View
221
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPULIK INDONESIA
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa serta atas segala rakhmat dan perkenan-Nya, penulis sebagai salah
satu peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLVIII Tahun
2012 Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, telah berhasil
menyelesaikan tugas Kertas Karya Perorangan (TASKAP) ini. Berbagai
kendala yang penulis hadapi, baik berupa keterbatasan pengetahuan dan
kemampuan, maupun keterbatasan waktu, namun berkat dukungan
berbagai pihak yang dengan tulus membantu penulis, maka tugas ini dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Kertas Karya
Perorangan ini memilih judul : “Implementasi Kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin di Lingkungan Polri Guna Peningkatan Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa”.
Judul TASKAP ini dipilih dengan latar belakang diantaranya bahwa,
setelah Polri dipisahkan dari Abri di sekitar tahun 1998, sampai saat ini
belum ada sebuah penamaan khusus yang merupakan kristalisasi dari
asas-asas ataupun nilai-nilai yang dapat menjadi pegangan ataupun
pedoman kepemimpinan di lingkungan Polri seperti misalnya adanya “11
Asas Kepemimpinan Abri” sebelumnya. Pemilihan akan kata-kata
kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin (RLA) ini, dikarenakan makna dari
RLA itu sendiri sebagai sebuah ungkapan yang bermakna “rahmat bagi
semesta alam”. Hal ini menurut penulis selaras dengan “roh” atau “jiwa”
ataupun “hakekat” dari keberadaan berbagai aparat pemerintah lebih-lebih
sebagai polisi yang secara universal memiliki tugas-tugas menjaga dan
memilihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum
dengan pendekatan pengyoman, perlindungan dan pelayanan masyarakat.
RLA senantiasa menebarkan cinta kasih bagi seluruh umat manusia dan
segala ciptaan Tuhan di alam semesta baik benda hidup (biotik) maupun
benda mati (abiotik). Dengan demikian penggunaan istilah kepemimpinan
2
RLA ini adalah sebagai sebuah alternatif penamaan. Lebih lanjut hal ini
didorong oleh perkembangan dari organisasi Polri itu sendiri, dimana
setelah dipisahkan dari Abri telah memiliki landasan operasional yang baru
berupa undang-undang yang berbeda dari sebelumnya yaitu undang-
undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri, kemudian ada pemaknaan baru
dari pedoman hidup maupun pedoman kerja di lingkungan Polri selama ini
yaitu Tribrata dan Catur Prasetya. Disamping itu Polri telah memiliki Grand
Strategi 2005-2025 yang dijadikan pedoman atau arah pembangunan Polri
untuk jangka waktu tertentu. Dalam Grand Strategi ini terkandung pikiran-
pikiran pokok pembangunan Polri baik jangka pendek, sedang dan panjang
maupun visi sebagai arah yang dikehendaki dalam kerangka memperkuat
pembangunan masyarakat sipil yang madani ataupun membangun
masyarakat yang demokrasi, patuh pada hukum dan menghargai hak asasi
manusia sebagaimana yang tertuang dalam nilai-nilai Pancasila sebagai
pedoman hidup, pandangan hidup maupun idiologi dan UUD 1945 sebagai
landasan konstitusional dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasayarakat. Hal lain yang cukup mendasar dalam perkembangan Polri
setelah dipisahkan dari Abri adalah pemilihan strategi maupun filosofi
perpolisian yang modern yaitu perpolisian masyarakat atau pemolisian
masyarakat (Polmas). Kebijakan Polmas ini telah tertuang dalam Peraturan
Kapolri Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi Dan
Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.
Kebijakan Polmas ini baik sebagai strategi maupun filosofi pada intinya
adalah mensetarakan aparat atau para petugas Polri dengan
masyarakatnya yang harus dilayani dan pemecahan masalah bersama.
Berbagai perubahan-perubahan di lingkungan Polri tersebutlah, setidaknya
yang mendorong penulis untuk membahas dan mencoba merumuskan
style atau gaya kepemimpinan di lingkungan Polri dengan tentu saja
didasarkan pada nilai-nilai kepemimpinan yang diterapakan di Indonesia
dan diajarkan di Lemhannas ii seperti nilai-nilai kepemimpinan nasional,
kepemimpinan kontemporer, kepemimpinan visioner, kepemimpinan
negarawan dan tentu juga tidak terlepas dari sifat-sifat kepemimpinan Nabi
Besar Muhammad SAW yaitu fatonah, amanah, siddig dan tabligh.
3
Implementasi kepemimpinan yang RLA di lingkungan Polri pada
tataran realitas akan membawa organisasi Polri sebagai bagian dari aparat
pemerintahan yang transparan dan akuntabel dan dapat menjadi
pengungkit terwujudnya pemerintahan yang bersih atau baik dan sistem
tata kelola pemerintahan yang amanah atau yang baik dan bertangung
jawab (clean government and good governance). Kehadiran Polri sebagai
bagian dari pemerintah yang dapat dipercaya, berkemitraan dengan
seluruh pemangku kepentingan serta memberikan pelayanan yang prima,
adalah ujud atau keluaran dari pada Polri yang RLA. Dengan demikian,
dalam pelaksanaan tugas pokok Polri yang bernuansakan ramatan lil
alamin, dengan senantiasa melalui pendekatan komprehensif, integratif dan
holistik, akan memberikan kontribusi kepada penguatan ketahanan pangan
dan penguatan ketahanan pangan pada gilirannya akan memperkuat
kemandirian bangsa Indonesia.
Dengan segala kerendahan hati, menjadi suatu kehormatan bagi
penulis apabila dalam kesempatan ini dapat menyampaikan terima kasih
dan penghargaan yang tulus kepada :
1. Bapak Gubernur Lemhannas RI, beserta para pejabat utama dan
seluruh staff Lemhannas RI yang dengan penuh perhatian telah
membimbing dan mengarahkan penulis selama mengikuti Program
Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLVIII Tahun 2012.
2. Bapak Dr. Adi Sujatno, Bc.Ip, SH, MH sebagai Tenaga
Profesional Bidang Pimnas Lemhannas R.I dan sebagai tutor Taskap
penulis, yang dengan penuh kesabaran membimbing dan
mengarahkan penulis sehingga Kertas Karya Perorangan ini dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
3. Rekan-rekan peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan
(PPRA) XLVIII Tahun 2012 Lemhannas RI, yang dengan setia
memberikan dorongan semangat kepada penulis sehingga Kertas
Karya Perorangan ini dapat penulis selesaikan.
4. Istri tercinta, MILAWATI serta anak-anak kami, PUTRI ZAHNAS
ADINEGARA, BUNGA ZAHNAS S. ADINEGARA, MOCH. GHOLIB
4
ADINEGARA dan BERLIAN ZULIA ADINEGARA, doa dan pemberian
semangat mereka menjadi bekal bagi penulis dalam menekuni tugas
belajar di Lemhannas RI ini.
Penulis menyadari bahwa TASKAP ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, sumbang saran dan kritik membangun dari berbagai pihak
akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya penulis dalam
menyempurnakan tulisan ini.
Semoha Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan berkah dan
petunjuk serta bimbingan kepada kita semua dalam melaksanakan tugas
dan pengabdian kepada negara dan bangsa Indonesia yang kita cintai dan
kita banggakan.
Jakarta, 31 Oktober 2012
Penulis Taskap,
Drs. Zulkarnain
Kombes Pol. NRP : 61100610
5
LEMBAGA KETAHANAN NASIONALREPUBLIK INDONESIA
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : ZULKARNAIN
Pangkat : KOMISARIS BESAR POLISI
Jabatan : KEPALA LEMBAGA PENJAMIN MUTU STIK PTIK POLRI
Instansi : KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Alamat : Jl. TIRTAYASA NO. 6 JAKARTA SELATAN
Sebagai peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLVIII
Tahun 2012 menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
a. Kertas Karya Perorangan (TASKAP) yang saya tulis adalah asli.
b. Apabila ternyata sebagian tulisan TASKAP ini terbukti tidak asli
atau plagiasi, maka saya bersedia untuk dibatalkan.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Jakarta, 31 Oktober 2012
Penulis Taskap
Drs. ZULKARNAIN
KOMISARIS BESAR POLISI
Nomor Urut : 82
6
DAFTAR ISI
IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RAHMATAN LIL ALAMIN DI LINGKUNGAN POLRI GUNA MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN
DALAM RANGKA KEMANDIRIAN BANGSA
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................... vi
Bab I Pendahuluan1 Umum ...........................................................
....8
2 Maksud dan Tujuan ............................................
12
3 Ruang Lingkup dan Sistimatika ............................
13
4 Metode dan Pendekatan .....................................
15
5 Pengertian .........................................................
18
Bab II Landasan Pemikiran6 Umum ...........................................................
....19
7 Paradigma Nasional ............................................
20
8 Peraturan Perundang-undangan ..........................
23
9 Landasan Teori ..................................................
30
10 Tinjauan Pustaka ................................................
35
Bab III Kondisi Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri, Implikasi Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri Terhadap Peningkatan Ketahanan Pangan dan Kemandirian
7
Bangsa Serta Permasalahannya11 Umum ...........................................................
....39
12 Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri Saat Ini ......................................................
40
13 Implikasi Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri Terhadap Ketahanan Pangan dan Implikasi Peningkatan Ketahanan Pangan Terhadap Kemandirian Bangsa ............................
49
14 Permasalahan yang Ditemukan ...........................
55
Bab IV Pengaruh Perkembangan Lingkungan Strategis15 Umum ...........................................................
.....57
16 Pengaruh Perkembangan Global ..........................
47
17 Pengaruh Perkembangan Regional .......................
62
18 Pengaruh Perkembangan Nasional .......................
63
19 Peluang dan Kendala ..........................................
65
Bab V Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri yang Dapat Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Kemandirian Bangsa20 Umum ...........................................................
.....71
21 Implementasi Kepemimpinan RLA yang Diharapakan .......................................................
71
22 Kontribusi Impelementasi Kepemimpinan
8
RLA Terhadap Peningkatan Ketahanan Pangan dan Kontribusi Peningkatan Ketahanan Pangan Terhadap Kemandirian Bangsa .............................
75
23 Indikator Keberhasilan ........................................
78
Bab VI Konsepsi Implementasi Kepemimpinan RLA yang Dapat Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Kemandirian Bangsa24 Umum ...........................................................
.....83
25 Kebijakan ...........................................................
84
26 Strategi ..............................................................
85
27 Upaya ................................................................
85
Bab VII
Penutup
28 Kesimpulan .....................................................
101
29 Saran .............................................................
106
LAMPIRAN :
1. ALUR PIKIR.2. POLA PIKIR.3. DAFTAR PUSTAKA.4. DATA TAMBAHAN.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Umum
9
Pada saat Polri masih di lingkungan ABRI (sebelum tahun 2000),
Kepemimpinan di lingkungan Polri tentu saja senantiasa berkorelasi
dengan nilai-nilai Kepemimpinan yang ada di lingkungan ABRI pada saat
itu yang cukup dikenal yaitu dengan “11 (sebelas) asas Kepemimpinan
ABRI”.1 Walaupun tentu saja ada nilai-nilai secara khusus yang berlaku di
lingkungan Polri sebagaimana adanya nilai-nilai falsafah hidup Polri yang
bersumber dari Pancasila yaitu Tribrata dan pedoman kerja Polri yaitu
Catur Prasetya, yang dengan sendirinya akan mempengaruhi gaya atau
style Kepemimpinan di lingkungan Polri. Akan tetapi setelah berpisah
dengan ABRI, gaya atau style kepemimpinan di lingkungan Polri secara
khusus belum ada yang dapat dikatakan sebagai ciri khas Kepemimpinan
yang berlaku di lingkungan Polri seperti ketika berlaku 11 (sebelas) asas
Kepemimpinan ABRI waktu itu. Memang telah banyak diskusi dan kajian-
kajian khususnya di Sespimmen dan Sespimti Polri yang membahas
tentang Kepemimpinan di lingkungan Polri ini yang pada dasarnya identik
dengan pembahasan di Lemhannas yang membahas tentang
Kepemimpinan Nasional, Kepemimpinan Negarawan, Kepemimpinan
Visioner, Kepemimpinan Kontemporer, bahkan karena salah satu tugas
pokok Polri adalah pengayoman, perlindungan dan pelayanan masyarakat
maka dikemukakan juga tentang “kepemimpinan pelayanan” yang pada
dasarnya juga mendasari dari teori-teori Kepemimpinan Negarawan dan
Visioner. Berkaitan dengan falsafah hidup dan pedoman kerja di atas,
seiring dengan perkembangan reformasi birokrasi Polri telah terjadi
perubahan pemaknaan tentang Tribrata dan Catur Prasetya, 2 dengan
ditandai oleh perubahan kata-kata dan pemaknaanya. 3 Sehingga
sesunguhnya dengan mencermati perubahan ini, dimana Tribrata sebagai
falsafah hidup Polri dan Catur Prasetya sebagai pedoman kerja Polri
1 11 Asas Kepemimpinan ABRI atau saat ini TNI adalah : (1) TAQWA, (2) ING NGARSA SUNG TULADA, (3) ING MADYA MANGUN KARSA, (4) TUT WURI HANDAYANI, (5) WASPADA PURBA WISESA, (6) AMBEG PARAMA ARTA, (7) PRASAJA, (8) SATYA, (9) GEMI NASTITI, (10) BALAKA, (11) LEGAWA. Lebih lengkap dengan penjelasan lihat dalam lampiran.2 Tribrata yang lama adalah; Tribrata, Polisi ialah : (1) Rastra Sewakottama, (2) Nagara Yanottama, (3) Yana Anusasana Dharma. Catur Prasetya yang lama adalah; Catur Prasetya, (1) Satya Habrabu, (2) Hanyaken musuh, (3) Giniung Pratidina, (4) Tansa Trisna. Lebih lengkap dengan maknanya lihat dalam lampiran.3 Perubahan kata-kata dan pemaknaan baru Tribrata dan Catur Prasetya lihat dalam lampiran.
10
dengan sendirinya akan berpengaruh pada Kepemimpinan di lingkungan
Polri.
Sehubungan dengan kondisi belum adanya “brand” 4 ataupun
“merk” khusus yang berlaku dalam kepemimpinan Polri dan dengan
didasarkan kepada pemahaman kehadiran seorang pemimpin ataupun
fitrah dari kehadiran umat manusia yang seharusnya membawa rahmat
bagi sesama manusia maupun alam serta seisinya (rahmatan lil alamin)
sebagaimana yang dicontohkan oleh junjungan dan panutan umat manusia
Nabi Besar Muhammad S.A.W dan didasarkan akan tujuan kehadiran Polri
ditengah-tengah masyarakat maupun kehidupan berbangsa dan bernegara
maka penulis mengemukakan dalam kaitan dengan masalah penegakan
hukum maupun pengembanan tugas-tugas Polri lainnya, kepemimpinan
yang baik di lingkungan Polri itu adalah “Kepemimpinan Rahmatan Lil
Alamin”. Kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin (RLA) ini tentu saja pada
dasarnya adalah pengejawantahanan dari teori-teori kepemimpinan
nasional, negarawan, visioner maupun kontemporer maupun bersumber
dari sifat-sifat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yaitu fatonah,
amanah, shiddiq dan tablig yang dikaitkan dengan tugas pokok Polri yaitu
penegakan hukum, pemeliharaan kamtibmas dan selaku pengayom,
pelindung dan pelayan masyarakat. Kepemimpinan rahmatan lil alamin ini
bila dikaitkan dengan teori “Scenario Learning” 5 adalah sebuah focal
concern sebagai pernyataan strategis yang menjadi obsesi dengan menitik
beratkan pada pendorong perubahan atau driving forces berupa variabel-
variabel kritikal yaitu Moral dan Profesional. Tentu saja variabel-variabel
atau driving forces yang memberikan kontribusi kepada terujudnya
kepemimpinan rahmatan lil alamin cukup banyak, tetapi kedua driving
forces Moral dan Profesionalisme merupakan variabel pengungkit yang
dapat digambarkan sebagai garis ordinat dan aksis. Artinya kepemimpinan
rahmatan lil alamin yang diobsesikan di lingkungan Polri khususnya dalam
4 Hermawan Kertajaya, Bahan Ceramah Ilmiah Kuliah Sespati Polri 2008, Strategi Memasyarakatkan Tugas Pokok, Fungsi, dan Peran Polri dalam Rangka Meningkatkan Citra Polri, Bandung, 2008.5 Nusyirwan Zen, Bahan Ceramah Ilmiah di Sespati Polri 2008, Scenario Learning Suatu Pengantar Untuk Merangkai Plausibilitas Masa Depan, Bandung 2008.
11
penegakan hukum itu adalah kepemimpinan yang menekankan pada moral
yang positif dan profesionalisme yang positif sebagai daya pengungkit
untuk membawa organisasi penegak hukum yang bermamfaat bagi
sesamanya umat manusia serta memberikan kemanfaatan dan kebaikan
bagi alam dan seisinya. Tidak justru sebaliknya fenomena yang sering
ditunjukkan justru aparat penegak hukum atau Polri atas kehadirannya
membuat keresahan, keberpihakan dan memberikan keadilan yang tidak
proporsional sehingga berpengaruh pada “kepercayaan” masyarakat
kepada institusi Polri itu sendiri. Tidak justru kehadiran aparat penegak
hukum atau Polri berkolusi dengan para pengusaha tambang, logging,
fishing yang serba illegal sehingga justru membuat kerusakan bagi alam
dan lingkungannya. Pemilihan focal concern Kepemimpinan Rahmatan Lil
Alamin ini juga berkaitan dengan kondisi tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap Polri, misalnya hasil survey dan analisis yang dilakukan oleh
Political and Economic Risk Consultancy (PERC), Citra Publik Indonesia
dan lain-lain dapat di lihat pada Bab III di bawah.
Disisi lain, sebagai sebuah tema dari pendidikan reguler di Lemhannas
angkatan XLVIII/ 2012, bangsa dan negara ini sangat membutuhkan
sebuah ketahanan dibidang pangan sebagai bagian dari kemandirian
bangsa. Dalam UU NO. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, dikatakan bahwa
pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya
menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan SDM yang
berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional.6 Dikatakan bahwa
pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup
merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam upaya
terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan
bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan dikatakan
bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam
rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia yang
berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui perwujudan ketersediaan
6 ______ Undang-undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, Pasal Pertimbangan.
12
pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli
masyarakat.7 Untuk mewujudkan ketahanan pangan ini, tentu Polri sebagai
salah satu pemangku kepentingan dalam sistem pemerintahan negara
khususnya sebagai aparat penegak hukum terdepan dan pemeliharaan
kamtibmas bersama-sama Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) lainnya
mempunyai peran yang sangat penting. Oleh karenanya melalui
implementasi kepemimpinan yang RLA di lingkungan Polri diharapkan
dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mewujudkan situasi
keamanan dan ketertiban masyarakat yang baik untuk mendukung
suasana yang memungkinkan terjadinya proses pembangunan nasional
untuk mewujudkan kesejahteraan nasional. Untuk lebih mendalami
bagaimana implementasi kepemimpinan RLA, penulis selaku salah satu
peserta PPRA XLVIII-2012 Lemhannas R.I mencoba menguraikan dalam
bentuk karya tulis perorangan (Taskap) dengan judul : “Implementasi Kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin (RLA) di Lingkungan Polri Guna Meningkatkan Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa”. Tidaklah berlebihan penulisan Taskap ini juga dikandung
maksud sebagai kontribusi strategis penulis dalam upaya membantu
pemerintah khususnya Polri dalam mengatasi salah satu permasalahan
yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini baik masalah kepemimpinan
di lingkungan Polri sendiri maupun masalah ketahanan pangan dalam
rangka kemandirian bangsa.
2. Maksud dan Tujuan
a. Maksud. Tulisan ini dimaksudkan untuk membahas
bagaimana implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri
secara umum maupun lebih khusus dalam penegakan hukum
peraturan perundang-undangan di bidang pangan dan upaya-
upaya yang dapat dilakukan oleh Polri dikaitkan dengan masalah
7 Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan mengatur; Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketersediaan pangan adalah tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan/ atau sumber lain. Terjangkau adalah keadaan di mana rumah tangga secara berkelanjutan mampu mengakses pangan sesuai dengan kebutuhan, untuk hidup yang sehat dan produktif.
13
peningkatan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.
Tulisan ini dimaksudkan juga untuk memberikan gambaran driving
forces atau pengungkit utama apa saja yang dapat mewujudkan
kepemimpinan RLA maupun alternatif asas-asas atau prinsif-prinsif
kepemimpinan RLA itu sendiri.
b. Tujuan. Tujuan penulisan Taskap ini adalah memberikan
sumbangan pemikiran dan bahan masukan kepada Lembaga
Lemhannas maupun Polri guna melakukan berbagai kajian
strategis berkaitan dengan masalah style atau brand ataupun merk
kepemimpinan RLA, serta kepada para penentu kebijakan
khususnya di lingkungan Polri untuk menerapkan kepemimpinan
nasional, negarawan, kontemporer ataupun visioner dan RLA
dalam meningkatkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian
bangsa.
3. Ruang Lingkup dan Sistimatika
Ruang lingkup penulisan naskah ini dibatasi pada implementasi
kepemimpinan RLA di lingkungan Polri, yang dengan demikian anggota
Polri khususnya dalam pelaksanaan tugas sebagai aparat penegak hukum
serta memelihara kamtibmas untuk berperan serta secara aktif
menegakkan berbagai peraturan perundang-undangan maupun
melakukan upaya-upaya yang berkaitan dengan pangan dalam
peningkatan ketahanan pangan. Tata urut penulisan naskah ini disusun
sebagai berikut :
a. BAB I, PENDAHULUAN. Pada bab ini diuraikan secara
singkat garis besar latar belakang makalah, Maksud dan Tujuan
Penulisan, Ruang Lingkup dan Tata Urut serta beberapa
Pengertian yang terkait dengan judul penulisan.
b. BAB II, LANDASAN PEMIKIRAN. Bab ini membahas dasar-
dasar pemikiran yang digunakan sebagai landasan dalam
menyusun makalah dan digunakan sebagai instrumental input
dalam pemecahan persoalan berupa paradigma nasional yang
meliputi Landasan ldiil Pancasila, Landasan konstitusional UUD
14
Negara RI 1945, Landasan Visional Wawasan Nusantara, dan
Landasan Konsepsional Ketahanan Nasional dan Landasan
Operasional peraturan perundang-undangan yang terkait serta
landasan teori yang relevan dan tinjauan pustaka.
c. BAB III, KONDISI IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA DI LINGKUNGAN POLRI, IMPLIKASI IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA DI LINGKUNGAN POLRI TERHADAP PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN KEMANDIRIAN BANGSA SERTA PERMASALAHANNYA. Pada bab ini dibahas
tentang kondisi implementasi kepemimpinan RLA saat ini, dan
implikasinya terhadap peningkatan ketahanan pangan dalam
rangka kemandirian bangsa, serta mengindentifikasi permasala-
han yang dihadapi.
d. BAB IV, PENGARUH PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS. Pada bab ini diuraikan tentang perkembangan
lingkungan strategis yang mencakup Lingkungan Global,
Lingkungan Regional, dan Lingkungan Nasional, berikut Peluang
dan Kendala yang mempengaruhi implementasi kepemimpinan
RLA di lingkungan Polri guna peningkatan ketahanan pangan
dalam rangka kemandirian bangsa.
e. BAB V, IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA DI LINGKUNGAN POLRI YANG DIHARAPKAN YANG DAPAT MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DAN KEMANDIRIAN BANGSA. Pada bab ini dibahas tentang implementasi
kepemimpinan RLA di lingkungan Polri yang diharapkan, dan
kontribusinya terhadap ketahanan pangan dalam rangka
kemandirian bangsa, serta indikator keberhasilan.
f. BAB VI, KONSEPSI IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA YANG DAPAT MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DAN KEMANDIRIAN BANGSA. Pada Bab ini diuraikan konsepsi
implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri guna
peningkatan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa
15
yang berisikan kebijakan yang ditempuh, strategi yang diterapkan
dan upaya yang dilakukan.
g. BAB VII, PENUTUP. Pada Bab ini berisi tentang kesimpulan
dari keseluruhan pembahasan dan beberapa saran yang
dikemukakan.
4. Metode dan Pendekatan
Dalam penulisan ini metode yang digunakan adalah deskriptif
analitis, yakni menyajikan, menelaah, menjelaskan data maupun informasi
yang berkaitan dengan materi permasalahan, sekaligus analisis yang
didasarkan pada tinjauan kepustakaan (library research), serta
menerapkan pendekatan yang komprehensif, integral dan holistik dengan
menggunakan pisau analisis Ketahanan Nasional dengan beberapa gatra
di dalamnya.
5. Pengertian
a. Kepemimpinan. Seperti diketahui kata Kepemimpinan
adalah kata sifat yang berasal dari kata “pemimpin”, sehingga
dapat dikatakan bahwa Kepemimpinan adalah sifat atau perilaku
dari seorang pemimpin.8 Teori tentang Kepemimpinan ini seperti
diketahui cukup banyak. Seperti George R. Terry misalnya
mengatakan : Kepemimpinan merupakan hubungan seseorang
dengan pimpinannya, dimana pemimpin tersebut dapat
mempengaruhi untuk bekerja bersama-sama secara ikhlas. Sayidin
Suryodiningrat dalam Kepemimpinan ABRI, 1996, menguraikan :
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk membawa
atau mengajak orang-orang lain untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dengan memperoleh kepercayaan dan respek dari
orang-orang itu. Harold Koontz dan Cyrill O’ Donnel menyatakan
bahwa : Kepemimpinan dapat didifinisikan sebagai kemampuan
untuk mempengaruhi seseorang dengan sarana komunikasi untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Berkaitan dengan bangsa dan
8 Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Pokja Bidang Studi Kepemimpinan, Kepemimpinan Nasional, Jakarta, 2012, hal. 3
16
negara maka Kepemimpinan ini dimaksudkan sebagai
Kepemimpinan Nasional yang dapat didifinisikan sebagai
kelompok pemimpin bangsa pada segenap strata kehidupan
nasional di dalam setiap gatra (Astagatra) pada bidang/ sektor
profesi baik di supra struktur, infra struktur dan sub struktur, formal
dan informal yang memiliki kemampuan dan kewenangan untuk
mengarahkan/ mengerahkan segenap potensi kehidupan nasional
(bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional
berdasarkan Pancasila dan UUD N RI 1945 serta memperhatikan
dan memahami perkembangan lingkungan strategis guna
mengantisipasi berbagai kendala dalam memanfaatkan peluang.9
b. Rahmatan Lil Alamin diambil dari bahasa Al Qur’an atau
Arab dari surat Al-Anbiya ayat (107), yang artinya “Dan tiada kami
mengutus kamu (wahai Muhammad) melainkan untuk menjadi
rahmat bagi semesta alam”. Jadi sesungguhnya rahmatan lil alamin
ini sesuatu yang melekat pada Nabi Muhammad SAW, sesuatu
yang berhubungan dengan “diin” atau keyakinan Islam. Dengan
tidak menghilangkan pemaknaan tersebut, penulis mengambil
istilah rahmatan lil alamin (RLA) sebagai sebuah ungkapan yang
bermakna “rahmat bagi semesta alam”, menebar cinta kasih bagi
seluruh umat manusia di dunia dan segala ciptaan Tuhan di alam
semesta baik benda hidup (biotik) maupun benda mati (abiotik).
