View
258
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
batu saluran kemih
Citation preview
DAFTAR ISI
BAB 1 LAPORAN KASUS..........................................................................................3
1.1 Identitas Pasien.............................................................................................3
1.2 Anamnesa......................................................................................................3
1.3 Pemeriksaan Fisik..........................................................................................4
1.4 Pemeriksaan Penunjang................................................................................6
1.5 Resume..........................................................................................................9
1.6 Diagnosa......................................................................................................10
1.7 Planning.......................................................................................................10
1.9 Follow up......................................................................................................11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................14
2.1 Anatomi Saluran Kemih...............................................................................14
2.1.1 Ginjal.....................................................................................................14
2.1.2 Ureter....................................................................................................15
2.1.3 Buli-buli..................................................................................................15
2.1.4 Uretra....................................................................................................16
2.2 Batu Saluran Kemih.....................................................................................17
2.2.1 Definisi...................................................................................................17
2.2.2 Epidemiologi..........................................................................................17
2.2.3 Faktor Yang Mempermudah Pembentukan...........................................18
2.2.4 Teori Pembentukan...............................................................................19
2.2.5 Penghambat Pembentukan...................................................................20
2.2.6 Macam-macam......................................................................................20
2.2.7 Gambaran Klinis....................................................................................25
2.2.10 Preventif................................................................................................33
2.2.11 Komplikasi.............................................................................................34
BAB 3 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................35
BAB 1 LAPORAN KASUS
1.1 Identitas PasienNama : Tn. AR
Umur : 57 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Kol. Sugiono No.27 Pandean SDA
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Tgl MRS : 21 Agustus 2015
Tgl Pemeriksaan : 25 Agustus 2015
1.2 AnamnesaKeluhan Utama :
Buang air kecil hanya sedikit
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli urologi RSAL DR.Ramelan Surabaya dengan
keluhan setiap kali buang air kecil hanya sedikit urine yang keluar sejak 3
minggu yang lalu. Setiap harinya produksi urine ± 0,5-1 gelas aqua (±100-
200cc/24jam). Setiap kali buang air kecil pasien tidak merasakan nyeri. Urine
berwarna kuning jernih, tidak ada batu atau pasir, dan tidak ada darah.
Pasien juga merasakan nyeri pada pinggang kiri sejak 1 minggu yang
lalu. Nyeri terasa nyut-nyutan dan terasa dari belakang menjalar tembus
sampai ke perut depan. Nyeri dirasakan hilang timbul dan tidak mengganggu
aktivitas sehari-hari.
Pasien tidak merasakan demam dan juga tidak merasakan mual
mapun muntah. Pasien mempunyai kebiasaan minum sehari minimal 1 botol
aqua besar. Pasien termasuk orang yang tidak menjaga makannya. Pasien
tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan tertentu dalam waktu.
Pasien 3 minggu yang lalu sempat dirawat di RSI Jemursari dan
didiagnosa batu ureter + hidronefrosis + CKD dan sudah menjalani 4x
hemodialisa. Karena keterbatasan alat untuk operasi, pasien diberikan surat
pengantar untuk berobat dan dilakukan operasi di RSAL DR.Ramelan
Surabaya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan pernah merasakan nyeri pinggang kiri sebelumnya
tepatnya 2 tahun yang lalu. Kemudian pasien pergi ke dokter dan didiagnosa
adanya batu pada saluran kemihnya. Pasien diberi obat untuk mengeluarkan
batu. Setelah diberi obat, urine pasien menjadi berpasir. Setelah itu keluhan
hilang sama sekali. Pasien tidak mempunyai riwayat kencing berwarna
merah.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah sakit seperti pasien.
