360

Click here to load reader

PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian
Page 2: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

PROSIDING

SEMINAR INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI

MENDUKUNG EMPAT SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

DI PROVINSI BENGKULU

Bengkulu, 15 Desember 2012

Kementerian Pertanian

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Bekerjasama dengan

Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

2012

Page 3: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

PROSIDING

SEMINAR INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI

MENDUKUNG EMPAT SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

DI PROVINSI BENGKULU

Bengkulu, 15 Desember 2012

TIM PENYUNTING:

Dedi Sugandi

Dwinardi Apriyanto

Ruswendi

Sri Suryani M. Rambe

Umi Pudji Astuti

Eddy Makruf

Ahmad Damiri

Wahyu Wibawa

Diterbitkan oleh: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian

Kementerian Pertanian

Jl. Irian Km 6,5 Bengkulu 38119 Telp.: (0736) 23030, Fax: (0736) 345568) E-mail: bptp_ [email protected] Website: http://www.bengkulu.litbang.deptan.go.id

ISBN: 978-602-9064-06-3

Hak cipta ada pada penulis, tidak diperkenankan memproduksi sebagian atau keseluruhan isi

prosiding ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penulis.

Page 4: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian
Page 5: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

iii Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

KATA PENGANTAR

Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Mendukung Empat Sukses

Kementerian Pertanian di Provinsi Bengkulu merupakan salah satu bagian dari rangkaian

kegiatan Expose dan Seminar Inovasi Teknologi (Exitek) Pertanian Spesifik Lokasi, kerjasama

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dengan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

(UNIB), diselenggarakan pada Tanggal 15 Desember 2012.

Tujuan penyelenggaraan seminar adalah untuk menyebar luaskan inovasi hasil

penelitian, pengkajian dan diseminasi teknologi pertanian spesifik lokasi kepada seluruh

pemangku kebijakan bidang pertanian dan pengguna di Provinsi Bengkulu, serta publikasi ilmiah

dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar.

Peran teknologi dalam pembangunan pertanian telah ikut mempercepat kemajuan

bangsa, menjamin ketersediaan pangan, peningkatan ekspor dan penyerapan tenaga kerja. Badan

Litbang Pertanian melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) telah menunjukan

perannya dalam penciptaan inovasi dan pengembangan teknologi berupa varietas unggul,

pengelolaan tanaman terpadu, teknologi pengolahan hasil, pengembangan model kelembagaan

serta saran kebijakan untuk pencapaian peningkatan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing

produk pertanian dalam peningkatan kesejahteraan petani.

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan pertanian kedepan akan semakin

beragam dan komplek, untuk itu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dituntut untuk

mampu melaksanakan seluruh program kerjanya untuk mendukung empat sukses Kementerian

Pertanian dengan melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan sinergi dengan Pemerintah Daerah,

Perguruan Tinggi, BUMN/Swasta, dan Petani pengguna. Untuk itu, melalui peneyelenggaraan

seminar inovasi ini diharapkan menjadi momentum yang tepat untuk penyebarluasan hasil-hasil

penelitian, pengkajian, pengembangan dan penerapan (litkajibangrap) BPTP Bengkulu, maupun

lembaga-lembaga penelitian lainnya yang ikut serta dalam kegiatan ini.

Apresiasi dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah

berpartisipasi menyumbangkan pikiran, tenaga, dan waktunya selama penyelenggaraan seminar

maupun dalam proses peneyelesaian prosiding ini.

Bengkulu, Desember 2012

Kepala Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Bengkulu,

Dr. Ir. Dedi Sugandi, MP

Page 6: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

iv Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Page 7: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

v Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

LAPORAN KEPALA BPTP

PADA ACARA PEMBUKAAN KEGIATAN EKSPOSE DAN SEMINAR

INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN TAHUN 2012

Bengkulu, 14 - 15 Desember 2012

Yth. Bapak Gubernur Provinsi Bengkulu/Bapak Sekretaris Provinsi Bengkulu

Bapak Kepala Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian

Bapak Walikota Bengkulu

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bengkulu

Kepala Badan Penelitian Pengembangan dan Statistik Daerah Provinsi Bengkulu

Kepala Dinas/instansi lingkup pertanian Provinsi Bengkulu

Kepala Dinas/instansi lingkup pertanian Kabupaten/Kota

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Dekan Fakultas Universitas

Muhammadiyah Bengkulu, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Hazairin Bengkulu,

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Dehasen Bengkulu

Kepala Stasiun Karantina Kementerian Pertanian Provinsi Bengkulu

Direktur Divisi regional Bulog Provinsi Bengkulu

Para petani serta para undangan dan hadirin yang berbahagia.

Assalammu’alaikum wr.wb.

Salam sejahtera bagi kita semua

Pertama-tama marilah kita panjatkan Puji syukur ke Zat Illahi Robbi Tuhan yang Maha Kuasa,

bahwa atas perkenannya pada hari ini kita dapat berkumpul disini, dalam rangka Ekspose dan

Seminar Inovasi Teknologi Pertanian spesifik lokasi Tahun 2012.

Bapak Gubernur, Bapak Kepala Badan, Bapak-Ibu yang berbahagia

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Bengkulu sebagai unit pelaksana teknis

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia

memiliki tugas pokok dan fungsi untuk melaksanakan penelitian, pengkajian, pengembangan, dan

penerapan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi yang mencakup kegiatan pada bidang

pertanian tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan, dan Peternakan memandang perlu untuk

menyampaikan hasil-hasil kegiatan tersebut kepada seluruh pemangku kebijakan pertanian di

Provinsi Bengkulu dalam bentuk Ekspose dan Seminar Inovasi Teknologi Pertanian yang kami

beri judul (Exsitek Pertanian) Spesifik Lokasi Tahun 2012.

Bapak Gubernur Provinsi Bengkulu, Bapak Kepala Badan Litbang Pertanian, Bapak-Ibu

yang berbahagia

Pelaksanaan Ekspose dan Seminar Inovasi Teknologi Pertanian kali ini BPTP Bengkulu

melakukan kerjasama dengan Badan Penelitian Pengembangan dan Statistik Daerah Provinsi

Bengkulu, serta Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.

Adapun tujuan Ekspose dan Seminar kali ini adalah: 1) Menyebarluaskan Inovasi Hasil

Pengkajian dan Diseminasi Teknologi Pertanian spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu Kepada

seluruh pemangku kebijakan bidang pertanian dan pengguna di Propinsi Bengkulu; 2)

Mendapatkan umpan balik untuk penyempurnaan kegiatan pengkajian dan diseminasi di masa

mendatang; 3) Menumbuhkan kembali minat pelajar di Provinsi Bengkulu untuk kembali

mencintai profesi di bidang pertanian.

Bapak Gubernur, Bapak Kepala Badan

Jumlah peserta yang hadir pada acara ini sebanyak 250 orang yang berasal dari Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bengkulu, Badan Ketahanan Pangan Provinsi

Bengkulu, Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu, Dinas Peternakan dan Keswan Provinsi Bengkulu,

Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Bengkulu, Badan Penelitian Pengembangan dan Statistik

Page 8: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

vi Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Daerah Provinsi Bengkulu, Bakorluh Provinsi Bengkulu, Universitas se-Provinsi Bengkulu,

Badan Ketahanan Pangan kabupaten/kota, Bapeluh kab/kota, Bank Indonesia, Badan

Pemberdayaan Perempuan, Instansi Vertikal Kementerian Pertanian dan Transmigrasi, Pelajar

dan Mahasiswa, LPM Kota Bengkulu, petani/kelompok tani kooperator kegiatan pengkajian dan

diseminasi BPTP Bengkulu.

Bapak Gubernur, Bapak Kepala Badan, hadirin yang berbahagia

Kegiatan Ekspose dan Seminar ini dilaksanakan selama dua hari yaitu, hari pertama kegiatan

Ekspose meliputi kunjungan lapang, pameran, gelar teknologi, dan temu mitra. Pada hari kedua

kegiatan Seminar Hasil Inovasi Teknologi Pertanian tahun 2012 yang diikuti oleh peserta berasal

dari Dinas/Instansi Lingkup Pertanian Provinsi Bengklulu, BPTP Bengkulu, 9 BPTP dari Provinsi

di Luar Provinsi Bengkulu, Badan Penelitian Pengembangan dan Statistik Daerah Provinsi

Bengkulu, Balai Pengkajian Transmigrasi Provinsi Bengkulu dan Universitas-universitas yang

ada di Provinsi Bengkulu.

Pada acara ini BPTP Bengkulu juga akan memberikan apresiasi kepada 2 kelompok M-KRPL

yang berhasil mengembangkan dan menyebarluaskan model tersebut dengan sangat baik yaitu

kelompok wanita tani Mawar, Desa Tebing Kaning, Kabupaten Bengkulu Utara dan kelompok

wanita tani Anggrek Putih, Desa Harapan Makmur Kabupaten Bengkulu Tengah. Untuk itu, pada

saatnya nanti kami mohon Bapak Gubernur dan Bapak Kepala Badan Litbang Pertanian berkenan

menyampaikan hadiah kepada kedua kelompok tersebut.

Bapak Gubernur, Bapak Kepala Badan, Bapak Ibu yang saya hormati

Sebelum kami mengakhiri laporan ini, kami selaku Penyelenggara Ekspose dan Seminar tidak

lupa mohon maaf, apabila dalam persiapan dan penyelenggaraan acara ini terdapat hal-hal yang

kurang berkenan. Pada kesempatan ini pula kami mohon dengan hormat kesediaan Bapak

Gubernur berkenan memberikan arahan sekaligus membuka secara resmi acara Ekspose dan

Seminar Inovasi Teknologi Pertanian spesifik Bengkulu tahun 2012.

Demikian laporan kami, atas perhatian Bapak/Ibu sekalian kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu alaikum wr.wb.

Bengkulu, 14 Desember 2012

Kepala BPTP Bengkulu,

Dr. Ir. Dedi Sugandi, MP

Page 9: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

vii Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

SAMBUTAN

KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PADA ACARA PEMBUKAAN KEGIATAN EKSPOSE DAN SEMINAR INOVASI

TEKNOLOGI PERTANIAN MENDUKUNG EMPAT SUKSES

KEMENTERIAN PERTANIAN

Bengkulu, 14 - 15 Desember 2012

Bismilllahirahmanirahim

Assalamu alaikum wr. wb

Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua

Yang terhormat Bapak Gubernur Provinsi Bengkulu

Yang kami hormati:

- Kepala Dinas/Badan/Balai Lingkup Pertanian Provinsi dan Kabupaten Kota

- Dekan Fakultas Pertanian Universitas di Bengkulu

- Pimpinan BUMN dan perusahaan swasta

- Bapak/Ibu Kontak tani

- Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

- Hadirin peserta ekspose dan seminar inovasi teknologi yang berbahagia.

Alhamdulillahi rabbil alamiin. Segala puji marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas

nikmat-Nya jualah sehingga kita dapat hadir dalam kegiatan Ekspose dan Seminar Inovasi

Teknologi Pertanian di Bengkulu ini.

Kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Gubernur Provinsi Bengkulu

beserta seluruh peserta yang telah hadir dalam kegiatan ini. Kehadiran Bapak Gubernur dan

hadirin sekalian memiliki arti penting dalam meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi program

pembangunan pertanian ke depan, khususnya yang terkait dengan percepatan penerapan inovasi

pertanian untuk mendukung 4 sukses Kementerian Pertanian dalam mewujudkan pembangunan

pertanian di Provinsi Bengkulu. Selanjutnya teristimewa kepada petani dan petani kooperator

yang hadir di sini, kami mengharapkan adanya peran aktif selama kegiatan ini, karena Bapak/Ibu

sangat berkepentingan dengan penerapan inovasi teknologi pertanian untuk meningkatkan

produktivitas dan efisiensi usahatani.

Bapak Gubernur dan hadirin yang berbahagia

Peranan teknologi telah mengubah masyarakat dari masyarakat agraria menuju masyarakat

industrial. Kita sadari sepenuhnya bahwa teknologi pertanian telah ikut mempercepat kemajuan

bangsa, menjamin ketersediaan pangan, peningkatan ekspor, dan penyerapan tenaga kerja. Badan

Litbang Pertanian telah menunjukkan perannya dalam inovasi dan pengembangan teknologi

berupa varietas unggul, pengelolaan tanaman terpadu, teknologi alat dan mesin pertanian dan

pascapanen, pengembangan model kelembagaan serta saran kebijakan untuk pencapaian

swasembada beras dan jagung, peningkatan produktivitas, nilai tambah dan daya saing produk

pertanian untuk peningkatan kesejahteraan petani.

Hadirin yang kami hormati

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan semakin beragam dan

kompleks. Keterbatasan sumberdaya lahan dan air, ketidakpastian iklim, kondisi sosial ekonomi

masyarakat yang dinamis, rendahnya diseminasi inovasi teknologi, keterbatasan akses

permodalan petani, globalisasi dan liberalisasi pasar, dan pesatnya kemajuan teknologi dan

infrormasi pertanian global menyebabkan kita semua, khususnya seluruh jajaran Badan Litbang

Pertanian harus berusaha meningkatkan nilai tambah ekonomi yang tinggi (impact recognition)

bagi produk pertanian melalui berbagai kegiatan litkajibangrap disamping nilai ilmiah tinggi

(scientific recognition). Termasuk diantaranya kegiatan litkajibangrap yang dilaksanakan di

Page 10: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

viii Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

BPTP Bengkulu sebagai Unit Pelaksana Teknis Badan Litbang Pertanian yang berada di

Bengkulu.

BPTP dituntut harus mampu melaksanakan dengan baik seluruh program kerjanya untuk

mendukung 4 sukses Kementerian Pertanian yaitu pencapaian swasembada dan swasembada

berkelanjutan, peningkatan diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing dan

ekspor, serta peningkatan kesejahteraan petani. Disamping itu BPTP juga harus berkontribusi

mendukung pembangunan pertanian di daerah dengan melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan

sinergi dengan Pemda, Perguruan Tinggi, BUMN/swasta, dan petani pengguna.

Bapak Gubernur dan Hadirin yang kami hormati

Kami yakin sepenuhnya bahwa perhatian Pemda di Bengkulu dalam pembangunan sektor

pertanian masih tinggi dan menjadi prioritas utama karena sektor ini menjadi penyedia lapangan

kerja bagi 63,27% angkatan kerja di Bengkulu dan berkontribusi sebesar 39% terhadap PDRB

Provinsi Bengkulu.

Dengan melihat kondisi yang ada, maka BPTP Bengkulu perlu terus berupaya untuk mendukung

pembangunan pertanian sesuai dengan tugas pokoknya yaitu merakit dan mendesiminasikan

informasi teknologi spesifik lokasi kepada pengguna untuk peningkatan produksi, produktivitas,

dan efisiensi usaha pertanian.

Hadirin yang berbahagia

Berbagai hasil telah dicapai oleh BPTP Bengkulu melalui kegiatan litkajibangrap di lahan petani

diantaranya yaitu peningkatan produktivitas padi sawah melalui kegiatan Pendampingan SL-PTT,

UPBS, dan diseminasi teknologi dari 4 ton menjadi 6,5 ton GKG/ha.

Untuk mengantisipasi ketidakpastian iklim dewasa ini, BPTP Bengkulu juga telah

mensosialisasikan kalender tanam terpadu sampai ke tingkat Balai Penyuluhan Pertanian di

Kecamatan. Percepatan penggunaan varietas unggul baru padi sawah, padi rawa, dan padi gogo

terus didorong untuk peningkatan produktivitas dan antisipasi kondisi lingkungan. Saat ini

diperkirakan sekitar 30% dari luas tanam padi di Bengkulu telah menggunakan varietas-varietas

unggul baru yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian. Diseminasi varietas melalui kerjasama

dengan Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota, BUMN/Swasta, dan penangkar akan terus

dilakukan untuk mendukung swasembada padi berkelanjutan.

Pemanfaatan pekarangan melalui Model Kawasan Rumah Pangan Lestari disambut baik oleh

berbagai pihak. Hal ini terbukti bahwa dengan inisiasi di 22 titik pada 10 kabupaten/kota di tahun

2011, saat ini model pemanfaatan pekarangan telah berkembang di 341 titik di seluruh provinsi.

Perkembangan yang signifikasi tentu saja tidak terlepas dari peran Badan Ketahanan Pangan

Provinsi dan Kabupaten/Kota serta antusiasme petani dalam memanfaatkan pekarangan sebagai

sumber pendapatan dan efisiensi biaya rumah tangga.

Perbaikan budidaya tanaman kentang merah di Rejang Lebong dan jeruk gerga di Lebong telah

mulai dirasakan manfaatnya oleh petani. Demikian juga perbaikan teknologi budidaya dan

pengendalian hama tanaman kakao telah dapat meningkatkan produksi biji kering sampai 50%.

Integrasi tanaman kelapa sawit dengan ternak sapi terbukti dapat menekan biaya input usahatani

berupa pupuk, pakan, dan tenaga kerja serta meningkatkan hasil tanaman dan ternak. Perbaikan

ransum pakan sapi potong dan sapi perah dengan memanfaatkan limbah di sekitar lokasi peternak

ternyata telah berhasil meningkatkan berat badan harian sapi potong dan produksi susu sapi

perah.

Namun kami sadari bahwa peran BPTP Bengkulu mungkin saja dirasakan belum optimal, karena

harapan pengguna teknologi sangat tinggi, sedangkan disisi lain penerapan berbagai inovasi yang

dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian di lahan petani tentu saja tidaklah mudah dilaksanakan.

Berbagai faktor penghambat menyebabkan kurangnya adopsi inovasi teknologi. Salah satunya

adalah tidak sampainya informasi kepada pengguna.

Page 11: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

ix Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Oleh karena itu kami menyambut baik kegiatan ekspose dan seminar yang dilaksanakan pada saat

ini sebagai momentum yang tepat untuk lebih menyebarluaskan hasil-hasil litkajibangrap BPTP

Bengkulu maupun lembaga-lembaga penelitian lainnya yang ada di daerah seperti Balitbang

Provinsi dan Perguruan Tinggi kepada pengguna.

Hadirin yang kami hormati

Kepada Pemerintah Daerah, perguruan tinggi, BUMN/swasta kami ucapkan terima kasih atas

jalinan kerjasamanya dengan BPTP Bengkulu selama ini. Kami berharap pimpinan dan karyawan

BPTP Bengkulu dapat meningkatkan kerjasama yang baik dengan seluruh stakeholder dalam

fasilitasi inovasi pertanian di Bengkulu. Tanpa adanya sinkronisasi, koordinasi dan sinergi yang

baik antara semua pihak terkait, kami yakin bahwa inovasi pertanian tidak akan optimal

manfaatnya bagi pengguna.

Bapak Gubernur yang kami hormati

Kami berharap kiranya Bapak pada saatnya nanti berkenan membuka Ekspose dan Seminar

Inovasi Teknologi Pertanian ini secara resmi. Semoga Allah SWT meridhoi upaya kita yang baik

ini.

Demikian sambutan kami.

Wassalamu alaikum wr. wb.

Bengkulu, 14 Desember 2012

Kepala Badan Litbang Pertanian

Dr. HARYONO

Page 12: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

x Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Page 13: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

xi Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

RUMUSAN HASIL

SEMINAR INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN

MENDUKUNG EMPAT SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

Bengkulu, 14 - 15 Desember 2012

Rumusan hasil Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi mendukung Empat

Sukses Program Strategis Kementerian Pertanian di Provinsi Bengkulu yang diselenggarakan

pada Tanggal 15 Desember 2012 di auditorium BPTP Bengkulu, sebagai berikut:

1. Seminar merupakan bagian dari kegiatan Ex-Sitek Pertanian 2012 (14 -15 Desember 2012)

merupakan hasil kerjasama antara BPTP Bengkulu dengan Fakultas Pertanian Universitas

Bengkulu serta Badan Litbang dan Statistik Daerah Provinsi Bengkulu.

2. Tujuan dari Seminar Inovasi Teknologi adalah:

- Menyebarkan inovasi teknologi kepada stakeholders dan pengguna

- Mendapatkan umpan balik bagi penyempurnaan kegiatan litkajibangrap

- Sharing informasi lintas institusi/sektoral

3. Seminar diikuti oleh 130 orang peserta yang berasal dari perguruan tinggi, stakeholders

pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu, Balitbu Solok, BBP2TP Bogor,

11 BPTP (Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Sumsel, Babel, DKI Jakarta, Kalsel, Sultra, Sulsel dan

Bali) serta Balai Pengkajian dan Penerapan Teknik Produksi Ketransmigrasian (BP2TPK)

Provinsi Bengkulu.

4. Keynote Speech pada seminar ini adalah Kepala Badan Litbang Pertanian (disampaikan oleh

Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian) dengan 2 makalah

utama yang disampaikan oleh Dekan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu dan Wakil

Ketua Komda Sumber Daya Genetik Provinsi Bengkulu dan 51 makalah penunjang.

5. Inti dari Keynote Speech yang berjudul Peranan Badan Litbang Pertanian dalam mendukung

pencapaian inovasi teknologi adalah:

a. Sistem inovasi teknologi pertanian untuk stakeholders dan beneficiaries dalam mendukung

4 target sukses Kementerian Pertanian.

b. Proses litkajibangrap teknologi pertanian.

c. Sistem modeling dalam pencapaian program strategis.

d. Peran penting UPBS dalam penyediaan benih sumber.

e. Perkembangan MKRPL di Bengkulu dan provinsi lainnya.

6. Makalah Utama

a. Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pembangunan Pertanian di Provinsi Bengkulu

menyimpulkan;

- Banyak permasalahan dalam pembangunan di bidang pertanian di Provinsi Bengkulu

secara bertahap permasalahan diatasi melalui berbagai dukungan kebijakan daerah.

- Alih fungsi lahan sudah menjadi isu penting di Provinsi Bengkulu dan akan diupayakan

untuk ditekan melalui regulasi harga dan pembangunan infra struktur yang mendukung

perekonomian masyarakat.

b. Peranan Perguruan Tinggi dalam Mendukung Program Strategis Kementerian Pertanian di

Provinsi Bengkulu menyimpulkan;

- Perguruan tinggi harus dapat mengatasi isu penting sekaligus menjadi tantangan institusi

pendidikan tinggi.

- Diharapkan ada perbaikan kurikulum karena ada anggapan sekarang program studi

banyak digabung dan tidak fokus.

Page 14: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

xii Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

- Ada saran agar kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dapat dimanfaatkan dalam

mendukung program strategis daerah maupun nasional untuk meningkatkan kompetensi

lulusannya.

c. Implementasi Sumberdaya Genetik di Provinsi Bengkulu menyimpulkan;

- Implementasi SDG di Provinsi Bengkulu merencanakan akan melakukan survei dan

inventarisasi SDG, pengelolaan dan perbaikan SDG spesifik wilayah, dan kegiatan

sosial kepada petani.

- Ada saran agar SDG tidak hanya fokus pada tanaman tetapi juga dilengkapi dengan

SDG ternak.

- Sudah banyak sumberdaya genetik di Bengkulu yang punah, maka peran SDG sangat

penting untuk kesejahteraan di masa mendatang.

7. Makalalah penunjang seluruhnya berjumlah 56, terdiri dari 16 makalah yang dipresentasikan

dalam bentuk oral dan 40 makalah dalam bentuk poster.

8. Tindak lanjut dari kegiatan seminar ini adalah penerbitan prosiding dan kegiatan Ex-Sitek

pertanian akan dijadikan agenda rutin/tahunan BPTP Bengkulu.

Bengkulu, 15 Desember 2012

Tim Perumus

Page 15: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

xiii Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... iii

LAPORAN PANITIA PENYELENGGARA ...................................................................................... v

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN ............ vii

RUMUSAN HASIL SEMINAR INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN ........................................... xi

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ xiii

KEYNOTE SPEECH

Dukungan Inovasi Teknologi dalam Pencapaian Target Sekses Pembangunan Pertanian di

Provinsi Bengkulu

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian .............................................................. 1

MAKALAH UTAMA

1. Peran dan Tantangan Perguruan Tinggi Pertanian dalam Mensukseskan Program

Pembangunan Pertanian

Dwinardi Apriyanto (Dekan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu) ....................................... 9

2. Implementasi Sumber Daya Genetik (SDG) di Provinsi Bengkulu

Alnopri (Wakil ketua KOMDA SDG Provinsi Bengkulu) ............................................................... 17

MAKALAH PENUNJANG

Tanaman Pangan

1. Keragaan Varietas Padi Rawa Adaptif pada Lahan Rawa Lebak di Provinsi Bengkulu

Nurmegawati dan Wahyu Wibawa ................................................................................................. 23

2. Pemupukan Spesifik Lokasi Padi Sawah dan Kaitannya dengan Penerapan Katam Terpadu di

Sumatera Barat

Azwir dan Winardi ......................................................................................................................... 28

3. Perlakuan Nitrogen dan Silikat pada Persemaian untuk Percepatan Pemulihan Pasca Terendam

dan Peningkatan Produksi Padi

Danner Sagala, Ikhsan Hasibuan dan Prihanani .......................................................................... 36

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah di Kabupaten Seluma (Studi Kasus:

Produktivitas Padi Sawah di Desa Bukit Peninjauan II Kecamatan Sukaraja

Eddy Makruf, Yulie Oktavia dan Wawan Eka Putra ...................................................................... 44

5. Keragaan Tanaman Padi berdasarkan Posisi Tanaman terhadap Komponen Hasil pada Sistem

Tanam Legowo 4:1

Yartiwi, Ahmad Damiri dan Wawan Eka Putra ............................................................................. 53

6. Kajian Keragaan Varietas Unggul Baru (VUB) Padi di Kecamatan Bantimurung Kabupaten

Maros Sulawesi Selatan

Maintang, Asriyanti Ilyas, Edi Tando, Yahumri ............................................................................. 58

7. Status Hara Tanah Sawah di Kabupaten Kepahiang berdasarkan Hasil Analisis Perangkat Uji

Tanah Sawah (PUTS)

Siti Rosmanah, Wahyu Wibawa dan Irma Calista Siagian ............................................................ 63

8. Kajian Perbaikan Usaha Tani Lahan Lebak Dangkal di SP1 Desa Buntut Bali Kecamatan

Pulau Malan Kabupaten Katingan Provinsi Kalimantan Tengah

M. A. Firmansyah, Suparman, W.A. Nugroho, Harmini dan Umi Pudji Astuti .............................. 71

9. Potensi Pengembangan Lahan Sub Optimal dengan Varietas Padi Rawa

Wahyu Wibawa dan Nurmegawati ................................................................................................. 76

10. Adaptasi Varietas Unggul Baru pada Lahan Rawa Pasang Surut di Provinsi Bengkulu

Nurmegawati dan Wahyu Wibawa ................................................................................................. 82

11. Keragaan Galur Harapan Padi Sawah Irigasi di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau

Nurhayati, Rizqi Sari Anggraini, dan Tri Wahyuni ........................................................................ 87

12. Keragaan Pertumbuhan dan Komponen Hasil Empat Varietas Unggul Baru Padi Inpara di

Bengkulu

Yartiwi, Yahumri dan Andi Ishak ................................................................................................... 93

13. Peluang Peningkatan Produksi Padi di Kabupaten Seluma (Studi Kasus: Lahan Sawah

Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan)

Ahmad Damiri dan Yartiwi ............................................................................................................ 98

Page 16: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

xiv Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

14. Aplikasi berbagai macam Pupuk Pelengkap Cair (PPC) Organik terhadap Pertumbuhan dan

Produksi Jagung Hibrida

Rathi Frima Zona, Rachmiwati Yusuf dan Taupik Rahman .......................................................... 104

15. Uji Ketahanan Galur-Galur Padi terhadap Penyakit Tungro di Daerah Endemik

Mansur, Syahrir Pakki, Edi Tando dan Yulie Oktavia ................................................................... 108

16. Peluang Pemanfaatan Ubi Jalar sebagai Pangan Fungsional dan Mendukung Diversifikasi

Pangan

Shannora Yuliasari dan Hamdan ................................................................................................... 113

Hortikultura

1. Peran Pupuk Organik Granul dan Cair berbahan baku Limbah Pasar terhadap Pertumbuhan

dan Hasil Sayuran Daun

Yudi Sastro, Indarti P. Lestari dan Suwandi .................................................................................. 121

2. Peningkatan Produktivitas dan Penampilan Buah Jeruk Gerga (RGL) di Kabupaten Lebong

Provinsi Bengkulu

Sri Suryani M. Rambe, Irma Calista dan Kusmea Dinata ............................................................. 128

3. Pertumbuhan dan Produksi Kentang Merah pada Lahan Dataran Tinggi Kabupaten Rejang

Lebong Bengkulu

Ahmad Damiri, Dedi Sugandi dan Eddy Makruf............................................................................ 133

4. Pengaruh berbagai Panjang Stek terhadap Pertumbuhan Bibit Buah Naga (Hylocereus

polyryzus)

Andre Sparta, Mega Andini dan Taupik Rahman ........................................................................... 141

5. Efektivitas Ekstrak Piper retrofractum dan Tephrosia vogelii dan Campurannya terhadap

Crocidolomia pavonana dan Plutella xylostella serta Keamanan Ekstrak tersebut terhadap

Diadegma semiclausum

Agustin Zarkani, Djoko Prijono, Pudjianto.................................................................................... 148

6. Identifikasi dan Status Serangan OPT Utama Pada Pertanaman Jeruk RGL di Kabupaten

Lebong

Kusmea Dinata dan Sri Suryani M. Rambe .................................................................................... 156

Peternakan dan Perkebunan

1. Model Formulasi Pakan Sapi Potong untuk Mendukung Program PSDSK

Agung Prabowo .............................................................................................................................. 165

2. Hubungan Konsumsi Pakan dengan Potensi Limbah pada Sapi Bali untuk Pupuk Organik

Padat dan Cair

I Nyoman Adijaya dan I M. R. Yasa ............................................................................................... 169

3. Dampak Alih Fungsi Lahan terhadap Keberlanjutan Ketersediaan Pakan Sapi Bali di Bali

I Made Rai Yasa dan I. N. Adijaya ................................................................................................. 175

4. Efek beberapa Metoda Pengolahan Limbah Daun Kelapa Sawit terhadap Kandungan Gizi dan

Kecernaan Secara In-Vitro

Nurhaita dan Ruswendi .................................................................................................................. 185

5. Pengaruh pemberian Bahan Pakan Lokal berbasis Kulit Kopi terhadap Produksi Susu Sapi

Perah di Kabupaten Rejang Lebong

Erpan Ramon, Zul Efendi dan Siswani Dwi Daliani ...................................................................... 190

6. Pengaruh perubahan Komposisi Bahan Pakan terhadap Berat Hidup Ayam Broiler

Siswani Dwi Daliani dan Erpan Ramon......................................................................................... 194

7. Pengaruh perbandingan Jantan-Betina terhadap Fertilitas dan Daya Tetas Telur Itik di

Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan

Suryana, Sholih, N.H., H. Kurniawan, Suprijono dan Retna Qomariah ........................................ 199

8. Penerapan Teknologi Usahatani Kakao di Desa Surobali Kabupaten Kepahyang

Herlena Bidi Astuti, Afrizon dan Linda Harta ............................................................................... 208

9. Permasalahan dan Solusi Pengendalian Hama PBK pada Perkebunan Kakao Rakyat di Desa

Suro Bali Kabupaten Kepahiang

Kusmea Dinata, Afrizon, Siti Rosmanah dan Herlena Bidi Astuti ................................................. 214

10. Kajian Teknologi Fermentasi Limbah Ikan sebagai Pupuk Organik

Indarti P. Lestari, Yudi Sastro, dan Ana F. C. Irawati.................................................................. 219

Page 17: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

xv Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Sosial Ekonomi

1. Potensi Daerah Kecamatan Selupu Rejang dalam Pengembangan Sapi Perah sebagai Penghasil

Susu

Ruswendi, Dedi Sugandi dan Jhon Firison .................................................................................... 227

2. Studi Ekonomi Pemanfaatan Lahan Pekarangan melalui Penerapan Model Kawasan Rumah

Pangan Lestari (M-KRPL) di Kota Bengkulu

Umi Pudji Astuti dan Bunaiyah Honorita ...................................................................................... 233

3. Studi Kelembagaan Kredit Usaha Pertanian

Rudi Hartono .................................................................................................................................. 238

4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Partisipasi Wanita Tani dalam Pemanfaatan Pekarangan

Dedi Sugandi, Tri Wahyuni dan Umi Pudji Astuti ......................................................................... 246

5. Analisis Efisiensi Faktor Produksi pada Usahatani Padi Sawah di Bengkulu

Hamdan .......................................................................................................................................... 252

6. Pengaruh perbaikan Penerapan Teknologi Budidaya Padi terhadap Pendapatan Petani di

Kelurahan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah

Andi Ishak, Bunaiyah Honorita dan Yesmawati ............................................................................. 260

7. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Sikap Anggota Kelompok Afinitas terhadap Program

Aksi Desa Mandiri Pangan di Pekon Rantau Tijang Kecamatan Pardasuka Kabupaten

Tanggamus Provinsi Lampung

Akhmad Ansyor, Zikril Hidayat dan Nia Kaniasari ....................................................................... 265

8. Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Produksi Kelapa Sawit Rakyat di Kabupaten

Seluma

Zul Efendi, Wahyuni Amelia Wulandari dan Alfayanti .................................................................. 271

9. Karakteristik Petani dan Pendapatan Usahatani Kakao di Desa Surobali Kabupaten Kepahiang

Afrizon dan Herlena Bidi Astuti ..................................................................................................... 277

10. Minat Petani terhadap Komponen PTT Padi Sawah

Siti Rosmanah, Wahyu Wibawa dan Alfayanti ............................................................................... 281

11. Persepsi Petani dan Stakeholder terhadap Pengembangan Jeruk RGL di Kabupaten Lebong

Bunaiyah Honorita dan Sri Suryani M. Rambe .............................................................................. 289

12. Persepsi Petani terhadap Peranan Penyuluhan dalam Usahatani Padi Sawah

Sri Bananiek, Agussalim dan Andi Ishak........................................................................................ 295

13. Pemberdayaan Lahan Kering Suboptimal Kawasan Danau Singkarak Sumatera Barat

Winardi dan Azwir ......................................................................................................................... 301

14. Kajian Alih Fungsi Lahan Tanaman Pangan menjadi Tanaman Perkebunan di Kawasan

Transmigrasi

Darman Hary ................................................................................................................................. 310

Pascapanen

1. Sifat Organoleptik dan Kandungan Nutrisi Es Krim Ubi Jalar Varietas Lokal Bengkulu

Wilda Mikasari dan Lina Ivanti ..................................................................................................... 323

2. Preferensi Konsumen terhadap Ulir Ubi Jalar Ungu pada berbagai Umur Panen di Provinsi

Bengkulu

Wilda Mikasari and Taufik Hidayat ............................................................................................... 331

3. Efektifitas Penggunaan Kemasan dalam Distribusi Jeruk Siam (Citrus nobilis)

Edi Tando, Mansurdan Taufik Hidayat .......................................................................................... 337

4. Persepsi Petani terhadap Pemanfaatan Alat Mesin Pertanian Vaccum Frying dalam Pengolahan

Hasil Pertanian

Wilda Mikasari dan Alfayanti ........................................................................................................ 341

5. Kajian pengaruh Pengemasan terhadap Umur Simpan Benih Padi

Vivi Aryati dan Irma Calista Siagian ............................................................................................. 347

PARTISIPAN SEMINAR ..................................................................................................................... 355

INDEKS PENULIS ............................................................................................................................... 356

Page 18: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

1 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI

DALAM PENCAPAIAN TARGET SEKSES

PEMBANGUNAN PERTANIAN DI PROVINSI BENGKULU

(Keynote Speech)

Haryono1) dan Kasdi Subagyono2) 1)Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

2)Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

PENDAHULUAN

Kementerian Pertanian telah menetapkan sistem pertanian industrial unggul

berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah,

ekspor dan kesejahteraan petani sebagai visi pembangunan pertanian. Visi ini berkaitan erat

dengan target produksi dalam pencapaian swasembada pangan dan swasembada berkelanjutan

untuk komoditas padi, jagung, kedelai, gula dan daging sapi; diversifikasi pangan; peningkatan

nilai tambah, daya saing dan ekspor; serta peningkatan kesejahteraan petani.

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan semakin beragam

dan komplek seiring dengan perubahan dan perkembangan lingkungan internal dan eksternal.

Pembangunan sektor pertanian dipastikan akan menghadapi berbagai tantangan terkait dengan:

makin terbatasnya sumberdaya lahan, air dan energi; perubahan iklim global; perkembangan

dinamis sosial budaya masyarakat; meningkatnya jumlah penduduk; tekanan globalisasi dan

liberalisasi pasar; pesatnya kemajuan teknologi dan informasi; status dan luas kepemilikan lahan;

kelembagaan serta terbatasnya akses permodalan; dan dinamika politik dalam dan luar negeri.

Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut, Badan Litbang Pertanian telah, sedang dan akan

terus berinisiasi melakukan langkah-langkah visioner melalui penciptaan teknologi yang memiliki

nilai tambah ekonomi yang tinggi (impact recognition) dan nilai ilmiah tinggi (scientific

recognition). Strategi untuk menghadapi tantangan pembangunan pertanian dilakukan melalui

tujuh gema revitalisasi yang meliputi: (1) Revitalisasi lahan (2) Revitalisasi perbenihan dan

perbibitan (3) Revitalisasi infrastruktur dan sarana (4) Revitalisasi sumber daya manusia (5)

Revitalisasi pembiayaan petani (6) Revitalisasi kelembagaan petani serta (7) Revitalisasi

teknologi dan industri hilir.

Inovasi teknologi harus bermanfaat untuk meningkatkan kapasitas produksi dan

produktivitas sehingga dapat memacu pertumbuhan produksi dan peningkatan daya saing. Inovasi

memegang peranan penting dalam mewujudkan empat target sukses Kementerian Pertanian yang

meliputi: (1) Pencapaian dan swasembada berkelanjutan (2) Peningkatan diversifikasi pangan (3)

Peningkatan nilai tambah daya saing dan ekspor (4) Peningkatan kesejahteraan petani.

Kementerian Pertanian telah mengembangkan suatu konsep pemanfaatan pekarangan

yang disebut Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Rumah Pangan Lestari adalah rumah

yang pekarangannya dimanfaatkan secara intensif, ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan

mengacu empat prinsip: (1) Ketahanan dan kemandirian pangan (2) Diversifikasi pangan berbasis

sumber pangan lokal (3) Konservasi sumber daya genetik dan (4) Upaya lestari melalui kebun

bibit desa menuju peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani/masyarakat.

TARGET PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN

Pembangunan pertanian saat sekarang dan yang akan datang dihadapkan pada

perubahan lingkungan strategis baru, terutama berkaitan dengan masalah pangan, energi, dan

perubahan lingkungan. Dalam rangka memperkuat ketersediaan pangan, Kementerian Pertanian

telah mencanangkan target swasembada lima komoditas pangan pokok. Padi, jagung, kedelai,

gula, dan daging sapi merupakan komoditas utama yang menjadi target untuk swasembada dan

swasembada berkelanjutan.

Target produksi untuk komoditas padi, jagung, kedelai, gula dan daging pada tahun

2014 berturut-turut adalah: 76,57 juta ton; 29 juta ton; 2,7 juta ton; 3,1 juta ton dan 0,51 juta ton.

Di antara lima komoditas pangan tersebut, beras tetap menempati posisi yang strategis, bila

Page 19: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

2 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

dilihat dari pencapaian indeks swasembada (% produksi/kebutuhan), diketahui bahwa komoditas

kedelai mempunyai indeks yang terendah (34,71%); dibandingkan dengan komoditas beras

(116,74%); jagung (117,69%); daging sapi (82,49%); dan gula (93,33%).

Target swasembada dan swasembada berkelanjutan akan lebih cepat dicapai dengan

dukungan dari diversifikasi konsumsi pangan. Kebutuhan beras yang tinggi dari tahun ke tahun

perlu diimbangi dengan penurunan konsumsi beras minimal 1,5% per kapita/tahun. Di samping

itu juga meningkatkan penganekaragaman pangan berbasis sumber daya lokal yang mampu

meningkatkan pola pangan harapan (PPH) 77,3 pada tahun 2011 menjadi lebih dari 93,3 pada

tahun 2014.

Target peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor diperlukan dalam rangka

memacu terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal. Oleh

karena itu pada tahun 2014 ditargetkan hal-hal sebagai berikut: (1) Peningkatan produk olahan

yang diperdagangkan dari 20% pada tahun 2010 menjadi 50% pada tahun 2014; (2)

Pengembangan tepung-tepungan untuk mensubsidi 20% gandum/terigu impor pada tahun 2014;

dan (3) Meningkatnya surplus neraca perdagangan US$ 24,3 milyar pada tahun 2010 menjadi

US$ 54,5 milyar pada tahun 2014. Sasaran akhir dari semua upaya adalah peningkatan

kesejahteraan petani dan pencapaian targetnya adalah peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP) 105

– 110 di tahun 2014.

PERMASALAHAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN

Pembangunan pertanian ke depan, terutama dalam upaya peningkatan produksi dan

pencapaian swasembada pangan berkelanjutan, dihadapkan pada empat tantangan utama secara

biofisik yaitu: (1) Kerusakan dan degradasi sumber daya lahan dan air dengan isue soil

sickness/fatique, penurunan kesuburan/produktivitas lahan, dan pencemaran; (2) Peningkatan

variabilitas dan terjadinya perubahan iklim; (3) Penciutan dan alih fungsi (konversi) lahan

pertanian subur; dan (4) Fragmentasi lahan pertanian.

Pertanian dan perubahan iklim mempunyai keterkaitan yang sangat unik dan menarik.

Di satu sisi, pertanian memegang peranan yang sangat strategis dalam hal ketahanan pangan,

kesejahteraan masyarakat, dan sebagai sumber mata pencaharian jutaan petani dengan berbagai

keterbatasan. Secara langsung, perubahan iklim berdampak terhadap : (1) Terjadinya degradasi

dan penciutan sumberdaya pertanian, terutama lahan dan air akibat banjir dan kekeringan, atau

akibat genangan dan instrusi air laut; (2) Penurunan kapasitas infrastruktur pertanian, terutama

irigasi; (3) Penurunan produktivitas dan produksi pangan akibat peningkatan suhu udara, banjir

dan kekeringan, intensitas serangan hama penyakit tanaman; (4) Aspek sosial, ekonomi dan

kemiskinan. Selain itu tanaman pangan dan tanaman semusim lainnya paling rentan terhadap

perubahan iklim.

Strategi yang dilakukan dalam menghadapi perubahan lingkungan internal dan eksternal

adalah melalui tujuh gema revitalisasi pertanian. Permasalahan yang memicu pelaksanaan

revitalisasi diantaranya adalah:

1. Lahan

a. Terjadinya konversi lahan

b. Kepemilikan lahan yang sempit

c. Sulitnya akses petani ke lahan terlantar/hutan.

2. Perbenihan dan perbibitan

a. Lemahnya sistem produksi dan distribusi benih

b. Hambatan pengembangan benih transgenik

3. Infrastruktur dan sarana

a. Tingginya kerusakan jaringan irigasi

b. Tingginya biaya produksi dan transportasi

4. Sumber daya manusia (SDM)

a. Terbatasnya jumlah SDM

b. Masih rendahnya kualitas SDM

Page 20: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

3 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

5. Pembiayaan petani

a. Sulitnya petani mendapatkan pinjaman

b. Banyaknya petani gurem/kecil

c. Tunggakan KUT yang belum dipulihkan

6. Kelembagaan Petani

a. Lemahnya kelembagaan petani

b. Kapasitas kelembagaan yang beragam

7. Teknologi dan industri hilir

a. Masih menggunakan alat/teknologi tradisional

b. Industri yang belum berkembang

DUKUNGAN INOVASI UNTUK PENINGKATAN

PRODUKTIVITAS DAN PRODUKSI

Inovasi teknologi harus bermanfaat untuk meningkatkan kapasitas produksi dan

produktivitas sehingga dapat memacu pertumbuhan produksi dan peningkatan daya saing. Inovasi

teknologi juga diperlukan dalam pengembangan produk (product development) dalam rangka

peningkatan nilai tambah, diversifikasi produk, dan transformasi produk sesuai dengan preferensi

konsumen.

Perubahan lingkungan strategis baik internal maupun eksternal harus dijawab dengan

meningkatkan prioritas dan kualitas hasil penelitian dan pengembangan yang berorientasi pasar

baik domestik maupun internasional dan berdaya saing tinggi. Oleh karena itu Badan Litbang

Pertanian akan meningkatkan kerja sama/networking baik dengan pemerintah daerah, lembaga

penelitian maupun pelaku usaha. Dengan sumberdaya yang terbatas dan tatanan pasar yang

sangat kompetitif, penerapan inovasi teknologi merupakan faktor kunci dalam pengembangan

pertanian unggul berkelanjutan. Inovasi teknologi harus bermanfaat dalam meningkatkan

kapasitas produksi dan produkstivitas sehingga dapat memacu pertumbuhan produksi dan

peningkatan daya saing.

Dalam mendukung 4 target sukses Kementerian Pertanian, Badan Litbang telah

membuktikan perannya secara signifikan melalui berbagai inovasi dan pengembangan teknologi

yang berupa varietas unggul (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan bibit unggul ternak),

pengelolaan tanaman terpadu, pengendalian OPT, teknologi alat dan mesin pertanian (alsintan),

pasca panen, pengolahan hasil, pengembangan model kelembagaan serta saran kebijakan.

Inovasi teknologi VUB berdaya saing merupakan salah satu pendorong penting dalam

peningkatan produksi dan produktivitas, khususnya untuk tanaman padi. Hingga tahun 2010,

kurang lebih 90% lahan sawah sudah ditanami dengan VUB padi yang dihasilkan oleh Badan

Litbang Pertanian. Tidak terlepas dari VUB yang telah direlease oleh Badan Litbang Pertanian,

pada tahun 2011 telah diterapkan PTT padi pada lahan seluas 2.778.980 ha. Berbagai VUB padi

berdaya saing telah dihasilkan sebagai upaya dalam menghadapi berbagai cekaman biotik

maupun abiotik. Karakteristik dari VUB padi berdaya saing diantaranya adalah: produksi tinggi

(Ciherang, Gilirang, Mekongga, Cimelati, Cigeulis, Cibogo); toleran kekeringan (Dodokan,

Silugonggo, Situ bagendit, Situ Patenggang, Limboto, Inpago 5, Inpari 1, 10, 11, 12 dan 13);

berumur sangat genjah (Inpari 11, 12, dan 13); toleran rendaman (Inpara 3, 4 dan 5, Ciherang –

sub 1) serta toleran salinitas (Margasari, dendang, Lambur, Lalan, Indragiri, Air Tenggulang dan

Banyuasin).

Inovasi untuk menghadapi perubahan iklim juga telah tersedia melalui tindakan adaptasi

dan mitigasi. Tindakan adaptasi dilakukan melalui: (1) penanaman VUB yang tahan terhadap

cekaman iklim yang ekstrem (rendaman maupun kekeringan); (2) pemanfaatan Kalender Tanam

(Katam) terpadu; (3) Teknologi pemupukan; dan (4) Teknologi pengendalian OPT. Tindakan

mitigasi dilakukan melalui kegiatan penanaman varietas rendah emisi dan teknologi irigasi

berselang (intermittent irrigation). Pemanfaatan sistem informasi (SI) Katam terpadu merupakan

salah satu upaya untuk peningkatan produksi pertanian, dimana SI Katam terpadu telah memuat

berbagai informasi tentang waktu tanam, varietas, pola tanam dan rekomendasi pemupukan

spesifik lokasi hingga tingkat kecamatan.

Page 21: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

4 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Badan Litbang Pertanian juga telah mengembangkan Sistem Modeling untuk

menganalis/mengkaji isu-isu baru yang selanjutnya disintesis dalam bentuk masukan dan saran

kebijakan dalam pencapaian target strategis Kementerian Pertanian. Hasil modeling yang telah

dilakukan diantaranya adalah upaya pencapaian surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014;

swasembada gula tahun 2014; swasembada daging sapi/kerbau tahun 2014; dan swasembada

jagung tahun 2014. Inovasi teknologi maupun kelembagaan harus dapat diadopsi secara masif,

tidak terkecuali di Provinsi Bengkulu, untuk itu BPTP dituntut untuk mampu melaksanakan

seluruh program kerjanya dengan baik untuk mendukung 4 sukses Kementerian Pertanian.

Disamping itu BPTP juga harus berkontribusi mendukung pembangunan pertanian di daerah

dengan melakukan koordinasi, sinkronisasi dan sinergi dengan Pemda, Perguruan Tinggi,

BUMN/swasta dan petani pengguna.

BPTP Bengkulu sebagai bagian dari Badan Litbang Pertanian sudah berkolaborasi

secara aktif dan bersinergi dengan pihak internal Badan Litbang Pertanian, Pemprov, Pemkab,

Universitas maupun swasta lingkup Provinsi Bengkulu untuk menghasilkan berbagai inovasi

teknologi terapan pada subsektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, peternakan dan

bahkan pengolahan hasil untuk komoditas unggulan nasional dan daerah. Inovasi teknologi yang

telah di hasilkan oleh BPTP Bengkulu diantaranya adalah:

1. Peningkatan produktivitas, kualitas dan prospek pemasaran kentang merah spesifik lokasi

Kabupaten Rejang Lebong

2. Perbaikan kualitas dan produktivitas jeruk Gerga spesifik lokasi Kabupaten Lebong

3. Peningkatan produktivitas dan kualitas biji kakao melalui inovasi teknologi budidaya, pasca

panen dan pengendalian penggerek buah spesifik lokasi di Kabupaten Kepahiang

4. Peningkatan produktivitas, efisiensi input dan pendapatan petani melalui integrasi kelapa sawit

dengan sapi di Kabupaten Seluma dan Bengkulu Utara

5. Peningkatan BBH 0,8 kg dengan pakan spesifik lokasi (sagu rumbia)

6. Peningkatan produksi susu dari 8 liter/hari menjadi 15 liter/hari di Kabupaten Rejang Lebong.

7. Peningkatan pendapatan petani melalui pengolahan aneka produk buah dan sayuran

DUKUNGAN M-KRPL UNTUK KETAHANAN PANGAN

DAN KEMANDIRIAN PANGAN

Lahan pekarangan merupakan salah satu sumber potensial penyedia bahan pangan yang

bernilai gizi dan memiliki nilai ekonomi tinggi jika ditata dan dikelola dengan baik. Selain dapat

memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga sendiri, pemanfaatan pekarangan juga berpeluang

meningkatkan penghasilan rumah tangga jika dirancang dan direncanakan dengan baik. Lahan

pekarangan dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan, hortikultura, tanaman obat-obatan, ternak

dan ikan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan sekaligus

berpeluang dalam peningkatan penghasilan rumah tangga. Pemanfaatan pekarangan ini juga

dirancang untuk meningkatkan konsumsi aneka ragam sumber pangan lokal dengan prinsip gizi

seimbang yang berdampak pada penurunan konsumsi beras.

Kementerian Pertanian telah mengembangkan suatu konsep pemanfaatan pekarangan

yang disebut Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Prinsip dari M-KRPL adalah: (1)

Ketahanan dan kemandirian pangan rumah tangga. (2) Diversifikasi pangan berbasis sumber daya

lokal (3) Konservasi sumber daya genetik tanaman pangan untuk masa depan; (4) Peningkatan

kesejahteraan rumah tangga dan masyarakat. Rumah Pangan Lestari adalah rumah yang

pekarangannya dimanfaatkan secara intensif, ramah lingkungan dan berkelanjutan. KRPL

bertujuan untuk:

1. Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi

pemanfaatan pekarangan secara lestari.

2. Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan di

perkotaan maupun diperdesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan tanaman

obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan, serta diversifikasi pangan.

3. Mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan pekarangan

dan melakukan pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan.

Page 22: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

5 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

4. Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu meningkatkan

kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara

mandiri.

Program M-KRPL dimulai pada tahun 2011 yang diawali dengan pembentukan 44 unit

yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Perkembangan M-KRPL sangat pesat, sehingga pada

tahun 2012 jumlahnya sudah mencapai 423 unit yang terdiri atas 17.000 RPL. Di Provinsi

Bengkulu M-KRPL juga telah dilaksanakan di 7 Kabupaten/Kota yaitu Kota Bengkulu,

Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu Selatan, Seluma, Kaur, Bengkulu Tengah dan Mukomuko.

KRPL telah banyak direplikasi oleh Pemda dan stakeholders lainnya.

Page 23: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

MAKALAH UTAMA

Page 24: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

9 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PERAN DAN TANTANGAN PERGURUAN TINGGI PERTANIAN

DALAM MENSUKSESKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

Dwinardi Apriyanto

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

ABSTRAK

Pembangunan pertanian dengan sistem pertanian konvensional seperti yang diterapkan pada masa revolusi

hijau tidak berkelanjutan dan meninbulkan dampak negatif berupa kerusakan lingkungan. Upaya meningkatkan

kemandirian dan ketahanan pangan hanya bisa ditempuh dengan mengimplementasikan konsepsi pembangunan

pertanian berkelanjutan yang menekankan pada pemanfaatan sumber daya lokal serta dengan menggalakkan

penganekaragaman pangan. Sistem pertanian berkelanjutan diharapkan mampu mempertahankan produktifitas tanpa

menimbulkan dampak lingkungan yang berlebihan. Dalam melaksanakan pembangunan pertanian sejak awal

pemerintah telah melibatkan perguruan tinggi pertanian. Perkembangan pendidikan tinggi pertanian dengan demikian

juga menyesuaikan dengan paradikma pembangunan pertanian. Munculnya berbagai isu penting akibat dari praktek

pertanian berupa kerusakan lingkungan dan sumberdaya alam, erosi kenekaragaman hayati, perubahan iklim global,

kemiskinan dan ketidak berdayaan petani merupakan tantangan yang harus bisa dipecahkan oleh pendidikan tinggi

pertanian. Untuk itu perguruan tinggi pertanian harus secara teratur menyesuaikan kurikulumnya untuk menghasilkan

lulusan dengan kompetensi sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan pembangunan pertanian berkelanjutan. Peran

perguruan tinggi pertanian juga diwujudkan melalui penelitian untuk mendapatkan inovasi teknologi yang ramah

lingkungan dalam rangka mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan.

PENDAHULUAN

Perkembangan pertanian, baik dalam proses produksi maupun dampak yang

ditimbulkannya, baik dalam skala lokal, nasional maupun global, menghadirkan tantangan terus

menerus kepada Perguruan Tinggi Pertanian. Berbagai isu penting atau perubahan dan

kecenderungan yang terjadi, misalnya swasembada pangan, kerusakan lingkungan, perubahan

iklim global, dan kemiskinan menjadi permasalahan yang harus dikaji dan dipecahkan oleh

Perguruan Tinggi Pertanian. Masalah pangan sudah muncul sejak Indonesia baru saja merdeka,

bahkan juga pada masa penjajahan, akan tetapi kesadaran untuk memecahkan permasalahan itu

secara terstruktur dan terencana dimulai pada masa revolusi hijau.

Ketika revolusi hijau pada puncak derapnya, semua perhatian terfokus pada

peningkatan produksi padi dalam rangka swasembada beras. Pertama kali dalam sejarah budidaya

padi Indonesia berhasil, merasakan “impian jadi kenyataan”, pada tahun 1984 ketika produksi

padi nasional mencapai target swasembada. Sayangnya apa yang dicapai tersebut tidak

berkelanjutan karena berbagai persoalan, termasuk dianataranya serangan hama, kekeringan,

banjir dan sebab lain.

Budidaya tanaman pangan pada masa revolusi hijau dilakukan dengan sistem pertanian

konvensional yang terfokus pada komoditi padi, dengan input varietas berdaya hasil tinggi, pupuk

anorganik dan pestisida kimia (sintetik). Sistem pertanian konvensional itu menjebak petani pada

penggunaan input dari luar yang selain boros energi juga tidak ramah lingkungan. Melalui

revolusi hijau kita juga telah terjebak ke dalam ketergantungan yang sulit untuk dientaskan, yaitu

ketergantungan pada beras (padi) sebagai makanan pokok yang produktifitasnya sudah sulit

didongkrak lagi. Sumber karbohidrat lain (jagung, sagu, ubi-ubian) yang sebelumnya menjadi

makanan pokok sebagian penduduk di beberapa wilayah Indonesia ditinggalkan masyarakat.

Meskipun sudah berjasa mampu mengatasi kebutuhan pangan pada masanya, revolusi hijau tidak

dapat dilanjutkan karena secara ekologi, ekonomi dan sosial tidak bisa dipertangungjawabkan,

sebaliknya meperlihatkan dengan jelas dampak samping yang merugikan dalam bentuk kerusakan

lingkungan dan penurunan produktifitas sistem pertanian.

Kegagalan revolusi hijau mempertahankan produktivitas padi di Indonesia tidak

berbeda dengan yang terjadi negara-negara maju dengan pola pertanian industri. Kegagalan itu

dengan tepat diungkapkan oleh para pakar lingkungan sebagai akibat dari terlalu meninitik

beratkan pada peningkatan produksi dan keuntungan ekonomi, dan dilanggarnya proses-proses

ekologi yang semestinya berjalan harmonis dan sendi-sendi sosial yang seharusnya terpelihara

dalam pengelolaan ekosistem pertanian. Dalam pengantar sebuah buku buku yang dikarang oleh

Page 25: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

10 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

James E. Horne and Maura McDermott yang berjudul The Next Green Revolution: Essential

Steps to a Healthy, Sustainable Agriculture John E. Ikerd (2001) menguraikan: “A farm that fails

to protect and conserve the resources that support its productivity eventually loses its ability to

produce and, therefore, cannot remain profitable. A farm that fails to support the community and

society for and in which it exists fails in its fundamental purpose and thus will fail economically.

However, it should be pointed out that farms cannot be ecologically sound or socially responsible

unless they are also economically viable—all three facets are necessary and none alone is

sufficient. But the bottom line is that economists and farmers alike must come to realize that the

long-run economic viability of any farm rests upon its ecological and social foundation”.

Ungkapan tersebut juga berlaku di Indonesia, pertanian pangan harus ramah

lingkungan, tidak merusak sendi-sendi sosial masyarakat petani, dan memberikan keuntungan

bagi petani bila tidak ingin mengalami hal yang sama. Kegagalan sistem pertanian konvensional

pada gilirannya akan mengacaukan upaya swasembada dan ketahanan pangan nasional.

Kondisi kecukupan pangan sebenarnya sudah dicita-citakan sejak lama, ketika Presiden

Pertama RI, Sukarno, berpidato pada upacara peletakan batu pertama pembangunan gedung

Fakultas Pertanian Universitas Indonesia di Bogor (sekarang Kampus Baranangsiang, IPB), pada

tahun 1952 (Sukarno, 2012*). Isi pidato Presiden Sukarno, “masalah pangan adalah hidup atau

matinya bangsa Indonesia”, bahkan menggambarkan cita-cita yang lebih tinggi lagi, yaitu

kedaulatan (kemandirian) pangan, sebuah pandangan yang semakin kita rasakan kebenarannya

sekarang. Pemimpin negara pada waktu itu jelas menyadari dan merasakan bahwa kekurangan

pangan akan menyebabkan negara tidak aman dan bisa jadi tidak berdaulat atau tergantung pada

negara lain. Pendirian Fakultas Pertanian yang pertama di Indonesia itu menunjukkan bahwa

pembangunan pertanian membutuhkan sumberdaya manusia yang kompeten dalam bidang

pertanian. Dalam pidatonya Presiden Sukarno menyebutkan bahwa kemajuan sektor pertanian

menjadi tanggung jawab pemuda yang akan menimba ilmu di perguruan tinggi pertanian. Jadi

jelas bahwa pembangunan pertanian membutuhkan peran nyata dari perguruan tinggi pertanian,

paling tidak dalam upaya menghasilkan suberdaya manusia yang dibutuhkan.

Peran Perguruan Tinggi Pertanian dalam mendukung Pembangunan Pertanian

Dimanapun di dunia ini peran perguruan tinggi pertanian dalam pembangunan pertanian

sangat sentral. Pembangunan pertanian di Indonesia diawali dengan pembangunan perguruan

tinggi pertanian, yaitu didirikannya Fakultas Pertanian Universitas Indonesia di Bogor pada tahun

1952. Perguruan tinggi pertanian didirikan dengan tujuan untuk menghasilkan sumberdaya

manusia (SDM) yang kompeten pada bidang pertanian. Peran perguruan tinggi pertanian sebagai

penghasil SDM pertanian berjalan sinkron dengan arah pembangunan pertanian, walaupun

dengan berbagai argumen banyak diperdebatkan bahwa lulusan perguruan tinggi pertanian tidak

siap pakai.

Keterlibatan Fakultas Pertanian (dipelopori IPB dan UGM) secara nyata sudah dimulai

sejak program swasembata pangan (beras) nasional dengan berbagai programnya (BIMAS,

INMAS, INSUS, Supra Insus) dikampanyekan pemerintah. Keterlibatan Fakultas Pertanian

meliputi aspek penelitian dalam rangka inovasi teknologi maupun dalam kegiatan deseminasi

teknologi (penyuluhan). Dalam pelaksanaan program nasional pada masa itu Departemen

Pertanian pada level nasional melibatkan kedua Perguruan Tinggi tersebut di atas, kemudian

disusul perguruan tinggi pertnaian lain, termasuk Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu baik

langsung maupun tidak langsung terlibat pada level daerah. Demikian juga, ketika program

perluasan lahan pertanian melalui program transmigrasi gencar dilakukan, perguruan tinggi

pertanian terlibat pada semua level, mulai dari perencanaan, evaluasi lahan sampai pada

pendampingan ketika transmigran ditempatkan. Melaui intensifikasi dan ekstensifikasi tersebut

program swasembada beras nasional pernah mengalami keberhasilan dan kegagalan. Dengan

demikian perguruan tinggi pertanian juga ikut andil dalam kesuksesan dan kegagalan program

tersebut.

Perubahan arah pembangunan pertanian menuju pertanian berkelanjutan yang gencar

dikampanyekan saat ini juga banyak mendapat masukan dari akadeisi Fakultas Pertanian yang

sebagian didasarkan pada hasil-hasil penelitian/kajian. Penelitian yang dilakukan di perguruan

Page 26: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

11 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

tinggi pertanian saat ini juga banyak diarahkan untuk inovasi teknologi yang ramah lingkungan

dan pengembangan varietas tanaman yang mampu beradaptasi terhadap kondisi cekaman

lingkungan, baik biotik maupun abiotik.

Meskipun masih ada sebagian kelompok masyarakat, terutama dari kalangan industri

pertanian yang mempertahankan pendapat bahwa pertanian konvensional yang akan mampu

mencukupi kebutuhan manusia yang semakin meningkat, kecenderungan yang bisa diamati

adalah, semakin banyak yang menyadari pentingnya pemahaman ekologi dalam proses produksi.

Kesadaran baru itu melahirkan kelompok masyarakat pro pertanian berkelanjutan yang dilandasi

pemahaman bahwa ekosistem pertanian tidak jauh berbeda dengan ekosistem alami dalam

kaitannya dengan komponen dan proses ekologi (perubahan energi dan pertukaran materi).

Pertanian berkelanjutan wujudnya bisa berupa praktek pengelolaan hama terpadu, pengelolaan

tanaman terpadu, sampai dengan pertanian organik, sistem pertanian dengan input eksternal

rendah (low external input agriculture, LEISA), dan pertanian biodinamik (pertanian zero waste).

Praktek pertanian berkelanjutan merupakan respon masyarakat akademik dan kelompok-

kelompok pemerhati lingkungan terhadap kerusakan lingkungan dan sumber daya alam (hayati)

sebagai dampak negatif dari sistem pertanian konvensional yang banyak tergantung pada

penggunaan input berenergi tinggi dari luar berupa pupuk dan pestisida kimia, serta penggunaan

mekanisasi pertanian.

Arah Pembangunan Pendidikan Tinggi Pertanian Menghadapi Tantangan Ke Depan

Tugas pendidikan tinggi pertanian adalah menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi:

pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Karena karir dosen ditentukan lebih

banyak dari kinerja aspek pendidikan (proses belajar-mengajar) dan penelitian, maka dua dharma

tersebut menjadi porsi yang lebih banyak dikerjakan dosen. Dharma pendidikan, termasuk

membimbing mahasiswa penelitian, merupakan tugas dosen untuk menghasilkan lulusan. Dharma

penelitian merupakan tanggung jawab dosen untuk ikut melakukan mengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Dharma pengabdian kepada masyarakat adalah tanggung

jawab dosen untuk ikut melakukan deseminasi iptek kepada masyarakat. Dharma penelitian dan

pengabdian kepada masyarakat sebagai media belajar juga dilakukan oleh mahasiswa sebagai

kelengkapan dari beban kredit semester yang harus dipenuhi, yaitu dalam bentuk penyusunan

skripsi dan kuliah kerja nyata (KKN). Walaupun ada wacana mahasiswa S1 pertanian (termasuk

di FP UniB) bisa memilih program dengan atau tanpa skripsi, sampai saat ini belum ada rencana

untuk mengimplementasikannya. Pelaksanaan ketiga dharma tersebut seharusnya serasi dengan

program pembangunan pertanian.

Gambaran suram dari sistem pertanian konvensional ditambah dengan perubahan iklim

global (misalnya peningkatan suhu, pola cuaca yang kacau), terkurasnya sumber daya alam, erosi

sumber daya hayati dan plasma nutfah, krisis energi, kemiskinan, dan kekurang berdayaan petani

merupakan tantangan yang harus direspon pendidikan tinggi pertanian. Permasalahan pertanian

yang semakin kompleks memerlukan jalan pemecahan melalui penelitian lintas disiplin ilmu dan

proses belajar mengajar yang kontekstual pada perguruan tinggi pertanian. Menghadapi situasi

seperti ini, penelitian yang terlalu monodisiplin hanya relevan untuk mengembangan keilmuan,

atau paling tidak belum bisa digunakan untuk memecahan permaslahan yang kompleks.

Konsekuensinya kurikulum Fakultas Pertanian juga harus terus-menerus diperbaharui sesuai

dengan perkembangan dunia pertanian.

Pada 2-3 dekade terakhir advokasi lingkungan hidup yang semakin gencar dilakukan

oleh banyak akademisi perguruan tinggi, berbagai organisasi kemasyarakatan dan perorangan

pemerhati lingkunagan mampu menjangkau berbagai lapisan masyarakat dan meningkatkan

kesadaran untuk melakukan pembenahan. Dewasa ini konsep pembangunan berkelanjutan yang

tidak merusak menjadi tren yang dibahas pada berbagai forum diskusi ilmiah dan pustaka yang

dijadikan acuan pembelajaran di perguruan tinggi pertanian dan pada skala tertentu dipraktekkan

oleh berbagai kelompok tani binaan.

Dengan visi terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis

sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing, ekspor dan

kesejahteraan petani, Kementerian Pertanian RI dengan Renstra 2010-2014 sebagai panduan

Page 27: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

12 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

kerja, mencanangkan program kemandirian pangan melalui peningkatan produksi 5 komoditi

pangan utama, yaitu beras, jagung, kedelai, gula dan daging sapi yang akan diupayakan mencapai

swasembada, dan peningkatan produksi 34 komoditi unggulan lain (Kementerian Pertanian

2009). Dari misi dan tujuan tergambar dengan jelas bahwa pembangunan pertanian yang

dilakukan adalah pembangunan pertanian berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan

mengandalkan sumber daya lokal yang mampu menjamin ketahanan dan kemandirian pangan,

serta mensejahtarakan petani. Dengan demikian, pola pembangunan pertanian yang dilaksanakan

sejalan dengan pembangunan berkelanjutan untuk mempertahankan produktifitas dan mengurangi

kerusakan lingkungan dan eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan. Yang masih dirasakan

mengganjal adalah istilah pertanian industrial dari visi dan misi Kementerian Pertanian yang

belum jelas digambarkan dalam program pembangunan pertanian. Pertanian industrial di negara-

negara maju dijalankan sebagaimana industri, dalam skala lahan yang luas, menggunakan

mekanisasi pertanian, dan dengan sistem pertanian konvensional. Sistem pertanian industrial di

negara-negara maju, dituduh menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan secara luas. Bila yang

akan dijalakan di Indonesia juga seperti itu maka harus dikaji secara teliti terlebih dulu, termasuk

dampaknya terhadap kedaulatan mayoritas petani dengan penguasaan lahan yang rata-rata sempit.

Tujuan pembangunan pertanian Indonesia untuk meningkatkan kemandirian

(kedaulatan) pangan harus ditempuh tidak saja dengan meningkatkan produksi dan pruduktifitas,

akan tetapi juga memperbaiki lingkungan atau paling tidak tidak menambah kerusakan

lingkungan baik di dalam agroekosistem maupun di luarnya. Terobosan peningkatan produksi

pangan dari sumber beras rasanya tidak akan pernah terjadi sespektakuler ketika revolusi hijau

mencapai puncak kesuksesannya, meskipun masih dimungkinkan dengan teknologi rekayasa

genetika pertanian yang sangat menjanjikan. Altiery (2005), seorang penganjur pertanian

berkelanjutan yang sangat konsisten dan menetang penggunaan tanaman hasil rekayasa genetika

berpendapat bahwa sehebat apapun teknologi yang diaplikasikan tidak akan pernah menyamai

keberhasilan dari masa lalu.

Pro dan kontra terhadap teknologi rekayasa genetika dalam pertanian sudah

berkembang sejak awal dikampanyekan oleh perusahaan industri benih pertanian, tidak tahu

kapan terselesaikan. Teknologi rekayasa genetika menawarkan berbagai keuntungan berupa

produktifitas yang tinggi, perbaikan nilai nutrisi pangan, dan ketahanan terhadap cekaman biotik

dan abiotik. Sebaliknya, teknologi ini dituding akan menimbulkan dampak negatif yang

merugikan, seperti terjadinya gangguan kesehatan, kerusakan keanekaragaman hayati, adaptasi

hama dan penyakit tanaman, dan ketergantungan petani pada perusahaan benih multinasional

(hilangnya kedaulatan petani). Oleh sebab itu pemanfaatan teknologi rekayasa genetika, terutama

untuk tanaman pangan, harus hati-hati dan dilakukan setelah melalui kajian yang komperehensif.

Pemerintah juga harus membuat regulasi agar tidak mematikan benih lokal jenis-jenis tanaman

pangan.

Bagi Indonesia, upaya untuk mencukupi kebutuhan pangan yang semakin meningkat

lebih realistis bila dibarengi dengan penganekaragaman pangan untuk menurunkan konsumsi

beras. Mengubah pola konsumsi masyarakat yang sudah terlalu lama terbiasa dengan beras

tidaklah sederhana, akan tetapi bukan tidak mungkin. Menurut (Kusharto dan Hardiansyah,

2012), beras memang mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan ubi-ubian, yaitu

kandungan protein, vitamin, dan mineral yang lebih tinggi. Untuk menjaga keseimbangan nilai

gizi masyarakat yang bisa diukur dengan pola pangan harapan (PPH), harus diimbangi dengan

tambahan konsumsi makanan berprotein, bervitamin dan bermineral dari sumber makanan yang

lain, misalnya daging/ikan, sayur dan buah, pilihan yang akan berat diakdopsi oleh masyarakat

berpenghasilan rendah, tetapi tidak menjadi masalah bagi masyarakat menengah ke atas. Agar

lebih mudah dmasyarakatkan, sumber-sumber karbohidrat non beras perlu diolah menjadi bahan

yang lebih menarik. Pada rantai sistem pengolahan ini perguruan tinggi pertanian (teknologi

pangan) bisa berperan dengan melakukan penelitian dan pengembangan untuk menciptakan

teknologi pangan dan pakan berbasis bahan lokal yang murah dan memenuhi standar keamanan

yang bisa dimanfaatkan oleh unit-unit pengolahan skala usaha kecil menegah (UKM) untuk

melayani kebutuhan domestik dan eksport.

Sejalan dengan pembangunan pertanian berkelanjutan, pengembangan kurikulum

pendidikan tinggi pertanian, tidak terkecuali pada Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu juga

Page 28: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

13 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

diarahkan untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dalam mewujudkan sistem pertanian yang

ramah lingkungan berbasis sumber daya lokal. Kurikulum yang dibangun pada perguruan tinggi

pertanian saat ini sudah merespon berbagai isu penting seperti kerusakan lingkungan, krisis

energi, erosi keanekaragaman hayati, perubahan iklim global dan pembangunan berkelanjutan.

Arah pembangunan pendidikan tinggi adalah pendidikan sepanjang hayat. Pada saat ini

pendidikan tinggi pertanian menerapkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Berdasarkan

KBK, proses, luaran dan hasil ikutan (outcome) menjadi sangat penting. Proses pembelajaran,

penelitian, dan pengelolaan menjadi vital. KBK dikembangkan karena tuntutan yang

menghendaki kompetensi lulusan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Kurikulum KBK yang

menitik beratkan pada kompetensi lulusan mengarahkan lulusan harus cerdas ilmu dan dapat

menerapkan ilmunya dalam kehidupan bermasyarakat, sekaligus mampu memenuhi persayaratan

khusus dunia kerja yang membutuhkan softskills. Oleh karena itu pola pembelajaran diarahkan

untuk membekali sekaligus hard skills dan soft skills.

Implementasi KBK bervarisi tingkat kedalamannya antar perguruan tinggi pertanian di

Indonesia, sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia (staf akademik dan tenaga

kependidikan), ketersediaan sarana dan prasarana di dalam kampus maupun di lingkungannya,

serta kualitas menejemen; akan tetapi seharusnya semua mengarah ke proses belajar mengajar

(PBM) yang bergeser dari sebelumnya teacher centered learning menjadi student centered

learning dan dari sebelumnya lebih mementingkan isi, menjadi lebih mementingkan kemampuan

yang harus dimiliki lulusan. Fungsi dosen bergeser dari sebelumnya memberikan materi ajar,

menjadi lebih ke fasilitator.

Perkembangan terbaru yang teejadi pada hampir semua Falkultas Pertanian di Indonesia

adalah dileburnya Program Studi Agronomi, Ilmu Tanah, dan Ilmu Hama Penyakit Tanaman

(Proteksi Tanaman) menjadi satu program studi saja, yaitu Program Studi

Agroekoteknologi/Agroekologi dan Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian dan Program Studi

Agribisnis menjadi Program Studi Agribisnis saja. Perubahan itu terjadi setelah melalui

pembahasan yang cukup melelahkan dalam beberapa kali pertemuan Forum Komunikasi

Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia (FKPTPI). Penggabungan program studi tersebut

didasarkan pada pendapat bahwa sinyal pasar kerja menghendaki lulusan pendidikan tinggi

pertanian dengan kompetensi gneralis, sedangkan kurikulum program studi lama menghasilkan

kompetensi khusus (spesialis). Penggabungan program studi pada Fakultas Pertanian juga

dilakukan sebagai respon terhadap penurunan minat lulusan SMA memasuki Fakultas Pertanian.

Hasil yang menggemberikan terlihat dengan meningkatnya jumlah mahasiswa baru pada Fakultas

Pertanian di banyak universitas, meskipun persentase peningkatannya sangat bervariasi. Apakah

penggabungan program studi teesebut akan mampu memenuhi permintaan pasar yang

menghendaki kompetensi yang luas, masih harus ditunggu.

Peran Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu dalam Pembangunan Pertanian di Propinsi

Bengkulu

Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu termasuk salah satu yang unik karena

membawahi berbagai program studi yang tidak serumpun (sehingga mirip institut). FP UniB

membawahi 6 program studi S-1: Agroekoteknologi, Agribisnis, Peternakan, Kehutanan,

Teknologi Pertanian, dan Kelautan. Program studi lama yang sudah tergabung ke dalam PS

Agroekoteknologi masih tidak menerima mahasiswa baru sejak tahun 2008. Pemberlakuan

kurikulum pada dua program studi baru hasil merger tersebut sudah berjalan 5 tahun dan sudah

mulai menghasilkan lulusan. PS Kelautan merupakan PS baru yang untuk sementara bernaung di

bawah Jurusan Peternakan. Kondisi sekarang sangat dinamis. Mayoritas program studi yang

lama, terutama Ilmu Tanah dan Ilmu Hama Penyakit Tumbuhan/tanaman (Proteksi Tanaman)

dari berbagai Fakultas Pertanian melalui organisasi profesi keilmuan (HITI, PFI, dan PEI)

menghendaki untuk menerima mahasiwa lagi, dan bahkan beberapa sudah melakukan. Alasan

utama untuk menerima mahasiwa lagi terutama adalah pembinaan keilmuan yang dirasakan akan

melemah untuk bidang ilmu bersangkutan bila program studinya ditutup. Dikawatirkan lulusan

PS Agroekoteknologi akan kesulitan melanjutkan pendidikan ke S-2 dan S-3 bidang ilmu tanah

dan ilmu hama penyakit tanaman, sehingga akan lebih memilih bidang ilmu yang lain. Bila hal itu

Page 29: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

14 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

terjadi, Indonesia suatu saat akan mengalami kelangkaan pakar Ilmu Tanah dan Ilmu Hama

Penyakit Tumbuhan (Entomologi dan Fitopatologi). Alasan yang lain adalah masih ada lapangan

kerja yang masih sangat membutuhkan lulusan perguruan tinggi dengan kompetensi spesifik

seperti llmu Tanah dan Proteksi Tanaman.

Dengan beranekaragamnya bidang ilmu di bawah Fakultas Pertanian Universitas

Bengkulu saat ini justru memberikan kesempatan yang luas untuk ikut andil dan berperan dalam

pembangunan daerah. Staf akademik dan mahasiswa Fakultas Pertanian terlibat baik secara

langsung maupun tidak langsung melalui kerjasama dengan Pemda kabupaten/kota dan Propinsi

atau melalui permintaan tenaga ahli dan nara sumber pada berbagai kegiatan pembangunan

pertanian dalam arti luas (bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan,

perikanan, pengolahan hasil pertanian dan kehutanan).

Untuk menjawab tantangan ke depan yang semakin kompleks, Program Studi

Agroekoteknologi mengembangkan kurikulum untuk menghasilkan lulusan yang memiliki

berbagai kompetensi untuk menjawab kebutuhan pasar kerja atau menciptakan lapangan kerja

(berwirausaha). Secara rinci PS Agroekoteknologi merumuskan kompetensi lulusan ke dalam

kompetensi utama, kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya (PS Agroekoteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, 2012).

Kompetensi utama dipilah menjadi 5 profil lulusan sebagai berikut:

1. Sebagai pelaku dibidang pertanian: mampu menerapkan IPTEKS dibidang budidaya

tanaman berdasarkan prinsip pertanian tropika berkelanjutan, baik secara modern maupun

yang mengangkat kearifan lokal.

2. Sebagai manager: mampu merencanakan dan merancang sistem produksi tanaman tropika

berkelanjutan secara efektif dan produktif.

3. Sebagai pengusaha: mampu berinovasi dalam menerapkan IPTEKS dibidang budidaya

pertanian tropika berkelanjutan ke dalam praktek bisnis.

4. Sebagai peneliti: mampu mengidentifikasi, menganalisis dan merumuskan masalah secara

tepat mengenai sistem budidaya pertanian tropika berkelanjutan.

5. Sebagai pendidik (fasilitator, motivator dan mediator): mampu berfikir analitis dan

sistematis dengan memperhitungkan dampak penyelesaian masalah terhadap lingkungan dan

kehidupan bermasyarakat.

Kompetensi pendukung dipilah menjadi 5 profil lulusan sebagai berikut:

1. Sebagai pelaku dibidang pertanian: berani memulai, melaksanakan dan mengembangkan

usaha inovatif bidang produksi tanaman pertanian tropika berkelanjutan

2. Sebagai manager: mampu melaksanakan perencanaan sistem produksi tanaman secara tepat,

efisien dan produktif sesuai dengan kaidah pertanian berkelanjutan

3. Sebagai pengusaha: mampu menjalin kerjasama (bernegosiasi dan berkomunikasi) secara

efektif dan produktif

4. Sebagai peneliti: mampu merancang dan melaksanakan penelitian serta menginterpretasikan

data secara cermat dan akurat

5. Sebagai pendidik (fasilitator, motivator dan mediator): mampu sebagai fasilitator, motivator

dan mediator secara efektif dan produktif

Kompetensi lainnya lulusan Program Studi Agroekoteknologi juga dikelompokkan ke dalam 5

profil profesi lulusan yakni:

1. Sebagai pelaku dibidang pertanian: mampu mensinergikan potensi sumberdaya yang ada

untuk kegiatan produksi yang produktif, inovatif dan berkelanjutan

2. Sebagai manager: mampu mengaktualisasikan potensi diri untuk bekerjasama dalam tim

yang multidisiplin ilmu dan karakter

3. Sebagai pengusaha: mampu menerapkan etika bisnis pertanian yang berwawasan lingkungan

4. Sebagai peneliti: mampu merekomendasikan penyelesaian masalah secara tepat dalam

sistem budidaya pertanian tropika berkelanjutan

5. Sebagai pendidik (fasilitator, motivator dan mediator): mampu dan mau belajar sepanjang

hayat

Page 30: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

15 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Peran Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu juga diwujudkan melalui kegiatan

penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Penelitian dosen Fakultas Pertanian sebagian besar

didanai APBN, baik melalui Dipa UniB maupun langsung dari Direkturat Jenderal Pendidikan

Tinggi (DIKTI) dan Badan Litbang Pertanian. Penelitian kerjasama juga dilakukan dengan

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI dan Badan Tenaga Aton Nasional (BATAN).

Penelitian-penelitian selama tiga tahun terakhir dikelompokkan berdasarkan bidang ilmu

mengalami penurunan yang cukup signifikan (Gambar 1), terutama sebagai akibat dari

berkurangnya alokasi dana penelitian dari Pemerintah Pusat (APBN), pada tiga tahun terakhir.

Kegiatan penelitian kerjasama kedepan masih perlu ditingkatkan dengan memperbanyak

networking dengan berbagai instasi daerah dan pusat, dan luar negeri.

Penelitian yang dibiayai dari sumber dana universitas dan fakultas masih sedikit dan

hanya diperuntukkan bagi dosen muda (peneliti pemula). Topik penelitian penelitian selalu

mengarah pada pertanian berkelanjutan, konservasi, pemanfaatan sumberdaya lokal , dan

pemuliaan tanaman. Beberapa penelitian sudah menghasilkan teknologi yang bisa diaplikasikan.

Beberapa penelitian pemuliaan tanaman sudah menghasilkan galur harapan untuk tanaman

jagung, kedelai dan cabe keriting yang sudah mendapatkan sertifikat varietas dari Kementerian

Pertanian. Khusus untuk jagung, saat sekarang sudah dalam proses pelepasan varietas/hibrida.

Kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan dosen dengan dana dari sumber dari

DIKTI dan institusi sendiri sebagian besar merupakan upaya deseminasi hasil penelitian/kajian

atau pengembangan. Sekedar memberikan gambaran, dapat disebut beberapa contoh berkaitan

dengan pertanian organik, pembuatan pupuk organik, budidaya jamur, pengembangan benih

jagung, konservasi lahan dll.

0

5

10

15

20

25

2009 2010 2011 2012

Jum

la jud

ul

Tahun

Agronomi

IHPT

I Tanah

Peternakan

TIP

Kehutanan

Sosek/Agribisnis

Gambar 1. Jumlah judul penelitian Fakultas Pertanian, tidak termasuk sumber dana

Universitas, Fakultas dan kerjasama dengan pihak lain.

SIMPULAN

Perguruan tinggi pertanian berperan telah aktif mendukung pembangunan pertanian

sejak awal ketika masih mengandalkan sistem pertanian konvensional sampai sekarang yang

mengarah pada sistem pertanikan berkelanjutan. Peran itu diwujudkan melalui fungsi tridharma

perguruan tinggi yang secara konsisten prakteknya selalu menyesuaikan diri dengan

perkembangan pembangunan dan kecenderungan yang terjadi akibat pembangunan pertanian.

Isu-isu kerusakan lingkungan dan sumberdaya alam serta menurunnya produktifitas pertanian

telah direspon perguruan tinggi pertanian dan dijadikan masukan untuk pengembangan kurikulum

dan program penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Altieri, M. 2005. The myth of coexistence: Why transgenic crops are not compatible with

agroecologically based systems of production. Bulletin of Science, Technology, & Society,

25, 361–371.

Page 31: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

16 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Ikerd, J.E. 2009. Foreword. pp: ix-xvi. In: J.E. Horne and M. McDermott, The Next Green

Revolution: Essential Steps to a Healthy, Sustainable Agriculture. The Haworth Press, Inc.

NY.

Kementerian Pertanian 2009. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014.

Kosharto, C.M. and Hardiansyah. 2012. Ketahanan dan kemandirian pangan. Hal: 46-73. Dalam:

R. Poerwanto, I.Z. Siregar, dan A. Suryani (eds.). Merevolusi Revolusi Hijau: Pemikiran

Guru Besar IPB (Buku III). IPB Perss.

Norgaard, R. B. and Baer, P. 2005. Collectively seeing complex systems: the nature of the

problem. Bioscience, 55, 953–960.

PS Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, 2012. Borang Akreditasi PS

Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.

Sukarno, 2012. Soal hidup atau mati. Pidato Presiden Republik Indonesia Pertama Sukarno pada

pelatakan batu pertama Gedung Fakultas Pertanian Universitas indonesia pada tanggal 27

April 1952. Hal: 1-18 dalam A. Fariyanti, A. Rifin, S. Jahroh, dan B Krisnamurti. (eds.)

Pangan Rakyat: Soal Hidup Atau mati 60 Tahun Kemudian: Refleksi Pidato Bung Karno

pada Peletakan Batu Pertama Kampus IPB Baranangsiang. Departeman Agribisnis FEM-

IPB.

Page 32: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

17 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

IMPLEMENTASI SUMBER DAYA GENETIK

(SDG) DI PROVINSI BENGKULU

Alnopri

Wakil ketua KOMDA SDG Provinsi Bengkulu

Guru Besar Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Unib

PENDAHULUAN

Peranan sumberdaya genetik (SDG) merupakan landasan hayati yang langsung atau

tidak langsung menopang kesejahteraan setiap manusia di muka bumi ini, mencakup

keanekaragaman bahan genetik yang terdapat dalam tanaman varietas tradisional maupun varietas

unggul yang ditanam petani serta kerabat liar tanaman budidaya dan spesies tanaman liar yang

dapat digunakan untuk pangan, pakan, serat, pakaian, bangunan, energi dan sebagainya. SDG

tersebut merupakan tetua yang dapat digunakan untuk merakit varietas unggul baru

melalui kegiatan pemuliaan tanaman atau melalu i pemanfaatan bioteknologi yang

langsung digunakan oleh petani atau pemulia, merupakan simpanan adaptabilitas genetik yang

dapat digunakan untuk menanggulangi perubahan iklim dan lingkungan yang berbahaya serta

perubahan ekonomi. Dengan demikian pelestarian dan pemanfaatan SDG secara berkelanjutan

sebagai perlindungan terhadap perubahan yang tidak diharapkan di masa depan perlu dilakukan. Saat

ini tingkat pertambahan penduduk 3,7% per tahun, bisa diperkirakan berapa jumlah penduduk

Indonesia 50 tahun mendatang. Untuk itu diperlukan perbaikan varietas yang terpercaya dan

dapat meningkatkan hasil secara berkelanjutan guna mencukupi kebutuhan pangan penduduk

yang terus bertambah. Pelestarian dan pemanfaatan SDG secara berkelanjutan merupakan kunci

perbaikan dalam menghadapi perubahan iklim, untuk meningkatkan produktivitas dan

keberlanjutan pertanian, yang pada gilirannya akan mendukung pembangunan nasional,

ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan.

Menyadari akan pentingnya SDG, maka komponen dari sistem pelestarian dan pemanfaatan

yang harus direncanakan dan disepakati oleh semua pemangku kepentingan tetap mengacu pada Rancang

Tindak Global seperti dibahas dalam lokakarya pada tanggal 30 November 2011 di Medan.

PENGERTIAN SUMBER DAYA GENETIK (SDG)

• SDG merupakan landasan hayati yang langsung atau tidak langsung menopang kesejahteraan

manusia di muka bumi

• SDG mencakup keanekaragaman bahan genetik hewan dan tanaman yang terdapat dalam

varietas tradisional maupun varietas unggul yang ditanam petani serta kerabat liar tanaman

/hewan budidaya dan spesies tanaman/hewan liar yang dapat digunakan sebagai pangan,

pakan, serat, pakaian, bangunan, energi dan pemenuhan estetika

• SDG merupakan tetua yang digunakan untuk merakit varietas unggul atau klon baru melalui

kegiatan pemuliaan tanaman/hewan /pohon atau bioteknologi

• SDG yang langsung digunakan oleh petani dan pemulia merupakan simpanan adaptabilitas

genetik yang dapat digunakan untuk menanggulangi perubahan iklim dan lingkungan yang

berbahaya serta perubahan ekonomi

• Pelaku kegiatan SDG berhimpun dalam Komisi Nasional Sumber Daya Genetik (KOMNAS

SDG) dan pada tingkat provinsi berhimpun dalam Komisi Daerah Sumber daya genetic

(KOMDA SDG).

SDG PROVINSI BENGKULU

• Provinsi Bengkulu terletak di sebelah Barat pegunungan Bukit Barisan. Luas wilayah

mencapai lebih kurang 1.978.870 hektar, memanjang dari perbatasan Provinsi Sumatera Barat

sampai ke perbatasan Provinsi Lampung dan jaraknya lebih kurang 567 kilometer.

Page 33: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

18 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

• Provinsi Bengkulu berdasarkan topografi terdiri dari tiga jalur, yaitu: Jalur pertama, terletak

pada ketinggian 0-100 meter di atas permukaan laut (dpl.) dan diklasifikasikan sebagai daerah

low land. Jalur kedua, terletak pada ketinggian 100-1000 meter dpl. Daerah ini merupakan

lereng Pegunungan Bukit Barisan dan terklasifikasi sebagai daerah Bukit Range. Jalur ketiga,

terletak pada ketinggian lebih dari 1000 meter dpl. Daerah tersebut umumnya merupakan

daerah kegiatan vulkanis dan tektonis.

• Hutan tropis Provinsi Bengkulu memiliki sumber kekayaan flora dan fauna cukup bnyak dan

unik. Kekayaan flora antara lain bunga Raflesia Arnoldi, bunga anggrek vanda, bunga

bangkai, dan kayu merbau. Kekayaan fauna meliputi harimau sumatera, siamang, tapir, kerbau

liar, rusa, serta penangkaran gajah sumatera.

• Fenomena Lingkungan dan Sumber daya Hayati provinsi Bengkulu tersebut memberikan

indikasi bahwa provinsi Bengkulu kaya akan sumber daya genetic.

• Pemanfaatan SDG adalah pada aktivitas pemuliaan (didominasi oleh pemulia tanaman).

Pemulia yang bergelut dengan SDG terdapat pada universitas, BPTP dan instansi terkait.

• Pemanfaatan sumber daya genetic hewani dan tanaman belum dilaksanakan secara maksimal.

Akan tetapi SDG tersebut sudah banyak yang punah. Contoh pada tanaman padi dan manggis

serta fenomena SDG pulau Enggano yang perlu dilestarikaan.

• Perlu aktivitas pelestarian SDG Provinsi Bengkulu

PELESTARIAN IN SITU SDG

• Survei dan inventarisasi SDG. Kegiatan dilaksanakan untuk mendata SDG yang ada dan

mencatat jenis, lokasi dan manajemen pelestarian untuk mencegah kepunahan.

• Pengelolaan dan Perbaikan SDG spesifik wilayah. Provinsi Bengkulu mempunyai SDG yang

mempunyai keunikan lokal yang tidak dimiliki oleh daerah lain, seperti pisang curup, mangga

Bengkulu, kopi robusta dan diarahkan untuk mendapatkan HaKI dalam bentuk Indikasi

Geografi.

• Membantu petani terhadap bencana alam. Daerah Bengkulu merupakan daerah rawan bencana

terutama gempa bumi dan banjir. SDG yang langsung dimanfaatkan oleh petani harus

dilestarikan dengan baik.

• Mempromosikan pelestarian in situ SDG dan kerabat liarnya. Kegiatan sosialisasi tentang

pentingnya SDG dilakukan sehingga pelestarian SDG dan kerabat liarnya akan tidak

terganggu.

PELESTARIAN EX SITU SDG

1. Melestarikan koleksi ex situ. Koleksi SDG secara ex situ dilaksanakan dalam bentuk Bank

gen benih , Penyimpanan In vitro, Bank gen lapang, dan Kebun raya

2. Meregenerasikan aksesi ex situ yang terancam

IMPLEMENTASI SDG DI PROVINSI BENGKULU

Aktivitas Peneliti SDG Provinsi Bengkulu

1. Tanaman Pangan

Inventarisasi dan karakteristik padi lokal di provinsi Bengkulu (Alnopri, dkk. 1996).

Kegiatan dilakukan untuk inventarisasi dan karakterisasi padi local provinsi Bengkulu yng

dilakukan mahasiswa untuk menyelesaikan tugas skripisi. Hasilnya diketemukan 23 jenis

padi local dengan karakteristik unggul, yakni aroma harum (Krawang Buih). Manajamen

koleksi dalam bentuk bank gen benih kurang baik, sehingga SDG padi-padi tersebut hilang.

Page 34: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

19 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

2. Tanaman Hortikultura

a. Inventarisasi dan Karakteristik Manggis Bengkulu (Alnopri, dkk. 2003). Kegiatan

dilakukan pada daerah sentra manggis Provinsi Bengkulu. Hasilnya menunjukkan suatu

fenomena menarik, yakni diketemukan manggis bercirikan spesifik Bengkulu. Manggis

tersebut mempunyai keunikan, yakni dalam satu tangkai terdapat 4 buah manggis.

Pelestarian dilaksanakan secara in situ di pekarangan rumah penduduk, akan tetapi pohon

manggis tersbut punah seiring dengan perluasan rumah pemilik pohon.

b. Fenomena Pisang Curup (Muktasar, 2005). Pisang Curup merupakan jenis pisang ambon

mempunyai keunikan spesifik wilayah, yakni mempunyai penampilan bersegi tidak bulat,

rasa manis dan kering. Apabila ditanam pada daerah di luar Curup akan berubah menjadi

agak asam dan basah.

c. Inventarisasi dan karakteristik angrek lokal Bengkulu (Dwi Wahyuni Ganefianti, 2010).

Koleksi angrek lokal Bengkulu dilakukan dalam bentuk ex situ, yakni pada rumah kawat

Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Unib.

3. Tanaman Perkebunan

Delapan aksesi kopi robusta kabupaten Kepahiang (Ris Irianto, 2012). Kabupaten

Kepahiang merupakan produsen utama kopi Robusta di Provinsi Bengkulu. Upaya

peningkatan produksi dilakukan dengan teknologi grafting atau sambung (pekebun

menggunakan istilah stek). Fenomena menarik adalah kopi sambung (grafting) dapat

berproduksi sepanjang tahun, padahal tanaman kopi robusta merupakan tanaman tahunan

(perennial crop). Saat ini sedang dilakukan karaterisasi kopi-kopi robusta Kepahiang.

Komisi Daerah SDG Bengkulu

KOMDA SDG Provinsi Bengkulu terbentuk berkat inisiasi Balai Pengkajian teknologi

Pertanian (BPTP) Bengkulu, yang dilaksanakan pada tanggal 21 Desember 2010 di Hotel Raffles

City Bengkulu. Hasil pertemuan tersebut adalah membentuk Komisariat Daerah (KOMDA) SDG

Bengkulu dan terpilih 7 orang Formatur dengan tugas menyusun struktur organisasi KOMDA

SDG Bengkulu.

Pada hari Selasa tanggal 28 Desember 2010, tim formatur rapat di Ruang pertemuan

BPTP Bengkulu dan berhasil menyusun kepengurusan KOMDA SDG Bengkulu. Kepengurusan

SDG Bengkulu diresmikan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor

W.21.XXVII. tahun 2011 tentang Pembentukan Komisi Daerah Sumber Daya Genetik Provinsi

Bengkulu, tanggal 19 Januari 2011. KOMDA SDG Bengkulu dikukuhkan oleh KOMNAS SDG

pada hari Rabu tanggal 30 November 2011 di kota Bogor.

KOMDA SDG Bengkulu secara eks officio diketuai oleh Kepala Badan Lingkungan

Hidup Provinsi Bengkulu, dengan sekretaris Kepala BPTP Bengkulu. Sampai dengan saat ini

kesekretariatan Komda SDG Bengkulu belum ada, sehingga aktivitas dilaksanakan di kantor

BPTP. Aktivitas KOMDA SDG Bengkulu belum berjalan secara optimal.

KOMNAS SDG sangat menaruh perhatian terhadap Komda SDG Bengkulu, salah satu

perhatian tersebut adalah menunjuk KOMDA SDG Bengkulu sebagai pembicara utama pada

Seminar dan Kongres Nasional KOMNAS SDG, Kamis 13 Desember 2012 di Medan.

PENUTUP

1. Sumber daya genetik (SDG) provinsi Bengkulu perlu dimanfaatkan secara optimal, terutama

berkaitan dengan SDG Hewan.

2. SDG provinsi Bengkulu yang mempunyai keunikan lokal dan spesifik wilayah perlu dikaji

secara lengkap dan digiring untuk memperoleh HakI dalam bentuk Indikasi Geografi

3. Pelestarian SDG lokal dan spesifik provinsi Bengkulu segera dilakukan dengan baik dengan

cara koleksi in situ dan ex situ.

4. Penguatan KOMDA SDG Bengkulu perlu dilakukan baik dalam bentuk manajemen maupun

pendanaan.

Page 35: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

TANAMAN PANGAN

Page 36: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

23 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

KERAGAAN VARIETAS PADI RAWA ADAPTIF

PADA LAHAN RAWA LEBAK DI PROVINSI BENGKULU

Nurmegawati dan Wahyu Wibawa

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Jl Irian km 6,5 Kota Bengkulu

ABSTRAK

Lahan rawa lebak di Provinsi Bengkulu memiliki potensi yang sangat besar dalam mendukung

swasembada beras, namun mempunyai kendala dan hambatan yang harus diatasi. Salah satunya diperlukan paket

teknologi dan varietas padi yang adaptif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat keragaan varietas padi rawa yang

adaptif pada lahan rawa lebak, yang dilaksanakan pada musim kemarau di lahan milik petani di Desa Dusun Baru

Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu. Rancangan percobaan yang digunakan adalah

rancangan petak terbagi dengan 3 ulangan. Petak utama adalah perlakuan pemberian fungsida dan zpt yang terdiri atas

yaitu: 1) tanpa pemberian fungisida dan zpt dan 2) pemberian fungsida dan zpt sesuai dengan dosis. Anak petak adalah

5 varietas padi yang terdiri dari atas 4 VUB padi rawa ( Inpara 2, Banyuasin, Sei lalan dan Kapuas) serta 1 varietas

pembanding (Cigeulis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi tanaman varietas Inpara 2, Banyuasin, Sei lalan,

Kapuas dan Cigeulis berturut-turut adalah 79,60 cm, 77,28 cm, 75,37 cm, 85,32 cm dan 75,17 cm, berbeda tidak nyata

pada inpara, banyuasin, sei lalan dan cigelis tetapi berbeda nyata terhadap varietas Kapuas. Umur tanaman berbunga

varietas Inpara 2 61,67 hari, varietas Banyuasin 67,50 hari, varietas Sei lalan 63,33 hari, varietas Kapuas 53,33 hari

dan varietas Cigelis 60,83 hari. Umur panen varietas Inpara 2 88,00 hari, varietas Banyuasin 90,00 hari, varietas Sei

lalan 91,50 hari, varietas Kapuas 88,83 hari dan varietas Cigeulis 89,33 hari. Hasil gabah kelima varietas tersebut

berturut-turut adalah 2,82 t/ha GKP, 2,76 t/ha GKP, 2,32 t/ha GKP, 1,98 t/ha GKP dan 1,54 t/ha GKP. Pemberian

fungsida dan zpt tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, umur tanaman berbunga, umur panen dan hasil

gabahnya.

Kata kunci: varietas, padi rawa, adaptif, rawa lebak, Bengkulu

PENDAHULUAN

Lahan rawa adalah lahan yang menempati posisi peralihan antara daratan dan sistem

perairan (Subagyo, 1997) yang merupakan lahan sub optimal yang sangat potensi dalam

mendukung kelestarian swasembada beras. Luas lahan rawa di Provinsi Bengkulu cukup luas

(12.411 ha) yang terdiri dari rawa lebak mencapai 11.609 ha dan rawa pasang surutnya sekitar

802 ha, yang mencakup Kabupaten Seluma, Mukomuko, Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah

(BPS Provinsi Bengkulu, 2010)

Jika dilihat dari luasannya maka lahan rawa lebak di Provinsi Bengkulu memiliki

potensi yang sangat besar dalam mendukung swasembada beras khususnya untuk provinsi ini.

Namun rawa lebak mempunyai kendala dan hambatan yang harus diatasi. Umumnya lahan ini

mempunyai rejim air yang fluktuatif dan sulit diduga serta resiko kebanjiran di musim hujan dan

kekeringan di musim kemarau. Dengan kondisi biofisik yang demikian, maka pengembangan

lahan rawa lebak untuk usaha pertanian khususnya tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan

perikanan dalam skala luas memerlukan pengelolaan lahan dan air serta penerapan teknologi yang

sesuai dengan kondisi wilayahnya (spesifik lokalita) agar diperoleh hasil yang optimal.

Jenis tanah yang umum dijumpai di lahan lebak adalah tanah mineral dan

gambut.Kedua jenis tanah tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan. Pada lokasi penelitian

termasuk lahan rawa lebak bergambut. Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah

gambut, yaitu tanah yang terbentuk dari bahan organik atau sisa-sisa pepohonan, yang dapat

berupa bahan jenuh air dengan kandungan karbon organik sebanyak 12-18% atau bahan tidak

jenuh air dengan kandungan karbon organik sebanyak 20%. Berdasarkan ketebalannya, lahan

gambut yang dijumpai di lahan lebak bisa berupa lahan bergambut, gambut dangkal, gambut

sedang, dan gambut dalam. Lahan gambut biasanya memiliki tingkat kemasaman yang tinggi

karena adanya asam-asam organik, mengandung zat beracun H2S, ketersediaan unsur hara makro

dan mikro terutama P, K, Zn, Cu dan Bo yang rendah, serta daya sangga tanah yang rendah.

Lahan gambut dengan karakteristik tanah yang demikian memerlukan teknologi pengelolaan dan

pemilihan jenis tanaman atau varietas tertentu agar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan

memberikan hasil yang memadai.

Page 37: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

24 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Karena keterbatasan pengetahuan petani akan varietas yang cocok ditanam di lahan

rawa, menyebabkan petani menggunakan varietas-varietas lokal bahkan ada yang menggunakan

varietas yang diperuntukan untuk lahan sawah irigasi seperti Cigeulis. Oleh karena itu dalam

pengelolaan lahan rawa diperlukan paket teknologi dan varietas padi yang adaptif pada lahan

rawa lebak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat keragaan varietas padi rawa yang

adaptif pada lahan rawa lebak.

BAHAN DAN METODA

Penelitian dilakukan pada musim kemarau di lahan milik petani di Desa Dusun Baru

Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu. Rancangan percobaan yang

digunakan adalah rancangan petak terpisah dengan 3 ulangan. Petak utama adalah perlakuan

pemberian fungisida yang terdiri atas yaitu: 1) tanpa pemberian fungisida dan 2) pemberian

fungisida sesuai dengan dosis. Anak petak adalah 5 varietas padi yang terdiri dari atas 4 VUB

padi rawa ( Inpara 2, Banyuasin, Sei lalan dan Kapuas) serta 1 varietas pembanding (Cigeulis).

Dalam setiap unit penelitian terdiri dari 30 plot.

Penyemaian dilakukan di lahan petani pada tanggal 19 Mei 2012 untuk 5 varietas

masing-masing seberat 2 kg. Sebelum benih disemai dilakukan perlakuan benih dengan memberi

karbofuran sebanyak 1 kg. Pengolahan lahan dilakukan secara manual yaitu dengan cara

penebasan gulma dan pencangkulan tanah, selanjutnya dilakukan penyemprotan dengan herbisida

untuk membunuh biji-biji gulma yang tersisa. Penanaman padi dilakukan dengan sistem tanam

legowo 2 : 1, dengan jarak tanam 20 cm x 10 cm x 40 cm. Umur bibit yang digunakan yaitu 20

hari setelah semai (hss) dengan jumlah bibit per lubang sebanyak 3 batang.

Pemberian pupuk dengan dosis 200 kg urea/ha, 100 kg SP-36 kg/ha, 100 kg KCl/ha.

Perhitungan pemberian pupuk disesuaikan dengan luas dari masing-masing plot. Jumlah pupuk

yang diberikan tiap plot diperoleh dari luas plot dibagi luas lahan satu ha dikali dosis pupuk per

ha. Pemberian pupuk urea rencananya dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada umur tanaman 7 hst,

21 hst dan 45 hst sedangkan pemupukan SP-36 dan KCl diberikan pada pemupukan pertama saja.

