View
213
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
tugas rekayasa
Citation preview
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Meningkatnya penyakit kronis seperti penyakit jantung, diabetes, kanker,
dan radang sendi berpengaruh pada tingginya biaya kesehatan yang harus
dikeluarkan masyarakat (Kralovec dan Barrow 2008). Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) memasukkan osteoarthritis sebagai salah satu dari empat kondisi
otot dan tulang yang membebani individu, sistem kesehatan maupun sistem
perawatan sosial dengan biaya yang cukup besar. Di dunia diperkirakan
setidaknya terdapat 9,6% pria dan 18% wanita di atas usia 60 tahun menderita
osteoarthritis (OA). Kasus tersebut diduga akan terus meningkat akibat
bertambahnya usia harapan hidup, obesitas (kegemukan) dan kebiasaan merokok
(Merdikoputro dan Asri 2006). Tahun 2020, WHO juga memperkirakan OA akan
menjadi penyebab utama cacat fisik pada umat manusia setelah arthritis rematoid
(jenis penyakit rematik yang mengenai jari tangan/jari kaki), osteoporosis
(keropos tulang) dan nyeri punggung bawah. Indonesia merupakan negara ke-4
dengan jumlah orang lanjut usia (lansia) terbanyak sesudah negara China, India
dan Amerika Serikat (Merdikoputro dan Asri 2006).
Glukosamin merupakan senyawa alami yang terdapat dalam tubuh manusia
yang merupakan unsur pokok dari GAG pada tulang rawan dan cairan synovial.
Glukosamin dalam tubuh berfungsi untuk memproduksi cairan synovial sebagai
bahan pelumas pada tulang rawan. Kekurangan cairan synovial dalam tubuh dapat
menimbulkan kekakuan pada sendi sehingga menyebabkan penyakit
osteoarthritis.
Glukosamin merupakan salah satu jenis suplemen yang banyak dikaji
berkaitan dengan manfaatnya untuk kesehatan sendi. Glukosamin dalam bentuk
klorida maupun sulfat telah dipasarkan secara luas di Kanada dan Amerika
(Kralovec dan Barrow 2008). Glukosamin juga telah banyak beredar di Indonesia
pada kisaran harga Rp 2.100-3.000 per kapsul 0,5 gram. Mengingat tingginya
resiko penyakit osteoarthritis di Indonesia dan harga glukosamin yang terbilang
cukup mahal maka upaya memproduksi glukosamin hidroklorida dengan harga
terjangkau menjadi penting untuk dilakukan.
Khitin dan khitosan saat ini menjadi salah satu bahan kimia dan bahan baku
industri yang menjadi unggulan khususnya bagi industri farmasi, kesehatan,
kosmetik, makanan, pengolah limbah dan air, fotografi, kayu dan kertas. Hal itu
karena aplikasi dan kegunaan khitin dan khitosan yang luas di berbagai sektor.
Aplikasi dan kegunaan yang luas tersebut didukung pula oleh tersedianya bahan
baku khitin dan khitosan. Khitin dan khitosan dapat dibuat dari udang-udangan,
serangga dan jamur. Salah satu yang potensial digunakan sabagai bahan baku
khitin dan khitosan adalah limbah udang. Limbah udang dihasilkan dari kegiatan
pengolahan udang segar menjadi udang beku. Di Indonesia terdapat 91
perusahaan pengolahan udang (BPS, 2003). Pada tahun 2002, produksi udang
olahan sebesar 571.725.257 g (BPS, 2002). Produksi sebesar itu akan
menghasilkan limbah udang minimal 171.517.577 g karena menurut banyaknya
limbah udang mencapai 36-49% dari bobot udang.
Aplikasi dan kegunaan yang luas dari khitin dan khitosan dan tersedianya
bahan baku yang berlimpah menyebabkan adanya peluang yang besar untuk
mendirikan industri glukosamin. Peluang didirikannya industri glukosamin di
Indonesia harus dioptimalkan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian tekno-
ekonomi pendirian industri pengolahan khitin dan khitosan dari limbah udang dan
pengolahan glukosamin.