Rahmatan lil alamin yang dimaksud oleh penulis adalah sebuah
paradigma yang harus memberi mashlahat (kebaikan atau
kemanfaatan), tidak boleh merusak dan menghancurkan yang juga
bermakna anti kekerasan (baik phisik maupun psikis) dan toleran
terhadap perbedaan yang melampaui dari makna kebhinekaan.
c. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi
dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya
proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan
nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan
tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang
9 Ibid, hal. 12.
17
mengandung kemampuan membina serta mengembangkan
potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah,
dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan
bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan
masyarakat.10
d. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber
hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan,
dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.11
e. Ketahanan Pangan. Ketahanan Pangan adalah kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, merata dan terjangkau.12
f. Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamik bangsa
Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang
terintegrasi berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung
kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dalam
menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman,
hambatan, dan gangguan, baik yang datang dari luar maupun dari
dalam, untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup
bangsa dan negara, serta perjuangan mencapai tujuan
nasionalnya.13
g. Kemandirian diartikan hal atau keadaan dapat berdiri sendiri
tanpa tergantung pada orang lain. Padanan katanya independent,
otonom, swasembada, sendiri dan bebas. Dalam pembelajaran
10 Lembaran Negara R.I Tahun 2002 Nomor 2, UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri, Jakarta, 2002, Pasal 1 ayat (5).11 ______ UU Nomor 7 tahun 1996 Tentang Pangan, Pasal 1 ayat (1) dan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan, Pasal 1 ayat (2).12 Lembaran Negara R.I Tahun 2002 Nomor 142, Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan, Pasal 1 ayat (1).13 Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Pokja Bidang Studi Ketahanan Nasional, Pokok Bahasan : Kondisi Ketahanan Nasional, Jakarta, 2012.
18
“Implementasi Sismennas Dalam Penyelengaraan Negara Guna
Mendukung Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian
Bangsa” yang disampaikan oleh Mayjend. TNI (Pur) SHM Lerrick,
kemandirian bangsa tidak berarti bahwa segala upaya
pembangunan diprogramkan dan dianggarkan sendiri tanpa
bantuan dari negara lain. Kebutuhan pangan nasional tidaklah
mungkin dipenuhi dari dalam negeri saja, tetapi impor pangan tetap
dibutuhkan tanpa mengorbankan produk-produk pangan nasional.
Kemandirian Bangsa diartikan sebagai kemampuan untuk
mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara melalui kerja keras
secara mandiri dan mampu berdikari (berdiri di atas kaki sendiri).
Suatu bangsa dikatakan mandiri apabila proses penyelenggaraan
bernegara diarahkan sepenuhnya bagi kepentingan bangsa itu
sendiri dan dilakukan oleh seluruh komponen bangsa secara
berdaulat.
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN
6. Umum
Seperti telah sedikit disinggung di atas khususnya dalam
pengertian tentang kepemimpinan, menegaskan bahwa betapa pentingnya
posisi pemimpin dalam suatu organisasi. Dari difinisi kepemimpinan dan
19
kepemimpinan nasional menegaskan kepada kita bahwa posisi dan
kedudukan dari seorang pemimpin adalah sebagai unsur penggerak dalam
berkehidupan di organisasi, apa lagi dalam kehidupan berbangsa,
bernegara dan bermasyarakat untuk mencapai tujuan nasional. Posisi atau
kedudukan para pemimpin sangat menentukan apakah tujuan organisasi,
bangsa dan negara mereka dapat dicapai atau tidak. Dr. Adi Sujatno, S.H
salah satu Tenaga Profesional Bidang Kepemimpinan Nasional Lemhannas
R.I menegaskan tetang pengertian kepemimpinan sebagai berikut; (1)
Kepemimpinan merupakan sebuah kegiatan, (2) Kepemimpinan sebagai
suatu kemampuan untuk selalu berusaha mempengaruhi orang lain dan (3)
Kepemimpinan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.14 Posisi yang
penting dan strategis dari pemimpin ini dalam konteks kehidupan nasional,
berbangsa dan bernegara setiap implementasi atau operasionalisasinya
dalam bentuk gaya atau style haruslah berlandaskan pada nilai-nilai
pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila sebagai landasan idiil, UUD N RI
1945 sebagai landasan konstitusional, Wawasan Nusantara sebagai
landasan visional dan Ketahanan Nasional sebagai landasan konsepsional,
dengan tetap meletakkan kepentingan nasional di atas segala-galanya.
Demikian juga halnya dengan pilihan style atau gaya
kepemimpinan yang penulis kemukakan yaitu kepemimpinan Rahmatan Lil
Alamin (RLA) tidaklah terlepas dari paradigma nasional maupun nilai-nilai
yang berlaku di lingkungan Polri seperti Tribrata, Catur Prasetya, Kode Etik
Polri dan peraturan perundang-undangan tentang pembangunan nasional,
tentang Polri maupun yang berkaitan dengan ketahanan pangan.
7. Paradigma Nasional
a. Pancasila sebagai Landasan Idiil
Sesuatu yang penting direnungkan dalam pemaknaan
Pancasila sebagai falsafah pandangan hidup bangsa yaitu
Pancasila digali dari nilai-nilai luhur yang lebih mementingkan
adanya keseimbangan hubungan antar manusia dengan Tuhan,
antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan alam
14 Dr. Adi Sujatno, SH., Teori-teori Kepemimpinan, Lemhannas R.I., Cetak Kedua, Jakarta, 2010, Hal. 15.
20
sekitarnya. Pancasila mengajarkan sebuah ketaqwaan kepada
sang penciptanya dan religiusitas dimana hubungan manusia
dengan Tuhan akan menjadi dasar hubungan manusia dengan
sesama manusia dan alam ciptaannya. Hubungan yang harmonis
ini akan memunculkan suasana damai antar sesama manusia dan
dengan alam sekitarnya. 15 Dengan bahasa lain dapat dikatakan
bahwa kehadiran manusia yang ber-Pancasila akan memberikan
kemanfaatan bagi sesamanya manusia serta alam dengan segala
isinya atau dikatakan rahmatan lil alamin (membawa rahmat atau
kemanfaatan bagi sesamanya manusia serta alam dan seisinya).
Membawa rahmat bagi siapapun juga ini dimaksudkan baik bagi
sesamanya manusia yang memang baik seperti patuh kepada
ajaran agama dan Pancasila maupun bagi sesamanya yang tidak
baik, dalam bahasa hukum yang patuh hukum maupun yang tidak
patuh hukum.
Sebagai ideologi nasional, Pancasila merupakan panggilan
hidup dan komitmen bangsa Indonesia dalam upaya mewujudkan
visi pembangunan nasionalnya, yaitu terwujudnya kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan
damai yang menjunjung tinggi hukum, ketenteraman dan hak asasi
manusia, serta terwujudnya penghidupan yang layak guna
memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan
berkelanjutan. Pancasila memberikan pemahaman bahwa kodrat
manusia ialah sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagai
makhluk sosial. Dengan demikian, Pancasila merupakan penuntun
dan pengikat moral serta norma sikap dan tingkahlaku Bangsa
Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara termasuk dalam kehidupan global.
b. UUD Negara RI 1945 (Amandemen) Sebagai Landasan Konstitusional
15 Lemhannas R.I., Tim B.S. Idiologi, TOR DAK B.S Idiologi PPRA XLVIII-2012, Jakarta, 2012, Hal. 2.
21
UUD Negara RI 1945 merupakan keputusan politik nasional
yang dituangkan dalam norma-norma konstitusi dalam rangka
menentukan sistem dan pemerintahan negara. Seluruh aspek
kehidupan bangsa dan negara dengan demikian tercakup dalam
pengaturan yang tertuang dalam perundang-undangan berdasarkan
konstitusi. Negara RI bukanlah negara kekuasaan yang
dilaksanakan dengan sistem totaliter, karena penyelenggaraan
negara didasarkan atas hukum. Dengan demikian, kekuasaan
hanya dilaksanakan melalui pengaturan menurut hukum yang
berlaku.
Hukum sebagai pranata sosial disusun bukan untuk
kepentingan kekuasaan golongan maupun perorangan, termasuk
bukan untuk keenakan bagi seorang pemimpin, namun untuk
kepentingan seluruh rakyat Indonesia agar dapat berfungsi sebagai
penjaga ketertiban bagi seluruh rakyat dengan peran pemimpin
sebagai penggeraknya. Sebagai landasan konstitusional UUD
Negara RI 1945 merupakan sumber hukum yang menuntun
bagaimana penerapan hukum atau pelaksanaan kebijakan yang
diantaranya untuk mewujudkan kepemimpinan yang RLA di
lingkungan Polri guna peningkatan ketahanan pangan dalam
rangka kemandirian bangsa.
c. Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional
Wawasan atau cara pandang dalam mencapai tujuan
pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara, yang
mencakup perwujudan kepulauan Nusantara sebagai suatu
kesatuan politik, kesatuan ekonomi, kesatuan sosial budaya dan
kesatuan hankam dalam kaitan dengan ideologi nasional. Wawasan
Nusantara merupakan operasionalisasi lebih lanjut dari ideologi
nasional dalam memandang diri dan lingkungannya. Keyakinan
yang mantap terhadap Pancasila dan UUD Negara RI 1945
merupakan modal dasar dalam pencapaian tujuan nasional dengan
motor penggeraknya dari para pemimpin yang berada pada level
apapun. Dengan demikian, sesungguhnya seluruh komponen
22
bangsa seperti birokrat, politisi (supra struktur politik, infra struktur
politik) lebih khusus para pemimpinnya harus berwawasan
Nusantara, yaitu memberikan pengakuan dan kesadaran bahwa
masyarakat Indonesia adalah manusia yang mendiami kepulauan
Nusantara, serta memiliki komitmen menuju kesejahteraan
bersama melalui pembangunan nasional di tengah-tengah
keanekaragaman.
d. Ketahanan Nasional Sebagai Landasan Konsepsional
Setiap bangsa dalam rangka mempertahankan
kehidupannya, eksistensinya dan untuk mewujudkan tujuan
berdasarkan ideologi nasionalnya perlu memiliki pemahaman
ideologi nasional, konstitusi, wawasan geopolitik dan dalam
implementasinya diperlukan suatu geostrategi. Konsepsi Ketahanan
Nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan
nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan
dan keamanan yang seimbang, serasi, selaras dan berkeadilan
dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh dan
terpadu berdasarkan Pancasila, UUD Negara RI 1945 dan
Wawasan Nusantara. Ketahanan Nasional harus diwujudkan dan
dibina secara dini dan terus menerus serta sinergis, mulai dari
pribadi, keluarga, lingkungan, daerah dan nasional berdasarkan
pemikiran geostrategi yang dirancang dan dirumuskan dengan
memperhatikan kondisi bangsa dan geografi Indonesia. Pemikiran
tersebut merupakan konsepsi Ketahanan Nasional yang dapat
digunakan untuk melandasi implementasi kepemimpinan RLA di
lingkungan Polri guna peningkatan ketahanan pangan dalam
rangka kemandirian bangsa.
e. Tribrata Sebagai Pedoman Hidup Polri
Seperti telah juga disinggung di atas tentang perubahan dan
pemaknaan baru Tribrata sebagai pedoman hidup Polri, maka
pemaknaan baru ini tentu harus menjadi landasan dari pada
implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri. Tribrata
23
adalah nilai dasar yang merupakan pedoman moral dan penuntun
nurani bagi setiap anggota Polri serta dapat pula berlaku bagi
pengembangan fungsi kepolisian lainnya. Pemaknaan baru tersebut
dijelaskan sebagaimana dalam lampiran.16
Dengan pemaknaan baru akan Tribrata tersebut,
menegaskan kepada kita bahwa implementasi kepemimpinan RLA
di lingkungan Polri guna ketahanan pangan dalam rangka
kemandirian bangsa haruslah mendasarkan kepadanya. Dengan
demikian gaya atau style kepemimpinan RLA merupakan
pengejawantahanan nilai-nilai yang terkandung dalam Tribarata.
f. Catur Prasetya Sebagai Pedoman Kerja Polri
Nilai-nilai yang juga berlaku di lingkungan Polri sebagai
pedoman dalam bekerja dan tentu akan mempengaruhi terhadap
implementasi kepemimpinan di lingkungan Polri adalah Catur
Prasetya. Pemaknaan baru akan nilai-nilai tersebut terlampiran. 17
8. Peraturan Perundang-undangan
a. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri. Hal yang
penting dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri ini diantaranya
adalah pertimbangan pembentukan UU ini yang menyebutkan
bahwa keamanan dalam negeri sebagai syarat utama mendukung
terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur dan beradap
berdasarkan Pancasila dan UUD N RI 1945. Dikatakan juga bahwa
pemeliharaan keamanan dalam negeri dilakukan melalui
penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi harkamtibmas,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat yang dilakukan oleh Polri selaku alat negara
yang dibantu oleh masyarakat dengan menjungjung tinggi hak
asasi manusia. Hal yang penting lainnya dalam UU ini adalah
pengaturan tentang fungsi kepolisian yang dijelaskan adalah salah
satu fungsi pemerintahan negara dibidang harkamtibmas,
16 Pemaknaan Baru Tribrata, Sebagai Pedoman Hidup Polri, terlampir.17 Pemaknaan Baru Catur Prasetya Polri, Sebagai Pedoman Kerja Polri, terlampir.
24
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan
masyarakat. Diatur juga tentang tujuan Polri, yaitu mewujudkan
Kamdagri meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban
masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat serta
terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjungjung tinggi
HAM. Hal lainnya UU ini mengatur tentang tugas pokok, tugas-
tugas dan wewenang Polri, tugas pokok Polri adalah (1)
Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; (2)
Menegakkan hukum; dan (3) Memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Demikian juga
tentang wewenang diatur lebih rinci sebagai penjabaran dari tugas
pokok sebagai pemelihara kamtibmas dan penegak hukum.
b. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. UU ini
mengatur tentang pangan yang pembuatannya didasarkan pada
beberapa pasal dalam UUD N RI 1945 (amandemen), yaitu :
pasala 5 (1) tentang hak Presiden mengajukan rancangan UU,
pasal 20 (1) tentang kekuasaan DPR membentuk UU, pasal 27 (2)
tentang hak tiap-tiap warga negara atas pekerjaannya dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pasal 33 tentang
perekonomian negara disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan.
UU ini bertujuan mengatur, membina dan mengawasi
masalah pangan agar :
1) Tersediannya pangan yang memenuhi persyaratan
keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan
manusia.
2) Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan
bertanggung jawab; dan
3) Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga
yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.18
18 ______ UU R.I. Nomor 7 tahun 1996 Tentang Pangan, Pasal 3.
25
c. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan. PP ini dibuat atas dasar UUD N RI 1945
(amandemen) pasal 5 (2) dan sebagai penjabaran dari UU No. 7
Tahun 1996 tentang Pangan. Ketahanan pangan merupakan hal
yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk
membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan
sejahtera melalui perwujudan ketersediaan pangan yang cukup,
aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di
seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli
masyarakat. PP No. 68/ 2002 ini juga mengatur tentang
ketersediaan pangan, cadangan pangan nasional, penganeka-
ragaman pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah
pangan, pengendalian harga, peran pemerintah daerah dan
masyarakat. Peran pemerintah daerah dijelaskan sebagai berikut :
Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan/ atau
Pemerintah Desa melaksanakan kebijakan dan bertanggung jawab
terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan diwilayahnya
masing-masing, dengan memperhatikan pedoman, norma, standar,
dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah
Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan/ atau Pemerintah Desa
mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan
ketahanan pangan. Dalam mendorong keikutsertaan masyarakat
dalam penyelenggaraan ketahanan pangan sebagaimana
dimaksud dapat dilakukan dengan :
1) Memberikan informasi dan pendidikan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan ketahanan pangan;
2) Membantu kelancaran penyelenggaraan ketahanan
pangan;
3) Meningkatkan motivasi masyarakat dalam penyeleng-
garaan ketahanan pangan;
4) Meningkatkan kemandirian rumah tangga dalam
mewujudkan ketahanan pangan.
26
d. Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-Undang ini
mengatur perencanaan jangka panjang untuk kurun waktu 20
tahun, pembangunan jangka menengah untuk kurun waktu 5 tahun,
dan pembangunan tahunan.19 Sebagaimana dikemukakan dalam
pembelajaran Sismennas UU Sisren Bangnas ini merupakan salah
satu ujud dari implementasi Sistem Informasi Nasional atau Simnas
dalam Sistem Manajemen Nasional.
e. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Sebagaimana ditegaskan bahwa visi Indonesia 2005-2025 adalah
“Indonesia yang Mandiri, maju, adil dan makmur”. Dari visi ini
dijabarkan dalam 8 (delapan) misi dan yang berkaitan dengan
bidang tugas Kepolisian adalah misi ke tiga, yaitu mewujudkan
masyarakat demokratis berlandaskan hukum dengan penekanan
melakukan pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya
hukum dan menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak
diskriminatif dan memihak kepada rakyat kecil. Sedangkan
dibidang keamanan berada pada misi keempat yaitu mewujudkan
Indonesia aman, damai dan bersatu dengan penekanan
memantapkan kemampuan dan meningkatkan profesionalisme
Polri agar mampu melindungi dan mengayomi masyarakat,
mencegah tindak kejahatan dan menuntaskan tindakan
kriminalitas. Tentu saja kebijakan pemerintah ini sangat
mempengaruhi bagaimana implementasi kepemimpinan RLA di
lingkungan Polri. Sebagai gambaran pentahapan pembangunan
RPJPN 2005-2025 dapat dilihat dalam tabel berikut.
TABEL : 1PENTAHAPAN PEMBANGUNAN DALAM RPJPN 2005-2025
19 Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, Pokja Bidang Studi Sistem Manajemen Nasional, Pokok Bahasan : Sistem Manajemen Nasional, Jakarta, 2012.
27
Sumber : Buku I RPJMN 2010-2014 hal. 25
f. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 Tentang RPJMN 2010-2014. Di dalam Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2010
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2010-2014 ditentukan visinya adalah terwujudnya
Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan yang
memiliki program aksi sebelas prioritas pembangunan nasional dan
tiga prioritas lainnya, dimana prioritas ke-lima adalah ketahanan
pangan. Diluar 11 Prioritas Nasional 2010-2014 dalam salah satu
prioritas lainnya adalah prioritas dibidang politik, hukum dan
keamanan yang memprioritaskan masalah mekanisme prosedur
penanganan terorisme, deradikalisasi menangkal terorisme,
meningkatkan peran Indonesia mewujudkan perdamaian dunia,
penguatan dan pemantapan hubungan kelembagaan dan
pemberantasan korupsi, peningkatan kepastian hukum dan
penguatan perlindungan HAM.
Peningkatan ketahanan pangan dan lanjutan revitalisasi
pertanian untuk mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan
daya saing produk pertanian, peningkatan pendapatan petani, serta
kelestarian lingkungan dan sumber daya alam dapat dilihat dalam
lampiran.
g. Keputusan Kapolri No. Pol : Kep/360/VI/2005 tanggal 10 Juni 2005 Tentang Grand Strategi Polri 2005-2025. Grand
Strategi ini bukan dibuat oleh Polri semata, tetapi lebih melibatkan
28
civitas akademika dari UI dan UGM. Dalam Grand Strategi ini
secara umum mengarahkan pembangunan Polri untuk 20 tahun
kedepan, Polri akan dibawa kemana, dan sesuai Grand Strategi
tersebut secara garis besar arah pembangunan Polri adalah :
Renstra pertama 2005-2009 yang lalu pembangunan Polri
sesungguhnya diarahkan kepada pembangunan kepercayaan
masyarakat kepada Polri atau Trust Building. Kemudia Renstra ke
dua 210-2014 diarahkan kepada membangun kemitraan atau
kebersamaan atau Pathnership Building dan kemudian Renstra
ketiga 2015-2025 diarahkan kepada pembangunanyang
mengkukuhkan organisasi untuk dapat memberikan pelayanan
secara prima kepada publik atau Stive for Excellence. Setiap
Renstra tersebut tentulah tidak parsial, tetapi saling bersinergi dan
saling menguatkan. Sedangkan visi Grand Strategi Polri 2005-2025
dapat dilihat terlampir.20
TABEL : 2PENTAHAPAN PEMBANGUNAN POLRI 2005-2025
Sumber : Tim Reformasi Birokrasi Polri.
h. Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat (Polmas) Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. Peraturan
20 Visi Grand Strategi Polri terlapir.
29
Kapolri ini sesungguhnya merupakan pilihan bagaimana polisi
melaksanakan tugas-tugasnya dengan cara-cara yang lebih
modern bersama-sama masyarakat dalam rangka memelihara
kamtibmas, menegakkan hukum dengan pendekatan perlindungan,
pengayoman dan pelayanan masyarakat. Dikatakan Falsafah
Polmas mendasari pemahaman bahwa masyarakat bukan
merupakan obyek pembinaan dari petugas yang berperan sebagai
subyek penyelenggara keamanan, melainkan masyarakat harus
menjadi subyek dan mitra yang aktif dalam memelihara keamanan
dan ketertiban di lingkungannya sesuai dengan hukum dan hak
asasi manusia. Falsafah Polmas mendasari pemahaman bahwa
penyelenggaraan keamanan tidak akan berhasil bila hanya
ditumpukan kepada keaktifan petugas polisi semata, melainkan
harus lebih ditumpukan kepada kemitraan petugas dengan warga
masyarakat yang bersama-sama aktif mengatasi permasalahan di
lingkungannya. Falsafah Polmas menghendaki agar petugas polisi
di tengah masyarakat tidak berpenampilan sebagai alat hukum
atau pelaksana undang-undang yang hanya menekankan
penindakan hukum atau mencari kesalahan warga, melainkan lebih
menitikberatkan kepada upaya membangun kepercayaan
masyarakat terhadap Polri melalui kemitraan yang didasari oleh
prinsip demokrasi dan hak asasi manusia, agar warga masyarakat
tergugah kesadaran dan kepatuhan hukumnya. Oleh karenanya,
fungsi keteladanan petugas Polri menjadi sangat penting. Prinsip-
prinsip penyelenggaraan Polmas setidaknya adalah komonikasi
intensif, kesetaraan, kemitraan, transparan, akuntabilitas,
partisipasi, personalisasi, desentralisasi, otonomisasi, proaktif,
berorientasi pada pemecahan masalah dan berorientasi pada
pelayanan. Dengan demikian pemilihan strategi dan filosofi Polmas
ini tentulah sangat berhubungan erat dengan implementasi
kepemimpinan RLA guna peningkatan ketahanan pangan dalam
rangka kemandirian bangsa.
9. Landasan Teori
30
Dalam Taskap ini ada beberapa teori yang dapat digunakan
sebagai pisau analisis atau pembahasan tentang kepemimpinan RLA di
lingkungan Polri secara umum maupun dikaitkan dengan masalah
ketahanan pangan dan kemandirian bangsa. Teori-teori ini setidaknya
tentang kepemimpinan itu sendiri, teori scenario learning dan Positioning
Diffrensiation and Brand Triangel (Segitiga PDB) dan tentang ketahanan
pangan.
a. Teori Kepemimpinan. Seperti dikemukakan dalam bebagai
buku literatur, teori tentang kepemimpinan ini cukup banyak.
Seperti misalnya Prof. Dr. Ermaya Suradinata, M.Si (Adi Sujatno,
2010) melihat teori kepemimpinan dari lahirnya seorang pemimpin.
Untuk itu Prof. Ermaya Suradinata melihatnya ada 4 jenis teori,
yaitu teori genetis, yang mengatakan bahwa kepemimpinan
seseorang telah melekat sejak ia dilahirkan atau dikatakan leaders
are bond not made. Teori ini dikenal juga sebagai teori The Great
Man. Sedangkan teori siosial mengatakan bahwa pemimpin harus
diciptakan melalui persiapan berupa pendidikan dan pelatihan atau
leaders are made and not born. Dari pertentangan kedua teori
genetik dan sosial ini lahirlah teori sintetis. Teori sintesis ini
menguraikan bahwa seorang pemimpin akan lahir menjadi
pemimpin yang sukses dalam kepemimpinannya manakala sejak
lahir ia telah memiliki bakat yang melekat dalam dirinya dan bakat
tersebut dikembangkan melalui pendidikan dan latihan, serta
dibentuk dan dikembangkan sesuai dengan tuntutan hubungan
organisme dengan lingkungannya.21
Dalam buku literatur yang lain seperti misalnya buku Bidang
Studi Kepemimpinan yang dikeluarkan oleh Lemhannas R.I melihat
teori kepemimpinan dikaitkan dengan pengertiannya dalam
pendekatan teoritis, diantaranya dikemukakan antara lain :
1) Geoge R. Terry, yang mengatakan Leader is the
relationship in which one person or the leader influences other
21 Dr. Adi Sijatno, S.H., M.H., Teori-teori Kepemimpinan, Lemhannas R.I., Jakarta, 2010, hal. 23.
31
to work together willingly on related task to affair that which
the leader desires. Yang terjemahannya “Kepemimpinan
merupakan hubungan seseorang dengan pemimpinnya
dimana pemimpin tersebut dapat mempengaruhi untuk
bekerja bersama-sama secara ikhlas”.
