Upload
bellailmawani
View
11
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah daun pelawan (Tristaniopsis
obovata) yang diambil dari Kawasan Hutan Pelawan, Desa Namang,
Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
2. Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daun pelawan
(Tristaniopsis obovata) secara acak berwarna hijau, tidak terlalu tua dan
tidak terlalu muda dan tidak rusak dipanen pada hari Senin tanggal 24
Agustus 2015.
B. Variabel Penelitian
1. Identifikasi variabel utama
Variabel utama pada penelitian ini adalah ekstrak daun pelawan
hasil maserasi dengan pelarut etanol 96% yang diuji daya antidiabetesnya
terhadap tikus dengan diinduksi aloksan monohidrat.
2. Klasifikasi variabel utama
Variabel utama memuat identifikasi semua variabel yang diteliti
langsung. Variabel utama yang telah diidentifikasikan terlebih dahulu
33
34
dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai variabel yaitu variabel bebas,
variabel tergantung dan variabel terkendali.
Variabel bebas adalah variabel yang sengaja diubah-ubah untuk
dipelajari pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Variabel bebas pada
penelitian ini adalah dosis ekstrak etanol 96% daun pelawan.
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kadar glukosa darah
pada tikus setelah pemberian ekstrak etanol daun pelawan dengan dosis
yang berbeda-beda. Variabel tergantung merupakan variabel akibat dari
variabel utama, variabel tergantung dalam penelitian ini adalah selisih
penurunan kadar glukosa darah pada hewan uji sesudah dan sebelum
diberi perlakuan.
Variabel terkendali adalah variabel yang mempengaruhi variabel
tergantung sehingga perlu dinetralisir atau ditetapkan kualifikasinya agar
hasil yang didapatkan tidak tersebar dan dapat diulang oleh peneliti lain
secara tepat. Variabel terkendali pada penelitian ini adalah metode
ekstraksi daun pelawan, kondisi fisik hewan uji meliputi berat badan tikus,
galur, jenis kelamin, kondisi percobaan, laboratorium, zat penginduksi,
dan peneliti.
3. Definisi operasional variabel utama
Pertama, daun pelawan adalah seluruh daun pada pohon pelawan
yang segar, berwarna hijau, tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda dan
tidak rusak yang diperoleh dari kawasan hutan pelawan Namang
Kabupaten Bangka Tengah, Bangka.
35
Kedua, serbuk adalah simplisia kering daun pelawan yang
dihaluskan dengan penggiling dan diayak dengan pengayak ukuran mesh
nomor 40.
Ketiga, ekstrak etanol daun pelawan adalah cairan hasil dari
penarikan sari dari daun pelawan dengan cara maserasi menggunakan
pelarut etanol 96%, kemudian diuapkan dengan evaporator dan dilanjutkan
dengan oven untuk mendapatkan ekstrak kental.
Keempat, hewan uji yang dipakai adalah tikus jantan galur wistar
dengan berat badan 150-200 g.
Kelima, glibenklamid adalah serbuk obat antidiabetes oral yang
diperoleh dari PT. Ifars, Solo, Jawa Tengah.
Keenam, aloksan adalah bahan yang diberikan secara intra
peritoneal untuk merusak sel β pankreas pulau Langerhans yang fungsinya
menghasilkan insulin sehingga terjadi diabetes.
Ketujuh, kadar glukosa darah adalah kadar glukosa darah yang
diambil melalui ekor tikus dan ditetapkan dengan alat glukometer dalam
satuan mg/dl.
C. Bahan, Alat dan Hewan Uji
1. Bahan
1.1. Bahan Sampel. Bahan sampel yang digunakan pada
penelitian ini adalah daun pelawan yang diperoleh dari hutan pelawan
Namang Kabupaten Bangka Tengah.