1.3 Pemeriksaan Fisik (tanggal 25 Agustus 2015)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran/GCS : Compos Mentis/4-5-6
Vital sign : Tensi : 120/80mmHg
Nadi : 72x/menit
Suhu : 36°C
RR : 18x/menit
Status generalis
Kepala : Exopthalmus (-/-) Conjunctiva anemis (-/-)
Sclera icteric (-/-) Kelainan kongenital (-) Jejas (-)
Leher : Massa (-) Deviasi Trakea (-) Jejas (-) Pembesaran KGB (-) Struma (-)
ThoraxCor
Inspeksi : IC tidak tampak
Palpasi : IC tidak teraba
Perkusi : batas jantung kiri dan kanan normal
Auskultasi : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Normochest, gerak nafas simetris
Palpasi : Gerak nafas simetris
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler
Abdomen
Inspeksi : cembung, simetris
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : nyeri tekan (-), supel, hepar, lien dan ren tidak teraba
Perkusi : Tympani
Ekstremitas
Akral Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
Status Urologis Ginjal (dengan bimanual palpasi) : flank mass -/-
Nyeri ketok CVA -/+ Vesica Urinaria : Tidak teraba Genitalia Eksternal:
PenisSirkumsisi : (+)Kelainan kongenital : (-)Kateter : (+)Tanda radang : (-)
UretraStriktur : (-)Stenosis : (-)Tanda radang : (-)
SkrotumTanda radang : (-)Pembesaran : (-)Testis : (+/+) normalVaricocele : (-)
1.4 Pemeriksaan PenunjangLaboratorium (tanggal 21 Agustus 2015)
Darah lengkap :Leukosit : 6,5 x 103/uL
Hb : 6,7 g/dL
Hct : 19,3 %
Trombosit : 227 x 103/uL
Urine lengkap : pH : 6,0
Protein : (+)
Eritrosit : 18-23
Lekosit : 6-8
Epitel : 3-5
Bakteri : (+)
Silinder : (-)
Kristal : (-)
Kimia klinik : Glukosa : 119 mg/dL
BUN : 93 mg/dL
Kreatinin : 11,7 mg/dL
SGOT : 184 U/L
SGPT : 166 U/L
UA : 7,1 mg/dL
Albumin : 3,1 g/dL
Natrium : 130,9 mmol/L
Kalium : 4,44 mmol/L
Chlorida : 100,9 mmol/L
Radiologis
BOF (tanggal 3 agustus 2015)
Tampak bayangan batu radio opaque paravertebra kiri, multiple 1,5 dan 0,5 dan di cavum pelvis kanan
USG (tanggal 3 Agustus 2015)
o Kronik parenchymal renal disease kanan, Grade 3, kista ginjal kanan
1,24 cmo Hydronefrosis ginjal kiri grade 3, nampak sumbatan di ureter distal
1.5 Resume
Anamnesa :
Laki-laki 57 Tahun
Buang air kecil hanya sedikit sejak 3 minggu yang lalu
Buang air kecil ±100-200cc/24jam
Nyeri pinggang kiri sejak 1 minggu yang lalu
Nyeri nyut-nyutan, menjalar dari pinggang kiri ke perut kiri depan
Nyeri hilang timbul
Demam (-), mual dan muntah (-)
Riwayat kencing pasir 2 tahun yang lalu
Pemeriksaan Fisik
Nyeri ketok CVA kiri (+)
Pemeriksaan Penunjang
Hb : 6,7 g/dL
BUN : 93 mg/dL
Kreatinin : 11,7 mg/dL
UA : 7,1 mg/dL
SGOT : 184 U/L
SGPT : 166 U/L
Radiologi
BOF : Tampak bayangan batu radio opaque paravertebra kiri, multiple 1,5 dan 0,5
dan di cavum pelvis kanan
USG : Kronik parenchymal renal disease kanan, Grade 3, kista ginjal kanan 1,24 cm
Hydronefrosis ginjal kiri grade 3, nampak sumbatan di ureter distal
1.6 DiagnosaBatu ureter proksimal sinistra + hidronefrosis ren sinistra grade 3 + CKD
1.7 PlanningPlanning diagnosa : IVP
Planning edukasi : minum 2 liter perhari dan berolahraga
Planning terapi : Ureterolitotomi
Hemodialisa
Transfusi PRC
Allupurinol
Planning monitor : vital sign
Keluhan penderita
1.8 Laporan Operasi
Diagnosa Pra Bedah : Batu ureter proksimal sinistra + hidronefrosis ren
sinistra grade 3
Dignosa Pasca Bedah : Batu ureter proksimal sinistra + hidronefrosis ren
sinistra grade 3
Persiapan : Informed consent
Antibiotik profilaksis ceftriaxone 2g
Posisi pasien: Posisi lumbotomi kiri atas
Desinfeksi : Povidone iodine 10%
Insisi : insisi lumbotomi tepi bawah costa 12 diperdalam layer demi
layer
Temuan operasi :
Identifikasi batu di ureter proksimal (1 buah) insisi tepat di daerah batu
Dilakukan ureterolitotomi proksimal sinistra → batu 1 buah ukuran 1,5 x 1 cm
Sondage arah distal lancar
