View
292
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
I. Judul : PENGARUH PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH DENGAN
DOSIS YANG BERBEDA PADA KERATAN BAGIAN UJUNG
BATANG BAHAN SETEK TERHADAP PERTUMBUHAN AKAR
TANAMAN KACA PIRING (Gardenia augusta Merr.)
II. Identitas Penulis
Nama : Dewa Putu Surya Dwipayana
NIM : 1313041039
Jurusan : Pendidikan Biologi
Fakultas : MIPA
Universitas : Pendidikan Ganesha
III.Latar Belakang Masalah
Sejak dahulu tanaman bunga-bungaan atau tanaman hias umumnya telah
dikenal oleh banyak orang, baik untuk kepentingan sehari-hari maupun untuk tujuan
khusus sebagai lambang atau simbol-simbol tertentu. Berbicara tentang tanaman hias
kita akan teringat dan terbawa kepada keindahan , keceriaan, serta kegembiraan.
Tanaman hias banyak diburu untuk kepentingan koleksi, hiasan, hobi, ungkapan isi
hati, dan sarana upacara.
Akhir-akhir ini penggemar tanaman hias semakin meningkat sejalan dengan
meningkatnya status sosial masyaraka, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dengan
demikian tanaman hias mempunyai prospek yang sangat baik bila dikembangkan
sebagai usaha agrobisnis. Konsumen tanaman hias tidak hanya masyarakat di dalam
negeri saja, tetapi masyarakat luar negeri pun dapat menjadi konsumen yang sangat
potensial. Oleh karena itu, tanaman hias patut dikembangkan sebagai usaha
agrobisnis untuk meningkatkan ekspor non migas seperti yang selalu dianjurkan oleh
Pemerintah (Suryowinoto).
Secara umum, perbanyakan tanaman hias, dapat dibedakan menjadi 2 macam
yaitu, perbanyakan secara generatif dan secara vegetatif. Perbanyakan biji merupakan
perbanyakan secara generatif, sedangkan untuk perbanyakan secara vegetatif
1
diperlukan bagi jenis tanaman yang tidak menghasilkan biji secara teratur atau tidak
sama sekali. Perbanyakan vegetatif digunakan dari bagian batang, daun, dan akar,
sehingga dari bagian tersebut akan berkembang menjadi individu baru (Arifin, 1990).
Berdasarkan perlakuan manusia, perbanyakan secara vegetatif dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. perbanyakan secara vegetatif alami, jika calon individu baru terjadi tanpa
adanya campur tangan manusia; dan
2. perbanyakan secara vegetatif buatan, jika calon individu baru terjadi
karena adanya campur tangan manusia.
Perbanyakan vegetatif buatan yang sering dilakukan saat ini adalah perbanyakan
dengan setek dan mencangkok. Kedua cara ini sudah lama dikenal oleh masyarakat
dan sudah umum dilakukan dalam perbanyakan tanaman hias (wudianto, 2003).
Desa Petiga adalah salah satu centra penghasil tanaman hias yang berada di
Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan. Berbagai jenis tanaman hias
dikembangbiakan di daerah ini, mulai dari tanaman yang memiliki bunga indah
seperti Lantana camara dan melati hutan (Jasminum sambac L.), sampai dengan
tanaman hias memiliki daun yang berwarna-warni seperti Andong (Cordyline
terminalis) dan macam-macam Puring (Codiaeum variegatum). Selain jenis
tanamannya yang beragam, teknik perbanyakan yang diterapkan juga sangat
bervariasi, baik yang sudah umum dilakukan oleh banyak orang maupun teknik yang
baru ditemukan sendiri di lapangan. Salah satu teknik yang sangat menarik mereka
terapkan saat ini adalah memperbanyak tanaman Kaca Piring (Gardenia augusta
Merr.) yaitu dengan cara setek yang didahului dengan mengerat cabang tanaman.
Teknik keratan yang dimaksud adalah perlukaan berupa pengelupasan kulit cabang
secara melingkar pada lokasi yang akan digunakan sebagai batas bawah setek.
Berdasarkan hasil pengamatan, petani tanaman hias di Desa Petiga telah
menempuh berbagai cara untuk memperbanyak tanaman hias. Khusus untuk tanaman
kaca piring ini, petani umumnya memperbanyak dengan cara mencangkok. Prosedur
yang dilakukan adalah dengan mengerat kulit batang secara melingkar dan dikupas 2-
3 cm serta bagian kambiumnya dibuang. Luka yang telah dibuat tersebut dibiarkan
2
kira-kira 3 minggu, dengan tujuan untuk mengeringkan kambiumnya agar luka yang
dibuat tersebut tidak “sembuh” atau menyatu kembali. Setelah kering dan terbentuk
benjolan (kalus) barulah luka tadi ditutup dengan menggunakan sabut kelapa yang
sudah diolah menjadi media kemudian dibungkus dengan plastik. Bila cangkokan
tersebut sudah berumur kira-kira 3 minggu,dan akar-akar telah mulai keluar
bungkusan, ini berarti cangkokan siap untuk dipotong.
Cara lain yang pernah dilakukan adalah dengan cara setek pucuk. Cara ini
sangat sederhana sekali. Cabang yang ingin dipilih disetek dan ditanam pada media
pembibitan, kemudian menunggu kira-kira 3 minggu sampai setek tersebut tumbuh
akar. Pengalaman petani menunjukan dengan cara ini diperoleh hasil sekitar 20-30
persen saja sedangkan sebagian lagi bibit mengalami kegagalan sehingga dari hasil
tersebut hasil diperoleh sangat kurang memuaskan para petani.
Berdasarkan pengalaman di atas, akhirnya mereka menemukan suatu cara
yang baru untuk memperbanyak tanaman hias, khususnya tanaman kaca piring ini,
yaitu dengan teknik keratan pada bagian ujung batang bahan setek untuk
mempercepat tumbuhnya akar. Teknik ini merupakan kombinasi antara teknik
mencangkok dengan teknik setek pucuk biasa. Caranya sangat sederhana yaitu,
cabang yang dipilih dikerat melingkar dan dikupas kira-kira 2 cm. Keratan yang telah
dibuat umumnya didiamkan kira-kira 3 minggu. Apabila sudah terlihat adanya kalus,
cabang yang dikeratan tersebut disetek dan ditanam pada media pembibitan selama
lebih kurang 25 hari. Setelah mereka mencoba melakukan teknik keratan ini, ternyata
hasil yang diperoleh jauh lebih baik dari teknik sebelumnya, baik dilihat dari segi
kualitas maupun jumlah tanaman yang dihasilkan, sehingga sampai saat sekarang
teknik ini terus diterapkan dalam memperbanyak tanaman hias kaca piring. Namun
dari temuan tersebut, para petani belum pernah mengkaji secara serius, berapa umur
keratan yang tepat bagi tanaman kaca piring agar siap untuk disetek dan ditanam pada
media pembibitan. Karena berdasarkan temuan di lapangan, sering didapati keratan
yang dibuat sudah menyatu antara bagian atas dengan bagian bawah keratan.
Pertumbuhan tunas dan akar dari stek batang kaca piring dapat dirangsang
dengan pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT), baik secara alami maupun sintetis.
3
Sumber hormon IAA yang alami tidak hanya dihasilkan oleh tumbuhan saja tetapi
juga dihasilkan oleh Rhizobakter. Pemakaian supernatant dari kultur Rhizobakter
yang mengandung IAA mampu memberikan efek fisiologis pada suatu tanaman.
Menurut hormon tumbuh yang dihasilkan oleh mikroorganisme Rhizobakter mampu
meningkatkan perkecambahan biji, pembentukan rambut akar serta meningkatkan
transport ion sehingga pengangkutan air oleh akar meningkat (Irwanto, 2004).
Hormon merupakan zat pengatur tumbuh, yaitu molekul organik yang dalam
jumlah sedikit dapat merangsang, menghambat, dan mengubah proses fisiologi
tumbuhan. Pemberian hormon pada bahan stek dapat mendorong pertumbuhan akar.
Terdapat 2 kelompok hormon yaitu hormon pemicu pertumbuhan (auksin, giberelin
dan sitokinin), dan hormon penghambat pertumbuhan (asam absisat, gas etilen,
hormon kalin dan asam traumalin).
