. Uji homogenitas jumlah anakan pada 42 hst .................................. 79
115. Uji aditivitas jumlah anakan pada 42 hst ....................................... 79
116. Hasil analisis ragam jumlah anakan pada 42 hst ........................... 79
117. Data pengamatan jumlah anakan pada 49 hst ................................ 80
118. Uji homogenitas jumlah anakan pada 49 hst .................................. 80
119. Uji aditivitas jumlah anakan pada 49 hst ....................................... 80
120. Hasil analisis ragam jumlah anakan pada 49 hst ........................... 80
121. Data pengamatan kehijauan daun pada 7 hst .................................. 81
122. Uji homogenitas kehijauan daun pada 7 hst ................................... 81
123. Uji aditivitas kehijauan daun pada 7 hst ......................................... 81
124. Hasil analisis ragam kehijauan daun pada 7 hst ............................. 81
125. Data pengamatan kehijauan daun pada 14 hst ................................ 82
126. Uji homogenitas kehijauan daun pada 14 hst ................................. 82
127. Uji aditivitas kehijauan daun pada 14 hst ....................................... 82
128. Hasil analisis ragam kehijauan daun pada 14 hst ........................... 82
129. Data pengamatan kehijauan daun pada 21 hst ................................ 83
130. Uji homogenitas kehijauan daun pada 21 hst ................................. 83
131. Uji aditivitas kehijauan daun pada 21 hst ....................................... 83
132. Hasil analisis ragam kehijauan daun pada 21 hst ........................... 83
133. Data pengamatan kehijauan daun pada 28 hst ................................ 84
134. Uji homogenitas kehijauan daun pada 28 hst ................................. 84
135. Uji aditivitas kehijauan daun pada 28 hst ....................................... 84
136. Hasil analisis ragam kehijauan daun pada 28 hst ........................... 84
137. Data pengamatan kehijauan daun pada 35 hst ................................ 85
138. Uji homogenitas kehijauan daun pada 35 hst ................................. 85
139. Uji aditivitas kehijauan daun pada 35 hst ....................................... 85
140. Hasil analisis ragam kehijauan daun pada 35 hst ........................... 85
141. Data pengamatan kehijauan daun pada 42 hst ................................ 86
142. Uji homogenitas kehijauan daun pada 42 hst ................................. 86
143. Uji aditivitas kehijauan daun pada 42 hst ....................................... 86
144. Hasil analisis ragam kehijauan daun pada 42 hst ........................... 86
145. Data pengamatan kehijauan daun pada 49 hst ................................ 87
146. Uji homogenitas kehijauan daun pada 49 hst ................................. 87
147. Uji aditivitas kehijauan daun pada 49 hst ....................................... 87
148. Hasil analisis ragam kehijauan daun pada 49 hst ........................... 87
149. Data pengamatan jumlah umbi ....................................................... 88
150. Uji homogenitas jumlah umbi ........................................................ 88
151. Uji aditivitas jumlah umbi .............................................................. 88
152. Hasil analisis ragam jumlah umbi .................................................. 88
153. Data pengamatan umbi basah ......................................................... 89
154. Uji homogenitas umbi basah .......................................................... 89
155. Uji aditivitas umbi basah ................................................................ 89
156. Hasil analisis ragam umbi basah .................................................... 89
157. Data pengamatan bobot brangkasan ............................................... 90
158. Uji homogenitas bobot brangkasan ................................................ 90
159. Uji aditivitas bobot brangkasan ...................................................... 90
160. Hasil analisis ragam bobot brangkasan .......................................... 90
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Serangan S. litura .............................................................................. 11
2. Denah tata letak petak percobaan ..................................................... 17
3. Umbi bawang merah yang telah dipotong 1/4 bagian atas ................ 18
4. Lahan yang telah diolah dan dibuat petak percobaan ....................... 20
5. Perlakuan aplikasi P. fluorescens dan P. polymyxa .......................... 21
6. Penanaman umbi bawang merah ....................................................... 22
7. Pemanenan umbi bawang merah ...................................................... 23
8. Identifikasi hama yang didapat ......................................................... 25
9. Pengukuran tinggi tanaman .............................................................. 25
10. Pengukuran kehijauan daun dengan alat klorofil meter SPAD ........ 26
11. Tanaman bergejala moler dan tanaman sehat ................................... 28
12. Mikroskopis F. oxysporum ............................................................... 29
13. Tanaman yang bergejala moler ......................................................... 31
14. Serangan S. litura pada bawang merah ............................................ 32
15. Hasil identifikasi arthropoda ............................................................. 34
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bawang merah (Allium ascalonicum L.) tergolong komoditas tanaman sayuran
yang berupa umbi, yang mempunyai nilai jual yang cukup tinggi di pasaran.
Setiap rumah tangga membutuhkan bawang merah untuk bumbu penyedap
maupun untuk obat tradisional. Kebutuhan dan jumlah permintaan bawang merah
meningkat, sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan daya
beli masyarakat. Mengingat permintaan konsumen dari waktu ke waktu
meningkat maka budidaya bawang merah perlu ditingkatkan pula. Keberhasilan
budidaya bawang merah selain menggunakan varietas unggul, perlu juga
memenuhi persyaratan budidaya yang baik termasuk cara pengendalian penyakit
dan hama (Sutarya dkk., 1995).
Kementrian Pertanian memperkirakan produksi bawang merah nasional pada
tahun 2015 mencapai 1,14 juta ton atau sekitar 120 ribu ton per bulan. Kebutuhan
dalam negeri sekitar 90 ribu ton per bulan. Produksi tertinggi terjadi pada bulan
Januari hingga September meningkat 20 – 30% dan menurun pada bulan Oktober
hingga Desember 20 – 30%.
