22
33 BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan sampel 1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah daun pelawan (Tristaniopsis obovata) yang diambil dari Kawasan Hutan Pelawan, Desa Namang, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2. Sampel Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daun pelawan (Tristaniopsis obovata) secara acak berwarna hijau, tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda dan tidak rusak dipanen pada hari Senin tanggal 24 Agustus 2015. B. Variabel Penelitian 1. Identifikasi variabel utama

BAB III FIX.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB III FIX.doc

33

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah daun pelawan (Tristaniopsis

obovata) yang diambil dari Kawasan Hutan Pelawan, Desa Namang,

Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

2. Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daun pelawan

(Tristaniopsis obovata) secara acak berwarna hijau, tidak terlalu tua dan

tidak terlalu muda dan tidak rusak dipanen pada hari Senin tanggal 24

Agustus 2015.

B. Variabel Penelitian

1. Identifikasi variabel utama

Variabel utama pada penelitian ini adalah ekstrak daun pelawan

hasil maserasi dengan pelarut etanol 96% yang diuji daya antidiabetesnya

terhadap tikus dengan diinduksi aloksan monohidrat.

2. Klasifikasi variabel utama

Variabel utama memuat identifikasi semua variabel yang diteliti

langsung. Variabel utama yang telah diidentifikasikan terlebih dahulu

33

Page 2: BAB III FIX.doc

34

dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai variabel yaitu variabel bebas,

variabel tergantung dan variabel terkendali.

Variabel bebas adalah variabel yang sengaja diubah-ubah untuk

dipelajari pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Variabel bebas pada

penelitian ini adalah dosis ekstrak etanol 96% daun pelawan.

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kadar glukosa darah

pada tikus setelah pemberian ekstrak etanol daun pelawan dengan dosis

yang berbeda-beda. Variabel tergantung merupakan variabel akibat dari

variabel utama, variabel tergantung dalam penelitian ini adalah selisih

penurunan kadar glukosa darah pada hewan uji sesudah dan sebelum

diberi perlakuan.

Variabel terkendali adalah variabel yang mempengaruhi variabel

tergantung sehingga perlu dinetralisir atau ditetapkan kualifikasinya agar

hasil yang didapatkan tidak tersebar dan dapat diulang oleh peneliti lain

secara tepat. Variabel terkendali pada penelitian ini adalah metode

ekstraksi daun pelawan, kondisi fisik hewan uji meliputi berat badan tikus,

galur, jenis kelamin, kondisi percobaan, laboratorium, zat penginduksi,

dan peneliti.

3. Definisi operasional variabel utama

Pertama, daun pelawan adalah seluruh daun pada pohon pelawan

yang segar, berwarna hijau, tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda dan

tidak rusak yang diperoleh dari kawasan hutan pelawan Namang

Kabupaten Bangka Tengah, Bangka.

Page 3: BAB III FIX.doc

35

Kedua, serbuk adalah simplisia kering daun pelawan yang

dihaluskan dengan penggiling dan diayak dengan pengayak ukuran mesh

nomor 40.

Ketiga, ekstrak etanol daun pelawan adalah cairan hasil dari

penarikan sari dari daun pelawan dengan cara maserasi menggunakan

pelarut etanol 96%, kemudian diuapkan dengan evaporator dan dilanjutkan

dengan oven untuk mendapatkan ekstrak kental.

Keempat, hewan uji yang dipakai adalah tikus jantan galur wistar

dengan berat badan 150-200 g.

Kelima, glibenklamid adalah serbuk obat antidiabetes oral yang

diperoleh dari PT. Ifars, Solo, Jawa Tengah.

Keenam, aloksan adalah bahan yang diberikan secara intra

peritoneal untuk merusak sel β pankreas pulau Langerhans yang fungsinya

menghasilkan insulin sehingga terjadi diabetes.

Ketujuh, kadar glukosa darah adalah kadar glukosa darah yang

diambil melalui ekor tikus dan ditetapkan dengan alat glukometer dalam

satuan mg/dl.

