View
263
Download
7
Category
Preview:
Citation preview
i
UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PECAHAN
DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KARTU DOMINO PECAHAN
PADA SISWA KELAS III SD NEGERI SINDUADI 1 SLEMAN
YOGYAKARTA
TUGAS AKHIR SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk
Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Risma Yunita Wijayanti
NIM 13108241162
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
ii
iii
iv
v
MOTTO
“Teaching is a complex activity. Its goal is student learning. The teacher has
primary responsibility for directing the teacher-learning process. This is why
teaching can become difficult. If a student is not learning, the teacher must find an
effective way to reach this student.”
(Judith E.Rink)
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Allah SWT yang senantiasa melimpahkan berkah dan hidayah serta
membimbing penulis di setiap langkah.
2. Bapak dan Ibu yang tak pernah berhenti mendoakan penulis dan
memberikan dukungan selama proses penyelesaian skripsi ini.
3. Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan banyak ilmu dan
pengalaman berharga bagi penulis untuk memulai kehidupan yang lebih
baik.
vii
UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PECAHAN
DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KARTU DOMINO PECAHAN
PADA SISWA KELAS III SD NEGERI SINDUADI 1 SLEMAN
YOGYAKARTA
Oleh:
Risma Yunita Wijayanti
NIM 13108241162
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep pecahan
menggunakan media Kartu Domino Pecahan untuk siswa kelas III SD Negeri
Sinduadi 1.
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
dilaksanakan selama dua siklus. Penelitian ini menggunakan model Hopkins.
Subjek penelitian ini adalah 32 siswa kelas III SD Negeri Sinduadi 1, terdiri dari
17 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Objek penelitian ini adalah
peningkatan pemahaman konsep pecahan dengan media Kartu Domino Pecahan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes, observasi, dan
dokumentasi. Instrumen penelitian menggunakan tes tertulis, lembar observasi
aktivitas siswa, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah
analisis data kuantitatif dan analisis data kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman konsep pecahan siswa
kelas III SD Negeri Sinduadi 1 meningkat setelah diterapkan media Kartu
Domino Pecahan dalam pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan persentase
ketuntasan pada pra tindakan sebesar 31,25% kemudian pada siklus II meningkat
menjadi 53,13% dan pada siklus II meningkat menjadi 87,5%. Nilai rata-rata pra
tindakan adalah 68,93, pada siklus I menjadi 75,63 dan pada siklus II meningkat
menjadi 82,19.
Kata kunci: Bruner, konsep pecahan, kartu domino pecahan,
viii
THE IMPROVEMENT OF THE UNDERSTANDING CONCEPT OF
FRACTION THROUGH MEDIA FRACTION-DOMINO CARDS
TOWARDS THIRD GRADE STUDENTS OF SINDUADI 1
ELEMENTARY SCHOOL DISTRICT SLEMAN YOGYAKARTA
By:
Risma Yunita Wijayanti
NIM 13108241162
ABSTRACT
The purpose of the research is to improve the understanding concept of
fraction through media Fraction-Domino Cards for third grade students of
Sinduadi 1 Elementary School.
The type of the research was Classroom Action Research which was done
in two cycles. This research used Hopkins model. The subject of the research
were 32 third grade students of in Sinduadi 1 Elementary School who consisted of
17 boys and 15 girls. The object of the research was the improvement of the
understanding concept of fraction by using Fraction-Domino Cards. The
techniques of data collection used in the research were test, observation, and
documentation. The instruments used in the research were written test, students’
activity observation sheets, and documentation. The techniques of analysis data
were quantitative data analysis and qualitative data analysis.
The result of the research shows that the third grade students’
understanding concept of fraction has improved after the media Fraction-Domino
Cards being applied in the learning process. It was proved that in the pre-test
students who reached the Minimum Grade Criterion (KKM) were only 31,25%,
then in the cycle II has improved to 53,13%, and in the cycle II has improved to
87,5%. The average grade of pre-test was only 68,93 then in the cycle I has
improved to 75,63, and in the cycle II has improved to 82,19.
Keywords: Bruner, concept of fraction, fraction-domino cards
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Upaya
Meningkatkan Pemahaman Konsep Pecahan dengan Menggunakan Media Kartu
Domino Pecahan Pada Siswa Kelas III SD Negeri Sinduadi 1 Sleman
Yogyakarta” dengan lancar.
Skripsi ini diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi
persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Penyusunan skripsi ini tidak
lepas dari bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Petrus Sarjiman, M. Pd. selaku Dosen Pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan petunjuk
dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.
2. Bapak Petrus Sarjiman, M.Pd, Bapak Sri Rochadi, M.Pd, dan Bapak
Sungkono M.Pd, selaku Ketua Penguji, Sekretaris, dan Penguji Utama yang
memberikan koreksi atas tugas akhir skripsi saya secara komprehensif.
3. Bapak Drs. Suparlan, M.Pd.I selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah
Dasar yang telah memberikan rekomendasi dan bantuan dari awal pembuatan
proposal hingga tersedianya skripsi.
4. Bapak Dr. Haryanto, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta. yang telah memberikan izin dan
rekomendasi untuk keperluan penelitian ini.
5. Bapak M. Thoharuddin, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SD Negeri Sinduadi 1
yang telah memberikan izin penelitian di sekolah yang beliau pimpin.
6. Ibu Suwartinah, S.Pd, SD selaku Guru Kelas III SD Negeri Sinduadi 1 yang
telah memberikan bantuan bagi penulis untuk melakukan penelitian.
x
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
PERSETUJUAN ...................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN........................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iv
MOTTO ................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ................................................................................... vi
ABSTRAK (BAHASA INDONESIA) .................................................. vii
ABSTRAK (BAHASA INGGRIS) ....................................................... viii
KATA PENGANTAR ............................................................................ ix
DAFTAR ISI ........................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................... 5
C. Batasan Masalah........................................................................... 5
D. Rumusan Masalah ........................................................................ 6
E. Tujuan Penelitian ......................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian ....................................................................... 6
G. Definisi Operasional Variabel ....................................................... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Tinjauan tentang Pembelajaran Matematika ......................... 8
a. Pengertian pembelajaran ............................................................... 8
b. Pengertian matematika .................................................................. 8
c. Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD) ........................ 9
2. Tinjauan tentang Pemahaman Konsep ................................... 16
a. Pengertian pemahaman ............................................................... 16
b. Pengertian konsep ....................................................................... 16
c. Pengertian pemahaman konsep ................................................... 17
3. Tinjauan tentang Materi Pecahan ........................................... 18
a. Pengertian pecahan ...................................................................... 18
b. Mengenal konsep pecahan .......................................................... 20
c. Permasalahan dalam mengajarkan konsep pecahan .................... 24
4. Tinjauan tentang Media Pembelajaran .................................. 25
a. Pengertian media pembelajaran................................................... 25
b. Klasifikasi media pembelajaran .................................................. 26
c. Fungsi media dalam pembelajaran .............................................. 28
d. Manfaat media pembelajaran ...................................................... 30
e. Kriteria pemilihan media pembelajaran ...................................... 30
5. Tinjauan tentang Karakteristik Siswa Kelas III SD .............. 31
a. Karakteristik siswa kelas III ........................................................ 31
xii
b. Tugas perkembangan anak usia sekolah dasar ............................ 34
c. Tugas guru dalam mengajarkan matematika di kelas III SD ...... 35
6. Tinjauan tentang Media Kartu Domino Pecahan .................. 35
a. Pengertian media Kartu Domino Pecahan .................................. 35
b. Cara menggunakan Kartu Domino Pecahan ............................... 37
c. Manfaat Kartu Domino Pecahan sebagai media ......................... 38
B. Penelitian yang Relevan .............................................................. 41
C. Kerangka Berpikir ....................................................................... 42
D. Hipotesis Tindakan...................................................................... 43
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian ............................................................................ 44
B. Setting penelitian ......................................................................... 44
1. Tempat penelitian ........................................................................ 44
2. Waktu penelitian ......................................................................... 45
3. Latar penelitian............................................................................ 45
C. Subjek dan objek penelitian ........................................................ 45
D. Desain penelitian ......................................................................... 46
1. Perencanaan penelitian ................................................................ 46
2. Pelaksanaan penelitian ................................................................ 47
3. Observasi penelitian .................................................................... 47
4. Refleksi ....................................................................................... 47
E. Teknik pengumpulan data ........................................................... 47
1. Observasi ..................................................................................... 48
2. Dokumentasi ................................................................................ 48
3. Tes tertulis ................................................................................... 48
F. Instrumen penelitian .................................................................... 49
G. Teknik analisis data ..................................................................... 51
H. Indikator keberhasilan ................................................................. 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian............................................................................ 53
1. Deskripsi lokasi dan subjek penelitian ........................................ 53
2. Deskripsi observasi tahap awal ................................................... 54
3. Deskripsi penelitian siklus I ........................................................ 56
4. Deskripsi penelitian siklus II ...................................................... 76
B. Pembahasan ................................................................................. 91
C. Keterbatasan penelitian ............................................................... 99
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ................................................................................... 101
B. Saran .......................................................................................... 102
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 104
LAMPIRAN .......................................................................................... 106
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kisi-kisi panduan observasi aktivitas siswa ............................ 49
Tabel 2. Kisi-kisi soal tes evaluasi ........................................................ 50
Tabel 3. Distribusi frekuensi skor dan tingkat pemahaman .................. 52
Tabel 4. Hasil belajar matematika sebelum tindakan............................ 54
Tabel 5. Susunan kelompok permainan KDP I ..................................... 64
Tabel 6. Hasil kinerja kelompok permainan KDP I .............................. 68
Tabel 7. Hasil belajar matematika siklus I ............................................ 71
Tabel 8. Hasil observasi aktivitas siswa pertemuan 1 ........................... 73
Tabel 9. Hasil observasi aktivitas siswa pertemuan 2 ........................... 73
Tabel 10. Susunan kelompok permainan KDP II ................................... 83
Tabel 11. Hasil kinerja kelompok permainan KDP II............................. 85
Tabel 12. Hasil belajar matematika siklus II ........................................... 87
Tabel 13. Hasil observasi aktivitas siswa pertemuan 3 ........................... 89
Tabel 14. Hasil observasi aktivitas siswa pertemuan 4 ........................... 89
Tabel 15. Perbandingan hasil belajar pra tindakan dan siklus I .............. 95
Tabel 16. Perbandingan hasil belajar pra, siklus I, dan siklus II ............. 96
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Contoh gambar yang menunjukkan pecahan
.................... 21
Gambar 2. Contoh-contoh gambar yang menunjukkan pecahan .......... 22
Gambar 3. Donat yang telah dibagi menjadi dua sama besar ............... 23
Gambar 4. Perbandingan pecahan
,
, dan
........................................ 24
Gambar 5. Perbandingan pecahan
dan
........................................... 24
Gambar 6. Contoh desain Kartu Domino Pecahan ............................... 37
Gambar 7. Kartu Domino Pecahan I ..................................................... 38
Gambar 8. Kartu Domino Pecahan II .................................................... 38
Gambar 9. Bentuk susunan Kartu Domino Pecahan yang tepat ........... 39
Gambar 10. Siklus model Hopkins ......................................................... 46
Gambar 11. Siklus PTK menurut Hopkins ............................................. 57
Gambar 12. Ilustrasi potongan donat ...................................................... 59
Gambar 13. Lingkaran yang menunjukkan pecahan
............................ 60
Gambar 14. Perbandingan pecahan
,
, dan
........................................ 61
Gambar 15. Perbandingan pecahan
dan
............................................. 62
Gambar 16. Contoh berbagai macam pecahan sederhana ....................... 62
Gambar 17. Ilustrasi pecahan yang ditanyakan siswa ............................. 63
Gambar 18. Penggunaan media Kartu Domino Pecahan ........................ 67
Gambar 19. Susunan Kartu Domino Pecahan yang tepat ....................... 68
Gambar 20. Hasil percobaan pecahan dengan kertas I ........................... 77
Gambar 21. Hasil percobaan pecahan dengan kertas lipat II .................. 78
Gambar 22. Hasil percobaan pecahan dengan kertas lipat III ................. 78
Gambar 23. Hasil percobaan pecahan dengan kertas lipat IV ................ 79
Gambar 24. Pecahan senilai
dan
........................................................ 79
Gambar 25. Pecahan senilai
dan
........................................................ 79
Gambar 26. Pecahan senilai
dan
........................................................ 80
xv
Gambar 27. Pecahan senilai
dan
....................................................... 80
Gambar 28. Pecahan senilai
dan
....................................................... 80
Gambar 29. Pecahan senilai
dan
....................................................... 81
Gambar 30. Contoh pecahan senilai digambarkan dengan garis ............ 81
Gambar 31. Contoh gambar pecahan setengah ....................................... 98
Gambar 32. Contoh gambar bukan pecahan ........................................... 98
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar nama siswa .......................................................... 107
Lampiran 2. RPP Siklus I Pertemuan 1 ............................................... 108
Lampiran 3. RPP Siklus I Pertemuan 2 ............................................... 113
Lampiran 4. RPP Siklus II Pertemuan 1 ............................................. 118
Lampiran 5. RPP Siklus II Pertemuan 2 ............................................. 124
Lampiran 6. Soal evaluasi pra tindakan, siklus I, dan siklus II ........... 128
Lampiran 7. Hasil belajar siswa .......................................................... 136
Lampiran 8. Hasil observasi kinerja guru .......................................... 140
Lampiran 9. Hasil observasi aktivitas siswa ....................................... 148
Lampiran 10. Dokumentasi kegiatan pembelajaran .............................. 152
Lampiran 11. Surat-surat izin penelitian ............................................... 154
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang
dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir siswa serta dapat meningkatkan
kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan
penguasaan yang baik terhadap materi matematika. (Amir, 2016: 8). Pada
pembelajaran matematika, pemahaman terhadap konsep-konsep abstrak adalah
hal yang sangat penting. Proses transfer materi baik berupa konsep, prinsip, dalil,
dan rumus membutuhkan metode-metode tertentu agar materi yang abstrak bagi
siswa dapat dipahami dengan baik. Mengingat pentingnya matematika dalam
kehidupan sehari-hari, maka materi matematika harus dikuasai dengan baik oleh
siswa. Hal ini ditinjau dari tujuan umum dilaksanakannya pelajaran matematika
di jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan menengah adalah mempersiapkan
siswa agar sanggup menerapkan matematika untuk memecahkan masalah yang
relevan dengan angka dan penghitungan.
Menurut Van de Henvel-Panhuizen (dalam Zainun dalam Sundayana,
2013: 24), bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-
hari maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika.
Berdasarkan pendapat tersebut pembelajaran matematika di kelas hendaknya
ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan
pengalaman anak sehari-hari. Selain itu, menerapkan kembali konsep matematika
2
yang telah dimiliki anak pada kehidupan sehari-hari atau pada bidang lain
sangat penting dilakukan. Hal itulah pembelajaran matematika memerlukan
media pembelajaran guna mengaitkan konsep matematika dengan kehidupan
sehari-hari. (Sundayana, 2013: 24)
Dalam teorinya “Teori Perkembangan Belajar”, Bruner menekankan pada
proses belajar menggunakan metode mental, yaitu individu yang belajar
mengalami sendiri apa yang dipelajarinya agar proses tersebut dapat direkam
dalam pikirannya dengan caranya sendiri (Amir, 2016: 70). Sejalan dengan
pendapat Bruner, Greeno (Runtukahu, 2014: 192) dalam pengajaran matematika,
pemecahan masalah berarti serangkaian operasi mental yang dilakukan
seseorang untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pemecahan masalah
matematika menyangkut, baik pemecahan masalah matematika di sekolah
maupun di luar sekolah.
Skemp (Runtukahu, 2014: 75-76) mengemukakan tiga cara untuk
mengonstruksikan pengetahuan matematika. Ketiga cara Skemp sebagai berikut:
1. Membangun struktur matematika langsung dari pengalaman. Anak masuk
sekolah bukan dengan hampa matematika, melainkan datang dengan
pengetahuan matematika yang diperoleh dari belajar tidak formal. Oleh
sebab itu, mereka membutuhkan kegiatan-kegiatan yang dapat membantu
mereka mengorganisasi dan mengembangkan pengetahuan matematika yang
tidak formal tersebut. Dalam hal ini, mereka dibantu untuk membangun
struktur pengetahuan matematika dan mengoreksi model matematika yang
dibentuk mereka.
3
2. Sosial. Cara sosial menyangkut berbagai pengetahuan melalui
berdiskusi. Diskusi yang dimaksudkan Skemp adalah belajar kooperatif.
Belajar kooperatif memungkinkan anak-anak saling menukar gagasan dan
membandingkan gagasan orang lain dengan gagasannya sendiri menuju pada
gagasan matematika yang benar atau yang baru.
3. Meningkatkan pengetahuan yang ada menjadi pengetahuan baru.
Dalam konteks matematika, kreativitas berarti kreatif mental dengan
menggunakan pengetahuan baru. Konsep-konsep dalam matematika itu
abstrak, sedangkan pada umumnya siswa berpikir dari hal-hal yang konkret
menuju hal-hal yang abstrak, maka salah satu jembatannya agar siswa
mampu berpikir abstrak tentang matematika, adalah dengan menggunakan
media pendidikan dan alat peraga. Sesuai dengan tingkat perkembangan
intelektual anak SD yang masih dalam tahap operasional konkret,
maka siswa SD dapat menerima konsep-konsep matematika yang abstrak
melalui benda-benda konkret. Untuk membantu hal tersebut dilakukan
manipulasi-manipulasi yang lazim disebut alat peraga. (Sundayana, 2013:
25)
Selama ini proses pembelajaran matematika yang berlangsung di Kelas
III SD Negeri Sinduadi 1 masih jauh dari harapan. Dalam artian, banyak siswa
yang masih memperoleh nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM),
khususnya pada materi pecahan. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti pada
saat melakukan wawancara ke guru kelas, nilai KKM adalah 75. Dari 32 siswa,
13 siswa memperoleh nilai di atas KKM, satu siswa tidak mengikuti ulangan
4
tengah semester II dikarenakan lomba, dan 18 siswa memperoleh nilai di bawah
KKM. Menurut guru, beberapa siswa tersebut belum memahami konsep pecahan
dengan baik.
Metode pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru dalam
menyampaikan materi pecahan adalah metode ceramah dan tanya jawab.
Tampaknya, kedua metode tersebut masih kurang efektif untuk meningkatkan
pemahaman konsep pecahan bagi siswa. Dalam menjelaskan guru juga kurang
menggunakan media yang lebih inovatif sehingga banyak siswa masih tampak
pasif dalam kegiatan pembelajaran. Media pembelajaran yang selama ini
digunakan mayoritas hanyalah buku cetak. Beberapa siswa masih belum paham
mengenai konsep pecahan dibuktikan dengan ketidakmampuan dalam menjawab
soal ulangan tengah semester II yang diberikan dengan tepat sehingga nilai yang
diperoleh masih di bawah KKM.
Kartu Domino Pecahan adalah sebuah media yang dapat
digunakan guru untuk membantu siswa memahami konsep pecahan
dengan lebih baik. Dengan cara bermain yang mudah diterapkan, media Kartu
Domino Pecahan diharapkan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan
pemahaman konsep pecahan bagi siswa kelas III SD Negeri Sinduadi 1. Kartu
Domino Pecahan merupakan adopsi dari permainan kartu domino pada
umumnya. Cara bermain dan bentuk kartu pun mirip dengan kartu domino yang
sudah ada. Hanya saja penggunaan ini lebih difokuskan untuk media
pembelajaran siswa sehingga wujud Kartu Domino Pecahan ini berisi angka
dan gambar yang berhubungan dengan materi pecahan. Cara menggunakan
5
media Kartu Domino Pecahan inipun secara kolektif atau berkelompok, jadi
siswa sekaligus belajar secara collaborative learning.
Memperhatikan masalah yang masih dihadapi oleh siswa kelas III SD
Negeri Sinduadi 1 tentang kurangnya kemampuan memahami konsep pecahan
yang secara langsung juga berdampak pada hasil belajar mereka yang masih di
bawah KKM, peneliti ingin memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut.
Penggunaan media Kartu Domino Pecahan diharapkan dapat menjadi solusi
untuk pemahaman konsep pecahan bagi siswa kelas III SD Negeri Sinduadi 1.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
B. Identifikasi Masalah
Sekolah sebagai tempat terlaksananya pendidikan formal, tentu memiliki
permasalahan yang berbeda-beda. Di SD Negeri Sinduadi 1 sendiri,
khususnya dalam pembelajaran matematika bagi kelas III, terdapat beberapa
permasalahan yaitu:
1. Tingkat kecerdasan siswa berbeda-beda, sehingga guru kewalahan dalam
menjelaskan materi pecahan.
2. Kurangnya variasi metode mengajar yang digunakan guru.
3. Dalam mengajar, guru kurang menggunakan media pembelajaran yang
bervariasi untuk memudahkan siswa memahami konsep.
4. Beberapa siswa cenderung pasif dalam kegiatan pembelajaran.
5. Hasil belajar matematika ulangan tengah semester II siswa masih rendah.
Dari 32 siswa masih terdapat 18 siswa memperoleh nilai di bawah KKM,
yaitu 75.
6
C. Batasan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada upaya peningkatan
pemahaman konsep pecahan dengan menggunakan media Kartu Domino
Pecahan di kelas III SD Negeri Sinduadi 1 tahun ajaran 2016/2017 semester II.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari pembahasan masalah di atas, yang telah
dikemukakan di atas, maka masalah pokok dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembelajaran matematika dengan Kartu Domino Pecahan
di Kelas III SD Negeri Sinduadi 1?
2. Bagaimana meningkatkan pemahaman konsep pecahan melalui Kartu
Domino Pecahan di Kelas III SD Negeri Sinduadi 1?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas,
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan sehingga
memudahkan siswa kelas III SD Negeri Sinduadi 1 memahami konsep
pecahan dengan menggunakan Kartu Domino Pecahan.
2. Meningkatkan pemahaman konsep pecahan siswa kelas III SD Negeri
Sinduadi 1 dengan media Kartu Domino Pecahan yang dilakukan secara
berkelompok dalam suasana yang menyenangkan.
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi guru SD, dapat menggunakan media Kartu Domino Pecahan sebagai
solusi untuk meningkatkan pemahaman konsep pecahan bagi siswa kelas
7
III di tahun sekarang maupun di tahun-tahun mendatang.
2. Bagi siswa, penggunaan Kartu Domino Pecahan dapat membantu
peningkatan hasil belajar matematika.
3. Bagi pihak sekolah, kontribusi hasil penelitian dengan adanya peningkatan
hasil belajar matematika pada siswa kelas III akan berpengaruh terhadap
peningkatan kualitas sekolah.
G. Definisi Operasional Variabel
1. Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa
dalam memahami konsep dan dalam melakukan prosedur (algoritma) secara
luwes, akurat, efisien dan tepat.
