View
98
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
hernia
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hernia merupakan salah satu kasus dibagian bedah yang pada
umumnya sering menimbulkan masalah kesehatan dan pada umumnya
memerlukan tindakan operasi. Dari hasil penelitian pada populasi hernia
ditemukan sekitar 10% yang menimbulkan masalah kesehatan dan pada
umumnya pada pria (Stead, 2003).
Hernia ingunal indirek (lateral) merupakan hernia yang paling sering
ditemukan yaitu sekitar 50% sedangkan hernia ingunal direk (medial) 25% dan
hernia femoralis sekitar 15%. Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa 25%
penduduk pria dan 2% penduduk wanita menderita hernia inguinal, dengan
hernia inguinal indirek (lateral) yang sering terjadi. Sekitar 75% dari semua
hernia yang terjadi pada region inguinal dua pertiga hernia inguinalis adalah
hernia indirek (lateral), dan didominasi pada sisi sebelah kanan. Hernia femoralis
hanya terjadi 3% (Stead, 2003)
Nyeri pasca operasi hernioplasty secaralangsung terjadi karena
mekanis akibat tarikan pada jaringan miopektineal untuk menutup defek melalui
serabut saraf A α dan serabut saraf C, secara tidak langsung melalui rangsang
khemis akibat cedera jaringan melaluiserabut C.Rasa nyeri yang timbul akibat
operasi dinding abdomen biasanya ringan-sedang 10-15 % nyeri lebih berat 30-
50 % sedang, lebih dari 50% nyeri ringan yang sering tidak memerlukan
analgesia. Biasanya periode nyeri akut rata-rata 1,5 hari (1-3 hari). (Ganong,
2005; Bonica, 2000)
Untuk mengatasi nyeri pasca operasi seringkali harus
diberikan obat analgesik, utamanya golongan NSAID, non narkotik
analgesik atau narkotika. Hernia inguinalis merupakan kasus
terbanyak setelah appendektomi. Sampai saat ini masih
merupakan tantangan dalam peningkatan status kesehatan
masyarakat Karena besarnya biaya yang diperlukan dalam
penanganannya dan hilangnya tenaga kerja akibat lambatnya
pemulihan dan angka rekurensi. Dari keseluruhan jumlah operasi di
1
Perancis tindakan bedah hernia sebanyak 17,2% dan 24,1% di USA
(Aguifili, 2007)
B. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami tentang penyakit Hernia khususnya hernia
inguinalis
2. Mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan nyeri pasca operasi
hernia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hernia
1. Definisi
Hernia (Latin) merupakan penonjolan bagian organ atau
jaringan melalui lobang abnormal. (Dorland,1998). Hernia merupakan
protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut
menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskolo-
aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi
hernia. (Jong, 2004).
2. Anatomi
a. Dinding Perut
Anatomi dari dinding perut dari luar ke dalam terdiri dari :1
1) Kutis
2) lemak subkutis
3) fasia skarpa
4) muskulus obligus eksterna
5) muskulus obligus abdominis interna
6) muskulus abdominis tranversal
7) fasia transversalis
8) lemak peritoneal
9) peritoneum.
3
Gambar 1. Anatomi Abdomen
b. Regio Inguinalis
Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus
inguinalisinternus yang merupakan bagian yang terbuka dari fasia
tranversus abdominis. Di medial bawah, diatas tuberkulum pubikum,
kanal ini dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari
aponeurosis m. Obligus eksternus. Atapnya ialah aponeurosis m.oblikus
eksternus dan di dasarnya terdapat ligamentum inguinale .Kanal berisi
tali sperma pada lelaki, ligamentum rotundum pada perempuan.
4
Gambar 3. Dinding Canalis Inguinalis
3. Klasifikasi Hernia
Secara umum hernia diklasifikasikan menjadi: (Jong, 2004)
a. Hernia eksterna, yaitu jenis hernia dimana kantong hernia menonjol
secara keseluruhan (komplit) melewati dinding abdomen seperti hernia
inguinal (direk dan indirek), hernia umbilicus, hernia femoral dan
hernia epigastrika.
b. Hernia intraparietal, yaitu kantong hernia berada didalam dinding
abdomen.
c. Hernia interna adalah hernia yang kantongnya berada didalam rongga
abdomen seperti hernia diafragma baik yang kongenital maupun yang
didapat.
d. Hernia reponibel (reducible hernia), yaitu apabila isi hernia dapat
keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi
jika berbaring atau didorong masuk perut, tidak ada keluhan nyeri atau
gejala obstruksi usus.
e. Hernia ireponibel (inkarserata), yaitu apabila kantong hernia tidak
dapat kembali ke abdomen. Ini biasanya disebabkan oleh perlengkatan
isi kantong pada peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut hernia
akreta, merupakan jenis hernia ireponibel yang sudah mengalami
obstruksi tetapi belum ada gangguan vaskularisasi.