C. Bahan, Alat dan Hewan Uji

1. Bahan

1.1. Bahan Sampel. Bahan sampel yang digunakan pada

penelitian ini adalah daun pelawan yang diperoleh dari hutan pelawan

Namang Kabupaten Bangka Tengah.

Page 4: BAB III FIX.doc

36

1.2. Bahan Kimia. Bahan kimia yang digunakan pada

penelitian ini adalah etanol 96% sebagai larutan penyari. Untuk uji

farmakologi digunakan aloksan monohidrat, glibenklamid, CMC Na

0,5%, larutan fisiologis (NaCl 0,9%). Untuk uji identifikasi senyawa

tanaman alkohol, anhidrida asam asetat, kloroform, asam sulfat, HCl 2N,

metanol 50%, serbuk magnesium, amil alkohol, xylene, asam klorida, besi

(III) klorida dan air suling.

2. Alat

Alat untuk membuat simplisia yaitu oven dengan suhu rendah dan

konstan, mesin penggiling dan ayakan ukuran mesh no. 40. Alat penyari

yang digunakan adalah Alat untuk penyari adalah seperangkat alat

maserasi, evaporator, bejana maserasi, kain flannel, neraca elektrik, pipet,

tabung reaksi, beaker glass. Alat untuk perlakuan hewan uji adalah

timbangan analitik, jarum oral, spuit injeksi insulin 1.0 ml merck, pipa

kapiler, gelas ukur dan beaker glass. Alat untuk untuk mengukur kadar

glukosa darah tikus adalah Easytouch glucometer.

3. Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih

galur wistar kelamin jantan, umur 2-3 bulan dengan berat badan rata-rata

150-200 g sebanyak 30 ekor. Pengelompokan dilakukan secara acak

masing-masing 5 ekor per kelompok. Semua tikus dipelihara dengan cara

yang sama, mendapat diet yang sama, ukuran kandang yang sesuai dengan

temperatur 30±10oC.

Page 5: BAB III FIX.doc

37

Penerangan diatur dengan siklus 12 jam terang dan 12 jam gelap.

Selama penelitian kebutuhan makanan dan minuman harus selalu

terkontrol agar mencegah kematian tikus terutama saat diinduksi aloksan

untuk membuat tikus diabetes.

D. Jalannya penelitian

1. Determinasi tanaman

Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

melakukan determinasi daun pelawan (Tristaniopsis obovata) yang

bertujuan untuk menetapkan kebenaran sampel daun pelawan

(Tristaniopsis obovata) yang dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri

morfologi yang ada pada daun pelawan yang dibuktikan di laboratorium

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Persiapan bahan utama

Pengambilan daun pelawan dilakukan secara acak pada daun yang

sudah tua yang diambil dari hutan pelawan Desa Namang, Bangka Tengah

pada bulan Agustus 2015. Daun pelawan kemudian di cuci dengan air

untuk menghilangkan kotoran yang masih menempel, setelah itu ditiriskan

dan dikeringkan.

3. Pembuatan serbuk

Pengumpulan bahan baku yaitu pengambilan daun yang telah tua,

daun yang diambil daun dengan mutu baik. Lalu dilakukan sortasi basah

untuk memisahkan kotoran atau bahan asing lainnya. Setelah itu lakukan

Page 6: BAB III FIX.doc

38

pencucian untuk menghilangkan debu pada daun yang melekat dengan air

bersih. Setelah itu dilakukan pengeringan yang bertujuan untuk

mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan

dalam waktu yang lama. Pengeringan simplisia dilakukan dengan

menggunakan sinar matahari yaitu hanya diangin-anginkan saja tidak

terkena sinar matahari langsung atau di oven pada suhu 40o. Setelah itu

dibuat serbuk dan diayak dengan ayakan mesh 40.

Hasil penyerbukan yang berupa serbuk kering disimpan di dalam

wadah kering dan tertutup rapat yang selanjutnya digunakan untuk

pembuatan ekstrak dalam penelitian.