Hormon yang tersedia di pasaran antara lain Root-up, Rhizattun-f, Nevelgrow,
Sungrow, Rootone F, B1, Atonik, Grow quick. Dalam Root-up 4 mengandung
senyawa aktif asam indol asetat yang merangsang pertumbuhan akar, Rhizattin-f
mengandung senyawa aktif asam indol asetat yang merangsang pertumbuhan akar,
Nevelgrow mengandung senyawa aktif kinetin yang merangsang pertumbuhan akar
dan tunas, Sungrow mengandung senyawa aktif kinetin yang merangsang
pertumbuhan akar dan tunas, Rootone F mengandung asam indol asetat yang
merangsang pertumbuhan akar, B1 mengandung senyawa asam indol asetat yang
merangsang pertumbuhan akar dan tunas, Atonik mengandung senyawa asam indol
asetat yang merangsang pertumbuhan akar dan tunas, Grow quick mengandung
senyawa asam indol asetat yang merangsang pertumbuhan akar dan tunas.
Root-up merupakan hormon tumbuh untuk merangsang tumbuhnya akar yang
merupakan gabungan dari beberapa hormon tumbuh yaitu Naftalenasetamida 0,20%,
2-metil-1-naftalen asetat 0,03%, Idol-3-butirat 0,06%, dan Thiram 4,00%, dan secara
ekonomi penggunaan Root-up hemat dan terjangkau. Rhizattun-f merupakan hormon
tumbuh untuk merangsang pertumbuhan akar, daun, bunga, bibit, umbi dan benih
tanaman yang merupakan gabungan dari beberapa hormon tumbuh yaitu indole 3
butirat acid, Naphthil acetid acid, Indole acetid acid, Thiram, Filter.
4
Penggunaan Root-up R0=0 ppm (control), R1=100 ppm, R2=200 ppm,
R3=300 ppm, R4=400 ppm dapat meningkatkan pertumbuhan akar tanaman jati,
jumlah akar terbanyak pada perlakuan R3 sedang jumlah akar terendah adalah R0
hasil penelitian (Azizah, 2008). Penggunaan Rhizattin-f dan Rotoone F R0=0 ppm
(control), R1=1000 ppm, R2=2000 ppm, R3=3000 5 ppm, R4=4000 ppm dapat
meningkatkan keberhasilan stek merbabu, hasil penelitian (Pujiono, 2008).
IV. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang dikaji dalam
tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah ada perbedaan pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) pada
keratan bagian ujung batang bahan setek terhadap pertumbuhan akar tanaman
kaca piring (Gardenia augusta Merr.) ?
2. Berapakah dosis zat pengatur tumbuh (ZPT) yang terbaik terhadap
pertumbuhan akar tanaman kaca piring (Gardenia augusta Merr.) ?
V. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) pada
keratan bagian ujung batang bahan setek terhadap pertumbuhan akar tanaman
kaca piring (Gardenia augusta Merr.).
2. Untuk mengetahui berapa dosis zat pengatur tumbuh (ZPT) yang terbaik
terhadap pertumbuhan akar tanaman kaca piring (Gardenia augusta Merr.).
VI. Manfaat Penelitian
a. Secara Teoritis
1) Hasil penelitian ini dapat mengungkapkan perbedaan pengaruh zat pengatur
tumbuh (ZPT) pada keratan ujung batang bahan setek terhadap pertumbuhan
akar tanaman kaca piring (Gardenia augusta Merr.).
5
2) Dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan dan
pengalaman praktis dalam menerapkan konsep biologi khususnya sub. Pokok
Bahasan tentang pertumbuhan.
3) Dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengadakan penelitian lebih lanjut
tentang tanaman kaca piring (Gardenia augusta Merr.).
b. Secara Praktis
1) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan melakukan
usaha untuk perbanyakan atau pengembangbiakan tanaman kaca piring
(Gardenia augusta Merr.) oleh petani tanaman hias di Desa Petiga,
Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan sengan menerapkan cara atau proses
yang lebih sederhana dari sebelumnya dan tidak memerlukan biaya, tenaga,
waktu, serta ruang yang relatif banyak.
2) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran kepada
para petani tanaman hias dalam hal penggunaan cabang sebagai setek untuk
membudidayakan tanaman kaca piring (Gardenia augusta Merr.).
VII. Asumsi dan Keterbatasan Penelitian
1) Asumsi-asumsi
Sebagai landasan berpikir, maka dalam penelitian ini dikemukakan
beberapa asumsi-asumsi, antara lain :
a. setek cabang yang digunakan sebagai bibit mempunyai diameter batang dan
jumlah daun yang relatif sama;
b. genetis bibit yang digunakan dalam penelitian ini dianggap sama karena
diambil dari beberapa induk tanaman kaca piring yang ada di kebun I Made
Sutarta;
c. keadaan medium pembibitan dianggap sama yaitu berupa tanah kebun saja,
sehingga diasumsikan memberikan pengaruh yang sama terhadap objek
6
penelitian yang dalam hal ini adalah panjang rerata akar tanaman kaca piring
(Gardenia augusta Merr.);
d. penempatan perlakuan di dalam naungan (bedengan) dilakukan secara acak
yaitu dengan RAL, sehingga memungkinkan masing-masing sampel
penelitian mendapat kondisi yang sama;
e. air yang digunakan untuk menyiram berasal dari sumber yang sama yaitu
PAM desa, sehingga dianggap memberikaan pengaruh yang sama serta
penyiraman dilakukan dengan menggunakan bantuan spuite 25 ml;
f. faktor abiotik seperti suhu, cahaya, kelembaban udara, dan kecepatan angin
memberikan pengaruh yang sama terhadap subjek penelitian karena terdapat
pada tempat yang sama dan terlindungi;
g. umur keratan yang hendak dipakai pada tiap-tiap sampel adalah 20 hari
sebelum dipindahkan ke media pembibitan;
h. eksperimen dilakukan selama 58 hari dianggap sudah memadai ada tidaknya
perbedaan pengaruh dosis zat pengatur tumbuh (ZPT) pada keratan bagian
ujung batang bahan setek terhadap pertumbuhan akar akar tanaman kaca
piring (Gardenia augusta Merr.); dan
i. jumlah sampel dalam penelitian ini telah memenuhi syarat untuk unit analisis.
2) Keterbatasan
Selain beberapa asumsi di atas, penelitian ini hanya terbatas pada
perbedaan dosis zat pengatur tumbuh (ZPT) pada keratan bagian ujung batang
bahan setek terhadap pertumbuhan akar tanaman kaca piring. Faktor-faktor lain
yang kemungkinan berpengaruh terhadap hasil penelitian ini belum sempat
diteliti, karena keterbatasan biaya dan waktu. Penelitian ini dilakukan selama 58
hari dari pertama mengerat sampai menghitung rerata panjang akar tanaman kaca
piring. Sampel yang digunakan hanya dosis zat pengatur tumbuh (ZPT) pada
keratan bagian ujung batang bahan setek.
VIII. Tinjauan Pustaka
7
Tinjauan Tentang Tanaman Kaca Piring (Gardenia augusta Merr.)
Tanaman Kaca Piring (Gardenia augusta Merr.) merupakan suatu jenis
tanaman hias. Tanaman ini berasal dari Cina dan Jepang. Tanaman ini juga dikenal
dengan nama Gardenia florida L. atau Gardenia jasminoides Ellis. Gardenia augusta
Merr. Sering ditanam di pekarangan rumah-rumah, halaman perkantoran, di taman-
taman rekreasi, atau di pinggir-pinggir jalan sebagai tanaman hias. Tanaman ini
termasuk tanaman perdu tegak, tingginya 0,5-1,5 meter. Di Indonesia tanaman ini
lebih dikenal dengan nama Kaca Piring dan menjadi maskot Kota Denpasar
(Suryowinoto).
Daun penumpu (stipulae) dari setiap sepasang daun atau 3 daun tumbuh
bersatu menjadi selaput buluh yang membungkus cabangnya (stipulae
interpetiolaris), terbelah menyerupai upih, tinggi 7-15 mm. Duduk daun (sesillis)
berhadapan atau berkarang tiga-tiga, bertangkai pendek. Helai daun berbentuk
lonjong-bulat telur (oblongus), bulat telur berbalik atau lanset memanjang
(lanceolatus). Bunga terminal, tunggal, bertangkai pendek, berbau harum. Tabung
kelopak bunga kecil dan pendek, berusuk, tepi hingga pangkal terbagi menjadi 6 taju
yang panjang, berbentuk garis lanset. Mahkota bunga berbentuk terompet, tabung
yang silindris berwarna kehijau-hijauan, bagian leher bunga berambut (Suryowinoto,
1997), seperti yang nampak pada gambar berikut.
8
Gambar 01. Morfologi Tanaman Kaca Piring (Gardenia augusta Merr.)