2. Bilangan pecahan sederhana
Bilangan pecahan sederhana yang dimaksud dalam penelitian ini konsep
pecahan yang dipelajari di kelas III semester II. Materi pokok pecahan tersebut
antara lain: 1) mengenal pecahan sederhana (setengah, seperempat, seperenam);
2) membaca dan menuliskan lambang bilangan pecahan; 3) mengenal pecahan
senilai; 4) memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan pecahan. Skor
hasil belajar dapat dilihat dari tes evaluasi pada akhir pertemuan siklus.
3. Kartu Domino Pecahan
Kartu Domino Pecahan adalah media pembelajaran berupa sekumpulan
kartu domino yang terdiri dari gambar pecahan dan lambang bilangan pecahan
untuk memudahkan siswa memahami konsep pecahan sederhana.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Tinjauan tentang Pembelajaran Matematika
a. Pengertian pembelajaran
Menurut Daryanto (2013: 166) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan
prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1
ayat 20 dinyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dari
pengertian-pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
adalah sebuah upaya sadar yang dilakukan antara pendidik dengan peserta
didik demi tercapainya tujuan pembelajaran.
b. Pengertian matematika
Menurut James (Jannah, 2011: 26), matematika diartikan sebagai ilmu
logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling
berhubungan satu sama lain dengan jumlah yang terbagi ke dalam tiga bidang,
yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Adapun menurut Reys, dkk (Jannah, 2011:
26), matematika diartikan sebagai analisis suatu pola dan hubungannya, suatu
jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat (Jannah, 2011:
26). Menurut Prihandoko (2006: 1) matematika merupakan ilmu dasar yang
sudah menjadi alat untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Oleh karena itu,
9
penguasaan terhadap matematika mutlak diperlukan dan konsep-konsep
matematika harus dipahami dengan betul dan benar sejak dini.
Banyak pendefinisian tentang matematika, ada yang mendefinisikan
bahwa matematika adalah ilmu pasti; ada yang menyatakan bahwa matematika
merupakan bagian dari ilmu pengetahuan tentang penalaran logis dan masalah-
masalah yang berhubungan dengan bilangan; dan ada juga yang menyatakan
bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan tentang kuantitas dan ruang. Semua
pendefinisian tersebut tidaklah salah karena masing-masing memiliki latar
belakang tinjauan tersendiri terhadap matematika (Prihandoko, 2006: 6). Penulis
sendiri mendefinisikan matematika sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang
mengajarkan tentang perhitungan dan logika melalui simbol-simbol angka.
c. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar (SD)
1) Pengertian pembelajaran matematika
Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang
dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan
kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan
penguasaan yang baik terhadap materi matematika. (Amir, 2016: 8)
Menurut Joyce, Calhoun and Hopkins (dalam Ming, C.C, et al, 2008: 9)
Mathematics can be taught in many ways. They include traditional chalk-and-
talk using teacher-centred exposition, question-and-answer, small group co-
operative learning, practical work with concrete manipulatives, children
literature and stories of mathematicians, calculators and ICT, pupil-centred
10
discussion and mathematics investigations. These techniques are derived from
various theoretical models about learning and teaching.
Yang artinya, matematika dapat diajarkan melalui banyak cara. Termasuk
penjelasan berpusat pada guru, tanya-jawab, pembelajaran grup kooperatif kecil,
praktik kerja dengan manipulasi konkret, literasi dan cerita anak tentang
matematikawan, kalkulator dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK),
diskusi yang berpusat pada siswa dan investigasi matematika. Teknik-teknik ini
diturunkan dari bermacam-macam model teoretis pembelajaran.
Kualitas pembelajaran dapat dari segi proses dan segi hasil. Pertama, dari
segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya
atau sebagian besar peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun
sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan semangat belajar
yang tinggi dan percaya diri. Kedua, dari segi hasil, pembelajaran dikatakan
efektif apabila terjadi perubahan tingkah laku ke arah positif dan tercapainya
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Perubahan tersebut terjadi dari tidak
tahu menjadi tahu konsep matematika, dan mampu menggunakannya dalam
kehidupan sehari-hari. (Amir, 2016: 8)
2) Tujuan pembelajaran matematika
Menurut Prihandoko (2006: 45) salah satu tujuan pembelajaran
matematika di sekolah dasar adalah memberikan bekal yang cukup bagi siswa
untuk menghadapi materi-materi matematika pada tingkat pendidikan lanjutan.
Selain penguatan terhadap konsep-konsep matematika seperti yang sudah
disebutkan di atas, maka diperlukan juga pengenalan pada konsep-konsep
11
lanjutan seperti peluang, statistika dasar dan pemecahan masalah.
Menurut Fong (dalam Ming, C.C. et al, 2008: 18), An important aspect of
learning mathematics is to apply mathematical reasoning to analyse a given
situation and then make deductions about the given problem. Equally important to
the learning of mathematics is having children communicate their ideas and
reasoning coherently and logically to themselves, their peers, their teachers as
well as to a wider community which may include examiners of formative and
summative assessments. Yang artinya, sebuah aspek penting dari pembelajaran
matematika adalah mengaplikasikan penalaran matematis untuk menganalisa
sebuah situasi yang diberikan dan kemudian mengambil kesimpulan tentang
masalah yang diberikan tersebut. Sama juga pentingnya pembelajaran
matematika adalah membuat anak mengkomunikasikan gagasan-gagasan dan
penalaran mereka secara koheren dan logis terhadap mereka sendiri, teman-teman
sebaya, guru-guru begitu pula terhadap komunitas yang lebih luas termasuk
penguji penilaian formatif dan sumatif.
3) Hakikat pembelajaran matematika
Pembelajaran matematika haruslah memperhatikan tahap perkembangan
siswa itu sendiri. Dalam mengajarkan materi matematika di SD, guru haruslah
memahami manfaat matematika di SD dan konsep-konsep matematika di
SD. Apabila kedua hal tersebut telah berhasil dipahami, maka kemungkinan besar
guru pun akan sukses dalam mengajarkan matematika di SD.
Makna matematika dan kemampuan yang bisa dikembangkan melalui
matematika berdasarkan pandangan Riedesel, Schwartz, dan Clements (1996)
12
(http://didi-suryadi.staf.upi.edu/files/2011/06/PENDIDIKAN-
MATEMATIKA.pdf , diakses pada 13 Maret 2017) adalah sebagai berikut.
a) Matematika adalah aktivitas. Anak dituntut menggunakan dan
mengadaptasi pengetahuan yang sudah dimiliki mengarah pada
pengembangan pemahaman baru. Selain melalui aktivitas yang
dikembangkan dalam matematika itu sendiri, proses pengembangan
pengetahuan baru tersebut dapat juga diawali dengan aktivitas di luar dunia
matematika melalui penyelesaian masalah yang bersifat kontekstual.
Aktivitas seperti ini diperkirakan akan bisa meningkatkan kemampuan
penalaran adaptif siswa khususnya dalam mengatasi permasalahan-
permasalahan di luar matematika yang memungkinkan diselesaikan secara
matematik.
b) Matematika adalah mengajukan masalah (problem posing) dan
menyelesaikan masalah (problem solving). Dalam kegiatan bermatematika,
pada dasarnya anak akan berhadapan dengan dua hal yakni masalah-
masalah apa yang mungkin muncul atau diajukan dari sejumlah fakta
yang dihadapi (problem posing) serta bagaimana menyelesaikan masalah
tersebut (problem solving). Dalam kegiatan yang bersifat mengajukan
masalah (problem posing), anak memperoleh kesempatan untuk
mengembangkan kemampuannya mengidentifikasi fakta-fakta yang diberikan
serta permasalahan yang bisa muncul dari fakta-fakta tersebut.
Sedangkan melalui kegiatan menyelesaikan masalah (problem solving),
anak dapat mengembangkan kemampuannya untuk menyelesaikan
13
permasalahan tidak rutin yang memuat berbagai tuntutan kemampuan
berpikir termasuk yang tingkatannya lebih tinggi.
c) Matematika adalah studi tentang pola dan hubungan. Dalam aktivitas ini
tercakup kegiatan memahami, membicarakan, membedakan,
mengelompokan, serta menjelaskan pola baik berupa bilangan atau fakta-
fakta lain.
d) Matematika adalah cara dan alat berpikir. Karena cara berpikir yang
dikembangkan dalam matematika menggunakan kaidah-kaidah penalaran
yang konsisten dan akurat, maka matematika dapat digunakan sebagai alat
berpikir yang sangat efektif untuk memandang berbagai permasalahan
termasuk di luar matematika sendiri. Banyak permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari yang dapat dilihat melalui cara pandang secara
matematik serta dapat diselesaikan dengan menggunakan prinsip-prinsip
dalam matematika.
e) Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang berkembang secara dinamik.
Perkembangan yang sangat pesat serta kontribusinya yang luas dalam
berbagai aspek kehidupan manusia, telah menyebabkan bergesernya
pandangan dari matematika sebagai ilmu yang statik ke matematika sebagai
ilmu yang bersifat dinamik generatif. Perubahan pandangan ini telah
berimplikasi pada berubahnya aspek pedagogis dalam pembelajaran yang
lebih menekankan pada matematika sebagai pemecahan masalah dan
pengembangan kemampuan berpikir matematik.
f) Matematika merupakan bahasa. Sebagai bahasa, matematika menggunakan
14
istilah serta simbol-simbol yang didefinisikan secara tepat dan berhati-hati.
Dengan demikian matematika dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan anak dalam berkomunikasi secara matematik baik dalam ilmu
pengetahuan, hehidupan sehari-hari, maupun dalam matematika sendiri.
Sebagaimana kita ketahui bahwa objek langsung belajar matematika itu
pada hakikatnya merupakan penanaman penalaran dan pembinaan keterampilan
dari konsep-konsep, yaitu ide-ide atau gagasan-gagasan yang terbentuk dari
sifat- sifat yang sama. Di lain pihak dihubungkan dengan proses pembelajaran
yang diselenggarakan guru dalam rangka transfer kurikulum maka konsep-konsep
matematika yang tersusun dalam GBPP matematika SD dapat dikelompokkan
ke dalam tiga jenis konsep, yaitu konsep dasar, konsep yang berkembang dari
konsep dasar, dan konsep yang harus dibina keterampilannya.
a) Konsep dasar
Konsep dasar pada pembelajaran matematika merupakan materi-materi
atau bahan-bahan dan sekumpulan bahasan atau semesta bahasan, dan
umumnya merupakan materi baru untuk para siswa yang mempelajarinya.
Konsep-konsep dasar ini merupakan konsep-konsep yang pertama kali dipelajari
oleh para siswa dari sejumlah konsep yang diberikan. Oleh karena itu, setelah
konsep dasar ini ditanamkan maka konsep dasar ini akan menjadi prasyarat dalam
memahami konsep-konsep berikutnya.
b) Konsep yang berkembang
Konsep yang berkembang dari konsep dasar merupakan sifat atau
penerapan dari konsep-konsep dasar. Konsep yang berkembang ini merupakan
15
kelanjutan dari konsep dasar dan dalam mempelajarinya memerlukan
pengetahuan tentang konsep dasar. Dengan kata lain, konsep jenis ini akan
mudah dipahami oleh para siswa apabila mereka telah menguasai konsep
prasyaratnya, yaitu konsep dasarnya.
c) Konsep yang harus dibina keterampilannya
Konsep yang termasuk ke dalam jenis konsep ini dapat merupakan
konsep-konsep dasar atau konsep-konsep yang berkembang. Konsep-konsep jenis
ini perlu mendapat perhatian dan pembinaan dari guru sehingga para siswa
mempunyai keterampilan dalam menggunakan atau menampilkan konsep-
konsep dasar maupun konsep-konsep yang berkembang. Dengan adanya
pembinaan keterampilan terhadap konsep-konsep ini diharapkan proses
pembelajaran matematika dapat mengkaji isu-isu tentang kurangnya
keterampilan berhitung.(http://repository.ut.ac.id/4026/1/PDGK4203-M1.pdf,
diakses pada 13 Maret 2017)
4) Langkah-langkah pembelajaran matematika di SD
Langkah-langkah pembelajaran matematika di sekolah dasar antara lain:
a) Penanaman konsep dasar (penanaman konsep), yaitu pembelajaran suatu
konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep
tersebut. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang
harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan
konsep baru matematika yang abstrak.
b) Pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman
konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep
16
matematika.
c) Pembinaan keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman
konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan keterampilan
bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep
matematika. (Heruman, 2008: 3)
2. Tinjauan tentang Pemahaman Konsep
a) Pengertian Pemahaman
Pemahaman menurut Bloom (dalam Winkel dalam Pramita Dewiatmini,
2010: 13) mencakup kemampuan untuk menangkap makna dalam arti yang
dipelajari. Kemampuan memahami dapat juga disebut dengan istilah “mengerti”.
Seorang siswa dikatakan telah mempunyai kemampuan mengerti atau memahami
apabila siswa tersebut dapat menjelaskan suatu konsep tertentu dangan kata-kata
sendiri, dapat membandingkan, dapat membedakan, dan dapat mempertentangkan
konsep tersebut dengan konsep lain. Kemampuan tersebut mencakup tiga hal
yaitu, translasi yang mencakup penerjemahan pengetahuan atau gagasan dari
bentuk abstrak ke bentuk konkret atau sebelumnya, interpretasi yang mencakup
kemampuan untuk mencirikan merangkum pikiran utama dari suatu gagasan,
serta ektrapolasi yang mencakup kemampuan untuk menterjemahkan,
mengartikan serta menyelesaikan masalah.
b) Pengertian Konsep
Konsep yaitu suatu ide abstrak yang digunakan untuk menggolongkan
sekumpulan objek. Misalnya, segitiga merupakan nama suatu konsep abstrak.
Konsep berhubungan erat dengan definisi, karena definisi adalah ungkapan suatu
17
konsep. Dengan adanya definisi, orang dapat membuat ilustrasi, gambar, atau
lambang dari konsep yang dimaksud (Jannah, 2011: 27). Dalam tugas akhir skripsi
Pramita Dewiatmini (2010: 13), disebutkan konsep adalah suatu ide abstrak yang
memungkinkan kita mengklasifikasikan objek-objek atau peristiwa-peristiwa itu
termasuk atau tidak ke dalam ide abstrak tersebut (Hudojo dalam Dewiatmini,
2010: 13). Sedangkan konsep menurut Winkel (Dewiatmini, 2010: 13) adalah
satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang sama.
c) Pengertian Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa
dalam memahami konsep dan dalam melakukan prosedur (algoritma) secara
luwes, akurat, efisien dan tepat. Adapun indikator yang menunjukkan pemahaman
konsep antara lain adalah:
1) Menyatakan ulang sebuah konsep.
2) Mengklasifikasi obyek-obyek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan
konsepnya).
3) Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.
4) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.
5) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.
6) Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu.
7) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
(http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH01aa/9f9eeb1
7.dir/doc.pdf , diakses pada 13 Maret 2017)
Dalam buku Teaching Primary School Mathematic (2008) karya Chan
18
Chun Ming et al, disebutkan ada empat komponen model pembelajaran, yaitu
pemahaman (understanding), konsolidasi (consolidation), transfer (transferring),
dan penilaian (assessment). Tujuan dari komponen pemahaman (understanding)
adalah:
1) To introduce students to new ideas perhaps using known ideas from previous
knowledge (initiate)
2) To develop key ideas within the new concept (abstract)
3) To interrelate these key ideas within the concept (schematise) (Ming, C.C.
et al, 2008: 52)
Yang artinya:
1) Mengenalkan siswa gagasan-gagasan baru mungkin menggunakan
gagasan-gagasan yang telah diketahui dari pengetahuan sebelumnya
(memulai/menginisiasikan)
2) Mengembangkan gagasan-gagasan kunci dalam konsep baru (abstrak)
3) Menghubungkan gagasan kunci yang satu dengan gagasan kunci yang lain
dalam konsep (skematis)
3. Tinjauan tentang Materi Pecahan
a. Pengertian pecahan
Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Badan Penelitian
dan Pengembangan (Depdikbud, 1999) menyatakan bahwa pecahan
merupakan salah satu topik yang sulit untuk diajarkan. Kesulitan itu terlihat dari
kurang bermaknanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru, dan sulitnya
pengadaan media pembelajaran. Akibatnya, guru biasanya langsung
19
mengajarkan pengenalan angka, seperti pada pecahan
, 1 disebut pembilang dan
2 disebut penyebut. (Heruman, 2008: 43)
Menurut Sukayati dalam jurnal ilmiahnya (2003: 1) mengenai pecahan,
pecahan yang dipelajari anak ketika di SD sebetulnya merupakan bagian dari
bilangan rasional yang dapat ditulis dalam bentuk
dengan a dan b merupakan
bilangan bulat dan b tidak sama dengan nol. Secara simbolik pecahan dapat
dinyatakan sebagai salah satu dari: (1) pecahan biasa, (2) pecahan desimal,
(3) pecahan persen, dan (4) pecahan campuran. Begitu pula pecahan dapat
dinyatakan menurut kelas ekuivalensi yang tak terhingga banyaknya:
=
=
=
= ... Pecahan adalah lambang bilangan yang dipergunakan untuk
melambangkan bilangan pecah dan rasio (perbandingan). Menurut
Kennedy (dalam Sukayati, 2010: 1) makna dari pecahan dapat muncul dari
situasi-situasi sebagai berikut.
1) Pecahan dapat digunakan untuk menyatakan makna dari setiap bagian dari
yang utuh. Apabila ibu mempunyai sebuah roti yang akan diberikan kepada
4 orang anggota keluarganya, dan masing-masing harus mendapat
bagian yang sama, maka masing-masing anggota keluarga akan
memperoleh
bagian dari keseluruhan cake itu. Pecahan biasa
mewakili
ukuran dari masing-masing potongan. Bagian-bagian dari sebuah pecahan
biasa menunjukkan hakikat situasi dimana lambang bilangan tersebut
muncul. Dalam lambang bilangan
, “4” menunjukkan banyaknya bagian-
bagian yang sama dari suatu keseluruhan (utuh) dan disebut
20
“penyebut”. Sedangkan “1” menunjukkan banyaknya bagian yang menjadi
perhatian pada saat tertentu dan disebut pembilang.
2) Pecahan sebagai bagian dari kelompok-kelompok yang beranggotakan sama
banyak, atau juga menyatakan pembagian. Apabila sekumpulan obyek
dikelompokkan menjadi bagian yang beranggotakan sama banyak, maka
situasinya jelas dihubungkan dengan pembagian. Situasi dimana sekumpulan
obyek yang beranggotakan 12, dibagi menjadi 2 kelompok yang
beranggotakan sama banyak, maka kalimat matematikanya dapat 12 : 2 = 6
atau
x 12 = 6. Sehingga untuk mendapatkan
dari 12, maka anak harus
memikirkan 12 obyek yang dikelompokkan menjadi 2 bagian yang
beranggotakan sama. Banyaknya anggota masing-masing kelompok
terkait dengan banyaknya obyek semula, dalam hal ini dari banyaknya
obyek semula. Demikian juga bila sehelai kain yang panjangnya 3 meter
akan dipotong menjadi 4 bagian yang berukuran sama, mengilustrasikan
situasi yang akan menuntun ke kalimat pecahan yaitu 3 : 4 atau
.
3) Pecahan sebagai perbandingan rasio. Hubungan antara sepasang bilangan
sering dinyatakan sebagai sebuah perbandingan. Berikut diberikan contoh
situasi yang biasa memunculkan rasio. Dalam kelompok 10 buku terdapat 3
buku yang bersampul biru. Rasio buku yang bersampul biru terhadap
keseluruhan buku adalah 3 : 10 atau buku yang bersampul biru
dari keseluruhan buku.
b. Mengenal Konsep Pecahan
Masih menurut Sukayati (2003: 3), kegiatan mengenal konsep pecahan
21
akan lebih berarti bila didahului dengan soal cerita yang menggunakan obyek-
obyek nyata misalnya buah: apel, sawo, tomat, atau kue: cake, apem, dan
lain-lain. Peraga selanjutnya dapat berupa daerah-daerah bangun datar beraturan
misalnya persegi, persegipanjang, atau lingkaran yang akan sangat membantu
dalam memperagakan konsep pecahan.
Pecahan
dapat diperagakan dengan cara melipat kertas berbentuk
lingkaran atau persegi, sehingga lipatannya tepat menutupi satu sama lain.
Selanjutnya bagian yang dilipat dibuka dan diarsir sesuai bagian yang
dikehendaki, sehingga akan didapatkan gambar daerah yang diarsir seperti di
bawah ini.
Gambar 1. Contoh gambar yang menunjukkan pecahan
Pecahan
dibaca setengah atau satu per dua atau seperdua, “1” disebut
pembilang yaitu merupakan bagian pengambilan atau 1 bagian yang diperhatikan
dari keseluruhan bagian yang sama. “2” disebut penyebut yaitu merupakan 2
bagian yang sama dari keseluruhan. Peragaan tersebut diatas dapat dilanjutkan
untuk pecahan
an,
an, dan sebagainya, seperti gambar di bawah ini.
22
Gambar 2. Contoh-contoh gambar yang menunjukkan pecahan
Pecahan
dibaca tiga per delapan, “3”disebut pembilang yaitu merupakan
3 bagian yang diambil atau 3 bagian yang diperhatikan dari keseluruhan bagian
yang sama. “8” disebut penyebut yaitu merupakan 8 bagian yang sama dari
keseluruhan. (Sukayati, 2003: 4)
Di kelas III SD, fokus pembelajaran materi pecahan adalah mengenal
pecahan sederhana, membandingkan pecahan sederhana, dan memecahkan
masalah yang berkaitan dengan pecahan sederhana. Siswa kelas III SD
diharapkan mampu memahami konsep dasar pecahan sederhana seperti
dahulu.
Dalam tahap penanaman konsep dasar pecahan ini guru membutuhkan benda
konkret untuk memudahkan siswa memahami darimana asal lambang
berasal. Guru dapat memulai dengan memberikan contoh donat yang dipotong
menjadi dua bagian sama besar. Kemudian satu donat diberikan kepada seorang
siswa. Donat yang diberikan kepada siswa merupakan
dari donat
seluruhnya. “1” merupakan bagian yang diambil siswa tersebut, dan “2” adalah
23
keseluruhan jumlah potongan donat yang ada.
Gambar 3. Donat yang telah dibagi menjadi dua bagian sama besar
(Sumber: www.mediako9.blogspot.com)
Kemudian guru meminta siswa tersebut untuk membagi donat menjadi
dua bagian yang sama. Siswa tersebut diminta membagikan satu bagian kepada
temannya. Guru pun juga membagi donat yang ia pegang menjadi dua bagian
yang sama. Guru memberikan satu bagian donat kepada siswa lainnya. Guru
menjelaskan bahwa kini donat tersebut terbagi menjadi 4 bagian. Masing-masing
mendapatkan
bagian.
Setelah siswa memahami beberapa konsep dasar pecahan sederhana
seperti
,
, dan
dan seterusnya, benda konkret, akan lebih mudah untuk
memberikan pemahaman konsep pecahan di tahap berikutnya. Pada tahap
pemahaman konsep siswa diharapkan sudah mampu menyebutkan lambang
pecahan yang sesuai dengan gambar yang diarsir. Siswa juga diharapkan mampu
membandingkan pecahan mana yang lebih besar atau lebih kecil. Misalnya seperti
yang di bawah ini.
