Upload
indah-lindiana-dewi-retha
View
242
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dfcncv
Citation preview
TUGAS RESPONSI BEDAH UMUM
BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA (BPH)
Pembimbing :
dr. Heru Sulistyo, Sp.B
Oleh :
Putu Indah LDR 10700258
KEPANITERAAN KLINIK SMF BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
RSUD NGANJUK
2015
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Atmo
Umur : 84 tahun
Alamat : Bagor
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Tanggal MRS : 28 Mei 2015
Tgl pemeriksaan : 29 Mei 2015
II. ANAMNESA
KELUHAN UTAMA
Pasien datang dengan keluhan tidak dapat buang air kecil (BAK)
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan tidak dapat BAK sejak pagi hari. Menurut
pasien, pasien sudah 5 bulan yang lalu sulit untuk buang air kecil,
awalnya pancaran BAK lemah, BAK sering tidak tuntas dan terputus-
putus, dan BAK kadang harus mengedan. Pada malam hari pasien
terkadang pasien terbangun untuk BAK. Dalam seminggu ini, BAK yang
keluar sedikit dan terasa nyeri saat BAK. BAK darah (-), nyeri pinggang
(-)
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien memiliki riwayat pemasangan kateter selama 4 bulan dan rutin
kontrol untuk ganti kateter. Sudah hampir sebulan pasien lepas kateter.
Riwayat hipertensi dan Diabetes Mellitus disangkal pasien.
RIWAYAT OBAT
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : cukup
Kesadaran : compos mentis
2
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5ºc
Kepala-Leher
Kepala : Jejas (-), Hematome (-)
A(+) /I(-) /C(-) /D(-)
Pupil : anisokor, 3mm/3mm, reflek cahaya +/+
Leher : pembesaran kelenjar (-), massa (-)
Pembesaran vena jugularis (-)
Thorax
I : jejas (-), pergerakan dinding dada simetris
P : pergerakan nafas simetris
P : sonor +/+
A : cor : S1S2 tunggal, regular, Mur-mur (-), Gallop (-)
Pulmo : vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen
I : Flat, jejas (-)
A : BU(+) N
P : soepel (+), nyeri tekan (-), H/L tak teraba, teraba masa(-)
P : Thympani (+).
Extremitas
Akral hangat, oedem (-)
Status Lokalis
Regio Anal
Inspeksi : Bentuk normal, benjolan (-)
Pemeriksaan RT : Tonus sfingter ani normal, mukosa rektum licin,
nyeri tidak ada, prostat teraba membesar dengan konsistensi padat
kenyal, tidak teraba nodul, tidak ada feses, nanah dan darah pada
handscoon.
3
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan hematologi tanggal 28 Mei 2015
Darah Rutin
Leukosit 7,18 103/ul (3,60-11,00)
Neutrofil 67,1 % (40,0-70,0)
Limfosit 20,2 L % (25,0-40,0)
Monosit 3,9 % (3,0-10,0)
Eosinofil 8,80 H % (2,0-4,0)
Jumlah Eritrosit 3,55 L 106/ul (4,40-6,0)
Hemoglobin 10,3 L g/dL (11,7-15,5)
Hematokrit 29,9 L % (35,2-47,0)
MCV 84,2 fL (80,0-100,0)
MCH 29,0 pg (26,0-34,0)
MCHC 34,4 g/L (32,0-36,0)
Trombosit 235 103/ul (150-400)
RDW-SD 40,6 fL (37-54)
RDW-CV 13,7 % (11,0-15,0)
PDW 11,8 fL
MPV 10,1 fL
P-LCR 25,6 %
PCT 0,24 %
LED/BBS 70 H mm/jam (0-20)
Koagulasi
PT 15,1 H detik (10,8-14,4)
APTT 33,4 detik (23,9-36,2)
Pemeriksaan serum tanggal 28 Mei 2015
SGOT 20,1 U/L (<= 31,0)
SGPT 17,7 U/L (<= 34,0)
Glukosa Puasa 134 H mg/dL (70-105)
4
Ureum 111,8 H mg/dL (15,0-40,0)
Creatinine 3,05 H mg/dL (0,60-1,10)
Uric Acid 8,8 H mg/dL (2,6-6,0)
International Prostate Symptom Score (IPSS)