2
Pengembangan bawang merah banyak menghadapi kendala di antaranya adalah
serangan patogen dan hama. Salah satu penyakit bawang merah yang harus
diwaspadai pada pertumbuhan bawang merah adalah penyakit moler yang
disebabkan oleh Fusarium oxysporum. Menurut laporan petani, penyakit moler
telah menimbulkan kerusakan dan menurunkan hasil umbi hingga 50%
(Wiyatiningsih dkk., 2009).
Menurut Wiyatiningsih dkk. (2009), gejala moler tanaman bawang merah adalah
daun tidak tumbuh tegak, tetapi meliuk karena batang semu tumbuh lebih panjang,
warna daun hijau pucat atau kekuningan, namun tidak layu. Umbi yang
dihasilkan oleh tanaman yang sakit berukuran lebih kecil dan lebih sedikit
dibandingkan dengan tanaman sehat. Tanaman bawang merah yang terinfeksi
moler di awal pertumbuhannya tidak akan membentuk umbi atau anakan. Pada
tingkat yang lebih lanjut tanaman akan kering dan mati.
Tanaman bawang merah juga harus diwaspadai dari gangguan hama berupa
S. litura yang mengakibatkan petani tidak memperoleh produksi maksimal (20
ton/ha). S. litura tersebar luas khususnya di daerah tropis dan subtropis,
menyerang sepanjang tahun dan serangannya tinggi di musim kemarau (Rauf,
1999).
Serangan S. litura dalam budidaya bawang merah menjadi penting apabila
dikaitkan dengan penurunan kuantitas dan kualitas produksi. Serangan S. litura
pada fase pertumbuhan vegetatif dapat mengakibatkan kehilangan hasil 57–100%
3
dan penurunan kualitas hasil bawang merah yaitu umbi berukuran kecil dan
berwarna putih (Putrasamedja dkk., 2012).
Cara pengendalian penyakit moler maupun S. litura adalah dengan menggunakan
pestisida kimia. Namun penggunaan pestisida kimia yang berlebih dan dilakukan
secara terus menerus dapat mencemari tanah dan merusak keseimbangan alam.
Oleh sebab itu, perlu dicari alternatif lain dalam pengendalian melalui cara
penguatan tanaman (Soesanto dkk., 2011).
Menurut Soesanto (2000), Pseudomonas fluorescens merupakan salah satu
bakteri pemacu pertumbuhan tanaman yang berpotensi dikembangkan untuk
menguatkan tanaman. P. fluorescens sebagai Plant Growth Promoting
Rhizobacteria (PGPR) menghasilkan antibiotik 2,4-diasetilfloroglusinol (Phl atau
DAPG) dan siderofor, mampu mengkoloni akar tanaman, serta mengimbas
ketahanan tanaman. Menurut Howel dan Stipanovic (1980) dalam Soesanto dkk.
(2011), pemberian P. fluorescens harus tepat konsentrasinya. Konsentrasi
suspensi P. fluorescens pada kisaran 1,25x105 hingga 109 CFU ml-1 dapat
mencegah penularan jamur Phythium ultimum pada tanaman kapas.
Menurut Kartikowati dkk. (2018), pengendalian hayati penyakit tumbuhan selain
menggunakan P. fluorescens juga dapat menggunakan bakteri Paenibacillus
polymyxa. Bakteri P. polymyxa merupakan bakteri yang memiliki sifat antagonis
terhadap perkembangan patogen tanaman dan juga memiliki sifat menginduksi
ketahanan tanaman. Bakteri ini telah dilaporkan efektif mengendalikan penyakit
antraknosa pada tanaman cabai.
4
Menurut Damanik (2013), bakteri P. polymyxa mampu menghasilkan zat pengatur
tumbuh (ZPT) seperti yang dihasilkan oleh tanaman yaitu senyawa indole-3-acetic
acid (IAA) sehingga dapat memicu pertumbuhan tanaman. P. polymyxa dapat
bertahan, berasosiasi, dan terus berkembang pada perakaran tanaman. Bakteri ini
juga mampu berkompetisi dan menekan perkembangan penyakit pada akar
tanaman. Perlakuan benih dan penyemprotan suspensi P. polymyxa mampu
meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif dan juga menekan
perkembangan penyakit (Wartono dkk., 2014 dalam Djaenuddin dkk., 2018).
Atas dasar itu maka diteliti pengaruh P. fluorescens dan P. polymyxa terhadap
intensitas penyakit moler dan S. litura.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh P. fluorescens dan P. polymyxa terhadap intensitas
penyakit moler dan S. litura.
2. Mengetahui cara aplikasi P. fluorescens dan P. polymyxa yang tepat untuk
menekan intensitas penyakit moler dan S. litura.
3. Mengetahui pengaruh aplikasi P. fluorescens dan P. polymyxa terhadap
pertumbuhan pada tanaman bawang merah.
1.3 Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan akar maupun umbi bawang merah terganggu oleh infeksi Fusarium
oxysporum. Ukuran umbi yang terinfeksi F. oxysporum lebih kecil dibandingkan
dengan tanaman yang sehat. Selain F. oxysporum pada pertanaman bawang
merah ditemukan juga serangan S. litura. Pengendalian yang sering dilakukan
5
adalah penggunaan pestisida kimia, namun penggunaan pestisida kimia secara
terus menerus dapat berdampak pada pencemaran lingkungan. Oleh sebab itu,
perlu dilakukan pengendalian dengan menggunakan PGPR (plant growth
promoting rhizobacteria) agar tanaman lebih kuat menghadapi serangan patogen
dan hama serta tidak mengurangi produksi bawang merah.
