-abses peritonsil

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bahan THT

Citation preview

Abses peritonsil

BAB IPENDAHULUANAbses peritonsil merupakan abses akut di dalam jaringan peritonsil. Abses peritonsil dikenal juga dengan sebutan quinsy. Abses peritonsil adalah akumulasi pus yang terlokalisir pada jaringan peritonsilar yang terbentuk akibat tonsillitis supuratif. Titik akumulasi terletak diantara kapsul tonsila palatina dan otot-otot konstriktor faring. Pilar anterior dan posterior, tonus tubarius (bagian superior) dan sinus piriformis (bagian inferior) membentuk batas lokasi potensial tersebut. Karena susunan jaringan di daerah tersebut adalah jaringan ikat longgar, maka infeksi bakterial pada daerah tersebut dapat dengan cepat mengarah pada pembentukan material purulen. Inflamasi progresif dan supurasi dapat meluas secara langsung ke palatum molle, dinding lateral faring dan dapat juga ke dasar lidah.Prevalensi abses peritonsil terbanyak terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada mereka yang menurun sistem immunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan napas yang signifikan pada anak-anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau percobaan multipel penggunaan antibiotik oral untuk tonsilitis akut merupakan predisposisi pada orang untuk berkembangnya abses peritonsil. Di Amerika Serikat, insiden tersebut kadang-kadang berkisar 30 kasus per 100.000 orang per tahun, dipertimbangkan hampir 45.000 kasus setiap tahun.PatofisiologiPatofisiologi abses peritonsil belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori yang paling banyak diterima adalah kemajuan (progression) episode tonsillitis eksudatif pertama menjadi peritonsillitis dan kemudian terjadi pembentukan abses yang sebenarnya (frank abscess formation).

Gambar 1. Anatomi Tonsil Palatina dan jaringan sekitarnya.Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar. Oleh karena itu, infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini sehingga tampak palatum mole membengkak. Abses peritonsil juga dapat terbentuk di bagian inferior, namun jarang.

Pada stadium permulaan, stadium infiltrat, selain pembengkakan juga tampak permukaan yang hiperemis. Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan berwarna kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah, uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral.Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m. pterigoid interna sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan sehingga dapat terjadi aspirasi ke paru.

Selain itu, abses peritonsil terbukti dapat timbul de novo tanpa ada riwayat tonsillitis kronis atau berulang (rekuren) sebelumnya. Abses peritonsil dapat juga merupakan suatu gambaran dari suatu infeksi virus Epstein-Barr (mononukleosis).GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSISPasien umumnya datang dengan riwayat faringitis akut bersama tonsillitis dan nyeri faring unilateral yang semakin bertambah. Pasien juga mengalami malaise, lemah dan sakit kepala. Mereka juga mengalami demam dan rasa penuh pada sebagian tenggorokan.

Nyeri bertambah sesuai dengan perluasan timbunan pus. Otot pengunyah diselusupi oleh abses sehingga pasien sulit untuk membuka mulut yang cukup lebar (trismus) untuk pemeriksaan tenggorok. Menelan jadi sukar dan nyeri. Penyakit ini biasanya hanya pada satu sisi. Air ludah menetes dari mulut dan ini merupakan salah satu penampakan yang khas. Pergerakan kepala ke lateral menimbulkan nyeri, akibat infiltrasi ke jaringan leher di regio tonsil.

Selain gejala dan tanda tonsilitis akut dengan odinofagia (nyeri menelan) yang lebih hebat biasanya pada satu sisi, juga terdapat nyeri telinga (otalgia), muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara sengau (rinolalia) dan pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.Pada pemeriksaan fisik, kadang-kadang sukar memeriksa seluruh faring, karena trismus. Pada pemeriksaan tampak pembengkakan dan kemerahan yang unilateral. Palatum molle tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. Uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral. Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak detritus dan terdorong ke arah tengah, depan dan bawah. Bila abses terjadi di jaringan peritonsil, pembengkakan tampak pada bagian atas pilar anterior, sehingga palatum dan uvula terdorong ke medial. Palpasi dengan jari di regio tonsil akan terasa daerah yang berfluktuasi. Daerah tersebut biasanya berlokasi pada inci ke arah luar dari tepi bebas pilar anterior, atau pada batas 1/3 atas tonsil dengan 1/3 tengah, di daerah posterior tonsil.Prosedur diagnosis adalah dengan melakukan aspirasi jarum. Tempat aspirasi dibius/dianestesi menggunakan lidocaine dengan epinephrine dan jarum besar (berukuran 1618) yang biasa menempel pada syringe berukuran 10cc. Aspirasi material yang bernanah (purulent) merupakan tanda khas, dan material dapat dikirim untuk dibiakkan.