Keterangan gambar :
A = Daun
B = Korola
C = Petal Berlekatan
D = Sepal
E = Cabang
Perbanyakan tanaman ini bisa dilakukan dengan cara setek batang atau
pencangkokan. Dengan cara setek batang biasanya dengan menggunakan hormon
pertumbuhan. Sekarang banyak orang lebih memilih cara setek, karena prosesnya
sangat mudah serta jumlah bibit yang diperoleh pun sangat banyak. Sedangkan
dengan mencangkok harus dipilih cabang yang terbaik, tidak terlalu muda atau tidak
terlalu tua. Beberapa lama setelah dilakukan pencangkokan, disekitar tempat
pencangkokan akan keluar akar-akarnya. Bila akar-akar tersebut diperkirakan sudah
dapat hidup untuk ditanam, maka bibit cangkokan ini sudah bisa dipotong dan
ditanam di tempat yang telah disediakan untuk penanaman. Memperbanyak tanaman
dengan cara mencangkok akan lebih berhasil dibandingkan dengan menyetek, akan
tetapi dalam mencangkok dibutuhkan keterampilan khusus agar hasil yang diperoleh
sesuai dengan harapan. Selain itu, waktu yang diperlukan cara ini lebih lama dan
caranya lebih rumit dibandingkan dengan menyetek sehingga kita harus mencurahkan
perhatian yang serius dengan kesabaran dan ketelitian (Wudianto, 2003).
9
Jika ditinjau dari segi taksonominya, menurut Jones dan Luchsinger (1987)
tanaman Kaca Piring (Gardenia augusta Merr.) termasuk dalam :
Regnum : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Rubiales
Familia : Rubiaceae
Genus : Gardenia
Spesies : Gardenia augusta Merr.
Kaca Piring dapat tumbuh dengan baik di tempat yang terbuka dan terkena
sinar matahari secara langsung atau di tempat yang sedikit terlindung, baik di datarn
tinggi maupun di dataran rendah, yakni dengan ketinggian 1-1.000 meter di atas
permukaan laut. Kaca piring tidak memerlukan perawatan yang khusus, karena
tanaman ini sangat menyukai sinar matahari, maka sangat cocok bila ditanam di
tempat yang terbuka dan terkena sinar matahari secara langsung. Bila ditanam di
tempat yang agak sedikit terlindung pun masih dapat hidup dan berbunga, tetapi
hasilnya tidak sebaik di tempat yang terbuka. Untuk mendapatkan pertumbuhan
seperti apa yang kita inginkan, maka media tanam atau lahan yang digunakan untuk
tanaman perlu diusahakan sebaik mungkin. Tanah yang dimaksud adalah tanah yang
subur, gembur, dan drainase diatur dengan baik.
Penyiraman serta pemupukan harus dilakukan secara teratur sesuai dengan
kebutuhan tanaman. Pada saat tanaman sedang dalam fase pertumbuhan, perlu
dipupuk dengan pupuk yang mengandung unsur nitrogen yang tinggi. Sedangkan
pada saat tanaman akan mulai berbunga, untuk merangsang perbungaan, perlu
dipupuk dengan pupuk yang mengandung fosfor tinggi. Pemupukan bisa dilakukan
dengan pupuk kandang atau dengan pupuk buatan.
Dengan perawatan, penyiraman, dan pemupukan yang sesuai dengan kondisi
serta kebutuhan tanaman, maka secara fisiologis pertumbuhannya akan lebih baik,
tidak mudah diserang penyakit (hama) dan akan berbunga secara terus-menerus.
10
Tinjauan Umum Tentang Setek Batang
Setek adalah suatu perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari
tanaman (akar, batang, dan daun) dengan tujuan agar bagian-bagian itu mampu
membentuk akar (Wudianto, 2003). Berdasarkan hal tersebut ada beberapa macam
setek diantaranya ; setek akar, setek mata (tunas), setek daun, setek ujung, dan seteek
umbi. Perbanyakan dengan setek sudah dikenal oleh semua orang, apalagi bagi para
pemulia tanaman hias. Selain itu, perbanyakan secara setek banyak dipilih orang.
Alasannya, karena bahan untuk membuat setek ini hanya sedikit, tetapi dapat
diperoleh jumlah bibit tanaman dalam jumlah yang banyak. Tanaman yang dihasilkan
dari setek biasanya mempunyai persamaan dalam umur, ukuran tinggi, ketahanan
terhadap penyakit serta diperoleh tanaman yang sempurna yaitu tanaman telah
mempunyai akar, batang, dan daun dalam waktu yang relatif singkat. Alasan lain
kenapa seetek ini banyak dipilih orang karena caranya sangat sederhana, tidak
memerlukan teknik yang rumit sehingga bisa dilakukan oleh siapa saja.
Sebagian orang menyebut setek cabang dengan setek kayu, karena umumnya
tanaman yang dikembangbiakkan dengan setek cabang adalah tanaman yang berkayu.
Setek cabang meliputi setek cabang yang telah tua dan setek cabang cabang setengah
tua. Pada umumnya tanaman hias dikembangbiakkan dengan setek cabang yang
setengah tua seperti : angsoka, Lantana camara, melati dan mawar. Tetapi ada juga
tanaman hias yang dikembangbiakkan dengan setek cabang yang sudah tua, seperti
puring dan kembang sepatu (Wudianto, 2003).
a. Memilih cabang
Cabang yang kita pilih untuk setek biasanya yang mempunyai unsur kurang
lebih satu tahun. Cabang yang terlalu tua tentunya tidak baik digunakan untuk setek.
Alasannya, karena cabang yang terlalu tua sangat sulit untuk membentuk akar,
sehingga memerlukan waktu lama untuk membentuk akar. Sedangkan cabang yang
terlalu muda (biasanya dengan tekstur yang lunak), proses penguapannya sangat cepat
sehingga setek menjadi sangat lemah dan akhirnya mati.
Selain umur, dalam pemilihan cabang ada hal penting yang juga perlu
diperhatikan dan tidak boleh luput dari pengamatan kita yaitu ada tidaknya penyakit
11
pada cabang yang akan dijadikan setek seperti cendawan tidak boleh luput dari
pengamatan kita, agar hasilnya tidak mengecewakan. Apabila cabang yang akan
disetek tersebut ada penyakitnya maka ada dua kemungkinan untuk kelanjutan
hidupnya yaitu mati atau hidup dengan tetap membawa penyakit tersebut. Demikian
juga halnya dengan adanya hama pada tanaman, misalnya kutu atau tungau kecil
(Wudianto, 2003).
b. Perlakuan ekstra
Setelah cabang yang dikehendaki ditemukan, kita dapat membuat perlakuan
ekstra untuk merangsang pertumbuhan akar. Pada prinsipnya perlakuan eksstra ini
adalah untuk menghilangkan klorofil pada bagian cabang dan menggantikannya
dengan zat tumbuh atau auksin. Oleh sebab itu, dengan adanya zat pengatur tumbuh
buatan, perlakuan ini tidak perlu dilakukan.
Melukai batang
Pada cabang yang sudah dipilih kita buat keratan melingkar dan membuang
kulitnya. Letak keratan ini kira-kira di bagian batang yang nantinya dipotong. Jadi
kira-kira 30-40 cm di bawah ujung setek. Lebar keratan 1 - 2,5 cm. Beberapa bulan
kemudian di atas luka keratan akan terjadi benjolan dan bahkan pada tanaman
tertentu akan ditumbuhi akar (misalnya puring). Adanya benjolan tersebut merupakan
suatu pertanda terjadinya penumpukan bahan makanan dan auksin. Pada saat
dilakukan pengeratan, jaringan floem yang terdapat pada kulit batang juga ikut
terbuang.
Kita ketahui bahwa fungsi dari jaringan floem adalah mengangkut zat-zat
hasil fotosintesis dari daun menuju ke seluruh bagian tubuh tumbuhan. Zat-zat
tersebut berupa karbohidrat, zat pembentuk akar (rizokalin) dan auksin sebagai zat
pengatur pertumbuhan yang bersal dari daun tidak dapat diedarkan mengalir ke
bagian bawah keratan. Maka dengan adanya zat-zat pertumbuhan akan merangsang
tumbuhnya akar pada kalus tersebut (Wudianto, 2003).
Mengeringkan keratan
Waktu yang diperlukan untuk mengeringkan adalah sangat tergantung pada
jenis tanamannya. Untuk tanaman yang tidak bergetah hanya memerlukan waktu 2-4
12
hari, sedangkan untuk tanaman yang bergetah biasanya memerlukan waktu yang lebih
lama, sampai getahnya besar-besar tuntas (tidak keluar lagi). Karena bila getahnya
belum tuntas dan keratan langsung dibungkus dengan media, dikhawatirkan keratan
akan diserang oleh cendawan atau bakteri. Waktu yang diperlukan untuk jenis
tanaman ini adalah 2-3 minggu. Contoh tanaman hias yang bergetah adalah semua
jenis puring dan sawo (Wudianto, 2003).
c. Pengambilan setek
Pengambilan setek atau sering disebut pemotongan setek ini dapat
menggunakan pisau yang tajam, dengan demikian akan dihasilkan permukaan
potongan yang halus. Permukaan potongan yang kasar sangat sulit untuk membentuk
kalus, padahal kalus sangat berguna untuk menutupi luka serta mempercepat
tumbuhnya akar setek.