4. Penetapan kadar air

Penetapan kadar air serbuk daun pelawan dilakukan dengan

menggunakan alat Sterling-Bidwell. Caranya dengan menimbang serbuk

daun Pelawan 20 gram dimasukkan ke dalam labu destilasi dan

ditambahkan pelarut xylene sebanyak 100 ml sampai serbuk terendam,

kemudian memasang alat Sterling-Bidwell, tahap selanjutnya dipanaskan

dengan api kecil. Pemanasan dihentikan bila air pada penampung tidak

menetes lagi (kurang lebih 1 jam), kemudian diukur kadar airnya dengan

melihat volume pada skala alat tersebut dan dihitung persen kadar airnya

(Sudarmaji et al 2010).

5. Pembuatan ekstrak etanolik daun pelawan

Serbuk pelawan (Tristaniopsis obovata) sebanyak 500 g

diekstraksi menggunakan pelarut etanol 96% dengan metode maserasi.

Page 7: BAB III FIX.doc

39

Caranya: 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan

ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari,

ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil

berulang-ulang diaduk. Pengadukkan berulang memungkinkan pelarut

segera masuk ke seluruh permukaan bahan serbuk simplisia, sampai

keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel (Voight

1995). Setelah 5 hari sari diserkai, ampas diperas. Ampas ditambah cairan

penyari secukupnya diaduk dan diserkai, sehingga diperoleh sari. Bejana

ditutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung cahaya, selama 2 hari

kemudian endapkan dipisahkan. Sari yang diperoleh dipekatkan dengan

evaporator dengan suhu 50oC sampai didapat ekstrak kental. (Depkes RI

1986). Prosedur digambarkan seperti skema pada gambar 3.

500 g serbuk daun pelawan

etanol, maserasi saring

filtrat

pekatkan dengan evaporator

Ekstrak kentalGambar 2. Skema pembuatan ekstrak etanol 96% serbuk daun pelawan.

6. Identifikasi kandungan senyawa kimia

Identifikasi kandungan senyawa kimia dilakukan untuk

memastikan kebenaran zat kimia yang terkandung di dalam daun pelawan.

Identifikasi senyawa meliputi senyawa flavonoid, tanin, saponin, steroid

dan triterpenoid.

6.1. Identifikasi berdasarkan reaksi warna

Page 8: BAB III FIX.doc

40

6.1.1. Identifikasi Flavonoid. Sejumlah tertentu ekstrak

dilembabkan dengan 100 ml air panas kemudian didihkan selama 5 menit,

disaring dan ambil filtratnya 5 ml dimasukkan dalam tabung reaksi

ditambahkan serbuk magnesium secukupnya, 1 ml asam klorida dan 2 ml

amil alkohol, dikocok kuat-kuat kemudian dibiarkan memisah.

Terbentuknya warna merah/kuning/jingga pada lapisan amil alkohol

menunjukkan positif flavonoid (Sarker 2006).

6.1.2. Identifikasi Steroid dan Triterpenoid. Sejumlah tertentu

ekstrak ditambahkan dengan satu tetes Liebermann Bourchard yang terdiri

dari 1 ml asam asetat amhidrat dan asam sulfat pekat 1 tetes. Terbentuk

warna merah berubah menjadi hijau, ungu dan terakhir biru, menunjukkan

positif steroid dan triterpenoid (Sarker 2006).

6.1.3. Identifikasi Saponin. Sejumlah tertentu ekstrak ditambah

dengan air panas 10 ml, didinginkan lalu dikocok selama 10 detik.

Kemudian didiamkan selama 10 menit. Saponin positif bila muncul buih

yang tinggi 1-10 cm. pada penambahan 1 tetes asam klorida 2N buih tidak

hilang (Robison 1995).

6.1.4. Identifikasi Tanin. Sejumlah ekstrak ditambah 20 ml air

panas kemudian didihkan selama 15 menit, setelah dingin disaring.

Sebanyak 5 ml fitrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian

ditambahkan pereaksi larutan besi (III) klorida 1%. Jika tanin positif maka

akan terbentuk warna hijau violet setelah direaksikan dengan larutan besi

(III) klorida (Depkes 1995).

Page 9: BAB III FIX.doc

41

6.2. Identifikasi kandungan senyawa kimia berdasarkan KLT

Fase diam yang digunakan dalam skrining adalah silika gel F25

ukuran 10x2 cm2 yang kemudian dipotong sesuai kebutuhan, sedangkan fase

gerak dan penampak noda yang digunakan sebagai berikut.