Tujuan
1. Memilih alternatif proses terbaik dalam memproduksi glukosamin
2. Perancangan dan pemilihan peralatan proses pembuatan glukosamin
3. Menguji analisis kelayakan ekonomi perancangan proses pembuatan
glukosamin
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah Udang
Persentase kepala udang sebesar 36-49%, daging keseluruhan 2-41% dan
kulit ekor 17-23% dari seluruh berat badan. Kulit udang yang terdapat pada
kepala, jengger dan tubuh udang mengandung protein 34,9 %, kalsium 26,7 %,
khitin 18,1 % dan unsur lain seperti zat terlarut, lemak, protein tercerna sebanyak
19,4 % . Menurut Mulyanto (1984), banyaknya limbah udang mencapai 30%-75%
dari berat udang.
Tabel 1. Komposisi Kimia Limbah Udang (%)
Sumber : aJuhairi
(1986) dan bSuparno dan
Nurcahya (1974)
Khitin dan Kitosan
Khitin berbentuk kristal putih. Tidak larut dalam air, tidak larut dalam asam
organik, basa pekat dan pelarut organik lainnya. Khitin larut dalam asam pekat
seperti asam sulfat, asam nitrit, asam fosfat, dan asam formiat anhidrida. Khitin
mempunyai rumus molekul C18H26N2O10 merupakan zat padat yang tak berbentuk
(amorphous), tak larut dalam air, asam anorganik encer, alkali encer dan pekat,
alkohol, dan pelarut organik lainnya tetapi larut dalam asam-asam mineral yang
pekat. Khitin kurang larut dibandingkan dengan selulosa dan merupakan N-
glukosamin yang terdeasetilasi sedikit, sedangkan khitosan adalah khitin yang
terdeasetilasi sebanyak mungkin (Hirano, 1986).
Gambar 1. Struktur Kimia Khitin
Khitin tidak terdapat dalam keadaan murni tetapi mengandung bahan
mineral dan protein. Khitin di didapat dengan isolasi atau ekstraksi bahan baku
Unsur Kepala udanga Jengger udangb
Air 78,51 69,30
Protein 12,28 20,70
Lemak 1,27 8,50
Abu 5,34 1,50
untuk memisahkan komponen-komponen mineral (demineralisasi) dan protein
(deproteinasi). Deproteinasi dapat dilakukan sebelum dan sesudah demineralisasi.
Deproteinasi dapat dilakukan lebih dahulu apabila protein yang terlarut akan
dimanfaatkan lebih lanjut.
Khitosan merupakan polielektrolit netral pada pH asam. Khitosan dapat
berbentuk tepung, serpihan maupun larutan. Bahan-bahan seperti protein, anion
polisakarida, asam nukleat dan bahan-bahan lain yang bermuatan negatif akan
berinteraksi kuat dengan khitosan membentuk ion netral.
Gambar 2. Struktur Khitosan
Khitosan merupakan poliglukosamin yang dapat larut dalam kebanyakan
asam seperti asam asetat, laktat atau asam-asam organik (adipat, malat), asam
mineral seperti HCl, HNO3 pada konsentrasi 1 % dan mempunyai daya larut yang
terbatas dalam asam fosfat dan tidak larut dalam asam sulfat. Pelarut khitosan
yang terbaik adalah asam format dengan konsentrasi 0,2-100%.
Khitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larutan basa kuat,
sedikit larut dalam HCl dan HNO3, dan H3 PO4, dan tidak larut dalam H2SO4.
Khitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat
polielektrolitik. Disamping itu khitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan
zat-zat organik lainnya seperti protein. Oleh karena itu, khitosan relatif lebih
banyak digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan industri kesehatan.
Khitin dan khitosan serta turunannya mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi
koagulasi dan penebal emulsi.
Keuntungan khitosan adalah mudah larut dalam suasana asam, sedangkan
khitin tidak. Dengan demikian pada penggunaannya lebih mudah menggunakan
khitosan daripada khitin. Khitin dan khitosan mempunyai peluang komersial
karena mengandung nitrogen yang cukup tinggi (6,68%) dibandingkan dengan
selulosa sintetik (1,25%) (Habibie, 2000). Khitosan bersifat mudah mengalami
degradasi secara biologis, tidak beracun, mempunyai bobot molekul tinggi dan
tidak larut pada pH diatas 6,5.
Glukosamin
Glukosamin adalah amino monosakarida yang ditemukan pada kitin,
glikoprotein dan glikosaminoglikan. Glikoprotein, dikenal sebagai proteoglikan
yang merupakan bentuk dasar matriks ekstraseluler dari jaringan penyambung.
Glukosamin (C6H13NO5) merupakan gula amino dan prekursor penting dalam
sintesis biokimia dari protein glikosilasi dan lipid. Glukosamin ditemukan sebagai
komponen utama dari rangka luar krustasea, artropoda, dan cendawan.