Spoeling ke proksimal → 1 buah batu ukuran 0,5 x 0,1 cm → urine (+) dari
proksimal
Ureter dijahit
Pasang drain
Luka dijahit layer demi layer
Komplikasi/perdarahan : 200cc
Instruksi pasien pasca operasi :
MRS ICU
IVFD PZ : D5 = 1 : 1
Injeksi ceftriaxone 2x 1
Injeksi antrain 3 x 1
Injeksi kalnex 3 x 500mg
Injeksi ranitidin 2 x 1
Injeksi Lasix 1 x 1 ampul bila TD sistol ≥ 110mmHg
1.9 Follow upTanggal 27 Agustus 2015
S : Nyeri luka bekas operasi
O : KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran/GCS : Compos mentis/4-5-6
Vital sign : Tensi 130/80mmHg
Nadi : 84x/menit
Suhu : 36,2°C
RR : 18x/menit
Status generalis : dbn
Status urologi : Produksi urine 2000cc/24 jam
Draine : 50cc
A : post ureterolitotomi proksimal sinistra H+1
P : IVFD PZ 1000cc/24jam
Injeksi ceftriaxone 2 x 1
Injeksi Kalnex 3 x 1
Injeksi Antrain 3 x 1
Injeksi Ranitidin 2 x 1
Tanggal 28 Agustus 2015
S : Nyeri luka bekas operasi sedikit berkurang
O : KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran/GCS : Compos mentis/4-5-6
Vital sign : Tensi 120/80mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36°C
RR : 16x/menit
Status generalis : dbn
Status urologi : Produksi urine 1500cc/24 jam
Draine : 50cc
A : post ureterolitotomi proksimal sinistra H+2
P : IVFD PZ 1000cc/24jam
Injeksi ceftriaxone 2 x 1
Injeksi Kalnex 3 x 1
Injeksi Antrain 3 x 1
Injeksi Ranitidin 2 x 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Saluran Kemih
2.1.1 GinjalManusia mempunyai 2 ginjal yaitu ginjal kanan dan kiri dan bentuknya seperti
kacang. Pada orang dewasa beratnya masing-masing 150 gram. Adanya hepar
menyebabkan ginjal kanan terletak lebih rendah dari pada ginjal kiri. Pada potongan
melintang ginjal terbagi menjadi (dari luar ke dalam) korteks, medulla, kaliks dan
pelvis renalis. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron, sedangkan di medulla
banyak terdapat duktus-duktus. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal,
yang terdiri dari kapsula bowman, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan
tubulus kontortus distal. Urin yang terbentuk di dalam nefron disalurkan ke sistem
pelvikaliks ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter. Sistem pelvikaliks
ginjal terdiri dari kaliks minor, infundibulum, kaliks mayor dan pelvis renalis. Mukosa
sistem pelvikaliks terdiri dari epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos
yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urine sampai ke ureter. 1
2.1.2 Ureter Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan
urine dari ginjal ke buli-buli. Pada orang dewasa panjangnya kurang lebih 30 cm,
panjangnya bervariasi tergantung tinggi badan. Bentuknya seperti huruf S halus.
Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh epitel transisional, otot polor
sirkuler dan longitudinal yang dapat berkontraksi untuk menyalurkan urine ke buli-
buli. Sepanjang perjalanan ureter dari ginjal ke buli-buli, terdapat 3 daerah
penyempitan sehingga jika ada batu atau benda-benda yang dari ginjal bisa
tersangkut di tempat itu. 3 penyempitan itu adalah: 1
1. Pada ureteropelviks junction yaitu perbatasan antara pelvis renalis dan ureter.
2. Saat menyilang arteri iliaca di rongga pelvis.
3. Saat ureter masuk dinding buli.
2.1.3 Buli-buliBuli-buli adalah organ berongga yang dibentuk oleh otot detrusor yang saling
beranyaman. Otot detrusor terdiri dari 3 lapis yaitu sebelah dalam otot longitudinal,
di tengah otot sirkuler dan sebelah luar otot longitudinal. Mukosa di buli-buli dibentuk
oleh epitel transisional. Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan
kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam proses miksi. Dalam menampung
urine buli-buli mempunyai kapasitas maksimal untuk orang dewasa kurang lebih
adalah 400-500 ml. Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis.