2) Joseph L. Massie dan John Douglas, mengatakan
Leadership accurs when one person influences others to work
to word some predeter missed obyektive. Yang
terjemahannya “Kepemimpinan terjadi bilamana seseorang
mempengaruhi orang lain untuk bekerja mencapai suatu
tujuan”.
3) Harold Koontz dan Cyriil O’Donnel, mengatakan
Leadership may be defined as theability to exercthiter
personal influence, by means of communication to word the
achievement of a goal. Yang terjemahannya “Kepemimpinan
dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi
seseorang dengan sarana komunikasi untuk mencapai tujuan
yang diinginkan”. 22
Dari uraian di atas dapat disimpulkan tentang teori
kepemimpinan dari pengertiannya adalah kepemimpinan
sebagai ilmu dan seni dalam mempengaruhi orang dan
organisasi untuk mencapai tujuan yang dikehendaki,
sedangkan pengertian yang lain dikatakan bahwa
kepemimpinan adalah ilmu dan seni mempengaruhi orang lain
(yang dipimpin) untuk mentaati perintah/ anjuran dengan tulus
dan ikhlas guna mencapai tujuan organisasi sesuai kehendak
pimpinan.
4) Kepemimpinan Nasional. Dalam Taskap ini sangat
penting sekali untuk mengetahui teori kepemimpinan nasional
sebagai alat untuk menganalisis kepemimpinan RLA di
lingkungan Polri. Hal ini tentu berkaitan dengan Polri sebagai
salah satu gatra dalam lembaga pemerintah secara nasional,
22 Tim Pokja Bidang Studi Kepemimpinan Lemhannas R.I., Kepemimpinan Nasional, Jakarta, 2012, Hal. 3
32
yaitu pada gatra hankam dan sosial budaya (penegak
hukum). Kepemimpinan nasional dimaknakan adalah :
Kelompok pemimpin bangsa pada segenap strata kehidupan nasional didalam setiap gatra (Asta Gatra) pada bidang/ sektor profesi baik di supra struktur, infra struktur dan sub struktur, formal dan informal yang memiliki kemampuan dan kewenangan untuk mengarahkan/ mengerahkan segenap potensi kehidupan nasional (bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD N RI 1945 serta memperhatikan dan memahami perkembangan lingkungan strategis guna mengantisipasi berbagai kendala dalam memanfaatkan peluang. 23
Dalam kepemimpinan nasional ini yang perlu diketahui
adalah rumusan sifat-sifat kepemimpinan nasional. Sifat-sifat
ini dikatakan sebagai sebuah hasil studi tentang kehidupan
dan karier pemimpin-pemimpin besar yang berhasil dan telah
menunjukkan adanya sifat-sifat pribadi tertentu yang
merupakan kualitas pribadi pemimpin yang paling esensi dan
harus dipunyai oleh setiap pemimpin. Sifat-sifat ini dapat
dilihat dalam lampiran.24
Hal lain dari kepemimpinan nasional yang perlu
diketahui adalah moral dan etika kepemimpinan nasional.
Dikatakan moral dan etika kepemimpinan nasional bersumber
dari nilai-nilai Pancasila yang diambil dari tiap-tiap sila
sebagai pandangan hidup bernegara, berbangsa dan
bermasyarakat. Moral-moral kepemimpinan nasional ini
adalah (a) Moral ketaqwaan, (b) Moral Kemanusiaan, (c)
Moral kebersamaan dan kebanggan, (d) Moral kerakyatan
dan (e) Moral keadilan.
5) Kepemimpinan Transformatif. Dikatakan bahwa
perubahan itu adalah sebagai sebuah keniscayaan, artinya
segala sesuatu dalam kehidupan sosial akan mengalami
perubahan seiring dengan bergulirnya waktu. Latar belakang
yang memicu sebuah perubahan itu adalah : (a) Keadaan
krisis, (b) Keinginan keberhasilan dimasa depan, (c) 23 Ibid, Hal. 1224 Sifat-sifat Pemimpin terlampir.
33
Pembaharuan pendekatan, (d) Perlu strategi baru dan (e)
Memecahkan curreent isues. Pemimpin perubahan atau
transformatif pada tataran kepemimpinan nasional dikatakan
untuk memulihkan keadaan akibat krisis melakukan suatu
upaya-upaya : yaitu (a) Memperbaiki mutu sumberdaya
manusia dan sumberdaya lainnya untuk mengembalikan
kebanggaan nasional, (b) Tidak hanya mencatat dan
memperdebatkan kegagalan beserta sebab-sebabnya, tetapi
lebih focus membantu pemecahan berbagai kesulitan, (c)
Menciptakan lingkungan yang kondusif, produktif dan inovatif.
Penjelasan lebih lanjut landasan teori Kepemimpinan
Kontemporer ini terlampir.25
b. Teori Scenario Learning. 26 Mengapa teori Scenario
Learning yang digunakan untuk membangun Polri dimasa depan
yang dibatasi oleh target waktu, karena senyatanya learning atau
belajar bukan sekedar sarana untuk menghasilkan atau mengejar
pengetahuan tetapi juga untuk menggunakannya. Scenario adalah
tantangan “mindset” para manajer ataupun pemimpin dengan
mengembangkan alternatif yang plausible atau mungkin, kridibel
dan relevan, sebagai masukan yang sinambung pada pembuatan
keputusan. Learning, menggunakan dialog dan diskusi mengenai
gagasan, persepsi, temuan dan lain-lain. Scenario Learning melatih
para manajer untuk mengorganisasikan apa yang mereka ketahui
dengan apa yang dapat mereka bayangkan menjadi cerita-cerita
bermakna dan logis tentang masa depan, serta melihat dan
mempertimbangkan implikasi-implikasi cerita masa depan tersebut
terhadap pilihan-pilihan strategi masa kini maupun masa depan.
Dibutuhkannya kepemimpinan rahmatan lil alamin diawali
dengan sebuah kehendak atau keinginan yang menjadi Focal
Concern (FC) yaitu “Membangun Polri yang Rahmatan Lil Alamin
25 Kepemimpinan Kontemporer, Penjelasan lebih lanjut terlampir.26 Nusyirwan Zen, Ceramah Ilmiah Pada Peserta Sespati Angkatan XV Tahun 2008, Scenario Learning Suatu Pengantar Untuk Merngkai Plausibilitas Masa Depan, Bandung, 2008.
34
2020”. Dari analisis teori Scenario Learning, membangun polisi
yang rahmatan lil alamin 2020 adalah sebuah alternatif masa
depan yang plausible atau sesuatu yang mungkin terjadi.
Penjelasan lebih lanjut tentang membangun Polri yang RLA tahun
2020 terlampir.27
c. Teori PDB Triangle. Teori ini digunakan untuk menganalisis
kebijakan atau strategi apa yang bersifat differentiation atau ada
nilai perbedaannya untuk dilakukan agar organisasi atau kebijakan
yang selama ini diambil tetap berjalan dengan baik dan
memberikan makna bagi kebijakan itu sendiri. Dalam hal ini yang
akan disoroti adalah kebijakan atau strategi penerapan
kepemimpinan di lingkungan Polri yaitu kepemimpinan Rahmatan
Lil Alamin (RLA) itu sendiri.
d.
e. Teori Kependudukan dan Kebutuhan Pangan Malthus. Teori Malthus adalah teori tentang Kependudukan Malthus
(pertumbuhan penduduk) yang dikaitkan dengan kebutuhan
pangan, yang menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk menurut
deret ukur dan pertumbuhan ekonomi menurut deret hitung.
Maksudnya adalah bahwa jumlah penduduk akan berkembang
lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi sehingga
27 Matriks Scenario Membangun Polri yang RLA Tahun 2020, terlampir.
POSITIONINGBEING STRATEGI
DIFFERENTIATIONCORE TACTIC
BRANDVALUE INDICATOR
BRAND IMAGEBRAND IDENTITY
KEPEMIMPINAN RAHMATAN LIL
PDB TRIANGLE :
35
mengakibatkan upah tenaga kerja menjadi sangat murah dan
hanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari (subsistensi). Malthus
memulai dengan merumuskan dua postulat yaitu : (1) Bahwa
pangan dibutuhkan untuk hidup manusia, (2) Bahwa kebutuhan
nafsu seksuil antar jenis kelamin akan tetap sifatnya sepanjang
masa. Atas dasar postulat tersebut Malthus menyatakan bahwa,
jika tidak ada pengekangan, kecenderungan pertambahan jumlah
manusia akan lebih cepat dari pertambahan subsisten (pangan).
Perkembangan penduduk akan mengikuti deret ukur sedangkan
perkembangan subsisten (pangan) mengikuti deret hitung dengan
interval waktu seperti berikut :
Penduduk : 1 2 4 8 16 32 dst
Subsistem (Pangan) : 1 2 3 4 5 6 dst
Dari postulat Malthus, terdapat pengekangan perkembangan
penduduk dapat berupa pengekangan segera dan pengekangan
hakiki atau mutlak. Yang dimaksud dengan factor pengekangan
adalah pangan, sedangkan pengekangan segera dapat berbentuk
pengekangan prefentif dan pengekangan positif. Pengekangan
prefentif adalah factor-faktor yang bekerja mengurangi angka
kelahiran. Pengekangan prefentif yang dianjurkan Malthus
adalah pengendalian diri dalam hal nafsu seksual antar jenis
seperti penundaan perkawinan. Pengekangan positif merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian, dapat berupa
epidemi, penyakit-penyakit dan kemiskinan.
10. Tinjauan Pustaka
a. Indeks Kepemimpinan Nasional Indonesia (IKNI). IKNI
yang diuraikan dalam buku “Traktat Etis Kepemimpinan Nasional
dan IKNI” Karangan Prof. Dr. Muladi, S.H. dan Dr. Adi Sujatno,
S.H., M.H. Dalam uraiannya IKNI mengandung identitas terhadap 4
(empat) kategori sebagai “Cita Susila” atau Moralitas dan
Akuntabilitas, yaitu :
36
1) Moralitas dan Akuntabilitas yang bersifat sipil atau
individual.
2) Moralitas dan Akuntabilitas yang bersifat Sosial
Kemasyarakatan.
3) Moralitas dan Akuntabilitas yang bersifat Institusional
atau kelembagaan.
4) Moralitas dan Akuntabilitas yang bersifat Global.
Selanjutnya setiap kategori ini diperinci pada perilaku atau
semacam parameter yang bersifat perilaku moralitas dan
akuntabilitas seorang pemimpin nasional. Dijelaskan lebih lanjut
bahwa penekanan kepemimpinan nasional ini adalah pada
karakter, baik karakter yang bersifat umum maupun karakter yang
bersifat khusus atau karakteristik.
Dalam uraian masalah IKNI ini Lemhannas juga
menyampaikan beberapa harapan, yang salah satunya
dikemukakan bahwa “Pemerintah agar dapat lebih menjaga jarak
dari praktek-praktek politisasi di dalam rekruitmen pemimpin
sampai pada tingkat eselon satu yang merupakan jabatan karier.
Penunjukan pejabat karier harus lepas dari campur tangan partai
politik (non political appointee)”.
Dari uraian singkat di atas tentu saja kita sebagai bagian dari
anak bangsa sangat setuju. Akan tetapi menurut penulis
berdasarkan fakta realita di lapangan perlu adanya penambahan
kategori ataupun parameter yang menekankan pada kemampuan
profesionalisme dari pemimpin nasional, khususnya sesuai dengan
bidang atau gatra masing-masing. Hal tersebut juga ditekankan
dalam harapan Lemhannas bahwa dalam rekruitmen pemimpin
nasional sampai tingkat eselon satu yang merupakan jabatan karier
diharapkan non political appointee. Ini menunjukkan bahwa
parameter profesionalisme bagi pemimpin menjadi sangat penting.
b. Tiga Aspek Ketahan Pangan Menurut Prof. Dr. Ahmad Suryana dan Dr. Ir. Hermanto, MS. Prof. Dr. Ahmad Suryana
37
(Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian)
maupun Dr. Ir. Hermanto, MS Sekretaris Badan Ketahanan Pangan
Kementerian Pertanian menyampaikan dalam makalah ilmiahnya
yang disampaikan di depan peserta Lemhannas PPRA XLVIII-2012
di Lemhannas R.I tanggal 28 Agustus 2012 dan 28 Maret 2012,
bahwa sistem ketahanan pangan nasional ditentukan oleh tiga
aspek, yaitu aspek ketersediaan, keterjangkauan dan konsumsi pangan. Ketiga aspek ini dipengaruhi juga oleh kebijakan ekonomi
dan kebijakan pangan serta kebijakan otonomi dan desentralisasi
akan pangan. Disamping itu ditentukan juga oleh sumber daya,
antara lain seperti ketersediaan lahan, air irigasi, SDM, tehnologi,
kelembagaan dan budaya.
Kondisi ketahanan pangan ini juga dipengaruhi oleh
perkembangan lingkungan strategi baik dalam negeri maupun luar
negeri seperti kondisi penduduk, perubahan iklim, kinerja ekonomi,
dinamika pasar sektor non pangan maupun pangan sendiri di dalam
negeri maupun luar negeri dan shock atau bencana.
Tentu saja pendapat ini menurut penulis sangatlah benar
adanya. Akan tetapi berdasarkan pemahaman lebih lanjut bila
dikaitkan dengan pendekatan manajemen dalam sistem manajemen
nasional (Sismennas), kepemimpinan nasional dan pemberdayaan
masyarakat, ketahanan pangan tidak hanya ditentukan oleh ketiga
aspek tersebut (ketersediaan, keterjangkauan dan konsumsi), tetapi
juga ditentukan oleh dua aspek lainnya yang relatif berdiri sendiri
sebagai aspek yang mempengaruhi ketahanan pangan, yaitu :
aspek pemberdayaan masyarakat dan aspek manajemen. Aspek
pemberdayaan masyarakat ini misalnya keterbatasan sarana dan
belum adanya mekanisme kerja yang efektif di masyarakat dalam
merespon adanya kerawanan pangan, terutama dalam penyaluran
pangan kepada masyarakat yang membutuhkan, keterbatasan
keterampilan dan akses masyarakat miskin terhadap sumber daya
usaha seperti pendanaan, tehnologi, informasi pusat dan sarana
prasarana yang menyebabkan masyarakat kesulitan memasuki
38
lapangan kerja dan menumbuhkan usaha. Kurang efektifnya
program pemberdayaan masyarakat yang selama ini bersifat top-
down karena tidak memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan
kemampuan masyarakat yang bersangkutan. Belum
berkembangnya sistem pemantauan kewaspadaan pangan dan gizi
secara dini dan akurat dalam mendeteksi kerawanan pangan dan
gizi pada tingkat masyarakat.
Aspek manajemen, keberhasilan pembangunan ketahanan
dan kemandirian pangan dipengaruhi oleh efektifitas
penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen pembangunan yang
meliputi aspek perencanan, pelaksanaan, pengawasan dan
pengendalian serta koordinasi berbagai kebijakan dan program.
Masalah yang dihadapi dalam aspek manajemen adalah : (1)
Terbatasnya ketersediaan data yang akurat, konsisten, dipercaya
dan mudah diakses yang diperlukan untuk perencanaan
pengembangan kemandirian dan ketahanan pangan. Disini berarti
peran teknologi sangatlah dominan. (2) Belum adanya jaminan
perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen kecil di bidang
pangan. (3) Lemahnya koordinasi dan masih adanya iklim egosentris
dalam lingkup instansi dan antar instansi, subsektor, sektor,
lembaga pemerintah dan non pemerintah, pusat dan daerah dan
antar daerah.
BAB III
KONDISI IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA DI LINGKUNGAN POLRI, IMPLIKASI IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA DI
LINGKUNGAN POLRI TERHADAP PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN KEMANDIRIAN
39
BANGSA SERTA PERMASALAHANNYA
11. Umum
Sebagaimana disinggung pada BAB I dan II di atas tentang
kepemimpinan yang RLA sebagai sebuah gaya ataupun style
kepemimpinan yang menekankan kepada fitrah dari pada kehadiran umat
manusia itu sendiri yang seharusnya, yaitu membawa rahmat bagi
sesamanya manusia maupun alam serta sesisinya sebagaimana dalam
kepemimpinan hal ini dicontohkan oleh junjungan Nabi Besar Muhammad
SAW. “Wama arsalnaha illa rahmatan lil alamin” (Surat Al-Anbiya : 107)
yang dimaknakan “... dan tiada kami mengutus kamu (wahai Muhammad),
melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”.
Kepemimpinan yang RLA di lingkungan Polri pada dasarnya
berorientasi dari pada embanan ataupun tugas pokok yang melekat pada
Polri itu sendiri, yaitu selaku pemelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegak hukum dan memberikan pengayoman, perlindungan
serta pelayanan kepada masyarakat. Bersumber dari tugas pokok serta
pengejawantahanan dari berbagai paradigma nasional, khususnya
Pancasila dan landasan teori kepemimpinan yang dipelajari seperti
kepemimpinan nasional, negarawan, kontemporer, visioner, transformatif
maupun sifat-sifat kepemimpinan Nabi Besar Muhammad SAW khususnya
fatonah, amanah, shiddig dan tabligh, maka kepemimpinan yang RLA inilah
sebagai alternatif gaya atau style yang harus diberikan oleh setiap
pemimpin di lingkungan Polri. Bertitik tolak dari pemaknaan kepemimpinan
RLA inilah maka dalam sub-bab berikut ini akan dijelaskan bagaimana
kondisi implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri saat ini,
implikasi implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri terhadap
peningkatan ketahanan pangan dan implikasi peningkatan ketahanan
pangan terhadap kemandirian bangsa serta permasalahan yang
ditemukan.
12. Kondisi Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri Saat Ini
40
c. Belum Diimplementasikannya Kepemimpinan RLA di
Lingkungan Polri Saat Ini.
Seperti telah disinggung di atas bahwa setelah Polri berpisah
dengan TNI atau ABRI saat itu di tahun 2000, yaitu dengan
ditetapkannya Ketetapan MPR Nomor : VI/MPR/2000 Tentang
Pemisahan TNI dan Polri sebagai sebuah tuntutan reformasi di
Indonesia, Polri sampai saat ini belum memiliki asas-asas
kepemimpinan yang secara umum diberlakukan di lingkungan Polri
seperti waktu sebelumnya dengan 11 asas kepemimpinan ABRI.
Dengan dipisahkannya dari ABRI, bukanlah berarti kemudian
terputusnya seketika itu juga pengamalan akan nilai-nilai atau
asas-asas dari kepemimpinan di lingkungan Polri yang selama ini
berlaku. Senyatanya ada nilai-nilai dan etika Polri yang dapat
menjadi sumber implementasi kepemimpinan di lingkungan Polri,
yaitu pedoman hidup dan pedoman kerja berupa Tribrata dan Catur
Prasetya yang pada hakekatnya merupakan penjabaran dari nilai-
nilai Pancasila dan tugas pokok Polri yang juga telah dicantumkan
dalam UUD N RI 1945 (amandemen). Sesungguhnya reformasi
Polri yang secara struktural baru terlihat di tahun 2000, yaitu
dengan dipisahkannya dari ABRI, sudah disusun dan direncanakan
bahwa reformasi birokrasi Polri itu sejak tahun 1998, yaitu dalam
sebuah buku yang dikenal dengan “buku biru reformasi Polri”.
Dimana reformasi Polri itu dibagi dalam tiga bagian, yaitu struktural,
instrumental dan kultur. Jika kita melihat nilai-nilai ataupun asas-
asas kepemimpinan maka hal ini cenderung masuk pada ranah
kultur atau budaya yang memang perubahannya relatif sulit dan
membutuhkan waktu, karena berkaitan dengan nilai-nilai yang
kemudian tercermin dalam perilaku.
Sosok kepemimpinan di lingkungan Polri sejak tahun 2000
dapat kita lihat sebagai berikut : 1) Jenderal Polisi Rusdihardjo,
Januari-Agustus 2000, Kapolri ini diangkat oleh Presdien R.I hasil
Pemilu 1999 yang cukup kontraversi yaitu K.H Abdulrahman Wahid
atau Gus Dur. 2) Jederal Polisi Drs. Suroyo Bimantoro, 2000-2001,
41
Kapolri ini juga diangkat oleh Presiden R.I K.H Abdulrahmman
Wahid. Dalam perjalanannya Gus Dur diganti oleh MPR karena
skandal tertentu yang berujung kepada politik dan dipenghujung
jabatannya Gus Dur sempat mengangkat Kapolri baru yaitu
Jenderal Polisi Drs. Chairuddin Ismail yang baru sempat dilantik di
Istana Presiden tetapi belum sempat serah terima jabatan dengan
Jenderal Polisi Drs. Suroyo Bimantoro. Situasi ini menjadi sebuah
persoalan tersendiri secara internal di lingkungan Polri, dimana
selama ini calon Kapolri pengganti selalu diajukan oleh Kapolri
lama sebagai sebuah cara memelihara kesinambungan, walaupun
tentu saja dengan sistem tata negara Indonesia penunjukan Kapolri
itu sebagai ranah prerogratif Presiden. 3) Jenderal Polisi Drs. Da’i
Bachtiar, S.H, 2001-2005, Kapolri ini diangkat oleh Presiden
Megawati Soekarno Putri. 4) Jenderal Polisi Drs. Sutanto, 2005-
2008, Kapolri ini diangkat oleh Presiden SBY yang kebetulan
teman seangkatan di AkABRI dan sama-sama penerima
penghargaan Adhimakayasa di Akademi masing-masing. 5)
Jenderal Polisi Drs. Bambang Hendarso Danuri, M.M, 2008-20110,
juga diangkat oleh Presiden SBY dan kemudian 6) Jenderal Polisi
Drs. Timur Pradopo, 2010-sekarang, juga diangkat oleh Presiden
SBY.
Melihat secara empiris, sesungguhnya para Kapolri ini tidak
memiliki nilai-nilai kepemimpinan yang khusus dapat diterapkan
seperti pada saat adanya 11 asas kepmimpinan ABRI. Akan tetapi
para pemimpin di lingkungan Polri tersebut sudah menerapkan
nilai-nilai kepemimpinan nasional, prinsif-prinsif dalam kepemimpi-
nan transformatif, kepemimpinan visioner, kepemimpinan kontem-
porer sebagaimana model-model kepemimpinan tersebut dipelajari,
didiskusikan saat mereka sekolah di Sespim, Sespati maupun di
Lemhannas. Hal tersebut dapat dilihat dari kinerja yang menonjol
dari masing-masing pimpinan, walaupun tentu saja disana sini
masih ada kekurangan, sehingga citra atau pandangan publik pada
organisasi Polri secara keseluruhan belum begitu baik atau naik
42
turun sesuai dengan isue yang mengemuka pada setiap saat
kepemimpinan Polri itu hadir pada masanya.
d. Profesionalisme di Lingkungan Polri Secara Umum Masih
Kurang.
Seperti diketahui bahwa makna profesi adalah pekerjaan
yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu
pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki aosiasi
profesi, kode etik serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus
untuk bidang tersebut. Contoh profesi dibidang hukum, kedokteran,
keuangan, militer, teknik dan lain-lain. Karakteristik profesi
disimpulkan antara lain : (1) Adanya keterampilan yang
berdasarkan pada pengetahuan teoritis, (2) Asosiasi profesional,
(3) Ujian kompetensi, (4) Pelatihan institusional, (5) Lisensi, (6)
Pendidikan yang ekstensif, (7) Otonomi kerja, (8) Kode etik, (9)
Mengatur diri, (10) Layanan publik altruisme dan (11) Status dan
imbalan yang tinggi.
Unsur profesionalisme dalam tulisan Taskap ini dijadikan
sebagai sebuah critical driving force atau salah satu pengungkit
utama untuk mewujudkan kepemimpinan yang RLA di lingkungan
Polri. Di dalam organisasi Polri sendiripun telah beberapa kali
terjadi perubahan struktur organisasi dengan orientasi
mendekatkan organisasi Polri sebagai bagian fungsi pelayanan
pemerintah dengan masyarakat yang akan dilayani. Reformasi
instrumental juga telah dilakukan seperti misalnya lahirnya Undang-
undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri sebagai perubahan dari
Undang-undang sebelumnya yaitu UU No. 28 Tahun 1997 tentang
Polri dimana pada periode tersebut Polri masih bersama-sama
dengan ABRI. Kemudian juga telah dirubah berbagai macam
Pedoman atau Petunjuk yang disebut sebagai pedoman induk,
pedoman dasar, Petunjuk Pelaksana, petunjuk tehnis menjadi
Peraturan-peraturan Kapolri sesuai dengan amanat Undang-
undang No. 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pembuatan
Peraturan dan Perundang-undangan yang terakhir telah dirubah
43
dengan Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pembuatan Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan
perubahan kultur, hal ini dirasakan relatif sulit untuk dilakukan oleh
Polri. Berdasarkan beberapa literatur perubahan kultur di
lingkungan Polri ini dimaksudkan adalah perubahan artefak,
perubahan perilaku dan perubahan paradigma (mindset) atau yang
sering disebut kultur set. Beberapa hal budaya yang ingin dirubah
secara mendasar di lingkungan Polri misalnya adalah budaya
organisasi yang tadinya antagonis menjadi protagonis, reaktif
menjadi proaktif, legalitas menjadi legitimitas, elitis menjadi populis,
arogan menjadi humanis, otoriter menjadi demokratis, tertutup
menjadi transparan, akuntabilitas vertikal menjadi akuntabilitas
publik dan dari monologis menjadi dialogis.
Sesungguhnya juga Polri telah memiliki Grand Strategi Polri
2005-2025 yang dikukuhkan berdasarkan Keputusan Kapolri
Nomor Polisi : Kep/360/VI/2005 tanggal 10 Juni 2005. Grand
Strategi ini bukan dibuat oleh Polri semata, tetapi lebih melibatkan
civitas akademika dari UI dan UGM. Dalam Grand Strategi ini
secara umum mengarahkan pembangunan Polri untuk 20 tahun
kedepan, Polri akan dibawa kemana, dan sesuai Grand Strategi
tersebut secara garis besar arah pembangunan Polri adalah :
Renstra pertama 2005-2009 yang lalu pembangunan Polri
sesungguhnya diarahkan kepada pembangunan kepercayaan
masyarakat kepada Polri atau Trust Building. Kemudian Renstra ke
dua 210-2014 diarahkan kepada membangun kemitraan atau
kebersamaan atau Pathnership Building dan kemudian Renstra
ketiga 2015-2025 diarahkan kepada pembangunan yang
mengkukuhkan organisasi untuk dapat memberikan pelayanan
secara prima kepada publik atau Strive for Excellence. Setiap
Renstra tersebut tentulah tidak parsial, tetapi saling bersinergi dan
saling menguatkan, artinya ketika Renstra pertama lalu (2005-
2009) menekankan kepada pembangunan kepercayaan, bersama
itu juga dibangun kemitraan dan pelayanan prima, hanya memang
44
penekanan atau orientasinya kepada pembangunan kepercayaan.