24
Gambar 4. Perbandingan pecahan
,
, dan
(Sumber: www.kelaskita.com)
Gambar 5. Perbandingan pecahan
dan
(Sumber: www.yos3prens.files.wordpress.com)
Apabila siswa sudah mampu memahami konsep dasar pecahan, baik
melalui contoh konkret, gambar, ataupun lambang bilangan, guru dapat
memberikan contoh permasalahan yang berhubungan dengan pecahan dalam
kehidupan sehari-hari seperti membagi 10 kelereng kepada 5 orang, memotong
kue menjadi 8 bagian, dan lain sebagainya. Hal ini bertujuan agar siswa
mampu memecahkan masalah pecahan sederhana di kehidupan sehari-hari.
c. Permasalahan dalam mengajarkan konsep pecahan
25
Materi pecahan di SD merupakan salah satu materi yang cukup rumit
dipelajari oleh siswa. Berikut permasalahan-permasalahan dalam mengajarkan
konsep pecahan di SD:
1) Konsep pecahan merupakan konsep yang cukup abstrak. Beberapa siswa
masih kebingungan untuk memahami dari mana asalnya
,
dan
sebagainya.
2) Kurangnya alat peraga atau media pembelajaran yang secara langsung
dapat membantu siswa memahami konsep pecahan.
3) Pembelajaran lebih dominan pada metode ceramah dan tanya jawab
saja.
4) Kurangnya keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran.
4. Tinjauan tentang Media Pembelajaran
a. Pengertian media pembelajaran
Gerlach & Ely (Arsyad, 1997: 3) mengatakan bahwa media apabila
dipahami secara garis besar media adalah manusia, materi, atau kejadian yang
membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan,
keterampilan, atau sikap. Sedangkan, Gagne (dalam Haryanto, dkk, 2003: 57)
menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan
siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Menurut Briggs, media adalah
segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk
belajar. (http://repo.iain-tulungagung.ac.id/128/10/1-%20BAB%20II.pdf , diakses
pada 13 Maret 2017). Media sebagai suatu alat atau sejenisnya yang dapat
dipergunakan sebagai pembawa pesan dalam suatu kegiatan pembelajaran.
26
Pesan yang dimaksud adalah materi pelajaran, dimana keberadaan media tersebut
dimaksudkan agar pesan dapat lebih mudah dipahami dan dimengerti oleh siswa.
(Sundayana, 2013: 6)
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran
adalah semua komponen baik itu manusia, materi, atau kejadian yang membantu
dalam jalannya proses pembelajaran.
b. Klasifikasi media pembelajaran
Berikut adalah beberapa klasifikasi media pembelajaran yang dikemukakan
oleh para ahli:
1) Edgar Dale mengklasifikasikan media pembelajaran berdasarkan
pengalaman belajar peserta didik, yaitu dari yang bersifat konkret
sampai yang bersifat abstrak. Pengalaman-pengalaman tersebut meliputi:
a) Pengalaman melalui lambang kata/verbal
b) Pengalaman melalui lambang visual (peta, diagram)
c) Pengalaman melalui gambar (foto, album)
d) Pengalaman melalui rekaman, radio, gambar
e) Pengalaman melalui gambar hidup
f) Pengalaman melalui televisi
g) Pengalaman melalui pameran (study display)
h) Pengalaman melalui wid wisata (field study)
i) Pengalaman melalui kegiatan demonstrasi
j) Pengalaman melalui dramatisasi
k) Pengalaman melalui mode (benda tiruan)
27
l) Pengalaman melalui pengalaman langsung bertujuan dan melakukan
sendiri (self doing)
2) Rudy Bretz mengklasifikasi media menurut ciri utama media menjadi tiga
unsur, yaitu suara, visual, dan gerak. Selanjutnya, klasifikasi tersebut
dikembangkan menjadi tujuh kelompok, yaitu:
a) Media audio-visual-gerak; merupakan media paling lengkap karena
menggunakan kemampuan audio-visual dan gerak.
b) Media audiovisual-diam; memiliki kemampuan audio-visual tanpa
kemampuan gerak.
c) Media audio-semi-gerak; menampilkan suara dengan disertai gerakan titik
secara linear dan tidak dapat menampilkan gambar nyata secara utuh.
d) Media visual-gerak; memiliki kemampuan visual dan gerakan tanpa disertai
suara.
e) Media visual-diam; memiliki kemampuan menyampaikan informasi secara
visual tetapi tidak menampilkan suara maupun gerak.
f) Media audio; media yang hanya memanipulasi kemampuan mengeluarkan
suara saja.
g) Media cetak; media yang hanya mampu menampilkan informasi berupa
huruf-huruf dan simbol-simbol verbal tertentu saja. (Mahnun, 2012: 30)
3) Anderson mengelompokkan media menjadi sepuluh kelompok antara lain:
a) Suara saja, contohnya adalah pita audio, piringan audio, radio (tanpa
kaset recorder).
b) Bahan cetak termasuk segala jenis bahan cetakan, gambar lukis, dan
28
fotografi, contohnya program cetak.
c) Media (audio print) yaitu kombinasi antara 1 dan 2 tersebut di atas,
contohnya adalah buku kerja siswa dan pita atau piringan suara yang
dilengkapi dengan bahan cetak dan chart, format dan referensi yang
menggunakan pita audio atau piringan audio.
d) Gambar diam yang diproyeksikan, contohnya slide sound, film strip.
e) Gambar gerak tanpa suara (motion visual), contohnya film bisu.
f) AV gerak tanpa suara (audio visual motion), contohnya film bersuara, video.
g) Objek fisik (physical object, contohnya maket, model, benda sesungguhnya.
h) Manusia sumber (human and situational resources), contohnya guru, teman,
dan yang lainnya.
i) Komputer, contohnya computer assisted instruction dengan segala
macamnya. (http://repo.iain-tulungagung.ac.id/128/10/1-%20BAB%20II.pdf
diakses pada 13 Maret 2017)
c. Fungsi media dalam proses pembelajaran
Menurut Sadiman (dalam Sundayana, 2013: 7-8), media mempunyai fungsi:
1) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indra.
a) Objek yang terlalu besar, bisa digantikan dengan realita, gambar, film
bingkai, film atau model.
b) Objek yang terlalu kecil, dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai,
film, atau gambar.
c) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan
29
Timelapse atau High Speed Photography.
d) Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi
lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara verbal.
e) Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan
model, diagram dan lain-lain; dan
f) Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim dan lain-
lain) dapat divisualisasikan lewat film, gambar dan lain-lain.
3) Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara siswa
dengan sumber belajar.
4) Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan
visual, auditori & kinestetiknya.
5) Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman &
menimbulkan persepsi yang sama.
6) Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar.
7) Pembelajaran dapat lebih menarik.
8) Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar.
9) Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek.
10) Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan.
11) Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun
diperlukan.
12) Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses
pembelajaran dapat ditingkatkan.
Menurut Kreyenhbuhl (dalam Sundayana, 2013: 29), Media sangat
30
berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan, termasuk untuk peningkatan
kualitas pendidikan matematika. Media pendidikan dapat dipergunakan untuk
membangun pemahaman dan penguasaan objek pendidikan. Beberapa media
pendidikan yang sering dipergunakan dalam pembelajaran diantaranya media
cetak, elektronik, model dan peta.
d. Manfaat media pembelajaran
Sudjana dan Rivai (2002: 2), mengemukakan manfaat media
pembelajaran dalam proses belajar siswa yaitu:
1) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar.
2) Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
dipahami oleh siswa sehingga memungkinkannya menguasai dan
mencapai tujuan pembelajaran.
3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi
verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan
dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar pada setiap
jam pelajaran.
4) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan, memamerkan, dll.
(http://eprints.uny.ac.id/9432/12/12%20BAB%20II-08503247004.pdf,
diakses pada tanggal 13 Maret 2017)
e. Kriteria pemilihan media pembelajaran
31
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan media
menurut Sundayana (2013: 16-17) ini, diantaranya:
1) Dukungan terhadap isi bahan pelajaran, artinya bahan pelajaran yang sifatnya
fakta, prinsip, konsep dan generalisasi, sangat memerlukan bantuan media
agar lebih mudah dipahami peserta didik.
2) Kemudahan dalam memperoleh media yang akan digunakan; artinya
media yang diperlukan mudah diperoleh. Media grafis umumnya mudah
diperoleh bahkan dibuat sendiri oleh guru.
3) Keterampilan guru dalam menggunakannya; apapun jenis media yang
diperlukan, syarat utama adalah guru dapat menggunakannya dalam proses
pembelajaran. Nilai dan manfaat yang diharapkan bukan pada medianya,
tetapi dampak dari penggunaan oleh guru pada saat terjadinya interaksi
belajar siswa dengan lingkungannya.
4) Tersedia waktu untuk menggunakannya; sehingga media tersebut dapat
bermanfaat bagi siswa selama pembelajaran berlangsung.
5) Sesuai dengan taraf berpikir siswa; memilih media untuk pendidikan dan
pengajaran harus sesuai dengan taraf berpikir siswa sehingga makna yang
terkandung di dalamnya mudah dipahami oleh siswa.
5. Tinjauan tentang Karakteristik Siswa Kelas III Sekolah Dasar
a. Karakteristik Siswa Kelas III SD
Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat yaitu
tahap sensorimotorik, tahap pra operasional, tahap operasional konkret, dan
tahap operasional formal. Siswa kelas III SD termasuk dalam kategori tahap
32
operasional konkret karena berada pada rentan usia 7-12 tahun. Menurut Piaget,
(Budiningsih, 2003: 38), anak pada tahap operasional konkret telah memiliki
kecapakan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat
konkret. Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi obyek
atau gambaran yang ada di dalam dirinya. Karenanya kegiatan ini memerlukan
proses transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga tindakannya lebih
efektif. Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan, karena
anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model “kemungkinan” dalam
melakukan kegiatan tertentu. Ia dapat menggunakan hasil yang telah dicapai
sebelumnya. Anak mampu menangani sistem klasifikasi. Namun, sungguh pun
anak telah dapat melakukan pengklasifikasian, pengelompokan dan pengaturan
masalah (ordering problems) ia tidak sepenuhnya menyadari adanya prinsip-
prinsip yang terkandung di dalamnya. Namun taraf berpikirnya sudah dapat
dikatakan maju. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual
pasif. Untuk menghindari keterbatasan berpikir anak perlu diberi gambaran
konkret, sehingga ia mampu menelaah persoalan. Anak usia 7-12 tahun masih
memiliki masalah mengenai berpikir abstrak (Budiningsih, 2003: 38). Oleh
sebab itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung
unsur permainan, mengusahakan siswa berpindah atau bergerak, bekerja atau
belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan untuk terlibat langsung
dalam pembelajaran. (Desmita, 2011: 35)
Hurlock (1980: 151) mengkategorikan keterampilan masa kanak-kanak
akhir (anak usia kelas III SD termasuk dalam kategori masa kanak- kanak akhir)
33
sebagai berikut:
1) Keterampilan menolong diri sendiri.
Anak yang lebih besar, harus dapat makan, berpakaian, mandi, dan
berdandan sendiri hampir secepat dan semahir orang dewasa
2) Keterampilan menolong orang lain.
Keterampilan menurut kategori ini bertalian dengan menolong orang-orang
lain. Di rumah mencakup membersihkan tempat tidur, membersihkan
debu dan menyapu; di sekolah mencakup mengosongkan tempat sampah
dan membersihkan papan tulis, dan di dalam kelompok bermain
mencakup menolong membuat rumah-rumah atau merencanakan lapangan
basket.
3) Keterampilan sekolah.
Di sekolah anak mengembangkan berbagai keterampilan yang diperlukan
untuk menulis, menggambar, melukis; membentuk tanah liat, menari,
mewarnai dengan krayon, menjahit, memasak dan pekerjaan tangan dengan
menggunakan kayu.
4) Keterampilan bermain
Anak yang lebih besar belajar pelbagai keterampilan seperti melempat dan
menangkap bola, naik sepeda; sepatu roda dan berenang. (Hurlock, 1980:
151)
Menurut Islamuddin (2012: 40), beberapa sifat khas anak- anak pada
masa kelas-kelas rendah sekolah dasar antara lain:
1) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan
34
pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah.
2) Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi peraturan- peraturan
permainan yang tradisional.
3) Ada kecenderungan memuji sendiri.
4) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain kalau hal itu
dirasanya menguntungkan untuk meremehkan anak lain.
5) Kalau tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu
dianggapnya tidak penting.
6) Pada masa ini (terutama pada umur 6-8) anak menghendaki nilai (angka
rapor) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi
nilai baik atau tidak.
b. Tugas perkembangan anak usia sekolah dasar
Menurut Havighurst (Desmita, 2011: 35), tugas perkembangan anak
usia sekolah dasar meliputi:
1) Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan
aktivitas fisik.
2) Membina hidup sehat.
3) Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok.
4) Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin.
5) Belajar membaca, menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi
dalam masyarakat.
6) Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif.
7) Mengembangkan kata hati, moral, dan nilai-nilai.
35
8) Mencapai kemandirian pribadi.
c. Tugas guru dalam mengajarkan matematika di kelas III SD
Dalam upaya mencapai setiap tugas perkembangan tersebut, guru dituntut
untuk memberikan bantuan berupa:
1) Menciptakan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan
keterampilan fisik.
2) Melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk belajar bergaul dan bekerja dengan teman sebaya sehingga
kepribadian sosialnya berkembang.
3) Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman
yang konkret atau langsung dalam membangun konsep.
4) Melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan nilai- nilai
sehingga siswa mampu menentukan pilihan yang stabil dan menjadi
pegangan bagi dirinya. (Desmita, 2011: 36)
6. Tinjauan tentang Media Kartu Domino Pecahan
a. Pengertian media Kartu Domino Pecahan
Dalam pembelajaran matematika, guru sebaiknya mengenalkan siswa
dengan benda-benda konkret agar siswa mulai memahami konsep
matematika yang cukup abstrak. Penggunaan media dimaksudkan untuk
memudahkan jalannya pembelajaran matematika sehingga siswa dapat
memahami dengan baik. Ada banyak media pembelajaran, salah satunya kartu
domino matematika (DOMAT). Sama halnya dengan bermain domino biasa,
alat peraga/permainan domino ini dapat dilakukan oleh 2-4 orang. Setelah
36
kartu pertama dilempar, kartu berikutnya akan mengikuti. Namun, jika
pada domino sesungguhnya berisi kumpulan atau urutan angka-angka yang
diwakili oleh lingkaran-lingkaran berwarna merah. Pada DOMAT ini,
kartu tersebut berisi berbagai soal dan jawaban. Pada kartu DOMAT, dibagi
menjadi dua bagian yang sama, satu bagian berupa soal, dan bagian lainnya
merupakan jawaban untuk soal dari kartu lain. (Sundayana, 2013: 151-152)
Berdasarkan Aulia Rakhma dalam tugas akhir skripsi Rony Ruseno
(2011: 8) terkait penggunaan kartu domino dalam pembelajaran, kartu domino
adalah kartu permainan dimana bentuk kartunya mirip dengan kartu domino dan
cara bermainnya sama seperti kita bermain kartu domino dengan bentuk
setiap kartu persegi panjang dan dibagi dua sisi yaitu sisi kanan dengan nilai
bilangan pecahan dan sisi kiri dengan nilai pecahan gambar.
Kartu domino ini akan saya sebut Kartu Domino Pecahan pada
pembahasan selanjutnya. Kartu Domino Pecahan berguna untuk
memudahkan siswa kelas III SD untuk mengenal konsep pecahan. Untuk
mengenalkan konsep pecahan terhadap kelas III SD, disesuaikan dengan tahap-
tahap perkembangannya. Guru harus mampu mengenalkan setidaknya dengan
benda konkret terlebih dahulu baru ke konsep abstrak. Misal, guru memberikan
penjelasan seperti apa jadinya biskuit sepotong dibagi menjadi dua, kemudian
satu bagian dibagikan kepada seorang teman, satu bagian yang diberikan
itu adalah
. Guru menggambarkan sebuah biskuit berbentuk lingkaran
kemudian dibagi menjadi dua, kemudian memberikan arsiran pada satu sisi
dan menuliskan bilangan pecahan
. Itu adalah contoh pengenalan konsep
37
pecahan dengan benda konkret kemudian ke konsep abstrak. Dalam teori
Bruner, tahapan dari guru memberikan contoh biskuit dipotong, kemudian
menggambarkannya di papan tulis, serta menuliskan bilangan pecahan
masing-masing termasuk pada tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.
b. Cara menggunakan Kartu Domino Pecahan
Penggunaan Kartu Domino Pecahan dalam pembelajaran matematika
pecahan di kelas III SD ini tidaklah sulit. Berikut ini adalah langkah-langkah
dalam menggunakan media Kartu Domino Pecahan:
1) Buatlah kelas menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri
dari 4 anggota kelompok
2) Bagikan Kartu Domino Pecahan yang berjumlah 20 ke masing- masing
kelompok
3) Bagikan secara merata kepada anggota kelompok, sehingga masing-masing
anggota memegang 5 kartu. Misalnya kartu- kartu berikut. ini.
Gambar 6. Contoh desain Kartu Domino Pecahan
4) Mintalah anggota kelompok untuk mengatur giliran mereka mengeluarkan
kartu (bisa dengan hom-pim-pah)
5) Salah satu anggota mengeluarkan sebuah kartu yang terdiri dari gambar dan
lambang bilangan pecahan misalnya kartu:
38
Gambar 7. Kartu Domino Pecahan I
6) Anggota yang mendapat giliran yang selanjutnya, harus mengeluarkan kartu
yang menunjukkan gambar yang sesuai dengan bilangan pecahan pada kartu
sebelumnya, yaitu:
Gambar 8. Kartu Domino Pecahan II
Apabila ia memiliki kartu yang menunjukkan gambar pecahan
, maka ia
harus menumpuk kartu tersebut pada kartu sebelumnya.
39
Gambar 9. Bentuk susunan Kartu Domino Pecahan yang tepat
Namun, apabila dia tidak punya, maka lanjut ke giliran lainnya hingga
susunan kartu terbentuk seperti contoh di atas.
7) Kelompok yang menang adalah mereka yang dahulu selesai menggabungkan
gambar dan lambang bilangan pecahan.
c. Manfaat kartu domino pecahan sebagai media pembelajaran
Kartu Domino Pecahan termasuk media pembelajaran karena
memiliki ciri-ciri kriteria media pembelajaran yang baik menurut Sundayana
(2013):
1) Dukungan terhadap isi bahan pelajaran, artinya bahan pelajaran yang
sifatnya fakta, prinsip, konsep dan generalisasi, sangat memerlukan bantuan
media agar lebih mudah dipahami peserta didik. Kartu Domino Pecahan
mendukung materi pelajaran matematika kelas III SD, yaitu materi pecahan.
Di dalam Kartu Domino Pecahan, terdapat berbagai gambar dan
bilangan pecahan yang menjadi fokus dari pengenalan dan pemahaman
konsep pecahan di kelas III SD.
2) Kemudahan dalam memperoleh media yang akan digunakan; artinya
media yang diperlukan mudah diperoleh. Media grafis umumnya mudah
40
diperoleh bahkan dibuat sendiri oleh guru. Pembuatan Kartu Domino
Pecahan tidaklah sukar. Kartu Domino Pecahan dapat dibuat dengan cara
yang sederhana maupun yang lebih menarik. Cara yang sederhana, guru
dapat membuatnya dari kertas karton yang digunting dalam jumlah tertentu
kemudian menmbuat gambar dan menuliskan bilangan pecahan di kertas
tersebut. Cara yang lebih menarik, guru dapat membuatnya dengan
memanfaatkan software desain yang ada di komputer misalnya Photoshop
atau CorelDraw kemudian baru dicetak.
3) Keterampilan guru dalam menggunakannya; apapun jenis media yang
diperlukan, syarat utama adalah guru dapat menggunakannya dalam
proses pembelajaran. Nilai dan manfaat yang diharapkan bukan pada
medianya, tetapi dampak dari penggunaan oleh guru pada saat terjadinya
interaksi belajar siswa dengan lingkungannya. Kartu Domino Pecahan
sangat mudah digunakan. Cara menggunakannya yaitu dengan mencocokkan
gambar dengan bilangan pecahan yang ada di kartu. Dalam satu kartu dibagi
menjadi dua bagian. Bagian atas berisikan gambar dan bagian bawah
berisikan bilangan pecahan. Antara gambar dengan bilangan pecahan
tersebut tidak sama, alias untuk mencocokkannya harus mencari pada kartu
lainnya. Inti dari media Kartu Domino Pecahan adalah untuk mencocokkan
antara gambar dengan bilangan pecahan. Tidak hanya guru yang mampu
menggunakannya, melainkan juga siswa-siswa dapat menggunakannya
dengan mudah.
4) Tersedia waktu untuk menggunakannya; sehingga media tersebut dapat
41
bermanfaat bagi siswa selama pembelajaran berlangsung. Penggunaan Kartu
Domino Pecahan dapat dilaksanakan ketika pelajaran matematika
berlangsung secara berkelompok. Tidak memakan waktu banyak untuk
menggunakan media ini.
5) Sesuai dengan taraf berpikir siswa; memilih media untuk pendidikan dan
pengajaran harus sesuai dengan taraf berpikir siswa sehingga makna yang
terkandung di dalamnya mudah dipahami oleh siswa. Kartu Domino Pecahan
disesuaikan dengan taraf perkembangan kognitif siswa kelas III SD. Merujuk
pada teori Bruner tentang tahapan belajar matematika, Kartu Domino
Pecahan merujuk pada tahap belajar tingkat ikonik dan simbolik. Pada Kartu
Domino Pecahan, pencantuman gambar-gambar yang menunjukkan bagian
pecahan termasuk pada tahap ikonik, sedangkan bilangan pecahan yang
tertera merupakan tahap simbolik. Selain itu, Kartu Domino Pecahan juga
merujuk pada teori Piaget bahwa siswa sekolah dasar kelas rendah termasuk
dalam tahapan operasional konkret, dimana siswa butuh mengenal benda-
benda konkret sebelum dapat memahami konsep yang lebih abstrak.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian Rony Ruseno (2011) berjudul “Penggunaan Media Kartu
Domino untuk Meningkatkan Keterampilan Berhitung Pecahan Siswa Kelas III
SD Negeri Kalangan Klaten Tahun Pelajaran 2010/2011”, menyimpulkan bahwa
media kartu domino dapat meningkatkan keterampilan berhitung pecahan bagi
siswa kelas III SD Negeri Kalangan Klaten tahun pelajaran 2010/2011. Hal
tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan peningkatan
42
jumlah siswa yang mencapai KKM yaitu pada tahap pra tindakan sejumlah
23,53%, meningkat pada siklus I menjadi 52,94%, pada siklus II 72,85%, pada
siklus III 82,35%. Nilai rata-rata kelas pada tahap pra tindakan sebesar 46,62,
kemudian pada siklus I menjadi 55,74. Dilanjutkan pada siklus II nilai rata-rata
kelas mencapai 63,53 dan terakhir pada siklus III mencapai 72,94. Penelitian ini
berakhir pada siklus III karena telah menunjukkan keberhasilan karena mencapai
target yaitu 75% siswa mencapai nilai KKM.