Glukosamin merupakan salah satu monosakarida yang banyak dijumpai.
Gambar 3 Struktur kimia glukosamin hidroklorida (Mojarrad et al. 2007)
Dalam industri, glukosamin diproduksi dengan cara hidrolisis rangka luar
krustasea (limbah udang). Glukosamin umumnya digunakan untuk meringankan
gejala osteoartritis. Konsumsi glukosamin secara oral biasanya digunakan untuk
mengurangi gejala osteoartritis. Sebagai prekursor dari glikoaminoglikan yang
menyusun jaringan kartilago sendi, suplementasi glukosamin diharapkan mampu
membangun kembali jaringan kartilago dan mengurangi risiko osteoarthritis.
Glukosamin dapat dihasilkan dengan beberapa cara ekstraksi yakni proses
hidrolisis kimiawi, proses enzimatis, proses fermentasi, dan proses gabungan
antara ketiganya. Produksi glukosamin dengan proses ekstraksi enzimatis dan
fermentasi biasanya dilakukan pada skala laboratorium. Proses ekstraksi yang
paling umum digunakan pada produksi glukosamin skala industri adalah proses
hidrolisis kimiawi dengan kombinasi asam HCl dan basa NaOH dengan
konsentrasi tertentu.
ALTERNATIF PROSES
Proses produksi glukosamin dapat dilakukan dengan beberapa metode
proses. Metode dalam produksi glukosamin diantaranya yaitu proses hidrolisis
dengan menggunakan sumber glukosamin yaitu kitin dan kitosan, kemudian
proses sintesis kimia dari senyawa sederhana menggunakan sumber karbon dan
sumber ammonium. Alternatif kedua proses tersebut menghasilkan karakteristik
pemurnian dan rendemen yang berbeda.
1. Proses produksi glukosamin dengan metode hidrolisis kitin dan kitosan
Proses hidrolisis glukosamin dilakukan melalui proses hidrolisis dari
cangkang hewan laut. Proses hidrolisis dimulai dengan proses perubahan molekul
kitin menjadi kitosan. Kitin merupakan biopolimer organik terbanyak kedua yang
ditemukan di alam setelah selulosa, terdapat di berbagai spesies binatang baik
darat maupun perairan (Suptijah et al. 1992). Glukosamin tidak bisa diekstraksi
langsung dari kitin. Sehingga kitin perlu dirubah terlebih dahulu menjadi molekul
glukosamin.
Proses dalam ekstraksi glukosamin dari kitosan dapat dilakukan dengan
mengesktraksi langsung dari bahan yang mengandung glukosamin yaitu kitosan.
Kitosan merupakan bahan yang dapat diperoleh dari cangkang crustacea. Proses
ekstraksi glukosamin dengan menggunakan bahan kitosan dapat dilakukan dengan
beberapa tahapan. Proses ekstraksi kitosan menjadi glukosamin terjadi pada
tahapan yang disebut dengan proses desitilasi. Sebab pada proses ini terjadi
perubahan dari molekul kitin menjadi molekul kitosan. Proses ekstraksi
glukosamin dari kitin terlihat padap Gambar 4.
Gambar 4. Produksi Glukosamin dari Kitin/Kitosan
Proses hidrolisis didahului dengan proses demineralisasi, deproteinisasi dan
terakhir yaitu proses deasitilasi. Deasitilasi sangat berpengaruh dalam tahapan
produksi kitosan dari kitin karena pada proses ini terjadi pelepasan gugus-gugus
amina yang nantinya akan menjadi glukosamin. Rendemen Glukosamin sebesar
80%, diperoleh melaui kondisi proses yang tepat, sebab kondisi proses yang
kurang tepat akan menghasilkan glukosamin yang berbeda-beda bahkan dapat
menghasilkan glukosamin dengan kadar yang lebih rendah. Selain dari kondisi
proses yang harus diperhatikan, proses hidrolisis dari cangkang hewan laut rentant
akan kontaminasi. Oleh karena itu glukosamin yang dihasilkan perlu dilakukan
pengujian terhadap kadar cemaran. Akan tetapi (Purnomo et al. 2012)
menyatakan, bahwa kadar cemaran dari glukosamin seperti merkuri dan kadmium,
masih berada dibawah ambang batas.
2. Proses produksi glukosamin dengan metode sintesis kimia non-enzimatis
dari sumber karbon dan sumber ammonium.