Begitu juga pada Renstra kedua yang sedang berjalan (2010-
2014), penekanan pembangunan Polri kepada kemitraan atau
pathnership, akan tetapi tentu juga dilakukan pembangunan
kepercayaan dan telah dirintis upaya untuk memberikan pelayanan
yang prima. Jadi pembangunan di lingkungan Polri ada penekanan
yang berkelanjutan atau suistanable program.
Kondisi Polri dimata masyarakat sebagai indikator hasil
kinerja atau penerapan kepemimpinan rahmatan lil alamin saat ini
dapat dilihat dari berbagai persepsi masyarakat terhadap Polri
sebagai hasil penelitian ataupun survey, yang dapat digambarkan
sebagai berikut :
1) Hasil survey dari PERC (Political and Economic Risk
Counsulting) menempatkan Indonesia sebagai negara nomor
dua terburuk masalah keamanan individu setelah Philipina
bagi para investor (2010).
2) Kompolnas merelease bahwa penyimpangan Polri
terjadi paling besar pada penegakan hukum, yaitu sebesar
72% (2009).
3) TII (Transparancy International Indonesia)
menempatkan Polri sebagai Institusi dengan tingkat suap
tertinggi (2009).
4) Global Coruption Barometer (GCB), menempatkan
Polri sebagai institusi terkorup di Indonesia dengan indeks 4,2
(2010).
5) Penelitian yang dilakukan oleh lembaga independent
Markplus in Sight menyimpulkan tingkat kepuasan
masyarakat atas pelayanan Polri baru 54,37% (2009).
6) Penelitian oleh Staf Ahli Kapolri, Biro Litbang Polri,
Mahasiswa PTIK, merelease bahwa tingkat harapan
masyarakat atas pelayanan Polri sebesar 86,32%, sedangkan
rata-rata transparansi pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat baru sebear 64,21%, jadi masih ada gap atau
45
disparitas antara harapan masyarakat dan yang dapat
diberikan oleh Polri yang cukup tinggi, yaitu sebesar 22,11%
(2010).
7) Pada tahun 2002, mahasiswa PTIK juga telah
melakukan penelitian di 10 Polda yang menyoroti tentang
pergeseran paradigma sebagai upaya melakukan perubahan
budaya untuk meningkatkan kinerja. Ditemukan ada dua
faktor utama yang menerangkan kinerja Polri, yaitu
pemahaman personil tentang paradigma itu sendiri dan
peranan atasan atau pemimpin di lingkungan Polri. Ini
menunjukkan bahwa betapa pentingnya kehadiran seorang
pemimpin yang rahmatan lil alamin.
8) Hasil survey Jaringan Survey Indonesia yang dimuat di
harian Kompas hari Rabu, 2 Nopember 2011 tentang tingkat
kepercayaan dan tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja
aparat penegak hukum. Hasilnya adalah, untuk tingkat
kepercayaan Polri menduduki peringkat yang terbaik yaitu
58,2%, kemudian KPK : 53,8%, MA : 47,8%, MK : 47,3%,
Kejagung : 46,0%. Untuk tingkat kepuasan masyarakat Polri
juga terbaik yaitu 53,6%, KPK : 45,0%, MK : 43,5%, MA :
42,1% dan Kejagung : 41,1%. Sedangkan terakhir hasil
survey Sugeng Suryadi Syndicate pada tanggal 14-24 Mei
2012 yang lalu di 33 Provinsi menempatkan DPR sebagai
lembaga terkorup di Indonesia dengan nilai 47%.
Kondisi profesionalitas secara umum ini juga dapat dilihat dari
komposisi kepangkatan riil anggota Polri dibandingkan dengan
yang seharusnya, dengan asumsi kepangkatan mencerminkan
profesionalisme dari anggota Polri tersebut. Tabel 3
profesionalisme dilihat dari aspek kepangkatan terlampir.
Dari sudut pandangan masyarakat dapat juga kita lihat
profesionalisme Polri ini dari hasil survey dan analisis Citra Publik
Indonesia pada tanggal 11-14 September 2009 lalu. Hasilnya dapat
dilihat 58,20% Polri sudah/ cukup profesional dan 56,50%
46
masyarakat yakin/ sangat yakin mampu menjadi lembaga yang
profesional. Tabel 4 DAN 5 Profesionalisme Anggota Polri
terlampir.
e. Belum Optimalnya Moralitas Anggota Polri Secara Umum.
Seperti juga telah disinggung di atas bahwa moral ini
bersumber dari nilai-nilai dasar Pancasila dan khususnya untuk
Polri tentu juga bersumber dari pedoman kerja Tribrata yang pada
dasarnya bersumber dari hakekat akan tugas pokok dan
keberadaan polisi itu sendiri dalam kehidupan berbangsa,
bernegara dan bermasyarakat. Moralitas yang bersumber dari nilai-
nilai-nilai Pancasila setidaknya sesuatu yang harus melekat pada
perilaku polisi seperti moral ketaqwaan, moral kemanusiaan, moral
kebersamaan dan kebangsaan, moral kerakyatan dan moral
keadilan. Nilai-nilai moral ini dalam organisasi teraktualisasi pada
etika organisasi yang tertuang dalam kode etik profesi. Di
lingkungan Polri sudah ada kode etik Polri yang senantiasa terjadi
perubahan-perubahan sesuai dengan perubahan pemaknaan
Tribrata maupun dinamika organisasi Polri. terakhir kode etik Polri
ini diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011
Tentang Kode Etik Profesi Polri sebagai perubahan dari Perkap
Nomor 7 Tahun 2006 Tentang hal yang sama.
Berdasarkan release akhir tahun Kapolri tahun 2011 yang lalu
beberapa catatan yang dapat digolongkan menyangkut moralitas
anggota Polri adalah menyangkut pelanggaran kode etik, disiplin
maupun pidana sampai diputuskan harus dikeluarkan dengan tidak
hormat dari keanggotaan Polri. Catatan-catatan tersebut dapat kita
lihat sebagai berikut :
1) Bidang Tata Tertib.Untuk tahun 2010 sebanyak 26.872 orang dan pada
tahun 2011 sebanyak 12.987 orang sehingga mengalami penurunan sebanyak 13.975 orang atau 52 %. Untuk penyelesaian kasus, seluruh masalah pelanggaran tata tertib telah diselesaikan seluruhnya atau 100%;
2) Bidang Disiplin.
47
Untuk tahun 2010 pelanggaran disiplin yang tercatat sebanyak 6.900 orang dan pada tahun 2011 sebanyak 3.429 orang, sehingga mengalami penurunan sebanyak 3.471 orang atau 50%. Untuk penyelesaian masalah pelanggaran tata tertib, telah diselesaikan sebanyak 931 orang atau 27%;
3) Bidang Sidang Kode Etik Polri (KKEP).Polri telah menyidangkan (Sidang Kode Etik Polri)
selama tahun 2010 sebanyak 412 orang sedangkan pada tahun 2011 sebanyak 376 orang, sehingga mengalami penurunan sebanyak 36 orang atau 9%. Untuk penyelesaian masalah kode etik Polri, seluruhnya sudah tuntas atau 100%;
4) Bidang PTDH.Pada tahun 2010 , Polri telah memberhentikan tidak
dengan hormat sebanyak 298 orang, sementara itu ditahun 2011, Polri telah memberhentikan secara tidak hormat sebanyak 267 orang. Sehingga mengalami penurunan sebanyak 31 orang atau 10,4%.5) Bidang Pelanggaran Pidana.
Pada tahun 2010 Polri telah menyidangkan anggota Polri yang melakukan tindak pidana sebanyak 512 orang dan pada tahun 2011 sebanyak 207 orang, sehingga mengalami penurunan sebanyak 305 orang atau 60%. Untuk penyelesaian masalah pelanggaran pidana, hingga saat ini sudah 51 orang yang terselesaikan masalahnya atau 75%. 28
Sedangkan hasil survey dan analisis dari Citra Publik
Indonesia yang berkaitan dengan moralitas ini dapat dlihat
dari hasil poling tentang kejujuran polisi, 51,40% masyarakat
menilai polisi kurang jujur. Kedisiplinan, 52,60% masyarakat
menganggap poliswi belum disiplin. Masalah tanggungjawab,
45,90% masyarakat menganggap polisi belum
tanggungjawab dalam melaksanakan tugas kepolisian. Jika
dibandingkan dengan TNI, maka masalah kemanusiaan atau
manusiawi 42,10% masyarakat menilai TNI lebih manusiawi
dari pada Polri. Masalah keramahan, 42,90% masyarakat
menilai TNI lembaga yang lebih ramah dari pada Polri,
sedangkan masalah komunikasi, 56% masyarakat menilai
Polri telah berkomunikasi dengan baik. Tabel 6 : Kejujuran
Anggota Polri, Tabel 7 : Kedisiplinan Anggota Polri, Tabel 8 :
28 Jenderal Polisi Drs. Timur Pradopo (Kapolri), Materi Pers Release Akhir Tahun 2011, 30 Desember 2011, Jakarta, 2011.
48
Sifat Manusiawi Anggota Polri dan Tabel 9 : Keramahan
Anggota Polri terlampir.
f. Ketahanan Pangan Indonesia Masih Sangat Rentan.
Dari berbagai literatur, khususnya pembelajaran baik dari
Kementerian dan para tenaga pengajar di Lemhannas R.I pada
PPRA XLVIII Tahun 2012 yang memang temanya “Ketahanan
Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa”, menunjukkan
secara umum masalah ketahanan pangan Indonesia masih sangat
rentan, walaupun dalam hal-hal tertentu seperti produk strategis
beras memberikan harapan akan swasembada. Secara umum
kerentanan ini disebabkan oleh berbagai permasalahan dibidang
ketahanan pangan itu sendiri. Beberapa hal dapat dikemukakan
sebagai berikut :
1) Laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi periode 2000-2010 sebesar 1,49% per tahun dengan jumlah penduduk yang besar, sedangkan pertumbuhan produksi pangan relatif masih kecil.2) Jumlah penduduk miskin dan rawan pangan masih relatif tinggi sebesar 12.4% dari total penduduk.3) Ketergantungan konsumsi beras dalam pola konsumsi pangan yang masih tinggi sebesar beras 139,15 kg/kapita/th. 4) Konversi lahan pertanian masih tinggi dan tidak terkendali, sekitar 65.000 ha/th.5) Kompetisi pemanfaatan dan degradasi sumber daya air semakin meningkat.6) Infrastruktur pertanian/ pedesaan masih kurang memadai, jaringan irigasi yang rusak 52%.7) Belum memadainya prasarana dan sarana transportasi, sehingga meningkatkan biaya distribusi/ pemasaran pangan.8) Sebaran produksi pangan yang tidak menentu, baik antar waktu panen raya dan paceklik ataupun antar daerah di Jawa surplus, di Papua dan Papua Barat defisit.9) Beberapa daerah di Indonesia rawan bencana alam, yang menyulitkan bagi pengembangan ketahanan pangan yang berkelanjutan. 29
Data pendukung yang menunjukkan persoalan dalam
ketahanan pangan ini misalnya adalah masalah besarnya peralihan
lahan sawah atau penyusutan seluas 36.000 Ha sejak tahun 1994
29 Prof. Ahmad Suryana (Kepala Badan Ketahanan Pangan Nasional), Ceramah Ilmiah Pada Peserta PPRA XLVIII-2012 Lemahannas R.I, Kebijakan dan Strategi Ketahanan Pangan Indonesia, 29 Agustus 2012.
49
s/d 2004 atau sekitar 3.600 Ha per tahun. Lebih lanjut dapat dilihat
dalam Tabel 10 : Alih Fungsi Lahan Sawah terlampir. 30
Begitupun kondisi impor terhadap beberapa produksi
strategis, sebagai bukti bahwa permasalahan ketahanan pangan
harus diatasi oleh seluruh komponen bangsa secara komprehensif,
integral dan holistik dan tidak terkecuali oleh Polri dengan
pelaksanaan tugas pokoknya.
TABEL : 11PERSENTASE IMPORT PANGAN STRATEGIS
KOMODITI PERSEN THD KEBUTUHAN NASIONALDaging sapi 25 % ( K.L 600.000 ekor)Gula 30 % (K.L 1,3 juta ton)Beras 2 % ( K.L 1,2 juta ton)Bawang putih 90 %Kedelai 70 % ( K.L 1,4 juta ton)Garam 50 %Jagung 10 %Kacang Tanah 15 %Susu 70 %
Sumber : Prof. Dr. Didin S Damanhuri, Kuliah Ilmiah PPRA XLVIII, 2012
13. Implikasi Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri Terhadap Ketahanan Pangan dan Implikasi Peningkatan Ketahanan Pangan Terhadap Kemandirian Bangsa
Beranjak dari pemaknaan kepemimpinan RLA di lingkungan Polri
yang menekankan bahwa seorang pemimpin itu adalah rahmat bagi
semesta alam, menebar cinta kasih bagi seluruh umat manusia dan segala
ciptaan Tuhan di alam semesta baik yang hidup (biotik) dan benda mati
(abiotik) serta menekankan pada kemampuan profesionalisme dan
moralitas dalam mencapai tujuan organisasi dan kemudian dikaitkan
dengan organisasi Polri yang memiliki tugas pokok harkamtibmas,
penegakan hukum, pengayom, pelindung dan pelayanan masyarakat,
maka jika dikaitkan dengan upaya peningkatan ketahanan pangan
Indonesia sangatlah relevan. Artinya jika kepemimpinan di lingkungan Polri
yang menekankan pada RLA dengan pendekatan pelaksanaan tugas yang
30 Tabel tentang besaran penambahan maupun penyusutan lahan sawah terlampir.
50
profesional serta personilnya memiliki moral yang baik maka persoalan-
persoalan ketahanan pangan baik persoalan ketersediaan, keterjangkauan,
konsumsi, pemberdayaan masyarakat maupun manajemen akan dapat
diatasi dengan baik dan ketahanan pangan akan meningkat. Kondisi ini
tentu juga akan memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat
sebagai bagian dari tujuan negara. Artinya kondisi ketahanan pangan ini
juga akan memberikan kontribusi pada peningkatan kemandirian bangsa.
a. Implikasi Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri Terhadap Peningkatan Ketahanan Pangan.
Berdasarkan beberapa tabel diatas, baik yang mencerminkan
tentang implementasi kepemimpinan RLA maupun kondisi
ketahanan pangan, seperti masih tingginya peralihan lahan sawah
untuk pertanian kepada fungsi lainnya, yang berkorelasi langsung
dengan ketahanan pangan, khususnya pada aspek ketersediaan
pangan (produksi), maka apabila diimplementasikannya
kepemimpinan RLA di lingkungan Polri, asumsinya masalah-
masalah tersebut akan teratasi dengan baik. Berbagai
permasalahan ketahanan pangan khususnya yang berkaitan dengan
tugas pokok Polri seperti penegakan hukum akan dapat teratasi
dengan baik, peralihan lahan sawah akan semakin berkurang atau
berhenti sama sekali. Dengan demikian salah satu faktor
menurunnya produksi pangan akan teratasi. Belum lagi jika
implementasi kepemimpinan RLA ini diterapkan dalam kerja sama
yang riil antara Polri dan Kementerian Pertanian misalnya dalam
pengolahan lahan sebagai ujud implementasi Perpolisian
Masyarakat (Polmas), maka akan semakin memberikan kontribusi
pada peningkatan produksi pangan. Lebih jauh program seperti
pengadaan lahan pertanian dua juta hektar atau surplus produksi
gabah sepuluh juta ton pada tahun 2014 bukanlah sesuatu yang
mustahil dan sangat realistis.
Lebih lanjut, seperti telah juga dikemukakan di atas bahwa
sistem ketahanan pangan itu mencakup aspek-aspek ketersediaan
pangan, distribusi pangan, konsumsi pangan, pemberdayaan
51
masyarakat dan manajemen. Dari tiap tiap aspek ini dapat kita lihat
permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi dengan
implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri adalah sebagai
berikut :
1) Aspek ketersediaan pangan. Dalam aspek
ketersediaan pangan, masalah pokok adalah semakin
terbatas dan menurunnya kapasitas produksi dan daya saing
pangan nasional. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor teknis
dan sosial-ekonomi. Secara tehnis hal-hal yang
mempengaruhi produksi ini misalnya : (a) Berkurangnya areal
lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke non
pertanian seperti industri dan perumahan, laju 1% setiap
tahun. (b) Teknologi produksi yang belum efektif dan efisien.
(c) Infrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah
selama krisis dan kemampuannya semakin menurun.
2) Aspek distribusi pangan. Faktor tehnis disebabkan
oleh antara lain : (a) Belum memadainya infrastruktur,
prasarana distribusi darat dan antar pulau yang dapat
menjangkau seluruh wilayah konsumen. (b) Belum merata
dan memadainya infrastruktur pengumpulan, penyimpanan
dan distribusi pangan, kecuali beras. Faktor Sosial-ekonomi : (a) Belum berperannya kelembagaan pemasaran hasil
pangan secara baik dalam menyangga kestabilan distribusi
dan harga pangan. (b) Masalah keamanan jalur distribusi dan
pungutan resmi pemerintah pusat dan daerah serta berbagai
pungutan lainnya sepanjang jalur distribusi dan pemasaran
telah menghasilkan biaya distribusi yang mahal dan
meningkatkan harga produk pangan.
3) Aspek konsumsi pangan. Faktor teknis : (a) Belum
berkembangnya teknologi dan industri pangan berbasis
sumber daya pangan lokal. (b) Belum berkembangnya
produk pangan alternatif berbasis sumber daya pangan lokal.
Faktor Sosial-ekonomi : (a) Tingginya konsumsi beras per
52
kapita per tahun tertinggi di dunia > 100 kg, Thailand 60 kg,
Jepang 50 kg. (b) Kendala budaya dan kebiasaan makan
pada sebagian daerah dan etnis sehingga tidak mendukung
terciptanya pola konsumsi pangan dan gizi seimbang serta
pemerataan konsumsi pangan yang bergizi bagi anggota
rumah tangga.
4) Aspek pemberdayaan masyarakat. Aspek ini
diantaranya melingkupi hal-hal sebagai berikut : (a)
Keterbatasan sarana dan belum adanya mekanisme kerja
yang efektif di masyarakat dalam merespon adanya
kerawanan pangan, terutama dalam penyaluran pangan
kepada masyarakat yang membutuhkan. (b) Keterbatasan
keterampilan dan akses masyarakat miskin terhadap sumber
daya usaha seperti permodalan, teknologi, informasi pasar
dan sarana pemasaran meyebabkan mereka kesulitan untuk
memasuki lapangan kerja dan menumbuhkan usaha. (c)
Kurang efektifnya program pemberdayaan masyarakat yang
selama ini bersifat top-down karena tidak memperhatikan
aspirasi, kebutuhan dan kemampuan masyarakat yang
bersangkutan. (d) Belum berkembangnya sistem pemantauan
kewaspadaan pangan dan gizi secara dini dan akurat dalam
mendeteksi kerawanan pangan dan gizi pada tingkat
masyarakat.
5) Aspek manajemen. Keberhasilan pembangunan
ketahanan dan kemandirian pangan dipengaruhi oleh
efektifitas penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen
pembangunan yang meliputi aspek perencanan, pelaksanaan,
pengawasan dan pengendalian serta koordinasi berbagai
kebijakan dan program. Masalah yang dihadapi dalam aspek
manajemen adalah : (a) Terbatasnya ketersediaan data yang
akurat, konsisten, dipercaya dan mudah diakses yang
diperlukan untuk perencanaan pengembangan kemandirian
dan ketahanan pangan. (b) Belum adanya jaminan
53
perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen kecil di
bidang pangan. (c) Lemahnya koordinasi dan masih adanya
iklim egosentris dalam lingkup instansi dan antar instansi,
subsektor, sektor, lembaga pemerintah dan non pemerintah,
pusat dan daerah dan antar daerah.
Dari uraian permasalahan aspek-aspek ketahanan pangan di
atas tidak setiap sub-aspek dapat disentuh dengan implementasi
kepemimpinan RLA di lingkungan Polri. Beberapa yang dapat
disentuh oleh Polri dalam pelaksanaan tugas pokoknya misalnya
masalah aspek ketersediaan pangan yang disebabkan karena
berkurangnnya lahan pertanian atau sawah, Polri bersama-sama
PPNS Kementerian terkait dapat menegakkan hukum secara tegas
kepada para pelanggar yang mengalih fungsikan lahan dimaksud
sesuai dengan undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang
Pemeliharaan Lahan Pertanian Berkelanjutan maupun
menegakkan hukum anti korupsi. Disamping itu tentu Polri dapat
melaksanakan peran perpolisian masyarakat yang bekerja sama
dengan Badan Ketahanan Pangan baik pusat dan daerah
melakukan kegiatan penanaman tanaman tertentu sesuai kondisi
daerah dalam kegiatan bhakti Bhayangkara. Pada aspek
keterjangkauan Polri dapat memberikan bantuan terhadap
keamanan dalam setiap distribusi pangan sampai pada level
keluarga. Pada aspek konsumsi, Polri dapat bekerja sama dengan
Pemda setempat untuk mengembangkan penanaman produksi
pangan tertentu berbasiskan pangan lokal. Pada aspek
pemberdayaan masyarakat peran Polri misalnya dalam
pengawasan distribusi pangan kepada masyarakat yang
mengalami kerawanan pangan agar distribusi tersebut sesuai
sasaran dan tidak ada penyelewengan dan dapat juga membantu
memberikan akses kepada pemodalan kepada pihak perbankan
melalui peran perpolisian masyarakat. Dalam aspek manajemen
secara keseluruhan Polri dapat berperan dalam peran pengawasan
54
dengan menegakkan hukum secara berkeadilan, berkepastian dan
berkemanfaatan.
b. Implikasi Peningkatan Ketahanan Pangan Terhadap Kemandirian Bangsa.
Sebagaimana dimaknai bahwa kemandirian bangsa sebagai
kemampuan untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara
melalui kerja keras secara mandiri dan mampu berdikari, maka
sesungguhnya kondisi ketahanan pangan adalah bagian dari pada
kemandirian bangsa itu sendiri. Artinya ketahanan pangan sebagai
bagian dari pembangunan ekonomi bangsa, jika terwujud akan
memberikan kontribusi besar pada terwujudnya kemandirian
bangsa. Implementasi kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri tidak
saja akan mewujudkan ketahanan pangan tetapi juga akan
memperkuat kemandirian bangsa dan ketahanan nasional.
Jika kita mengacu pada pemaknaan kemandirian bangsa
khususnya dalam kemampuan pemimpin membawa keberhasilan
organisasi dalam mencapai tujuan bersama seperti misalnya
mengembangkan inovasi dan riset diberbagai bidang dan memiliki
keunggulan serta daya saing, maka implementasi kepemimpinan
RLA adalah sesuatu yang wajib sifatnya. Artinya peran pemimpin
yang profesional serta memiliki moral yang baik sebagai salah satu
modal untuk mempercepat proses pembangunan dan pencapaian
kemandirian itu sendiri. Lebih lanjut jika kita kaitkan dengan konsep
prinsif-prinsif berdikari founding father Ir. Soekarno (Presiden I
R.I), dalam pidato peringatan HUT Kemerdekaan R.I Tahun 1965
yang menyampaikan konsep berdikari atau “berdiri di atas kaki sendiri”, menurut beliau untuk berdikari ada tiga prinsif utama,
yaitu (1) Berdaulat dibidang politik, (2) Berdikari dalam bidang
ekonomi dan (3) Berkepribadian dalam kebudayaan dan ketiga hal
ini tidak bisa dipisahkan, saling kait mengkait, maka peran seorang
pemimpin sangatlah sentral dan menentukan.
14. Permasalahan yang Ditemukan
55
Dari uraian di atas tentang kondisi implementasi kepemimpinan
RLA yang digambarkan dalam berbagai data dan tabel, hasil survey dan
analisis maupun penindakan yang dilakukan secara internal oleh Polri yang
pada dasarnya menggambarkan masalah profesionalisme maupun
moralitas anggota Polri. Kemudian hal ini dapat kita kaitkan dengan melihat
bagaimana kondisi ketahanan pangan di Indonesia yang masih cukup
rentan. Dari kondisi inilah maka Kertas Karya Perorangan (Taskap) ini
merumuskan pokok permasalahannya adalah : Bagaimana Implementasi
Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri Guna Meningkatkan Ketahanan
Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa ?. Sesungguhnya tentu saja
bila kepemimpian RLA di lingkungan Polri bisa diimplementasikan, tidak
hanya masalah-masalah ketahanan pangan yang dapat diatasi, tetapi juga
masalah-masalah lain yang berkaitan dengan tugas pokok Polri.
Dari rumusan pokok permasalahan di atas, serta memperhatikan
berbagai kondisi saat ini, maka pokok-pokok persoalan antara lain adalah :
a. Belum adanya rumusan asas-asas kepemimpinan di
lingkungan Polri sejak dipisahkannya dari ABRI tahun 2000 sampai
dengan saat ini. Hal ini berkaitan dengan nilai-nilai yang sebaiknya
ditumbuh kembangkan dalam kepemimpinan di lingkungan Polri
pada setiap level yang mencerminkan pedoman hidup baik
Pancasila, Tribrata, pedoman kerja Catur Prasetya dan yang
berdasarkan kepada kepemimpinan Nasional, Negarawan,
Kontemporer, visioner maupun nilai-nilai kepemimpinan Nabi Besar
Muhammad SAW.
b. Belum maksimalnya profesionalisme dan moralitas anggota
Polri. Hal ini berkaitan dengan pelaksanaan ataupun
pengembangan tugas pokok Polri sendiri, khususnya dibidang
penegakan hukum secara umum sehingga masih menimbulkan
persoalan-persoalan tentang citra Polri di mata masyarakat dan
secara khusus yang dikaitkan dengan masalah upaya peningkatan
ketahanan pangan.
c. Belum optimalnya atau sama sekali belum dilakukan
penegakan hukum dibidang pangan. Hal ini berkaitan dengan
56
peraturan perundang-undangan yang memiliki sangsi administrasi
maupun ancaman pidana kurungan dan denda seperti misalnya UU
No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, UU No. 41 Tahun 2009
Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan dan UU No.