36
1.2. Bahan Kimia. Bahan kimia yang digunakan pada
penelitian ini adalah etanol 96% sebagai larutan penyari. Untuk uji
farmakologi digunakan aloksan monohidrat, glibenklamid, CMC Na
0,5%, larutan fisiologis (NaCl 0,9%). Untuk uji identifikasi senyawa
tanaman alkohol, anhidrida asam asetat, kloroform, asam sulfat, HCl 2N,
metanol 50%, serbuk magnesium, amil alkohol, xylene, asam klorida, besi
(III) klorida dan air suling.
2. Alat
Alat untuk membuat simplisia yaitu oven dengan suhu rendah dan
konstan, mesin penggiling dan ayakan ukuran mesh no. 40. Alat penyari
yang digunakan adalah Alat untuk penyari adalah seperangkat alat
maserasi, evaporator, bejana maserasi, kain flannel, neraca elektrik, pipet,
tabung reaksi, beaker glass. Alat untuk perlakuan hewan uji adalah
timbangan analitik, jarum oral, spuit injeksi insulin 1.0 ml merck, pipa
kapiler, gelas ukur dan beaker glass. Alat untuk untuk mengukur kadar
glukosa darah tikus adalah Easytouch glucometer.
3. Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih
galur wistar kelamin jantan, umur 2-3 bulan dengan berat badan rata-rata
150-200 g sebanyak 30 ekor. Pengelompokan dilakukan secara acak
masing-masing 5 ekor per kelompok. Semua tikus dipelihara dengan cara
yang sama, mendapat diet yang sama, ukuran kandang yang sesuai dengan
temperatur 30±10oC.
37
Penerangan diatur dengan siklus 12 jam terang dan 12 jam gelap.
Selama penelitian kebutuhan makanan dan minuman harus selalu
terkontrol agar mencegah kematian tikus terutama saat diinduksi aloksan
untuk membuat tikus diabetes.
D. Jalannya penelitian
1. Determinasi tanaman
Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
melakukan determinasi daun pelawan (Tristaniopsis obovata) yang
bertujuan untuk menetapkan kebenaran sampel daun pelawan
(Tristaniopsis obovata) yang dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri
morfologi yang ada pada daun pelawan yang dibuktikan di laboratorium
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Persiapan bahan utama
Pengambilan daun pelawan dilakukan secara acak pada daun yang
sudah tua yang diambil dari hutan pelawan Desa Namang, Bangka Tengah
pada bulan Agustus 2015. Daun pelawan kemudian di cuci dengan air
untuk menghilangkan kotoran yang masih menempel, setelah itu ditiriskan
dan dikeringkan.
3. Pembuatan serbuk
Pengumpulan bahan baku yaitu pengambilan daun yang telah tua,
daun yang diambil daun dengan mutu baik. Lalu dilakukan sortasi basah
untuk memisahkan kotoran atau bahan asing lainnya. Setelah itu lakukan
38
pencucian untuk menghilangkan debu pada daun yang melekat dengan air
bersih. Setelah itu dilakukan pengeringan yang bertujuan untuk
mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan
dalam waktu yang lama. Pengeringan simplisia dilakukan dengan
menggunakan sinar matahari yaitu hanya diangin-anginkan saja tidak
terkena sinar matahari langsung atau di oven pada suhu 40o. Setelah itu
dibuat serbuk dan diayak dengan ayakan mesh 40.
Hasil penyerbukan yang berupa serbuk kering disimpan di dalam
wadah kering dan tertutup rapat yang selanjutnya digunakan untuk
pembuatan ekstrak dalam penelitian.
4. Penetapan kadar air
Penetapan kadar air serbuk daun pelawan dilakukan dengan
menggunakan alat Sterling-Bidwell. Caranya dengan menimbang serbuk
daun Pelawan 20 gram dimasukkan ke dalam labu destilasi dan
ditambahkan pelarut xylene sebanyak 100 ml sampai serbuk terendam,
kemudian memasang alat Sterling-Bidwell, tahap selanjutnya dipanaskan
dengan api kecil. Pemanasan dihentikan bila air pada penampung tidak
menetes lagi (kurang lebih 1 jam), kemudian diukur kadar airnya dengan
melihat volume pada skala alat tersebut dan dihitung persen kadar airnya
(Sudarmaji et al 2010).