C. Kerangka Berpikir
Matematika merupakan sebuah mata pelajaran yang penting untuk
dipelajari karena sangat erat kaitannya dengan masalah perhitungan dalam
kehidupan sehari-hari. Berhitung merupakan salah satu kemampuan yang wajib
dimiliki oleh seseorang karena dalam kehidupan, kita tidak pernah lepas dari
masalah-masalah perhitungan. Berbelanja, membayar pajak, menjual barang,
membagi makanan, dan lain sebagainya merupakan contoh aplikasi matematika
dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, konsep-konsep matematika perlu
ditanamkan sejak dini.
Di sekolah dasar, guru mengajari siswa matematika selama ini mayoritas
hanya menggunakan metode ceramah dan tanya jawab saja. Jarang sekali guru
yang menggunakan media ataupun alat peraga ketika mengajar. Padahal, dengan
menggunakan metode ceramah dan tanya jawab saja, guru belum tentu
memahami tingkat pemahaman siswa terhadap konsep pecahan.
Seperti yang terjadi di SD Negeri Sinduadi 1, dalam menjelaskan materi
pecahan, guru hanya menggunakan metode ceramah dan tanya jawab saja.
43
Mengajarkan konsep pecahan dengan metode ceramah, sama saja hanya
memberikan konsep-konsep abstrak kepada siswa. Padahal, menurut teori
Bruner, siswa seharusnya mengalami tiga tahapan dalam pembelajaran
matematika yaitu tahap enakif, tahap ikonik, kemudian tahap simbolik. Ketika
guru mengajarkan konsep pecahan hanya dengan ceramah, maka guru hanya
menerapkan tahapan simbolik saja. Hal tersebut menyebabkan beberapa siswa
kurang memahami konsep pecahan dengan baik karena terlewatkannya
pemahaman konsep pada tahap enaktif dan tahap ikonik. Hal tersebut juga
dibuktikan dengan hasil ulangan Ujian Tengah Semester semester II 13 dari 32
siswa di kelas III SD Negeri Sinduadi 1 tersebut masih di bawah KKM.
Dihadirkannya media Kartu Domino Pecahan pada pembelajaran matematika,
diharapkan dapat memberikan alternatif baru untuk meningkatkan pemahaman
siswa kelas III SD Negeri Sinduadi 1 terhadap konsep pecahan.
D. Hipotesis Tindakan
Pemahaman konsep pecahan siswa kelas III SD Negeri Sinduadi 1
Sleman Yogyakarta dapat ditingkatkan dengan menggunakan Kartu Domino
Pecahan.
44
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas atau biasa disebut PTK. Penelitian ini melibatkan kerjasama
antara peneliti dengan guru kelas III SD Negeri Sinduadi 1. Menurut Yuliawati,
dkk (2012: 17-18) Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah kegiatan
mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menyimpulkan data untuk
menentukan tingkat keberhasilan jenis tindakan yang dilaksanakan oleh guru
dalam proses pembelajaran. Beberapa jenis tindakan yang dimaksud antara lain:
strategi, pendekatan, model, metode, teknik, dan cara-cara yang dipilih dan
digunakan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. PTK diawali dari
adanya masalah yang dirasakan oleh guru dalam pembelajaran di
sekolahnya. Masalah tersebut kemudian dianalisis dan direfleksi untuk diketahui
faktor-faktor penyebabnya. Setelah jelas faktor penyebabnya selanjutnya masalah
tersebut dirumuskan, dan kemudian dicari strategi atau metode untuk
memecahkan masalah tersebut. Tindakan dalam penelitian di SD Negeri Sinduadi
1 adalah penggunaan media Kartu Domino Pecahan untuk meningkatkan
pemahaman konsep materi pecahan di kelas III SD Negeri Sinduadi 1.
B. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini mengambil tempat di SD Negeri
Sinduadi 1 yang beralamat di Jalan Magelang km 6 Karanganyar no.59A,
45
Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Alasan peneliti melaksanakan penelitian di SD Negeri Sinduadi 1
adalah sekolah tersebut mudah dijangkau oleh kendaraan umum maupun pribadi,
komunikasi antar karyawan sekolah terjalin baik, sehingga peneliti berasumsi
bahwa kondisi tersebut memudahkan peneliti untuk memperoleh data yang
dibutuhkan. Selain itu, alasan peneliti mengambil topik penelitian di kelas III
dengan materi pecahan karena ketika peneliti melakukan observasi dan
wawancara dengan guru kelas III, guru tersebut mengeluhkan bahwa siswa
masih mengalami kesulitan dalam memahami materi pecahan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai sejak bulan Desember 2016. Observasi tentang
kondisi sekolah dan kondisi kelas III di SD Negeri Sinduadi 1
dilaksanakan sejak bulan Januari 2017. Penelitian Tindakan Kelas ini akan
diadakan pada minggu awal bulan Mei 2017.
3. Latar Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dalam ruang kelas III SD Negeri Sinduadi 1
Sleman Yogyakarta. Pada saat guru menjelaskan tentang materi pecahan, siswa
duduk di bangku masing-masing dan fokus mendengarkan penjelasan guru.
Sedangkan, pada saat media Kartu Domino Pecahan diterapkan, siswa duduk
berkumpul dan membuat susunan meja dan kursi sesuai kelompok masing-
masing.
C. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III SD Negeri Sinduadi 1
46
tahun ajaran 2016/2017 sejumlah 32 siswa yang terdiri dari 17 siswa laki-laki
dan 15 siswa perempuan. Sedangkan, objek penelitian ini adalah pemahaman
konsep pecahan di kelas III SD Negeri Sinduadi 1.
D. Desain Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini mengikuti tahap-tahap penelitian tindakan
kelas yang pelaksanaan tindakannya terdiri dari beberapa siklus. Setiap
siklus terdiri atas tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan (observasi), dan
refleksi. Keempat tahapan tersebut terus diulang hingga tujuan penelitian
berhasil. Model penelitian tindakan kelas yang digunakan pada penelitian kali
ini adalah model Hopkins. Berikut adalah gambaran siklusnya:
Gambar 10. Siklus Model Hopkins (Muslich, 2011: 43)
1. Perencanaan Penelitian
Dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), tahap
47
perencanaan menjadi syarat utama. Apabila dalam menjalankan PTK tidak
dilakukan tahap perencanaan, maka penelitian tersebut tidak memiliki arah yang
jelas. Maka dari itu, perencanaan penelitian harus detail agar tujuan dari dari
penelitian dapat tercapai dengan baik.
2. Pelaksanaan Penelitian
Tahap pelaksanaan penelitian ini adalah tahap implementasi dari semua
rencana yang telah disusun sebelumnya. Strategi dan skenario pembelajaran
yang telah ditetapkan pada perencanaan harus benar-benar diterapkan dan
mengacu pada kurikulum yang berlaku. (Daryanto, 2011: 26)
3. Observasi Penelitian
Pada tahap observasi, peneliti mengamati jalannya kegiatan
pembelajaran. Hal-hal yang akan diobservasi telah ditulis secara rinci dan
dibuatkan lembar observasi agar hasil observasi terlihat jelas. Dalam konteks ini,
peneliti telah menyediakan lembar observasi aktivitas siswa.
4. Refleksi
Tahap refleksi melibatkan diskusi antara peneliti dengan guru kelas
mengenai penelitian yang telah dilaksanakan. Data-data yang menjadi bahan
penilaian penelitian antara lain lembar observasi aktivitas siswa, Lembar Kerja
Siswa (LKS), dan nilai tes evaluasi.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah
observasi, dokumentasi, dan tes.
48
1. Observasi
Observasi merupakan teknik mengumpulkan data dengan cara mengamati
setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat
observasi tentang hal-hal yang akan diamati atau diteliti. (Sanjaya, 2009: 86).
Observasi yang dilakukan peneliti adalah observasi aktivitas siswa untuk
memantau proses belajar siswa, peneliti juga menyediakan lembar observasi
aktivitas siswa.
2. Dokumentasi
Menurut Sukardi (2013:47) sumber informasi dokumentasi memiliki peran
penting dan perlu mendapat perhatian bagi peneliti. Data ini memiliki objektivitas
yang tinggi dalam memberikan informasi kepada para guru sebagai tim peneliti.
Dokumentasi dapat digolongkan ke dalam dokumentasi resmi dan tidak resmi.
Dokumentasi resmi contohnya silabus dan skema kerja, dan tes evaluasi yang
digunakan beserta hasilnya. Tes evaluasi tersebut berupa tes yang dikerjakan
secara individu yang berbentuk soal isian singkat dan dilaksanakan pada akhir
siklus.
3. Tes Tertulis
Tes tertulis atau juga disebut tes tulisan adalah tes yang dilakukan dengan
cara siswa menjawab sejumlah item soal dengan cara tertulis. (Sanjaya, 2009:
100). Jenis tes tertulis yang digunakan adalah tes pilihan ganda (multiple
choice). Teknik tes digunakan untuk mengukur sejauh mana pemahaman konsep
pecahan pada siswa kelas III SD Negeri Sinduadi 1 setelah digunakannya media
Kartu Domino Pecahan dalam kegiatan pembelajaran.
49
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan data penelitian. (Sanjaya, 2009: 84) Instrumen penelitian
yang digunakan pada penelitian kali ini adalah lembar observasi aktivitas siswa,
serta kisi-kisi soal. Adapun kisi-kisi fokus observasi adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Kisi-Kisi Panduan Observasi Aktivitas Siswa
No. Situasi yang diamati
Pilihan Jawaban
SK
(1)
K
(2)
B
(3)
SB
(4)
1 Kesiapan siswa mengikuti
pelajaran
2 Perhatian siswa terhadap
penjelasan guru
3 Keaktifan siswa menjawab
pertanyaan guru
4
Keterampilan siswa dalam
menggunakan media Kartu
Domino Pecahan
5 Kerjasama siswa dalam
kelompok
6 Ketepatan siswa dalam
mengerjakan soal
7 Ketepatan siswa dalam
menjawab pertanyaan guru
8 Tingkat kesopanan siswa
Jumlah skor
Keterangan:
SK : Sangat Kurang
K : Kurang
50
B : Baik
SB : Sangat Baik
Tabel 2. Kisi-kisi Soal Tes Evaluasi
No.
Kompetensi
Dasar
Indikator
Jenis
Soal
Nomor Soal
1.
Mengenal
pecahan
sederhana
a. Mengenal bilangan
pecahan sederhana,
misal setengah,
sepertiga, seperenam,
dll
Pilihan
ganda,
isian
C1= 2, 6
(isian), 8
(isian)
C2= 5,7,
4 (isian)
b. Membaca
lambang bilangan
pecahan
Pilihan
ganda,
isian
C1= 1
C2=
3,7
(isian
)
C2= 3
(isian)
c. Membilang
pecahan dalam
kata-kata
Pilihan
ganda,
isian
C1=1 (isian)
C2= 2
(isian)
C3=9, 9
(isian)
51
d. Menggabungkan
gambar pecahan
dengan lambang
bilangan pecahan
Pilihan
ganda,
isian
C2=4,6,8,
5(isian),
10 (isian)
C3= 5
(isian)
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan
menganalisa hasil belajar pada siklus I. Apabila pada siklus I ternyata belum
mencapai indikator keberhasilan, maka dibuat perencanaan untuk perbaikan di
siklus II. Apabila siklus II masih belum mencapai indikator keberhasilan, maka
dilakukan penelitian siklus III hingga mencapai peningkatan. Untuk menentukan
hasil tes siswa, peneliti perlu menghitung nilai rata-rata kelas. Menurut Sudijono
(2010: 77) rata-rata adalah tiap bilangan yang dapat dipakai sebagai wakil dari
rentetan nilai rata-rata itu wujudnya dalah satu bilangan saja. Namun dengan satu
bilangan itu akan dapat tercermin gambaran secara umum mengenai kumpulan
atau deretan bahan keterangan yang berupa angka atau bilangan itu. Untuk
mencari rata-rata dapat menggunakan rumus:
=
Keterangan :
= rata-rata (mean) yang dicari
= jumlah dari skor/nilai yang ada
= number of cases atau banyaknya skor/nilai itu sendiri
Sedangkan, untuk menghitung persentase siswa yang mencapai ketuntasan yaitu
menggunakan rumus:
52
Ketuntasan =
x 100%
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Skor dan Tingkat Pemahaman Konsep
Pecahan Siswa Kelas III SD Negeri Sinduadi 1
No.
No.
Rentang Nilai
Nilai
Tingkat Pemahaman
Pemahaman
Konsep
Frekuensi
Frekuensi
Persentase
(%) 1. 95 – 100 Sangat paham
2. 85 – 94 Paham
3. 75 – 84 Cukup paham
4. 65 – 74 Kurang paham
5. < 65 Sangat kurang paham
Jumlah
H. Indikator Keberhasilan
Penelitian dianggap sudah berhasil apabila sudah tercapai
peningkatan dalam pembelajaran matematika materi pecahan. komponen
yang menjadi indikator keberhasilan tercapainya pembelajaran matematika
yaitu siswa yang mencapai nilai KKM yaitu 75 minimal 75% dari jumlah
siswa di kelas.
53
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilakukan di SD Negeri Sinduadi 1
yang beralamat di Jalan Magelang km 6 Karanganyar no.59A, Sinduadi,
Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sekolah ini berada di wilayah yang cukup strategis. Situasi SD Negeri Sinduadi 1
dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Dilihat dari profil sekolah, berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (www.dapo.didasmen.kemdikbud.go.id), SD Negeri Sinduadi 1
adalah sekolah yang unggul dalam prestasi dengan dibuktikan nilai akreditasi
A, persentase guru kualifikasi 93,33%, persentase guru sertifikasi 66,67%
b. Dilihat dari segi geografis, SD Negeri Sinduadi 1 berada di wilayah yang
strategis karena dekat dengan jalan raya dan berada di sekitar perkampungan
penduduk. Akses ke sekolah pun mudah bisa ditempuh dengan jalan kaki
maupun dengan kendaraan seperti sepeda, sepede motor, mobil, dan angkutan
umum.
c. Dilihat dari segi fisiknya, SD Negeri Sinduadi 1 memiliki bangunan yang
bagus dan kokoh. Hal itu dibuktikan dari hasil observasi bahwa bangunan
sekolah meliputi ruang kantor, kantin, ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS),
mushola, ruang kelas, dan kamar mandi dalam kondisi bersih dan baik.
54
2. Deskripsi Observasi Tahap Awal
Sebelum dilaksanakan penelitian tindakan kelas, peneliti melakukan
observasi terhadap lingkungan sekolah dan bagaimana proses pembelajaran di SD
Negeri Sinduadi 1 berlangsung. Observasi tahap awal dilakukan mulai bulan
Januari 2017. Peneliti mengamati proses pembelajaran di kelas III SD Negeri
Sinduadi 1 terutama ketika pembelajaran matematika berlangsung. Proses
pembelajaran yang terjadi di dalam kelas masih bersifat konvensional, dimana
guru cenderung lebih banyak menggunakan metode ceramah dan tanya jawab.
Saat proses observasi berlangsung, guru cenderung menggunakan media
pembelajaran berupa buku cetak semata. Padahal, penggunaan media yang
inovatif dalam proses pembelajaran dapat membantu siswa memahami materi
dengan lebih baik. Berikut adalah nilai matematika siswa kelas III SD Negeri
Sinduadi 1 sebelum dilakukan tindakan.
Tabel 4. Hasil Belajar Matematika Sebelum Tindakan
No. Subjek Hasil
Nilai Tuntas Tidak Tuntas
1. RP 76 √
2. A 60 √
3. ADA 80 √
4. ASR 53 √
5. AGP 80 √
6. ASSP 80 √
7. AAR 58 √
8. AH 60 √
9. AP 86 √
10. AC 63 √
11. BPW 63 √
12. FMP 60 √
13. FM 70 √
14. FRM 60 √
15. FGR 53 √
55
16. FDC 73 √
17. JRL 63 √
18. JIS 86 √
19. LMC 60 √
20. MRP 53 √
21. MIN 73 √
22. MSL 58 √
23. NCO 70 √
24. NFA 70 √
25. NCA 83 √
26. NDA 76 √
27. RKW 63 √
28. SPP 70 √
29. SNM 73 √
30. TKA 80 √
31. YKL 83 √
32. ZFK 70 √
Jumlah 2.206 10 22
Nilai Rata-Rata 68,93
Persentase Ketuntasan 31,25%
Nilai Tertinggi 86
Nilai Terendah 53
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa rata-rata kelas masih jauh dari
standar yaitu 68,93. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti rendahnya
hasil belajar siswa disebabkan kurangnya pemahaman siswa terhadap materi yang
diajarkan. Hal tersebut terbukti bahwa hanya ada 10 siswa yang tuntas sedangkan
22 lainnya masih belum tuntas. Peneliti juga mewawancarai siswa bahwa nilai
yang rendah tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman terhadap soal yang
dikerjakan. Maka dari itu, peneliti bersama dengan guru kelas berusaha mencari
solusi agar pemahaman siswa terhadap konsep pecahan meningkat. Peneliti
menyarankan agar pembelajaran matematika mengenai materi pecahan
menggunakan media Kartu Domino Pecahan. Alasan peneliti menyarankan media
56
tersebut karena kurangnya pemahaman konsep pecahan disebabkan oleh
kurangnya penggunaan media dalam pembelajaran yang inovatif untuk membantu
siswa memahami konsep pecahan. Media yang selama ini digunakan hanyalah
buku cetak saja. Peneliti mengacu pada teori Bruner yang mengatakan bahwa
dalam mempelajari matematika terdapat tiga tahapan belajar yaitu tahap enaktif,
tahap ikonik, dan tahap simbolik. Tahap enaktif adalah tahap dimana siswa belajar
dengan bantuan benda-benda konkret di sekitarnya, misalnya apel. Tahap ikonik
adalah tahap dimana siswa belajar dengan benda tiruan misalnya miniatur model
atau gambar. Tahap simbolik adalah tahap dimana siswa sudah lebih bisa
memahami dengan simbol-simbol yang lebih abstrak. Peningkatan pemahaman
konsep pecahan dapat dibuktikan dari perubahan hasil belajar setelah tindakan.
Setelah mendapat persetujuan dari guru kelas dan kepala sekolah SD
Negeri Sinduadi 1, peneliti pun mulai mempersiapkan materi, lembar observasi
dan media pembelajaran untuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) mendatang.
3. Deskripsi Penelitian Siklus I
Mengacu pada pendapat Hopkins (Muslich, 2011: 43), PTK terdiri dari
empat komponen yaitu Plan (perencanaan), Action (Pelaksanaan), Observation
(Observasi), dan Reflective (Refleksi).
57
Gambar 11. Siklus PTK menurut Hopkins (Muslich, 2011: 43)
a. Tahap Perencanaan
1) Mempelajari materi pecahan untuk kelas III SD melalui beberapa buku
paket matematika yang relevan.
2) Membuat Rancangan Rencana Pembelajaran (RPP) tentang materi yang
akan diajarkan. RPP yang dibuat oleh peneliti kemudian diteliti kembali
oleh guru kelas. RPP berguna sebagai pedoman bagi guru dalam proses
pembelajaran.
3) Menyusun lembar observasi aktivitas siswa dan kinerja guru dalam
pembelajaran.
4) Mempersiapkan media pembelajaran berupa Kartu Domino Pecahan.
5) Mempersiapkan soal post test untuk mengukur pemahaman siswa terhadap
konsep pecahan.
58
b. Tahap Pelaksanaan
1) Pertemuan 1
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilakukan sesuai RPP tersebut. Siklus
I dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan. Siklus I pertemuan pertama dilaksanakan
pada 9 Mei 2017 mulai pukul 07.00 WIB sampai 08.15 WIB. Pembelajaran kali
ini bertujuan agar siswa mampu: mengenal apa itu pecahan sederhana mulai dari
setengah, sepertiga, seperenam, dan seterusnya; membaca lambang bilangan
pecahan; dan membilang pecahan dalam kata-kata.
Kelas dimulai sejak guru menyapa para siswa dengan ramah. Kemudian
guru sekaligus memperkenalkan peneliti yang akan mendampingi guru selama
proses pembelajaran. Setelah berdoa dan melakukan presensi, guru mulai
menjelaskan tujuan pembelajaran kali ini, “Anak-anak, hari ini kita akan belajar
mengenai pecahan. Pada pembelajaran kali ini, bersama-sama kita akan mengenal
apa itu bilangan pecahan, bagaimana lambangnya, dan cara membaca bilangan
pecahan. Anak-anak sudah siap?”. Para siswa menjawab dengan kompak, “Siap,
Bu.” Kemudian guru melakukan apersepsi, yaitu mengaitkan materi yang akan
dipelajari dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. “Apakah
itu pecahan? Pernahkah anak-anak melihat potongan pizza? Pernahkah melihat
martabak manis yang terdiri dari 8 rasa yang kini sedang tren? Ada yang rasa
green tea, coklat, keju, nutella, dan lain sebagainya?” Para siswa sebagian
menjawab dengan lantang, “Sudah. Bu. Itu enak!”. Kemudian guru mengeluarkan
sebuah donat dari tempat makan yang sudah disediakan untuk pembelajaran kali
ini. Guru kemudian membagi donat tersebut menjadi dua bagian. “Nah, sekarang
59
donat terbagi menjadi berapa bagian?”. Kemudian siswa menjawab serentak,
“Dua, Bu.”. Guru kemudian membagikan satu bagian donat kepada Bagas. Guru
menjelaskan kepada siswa bahwa bagian yang diterima Bagas adalah setengah.
Guru kemudian menuliskan lambang bilangan
di papan tulis. Guru menjelaskan
bahwa “1” mewakili bagian yang diterima Bagas. Sedangkan “2” mewakili
jumlah bagian donat yang dipegang Bagas dan guru.
Guru berkata,“Pecahan adalah setiap bagian dari yang utuh. Donat yang
utuh kemudian Ibu bagi menjadi dua tadi adalah contoh dari pecahan.
Gambar 12. Ilustrasi potongan donat
Bagian yang diterima Bagas adalah
, sama dengan bagian yang Ibu terima.
Bagian utuh donat ini berarti
. Pada pecahan setengah, lambang “1” tadi disebut
pembilang, dan “2” dinamakan penyebut.”. Beberapa anak ternyata masih belum
memahami mengapa bagian donat utuh adalah
. Guru menggambar sebuah
lingkaran penuh yang kemudian dibagi menjadi dua. Salah satu bagian diarsir dan
satu bagiannya tidak.