26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dan peraturan lainnya.
d. Belum adanya kesepahaman atau ikatan kerja sama antara
Polri dengan Kementerian Pertanian maupun para Kepala Daerah
CQ Kepala Dinas Pertanian dengan Kepolisian di Daerah untuk
bekerja sama secara sinergi dalam meningkatkan ketahanan
pangan secara nasional maupun di daerah masing-masing. Hal ini
berkaitan dengan kebijakan dan strategi perpolisian masyarakat
(Polmas) yang dalam penanganan masalah kamtibmas harus atau
dapat dilakukan secara bersama-sama dengan berbagai komponen
bangsa yang ada dan warga masyarakat sejak dini atau dari
hulunya seperti masalah-masalah kemiskinan, kebodoham,
pengangguran dan kerentanan pangan.
BAB IV
PENGARUH PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
57
15. Umum
Perkembangan lingkungan global merupakan dinamika
internasional yang mendunia, mempengaruhi dan memiliki pengaruh yang
sangat besar terhadap idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam
suatu negara. Perkembangan global ini pada satu sisi dapat menjadi
peluang tetapi disisi lain dapat pula menjadi kendala atau penghambat
upaya suatu negara dan bangsa dalam melaksanakan pembangunan
nasional. Bagi seorang pemimpin yang memiliki style atau gaya apapun
juga, perkembangan global atau lingkungan strategis ini sangatlah penting
dan karena itu dalam difinisi kepemimpinan nasional salah satunya
menekankan terhadap tindakan antisipasi dari seorang pemimpin terhadap
berbagai kendala dan memamfaatkan peluang perkembangan lingkungan
strategis ini.
16. Pengaruh Perkembangan Global
a. Pengaruh Global Amerika Serikat.
Pada tahun 2012 ini Amerika Serikat (A.S) masih menjadi
satu-satunya kekuatan adidaya di dunia, walaupun terjadi
persaingan dan peningkatan pengaruh global dari China dan Rusia,
namun demikian posisi dan kepentingan nasionalnya cenderung
dijadikan kepentingan global untuk mengintervensi negara-negara
lain termasuk Indonesia, dengan alasan keamanan dan perdamain
dunia. A.S secara politik tampil sebagai negara yang memiliki
kemampuan dan keunggulan, baik dalam bidang tehnologi,
ekonomi maupun kekuatan militer. Hal ini sejalan dengan visi
mereka “Global Enggement” dimana dengan kekuatan dan
kemampuannya itu A.S senantiasa hadir dalam segala persoalan
strategis yang ada diseluruh penjuru dunia, termasuk pada tahun
2012 ini A.S sedang menyiapkan perisai di kawasan Asia Pasifik,
Asia Selatan dan Timur Tengah dalam melindungi kawasan dari
senjata rudal Iran dan Korea Utara, serta mempengaruhi pemilihan
Presiden Bank Dunia yang dapat menuruti kepentingan A.S,
sehingga dianggap oleh negara-negara lain sebagai polisi dunia.
58
Dengan kekuatan dan kemampuannya yang belum tertandingi
ini, mendorong A.S melakukan tindakan-tindakan yang mengatas
namakan stabilitas keamanan internasional atau perdamaian dunia
meskipun terkadang di luar keputusan Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB), yang kesemuanya itu untuk kepentingan
nasionalnya. Hal ini tentu berpengaruh juga bagi perubahan dan
dinamika politik dan keamanan di Indonesia.
b. Pengaruh Perekonomian Global.
Perkembangan skenario global terutama dipengaruhi oleh
faktor kemunduran hegemoni A.S yang memicu terjadinya
kompetisi strategis antara A.S dan China. Kemunduran hegemoni
A.S ditandai dengan terjadinya stagnasi ekonomi yang disebabkan
oleh melemahnya sistem ekonomi liberal yang dikenal dengan
sistem Reaganomics. Melemahnya sistem Reagannomics ini
ditandai dengan semakin besarnya defisit anggaran dan
perdagangan A.S yang melemahkan posisi mata uang Dollar
sebagai mata uang internasional. Di tahun 2012 ini kemunduran
A.S akan semakin tajam terutama karena terjadinya krisis utang
A.S yang berhimpitan dengan krisis utang Eropa.
Krisis ekonomi yang melanda negara-negara Eropa perlu
diwaspadai karena apabila tidak teratasi dengan baik dan terus
berkembang akan dapat mengarah pada terjadinya krisis
perekonomian dunia. Dampak dari krisis tersebut juga akan
dirasakan oleh Indonesia, dalam hal ini perlu diambil upaya agar
dampak yang timbul tidak terlalu berpengaruh kepada prekonomian
nasional. Disisi lain pertumbuhan perekonomian dunia perlu
diantisipasi dengan baik, agar dapat merebut peluang yang ada
dengan meningkatkan kerjasama dan kemitraan dengan negara-
negara terkait untuk dapat mengembangkan perekonomian
nasional.
c. Pengaruh Pasar Bebas.
59
Perdagangan bebas yang mulai digulirkan pada era
globalisasi, dimaksudkan untuk mengembangkan perekonomian
dunia dengan menghapuskan hambatan penjualan produk antar
negara berupa pajak ekpor-impor atau hambatan perdangangan
lainnya. Sejauh ini beberapa kesepakatan sebagai perdagangan
bebas yang sudah disepakati antara lain AFTA (ASEAN Free Trade
Area), CAFTA (China-ASEAN Free Trade Agreement), APEC
(Asia-Pasific Economic Cooperation). AFTA yang disepakati pada
KTT ASEAN ke IV tanggal 27-28 Januari 1992 di Singapura,
merupakan moment bersejarah bagi masa depan kawasan Asia
Tenggara dalam bidang perdangan yang pemberlakuannya dimulai
pada 1 Januari 2003 yang lalu, kemudian dipercepat menjadi tahun
2002 yang lalu.
Dengan diberlakukannya perdagangan bebas dunia secara
bertahap dibeberapa kawasan dunia, maka akan terbuka peluang
yang besar bagi produk satu negara untuk diperdagangkan ke
negara lain tanpa adanya hambatan terutama yang berkaitan
dengan pajak, dimana hal ini menyebabkan masyarakat di
kawasan tersebut akan lebih mudah mendapatkan produk yang
dibutuhkan dengan harga yang relatif murah. Kondisi ini akan
membuka peluang bagi negara-negara yang mampu
mengahasilkan produk secara efisien untuk merebut pangsa pasar
di negara lain, sehingga akan dapat mengembangkan
perekonomian nasional. Sedangkan bagi negara yang tidak dapat
memproduksi secara efisien akan kebanjiran dengan produk-
produk luar negeri, yang akan menyebabkan ketergantungan
negara tersebut terhadap produk dari luar negeri dan melemahkan
perekonomian nasionalnya.
d. Pengaruh Masalah Energi.
Penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi , batubara
dan gas alam untuk kepentingan industri saat ini, akan dapat
menimbulkan krisis energi dimasa depan. Kemungkinan ini akan
terjadi karena persediaan yang terbatas dan akan semakin minipis
60
dan merupakan energi yang tidak dapat diperbaharui, disisi lain
konsumsi energi fosil ini diperkirakan masih akan terus meningkat
sekitar 1,8% pertahunnya. Diperkirakan permintaan minyak dunia
tumbuh menjadi 16 juta barrel tiap harinya untuk tahun 2012 dan
akan mencapai angka 103 juta barrel per hari pada tahun 2030
nanti. Banyak upaya telah dilakukan untuk mengembangkan energi
lain yang dapat terbaharukan untuk mengganti energi fosil, namun
upaya tersebut belum mendapat hasil yang diharapkan, sehingga
sampai saat ini dunia masih tergantung pada energi fosil. Oleh
karena itu negara-negara di dunia bersaing untuk mendapatkan
energi guna memenuhi kebutuhan industrinya. Kondisi ini lebih
diperparah dengan pertambahan penduduk dunia, laju
pembangunan serta belum efektifnya upaya diversifikasi sumber
energi untuk kepentingan pembangunan, menyebabkan minyak
dan gas bumi semakin terbatas dan tetap menjadi sumber daya
strategis yang semakin diperebutkan. Saat ini produsen produsen
minyak bumi terbesar adalah negara-negara Timur Tengah,
sedangkan konsumen energi terbesar adalah A.S, Uni Eropa,
China, Jepang, India dan Rusia. Yang menimbulkan kekhawatiran
dimasa depan adalah ketika konsumsi minyak dunia telah
melampaui kemampuan produksi produksi secara global. Kondisi
akan memicu persaingan akan semakin tajam dan harga minyak
global akan cenderung semakin meningkat, tidak hanya karena
faktor produksi melainkan juga karena faktor transportasi, iklim dan
permainan spekulan.
Perkembangan energi dunia ini akan sangat mempengaruhi
perekonomian negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Dalam
hal ini Indonesia harus mewaspadai dampak dari meningkatnya
harga minyak dunia agar tidak terlalu memperburuk perekonomian
nasional, yang dapat memperburuk aspek kehidupan yang lain. Di
samping itu harus dapat memamfaatkan sebaik mungkin energi
terbarukan yang cukup melimpah terkandung dalam bumi
61
Indonesia agar dapat dimamfaatkan dalam jangka waktu yang
panjang untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.
e. Pengaruh Pemanasan Global (Global Warming).
Pemanasan global (global warming) merupakan suatu proses
meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0.74
kurang lebih 0.18 derajat Celcius (1.33 lebih kurang 0.32 derajat
Farenhit) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel
on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, “semakin besar
peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke 20
kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi
gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia” melalui efek rumah
kaca. Meningkatnya suhu global telah menyebabkan terjadinya
perubahan antara lain seperti naiknya permukaan air laut,
meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ektrim, serta
perubahan jumlah dan pola presipitasi.
Kondisi ini juga telah dirasakan dampaknya oleh Indonesia,
oleh karena itu perlu mewaspadai dan mengambil langkah-langkah
yang serius untuk mencegah dan mengatasinya agar tidak
menimbulkan korban jiwa dan harta benda bagi masyarakat. Disisi
lain Indonesia dapat meraih peluang untuk ikut mengatasi dampak
rumah kaca dengan memamfaatkan dan melestarikan hutan tropis
yang dimilikinya, hal ini tentu akan meraih keuntungan secara
ekonomis bila dapat memanfaatkan peluang yang ada.
f. Pengaruh Ancaman Terorisme.
Kegiatan terorisme sudah berlangsung sejak lama di dunia,
namun lebih mengemuka sejak terjadinya peristiwa Word Trade
Center (WTC) di New York, A.S pada tanggal 11 September 2001,
dikenal dengan “September Kelabu”, yang memakan 3000 orang
korban. Tiga pesawat komersil milik A.S dibajak, dua diantaranya
ditabrakkan kemenara kembar Twin Tower World Trade Center dan
gedung Pentagon. Kejadian ini telah menjadi isu global yang
62
mempengaruhi kebijakan politik seluruh negara-negara di dunia,
sehingga menjadi titik tolak persepsi untuk memerangi teorisme
sebagai musuh internasional. Pembunuhan massal tersebut telah
mempersatukan dunia melawan teorisme internasional. Terlebih
lagi dengan diikuti tragedi bom Bali tanggal 12 Oktober 2002 yang
merupakan tindakan terorisme dan menewaskan 184 orang dan
melukai lebih dari 300 orang. Perang terhadap teorisme yang
dilaksanakan oleh A.S, kemudian diikuti oleh negara-negara lain.
Upaya ini mendapat perlawanan dari kelompok-kelompok terorisme
seperti Al Qaida di bawah pimpinan Osama Bin Laden dengan
meningkatkan serangan terhadap sasaran-sasaran milik negara-
negara Barat di beberapa negara termasuk Indonesia.
17. Pengaruh Perkembangan Regional
Hampir semua negara di Asia Tenggara menghadapi
permasalahan internal, seperti terorisme, separatis, dan konflik komunal
antar suku, agama, dan nuansa kekeluargaan dalam kerangka ASEAN
untuk mengatasi permasalahan tersebut cenderung semakin menguat.
Beberapa negara di kawasan Asia Tenggara masih memiliki
permasalahan dan sengketa perbatasan dengan negara tetangganya,
terutama masalah tumpang-tindih klaim Laut China Selatan. Meskipun
Indonesia bukan negara yang ikut klaim atas kawasan tersebut, namun
karena secara geografis berdekatan dan berbatasan langsung, maka
konflik di kawasan itu akan berpengaruh terhadap keamanan Indonesia.
Isue keamanan Selat Malaka yang tidak pernah surut dari keinginan
negara-negara besar terutama Amerika Serikat, Jepang, China dan Korea
Selatan untuk mengintervensi melalui kehadiran militernya dengan dalih
pengamanan jalur internasional. Namun Indonesia dan Malaysia terus
menolak kehadiran militer asing dengan meningkatnya kerjasama patroli
keamanan yang melibatkan Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand.
Indonesia sebagai negara terbesar dan sebagai pendiri ASEAN memiliki
peluang yang besar untuk mengambil peran penting dalam menyelesaikan
sengketa serta bisa mengembangkan pengaruh di negara-negara ASEAN.
63
Di sisi lain dengan pembentukan AFTA, maka produk dari negara
lain telah membanjiri pasar dalam negeri, perlu ada upaya untuk
melindungi industri dalam negeri agar tidak tergantung kepada produk luar
negeri dan tidak terjadi PHK yang dapat meningkatkan angka
pengangguran.
18. Pengaruh Perkembangan Nasional
Pengaruh perkembangan Nasional ini diuraikan melalui
pendekatan panca gatra, yaitu gatra geografi, demografi, sumber kekayaan
alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan
sebagai berikut :
a. Geografi.
Secara geografi, ruang hidup bangsa Indonesia memiliki tiga
dimensi yang relatif sangat luas. Indonesia merupakan negara
kepulauan yang memiliki posisi berada di tengah-tengah dua
samudera dan dua benua. Iklim tropis Indonesia juga disamping
dapat menjadi sumber bencana, manakala hutan yang sangat luas
tersebut, dikelola dan dimanfaatkan dengan tidak bertanggung
jawab tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungan dan
keberlanjutannya. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat pada
musim hujan curah hujan sangat besar, dan akan menimbulkan
bencana banjir dan longsor akibat penggundulan hutan, sementara
pada musim kemarau sering terjadi kekeringan, dan kebakaran
yang dapat menghanguskan hutan.
b. Demografi.Penduduk Indonesia pada saat ini menduduki peringkat ke
empat setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, berjumlah kurang
lebih 237,6 juta jiwa (BPS 2010). Jumlah penduduk yang sangat
besar tersebut membawa pengaruh terhadap konsumsi pangan.
Saat ini laju pertumbuhan penduduk masih 1,49 persen per tahun.
Ini berarti bahwa pada tahun 2045, jumlah penduduk Indonesia
diprediksi akan menembus angka 400 juta jiwa. Dengan jumlah
64
penduduk dan laju pertumbuhan yang masih tinggi memerlukan
perhatian khusus terutama dalam hal penyediaan pangan.
Masalah lain yang terkait dengan demografi adalah kualitas
penduduk kita juga masih rendah yaitu urutan 124 dari 187 negara,
dan persebarannya pun sekitar 67 persen penduduk mendiami
pulau Jawa yang luas wilayahnya sekitar 7 persen saja dari total
wilayah Indonesia. Kondisi ini akan memberikan kontribusi
terhadap berbagai bentuk gangguan kamtibmas yang disebabkan
oleh akar permasalahan seperti kemiskinan, kebodohan,
pengangguran dan lain-lain.
c. Ideologi
Ideologi merupakan variabel penting dalam membawa arah
pembangunan yang hendak dicapai suatu bangsa. Ideologi pada
dasarnya merupakan suatu pandangan hidup dan pedoman hidup
suatu bangsa dan negara dalam melaksanakan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam konteks ini,
upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan kurang
memperhatikan Pancasila sebagai ideologi negara terutama dari
tataran instrumental. Hal ini dapat dicermati masih banyak
peraturan perundang-undangan yang kurang berpihak kepada
masyarakt kecil dan menafikan kesejahteraan masyarakat banyak.
Keluhuran nilai-nilai Pancasila semestinya harus menjadi landasan
utama dalam melakukan pengelolaan SKA sehingga dapat
membangun perekonomian nasional yang berpengaruh terhadap
peningkatan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.
d. Politik
Keadaan politik nasional sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan pembangunan pertanian khususnya ketahanan
pangan. Oleh karena itu para politisi dan pembuat kebijakan harus
memahami karakteristik aspirasi dan hak-hak Petani, lahan
pertanian, dan norma budaya masyarakat dalam merumuskan
kebijakan ketahanan pangan dan pertanian.
65
e. Ekonomi.Kondisi perekonomian Indonesia yang mulai stabil masih bisa
bertahan ketika krisis keuangan dunia melanda benua Eropa.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sekitar 6,3%, jauh diatas
rata-rata negara lain kecuali China dan India. Indonesia sebagai
salah satu anggota G-20 membuktikan bahwa perekonomian
nasional berada pada urutan yang membanggakan diantara 20
negara yang tingkat perekonomiannya menjanjikan.
f. Sosial Budaya.
Kehidupan sosial budaya masyarakat dalam kaitan dengan
ketahanan pangan perlu diperbaiki terutama dalam hubungannya
dengan kebiasaan makan nasi 3 kali sehari. Kebiasaan ini makin
diperparah sejak makin menurunnya kebiasaan sebagian
masyarakat yang semula makan sagu atau jagung, justeru kini
beralih makan nasi. Jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan hal
mustahil pada suatu saat nanti Indonesia akan kesulitan untuk
memenuhi pangan dalam hal ini beras karena jumlah penduduk
terus bertambah sekitar 3,5-4 juta setiap tahun.
g. Pertahanan Keamanan.
Pertahanan ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan negara
dan bangsa Indonesia agar tidak diganggu oleh bangsa lain.
Masalah utama yang sedang berkembang di dalam negeri
berkaitan dengan keterjangkauan pangan adalah masalah
distribusi pangan untuk menjangkau pulau-pulau yang bersebaran
membentang dari timur ke barat dengan daya jelajah yang sangat
luas dan jauh. Keamanan dalam pendistribusian ini penting untuk
menjamin pasokan pangan sampai kepada sasaran dengan aman.
19. Peluang dan Kendala
Perkembangan lingkungan strategis seperti yang telah dijelaskan di
atas akhirnya akan menciptakan peluang yang harus dimanfaatkan dan
kendala yang harus dihadapi oleh siapapun yang menjadi pemimpin baik
dibidang gatra apapun maupun pada level apapun. Peluang dan kendala
66
yang terkait dengan implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri
guna meningkatkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa,
setidaknya antara lain adalah :
a. Peluang.1) Hubungan antara Indonesia dan A.S sejauh dibidang
politik dan ekonomi sejauh ini cukup baik dan kondisi ini
memberikan peluang kepada stabilitas politik dan kemajuan
ekonomi Indonesia.
2) Perkembangan ekonomi global memberikan peluang
kepada Indonesia untuk memimpin pertumbuhan ekonomi di
kawasan Asia Tenggara, yang disebabkan cukup besarnya
pasar dalam negeri maupun beberapa produk non migas
seperti sawit, hasil tambang khususnya batubara yang dapat
memberikan kontribusi ketahanan pangan Indonesia.
3) Indonesia merupakan anggota WTO dan adanya pasar
bebas di kawasan baik Asia Pasific maupun Asean, yang
dapat secara aktif Indonesia memperjuangkan perdagangan
keluar untuk membuka pasar hasil tanaman pangan kepada
Negara-negara lain sebagai akses pasar yang sangat luas.
4) Kebutuhan energi dunia semakin hari semakin
meningkat. Kondisi ini merupakan potensi Indonesia untuk
dapat mengembangkan energi terbarukan dari berbagai
produk pangan yang dapat dihasilkan di Indonesai seperti
sawit. Disamping itu cadangan sumber kekayaan alam
Indonesia seperti batu bara, gas masih cukup besar dan
apabila dikelola dengan baik, dengan memperhatikan
kelestarian lingkungan akan memberikan kontribusi
kesejahteraan untuk rakyat. Demikian juga potensi energi
terbarukan seperti panas bumi, matahari, air dan angin jika
dikembangkan dan dikelola dengan baik akan memberikan
kesejahteraan bagi masyarakat.
5) Dalam menghadapi perubahan iklim dunia sebagai
dampak pemanasan global, dapat menjadikan Indonesia
67
sebagai negara yang diperhatikan dunia dalam upaya
memelihara kelestarian hutan trofis sebagai paru-paru dunia.
Indonesia dapat memperoleh konvensasi dari dunia berupa
dana yang dapat dimamfaatkan berbagai program padat
karya dalam melestrarikan dan penghijauan hutan Indonesia.
6) Ancaman terorisme dan kemampuan Indonesia dalam
mengatasi dan mengungkapnya selama ini menjadi perhatian
dunia seperti Australia, Amerika dan negara-negara kawasan
Asean serta Asia Pasific. Kondisi ini menjadikan Indonesia
sebagai tempat pembelajaran maupun sharing penyelesaian
kasus-kasus terorisme dan Indonesia mendapat dukungan
baik dana maupun sarana prasarana yang dapat digunakan
untuk mendukung penciptaan rasa aman.
7) Perkembangan regional di kawasan Asean terhadap
klaim Laut China Selatan oleh beberapa negara dalam
kawasan, memberikan peluang bagi Indonesai untuk menjadi
mediator. Kondisi ini akan semakin menguatkan peran politik
Indonesia di kawasan Asean.
8) Letak yang strategis Negara Indonesia, yaitu berada di
jalur lalu-lintas antara benua Asia dengan Australia, dan
antara Samudra Hindia dengan Samudra Pasifik, sangat
potensial untuk mengembangkan pembangunan di bidang
Agro Bisnis, Agro Wisata, Agro Kuliner dan Agro Industri.
9) Perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi
yang sangat pesat dapat membantu percepatan peningkatan
industri pertanian, terutama tanaman pangan dengan
pemanfaatan penerapan teknologi, baik dalam pembenihan,
pengolahan lahan, panen, dan pengolahan pasca panen.
10) Wilayah Indonesia yang terletak di daerah tropis,
memiliki kondisi tanah yang subur, lautan yang luas, apabila
dikelola dengan optimal akan menghasilkan produksi pangan
yang maksimal sehingga dapat mencukupi kebutuhan dalam
negeri, bahkan dapat ekspor ke luar negeri.
68
11) Jumlah penduduk yang besar, merupakan potensi
yang dapat dimanfaatkan dalam mengembangkan sumber
daya manusia yang terampil untuk pengolahan pertanian dan
perikanan yang dapat menghasilkan produksi pangan yang
baik dan berlimpah.
12) Beragamnya sumber daya alam dan kesuburan tanah
dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan tanaman pangan
selain padi (beras), seperti jagung, ketela, kentang
disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing.
c. Kendala.1) Dominasi A.S yang cenderung mau menjadi polisi
dunia dapat mempengaruhi dunia khususnya Indonesia baik
di bidang politik dan ekonomi. Kebencian kelompok tertentu
pada arogansi A.S menjadikan rentan terhadap keamanan
dalam negeri yang berkaitan dengan kepentingan A.S.
2) Krisis ekonomi di A.S dan beberapa negara Eropa
seperti Yunani, Irlandia dan Portugal bisa saja meluas dan
mempengaruhi pasar bagi produk-produk Indonesia, sehingga
perekonomian Indonesai dapat terganggu dan kondisi ini
tentu mempengaruhi ketahanan pangan Indonesia.
3) Indonesia menjadi anggota WTO serta adanya pasar
bebas baik Asean dan kawasan Asia Pasific, jika produk
barang dan jasa Indonesia kalah bersaing dengan produk luar
akan mengakibatkan Indonesia kebanjiran produk luar dan
dapat mematikan produk dalam negeri, termasuk produk
pangan akan semakin tergantung pada impor. Jika ini terjadi
akan menyebabkan besarnya pengangguran dan gangguan
keamanan.
4) Krisis energi dunia sebagai dampak dari semakin
besarnya kebutuhan akan energi, dapat menjadikan harga
energi BBM melonjak tinggi, sehingga akan memberikan
beban pada APBN Indonesia. Dan apabila subsidi BBM
dikurangi akan berdampak pada unjuk rasa yang berpotensi
69
kepada tindakan anarkisme serta pengrusakan fasilitas umum
negara. Kondisi ini akan meningkatkan resiko kontinjensi baik
dipusat maupun di daerah, sehingga khusus untuk Polri
sebagai aparat keamanan betul-betul dibutuhkan
kepemimpinan yang RLA untuk memelihara situasi keamanan
tetap kondusif dinamis.
5) Isue perubahan iklim dan posisi Indonesia yang
memiliki hutan trofis cukup besar akan menjadi sorotan dunia
baik oleh negara maupun non negara atau LSM dunia,
sehingga pembangunan yang bersinggungan dengan hutan
seperti pemamfaatan kayu hutan alam maupun hutan tanam
industri, perluasan areal perkebunan berskala besar seperti
sawit, karet, gula akan relatif terhambat. Kondisi ini juga dapat
memicu ketidak stabilan di lingkungan perusahaan seperti
konflik sosial antara masyarakat dan lingkungan perusahaan.
6) Kelompok terorisme yang tadinya berseberangan
dengan kepentingan A.S karena mereka merasa telah dizolimi
dengan cara menzolimi Islam di Israel, dalam perkembangan-
nya mereka bergabung dengan kelompok-kelompok yang
ingin mendirikan Negara Islam Indonesai (NII), sehingga
pemerintahan yang sahpun menjadi musuh mereka, karena
pemerintahannya bukan berdasarkan Islam sebagaimana
idiologi kelompok teroris tersebut.
7) Perkembangan klaim Laut China Selatan oleh
beberapa negara di seputaran kawasan, jika berkembang
kepada konflik terbuka dapat mempengaruhi keamanan di
Indonesia sebagai negara yang paling dekat di Asean.