5. Pembuatan ekstrak etanolik daun pelawan
Serbuk pelawan (Tristaniopsis obovata) sebanyak 500 g
diekstraksi menggunakan pelarut etanol 96% dengan metode maserasi.
39
Caranya: 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan
ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari,
ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil
berulang-ulang diaduk. Pengadukkan berulang memungkinkan pelarut
segera masuk ke seluruh permukaan bahan serbuk simplisia, sampai
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel (Voight
1995). Setelah 5 hari sari diserkai, ampas diperas. Ampas ditambah cairan
penyari secukupnya diaduk dan diserkai, sehingga diperoleh sari. Bejana
ditutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung cahaya, selama 2 hari
kemudian endapkan dipisahkan. Sari yang diperoleh dipekatkan dengan
evaporator dengan suhu 50oC sampai didapat ekstrak kental. (Depkes RI
1986). Prosedur digambarkan seperti skema pada gambar 3.
500 g serbuk daun pelawan
etanol, maserasi saring
filtrat
pekatkan dengan evaporator
Ekstrak kentalGambar 2. Skema pembuatan ekstrak etanol 96% serbuk daun pelawan.
6. Identifikasi kandungan senyawa kimia
Identifikasi kandungan senyawa kimia dilakukan untuk
memastikan kebenaran zat kimia yang terkandung di dalam daun pelawan.
Identifikasi senyawa meliputi senyawa flavonoid, tanin, saponin, steroid
dan triterpenoid.
6.1. Identifikasi berdasarkan reaksi warna
40
6.1.1. Identifikasi Flavonoid. Sejumlah tertentu ekstrak
dilembabkan dengan 100 ml air panas kemudian didihkan selama 5 menit,
disaring dan ambil filtratnya 5 ml dimasukkan dalam tabung reaksi
ditambahkan serbuk magnesium secukupnya, 1 ml asam klorida dan 2 ml
amil alkohol, dikocok kuat-kuat kemudian dibiarkan memisah.
Terbentuknya warna merah/kuning/jingga pada lapisan amil alkohol
menunjukkan positif flavonoid (Sarker 2006).
6.1.2. Identifikasi Steroid dan Triterpenoid. Sejumlah tertentu
ekstrak ditambahkan dengan satu tetes Liebermann Bourchard yang terdiri
dari 1 ml asam asetat amhidrat dan asam sulfat pekat 1 tetes. Terbentuk
warna merah berubah menjadi hijau, ungu dan terakhir biru, menunjukkan
positif steroid dan triterpenoid (Sarker 2006).
6.1.3. Identifikasi Saponin. Sejumlah tertentu ekstrak ditambah
dengan air panas 10 ml, didinginkan lalu dikocok selama 10 detik.
Kemudian didiamkan selama 10 menit. Saponin positif bila muncul buih
yang tinggi 1-10 cm. pada penambahan 1 tetes asam klorida 2N buih tidak
hilang (Robison 1995).
6.1.4. Identifikasi Tanin. Sejumlah ekstrak ditambah 20 ml air
panas kemudian didihkan selama 15 menit, setelah dingin disaring.
Sebanyak 5 ml fitrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan pereaksi larutan besi (III) klorida 1%. Jika tanin positif maka
akan terbentuk warna hijau violet setelah direaksikan dengan larutan besi
(III) klorida (Depkes 1995).
41
6.2. Identifikasi kandungan senyawa kimia berdasarkan KLT
Fase diam yang digunakan dalam skrining adalah silika gel F25
ukuran 10x2 cm2 yang kemudian dipotong sesuai kebutuhan, sedangkan fase
gerak dan penampak noda yang digunakan sebagai berikut.