P. fluorescens merupakan salah satu bakteri yang dapat digunakan untuk
mengendalikan patogen tular tanah (Soesanto dkk., 2000). Kemampuan P
fluorescens melawan patogen melalui produksi enzim ekstraseluler. Bakteri P
fluorescens juga menghasilkan antibiotik seperti phenazines, pyrolnitrin,
pyocyanin dan phloroglucionol dan asam pseudomonat (Soesanto dkk., 2000).
Menurut Soesanto dkk. (2008), P. fluorescens mampu mempertahankan diri pada
rizosfer, mampu meningkatkan populasinya, menghasilkan senyawa penghambat
patogen, dan mampu mengoloni akar tanaman. Pemberian bakteri antagonis
P. fluorescens di awal tanam akan meningkat populasi umbi pada akhir
pertanaman. Dengan demikian perbedaan konsentrasi suspensi P. fluorescens
yang diberikan di awal tanam akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
intensitas penyakit moler.
Bakteri P. polymyxa merupakan mikroorganisme tanah yang dapat digunakan
untuk mengendalikan patogen tanaman. P. polymyxa dapat bertahan, berasosiasi,
dan terus berkembang pada perakaran tanaman. Bakteri ini juga mampu
berkompetisi dan menekan perkembangan penyebab penyakit pada
akar tanaman. Timmusk (2003) menyatakan bahwa kemampuan P. polymyxa
dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman disebabkan karena bakteri mampu
6
memproduksi auksin dan sitokinin. Atas dasar itu aplikasi P. fluorescens dan P.
polymyxa pada tanaman bawang merah diharapkan mempunyai dampak positif
terhadap penekanan penyakit moler pada bawang merah. Selain itu, perlu juga
dilihat dampak P. fluorescens dan P. polymyxa terhadap intensitas serangan S.
litura yang merupakan hama penting pada tanaman bawang merah.
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Aplikasi P. fluorescens dan P. polymyxa dapat menekan intensitas penyakit
moler dan intensitas serangan S. litura pada tanaman bawang merah.
2. Perbedaan cara aplikasi P. fluorescens dan P. polymyxa dapat menekan
intensitas penyakit moler dan intensitas serangan S. litura.
3. Aplikasi P. fluorescens dan P. polymyxa berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman bawang merah.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Bawang Merah
Menurut Tjitrosoepomo (2010), klasifikasi bawang merah adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Monocotyledonae
Ordo : Liliaceae
Family : Liliales
Genus : Allium
Species : Allium ascalonicum L.
Bawang merah merupakan tanaman semusim berbentuk rumput yang tumbuh
tegak dengan tinggi dapat mencapai 15 – 50 cm dan membentuk rumpun. Akarnya
berbentuk akar serabut yang tidak panjang, karena sifat perakaran inilah bawang
merah tidak tahan kering (Rahayu dan Berlian,2007).
Bentuk daun tanaman bawang merah seperti pipa, yakni bulat kecil memanjang
antara 50 –70 cm, berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna hijau muda
sampai hijau tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif
pendek (Rukmana, 1994).
8
Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang
bertangkai dengan 50 – 200 kuntum bunga. Pada ujung dan pangkal tangkai
mengecil dan dibagian tengah menggembung, bentuknya seperti pipa yang
berkubang di dalamnya. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang mencapai
30 – 50 cm. Kuntumnya juga bertangkai tetapi pendek antara 0,2 – 0,6 cm
(Wibowo, 2007).
2.2 Penyakit Moler (Fusarium oxysporum)
Gejala moler nampak pada tanaman bawang merah berumur 20 hari. Bentuk
gejala berupa pertumbuhan akar maupun umbi lapis terganggu. Gejala tanaman
bagian daun, mengakibatkan daun menguning dan cenderung terpelintir
(terputar). Tanaman sangat mudah tercabut karena pertumbuhan akar terganggu
bahkan membusuk. Pada dasar umbi terlihat jamur yang berwarna keputih-
putihan, sedangkan apabila umbi lapis dipotong membujur terlihat adanya
pembusukan berawal dari dasar umbi meluas ke atas maupun ke samping.
Menurut Wiyatiningsih (2009), umbi yang dihasilkan oleh tanaman yang sakit
berukuran lebih kecil dan lebih sedikit dibandingkan tanaman sehat. Tanaman
yang terinfeksi pada awal pertumbuhan tidak akan membentuk umbi atau anakan.
Infeksi lanjut akan mengakibatkan tanaman mati, dimulai dari ujung daun dan
dengan cepat menjalar ke bagian bawahnya.
9
Menurut Semangun (2001), F. oxysporium penyebab penyakit moler dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Fungi
Divisio : Ascomycota
Sub Divisio : Pezizomycotina
Kelas : Sordariomycetes
Ordo : Hypocreales
Family : Hypocreaceae
Genus : Fusarium
Spesies : Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd.etHans.
Koloni F. oxysporum pada media Oatmeal Agar dan Potato Dextrose Agar (25oC)
mencapai diameter 3,5 – 5,0 cm. Miselia seperti kapas, kemudian menjadi seperti
beludru, berwarna putih atau salem dan biasanya agak keunguan yang tampak
lebih kuat dekat permukaan medium. Sporodokhia terbentuk hanya pada
beberapa strain. Koloni berwarna kekuningan hingga keunguan. Konidiofor dapat
bercabang dan membawa monofialid. Mikrokonidia bersepta 0 hingga 2,
terbentuk lateral pada fialid yang sederhana, atau terbentuk pada fialid yang
terdapat pada konidiofor bercabang pendek, umumnya terdapat dalam jumlah
banyak, terdiri dari aneka bentuk dan ukuran, berbentuk avoid-elips sampai
silindris, lurus atau sedikit membengkok, dan berukuran (5,0 – 12,0) x (2,2 - 3,5)
μm (Gandjar dkk., 2000).