60
Gambar 13. Lingkaran yang menunjukkan pecahan
Guru menjelaskan bahwa bagian yang diarsir dan bagian yang tidak diarsir
adalah setengah atau satu per dua. Jika kedua bagian tersebut disatukan, maka
bernilai dua per dua atau sama saja dengan lingkaran utuh. Setelah semua paham
tentang pecahan setengah, guru lanjut menjelaskan tentang pecahan sepertiga,
seperempat, seperenam, sepersepuluh, dan seterusnya dengan bantuan gambar di
papan tulis.
Guru kemudian memberikan soal latihan kepada siswa untuk mengukur
pemahaman siswa. Siswa diberikan waktu 15 menit untuk mengerjakan.
Kemudian guru bersama siswa mengoreksi jawaban bersama-sama. Siswa
diberikan kesempatan untuk bertanya tentang soal yang belum jelas.
Pembelajaran kali ini ditutup dengan guru memberikan kesimpulan bahwa
pecahan adalah setiap bagian dari yang utuh, contohnya adalah setengah,
sepertiga, seperempat, dan lain sebagainya. Bagian yang utuh sama dengan “1”
atau bisa dituliskan dalam pecahan seperti
,
,
, dan seterusnya. Guru
memberikan motivasi dan pesan moral seperti teruslah belajar untuk meraih cita-
cita dan menjaga kesehatan. Guru menutup pelajaran dengan berdoa.
61
2) Pertemuan 2
Pertemuan kedua dilaksanakan pada 13 Mei 2017 pada jam 07.00 WIB
hingga 08.15 WIB. Pada pertemuan kedua, tujuan pembelajaran adalah mengenal
bilangan pecahan yang lebih beragam dan menggabungkan antara gambar dengan
lambang pecahan.
Seperti biasa, guru membuka pelajaran dengan berdoa dan presensi.
Kemudian guru melakukan apersepsi, “Masih ingatkah dengan donat yang
dipotong menjadi dua? Bagian yang diterima Bagas ada berapa anak-anak?” Anak
menjawab serentak, “Setengah, Bu.” Guru menjelaskan kembali, “Ya, benar.
Setengah atau satu per dua. Satu sebagai pembilang dan dua sebagai apa?”
Beberapa anak menjawab “Penyebut, Bu.” Sedangkan beberapa anak masih diam
terlihat bingung. Guru kemudian menjelaskan kembali tentang pembilang dan
penyebut. Guru memberikan contoh kepada siswa dengan gambar, diantara
pecahan
,
,
manakah yang paling besar. Dengan bantuan gambar, siswa lebih
paham bahwa setengah adalah pecahan terbesar, sedangkan seperempat adalah
pecahan terkecil.
Gambar 14. Perbandingan pecahan
,
, dan
62
Guru juga memberikan contoh pecahan terbesar sampai terkecil dengan
gambar seperti tampak berikut ini.
Gambar 15. Perbandingan pecahan
dan
Tampak bahwa gambar yang pertama adalah pecahan
dan
. Guru
menanyakan pecahan manakah yang lebih besar kepada siswanya. Para siswa
ternyata sudah memahami bahwa pecahan yang lebih besar adalah
.
Guru lanjut menjelaskan tentang pecahan yang lebih beragam seperti
,
,
, dan lain sebagainya. Siswa menyimak dengan seksama. Pada pembelajaran kali
ini, guru lebih beragam dalam memberikan contoh berupa gambar agar para siswa
lebih paham. Jika pada pertemuan sebelumnya bentuk gambar hanyalah lingkaran
dan persegi, sekarang guru juga memberikan contoh berupa segitiga, segilima,
persegi, persegi panjang, lingkaran, dan bangun dua dimensi lainnya. Misalnya
seperti yang di bawah ini.
Gambar 16. Contoh berbagai macam pecahan sederhana
63
Kemudian Cinta menanyakan kepada guru, “Bu, apabila ada dua lingkaran
yang satu lebih kecil ukurannya tapi nilainya setengah, yang satu lebih besar
ukurannya tapi nilainya seperempat, itu besar yang mana bu pecahannya?” Guru
mengulang pertanyaan Cinta dan mengapresiasi karena keberaniannya untuk
bertanya dengan ungkapan, “Ya, pertanyaan yang bagus, Cinta. Jadi, pecahan
mana yang lebih besar?”. Kemudian guru menggambar lingkaran seperti yang
diutarakan Cinta.
Gambar 17. Ilustrasi pecahan yang ditanyakan oleh siswa
Guru memancing siswa lainnya untuk menjawab. Beberapa siswa tampak
kebingungan dan menjawab bersahut-sahutan. Kemudian guru meminta siswa
agar mengangkat tangan sebelum menjawab. Guru kemudian menunjuk Rena
untuk menjawab. “Besar yang seperempat, Bu. Karena lingkarannya lebih besar.”
Kemudian guru menanggapi jawaban Rena, “Oke, kalau menurut Rena yang lebih
besar adalah seperempat. Ada yang punya jawaban lain?” Kemudian Yoga
mengangkat tangan, “Lebih besar yang setengah, bu. Karena setengah lebih besar
daripada seperempat.” Guru juga tak lupa memberikan apresiasi kepada Yoga
karena berani mengutarakan pendapatnya. “Ya, terimakasih Yoga atas
jawabannya.” Kemudian guru memberikan penjelasan ulang bahwa pengertian
pecahan adalah bagian dari yang utuh. Jadi, pada kasus yang ditanyakan oleh
Cinta, ukuran lingkaran tidak mempengaruhi. Yang terpenting adalah berapa
64
banyak bagian yang ada pada masing-masing lingkaran itu sendiri. Pada lingkaran
kecil yang nilainya setengah bisa diartikan satu dari dua bagian yang sama
keseluruhan. Sedangkan, lingkaran yang besar nilai pecahannya adalah
seperempat atau satu per empat, bisa diartikan bahwa satu dari empat bagian yang
sama keseluruhan. Jadi, nilai pecahan yang lebih besar adalah setengah, meskipun
ukuran lingkarannya lebih kecil. “Jadi, yang benar adalah jawaban Yoga. Ketika
kita membicarakan pecahan, ingat bahwa pengertian pecahan adalah bagian dari
yang utuh, ya. Jadi, yang harus diperhatikan adalah berapa banyak bagian yang
ada. Namun, ketika kita sedang membahas tentang luas suatu bangun, nah itu
berbeda lagi. Jelas lingkaran yang lebih besar yang lebih luas. Paham maksud ibu,
anak-anak?” Siswa kemudian lebih memahami setelah mendengarkan penjelasan
guru.
Guru kemudian mengajak siswa untuk bermain Kartu Domino Pecahan,
sebuah media yang dirancang oleh guru dan peneliti untuk mengetahui
pemahaman konsep pecahan siswa. Pertama-tama siswa dibagi menjadi enam
kelompok. Berikut susunan kelompoknya.
Tabel 5. Susunan Kelompok Permainan Kartu Domino Pecahan I
No. Nama Kelompok Nama Anggota Kelompok
1. Kuning
1. Adinda (ASR)
2. Suci (ASSP)
3. Gagat (FGR)
4. Jaka (JIS)
5. Mirza (MIN)
2. Ungu
1. Rika (RP)
2. Rois (AAR)
3. Aprilia (AH)
4. Fahri (FM)
5. Dwi (FDC)
3. Jingga 1. Lifia (LMC)
2. Tama (MSL)
65
3. Cinta (NCO)
4. Nela (NCA)
5. Rafli (RKW)
6. Kayla (TKA)
4. Hijau
1. Abdul (A)
2. Bagas (BPW)
3. Fahchresa (FMP)
4. Javier (JRL)
5. Rena (MRP)
6. Galih (AGP)
5. Coklat
1. Aulia (ACA)
2. Nasya (NFA)
3. Nindya (NDA)
4. Syifa (SNM)
5. Zalfa (ZFK)
6. Merah
1. Daffa (ADA)
2. Arga (AP)
3. Fatih (FRM)
4. Sandy (SPP)
5. Yoga (YKL)
Kemudian, guru membagikan kartu domino untuk masing-masing kelompok
dengan warna yang berbeda yaitu merah, kuning, ungu, jingga, hijau, dan coklat
(masing-masing warna terdiri dari 20 kartu). Masing-masing anggota kelompok
mendapatkan empat kartu. Guru kemudian menjelaskan aturan permainan Kartu
Domino Pecahan kepada siswa.
Aturan Permainan Kartu Domino Pecahan:
Anggota kelompok bersama-sama mengatur giliran untuk mengeluarkan
kartu.
Antar anggota dalam satu kelompok boleh saling berdiskusi, tetapi tidak
diperboleh diskusi dengan kelompok lain.
66
Salah satu siswa mengeluarkan sebuah kartu, yang terdiri dari gambar dan
bilangan pecahan, yang mana antara gambar dan bilangan tidaklah sama
misalnya seperti ini:
Siswa selanjutnya harus mengeluarkan kartu yang gambarnya sesuai dengan
bilangan pecahan pada kartu sebelumnya, dan ditumpuk diatas kartu
sebelumnya tersebut.
Kartu tersebut disusun hingga nanti rangkaian akhir berbentuk persegi.
Kelompok yang paling cepat dan tepat menyusun kartu adalah yang menang
Kelompok yang sudah selesai sebelum waktu habis langsung melapor ke guru
dengan cara mengacungkan tangan terlebih dahulu.
Waktu permainan adalah 15 menit.
Guru memberikan kesempatan siswa untuk bertanya apabila aturan
permainan kurang jelas. Tidak ada siswa yang bertanya. Maka dari itu, guru
segera memulai permainan dengan memberikan aba-aba. Masing-masing anggota
kelompok bekerja sama untuk menyusun kartu domino pecahan tersebut dengan
tepat. Siswa diberikan waktu 15 menit untuk menyusun kartu tersebut. Tampak
bahwa kelompok kuning dan kelompok coklat sangat antusias dalam menyusun
kartu sehingga menimbulkan kegaduhan di kelas. Kelompok merah cenderung
bekerja sama dengan tenang namun tampak satu sama lain saling mengingatkan
ketika menggabungkan kartu. Kelompok hijau agak lamban dari kelompok
67
lainnya karena beberapa anggota belum memahami aturan main, sehingga guru
harus menerangkan kembali. Kelompok ungu dan kelompok jingga sama-sama
gaduh karena mengalami kesulitan dalam menata kartu. Tampak beberapa kali
membolak-balikkan kartu, menukar satu kartu dengan yang lain.
Gambar 18. Penggunaan Media Kartu Domino Pecahan
Kelompok merah selesai menyusun kartu domino dalam waktu 9 menit.
Disusul kelompok kuning yang selesai dalam waktu 10 menit. Kemudian, yang
ketiga adalah kelompok coklat yang selesai dalam waktu 11 menit. Kelompok
jingga berhasil menyusun dalam waktu 13 menit. Kemudian menyusul kelompok
ungu berhasil menyusun dalam waktu 14 menit. Sedangkan, kelompok hijau tidak
berhasil menyusun kartu karena waktu sudah habis.
68
Gambar 19. Susunan Kartu Domino Pecahan yang Tepat
Guru dibantu oleh peneliti mengoreksi susunan kartu masing-masing
kelompok apakah tepat antara susunan gambar dengan bilangan pecahan.
Kelompok merah, coklat, kuning, dan jingga berhasil menyusun kartu dengan
tepat. Sedangkan, kelompok ungu masih keliru dalam mencocokkan antara
gambar dengan bilangan pecahan. Meskipun susunan akhirnya berbentuk persegi,
tetapi susunan tersebut belum tepat karena gabungan antar gambar dengan
bilangan pecahan tidak tepat.
Tabel 6. Hasil Kinerja Kelompok Permainan Kartu Domino Pecahan I
No. Nama
Kelompok
Waktu
(menit) Berhasil/Tidak Kinerja kelompok
1. Merah 9 Berhasil
Bekerja dengan tenang
Anggota kelompok
menyusun kartu secara
bergiliran
Siswa yang mengalami
kesulitan dalam menyusun
kartu dibantu sesama
anggota kelompok
69
Beberapa anggota masih
tertukar menyusun kartu
2. Kuning 10 Berhasil
Bekerja terlalu gaduh,
tetapi kemudian agak
tenang setelah ditegur guru
Siswa tidak menyusun
kartu sesuai giliran pada
awal permainan
Siswa yang mendapat
giliran dapat menyusun
tanpa bantuan teman
kelompok
Beberapa anggota masih
tertukar ketika menyusun
kartu
3. Coklat 11 Berhasil
Bermain dengan gaduh
karena beberapa anggota
justru menggunakan kartu
sebagai mainan lain
Siswa yang tidak mendapat
giliran terlalu mengatur
teman yang sedang
mendapat giliran
Antar anggota kelompok
saling mengoreksi
Beberapa anggota masih
tertukar ketika menyusun
kartu
4. Jingga 13 Berhasil
Bekerja dengan tenang,
sesekali gaduh ketika ada
siswa yang tidak bisa
menyusun kartu
Beberapa siswa terlalu
mengatur teman yang
sedang mendapat giliran
Antar anggota saling
mengoreksi
Beberapa anggota masih
tertukar ketika menyusun
kartu
5. Ungu 14 Tidak Berhasil
Bermain dengan gaduh
Beberapa siswa
menyerobot giliran dengan
mengambil kartu teman
lainnya
70
Antar anggota saling
mengoreksi
Beberapa anggota masih
tertukar dalam menyusun
kartu
6. Hijau 15 Tidak Berhasil
Bermain dengan tenang,
sesekali gaduh tetapi dapat
dikendalikan
Siswa yang tidak
mendapatkan giliran
menghargai teman yang
sedang berusaha menyusun
kartu
Kurang kompak dalam
bekerjasama
Beberapa anggota masih
tertukar ketika menyusun
kartu, hingga waktu habis,
kartu tidak disusun dengan
tepat.
Setelah permainan Kartu Domino Pecahan selesai, guru tak lupa
memberikan hadiah kepada tiga kelompok yang paling cepat dan tepat dalam
menyusun kartu. Juara pertama adalah kelompok merah, juara kedua adalah
kelompok kuning, dan juara ketiga adalah kelompok coklat.
Guru kemudian meminta siswa mengerjakan soal evaluasi secara individu.
Siswa diberikan waktu 15 menit untuk mengerjakan. Setelah itu, jawaban
dikumpulkan dan akan dikoreksi oleh guru selesai pelajaran. Siswa diberikan
kesempatan untuk mengungkapkan pendapat tentang permainan Kartu Domino
Pecahan. Hampir seluruh siswa mengatakan bahwa mereka menyukai permainan
Kartu Domino Pecahan karena asyik. Ketika ditanya oleh guru, apakah permainan
tersebut membantu mereka memahami konsep pecahan, 20 siswa menjawab
bahwa permainan tersebut membantu mereka. Namun, kelompok hijau dan
71
kelompok ungu mengeluhkan waktu permainan terlalu singkat dan tidak adanya
simulasi permainan sebelumnya.
Setelah mendengarkan kritik dan saran dari siswa, guru kemudian
memberikan kesimpulan untuk pelajaran kali ini. “Hari ini kita belajar beberapa
contoh bilangan pecahan melalui permainan Kartu Domino Pecahan. Masih
ingatkah apa itu pecahan? Ya, pecahan adalah bagian dari yang utuh. Jadi,
misalnya ada pecahan tiga per empat, artinya adalah tiga dari empat bagian yang
sama keseluruhan. Tiga disebut pembilang, dan empat disebut penyebut. Jika ada
pertanyaan tiga per empat dengan satu per empat, pecahan manakah yang lebih
besar?”. Siswa-siswa menjawab bersahutan, “Tiga per empat, Bu.”. Guru
mengklarifikasi, ”Ya benar, pecahan tiga per empat. Baik, pelajaran kali ini
sampai itu dulu. Materi mendatang kita akan belajar tentang pecahan senilai.
Tolong dipelajari dahulu di rumah ya, Anak-anak. ” Selain itu, guru juga tidak
lupa untuk memberikan pesan moral lainnya agar siswa menjaga kesehatan, tetap
belajar, dan saling menghargai ketika berteman. Pertemuan kedua ini pun selesai
ditutup dengan doa.
Selesai pelajaran, guru dibantu oleh peneliti mengoreksi pekerjaan siswa.
Berikut adalah hasilnya.
Tabel 7. Hasil Belajar Matematika Siklus I
No. Subjek Hasil
Nilai Tuntas Tidak Tuntas
1. RP 80 √
2. A 60 √
3. ADA 50 √
72
4. ASR 100 √
5. AGP 70 √
6. ASSP 60 √
7. AAR 60 √
8. AH 60 √
9. AP 90 √
10. AC 80 √
11. BPW 100 √
12. FMP 80 √
13. FM 70 √
14. FRM 50 √
15. FGR 90 √
16. FDC 90 √
17. JRL 100 √
18. JIS 80 √
19. LMC 100 √
20. MRP 100 √
21. MIN 60 √
22. MSL 50 √
23. NCO 80 √
24. NFA 80 √
25. NCA 70 √
26. NDA 70 √
27. RKW 80 √
28. SPP 60 √
29. SNM 80 √
30. TKA 80 √
31. YKL 60 √
32. ZFK 80 √
Jumlah 2420 17 15
Nilai Rata-Rata 75,63
Persentase Ketuntasan 53,13%
Nilai Tertinggi 100
Nilai Terendah 50
73
c. Tahap Observasi
1) Pertemuan 1
Tabel 8. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan 1
No. Situasi yang diamati
Pilihan Jawaban
SK
(1)
K
(2)
B
(3)
SB
(4)
1
Kesiapan siswa mengikuti
pelajaran
√
2
Perhatian siswa terhadap
penjelasan guru
√
3
Keaktifan siswa menjawab
pertanyaan guru
√
4
Keterampilan siswa dalam
menggunakan media Kartu
Domino Pecahan
5
Kerjasama siswa dalam
kelompok
6 Ketepatan siswa dalam
mengerjakan soal
√
7 Ketepatan siswa dalam
menjawab pertanyaan guru
√
8 Tingkat kesopanan siswa √
Jumlah skor 0 6 9 0
2) Pertemuan 2
Tabel 9. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan 2
No. Situasi yang diamati
Pilihan Jawaban
SK
(1)
K
(2)
B
(3)
SB
(4)
1
Kesiapan siswa mengikuti
pelajaran
√
2
Perhatian siswa terhadap
penjelasan guru
√
3 Keaktifan siswa menjawab √
74
pertanyaan guru
4
Keterampilan siswa dalam
menggunakan media Kartu
Domino Pecahan
√
5
Kerjasama siswa dalam
kelompok
√
6 Ketepatan siswa dalam
mengerjakan soal
√
7 Ketepatan siswa dalam
menjawab pertanyaan guru
√
8 Tingkat kesopanan siswa √
Jumlah skor 0 4 15 0
d. Tahap Refleksi
Penelitian siklus I yang diadakan pada tanggal 9 Mei dan 13 Mei 2017
berjalan lancar. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti terhadap guru,
kinerja guru dalam mengajar sudah baik. Dalam menjelaskan, guru sudah sesuai
tahapan pemahaman siswa menurut teori Bruner yaitu tahap enaktif, ikonik, dan
simbolik. Mula-mula guru memberikan contoh benda nyata yaitu berupa donat
untuk menjelaskan pengertian pecahan. Kemudian guru membuat gambar
pecahan, barulah yang terakhir guru menuliskan lambang bilangan pecahan
beserta pengertian pembilang dan penyebut.
Guru tampak antusias dalam mengajar, tetapi masih kewalahan dalam
menegur siswa yang tidak fokus dalam pelajaran. Pada sesi tanya jawab, guru
kurang membimbing siswa untuk berpikir kritis. Guru sekedar menjawab
pertanyaan siswa tetapi tidak memberikan umpan balik pertanyaan yang membuat
siswa ingin tahu.
75
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti terhadap siswa, tampak
para siswa masih belum bisa fokus mendengarkan penjelasan guru. Beberapa
siswa masih mondar-mandir, berbicara dengan kawan sebelah, dan asyik bermain
sendiri. Salah satu siswa bahkan terlihat mengantuk. Ketika guru memberikan
pertanyaan, siswa tidak antusias menjawab. Ketika ada teman yang sedang
bertanya, banyak siswa lainnya yang tidak ikut menyimak dan justru asyik
bermain sendiri.
Namun, ketika permainan Kartu Domino Pecahan dilaksanakan di dalam
kelas, antusias siswa mulai meningkat. Hal itu dibuktikan dengan sambutan positif
siswa ketika permainan Kartu Domino Pecahan akan dimulai. Ketika permainan
berlangsung, tampak bahwa mayoritas siswa bekerja sama dengan baik dalam
kelompok. Siswa yang sudah paham mau mengoreksi rekan kelompoknya yang
masih keliru dalam menjodohkan kartu. Meskipun masih ada beberapa siswa
yang sering menyerobot giliran temannya.
Berdasarkan hasil refleksi penelitian siklus I, berikut beberapa kekurangan
penelitian siklus I yang perlu diperbaiki pada siklus selanjutnya:
1) Siswa kurang fokus ketika guru menerangkan pelajaran.
2) Siswa yang berani bertanya masih sedikit yaitu hanya 3 siswa.
3) Guru tidak mengajak siswa untuk melakukan simulasi permainan dahulu.
4) Waktu yang disediakan untuk permainan terlalu singkat.
5) Guru kurang membimbing siswa untuk berpikir kritis.
6) Guru kurang tegas ketika menegur siswa.
76
4. Deskripsi Penelitian Siklus II
Penelitian siklus II merupakan tindak lanjut dari penelitian siklus I.
Penelitian siklus II ini merupakan perbaikan dari penelitian siklus I agar sesuai
dengan hasil yang diharapkan. Tahapan penelitian siklus II sama seperti pada
siklus I yaitu: perencanaan, pelaksanaan dan observasi, serta refleksi.
a. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan pada penelitian siklus II disusun berdasarkan refleksi
dari penelitian siklus I. Berikut beberapa kekurangan pada penelitian siklus I yang
diperbaiki pada penelitian siklus II :
1) Membuat desain kartu domino pecahan yang baru untuk materi pecahan
senilai. Warna jingga diganti warna biru karena warna jingga dan kuning
pada kartu sebelumnya warnanya hampir mirip.
2) Guru lebih tegas ketika menegur siswa yang kurang fokus.
3) Guru melakukan simulasi sebelum memulai permainan agar semua siswa
benar-benar memahami aturan permainan.
4) Waktu permainan diperpanjang menjadi 20 menit.
5) Guru lebih membimbing siswa untuk berpikir kritis.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Pertemuan 3
Pertemuan ketiga atau pertemuan pertama pada penelitian siklus II mulai
dilaksanakan pada 16 Mei 2017. Pertemuan kali ini dilaksanakan pukul 07.00
77
WIB hingga 08.15 WIB. Pembelajaran dibuka dengan guru menyapa siswa dan
melakukan presensi seperti biasa. Kemudian, guru melakukan apersepsi dan
menjelaskan tujuan pembelajaran, “Hari ini kita akan belajar tentang pecahan
senilai atau bisa juga disebut pecahan setara.” Guru kemudian memberikan
penjelasan apa itu pecahan senilai. Guru kemudian menjelaskan pecahan senilai
dengan menggunakan kertas lipat. Guru membagikan kertas lipat kepada siswa
dan meminta siswa melakukan seperti instruksi guru. “Sekarang coba kalian lipat
kertas menjadi dua bagian kemudian arsirlah salah satu sisinya dengan pensil.