Teknik untuk pengambilan setek penting untuk diketahui, misalnya
banyaknya tunas dalam setek tersebut. Untuk setek yang panjangnya 20-30 cm paling
tidak memiliki 3-5 mata tunas. Bahan untuk setek ini biasanya cabang bagian tengah
dan pangkal saja. Pemotongan di bagian pangkal lebih kurang 3 mm di bawah mata
tunas yang paling atas. Bila terlalu jauh dengan mata tunas maka kayu di bawah
maupun di atas mata tunas akan membusuk dan kering. Bagian yang mengering ini
akan membuat mata tunas mengering dan akhirnya mati (Wudianto, 2003).
Peranan daun pada setek ini juga cukup besar, karena daun juga melakukan
proses asimilasi dan hasil dari asimilasi tentu dapat mempercepat pertumbuhan akar.
Tetapi jumlah daun yang terlalu banyak justru akan menghambat pertumbuhan akar
setek, karena daun juga mengalami proses penguapan yang cukup besar. Maka dari
itu, daun pada setek yang disisakan cukup satu atau dua lembar saja atau lebih
amannya hilangkan sama sekali. Jadi proses penguapan bisa dihindarkan seminimal
mungkin.
d. Menyemaikan setek
Setelah keratan berusia 20 hari, setek sudah siap untuk disemaikan. Dalam
usaha menyemaikan setek kita bisa melakukannya dengan dua cara. Cara pertama
disemaikan dalam suatu wadah, sedangkan cara kedua dengan disemaikan pada
13
bedengan. Cara pertama kita pilih bila bahan setek yang akan disemaikan dalam
jumlah sedikit, dan cara ini tentunya sangat cocok dilakukan oleh pengusaha kecil-
kecilan atau kalangan rumah tangga. Sedangkan untuk tanaman hias, pengebun buah-
buahan dan juga perkebunan besar-besaran, biasanya menyemaikan setek batang pada
bedengan-bedengan yang dibuat secara khusus sebagai tempat menyemaikan setek.
Menyiapkan wadah
Dipilih cara penyemaian dengan menggunakan wadah karena jumlah setek
tidak banyak dan tanah untuk membuat bedengan tidak tersedia. Wadah yang
digunakan bisa berupa kotak kayu, pot, keranjang, polybag atau kantung plastik.
Setiap wadah hendaknya dilubangi pada bagian bawahnya agar air yang berlebihan
pada saat menyiram atau pada musim hujan dapat mengalir keluar, sehingga bagian
pangkal setek tidak busuk.
Menyiapkan media tanam
Media tanam atau tanah merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya
sistem perakaran tanaman. Sebagian besar unsur hara mineral dan bahan organik
yang dibutuhkan tanaman diambil dari tanah. Karena itu, tanah yang baik harus
mempunyai bahan organik yang tinggi, drainase dan aerasinya bagus, dan
mengandung unsur hara mineral yang dibutuhkan oleh tanaman.
Bahan organik berfungsi memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah mampu
mengikat dan mempergunakan pupuk kimia yang diberikan. Akibat aktivitas yang
dilakukan manusia umumnya dapat membuat tanah menjadi memadat sehingga
jumlah pori-porinya berkurang. Usaha untuk memperbaikinya dapat dilakukan
dengan penggemburan dan pemberian bahan organik. Penggemburan dan pemberian
bahan organik akan membuat struktur tanah menjadi lebih gembur dan remah.
Drainase dan aerasi yang bagus mencerminkan kondisi kandungan jumlah
kadar air dan udara yang seimbang dalam tanah tersebut. Kandungan air yang
berlebih dapat menyebabkan tanaman kekurangan air. Kedua unsure tersebut harus
berada dalam jumlah yang proporsional agar tanaman tidak mengalami ganguan
proses fotosintesisnya.
14
Selain menggunakan tanah, media tanam dapat menggunakan bahan-bahan
lain selain tanah, misalnya sekam, batu kerikil, puing-puing dan bahan lainnya.
Penanaman dengan menggunakan media tanam tanpa tanah disebut dengan system
hidroponik. Pada sistem hidroponik unsur hara mineral yang dibutuhkan tanaman
disediakan dan diberikan dalam bentuk larutan yang harus diberikan secara teratur
dan periodik. Apabila akan menggunakan tanah sebagai media tanam, kandungan
partikel-partikel pembentuk tanah terdiri dari pasir, debu dan liat. Persentase ketiga
unsur pembentuk tanah tersebut menentukan klasifikasi struktur tanah. Pasir sulit
menahan air dan unsur hara mineral, tetapi memiliki aerasi dan drainase yang baik.
Sedangkan liat mampu menahan air dan unsur hara mineral dalam jumlah yang besar,
tetapi memiliki aerasi dan drainase yang buruk. Komposisi yang seimbang ketiga
partikel pembentuk tanah akan menentukan kualitas tanah. Untuk pertumbuhan
tanaman yang baik, tekstur tanah yang berukuran medium seperti lempung atau
lempung berpasir adalah paling ideal. Media tanam yang baik dapat dibuat dengan
menggunakan campuran pasir, liat, dan bahan organik. Bahan organik yang dapat
dipilih dapat menggunakan pupuk kandang, bokashi, atau kompos hijau. Komposisi
ideal ketiga bahan campuran tersebut adalah 1 : 1 : 1 (Endah, 2002).
Menyemaikan setek
Untuk mendapatkan pertumbuhan akar yang baik pada setek, bisa dibantu
dengan zat pengatur tumbuh. Salah satu contoh zat pengatur tumbuh adalah Rootone
F yang berbentuk tepung. Cara pemakaiannya yaitu dengan membasahi terlebih
dahulu pangkal setek dengan air lebih kurang 2 cm, lalu dicelupkan ke dalam zat
pengatur tumbuh. Kelebihan zat pengatur tumbuh yang menempel pada pangkal setek
dapat dibersihkan dengan cara mengetuk-ngetukan bahan setek. Cara yang lain adalah
zat pengatur tumbuh Rootone F dicampur dengan sedikit air hingga berbentuk pasta.
Pangkal setek lalu kita tancapkan ke dalam pasta. Kadang-kadang sebelum
ditancapkan pada media, setek dicuci dahulu agar kelebihan zat pengatur tumbuh bisa
terbuang (Wudianto, 2003).
Sebaiknya pangkal setek yang telah diberi zat pengatur tumbuh langsung bisa
disemaikan di pot atau bedengan dengan jarak tanam 10 x 5 cm. Jika setek yang kita
15
semaikan berisi daun, maka helaian daunnya ini terletak di bagian atas, sehingga
berfungsi melindungi setek dari gangguan yang tidak diinginkan, misalnya ujung
setek tidak langsung tertimpa sinar matahari benturan air pada saat melakukan
penyiraman.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman
Tumbuh merupakan salah satu ciri yang dimiliki oleh makhluk hidup. Di
dalam pertumbuhan tersebut, makhluk hidup memerlukan kondisi yang sesuai
(adaptable) ddengan lingkungannya. Pertumbuhan tanaman ditunjukkan oleh
pertumbuhan ukuran dan berat yang tidak dapat balik yang dicerminkan oleh
pertambahan protoplasma. Penambahan protoplasma terjadi karena bertambahnya
ukuran dan jumlah sel. Secara umum pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh oleh
dua faktor utama, yaitu faktor dalam dan faktor luar (Sulantara, 2006).
1) Faktor Dalam
Faktor dalam yang dimaksud adalah bahan-bahan kimia yang dihasilkan oleh
tumbuhan itu sendiri. Bahan-bahan kimia itu disebut dengan hormone. Hormon
merupakan senyawa organik yang mampu bekerja dengan jumlah yang sedikit tetapi
mempengaruhi pertumbuhan dan proses fisiologinya (Subrata, 1989).Hormon yang
terdapat pada tumbuhan disebut dengan fitohormon yang sampai saat ini telah
diketahui antara lain Giberilin, Auksin (IAA), Asam Traumalin, dan Vitamin. Zat-zat
penumbuh tersebut berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar, perkembangan
tunas, pembentukan buah, memperlambat gugurnya daun dan buah, serta
menggiatkan cambium untuk membentuk sel-sel baru (Dwijoseputro, 1985).