5
f. Hernia strangulasi adalah hernia yang sudah mengalami
gangguanvaskularisasi.
Berdasarkan lokasinya hernia dibedakan menjadi (Jong, 2004)
a. Hernia Inguinalis
1) Hernia inguinalis indirek (lateral)
Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang melalui
anulus inguinalis internus yang terletak di sebelah lateral vasa
epigastrika inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan keluar ke
rongga perut melalui anulus inguinalis eksternus. Kanalis
inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8
kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut.
Penutunan testis tersebut akan menarik peritonium ke daerah
skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut
prosesus vaginalis peritonei.
Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini sudah
mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui
kanalis tersebut. Namun dalam beberapa hal, sering kali kanalis ini
tidak menutup. Karena testis kiri turun lebih dahulu maka kanalis
kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal kanalis yang
terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka
terus (karena tidak mengalami obliterasi), akan timbul hernia
inguinalis kongenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah
menutup namun karena lokus minoris resistensie maka pada
keadaan yang menyebabkan peninggian tekanan intra abdominal
meningkat, kanal tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia
inguinalis lateralis akuista.
2) Hernia inguinalis direk (Medialis)
Hernia inguinalis direk adalah hernia yang kantongnya
menonjol langsung ke anterior melalui dinding posterior canalis
inguinalis medial terhadap arteri vena epigastrika inferior. Pada
hernia ini mempunyai conjoint tendo yang kuat, hernia ini tidak
lebih hanya penonjolan umum dan tidak pernah sampai ke skrotum.
Hernia ini sering ditemukan pada laki-laki terutama laki-laki yang
6
sudah lanjut usia dan tidak pernah ditemukan pada wanita. Hernia
direk sangat jarang bahkan tidak pernah mengalami strangulasi
atau inkaserata. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan
hernia inguinalis direk adalah peninggian tekanan intraabdomen
konik dan kelemahan otot dinding di trigonom Hasselbach, batuk
yang kronik, kerja berat dan pada umumnya sering ditemukan pada
perokok berat yang sudah mengalami kelemahan atau gangguan
jaringan-jaringan penyokong atau penyangga dan kerusakan dari
saraf ilioinguinalis biasanya pada pasien denga riwayat
apendektomi. Gejala yang sering dirasakan penderita hernia ini
adalah nyeri tumpul yang biasanya menjalar ke testis dan intensitas
nyeri semakin meningkat apabila melakukan pekerjaan yang sangat
berat.
b. Hernia Femoralis
Hernia femoralis pada lipat paha merupakan penonjolan
kantong di bawah ligamentum inguinal di antara ligamentum lakunare
di medial dan vena femoralis di lateral. Hernia ini sering ditemukan
pada wanita dibanding laki-laki dengan perbandingan 2:1 dan pada
umumnya mengenai remaja dan sangat jarang pada anak-anak. Pintu
masuk dari hernia inguinalis adalah anulus femoralis, selanjutnya isi
hernia masuk kedalam kanalis femoralis yang berbentuk corong sejajar
dengan vena femoralis sepanjang kurang lebih 2 cm dan keluar dari
fosa ovalis di lipat paha.
Hernia femoralis disebabkan oleh peninggian tekanan
intraabdominal yang kemudian akan mendorong lemak preperitonial ke
dalam kanalis femoralis yang akan menjadi pembuka jalan terjadinya
hernia. Faktor penyebab lainnya adalah kehamilan multipara, obesitas
dan degenerasi jaringan ikat karena usia lanjut. Penderita dengan hernia
femoralis sering mengeluhkan nyeri tanpa pembengkakan yang dapat di
palpasi dalam lipat paha. Nyeri bersifat nyeri tumpul dan jika telah
terjadi obstruksi dapat menimbulkan muntah dan gangguan konstipasi.
Hernia femoralis sering terjadi inkaserata dan biasanya terjadi dalam 3
bulan atau lebih. Apabila sudah terjadi inkaserata maka penderita akan
7
merasakan nyeri yang begitu hebat dan dapat terjadi shok.