Tidak pernah sama sekali
<20% <50% 50% >50% Hampir selalu
1. Adakah Anda merasa buli-buli tidak kosong setelah buang air kecil?
0 1 2 3 4 5
2. Berapa kali anda hendak buang air kecil lagi dalam waktu 2 jam setelah selesai buang air kecil?
0 1 2 3 4 5
3. Berapa kali anda mendapatkan bahwa buang air kecil anda terputus-putus?
0 1 2 3 4 5
4. Berapa kali terjadi Anda merasa tidak dapat menahan kemih?
0 1 2 3 4 5
5. Berapa kali anda merasa pancaran buang air kecil Anda lemah?
0 1 2 3 4 5
6. Berapa kali terjadi Anda mengalami kesulitan untuk memulai buang air kecil?
0 1 2 3 4 5
7. Berapa kali Anda harus bangun untuk buang air kecil sejak mulai tidur pada malam hari hingga bangun di pagi hari?
Tidak ada
0
1 kali
1
2 kali
2
3 kali
3
4 kali
4
≥ 5 kali
5
Jumlah nilai: 21
5
V. RESUME
Pasien laki-laki 84 tahunndatang ke IGD dengan keluhan tidak dapat
BAK sejak pagi hari. Menurut pasien, pasien sudah 5 bulan yang lalu
sulit untuk buang air kecil,
Weak stream (+), intermitensi (+), hesistensi (+), dan nokturia (+). Dalam
seminggu ini, BAK yang keluar sedikit dan disuria (+). Riwayat
pemasangan kateter (+). Pada pemeriksaan fisik kepala ditemukan
anemia. Pada pemeriksaan RT ditemukan prostat teraba membesar
dengan konsistensi padat kenyal, dan tidak teraba nodul. Pada
pemeriksaan hematologi ditemukan peningkatan eosinofil, LED/BBS dan
PT, sedangkan pada pemeriksaan kimia darah ditemukan peningkatan
glukosa puasa, ureum, kreatinin dan asam urat. Limfosit, jumlah eritrosit,
hemoglobin dan hematokrit menurun pada pemeriksaan hematologi.
VI. DIAGNOSA
Retensi Urin et causa striktur urethra + BPH
VII. PENATALAKSANAAN IGD
- MRS
- Infus NS 20tpm
- Inj. Ceftriaxone 1g 1amp
- Inj. Ketorolac 30mg 1amp
- Pasang DC
VIII. LAPORAN OPERASI
Operasi dilaksanakan tanggal 5 Mei 2015
Anastesi : General anastesi
Diagnosa pra operasi : Retensi Urin et causa striktur urethra + BPH
Tindakan : 1. Businasi
2. Pasang Kateter
Diagnosa pasca operasi: Retensi Urin et causa striktur urethra + BPH
6
IX. RIWAYAT PERKEMBANGAN PASIEN
28 Mei 2015
29 Mei 2015
30 Mei 2015
S : Pasien tidak dapat BAK.
O : KU : cukup Kesadaran : Compos Mentis GCS : 456
TD : 130/80 mmHg N : 80 x/mnt RR : 20 x/mnt S : 36,5oC K/L : A+/I-/C-/D- Thorax : Cor : S1S2 Tunggal regular Pulmo : Vesikuler, Rh-/-,Wh-/- Abd : I: terpasang blast pungsi, jejas (-)
A: BU (+)N P: Nyeri tekan pada daerah
suprapubik P: Timpani
Ekst : akral hangat-kering, oedem (-)
A : Retensi Urin et causa striktur urethra + BPH
S : tidak ada keluhan
O : KU : cukup Kesadaran : Compos Mentis GCS : 456
TD : 120/80 mmHg N : 80 x/mnt RR : 20 x/mnt S : 36,5oC K/L : A+/I-/C-/D- Thorax : Cor : S1S2 Tunggal regular Pulmo : Vesikuler, Rh-/-,Wh-/- Abd : BU (+) N, Flat Ekst : akral hangat-kering, oedem (-)
A : Post businasi hari pertama
S : tidak ada keluhan
O : KU : cukup Kesadaran : Compos Mentis
- Infus RL:D5 2:1- Inj. Ceftriaxone
2x1g- Inj. Ranitidin 2x1- Inj. Ketorolac
2x30mg- Diit MB
- Ciprofloxacin 2x1- Asam mefenamat
3x1- Diit MB
- KRS- Ciprofloxacin 2x1- Asam mefenamat
3x1
7
GCS : 456TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/mnt RR : 20 x/mnt S : 36,5oC K/L : A+/I-/C-/D- Thorax : Cor : S1S2 Tunggal regular Pulmo : Vesikuler, Rh-/-,Wh-/- Abd : BU (+) N, Flat Ekst : akral hangat-kering, oedem (-)
A : Post businasi hari kedua
8
TINJAUAN PUSTAKA BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA
ANATOMI KELENJAR PROSTAT
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk
seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang
mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini
menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar
dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2
cm dan panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat
mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah
duktus ejakulatorius.1,2
Gambar 1. Anatomi Prostat
9
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini
bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam
dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan
ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh
kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli
kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan
tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina
basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau
bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada
status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang
berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan
biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil. 1
Gambar 2. Anatomi Kelenjar Prostat Potongan Longitudinal
Batas-batas prostat 1
a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria,
otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.
b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma
urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan
anterior.
c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada
cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan
10
dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica.
Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi
vascia pelvis.
d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan
anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia
Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung
bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah
menuju corpus perinealis.
e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator
ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius
menembus bagian atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars
prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : 1
a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c. Lobus anterior
d. Lobus posterior
5 zona pada kelenjar prostat: 1
a. Zona Anterior atau Ventral .
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar
prostat.Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal
karsinoma terbanyak.
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.
d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai
kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang
11
lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior
menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH).
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.