Fungisida yang digunakan mengandung bahan aktif difenokonazol, dosis pemberian fungisida

200-400 ml/ha yang dilakukan pada saat padi bunting (45 hst).

Pengajiran tanaman dilakukan pada setiap plot dimana pada masing-masing plot diberi

ajir untuk 5 sampel tanaman, untuk pengukuran tinggi tanaman dan jumlah anakan. Untuk

pelaksanaan budidaya/pemeliharaan padi mengacu pada PTT padi rawa (Badan Litbang

Pertanian, 2007). Keragaan tanaman dievaluasi berdasarkan peubah-peubah: Tinggi tanaman,

Umur tanaman berbunga 50 % (hari), Umur tanaman panen (hari) dan hasil.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Tanah

Secara umum kelas tekstur tanah pada daerah pengkajian rawa lebak termasuk

lempung; pH H2O tergolong masam; Kandungan C-organik tergolong sangat tinggi; kandungan

N tergolong sedang; kandungan P tergolong sedang, K-dd tergolong sangat rendah; kandungan

Ca tergolong sangat rendah; Mg-dd tergolong tinggi; Na-dd tergolong rendah; Al3+

tergolong

sangat rendah; dan KTK tergolong rendah; sedangkan kandungan Fe tergolong tinggi (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil analisis contoh tanah rawa lebak yang dilaksanakan MK 2012.

No Sifat Kimia dan Fisika Nilai

1

2

3

4

5

6

7

Tekstur

pH (H2O)

C-organik (%)

N-total (%)

P-Bray.I (ppm)

K-dd (me/100g)

Ca-dd (me/100g)

lempung

4,78

6,91

0,32

8,04

0,02

0,20

Page 38: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

25 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

8

9

10

11

12

13

Mg-dd (me/100g)

Na-dd (me/100g)

KTK (me/100g)

Al (me/100g)

Fe (%)

KA (%)

4,95

0,10

0,10

0,09

0,85

4,00

Keterangan: Hasil analisa laboratorium tanah BPTP Bengkulu 2012.

Pada lahan pengkajian ini termasuk lahan rawa lebak bergambut dengan kandungan C-

orgnik tergolong sangat tinggi dan kandungan N tergolong sedang sehingga C/N masih sangat

tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pelapukannya masih sangat rendah. Kandungan Fe

tergolong sangat tinggi akan mempengaruhi tingkat keasaman tanah. Kandungan basa-basa

tergolong rendah akan mempengaruhi serapan Fe. Menurut Tan (2007) tingginya kadar Fe salah

satu penyebab terjadinya kemasaman tanah. Basa-basa tukar (Ca, Mg, Na dan K) yang berfungsi

untuk menetralisir keasaman tanah ketersediaannya pada tanah yang digunakan sangat rendah

akibatnya Fe dan Mn akan mudah terserap oleh tanaman dan pada kosentrasi tertentu berpotensi

terjadi keracunan. Menurut Yoshida (1981) batas kritis keracunan Fe pada tanaman padi sawah

adalah 300 ppm. Besi yang berlebihan dapat membentuk lapisan oksida ferri pada permukaan

akar, sehingga akan memperlambat penyerapan hara lainnya oleh tanaman. Dalam jangka

panjang, kalau lahan tidak dikelola dengan baik akan selalu berpotensi menjadi lahan yang

masam dan miskin terhadap unsur hara tertentu.

Komponen Hasil dan Hasil

Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan varietas menunjukkan berbeda

nyata terhadap tinggi tanaman, umur tanaman berbunga 50 %, umur tanaman panen dan hasil

(Tabel 2). Tinggi tanaman varietas Kapuas menunjukkan perbedaan yang nyata dibanding

keempat varietas lainnya. Tinggi tanaman varietas kapuas hanya 85,33 cm merupakan yang

tertinggi dibanding varietas lainnya. Tinggi tanaman varietas Cigeulis sebagai kontrol hampir

sama dengan varietas Sei lalan. Jika dilihat dari deskripsinya maka tinggi tanaman kelima

varietas tersebut lebih rendah dibanding pada deskripsinya. Hal ini diduga karena kondisi kering

yang dialami pertanaman. Dari Deskripsi varietas (Suprihatno,. Dkk, 2010) menyatakan bahwa

tinggi tanaman. Inpara 2 103 cm, tinggi tanaman Banyuasin berkisar 98 - 105 cm dan tinggi

tanaman Cigeulis berkisar 100 - 110 cm. Badan Litbang Pertanian (2007) menyatakan bahwa

tinggi tanaman varietas Kapuas dan Sei lalan adalah 100 cm.

Tabel 2. Pengaruh tunggal varietas dan pemberian fungsida dan zpt terhadap tinggi tanaman,

umur tanaman berbunga 50%, umur tanaman panen dan hasil.

Perlakuan

Peubah yang diamati

Tinggi

tanaman

(cm)

Umur tanaman

berbunga 50 %

(hr)

Umur

tanaman

panen (hari)

Hasil

(t/ha)

GKP

Inpara 2 79,60 b 61,67 b 88,00 c 2,82 a

Banyuasin 77,28 b 67,50 a 90,00 b 2,76 a

Sei lalan 75,37 b 63.33 ab 91,50 a 2,32 ab

Kapuas 85,33 a 53,33 c 88.83 c 1,98 ab

Cigelis 75,17 b 60,83 b 89,33 b 1,54 b

Pemakaian fungisida dan zpt

Tanpa pemberian fungisida dan zpt 77,63 p 60,67 p 89,20 p 2,24 p

Diberi fungisida dan zpt 79,47 p 62,00 p 89,89 p 2,33 p

Keterangan : Angka-angka diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Umur tanaman berbunga 50 % berbeda nyata pada masing-masing perlakuan varietas,

umur tanaman berbunga 50 % berkisar pada 53,33 - 66,67 hari. Umur tanaman panen berbeda

nyata terhadap perlakuan varietas. Varietas Inpara 2 dan Kapuas memiliki umur tanaman panen

Page 39: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

26 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

yang sama yaitu 88 hari, Banyuasin 90 hari, Sei lalan 91,50 hari dan cigeulis 89,33 hari. Jika

dilihat dari deskripsinya (umur tanaman. Inpara 2 yaitu 128 hari, Banyuasin berkisar 118 – 122

hari dan umur tanaman Cigeulis berkisar 115 - 125 hari (Suprihatno et all., 2010). Badan Litbang

Pertanian (2007) menyatakan bahwa umur tanaman varietas Kapuas dan Sei lalan adalah 125

hari, dan kelima varietas tersebut memilki umur panen yang lebih cepat. Hal ini diduga karena

faktor kekeringan yang membuat tanaman lebih cepat proses pemasakannya, menurut

Goldsworthy and Fisher (1996) waktu antara penyebaran benih dan pemasakan dapat

diperpendek atau diperpanjang tergantung pada intensitas dan waktu terjadinya kekurangan air.

Seperti halnya tanaman kacang tunggak berbunga dan masak lebih awal di bawah tingkat

kekurangan air sedang, tetapi kekurangan air yang berat menunda aktivitas reproduktif.

Hasil tanaman tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara varietas: Inpara 2;

Banyuasin; Sei lalan dan Kapuas, akan tetapi hasil tanaman varietas Inpara 2 dan Banyuasin

menunjukkan perbedaan yang nyata dengan Cigeulis. Sementara antara varietas Sei lalan dan

Kapuas tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan Cigeulis (Tabel 2). Hasil gabah

tertinggi pada Inpara 2 diikuti oleh Varietas Banyuasin, Sei lalan dan Kapuas masing-masing

dengan hasil sebagai berikut 2,82 t/ha GKP, 2,76 t/ha GKP, 2, 32 t/ha GKP dan 1,98 t/ha GKP.

Sedangkan varietas Cigelis sebagai kontrol hasilnya 1,54 t/ha. Hasil gabah varietas cigelis

merupakan hasil yang terendah dibanding varietas lainnya, hal ini karena varietas cigelis memang

dianjurkan untuk ditanam pada sawah irigasi.

Rendahnya hasil gabah yang diperoleh pada masing-masing varietas diduga karena

tanaman mengalami kekeringan sehingga pemberian pupuk kurang optimum, khusus pemberian

pupuk urea hanya 2/3 dosis karena pemberian hanya dilakukan pada umur tanaman 7 hari setelah

tanam. Nyakpa, dkk (1988) menyatakan bahwa peningkatan suplai air ke dalam tanah

menghasilkan serapan hara cenderung meningkat oleh tanaman. Jika penyedian air cukup dalam

tanah, maka pupuk yang diberikan terpakai secara optimal. Hakim dkk (1987) menambahkan

bahwa daya tahan terhadap kekeringan suatu tanaman akan mempengaruhi hasil.

Gambar 1. Hasil rata-rata padi rawa pada lahan rawa lebak (t/ha) GKP

Perlakuan pemberian fungisida dan zat pengatur tumbuh memberikan pengaruh tidak

nyata terhadap tinggi tanaman, umur tanaman berbunga 50%, umur tanaman panen dan hasil

gabah (Tabel 2). Tinggi tanaman antara tanpa pemberian dan dengan pemberian fungisida dan zat

pengatur tumbuh secara statistik tidak berbeda nyata tetapi secara angka-angka maka relatif

berbeda. Tinggi tanaman dengan pemberian fungisida dan zat pengatur tumbuh lebih tinggi

daripada tanpa pemberian fungisida dan zat pengatur tumbuh. Perlakuan pemberian fungisida dan

zat pengatur tumbuh juga tidak berbeda nyata terhadap umur tanaman berbunga 50 %, dengan

pemberian fungisida dan zat pengatur tumbuh umur tanaman berbunga lebih lambat dari tanpa

pemberian fungisida dan zat pengatur tumbuh. Umur tanaman panen relatif sama pada tanpa

maupun dengan pemberian fungisida dan zat pengatur tumbuh.

Page 40: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

27 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Demikian juga perlakuan pemberian fungisida dan zat pengatur tumbuh tidak berbeda

nyata terhadap hasil gabah. Hasil yang diperoleh tidak ada pengaruhnya terhadap pemberian

fungisida dan zat pengatur tumbuh. Berbeda tidak nyatanya antara perlakuan tidak diberinya

fungisida dan zat pengatur tumbuh dan dengan pemberian fungisida dan zat pengatur tumbuh, hal

ini diduga karena belum optimum pemberian yang mengandungi fungsida dan bahan aktif

difenokonazol. Hal ini didukung oleh Krisnamorthy (1989) konsentrasi bahan aktif 2,4 D yang

optimum dapat mendorong pertumbuhan tanaman, tetapi memiliki respon yang berbeda-beda

pada masing-masing varietas.

KESIMPULAN

1. Tinggi tanaman varietas Inpara 2, Banyuasin, Sei lalan, Kapuas dan Cigeulis berturut-turut

adalah 79,60 cm, 77,28 cm, 75,37 cm, 85,32 cm dan 75,17 cm, berbeda tidak nyata pada

inpara, banyuasin, sei lalan dan cigelis tetapi berbeda nyata terhadap varietas Kapuas.

2. Umur tanaman berbunga varietas Inpara 2 61,67 hari, varietas Banyuasin 67,50 hari, varietas

Sei lalan 63,33 hari, varietas Kapuas 53,33 hari dan varietas Cigelis 60,83 hari.

3. Umur panen varietas Inpara 2 88,00 hari, varietas Banyuasin 90,00 hari; varietas Sei lalan

91,50 hari; varietas Kapuas 88,83 hari dan varietas Cigeulis 89,33 hari.

4. Hasil gabah kelima varietas tersebut berturut-turut adalah 2,82 t/ha GKP; 2,76 t/ha GKP; 2,32

t/ha GKP; 1,98 t/ha GKP dan 1,54 t/ha GKP.

5. Pemberian fungsida dan zpt tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, umur tanaman

berbunga, umur panen dan hasil gabahnya

DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Lahan Rawa Lebak.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 42 p.

BPS Provinsi Bengkulu. 2010. Provinsi Bengkulu Dalam Angka. Bappeda dan Badan Pusat

Statistik Provinsi Bengkulu. Bengkulu 402 p.

Goldsworthy.P.R and Fisher, N.M .1996. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta.

Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G.Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong dan H.H. Bailey.

1986. Dasar Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung

Krishnamorthy, H.N. 1989. Plant Growth Substance. Tata Mc. Graw Hill Publishing Company

United. New Delhi.

Nyakpa, M.Y., A.M. Lubis, M.A. Pulung, A.G. Amrah, A. Munawar, G.B. Hong, N. Hakim.

1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Lampung.

Subagyo H. 1997. Potensi Pengembangan dan Tata Ruang Lahan Rawa Untuk Pertanian. Prosd.

Simposium Nasional dan Konggres PERAGI. Jakarta 25- 27 Juni 1996

Tan, K. H. 2007. Tanah Tanah Daerah Bermusim dan Tropis Basah Dari Indonesia.

Pembentukan Sifat-Sifat dan Pengolahan. Dept of Crops and Soil Science. University of

Georgia, Athens, GA, USA.

Yoshida, S. 1981. Fundamentals of rice crops science. International Rice Research Institut.

Philipinnes. ;269p.

Page 41: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

28 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI PADI SAWAH

DAN KAITANNYA DENGAN PENERAPAN KATAM TERPADU

DI SUMATERA BARAT

Azwir dan Winardi

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat

Jalan Raya Padang-Solok KM 40; Kotak Pos 34 Padang 25001

Telp (0755) 31122; Fax. (0751) 31138; E-mail: [email protected];

ABSTRAK

Pengelolaan hara spesifik lokasi atau pemupukan berimbang merupakan alternatif dalam mempertahankan

atau meningkatkan produksi beras. Manfaat dan dampak penerapan pupuk spesifik lokasi, yaitu tepat takaran, tepat

waktu, dan jenis pupuk yang diperlukan sesuai, maka pemupukan akan lebih efisien, hasil tinggi, dan pendapatan petani

meningkat. Pencemaran lingkungan dapat dihindari, kesuburan tanah tetap terjaga, dan produksi padi lestari. Terdapat

berbagai metode penetapan pupuk spesifik lokasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain lokasi, bentuk atau

jenis pupuk dan fase pertumbuhan tanaman. Pengkajian di Sumatera Barat merekomendasikan penetapan kebutuhan

pupuk diprioritaskan melalui metode sebagai berikut: 1). Penggunaan uji tanah (PUTS) untuk pupuk N, P dan K; 2).

Penggunaan BWD khusus untuk pemupukan N susulan; 3). Peta status hara untuk pupuk P dan K; 4). Percobaan

pemupukan lapangan; dan 5). Analisis tanah. Namun pengkajian tersebut belum melibatkan penetapan pupuk

berdasarkan Permentan 40/2007. Pertimbangan yang diambil dalam membuat prioritas tersebut, antara lain: kemudahan

dalam pelaksanaan, penghematan biaya, sarana/fasilitas yang tersedia dan tingkat ketelitian yang diharapkan. Dalam

mencapai swasembada pangan ditemukan berbagai kendala baik dari aspek teknis maupun aspek sosial ekonomi, salah

satunya perubahan iklim sebagai akibat pemanasan global. Salah satu antisipasi untuk perubahan iklim tersebut Badan

Litbang Pertanian telah menyusun Kalender tanam (Katam) untuk tanaman pangan, khususnya padi sawah. Dalam

perkembangan terakhir (2011) Katam disusun disamping sebagai acuan untuk waktu dan pola tanam juga dipadukan

dengan berbagai informasi, yaitu rekomendasi dan kebutuhan pupuk, varietas, jumlah benih, informasi wilayah rawan

banjir atau kekeringan dan potensi serangan OPT. Rekomendasi pemupukan yang dihasilkan oleh Katam Terpadu

untuk tingkat kecamatan disarankan untuk selalu di diuji silang (cross check) dengan metode lain yang sudah tersedia

di lapangan.

Kata Kunci: pemupukan, spesifik lokasi, padi sawah, katam, Sumatera Barat

PENDAHLUAN

Indonesia dengan jumlah penduduk relatif besar dan kondisi alam (terutama iklim)

yang sulit diprediksi, masalah ketahanan pangan merupakan masalah strategis. Dengan demikian

membangun ketahanan pangan secara nasional, daerah dan masyarakat mutlak diperlukan. Untuk

itu pemerintah selama kurun waktu 2010-2014 telah menetapkan ketahanan pangan berdasarkan 5

komoditas strategis, yaitu padi berkelanjutan, jagung berkelanjutan, kedelai tahun 2014, gula

tahun 2014 dan daging sapi tahun 2014. Khusus untuk beras pemerintah menargetkan surplus 10

juta ton pada tahun 2014. (Panggabean, 2011).

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang rentan terhadap perubahan iklim

global, sebagi efek fenomina gas rumah kaca karena emisi karbon dioksida (CO2) dari bahan

bakar fosil, deforestasi, dan lain-lain. Perubahan iklim berdampak langsung kepada sektor

pertanian melaui degradasi sumberdaya lahan dan rusaknya sistem produksi. Rusaknya sistem

produksi karena terjadinya penciutan areal tanam, gagal panen, produktivitas, mutu dan efisiensi

berkurang. Untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim dapat dilakukan beberapa usaha antara

lain: (a) penerapan inovasi teknologi mitigasi dan adaptasi, (b) pengembangan sistem usahatani

adaptif, (c) optimalisasi lahan suboptimal dan (d) pengembangan ristek kedepan (Las dan

Surmaini, 2010). Salah satu usaha yang dilakukan Badan Litbang Pertanian adalah menyusun

Kalender Tanam (Katam).

Kalender tanam adalah peta yang menggambarkan potensi pola dan waktu tanam yang

disusun berdasarkan potensi dan dinamika sumberdaya iklim dan ketersediaan air. Peta tersebut

disusun untuk memberikan informasi spasial dan tabular (sampai tingkat kecamatan) pola tanam

tanaman pangan pada lahan sawah berdasarkan variabilitas dan perubahan iklim. Dari tahun

2007-2010 telah dikembangkan Katam Semi Dinamik Skala 1:250.000 dengan 3 alternatif pola

tanam (3 skenario perubahan iklim), awal musim tanam dan pola tahunan (3 musim secara padu),

berdasarkan curah hujan dan potensi ketersediaan air. Dari tahun 2010-2011 telah dikembangkam

Page 42: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

29 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Katam Dinamik Skala 1:250.000 yang merupakan pengembangan Katam Semi Dinamik, skenario

berdasarkan prediksi iklim, awal musim tanam (MH, MK1 dan MK2 secara terpisah).

Selanjutnya pada tahun 2011 telah dipublikasikan Katam Terpadu Skala 1:250.000 yang

merupakan pengembangan Katam Dinamik, skenario berdasarkan prediksi iklim (musim tanam

terdekat), output setiap musim disebarkan melalui Web/Situs, dipadu dengan rekomendasi

pemupukan dan kebutuhan pupuk, varietas yang sesuai/potensial, kebutuhan benih, informasi

wilayah rawan banjir atau kekeringan dan informasi rawan serangan OPT (Las, 2011).

Pemupukan atau pengelolaan hara spesifik lokasi atau penerapan pupuk berimbang

adalah upaya menyediakan hara yang dibutuhkan tanaman agar tanaman tumbuh optimal.

Langkah-langkah dalam pendekatan pemupukan spesifik lokasi adalah dengan (a) menetapkan

tingkat hasil di suatu lokasi dan musim, bergantung pada iklim, varietas padi, dan pengelolaan

tanaman, (b) memanfaatkan hara tanaman yang berasal dari sumber alami seperti dari dalam

tanah, perombakan bahan organik, residu tanaman, pupuk kandang, dan air irigasi, dan (c)

menggunakan pupuk kimia untuk mengisi kekurangan antara jumlah hara yang diperlukan

tanaman sesuai tingkat hasil dengan hara yang secara alami tersedia. Manfaat dan dampak

penerapan pupuk spesifik lokasi, yaitu tepat takaran, tepat waktu, dan jenis pupuk yang

diperlukan sesuai, maka pemupukan akan lebih efisien, hasil tinggi, dan pendapatan petani

meningkat. Pencemaran lingkungan dapat dihindari, kesuburan tanah tetap terjaga, dan produksi

padi lestari. Selain itu dapat mengurangi pemborosan 15 – 20% (Kartaatmadja et al., 2009).

Ada berbagai metode penetapan pemupukan spesifik lokasi untuk padi sawah dimana

antara satu sama lainnya saling mempunyai kelebihan atau kekurangan. Metode penetapan pupuk

yang efektif dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain jenis atau unsur pupuk,

kondisi/kesuburan tanah, varietas padi yang digunakan, fase pertumbuhan dan kebiasaan petani

menggunakan pupuk. Katam Terpadu sebagai wahana informasi bagi stake holder

(pejabat/petugas pertanian atau petani) yang bisa dipantau secara luas melalui Web/Situs telah

mencoba merekomendasikan pemupukan dan jumlah kebutuhan pupuk per kecamatan.

Rekomendasi dan kebutuhan pupuk tersebut sudah barang tentu melalui salah satu atau

kombinasi metode penetapan pupuk.

Berdasarkan pokok-pokok pikiran di atas makalah ini mencoba menelaah aspek-aspek

pemupukan spesifik lokasi untuk tanaman padi sawah dan kaitannya dengan penerapan Katam

Terpadu.

Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi

Terdapat 17 unsur hara esensial untuk tanaman padi yakni C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, S,

Fe, Mn, Zn, Cu, Mo, B, Cl dan Si. Tiga unsur yang disebut pertama (C, H, O) diperoleh tanaman

dari udara atau air, sedangkan unsur yang lain diserap tanaman langsung dari dalam tanah yang

berasal dari bahan mineral tanah. Kecuali C, H dan O unsur esensial dikelompokan menjadi tiga,

yaitu unsur hara primer (N, P dan K), unsur hara sekunder (Ca, Mg dan S) dan unsur hara mikro

(Fe, Mn, Zn, Cu, Mo, B, Si dan Cl) (Cosico, 1992).

Fungsi unsur hara esensial di dalam tanaman padi, diantaranya adalah sebagai berikut:

N (bagian khlorofil, meningkatkan pertumbuhan daun dan gabah); P (meningkatkan pertumbuhan

akar dan mutu gabah); K (meningkatkan pertumbuhan anakan, ukuran gabah dan ketahanan

terhadap penyakit); Ca (memperkuat dinding sel); Mg (bagian khlorofil dan berbagai enzim); S

(bagian asam amino dan aktivator enzim); Fe (bagian khlorofil); Mn (salah satu faktor dalam

fotosintesis dan aktivator enzim); Zn (aktivator enzim); B (katalis dalam tanaman); Mo (terlibat

dalam reduksi nitrat menjadi nitrit; Cu (regulator enzim); Cl (terlibat dalam fotosintesis); dan Si

(mempercepat pertumbuhan akar dan pembentukan malai; membentuk lapisan untuk mencegah

serangan jamur dan serangga) (Cosico, 1992).

Pemupukan padi sawah di Sumatera Barat bervariasi dari suatu ke temapat lainnya. Hal

tersebut disebabkan bervariasinya agroekosistem yang ditempati oleh areal persawahan. Areal

sawah tersebar mulai dari dataran rendah atau pesisir pantai hingga dataran tinggi dengan

ketinggian tempat sekitar 1.200 m dari permukaan laut (dpl) (Anonymous, 2005b). Sawah di

Sumatera Barat umumnya menempati jenis tanah Alluvial, Andosol dan Podzolik Merah Kuning.

Reaksi tanah sawah biasanya masam, kandungan N-total berkisar dari rendah sampai sedang,

Page 43: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

30 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

kandungan C-organik dan C/N berkisar dari rendah sampai tinggi, sedangkan P-tersedia berkisar

dari rendah sampai sangat tinggi. Kation-kation dapat dipertukarkan, seperti Ca, Mg dan K

berkisar dari sangat rendah sampai sedang. Unsur hara mikro biasanya berkisar dari rendah

sampai sedang, kecuali Fe sampai sangat tinggi.

Burbey dan Taher (1983) telah melakukan survey status hara lahan sawah di beberapa

tempat di Sumatera Barat. Beberapa hasil temuan mereka adalah sebagai berikut: 1). Lahan

sawah di Sukarami (Kabupaten Solok) dengan jenis tanah Andosol dibutuhkan pupuk N dan P;

2). Lahan sawah di Sarilamak (Kabupten Limapuluh Kota) dengan jenis tanah PMK kekurangan

N dan K; dan 3). Lahan sawah di Indrapura (Kabupaten Pesisir Selatan) dengan jenis tanah

Aluvial atau di Mapattunggul (Kabupaten Pasaman) dengan jenis tanah Latosol sedikit

kekurangan N dan S.

METODE PENETAPAN KEBUTUHAN PUPUK

Winardi (2008) telah mencoba mengkaji berbagai metode penetapan kebutuhan pupuk

untuk padi sawah dengan kasus di Sumatera Barat, yaitu seperti di bawah ini:

Analisis Tanah

Penetapan kebutuhan pupuk dengan cara analisis tanah mempunyai arti yang penting

karena memungkinkan diperolehnya informasi yang lebih banyak mengenai sifat-sifat tanah, baik

fisika, kimia maupun biologi tanah. Parameter yang umum dianalisis untuk program pemupukan

antara lain pH, kandungan bahan organik tanah, unsur-unsur hara makro (N, P, K), unsur-unsur

mikro dan tekstur tanah (Anonymous, 2005a).

Di Sumatera Barat laboratorium tanah dan tanaman sebagai dasar penetapan

rekomendasi pemupukan masih belum memadai. Dari tiga laboratorium tanah dan tanaman yang

ada (BPTP Sumbar; BALITBUTROPIKA; Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas

Andalas) hanya instansi yang disebut terakhir yang laboratoriumnya sudah terakreditasi

(Komunikasi pribadi dengan BPTP Sumatera Barat, BALITBUTROPIKA dan Fakultas

Pertanian, Universitas Andalas).

Uji Tanah

Teknologi uji tanah adalah suatu kegiatan analisis kimia di laboratorium yang

sederhana, cepat, murah, tepat dan dapat diulang (reproduceable) untuk menduga ketersediaan

hara tertentu dalam tanah dengan tujuan akhir memberikan rekomendasi pemupukan spesifik

lokasi yang efisien.

Di Indonesia teknologi uji tanah dapat dilakukan dengan menggunakan alat Perangkat

Uji Tanah Sawah (PUTS) yang dikenal juga dengan istilah ‖Paddy Soil Test Kit”. Alat ini

digunakan untuk penetapan rekomendasi pemupukan N, P dan K spesifik lokasi. PUTS

dilengkapi dengan pengekstrak untuk mengukur pH dan kandungan hara N, P dan K tanah di

lapangan. Di Indoensia, uji tanah ini diperkenalkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat,

sekarang: Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (Anonymous, 2005a).

Di Sumatera Barat alat uji tanah (PUTS) hanya dimiliki oleh BPTP Sumatera Barat.

Alat tersebut baru digunakan pada tingkat penelitian dan pengkajian. Berdasarkan kajian yang

dilakukan, satu unit PUTS dapat digunakan untuk menganalisis 50 sampel tanah. Dengan harga

per unit alat Rp.750.000,- berarti biaya penetapan kebutuhan pupuk Rp.15.000,- per sampel

tanah.

Bagan Warna Daun (BWD)

Penggunaan Bagan Warna Daun (BWD) merupakan cara sederhana untuk menentukan

takaran pupuk N yang tepat. Dasar kerja alat ini menduga kecukupan pasokan nitrogen dalam

jaringan tanaman dengan memperhatikan tingkat kehijauan warna daun. Alat ini sama sekali tidak

berhubungan dengan pendugaan ketersediaan nitrogen di dalam tanah. Menurut informasi Balai

Page 44: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

31 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Penelitian Tanaman Padi (Komunikasi pribadi), BWD yang merupakan produk dari IRRI tersebut

bisa dipesan di Balai Penelitian Tanaman Padi tersebut dengan harga Rp.10.000,- per unit.

Hasil pengkajian yang dilakukan pada lahan sawah irigasi Lubuk Basung, Kabupaten

Agam menununjukan bahwa Pemberian N secara BWD dengan takaran 155,5 kg Urea/ha

memberikan efisiensi pemupukan tertinggi dibanding cara petani (225 kg Urea/ha) atau pupuk

rekomendasi umum (200 kg Urea/ha) untuk varietas IR 42 (Abdullah et al (2000). Hasil

pengkajian lain menunjukan bahwa penggunaan BWD bisa menghemat pemakaian Urea 45-90

kg/ha (Buharman et al, 2004).

Peta Status Hara

Berdasarkan Peta Status P dan K sawah skala 1:50.000 telah dilakukan kalibrasi

kebutuhan pupuk P dan K untuk sawah berstatus P rendah dan K rendah di Kota Pariaman selama

musim tanam 2004/2005. Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk sawah berstatus P rendah

direkomendasikan pupuk P dengan dosis 100-125 kg SP-36/ha. Sedangkan untuk sawah berstatus

K rendah diperlukan pemupukan K sebanyak 100-125 kg KCl/ha (Burbey, 2007a).

Penelitian pemakaian pupuk P dan K pada sawah dengan status P sedang dan tinggi

serta status K sedang dan tinggi juga telah dilakukan di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota

Pariaman tahun 2007. Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk lahan sawah dengan status P

sedang dan tinggi dibutuhkan pupuk fosfat masing-masing 75 dan 50 kg SP-36/ha. Selanjutnya

untuk lahan sawah dengan status K sedang dan tinggi, secara berturut-turut dibutuhkan 75 dan 50

kg KCl/ha (Burbey, 2007b).

Terlihat disini bahwa peta status hara bermanfaat dalam menentukan rekomendasi

pemupukan spesifik lokasi. Oleh sebab itu peta status hara P dan K yang sudah ada baik skala

1:50.000 maupun skala 1:250.000 bisa digunakan sebagai arahan pemupukan P dan K spesifik

lokasi untuk padi sawah di Sumatera Barat.

Percobaan Pemupukan Lapangan

Percobaan pemupukan lapangan merupakan kegiatan aspek pemupukan untuk melihat

pengaruh lokasi, musim, kultivar dan tingkat pengelolaan yang diterapkan. Percobaan pemupukan

lapangan bisa terdiri dari program jangka pendek (short term) yakni untuk beberapa musim atau

jangka panjang (long term) yang memerlukan waktu beberapa tahun. Apabila percobaan lapangan

dilaksanakan dan dikelola dengan baik maka hasilnya bisa dihandalkan untuk penetapkan

rekomendasi pemupukan (Anonymous, 1988).

Percobaan pemupukan untuk padi sawah di Sumatera Barat selama ini banyak

dilaksanakan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat yang semula merupakan

bagian dari Lembaga Pusat Penelitian Pertanian. Untuk percobaan pemupukan lapangan

dibutuhkan perencanaan khusus, tenaga pelaksana yang mampu untuk itu dan pembiayaan relatif

mahal. Dibutuhkan dana sekitar Rp. 20.000.000,- untuk satu unit percobaan pemupukan

lapangan.

Selain metode yang disebut di atas terdapat pula penetapan pupuk berdasarkan Peraturan

Menteri Pertanian No. 40 Tahun 2007 (Permentan 40/2007). Peraturan Menteri Pertanian No.

40/2007 mengatur jumlah dan jenis pupuk untuk pertanaman padi hampir diseluruh kecamatan di

Indonesia yakni pupuk tunggal (N, P dan K). Penetapan pupuk N pada dasarnya ditetapkan

berdasarkan produktivitas padi yakni rendah (< 5 t/ha), sedang (5-6 t/ha) dan tinggi (> 6 t/ha).

Sedangkan kebutuhan pupuk P dan K berdasarkan peta status hara P dan K (skala 1:250.000 atau

1:50.000). Rekomendasi pemupukan tersebut juga melibatkan pengelolaan bahan organik

(Anonymous, 2007). Contoh kebutuhan pupuk tanaman padi sawah untuk Kabupaten Limapuluh

Kota, ProVinsi Sumatera Barat ( Tabel 1).

Page 45: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

32 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 1. Acuan rekomendasi pupuk padi sawah di berbagai kecamatan, Kabupaten Limapuluh

Kota, Provinsi Sumatera Barat berdasarkan permentan 40/2007.

No

Kecamatan Acuan Rekomendasi Pupuk (kg/ha)

Tanpa bahan organik 5 ton jerami/ha 2 ton pupuk kandang/ha

Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl

1 Paya Kumbuh 250 75 50 230 75 0 225 25 30

2 Luhak 250 75* 50 230 75* 0 225 25* 30

3 Harau 250 100* 50 230 100* 0 225 50* 30

4 Guguk 250 100* 50 230 100* 0 225 50* 30

5 Suliki Gunung Mas 250 100 50 230 100 0 225 50 30

6 Gunung Mas 250 100 50 230 100 0 225 50 30

7 Kapur Sembilan - - - - - - - - -

8 Pangkalan Karo Baru 250 100 50 230 100 0 225 50 30

9 Akabiluru 250 75 50 230 75 0 225 25 30

10 Lareh Sago Halaban 250 75* 50 230 75* 0 225 25* 30

11 Situjuh Limo Nagari 250 75* 50 230 75* 0 225 25* 30

12 Mungka 250 100* 50 230 100* 0 225 50* 30

13 Bukit Barisan 250 100 50 230 100 0 225 50 30

INFORMASI PUPUK DALAM KATAM TERPADU

Dari tahun 2007-2010 telah dikembangkan Katam Semi Dinamik Skala 1:250.000

dengan 3 alternatif pola tanam (3 skenario perubahan iklim), awal musim tanam dan pola tahunan

(3 musim secara padu), berdasarkan curah hujan dan potensi ketersediaan air. Dari tahun 2010-

2011 telah dikembangkan Katam Dinamik Skala 1:250.000 yang merupakan pengembangan

Katam Semi Dinamik, skenario berdasarkan prediksi iklim, awal musim tanam (MH, MK1 dan

MK2) secara terpisah (Las, 2011).

Katam Terpadu Skala 1:250.000 yang dipublikasikan pada tahun 2011 merupakan

pengembangan Katam Dinamik, skenario berdasarkan prediksi iklim (musim tanam terdekat),

output setiap musim disebarkan melalui Web/Situs, dipadu dengan rekomendasi dan kebutuhan

pupuk, varietas sesuai/potensial, kebutuhan benih serta informasi wilayah rawan banjir atau

kekeringaan dan rawan OPT (Anonymous, 2011).

Informasi pemupukan yang bisa diakses dari Katam Terpadu adalah rekomendasi

pemupukan dan kebutuhan pupuk untuk setiap kecamatan. Rekomendasi pupuk dibuat

berdasarkan Peta status hara P dan K dan Permentan 40/2007. Untuk itu Tim Katam melakukan

perbaikan terhadap Peta Status P dan K yang sudah ada serta menyusunnya untuk wilayah yang

belum mempunyai peta tersebut, yaitu untuk 15 provinsi di luar Jawa. Keluaran yang diperoleh

adalah Peta status hara P dan K skala 1:250.000. Sedangkan Permentan 40/2007 direvisi, yaitu

merubah rekomendasi pupuk tunggal menjadi pupuk majemuk NPK 20-10-10 (NPK Pelangi),

NPK 15-15-15 (NPK Phonska) dan NPK 30-6-8 (NPK Kujang). Kemudian penggunaan pupuk

majemuk disusul dengan pemberian Urea dan dikombinasikan dengan pupuk organik.

Sedangkan total kebutuhan pupuk setiap kecamatan adalah dengan perbanyakan antara dosis rata-

rata per ha dengan luas areal sawah. Contoh rekomendasi pemupukan di Kabupaten Indramayu

dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 46: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

33 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 2. Rekomendasi pemupukan NPK Phonska (15-15-15) Kabupaten Indramayu berdasarkan

rekomendasi Katam Terpadu.

No

Kecamatan

Acuan Rekomendasi Pupuk NPK 15-15-15 (kg/ha)

Tanpa bahan organik 2 t/ha kompos jerami 2 t/ha pupuk kandang

NPK Urea NPK Urea NPK Urea

1. Haurgelis 300 200 150 250 300 200

2. Gabuswetan 300 200 150 250 300 200

3. Cikedung 225 225 150 250 150 250

4. Leles 225 225 150 250 150 250

5. Kertasemaya 225 225 150 250 150 250

6. Karangampel 225 225 150 250 150 250

7. Jatinyuat 225 225 150 250 150 250

8. Sliyeg 225 225 150 250 150 250

9. Indramayu 225 225 150 250 150 250

10. Lohbener 225 225 150 250 150 250

11. Sindang 225 225 150 250 150 250

12. Kandanghaur 225 225 150 250 150 250

13. Anjatan 225 225 150 250 150 250

14. Bongas 225 225 150 250 150 250

15. Widasari 225 225 150 250 150 250

16. Krangkeng 225 225 150 250 150 250

17. Kedokan 225 225 150 250 150 250

18. Cantigi 225 225 150 250 150 250

19. Arahan 225 225 150 250 150 250

20. Sukra 225 225 150 250 150 250

Umumnya penetapan kebutuhan pupuk P dan K dewasa ini termasuk untuk kebutuhan

Katam Terpadu adalah berdasarkan peta status hara berskala 1:250.000 sesuai ketersediaan peta

yang ada. Demikian juga penetapan pupuk tunggal N, P, K melalui Permentan 40/2007 untuk

tingkat kecamatan juga berdasarkan peta berskala 1:250.000. Rekomendasi pupuk tunggal inilah

yang kemudian direvisi menjadi pupuk majemuk untuk kebutuhan Katam Terpadu. Dengan

menggunakan skala 1:250.000, kedua penetapan diperkirakan belum memadai untuk memenuhi

kaedah penetapan pemupukan spesifik lokasi. Hal tersebut disebabkan skala peta yang digunakan

belum bersifat operasional. Dilain pihak sudah tersedia pula metode lain penetapan pupuk

spesifik lokasi seperti diuraikan sebelumnya.

Dengan demikian dalam penerapan Katam Terpadu rekomendasi pupuk yang

dikeluarkan perlu dikoreksi dengan metode lain yang lebih sesuai atau memungkinkan. Untuk

menentukan metode yang sesuai atau memungkinkan dapat dilakukan melalui pengkajian yang

dilakukan oleh Winardi (2008). Dalam pengkajian yang dilakukan untuk kasus Sumatera Barat,

prioritas penetapan rekomendasi pupuk adalah sebagai berikut: 1) Penggunaan uji tanah (PUTS)

untuk pupuk N, P dan K; 2) Penggunaan BWD khusus untuk pemupukan N susulan; 3) Peta

status hara untuk pupuk P dan K; 4) Percobaan pemupukan lapangan; dan 5) Analisis tanah.

Namun pengkajian tersebut tidak melibatkan penetapan pupuk berdasarkan Permentan 40/2007.

Pertimbangan yang diambil dalam membuat prioritas tersebut, antara lain: kemudahan dalam

pelaksanaan, penghematan biaya, sarana/fasilitas yang tersedia dan tingkat ketelitian yang

diharapkan.

Meskipun untuk rekomendasi pemupukan informasi yang diberikan Katam Terpadu

perlu dikoreksi untuk setiap lokasi namun informasi jumlah kebutuhan pupuk diharapkan bisa

digunakan sebagai panduan umum jumlah kebutuhan pupuk per kecamatan.

Page 47: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

34 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Pemupukan spesifik lokasi merupakan hal yang penting dilakukan untuk pertanaman padi

sawah sebagai akibat bervariasinya agroekosistem, varietas padi dan pengelolaan pemupukan.

2. Terdapat berbagai metode penetapan pupuk spesifik lokasi yang dipengaruhi oleh berbagai

faktor, antara lain; lokasi, bentuk atau jenis pupuk dan fase pertumbuhan tanaman.

3. Di Sumatera Barat penetapan kebutuhan pupuk diprioritaskan melalui metode sebagai berikut:

1) Uji tanah dengan PUTS untuk pupuk N, P dan K; 2) Penggunaan BWD khusus untuk

pemupukan N susulan; 3) Peta status hara untuk pupuk P dan K; 4) Percobaan pemupukan

lapangan; dan 5) Analisis tanah. Namun pengkajian tersebut tidak melibatkan penetapan

pupuk berdasarkan Permentan 40/2007. Pertimbangan yang diambil dalam membuat prioritas

tersebut, antara lain; kemudahan dalam pelaksanaan, penghematan biaya, sarana/fasilitas yang

tersedia dan tingkat ketelitian yang diharapkan.

4. Untuk mengantisipasi perubahan iklim Badan Litbang Pertanian telah menyusun Katam

sebagai acuan waktu dan pola tanam tanaman pangan (padi dan palawija). Katam Terpadu

merupakan versi Katam yang dipadukan dengan berbagai informasi, termasuk rekomendasi

dan kebutuhan pupuk tingkat kecamatan.

5. Rekomendasi pemupukan yang dihasilkan oleh Katam Terpadu untuk tingkat kecamatan

disarankan untuk selalu di diuji silang (cross check) dengan metode lain di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S., Azwir dan Ardimar. 2000. Efisiensi pemupukan nitrogen berdasarkan Bagan

Warna Daun (BWD) pada lahan sawah irigasi Lubuk Basung. Makalah disampaikan pada

Seminar Nasional Ketahanan Pangan dan Agribisnis. Padang, 21-22 November 2000.

IRRI. 1988. Soil fertility. International Rice Research Institut. Los Banos, Philippines.

Puslitbangnak. 2005a. Satu abad kiprah lembaga penelitian tanah Indonesia 1905-2005. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Bappeda Prov. Sumbar. Sumatera Barat Dalam Angka. Bappeda Provinsi Sumatera Barat.

Padang.

Departemen Pertanaian. 2007. Peraturan Menteri Pertanian No. 40/Permentan/03/2007 tentang

penyempurnaan rekomendasi pemupukan N, P dan K pada padi sawah spesifilokasi.

Departemen Pertanian. Jakarta.

Buharman B., N. Hosen dan Imran. 2004. Overview Rekomendasi Paket Teknologi Pertanian

BPTP Sumatera Barat 1998-2003. Prosd. Seminar Nasional Kontribusi Hasil-hasil

Penelitian/Pengkajian Spesifik Lokasi Mendukung Pembangunan Pertanian Sumatera

Barat. Sukarami, 26-27 Januari 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Pertanian. Bogor. ;70-91

Burbey. 2007a. Tanggap Padi Sawah Terhadap Pemupukan Kalium Pada Status Kalium Tanah

Rendah. Jurnal Ilmiah Tambua VI(1). Universitas Mahaputra Muhammad Yamin. Solok.

;79-83.

Burbey. 2007b. Tanggap Padi Sawah Terhadap Pemupukan Kalium Pada Status Kalium Tanah

Sedang dan Tinggi. Jurnal Ilmiah Tambua VI(2). Universitas Mahaputra Muhammad

Yamin. Solok. ;141-148.

Burbey dan A. Taher. 1983. Status hara lahan sawah pada beberapa jenis tanah di Sumatera

Barat. Pemberitaan Penelitian Sukarami. Balitan Sukatami. Solok. 2:9-14.

Cosico, W. C. 1992. Mineral nutrition of the rice plant. Department of Soil Science, University

Philippines at Los Banos.

Kartaatmadja, S., E. Suhartatik, I.G. Ismail, E. Jamal, Sunihardi, A. Kasno, A. Subaedi dan R.

Buresh. 2009. Piranti Lunak Pemupukan Padi Sawah Spesifik Lokasi. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Las I. 2011. Perubahan Iklim Dan Pengantar Umum Penyusunan Atlas Katam Terpadu. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Page 48: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

35 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Lal, I., dan E. Surmaini. 2010. Variabilitas dan Perubahan Iklim Dalam Sistem Produksi Padi

Nasional: Dampak dan Tantangan. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Hasil

Hasil Penelitian Padi. Sukamandi, 24 Oktober 2010.

Panggabean, G. 2011. Menjaga Stabilitas Harga dan Akses Pangan Menuju Ketahanan Pangan

Nasional. Sinar Tani, Edisi 19-25 Joktober 2011 No. 3427 Tahun XLII.

Winardi. 2008. Status Pemupukan Padi Sawah Pada Lahan Irigasi Di Sumatera Barat. Prosd.

Seminar Nasional dan Dialog Sumberdaya lahan Peranian. Buku II (Teknologi Pengelolaan

Sumberdaya Lahan) di Bogor, 18-20 November 2008. Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. ;383-399.

Page 49: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

36 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PERLAKUAN NITROGEN DAN SILIKAT PADA PERSEMAIAN

UNTUK PERCEPATAN PEMULIHAN PASCA TERENDAM

DAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI

Danner Sagala1*, Ikhsan Hasibuan1dan Prihanani1

1Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH

*Korespondensi: [email protected]

ABSTRAK

Perubahan iklim global telah mengubah pola penyebaran musim kemarau dan musim hujan di Indonesia.

Fenomena ini menyebabkan seringnya terjadi kemarau berkepanjangan dan hujan yang berkepanjangan. Persoalan ini

sangat berdampak pada upaya untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh pemberian nitrogen dan silikat dalam meningkatkan vigoritas bibit untuk percepatan pemulihan

pasca terendam dan peningkatan produktifitas padi. Penelitian disusun dalam rancangan petak terbagi. Percobaan

terdiri atas dua faktor perlakuan dan tiga ulangan. Setiap kombinasi perlakuan terdiri dari tiga tanaman (ember)

sehingga jumlah seluruh unit perlakuan adalah 108 tanaman. Petak utama adalah pemberian nitrogen yaitu 1800, 2300,

dan 2800 ppm. Sedangkan petak bagian adalah pemberian silikat yaitu 0, 5, 10, dan 15 gram per tanaman. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan yang memberi pengaruh terbaik dan konsisten adalah 15 g Si/tanaman.

Kata kunci: padi, silikat, nitrogen, iklim global dan banjir

PENDAHULUAN

Perubahan iklim global merupakan fenomena yang sangat berdampak terhadap sektor

pertanian. Perubahan iklim global telah mengubah pola penyebaran musim kemarau dan musim

hujan di Indonesia. Perubahan iklim ini juga menyebabkan hujan yang berlebihan hingga terjadi

banjir pada lahan pertanian.

Menurut Sarkar, et al., (2003), banjir atau rendaman mempengaruhi 30 juta ha lahan

sawah tadah hujan di Asia selatan dan Asia Tenggara. Data Depkominfo (2008) menunjukkan

bahwa luas areal tanaman padi di Indonesia yang terkena banjir pada musim hujan tahun 2007

hingga bulan Januari 2008 di wilayah sentra produksi mencapai 157.651 ha, sedang yang terkena

puso mencapai 59.211 ha.

Budidaya tanaman padi di lahan rawa atau lahan sawah tadah hujan dipengaruhi oleh

kondisi air yang masih relatif tinggi pada saat pemindahan bibit. Kebanyakan petani di Indonesia,

khususnya petani sawah tadah hujan, menanam padi pada awal musim hujan karena suplai air

untuk sawah tadah hujan sangat tergantung pada air hujan. Oleh karena itu bibit padi yang masih

muda sering terendam.

Tanaman yang terendam dapat mengalami penurunan pertumbuhan, jumlah anakan dan

berat kering. Kawano et al. (2002) menyebutkan bahwa genangan menyebabkan kerusakan

mekanis pada daun, berkurangnya cahaya, terbatasnya difusi gas, keluarnya larutan dari jaringan

tanaman, peningkatan kerentanan tanaman terhadap hama dan penyakit.

Toleransi tanaman padi terhadap kondisi terendam dapat ditingkatkan dengan vigor

awal yang tinggi sebelum terjadinya genangan. Melalui metode tersebut, tanaman akan

mengalami kerusakan yang lebih kecil selama terjadinya genangan. Beberapa metode yang

mungkin dapat dilakukan adalah penggunaan metode budidaya yang tepat, penggunaan benih

atau bibit yang sehat dan pemupukan yang sesuai.

Jackson dan Ram (2003) menyatakan bahwa genangan mempengaruhi kandungan

protein dalam tanaman padi. Oleh karena itu, ketersediaan nitrogen akan mempengaruhi respon

tanaman padi terhadap genangan. Menurut Suwignyo (2005), untuk mendapatkan bibit yang kuat,

bibit padi digenangi dengan larutan nitrogen 2.300 ppm selama 24 jam sebelum bibit

dipindahkan.

Silikat merupakan salah satu unsur hara makro yang penting bagi pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Menurut Taiz dan Zeiger (2003), salah satu dari manfaat Si yang dapat

mendorong pertumbuhan tanaman adalah meningkatkan kekuatan dan ketegakan daun sehingga

daun tidak saling menaungi. Tanaman yang kekurangan Si sangat rentan mengalami kerebahan

(lodging). Prakash et al. (2007) menyatakan bahwa pemberian abu sekam padi yang berwarna

Page 50: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

37 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

hitam hingga abu-abu sebagai sumber silikat sebanyak 0,5 - 1,0 kg m2 ke dalam persemaian akan

menghasilkan bibit padi yang sehat dan kuat. Selanjutnya penelitian Singh et al. (2007)

menunjukkan bahwa perlakuan pembawa silikat secara nyata dapat meningkatkan berat 1000

gram padi.

Uraian bahwa nitrogen dan silikat dapat menambah kekuatan dan ketegakan daun padi

serta dapat meningkatkan bobot biji merupakan peluang untuk meningkatkan toleransi tanaman

padi terhadap genangan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pengaruh nitrogen dan silikat

dalam upaya meningkatkan toleransi tanaman padi pada genangan sehingga dapat mempercepat

pemulihan pasca terendam.

BAHAN DAN METODA

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan dan Laboratorium Fakultas Pertanian

Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH. Penelitan akan dilaksanakan pada bulan Juli hingga

Nopember 2011. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Cigeulis, pupuk Urea, pupuk

TSP, pupuk KCl, Silikat, insektisida, ember plastik untuk tempat percobaan dan lain-lain.

Sedangkan alat yang digunakan antara lain cangkul, sprayer, meteran, timbangan, oven dan lain-

lain.

Penelitian disusun dalam rancangan petak terbagi. Percobaan terdiri atas dua faktor

perlakuan dan tiga ulangan. Setiap kombinasi perlakuan terdiri dari tiga tanaman (ember)

sehingga jumlah seluruh unit perlakuan adalah 108 tanaman. Petak utama adalah pemberian

nitrogen yaitu 1800 ppm (N1), 2300 ppm (N2), 2800 ppm (N3). Sedangkan petak bagian adalah

pemberian silikat yaitu 0 gram (S0), 5 gram (S1), 10 gram (S2), 15 gram (S3) per tanaman. Data

yang diperoleh dianalisa sidik ragamnya untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan diuji lanjut

dengan menggunakan Uji Jarak Ganda Duncan (DMRT) untuk mengetahui perlakuan terbaik.

Alat yang digunakan dalam menganalisis data adalah program SAS versi 9.0 (Mattjik &

Sumertajaya, 2002).

Benih padi disemaikan dan ditumbuhkan selama 21 hari. Sebelum disebar, benih

direndam 24 jam dan diperam selama 48 jam. Perlakuan pemberian nitrogen dan silikat diberikan

pada saat persemaian (Prakash et al., 2007) dan sebelum perlakuan genangan. Perlakuan nitrogen

dilakukan 2 kali dengan penggenangan. Setengah dosis diberikan pada umur 2 minggu setelah

benih disebar. Setengah sisanya diberikan 15 jam sebelum bibit dipindahkan ke dalam ember

(Suwignyo, 2005). Silikat diberikan satu kali secara langsung kedalam media semai. Bibit yang

telah diberi perlakuan kemudian dipindahkan ke dalam ember plastik yang telah diisi tanah dan

pupuk N, P, dan K. Setelah satu minggu, bibit yang berada dalam ember plastik dilakukan

penggenangan hingga seluruh tanaman terendam selama lima hari. Pengamatan dilakukan sesaat

sebelum perendaman, sesaat sesudah perendaman dan setiap hari selama satu minggu setelah

perendaman. Peubah yang diamati pada setiap pengamatan adalah tinggi tanaman, jumlah daun,

jumlah anakan, kandungan klorofil daun, jumlah anakan produktif, Jumlah biji per malai,

gabah/rumpun.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan

Perlakuan nitrogen berpengaruh tidak nyata pada semua peubah yang diukur sesaat

sebelum perendaman. Perlakuan nitrogen cenderung memberikan hasil yang tidak konsisten

menurut peningkatan dosis nitrogen. Tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan N2 dan

terendah pada perlakuan N3. Jumlah daun terbanyak diperoleh pada N3 dan terendah pada N2.

Jumlah anakan dan kandungan klorofil tertinggi terdapat pada perlakuan N3 (Tabel 1).

Page 51: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

38 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 1. Hasil pengukuran sesaat sebelum perlakuan rendaman.

Perlakuan S0 S1 S2 S3 Rerata

ns

Tinggi tanaman (cm)

N1 26,06 28,78 27,89 27,94 27,67

N2 28,06 27,17 26,83 29,22 27,82

N3 25,00 25,72 27,28 27,33 26,33

Rerata* 26,37b 27,22ab 27,33ab 28,17a

Jumlah daun (helai)

N1 13,44 19,67 20,00 26,00 19,78

N2 13,33 15,67 21,22 24,44 18,67

N3 16,44 20,78 22,22 22,44 20,47

Rerata* 14,41c 18,70b 21,15ab 24,30a

Jumlah anakan (btg)

N1 6,33 8,00 8,44 10,89 8,42

N2 6,33 7,33 9,11 11,00 8,44

N3 8,11 8,56 9,11 9,44 8,81

Rerata* 6,93c 7,96bc 8,89b 10,44a

Klorofil (g/cm2)

N1 32,66 32,03 31,87 33,41 32,49

N2 31,89 30.13 31,78 35,19 32,25

N3 31,80 32,39 34,51 33,77 33,12

Rerata* 32,11b 31,52b 32,72ab 34,12a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

Ns : berpengaruh tidak nyata • : berpengaruh nyata pada taraf 5%

Begitu juga dengan perlakuan silikat berpengaruh nyata pada semua peubah yang

diamati sesaat sebelum perendaman. Perlakuan Silikat menunjukkan hasil yang meningkat

menurut peningkatan dosis yang diberikan. Tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan dan

kandungan klorofil terendah terdapat pada perlakuan S0 dan tertinggi pada perlakuan S3 seperti

terlihat pada Tabel 1.

Pengamatan sesaat sesudah perendaman menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh

nyata baik pada perlakuan nitrogen maupun silikat pada semua peubah. Pengamatan sesaat

sesudah perendaman menunjukkan bahwa perlakuan S3 cenderung memberi hasil tertinggi pada

semua peubah (Tabel 2).

Perlakuan nitrogen berpengaruh tidak nyata pada semua peubah yang diukur pada 1

minggu setelah perendaman. (Tabel 3), sementara Perlakuan silikat berpengaruh nyata pada

semua peubah yang diamati kecuali klorofil. Perlakuan Silikat menunjukkan hasil yang

meningkat menurut peningkatan dosis yang diberikan. Tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah

anakan dan kandungan klorofil terendah terdapat pada perlakuan S0 dan tertinggi pada perlakuan

S3.

Perlakuan nitrogen berpengaruh tidak nyata pada semua peubah yang diukur pada 2

minggu setelah perendaman (Tabel 4). Sementara Perlakuan silikat berpengaruh nyata pada

peubah jumlah anakan dan jumlah daun. Perlakuan Silikat menunjukkan hasil yang meningkat

menurut peningkatan dosis yang diberikan. Tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan dan

kandungan klorofil tertinggi pada perlakuan S3.

Page 52: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

39 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 2. Hasil pengukuran sesaat setelah perlakuan perendaman.

Perlakuan S0 S1 S2 S3

Reratans

Tinggi tanaman (cm)

N1 39,78 40,67 38,17 42,06 40,17

N2 40,83 32,50 36,83 38,97 37,28

N3 38,78 39,22 36,67 43,00 39,42

Reratans 39,80 37,46 37,22 41,34

Jumlah daun (helai)

N1 10,67 16,00 13,78 17,67 14,53

N2 13,50 11,67 13,33 24,67 15,79

N3 9,78 15,33 13,22 18,22 14,14

Reratans 11,31 14,33 13,44 20,19

Jumlah anakan (btg)

N1 4,22 6,44 6,11 6,56 5,83

N2 5,61 4,78 5,39 8,17 5,99

N3 4,33 5,67 6,56 6,06 5,65

Reratans 4,72 5,63 6,02 6,93

Klorofil (g/cm2)

N1 33,80 34,70 33,74 34,40 34,16

N2 32,42 32,06 33,26 33,81 32,89

N3 33,56 34,32 34,92 34,44 34,31

Reratans 33,26 33,69 33,98 34,22

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

Ns : berpengaruh tidak nyata • : berpengaruh nyata pada taraf 5%

Tabel 3. Hasil pengukuran pada 1 minggu setelah perlakuan perendaman.

Perlakuan S0 S1 S2 S3 Rerata

ns

Tinggi tanaman (cm)

N1 41,33 40,94 42,67 43,94 42,22

N2 40,83 37,39 37,06 44,06 39,83

N3 38,33 39,11 38,67 41,22 39,33

Rerata* 40,17b 39,15b 39,46b 43,07a

Jumlah daun (helai)

N1 21,44 31,00 31,44 41,44 31,33

N2 26,78 19,33 23,72 46,94 29,19

N3 18,78 31,89 22,00 37,11 27,44

Rerata* 22,33b 27,41b 25,72b 41,83a

Jumlah anakan (btg)

N1 10,00 15,22 14,44 17,72 14,35

N2 13,06 9,00 12,28 20,50 13,71

N3 9,67 13,67 11,56 17,56 13,11

Rerata* 10,91b 12,63b 12,76b 18,59a

Klorofil (g/cm2)

N1 39,21 39,40 40,52 40,64 39,94

N2 38,40 39,51 37,52 41,02 39,11

N3 39,13 38,16 39,30 41,04 39,41

Reratans 38,91 39,02 39,11 40,90

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

Ns : berpengaruh tidak nyata • : berpengaruh nyata pada taraf 5%

Page 53: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

40 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 4. Pengukuran pada 2 minggu setelah perlakuan perendaman.

Perlakuan S0 S1 S2 S3 Rerata

ns

Tinggi tanaman (cm)

N1 45,56 48,33 48,33 49,17 47,85

N2 46,72 42,83 42,78 51,53 45,97

N3 44,61 46,72 44,00 48,11 45,86

Reratans 45,63 45,96 45,04 49,60

Jumlah daun (helai)

N1 37,11 83,11 47,11 88,28 63,90

N2 53,17 40,33 40,11 87,44 55,26

N3 34,22 59,94 53,28 78,67 56,53

Rerata* 41,50b 61,13b 46,83b 84,80a

Jumlah anakan (btg)

N1 16,44 30,89 20,89 35,67 25,97

N2 21,94 18,44 18,28 35,17 23,46

N3 15,00 25,44 23,50 28,89 23,21

Rerata* 17,80b 24,93b 20,89b 33,24a

Klorofil (g/cm2)

N1 40,74 41,49 41,24 40,79 41,07

N2 40,66 39,50 40,02 41,38 40,39

N3 41,09 40,25 40,06 40,62 40,51

Reratans 40,83 40,41 40,44 40,93

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

Ns : berpengaruh tidak nyata • : berpengaruh nyata pada taraf 5%

Pengukuran pada semua peubah pada tanaman kontrol menunjukkan bahwa tinggi

tanaman, jumlah anakan, jumlah daun dan kadar klorofil yang jauh lebih rendah dibandingkan

data hasil pengamatan dengan perlakuan nitrogen dan silikat (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil pengamatan pada tanaman kontrol.

Peubah Hasil pengukuran

Tinggi tanaman (cm) 37,50

Jumlah anakan (batang) 8,25

Jumlah daun (helai) 19,25

Kadar klorofil (g/cm2) 35,20

Produksi

Jumlah biji per malai dan gabah per rumpun dipengaruhi secara nyat oleh perlakuan

silikat, namun jumlah biji per malai tidak dipengaruhi oleh silikat. Perlakuan nitrogen tidak

memberi pengaruh yang nyata pada semua perlakuan. Perlakuan silikat yang memberikan hasil

terbaik pada semua peubah produksi dihasilkan pada perlakuan S2. (Tabel 6).

Page 54: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

41 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 6. Produksi padi pada perlakuan nitrogen dan silikat pada persemaian.

Perlakuan S0 S1 S2 S3 Rerata

ns

Jumlah anakan produktif (btg)

N1 51,44 55,78 51,78 51,33 52,58

N2 58,89 51,11 64,00 46,39 55,10

N3 56,56 47,78 56,00 51,11 52,86

Rerata* 55,63a 51,56b 57,26a 49,61b

Jumlah biji per malai (buah)

N1 51,44 55,78 51,78 51,33 52,58

N2 58,89 51,11 64,00 46,39 55,10

N3 56,56 47,78 56,00 51,11 52,86

Reratans 55,63a 51,56b 57,26a 49,61b

Gabah per rumpun ((grm)

N1 105,27 124,30 106,10 111,85 111,88

N2 128,01 110,89 165,61 87,39 122,98

N3 127,83 96,93 133,44 114,86 118,27

Rerata* 120,37ab 110,71b 135,05a 104,70b

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

Ns : berpengaruh tidak nyata • : berpengaruh nyata pada taraf 5%

Pembahasan

Semua taraf perlakuan nitrogen dan silikat memberikan hasil yang lebih tinggi

dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi perlakuan nitrogen dan silikat. Tanaman yang

tidak diberi perlakuan nitrogen dan silikat hanya mencapai tinggi 37.5 cm, 8 anakan, 19 daun, dan

35 mg/cm klorofil pada 2 minggu setelah perendaman (Tabel 5), sementara tanaman yang diberi

perlakuan nitrogen dan silikat mencapai tinggi 50 cm, 33 anakan dan 84 daun (Tabel 4).

Suwignyo (2005) menyatakan bahwa supaya tanaman dapat lebih toleran dengan rendaman,

vigoritas bibit saat dipersemaian perlu diperhatikan.

Pemberian silikat cenderung memberi hasil yang lebih baik sesuai peningkatan taraf

perlakuan silikat. Pemberian silikat hingga 15 g/tanaman masih memberikan kecenderungan

peningkatan tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah anakan. Silikat merupakan salah satu unsur

hara penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Taiz dan Zeiger (2003),

salah satu dari manfaat Si yang dapat mendorong pertumbuhan tanaman adalah meningkatkan

kekuatan dan ketegakan daun sehingga daun tidak saling menaungi. Tanaman yang kekurangan

Si sangat rentan mengalami kerebahan (lodging).

Meskipun silikat bukan merupakan unsur yang sangat esensial untuk pertumbuhan dan

perkembangan tanaman, dengan adanya unsur ini dapat meningkatkan pertumbuhan dan

meningkatkan hasil padi (Takahashi, 1995). Kehabisan Si-tersedia (bagi tanaman) dalam tanah

dapat mengakibatkan atau stagnasi hasil (Savant et al., 1997). Suplai Si yang cukup pada

pertanaman padi dapat menurunkan serangan penyakit dan menghambat keracunan unsur besi,

aluminium, dan mangan. Juga meningkatkan ketersediaan dan pemanfaatan posfor oleh tanaman.

Pada kondisi di lapangan, khususnya pada pertanaman sereal dengan jarak tanam yang

padat, Si dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman secara tidak langsung. Salah satu

dari manfaat Si yang dapat mendorong pertumbuhan tanaman adalah meningkatkan kekuatan dan

ketegakan daun sehingga daun tidak saling menaungi (Taiz dan Zeiger, 2003). Prakash et al.,

(2007) menyatakan bahwa pemberian abu sekam padi yang berwarna hitam hingga abu-abu

sebagai sumber silikat sebanyak 0,5-1,0 kg m2 ke dalam persemaian akan menghasilkan bibit padi

yang sehat dan kuat. Selanjutnya penelitian Singh et al., (2007) menunjukkan bahwa perlakuan

pembawa silikat secara nyata dapat meningkatkan berat 1000 gram padi.

Pemberian nitrogen dan silikat pada persemaian dimaksudkan untuk meningkatkan

vigoritas bibit padi. Toleransi tanaman padi terhadap kondisi terendam dapat ditingkatkan dengan

vigor awal yang tinggi sebelum terjadinya genangan. Melalui metode ini, tanaman akan

mengalami kerusakan yang lebih kecil selama terjadinya genangan.

Page 55: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

42 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Pengaruh negatif rendaman terhadap tanaman terjadi akibat kerusakan mekanis pada

daun, berkurangnya cahaya, terbatasnya difusi gas, peningkatan kepekaan tanaman terhadap

hama dan penyakit. Pada saat tanaman terendam air, suplai oksigen dan karbondioksida menjadi

berkurang sehingga mengganggu proses fotosisntesis dan respirasi. Bila tanaman terendam lebih

dari 4 hari, lama kelamaan akan mati (Kawano et al., 2002; Litbang Deptan, 2007). Ram et al.,

(2002) menyimpulkan tiga perubahan lingkungan yang drastis pada saat banjir terjadi yang dapat

mengakibatkan kerusakan secara fisiologis pada tanaman, yaitu berkurangnya oksigen yang

membatasi respirasi, terhambatnya CO2 untuk masuk ke dalam tanaman yang mengganggu proses

fotosintesis dan stres pasca terendam pada saat air sudah berkurang.

Menurut Sarkar et al., (2006), toleransi rendaman merupakan adaptasi tanaman dalam

merespon proses anaoerob yang memampukan sel untuk mengatur atau memelihara keutuhannya

sehingga tanaman mampu bertahan hidup dalam kondisi hipoksia tanpa kerusakan yang berarti.

Sebuah evaluasi terhadap padi yang toleran dan tidak toleran menunjukkan bahwa bibit padi yang

toleran memiliki 30-50% cadangan karbohidrat non struktural dibandingkan kultivar rentan.

Karbohidrat ini dimanfaatkan selama terendam untuk mensuplai energi yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan dan mengatur metabolisme. Oleh karena itu, perlu peningkatan vigoritas bibit padi

sebelum mengalami genangan sehingga terjadi regenerasi yang cepat setelah terendam.

Hal ini merupakan suatu sifat yang diinginkan pada kondisi rendaman yang berulang-

ulang atau lama, karena dapat menjamin pemulihan yang cepat dan produksi biomas yang cukup

untuk produktifitas yang optimum.hal ini diperlihatkan dalam hasil penelitian ini dimana hasil

tertinggi untuk peubah produksi diperoleh pada perlakuan 10 g/tanaman silikat.

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Perlakuan nitrogen dan silikat pada persemaian dapat meningkatkan vigoritas bibit padi dan

mempercepat pemulihan pasca perendaman

2. Silikat yang terbaik adalah 10 dan 15 g/tanaman.

S a r a n

Perlu dilakukan penelitian mengenai beberapa sumber silikat dan waktu pemberian yang

terbaik.

DAFTAR PUSTAKA

Depkominfo. 2008. Kebutuhan Pangan Nasional. www.indonesia.go.id didownload pada 12

Oktober 2008.

Jackson, M.B., Ram P.C. 2003. Physiological and Molecular Basis of Susceptibility and

Tolerance of Rice Plants to Complete Submergence. Annals of Botany. 91(2):227-241.

Kawano, N., E. Ella, O. Ito, Y. Yamauchi, K. Tanaka. 2002. Metabolic Changes in Rice

Seedlings with Different Submergence Tolerance after desubmergence.. 47: 195-203.

Environmental and Experimental Botany

Litbang Deptan. 2007. IRRI Temukan Varietas Padi Tahan Banjir.

http://www.litbang.deptan.go.id didownload pada tanggal 6 Oktober 2008.

Mattjik, A.A., dan I.M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan

Minitab. Bogor. IPB Press.

Prakash, N.B., H. Nagaraj, K.T. Guruswamy, B.N. Viswanatha, C. Narayanaswamy, N.A.J.

Gowda, N. Vasuki, and R. Siddaramappa. 2007. Rice Hull Ash as a Source of Silicon and

Phosphatic Fertilizers: Effect on Growth and Yield of Rice in Coastal Karnataka, India.

IRRI. www.irrn.org. diakses 15 Juli 2007.

Ram, P.C., B.B.Singh, A.K.Singh, P. Ram, P.N.Singh, H.P.Singh, I.Boamfa, F.Harrens,

E.santosa, M.B.Jackson, T.L.Setter, J.Reuss, L.J.Wade, V.P.Singh, R.K.Singh. 2002.

Page 56: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

43 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Submergence Tolerance in Rainfed Lowland Rice: Physiologycal Basic and Prospects for

Cultivar Improvement through Marker-aided Breeding. Field Crops Research. 76: 131-152.

Sarkar, R.K., J.N. Reddy, B.C.Marndi, and S.S.C. Patnaik. 2003. New Rice Cultivars Tolerant of

Complete submergence. IRRN.

Sarkar, R.K., J.N. Reddy, S.G. Sharma and A.M. Ismail. 2006. Physiological Basis of

Submergence Tolerant in Rice and Implications on Crop Development. Current Science.

91: 899 – 906.

Savant, N.K., Datnoff L.E. Snyder G.H. 1997. Depletion of Plant Available Silicon In Soil: A

Possible Cause of Declining Rice Yields. Commun. Soil Sci. Plant Anal. 28:1245-1252.

Singh, K., R. Singh, K.K. Singh, and Y. Singh. 2007. Effect of Silicon Carries and Time of

Application on Rice Productivity in a Rice-wheat Cropping Sequence. IRRI. www.irrn.org.

diakses 15 Juli 2007.

Suwignyo, R.A. 2005. Pemercepatan Pertumbuhan Kembali Bibit Padi Pasca Terendam Setelah

Mendapat Perlakuan ”Plant Phytoregulator‖ dan Nitrogen. Jurnal Tanaman Tropika

8(2):45-52.

Taiz, L., E. Zeiger. 2003. Plant Physiology. Edisi ketiga. Sinauer Associates

Takasashi, E. 1995. Uptake Mode and Physiological Functions of Silica. Sci. Rice Plant 2:58-71

HASIL DISKUSI

Tanya : Nitrogen tidak berpengaruh, berarti di kesimpulan dibuat silikat yang

berpengaruh?Apakah ada interaksi antara nitrogen dan silikat?Ada hal tidak berkaitan

antara nitrogen dan silikat karena kebanyakkan N dan Si akan berpengaruh terhadap

tanaman

Jawab : Tidak ada interaksi, faktor tunggal. N tidak berpengaruh nyata, ada persoalan fisiologis

pada saat terendam terutama protein. Silikat berfungsi untuk menambah ketegakan

daun.

Page 57: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

44 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI PADI SAWAH DI KABUPATEN SELUMA

Studi Kasus: Produktivitas Padi Sawah di Desa Bukit

Peninjauan II Kecamatan Sukaraja

Eddy Makruf, Yulie Oktavia dan Wawan Eka Putra

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu

ABSTRAK

Sektor pertanian di Propinsi Bengkulu masih menjadi tulang punggung perekonomian daerah, oleh karena

itu sektor pertanian akan mendapat perhatian besar dan merupakan kegiatan utama dalam pembangunan perekonomian

Bengkulu. Produktivitas padi sangat ditentukan oleh penggunaan faktor-faktor produksi seperti pupuk, tenaga kerja,

benih, dan pestisida. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi padi sawah di Desa Bukit

Peninjauan II, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Seluma. Data dikumpulkan melalui survei terhadap 30 orang petani

padi pada bulan Oktober sampai dengan November 2011. Data dianalisis secara deskriptif. Untuk mengetahui

hubungan antara produksi dan 7 variabel faktor produksi yaitu luas lahan penggunaan pupuk urea, SP-36, NPK

Phonska, tenaga kerja, benih, dan pestisida digunakan analisis regresi linier berganda. Dari hasil penelitian disimpulkan

bahwa faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh sangat nyata terhadap produksi padi sawah. secara

individual variabel jumlah pupuk SP-36 (X3) berpengaruh sangat nyata terhadap produktivitas padi sawah, variabel

jumlah pupuk Urea (X2) berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi sawah, sedangkan variabel luas lahan (X1),

jumlah pupuk KCl (X4), jumlah tenaga keja (X5), jumlah benih (X6) dan jumlah pestisida (X7) berpengaruh tidak

nyata terhadap produktivitas padi sawah.

Kata kunci : padi sawah, faktor produksi, Kabupaten Seluma

PENDAHULUAN

Salah satu komoditas strategis sektor pertanian adalah padi, sebagai komoditas

terpenting di dalam pembangunan pertanian maka berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan

produksi padi. Tanaman padi mempunyai potensi dan peluang yang sangat besar untuk

dikembangkan di Kabupaten Seluma. Kabupaten Seluma merupakan salah satu sentra produksi

padi di Provinsi Bengkulu dengan luas panen 15% dari total propinsi.

Produktivitas padi di Propinsi Bengkulu masih tergolong rendah. Pada tahun 2010

Badan Pusat Statistik melaporkan bahwa luas panen padi di Propinsi Bengkulu adalah 133.629 ha

dengan produksi 516.869 ton, sehingga produktivitasnya hanya 3,87 t/ha. Produktivitas ini masih

di bawah produktivitas nasional yang mencapai 4,999 t/ha (BPS Bengkulu, 2011).

Besar kecilnya produksi padi sawah tergantung pada faktor-faktor produksi yang

digunakan, antara lain luas lahan, pupuk, tenaga kerja, benih dan pestisida. Oleh karena itu,

pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produktivitas padi di Bengkulu menjadi menarik untuk

dikaji. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi yang

meliputi luas lahan, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, tenaga kerja, jenis benih, dan

pestisida terhadap produktivitas tanaman padi di Desa Bukit Peninjauan II, Kecamatan Sukaraja,

Kabupaten Seluma.

BAHAN DAN METODA

Penelitian dilakukan di Desa Bukit Peninjauan II Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Seluma pada bulan Oktober sampai dengan November 2011 dengan metode survei. Penentuan

lokasi di Desa Bukit Peninjauan II dengan pertimbangan bahwa daerah ini merupakan salah satu

Desa penghasil padi di Kecamatan Sukaraja.

Responden ditentukan secara acak sebanyak 30 orang petani. Data yang dikumpulkan

meliputi produktivitas padi dan 7 faktor produksi yang mempengaruhinya yaitu luas lahan (X1),

penggunaan pupuk urea (X2), pupuk SP-36 (X3), pupuk KCl (X4), tenaga kerja (X5), jumlah benih

(X6), dan pestisida (X7). Data dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan regresi linier

berganda. Untuk mengetahui pengaruh keseluruhan faktor produksi terhadap produktivitas padi

Page 58: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

45 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

digunakan uji F, sedangkan uji t dipakai untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor

produksi terhadap produktivitas. Data diolah dengan menggunakan software SPSS versi 17.

Persamaan regresinya adalah:

Y = a0 + b1X1 + ………… + b5X5 + b6X6 + b7X7 + U Dimana :

Y = Produksi (kg/GKP)

a0 = Intersep

X1 = Luas Lahan

X2 = Jumlah Pupuk Urea (kg)

X3 = Jumlah Pupuk SP-36 (kg)

X4 = Jumlah Pupuk KCL (kg)

X5 = Jumlah Tenaga Kerja (Hari Kerja Setara Pria - HKSP)

X6 = Jumlah Benih (kg)

X7 = Jumlah Pestisida (ml).

bi = Koefisien regresi

U = Kesalahan pengganggu

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Lokasi Penelitian

Data deskripsi lokasi penelitian bersumber dari Profil Desa Bukit Peninjauan II Tahun

2011 Desa Bukit Peninjauan II merupakan wilayah administrasi Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Seluma, sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sidosari dan Desa Niur, sebelah Selatan

berbatasan dengan Desa Kayu Arang dan Desa Padang Pelawi, sebelah Barat berbatasan dengan

Desa Sarimulyo dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kayu Arang.

Penggunaan lahan di Desa Bukit Peninjauan II untuk lahan persawahan seluas 172

hektar (11%), umumnya lahan sawah di Desa Bukit Peninjauan II didukung oleh irigasi yang

memadai berasal dari Sungai Siabun dan memungkinkan petani dapat menanam padi 2-3 kali

setahun.

Jumlah penduduk Desa Bukit Peninjauan II pada tahun 2011 adalah 1.965 Jiwa dengan

439 Kepala Keluarga (KK). Penduduk berjenis kelamin laki-laki berjumlah 940 jiwa sedangkan

perempuan 1.025 jiwa (sex ratio 0,92%). Dari sini diketahui bahwa jumlah penduduk laki-laki

lebih sedikit atau 0,92 kali dari jumlah penduduk perempuan atau dapat dikatakan bahwa jumlah

komposisi penduduk relatif berimbang. penduduk berusia 15-54 tahun sebanyak 1.386 jiwa atau

70,53% dari jumlah penduduk Desa Bukit Peninjauan II. Berdasarkan hal tersebut diketahui

bahwa jumlah penduduk usia produktif di Desa Bukit Peninjauan II cukup tinggi. Menurut

Yuzzsar (2008), umur seseorang sangat menentukan keberhasilan suatu usaha. Umur produktif

(16-55 tahun) akan relatif lebih baik produktifitasnya dibandingkan dengan umur lanjut (diatas 55

tahun). Sedangkan Jumlah petani di Desa Bukit Peninjauan II mencapai 465 orang (53,57%) dari

total jumlah penduduk.

Kondisi irigasi teknis untuk usahatani padi di Desa Bukit Peninjauan II cukup baik yang

airnya bersumber dari Sungai Siabun. Kelembagaan pendukung usahatani juga cukup memadai.

Desa Bukit Peninjauan II memiiki 2 buah koprasi, 8 buah industri kerajinan, 6 buah industri alat

rumah tangga, 1 buah industri bahan bangunan, 3 buah usaha peternakan, 1 buah kios saprodi, 3

buah penggilingan padi dan 2 buah kelompok simpan pinjam, namun tidak memiliki pedagang

pengumpul beras. Karena letaknya di pinggiran perkotaan maka meskipun jumlah kios saprodi

relatif terbatas disamping juga tidak memiliki pedangan pengumpul beras, namun petani tidak

mengalami kesulitan dalam penyediaan sarana produksi dan pemasaran hasil panen.

Keragaan Usahatani Padi Sawah

1. Lahan

Lahan pertanian adalah tanah yang disiapkan untuk diusahakan sebagai usahatani,

misalnya lahan sawah, tegalan dan perkarangan. Ukuran lahan pertanian dinyatakan dalam

hektar, akan tetapi petani di pedesaan sering menggunakan istilah petak atau depa.

Page 59: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

46 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Rata-rata luas lahan sawah responden adalah 0,93 ha. Ditinjau dari kepemilikan

lahan sebanyak 28 orang responden (93,33%) merupakan petani pemilik lahan, sedangkan

sisanya 2 orang (6,67%) merupakan petani penggarap/sewa dengan sistem bagi hasil. Tabel 1

menyajikan luas lahan sawah dan status kepemilikan responden.

Tabel 1. Luas lahan sawah dan status kepemilikan.

No. Luas dan Kepemilikan Lahan Jumlah

Orang Persentase (%)

1. Luas lahan (ha)

- 0,50 – 0,80

- 0,81 – 1,00

- 1,01 – 2,00

6

23

1

20,00

76,67

3,33

2. Kepemilikan lahan

- Milik sendiri

- Garap

28

2

93,33

6,67

Sumber : Analisis data primer Tahun 2012.

Pada Tabel 1 terlihat bahwa umumnya luas lahan sawah yang diusahakan responden

relatif luas yaitu antara 0,81 – 1 ha. Kepemilikan lahan sebagian besar (93,33%) merupakan

milik sendiri, sedangkan 6,67% adalah garapan dengan sistem bagi hasil terhadap hasil bersih

produksi gabah kering panen setelah dikurangi biaya perontokan gabah. Terdapat 2 pola bagi

hasil yang diterapkan di lokasi penelitian yaitu bagi 2 atau bagi 3. Bagi 2 berarti bahwa

pemilik lahan dan penggarap masing-masing mendapatkan 50% hasil bersih produksi gabah

kering panen. Dalam pola ini, pemilik lahan menanggung biaya pengolahan lahan. Bagi 3

berarti bahwa pemilik lahan menerima 1/3 bagian hasil bersih produksi gabah kering panen,

sedangkan penggarap mendapatkan 2/3 bagian. Seluruh biaya produksi pada pola ini

ditanggung oleh penggarap.

2. Penggunaan pupuk

Pupuk yang digunakan oleh responden merupakan pupuk tunggal terdiri atas Urea

(46% N), SP-36 (36% P2O5) Kedua pupuk tersebut merupakan pupuk bersubsidi dan pupuk

KCL (60% K2O) merupakan pupuk non subsidi. Rata-rata penggunaan pupuk petani per

hektar adalah Urea 198,21 kg, SP-36 96,43 kg, KCl 32,14 kg. Penggunaan jenis pupuk oleh

petani responden disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan penggunaan dosis pupuk petani dan pupuk rekomendasi.

No Dosis per ha Kandungan (kg)

N P2O5 K2O

1. Petani

- Urea (198,21 kg)

- SP-36 (96,43 kg)

- KCL (32,14 kg)

91,18 34,71 19,28

2. Rekomendasi (Permentan NO. 40/2007)

- Urea (250 kg)

- SP-36 (75 kg)

- KCL (50 kg)

115,00 27,00 30,00

3. Selisih kandungan - 23,82 + 7,71 - 10,72 Sumber : Analisis data primer Tahun 2012.

Umumnya responden melakukan pemupukan hanya dua kali dalam satu musim

tanam. Sebaiknya pemupukan dasar dilakukan pada umur tanaman 7 - 14 HST, pemupukan

susulan I umur 21 - 30 HST dan pemupukan susulan II pada umur 35 - 45 HST.

Pupuk memegang peranan penting dalam keberhasilan usahatani padi sawah.

Pemupukkan yang tidak berimbangseperti yang dilakukan petani sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman. Menurut BPTP Bengkulu (2009), pupuk N diperlukan

Page 60: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

47 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

untuk pertumbuhan tanaman sepanjang musim, pupuk P diperlukan pada stadia awal

pertumbuhan yaitu meningkatkan perkembangan akar, pembentukan anakan, dan

mempercepat tanaman berbungan. Sedangkan pupuk K diperlukan untuk memperkuat dinding

sel tanaman, memperluas kanopi daun untuk proses fotosintesis, serta meningkatkan jumlah

gabah per malai dan persentase gabah bernas. Ketiga pupuk ini merupakan jenis pupuk makro.

Kekurangan dosis pupuk N yang sumber utamanya berasal dari pupuk Urea dapat menurunkan

produksi tanaman padi. Menurut Gani dan Sembiring (2007), Nitrogen adalah unsur hara

paling penting bagi tanaman dan respon tanaman padi terhadap N biasanya lebih tinggi

dibandingkan P dan K, karena kekurangan N dan P dapat mengurangi jumlah anakan tanaman

padi.

3. Tenaga kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam usahatani

padi sawah, oleh karena tenaga kerja yang bekerja di sawah terdiri atas pria dan wanita. Maka

dibuat standar jumlah tenaga kerja menjadi Hari Kerja Setara Pria (HKSP) dimana 1 HKSP

meliputi 8 jam kerja dengan upah kerja Rp. 50.000/HKSP. Tenaga kerja dalam usahatani padi

berasal dari dalam dan luar keluarga tani, di Desa Bukit Peninjauan II deskripsi penggunaan

tenaga kerja dalam usahatani padi sawah seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Deskripsi penggunaan tenaga kerja berdasarkan jenis kelamin dalam usahatani padi

sawah per hektar.

No Uraian Pekerjaan Jumlah Tenaga Kerja (dalam HKSP)

Pria Wanita Jumlah %

1. Pengolahan lahan 16,00 - 16,00 11,91

2. Penanaman 9,11 22,43 31,54 23,48

3. Penyiangan dan penyulaman 8,75 5,11 13,86 10,32

4. Pemupukan 5,39 - 5,39 4,01

5. Penyemprotan PHT 9,36 - 9,36 6,97

6. Pengairan 4,32 - 4,32 3,22

7.

8.

Panen (diluar bawon)

Pengangkutan hasil

12,79

10,57

30,50

-

43,29

10,57

32,23

7,87

Jumlah 65,07 42,68 134,33 100,00

Keterangan : Analisis data primer Tahun 2012.

HKSP : Hari Kerja Setara Pria

Dari tabel 3 terlihat bahwa dalam usahatani padi curahan tenaga kerja untuk

kegiatan pemanenan yaitu 43,29 HKSP (32,23%) dan penanaman yaitu 31,54 HKSP (23,48%)

adalah dominan. Kedua kegiatan tersebut menyumbang 74,83 HKSP (55,71%) dari total

curahan tenaga kerja dalam usahatani padi.

4. Penggunaan benih

Benih padi yang digunakan petani di Desa Bukit Peninjauan II pada umumnya

berlabel mencapi 80% dan tidak berlabel 20%, sebagian besar sudah menggunakan varietas

Ciherang dan rata-rata penggunaan benih sebanyak 31,07 kg/ha. (Tabel 4).

Page 61: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

48 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 4. Penggunaan benih padi petani di Desa Riak Siabun II Kecamatan Sukaraja

Kabupaten Seluma.

No. Penggunaan Benih Padi Jumlah

Orang %

1. Varietas selain IR yang pernah ditanam

30

100 Ciherang

2. Jenis benih

Berlabel

Tidak berlabel

24 80

6 20

Sumber : Analisis data primer Tahun 2012.

Banyaknya petani yang menggunkan benih berlabel disebabkan oleh adanya

bantuan pemerintah melalui Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Seluma. Hal ini

didukung oleh hasil survei bahwa hanya terdapat 5 orang petani yang membeli benih berlabel

untuk kebutuhan usahatani mereka.

Tabel 5. Sistem tanam responden dalam berusahatani padi.

No. Sistem tanam Jumlah Pengguna

Orang Persentase (%)

1. Tegel 27 90,00

2. Jalur 2 6,67

3. Tidak beraturan 1 3,33

Jumlah 20 100,00

Sumber : Analisis data primer Tahun 2012.

Tabel 5 memperlihatkan hasil kajian sistem tanam yang digunakan petani di lokasi

pengkajian umumnya sistem tegel (90%). Sistem tanam merupakan salah satu komponen

teknologi yang mempengaruhi indeks pertanaman, maka dianjurkan untuk menerapkan sistem

tanam legowo (4:1 atau 2:1). Dimana pada sistem legowo jumlah tanaman perhektar lebih

banyak dbandingkan sistem tegel, jumlah benih yang digunakan juga lebih banyak

dibandingkan sistem tegel. Pada sistem tegel dengan jarak tanam 20x20 cm dalam 1 ha

terdapat 250.000 tanaman, sedangkan pada sistem tanam legowo 4:1 dengan jarak tanam

20x20 cm dan jarak sisipan antar legowo 10 cm terdapat 300.000 tanaman/ha (Daliani dan

Taufik, 2011).

5. Penggunaan pestisida

Petani padi di Desa Bukit Peninjauan II menggunakan pestisida yang terdiri atas

insektisida, herbisida, fungisida dan moluskasida selama siklus pertanaman padi. Penggunaan

pestisida disesuaikan dengan kebutuhan dan intensitas serangan hama penyakit pada

pertanaman padi, seperti tergambar pada Tabel 6.

Tabel 6. Keragaan penggunaan pestisida petani padi sawah di Desa Bukit Peninjauan II

Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma.

No Jenis pestisida Jumlah (ml/)

1. Insektisida 200,00

2. Herbisida 1.151,79

3. Fungisida 22,86

4. Moluksisida 7,14

Sumber : Analisis data primer Tahun 2012.

Dari Tabel 6 diketahui bahwa, Herbisida paling banyak digunakan yaitu sebanyak

1.151,79 ml, kemudian disusul oleh Insektisida sebanyak 200 ml, Fungisida sebanyak 22,86

ml dan Moluksisida sebanyak 7,14 ml. Herbisida dan insektisida juga cukup banyak dipakai

Page 62: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

49 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

untuk membasmi gulma dan mengendalikan serangga hama yang cukup banyak jenisnya di

sawah seperti belalang, ulat, wereng dan kepinding tanah. dan moluskasida relatif sedikit

digunakan sesuai dengan kebutuhan.

6. Analisa usahatani padi sawah

Hasil kajian menggambarkan nilai tingkat keuntungan dan kelayakan usahatani padi

sawah di Desa Bukit Peninjauan II menggunakan nilai R/C dan B/C, dimana terlihat bahwa

hasil perhitungan R/C usahatani padi senilai 1,67 dan B/C 0,67 (Tabel 7). Menurut Suwasono

(2004), R/C merupakan perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya, R/C = 1 artinya

suatu usaha impas, R/C > 1 berarti usaha tani memperoleh keuntungan, sedangkan R/C < 1

berarti usaha mengalami kerugian. Selanjutnya dikatakan bahwa B/C > 1 berarti usaha layak

untuk dijalankan. Dari hasil perhitungan tersebut artinya bahwa usahatani padi sawah

memperoleh keuntungan dan tidak rugi, tapi kurang layak untuk dilaksanakan.

Tabel 7. Analisis usahatani padi sawah per hektar di Desa Bukit Peninjauan II Kecamatan

Sukaraja Kabupaten Seluma.

No Uraian Satuan Harga Satuan

(Rp)

Jumlah

Harga (Rp)

A. Saprodi

a. Benih (kg) 31,07 6.700 208.169

b. Pupuk (kg)

- Urea

- SP-36

- KCl

198,21

96,43

32,14

1.800

2.300

6.250

356.778

221.789

200.875

c. Pestisida (ml)

- Insektisida

- Herbisida

- Fungisida

- Moluksisida

200

1.151,79

22,86

7,14

151

57

500

230

30.200

65.652

11.430

1.642

d. Tenaga Kerja (HKSP)

- Pengolahan lahan

- Penanaman

- Penyiangan dan penyulaman

- Pemupukan

- Penyemprotan PHT

- Pengairan

- Panen (diluar bawon)

- Pengakutan hasil

16,00

31,54

13,86

5,39

9,36

4,32

43,29

10,57

50.000

50.000

50.000

50.000

50.000

50.000

50.000

50.000

800.000

1.577.000

693.000

269.500

468.000

216.000

2.164.500

528.500

Jumlah biaya produksi 7.813.035

B Hasil GKP (kg) 3.739 3.500 13.086.500

C Keuntungan (B-A) 5.481.634

D R/C (Hasil / Biaya Produksi) 1,67

E B/C (Keuntungan / Biaya Produksi) 0,67

Sumber : Analisis data primer Tahun 2012.

Produktivitas Padi Sawah

Tujuan usahatani padi sawah adalah untuk mendapatkan produktivitas yang optimal,

sehingga akan diperoleh produktivitas yang tinggi. Agar tujuan itu tercapai maka penggunaan

input produksi yang tepat menjadi sangat penting, dengan memperhatikan efisiensi usahatani.

Deskripsi penggunaan faktor-faktor tersebut disajikan pada Tabel 8.

Page 63: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

50 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 8. Deskripsi penggunaan faktor-faktor produksi dan produktivitas padi sawah di Desa

Bukit Peninjauan II.

No Faktor-Faktor Produksi Deskripsi Penggunaan

1. Luas lahan 0,93 ha

2. Pupuk Urea 214,29 kg

3. Pupuk SP-36 107,14 kg

4. Pupuk KCl 42,86 kg

5. Tenaga kerja 134,33 HKSP

6. Benih 31,07 kg

7. Pestisida 1.381,79 ml

8. Produksi (GKP) 3,7 ton

Sumber : Analisis data primer Tahun 2012.

Terlihat pada Tabel 8., bahwa produktivitas padi sawah di Desa Bukit Peninjauan II

hanya mencapai 3,7 ton/ha GKP. Produktivitas tersebut lebih rendah dibandingkan dengan rata-

rata Propinsi Bengkulu yang mencapai 3,9 ton/ha. Hasil pengolahan data faktor-faktor produksi

yang mempengaruhi produktivitas padi sawah dengan menggunakan analisis regresi linier

berganda disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah di Desa Bukit

Peninjauan II.

No. Variabel Koofisien Regresi t-hitung

1. Konstanta 162,687 0,308

2. Luas lahan 236,890 0,264 ns

3. Jumlah Pupuk Urea Kg 13,271 2,511 *

4. Jumlah Pupuk SP-36 Kg 11,391 2,801 **

5. Jumlah Pupuk KCl Kg 3,913 1,098

6. Jumlah Tenaga Kerja HKSP -5,823 -1,464 ns

7. Jumlah Benih Kg 5,802 0,543 ns

8. Jumlah Pestisida Ml 0,055 0,461 ns

9. R 0,922

10. R2

0,849

11. F-hitung 17,735

Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 99% ns = tidak berbeda nyata

t-tabel (0,01) = 2,75000

t-tabel (0,05) = 2,04227

F-tabel (0,01) = 3,71

F-tabel (0,05) = 2,52

Dari Tabel 8 diketahu bahwa koofisien korelasi (R) sebesar 0,849 menunjukkan

korelasi/hubungan antara produktivitas padi sawah dengan 7 variabel faktor-faktor produksi

adalah kuat. Menurut Santoso (2010), korelasi antara variabel terikat dengan variabel bebas

disebut kuat apabila nilai R di atas 0,5. Persamaan regresi dari hasil analisis data dapat dituliskan

sebagai berikut:

Y = 162,687+236,890 X1+13,271 X2+11,391 X3+3,913 X4-5,823 X5+5,802 X6+0,055 X7

Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,849. Hal ini berarti bahwa 7

faktor produksi mampu menjelaskan 84,9% keragaman dari produkstivitas usahatani padi sawah,

sedangkan sisanya 15,1% ditentukan oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam

model penelitian. Hasil uji F menunjukkan bahwa F-hitung 18,212 > F-tabel 3,71 pada tingkat

kepercayaan 99%, yang berati secara keseluruhan faktor-faktor produksi yaitu luas lahan, pupuk

Urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, tenaga kerja, benih, dan pestisida berpengaruh terhadap

produktivitas padi sawah di Desa Bukit Peninjauan II. Selanjutnya dilakukan uji t untuk

Page 64: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

51 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

mengetahui faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produktivitas padi sawah, yang

diuraikan di bawah ini.

1. Luas lahan (X1)

Dari hasil uji t ternyata penggunaan luas lahan berpengaruh tidak nyata terhadap

produktivitas padi sawah dengan t hitung (0,264) < t tabel (2,04227) pada selang kepercayaan

95%. Koefisien regresi sebesar 236,890 menjelaskan bahwa kontribusi penggunaan luas lahan

menunjukkan arah positif.

2. Pupuk Urea (X2)

Pada variabel penggunaan pupuk Urea, hasil uji t berpengaruh nyata terhadap

produktivitas padi sawah, pada tingkat kepercayaan 95% dengan t hitung (2,511) > t tabel

(2,04227). Nilai koefisien regresinya 13,271, menunjukkan konstribusi ke arah positif. Berarti

bahwa penambahan satu satuan pupuk urea sampai batas tertentu akan menaikan produktivitas

padi sawah sebesar 13,271 satuan dengan asumsi bahwa faktor produksi lain dianggap tetap.

3. Pupuk SP-36 (X3)

Variabel pupuk SP-36 berpengaruh sangat nyata terhadap produktivitas padi sawah

sampai pada taraf kepercayaan 99% dimana t hitung (2,801) > t tabel (2,75000). Nilai

koefisien regresinya 11,391, yang menunjukan kecenderungan bila pupuk SP-36 ditambah

satu unit sampai batas tertentu maka dapat meningkatkan produktivitas padi sawah sebesar

11,391 satuan dengan asumsi faktor lain dianggap tetap.

4. Pupuk KCl (X4)

Variabel pupuk KCL berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi sawah sampai

pada taraf kepercayaan 95% dimana t hitung (1,098) < t tabel (2,04227). Nilai koefisien

regresinya 3,913, yang menunjukan kecenderungan bila pupuk KCL ditambah satu unit

sampai batas tertentu maka dapat meningkatkan produktivitas padi sawah sebesar 3,913 satuan

dengan asumsi faktor lain dianggap tetap.

5. Tenaga kerja (X5)

Variabel tenaga kerja menunjukan pengaruh tidak nyata terhadap produktivitas padi

sawah pada tingkat kepercayaan 95% dengan t hitung (-1,464) < t tabel (2,04227), dengan

nilai koefisien regresinya 5,823, menunjukan bahwa konstribusi penggunaan tenaga kerja

menunjukan arah negatif. Penggunaan tenaga kerja banyak mengunakan sistem kekeluargaan

yang ikut membantu dalam usahatani.

6. Benih (X6)

Pada variabel penggunaan benih, hasil uji t berpengaruh tidak nyata terhadap

produktivitas padi sawah, pada tingkat kepercayaan 95% dengan t hitung (0,543) > t tabel

(2,04227). Nilai koefisien regresinya 5,802, menunjukkan konstribusi ke arah positif. Berarti

bahwa penambahan satu satuan pupuk urea sampai batas tertentu akan menaikan produktivitas

padi sawah sebesar 5,802 satuan dengan asumsi bahwa faktor produksi lain dianggap tetap.

7. Pestisida (X7)

Pada variabel penggunaan pestisida, hasil uji t berpengaruh tidak nyata terhadap

produktivitas padi sawah pada tingkat kepercayaan 95% dengan t hitung (0,461) < t tabel

(2,04227). Dengan nilai koefisien regresinya 0,055 yang menunjukan bahwa kontribusi

penggunaan pestisida menunjukan arah positif. Penggunaan pestisida tidak berpengaruh nyata

terhadap produktivitas padi karena pestisida digunakan disesuaikan dengan serangan hama

dan penyakit.

Page 65: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

52 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

KESIMPULAN

1. Secara bersama-sama luas lahan (X1), jumlah pupuk Urea (X2), jumlah Pupuk SP-36 (X3),

jumlah Pupuk KCL (X4), jumlah tenaga kerja (X5), jumlah benih (X6) dan jumlah pestisida

(X7) berpengaruh sangat nyata terhadap produktivitas padi sawah;

2. Secara individual variabel jumlah Pupuk SP-36 (X3) berpengaruh sangat nyata terhadap

produktivitas padi sawah, variabel jumlah pupuk Urea (X2) berpengaruh nyata terhadap

produktivitas padi sawah, sedangkan variabel luas lahan (X1), jumlah pupuk KCl (X4),

jumlah tenaga keja (X5), jumlah benih (X6) dan jumlah pestisida (X7) berpengaruh tidak

nyata terhadap produktivitas padi sawah.

DAFTAR PUSTAKA

BPS Bengkulu. 2011. Tabel Luas Panen-Produktivitas-Produksi Tanaman Padi Seluruh

Provinsi. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?. Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.

Bengkulu.

BPTP Bengkulu. 2009. Panduan Teknologi Mendukung Program SLPTT Padi. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Bengkulu. Bengkulu.

Daliani, S. D. dan Taufik. H. 2011. Persepsi dan Minat Petani Terhadap Padi Varietas Unggul

Baru Inpari melalui Kegiatan Gelar Teknologi. Kumpulan Makalah Penelitian, Pengkajian,

Pengembangan dan Penerapan Inovasi Teknologi. BPTP Bengkulu, Bengkulu.

Gani dan H Sembiring. 2007. Respon padi Varietas Ciherang dan Mendawah Terhadap N, P

dan K ditanah dari Desa Lhoknga. http://www.dpi.nsw.gov.au/data/

assets/pdf_file/0018/202770/Respon-Ciherang-dan-Mendawak-terhadap-N,-P-dan K-di-

tanah-Tanjung,-Lhoknga.pdf.html (download, 06 Juni 2011).

Santoso, S. 2010. Statistik Parametrik Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Penerbit PT. Elex

Media Komputindo. Jakarta.

Suwasono, S. 2004. Analisa Finansial Pembuatan Sirup Mengkudu (Morinda citrifolia L),

Tinjauan dari Jenis Gula yang diugunakan. Jurnal Agritek Volume 12 Nomor 1, Januari

2004. Universitas Tribuana Tunggadewi. Malang.

Yuzzsar, 2008. Kependudukan dan Kehidupan Keluarga http://yuzzsar.wordpress.com/ materi-

viii/.

Page 66: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

53 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

KERAGAAN TANAMAN PADI BERDASARKAN POSISI TANAMAN

TERHADAP KOMPONEN HASIL PADA SISTEM TANAM LEGOWO 4:1

Yartiwi, Ahmad Damiri dan Wawan Eka Putra

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu

[email protected]

ABSTRAK

Dalam sistem tanam legowo 4:1 terdapat 3 macam posisi tanaman yaitu tanaman pinggir, tanaman sisipan

dan tanaman tengah. Selama ini dalam penerapan sistem tanam legowo petani ragu terhadap tanaman sisipan sehingga

mengurangi populasi tanaman yang secara langsung akan menurunkan produksi. Oleh karena itu perlu adanya

pengujian untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan dan hasil dari tanaman sisipan, tanaman pinggir dan tanaman

tengah. Tujuan pengkajian ini adalah untuk membandingkan hasil pada tanaman padi sawah varietas Inpari 10 dengan

posisi tanaman berbeda-beda dalam petakan sawah yang menggunakan sistem tanam legowo 4:1. Pengkajian ini

dilakukan pada lokasi kegiatan dan pengkajian Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (M-P3MI)

di Kelurahan Rimbo Kedui, Desa Tanjungan dan Desa Padang Genting, Kecamatan Seluma Selatan, Kabupaten

Seluma pada musim gadu (bulan April-Juli 2012). Pengkajian menggunakan RAK dengan perlakuan posisi tanaman:

tanaman tengah, tanaman pinggir dan tanaman sisipan yang masing-masing diulang 30 kali sehingga diperoleh 90

tanaman. Parameter yang diukur adalah komponen hasil terdiri dari tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, panjang

malai, jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, berat 1000 butir dan hasil per hektar. Data dianalisis menggunakan

Analisis Sidik Ragam dan di uji lanjut dengan DMRT untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan terhadap posisi

tanaman yang berbeda-beda. Hasil Pengkajian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar

perlakuan terhadap semua parameter kecuali pada parameter jumlah gabah bernas/malai yang menunjukkan perbedaan

yang nyata antar perlakuan tanaman pinggir, tanaman sisipan dan tanaman tengah yaitu rata-rata jumlah gabah bernas

82.54 butir/malai, 73.76 butir/malai dan 70.10 butir/malai.

Kata Kunci : padi, posisi tanaman, legowo 4:1

PENDAHULUAN

Padi merupakan tulang punggung pembangunan subsektor tanaman pangan dan

berperan penting terhadap pencapaian ketahanan pangan. Padi juga memberikan kontribusi besar

terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional (Damardjati, 2006). BPS Provinsi Bengkulu

(2011) melaporkan bahwa pada tahun 2011 rata-rata produktivitas padi sawah di Bengkulu

menurun dibandingkan tahun 2010 sebesar 0,07 ton dari 4,036 ton menjadi 3,966 ton GKG/ha.

Untuk proporsi luas panen tersebut sentra tanaman padi di Provinsi Bengkulu yaitu Kabupaten

Bengkulu Utara dan Kabupaten Seluma masing-masing 16,26 % dan 14,83 %. Sedangkan

berdasarkan Profil Kecamatan Kabupaten Seluma mempunyai luas sawah 2.697 ha yang

merupakan daerah sentra padi, sehingga sangat berpotensi menjadi penyumbang beras yang besar

di Provinsi Bengkulu.

Pembangunan pertanian memerlukan dukungan inovasi teknologi yang memadai dan

berkesinambungan. Inovasi teknologi baru akan bermanfaat apabila dapat menjangkau dan

diterapkan oleh pihak-pihak yang membutuhkan/pengguna. Inovasi teknologi berperan dalam

meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani sehingga dapat meningkatkan pendapatan

rumah tangga petani. Inovasi yang ditawarkan kepada petani harus memenuhi persyaratan teknis,

ekonomis, sosial budaya dan lingkungan. Secara teknis inovasi harus dapat atau diupayakan dapat

dibuat, dioperasikan, dimodifikasi dan digandakan sesuai dengan kemampuan setempat (Deptan,

2008). Namun demikian, secara nasional, sistem adopsi/alih teknologi pertanian dinilai masih

lemah.

Salah satu teknologi yang perlu di inovasikan adalah sistem tanam legowo, dimana

sistem tanam legowo merupakan cara tanam padi sawah dengan pola beberapa barisan tanaman

yang kemudian diselingi satu barisan kosong. Tanaman yang seharusnya berada pada barisan

yang kosong, selanjutnya dipindahkan sebagai tanaman sisipan di dalam barisan. Pada

pengkajian ini sistem tanam yang digunakan adalah legowo 4:1 (BB-Padi, 2009). Sistem tanam

legowo 4 : 1 adalah cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan tanaman yang setiap

empat baris tanaman diselingi oleh 1 baris kosong, dimana jarak tanam pada barisan pinggir ½

Page 67: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

54 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

kali jarak tanaman pada baris tengah. Berdasarkan hasil penelitian, rekayasa teknik tanam padi

dengan cara tanam jajar legowo 4:1 terbukti dapat meningkatkan produksi padi sebesar 12-22%.

Pada sistem tanam legowo 4:1 terdapat 3 macam posisi tanaman yaitu disebut tanaman

pinggir, tanaman sisipan dan tanaman tengah.Tanaman tengah adalah tanaman yang terletak

ditengah-tengah barisan tanaman (ada 2 baris tanaman) yang diapit oleh tanaman pinggir.