Dan pada saat penuh, terletak di atas simfisis pubis sehingga dapat dipalpasi dan
diperkusi. Buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pada aferen dan
menyebabkan aktivitas pusat miksi. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot
detrusor sehingga terbukanya leher buli-buli dan relaksasi sfingter uretra sehingga
terjadi proses miksi. 1
2.1.4 UretraUretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar buli-buli melalui
proses miksi. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani.
Pada pria dewasa, panjang uretra kurang lebih 23-25 cm dan berakhir pada penis.
Uretra pada pria dibagi menjadi beberapa bagian, dinamakan sesuai letaknya yaitu
uretra pars prostatika, uretra pars membranasea dan uretra pars spongiosa. Pada
wanita, panjang uretra kurang lebih 3-5 cm dan berakhir diantara klitoris dan lubang
vagina. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan
pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. 1,3
2.2 Batu Saluran Kemih
2.2.1 DefinisiBatu saluran kemih atau urolitiasis adalah terbentuknya batu di dalam saluran
kemih.4
2.2.2 EpidemiologiPenelitian epidemiologik memberi kesan seakan-akan penyakit batu
mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan berubah
sesuai dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa. Berdasarkan perbandingan
data penyakit batu saluran kemih di berbagai negara, dapat disimpulkan bahwa di
negara yang mulai berkembang terdapat banyak kasus batu saluran kemih bagian
bawah, terutama terdapat di kalangan anak. Di negara yang sedang berkembang,
insidensi batu saluran kemih relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian
bawah maupun dari batu saluran kemih bagian atas. Di negara yang telah
berkembang, terdapat banyak batu saluran kemih bagian atas, terutama di kalangan
orang dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu saluran kemih sangat
jarang, misalnya pada suku bangsa Bantu di Afrika Selatan.4
Abad ke-16 hingga abad ke-18 tercatat insidens tertinggi penderita batu
kandung kemih yang ditemukan pada anak di berbagai negara di Eropa. Batu
sepertu ini sejak abad ke-18 menghilang sehingga disebut batu sejarah. Berbeda
dengan di Eropa, di negara berkembang, penyakit batu kandung kemih seperti ini
masih ditemukan hingga saat ini, misalnya di Indonesia, Thailand, India, Kamboja,
dan Mesir. Karena ditemukan secara endemik, penyakit batu kandung kemih ini
disebut batu endemik atau batu primer karena terbentuk langsung di dalam kandung
kemih tanpa sebab yang jelas. Batu kandung kemih juga dapat terbentuk pada usia
lanjut yang disebut batu sekunder karena terjadi sebagai akibat adanya gangguan
aliran air kemih, misalnya karena hiperplasia prostat. 4
2.2.3 Faktor Yang Mempermudah PembentukanSecara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan
faktor ekstrinsik yaitu keadaan/pengaruh yang berasal dari lenigkungan di
sekitarnya. 3
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin : jumlah penderita laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
dengan penderita perempuan.
Faktor ekstrinsik diantaranya adalah :
1. Geografi : pada beberapa daerah menunjukan angkan kejadian batu saluran
kemih lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir
tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur.
3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet : diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermidah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
5. Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atu kurang aktifitas atau sedentary life.
2.2.4 Teori PembentukanSecara teoritis, batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urine), yaitu
pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada sistem
pelvikaliks (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti
pada hyperplasia prostat benigna, striktura dan neurogenik bladder merupakan
keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. 3
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun non organik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada
dalam keadaan metastable (tetap larut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan
tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling
mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan
mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang
besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum
cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada
epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain
diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk
menyumbat saluran kemih.3
Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam
urine, konsentrasi solut di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau
adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.3
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang
berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat
dan kalsium fosfat, sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium
amonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya.