Gambar 3. Zona Kelenjar Prostat
Aliran darah prostat adalah percabangan dari arteri pudenda interna, arteri
vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam
kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik
dalam lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke
pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca
interna. Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti
pembuluh darah dan mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke
nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari pleksus
hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat
persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal
dari sel ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris,
mungkin terutama simpatis, tampak mempersarafi sel- sel otot polos di stroma dan
kapsula sama seperti dinding pembuluh darah.1,2
12
ETIOLOGI BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hyperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan
proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hyperplasia prostat adalah:3
a. Teori dihidrotestosteron
Dehidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel kelenjar prostat. DHT dihasilkan dari reaksi
perubahan testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5 alfa-reduktase dengan
bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan
reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan
selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat. 3
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak
jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,
aktivitas enzim 5 alfa-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak
pada BPH. Hal ini menyebabkan sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap
DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat
normal. 3
b. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan
kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen :
testosteron relative meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen didalam
prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan
cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon
androgen , meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini
adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan
testosterone menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur
yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. 3
13
c. Interaksi stroma epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel
epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu
mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan
stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth
factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara
intraktin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin.
Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel
stroma. 3
d. Berkurangnya kematian sel prostat
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme
fisiologik untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis
terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang
mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel disekitarnya kemudian
didegradasi oleh enzim lisosom. 3
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel
dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada
prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati
dalm keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami
apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi
meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat. 3
Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor
yang menghambat proses apoptosis. Diduga hormone androgen berperan
dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi,
terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga
mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan
TGFβ berperan dalam proses apoptosis. 3
e. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu
dibentuk sel-sel baru. Didalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu
sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan
sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika
14
hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan
terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan
sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang
berlebihan sel stroma maupun sel epitel. 3
PATOFISIOLOGI BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional,
sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan
kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel
kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron
(DHT) dengan bantuan enzim 5α reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara
langsung memacu m-RNA di dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis
protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat. 3
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika
dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan
perubahan anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada
buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
dengan gejala prostatimus. 3
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks
vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. 3
15
Hiperplasia Prostat
↓
Penyempitan lumen uretra posterior
↓
Tekanan intravesika meningkat
↓ ↓
Buli-buli: Ginjal dan ureter:
Hipertrofi otot detrusor Refluks VU
Trabekulasi Hidroureter
Selula Hidronefrosis
Divertikel buli-buli Gagal ginjal
DIAGNOSIS BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA
Gambaran Klinis
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
- Gejala Obstruksi : penderita harus menunggu keluarnya kemih pertama, miksi
terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah, dan rasa
belum puas sehabis miksi.
- Gejala Iritasi : bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan
disuria.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih bagian
bawah, beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem scoring yang secara
subjektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem scoring yang
dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah Skor Internasional
Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score). 3
Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan
dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan
kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi
diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas
hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7. Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan
gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1) ringan: skor 0-7, (2) sedang: skor 8-19,
dan (3) berat: skor 20-35. 3
16
Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih bagian
atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang
(yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda
dari infeksi atau urosepsis. 3
Gejala diluar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan
pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra-abdominal. 3
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh
dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-
kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu
merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. 3
Pada colok dubur diperhatikan: (1) tonus sfingter ani/refleks bulbo-
kavernosus untuk menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik, (2)
mukosa rectum dan (3) keadaan prostat, antara lain: kemungkinan adanya nodul,
krepitasi, konsistensi prostat, simetri antar lobus dan batas prostat. Colok dubur
pada pembesaran prostat benigna menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti
meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul;
sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras/teraba nodul dan
mungkin diantara lobus prostat tidak simetris. 3
Laboratorium
Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses
infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna
dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. 3
Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang
mengenai saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk
mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan
17
kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik). Jika dicurigai adanya
keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda tumor prostate specific antigen
(PSA). 3
Pemeriksaan Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran
kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan
bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu
retensi urine. Pemeriksaan IVU dapat menerangkan kemungkinan adanya: (1)
kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, (2)
memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi
prostat, yaitu pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat sehingga terlihat dasar
buli-buli dari gambaran sistogram tidak terisi kontras atau ureter disebelah distal
yang berbentuk seperti mata kail atau hoocked fish, dan (3) penyulit yang terjadi
pada buli-buli, yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.
Pemeriksaan IVU ini sekarang tidak direkomendasikan pada BPH. 3
Pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan melalui trans abdominal
(trans abdominal ultrasonography / TAUS) dan trans rectal (trans urectal
ultrasonography / TRUS). Dari TAUS diharapkan mendapatkan informasi
mengenai (1) perkiraan volume (besar) prostat; (2) panjang prostusi prostat ke
buli-buli atau intra prostatic protrusion (IPP); (3) mungkin didapatkan kelainan
pada buli-buli (massa, batu atau bekuan darah); (4) menghitung sisa (residu) urine
pasca miksi; atau (5) hidronefrosis atau kerusakan ginjal akibat obstruksi prostat.