Tanaman pinggir adalah tanaman yang posisi tanamannya berada dipinggir dan berjajar 4,

tanaman pinggir diapit oleh tanaman tengah dan barisan kosong (lorong). Sedangkan tanaman

sisipan adalah tanaman yang posisinya sebaris dengan tanaman pinggir yang merupakan pindahan

dari tanaman yang dikosongkan (Sutardjo, 2012).

Khususnya terhadap tanaman sisipan selama ini masih banyak petani yang belum

menerima, karena dianggap terlalu rapat sehingga memberikan hasil yang sedikit karenanya perlu

adanya pengujian lanjutan untuk mengetahui pertumbuhan tanaman sisipan terhadap tanaman

pinggir dan tanaman tengah. Permasalahan lain yang selama ini sering dijumpai adalah hasil-hasil

penelitian dan pengkajian yang dihasilkan oleh lembaga penelitian belum sepenuhnya diadopsi

oleh petani dan pengguna, hal ini disebabkan minimnya strategi mengkomunikasikan hasil

penelitian dan pengkajian kepada pengguna, sehingga jaringan informasi dari sumber teknologi

kepada pengguna teknologi di daerah terputus. Selain permasalahan tersebut petani juga ingin

mengetahui produktivitas dari tanaman padi pada berbagai posisi tanaman, untuk itu perlu adanya

pengkajian dengan membandingkan hasil tanaman padi sawah varietas Inpari 10 pada posisi

tanaman berbeda-beda dalam petakan sawah dengan sistem tanam legowo 4 :1.

BAHAN DAN METODA

Pengkajian ini dilakukan pada lokasi Pengkajian Model Pengembangan Pertanian

Perdesaan Melalui Inovasi (M-P3MI) di Kelurahan Rimbo Kedui, Desa Tanjungan dan Desa

Padang Genting, Kecamatan Seluma Selatan, Kabupaten Seluma, Propinsi Bengkulu pada musim

gadu (bulan April-Juli 2012).

Pengkajian dilaksanakan secara partisipatif terhadap 10 kelompok tani pada lahan

seluas 3 ha. Pengkajian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan

faktor tunggal yaitu Posisi Tanaman (P): Tanaman Tengah (P1) yaitu tanaman yang terletak

ditengah-tengah barisan tanaman yang diapit tanaman pinggir, Tanaman Pinggir (P2) yaitu

tanaman yang posisinya dipinggir dan diapit oleh tanaman tengah dan barisan kosong (lorong)

dan Tanaman Sisipan (P3) yaitu tanaman yang sebaris dengan tanaman pinggir yang merupakan

pindahan dari tanaman yang dikosongkan. Masing-masing tanaman diulang 30 kali sehingga

diperoleh 90 tanaman.

Teknologi yang diterapkan adalah sebagian dari komponen teknologi PTT, Komponen

teknologi yang diterapkan yaitu varietas padi yang ditanam yaitu Inpari 10, benih yang digunakan

dengan kelas benih sebar (label biru), jumlah benih 20-25 kg/ha dengan petak persemaian 1/20

luas penanaman, pengolahan tanah sempurna, umur bibit muda (<21 hss) dengan sistem tanam

legowo 4:1 menggunakan caplak roda dan pupuk NPK Phonska 250 kg/ha dan urea 200 kg/ha

dengan waktu pemberian 3 kali yaitu pemupukan I =7-14 HST, II = 21 – 25 HST dan III = 35-40

HST. Sedangkan komponen teknologi PTT yang belum digunakan adalah penggunaan kompos,

pengendalian gulma menggunakan gasrok, dan sistem pengairan yang berselang.

Parameter yang diukur adalah : a) komponen pertumbuhan yaitu tinggi tanaman dan

jumlah anakan, b) komponen hasil yaitu jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah

bernas, jumlah gabah hampa, berat 1000 butir, dan c) hasil per hektar yang dihitung

menggunakan petak ubinan 5 x 2 m. Data dianalisis menggunakan Analisis Sidik Ragam

(ANOVA) dan di uji lanjut dengan DMRT untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan terhadap

posisi tanaman yang berbeda-beda.

Page 68: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

55 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Wilayah Pengkajian

Kecamatan Seluma Selatan mempunyai lahan sawah seluas 2.697 ha, yang terdiri dari

lahan sawah irigasi teknis dan lahan sawah irigasi ½ teknis. Curah hujan rata-rata di Kecamatan

Seluma Selatan adalah 4,2 mm/bulan dengan 5 bulan hujan. Suhu harian antara 20-30 oC dengan

ketinggian tempat sekitar 10 m dpl. Bentangan wilayah cukup datar sehingga sangat cocok

sebagai sentra penanaman padi (Pemerintah Kabupaten Seluma, 2010).

Untuk mendapatkan rekomendasi pemupukan dilokasi pengkajian, telah dilakukan

analisis tanah di Laboratorium Tanah BPTP Bengkulu. Berdasarkan hasil analisis tanah yang

dilakukan, telah direkomendasikan dosis pupuk untuk penanaman padi (Tabel 1).

Tabel 1. Rekomendasi pemupukan spesifik lokasi dan paket pupuk yang di konversi pada lokasi

pengkajian.

Hasil analisis Paket pupuk (kg/ha) Paket pupuk di konversi (kg/ha)

N Rendah Urea 300 Urea 200

P Rendah SP-36 100 Phonska 250

K Sangat Tinggi KCL 50 - -

Sumber : Data primer.

Keragaan Vegetatif dan Generatif Tanaman

Dari hasil pengkajian bahwa data komponen hasil masing-masing perlakuan untuk

ketiga posisi tanaman yang berbeda-beda yaitu tanaman tengah, tanaman pinggir dan tanaman

sisipan (Tabel 2).

Tabel 2. Data komponen hasil tinggi tanaman, panjang malai, jumlah anakan, gabah hampa,

gabah bernas, berat 1000 butir dan hasil per hektar.

Perlakuan

Tinggi

tanaman

(cm)

Panjang

malai (cm)

Jumlah

anakan

(btg)

Gabah

bernas

(butir)

Gabah

hampa

(butir)

Berat 1000

butir (grm)

Hasil

(t/ha)

GKG

Tanaman Tengah (P1) 97,94a 21,85

a 12,97

a 70,10

b 14,82

a 29,61

a

5,60 Tanaman Pinggir (P2) 97,23 a 22,21

a 14,12

a 82,54

a 11,66

a 30,58

a

Tanaman Sisipan (P3) 98,37 a 22,06

a 11,90

a 73,76

ab 12,16

a 30,41

a

Keterangan : Angka-angka dalam kolom sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada

taraf 5 % uji DMRT.

Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan pada

semua parameter yang diamati kecuali pada parameter jumlah gabah bernas/malai yang

menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan. Pada parameter jumlah gabah bernas terlihat

bahwa, tanaman pinggir (P2) menunjukkan bahwa jumlah gabah bernas/malai yang lebih tinggi

yaitu 82.54 butir/malai dan berbeda nyata dibandingkan tanaman tengah (P1) yang hanya 70.10

butir/malai dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan tanaman sisipan (P3) yang

mencapai 73.76 butir/malai. Gabah bernas yang lebih tinggi pada tanaman pinggir (P2) terjadi

karena proses pengisian gabah yang lebih baik bila dibandingkan dengan tanaman tengah (P1),

hal ini diduga karena tanaman pinggir (P2) tidak begitu ketat mengalami persaingan

dibandingkan tanaman tengah (P1) terhadap penyerapan unsur hara dan sinar matahari. Menurut

BPTP Banten (2010), tanaman yang berada dipinggir barisan akan mendapatkan sinar matahari

yang lebih banyak sehingga proses fotosintesis oleh daun tanaman akan semakin tinggi sehingga

menghasilkan gabah yang lebih bernas. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Endrizal dan

Jumakir (2007), bahwa penerapan sistem tanam legowo dapat meningkatkan produktivitas padi

dan pendapatan petani.

Page 69: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

56 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Perbandingan Hasil Pengkajian dengan Deskripsi Varietas

Hasil analisis memperlihatkan adanya perbandingan antara hasil pengkajian dengan

deskripsi varietas padi Inpari 10 yang diintroduksi, dimana terdapat perbedaan antara tinggi

tanaman, jumlah anakan, berat 1000 butir dan hasil perhektarnya (Tabel 3). Tinggi tanaman dan

jumlah anakan hasil pengkajian lebih rendah, tetapi untuk berat 1000 butir lebih tinggi. Selain itu

juga untuk rata-rata hasil produktivitas bahwa hasil pengkajian yaitu 5,60 t/ha GKG lebih baik

dari produksi rata-rata pada deskripsi yang hanya 5.08 t/ha GKG. Berdasarkan hasil produktivitas

tersebut masih ada peluang untuk meningkatkan produktivitas karena potensi hasil bisa mencapai

7.0 t/ha GKG.

Tabel 3. Perbandingan hasil pengkajian dengan deskripsi varietas yang di introduksi oleh Balai

Besar Penelitian Padi Sukamandi.

Uraian

Tinggi

tanaman

(cm)

Jumlah

anakan (btg)

Berat

1000 butir

(g)

Rata-rata

hasil (t/ha)

GKG

Potensi hasil

(t/ha) GKG

Pengkajian* 97,23 -98,37 11,90-14,12 29,61-30,58 5,60 -

Deskripsi** 100-120 17-25 27,70 5,08 7,00

Keterangan: * Data primer diolah

**Deskripsi varietas padi menurut BB-Padi. 2009 dan Suprihatno, et. al., 2011.

Tinggi dan rendahnya produktivitas tergantung dengan teknologi yang diterapkan dan

kesesuaian iklim di lahan setempat. Semakin baik teknologi yang diterapkan dengan kondisi

iklim yang mendukung, produktivitas yang dicapai akan lebih baik. Menurut Sutardjo (2012),

salah satu faktor untuk meningkatkan produktivitas dengan diterapkannya cara tanam sistem jajar

legowo 4:1 yang menambah barisan tanaman untuk mengalami efek tanaman pinggir, sinar

matahari dapat dimanfaatkan lebih banyak untuk proses fotosintesis. Pada lahan yang lebih

terbuka dengan adanya lorong pada baris tanaman, serangan hama, khususnya tikus, dapat

ditekan karena tikus tidak suka tinggal di dalamnya dan dengan terciptanya kelembaban lebih

rendah, perkembangan penyakit dapat juga ditekan. Tidak hanya itu, pemupukan dan

pengendalian organisme pengganggu tanaman menjadi lebih mudah dilakukan di dalam lorong-

lorong.

Terdapatnya tanaman tengah (P1), tanaman pinggir (P2) dan tanaman sisipan (P3) pada

pertanaman ini, hal ini sesuai dengan prinsip dan manfaat dari sistem tanam jajar legowo yaitu

meningkatkan populasi dengan cara mengatur jarak tanam. Selain itu sistem tanam tersebut juga

memanipulasi lokasi tanaman sehingga seolah-olah tanaman padi dibuat menjadi taping (tanaman

pinggir) lebih banyak. Seperti kita ketahui tanaman padi yang berada dipinggir akan

menghasilkan produksi lebih tinggi dan kualitas gabah yang lebih baik, hal ini disebabkan karena

tanaman pinggir akan mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak sehingga tanaman pinggir

dapat berfotosintesa lebih baik karena sistem tanam jajar legowo terdapat ruang terbuka seluas

25-50%. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Ridwan (2000) bahwa tanaman pinggir

lorong umumnya cendrung menghasilkan gabah bernas lebih tinggi dibandingkan dengan sistem

tanam tegel.

Hasil penelitian Mujisihono dan Santosa (2001), menunjukkan bahwa persaingan antar

tanaman yang sama jenis kompetisi inter spesies lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan

persaingan pada jenis tanaman yang berbeda (kompetisi antar spesies). Pada kompetesi tanaman

yang sama jenis akan mempunyai jenis kebutuhan intensitas cahaya matahari, unsur hara, air dan

tempat tumbuh mempunyai kebutuhan yang sama karena umur serta perakaran tanaman yang

sama.

Menurut Jatmiko et. al. (2002) Tingkat persaingan bergantung pada curah hujan,

varietas, kondisi tanah, kerapatan gulma, lamanya tanaman, pertumbuhan gulma, serta umur

tanaman saat gulma mulai bersaing. Selain persaingan antar tanaman persaingan tanaman juga

terjadi dengan gulma untuk mempertahankan siklus hidupnya. Gulma berinteraksi dengan

tanaman melalui persaingan untuk mendapatkan satu atau lebih faktor tumbuh yang terbatas,

Page 70: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

57 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

seperti cahaya, hara, dan air yang di tingkat petani dapat menyebabkan kehilangan hasil padi

mencapai 10-15%.

KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil analisis statistik, tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan

kecuali pada perlakuan jumlah gabah bernas per malai. Jumlah gabah bernas per malai pada

tanaman pinggir (P2) sebanyak 82,54 butir, berbeda nyata dengan tanaman tengah (P1) yang

70,10 butir, namun tidak berbeda nyata dengan tanaman sisipan (P3) yang 73,76 butir.

2. Produktivitas hasil pengkajian menunjukkan hasil yang lebih tinggi (5,60 t/ha GKG)

dibandingkan dengan produksi rata-rata deskripsi varietas padi (5,08 t/ha GKG). Produktivitas

hasil pengkajian masih lebih rendah dibandingkan potensi hasil (7,0 t/ha GKG) hal ini

menunjukkan masih ada peluang untuk meningkatkan produktivitas.

DAFTAR PUSTAKA

BB Padi. 2009. Tanam Jajar Legowo. http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index .php/

in/berita/info-aktual/491. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi (25 september

2012).

BPS. 2011. Tabel Luas Panen, Produktivitas, Produksi Tanaman Padi Seluruh Provinsi. http:

//www.bps.go.id/tnmn_pgn. php? adodb_next_page=2&eng =0&pgn=1 & prov = 99 &

thn1=2010 &thn2=2011&luas=1&produktivitas=1& produksi=1. Badan Pusat Statistik RI.

Jakarta. (7 juni 2012).

BPTP Banten. 2010. Tanam Jajar Legowo di Lahan Sawah. http

banten.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com content& view article & id=17 1 :

tanaman – jajar -legowo—di-lahan-sawah&catid= : leaflet&itemid. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Banten. Tangerang. [6 april 2010].

Damardjati, J. 2006. Learning from Indonesian Experiences in Achieve Rice Self Sufficientcy. In

Rice Industry, Culture, and Environment. ICCR, ICFORD, IAARD. Jakarta.

Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Umum Prima Tani. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Endrizal dan Jumakir. 2007. Keragaan Beberapa Vaietas Padi Unggul Baru dan Kelayakan

Usahatani Padi pada Lahan Sawah Irigasi di Propinsi Jambi. Jurnal Pengkajian dan

Pengembangan Pertanian. Vol. 7 (3). Badan Libang Pertanian. Jakarta. ;199-206.

Jatmiko, S.Y., Harsanti S., Sarwoto dan A.N. Ardiwinata. 2002. Apakah Herbisida Yang

Digunakan Cukup Aman? ;337-348. Dalam Noeriwan B. Soerjandono. Buletin Teknik

Pertanian Vol. 10 (1), 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

;8

Mujisihono, R. dan T. Santosa. 2001. Sistem Budidaya Teknologi Tanam Benih Langsung

(TABELA) dan Tanam Jajar Legowo (TAJARWO). Makalah Seminar Perekayasaan Sistem

Produksi Komoditas Padi dan Palawija. Diperta Prop. DIY. Yogyakarta.

Pemkab Seluma. 2010. Daftar Isian Profil Desa/Kelurahan Tingkat Desa. Desa Rimbo Kedui.

Kecamatan Seluma Selatan. Kabupaten Seluma. Pemerintah Kabupaten Seluma. Seluma.

Ridwan. 2000. Pengaruh Populasi Tanaman dan Pemupukan P pada Padi Sawah dengan Sistem

Tanam Legowo. Prosd. Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengkajian Pertanian. Buku

I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Suprihatno, B., Aan A. Daradjat., Satato., Erwin Lubis., Baehaki, SE., S. Dewi Indrasari., I Putu

Wardana dan M.J. Mejaya. 2011. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman

Padi. Sukamandi. ;118

Sutardjo, W. 2012. Tanam Padi Sistem Jajar Legowo. http://sekarmadjapahit.

wordpress.com/2012/01/30/tanam-padi-sistem-jajar-legowo/ (27 September 2012)

Page 71: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

58 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

KAJIAN KERAGAAN VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) PADI

DI KECAMATAN BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS

SULAWESI SELATAN

1Maintang, 1Asriyanti Ilyas 2Edi Tando, 3Yahumri 1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan

2Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara 3Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

ABSTRAK

Teknologi budidaya dan penggunaan Varietas Unggul Baru merupakan salah satu komponen utama dalam

meningkatkan produktivitas padi. Kajian bertujuan untuk mengetahui keragaan pertumbuhan dan produktivitas

beberapa varietas unggul baru padi. Pengkajian dilaksanakan di lokasi Laboratorium Lapangan (LL) di area sekolah

Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) padi sawah irigasi di Kelurahan Kala’birang Kecamatan

Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan pada Musim kering (MK) tahun 2010. Metode yang digunakan

adalah demplot di lokasi LL (Laboratorium Lapang) pada lahan seluas 0,25 ha. Kelompok perlakukan adalah varietas

unggul baru Inpari 3, Inpari 4 dan Ciherang. Pengkajian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dan sebagai

kelompok perlakuan adalah 3 VUB tersebut dan melibatkan 5 petani kooperatif sebagai ulangan. Data dianalisis sidik

ragam dan dilanjutkan dengan uji nilai tengah menggunakan DMRT pada taraf 5 %. Hasil kajian menunjukkan Varietas

unggul baru Inpari 3 memberikan keragaan pertumbuhan dan hasil yang tidak berbeda dengan varietas Inpari 4 tetapi

berbeda nyata dengan Ciherang. Varietas yang paling sesuai dan berdaya hasil tinggi di lokasi pengkajian adalah

varietas Inpari 3 dan Inpari 4 dengan produktivitas 7,08 t.ha-1 GKP dan 6,94 t.ha-1 GKP dan berbeda nyata dengan

varietas Ciherang 4.91 t.ha-1 GKP.

Kata kunci : inpari 3 dan 4, varietas unggul baru (VUB), Bantimurung

PENDAHULUAN

Teknologi budidaya dan penggunaan varietas unggul padi merupakan salah satu

komponen utama teknologi yang berperan sangat dominan dalam meningkatkan produktivitas

dan produksi beras. Peran peningkatan produktivitas (teknologi) dalam peningkatan produksi padi

mencapai 56,10%, perluasan areal 26,30% dan 17,60% oleh interaksi keduanya. Sementara itu

peran varietas unggul bersama pupuk dan air dalam peningkatan produktivitas mencapai 75%

(Susanto dan Daradjat, 2003). Inovasi teknologi untuk kedua aspek ini terus diperbaiki, baik yang

menggunakan label System of Rice Intensification (SRI) maupun Pengelolaan Tanaman Terpadu

(PTT).

PTT merupakan suatu strategi untuk mengantisipasi penurunan pertumbuhan produksi

padi dengan memperbaiki pendekatan program Insus dan Supra Insus yang popular pada era orde

baru. Pendekatan tersebut mengakomodasi prinsip sinergisme dalam penyusunan komponen

paket teknologi dengan memperhatikan konteks sosial ekonomi masyarakat tani dan ekosistem.

Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian telah banyak menghasilkan varietas

unggul baru (VUB) yang mempunyai potensi hasil tinggi dan tahan terhadap penyakit utama padi

misalnya Inpari 1, Inpari 3, Inpari 6, Inpari 4 dan Ciherang. Potensi hasil ke lima VUB tersebut

berturut-turut adalah 10 t/ha, 7,52 t/ha, 7,5 t/ha,8,80 t/ha dan 8,5 t/ha (Suprihatno et all., 2009).

Hasil Penelitian di Sukamandi (MK 2002-MH 2002/2003) menunjukkan beberapa varietas seperti

VUTB Fatmawati, Gilirang, Ciherang memberi hasil antara 13-24 % lebih tinggi daripada IR64,

sedangkan pada petak demontrasi pada musim tanam 2003 di lahan petani di Takalar Sulawesi

Selatan, melalui pendekatan PTT, VUB tersebut memberi hasil antara 8-31 % lebih tinggi

dibanding ciliwung yang popular di kalangan petani setempat (Las et al., 2004).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan pertumbuhan dan produktivitas

beberapa varietas unggul baru yang ditanam pada demplot dilokasi SL-PTT padi di Kelurahan

Kala’birang Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.

Page 72: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

59 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

BAHAN DAN METODA

Pengkajian dilaksanakan di lokasi LL di area sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman

Terpadu (SL-PTT) padi sawah irigasi di Kelurahan Kala’birang Kecamatan Bantimurung,

Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan pada musim kering April tahun 2010.

Pengkajian disusun dengan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan

melibatkan 5 petani kooperatif sebagai ulangan. Kelompok perlakukan adalah varietas unggul

baru Inpari 3, Inpari 4 dan Ciherang. Luas petak masing-masing varietas adalah 50 m x 16,6 m

(830 m2). Bibit ditanam pada umur 18-20 hari setelah sebar dengan jumlah bibit 1-3 batang per

lubang. Sistem tanam Jajar Legowo 2:1 dengan jarak tanam( (20 x10) x 40) cm.

Lahan diolah dengan sempurna yaitu dibajak dengan traktor satu kali, kemudian digaru

dan diratakan. Dosis pupuk urea ditentukan berdasarkan bagan warna daun ( BWD) sedangkan

dosis untuk pupuk P dan K berdasarkan Perangkat uji tanah sawah (PUTS). Pemupukan pertama

dengan 100 Kg Urea, 100 kg SP-36 dan 200 kg Ponska / ha pada umur 10 hari setelah tanam

(HST). Pemupukan ke dua dengan 50 Kg Urea pada umur 23-28 HST dan pemupukan ketiga

dengan 50 kg Urea/ha pada umur 38-42 HST. Pengendalian organisme penganggu tanaman

(OPT) dilakukan dengan cara pengamatan OPT dan pengendalian secara fisik dan mekanis.

Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan terhadap tinggi tanaman dan jumlah

anakan produktif dilakukan pada akhir fase vegetatif tanaman. Pengamatan terhadap komponen

produksi yang terdiri dari Jumlah malai tiap rumpun, bobot gabah 1.000 butir dilakukan pada saat

panen. Produksi gabah kering panen (GKP) diperoleh dari hasil ubinan seluas 6,25 M2. Data

dianalisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji nilai tengah menggunakan DMRT pada taraf 5

%(Gomez dan gomez, 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan pertumbuhan tinggi tanaman ketiga VUB berdasarkan hasil analisis statistik

menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Tinggi Tanaman berkisar antara 107,60 – 100,88 cm

dan jumlah anakan produktif 14,50 – 16,26 (Tabel 1).

Tabel 1. Keragaan beberapa varietas unggul baru terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan

di Kelurahan Kala’birang Kabupaten Maros pada Tahun 2010.

No Varietas Tinggi Tanaman (cm) ∑ Anakan Produktif (btg)

1 Inpari 3 107,60 16,26

2 Inpari 4 105,78 14,76

3 Ciherang 100,88 14,50

Tinggi Tanaman

Varietas Inpari 3 memiliki tinggi tanaman terbesar dan terendah pada Ciherang.

Perbedaan yang tidak nyata menunjukkan bahwa ketiga varietas memiliki respon yang sama

dalam hal penyerapan unsur hara, cahaya dan faktor tumbuh lainnya yang digunakan untuk

pertumbuhan tinggi tanaman. Seluruh komponen teknologi dalam PTT dipadukan untuk dapat

memberikan ruang tumbuh optimal bagi tanaman serta memaksimalkan kemampuan tanaman

untuk memanfaatkan seluruh potensi yang ada pada tanah dan lingkungan untuk mendukung

pertumbuhan sesuai dengan potensi genetiknya. Perakitan varietas unggul diarahkan pada varietas

yang memiliki pertumbuhan tinggi tanaman yang sedang (90 -115 cm) serta karakter batang yang

kokoh sehingga tidak mudah rebah (Arafah, 2006). Hasil penelitian Prajitno et al., (2005)

menunjukan bahwa penampilan padi makin tinggi tidak diikuti makin tingginya hasil yang

dicapai, bahkan sebaliknya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi -0,147 yang artinya ada

gejala makin rendah hasil suatu genotipe padi apabila tinggi tanamannya makin tinggi. Tanaman

padi yang pendek biasanya tahan rebah sehingga akan mengurangi kegagalan panen. Oleh karena

itu, batang yang kokoh dan pendek merupakan sifat yang dibutuhkan untuk meningkatkan potensi

hasil.

Page 73: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

60 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Terkait dengan preferensi petani terhadap karakter tinggi tanaman, umumnya petani

memilih ukuran tinggi tanaman sekitar 100 cm dengan alasan untuk memudahkan dalam

merontok atau dengan menggunakan alat mesin treser (Djatiharti dan Rusnandar, 2008). Ketiga

VUB yang diuji memperlihatkan pertumbuhan tinggi tanaman yang tergolong sedang, sehingga

sesuai dengan preferensi petani dan diharapkan pertumbuhan tinggi tanaman tersebut mampu

mendukung pencapaian potensi hasil yang maksimal.

Jumlah Anakan Produktif

Anakan produktif dimaksudkan sebagai anakan yang produktif menghasilkan malai

sebagai tempat kedudukan biji/ bulir padi. Varietas unggul baru (VUB) biasanya mempunyai 20-

25 anakan, namun hanya 14-15 anakan yang malainya dapat dipanen, dengan jumlah gabah per

malai 100-130 butir. Hal ini disebabkan anakan yang tumbuh belakangan terlambat masak

sehingga tidak dapat dipanen. Anakan utama juga cenderung menghasilkan gabah yang lebih

tinggi dari anakan kedua, ketiga dan seterusnya. Berdasarkan Tabel 1. Hasil analisis anakan

produktif menunjukkan perbedaan yang tidak nyata antara inpari 3, inpari 4 dan ciherang (16,26;

14,76 dan 14,50 btg/rumpun), dimana anakan produktif terbanyak dimiliki oleh varietas Inpari 3

yaitu 16,26 btg/rumpun, sedangkan anakan produktif terendah dimiliki oleh varietas Ciherang

14,50 btg/rumpun. Jumlah anakan adalah salah satu karakter penting dalam suatu varietas unggul,

hal ini terkait dengan jumlah malai yang bisa dihasilkan. Jumlah malai merupakan salah satu

karakter tanaman yang dapat menentukan produktivitas tanaman, sama halnya dengan hasil

penelitian Ahmad dan Pratama (2008) menunjukkan bahwa jumlah malai berkorelasi positif nyata

terhadap hasil tanaman.

Penelitian lain yang dilakukan pada varietas hibrida super memperlihatkan bahwa

tingginya hasil yang dicapai pada varietas hibrida super dikontribusi oleh adanya perbaikan pada

malai. Perbaikan yang dimaksud dalam hal jumlah malai, jumlah bulir per malai serta ukuran dan

panjang malai, dimana malai pada varietas hibrida super memiliki 9,62 % jumlah bulir lebih

banyak dibanding dengan varietas hibrida biasa (Huang Ming et al, 2011). Hal ini berarti jika

ingin meningkatkan potensi hasil dapat dilakukan dengan cara memperbaiki karakter malai

(jumlah, panjang dan jumlah bulir per malai). Jumlah anakan 10 dengan 200 gabah/malai akan

mempunyai hasil yang lebih banyak dibanding dengan anakan 15 dengan 100 butir gabah/malai

(Prajitno et all., 2005).

Bobot Gabah Per 1000 Butir

Bobot 1000 biji berkisar antara 12,58-14,60 dan menunjukkan perbedaan yang tidak

nyata antara ketiga VUB (Tabel 2).

Tabel 2. Keragaan komponen produksi dan hasil beberapa varietas unggul baru di Kelurahan

Kala’birang Kabupaten Maros pada Tahun 2010.

No Varietas Bobot gabah 1000 butir (grm) Produksi GKP (ton/ha)

1. Inpari 3 14,60 7,08 a

2. Inpari 4 13,32 6,94 a

3. Ciherang 12,58 4,91 b

Keterangan : Angka-angka pada satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5 %

menurut uji Duncan.

Bobot 1000 biji juga merupakan salah satu faktor komponen yang menentukngsung

terhadap hasil padi dan juga mempunyai korelasi positif. Terjadinya korelasi positif sebagai

akibat gen-gen pengendali antara karakter yang berkorelasi sama-sama meningkat. Keadaan

demikian juga dikemukakan oleh Suhartini dkk, 1999 yang mengemukakan bahwa bobot 1000

biji mempunyai hubungan yang erat dengan hasil sehingga merupakan faktor penduga yang

efektif terhadap hasil. Hasil penelitian lain terlihat bahwa makin tinggi berat 1000 butir gabah

tidak selalu diikuti dengan hasil tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi antara bobot

1000 butir gabah dengan hasil sebesar -0,120.

Page 74: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

61 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Persentasi gabah isi sangat menentukan potensi hasil maksimum suatu varietas padi.

Hasil fotosintat (karbohidrat) dalam batang dan daun, dan translokasinya serta akumulasinya

dalam gabah sangat menentukan tingkat pengisian gabah. Karena itu, daun yang tegak, tebal,

sempit dan hijau tua, serta tidak lekas luruh (tua) sangat dibutuhkan untuk pengisian gabah secara

maksimum. Daun yang tegak dan sempit merupakan daun yang dapat menerima sinar matahari

dari pagi sampai sore atau efisien dalam penangkapan sinar untuk proses fotosintesa. Sedang

daun yang tebal dan hijau tua menandakan mempunyai banyak klorofil sehingga banyak

menghasilkan fotosintat; dan daun yang tidak cepat luruh fotosintat akan dihasilkan sampai

menjelang panen. Daun bendera dan satu dibawah daun bendera merupakan daun yang aktif

dalam fotosintesa selama proses pengisian gabah. Enam puluh persen fotosintat (karbohidrat

dalam gabah dihasilkan dari kedua daun tersebut). Karena itu, bila daun tersebut tidak cepat

luruh akan meningkatkan proses pengisian gabah, sehingga hasil bisa maksimal. Cabang primer

malai biasanya menghasilkan butir gabah besar.

Hasil Gabah Kering Panen (GKP)

Pada Tabel 2. Terlihat hasil gabah kering panen (GKP) berkisar antara 4,91-7,08 ton/ha,

yang tertinggi dimiliki oleh varietas Inpari 3 (7,08 ton/ha), disusul oleh varietas Inpari 4 yaitu

6,94 ton/ha dan berbeda nyata dengan varietas Ciherang dengan hasil 4.91 ton/ha. Berdasarkan

deskripsi varietas, Inpari 3 merupakan varietas unggul baru yang dilepas dengan potensi hasil

7,52 ton/ha GKG sedangkan varietas Inpari 4 dengan potensi hasil 8,80 ton/ha dan Ciherang

dengan potensi hasil 8,5 ton/ha. Hasil gabah kering panen yang diperoleh menunjukkan bahwa

kedua VUB (Inpari 3 dan Inpari 4) mendekati perolehan hasil sesuai dengan potensi genetiknya.

Potensi hasil suatu varietas padi ditentukan oleh empat komponen, yaitu jumlah malai

persatuan luas, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi dan berat 1000 butir gabah. Sifat-

sifat dari VUB adalah: tinggi pendek-sedang (100-130 cm); umur sedang genjah-sedang (110-

135 hari); anakan banyak (>18 batang); malai sedang (100-150 gabah/malai); daun pendek,

mendatar-tegak, hijau sampai hijau-tua; responsif terhadap pemupukan nitrogen. Introduksi VUB

diharapkan mampu meningkatkan produksi 2-3 x lebih tinggi dibandingkan varietas yang ditanam

sebelumnya. Hasil kajian Sirappa et all., (2007), membuktikan bahwa intorduksi varietas unggul

baru yang didukung teknologi lainnya mampu memberikan hasil 21-54% lebih tinggi. Hal ini

menunjukkan bahwa pencapaian hasil suatu varietas harus didukung oleh teknologi dan

lingkungan tumbuh yang optimal. Dalam pelaksanaan PTT rakitan teknologi yang diterapkan

adalah perpaduan antara teknologi PTT dengan teknologi petani sehingga varietas yang

memberikan keragaan pertumbuhan dan hasil yang lebih baik akan dianggap sebagai varietas

yang dapat diintroduksikan sebagai varietas unggul baru yang mampu beradaptasi dengan baik

pada daerah tersebut. Potensi hasilnya dapat ditingkatkan lagi dengan penerapan teknologi

budidaya, dukungan infrastruktur yang memadai, pengelolaan air, tanah dan tanaman yang tepat

dan sesuai dengan kebutuhan tanaman.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Varietas unggul baru Inpari 3 memberikan keragaan pertumbuhan dan hasil yang lebih tinggi

dibandingkan dengan varietas Inpari 4 dan Ciherang.

2. Varietas yang paling sesuai dan berdaya hasil tinggi di lokasi pengkajian adalah varietas Inpari

3 dengan potensi hasil 7,08 tha-1

GKP, kemudian diikuti varietas Inpari 4 dengan 6,94 t.ha-1

GKP dan hasil terendah varietas Ciherang 4.91 t.ha-1

GKP.

Saran

1. Disarankan kepada petani di lokasi pengkajian untuk terus mengembangkan VUB Inpari 3 dan

Inpari 4.

Page 75: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

62 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

DAFTAR PUSTAKA

Arafah. 2006. Kajian Usahatani Padi dengan Metode Pengelolaan Tanaman Terpadu Pada

berbagai Varietas Unggul Baru di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Prosd. Seminar

Hasil-Hasil Penelitian dan Pengkajian Spesifik Lokasi. Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi

Teknologi Pertanian Mendukung Revitalisasi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Sulawesi Selatan Makasar.

BPS Sulawesi Selatan, 2009. Sulawesi Selatan Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi

Sulawesi Selatan. Makasar.

Djatiharti dan Ruskandar. 2008. Adopsi Varietas Unggul dan Preferensi Sifat-Sifat Agronomis

Tanaman Padi Sawah di Tingkat Petani Kab.Ogan Komering Ulu Timur dan Ogan

Komering Ilir. Prosd. Seminar Nasional Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.

Sukamandi (hal;1333-1338).

Gomez K.A. dan Gomez A.A. 2010. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Edisi

Kedua. Penerbit UI Press. Jakarta.

Huang Min, Zoo Ying Bin, Jiang Peng, Xia Bing, M.D. Ibrahim dan Ao He-Jun. 2011.

Relationship between Grain Yield Components in Super Hybrid Rice. Agricultural

Sciences in China. Beijing. 10(10):1537-1544.

Kasryono, F dan Effendi, P. 2004. Reposisi Padi dan Beras dalam Perekonomian Nasional.

Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Jakarta.

Las Irsal, B. Suprihatno, A.A. Daradjat, Suwarno, B. Abdullah dan Satoto. 2004. Inovasi

Teknologi Varietas Unggul Padi.Perkembangan, Arah, dan Strategi ke depan. Ekonomi

Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Muliadi A., R. Heru Pratama. 2008. Korelasi Antara Komponen Hasil dan Hasil Galur Harapan

Padi Sawah Tahan Tungro. Prosd. Seminar Nasional Padi; Inovasi teknologi padi

mengantisipasi perubahan iklim global mendukung ketahanan pangan (1):165-171. Balai

Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi.

Prajitno A.l. K.S., R. Mudjisihono dan B. Abdullah. 2005. Keragaan Beberapa Genotipe Padi

Menuju Perbaikan Mutu Beras. http://ntb.litbang.deptan.go, diakses Tanggal, 31 Mei 2012.

Sirappa M.P., A.J. Rieuwpassa dan E.D. Waas. 2007. Kajian Pemberian Pupuk NPK pada

Beberapa Varietas Unggul Padi Sawah di Seram Utara. Jurnal Pengkajian dan

Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 10 (1). Badan Litbang Pertanian. Jakarta. 48 -56.

Suhartini, S., Aan A. Daradjat, Warsono, Sudarno dan W.S. Ardjasa. 1999. Analisis Korelasi dan

Koefisien Lintasan Komponen Hasil Terhadap Hasil Padi Sawah Pada Lahan Keracunan

Fe. Buletin Penelitian Pertanian. Badan Litbang Pettanian. Jakarta. 18(2);1-6.

Suprihatno, B., A.A. Darajat, Satoto, Baehaki, N., Suprihatno, Agus Setyono, S. Dewi Indrasaru,

Moh.Yamin S., dan H. Sembiring, 2009. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian

Tanaman Padi. Sukamandi.

Susanto, U dan A.A. Daradjat. 2003. Perkembangan Pemuliaan Padi Sawah di Indonesia. Jurnal

Penelitian dan Pengembangan.Vol 22 (3). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Jakarta.

Page 76: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

63 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

STATUS HARA TANAH SAWAH DI KABUPATEN KEPAHIANG

BERDASARKAN HASIL ANALISIS

PERANGKAT UJI TANAH SAWAH (PUTS)

Siti Rosmanah, Wahyu Wibawa dan Irma Calista Siagian

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

ABSTRAK

Pengujian status unsur hara N, P, K dan pH tanah sawah telah dilakukan pada beberapa sentra penghasil

padi di Kabupaten Kepahiang. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah atau PUTS

terhadap 42 sampel tanah yang diambil dari 34 desa. Pengujian dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012. Hasil pengujian

berupa rekomendasi status unsur hara dan rekomendasi pemupukan. berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan

PUTS, sebanyak 57,14% desa dengan kandungan N sangat tinggi sehingga perlu dipupuk 200 kg Urea/ha. Sebanyak

59,52% desa dengan kandungan P tinggi sehingga perlu dipupuk 50 kg SP-36/ha. Sedangkan sebanyak 38,10% desa

dengan K sedang sehingga perlu dipupuk 50 kg KCl/ha atau dengan menggunakan jerami sebanyak 5 ton/ha. Derajat

kemasaman atau pH secara umum adalah agak masam yaitu berada pada kisaran pH 5-6 sehingga rekomendasi

pemupukan N adalah dalam bentuk Urea dengan sistem drainase konvensional.

Kata kunci : status hara, sawah, PUTS, analisis tanah

PENDAHULUAN

Provinsi Bengkulu memiliki areal persawahan seluas 95.356 ha yang tersebar pada 10

Kabupaten Kota dan seluas 5.036 ha atau sekitar 5,20% berada di Kabupaten Kepahiang.

Produksi total padi Provinsi Bengkulu pada tahun 2010 sebanyak 516.868 ton dengan luas panen

133.629 ha (BPS, 2011). Produktivitas rata-rata di Provinsi Bengkulu masih rendah yaitu 4

ton/ha, masih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas nasional sebesar 5,03 ton/ha (Ditjen

Tanaman Pangan, 2011). Salah satu penyebab rendahnya produktivitas padi di Provinsi Bengkulu

adalah pemupukan belum dilakukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status unsur hara tanah.

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui status unsur hara di

dalam tanah. Salah satu cara yang praktis, efisien, dan dapat dilakukan di lapangan baik oleh

petani maupun petugas penyuluh lapangan (PPL) adalah dengan menggunakan perangkat uji

tanah sawah (PUTS). PUTS merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menentukan

status hara N, P, K dan pH di dalam tanah (Departemen Pertanian, 2007). Penggunaan PUTS

dapat dilakukan untuk menentukan status hara tanah sawah dan rekomendasi pupuk sesuai

dengan kebutuhan tanaman (Setiyorini et all., 2007).

Rekomendasi pemupukan merupakan suatu rancangan yang terdiri dari jenis dan

takaran pupuk untuk tanaman pada suatu areal tertentu. Menurut Abdulrachman, et al., (2008),

rekomendasi pemupukan bermanfaat dalam pemberian pupuk yang tepat baik dosis, waktu

maupun jenis pupuk sehingga pemupukan akan lebih efisien serta produksi dan pendapatan

petanipun meningkat. Selain itu, rekomendasi pemupukan juga bertujuan untuk mencegah

terjadinya pencemaran lingkungan, menjaga kesuburan tanah dan produksi padi berkelanjutan

serta dapat mengurangi biaya pembelian pupuk.

Pemupukan yang efektif meliputi persyaratan kuantitatif dan kualitatif. Persyaratan

kuantitatif merupakan dosis pemupukan sedangkan persyaratan kualitatif meliputi unsur hara

yang diberikan, waktu pemupukan dan penempatan pupuk, unsur hara yang berada pada waktu

dan tempat serta unsur hara yang diserap dan digunakan oleh tanaman (Indranada, 1986).

Pemupukan yang dilakukan berdasarkan kebutuhan hara tanah dan kebutuhan tanaman

akan meningkatkan produktivitas padi. Sehingga perlu dilakukan pengujian status hara tanah

sawah pada sentra penghasil padi di Kabupaten Kepahiang. Pengujian ini bertujuan untuk

mengetahui status hara N, P, K dan pH serta rekomendasi pemupukan yang disesuaikan dengan

kebutuhan tanaman.

Page 77: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

64 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

BAHAN DAN METODA

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2012 di Kabupaten Kepahiang untuk

menguji status hara tanah mengunakan perangkat uji tanah sawah (PUTS), tanah yang diuji

sebanyak 42 sampel dari 32 desa (Tabel 1.) yang diambil secara acak pada tujuh kecamatan

(Merigi, Ujan Mas, Kepahiang, Kabawetan, Tebat Karai, Muara Kemumu dan Seberang Musi).

Tabel 1. Data jumlah sampel tanah beberapa sentra padi di Kabupaten Kepahiang.

No Kecamatan Desa Jumlah sampel tanah

1. Merigi Kel Durian Depun 2

Pulo Geto Baru 1

Simpang Kota Beringin 1

Bukit Barisan 1

2. Ujan Mas Daspetah 2 dan 1

Bumisari 1

3. Kabawetan Kelurahan Tangsi Baru 1

4. Muara Kemumu Batu Kalung 1

Batu Bandung 1

5. Kepahiang Kampung Bogor 1

Imigrasi permu 1

Sukamerindu 1

Karang Endah 1

Pelangkian 1

6. Tebat Karai Tebing Penyamun 1

Kelurahan Tebat Karai 1

Sinar Gunung 1

Tapak Gedung 1

Karang Tengah 1

Tertik 1

Taba Sating 1

Taba Saling 1

Peraduan Binjai 1

Penanjung Panjang 3

Taba Air Pauh 3

7. Seberang Musi Benuang Galing 2

Cirebon Baru 2

Tebat Laut 1

Talang Gelompok 2

Taba Padang 2

Air Pesi 1

Temdak 1

Kandang 1

Jumlah 42

Metoda pengambilan sampel dilakukan menggunakan bor atau cangkul pada kedalaman

20 cm dari permukaan tanah dengan kriteria untuk satu hamparan seluas 3-5 ha lahan homogen

(kurang lebih seragam) mewakili satu contoh tanah komposit (terdiri dari campuran 5-8 contoh

tannah tunggal). Selanjutnya setiap sampel tanah diuji menggunakan PUTS terhadap unsur hara

N, P, K dan pH sehingga didapat status hara tanah dan rekomendasi pemupukan untuk lahan

sawah di Kabu[aten Kepahiang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum, jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Kepahiang adalah andosol

(15,08%), secara garis besar tanah andosol mempunyai sifat fisik dan kimia cukup baik, sehingga

dengan demikian produktifitas tanahnya sedang-tinggi. Tanah ini banyak digunakan untuk

Page 78: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

65 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

tanaman hortikultura atau sayuran, bunga-bungaan, perkebunan dan kehutanan. Secara umum,

tanah andosol berwarna kehitaman dengan bentuk tanah liat dan tanah lempung yang teksturnya

kasar. Zat yang terkandung di dalamnya sebagian besar adalah abu vulkanik dari letusan gunung

(Faiz, 2009). Sedangkan sisanya adalah alluvial, rogosol, latosol, podsolik merah kuning,

komplek podsolik merah kuning litosol dan latosol dan komplek padsolik coklat padsol dan

latosol. Tekstur tanah di Kabupaten Kepahiang secara umum adalah sedang (53,54%), halus

(34,03%) dan kasar(12,43%) dari total luas wilayah (BPS Kepahiang, 2011).

Berdasarkan hasil analisis PUTS yang dilakukan terhadap 42 sampel tanah di

Kabupaten Kepahiang (Tabel 2), dimana status unsur hara N secara umum didominasi sangat

tinggi 57,14% (24 sampel); status unsur hara P secara umum didominasi tinggi 59,52% (25

sampel); sedangkan status unsur hara K secara umum didominasi sedang 38,10% (16 sampel)

dengan pH secara keseluruhan pada kondis agak masam.

Untuk melakukan pemupukan pada beberapa sentra padi di Kabupaten Kepahiang

dengan berpedoman pada kondisi hasil analisis status unsur N adalah rendah (42,86%) dan sangat

tinggi (57,14%) sehingga dosis pemupukan berbeda. Begitu juga status unsur P dan K berkisar

antara rendah sampai tinggi, dimana kondisi hasil analisis status unsur P (status rendah 19,05%;

status sedang 21,42% dan status tinggi 59,52%) dan hasil analisis status unsur K (status rendah

35,71%; sedang 38,10% dan tinggi 26,19%) yang secara keseluruhan tergambar pada Gambar 1.

Gambar 1. Status unsur hara beberapa sentra padi di Kabupaten Kepahiang.

Tabel 2. Hasil pengujian tanah sawah di Kabupaten Kepahiang.

No Kecamatan Desa/Kelurahan Hasil analisis

N P K pH

1 Merigi Durian Depun 1 Rendah Tinggi Rendah Agak Masam

2

Durian Depun 2 Sangat tinggi Tinggi Sedang Agak Masam

3

Pulo Geto Baru Rendah Tinggi Rendah Agak Masam

4

Simp. Kota Beringin Sangat tinggi Tinggi Sedang Agak masam

5

Bukit Barisan Rendah Tinggi Rendah Agak masam

6 Ujan Mas Daspetah 2 Sangat tinggi Sedang Rendah Agak masam

7

Bumisari Sangat tinggi Tinggi Rendah Agak masam

8 Kabawetan Kel. Tangsi Baru Sangat tinggi Rendah Sedang Agak masam

9 Muara Kemumu Batu Kalung Rendah Sedang Tinggi Agak masam

10

Batu Bandung Sangat tinggi Rendah Rendah Agak masam

11 Kepahiang Kampung Bogor Sangat tinggi Tinggi Tinggi Agak masam

12

Imigrasi permu Sangat tinggi Tinggi Rendah Agak masam

13

Sukamerindu Rendah Rendah Sedang Agak masam

14

Karang Endah Rendah Tinggi Rendah Agak masam

15

Pelangkian Sangat tinggi Tinggi Rendah Agak masam

16 Tebat Karai Tb. Penyamun Sangat tinggi Tinggi Rendah Agak masam

17

Kel. Tebat Karai Rendah Rendah Sedang Agak masam

Page 79: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

66 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

18

Sinar Gunung Sangat tinggi Tinggi Rendah Agak masam

18

Tapak Gedung Rendah Tinggi Rendah Agak masam

20

Karang Tengah Rendah Tinggi Rendah Agak masam

21

Tertik Sangat tinggi Tinggi Tinggi Agak masam

22

Taba Sating Sangat tinggi Tinggi Rendah Agak masam

23

Taba Saling Rendah Tinggi Sedang Agak masam

24

Peraduan Binjai Sangat tinggi Sedang Sedang Agak masam

25

P. Panjang 1 Rendah Rendah Tinggi Agak masam

26

P. Panjang 2 Sangat tinggi Rendah Tinggi Agak masam

27

P. Panjang 3 Sangat tinggi Sedang Tinggi Agak masam

28

Taba Air Pauh 1 Rendah Tinggi Sedang Agak masam

29

Taba Air Pauh 2 Sangat tinggi Sedang Sedang Agak masam

30

Taba Air Pauh 3 Rendah Tinggi Sedang Agak masam

31 Seberang Musi Benuang Galing 1 Sangat tinggi Rendah Sedang Agak masam

32

Benuang Galing 2 Sangat tinggi Sedang Tinggi Agak masam

33

Cirebon Baru 1 Rendah Tinggi Sedang Agak masam

34

Cirebon Baru 2 Sangat tinggi Tinggi Tinggi Agak masam

35

Tebat Laut Sangat tinggi Rendah Sedang Agak masam

36

Talang Gelompok 1 Rendah Tinggi Rendah Agak masam

37

Talang Gelompok 2 Sangat tinggi Sedang Sedang Agak masam

38

Taba Padang 1 Rendah Tinggi Sedang Agak masam

39

Taba Padang 2 Rendah Sedang Tinggi Agak masam

40

Air Pesi Sangat tinggi Tinggi Sedang Agak masam

41

Temdak Sangat tinggi Tinggi Tinggi Agak masam

42

Kandang Rendah Tinggi Tinggi Agak masam

Analisis tanah yang dilakukan umumnya terbatas pada unsur hara makro saja,

sedangkan unsur hara mikro kurang diperhatikan. Perkiraan mengenai unsur hara mikro hanya

diduga berdasarkan jenis tanahnya saja. Usaha pertanian yang mengharapkan produksi tinggi dan

sangat tinggi memerlukan pemupukan hara mikro yang dapat dilakukan lewat tanah ataupun

lewat daun.

Secara garis besar unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dibedakan menjadi dua

kelompok, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro merupakan unsur

hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan terdapat dalam jumlah lebih besar dibandingkan dengan

unsur hara mikro. Menurut Rosmarkum dan Yuwono (2002), unsur hara makro esensial utama

terdiri dari N, P, dan K, sedangkan unsur hara makro esensial kedua terdiri dari Ca, Mg, dan

unsur hara menaikkan produksi Na sedangkan unsur hara Si tidak menaikkan produksi.

Status Hara Nitrogen (N)

Unsur hara N bagi tanaman berperan di dalam pembentukan sel, jaringan dan organ

tanaman. Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk ion NO3- atau NH4

+. Kebutuhan unsur hara

N di dalam tanaman dibutuhkan dalam jumlah yang besar, terutama pada saat pertumbuhan

vegetatif, karena unsur N berfungsi sebagai bahan sintesis klorofil, protein dan asam amino.

Bersamaan dengan unsur fosfor (P), nitrogen digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman

secara keseluruhan.

Status tanah di Kabupaten Kepahiang secara umum adalah berpasir dengan liat <20%

dan berdasarkan hasil analisis tanah sawah dengan menggunakan PUTS yang dilakukan terhadap

42 sampel tanah pada 34 desa, menunjukkan bahwa status hara N rata-rata adalah sangat tinggi

(57,14%), sedangkan sisanya adalah berada pada status rendah (42,86%). Tidak terdapat sampel

tanah yang berada pada status hara N sedang dan tinggi. Sehingga didapat rekomendasi

pemupukan berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan PUTS pada tanah untuk status N

rendah adalah dengan 250 kg Urea/ha, sedangkan pada status N sangat tinggi pemberian Urea

hanya 200 kg/ha (Tabel3.). Status unsur N pada tanah sawah yang sangat tinggi di Kabupaten

Kepahiang disebabkan tingginya intensitas pemupukan yang dilakukan oleh petani, sehingga

apabila pemupukan N masih dilakukan dalam dosis tinggi maka akan memberikan pengaruh yang

buruk pada tanaman padi. Tanaman yang kelebihan unsur N akan menyebabkan daun terlalu

Page 80: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

67 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

hijau, dan rimbun yang akan menyebabkan proses pembungaan menjadi lama. Disamping itu,

tanaman yang kelebihan unsur N akan rentan terhadap serangan penyakit dan mudah roboh yang

akan mengakibatkan produksi menurun (Yuhendra, 2011).

Tabel 3. Status hara N dan rekomendasi pemupukan N di Kabupaten Kepahiang.

Status hara N Sampel Rekomendasi Urea untuk Tanah (kg/ha)

banyaknya % Berpasir (<20% liat) Berliat (20-40%)

Rendah 18 42,86 300 250

Sedang 0 0,00 - -

Tinggi 0 0,00 - -

Sangat Tinggi 24 57,14 200 200

Jumlah 42 100,00

Sumber utama N di dalam tanah berasal dari bahan organik, hasil pengikatan N dari

udara oleh mikroba, pupuk dan air hujan (Setyorini, Widowati dan Kasno, 2007). Kadar N di

dalam tanah tergantung pada pengelolaan dan penggunaan tanah tersebut (Rosmarkum dan

Yuwono, 2002). Sumber N utama adalah berasal dari Urea, akan tetapi tanaman hanya dapat

menyerap 30% N yang berasal dari pemupukan (Siregar dan Marzuki, 2011). Sehingga efisiensi

pemupukan melalui pemupukan tepat waktu yaitu pemupukan yang disesuaikan dengan

kebutuhan tanaman dapat dilakukan. Selain melalui pemupukan secara efisien, penggunaan

varietas unggul yang tanggap terhadap pemberian N serta memperbaiki teknik budidaya, yang

terdiri dari pengaturan populasi tanaman, pengairan yang tepat, serta pemberian N yang tepat baik

dosis maupun cara dan waktu pemberian.

Penambahan unsur N ke dalam tanah dapat dilakukan dengan menggunakan Urea, ZA,

DAP, pupuk majemuk maupun dengan menggunakan pupuk kompos. Rekomendasi pemupukan

untuk status hara N rendah pada tanah berpasir dengan liat < 20% adalah 300 kg Urea/ha.

Sedangkan pada status hara N sangat tinggi, rekomendasi pemupukan pada tanah berpasir dengan

liat < 20% tanah berliat adalah 200 kg Urea/ha (Setyorini, Widowati dan Kasno, 2007).

Pemupukan yang dilakukan tanpa memperhatikan status hara tanah dan kebutuhan tanaman akan

menyebabkan terjadinya kelebihan unsur hara. Untuk pertumbuhan yang optimum selama fase

vegetatif, pemupukan N harus diimbangi dengan pemupukan unsur lain.

Kekurangan unsur N pada tanaman padi akan menunjukkan gejala pertumbuhan kerdil

dan menguning, daun lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran daun sehat. Gejala kekurangan

N pada tanaman muda menunjukkan gejala seluruh tanaman menguning, sedangkan gejala pada

tanaman tua menunjukkan daun bagian bawah berwarna hijau kekuning-kuningan hingga kuning.

Selain itu, anakan yang dihasilkan oleh tanaman yang kekurangan N berkurang dan terlambat

berbunga akan tetapi proses pemasakan bulir cepat sehingga gabah kurang bernas serta gabah dari

malai yang dihasilkan juga berkurang (Syam et al., 2007). Pemupukan N juga akan menaikkan

produksi tanaman, kadar protein, dan kadar selulosa, tetapi sering menurunkan kadar sukrosa,

polifruktosa dan pati. Menurut Siregar dan Marzuki (2011), unsur N juga berpengaruh terhadap

susunan kimia tanaman. Pemberian N jika diberikan di bawah optimal, maka asimilasi ammonia

akan menaikkan kadar protein dan pertumbuhan daun (dinyatakan dengan indeks luas daun).

Menurut Marscher (1986) dalam Siregar dan Marzuki (2011), pemupukan N pada tanaman padi

akan menyebabkan panjang, lebar dan luas daun bertambah, akan tetapi ketebalan daun menjadi

berkurang.

Status Hara P

Unsur hara fosfor (P), merupakan salah satu unsur penting bagi tanaman yang berperan

untuk menyusun enzim, protein, ATP, RNA dan DNA. ATP penting untuk proses transfer energi,

sedangkan RNA dan DNA menentukan sifat genetik tanaman. Selain itu, unsur P juga

mempunyai peran untuk pertumbuhan benih, akar, bunga dan buah. Bersamaan dengan kalium,

unsur P digunakan oleh tanaman untuk merangsang pembungaan. Sehingga kebutuhan P akan

meningkat tinggi pada saat tanaman akan berbunga (Yuhendra, 2011). Tanah andosol dapat

Page 81: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

68 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

menyemat P sekitar 500kg/ha. Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan

nitrogen dan kalium, tapi fosfor dianggap kunci kehidupan.

Berdasarkan hasil analisis status tanah sawah pada beberapa desa sentra padi di

Kabupaten Kepahiang, status hara P secara umum adalah tinggi (59,52%), sedangkan sisanya

adalah sedang 21,42% dan rendah 19,05%. Dominasi status unsur P tinggi dan sedang pada lahan

sawah di Kabupaten Kepahiang karena pemupukan yang dilakukan secara intensif. Menurut

Barus dan Andarias (2007), pemupukan yang dilakukan secara intensif pada lahan sawah irigasi

teknis dengan intensitas tanam dua atau tiga kali setahun akan menyebabkan dominasi status P

tinggi hal ini dikarenakan tidak semua pupuk P yang diberikan dapat seluruhnya diserap oleh

tanaman. Berdasarkan kondisi hasil pengujian PUTS, maka rekomendasi pemupukan yang

diberikan antara tanah dengan P rendah, sedang dan tinggi berbeda. Sehingga didapat

rekomendasi pemupukan berdasarkan hasil analisis menggunakan PUTS di Kabupaten Kepahiang

pada tanah untuk status hara P tinggi adalah 50 kg SP-36/ha, status hara P sedang rekomendasi

pemupukan adalah 75 kg SP-36/ha dan status hara P rendah adalah 100 kg SP-36/ha (Tabel 4).

Tabel 4. Status hara dan rekomendasi pemupukan P di Kabupaten Kepahiang.

Status hara Jumlah Persentase (%) Rekomendasi Pemupukan

Rendah 8 19,05 100 kg SP-36/ha

Sedang 9 21,42 75 kg SP-36/ha

Tinggi 25 59,52 50 kg SP-36/ha

Jumlah 42 100,00

Secara umum, unsur P telah di identifikasi sebagai unsur hara yang penting bagi

kesehatan akar tanaman dan menambah ketahanan tanaman terhadap keracunan besi. Selain itu,

kekurangan unsur hara P pada tanaman padi akan menyebabkan pertumbuhan akar tanaman

lambat, tanaman kerdil, daun berwarna hijau gelap dan tegak, lama kelamaan daun berwarna

keungu-unguan. Selain itu, jumlah anakan sedikit, waktu pembungaan terlambat sehingga tidak

rata, umur tanaman atau panen lebih panjang dan gabah yang terbentuk berkurang (Syam et al.,

2007). Selain berpengaruh terhadap tanaman, kelebihan unsur P akan menyebabkan penyerapan

unsur lain terutama unsur mikro seperti besi (fe), tembaga (Cu), dan seng (Zn) terganggu. Namun

gejalanya tidak terlihat secara fisik pada tanaman (Yuhendra, 2011).

Status Hara K

Unsur K bagi tanaman mempunyai peranan sebagai pengatur proses fisiologi tanaman

seperti fotosintesis, akumulasi, translokasi, transportasi karbohidrat, membuka menutupnya

stomata, atau mengatur distribusi air di dalam jaringan. Kekurangan unsur K akan menyebabkan

daun seperti terbakar dan akhirnya gugur (Yuhendra, 2011). Selain itu, kekurangan unsur K

menyebabkan kadar karbohidrat berkurang serta menyebabkan lemahnya batang tanaman

sehingga tanaman mudah roboh.

Status unsur hara K pada beberapa desa sentra padi di Kabupaten Kepahiang secara

rata-rata adalah sedang dengan persentase 38,10%, sedangkan sisanya sebanyak 35,71% berada

pada status rendah dan 26,19% pada status tinggi. Status K yang berada pada kondisi sedang dan

rendah, salah satunya disebabkan karena pemupukan K tidak selalu dilakukan oleh petani dan

kalaupun ada diberikan dalam jumlah sedikit dan tidak seimbang dengan jumlah N dan P. Selain

itu, pengembalian jerami pada setiap musim panen berakhir umumnya dibakar (untuk

mempercepat proses pengolahan tanah) dan tidak dikembalikan ke sawah yang secara otomatis

mengakibatkan unsur K yang terbawa oleh tanaman tidak kembali ketanah. Menurut Ma dan

Takahashi (1991) dalam Husnain (2010), jerami padi mengandung mengandung SiO2 antara 1,7

hingga 9,3% sementara itu Tanaka (1978) dalam Husnain (2010) melaporkan bahwa kandungan

K dalam jerami padi bervariasi antara 1 hingga 3%.

Page 82: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

69 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 5. Status hara k dan rekomendasi pemupukan K di Kabupaten Kepahiang.

Status hara Jumlah Persentase (%) Rekomendasi Pemupukan

Rendah 15 35,71 a. 100 kg KCl/ha atau

b. 50 kg KCl/ha + 5 ton jerami/ha

Sedang 16 38,10 a. 50 kg KCl/ha atau

b. 5 ton jerami/ha Tinggi 11 26,19

Jumlah 42 100,00

Menurut Setyorini, Widowati dan Kasno (2007), rekomendasi pemupukan pada status

unsur hara K rendah adalah dengan penambahan pupuk KCl 100 kg/ha atau 50 kg KCl/ha

ditambah dengan 5 ton jerami/ha. Sedangkan pada status K sedang dan tinggi penambahan K

melalui pemberian pupuk KCl adalah sebanyak 50 kg/ha atau dengan penambahan dengan

menggunakan 5 ton jerami/ha. Status unsur K pada tanah sawah di Kabupaten yang berada antara

rendah, sedang dan tinggi.

Status pH

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan PUTS, status ph tanah sawah di

Kabupaten Kepahiang secara umum adalah agak masam (100%). Berdasarkan bagan warna hasil

pengujian dengan PUTS terhadap pH, status tanah agak masam berada pada kisaran 5-6.

Rekomendasi pemupukan berdasarkan status pH adalah sistem drainase konvensional dan pupuk

N dalam bentuk Urea (Tabel 6). Pada pH tanah kurang dari 6 maka ketersediaan unsur P, K,S,

Ca, Mg dan Mo menurun dengan cepat dan aktivitas mikroorganisme untuk mendekomposisikan

N organik menjadi terhambat.

Tabel 6. Status pH dan rekomendasi pemupukan berdasarkan pH tanah.

Status pH Jumlah Persentase (%) Rekomendasi

Sangat masam (pH < 4) - - Sistem drainase terputus

Kapur 1-2 ton/ha

Pupuk N dalam bentuk Urea Masam (pH 4-5) - -

Agak masam (pH 5-6) 42 100 Sistem drainase konvensional

Pupuk N dalam bentuk Urea Netral (pH 6-7) - -

Agak basa (7-8) - - Sistem drainase konvensional

Pupuk N dalam bentuk ZA. Alkalin (pH >8) - -

Jumlah 42 100

pH tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, yaitu menentukan mudah

tidaknya ion-ion unsur hara diserap oleh tanaman (Anonymous, 2011). Pada umumnya unsur hara

akan mudah diserap tanaman pada pH 6-7, karena pada pH tersebut sebagian besar unsur hara

akan mudah larut dalam air dan derajat pH dalam tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-

unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Pada kondisi tanah masam, akan banyak ditemukan

unsur alumunium (Al) yang selain meracuni tanaman juga mengikat phosphor sehingga tidak bisa

diserap tanaman, selain itu pada tanah masam juga terlalu banyak unsur mikro yang bisa

meracuni tanaman. Sedangkan pada tanah basa banyak ditemukan unsur Na (Natrium) dan Mo

(Molibdenum), dan kondisi pH tanah juga menentukan perkembangan mikroorganisme dalam

tanah. Pada pH 5,5 – 7 jamur dan bakteri pengurai bahan organik akan tumbuh dengan baik.

Demikian juga mikroorganisme yang menguntungkan bagi akar tanaman juga akan berkembang

dengan baik.

Page 83: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

70 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

KESIMPULAN

1. Secara umum status N, P, K dan pH tanah sawah di Kabupaten Kepahiang bervariasi, yaitu N

sangat tinggi (57,14%), status P tinggi (59,52%), status K sedang (38,10%) serta status pH

secara umum (100%) adalah agak masam.

2. Rekomendasi pemupukan untuk status N sangat tinggi 200 kg Urea/ha, P tinggi 50 kg SP-

36/ha, K sedang 50 kg KCl/ha atau 5 ton jerami/ha serta pH agak masam sistem drainase

konvensional dan pemberian pupuk N dalam bentuk Urea.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulrahman, S., E. Suhartatik, A. Kasno dan D. Setyorini. 2008. Modul Pemupukan Padi

Sawah Spesifik Lokasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Anonymous. 2011. Mengatasi Tanah Masam dan Basa. http://www.gerbangpertanian. com/

2011/11/mengatasi-tanah-masam-dan-basa.html. (08 Oktober] 2012.

BPS Prov. Bengkulu. 2011. Provinsi Bengkulu Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik

Provinsi Bengkulu. Bengkulu.

Barus, J. dan Andarias. 2007. Status Hara Fosfor dan Kalium Lahan Sawah Kabupaten Lampung

Tengah. Jurnal Tanah dan Lingkungan, Volume 9 N0. 1 April 2007 : 16-19.

http://www.journal.ipb.ac.id/index.php/jtanah/article/view/2385/1391 [17 September] 2012.

Departemen Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah; Pedoman Bagi

Penyuluh Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Dirjen Tanaman Pangan. 2011. Pedoman Umum SL-PTT Tahun 2011. Direktorat Jenderal

Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian. Jakarta. http://www.

litbang.deptan.go.id›Download›Panduan [18 Juli] 2011.

Faiz, M. B. 2009. Tanah Tropika Agroekoteknologi Lahan Kering. Badan Penerbitan Fakultas

Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Husnain. 2010. Kehilangan Unsur Hara Akibat Pembakaran Jerami Padi dan Potensi

Pencemaran Lingkungan. Prosd. Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor,

30 November-1 Desember 2010. BBSDLP. Bogor. http://www.balittanah.

litbang.deptan.go.id/index.php?option...id (18 Sept 2012).

Indranada, H.K. 1986. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Penerbit PT. Bina Aksara. Jakarta.

Rosmarkum, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Penerbit Kanisius.

Yogyakarta.

Setyorini, D., L. R. Widowati dan A. Kasno. Petunjuk Penggunaan Perangkat Uji Tanah Sawah

(Paddy soil test kit). BBSDLP. Bogor. http://www.putsputk. net.//pdffille/manual_puts.pdf.

(diakses, 20 September 2012).

Siregar A. dan I. Marzuki. 2011. Efisiensi Pemupukan Urea Terhadap Serapan N dan

Peningkatan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L.) Jurnal Budidaya Pertanian 7: 107-112.

http://www.paparisa.unpatti.ac.id/paperrepo/ppr_iteminfo_Ink.php? id=40 (17 September

2012).

Syam, M., Suparyono, Hermanto, dan D. Wuryani, S. 2007. Masalah Hama, Penyakit, Hara

Pada Padi. Kerjasama Puslibang Tanaman Pangan, BPTP Sumut, BPTP Riau, BPTP

Lampung, BPTP DKI, BPTP DIY, BPTP Sultra, BPTP Kalsel dan IRRI.

http://www.litbang.deptan.go.id/download/one/31/. (28 Juli 2011).

Page 84: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

71 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA

BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN

KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

M. A. Firmansyah1, Suparman1, W.A. Nugroho1, Harmini1 dan Umi Pudji Astuti2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah

2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

ABSTRAK

Lahan lebak merupakan lahan yang berpotensi untuk pengembangan pertanian jika dilakukan pembangunan

jaringan tata air yang efektif. Kajian ini bertujuan untuk memperbaiki teknologi usahatani lahan lebak dangkal di

Kabupaten Katingan diperlukan karena masih dilakukan secara tradisional, yaitu tanpa aplikasi pemupukan, kendala

pengembangan karet karena genangan air, dan belum termanfaatkannya limbah jerami padi untuk pakan ternak. Kajian

dilakukan selama 3 (tiga tahun) 2009 – 2011 di SP1 Desa Buntut Bali Kecamatan Pulau Malan Kabupaten Katingan.

Kajian dilakukan dengan memperkenalkan pemupukan padi, dan memperkenalkan teknologi tukungan untuk

pengembangan tanaman karet di lahan lebak dangkal dengan karet unggul PB260 dan IRR39, serta pemanfaatan limbah

jerami untuk pakan ternak. Hasil menunjukkan bahwa pemupukan 200 kg/ha Urea, 150 kg/ha SP-36, dan 50 kg/ha KCl

mampu menghasilkan antara 2,5 – 3,7 t/ha GKP, sedangkan tanpa pupuk antara 1,9 – 2,9 t/ha GKP. Pemberian pupuk

organik limbah sapi 9 t/ha menghasilkan sebesar 5,20 t/ha GKG, diikuti 12 t/ha pupuk organik dengan produksi 4,51

t/ha GKG, dan terendah tanpa pemberian pupuk organik menghasilkan 3,06 t/ha GKG. Kajian penggunaan Pupuk

Gambut (Pugam) menunjukkan bahwa perlakuan Pugam T mencapai produksi sebanyak 3,84 t/ha GKG. Teknologi

penanaman karet klon unggul PB 260 dan IRR 39 mampu hidup jika dibuatkan tukungan saat tanam, sedangkan jika

tidak menggunakan tukungan bibit karet tertekan dan mati karena genangan air. Pemberian silase meningkatkan

pertambahan bobot badan sapi pada bulan pertama perlakuan mencapai 8,11 kg/bulan dibandingkan tanpa pemberian

silase yang hanya 3,3 kg, sedangkan pada bulan ketiga perlakuan tercapai penambahan bobot badan sapi mencapai

14,39 kg dibandingkan 3,69 kg.

Kata Kunci: lahan lebak, oryza sativa, hevea brasiliensis, silase, pertambahan bobot badan sapi

PENDAHULUAN

Lahan lebak merupakan lahan cekungan yang memiliki kendala kelebihan air di waktu

musim hujan dan kering disaat musim kemarau dan tidak dipengaruhi oleh gerakan air pasang

surut. Kondisi lahan yang marginal tersebut dikarenakan ketersediaan air yang tidak dapat

dikelola dengan baik. Lahan lebak merupakan lahan potensi tinggi untuk pengembangan padi,

dan juga sumber pakan untuk ternak saat terjadi musim banjir. Namun demikian kondisi

masyarakat asli Kalimantan Tengah masih terbatas pemanfaatan lahan lebak untuk penanaman

padi sekali setahun dan juga keinginan untuk perluasan mengembangkan tanaman karet di lahan

lebak karena sebagai mata pencaharian utama.

Lahan lebak merupakan lahan rawa yang perkembangannya tertinggal dibandingkan

dengan lahan rawa pasang surut (Noor, 1996). Lahan lebak di Kalimantan Tengah mencapai

luasan 324.920 hektar, sedangkan potensi luasan sawah lebak di Kabupaten Katingan sebesar

61.251 hektar (Nugroho dan Budiman, 2006). Umumnya lahan lebak selain dimanfaatkan untuk

tanaman padi, juga dimanfaatkan untuk hortikultura, palawija maupun kenaf (Anwar dan

Widjaja-Adhi, 1997), namun demikian belum banyak yang mengembangkan untuk tanaman

tahunan yang akan mengalami genangan dengan waktu yang cukup lama seperti tanaman karet.

Tujuan pengkajian ini adalah melakukan integrasi pemanfaatan lahan lebak dangkal di

Kecamatan Pulau Malan, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah untuk usahatani

padi, karet dan sapi secara terintegrasi, dengan cara pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan

ternak.

BAHAN DAN METODA

Lokasi pengkajian dilakukan di lahan lebak dangkal di SP1 Desa Buntut Bali

Kecamatan Pulau Malan, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah. Pelaksanaan

pengkajian dilakukan mulai MT Okmar 2009 hingga MT Okmar 2011. Terdapat tiga komoditas

yang diintegrasikan, antara lain: 1) Rakitan Paket Teknologi Budidaya padi menggunakan

Page 85: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

72 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

pemupukan anorganik dan pengkajian pemupukan organik limbah sapi di lahan lebak mineral,

serta pengkajian penggunaan Pugam di lahan lebak gambut, 2) Teknologi pengembangan

tanaman karet unggul di lahan lebak mineral menggunakan berbagai dimensi tukungan, dan 3)

Pemanfaatan jerami padi sebagai silase untuk pakan sapi.

Rakitan paket teknologi budidaya padi lahan lebak menggunakan pemupukan

anorganik, dilakukan pada MT Okmar 2009, perlakuan yang digunakan adalah paket pemupukan

200 kg/ha Urea, 150 kg/ha SP-36, dan 50 kg/ha KCl; dan tanpa pemupukan (pola petani). Varitas

padi yang digunakan adalah varietas lokal. Luas setiap petak percobaan 0,5 ha yang dilakukan

oleh tiga petani kooperator. Pengamatan meliputi jumlah anakan dan produksi.

Rakitan paket teknologi budidaya padi lahan lebak mineral menggunakan pemupukan

organik limbah sapi. Pupuk organik yang dikaji adalah dosis pupuk kandang sapi, antara lain: 0

t/ha (P0), 3 t/ha (P1), 6 t/ha (P2), 9 t/ha (P3), dan 12 t/ha (P4). Pengkajian ini dilakukan di lahan

lebak sela tukungan karet, setiap petak percobaan memiliki ukuran 15x20 m dan diulang

sebanyak tiga kali. Pemupukan anorganik yang digunakan dengan dosis 200 kg/ha urea, 150

kg/ha SP-36 dan 50 kg/ha KCl. Varietas yang digunakan adalah varietas lokal Embang Parukat

dengan usia panen 5 bulan.

Pengkajian penggunaan Pugam di laksanakan di MT Okmar 2011 yang terletak di lahan

lebak gambut dalam. Perlakuan adalah pemberian Pugam A dan Pugam T, masing-masing

sebanyaks 400 kg/ha, sedangkan kontrol tanpa pemberian Pugam. Luas tiap demplot perlakuan

baik Pugam A, Pugam T dan Kontrol adalah 25 x 100 m. Dolomit diberikan sebanyak 400 kg/ha,

pupuk anorganik Urea sebanyak 150 kg/ha dan pupuk NPK Ponskha sebanyak 150 kg/ha. Varitas

padi yang digunakan adalah Inpara-5. Pengamatan yang dilakukan adalah jumlah malai dan

produksi gabah kering giling.

Teknologi pengembangan tanaman karet unggul di lahan lebak mineral menggunakan

berbagai dimensi tukungan, yang dibedakan berdasarkan kedalaman genangan air saat musim

hujan. Dimensi panjang dan lebar tukungan berukuran masing-masing 1 m, namun tinggi

tukungan dibedakan berdasarkan 50%, 100%, dan 150% dari kedalaman genangan air rata-rata

sebesar 50 cm. Parameter yang diamati adalah lingkar batang maupun tinggi tanaman, serta

tanaman yang dapat bertahan pada kondisi tersebut.

Pengkajian pemanfaatan limbah jerami padi untuk pakan ternak diintroduksikan dengan

pembuatan silase. Silase yang digunakan berasal dari bahan limbah jerami padi hasil panen

demplot Inpara 5 pada perlakuan Pugam A, Pugam T, dan Kontrol yang telah dicacah, gula

merah, dedak, air dan EM-4 peternakan. Peralatan yang digunakan adalah 1 unit APO, kantong

plastik hitam besar, terpal, meteran. Sebelum perlakuan diaplikasikan setiap sapi diberikan feed

supplement mineral sebagai mineral tambahan. Setiap bulan para petani akan mengukur lingkar

dada, panjang badan dan tinggi badan. Silase diberikan sebanyak 35% dari bobot badan sapi, dan

silase diberikan setiap hari. Sebelum diberikan pada ternak terlebih dahulu silase di angin –

anginkan. Parameter pengukuran dilakukan pada pertambahan berat badan sapi antara yang

diberi silase dan tidak diberi silase.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengkajian Pemupukan Anorganik Tanaman Padi Lahan Lebak di Sela Karet

Penanaman padi di lahan lebak dangkal lokasi penelitian masih dilakukan satu kali

dalam satu tahun. Hal tersebut utamanya disebabkan karena belum sempurnanya pengelolaan tata

air, sehingga kebanjiran saat musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau. Menurut Ar-Riza

dan Rina (2004) untuk meningkatkan produktivitas lahan lebak dangkal dengan penerapan pola

tanam padi dua kali setahun diperlukan pembangunan jaringan tata air yang efektif.

Pemberian pupuk anorganik untuk mengenalkan kepada petani bahwa budidaya padi

lebak memerlukan tambahan unsur hara. Hasil menunjukkan bahwa pemberian pupuk

memberikan pengaruh positif pada parameter pertumbuhan dan produksi. Padi yang dipupuk

menunjukkan jumlah anakan yang lebih banyak yaitu 16 – 24 anakan produktif, dibandingkan

tanpa pemberian pupuk yaitu 14 – 16 anakan produktif. Pada parameter produksi, bahwa

Page 86: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

73 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

pemupukan mampu menghasilkan GKP (Gabah Kering Panen) antara 2,5 – 3,7 t/ha, sedangkan

tanpa pupuk antara 1,9 – 2,9 t/ha.

Analisis finansial menunjukkan bahwa pemberian pemupukan masih menguntungkan

dibandingkan tanpa pemupukan, pada perlakuan pemupukan dengan rata-rata produksi padi 683

kg GKG/0,25 ha dengan harga gabah Rp. 2.500,-/kg menghasilkan penerimaan sebesar Rp.

1.707.000,- dan tanpa pemupukan mendapatkan produksi 533 kg GKG/0,25 ha mendapatkan

penerimaan Rp. 1.332.500.-. yang berarti memberikan tambahan keuntungan sebesar Rp.

377.000,-/0,25 ha tanaman padi.

Pengkajian Pemupukan Organik Limbah Sapi di Lahan Lebak Sela Karet

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik limbah sapi 9 t/ha

menghasilkan sebesar 5,20 t GKG, diikuti 12 t/ha pupuk organik dengan produksi 4,51 t/ha dan

terendah tanpa pemberian pupuk organik menghasilkan 3,06 t/ha GKG (Gambar 1). Menurut

Raihan et all., (2003) pengaruh bahan oganik termasuk pupuk kandang sapi menjadikan tanah

gembur, memperbaiki aerasi tanah dan mampu meningkatkan produksi tanaman secara

berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, karena pupuk organik lebih lama mengendap

didalam tanah dibandingkan pupuk kimia.

Gambar 1. Peningkatan produksi padi hasil pemberian pupuk organik limbah sapi

pada lahan lebak disela karet.

Pengkajian Aplikasi Pupuk Gambut di Lahan Lebak Gambut

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa jumlah malai tertinggi ada pada perlakuan pupuk

gambut (Pugam) A sebesar 1.434 helai/6,25 m2. Sedangkan GKG tertinggi pada perlakuan

Pugam T sebanyak 3,84 t/ha GKG (Gambar 2). Kondisi rendahnya perlakuan Pugam A

meskipun memiliki jumlah malai lebih besar dari perlakuan lainnya terutama Pugam T, ternyata

malai pugam T lebih berat dan bernas dibandingkan perlakuan Pugam A yang banyak hampa.

Hal ini menunjukkan bahwa Pugam T yang bersifat lebih cepat bereaksi mampu memperbaiki

tanah gambut dibandingkan Pugam A yang lambat bereaksi.

Gambar 2. Peningkatan produksi perlakuan pupuk gambut padi Inpara

5 di lahan lebak gambut

Page 87: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

74 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Pengkajian Pengembangan Karet di Lahan Lebak (Inovasi Teknologi Tukungan)

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa menanam karet klon unggul PB 260 dan IRR 39

mampu hidup di lahan lebak dangkal jika dibuatkan tukungan saat tanam, sedangkan jika tidak

menggunakan tukungan kebanyakan bibit karet tertekan dan mati (Tabel 1). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ternyata pembuatan tukungan 50% dari ketinggian genangan air sudah

cukup untuk mempertahankan pertumbuhan bibit karet PB260, sedangkan untuk IRR39 yang

terbaik jika tinggi tukungan 100% dari genangan di lahan lebak dangkal.

Tabel 1. Keragaan agronomis karet di rawa lebak kabupaten katingan dengan inovasi teknologi

tukungan (16 BST).

Tinggi tukungan

(% dari genangan)

Diameter batang (mm) Tinggi tanaman (cm)

IRR-39 PB-260 IRR-39 PB-260

0

50

100

150

0,00

3,07

3,35

3,20

0,00

2,98

2,36

3,58

0

260

298

224

0

290

220

226

Keterangan: BST = Bulan Setelah Tanam; 0 = bibit karet mati.

Pengkajian Pemanfaatan Silase Limbah Jerami untuk Pakan Sapi

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pemberian silase jerami dapat meningkatkan

rata-rata berat sapi dibandingkan tanpa pemberian silase (Gambar 3). Pada ternak sapi tanpa

diberi silase jerami terjadi penurunan pertambahan berat badan sapi pada bulan ketiga, hal ini

kemungkinan dipengaruhi oleh ketersediaan pakan pada musim kemarau serta daya cerna sapi

yang berkurang. Kondisi ini terjadi dikarenakan hilangnya energi, mineral dan protein yang

terkandung dalam hijauan atau rerumputan akibat kekurangan air untuk bertumbuh. Sehingga

dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan sapi yang sudah dewasa yang dapt

menyebabkan berat badannya menurun atau kurus (Sampurna, 2009).

Gambar 3. Pemberian silase meningkatkan pertambahan bobot badan sapi

dibandingkan tanpa pemberian silase.

KESIMPULAN

1. Pemberian pupuk anorganik 200 kg/ha Urea, 150 kg/ha SP-36, dan 50 kg/ha KCl pada padi

lokal meningkatkan produksi. Pada parameter produksi, bahwa pemupukan mampu

menghasilkan GKP (Gabah Kering Panen) antara 2,5 – 3,7 t/ha, sedangkan tanpa pupuk antara

1,9 – 2,9 t/ha.

2. Dosis kotoran sapi yang memberikan hasil produksi tertinggi dengan rata-rata 5 t/ha GKG

adalah penambahan kotoran sapi 9 t/ha.

3. Perlakuan Pugam T lebih tinggi dibandingkan Pugam A, masing-masing 3,84 t/ha, 2,56

sedangkan kontrol 3,44 t/ha GKG

Page 88: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

75 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

4. Pembuatan tukungan 50% dari ketinggian genangan air sudah cukup untuk mempertahankan

pertumbuhan bibit karet PB260, sedangkan untuk IRR39 yang terbaik jika tinggi tukungan

100% dari genangan air di lahan lebak dangkal.

5. Pemberian silase meningkatkan pertambahan bobot badan sapi pada bulan pertama perlakuan

pemberian silase mencapai 8,11 kg dibandingkan tanpa pemberian silase yang hanya 3,3 kg,

sedangkan pada perlakuan pemberian silase bulan ketiga mencapai 14,39 kg dibandingkan

3,69 kg.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, E.A. dan I.P.G. Widjaja-Adhi. 1997. Tampilan Potensi Usahatani Di Lahan Lebak.

Prosd. Simposium Nasional dan Konggres VI Peragi. Jakarta 25-27 Juni 1996.

Perhimpunan Agronomi Indonesia Nasional. Jakarta. ;35-49.

Ar-Riza, I. dan Y. Rina. 2004. Optimasi Pemanfaatan Lahan Rawa Lebak Untuk Meningkatkan

Produksi Padi. Prosd. Seminar Nasional Inovasi Teknologi Sumberdaya Tanah dan Iklim.

Bogor 14-15 Oktober 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.

Bogor. ;257-272.

Noor, M. 1996. Padi Lahan Marjinal. Penerbi PT. Penebar Swadaya. Jakarta. ;213

Nugroho, K. dan C. Budiman. 2006. Arahan Tata Ruang Pertanian. 1.3. Provinsi Kalimantan

Tengah. Edisi Pertama. BBP2SDLP. Bogor.

Sampurna, I. 2009. Pakan Sapi Bali. Universitas Udayana. Denpasar.

Raihan, S., N. Fauziati dan Y. Raihana. 2003. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Sifat Fisik

dan Kimia Tanah Serta Hasil Jagung Di Lahan Lebak. Prosd. Seminar Nasional

Sumberdaya Lahan. Buku II. Cisarua, 6-7 Agustus 2002. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor. ;189-204

Page 89: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

76 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

POTENSI PENGEMBANGAN LAHAN SUB OPTIMAL

DENGAN VARIETAS PADI RAWA

Wahyu Wibawa dan Nurmegawati

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Jl Irian km 6,5 Kota Bengkulu

ABSTRAK

Lahan rawa merupakan lahan sub optimal yang sangat berpotensi dalam mendukung kelestarian

swasembada beras. Namun budidaya padi di lahan rawa mempunyai resiko yang cukup tinggi karena mempunyai

beberapa permasalahan diantaranya: tinggi dan lama genangan air sulit diduga, kesuburan tanah rendah dan

penggunaan varietas lokal Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi pertumbuhan dan hasil beberapa

varietas padi rawa sebagai bahan rekomendasi. Penelitian dilakukan pada musim kemarau di lahan milik petani di Desa

Dusun Baru Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah. Rancangan percobaan yang digunakan adalah

rancangan petak terpisah dengan 3 ulangan. Petak utama adalah perlakuan dosis pupuk yang terdiri atas dua level,

yaitu: 1) urea 100 kg/ha , SP-36 50 kg/ha dan KCl 50 kg dan 2) urea 200 kg/ha , SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg.

Anak petak adalah 5 varietas padi yang merupakan VUB padi rawa yaitu Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Indragiri dan

Banyuasin, yang terdiri dari 30 plot. Ukuran plot adalah 5 x 5 m = 25 m2 dengan jarak antar plot 60 cm. Hasil

pengkajian memperlihatkan bahwa varietas inpara 1 mempunyai tinggi tanaman tertinggi yaitu 81,33 cm, umur

tanaman berbunga 50 % berkisar 62,50 – 65,81 cm, jumlah anakan produktifnya hanya berkisar 6,95 – 9,04 batang,

dengan hasil berkisar 1,95 t/ha – 2,58 t/ha GKP. Hasil gabah terhadap varietas tidak berbeda nyata, sehingga varietas

Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Indragiri dan Banyuasin dapat direkomendasikan Dosis pemupukan tidak berbeda nyata

terhadap komponen hasil dan hasil gabah.

Kata kunci : varietas, dosis pemupukan, padi, rawa lebak

PENDAHULUAN

Permasalahan pangan yang dihadapi Indonesia saat ini salah satunya adalah terjadinya

konversi lahan pertanian yang menyebabkan luas lahan perkapita menjadi kecil, sehingga perlu

diupayakan cara yang paling efektif dan efeisien untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat

seiring dengan kenaikan jumlah penduduk yang terus merangkak naik. Salah satu solusinya

dengan mengoptimalkan lahan sub optimal yang ada seperti lahan rawa. Lahan ini yang sangat

berpotensi dalam mendukung kelestarian swasembada beras.

Menurut Subagyo (1997) lahan rawa adalah lahan yang menempati posisi peralihan

antara daratan dan sistem perairan. Zona-zona wilayah rawa dibagi dalam 3 zona yaitu wilayah

pasang surut air asin, rawa pasang surut air tawar dan rawa lebak). Dirjen Tanaman Pangan

(1992) dan Widjaja-Adhi et al., (1992) menggolongkan rawa lebak menjadi 3 golongan, yaitu

lebak pematang/dangkal, lebak tengahan dan lebak dalam. Lebak pematang mempunyai

permukaan lebih tinggi dan umumnya terletak di pinggir sungai. Pada musim hujan lahan tersebut

digenangi air kurang dari 50 cm, dengan masa genangan kurang dari 3 bulan. Lebak tengahan

mempunyai permukaan lebih rendah, terletak agak jauh dari sungai. Pada musim hujan hujan

lahan ini 400 digenangi air hingga 50-100 cm, dengan waktu genangan 3-6 bulan. Sedangkan

Lebak dalam mempunyai permukaan lebih dalam dan jauh dari sungai, digenangi air dengan

kedalaman lebih dari 100 cm dengan masa genangan lebih dari 6 bulan.

Luas lahan rawa lebak di Indonesia diperkirakan seluas 13,3 juta ha yang terdiri dari 4,2

juta ha rawa lebak dangkal; 6,07 juta ha lahan rawa lebak tengahan dan 3,0 juta ha rawa lebak

dalam. Umumnya lahan tersebut tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya (Widjaya

et al., 1992). Berdasarkan data BPS Provinsi Bengkulu (2010), luas lahan rawa lebak di Provinsi

Bengkulu diperkirakan 11.609 ha yang mencakup Kabupaten Seluma, Mukomuko, Bengkulu

Utara dan Bengkulu Tengah. Lahan tersebut sangat berpotensi untuk dikembangkan khususnya

untuk tanaman padi dan diharapkan mampu menjadi penyumbang produksi beras yang cukup

signifikan. Namun budidaya padi di lahan rawa mempunyai resiko yang cukup tinggi karena

mempunyai beberapa permasalahn diantaranya: tinggi dan lama genangan air sulit diduga,

kesuburan tanah rendah dan penggunaan varietas lokal. Tanah pada lahan rawa bersifat masam,

miskin unsur hara, dan mengandung besi (Fe) yang tinggi. Keracunan besi dan

ketidakseimbangan kandungan unsur hara merupakan permasalahan utama yang menyebabkan

Page 90: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

77 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

produktivitas padi rendah (1-2 t/ha) atau bahkan tidak menghasilkan. Untuk mengatasi

permasalahan tersebut diatas maka diperlukan varietas yang toleran terhadap cekaman genangan,

kekeringan serta hama penyakit.

Pada saat ini sudah ada varietas unggul baru padi pasang surut yang toleran fe/pirit,

toleran keasaman tinggi, tahan rendaman, potensi hasil tinggi dan lebih tahan hama penyakit

diantaranya banyuasin, Batanghari, Kapuas, Indragiri, Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4,

Inpara 5 dan Inpara 6, dimana masing-masing varietas mempunyai kelebihan masing-masing

(Balai Besar Penelitian Tanaman padi, 2010). Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut di atas

maka diperlukan paket teknologi dan varietas yang tahan kekeringan dan potens hasil yang tinggi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi pertumbuhan dan hasil beberapa

varietas padi rawa sebagai bahan rekomendasi.

BAHAN DAN METODA

Penelitian dilakukan pada musim kemarau di lahan milik petani di Desa Dusun Baru

Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu. Rancangan percobaan yang

digunakan adalah rancangan petak terpisah dengan 3 ulangan. Pada Petak utama merupakan

perlakuan dosis pupuk yang terdiri atas dua level, yaitu : 1) urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan

KCl 50 kg dan 2) urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg. Anak petakan merupakan

varietas padi dengan 5 VUB padi rawa yaitu Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Indragiri dan

Banyuasin, yang terdiri dari 30 plot. Ukuran plot adalah 5 x 5 m = 25 m2 dengan jarak antar plot

60 cm.

Penyemaian dilakukan di lahan petani pada tanggal 19 Mei 2012 untuk 8 varietas

masing-masing seberat 2 kg. Sebelum benih disemai dilakukan perlakuan benih dengan memberi

karbofuran sebanyak 1 kg. Pengolahan lahan dilakukan secara manual yaitu dengan cara

penebasan gulma dan pencangkulan tanah, selanjutnya dilakukan penyemprotan dengan herbisida

untuk membunuh biji-biji gulma yang tersisa. Penanaman padi dilakukan dengan sistem legowo 2

: 1, dengan jarak tanam 20 cm x 10 cm x 40 cm. Umur bibit yang digunakan yaitu 20 hss dengan

jumlah bibit per lubang sebanyak 3 batang pada 8 varietas dengan 48 plot.

Pemberian pupuk dilakukan sesuai dengan dosis, pada pengkajian ini dilakukan pada 2

level pupuk yaitu, level: 1) 100 kg urea/ha, 50 kg SP-36/ha, 50 kg KCl/ha dan 2) 200 kg urea/ha,

100 kg SP-36 kg/ha, 100 kg KCl/ha. Pada level pertama diberikan setengah dosis anjuran

sedangkan level keduanya diberikan pupuk dengan dosis penuh. Perhitungan pemberian pupuk

disesuaikan dengan luas dari masing-masing plot. Jumlah pupuk yang diberikan tiap plot

diperoleh dari luas plot dikalikan dosis pupuk per m2. Pemberian pupuk urea rencananya

dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada umur tanaman 7 hst, 21 hst dan 45 hst sedangkan

pemupukan SP-36 dan KCl diberikan pada pemupukan pertama saja, karena pertanaman

mengalami kekeringan maka pemupukan hanya dilakukan pada umur tanaman 7 hst dan 21 hst

sehingga dosis pupuk urea 2/3 dari dosis semula.

Pengajiran tanaman dilakukan pada setiap plot dimana pada masing-masing plot diberi

ajir untuk 5 sampel tanaman. Pengajiran ini dilakukan pada tanaman sampel untuk pengukuran

tinggi tanaman dan jumlah anakan. Untuk pelaksanaan budidaya padi mengacu pada PTT padi

rawa (Departemen Pertanian, 2008). Komponen teknologi yang diterapkan dalam percobaan

disajikan pada Tabel 1. Peubah yang diamati meliputi : tinggi tanaman saat panen, umur

berbunga (50% keluar malai), umur tanaman saat panen, berat kering jerami, anakan produktif,

bobot 1000 butir dan hasil.

Page 91: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

78 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 1. Komponen teknologi budidaya padi rawa pada perlakuan petak utama.

No. Komponen teknologi Petak utama

Level I Level II

1.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Varietas Unggul

Pengolahan tanah

Sistem tanam

Jarak tanam (cm)

Umur bibit (hss)

Jumlah bibit per rumpun (btg)

Pemupukan (kg/ha)

- Urea

- SP-36

- KCl

Cara Pemupukan

Penyiangan

Pengendalian hama penyakit

Sistem panen

5 varietas

TOT-MT

Legowo 2 : 1

20x20

20

3

100

50

50

Tebar (3 kali)

2 kali

PHT

Sabit

5 varietas

TOT-MT

Legowo 2 : 1

20x20

20

3

200

100

100

Tebar (3 kali)

2 kali

PHT

Sabit

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan varietas menunjukkan

berbeda nyata terhadap tinggi tanaman tetapi tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan

produktif (Tabel 2.), namun berbeda nyata terhadap umur tanaman berbunga 50% tetapi tidak

berbeda nyata terhadap berat kering jerami, berat 1000 butir gabah dan hasil (Tabel 3). Varietas

inpara 1 memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan varietas yang lain. Varietas

Banyuasin memilki berat kering jerami yang lebih tinggi dibanding varietas lain meskipun

perbedaannya tidak begitu mencolok. Jika dilihat dari hasil kelima varietas ini tidak menunjukkan

perbedaan yang signifikan. Tinggi tanaman pada masing-masing varietas kurang dari 100 cm,

tinggi tanamannya berkisar 75 – 81 cm, tanaman berbunga 50 % berkisar pada umur 62 – 65 hari,

berat kering jeraminya 13 – 18 gr, anakan produktifnya berkisar 6 – 9 batang yang tergolong

kurang sedangkan berat 1000 butir pada kelima varietas tersebut berkisar 25 – 26 gram. Varietas

Inpara 1 memiliki hasil yang tertinggi yaitu 2,58 t/ha sedangkan hasil yang terendah pada varietas

Inpara 3 yaitu 1,95 ton/ha (Gambar1). Jika dilihat dari deskripsi padi (Suprihatno et al., 2011)

kelima varietas tersebut, maka hasil yang diperoleh masih dibawah rata-rata hasil yang pernah

diperoleh dan kondisi ini juga didukung oleh jumlah anakan produktif yang rata-ratanya kurang

dari 10 batang.

Tabel 2. Pengaruh tunggal varietas dan dosis pemupukan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan

produktif.

Perlakuan Peubah yang diamati

Tinggi tanaman

(cm)

Jumlah anakan

produktif (btg)

Varietas Inpara 1 81,33 a 7,74 a

Varietas Inpara 2 75,67 b 9,04 a

Varietas Inpara 3 75,50 b 6,95 a

Varietas Indragiri 77,17 b 8,13 a

Varietas Banyuasin 76,50 b 8,30 a

Dosis Pemupukan;

urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan KCl 50 kg 75,00 p 7,56 p

urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg 79,47 p 8,50 p

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %.

Perbedaan yang terjadi pada kelima varietas tersebut karena dipengaruhi oleh faktor

dalam maupun faktor luar dari tanaman itu sendiri. Faktor dalam dari tanaman itu adalah genetika

Page 92: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

79 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

dari tanaman tersebut yang terekspresikan melalui pertumbuhan sehingga diperoleh hasil,

sedangkan faktor luarnya adalah faktor biotik maupun abiotik yang meliputi unsur – unsur yang

menjadi pengaruh pada kualitas dan kuantitas produksi alam, antara lain iklim, curah hujan,

kelembaban, intensitas cahaya, kesuburan tanah, serta ada tidaknya hama dan penyakit.

Dikemukakan oleh De Datta (1981) dalam Firdaus et al., (2001) bahwa lama fase pertumbuhan

vegetatif merupakan penyebab perbedaan umur tanaman yang disebabkan oleh faktor genetik dari

suatu tanaman. Nyakpa et al., (1988) menambahkan bahwa potensi hasil tinggi serta sifat-sifat

lainnya (mutu, ketahanan terhadap hama penyakit dan kekeringan) berhubungan erat dengan

susunan genetika tanaman.

Tabel 3. Pengaruh tunggal varietas dan dosis pemupukan terhadap umur tanaman berbunga 50%,

berat kering jerami, berat 1000 butir gabah dan hasil.

Perlakuan

Peubah yang diamati

Umur tanaman

berbunga 50 %

(hari)

Berat kering

jerami

(grm)

Berat 1000

butir gabah

(grm)

Hasil

(ton/ha)

Varietas Inpara 1 65,83 a 17,21 a 25,17 a 2,58 a

Varietas Inpara 2 62,50 b 13,71 a 25,83 a 2,56 a

Varietas Inpara 3 62,50 b 17,22 a 25,42 a 1,95 a

Varietas Indragiri 64,17ab 18,56 a 25,25 a 2.42 a

Varietas Banyuasin 64,17ab 19,39 a 26,17 a 2,06 a

Dosis Pemupukan;

urea 100 kg/ha,SP-36 50 kg/ha

dan KCl 50 kg

63,00 p 14,42 p 25,67 p 2,09 p

urea 200 kg/ha, SP-36 100

kg/ha dan KCl 100 kg

64,67 p 19,62 p 25,47 p 2,47 p

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %.

Rendahnya hasil yang didapat diduga karena tanaman kekurangan air dan pemberian

pupuk urea yang dilakukan 2 kali hal ini karena tanaman mengalami kekeringan. Kekeringan

berkaitan juga dengan ketersediaan air terutama dalam menunjang pertumbuhan tanaman. Air

bagi tanaman berperan sebagai unsur hara, pelarut unsur hara dan penyusun sel tanaman.

Ketersediaan air yang rendah secara mendasar menurunkan pertumbuhan, perkembangan dan

produksi tanaman. Foth (1998) mengemukakan bahwa laju pertumbuhan tanaman adalah pada

atau mendekati maksimum pada kapasitas lapang yang merupakan suatu kondisi dimana air

dalam ruang pori makro tidak ada lagi, tetapi masih terdapat dalam pori mikro. Hakim et al.,

(1987) menyatakan bahwa daya tahan terhadap kekeringan suatu tanaman akan mempengaruhi

hasil.

Pada Tabel 2 terlihat diantara perlakuan dosis pemupukan terhadap tinggi tanaman

dengan pemberian urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha menunjukan lebih tinggi

dibandingkan dengan pemupukan urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan KCl 50 kg/ha. Sebaliknya

terhadap umur tanaman berbunga 50% pada perlakuan urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan KCl

50 kg/ha tanaman berbunga 50 % lebih cepat dibanding dengan pemberian dosis urea 200 kg/ha,

SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha. Pada pemberian pupuk dengan dosis urea 200 kg/ha, SP-36

100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha berat jeraminya dibanding pada pemupukan urea 100 kg/ha, SP-36

50 kg/ha dan KCl 50 kg/ha lebih berat. Jumlah anakan produktif pada pemberian pupuk dengan

dosis urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha lebih banyak dibanding dengan

pemberian dosis urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan KCl 50 kg/ha. Berat 1000 butir gabah dan

hasil yang diperoleh relatif sama antara pemberian pupuk pada dosis urea 100 kg/ha, SP-36 50

kg/ha dan KCl 50 kg/ha dan urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha.

Page 93: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

80 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Gambar 1. Hasil rata-rata padi rawa pada lahan rawa lebak.

Tidak berbeda nyatanya antara dosis pemupukan urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan

KCl 50 kg/ha dan urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha, hal ini diduga dari faktor

kekeringan yang melanda pertanaman sehingga pemupukan tidak optimal. Kondisi kekeringan

mempengaruhi serapan hara yang dilakukan oleh tanaman karena salah satu fungsi dari air yaitu

pelarut unsur hara, dimana pada prinsipnya dengan penambahan unsur hara maka hasil yang

didapat akan meningkat. Fitter and Hay (1998) menyatakan bahwa pemupukan akan

meningkatkan pertumbuhan maupun komposisi atau kedua-keduanya kecuali untuk tanah-tanah

yang beracun dan tanah-tanah kering. Nyakpa et al., (1988) menambahkan peningkatan suplai air

ke dalam tanah menghasilkan serapan hara cenderung meningkat oleh tanaman. Jika penyedian

air cukup dalam tanah, maka pupuk yang diberikan terpakai secara optimal.

KESIMPULAN

1. Varietas inpara 1 mempunyai tinggi tanaman tertinggi yaitu 81,33 cm; umur tanaman

berbunga 50 % berkisar 62,50 – 65,81 cm; jumlah anakan produktifnya hanya berkisar 6,95 –

9,04 batang dan hasil berkisar 1,95 t/ha – 2,58 t/ha GKP.

2. Hasil gabah terhadap varietas tidak berbeda nyata, sehingga varietas; Inpara 1, 2 dan 3 serta

Indragiri dan Banyuasin dapat direkomendasikan.

3. Dosis pemupukan tidak berbeda nyata terhadap komponen hasil maupun hasil gabah.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2010. Inovasi Varietas Unggul Padi Rawa Dalam Bank

Pengetahuan Tanaman Pangan Indonesia. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan

Litbang Pertanian Jakarta.

BPS Provinsi Bengkulu. 2010. Provinsi Bengkulu dalam Angka. Bappeda dan BPS Provinsi

Bengkulu. Bengkulu 402 p.

Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Umum: Peningkatan Produksi dan Produktivitas Padi,

Jagung, dan Kedelai melalui pelaksanaan SL-PTT. Dirjen Tanaman Pangan. Departemen

Petranian. Jakarta. ;72 p.

Dirjen Tanaman Pangan. 1992. Program dan Langkah-Langkah Operasional Pembangunan

Pertanian di Lahan Rawa. Prosd. Pengembangan Terpadu Pertanian Lahan Rawa Pasang

Surut dan Lebak. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. pp. 39-52.

Firdaus, Yardha dan Adri. 2001. Keragaman Galur-Galur Harapan Padi Sawah. Jurnal

Agronomi Universitas Jambi, Vol. 5no. 2. Universitas Jambi. Jambi.

Page 94: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

81 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Fitter A.H. Hay R.K.M. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Penerbit Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta.

Foth, H.D. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Diterjemahkan oleh Purbayanti , Lukiwati dan

Trimulatsi. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hakim, N. M.Y.Nyakpa, A.M.Lubis, S.G.Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong dan H.H. Bailey.

1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung

Nyakpa, M.Y. A.M.Lubis, M.A. Pulung, A.G.Amrah, A.Munawar, G.B.Hong, N.Hakim. 1988.

Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Lampung.

Sembiring, H., Wardana, I.P., dan Setiobudi, D. 2011. Pengelolaan Pupuk Nitrogen, Hara Mikro

dan Sistem Tanam Pada Padi Tipe Baru. Prosd. Seminar Nasional Tanaman Pangan. Pusat

Penelitian Tanaman Pangan. Bogor

Subagyo H. 1997. Potensi Pengembangan dan Tata Ruang Lahan Rawa Untuk Pertanian. Prosd.

Simposium Nasional dan Konggres PERAGI. Jakarta 25- 27 Juni 1996. Badan Litbang

Pertanian. Jakarta.