8) Letak Indonesia yang strategis dan berada pada jalur
lintas antar benua menjadikan beberapa wilayah Indonesia
rawan perampokan laut, seperti di seputaran Selat Malaka
maupun rawan pelanggaran ALKI.
9) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dijadikan sebagai alat untuk melakukan tindak pidana secara
70
lebih rapi dan semakin sulit dibuktikan. Disisi lain
pembangunan industri pendukung pertanian belum optimal,
seperti industri pupuk baik kimia maupun organic, industri
perbenihan dan perbibitan tanaman pangan unggul dan
industri mekanik pertanian, termasuk industri pengolahan
hasil pertanian seperti pabrik gula.
10) Luasnya wilayah dan banyaknya pulau menyulitkan
pendistribusian pangan kepada rumah tangga yang
bertempat tinggal di daerah terpencil dan tertinggal. Luas
wilayah ini juga dengan berbagai kekayaan yang terkandung
di laut seperti ikan dan keterbatasan kemampuan
pengawasan, maka menjadikan Indonesia sebagai sasaran
pencurian ikan oleh nelayan-nelayan negara lain.
11) Jumlah penduduk yang besar, jika tidak bisa dikelola
dengan baik, akan menjadikan beban, karena kebutuhan
pangannya harus tetap dipenuhi. Masih banyaknya Petani
dan Nelayan yang berpendidikan rendah, sulit menerima
teknologi dan tata cara mengelola pertanian modern yang
efektif dan efisien. Masih banyaknya rakyat miskin sehingga
memiliki daya beli rendah untuk memenuhi kebutuhan
pangannya.
12) Beragamnya sumberdaya alam serta suburnya wilayah
atau tanah, justru menjadikan masyarakat lokal tertentu malas
untuk melakukan pengelohan lahan baik secara intensifikasi
dan ektensifikasi.
71
BAB V
IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA DI LINGKUNGAN POLRI YANG DAPAT MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN
DAN KEMANDIRIAN BANGSA
20. Umum
Setelah kita melihat kondisi implementasi kepemimpinan RLA di
lingkungan Polri yang secara umum dapat kita katakan belum
dilaksanakan, sehingga beberapa hal yang berkaitan dengan
kepemimpinan RLA di lingkungan Polri itu sendiri maupun ketahanan
pangan masih relatif belum memuaskan. Seperti misalnya masalah
implementasi kepemimpinan RLA di lihat dari profesionalisme masih ada
keluhan masyarakat akan kinerja Polri sebagaimana ditunjukkan oleh hasil
survey dan analisis berbagai lembaga survey. Walau demikian tentu ada
hal-hal yang sudah positif. Begitu juga jika dilihat dari masalah moralitas,
khususnya jika dikaitkan dengan pelanggaran tata tertib, disiplin, kode etik
dan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Polri masih saja terjadi dan
terkadang menjadi sorotan publik, walaupun berdasarkan angka atau
kwantitasnya tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan jumlah anggota
Polri keseluruhan. Demikian juga bila kita kaitkan pelaksanaan tugas pokok
Polri baik sebagai penegak hukum, pemelihara kamtibmas dan pengayom,
pelindung dan pelayanan masyarakat dikaitkan dengan ketahanan pangan,
kondisi ketahanan pangan kita masih cukup mengkhawatirkan dengan data
yang ditunjukkan masih tingginya angka impor pangan produk strategis
tertentu (kecuali beras sudah relatif memuasakan). Kekhawatiran akan
masalah pangan ini juga dapat dilihat dari sebaran daerah rawan pangan,
masalah distribusi pangan, pengalihan fungsi lahan dan lain-lain.
Melihat dari uraian bab di atas maka perlu untuk kita lihat
bagaimana implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri yang
diharapkan maupun kongtribusi implementasi kepemimpinan RLA terhadap
peningkatan ketahanan pangan dan kontribusinya terhadap kemandirian
bangsa serta indikator keberhasilannya.
21. Implementasi Kepemimpinan RLA yang Diharapkan
72
Mengacu pada sub bab 14 di atas tentang permasalahan yang
ditemukan, maka implementasi kepemimpinan RLA yang diharapkan
tentunya berkaitan dengan permasalahan tersebut. Atau lebih jelasnya
permasalahan yang cenderung negatif, setelah diterapkan kepemimpinan
RLA menjadi positif sebagai mana diuraikan di bawah ini.
a. Adanya rumusan asas-asas kepemimpinan RLA di
lingkungan Polri.
Dengan memperhatikan esensi sifat-sifat kepemimpinan
nasional, kontemporer, visioner, negarawan serta sifat-sifat
kepemimpinan Nabi Besar Muhammad SAW, maka pemimpin yang
RLA memiliki sifat-sifat sebagaimana yang diharapkan dari sosok
pemimpin nasional, yaitu orang yang “berpengetahuan” atau
profesional, memiliki kepribadian atau berakhlak yang mulia atau
bermoral baik (berakhlaqul karomah), sederhana (qonaah) dan
konsisten atau tidak ambivalen (istiqomah).
Dengan “10 Asas” kepemimpinan RLA Polri yang dirumuskan
pada Bab VI diharapkan dapat mengadopsi berbagai kelebihan
yang ada dalam rumusan kepemimpinan nasional, negarawan,
visioner, kontemporer maupun transformatif dengan menitik
beratkan pada profesionalisme dan moralitas seorang pemimpin. Di
lingkungan Polri salah satu cerminan profesionalisme ini adalah
menitik beratkan pada sifat tugas pokok Polri itu sendiri, yaitu
pengayoman, perlindungan dan pelayanan masyarakat dalam
setiap upaya memelihara situasi kamtibmas dan penegakan
hukum. Disadari bahwa rumusan 10 Asas kepemimpinan RLA ini
bisa menjadi debatebel dalam penggunaan kata-kata RLA dan oleh
karena itu berdasarkan sifat dalam rumusan 10 Asas tersebut
maupun hakekat dari tugas Polri sebagai pengayom, pelindung dan
pelayan masyarakat bisa saja dinamakan “10 Asas Kepemimpinan
Pelayanan Polri”.
b. Semakin meningkatnya profesionalisme dan moralitas
anggota Polri. Seperti dikemukakan di atas dalam Bab III tentang
kondisi profesionalisme maupun moralitas anggota Polri yang
73
didasarkan pada hasil survey maupun pelaporan Divisi Propam
dalam beberapa hal masih kurang dan oleh karena itulah justru
kedua hal inilah sebagai critical driving forces atau pengungkit
penting dalam mewujudkan polisi yang rahmatan lil alamin. Dengan
kata lain kedua variabel profesionalisme dan moralitas ini juga
sebagai pengungkit penting dalam mewujudkan kepemimpinan
yang RLA di lingkungan Polri. Dengan kata lain pula, apabila 10
asas kepemimpinan RLA dapat diterapkan oleh setiap pemimpinan
di lingkungan Polri pada setiap level, maka profesionalisme dan
moralitas anggota Polri secara umum akan meningkat. Hal ini
didasarkan pada pemaknaan bahwa pemimpin adalah bagian dari
penggerak organisasi yang dapat menjadi contoh sebagaimana
ditekankan dalam pemaknaan asas profesionalisme. Jika
kepemimpinan RLA ini dapat diterapkan maka dengan sendirinya
citra Polri akan semakin menjadi baik dimata masyarakat dan tentu
juga dalam upaya-upaya perbantuan mewujudkan ketahanan
pangan melalui program pemolisian masyarakat dan penegakan
hukum.
c. Dilakukannya penegakan hukum oleh penyidik Polri terhadap
berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
peningkatan ketahanan pangan. Sudah cukup banyak peraturan
perundang-undangan yang menyangkut masalah pangan yang
memiliki sangsi baik administratif, denda maupun pidana penjara
kurungan. Akan tetapi kondisinya pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan yang menyangkut pangan terus saja terjadi.
Beberapa peraturan perundang-undangan yang menyangkut
pangan yang harus ditegakkan oleh Penyidik Polri ataupun PPNS
antara lain misalnya :
1) UU No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan yang
diantaranya mengatur masalah :
(a) Kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan
dan peredaran pangan yang harus memenuhi
persyaratan sanitasi.
74
(b) Penggunaan bahan-bahan tertentu dalam
produk panganyang melampaui batas.
(c) Kemasan pangan yang dapat membahayakan
kesehatan manusia.
(d) Memperdagangkan pangan yang tidak sesuai
standart baik mutu, sertifikasi dan lain-lain.
Kepada pelanggar dapat dikenakan sangsi
administrasi, denda dan pidana kurungan atau penjara.
2) UU No. 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan yang mengatur diantaranya :
(a) Alih fungsi lahan pertanian pangan
berkelanjutan.
(b) Tidak melakukan kewajiban mengembalikan
keadaan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Kepada para pelanggar peraturan ini dapat dikenakan
sangsi administrasi, denda, pidana kurungan atau penjara
dan kepada pejabat pemerintah yang mengeluarkan ijin dapat
ditambah ancaman hukumannya 1/3 dari pidana yang
diancamkan sebagaimana ditentukan.
3) UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang yang
diantaranya mengatur :
(a) Perubahan fungsi ruang.
(b) Pemamfaatan ruang yang tidak sesuai ijin
pemamfaatan yang telah ditentukan.
(c) Tidak memathui ketentuan yang ditetapkan
dalam persyaratan ijin pemamfaatan ruang.
Kepada para pelanggar dapat dikenakan sangsi
administrasi, denda, pidana penjara atau kurungan dan
kepada pejabat pemerintah yang mengijinkannya juga dapat
dipidana.
d. Adanya kesepahaman antara Polri dengan Kementerian
Pertanian maupun Polda dan Polres dengan pemerintah daerah
Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam upaya Polri ikut serta
75
meningkatkan ketahanan pangan. Nota kesepahaman atau MoU ini
menjadi penting sebagai dasar hukum untuk mensinergikan
kegiatan maupun program dalam pembangunan nasional. Untuk
Polri sesungguhnya cara-cara perbantuan ini sudah terwadahi
dalam strategi dan filosofi perpolisian masyarakat atau program
Polmas yang menekankan kepada upaya bersama masyarakat
secara setara memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi
yang berkaitan dengan masalah kamtibmas. Lebih lanjut dapat
dikaitkan dengan prinsif-prinsif strategi pelaksanaan tugas
kepolisian yang dikenal dengan preventif dan pre-emtif edukatif
yang secara dini bersama-sama berbagai komponen bangsa
lainnya menyentuh atau memecahkan persoalan-persoalan yang
dapat menimbulkan berbagai bentuk ganguan kamtibmas, seperti
misalnya masalah kebodohan, kemiskinan, pengangguran, dan
lain-lain dan tentunya termasuk masalah ketersediaan pangan
dikarenakan produksi yang gagal atau ketidak terjangkauan
pangan karena daya beli masyarakat lemah.
22. Kontribusi Impelementasi Kepemimpinan RLA Terhadap Peningkatan Ketahanan Pangan dan Kontribusi Peningkatan Ketahanan Pangan Terhadap Kemandirian Bangsa
Apabila gambaran implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan
Polri di atas dapat diujudkan, maka sesungguhnya dengan sendirinya
ketahanan pangan dapat meningkat dan kemandirian bangsa dapat
terwujud. Beberapa hal kontribusi yang dapat diberikan dari implementasi
kepemimpinan RLA di lingkungan Polri ini dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Kontribusi Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan
Polri Terhadap Peningkatan Ketahanan Pangan.
1) Berbagai peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan masalah pangan, baik yang menyangkut
produksi (seperti keamanan pangan, ketersediaan lahan
pertanain berkelanjutan), distribusi pangan dari suatu tempat
ketempat lain, konsusmsi, pemberdayaan dan manajemen di
bidang pangan dapat ditegakkan dengan baik (memenuhi
76
asas kepastian, keadilan dan kemanfaatan). Anggota Polri
betul-betul menjadi rahmat bagi sesamanya umat manusia
maupun alam sekitarnya yang dapat dimanfaatkan sesuai
dengan peruntukannya dengan memperhatikan keberlanjutan
dan kelestarian alam itu sendiri.
2) Memeberikan kontribusi pada terwujudnya ketahanan
pangan dalam arti terpenuhinya pangan bagi level negara,
provinsi, kabupaten, kota kecamatan, masyarakat, keluarga
sampai pada tingkat individu dengan tersedianya pangan
yang cukup jumlahnya, mutunya, aman, bergizi, merata,
terjangkau dan sesuai dengan keyakinan serta dapat untuk
hidup sehat, aktif, produktif dan berkelanjutan.
3) Terwujudnya hak negara dan bangsa dalam
mewujudkan ketahanan pangan dalam arti dapat menentukan
kebijakan pangan sendiri tanpa adanya tekanan dari negara
luar atau non negara seperti para pelaku usaha besar
dibidang pangan, dapat menjamin hak atas pangan bagi
rakyat Indonesia serta dapat memberikan hak bagi
masyarakat untuk menentukan sistem usaha pangan sesuai
dengan potensi sumber daya domestik masing-masing.
4) Memperkuat kemampuan negara dalam memproduksi
pangan dalam negeri untuk mewujudkan ketahanan pangan
(swasembada) dengan memamfaatkan sebesar-besarnya
potensi sumber daya alam, manusia, sosial ekonomi dan
kearifan lokal secara bermartabat, berlandaskan pada
kelestarian lingkungan dan keberlanjutan.
5) Semakin berkurangnya konflik lahan antara
masyarakat disekitar lahan pertanian pangan maupun lahan
perkebunan, pertambakan, peternakan yang dimiliki oleh
rakyat maupun perusahaan besar yang biasanya untuk
perusahaan besar lebih memiliki fasilitas perlindungan yang
lebih dibandingkan dengan masyarakat petani.
77
6) Terjalinnya kerja sama yang harmonis dan sinergis
antara pihak kepolisian setempat dengan Badan Ketahanan
Pangan maupun Dinas ataupun Satuan Kerja Pemerintah
Daerah (SKPD) yang berkaitan dengan masalah pangan
seperti Dinas Kehutanan, Dinas PU, Dinas Pertanian, Dinas
Pekebunan, Kesbang Linmas, Perbankan setempat, Dinas
Koperasi dan UMKM di tiap-tiap daerah otonom maupun
tingkat Provinsi.
7) Adanya penanganan kasus korupsi oleh pihak penyidik
Polri maupun Kejaksaan dan KPK yang berkaitan dengan
masalah pangan sebagai upaya memberikan pembelajaran
dan dari waktu kewaktu kasus-kasus korupsi tersebut
semakin berkurang dan menjadi tidak ada sama sekali.
b. Kontribusi Peningkatan Ketahanan Pangan Terhadap
Kemandirian Bangsa.
Seperti dikemukakan di atas bahwa kemandirian bangsa
tidaklah berarti bahwa segala upaya pembangunan diprogramkan
dan dianggarkan sendiri tanpa bantuan dari negara lain. Kebutuhan
pangan nasional tidaklah mungkin dipenuhi dari dalam negeri saja,
tetapi impor pangan tetap dibutuhkan dengan penekanan tanpa
mengorbankan produk-produk pangan nasional. Tetapi sesuatu
yang prinsif bahwa kemandirian pangan haruslah diupayakan yaitu
kemampuan negara memproduksi pangan dalam negeri untuk
mewujudkan ketahanan pangan dengan memamfaatkan sebesar-
besarnya potensi sumberdaya alam, manusia, sosial, ekonomi dan
kearifan lokal secara bermartabat tanpa menggantungkan diri dari
import.
Dalam konteks kebangsaan, bangsa yang mandiri itu artinya
bangsa yang mampu berdiri di atas kekuatan sendiri dengan
segala sumberdaya yang dimiliki, mampu memecahkan persoalan
yang dihadapi dan mampu mengembangkan inovasi dan riset di
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang akhirnya memiliki
keunggulan dan daya saing. Disinilah peran seorang pemimpin
78
yang RLA, dengan mengamalkan 10 Asas Kepemimpinan RLA
pada setiap level dan gatra baik di pusat maupun di daerah sangat
diperlukan. Dalam konteks tulisan ini tentu saja pengamalan
kepemimpinan RLA di lingkungan Polri khususnya dalam
penegakan hukum peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pangan.
Ketahanan pangan dalam kaitan dengan kemandirian bangsa
berbanding lurus, artinya semakin tinggi ketahanan pangan suatu
bangsa, maka semakin mandiri bangsa tersebut. Pemaknaan
lainnya adalah untuk mewujudkan kemandirian bangsa, maka
salah satu prasyarat yang harus dipenuhi adalah ketahanan
pangan.
23. Indikator Keberhasilan
Seperti diuraikan pada Sub Bab 14 dan 21 di atas tentang Pokok
Permasalahan dan Implementasi Kepemimpinan RLA Yang Diharapkan
dalam Taskap ini, maka indikator keberhasilan dari pada implementasi
kepemimpinan RLA di lingkungan Polri dalam kaitannya dengan
meningkatkan ketahanan pangan antara lain adalah :
a. Sudah adanya rumusan asas-asas Kepemimpinan RLA di
lingkungan Polri sebagaimana akan dirumuskan dalam 10 Asas
Kepemimpinan RLA Polri dalam Bab VI di bawah. Rumusan asas-
asas kepemimpinan ini tentu saja tidak hanya sekedar rumusan,
tetapi dapat diterapkan oleh setiap pimpinan Polri mulai dari level
terendah sampai dengan Kapolri. 10 Asas Kemimpinan RLA Polri
ini haruslah mencerminkan dari pada nilai-nilai kepemimpinan
nasional, negarawan, visioner, kontemporer maupun nilai-nilai
kepemimpinan Nabi Besar Muhammad SAW serta pedoman hidup
dan pedoman kerja Polri yaitu Tribrata dan Catur Prasetya.
b. Meningkatnya profesionalisme maupun moralitas anggota
Polri yang dapat dilihat dari meningkatnya pengetahuan anggota
Polri akan profesi masing-masing, meningkatnya dukungan sarana
dan prasarana maupun anggaran serta sistem dan metode yang
79
mendukung pelaksanaan tugas pokok Polri maupun semakin
kecilnya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh
anggota Polri.
1) Peningkatan Profesinalisme anggota Polri ini
setidaknya didukung oleh beberapa indikator, misalnya :
a) Tataran pelaksanaan rekruitmen anggota Polri
semakin baik (transparan, akuntabel) dan
pelaksanaanya melibatkan kelompok-kelompok
masyarakat sipil yang independent untuk menjamin
tidak adanya kontaminasi kolusi, nepotisme dan
korupsi.
b) Sistem pendidikan pembentukan anggota Polri
betul-betul telah mengacu pada kompetensi yang
dibutuhkan seperti sebagai petugas patroli menjaga
situasi keamanan dan ketertiban masyarakat,
menyelesaikan kasus-kasus konflik antar pihak
masyarakat, penyidikan suatu kasus dan lain-lain.
c) Sistem seleksi, pendidikan dan latihan lanjutan
bagi anggota Polri juga terjamin akan transparansi dan
akuntabilitasnya dan juga mengacu pada kompetensi
lanjutan yang dibutuhkan.
d) Sistem pembinaan karier anggota Polri sesuai
dengan program yang telah dicanangkan dengan baik
yaitu mengacu pada meryt system.
e) Lahirnya berbagai peraturan atau instrumental
yang mendukung perpolisian masyarakat yang
humanis dan menghargai HAM.
f) Terbentuknya budaya kepolisian sipil dalam arti
polisi yang berubah dari budaya antagonis ke
protagonis, reaktif ke proaktif, legalitas ke legitimitas,
arogan ke humanis, otoriter ke demokrasi, tertutup ke
terbuka, akuntabilitas vertikal ke akuntabilitas publik
dan dari monologis ke dialogis.
80
2) Peningkatan Moralitas juga setidaknya ditunjukkan
oleh beberapa indikator, antara lain :
a) Semakin meningkatnya perilaku yang dapat
diteladani di lingkungan Polri baik oleh para
pemimpinnya maupun anggota Polri sendiri.
b) Semakin berkurangnya perilaku yang
menyimpang dari anggota Polri berupa tindak pidana,
pelanggaran disiplin maupun pelanggaran etika
kepolisian.
c. Telah ditegakkannya berbagai peraturan perundang-
undangan dibidang pangan. Berdasarkan literatur yang pernah
disampaikan oleh Ir. H.M Romahurmuzy, MT (Ketua Komisi IV DPR
R.I, 2012) beberapa peraturan perundang-undangan yang
mengandung masalah pangan dan membutuhkan penegakan oleh
penyidik Polri maupun PPNS Kementerian terkait adalah 31 :
1) UU RI No. 7/1996 Tentang Pangan.
2) UU RI No. 12/1992 Tentang Sistem Budidaya
Tanaman.
3) UU RI No. 29/2000 Tentang Perlindungan Varietas
Tanaman, yang mengatur tentang perlindungan varietas
tanaman.
4) UU RI No. 18/2004 Tentang Perkebunan.
5) UU RI No. 16/2006 Tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, yang bertujuan untuk
pengembangan SDM dan peningkatan modal sosial untuk
menyukseskan program-program terkait dengan
pembangunan pertanian.
6) UU RI No. 18/2009 Tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan, yang bertujuan untuk mengatur kegiatan
peternakan di Indonesia dengan meningkatkan produksi lokal.
31 Ir. H. M. Romahurmuzy, MT (Ketua Komisi IV DPR R.I., 2012), Regulasi Pangan Dalam Rangka Mendukung Kemandirian Bangsa, Ceramah Ilmiah Kepada Peserta PPRA XLVIII/ 2012 Lemhannas R.I., Tanggal 31 Agustus 2012, Jakarta, 2012.
81
7) UU RI No. 41/2009 Tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan.
8) UU RI No. 13/2010 Tentang Hortikultura, yang
bertujuan untuk mengembangkan potensi hortikultura
Indonesia dan meningkatkan daya saing produk local.
9) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang
Label dan Iklan Pangan.
10) Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 Tentang
Ketahanan Pangan.
11) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang
Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan.
12) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 pada
Pasal 2 dan Pasal 3, menyatakan bahwa Pemerintah Daerah
Provinsi dan Kabupaten/ Kota wajib membuat laporan
mempertanggung jawabkan urusan ketahanan pangan.
13) Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2006 tentang
Dewan Ketahanan Pangan.
14) Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
Berbasis Sumberdaya Lokal.
Disamping ditegakkannya berbagai peraturan perundang-
undangan tersebut di atas, juga tersedianya suatu wadah yang
dapat ditampung oleh Polri jika ada perseorangan maupun
kelompok masyarakat merasakan ada berbagai kepentingan
hukum mereka dirugikan oleh pihak lain baik oleh perseorangan,
perusahaan besar maupun oleh pemerintah sendiri di bidang
pertanian. Hal ini seperti dikemukakan oleh Mochammad Maksum
Machfoedz dalam ceramah di depan peserta PPARA XLVIII/ 2012
Lemhannas R.I dengan skema penyelesaian masalah misalnya
seperti gambaran di bawah ini.
82
TABEL : 11PROSES PERBANTUAN PENYELESAIAN KONFLIK LAHAN
d. Dibuatnya nota kesepahaman antara Polri dan Kementerian
Pertanian untuk tingkat Pusat maupun antara Kepolisian Daerah
dan Resort dengan masing-masing Kepala Dinas Pertanian dan
atau Kepala Badan Ketahanan Pangan masing-masing.
Kesepahaman ini tidak hanya ketetlibatan Polri dalam proses
produksi pangan seperti ikut serta membantu menjadi motor
penanaman produk strategis nasional seperti padi, jagung, kedelai,
tebu untuk gula, peternakan seperti sapi, kerbau, kambing, maupun
budidaya perikanan sesuai dengan situasi dan kondisi atau zoning
wilayah masing-masing, tetapi juga kesepahaman terhadap
penegakan hukum maupun keterlibatan Polri menjadi mediasi
paripurna bersama pemangku kepentingan lainnya jika ada
permasalahan atau konflik masalah pangan. Disamping itu juga
tentu sesuai dengan salah satu tugas pokok Polri memberikan
bantuan kelancaran distribusi pangan sampai kepada tingkat
keluarga untuk membantu memperkecil adanya penyimpangan-
penyimpangan.
83
BAB VIKONSEPSI IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA YANG DAPAT
MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DAN KEMANDIRIAN BANGSA
24. Umum
Pada Bab III khususnya Sub Bab 14 telah menguraikan beberapa
pokok permasalahan yang diangkat dalam Taskap ini yang kemudian pada
Bab IV Sub Bab 21 diuraikan pula bagaimana implementasi kepemimpinan
RLA di lingkungan Polri yang diharapkan dan untuk kemudian dalam Sub
Bab 23 menguraikan bagaimana beberapa indikator keberhasilan dari pada
implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri yang dapat
meningkatkan ketahanan pangan dan kemandirian bangsa. Dalam
pembahasan Sub Bab di bawah ini tentu saja tidak terlepas dari berbagai
paradigma nasional yang menjadi landasan idiil, konstitusionil, visional dan
konsepsi ketahanan nasional maupun nilai-nilai yang berlaku di lingkungan
Polri yaitu pedoman hidup dan pedoman kerja selama ini Tribrata dan
Catur Prasetya yang sudah mengalami pemaknaan baru. Nilai-nilai inilah
yang harus mengkristal dalam perumusan asas-asas kepemimpinan RLA di
lingkungan Polri. Disamping itu tentu juga dalam pembahasannya tidak
terlepas dari landasan teori yang dipakai seperti telah disinggung di atas
yaitu teori kepemimpinan, teori scenario learning, teori PDB (Positioning
Diffrentiation and Brand) Triangle dan teori kependudukan dan kebutuhan
pangan Malthus. Landasan teori inilah yang pada akhirnya mengarahkan
penulis untuk memilih penamaan asas-asas kepemimpinan yang berlaku di
lingkungan Polri pada khususnya sebagai kepemimpinan Rahmatan Lil
Alamin (RLA). Karena berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan
bernegara yaitu pembangunan nasional khususnya pembangunan di
bidang ketahanan pangan dan juga berkaitan dengan salah satu tugas
pokok Polri penegakan hukum, maka penulisan konsepsi implementasi
kepemimpinan RLA di lingkungan Polri ini tidak terlepas dari berbagai
peraturan perundang-undangan baik yang menyangkut masalah
perencanaan pembangunan itu sendiri maupun yang berkaitan dengan
masalah pangan serta dengan Polri itu sendiri.