Salah satu hormon yang banyak diteliti adalah auksin. Auksin berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan merangsang pembelahan sel. Hormon ini hampir
ditemukan di seluruh bagian tumbuhan, terutama pada pucuk batang. Berdasarkan hal
tersebut hormon ini diperkirakan diproduksi pada pucuk batang dan kemudian
diangkut ke seluruh bagian tumbuhan melalui gerakan yang disebut basipetal tanpa
menghiraukan dasar tersebut berada pada posisi normal atau terbalik. Pergerakan
16
auksin itu lambat, hanya 1 cm per jam di akar dan batang serta memerlukan energi
metabolisme (Salisbury, 1995).
2) Faktor Luar
Beberapa faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman antara lain
cahaya, suhu, udara, air, dan tanah. Cahaya menyediakan energi untuk fotosintesis
sehingga berpengaruh terhadap berbagai respon tumbuhan, seperti perkecambahan,
pembentukan klorofil, umbi, dan perbungaan. Setiap kelompok tumbuhan memiliki
respon yang berbeda terhadap cahaya. Salah satu diantaranya adalah perbedaan
respon fotosintesis terhadap naik turunnya intensitas cahaya. Fotosintesis meningkat
dengan naiknya kekuatan cahaya sampai suatu kekuatan yang berkisar antara 1/10
sampai 1/3 dari kekuatan cahaya matahari penuh (Heddy, 1987). Tumbuhan dengan
kapasitas fotosintesis rendah mencapai laju maksimum fotosintesis pada intensitas
cahaya yang relatif rendah, jauh di bawah cahaya penuh. Di pihak lain, laju
fotosintesis jenis tumbuhan kapasitas tinggi meningkat dengan naiknya intensitas
cahaya (Heddy, 1987). Tanaman kaca piring dalam hal ini memerlukan penyinaran
penuh, berarti tanaman ini kapasitas fotosintesis tinggi. Cahaya tidaklah berpengaruh
secara langsung terhadap pertumbuhan tanaman, tetapi penting untuk fotosintesis.
Selain itu, cahaya juga mempengaruhi membuka dan menutupnya stomata yang
berkaitan dengan proses transpirasi, sehingga transpirasi yang meningkat akan
meningkatkan pengangkutan mineral melalui aliran masa (Sarna, 1998).
Suhu mempengaruhi proses-proses biologi dan kimiawi yang berlangsung
dalam tanaman. Masing-masing spesies tanaman memerlukan suhu yang berbeda-
beda. Ada 3 titik kardinal yang diperlukan oleh tanaman untuk dapat bertahan hidup
dan tumbuh, yaitu suhu maksimum, suhu optimum, dan suhu minimum. Kecepatan
reaksi dipengaruhi suhu. Makin tinggi suhu, reaksi berlangsung makin cepat dan
kecepatannya berkurang setelah melewati keadaan optimum. Rentangan suhu yang
menyokong pertumbuhan tanaman biasanya antara 5 sampai 35oC (Subrata, 1989).
Udara berfungsi menyediakan oksigen dan karbohidrat. Menurut Warbur
(1920) dalam Heddy (1987), menyatakan bahawa fotosintesis yang terjadi pada
tanaman Chlorela terhambat apabila nilai O2 (25%) dapat menghambat proses
17
fotosintesis kira-kira 30-40%. Dalam hal ini tidak semua reaksi fotosintesis
terhambat, tetapi hasil produksi terakhir menjadi kecil. Konsentrasi CO2 mempunyai
pengaruh yang sangat nyata terhadap proses fotosintesis. Atmosfer mengandung
0,03% CO2 dan laju fotosintesis dapat ditingkatkan sampai beberapa kali lipat dengan
meningkatkan konsentrasi CO2 , hal ini hanya mungkin dapat dilakukan pada kondisi
yang terbatas, seperti pada rumah kaca dan laboratorium, tetapi tidak di lading atau
hutan (Heddy, 1987: 43). Tanaman kaca piring termasuk tumbuhan tingkat tinggi
yang memerlukan konsentrasi CO2 di udara yang tinggi pula.
Air merupakan bagian terbesar dari jaringan tumbuh-tumbuhan. Semua proses
tumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi dan terjadi di dalam air. Unsur-
unsur hara dari tanah yang diperlukan tanaman harus terlebih dahulu terlarut dalam
air sebelum diserap oleh akar yang seterusnya diangkut ke semua bagian tanaman.
Air diperlukan dalam proses asimilasi, respirasi, dan diperlukan sebagai pengatur
suhu (Heddy, 1987: 23-24). Secara rinci air merupakan penyusun utama protoplasma,
menjadi pelarut dan alat transportasi berbagai zat hara, menjadi medium dan bahan
dasar berlangsungnya reaksi biokimia, sebagai sistem hidrolik (turgor pada dinding
sel), sebagai buffer, dan alat gerak (nasti) (Sarna, 1998:7).
Tanah berfungsi sebagai tempat melekatnya akar tanaman, memberikan
kelembaban (sumber air), sebagai sumber unsur hara, dan sebagai pendukung
mekanik. Tanah merupakan komponen lingkungan yang dapat dimanipulasi untuk
mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Pertumbuhan Akar pada setek Batang
Pertumbuhan akar pada setek batang diawali dengan pembentukan kalus
sebagai hasil dari pembelahan kambium. Kalus merupakan hasil perubahan sel-sel
yang berbeda pada daerah kambium vasikuler. Dalam kalus terdapat titik-titik tumbuh
akat yang nantinya menjadi akar. Menurut Hartman dan Kester (1975), yang dikutip
oleh Abidin (1985), ada tiga tahapan yang dilalui selama pembentukan akar pada
setek yaitu :
1. adanya diferensiasi sel yang diikuti oleh migrasi sel-sel meristem;
18
2. diferensiasi kelompok sel untuk membentuk primordial akar; dan
3. menumbuhkan akar-akar baru.
Kalus akan terbentuk jika kondisi menguntungkan, seperti tersedianya hormon
dan zat makanan. Makin cepat pembentuk kalus, makin cepat pula terbentuknya akar.
Jadi terbentuknya kalus merupakan petunjuk daya tumbuh baru atau regenerasi
tumbuhan. Regenerasi menujukan kecenderungan organisme yang sedang
berkembang memulihkan atau memperbaharui bagian-bagiannya yang hilang atau
dipisahkan secara fisiologi. Pada hakikatnya perkembangan yang normal pada suatu
jenis tumbuhan menunjukan keadaan yang seimbang. Adanya keratan pada tumbuhan
sebagai suatu rangsangan luka, merupakan suatu gangguan terhadap keseimbangan
tersebut. Dengan adanya peristiwa ini akan mendorong timbulnya mekanisme kontrol
untuk mengembalikan keseimbangan tersebut, sehingga kembali terbentuk tumbuhan
yang lengkap dan utuh (Widyastana, 2004).
Pertumbuhan Akar pada setek Batang
Zat pengatur tumbuh tanaman sering disebut zat tumbuh atau hormone/
Penggunaan zat tumbuh di negara yang maju sudah merupakan pekerjaan rutin,
sebagaimana halnya dengan penggunaan pupuk, insektisida dan fungisida.
Pengetahuan dasar tentang zat tumbuh ini diperlukan agar zat ini efektif dan
menguntungkan, karena pengaruh zat tumbuh tergantung cara pemakaiannya. Pada
kadar rendah zat tumbuh akan mendorong pertumbuhan, sedangkan pada kadar
terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan, meracuni bahkan mamatikan tanaman.
Pemberian zat tumbuh yang sesuai merupakan salah satu alternatif teknologi baru
yang dapat memperbaiki proses biologis tanaman (Kusumo,1990)
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dikendalikan oleh substansi kimia
yang konsentrasinya sangat rendah yang digunakan untuk mengendalikan
sekelompok proses fisiologis dalam produksi tanaman budidaya, termasuk
pembungaan dan pembuahan, pembagian hasil asimilasi, dan perkecambahan.
Perangsang tumbuh sintetik dalam campuran yang tepat, merangsang kalus
(pembentukan massa sel yang tidak terdeferensiasi).
19
A. Definisi zat pengatur tumbuh
1. Zat pengatur tumbuh tanaman yaitu substansi (bahan) organik (selain
vitamin dan unsur mikro) yang dalam jumlah sedikit, merangsang,
menghambat atau sebaliknya mengubah proses fisiologis (franklin
dkk,1991).
2. Zat pengatur tumbuh (regulator) adalah zat pengatur yang
mempengaruhi pertumbuhan yang mempunyai batasan yang luas
termasuk suma zat yang mempengaruhi proses fisiologi tanaman, baik
senyawa asli maupun senyawa kimia buatan (Danoesastro, 1976)
3. Zat pengatur tumbuh (hormon) adalah molekul – molekul yang
kegiatannya menagtur reaksi –reaksi metabolik penting. Zat tumbuh
mencangkup hormon tumbuhan (alami) dan senyawa- senyawa buatan
yang dapat mengubah tumbuh dan perkembangan tumbuhan
(Suwasono, 1986).