Suparwoto1, Waluyo. I dan Jumakir. Pengaruh Varietas dan Metode Pemupukan Terhadap Hasil

Padi di Rawa Lebak. Jurnal Agronomi;8(1): 21-25

Suprihatno B., A. Darajat, Satoto dan Suwarno. 2011. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar

Penelitian Padi. Sukamandi. 118 p

Widjaja Adhi, I.P.G., K. Nugroho, D. Ardi S., dan A. S. Karama. 1992. Sumberdaya Lahan

Rawa: Potensi, Keterbatasan dan Pemanfaatan. Prosd. Pengembangan Terpadu Pertanian

Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. ;pp.19-38

Page 95: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

82 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU

PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU

Nurmegawati dan Wahyu Wibawa

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Jl Irian km 6,5 Kota Bengkulu

ABSTRAK

Pemanfaatan lahan rawa pasang surut di Provinsi Bengkulu masih sangat terbatas akibat keterbatasan

teknologi dan varietas yang digunakan. Untuk mengatasi masalah tersebut di atas maka diperlukan paket teknologi dan

varietas yang tahan terhadap resapan atau cekaman air laut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat adaptasi beberapa

varietas padi rawa yang toleran terhadap cekaman air laut. Penelitian ini dilakukan pada musim kemarau tahun 2012

yang dilakukan pada lahan rawa pantai yang sering mendapat resapan atau rendaman air laut di Kelurahan Rawa

Makmur Kecamatan Muara Bangkahulu, Kota Bengkulu. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok tiga

ulangan dengan perlakuan 8 varietas padi sawah terdiri atas 7 varietas padi rawa dan 1 varietas padi sawah irigasi

(sebagai pembanding). Ketujuh varietas padi rawa yang digunakan adalah; Inpara 1, Inpara-2, Inpara-3, Inpara-4,

Inpara-5, Indragiri dan Banyuasin sedangkan varietas padi sawah irigasi yang digunakan adalah Cigeulis. Pada

penelitian tercatat beberapa kali mendapat resapan air laut terutama pada fase vegetatif dan pada fase generatif satu kali

mendapatkan curah hujan. Kondisi kekeringan menjadi kendala pertumbuhan tanaman karena pemupukan khususnya

pemberian pupuk urea yang rencananya dilakukan 3 kali hanya dapat dilakukan 1 kali. Varietas Inpara 3 dan

Banyuasin beradaptasi baik pada lahan rawa pasang surut yang terkendala cekaman air laut dan dalam kondisi

kekeringan dengan produktivitasnya 3,45 t/ha dan 3,15 t/ha. Sehingga kedua varietas tersebut dapat direkomendasikan

untuk ditanam oleh petani pada lahan-lahan yang terkendala resapan air laut

Kata kunci: adaptasi, VUB, padi rawa, cekaman air laut, produksi tinggi

PENDAHULUAN

Padi merupakan tanaman bahan pangan terpenting di dunia, terutama bagi penduduk di

negara-negara Asia, khususnya penduduk Indonesia. Kebutuhannya selalu meningkat seiring

dengan pertambahan penduduknya. Pemerintah terus berupaya dalam peningkatan produksi padi

nasional, akan tetapi banyak menghadapi tantangan, seperti cekaman unsur hara, iklim yang tidak

menentu, gulma dan serangan hama penyakit yang membuat beberapa daerah di tanah air

mengalami kegagalan panen, ditambah lagi dengan semakin sempitnya lahan-lahan yang

produktif untuk sawah akibat adanya alih fungsi lahan baik ke sektor pertanian komonitas selain

padi maupun ke sektor non pertanian seperti perluasan areal perkebunan. Sehingga pemerintah

berupaya untuk memanfaatkan lahan-lahan sub optimal, salah satu jenis lahan yang dapat

dimanfaatkan adalah lahan rawa pasang surut.

Wilayah rawa pasang surut air asin/payau merupakan bagian dari wilayah yang

berhubungan langsung dengan laut lepas yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Subagyo,

2006). Berdasarkan tipologinya lahan rawa pasang surut dapat dibedakan ke dalam empat tipe:

(1) lahan potensial yaitu lahan yang mempunyai kedalaman pirit (lapisan berracun) pada

kedalaman > 50 cm di atas permukaan tanah, (2) lahan sulfat masam yaitu lahan yang

mempunyai lapisan pirit pada kedalaman 0 – 50 cm di atas permukaan tanah, (3) lahan gambut

yaitu lahan yang mengandung lapisan gambut dengan kedalaman yang sangat bervariasi, (4)

lahan salin yaitu lahan yang mendapat intrusi air laut sehingga mengandung garam dengan

konsentrasi yang tinggi, terutama pada musim kemarau (Badan Litbang Pertanian, 2007).

Luas lahan pasang surut di Indonesia diperkirakan 24,7 juta ha yang sebagian besar

terdapat di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Dari total luas lahan pasang surut tersebut, 9,53

juta ha diantaranya berpotensi dikembangkan untuk pertanian (Badan Litbang Pertanian, 2007).

Di Provinsi Bengkulu luas lahan rawa masih cukup luas diperkirakan 12.411 ha, yang terdiri dari

rawa lebak sekitar 11.609 ha dan rawa pasang surutnya sekitar 802 ha, yang mencakup

Kabupaten Seluma, Mukomuko, Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah (BPS Provinsi Bengkulu,

2010).

Pemanfaatan lahan rawa pasang surut untuk usaha tani padi membutuhkan ketersediaan

varietas unggul yang mampu beradaptasi dengan baik pada lahan tersebut. Pengembangan budi

daya padi juga menghadapi hambatan berupa perubahan iklim global. Perubahan iklim global

Page 96: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

83 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

mengakibatkan adanya pergeseran musim serta terjadinya iklim yang ekstrim, seperti terjadi

kekeringan dan kebanjiran. Untuk itu diperlukan varietas padi yang toleran terhadap kondisi iklim

yang ekstrim tersebut. Inovasi teknologi Varietas Unggul Baru (VUB) untuk antisipasi perubahan

iklim antara lain Inpara 1 sampai dengan Inpara 5 (BB Padi, 2010).

Salah satu lahan rawa pasang surut yang sering mendapat resapan air laut yaitu di

Kelurahan Rawa Makmur, Kota Bengkulu. Pemanfaatan lahan tersebut masih sangat terbatas

akibat keterbatasan teknologi dan varietas yang digunakan. Pada umumnya varietas yang

digunakan adalah varietas padi khusus untuk lahan sawah seperti Ciherang dan Mekongga.

Sehingga petani sering mengalami gagal panen bahkan gagal tanam akibat adanya

resapan/rendapan air laut. Akibat varietas yang digunakan tidak tahan air laut ditambah lagi tidak

adanya hujan yang datang untuk menetralisirnya. Petani mengalami kerugian dengan biaya yang

dikeluarkannya. Untuk mengatasi masalah tersebut di atas maka diperlukan paket teknologi dan

varietas yang tahan terhadap resapan atau cekaman air laut. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk melihat adaptasi beberapa varietas padi rawa yang toleran terhadap cekaman air laut.

BAHAN DAN METODA

Penelitian ini dilakukan pada lahan rawa pasang surut yang sering mendapat resapan

atau rendaman air laut di Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Muara Bangkahulu Kota

Bengkulu. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan 8

perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuannya meliputi 8 varietas yang terdiri atas 7 VUB padi rawa

(Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4, Inpara 5, Indragiri, Banyu Asin) serta 1 varietas

pembanding (Cigeulis). Pada penelitian ini terdapat 24 plot. Ukuran plot adalah 5 x 5 m = 25 m2

dengan jarak antar plot 60 cm.

Penyemaian dilakukan di lahan petani pada tanggal 19 Mei 2012 untuk 8 varietas

masing-masing seberat 2 kg. Sebelum benih disemai dilakukan perlakuan benih dengan memberi

karbofuran sebanyak 1 kg. Pengolahan lahan dilakukan dengan membajak pakai traktor.

Penanaman padi dilakukan dengan system legowo 2 : 1, dengan jarak tanam 20 cm x 10 cm x 40

cm. Umur bibit yang digunakan yaitu 20 hss dengan jumlah bibit per lubang sebanyak 3 batang.

Pemberian pupuk pada awalnya direncanakan dengan dosis, 100 kg urea/ha, 50 kg SP-

36/ha, 50 kg KCl/ha, karena pertanaman mengalami kekeringan maka pemberian pupuk hanya

dilakukan 1 kali pada umur tanaman 7 hst. Pada saat lahan masih mengandung air pupuk urea

diberikan dengan dosis 33,33 kg/ha sedangkan pemberian pupuk SP-36 dan KCl masing-masing

dengan dosis 50 kg/ha. Perhitungan pemberian pupuk disesuaikan dengan luas dari masing-

masing plot. Jumlah pupuk yang diberikan tiap plot dihitung dari luas lahan 1 ha dikali dosis per

hektar. Peubah yang diamati meliputi: tinggi tanaman saat panen, umur berbunga (50% keluar

malai), umur tanaman saat panen dan hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisa Tanah

Secara umum kelas tekstur tanah pada daerah pengkajian rawa pasang surut termasuk

lempung liat berdebu; pH H2O tergolong masam; Kandungan C-organik tergolong sangat tinggi;

kandungan N tergolong sedang; kandungan P tergolong sedang, K-dd tergolong sangat rendah;

kandungan Ca tergolong sangat rendah; Mg-dd tergolong sangat tinggi; Na-dd tergolong sedang;

Al3+

tergolong sangat rendah; dan KTK tergolong tinggi; sedangkan kandungan Fe tergolong

tinggi (Tabel 1). Pada lahan pengkajian ini sering terendam air laut yang dapat diketahui dari

kandungan Na yang tergolong sedang ini akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi.

Page 97: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

84 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 1. Hasil analisis contoh tanah rawa pasang surut yang dilaksanakan MK 2012.

No Sifat Kimia dan Fisika Nilai

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

Tekstur

pH (H2O)

C-organik (%)

N-total (%)

P-Bray.I (ppm)

K-dd (me/100g)

Ca-dd (me/100g)

Mg-dd (me/100g)

Na-dd (me/100g)

KTK (me/100g)

Al (me/100g)

Fe (%)

KA (%)

Lempung liat berdebu

4,88

7,32

0,35

8,04

0,04

1,88

1,43

0,52

25,97

0,10

2,20

12,00

Keterangan : Hasil analisa laboratorium tanah BPTP Bengkulu 2012.

Komponen Hasil dan Hasil

Selama fase pertumbuhan vegetatif di lokasi penelitian tidak pernah mendapat curah

hujan melainkan ada 3 kali mendapat resapan air laut atau rendaman air laut, sehingga

mengakibatkan beberapa tanaman mengalami kematian dan mengakibatkan pertumbuhan anakan

terhambat. Secara umum pertumbuhan tinggi tanaman ketujuh varietas padi rawa relatif sama

dengan Cigeulis. Dilihat dari analisa tanah terhadap unsur hara Na, maka terlihat bahwa

kandungan Na tergolong sedang, namun kandungan Fe tergolong sangat tinggi yaitu 2,20 % atau

22.000 ppm, hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Menurut Sipayung (2006) pada

tanah salin umumnya terjadi stres garam yang dapat mengakibatkan kematian tanaman. Menurut

Fallah (2006) stres akibat kelebihan Na+ dapat mempengaruhi beberapa proses fisiologi dari

mulai perkecambahan sampai pertumbuhan tanaman. Sedangkan menurut Menurut Yoshida

(1981) batas kritis keracunan Fe pada tanaman padi sawah adalah 300 ppm.

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan antar varietas

menunjukkan berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, umur tanaman berbunga 50% dan hasil

tetapi tidak berbeda nyata terhadap umur panen (Tabel 2). Kedelapan varietas tersebut memiliki

tinggi tanaman kurang dari 100 cm, varietas Indragiri memiliki tinggi tanaman yang tertinggi

yaitu 85,00 cm sedangkan yang terrendah varietas Inpara 5 dengan tinggi tanaman 57,67 cm.

Varietas Indragiri dan Inpara 1 memiliki waktu berbunga 50% lebih lama atau lebih panjang

dibanding varietas lain. Berdasakan umur panen, tanaman dapat dipanen dibagi 2 kelompok yaitu

yang kurang dari 100 hari yaitu varietas Inpara 5, Indra giri dan Banyuasin sedangkan umur

tanaman yang lebih dari 100 hari yaitu varietas Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4 dan cigelis.

Tabel 2. Komponen hasil dan hasil beberapa varietas padi di lahan rawa pantai.

Perlakuan Tinggi tanaman

(cm)

Umur tanaman

berbunga 50 % (hr)

Umur panen

(hr)

Hasil

(t/ha) GKP

Varietas Inpara 1 73,00 b 81,67 ab 102 a 1,06 b

Varietas Inpara 2 72,67 b 73,33 bc 102 a 2,64 ab

Varietas Inpara 3 72,00 b 51,00 e 105 a 3,45 a

Varietas Inpara 4 64,33 bc 65,00 d 105 a 2,15 ab

Varietas Inpara 5 57,67 c 75,33 bc 99 a 2,18 ab

Varietas Indragiri 85,00 a 82,00 a 99 a 2,71 ab

Varietas Banyu asin 68,00 b 71,67 cd 99 a 3,15 ab

Varietas Cigelis 71,67 b 76,00 bc 102 a 2,26 ab

Keterangan: Angka-angka sekolom diikuti huruf sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%.

Page 98: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

85 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Dari kedelapan varietas yang diuji 2 varietas yang memiliki hasil yang tertinggi yaitu

varietas Inpara 3 dan Banyuasin masing-masing dengan produktivitasnya 3,45 t/ha dan 3,15 t/ha

GKP. Varietas Inpara 1 memiliki hasil terrendah dengan produktivitas 1,06 t/ha GKP sedang

varietas cigelis sebagai kontrol masih mampu bersaing dengan varietas yang lain dengan hasilnya

2,26 t/ha GKP (Gambar 1).

Gambar 1. Hasil rata-rata padi rawa pada lahan rawa pasang surut (t/ha) GKP.

Bervariasinya tinggi tanaman, umur tanaman berbunga 50 %, umur tanaman dan hasil

antar varietas diduga berkaitan dengan kemampuan adaptasi masing-masing varietas terhadap

resapan air laut terutama pada awal pertumbuhan vegetatifnya. Perbedaan yang terjadi pada

kedelapan varietas tersebut karena dipengaruhi oleh faktor dalam maupun faktor luar dari

tanaman itu sendiri. Faktor dalam dari tanaman itu adalah genetika dari tanaman tersebut yang

terekspresikan melalui pertumbuhan sehingga diperoleh hasil, sedangkan faktor luarnya adalah

faktor biotik maupun abiotik yang meliputi unsur – unsur yang menjadi pengaruh pada kualitas

dan kuantitas produksi alam, antara lain iklim, curah hujan, kelembaban, intensitas cahaya,

kesuburan tanah, serta ada tidaknya hama dan penyakit. Dikemukakan oleh De Datta (1981)

dalam Firdaus et al., (2001) bahwa lama fase pertumbuhan vegetatif merupakan penyebab

perbedaan umur tanaman yang disebabkan oleh faktor genetik dari suatu tanaman.

Pengaruh cekaman air laut dan tidak ada hujan untuk menetralisir garam-garam dari air

laut mempengaruhi hasil yang diperoleh selain itu Kondisi kekeringan menjadi kendala

pertumbuhan tanaman karena pemupukan yang dilakukan tidak optimal. Untuk pemberian pupuk

urea yang semula akan dilakukan 3 kali karena faktor kekeringan hanya dilakukan 1 kali yaitu

pada umur 7 hst. Menurut Hakim et al., (1987) menyatakan bahwa daya tahan terhadap

kekeringan suatu tanaman akan mempengaruhi hasil.

KESIMPULAN

Varietas Inpara 3 dan Banyuasin beradaptasi baik pada lahan rawa pantai yang

terkendala cekaman air laut dan dalam kondisi kekeringan dengan produktivitasnya 3,45 t/ha dan

3,15 t/ha GKP sehingga kedua varietas tersebut dapat direkomendasikan untuk ditanam oleh

petani pada lahan-lahan yang terkendala resapan air laut.

Page 99: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

86 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Lahan Rawa Lebak.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. ;42 p.

Badan Litbang Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Lahan Rawa Pasang

Surut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 42 p.

BB Padi. 2010. Inovasi Varietas Unggul Padi Rawa Dalam Bank Pengetahuan Tanaman Pangan

Indonesia. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Jakarta.

BPS Provinsi Bengkulu. 2010. Provinsi Bengkulu Dalam Angka. Bappeda dan Badan Pusat

Statistik Provinsi Bengkulu. Bengkulu 402 p.

Firdaus, Yardha dan Adri. 2001. Keragaman Galur-Galur Harapan Padi Sawah. Jurnal

Agronomi Universitas Jambi, Vol. 5no. 2. Universitas Jambi. Jambi.

Fallah Affan Fajar. 2006. Perspektif Pertanian Dalam Lingkungan yang Terkontrol. http://io.ppi

jepang.org. (Diakses, 3 Desember 2012).

Hakim, N. M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong dan H.H. Bailey.

1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.

Sipayung Rosita. 2006. Cekaman Garam. http://library.usu.ac.id/download/fp/bdp-rosita2.pdf.

(Diakses, 3 Desember 2012).

Yoshida, S. 1981. Fundamentals of rice crops science. International Rice Research Institut.

Philipinnes. ;269p

Page 100: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

87 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

KERAGAAN GALUR HARAPAN PADI SAWAH IRIGASI

DI KABUPATEN KAMPAR, PROVINSI RIAU

Nurhayati1), Rizqi Sari Anggraini1), dan Tri Wahyuni2) 1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau

2)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

Email : [email protected]

ABSTRAK

Potensi pengembangan padi sawah di Provinsi Riau masih sangat prospektif karena tersedianya lahan

seperti lahan sawah irigasi (agroekosistem lahan sawah intensif) seluas 276.533 ha, lahan sawah tadah hujan

(agroekosistem lahan sawah semi intensif) seluas 7.859.364 ha, dan juga lahan pasang surut (agroekosistem lahan

sawah pasang surut) seluas 900.000 ha. Namun demikian sampai saat ini produktivitas padi di Provinsi Riau masih

rendah yaitu sekitar 34 kw/ha/MT yang mengharuskan impor beras dari provinsi tetangga untuk memenuhi kebutuhan

domestiknya. Guna meningkatkan produksi padi, pemerintah Provinsi Riau mencanangkan program OPRM (Operasi

Pangan Riau Makmur) dengan harapan swasembada pangan tahun 2013. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian uji

multilokasi galur harapan padi sawah irigasi untuk melihat galur yang cocok untuk dikembangkan di Provinsi Riau.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan jumlah perlakuan terdiri dari 12 galur dengan

2 varietas pembanding (14 perlakuan) dengan 4 ulangan. Parameter pengamatan meliputi tinggi tanaman, jumlah

anakan produktif, umur berbunga, umur panen, jumlah gabah, dan bobot 1000 butir. Data yang telah dikumpulkan

dianalisis secara statistik, untuk menguji pengaruh perlakuan dan dilanjutkan dengan uji beda rata-rata menggunakan

uji jarak berganda menurut Duncan (DMRT). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

Galur Harapan Padi Sawah Irigasi Tipologi Lahan Sawah yang lebih sesuai dibudidayakan di Desa Sei Geringging

Kabupaten Kampar berdasarkan produksi gabah kering giling/ha 2 (dua) tertinggi adalah berturut-turut adalah varietas

conde (6,50 ton/ha) dan galur No 11 yaitu BP9728-3B-1 (6,30 ton/ha).

Kata Kunci: keragaan, galur harapan, padi sawah irigasi

PENDAHULUAN

Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki tingkat/laju

pertumbuhan penduduk sekitar 5%/tahun yang disebabkan oleh tingginya migrasi penduduk

khususnya dari Provinsi Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan daerah lainnya. Dengan laju

pertumbuhan penduduk seperti tersebut di atas, menuntut harus tersedianya pangan khususnya

beras untuk kebutuhan lokal yang sampai saat ini sekitar 50% kebutuhan beras untuk penduduk

Provinsi Riau masih didatangkan dari luar Provinsi. Di sisi lain, luas lahan pertanian maupun

tingkat produktivitas lahan sawah di Provinsi Riau masih tergolong rendah yaitu sekitar 3,3 t/ha

dengan luas baku sawah irigasi sekitar 276.533 ha lebih kecil bila dibandingkan dengan luas

lahan sawah tadah hujan (7.859.364 ha) maupun lahan rawa pasang surut sekitar 900.000 ha

yang tersebar di Kabupaten Indragiri Hilir, Siak, dan Rokan Hilir (BPS, 2009). Selain dari pada

itu, rendahnya intensitas pertanaman padi di Provinsi Riau yang hingga saat ini masih pada rata-

rata indek pertanaman (IP) 100 (1 x bertanam dalam setahun) merupakan salah satu penyebab

rendahnya produksi beras di daerah ini. Sehingga sejak tahun 2007, Pemerintah Provinsi Riau

telah mencanangkan satu program besar untuk mendukung program ketahanan pangan khususnya

ketersediaan beras dalam rangka swasembada beras tahun 2013 di Provinsi Riau yang disebut

dengan Operasi Pangan Riau Makmur (OPRM).

Oleh sebab itu salah satu usaha untuk menunjang keberhasilan usahatani adalah dengan

menyediakan varietas padi yang mampu beradaptasi baik terhadap lingkungan sehingga dapat

berproduksi tinggi dengan kualitas gabah yang baik. Galur harapan/varietas yang sesuai di lahan

irigasi sangat penting dalam mendukung pergiliran varietas dan peningkatan intensitas tanam.

Meningkatkan indeks pertanaman padi di lahan marginal seperti lahan pasang surut ini

merupakan salah satu upaya melestarikan swasembada beras yang cukup penting.

Salah satu upaya peningkatan produksi padi sawah irigasi dapat dilakukan dengan

menggunakan varietas unggul. Masih terbatasnya informasi varietas unggul baru padi sawah

irigasi spesifik lokasi yang adaptif di Provinsi Riau ini juga menjadi salah satu kendala dalam

peningkatan produksi padi yang akhirnya akan bermuara kepada sumbangan produksi beras

dalam skala nasional. Oleh karena itu, dalam rangka mendukung program peningkatan produksi

Page 101: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

88 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

beras nasional (P2BN) dan juga OPRM khususnya di Provinsi Riau dan atas dasar kondisi di atas,

maka perlu dilakukan pengkajian ataupun uji multilokasi maupun adaptasi berbagai varietas

unggul baru padi sawah irigasi yang adaptif dan spesifik lokasi.

Dengan adanya program - program yang dicanangkan Pemerintah Daerah seperti

Operasi Pangan Riau Makmur (OPRM), dan K2I akan dikembangkan pertanaman padi melalui

penambahan luas baku sawah sekitar 100.000 ha melalui pencetakan sawah baru sekitar 68% dan

rehabilitasi lahan sawah tidur sekitar 32% dari total 100.000 ha tersebut di atas. Di samping itu

akan dilaksanakan pula peningkatan Indeks Pertanaman yakni dari IP 100 menjadi IP 200

sebanyak 50.000 ha di sembilan Kabupaten di Riau, berturut-turut yaitu: Kabupaten Rokan Hulu

dan Indragiri Hilir 11.000 ha, Rokan Hulu 6.000 ha, Bengkalis, Pelalawan, Kuansing, Kampar

dan Siak 4.000 ha, sedangkan Kabupaten Indragiri Hulu akan memperluas lahan intensifikasi

sebanyak 2.000 ha.

Penanaman secara masive ini tentu membutuhkan benih - benih yang cocok dengan

kondisi agroekosistem di daerah, agar hasil yang diperoleh sesuai dengan apa yang diharapkan.

Oleh karena itu di Provinsi Riau, sangat relevan untuk dikembangkan kajian-kajian ilmiah yang

pada akhirnya akan dapat meningkatkan produksi padi maupun beras di Provinsi Riau, sehingga

di masa datang khususnya di tahun 2013 paling tidak diharapkan Riau akan mampu memenuhi

kebutuhan berasnya sendiri walaupun kemungkinan belum bisa menyumbangkan secara besar

kepada produksi padi secara nasional. Oleh sebab itulah, kegiatan pengkajian Galur Harapan Padi

Sawah Irigasi di Provinsi Riau sangat dibutuhkan saat ini di Provinsi Riau. Penelitian ini

bertujuan untuk menyediakan varietas padi yang mampu beradaptasi baik terhadap lingkungan

sehingga dapat berproduksi tinggi dengan kualitas gabah yang baik.

BAHAN DAN METODA

Pengkajian ini dilaksanakan di Desa Sei Geringging Kecamatan Lipat Kain Kabupaten

Kampar Provinsi Riau dari bulan Juli - November 2009. Kegiatan ini menggunakan Rancangan

Acak Kelompok dengan jumlah perlakuan terdiri dari 12 galur dengan 2 varietas pembanding (14

perlakuan) dengan 4 ulangan. Ukuran plot pengkajian adalah 4 m x 5 m. Komponen teknologi

yang akan digunakan adalah pemupukan spesifik lokasi (N sesuai BWD, P dan K sesuai analisis

tanah), aplikasi bahan organik sekitar 2 t/ha, penanganan panen dan pasca panen yang tepat.

Dosis pupuk yang akan diberikan adalah 300 Kg urea, 150 kg SP 36, dan 100 kg KCl per ha.

Pupuk urea diberikan 3 kali, yaitu 7, 30, dan 45 hst. Semua pupuk P dan K diberikan 7 hst.

Parameter pengamatan yang akan dikumpulkan adalah data vegetatif dan generatif.

Data vegetatif terdiri dari tinggi tanaman, jumlah anakan, umur tanaman berbunga dan umur

panen. Data Generatif terdiri dari hasil gabah kering per plot, jumlah gabah per malai, bobot 1000

butir gabah isi. Data yang telah dikumpulkan dianalisis secara statistik, untuk menguji pengaruh

perlakuan dan dilanjutkan dengan uji beda rata-rata menggunakan uji jarak berganda menurut

Duncan (DMRT) (Steel dan Torrie, 1980) dan Gomez dan Gomez (1983).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan pengamatan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, umur berbunga yang

dilakukan dan uji DNMRT diperoleh hasil seperti ditampilkan pada Tabel 1 di bawah ini:

Page 102: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

89 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan umur berbunga 50%.

Galur/Varietas Tinggi tanaman

(cm)

Jumlah anakan

produktif (batang)

Umur berbunga

50% (hss)

1. BP2450-15-1 81,1 def

14 abc

88 ab

2. BP2842E-14-2 81,2 def

13 abcd

87 abc

3. BP2856-2E-14-1 80,5 def

14 ab

83 ef

4. BP3350-3E-KN-22-2 2*B 81,3 cdef

13 abcde

84 def

5. BP3412-2C-12-1 78,3 f

13 abcde

88 a

6. BP3778E-16-3-2-1*B 86,1 ab

10 e

86 abcd

7. BP3782C-13-2 78,7 ef

10 cde

86 abcde

8. BP4108-2D-39-2-2-2 87,3 a

14 ab

86 abcd

9. BP4110-1D-28-3 85,8 abc

15 a

82 f

10. BP4124-1F-3-2 82,7 bcdef

12 bcde

85 cdef

11. BP9728-3B-1 84,9 abcd

14 ab

85 bcde

12. BP9736-8B-1 87,2 ab

11 de

86 abcde

13. Conde 84,5 abcd

14 ab

87 ab

14. Ciherang 83,0 abcde

13 abcde 86 abcde

Keterangan: Angka-angka pada lajur yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji

DNMRT pada taraf 5 %.

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa rata-rata tinggi tanaman tertinggi

adalah pada galur 8. BP4108-2D-39-2-2-2 yaitu 87,3 cm. Tinggi tanaman galur 8 lebih tinggi

dibandingkan varietas pembanding yaitu Conde dan Ciherang, dengan rataan berturut-turut 84,5

cm dan 83 cm. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya pengaruh sifat genetik dari induk yang

disilangkan untuk mendapatkan galur 8. Selain itu, pengaruh fisiologis tumbuhan, terutama

berkaitan dengan proses distribusi fotosintat pada galur 8 lebih baik bila dibandingkan varietas

pembanding sehingga ini berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Hal ini mungkin

disebabkan karena adanya pengaruh sifat genetik dari induk yang disilangkan untuk mendapatkan

galur H. Pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetik.

Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Suseno (1981), bahwa faktor lingkungan yang kurang

optimal dan faktor genetik yang berasal dari varietas yang tidak unggul akan mempengaruhi

tinggi tanaman. Selanjutnya Gardner et al. (1991) menyatakan faktor eksternal (iklim,

edafik/tanah dan biologis) dan faktor internal (laju fotosintesis, respirasi, pembagian hasil

asimilasi dan N, kapasitas untuk menyimpan cadangan makanan, aktivitas enzim dan pengaruh

langsung genetik) akan mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman. Selanjutnya Salisbury

dan Ross (1995) menyatakan bahwa pertumbuhan tinggi bibit disebabkan oleh pembelahan dan

perkembangan sel pada meristem apikal dan sangat dipengaruhi oleh suplai hara dari media

tumbuh. Tersedianya unsur hara dalam jumlah yang memadai akan meningkatkan laju

metabolisme dan proses fisiologi lainnya pada bibit yang akhirnya akan meningkatkan laju

pertumbuhan bibit.

Dari Tabel 1 terlihat bahwa hasil analisis sidik ragam berpengaruh tidak nyata pada uji

DNMRT taraf 5%. Rata-rata jumlah anakan produktif dihasilkan oleh galur 9. BP4110-1D-28-3

yaitu 15 batang. Jumlah anakan galur 9 lebih banyak bila dibandingkan dengan varietas

pembanding sebanyak 14 batang dan 13 batang. Ini kemungkinan dipengaruhi secara genetik oleh

asal dari induk persilangan yang menghasilkan galur 9. Selain itu, jumlah anakan ini juga

dipengaruhi oleh proses fotosintesis yang berlangsung didalam tanaman tersebut.

Selain itu faktor pemupukan juga menjadi salah satu penentu banyak atau sedikitnya

jumlah anakan. Pupuk yang mempunyai peranan dalam penentuan jumlah anakan adalah pupuk

N. N mempunyai fungsi untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman (Hardjowigeno,

2003) termasuk jumlah anakan yang dihasilkan.

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa rata-rata umur berbunga tercepat adalah pada

galur 9 (BP4110-1D-28-3) yaitu 82 HSS. Galur 9 memiliki umur berbunga 50% lebih cepat bila

dibandingkan dengan varietas pembanding. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh proses

fotosintesis yang berlangsung didalam tumbuhan dan juga distribusi fotosintat di dalam tumbuhan

Page 103: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

90 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

tersebut. Selain itu, faktor lingkungan seperti intensitas cahaya matahari dan juga air menjadi

faktor penentu cepat atau lambatnya proses pembungaan pada tanaman.

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap proses pembungaan adalah ketersediaan

unsur P. Doberman dan Fairhust (2000) menyatakan bahwa unsur P bersifat mobil didalam

tanaman dan akan merangsang perkembangan akar dan awal pembungaan. Dengan ketersediaan

unsur P yang cukup di dalam tanaman maka akan mempercepat terjadinya proses pembungaan

pada tanaman.

Menurut Hardjowigeno (2003) P mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan

bunga, buah dan biji. Terpenuhinya unsur P dalam tananaman yang dapat diketahui dengan cepat

atau lambatnya terjadinya proses pembungaan pada tanaman. Semakin tercukupi unsur P maka

akan semakin cepat terjadinya proses pembungaan. Namun, kemampuan tanaman dalam

menyerap unsur P juga dipengaruhi oleh pH tanah. Semakin masam pH tanah maka akan semakin

sedikit P yang mampu diserap oleh tanaman karena pada pH tanah yang masam unsur P difiksasi

oleh aluminium (Al), sehingga P menjadi tidak tersedia. Selain itu, ketersediaan unsur P didalam

tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti tanah, namun juga kemampuan

tanaman menyerap unsur tersebut melalui akar. Dimana ini berkaitan dengan ketersediaan unsur

K dalam perkembangan akar tanaman. Unsur K banyak tersedia namun hanya sedikit yang

mampu digunakan oleh tanaman yaitu yang larut dalam air

Bila dilihat dari umur, terlihat bahwa rata-rata umur panen 80 % tercepat dihasilkan

oleh galur: 1) BP2450-15-1; 2) BP2842E-14-2; 3) BP2856-2E-14-1; 4) BP3350-3E-KN-22-2-

2*B; 5) BP3412-2C-12-1; 6) BP3778E-16-3-2-1*B; 7) BP3782C-13-2; 8) BP4108-2D-39-2-2-2;

9) BP4110-1D-28-3; 10) BP4124-1F-3-2; 11) BP9728-3B-1; 12) BP9736-8B-1; 13) conde dan

14) ciherang masing-masing pada umur 99 hss (Tabel 2.). Umur berbunga 80% pada galur-galur

tersebut lebih cepat bila dibandingkan dengan varietas pembanding, hal ini kemungkinan juga

disebabkan oleh faktor internal dan eksternal tanaman. Faktor internal yang paling mempengaruhi

adalah asal induk persilangan sedangkan faktor eksternalnya antara lain adalah cahaya matahari

dan air, yang secara tidak langsung akan mempengaruhi terjadinya proses fotosintesis di dalam

tanaman. Umur panen juga dipengaruhi oleh ketersediaan unsur P di dalam tanaman. Menurut

Hardjowigeno (2003) unsur P dapat mempercepat proses pematangan tanaman, sehingga

kemampuan tanaman dalam menyerap unsur P juga mempengaruhi cepat atau lambatnya tanaman

dapat dipanen.

Tabel 2. Rataan umur panen 80 %, jumlah gabah per malai dan bobot 1000 butir.

Galur/Varietas Umur panen 80

% (hss)

Jumlah Gabah Per

Malai (butir)

Bobot 1000 butir

(gram)

1. BP2450-15-1 99 b

86 c

29,2 abc

2. BP2842E-14-2 99 b

85 c

28,5 abcde

3. BP2856-2E-14-1 99 b

83 c

26,8 def

4. BP3350-3E-KN-22-2-2*B 99 b

91 bc

27,8 bcdef

5. BP3412-2C-12-1 99 b

87 c

28,9 abcd

6. BP3778E-16-3-2-1*B 99 b

121 a

27,2 cdef

7. BP3782C-13-2 99 b

87 c

25,9 f

8. BP4108-2D-39-2-2-2 99 b

105 abc

27,2 cdef

9. BP4110-1D-28-3 99 b

93 bc

26,2 ef

10. BP4124-1F-3-2 101 a

95 abc

25,9 f

11. BP9728-3B-1 99 b

99 abc

30,3 a

12. BP9736-8B-1 101 a

115 ab

27,8 bcdef

13. Conde 99 b

104 cbc

29,9 ab

14. Ciherang 99 b

87 c

27,5 cdef

Keterangan: Angka-angka pada lajur yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji

DNMRT pada taraf 5 %.

Sedangkan untuk rata-rata jumlah gabah terbanyak adalah pada galur 6. BP3778E-16-3-

2-1*B (121 butir). Jumlah gabah ini kemungkinan dipengaruhi oleh jumlah anakan produktif

yang dihasilkan oleh tanaman dan kaitannya dengan distribusi fotosintat hasil fotosintesis serta

juga kondisi lingkungan ketika pengisian butir.

Page 104: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

91 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Rata-rata bobot 1000 gram terbesar adalah galur 11. BP9728-3B-1 yaitu 30,3 gram.

Bobot 1000 butir galur 11 lebih tinggi bila dibandingkan dengan varietas pembanding yang

berdasarkan deskripsinya memiliki bobot 1000 butir sebesar 28 gram. Ini kemungkinan

disebabkan terkait dengan faktor internal dan eksternal yang berakitan dengan jumlah anakan

pada tanaman. Faktor internal yang paling berpengaruh adalah induk asal persilangan tanaman

yang membentuk galur 11, berkemungkinan induk persilangan yang menghasilkan galur 11

memiliki bobot 1000 butir yang cukup besar, sehingga keturunan hasil persilangan pun

mempunyai potensi untuk memiliki bobot 1000 butir yang besar.

Bila dilihat dari hasil gabah, hasil pengkajian memperlihatkan rata-rata hasil gabah

kering per plot terbesar adalah pada varietas Conde yaitu 6,50 ton/ha. Hasil gabah dipengaruhi

oleh jumlah anakan yang terdapat pada tanaman. Sesuai dengan pernyataan Peng et al., (1994)

dan Lakitan (1993) melaporkan bahwa kemampuan membentuk anakan produktif merupakan hal

penting dalam penentuan perolehan hasil gabah kemudian yang juga hal ini sangat erat kaitannya

terhadap jumlah gabah per malai per unit area. Karena adanya keterlambatan jadwal tanam

mengakibatkan ada beberapa hama yang menyerang tanaman padi seperti; tikus, burung dan

walang sangit yang menyebabkan areal pertanaman padi menjadi terlambat panen sehingga

mempengaruhi hasil gabah pada pertanaman padi akibat serangan hama. Hama pada tanaman

padi dapat menurunkan produksi padi, tidak hanya itu, serangan hama juga dapat membuat

penampilan padi menjadi tidak bagus.

Sedangkan rata-rata panjang malai terpanjang adalah galur 8) BP4108-2D-39-2-2-2G

(26,8 cm). Panjang malai ini dipengaruhi oleh proses fotosintesis yang berlangsung di dalam

tanaman terutama berkaitan dengan proses distribusi fotosintat. Panjang malai termasuk

pertumbuhan vegetatif tanaman, pertumbuhan vegetatif ini tidak hanya dipengaruhi oleh

distribusi hasil fotosintat tetapi juga oleh ketersediaan unsur hara N yang berperanan dalam

meningkatkan pertumbuhan vegatif tanaman. Semakin banyak unsur hara yang mampu diserap

maka akan semakin baik pertumbuhan tanaman, karena jumlah unsur hara yang dibutuhkan

tanaman untuk meningkatkan pertumbuhannya mampu tersedia dalam tanaman.

Tabel 3. Hasil gabah kering, panjang malai dan jumlah rumpun yang dipanen.

Galur/Varietas Hasil gabah kering

(ton/ha)

Panjang malai

(cm)

Jumlah rumpun yg

dipanen (btg)

1. BP2450-15-1 5,27 b 21,9 a 336 a

2. BP2842E-14-2 4,72 bc 23,5 a 335 a

3. BP2856-2E-14-1 4,67 c 21,8 a 335 a

4. BP3350-3E-KN-22-2-2*B 4,90 b 23,8 a 330 a

5. BP3412-2C-12-1 4,90 b 25,1 a 301 a

6. BP3778E-16-3-2-1*B 4,94 b 23,4 a 327 a

7. BP3782C-13-2 3,38 d 21,6 a 323 a

8. BP4108-2D-39-2-2-2 5,99 b 26,8 a 335 a

9. BP4110-1D-28-3 5,48 b 23,2 a 330 a

10. BP4124-1F-3-2 4,43 bc 23,1 a 332 a

11. BP9728-3B-1 6,30 a 22,0 a 330 a

12. BP9736-8B-1 5,27 b 23,6 a 335 a

13. Conde 6,50 a 24,7 a 330 a

14. Ciherang 4,67 bc 22,2 a 337 a

Keterangan: Angka-angka pada lajur yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji

DNMRT pada taraf 5 %.

Pada Tabel 3 juga terlihat, bahwa rata-rata jumlah rumpun yang dipanen terbanyak

adalah varietas Ciherang (337 batang). Jumlah rumpun yang terbentuk juga dipengaruhi oleh

faktor internal dan eksternal, diantaranya adalah faktor internal induk asal persilangan dan faktor

eksternal meliputi kondisi tanah dan juga iklim.

Page 105: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

92 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Galur Harapan

Padi Sawah Irigasi Tipologi Lahan Sawah yang lebih sesuai dibudidayakan di Desa Sei

Geringging Kabupaten Kampar berdasarkan produksi gabah kering giling/ha 2 (dua) tertinggi

adalah berturut-turut adalah varietas conde (6,50 ton/ha) dan galur No 11 yaitu BP9728-3B-1

(6,30 ton/ha).

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. Provinsi Riau Dalam Angka Tahun 2008. Badan Pusat

Statistik Provinsi Riau. Pekanbaru.

Dobermann, A. and Fairhurst, T.H. 2000. Rice: Nutrient Disorders and Nutrient Management.

Potash and Phosphate Institute (PPI), Potash & Phosphate Institute of Canada (PPIC) and

International Rice Research Institute. ;191p

Gardner, F.P., Pearce, R.B dan Mitchell, R.L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. alih Bahasa

oleh Susilo, H dari Physiologi of Crop Plants. 1985. UI Press. Jakarta.

Gomez, K. A., dan A. A. Gomez. 1983. Statistical Procedures For Agricultural Research.

International Rice Research Institute, Los Banos, Laguna, Philippines. ;680

Hardjowigeno, S. 2003. Soil Science. Fifth Edition. Akademika Pressindo. Jakarta. ;286

Lakitan, B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. ;201

Peng, S., Kush G.S., and Cassman K.G. 1994. Evolution of the new plant ideotype for increased

yield potential. In Cassman K. G. Breaking the yield barrier. International Rice Research

Institute. Manila. Philippines. ;5-20p

Salisbury, F.B dan Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Penerbit Institut Teknologi

Bandung. Bandung. ;343

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1980. Principles and Procedures of Statistics: A Biometrical

Approach. McGraw-Hill Book Company. New York. ;633

Suseno, H. 1981. Fisiologi Tumbuhan Metabolisme Dasar dan Beberapa Aspeknya.

Departemen Botani., Fakultas Pertanian., Institut Pertanian Bogor. Bogor. ;277

Page 106: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

93 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN KOMPONEN HASIL

EMPAT VARIETAS UNGGUL BARU PADI INPARA DI BENGKULU

Yartiwi, Yahumri dan Andi Ishak

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu

[email protected]

ABSTRAK

Varietas unggul merupakan salah satu komponen teknologi yang penting untuk meningkatkan produksi dan

pendapatan usahatani padi. Tersedianya varietas unggul yang dipilih sesuai dengan kondisi wilayah dan keinginan

pasar. sebelum uji adaptasi dilapangan sebaiknya telah dilakukan pegujian ditingkat laboratorium atau rumah kaca.

Penelitian bertujuan untuk membandingkan keragaan pertumbuhan dan komponen hasil keempat varietas; Inpara 1, 2, 4

dan 5. Penelitian telah dilakukan di Rumah Kaca pada bulan Desember 2011 sampai dengan April 2012. Penelitian

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan varietas padi; Inpara 1, 2, 4 dan I 5 yang masing-

masing diulang 5 kali. Data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam, dan apabila terdapat berpedaan yang nyata,

dilakukan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara

statistik parameter panjang malai, jumlah gabah bernas/malai tidak menunjukkan beda nyata antar perlakuan. Varietas

Inpara 5 memiliki panjang malai dan gabah bernas tertinggi (22,54 cm dan 91,80 butir/malai), sedangkan untuk jumlah

gabah hampa varietas; Inpara 5 menunjukkan perbedaan yang nyata dengan Inpara 4, 2 dan Inpara 1 (7,87 butir/malai

berbanding 26.50; 29.34 dan 32.50 butir/malai). Untuk berat 1000 butir varietas Inpara 2 dan 4 yang menunjukkan

beda nyata dengan varietas Inpara 1 dan 5 (24.80 g dan 21.93 g dengan 20.30 g dan 17.07 g). Sedangkan hasil/pot

hanya Inpara 4 yang menunjukkan perbedaan yang sangat nyata dengan Inpara 5, 2 dan 1 (40.15 g banding 35.92 g;

35.67 g dan 22.35 g).

Kata Kunci : pertumbuhan, komponen hasil, padi rawa, VUB, rumah kaca

PENDAHULUAN

Varietas unggul merupakan salah satu komponen teknologi yang penting untuk

meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani padi. Tersedianya varietas unggul yang dapat

dipilih sesuai dengan kondisi wilayah dan keinginan pasar. Potensi pengembangan lahan rawa

untuk komoditas padi masih terbuka tetapi saat ini petani padi rawa di Bengkulu masih

menggunakan teknologi sederhana dengan varietas padi sawah seperti Ciherang, Ciliwung dan IR

64 serta padi lokal yang berumur dalam (5-6 bulan).

Inbrida Padi Rawa (Inpara) adalah varietas-varietas unggul padi yang baik

dibudidayakan pada kondisi lahan rawa, tahan terhadap rendaman, serta daya adaptasi pada

kondisi lahan masam. Beberapa varietas padi rawa telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian

diantaranya adalah Banyu Asin, Dendang, Mendawak, Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4,

Inpara 5 dan Inpara 6. Dengan pengelolaan tanaman dan sumberdaya secara terpadu,

produktivitas padi di lahan rawa dapat mencapai 4-6 t/ha (Suprihatno et al., 2011).

Menurut data BPS (2011) luas lahan rawa pasang surut di Provinsi Bengkulu 491 ha

dan rawa lebak seluas 8.015 ha. Dengan luasan tersebut padi rawa dapat menyumbangkan

produksi padi terhadap produksi padi di Bengkulu. Rata-rata produktivitas padi rawa di Bengkulu

masih sangat rendah karena varietas yang digunakan masih varietas lokal dan varietas padi

sawah.

Budidaya padi di lahan rawa mempunyai resiko yang cukup tinggi karena pada

umumnya lahan rawa bersifat masam, miskin unsur hara, dan mengandung besi (Fe) yang tinggi.

Keracunan besi dan ketidakseimbangan kandungan unsur hara merupakan permasalahan utama.

Keracunan besi menyebabkan produktivitas padi dilahan rawa relatif rendah (1-2 t/ha) atau

bahkan tidak menghasilkan. Ada beberapa cara untuk mengatasi keracunan besi, diantaranya

adalah penanaman varietas yang toleran dan pemupukan untuk meningkatkan keseimbangan

unsur hara.

Disadari bahwa adopsi varietas unggul baru padi rawa di tingkat petani tidaklah mudah.

Diperlukan informasi tentang kesesuaian varietas dengan kondisi spesifik lokasi. Sebelum uji

adaptasi dilapangan, sebaiknya telah dilakukan pegujian ditingkat laboratorium atau rumah kaca,

Page 107: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

94 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

sehingga dalam proses diseminasi yang lebih luas, varietas yang dipilih telah diyakini akan

beradaptasi dengan baik dilapangan.

BPTP Bengkulu yang memiliki mandat mendiseminasikan inovasi teknologi khususnya

berasal dari Badan Litbang Pertanian perlu memiliki informasi tentang keragaan pertumbuhan

dan hasil varietas unggul baru padi rawa dilapngan. Untuk itu telah dilakukan pengujian adaptasi

4 varietas unggul baru padi rawa yaitu Inpara 1, 2, 4 dan Inpara 5 di rumah kaca BPTP Bengkulu

yang bertujuan untuk membandingkan keragaan pertumbuhan dan komponen hasil keempat

varietas Inpara 1, 2, 4 dan Inpara 5.

BAHAN DAN METODA

Penelitian dilakukan di Rumah Kaca BPTP Bengkulu di bulan Desember 2011 sampai

dengan April 2012. Alat dan bahan yang digunakan adalah pot plastik, tanah rawa, benih padi

Inpara 1, 2, 4 dan Inpara 5, pupuk urea, sp-36 dan KCl. Rancangan yang digunakan adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan varietas unggul baru padi Inpara 1, 2, 4 dan

Inpara 5 yang masing-masing diulang 5 kali sehingga diperoleh 20 tanaman. Dosis pupuk yang

digunakan pada seluruh perlakuan sama sesuai dengan hasil analisis tanah.

Adapun tahapan penelitian adalah: (1) persiapan media, tempat media yang digunakan

adalah pot yang tidak berlubang dan jika berlubang beri isolasi untuk memudahkan dalam

pengaturan air, (2) media penanaman (tanah) yang diambil di lahan rawa dan dikering anginkan

selama 1 minggu kemudian ditimbang berat tanah lalu masukkan tanah ke dalam pot yang telah

disiapkan setinggi 20 cm dengan kapasitas lapang 2 liter, (3) penanaman, benih ditanam secara

langsung 1 benih per pot, (4) pemupukan, sebelum melakukan pemupukan, unsur hara yang ada

didalam media diukur dengan menggunakan PUTR, yaitu N sedang (urea 200 kg/ha), P2O5

sedang (SP-36 100 kg/ha) dan K2O tinggi (KCl 50 kg/ha), (5) pemeliharaan yaitu pemberian

air/penyiraman dilakukan 1 minggu sekali, dan (6) panen.

Data yang dikumpulkan meliputi data pertumbuhan vegetatif yaitu tinggi tanaman dan

jumlah anakan, serta data komponen hasil berupa jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa,

panjang malai, berat 1000 butir dan hasil per pot. Keragaan pertumbuhan diukur setiap minggu

sampai tanaman berumur 9 minggu setelah tanam (MST) dan saat panen, sedangkan komponen

hasil diamati saat panen.

Data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam, dan apabila terdapat berpedaan yang

nyata, dilakukan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %. Keragaan

pertumbuhan dan komponen hasil dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan hasil

penelitian dengan deskripsi varietas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Vegetatif

1. Tinggi tanaman

Pertumbuhan vegetatif tanaman yang diambil adalah tinggi tanaman dan jumlah

anakan, pengukuran dilakukan mulai 1 minggu setelah tanam (MST) sampai dengan

terbentuknya bunga. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa tinggi tanaman setelah diuji secara

statistik pada minggu ke-1, ke-2, ke-5, ke-6, ke-8 dan ke-9 memperlihatkan tinggi tanaman

antar varietas berbeda nyata, sedangkan pada minggu ke-3, ke-4 dan ke-7 memperlihatkan

tinggi tanaman tidak menunjukkan perbedaan antar varietas (Tabel 1). Adapun varietas yang

paling tinggi dari keempat varietas tersebut adalah Inpara 2 (104,70 cm) sedangkan paling

rendah varietas Inpara 4 (88,90 cm).

Page 108: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

95 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman padi pada 1 sampai dengan 9 minggu setelah tanam.

Varietas Jumlah anakan minggu ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inpara 1 15,44ab

27,58ab

38,80a 49,86

a 55,40

ab 64,80

b 80,30

a 86,00

b 90,40

b

Inpara 2 18,74a 30,56

a 39,40

a 50,74

a 60,40

a 76,00

a 84,80

a 100,20

a 104,70

a

Inpara 4 12,76a 25,62

b 35,20

a 46,68

a 51,00

b 64,80

b 75,80

a 84,20

b 88,90

b

Inpara 5 17,50a 30,30

a 40,50

a 51,30

a 55,40

ab 69,40

b 81,30

a 91,00

b 95,40

ab

Keterangan : Angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata pada taraf 5% uji DMRT.

2. Jumlah anakan

Hasil pengamatan menunjukan bahwa jumlah anakan pada varietas Inpara 2 pada

minggu ke-4 (16,80) memperlihatkan perbedaan yang nyata, sedangkan pada varietas lain

tidak memperlihatkan perbedaan nyata hingga pengamatan minggu ke-9 (Tabel 2). Dari

keempat varietas tersebut jumlah anakan yang tertinggi adalah varitas Inpara 1 yaitu rata-rata

35,20 anakan sedangkan yang terendah adalah varetas Inpara 2 yaitu rata-rata anakan 30,40

anakan.

Tabel 2. Rata-rata jumlah anakan pada 1 sampai dengan 9 minggu setelah tanam.

Varietas Jumlah anakan minggu ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inpara 1 7,40a 11,60

a 16,40

a 23,20

a 28,40

a 34,40

a 35,20

a 35,20

a 35,20

a

Inpara 2 4,60a 8,20

a 10,80

ab 16,80

b 23,20

a 28,00

a 30,40

a 30,40

a 30,40

a

Inpara 4 6,00a 9,80

a 13,80

a 26,00

a 26,00

a 30,60

a 32,00

a 32,00

a 32,00

a

Inpara 5 7,20a 11,00

a 8,60

a 21,60

ab 29,00

a 32,00

a 34,80

a 34,80

a 34,80

a

Keterangan : Angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata pada taraf 5% uji DMRT.

Terjadinya perbedaan tinggi tanaman dan jumlah anakan pada masing-masing

varietas tersebut diduga karena adanya pengaruh dari dalam maupun luar tanaman itu sendiri,

seperti halnya faktor; genetik, suhu, kondisi air, kejernihan air, intensitas cahaya dan

kandungan nitrogen dalam tanah itu sendiri. Menurut De Datta (1981) dalam Firdaus et.al.,

(2001) bahwa lama fase pertumbuhan vegetatif merupakan penyebab perbedaan umur

tanaman yang disebabkan oleh faktor genetik dari suatu tanaman. Sedangkan menurut Gani

dan Sembiring (2007) unsur nitrogen (N) adalah unsur hara paling penting bagi tanaman dan

respon tanaman padi terhadap N biasanya lebih tinggi dibandingkan P dan K, karena

kekurangan N dan P dapat mengurangi jumlah anakan tanaman padi. Sedangkan kondisi air

yang jernih mepengaruhi intensitas cahaya dapat langsung masuk ke dalam air dan dapat

diterima oleh tanaman (Supartopo et al., 2007). Selain itu menurut Rachim et al., (2000) untuk

pertumbuhan tanaman padi, selain memerlukan unsur makro yang cukup dan berimbang juga

memerlukan unsur mikro.

Komponen Hasil

Pada parameter komponen hasil ini selain ke produksi juga diamati tinggi tanaman

jumlah anakan produktif, dimana tinggi tanaman dari keempat varietas yaitu Inpara 1, 2, 4 dan 5

tidak menunjukkan berbeda nyata (Tabel 3). Varietas Inpara 1 mempunyai rata-rata tinggi

tanaman yaitu 111,80 cm sedangkan yang paling rendah adalah varietas Inpara 4 dengan rata-rata

tinggi tanaman 98,80 cm.

Page 109: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

96 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 3. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif tanaman padi pengkajian.

Varietas Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan (btg)

Inpara 1 115,80 a 20,60

ab

Inpara 2 103,00 a 19,80

b

Inpara 4 98,80 a 22,80

ab

Inpara 5 103.,60 a 26,80

a

Keterangan : Angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata pada taraf 5% uji DMRT.

Bila dilihat keragaan pertumbuhan tanaman padi hasil kajian, terlihat adanya selisih

dengan yang di deskripsi varietas antar perlakuanyang cukup beragam. Dimana pada perlakuan

varietas Inpara 1, 4 dan 5 untuk tinggi tanaman dan jumlah anakan hasil penelitian lebih tinggi

dari deskrpsi, sedangkan Inpara 2 tinggi tanaman sama dengan yang di deskripsi tetapi jumlah

anakan hasil penelitian lebih tinggi dari yang ada di deskripsi varietas.

Tabel 4. Keragaan pertumbuhan tanaman untuk tinggi tanaman dan jumlah anakan hasil kajian

dibandingkan dengan deskripsi varietas antar perlakuan.

Varietas

Keragaan Pertumbuhan

Tinggi Tanaman (cm) Jumlah anakan produktif

Hasil penelitian

(cm)*

Deskripsi

(cm)**

Selisih

(cm)

Hasil penelitian

(cm)*

Deskripsi

(cm)**

Selisih

(cm)

Inpara 1 115,80 111,00 4,80 20,60 18,00 2,60

Inpara 2 103,00 103,00 0,00 19,80 16,00 3,80

Inpara 4 98,80 94,00 4,80 22,80 18,00 4,80

Inpara 5 103,60 92,00 11,60 26,80 18,00 8,80

Keterangan : * Data primer diolah

** Deskripsi varietas padi menurut BB-Padi. 2009 dan Suprihatno, et. al., 2011.

Untuk tinggi tanaman dari keempat varietas tersebut hanya varietas Inpara 2 yang sama

dengan deskripsi padi yang dirilis Balai Besar Penelitian Padi yaitu + 103 cm, sedangkan jumlah

anakan diatas deskripsi padi semua (Suprihatno, et, al., 2011). Tingginya batang tanaman ini

diperkirakan bahwa kondisi tanah yang digunakan sebagai media tanaman yang digunakan sangat

adaptif dengan tanaman tersebut, hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Supartopo et, al.

(2007) bahwa dengan tanaman terendam akan terjadi penambahan tinggi tanaman hal ini

menunjukkan adanya aktivitas fisiologis pada tanaman meskipun dalam kondisi terendam.

Untuk komponen hasil dari semua parameter panjang malai, jumlah gabah bernas per

malai tidak menunjukkan beda nyata antar perlakuan, sedangkan jumlah gabah hampa pada

perlakuan Inpara 5 menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan yang lain. Pada

parameter berat 1000 butir dimana perlakuan Inpara 2 dan Inpara 4 menunjukkan perbedaan yang

nyata dengan perlakuan Inpara 1 dan Inpara 5, setelah di uji secara statistik. Untuk berat 1000

butir yang tertinggi adalah varietas Inpara 1 yaitu 24,80 g ini menunjukkan lebih berat diatas

deskripsi yang dirilis Balai Besar Penelitian Padi yaitu + 23,25 g. Sedangkan varietas Inpara 5, 2

dan Inpara 4 sudah mendekati yang dideskripsi yaitu 21,93 g; 20,30 g dan 17,07 g (87,72 %;

87,54 % dan 79,11 %) dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Data komponen hasil (panjang malai, gabah hampa, gabah bernas berat 1000 butir dan

hasil/pot padi varietas inpara 1, 2, 4 dan 5.

Varietas Panjang

Malai (cm)

Gabah Hampa

(butir)

Gabah Bernas

(butir)

Berat 1000

Butir (g)

Hasil/Pot

(g)

Inpara 1 19,93 b 32,50

a 70,16

a 24,80

a 35,67

ab

Inpara 2 20,06 ab

29,34 a 73,12

a 20,30

bc 35,92

ab

Inpara 4 20,22 ab

26,50 a 68,60

a 17,07

c 22,35

b

Inpara 5 22,54 a 7,87

b 91,80

a 21,93

ab 40,15

a

Keterangan : Angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata pada taraf 5% uji DMRT.

Page 110: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

97 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Pada tiap perlakuan untuk hasil per pot dari perlakuan tersebut hanya Inpara 4 yang

menunjukkan perbedaan yang sangat nyata, untuk hasil tertinggi yaitu perlakuan Inpara 5 yaitu;

40,15 g/pot sedangkan Inpara 1, 2 dan 4 yaitu: 35,67 g/pot; 35,92 g/pot dan 22,35 g/pot.

Salah satu komponen hasil yang ikut menentukan hasil adalah jumlah malai/rumpun.

Tidak seluruh jumlah anakan behasil membentuk malai yang memiliki gabah bernas, banyak hal

yang mempengaruhi diantaranya sifat genetik dan lingkungan tumbuh seperti kecukupan hara,

hama, penyakit serta cekaman lingkungan (Tanaka et al., 1975 dalam Ar-Riza, 2010). Pada

penelitian yang dilakukan salah satu permasalahan yang ditemui adalah ada salah satu perlakuan

yaitu perlakuan Inpara 4 terjadi serangan hama burung dan kesalahan dari teknis saat perawatan

yang menyebabkan gabah banyak rontok dilapangan dan hampa.

Menurut Makarim dan Las (2005), bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal dari

penggunaan varietas unggul baru diperlukan lingkungan tumbuh yang sesuai agar potensi hasil

dan keunggulannya dapat terwujudkan.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman tertinggi pada akhir

pertumbuhan vegetatif dari keempat varietas yang diuji adalah varietas Inpara 1 yaitu rata-rata

115,80 cm dan jumlah anakan produktif tertinggi adalah varietas Inpara 5 yaitu rata-rata 26,80

batang/rumpun. Tinggi tanaman yang terendah pada varietas Inpara 4 yaitu 98,80 cm sedangkan

jumlah anakan terendah pada Inpara 2 yaitu 19,80 batang per rumpun.

Untuk komponen hasil yang terbaik dari 4 perlakuan yaitu perlakuan varietas Inpara 5

yang dilihat dari panjang malai, jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa dan hasil per pot,

Rerata masing-masing 22,54 cm; 91,80 butir/malai; 7,87 butir/malai dan 40,15 g/pot.

DAFTAR PUSTAKA

Ar-Riza, I. 2010. Peningkatan Produksi Padi Rintak Di Rawa Lebak Melalui Peningkatan

Populasi Tanaman dan Pemupukan. Prosd. Seminar Hasil Penelitian Padi Nasional 2010.

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. Buku 2;951-960.

BPS. 2011. Tabel Luas Panen, Produktivitas, Produksi Tanaman Padi Seluruh Provinsi.

http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?. Badan Pusat Statistik RI. Jakarta. (di unduh 7 juni

2012).

BPS Provinsi Bengkulu. 2011. Berita Resmi Statistik Nomor 43/11/17/th.V, 1 November 2011.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu. Bengkulu.

Firdaus, Yardha dan Adri. 2001. Keragaman Galur-Galur Harapan Padi Sawah. Jurnal

Agronomi Universitas Jambi. Jambi Vol. 5(2).

Gani dan H. Sembiring. 2007. Respon Padi Varietas Ciherang dan Mendawah Terhadap N, P dan

K Ditanah dari Desa Lhoknga. http://www.dpi. Nsw

.gov.au/data/assets/pdf_file/0018/202770/ Respon-Ciherang -dan -Mendawak -terhadap -N,

-P –dan K -di-tanah – Tanjung ,-Lhoknga. pdf. html di [Diunduh 07 Juni 2012].

Humaedah Ume. 2009. Varietas-Varietas Baru Tanaman Padi. Tabloid Sinar Tani. Jakarta.

Makarim, A.K dan I. Las. 2005. Trobosan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Irigasi Melalui

Model Pengembangan Tanaman Dan Sumberdaya Terpadu (PTT). Balitbangtan. Badan

Litbang Pertanian. Jakarta. (115-12).

Rachim, A., A. A. N. Supadma dan Engkus. 2000. Uji Adaptasi Penggunaan Pupuk Alternatif

Pada Lahan Sawah di Bali. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar.

Supartopo, R., Hermanasari., A. Hairmansis dan B. Kustianto. 2007. Uji Rendaman Galur

Harapan Padi Rawa Lebak. Apresiasi Hasil Penelitian Padi. Balai Besar Penelitian

Tanaman Padi. Sukamandi. (705-711).

Suprihatno, B., Aan A. Daradjat., Satato., Erwin Lubis., Baehaki, SE., S. Dewi Indrasari., I Putu

Wardana dan M.J. Mejaya. 2011. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman

Padi. Sukamandi.; 118.

Page 111: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

98 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI

DI KABUPATEN SELUMA Studi Kasus: Lahan Sawah Kelurahan Rimbo Kedui

Kecamatan Seluma Selatan

Ahmad Damiri dan Yartiwi

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

ABSTRAK

Guna meningkatkan produktivitas tanaman padi sawah di Kelurahan Rimbo Kedui, BPTP Bengkulu

melalui kegiatan M-P3MI melakukan diseminasi inovasi teknologi padi sawah dengan wujud SDMC. Pengkajian

bertujuan untuk mengetahui peningkatan produktiviitas padi sawah melalui penerapan inovasi teknologi pertanian

pendekatan PTT. Metode pengkajian dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan produktivitas yang dilakukan

melalui penerapan inovasi teknologi pendekatan SL-PTT dengan produktivitas melalui penerapan teknologi eksisting.

Pengkajian dilakukan pada bulan April sampai Agustus 2012 di Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan

Kabupaten Seluma. Penerapan inovasi teknologi pendekatan PTT menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan

dengan produktivitas yang dilakukan petani dengan penerapan teknologi eksisting. Produktivitas padi dengan

penerapan inovasi teknologi pendekatan PTT mencapai 6,51 t/ha gabah kering panen (GKP), lebih tinggi bila

dibandingkan dengan produktivitas padi dengan penerapan teknologi eksisting yang 3,50 t/ha gabah kering panen.

Produktivitas yang 6,51 t/ha GKP setara dengan 5,60 t/ha GKG lebih tinggi dibandingkan dengan produksi rata-rata

Kabupaten Seluma menurut data statistik pada Kabupaten Seluma Dalam Angka, 2010 yang hanya 4,01 t/ha GKG.

Kata Kunci : padi sawah, SDMC, peningkatan produktivitas

PENDAHULUAN

Padi merupakan komoditas tanaman pangan yang strategis dan menjadi prioritas dalam

menunjang program pertanian, dimana sampai saat ini usahatani padi di Indonesia termasuk

Provinsi Bengkulu masih menjadi tulang punggung perekonomian perdesaan. Terjadinya

penciutan lahan sawah akibat konversi lahan untuk kepentingan non-pertanian maupun usahatani

lain selain padi sawah dan pengelolaan sawah yang kurang tepat karena keterbatasan pengetahuan

petani serta perkembanngan inovasi teknologi yang belum terikuti dengan baik oleh petani,

menyebabkan produktivitas padi sawah cenderung melandai, bahkan mungkin menurun. Belum

stabilnya laju pertumbuhan produksi padi, apabila ditelaah lebih lanjut ternyata disebabkan oleh

masih tergantungnya sumber pertumbuhan produksi yang berasal dari peningkatan produktivitas

(Departemen Pertanian. 2005).

Kelurahan Rimbo Kedui pada tahun 2010, memiliki peruntukan lahan tertinggi untuk

lahan sawah yaitu 505,00 ha dibandingkan peruntukan lainnya yang 330,64 ha dari luas lahan

keseluruhan sebesar 835,64 ha (BPS Seluma, 2011), sehingga Kelurahan Rimbo Kedui menjadi

salah satu sentra penghasil padi di Kabupaten Seluma. Kondisi air yang hampir selalu tersedia

sepanjang musim untuk penaman padi serta luas lahan sawah sebesar 505,00 ha (60,31%) dari

luas lahan Kelurahan Rimbo Kedui menjadi salah satu tumpuan sumber pangan Kabupaten

Seluma. Namun demikian, permasalahan yang dihadapi Kabupaten Seluma saat ini, selain

pengurangan luas lahan sawah karena alih fungsi lahan, produktivitas yang dicapai masih relatif

rendah akibat dari kurang/lambatnya adopsi inovasi teknologi.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu adanya terobosan upaya peningkatan

produktivitas tanaman padi dengan memanfaatkan lahan sawah yang masih tersedia melalui

penekanan penerapan inovasi teknologi pendekatan PTT. Dalam penerapan inovasi teknologi

pendekatan PTT, tidak hanya dilakukan menggunakan varietas hasil tinggi saja, tetapi harus

diikuti dengan teknik budidaya yang benar sesuai dengan anjuran penerapan teknologi.

Dalam rangka mengatasi hambatan kurang lancarnya adopsi teknologi hasil pengkajian

pada tingkat pengguna, diperlukan strategi komunikasi yang tepat untuk mengatasinya. Salah satu

strategi yang ditempuh adalah melalui kegiatan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan

Melalui Inovasi (M-P3MI). Bila hambatan yang selama ini dapat diatasi, berarti adopsi teknologi

hasil pengkajian dapat cepat diterapkan pada tingkat pengguna, sehingga dapat mempercepat

Page 112: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

99 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

peningkatan produksi, pendapatan, serta kesejahteraan petani dan pelaku agribisnis lainnya yang

terlibat.

Kegiatan Model Pengembangann Pertanian Melalui Perdesaan (M-P3MI) merupakan

diseminasi inovasi teknologi padi sawah, telah dimulai sejak tahun 2011 yang lalu guna

meningkatkan pendapatan petani. Setelah dilakukan diseminasi teknologi melalui berbagai media

atau Spectrum Diseminasi multi Channel (SDMC) seperti petak percontohan, pertemuan, media

cetak, dan media elektronik, penyebaran inovasi teknologi menjadi tersebar cepat pada berbagai

lapisan masyarakat khususnya anggota kelompok tani yang kelompoknya menjadi petani

kooperator petak percontohan kegiatan M-P3MI. Diseminasi melalui kegiatan SDMC sangat

cepat berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan penguasaan teknologi khususnya budidaya

padi sawah.

Kegiatan M-P3MI yang berada di Kabupaten Seluma, merupakan bentuk konkrit

dukungan Badan Litbang Pertanian Melalui BPTP Bengkulu yang dilakukan dalam rangka

mendukung kebijakan Kabupaten Seluma terkait usaha peningkatkan kesejahteraan petani

melalui peningkatan produksi padi sawah. Oleh karena itu, pengkajian dilakukan dengan tujuan

untuk mengetahui peningkatan produktiviitas padi sawah melalui penerapan inovasi teknologi

pertanian pendekatan PTT.

BAHAN DAN METODA

Kegiatan dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan September 2012 di Desa Rimbo

Kedui, Kecamatan Seluma Selatan, Kabupaten Seluma melalui diseminasi kegiatan SDMC

seperti: a) Pameran/Peragaan melalui petak percontohan penerapan teknologi pendekatan 10

komponen PTT (Tabel 1.); b) forum Pertemuan berupa pertemuan petani; c) media cetak berupa

petunjuk pelaksanaan petak percontohan; d) media elektronik sebagai media penjelasan teknis

(Kementerian Pertanian, 2011).

Tabel 1. Komponen teknologi yang di terapkan selama pengkajian.

No Komponen teknologi pendekatan PTT

1 Varietas unggul baru : Inpari 10

2 Benih bermutu dan berlabel : Varietas baru

3 Dosis dan waktu pemberian pupuk : Urea 200 kg, NPK Phonska 250 kg/ha (3kali)

4 Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT : Kombinasi secara mekanis dg pestisida

5 Pengaturan populasi optimum /Jarak tanam : Legowo 4:1 / [(20 x 10) x 40 cm]

Menggunakan alat pembuatan pola garis tanam Caplak Roda

6 pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam : Pengolahan tanah sempurna

7 penanaman bibit muda (<21 hari) : Paling lambat umur 21 hari sudah ditanam

8 tanam 1-3 batang per rumpun : Tanam 2 – 3 batang per rumpun

9 Panen tepat waktu : Berdasarkan umur varietas atau 90% gabah

telah menguning

10 perontokan gabah sesegera mungkin : Perontokan di lapangan setelah panen

Metode pengkajian dilakukan dengan cara deskriptif yaitu membandingkan

produktivitas yang dicapai setelah dilaksanakan diseminasi melalui kegiatan SDMC dengan

produktivitas petani yang menerapkan teknologi eksisting. Produktivitas yang dicapai berasal dari

petak percontohan pada kegiatan SDMC yang menerapkan inovasi teknologi pendekatan PTT.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Diseminasi Melalui Kegiatan SDMC

Diseminasi melalui kegiatan SDMC dilakukan melalui 4 wujud kegiatan yaitu : a)

Pameran/Peragaan melalui petak percontohan penerapan teknologi; b) Forum pertemuan berupa

pertemuan petani, c) Media cetak berupa petunjuk pelaksanaan pengkajian pada petak

Page 113: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

100 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

percontohan; d) Media elektronik sebagai media penjelasan teknis dan e) teknologi petani

(Eksisting)

a. Pameran/Peragaan Melalui Petak Percontohan

Petak percontohan dilaksanakan di agroekosistem lahan sawah dataran rendah iklim

basah pada lahan petani dengan melibatkan petani secara partisipatif sehingga apa yang

dilakukan diketahui secara jelas oleh petani pelaksana kegiatan. Penetapan satu petak

percontohan untuk setiap kelompok dimaksudkan agar petak percontohan pada setiap

kelompok dapat berfungsi sebagai kelas belajar bagi anggota kelompok masing-masing.

Inovasi teknologi yang diterapkan pada petak percontohan ini yaitu teknologi pendekatan

PTT.

b. Forum Pertemuan Berupa Temu Lapang Pelaksanaan Kegiatan

Agar anggota kelompok tani lebih memahami inovasi teknologi yang diterapkan,

dilakukan pertemuan berulang-ulang pada berbagai tahapan pertumbuhan tanaman seperti: (1)

temu lapang persiapan pelaksanaan penyemaian benih, (2) temu lapang setelah pemupukan ke

dua pada saat tanaman berumur 25 hst, (3) temu lapang setelah pemupukan ke tiga pada saat

tanaman berumur 45 hst, (4) temu lapang panen pada saat dilaksanakan panen.

Pada setiap pertemuan dijelaskan semua komponen teknologi yang diterapkan pada

petak percontohan mulai dari persemaian, pembuatan pola garis tanam menggunakan Caplak

Roda, penanaman 2 – 3 tanaman per rumpun dengan sistem tanam legowo 4:1, pemupukan

tiga kali dalam satu musim tanam, dan panen dengan menghitung produktivitas berdasarkan

data ubinan yang dikonversi ke dalam hektar. Peserta pertemuan terdiri dari 10 orang petani

pelaksana petak percontohan ditambah dengan masing-masing 3 orang dari setiap kelompok

sehingga peserta dari anggota kelompok tani sebanyak 40 orang. Pada setiap pertemuan, 3

orang dari setiap kelompok selalu diganti. Mengganti 3 orang peserta dengan anggota

kelompok lainnya dimaksudkan agar inovasi teknologi yang diterapkan cepat tersebar pada

sebagian besar anggota kelompok tani. Dengan demikian akan terjadi penyebaran informasi

secara luas pada anggota kelompok tani. Sedangkan ketua kelompok tani diundang terus

menerus setiap pertemuan dimaksudkan agar pada setiap kelompok tani terdapat anggota

kelompok yang betul-betul menguasai inovasi teknologi budidaya padi secara utuh.

Setelah semua petak percontohan selesai panen dan data produktivitas sudah

diketahui semua, dilakukan pertemuan per kelompok. Pada pertemuan ini semua anggota

kelompok diundang dan dilakukan tes penguasaan inovasi teknologi yang sudah diterapkan

melalui quisioner. Setelah semua quisioner terisi, lalu dikumpulkan dan dievaluasi apakah

semua komponen teknologi yang diterapkan sudah dilakukan petani. Biasanya tidak semua

anggota kelompok tani sudah menerapkan inovasi teknologi yang dianjurkan. Selanjutnya

dilakukan penjelasan kembali komponen teknologi yang digunakan secara detail dan

dilakukan diskusi. Pada setiap akhir pertemuan kelompok dilakukan tes minat menerapkan

inovasi teknologi melalui quisioner kembali.

c. Media Cetak

Media cetak yang digunakan tidak berupa leaflet, tetapi petunjuk teknis pengelolaan

tanaman yang memuat petunjuk pemeliharaan tanaman. Pada tahap pemeliharaan tanaman

inilah biasanya kesalahan yang dilakukan petani yang menyebabkan produktivitas lahan

menjadi rendah dan tidak efisien. Petunjuk yang disusun terdiri dari petunjuk untuk lahan per

hektar dan lahan berdasarkan luas lahan masing-masing petak percontohan milik petani.

Dengan demikian petunjuk yang diberikan bersifat aplikatif.

d. Media Elektronik

Media elektronik digunakan pada saat penjelasan tentang inovasi teknologi yang

akan diterapkan. Melalui media elektronik, penjelasan-penjelasan lebih mudah ditangkap

Page 114: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

101 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

peserta (anggota kelompok tani). Bila memungkinkan, media elektronik yang digunakan

berupa video penerapan inovasi teknologi.

e. Teknologi Eksisting

Teknologi eksisting yang diterapkan petani sangat mempengaruhi produktivitas

yang dicapai. Dalam penerapan teknologi penanaman padi, sebagian besar petani

mendapatkan informasi teknologi berasal dari sesama anggota kelompok tani. Dari hasil

wawancara dengan petani kooperator diketahui bahwa kebiasaan petani dalam melakukan

usahataninya, teknologi yang diterapkan yaitu: (1) sistem tanam tegel, (2) varietas IR 64 atau

Ciherang yang telah ditanam berulang-ulang, (3) jumlah benih 100 – 150 kg/ha, (4)

pemupukan tidak berimbang dan pemberian pupuk 1 – 2 kali dalam satu musim tanam.

Tabel 2. Rata-rata dosis pupuk dan produktivitas tanaman padi petani (eksisting) per hektar di

Kabupaten Seluma.

No Uraian Penggunaan pupuk/ha (kg) Produktivitas

(t/ha) GKP N P K

1. Petani 1 214,00 102,00 30,00 3,800

2. Petani 2 217,86 121,38 35,70 4,760

3. Petani 3 107,00 69,00 15,00 3,375

4. Petani 4 142,31 115,71 19,95 1,915

5. Petani 5 173,13 19,95 19,95 3,660

6. Petani 6 107,00 51,00 15,00 3,500

Jumlah 961,30 479,04 135,60 21,01

Rata-rata 160,22 79,84 22,60 3,50

Sumber : Data primer, diolah.

Pada Tabel 2. Gambaran umum petani melakukan pemupukan dalam usahatani padi

di Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan, rata-rata penggunaan pupuk per

hektar umumnya menggunakan; pupuk Urea, SP-36, dan NPK Phonska saja. Pupuk KCl

jarang sekali digunakan dengan alasan pupuk mahal dan sering tidak ada di pasaran, sehingga

untuk mengganti pupuk KCl biasanya petani beranggapan telah terpenuhi dari pupuk NPK

Phonska. Hal ini sebenarnya dikarenakan petani banyak yang tidak mengetahui kebutuhan

tanaman akan hara serta juga ketidaktahuan petani cara menghitung kebutuhan pupuk, maka

pemberian pupuk dikira-kira saja. Oleh karena itu setiap petani berbeda-beda dalam

penggunaan dosis pupuk.

f. Rekomendasi Pemupukan

Berdasarkan analisis tanah menggunakan perangkat uji tanah sawah (PUTS) yang

dilakukan di Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan Kabupaten Seluma,

kandungan N rendah, P rendah, dan K sedang. Menurut Setyorini et al., (2006), pada status N

rendah, P rendah, dan K sedang, maka rekomendasi pemupukannya yaitu: Urea 250 – 350 kg,

SP-36 100 – 125 kg, dan KCl 50 – 75 kg. Kandungan hara dari masing-masing pupuk tersebut

yaitu : N = 112,50 – 157,50 kg, P2O5 = 36,00 – 45,00 kg, dan K2O = 30 – 45 kg/ha.

Penggunaan pupuk tunggal seringkali sulit dilakukan karena pupuk tunggal KCl

sering tidak dijumpai di lapangan. Untuk itu perlu diatasi dengan penggunaan pupuk majemuk

NPK Phonska. Berdasarkan perhitungan kandungan hara yang terdapat pada masing-masing

pupuk, maka penggunaan pupuk yang mudah digunakan petani tetapi telah memenuhi

kecukupan hara, dosis pupuk yang digunakan yaitu Urea 200 kg dan NPK Phonska 250 kg/ha

dengan kandungan hara sebagai berikut: N = 127,50 kg, P2O5 = 37,5, dan K2O =37,5 kg.

g. Produktivitas Per Hektar

Produktivitas per hektar dihitung dari konversi hasil ubinan rata-rata setiap petak

percontohan dan dikonversi ke hektar. Pada kegiatan ini ukuran ubinan yang digunakkan yaitu

Page 115: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

102 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

5 x 2 m. Ukuran 5 meter diambil pada 5 jajar legowo dan 2 meter diambil dalam barisan

tanaman. Hasil yang diperoleh dikonversi ke hektar dengan mengalikan hasil ubinan dengan

1.000 petak.

Tabel 3. Data petak percontohan 10 kelompok tani, hasil per hektar, dan hasil rata-rata per

hektar.

No Luas petak

percontohan

Jumlah angota

dan luas lahan

Nama

kelompok Desa

Hasil panen

(t/ha) GKP

1. 2475 m2 27 ha/25 org Harapan maju Rimbo Kedui 5,10

2. 2566 m2 22 ha/23 org Tunas harapan II Rimbo Kedui 7,50

3. 2500 m2 25 ha/42 org Panca Usaha Rimbo Kedui 6,35

4. 3984 m2 20 ha/25 org Tanjung Mas Tanjung Seru 6,20

5. 2418 m2 20,5 ha/27 org Renah Penanding Padang Genting 6,40

6. 2566 m2 25 ha/22 org Tunas Harapan Rimbo Kedui 5,93

7. 2751 m2 30 ha/37 org Mulya Tani Rimbo Kedui 5,75

8. 2500 m2 16 ha/18 org Rimbo Damar Rimbo Kedui 7,37

9. 2537 m2 25 ha/24 org Margo Suko I Rimbo Kedui 8,40

10. 3489 m2 15 ha/31 org Kerinjing Baru Tanjungan 6,10

Jumlah 65,10

Rata-rata 6,51

Catatan : 6,51 t/ha GKP = 5,60 t/ha GKG

Berdasarkan Tabel 3. Produktivitas rata-rata yang diperoleh sebesar 6,51 t/ha GKP,

lebih tinggi dari produktivitas rata-rata Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan

Kabupaten Kabupaten Seluma yang 3,50 t/ha GKP. Produktivitas yang rendah pada petani

Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan Kabupaten Seluma, selain disebabkan

waktu pemupukan yang tidak tepat, juga dosis pupuk yang diberikan tidak berimbang (Tabel

2). Menurut Adiningsih et al., (1989) Dalam Sukristiyonubowo et al., (2011), penggunan

pupuk N dan P yang berlebihan akan mempercepat pengurasan unsur-unsur hara lain seperti

K, S, Mg, Zn, dan Cu, sehingga akan menngganggu keseimbangan hara, menurunkan

produktivitas dan kualitas lingkungan.

Terhadap peluang peningkatan produksi Kabupaten Seluma, Produktivitas hasil

pengkajian melalui petak percontohan yang 6,51 t/ha GKP atau setara dengan 5,60 t/ha GKG,

terjadi peningkatan 1,59 t/ha GKG dibandingkan dengan produktivitas Kabupaten Seluma

Dalam Angka 2010 yang hanya 4,01 t/ha GKG. Hasil ini sejalan dengan pengkajian yang di

lakukan Hastini et al., (2011); penerapan PTT padi sawah yang dilakukan di Desa Wanasari

Kecamatan Wanayasa Kabupaten Purwakarta mampu meningkatkan produktivitas sebesar

54,02% selama beberapa musim tanam. Selain itu penerapan PTT memberikan efisiensi

penggunaan pupuk anorganik Urea 10%, SP-36 dan KCl 33,33%, pestisida 75%, serta benih

mencapai 20%. Melalui PTT padi sawah, terdapat kenaikan B/C dari 0,78 menjadi 1,21 yang

berarti terdapat kenaikan pendapatan petani.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Produktivitas padi dengan penerapan inovasi teknologi pendekatan PTT mencapai 6,51 t/ha

gabah kering panen (GKP), lebih tinggi bila dibandingkan dengan produktivitas padi dengan

penerapan teknologi eksisting yang 3,50 t/ha gabah kering panen.

2. Terhadap produktivitas Kabupaten Seluma yang 4,01 t/ha GKG, terjadi peningkatan 1,59 t/ha

GKG. Kondisi ini berpeluang untuk meningkatkan produktivitas Kabupaten Seluma.

Saran

1. Mengingat luasa lahan sawah yang semakin sempit karena terjadinya alih fungsi lahan, maka

disarankan agar lahan sawah yang tersisa dapat dimanfaatkan seefisien mungkin.

Page 116: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

103 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

2. Penerapan inovasi teknologi pendekatan PTT pada petak percontohan terbukti mampu

meningkatkan produktivitas padi sawah. Untuk itu agar anggota kelompok tani dapat

memanfaatkan inovasi teknologi pendekatan PTT setiap melakukan usahatani padi sawah.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pertanian. 2005. Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan 2005 – 2010. Lima

komodita: 1. Beras: Swasembada Berkelanjutan, 2. Jagung : Swasembada 2007, 3.

Kedelai: Swasembada 2015 (2010 = 65%), 4. Gula : Swasembada 2009, 5. Daging Sapi:

Swasembada 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Jakarta.

Hastini, T., K. Permadi, dan S. Putra. 2011. Dampak Penerapan PTT Padi Sawah Terhadap

Peningkatan Produktivitas, Efisiensi, dan Pendapatan Petani Pada Program Prima Tani

Kabupaten Purwakarta. Prosd. Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Padi Nasional 2010.

―Variabilitas dan Perubahan Iklim: Pengaruhnya Terhadap Kemandirian Pangan Nasional‖.

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Kementerian Pertanian. Jakarta.

BPS Seluma. 2011. Kabupaten Seluma Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Kabupaten

Seluma. Seluma

Kementerian Pertanian (2011). Pedoman Umum Model Pengembangan Pertanian Perdesaaan

Melalui Inovasi (M-P3MI). Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi

Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Setyorini, D., L. R. Widowati, dan A. Kasno. 2006. Petunjuk Penggunaan Perangkat Uji Tanah

Sawah Versi 1.1. Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan

Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Sukristiyonubowo, S. Anda, Suwandi dan I. Adamy S. 2011. Pengaruh Dosis dan Waktu

Pemupukan Terhadap Pertumbuhan, Komponen Hasil, dan Hasil Padi Varietas Ciliwung

Yang Di Tanam Pada Sawah Bukaan Baru. Prosd. Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Padi

Nasional 2010. ―Variabilitas dan Perubahan Iklim: Pengaruhnya Terhadap Kemandirian

Pangan Nasional‖. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Page 117: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

104 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

APLIKASI BERBAGAI MACAM

PUPUK PELENGKAP CAIR (PPC) ORGANIK

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG HIBRIDA

Rathi Frima Zona1, Rachmiwati Yusuf 1 dan Taupik Rahman2 1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau

2Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Email : [email protected]

ABSTRAK

Jagung merupakan salah satu sumber karbohidrat kedua setelah padi. Produksi jagung di Provinsi Riau

pada tahun 2010 adalah sebesar 41.862 ton, yang tersebar di 12 kabupaten/kota. Sementara Kementerian Pertanian

menargetkan produksi jagung Indonesia adalah sebesar 18,02 juta ton. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk

memenuhi target tersebut adalah dengan meningkatkan produktivitas tanaman jagung melalui pemupukan. Pemupukan

yang diberikan tidak hanya terbatas pada pemberian pupuk an organik yang merupakan hara makro bagi tanaman tetapi

juga pemberian Pupuk Pelengkap Cair (PPC) sebagai pelengkap untuk memberikan unsur hara mikro dan juga zat

perangsang tumbuh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi jagung hibrida

terbaik dengan pemberian berbagai macam pupuk pelengkap cair. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - Juli 2010

di Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan

dan 6 ulangan. Perlakuannya adalah : 1). Tanpa PPC Organik, 2). Tiens Golden Harvest dengan dosis 5 ml/1 liter air,

3). Biomaxx dengan dosis 4 ml/ 1 liter air dan 4). Ajib dengan dosis 0,5 ml/1 liter air. Parameter pengamatan yang

akan diamati adalah keragaan vegetatif berupa tinggi tanaman, dan keragaan generatif yang meliputi berat 4 tongkol,

berat 4 tongkol dipipil, berat 100 biji dan produksi. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan SAS program.

Berdasarkan hasil analisis statistika diperoleh hasil yang berbeda tidak nyata pada berbagai macam pemberian PPC

untuk semua parameter. Pada parameter tinggi tanaman diperoleh tinggi tanaman tertinggi pada pemberian PPC

Biomaxx (176,96 cm), berat 4 tongkol, berat 4 tongkol dipipil, berat 100 biji. Produksi tertinggi diperoleh pada

pemberian PPC Ajib yaitu 4,24 ton/ha.

Kata kunci: jagung hibrida, pupuk pelengkap cair, produksi, pemupukan

PENDAHULUAN

Jagung merupakan komoditas utama yang memiliki arti strategis bagi perekonomian

Indonesia. Untuk itu sejak tahun 1999 telah diprogramkam gerakan mandiri padi, kedelai dan

jagung (Gema Palagung 2001). Produktivitas jagung di Indonesia masih rendah, baru mencapai

3,47 t/ha pada tahun 2006, namun cendrung meningkat dengan laju 3,38 % per tahun. Meskipun

demikian, produksi jagung nasional belum mampu mengimbangi permintaan yang sebahagian

dipacu oleh pengembangan industri pakan dan pangan. Karena itu impor terpaksa dilakukan

dengan import yang cukup besar dimulai tahun 1994 dan 1995 yang mencapai rata-rata melebihi

1 juta ton.Masih rendahnya produktivitas menggambarkan bahwa penerapan teknologi produksi

jagung masih belum optimal. Peningkatan produksi jagung di Indonesia lebih ditentukan oleh

perbaikan produktivitas dari pada peningkatan luas panen (Ditjen Tanaman Pangan, 2006)

sedangkan produktivitas jagung Provinsi Riau baru mencapai angka 2 - 3 t/ha.

Jagung mempunyai posisi penting dalam perekonomian nasional karena merupakan

sumber karbohidrat dan bahan baku industri pakan dan pangsan. Disamping bijinya, biomas

hijauan jagung diperlukan dalam pengembangan ternak sapi. Kebutuhan jagung dalam negeri

untuk sudah mencapai 4,9 juta ton pada tahun 2005 dan diprediksi menjadi 6,6 juta ton pada

tahun 2010 (Ditjen Tanam Pangan 2006). Peluang ekspor semakin terbuka mengingat negara

penghasil jagung seperti Amerika, Argentina dan Cina mulai membatasi volume ekspornya

karena kebutuhan jagung mereka meningkat.

Upaya peningkatan produksi jagung, baik melalui intensifikasi maupun ekstenfikasi,

selalu diiringi dengan penggunaan pupuk. Pada prinsipnya pupuk dilakukan secara berimbang.

Pemupukan berimbang adalah pengelolaan hara spesifik lokasi dengan mempertimbangkan

kemampuan tanah menyediakan hara secara alami dan pemulihan hara yang sebelumnya

dimanfaatkan oleh padi sawah irigasi (Doberman and Fairhust, 2000, Witt and Dobermann,

2002). Konsep serupa juga digunakan untuk rekomendasi pemupukan yang baru pada tanaman

jagung di Nebraska Amerika Serikat, dengan penekanan khusus pada pemahaman potensi hasil

dan senjang hasil sebagai dasar perbaikan rekomendasi pengelolaan hara yang bersifat spesifik

Page 118: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

105 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

lokasi (Wit and Dobermann, 2002). Pengelolaan hara spesifik lokasi berupaya menyediakan hara

bagi tanaman secara tepat, baik jumlah, jenis maupun waktu pemberiannya, dengan

mempertimbangkan kebutuhan tanaman, dan kapasitas lahan dalam menyediakan hara bagi

tanaman (Makarim et al, 2003). Selain penggunaan pupuk makro, penggunaan pupuk mikro yang

berasal dari Pupuk Pelengkap Cair (PPC) disinyalir juga mampu memberikan kontribusi terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman jagung, hal ini disebabkan karena pupuk cair lebih cepat

diserap oleh tanaman.

Guna memenuhi kebutuhan yang terus meningkat, upaya peningkatan produksi jagung

perlu mendapat perhatian yang lebih besar. Hasil dari upaya ini diharapkan tidak hanya

meningkatkan hasil, tetapi dapat pula meningkatkan pendapat petani dan terwujudnya

swasembada jagung.

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi

jagung hibrida terbaik dengan pemberian berbagai macam pupuk pelengkap cair.

BAHAN DAN METODA

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2010 di Kota

Pekanbaru Provinsi Riau. Alat yang digunakan antara lain cangkul, ember, label, solo dan alat

tulis. Bahan yang diperlukan benih jagung hibrida, PPC Tiens Golden Harvest (5 ml/liter air),

PPC Biomaxx (4 ml/liter air) dan PPC Ajib (0,5 ml/liter air), pupuk kandang, pupuk Urea, SP-36

dan KCl, pestisida.

Tahapan pelaksanaan meliputi: 1) Persiapan lahan dan pemberian pupuk kandang, 2)

Penanaman. 3) Aplikasi PPC organic I, II dan III. 4) Pemeliharaan dan Pengamatan, 5) Panen.

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4

perlakuan dan 6 Ulangan. Adapun perlakuan pada penelitian ini adalah P0: Tanpa PPC Organik,

P1: Tiens Golden Harvest dengan dosis 5 ml/liter air, P2: Biomaxx dengan dosis 4 ml/liter air dan

P3: Ajib dengan dosis 0,5 ml/liter air. Petakan dibuat dengan ukuran 1 x 1 m dengan jarak tanam

20 x 70 cm. Pemberian PPC diberikan dengan 3 aplikasi yaitu pada umur 15 HST, 25 HST dan

35 HST.

Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, berat 4 tongkol, berat 4 tongkol dipipil,

berat 100 biji.

Data dianalisis dengan menggunakan program SAS. ANACOVA digunakan untuk

menganalisis perbedaan sifat tanah yang diperoleh dari hasil aplikasi perlakuan pada pengkajian

ini. ANOVA digunakan untuk menganalisis perbedaan pengaruh perlakuan untuk peubah hasil

dan komponen hasil tanaman (Gomez dan Gomez, 1983).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Vegetatif Tanaman

Tinggi tanaman (cm)

Pemberian berbagai macam PPC organik terhadap pertumbuhan jagung hibrida

menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata setelah dianalisis dengan DNMRT pada taraf 5

% dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman jagung hibrida pada berbagai macam PPC.

Perlakuan Tinggi tanaman (cm)

Tanpa PPC Organik 169,21a

Tiens Golden Harvest 169,54a

Biomaxx 176,96a

Ajib 176,21a

Keterangan: Angka-angka pada kolom diatas berbeda tidak nyata menurut DNMRT pada taraf 5 %.

Page 119: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

106 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Dari Tabel 1 terlihat bahwa pemberian berbagai macam PPC memberikan pengaruh

yang relatif sama. Artinya, tanpa dan dengan pemberian berbagai macam PPC yang mengandung

zat perangsang tumbuh, tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman

jagung hibrida. Akan tetapi, pemberian PPC Biomaxx memberikan hasil pertumbuhan tinggi

tanaman tertinggi bila dibandingkan dengan PPC lainnya yaitu 176,96 cm. Hal ini disebabkan

karena PPC yang digunakan adalah pupuk organik ramah lingkungan yang diolah dengan metode

khusus dari beraneka ragam tumbuh-tumbuhan, sehingga menghasilkan zat-zat penting yang yang

sangat dibutuhkan sebagai perangsang untuk mempercepat pertumbuhan akar, batang, daun,

bunga dan buah pada tanaman, yang mengandung giberelin untuk merangsang bunga, auksin

untuk merangsang akar, sitokinin untuk merangsang tunas dan daun, unsur hara mikro yang

sesuai dengan asam amino yang dibutuhkan oleh tanaman. Keadaan ini menjelaskan bahwa

banyaknya unsur hara yang tersedia bagi tanaman lebih lanjut mempengaruhi pertumbuhan tinggi

tanaman walaupun pengaruhnya belum terlihat secara nyata untuk tiap dosis pemupukan yang

digunakan. Apabila selama pertumbuhan tanaman lingkungan tanah sebagai media tumbuh

berada dalam keadaan yang menguntungkan maka tanaman akan dapat mengadakan proses

fotosintesis dengan optimal dan berpengaruh pada tanaman secara keseluruhan termasuk tinggi

tanaman. Sebab macam dan jumlah unsur hara serta air yang dapat diserap tanaman sangat

tergantung pada kesempatan tanaman tersebut untuk mendapatkannya dari tanah (Sitompul dan

Guritno, 1995).

Keragaan Generatif Tanaman

Pemberian berbagai macam pupuk pelengkap cair (PPC) belum memberikan pengaruh

yang nyata terhadap pertumbuhan generatif tanaman jagung Hibrida. Hasil pengamatan terhadap

berat 4 jagung tongkol, berat 4 tongkol jagung dipipil, berat 100 biji kering dan produksi jagung

hibrida menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata setelah dianalisis dengan DNMRT pada

taraf 5 % dan data pengamatan tertinggi diperoleh pada pemberian PPC Ajib (secara berurutan

543,08 gram; 423,10 gram; 30,52 gram dan 4,24 ton/ha).

Walaupun hasil analisis statistik menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata, akan

tetapi pada dasarnya tetap ada perbedaan hasil yang diperoleh dengan pemberian berbagai macam

pupuk pelengkap cair organik ini. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Sutejo dan

Kartasapoetra (1995) menyatakan bahwa kebutuhan unsur hara tanaman selama pertumbuhan dan

perkembangannya adalah tidak sama, membutuhkan waktu yang berbeda dan tidak sama

banyaknya. Sehingga dalam hal pemupukan, sebaiknya diberikan pada waktu/saat tanaman

memerlukan unsur hara secara intensif agar pertumbuhan dan perkembangannnya berlangsung

dengan baik.

Tabel 2. Rata-rata berat 4 tongkol jagung, berat 4 tongkol dipipil, berat 100 biji kering dan

produksi jagung hibrida pada berbagai macam PPC.

Perlakuan Berat 4 tongkol

jagung (gram)

Berat 4 tongkol

dipipil (gram)

Berat 100 biji

kering (gram)

Produksi pipilan

(ton/ha)

Tanpa PPC Organik 512,98a

396,58a

29,22a

3,96a

Tiens Golden Harvest 525,73a

406,30a

30,40a

4,08a

Biomaxx 515,98a

399,30a

29,23a

3,92a

Ajib 543,08a

423,10a

30,52a

4,24a

Keterangan: Angka-angka pada kolom diatas berbeda tidak nyata menurut DNMRT pada taraf 5 %.

Dengan kondisi tersebut, proses fisiologis (fotosintesis) tanaman akan lebih meningkat,

demikian juga dengan lebih tingginya tanaman, intensitas cahaya matahari yang diserap daun

tanaman menjadi lebih baik. Semakin baiknya proses fisiologis (fotosintesis) tanaman,

menyebabkan meningkatnya bahan kering yang dihasilkan tanaman dan secara langsung

berhubungan dengan bahan kering yang dapat ditranslokasikan ke biji (Aribawa et al., 2006).

Menurut Saefudin Sarief (1985) semakin besar dan semakin lama umur tanaman maka kebutuhan

unsur hara akan semakin meningkat pula. Dengan penambahan pupuk yang sesuai dengan

Page 120: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

107 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

kebutuhan tanaman akan menyebabkan tanaman tumbuh dengan baik dan diikuti dengan

peningkatan jumlah daun.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pemberian berbagai macam PPC (Pupuk Pelengkap Cair) organik (Tiens Golden

Harvest, Biomaxx, dan Ajib) pada jagung hibrida belum memberikan pengaruh yang nyata

terhadap pertumbuhan dan produksi jagung hibrida. Untuk masa yang akan datang diharapkan

dapat dilakukan penelitian lanjutan terkait dengan pupuk pelengkap cair misalnya dosis dan

waktu penyemprotan.

DAFTAR PUSTAKA

Aribawa, I. B., I.K. Kariada, dan M. Nazam. 2006. Uji Adaptasi Beberapa Varietas Jagung di

Lahan Sawah. Balai Penelitian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar.

Ditjen Tanaman Pangan. 2006. Program Peningkatan Produksi Jagung Nasional. Prosd. Seminar

Nasional dan Ekspose Inovasi Teknologi. Makasar-Pangkep, 15-16 September 2006.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Jakarta.

Doberman, A. and Fairhurts. 2000. Rice Nutrients Disorders and Nutrients Management.

International Riice Research Institute (IRRI). Los Banos. ;92.

Gomez, K. A., dan A. A. Gomez. 1983. Statistical Procedures for Agricultural Research.

International Rice Research Institute, Los Banos, Laguna, Philippines. ;680.

Makarim, A.K., K.D. Widiarta, S. Hendarsih dan S. Abdurahman. 2003. Panduan Teknis

Pengelolaan Hara dan Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Padi Secara Terpadu.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Mink,S.D., P.A Doros and D.H Pery. 1987. Corn Production System. In Timmer (Eds). The Corn

Economy of Indonesia. ;62-87.

Saefudin Sarief. 1985. Ilmu Tanah Pertanian (II). Fakultas Pertanian. Universita Padjadjaran.

Bandung.

Sitompul dan Bambang Guritno. 1995. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Presindo. Jakarta. ;95.

Sutejo, M.M dan A.G. Kartasapoetra. 1995. Pupuk dan Cara Pemupukan. Penerbit PT. Rineka

Cipta. Jakarta.

Witt, C. and Doberman. 2002. A Site-Specific Nutrient Management Approach for Irrigated Low

Land Rice in Asia. Better Corp. Int 16. ;20-24.

Page 121: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

108 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

UJI KETAHANAN GALUR-GALUR PADI TERHADAP

PENYAKIT TUNGRO DI DAERAH ENDEMIK

Mansur1, Syahrir Pakki2, Edi Tando3 dan 4Yulie Oktavia

1Loka Penelitian Penyakit Tungro

2Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros, Sulawesi Selatan

3Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara

4Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

ABSTRAK

Penyakit tungro pada tanaman padi disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh wereng hijau Nephotetix

virescens. Penelitian uji ketahanan galur padi terhadap penyakit tungro di daerah endemik ditujukan untuk

mengevaluasi ketahanan galur-galur generasi lanjut di daerah endemik tungro. Penelitian dilaksanakan di Polewali

Mandar Sulawesi Barat mulai bulan Februari sampai dengan Mei 2011, menggunakan augmented design, dengan 80

galur harapan tahan tungro. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tercatat 2 galur tahan trerhadap penyakit tungro,

yaitu: BP4124-1F-4-2-3*B-2 dan BP7956-1f-2-2-2*B yang memiliki ketahanan lebih tinggi dengan potensi hasil gabah

kering panen 4500-6000 kg/ha. Galur-galur tersebut selanjutnya direkomendasikan untuk uji multilokasi.

Kata Kunci : penyakit tungro; wereng hijau; galur-galur padi

PENDAHULUAN

Penyakit tungro adalah salah satu organisme pengganggu tanaman (OPT) utama pada

tanaman padi. Penyakit ini akan selalu menjadi kendala dalam upaya peningkatan stabilitas

produksi padi Nasional bahkan menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan yang

berkelanjutan (Widiarta et al,. 2004). Produksi optimal suatu varietas padi tidak akan tercapai jika

terserang virus tungro, bahkan jika serangan terjadi sejak di pesemaian maka tidak akan diperoleh

hasil (Hasanuddin, 2002).

Dilaporkan bahwa penyakit tungro awalnya hanya terdapat di beberapa wilayah sentra

produksi padi di Indonesia, namun hingga saat ini telah menyebar di 27 provinsi di Indonesia,

sehingga menyebabkan kerugian milyaran per tahun. Kasus ledakan serangan secara spot di suatu

daerah endemik dapat mencapai puluhan ribu hektar. Manokwari Papua adalah salahsatu daerah

endemik tungro di Indonesia, dilaporkan tahun 2008 tungro menginfeksi pertanaman padi sekitar

15.000 ha sedangkan di Bantaeng Sulawesi Selatan, sekitar 800 ha padi sawah (Pakki et al.,

2010). Tahun 2009 di Sulawesi Barat penyakit tungro menginfeksi padi sawah sekitar 1000 ha

(Fajar, 2009). Selanjutnya pada tahun 2011 serangan tungro di Indonesia mencapai 13.868 ha

dan Puso 333 ha dengan luas serangan tertinggi terjadi pada propinsi Jawa Barat dan Nusa

Tenggara Barat masing-masing 2,763 ha dan 2.328 ha (Budianto et al., 2011). Ledakan serangan

tungro terjadi secara sporadis. Oleh karena itu, sangat diperlukan usaha pengendalian terpadu

khususnya di daerah endemik tungro dan seluruh sentra produksi padi nasional pada umumnya.

Usaha pengendalian tungro telah dilakukan berbagai cara, diantaranya dengan

penanaman varietas tahan, waktu tanam tepat, tanam serempak, pergiliran varietas, manipulasi

faktor lingkungan dan penggunaan insektisida pada kondisi tertentu (Muis et al., 1990).

Pengendalian terpadu dengan mengintegrasikan berbagai komponen pengendalian dalam satu

paket teknologi pengendalian tungro diharapkan dapat mengurangi sebaran penyakit tungro di

Indonesia (Hasanuddin et al,. 2001).

Banyaknya varietas padi yang beredar di petani yang tidak memiliki gen ketahanan,

berpotensi menjadi penyebab meledaknya tungro. Oleh karena itu upaya perakitan/penemuan

varietas unggul baru yang tahan terhadap tungro perlu dilakukan. Penelitian uji ketahanan galur-

galur padi terhadap penyakit tungro di daerah endemik bertujuan untuk mengevaluasi ketahanan

galur-galur padi terhadap penyakit tungro di daerah endemik.

BAHAN DAN METODA

Penelitian dilaksanakan di Polewali Mandar Sulawesi Barat mulai bulan Februari

sampai dengan Mei 2011. Bahan penelitian terdiri atas 80 galur harapan tahan tungro hasil

Page 122: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

109 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

skrining (Pakki et al., 2011). Rancangan percobaan dalam penelitian ini digunakan augmented

design. Setiap galur ditanam dalam plot 1 x 5 m, dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Varietas IR 64

ditanam sebagai pembanding peka terhadap tungro dan Inpari 9 Elo sebagai pembanding tahan

terhadap tungro dalam setiap 20 galur uji yang merupakan tanaman utama. Tanaman dipupuk

dengan phonska dan urea. Pemupukan I dilakukan pada saat tanaman berumur 10 hst dengan

perincian ponska 300 kg/ha ditambah 100 kg urea, pemupukan II dilakukan setelah tanaman

berumur 40 hst dengan menggunaan urea 100 kg/ha dengan parameter pengamatan penelitian di

lapangan meliputi;

a) Kerapatan populasi wereng hijau dengan 10 kali ayunan ganda pada 20 dan 30 hari setelah

tanam (Pakki et al., 2011)

b) Intensitas penyakit tungro (%) dinilai dengan skor sesuai dengan Standard Evaluation System

for Rice (IRRI, 1996) sebagai berikut :

Skor 1 = 0% tidak ada genjala serangan

3 = 1-10% terserang, kerdil dan belum menguning

5 = 11-30% terserang, kerdil dan agak menguning

7 = 31-50% terserang, kerdil dan menguning

9 = > 50% terserang, kerdil dan oranye

Berdasarkan skala keparahan gejala penyakit tersebut kemudian dihitung indeks

penyakit tungro dengan rumus sebagai berikut :

Di = n(1) + n(3) + n(5) + n(7) + n(9)

tn

dimana, Di = Indeks penyakit tungro

n = jumlah tanaman yang terserang tungro dengan skala tertentu

tn = total rumpun yang diskor

Sedangkan rentang indeks penyakit tungro (Di) menurut Standard Evaluation System for Rice

(IRRI, 1996), adalah; tahan (R = 0-3), moderat (M = 4-6), dan peka (S = 7-9).

c) Hasil gabah kering panen (kg/ha)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan terhadap populasi dan intensitas penyakit tungro disajikan pada

Gambar 1. Populasi serangga vektor (N. virescens) menyebar pada setiap galur uji yang berkisar

dari 1 sampai 8 ekor. Namun demikian intensitas serangan penyakit tungro fluktuatif. Kondisi

tersebut memberi gambaran bahwa keberadaan serangga vektor di lapang tidak selalu diikuti oleh

intensitas penyakit tungro yang tinggi, yang disebabkan oleh kenyataan bahwa tidak semua N.

virescens bersifat transmiter atau penular aktif. Namun demikian intensitas serangan tungro selain

dipengaruhi oleh keberadaan serangga vektornya, juga sangat dipengaruhi dengan ketersediaan

sumber inokulum, inang dan faktor lingkungan lainnya. Adanya kemampuan wereng hijau (N.

virscens) dalam menularkan virus tungro menunjukan perbedaan efisiensinya dan merupakan

faktor penentu tingkat kerusakan padi oleh penyakit tungro (Hikmawati, 2003). Menurut

Hasanuddin (2009) virulensi tungro dan tekanan seleksi koloni wereng hijau merupakan

kompleksitas penyebab terjadinya epidemi tungro. Perbedaan geografis dan intensitas interaksi

virus tungro dengan tanaman menyebabkan variasi virulensi dan strain virus baru. Disamping itu

juga terlihat bahwa tidak satu galur pun yang memiliki ketahanan sama dengan pembanding tahan

Inpari 9 Elo yakni dengan intensitas 0 %. Sebaliknya 4 galur yakni BF, BM, BN, dan BO justru

lebih rentan dibanding IR 64 pembanding rentan dengan intensitas serangan penyakit tungro 84,4

%.