Pada pemeriksaan TRUS dicari kemungkinan adanya focus keganasan prostat
berupa area hipoekoik dan kemudian sebagai penunjuk (guidance) dalam
melakukan biopsi prostat. 3
IPP diukur dari ujung tonjolan (protrusi) prostat didalam buli-buli hingga
dasar (basis) sirkumferensi buli-buli. Derajat 1 besarnya 1,5 mm, derajat 2
besarnya 5-10 mm, dan derajat 3 besarnya 10 mm. besarnya IPP berhubungan
dengan derajat obstruksi pada leher buli-buli (BOO), jumlah urine sisa pasca
miksi dan volume prostat. Artinya adalah pasien dengan derajat IPP rendah, tidak
menunjukkan urine residu yang bermakna (<100 mL), dan tidak menunjukkan
keluhan yang nyata, sehingga tidak memerlukan terapi atau pembedahan.
18
Sebaliknya pada pasien yang menunjukkan IPP derajat tinggi terbukti mempunyai
urine sisa >100 mL, dengan keluhan yang bermakna dan pasien seperti ini
membutuhkan terapi yang lebih agresif. 3
Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara
mengukur : residual urine yang merupakan jumlah sisa urine setelah miksi. Sisa
urine ini dapat dihitung dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi. Cara itu
sekarang banyak ditinggalkan karena menimbulkan nyeri dan cedera uretra atau
infeksi. Saat ini residual urine diukur dengan pemeriksaan ultrasonografi atau
bladder scan setelah miksi. 3
Pancaran urine atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu
dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung
(ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik
pancaran urine. Pemeriksaan yang lebih teliti adalah dengan pemeriksaan
urodinamika yang sekaligus dapat menilai tekanan otot destrusor maupun
komponen otot lain yang berperan pada proses miksi. 3
Dari uroflometri dapat diketahui lama proses miksi, laju pancaran, waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, rerata pancaran, pancaran
maksimum dan volume urin yang dikemihkan. 3
PENATALAKSANAAN BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik.
Kadang-kadang mereka mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat dan konsultasi saja.
Namun diantara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa
atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah. 3
Tujuan terapi pada pasien hyperplasia prostat adalah
- Memperbaiki keluhan miksi
- Meningkatkan kualitas hidup
- Mengurangi obstruksi infravesika
- Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal
- Mengurangi volume residu urine setelah miksi
19
- Mencegah progresifitas penyakit
Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan atau tindakan
endourologi yang kurang invasif, seperti terlihat pada tabel.
Tabel 1. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna3
OBSERVASI MEDIKAMENTOSA OPERASI INVASIF MINIMAL
Menunggu (watchful waiting)
Penghambat adrenergik-αPenghambat reduktase-αFitofarmakaHormonal
Prostatektomi terbukaEndourologi:TURPTUIPTULPElektrovaporasi
TUMTTUBDStent UretraTUNA
BPH adalah penyakit yang progresif, yang artinya semakin bertambah
usia;
- Volume prostat semakin bertambah
- Laju pancaran urine semakin menurun
- Keluhan yang berhubungan dengan miksi semakin bertambah
- Penyulit yang terjadi semakin banyak; diantaranya adalah retensi urin
sehingga dibutuhkan tindakan pembedahan
Salah satu marker untuk meramalkan progresifitas prostat adalah serum PSA.
Semakin tinggi nilai PSA (setelah disingkirkan tidak ada kanker prostat), semakin
besar kemungkinan BPH menimbulkan masalah. 3
Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai
sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya;
- Jangan mengkonsumsi alkohol setelah makan malam
- Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi
atau cokelat)
- Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin
20
- Kurangi makanan pedas dan asin
- Jangan menahan kencing terlalu lama3
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya
keluhannya yang mungkin menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang
baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau
uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin
perlu difikirkan untuk memilih terapi yang lain. 3
Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: mengurangi
resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi
infravesika dengan obat-obat penghambat adrenergik-α (adrenergik αbloker),
mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan
kadar hormon testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-
reduktase. Selain kedua cara diatas, sekarang banyak dipakai obat golongan
fitofarmaka yang mekanisme kerjanya masih belum jelas. 3
a. Penghambat reseptor adrenergik-α
Ditemukannya obat penghambat adrenergik-α1 dapat mengurangi
penyulit sistemik yang diakibatkan oleh efek hambatan pada α2 dari
fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat penghambat adrenergik-α1 adalah
prazosin yang diberikan dua kali sehari, kemudian menyusul terazosin,
afluzosin, dan doksazosin yang diberikan sekali sehari. Obat-obatan golongan
ini dilaporkan dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin.