Sudah? Berapakah nilai pecahan tersebut?” Serentak anak-anak menjawab,
“Setengah, bu.” Guru kemudian memberikan klarifikasi, “Ya, tepat sekali.
Sekarang coba ambillah selembar kertas lipat lagi, lipat dan arsir seperti tadi, ya.
Setelah itu, lipatlah lagi sehingga membentuk empat bagian. Sudah?” Kemudian
siswa melakukan apa yang diinstruksikan guru.
Gambar 20. Hasil Percobaan Pecahan dengan Kertas Lipat I
“Nah, sekarang bentangkan kedua kertas lipat tadi. Kertas yang pertama adalah
setengah, kertas yang kedua berapa?” Siswa serentak menjawab dua per empat.
Guru menjelaskan lagi, “Nah, perhatikan, dari kertas lipat tersebut dapat kita lihat
bahwa setengah dan dua per empat adalah pecahan senilai. Sudah paham anak-
anak?” Terdengar samar-samar siswa yang menjawab paham. Guru
78
menyimpulkan bahwa masih banyak siswa yang belum paham. Guru kemudian
menantang siswa memberikan contoh pecahan senilai dengan kertas lipat. Siswa
yang mampu menjawab harus mengacungkan tangan terlebih dahulu. Arga
mengacungkan tangan sembari menunjukkan kertas lipat yang arsirannya
menunjukkan pecahan delapan per enam belas.
Gambar 21. Hasil Percobaan Pecahan dengan Kertas Lipat II
Gambar 22. Hasil Percobaan Pecahan dengan Kertas Lipat III
“Delapan per enam belas senilai dengan setengah dan juga dua per empat.” Guru
memberikan klarifikasi, “Ya, benar sekali, Arga. Delapan per enam belas senilai
dengan setengah, senilai juga dengan dua per empat. Ada yang bisa memberikan
contoh lain?” Javier mengacungkan tangan. Javier menunjukkan kertas lipat yang
diarsir membentuk pecahan satu per tiga dan pecahan dua per enam
79
Gambar 23. Hasil Percobaan Pecahan dengan Kertas Lipat IV
“Pecahan satu per tiga senilai dengan dua per enam, bu.” Guru kemudian
memberikan klarifikasi. “Ya, tepat, Javier. Pecahan satu per tiga senilai dengan
dua per enam. Bisa kita lihat dari kertas lipat ini ya. Sudah paham anak-anak?”
Kali ini hampir semua siswa menjawab paham.
Setelah siswa memahami tentang pecahan senilai dengan menggunakan
kertas lipat, guru kemudian menjelaskan dengan menggunakan gambar di papan
tulis. Guru menggambarkan contoh pecahan senilai seperti
dan
dan
, serta
dan
seperti tampak di bawah ini.
Gambar 24. Pecahan senilai
dan
Gambar 25.Pecahan senilai
dan
80
Gambar 26. Pecahan senilai
dan
Guru meminta 3 siswa untuk maju ke depan memberikan contoh pecahan senilai
lainnya. Siswa yang maju ke depan adalah Cinta, Fahri, dan Mirza. Cinta
menggambarkan pecahan
dan
seperti di bawah ini.
Gambar 27. Pecahan senilai
dan
Fahri menggambar pecahan
dan
seperti tampak di bawah ini.
Gambar 28. Pecahan senilai
dan
81
Sedangkan, Mirza menggambar pecahan
dan
seperti di bawah ini.
Gambar 29. Pecahan senilai
dan
Guru memberikan apresiasi kepada Cinta, Fahri, dan Mirza. Setelah itu,
guru menjelaskan kepada siswa bahwa pecahan senilai juga dapat dibuktikan
melalui garis bilangan. Guru kemudian memberikan penjelasan kepada siswa
beserta contohnya.
Gambar 30. Contoh pecahan senilai digambarkan melalui garis bilangan
82
Siswa diberikan kesempatan untuk bertanya. Siswa yang berani bertanya
adalah Daffa. Daffa bertanya, “Bu, berarti
sama
juga pecahan senilai ya,
Bu?”. Guru menjawab, “Ya, pecahan senilai. Masing-masing sama bernilai satu
juga seperti
,
, dan lainnya. Mengapa pecahan-pecahan tersebut bisa bernilai
satu, Daffa?” Daffa dengan sedikit kebingungan menjawab,”Karena sama-sama
penuh, Bu.” Guru mengoreksi jawaban Daffa, “Ya, penuh. Tepatnya utuh, ya.”
Setelah melakukan sesi tanya jawab, guru membimbing siswa menarik
kesimpulan pembelajaran kali ini. Kemudian, guru tidak lupa memberikan pesan-
pesan sebelum menutup pelajaran. “Sekian pelajaran matematika hari ini. Jangan
lupa belajar, ya. Ingat, belajar bisa kapan saja bisa dimana saja. Tidak selalu di
kelas, tidak selalu membaca buku. Kalian bisa belajar apa saja yang kalian mau.
Kalian suka menggambar, menggambarlah. Kalian suka berenang, berenanglah.
Apa saja selama itu baik berlatihlah terus.” Setelah memberi pesan-pesan moral
guru pun menutup pembelajaran kali ini.
2) Pertemuan 4
Pertemuan 4 atau pertemuan terakhir pada siklus II ini dilakukan pada 19
Mei 2017 mulai pukul 07.00 WIB hingga 08.15 WIB. Pada pertemuan kali ini,
permainan Kartu Domino Pecahan diaplikasikan kembali untuk mengetahui
pemahaman siswa tentang konsep pecahan, khususnya pecahan senilai. Pada
pertemuan ketiga siswa telah diberikan penjelasan mengenai pecahan senilai.
Guru menjelaskan dengan gambar sehingga siswa dapat lebih mudah memahami
konsep pecahan senilai.
83
Setelah mengulang sedikit tentang pertemuan sebelumnya, guru kemudian
mengajak siswa melakukan permainan Kartu Domino Pecahan. Guru membagi
kelas menjadi 6 kelompok. Semua siswa berkumpul sesuai kelompoknya masing-
masing. Ada kelompok hijau, merah, kuning, ungu, biru, dan coklat.
Tabel 10. Susunan Kelompok Permainan Kartu Domino Pecahan II
No. Nama Kelompok Nama Anggota Kelompok
1. Merah
1. Fahchresa (FMP)
2. Fahri (FM)
3. Javier (JRL)
4. Cinta (NCO)
5. Kayla (TKA)
6. Zacfa (ZFK)
2. Ungu
1. Rika (RP)
2. Rois (AAR)
3. Aulia (ACA)
4. Gagat (FGR)
5. Sandy (SPP)
3. Biru
1. Galih (AGP)
2. Suci (ASSP)
3. Bagas (BPW)
4. Rena (MRP)
5. Nela (NCA)
4. Hijau
1. Aprillia (AH)
2. Jaka (JIS)
3. Mirza (MIN)
4. Nasya (NFA)
5. Syifa (SNM)
6. Yoga (YKL)
5. Coklat
1. Abdul (A)
2. Septi (ASR)
3. Arga (AP)
4. Lifia (LMC)
5. Tama (MSL)
6. Kuning
1. Daffa (ADA)
2. Fatih (FRM)
3. Dwi (FDC)
4. Nindya (NDA)
5. Rafli (RKW)
84
Guru kemudian menjelaskan aturan permainan kepada siswa. Aturan
permainan tidak jauh berbeda dengan permainan Kartu Domino Pecahan
sebelumnya. Hanya saja, desain gambar dan lambang pecahan berbeda
menyesuaikan materi pecahan senilai. “Oke, agar kalian lebih paham, mari kita
lakukan percobaan selama 1 menit.” Guru kemudian membimbing siswa untuk
melakukan simulasi permainan. Setelah semua siswa benar-benar paham, guru
memberikan aba-aba, “Ya, sekarang kumpulkan kartu terlebih dahulu. Kartu
hanya boleh dibagikan setelah ibu beri aba-aba mulai.” Semua siswa
mengumpulkan kartu di tengah meja. Guru kemudian memberikan aba-aba mulai,
“Karena kemarin waktu permainan terlalu singkat. Sekarang Ibu tambah waktu
permainan menjadi 20 menit. Kelompok yang sudah selesai menyusun sebelum
waktunya langsung mengacungkan tangan, ya. Baiklah, permainan..... dimulai!”
Setelah mendapatkan aba-aba dari guru, siswa segera menyusun kartu
domino secara berkelompok. Kelompok coklat, merah, dan biru tampak sangat
antusias sehingga menimbulkan kegaduhan di kelas. Guru segera menegur siswa
yang membuat kegaduhan yaitu Yoga, Abdul, dan Arga. “Bekerjasama boleh, tapi
jangan sampai terlalu ramai. Kelompok yang terlalu ramai akan ibu kurangi skor
nanti.” Pernyataan guru yang tegas membuat ketiga siswa tersebut lebih tenang,
siswa lain pun mendengarkan teguran guru dengan seksama.
Guru berkeliling mengamati tiap-tiap kelompok yang sedang asyik
menyusun kartu. Tampak kelompok ungu menjalankan permainan dengan tenang
dan bergiliran secara rapi. Anggota kelompok yang tidak mendapat giliran
memberikan kesempatan temannya yang sedang mendapat giliran untuk berpikir.
85
Kelompok ungu memahami aturan permainan dengan baik. Sedangkan, kelompok
kuning sempat ditegur oleh guru karena anggota kelompok yang tidak mendapat
giliran terlalu mengatur anggota yang sedang berusaha menyusun kartu. “Masih
ingat aturan permainan tadi, anak-anak? Boleh saling berdiskusi antar anggota
kelompok, tetapi tidak mengganggu teman yang sedang berpikir ya. Biarkan
temanmu memilih kartunya sendiri dahulu. Hargai giliran temanmu dulu. Oke?”.
Setelah mendapat teguran dari guru, kelompok kuning bermain dengan lebih
tenang. Guru kemudian berkeliling dan mencermati bagaimana kelompok merah,
hijau, coklat, dan biru menjalankan permainan.
Guru segera memberi aba-aba waktu permainan habis ketika sudah
mencapai 20 menit. Kemudian, dibantu oleh peneliti, guru mengoreksi susunan
kartu tersebut. Berdasarkan kinerja kelompok, waktu penyelesaian, dan ketepatan
menyusun kartu, guru dapat menentukan urutan kelompok yang terbaik.
Tabel 11. Hasil Kinerja Kelompok Permainan Kartu Domino Pecahan II
No. Nama
Kelompok
Waktu
(menit) Berhasil/Tidak Kinerja kelompok
1. Ungu 9 Berhasil
Bekerja dengan tenang
Anggota kelompok
menyusun kartu secara
bergiliran
Siswa yang mengalami
kesulitan dalam menyusun
kartu dibantu sesama
anggota kelompok
Beberapa anggota masih
tertukar menyusun kartu
2. Merah 12 Berhasil
Bekerja dengan tenang dan
rapi
Anggota kelompok
menyusun kartu secara
bergiliran
Dua siswa yang mengalami
86
kesulitan menyusun,
meminta saran teman
kelompok. Teman
kelompok menjelaskan
tentang pecahan dengan
baik.
Ada tiga anggota yang
masih tertukar dalam
menyusun kartu, namun
atas saran teman kelompok
kesalahan kemudian
diperbaiki
3. Hijau 14 Berhasil
Bekerja sedikit gaduh di
awal permainan
Anggota kelompok
menyusun sesuai giliran,
namun ada satu anggota
yang berusaha menyerobot
giliran
Tidak ada anggota yang
meminta saran/bantuan
teman kelompok ketika
kesulitan
Ada tiga anggota yang
masih tertukar menyusun
kartu namun akhirnya dapat
diperbaiki sendiri
4. Kuning 16 Berhasil
Bekerja sedikit gaduh
namun dapat dikondisikan
agar tenang kembali
Anggota kelompok
awalnya tidak teratur dalam
menyusun kartu, namun
kemudian dapat teratur
kembali
Siswa yang mengalami
kesulitan meminta bantuan
kepada teman kelompok
Hanya dua anggota yang
tertukar dalam menyusun
kartu
5. Coklat 17 Berhasil
Bekerja dengan agak gaduh
Anggota kelompok
awalnya tidak urut dalam
menyusun kartu, namun
87
setelah ditegur oleh guru
akhirnya lebih tenang dan
bergiliran
Empat siswa yang masih
keliru dapat menyusun
kartu meminta bantuan
teman kelompok
Ada lima siswa yang masih
tertukar menyusun kartu
6. Biru 19 Berhasil
Bekerja dengan gaduh dan
guru agak kewalahan
menegur kelompok ini
Siswa yang masih keliru
dalam menyusun kartu
meminta bantuan teman
kelompok. Sayangnya,
semua anggota berusaha
memberi saran secara
bersamaan yang justru
menimbulkan kegaduhan di
kelas
Lima siswa masih tertukar
dalam menyusun kartu
Setelah waktu permainan habis, guru memberikan soal kepada siswa
sebagai evaluasi. Siswa diberikan kesempatan mengerjakan selama 15 menit.
Setelah semua siswa mengumpulkan soal, guru dibantu peneliti mengoreksi jawab
siswa. Berikut adalah hasil penilaiannya.
Tabel 12. Hasil Belajar Matematika Siklus II
No. Subjek Hasil
Nilai Tuntas Tidak Tuntas
1. RP 90 √
2. A 80 √
3. ADA 75 √
4. ASR 85 √
5. AGP 80 √
6. ASSP 85 √
7. AAR 90 √
8. AH 70 √
88
9. AP 65 √
10. AC 90 √
11. BPW 65 √
12. FMP 80 √
13. FM 85 √
14. FRM 85 √
15. FGR 75 √
16. FDC 90 √
17. JRL 80 √
18. JIS 95 √
19. LMC 80 √
20. MRP 80 √
21. MIN 75 √
22. MSL 90 √
23. NCO 90 √
24. NFA 90 √
25. NCA 85 √
26. NDA 80 √
27. RKW 80 √
28. SPP 65 √
29. SNM 85 √
30. TKA 80 √
31. YKL 90 √
32. ZFK 95 √
Jumlah 2630 28 4
Nilai Rata-Rata 82,19
Persentase Ketuntasan 87,5%
Nilai Tertinggi 95
Nilai Terendah 65
Tampak dari tabel di atas bahwa baik rata-rata kelas maupun jumlah siswa
yang mendapatkan ketuntasan meningkat. Pada siklus II ini, siswa yang berhasil
mendapatkan nilai diatas batas ketuntasan yaitu 75% ada 28 siswa. Sedangkan,
ada 4 siswa yang masih belum tuntas. Karena siswa yang telah tuntas sudah lebih
dari 75%, maka penelitian tindakan berhasil pada siklus II ini.
c. Tahap Observasi
1) Pertemuan 3
89
Tabel 13. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan 3
No. Situasi yang diamati
Pilihan Jawaban
SK
(1)
K
(2)
B
(3)
SB
(4)
1 Perhatian siswa terhadap
penjelasan guru
√
2 Keaktifan siswa bertanya √
3 Keaktifan siswa menjawab
pertanyaan guru
√
4 Ketertiban siswa dalam
melakukan permainan
√
5
Ketepatan siswa dalam
mencocokkan kartu domino
pecahan
√
6 Ketepatan siswa dalam
mengerjakan soal
√
7 Ketepatan waktu dalam
menyelesaikan permainan
√
8 Tingkat ketenangan siswa √
Jumlah skor 0 0 12 16
2) Pertemuan 4
Tabel 14. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan 4
No. Situasi yang diamati
Pilihan Jawaban
SK
(1)
K
(2)
B
(3)
SB
(4)
1 Perhatian siswa terhadap
penjelasan guru
√
2 Keaktifan siswa bertanya √
3 Keaktifan siswa menjawab
pertanyaan guru
√
4 Ketertiban siswa dalam
melakukan permainan
√
5
Ketepatan siswa dalam
mencocokkan kartu domino
pecahan
√
6 Ketepatan siswa dalam
mengerjakan soal
√
7 Ketepatan waktu dalam
menyelesaikan permainan
√
90
8 Tingkat ketenangan siswa √
Jumlah skor 0 0 6 24
d. Tahap Refleksi
Penelitian siklus II ini dilaksanakan selama dua kali pertemuan. Penelitian
siklus II ini merupakan perbaikan dari kegagalan penelitian siklus I. Beberapa
kegagalan siklus I yang sudah dibenahi pada siklus II antara lain:
1) Membuat desain kartu domino pecahan yang baru untuk materi pecahan
senilai. Warna jingga diganti warna biru karena warna jingga dan kuning
pada kartu sebelumnya warnanya hampir mirip sehingga ada sedikit kesulitan
ketika membagikan kartu.
2) Guru sudah lebih tegas ketika menegur siswa yang kurang fokus.
3) Guru sudah melakukan simulasi permainan selama 1 menit agar semua siswa
benar-benar memahami aturan permainan.
4) Waktu permainan sudah diperpanjang menjadi 20 menit.
5) Guru sudah lebih membimbing siswa untuk berpikir kritis.
Pada siklus II ini, penelitian dianggap berhasil karena sudah lebih dari
75% siswa yang mencapai batas ketuntasan. Persentase ketuntasan meningkat
dari pra tindakan yang hanya sejumlah 31,25%, kemudian pada siklus I
ketuntasan mencapai 53,13%, dan pada siklus II ini ketuntasan mencapai 87,5%.
Nilai rata-rata kelas pada pra tindakan sejumlah 68,93, kemudian meningkat pada
siklus I 75,63 dan pada siklus II mencapai 82,19. Selain itu, kegagalan-kegagalan
91
yang terjadi pada penelitian siklus I sudah dapat diperbaiki pada penelitian siklus
II ini.
B. Pembahasan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berfokus pada peningkatan
pemahaman konsep pecahan di kelas III SD Negeri Sinduadi 1 ini dilakukan
dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari dua pertemuan. Pada setiap
siklusnya, tahapan pembelajaran matematika di kelas diterapkan sesuai dengan
teori Bruner yaitu tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik. Pada tahap
enaktif, guru memberikan contoh benda-benda konkret yang mudah dikenali
siswa untuk memperkenalkan konsep pecahan seperti donat, martabak, dan kertas
lipat. Kemudian, pada tahap ikonik, guru menjelaskan mengenai pecahan
sederhana dan pecahan senilai dengan bantuan gambar-gambar di papan tulis.
Sedangkan, pada tahap simbolik, guru menjelaskan mengenai lambang bilangan
pecahan beserta istilah-istilahnya seperti pembilang dan penyebut.
Pada tahap pra tindakan, diketahui bahwa persentase ketuntasan siswa
hanya sebesar 31,25% dengan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 10 siswa,
sedangkan yang belum tuntas sebanyak 22 siswa. Nilai tertinggi adalah 86 dan
nilai terendah adalah 53. Nilai rata-rata pra tindakan pun masih jauh dari
ketuntasan yaitu sebesar 68,93. Guru dan peneliti pun mendapatkan informasi dari
siswa bahwa mayoritas dari mereka memang belum memahami konsep pecahan
dengan baik. Kekurangan-kekurangan yang masih ditemui pada pra tindakan ini
92
menjadi acuan bagi guru dan peneliti untuk melakukan perbaikan di penelitian
siklus I.
Pada saat perencanaan tindakan, guru bersama dengan peneliti
berkolaborasi untuk menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Guru
dan peneliti sepakat untuk melaksanakan pembelajaran matematika dengan
menerapkan teori Bruner yaitu tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik.
Penerapan ini juga memperhatikan karakteristik siswa SD yang menurut Jean
Piaget berada pada tahap operasional konkret. Seperti yang diutarakan Piaget
(dalam Budiningsih, 2003: 38), anak pada tahap operasional konkret telah
memiliki kecapakan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang
bersifat konkret.
Pada teori Bruner, tahap enaktif merupakan tahap dimana siswa belajar
dengan bantuan benda-benda konkret untuk dapat mentransformasikan informasi.
Ketika siswa dihadirkan benda-benda konkret di sekitar mereka, maka siswa akan
lebih mudah memahami suatu konsep yang masih asing bagi mereka. Setelah
tahap enaktif selesai, siswa diperkenalkan ke tahap ikonik yaitu tahap dimana
benda-benda konkret tidak dihadirkan lagi kepada siswa, melainkan benda-benda
tiruan atau berupa gambar untuk menjembatani siswa dari proses berpikir konkret
ke proses berpikir abstrak. Setelah itu, siswa diperkenalkan ke tahap simbolik,
yaitu tahap dimana siswa sudah mampu memahami konsep yang lebih abstrak
berupa simbol atau lambang.
93
Pada tahap penelitian siklus I pertemuan 1, guru mengajarkan materi
pecahan sesuai dengan teori Bruner. Pada tahap enaktif, guru mula-mula
menjelaskan mengenai donat yang dibagi menjadi dua bagian yang sama besar.
Kemudian ketika siswa sudah paham, guru mulai menjelaskan konsep pecahan
dengan tahap ikonik melalui berbagai gambar-gambar pecahan setengah,
seperempat, seperenam, dan sebagainya. Setelah siswa sudah paham, baru guru
mulai menjelaskan pada tahap simbolik melalui berbagai bilangan pecahan beserta
pengertian pembilang dan penyebut. Pertemuan 1 ini lebih ditekankan pada
penjelasan secara mendalam dengan menggunakan contoh-contoh gambar dan
bilangan pecahan yang telah disediakan oleh guru.
Pada tahap penelitian siklus I pertemuan 2, barulah guru mulai
mengaplikasikan media Kartu Domino Pecahan untuk mengetahui sejauh mana
pemahaman siswa terhadap konsep pecahan. Desain permainan dibuat sesuai
tahap ikonik dan simbolik dimana terdapat berbagai gambar pecahan dan bilangan
pecahan. Siswa yang sudah memahami konsep pecahan pasti akan mudah
menjodohkan antara gambar pecahan dengan bilangan pecahan pada Kartu
Domino Pecahan tersebut. Namun, siswa yang masih kesulitan menyusun Kartu
Domino Pecahan berarti belum memahami konsep pecahan dengan baik. Ketika
hal ini terjadi, guru kemudian menjelaskan ulang pada pertemuan berikutnya.
Media Kartu Domino Pecahan sebenarnya dibuat karena terinspirasi dari
media permainan domino matematika (DOMAT) yang diungkapkan oleh
Sundayana. Menurut Sundayana (2013: 151-152), ada banyak media
pembelajaran, salah satunya kartu domino matematika (DOMAT). Sama halnya
94
dengan bermain domino biasa, alat peraga/permainan domino ini dapat dilakukan
oleh 2-4 orang. Setelah kartu pertama dilempar, kartu berikutnya akan mengikuti.