6.2.1. Identifikasi flavonoid. Fase gerak yang digunakan adalah

heksan: etil asetat: asam fomiat (6:1,5:0,5) dan terdiri 2 lapisan. Penampak

noda: sitroborat. Jika timbul warna kuning kehijauan dibawah lampu UV

366 nm, setelah pemberian sitroborat menunjukkan adanya flavonoid

dalam ekstrak (Wagner 1996).

6.2.2. Uji steroid dan triterpenoid. Fase gerak N-Heksan – etil

asetat (93 : 1,5), eluasikan hingga batas, angkat dan keringkan, selanjutnya

disemprot dengan pereaksi Liebermen – Burchard, kemudian dipanasakan

pada suhu 110oC selama 2 menit (Harborne 1987).

6.2.3. Identifikasi saponin. Fase gerak: kloroform-metanol-air

(64:50:1). Penampakan noda: Lieberman Burchard. Jika timbul warna

hijau biru setelah penyemprotan lieberman burchard menunjukkan adanya

saponin dalam ekstrak (Harborne 1987)

6.2.4. Identifikasi tanin. Fase gerak: kloroform: etil asetat: asam

fomiat (0,5:9:0,5) dengan pembanding tanin 10 mg/1 ml etanol. Bercak

disemprot dengan FeCl3. Kemudian bercak diamati dibawah lampu UV

366 nm. Hasil positif menunjukkan warna hijau coklat kehitaman

(Widyowati & Rahmari 2010).

Page 10: BAB III FIX.doc

42

7. Pembuatan larutan uji

7.1. Larutan suspensi CMC Na 0,5%. Larutan suspensi

CMC Na konsentrasi 0,5% dibuat dengan cara melarutkan 0,5 g serbuk

CMC Na sedikit demi sedikit dalam air suling panas sambil diaduk pada

volume 100 ml air suling hingga mengembang sampai homogen.

7.2. Larutan glibenklamid. Suspensi glibenklamid

konsentrasi 0,2% dibuat dengan cara mensuspensikan 200 mg

glibenklamid masukkan dalam larutan suspensi CMC Na 0,5% yang telah

dikembangkan sebanyak 100 ml diaduk hingga homogen.

7.3. Larutan garam fisiologis. Larutan fisiologis 0,9%

dibuat dengan cara melarutkan 0,9 g NaCl dalam air suling pada volume

100 ml.

7.4. Larutan sediaan uji. Banyaknya ekstrak daun pelawan

yang akan digunakan, dihitung berdasarkan berat tikus dari masing-masing

tikus, kemudian ditambahkan dalam suspensi CMC Na 0,5% yang sudah

dikembangkan sebanyak 2 ml dan diaduk hingga homogen.

7.5. Larutan aloksan monohidrat. Larutan aloksan

monohidrat konsentrasi 1% dibuat dengan cara melarutkan 1 g aloksan

monohidrat dalam larutan garam fisiologis 0,9% pada volume 100 ml.

8. Penentuan dosis

8.1. Dosis glibenklamid. Dosis glibenklamid pada manusia 5

mg. Faktor konversi manusia dengan berat badan 70 kg ke tikus dengan

Page 11: BAB III FIX.doc

43

berat badan 200 g adalah 0,018. Dosis glibenklamid untuk tikus dengan

berat badan 200 g adalah 0,9 mg.

8.2. Dosis sediaan uji. Dosis sediaan diberikan berdasarkan dosis

lazim yang digunakan di masyarakat. Dibuat tiga variasi perbandingan

dosis ekstrak etanol daun pelawan (EEDP) dengan dosis 80 mg/kg BB,

160 mg/kg BB dan 320 mg/kg BB.

8.3. Dosis aloksan monohidrat. Dosis aloksan intraperitoneal

adalah 150 mg/kg BB.