Akhir-akhir ini telah diketemukan pula golongan penghambat
adrenergik-α1A, yaitu tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos
prostat. Dilaporkan bahwa obat ini mampu memperbaiki pancaran miksi tanpa
menimbulkan efek terhadap tekanan darah maupun denyut jantung. 3
b. Penghambat 5 α-reduktase (5 Alfa Reduktase inhibitor/5 ARI)
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan
dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 α-
reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis
protein dan replikasi sel prostat menurun. Preparat yang tersedia mula-mula
adalah Finasteride, yang menghambat 5 α reduktase tipe 2. Dilaporkan bahwa
21
pemberian obat ini 5 mg sehari yang diberikan sekali setelah enam bulan
mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%; hal ini memperbaiki
keluhan miksi dan pancaran miksi. Saat ini telah tersedia preparat yang
menghambat enzim 5α AR tipe 1 dan 2 (dual inhibitor), yaitu Duodart. 3
c. Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data farmakologis tentang
kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitofarmaka
bekerja sebagai: anti-estrogen, anti-androgen, menurunkan kadar sex hormone
blinding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan
epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin,
efek anti-inflamasi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil volume
prostat. Diantara fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah: Pygeum
africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak
lagi. 3
Operasi
Pembedahan
Pembedahan direkomendasikan pada pasien BPH yang:
1. Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa
2. Mengalami retensi urin
3. Infeksi saluran kemih berulang
4. Hematuria
5. Gagal ginjal
6. Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran
kemih bagian bawah. 3
- Pembedahan terbuka
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal, retropubik
atau perineal. Pada operasi melalui kandung kemih dibuat sayatan perut
bagian bawah Pfannenstiel; kemudian prostat dienukleasi dari dalam
simpainya. Keuntungan teknik ini adalah dapat sekaligus untuk mengangkat
22
batu buli-buli atau divertikelektomi apabila ada divertikulum yang cukup
besar. 3
Cara pembedahan retropubik menurut Millin dikerjakan melalui
sayatan kulit Pfannenstiel dengan membuka simpai prostat tanpa membuka
kandung kemih, kemudian prostat dienukleasi. Cara ini mempunyai
keunggulan, yaitu tanpa membuka kandung kemih sehingga pemasangan
kateter tidak lama seperti bila membuka vesika. Kerugiannya, cara ini tidak
dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam
kandung kemih. Prostatektomi terbuka dianjurkan untuk prostat yang sangat
besar (>100 gram). 3
Penyulit yang dapat terjadi setelah postatektomi terbuka adalah
inkontinensia urin (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograd (60-80%),
dan kontraktur leher buli-buli (3-5%). Dibandingkan dengan TURP dan BNI,
penyulit yang terjadi berupa striktur uretra dan ejakulasi retrograde lebih
banyak dijumpai pada prostatektomi terbuka. Perbaikan gejala klinis sebanyak
85-100% dan angka mortalitas sebanyak 2%. Prostatektomi melalui sayatan
perineal tidak dikerjakan lagi. 3
- Pembedahan endourologi
Pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan dengan
memakai tenaga elektrik TURP transurethral Resection of the Prostate)
atau dengan memakai energi Laser. Operasi terhadap prostat berupa
reseksi (TRUP), insisi (TUIP), atau evaporasi. Pada TURP, kelenjar prostat
dipotong menjadi bagian-bagian kecil jaringan prostat yang dinamakan cip
prostat. Selanjutnya cip prostat akan dikeluarkan dari buli-buli melalui
evakuator Ellik. 3
TURP (Reseksi Prostat Transuretra)
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan
menggunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan direseksi
tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan
adalah berupa larutan non ionic, yang dimaksudkan agar tidak terjadi
hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan
harganya cukup murah adalah H2O steril (aquades). 3
23
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang
hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik
melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi.
Kelebihan H2O dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relative
atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TURP.
Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran
somnolen, tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardi. Jika tidak
segera diatasi pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh
dalam koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini
adalah sebesar 0,99%.3
Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator
harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam.
Disamping itu operator memasang sistostomi suprapubik terlebih
dahulu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air
ke sirkulasi sistemik. Penggunaan cairan non ionik lain selain H2O
yaitu glisin dapat mengurangi resiko hiponatremiapada TURP, tetapi
harganya cukup mahal. 3
Selain sindroma TURP beberapa penyulit bisa terjadi pada saat
operasi, pasca bedah dini, maupun pasca bedah lanjut seperti pada
table berikut: 3
Selama Operasi Pasca Bedah Dini Pasca Bedah Lanjut
Perdarahan Perdarahan Inkontinensia
Sindrom TURP Infeksi lokal atau sistemik Disfungsi ereksi
Perforasi Ejakulasi retrograd
Striktura uretra
Pada hyperplasia prostat yang tidak begitu besar, tanpa ada
pembesaran lobus medius dan pada pasien yang umurnya masih muda
hanya diperlukan insisi kelenjar prostat atau TUIP (transurethral
incision of the prostate) atau insisi leher buli-buli atau BNI (bladder
neck incision). Sebelum melakukan tindakan ini, harus disingkirkan
24
kemungkinan adanya karsinoma prostat dengan melakukan colok
dubur, melakukan pemeriksaan ultrasonografi transrektal, dan
pengukuran kadar PSA. 3
Elektrovaporasi prostat
Cara elektrovaporasi prostat adalah sama dengan TURP, hanya
saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin
diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporisasi
kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, tidak banyak menimbulkan
perdarahan pada saat operasi, dan masa rawat di rumah sakit lebih
singkat. Namun teknik ini hanya diperuntukkan pada prostat yang
tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang
lebih lama. 3
Laser prostatektomi
Energy laser mulai dipakai sebagai terapi BPH sejak tahun
1986, yang dari tahun ke tahun mengalami penyempurnaan. Terdapat 4
jenis energy yang dipakai, yaitu Nd:YAG, Holmium: YAG, KTP:
YAG, dan diode yang dapat dipancarkan melalui bare fibre, right angle
fibre, atau interstisial fibre. Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan
mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 100oC mengalami
vaporisasi. 3
Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian Laser
ternyata lebih sedikit menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan
secara poliklinis, penyembuhan lebih cepat, dan dengan hasil yang
kurang lebih sama. Sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang
2% setiap tahun. Kekurangannya adalah: tidak dapat diperoleh
jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali pada Ho:YAG), sering
banyak menimbulkan disuria pasca bedah yang dapat berlangsung
sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan
peak flow rate lebih rendah dari pada pasca TURP. Teknik ini
dianjurkan pada pasien yang memakai terapi antikoagulan dalam
jangka waktu lama atau tidak mungkin dilakukan tindakan TURP
karena kesehatannya. 3
25
- Tindakan invasif minimal
Selain tindakan invasif seperti yang telah disebutkan diatas, saat ini
sedang dikembangkan tindakan invasive minimal yang terutama ditujukan
untuk pasien yang mempunyai resiko tinggi terhadap pembedahan.