Proses produksi glukosamin pada proses produksi alternatif ini dilakukan
menggunakan metode Hubbs (2007) yang dimodifikasi. Modifikasi yang
dilakukan meliputi perlakuan sumber karbon yaitu fruktosa kristal atau glukosa,
sumber ammonium yaitu asetat dan ammonium klorida, pelarut larut air dengan
konsentrasi metanol (50% atau 99.9%), dan tanpa penambahan HCl agar
diperoleh glukosamin murni.
Berdasarkan Purnomo et al. (2012) untuk kecocokan substrat dan pelarut
dipilih fruktosa kristal sebagai sumber karbon dengan pelarut methanol 99.9 %
karena dari hasil pengamatan secara visual dapat membentuk solid yang diduga
memuat kristal glukosamin, sedangkan untuk sumber karbon yaitu glukosa dari
hasil pengamatan secara visual tidak membentuk solid baik dengan pelarut
metanol 50% maupun 99.9%.
Tahapan proses dari produksi glukosamin dengan alternatif proses ini
dapat dilihat pada Gambar 2. yaitu sebagai berikut. Langkah awal dari proses
sintesis ini dimulai dengan mencampurkan sumber ammonium yaitu ammonium
asetat dan ammonium klorida dengan pelarut methanol 99.9% didalam labu leher
tiga. Kemudian dilakukan penambahan sumber karbon yaitu fruktosa kristal
setelah itu pemanasan sampai suhu 55°C dan suhu dipertahankan selama 5 jam.
Campuran padatan yang terbentuk didinginkan dalam water bath dan diaduk
selama semalam pada suhu ruang. Tahapan selanjutnya dilakukan penyaringan
menggunakan pompa vakum dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan oven
pada suhu 50°C sampai diperoleh bobot konstan. Mengacu pada Hubbs (2007)
padatan yang dihasilkan tersebut merupakan glukosamin. Selanjutnya padatan
tersebut dihaluskan sehingga diperoleh serbuk glukosamin berwarna putih
kecoklatan. Menurut Purnomo, dkk (2012) dengan metode ini didapatkan
rendemen akhir glukosamin yaitu sebesar 544,79 mg/g. Hasil rendemen tersebut
menunjukkan adanya peluang cukup besar untuk memproduksi (sintesis)
glukosamin dengan menggunakan metode ini. Namun ada kendala didalam proses
pemurnian glukosamin yang dihasilkan dari padatan yang dihasilkan.
Kromatogram dari analisis HPLC terlihat peak senyawa glukosamin berimpit
dengan peak senyawa komtaminan lain yang terbentuk selama proses sintesis.
Gambar 5. Produksi Glukosamin Melalui Sintesis Kimia
Berdasarkan dua alternative proses yang diberikan makan dipilih proses
hidrolisisi glukosamin berbahan baku kulit udang sebagai alternative terpilih.
Dikarenakan beberapa faktor diantaranya yaitu glukosamin yang dihasilkan pada
proses sintesis kimia masih membutuhkan pemurnian lebih lanjut dibandingkan
dengan glukosamin yang diperoleh dari limbah kulit udang. Meskipun dari
rendemen glukosamin yang dihasilkan lebih banyak, akan tetapi dengan proses
pemurnian akan mengurangi jumlah rendemen tersebut. Sehingga proses produksi
glukosamin yang terpilih yaitu proses hidrolisis. Adapun penjelasan proses dalam
tahapan hidrolisis yaitu dimulai dengan menghasilkan kitosan dari kulit udang
melalui proses demineralisasi, deprotenisasi dan deasetilasi yang mana kitosan
tersebut akan dijadikan sebagai bahan baku pada hidrolisis glukosamin.
Demineralisasi
Kulit udang mengandung mineral 30 – 50%, kmposisi yang utama adalah
kalsium karbonat. Komponen mineral ini dapat dilarutkan dengan penambahan
asam seperti asam klorida, asam sulfat atau asam laktat. Demineralisasi dapat
dilakukan secara kimia dan biologi. Secara kimia yaitu dengan menggunakan
senyawa kimia seperti asam klorida/asam laktat. Secara biologi yaitu dengan
melarutkan mineral yang terdapat dalam kulit udang melalui proses fermentasi
asam laktat.