Page 123: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

110 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Gambar 1. Populasi vektor (N. virescens) dan Intensitas Serangan (%) umur 30 hst.

Keterangan : Kode Galur Kode Galur

A= BP4200-2F-4-3-3*B-1 AL= BP7956-1f-2-2-2*B

C= BP4200-2F-4-3-3*B-3 AO= BP5094-4f-11-1-4*B

D= BP4124-1F-4-2-3*B-1 AZ= BP5170f-Kn-3-1-4*B

E= BP4124-1F-4-2-3*B-2 BV= BP8188-2f-5-2-2*B

G= BP2870-4E-Kn-22-2-1-6*B-1 CA= BP7988-1f-9-2-1*B

J = BP4198-7F-1-2-2*B WCK3-1 CB= BP9012-2e-Kn-6-2-2*B

AA= BP9000-3e-Kn-16-2-2*B L= BP4260f-Kn-11-2-2-3*B-2

N = BP5156f-Kn-6-2-2*B-1 BF= BP7010-3f-7-1-1*B

BN = BP3350-3e-Kn-5-2-7*B BO= BP8216-1f-10-1-2*B

AC = BP4900-3f-8-3-5*B BM= BP4738-5f-Kn-10-1-5*B

W = BP4602-2f-3-3-2*B-4-1 AF= BP7628-3f-3-3-2*B

INPARI 9 (Pembanding Tahan) IR64 (Pembanding Peka)

Sumber : Analisis data primer, 2011.

Perkembangan penyakit tungro yang lebih lambat pada galur tertentu dibanding galur

lain, oleh karena adanya kemampuan yang dimiliki tanaman dalam mencegah proses infeksi atau

membatasi kolonisasi patogen virus. Bilamana inang mampu membatasi proses infeksi dan virus

tungro berkembang, maka ketahanannya akan ditunjukan dengan tidak timbulnya gejala.

Sebaliknya bila inang tidak mampu membatasi proses infeksi maka tanaman akan menjadi kerdil

dan terjadinya perubahan warna daun (Hasanuddin, 2009).

Penemuan galur-galur uji yang tahan tungro dari wilayah endemik dengan cekaman

yang tinggi, memberi harapan ditemukannya calon varietas yang mempunyai durasi ketahanan

yang tinggi dan adaptif pada beberapa lokasi. Varietas unggul yang memiliki ketahanan stabil

terhadap tungro dapat mencegah terjadinya serangan tungro secara meluas. Adanya penggunaan

varietas tahan tungro merupakan cara yang paling efektif dalam upaya pengendalian penyakit

tungro. Peningkatan penggunaan varietas tahan dalam suatu hamparan sangat berpengaruh nyata

terhadap pengurangan intensitas tungro di lapang.

Dari 80 galur uji perlakuan pada fase vegetatif, ditemukan 2 galur tahan, 10 galur

moderat dan 78 galur peka, dibandingkan dengan pembanding peka terinfeksi 84%, sedangkan

Inpari 9 Elo sebagai pembanding tahan memperlihatkan karakter ketahanan yang sangat baik

dengan intensitas serangan tungro 0 % (Tabel 1). Ketahanan varietas padi terhadap tungro

merupakan kompleksitas ketahanan terhadap wereng hijau dan virus tungro, ketahanan tersebut

dikendalikan oleh beberapa gen yang independen (Hasanuddin, 2009). Galur-galur tersebut

mempunyai sifat genetik yang dominan resisten terhadap tungro sehingga dapat dijadikan

sebagai calon varietas unggul padi tahan tungro.

Page 124: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

111 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 1. Ketahanan galur uji terhadap penyakit tungro

No Galur Uji dan Pembanding Indeks Penyakit Kriteria

Tungro Ketahanan

1. BP4200-2F-4-3-3*B-1 5 M

2. BP4200-2F-4-3-3*B-3 5 M

3. BP4124-1F-4-2-3*B-1 5 M

4. BP4124-1F-4-2-3*B-2 3 T

5. BP2870-4E-Kn-22-2-1-6*B-1 5 M

6. BP4198-7F-1-2-2*B WCK3-1 5 M

7. BP7956-1f-2-2-2*B 3 T

8. BP5094-4f-11-1-4*B 5 M

9. BP7528-2f-6-2-1*B 5 M

10. BP8188-2f-5-2-2*B 5 M

11. BP7988-1f-9-2-1*B 5 M

12. BP9012-2e-Kn-6-2-2*B 5 M

13. Inpari 9 Elo (pembanding tahan) 1 T

14. IR64 (pembanding Peka) 9 S

Keterangan: M = Moderat T = Tahan S = Peka

Analisis data primer, 2011.

Gejala penyakit tungro yang umum ditemukan di Polman adalah tanaman kerdil,

mengalami klorosis sampai daun berubah warna kekuningan, yang paling parah tanaman tidak

menghasilkan gabah bernas. Tinggi rendahnya tingkat serangan sangat bergantung pada

kerentanan varietas yang ditanam. Infeksi virus tungro dapat menyebabkan penurunan klorofil

dan hormon, penurunan laju fotosintesis dan peningkatan laju respirasi. Secara morfologi

tanaman menjadi kerdil, kekuningan, jumlah anakan berkurang dan kehampaan malai tinggi

(Ling, 1975). Infeksi virus tungro akan mengakibatkan penurunan jumlah malai per rumpun,

pemendekan malai, jumlah gabah per malai, akan menyebabkan kehilangan hasil yang tinggi

(Chowndhury dan Mukhopadhyay, 1975).

Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa terdapat beberapa galur uji yang mempunyai

potensi hasil 4500- 6000 kg/ha hasil gabah kering panen dengan kandungan kadar air 17-19 %

serta memperlihatkan tingkat ketahanan terhadap tungro (Gambar 2). Hasil tersebut mendekati

dan sama dengan pembanding tahan Inpari 9 dan jauh lebih tinggi dibanding IR 64. Galur-galur

tersebut adalah A, C, D, E, G, J, AL, AO, AZ, BV, CA, dan CB. Penampilan respon tanaman

tersebut mempunyai intensitas serangan tungro yang rendah sehingga dapat dilanjutkan untuk uji

multi lokasi dengan harapan dapat menjadi calon varietas unggul padi tahan tungro.

Gambar 2. Gabah Kering Panen Galur-Galur Tahan Tungro.

Page 125: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

112 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan ketahanan terhadap penyakit tungro,

dimana galur-galur yang terinfeksi berat penyakit tungro dikategorikan sebagai galur yang tidak

berpotensi untuk dikembangkan pada wilayah endemik tungro, sebaliknya galur uji yang

memperlihatkan ketahanan yang baik dan memiliki potensi hasil yang tinggi direkomendasikan

untuk ditanam.

KESIMPULAN

Pengujian ketahanan 80 galur diperoleh 2 galur yang memperlihatkan reaksi ketahanan

yang tinggi terhadap penyakit tungro di daerah endemik, dengan potensi hasil gabah kering panen

berkisar antara 4700 dan 6000 kg/ha. Kedua galur tersebut yaitu BP4124-1F-4-2-3*B-2 dan

BP7956-1f-2-2-2*B direkomendasikan untuk uji multilokasi.

DAFTAR PUSTAKA

Budianto, E. M. Nurhidayat, Suparni dan S. Haryati. 2011. Perlindungan Tanaman untuk

Menekan Kehilangan Hasil Padi. Dalam: Hermato, A. Muis, dan S. Pakki (Ed.). Inovasi

Teknologi Pengendalian Penyakit Tungro dan Hama utama Padi Menuju Swasembada

Berkelanjutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. p.1-9.

Chowndhury, A.K. and A.N. Mukhopadhyay. 1975. Effect of Virus on Yield Components.

International Rice Commision. News Letter, 42(2):74-75.

Hasanuddin, A. 2009. Status Tungro di Indonesia Penelitian dan Stategi Pengelolaan ke Depan.

Makalah dalam Orasi Purnabakti Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Hasanuddin, A. 2002. Pengendalian Penyakit Tungro Terpadu : Strategi dan Implementasi. Orasi

Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Puslitbang Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian.

Jakarta.

Hasanuddin, A. I.N. Widiarta dan M. Muhsin. 2001. Penelitian Teknik Eliminasi Sumber

Inokulum RTSV: Suatu Strategi Pengendalian Tungro. Laporan Riset Unggulan Terpadu

IV. Kantor Menristek dan DRN. Jakarta.

Hikmawati, M.K. 2003. Studi Komposisi Spesies Wereng Hijau Genus Nephotettix spp.

(Hemiptera:Cicadellidae) di Wilayah dan di Luar Wilayah Endemi Penyakit Tungro.

Laporan Penelitiaan. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Solo.

Ling, K.C. 1975. Experimental Epidemiology of Rice Tungro Disease: Effect of Virus Source on

Disease Incidence. Philipp. Phytopathol. 11:46-57.

Muis, A. M. Yasin Said dan A. Hasanuddin. 1990. Epidemiologi Penyakit Tungro, Pergiliran

Varietas dan Waktu Tanam Padi. Laporan Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Pangan

Sulawesi selatan. Maros. ;(1):47-52.

Pakki, S. A. Bastian. A. Jabbar dan F. T. Ladja. 2010.a Padi Pengembangan Teknik Peringatan

Dini di Pesemaian dan Tanaman Umur Muda (30 hst) serta Pengendalian Tungro untuk

Menekan Kehilangan Hasil < 10 %. Laporan Hasil Penelitian, Loka Penelitian Penyakit

Tungro. Sidrap: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Fajar. 2009. Serangan Penyakit Tungro di Sulawesi Barat. Harian Fajar (Juli 2009). Sulawesi

Barat. Palu.

Widiarta, I.N. Burhanuddin, A. A. Daradjat dan A. Hasanuddin. 2004. Status dan Program

Penelitian Pengendalian Terpadu Penyakit Tungro. Prosd. Seminar Nasional Status

Program Penelitian Tungro Mendukung Keberlanjutan Produksi Padi Nasional. Makassar:

Pusat Penelitian dan pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Page 126: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

113 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PELUANG PEMANFAATAN UBI JALAR

SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL DAN MENDUKUNG

DIVERSIFIKASI PANGAN

Shannora Yuliasari dan Hamdan

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

ABSTRAK

Perubahan gaya hidup masyarakat yang mengarah kembali pada alam menyebabkan timbulnya kesadaran

masyarakat untuk menjaga kesehatan tubuhnya dengan penggunaan produk pangan fungsional. Bahan pangan yang saat

ini banyak diminati konsumen tidak hanya memiliki komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasa yang

menarik, tetapi juga mempunyai fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Perubahan pola pikir masyarakat ini menjadi

momentum yang tepat untuk melakukan diversifikasi pangan. Karena zat gizi dan komponen bioaktif yang terkandung

dalam ubi jalar, serta produksi ubi jalar yang cukup melimpah, maka ubi jalar berpotensi dikembangkan menjadi

pangan fungsional seiring mendukung program diversifikasi pangan. Akan tetapi jika proses pengolahan dilakukan

tanpa pengendalian dan perlindungan, zat gizi dan komponen bioaktif di dalam ubi jalar menjadi hilang percuma.

Makalah ini bertujuan untuk memaparkan beberapa hasil penelitian mengenai kandungan gizi ubi jalar, dan pengaruh

beberapa teknologi pengolahan terhadap kandungan gizi ubi jalar.

Kata kunci : ubi jalar, pangan fungsional, diversikasi, komponen bioaktif.

PENDAHULUAN

Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pangan sehat

maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga mulai bergeser. Bahan pangan yang saat ini

banyak diminati konsumen tidak hanya memiliki komposisi gizi yang baik serta penampakan dan

cita rasa yang menarik, tetapi juga mempunyai fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Perubahan

pola pikir masyarakat ini menjadi momentum yang tepat untuk melakukan diversifikasi pangan

pada menu harian. Pangan yang beragam menjadi penting mengingat tidak ada satu jenis pangan

yang dapat menyediakan gizi yang lengkap bagi seseorang. Konsumsi pangan yang beragam

meningkatkan kelengkapan asupan zat gizi karena kekurangan zat gizi dari satu jenis pangan akan

dilengkapi dari pangan lainnya (Khomsan 2006).

Aneka umbi seperti ubi jalar memiliki potensi yang baik untuk diolah dan

dikembangkan menjadi anekaragam produk olahan. Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan

salah satu komoditas tanaman pangan yang dapat tumbuh dan berkembang di seluruh Indonesia.

Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat non beras tertinggi keempat setelah padi, jagung, dan

ubi kayu serta mampu meningkatkan ketersediaan pangan dan diversifikasi pangan di

masyarakat. Sebagai sumber pangan, tanaman ini mengandung energi, β-karoten, vitamin C,

niacin, riboflavin, thiamin, dan mineral. Oleh karena itu, komoditas ini memiliki peran penting,

baik dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri pangan maupun pakan ternak, serta

bahan baku untuk pangan fungsional (Ambarsari 2009). Dari aspek budidaya, komoditas ubi jalar

memiliki beberapa kelebihan, antara lain (1) tanaman ubi jalar berumur pendek, jangka waktu

penanaman sampai panen membutuhkan waktu sekitar 4-5 bulan, (2) jumlah produksi per hektar

relatif tinggi (15-30 ton/ha), (3) tanaman ubi jalar tidak mengenal musim, dapat ditanam pada

musim kemarau atau hujan, (4) biaya produksi relatif rendah, serta (5) tingkat resiko kegagalan

panen relatif kecil. Dengan pergiliran tanaman dan waktu tanam yang terencana, waktu panen ubi

jalar dapat diatur sesuai kebutuhan sehingga kontinuitas komoditas ini dapat terjaga (Heriyanto et

al., 2001).

Di Indonesia, 89% produksi ubi jalar digunakan sebagai bahan pangan dengan tingkat

konsumsi 7,9 kg/kapita/tahun, sedangkan sisanya dimanfaatkan untuk bahan baku industri,

terutama saus, dan pakan ternak (Balitkabi 2008). Namun, pengembangan ubi jalar di Indonesia

masih bersifat fluktuatif, sebagaiman tercermin dari data luas panen dan produksi ubi jalar yang

naik turun. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan luas panen ubi jalar di Indonesia pada tahun

2008-2012 berturut-turut adalah 174.600; 183.900; 181.100; 178.100; dan 179.300, dengan

produksi masing-masing 1.881.800; 2.057.900; 2.051.000; 2.196.000; dan 2.297.800 ton (BPS,

2012). Provinsi Bengkulu merupakan salah satu daerah penghasil ubi jalar walaupun bukan

Page 127: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

114 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

merupakan daerah sentra ubi jalar. Luas panen dan produksi ubi jalar di Provinsi Bengkulu pada

tahun 2008 sebesar 3.217 ha dan 30.682 ton, pada tahun 2009 menurun menjadi 2.197 ha dan

20.930, meningkat lagi pada tahun 2010 menjadi 2.900 ha dan 27.840 ton, kemudian menurun

lagi pada tahun 2011 menjadi 2.734 ha dan 26.445 ton, dan pada tahun 2012 luas panen

meningkat lagi menjadi 3.203 ha dengan produksi 30.980 ha (BPS Provinsi Bengkulu, 2012).

Karena zat gizi dan komponen bioaktif yang terkandung dalam ubi jalar, serta produksi ubi jalar

yang cukup melimpah, maka ubi jalar berpotensi dikembangkan menjadi pangan fungsional

seiring mendukung program diversifikasi pangan. Makalah ini bertujuan untuk memaparkan

beberapa hasil penelitian mengenai kandungan gizi ubi jalar, dan pengaruh beberapa teknologi

pengolahan terhadap kandungan gizi ubi jalar.

Konsep Pangan Fungsional

Adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang mengarah kembali pada alam

menyebabkan timbulnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan tubuhnya dengan

penggunaan produk pangan fungsional. Konsep pangan fungsional ini menjadi popular di banyak

negara dunia khususnya beberapa Negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa

termasuk sebagian masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan konsep pangan fungsional

menawarkan konsumen untuk menata kesehatan tubuhnya sendiri merupakan daya tarik yang

sangat diminati. Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih

komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu,

terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan (BPOM-RI, 2005).

Pangan fungsional bukan berupa obat atau suplemen makanan sehingga bukan

berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk yang berasal dari senyawa alami. Pangan fungsional dapat

dikonsumsi bebas seperti makanan dan minuman pada umumnya, tanpa adanya batasan dosis

tertentu. Tidak seperti obat yang digunakan untuk mengobati suatu penyakit, pangan fungsional

lebih ditujukan untuk penurunan risiko, perlambatan atau pencegahan penyakit tertentu. Yang

paling utama adalah mencegah penyakit degeneratif dan meningkatkan daya tahan tubuh

khususnya pada proses pemulihan pasca sakit. Pangan fungsional bisa mengandung serat

makanan, asam lemak, vitamin atau mineral tertentu, produk pangan yang ditambahkan dengan

komponen bioaktif seperti komponen fitokimia atau komponen antioksidan lainnya atau

mengandung probiotik. Dilihat dari ada tidaknya proses pengolahan, maka pangan fungsional

bisa dalam bentuk segar atau dalam bentuk pangan olahan. Pada pangan olahan, karakteristik

sebagai pangan fngsional bisa muncul karena adanya komponen aktif di dalam bahan baku,

terbentuknya komponen aktif karena proses pengolahan dan atau adanya penambahan komponen

aktif ke dalam produk (Syamsir 2012).

Saat ini penggunaan pangan fungsional untuk kesehatan telah berkembang pesat, salah

satu faktor pendukungnya adalah keinginan banyak orang untuk meningkatkan kesehatan dengan

cara yang alami. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh berbagai efek samping yang merugikan dari

konsumsi obat-obatan kimiawi yang telah banyak terbukti, sehingga timbul keinginan untuk

menggunakan bahan-bahan dari alam untuk meningkatkan kesehatan. Banyak komponen bioaktif

pangan saat ini diketahui mempunyai efek positif terhadap kesehatan. oleh karena itu penggunaan

pangan yang diketahui mengandung senyawa bioaktif merupakan hal yang sangat bermanfaat.

Pangan yang kita konsumsi sehari-hari pada kenyataannya mengandung ribuan senyawa bioaktif,

banyak diantaranya yang memiliki cukup potensi untuk meningkatkan kesehatan.

Kekurangan zat gizi dan peningkatan pemaparan senyawa xenobiotik dari makanan atau

lingkungan yang terpolusi mengakibatkan manusia rentan terhadap penderitaan akibat stress

oksidatif. Stres oksidatif dapat menyebabkan penyakit degeneratif, seperti kanker dan

aterosklerosis serta terganggunya sistem imun tubuh (Zakaria, 1996). Stres oksidatif juga akan

dapat merusak protein, lemak dan DNA yang dapat menyebabkan penyakit degeneratif seperti

sakit hati dan kanker. Pada kondisi stress oksidatif aktivitas molekul radikal bebas atau spesies

oksigeneaktif (SOR) dapat menyebabkan kerusakan seluler atau genetis. Jika radikal tidak

diinaktivasi maka reaksi kimianya dapat merusak makromolekul termasuk lipoprotein berdensitas

rendah (LDL). Kadar radikal bebas di dalam tubuh dapat meningkat melalui beberapa proses,

antara lain aktivitas fisik yang meningkat sehingga metabolisme juga meningkat, sinar ultraviolet

Page 128: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

115 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

dari matahari, radiasi, dan toksin. Padahal kehidupan dengan aktivitas fisik berat dan pengaruh

lingkungan yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas sulit dihindari. Antioksidan diketahui

dapat mencegah dan menangkal terbentuknya radikal bebas (Jawi et al. 2008).

Kandungan Gizi Ubi Jalar

Komoditas ini mengandung air 59-69%, abu 0,68-1.69%(bk), protein 3,71-6,74%(bk),

lemak 0,26-1,42%(bk) dan karbohidrat 91,42-93,45%(bk). Komposisi tersebut menunjukkan

bahwa ubi jalar merupakan sumber karbohidrat atau energi yang sangat potensial dikembangkan

untuk penganekaragaman konsumsi pangan. Menurut Suprapti, L. (2003), ubi jalar memiliki rasa

manis yang khas. Rasa manis akan muncul jika ubi jalar disimpan selama beberapa hari sebelum

diolah. Rasa manis muncul karena terjadi perubahan karbohidrat menjadi glukosa selama

penyimpanan. Perubahan tersebut ada yang terjadi sebesar 10% dari total karbohidrat dan ada

pula yang mencapai 25%.

Selain sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar juga merupakan sumber vitamin dan

mineral. Diharapkan dengan mengonsumsi ubi jalar sebagai makanan tambahan dapat

meningkatkan asupan vitamin A dan C yang pada beras sangat rendah kadarnya. Ubi jalar

mengandung vitamin A dalam bentuk pro-vitamin A sampai mencapai 7000 IU/100g. Mineral Ca

pada ubi jalar cukup tinggi yakni sekitar 30 mg/100g bahan (Astawan dan Widowati 2005).

Selain mengandung zat-zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh, ubi jalar juga mengadung zat

anti gizi yakni tripsin inhibitor, dengan jumlah 0,26 – 43,6 IU/100g ubi jalar segar. Tripsin

inhibitor tersebut akan menutup gugus aktif enzim tripsin sehingga aktivitas enzim tersebut

terhambat dan tidak dapat melakukan fungsinya sebagai pemecah protein. Namun demikian,

aktivitas tripsin inhibitor tersebut dapat dihilangkan dengan pengolahan sederhana yakni dengan

cara pengukusan, perebusan dan pemasakan.

Namun terdapat juga senyawa lain yang tidak menguntungkan pada ubi jalar adalah

senyawa-senyawa penyebab flatulensi. Flatulens disebabkan oleh beberapa

jenis gula oligosakarida seperti stakiosa, rafinosa dan verbaskosa. Komponen gas yang dominan

yang keluar adalah gas karbondioksida dan gas hidrogen sulfida. Dalam jumlah kecil juga

dihasilkan gas metana, nitrogen dan oksigen. Oligosakarida penyebab flatulens ini tidak dapat

dicerna oleh bakteri karena tidak adanya enzim galaktosidase, tetapi dapat difermentasi oleh

bakteri pada usus besar (kolon). Oligosakarida menjadi sumber subrat yang baik bagi

pertumbuhan bakteri baik (bakteri asam laktat) dalam kolon.

Ubi jalar, khususnya ubi jalar ungu mempunyai kandungan antosianin tinggi. Suprapta

(2004) melaporkan ubi jalar ungu mengandung antosianin yang cukup tinggi, yaitu 110-210

mg/100g. Senyawa antosianin berfungsi sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas,

sehingga berperan dalam mencegah terjadinya penuaan, kanker, dan penyakit degenerative seperti

arteriosklerosis. Selain itu, antosianin juga memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan

antikarsinogenik terhadap mutagen dan karsinogen yang terdapat pada bahan pangan dan produk

olahannya, mencegah gangguan fungsi hati, antihipertensi, dan menurunkan kadar gula darah

(antihiperglisemik) (Jusuf et al., 2008).

Pengaruh Beberapa Teknologi Pengolahan terhadap Kandungan Gizi Ubi Jalar

Pengolahan ubi jalar menjadi tepung adalah salah satu usaha untuk mendapatkan produk

setengah jadi dari komoditas ini sehingga mampu memperbanyak aplikasi dan daya simpan

komoditas ini pada masa-masa berikutnya. Beberapa hasil penelitian di Indonesia menunjukkan

bahwa tepung ubi jalar yang dihasilkan memiliki kadar protein rata-rata mencapai 3.18% (dengan

kisaran antara 2,11-4,46%) (Ambarsari et al., 2009). Selain jenis/varietas ubi jalar itu sendiri,

kandungan protein pada tepung ubi jalar juga dipengaruhi oleh proses pengupasan pada saat

produksi. Menurut Woolfe (1992), kandungan protein tertinggi pada ubi jalar terletak pada

lapisan terluar daging umbi, yang berdekatan dengan kulit luar. Adanya proses pengupasan yang

berlebihan menyebabkan bagian daging ubi jalar yang kaya protein menjadi ikut terbuang.

Kandungan karbohidrat rata-rata pada tepung yang dihasilkan dari beberapa jenis ubi

jalar di Indonesia adalah 83.8% % (Ambarsari et al. 2009). Menurut Winarno (2002), kadar

karbohidrat memiliki peranan penting dalam menentukan karakteristik suatu bahan makanan,

Page 129: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

116 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

baik rasa, warna, tekstur, dan lain sebagainya. Andarwulan (2008) mengemukakan bahwa

terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan penurunan daya cerna pati (karbohidrat) yaitu

penggunaan suhu yang terlampau tinggi pada saat proses pengolahan, interaksi antara pati dengan

komponen non pati, dan jumlah pati tahan cerna (resistant starch) yang terdapat dalam pati.

Komponen bioaktif ubi jalar yang sangat rentan terhadap kondisi lingkungan adalah beta

karoten. Beta karoten yang sensitif terutama terhadap oksigen dan cahaya. Adanya ikatan rangkap

pada struktur kimia beta karoten, menyebabkan bahan ini menjadi sangat sensitif terhadap reaksi

oksidasi ketika terkena panas, udara (O2), cahaya, dan logam selama proses produksi maupun

aplikasinya. Kandungan beta karoten yang sudah menyusut selama proses pengolahan tepung ini

akan semakin menyusut pada proses aplikasinya (misalnya untuk pembuatan roti atau mie

kering). Kondisi ini terjadi jika proses pengolahan dilakukan tanpa pengendalian dan

perlindungan, sehingga pada akhirnya kandungan beta karoten yang seharusnya bermanfaat tinggi

menjadi hilang percuma. Hasil penelitian Erawati (2006) menyatakan titik-titik kendali selama

proses produksi berdasarkan faktor-faktor penyebab kerusakan struktur trans beta karoten adalah

pada tahap blanching, pengeringan dan penepungan. Pengaruh proses blanching menyebabkan

penurunan kadar trans beta karoten sebesar 20,47% untuk tepung ubi jalar klon BB dan 15,03%

untuk tepung ubi jalar varietas sewu. Pengaruh pengeringan dengan suhu yang sama (500 oC)

terhadap kadar beta karoten diperkirakan mengalami kehilangan kadar beta karoten berdasarkan

nilai C kromamater sebesar 38,38% dari bahan mentahnya jika pengeringan dilakukan selama

selama 4 jam, dan sebesar 40,5% jika pengeringan dilakukan selama 24 jam. Dengan

pengendalian proses produksi diperoleh tepung ubi jalar oranye dengan kadar trans beta karoten

pada kisaran 103,94 hingga 207,39 ppm lebih besar daripada kadar trans beta karoten pada

tepung ubi jalar kuning yang dijual di pasaran yaitu sebesar 0,78 ppm.

Jing et al (2010) juga telah melakukan peneltian pengaruh proses pengeringan terhadap

komponen bioaktif ubi jalar. Perlakuan proses pengeringan yang diberikan meliputi pengeringan

konvensional (oven), microwave, dan pengeringan beku vakum (vacuum-freeze dried).

Pengeringan dengan oven konvensional dan microwave menurunkan kandungan beta karoten ubi

jalar menjadi 28,5 mg/100g (bk), sedangkan pengeringan beku vakum dapat mempertahankan

kadar beta karoten ubi jalar relatif hampir sama dengan kadar karoten pada ubi jalar segar, yaitu

39,1 mg/100g (bk). Proses pengeringan juga menyebabkan penurunan asam askorbat dalam ubi

jalar sebesar 16,4-41,8%. Pengeringan dengan microwave menghasilkan penurunan kadar asam

askorbat yang paling rendah (22,75 mg/100g, bk). Hal ini disebabkan karena suhu yang

digunakan pada proses pengeringan dengan microwave adalah 95-105 oC, sedangkan pada

pengeringan konvensional hanya 65 oC dan pengeringan beku -20

oC. Kadar senyawa fenolik

pada ubi jalar yang dikeringkan dengan microwave justru paling tinggi dibandingkan dengan ubi

jalar yang dikeringkan dengan metode lain. Tingginya kandungan senyawa fenolik ini dapat

dihubungkan dengan pelepasan senyawa fenolik yang terikat dalam struktur sel ubi jalar selama

perlakuan pemanasan.

Selain kandungan gizi yang cukup lengkap, ubi jalar juga mengandung zat antigizi yaitu

antitripsin, antikimotripsin dan rafinosa. Antitripsin dan antikimotripsin mampu menghambat

aktivitas proteolitik enzim tripsin dan kimotripsin (Djuanda 2003). Namun kerja zat antigizi ini

tidak akan aktif setelah bahan menjadi matang akibat pengolahan/pemanasan.

KESIMPULAN

Karena zat gizi dan komponen bioaktif yang terkandung dalam ubi jalar, serta produksi

ubi jalar yang cukup melimpah, maka ubi jalar berpotensi dikembangkan menjadi pangan

fungsional seiring mendukung program diversifikasi pangan. Akan tetapi jika proses pengolahan

dilakukan tanpa pengendalian dan perlindungan, zat gizi dan komponen bioaktif di dalam ubi

jalar menjadi hilang percuma. Adanya proses pengupasan yang berlebihan menyebabkan bagian

daging ubi jalar yang kaya protein menjadi ikut terbuang. Komponen bioaktif ubi jalar yang

sangat rentan terhadap kondisi lingkungan adalah beta karoten.

Page 130: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

117 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

DAFTAR PUSTAKA

Ambarsari, I., Sarjana dan Choliq A. 2009. Rekomendasi Dalam Penetapan Standar Mutu

Tepung Ubi Jalar. Jurnal Standarisasi Vol 11 (3), 212-219.

Andarwulan, N. 2008. Nilai Kalori Pangan Sumber Karbohidrat. Food Review Indonesia.

http://www.foodreview.biz/preview.php?view&id=55622

BPOM-RI. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia. Jakarta.

BPS. 2012. Statistik Indonesia 2012. Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta.

BPS Provinsi Bengkulu. 2012. Bengkulu Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Provinsi

Bengkulu. Bengkulu.

Djuanda, V. 2003. Optimasi Formulasi Cookies Ubi Jalar Berdasarkan Kajian Preferensi

Konsumen [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian., IPB . Bogor.

Erawati, C.M. 2006. Kendali Stabilitas Beta Karoten Selama Proses Produksi Tepung Ubi Jalar

[Tesis}. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.

Erliana Ginting, Sri Satya Antarlina, Joko Susilo Utomo dan Ratnaningsi. 2006. Teknologi

Pascapanen Ubi Jalar Mendukung Diversifikasi Pangan dan Pengembangan Agroindustri.

Buletin Palawija No. 11. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Jawi I.M., Suprapta, DN, Subawa AAN. 2008. Ubi Jalar Ungu Menurunkan Kadar MDA Dalam

Darah dan Hati Mencit Setelah Aktivitas Fisik Maksimal. Jurnal Veteriner Vol 9 (2).

Puslitbangnak. Bogor. Hal; 65-72.

Jing, Y., Jin-Feng, C., Yu-Ying, Z., Lin-Chun, M. 2010. Effects of Drying Processes on the

Antioxidant Properties in Sweet Potatoes. Agricultural Sciences in China 9(10): 1522-

1529.

Jusuf M, Rahayuningsih A, Ginting E. 2008. Ubi jalar ungu. Balai Penelitian Tanaman Kacang-

kacangan dan Umbi-umbian. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia

Vol 30. No. 4 13-14.

Khomsan A. 2006. Beras dan Diversifikasi Pangan. Kompas. http://kompas.com/kompas-

cetak/0612/21/opini/3190395.htm, 21 Desember 2006 [diakses 5 Desember 2012]

Suprapta DN, Antara M, Arya N, Sudana M, Duniaji AS, Sudarma M. 2004. Kajian aspek

pembibitan, budidaya, dan pemanfaatan umbi-umbian sebagai sumber pangan alternatif.

Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama BAPEDA Propinsi Bali dengan Fakultas Pertanian

Universitas Udayana.

Suprapti, L. 2003. Tepung Ubi Jalar : Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius.Yogyakarta.

Syamsir E. 2012. Pangan fungsional dari pangan tradisional.

http://ilmupangan.blogspot.com/2012/02/pangan-fungsional-dari-pangan.html

Winarino, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Woolfe, J.A. 1992. Sweet Potato: An Untapped Food Resource. Cambridge University Press,

Australia.

Page 131: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

HORTIKULTURA

Page 132: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

121 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PERAN PUPUK ORGANIK GRANUL DAN CAIR

BERBAHAN BAKU LIMBAH PASAR

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL SAYURAN DAUN

Yudi Sastro, Indarti P. Lestari dan Suwandi

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta

Email : [email protected]

ABSTRAK

Pengkajian ini bertujuan untuk mempelajari peran pupuk organik granul (POG) dan pupuk organik cair

(POC) berbahan baku limbah organik pasar pada pertumbuhan dan hasil sawi, selada, bayam, dan kangkung. Kegiatan

dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta dan lahan petani di wilayah

Jagakarsa, Jakarta Selatan, mulai April hingga September 2010. Pengujian pupuk melibatkan enam petani sebagai

pelaksana atau kooperator. Perlakuan yang diuji, meliputi 1) pupuk organik granul 5 ton.ha-1 + pupuk NPK 15:15:15

setengah takaran rekomendasi, 2) pupuk organik cair + pupuk NPK 15:15:15 setengah takaran rekomendasi, 3) pupuk

NPK 15:15:15 takaran rekomendasi, dan 4) pupuk dan pemupukan teknologi petani (NPK 15:15:15 setengah takaran

rekomendasi + pupuk kandang ayam 10 ton.ha-1). Perlakuan diatur menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap

(RAKL), masing-masing petani kooperator sebagai blok ulangan. Peubah pengamatan meliputi tinggi tanaman, jumlah

daun, dan berat hasil panen. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa (1) POG dan POC mampu mengurangi takaran

pemberian pupuk NPK pada sawi, selada, bayam, dan kangkung berkisar 25-50% dari takaran rekomendasi, (2) POG

dan POC mampu menggantikan 100% pupuk kandang ayam pada budidaya bayam dan kangkung dan berpotensi untuk

digunakan dalam budidaya selada dan sawi, dan (3) Peran POG lebih baik dibandingkan POC dalam mendukung

pertumbuhan dan hasil sawi, selada, bayam, dan kangkung.

Kata kunci : pupuk organik, limbah pasar, sayuran

PENDAHULUAN

Limbah organik di perkotaan, diantaranya limbah pasar, berpotensi untuk dimanfaatkan

sebagai bahan pupuk organik. Losada et al. (2001) melaporkan bahwa kandungan nutrien yang

terdapat dalam limbah organik di perkotaan mencapai 100 kilogram per ton berat kering limbah.

Kandungan unsur hara makro, meliputi N, P, K, Ca, Mg, dan S, masing-masing berkisar 101-

3.771 mg.kg-1

, sedangkan unsur hara mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn berkisar 0,2-0,62 mg.kg-1

(Sastro

et al., 2007).

Penelitian penggunaan limbah organik pasar sebagai pupuk kompos telah dilaporkan

banyak peneliti, diantaranya Cooperband (2002); von Berchem (2005); dan Chen et al. (2007).

Namun demikian, tingkat pemanfaatan limbah tersebut sebagai bahan pupuk organik, khususnya

di Indonesia, masih sangat rendah. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, diantaranya adalah

tingginya kadar air bahan sehingga menyebabkan sulitnya dalam penanganan limbah, serta

rendahnya kualitas kompos yang dihasilkan, baik dari segi kandungan hara maupun penampilan

(Zhao et al., 2012; Smidt et al., 2011; Sastro et al., 2009).

Permasalahan di atas kemungkinan dapat diatasi dengan cara memperbaiki sistem

pengomposan menggunakan sistem pengomposan dipercepat atau melalui proses fermentasi

langsung secara anaerobik menghasilkan pupuk organik cair. Penjaminan kualitas pupuk dapat

dilakukan melalui proses pengkayaan (enrichment), diantaranya menggunakan batuan fosfat,

zeolit, arang sekam, dan inokulum mikroba. Sementara itu, peningkatan penampilan dan nilai

estetika pupuk kompos (padat) dapat dilakukan melalui proses granulasi dan pemeletan.

Namun demikian, hipotesis di atas masih perlu diuji kebenarannya. Penelitian ini

bertujuan untuk mempelajari peran pupuk organik granul dan cair berbahan baku limbah organik

pasar yang telah diperkaya bahan organik, bahan mineral, serta inokulum mikroba dalam

mendukung pertumbuhan serta hasil sawi, selada, bayam, dan kangkung.

Page 133: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

122 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat

Pelaksanaan pegkajian, meliputi persiapan dan analisis bahan hingga pengujian pupuk

dilakukan mulai dari April hingga September 2010. Persiapan dan analisis bahan dilakukan di

Laboratorium Terpadu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta, sedangkan pengujian

pupuk pada tanaman dilaksanakan di lahan petani di wilayah Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Bahan dan Alat

Bahan pengkajian yang digunakan meliputi limbah sayuran yang diambil dari Pasar

Minggu, Jakarta Selatan; pupuk organik granul, pupuk organik cair; kultur Azotobacter vinelandii

(106 sel.ml

-1), Lactobacillus sp. (10

6 sel.ml

-1), Aspergillus niger (10

5 cfu); batuan fosfat Ciamis

(P-air : 1,2%; P-sitrat 2%: 4,6%, P-HCl 17,2%); benih sawi caisim (Tosakan, Panah Merah),

selada (Grand Rapid, Panah Merah), bayam (Maestro, Panah Merah), dan kangkung (Bangkok

LP-1, Panah Merah). Alat-alat penelitian, meliputi shaker, autoclave, laminar air flow,

erlenmeyer, dan drum plastik volume 120 liter.

Pembuatan Pupuk Organik Granul

Kompos yang telah ditepungkan diperkaya zeolit, arang sekam, dan kapur, masing-

masing sebanyak 5% (b/b). Selanjutnya dilakukan pengkayaan, yakni menggunakan kultur

campuran Azotobacter vinelandii (106 sel.ml

-1), Lactobacillus sp. (10

6 sel.ml

-1), Aspergillus niger

(105 cfu.ml

-1). Pengkayaan kultur mikroba dilakukan dengan cara menyemprotkan sebanyak 100

ml kultur mikroba tersebut per kilogram kompos. Selanjutnya campuran bahan digranulasi

menggunakan mesin granulator membentuk pupuk granul dengan diameter rata-rata 3 mm.

Pengeringan granul dilakukan di dalam oven pada suhu 50oC selama 24 jam.

Pembuatan Pupuk Organik Cair

Limbah organik pasar (sayur 70% (b/b), buah 20% (b/b), bumbu dan lain-lain 10%

(b/b), dicacah menggunakan mesin pencacah, selanjutnya diperas dan diambil sari patinya.

Saripati diencerkan dengan air (50:50, v/v) dan diperkaya dengan dedak padi dan batuan fosfat,

masing-masing sebanyak 10 g.l-1

campuran bahan. Campuran bahan selanjutnya diinokulasi

dengan Lactobacillus sp. dan difementasi secara anaerobik selama 21 hari. Pupuk organik cair

hasil fermentasi selanjutnya diperkaya menggunakan kultur campuran Azotobacter vinelandii

(106 sel.ml

-1), Lactobacillus sp. (10

6 sel.ml

-1), Aspergillus niger (10

5 cfu.ml

-1) sebanyak 100 ml

per liter pupuk.

Pengujian Pupuk

Pelaksanaan pengujian pupuk dilakukan dengan melibatkan enam petani sebagai

pelaksana atau kooperator. Perlakuan yang diuji, meliputi 1) pupuk organik granul 5 ton.ha-1

+

pupuk NPK 15:15:15 setengah takaran rekomendasi, 2) pupuk organik cair + pupuk NPK

15:15:15 setengah takaran rekomendasi, 3) pupuk NPK 15:15:15 takaran rekomendasi, dan 4)

pupuk dan pemupukan teknologi petani (NPK 15:15:15 takaran rekomendasi + pupuk kandang

ayam 10 ton.ha-1

.

Masing-masing perlakuan diatur menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap

(RAKL), masing-masing petani kooperator sebagai blok ulangan. Pemberian pupuk organik

granul dilakukan pada saat akan tanam dengan cara menebarkan secara merata pada bedengan.

Sebanyak setengah takaran NPK diaplikasikan pada saat tanam dan sisanya diaplikasikan pada 14

hari setelah tanam melalui penebaran pada larikan sejajar baris tanam. Pupuk organik cair

diaplikasikan setiap tiga hari dengan cara melarutkan 10 ml pupuk dalam 1 liter air dengan

takaran aplikasi satu liter larutan pupuk per meter persegi pertanaman. Penyiraman yang

dilakukan setiap pagi dan sore hari, sedangkan pengendalian hama dilakukan pada saat serangan

hama melewati ambang ekonomis.

Page 134: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

123 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Peubah pengamatan meliputi peubah tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat panen.

Masing-masing peubah pengamatan diukur saat panen pada petak sampling berukuran 100 x 100

cm sebanyak tiga petak sampling per perlakuan. Berat panen ditimbang sesaat setelah panen.

Data hasil pengamatan diuji menggunakan analisis varian dan dilanjutkan dengan uji DMRT 5%

(Gomez dan Gomez, 1984).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Tanah dan Pupuk

Karakteristik tanah yang digunakan dalam percobaan, meliputi pH H2O: 5,9; C-organik:

1,47%, N-total: 2,5%; P-tersedia: 93 mg.100g-1

P2O5; K: 9,0 mg.100g-1

K2O; KTK: 25,3

me.100g-1

; fraksi pasir: 2%, debu 23%, dan liat 75%. Berdasarkan data tersebut disimpulkan

bahwa lahan yang digunakan secara umum memiliki tingkat keseburan sedang serta cukup baik

digunakan sebagai lahan pertanaman sayuran, seperti sawi, selada, bayam, dan kangkung.

Aplikasi pupuk organik dan pupuk kimia secara berimbang diduga akan dapat meningkatkan

daya lahan dalam mendukung pertumbuhan dan hasil komoditas yang diuji.

Kandungan hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) pada pupuk organik granul lebih tinggi

dibandingkan pupuk organik cair. Namun demikian, kandungan unsur hara mikro secara umum

hampir sama, kecuali unsur Cu. Selain kandungan hara yang lebih rendah, pH pupuk organik cair

tergolong sangat rendah, namun pada kisaran yang dipersyaratkan untuk pupuk organik cair.

Secara keseluruhan, pupuk organik granul dan pupuk organik cair yang digunakan dalam

pengkajian ini memenuhi syarat standar yang berlaku.

Tabel 1. Karakteristik kimia pupuk organik granul dan pupuk organik cair yang digunakan

dalam penelitian.

Perlakuan Parameter pengukuran

pH C C/N N-Tot P2O5 K2O CaO MgO S Na Cl Fe Mn Cu Zn B Al

POC 3,5 5,8 - 0,1 0,1 0,5 0,2 0,08 0,2 - - 76 5 3 8 2 -

POG 7,6 16,2 10 1,7 0,6 1,2 6,3 0,66 0,5 0,3 12777 1041 5 218 105 6027

Keterangan: POC = pupuk organik cair dan POG = pupuk organik granul.

Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman

Tinggi sawi, selada dan kangkung pada perlakuan pupuk organik granul (POG) dan

pupuk organik cair (POC) lebih rendah dibandingkan pupuk kandang ayam (teknologi petani).

Namun sebaliknya pada bayam, tinggi tanaman pada perlakuan POG dan POC nyata lebih tinggi

dibandingkan pupuk kandang ayam (Pukan). Hal serupa apabila dibandingkan dengan perlakuan

pemupukan NPK takaran rekomendasi tanpa pupuk organik (Tabel 2).

Tabel 2. Pengaruh pupuk organik granul dan cair berbahan baku limbah pasar terhadap tinggi

sawi, selada, bayam, dan kangkung.

Perlakuan Rerata tinggi tanaman (cm)

Sawi Selada Bayam Kangkung

Pukan + NPK ½ Takaran

Rekomendasi (Teknologi Petani)

30,75c 25,04

b 25,98

a 41,28

b

POG + NPK ½ Takaran

Rekomendasi

28,69b 19,93

a 35,41

b 36,52

a

POC + NPK ½ Takaran

Rekomendasi

24,08a 17,47

a 36,84

b 37,00

ab

NPK Takaran Rekomendasi 29,42b 20,20

a 29,70

a 40,22

b

Keterangan: Angka-angka diikuti huruf yang sama sekolom tidak berbeda nyata menurut DMRT 5%, Pukan

(pupuk kandang ayam), POG: (pupuk organik granul), POC ( pupuk organik cair).

Sementara itu, jumlah daun tanaman pada perlakuan POG dan POC setiap perlakuan

pupuk organik tidak beda nyata dengan Pukan maupun NPK takaran rekomendasi. Tingkat

Page 135: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

124 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

peran POG dan POC terhadap peubah pertumbuhan sawi, selada, bayam dan kangkung secara

umum sebanding (Tabel 2 dan 3).

Tabel 3. Pengaruh pupuk organik granul dan cair berbahan baku limbah pasar terhadap jumlah

daun sawi, selada, bayam, dan kangkung.

Perlakuan Rerata jumlah daun

Sawi Selada Bayam Kangkung

Pukan + NPK ½ Takaran Rekomendasi

(Teknologi Petani)

9.91a 19.75

b 10.27a 8.87a

POG + NPK ½ Takaran Rekomendasi 9.71a 12.16

a 10.55a 9.07a

POC + NPK ½ Takaran Rekomendasi 8.96a 10.81

a 10.29a 8.90a

NPK Takaran Rekomendasi 10.20a 12.59

a 10.64a 8.93a

Keterangan: Angka-angka diikuti huruf yang sama sekolom tidak berbeda nyata menurut DMRT 5%, Pukan (pupuk

kandang ayam), POG: (pupuk organik granul), POC ( pupuk organik cair).

Berat panen sawi dan selada pada perlakuan POG dan POC nyata lebih rendah

dibandingkan Pukan, namun berat panen bayam dan kangkung pada perlakuan POG dan POC

lebih tiinggi dibandingkan teknologi petani tersebut. Berat panen sawi dan selada setara NPK

rekomendasi, sedangkan hasil bayam dan kangkung pada perlakuan POG dan POC nyata lebih

tinggi dibandingkan Pukan. Respon POC secara umum lebih rendah dibandingkan POG (Tabel

4).

Berdasarkan hasil yang dipaparkan di atas, dapat diungkapkan empat fakta penting.

Pertama, terdapat variasi pengaruh pupuk organik granul (POG) dan cair (POC) berbahan baku

limbah organik pasar pada keempat jenis tanaman uji. Kedua, efektivitas POG dan POC pada

selada dan sawi lebih rendah dibandingkan pupuk kandang ayam (Pukan), namun pada bayam

dan kangkung efektivitas POG dan POC lebih baik dibandingkan Pukan. Ketiga, efektivitas POG

pada sawi selada, bayam, dan kangkung lebih baik dibandingkan POC. Keempat, berdasarkan

berat panen, POG mampu menggantikan 50% NPK pada sawi, selada dan kangkung dan 25%

pada bayam, sedangkan POC mampu menggantikan 50% NPK pada selada dan kangkung dan

sekitar 25% untuk sawi dan bayam.

Tabel 4. Pengaruh pupuk organik granul dan cair berbahan baku limbah pasar terhadap berat

hasil panen sawi, selada, bayam dan kangkung.

Perlakuan Rerata berat panen (gram.m

2)

Sawi Selada Bayam Kangkung

Pukan + NPK ½ Takaran Rekomendasi

(Teknologi Petani)

6796.07c 3777.07

d 4378.80

c 1535.93

b

POG + NPK ½ Takaran Rekomendasi 5985.93b 2916.27

c 5178.10

b 1929.77

c

POC + NPK ½ Takaran Rekomendasi 4499.13a 2661.87

bc 4885.20

b 1736.41

c

NPK Takaran Rekomendasi 5883.73b 2476.27

b 6459.60

a 1639.91

b

Keterangan: Angka-angka diikuti huruf yang sama sekolom tidak berbeda nyata menurut DMRT 5%, Pukan (pupuk

kandang ayam), POG: (pupuk organik granul), POC ( pupuk organik cair).

Pupuk organik granul dan cair mampu menggantikan peran pupuk kandang ayam pada

bayam dan kangkung dan memiliki potensi cukup tinggi pada sawi dan selada (Tabel 5).

Variasi pengaruh POG dan POC pada keempat jenis tanaman uji kemungkinan lebih

disebabkan oleh perbedaan karakteristik fisiologis tanaman. Perbedaan karakteristik fisiologis

tanaman akan menyebabkan perbedaan respon tanaman terhadap jenis sumber hara (Murray dan

Anderson, 2011; Hasan dan Solaiman, 2012; Akintoye dan Olanlyan, 2012; Makinde et al.,

2011), jenis kation dan anion yang tersedia dalam larutan tanah, serta status masing-masing jenis

hara pada larutan tanah (Altintas dan Acikgoz, 2012; Sarwar et al., 2008; Rosen dan Eliason,

2005).

Page 136: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

125 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 5. Persentase berat panen pada masing-masing perlakuan pemupukan dibandingkan

perlakuan pupuk NPK.

Perlakuan Persentase berat panen dibandingkan perlakuan NPK dan

pupuk kandang ayam

Sawi Selada Bayam Kangkung

dibandingkan NPK

POG + NPK ½ Takaran Rekomendasi 101,7 117,8 80,2 117,7

POC + NPK ½ Takaran Rekomendasi 76,5 107,5 75,6 105,9

dibandingkan pupuk kandang ayam

POG + NPK ½ Takaran Rekomendasi 88,1 77,2 118,3 125,6

POC + NPK ½ Takaran Rekomendasi 66,2 70,5 111,6 113,1

Keterangan: Angka-angka diikuti huruf yang sama sekolom tidak berbeda nyata menurut DMRT 5%, POG

(pupuk organik granul), dan POC ( pupuk organik cair).

Sementara itu, perbedaan efektivitas POG dan POC disebabkan oleh perbedaan jumlah

nutrien yang dipasok pada masing-masing pupuk. Pada Tabel 1 terlihat bahwa kandungan hara

makro dan mikro yang terkandung dalam POG lebih tinggi dibandingkan POC. Status hara

tersebut secara langsung akan berpengaruh terhadap ketersediaan dan serapan hara oleh tanaman

(Jamala et al., 2011; Olaniyi et al., 2009; Reid, 2002) dan secara tidak langsung akan

berpengaruh terhadap aktivitas mikroba fungsional yang berperan dalam meregulasi ketersediaan

hara dalam tanah (Ramirez et al., 2012; Ogbonna et al., 2012; Srivastava, 2010, Araujo et al.,

2009). Hal Demikian akan berimplikasi pada peningkatan efisiensi pemupukan NPK

sebagaimana diuraikan pada fakta keempat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pupuk organik granul (POG) berbahan baku limbah organik pasar mampu mengurangi takaran

pemupukan NPK hingga 50% pada sawi, selada, dan kangkung dan berkisar 25% pada bayam.

Sementara itu, pupuk organik cair (POC) mampu mengurangi takaran pemberian NPK

sebanyak 50% pada selada dan kangkung dan 25% pada sawi dan bayam.

2. Pupuk organik granul dan cair mampu menggantikan pupuk kandang ayam pada budidaya

bayam dan kangkung dan berpotensi tinggi untuk digunakan dalam budidaya selada dan sawi.

Perlakuan pengkayaan yang lebih disesuaikan dengan karakteristik tanaman diduga akan dapat

meningkatkan efektivitas POG dan POC, khususnya pada bayam dan kangkung.

3. Peran POG lebih baik dibandingkan POC dalam mendukung pertumbuhan dan hasil sawi,

selada, bayam, dan kangkung. Peran POC tersebut dapat ditingkatkan melalui perbaikan

pengkayaan atau melalui peningkatan takaran dan intensitas aplikasi.

Saran

• Pupuk organik granul dan cair berbahan baku limbah organik pasar berpotensi untuk

dikembangkan sebagai pupuk organik yang memiliki efektivitas yang sebanding dengan

pupuk organik yang telah umum digunakan petani, khususnya pupuk kandang ayam. Namun

demikian, nilai keharaan, penampilan, dan efektivitas pupuk tersebut masih perlu ditingkatkan

lebih baik lagi.

Page 137: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

126 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

DAFTAR PUSTAKA

Akintoye, H.A. and A.B. Olaniyan. 2012. Yield of sweet corn in response to fertilizer sources.

Glo. Adv. Res. J. Agric. Sci. 1(5): 110-116.

Altintas, S. and F. E. Acikgoz. 2012. The effects of mineral and liquid organic fertilizers on some

nutritional characteristics of bell pepper. African Journal of Biotechnology 11 (24): 6470-

6475.

Araújo, A.S.F., L. F.C. Leite, V. B. Santos, and R.F.V. Carneiro. 2009. Soil Microbial Activity

in Conventional and Organic Agricultural Systems. Sustainability 1: 268-276.

Cooperband, L. 2002. The art and science of composting „resource for farmers and compost

producers”http://www.cias.wisc.edu/pdf/artofcompost.pdf. 24 September.

Chen, J., J. Wu, and W. Huang. 2007. Effect of compost on the availability of nitrogen and

phosphorus in strongly acidic soils. http://www. Agnet.org/library/list/subcat/E.htm. 1

Januari.

Ekelund, L., and K. Nystrom. 2007. Composting of Municipal Waste in South Africa. Upsala

Universitet. ISSN: 1650-8319, UPTEC STS06 012.

Hasan, M. R. and A.H.M. Solaiman. 2012. Efficacy of organic and organic fertilizer on the

growth of Brassica oleracea L. (Cabbage). Intl J Agri Crop Sci. Vol., 4 (3):128-138.

Jamala, G.Y., P. G. Boni, P. Abraham, and and A. M. Musa. 2011. Soil status and yield

response of different varieties of okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench) grown at

Mubi floodplain, North Eastern, Nigeria. J.of Agric. Bio. and Sust. Development Vol. 3(7),

pp. 120 -125.

Losada, H., R. Bennett, J. Vieyra, R. Soriano, J. Cortes and S. Billing. 2001. Recycling of

Organic Wastes in East of Mexico City by Agriculture and Livestock Production System.

http://www.ias.inu.edu/proceedings/icibs/icmfa/losada.

Murray, R. and R. G. Anderson. 2012. Organic Fertilizers and Composts For Vegetable

Transplant Production. Floriculture Research Report 17-04. University of Kentucky.

Ogbonna, D.N., N. O. Isirimah, and E. Princewill3. 2012. Effect of organic waste compost and

microbial activity on the growth of maize in the utisoils in Port Harcourt, Nigeria. African

Journal of Biotechnology Vol. 11(62):12546-12554.

Olaniyi, J.O, E. M. Ogunbiyi and D. D. Alagbe. 2009. Effects of organo-mineral fertilizers on

growth, yield and mineral nutrients uptake in cucumber. Journal of Animal & Plant

Sciences, 2009. Vol. 5( 1): 437 – 442.

Ramirez, K.S., J. M. Craine, and N. Fierer. 2012. Consistent effects of nitrogen amendments on

soil microbial communities and processes across biomes. Global Change Biology, doi:

10.1111/j.1365-2486.2012.02639.x.

Reid, J. B. 2002. Yield response to nutrient supply across a wide range of conditions. “Model

derivation” Field Crops Research 77 : 161–171

Sarwar, G., H. Schmeisky, N. Hussain, S. Muhammad, M. Ibrahim, and E. Safdar. 2008.

Improvement of soil physical and chemical properties with compost application in rice-

wheat cropping system. Pak. J. Bot., 40(1): 275-282.

Sastro, Y., S. Amina, dan Syafrudin. 2006. Peran drainase dan inokulasi mikroba terhadap laju

pengomposan dan kualitas kompos sampah sayuran. Prosiding Seminar Nasional

Pengembangan Usaha Agribisnis Industrial Pedesaan. Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Sulawesi Tengah. Palu.

Smidt, E. J. Tintner, K. Bohm, and E. Binner. 2011. Transformation of biogenic waste materials

through anaerobic digestion and subsequent composting of residues-a case study. Dynamic

Soils-Dynamic Plant 5 (2):63-69.

Srivastava, P. K.. 2009. Microbial activity and nutrient status ino oak and pine oriented Forest

Soil of Mid Altitude Central Himalaya. Geneconserve vol. 9: 1-11

Von Bercham, S., Fernandez, and P. Harjati. Prospek sampah. Jurnal Dinamika Periurban vol

II. November 2005.

Zhao, S., X. Liu, and L. Duo. 2012. Physical and chemical characterization of municipal solid

waste compost in different particle size fractions. Pol. J. Environ. Stud 21 (2): 509-511.

Page 138: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

127 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

HASIL DISKUSI

Tanya : Pupuk Organik Granul memiliki N rendah, kenapa? Apakah tidak ada cara untuk

meningkatkan kandungan N?

Jawab : Kandungan N rendah karena komposnya tinggi. Makanya diberi acetobacter,

aspergillus dan lactobacillus sebagai dekomposer untuk percepat penyerapan N

Tanya : POG dan cair menggunakan dekomposer apa?

Jawab : Acetobacter,aspergillus dan lactobacillus

Tanya : Biaya produksi sangat tinggi untuk POG, bagaimana?

Jawab : Biaya produksi POG memang tinggi jika produksi dalam skala kecil mencapai Rp

2300/kg tetapi bila diproduksi dalam skala besar hanya sebesar 400/kg

Page 139: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

128 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN PENAMPILAN BUAH

JERUK GERGA (RGL) DI KABUPATEN LEBONG PROVINSI BENGKULU

Sri Suryani M. Rambe, Irma Calista dan Kusmea Dinata

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

ABSTRAK

Jeruk Gerga Lebong (RGL) merupakan komoditas unggulan Kabupaten Lebong karena mempunyai

keunggulan kompetitif yaitu berbuah sepanjang tahun. Salah satu masalah yang dihadapi dalam pengembangan jeruk

RGL adalah produktivitas dan penampilan buah jeruk RGL belum optimal dan belum adanya rekomendasi pupuk jeruk

RGL yang spesifik lokasi. Pengkajian pemupukan jeruk RGL bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan

penampilan buah jeruk. Pengkajian dilaksanakan pada tahun 2012 di Kelurahan Rimbo Pengadang, Kecamatan Rimbo

Pengadang, Kabupaten Lebong. Pengkajian ini menggunakan RAK faktorial 2 faktor dengan faktor ke-1 adalah

pemangkasan yang terdiri dari 2 perlakuan pangkas yaitu (1) pemangkasan rekomendasi (2 kali/bulan) dan (2)

pemangkasan cara petani (2 kali setahun). Faktor ke-2 adalah pemupukan yang terdiri dari 3 perlakuan pupuk yaitu: (1)

berdasarkan hasil panen terangkut; (2) berdasarkan analisis tanah dan tanaman dan (3) berdasarkan teknologi petani

(kontrol). Pemupukan pada masing-masing perlakuan dilakukan setiap 3 bulan. Pengamatan yang dilakukan meliputi

keragaan vegetatif dan generatif tanaman. Hasil pengkajian selama 3 kali pemupukan memperlihatkan bahwa perlakuan

pemupukan berdasarkan analisis tanah dan tanaman (dolomit 450 gr/m2 luas tajuk pohon/th + kompos 40 kg/pohon/th

+ 60 gr Urea dan 300 gr NPK/pohon/3 bulan) menghasilkan jumlah buah tertinggi yaitu 133 buah/pohon dan berbeda

nyata dengan perlakuan lainnya. Tidak ada interaksi antara pemupukan dengan pemangkasan. Perlakuan pemangkasan

rekomendasi dan cara petani tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap produksi buah, tapi berpengaruh terhadap

penampilan buah (warna lebih cerah).

Kata kunci: jeruk Gerga, pemupukan spesifik lokasi, pemangkasan tanaman

PENDAHULUAN

Semakin tingginya angka buah jeruk impor yang masuk ke Indonesia telah

menimbulkan kekhawatiran akan merosot kembali agribisnis jeruk nasional yang baru bangkit

dari keterpurukannya selama ini (Badan litbang, 2005). Untuk itu di rasakan perlu untuk

mempromosikan buah jeruk tropika yang tumbuh dengan baik pada iklim Indonesia diantaranya

jeruk keprok. Jenis jeruk ini memiliki banyak sekali variasi dengan penampilan dan rasa yang

tidak kalah dengan jeruk impor. Namun tingkat produksi jenis jeruk ini masih rendah karena

terkendala banyak faktor di antaranya rendahnya luas lahan produksi, jenis dan nama yang

beragam dan teknologi budidaya yang belum sesuai. Dengan demikian dalam upaya

pengembangan jenis jeruk ini perlu dilakukan pengenalan karakter dan keragaman jenis serta

penerapan teknologi budidaya yang tepat (Martasari dan Supriyanto, 2006). Salah satu jenis jeruk

keprok yang dikembangkan di Provinsi Bengkulu adalah jeruk Gerga Lebong yang sekarang

terdaftar dengan nama jeruk varietas RGL. Jeruk tersebut merupakan komoditas unggulan

Kabupaten Lebong, karena mempunyai keunggulan kompetitif yaitu berbuah sepanjang tahun

(Suwantoro, 2010). Tanaman jeruk umumnya dapat berbuah setelah berumur 3 tahun dan buah

paling banyak pada tanaman yang berumur lebih dari 5 tahun (Purnomosidhi et al., 2007).

Menurut pengalaman petani, jeruk RGL sudah mulai berbuah pada umur 2 tahun.

Kecamatan Rimbo Pengadang, KabupatenLebong, mempunyai topografi bergelombang

sampai berbukit dengan ketinggian 500-900 m dpl (BPS, 2010). Luas wilayah Kelurahan Rimbo

Pengadang 7300 ha. Luas pertanaman jeruk RGL yang ada saat ini seluas 100 ha jeruk RGL dan

direncanakan 200 ha lagi pada tahun 2013. Ketinggian lokasi pengkajian sekitar 835 dpl.

Keadaan iklim rata-rata harian pada siang hari antara 28-32 oC dan pada malam hari 22-25

oC.

Tipe iklim berdasarkan Schmidt dan Ferguson mempunyai tipe iklim B dengan curah hujan 2500-

4500 mm/tahun.

Masalah utama yang dihadapi dalam pengembangan jeruk RGL ini adalah masih sangat

terbatasnya dokumentasi informasi dan komponen teknologi hasil penelitian tentang jeruk RGL

yang dapat dirakit menjadi teknologi budidaya spesifik lokasi, terutama rekomendasi pupuk

jeruk RGL yang spesifik lokasi. Hal tersebut menyebabkan produktivitas dan penampilan buah

jeruk RGL belum optimal.

Page 140: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

129 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan mutu buah jeruk

antara lain melalui pemupukan. Estimasi jumlah hara yang terangkut bersama panen dalam 10 ton

buah jeruk adalah 29 kg N, P2O5 4 kg, K2O 63 kg, dan Ca 26 kg per hektar. Selain pemupukan,

pemangkasan juga dapat merangsang pembungaan.

Tujuan pengkajian ini adalah untuk memperoleh teknologi pemupukan yang spesifik

lokasi dan teknologi pemangkasan sehingga produktivitas yang optimal dan penampilan buah

yang baik dapat diperoleh dalam rangka mendukung program pengembangan kawasan

hortikultura khususnya jeruk RGL di Lebong.

BAHAN DAN METODA

Pengkajian dilakukan pada pertanaman jeruk RGL di Kelurahan Rimbo Pengadang,

Kecamatan Rimbo Pengadang, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu. Pengkajian jeruk RGL

dilaksanakan mulai Maret s/d Desember 2012. Kegiatan pengkajian dilaksanakan di lahan kering

dataran tinggi 830 m dpl. Luas pertanaman jeruk di lokasi pengkajian adalah 1,5 ha. Jarak tanam

yang digunakan 4 x 6,5 m yang ditanam secara zigzag. Tanaman yang digunakan adalah tanaman

yang sudah berbuah (pada awal pengkajian tanaman berumur sekitar 2 tahun).

Rancangan yang digunakan adalah RAK 2 faktor. Faktor ke-1 adalah perlakuan

pemangkasan yaitu; 1) pangkas sesuai rekomendasi dan 2) pangkas cara petani (kontrol). Faktor

ke-2 adalah perlakuan pupuk, yaitu; 1) berdasarkan hasil panen yang terangkut dan 2)

berdasarkan analisis tanah/jaringan tanaman serta 3) berdasarkan perlakuan petani (kontrol).

Dengan demikian didapatkan 6 kombinasi perlakuan. Ulangan dilakukan sebanyak 4 kali. Semua

perlakuan diberi pupuk setiap 3 (tiga) bulan sekali. Adapun Kombinasi perlakuan dalam kajian

pemangkasan dan pemupukan yaitu:

P1D1: pangkas rekomendasi+ pupuk berdasarkan hasil panen

P1D2: pangkas rekomendasi+ pupuk berdasarkan analisis tanah/tanaman

P1D3: pangkas rekomendasi + pupuk cara petani

P2D1: pangkas cara petani+ pupuk berdasarkan hasil panen

P2D2: pangkas cara petani + pupuk berdasarkan analisis tanah/tanaman

P2D3: pangkas cara petani + pupuk cara petani (kontrol)

Pemangkasan rekomendasi (Loka Penelitian Jeruk, 2003) yang dilakukan adalah

pemangkasan cabang/ranting/tunas yang tidak produktif dan buah yang tidak tumbuh

sempurna/kecil yang dilakukan secara rutin (setiap 2 minggu). Pemangkasan cara petani adalah

pemangkasan yang dilakukan jika ada cabang/ranting yang patah dan jarang dilakukan (2 kali

setahun).

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura menggunakan metode penentuan dosis

pupuk berdasarkan jumlah buah yang dipanen tahun sebelumnya, yaitu 3 % dari total bobot buah

tiap pohon dalam bentuk NPK (3:1:2) bersama pupuk kandang. Metode penentuan pupuk

berdasarkan hasil analisis tanah dan tanaman bertolak pada suatu kaidah bahwa pemupukan

dilakukan jika jumlah unsur hara di dalam tanah lebih rendah dari pada yang dibutuhkan tanaman

dan tanaman itu sendiri sebagai pengekstrak unsur hara dari tanah, sehingga untuk mengetahui

kebutuhannya perlu menganalisis jumlah unsur hara yang di ekstrak atau diserap tanaman

tersebut dan jumlah unsur hara yang tersedia di dalam tanah (Sutopo, 2010). Teknologi

pemupukan eksisting (yang dilakukan petani) adalah pemberian 1 kg campuran pupuk Urea dan

NPK dengan perbandingan 1:5 dan pemberian 2 kg pupuk kandang per tanaman untuk sekali

pemupukan yang diberikan setiap 3 bulan.

Setelah dilakukan analisis tanah awal (unsur makro) dan analisis tanaman maka

dilakukan aplikasi pengapuran dan pemberian kompos. Aplikasi dolomit dan kompos diberikan

pada tanaman jeruk RGL dengan perlakuan pemupukan berdasarkan hasil analisis tanah/tanaman

dan berdasarkan hasil panen. Dua minggu setelah itu di ambil lagi sampel tanahnya dan dianalisis

(panduan dari Balitjestro). Penentuan dosis pupuk untuk perlakuan pemupukan berdasarkan

panen yang terangkut adalah 250 gr Urea dan 300 gr NPK/tanaman/3 bulan (325 kg Urea dan 390

kg NPK/ha/tahun). Dosis pemupukan berdasarkan hasil analisis tanah/tanaman adalah 60 gr Urea

Page 141: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

130 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

dan 300 gr NPK/tanaman/3 bulan (78 kg Urea dan 390 kg NPK/ha/tahun). Populasi tanaman 325

batang/ha.

Aplikasi pengapuran tidak dilakukan pada perlakuan pupuk cara petani. Dosis pupuk

petani yaitu 167 gr Urea dan 833 gr NPK/tanaman/3 bulan (217 kg Urea dan 1.083 kg

NPK/ha/tahun.

Data yang dikumpulkan dalam kajian ini adalah data primer dan data sekunder.

Parameter yang di ukur meliputi komponen vegetatif tanaman (tinggi tanaman dan diameter

tajuk) dan komponen generatif tanaman (jumlah bunga yang menjadi fruitset dan jumlah buah).

Pengendalian hama penyakit utama yang mempengaruhi pembungaan/pembuahan dilakukan

sesuai kebutuhan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA dan uji LSD.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Status Hara Tanah

Hasil analisis tanah di lokasi pengkajian menunjukkan bahwa kandungan unsur

Nitrogen (N) relatif rendah, Fosfor (P) rendah dan Kalium (K) sedang (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil analisis tanah sebelum dan setelah pemberian kapur dan kompos pada lahan

pengkajian jeruk RGL di Desa Rimbo Pengadang.

No

Unsur Hara Hasil analisis tanah lahan jeruk RGL

sebelum pemberian kapur

dan kompos

setelah pemberian kapur

dan kompos

1 pH 3,92 4,88

2. Tersedia (ppm)

N 0,09 0,73

P 9,87 16,26

K-dd (K-dapat digunakan) 0,20 0,26

3. Total (mg 100g -1

)

P 16,27 8,98

K 6,38 7,77

Keterangan: Hasil analisa Laboratorim Tanah BPTP Bengkulu.

Pada Tabel 1, tergambar hasil analisis daun jeruk memperlihatkan kecukupan hara

tanaman jeruk untuk unsur N sedang dan untuk unsur P maupun K rendah. Hasil analisis tanah

setelah pemberian kapur/dolomit dan kompos terlihat adanya peningkatan kandungan unsur hara

tersedia untuk unsur N, P dan K namun terjadi penurunan pada P total. Kondisi ini

memperlihatkan bahwa unsur P yang terikat dapat dilepaskan menjadi P tersedia dengan

pemberian amelioran, yang disebabkan tingginya daya serap unsur P oleh tanah di Kelurahan

Rimbo Pengadang.

Pengaruh Pemupukan Terhadap Pembungaan dan Pembuahan Jeruk RGL

Hasil pengkajian pemupukan terhadap pembungaan tanaman jeruk RGL setelah

pemangkasan dan pemupukan pertama (pada bulan Juni 2012) memperlihatkan keragaman dari

keenam kombinasi perlakuan. Rata-rata jumlah kuncup bunga berkisar 0,0 - 4,0; bunga mekar 0,0

- 2,75; fruitset 0,25 - 12,25 dan pentil 20,25 – 109 (Tabel 2). Perlakuan dosis pupuk berdasarkan

analisis tanah dan tanaman menghasilkan jumlah fruitset yang tertinggi yaitu 12,25 tetapi tidak

berbeda nyata dengan jumlah fruitset pada perlakuan petani (11,3) tetapi berbeda nyata dengan

perlakuan lainnya. Sedangkan jumlah 109 pentil buah pada perlakuan berdasarkan analisis

tanah/tanaman berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada masa pengkajian khususnya setelah

pemupukan pertama, curah hujan hanya sedikit sehingga kurang mendukung terjadinya

pembungaan dan juga banyak bunga yang gugur, sedangkan setelah pemupukan kedua, curah

hujan tinggi yang juga menyebabkan sebagian bunga gugur.

Page 142: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

131 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 2 . Perkembangan stadia pembungaan dan pembuahan pada pertanaman jeruk RGL setelah

pemangkasan dan pemupukan pertama.

Perlakuan Stadia pembungaan dan pembuahan

Kuncup Bunga mekar Fruit set Pentil

P1D1= Pangkas rekomendasi dan aplikasi

250 gr Urea+300 gr NPK

0,0a 0,0a 2,5c 20,5c

P1D2= Pangkas rekomendasi dan aplikasi 60

gr Urea+300 gr NPK

1,8a 0,3a 0,3c 20,3c

P1D3= Pangkas rekomendasi dan pupuk 167

gr Urea+833 gr NPK

0,5a 0,3a 1,5c 35,3bc

P2D1= Pangkas cara petani dan aplikasi 250

gr Urea dan 300 gr NPK

5,0b 1,5a 6,3b 27,3c

P2D2= Pangkas cara petani dan aplikasi 60 gr

Urea dan 300 gr NPK

0,3c 0,0a 12,3a 109a

P2D3= Pangkas cara petani dan pupuk 167 gr

Urea+833 gr NPK

4,0b 2,8a 11,3a 63,3b

Setelah aplikasi pemupukan ketiga maka perbedaan dalam stadia pembungaan dan

pembuahan pada masing-masing perlakuan semakin bervariasi (Tabel 3). Perlakuan dosis pupuk

berdasarkan hasil panen terangkut menghasilkan jumlah buah paling sedikit yaitu 34 dan 69. Hal

ini diduga disebabkan karena umur tanaman masih muda (2-3 tahun) sehingga belum dapat

dijadikan sebagai acuan dalam menentukan dosis pupuk yang tepat. Hasil kajian ini

memperlihatkan bahwa penggunaan dosis pupuk berdasarkan hasil panen yang terangkut hanya

bisa dipakai pada tanaman yang sudah sering berbuah, bukan untuk tanamann yang baru sekali

atau dua kali berbuah. Sdangkan hasil penelitian Sutopo et all., (2006) menunjukkan bahwa dosis

pupuk N, P dan K yang direkomendasikan berdasarkan hasil panen untuk tanaman pamelo

Nambangan di Entisol Sukomoro, Kabupaten Magetan adalah 150% dari total NPK yang

terangkut buah atau setara dengan 2,775% (2 N, 1 P2O5 dan 4 K2O) dari bobot buah yang

dipanen per tahun.

Perlakuan dosis pupuk berdasarkan hasil analisis tanah dan tanaman menghasilkan

jumlah buah rata-rata yang terbanyak yaitu 133 buah yang berbeda nyata dengan perlakuan

lainnya. Pada hasil kajian selama 3 kali pemupukan terjadi kecenderungan peningkatan jumlah

buah yang lebih tinggi pada perlakuan dengan dosis pupuk berdasarkan hasil analisis

tanah/tanaman. Sebagai perbandingan jumlah jeruk keprok Selayar di Sulawesi baru mencapai 26

buah dengan penerapan teknologi budidaya (Asaad dan Warda, 2006).

Tabel 3. Stadia pembuahan jeruk RGL pada bulan Desember 2012.

Perlakuan Stadia pembungaan dan pembuahan

Buah kecil Buah sedang Buah besar Jumlah Buah

P1D1= Pangkas rekomendasi dan aplikasi

250 gr Urea+300 gr NPK

1,3 29,5 3,0 33,8c

P1D2= Pangkas rekomendasi dan aplikasi 60

gr Urea+300 gr NPK

78,8 10,0 6,0 94,8ab

P1D3= Pangkas rekomendasi dan pupuk 167

gr Urea+833 gr NPK

12,5 71,3 8,3 92,0bc

P2D1= Pangkas cara petani dan aplikasi 250

gr Urea dan 300 gr NPK

32,0 34,3 2,8 69,0c

P2D2= Pangkas cara petani dan aplikasi 60 gr

Urea dan 300 gr NPK

44,3 88,5 0,3 133,0a

P2D3= Pangkas cara petani dan pupuk 167

gr Urea+833 gr NPK

19,0 49,0 6,5 74,5c

Pada bulan Desember 2012 terlihat sebagian daun pertanaman jeruk Gerga berwarna

kekuningan di bagian pinggir dan hijau di sekitar tulang daun yang diduga merupakan gejala

Page 143: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

132 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

defisiensi unsur hara mikro. Bagian tanaman tersebut sedang dianalisis di Laboratorium Balai

Penelitian Tanah Bogor. Jika memang hal tersebut adalah gejala defisiensi, maka perlu dilakukan

pemberian pupuk mikro.

Pengaruh Pemangkasan Pada Produktivitas dan Kualitas Buah

Sejak awal tanam hingga berumur 2 tahun, pertanaman jeruk RGL dilokasi pengkajian

belum pernah dilakukan pemangkasan pembentukan. Pemangkasan yang dilakukan hingga umur

2 tahun hanya jika ada tanaman yang patah atau ranting/cabang rusak (umumnya 2 kali dalam

setahun). Dalam pengkajian ini dilakukan pemangkasan yang intensif (setiap 2 minggu) yang

dibandingkan dengan yang biasa dilakukan petani. Jumlah buah pada pertanaman jeruk RGL

dengan perlakuan pemangkasan yang intensif ternyata tidak berbeda nyata dengan cara petani.

Hal ini terjadi karena tidak adanya pemangkasan bentuk pada tahun pertama sehingga

perkembangan tajuk daun kurang sempurna.

Dari hasil analisis statistik, tidak ada interaksi antara faktor ke-1 yaitu 2 perlakuan

pemangkasan tanaman jeruk RGL dan faktor ke-2 yaitu 3 perlakuan dosis pupuk. Dengan aplikasi

dua perlakuan pemangkasan terlihat bahwa ternyata ada pengaruh pemangkasan terutama karena

kelebatan daun mempengaruhi warna buah terutama yang berada didalam atau dibawah

kerimbunan daun yang menyebabkan penampilan warna buah menjadi beragam. Buah yang

pucat (penampilan kurang menarik) banyak terjadi pada pertanaman dengan pangkasan cara

petani dimana sebagian buah ternaungi dan sedikit memperoleh sinar matahari karena

pertumbuhannya kurang teratur.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Aplikasi dolomit (kapur) 450 gr/m2 luas tajuk, kompos 40 kg/tanaman/th, 60 gr Urea dan 300

gr NPK/tanaman yang diberikan setiap 3 bulan (78 kg Urea dan 390 kg NPK/ha/tahun)

menghasilkan jumlah buah jeruk Gerga (RGL) terbanyak yaitu 133 buah/tanaman (26,7 kg)

dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

2. Pengaruh pemangkasan yang intensif tidak meningkatkan jumlah buah jeruk, tetapi mampu

memperbaiki penampilan buah jeruk RGL khususnya warnanya (Oranye cerah).

DAFTAR PUSTAKA

Asaad, M dan Warda. 2006. Kajian Penerapan Teknologi Budidaya Pada Jeruk Keprok Selayar. Prosd.

Seminar Nasional Jeruk Tropika Indonesia. Batu, 28-29 Juli 2005. Balai Penelitian Tanaman Jeruk

dan Buah Subtropika. Batu. ;199-211.

Badan Litbang Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jeruk. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.

BPS Kab. Lebong. 2010. Lebong Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebong. Tubei.

Loka Penelitian Jeruk dan Hortikultura Subtropik. 2003. Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat, Strategi

Pengendalian Penyakit CVPD. Puslitbang Hortikultura. Bogor.

Martasari, C dan Supriyanto, A. 2006. Jeruk Keprok Tropika Indonesia: Keragaman Kultivar dan

Karakter, Sentra Produksi dan Teknologi Inovasinya. Prosd. Seminar Nasional Jeruk Tropika

Indonesia. Batu, 28-29 Juli 2005. Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika. Batu. ;36-

53.

Puslitbang Hortikultura. 2003. Pedoman Umum Penelitian dan Pengkajian Penerapan Perbaikan

Pengelolaan Tanaman (PTT) jeruk: Puslitbang Hortikultura. Bogor. ;11 hal.

Purnomosidhi, P., Suparman, Roshetko dan Mulawarman. 2007. Perbanyakan dan Budidaya Tanaman

Buah-Buahan: Durian, Mangga, Jeruk, Melinjo dan Sawo. Pedoman Lapang, Edisi Kedua. World

groforestry Centre (ICRAF) dan Winrock International. Bogor, Indonesia:42p.

Sutopo, Supriyanto, A dan Suhariyono. 2006. Penentuan Dosis Pupuk N.P.K Berdasarkan Hasil Panen

Pada Tanaman Pamelo. Prosd. Seminar Nasional Jeruk Tropika Indonesia Batu, 28 -29 Juli 2005.

Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika. Batu. ;243-251.

Sutopo. 2010. Teknologi budidaya jeruk sehat. http:// ( 9 April 2011).

Suwantoro, B. 2010. Mengenal Jeruk Rimau Gerga Lebong Lebih Dekat. Balai Benih Hortikultura Rimbo

Pengadang. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Lebong.

Page 144: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

133 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KENTANG MERAH PADA LAHAN

DATARAN TINGGI KABUPATEN REJANG LEBONG BENGKULU

Ahmad Damiri, Dedi Sugandi dan Eddy Makruf

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

ABSTRAK

Kentang Merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang dari waktu ke waktu semakin banyak

diusahakan oleh petani Kabupaten Rejang Lebong, namun produktivitas yang dihasilkan masih rendah karena

penerapan teknologi budidaya yang belum baik. Pengkajian bertujuan untuk : a) membandingkan paket dosis pupuk

terhadap pertumbuhan, komponen produksi dan produksi Kentang Merah, b) membandingkan pengaruh jarak tanam

terhadap pertumbuhan, komponen produksi dan produksi Kentang Merah. Metode pengkajian menggunakan

Rancangan Acak Kelompok dengan empat ulangan yang diuji lanjut dengan LSD. Perlakuan terdiri dari kombinasi

antara paket pupuk dan jarak tanam dalam bedengan. Paket pupuk terdiri dari : a) paket yang dicoba petani yaitu

pupuk NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha dan b) paket dosis pupuk anjuran Kentang Granola secara umum

yaitu pupuk NPK Phonska 1.000 kg/ha). Sedangkan jarak tanam dalam bedengan terdiri dari : a) 30 cm, b) 35 cm, dan

c) 40 cm). Pengkajian dilakukan pada bulan Mei sampai bulan Agustus 2012. Paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam

bedengan berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman Kentang Merah umur 6 mst, tetapi tidak berpengaruh

terhadap tinggi tanaman umur 9 mst. Kombinasi paket pupuk NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha dengan

jarak tanam dalam bedengan 30 cm menunjukkan tinggi tanaman tertinggi (75,800 cm) dan berbeda dengan kombinasi

lainnya pada tinggi tanaman umur 6 mst. Kombinasi paket pupuk NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha dengan

jarak tanam dalam bedengan 35 cm menunjukkan berat umbi pertanaman tertinggi (1,1989 kg). Kombinasi paket pupuk

NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha dengan jarak tanam dalam bedengan 35 cm yang 22,500 ton, tidak

menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kombinasi paket pupuk NPK Phonska 1.000 kg/ha dengan jarak tanam

dalam bedengan 35 cm yang 19,750 ton dan paket pupuk NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha dengan jarak

tanam dalam bedengan 40 cm yang 18,000 ton.

Kata Kunci : kentang merah, dosis pupuk, jarak tanam, produksi

PENDAHULUAN

Kentang adalah salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi umbinya dan

dikalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang banyak mengandung zat

karbohidrat, protein, mineral dan vitamin yang cukup baik, sedikit lemak dan tidak mengandung

kolesterol, sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Tingginya kandungan karbohidrat

menyebabkan kentang dikenal sebagai bahan pangan yang dapat mensubstitusi bahan pangan lain

berasal dari beras, jagung (Departemen Pertanian, 2009).

Menurut Adiyoga et al., (2004), beberapa penelitian di negara berkembang

mengindikasikan adanya hubungan positif antara pendapatan dan konsumsi kentang. Pada tingkat

pendapatan per kapita yang relatif rendah, konsumsi kentang ternyata masih jauh dari titik

saturasi. Dengan demikian, sejalan dengan peningkatan pendapatan, konsumsi kentang di negara-

negara berkembang juga akan semakin meningkat. Disamping pendapatan per kapita,

pertumbuhan konsumsi kentang per kapita juga dipengaruhi oleh harga relatif dan ketersediaan

bahan substitusi. Tingkat pertumbuhan ini juga merupakan fungsi dari selera, preferensi serta

berbagai faktor demografis dan kultural. Di negara maju, kentang secara tipikal dianggap sebagai

komoditas murah yang merupakan bahan baku pati/tepung, sedangkan di negara berkembang

cenderung dikategorikan sebagai sayuran mahal dan terkadang mewah. Sejalan dengan

membaiknya perekonomian di Asia serta meningkatnya pendapatan pada beberapa dekade

terakhir, konsumen semakin terdorong untuk melakukan diversifikasi pangan dan peningkatan

konsumsi kentang termasuk di dalam upaya tersebut.

Provinsi Bengkulu merupakan salah satu daerah penghasil kentang sumatera, dimana

produksi kentang Bengkulu banyak dijual ke provinsi tetangga selain dijual di dalam Provinsi

Bengkulu sendiri, hal ini karena Provinsi Bengkulu memiliki dataran tinggi yang cocok untuk

pengembangan kentang yaitu di Kabupaten Rejang Lebong. Rejang Lebong terletak di punggung

pegunungan Bukit Barisan pada ketinggian antara 600 sampai lebih dari 1.000 meter di atas

permukaan air laut, sebagai daerah penghasil sayuran. berbagai sayuran yang dihasilkan

diantaranya adalah cabe, wortel, terung, timun, kacang panjang, buncis selain kentang itu sendiri.

Page 145: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

134 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Kabupaten Rejang Lebong mempunyai karakteristik wilayah dan agroekosistem yang

sesuai, namun untuk pengembangannya, masih mempunyai keterbatasan teknologi produksi.

Tingkat produktivitas kentang baru 13,65 ton/ha masih jauh dibawah produktivitas nasional

(16,09 ton/ha), tingkat produktivitas di sentra produksi di pulau Jawa sebesar 17,81 ton/ha

ataupun rekomendasi teknologi yang bisa diatas 30 ton/ha. Dengan demikian dalam penerapan

budidaya di daerah ini masih belum begitu baik, sementara potensi pegembangan produksi

melalui perluasan areal maupun peningkatan produktivitas masih sangat memungkinkan di

daerah ini (Bahar, 2009).

Sebagai daerah penghasil kentang, saat ini banyak petani yang menanam Kentang

Merah selain Granola. Selama ini pemasaran kentang merah mengalami kesulitan karena banyak

masyarakat yang belum mengenal Kentang Merah bahkan masih banyak yang menganggap

kentang merah sebagai ubi rambat. Sejalan dengan perkembangan waktu, semakin banyak

masyarakat yang sudah mengenal kentang merah dan pemasarannya sudah tidak mengalami

permasalahan lagi, bahkan harganya dipasaran lebih mahal dibandingkan dengan kentang lain

yang lebih dahulu dikenal masyarakat. Saat ini sebagian petani mencoba menanam Kentang

Merah, sehingga dari waktu kewaktu petani yang menanam Kentang Merah semakin banyak.

Oleh karena itu, pengkajian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan

produksi Kentang Merah melalui penerapan paket dosis pemupukan dan jarak tanam dalam

barisan.

BAHAN DAN METODA

Pengkajian dilaksanakan di agroekosistem lahan kering dataran tinggi iklim basah pada

bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012 di Desa Talang Lahat, Kecamatan Sindang Kelingi,

Kabupaten Rejang Lebong menggunakan lahan petani dan melibatkan petani secara partisipatif,

sehingga apa yang dilakukan diketahui secara jelas oleh petani pelaksana kegiatan.

Paket dosis pupuk yang digunakan terdiri dari : a) paket dosis pupuk yang dicoba petani

(1.400 kg NPK Phonska dan 400 kg SP-36/ha) dan b) dosis pemupukan anjuran Kentang Granola

secara umum (NPK Phonska sebanyak 1.000 kg/ha). Sedangkan jarak tanam dalam bedengan

masing-masing : a) 30 cm dengan luas lahan 18 x 45 cm = 810 m2, b) 35 cm dengan luas lahan 21

x 45 m = 945 m2, dan c) 40 cm dengan luas lahan 24 x 45 m = 1.080 m

2. Ukuran bedengan; lebar

60 cm, jarak antar bedengan 40 cm dan setiap perlakuan dalam bedengan ditanam sebanyak 30

bibit dengan sistem tanam 1 baris. Untuk itu ukuran bedengan digunakan berbeda-beda

panjangnya, tergantung jarak tanam yang digunakan.

Selanjutnya data ditabulasi menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang,

terdiri 6 kombinasi perlakuan yaitu 2 paket dosis pupuk dan 3 jarak tanam dalam bedengan yang

ulangan sebanyak 4 kali dan di uji lanjut menggunakan LSD bila menunjukan perbedaan yang

nyata antar perlakuan. Data yang diamati terdiri dari komponen pertumbuhan tanaman (tinggi

tanaman), komponen hasil (hasil per tanaman dan rata-rata bobot umbi berdasarkan ukurannya),

dan hasil per hektar yang hitung dari konversi hasil ubinan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Wilayah

Lokasi pengkajian berada di Desa Talang Lahat, yang terletak lebih kurang 3 km dari

ibu kota Kecamatan yaitu Sindang Kelingi dan lebih kurang 25 km dari ibu kota Kabupaten yaitu

Curup. Luas wilayah Desa Talang lahat sekitar 340 ha dengan luas lahan tegalan 285 ha

(83,82%), luas lahan perkebunan 30 ha (8,82%), dan pemukiman, pekarangan dan lain-lain seluas

25 ha (7,36%) dengan komoditas hortikultura yang diusahakan yaitu : cabai, kubis, sawi, kol

bunga, tomat, daun bawang, wortel, kentang, terong, dan buncis.

Karakteristik tanah di Desa Talang Lahat dengan tofografi datar, bergelombang, hingga

berbukit dengan tingkat kemiringan antara 8 – 60%. Tingkat kemasaman tanah antara 5,5 – 6,5

dengan ketinggian tempat antara 750 sampai lebih dari 1.000 m dpl. Jenis tanah didominasi oleh

Page 146: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

135 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

jenis andosol dengan drainase baik dan lapisan olah (top soil) 42 cm dan curah hujan rata-rata

2.850 mm per tahun dengan penyebaran hampir merata sepanjang tahun yang terdiri dari 9 bulan

basah dan 3 bulan kering (Rohadin. 2011).

Tinggi Tanaman

Paket dosis pupuk berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 6 minggu setelah

tanam (mst), tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 9 mst. Paket dosis

pupuk yang dicoba petani (P1) menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih tinggi dan

berbeda nyata dibandingkan tinggi tanaman dengan dosis pupuk anjuran secara umum kentang

Granola (P2) pada umur 6 mst, namun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tinggi

tanaman umur 9 mst. Namun tanaman umur 9 mst, daun sudah kelihatan mulai layu pada bagian

atas (Tabel 1).

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman umur 6 dan 9 minggu setelah tanam, paket dosis pupuk dan

jarak tanam dalam bedengan.

Perlakuan

Rata-rata tinggi

tanaman umur 6 mst

(cm)

Rata-rata tinggi

tanaman umur 9 mst

(cm)

Paket dosis pupuk

P1. NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg 69,100 a 72,133 a

P2. NPK Phonska 1.000 kg 64,167 b 69,433 a

Jarak tanam dalam bedengan

JT 1. 30 cm 70,350 p 72,700 p

JT 2. 35 cm 67,000 q 70,050 p

JT 3. 40 cm 62,550 r 69,600 p

Keterangan: Angka-angka diikuti oleh huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji 0,05.

Pada Tabel 1 terlihat paket dosis pupuk yang dicoba petani menunjukkan pertumbuhan

tinggi tanaman yang lebih tinggi pada tanaman umur 6 mst, diduga karena selain dosis pupuk

NPK Phonska yang lebih tinggi, juga karena adanya pupuk SP-36. Menurut Hakim et al., (1986),

fosfor berperan aktif dalam mentransfer energi di dalam sel dan juga berperan pada

perkembangan akar. Gejala yang umum bila kekurangan fosfor adalah terhambatnya

pertumbuhan, tanaman kerdil serta perakaran miskin dan produksi merosot. Akar berfungsi untuk

mendukung tanaman secara kukuh dan melayani tanaman dengan pengambilan air dan hara

(Fisher dan Dunham, 1992).

Begitu juga jarak tanam dalam bedengan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman

umur 6 mst, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 9 mst. Pada jarak

tanam 30 cm dalam bedengan menunjukkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dan berbeda nyata

terhadap tinggi tanaman dengan jarak tanam dalam bedengan 35 maupun 40 cm pada umur 6 mst,

namun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman umur 9 mst. Hal ini

diduga karena selain karena dosis pupuk, juga pengaruh persaingan terhadap sinar matahari yang

merupakan sumber energi bagi tumbuhan untuk fotosintesis. Selain itu pada tanaman yang rapat,

akan memberikan tanggapan dalam memacu tinggi tanaman untuk mendapatkan sinar matahari

yang dibutuhkan. Menurut Sitompul dan Bambang (1991), tanaman yang tumbuh pada

lingkungan yang berbeda akan selalu dihadapkan pada keadaan yang berbeda, karena perubahan

pada satu unsur lingkungan sering disertai dengan perubahan satu atau lebih unsur lain.

Kombinasi paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan berpengaruh terhadap

rata-rata tinggi tanaman umur 6 mst. Kombinasi paket dosis pupuk P1 dan JT1 menunjukkan rata-

rata tinggi tanaman tertinggi dan berbeda nyata dengan kombinasi lainnya seperti terlihat pada

Tabel 2.

Page 147: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

136 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 2. kombinasi paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan terhadap rata-rata

tinggi tanaman umur 6 mst.

Paket dosis pupuk

Tinggi tanaman 6 mst pada masing-masing

jarak tanam dalam bedengan (cm)

30 cm (JT1) 35 cm (JT2) 40 cm (JT3)

P1. NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg 75,800 a 66,600 b 64,900 b

P2. NPK Phonska 1.000 kg 64,900 b 67,400 b 60,200 c

Keterangan: Angka-angka diikuti oleh huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji 0,05.

Kombinasi paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan berpengaruh terhadap

rata-rata tinggi tanaman umur 9 mst. Dimana kombinasi paket dosis pupuk P2 dengan JT2, tidak

menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kombinasi P 1 dengan JT1 dan P1 dengan JT3

namun menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kombinasi P1 dengan JT2, P2 dengan JT1

dan P2 dengan JT3 seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kombinasi paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan terhadap rata-rata

tinggi tanaman umur 9 mst.

Paket dosis pupuk

Tinggi tanaman 9 mst pada masing-masing

jarak tanam dalam bedengan (cm)

30 cm (JT1) 35 cm (JT2) 40 cm (JT3)

P1. NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg 74,900 ab 69,700 bcd 71,800 abc

P2. NPK Phonska 1.000 kg 65,200 d 75,700 a 67,400 cd

Keterangan: Angka-angka diikuti oleh huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji 0,05.

Pada tanaman umur 9 mst, daun tanaman sudah mulai layu pada bagian atas.

Berdasarkan pengalaman sebelumnya, umur 9 mst tanaman sudah mulai layu dan berangsur-

angsur mati. Hal ini menyebabkan tinggi tanaman tidak terlihat jelas apakah pengaruh paket

pupuk atau jarak tanam atau kombinasinya.

Berat Umbi Per Tanaman

Rata-rata berat umbi per tanaman dihitung dari rata-rata 10 tanaman yang diambil

secara acak. Paket dosis pupuk berpengaruh nyata terhadap rata-rata berat umbi per tanaman (kg).

Berdasarkan Tabel 4, paket dosis pupuk yang dicoba petani (P1) menunjukkan rata-rata berat

umbi per tanaman yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan rata-rata berat umbi per

tanaman dengan dosis pupuk anjuran secara umum Kentang Granola (P2). Berdasarkan

pengkajian yang pernah dilakukan sebelumnya, bahwa tanaman Kentang Merah lebih besar

pertumbuhan batangnya dibandingkan dengan Kentang Granola. Dengan demikian paket dosis

pupuk yang diberikan berdasarkan dosis umum Kentang Granola diduga masih kurang bagi

kebutuhan tanaman Kentang Merah.

Jarak tanam dalam bedengan berpengaruh nyata terhadap rata-rata berat umbi per

tanaman (kg). Dimana jarak tanam 35 cm dalam bedengan menunjukkan rata-rata berat umbi per

tanaman yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan rata-rata berat umbi per tanaman dengan

jarak tanam dalam bedengan 30 maupun 40 cm (Tabel 4).

Page 148: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

137 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 4. Rata-rata berat umbi per tanaman dengan perlakuan pupuk dan jarak tanam dalam

bedengan.

Perlakuan Berat umbi per tanaman (kg)

Paket dosis pupuk

P1. NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg 0,8469 a

P2. NPK Phonska 1.000 kg 0,5585 b

Jarak tanam dalam bedengan

JT 1. 30 cm 0,3501 r

JT 2. 35 cm 1,0247 p

JT 3. 40 cm 0,7334 q

Keterangan: Angka-angka diikuti oleh huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji 0,05.

Kombinasi paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan berpengaruh terhadap

rata-rata berat umbi per tanaman (kg). Kombinasi paket dosis pupuk P1 dengan jarak tanam JT2,

menunjukkan rata-rata berat umbi tertinggi dan beda nyata terhadap semua kombinasi lainnya

seperti terlihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Kombinasi paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan terhadap rata-rata

berat umbi per tanaman.

Paket dosis pupuk

Rata rata berat umbi pada masing-masing jarak

tanam dalam bedengan (cm)

30 cm (JT1) 35 cm (JT2) 40 cm (JT3)

P1. NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg 0,4996 d 1,1989 a 0,8423 bc

P2. NPK Phonska 1.000 kg 0,2005 e 0,8504 b 0,6245 cd

Keterangan: Angka-angka diikuti oleh huruf berbeda pada kolom maupun lajur berbeda nyata pada uji 0.05.

Menurut Badan Litbang Pertanian (1989), pada hasil panen kentang selalu di dapat

umbi yang bervariasi besarnya mulai dari yang berukuran kurang dari 20 gram sampai yang lebih

dari 150 gram. Apabila dikelompokkan berdasarkan besarnya maka persentase tiap kelompok

selalu berbeda setiap pertanaman dan varietas, tergantung pada kesuburan, macam bibit yang

ditanam (mutu dan besar), iklim dan faktor lainnya. Grading umbi secara keseluruhan (sesuai

dengan sistem petani Pengalengan dan Wonosobo) seperti Tabel 6.

Tabel 6. Kelas umbi berdasarkan ukuran umbi hasil panen sesuai dengan sistem petani

Pengalengan dan Wonosobo.

Kelas umbi Ukuran berat umbi (gram)

Umbi konsumsi 80

Umbi klas A (bibit besar) 60 – 80

Umbi klas B (bibit sedang) 45 – 60

Umbi klas C (bibit) 30 – 45

Umbi Ares (bibit kecil dan kriil) < 30

Bila dilihat umbi yang dihasilkan, terlihat bahwa kombinasi antara P1 maupun P2

terhadap JT2 dan JT3 menunjukkan jumlah umbi berukuran besar >50% yang merupakan umbi

konsumsi. Sedangkan kombinasi P1 maupun P2 terhadap JT1 menunjukkan <50% umbi

berukuran besar (Tabel 7). Menurut Adiyoga et al., (2004), volume lingkungan tumbuh yang

lebih besar akan menghasilkan jumlah umbi lebih sedikit, akan tetapi dengan ukuran umbi lebih

besar dan begitu juga sebaliknya volume lingkungan tumbuh yang kecil, akan menghasilkan

jumlah umbi lebih banyak namun dengan ukuran umbi lebih kecil.

Page 149: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

138 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 7. Kombinasi paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan terhadap persentase

ukuran umbi yang dihasilkan.

Paket dosis pupuk Ukuran umbi

Jumlah umbi pada masing-masing jarak

tanam dalam bedengan (%)

30 cm (JT1) 35 cm (JT2) 40 cm (JT3)

P1. (NPK Phonska 1.400 kg dan SP-

36 400 kg)

<30 g 25,6757 12,9496 17,8571

30 – 45 g 13,5135 10,7914 16,0714

45 – 60 g 17,5676 17,9856 7,1429

60 – 80 g 13,5135 10,7914 11,6071

> 80 g 29,7297 47,4820 47,3214

P2. (NPK Phonska 1.000 kg) <30 g 37,5000 7,0313 17,7778

30 – 45 g 25,0000 11,7188 13,3333

45 – 60 g 12,5000 23,4375 10,0000

60 – 80 g 20,8333 20,3125 21,1111

> 80 g 4,1667 37,5000 35,5556

Bila digunakan untuk bibit, kebiasaan petani setempat menggunakan hasil pertanaman

yang berukuran umbi klas C (berat 30 – 45 grm) dan yang berukuran lebih besar dijual kepada

pedagang pengumpul. Sedangkan yang berukuran umbi ares (bibit kecil dan kriil) dikonsumsi

keluarga petani.

Hasil Per Hektar

Hasil per hektar dihitung berdasarkan konversi petak ubinan, dimana ukuran ubinan

untuk jarak tanam dalam bedengan 30 cm menggunakan ukuran 1,8 x 5,0 m; untuk jarak tanam

dalam bedengan 35 cm menggunakan ukuran 2,1 x 5,0 m; dan untuk jarak tanam dalam bedengan

40 cm digunakan ukuran 2,4 x 5,0 m.

Paket dosis pupuk yang dicoba petani (P1) menunjukkan hasil per hektar yang tidak

berbeda nyata dibandingkan hasil per hektar dengan dosis pupuk anjuran secara umum kentang

Granola (P2). Sedangkan jarak tanam 35 cm dalam bedengan (JT2) menunjukkan rata-rata hasil

per hektar yang lebih tinggi dan berbeda nyata terhadap rata-rata hasil per hektar dengan jarak

tanam dalam bedengan 30 maupun 40 cm (Tabel 8).

Tabel 8. Rata-rata hasil per hektar (ton), paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan.

Perlakuan Hasil per hektar (ton)

Paket dosis pupuk

P1. NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg 17,417 a

P2. NPK Phonska 1.000 kg 14,164 a

Jarak tanam dalam bedengan

JT 1. 30 cm 11,000 r

JT 2. 35 cm 21,000 p

JT 3. 40 cm 15,375 q

Keterangan: Angka-angka diikuti oleh huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji 0,05.

Kombinasi paket dosis pupuk P1 dengan JT2 (22,50 t/ha) menunjukkan rata-rata berat

umbi tertinggi dan berbeda nyata terhadap kombinasi P1 dengan JT1(12,00 t/ha), P2 dengan

JT1(10,00 t/ha) dan P2 dengan JT3 yang 12,75 t/ha ( Tabel 9 ).

Page 150: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

139 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 9. Kombinasi paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan terhadap rata-rata hasil

umbi per ha (ton).

Dosis pemupukan

Rata-rata hasil umbi masing-masing jarak

tanam dalam bedengan (ton/ha)

30 cm (JT 1) 35 cm (JT 2) 40 cm (JT 3)

P1. NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg 12,00 c 22,50 a 18,00 ab

P2. NPK Phonska 1.000 kg 10,00 c 19,75 a 12,75 bc

Keterangan: Angka-angka diikuti oleh huruf berbeda pada kolom maupun lajur berbeda nyata pada uji 0.05.

Serangan Hama dan Penyakit

Pada awal pertumbuhan tanaman sampai berumur 6 minggu setelah tanam, tanaman

terlihat sehat dan tumbuh bagus. Tidak terlihat serangan hama dan penyakit karena sudah

kebiasaan petani selalu menyemprot pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit. Pada sore,

malam dan pagi hari, udara sering berkabut yang menyebabkan petani selalu menyemprot

tanamannya dengan fungisida untuk menghindari serangan jamur. Berdasarkan pengalaman

petani, bila ada kabut dan petani tidak segera melakukan penyemprotan tanaman dengan

fungisida, tanaman akan layu. Oleh karena itu penggunaan fungisida di wilayah ini sangat tinggi.

Penyemprotan fungisida dilakukan secara intensif mencapai 2-3 hari sekali dengan dosis yang

lebih tinggi dari dosis anjuran.

Pada umur 7 - 9 mst, daun tanaman sudah mulai banyak yang layu karena siklus hidup

menuju kematian, juga adanya serangan penyakit. Lebih kurang 10% umbi tanaman yang

dibongkar terlihat berlendir yang disebabkan oleh bakteri. Berdasarkan informasi dari petani

kooperator, lahan yang digunakan untuk penanaman kentang sebelumnnya ditanam cabai dan

tanaman cabai banyak yang mati muda, diduga terserang bakteri.