Pembengkakan sering muncul di bawah ligamentum inguinal.
Diagnosis banding hernia femoralis antara lain limfadenitis
yang sering disertai tanda radang lokal umum dengan sumber infeksi di
tungkai bawah, perineum, anus atau kulit tubuh kaudal dari umbilikus.
Lipoma kadang tidak jarang dapat dibedakan dari benjolan jaringan
lemak preperitoneal pada hernia femoralis.
Diagnosis banding lain adalah variks tunggal di muara vena
safena magna dengan atau tanpa varises pada tungkai. Konsistensi
variks tunggal di fosa ovalis lunak. Ketika batuk atau mengedan
benjolan variks membesar dengan gelombang dan mudah dihilangkan
dengan tekanan. Abses dingin yang berasal dari spondilitis
torakolumbalis dapat menonjol di fosa ovalis. Tidak jarang hernia
Richter dengan strangulasiyang telah mengalami gangguan vitalitas isi
hernia, memberikan gambaran nyata yang keluar adalah isi usus bukan
nanah. Untuk membedakannya, perlunya diketahui bahwa munculnya
hernia erat hubungannya dengan aktivitas, seperti mengedan, batuk, dan
gerak lain yang disertai dengan peninggian tekanan intraabdominal.
Sedangkan penyakit lain seperti torsio testis atau limfadenitis femoralis,
tidak berhubungan dengan aktivitas demikian.
Terapi yang dilakukan pada penderita hernia femoralis adalah
operasi. Pada umumnya hernia femoralis cenderung untuk menjadi
inkarserasi dan strangulasi. Operasi terdiri atas herniotomi dan disusul
oleh hernioplasti. Hernia femoralis didekati melalui krural, inguinal dan
kombinasi. Pendekatan krural sering dilakukan pada wanita tanpa
membuka kanalis inguinalis. Teknik pendekatan secara inguinali adalah
dengan cara membuka kanalis inguinalis. Pada hernia femoralis dengan
inkaserasi atau residif sering digunakan teknik pendekatan kombinasi.
Teknik operasi ini sering dikenal dengan the low operation
(Lockwood), the high operation (Mc Evedy) dan Lotheissen operation.
c. Hernia Lainnya
1) Hernia Umbilikalis
2) Hernia paraumbilikalis
3) Hrnia ventralis
8
4) Hernia epigastrika
5) Hernia lumbalis
6) Hernia Littre
7) Hernia Speighel
8) Hernia obturatoria
9) Hernia perinealis
10) Hernia pantalon
4. Etiologi dan Patogenesis Hernia Inginalis
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau
karena sebab yang didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Lebih
banyak pada lelaki ketimbang perempuan. Berbagai faktor penyebab
berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang
cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong hernia dan isi hernia. Selain
itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu
yang sudah terbuka cukup lebar itu (Jong, 2004; Mansjoer, 2000)
Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah
terjadinya hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring,
adanya struktur m.oblikus internus abdominis yang menutup anulus
inguinalis internus ketika berkontraksi dan adanya fasia transversa yang kuat
yang menutupi trigonum Hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot.
Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia (Jong,
2004; Schwatz, 1988)
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hernia
inguinalis antara lain: (Stead, 2003; Jong, 2004)
a. Kelemahan aponeurosis dan fasia tranversalis
b. Prosesus vaginalis yang terbuka, baik kongenital maupun didapat
c. Tekanan intra abdomen yang meninggi secara kronik, hipertrofi prostat,
konstipasi, dan asites
d. Kelemahan otot dinding perut karena usia
e. Defisiensi otot
f. Hancurnya jaringan penyambung oleh karena merokok, penuaan atau
penyakit sistemik.
Pada neonatus kurang lebih 90 % prosesus vaginalis tetap terbuka,
sedangkan pada bayi umur satu tahun sekitar 30 % prosesus vaginalis belum
9
tertutup. Akan tetapi, kejadian hernia pada umur ini hanya beberapa persen.
tidak sampai 10 % anak dengan prosesus vaginalis paten menderita hernia.
Pada lebih dari separuh populasi anak, dapat dijumpai prosesus vaginalis
paten kontralateral, tetapi insiden hernia tidak melebihi 20 %. Umumnya
disimpulkan adanya prosesus vaginalis yang paten bukan merupakan
penyebab tunggal terjadinya hernia, tetapi diperlukan faktor lain, seperti
anulus inguinalis yang cukup besar (Jong, 2004; Mann, 1995)
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang
membatasi annulus internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan
intraabdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal.
Sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan
lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah
masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut
antara lain terjadi akibat kerusakan n.ilioinguinalis dan iliofemoralis setelah
apendektomi. Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum,
hernia disebut hernia skrotalis
Gambar 4. Diagram Canalis Inguinalis
10
11
Gambar 5. Diagram Hernia Inguinalis
5. Diagnosis Klinis
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi
hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan
di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengedan
dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai kalau ada
biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau periumbilikal berupa nyeri
visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus
masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual muntah baru
timbul kalau terjadi inkaserata karena ileus atau strangulasi karena nekrosis
atau gangren
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia.
Pada saat inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis
lateral muncul sebagai penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari
lateral atas medial bawah. Kantong hernia yang kosong dapat diraba pada
funikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang
memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda
sarung tangan sutera, tetapi pada umumnya tanda ini susah ditentukan.
Kantong hernia berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba
usus, omentum maupun ovarium. Dengan jari telunjuk atau dengan jari
kelingking, pada anak dapat dicoba mendorong isi hernia dengan cara
mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus
eksternus sehingga dapat ditentukan apakah hernia ini dapat direposisi atau
tidak. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masuk berada
dalam anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari
menyentu hernia berarti hernia inguinalis lateralis, dan bagian sisi jari yang
menyentuhnya adalah hernia inguinalis medial
6. Penatalaksanaan
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi
dan pemakian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia
yang telah direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia strangulata
kecuali pada anak-anak. Reposisi dilakukan secara bimanual dimana tangan
kiri memegang isi hernia dengan membentuk corong dan tangan kanan
12
mendorong isi hernia ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan
yang tetap sampai terjadi reposisi.
Pada anak-anak inkaserasi sering terjadi pada umur kurang dari dua
tahun. Reposisi spontan lebih sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi
hernia jarang terjadi dibanding orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh
karena cincin hernia pada anak-anak masih elastic dibanding dewasa.
Reposisi dilakukan dengan cara menidurkan anak dengan pemberian sedativ
dan kompres es di atas hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil maka anak
akan dipersiapkan untuk operasi berikutnya. Jika reposisi tidak berhasil
dalam waktu enam jam maka harus dilakukan operasi sesegera mungkin.
Pemakaian bantalan atau penyangga hanya bertujuan agar menahan
hernia yang sudah direposisi dan tidak pernah menyembuh dan harus
dipakai seumur hidup. Cara ini mempunyai komplikasi antara lain merusak
kulit dan tonus otot dinding perut di daerah yang ditekan sedangkan
strangulasi tentang mengacam. Pada anak-anak cara ini dapat menimbulkan
atrofi testis karena tekanan pada tali sperma yangmengandung pembuluh
darah testis.
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia
inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis
ditegakkan. Prinsip pengobatan hernia adalah herniotomi dan hernioplasti.
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya,
kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan, kemudian
direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
Pada hernioplastik dilakukan tindakan memperkecil anulus
inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Hernioplastik dalam mencegah residif dibandingkan dengan herniotomi.
Dikenalnya berbagai metode hernioplastik seperti memperkecil anulus
inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia
tranversa, dan menjahitkan pertemuan m. tranversus abdominis internus dan
m. internus abdominis yang dikenal dengan cojoint tendon ke ligamentum
inguinal poupart menurut metode basinni atau menjahit fasia tranversa,
m.tranversa abdominis, m.oblikus internus ke ligamentum cooper pada Mc
Vay.
13
Teknik herniorafi yang dilakukan oleh basinni adalah setelah
diseksi kanalis inguinalis, dilakukan rekontruksi lipat paha dengan cara
mengaproksimasi muskulus oblikus internus, muskulus tranversus
abdominis dan fasia tranversalis dengan traktus iliopubik dan ligamentum
inguinale, teknik ini dapat digunakan pada hernia direk maupun hernia
inderek. Kelemahan teknik Basinni dan teknik lain yang berupa variasi
teknik herniotomi Bassini adalah terdapatnya regangan berlebihan dari otot
yang dijahit. Untuk mengatasi masalah ini pada tahun delapan puluhan
dipopulerkan pendekatan operasi bebas regangan. Pada teknik itu digunakan
protesis mesh untuk memperkuat fasia tranversalis yang membentuk dasar
kanalis inguinalis tanpa menjahit dasar otot ke inguinal.