Namun, jika pada domino sesungguhnya berisi kumpulan atau urutan angka-
angka yang diwakili oleh lingkaran-lingkaran berwarna merah. Pada DOMAT ini,
kartu tersebut berisi berbagai soal dan jawaban. Pada kartu DOMAT, dibagi
menjadi dua bagian yang sama, satu bagian berupa soal, dan bagian lainnya
merupakan jawaban untuk soal dari kartu lain. (Sundayana, 2013: 151-152)
Namun, karena keterbatasan dana untuk membuat Kartu Domino
Pecahan, permainan yang dijalankan oleh 32 siswa ini dibagi menjadi 6
kelompok, dengan masing-masing kelompok beranggotakan antara 5-6 siswa.
Pembagian kelompok ini tidak berpengaruh negatif pada jalannya permainan,
karena masing-masing siswa mendapatkan bagian kartunya secara adil antara
masing-masing antara 4-5 kartu. Selain itu, tidak ada siswa yang mengeluhkan
dengan jumlah kartu yang dibagikan tersebut.
Kartu Domino Pecahan membantu siswa dalam memahami konsep
pecahan dengan lebih baik. Anggota kelompok yang belum memahami permainan
diperbolehkan untuk meminta saran dari teman kelompok. Meskipun tidak
menjadi pokok penilaian pada penelitian ini, tetapi guru dan peneliti ingin
mengetahui bagaimana peer teaching berjalan selama permainan Kartu Domino
Pecahan ini. Berdasarkan observasi, ternyata mayoritas siswa yang belum paham
mau meminta saran kepada teman kelompok tanpa rasa malu dan takut diejek.
Siswa yang sudah paham pun mau sukarela menjelaskan kepada temannya yang
belum paham. Manfaat lain dari Kartu Domino Pecahan ini adalah kolaborasi.
95
Setelah dilakukan evaluasi siklus I, ternyata persentase ketuntasan siswa
meningkat yaitu dari 31,25% menjadi 53,13%, dari 10 siswa yang tuntas
meningkat menjadi 17 siswa yang tuntas. Rata-rata kelas pun meningkat dari
68,93 menjadi 75,93.
Tabel 15. Perbandingan Hasil Belajar Matematika Pra Tindakan
dan Siklus I
Tahapan
Jumlah Siswa
Tuntas
(Nilai ≥ 75)
Persentase
Siswa Tuntas
Nilai rata-rata
kelas
Pra
tindakan
10 siswa 31,25% 68,93
Siklus I
17 siswa 53,13% 75,63
Penelitian masih harus dilanjutkan lagi karena indikator keberhasilan yang
telah ditetapkan adalah 75% siswa mencapai batas ketuntasan. Sedangkan, pada
siklus I belum mencapai batas ketuntasan yang telah ditentukan. Maka, penelitian
siklus II pun dirancang oleh guru dan peneliti untuk memperbaiki kegagalan-
kegagalan yang terjadi pada siklus I.
Penelitian siklus II disusun berdasarkan teori Bruner: tahap enaktif, tahap
ikonik, dan tahap simbolik. Pada penelitian siklus II ini, yang membedakan adalah
materi yang diajarkan yaitu pecahan senilai. Kartu Domino Pecahan yang baru
pun didesain secara kolaboratif oleh guru dan peneliti. Berikut adalah
perbandingan hasil belajar siswa pada penelitian siklus II.
96
Tabel 16. Perbandingan Hasil Belajar Matematika Pra Tindakan,
Siklus I, dan Siklus II
Tahapan
Jumlah Siswa
Tuntas
(Nilai ≥ 75)
Persentase
Siswa Tuntas
Nilai rata-rata
kelas
Pra
tindakan
10 siswa 31,25% 68,93
Siklus I
17 siswa 53,13% 75,63
Siklus II
28 siswa 87,5% 82,19
Presentase ketuntasan meningkat dari pra tindakan yang hanya sejumlah
31,25%, kemudian pada siklus I ketuntasan mencapai 53,13%, dan pada siklus II
ini ketuntasan mencapai 87,5%. Nilai rata-rata kelas pada pra tindakan sejumlah
68,93, kemudian meningkat pada siklus I 75,63, dan pada siklus II mencapai
82,19. Dengan demikian, penelitian tindakan kelas (PTK) ini berhasil pada siklus
II.
Peningkatan pemahaman konsep pecahan pada siswa kelas III SD Negeri
Sinduadi 1 ini yang dibuktikan dengan peningkatan hasil belajar siswa dari pra
tindakan hingga siklus II disebabkan oleh penggunaan media Kartu Domino
Pecahan dalam proses pembelajaran. Kartu Domino Pecahan ini berguna agar
siswa menemukan sendiri konsep pecahan dengan menyusun kartu-kartu domino
yang disediakan. Terbukti bahwa siswa yang mampu menyusun kartu domino
dengan benar mendapatkan nilai yang tuntas. Sedangkan, siswa yang belum tuntas
97
adalah siswa yang masih belum dapat menyusun Kartu Domino Pecahan dengan
benar.
Bruner, melalui teorinya itu, mengungkapkan bahwa dalam proses belajar
anak sebaiknya diberi kesempatan memanipulasi benda-benda atau alat peraga
yang dirancang secara khusus dan dapat diotak-atik oleh siswa dalam memahami
suatu konsep matematika. Melalui alat peraga yang ditelitinya itu, anak akan
melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam
benda yang sedang diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak
dihubungkan dengan intuitif yang telah melekat pada dirinya.
(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/PengembanganPembelajaranMatematika_
UNIT_1_0.pdf , diakses pada 24 September 2017)
Siswa yang sudah tuntas dapat dikatakan siswa tersebut sudah memahami
konsep pecahan berdasarkan tahapan-tahapan teori Bruner yang telah disajikan
secara berurutan oleh guru. Siswa yang sudah tuntas berarti mereka telah
memahami konsep pecahan mulai dari tahap enaktif, tahap ikonik, dan simbolik
dengan baik. Maka dari itu, ketika media Kartu Domino Pecahan diaplikasikan,
mereka dapat menyusun kartu dengan tepat. Ketika mengerjakan soal evaluasi
pun mereka mampu mendapatkan nilai tuntas.
Sedangkan, siswa yang belum tuntas dapat dikatakan bahwa siswa tersebut
masih mengalami kendala dalam memahami konsep pecahan. Meskipun tahap-
tahap teori Bruner sudah dijelaskan secara berurutan, siswa tidak memahami
dengan baik di setiap tahapannya. Misalkan, siswa sudah memahami apa itu
98
pecahan ketika guru menjelaskan pada tahap enaktif, yaitu dengan bantuan benda
konkret. Namun, bisa jadi siswa mengalami kesulitan memahami konsep pecahan
saat dijelaskan dengan gambar pecahan dan/ atau dengan bilangan pecahan.
Sehingga, saat mengerjakan soal evaluasi hanya sedikit jawaban yang benar.
Seharusnya, proses pembelajaran matematika yang berlangsung juga
menjelaskan contoh pecahan dan bukan contoh pecahan agar siswa dapat lebih
memahamai konsep pecahan. Namun, pada penelitian ini contoh bukan pecahan
ini tidak ikut diaplikasikan pada pembelajaran. Misalnya, guru sebaiknya dapat
menjelaskan contoh pecahan setengah dan pecahan bukan setengah.
Gambar 31. Contoh gambar pecahan setengah
Gambar 32. Contoh gambar bukan pecahan (Sumber:
https://image.slidesharecdn.com/)
99
Sebaiknya pada tahap enaktif siswa diberikan contoh donat yang dipotong
sama besar dan donat yang dipotong tidak sama besar, kemudian pada tahap
ikonik siswa juga diberikan contoh gambar pecahan setengah dan gambar bukan
pecahan setengah. Selain itu, pada tahap simbolik guru memberikan contoh
penulisan lambang bilangan pecahan setengah yang benar misalnya
dan bukan
lambang pecahan yang benar seperti
, siswa yang masih belum tuntas mungkin
dapat memahami konsep pecahan dengan lebih baik.
Salah satu dalil Bruner yang perlu disimak untuk menjawab permasalahan
ini adalah dalil kekontrasan dan variasi (contrast and variation theorem). Di
dalam teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa suatu konsep
matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu
dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain, sehingga perbedaan antara konsep
itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi jelas. Sebagai contoh, pemahaman
siswa tentang konsep bilangan prima akan menjadi lebih baik bila bilangan prima
dibandingkan dengan bilangan yang bukan prima, menjadi jelas.
(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/PengembanganPembelajaranMatematika_
UNIT_1_0.pdf , diakses pada 24 September 2017)
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan ini memiliki beberapa
keterbatasan yaitu:
100
1. Evaluasi tidak dilakukan di tiap akhir pertemuan melainkan hanya dilakukan
di akhir pertemuan siklus I (pertemuan 2) dan siklus II (pertemuan 4) dimana
kemungkinan peningkatan pemahaman konsep juga dipengaruhi oleh faktor
di luar kelas misalnya bimbingan belajar, kakak, atau orang tua yang
mengajari siswa.
101
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang telah dilakukan
di SD Negeri Sinduadi 1, disimpulkan bahwa proses pembelajaran dengan
menggunakan Kartu Domino Pecahan dilakukan secara permainan berkelompok
dimana permainan ini menerapkan teori pembelajaran Bruner yaitu tahap enaktif,
tahap ikonik, dan tahap simbolik. Penerapan tahapan pembelajaran ini dilakukan
secara berurutan sehingga siswa dapat memahami konsep pecahan dengan baik
karena dijelaskan dengan bantuan benda konkret di sekitar mereka terlebih
dahulu, dilanjutkan dengan bantuan gambar-gambar pecahan, dan terakhir barulah
lambing bilangan pecahan.
Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang telah dilakukan
di SD Negeri Sinduadi 1, disimpulkan bahwa penggunaan media Kartu Domino
Pecahan dapat meningkatkan pemahaman konsep pecahan pada siswa kelas III SD
Negeri Sinduadi 1. Peningkatan pemahaman konsep pecahan dapat dilihat dari
hasil belajar siswa kelas III SD Negeri Sinduadi 1 yang meningkat. Pada
penelitian pra-tindakan, nilai rata-rata kelas adalah 68,93 dengan jumlah siswa
yang tuntas sejumlah 10 siswa. Kemudian pada siklus I, nilai rata-rata siswa
meningkat menjadi 75,63 dengan jumlah siswa yang tuntas sejumlah 17 siswa.
Pada siklus II, nilai rata-rata siswa menjadi jauh lebih baik yaitu 82,19 dan jumlah
siswa yang tuntas adalah 28 siswa.
102
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, peneliti memberikan saran-
saran sebagai berikut:
1. Bagi kepala sekolah
a. Kepala sekolah sebaiknya mampu memotivasi guru untuk lebih berinovasi
dalam mengajarkan pelajaran matematika kepada siswa misalnya dengan
menghadirkan media pembelajaran seperti Kartu Domino Pecahan.
b. Kepala sekolah sebaiknya menyediakan fasilitas-fasilitas yang berhubungan
dengan media pembelajaran, misalnya menyediakan dana pembuatan media
bagi guru, menyediakan ruang penyimpanan agar media pembelajaran tetap
dalam kondisi baik, dan mengadakan seminar media pembelajaran kepada
para guru agar dapat saling mempelajari penggunaan media pembelajaran
tersebut.
c. Kepala sekolah senantiasa memperhatikan kebutuhan guru dan siswa dalam
proses pembelajaran.
2. Bagi guru
a. Guru sebaiknya mau berkonsultasi dengan kepala sekolah apabila mengalami
kesulitan dalam mengajar siswa.
b. Guru sebaiknya menyediakan media pembelajaran pada tiap-tiap materi yang
diajarkan. Misalnya, pada materi pecahan dengan menggunakan media Kartu
Domino Pecahan. Media pembelajaran dapat berupa benda konkret maupun
benda semi konkret yang ada di sekitar siswa.
3. Bagi siswa
103
a. Siswa sebaiknya lebih fokus ketika kegiatan pembelajaran berlangsung.
b. Siswa sebaiknya lebih kritis dalam proses pembelajaran. Misalnya berani
mengajukan pertanyaan apabila ada materi yang kurang dipahami dan berani
mengungkapkan pendapatnya sendiri meskipun berbeda dari guru dan siswa
lainnya.
c. Siswa sebaiknya dapat bekerjasama dengan baik saat menggunakan media
Kartu Domino Pecahan.
4. Bagi pembaca lainnya
a. Apabila pembaca adalah para orangtua atau calon orangtua, pembaca dapat
mengambil sisi positif dari penelitian ini dan dapat menerapkan media Kartu
Domino Pecahan bagi pembelajaran matematika putra-putri Anda.
104
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Z. & Risnawati. 2016. Psikologi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta:
Aswaja Pressindo
Arsyad, A.1997.Media Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada
Budiningsih, C. A. 2003. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: FIP UNY
Daryanto. 2013. Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah.
Yogyakarta: Gava Media
Depdikbud. (2003). Undang-Undang RI No. 20, Tahun 2003, tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Dewiatmini, P. (2010). Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika
pada Pokok Bahasan Himpunan Siswa Kelas VII A SMP Negeri 14
Yogyakarta dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Student Teams Achievement Divisions (STAD). Tugas Akhir Skripsi, tidak
diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Diambil pada 13 Maret 2017 dari
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH01aa/9f9ee
b17.dir/doc.pdf ,
Diambil pada 13 Maret 2017 dari http://repo.iain-tulungagung.ac.id/128/10/1-
%20BAB%20II.pdf
Diambil pada 22 Oktober 2017 dari website resmi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan untuk mengetahui data terkait SD Negeri Sinduadi 1
www.dapo.dikdasmen.kemdikbu.go.id/sekolah/1D0078791CDD546EF82
D
Haryanto. dkk.2003.Strategi Belajar Mengajar.Yogyakarta: FIP UNY
Hawa, S. (2008). Pengembangan Matematika Sekolah Dasar. Diambil pada 24
September 2017 dari
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/PengembanganPembelajaranMatem
atika_UNIT_1_0.pdf
Heruman. 2008. Model Pembelajaran Matematika. Bandung: Remaja Rosdakarya
105
Islamuddin, Haryu. 2012. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Karso. 2014. Pembelajaran Matematika di SD. Diambil pada 13 Maret 2017 dari
http://repository.ut.ac.id/4026/1/PDGK4203-M1.pdf,
Ming, C.C, et al. 2008. Teaching Primary School Mathematics. Singapore:
McGrawHill, Inc.
Muslich, M. 2011. Melaksanakan PTK itu Mudah. Jakarta: Bumi Aksara
Prihandoko, A.C. 2006. Memahami Konsep Matematika Secara Benar dan
Menyajikannya dengan Menarik. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional
Runtukahu, J.T & Selpius Kandou. 2014. Pembelajaran Matematika Dasar Bagi
Anak Berkesulitan Belajar. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Ruseno, R. (2011). Penggunaan Media Kartu Domino untuk Meningkatkan
Keterampilan Berhitung Pecahan Siswa Kelas III SDN Kalangan Klaten
Tahun Pelajaran 2010/2011. Tugas Akhir Skripsi, tidak diterbitkan,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Sanjaya, W. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana
Sudijono, A. (2003). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Sudjana, N. & Ahmad Rivai. Diambil pada 13 Maret 2017 dari
http://eprints.uny.ac.id/9432/12/12%20BAB%20II-08503247004.pdf,
Sukardi. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas Implementasi dan
Pengembangannya. Yogyakarta: Bumi Aksara
Sukayati. (Juni-Juli 2003). Pecahan. Jurnal disajikan pada Pelatihan Supervisi
Pengajaran untuk Matematika Sekolah Dasar, di PPPG Matematika
Yogyakarta. Diambil pada 13 Maret 2017 dari
http://p4tkmatematika.org/downloads/sd/Pecahan.pdf )
Sundayana, R.2013. Media Pembelajaran Matematika.Bandung: Alfabeta
Suryadi, D. Pendidikan Matematika. Diambil pada 13 Maret 2017 dari http://didi-
suryadi.staf.upi.edu/files/2011/06/PENDIDIKAN-MATEMATIKA.pdf
Yuliawati, F., dkk. 2012. Penelitian Tindakan Kelas untuk Tenaga Pendidik
Profesional. Yogyakarta: Pedagogia
106
LAMPIRAN
107
LAMPIRAN 1. DAFTAR NAMA SISWA
NO. NOMOR INDUK NAMA SISWA JENIS KELAMIN
1 559 RP P
2 616 A L
3 617 ADA L
4 618 ASR P
5 619 AGP L
6 620 ASSP P
7 621 ACR L
8 622 AH P
9 623 AP L
10 624 ACA P
11 625 BPW L
12 627 FMP L
13 628 FM L
14 629 FRM L
15 630 FGR L
16 631 FDC P
17 632 JRL L
18 633 JIS P
19 634 LMC P
20 636 MRR P
21 637 MIN L
22 638 MSL L
23 639 NCO P
24 640 NFA L
25 641 NCA P
26 642 NDA P
27 643 RKW L
28 644 SPP L
29 645 SNM P
30 646 TKA P
31 648 YKL L
32 649 ZFK P
Keterangan:
P = perempuan
L = laki-laki
108
LAMPIRAN 2. RPP SIKLUS I PERTEMUAN 1
RANCANGAN PERENCANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan : SD Negeri Sinduadi 1
Mata Pelajaran : Matematika
Materi : Pecahan Sederhana
Siklus/Pertemuan : I/I
Alokasi Waktu : 2 x 35 menit
A. Standar Kompetensi
3. Memahami pecahan sederhana dan penggunaannya dalam masalah
B. Kompetensi Dasar
3.1 Mengenal pecahan sederhana
C. Indikator
3.1.1 Mengenal bilangan pecahan sederhana, misal setengah, sepertiga,
seperenam, dll
3.1.2 Membaca lambang bilangan pecahan
3.1.3 Membilang pecahan dalam kata-kata
D. Tujuan
1. Setelah mendengarkan materi dari guru tentang pecahan, siswa dapat
mengenal bilangan sederhana misalnya setengah, sepertiga, seperenam
dengan benar
2. Setelah mendapatkan contoh dari guru, siswa dapat membaca lambang
bilangan pecahan dengan benar
3. Setelah melihat gambar pecahan, siswa dapat membilang pecahan dalam
kata-kata dengan benar
E. Materi
Apa itu pecahan? Sebelum mengenal lebih tentang pecahan, marilah
memulai dengan percobaan sederhana ini. Bawalah sebuah donat utuh
kemudian potong donat menjadi dua bagian sama besar. Nah, kini tiap bagian
donat yang kamu pegang masing-masing bernilai
atau setengah karena
109
masing-masing mewakili satu dari jumlah keseluruhan donat yang terbagi
yaitu dua.
Pecahan biasa dapat digunakan untuk menyatakan makna dari setiap
bagian dari yang utuh. Apabila kakak mempunyai sebuah apel yang akan
dimakan berempat dengan temannya, maka apel tersebut harus dipotong
menjadi 4 bagian yang sama sehingga masing-masing anak akan memperoleh
seperempat nya dari apel tersebut.
Pecahan biasa
mewakili ukuran dari masing-masing potongan apel.
Dalam lambang bilangan
(dibaca seperempat atau satu perempat), “4”
menunjukkan banyaknya bagian-bagian yang sama dari suatu keseluruhan
atau utuh dan disebut “penyebut”. Sedangkan “1” menunjukkan banyaknya
bagian yang menjadi perhatian atau digunakan atau diambil dari keseluruhan
pada saat tertentu dan disebut pembilang.
1. Mengenal pecahan
Misalkan, Budi memiliki sebuah kue berbentuk persegi panjang. Kemudian,
Budi membagi kue tersebut menjadi dua bagian sama besar. Satu bagian ia
ambil untuk dimakan sendiri, dan satu bagian ia bagikan kepada adiknya.
Maka, masing-masing baik Budi maupun adiknya menerima
bagian dari kue
tersebut. “1” mewakili bagian yang diambil oleh Budi, dan “2” mewakili
jumlah bagian keseluruhan dari kue tersebut. Karena kue dipotong menjadi
dua bagian, maka jumlah keseluruhan bagian tersebut adalah “2”. Berikut
adalah gambar yang menunjukkan lambang bilangan pecahan
.
110
2. Mengenal pecahan
Bagian yang diarsir di bawah ini menunjukkan pecahan
, karena bagian
yang diarsir hanyalah satu, sedangkan keseluruhan bagian yang membentuk
lingkaran ada tiga.
3. Mengenal pecahan
Bagian yang diarsir di bawah ini menunjukkan pecahan
, karena bagian
yang diarsir hanyalah satu, sedangkan keseluruhan bagian yang membentuk
lingkaran ada empat bagian.
4. Mengenal pecahan
Bagian yang diarsir pada gambar di bawah ini menunjukkan pecahan
,
karena hanya ada satu bagian yang diarsir dan jumlah keseluruhan bagian
yang membentuk lingkaran ada enam.
111
F. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
Pendahuluan
Guru membuka pelajaran dengan salam
Guru menyapa siswa dengan ramah
Guru meminta seorang siswa untuk
memimpin doa
Guru melakukan presensi
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran
kepada siswa
Guru melakukan apersepsi
Guru memotivasi siswa
10 menit
Inti
Guru menjelaskan pengertian pecahan
kepada siswa dengan memberikan contoh
donat yang dibagi menjadi dua, kemudian
menjelaskan bahwa tiap bagiannya adalah
setengah
Siswa memperhatikan dengan seksama
Siswa diberikan kesempatan untuk
menyebutkan contoh benda-benda di
kehidupan sehari-hari yang menunjukkan
pecahan
Guru memberikan klarifikasi dan
meluruskan pemahaman siswa
Guru kemudian memberikan contoh lain
mengenai pecahan setengah, seperempat,
seperenam, dan selanjutnya melalui
media gambar yang telah disediakan
Siswa diberikan kesempatan untuk
menebak
Guru memberikan klarifikasi jawaban
Guru memberikan soal-soal latihan yang
berkaitan dengan pecahan
50 menit
Penutup
Siswa diberikan sesi tanya jawab
Guru melakukan evaluasi
Guru memotivasi dan memberikan pesan-
pesan kepada siswa
Guru menutup pelajaran dengan doa
Pelajaran selesai
10 enit
G. Media dan Sumber Belajar
Media : Donat utuh, Gambar pecahan
Sumber belajar: Buku paket Matematika kelas III yang relevan
112
113
LAMPIRAN 3. RPP SIKLUS I PERTEMUAN 2
RANCANGAN PERENCANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan : SD Negeri Sinduadi 1
Mata Pelajaran : Matematika
Materi : Pecahan Sederhana
Siklus/Pertemuan : I/II
Alokasi Waktu : 2 x 35 menit
A. Standar Kompetensi
3. Memahami pecahan sederhana dan penggunaannya dalam masalah
B. Kompetensi Dasar
3.1 Mengenal pecahan sederhana
C. Indikator
3.1.4 Mengenal bilangan pecahan sederhana, misal setengah, sepertiga,
seperenam, dll
3.1.5 Membaca lambang bilangan pecahan
3.1.6 Menggabungkan gambar pecahan dengan lambang bilangan pecahan
D. Tujuan
1. Setelah mendengarkan contoh dari guru tentang pecahan sederhana
seperti setengah, sepertiga, seperenam, dan seterusnya, siswa dapat
menyebutkan contoh lain tentang pecahan sederhana
2. Setelah mendengarkan penjelasan guru tentang bagaimana membaca
lambang bilangan pecahan, siswa dapat menyebutkan lambang bilangan
pecahan dengan benar
3. Setelah bermain menggunakan media Kartu Domino Pecahan, siswa
dapat menjodohkan antara gambar pecahan dengan lambang bilangan
pecahan dengan lebih teliti
E. Materi Pokok
Pada pertemuan sebelumnya kita sudah mengenal pecahan setengah,
seperempat, seperenam, dan sebagainya. Kini, kita belajar pecahan yang
lainnya.
