View
21
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perubahan pola hidup manusia akibat modernisasi dan globalisasi
dewasa ini cenderung meningkatkan resiko terjadinya berbagai penyakit
vaskuler termasuk jantung koroner, stroke, dan penyakit arteri perifer. Selain
faktor perubahan pola hidup, meningkatnya angka harapan hidup
menyebabkan bertambahnya penduduk usia lanjut yang juga memberikan
kontribusi terhadap besarnya kejadian stroke (Nufus, 2012).
Stroke merupakan urutan ketiga terbesar penyebab kematian di
Amerika serikat. Selain akibat perubahan pola hidup, peningkatan angka
harapan hidup menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk usia lanjut juga
memberikan kontribusi terhadap besarnya kejadian stroke. Dari sekitar
700.000 kasus yang terjadi tiap tahun, 550.000 diantaranya merupakan
kejadian stroke serangan pertama, dan 400.000 diantaranya adalah stroke
iskemik. Di Indonesia menunjukan kecenderungan peningkatan kasus stroke,
baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian akibat
stroke berdasrkan usia yaitu 26,8 % pada usia 55-64 tahun, 23,5 % pada usia >
65 tahun, dan 15,9 % pada usia 45-55 tahun. Data tersebut menunjukan bahwa
stroke saat ini tidak hanya menyerang populasi usia lanjut tetapi juga pada
2
usia produktif. Dari berbagai laporan rumah sakit, sebanyak 80 % penyakit
serebrovaskuler akut merupakan stroke iskemik, selebihnya adalah stroke
hemoragik. Berbagai faktor resiko berkaitan dengan timbulnya stroke antara
lain diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung, dislipidemia, dan
hiperkoagulasi darah (Nufus, 2012).
Semua kejadian stroke akut baik serangan pertama ataupun berulang
adalah 20-30 % lebih tinggi daripada kejadian pertama semasa hidup dengan
perkiraan bahwa resiko seseorang pada usia 45 tahun mengalami stroke dalam
waktu 20 tahun sangat rendah (sekitar 1 dalam 30), tetapi 1 dari 4 laki-laki
dan 1 dari 5 wanita berusia 45 tahun dapat mengalami stroke apabila mereka
hidup hingga usia 85 tahun. Meskipun resiko mengalami stroke lebih tinggi
pada pria dibanding wanita, tetapi resiko meninggal dunia akibat stroke lebih
tinggi pada wanita dibanding pria. Sekitar 16 % dari semua wanita cenderung
meninggal karena stroke, sedangkan pada laki-laki hanya sekitar 8 %.
Perbedaan ini terutama disebabkan usia rata-rata pada onset stroke lebih tinggi
pada wanita dan usia harapan hidup mereka lebih tinggi dibanding laki-laki
(Wolfe, 2000).
Pada umumnya tujuan pengobatan stroke akut adalah secara terus
menerus mengurangi gejala-gejala neurologis, menurunkan mortalitas dan
morbiditas, mencegah terjadinya komplikasi sekunder pada anggota gerak dan
disfungsi neurologi serta mencegah kekambuhan stroke (Dipiro, 2005).
3
Terapi untuk memulihkan fungsi neurologis salah satunya dengan pemberian
neuroprotektan yang bertujuan meningkatkan kemampuan kognitif dengan
meningkatkan kewaspadaan dan mood, meningkatkan fungsi memori,
menghilangkan kelesuan dan pening. Contoh neuroprotektan yang sering
digunakan antara lain sitikolin dan pirasetam (Ikawati, 2011).
Selama 10 tahun terakhir ini telah banyak penelitian mengenai
efektivitas neuroprotektan dengan hasil yang cukup menjanjikan secara
eksperimental tetapi belum memberikan hasil yang meyakinkan secara uji
klinis. Pada studi randomized control trial (RCT) yang diikuti 1.372 pasien
secara acak, 789 menerima sitikolin dan 583 menerima plasebo dengan hasil
bahwa pemulihan dalam waktu 3 bulan 25,2 % pada pasien sitikolin dan
20,5% pada pasien plasebo (Davalos,et.al, 2002). Dalam sebuah meta analisis
pemberian sitikolin pada pasien stroke iskemik 24 jam setelah serangan
menunjukan hasil bahwa tingkat pemulihan pasien yang diberikan Sitikolin
2000 mg dalam sehari adalah 38 % lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok plasebo (Ustrell, 2007), selanjutnya suatu penelitian yang dilakukan
di Korea dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas dan keamanan sitikolin
oral (500-4000 mg) pada 3.736 pasien stroke iskemik akut (kelompok awal)
dan lebih dari 24 jam setelah serangan pada 455 pasien (kelompok akhir)
selama minimal 6 minggu dengan hasil terjadi peningkatan fungsi neurologis
( P < 0,05) tanpa masalah keamanan yang signifikan( Kim, 2009). Penelitian
4
tentang pirasetam pada pasien stroke juga telah banyak dilakukan, diantaranya
sebuah studi prospektif double blind dengan kontrol plasebo untuk
mengetahui efek pirasetam meningkatkan pemulihan bahasa pada aphasia
pasca stroke yang dinilai dengan neurophysiological test, dengan kesimpulan
bahwa pirasetam sebagai adjuvant terapi wicara meningkatkan pemulihan
fungsi bahasa dan meningkatkan aktivasi aliran darah secara signifikan
(Kessler, et.al, 2000).