B. Nyeri
1. Definisi Nyeri
International Association for the Study of Pain, (IASP)
mendefenisikan nyeri sebagai “suatu sensori subjektif dan pengalaman
emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-
kejadian di mana terjadi kerusakan” (IASP, 1979 dikutip dari Potter &
perry, 2006)
2. Etiologi dan Patogenesis Nyeri
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku.
Stimulus penghasil-nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf
perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah
satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa
berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat
berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri
sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks
serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak
menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang
pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta assosiasi kebudayaan dalam
upaya mempersepsikan nyeri (McNair, 1990 dikutip dari Potter & Perry
2005).
14
Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf
perifer. Zat kimia (substansi P, bradikinin, prostaglandin) dilepaskan,
kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan
nyeri dari daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang
terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke
bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari
seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris
di otak di mana sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan
pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di mana
intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan. Penyembuhan nyeri dimulai
sebagai tanda dari otak kemudian turun ke spinal cord. Di bagian dorsal,
zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mcngurangi nyeri di daerah
yang terluka.
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya
rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan
ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak
memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada
visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung empedu. Reseptor
nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan.
Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamine, bradikinin,
prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat
kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang
lain dapat berupa termal, listrik atau mekanis
Selanjutnya stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut
ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke sum-sum tulang belakang
oleh dua jenis seabut yang bermyelin rapat atau serabut A (delta) dan
serabut lamban (serabut C) impuls-impus yang ditransmisikan oleh
serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke serabut
C. serabut-serabut afferent masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal
root) serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn terdiri atas beberapa
lapisa laminae yang saling bertautan. Diantara lapisan dua dan tiga
terbentuk substantia gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls.
15
Kemudian, impuls nyeri menyeberangi sumsum tulang belakang pada
interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama,
yaitu jalur spinothalamic trac (STT) atau jalur spino thalamus dan
spinoreticular trac (SRT) yang membawa informasi tentang sifat dan
lokasi nyeri. Dari proses transmisi terdapat dua jalur mekanisme
terjadinya nyeri, yaitu jalur opiate dan jalu nonopiate. Jalur opiate
ditandai oleh pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal
desendens dari thalamus yang melalui otak tengah dan medulla ke tanduk
dorsal dari sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan
nonciceptor impuls supresif. System supresif lebih mengaktifkan
stimulasi nociceptor yang ditransmisikan oleh serabut A
Rasa sakit ditransmisikan dari saraf melalui tulang belakang
menuju otak, ketika ada kerusakan jaringan akibat luka, benturan, patah
tulang, atau bengkak sinyal-sinyal tertentu dikirim melalui urat syaraf,
tergantung dari jenis urat syarafya, rasa sakit yang dirasakan akan
memiliki karakteristik yang spesifik rasa sakit tersebut dapat berupa rasa
perih atau denyut, rasa sakit terasa tajam atau tumpul.
Urat-urat syaraf bertujuan untuk meneruskan sinyal ke otak,
sinyal-sinyal tersebut berbeda-beda tergantung pada situasi dan lokasi
dari syaraf tersebut. Sinyal dari syaraf kemudian ditransmisikan melalui
syaraf tulang belakang menuju otak. Pada tulang belakang, rasa sakit
dimodulasikan secara alamiah. Rasa sakit dapat dilemahkan atau
dikuatkan di dalam tulang belakang, jika kita tidak memiliki mekanisme
tersebut, kita akan selalu mengalami rasa sakit, bahkan termasuk orang-
orang yang tidak menderita rasa sakit kronis, apapun yang terjadi pada
diri kita pasti akan terasa menyakitkan (Tarcy, 2005).
3. Klasifikasi Nyeri
a. Nyeri akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak
dan cepat menghilang, yang tidak melebihi 3 bulan dan ditandai
adanya peningkatan tegangan otot. Nyeri akut merupakan
mekanisme pertahanan yang berlangsung kurang dari enam bulan,
16
secara fisiologis terjadi perubahan denyut jantung, frekuensi napas,
tekanan darah, aliran darah perifer, tegangan otot, keringat pada
telapak tangan,. Pasien dengan nyeri akut sering mengalami
kecemasan (Berger, 1992). Nyeri akut biasanya berlangsung secara
singkat misalnya nyeri pada patah tulang atau pembedahan abdomen,
pasien yang mengalami nyeri akut biasanya menunjukan gelala-
gejala antara lain : respirasi meningkat, percepatan jantung dan
tekanan darah meningkat
b. Nyeri kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara
perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama,
yaitu lebih dari 3 bulan. Yang termasuk dalam kategori nyeri kronis
adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis.