Tindakan invasive minimal itu diantaranya: thermoterapi, TUNA,
pemasangan stent (prostacath), HIFU dan dilatasi dengan balon
(transurethral balloon dilatation). 3
Termoterapi atau TUMT (transurethral microwave thermotheraphy)
Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan dengan
gelombang mikro pada frekuensi 915-1296 Mhz yang dipancarkan
melalui antena yang diletakkan di dalam uretra. Dengan pemanasan
yang melebihi 44oC menyebabkan destruksi jaringan pada zona
transisional prostat karena nekrosis koagulasi. Prosedur ini dapat
dikerjakan secara poliklinis tanpa pemberian pembiusan. 3
Energy panas yang bersamaan dengan gelombang mikro
dipancarkan melalui kateter yang terpasang didalam uretra. Besar dan
arah pancaran energy diatur melalui sebuah computer sehingga dapat
melunakkan jaringan prostat yang membuntu uretra. Morbiditasnya
relative rendah, dapat dilakukan tanpa anestesi, dan dapat dijalani oleh
pasien yang kondisinya kurang baik jika menjalani pembedahan. Cara
ini direkomendasikan bagi prostat yang ukurannya kecil. 3
TUNA (transurethral needle ablation of the prostate)
Teknik ini memakai energy dari frekuensi radio yang
menimbulkan panas sampai mencapai 100oC, sehingga menyebabkan
nekrosis jaringan prostat. Sistem ini terdiri atas kateter TUNA yang
dihubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan energy
pada frekuensi radio 490 kHz. Kateter dimasukkan kedalam uretra
melalui sistoskopi dengan pemberian anestesi topical xylocaine
sehingga jarum yang terletak pada ujung kateter terletak pada kelenjar
26
prostat. Pasien sering kali masih mengeluh hematuria, disuria, kadang-
kadang retensi urin, dan epididimo-orkitis. 3
Stent
Stent prostat dipasang pada uretra pars prostatica untuk
mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang
intraluminal di antara leher buli-buli dan di sebelah proksimal
verumontanum sehingga urin dapat leluasa melewati lumen uretra pars
prostatica. Stent dapat dipasang secara temporer atau permanen. Yang
temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang
tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi dengan jaringan. Alat ini
dipasang dan dilepaskan kembali secara endoskopi. 3
Stent yang permanen terbuat dari bahan logam super alloy,
nikel atau titanium. Dalam jangka waktu lama bahan ini akan diliputi
oleh urotelium sehingga jika suatu saat ingin dilepas harus
membutuhkan anestesi umum atau regional. 3
Pemasangan alat ini diperuntukkan bagi pasien yang tidak
mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan yang cukup
tinggi. Seringkali stent dapat terlepas dari insersinya di uretra posterior
atau mengalami enkrustasi. Sayangnya setelah pemasangan kateter ini,
pasien masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif,
perdarahan uretra, atau rasa tidak enak di daerah penis. 3
HIFU (High Intensity Focused Ultrasound)
Energi panas yang ditujukaan untuk menimbulkan nekrosis
pada prostat berasal dari gelombang ultrasonografi dari transduser
piezokeramik yang mempunyai frekuensi 0,5-10 MHz. Energi
dipancarkan melalui alat yang diletakkan transrektal dan difokuskan ke
kelenjar prostat. Teknik ini memerlukan anestesi umum. Kegagalan
terapi mencapai 10% setiap tahun. 3
Kontrol berkala
27
Setiap pasien hiperplasia prostat yang telah mendapatkan pengobatan perlu
kontrol secara teratur untuk mengetahui perkembangan penyakitnya. Jadwal
control tergantung pada tindakan apa yang sudah dijalaninya. Pasien yang hanya
mendapatkan pengawasan (watchful waiting) dianjurkan control setelah 6 bulan,
kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terjadi perbaikan klinis.