Meskipun patogenesis pembentukab batu-batu di atas hampir sama, tetapi suasana
di dalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama.
Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam,
sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa.3
2.2.5 Penghambat PembentukanTerbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih ditentukan juga oleh
adanya keseimbangan antara zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu zat yang
mampu mencegah timbulnya batu. Dikenal beberapa zat yang dapat menghambat
terbentuknya batu saluran kemih, yang bekerja mulai dari proses reabsorbsi kalsium
di dalam usus, proses pembentukan inti batu atau kristal, proses agregasi kristal,
hingga retensi kristal.3
Ion magnesium (Mg++) dikenal dapat menghambat pembentukan batu karena
jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat sehingga
jumlah oksalat yang berikatan dengan kalsium (Ca++) untuk membentuk kalsium
oksalat menurun. Demikian pula sitrat jika berikatan dengan ion kalsium (Ca++)
membentuk garam kalsium sitrat, sehingga jumlah kalsium yang berikatan dengan
oksalat ataupun fosfat berkurang. Hal ini menyebabkan kristal kalsium oksalat atau
kalsium fosfat jumlahnya berkurang.3
Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai
inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi
kristal, maupun menghambat retensi kristal. Senyawa itu antara lain adalah:
glikosaminoglikan (GAG), protein Tamn Horsfall (THP) atau uromukoid, nefrokalsin,
dan osteopontin. Defisiensi zat-zat yang berfungsi sebagai inhibitor batu merupakan
salah satu faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih.3
2.2.6 Macam-macam
Berdasarkan Komposisi BatuBatu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat atau
kalsium fosfat, asam urat, magnesium amonium fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin,
silikat, dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan/komposisi zat yang
terdapat pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan
timbulnya batu residif.3
Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80% dari seluruh
batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium
fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu.3
Faktor terjadinya batu kalsium adalah:
1. Hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium di dalam urine lebih besar dari
250-300mg/24jam. Menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab
terjadinya hiperkalsiuri, antara lain:
Hiperkalsiuri absobtif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbsi
kalsium melalui usus.
Hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan
reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal.
Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi
kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer
atau pada tumor paratiroid.
2. Hiperoksaluri, adalah ekskresi oksalat urine yang melebihi 45 gram per hari.
Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada
usus sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak
mengkonsumsi makanan yang kaya kan oksalat, diantaranya adalah teh, kopi
instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna
hijau terutama bayam.
3. Hiperurikosuria, adalah kadar asam urat di dalam urine yang melebihi
850gram/24jam. Asam urat yang berlebihan dalam urine bertindak sebagai
inti batu/nidus untuk terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat di
dalam urine berasal dari makanan yang mengandung banyak purin maupun
berasal dari metabolisme endogen.
4. Hipositraturia. Di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk
kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau
fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut
daripada kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat dapat bertindak sebagai
penghambat pembentukan batu kalsium. Hipositraturia dapat terjadi pada
penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal tubular acidosis, sindrom
malabsorbsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu
lama.
5. Hipomagnesuria. Seperti halnya pada sitrat, magnesium bertindak sebagai
penghambat timbulnya batu kalsium, karena di dalam urine magnesium
bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah
ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab tersering hipomagnesuria adalah
penyakit inflamasi usus (inflamatory bowel disease) yang diikuti dengan
gangguan malabsorbsi.