6.2.1. Identifikasi flavonoid. Fase gerak yang digunakan adalah
heksan: etil asetat: asam fomiat (6:1,5:0,5) dan terdiri 2 lapisan. Penampak
noda: sitroborat. Jika timbul warna kuning kehijauan dibawah lampu UV
366 nm, setelah pemberian sitroborat menunjukkan adanya flavonoid
dalam ekstrak (Wagner 1996).
6.2.2. Uji steroid dan triterpenoid. Fase gerak N-Heksan – etil
asetat (93 : 1,5), eluasikan hingga batas, angkat dan keringkan, selanjutnya
disemprot dengan pereaksi Liebermen – Burchard, kemudian dipanasakan
pada suhu 110oC selama 2 menit (Harborne 1987).
6.2.3. Identifikasi saponin. Fase gerak: kloroform-metanol-air
(64:50:1). Penampakan noda: Lieberman Burchard. Jika timbul warna
hijau biru setelah penyemprotan lieberman burchard menunjukkan adanya
saponin dalam ekstrak (Harborne 1987)
6.2.4. Identifikasi tanin. Fase gerak: kloroform: etil asetat: asam
fomiat (0,5:9:0,5) dengan pembanding tanin 10 mg/1 ml etanol. Bercak
disemprot dengan FeCl3. Kemudian bercak diamati dibawah lampu UV
366 nm. Hasil positif menunjukkan warna hijau coklat kehitaman
(Widyowati & Rahmari 2010).
42
7. Pembuatan larutan uji
7.1. Larutan suspensi CMC Na 0,5%. Larutan suspensi
CMC Na konsentrasi 0,5% dibuat dengan cara melarutkan 0,5 g serbuk
CMC Na sedikit demi sedikit dalam air suling panas sambil diaduk pada
volume 100 ml air suling hingga mengembang sampai homogen.
7.2. Larutan glibenklamid. Suspensi glibenklamid
konsentrasi 0,2% dibuat dengan cara mensuspensikan 200 mg
glibenklamid masukkan dalam larutan suspensi CMC Na 0,5% yang telah
dikembangkan sebanyak 100 ml diaduk hingga homogen.
7.3. Larutan garam fisiologis. Larutan fisiologis 0,9%
dibuat dengan cara melarutkan 0,9 g NaCl dalam air suling pada volume
100 ml.
7.4. Larutan sediaan uji. Banyaknya ekstrak daun pelawan
yang akan digunakan, dihitung berdasarkan berat tikus dari masing-masing
tikus, kemudian ditambahkan dalam suspensi CMC Na 0,5% yang sudah
dikembangkan sebanyak 2 ml dan diaduk hingga homogen.
7.5. Larutan aloksan monohidrat. Larutan aloksan
monohidrat konsentrasi 1% dibuat dengan cara melarutkan 1 g aloksan
monohidrat dalam larutan garam fisiologis 0,9% pada volume 100 ml.
8. Penentuan dosis
8.1. Dosis glibenklamid. Dosis glibenklamid pada manusia 5
mg. Faktor konversi manusia dengan berat badan 70 kg ke tikus dengan
43
berat badan 200 g adalah 0,018. Dosis glibenklamid untuk tikus dengan
berat badan 200 g adalah 0,9 mg.
8.2. Dosis sediaan uji. Dosis sediaan diberikan berdasarkan dosis
lazim yang digunakan di masyarakat. Dibuat tiga variasi perbandingan
dosis ekstrak etanol daun pelawan (EEDP) dengan dosis 80 mg/kg BB,
160 mg/kg BB dan 320 mg/kg BB.
8.3. Dosis aloksan monohidrat. Dosis aloksan intraperitoneal
adalah 150 mg/kg BB.