84
25. Kebijakan
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa perumusan
kepemimpinan RLA ini adalah sebagai sesuatu yang baru, dalam arti
sebagai sebuah style kepemimpinan di lingkungan Polri. Walaupun
sesungguhnya fitrah ataupun suratan manusia sebagai rahmat bagi
sesamanya umat manusia serta bagi alam dan seisinya adalah sudah ada
sejak manusia itu sendiri ada. Tuhan dalam penciptaannya memberikan
rahmatNya berupa nilai-nilai yang universal kepada umat manusia seperti
misalnya sifat mengasihi, menyayangi (rahim dan rahman ataupun rahmat),
sifat jujur, adil dan lain-lain kepada sesamanya manusia maupun kepada
seluruh ciptaan Tuhan serta alam dan seisinya, dimana sifat-sifat ini
sebagai sebuah anggukan universal. Didasarkan pada pemahaman teoritis
betapa pentingnya posisi seorang pemimpian dalam suatu komunitas atau
kumpulan orang ataupun organisasi termasuk organisasi seperti Polri,
maka kebijakan yang diambil dari penulisan Taskap yang menguraikan
tentang implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri guna
meningkatkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa ini
adalah : “Implementasi Kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin Sebagai Salah Satu Upaya Perubahan Kultur di Lingkungan Polri Menuju Polisi Sipil Yang Profesional, Bermoral dan Modern Dalam Sinergitas Dengan Berbagai Komponen Bangsa Lainnya”. Atau dalam narasi yang
lebih singkat dapat dikemukakan “Percepatan Perubahan Kultur Polri Melalui Implementasi Kepimpinan RLA”.
Kebijakan ini diambil dengan sebuah kesadaran bahwa tugas
pokok Polri amatlah strategis dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat, yaitu sebagai aparat penegak hukum, memelihara
kamtibmas dan sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat.
Dengan demikian gaya kepemimpinan yang memberikan rahmat kepada
sesamanya manusia (baik kepada sesama manusia yang baik atau taat
kepada hukum maupun yang tidak baik atau melanggar hukum) serta bagi
alam serta seisinya seperti kepada mahluk hidup lainnya berupa hewan
(fauna), tumbuh-tumbuhan (flora) maupun benda mati seperti sumber daya
alam tambang, sangatlah penting dan semacam keharusan.
85
26. Srategi
Untuk mewujudkan kebijakan di atas dan dikaitkan dengan pokok
permasalahan maupun indikator keberhasilan yang diharapkan, maka
strategi yang diambil antara lain adalah :
a. Merumuskan asas-asas Kepemimpinan yang RLA di
Lingkungan Polri untuk kemudian disosialisasikan dan
dilaksanakan atau diamalkan oleh setiap pemimpin di lingkungan
Polri.
b. Meningkatkan Profesionalisme dan Moralitas anggota Polri
dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan lingkungan
strategis serta terintegrasi dengan berbagai komponen bangsa
lainnya baik sebagai aparat penegak hukum maupun pemelihara
kamtibmas dan selaku pengayom, pelindung dan pelayan
masyarakat.
c. Meningkatkan penegakan hukum terhadap berbagai
pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pangan bersama PPNS Kementerian yang terkait seperti
Kementerian Pertanian, PU, Perkebunan dan Kehutanan serta
koordinatif dengan Jaksa Penuntut Umum dan pemangku
kepentingan lainnya.
d. Membuat kesepahaman atau MoU dengan Kementerian
Pertanian untuk tingkat Pusat dan dengan Kepala Dinas Pertanian
dan atau Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi, Kabupaten
dan Kota untuk tingkat daerah.
27. Upaya
Untuk mewujudkan strategi di atas, maka upaya-upaya yang dapat
dilakukan dari setiap strategi antara lain adalah sebagai berikut :
Upaya Strategi 1; Merumuskan asas-asas Kepemimpinan yang
RLA di lingkungan Polri untuk kemudian disosialisasikan dan
diimplementasikan.
Dibutuhkannya kepemimpinan rahmatan lil alamin diawali dengan
sebuah kehendak atau keinginan yang menjadi Focal Concern (FC) yaitu
86
“Membangun Polri yang Rahmatan Lil Alamin 2020”. Dari analisis teori
Scenario Learning, membangun polisi yang rahmatan lil alamin 2020
adalah sebuah alternatif masa depan yang plausible atau sesuatu yang
mungkin terjadi. Dengan melalui proses langkah-langkah scenario learning
maka ditentukan dari sekian banyak variabel atau Driving Forces (DF) dari
FC membangun Polri yang rahmatan lil alamin 2020 maka dipilih atau
ditentukan dua variabel atau DF yaitu Moralitas dan Profesionalisme.
Dipilihnya kedua DF tersebut karena yang paling kritis dan sangat penting
untuk mewujudkan FC, serta kondisinya terkadang tidak menentu,
sehingga mempengaruhi pencapaian FC yang telah ditentukan. Kedua
Driving Forces moralitas dan profesionalisme, diharapkan sebagai
pengungkit terwujudnya pembangunan Polri yang rahmatan lil alamin 2020.
TABEL : 12GAMBAR MATRIKS SCENARIO DAN CIRI-CIRI KUNCI SETIAP
SECENARIO “MEMBANGUN POLRI YANG RLA 2020”
a. Seluruh pemangku kepentingan di lingkungan Polri
khususnya Lembaga Pendidikan Tinggi Polri, seperti Sespimti,
Sespimmen, Sespimma dan PTIK merumuskan asas-asaas
MORALITAS (+)
BERLAYAR DI SAMUDERA YANG TENANGKAPAL BOCOR
SKENARIO I : SDM Polri yang menguasai tugas dengan baik dan menjalankannya dengan memberikan kemanfaatan. Polri dekat dengan rakyat dan memberikan pelayanan yang prima. Didukung oleh Sarpras, Sitem dan pendanaan yang cukup, citra Polri sangat baik. Polri mencintai dan dicintai masyarakat dengan baik. Polri yang rahmatan lil alamin.
SKENARIO IV : Situasi memprihatinkan, walaupun moral anggota baik-baik tetapi profesionalisme kurang, sarpras tidak mendapat penambahan, anggaran untuk operasional sangat minim dan sistem metode tidak jelas.
PROFESIONALISME (+)PROFESIONALISME (-)
SKENARIO II : Terjadi berbagai kegoncangan, kritikan dan hujatan walau polisi telah dapat menjalankan tugas dengan baik, kepercayaan masyarakat melemah karena moralitas menyebabkan banyak KKN di lingkungan Polri.
SKENARIO III : Polri semakin terpuruk dan citranya jatuh di mata publik karena SDM tidak profesional , sarpras yang tidak mendukung serta anggaran minim. Banyak anggota yang melakukan KKN, masyarakat antipati dengan Polri.
KAPAL KARAM DITERJANG BADAI
MORALITAS (-)
87
kepemimpinan RLA di lingkungan Polri. Rumusan yang dibuat ini
tentu saja harus memperhatikan nilai-nilai kepemimpinan nasional,
negarawan, visioner, transformatif yang telah dikemukakan dalam
landasan teori maupun paradigma nasional pada Bab II di atas.
Disamping itu juga haruslah selaras dengan nilai-nilai yang
memang sudah berlaku di lingkungan Polri yaitu pedoman hidup
dan pedoman kerja Tribrata dan Catur Prasetya dengan
pemaknaan yang baru.
Berdasarkan analisis landasan teori, nilai-nilai yang berlaku di
lingkungan Polri seperti kode etik maupun dikaitkan dengan tugas
pokok Polri, maka disarankan asas-asas kepemimpinan Polri
tersebut setidaknya ada “10 Asas Kepemimpinan RLA Polri”, yaitu :
1) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu
beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan taat kepadaNya
serta menjalankan ajaran agamanya masing-masing sesuai
keyakinan.
2) Profesional, yaitu memiliki kecerdasan atau
intelektualitas yang disertai oleh sifat-sifat kenegarawanan
dan nasionalisme yang tinggi serta menjadi teladan bagi
siapapun atau fatonah.
3) Akuntabel atau dapat dipertanggung-jawabkan semua
kata dan perbuatan secara transfaran sehingga dipercaya dan
memiliki legitimasi serta rendah hati atau amanah.
4) Jujur, yaitu menjaga kebenaran, berintegrasi tinggi
serta terjaga dari kesalahan atau shiddiq.
5) Komunikatif dan informatif, artinya senantiasa
menyampaikan risalah kebenaran dengan cara-cara diplomasi
dan aspiratif (tabligh) baik kepada karyawan secara internal
maupun publik secara eksternal.
6) Visioner, yaitu kemampuan untuk memprediksi apa
yang diharapkan oleh organisasi dimasa depan dan
bagaimana untuk mencapai secara lebih cepat, efektif dan
efisien tidak sekedar reaktif tetapi juga proaktif dan antisipatif.
88
7) Adil, artinya selalu patuh kepada hukum (tidak KKN),
menegakkan hukum dengan berlandaskan pada hukum untuk
memperoleh kemanfaatan, cinta damai, anti kekerasan,
toleran dan menjunjung tinggi HAM.
8) Setia dan berani, artinya memiliki kualitas kesetiaan
kepada negara dan bangsa, tanah air dan organisasi serta
memiliki sikap loyal yang timbal balik dari atasan terhadap
bawahan, terhadap atasan dan dua atasan samping serta
berani dalam mengambil keputusan dengan berbagai
alternatif.
9) Berjiwa besar, artinya memiliki kemauan, kerelaan
dan keikhlasan untuk pada saatnya menyerahkan tanggung-
jawab dan kedudukan kepada generasi muda atau legowo, serta senantiasa mengkader generasi berikutnya sebagai
pengganti yang lebih baik.
10) Memiliki sikap pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat, artinya seorang pemimpin di lingkungan Polri
senantiasa berupaya mewujudkan suasana yang mengayomi,
melindungi dan melayani masyarakat dengan keikhlasan
(tanpa paksaaan dan kepentingan apapun kecuali karena
tugas dan tanggung jawab) dalam mewujudkan keamanan
dan ketertiban masyarakat maupun menegakkan hukum.
b. Divisi Hukum Polri dengan dibantu oleh Kasetum Polri,
berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan atas inisiatif sendiri membuat
konsep rancangan Peraturan Kapolri tentang “10 Asas
Kepemimpinan RLA Polri” ini untuk kemudian diajukan sebagai
sebuah Peraturan Kapolri (Perkap). Jika penamaan atau
penyebutan ”Kepemimpinan RLA Polri” ini tidak disukai, maka
melalui pendekatan akan tugas pokok Polri sebagai aparat yang
harus mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat, maka
dapat saja asas-asas kepemimpinan Polri ini dinamakan sebagai
“10 Asas Kepemimpinan Pelayanan Polri”.
89
c. Divisi Hukum Polri setelah menyusun rancangan Perkap 10
asas kepemimpinan RLA dengan dibantu oleh Divisi Humas Polri
melakukan sosialisasi dan permintaan masukan kepada satuan
kerja-satuan kerja secara internal Polri maupun ekternal Polri
khususnya kepada kelompok masyarakat sipil yang terorganisir
dan yang peduli kepada Polri.
d. Divisi Hukum Polri dan Divisi Humas Polri bersama Asrena
Kapolri setelah menerima masukan secara internal dari berbagai
satuan kerja maupun secara ekternal dari berbagai kelompok
masyarakat sipil, menyusun kembali rancangan Perkap sesuai
ketentuan untuk kemudian diajukan kepada Kapolri. Setelah
mendapat persetujuan dari Kapolri dan pemberian nomor
Peraturan Kapolri dari Sekretariat Umum Polri, maka Divkum Polri
mengirimkan Perkap dimaksud kepada Kementerian Hukum dan
HAM untuk mendapatkan pengesahan resmi maupun harmonisasi
dan diberikan nomor Lembaran Negara secara resmi untuk dapat
dinyatakan asas-asas kepemimpinan RLA Polri tersebut secara
resmi dan sah berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat.
e. Setelah asas-asas kepemimpinan RLA Polri ini secara sah
sebagai produk hukum, maka Divkum Polri, Divhumas Polri
maupun Inspektorat Pengawas Umum Polri mensosialisasikan
keseluruh jajaran Polri melalui acara-acara pertemuan, rapat dinas,
rakornis, workshop, memasukkannya sebagai konten informasi
melalui media komunikasi internal seperti majalah internal, website,
penerangan satuan, telegram dan lain-lain.
f. Setiap lembaga pendidikan khususnya lembaga pendidikan
yang mengandung unsur pembentukan kepemimpinan seperti
Akpol, STIK-PTIK, Sespimma, Sespimmen dan Sespimti Polri
memasukkan asas-asas kepemimpinan RLA Polri ini sebagai
bagian dari materi pelajaran kepemimpinan dengan menyesuaikan
arahan dari Lembaga Pendidikan Polri.
90
Upaya Strategi 2; Meningkatnya profesionalisme dan moralitas
anggota Polri dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan
lingkungan strategi serta terintegrasi dengan berbagai komponen bangsa
lainnya, baik sebagai sesama aparat penegak hukum maupun pemelihara
kamtibmas dan selaku pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat.
a. Peningkatan profesionalisme anggota Polri dapat dilakukan
melalui upaya-upaya antara lain :
1) As SDM Polri dan Karo SDM Polda-Polda melakukan
sistem rekruitmen pada setiap level baik untuk Tamtama,
Bintara maupun perwira dan Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Polri haruslah betul-betul transfaran, akuntabel
dan bersih dari praktek-praktek KKN baik secara nyata-nyata
maupun secara tersembunyi dalam arti secara formalitas dan
substansi bebas dari KKN.
2) As SDM dan Satuan Pendidikan memberikan sistem
pendidikan baik pembentukan dan lanjutan senantiasa
mengacu kepada kompetensi yang dibutuhkan oleh tantangan
tugas dan kinerja sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk menuju polisi yang
profesional dan modern.
3) As SDM Polri maupun atasan langsung setiap Personil
Polri melakukan pembinaan karier baik bagi polisi pekerja
(police worker) maupun pada tataran suvervisor dan manajer
berdasarkan pada pendekatan prestasi kerja maupun sistem
seleksi uji kompetensi yang transfaran dan akuntabel serta
bebas dari KKN baik secara prosedur maupun substansi.
Beberapa hal sistem ini sudah dinyatakan dalam berbagai
Perkap, tinggal eksekusi pelaksanaan yang konsisten dari
setiap pimpinan maupun As SDM Kapolri.
4) Negara dalam hal ini Presdien dan DPR melalui
Asrena Kapolri memberikan dukungan sarana dan prasarana
maupun dukungan anggaran operasional Polri yang memadai
baik untuk pemeliharaan kamtibmas, penegakan hukum
91
maupun pemberian pengayoman, perlindungan dan
pelayanan kepada masyarakat.
5) Negara dalam hal ini Presiden maupun DPR memiliki
kemauan politik untuk meningkatkan kuantitas polisi dibanding
dengan masyarakat atau police ratio yang memadai atau
setidaknya mendekati standart PBB yaitu 1 : 400 (saat ini
jumlah Polri 390.312 orang dengan jumlah penduduk
Indonesia lebih dari 340 Juta, artinya police ratio baru 1 :
872).
6) Terpenuhinya DSP (Daftar Susunan Personil Polri)
sebagaimana angka penghitungan idialnya minimum, yaitu
Brigadir Polisi : 470.265 (saat ini baru 350.175), Inspektur
Polisi : 95.285 (saat ini baru 14.735), AKP : 28.091 (saaat ini
baru 14.476), Kompol : 11.220 (saat ini baru 6.025), AKBP :
4.430 (saat ini baru 3.576), Kombes Pol : 1.089 (saat ini
sudah 1.129 atau sudah lebih 40 orang).
b. Peningkatan Moralitas anggota Polri dapat dilakukan melalui
upaya-upaya antara lain :
1) As SDM Polri dan jajarannya memberikan sistem
reward dan punishment yang jelas dan terukur serta
transfaran dan akuntabel. Misalnya yang melakukan
pelanggaran dihukum dengan jelas dan yang berpotensi baik
dibidang tugas maupun akademis mendapat promosi
pendidikan, jabatan dan atau kepangkatan yang memadai
melalui proses yang benar.
2) Negara melalui Kementerian Keuangan dan As Rena
Kapolri melakukan upaya-upaya peningkatan kesejahteraan
anggota Polri, misalnya negara memberikan gaji ataupun
tunjangan kinerja yang memadai untuk hidup sederhana dan
layak serta ada kepastian dalam pemeliharaan kesehatan
maupun pendidikan keturunannya.
3) Meningkatkan fungsi pengawasan yang dilakukan baik
secara internal oleh Irwasum Polri, Divisi Propam Polri
92
maupun oleh setiap atasan langsung terhadap staf
bawahannya atau karyawan maupun secara ekternal seperti
oleh Kompolnas, DPR R.I khusus oleh Komisi III Bidang
Hukum, Ombudsement Republik Indonesia (ORI) dan
lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap
organisasi Polri.
4) Kapolri dan pimpinan atau manajer atas senantiasa
dapat mendorong para pemimpin di lingkungan Polri yang ada
di bawahnya sampai pada level terbawah dapat menjadi
pemimpin yang menjadi contoh bagi staf atau anggotanya
(lead by example).
Upaya Strategi 3; Penyidik Polri bersama PPNS (Penyidik
Pegawai Negeri Sipil) Kementerian yang terkait seperti Kementerian
Pertanian, PU, Perkebunan dan Kehutanan meningkatkan penegakan
hukum terhadap berbagai pelanggaran peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan pangan serta meningkatkan koordinasi dan
sinkronisasi dengan Jaksa Penuntut Umum dan pemangku kepentingan
lainnya.
Secara konstitusional dinyatakan bahwa negara Indonesia adalah
negara hukum yang dinyatakan dalam pasal 1 ayat (3) UUD N R.I 1945.
Untuk selanjutnya suatu negara dapat dikatakan sebagai negara hukum
atau “rule of law” bilamana aturan hukum telah dijadikan sebagai aturan
main (fair play) dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, terutama
dalam memelihara keamanan dan ketertiban serta perlindungan terhadap
hak-hak warganya. Menurut teori hukum John Lock dalam bukunya
“Second Tratise of Government” menguraikan minimal ada tiga unsur bagi
suatu negara dikatakan negara berdasarkan hukum, yaitu; (1) Adanya
hukum yang mengatur bagaimana anggota masyarakat dapat menikmati
hak asasi dengan damai, (2) Adanya suatu badan yang dapat
menyelesaikan sengketa yang timbul dibidang pemerintah atau antar
pemerintah dan (3) Adanya badan yang tersedia atau diadakan untuk
93
menyelesaikan sengketa yang timbul diantara sesama anggota
masyarakat.32
Sesuatu yang penting untuk dipahami dalam teori aktualisasi
hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman bahwa aktualisasi
hukum mempersyaratkan berfungsinya semua komponen sistem hukum.
Komponen sistem hukum itu ada tiga, yaitu; (1) Struktur hukum, merupakan
kerangka, bagian yang tetap bertahan (statis), bagian yang memberikan
semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan instansi penegak
hukum atau aparat penegak hukum. (2) Substansi hukum, merupakan
aturan-aturan atau norma-norma dan pola perilaku nyata manusia yang
berada dalam sistem, termasuk produk yang dihasilkan oleh orang-orang
yang ada dalam sitem hukum itu mencakup keputusan yang mereka
lakukan atau aturan baru yang mereka susun. Jadi disini juga merupakan
materi atau isi dari peraturan perundang-undangan tersebut. (3) Budaya
hukum, merupakan gagasan, sikap, keyakinan, harapan dan pendapat
tentang hukum, jadi disini melihat bagaimana budaya hukum masyarakat
apakah patuh atau tidak patuh terhadap hukum. Hal lain yang juga sangat
penting untuk dipahami dalam penegakan hukum ini adalah fungsi dari
pada hukum itu sendiri. Secara umum dapat dikatakan fungsi hukum itu
adalah; (1) Law as a tool of social control, sebagai alat kontrol sosial, (2)
Law as a tool social engineering, sebagai alat untuk merekayasa
masyarakat, (3) Law as facilitation of social, sebagai fasilitas
berinteraksinya berbagai interaksi sosial, (4) Law as a conflict social,
sebagai jalan keluar atau penyelesaian konflik sosial dan (5) Law as a
recruitment of emantipation, sebagai cara untuk memahami berbagai
perbedaan atau pihak-pihak lain.33
Dari uraian di atas maka upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam
penegakan hukum khususnya dalam peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pangan ini antara lain adalah :
32 ______, http://hukum-on.blogspot.com/2012/06/pengertian-supremasi-hukum-dan.html, Pengertian Supremasi Hukum dan Penegakan Hukum, diunduh tanggal 27 Juli 2012.
33 Unsiyah, Taqwaddin, S.H., SE, MS. C.D., Materi Sosiologi Hukum S2, Banda Aceh, 2007.
94
a. Secara struktur hukum atau aparat penegak hukum dibidang
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pangan.
1) Mabes Polri haruslah menstrukturkan proses
penegakan hukum dibidang peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan masalah pangan, baik yang berkaitan
dengan masalah ketersediaan, keterjangkauan maupun
konsumsi pangan. Strukturisasi ini tidaklah berarti harus
membuat struktur baru semacam Direktorat khusus ataupun
Sub Direktorat, tetapi bisa saja menjadi bagian dari Direktorat
Kriminalitas khusus yang sudah ada atau dalam bentuk ad
hok (sementara atau kepanitiaan) bila memang ada kasus
atau peristiwa. Strukturisasi ini setidaknya dinyatakan dalam
bentuk petunjuk teknis berupa telegram ataupun bagian dari
Peraturan Kapolri.
2) Mabes Polri, khususnya Biro Koordinator dan
Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil menginventarisir
secara khusus Kementerian dan Lembaga yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan penegakan hukum berupa
penyidikan maupun pemberian sangsi administrasi peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pangan.
Misalnya UU No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan adalah
PPNS Kementerian Pertanian dan BPOM, UU No. 26 Tahun
2007 Tentang Penataan Ruang adalah PPNS Kementerian
PU, UU No. 41 Tahun 2009 Tentang Pemeliharaan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah PPNS Kementerian
Pertanian dan lain-lain. Inventarisasi para PPNS ini sebagai
sebuah upaya menyangkut struktur penegakan hukum.
3) Mabes Polri melalui Kepala Badan Pemeliharaan
Kamtibmas (Baharkam) Polri menstrukturkan dalam
jajarannya khususnya melalui kebijakan dan strategi
perpolisian masyarakat (Polmas) sesuai dengan Peraturan
Kapolri No. 7 Tahun 2008 yang diembankan kepada
Direktorat Bimbingan Masyarakat (Bimmas) maupun seluruh
95
fungsi Kepolisian yang ada. Strukturisasi yang dimaksudkan
disini adalah bahwa masalah-masalah pangan dijadikan
bagian perhatian yang khusus oleh jajaran Baharkam Polri,
khususnya pada aspek ketersediaan dan keterjangkauan
pangan. Ketersediaan pangan misalnya pada sub aspek
produksi pangan, jajaran Baharkam Polri melalui kegiatan
manajemen melakukan kerjasama dengan Badan Ketahanan
Pangan di daerah-daerah untuk ikut serta melakukan kegiatan
penyuluhan maupun kegiatan penanaman produk-produk
pangan strategis seperti misalnya padi, jagung, kedelai, gula
dan daging melalui peternakan.
4) Secara struktur beberapa karakter yang harus dimiliki
oleh aparat kepolisian sebagai pengemban fungsi perpolisian
masyarakat dalam kerjasama dengan Pemda atau Badan
Ketahanan Pangan maupun pemangku kepentingan lainnya
secar khusus adalah sebagai berikut :
a) Mengenali diri sendiri: memahami kelebihan yang dimiliki untuk dimanfaatkan secara optimal bagi kelancaran tugas dan di lain sisi juga menyadari atas kekurangan/ kelemahan diri guna dikikis/ diperbaiki;
b) Percaya diri: bersikap optimis terhadap kemampuannya, apa yang dilaksanakannya dan bagaimana melaksanakannya serta tidak takut untuk mengembangkan kemampuan diri;
c) Disiplin pribadi: ketaatan kepada aturan dan ketertiban diri dalam penggunaan waktu secara efektif untuk melaksanakan tugas maupun kehidupan sehari-hari;
d) Profesional: kemampuan profesional Polri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat khususnya kemampuan membangun kemitraan dengan warga masyarakat;
e) Integritas: keteguhan dan ketangguhan jiwa raga secara menyeluruh mencakup aspek kepribadian, mentalitas, moralitas dan profesionalitas.34
34 Mabes Polri, Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, Pasal 33.
96
5) Beberapa penampilan atau sikap yang harus dimiliki
oleh para petugas Polmas dalam menjalankan tugas adalah
sebagai berikut :
a) Simpatik: selalu berpakaian rapi, sikap menarik dan menunjukkan empati;
b) Ramah: selalu menunjukkan sikap berteman/ bersahabat, murah senyum, mendahului sapa dan membalas salam;
c) Optimis: bersikap positif, tidak ragu akan keberhasilan dalam setiap melakukan pekerjaan;
d) Inisiatif: kemampuan mengajukan gagasan dan prakarsa dalam mengidentifikasi masalah, menentukan prioritas masalah, mencari alternatif solusi dan memecahkan pemasalahan dengan melibatkan masyarakat;
e) Tertib: selalu teratur dalam melaksanakan pekerjaan dan mampu menata/ menyusun rencana kerja, dokumen, lingkungan kerja dan wilayah kerja;
f) Disiplin waktu: mampu merencanakan pekerjaan dan aktivitas agar memanfaatkan waktu tersedia seproduktif mungkin;
g) Cermat: teliti dalam mengumpulkan dan menganalisis fakta serta mempertimbangkan konsekuensi atas setiap pengambilan keputusan;
h) Akurat: mampu menentukan tindakan yang tepat dalam mengantisipasi permasalahan, disertai argumentasi yang jelas;
i) Tegas: mampu mengambil keputusan dan tindakan tegas tanpa keraguan serta melaksanakannya tanpa menunda-nunda waktu.35
b. Secara substansi atau matreri hukum. Tentu saja yang
dimaksudkan disini adalah isi atau materi dari peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pangan itu sendiri
sebagaimana sudah diuraikan di atas pada sub bab 23 C Indikator
Keberhasilan dibidang penegakan hukum. Disadari bahwa Polri
bukanlah bagian dari pada pembuat regulasi, tetapi sebagai bagian
dari pelaksanaan peraturan perundang-undeangan yang sudah
disahkan atau sebagai aparat pengak hukumnya. Akan tetapi
melalui mekanisme yang benar, Polri dapat saja memberikan 35 Ibid, Pasal 34.