Batu Struvit
Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah
kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim
urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak, seperti pada reaksi CO(HN2)2 + H2O → 2HN3 + CO2.3
Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, amonium,
fosfat, dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) atau
MgNH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3). Karena terdiri atas 3 kation
(Ca++ Mg++ dan NH4) batu jenis ini dikenal sebagai batu triple-phosphate.3
Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah: Proteus spp,
Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus. Meskipun E coli
banyak menimbulkan infeksi saluran kemih tetapi kuman ini bukan termasuk
pemecah urea.3
Batu Asam Urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antara
75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan
campuran kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-
pasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi
antikanker, dan yang banyak mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah
sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi
protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini.3
Sumber asam urat berasal dari diet yang mengandung purin dan metabolisme
endogen di dalam tubuh. Degradasi purin di dalam tubuh melalui asam inosinat
dirubah menjadi hipoxantin. Dengan bantuan enzim xanthin oksidase, hipoxanthin
diubah menjadi xanthin yang akhirnya dirubah menjadi asam urat. Pada mamalia
lain selain manusia dan dalmation, mempunyai enzim urikase yang dapat merubah
asam urat menjadi allantoin yang larut dalam air. Pada manusia karena tidak
mempunyai enzim itu, asam urat diekskresikan ke dalam urine dalam bentuk asam
urat bebas dan garam urat yang lebih sering berikatan dengan natrium membentuk
natrium urat. Natrium urat lebih mudah larut di dalam air dibandingkan dengan asam
urat bebas, sehingga tidak mungkin mengadakan kristalisasi di dalam urine.3
Asam urat relatif tidak larut dalam urine sehingga pada keadaan tertentu
mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu asam
urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah 1. Urine yang
terlalu asam (pH urine <6), 2. Volume urine yang jumlahnya sedikit (<2liter/hari) atau
dehidrasi, dan 3. Hiperurikosuri atau kadar asam urat yang tinggi.3
Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari kecil sampai ukuran besar
sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises ginjal. Tidak
seperti batu jenis kalsium yang bentuknya bergerigi, batu asam urat bentuknya halus
dan bulat sehingga seringkali keluar spontan. Batu asam urat murni bersifat
radiolusen, sehingga pada pemeriksaan IVU tampak sebagai bayangan filling defect
pada saluran kemih sehingga seringkali harus dibedakan dengan bekuan darah,
bentukan papila ginjal yang nekrosis, tumor, atau bezoar jamur. Pada pemeriksaan
USG memberikan gambaran bayangan akustik (acoustic shadowing).3
Batu Jenis Lain
Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang
dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu kelainan
absorbsi sistin di mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk karena penyakit
bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis perubahan
hipoxanthin menjadi xanthin dan xanthin menjadi asam urat. Pemakaian antasida
yang mengadung silikat (magnesium silikat atau aluminometilsalisilat) yang
berlebihan dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya batu
silikat.3
Berdasarkan Tempat TerjadinyaBatu Ginjal dan Ureter
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal berada di kaliks, infundibulum, pelvis
ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi
pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk
rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem
pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik)
mempermudah timbulnya batu saluran kemih.3
Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem
pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter
mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya
kecil (<5mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar
seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi radang (periureteritis)
serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter atau hidronefrosis.3
Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu
menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran
kemih sebelah atas. Obstruksi di ureter menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis,
batu pielum dapat menimbulkan hidronefrosis, dan batu di kaliks mayor dapat
menimbulkan kaliektasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi
sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik,
abses paranefrik, ataupun pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi
kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi megakibatkan gagal ginjal
permanen.3
Batu buli-buli
Batu buli-buli atau vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita
gangguan miksi atau terdapat benda asing di buli-buli. Gangguan miksi terjadi pada
pasien-pasien hiperplasia prostat, striktura uretra, divertikel buli-buli, atau buli-buli
neurogenik. Kateter yang terpasang pada buli-buli dalam waktu yang lama, adanya
benda asing lain yang secara tidak sengaja dimasukkan ke dalam buli-buli seringkali
menjadi inti untuk terbentuknya batu buli-buli. Selain itu batu buli-buli dapat berasal
dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-buli. Di negara-negara
berkembang masih sering dijumpai batu endemik pada buli-buli yang banyak
dijumpai pada anak-anak yang menderita kurang gizi atau yang sering menderita
dehidrasi atau diare.3
Seingkali komposisi batu buli-buli terdiri atas asam urat atau struvit (jika
penyebabnya adalah infeksi), sehingga tidak jarang pada pemeriksaan foto polos
abdomen tidak tampak sebagai bayangan opak pada kavum pelvis. Dalam hal ini
pemeriksaan IVU pada fase sistogram memberikan gambaran sebagai bayangan
negatif. USG dapat mendeteksi batu radiolusen pada buli-buli.3
Batu uretra
Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal/ureter yang turun ke buli-buli,
kemudian masuk ke uretra. Batu uretra yang merupakan batu primer terbentuk di
uretra jarang, kecuali jika terbentuk di dalam divertikel uretra. Angka kejadian batu
uretra ini tidak lebih dari 1% dari seluruh batu saluran kemih.3
Berdasarkan radiologis.1,2
Opaque : terlihat saat di foto, densitasnya tinggi
Misalnya : kalsium fostat
Semi opaque : terlihat samar-samar saat di foto
Misalnya : kalsium oksalat, sistin, struvit
Non opaque : tidak terlihat saat di foto
Misalnya : asam urat
2.2.7 Gambaran KlinisBatu ginjal dan batu ureter
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada: posisi atau letak
batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh
pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik
ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos pada
sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari
saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya
meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan
sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.3
Batu yang terletak di sebalah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai
nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil mungkin
dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik, saat
ureter menyilang vasa iliaka, dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli. Hematuria
sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang
disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan
urinalisis berupa hematuria mikroskopik.3
Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan
kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus ditentukan letak kelainan
anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan segera
dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotika.3
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah
kostovertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda
gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan demam/menggigil.3
Batu buli-buli
Gejala khas batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi antara lain: nyeri
kencing/disuria hingga stranguri, perasaan tidak enak sewaktu kencing, dan kencing
tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh.