Kondisi proses yang diberikan pada tahapan ini yaitu dengan penambahan
asam klorida (HCl) dengan konsentrasi 7-10% selama delapan jam pada suhu
300C. Pemisahan mineral dengan HCl bertujuan untuk mengubah CaCO3 manjadi
CaCl2. Dengan menaikkan suhu reaksi menjadi 60 sampai 700C, waktu reaksi
dapat dipercepat menjadi 2-3 jam.
Deprotenisasi
Kulit udang selain mengandung kitin juga mengandung protein. Untuk
mendapatkan kitin dari kulit udang, maka protein tersebut harus dihilangkan atau
dideproteinisasi. Protein yang terdapat pada kulit udang dapat berikatan secara
fisik atau kovalen. Protein yang terikat secara fisik dalam kulit udang dapat
dihilangkan dengan perlakuan fisik seperti pengecilan ukuran, dan pencucian
dengan air. Adapun protein yang terikat secara kovalen dapat dihilangkan dengan
perlakuan kimia dapat dihilangkan dengan perlakuan kimia pula yaitu dengan
pelarutan dalam larutan basa kuat atau dengan perlakuan biologi.
Kondisi proses yang diterapkan pada tahap demineralisasi yaitu dengan
Perlakuan NaOH 2-4% pada suhu 60-70 0C cukup efektif untuk melarutkan
protein. Beberapa penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa larutan NaOH
konsentrasi 2-3% dengan suhu 60-70 0C dan waktu 1-2 jam dapat mengurangi
kadar protein dalam kulit crustacea secara efektif.
Deasetilasi
Glukosamin tidak bisa diekstraksi langsung dari kitin tetapi dari kitosan.
Untuk mengisolasi kitosan dari kitin disebut dengan proses deasetilasi. Isolasi
khitosan dilakukan dengan cara menghilangkan gugus asetil (-C0CH3) pada
khitin dengan larutan basa. Deasetilasi khitin (pembuatan khitosan) dilakukan
dengan perlakuan menggunakan larutan NaOH 40-45 % lalu endapan yang
dihasilkan dicuci dengan air. Hasilnya di campur dalam larutan 2% asam asetat
sehingga material pengotor terbuang. Produk yang dihasilkan dinetralisasi dengan
larutan NaOH untuk menghasilkan khitosan murni berbentuk endapan putih
(Hirano, 1996). Pada proses deasitalisasi khitin digunakan larutan natrium
hidroksida konsentrasi tinggi (40-50%) dan suhu tinggi (100-1500C).
Hidrolisis Glukosamin
Proses ekstraksi glukosamin melalui hidrolisis kimiawi yaitu dengan
penambahan asam. Produksi Glukosamin dari sampel khitosan yang dihasilkan
kemudian dihidrolisis dengan HCl 8% (1:9) pada suhu 900C selama 75 menit.
Kemudian alkohol ditambahkan pada sampel untuk memisahkan sampel dan
pengotor, selanjutnya dicuci dengan isopropil alkohol (IPA) hingga pH mencapai
3-5. Glukosamin dikeringkan pada suhu 40 ºC selama 48 jam sehingga diperoleh
glukosamin yang siap untuk digunakan. Atau dengan menggunakan spray dryer
pada suhu 600C pada waktu yang singkat.
Gambar 6. Proses Produksi Khitosan dari Limbah Udang
Gambar 7. Proses Flow Diagram Produksi Glukosamin
Neraca Massa
1. Pencucian Limbah Udang
Kebutuhan air = 1,5 x 4.200 g
= 6.300 g
Keseimbangan limbah udang :
F4= 0,90 x 4.200 g
= 3.780 g
Keseimbangan total :
F1 + F2= F3 + F4
4.200 g + 6.300 g = F3 + 3.780 g
F3= 6.7202. Pengeringan Limbah Udang
Keseimbangan limbah udang :
X6 (padatan) = X4 (padatan)
= 18,038% X F4
= 18,038% X 3.780 g
= 681,836 g