Nyeri kronis dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu nyeri
kronik maligna dan nyeri kronik nonmaligna. Karakteristik nyeri
kronis adalah penyembuhannya tidak dapat diprediksi meskipun
penyebabnya mudah ditentukan , nyri kronis dapat menyebabkan
klien merasa putus asa dan frustasi. Klien yang mengalami nyeri
kronis mungkin menarik diri dan mengisolasi diri. Nyeri ini
menimbulkan kelelahan mental dan fisik (Tamsuri, 2006)
Tabel 1. Perbandingan Nyeri Akut dengan Nyeri Kronis
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
Tujuana/keuntungan Memperingatkan adanya
cidera atau masalah
Tidak ada
Awitan Mendadak Terus-menerus atau
intermiten
Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat
Durasi Singkat (dari beberapa
detik hingga enam bulan)
Lama (enam bulan lebih)
Respon otonom Konsistensitensi dengan
respon stress simpatis,
volume sekuncup
Tidak terdapat respon
17
meningkat, tekanan darah
meningkat, dilatasi pupil
meningkat, tegangan otot
meningkat, motilitas
gastrointestinal menurun,
aliran saliva menurun
Komponen
psikologis
Ansietas Depresi, mudah marah
Contoh Nyeri bedah, trauma Nyeri kanker, arthritis,
neuralgia germinal
c. Nyeri Nosiseptik dan Nyeri Neuropatik
Nyeri organik bisa dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri
neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan
oleh rangsangan kimia, mekanik dan suhu yang menyebabkan
aktifasi maupun sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf yang
bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif
biasanya memberikan respon terhadap analgesik opioid atau non
opioid.
Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat
kerusakan neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat
yang meliputi jalur saraf aferen sentral dan perifer, biasanya
digambarkan dengan rasa terbakar dan menusuk. Pasien yang
mengalami nyeri neuropatik sering memberi respon yang kurang
baik terhadap analgesik opioid.
d. Nyeri visceral
Nyeri viseral biasanya menjalar dan mengarah ke daerah
permukaan tubuh jauh dari tempat nyeri namun berasal dari
dermatom yang sama dengan asal nyeri.Sering kali, nyeri viseral
terjadi seperti kontraksi ritmis otot polos. Nyeri visera lseperti
keram sering bersamaan dengan gastroenteritis, penyakit kantung
18
empedu, obstruksi ureteral, menstruasi, dan distensi uterus pada
tahap pertama persalinan. Nyeri viseral, seperti nyeri somatik dalam,
mencetuskan refleks kontraksi otot lurik sekitar, yang membuat
dinding perut tegang ketika proses inflamasi terjadi pada peritoneum.
Nyeri viseral karena invasi malignan dari organ lunak dan keras
sering digambarkan dengan nyeri difus, menggrogoti, atau keram
jika organ lunak terkena dan nyeri tajam bila organ padat terkena.
e. Nyeri Somatik
Nyeri somatik digambarkan dengan nyeri yang tajam,
menusuk, mudah dilokalisasi dan rasa terbakar yang biasanya berasal
dari kulit, jaringan subkutan, membran mukosa, otot skeletal, tendon,
tulang dan peritoneum. Nyeri insisi bedah, tahap kedua persalinan,
atau iritasi peritoneal adalah nyeri somatik. Penyakit yang menyebar
pada dinding parietal, yang menyebabkan rasa nyeri menusuk
disampaikan oleh nervus spinalis. Pada bagian ini dinding parietal
menyerupai kulit dimana dipersarafi secara luas oleh nervus spinalis.
Adapun, insisi pada peritoneum parietal sangatlah nyeri, dimana
insisi pada peritoneum viseralis tidak nyeri sama sekali. Berbeda
dengan nyeri viseral, nyeri parietal biasanya terlokalisasi langsung
pada daerah yang rusak
Munculnya jalur nyeri viseral dan parietal menghasilkan
lokalisasi dari nyeri dari viseral pada daerah permukaan tubuh pada
waktu yang sama. Sebagai contoh, rangsang nyeri berasal dari
apendiks yang inflamasi melalui serat – serat nyeri pada sistem saraf
simpatis ke rantai simpatis lalu ke spinal cord pada T10 ke T11.