Makrokonidia jarang terdapat pada beberapa strain, terbentuk pada fialid yang
terdapat pada konidiofor bercabang atau dalam sporodokhia, bersepta 3 – 5,
berbentuk fusiform, sedikit membengkok, meruncing pada kedua ujungnya
dengan sel kaki berbentuk pediselata, umumnya bersepta 3, dan berukuran (20) 27
10
– 46 (50) x 3,0 – 4,5 (5) μm. Klamidospora terdapat dalam hifa atau dalam
konidia, berwarna hialin, berdinding halus atau agak kasar, berbentuk semi bulat
dengan diameter 5,0 – 15 μm, terletak terminal atau interkalar, dan berpasangan
atau tunggal (Gandjar dkk., 2000).
2.3 Ulat Grayak (Spodoptera litura)
2.3.1 Klasifikasi
Ulat grayak diklasifikasikan menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera litura.
2.3.2 Morfologi dan Biologi S. litura
S. litura mempunyai beberapa variasi warna yaitu hijau, cokelat muda, dan hitam
kecoklatan. Ulat yang hidup di dataran tinggi umumnya berwarna coklat. Panjang
ulat penggerek daun ini sekitar 2,5 cm. Sejak telur menetas menjadi ulat,
berkepompong, lalu menjadi serangga dewasa membutuhkan waktu kurang lebih
23 hari (Rahayu dan Nur Berlian, 2004).
2.3.3 Gejala Serangan
Gejala serangan S. litura pada tanaman bawang merah ditandai dengan adanya
bercak putih transparan pada daun. Ulat S. litura menyerang daun dengan
menggerek ujung pinggiran daun, terutama daun yang masih muda. Akibatnya,
11
pinggiran dan ujung daun terlihat bekas gigitan. Serangan awal S. litura berupa
lubang di bagian ujung daun lalu ulat masuk ke dalam daun bawang merah.
Akibatnya, ujung-ujung daun nampak terpotong-potong. Tidak hanya itu saja,
jaringan bagian dalam daun dimakan S. litura. Akibat serangan ulat ini, daun
bawang terlihat menerawang tembus cahaya atau terlihat bercak-bercak putih,
akibatnya daun jatuh terkulai (Wibowo, 2004).
Gambar 1. Serangan Ulat Grayak
2.4 Bakteri Pseudomonas fluorescens
Bakteri Pseudomonas merupakan kelompok kemoorganotrofik aerob,
mempunyai kemampuan denitrifikasi, berupa gram negatif, bersel tunggal,
berbentuk lurus atau bengkok, berukuran 0.5-1.0 μm x 1.5- 4.0 μm, dengan
flagella polar, tunggal atau majemuk dan tidak menghasilkan spora. Bakteri
Pseudomonas hanya membutuhkan nutrien yang sederhana untuk
pertumbuhannya serta hidup pada kisaran pH netral dan suhu mesofilik. Namun
beberapa bakteri kelompok ini dapat pula dijumpai bertahan hidup pada kondisi
suhu, pH serta faktor-faktor fisik dan kimia yang ekstrim (Soesanto, 2008).
12
Perakaran tanaman dapat dikolonisasi oleh bakteri-bakteri yang bermanfaat
seperti Bacillus sp, Agrobacterium radiobacter dan Pseudomonas sp.
Berdasarkan kemampuanya dalam berfluoresensi, bakteri Pseudomonas
dikelompokan menjadi dua yaitu bakteri Pseudomonas fluorescens dan non
fluorescens. Akhir-akhir ini bakteri yang banyak mendapat perhatian untuk
pengendalian penyakit tanaman adalah bakteri pengkolonisasi akar (rhizobakteri)
salah satunya adalah P. fluorescens. Beberapa sifat yang dimiliki bakteri tersebut
antara lain kemampuan mendominasi akar dan cepat berkembang biak.
Bakteri P. fluorescens termasuk ke dalam genus Pseudomonas yang berbentuk
lengkung, batang atau ramping, berukuran (0,5 – 1) x (1,5 – 5,0) μm dan bergerak
dengan satu atau beberapa flagellum polar, respirasi dengan oksigen, tumbuh pada
kondisi dengan kelembaban tinggi dan kaya bahan organik, terutama pada rizosfer
dan rizoplan. Kemampuan yang tinggi dalam mengkoloni akar karena tingkat
pertumbuhan yang tinggi, pergerakannya secara kemotaksis terutama terhadap
eksudat akar yang menyediakan unsur nutrisi seperti C, N dan Fe. Bakteri ini
lebih efektif pada kondisi tanah netral dan basa. P. fluorescens merupakan bakteri
gram negatif yang tumbuh optimal pada suhu ruang dan bersifat aerob (Soesanto
dkk., 2008).
Bakteri P. fluorescens adalah bakteri saprofit yang dapat ditemukan di air dan di
tanah. Bakteri ini memegang peranan penting pada proses dekomposisi,
biodegradasi siklus karbon dan nitrogen. Penggunaan P. fluorescens lebih aman
karena tidak bersifat patogen pada manusia dan tanaman serta tidak berbahaya
seperti Pseudomonas aeroginousa yang bersifat patogen pada manusia.
13
Bakteri P. fluorescens.mampu menghasilkan bermacam-macam metabolit
sekunder seperti antibiotik, HCN dan kompetisi pemanfaatan Fe (III) melalui
produksi siderofor yang dapat menekan pertumbuhan patogen secara alami. P.
fluorescens juga menghasilkan asam-asam organik seperti asam oksalat yang
dapat mengikat unsur P sehingga dapat meningkatkan serapan fosfat oleh tanaman
(Premono, 1994). Di samping itu bakteri ini juga menghasilkan antibiotik seperti
phenazines, pyrolnitrin, pyocyanin dan phloroglucionol dan enzim ekstraseluler
serta asam pseudomonat (Soesanto, 2008).