Penilaian dilakukan dengan pemeriksaan skor IPSS, uroflometri dan residu urine
pasca miksi. 3
Pasien yang mendapatkan terapi penghambat 5α-reduktase harus dikontrol
pada minggu ke-12 dan bulan ke-6 untuk menilai respon terhadap terapi.
Kemudian setiap satu tahun untuk menilai perubahan gejala miksi. Pasien yang
menjalani pengobatan penghambat 5α-adrenergik harus dinilai respons terhadap
pengobatan setelah 6 minggu dengan melakukan pemeriksaan IPSS, uroflometri
dan residu urin pasca miksi. Kalau terjadi perbaikan gejala tanpa menunjukkan
penyulit yang berarti, pengobatan dapat diteruskan. Selanjutnya kontrol dilakukan
setelah 6 bulan dan kemudian setiap tahun. Pasien setelah menerima pengobatan
secara medikamentosa dan tidak menunjukkan tanda perbaikan perlu dipikirkan
tindakan pembedahan atau terapi intervensi yang lain. 3
Setelah pembedahan, pasien harus menjalani kontrol paling lambat 6
minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyulit.
Kontrol selanjutnya setelah 3 bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi. Pasien
yang mendapatkan terapi invasif minimal harus menjalani kontrol secara teratur
dalam jangka waktu lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan dan setiap
tahun. Pada pasien yang mendapatkan terapi invasif minimal, selain dilakukan
penilaian terhadap skor miksi, dilakukan pemeriksaan kultur urin. 3
DIAGNOSIS BANDING BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA
Diagnosa banding BPHKondisi Gejala
Diabetes mellitus Frekuansi, aliran dan volume urin normal
Sistitis , kanker buli, batu buli Gejala iritasi Prostatitits Divertikulum buli Kondisi neurologis (injuri medulla spinalis, kelainan
medulla spinalis dsb)
Gejala iritasi dan obstruksi
28
Riwayat minum obat (antikolinergik, antidepresan, dekongestan, tranquilezer)
Kanker prostat Striktur uretra Kontraktur/striktur buli
Gejala obstruksi
TINJAUAN PUSTAKA STRIKTUR URETHRA
Striktur urethra adalah berkurangnya diameter dan atau elastisitas urethra yang
disebabkan oleh jaringan urethra diganti jaringan ikat yang kemudian mengkerut
menyebabkan lumen urethra mengecil. Penyempitan lumen urethra disebabkan
oleh dinding urethra mengalami fibrosis dan pada tingkat yang parah terjadi
fibrosis korpus spongiosium.3,4
ETIOLOGI STRIKTUR URETHRA
Striktur urethra disebabkan oleh berbagai hal, antara lain:
1. Infeksi.
Infeksi dari urethra adalah penyebab tersering dari striktur urethra, misalnya
infeksi akibat transmisi seksual seperti uretritis gonorrhoika atau non
gonorrhoika. Dapat juga disebabkan oleh infeksi sebagai komplikasi
pemasangan dan penggunaan kateter dalam jangka waktu lama. 3,4
2. Trauma.
Cedera pada urethra dapat menyebabkan ruptur urethra anterior atau posterior,
cedera yang telah menyembuh dapat meninggalkan jaringan skar yang akan
menyebabkan striktur. Trauma yang menyebabkan striktur urethra adalah
trauma tumpul pada selangkangan (straddle injury), fraktur tulang pelvis, dan
instrumentasi atau tindakan transuretra uretra yang kurang berhati-hati3,4
3. Kongenital.
Beberapa bayi lahir dengan striktur urethra, misalnya meatus stenosis
congenital, klep urethra posterior. 3,4
PATOFISIOLOGI STRIKTUR URETHRA
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada urethra akan menyebabkan
terbentuknya jaringan sikatriks pada urethra. Jaringan sikatriks pada lumen
urethra menimbulkan hambatan aliran urine hingga retensi urine. Aliran urine
29
yang terhambat akan mecari jalan keluar di tempat lain (di sebelah proksimal
striktur) dan akhirnya akan mengumpul di rongga periurethra. Jika terinfeksi
menimbulkan abses periurethra yang kemudian pecah membentuk fistula
uretrokutan. Pada keadaan tertentu dijumpai banyak sekali fistula sehingga
disebut sebagai fistula seruling. 3,4
GEJALA KLINIS STRIKTUR URETHRA
- Berkurangnya aliran urine. Ini merupakan gejala umum pertama yang sering
ditemukan. Ketegangan saat berkemih adalah hal yang biasa ditemukan, tetapi
kemacetan total atau lengkap jarang terjadi.
- Pancaran air kencing kecil dan bercabang
- Perasaan tidak puas setelah berkemih.
- Frekuensi (buang air kecil lebih sering dari normal).
- Urgensi (tidak dapat menahan keinginan untuk berkemih).
- Sakit atau nyeri saat buang air kecil kadang-kadang dijumpai.
- Kadang-kadang dijumpai infiltrat, abses dan fistel.
- Gejala lanjut adalah retensio urine. 3,4
DERAJAT PENYEMPITAN URETHRA
Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur urethra dibagi menjadi 3
tingkatan, yaitu:
- Ringan, jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen urethra.