Nyeri ini menjalar ke daerah umbilikus dan nyeri menusuk dan kram
sebagai karakternya. Sebagai tambahan, rangsangan nyeri berasal
dari peritoneum parietal dimana inflamasi apendiks menyentuh
dinding abdomen, rangsangan ini melewati nervus spinalis masuk ke
spinal cord pada L1 sampai L2. Nyeri menusuk berlokasi langsung
pada permukaan peritoneal yang teriritasi di kuadran kanan bawah
19
BAB III
PEMBAHASAN
A. Nyeri Post Operasi HerniaNyeri postoperasi adalah nyeri yang dirasakan akibat dari hasil
pembedahan. Kejadian, intensitas, dan durasi nyeri postoperasi berbeda-beda
dari pasien ke pasien, dari operasi ke operasi, dan dari rumah sakit ke rumah
sakit yang lain. Lokasi pembedahan mempunyai efek yang sangat penting
yang hanya dapat dirasakan oleh pasien yang mengalami nyeri postoperasi.
Nyeri postoperasi biasanya ditemukan dalam pengkajian klinikal, nyeri
postoperasi merupakan topik yang menarik untuk dibahas dalam lingkup
keperawatan. Dengan menggali nyeri postoperasi akan membantu orang lain
untuk mengerti dan dapat mengaplikasikan nyeri postoperasi kepada pasien
20
yang mengalami pembedahan. Aspek dari nyeri postoperasi adalah untuk
menyelidiki adanya pengalaman nyeri yang mencakup persepsi dan perilaku
tentang nyeri (Suza, 2007).
Toxonomi Comitte of the international Association untuk
pembelajaran tentang nyeri mendefenisikan nyeri post operasi sebagai sensori
yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosi yang berhubungan dengan
kerusakan jaringan potensial atau nyata atau menggambarkan terminology
suatu kerusakan (Alexander, 1987 ). Pada post operasi nyeri biasanya adalah
hasil dari tindakan operasi tapi dapat disebabkan oleh hal lain penyebab-
penyebab yang berhubungan atai tidak berhubungan, yaitu ; kandung kemih
yang penuh, iskemia, pemasangan infuse dan lain-lain. Dan diagnosa terhadap
penyebab nyeri harus dapat diobati jika memungkinkan. Sisa nyeri dapat
dibebaskan dengan pembatasan keamanan pasien terhadap lingkungan
postoperasi (Alexander, 1987)
Nyeri pembedahan sedikitnya mengalami dua perubahan, pertama
akibat pembedahan itu sendiri yang menyebabkan rangsangan nosiseptif dan
yang kedua setelah proses pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah
sekitar operasi, dimana terjadi pelepasan zat-zat kimia (prostaglandin,
histamin, serotonin, bradikinin, substansi P dan lekotrein) oleh jaringan yang
rusak dan sel-sel inflamasi. Zat-zat kimia yang dilepaskan inilah yang
berperan pada proses transduksi dari nyeri
B. Penatalaksanaan Nyeri Kronis Post Operasi Hernia Inguinalis
Nyeri post operasi hernia inguinlis dibedakan menjadi nyeri nosiseptif
dan nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik post operasi disebabkan karena nervus
injury yang mengakibatkan gangguan sensorik seperti hyperalgesia,
hipoastesia, allodynia, dll) di area operasi. Nyeri nosiseptif disebabkan kerena
tissue injury atau reaksi inflamasi (Treede. et al, 2008). Pasien post operasi
laparoskopi atau hernioplasty sebnayak 10% mengalami nyeri kronik pasca
operasi dan paling banyak diderita pada pasien pasca operasi hernia inguinlis
disertai dengan mesh akan megalami nyeri kronik. Nyeri kronik terjadi
dikarenakan adanya reaksi inflamasi pada daerah mesh yang mengakibatkan
gangguan pada syaraf (Aasvang, 2009).
21
Kanalis inguinalis terdapat tiga cabang saraf sensorik yaitu nervus
ilioinguinal yang merupakan cabang dari nervus thoracal 12 dan Lumbal 1,
nervus iliohypogastric juga percabnagan dari nervus thoracal 12 dan Lumbal 1
dan nervus genitofemoralis merupakan percabnagan dari lumbal 1 dn lumbal
2. Ketiganya persyarafan sangat berpengaruh terhdap kejadian nyeri kronik
pasca operasi hernia inguinalis (Amid, 2002).