Enzim ekstraseluler yang dihasilkan bakteri endofit diantaranya adalah kitinase,
protease, dan selulase. Enzim kitinase merupakan enzim penting yang dihasilkan
bakteri antagonis untuk mengendalikan patogen tular tanah, karena enzim ini
dapat mendegradasi dinding sel patogen yang terdiri dari kitin seperti dinding sel
cendawan, nematoda dan serangga. Enzim protease yang dihasilkan oleh bakteri
endofit selain berperan dalam mendegradasi dinding sel patogen, protease dapat
digunakan oleh bakteri tersebut untuk melakukan penetrasi secara aktif ke dalam
jaringan tanaman.
Benhamou dkk. (1996), melaporkan enzim selulase dan pektinase yang
dihasilkan P. fluorescens dapat digunakan oleh bakteri tersebut untuk
mengkolonisasi daerah interselluler jaringan korteks akar, sehingga terjadi
penghambatan invasi patogen. Di samping itu bakteri ini juga dapat menekan
perkembangan penyakit tanaman dengan persaingan ruang dan nutrisi (unsur
karbon), merangsang pertumbuhan tanaman dan menginduksi ketahanan tanaman.
14
2.5 Bakteri Paenibacillus polymyxa
Bakteri P. polymyxa dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Bacillales
Family : Paenibacillaceae
Genus : Paenibacillus
Spesies : Paenibacillus polymyxa
P. polymyxa merupakan bakteri tanah dan dapat menjadi bakteri antagonis yang
secara morfologis dapat dikenali dari bentuk elevasi pertumbuhan koloni cembung
dan berlendiri. Sel bakteri berbentuk batang dengan sifat gram positif. Memiliki
kemampuan untuk tumbuh pada pH 5 – 7 dan menghasilkan asam glukosa,
mannitol, arabinose dan xylose.
P. polymyxa dapat berperan sebagai agensia hayati dalam pengendalian beberapa
jenis patogen dan dapat mengimbas ketahanan tanaman. Bakteri ini
menghasilkan antibiotik berupa polimiksin, mampu mengikat nitrogen dan
mengandung hormon pengatur tumbuh berupa gibberellin. Siregar (2007 dalam
Kantikowati dkk., 2018) melaporkan bahwa benih cabai yang direndam dengan
bakteri P. polymyxa dapat mengurangi penyakit antraknosa tanaman cabai.
Selain itu P. polymyxa dapat meningkatkan ketahanan tanaman kacang tanah
terhadap busuk mahkota yang disebabkan oleh Apergillus niger (Haggag, 2007).
Menurut Damanik dkk. (2013), bakteri P. polymyxa juga mampu menghasilkan
zat pengatur tumbuh (ZPT) seperti senyawa indole-3-acetic acid (IAA) sehingga
dapat memicu pertumbuhan tanaman. Bakteri P. polymyxa dapat bertahan,
15
berasosiasi, dan terus berkembang pada perakaran tanaman. Bakteri ini juga
mampu berkompetisi dan menekan perkembangan penyebab penyakit pada akar
tanaman.
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Peneltian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei – Agustus 2018 di Laboratorium Hama
Tanaman dan Laboratorium Penyakit Tanaman serta Laboratorium Lapang
Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit bawang merah
varietas Bima Brebes, pupuk kandang, pupuk majemuk NPK mutiara, isolat F.
oxysporum f.sp.cepae., isolat P. fluorescens, isolat P. polymyxa, media NA,
media Potato Succrose Agar (PSA), media King’s B, alkohol, aquades dan air.
Alat-alat yang digunakan adalah cawan petri, autoklaf, orbital shaker, mikroskop
majemuk, haemocytometer, erlenmeyer, Laminar air flow (LAF), cangkul, pisau,
selang, kertas labe, plastik, alat tulis, meteran, timbangan, dan alat dokumentasi.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5
perlakuan yaitu :
17
P0 = Kontrol (tanpa bakteri P. fluorescens dan P. polymyxa)
P1 = Aplikasi P. fluorescens konsentrasi 1 X 107 CFU ml-1 untuk perendaman
umbi
P2 = Aplikasi P. polymyxa konsentrasi 1 X 106 CFU ml-1 untuk perendaman umbi
P3 = Aplikasi P. fluorescens 1 X 107 CFU ml-1 untuk perendaman umbi serta
penyemprotan ke tanaman.
P4 = Aplikasi P. polymyxa konsentrasi 1 X 106 CFU ml-1dengan perendaman
umbi serta penyemprotan ke tanaman.
Seluruh perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh sebanyak 15 satuan
percobaan dengan tata letak sebagai berikut :
1 2 3
0,5 m
1 m
0,5 m1 m
Gambar 2. Denah tata letak petak percobaan
P4P3
P0P0P4
P3P4P2
P1
P2P1P3
P0 P2 P1
18
Petak percobaan dibentuk ukuran 1 x 1 m dan jarak antar petak dan ulangan 0,5 m
diberikan pupuk kandang dengan dosis 5 ton ha-1 (0,5 kg petak-1).
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Penyiapan bahan tanam
Bahan tanaman yang digunakan adalah umbi bawang merah varietas Bima
Brebes. Bagian atas umbi dipotong + 1/4 bagian dengan pisau steril. Pemotongan
ujung umbi bibit bertujuan agar umbi tumbuh merata, dapat merangsang tunas,
dapat merangsang tumbuhnya umbi samping, dan dapat terbentuknya anakan
(Wibowo, 2005).
Gambar 3. Umbi bawang merah yang telah dipotong1/4 bagian atas
3.4.2 Perbanyakan patogen dan bakteri antagonis
Perbanyakan isolat patogen dilakukan dengan media Potato Succrose Agar (PSA).