KESIMPULAN

1. Kombinasi paket dosis pupuk NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha dengan jarak

tanam dalam bedengan 30 cm menunjukkan rata-rata tinggi tanaman tertinggi (75,80 cm) pada

tanaman umur 6 mst dan berbeda nyata dengan kombinasi lainnya.

2. Kombinasi paket dosis pupuk( NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha) dengan jarak

tanam dalam bedengan 35 cm, menunjukkan rata-rata berat umbi per tanaman tertinggi

(1,1989 cm) dan beda nyata terhadap semua kombinasi lainnya.

3. Kombinasi antara paket dosis pupuk (NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha) maupun

(NPK Phonska 1.000 kg/ha) dengan jarak tanam dalam bedengan 35 cm dan 40 cm

menunjukkan lebih dari 50% umbi berukuran besar (60 - 80 gram) dan bahkan berukuran

umbi konsumsi (>80 gram). Sedangkan kombinasi paket dosis pupuk (NPK Phonska 1.400 kg

dan SP-36 400 kg/ha) maupun (NPK Phonska 1.000 kg/ha) dengan jarak tanam dalam

bedengan 30 cm menunjukkan kurang dari 50% umbi berukuran besar.

4. Kombinasi paket dosis pupuk (NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha) dengan jarak

tanam dalam bedengan 35 cm yang produktivitasnya 22,50 ton, tidak menunjukkan perbedaan

yang nyata terhadap kombinasi paket dosis pupuk (NPK Phonska 1.000 kg/ha) dengan jarak

tanam dalam bedengan 35 cm yang produktivitasnya 19,75 t/ha dan kombinasi paket dosis

pupuk (NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha) dengan jarak tanam dalam bedengan 40

cm yang produktivitasnya 18,00 t/ha. Kombinasi ini berbeda nyata dengan kombinasi paket

dosis pupuk (NPK Phonska 1.000 kg/ha) dengan jarak tanam dalam bedengan 40 cm yang

produktivitasnya 12,75 t/ha; paket dosis pupuk (NPK Phonska 1.000 kg/ha) dengan dengan

jarak tanam dalam bedengan 30 cm yang produktivitasnya 12,00 t/ha; dan paket dosis pupuk

(NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha) dengan jarak tanam dalam bedengan 30 cm

yang produktivitasnya 10,00 t/ha.

Page 151: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

140 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

DAFTAR PUSTAKA

Adiyoga, W., S. Rachman, T. Agoes, S. Budi. J, K. U. Bagus, R. Rini dan M. Darkam. 2004.

Profil Komoditas Kentang. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Badan Litbang Pertanian. 1989. Kentang. Balai Penelitian Hortikultura Lembang. Bdg.

Bahar, Y.H. 2009. Panen Perdana Kentang Granola. http://ditsayur.hortikultura.

deptan.go.id/index.php?itemid=39&id=43&option=com (03 Nov 09).

Departemen Pertanian. 2009. Prosd. Seminar Nasional Pekan Kentang 2008, Lembang 20 - 21

Agustus 2008. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian.

Fisher, N.M. dan R.J. Dunham. 1992. Morfologi Akar dan Pengambilan Zat Hara. Institute For

Agricultural Research, Ahmadu Bello University, PMB 1044, Zaria, Nigeria. Fisiologi

Tanaman Budidaya Tropik. Fakultas Pertanian; Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Hakim, N., N. Yusuf, A.M. Lubis, G.N. Sutopo, S. Rusdi, M. Amin. D, Go. B.H dan H.H. Bailey.

1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.

Rohadin. 2011. Data Potensi Wilayah dan Rencana Kerja Penyuluh Pertanian (RKPP) Tahun

2011. Desa Binaan Talang Lahat. BPP Mojorejo. Kab. Rejang Lebong.

Sitompul, S.M dan G. Bambang. 1991. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya. Gajah Mada University Press.

Page 152: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

141 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PENGARUH BERBAGAI PANJANG STEK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT

BUAH NAGA (Hylocereus polyryzus)

Andre Sparta1, Mega Andini1 dan Taupik Rahman2 1Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika

2Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Email : [email protected]

ABSTRAK

Buah naga (Hylocereus polyryzus) atau dragon fruits merupakan salah satu komoditi yang cukup diminati

di Indonesia. Indonesia yang memiliki potensi wilayah lahan pertanian yang luas dan subur mempunyai kemungkinan

yang besar untuk mengembangkan tanaman ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui panjang stek yang terbaik

untuk pertumbuhan bibit buah naga. Penelitian ini dilaksankan di Kebun Percobaan Balitbu Tropika-Aripan Nagari

Tampuniak Kecamtan X Koto Singkarak Kabupaten Sumatera Barat dengan ketinggian ± 475 m dpl, dari bulan

Februari 2012 hingga April 2012. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak

Kelompok dengan 7 perlakuan yakni panjang stek yang terdiri dari A = 10 cm, B = 12,5 cm, C = 15 cm, D = 17,5 cm,

E = 20 cm, F = 22,5 cm, dan G = 25 cm dan 3 ulangan sehingga terdapat total 21 plot percobaan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa waktu muncul tunas berbeda nyata pada panjang stek 10 cm (51 hari) dengan panjang stek 15 – 25

cm (37,63 hari ; 37,18 hari; 34,80 hari; 34,27 hari; 34,20 hari). Jumlah tunas yang tumbuh berbeda nyata pada panjang

stek 22,5 cm yaitu (2,93 tunas) dengan panjang stek 10 cm (0,93 tunas). Panjang tunas buah naga pada panjang stek

12,5 cm – 25 cm (19,45 cm; 20,58 cm; 18,83 cm; 23,99 cm; 23,03cm ; 25,13 cm) berbeda nyata dengan panjang stek

buah naga panjang 10 cm (8,6 cm). Pajang Akar stek buah naga pada panjang stek 20 cm – 25 cm (22,51 cm; 23,70 cm;

22,87 cm) berbeda nyata dengan panjang stek 10 cm (14,13 cm). Sedangkan persentase stek tumbuh dan persentase

stek bertunas pada stek buah naga tidak dipengaruhi oleh panjang stek.

Kata Kunci: Buah naga, bibit, panjang stek, dan pertumbuhan.

PENDAHULUAN

Buah naga (Hylocereus sp.) atau Dragon Fruits merupakan salah satu komoditi yang

cukup diminati di Indonesia karena, bentuknya unik dan menarik serta rasanya yang enak. Buah

naga juga berkhasiat untuk berbagai penyakit dan bermanfaat sebagai bahan baku di bidang

industri pengolahan makanan, minuman, kosmetik serta produk kesehatan (Flora Fauna, 2008).

Tanaman yang termasuk dalam keluarga kaktus ini berasal dari Amerika Tengah,

kemudian berkembang di Vietnam, Thailand, Cina Selatan, Malaysia, Indonesia, Australia dan

Taiwan. Orang China kuno menganggap buah itu membawa berkah. Dari kebiasaan inilah buah

itu di kalangan orang Vietnam yang menganut budaya China, dikenal sebagai buah Thang Loy

(buah naga). Thang Loy-nya orang Vietnam ini, oleh orang Eropa dan Negara lain yang

berbahasa Inggris dikenal sebagai Dragon Fruit (Triatminingsih, 2009).

Kebutuhan akan buah naga ini dibeberapa negara cukup besar. Namun, kebutuhan yang

besar tersebut belum mampu terpenuhi oleh negara-negara penghasilnya. Indonesia yang

memiliki potensi wilayah lahan pertanian yang luas dan subur mempunyai kemungkinan yang

besar untuk mengembangkan tanaman ini.

Morfologi tanaman buah naga terdiri dari akar, batang, duri, bunga dan buah. Akar

buah naga hanyalah akar serabut yang berkembang dalam tanah dan akar gantung pada batang

atas. Akar tumbuh di sepanjang batang pada bagian punggung sirip di sudut batang. Pada bagian

duri, akan tumbuh bunga yang bentuknya mirip bunga Wijayakusuma. Bunga yang tidak rontok

berkembang menjadi buah. Buah naga bentuknya bulat agak lonjong seukuran dengan buah

alpukat. Kulit buahnya berwarna merah menyala untuk jenis buah naga putih dan merah,

berwarna merah gelap untuk buah naga hitam, dan berwarna kuning untuk buah naga kuning. Di

sekujur kulit dipenuhi dengan jumbai-jumbai yang dianalogikan dengan sisik naga. Oleh sebab

itu, buah ini disebut buah naga (Wikipedia, 2011).

Tanaman buah naga dapat tumbuh baik di berbagai jenis tanah dan sedikit tahan

kekeringan. Tanaman buah naga menghendaki tanah yang subur dan berstruktur gembur,

memerlukan air yang cukup untuk mendapatkan hasil yang berkualitas, menyukai tanah yang

berdrainase baik dengan PH 6,3 – 6,8 dan kaya akan kandungan bahan organik. Tanaman ini

membutuhkan sinar matahari penuh dan curah hujan tidak lebih dari 2500 mm/tahun. Tanaman

Page 153: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

142 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

buah naga dapat dikembangkan di dataran rendah sampai dataran menengah dengan ketinggian

sampai 700 m dpl (diatas permukaan laut) (Triatminingsih, 2009).

Tanaman buah naga dapat diperbanyak dengan menggunakan biji maupun stek. Petani

umumnya lebih memilih memperbanyak dengan stek karena menghasilkan bibit dalam waktu

yang lebih singkat dibandingkan dengan biji. Penyetekan merupakan cara pembiakan tanaman

dengan menggunakan bagian-bagian vegetatif yang dipisahkan dari induknya, yang apabila

ditanam pada kondisi menguntungkan akan berkembang menjadi tanaman sempurna dengan sifat

yang sama dengan pohon induk (Febriana, 2009).

Tanaman buah naga dapat diperbanyak dengan menggunakan biji maupun stek. Petani

umumnya lebih memilih memperbanyak dengan stek karena menghasilkan bibit dalam waktu

yang lebih singkat dibandingkan dengan biji. Penyetekan merupakan cara pembiakan tanaman

dengan menggunakan bagian-bagian vegetatif yang dipisahkan dari induknya, yang apabila

ditanam pada kondisi menguntungkan akan berkembang menjadi tanaman sempurna dengan sifat

yang sama dengan pohon induk (Septian, 2009).

Pemilihan bibit merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan dalam

keberhasilan budidaya tanaman buah naga. Dalam pemilihan bibit, selain memilih jenis atau

varietas tertentu juga memilih kualitas bibit itu sendiri. Bibit yang baik mempunyai pengaruh dan

manfaat yang sangat besar pada proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta proses

pembuahannya (Triatminingsih, 2009).

Bibit buah naga menggunakan stek dengan panjang 25 - 30 cm yang ditanam dalam

polybag dengan media tanam berupa campuran tanah, pasir dan pupuk kandang dengan

perbandingan 1 : 1 : 1 (Admin, 2007). Perkembangan akar dan tunas stek dipengaruhi oleh

kondisi bahan stek terutama persediaan karbohidrat dan nitrogen (Febriana, 2009).

Karena belum adanya rekomendasi panjang stek terbaik yang digunakan, maka penulis

melakukan percobaan dengan judul ”Pengaruh berbagai panjang stek terhadap pertumbuhan bibit

buah naga (Hylocereus polyryzus.)“. Percobaan ini dimaksudkan untuk mengetahui panjang stek

yang terbaik untuk pertumbuhan bibit buah naga (Hylocereus polyryzus.).

BAHAN DAN METODA

Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balitbu Tropika-Aripan Nagari

Tampuniak Kecamatan X Koto Singkarak Kabupaten Solok Sumatera Barat dengan ketinggian ±

415 m dpl. Percobaan ini dimulai pada bulan Februari - April 2012. Rancangan yang digunakan

dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan dan 3

kelompok sehingga seluruh satuan percobaan terdiri dari 21 plot. Masing-masing plot percobaan

terdiri dari 5 tanaman sampel. Perlakuan adalah beberapa panjang stek yang terdiri dari : A = 10

cm, B = 12,5 cm, C = 15 cm, D = 17,5 cm, E = 20 cm, F = 22,5 cm, dan G = 25 cm. Penempatan

masing-masing perlakuan dilakukan secara acak keseluruhan. Data pengamatan dianalisis secara

statistika dengan uji F dan jika hasil F hitung lebih besar dari pada nilai F table 5%, dilanjutkan

dengan Turkey’s stundentized range (uji Turkey) pada taraf nyata 5%.

Pelaksanaan percoban meliputi: pengisian polybag, pengambilan stek, penanaman,

pemasangan label, pemupukan, dan pemeliharaan (penyiangan, pengairan dan pengendalian hama

dan penyakit). Polybag diisi dengan media tanam yang terdiri dari campuran pasir, tanah dan

pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Stek diambil dari pohon induk dan dipotong

sesuai perlakuan (10 cm, 12,5 cm, 15 cm, 17,5 cm, 20 cm, 22,5 cm dan 25 cm). potongan stek

kemudian ditanam ke dalam polybag dan diberi label. Pupuk NPK diberikan pada saat umur

tanaman 4 minggu dan 8 minggu dengan dosis 1-2 gr/tanaman. Selanjutnya dilakukan

pemeliharaan berupa penyiraman dan penyiangan.

Pengamatan meliputi : persentase stek tumbuh (%), waktu muncul tunas (hari),

persentase stek bertunas (%), jumlah tunas (buah), panjang tunas (cm), panjang akar (cm).

Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 10 minggu kecuali pengamatan waktu muncul

tunas yang dilakukan setiap hari.

Page 154: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

143 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Stek Tumbuh

Persentase stek tumbuh dihitung pada bibit umur 10 minggu setelah tanam dengan

tujuan melihat kemampuan tumbuh stek berdasarkan panjang stek yang digunakan. Dari Tabel 1

terlihat pada seluruh panjang stek yang digunakan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Pada akhir pengamatan, persentase stek tumbuh berkisar antara 80% - 100%.

Pertumbuhan dari stek sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan makanan dari stek

yang digunakan. Pemakaian panjang stek buah naga mulai dari 10 cm sampai dengan 25 cm

ternyata mampu mendukung pertumbuhan dari bibit buah naga. Ketersediaan bahan makanan

berupa karbohidrat dan nitrogen yang terkandung dalam bahan stek yang digunakan cukup untuk

menumbuhkan bibit buah naga.

Tabel 1. Persentase stek tumbuh buah naga pada tujuh perlakuan panjang stek.

No. Perlakuan Persentase stek tumbuh (%)

1. A 80,00 a

2. B 100,00 a

3. C 86,67 a

4. D 100,00 a

5. E 93,33 a

6. F 100,00 a

7. G 100,00 a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji Turkey.

Pada akhir penelitian terlihat kondisi pertumbuhan stek cukup baik, hal ini diduga

kondisi persedian fotosintat pada sel (karbohidrat) masih optimum untuk pertumbuhan stek

namun ada sebagian kecil stek yang mengalami kematian atau mengering dikarenakan gagalnya

stek dalam tahap inisiasi perakaran (Febriana, 2009) ditambahakan oleh Hartmann dan Kester

(1978) bahwa bahan stek yang mengandung karbohidrat tinggi dan nitrogen cukup akan

membentuk akar dan tunas.

Menurut Harjadi (1989) terdapat beberapa faktor yang juga mempengaruhi keberhasilan

stek, yaitu asal stek (posisi stek pada tanaman induk), panjang stek, dan lingkungan (media

pengakaran, suhu, dan kelembaban, cahaya) . Selain ketersediaan bahan makanan yang cukup

untuk pertumbuhan stek, diduga keadaan lingkungan (media pengakaran, suhu dan kelembaban

cahaya) dan pemilihan bahan stek yang baik juga merupakan salah satu faktor keberhasilan

tumbuhnya stek.

Waktu Muncul Tunas

Tunas terbentuk akibat adanya proses morfogenesis menyangkut interaksi pertumbuhan

dan diferensiasi oleh beberapa sel yang memacu terbentuknya organ. Pembentukan tunas

sangatlah penting sebagai tahap awal pembentukan primordia daun dimana daun merupakan

organ tanaman yang memiliki jumlah klorofil terbesar yang berfungsi sebagai tempat terjadinya

proses fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat sebagai sumber makanan (Febriana, 2009).

Menurut Hartmann et al. (2002), terbentuknya akar dapat lebih dahulu kemudian tunas atau

sebaliknya. Jika tunas yang terbentuk lebih dahulu, kondisi ini menggambarkan bahwa

pembentukan akar memerlukan suatu senyawa tumbuh yang mendukung untuk terjadinya

pembentukan primordia akar.

Pengamatan waktu muncul tunas dilakukan setiap hari untuk mengetahui kecepatan

pertumbuhan tunas pada beberapa panjang stek yang digunakan. Waktu muncul tunas yang

disajikan pada Tabel 2 memperlihatkan adanya pengaruh dari panjang stek yang digunakan. Pada

akhir pengamatan, tunas muncul paling cepat pada panjang stek 25 cm yaitu pada kisaran 34,20

hari dan tunas muncul paling lambat pada panjang stek 10 cm yaitu pada kisaran 51 hari setelah

tanam.

Page 155: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

144 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Pada awal pengamatan tunas muncul pertama kali pada panjang stek 15 cm, tetapi

munculnya tunas antara masing-masing sampel tidak seragam sehingga ketika diuji secara

statistika didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata antara panjang stek 15 cm – 25 cm. Waktu

muncul tunas paling lambat terdapat pada panjang stek 10 cm. Hal ini mungkin disebabkan

karena sedikitnya cadangan makanan yang terdapat pada panjang stek 10 cm sehingga kurang

dapat memacu pertumbuhan tunas. Cadangan makanan digunakan untuk memacu pertumbuhan

dari tunas (Hartmaan dan Kester, 1975).

Tabel 2. Waktu muncul tunas pada stek buah naga pada tujuh perlakuan panjang stek.

No. Perlakuan Waktu muncul tunas (hari)

1. A 51,00 a

2. B 38,53 ab

3. C 37,63 b

4. D 37,18 b

5. E 34,80 b

6. F 34,27 b

7. G 34,20 b

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji Turkey.

Persentase Stek Bertunas

Persentase stek bertunas dihitung pada bibit umur 10 minggu setelah tanam. Dari Tabel 3

terlihat pada seluruh panjang stek yang digunakan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Pada akhir pengamatan, persentase stek tumbuh berkisar 66,67% - 100%.

Tabel 3. Persentase stek bertunas buah naga pada tujuh perlakuan panjang stek.

No. Perlakuan Persentase stek bertunas (%)

1. A 66,67 a

2. B 73,3 a

3. C 93,33 a

4. D 93,33 a

5. E 100,00 a

6. F 100,00 a

7. G 100,00 a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji Turkey.

Persentase stek bertunas tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada semua panjang

stek. Panjang stek berpengaruh terhadap pembentukan akar dan tunas. Semakin panjang stek

semakin banyak kandungan karbohidrat, sehingga semakin banyak terbentuknya tunas dan akar

(Hartman et all., 1983). Diduga kandungan karbohidrat yang terdapat dalam bahan stek yang

digunakan mulai dari 10 cm – 25 cm mampu mendukung pertumbuhan tunas pada stek. Selain

ketersediaan karbohidrat, ada faktor lain yang juga mendukung pertumbuhan tunas. Menurut

Prastowo et al, (2006) bahwa pertumbuhan tunas pada stek dipengaruhi oleh berbagai faktor yang

saling berkaitan seperti bahan stek yang digunakan, lingkungan tumbuh dan perlakuan yang

diberikan terhadap bahan stek.

Manifestasi dari pertumbuhan dan perkembangan akar maupun tunas (tajuk) adalah

pada besar kecilnya persentase stek yang berhasil menjadi bibit dan kualitas bibit itu serta daya

adaptasinya setelah pindah tanam di lapang (Santoso et all., 2008).

Jumlah Tunas

Pengamatan jumlah tunas yang tumbuh dilakukan pada bibit berumur 10 minggu

setelah tanam untuk mengetahui pengaruh dari panjang stek terhadap jumlah tunas yang tumbuh.

Jumlah tunas yang tumbuh disajikan pada Tabel 4 memperlihatkan adanya pengaruh dari panjang

stek yang digunakan.

Page 156: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

145 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 4. Jumlah tunas pada stek buah naga pada tujuh perlakuan panjang stek.

No. Perlakuan Panjang tunas (cm)

1. A 8,66 b 2. B 19,45 a 3. C 20,58 a 4. D 18,83 a 5. E 23,99 a 6. F 23,03 a

7. G 25,13 a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji Turkey.

Pada akhir pengamatan, jumlah tunas berkisar antara 0,93 - 2,47 buah. Panjang stek

17,5 cm - 25 cm 22,5 cm dan 25 cm memperlihatkan jumlah tunas yang lebih banyak

dibandingkan panjang stek 10 cm. Semakin panjang stek yang digunakan maka jumlah titik

tunas/ buku yang dimiliki yang dimiliki stek semakin banyak untuk pertumbuhan tunasnya. Stek

dengan panjang 10 cm merupakan stek yang memiliki panjang terendah daripada perlakuan lain

yang digunakan sehingga memiliki titik tunas/ buku tersedia lebih sedikit untuk pertumbuhan

tunasnya. Hasil penelitian Setiyawan (2000) menyatakan bahwa perlakuan stek 3 buku

memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas pada stek bambu apel hijau. Dan pada

penelitian Belehu et all., (2004) pada stek ubi jalar didapatkan bahwa stek ubi jalar 3 buku

menghasilkan jumlah tunas yang lebih banyak dari 1 stek buku.

Panjang Tunas

Pengamatan panjang tunas dilakukan pada bibit berumur 10 minggu setelah tanam

untuk mengetahui pertumbuhan tunas terbaik pada beberapa panjang stek yang digunakan.

Panjang tunas yang disajikan pada Tabel 5 memperlihatkan adanya pengaruh dari panjang stek

yang digunakan. Pada akhir pengamatan, panjang tunas berkisar antara 8,66 cm – 25,13 cm.

Panjang stek 10 cm memperlihatkan pertumbuhan tunas yang kurang baik dibandingkan dengan

panjang stek lainnya.

Tabel 5. Panjang tunas pada stek buah naga pada tujuh perlakuan panjang stek.

No. Perlakuan Jumlah tunas (buah)

1. A 0,93 c

2. B 1,27 bc

3. C 1,33 bc

4. D 1,73 abc

5. E 1,93 abc

6. F 2,93 a

7. G 2,47 ab

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji Turkey.

Tunas terbentuk karena adanya proses morfogenesis yang menyangkut interaksi

pertumbuhan dan diferensiasi oleh beberapa sel yang memacu terbentuknya organ. Pertumbuhan

tunas pada stek dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan seperti bahan stek yang

digunakan, lingkungan tumbuh dan perlakuan yang diberikan terhadap bahan stek (Prastowo et

al., 2006).

Panjang stek yang baik untuk masing- masing jenis tanaman berbeda satu dengan yang

lainnya (Hartmann et al., 2002). Panjang bahan stek terkait dengan tersedianya bahan cadangan

makanan. Semakin panjang stek semakin besar kesediaan bahan makanannya, begitu juga

sebaliknya. Potensi cadangan makanan yang dimiliki masing-masing stek akan menentukan

pertumbuhan dan perkembangan bibit.

Page 157: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

146 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Dalam penelitian ini panjang stek memegang peranan dalam pertumbuhan tunas bibit

buah naga. Semakin panjang stek yang digunakan semakin banyak cadangan makanan yang

disimpannya. Cadangan makanan ini digunakan untuk memacu pertumbuhan dari tunas

(Hartmaan dan Kester, 1978).

Panjang Akar

Panjang akar dihitung pada bibit umur 10 minggu setelah tanam. Panjang akar yang

disajikan pada Tabel 6., memperlihatkan adanya pengaruh panjang stek yang digunakan. Pada

akhir pengamatan, panjang akar berkisar antara 14,13 cm – 23,70 cm. Stek buah naga dengan

panjang 20cm, 22,5 cm dan 25 cm memperlihatkan pertumbuhan panjang akar yang lebih baik

daripada pada panjang stek 10 cm.

Tumbuhnya akar merupakan salah satu indikasi dari keberhasilan stek yang dilakukan

karena akar memegang peranan penting bagi tanaman. Fungsi dari akar yaitu menyerap air dan

mineral terlarut, transportasi unsur hara, pengokoh batang dan penyimpan cadangan makanan.

Semakin panjang akar yang terbentuk semakin memudahkan tanaman dalam menjalankan

fungsinya, salah satunya dalam penyerapan unsur hara.

Tabel 6. Panjang akar pada stek buah naga pada tujuh perlakuan panjang stek.

No. Perlakuan Panjang akar (cm)

1. A 14,13 b

2. B 17,30 ab

3. C 19,57 ab

4. D 16,40 ab

5. E 22,51 a

6. F 23,70 a

7. G 22,87 a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji Turkey.

Proses pembentukan akar pada tanaman dari hasil perbanyakan secara stek berbeda

dengan yang berasal dari penyemaian benih. Akar pada stek terbentuk secara adventif dari

kambium dan bagian node (buku). Akar pada stek terbentuk karena pelukaan, dan akar terbentuk

dari jaringan parenchym (Moko, 2004).

Keberhasilan stek dicirikan oleh didapatnya bibit yang memiliki perakaran dan

pertumbuhan yang baik dalam jumlah yang banyak pada satuan waktu tertentu (Pranoto, 1986).

Fungsi dari akar yaitu menyerap air dan mineral terlarut, transportasi unsur hara, pengokoh

batang dan penyimpan cadangan makanan. Semakin panjang akar yang terbentuk semakin

memudahkan tanaman dalam menjalankan fungsinya, salah satunya dalam penyerapan unsur

hara.

Pertumbuhan dan perkembangan akar dipengaruhi oleh kandungan bahan stek yang

digunakan terutama persediaan dari karbohidrat dan nitrogen. Menurut Hartmaan dan Kester

(1978), stek yang mengandung karbohidrat yang tinggi dan nitrogen yang cukup akan

membentuk akar dan tunas. Semakin panjang stek yang digunakan maka pertumbuhan panjang

akarnya semakin baik karena lebih banyak cadangan makanan yang digunakan untuk mendukung

pertumbuhan akarnya.

Ditambahkan oleh Magingo et all., (2001), bahwa pertumbuhan akar pada stek batang

dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat dan panjang stek. Semakin panjang stek yang

digunakan maka pertumbuhan panjang akarnya semakin baik karena lebih banyak cadangan

makanan yang digunakan untuk mendukung pertumbuhan akarnya.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu muncul tunas, jumlah tunas, panjang tunas,

dan panjang akar pada stek buah naga dipengaruhi secara nyata oleh panjang stek. Sedangkan

Page 158: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

147 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

persentase stek tumbuh dan persentase stek bertunas pada stek buah naga tidak dipengaruhi oleh

panjang stek. Pertumbuhan stek yang terbaik dapat terlihat pada panjang stek di atas 20 cm.

DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2007. Budidaya Buah Naga. www.kphjember.com. (26 Desember 201).

Belehu, T and P.S. Hammes. 2004. Effect of Temperature, Soil Moisture Content and Type of

Cutting on Establishment of Sweet Potato Cuttings. African Journal Plant Soil 21(2): p. 85-

89.

Febriana, S. 2009. Pengaruh Konsentrasi ZPT dan Panjang Stek terhadap Pembentukan Akar

dan Tunas pada Stek Apokad (Persea americana Mill). Skripsi; Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Flora Fauna. 2008. Budidaya Buah Naga. http://infokebun.wordpress.com. (26 Desember 2011).

Harjadi, S. S. 1989. Dasar Dasar Hortikultura. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. ;506.

Hartmann, H. T. and D. E. Kester. 1978. Plant Propagation. Principles and Practice. Prentice Hall

of India. New Delhi : p. 702.

Hartmann, H.T and D.E. Kester. 1983. Plant Propagation-Principle and Practices . Prentice Hall

International Inc. New York : p. 238.

Hartmann, H. T. and D. E. Kester Hartmann, H. T. and D. E. Kester., F.T. Davies, Jr,

R.L.Geneve. 2002. Plant Propagation: Principles and Practices. 7th edition. Prentice Hall

Inc: p. 770.

Leakey, R.R.B. 1999. Nauclea diderrichii: rooting of stem cuttings, clonal variation in shoot

dominance, and branch plagiotropism. Trees 4: p. 164-169.

Magingo, F.S.S. and J.Dick, J.M.C.P. 2001. Propagation of Two Miombo Woodland Trees by

Leafy Stem Cuttings Obtained from Seedlings. Agroforestry Systems 51: p. 49–55.

Moko, H. 2004. Teknik Perbanyakan Tanaman Hutan Secara Vegetative. Informasi Teknis 2(1):

hal. 1-20.

Pranoto, C. 1986. Pengaruh Pemberiaan IBA dan Campuran IBA-NAA Terhadap Keberhasilan

Stek Cemara Kipas (Thuja orientalis L.). Laporan Karya Ilmiah. Fakultas Pertanian. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Prastowo, N.H., J.M. Roshetko dan G.E.S. Manurung. 2006. Tehnik Pembibitan dan

Perbanyakan Vegetatif Tanaman Buah. World Agroforestry Centre (ICRAF) dan Winrock

International. Bogor.

Santoso, B.B, Hasnam, Hariyadi, S. Slamet dan S.P. Bambang. 2008. Perbanyakan Vegetatif

Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Stek Batang: Pengaruh Panjang dan

Diameter Stek. Buletin Agronomi. (36) (3) ;255-262.

Setiyawan, A. 2000. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Ayam pada Transplanting Setek

Cabang 1 Buku dan 2 Buku Bambu Ampel Hijau. Skripsi; Departemen Budidaya Pertanian,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. ;48.

Triatminingsih, R. 2009. Teknologi Budidaya dan Prospek Pengembangan Buah Naga

(Hylocereus sp.). Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika. Padang.

Wikipedia. 2011. Buah Naga. http://id.wikipedia.org. (26 Desember 2011).

Page 159: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

148 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

EFEKTIVITAS EKSTRAK Piper retrofractum dan Tephrosia vogelii

dan CAMPURANNYA TERHADAP Crocidolomia pavonana dan

Plutella xylostella SERTA KEAMANAN EKSTRAK TERSEBUT

TERHADAP Diadegma semiclausum

Agustin Zarkani1), Djoko Prijono2), Pudjianto2)

1) Departemen Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian UNIB 2) Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB

ABSTRAK

Fraksi aktif dari ekstrak etil asetat buah Piper retrofractum (Pr) dan ekstrak heksana daun Tephrosia

vogelii (Tv) serta campurannya telah dievaluasi aktivitas mortalitasnya terhadap larva instar kedua Crocidolomia

pavonana and Plutella xylostella dan juga keamanan ekstrak-ekstrak tersebut terhadap parasitoid Diadegma

semiclausum. Fraksi (fr) 2 Pr dari hasil kromatografi vakum cair (KVC) dan fr 2-4 Tv dari Kromatografi Kolom (KK)

memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap C. pavonana dan P. xylostella. Campuran dari fr 2 Pr KVC dan fr 2-

4 Tv KK pada perbandingan konsentrasi secara berurutan 8:5 dan 5:1 bersifat antagonistik terhadap C. pavonana dan P.

xylostella. Campuran dari fr 6 Pr KVC dan fr 2-4 Tv KK memiliki sifat kerja sinergis lemah terhadap C. pavonana.

Pada uji konsentrasi yang sama, perlakuan dengan fr 2-4 Tv KK dan campurannya dengan fr. 2 Pr KVC menyebabkan

kematian lebih rendah parasitoid D. semiclausum dibandingkan dengan larva P. xylostella dan ini menunjukkan adanya

selektivitas ekstrak aktif terhadap parasitoid. Ini berbeda dengan uji menggunakan organofosfat profenofos sebagai

kontrol positif yang diketahui lebih membunuh D. semiclausum dibandingkan dengan P. xylostella. Hasil uji

semilapangan, fr 2-4 Tv KK memiliki kemampuan yang setara dengan profenofos dan bioinsektisida Bacillus

thuringiensis dalam menurunkan populasi larva C. pavonana pada tanaman brokoli. Dengan demikian, ekstrak T.

vogelii (pada fraksi tertentu) dan campurannya dengan esktrak P. retrofractum memiliki potensi sebagai insektisida

alternatif untuk mengendalikan serangga hama tanaman Brassica.

Katakunci: insektisida nabati, insektisida kerja bersama, serangga hama tanaman brassica, parasitoid.

PENDAHULUAN

Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) dan Plutella xylostella (L.)

(Lepidoptera: Yponomeutidae) merupakan serangga hama utama pada tanaman kubis

(Sastrosiswojo & Setiawati 1993). Hama ini diketahui juga menyerang tanaman famili

Brassicaceae lainnya seperti brokoli, petsai, dan lobak di dataran tinggi maupun dataran rendah

(Kalshoven 1981). Serangan secara bersamaan kedua jenis hama ini dapat menyebabkan

kerusakan berat hingga gagal panen jika tidak dilakukan pengendalian secara tepat.

Secara umum pengendalian serangga-serangga hama tanaman kubis masih

mengandalkan insektisida sintetik (Rauf et all., 2005). Namun, munculnya dampak negatif seperti

resistensi dan resurjensi hama, ledakan populasi hama sekunder serta munculnya berbagai kasus

keracunan terhadap hewan ternak dan manusia akibat penggunaan bahan kimia pestisida telah

mendorong para peneliti untuk mengembangkan teknik lain yang lebih ramah lingkungan seperti

insektisida nabati (Perry et all., 1998; Kaufman et al. 2006).

Di antara jenis-jenis tanaman yang berpotensi sebagai sumber insektisida nabati ialah

Piper retrofractum (Miyakado et al. 1989; Scott et al. 2008) dan Tephrosia vogelii (Koona &

Dorn 2005). Senyawa piperamida yang mengandung gugus metilendioksifenil pada tanaman P.

retrofractum diketahui memiliki efek sinergis yang akan menggantikan posisi insektisida sebagai

substrat pada enzim polysubstrate mono-oxygenase (PSMO), sehingga berpotensi sebagai bahan

campuran insektisida lainnya (Scott et all,. 2008). Selain itu, Prijono (1999) menyatakan bahwa

insektisida nabati dan campurannya dapat mencegah timbulnya resistensi hama bila digunakan

dalam bentuk ekstrak kasar, dan komponen ekstrak yang dicampur nantinya mungkin dapat

bersifat sinergis, dan dapat dipadukan dengan teknik pengendalian hama lainnya.

Penggunaan campuran dua jenis insektisida atau lebih dapat bersifat aditif, sinergistik,

dan atau antagonistik sehingga mempengaruhi tingkat efisiensi penggunaan insektisda (All et all.,

1997). Untuk itu, evaluasi potensi P. retrofractum dan T. vogelii serta campurannya sebagai

insektisida nabati perlu dilakukan sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan

pemanfaatannya dalam pengendalian hama C. pavonana dan P. xylostella. Aspek keamanan

Page 160: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

149 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

insektisida nabati tersebut terhadap musuh alami Diadegma semiclausum juga perlu dievaluasi

sebagai salah satu landasan penerapannya dalam pengendalian hama terpadu.

Penelitian ini bertujuan menguji (1) efek racun perut komponen ekstrak buah P.

retrofractum (Pr) dan daun T. vogelii (Tv) serta campurannya terhadap larva C. pavonana; (2)

efek racun perut fraksi aktif Pr dan Tv serta campurannya terhadap larva P. xylostella; (3)

keamanan fraksi aktif Pr dan Tv serta campurannya terhadap imago parasitoid D. semiclausum;

dan (4) keefektifan fraksi aktif Pr dan Tv serta campurannya terhadap larva C. pavonana pada

tanaman brokoli dalam polybag di lapangan.

BAHAN DAN METODA

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen

Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB sejak bulan Maret hingga Juni 2008. Bahan tumbuhan

yang digunakan sebagai sumber ekstrak ialah buah P. retrofractum, yang dibeli dari kios obat

tradisional di Kota Bogor dan daun T. vogelii yang diperoleh dari Lembaga Pertanian Sehat,

Dompet Dhuafa Republika di Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Sebagai pembanding

positif digunakan insektisida yang mengandung bahan aktif Bacillus thuringiensis (Turex WP,

delta-endotoksin B. thuringiensis var. aizawai strain GC-91 3,8%, 25.000 IU/mg) dan profenofos

(Curacron 500 EC, kadar bahan aktif 499,53 g/l), yang masing-masing diperoleh dari PT.

Tanindo Subur Prima dan PT. Syngenta Indonesia, Jakarta.

Ekstraksi dan Fraksinasi Piper retrofractum dan Tephrosia vogelii

Simplisia bahan uji yang telah dikering anginkan dan selanjutnya dihaluskan dengan

blender serta diayak dengan pengayak bermata 0,5 mm. Serbuk buah P. retrofractum sebanyak

150 g diekstrak dengan perkolasi menggunakan etil asetat sedangkan ekstrak T. vogelii diperoleh

dengan maserasi 300 g serbuk daun dengan heksana.

Ekstrak P. retrofractum (Pr) dan T. vogelii (Tv) difraksinasi dengan kromatografi

vakum cair (KVC) dengan penjerap Silica Gel 60 F254 (40-63 µm) seperti metode yang dilakukan

oleh Coll & Bowden (1986). Pelarut yang digunakan yaitu diklorometan dan etil asetat dengan

perbandingan berturut-turut 1:0, 9:1, dan 0:1. Fraksi aktif KVC Pr dipisahkan dengan

kromatografi kolom (KK) menggunakan eluen CH2Cl2:EtOAc 9:1, EtOAc, dan MeOH.

Metode Pengujian

Uji Toksisitas terhadap Larva C. pavonana dan P. xylostella

Metode residu pada daun. Ekstrak Pr, fraksi aktif Pr dan Tv serta campurannya diuji

terhadap larva C. pavonana pada lima taraf konsentrasi yang diharapkan dapat menyebabkan

kematian serangga uji antara >0% dan <100% (berdasarkan uji pendahuluan). Ekstrak atau

fraksinya dilarutkan dalam campuran metanol, aseton, dan Tween 80 (5:5:2) kemudian

diencerkan dengan akuades hingga volume yang diinginkan (konsentrasi akhir 1,2%) [larutan

kontrol: air yang mengandung pelarut dan pengemulsi tersebut]. Larva instar II C. pavonana

diberi makan daun brokoli perlakuan atau kontrol selama 48 jam, kemudian diberi makan daun

tanpa perlakuan selama 24 jam berikutnya. Fraksi aktif Pr dan Tv serta campurannya juga diuji

terhadap larva P. xylostella dengan metode yang sama. Setiap perlakuan dan kontrol digunakan

75 larva C. pavonana atau 40 larva P. xylostella. Jumlah larva yang mati dicatat setiap hari

hingga hari ke-3. Data kematian serangga uji diolah dengan analisis probit (Finney1971)

menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987).

Campuran ekstrak yang komponennya berasal dari jenis tumbuhan yang berbeda, sifat

aktivitas campuran dianalisis berdasarkan model kerja bersama berbeda dengan menghitung

indeks kombinasi (IK) pada taraf LC50 dan LC95 seperti yang dijelaskan oleh Chou & Talalay

(1984). Kategori sifat interaksi campuran diadaptasi dari Kosman & Cohen (1996) dan Gisi

(1996) berdasarkan kebalikan nilai nisbah ko-toksisitas, yaitu (1) bila IK < 0,5, sinergistik kuat;

(2) bila IK 0,5–0,77, sinergistik lemah; bila IK >0,77–1,43, aditif; dan (4) bila IK > 1,43, bersifat

antagonistik.

Page 161: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

150 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Uji Toksisitas Fraksi Aktif P. retrofractum dan T. vogelii serta Campurannya terhadap

Imago Parasitoid D. semiclausum

Fraksi aktif Pr dan Tv serta campurannya diuji terhadap imago parasitoid D.

semiclausum dengan metode kontak pada permukaan daun. Konsentrasi yang diuji ialah ialah 1 x

LC95 dan 2 x LC95 tertinggi berdasarkan hasil pengujian terhadap larva C. pavonana dan P.

xylostella. Penyiapan bahan uji dilakukan seperti pada uji toksisitas dengan metode residu pada

daun dan sebagai pembanding digunakan insektisida sintetik profenofos (Curacron 500 EC).

Satu lembar daun brokoli yang bertangkai dipotong helaian daunnya sehingga

menyisakan helaian daun berukuran 5 cm x 5 cm. Daun brokoli berukuran 5 cm x 5 cm

selanjutnya dicelupkan dalam suspensi bahan uji hingga membasahi permukaan secara merata,

kemudian tangkai setiap helaian daun uji dimasukkan dalam pot kecil berisi air dan diletakkan di

dalam kurungan plastik (tinggi 4,5 cm dan diameter 3,5 cm). Masing-masing 10 ekor imago

betina dan jantan parasitoid D. semiclausum yang berumur 3-4 hari dimasukkan ke dalam setiap

kurungan plastik pengujian dan diberi pakan madu 10% yang diserapkan pada kapas. Imago

parasitoid dibiarkan kontak dengan residu bahan uji pada daun brokoli selama 72 jam. Jumlah

serangga uji yang mati selanjutnya dicatat mulai sejak hari pertama sampai hari ketiga.

Uji Semilapangan Fraksi Aktif P. retrofractum dan T. vogelii serta Campurannya terhadap

Larva C. pavonana

Tanaman brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) cv. Winter Harvest -yang

diperoleh dari petani organik Desa Babakan, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor - yang

berumur 1 bulan dipindahkan ke dalam polybag 5 L dan dipelihara hingga memiliki 5-6 helai

daun. Selanjutnya tanaman brokoli tersebut diletakkan di lahan percobaan Cikabayan, IPB.

Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan (1) fraksi 2 KVC

P. retrofractum 0,138%, (2) fraksi 2-4 KK T. vogelii 0,135%, (3) campuran dua fraksi tersebut

(8:5) 0,186%, (4) formulasi Bacillus thuringiensis (Turex WP) 0,0552%, (5) formulasi profenofos

(Curacron 500 EC) 0,0900%, dan (6) kontrol. Konsentrasi yang diuji setara dengan 3 x LC95

terhadap larva instar II C. pavonana pada pengujian dengan metode residu pada daun di

laboratorium. Tiap unit perlakuan terdiri atas dua tanaman brokoli dengan empat ulangan.

Sediaan bahan uji disemprotkan pada tanaman brokoli dengan menggunakan hand

sprayer pada permukaan atas dan bawah daun hingga merata. Pada salah satu tanaman brokoli

diinfestasikan 15 larva instar II C. pavonana segera setelah cairan semprot mengering dan 7 hari

kemudian dilakukan infestasi ulang dengan jumlah larva uji yang sama pada tanaman brokoli

kedua. Jumlah larva yang masih hidup dicatat pada 3, 4, dan 7 hari setelah infestasi pertama dan

kedua. Data diolah dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan

pada taraf nyata 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Toksisitas Fraksi Aktif Ekstrak Buah P. retrofractum dan Daun T. vogelii serta

Campurannya terhadap Larva C. pavonana

Metode residu pada daun. Hasil pengujian ekstrak etil asetat, fr 2 dan fr 6 KVC Pr,

serta fr 2-4 KK Tv menunjukkan adanya aktivitas insektisida yang kuat terhadap mortalitas larva

instar II C. pavonana. Kematian larva terbesar terjadi pada 24 dan 48 JAP (jam sejak awal

perlakuan), sedangkan pada 72 JAP tingkat kematian larva umumnya hanya sedikit mengalami

kenaikan (Tabel 1). Hal ini disebabkan pada 48 JAP daun perlakuan sudah diganti dengan daun

tanpa perlakuan sehingga mengurangi kontaminasi bahan aktif terhadap tubuh serangga uji.

Page 162: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

151 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 1. Penduga parameter toksisitas ekstrak/fraksi buah P. retrofractum dan T. vogelii serta

campurannya terhadap larva instar II C. pavonana dengan metode residu pada daun.

Waktu pengamatan

(JAP)a) a ± GB

b) b ± GB

b)

LC50 (SK 95%)

(%)b)

LC95 (SK 95%)

(%)

Fr 2 KVC Pr

24 8,00 ± 1,22 5,76 ± 0,81 0,041 (0,036-0,060) 0,078 (0,055-0,253)

48 5,36 ± 0,60 3,24 ± 0,36 0,022 (0,017-0,028) 0,071 (0,048-0,209)

72 6,67 ± 0,63 3,76 ± 0,37 0,017 (0,013-0,020) 0,046 (0,036- 0,075)

Fr 6 KVC Pr

24 0,23 ± 0,19 2,41 ± 0,40 0,136 (0,094-0,526) 0,655 (0,260-0,460)

48 4,56 ± 0,49 3.96 ± 0,41 0,071 (0,057-0,093) 0,184 (0,057-0,497)

72 4,86 ± 0,49 4,09 ± 0,40 0,065 (0,054-0,081) 0,164 (0,118-0,350)

Ekstrak EtOAc Pr

48 7,85 ± 0,90 8,43 ± 0,94 0,117 (0,110-0,127) 0,184 (0,161-0,231)

72 5,84 ± 0,60 5,92 ± 0,59 0,103(0,092-0,118) 0,195 (0,158-0,302)

Fr 2-4 Tv

48 4,31 ± 0,57 2,35 ± 0,31 0,015 (0,011-0,020) 0,074 (0,042-0,337)

72 5,17 ± 0,57 2,62 ± 0,30 0,011 (0,009-0,013) 0,045 (0,032-0,092)

Fr 2 + fr 6 KVC Pr (2:5)

72 6,33 ± 0,94 6,88 ± 0,93 0,096 (0,085-0,107) 0,120 (0,108-0,151)

Fr2 KVC Pr + fr 2-4 Tv (8:5)

48 9,66 ± 1,17 6,24 ± 0,73 0,028 0,052

72 6,75 ± 0,78 4,24 ± 0,47 0,025 (0,022-0,029) 0,062 (0,048-0,096)

Fr6 KVC Pr + fr 2-4 Tv (4:1)

48 5,37 ± 0,57 3,96 ± 0,41 0,044 (0,036-0,058) 0,115 (0,078-0,311)

72 6,72 ± 0,56 4,40 ± 0,39 0,030 (0,024-0,035) 0,070 (0,055-0,111)

Profenofosc)

48 7,87 ± 0,67 4,20 ± 0,35 0,013 (0,011-0,016) 0,033 (0,025-0,023)

72 7,90 ± 0,67 4,18 ± 0,35 0,013 (0,010-0,015) 0,032 (0,024-0,054) a) Kode singkatan bahan uji sudah dijelaskan di dalam teks. b) a dan b masing-masing intersep dan kemiringan regresi probit; GB= galat baku; SK= selang kepercayaan c) Konsentrasi dalam % formulasi (v/v)

Pada Tabel 1. Tergambar bahwa LC50 dan LC95 semua bahan uji pada 72 JAP tidak

berbeda nyata dengan LC50 dan LC95 pada 48 JAP (SK 95% tumpang tindih) kecuali LC50

campuran fr 6 Pr dan fr 2-4 KK Tv. Berdasarkan LC50 pada 72 JAP, urutan toksisitas bahan uji

ialah profenofos = fr 2-4 KK Tv ≥ fr 2 KVC Pr ≥ campuran fr 2 KVC Pr + fr 2-4 KK Tv =

campuran fr 6 KVC Pr + fr 2-4 KK Tv > fr 6 KVC Pr > campuran fr 2 + fr 6 KVC Pr = ekstrak

kasar Pr, sedangkan urutan toksisitas berdasarkan LC95 pada 72 JAP ialah profenofos = fr 2-4 KK

Tv= fr 2 KVC Pr = campuran fr 2 KVC Pr + fr 2-4 KK Tv = campuran fr 6 KVC Pr + fr 2-4 KK

Tv ≥ campuran fr 2 + fr 6 KVC Pr ≥ fr 6 KVC Pr = ekstrak kasar Pr (Tabel 1).

Fraksi 2 KVC Pr memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva C. pavonana

dengan LC95 pada 72 JAP hanya sekitar 0,046% (batas atas SK 95% dari LC95 tidak melebihi

0,1%). Sementara itu, ekstrak etil asetat Pr dapat dikatakan memiliki aktivitas insektisida yang

baik karena LC95 pada 72 JAP kurang dari 0,2%. Prijono (1999) menyatakan bahwa fraksi dari

ekstrak tumbuhan pada konsentrasi > 0,1% dan ekstrak kasar tumbuhan > 0,5% kurang efisien

digunakan di lapangan karena dalam penyiapannya akan dibutuhkan sumber bahan tumbuhan

yang cukup banyak.

Campuran fr 2 KVC Pr dan fr 2-4 KK Tv bersifat antagonis pada LC50 48 JAP, LC50

dan LC95 72 JAP, serta bersifat aditif pada LC95 48 JAP, sedangkan campuran fr 6 KVC Pr dan fr

2-4 KK Tv bersifat aditif sampai sinergistik lemah (Tabel 2). Komponen fraksi Pr yang

mengandung gugus metilendioksifenil dapat menghambat kerja enzim pengoksidasi PSMO

sehingga menimbulkan sinergisme, tetapi setelah beberapa lama komponen tersebut justru dapat

menginduksi kerja enzim PSMO sehingga mengakibatkan antagonisme (Scott et all,. 2008).

Page 163: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

152 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 2 Toksisitas campuran fraksi aktif ekstrak buah P. retrofractum dan daun T. vogelii

terhadap larva instar II C. pavonana dengan metode residu pada daun.

Campuran

fraksi ujia)

Waktu

pengamatan

(JAP)

Nisbah ko-toksisitas atau

indeks kombinasib)

Sifat interaksi

LC50 LC95 LC50 LC95

Pr2 + Pr6 (2:5) 72 0,375 0,789 Antagonis Aditif

Pr2 + Tv2-4 (8:5)

48 2,063 0,843 Antagonis Aditif

72 2,570 1,799 Antagonis Antagonis

Pr6 + Tv2-4 (4:1)

48 1,373 0,966 Aditif Aditif

72 1,116 0,759 Aditif Sinergistik lemah

a) Pr2 dan Pr6 masing-masing fr 2 dan fr 6 KVC Pr; Tv2-4 = fr 2-4 KK Tv. b) Nisbah ko-toksisitas untuk campuran pertama, yang lainnya menggunakan indeks kombinasi

Toksisitas Fraksi Aktif P. retrofractum dan T. vogelii serta Campurannya terhadap

Larva P. xylostella

Tidak terjadi peningkatan kematian larva uji yang nyata antara 48 JAP dan 72 JAP. Ini

ditunjukkan pada nilai LC50 dan LC95 pada 48 JAP dan 72 JAP yang tidak berbeda nyata (Tabel

3). Fraksi 2 KVC Pr dan campurannya dengan fr 2-4 KK Tv juga memiliki aktivitas yang baik

terhadap larva P. xylostella dengan LC95 masing-masing sekitar 0,1%. Kedua jenis bahan nabati

tersebut dapat menjadi alternatif pengganti insektisda sintetik seperti profenofos yang sudah tidak

efektif lagi terhadap larva P. xylostella (LC95 7,3% [Tabel 3], yang setara dengan > 24 kali

konsentrasi anjuran formulasi). Campuran fr 2 KVC Pr dan fr 2-4 KK Tv (5:1) bersifat antagonis

pada taraf LC50 48 dan 72 JAP (IK 2,14 dan 2,64) serta pada LC95 72 JAP (IK 1,79) sedangkan

pada LC95 48 JAP bersifat aditif (IK 1,24).

Tabel 3 Penduga parameter toksisitas fraksi aktif P. retrofractum dan T. vogelii serta

campurannya terhadap larva instar II P. xylostella dengan metode residu pada daun.

Waktu Pengamatan

(JAP)a) a ± GB b ± GB

LC50 (SK 95%)

(%)

LC95 (SK 95%)

(%)

Pr2

48 5,41 ± 0,71 3,94±0,52 0,042 (0,037-0,047) 0,111 (0,090-0,155)

72 5,69 ± 0,72 4,11±0,53 0,041 (0,036-0,047) 0,104 (0,084-0,147)

Tv2-4

48 0,70 ± 0,33 1,89±0,40 0,008 (0,006-0,010) 0,061 (0,031-0,253)

72 5,13 ± 0,88 2,31±0,41 0,006 (0,005-0,007) 0,031 (0,021-0,068)

Pr2+Tv2-4 (5:1)

48 5,47 ± 0,85 3,84±0,58 0,038 (0,033-0,043) 0,101 (0,077-0,163)

72 5,47 ± 0,85 3,84±0,58 0,038 (0,033-0,043) 0,101 (0,077-0,163)

Profenofos

48 -3,77 ± 0,72 5,61±0,96 4,692 (4,001-5,17) 9,225 (7,840-12,98)

72 -4,73 ± 0,83 7,40±1,14 4,359 (3,890-4,70) 7,271 (6,600- 8,55)

a) Kode singkatan bahan uji seperti catatan kaki tabel 2.

Toksisitas Fraksi Aktif P. retrofractum dan T. vogelii serta Campurannya terhadap Imago

Parasitoid D. semiclausum

Fraksi 2-4 KK Tv pada konsentrasi hingga 0,090% atau 3 kali LC95 terhadap larva inang

C. pavonana atau 2 kali LC95 terhadap larva inang P. xylostella hanya mengakibatkan kematian

imago betina D. semiclausum sekitar 13% (Tabel 4) sehingga fraksi ini cukup prospektif untuk

dikembangkan sebagai bahan insektisida alternatif. Fraksi 2 KVC Pr pada konsentrasi 0,104%

dan 0,208% (1 dan 2 kali LC95 terhadap larva inang P. xylostella) mengakibatkan kematian imago

jantan dan betina parasitoid D. semiclausum yang lebih tinggi dibandingkan dengan fr 2-4 KK Tv

dan campurannya. Meskipun demikian, fraksi 2 KVC Pr dan campurannya masih berpotensi

Page 164: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

153 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

untuk digunakan sebagai alternatif pengendalian dibandingkan dengan insektisida sintetik

profenofos yang pada konsentrasi 2% (jauh lebih kecil daripada LC95 terhadap P. xyostella) sudah

dapat mengakibatkan kematian imago jantan dan betina D. semiclausum sampai 100% (Tabel 4).

Tabel 4. Mortalitas imago parasitoid D. semiclausum yang diberi perlakuan fraksi aktif P.

retrofractum dan T. vogelii serta campurannya dengan metode kontak daun.

Bahan ujia)

Konsentrasi

(%)

Mortalitas (%) imago pada waktu pengamatan (JAP)

Jantan Betina

24 48 72 24 48 72

Pr2 0,208 26,7 60,0 93,3 16,7 30,0 70,0

0,104 6,7 30,0 73,3 3,3 10,0 50,0

Tv2-4 0,090 13,3 26,7 80,0 10,0 13,33 13,3

0,045 3,3 10,0 33,3 0,0 3,33 6,7

Pr2+Tv2-4 (5:1) 0,202 13,3 33,3 60,0 6,7 20,0 40,0

0,101 0,0 3,3 30,0 0,0 0,0 20,0

Profenofos 2,000 43,3 96,7 100,0 63,3 100,0 100,0

5,000 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Kontrol 0,0 0,0 3,3 0,0 0,0 0,0

a) Kode singkatan bahan uji seperti catatan kaki tabel 2.

Uji Semilapangan terhadap C. pavonana

Perlakuan fr 2 KVC Pr dan fr 2-4 KK Tv serta campurannya pada konsentrasi 3 x LC95

mengakibatkan penurunan populasi larva C. pavonana yang nyata dibandingkan dengan

kontrol (Tabel 5). Penurunan jumlah larva secara drastis ditemui pada hari ke-7 karena larva C.

pavonana sudah berkepompong di dalam tanah sehingga sudah tidak dijumpai lagi pada tanaman.

Tabel 5. Pengaruh fraksi aktif P. retrofractum dan T. vogelii serta campurannya terhadap sintasan

larva C. pavonana pada tanaman brokoli dalam pot di lapangan.

Perlakuana)

Kon-

sentrasi

(%)

Populasi larva (ekor/tanaman) pada pengamatan hari ke-nb)

Infestasi I Infestasi II

3 4 7 3 4 7

Pr2 0,138 3,50a 3,50a 0,00a 6,75a 6,75a 0,25a

Tv2-4 0,135 0,75b 0,75b 0,25a 6,25a 6,25a 0,25a

Pr2+Tv2-4 (8:5) 0,186 1,00b 1,00b 0,00a 7,25a 7,25a 0,25a

Profenofosc)

0,090 0,00b 0,00b 0,00a 4,25a 4,25a 0,25a

Bt c)

0,055 0,00b 0,00b 0,00a 4,25a 4,25a 0,25a

Kontrol - 10,00c 10,00c 0,25a 6,75a 6,75a 0,25a

a) Kode singkatan bahan uji seperti catatan kaki Tabel 2. b) Jumlah awal larva 15 ekor/tanaman. Rataan selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan

uji selang berganda Duncan (α = 0,05). c) Konsentrasi dalam % formulasi (w/v untuk Bt dan v/v untuk profenofos).

Pengamatan hari ke-3 setelah infestasi awal, penurunan jumlah larva C. pavonana

tertinggi di antara sesama bahan nabati terjadi pada perlakuan fr 2-4 KK Tv (95%), yang diikuti

perlakuan campuran fraksi Pr dan Tv (93,3%), dan fr 2 KVC Pr (76,7%). Pada tanaman kontrol

terjadi penurunan jumlah larva C. pavonana sebesar 33,3% yang mungkin diakibatkan karena

adanya faktor musuh alami dan/atau tercuci air hujan. Pada tanaman yang diberi perlakuan

dengan insektisida sintetik profenofos dan bioinsektiasa B. thuringiensis, larva C. pavonana

sudah tidak dapat ditemukan lagi pada hari ke-3 sejak infestasi pertama. Kenyataan ini

menunjukkan bahwa profenofos dan B. thuringiensis memiliki aktivitas yang kuat terhadap larva

C. pavonana. Jumlah larva C. pavonana yang tersisa pada perlakuan dengan fr 2-4 KK Tv dan

campurannya dengan fr 2 KVC Pr tidak berbeda nyata dengan perlakuan profenofos dan B.

thuringiensis sehingga tanaman dan campurannya tersebut layak dikembangkan sebagai

insektisida nabati.

Page 165: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

154 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Pada perlakuan hari ke-4 setelah infestasi pertama, semua bahan uji tidak

mengakibatkan penambahan jumlah larva yang mati per tanaman. Ini menunjukkan bahwa residu

bahan uji sudah mengalami penurunan keaktifan baik karena penguraian oleh pencucian air

hujan, cahaya matahari, atau karena larva uji sudah cukup besar dan toleran. Penurunan aktivitas

residu bahan uji juga ditunjukkan pada tanaman kedua yang diinfestasi dengan larva C. pavonana

7 hari setelah infestasi pertama dan jumlah larva C. pavonana yang ditemukan kembali tidak

berbeda nyata dengan kontrol.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pemisahan dengan kromatografi vakum cair (KVC) ekstrak etil asetat buah P.

retrofractum (Pr) dan kromatografi kolom (KK) ekstrak daun T. vogelii (Tv) menghasilkan

masing-masing fraksi (fr) 2 KVC Pr dan fr 2-4 KK Tv sebagai fraksi yang aktif terhadap larva C.

pavonana dan P. xylostella.

Fraksi 2 KVC Pr dan fr 2-4 KK Tv memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap

larva C. pavonana dengan efek racun perut yang kuat. Campuran fr 2 KVC Pr dan fr 2-4 KK Tv

8:5 dan 5:1 masing-masing bersifat antagonistik terhadap larva C. pavonana. Sedangkan

campuran dari fr 6 Pr KVC dan fr 2-4 Tv KK memiliki sifat kerja sinergis lemah terhadap C.

pavonana. Fraksi 2 KVC Pr pada 1 x LC95 terhadap larva P. xylostella mengakibatkan kematian

yang cukup tinggi (≥ 50%) pada imago jantan dan betina D. semiclausum sedangkan fr 2-4 KK

Tv pada 2 x LC95 terhadap larva C. pavonana relatif aman bagi imago betina parasitoid D.

semiclausum. Pada uji semilapangan, kemampuan fr 2-4 KK Tv dalam membunuh larva C.

pavonana tidak berbeda nyata dengan insektisida sintetik profenofos dan bioinsektisda Bt

sehingga fraksi tersebut layak dikembangkan lebih lanjut.

Pengujian dalam skala lapangan yang lebih luas masih perlu dilakukan untuk

mengevaluasi lebih lanjut keefektifan sediaan campuran P. retrofractum dan T. vogelii sebagai

insektisida alternatif.

DAFTAR PUSTAKA

All JN, Ali M, Hornyak EP, Weaver JB. 1997. Joint action of two pyrethroids with methyl-

parathion, methomyl, and chlorpyrifos on Heliothis zea and H. virescens in the laboratory

and in cotton and sweetcorn. J Econ Entomol 70: 813-817.

Chou TC, Talalay P. 1984. Quantitative analysis of dose-effect relationships: the combined

effects of multiple drugs or enzyme inhibitors. Adv Enzyme Regl 22: 27-55.

Coll JC, Bowden BF. 1986. The application of vacuum liquid chromatography to the separation

of terpene mixtures. J Nat Prod 49: 934-936.

Finney DJ. 1971. Probit Analysis. Ed ke-3. Cambridge (UK): The University Press.

Gisi U. 1996. Synergistic interaction of fungicides in mixtures. Phytopathology 86: 1273-1279.

Kalshoven VDL. 1981. Pests of Crops in Indonesia. Van der Laan PA, penerjemah. Jakarta:

Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in

Indonesië.

Kaufman P.B., Kirakosyan A., McKenzie, Dayanan and P. Hoyt J.E., Li C. 2006. The uses of

plant natural products by human and risks associated with their uses. Di dalam: Cseke LJ,

Kirakosyan A, Kaufman PB, Warber SL, Duke JA, Brielmann HL, editor. Natural

Products from Plants. Boca Raton: CRC Press. hlm 441-474.

Koona P, Dorn S. 2005. Extracts from Tephrosia vogelii for the protection of stored legume

seeds against damage by three bruchid species. Ann Appl Biol 147: 43–48.

Kosman E, Cohen Y. 1996. Procedures for calculating and differentiating synergism and

antagonism in action of fungicide mixtures. Phytopathology 86: 1255-1264.

LeOra Software. 1987. POLO-PC User‟s Guide. Petaluma (CA): LeOra Software.

Miyakado M, Nakayama I, Ohno N. 1989. Insecticidal unsaturated isobutylamides. Di Dalam:

Arnason JT, Philogene BJR, Morand P, editor. Insecticides of Plant Origin. Washinton

DC: ACS. hlm 173-187.

Page 166: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

155 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Perry A.S., Yamamoto I., Ishaaya I., and Perry R.Y. 1998. Insecticides in Agriculture and

Environment: Retrospects and Prospects. Berlin: Springer.

Prijono D. 1999. Prospek Dan Strategi Pemanfaatan Insektisida Alami Dalam PHT. Di dalam:

Nugroho BW, Dadang, Priyono D, editor. Bahan Pelatihan Pengembangan dan

Pemanfaatan Insektisida Alami; Bogor, 9-13 Agustus 1999. Bogor: Pusat Kajian PHT. hlm

1-7.

Rauf A., Prijono D., Dadang, Winasa I.W., and Russell D.A. 2005. Survey of pesticide use by

cabbage farmers in West Java, Indonesia [report]. Cooperation between Department of

Plant Pests and Diseases IPB (Indonesia) and Centre for Environmental Stress and

Adaptation Research, LaTrobe University (Australia).

Sastrosiswojo, B dan Setiawati, W. 1993. Hama-Hama Tanaman Kubis Dan Cara Pengenda-

Liannya. Di dalam: Permadi AH, Sastrosiswojo S, editor. Kubis. Bandung: Balitbang

Pertanian dan Balai Penelitian Hortikultura. hlm 39-50.

Scott IM, Jensen HR, Philogene BJR, Arnason JT. 2008. A review of Piper spp. (Piperaceae)

phytochemistry, insecticidal activity and mode of action. Phytochem Rev 7: 65-75.

Page 167: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

156 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

IDENTIFIKASI DAN STATUS SERANGAN OPT UTAMA PADA

PERTANAMAN JERUK RGL DI KABUPATEN LEBONG

Kusmea Dinata dan Sri Suryani M. Rambe

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Email: [email protected]

ABSTRAK

Salah satu kabupaten di Provinsi Bengkulu yang mengembangkan komoditas jeruk adalah kabupaten

Lebong, jenis yang dikembangkan yaitu jeruk RGL. Penanganan OPT sebagai faktor pembatas dalam meningkatkan

produksi dan mutu buah jeruk perlu dilakukan secara serius mengingat akan tuntutan pasar internasional. Dibutuhkan

persyaratan mutu termasuk daftar OPT serta penanganannya dengan residu pestisida minimum. Kajian ini untuk

mendapatkan informasi tentang jenis dan status serangan beberapa OPT utama pada tanaman jeruk RGL. Kajian

dilaksanakan dari bulan Juni s/d Oktober 2012, pada pertanaman jeruk RGL umur 2 tahun dengan luas sekitar 1,5 ha.

Data diambil dengan melakukan pengamatan pada tanaman sampel dari 4 blok, sehingga ada 24 pohon sampel yang

akan diamati setiap satu bulan sekali. Variabel pengamatan meliputi jenis OPT utama dan intensitas serangannya. Dari

hasil pengamatan di lapangan ditemukan beberapa OPT utama yang menyerang tanaman jeruk RGL, yaitu hama tungau

merah, ulat peliang daun, penggerek buah dan lalat buah. Intensitas serangan dari keempat OPT tersebut dengan

kisaran intensitas serangan hama tungau merah (4,16-28,33%) katagori ringan sampai sedang, hama peliang daun

(9,16-26,67%) katagori ringan sampai sedang, penggerek buah (5,6-12,18%) katagori ringan dan hama lalat buah (0-

5,5%) katagori ringan.

Kata kunci : Identifikasi OPT, Jeruk RGL, status serangan OPT

PENDAHULUAN

Salah satu kabupaten di Provinsi Bengkulu yang mengembangkan komoditas jeruk

adalah kabupaten Lebong, jenis yang dikembangkan yaitu jeruk RGL. Jeruk RGL ini sekarang

menjadi komoditas unggulan Kabupaten Lebong karena mempunyai keunggulan kompetitif, yaitu

buahnya berwarna kuning-orange, berbuah sepanjang tahun, ukuran buah besar 200-350 gram,

kadar sari buah tinggi dan mempunyai potensi pasar yang baik. Jeruk RGL berbuah sepanjang

masa, satu pohon ada 4-6 generasi, dalam satu pohon ada bunga, buah muda sampai buah siap

panen (Suwantoro, 2010).

Penanganan OPT sebagai faktor pembatas dalam meningkatkan produksi dan mutu buah jeruk

perlu dilakukan secara serius sesuai tuntutan pasar internasional. Dibutuhkan persyaratan mutu

termasuk daftar OPT serta penanganannya dengan residu pestisida minimum. Penelitian yang

dilakukan Nurariaty dan Najamudin (2008) di desa Punrangan dan desa Padanglampe pada

tanaman yang belum berproduksi ditemukan beberapa OPT yang menyerang tanaman jeruk

sepertia hama kutu dompolan (Planococcus citri (Risso), ulat pengorok daun (Phylocnistis

citrella), belalang (Valanga sp.), kumbang pemakan daun ulat penggerek buah (Prays endocarpa

Meyr.), lalat buah (Bactrocera sp.), serta hama rayap pada tanaman yang sudah berproduksi.

Produk buah Indonesia sampai saat ini belum bisa masuk ke pasar Eropa karena belum memenuhi

persyaratan di negara tujuan ekspor. Pada era perdagangan bebas ini, orientasi utama adalah

peningkatan daya saing global termasuk penyelamatan produksi pertanian dari serangan OPT

sebagai persyaratan untuk perlindungan kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup.

Oleh karena itu, penggunaan pestisida di pertanaman jeruk perlu dikurangi dan sebagai alternatif

pengendalian yang aman terhadap lingkungan.

Budidaya tanaman monokultur dapat mendorong ekosistem pertanian rentan terhadap

seranggan OPT. Salah satu pendorong meningkatnya serangan OPT adalah tersedianya makanan

terus menerus sepanjang waktu dan di setiap tempat. Untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan

maka tindakan mengurangi serangan OPT melalui pemanfaatan musuh alami serangga dan

meningkatkan keanekaragaman tanaman seperti penerapan tumpang sari, rotasi tanaman dan

penanaman lahan-lahan terbuka sangat perlu dilakukan karena meningkatkan stabilitas ekosistem

serta mengurangi resiko gangguan OPT (Altieri & Nicholls,1999). Mekanisme-mekanisme alami

seperti predatisme, parasitisme, patogenisitas, persaingan intraspesies dan interspesies, suksesi,

produktivitas, stabilitas dan keanekaragaman hayati dapat dimanfaatkan untuk mencapai

Page 168: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

157 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

pertanian berkelanjutan. Umumnya semakin intensif tanaman tersebut dimodifikasi maka akan

semakin intensif pula hama yang menyerangnya (Swift et al.l, 1996).

Konsekuensi dari pengurangan keanekaragaman hayati akan lebih jelas terlihat pada

pengelolaan OPT pertanian. Adanya perluasan monokultur tanaman yang mengorbankan vegetasi

alami sehingga mengurangi keragaman habitat lokal, akhirnya menimbulkan ketidakstabilan

agroekosistem dan meningkatnya serangan OPT. Adapun tujuan dari kajian ini adalah untuk

mendapatkan informasi tentang jenis OPT utama dan status serangannya pada pertanaman jeruk

RGL di kabupaten Lebong.

BAHAN DAN METODA

Pelaksanaan pengkajian dilakukan dari bulan Juni s/d Oktober 2012, pada pertanaman

jeruk RGL umur 2 tahun dengan luas sekitar 1,5 ha di Kelurahan Rimbo Pengadang Kabupaten

Lebong. Data diambil dengan melakukan pengamatan pada tanaman sampel dari 4 blok diambil

6 tanaman sampel, sehingga ada 24 pohon sampel. Variabel pengamatan meliputi jenis OPT

utama dan intensitas serangannya. Setiap jenis OPT yang ditemukan pada tanaman jeruk RGL

diidentifikasi dengan cara melihat tanda dan gejala serangan berupa kerusakan pada bagian

tanaman. Kemudian intensitas serangan diamati setiap satu bulan sekali dan dihitung, kemudian

data yang diperoleh dianalisis secara statistik deskriptif. Intensitas serangan OPT dihitung dengan

menggunakan rumus intensitas serangan mutlak dan tidak mutlak (Ditlintan, 2008).

1. Intensitas serangan mutlak (untuk hama lalat buah dan penggerek buah)

I = n

x 100% N

Keterangan: I = Intensitas serangan

n = bagian tanaman yang rusak

N = Jumlah seluruh tanaman/bagian tanaman yang diamati

2. Intensitas serangan tidak mutlak (untuk hama kutu, tungau, peliang daun)

I = ∑ (ni x vi)

x 100% N x Z

Keterangan: I = Intensitas serangan

ni = Jumlah sampel pada katagori kerusakan

vi = Skor pada sampel

N = Jumlah total sampel

Z = Skor tertinggi dari katagori serangan

Tabel 1. Katagori intensitas serangan OPT.

Kisaran intensitas serangan OPT Katagori

<25%

25 - <50%

50 - 75%

>75%

Intensiatas ringan

Intensitas sedang

Intensitas berat

Sangat Berat

Sumber: Direktorat perlindungan tanaman pangan 2008.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Wilayah

Berdasarkan topografinya daerah Kecamatan Rimbo Pengadang memiliki topografi

bergelombang dengan kemiringan 1-75%, ketinggian tempat pengkajian sekitar 835 s/d 960 dpl,

dengan luas wilayah secara keseluruhan 38.041,1 ha. Keadaan suhu rata-rata harian pada siang

Page 169: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

158 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

hari antara 28-32 oC dan pada malam hari 22-25

oC. tipe iklim berdasarkan Schmindt dan

ferguson mempunyai tipe iklim B dengan curah hujan rerata 2500-4500 mm/tahun, PH tanah

antara 5,5 – 7,5 (Tabel 2).

Tabel 2. Data jumlah curah hujan dan hari hujan dari bulan Januari-Oktober 2012.

No Bulan Jumlah curah hujan (mm) Jumlah hari hujan (hari)

1 Januari 89 15

2 Februari 284 20

3 Maret 159 13

4 April 407 26

5 Mei 270 15

6 Juni 131 10

7 Juli 136 15

8 Agustus 30,5 6

9 September 84,5 7

10 Oktober 161,5 9

Sumber: BPPK Air Dingin Kecamatan Rimbo Pengadang (2012).

Dari data curah hujan pada tabel 2, memperlihatkan curah hujan cukup tinggi mulai

terjadi pada bulan Februari - Juli, kemudian turun pada bulan Agustus dan September. Faktor

curah hujan yang berfluktuatif ini dapat mempengaruhi perkembangan beberapa OPT pada

tanaman jeruk.

Identifikasi OPT Jeruk

Dari hasil pengamatan pada pertanaman jeruk RGL ditemukan beberapa OPT yang

menyerang, diantaranya; hama ulat peliang daun, tungau merah, penggerek buah dan lalat buah.

Hal ini diketahui dengan ditemukannya gejala daun-daun muda yang terserang tampak berkerut,

menggulung, keriting serta terlihat bekas gerekan berupa jalur-jalur yang terlihat pada permukaan

daunyang mengindikasikan adanya serangan ulat peliang daun. Kemudian terdapat gejala

serangan hama tungau merah berupa gejala pada daun yaitu warna daun berubah menjadi hijau

pucat, agak kaku, dan apabila serangan berat daun dapat menguning yang dimulai dari tulang

daun kemudian gugur. Selanjutnya terdapat serangan ulat penggerek buah jeruk dengan gejala

serangannya berupa lubang bekas gerekan biasanya pada bagian bawah dan apabila serangan

parah buah akan busuk dan gugur lebih dini, apabila buah dibelah terdapat ulat berwarna kuning

kemerahan panjang sekitar 2 mm. Terdapat juga gejala serangan hama lalat buah dengan gejala

pada buah menjelang masak yaitu adanya noda/titik pada kulit buah akibat tusukan ovipositor

dari serangga betina, selanjutnya noda tersebut meluas berkembang menjadi bercak berwarna

coklat menyebabkan buah busuk dan gugur sebelum matang sempurna.

Hama peliang daun diidentifikasi dari ordo Lepidoptera, family Gracillaridae, species

Phylocnistis citrella (Kalshoven, 1981). Hama ini meletakkan telur secara terpencar di atas

permukaan bawah daun, tangkai atau bagian tanaman lain yang masih muda. Telur menetas

setelah 4 hari dan larvanya masuk ke dalam epidermis, kemudian memakan jaringan tanaman

yang masih muda. Siklus hidup dari telur sampai menjadi ngengat berlangsung 16-18 hari.

Ngengat aktif pada malam hari, sedangkan pada siang hari biasanya hinggap di sekitar tanaman

atau di atas permukaan tanah (Kalshoven, 1981).

Hama tungau merah menyerang dengan cara menghisab klorofil daun, sehingga daun

tampak bintik-bintik kelabu dan keperakan. Serangan lebih parah di musim kering dimana

kelembaban dalam tanaman menurun. Pada kondisi demikian kombinasi dari efek serangan

tungau, iklim dan faktor fisiologis dapat mengakibatkan gugurnya buah dan daun (Wuryantini

dan Endarto, 2003). Buah yang masih hijau lebih disenangi dari pada yang tua, namun gejala

serangan lebih jelas pada buah yang tua dan bersifat permanen.

Tungau merah yang telurnya berwarna merah tua dan berbentuk bulat adalah fase yang

muda untuk membedakan dari tungau jenis lainya. Telur sebagian besar diletakkan di bagian atas

permukaan daun sepanjang tulang daun. Imago betina dari dari tungau ini berbentuk oval

Page 170: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

159 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

berwarna merah tua dan mempunyai bulu-bulu yang panjang. Tungau jantan memiliki ukuran

tubuh lebih kecil, lebih runcing dan mempunyai kaki yang lebih panjang dan gerakanya lebih

aktif. Hama ini digolongkan dalam ordo Acarina, famili Tetranycidae, spesies Panonychus citri

(Kalshoven, 1981). Satu betina dapat meletakkan telur 17-37 butir telur yang berlangsung 11-14

hari. Perkembangan dari telur sampai dewasa berlangsung 12 hari. Lama hidup tungau dewasa

berlangsung 23 hari (Kalshoven, 1981; Balitjestro, 2011).

Hama Penggerek buah menyerang mulai dari umur buah 2-5 bulan terutama jeruk yang

di tanam di dataran tinggi. Stadium hidup yang berperan sebagai hama adalah fase ulat (larva).

Hama ini diidentifikasi dari jenis Citripestis sagittiferella, family Pyralidae, ordo Lepidoptera

(Kalshoven, 1981).

Ngengat betina meletakkan telur secara berkelompok pada separuh bagian bawah kulit

buah. Telur menetas dalam waktu 5-7 hari, kemudian menetas menjadi ulat. Ulat menggerek buah

dan memakan daging buah fase ini berlangsung antara 13-21 hari. Dengan perantara benang

sutra, ulat turun dan masuk ke tanah siap untuk menjadi kepompong selama 10-11 hari, setelah

itu menjadi ngengat dewasa. Siklus hidup dari telur sampai menjadi ngengat dewasa berlangsung

29-39 hari (Kalshoven, 1981; Balitjestro, 2011).

Siklus hidup hama lalat buah dimulai dari lalat buah betina menusukkan ovipositor pada

kulit buah dan meletakkan telur sekitar 15 butir. Kemudian telur berkembang menjadi ulat

(belatung) yang memakan daging buah sambil mengeluarkan enzim pencerna yang berfungsi

melunakkan daging buah agar mudah dihisap dan dicernah oleh ulat, fase ini berlangsung selama

6-9 hari. Bersamaan dengan masaknya buah dan buah telah jatuh ke tanah larva lalat buah siap

untuk menjadi kepompong, yaitu dengan cara larva masuk ke dalam tanah. Siklus hidup lalat

buah dari telur hingga menjadi lalat dewasa berlangsung 16-24 hari (Kalshoven, 1981).

Berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan jenis lalat buah yang menyerang pada pertanaman

jeruk RGL yaitu dari jenis Bactrocera carambola dan B. papayae, hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakuakan Raharjo et al (2009); Balitjestro (2011), bahwa kebanyakan jenis lalat

buah yang menyerang dari jenis tersebut.

Status Serangan OPT Jeruk

Hasil pengamatan terhadap serangan OPT jeruk yang telah diidentifikasi,

memperlihatkan status serangan berbeda-beda katagorinya (Tabel 3). Diman terlihat kisaran

katagori serangan: hama peliang daun (ringan-sedang) dengan intensitas 9,16% - 26,67%; hama

tungau merah (ringan-sedang) dengan intensitas 4,16% - 28,33%; hama penggerek buah (ringan)

dengan intensitas 5,6% - 12,18%; dan hama lalat buah (ringan) dengan intensitas 0% - 5,5%

(Tabel 3).

Tabel 3. Data kisaran intensitas serangan dan katagori serangan OPT pada pertanaman jeruk

RGL umur 2 tahun pada bulan Juni-Oktober 2012.

No Jenis OPT Kisaran intensitas serangan (%) Katagori serangan

1. Hama Peliang daun 9,16 - 26,67 ringan - sedang

2. Hama Tungau merah 4,16 - 28,33 ringan - sedang

3. Hama penggerek buah 5,60 - 12,18 ringan

4. Hama lalat buah 0,00 - 05,50 ringan

Tinggi rendahnya serangan OPT sangat tergantung dengan faktor biotik dan abiotiknya.

Faktor biotik seperti faktor makanan, kompetisi, dan musuh alami dari OPT tersebut.

Perkembangan musuh alami di lapangan masih kalah cepat dibandingkan perkembangan tungau

sehingga populasi tetap lebih tinggi (Wuryantini dan Endarto, 2003). Sedangkan faktor abiotik

berhubungan dengan faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban dan curah hujan. Faktor-faktor

tersebut yang akan mengatur populasi OPT di lapangan. Namun faktor manusia juga sebagai

penentu dalam perubahan ekosistem pada pertanaman, seperti pemilihan tanaman monokultur

yang akan berdampak pada berkurangnya keragaman hayati, serta penggunaan sarana produksi

pertanian berupa pestisida yang tidak bijaksana akan berdampak merusak lingkungan. Hal inilah

Page 171: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

160 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

yang dapat memicu terjadinya fluktuasi serangan OPT di lapangan. Fluktuasi intensitas serangan

OPT dapat dilihat pada grafik 1.

Grafik 1. Fluktuasi intensitas serangan beberapa OPT utama jeruk (Juli - Oktober 2012).

Grafik 1, memperlihatkan intensitas serangan hama peliang daun; hama tungau dan

hama penggerek buah, tinggi pada saat bulan Agustus dan cendrung menurun sampai bulan

Oktober. Hal ini diduga, karena pada bulan Agustus termasuk dalam keadaan bulan kering

(kemarau). Hama tungau merah perkembangannya lebih tinggi pada saat bulan kering karena

siklus hidupnya lebih cepat dibandingkan musim hujan dan populasinya menurun dengan

intensitas curah hujan yang tinggi. Serangan hama tungau merah pada saat bulan kering akan

memperparah keadaan tanaman karena cairan tanaman dihisap hama tungau yang dapat

mengakibatkan daun menguning dan gugurnya buah muda (Wuryantini dan Endarto, 2003).

Sedangkan hama peliang daun mengakibatkan pucuk daun terpuntir dan keriting yang akan

menghambat pembungaan.Sedangkan serangan hama pengerek buah fluktuasinya tidak terlalu

tinggi, masih pada tahap serangan ringan. Tinggi rendahnya serangan hama ini sangat tergantung

dengan ada tidaknya buah yang ada dilapangan sebagai inang tempat berkembang biak serta

jumlah populasinya. Serangan hama lalat buah sangat tergantung dengan ada tidaknya buah yang

menjelang matang, karena hama ini menyerang mulai pada periode tesebut. Jadi serangan bisa

saja tidak ada apabila masih pada kondisi sebagian besar buah masih muda, mengingat umur

tanaman lokasi pengkajian baru berumur 2 tahun kontiyuitas buahnya belum stabil.

KESIMPULAN

1. Hasil pengkajian menggambarkan adanya beberapa OPT utama yang menyerang tanaman

jeruk RGL, yaitu: hama tungau merah; ulat peliang daun; penggerek buah dan lalat buah.

2. Status serangan hama peliang daun memperlihatkan katagori (ringan - sedang) dengan

intesitas serangan 9,16% - 26,67%;, hama tungau merah katagori (ringan - sedang) dengan

intesitas serangan 4,16% - 28,33%; hama penggerek buah katagori (ringan) dengan intesitas

serangan 5,6% - 12,18%; dan hama lalat buah katagori (ringan) dengan intesitas serangan 0%-

5,5%.

DAFTAR PUSTAKA

Altieri, M.A. & C.I. Nicholls. 1999. Biodiversity, Ecosystem Function, and Insect Pest

Management in Agricultural System. Dalam Biodiversity in Agroecosystems, Eds. W.W.

Collins & C.O. Qualset. Lwis Publ. New York. pp.69-84.

BPPK Air Dingin. 2012. Programa Penyuluhan Pertanian Tahun 2012. Balai Penyuluhan

Pertanian Kecamatan Rimbo Pengadang. Kabupaten Lebong.

Page 172: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

161 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Ditlintan. 2008. Pedoman Pengamatan dan Pelaporan Perlindungan Tanaman Pangan. Direktur

Perlindungan Tanaman. Direkrorat Jendaral Tanaman Pangan. Jakarta.

Dwiastuti. M. E., A. Triwiratno., O. Endarto., S. Wuryatini dan Yunimar. 2011. Petunjuk Teknis

Pengenalan dan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Jeruk. Balai Penelitian Jeruk

dan Tanaman Subtropika. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian

Pertanian. Jakarta.

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of Crops in Indonesia. PT. Ictiar Baru Van Houve. Jakarta.

Nurariaty, A dan Najamuddin. 2008. Inventarisasi Keberadaan Hama Dan Predatornya Pada

Pertanaman Jeruk Besar (Citrus grandis L.) di Kabupaten Pangkep. Prosd. Seminar Ilmiah

dan Pertemuan Tahunan PEI PFI Komda Sulsel (5 November 2008). Komisaris Daearah

PEI PFI Provinsi Sulawesi Selatan. Makasar.

Raharjho, B. T., Toto. H, dan Widodo. B.U. 2009. Penyebaran Jenis Lalat Buah (Diptera :

Terhritidae) dan Parasitoidnya Di Kabupaten Magetan. Agritek Vol. 17 No.2. Maret 2009.

205-213 Hal.

Swift, M.S., J. Vandermer, P.S. Ramakrishnan, J.M. Anderson, C.K. Ong & B.A. Hawkins. 1996.

Biodiversity and agroecosystem function, dalam Functional Roles of Biodiversity: A

Global Perspective. Ed. H.A. Mooney. John Wiley & Sons, New York. pp.261-298.

Suwantoro, B. 2010. Mengenal Jeruk Rimau Gerga Lebong Lebih Dekat. Balai Benih

Hortikultura Rimbo Pengadang. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten

Lebong. Tubei.

Wuryantini, S. dan Endarto, O. 2003. Pengendalian Tungau Penyebab Utama Burik Pada Buah

Jeruk. Sirkular Inovasi Teknologi Jeruk. Volume: 07, Juli 2003. Loka Penelitian Jeruk.

Malang.

Page 173: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

PETERNAKAN DAN PERKEBUNAN

Page 174: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

165 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

MODEL FORMULASI PAKAN SAPI POTONG

UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PSDSK

Agung Prabowo

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan

Telp. 0711-410155, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pakan merupakan faktor utama dalam usaha sapi potong secara intensif. Kurang lebih 70% dari biaya

produksi adalah untuk pakan sehingga pakan seimbang yang efisien, murah dan memenuhi kebutuhan ternak sangat

dibutuhkan. Untuk mempermudah dan mempercepat proses formulasi pakan seimbang yang efisien, murah dan

memenuhi kebutuhan ternak diperlukan suatu aplikasi software. Tulisan ini bertujuan untuk memperkenalkan model

formulasi pakan dan memberikan informasi pakan seimbang yang efisien, murah dan memenuhi kebutuhan ternak.

Pakan yang diformulasikan dengan menggunakan model formulasi pakan dan lebih efisien dan seimbang. Model

formulasi pakan ini dapat digunakan sebagai penunjang kegiatan PSDSK.

Kata kunci: model, formulasi pakan, sapi potong

PENDAHULUAN

Pakan merupakan campuran dari dua atau lebih bahan pakan. Pakan sapi pada

umumnya terdiri dari pakan hijauan dan konsentrat. Pakan hijauan dapat berupa rumput dan

legum, sedangkan pakan konsentrat merupakan campuran dari dedak, biji-bijian, bungkil dan

tepung ikan.

Pakan yang baik adalah pakan seimbang, yaitu pakan yang mengandung nutrien yang

cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak sesuai dengan tujuan pemeliharaan (Chuzaemi, 2002).

Pakan seimbang yang sesuai dengan kebutuhan ternak diharapkan dapat mengoptimalkan

produktivitas ternak.

Untuk memformulasi pakan seimbang yang efisien, murah dan dapat memenuhi

kebutuhan ternak diperlukan: 1). tabel kebutuhan nutrien, 2). tabel komposisi/kandungan nutrien

bahan pakan dan 3). tabel harga bahan pakan. Agar proses formulasi pakan berjalan dengan

mudah dan cepat, maka diperlukan suatu aplikasi formulasi pakan. Oleh karena itu pada

kesempatan ini akan diperkenal suatu model formulasi pakan dengan menggunakan microsoft

excel. Model ini dirancang untuk mempermudah proses formulasi pakan sehingga proses

formulasi pakan dapat dijalankan oleh semua orang yang dapat mengoperasikan microsoft excel

dengan kata lain semua orang yang dapat menjalankan microsoft excel dapat memformulasi

pakan seimbang yang efisien, murah dan dapat memenuhi kebutuhan ternak dengan mudah dan

cepat. Untuk mempermudah proses formulasi pakan, aplikasi ini dilengkapi dengan petunjuk,

grafik perbandingan kebutuhan nutrien dan grafik perbandingan harga dalam satu tayangan.

Aplikasi ini diharapkan dapat memberikan kenyamanan bagi pengguna dalam proses formulasi

pakan dan dapat disebarluaskan kepada petugas lapang, peternak dan stakeholder yang lainnya.

BAHAN DAN METODA

Model Formulasi Pakan

Model formulasi pakan yang digunakan adalah model formulasi pakan seimbang yang

efisien dan murah. Model ini disusun berdasarkan kebutuhan nutrien, bobot badan (BB) dan

pertambahan bobot badan harian (PBBH) ternak. Ada enam nutrien yang digunakan sebagai dasar

formulasi pakan, yaitu: bahan kering (BK), energi metabolisme (ME), total digestible nutrien

(TDN), protein kasar (PK), kalsium (Ca) dan fosfor (P). Pakan yang diformulasikan harus

memenuhi kebutuhan minimal nutrien tersebut di atas dan nilainya tidak jauh di atas kebutuhan

minimal sehingga sisa nutrien (yang tidak termanfaatkan oleh ternak) yang keluar dalam bentuk

feses dapat ditekan seminimal mungkin. Dalam model ini tersedia tabel komposisi bahan pakan,

tabel kebutuhan nutrien dan tabel harga bahan pakan. Tabel komposisi dan harga dapat diedit.

Alur proses formulasi pakan dengan model ini adalah sebagai berikut:

Page 175: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

166 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Analisis Data

Data hasil simulasi formulasi pakan dianalisis dengan analisis sidik ragam dengan

menggunakan rancangan acak lengkap pola searah (Gaspersz, 1991) dan dilanjutkan dengan uji

beda nyata dengan taraf kepercayaan 5% (Gomez dan Gomez, 1984).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan Kering (BK)

Hasil simulasi formulasi pakan disajikan dalam Tabel 1. Selisih BK menunjukkan beda

nyata antara P1 dan P2 dengan P3. P1 dan P2 lebih rendah dibanding P3, sedangkan P2 lebih

rendah dibanding P1. Hasil ini menunjukkan bahwa P1 lebih baik dibanding P2 dan P3,

sedangkan P3 lebih baik dibanding P2. Semakin kecil selisih nilai BK, semakin baik formulasi

pakan yang dihasilkan. Nilai negatif menunjukkan bahwa nilai BK P2 masih di bawah kebutuhan

minimal.

Tabel 1. Selisih zat gizi pakan terhadap kebutuhan untuk sapi potong dengan bobot badan 300 kg

dan pertambahan bobot badan harian 0,25 kg.

Parameter P1 (PS) P2 (10% H) P3 (10% H + 1% K)

BK (kg) 0,84a -0,28

a 2,32

b

ME (Mcal/kg) 2,24a 40,84

b 49,04

c

TDN (kg) 0,74a 11,32

b 13,42

c

PK (g) 16,32a 1.845,20

b 2.220,20

c

Ca (g) 4,28a 158,00

b 159,80

b

P (g) 6,32a 72,20

b 118,70

c

ME, TDN, PK dan P

Selisih ME, TDN, PK dan P menunjukkan beda nyata antara P1, P2 dan P3. P1 lebih

rendah dibanding P2 dan P3, sedangkan P2 lebih rendah dibanding P3. Hasil ini menunjukkan

bahwa P1 lebih baik dibanding P2 dan P3, sedangkan P2 lebih baik dibanding P3. Semakin kecil

selisih nilai ME, semakin baik formulasi pakan yang dihasilkan.

Kalsium (Ca)

Selisih Ca menunjukkan beda nyata antara P1 dengan P2 dan P3. P1 lebih rendah

dibanding P2 dan P3. Hasil ini menunjukkan bahwa P1 lebih baik dibanding P2 dan P3. Semakin

kecil selisih nilai Ca, semakin baik formulasi pakan yang dihasilkan.

Memilih bahan pakan yang murah, mudah didapat dan cukup tersedia

Menentukan jumlah/banyaknya bahan pakan dengan melihat petunjuk, grafik perbandingan nutrien dan grafik harga

Pakan seimbang yang efisien, murah dan memenuhi kebutuhan ternak

Page 176: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

167 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Kandungan Nutrien Pakan P1

Kecukupan nutrien pakan P1 disajikan dalam Gambar 1. Kandungan nutrien P1

menunjukkan di antara kandungan minimal dan maksimal nutrien yang dibutuhkan sapi potong.

Hasil ini menunjukkan bahwa formulasi pakan untuk P1 telah memenuhi pakan seimbang

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

BK ME TDN PK Ca P

Zat Gizi Pakan

PS

K. Min

K. Maks

Gambar 1. Perbandingan zat gizi pakan P1 (PS) dengan kebutuhan minimal zat gizi pakan

untuk sapi potong dengan bobot badan 300 kg dan pertambahan bobot badan

harian 0,25 kg.

Kandungan Nutrien Pakan P2

Kecukupan nutrien pakan P2 disajikan dalam Gambar 2. Kandungan nutrien P2

menunjukkan di atas kandungan maksimal yang dibutuhkan sapi potong dengan BB 300 kg dan

PBBH 0,25 kg untuk nutrien ME, TDN, PK, Ca dan P, sedangkan BK di bawah kebutuhan

minimal (Gambar 2). Hasil ini menunjukkan bahwa P2 tidak memenuhi pakan seimbang.

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

14,0

BK ME TDN PK Ca P

Zat Gizi Pakan

10% H

K. Min

K. Maks

Gambar 2. Perbandingan zat gizi pakan P2 (10% H) dengan kebutuhan minimal zat

gizi pakan untuk sapi potong dengan bobot badan 300 kg dan pertambahan

bobot badan harian 0,25 kg.

Page 177: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

168 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Kandungan Nutrien Pakan P3

Kecukupan nutrien pakan P3 disajikan dalam Gambar 3. Kandungan nutrien P3

menunjukkan di atas kandungan maksimal yang dibutuhkan sapi potong dengan BB 300 kg dan

PBBH 0,25 kg. Hasil ini menunjukkan bahwa P3 tidak memenuhi pakan seimbang.

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

14,0

BK ME TDN PK Ca P

Zat Gizi Pakan

10% H+1% K

K. Min

K. Maks

Gambar 3. Perbandingan zat gizi pakan P3 (10% H + 1% K) dengan kebutuhan minimal zat

gizi pakan untuk sapi potong dengan bobot badan 300 kg dan pertambahan bobot

badan harian 0,25 kg.

KESIMPULAN

Pakan yang diformulasikan dengan menggunakan model formulasi pakan dapat lebih efisien dan

seimbang.

DAFTAR PUSTAKA

Chuzaemi. S. 2002. Arah dan Sasaran Penelitian Nutrien Sapi Potong Di Indonesia. Workshop

Sapi Potong. Lolit Sapi Potong Grati. Pasuruan.

Gaspersz, V. 1991. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Penerbit Tarsito. Bandung.

Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1984. Statistical Procedures for Agricultural Research. nd ed. A

Wiley Interscience Publication. John Wiley and Sons, Inc., New York.

HASIL DISKUSI

Tanya : Bagaimana penyusunan formula pakan apabila tidak tersedia bisa digantikan dengan

yang lainnya

Jawab : Yang menjadi kendala didaerah lain apabila bahan pakannya tidak ada bisa digantikan

dengan bahan baku yang lain dengan catatan kandungan nutrisinya cukup mendekati

Tanya : Tidak disebutkan pakan yang dibuat untuk jenis sapi karena antara sapi PO dengan

yang lain kebutuhannya tidak sama. Apakah langsung secara otomatis?

Jawab : Data yang kami miliki adalah jenis sapi yang sudah diuji di luar negeri. Program/model

formulasi pakan yang kami miliki belum terlalu sempurna

Tanya : Formula pakan yang disusun sudah apa belum diujikan secara langsung ditingkat

pengguna atau diuji secara kimia dengan analisa proksimat

Jawab : Tergantung peternaknya sendiri mau memakai formula yang buat. Adapun data- data

pakan yang digunakan berasal dari beberapa peneliti

Page 178: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

169 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

HUBUNGAN KONSUMSI PAKAN DENGAN POTENSI LIMBAH PADA SAPI

BALI UNTUK PUPUK ORGANIK PADAT DAN CAIR

I Nyoman Adijaya dan I M. R. Yasa

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pada pengembangan sistem pertanian terintegrasi (Simantri) oleh Pemda Bali pengelolaan limbah ternak

sapi merupakan salah satu inovasi yang diperkenalkan. Hal ini disebabkan karena selama ini limbah yang merupakan

hasil ikutan pada usaha ternak sapi masih banyak yang belum terkelola dengan baik. Limbah ternak sapi jika dikelola

secara baik dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik. Identifikasi dilakukan di kandang koloni Kelompok

Ternak Munduk Lingker Nadi, Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Bali dari bulan Pebruari-Juli 2012.

Pengukuran potensi limbah dilakukan pada 16 ekor induk sapi dengan berat antara 225 kg-250 kg. Hasil analisis

menunjukkan jumlah limbah yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsumsi pakan dan kualitas pakan yang

diberikan. Rata-rata limbah padat segar dan urin yang dihasilkan selama periode Pebruari-Juli 2012 yaitu 14,87 kg dan

5,94 liter dari rata-rata konsumsi pakan dan air minum 17,91 kg dan 7,39 liter per hari. Rasio konsumsi pakan yang

diberikan rata-rata 7,96%-7,16%, hasil limbah padat segar 5,95%-6,61%, urin 2,38%-2,64% dan rata-rata hasil kompos

kadar air 20% sebesar 1,09%-1,21% dibandingkan bobot induk sapi. Potensi ekonomis limbah yang dihasilkan seekor

induk sapi Bali yaitu sebesar Rp 4.335 dengan pendapatan dari kompos sebesar Rp 1.365 dan bio urin Rp 2.970 per

hari.

Kata kunci: konsumsi pakan, potensi limbah, pupuk organik

PENDAHULUAN

Ternak sapi merupakan ternak yang dominan dikembangkan pada program

pengembangan pertanian terintegrasi (Simantri) oleh Pemda Bali. Pengembangan pertanian

terintegrasi dalam bentuk unit percontohan kandang koloni dilengkapi dengan instalasi

pengolahan limbah ternak sapi baik padat maupun cair. Dinas Pertanian Tanaman Pangan

Provinsi Bali (2011) melaporkan sampai tahun 2012 telah dikembangkan 300 Simantri di seluruh

Kabupaten/Kota di Bali dan sampai tahun 2013 Simantri ditargetkan dapat dikembangkan di 500

lokasi.

Pendekatan kegiatan Simantri adalah adanya sistem usahatani dengan sistem zero

waste, dengan harapan terjadinya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal secara optimal dan

mengurangi ketergantungan akan input luar. Kariasa (2005) menyatakan ciri utama dari sistem

integrasi tanaman-ternak adalah adanya sinergisme atau keterkaitan yang saling mengntungkan

antara tanaman dan ternak. Petani memanfaatkan kotoran ternaknya sebagai pupuk organik untuk

memupuk tanamannya kemudian memanfaatkan limbah pertanian untuk pakan ternak.

Pengelolaan limbah ternak sapi secara optimal merupakan salah satu inovasi yang

dikenalkan untuk meningkatkan kemandirian petani akan pupuk (fertilizer). Diwyanto (2008)

menyatakan banyak kasus pada usaha ternak sapi mengalami kerugian karena tergantung pada

input luar sehingga upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan mengoptimalkan pemanfaatan

sumberdaya lokal termasuk pengelolaan limbahnya. Lebih lanjut Diwyanto dan Priyanti (2009)

menyatakan untuk meningkatkan pendapatan peternak upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan

mengelola hasil ikutan (limbah) ternak menjadi pupuk organik padat dan cair serta menjadi

biogas, sedangkan Kusnadi (2008) menyatakan kebijakan yang perlu diterapkan untuk

peningkatan pemanfaatan potensi sumberdaya lokal dalam pengembangan sistem integrasi

tanaman ternak (SITT) yaitu pengelolaan limbah menjadi kompos/pupuk organik dan biogas.

Produksi limbah/kotoran ternak yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh konsumsi

pakan. Kaharudin dan Mayang (2010) menyatakan ternak sapi penggemukan dengan

pertambahan bobot 1,0 kg mampu menghasilkan 25 kg kotoran/ekor/hari dan sangat dipengaruhi

oleh jumlah pakan yang diberikan.Kajian tentang potensi limbah yang dihasilkan oleh ternak sapi

Bali masih sangat jarang dilakukan. Sehingga kajian ini diharapkan mampu memberikan

gambaran akan potensi limbah yang dihasilkan ternak sapi dikaitkan dengan konsumsi pakan.

Page 179: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

170 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

BAHAN DAN METODA

Penelitian dilaksanakan di kandang koloni Simantri Kelompok Munduk Lingker Nadi

Desa Sumberkima dari bulan Februari - Juli 2012. Pengukuran dilakukan pada 4 kandang

permanen yang berisi masing-masing 4 ekor sapi induk dengan berat berkisar 225 - 250 kg.

Pengamatan terhadap konsumsi pakan dilakukan dengan penimbangan jumlah pakan yang

diberikan pada sapi dan mengurangi dengan sisa pakan selama 24 jam. Pengukuran limbah padat

segar dan cair yang dihasilkan dilakukan dengan melakukan penimbangan dan pengukuran

volume limbah cair/urin yang dihasilkan selama 24 jam. Pengukuran serupa juga dilakukan

terhadap konsumsi air minum. Pengukuran dilakukan setiap 1 minggu sekali.

Data yang dikumpulkan dianalisis deskriptif untuk mengetahui trend dan rata-rata dari

variabel yang diamati. Untuk menentukan kadar air kotoran padat segar, diambil sampel limbah

padat masing-masing 200 g sebanyak 5 sampel dan dioven untuk mendapatkan berat kering

ovennya. Selanjutnya Kadar air (K.a.) limbah padat segar dihitung dengan formula:

k.a. limbah padat segar (%) = (BB – BKO) limbah

x 100% BB limbah

Keterangan: BB = Berat basah

BKO = Berat kering oven

Penghitungan berat kompos kadar air (k.a) 20% dilakukan dengan menggunakan formula

Berat kompos k.a. 20% = (100 – k.a. limbah padat segar) %

x BB limah segar (100 – 20)%

Untuk menghitung rasio konsumsi pakan/ekor/hari dilakukan dengan formula dibawah.

Perhitungan serupa juga dilakukan terhadap hasil limbah padat segar, hasil limbah cair/urin dan

hasil kompos kadar air 20%.

Rasio konsumsi pakan (%) = Konsumsi pakan (kg)

x 100% Bobot sapi (kg)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan Konsumsi Pakan dengan Limbah yang Dihasilkan

Musim sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pakan yang diberikan petani pada

ternak sapinya. Menurunya curah hujan (Lampiran ), diikuti oleh penurunan ketersediaan pakan

ternak (HMT) di lokasi kajian. Penurunan ketersediaan pakan mempengaruhi jumlah pakan yang

diberikan petani pada ternak sapinya. Dari periode Pebruari sampai bulan Juli terjadi penurunan

konsumsi pakan ternak sapi dari rata-rata 19,73 kg/ekor/hari menjadi 13,46 kg/ekor/hari atau

menurun 31,78%.

Konsumsi pakan memiliki hubungan linier dengan hasil kotoran padat dan cair (urin)

yang dihasilkan, sedangkan penurunan curah hujan diikuti oleh peningkatan konsumsi air minum

ternak sapi. Selama enam bulan pengamatan (Pebruari-Juli) rata-rata konsumsi pakan sebesar

17,91 kg, konsumsi air minum 7,39 liter, kotoran padat 14,87 kg dan urin yang dihasilkan sebesar

5,94 literper hari (Tabel 1). Perkembangan konsumsi pakan, air minum, kotoran padat dan urin

yang dihasilkan seperti Gambar 1.

Page 180: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

171 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 1. Rata-rata konsumsi pakan, air minum, limbah padat dan cair yang dihasilkan per ekor

induk sapi Bali di Desa Sumberkima periode Februari-Juli 2012.

Uraian Bulan

Jumlah Rerata Februari Maret April Mei Juni Juli

Konsumsi pakan (kg) 19,73 19,49 19,35 18,86 16,56 13,46 107,45 17,91

Air minum (liter) 6,77 6,95 7,25 7,52 7,86 8,00 44,35 7,39

Kotoran padat (kg) 16,28 16,05 15,93 15,74 13,69 11,57 89,25 14,87

Urin (liter) 6,75 6,67 6,60 6,13 5,00 4,52 35,66 5,94

Rasio kotoran padat segar

dan konsumsi pakan (%)

82,51 82,35 82,33 83,46 82,67 85,96 499,27 83,03

Hubungan antara konsumsi pakan berbading lurus dengan kotoran padat dan urin yang

dihasilkan dan berbanding terbalik dengan konsumsi air minum ternak (Gambar 1). Ketersediaan

HMT secara drastis menurun mulai bulan Juni yang ditandai dengan penurunan pemberian pakan

pada ternak sapi. Penurunan konsumsi pakan dipengaruhi oleh penurunan ketersediaan hijauan

pakan ternak akibat pengaruh musim/curah hujan. Dengan menurunnya curah hujan (Lampiran

1), menyebabkan menurunnya ketersediaan hijauan pakan ternak sehingga berpengaruh terhadap

jumlah pakan yang diberikan.Yasa et all., (2005) menyatakan selain ketersediaan HMT menurun

pada musim kemarau, jenis pakan yang diberikan pada ternak sapi juga lebih mengandalkan

pakan kering seperti jerami padi, jagung dan rumput kering.