Nyeri pasca hernioraphy didefinisakn sebagai nyeri yang timbul
sebagai akibat langsung dari lesi syaraf atau penyakit lain yang
mempengaruhi system somatosensori. Nyeri kronik menurut IASP terjadi
lebih dari 3 bulan selain itu pasien tidak mengeluh nyeri sebelum dilakuka
operasi (Alfery, 2011)
Pengelolaan nyeri kronis pasca hernioraphy dapat dilakukan
treatment pembedahan yaitu dengan melakukan tindakan pada ketiga syarf
yang terdapat pada kanalis inguinalis dengan cara neurectomy pada segmen
syaraf di kanalis inguinalis baik dengan cara ligasi ataupun kauterisasi. Namun
kendala untuk menemukan cabang nervus ilioingunal, iliohypogastric, dan
genitofemoralis jarang dilakukan pada praktek sehari-hari selain itu
mengdentifikasikan ketiga jenis cabang syaraf tersebut cukup susah. Pada
operasi hernioraphy dianjurkan untuk dapat mengidentifikasi ketiga syaraf
tersebut karena berdasarkan penelitian sebelumnya terbukti mengatasi nyeri
kronis. Karena neurectomy hanya dapat dilakukan oleh tangan yang
berpengalaman makan dianjurkan untuk dilakukan penatalaksanaan secara
farmakologis terlebih dahulu (Alfery, 2011)
Modalitas analgetik paska pembedahan termasuk didalamnya
analgesik oral parenteral, blok saraf perifer, blok neuroaksial dengan anestesi
lokal dan opioid intraspina. Pemilihan teknik analgesia secara umum
berdasarkan tiga hal yaitu pasien, prosedur dan pelaksanaannya. Ada empat
grup utama dari obat-obatan analgetik yang digunakan untuk penanganan
nyeri paska pembedahan (Alfery, 2011)
Tabel 3. Obat Farmakologi untuk Penanganan Nyeri
Non-opioid anlgetik Paracetamol
22
NNSAIDs, COX-2 inhibitor
Gabapentin, Pregabalin
Weak opioids Codein
Tramadol
Paracetamol combined with codein atau
tramadol
Strong opioid Morphine
Diamorphine
Pethidine
Pritarmide
Oxycodone
Adjuvant Ketamin
Clonidine
Tabel 4. Pilihan Terapi pada Nyeri Berdasarkan Jenis Operasi
23
DAFTAR PUSTAKA
24
Aasvang EK, Kehlet H (2009) The effect of mesh removal and selective neurectomy on persistent postherniotomy pain. Ann Surg 249:327–334
Aguifili A, et all. The Advantages of Tension Free Inguinal Hernia Repair in Our Experience: http://www.eals.ii/ijss/ suppl2007/46nifili.htm.
Amid PK (2002) A 1-stage surgical treatment for postherniorrhaphy neuropatic pain: triple neurectomy and proximal end implantation with mobilization of the cord. Arch Surg 137:100–104
Alferi. S. et.al. 2011. International guidelines for prevention and management of post-operative chronic pain following inguinal hernia. Departement of digestive surgert, Catholic University SacredHeart, Largo A. Gemelli. Roma, Italy. 15:239-249
Bonica J. Post Operative Pain in The Management of Pain 2nd ed, vol I, LondonLea and Febiger 2000 : 461 – 78.
Ganong W.F. Review of Medicine Physiology. 17th ed. San Francisco: Appleton and Lange Inc, 2005: 130 – 40.
Stead LG, et all,. First aid for the surgery clerkship, International edition, The McGraw-Hill Companies, Inc, Singapore, 2003, 307-317.
Jong, Wim de & Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu bedah, Edisi Revisi. Jakarta: EGC. 2004.523-538.
Mansjoer A, Suprohaita, Ika wardhani W. Setiowulan W. Kapita Selekta Edisi ke-3, Jilid 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2000.313-317
Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar: Konsep,Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.2005
Schwartz, Shires, Spencer. Abdominal Wall Hernias. Principles of Surgery . 5th Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc, 1988. 1525- 1544
Tarcy, B .Lehndorff, G.P.2005. 60 Second Meredakan Rasa Sakit, Buana, Ilmu Populer, Jakarta
Treede RD, Jensen TS, Campbell JN, Cruccu G, Dostrovsky JO,Griffin JW, Hansson P, Hughes R, Nurmikko T, Serra J (2008) Neuropathic pain: redefinition and a grading system for clinical and research purposes. Neurology 70:1630
Berger & Williams. (1992). Fundamental of nursing: collaborating for optimal health, USA: Apleton & Lange.
25
Tamsuri, Anas . 2006. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC
26
Recommended