Isolat F. oxysporum berasal dari Laboratorium Klinik Tanaman, Universitas
Lampung. Perbanyakan isolat F. oxysporum pada media PSA dilakukan dengan
cara pemurnian dengan cara mengambil isolat dari media tumbuh awal lalu
ditumbuhkan pada media baru. Selanjutnya dilakukan pemanenan isolate F.
oxysporum 6 hari setelah isolasi. Setelah dilakukan pemanenan selanjutnya
dihitung kerapatan sporanya sebelum digunakan (Soesanto dkk., 2005).
19
Perbanyakan bakteri P. polymyxa dengan media Natrium Agar (NA) dengan cara
mengambil isolat P. polymyxa dari media tumbuh lainnya lalu ditumbuhkan pada
media baru. Selanjutnya setelah dilakukan pemanenan isolat bakteri P. polymyxa
6 hari setelah isolasi. Perbanyakan isolat bakteri P. fluorescens dilakukan dengan
media King’s B. Isolat P. fluorescens merupakan isolat yang diperoleh dangan
mengisolasi isolat P. fluorescens dari penelitian sebelumnya. Isolat
P. fluorescens yang sudah diperbanyak pada media King`s B, selanjutnya dipanen
3 hari setelah perbanyakan. Pemanenan dilakukan dengan cara menuangkan
aquades sebanyak 10 ml kedalam cawan yang berisi biakan P. fluorescens dan
dikerok menggunakan batang L hingga seluruh biakan larut dengan aquades.
Biakan yang diperoleh dari masing-masing cawan selanjutnya dimasukkan ke
dalam erlenmeyer dan dihomogenkan menggunakan magnetik stirer. Setelah
dipanen, dilakukan perhitungan kerapatan sel bakteri dengan mengukur nilai
absorbansi larutan menggunakan spectrofotometer pada panjang gelombang 600
nm.
3.4.3 Penyiapan media tanam
Lahan yang digunakan untuk penelitian diukur terlebih dahulu dengan panjang 7
m dan lebar 4m. Total luas lahan yang digunakan adalah 28 m2. Setelah itu lahan
dibersihkan dari gulma-gulma yang tumbuh di lahan. Setelah lahan bersih
dilakukan pengolahan tanah dengan mencangkul tanah sebanyak 2 kali sampai
gembur. Setelah tanah diolah selanjutnya dibuat petak percobaan dengan ukuran
1x1 m dan jarak antar petak dan ulangan 0,5 m lalu dilakukan pemberian pupuk
kandang dengan dosis 5 ton ha-1 (0,5 kg petak-1).
20
Gambar 4. Lahan olahan dibuat petak percobaan
3.4.4 Aplikasi perlakuan
Perlakuan terdiri dari dua metode. Metode pertama adalah perendaman umbi
bawang merah ke dalam suspensi P. fluorescens dan P. polymyxa. Untuk
perendaman umbi bawang merah dilakukan dengan cara mensuspensikan P.
fluorescens dengan kerapatan 1 X 107 CFU ml-1 dan P. polymyxa dengan
kerapatan 1 X 106 CFU ml-1 kemudian umbi direndam ke dalam suspensi selama
30 menit sesuai dengan perlakuan. Metode pertama ini dilakukan sebelum
merendamkan umbi ke dalam suspensi patogen F.oxysporum.
Metode kedua adalah perendaman dan penyemprotan suspensi P. fluorescens dan
P. polymyxa pada bawang merah. Untuk metode perendaman umbi, umbi
direndam ke dalam suspensi P. fluorescens dan P. polymyxa sebelum dilakukan
penanaman. Metode penyemprotan suspensi P. fluorescens dan P. polymyxa
pada tanaman bawang merah dilakukan satu kali yaitu pada 14 hari setelah tanam.
Penyemprotan dilakukan dengan cara mencampurkan suspensi P. fluorescens
dengan kerapatan 1 X107 CFU ml-1 dan P. polymyxa dengan kerapatan 1 X 106
CFU ml-1 kemudian disemprotkan ke tanaman hingga rata sesuai dengan
perlakuan.
21
Gambar 5. Perlakuan P. fluorescens dan P. polymyxa dengan metodeperendaman (a), perlakuan P. fluorescens dan P. polymyxa dengan metodepenyemprotan (b)
3.4.5 Inokulasi patogen
Inokulasi jamur F. oxysporum dilakukan dengan cara merendam umbi bawang
merah yang digunakan dalam penelitian ini dengan suspensi F. oxysporum dengan
kerapatan 108 selama 15 detik, kemudian dikeringanginkan selama 2 jam.
3.4.6 Penanaman
Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanam dengan jarak 20 x 20 cm.
Lubang tanam yang telah dibuat ditanami umbi bawang merah hingga seluruh
umbi terbenam (kedalaman ± 2 – 3 cm). Setiap lubang tanam berisi 1 umbi
bawang merah, sehingga dalam satu petak percobaan terdapat 25 populasi
tanaman.
ba
22
Gambar 6. Penanaman umbi bawang merah
3.4.7 Pemeliharaan
Pemeliharaan rutin yang dilakukan meliputi penyiraman, penyiangan gulma, dan
pemupukan. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari dengan menggunakan selang air
hingga keadaan jenuh. Penyiangan gulma dilakukan dengan mencabuti gulma
yang tumbuh di petak percobaan. Pemupukan menggunakan pupuk NPK mutiara
500 kg ha-1 (50 gr petak-1) dengan cara dibuat larikan.
3.4.8 Panen dan pascapanen
Pemanenan dilakukan pada tanaman berumur 60 – 80 hari setelah tanam.