Gambar 2. tonsillitis akut (sebelah kiri) dan abses peritonsil (sebelah kanan).

KomplikasiKomplikasi yang mungkin terjadi ialah:

1. Abses pecah spontan, mengakibatkan perdarahan aspirasi paru, atau piema.

2. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaring. Kemudian dapat terjadi penjalaran ke mediastinum menimbulkan mediastinitis.3. Bila terjadi penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan thrombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak.Sejumlah komplikasi klinis lainnya dapat terjadi jika diagnosis abses peritonsil diabaikan. Beratnya komplikasi tergantung dari kecepatan perkembangan penyakit. Untuk itulah diperlukan penanganan dan intervensi sejak dini.Diagnosis BandingInfiltrat peritonsil, tumor, abses retrofaring, abses parafaring, aneurisma arteri karotis interna, infeksi mastoid, mononucleosis, infeksi kelenjar liur, infeksi gigi, dan adenitis tonsil.

BAB II

PERMASALAHAN

1. Apa yang menyebabkan abses peritonsil ?

2. Bagaimana cara membedakan antara abses atau hanya selulitis ?

3. Bagaimana cara penatalaksanaannya ?

BAB III

PEMBAHASAN

Penyebab Abses Peritonsil

Abses peritonsil mungkin disebabkan oleh infeksi pada kripta di fossa supra tonsil, dimana ukurannya besar, merupakan suatu kavitas seperti celah dengan tepi tak teratur dan berhubungan erat dengan bagian posterior dan bagian luar tonsil. Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut. Infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan penyebab tonsillitis, dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob.

Hampir 90 % dari aspirasi cairan tumbuh suatu kultur yang positif flora bakteri, yang terdiri dari campuran organisme aerob dan anaerob.

Streptococcus pyogenes, organisme aerob yang paling sering

Organisme aerob umum lainnya

Streptococcus milleri Haemophillus influenzae Staphylococcus aureus Mikroba peptostreptococcal, merupakan anaerob yang paling sering pada flora campuran

Organisme anaerob umum lainnya

Streptococcus viridans Fusobacterium spesiesCara Membedakan Antara Abses Peritonsil dan Selulitis

Berdasarkan gejala klinik sukar sekali dibedakan antara abses peritonsil dan selulitis. Kadang-kadang infeksi tonsil berlanjut menjadi selulitis difusa dari daerah tonsil meluas sampai palatum mole. Kelanjutan proses ini menyebabkan abses peritonsil. Kelainan ini dapat terjadi cepat, dengan onset awal dari tonsilitis atau tonsilitis akut.

Untuk membedakannya dapat dengan pemeriksaan fisik. Pada abses peritonsil didapatkan fluktuasi pada palpasi sedangkan pada selulitis tidak didapatkan. Untuk memastikannya dapat dilakukan dengan teknik aspirasi jarum. Jarum ukuran 17 dapat dimasukkan (setelah aplikasi dengan anestesi semprot) ke dalam tiga lokasi yang tampaknya paling mungkin untuk menghasilkan aspirasi pus. Jika ditemukan pus menandakan terjadinya abses peritonsil, sedangkan jika tidak ditemukan pus, tampaknya ini masih berhubungan dengan selulitis dibandingkan abses.