97
masukan terhadap perbaikan materi hukum yang dijalankan
selama ini kepada bagian regulasi atau dalam hal ini legislatif DPR
R.I melalui Kementerian Hukum dan HAM atau Kementerian yang
menjadi leading sektor daripada peraturan tersebut. Misalnya saja,
secara substansi atau isi peraturan perundang-undangan,
pemerintah dalam hal ini Menkopolhukam, MA, Kemenkum HAM,
BPN, Kemdagri, Kemen PU, Kejagung, Polri melakukan evaluasi
dan sinkronisasi peraturan dan perundang-undangan yang
berkaitan dengan penataan ruang dan penggunaan ruang seperti
UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, UU No. 41
Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan dengan UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. UU No. 2
Tahun 2012 hanya menekankan kepada penyediaan tanah dengan
cara mengganti rugi yang layak kepada pihak yang berhak tanpa
ada penekanan untuk memperhatikan rencana tata ruang wilayah
atau zoning wilayah yang sudah ditentukan sebelumnya, walaupun
ada klausal dalam pasal 7 yang mengatakan bahwa pengadaan
tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan sesuai dengan
RTRW, rencana pembangunan nasional/ daerah, rencana strategis
dan rencana setiap instansi yang memerlukan tanah untuk
kepentingan umum. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa jika atas
nama “kepentingan umum” maka tanah atau lahan apapun dapat
diambil dengan ganti rugi walaupun tanah atau lahan tersebut
sudah di zoning atau ditetapkan dalam tata ruang sebagai lahan
pertanian pangan yang subur. Dengan kata lain UU Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Penataan Ruang dapat
dikalahkan, dan kondisi ini, apabila pihak yang membutuhkan
tanah tersebut lebih “kuat” akan semakin memberikan peluang
semakin berkurangnya lahan pertanian atau zoning wilayah atau
penataan tidak berfungsi dengan baik.
c. Secara budaya atau kultur hukum. Kementerian Hukum dan
HAM maupun aparat penegak hukum lainnya seperti MA,
98
Kejagung, Polri dan jajaran kementerian terkait yang menjadi
leading sektor terhadap pangan maupun penataan ruang atau
penggunaan ruang seperti Kementerian Pertanian, PU, Kemdagri,
BPN untuk melakukan kegiatan antara lain :
1) Sosialisasi secara sistemik dan berkelanjutan baik kepada
masyarakat petani, mahasiswa dan para pengusaha tentang
berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pangan, penataan ruang atau penggunaan lahan.
2) Menguatkan kelompok-kelompok sipil atau LSM yang
peduli pada masalah-masalah pembangunan khususnya
dibidang pangan yang berkelanjutan dan berwawasan pada
lingkungan sesuai dengan penataan ruang. Kelompok
organisasi sipil ini diharapakan yang independent untuk
memperjuangkan kepentingan petani seperti misalnya
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Himpunan Kerukunan
Tani dan Nelayan dan lain-lain.
3) Memberikan reward atau sejenis hadiah kepada
perorangan maupun kelompok tani dan nelayan yang
berprestasi terhadap pemajuan produksi pangan yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Upaya Strategi 4; Membuat kesepahaman atau MoU dengan
Kementerian Pertanian untuk tingkat Pusat dan dengan Kepala Dinas
Pertanian dan atau Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi, Kabupaten
dan Kota untuk tingkat daerah.
Nota kesepahaman atau MoU sebagai dasar sinergitas antara Polri
dan Kementerian Pertanian khususnya Badan Ketahan Pangan baik di
tingkat Pusat maupun di tiap-tiap daerah otonom yaitu di Provinsi,
Kabupaten dan Kota. Sebagai bahan acuan misalnya MOU antara TNI dan
Kementerian Pertanian sudah ada yaitu Nomor : 13002/HK/130/F/04/2012
dan Nomor : KERMA/10/IV/ 2012 tanggal 13 April 2012 Dalam Rangka
Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional Melalui Program Pembangunan
Sektor Pertanian Sebagai Bentuk Pengabdian TNI Mendukung Program
Pemerintah. Berdasarkan acuan ini sesungguhnya Polri sebagai lembaga
99
pemelihara kamtibmas dan penegak hukum melalui kebijakan dan strategi
perpolisian masyarakat sangatlah strategis untuk peduli terhadap masalah
peningkatan ketahanan pangan dari perspektif mencegah terjadinya
kejahatan dikarenakan kemiskinan maupun pengangguran atau ketiadaan
pangan atau sulitnya masyarakat untuk mengakses pangan karena
berbagai hal sebagai alasan. Kesepahaman tersebut diharapkan dapat di
operasionalisasikan di daerah-daerah otonom Provinsi, Kabupaten dan
Kota, sehingga walaupun MoU sudah dibuat di tingkat pusat, sebaiknya
juga masing-masing Kepolisian di Daerah melakukan MoU dengan
Pemerintahan setempat yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
daerah masing-masing. Sebenarnya sejauh ini MoU antara Polri dan
Kementerian Pertanian sudah ada yang diwakili oleh Badan Karantina
Pertanian, tetapi tentang kerja sama hanya dibidang karantina hewan,
tumbuh-tumbuhan dan pengawasan hayati yang bersifat lebih kepada
penegakan hukum dari pada upaya peningkatan ketahanan pangan.
Sedangkan kerjasama dibidang ketahanan pangan yang bersifat lebih luas
dan menyentuh terhadap upaya-upaya peningkatan ketahanan pangan
sejauh ini memang belum ada.
Beberapa upaya yang dapat diambil antara lain :
a. Kapolri melalui program atau pemilihan strategi dan filosofi
Pemolisian Masyarakat membuat MoU atau Nota Kesepahaman
dengan Kementerian Pertanian dalam rangka membantu program
pemerintah mewujudkan ketahanan pangan mencapai surplus
beras 10 Juta Ton dan peningkatan produksi strategis lainnya
(jagung, kedelai, gula dan daging sapi) pada tahun 2014.
b. Kapolda dan Kapolres masing-masing daerah otonom
melakukan koordinasi dengan Gubernur, Bupati dan Walikota
sebagai pimpinan daerah otonom dan atau bisa langsung dengan
Kepala Badan Ketahanan Pangan masing-masing untuk
membahas masalah program surplus produk pangan utamanya
beras, kedelai, jagung, gula dan daging sapi serta mewujudkan
kerja sama dalam MoU sebagai landasan administrasi dan hukum
operasional.
100
c. Polri di tiap-tiap daerah otonom, memberikan bantuan kepada
masing-masing Badan Ketahanan Pangan dalam hal penanganan
daerah-daerah yang mengalami rawan pangan seperti membantu
dalam distribusi pangan, membantu stabilitas harga dengan
“koordinasi” para pengusaha dibidang pangan ditiap-tiap daerah
untuk tidak mencari keuntungan yang tidak wajar dalam kesulitan
masyarakat serta koordinasi dengan Bulog setempat jika memiliki
Bolog khusus masalah sumber pangan beras.
d. Polri dalam hal ini para petugas Polmas memberikan bantuan
tehnis lainnya kepada Badan Ketahanan Pangan dan atau petani
langsung dalam hal misalnya menjadi petugas membantu
penyuluhan, memberikan akses pemodalan kepada pihak
perbankan yang resmi dan meniadakan sistem ijon melalui para
petugas Babinkamtibmas ataupun anggota Polri yang khusus
mengemban fungsi Polmas atau Bimmas.
e. Mabes Polri melalui Polda dan Polres secara khusus diwaktu-
waktu tertentu dalam setiap tahun yang disesuaikan dengan
perkembangan kondisi iklim daerah masing-masing melaksanakan
operasi bhakti Bhayangkara khusus dibidang pangan strategis
seperti menanam padi, kedelai, jagung, tebu (untuk daerah
produksi gula) maupun peternakan untuk menghasilkan daging
sebagai upaya nyata meningkatkan ketahanan pangan. Kegiatan
ini tentu saja dilakukan secara sinergi bersama pemangku
kepentingan lainnya sebagai upaya meyakinkan kesuksesan
operasi bhakti Bhayangkara tersebut.
BAB VII
PENUTUP
101
28. Kesimpulan
Dari uraian dan pembahasan di atas maka beberapa hal dapat
disimpulkan dalam tulisan Kertas Karya Perorangan ini sebagai berikut :
a. Dari berbagai teori kepemimpinan, posisi seorang pemimpin
dalam suatu organisasi sangatlah strategis, karena pemimpinlah
yang akan membawa, mengarahkan dan menggerakkan seluruh
potensi dalam organisasi terutama dalam pencapaian tujuannya.
Lebih-lebih jika organisasi tersebut adalah suatu bangsa dan
negara, maka seorang pemimpian sangatlah penting, strategis dan
menentukan. Di Indonesia kepemimpinan yang berkaitan dengan
negara ini didifinisikan sebagai Kepemimpinan Nasional yang
dimaknakan sebagai kelompok pemimpin bangsa pada segenap
strata kehidupan nasional di dalam setiap gatra (Astagtra) pada
bidang atau sektor profesi baik di supra struktur, infra struktur dan
sub struktur, formal dan informal yang memiliki kemampuan dan
kewenangan untuk mengarahkan/ menggerakkan segenap potensi
kehidupan nasional (bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian
tujuan nasional berdasarkan UUD N RI 1945 serta memperhatikan
dan memahami perkembangan lingkungan strategis guna
mengantisifasi berbagai kendala dalam memamfaatkan peluang.
Demikian juga hal dengan setiap pemimpin di lingkungan
organisasi Polri yang memiliki tugas pokok sebagai pemelihara
kamtibmas, penegak hukum dan pengayom, pelindung dan
pelayan masyarakat sangatlah strategis dan menentukan
bagaimana “warna” seorang pemimpin untuk menghantarkan agar
tujuan tugas pokok Polri pada setiap level atau tingkatan dapat
terwujud dan tercapai. Semua ini tentu saja guna memberikan
kontribusi penciptaan situasi dan kondisi yang aman, tentram dan
damai sehingga pembangunan nasional dan di tiap-tiap daerah
dapat berjalan dengan baik dalam rangka mensejahterakan
masyarakat Indonesia.
b. Pemimpin di lingkungan Polri adalah bagian dari pemimpin
nasional yang berarti pula dalam implementasi kepemimpinan pada
102
setiap tingkatan di lingkungan Polri haruslah senantiasa berpikir
dan bertindak secara komprehensif dengan memperhatikan
bagian-bagian atau gatra-gatra yang lain serta integratif dalam arti
bersinergi satu sama lain dan holistik dalam mewujudkan situasi
yang aman, tentram dan damai sebagai bagian dari ketahanan
nasional. Dari analisis kepemimpinan nasional adalah sangat keliru
jika seorang pemimpin dalam suatu gatra tertentu dan dalam setiap
level berpikir sektoral untuk kesuksesan semata-mata gatra atau
bagian pekerjaan sektroral dengan mengorbankan sektor yang lain.
Demikian juga dengan kepemimpinan di lingkungan Polri haruslah
berpikir dan bertindak serta memperhatikan gatra atau sektor-
sektor yang lain untuk kesuksesan bangsa dan negara Indonesia.
c. Dalam pelaksanaannya, berdasarkan sejarah atau
perkembangan kepemimpinan ini senantiasa memiliki asas-asas
ataupun sifat-sifat utama yang harus dikembangkan oleh siapapun
yang menjadi pemimpin. Seperti misalnya pada masa Kerajaan
Singosari pada saat Rajanya Tungul Ametung sebagai Raja
Tumapel atau Singosari. Kendedes sebagai permaisuri Tunggul
Ametung mengembangkan ajaran atau asas-asas kepemimpinan
“Karma Pratama” atau “Delapan Laku Utama” dari ajaran Empu
Purwo. Asas-asas kepemimpinan “Karma Pratama” ini secara
singkat adalah : (1) Pandangan yang benar, (2) Pikiran yang benar,
(3) Bicara yang benar, (4) Tingkah laku yang benar, (5) Kehidupan
yang benar, (6) Usaha yang benar, (7) Ingatan yang benar dan (8)
Samadi yang benar. Ajaran Empu Purwo ini oleh Kendedes
dikembangkan dalam asas-asas kepemimpinan yang disebut
dengan “Dasa Paramita”, yaitu : (1) Dhana, bermurah hati kepada
sesama, (2) Sila, belaku susila, (3) Santi, damai tidak bergejolak,
(4) Sadhu, berbudi luhur, (5) Virya, penuh keperwiraan, (6) Prajna,
berpengetahuan atau bijaksana, (7) Upaya Kausalya, dinamis dan
giat berusaha, (8) Pranidana, bersemangat dan bercita-cita, (9)
Bala, mampu menggerakkan orang atau pasukan dan trengginas
103
dan (10) Juana, bertanggung-jawab.36 Pada masa Majapahit ada
seorang Patih yang kemudian amat terkenal yaitu Patih Gajah
Mada. Patih Gajah Mada inilah kemudian mampu membangun
kerajaan Majapahit dengan mempersatukan Nusantara melalui
perwujudan sumpah beliau yang dikenal dengan “Sumpah Palapa”.
Pasukan Gajah Mada pada saat itu sebagai pasukan kerajaan
dinamakan Bhayangkara yang dalam perkembangannya Polri
mengadopsi nama ini untuk menamakan prajurit-prajurit Polri
sebagai Bhayangkara negara. Pada masa Gajah Mada memiliki
ajaran yang disebut “Catur Prasetya” yang nilai-nilainya ada 15
asas, yaitu : (1) Mijnana, bijaksana, (2) Mantri Wira, pembela
negara sejati, (3) Wicaksono-Ngnyo, mampu menganalisis dan
mengambil keputusan, (4) Tanggwan, dipercaya oleh anak buah,
(5) Satyo Bhakti Haprabu, loyal pada atasan, (6) Wakjnana, pandai
berpidato dan berdiplomasi, (7) Sajjawopasama, tidak sombong,
rendah hati dan manusiawi, (8) Dhirottsaha, rajin dan kreatif, (9)
Tan Lalana, gembira dan periang, (10) Disyacitta, jujur dan terbuka,
(11) Tan Satrisna, tidak egois, (12) Mashihi Samastha Bhuwana,
penyayang dan cinta alam, (13) Ginong Pratidina, tekun
menegakkan kebenaran, (14) Sumantri, abdi negara yang baik dan
(15) Hanyaken Musuh, mampu membinasakan musuh.37 Pada
perkembangannya Polri juga mengambil asas-asas Catur Prasetya
dari Gajah Mada ini sebagai pedoman kerja walaupun isisnya
sesuai dengan namanya hanya ada empat nilai-nilai, yaitu : (1)
Satya Habrabu (2) Hanyaken Musuh (3) Giniung Pratidina dan (4)
Tansa Trisna. Kemudian dalam perkembangannya Catur Prasetya
Polri ini berubah dalam pemaknaannya sebagaimana diuraikan di
atas dan dapat dilihat dalam lampiran.
d. Sebelum tahun 1998, Polri masih bergabung dengan ABRI,
maka asas-asas kepemimpinan yang dikembangkan dan
diimplementasikan adalah 11 Asas Kepemimpinan ABRI. Tetapi 36 Muladi dan Adi Sujatno, Traktat Etis Kepemimpinan Nasional dan Indeks Kepemimpinan Nasional Indonesia, Penerbit RMBOOKS, Cetakan ke IV, Jakarta, 2011, Hal. 174.37 Ibid, Hal. 175-176.
104
kemudian setelah TNI dan Polri berpisah, maka sejak tahun 1998
tersebut sampai saat ini di lingkungan Polri belum ada perumusan
asa-asas kepemimpinan yang dapat menjadi pedoman dan
diimplementasikan. Belum adanya atau ketiadaan asas
kepemimpinan ini bukanlah berarti sama sekali tidak ada asas-asas
kepemimpinan yang diterapkan di lingkungan Polri. Sejatinya Polri
memiliki tugas pokok, memiliki pedoman hidup Tribrata dan
memiliki pedoman kerja Catur Prasetya (walaupun dalam
perjalanannya sudah ada perubahan pemaknaan). Polri juga
memiliki kode etik khusus untuk Polri, memiliki kode etik penyidikan
yang khusus dimiliki oleh para penyidik Polri. Kemudian di lembaga
pendidikan seperti AKPOL, PTIK, Sespimma, Sespimmen,
Sespimti dan Lemhannas diajarkan juga berbagai teori-teori
kepemimpinan maupun pelatihan-pelatihan pembentukan karakter
seorang pemimpin yang pada dasarnya diadopsi untuk kemudian
diimplementasikan oleh para pemimpin di setiap level di lingkungan
Polri. Didasarkan pada berbagai pembelajaran kepemimpinan,
khususnya kepemimpinan nasional, negarawan, kontemporer,
visioner maupun perpaduan dengan tugas pokok Polri, pedoman
hidup Tribrata dan pedoman kerja Catur Prasetya maupun
kepemimpinan yang dapat menjadi contoh dan teladan utama umat
manusia yaitu Nabi Muhammad SAW, maka menurut penulis
sangatlah penting merumuskan asas-asas kepemimpinan di
lingkungan Polri. Didasarkan pada atas keinginan “Membangun
Polri yang Rahmatan Lil Alamin Tahun 2020”, yang memilih atau
menentukan pada dua kritikal driving forces atau pada dua
pengungkit utama, yaitu Profrsionalisme dan Moralitas anggota
Polri. Kemudian dikaitkan dengan tugas pokok Polri dan fitrah atau
kodrat umat manusia diciptakan yaitu untuk kemaslahatan umat
manusia itu sendiri maupun bermanfaat bagi sesamanya umat
manusia serta bagi alam dan seisinya. Dalam surat Al Maida ayat
(42) dijelaskan yang artinya “pemimpin adalah seorang yang
mampu memberi manfaat bagi orang-orang yang dipimpinnya”.
105
Demikan juga dalam surat Al Anbiya ayat (107) yang artinya “Dan
tidaklah kami kirim kamu (wahai Muhammad), melainkan untuk
menjadi rahmat bagi semesta alam”. Didasarkan pada pemaknaan
beberapa hal tersebut diatas dengan analisis teori PDB Triangle
atau Segitiga Positioning-Defferensiation-Brand, penulis
merumuskan atau menkristalisasikan asas-asas kepemimpinan di
lingkungan Polri sebagai sebuah style atau gaya dengan
penyebutan “Asas-asas Kepemimpinan yang Rahmatan Lil Alamin
(RLA) di Lingkungan Polri”. Berdasarkan kajian-kajian di atas maka
rumusan asas-asas kepemimpinan RLA di lingkungan Polri ini ada
10 (sepuluh) Asas, yaitu : (1) Bertaqwa, (2) Profesional atau
fatonah, (3) Akuntabel dan transfaran atau amanah, (4) Jujur atau
shiddig, (5) Komunikatif dan informatif atau tabligh, (6) Visioner, (7)
Adil, (8) Setia dan Berani, (9) Berjiwa besar atau Legowo, (10)
Pengayom, pelindung dan pelayan.
e. Disadari bahwa penamaan 10 asas kepemimpinan RLA di
lingkungan Polri ini bisa saja ada yang tidak setuju dikarenakan
penggunaan kata-kata “Rahmatan Lil Alamin”. Akan tetapi
penggunaan kata-kata tersebut semata-mata mengambil makna
yang terkandung didalamnya serta hakekat kedadiran polisi atau
tugas pokok Polri dimana kehadiran polisi sesungguhnya haruslah
memberikan rahmat atau mamfaat kepada sesamanya manusia
maupun bagi alam serta seisinya. Sesungguhnya penggunaan
kata-kata RLA sama saja seperti penggunaan kata-kata Tribrata
atau Catur Prasetya yang diambil dari kata-kata Sangsekerta
dimasa atau diera kerajaan Budha ataupun Hindu dimasa lalu,
yang dengan demikian bukanlah berarti pengambilan penamaan
tersebut sebagai sesuatu yang kebudha-budhaan atau kehindu-
hinduan, begitu juga dengan penggunaan istilah RLA. Tetapi jika
saja penggunaan istilah itu ada yang tidak setuju, bisa saja
digunakan istilah Kepemimpinan yang Melayani di Lingkungan
Polri, atau “10 Asas Kepemimpinan Yang Melayani di Lingkungan
Polri”. Penggunaan kata-kata melayani ini tentu saja didasarkan
106
pada tugas pokok Polri untuk melayani masyarakat maupun makna
dari seorang pemimpin itu sendiri, yang dikatakan seorang
pemimpin yang besar, yaitu pemimpin yang harus melakukan
pelayanan/ to serve baik kepada bawahannya atau kepada
rakyatnya. Seoerang pemimpin yang besar harus senantiasa
bertanya secara terus menerus kepada diri sendiri, “Apakah saya
seorang pemimpin yang melayani atau seorang pemimpin yang
melayani diri sendiri atau bahkan ingin dilayani ?”.38
f. 10 Asas Kepemimpinan RLA di lingkungan Polri ini apabila
diimplementasikan khususnya dalam penegakan hukum peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pangan, maupun
dalam upaya-upaya yang nyata seperti keterlibatan perpolisian
masyarakat untuk ikut serta bersama-sama pemangku kepentingan
lainnya pada usaha produksi pangan, akan meningkatkan
ketahanan pangan. Peningkatan ketahanan pangan disini tidak
hanya pada sistem ketersediaan pangan saja seperti misalnya
terpeliharanya lahan pertanian pangan yang berkelanjutan,
sehingga produksi meningkat, tetapi juga pada sistem yang lain
yaitu keterjangkauan, konsumsi, pemberdayaan masyarakat
maupun manajemen. Pada sistem keterjangkauan pangan
misalnya lancarnya distribusi pangan yang dikarenakan seluruh
aparat kepolisian membantu kelancaran distribusi di lapangan,
yang biasanya sering dikeluhkan oleh pengusaha distribusi pangan
banyaknya pungutan liar, sehingga mengakibatkan biaya tinggi dan
harga pangan menjadi lebih tinggi. Dari sistem pemberdayaan
masyarakat, kontribusi yang dapat dilihat adalah keterlibatan para
kelompok tani seperti Gapoktan maupun kelompok masyarakat sipil
lainnya yang independent dan peduli terhadap petani dan nelayan
untuk ikut secara aktif meningkatkan harkat dan martabat dari para
petani dan nelayan sendiri.
29. Saran
38 Adi Sujatno, Teori Kepemimpian, Lemhannas R.I., Cetakan kedua, Jakarta, 2010, Hal. 10.
107
a. Sungguhpun penulis sudah mencoba merumuskan ”10 Asas-
asas Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri”, disarankan kepada
Mabes Polri dalam hal ini Itwasum Polri, Asrena Kapolri, Kepala
Divisi Propam Polri khususnya Biro Profesi dan Divisi Hukum Polri
bersama Lemdikpol yang dapat diwakili oleh Sespimmen/ Sespimti
Polri merumuskan asas-asas kepemimpinan di lingkungan Polri.
Perumusan asas-asas kepemimpinan ini menjadi penting
dikarenakan bukan hanya karena belum adanya asas-asas
kepemimpinan yang dapat menjadi acuan dari setiap pemimpin
pada setiap level di lingkungan Polri, tetapi juga dikarenakan
adanya pemaknaan baru dari pada pedoman hidup Polri Tribrata
dan pedoman kerja Catur Prasetya. Perumusan asas-asas
kepemimpinan di lingkungan Polri disarankan juga haruslah
mampu mengadopsi nilai-nilai kepemimpinan nasional, negarawan,
kontemporer, visioner maupun tugas pokok Polri itu sendiri yang
pada dasarnya kehadiran organisasi Polri ditengah-tengah
masyarakat harus memberikan rahmat atau mamfaat kepada
sesamanya umat manusia maupun bagi alam Indonesia serta
seisinya dengan kemampuan pemberian pelayanan yang prima.
Karena itu disarankan juga penamaan asas-asas kepemimpinan di
lingkungan Polri itu nantinya adalah “asas-asas kepemimpinan
Rahmatan Lil Alamin di lingkungan Polri”.
b. Mabes Polri, khususnya Badan Pemeliharaan Keamanan
(Baharkam) Polri perlu membuat nota kesepahaman atau MoU
dengan Kementerian Pertanian sebagai ujud keikut sertaan Polri
melalui pelaksanaan tugas-tugas perpolisian masyarakat (Polmas)
bersama berbagai pemangku kepentingan untuk membantu negara
meningkatkan ketahanan pangan. Sungguhpun tugas pokok Polri
dibidang pemeliharaan kamtibmas dan penegakan hukum, tetapi
tugas-tugas menigkatkan ketahanan pangan melalui sistem
peningkatan ketersediaan pangan, keterjangkauan dan konsumsi
pangan adalah juga bagian dari tugas pemeliharaan kamtibmas
untuk secara dini Polri mengatasi penyebab-penyebab atau
108
permasalahan kamtibmas secara dini seperti masalah kemiskinan,
kebodohan ataupun pengangguran. Dengan meningkatnya
ketahanan pangan sampai kepada keluarga ataupun individu maka
permasalahan kamtibmas dengan sendirinya akan semakin
berkurang.
c. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dengan jajarannya
yaitu reserse di tingkat Polda, Polres dan Polsek perlu
menstrukturkan aparat penegak hukum dibidang perundang-
undangan yang berkaitan dengan pangan secara ad hok atau
setidaknya mengeluarkan suatu standar operasi prosedur khusus
di lingkungan Bareskrim Polri. Tujuannya adalah agar ada
keseriusan atau optimalisasi penegakan hukum peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pangan. Setiap Polda
perlu menargetkan untuk menindak orang-orang, korporasi maupun
pejabat yang telah mengalih fungsikan lahan pertanian pangan
misalnya sawah yang masih berpotensi produksi dengan baik,
tetapi dialih fungsikan menjadi komplek perumahan, pertokoan dan
lain-lain. Undang-undang yang dapat dipakai misalnya UU No. 41
Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan maupun UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang dan lain-lain yang berkaitan dengan pangan.
Jakarta, Oktober 2012
Peserta PPRA XLVIII/ 2012
Zulkarnain.Nomor Absen : 82
Recommended