9. Perlakuan hewan uji

Pengujian dilakukan dengan metode induksi aloksan terhadap 6

kelompok tikus. Tikus ditimbang dan masing-masing diberi tanda

pengenal, tikus yang digunakan sebanyak 30 ekor. Semua tikus

dipuasakan terlebih dahulu selama 16 jam dan diperiksa kadar gula darah

awalnya dan diinduksi dengan aloksan kecuali pada tikus kelompok I

sebagai kontrol negatif pada penelitian ini. Induksi aloksan dengan dosis

150 mg/kg BB kemudian dilihat kadar gula darahnya pada hari ke 7. Jika

kadar gula darah lebih dari 200 mg/dl maka tikus dikatakan sudah

hiperglikemik. Pemberian sediaan uji secara peroral selama 28 hari pada

kelompok tikus. Secara acak tikus dibagi menjadi 6 kelompok, masing-

masing kelompok terdiri dari 5 ekor.

Kelompok I = kontrol kontrol (CMC Na 0,5 %)

Kelompok II = kontrol positif (Glibenklamid)

Kelompok III = ekstrak etanol daun pelawan dosis 80 mg/kg BB

Kelompok IV = ekstrak etanol daun pelawan dosis 160 mg/kg BB

Page 12: BAB III FIX.doc

44

Kelompok V = ekstrak etanol daun pelawan dosis 320 mg/kg BB

Kelompok VI = kontrol negatif (tanpa perlakuan)

Pemeriksaan kadar glukosa darah yaitu pada hari ke-7, hari ke-14

hari ke-21 dan hari ke-28 menggunakan glukometer.

10. Penetapan kadar glukosa darah

Kadar glukosa darah ditetapkan dengan menggunakan alat

Glucometer (GlucoDr Biosensor AGM-2100). Cuplikan darah yang

diambil dari vena lateralis ekor tikus dalam jumlah sangat sedikit yang

berkisar hanya 1 μl disentuhkan dalam test strip, kemudian alat tersebut

akan segera mengukur kadar glukosa darah setelah strip terisi oleh darah.

E. Analisa statistik

Data analisis statistik yang digunakan dalam pengolahan data

penurunan kadar glukosa darah yaitu :

Tahap pertama dalam data analisis statistik yaitu distribusi normal

menggunakan informasi dari uji Saphiro-wilk. Data memiliki distribusi

normal jika p>0,05 dan memiliki distribusi tidak normal jika p<0,05.

Tahap berikutnya dilakukan uji one way anova untuk mendapatkan

informasi ada tidaknya perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan.

Bila p<0,05 memiliki arti bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antar

kelompok apapun. Apabila terdapat perbedaan bermakna maka dilakukan

uji Tukey post hoc test untuk mengetahui sebenarnya kelompok-kelompok

mana yang memiliki perbedaan itu.

Page 13: BAB III FIX.doc

45

F. Skema Penelitian

Tikus sebanyak 30 ekor

Dipuasakan selama 16 jam

Diperiksa kadar gula darah (KGD) (T0)

Diberi aloksan monohidrat 150 mg/kg BB i.p

(kecuali Kelompok I)

Setelah 7 hari, Diperiksa KGD (T1)

KGD > 200 mg/dl

Pemberian sediaan uji secara per oral 1x sehari selama 28 hari

Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V Kelompok VI

Kontrol Kontrol EEDP EEDP EEDP Kontrol

Normal Positif 80 mg/kg BB 160 mg/kgBB 320 mg/kgBB negatif

Pemeriksaan KGD pada hari ke-7 (T2), hari ke-14 (T3), hari ke-21 (T4)

& hari ke-28 (T5)

Analisa hasil

Gambar 3. Skema prosedur pengujian antidiabetes dengan tikus yang diinduksi aloksan

Page 14: BAB III FIX.doc

46

G. Jadwal Penelitian

No. Jenis KegiatanTahun 2015 Tahun 2016

Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei

1. Studi Pustaka

2. Persiapan Penelitian

a.Determinasi Tanaman

b.Pengeringan dan

Penyerbukan Simplisia

c.Maserasi

3. Penelitian Laboratorium

a.Identifikasi Kandungan

b.Orientasi Penelitian

4.Pengumpulan dan analisis

Data

5. Penyusunan Laporan