9. Perlakuan hewan uji
Pengujian dilakukan dengan metode induksi aloksan terhadap 6
kelompok tikus. Tikus ditimbang dan masing-masing diberi tanda
pengenal, tikus yang digunakan sebanyak 30 ekor. Semua tikus
dipuasakan terlebih dahulu selama 16 jam dan diperiksa kadar gula darah
awalnya dan diinduksi dengan aloksan kecuali pada tikus kelompok I
sebagai kontrol negatif pada penelitian ini. Induksi aloksan dengan dosis
150 mg/kg BB kemudian dilihat kadar gula darahnya pada hari ke 7. Jika
kadar gula darah lebih dari 200 mg/dl maka tikus dikatakan sudah
hiperglikemik. Pemberian sediaan uji secara peroral selama 28 hari pada
kelompok tikus. Secara acak tikus dibagi menjadi 6 kelompok, masing-
masing kelompok terdiri dari 5 ekor.
Kelompok I = kontrol kontrol (CMC Na 0,5 %)
Kelompok II = kontrol positif (Glibenklamid)
Kelompok III = ekstrak etanol daun pelawan dosis 80 mg/kg BB
Kelompok IV = ekstrak etanol daun pelawan dosis 160 mg/kg BB
44
Kelompok V = ekstrak etanol daun pelawan dosis 320 mg/kg BB
Kelompok VI = kontrol negatif (tanpa perlakuan)
Pemeriksaan kadar glukosa darah yaitu pada hari ke-7, hari ke-14
hari ke-21 dan hari ke-28 menggunakan glukometer.
10. Penetapan kadar glukosa darah
Kadar glukosa darah ditetapkan dengan menggunakan alat
Glucometer (GlucoDr Biosensor AGM-2100). Cuplikan darah yang
diambil dari vena lateralis ekor tikus dalam jumlah sangat sedikit yang
berkisar hanya 1 μl disentuhkan dalam test strip, kemudian alat tersebut
akan segera mengukur kadar glukosa darah setelah strip terisi oleh darah.
E. Analisa statistik
Data analisis statistik yang digunakan dalam pengolahan data
penurunan kadar glukosa darah yaitu :
Tahap pertama dalam data analisis statistik yaitu distribusi normal
menggunakan informasi dari uji Saphiro-wilk. Data memiliki distribusi
normal jika p>0,05 dan memiliki distribusi tidak normal jika p<0,05.
Tahap berikutnya dilakukan uji one way anova untuk mendapatkan
informasi ada tidaknya perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan.
Bila p<0,05 memiliki arti bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antar
kelompok apapun. Apabila terdapat perbedaan bermakna maka dilakukan
uji Tukey post hoc test untuk mengetahui sebenarnya kelompok-kelompok
mana yang memiliki perbedaan itu.
45
F. Skema Penelitian
Tikus sebanyak 30 ekor
Dipuasakan selama 16 jam
Diperiksa kadar gula darah (KGD) (T0)
Diberi aloksan monohidrat 150 mg/kg BB i.p
(kecuali Kelompok I)
Setelah 7 hari, Diperiksa KGD (T1)
KGD > 200 mg/dl
Pemberian sediaan uji secara per oral 1x sehari selama 28 hari
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V Kelompok VI
Kontrol Kontrol EEDP EEDP EEDP Kontrol
Normal Positif 80 mg/kg BB 160 mg/kgBB 320 mg/kgBB negatif
Pemeriksaan KGD pada hari ke-7 (T2), hari ke-14 (T3), hari ke-21 (T4)
& hari ke-28 (T5)
Analisa hasil
Gambar 3. Skema prosedur pengujian antidiabetes dengan tikus yang diinduksi aloksan
46
G. Jadwal Penelitian
No. Jenis KegiatanTahun 2015 Tahun 2016
Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei
1. Studi Pustaka
2. Persiapan Penelitian
a.Determinasi Tanaman
b.Pengeringan dan
Penyerbukan Simplisia
c.Maserasi
3. Penelitian Laboratorium
a.Identifikasi Kandungan
b.Orientasi Penelitian
4.Pengumpulan dan analisis
Data
5. Penyusunan Laporan