Beberapa tanda tanaman siap dipanen adalah 70 – 80% leher daun lemas, daun
menguning, warna kulit mengkilap, pangkal batang mengeras, sebagian umbi
telah tersembul di atas permukaan tanah, lapisan umbi telah penuh berisi dan
berwarna merah. Panen dilakukan dengan cara mencabut tanaman secara hati-hati
agar umbinya tidak rusak atau tertinggal. Umbi yang telah dipanen, dibersihkan
dan diikat untuk dikeringkan. Pengeringan umbi dilakukan dengan cara dijemur
selama kurang lebih 7 hari.
23
Gambar 7. Pemanenan umbi bawang merah
3.5 Pengamatan
3.5.1 Hari munculnya gejala
Hari munculnya gejala penyakit moler diamati dengan cara mengamati awal
munculnya gejala penyakit moler setiap hari mulai dari penanaman sampai
tanaman tampak bergejala.
3.5.2 Intensitas Penyakit moler
Intensitas penyakit moler diamati setiap minggu sejak munculnya gejala sampai
menjelang panen. Intensitas penyakit dihitung dengan rumus:IP = x 100%Keterangan: IP : Intensitas Penyakit (%)
n : Jumlah tanaman yang terinfeksi atau bergejala
N : Jumlah total tanaman yang diamati
24
3.5.3 Intensitas Serangan S. litura
Intensitas serangan S. litura diamati setiap minggu sejak muncul serangan sampai
menjelang panen. Intensitas serangan hama dihitung tingkat serangannya dengan
skor sebagai berikut.
Skor Keterangan Tingkat serangan
0
1
2
3
4
Tidak terdapat gejala
Gejala timbul sampai 10% luas/volumetanaman
Gejala terjadi pada lebih 10% sampai 25%tanaman
Gejala terjadi pada lebih 25% sampai 50%tanaman
Gejala terjadi pada lebih 50% atau tanamanmati
Tanaman sehat
Ringan
Agak parah
Parah
Sangat parah
Intensitas serangan S. litura dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
IH =∑( ) 100%
Keterangan : IH = Intensitas Hama (%)n = Jumlah tanaman dengan skor tertentuN = Jumlah tanaman yang diamati (sampel)Z = Skor atau skala tertinggi
3.5.4 Identifikasi Arthropoda
Arthropoda di lapangan ditangkap menggunakan pit fall trap. Teknik ini
digunakan untuk serangga tanah pada daerah vegetasi rendah atau di lahan
kosong, dimana serangga-serangga tersebut merupakan serangga aktif. Setelah
25
dilakukan penangapan serangga, lalu dilakukan identifikasi dengan mikroskop
majemuk
Gambar 8. Pengumpulan serangga (a), identifikasi serangga denganmikroskop majemuk (b).
3.5.5 Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur setiap minggu setelah tanam hingga tanaman dipanen.
Tinggi tanaman diukur mulai dari atas permukaan tanah hingga ujung daun
tanaman tertinggi.
Gambar 9. Pengukuran tinggi tanaman
a b
26
3.5.6 Jumlah Anakan
Jumlah anakan dihitung setiap minggu setelah tanam hingga tanaman dipanen.
Jumlah anakan dihitung dengan cara mengamati anakan yang sudah tumbuh
sempurna.
3.5.7 Kehijauan Daun
Kehijauan daun diukur setiap minggu setelah tanam hingga tanaman dipanen.
Kehijauan daun diukur dengan menggunakan SPAD, dengan cara mengambil
salah satu daun yang memiliki warna hijau yang segar.
Gambar 10. Pengukuran kehijauan daun denganalat klorofil meter SPAD
3.5.8 Jumlah umbi
Umbi yang telah dipanen dihitung jumlahnya per tanaman. Jumlah umbi tersebut
pada akhir panen diakumulasikan sehingga didapat jumlah total umbi perulangan.
27
3.5.9 Bobot umbi basah
Bobot umbi basah dinyatakan dalam satuan gram (g) dengan cara menimbang
bagian umbi tanaman sesaat setelah panen sehingga umbi masih dalam keadaan
segar. Umbi dibersihkan dari akar, daun dan tanah.
3.5.12 Bobot brangkasan
Penimbangan bobot brangkasan dilakukan setelah brangkasan bawang merah
dikeringanginkan selama satu minggu dan tidak terkena sinar matahari secara
langsung.
3.6 Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan sidik ragam dan
selanjutnya dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji BNT taraf nyata 5%.
45
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa :
1. Aplikasi P. fluorescens dan P. polymyxa dapat menekan intensitas penyakit
moler dan intensitas serangan S. litura pada tanaman bawang merah.
2. Aplikasi P. fluorescens dengan metode perendaman umbi merupakan metode
yang dapat menekan intensitas serangan penyakit moler pada tanaman bawang
merah. Aplikasi P. polymyxa dengan metode perendaman umbi dan
penyemprotan tanaman merupakan metode yang dapat menekan intensitas
serangan S. litura pada tanaman bawang merah.
3. Aplikasi P. f luorescens dan aplikasi P. polymyxa dapat berpengaruh pada
pertumbuhan dan produksi tanaman seperti jumlah anakan, kehijauan daun,
jumlah umbi, dan bobot brangkasan.
46
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian, saran yang diberikan penulis yaitu untuk melakukan
pengujian senyawa-senyawa bioaktif yang dimiliki oleh P. polymyxa dan
P. fluoresens, sehingga nampak pengaruh P. polymyxa dan P. fluoresens terhadap
pengendalian penyakit dan keparahan hama di lapangan
47
DAFTAR PUSTAKA
Bleckmer, J.L., A.B. John, R.S. Casar. 2008. Evaluation of Color Traps forMonitoring Zygus spp.: Design, Placement, height, time of day, and nontarget effect. J. Crop Protection. Science Direct, 27: 171- 181.