F6 = 100% X X6 (padatan)
90,19%
= 100% X 681,836 g
90,19%
= 756 g
Keseimbangan air :
F5 = F4 – F6
= 3.780 g – 756 g
= 3024 g3. Penghancuran
Keseimbangan limbah udang :
F7 = 5% X F6
= 5% X 756 g
= 37,8 g
F8
===
F6 – F7756 g – 37,8 g718,2 g
X8 (padatan) = 90,19% X F8
= 647,745 g
X8 (air) = F8 - X8 (padatan)
= 70,455 g
4. Demineralisasi
Kebutuhan HCl 1N :
F9 = 7 X F8 X BJ HCl 1N
= 7 X 718,2 g X 1,0858
= 5.458,751 g
Keseimbangan total :
F10 = F8 + F9
= 718,2 g + 5458,751 g
= 6.176,951 g
X10 (air) = X8 (air)
= 70,455 g
5. Penyaringan dan Pencucian
Kebutuhan air :
F11 = 0,51811 X F10
= 0,51811 X 6.176,951 g
= 3.200,340 g
Keseimbangan mineral :
X12 (mineral) = 30% x X8 (padatan) x 98,05%
= 30% x 647,745 g x 98,05%
= 211,259 G
X12 (HCl 1N) = F9
= 5.458,751 g
X12 (Air) = F11
= 3.200,340 g
F12 = X12 (mineral) + X12 (HCl 1N)
+ X12 (Air)
= 8.870,349 g
Keseimbangan total :
F13 = F10 + F11 – F12
= 506,941 g
X13 (air) = X10 (air)
= 70,455 g
X13 (padatan) = F13 – X13
= 436,486 g6. Deproteinisasi
Kebutuhan NaOH 3,5 N :
F14 = 10 X F13 X BJ NaOH 3,5 N
= 7 X 506,941 g X 1,0166
= 5.153,377 g
Keseimbangan total :
F15 = F13 + F14
= 506,941 g + 5.153,377 g
= 5.660,318 g
X15 (air) = 70,455 g7. Penyaringan dan Pencucian
Kebutuhan air :
F16 = 0,51811 X F15
= 0,51811 X 5.660,318 g
= 2.932,668 g
Keseimbangan protein :
X17 (protein) = 28% X X8 (padatan) X 93,41%
= 28% X 647,745 g X 93,41%
= 187,844 g
X17 (NaOH 3,5 N) = F14
= 5.153,377 g
X17 (air) = F16
= 2.932,668 g
F17 = X17 (protein) + X17 (NaOH 3,5 N) + X17 (air) = 8.273,888 g
Keseimbangan total :
F18 = F15 +F16 – F17 = 319,098 g
X18 (air) = X15 (air)
= 70,455g
X18 (padatan) = F18 – X18
= 248,642 g8. Pengeringan
Keseimbangan khitin :
X20 (padatan) = X18 (padatan) =
248,642 g
F20 = (100%) . x X20(100%-7,23%)
= 268,020 g
X20 (air) = F20 – X20
= 19,378 g
Keseimbangan total :
F19 = F18 - F20
= 51,078 g9. Pengilingan
Keseimbangan khitin :
F22 = (100%-2%) x F20
= 262,660 g
X22 (air) = kadar air F20 x F22
= 7,23% x 262,660 g
= 18,990 g
X22 (padatan) = F22 – X22 (air)
= 243,669 g
Keseimbangan total : F21 = F20 – F22
10. Deasetilasi
Kebutuhan NaOH :
F23 = 20 x F22 x BJ NaOH 50%
= 5.340,201 g
Keseimbangan total :
F24 = F22 + F23
= 5.602,860 g
X24 (air) = X22 (air)
= 18,990 g
X24 (padatan) = X22 (padatan)
= 243,669 g11. Penyaringan dan Pencucian
Kebutuhan air :
F25 = 0,51811 x F24
= 2.902,898 g
Keseimbangan total :
F26 = F24 +F25 – F27
= 8.259,028 g
X26 (padatan) = X24 (padatan) - X27 (padatan)
= 44,756 g
X26 (NaOH 50%) = F23
= 5.340,201 g
X26 (air) = F26 – X26 (padatan)
– X26 (NaOH 50%)
= 2.874,072 g12. Pengeringan
Kesetimbangan khitosan :
X27 (padatan) = X29 (padatan)
= 198,914 g
X27 (air) = (19,38%)
(100% - 19,38%)
= 47,816 g
F27 = X27 (air) + X27 (padatan)
= 246,730 g
Keseimbangan total :
F28 = F27 – F29
= 32,314 g13. Hidrolisis Glukosamin
Keseimbangan khitosan :
F31 = 80% x F22
= 210,1278 g
X31 (air) = 6% x F22
= 12,608 g
X31 (padatan) = F31 – X31 (air)
= 197,519 g
F29 = (100%/93%) x F31
= 225,944 g
X29 (air) = 7,23% x F29
= 15,502 g
X29 (padatan) = F29 – X29
= 210,442 g
Keseimbangan total :
F30 = F29 – F31
= 15,8162 g
Recommended