- Sedang, jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen urethra
- Berat, jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen urethra
Pada penyempitan derajat berat, kadang kala teraba jaringan keras di korpus
spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis. 3,4
DIAGNOSIS STRIKTUR URETHRA
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. 3,4
Anamnesis. Pada anamnesis bertujuan untuk mencari gejala dan tanda dari striktur
urethra juga untuk mencari penyebab striktur urethra.
30
Pemeriksaan Fisik. Pada pemeriksaan fisik, bertujuan untuk mengecek keadaan
penderita juga untuk meraba fibrosis di urethra, infiltrat, abses atau fistula.
Pemeriksaan Penunjang. Pemeriksaan ini terdiri atas:
1. Laboratorium:
- Urine dan kultur urine untuk melihat adanya infeksi.
- Ureum dan kreatinin untuk menilai fungsi/faal ginjal.
2. Radiologi:
Diagnosis pasti dapat dibuat dengan uretrografi, yaitu retrograde uretrografi
(RUG) dan voiding cysto uetrografi (VCUG). Cara melakukan pemeriksaan
ini adalah dengan memasukkan bahan/zat kontras ke dalam urethra
menggunakan adaptor khusus yang terdapat pada lapisan ujung penis. Film
dibuat pada saat kontras dimasukkan dan setelah berkemih. Dengan
pemeriksaan ini diharapkan disamping dapat dibuat diagnosis striktur urethra
juga dapat ditentukan panjang striktur, ini penting untuk perencanaan
terapi/operasi.
3. Uretroskopi:
Pemeriksaan dengan endoskopi untuk melihat secara langsung adanya striktur.
4. Uroflometri:
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan jumlah urine yang dipancarkan
per detik normal flow maksimum laki-laki adalah 15 ml/detik, dan wanita 25
ml/detik.
DIAGNOSIS BANDING STRIKTUR URETHRA
Diagnosis banding striktur urethra antara lain: 3,4
1. Benigna prostat hipertropi.
2. Carsinoma urethra.
PENATALAKSANAAN STRIKTUR URETHRA
Pengobatan pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan laju aliran air kemih,
meredakan gejala, dan mencegah komplikasi yang mungkin dapat terjadi.
31
1. Dilatasi (pelebaran) dari striktur urethra adalah cara perawatan yang
sederhana. Ini biasanya dilakukan dengan memasukkan suatu tangkai plastik
yang tipis ke dalam urethra. Secara perlahan-lahan tangkai tersebut
dimasukkan dan secara berangsur-angsur akan melebarkan striktur tersebut.
Perawatan ini pada hakekatnya dapat menyebabkan kerusakan pada mukosa
dan jaringan skar pada urethra. Oleh karena itu, cara perawatan ini harus
diulang kembali ketika gejala dan tanda striktur urethra muncul kembali. 3
2. Uretrotomi interna
Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang memotong
jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse, laser
atau elektrokoter. 3
Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal
dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan
pada wanita dengan striktur uretra. 3
Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah striktur
uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang
tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari
pasca tindakan. Setelah pasien dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu
selama 1 bulan kemudian 2 minggu sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan
sekali seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan
uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml/det dilakukan bouginasi. 3
3. Uretrotomi eksterna
Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian
dilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang masih sehat,
cara ini tidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1 cm. 3
Cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan
fibrotik.
Stadium I, daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit
jaringan sehat di proksimal dan distalnya, lalu jaringan fibrotik dieksisi.
Mukosa uretra dijahit ke penis pendulans dan dipasang kateter selama 5-7
hari. Stadium II, beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak,
dilakukan pembuatan uretra baru. 3
32
4. Uretroplasty dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih
dari 2 cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca
Uretrotomi Sachse. Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada
umumnya setelah daerah striktur di eksisi, uretra diganti dengan kulit
preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau pedikel graft yaitu dibuat
tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis dengan menyertakan
pembuluh darahnya.
KOMPLIKASI STRIKTUR URETHRA
Obstruksi urethra yang lama akan menimbulkan stasis urine dan menimbulkan
berbagai komplikasi antara lain: 3
1. Infeksi. (saluran kemih, prostat, ginjal)
2. Divcertikel urethra atau buli-buli.
3. Abses periurethra.
4. Batu urethra
5. Fistel uretro-kutan.
6. Karsinoma urethra.
PROGNOSIS STRIKTUR URETHRA
Striktur urethra sering kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani
pemeriksaan secara teratur ke dokter. Penyakit ini dinyatakan sembuh bila setelah
dilakukan observasi selama 1 tahun tidak menunjukkan tanda-tanda kekambuhan.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell R. Anatomi Klinik. Edisi 6, Jakarta: EGC 2006.
2. De Jong W, Sjamsuhidajat R. Buka Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3, Jakarta: EGC
2010. Hal 156-165.
3. Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi 3, Jakarta:Sagung Seto 2012. Hal 125-
144.
4. Tanagho EA., MCAninch JW. Urethral Stricture. In: Smith`s General Urology.
Lange Medical Books/McGraw-Hill. New York. 670 – 72.
34