Dampak ekonomi secara langsung terjadi pada kasus stroke antara lain
besarnya biaya pengobatan yang harus dikeluarkan pasien. Beban ekonomi
stroke meliputi antara lain biaya medis langsung (direct medical cost) untuk
pasien dan biaya tidak langsung (non direct medical cost) berhubungan
dengan kehilangan produktivitas. Beragam guideline untuk pengobatan stroke
menyebabkan beragam pula biaya yang harus dibayar oleh penderita stroke
atau pihak asuransi. Bila pemilihan obat tidak tepat maka dapat menyebabkan
waktu tinggal di rumah sakit menjadi lebih lama, sehingga dapat
menimbulkan komplikasi penyakit lainnya dan akhirnya terjadi peningkatan
biaya perawatan. Pertimbangan penggunaan suatu obat dalam pengobataan
suatu penyakit selain memenuhi syarat efektifitas, keamanan juga
memperhitungkan aspek farmakoekomi.
Salah satu terapi yang diberikan dalam penanganan pasien stroke
iskemik di RSUD Undata Palu adalah neuroprotektan yaitu sitikolin dan
5
pirasetam dengan jumlah pemakaian yang sangat besar. Berdasarkan data
pada bagian logistik Instalasi Farmasi tahun 2011, pemakaian pirasetam
sebanyak 10.650 kapsul ,6.248 ampul, dan 132 botol sediaan infus, pemakaian
sitikolin yaitu 4.140 tablet dan 4.845 ampul. Biaya obat - obatan tersebut
paling besar dalam pengobatan stroke, sehingga perlu dilakukan penelitian
terhadap efektivitas serta analisis biaya penggunaan sitikolin dan pirasetam
pada pasien stroke iskemik di bangsal rawat inap RSUD Undata Palu.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana perbandingan efektivitas antara sitikolin dan pirasetam terhadap
perbaikan fungsi neurologis pada pasien stroke iskemik menggunakan skor
GCS (Glasgow Coma Scale) di RSUD Undata Palu ?
b. Berapa besar biaya penggunaan sitikolin dibandingkan dengan pirasetam
dalam penanganan pasien stroke iskemik di RSUD Undata Palu ?
C. KEASLIAN PENELITIAN
Beberapa penelitian lain yang pernah dilakukan antara lain :
1. Cost Effectiveness Citicolin Versus Conventional Treatment in Acute Ischemic
Stroke. Penelitian ini dilihat berdasarkan perspektif Spanish National Health
System, dua meta analisis (Cochrane Stroke Review Group dan Pooling
analysis) terapi dengan sitikolin terhadap pasien stroke iskemik dibandingkan
6
dengan kontrol placebo. Hasil penelitian bahwa efektivitas sitikolin 9,9 %
lebih baik dibanding plasebo pada Cochrane studi dan efektivitas sitikolin
5 % lebih baik dibanding plasebo pada pooling analysis. Terapi dengan
sitikolin pada stroke iskemik akut sebagai pilihan yang lebih disukai dari segi
cost effectiveness dibandingkan dengan plasebo (Casado, et. al, 2008).
2. Penelitian Saka, et al (2009) yang berjudul Cost of Stroke in the United
Kingdom. Penelitian ini menghitung biaya pasien stroke berdasarkan
perspektif sosial, data bersumber dari South London Stroke Register (SLSR).
Hasil penelitian total biaya sosial £ 8900000000 per tahun untuk biaya
pengobatan dan kehilangan produktivitas akibat stroke. Biaya obat 5 %, biaya
perawatan 50 % yang terdiri dari biaya langsung sebesar27 % dan biaya tidak
langsung sebesar 24 %.
3. Penelitian Tri Damayanti (2007) yang berjudul Analisis Biaya Terapi Pasien
Stroke Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, dengan rancangan cross
sectional study bersifat retrospektif. Hasil penelitian menunjukan bahwa biaya
total obat yang paling banyak menyerap biaya adalah neuroprotektor dan
oksigenasi. Rata-rata biaya obat neuroprotektor pada pasien stroke adalah
pirasetam sebesar Rp 63.723 dan sitikolin sebesar Rp 51.829.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada
subjek penelitian, karakteristik pasien yang mempengaruhi variabel
7
tergantung (umur, jenis kelamin, jumlah komorbid, lama hari rawat, dan
tingkat keparahan pasien stroke iskemik ) tempat, waktu, metode dan analisis
data yang digunakan
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Rumah Sakit, dapat memberikan informasi terhadap biaya
penggunaan neuroprotektan pada pasien stroke iskemik
2. Bagi tenaga medis RSUD Undata, dapat memberikan masukan dan
gambaran neuroprotektan yang paling efektif dengan biaya yang lebih
murah sehingga dapat memberikan pilihan terapi yang tepat bagi
pasien stroke iskemik.
3. Bagi Komite Farmasi dan Terapi (KFT), dapat memberikan masukan
dalam pemilihan neuroprotektan pada penanganan pasien stroke
iskemik yang akan dimasukan dalam Formularium Obat rumah sakit
4. Bagi peneliti, dapat memberikan pemahaman dan pengalaman yang
sangat bermanfaat dari ilmu yang diperoleh pada program Magister
Farmasi Klinik melalui penerapan penelitian di rumah sakit.
E. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui perbandingan efektivitas sitikolin dan pirasetam terhadap
perbaikan fungsi neurologis pasien stroke iskemik di bangsal rawat
inap RSUD Undata Palu.
2. Mengetahui perbandingan biaya penggunaan sitikolin dan pirasetam
pada pasien stroke iskemik di bangsal rawat inap RSUD Undata Palu.
Recommended