Nyeri pada saat miksi seringkali dirasakan (refered pain) pada ujung penis, skrotum,
perineum, pinggang, sampai kaki. Pada anak seringkali megeluh adanya enuresis
nokturna, di samping sering menarik-narik penisnya (pada anak laki-laki) atau
menggosok-gosok vulva (pada anak perempuan).3
Batu uretra
Keluhan yang disampaikan pasien adalah miksi tiba-tiba terhenti hingga
terjadi retensi urine, yang mungkin sebelumnya didahului dengan nyeri pinggang.
Jika batu berasal dari ureter yang turun ke buli-buli dan kemudian ke uretra,
biasanya pasien mengeluh nyeri pinggang sebelum mengeluh kesulitan miksi. Batu
yang berada di uretra anterior seringkali dapat diraba oleh pasien berupa benjolan
keras di uretra pars bulbosa maupun pendularis, atau kadang-kadang tampak di
meatus uretra eksterna. Nyeri dirasakan pada glans penis atau pada tempat batu
berada. Batu yang berada pada uretra posterior, nyeri dirasakan di perineum atau
rektum.3
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
Selain melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk menegakkan
diagnosis batu saluran kemih perlu ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium,
radiologi, dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi
saluran kemih, infeksi, dan gangguan faal ginjal.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya leukosituria, hematuria, dan
dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin
menunjukan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal
bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk
mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto IVP. Perlu juga diperiksa kadar
elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih (antara
lain kadar: kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di dalam darah maupun di dalam
urine).3
Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemingkinan adanya
batu radio-opak di saluran kemih.3
2. Intra Vena Pielografi (IVP)1,2,3
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.
Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non
opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika IVP belum dapat
menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat penurunan fungsi ginjal,
sebagai gantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograde.
Indikasi :
1. Gross hematuria
2. Tumor
3. Obstruksi
4. Batu
5. Trauma
6. Kelainan kongenital
Syarat :
1. Kreatinin <1,5 mg%
2. Tidak ada reaksi alergi terhadap bahan kontras
Kontraindikasi :
1. Absolut : alergi terhadap kontras
2. Relatif : serum kreatinin >1,5 mg%
Cara deskripsi hasil bacaan :
5 menit : fungsi ekskresi ginjal terlihat atau tidak
15 menit : kontras mengisi buli-buli atau tidak
30 menit : ada pelebaran pada sistem pelvikalises atau tidak
45 menit : ureter kanan dan kiri obstruksi atau tidak
1 jam : menilai buli-buli
Setelah 1 jam (post miksi) : sisa kontras utuh/habis/tinggal sedikit
3. Ultrasonografi (USG)
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP,
yaitu pada keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang
menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG
dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukan
sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengerutan
ginjal.3
2.2.9 Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi sosial.3
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter
atau hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih harus
segera dikeluarkan. Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit
seperti di atas tetapi diderita oleh seorang yang pekerjaannya (misalkan batu yang
diderita seorang pilot pesawat terbang) mempunyai resiko tinggi dapat menimbulkan
sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan
profesinya. Dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.3
Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan
ESWL, melalui tindakan endourologi, bedah laparoskopi, atau pembedahan terbuka.
Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5
mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan
untuk megurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum,
dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih.3
Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh
Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal,
atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah
menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.
Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan
nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.3
Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan
batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukan langsung ke
dalam saluran kemih. Alat itu dimasukan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada
kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan
memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan inersi laser.
Beberapa tindakan endourologi itu adalah:
1. PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy) adalah usaha mengeluarkan batu
yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi
ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
2. Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukan
alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan
dengan evakuator Ellik.
3. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi adalah memasukan alat per uretra guna
melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi
tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat
dipecah melalui tuntunan ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.
4. Ekstraksi Dormia adalah megeluarkan batu ureter dengan menjaringnya
melalui alat keranjang Dormia.
Bedah laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini
sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.3
Bedah terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-
tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih
dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah:
pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk mengambil batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani
tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi
dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami
pengerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang
menahun.3
2.2.10 PreventifSetelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak
kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka
kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50%
dalam 10 tahun.3
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang
menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya
pencegahan itu berupa: 1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan
diusahakan produksi urine sebanyak 2-3 liter per hari, 2. Diet untuk mengurangi
kadar zat komponen pembentuk batu, 3. Aktivitas harian yang cukup, dan 4.
Pemberian medikamentosa.3
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah 1.
Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam, 2. Rendah oksalat, 3. Rendah
garam karena natriuresis akan mampu timbulnya hiperkalsuri, dan 4. Rendah purin.
Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita
hiperkalsiuri absorbtif tipe II.3
Untuk mencegah timbulnya kembali batu asam urat setelah terapi, adalah:
minum banyak, alkalinisasi urine dengan mempertahankan di antara 6,5-7 dan
menjaga jangan terjadi hiperurikosuria dengan mencegah terjadinya hiperurisemia.
Setiap pagi pasien dianjurkan untuk memeriksa pH urine dengan kertas nitrazin dan
dijaga supaya produksi urine tidak kurang dari 1500-2000 ml setiap hari. Dilakukan
pemeriksaan kadar asam urat secara berkala, dan jika terjadi hiperurisemia harus
diterapi dengan obat-obatan inhibitor xanthin oksidase, diantaranya adalah
allupurinol.3
2.2.11 KomplikasiBatu saluran kemih perlu penanganan yang baik karena bisa menyebabkan
komplikasi. Komplikasinya antara lain:2
1. Infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri akan
terperangkap di dalam urine yang terkumpul di atas penyumbatan, sehingga
terjadilah infeksi baik bakteriemi atau sepsis.
2. Obstruksi. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, urine akan mengalir balik
ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan
menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi
kerusakan ginjal. Hidronefrosis adalah pelebaran dari sistem pelvikalises
ginjal dimana kaliks membesar dan mendorong medulla ke korteks sehingga
korteks menipis. Normalnya cupping (seperti piala).
Ada 4 grade:
Flattening
Bunting
Clubbing (pinggang membesar)
Korteks menipis
3. Gagal ginjal. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal, dan
jika mengenai kedua sisi mengakibatkan gagal ginjal permanen.
BAB 3 DAFTAR PUSTAKA
1. Stoller ML Bolton DM Urinary Stone Disease in: Tanagho EA, Mc. Anich JW,
2004. Smith’s General Urology, International Edition, sixteenth edition. New
York: MC Graw-Hill Companie.
2. Mani Menon, Martin I Resnick Urinary Lithiasis Etiology Diagnosis and
Medical Management in: Walsh PC, Wein AJ, Retik, AB, Daracott V Jr, eds
Campbell’s Urology, 8th ed, PWB Saunders Co. 2002.
3. Basuki B Purnomo Batu Saluran Kemih. Dasar-dasar Urologi, edisi ketiga.
CV. Sagung Seto. 2011.
4. R. Sjamsuhidajat, W Karnadiharja, TOH Prasetyono, R Budiman. Buku Ajar
Ilmu Bedah Sjamsuhidajat De Jong, edisi ketiga. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2010.
Recommended