114
1. Setelah siswa memahami beberapa konsep dasar pecahan sederhana seperti
,
,
dan seterusnya menggunakan benda konkret, akan lebih mudah untuk
memberikan pemahaman konsep pecahan di tahap berikutnya. Pada tahap
pemahaman konsep siswa diharapkan sudah mampu menyebutkan lambang
pecahan yang sesuai dengan gambar yang diarsir. Misalnya seperti yang di
bawah ini.
Disajikan tiga gambar yang menunjukkan pecahan setengah, sepertiga, dan
seperempat. Melalui gambar tersebut, siswa dapat mengetahui bahwa
setengah adalah pecahan terbesar, sedangkan seperempat adalah pecahan
terkecil.
2. Pecahan
Setelah siswa memahami contoh-contoh pecahan sebelumnya, siswa
diajarkan tentang pecahan lainnya yang lebih kompleks. Misalnya, pecahan
tiga per empat. Daerah yang diarsir adalah tiga bagian dari empat bagian
keseluruhan. Bisa digambarkan seperti berikut ini.
3. Pecahan
Gambar dibawah ini menunjukkan contoh pecahan empat per lima karena ada
empat bagian yang diarsir dari lima bagian yang ada. Jika ditulis maka
.
4. Pecahan
115
Gambar dibawah ini menunjukkan contoh pecahan enam per sepuluh. Dapat
kita lihat bahwa bagian yang diarsir ada enam, sedangkan bagian
utuh/keseluruhannya ada sepuluh.
5. Pecahan
Gambar berikut ini merupakan contoh pecahan tujuh per duabelas. Terdapat
tujuh bagian yang diarsir dari duabelas bagian keseluruhan.
F. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
Pendahuluan
Guru membuka pelajaran dengan
salam
Guru meminta salah satu siswa
memimpin doa
Guru melakukan presensi siswa
Guru memotivasi siswa
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran
Guru melakukan apersepsi dengan
mengingatkan siswa pada materi yang
diajarkan pada pertemuan sebelumnya,
“Ingatkah tentang donat yang utuh
kemudian dipotong menjadi dua?
Itulah contoh pecahan”
Guru memotivasi siswa untuk
menyebutkan kembali materi yang
diajarkan di pertemuan sebelumnya
7 menit
Inti
Guru mulai menjelaskan kepada siswa
mengenai pecahan biasa dengan
contoh yang lebih beragam misalnya
tiga perempat, empat perlima, dan lain
sebagainya.
Siswa memperhatikan dengan
seksama
Siswa diberikan kesempatan untuk
58 menit
116
bertanya apabila kurang jelas dengan
penjelasan guru
Guru menjawab pertanyaan siswa
Guru membagi siswa menjadi
beberapa kelompok yang terdiri dari 5
anggota tiap kelompok
Guru menjelaskan aturan permainan
Kartu Domino Pecahan kepada siswa,
yaitu menggabungkan antara gambar
dengan lambang bilangan pecahan
yang sesuai melalui kartu tersebut
Siswa menjalankan permainan secara
berkelompok
Kelompok yang paling cepat selesai
adalah kelompok yang menang
Guru mengamati jalannya permainan
Guru menentukan waktu mulai dan
akhir permainan
Guru menyimpulkan makna dari
permainan tersebut kepada siswa
Siswa mengerjakan soal yang
diberikan oleh guru
Penutup
Guru membuka sesi tanya jawab
kepada siswa
Guru melakukan evaluasi
Guru memberikan motivasi dan
pesan-pesan kepada siswa
Guru menutup pelajaran
Pelajaran selesai
4 menit
G. Media dan Sumber Belajar
Media : Kartu Domino Pecahan
Sumber belajar: Buku paket Matematika kelas III yang relevan
H. Metode dan Pendekatan
Metode : ceramah, kerja kelompok, tanya jawab,
Pendekatan : kontekstual
117
118
LAMPIRAN 4. RPP SIKLUS II PERTEMUAN 1
RANCANGAN PERENCANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan : SD Negeri Sinduadi 1
Mata Pelajaran : Matematika
Materi : Pecahan Sederhana
Siklus : II/I
Alokasi Waktu : 2 x 35 menit
A. Standar Kompetensi
3. Memahami pecahan sederhana dan penggunaannya dalam masalah
B. Kompetensi Dasar
3.2 membandingkan pecahan sederhana
C. Indikator
3.2.1 Mengurutkan lambang pecahan
3.2.2 Membandingkan dua pecahan senilai
D. Tujuan
1. Setelah mendengarkan ceramah dari guru, siswa dapat mengurutkan
lambang pecahan dengan benar
2. Setelah melakukan percobaan dengan kertas lipat, siswa dapat memahami
pecahan senilai dengan tepat
3. Setelah melihat gambar, siswa dapat membandingkan pecahan senilai
dengan benar
4. Setelah melakukan diskusi, siswa dapat membandingkan dua pecahan
dengan benar
E. Materi
1. Membuktikan pecahan senilai dengan kertas lipat
Setelah mengenal pecahan pada pertemuan sebelumnya, siswa belajar
tentang bagaimana mengurutkan lambang pecahan sederhana dan
membandingkan dua pecahan senilai. Sebelumnya, siswa perlu mengetahui apa
itu yang disebut dengan pecahan senilai atau beberapa orang menyebutnya
pecahan setara. Misalnya, untuk membuktikan bahwa
=
=
adalah dengan
menggunakan 3 lembar kertas yang berbentuk persegi panjang. Anggap selembar
119
kertas itu merupakan satu bagian utuh. Kemudian satu lembar kertas dilipat
menjadi dua bagian yang sama sehingga diperoleh masing-masing nya
.
Kemudian lipatlah kertas yang kedua menjadi dua bagian yang sama seperti pada
kertas sebelunya. Setelah itu, dilipat lagi menjadi dua sehingga diperoleh
.
Kemudian, kertas yang ketiga dilipat menjadi dua bagian, dilipat lagi menjadi
empat bagian, hingga terakhir menjadi delapan bagian seperti gambar berikut ini.
Dari peragaan di atas, dapat diketahui pecahan senilai bahwa
=
=
. Peragaan
ini dilanjutkan untuk pecahan-pecahan lain sehingga akan tampak jelas pola
hubungan kelipatan atau pembagian yang sama antar pembilang dan penyebut.
2. Membuktikan pecahan senilai dengan gambar
Siswa juga dapat memahami konsep pecahan senilai melalui bantuan
gambar. Misalnya adalah pecahan senilai antara
dengan
yang bisa
digambarkan dengan ilustrasi berikut ini.
Pecahan senilai lainnya misalnya
dengan
seperti terlihat pada gambar
berikut ini.
120
Pecahan
senilai juga dengan pecahan
seperti terlihat pada gambar
berikut ini.
3. Membuktikan pecahan senilai bisa juga melalui garis bilangan.
Selain dengan gambar dan peragaan kertas lipat, siswa juga dapat
memahami pecahan senilai melalui garis bilangan seperti yang dicontohkan
berikut ini.
Dari garis bilangan di atas dapat diketahui bahwa pecahan
,
, dan
adalah pecahan senilai. Dibuktikan dengan posisi ketiga pecahan tersebut sama
pada garis bilangan. Begitu juga dengan pecahan
,
,
,
merupakan pecahan
senilai karena sama-sama bernilai satu. Dibuktikan dengan posisi sejajar pada
garis bilangan tersebut.
121
F. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi Waktu
Pendahuluan
Guru membuka
pelajaran dengan
salam
Guru menyapa
siswa dengan
ramah
Guru meminta
seorang siswa
untuk memimpin
doa
Guru melakukan
presensi
Guru menjelaskan
tujuan
pembelajaran
kepada siswa
Guru melakukan
apersepsi
Guru memotivasi
siswa
10 menit
Inti
Guru menjelaskan
tentang pecahan
senilai dengan
peragaan melipat
kertas
persegipanjang yang
telah disediakan
Siswa
memperhatikan
dengan seksama
Siswa mencoba
peragaan dengan
kertas tersebut
Siswa diberikan
kesempatan untuk
menyimpulkan
tentang pecahan
senilai
Guru memberikan
contoh lain dengan
gambar supaya
siswa lebih paham
Siswa diberikan
50 menit
122
kesempatan untuk
memberikan contoh
pecahan senilai
lainnya, kemudian
guru
mengklarifikasi
Guru memberikan
penjelasan tentang
pecahan senilai
dengan
menggunakan garis
bilangan
Siswa diberikan
kesempatan untuk
membuat contoh
lain
Siswa diberikan
soal oleh guru
Penutup
Guru membuka sesi
tanya jawab dengan
siswa
Guru melakukan
evaluasi
Guru memotivasi
dan memberikan
pesan-pesan kepada
siswa
Guru menutup
pelajaran dengan
doa
10 menit
G. Media dan Sumber Belajar
Media: Kartu Domino Pecahan,gambar
Sumber belajar: Buku paket Matematika Kelas III SD yang relevan
H. Metode dan Pendekatan
Metode : ceramah, kerja kelompok, tanya jawab,
Pendekatan : kontekstual
123
124
LAMPIRAN 5. RPP SIKLUS II PERTEMUAN 2
RANCANGAN PERENCANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan : SD Negeri Sinduadi 1
Mata Pelajaran : Matematika
Materi : Pecahan Sederhana
Siklus/Pertemuan : II/2
Alokasi Waktu : 2 x 35 menit
A. Standar Kompetensi
3. Memahami pecahan sederhana dan penggunaannya dalam masalah
B. Kompetensi Dasar
3.2 membandingkan pecahan senilai
C. Indikator
3.2.1 Membandingkan dua pecahan senilai
3.2.2 Memecahkan masalah yang melibatkan pecahan
D. Tujuan
1. Setelah mendengarkan penjelasan dari guru, siswa dapat membandingkan dua
pecahan senilai dengan benar
2. Setelah bermain Kartu Domino Pecahan, siswa dapat menjodohkan antara
gambar dan lambang pecaha senilai dengan benar
3. Setelah bermain Kartu Domino Pecahan, siswa dapat menjawab soal-soal
terkait pecahan dengan tepat
E. Kegiatan Pembelajaran
Nama Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi Waktu
Pendahuluan
Guru membuka
pelajaran dengan
salam
Guru menyapa
siswa dengan
ramah
Guru meminta
seorang siswa
5 menit
125
untuk memimpin
doa
Guru melakukan
presensi
Guru menjelaskan
tujuan
pembelajaran
kepada siswa
Guru melakukan
apersepsi
Guru memotivasi
siswa
Inti
Guru mengajak
siswa melakukan
permainan Kartu
Domino Pecahan
Guru membagi
siswa menjadi 6
kelompok
Guru menjelaskan
aturan permainan
Siswa diberikan
kesempatan untuk
melakukan simulasi
selama 1 menit
Setelah semua siswa
paham aturan
permainan, guru
memberikan aba-
aba bahwa
permainan dimulai
Permainan berjalan
selama 20 menit
Guru mengamati
tiap kelompok
menjalankan
permainan
Guru memberi aba-
aba jika permainan
sudah selesai
Guru dibantu
peneliti mengoreksi
tatanan kartu
masing-masing
kelompok
55 menit
126
Guru menentukan
kelompok yang
menjadi juara I, II,
dan III
Guru memberikan
soal evaluasi kepada
siswa
Siswa mengerjakan
soal evaluasi
Siswa
mengumpulkan
jawaban kepada
guru
Penutup
Guru membuka sesi
tanya jawab dengan
siswa
Guru bersama
siswa menarik
kesimpulan
Guru memotivasi
dan memberikan
pesan-pesan kepada
siswa
Guru menutup
pelajaran dengan
doa
10 menit
F. Media dan Sumber Belajar
Media: Kartu Domino Pecahan,gambar
Sumber belajar: Buku paket Matematika Kelas III SD yang relevan
G. Metode dan Pendekatan
Metode : ceramah, diskusi, tanya jawab
Pendekatan : kontekstual
127
128
LAMPIRAN 6. SOAL EVALUASI TAHAP PRA TINDAKAN, SIKLUS I,
DAN SIKLUS II
LAMPIRAN 6.1 SOAL EVALUASI PRA TINDAKAN (PRE TEST)
1. Pecahan
dibaca ...
a. sepertiga c. seperempat
b. setengah d. seperenam
2. Pada pecahan
, lambang bilangan “6” disebut ...
a. pembilang c. penyederhana
b. penyebut d. pembanding
3. Bagian yang diarsir pada gambar di bawah ini menunjukkan pecahan ...
a.
dan
c.
dan
b.
dan
d.
dan
4. Pecahan
dapat ditunjukkan dengan gambar ...
a. c.
b. d.
129
5. Pecahan
dapat ditunjukkan dengan gambar ....
a. c.
b. d.
6. Pecahan
dapat ditunjukkan dengan gambar ...
a. c.
b. d.
7. Berapakah bagian pizza yang masih ada?
a.
c.
b.
d.
8. Nilai pecahan dari gambar yang diarsir berikut ini adalah...
a. .
c. .
130
b. .
d. .
9. Berapakah nilai pecahan gambar pizza di bawah ini?
a.
c.
b.
d.
10. Nilai pecahan pada gambar yang diarsir adalah ...
a.
c.
b.
d.
Kunci jawaban:
No. Jawaban Skor
1 C 10
2 B 10
3 C 10
4 D 10
5 D 10
6 A 10
7 B 10
8 B 10
9 B 10
10 D 10
Jumlah skor 100
131
LAMPIRAN 6.2 SOAL EVALUASI SIKLUS I
1. Pecahan
dibaca ....
2. Bagian yang diarsir di bawah ini menunjukkan pecahan ....
3. Pecahan tiga per sepuluh dapat dituliskan ...
4. Sebuah semangka dibelah menjadi 4 bagian sama besar. Masing-masing
bagian semangka menunjukkan pecahan ....
5. Bagian yang diarsir pada gambar di bawah menunjukkan pecahan ...
6. Pada pecahan
, yang merupakan pembilang adalah ....
7. Pecahan
jika dibaca ...
8. Pada pecahan
,
, dan
yang merupakan penyebut adalah ...
9. Andi memiliki sebuah donat. Kemudian adiknya ingin mencicipi donat
tersebut. Andi membagi donat menjadi dua bagian sama besar. Satu bagian
untuk Andi, dan satu bagian untuk adiknya. Bagian yang diterima adiknya
adalah ...
10. Perhatikan gambar di bawah ini!
Pecahan yang paling kecil adalah ...
132
Kunci jawaban:
No. Jawaban Skor
1 dua pertujuh 10
2 tiga perdelapan atau
10
3
10
4 satu perempat atau
seperempat atau
10
5 tiga persepuluh atau
10
6 tiga atau 3 10
7 tiga perenambelas 10
8 9, 10 dan 15 betul tiga=10, betul dua=7,
betul satu=3
9 setengah atau satu perdua
atau
10
10 satu perempat atau
seperempat atau
10
133
LAMPIRAN 6.3 SOAL EVALUASI SIKLUS II
1. Gambar berikut yang menunjukkan pecahan senilai dengan
adalah ...
a. c.
b. d.
2. Pernyataan berikut yang benar adalah ...
a.
=
c.
=
b.
=
d.
=
3. Pernyataan berikut yang benar adalah ....
a.
=
c.
=
b.
=
d.
=
4. Pecahan
=
, nilai x adalah ...
a. 3 c. 4
b. 2 d. 1
5. Jumlah dari
+
adalah ...
a.
c.
b.
d.
6. Jumlah dari
+
adalah ...
a.
c.
b.
d.
7. Perhatikan garis bilangan dibawah ini!
Nilai “1” pada garis bilangan di atas senilai dengan pecahan ...
a.
c.
b.
d.
8. Jumlah dari
+
adalah ...
a.
c.
b.
d.
134
9. Jumlah dari
+
adalah ...
a.
c.
b.
d.
10. Jumlah dari
+
adalah ...
a.
c.
b.
d.
11. Pernyataan berikut yang benar adalah ....
a.
=
c.
=
b.
=
d.
=
12. Gambar berikut yang merupakan pecahan
adalah ....
a. c.
b. d.
13.
Lambang pecahan yang ditunjukkan oleh huruf C pada garis bilangan di atas
adalah ....
a.
c.
b.
d.
14. Lambang pecahan yang ditunjukkan oleh huruf X pada garis bilangan di
bawah adalah ...
a.
c.
b.
d.
15. Lambang pecahan ditunjukkan huruf D pada garis bilangan di bawah adalah
0
C
0 . . .
. . . X . . .
135
a.
c.
b.
d.
Kunci jawaban:
No. Kunci Jawaban Skor
1 A 10
2 A 10
3 B 10
4 B 10
5 C 10
6 D 10
7 C 10
8 A 10
9 D 10
10 B 10
11 D 10
12 A 10
13 C 10
14 C 10
15 B 10
Jumlah 150
Nilai akhir =
136
LAMPIRAN 7. HASIL BELAJAR SISWA
LAMPIRAN 7.1 HASIL BELAJAR SISWA TAHAP PRA TINDAKAN
No. Subjek Hasil
Nilai Tuntas Tidak Tuntas
1. RP 76 √
2. A 60 √
3. ADA 80 √
4. ASR 53 √
5. AGP 80 √
6. ASSP 80 √
7. AAR 58 √
8. AH 60 √
9. AP 86 √
10. AC 63 √
11. BPW 63 √
12. FMP 60 √
13. FM 70 √
14. FRM 60 √
15. FGR 53 √
16. FDC 73 √
17. JRL 63 √
18. JIS 86 √
19. LMC 60 √
20. MRP 53 √
21. MIN 73 √
22. MSL 58 √
23. NCO 70 √
24. NFA 70 √
25. NCA 83 √
26. NDA 76 √
27. RKW 63 √
28. SPP 70 √
29. SNM 73 √
30. TKA 80 √
31. YKL 83 √
32. ZFK 70 √
Jumlah 2.206 10 22
Nilai Rata-Rata 68,93
Persentase Ketuntasan 31,25%
Nilai Tertinggi 86
Nilai Terendah 53
137
LAMPIRAN 7.2 HASIL BELAJAR SISWA TAHAP SIKLUS I
No. Subjek Hasil
Nilai Tuntas Tidak Tuntas
1. RP 80 √
2. A 60 √
3. ADA 50 √
4. ASR 100 √
5. AGP 70 √
6. ASSP 60 √
7. AAR 60 √
8. AH 60 √
9. AP 90 √
10. AC 80 √
11. BPW 100 √
12. FMP 80 √
13. FM 70 √
14. FRM 50 √
15. FGR 90 √
16. FDC 90 √
17. JRL 100 √
18. JIS 80 √
19. LMC 100 √
20. MRP 100 √
21. MIN 60 √
22. MSL 50 √
23. NCO 80 √
24. NFA 80 √
25. NCA 70 √
26. NDA 70 √
27. RKW 80 √
28. SPP 60 √
29. SNM 80 √
30. TKA 80 √
31. YKL 60 √
32. ZFK 80 √
Jumlah 2420 17 15
Nilai Rata-Rata 75,63
Persentase Ketuntasan 53,13%
Nilai Tertinggi 100
Nilai Terendah 50
138
LAMPIRAN 7.3 HASIL BELAJAR SISWA TAHAP SIKLUS II
No. Subjek Hasil
Nilai Tuntas Tidak Tuntas
1. RP 90 √
2. A 80 √
3. ADA 75 √
4. ASR 85 √
5. AGP 80 √
6. ASSP 85 √
7. AAR 90 √
8. AH 70 √
9. AP 65 √
10. AC 90 √
11. BPW 65 √
12. FMP 80 √
13. FM 85 √
14. FRM 85 √
15. FGR 75 √
16. FDC 90 √
17. JRL 80 √
18. JIS 95 √
19. LMC 80 √
20. MRP 80 √
21. MIN 75 √
22. MSL 90 √
23. NCO 90 √
24. NFA 90 √
25. NCA 85 √
26. NDA 80 √
27. RKW 80 √
28. SPP 65 √
29. SNM 85 √
30. TKA 80 √
31. YKL 90 √
32. ZFK 95 √
Jumlah 2630 28 4
Nilai Rata-Rata 82,19
Persentase Ketuntasan 87,5%
Nilai Tertinggi 95
Nilai Terendah 65
139
LAMPIRAN 7.4 PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA TAHAP
PRE TEST, SIKLUS I, DAN SIKLUS II
NO. NAMA SISWA Nilai Pra
Tindakan
Nilai
Siklus I
Nilai
Siklus II
1 RP 76 80 90
2 A 60 60 80
3 ADA 80 50 75
4 ASR 53 100 85
5 AGP 80 70 80
6 ASSP 80 60 85
7 ACR 58 60 90
8 AH 60 60 70
9 AP 86 90 65
10 ACA 63 80 90
11 BPW 63 100 65
12 FMP 60 80 80
13 FM 70 70 85
14 FRM 60 50 85
15 FGR 53 90 75
16 FDC 73 90 90
17 JRL 63 100 80
18 JIS 86 80 95
19 LMC 60 100 80
20 MRR 53 100 80
21 MIN 73 60 75
22 MSL 58 50 90
23 NCO 70 80 90
24 NFA 70 80 90
25 NCA 83 70 85
26 NDA 76 70 80
27 RKW 63 80 80
28 SPP 70 60 65
29 SNM 73 80 85
30 TKA 80 80 80
31 YKL 83 60 90
32 ZFK 70 80 95
Jumlah 2206 2420 2630
Rata-rata 68,93 75,63 82,19
Nilai terendah 53 50 65
Nilai tertinggi 86 100 95
Persentase ketuntasan 31,25% 53,13% 87,5%
140
LAMPIRAN 8. HASIL OBSERVASI KINERJA GURU
141
142
143
144
145
146
147
148
LAMPIRAN 9. HASIL OBSERVASI AKTIVITAS SISWA
149
150
151
152
LAMPIRAN 10. DOKUMENTASI KEGIATAN PEMBELAJARAN
Siswa sedang melakukan permainan Kartu Domino Pecahan
Susunan Kartu Domino Pecahan yang tepat
153
Guru sedang membimbing siswa yang kesulitan belajar
Siswa sedang mengerjakan soal evaluasi
154
LAMPIRAN 11. SURAT-SURAT IZIN PENELITIAN
155
156
157
158
159
Recommended