Benhamou, N., Joseph W. K., Andrea Q. H., & Sadik T. 1996. Induction ofdefense-related ultrastructural modifications in pea root tissues inoculatedwith endophytic bacteria. Plant Physiol. 112: 919 – 929.
Damanik, S., Pinem, M., Pangestinigsih, Y. 2013. Uji efikasi agens hayatiterhadap penyakit hawar daun bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae padabeberapa varietas padi sawah (Oryza sativa). Jurnal Agroekoteknologi 1(4):1402-1412.
Djaenuddin, N., Suriani, & Talanca, A. H. 2018. Kombinasi Aplikasi Biopestisidadan Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Hawar Daun Bipolarismaydis Pada Jagung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 2(1): 43 – 49.
Edisaputra, E.K. 2005. Pengendalian penyakit layu (Fusarium oxysporum) padatanaman bawang merah dengan jamur antagonis dan bahanorganik.(Tesis). Institut Pertanian Bobor. Bogor.
Erfandari, O. 2016. Pengendalian penyakit hawar daun bakteri patotipe IV denganbakteri Paenibacillus polymyxa dan Pseudomonas fluorescens padatanaman padi. (Tesis). Universitas Lampung. Lampung.
Gandjar, I., Robert A.S., Karin V.D., Ariyanti O., dan Iman S. 2000. Pengenalankapang Tropik Umum .Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Haggag, W. M. 2007. Colonization of exopolysaccharide-producing Paenibacilluspolymyxa on peanut roots for enhancing resistance against crown rot disease.Journal of Applied Microbiology 104:961-969.
Haneda, N.F., C. Kusuma dan F.D. Kusuma. 2013. Keanekaragaman Serangga diEkosistem Mangrove. Jurnal Silvikultur Tropika, 4 (2): 42-46.
Hakim, N. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. BandarLampung. 523 hlm.
Irfan, M. 2013. Respon Bawang Merah (Allium ascalonicum L) Terhadap ZatPengatur Tumbuh dan Unsur Hara. Jurnal Agroteknologi. 3(2): 35-40.
48
Kalshoven, LGE. 1981. The Pests Of Crops In Indonesia. Revised by Van DerLaan. PT Ichtiar Baru. Jakarta. 701 hlm.
Kantikowati, E., Haris R., Karya, Anwar S. 2018. Aplikasi Agen HayatiPaenibacillus polymyxa Terhadap Penekanan Penyakit Hawar Daun BakteriSerta Hasil dan Pertumbuhan Padi Hitam (Oryza sativa) Var. Lokal. JurnalIlmiah Pertanian. 6(2):134 – 142.
Nasution, R., Pane E., & Gusmeizal. 2016. Respon Pemberian Pupuk KandangSapi Dan Super Bokasi Aos Amino Terhadap Pertumbuhan Dan ProduksiBawang Merah. Jurnal Agrotekma. 1(1): 12 – 23.
Putrasamedja, S., Setiawati, W., Lukman, L., & Hasyim, A.,. 2012. Penampilanbeberapa klon Bawang merah dan hubungannya dengan intensitas seranganorganisme pengganggu tumbuhan. J. Hort. 22(4):349-359.
Rahayu, E., dan Berlian, N. 2007. Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta.94 hlm.
Rahayu, E., dan Berlian, N. 2004. Morfologi ulat grayak. Penebar Swadaya.Jakarta. 94 hlm.
Rauf, A. 1999. Dinamika populasi Spodoptera litura (Lepidoptera : Noctuidae)pada pertanaman Bawang merah di dataran rendah. Buletin hama danpenyakit tumbuhan 11(2):39-47.
Rukmana, R. 1994. Bawang Merah Budidaya dan Pengelolaan Pascapanen.Kanisius.Yogyakarta. 18 hlm.
Semangun, H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan.UGMPress.Yogyakarta.754 hlm.
Soesanto, L. 2000. Ecologyand Biological Control of Verticillium dahliae.(Thesis). Wageningen University. Wageningen.
Soesanto, L., Soedharmono, N. Prihatiningsih, A. Manan, E. Iriani, & J. Pramono.2005. Potensi agensia hayati dan nabati dalam mengendalikan penyakitbusuk rimpang jahe. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika. 5(1):50 – 57.
Soesanto, L, Rokhlani dan Prihatiningsih, N. 2008. Penekanan beberapamikroorganisme antagonis terhadap penyakit layu Fusarium gladiol.Agrivita 30 (1): 75 – 83.
Soesanto L., Mugiastuti E., & Feti R.R. 2011. Pemanfaatan beberapa kaldu hewansebagai bahan formulasi cair Pseudomonas fluorescens P60 untukmengendalikan Sclerotium rolfsii pada tanaman mentimun. JurnalPerlindungan Tanaman Indonesia. 17(1) : 7 – 17.
49
Sutarya, R., Grubben, & Sutarno. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran DataranRendah. Gadjah Mada University Presss.Yogyakarta. 264 hlm.
Timmusk, S. 2003. Mechanism of Actions of the The Plant-Growth-PromotingRhizo Bacterium Paenibacillus polymixa. Departement of Cell andMolecular Biology. Uppsala University.
Wibowo S. 2004. Budidaya Bawang. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wibowo, S. 2007. Budidaya Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta. 212 hlm.
Wijaya, K. A. 2008. Nutrisi tanaman. Prestasi Pustaka. Jakarta. 115 hlm.
Wiyatiningsih, S., Bambang, H., Nursamsi, P. & Suhardi. 2009. Masa inkubasidan intensitas penyakit moler pada bawang merah di berbagai jenis tanahdan pola pergiliran tanaman. Jurnal Pertanian MAPETA 11(3): 192 – 198.
Recommended