Konsumsi air minum ternak sapi meningkat dengan semakin menurunnya curah hujan.

Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan suhu lingkungan serta menurunnya kadar air pakan yang

diberikan. Penurunan curah hujan yang berpengaruh terhadap peningkatan suhu lingkungan akan

meningkatkan respirasi sehingga menyebabkan peningkatan kemampuan ternak sapi dalam

mengkonsumsi air minum. Akan tetapi peningkatan konsumsi air minum tidak diikuti

peningkatan produksi urin. Produksi urin selain dipengaruhi oleh konsumsi air minum juga

dipengaruhi oleh kadar air pakan yang diberikan. Parwati et all., (2008) mendapatkan produksi

urin seekor sapi Bali di dataran tinggi dapat mencapai 19 liter per hari. Hal ini diduga disebabkan

oleh tingginya kadar air pakan yang diberikan.

Gambar 1. Perkembangan konsumsi pakan,air minum, limbah padat dan cair yang

dihasilkan per ekor induk sapi Bali di Desa Sumberkima periode Pebruari-

Juli 2012.

Page 181: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

172 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Potensi Pupuk Organik Padat dan Cair

Hasil perhitungan yang dilakukan menunjukkan rata-rata kadar air limbah padat segar

yang dihasilkan induk sapi di daerah ini yaitu 85,30% dengan rasio konsumsi pakan yang

diberikan selama periode Februari-Juli 2012 yaitu 7,96%-7,16% dibandingkan bobot induk sapi.

Hasil perhitungan juga menunjukkan rata-rata 83,03% dari pakan yang diberikan akan menjadi

limbah padat.

Rasio limbah padat segar yang dihasilkan juga meningkat dengan menurunnya

konsumsi pakan. Perhitungan yang dilakukan pada bulan Juli menunjukkan rasio limbah segar

yang dihasilkan sebesar 85,96% dari konsumsi pakan. Hal ini disebabkan oleh menurunnya

kualitas pakan yang diberikan. Pakan yang diberikan pada bulan-bulan kering umumnya berupa

pakan kering dengan kandungan serat yang tinggi seperti jerami jagung, jerami padi dan rumput

kering. Hasil ini sesuai dengan hasil PRA yang dilaksanakan di Desa Musi dan Sanggalangit

yang mendapatkan bahwa pada musim-musim kering pakan yang diberikan pada ternak sapi di

daearah ini banyak berupa pakan kering seperti jerami dan rumput kering yang memiliki

kandungan serat yang tinggi (Yasa et all., 2005; Adijaya et all., 2008).

Tabel 2. Potensikompos k.a. 20% yang dihasilkan dari limbah padat segar dan urin yang

dihasilkan seekor induk sapi Bali di Desa Sumberkima, tahun 2012.

Uraian Rata-rata

ekor/hari ekor/bulan ekor/tahun

Limbah padat segar (kg) 14,87 446,10 5.353,20

Kompos k.a. 20% (kg) 2,73 81,97 963,65

Urin (liter) 5,94 178,20 2.138,40

Perhitungan potensi pupuk kompos kadar air 20% yang dihasilkan yaitu sebesar 2.732

g/ekor/hari, setara dengan 81,97 kg/ekor/bulan atau 963,65 kg/ekor/tahun (Tabel 2). Hasil

perhitungan selama enam bulan pengamatan menunjukkan rasio limbah padat segar, urin dan

kompos kadar air 20% yang dihasilkan seekor induk sapi Bali yaitu masing-masing 5,95% -

6,61%, 1,09%-1,21% dan 2,38%-2,62% dari beratnya. Hasil yang diperoleh lebih tinggi

dibandingkan pernyataan Kaharudin dan Mayang (2010) yang menyatakan seekor sapi

penggemukan dengan peningkatan bobot 0,5 kg/hari dapat menghasilkan kotoran sebesar 12,5 kg.

Potensi limbah cair/urin yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh penurunan konsumsi

pakan walaupun konsumsi air minum mengalami peningkatan akibat penurunan curah hujan dan

peningkatan suhu harian (Tabel 1). Sampai bulan Mei potensi urin yang dihasilkan seekor induk

sapi masih diatas 6 liter/ekor/hari sedangkan pada bulan Juni dan Juli potensi urin mengalami

penurunan menjadi dibawah 5 liter/ekor/hari. Rata-rata selama enam bulan pengamatan seekor

induk sapi mampu menghasilkan rata-rata 5,94 liter/hari, setara dengan 178,20 liter/bulan dan

2.138,40 liter/tahun (Tabel 2).

Potensi Ekonomis Limbah

Dengan asumsi data selama enam bulan pengamatan mampu mewakili kondisi dalam

satu tahun maka seekor induk sapi Bali memiliki potensi memberikan tambahan pendapatan dari

limbah sebesar Rp 4.335 dengan kontribusi Rp 1.365 dari kompos dan Rp 2.970 dari bio urin.

Potensi per bulan dan per tahun dapat dihitung dengan mengalikan pendapatan per hari (Tabel 3).

Hal ini sesuai dengan pendapat Haryanto (2009) yang menyatakan dengan penerapan sistem

integrasi tanaman-ternak bebas limbah akan diperoleh beberapa keuntungan seperti peningkatan

dari perluasan sumber pendapatan dan mengurangi pencemaran lingkungan.

Hasil penghitungan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada

penelitian Rohaeni et al., (2005) yang mendapatkan dalam sebulan seekor sapi mampu

menghasilkan pendapatan dari pupuk kandang sebesar Rp 15.000 atau setara dengan Rp 500 per

hari. Hal ini disebabkan karena limbah belum diolah sehingga nilai jualnya menjadi lebih rendah.

Page 182: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

173 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 3. Potensi pendapatan dari kompos k.a. 20% dan urin yang dihasilkan seekor induk sapi

Bali di Desa Sumberkima, tahun 2012.

Uraian Rata-rata

ekor/hari ekor/bulan ekor/tahun

Kompos ka. 20% (Rp) 1.365 40.985 481.825

Bio Urin (Rp) 2.970 89.100 1.069.200

Jumlah (Rp) 4.335 130.085 1.551.025

Keterangan: harga kompos per kg dan urin per liter masing-masing Rp 500,-

KESIMPULAN

1. Jumlah konsumsi pakan ternak sapi berkorelasi positif dengan jumlah limbah yang dihasilkan.

2. Rata-rata limbah padat segar dan urin yang dihasilkan seekor induk sapi dengan berat 225 kg -

250 kg adalah 14,87 kg dan 5,94 liter per hari.

3. Rasio limbah padat segar, urin dan kompos kadar air 20% yang dihasilkan per hari dengan

berat sapi yaitu masing-masing 5,95% – 6,61%, 2,38%-2,62% dan 1,09%-1,21%.

4. Potensi pendapatan dari limbah seekor induk sapi Bali yaitu sebesar Rp 4.335 dengan

pendapatan dari kompos sebesar Rp 1.365 dan bio urin Rp 2.970 per hari.

DAFTAR PUSTAKA

Adijaya, N., I G.A.K. Sudaratmaja, K. Mahaputra, W. Trisnawati, Suharyanto, S. Guntoro, J.

Rinaldi, D.A.A. Elizabeth, P.Y. Priningsih dan A. Rachim. 2008. Prima Tani LKDRIK

Desa Sanggalangit. (Laporan Akhir). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.

Denpasar.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. 2011. Evaluasi Kegiatan Sistem Pertanian

Terintegrasi (Simantri) Tahun 2009 dan Pelaksanaan Kegiatan Tahun 2010. Makalah

disampaikan pada Evaluasi Kegiatan Simantri, tanggal 20 Maret 2011. Badan Perencanaan

dan Pembangunan Daerah Provinsi Bali. Denpasar.

Diwyanto, K. 2008. Pemanfaatan Sumber Daya Lokal dan Inovasi Teknologi dalam Mendukung

Pengembangan Sapi Potong di Indonesia. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. ;1(3). 173-188.

Diwyanto, K. dan A. Priyanti. 2009. Pengembangan Industri Peternakan Berbasis Sumberdaya

Lokal. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Jakarta. ;2(3): 208-228.

Haryanto, B. 2009. Inovasi Teknologi Pakan Ternak dalam Sistem Integrasi Tanaman-Ternak

Bebas Limbah Mendukung Upaya Peningkatan Produksi Daging. Jurnal Pengembangan

Inovasi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. ;2(3):163-176.

Kaharudin dan Mayang, F.S. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Umum Limbah Ternak Untuk

Kompos dan Biogas. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat.

Mataram.

Kariasa, K. 2005. Sistem Integrasi Tanaman-Ternak dalam Perspektif Reorientasi Kebijakan

Subsidi Pupuk dan Peningkatan Pendapatan Petani. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian

3(1) 2005: 68-80.

Kusnadi, U. 2008. Inovasi Teknologi Peternakan dalam Sistem Integrasi Tanaman-Ternak untuk

Menunjang Swasembada Daging Sapi. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. ;1(3): 189-205.

Parwati, I.A., I.N. Suyasa, I.W. Sunanjaya, L.G. Budiari dan N. Sriyani. 2008. Prima Tani

LKDTIB di Kabupaten Bangli. (Laporan Akhir). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Bali. Denpasar.

Page 183: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

174 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Rohaeni, E.S., A.Subhan, N. Amali, Sumanto dan A. Darmawan. 2005. Kontribusi Pendapatan

Pemeliharaan Ternak Sapi dalam Sistem Integrasi Jagung dan Ternak Sapi di Lahan

Kering. Balai Pengkajian Teknologi Kalimantan Selatan. Banjarmasin.

Yasa, I.M.R., I G.A.K. Sudaratmaja, I. N. Adijaya,K. Mahaputra, W. Trisnawati, Suharyanto, S.

Guntoro, J. Rinaldi, D.A.A. Elizabeth dan P.Y. Priningsih 2005. Participatory Rural

Appraisal Prima Tani LKDRIK Desa Sanggalangit. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Bali. Denpasar.

Lampiran 1. Curah hujan di Kecamatan Gerokgak Januari-Juli Tahun 2012.

B u l a n Curah hujan (mm) Jumlah hari hujan (hari)

Januari 176,5 9

Februari 171,0 8

Maret 188,5 10

April 64,0 5

Mei 44,5 4

Juni 4,0 1

Juli - -

Sumber: Stasiun Cuaca Balai Benih Pembantu Palawija Desa Patas, Kecataman Gerokgak, Buleleng.

HASIL DISKUSI

Tanya : Berapa waktu yang dibutuhkan untuk melihat dampak pakan terhadap kandungan

kotoran ternak.

Jawab : Daya tunas adalah fertilitas. Contohnya pada telur itik untuk meningkatkan daya tunas

dapat dilakukan dengan mempercepat perbandingan jantan dan betina. Waktu yang

dibutuhkan untuk melihat dampak pakan terhadap kandungan kotoran ternak dapat

dilihat melalui kondisi elastisitas yang ada di petani di wilayah binaan BPTP Bali ada

300 unit yang terdiri dari kandang kolam, rumah pakan, dan rumah kompos. Komposisi

pakan di ukur melalui limbah padat dan cairnya kemudian dibandingkandibandingkan.

Setelah 6 bulan berbanding lurus masih banyak konsumsi pakan yang dibutuhkan,

makin banyak limbahnya. 83-86 % pakan yang diberikan menjadi limbah.

Page 184: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

175 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP KEBERLANJUTAN KETERSEDIAAN

PAKAN SAPI BALI DI BALI

I Made Rai Yasa dan I N Adijaya

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali

ABSTRAK

Keberlanjutan pengembangan ternak pada suatu wilayah ditentukan oleh ketersediaan pakan, yang terkait

dengan tata guna lahan. Pada saat ini sektor pertanian di Bali terkendala oleh beberapa factor antara lain tingginya alih

fungsi lahan.Terkait dengan permasalahan tersebut, dilakukan penelitian untuk mengetahui dampak alih fungsi lahan

terhadap keberlanjutan ketersediaan pakan sapi Bali di Bali. Karena permasalahan pakan merupakan permasalahan

kompleks dan dinamis, maka model disusun dengan pendekatan sistem dinamik. Penelitian dilaksanakan dari bulan

Juli sampai Nopember 2011, menggunakan software Powersim Constructor versi 2.5d. Hasil penelitian menunjukkan,

apabila tidak dilakukan perubahan kebijakan, luas sawah berpotensi menyusut dari 80.997 ha menjadi 63.641 ha pada

tahun 2034, hutan menyusut dari 123.120 ha menjadi 120.077, perkebunan dari 122.780 menjadi 102.049 ha, namun

luas lahan kering meningkat dari 197.006 ha menjadi 240.970 ha dan lahan lainnya meningkat dari 39.763 ha menjadi

45.880 ha. Sebagai dampaknya persentase kecukupan pakan sapi di Bali sampai tahun 2034 akan menurun dari 108%

(tahun 2009) menjadi 77%, dan kecukupan pakan 100% (produksi sama dengan konsumsi) terjadi pada tahun 2014,

yakni pada saat populasi sapi mencapai 777.859 ekor (betina muda 94.042 ekor, godel betina 105.316 ekor, godel

jantan 113.439 ekor, induk 242.366 ekor, jagiran 103.300 ekor dan jantan muda 119.397 ekor).Melalui optimalisasi

pemanfatan limbah Apabila tidak dilakukan perubahan kebijakan, persentase kecukupan pakan sapi di Bali pada tahun

2034 akan menjadi 77%.Untuk menutupi kekurangan pakan tersebut, dapat dilakukan dengan mengoptimalkan

pemanfaatan limbah kakao hingga 80%, limbah kopi hingga 60%, dan jerami padi hingga 60% dari potensi yang

tersedia.

Kata kunci: alih fungsi lahan, ketersediaan pakan, sapi Bali, sistem dinamik

PENDAHULUAN

Bali merupakan salah satu pemasok sapi potong untuk pasar Jakarta. Berdasarkan

Peraturan Gubernur Bali No. 41 tahun 2006, yang diberlakukan sampai tahun 2008, jumlah sapi

Bali yang diizinkan untuk diantarpulaukan sebanyak 75.000 ekor/tahun. Selanjutnya mulai tahun

2009, dengan alasan keseimbangan populasi, izin pengeluaran sapi Bali diturunkan menjadi

55.000 ekor (Bisnis bali.com 2009), padahal menurut Gubernur Bali Made Mangku Pastika,

permintaan sapi Bali untuk pasar Jakarta rata-rata 200.000 ekor per tahun (Kompas.com 2009).

Pada saat ini usaha peningkatkan populasi sapi di Bali, terkendala oleh beberapa factor

antara lain tingginya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Lahan pertanian khususnya

sawah, dari tahun 1995 hingga 2008 menyusut rata-rata 0,7 % atau seluas 639 Ha (BPS Bali

1995; BPS Bali 2009) untuk sector industry khususnya pariwisata, pemukiman dan jasa (Tisna,

2002). Selain sawah, luas hutan, perkebunan dan lahan kering juga mengalami perubahan.

Menurut Yusdja dan Ilham (2006), program pengembangan ternak pada suatu wilayah,

keberlanjutannya ditentukan oleh ketersediaan pakan. Di sisi lain, produksi pakan ditentukan

antara lain oleh tata guna lahan luas tanam, baik itu tanaman pangan maupun perkebunan. Pada

saat ini usaha peningkatkan populasi sapi di Bali, terkendala oleh beberapa factor antara lain

tingginya alih fungsi lahan, baik dari pertanian ke non pertanian maupun keperuntukan lainnya.

Karena permasalahan kecukupan pakan merupakan permasalahan yang kompleks dan dinamis,

yakni untuk produksi terkait dengan perubahan tataguna lahandan jenis tanaman serta kebutuhan

pakan terkait dengan populasi ternak, maka model disusun dengan pendekatan sistem dinamis.

Melalui metode ini diharapkan dapat dibangun model penyediaan pakan yang berkelanjutan

sejalan dengan Heitschmidt et al. (1996), bahwa usaha peternakan akan dapat berkelanjutan

apabila dikembangkan dengan berwawasan ekologis.

BAHAN DAN METODA

Penelitian dilaksanakan di Bali dari bulan Juli sampai Nopember 2011. Metoda yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sistem, dengan Software untuk melakukan

simulasi model adalah Powersim Constructor versi 2.5d. Parameter yang dianalisis adalah

Page 185: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

176 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

parameter produksi dan kebutuhan pakan aktual sebagai dasar untuk menyusun skenario

kebijakan. Untuk mempermudah penyusunan model, model dibagi ke dalam dua sub model, yaitu

sub model produksi dan sub model kebutuhan pakan. Sub model produksi pakan disusun untuk

menganalisis komponen-komponen yang terkait dengan sub sistem produksi pakan, demikian

juga untuk sub model konsumsi.Simulasi data untuk model ini disusun dengan jangka waktu 25

tahun (jangka panjang).

Tingkat validitas model, baikterhadap sub model produksi maupun konsumsi pakan,

dianalisis dengan metode Mean Absolut Percentage Error (MAPE) sesuai dengan Hauke et al.

(2001). Data-data yang divalidasi adalah data populasi ternak, tataguna lahan, data luas tanam

komoditas pertanian dan perkebunan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis sistem, teridentifikasi model usahatani ternak sapi di Bali

adalah model integrasi antara tanaman dengan ternak. Sub model produksi pakan terkait dengan

tata guna lahan dan luas tanam, sedangkan untuk sub model kebutuhan pakan terkait dengan

dinamika populasi sapi Bali (induk, godel, jagiran, jantan muda dan betina muda) yang bersifat

dinamis (Gambar 1).

Populasi

sapi Bali

Populasiinduk

Populasi pedet

(godel) jantan &

betina

Populasijantan

dewasa(jagiran)

Populasibetina &

jantan muda

++

Luas Bali

Hutan

Luas lahan budidayapertanian

-

+

+

Lahan sawah

Lahan

perkebunan

Tanah kering

Tanaman

perkebunan

Tanaman

pangan

Lahan peruntukan lainnya

Tanaman

kakao, kopi,

mete Tanaman padi,jagung, kacangtanah, kacanghijau, ubi kayu

Tanaman

hortikultura

Pakan limbah Pakan bukan limbah++

++++

Kebutuhanpakan

Neraca k ecukupanpakan

Produks i pakan

+

+

+

Gambar 1. Diagram causal loop model produksi dan kebutuhan pakan sapi Bali di Bali.

Sub Model Dinamika Tata Guna Lahan dan Produksi Pakan

Sub model ini disusun untuk menganalisis dampak perubahan tataguna lahan terhadap

dinamika produksi pakan dalam jangka panjang di Bali. Data-data dan asumsi yang digunakan

adalah:

a. Data tataguna lahan dan luas tanam(tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan) dari tahun

2005 sampai 2009, mengacu pada Bali Dalam Angka 2010 (BPS Bali 2010).

b. Data produksi pakan seperti:

Page 186: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

177 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

a) Jerami jagung menggunakan data primer, yakni 4,67 ton/hadan 6,75 ton/ ha; dengan

kandungan bahan kering (BK) mengacu pada Hartadi et all., (1997), yakni

86%.Pemanfaatan jerami jagung pada saat ini sekitar 80%.

b) Jerami padi varietas Ciherang yakni 17,92 ton/hadengan BK 40% (Hartadiet al. 1997),

namunbaru termanfaatkan sekitar 50% dari potensi yang ada.

c) Jerami kacang hijau, mengacu pada Purnomo et all,. (1992) dalam Santoso et al.(2004),

yakni 0,90 ton/ha.

d) Jerami kacang tanah mengacu pada Yasa dan Adijaya (2004), yakni 4,61 ton/ha BK.

e) Jerami singkong, mengacu padaMuller (1974) dalam Sariubang et all., (2000) yakni 0,9-

1,0 ton/ha BK.

f) Limbah mete mengacu pada Guntoro et all., (2002), yakni 19,19 ton/ha dengan BK

17,5%.

g) Potensi limbah kopi adalah 42% dari produksi kopi kering/ha (Guntoroet all., 2004).

Produksi kopi di Bali rata-rata 557kg/ha/tahun (Disbun Bali, 2010), dengan demikian

potensi limbahnya mencapai 450 kg/ha/tahun; namun pemanfaatannya hanya sekitar 0,1%.

Untuk scenario peningkatan produksi pakan, pemanfaatan pakan dari limbah kopi

ditargetkan mencapai 50% tahun 2015.

h) Untuk kakao, Suharyanto, et all., (2006) melaporkan bahwa tanaman kakao produktif rata-

rata menghasilkan jumlah buah sebanyak 22 buah dengan bobot rata-rata 517,1

gram/buahatau11,38 kg/pohon/tahun. Menurut Guntoro et all., (2008), buah kakao terdiri

dari cangkang rata-rata 72,9% dari berat total buah kakao basah. Melalui proses

pengeringan diperoleh bahan kering rata-rata 34%. Dengan produksi limbah basah 8,3

kg/pohon/tahun diperoleh sekitar 2,8 kg tepung limbah kakao kering/tahun. Potensi tersebut

baru termanfaatkan sebanyak 10% oleh petani di lapangan dalam bentuk segar. Pada

Skenario peningkatan produksi pakan, pemanfaatannya dinaikkan menjadi 80% pada tahun

2015.

i) Potensi hijauan per tahun dari masing-masing lahan seperti: 1) sawah yakni dengan

perhitungan 5% dari luas lahan dikalikan dengan 3,75 ton, 2) hutan yakni 5% dari luas

lahan dikalikan dengan 3,75 ton, 3)tanah kering yakni 5% dari luas lahan dikalikan dengan

3,75 ton, 4) perkebunan yakni 5% dari luas lahan dikalikan dengan 3,75 ton ), dan 5)

lahanlainnya 1% dikalikan 3,75 ton/tahun, mengacu pada Atmaja (2006). Rumput lapangan

mengacu pada Bamualim (2010), berkisar3-6 ton/ha (daerah semi arid).

j) Data luas dan potensi produksi pakan dari rumput yang dibudidayakan, mengacu pada

laporan Dinas Peternakan Provinsi Bali (2010) dengan potensi produksi 20 ton bahan

kering/ha/tahun (Atmaja, 2006).

Dinamika Tataguna Lahan

Hasil analisis menunjukkan, sebagai dampak dari pelaksanaan pembangunan pada

berbagai sektor, perubahan tataguna lahan sepertinya tidak dapat dihindarkan. Luas hutan, luas

lahan perkebunan dan sawah berpotensi terus menyusut menjadi tanah kering (tegalan, lahan

tadah hujan, permukiman lahan yang belum dimanfaatkan) dan lahan lainnya (jalan, sarana

penunjang umum dan lain-lain) seperti terlihat pada Gambar 2. Luas lahan kering berpotensi

meningkat dari 197.006 ha (tahun 2009) menjadi 240.970 hektar (tahun 2034) demikian juga

untuk lahan lainnya meningkat dari 39.763hektar menjadi 45.880 hektar; sedangkan pada periode

yang sama hutan menyusut dari 122.780 hektar menjadi 120.077 hektar, perkebunan menyusut

dari 123.120 menjadi 102.049 hektar dan luas sawah dari 80.997 hektar menjadi 63.641 hektar.

Page 187: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

178 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Gambar 2 Dinamika tataguna lahan di Provinsi Bali2009-2034.

Potensi Produksi Pakan Hijauan

Sebagai dampak dari perubahan tata guna lahan (Gambar 2), potensi produksi pakan

hijauan diBali secara keseluruhan sedikit meningkat yaitu dari 61.451 ton/tahun menjadi 61.654

ton/tahun. Potensi peningkatan pakan terjadi karena meningkatnya luas lahan kering dan dari

lahan lainnya; sedangkan potensi penurunan produksi pakan hijauan berasal dari hutan, sawah

dan lahan perkebunan (Gambar 3).

Page 188: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

179 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Gambar 3 Potensi produksi pakanhijauan di Provinsi Bali 2009-2034.

Potensi Produksi Pakan Dari Limbah Tanaman Pangan dan Perkebunan

Salah satu alternatif untuk penyediaan pakan yang murah dan kompetitif adalah melalui

pemanfaatan limbah, seperti limbah pertanian (Mastika 1991). Pemanfaatan limbah untuk pakan

tidak terlalu bermasalah bagi sapi Bali, karena daya adaptasinya yang tinggi terhadap

lingkungan. Sapi Bali memiliki daya cerna pakan yang baik, yaitu mampu memanfaatkan pakan

yang kurang baik, sehingga memiliki sebutan sebagai hewan perintis karena dapat dikembangkan

di daerah kering yang sebelumnya tidak terdapat sapi (Martojo 1990). Menurut Noorginayuwati

dan Jumberi (1995) dengan mengkombinasikan komoditas tanaman pangan, tanaman tahunan dan

ternak akan menjamin produktivitas, pendapatan dan keberlanjutan usahatani.

Potensi produksi pakan dari limbah tanaman pangan juga dinamis sesuai dengan luas

tanamnya. Potensi peningkatan produksi limbah berasal dari tanaman jagung, padi, kedelai dan

kacang hijau, sedangkan yang berpotensi menurun adalah dari kacang tanah dan ubi jalar

(Gambar 4).

Page 189: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

180 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Gambar 4 Potensi produksi pakandari limbah pertanian di Provinsi Bali 2009-2034.

Hampir sama dengan limbah pertanian, potensi produksi limbah dari tanaman

perkebunan juga dinamis. Potensi produksi limbah mete dan kakao meningkat, sedangkan limbah

kopi (Robusta dan Arabika) menurun (Gambar 5). Meskipun potensi limbah perkebunan ini

sangat banyak, namun belum dimanfaatkan secara optimal; padahal menurut Guntoro (2008),

fermentasi limbah kakao menggunakan Aspergillus nigerdapat meningkatnya kandungan protein

kasar dari limbah kakao dari 7,17% pada kakao mentah (sebelum difermentasi) menjadi 16,46%

dan menurunkan kandungan serat kasarnya (CF) yaitu dari 22,42% menjadi 14,15%. Demikian

juga untuk limbah kulit kopi, dengan fermentasi menggunaka Aspergillus niger, kandungan

protein kasar dapat ditingkatkan dari dari 5,81 % menjadi 12,43 % serta menurunkan kandungan

serat kasar dari 24,20 % menjadi 17,14 %.

Page 190: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

181 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Gambar 5. Potensi produksi pakandari limbah perkebunan di Provinsi Bali 2009-2034.

Sub Model Kebutuhan dan Kecukupan Pakan

Sub model ini disusun untuk menganalisis potensi peningkatan maupun penurun

konsumsi pakan sapi di Bali sebagai dampak dari peningkatan maupun penurunan populasi sapi.

Untuk sub sistem ini, data-data dan asumsi yang digunakan adalah :

a. Data populasi sapi Bali tahun 2000-1009 mengacu pada Laporan Cacah Jiwa Ternak di

Provinsi Bali dari tahun 2002-2009, yang membagi sapi Bali ke dalam enam kelompok yaitu:

1) Jagiran (sapi Bali jantan berumur 2,5 tahun keatas dan telah dapat digunakan sebagai

pejantan), dengan bobot badan rata-rata 335 kg (Pastika dan Darmadja 1976 dalam Sumbung

et all., 1978); 2) Jantan muda (sapi Bali jantan berumur antara 1,5-2,5 tahun, belum memiliki

gigi seri permanen); dengan bobot rata-rata 261kg (data primer); 3) Godel jantan (anak sapi

Bali jantan berumur kurang 1,5 tahun; dengan bobot rata-rata 87,60 kg) (Pastika dan

Darmadja 1976 dalam Sumbung et al. 1978); 4) Induk (sapi Bali betina yang telah bunting

atau sudah pernah beranak; dengan bobot rata-rata259 kg) (data primer); 5) Betina muda (sapi

Bali betina berumur 1,5-2,5 tahun, belum memiliki gigi seri permanen dan belum pernah

bunting; dengan bobot badan rata-rata 187 kg) (data primer); dan 6) Godel betina (anak sapi

Bali betina yang berumur kurang dari 1,5 tahun; dengan bobot rata-rata 77,90 kg (Pastika dan

Darmadja 1976 dalam Sumbung et all.,1978).

b. Standar kebutuhan pakan mengacu pada Nutrient Research Council (NRC) (1984), yakni

ternak sapi paling tidak mengkonsumsi 2,5% pakan dalam bentuk bahan kering (BK) dari

bobot badannya.

Hasil analisis menunjukkan, kebutuhan pakan untuk seluruh sapi dari tahun 2009

sampai tahun 2034 berpotensi meningkat dari 1,3 juta ton/tahun menjadi 2,7 juta ton/tahun;

namun produksi pakan hanya meningkat dari 1,4 juta ton/tahun menjadi 2,1 juta ton/tahun.

Kondisi ini menyebabkan kecukupan pakan menurundari 108% menjadi 77% (Gambar 6).

Kecukupan pakan 100% (produksi dan kunsumsi pakan seimbang) terjadi pada tahun 2014. Pada

saat itu populasi sapi sebanyak 777.859 ekor, dengan rincian: betina muda sebanyak 94.042 ekor,

godel betina 105.316 ekor, godel jantan 113.439 ekor, induk sebanyak 242.366 ekor, jagiran

103.300 ekor dan jantan muda sebanyak 119.397 ekor.Untuk menutupi kekurangan pakan

tersebut, dapat diupayakan melalui optimalisasi pemanfaatan limbah perkebunan seperti limbah

kakao hingga mencapai 80%, dan limbah kopi (arabika dan robusta) hingga mencapai 60%,

pemanfaatan jerami padi hingga mencapai 60%. Jika upaya tersebut terlaksana, berpotensi dapat

memenuhi peningkatan kebutuhan pakan sapi sampai tahun 2034 (Gambar 7). Apabila potensi

limbah perkebunan dan pertanian khususnya jerami padi dioptimalkan pemanfaatannya mulai

tahun 2015, maka persentase kecukupan pakan di Bali dalam jangka panjang berpotensi

berkelanjutan, namun harus melalui optimalisasi pola pertanian terintegrasi (optimalisasi

pemanfaatan limbah perkebunan seperti kopi dan kakao.

Page 191: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

182 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

a. Dinamika produksi dan kebutuhan pakan b. Dinamika kecukupan pakan (%)

Gambar 6. Potensi produksi dan kecukupan pakan sapi pada kondisi aktual di Bali

tahun 2009-2034.

a. Dinamika produksi dan kebutuhan pakan b. Dinamika kecukupan pakan

Gambar 6. Potensi produksi dan kecukupan pakan sapi melaui optimalisasi pemanfaatan

limbah perkebunan dan tanaman pangan tahun 2009-2034.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Apabila tidak dilakukan perubahan kebijakan, akan terjadi penyusutan luas sawah dari 80.997

ha (tahun 2009) menjadi 63.641 ha pada tahun 2034, hutan menyusut dari 123.120 ha menjadi

120.077, perkebunan dari 122.780 menjadi 102.049 ha serta terjadi peningkatan lahan kering

dari 197.006 ha menjadi 240.970 dan lahan untuk peruntukan lainnya meningkat dari 39.763

ha menjadi 45.880 ha.

2. Kecukupan pakan 100% (produksi dan kunsumsi pakan seimbang) terjadi pada tahun 2014.

Pada saat itu populasi sapi sebanyak 777.859 ekor, dengan rincian: betina muda sebanyak

94.042 ekor, godel betina 105.316 ekor, godel jantan 113.439 ekor, induk sebanyak 242.366

ekor, jagiran 103.300 ekor dan jantan muda sebanyak 119.397 ekor.

Page 192: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

183 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

3. Apabila tidak dilakukan perubahan kebijakan, persentase kecukupan pakan sapi di Bali pada

tahun 2034 akan menjadi 77%, sehingga menjadi kendala dalam upaya peningkatan populasi

sapi di Bali. Untuk dapat menutupi kekurangan pakan tersebut, dapat diupayakan melalui

optimalisasi pemanfaatan limbah perkebunan yakni limbah kakao hingga mencapai 80%, dan

limbah kopi (arabika dan robusta) hingga mencapai 60%, dan pemanfaatan jerami padi hingga

mencapai 60%.

DAFTAR PUSTAKA

BPS Provinsi Bali. 1995. Statistik Provinsi Bali (Statistic of Bali Province). Badan Pusat Statistik

Provinsi Bali. Denpasar.

BPS Provinsi Bali. 2009. Statistik Provinsi Bali (Statistic of Bali Province). Badan Pusat Statistik

Provinsi Bali. Denpasar.

Dinas Perkebunan Provinsi Bali. 2010. Luas Areal Dan Produksi Perkebunan Di Bali Tahun

2010. http://www.disbunbali.info/statistik_perkebunan.php. Dinas Perkebunan Provinsi

Bali. Denpasar. (Rabu, 2 Nopember 2011).

Dinas Peternakan Provinsi Bali. 2002. Laporan Cacah Jiwa Ternak di Provinsi Bali Tahun 2002.

Dinas Peternakan Provinsi Bali. Denpasar.

Dinas Peternakan Provinsi Bali. 2010. Laporan Cacah Jiwa Ternak di Provinsi Bali Tahun 2010.

DinasPeternakan Provinsi Bali. Denpasar.

NRC. 1984. Nutrient Requerements of Beef Cattle. 6threv.ed. Nutrient Research Council (NRC).

Washington, D.C National Academy Press.

Abdurahman A, B.R. Prawiradiputra, T. Prasetyo, H.M. Toha dan H. Nataatmaja. 1993. Laporan

Akhir UACP-FSR. P3HTA. Badan Penelitian dan Pemgembangan Pertanian. Jakarta.

Arsana D. I G K. 2004. Pengkajian Pembuatan Benih Dasar Jagung dan Kacang Tanah. Prosd.

Semnas Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Lokal Untuk Mendukung Pembangunan

Pertanian. Denpasar, 6 Oktober 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Pertanian. Bogor. ;171-175

Atmaja I K G. 2006. Potensi dan Dinamika Populasi Sapi Bali di Bali. Dinas Peternakan Provinsi

Bali. Denpasar.

Atman. 2007. Teknologi Budidaya Kacang Hijau (Vignaradiatal.) di Lahan Sawah. Jurnal Ilmiah

Tambua, Vol. VI (1): 89-95

Bisnisbali. com. 2009. Tetap Mengacu Pada Keseimbangan Populasi Soal Penentuan Kuota Sapi

Antar Pulau (Bisnis Bali). http://www.bisnisbali.com/2009/12/19. (Minggu, 10 Januari

2010)

Guntoro S, I M R Yasa dan I A Parwati. 2002. Laporan Hasil Pengkajian Pengolahan Limbah

Perkebunan (kakao dan Kopi) untuk Pakan Ternak dan Pupuk Organik. Balai

PengkajianTeknologi Pertanian Bali. Denpasar.

Guntoro S. 2008. Membuat Pakan Ternak Dari Limbah Perkebunan. Penerbit Agromedia.

Jakarta.

Hartadi H, S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia.

Cetakan keempat. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Hauke J E, D E Wicharn and A Y Reitch. 2001. Business Forecasting. Practise – Halln Inc. New

Jersey.

Heitschmidt R K, R E Short and E EGrings. 1996. Ecosystem, sustainability and animal

agriculture. J. Anim. Sci. 74 : 1395-1405.

Kompas.com. 2009. Warga Jakarta Doyan Sapi Bali. http://regional.kompas.com/read/

2009/12/12/17360312/warga.jakarta.doyan.sapi.bali (Minggu, 10 Januari, 2010).

Mastika IM. 1991. Potensi Limbah Pertanian dan Industry Pertanian Serta Pemanfaatannya

Untuk Makanan Ternak. Pidato Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Ilmu Makanan Ternak

pada Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar.

Page 193: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

184 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Sumbung F.P., J.T. Batosamma, B.R. Ronda dan S. Garantjang. 1978. Performans Reproduksi

Sapi Bali. Prosd. Seminar Ruminansia, Bogor 24-25 Juli 1978. Direktorat Djedral

Peternakan dan Fakultas Peternakan., IPB. Bogor. ;76-78.

Tisna 2002. Pendayagunaan Tanah Dalam Rangka Pembangunan Wilayah Propinsi Bali.

Makalah Seminar Nasional. ”Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Tanah dan Air yang

Tersedia untuk Keberlanjutan Pembangunan, Khususnya di Sektor Pertanian” Denpasar, 6

April 2002. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar.

Yasa I M R dan I N Adijaya. 2004. Daya Dukung Limbah Jagung dan Kacang Tanah Untuk

Pakan Sapi di Lahan Marginal. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional

“Pemberdayaan Petani Miskin di Lahan Marginal Melalui Inovasi Teknologi Tepat Guna.

Mataram, 31 Agustus-1 September 2004. Balai Pengkajian Teknologi Pertanaian NTB.

Mataram.

Yusdja Y dan N Ilham. 2006. Arah Kebijakan Pembangunan Peternakan Rakyat. JAKP 2 (2):

183-203.

Suharyanto, Rubiyo, D.A. Elisabeth, J. Rinaldy danTrisnawati. 2006. LaporanAkhir SUT Kakao.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar.

HASIL DISKUSI

Tanya : Bagaimana struktur lahannya apakah sudah dibagi?

Jawab : Sebelum kami menyusun model pakan kami melakukan survei, dimana luas Bali 510

km2. Hasil hijauan dihasilkan dari perhitungan Gulma 5%. Penggunaan masih kecil,

target 80%. Limbah kopi banyak tersedia tetapi masih belum banyak digunakan sebagai

pakan alternatif. Feses sapi digunakan untuk tanaman.

Page 194: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

185 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

EFEK BEBERAPA METODA PENGOLAHAN LIMBAH DAUN

KELAPA SAWIT TERHADAP KANDUNGAN GIZI DAN

KECERNAAN SECARA IN-VITRO

Nurhaita1) dan Ruswendi2) 1)Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Bengkulu

2)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh beberapa metode pengolahan pada daun sawit

terhadap nilai gizi dan kecernaan zat-zat makanan secara in-vitro. Perlakuan pengolahan terdiri dari kontrol (tanpa

perlakuan), steam, amoniasi, silase dan steam amoniasi. Penelitian metoda pengolahan daun sawit menggunakan

rancangan acak lengkap dan uji kecernaan in-vitro menggunakan rancangan acak kelompok. Variabel yang di ukur

adalah 1) kandungan zat makanan (bahan kering, bahan organik, protein kasar ) dan fraksi serat (NDF,ADF, selulosa

dan Hemiselulosa) dan 2) Kecernaan zat-zat makanan dan fraksi serat secara in-vitro. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa perlakuan pengolahan pada daun sawit secara nyata (P<0.05) dapat meningkatkan kualitas daun sawit. Hal ini

terutama tercermin dari meningkatnya kandungan protein kasar 38.83%-73.19.% dan turunnya kandungan lignin

18.66% – 24.64%. Hal ini menyebabkan meningkatnya kecernaan zat makanan secara in vitro, terutama kecernaan

protein kasar sebesar 68.09% - 126.29% dan kecernaan ADF sebesar 29.14%-96.63% dibanding kontrol. Dari

penelitian ini dapat disimpulkan bahwa metoda pengolahan yang terbaik untuk meningkatkan nilai gizi dan kecernaan

daun sawit adalah amoniasi dengan urea.

Kata kunci : daun sawit, metoda pengolahan, kandungan gizi, kecernaan in-vitro

PENDAHULUAN

Pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan merupakan solusi alternatif untuk

mengatasi masalah kesulitan pakan hijauan bagi ruminansia. Salah satu limbah perkebunan yang

cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber pakan hijauan adalah daun kelapa sawit.

Daun sawit dihasilkan dari pemangkasan/pemotongan pelepah sawit tua pada pemeliharaan dan

pemanenan buah. Pada saat pemanenan buah akan dipotong 2-3 pelepah dengan siklus panen 2

kali sebulan. Satu pelepah sawit beratnya rata-rata 10 kg terdiri dari 30% daun dan 70% pelepah

daun (Nevy Diana, 2004). Menurut Sa’id (1996) tanaman kelapa sawit akan menghasilkan

limbah pelepah sawit sebanyak 10,40 ton bahan kering/ha/tahun. Dengan luas perkebunan sawit

4.116.646 ha diperkirakan produksi limbah pelepah sawit Indonesia pada tahun 2002 adalah

42.813.111,4 ton bahan kering/tahun.

Kandungan gizi daun sawit adalah : bahan kering 54,12%, bahan organik 89,86%,

protein kasar 8,51% dan serat kasar 28,48%, sedangkan kandungan NDF adalah 59,11%, ADF

42,87%, selulosa 24,69%, dan hemiselulosa 16,24%, dan lignin 12,90%. Tingginya kandungan

lignin merupakan kendala dalam pemanfaatanya sebagai pakan ternak yang akan menyebabkan

rendahnya kecernaan pada daun sawit. Winugroho dan Maryati (1999) mendapatkan daya cerna

in-vitro daun kelapa sawit <50%, dan disarankan pemberiannya hanya 15 – 20% dalam ransum.

Untuk penggunaan lebih dari 40% dalam ransum perlu dilakukan upaya pengolahan terlebih.

Ada beberapa pengolahan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kecernaan potensial serat

kasar (Preston dan Leng, 1987). Peningkatan kuantitas bagian yang dapat dicerna pada pakan

yang berkualitas rendah, dapat dilakukan melalui proses kimia, fisik dan biologis (Hungate,

1966). Bertitik tolak dari uraian diatas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh

beberapa metode pengolahan terhadap kandungan gizi dan kecernaan daun sawit secara in vitro

BAHAN DAN METODA

Materi utama yang digunakan adalah daun kelapa sawit tua, urea untuk amoniasi, dedak

untuk pembuatan silase, cairan rumen sebagai donor mikroba ,dan larutan Mc Dougall’s sebagai

buffer. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah: parang, timbangan O-Hause, tali rafia,

autoclave, kantong plastik, selotip, oven untuk mengeringkan bahan, mesin giling untuk

menggiling bahan sebelum dianalisa, perangkat in-vitro, pH meter digital untuk mengukur pH

cairan rumen, dan seperangkat peralatan laboratorium untuk analisis Proksimat, Van Soest, VFA,

Page 195: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

186 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

dan NH3-N. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan.

Perlakuan terdiri dari : A = Kontrol (tanpa perlakuan), B = pengolahan secara fisik (Steam), C =

pengolahan secara kimia (Amoniasi), D = pengolahan secara biologis (Silase), dan E = kombinasi

fisik-kimia (Steam-Amoniasi). Model rancangan yang digunakan menurut Steel and Torrie

(1989) adalah sebagai berikut :

Dimana: Yij = nilai pengamatan dari perlakuan ke- i dan ulangan ke-j

= nilai tengah umum

Pi = pengaruh perlakuan ke i

K = pengaruh kelompok ke j

ij = pengaruh sisa pada perlakuan yang ke i ulangan ke j

Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varian (anova)

menurut Steel and Torrie (1989). Perbedaan antar perlakuan akan diuji dengan Duncan’s

Multiple Range Test (DMRT).

Prosedur Penelitian

1. Pengolahan daun kelapa sawit

Daun kelapa sawit terlebih dahulu dibuang lidinya, lalu dipotong-potong sepanjang +

5 cm. Perlakuan A (kontrol =tanpa olahan). Perlakuan B (steam): timbang daun sawit yang

telah dipotong-potong sebanyak 1 kg, lalu steam dengan autoclave pada tekanan 0.5 kg/cm3,

suhu 1210

C selama 30 menit (Nurhaita, 2006). Perlakuan C = amoniasi dengan 4% N-urea

(Komar, 1984): Timbang 1 kg daun sawit yang telah dipotong-potong, masukkan ke dalam

kantong plastik kapasitas 5 kg yang telah dilapis 2. Larutkan 47 gr urea dalam 80 ml air lalu

siramkan merata ke dalam kantong yang telah berisi daun sawit. Padatkan daun sawit dalam

kantong dan ikat kuat dengan tali rafia, lalu simpan selama 21 hari. Setelah 21 hari kantong

plastik dibuka dan hasil amoniasi dikering anginkan. Perlakuan D (Silase); 1 kg daun sawit

yang telah dipotong-potong lalu tambah dedak halus sebanyak 10%, campur rata. Masukkan

daun sawit tersebut ke dalam kantong plastik kapasitas 5 kg yang telah dilapis 2, lalu padatkan

dan ikat kuat plastik dengan tali rafia, selanjutnya disimpan selama 21 hari. Setelah 21 hari

silase dibuka dan dilakukan penilaian fisik yaitu pH, warna, bau, tekstur,dan jamur.

Perlakuan E (Steam-Amoniasi) merupakan gabungan perlakuan steam dan amoniasi. Daubn

sawit yang telah disteam diamoniasi dengan 4% N-urea lalu diperam salama 21 hari. Semua

produk daun sawit olahan dikeringkan dan digiling untuk selanjutnya dianalisa kandungan

gizinya dan diuji kecernaannya secara in-vitro.

2. Uji kecernaan in-vitro daun kelapa sawit olahan

Sampel daun kelapa sawit olahan yang telah digiling haus dimasukkan ke dalam

tabung erlemenyer, tambahkan larutan buffer Mc Dougall’s (suhu 390C, pH 6.92-7.02) dan

cairan rumen sebagai donor mikroba. Alirkan gas CO2 selama + 30 detik agar kondisi tetap an

aerob, lalu mulut tabung ditutup rapat. Sampel tersebut diinkubasikan pada water shakerbath

selama 2 x 24 jam pada suhu 390 C, setelah fermentasi berakhir tabung erlenmenyer berisi

sampel dimasukkan ke dalam air es. Selanjutnya semua sampel disentrifus dengan kecepatan

1200 rpm selama 15 menit, supernatan diambil untuk selanjutnya diukur pH, NH3-N dan VFA,

sedangkan endapan dikumpulkan dan dikeringkan untuk dianalisis BK; BO; PK; NDF; ADF;

selulosa dan hemiselulosa.

3. Parameter yang diamati :

1) Kandungan BK,BO, PK, dan Fraksi serat (NDF, ADF, selulosa dan Hemiselulosa) daun

sawit hasil olahan. (Analisis proksimat dan analisis Van Soest)

2) Kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar dan fraksi serat (NDF,ADF, Selulosa

dan hemiselulosa) secara in-vitro dengan metode Tilley and Terry (1963).

Yij = + Pi + Kj + ij

Page 196: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

187 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Gizi Daun sawit

Hasil analisis kandungan gizi 5 perlakuan pengolahan daun sawit yang diteliti,

memperlihatkan hasil pengolahan secara nyata (P <0.05) mempengaruhi kandungan zat-zat

makanan pada daun sawit (Tabel 1).

Tabel 1. Kandungan zat-zat makanan daun kelapa sawit masing-masing perlakuan pengolahan.

Parameter Kandungan zat makanan daun sawit pada perlakuan (%BK) SE A (kontrol) B (steam) C(amoniasi) D (silase) E (steam-amoniasi)

B. Kering 55,05b

61,37a

41,72c

42,01c

62,40a

0,785

B. Organik 89,01a 85,76

b 86,54

b 86,36

b 86,71

b 0,514

PK 8,8c 12,41

b 14,64

a 11,92

b 14,86

a 0,493

NDF 62,91a 58,47

b 53,51

c 52,94

c 61,79

a 0,699

ADF 44,62b 42,86

c 41,23

d 40,96

d 46,89

a 0,474

Selulosa 24,12a

20,40b

19,72b

20,59b

21,99a

0,677

Hemiselulosa 18,29a

15,61b

12,29c

11,98c 14,90

b 0,475

Lignin 12,97a 10,28

b 9,94

b 9,81

b 10,55

b 0,850

Keterangan: nilai dengan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05).

Tabel 1. Memperlihatkan kandungan Bahan Kering (BK) daun sawit hasil penelitian

berkisar antara 41,72 - 62,40%. Hasil uji DMRT diketahui bahwa perlakuan steam (B) dan steam-

amoniasi (E) nyata meningkatkan kandungan bahan kering dibanding kontrol (A). Sedangkan

perlakuan amoniasi (C) dan silase (D) secara nyata menurunkan kandungan bahan kering

dibanding kontrol, namun kandungan bahan kering antar perlakuan amoniasi dan silase berbeda

tidak nyata, demikian juga antara perlakuan steam dan steam-amoniasi.

Peningkatan kandungan bahan kering pada pengolahan secara steam dan steam

amoniasi disebabkan oleh hilangnya sebagian kandungan air bahan melalui penguapan. Selama

proses steam akan terjadi perenggangan struktur dinding sel oleh tekanan uap panas, sehingga

dinding sel menjadi lebih longgar, pada saat itu sejumlah air yang mengisi rongga antar dinding

sel tersebut keluar, sehingga kadar air bahan menjadi turun dan mengakibatkan meningkatnya

kandungan bahan kering. Pada penelitian ini terjadi peningkatan kandungan bahan kering daun

sawit sebesar 6,32 – 7,35% dari kontrol. Perlakuan amoniasi dan silase secara nyata menurunkan

kandungan bahan kering sebesar 13%, hal ini terjadi karena terlarutnya sebagian fraksi yang

soluble sebagai akibat dari reaksi kimia pada proses amoniasi dan terjadinya efluent lose pada

metabolisme sel selama proses ensilase.

Kandungan bahan organik pada daun sawit olahan secara nyata menurun dibanding

kontrol, namun tidak berbeda nyata antara perlakuan daun sawit olahan. Hal ini disebabkan

hilangnya sebagian bahan organik selama proses pengolahan.

Kandungan protein kasar daun sawit olahan secara nyata (P<0.05) meningkat 38,93 -

73.19% dibanding kontrol. Pada perlakuan steam terjadi peningkatan kandungan protein sebesar

44,63% karena terjadinya denaturasi protein oleh panas dan meningkatnya kandungan bahan

kering. Sedangkan pada silase peningkatan kandungan protein sebesar 38,93% merupakan

sumbangan dari bakteri asam laktat selama proses ensilase. Peningkatan kandungan protein yang

tertinggi terjadi pada pengolahan secara amoniasi dan steam-amoniasi yaitu: 70,63 – 73,19%. Hal

ini disebabkan adanya penambahan urea yang merupakan sumber N, sesuai dengan pendapat

Leng (1991) bahwa amoniasi dengan urea pada pakan serat selain mampu melonggarkan ikatan

lignoselulosa sehingga lebih mudah dicerna oleh bakteri rumen juga mampu memasok nitrogen

untuk pertumbuhan bakteri tersebut.

Perlakuan steam, amoniasi dan silase secara nyata (P<0.05) dapat menurunkan

kandungan fraksi serat (NDF, ADF, selulosa dan hemiselulosa). Penurunan fraksi serat tersebut

adalah sebesar 1,78 - 15,85%; 3,94 - 8,20%; 8,83 – 18,24% dan 14,65 - 34,50% masing-masing

untuk NDF; ADF; Selulosa dan Hemiselulosa. Hal ini sesuai dengan anjuran Preston dan Leng

(1987) yang mengatakan perlu diadakan perlakuan awal terhadap bahan berserat tinggi untuk

Page 197: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

188 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

meningkatkan kecernaan potensial dari serat kasar. Sa’id (1996) menambahkan perlakuan awal

berguna untuk meningkatkan laju hidrolisis bahan lignoselulosa.

Kandungan fraksi serat pada perlakuan steam-amoniasi (E) hampir sama dengan kontrol

(A) dengan kata lain tidak terjadi penurunan fraksi serat. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan

steam yang dilanjutkan dengan amoniasi tidak efektif menurunkan fraksi serat. karena pada

pengolahan metoda steam sebagian zat yang mudah larut telah menguap, sehingga yang tinggal

adalah zat-zat yang sukar larut (unsoluble),dan amoniasi tidak bisa menurunkan kandungan fraksi

serat tersebut.

Degradasi Zat Makanan Daun Sawit

Peningkatan kandungan zat makanan daun sawit diikuti pula oleh peningkatan

degaradasi zat makanan, hasil uji in-vitro diperoleh hasil peningkatan degradasi zat-zat makanan

daun sawit seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Peningkatan degradasi zat-zat makanan daun sawit masing-masing perlakuan

pengolahan.

Parameter Peninngkatan degradasi zat makanan daun sawit perlakuan (%) SE A (kontrol) B (steam) C(amoniasi) D (silase) E (steam-amoniasi)

B. Kering 32,516 bc

37,949a 36,783

a 31,862

c 35,646

ab 1,009

B. Organik 39,539 b 42,395

a 43,821

a 38,456

b 41,001

ab 0,934

PK 20,879d 42,003

b 47,248

a 42,699

b 35,095

c 1,160

NDF 31,094b

36,434a

32,639c

33,493b

37,460a

0,441

ADF 18,333c

36,048a

23,675b

25,946b

27,261b

0,862

Selulosa 29,004bc

40,667a

30,188b

26,311c

39,038a

0,912

Hemiselulosa 6,027b

40,290d

51,830c

52,549c

64,554a

1,009

Lignin 32.516 bc

37.949a 36.783

a 31.862

c 35.646

ab 1.009

Keterangan: nilai dengan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05).

Perlakuan pengolahan pada daun sawit secara nyata (P<0.05) mempengaruhi degradasi

zat-zat makanan. Dari uji DMRT diketahui bahwa perlakuan steam nyata (P<0.05) meningkatkan

degradasi bahan kering, bahan organik, protein kasar dan fraksi serat dibandingkan daun sawit

tanpa olahan (kontrol). Peningkatan degradasi zat makanan ini disebabkan terjadinya

perenggangan struktur permukaan dinding sel karena pengaruh tekanan uap panas selama steam,

sehingga mudah didegradasi oleh mikroba rumen. Hal ini sesuai dengan pendapat Doyle et all.,.

(1986) bahwa prinsip kerja tekanan uap terhadap substrat adalah mengembangkan serat atau

ikatan komplek bahan pakan, sehingga mudah dicerna oleh mikroorganisme. Akibat pemecahan

ikatan glikosidik atau ikatan lignoselulosa, permukaan substrat semakin luas sehingga

mempermudah penetrasi enzim mikroba ke dalam substrat. Pengolahan dengan tekanan uap

cukup efektif dalam meningkatkan palatabilitas dan kecernaan bahan makanan (Broderick et all.,

1993).

Perlakuan C (amoniasi) secara nyata (P<0.05) meningkatkan degradasi bahan kering,

bahan organik, protein kasar dan fraksi serat dibandingkan daun sawit tanpa olahan (kontrol=A).

Peningkatan degaradasi protein pada perlakuan amoniasi ini paling tinggi dibandingkan perlakuan

lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Leng (1991) bahwa perlakuan amoniasi dengan urea pada

pakan serat selain mampu melonggarkan ikatan lignoselulosa sehingga lebih mudah dicerna oleh

bakteri rumen juga mampu memasok nitrogen untuk pertumbuhan bakteri tersebut

Degradasi zat makanan pada silase daun sawit (D) juga lebih tinggi dibandingkan

kontrol. Peningkatan ini terjadi karena adanya perombakan molekul komplek menjadi sederhana

oleh aktifitas bakteri asam laktat selama proses ensilase. Silase merupakan hijauan yang

diawetkan dalam keadaan segar dalam kondisi anaerob. Pada proses ensilase terjadi fermentasi

oleh bakteri asam laktat dan streptococcus laktic yang hidup anaerob pada pH 4. Akibat

bekerjanya bakteri ini dan terjadinya penurunan pH, maka pertumbuhan bakteri lain yang

menyebabkan pembusukan hijauan dalam silo dapat dicegah (Susetyo, 1980).

Page 198: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

189 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Perlakuan steam-amoniasi (E) pada penelitian ini nampaknya tidak begitu banyak

meningkatkan degaradasi zat makanan. Terlihat dari degaradasi bahan kering dan bahan organik

yang hampir sama dengan perlakuan A (kontrol), tetapi cukup signifikan meningkatkan

kecernaan protein kasar dan fraksi serat. Hal ini disebabkan pada saat melakukan steam sebagian

zat yang mudah larut (soluble) ikut terlarut/hilang sehingga yang tertinggal hanyalah fraksi

insoluble, dan pada proses amoniasi zat soluble tersebut tidak dapat ditingkatkan lagi. Pada

penelitian ini pengolahan dengan steam-amoniasi terlihat kurang meningkatkan degradasi NDF

dan ADF dibandingkan dengan amoniasi.

KESIMPULAN

1. Pengolahan daun sawit mampu meningkatkan kualitas (kandungan gizi dan kecernaan) daun

sawit dan

2. Metoda pengolahan yang terbaik adalah secara amoniasi.

DAFTAR PUSTAKA

Broderick, G.A., J. H Yang dan R.G Koegel. 1993. Effect of Steam Heating Alfalfa Hay on

utilazion by lactating dairy cows. Journal Dairy Science 76; 165-174

Doyle. P.T., C. Davendra and B. R Pearce. 1986. Rice Straw as Feed for Ruminants. IDP.

Cenberra. P. 54-74.

Hungate, R. E. 1966. The Rumen and It’s Microbes. Departement of Bacteriology and

Agriculture Experiment Station University of California. Davis California Academy Press.

London.

Leng, R. A. 1991 Application of Biotechnology of Nutrition of Animal in Developing Countries.

FAO. Animal Production and Health paper.

Nevy Diana, H. 2004. Perlakuan Silase dan Amoniasi Daun Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku

Pakan Domba. Skripsi Fakultas. Pertanian Univiversitas Sumatera Utara. Medan.

Preston, T.R. and R.A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System With Available

Recources in The Tropics. Preamble Books. Armidale

Sa’id E. G. 1996. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. Trubus Agriwidya.

Ungaran.

Stell, R. G. and J. H. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistik. PT. Gramedia, Jakarta.

Susetyo. 1980. Padang Pengembalaan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor

Tilley, J.M.A. and Terry. 1963. A Two Stage Technique for in-vitro Digestion of Forage Cropes.

J, Brit, Grassland Society. 18 (2):104 – 111

Winugroho, M and Maryati. 1999. Kecernaan Daun Kelapa Sawit Sebagai Pakan Ternak

Ruminansia. Laporan APBN 1998/1999. Balai Penelitian Ternak. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Peternakan. Bogor.

HASIL DISKUSI

Tanya : Apakah sudah diaplikasikan pada ternak dan bagaimana respon ternaknya ? Kemudian

dari analisa usaha taninya bagaimana hasilnya ?

Jawab : Belum ada aplikasi keternak secara langsung dan penelitian ini sedang berlanjut pada

ternak domba 100% bisa menggantikan rumput. Belum sampai ke analisis usahatani.

Tanya : Perlu dilakukan penelitian lanjutan karena penggunaan daun kepala sawit bukan karena

kekurangan pakan tetapi untuk memanfaatkan limbah?

Jawab : Pada kondisi tertentu Bengkulu kekurangan pakan hijauan, terutama pada ternak

wilayah sentra pengembngan sapi di Bengkulu.

Page 199: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

190 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PENGARUH PEMBERIAN BAHAN PAKAN LOKAL

BERBASIS KULIT KOPI TERHADAP PRODUKSI SUSU

SAPI PERAH DI KABUPATEN REJANG LEBONG

Erpan Ramon, Zul Efendi dan Siswani Dwi Daliani

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

[email protected]

ABSTRAK

Kebutuhan protein masyarakat terus meningkat, karena itu perlu adanya peningkatan sumber gizi yang

bersumber dari ternak perah yaitu susu, sapi perah mampu mengubah pakan berupa konsentrat dan hijauan menjadi

susu yang bermanfaat bagi kesehatan, dikabupaten Rejang Lebong kulit kopi hanya dianggap sebagai sampah dan tidak

bermanfaat, maka teknologi pemanfaatan limbah kulit kopi dibutuhkan untuk meramu ransum berkualitas, selain

kebutuhan hidup juga untuk memproduksi susu, perbaikan mutu ransum melalui pencampuran beberapa bahan pakan,

dalam berusaha ternak sapi perah sangat membantu peternak, karena biaya ransum dapat mencapai 70 – 80% dari biaya

produksi. Tujuan pengkajian adalah: Mengetahui pengaruh kulit kopi terhadap produksi susu. Pengkajian dilaksanakan

pada kelompok ternak P4S Harapan Maju Kelurahan Air Duku, Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong.

Pengkajian menggunakan 20 ekor sapi perah induk laktasi, pengkajian dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai Mei 2012

sampai dengan September 2012. yang terdiri dari 4 perlakuan pakan dengan 5 ulangan. Perlakuan 1 (P1) terdiri dari

hijauan 10 % dari BB, konsentrat komersial 0,8 kg/ekor/hari, dedak padi 2 kg/ekor/hari, kulit kopi 0,2 kg/ekor/hari,

mineral 0,1 kg/ekor/hari, ubi kayu 1 kg/ekor/hari. Perlakuan 2 (P2) terdiri dari hijauan 10 % dari BB, konsentrat

komersil 0,4 kg/ekor/hari, dedak padi 2 kg/ekor/hari, kulit kopi 0,6 kg/ekor/hari, mineral 0,1 kg/ekor/hari, ubi kayu 1

kg/ekor/hari. Perlakuan 3 (P3) terdiri dari hijauan 10 % dari BB, dedak padi 2 kg/ekor/hari, kulit kopi 1 kg/ekor/hari,

mineral 0,1 kg/ekor/hari, ubi kayu 1 kg/ekor/hari. Perlakuan (P4 Kontrol) hanya diberikan hijauan saja, yaitu 10 % dari

BB. data primer diperoleh dengan diskusi, penghitungan jumlah produksi susu dan jumlah pakan ternak. hasil

penelitian menunjukan bahwa produksi rata-rata perhari P1= 15 lt, P2= 13 lt, P3= 12 lt dan kontrol= 8 lt Berdasarkan

hasil analisis statistik, pemberian kulit kopi pada pakan ternak sapi perah disetiap perlakuan menunjukan bahwa

perlakuan yang di berikan berpengaruh nyata dan sangat nyata terhadap produksi susu dibandingkan dengan kontrol,

pada tarap 0,05 f hitung > f tabel (2,833 > 0,543), dapat disimpulkan bahwa perlakuan kontrol berbedanyata terhadap

P2, P3 dan sangat berbeda nyata pada perlakuan 1 (P1), berarti bahwa P1dengan pemberian bahan pakan lokal dengan

formula pakan konsentrat komersial, dedak padi, kulit kopi, mineral dan ubi kayu menghasilkan produksi susu terbaik

untuk meningkatkan produksi susu.

Kata kunci : bahan pakan lokal, kulit kopi, produksi susu, sapi perah

PENDAHULUAN

Kebutuhan protein hewani masyarakat dari tahun ketahun terus meningkat pesat sesuai

dengan bertambahnya jumlah penduduk, oleh karena itu perlu adanya peningkatan penyediaan

sumber gizi antara lain, protein hewani asal sapi perah berupa susu, pembangunan subsektor

perternakan khususnya perternakan sapi perah merupakan salah satu alternatif upaya peningkatan

penyediaan sumber protein susu.

Sapi perah merupakan ternak yang lebih dominan sebagai penghasil susu, dibandingkan

dengan ternak perah lainnya seperti kambing, kerbau, kemampuan untuk mengubah pakan

menjadi susu yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Pemberian pakan merupakan hal yang

penting diperhatikan dalam pemeliharaan sapi perah, kualitas pakan yang diberikan dan

tatalaksana pemberian pakan yang baik, merupakan faktor penunjang untuk produksi susu,

kesehatan maupun reproduksi sapi perah. Cara pemberian pakan yang terprogram akan

memberikan hasil yang baik dan apa bila pemberian pakan salah, malah sebaliknya akan

memberikan efek negatif bagi kesehatan sapi perah.

Untuk peningkatan produktifitas sapi perah di Kabupaten Rejang Lebong membutuhkan

ransum berkualitas baik, selain untuk kebutuhan hidup juga untuk memproduksi susu, perbaikan

mutu ransum dengan pencampuran beberapa bahan pakan lokal, dalam berusaha ternak sapi

perah, biaya ransum dapat mencapai 70–80% dari biaya produksi (Zein, 1984).

Sapi perah adalah sebagai salah satu hewan memamah biak mempunyai daya cerna

yang efektip terhadap berbagai jenis bahan makanan termasuk makanan berserat kasar tinggi

seperti hijauan, makanan bagi sapi perah berfungsi untuk perawatan tubuh dan kegiatan biologis

yang lain, seperti bernapas, proses pencernaan, gerakan jantung dan menggantikan bagian-bagian

Page 200: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

191 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

tubuh yang rusak atau aus, untuk memproduksi susu, daging dan pertumbuhan janin di dalam

kandungan.

Agar kebutuhan, perawatan tubuh dan untuk berproduksi dapat terpenuhi, maka bahan makanan

yang disajikan harus mengandung zat-zat nutrisi yang lengkap sesuai dengan kebutuhan ternak,

makan juga sangat erat kaitannya dengan proses pencernaan, cara penyusunan ransum dan

penyajian ransum. (AAK, 1995).

Susu dan produk olahan yang terbuat dari susu adalah merupakan komoditas unggulan

untuk dikembangkan karena salah satu jenis komoditas strategis terutama dalam hal pemenuhan

kebutuhan gizi, kesehatan dan taraf hidup, namun permintaan baik dari segi jumlah maupun

mutu sekaligus penyebarannya belum mampu dipenuhi oleh pengembangan produksi pengolahan

susu, sehingga pemerintah masih harus mengimpor, (Badan Agribisnis Deptan, 1999).

Tujuan utama pengkajian untuk mengetahui pengaruh pemberian bahan pakan lokal

yang berbasis kulit kopi terhadap produksi susu pada ternak sapi perah dan penyusunan pakan

memiliki kandungan zat makanan dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok,

pertumbuhan dan berproduksi melalui limbah bahan pakan kulit kopi, dedak padi, mineral, ubi

kayu yang akan diberikan pada ternak sapi perah serta merekomendasikan komposisi kulit kopi

sebabagai bahan ransum ternak perah di Kabupaten Rejang Lebong.

BAHAN DAN METODA

Pengkajian dilaksanakan pada kelompok Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya

(P4S) Harapan Maju dikelurahan Air Duku Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong

selama 4 bulan yang dimulai dari bulan Mei sampai dengan September 2012. Materi yang di

gunakan dalam pengkajian ini adalah 20 ekor sapi perah laktasi yang dibagi menjadi 4 kelompok

perlakuan pakan dengan 5 ulangan, masing-masing perlakuan (Tabel 1) menggunakan satu ekor

sapi perah yang di beri perlakuan pakan bahan pakan lokal berbasis kulit kopi dengan komposisi

yang berbeda.

Tabel 1. Komposisi peberian pakan hijauan dan pakan lokal berbasis kulit kopi pada masing

masing perlakuan sapi perah.

No Bahan pakan Komposisi pakan perlakuan ( kg /hr/ekor)

I II III IV (Kontrol)

1. Pakan lokal tdd: 4,1 4,1 4,1 -

a. Konsentrat 0,8 0,4 - -

b. Dedak padi 2,0 2,0 2,0 -

c. Kulit Kopi 0,2 0,6 1,0 -

d. Ultra Mineral 0,1 0,1 0,1 -

e. Ubi Kayu 1,0 1,0 1,0 -

2. Hijauan 35,0 35,0 35,0 35,0

Pengambilan data untuk mengetahui pengaruh terhadap peningkatan produksi susu,

dimulai setelah pakan perlakuan diaplikasikan selama satu bulan (pre lim) yang di ambil setiap

hari, untuk mengetahui jumlah produksi perharinya dihitung dari jumlah produksi susu pada

pemerahan pagi hari ditambah hasil pemerahan pada sore hari. Pengkajian ini menggunakan

Analisis Rancangan Acak Kelompok (RAK), bila hasil yang diperoleh berbeda nyata, dilanjutkan

dengan uji bedanyata atau DMRT, keragaan paket teknologi yang diamati dalam pengkajian ini

adalah produksi susu, peningkatan produksi susu disetiap perlakuan dibandingkan dengan

perlakuan kontrol (perlakuan petani)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengkajian menunjukan bahwa penggunaan bahan pakan lokal berbasis kulit kopi

sebagai bahan pencampuran ransum ternak sapi perah di Kabupaten Rejang Lebong memberikan

pengaruh terhadap produksi susu terlihat pada masing-masing rata-rata perlakuan (Tabel 2) P1 :

Page 201: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

192 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

P2 : P3 dibandingkan dengan P4 (kontrol), 15:13:12 lt/hr dibandingkan dengan 8 lt/hr (kontrol)

dan terlihat peningkatan jumlah produksi susu masing-masing perlakuan P1; P2; dan P3 sebesar

(35; 25 dan 20) lt/hr (Tabel 2). Berdasarkan hasil analisis statistik pada setiap perlakuan yang

diberikan, menunjukan terjadi peningkatan produksi susu berbeda sangat nyata pada perlakuan P1

dibandingkan dengan P4 (Kontrol) yang tidak diberikan tambahan pakan lokal dan berbedanya

bila dibandingkan P2 dan P3 pada tingkat kepercayaan 95 % dimana f hitung > f tabel (2,833 >

0,543)

Tabel 2. Keragaan jumlah, rata-rata dan peningkatan produksi susu sapi perah pada masing-

masing perlakuan pakan berbasis kulit kopi.

Perlakuan Produksi susu masing-masing ulangan (lt/ekr/hr) Peningkatan produksi per

perlakuan (lt/ hr) 1 2 3 4 5 Jumlah Rerata

P1 16 15 14 15 15 75 15 35

P2 11 13 15 14 12 65 13 25

P3 13 13 13 11 10 60 12 20

P4 9 6 11 6 8 40 8 -

Perlakuan P1 terlihat menunjukan hasil produksi susu tertinggi, hal ini di sebabkan oleh

kandungan zat nutrien pada pakan perlakuan P1 lebih sempurna dibandingkan dengan perlakuan

lain, yaitu kosentrat dengan kandungan protein 11,93 g/100 g perbedaan produksi susu di setiap

perlakuan disebabkan oleh perbedaan protein pakan konsentrat yang terkandung pada pakan

cukup berpariasi yaitu perlakuan P1 = 11,93 g/100 g, P2 = 8,20 g/100 g, P3 = 7,59 g/100 g,

sedangkan kontrol yang hanya diberikan hijauan saja (Tabel 3.)

Tabel 3. Hasil analisis proksimat ransum sapi perah mengunakan bahan pakan lokal berbasis

kulit kopi untuk masing-masing perlakuan.

Perlakuan

Kandungan nutrisi pakan lokal sapi perah berbasis kulit kopi

Air

(g/100g)

Protein

(g/100g)

Lemak

(g/100g)

Energi

(kcal/kg)

SK

(g/100g)

ABU

(g/100 g)

Ca

(g/100 g)

P

(g/100g)

P1 * 11,00 11,93 3,48 3.315 21,88 17,48 2,09 0,53

P2 * 10,10 8,20 2,37 3.163 28,13 20,26 2,12 0,46

P3 * 9,65 7,59 2,97 3.170 32,50 21,49 1,61 0,54

P4

Keterangan: *Hasil analisa proksimat Laboratorium Balitnak Ciawi Bogor.

Hasil pencampuran menunjukan pakan P1, P2, P3 dan kontrol bila dilihat dari rata-rata

peningkatan produksi susu, maka susunan pakan pada P1 lebih sempurna dibandingkan dengan

kandungan nutrisi pada perlakuan yang lain yaitu air = 11,00 g/100g, Protein = 11,93 g/100g,

Lemak = 3,48 g/100g, Energi = 3.315 kcal/kg, Serat Kasar = 21,88 g/100g, Abu = 17,48 g/100g,

Ca = 2,09 g/100g , P = 0,53 g/100g. Hasil penelitian menunjukan peningkatan produksi susu

berpengaruh dengan kandungan protein, energi dan lemak akan tetapi serat kasar (SK) yang

terdapat pada P1 lebih kecil dari perlakuan manapun hanya 21,88 g/100g. Menurut Zein (1984)

pakan yang mengandung serat kasar (SK) rendah pada sapi perah juga ikut mempengaruhi

produksi susu, sedangkan Anggraeni (2012) menyatakan bahwa selain dari faktor genetik,

produksi susu juga dipengaruhi oleh kandungan zat nutrisi pada pakan. Pemberian bahan pakan

lokal sebagai pakan ternak perah dapat diberikan untuk meningkatkan produksi susu, hal ini

terlihat pada perlakuan P1 jauh lebih baik darri P2 dan P3, sesuai dengan pendapat (AAK, 1995)

bahwa kebutuhan protein dapat dicerna untuk pakan sapi perah yang sedang laktasi adalah 11,4.

KESIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan pengkajian ini dapat disimpulkan bahwa susunan pakan

terbaik untuk peningkatan produksi susu pada perternakan sapi perah adalah susunan pakan pada

perlakuan P1 yang mengandung protein 11,93 g/100g pakan yang diberikan yaitu terdiri dari

Page 202: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

193 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

hijauan 10 % dari BB, konsentrat komersial 0,8 kg/ekor/hari, dedak padi 2 kg/ekor/hari, kulit kopi

0,2 kg/ekor/hari, mineral 0,1 kg/ekor/hari, ubi kayu 1 kg/ekor/hari.

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1995. Petunjuk Praktis Berternak Sapi Perah. Penerbit CV. Kanisius. Yogyakarta.

Adiwinarti R, Fahira U.R dan Lestari, C.M.S. 2011. Pertumbuhan Sapi Jawa yang Diberikan

Pakan Jerami Padi dan Konsentrat dengan Level Protein Berbeda, Jurnal Ilmu Ternak dan

Veteriner., Vol. 16 No. 4. Puslibangnak. Bogor. ;260-265

Anggraeni. A. 2012. Perbaikan Genetik Sifat Produksi Susu dan Kualitas Susu Sapi Frishian

Holstein Melalui Seleksi. Wartazoa Bulletin Ilmu Perternakan dan Kesehatan Hewan.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kemeterian Pertanian. Jakarta. ;1 - 11

Badan Agribisnis Deptan. 1999. Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan Perternakan, Penerbit

CV. Kanisius. Yogyakarta

BPTP Unggaran. 1999. Pakan Sapi Perah Laktasi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Unggaran. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan. Jakarta.

BPS Provinsi Bengkulu. 2011. Bengkulu Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.

Bengkulu.

Syarief, M.Z dan Sumoprastowo, R.M C.D.A. 1985. Ternak Perah Untuk Sekolah Pertanian

Pembangunan . Penerbit CV. Yasaguna. Jakarta.

Page 203: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

194 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PENGARUH PERUBAHAN KOMPOSISI BAHAN PAKAN

TERHADAP BERAT HIDUP AYAM BROILER

Siswani Dwi Daliani dan Erpan Ramon

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

ABSTRAK

Secara kuantitas, perternakan unggas Indonesia sudah demikian pesatnya, sering terjadi fluktuasi harga

produksi perternakan unggas dipasaran, hal ini melahirkan kondisi statis pada usaha ternak unggas secara intensif,

sudah umum diketahui bahwa biaya pakan dapat mencapai 70 % dari biaya produksi, pengkajian dilaksanakan pada

bulan Maret sampai dengan April 2011 dikandang Unit Alih Teknologi (UAT BPTP) Bengkulu, tujuan pengkajian

yaitu untuk mengetahui pengaruh perubahan komposisi bahan pakan pada level tertentu terhadap berat hidup ayam

broiler, materi pengkajian adalah dengan menggunakan 100 ekor ayam broiler tanpa dipisahkan jenis kelamin.

rancangan pengkajian yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan, 5 ulangan dengan sistem

penghitungan SPSS, setiap perlakuan digunakan 4 jenis pakan yang berbeda kandungan komposisi bahannya, yaitu,

Perlakuan I. (Kontrol) diberikan Kosentrat komersil 50%, jagung halus 30%, dedak 20 % dan probiotik 0,3 %.

Perlakuan II diberikan Kosentrat komersil 40%, jagung halus 25%, dedak 35 % dan probiotik 0,3. Perlakuan III

diberikan Kosentrat komersil 40%, jagung halus 40%, dedak 20 % dan probiotik 0,3. Perlakuan IV diberikan Kosentrat

komersil 40%, jagung halus 35%, dedak 25 % dan Probiotik 0,3. Tiap ulangan terdiri dari 5 ekor ayam broiler,

perlakuan dan ulangan disusun atas pengacakan, analisis yang di gunakan adalah analisis keragaman. Pengambilan data

dalam pengkajian setelah ayam broiler memasuki priode finisher, terhitung dari pemeliharaan hari pertama dengan

melakukan penimbangan berat badan perminggu dan dibandingkan pada masing-masing perlakuan, pengambilan

sampel secara acak tiap ulangan, sistem pemeliharaan yang dilaksanakan pada tiap-tiap perlakuan sama, sesuai dengan

petunjuk pemeliharaan budidaya ayam broiler. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan susunan ransum yang

dipergunakan tidak berpengaruhnyata ( f hit < f tab pada tarap 0,05) terhadap bobot badan hidup, hal ini berarti bahwa

pengurangan kosentrat komersil 10%, dari kontrol dapat diaplikasikan, pengkajian menunjukan bahwa P III dengan

bobot badan hidup 1,696 Kg perekor adalah perlakuan yang paling efisien dibandingkan dengan perlakuan yang lain.

Kata kunci : perubahan, komposisi bahan, jagung, dedak, berat hidup, ayam broiler.

PENDAHULUAN

Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil

persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi terutama dalam

memproduksi daging ayam. Dalam usaha menunjang peningkatan perternakan unggas perlu kita

mengambil langkah pembinaan secara tehnis, penggalakan usaha ternak unggas dan dukungan

usaha disektor informal. Secara kuantitas, usaha perternakan unggas Indonesia sudah demikian

pesatnya. Namun sering terjadi kondisi tidak stabil akibat fluktuasi harga produksi perternakan

unggas, khususnya harga pakan unggas yang semakin mahal dan dilain pihak harga produksi

perternakan unggas tidak sebanding dengan biaya produksi yang di keluarkan untuk pembelian

pakan ternak. Melihat kondisi demikian maka diperlukan wawasan konstruktif, untuk menggali

kreatifitas dan inovatif peternakan atau minat usaha perternakan unggas secara terapan, terutama

dalam pengelolaan pakan tanpa mengabaikan kebutuhan nutrisi dan aspek ekonomis.

Usaha ternak unggas secara intensif ditandai dengan produktivitas yang tinggi (broiler

mencapai berat badan 1,5 kg dalam waktu 32 hari), seiring dengan input produksi yang memadai

untuk menunjang hasil yang tinggi tersebut. Input produksi mencakup bibit, pakan, pencegahan

penyakit dan termasuk manajemen pemeliharaan yang seksama. Dalam menyusun/meracik

ransum ternak unggas umumnya menggunakan beberapa jenis bahan pakan untuk memenuhi

kebutuhan zat nutrisi dan gizinya, yang perlu menjadi perhatian adalah dalah hal kandungan zat

nutrisi yang terkandung pada pakan harus sesuai dengan kebutuhan nutrisi ransum ternak ayam

broiler (Tabel 1).

Page 204: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

195 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 1. Kebutuhan zat nutrisi untuk ternak ayam broiler (potong) per ekor.

No Zat Nutrisi Kebutuhan nutrisi ayam broiler pada umur

Starter ( 0 – 4 mg) Finisher (5 mg – potong)

1

2

3

4

5

6

Protein (%)

Lemak (%)

Serat kasar (%)

Ca (%)

P (%)

ME (kkal/kg)

22 – 23

5,5 – 8,0

2,0 – 5,0

1,0

0,5 – 0,7

2700 -2900

20 – 21

5,5 – 8,5

4,0 – 5,0

1,0

0,4 – 0,5

2500 – 3400

Sumber : (Scott et all., 1976 ).

Untuk dapat mengantisipasi kendala-kendala tersebut, tidak banyak yang dapat

dilakukan oleh peternakan unggas rakyat, selain hanya dapat mengupayakan untuk menghemat

biaya dengan tetap mempertahankan tingkat produksi melalui perubahan komposisi campuran

bahan baku pakan lokal (jagung dan dedak padi) yang dapat meningkatkan produksi dengan tidak

mengabaikan kebutuhan zat nutrisi yang menjadi kebutuhan untuk produksi daging.

Ternak unggas terutama ayam ras pedaging sangat menyukai jagung, karena jagung

selain kandungan nutrusinya sangat dibutuhkan ternak ayam juga memberi keuntungan lain

terhadap penampakan warna pakan yang menjadi kekuning-kuningan (Wawan, 2003). Selain itu

jagung mengandung xanthopfil yang merupakan zat pemberi pigmen warna kuning dibagian kaki

dan kulit pada ayam ras pedaging. Dari tiga jenis jagung yang ada yaitu, jagung kuning, jagung

merah dan jagung putih, umumnya jagung kuning yang biasanya digunakan sebagai bahan baku

pakan ternak. Karena jagung kuning tersebut mempunyai kandungan bahan nutrisi yang relatif

lebih baik, selain itu ketersedian jagung kuning relatif mencukupi. Namun fluktuasi harga

dipasaran menjadi kendala dari bahan baku ini.

Tabel 2. Kandungan nutrisi bahan pakan jagung kualitas baik.

No. Zat nutrisi Kandungan dalam bahan

1. Energi metabolisme (kkal/kg) 3.320-3.430

2. Protein (%) 9,00

3. Lemak (%) 3,70-4,10

4. Serat kasar (%) 1,90-2,20

5. kalsium(%) 0,03

6. Fosfor (%) 0,29

7. Lisin (%) 0,26-0,27

Sumber : (Wawan, 2003).

Penggunaan dedak padi dalam pakan ternak unggas khususnya ayam ras pedaging harus

dibatasi karena mengandung serat kasar yang relatif tinggi yaitu 7,5 % (Tabel 3) dan kebanyakan

ternak unggas tidak mampu mencerna serat kasar lebih dari 4 %. Pemanfaatan dedak sebagai

bahan pakan ayam juga perlu diperhatikan kualitasnya yang bisa saja mengandung kulit ari beras

dan menir atau pecahan beras. Akan tetapi tidak boleh tercampur dengan kulit padi yang keras

atau pecahan sekam, jika sampai tercampur maka kandungan nutrisinya akan berbeda dan serat

kasarnyapun akan meningkat hingga 25 %.

Tabel 3. Kandungan nutrisi bahan pakan dedak padi kualitas baik.

No. Zat nutrisi Kandungan dalam bahan (%)

1. Kadar air (%) 11,5

2. Protein (%) 13,0

3. Lemak (%) 19,0

4. Serat kasar (%) 7,5

5. Abu (%) 7,0

Sumber : (Wawan, 2003)

Page 205: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

196 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Pengkajian bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan pemberian jagung dan

dedak halus dalam ransum terhadap berat hidup ayam broiler dalam jangka waktu pemeliharaan

30 hari, disamping itu juga dapat memberikan informasi kepada peternak tentang susunan bahan

pakan yang sempurna untuk diaplikasikan ke usaha ternak ayam broiler.

BAHAN DAN METODA

Pengkajian ini dilaksanakan selama 30 hari dikandang ayam pada komplek BPTP

Bengkulu dari bulan Maret - April 2011, bahan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah : 100

ekor ayam broiler berumur 20 hari tanpa dipisahkan jenis kelaminnya, ransum komersil (BR II

dan BR I), redak, ragung halus, rtarbio, vitachik dan neobro serta Air minum sesuai kebutuhan,

adapun perlakuan pakan berdasarkan perubahan komposisi bahan pakan jagung dan dedak padi

yang di berikan pada aayam broiler umur 20 hr sampai panen (Tabel 4).

Tabel 4. Susunan ransum perlakuan pengkajian yang diberikan pada ayam broiler berdasarkan

perubahan komposisi jagung dan dedak padi.

No Bahan Makanan Komposi Bahan Pakan Perlakuan ( % )

I (Kontrol) II III IV

1 Jagung kuning 30 25 40 35

2 Kosentrat komersil 50 40 40 40

3 Dedak padi 20 35 20 25

4 Probiotik 0,3 0,3 0,3 0,3

Pengkajian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4

perlakuan 5 ulangan, setiap perlakuan menggunakan 5 ekor ayam broiler. Parameter yang

di ukur adalah pengaruh bahan pakan terhadap berat hidup ayam broiler yang

digambarkan secara sistematis dengan menggunakan persamaan:

Yij = µ + ԏi + ∑ij

Keterangan : Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-I

µ = Nilai tengah umum

ԏi = Pengaruh perlakuan ke-I

∑ij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

I = Banyaknya perlakuan (I,II,III dan IV)

J = Banyaknya ulangan

Untuk mengetahui pengaruh terhadap parameter yang diukur maka dilakukan uji

statistik dengan rancangan acak lengkap (RAL) menggunakan analisis sidik tragam. Sedangkan

untuk menghitung berat hidup ditentukan dengan menghitung :

1. Berat Hidup perminggu (BH m) = BH minggu ini – BH minggu sebelumnya

2. Berat Hidup perhari (BH h) dapat diperoleh dengan:

BH h = BH m

Lama hari per minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengkajian diperoleh perlakuan komposisi jagung dan dedak halus pada pakan

periode finisher disetiap perlakuan yang diberikan tidak berpengaruhnyata terhadap pertambahan

bobot badan hidup berdasarkan penghitungan dengan menggunakan analisis sidik ragam,

berdasarkan data bobot hidup pada permulaan memasuki periode finisher (umur 20 hari) secara

keseluruhan rata-rata perekor 1,797 ons. Sedangkan dari minggu ke I sampai dengan minggu ke II

pada periode ini diperoleh pertambahan bobot badan rata-rata adalah 3,205 ons, sedangkan rata-

Page 206: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

197 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

rata minggu ke 3 (21 hari) menjelang perlakuan adalah 11,2325 - 5,002 = 6,2305 ons/ekor. Pakan

diberikan pada priode starter diberikan pakan komersil secara menyeluruh (Bambang, 1987) yaitu

dengan kadungan nutrisi : air =13 %, PK= 21 %, LK= 4 %, SK= 5 %, Abu= 6 %, Ca= 0,9 – 1,2

%, P= 0,7 – 0,9 %, cocidiostat dan Antibiotik= +, Sedangkan air minum diberikan secara

adlibitum periode ini diberikan vitachik.

Pada hari pertama minggu pertama priode finisher pada hari ke 21, rata-rata berat ayam

P1 (kontrol) : P2 : P3 : P4 = (1,088 kg : 1,125 kg : 1,120 kg : 1,160 kg ). Pada mingu kedua

periode finisher hari ke 28 adalah 1,58 : 1,52 : 1,59 : 1,53 terjadi peningkatan rata-rata bobot

badan pada masing-masing perlakuan yaitu (0,49 kg : 0,40 kg : 0,47 kg : 0,37 kg), sedangkan

peningkatan dari hari ke 28 sampai dengan hari ke 30 masing-masing adalah 0,118 kg : 0,140 kg :

0,106 kg : 0,160 kg (Tabel 6).

Tabel 6. Keragaan pertambahan rata-rata berat badan ayam broiler pada periode finisher selama

pengkajian.

No

Perlakuan

Pertambahan Bobot Badan Rata-rata (kg/ekor/mg)

Berat Badan pada hari ke Pertambahan Bobot Badan hari ke

21 28 30 21 – 28 28 - 30

1 P1 (Kontrol) 1,088 1,58 1,698 0,49 0,118

2 P2 1,125 1,52 1,660 0,40 0,140

3 P3 1,120 1,59 1,696 0,47 0,106

4 P4 1,160 1,53 1,690 0,37 0,160

Dari data yang diperoleh jelas bahwa peningkata bobot badan yang cukup pesat adalah

pada perlakuan kontrol P1 (0,49 kg/ekor/mg), sedangkan perlakuan terendah adalah pada P 2

(0,40 kg/ekor/mg). Pada minggu ke2 atau hari ke 28 perlakuan P3 masih mempunyai angka rata-

rata berat hidup tertinggi (1,59 kg/ekor). Berdasarkan hasil analisis perhitungan data diperoleh,

perlakuan pakan yang diberikan tidak berpengaruh nyata (nonsignifikan) dimana F hit < F tabel

(0,238 : 3,15) pad tingkat kepercayaan 95% yang artinya pemberian pakan pada tiap-tiap level

perlakuan dapat diaplikasikan. Aak (1982), dengan meracikan jagung dan dedak padi yang

ditambahkan kepakan konsentrat komersil maka hal ini akan dapat mengefisiensikan konsumsi

pakan komersil yang biayanya relatif mahal, tentu dengan tidak mengurangi bobot badan yang

diproduksi oleh perternakan ayam broiler, P 1 (kontrol) yang diawali dengan bobot badan rata-

rata terendah hari ke 21 (1,088 kg) pada hari ke 30 terlihat sudah mencapai bobot badan yang

hampir sama dengan perlakuan P 2, P 3 dan P 4, yaitu rata-rata 1,698 kg/ekor, disebabkan oleh

kandungan bahan makanan dan zat nutrisi lebih sempurna dilihat komposisi konsentrat komersial

dari P 2; P 3 dan P 4.

Berdasarkan analisis sidikragam perbedaan rata-rata tersebut tidak berpengaruh nyata

(nonsignifikan) terhadap seluruh perlakuan dalam penelitian ini, berarti bahwa perlakuan yang

diberikan akan lebih baik pada perlakuan P 3, sebab data rata-rata hampir sama dengan kontrol

dan bahan pakan yang dipergunakan pada perlakuan ini relatif lebih efisien dan dinilai

harganyapun juga relatip lebih murah dibandingkan dengan perlakuan P1.

KESIMPULAN

Pada sistem pemeliharaan yang sama (homogen) dapat disimpulkan bahwa susunan

pakan pada perlakuan 3 (P3) lebih baik dibandingkan dengan kontrol (P1), pengembangan

peracikan pakan ayam broiler masih diperlukan penelitian lanjutan sampai perlakuan yang

memberikan berpengaruh nyata untuk memperoleh hasil optimum terhadap pemeliharaan.

Sosialisasi terhadap peternak untuk menginformasikan susunan pakan terbaik adalah P 3 yaitu

dengan komposisi ( Jagung : Konsentrat Komersil : Dedak padi : Mineral = 40 : 40 : 20 : 0,3 )

mengacu pada hasil dan pembahasan maka perlu dilakukan analisis ekonomi perternakan ayam

broiler, pengembangan ayam broiler perlu dibangun, atas dukungan berbagai pihak termasuk

kegiatan penelitian dan penyusunan kebijakan, kerjasama yang baik dan terarah diharapkan dapat

meningkatkan kinerja usaha perternakan ayam broiler sebagai peluang agribisnis dengan tujuan

meningkatkan pendapatan peternak.

Page 207: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

198 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

DAFTAR PUSTAKA

Aak. 1982. Pedoman Beternak Ayam Negeri . Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Anggorodi, R. 1997. Ilmu Makanan Ternak Unggas Kemajuan Muktahir. Fakultas Pertanian.

Instistut Pertanian Bogor. Bogor.

Bambang. A.M. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Khanchai A Gomes and Arturo A Gomes. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian;

edisi kedua, Universitas Indonesia Press. Jakarta

Muhammad Daud. 2005. Identifikasi dan Pemanfaatan Bahan Baku Pakan Lokal Untuk

Pengembangan Peternakan Unggas di Nangro Aceh Darussalam Pasca Tsunami, Prosfd.

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Puslitbangnak Badan

Litbang Pertanian dan Fakultas Perternakan Universitas Diponogoro. Semarang. ;163 -168

Scott, M.I., M.C Neshein and R.J Young. 1976. Nutrition of The Chikens, 3 Th E.D Scott

Asotiation,it hac New York.

Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas Perternakan. Universitas Gadjahmada.

Yogyakarta.

Summer and Lesson. 1965. The Offcet of dearty energy and Protein on Carcas compotints with

anote on amethot for estimating iliyonis. USA.

Wahyu, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Pengantar perternakan didaerah tropis. UGM Press.

Yogyakarta.

Page 208: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

199 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PENGARUH PERBANDINGAN JANTAN-BETINA

TERHADAP FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR ITIK

DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN

Suryana, Sholih, N.H., H. Kurniawan, Suprijono dan Retna Qomariah

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan

e-mail [email protected]

ABSTRAK

Salah satu penyebab kegagalan dalam proses penetasan telur itik di kabupaten Hulu Sungai Tengah,

Kalimantan Selatan adalah rendahnya daya tunas dan daya tetas telur, sehingga anak itik (DOD) yang dihasilhan

jumlahnya sedikit. Di sisi lain, permintaan anak itik sebagai bibit dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Upaya

yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menggunakan perbandingan itik jantan dan betina (sex

ratio) yang ideal. Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Mandingin Kecamatan Barabai, Kalimantan Selatan dengan

melibatkan 3 orang kooperator penetas itik. Tiap koopetor melakukan penetasan telur masing-masing sebanyak 3 kali

periode penetasan, dengan perbandingan jantan dan betina 1:5, 1:10 dan 1:28 (pola petani). Hasil pengamatan

menunjukkan bahwa perbadingan jantan-betina (sex ratio) 1:5 memberikan hasil data tunas telur (fertilitas yang lerbih

baik dibanding pola pemeliharaan petani (1:28), namun hasil daya tetas dan mortalitas pada periode I untuk produksi

telur 1 bulan lebih besar jika dibanding periode II dan III dengan umur tetas yang relatif tua.

Kata kunci : daya tunas, daya tetas, sex ratio, itik

PENDAHULUAN

Itik lokal, termasuk itik Alabio berperan tidak saja sebagai sumber pangan yang cepat

menghasilkan (quick yielding) (Solihat et al., 2003), tetapi lebih penting lagi merupakan sumber

pendapatan peternak (Hamdan dan Zuraida, 2007; Hamdan et al., 2010), menciptakan lapangan

pekerjaan dan menambah konsumsi protein hewani bagi peternak dan masyarakat (Jarmani dan

Sinurat, 2004). Saat ini itik unggul yang mulai berkembang di Kalimantan Selatan adalah itik MA

(Mojosari-Alabio) yang merupakan hasil persilangan antara itik Mojosari jantan dan itik Alabio

betina.Itik MA diusahakan utamanya berperan sebagai penghasil telur, baik telur konsumsi

maupun telur tetas. Telur tetas yang berkualitas dapat diperoleh dari induk yang berkualitas baik,

dengan perbandingan jantan dan betina (sex ratio) yang seimbang, sementara untuk mengetahui

telur yang fertil atau bertunas, terlebih dahulu harus dilakukan penetasan. Keberhasilan usaha

penetasan telur itik salah satunya ditentukan oleh faktor-faktor seperti: kualitas telur, bobot telur,

indeks telur, fertlitas dan daya tetas (Istiana, 1994; Wibowo et al. 2005). Fertilitas dan daya tetas

telur itik memegang peranan penting dalam memproduksi bibit anak itik (Wibowo et al., 2005;

Suryana dan Tiro, 2007), sehingga dihasilkan jumlah bibit sesuai yang diharapkan (Suryana,

2011).

Kendala yang sering dihadapi dalam penetasan telur itik, antara lain kematian

embriodan telur yang tidak bertunas atau infertil umumnya tinggi selama proses penetasan

(Baruah et al., 2001; Setioko, 2005). Setioko et al,. (2004) menyatakan bahwa faktor yang dapat

mengakibatkan kematian embrio atau embrio cacat adalah faktor biologis yang menyebabkan

spermatozoa tertinggal dalam oviduct dalam waktu lama dan kapasitas sperma yang rendah

fertilitasnya. Faktor lingkungan antara lain temperatur, kelembaban dan konsentrasi gas yang

terdapat di dalam telur (Kortlang, 1985). Kelembaban berpengaruh terhadap kecepatan hilangnya

air dari dalam telur selama inkubasi (Setioko, 1998). Kehilangan air yang banyak menyebabkan

keringnya chario-allantoic untuk kemudian digantikan oleh gas-gas, sehingga sering terjadi

kematian embrio dan telur membusuk (Baruah et al., 2001).

Penetasan telur itik Alabio yang sekarang banyak dilakukan peternak di Kabupaten

Hulu Sungai Utara (HSU), Hulu Sungai Selatan (HSS) dan Hulu Sungai Tengah (HST), sebagian

besar masih tradisional dengan menggunakan sekam/gabah sebagai sumber panasnya (Nawhan,

1991; Setioko, 1998; Suryana dan Tiro, 2007), dan sumber pemanas listrik (Wasito dan

Rohaeni, 1994), atau kombinasi di antara keduanya, dengan kapasitas bervariasi antara 1000-

2.500 butir/periode penetasan (Suryana dan Tiro, 2007).

Cara penetasan menggunakan sistem sekam atau gabah diakui peternak/penetas

memiliki keunggulan dibanding dengan alat penetasan boks yang terbuat dari kayu atau tripleks.

Page 209: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

200 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Cara penetasan tersebut di samping daya tetas yang dihasilkan lebih tinggi, juga kapasitas alat

penetas lebih banyak sehingga dalam periode penetasan tertentu dapat menghasilkan DOD dalam

jumlah besar. Selanjutnya faktor lainnya yang mempengaruhi keberhasilan penetasan adalah

kualitas telur di antaranya bobot telur yang banyak dipengaruhi faktor genetik, umur induk,

musim dan pakan (Solihat et al., 2003). Perbedaan ini diduga disebabkan oleh asal telur tetas

yang digunakan sumbernya tidak sama, dan dihasilkan oleh induk yang mempunyai bobot badan

bervariasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Applegate et al. (1998) bahwa bobot telur yang

dihasilkan berkorelasi positif dengan bobot induk. Bobot telur dipengaruhi oleh faktor-faktor

dewasa kelamin, umur itik, bangsa, tingkat protein dalam pakan, cara pemeliharaan dan

temperatur lingkungan (Solihat et al. 2003).

Ditinjau dari aspek pakan, Wahju (1997) mengemukakan bahwa penurunan besar telur

dapat disebabkan oleh defisiensi asam linoleat ataupun kandungan zat anti nutrisi tertentu dalam

pakan seperti nicarbacin dan gossypol. Defisiensi asam linoleat dalam pakan dapat

mengakibatkan bobot telur yang dihasilkan lebih ringan, sehingga berat embrio juga lebih rendah

(Komarudin et al., 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas telur adalah rasio jantan dan betina, pakan

induk, umur pejantan yang digunakan dan umur telur (Srigandono, 1997), jumlah induk yang

dikawini oleh satu pejantan dan umur induk (Solihat et al. 2003). Selain itu, hubungan temperatur

lingkungan yang semakin meningkat antara lain temperatur atmosfir disinyalir dapat

menyebabkan penurunan fertilitas telur atau sebaliknya (Kortlang, 1985). Menurut Wilson (1997)

daya tetas sangat dipengaruhi oleh status nutrien pakan induk, sehingga keseimbangan kebutuhan

nutrien untuk perkembangan embrio normal tidak terpenuhi dengan baik (Kortlang, 1985).

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperoleh telur tetas itik yang berkualitas baik

dengan daya tunas dan daya tetas optimal.

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat

Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Mandingin Kecamatan Barabai, Kabupaten Hulu

Sungai Tengah (HST). Kegiatan ini merupakan uji teknologi yang dilakukan pada kelompok UP-

FMA “Giat Usaha”, dengan materi yang digunakan adalah itik MA (Mojosari-Alabio) berumur

6 bulan sebanyak 56 ekor. Introduksi teknologi yang dilakukan adalah:

Perbaikan perbandingan jantan – betina (sex ratio)

Perbaikan kandang (panggung)/kandang kelompok

Perbaikan pakan

Rancangan Pengujian dan Parameter yang Diamati

Rancangan yang digunakan dalam uji teknologi dan pakan susunan pakan seperti tertera

pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1.Rancangan perlakuan uji teknologi.

Perlakuan Ulangan Keterangan

A A1 Perbandingan jantan dan betina (1:5)

A2

A3

B B1 Perbandingan jantan dan betina (1:10)

B2

B3

C (Kontrol) Pola petani Perbandingan jantan dan betina (1:28)

Page 210: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

201 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 2. Susunan bahan dan kompsisi pakan serta kandungan nutrisi ransum perlakuan.

No. Bahan pakan Persentase (%)

1. Sagu/paya 40,0

2. Dedak halus 20,0

3. Pakan komersial (PAR L) 19,5

4. Ikan kering 15,0

5. Konsentrat 3,0

6. Mineral itik 2,5

Jumlah 100,0

Kandungan nutrien *)

1. Energi metabolis (kkal/kg) 2.800

2. Protein kasar (%) 16,5

3. Serat kasar (%) 5,17

4. Lemak kasar (%) 4,88

5. Kalsium (%) 2,99

6. Phosphor (av.) (%) 0,67

Harga pakan (Rp)/kg 2.180.-

Sumber : BPTP Kalimantan Selatan, 2010.

*) berdasarkan perhitungan

Paramater Diamati

1. Produksi telur harian (%), dihitung dengan mencacat setiap hari produksi telur yang

dihasilkan.

2. Daya tunas telur (%), dihitung berdasarkan rumus :

Jumlah telur menetas x 100%

Jumlah telur bernas

3. Daya tetas (%), dihitung berdasarkan rumus :

Jumlah telur ditetaskan x 100%

Jumlah telur bertunas

4. Bobot tetas (g), diperoleh dari hasil penimbangan anak itik umur sehari (DOD) setelah

bulunya mengering/ekor.

5. Bobot telur (g), diperoleh dengan cara penimbang masing-masing telur

6. Mortalitas (%).

Analisis Data : Selanjunya data yang terkumpul ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Produksi Telur

Produksi telur merupakan salah satu sifat kuantitatif penting yang bernilai ekonomis

tinggi dari performan unggas petelur. Rata-rata produksi telur itik selama lima bulan

pengamatan, disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Keragaan produksi telur itik Alabio.

No. Bulan Produksi Telur (%) Bobot telur (g) Indeks telur (%)

1 Oktober 20,50 39,52 74,82

2. November 35,68 41,22 76,21

3. Desember 58,90 50,45 78,52

4. Januari 75,21 52,75 79,21

5. Februari 77,57 53,88 79,55

Page 211: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

202 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata produksi telur itik tertinggi diperoleh pada bulan

Februari sebesar 77,57%, sementara terendah pada bulan Oktober 2011 (29,50%). Hal ini dapat

dipahami bahwa peningkatan produksi telur seiring dengan penambahan umur itik dan pemberian

pakan yang memadai. Hal ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan Suryana (2011), bahwa

produksi telur itik Alabio di Kasbupaten Hulu Sungai Utara selama lima bulan pengamatan

sebesar 76,48%, tetapi lebih tinggi dari yang dilaporkan Setioko dan Istiana (1999) menyatakan

bahwa produksi telur itik Alabio selama 5 bulan pengamatan mencapai 75,19%. Perbedaan

produksi telur yang dicapai dalam pengamatan ini diduga disebabkan umur pertama bertelur

bervariasi.

Menurut Yuwono et al. (2005), kemungkinan lainnya yang menyebabkan perbedaan

produksi telur adalah jumlah dan kandungan nutrien pakan belum optimal, karena kebutuhan

nutrien selama proses pembentukan telur kurang memadai. Laporan lainnya dikemukakan

Hamdan dan Zuraida (2007); Hamdan et al. (2010), bahwa produksi telur itik Alabio selama 4-6

bulan di Kecamatan Babirik, HSU berkisar antara 66,92-70,00%. Sementara itu Rohaeni (1997)

menyatakan bahwa produksi telur itik Alabio dengan pemberian pakan lokal selama ±6 bulan

sebesar 72,35% dan lebih rendah dari hasil yang dikemukakan Rohaeni dan Setioko (2001),

bahwa rataan produksi telur dengan perlakuan ransum berbeda, berturut-turut sebesar 68,86%;

60,07% dan 48,09%. Prasetyo dan Susanti (1999/2000) melaporkan bahwa produksi telur itik

Alabio yang dipelihara intensif meningkat menjadi 200-250 butir/th, bila dibandingkan dengan

cara tradisional. Solihat et al., (2003) mengemukakan produksi telur dari tiga bangsa itik (Alabio,

Tegal dan Mojosari) yang dipelihara intensif berkisar antara 42,46-63,40%.

Menurut Edianingsih (1991) faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan produksi

telur adalah genetik dan lingkungan. Faktor genetik merupakan pewarisan sifat dari tetuanya

antara lain dewasa kelamin lebih awal (Hardjosworo et al. 2001), tingginya intensitas peneluran,

persentase peneluran dan clutch (Appleby et al., 2004), sementara lingkungan lebih dominan

pengaruhnya adalah pemberian pakan dan cara pemeliharaan (Solihat et al., 2003; Pingel, 2005),

dan bobot telur (Ketaren et al., 1999).

Selain itu, beberapa karakteristik genetik yang mempengaruhi produksi telur lainnya

adalah masak kelamin, intensitas bertelur yang tinggi, panjang masa bertelur dan lama istirahat

(Solihat et al., 2003). Produksi telur dipengaruhi oleh pakan, genetik dan kecepatan masak

kelamin, kandungan nutrien pakan, imbangan energi dan protein pakan yang berbeda (Solihat et

al., 2003), periode bertelur dan masa rontok bulu (molting) (Purba et al., 2005), stress pada saat

adaptasi masuk kandang baru yang terlalu singkat akan mempengaruhi perbedaan produksi telur

(Solihat et al., 2003).