B. Faktor-faktor yang menentukan penggunaan zat pengatur tumbuh
1. Cara pemberian
a. Cara pemberian dengan metode pasta, pasta lanolin untuk
melarutkan homon, pasta ini bila diberikan pada pangkal setek
dapat melekat, tidak kering, dan dapat mempertahankan kadar
hormon yang diberikan.
b. Cara pemberian dalam larutan pekat dalam alkohol 50%, biasanya
kepekatan sekitar 0,1%
c. Cara pemberian tepung, dengan menyentuhkan pangkal setek pada
tepung yang mengandung hormon dengan kadar 0,02-0,1%.
d. Cara pemberian dengan penyemprotan dengan larutan hormon
encer.
2. Konsentrasi
Umumnya konsentrasi yang digunakn antara 10.000 ppm – 20.000
ppm. Zat tumbuh efektif pada jumlah tertentu, konsentrasi terlalu
tinggi dapat menghambat pertumbuhan, dimana pembelahan sel dan
20
kalus akan berlebihan dan mencegah tumbuhnya tunas dan akar.
Sedangkan konsentrasi dibawah optimum tidak efektif.
3. Waktu pemberian
Salah satu penghambat falam penggunaan zat pengatur tumbuh adalah
waktu pemberian yang tepat bagi masing – masing tanaman. Zat
pengatur tumbuh dengan konsentrasi yang tinggi diberikan dari luar
tanaman selama masa pertumbuhan dan pembuangannya aka
menghambat pembungaan da menurunnya produksi.
IX. Kerangka Berpikir
Tanaman Kaca Piring (Gardenia augusta Merr.) merupakan salah satu
tanaman hias yang memiliki bunga yang sangat indah dan menarik. Akhir-akhir ini
penggemar tanaman kaca piring semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya
status sosial masyarakat, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal inilah yang
menyebabkan petani tanaman hias di Desa Petiga, Marga tertarik untuk
mengembangbiakannya, tetapi petani sering kecewa dengan jumlah dan kualitas
tanaman yang diperoleh sering tidak sesuai dengan harapan. Salah satu penyebabnya
adalah sulitnya mendapatkan bibit tanaman kaca piring karena induk yang dimiliki
petani jumlahnya sedikit.
Secara umum tanaman kaca piring dapat dikembangbiakan dengan dua cara
yaitu secara vegetatif dan generatif. Perkembangbiakan vegetatif dapat dilakukan
dengan cara mencangkok dan setek. Perkembangbiakan secara generatif dapat
dilakukan dengan biji. Dari ketiga cara perbanyakan tersebut masing-masing
memiliki kelebihan dan kelemahan. Mencangkok memerlukan keterampilan khusus,
caranya agak rumit, membutuhkan waktu yang lama dalam pengembangbiakan, tetapi
keberhasilan hidup tanaman tinggi. Setek caranya mudah, tidak memerlukan
keterampilan khusus, waktu perkembangbiakannya yang singkat, tetapi keberhasilan
hidup rendah. Perbanyakan dengan biji memiliki cara mudah, tidak memerlukan
keterampilan khusus, tetapi berdasarkan pengamatan penulis secara faktual empiris di
lapangan, untuk tanaman kaca piring belum pernah dikembangkan dengan
menggunakan biji karena biji sangat sulit diperoleh.
21
Melihat dari permasalahan di atas, maka muncullah pemikiran bagaimana
mengembangbiakan tanaman kaca piring dengan cepat (cepat tumbuh akar),
keberhasilan hidup tinggi dan caranya tidak rumit yaitu dengan membuat kombinasi
antara cangkok dan setek. Dalam mencangkok, batang dikerat dan kambium
dihilangkan. Hal itu dilakukan dengan tujuan agar jaringan floem dan kambium
bagian atas dan bawah keratan putus. Berdasarkan hal tersebut muncul suatu gagasan
untuk memberikan perlakuan ekstra pada setek yaitu dengan melakukan keratan.
Keratan ini meniru prinsip dari mencangkok, yaitu berusaha memutuskan jaringan
floem dan kambium bagian atas dan bawah agar nantinya akar dapat tumbuh dengan
cepat di bagian atas keratan. Setelah dicoba melakukan teknik keratan ini, ternyata
hasil yang diperoleh jauh lebih baik dari teknik sebelumnya, baik dilihat dari segi
kualitas maupun jumlah tanaman yang dihasilkan. Namun dari temuan tersebut, para
petani belum pernah mengkaji secara serius mengenai berapa dosis zat pengatur
tumbuh (ZPT) pada keratan tanaman kaca piring ini siap untuk disetek dan ditanam
pada media pembibitan. Karena berdasarkan temuan di lapangan, sering didapati
keratan yang dibuat sudah sembuh atau menyatu antara bagian atas dengan bawah
keratin. Kerangka berpikir di atas dapat dibuat dalam bentuk diagram alir sebagai
berikut.
22
Tanaman Kaca Piring
Perkembangbiakan Vegetatif Perkembangbiakan Generatif
X. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis alternatif (H1) yang
disusun dalam penelitian ini adalah “Ada perbedaan pengaruh berbagai dosis zat
pengatur tumbuh - Rhizattun-f (0 ppm, 150 ppm, 250 ppm, 350 ppm dan 450 ppm)
23
Cangkok Setek Biji
Memerlukan keterampilan khusus, cara agak rumit, membutuhkan waktu yang lama dalam pengembangbiakan, keberhasilan hidup tinggi
Cara mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus, waktu yang singkat, keberhasilan hidup rendah
Waktu untuk memperoleh biji sangat lama sehingga waktu pengembangbiakan menjadi lama
Pengembangbiakan tanaman cepat (cepat tumbuh akar)Keberhasilan hidup tinggi dan cara yang tidak rumit
Perlakuan ekstra pada bahan setek
Memberikan beberapa dosis ZPT berbeda pada keratan bagian ujung batang bahan setek
tanaman kaca piring (Gardenia augusta Merr.)
pada keratan terhadap pertumbuhan akar tanaman kaca piring (Gardenia augusta
Merr.)”. Hipotesis tersebut akan dibuktikan dengan melakukan eksperimen.
XI. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental sungguhan yaitu sampel
yang digunakan dapat memberi kualitas yang sama (Bawa, 2003). Pada penelitian ini
digunakan lima kelompok sampel setek Kaca Piring (Gardenia augusta Merr.),
dimana setiap kelompok terdiri dari 16 sampel yang merupakan variasi pemberian
dosis zat pengatur tumbuh yaitu 0 ppm, 150 ppm, 250 ppm, 350 ppm dan 450 ppm.
2. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini desain yang penulis gunakan adalah desain penelitian
eksperimental sungguhan dengan pola “The Post-test Only Control Group Design”
dengan bagan sebagai berikut.
(Bawa, 2003)
Keterangan :
X = Variasi dosis zat pengatur tumbuh utuk keratan pada cabang tanaman kaca
piring yang akan disetek; tanpa X menunjukan tidak dilakukannya keratan
pada cabang tanaman kaca piring
O1 = Panjang akar setek tanaman kaca piring pada kelompok eksperimen
O2 = Panjang akar setek tanaman kaca piring pada kelompok kontrol
R = Randomisasi setek tanaman kaca piring
3. Variabel Penelitian
Variabel yang telibat dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Bebas
24
R X O1
R O2
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian dosis zat pengatur
tumbuh pada keratan yang dapat dimanipulasi. Dalam hal ini, diatur dengan takaran
0 ppm (perlakuan A), 150 ppm (perlakuan B), 250 ppm (perlakuan C), 350 ppm
(perlakuan D) dan 450 ppm (perlakuan E)
2. Variabel Terikat
Variabel terikat yang diamati adalah rerata panjang akar tanaman kaca piring
(Gardenia augusta Merr.). Berat basah akar dan jumlah akar digunakan sebagai data
pendukung.
4. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penellitian ini adalah tanaman kaca piring yang ada di kebun I
Made Sunarta, di Desa Petiga, Kec. Marga, Kab. Tabanan.
2. Sampel
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 80
batang setek tanaman kaca piring yang dibagi menjadi lima kelompok perlakuan.
Perlakuan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Enam (16) cabang yang dikerat dengan diberi ZPT Rhizattun-f 0 ppm
Enam (16) cabang yang dikerat dengan diberi ZPT Rhizattun-f 150 ppm
Enam (16) cabang yang dikerat dengan diberi ZPT Rhizattun-f 250 ppm
Enam (16) cabang yang dikerat dengan diberi ZPT Rhizattun-f 350 ppm
Enam (16) cabang yang dikerat dengan diberi ZPT Rhizattun-f 450 ppm
Penelitian ini menggunakan RAL, ulangan setiap perlakuan mengacu pada rumus (t-
1) (r-1) > 20, dengan t (treatment) adalah perlakuan dan r (replication) adalah
pengulangan (Sugandi, 1998: 8). Dalam percobaan ini pengulangan dilakukan
sebanyak 16 kali, sehingga rumus (t-1) (r-1) > 20 terpenuhi.
Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
Teknik Sampel Random yaitu dengan cara undian. Adapun cara-cara dalam
pengambilan sampel adalah sebagai berikut :
25
1. Membuat nomor 1 sampai dengan 80 pada kertas dengan ukuran 5 x 5 cm
sebanyak 2 kali (rangkap 2)
2. Nomor 1 sampai dengan 80 pertama ditempelkan secara acak pada cabang
tanaman kaca piring, sedangkan nomor 1 sampai 80 kedua digulung kemudian
dimasukkan kedalam kaleng
3. Mengambil nomor yang ada di dalam kaleng satu per satu sampai habis.
Pengambilan nomor pertama sampai dengan nomor ke-16 dianggap sebagai
perlakuan A (ZPT Rhizattun-f 0 ppm), pengambilan nomor ke-17 sampai dengan
nomor ke-32 dianggap sebagai perlakuan B (ZPT Rhizattun-f 150 ppm),
pengambilan nomor ke-33 sampai dengan nomor ke-48 dianggap sebagai
perlakuan C (ZPT Rhizattun-f 250 ppm), pengambilan nomor ke-49 sampai
dengan nomor ke-64 dianggap sebagai perlakuan D (ZPT Rhizattun-f 350 ppm),
pengambilan nomor ke-65 sampai dengan nomor ke-80 dianggap sebagai
perlakuan E (ZPT Rhizattun-f 450 ppm).
4. Semua sampel yang diperoleh kemudian dicatat pada tabel 01
5. Setelah kelompok sampel diketahui, kemudian cabang dikerat secara bersamaan
dan diberi ZPT Rhizattun-f sesuai undian.
Tabel 01. Hasil Pengamatan Sampel Secara Randomisasi Sederhana
Klp.
Sampel
Pengambilan Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
A 10 33 52 34 61 51 71 79 34 67 80 12 76 14 75 48
B 47 18 19 70 9 43 41 24 64 44 27 57 29 65 31 55
C 20 7 62 22 6 25 35 11 1 8 53 45 74 5 66 38
D 60 58 21 42 17 63 23 77 50 4 28 16 49 13 73 54
E 2 32 68 59 30 46 68 56 26 72 36 78 3 37 15 40
5. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, dibagi menjadi tiga tahapan yaitu :
1) Tahap Persiapan 26
Pada tahap ini ada beberapa hal yang perlu disiapkan, diantaranya sebagai
berikut :
a. Persiapan alat dan bahan, yang meliputi :
Alat-alat
- penggaris - palu - parang
- gunting - steples - alat dokumentasi
- gergaji - bolpoin - pisau
- paku - spuite 25 ml - cangkul
- plastik bening - plaster bening
Bahan
- setek batang (bagian ujung) Kaca Piring (Gardenia augusta Merr.)
- tali raffia
- polybag (ukuran 8 cm)
- kertas
- tanah kebun
- air keran (PAM desa)
- bamboo
- Rhizattun-f
b. Persiapan tempat penelitian
Tanaman kaca piring (Gardenia augusta Merr.) tumbuh dengan baik jika
terkena cahaya matahari secara langsung, terutama cahaya matahari pada pagi
hari. Untuk mendapatkan lingkungan demikian, maka dalam penelitian harus
dilakukan di tempat yang terkena cahaya matahari secara langsung. Untuk
menghindarkan bibit dari air hujan dan cahaya matahari pada saat siang hari dan
sore hari maka penulis membuat suatu bedengan yang atapnya terbuat dari plastik
transparan (bening) dengan tiang dari bambu. Karena jika bibit yang baru ditanam
terkena air hujan yang terlalu banyak maka batangnya akan terendam air dan
setek akhirnya mati, begitu pula jika suhunya terlalu panas bibit akan layu dan
akhirnya juga akan mati. Jadi untuk mendapatkan lingkungan demikian perlu
27
dibuatkan bedengan dan untuk mencegah gangguan dari hewan piaraan yang
merugikan, di bagian samping bedengan diisi atau dibatasi dengan jaring.
c. Mempersiapkan Media Sebagai Tempat Tanaman
Dalam penelitian ini media yang digunakan adalah tanah kebun saja tidak
ada campuran dari media tanaman yang lainnya, kemudian tanam tersebut
dimasukkan kedalam polybag yang berukuran 8 cm. Setiap polybag diberi lubang
bagian bawahnya agar air yang berlebih pada saat menyiram atau musim hujan
dapat mengalir keluar, sehingga pangkal setek tidak busuk.
d. Mempersiapkan Setek Tanaman Kaca Piring (Gardenia augusta Merr.)
Setek diperoleh dari tanaman kaca piring yang ada di kebun I Made
Sunarta. Bahan yang akan disetek sebelumnya diberi keratan, setelah semua
sampel dikerat, beri ZPT rhizattun f. Berdasarkan pengamatan penulis pada
kondisi keratan yang telah diterapkan di kebun I Made Sunarta, pada umur 1
minggu saja, kalus telah muncul.
2) Tahap Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan selama 58 hari. Pada tahapan ini, penulis mulai
dengan melakukan proses pengeratan terhadap setek batang tanaman kaca piring,
kemudian tanpa pemberian ZPT (0 ppm) dan di beri ZPT (150 ppm, 250 ppm, 350
ppm dan 450 ppm.) Keseluruhan setek ditanam pada polybag dengan ukuran 8 cm
dan diamati setelah 30 hari, terhitung mulai pada saat penanaman. Sampel diletakkan
dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yaitu dengan sistem undian.
3) Tahap Observasi
Tahap observasi dilakukan pada hari ke-30 dari penanaman dilakukan artinya
pada saat itu setek sudah berumur 30 hari. Indikator yang digunakan dan diamati
adalah pertumbuhan akar pada setek tanaman kaca piring.
6. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan suatu rancangan yang disebut dengan Rancangan
Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap karena
percobaan yang digunakan pada kondisi tempat yang homogen. Penelitian ini dibuat
28
pada rumah kaca yang dibuat sendiri. Adapun data hasil pengamatan dibuat dalam
bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 03. Format Pengumpulan Data Rerata Panjang Akar pada Setek tanaman Kaca
Piring Setelah Berumur 30 Hari
Ulangan Perlakuan Total (Y)
A B C D E
1.
2.
3.
.
.
16.
Total (Y)
Rerata (ȳ)
Keterangan :
A : Perlakuan cabang diberi ZPT Rhizattun-f 0 ppm
B : Perlakuan cabang diberi ZPT Rhizattun-f 150 ppm
C : Perlakuan cabang diberi ZPT Rhizattun-f 250 ppm
D : Perlakuan cabang diberi ZPT Rhizattun-f 350 ppm
E : Perlakuan cabang diberi ZPT Rhizattun-f 450 ppm
7. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini yang berfungsi sebagai variabel bebas adalah pemberian
dosis ZPT yang dapat dimanipulasi. Dalam hal ini, diatur dengan memberi 0 ppm,
150 ppm, 250 ppm, 350 ppm dan 450 ppm. Sedangkan sebagai variabel terikatnya
adalah rerata panjang akar tanaman kaca piring. Secara keseluruhan penelitian ini
menggunakan lima kelompok sampel.
Penulis mengambil teknik analisis statistik dengan menggunakan analisis
varian (Anava) satu arah untuk menguji kelima kelompok sampel. Sampel yang
dianalisis secara statistik ialah rerata panjang akar tanaman yang hidup. Sebelum diuji 29
dengan Analisis Varian (Anava) satu arah, sampel terlebih dahulu dilakukan uji
normalitas dan homogenitas dengan mengggunakan SPSS 10.0 For Windows.
Data yang terkumpul dalam Tabel 02. selanjutnya dianalisis dengan analisis
varian (anava) satu arah. Data pendukung berupa berat basah akar dan jumlah akar
tidak dianalisis dengan menggunakan statistik induktif.