Penatalaksanaan Abses Peritonsil

Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi, obat simptomatik. Terapi dengan antibiotika yang adekuat (Penisilin, Sefalosporin, Klindamisin) harus diberikan sampai temperatur tubuh normal dan sakit menghilang. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin 600.000-1.200.000 unit atau ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg atau sefalosporin 3-4 x 250-500 mg, metronidazol 3-4 x 250-500 mg.

Irigasi dengan larutan NaCl 0,85% hangat (110-115 0F) atau glukosa 5% tiap 2-3 jam akan mempercepat penyembuhan dan meringankan penderitaan. Juga perlu kumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres dingin pada leher dan rahang untuk mengendurkan ketegangan otot.

Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi adalah daerah yang paling menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit. Teknik insisi dan drainase membutuhkan anestesi lokal. Pertama faring disemprot dengan anestesi topikal. Kemudian 2 cc xilokain dengan adrenalin 1/100.000 disuntikkan. Pisau tonsila no.12 atau no.11 dengan plester untuk mencegah penetrasi yang dalam yang digunakan untuk membuat insisi melalui mukosa dan submukosa dekat kutub atas fossa tonsilaris. Hemostat tumpul dimasukkan melalui insisi dan dengan lembut direntangkan. Pengisapan tonsil sebaiknya segera dilakukan untuk mengumpulkan pus yang dikeluarkan.

Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi rasa nyeri, diberikan analgesia (lokal), dengan menyuntikkan xylocain atau Novocain 1% di ganglion sfenopalatinum. Ganglion ini terletak di bagian belakang atas lateral dari konka media. Ganglion sfenopalatinum mempunyai cabang n. palatina anterior, media dan posterior yang mengirimkan cabang aferennya ke tonsil dan palatum molle di atas tonsil. Daerah yang paling tepat untuk insisi mendapat inervasi dari cabang palatina n.Trigeminus yang melewati ganglion sfenopalatinum.

Pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi. Indikasi untuk tonsilektomi segera yaitu adanya obstruksi jalan nafas, sepsis dengan adenitis servikalis atau abses leher bagian dalam, riwayat abses peritonsil sebelumnya, dan riwayat faringitis eksudatifa yang berulang. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses. Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada orang yang menderita abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya. Penggunaan steroids masih kontroversial. Penelitian terbaru yang dilakukan Ozbek mengungkapkan bahwa penambahan dosis tunggal intravenous dexamethasone pada antibiotik parenteral telah terbukti secara signifikan mengurangi waktu opname di rumah sakit (hours hospitalized), nyeri tenggorokan (throat pain), demam, dan trismus dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberi antibiotik parenteral.DAFTAR PUSTAKA1. Adams, G.L. 1997. Penyakit-Penyakit Nasofaring Dan Orofaring. Dalam: Boies, Buku Ajar Penyakit THT, hal.333. EGC, Jakarta.

2. Fachruddin, darnila. 2006. Abses Leher Dalam. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga-Hidung-Tenggorokan, hal. 185. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.3. Soepardi,E.A, Iskandar, H.N, Abses Peritonsiler, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung dan Tenggorokan, Jakarta: FKUl, 2000; 185-89.

4. Mehta, Ninfa. MD. Peritonsillar Abscess. Available from. www.emedicine.com. Accessed at Juli 2007.

5. Adrianto, Petrus. 1986. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan, 296, 308-09. EGC, Jakarta.

6. Bailey, Byron J, MD. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In : Head and Neck Surgey-Otolaryngology 2nd Edition. Lippincott_Raven Publisher. Philadelphia. P :1224, 1233-34.

7. Anurogo, Dito. 2008. Tips Praktis Mengenali Abses Peritonsil. Accessed: http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&dn=20080125161248.8. Preston, M. 2008. Peritonsillar Abscess (Quinsy). accessed: http://www.patient.co.uk/showdoc/40000961/.

9. STEYER, T. E. 2002. Peritonsillar Abscess: Diagnosis and Treatment. accessed: http://www.aafp.org/afp/20020101/93.html.10. Hatmansjah. Tonsilektomi. Cermin Dunia Kedokteran Vol. 89, 1993. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal : 19-21.PAGE 4