Analisis statistik yang digunakan adalah mengikuti formula yang diuraikan
oleh Gaspersz (1992: 67) sebagai berikut :
1. Menghitung derajat bebas (db) untuk setiap sumber ragam
- db total = rt – 1 = banyaknya pengamatan – 1
- db perlakuan = t – 1 = banyaknya perlakuan – 1
- db galat = t(r – t)
2. Menghitung nilai FK
- FK = (total jendral)2
total banyaknya pengamatan
3. Menghitung nilai JK
- JK Total (JKT) = (∑Yij)2 – FK
- JK Perlakuan (JKP) = (∑Yij)2 - FK r
- JK Galat = JKT – JKP
4. Menghitung nilai KT
- KT Perlakuan (KTP) = JK Perlakuan atau JKP
db perlakuan t – 1
- KT Galat (KTG) = JK Galat t(r – 1)
5. Mencari F Hitung
- F hitung perlakuan = KT Perlakuan atau KTP KT Galat KTG
Untuk memudahkan dalam menginterpretasikan hasil perhitungan statistik,
maka hasil perhitungan dapat dimasukkan ke dalam Daftar Sidik Ragam seperti pada
tabel berikut.
30
Tabel 04. Daftar Sidik Ragam Panjang Rerata Akar Tanaman Kaca Piring
SK db JK KTUji F
Fh Ft 5%
Perlakuan (t – 1) (∑Yij)2 - FK r
JK Perlakuan db perlakuan
KT Perlakuan KT GalatGalat (rt – 1) JKt – JKp JK Galat
t(r – 1)Total rt – 1 JKP + JKG
Keterangan :
1. db = Derajat Bebas 7. R = Kelompok Percobaan
2. FK = Faktor Koreksi 8. Yt = Jumlah Perlakuan
3. JK = Jumlah Kuadrat 9. Yr = Jumlah Ulangan
4. KT = Kuadrat Tengah 10. SK = Sumber Keragaman
5. Yi = Jumlah Total 11. Fh = F hitung
6. t = Perlakuan 12. Ft = F tabel
Bila dalam pengujian hipotesis F hitung > F tabel dengan taraf signifikansi 5
%, maka hipotesis alternatif (H1) diterima. Ini berarti bahwa pemberian zat pengatur
tumbuh berupa rhizattun-f berpengaruh terhadap pertumbuhan akar setek tanaman
kaca piring (Gardenia augusta Merr.).
Apabila dalam pengujian hipotesis menunjukkan ada perbedaan signifikan
panjang akar tanaman kaca piring, maka perlu dikaji lebih lanjut. Uji lanjut ini
bertujuan untuk mengetahui perlakuan yang mana menghasilkan panjang akar
tanaman kaca piring terbaik. Uji lanjut yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
Beda Nyata Jujur (BNJ). Pada prinsipnya uji ini sama dengan BNT, kecuali tabel
yang digunakan bukan Tabel T melainkan Tabel Q dari Tukey. Menurut Sugandi
(1994; 55) perhitungan penggunaan BNJ adalah sebagai berikut.
1. Hitung nilai BNJ, yaitu :
BNJ = qα (t, n2) S , dengan S =
31
Nilai qα (t, n2) dapat dilihat pada Tabel Q, α 0.05; t adalah perlakuan, r adalah
jumlah ulangan, sedangkan n2 adalah derajat bebas galat (db galat).
2. Hitung selisih rerata antar dua perlakuan yang mungkin dibandingkan, sebagai
berikut.
A - B = ?, A - C = ?, A - D = ?, A - E = ?, B - C = ?
B - D = ?, B - E = ?, C - D = ?, C - E = ?, D - E = ?
Nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai BNJ 5%. Jika lebih besar
daripada 5% berarti ada perbedaan yang sangat nyata antar kedua perlakuan diberi
tanda (ss). Tetapi, jika lebih kecil dari BNJ 5% berarti tidak ada perbedaan nyata
antar kedua perlakuan diberi tanda (ns).
3. Penyajian hasil perhitungan
Untuk lebih memudahkan melihat hasil pengujian, maka dibuat tabel matrik
selisih nilai rerata perlakuan seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 05. Format Matrik Selisih Nilai Rerata antar Dua Perlakuan
Perlakuan A B C D E
A B C D E
A
ȲB
ȲC
ȲD
ȲE
0 A - B
0
A - C
B - C
0
A - D
B - D
C - D
0
A - E
B - E
C - E
D - E
0
BNJ 5% = …..
Keterangan :32
A = Perlakuan pada pemberian rhizattun 0 ppm
B = Perlakuan pada pemberian rhizattun 150 ppm
C = Perlakuan pada pemberian rhizattun 250 ppm
D = Perlakuan pada pemberian rhizattun 350 ppm
E = Perlakuan pada pemberian rhizattun 450 ppm
= Nilai rerata perlakuan
A - B = Harga mutlak selisih nilai rerata perlakuan A dan B
A - C = Harga mutlak selisih nilai rerata perlakuan A dan C
A - D = Harga mutlak selisih nilai rerata perlakuan A dan D
A - E = Harga mutlak selisih nilai rerata perlakuan A dan E
B - C = Harga mutlak selisih nilai rerata perlakuan B dan C
B - D = Harga mutlak selisih nilai rerata perlakuan B dan D
B - E = Harga mutlak selisih nilai rerata perlakuan B dan E
C - D = Harga mutlak selisih nilai rerata perlakuan C dan D
C - E = Harga mutlak selisih nilai rerata perlakuan C dan E
D - E = Harga mutlak selisih nilai rerata perlakuan D dan E
Untuk memperkuat hasil analisis data, hasil penelitian ini dianalisis dengan
menggunakan SPSS 10.0 For Windows, karena penelitian ini termasuk kasus Analisis
Variasi untuk eksperimen factor umur keratan (Y).
33
34
Daftar Rujukan
Abidin, Zainal. 1985. Dasar-dasar Pengetahuan Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa: Bandung
Arief, Arifin. 1990. Hortikultura Tanaman Buah-buahan, Tanaman Sayuran, Tanaman Bunga/Hias. Andi Offset: Yogyakarta
BPSBTP Provinsi Bali. 2003. Pembinaan Mutu Tanaman Hias. Disampaikan pada Singkronisasi Teknologi Produksi Benih Sumber Tanaman Hias: Denpasar
Daryanto, S.S. 1997. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Apollo: Surabaya
Dwijoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia: Jakarta Heddy, Suwasono. 1987. Ekofisiologi Pertanaman. Suatu Tinjauan Aspek fisik
Lingkungan Pertamanan. Sinar Baru: Bandung
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2002. Pedoman Penulisan Skripsi/Tugas Akhir. Singaraja
Endah. H. 2002. Membuat Tanaman Hias Rajin Berbunga. Agromedia Pustaka: Jakarta
Gaspersz, Vincent. 1991. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan (Edisi 1). Tarsito: Bandung
Jones, Samuael B. & Luchsinger, Arlene E. 1987. Plant Systematics. Mcgrow – Hill Book Company
Kalsum, Umi. 2000. Pengaruh Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum) Terhadap Pertumbuhan Akar Setek Kembang Sepatu (Hibiscus rosasinensis). TA (tidak diterbitkan). Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan MIPA, STKIP Singaraja
Sarna, Ketut et al. 1998. Buku Ajar Fisiologi Tumbuhan (tidak diterbitkan). Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan MIPA, STKIP Singaraja
Sastrosupadi, Adji. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian (Edisi Revisi). Malang: Kasinus
Salisbury, Frank B. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 1. Penerbit ITB: Bandung
35
Subrata, I Made. 1989. Studi Tentang Pertumbuhan Tanaman Cabai (Capsicum frutescens L.) yang Dipupuk Melalui Permukaan Daun Bagian Atas dan Melalui Permukaan Daun Bagian Bawah dengan Pupuk Gandasil D. Skripsi (tidak diterbitkan). Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan MIPA, STKIP Singaraja
Sugandi dan Sugiarto. 1994. Rancangan Percobaan. Andi Offset: Yogyakarta Sunaryono, Hendro. 2003. Pengantar Pengetahuan Dasar Hortikultura. Sinar Baru
Algensindo: Bandung
Sulantara, Eka. 2006. Pengaruh Pengambilan Setek Pada Daerah Cabang yang Berbeda Terhadap Berat Basah Akar Tanaman Ginseng (Talinum triangulare Jacq. Willd.) Skripsi (tidak diterbitkan) Jurusan Pendidikan Biologi IKIP Negeri Singaraja: Singaraja
Suryowinoto, Sutarmi M. 1997. Flora Eksotika Tanaman Hias Berbunga. Kasinus: Jakarta
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Depdikbud: Balai Pustaka
Widyastana, Erry. 2004. Studi Tentang Pengaruh Penorehan Setengah Bagian Batang Pada Setek Terhadap Pertumbuhan Akar Tanaman Kamboja Jepang (Adenium coetanium Stafh.) Skripsi (tidak diterbitkan) Jurusan Pendidikan Biologi IKIP Negeri Singaraja: Singaraja
Wudianto, Rini. 2003. Membuat Setek, Cangkok, dan Okulasi. PT. Penebar Swadaya: Jakarta
Yatim, Wildan. 1999. Kamus Biologi. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta
36
Recommended