Rata-rata bobot telur tetas yang digunakan bervariasi. Bobot telur tertinggi sebesar

58,33 g dan terendah 39,52 g Rataan bobot telur itik Alabio yang dihasilkan dari penelitian ini

lebih tinggi dibanding bobot telur itik Alabio, seperti yang dilaporkan Prasetyo dan Susanti

(1999/2000) yakni 60,21±5,64. Bobot telur merupakan sifat yang banyak dipengaruhi oleh faktor

genetik, umur induk, posisi telur dalam clutch, musim dan pakan (Solihat et al., 2003). Perbedaan

ini diduga disebabkan oleh asal telur tetas yang digunakan sumbernya tidak sama dan dihasilkan

oleh induk yang mempunyai bobot badan bervariasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Applegate

et al., (1998) bahwa bobot telur yang dihasilkan berkorelasi positif dengan bobot induk.

Bobot telur dipengaruhi oleh faktor-faktor dewasa kelamin, umur itik, bangsa, tingkat

protein dalam pakan, cara pemeliharaan dan temperatur lingkungan (Solihat et al., 2003). Ditinjau

dari aspek pakan, Wahju (1997) mengemukakan bahwa penurunan besar telur dapat disebabkan

oleh defisiensi asam linoleat ataupun kandungan zat anti nutrisi tertentu dalam pakan seperti

nicarbacin dan gossypol. Defisiensi asam linoleat dalam pakan dapat mengakibatkan bobot telur

yang dihasilkan rendah sehingga berat embrio juga lebih rendah (Komarudin et al., 2008).

Indeks telur merupakan perbandingan antara panjang telur dibagi lebar dikali 100%.

Rata-rata indeks telur itik tertinggi (79,55%), sedangkan terendah 74,82%. Indeks telur yang

mencerminkan bentuk telur sangat dipengaruhi oleh genetik dan bangsa (Romanov et al., 1995),

juga proses-proses yang terjadi selama pembentukan telur (Larbier dan Leclercq, 1994). Hasil

pengamatan ini lebih tinggi dari yang dilaporkan Suryana (2011), bahwa rata-rata index telur

yang diperoleh selama proses penetasan sebasar 78,22%.

Keragaan Hasil Penetasan

Page 212: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

203 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Daya tunas atau fertilitas telur adalah perbandingan antara telur yang fertil dengan

jumlah total telur yang ditetaskan. Rata-rata fertilitas telur tertinggi sebesar 97,88 % pada priode

penetasan ke III dan sex ratio (1:10), sementara terendah 50,21% priode penetasan ke I dan sex

ratio (1:28) atau kontrol (Tabel 4). Perbedaan fertilitas ini diduga disebabkan oleh manajemen

pemeliharaan, khususnya pemberian pakan dan perbandingan jantan betina yang kurang tepat.

Fertilitas telur dalam penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian sebelumnya, yang dilaporkan

Istiana dan Setioko (1999), yaitu penetasan itik Alabio kontrol dan terseleksi di Kabupaten HST

masing-masing sebesar 73,33% dan 77,4%, sementara Rohaeni et al. (2005) melaporkan bahwa

rata-rata fertilitas telur itik Alabio sebesar 88,16%. Demikian pula hasil yang dilaporkan

Brahmantiyo dan Prasetyo (2001), bahwa rata-rata fertilitas pada telur itik Alabio sebesar

79,12%±2,71. Wibowo et al., (2005) melaporkan fertilitas telur itik yang diperoleh selama 27 kali

periode penetasan sebesar 85,3%.

Pendapat lainnya dikemukakan Setioko et al. (1999), bahwa fertilitas telur itik Alabio di

lokasi Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan (SPAKU) di Kabupaten HSU

sebesar 95,57%, sedangkan dilaporkan Suryana dan Tiro (2007), hasil fertilitas yang diperoleh

selama 26 periode penetasan telur itik Alabio di Kabupaten HSU sebesar 90,38%. Purba et al.,

(2005) menyatakan bahwa rata-rata fertilitas telur itik di daerah sentra produksi dan penetasan di

Kabupaten Blitar, Jawa Timur berkisar antara 86,46-90,49%, sementara Yuwono et al., (2005)

melaporkan bahwa rataan fertilitas telur itik lainnya selama lima periode penetasan sebesar

89,31%. Faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas telur adalah rasio jantan dan betina, pakan

induk, umur pejantan yang digunakan dan umur telur (Srigandono, 1997), jumlah induk yang

dikawini oleh satu pejantan dan umur induk (Solihat et al., 2003). Selain itu, hubungan

temperatur lingkungan yang semakin meningkat antara lain temperatur atmosfir disinyalir dapat

menyebabkan penurunan fertilitas atau sebaliknya (Kortlang, 1985).

Tabel 4. Keragaan hasil penetasan telur itik Alabio.

Periode

penetasan

Jumlah

telur

(butir)

Kode

Daya

tunas

(%)

Daya

tetas

(%)

Embrio

mati (%)

Mortalitas

(%)

Bobot

tetas (g)

I 50 A 96,68 37,67 63,03 5,0 35,67

50 B 96,35 35,35 14,66 2,0 36.89

50 K 50,21 8,00 92,0 10,0 35.54

II 100 A 96,70 42,55 57,45 1,0 37,22

100 B 96,41 45,76 54,43 0 37,89

100 K 51,33 10,21 89,79 0 38,01

III 150 A 97,12 50,58 41,42 0 41,22

150 B 97,88 52.89 47,11 0 42,10

100 K 50,91 10,33 89,67 0 40,46

Keterangan : A = sex ratio (1 : 5); B = sex ratio (1 : 10); K = Kontrol sex ratio (1;28)

Rata-rata daya tetas tertinggi (52,89%), sedangkan terendah (8,0%). Rendahnya daya

tetas ini diduga disebabkan oleh faktor non teknis, yaitu sarana penetasan yang kurang

mendukung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lasmini et al., (1992), tinggi rendahnya daya tetas

bergantung kepada kualitas telur tetas, sarana penetasan dan keterampilan pelaksana, dan

lamanya penyimpanan telur (Kortlang, 1985). Hasil kajian Setioko (1998) menyebutkan bahwa

penyimpanan telur tetas selama 1-3 hari diperoleh rataan daya tetas lebih tinggi (73,43%),

dibandingkan penyimpanan selama 5-7 hari hanya mencapai 65,03%. Rataan daya tertas telur

yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang

dilaporkan Rohaeni et al., (2005); Suryana dan Tiro (2007), rataan daya tetas telur itik Alabio

masing-masing sebesar 79,49% dan 61,77%, tetapi sebaliknya lebih tinggi dari laporan

Brahmantiyo dan Prasetyo (2001) sebesar 48,98%±2,16. Menurut Wilson (1997) daya tetas

sangat dipengaruhi oleh status nutrien pakan induk, sehingga keseimbangan kebutuhan nutrien

untuk perkembangan embrio normal tidak terpenuhi dengan baik (Kortlang, 1985).

Page 213: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

204 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Rata-rata bobot tetas tertinggi diperoleh pada penetasan periode III sebesar (42,10 g),

sementara terendah pada kode K (35,54 g). Hal ini sesuai dengan pernyataan Applegate et al.,

(1998), bahwa bobot telur tetas mempunyai pengaruh signifikan terhadap bobot tetas yang

dihasilkan. Bobot tetas yang dihasilkan dalam penelitian ini relatif sama dengan hasil penelitian

Lasmini et al., (1992) sebesar 42,22 g, tetapi lebih besar bila dibandingkan hasil yang diperoleh

Brahmantiyo dan Prasetyo (2001) yakni 39,85 g±0,66.

Mortalitas DOD yang diperoleh selama penelitian tertinggi (10%) pada periode

penetasan I dan terendah (1,0%) diperoleh pada periode penetasan II, dengan rasio jantan:betina

yang diperoleh hasilnya sama, yakni 1:1. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wibowo et al.,

(2005), bahwa DOD normal yang diperoleh dari penetasan selama 27 periode sebanyak 42350

ekor, dengan perincian DOD jantan 21.023 ekor dan betina 20.916 ekor, atau mendekati

perbandingan jantan dan betina adalah 1:1.

Temperatur dan kelembaban merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan

penetasan telur. Rata-rata temperatur tertinggi (38,750C) dan terendah (37,94

0C), sedangkan rata-

rata kelembaban tertinggi (68,87%) dan terendah (66,51%±2,4). Tingginnya temperatur

disebabkan oleh panas dalam alat penetas kurang stabil, sedangkan kelembaban yang

berfluktuatif diduga disebabkan oleh pergantian/penambahan air yang berubah-ubah. Menurut

Setioko (1998) temperatur mesin penetasan yang ideal sekitar 370C, dan kelembaban akhir masa

penetasan dinaikkan menjadi 85%. Kortlang (1985) menyatakan bahwa kelembaban relatif

selama proses penetasan umur telur 1-26 hari sebesar 79%.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa perbandingan jantan betina (sex

ratio) itik 1: 5 dan 1:10 memberikan hasil fertilitas atau daya tunas telur yang tidak jauh

berbeda, namun hasil daya tetas dan mortalitas pada periode I untuk produksi telur 1 bulan,

mortalitas DOD nya lebih besar, jika dibanding periode II dan III yang umur telur tetasnya

relatif tua.

Saran

Untuk pemeliharaan selanjutnya, karena yang diperlukan itik betina untuk menghasilkan telur

tetas yang lebih banyak, maka disarankan menggunakan perbandingan jantan-betina (1:10),

yakni 1 ekor jantan dengan 10 ekor betina.

DAFTAR PUSTAKA

Alfiyati, A. 2008.Si Penghasil Telur dan Daging Yang Handal Dari Kalimantan Selatan;Bibit.

Media Informasi Perbibitan Ternak 2 (1):19-21.

Applegate, T.J, D. Harper andL. Lilburn. 1998. Effects of hen age on egg composition and

embryo development in commercial Pekin ducks. Poult Science 77:1608-1612.

Baruah, K.K, P.K. Sharma dan N.N, Bora. 2001. Fertility, hatchability and embryonic mortality

in ducks. J. IndianVeteterinary 78:529-530.

Biyatmoko, D. 2005. Petunjuk Teknis dan Saran Pengembangan Itik Alabio. Dinas Peternakan

Provinsi Kalimantan Selatan. Banjarbaru. ;9

Biyatmoko, D. 2005a. Kajian Arah Pengembangan Itik Di Masa Depan. Makalah disampaikan

pada Ekspose Konsultan Pengembangan Ternak Kerbau dan Itik serta Diseminasi

Teknologi Peternakan Tahun 2005; Banjarbaru, 11 Juli 2005. Dinas Peternakan Propinsi

Kalimantan Selatan. Banjarbaru. ;13

BPTP Kalsel. 2010. Pembuatan Pakan Itik. Lembar Informasi Pertanian. Kementerian Pertanian.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan. Banjarabaru.

Disnak Provinsi Kalimantan Selatan. 2008. Laporan Tahunan 2008. Dinas Peternakan Provinsi

Kalimantan Selatan. Banjarbaru.

Page 214: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

205 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Edianingsih, P. 1991. Performans Produksi dan Pengukuran Keragaman Fenotipik Itik Alabio

Pada Sistem Pemeliharaan Intensif. Tesis: Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Hamdan A dan R. Zuraida. 2007. Profil usaha ternak itik Alabio petelur pada lahan rawa lebak

Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan (Kasus Desa Sungai Durait Tengah

Kecamatan Babirik). Di dalam: Revitalisasi Kawasan PLG dan Lahan Rawa Lainnya

untuk Membangun Lumbung Pangan Nasional.Prosiding Seminar Nasional Pertanian

Lahan Rawa. Kuala Kapuas, 3-4 Agustus 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian dan Pemerintah Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah. Palangka Raya. ;127-

134

Hamdan, A, R. Zuraida, dan Khairudin. 2010. Usahatani Itik Alabio Petelur (Studi Kasus Desa

Prima Tani Sungai Durait Tengah Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara

Kalimantan Selatan), Di dalam: Menjadikan Inovasi Badan Litbang Pertanian Tersedia

Secara Cepat, Tepat dan Murah. Prosd. Seminar Nasional Membangun Sistem Inovasi di

Perdesaan. Bogor, 15-16 Oktober 2009. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan

Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. ;256-262

Hardjosworo, P.S et al. 2001. Pengembangan Teknologi Peternakan Unggas Air Di Indonesia.

Prosd. Lokakarya Unggas Air Sebagai Peluang Usaha Baru; Bogor, 6-7 Agustus 2001.

Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan Balai Penelitian Ternak.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Bogor. hlm. 22-41.

Istiana.1994. Kematian Embrio Akibat Infeksi Bakteri Pada Telur Tetas Di Penetasan Itik Alabio

dan Perkiraan Kerugian Ekonominya. Jurnal Penyakit Hewan 26 (45). Balai Penelitian

Veteriner. Bogor. ;36-40

Jarmani, S.N dan A.P. Sinurat. 2004. Pengembangan Itik Dalam Upaya Menambah Konsumsi

Protein Hewani dan Pendapatan Masyarakat. Di dalam; IPTEK Sebagai Motor Penggerak

Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis Peternakan. Prosd. Seminar Nasional

Teknologi Peternakan dan Veteriner. Buku 1; Bogor, 4-5 Agustus 2004. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

hlm.621-627.

Komarudin, Rukmiasih dan P.S. Hardjosworo. 2008. Performa Produksi Itik Berdasarkan

Kelompok Bobot Tetas Kecil, Besar dan Campuran. Di dalam: Inovasi Teknologi

Mendukung Pengembangan Agribisnis Peternakan Ramah Lingkungan. Prosd. Seminar

Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 11-12 Nopember 2008. Pusat

penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Bogor. ;604-610

Kortlang, C.F.H.F. 1985. The incubation of duck eggs. Di dalam: Farrel, D.J and Stapleton, P.

(ed). Duck Production Science and World Practice. University of New England. ;167-177

Nawhan, A. 1991. Usaha Peternakan Itik Alabio (Anas platyrhynchosBorneo) di Kalimantan

Selatan. Orasi Ilmiah Disampaikan Pada Lustrum II dan Wisuda VI Sarjana Negara;

Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjary. Banjarmasin, 26 Oktober

1991. Kalimantan Selatan. Banjarmasin. ;18

Pingel, H. 2005. Development of small scale duck farming as a commercial operation. Prosd.

Lokakarya Unggas Air Sebagai Peluang Usaha Baru; Bogor, 6-7 Agustus 2001. Fakultas

Peternakan. Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan Balai Penelitian Ternak. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Bogor. ;317-349

Prasetyo, L.H dan T. Susanti. 1999/2000. Seleksi Awal Bibit Induk Itik Lokal. Laporan Hasil

Penelitian Rekayasa Tekonologi Peternakan. Bagian Proyek ARMP II. Balai Penelitian

Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Bogor.

Prasetyo, L.H. 2006. Strategi dan Peluang Pengembangan Pembibitan Ternak Itik. Wartazoa

Bulletin Ilmu Peternakan Indonesia 16 (3):109-115.

Purba, M dan T. Manurung. 1999. Produktivitas Ternak Itik Petelur Pada Pemeliharaan Intensif.

Prosd. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid I; Bogor,1-2 Desember 1999.

Page 215: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

206 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Bogor. ;374-380

Purba M, Hardjosworo PS, Prasetyo LH, Ekastuti DR. 2005. Pola Rontok Bulu Itik Alabio Betina

Dan Mojosari Serta Hubungannya Dengan Kadar Lemak Darah (Trigliserida); Produksi

dan Kualitas Telur. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 10 (2): 96-105.

Rohaeni, E.S. dan Tarmudji. 1994. Potensi dan Kendala Dalam Pengembangan Peternakan Itik

Alabio Di Kalimantan Selatan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 26 (1): 4-6.

Rohaeni, E.S, dan A.R. Setioko. 2001. Keragaan Produksi Telur Pada Sentra Pengembangan

Agribisnis Komoditas Unggulan (SPAKU) itik Alabio di Kabupaten Hulu Sungai Utara,

Kalimantan Selatan. Prosd. Lokakarya Unggas Air Sebagai Peluang Usaha Baru;Bogor, 6-

7 Agustus 2001. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan Balai

Penelitian Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Bogor.

Rohaeni, E.S. 1997. Pengaruh Tingkat Pemberian Bahan Pakan Lokal Untuk Itik Alabio Laporan

Hasil Penelitian. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Badan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian. Banjarbaru.

Rohaeni, E.S. 2005. Analisis Kelayakan Usaha Itik Alabio Dengan Sistem Lanting di Kabupaten

Hulu Sungai Tengah. Prosd. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor,

12-13 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian. Bogor. ;845-850

Rohaeni, E.S, A. Hamdan dan A.R. Setioko. 2005. Usaha Penetasan Itik Alabio Sistem Sekam

Yang Dimodifikasi Di Sentra Pembibitan Kabupaten Hulu Sungai Utara. Prosd. Seminar

nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Buku II. Bogor, 12-13 September 2005.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Bogor. ;727-778

Rohaeni, E.S dan Y. Rina. 2006. Peluang dan Potensi Usaha Ternak Itik Di Lahan Lebak.

Prosd. Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Terpadu; Banjarbaru, 28-29 Juli 2006. Balai

Penelitian Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Banjarbaru. ;387-397

Solihat, S. Suswoyo dan I. Ismoyowati. 2003. Kemampuan Performan Produksi Telur Dari

Berbagai Itik Lokal. Jurnal Peternakan Tropis 3 (1):27-32.

Setioko A.R. 1998. Penetasan Telur Itik Di Indonesia. Wartazoa Bulletin Ilmu Peternakan

Indonesia 7 (2) 40-46.

Setioko, A.R. 2001. Inseminasi Buatan Pada itik. Makalah disampaikan pada Acara Pelatihan

Inseminasi Buatan pada Itik di BPT HMT Pelaihari Kalimantan Selatan. Tambang Ulang,

30-31 Agustus 2001. ;8

Setioko, A.R. 2008. Konservasi Plasma Nutfah Unggas Melalui Kriopreservasi Primordial Germ

Cells (PGCs). Wartazoa Bull Ilmu Peternakan Indonesia 18 (2):68-77.

Setioko, A.R, A.P. Sinurat, B. Setiadi dan A. Lasmini. 1994. Pemberian Pakan Tambahan Untuk

Pemeliharaan Itik Gembala Di Subang Jawa Barat. Jurnal Ilmu dan Peternakan 8 (1):27-

33.

Setioko, A.R dan Istiana. 1999. Pembibitan Itik Alabio di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Prosd.

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid I; Bogor,1-2 Desember 1999. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Bogor. ;382-387

Setioko, A.R, Istiana, D.I. Ismadi dan E.S. Rohaeni. 1999/2000. Pengkajian Teknologi Usahatani

Itik Alabio [Laporan Hasil Pengkajian]. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi

Pertanian. Banjarbaru. ;39

Setioko, AR, Istiana dan E.S. Rohaeni. 2000. Pengkajian Peningkatan Mutu Itik Alabio Melalui

Program Seleksi Pada Pembibitan Skala Pedesaan. Makalah di sampaikan pada Temu

Aplikasi Paket Teknologi Pertanian Sub Sektor Peternakan; Banjarbaru, 15-16 Agustus

2000. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan. Banjarbaru. ;13

Setioko, A.R., dan E.S. Rohaeni. 2001. Pemberian Ransum Bahan Pakan Lokal Terhadap

Produktivitas Itik Alabio. Prosd. Lokakarya Unggas Air Sebagai Peluang Usaha Baru;

Bogor, 6-7 Agustus 2001. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor bekerjasama

Page 216: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

207 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

dengan Balai Penelitian Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Setioko, A.R, T. Susanti, L.H. Prasetyo dan Supriyadi. 2004. Produktivitas Itik Alabio dan MA

dalam Sistem Perbibitan Di BPTU Pelaihari. Di dalam; IPTEK Sebagai Motor Penggerak

Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis Peternakan Prosd. Seminar Nasional Teknologi

Peternakan dan Veteriner; Bogor, 4-5 Agustus 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Setioko, A.R, S. Sopiyana, dan T. Sunandar. 2005. Identifikasi Sifat Kuantitatif dan Ukuran

Tubuh Pada Itik Tegal, Itik Cirebon dan Itik Turi. Prosd. Seminar Nasional Peternakan dan

Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian.Bogor. ;786-794

Suparyanto, A. 2005. Peningkatan Produktivitas Daging Itik Mandalung Melalui Pembentukan

Galur Induk. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Suryana. 2007. Prospek Dan Peluang Pengembangan Itik Alabio Di Kalimantan Selatan. Jurnal

Penelitian dan Pengembangan Pertanian 26 (3):109-114.

Suryana dan B.W. Tiro. 2007. Keragaan Penetasan Telur Itik Alabio Dengan Sistem Gabah Di

Kalimantan Selatan. Di dalam; Percepatan Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Mendukung Kemandirian Masyarakat Kampung di Papua. Prosd. Seminar Nasional dan

Ekspose. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua; Jayapura, 5-6 Juli 2007. Balai Besar

Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Bogor. ;269-277

Suryana. 2011. Karakterisasi fenotipik dan genetik itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo) di

Kalimantan Selatan dalam rangka pelestarian dan pemanfaatannya secara berkelanjutan.

Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Srigandono, B dan W. Sarengat. 1990. Ternak itik identitas Jawa Tengah. Prosiding Temu Tugas

Sub Sektor Peternakan. Pengembangan Itik di Jawa Tengah. hlm.10-16.

Srigandono, B. 1997. Ilmu Unggas Air. GadjahMadaUniversity Press. Yogyakarta.

Srigandono, B. 2000. Beternak Itik Pedaging. Penerbit PT. Trubus Agriwidya. Jakarta.

Suwindra, I.N. 1998. Uji Tingkat Protein Pakan Terhadap Kinerja Itik Umur 16-40 Minggu Yang

Dipelihara Intensif Pada Kandang Tanpa dan Dengan Kolam. Disertasi. Program

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tanari, M. 2005. Karakterisasi Habitat, Morfologi dan Genetik Serta Pengembangan Teknologi

Penetasan Ex Situ Burung Maleo (Macrocephalon Maleo Sal. Muller 1846) Sebagai Upaya

Meningkatkan Efektivitas Konservasi. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Wasito dan E.S. Rohaeni. 1994. Beternak Itik Alabio. Penerbit Kanisius. Yogjakarta.

Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press.Yogjakarta.

Wibowo, B., Juarini dan E. Sunarto. 2005. Analisa Ekonomi Usaha Penetasan Telur Itik Di

Sentra Produksi. Di dalam: Merebut Peluang Agribisnis melalui Pengembangan Usaha

Kecil dan Menengah Unggas Air. Prosiding Lokakarya Unggas Air II. Ciawi, 16-17

Nopember 2005. Kerjasama Balai Penelitian Ternak, Masyarakat Ilmu Perunggasan

Indonesia dan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. ;261-270

Wilson, H.R.1997. Effects of maternal nutrient on hatchability. J Poult Sci 76:143-146.

Page 217: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

208 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI KAKAO

DI DESA SUROBALI KABUPATEN KEPAHYANG

Herlena Bidi Astuti, Afrizon dan Linda Harta

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

ABSTRAK

Kakao (Thebroma cacoa) atau cokelat merupakan komoditi perkebunan andalan yang peranannya cukup

penting bagi perekonomian daerah khususnya sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan petani.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat terapan teknologi usahatani kakao di desa Suro Bali Kecamatan Ujan mas

Kabupaten Kepahyang. Pengambila data dilakukan pada bulan Februari-Maret 2012 di dengan cara wawancara

terhadap petani kakao untuk memperoleh informasi dari responden yang dipilih secara acak berjumlah 30 orang dengan

menggunakan kuesioner. Penerapan teknologi yang diamati adalah pemupukan, pemangkasan, pembuatan rorak,

penyemprotan dan fermentasi buah. Untuk menguji tingkat penerapan teknologi usahatani kakao responden

menggunakan statistik K Related Sample test uji Friedman. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tingkat terapan

teknologi usahatani kakao tidak sama, pembuatan rorak paling sedikit diterapkan oleh petani yaitu 5 responden atau

16,67% dan penerapannya tidak sesuai teknologi anjuran anjuran Puslit Tanaman Kopi dan Kakao dan yang paling

banyak diterapkan oleh petani adalah penyemprotan untuk menanggulangi hama dan penyakit yaitu 28 responden atau

93,33 % melakukan penyemprotan dengan cara yang sesuai anjuran.

Kata kunci : penerapan, teknologi, usahatani, dan kakao

PENDAHULUAN

Kakao (Thebroma cacoa) atau cokelat merupakan komoditi perkebunan andalan yang

peranannya cukup penting bagi perekonomian daerah khususnya sebagai penyedia lapangan kerja

dan sumber pendapatan petani. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok utama kakao

dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2 %) dengan persentasi 13,6%. Permintaan

dunia terhadap komoditas kakao semakin meningkat dari tahun ketahun. Hingga tahun 2011

ICCO (International Cocoa Organization) memperkirakan produksi kakao dunia akan mencapai

4,05 juta ton, sementara secara umum faktor yang berpengaruh terhadap usaha tani tanaman

perkebunan kakao terdiri atas dua faktor yaitu faktor fisik dan factor non fisik. Faktor fisik

meliputi kondisi tanah, iklim dan lokasi tumbuh di wilayah pertanian kakao. Sedangkan faktor

non fisik adalah manajemen pengelolaan pertanian yang meliputi modal, tenaga kerja, fasilitas

infrastruktur dan teknologi yang digunakan dalam pengelolaan tanaman kakao serta pemasaran

hasil produksi pertanian di daerah penelitian. Data dari Dinas Perkebunan menyatakan bahwa

sejak tahun 2010 Kabupaten Kepahyang telah melakukan pengembangan perkebunan kakao

seluas 120 ha, selain ditanam secara monokultur kakao juga ditanam pada perkebunan kopi.

Minat masyarakat untuk menanam kakao cukup tinggi, ini terlihat dari Perkembangan tanaman

kakao muda pada tahun 2010 seluas 3.842 hektar dan tanaman sudah menghasilkan seluas 1.177

ha serta tanaman tua seluas 255 hektar. (BPS Kabupatan Kepahyang, 2011)

Usaha tani kakao selalu menghadapi resiko kegagalan panen akibat serangan hama dan

penyakit serta kondisi iklim yang tidak mendukung produksi. Resiko kegagalan usaha tani

tersebut dapat ditekan dengan menerapkan teknologi budidaya yang tepat sesuai dengan standar

yang dianjurkan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, di antaranya adalah

pemupukan, pemangkasan, pembuatan rorak,serta penyemprotan untuk pengendalian hama dan

penyakit, selain usaha peningkatan hasil produksi dalam budidaya kakao hal yang harus

diperhatikan juga adalah fermentasi sebagai penanganan pasca panen hasil produksi yang bisa

meningkatkan harga jual sehingga keuntungan yang didapatkan petani bisa lebih tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat terapan teknologi usahatani kakao di desa

suro bali kecamatan ujan mas kabupaten kepahyang.

BAHAN DAN METODA

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu di desa Surobali

Kabupaten Kepahiang dengan pertimbangan daerah ini merupakan sentra budidaya kakao dengan

Page 218: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

209 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

diversivikasi lahan tanaman kakao dan kopi. Jumlah sampel yang di ambil sebanyak tiga puluh

(30) orang petani dengan metode simple random sampling. Data di ambil pada bulan februari-

maret 2012 di desa Suro Bali Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahyang Provinsi Bengkulu.

Daerah penelitian ini ditentukan dengan pertimbangan desa surobali merupakan sentra tanaman

perkebunan kakao dan kopi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara terhadap

petani untuk memperoleh informasi dari responden dengan menggunakan kuesioner. Terapan

teknologi usahatani yang diamati adalah keragaan petani dalam melaksanakan kegiatan usahatani.

antara lain:

1. Karakteristik petani responden meliputi; umur, pendidikan, kepemilikan lahan, tanggungan

keluarga dan keanggotaan dalam kelompok tani.

2. Terapan teknologi usaha tani meliputi;

Teknologi budidaya (pemupukan, pemangkasan, pembuatan rorak dan penyemprotan untuk

pengendalian hama penyakit).

Penanganan pasca panen berupa fermentasi

Setiap jawaban responden dalam penerapan teknologi dilakukan pengelompokan, sbb;

(1) Diterapkan sesuai dengan anjuran Puslitbang Kopi-kakao

(2) Diterapkan tapi tidak sesuai anjuran Puslitbang Kopi-Kakao

(3) Tidak diterapkan.

Sedangkan untuk menguji tingkat penerapan teknologi usahatani kakao responden dilakukan

dengan uji statistik K Related Sample test uji Friedman (Sugiyono, 2011).

X2 =

Keterangan : X = Chi kuadrat

N = Banyak baris dalam tabel

K = Banyak kolom

Rj = jumlah ranking dalam kolom

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Petani Responden

a. Identitas responden

Hasil kajian keragaan identitas responden menggambarkan petani kakao di Desa Surobali

kebanyakan berusia antara 26-56 tahun (66,67 %) atau rata-rata berumur 43,73 tahun

dengan tanggungan keluarga 3-5 orang (70,00%) atau rata-rata 3 orang dan tingkat

pendidikan tergolong rendah ≤ 9 Tahun (76,67%) atau rata-rata 8,13 tahun (Tabel 1).

Tabel 1. Keragaan identitas responden petani kakao di Desa Surobali Kabupaten

Kepahiang.

No Uraian Jumlah (orang) Persentase (%) Rata-rata

1. Umur (tahun) 43,73

≤ 25 1 3,33

26 - 56 20 66,67

≥ 57 9 9,00

2. Tanggungan keluarga (org) 3,00

≤ 2 9 30,00

3 - 5 21 70,00

≥ 6 0 0,00

3. Pendidikan (tahun) 8,13

≤ 9 23 76,67

10 - 16 7 23,33

≥ 16 0 0,00

Page 219: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

210 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Pada Tabel 1, telihat bahwa petani kakao dilokasi pengkajian umunya tergolong usia

produktif (43,73 tahun) yang didukung 3 orang anggota keluarga yang dapat menjadi

tenaga kerja utama dalam upaya peningkatan usahatani, pada usia produktif kegiatan

usahatani dapat dikerjakan secara optimal dengan curahan tenaga kerja fisik yang tersedia

(Nuryanti dan sahara, 2008). Namun dilihat tingkat pendidikan petani kakao masih rendah,

rata-rata petani tidak sampai menyelesaikan wajib belajar yang ditetapakan pemerintah

minimal 9 tahun. Menurut Soekartawi (1988) makin muda petani biasanya mempunyai

semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga mereka berusaha

untuk lebih cepat ingin melakukan berbagai hal termasuk inovasi teknologi walaupun

sebenarnya mereka masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi dan begitu pula

pendidikan bahwa mereka yang berpendidikan tinggi akan relatif lebih cepat dalam

melaksanakan adopsi teknologi dan sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah agak

sulit untuk melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat.

b. Kepemilikan lahan

Umumnya petani responden memiliki luasan lahan usahatani 0,25 – 2 ha sebanyak 28

orang (93,34%) dengan diversifikasi lahan usahatani kombinasi tanaman (kakao-kopi;

kopi monokultur; tanaman semusim dan sawah) serta masing-masing 1 (satu) orang

memiliki luasan lahan usahatani ≤ 0,25 ha (3,33%) dengan diversifikasi usahatani tanaman

kopi-kakao dan ≥ 2 ha (3,33%) dengan diversifikasi usahatani kombinasi tanaman kopi-

kakao dan sawah (Tabel 2.). Namun bila dilihat dari rata-rata luasan lahan yang dimiliki,

rata-rata petani di desa Suro Bali memiliki lahan usahatani perkebunan/tegalan 1,125 ha

serta sawah 0,31 ha.

Tabel 2. Luasan lahan dan jenis usahatani petani di Desa Suro Bali Kabupaten

Kepahyang.

No Luas lahan

(ha)

Pemilikan dan diversifikasi lahan usahatani

Petani pemilik Kombinasi diversivikasi tanaman

orang % Kakao-kopi Kopi Tanaman semusim Sawah

1 ≤ 0,25 1 3,33 - - -

2 0,25–2 28 93,34

3 ≥ 2 1 3,33 - -

Jumlah 30 100,00

Lahan yang dikelola oleh petani merupakan lahan milik sendiri, sehingga memungkinkan

petani untuk meningkatkan usahatani dan tambahan penghasilan dari berbagai jenis

(diversifikasi) usahatani serta penerapan inovasi teknologi pengembangan kakao.

2. Penerapan Teknologi

Setelah dilakukan uji statistik K Related Sample test uji Friedman di dapatkan hasil,

bahwa teknologi yang sudah diterapkan petani sesuai anjuran (1) adalah: Penyemprotan

hama/penyakit dan Pemangkasan (93,34 dan 50,00)%, diterapkan tidak sesuai anjuran (2)

adalah: Pemangkasan; Pemupukan; Fermentasi buah dan Rorak (50,00; 36,67; 30,00)% serta

tidak diterapkan (3) adalah:Penyemprotan; Pemupukan; Fermentasi dan Rorak (6,66; 63,33;

70,00 dan 83,33)%. (Tabel 3).

Page 220: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

211 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 3. Keragaan tingkat penerapan teknologi usahatani kakao sesuai anjuran di Desa Suro

Bali Kabupaten Kepahyang.

No Inovasi teknologi

anjuran

Tingkat penerapan teknologi usahatani oleh petani kakao

Sesuai anjuran (1) Tidak sesuai anjuran (2) Tidak diterapkan (3)

orang % orang % orang %

1 Penyemprotan 28 93,34 0 0 2 6,66

2 Pemangkasan 15 50,00 15 50,00 0 0,00

3 Pemupukan 0 0,00 11 36,67 19 63,33

4 Fermentasi 0 0,00 9 30,00 21 70,00

5 Rorak 0 0,00 5 16,67 25 83,33

a. Penyemprotan hama penyakit

Hasil analisis mempelihatkan tingkat penerapan teknologi penyemprotan hama penyakit

oleh petani kakao di desa Suro Bali sudah sesuai anjuran (93,345%) yaitu dengan

penyemprotan petani melakukan penyemprotan kimia (pestisida atau fungisida) untuk

menanggulangi serangan hama dan penyakit kakao sesuai anjuran (tepat dosis dan waktu

penyemprotan ketika sudah ada serangan). Tingkat terapan petani terhadap penyemprotan

hama dan penyakit cukup tinggi karena pengaruh dari hama dan penyakit langsung bisa

dilihat oleh petani berupa buah yang tidak tumbuh optimal dan berakibat pada penurunan

hasil panen. Disamping itu dalam pengendalian hama dan penyakit petani juga juga

melakukan dengan cara mekanis disamping pengendalian cara kimia, yaitu membuang

bagian yang terkena penyakit dengan harapan mengurangi penyebaran pada tanaman sehat

lainnya.

Hama utama yang menyerang tanaman adalah pengerek buah kakao (conopomorpha

cramerella Snell) yang biasa disebut PBK, serangan PBK dapat menyebabkan kemerosotan

produksi hingga 60-80 % (Siregar et al., 2004). Serangan PBK dapat membuat biji gagal

berkembang dan jika dibelah daging buah tampak hitam, keriput, ringan dan saling melekat

satu dan lainnya. Sedangkan penyakit utama yang menyerang adalah busuk buah akibat

serangan jamur Phytophthora palmivora yang bisa menyebar melalui percikan air hujan,

hubungan langsung buah sakit dan buah sehatataupun melalui perantara binatang.

b. Pemangkasan

Pada daerah penelitian umumnya petani sudah melakukan pemangkasan, tetapi hanya 50%

yang melakukan pemangksan sesuai dengan anjuran (cara dan frekuensi pemangkasan)

dalam satu tahun dan 50% belum sesuai anjuran. Prinsip dasar pemangkasan kakao adalah

memangkas secara ringan tapi sering. Berat dan ringan pemangkasan tergantung pada

ukuran ranting yang dipotong. Pemangkasan produksi harus dilakukan dua kali dalam

setahun yaitu pada awal musim kemarau - awal musim hujan dan pada akhir musim

kemarau. Puslit kopi dan kakao (2004) menjelaskan bahwa Pemangkasan kakao merupakan

salah satu upaya agar laju fotosintesis berlangsung optimal. Dimana tujuan pemangkasan

antara laian adalah untuk: 1) Memperoleh kerangka dasar (frame) percabangan tanaman

kakao yang baik, 2) Mengatur penyebaran cabang dan daun-daun produktif di tajuk secara

merata, 3) Membuang bagian tanaman yang tidak dikehendaki seperti tunas air atau cabang

sakit dan patah, 4) Memacu tanaman membentuk daun baru yang potensial untuk sumber

asimilat, 5) Menekan risiko terjadinya serangan hama penyakit dan 6). Meningkatkan

kemampuan tanaman menghasilkan buah.

c. Pemupukan

Kendala utama yang menyebabkan rendahnya produksi disebabkan belum seluruhnya

masyarakat memiliki pengetahuan yang memadai tentang bagaimana cara menanam kakao

yang baik dan benar. Hasil penelitian menunjukan petani belum melakukan pemupukan

tanaman kakao sesuai anjuran, yang melakukan pemupukan baru 36,67% (belum sesuai

anjuran) dan sebagian besar atau 63,33% bahkan belum melakukan pemupukan. Salah satu

faktor produksi yang sangat menentukan peningkatan produktivitas adalah pemupukan.

Page 221: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

212 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

(Maryeni et al., 2009). Kebutuhan pupuk tanaman kakao sesuai anjuran rekomendasi untuk

tanaman yang telah menghasilkan membutuhkan urea 220 gr/phn/th; TSP 180 gr/phn/th;

dan KCL 170 gr/pnh/th. Tidak tepatnya jenis dan dosis pupuk yang digunakan akan

menyebabkab tidak optimalnya hasil produksi, sebab pemupukan sangat penting untuk

memenuhi unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Tanaman kako sebelum mulai

berbuah memerlukan sekitar 200 kg N; 25 kg P; 300 kg K dan 140 kg Ca /ha yang

berfungsi untuk membentuk kerangka dan kanopi kakao, selanjutnya setelah tanaman

menghasilkan kebutuhan pupuk akan meningkat dan perlu diberikan dua kali dalam

setahun (Puslit Koka, 2004) dan dosis harus dinaikkan setelah tanaman mulai

menghasilkan (Njiyati, 2001).

d. Fermentasi

Fermentasi buah bertujuan untuk menghancurkan pulp dan menimbulkan aroma serta

memperbaiki warna biji kakao serta memiliki tampilan dan aroma yang lebih baik,

sehingga harga diperoleh menjadi lebih tinggi. Petani dilokasi penelitian sebagian besar

(70%) belum melakukaqn fermentasi pada biji buah kakao yang diprosuksi dan baru 30 %

petani yang telah melakukan fermentasi biji buah kakao. Hal ini disebabkan belum

pahamnya petani pentingya fermentasi biji buah kakao, disamping itu juga proses

fermentasi yang membutuhkan waktu tambahan sampai tujuh hari juga mendorong petani

banyak yang tidak menerapkan teknologi fermentasi ini karena petani tidak ingin

menunggu lama untuk segera menjual hasil panennya. Pada hal konsumen, terutama

industri makanan dan minuman coklat lebih menyukai biji kakao yang sudah di fermentasi,

karena mempunyai cita rasa dan aroma khas coklat yang menonjol serta rasa asam yang

minimal. Setelah difermentasi biji kakao harus segera dikeringkan untuk mengurangi kadar

air dari biji kakao. Bila pengeringan belum sempurna berpotensi bagi biji kakao akan di

tumbuhi jamur/kapang yang merupakan mikrobiologis yang tidak disukai oleh industri

karena bisa merusak cita rasa dan aroma khas cokelat serta juga berpotensi memproduksi

senyawa racun/toksik yang berbahaya bagi kesehatan konsumen (Mulato, 2010).

e. Rorak

Sebagian besar pemanfaatan rorak untuk membuat pupuk kompos belum dilakuan petani

kakao di daearah penelian (83,33%), padahal pembuastan rorak ini cukup penting dan

merupakan salah satu praktek baku kebun yang betujuan untuk mengelola lahan, bahan

organik serta tindakan konservasi tanah dan air di lahan perkebunan kakao. Pada lahan

miring pembuatan rorak juga bisa mengurangi resiko erosi karena dapat mengurangi aliran

permukaan yang menyebabkan erosi. Elna, et al. (2010) menjelaskan bahwa rorak

merupakan lubang yang dengan sengaja dibuat untuk membenamkan/mengubur bahan

organik dari tanaman seperti serasa dan kulit buah hasil panen yang ukurannya dapat

disesuaikan dengan kebutuhan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Tingkat penerapan teknologi usaha tani kakao oleh petani tidak sama, dimana:

1. Teknologi yang paling banyak diterapkan adalah penyemprotan kimia untuk menanggulangi

hama/penyakit dan teknologi pemangkasan kakao sesuai anjuran.

2. Teknologi pemupukan dan fermentasi biji buah kakao umumnya juga sudah diterapkan,

namun belum sesia anjuran.

3. Penerapan teknologi rorak belum diterapkan dan belum dipahami oleh petani kakao.

Saran

Perlu ditingkatkan pengetahuan petani melalui pelatihan tentang cara budidaya kakao yang baik

dan mengoptimalkan peran pendampingan terhadap petani dalam menjalankan dan

penegembangan usahatani kakao.

Page 222: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

213 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

DAFTAR PUSTAKA

Anonym, 2008. Pengembangan Budidaya dan Pengolahan Kakao. www.smecda.com/

files/budidaya/pengembangandanpengolahan_kakao.pdf.

BPS Kabupaten Kepahiang. 2011. Kabupaten Kepahiang Dalam Angka. Badan Pusat Statistik

Kabupaten Kepahiang. Kepahiang.

Elma Karmawati et el., 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian

Pertanian. Jakarta.

Maryeni, R. et al., 20... Teknologi Pemanfaatan Limbah Buh Kakao Sebagai Pupuk Organik

Ramah Lingkungan di Nagari Kamang Hilir Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam.

www. Respository.unand.ac.id/3286/1/reni-maryeni.pdf Universitas Andalas. Padang.

Mulato, S. et al., 20... Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Pusat Penelitian Kopi

dan Kakao Indonesia. Jember.

Nuryanti dan Sahara. 2008. Analisa Karakteristik Petani dan Pendapatan Usahatani Kakao di

Sulawesi Tenggara. SOCA volume 8 nomor 3 tahun 2008.

Puslit Kopi dan Kakao. 2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Penerbit Agromedia Pustaka

Jawa Barat. Bandung

Soekartawi.1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia (UI-

Press). Jakarta.

Soekartawi. et al.,. 1993. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian, Teori

dan Apliukasinya. Penerbit. Rajawali Press. Jakarta

Sinungan. 1992. Produktivitas Apa dan Bagaimana. Penerbit PT. Bumi Aksara. Jakarta

Sugiyono. 2011. Statistik Untuk Penelitian. Penerbit Alfabeta. Bandung

.

.

Page 223: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

214 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PERMASALAHAN DAN SOLUSI PENGENDALIAN HAMA PBK

PADA PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT

DI DESA SURO BALI KABUPATEN KEPAHIANG

Kusmea Dinata, Afrizon, Siti Rosmanah dan Herlena Bidi Astuti

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

Email: [email protected]

ABSTRAK

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan komoditi utama di Kabupaten Kepahiang. Usaha pengembangan

kakao tentunya memiliki kendala dalam meningkatkan produktivitasnya, salah satunya yaitu adanya serangan

Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). OPT utama yang paling sering menyerang dan merugikan pada pertanaman

kakao yaitu hama Penggerek Buah Kakao (PBK). Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi permasalahan hama

PBK serta memberikan solusi pengendaliannya. Penelitian ini dilakukan pada salah satu sentra perkebunan kakao

rakyat di Desa Suro Bali Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang dari bulan April s/d Juni 2012. Metode yang

dilakukan yaitu survei dengan substansi aspek hama PBK dan aspek budidayanya. Survei dilakukan dengan cara

pengamatan langsung di lapangan, dan wawancara dengan petani untuk mendapatkan informasi pendukung melalui

kuesioner. Dari hasil identifikasi status serangan hama PBK di desa Suro Bali dikatagorikan berat dengan persentase

buah terserang rerata 98,66% dengan intensitas serangan 55,7%, maka perlu dilakukan usaha pengendalian hama secara

terpadu. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan cara budidaya tanaman sehat yaitu meliputi pemupukan

berimbang, pemangkasan tanaman dan tanaman pelindung secara teratur, dan pengaturan populasi tanaman

pendamping, pengendalian cara mekanik dapat dilakukan dengan penyarungan buah, pengendalian secara hayati

dengan memanfaatkan semut hitam dan jamur Beauveria bassiana.

Keyword : permasalahan, hama PBK, pengendalian, kakao rakyat

PENDAHULUAN

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan komoditi utama di Kabupaten Kepahiang.

Komoditi ini termasuk penting dalam perdagangan internasional, biji kakao sebagai produk utama

dari tanaman kakao yang pada giliranya diolah menjadi produk makanan, minuman dan kosmetik.

Produk lain yang belum banyak digunakan yaitu kulit buah. Kulit buah ini berpotensi sebagai

pakan ternak, bahan mulsa dan bahan pembuat pupuk organik.

Di kabupaten Kepahiang pengembangan kakao dimulai pada tahun 2006 dengan

menanam jenis klon kakao hibrida F1 yaitu; ICS 01, ICS 06, ICS 12 dan pada tahun 2007

menanam jenis Klon Somatik Embriogenesis yaitu; ICCRI 03, ICCRI 04, SCAVINA 6,

SULAWESI 01, SULAWESI 02. Hingga saat ini luas areal tanaman kakao di kabupaten

kepahiang tanaman belum menghasilkan seluas 1565,3 ha dan yang sudah menghasilkan seluas

1622,2 ha (BPS, 2010).

Dalam usaha pengembangan kakao tentunya memiliki kendala dalam meningkatkan

produktivitasnya, salah satunya yaitu adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).

OPT yang paling sering menyerang pada pertanaman kakao yaitu hama Penggerek Buah Kakao

(PBK), hama penghisab buah Helopeltis sp, penyakit busuk buah Phytopthora sp (Haryadi et al.,

2009). Hama PBK merupakan hama utama dari tanaman kakao, dimana kerugian akibat serangan

ini dapat mengakibatkan turunnya kuantitas dan kualitas biji kakao. Buah kakao yang diserang

oleh hama ini bobot bijinya berkurang serta kualitas biji menurun dan tidak dapat difermentasi

karena biji lengket serta kematangan buah yang tidak sempurna. Sementara pasar dunia menuntut

standar biji kakao untuk ekspor adalah biji yang telah difermentasi, hal inilah yang menjadi

kendala pada saat ini.

Usaha pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan cara pengendalian hama secara

terpadu, pengendalian ditujukan pada perbaikan budidaya tanaman sehat, pengendalian secara

mekanik, secara hayati, serta penggunaan insektisida secara tepat, bijaksana dan merupakan

alternatif terakhir. Pengendalian juga lebih dititik beratkan pada pengelolaan agroekosistem dari

perkebunan kakao tersebut. Namun dalam usaha pengendalian tersebut perlu adanya monitoring

terhadap serangan hama PBK yang diamati secara berkala agar dapat dilakukan usaha

pengendalian yang efektif dan efisien. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengidentifikasi

permasalahan hama PBK serta memberikan solusi pengendaliannya.

Page 224: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

215 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

BAHAN DAN METODA

Penelitian ini dilakukan pada salah satu sentra perkebunan rakyat di Desa Suro Bali

Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang dari bulan April s/d Juni 2012. Metode yang

gunakan yaitu survei dengan substansi aspek hama PBK dan aspek budidayanya. Pengamatan

dilakukan dengan cara langsung di lapangan dan juga melakukan wawancara dengan petani

melalui kuesioner untuk mendapatkan informasi pendukung. Untuk mengamati perkembangan

hama PBK pada tanaman kakao dilakukan pengamatan dengan menentukan beberapa tanaman

sampel pada 5 blok diambil sebanyak 10 pohon sampel, sehingga ada 50 tanaman sampel.

Pengamatan dilakukan dengan cara memanen sampel buah kakao, kemudian dihitung persentase

buah terserang dan intensitas serangannya, data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis

secara statistik deskriptif. Persentase buah terserang dan intensitas serangan dapat dihitung

dengan rumus sebagai berikut:

1. Persentase buah terserang

I = n

x 100% N

Keterangan: I = Intensitas serangan

n = Jumlah buah terserang

N = Jumlah buah yang diamati

2. Intensitas serangan

I = ∑ (ni x vi)

x 100% N x Z

Keterangan: I = Intensitas serangan

ni = Jumlah sampel pada katagori kerusakan

vi = Skor pada sampel

N = Jumlah total sampel

Z = Skor tertinggi dari katagori serangan

Tabel 1. Katagori intensitas serangan OPT.

Kisaran intensitas serangan OPT Katagori

<25%

25 - <50%

50 - 75%

>75%

Intensiatas ringan

Intensitas sedang

Intensitas berat

Sangat Berat

Sumber: Direktorat perlindungan tanaman pangan 2008.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaaan Wilayah

Desa Suro Bali berada pada wilayah Kecamatan Ujan Mas merupakan desa dengan

penduduk mayoritas berasal dari Bali. Desa Suro Bali mempunyai wilayah dengan luas 185 ha,

sawah tadah hujan 20 ha, perkebunan 150,25 ha, dan peruntukan lain-lain 14,75 ha. Wilayah

Desa Suro Bali berada pada ketinggian 600-800 m dpl dengan suhu diantara 28-320C, curah hujan

rata-rata 3.400 mm/tahun. Jenis tanah sebagian besar wilayah Desa Suro Bali adalah Andosol

dengan tekstur remah warna coklat kehitaman. Derajat kemasaman tanah atau pH berada antara

5,5-6,5.

Sebagian besar pekerjaan penduduk di Desa Suro Bali adalah sebagai petani dengan

komoditas utama tanaman perkebunan kopi dan kakao. Padi sawah hanya diusahakan oleh

sebagian kecil penduduk. Selain itu, sayuran juga menjadi salah satu komoditas yang banyak

dibudidayakan yaitu cabe, kacang panjang, tomat dan terung.

Page 225: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

216 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Keadaan Budidaya Perkebunan Kakao

Berdasarkan hasil survei, bibit yang ditanam oleh petani di Desa Suro Bali merupakan

bibit yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten Kepahiang berupa bibit hibrida F1 yang terdiri

dari 3 klon yaitu ICS 01, ICS 06, dan ICS 12. Budidaya tanaman kakao diusahakan dengan

diversifikasi kopi dan kakao. Jarak tanam antar tanaman kakao 3 m x 3 m, dan diantara tanaman

kakao ditanam dengan tanaman kopi sebagai tanaman pendamping.

Pemeliharaan tanaman kakao yang dilakukan oleh petani di Desa Suro Bali belum

optimal. Pemangkasan secara rutin baru dilaksanakan oleh 46% petani itu pun belum sempurna

dalam pelaksanaanya. sedangkan sisanya belum melakukan pemangkasan secara rutin.

Pemupukan tanaman kakao secara optimal belum dilakukan oleh petani dengan baik, sebanyak

60% petani tidak melakukan pemupukan. Pengendalian gulma rata-rata dilakukan oleh petani

dengan menggunakan kimia dan mekanis. Hama penyakit yang banyak menyerang areal tanaman

kakao petani di Desa Suro Bali adalah hama PBK, hama penghisab Helopeltis, busuk buah

Phytopthora dan hama bajing. Pengendalian hama penyakit tersebut dilakukan hanya dengan cara

kimia.

Penanganan panen dan pasca panen belum dilakukan secara optimal oleh petani di Desa

Suro Bali. Panen biasanya dilakukan dengan periode yang tidak menentu dengan alat yang

digunakan parang. Fermentasi yang dilakukan setelah buah dipecah dengan tujuan untuk

menghancurkan pulp dan meningkatkan aroma serta memperbaiki warna, baru dilaksanakan oleh

30% petani sedangkan sisanya belum melakukan proses fermentasi.

Status Serangan Hama PBK

Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh data persentase buah terserang dapat

mencapai 100%, dengan intensitas serangan berkisar antara 47,14% - 60,61%. Tingginya buah

yang terserang menggambarkan bahwa populasi di perkebunan kakao cukup tinggi, karena

peletakan telur oleh ngengat dewasa hampir pada seluruh buah. Hal ini sejalan dengan intensitas

serangannya yang juga tinggi yaitu dengan rerata 52,7% pada katagori serangan berat (Tabel 2).

Beratnya serangan hama PBK pada perkebunan kakao di desa Suro Bali lebih disebabkan oleh

pengelolaan kebun yang belum baik, seperti pemangkasan yang belum sempurna, pemupukan

yang belum banyak dilakukan oleh petani, pengaturan populasi tanaman pendamping berupa kopi

dan tanaman pelindung yang terlalu rapat, serta sanitasi terhadap kulit buah kakao terserang yang

sudah dikupas tidak dikubur oleh petani. Kondisi tersebut akan sangat mendukung perkembangan

hama PBK karena kelembaban kebun menjadi tinggi dan siklus perkembangan hama tidak

terputus.

Tabel 2. Data pengamatan persentase buah terserang dan intensitas serangan hama PBK setiap

dua minggu sekali dari bulan Mei-Juni 2012.

Pengamatan ke Buah terserang (%) Intensitas serangan (%) Katagori serangan

1 100,00 50,35 Berat

2 100,00 60,61 Berat

3 96,00 47,14 Sedang

Rerata 98,66 52,70 Berat

Hama Penggerek buah kakao berkembang biak dengan cara bertelur, hama ini biasanya

meletakkan telur setelah matahari terbenam pada alur kulit buah kakao yang berlekuk (Depparaba

2002; Laode 2004; Tjatjo et al. 2008). Setelah telur menetas, larva segera membuat lubang ke

dalam buah agar terhindar dari pemangsa (predator). Larva yang masuk ke dalam buah akan

tinggal selama 12-14 hari dan menggerek jaringan lunak seperti pulp, plasenta, dan saluran

makanan yang menuju biji, sehingga bila kulit buah dibuka akan tampak lubang berwarna merah

muda yang berliku-liku di dalam buah (Kalshoven, 1981). Jaringan buah yang telah rusak

menimbulkan perubahan fisiologis pada kulit buah, yaitu kulit buah tampak hijau berbelang

merah atau jingga (Wardojo, 1994).

Penggerek buah kakao umumnya menyerang buah yang masih muda dengan panjang

sekitar 8 cm. stadium yang menimbulkan kerusakan adalah stadium larva, yang memakan daging

Page 226: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

217 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

buah dan saluran makan yang menuju ke biji, akan tetapi tidak menyerang biji. Gejala serangan

baru tampak dari luar saat buah masak berupa kulit buah berwarna pudar dan timbul belang

berwarna jingga serta jika dikocok tidak berbunyi. Kebiasaan hama PBK yang berada dalam

plasenta buah menyebabkan pengendalian hama menjadi lebih sulit karena di samping sulit

mengidentifikasi adanya gejala kerusakan buah sejak dini, juga larva akan selalu terlindung dari

cara pengendalian apapun yang dilakukan.

Serangan hama PBK pada buah kakao akan menyebabkan biji gagal berkembang, biji

saling melekat, serta bentuknya kecil dan keriput. Hal ini menjadi permasalahan dalam

pengelolaan pasca panen serta menurunkan kualitas dan kuantitas biji kakao yang dihasilkan. Biji

kakao yang lengket membuat proses pemecahan buah menjadi lebih susah dan lambat

dibandingkan dengan buah yang tidak terserang PBK. Biji yang terserang tidak dapat

difermentasi karena biasanya buah yang terserang selain rusak, kematangan buah juga tidak

sempuna dan apabila tetap difermentasi biji akan busuk karena adanya infeksi sekunder pada biji.

Solusi Pengendalian Hama PBK

Dari hasil identifikasi permasalah hama PBK di Desa Suro Bali maka perlu dilakukan

usaha pengendalian secara terpadu. Pengendalian ini berhubungan dengan beberapa aspek teknik-

teknik pengendalian diantaranya yaitu budidaya tanaman sehat, secara mekanik, pemanfaatan

agens hayati dan penggunaan pestisida secara bijaksana.

a. Pengendalian dengan cara budidaya tanaman sehat

Pengendalian dengan cara budidaya tanaman sehat terdiri dari:

1. Pemupukan secara teratur, tepat waktu dan dosis sehingga tanaman dapat tumbuh sehat

dan tahan terhadap serangan OPT. karena dari hasil identifikasi di lapang petani belum

melakukan pemupukan secara teratur dan tepat bahkan ada yang belum melakukan

pemupukan sama sekali. Dosis rekomendasi pemupukan umum untuk tanaman kakao

menghasilkan berdasarkan kebutuhan hara yaitu pupuk N 100 g/pohon/tahun, P2O5 80

g/pohon/tahun, K2O 100 g/pohon/tahun dan MgO 30 g/pohon/tahun. Pemupukan biasanya

dilakukan dua kali yaitu pada awal musim hujan dan akhir musim hujan (Puslitkoka,

2004)

2. Memperbaiki pola tananam, sebaiknya perlu dilakukan penjarangan (dikurangi) tanaman

pendamping berupa tanaman kopi yang ditanam disela-sela tanaman kakao. Hal ini

bertujuan mengurangi kelembaban dengan masuknya cahaya matahari. Disamping itu juga

akan mengurangi persaingan hara dengan pengaturan jarak tanam yang tidak terlalu rapat.

Cahaya yang diteruskan sebaiknya 60-75% dari intensitas matahari penuh (Puslitkoka,

2004).

3. Melakukan pemangkasan secara teratur terhadap tanaman kakao dan tanaman pelindung

akan membuat kondisi kelembaban pertanaman kakao menjadi tidak terlalu tinggi karena

masuknya cahaya matahari. Kondisi ini kurang disukai dan menghambat perkembangan

hama PBK. Selain dapat mengendaliakan serangan OPT pemangkasan juga bertujuan agar

tajuk tanaman tidak terlalu tinggi sehingga mudah dalam melakukan penyeprotan dan

pemanenan.

4. Sanitasi kebun, yaitu tetap menjaga kebersihan kebun terutama terhadap sisa kulit buah

yang terserang hama PBK harus dikubur untuk memutuskan siklus hidup hama tersebut.

b. Pemanfaatan agens hayati

Pengendalian dengan memanfaatakan agens pengendali hayati seperti pemanfaatan

semut hitam untuk pengendalian hama PBK. Mekanisme pengendaliannya yaitu dengan cara

semut hitam menghalangi peletakan telur hama PBK. Pemanfaatan semut hitam ini yaitu

dengan cara membuat sarang pada pohon kakao yang terbuat dari daun kakao atau daun

kelapa kering, kemudian diberi gula batu untuk memancing keberadaan semut tersebut.

Penggunaan agens hayati jamur Beauveria bassiana. Penyemprotan dengan jamur

Beauveria bassiana pada buah kakao muda dan cabang horizontal mampu menekan serangan

hama PBK 54-60,5% (Junianto dan Sulistyowati, 2000).

Page 227: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

218 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

c. Pengendalian Secara Mekanik

Pengendalian secara mekanik dengan melakukan penyarungan terhadap buah kakao.

Pengendalian dengan cara ini dapat menghalangi aktifitas hama PBK untuk meletakkan telur

pada kulit buah. Penyarungan dilakukan pada buah muda dengan ukuran buah antara 8-10

cm, menggunakan plastik ukuran 30 x 15 cm. pengendalian hama PBK dengan menggunakan

penyarungan buah dapat mengurangi serangan hingga 0% (Morsamdono dan Wardojo, 1984.;

Mustafa, 2005).

KESIMPULAN

1. Hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan informasi permasalahan hama PBK di Desa

Suro Bali dimana status serangan dikatagorikan berat dengan persentase buah terserang rerata

98,66% dengan intensitas serangan 55,7%.

2. Pengendalian OPT pada buah kakao dapat dilakukan dengan cara budidaya tanaman sehat

(meliputi pemupukan berimbang, pemangkasan tanaman dan tanaman pelindung secara

teratur, dan pengaturan populasi tanaman pendamping).

3. Pengendalian cara mekanik yaitu dengan penyarungan buah, serta pengendalian secara hayati

dapat dengan memanfaatkan semut hitam dan jamur Beauveria bassiana.

DAFTAR PUSTAKA

BPS Provinsi Bengkulu. 2010. Bengkulu Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.

Bengkulu.

Ditlintan. 2008. Pedoman Pengamatan dan Pelaporan Perlindungan Tanaman Pangan.

Direkrorat Jendaral Tanaman Pangan. Jakarta.

Depparaba, F. 2002. Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snell.) dan

Penanggulangannya. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 21(2): 69−74.

Hariyadi, Sehabudin, U dan Winasa, I.W. 2009. Identifikasi Permasalahan dan Solusi

Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat Di Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi

Selatan. Prosd. Seminar Hasil-Hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor. Bogor. ;75-88

Junianto, Y.D. dan E. Sulistyowati. 2000. Produksi dan Aplikasi Agens Pengendali Hama

Tanaman Utama Kopi dan Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember.

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of Crops in Indonesia. PT. Ictiar Baru Van Houve. Jakarta.

Laode, A. 2004. Seleksi dan Karakterisasi Morfologi Tanaman Kakao Harapan Tahan

Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snell.). Jurnal Sains & Teknologi (3):

109−122.

Musamdono dan S. Wardojo. 1984. Kemajuan Dalam Percobaan Perlindungan Buah Coklat

Dengan Katong Plastik Dan Serangan Acrocercops cramerella SN. Menara Perkebunan.

52(4):93-96.

Mustafa. B. 2005. Kajian Penyarungan Buah Muda Kakao Sebagai Suatu Metode Pengendalian

Penggerek Buah Kakao (PBK) Conopomorpha cramerella Snell. (Lepidoptera :

Gracilariidae). Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan FPI XVI Komda

Sulawesi Selatan. Makasar. ;23-35

Puslitkoka. 2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan kakao

Indonesia. Jember.

Tjatjo, A.A., Baharuddin dan A. Laode. 2008. Keragaman Morfologi Buah Kakao Harapan

Tahan Hama Penggerek Buah Kakao Di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Jurnal

Agrisistem 4(1): 37−43.

Wardojo, S. 1994. Strategi Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di Indonesia.

Disampaikan pada; Gelar Teknologi dan Pertemuan Regional Pengendalian PBK di

Kabupaten Polmas, Sulawesi Barat, 3−4 Oktober 1994. Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Sulawesi Barat. Mauju. ;5

Page 228: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

219 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

KAJIAN TEKNOLOGI FERMENTASI LIMBAH IKAN

SEBAGAI PUPUK ORGANIK

Indarti P. Lestari, Yudi Sastro, dan Ana F. C. Irawati

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta

pujipujo @yahoo.com

ABSTRAK

Salah satu sumber pupuk organik yang potensial untuk dikembangkan adalah limbah ikan. Namun

demikian, teknologi produksi limbah ikan menjadi pupuk organik belum tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui peran cara fermentasi, perlakuan pengkayaan, dan jumlah sumber karbon terhadap kualitas pupuk organik

dari limbah ikan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Terpadu, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta

dimulai dari Maret hingga Juli 2011. Perlakuan yang diujikan meliputi cara fermentasi (aerob dan anaerob), perlakuan

pengkayaan (tanpa, pengkayaan mikroba+metabolit, dan pengkayaan mineral). Percobaan diatur menggunakan

Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 5 ulangan. Peubah yang diamati adalah (1) karakteristik fisik meliputi

warna, (2) karakteristik kimia meliputi pH, C, N, P, K, Ca, Mg, S, Zn, Fe, Mn, Cu, dan bau dan (3) karakteristik

biologi (cemaran biologi).. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara fermentasi dan perlakuan pengkayaan tidak

nyata berpengaruh terhadap karakteristik fisik, kimia, dan biologi hasil fermentasi limbah ikan. Sementara itu, jumlah

sumber karbon berpengaruh terhadap karakteristik hasil fermentasi. Terdapat kecenderungan penurunan nilai pH,

penurunan kandungan N-NH4, P2O5, K2O, Ca, Mg, Zn, dan Fe, dan C sejalan peningkatan jumlah sumber karbon,

namun terdapat peningkatan bau khas fermentasi sejalan peningkatan sumber karbon.

Kata kunci: limbah ikan, fermentasi, karbon, pupuk organik, pengkayaan

PENDAHULUAN

Pemanfaatan ikan sebagai bahan pupuk organik sudah lama di lakukan. Hingga saat ini

telah banyak beredar berbagai jenis pupuk organik berbahan baku ikan, baik sebagai pupuk padat

atau pupuk cair (Davis et al., 2004). Pupuk padat berbahan baku ikan umumnya dibuat dalam

bentuk tepung, granular, atau pelet, sedangkan dalam bentuk cair berupa emulsi konsentrasi

tinggi (Davis et al., 2004). Pupuk berbahan baku ikan kaya akan unsur makro dan mikro. Pupuk

tersebut dilaporkan nyata meningkatkan pertumbuhan beberapa jenis sayuran dengan tingkat

penambahan hasil mencapai 60% dari perlakuan kontrol (Glogoza, 2007).

Selain sebagai sumber hara, pupuk berbahan baku ikan dilaporkan nyata menurunkan

serangan patogen Macrophomina phaseolina, Rhizoctonia solani and Fusarium spp., pada okra

dan kacang panjang (Abasi et al., 2003; Irshad et al., 2006) serta dapat menginduksi

Actynomicetes spp. dan Rhizobacteria spp yang berperan dalam menghasilkan hormon tumbuh

disekitar perakaran tanaman (El-Tarabily et al., 2003). Namun demikian, pupuk ikan yang telah

dikembangkan saat ini umumnya berasal dari ikan berkualitas baik sehingga bersaing dengan

kebutuhan pangan masyarakat. Di sisi yang lain, limbah ikan tersedia dalam jumlah yang cukup

besar dan belum termanfaatkan. Limbah tersebut umumnya terkumpul di tempat-tempat

penampungan ikan serta pasar-pasar tradisional. Komposisi limbah tersebut umumnya berupa

ikan yang telah rusak, isi perut, sirip, kepala, dan sisik. Apabila dimanfaatkan, maka limbah ikan

tersebut berpotensi untuk dijadikan pupuk ikan yang berkualitas baik setara dengan pupuk ikan

yang telah ada di pasaran.

Guna mendukung pemanfaatan limbah ikan tersebut, maka penelitian yang terkait

dengan pemanfaatannya sebagai bahan pupuk masih sangat diperlukan. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui peran cara fermentasi, perlakuan pengkayaan, dan jumlah sumber karbon

terhadap kualitas pupuk organik hasil fermentasi limbah ikan.

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Jakarta. Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Maret hingga Juli 2011. Sementara itu,

Page 229: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

220 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

analisis bahan dan pupuk hasil pengujian fermentasi dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian

Tanah, Bogor.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan meliputi fermentor; timbangan digital merk CHQ DJ3001F;

beaker glass; dan erlenmeyer. Bahan yang digunakan meliputi syrup Marjan Merah; limbah

padat ikan terdiri atas isi perut 60% (b/b), kepala 20% (b/b), ikan rusak 10% (b/b), dan sirip 10%

(b/b); Inokulum Lactobacillus spp. dengan kerapatan 2 x 10 8 sel.ml-1

; Inokulum Aspergillus

niger sp.; dan batuan fosfat Ciamis lolos saring 100 mess.

Metode Analisis

Percobaan diatur menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2x2x4

dengan lima ulangan. Perlakuan yang diujikan meliputi metode fermentasi (F), pengkayaan (R)

dan tingkat penambahan karbon (X). Jumlah total perlakuan adalah sebanyak 16 kombinasi

perlakuan. Rincian masing-masing perlakuan adalah sebagai berikut :

1) Teknologi fermentasi, meliputi fermentasi aerob (P1), dan fermentasi anaerob (P2).

2) Perlakuan pengkayaan, meliputi tanpa pengkayaan (R0) pengkayaan menggunakan mikroba

dan metabolitnya (R1), pengkayaan menggunakan bahan mineral batuan fosfat (R2), serta

3) Perlakuan jumlah karbon 0 % (X1), 10% (X2), 30% (X3), dan 50% (X4).

Peubah yang diamati adalah pH; kandungan C, N, P, K, Ca, Mg, S, Zn, Fe, Mn, dan Cu;

warna, bau, dan cemaran biologi. Perbedaan antar perlakuan pada peubah pengamatan

kandungan hara dan pH hasil fermentasi dianalisis menggunakan Analisis Varian dan dilanjutkan

dengan uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%. Sementara itu, peubah warna, bau,

dan cemaran biologi disajikan dalam bentuk nilai kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis varian, tidak terdapat interaksi yang nyata di antara tiga

perlakuan yang diujikan. Oleh sebab itu, pembahasan hasil penelitian lebih diarahkan pada

kombinasi perlakuan yang menonjol pengaruhnya terhadap peubah pengamatan (Tabel 1).

Pembahasan tersebut lebih diarahkan pada kecenderungan-kecenderungan masing-masing

perlakuan sehingga lebih sederhana untuk difahami.

Nilai pH pada sistem fermentasi aerob dan anaerob menurun seiring bertambahnya

jumlah karbon, sedangkan C-Organik pada fermentasi aerob dan anaerob meningkat dengan

peningkatan sumber karbon di atas 10%. Sementara itu, N-organik pada kedua sistem fermentasi

tersebut tidak memiliki kecenderungan tertentu sejalan dengan peningkatan sumber karbon.

Jumlah N-NH4 pada fermentasi aerob dan anaerob cenderung berkurang sejalan peningkatan

jumlah sumber karbon, sedangkan N-NO3 pada fermentasi eaerob secara umum tidak terdeteksi.

Pada fermentasi anaerob jumlah N-NO3 terdeteksi namun dalam jumlah yang sangat

kecil. Namun demikian, jumlah N-Total pada sistem fermentasi aerob dan anaerob meningkat

hingga karbon 10%, selanjutnya cenderung menurun sejalan peningkatan jumlah sumber karbon.

Sementara itu, jumlah P2O5, K2O, Ca, Mg, Zn, dan Fe pada sistem fermentasi aerob maupun

anaerob cenderung menurun sejalan peningkatan jumlah sumber karbon (Tabel 1).

Page 230: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

221 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 1. Pengaruh metode fermentasi dan jumlah sumber karbon terhadap karakteristik kimia

pupuk limbah ikan.

Parameter : Perlakuan

AnC0 AnC10 AnC30 AnC50 AC0 AC10 AC30 AC50

pH 6.4 b 4.5 a 4.0 a 4.0 a 6.4 b 4.1 a 4.1 a 4.2 a

C-organik (%) 8.03 a 7.4 a 14.5 b 22.9 c 9.32 a 8.87 a 10.9 b 22.6 c

N-Organik (%) 0.01 a 0.24 b 0.24 b 0.17 b 0.20 b 0.41 c 0.45 c 0.38 c

N-NH4 (%) 0.45 b 0.35 b 0.15 a 0.11 a 0.22 a 0.14 a 0.05 a 0.08 a

N-NO3 (%) 0.12 b 0.04 a 0.09 a 0.09 a 0.01 a 0.01 a 0.01 a 0.01 a

N-Total (%) 0.58 a 0.63 a 0.48 a 0.36 a 0.43 0.56 a 0.54 a 0.46 a

P2O5 (%) 0.19 b 0.21 b 0.14 a 0.09 a 0.20 b 0.18 b 0.16 b 0.10 a

K2O (%) 0.09 b 0.09 b 0.06 b 0.04 a 0.10 b 0.04 a 0.08 b 0.04 a

Ca (ppm) 0.07 b 0.07 b 0.05 b 0.03 a 0.07 b 0.07 b 0.06 b 0.03 a

Mg (ppm) 0.03 a 0.03 a 0.02 a 0.02 a 0.03 a 0.03 a 0.03 a 0.01 a

S (ppm) 0.01 a 0.04 a 0.03 a 0.01 a 0.04 a 0.04 a 0.03 a 0.01 a

Zn (ppm) 0.01 a 0.04 a 0.03 a 0.01 a 0.04 a 0.04 a 0.03 a 0.01 a

Fe 199 b 356 c 161 b 79 a 177 b 152 b 111 a 78 a

Mn (ppm) 79 c 62 c 30 b 19 b 91 c 66 c 3.4 a 20 b

Cu (ppm) 0.4 ttd ttd 0.5 2.4 1.6 2.1 0.9

Keterangan : An= anaerobik; A= aerobik; C 0%= tanpa sumber karbon; C 10%= sumber karbon 10% (v/v);

C 30%= sumber karbon 30% (v/v); C 50%= sumber karbon 50% (v/v), ttd= tidak terdeteksi

Penurunan nilai pH pada proses fermentasi sejalan dengan peningkatan jumlah karbon

disebabkan oleh peningkatan aktivitas produksi asam-asam organik sebagai metabolit primer

ataupun sekunder mikroba yang terlibat dalam fermentasi. Beberapa peneliti, diantaranya Ali et

al. (2002), Prado et al. (2005), Sastro et al. (2006), Karthikeyan dan Sivakumar (2010), dan

Bensmira dan Jiang (2011) melaporkan bahwa terdapat peningkatan produksi asam organik,

diantaranya asam sitrat, laktat, dan malat dalam fermentasi yang disertai sumber karbon.

Sementara itu, penurunan kandungan unsur hara N, P, K, Ca, Mg, Zn, dan Fe sejalan

dengan peningkatan sumber karbon diduga disebabkan oleh aktivitas mikroba pendekomposisi

yang terlibat dalam sistem fermentasi. Peningkatan aktivitas mikroba yang terlibat dalam sistem

fermentasi akan meningkatkan kebutuhan nutrien, sebagaimana dilaporkan oleh Oliver et al.

(1997), Rees dan Stewart (1997), Nabais et al. (1998) dan Anastassiadis (2007) . Sementara itu,

penurunan jumlah unsur N, disamping factor penggunaan oleh mikroba, juga disebabkan adanya

perubahan bentuk unsur ke dalam fraksi gas sehingga keluar dari dalam system fermentasi.

Metode fermentasi tidak berpengaruh terhadap karakteristik warna, bau, dan cemaran

berupa ulat atau belatung. Demikian juga dengan perlakuan pengkayaan. Peubah fisik dan

biologi pupuk hasil fermentasi sangat dipengaruhi oleh jumlah penambahan sumber karbon. Pada

perlakuan tanpa sumber karbon dan penambahan sumber karbon 10% hasil fermentasi berbau

busuk dan terdapat cemaran ulat. Pada penambahan sumber karbon 30 dan 50% hasil fermentasi

berbau khas fermentasi, berwarna coklat tua dan tidak terdapat cemaran ulat. Terdapat

peningkatan bau khas fermentasi sejalan peningkatan sumber karbon (Tabel 2).

Peran sumber karbon, terkait dengan bau khas fermentasi serta tidak munculnya

cemaran biologi (ulat) disebabkan oleh cukupnya jumlah karbon sederhana dalam memenuhi

kebutukan inokulum mikroba, khususnya Lactobacillus spp. untuk berkembang biak dengan

cepat. Perkembangan cepat tersebut akan berpengaruh terhadap akuisisi karbon, pelepasan

metabolit primer dan sekunder sehingga akan menekan pertumbuhan mikroba lain yang berperan

dalam dekomposisi. Pelepasan metabolit primer berupa alkohol akan berpengaruh terhadap

kekuatan bau hasil fermentasi (khas fermentasi). Sementara itu, pelepasan asam organik akan

menyebabkan substrat mengalami penurunan pH dengan cepat sehingga menghalangi

pertumbuhan dan perkembangan cemaran biologis di dalam substrat.

Page 231: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

222 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 2. Pengaruh fermentasi, pengkayaan, dan jumlah sumber karbon terhadap karakteristik

fisik dan biologi pupuk limbah ikan.

Sistem Pengkayaan Gula (%) Bau Warna Ulat

Anaerobik Tanpa 0 bau coklat ada

Anaerobik Tanpa 10 bau coklat ada

Anaerobik Tanpa 30 Khas fermentasi (++) coklat tua tidak ada

Anaerobik Tanpa 50 Khas fermentasi (+++) coklat tua tidak ada

Anaerobik Mikroba+Metabolit 0 bau coklat ada

Anaerobik Mikroba+Metabolit 10 bau coklat ada

Anaerobik Mikroba+Metabolit 30 Khas fermentasi (++) coklat tua tidak ada

Anaerobik Mikroba+Metabolit 50 Khas fermentasi (+++) coklat tua tidak ada

Anaerobik Mineral 0 bau coklat ada

Anaerobik Mineral 10 bau coklat ada

Anaerobik Mineral 30 Khas fermentasi (++) coklat tua tidak ada

Anaerobik Mineral 50 Khas fermentasi (+++) coklat tua tidak ada

Aerobik Tanpa 0 bau coklat ada

Aerobik Tanpa 10 Agak bau coklat tidak ada

Aerobik Tanpa 30 Khas fermentasi (+) coklat tua tidak ada

Aerobik Tanpa 50 Khas fermentasi (++) coklat tua tidak ada

Aerobik Mikroba+Metabolit 0 bau coklat ada

Aerobik Mikroba+Metabolit 10 Agak bau coklat tidak ada

Aerobik Mikroba+Metabolit 30 Khas fermentasi (+) coklat tua tidak ada

Aerobik Mikroba+Metabolit 50 Khas fermentasi (++) coklat tua tidak ada

Aerobik Mineral 0 bau coklat ada

Aerobik Mineral 10 Agak bau coklat tidak ada

Aerobik Mineral 30 Khas fermentasi (+) coklat tua tidak ada

Aerobik Mineral 50 Khas fermentasi (++) coklat tua tidak ada

Keterangan. +++ (sangat kuat), ++ (kuat), + (lemah).

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Cara fermentasi dan perlakuan pengkayaan tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas pupuk

organik berbahan baku limbah ikan.

2. Kualitas pupuk organik tersebut nyata dipengaruhi oleh jumlah sumber karbon. Jumlah

karbon ideal untuk digunakan dalam proses fermentasi limbah ikan menjadi pupuk organik

adalah 30% (v/v).

3. Pupuk hasil fermentasi limbah ikan tersebut di atas memiliki karakteristik kimia yang hampir

sama dengan pupuk sejenis yang ada di pasaran.

4. Perlu pengujian lebih mendalam, khususnya terkait dengan respon tanaman terhadap pupuk

organik tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Abbasi, P. A., D. A. Cuppels, and G. Lazarovits. 2003. Effect of foliar applications of neem oil

and fish emulsion on bacterial spot and yield of tomatoes and peppers. Canadian J. of Plant

Pathology 25: 41–48.

Ali, S., Ikram-ul-Haq, M.A. Qadeer and J. Iqbal, 2002. Production of citric acid by Aspergillus

niger using cane molasses in a stirred fermentor. Elect. J. Biotechnol 5: 114-125.

Anastassiadis, S. 2007. L-Lysine Fermentation. Recent Patents on Biotechnology 1:11-24.

Bonsmira, M. and B. Jiang. 2011. Organic acids formation during the production of a novel

peanut-milk kefir beverage. British Journal of Dairy Science 2 (1):18-22.

Davis, J. G., M. A. P. Brown, C. Evans, and J. Mansfield. 2004. The Integration of Foliar

Applied Seaweed And Fish Products Into The Fertility Management of Organically Grown

Page 232: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

223 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Sweet Pepper. Organic Farming Research Foundation Project Report. North Carolina State

University.

El-Tarabily, K. A., A. H. Nassar, E.S. Giles, J. Hardy, and K. Sivasithamparam. 2004. Fish

emulsion as a food base for rhizobacteria promoting growth of radish (Raphanus sativus L.

var. sativus) in a sandy soil. Plant and Soil 252 (2):397-411.

Glogoza, P. 2007. Effect of foliar applied compost tea and fish emulsion on organically grown

soybean. U of MN extension service. Januari 2007.

Irshad, L., S. Dawar, And M. J. Zaki. 2006. Effect of different dosages of nursery fertilizers in

the control of root rot of okra and mung bean. Pakistan Journal of Botany 38 (1): 217-223.

Karthikeyan A, Sivakumar N. Citric acid production by Koji fermentation using banana peel as a

novel substrate. Bioresource Technology, 2010;101(14):5552-5556.

Nabais, R. C., I. Sa’Correia, C. A. Viegas, and J. M. Novais. 1998. Influence of calcium ion on

ethanol tolerance of Saccharomyces bayanus and alcoholic fermentation by Yeasts. Applied

and Environmental Microbiology 54:2439-2446.

Oliver, A. L., F. A. Roddick, and B. N. Anderson. 1997. Cleaner production of

phenylacetylcarbinol by yeast through productivity improvements and waste minimization.

Pure and Appl. Chem. 69:2371-2385.

Prado, F. C., L. P. S. Vandenberghe, A. L. Woiciechowski, J. A. Rodrigues-Leon, and C. R.

Soccol. 2005. Citric acid production by solid state fermentation on a semi-piloy scale using

different percentage treated cassava bagasse. Brazilian Journal of Chemical Enginering 22

(4):547-555.

Rees, E. M. R., and G. G. Stewart. 1997. The effects of increased magnesium and calcium

concentrations on yeast fermentation performance in high gravity worts. J. Int. Brew

103:287-291.

Sastro Y., D. Widianto, dan J. Shiediq. Sekresi Asam-Asam Organik Oleh aspergillus niger YD

17 yang Ditumbuhkan Dengan Batuan Fosfat. Jurnal Biota XI (3):1

Page 233: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

SOSEK PERTANIAN

Page 234: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

227 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

POTENSI DAERAH KECAMATAN SELUPU REJANG

DALAM PENGEMBANGAN SAPI PERAH

SEBAGAI PENGHASIL SUSU

Ruswendi, Dedi Sugandi dan Jhon Firison

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

ABSTRAK

Kajian potensi daerah kecamatan Selupu Rejang dalam pengembangan sapi perah sebagai penghasil susu,

bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis potensi dan peluang daerah sentra pengembangan sapi perah dalam

menghasilkan susu bagi kecukupan akan konsumsi susu di Bengkulu. Pengkajian ini termasuk dalam kajian analisis

potensi menggunakan metode dasar deskriptif analisis, yaitu survei dan desk study. Pengamatan potensi dan peluang

pengembangan sapi perah bersumber dari data skunder dan data primer hasil survei pengisian kuesioner melalui

metoda wawancara langsung dan diskusi terfokus terhadap 30 orang peternak sapi perah sebagai responden yang

dipilih secara purposive dengan kriteria sudah memiliki pengalaman usaha minimal 2 tahun dan memiliki sapi perah

laktasi. Data terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif menggunakan persentasi tabel, untuk mendapatkan

gambaran potensi peluang pengembangan sapi perah. Hasil studi menggambarkan bahwa kecamatan Selupu Rejang

secara umum wilayahnya mempunyai topografi 85% memiliki kondisi berbukit dan bergelombang dengan ketinggian

840 – 1.400 m dpl, suhu rata-rata mencapi 260C, luas wilayah secara keseluruhan ± 15.792 ha dan didominasi lahan

tegalan ± 7.532,5 ha. Karakteristik peternak sapi perah memilik usia produktif dengan rerata umur 42 tahun, pendidikan

9 tahun, pengalaman usahaternak 6 tahun dan penguasaan sapi perah laktasi 2-3 ekor dan lahan usaha 1,43 ha yang

diperuntukan untuk lahan; sawah 0,087 ha, tegalan 0,607 ha, perkebunan 0,183 ha serta 0,553 ha merupakan kebun

rumput unggul untuk pengembangan kebutuhan hijauan pakan ternak sapi perah. Keragaan usahaternak sapi perah

menggambarkan perkembangan populasi mencapai 2,33 ekor, kondisi reproduksi 1,66 (S/C) dengan penguasaan

inovasi tatalaksana dan luas perkandangan, pola pemeliharaan, dan penanganan kesehatan sudah memenuhi kriteria

teknologi anjuran. Namun produksi susu masih rendah 4 – 5 liter/ekor/hari jauh dibawah standar kelayakan, hal ini

dipicu pola pemberian pakan dengan biaya minimal serta sebagian sapi laktasi tidak diperah terkendala dalam

pemasaran susu. Pada hal dengan kondisi wilayah maupun potensi ketersediaan sumber pakan hijauan dan bahan pakan

yang berlimpah memberikan potensi peningkatan produksi susu mencapai standar optimal yang layak.

Kata kunci : potensi, daerah, sentra pengembangan, sapi perah, susu

PENDAHULUAN

Permintaan terhadap komoditi susu dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.

Kesadaran masyarakat akan konsumsi susu untuk meningkatkan gizi menjadi salah satu faktor

meningkatnya permintaan susu. Namun produksi susu dari peternak belum dapat mencukupi

kebutuhan konsumsi masyarakat dengan kondisi populasi pemeliharaan 2-3 ekor. Untuk

memenuhi permintaan susu, maka pengembangan usaha sapi perah merupakan salah satu

alternatif dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat termasuk Provinsi Bengkulu merupakan

wilayah yang mempunyai potensi dan cocok untuk pengembangan sapi perah diluar pulau jawa.

Sesuai dengan arahan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan untuk melakukan

pengembangan usaha sapi perah di luar Pulau Jawa serta untuk memenuhi kebutuhan susu di

Provinsi Bengkulu, maka pada tahun 2002 usaha peternakan sapi perah telah dikembangkan di

Kabupaten Rejang Lebong dan merupakan sentra pengembangan sapi perah di Provinsi Bengkulu

dengan populasi mencapai 254 ekor (BPS Provinsi Bengkulu, 2011).

Dukungan Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong pengembangan sapi perah perlu

disiapkan, terutama untuk kandang dan lahan penanaman hijaun makanan ternak. Untuk itu

Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong telah menyiapkan lahan seluas 15.792 hektar di

Kecamatan Selupu Rejang sebagai pusat pengembangan sapi perah (Suherman, 2012), termasuk

bimbingan dalam budidaya sapi perah dan peningkatan pengawasan kesehatan ternak. Selain itu,

juga perlu adanya dukungan dalam pengolahan hasil dan pemasaran susu sapi perah sebagai salah

satu komoditas unggulan yang dapat memenuhi kebutuhan protein hewani asal susu.

Upaya pengembangan sapi perah di Kabupaten Rejang Lebong ini juga sangat didukung

oleh ketersediaan bahan pakan berlimpah serta sumberdaya petani setempat yang sebagian besar

sudah memahami tehnik pemeliharaannya, seperti halnya Kecamatan Selupu Rejang. Namun

produksi susu yang dihasilkan sapi perah masyarakat masih rendah dan belum optimal yang

hanya 6 - 8 liter/ekor/hari jauh dari rata-rata produktivitas induk sapi laktasi di pulau jawa sudah

Page 235: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

228 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

mencapai 12-15 liter/ekor/hari. Menurut Talib et al., (2001) persentase terbesar kapasitas

produksi susu sapi perah dalam negeri hanya menghasilkan susu sekitar 10 liter/ekor/hari dan

umumnya pada peternakan rakyat masih jauh dibawahnya.

Rendahnya produksi susu sapi perah juga akibat kurang terpenuhinya kebutuhan dan

penyediaan pakan, pada hal disekitar lokasi usaha potensi limbah pertanian sebagai bahan baku

pakan lokal belum termanfaatkan secara optimal dan masih terbuang atau dibakar dilahan

usahatani. Untuk itu dilakukan suatu kajian yang bertujuan untuk mengetahui potensi daerah

Kecamatan Selupu Rejang dalam pengembangan ternak sapi perah sebagai penghasil susu dan

terpenuhinya kebutuhan pakan yang dapat memacu peningkatan produksi susu sapi yang dapat

mendukung kecukupan nutrisi pangan asal protein hewani.

BAHAN DAN METODA

Pengkajian ini dilakukan diderah sentra pengembangan ternak sapi perah di Kecamatan

Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong untuk tahun 2012 yang termasuk dalam kajian analisis

studi potensi menggunakan metode dasar deskriptif analisis, yaitu survei dan desk study.

Pengamatan potensi dan peluang pengembangan sapi perah bersumber dari data skunder

(diperoleh dari dinas dan instansi terkait) dan data primer (diperoleh dari hasil survei pengisian

kuesioner yang sudah ditetapkan), dilakukan melalui wawancara langsung, FGD dan pertemuan

terhadap peternak sapi perah sebagai responden sebanyak 30 orang dan pihak terkait lainnya yang

dipilih secara purposive berdasarkan sebaran peternak dengan kriteria sudah memiliki

pengalaman usaha minimal 2 tahun dan memiliki sapi perah laktasi. Hasil akhir dari data

terkumpul diolah dan dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Wilayah

Kecamatan Selupu Rejang merupakan salah satu kecamatan berada dalam wilayah

Kabupaten Rejang Lebong yang dijadikan sebagai sentra pengembangan ternak sapi perah di

Provinsi Bengkulu. Secara umum topografi wilayahnya hampir 85 % memiliki kondisi berbukit

dan bergelombang dengan ketinggian 840 – 1.400 m dpl, suhu rata-rata mencapi 260C dan jumlah

hari hujan terbanyak 22 hari setiap dengan curah hujan rata-rata berkisar 264 mm dalam sebulan.

Jarak tempuh Kecamatan ke Ibu kota Kabupaten 11 km dan ke Ibukota Provinsi 96 km. Secara

administratif, letak Kecamatan Selupu Rejang berbatasan langsung sebelah Utara dengan

Kabupaten Musi Rawas, sebelah Selatan dengan Kecamatan Bermani Ulu dan Sindang Kelingi,

sebelah Barat dengan Kecamatan Curup dan sebelah Timur dengan Kecamatan Padang Ulak

Tanding dan Sindang Kelingi. Luas wilayah Kecamatan Selupu Rejang secara keseluruhan ±

15.792 ha, digunakan untuk lahan sawah seluas ± 587,5 ha. lahan tegalan ± 7.532,5 ha., lahan

Perkebunan ± 300 ha dan sisanya merupakan hutan lindung. Sebagian besar petani di Kecamatan

Selupu Rejang merupakan petani dengan usahatani budidaya tanaman sayuran disamping

tanaman pangan padi/palawija dan ternak sapi termasuk uasahaternak sapi perah.

Karakteristik Peternak Sapi Perah

Keragaman karakteristik peternak sapi perah di lokasi pengkajian relatif beragam,

seirama dengan dengan profil responden yang dicirikan Tabel 1.

Page 236: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

229 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 1. Karakteristik peternak sapi perah di Kecamatan Selupu Rejang sebagai daerah sentra

pengembangan sapi perah di Provinsi Bengkulu.

No. Peubah Keragaman Rerata

1. Umur (tahun) 23 - 61 42

2. Pendidikan (tingkat) 6 -12 9

3. Tanggungan keluarga (orang) 2 - 6 4

4. Anggota keluarga terlibat berusahatani (orang) 1 - 3 2

5. Pengalaman usaha sapi perah (tahun) 3 - 10 6

6. Penguasaan/pemilikan sapi perah (ekor) 1 - 6 2 - 3

7. Penguasaan/pemilikan lahan usahatani (ha) 0,5 – 3,5 1,43

Sumber : Data terolah.

Tabel 1. secara umum menggambarkan peternak sapi perah responden tergolong dalam

usia produktif dengan rerata umur 42 tahun dan dapat diandalkan mengembangkan usaha dengan

baik, karena rataan umur tersebut masih dibawah rataan umur tenaga kerja yang mendominasi

sektor pertanian umumnya mencapai lebih dari 50 tahun (Suharyanto, 2001). Usia produktif ini

mempunyai peluang untuk dapat meningkatkan pengembangan usahatani dengan baik, karena

didukung latar belakang pendidikan formal mencapai rata-rata 9 tahun atau identik tamat sekolah

lanjutan tingkat pertama (SLTP) dengan usia pendidikan 9 tahun.

Jumlah tanggungan keluarga peternak sapi perah di Kecamatan Selupu Rejang berkisar

2 – 6 orang, dimana dominan memiliki tanggungan keluarga 4 orang. Umumnya peternak

mengandalkan tenaga kerja keluarga menjalankan usahaternaknya, umumnya yang teribat 1 – 3

orang dan yang dominan anggota keluarga terlibat berusahatani 2 orang pada keragaman usia

kerja >15 tahun dan pengalaman dalam memelihara sapi perah rata-rata 6 tahun atau diatas 3

tahun, namun penguasaan atau jumlah ternak sapi perah dipelihara hanya 2-3 ekor masih jauh

dari kemampuan pelihara setiap rumah tangga peternak yang paling tidak 5-6 ekor sapi perah.

Menurut Priyanti et al., (2009) bahwa usaha ternak sapi perah yang optimal akan dicapai apabila

setiap keluarga memiliki sapi induk antara 5–6 ekor. Oleh karena itu dalam upaya meningkatkan

produktivitas usaha perlu peningkatan skala usaha, sehingga dapat lebih memotivasi peternak

dalam memelihara ternak sapi perah ini tidak lagi hanya dianggap sebagai usaha sampingan

namun sudah harus beralih menjadi usaha pokok sebagai penopang peningkatan pendapatan

utama keluarga.

Penguasaan lahan usahatani rata-rata hanya 1,43 ha dengan perincian kepemilikan tanah

sawah rata-rata 0,087 ha, tanah tegalan 0,607 ha dan tanah perkebunan 0,183 ha serta kebun

rumput 0,553 ha/KK peternak. Sebagaimana usahatani di lahan kering dataran tinggi, pola tanam

yang diterapkan umumnya tumpangsari dari berbagai jenis sayuran, seperti Wortel, kubis, cabai,

tomat, buncis dan kol bunga serta tanaman pangan dan palawija yang diusahakan adalah jagung,

padi dan ubi kayu.

Keragaan Usahaternak Sapi Perah

Hasil kajian berupa data terkumpul menunjukan bahwa keragaan usahaternak sapi perah

di Kecamatan Selupu Rejang, memperlhatkan populasi induk produktif yang dipelihara setiap

peternak sercara umum hanya 2,33 ekor dengan kodisi reproduksi (S/C) 1,66 dan produksi susu

hanya mencapai 4 – 5 liter/ekor/hari (Tabel 2). Secara umum kondisi ini cendrung lamban

perkembangannya, karena populasi awal sapi perah berupa bantuan pemerintah 3 ekor induk siap

produksi. Menurut Kusnadi dan Juarini (2007) peningkatan populasi sapi perah yang lamban

menyebabkan pengembangan usahaternak sapi perah akan lamban dan juga berakibat kepada

rendahnya peningkatan produksi susu

Sedangkan dari manajemen pemeliharaan memperlihatkan keragaan dan tatalaksana

perkandangan yang dimilki peternak cukup baik sesuai teknologi anjuran dengan kapasitas

mencapai 10 ekor, sehingga sangat memungkin penambahan populasi ternak yang dipelihara

sesuai keinginan peternak yang sanggup memelihara minimal 6 - 7 ekor/petrnak. Taryoto (1993)

menekankan pentingnya memperhatikan manajemen pemeliharaan dalam rangka meningkatkan

Page 237: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

230 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

produksi susu, dimana manajemen usaha antara lain meliputi kegiatan pemberian pakan,

kesehatan ternak, tatalaksana kandang, pengaturan IB dan kegiatan perawatan lainnya.

Tabel 2. Keragaan usahaternak sapi perah pada sentra pengembangan Kecamatan Selupu

Rejang Kabupaten Rejang Lebong.

No. Peubah Keragaman Keragaan

1. Perkembangan populasi induk laktasi (ekor) 1 - 5 2,33

2. Kondisi reproduksi (IB per kelahiran atau S/C) 1 - 3 1,66

3. Perkandangan (orang)

- Luas kandang (m2) 16 - 86 30 - 35

- Jarak kandang dari rumah (m) 10 - 500 20 - 50

- Kapasitas kandang (ekor) 5 - 20 10

- Kemiringan lantai kandang (-0) 2 - 5 3,33

- Jarak kandang kesumber air (m) 2 - 20 10

4. Pola pemeliharaan 1 - 3 2

- Mandikan sapi (kali) 1 - 2 1

- Tenaga kerja mandikan sapi (orang) 1 - 2 1

- Waktu mandikan sapi (jam) 1 - 2 1

- Pemerahan susu (kali) 1 - 2 1

- Bersihkan kandang (kali) 1 - 2 1

- Waktu pemberian pakan hijauan (kali) 1-2 2

- Jumlah pemberian pakan hijauan (kg) 30 -50 40

- Tenaga kerja cari hijauan (orang) 1 - 2 1

- Waktu cari pakan hijauan (jam) 1 - 2 2

- Pemberian air minum (kali) 2 2

- Kemampuan memelihara sapi laktasi (ekor) 4 - 10 6 - 7

5. Produksi susu (liter/ekor/hari)) 3 - 10 4 - 5

6. Pemberian obat cacing (kali) 1 - 3 2

7. Jarak pemasaran hasil susu (km) 0,2 - 6 1-3

Sumber : Data terolah.

Bila dilihat dari pola pemeliharaan umumnya peternak sudah memahami cara

pemeliharaan yang baik, namun saat sekarang banyak yang melakukan dengan seaadanya seperti

halnya memandikan sapi, memerah susu dan membersihkan kandang yang semestinya dilakukan

2 kali/hari hanya dilakukan 1 kali/hari. Hal ini memicu hasil perahan menjadi rendah, terimbas

tidak adanya jaminan pemasaran susu dihasilkan peternak walaupun jarak dari lokasi ketempat

pemasaran susu dapat dijangkau dengan mudah (1 - 3 km) dengan kondisi transportasi sangat

lancar.

Begitu juga pola, waktu dan jumlah pemberian pakan serta pemeliharaan kesehatan,

para peternak sapi perah sudah melakukan menurut semestinya walaupun tanpa pemberian pakan

tambahan yang sangat dibutuhkan sapi perah untuk berproduksi. Tidak diberikannya pakan

tambahan ini bukannya peternak tidak memahami pentingnya pakan tambahan ini bagi ternak

sapi perah, akan tetapi biaya yang dibutuhkan tidak mencukupi dari hasil susu yang sulit dalam

pemasaran yang secara otomatis sangat berpengaruh terhadap produksi susu yang rendah hanya 2

-5 liter/ekor/hari. Produksi susu yang rendah dipegaruhi oleh jumlah sapi laktasi dan pakan yang

diberikan, jika pakan diberikan kualitasnya rendah maka kualitas susu juga rendah, harga susu

juga rendah secara tidak langsung penerimaan peternakpun juga akan rendah, begitu pula

sebaliknya. Budiarsana dan Juarini (2008) menyatakan bahwa tingkat produktivitas ternak akan

menentukan jumlah penerimaan usahaternak.

Potensi Daerah Penghasil Susu Sapi

Berdasarkan keragaan usahaternak sapi perah dan kondisi wilayah Kecamatan Selupu

Rejang yang berada pada ketinggian 840 – 1.400 m dpl dengan suhu rata-rata mencapi 260C

dengan luas wilayah secara keseluruhan mencapai ± 15.792 ha dan sebagian besar masyarakat

merupakan petani dengan usahatani budidaya tanaman sayuran disamping tanaman pangan

Page 238: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

231 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

padi/palawija serta kopi maupun ternak sapi termasuk uashaternak sapi perah yang sangat

berpotensi untuk dikembangkan dan dapat menghasilkan susu yang sangat dibutuhkan

masyarakat untuk memperbaki dan memenuhi keculupan akan gizi. Dimana Menurut Tati Setiati

(2008) susu sapi sebagai sumber protein herwani memeiliki nilai nutrisi yang sesifik dan sangat

diperlukan bagi manusia, terutama bagi generasi dalam usia pertumbuhan, disamping itu

beberapa faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas sapi perah antara lain adalah musim,

indeks suhu, kelembaban, ketersediaan pakan dan air.

Bila dilhat dari sisi ketersediaan pakan, sepanjang tahun hampir tidak ada kesulitan

pengadaan pakan karena daya dukung lahan kecamatan Selupu Rejang dapat menghasilkan

sumber pakan berupa hijauan jerami (baik padi, jagung maupun kacang-kacangan) serta sayuran

dan limbahnya yang tidak dikonsumsi manusia, kulit kopi dari hasil limbah tanaman kopi dan

disamping itu juga ketersediaan rumput lapang cukup besar. Menurut Tati Setiati (2008)

optimalisasi pemanfaatan hasil ikutan tanaman atau agroindustri akan dapat meningkatkan daya

dukung wilayah terhadap peningkatan populasi sapi perah.

Begitu juga bila dlihat dari karakteristik peternak, umumnya peternak sapi perah di

Kecamatan Selupu Rejang memiliki pengalaman beternak diatas 3 tahun serta dukungan

ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga juga berperan mendorong potensi pengembangan sapi

perah dalam menghasikan susu. Menurut Lestariningsih dan Basuki (2008) bahwa pengalaman

kerja dibidang peternak sapi perah secara langsung berpengaruh terhadap keterampilan dalam

menangani usahaternak, termasuk dalam menangani kegiatan yang berhubungan dengan

pemeliharaan maupun produksi ternak berupa pemerahan serta penanganan hasil produksi. Pada

umumnya semakin lama seseorang bekerja pada suatu jenis pekerjaan, akan semakin pandai

mengalokasikan waktu kerjanya seefisien mungkin.

KESIMPULAN

Usaha ternak sapi perah di Kecamatan Selupu Rejang memiliki potensi dan peluang

untuk dikembangkan, karena adanya dukungan potensi wilayah dan sumberdaya yang dimiliki

masyarakat. Antara lain berupa dukungan kondisi wilayah dengan agroklimat dan ketersediaan

lahan yang cukup luas, keragaan karakteristik dan pengalaman usaha peternak serta keterampilan

tenaga kerja keluarga yang terlibat dalam usaha, sumberdaya pertanian sebagai sumber bahan

penyusun pakan tambahan berupa konsentrat serta hijauan pakan baik itu berupa rumput lapang

maupun rumput unggul berkualitas yang sangat dibutuhkan ternak sapi perah untuk dapat

berproduksi dan menghasikan susu sampai mencapai 10 – 12 liter/ekor/hari.

DAFTAR PUSTAKA

BPS Provinsi Bengkulu. 2011. Bengkulu Dalam Angka 2010. Kerjasama Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Provinsi Bengkulu dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi

Bengkulu. Bengkulu.

Budiarsana, I.G.M. dan E. Juarini. 2008. Analisis Biaya Produksi Pada Usaha Sapi Perah

Rakyat: Studi Kasus di Daerah Bogor dan Sukabumi. Ekuitas. Vol 12 (2): 503-506.

Kusnadi, U dan E. Juarini, 2007. Optimalisasi Pendapatan Pemeliharaan Sapi Perah Dalam

Upaya Peningkatan Produksi susu Nasional. WARTAZOA. Vol. 17, no.1 Tahun 2007.

Puslitbangnak. Badan Litbang Pertanian. Deptan. Jakarta.

Lestariningsih, M. dan Basuki, E. Y. 2008. Peran Serta Wanita Peternak Sapi Perah dalam

Meningkatkan Taraf Hidup Keluarga. Ekuitas. Vol 12 (1): 117-137.

Priyanti, ,A., S. Nurtini dan A. Firman, 2009. Analisis ekonomi dan aspek sosial usaha sapi

perah. Profil usaha peternakan sapi perah di Indonesia. (penyunting: K.,A., Santosa, K.

Diwiyanto dan T. Toharmat). Puslitbangnak.

Suharyanto, Destialisma dan I. A. Parwati. 2001. Faktor-faktor yang Mempengaruh Adopsi

Teknologi Tabela di Provinsi Bali. Badan Litbang Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian (BPTP) Bali. Denpasar.

Page 239: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

232 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Suherman, 2012. http://www.pelita.or.id/baca.phpid=63823 diakses pada tanggal 4 Janiuari 2012

jam 16.10. Bengkulu.

Talib, C., A. Anggraeni, K. Diwyanto dan E. Kurniatin. 2001. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Produktivitas Sapi Perah Dibawah Manajemen Perusahaan Komersial Gakuryoko. Jurnal

Ilmiah Pertanian. Vol; VII:1; 81-87. Persatuan Alumni Studi Jepang. Bogor.

Taryoto, A. 1993 . Analisis Perbandingan Kelembagaan Pada Usahatani Sapi Perah di Jawa

Barat dan Jawa Timur. PSAE-Balitbang Pertanian. Bogor.

Tati Setiati. 2008. Revitalisasi Agribisnis Sapi Perah yang Berdaya Saing dan Ramah

Lingkungan. Prosd. Prospek Industri sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020. Pusat

Peneltian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Ilmu

Ekonomi Keuangan dan Perbangan Indonesia. Bogor.

HASIL DISKUSI

Tanya : Produksi susu yang dihasilkan rendah, kontradiktif dengan potensi dan peluang daerah

Selupu Rejang sebagai penghasil susu ?

Sulit pemasaran susu yang dihasikan juga merupakan kontradiktif dengan potensi dan

peluang daerah Selupu Rejang sebagai penghasil susu ?

Apa saja kendala yang dihadapi dalam pengembangan sapi perah oleh peternak

Jawab : Dengan data dan gambaran hasil pengkajian yang menyimpulkan potensi daerah

Kecamatan Selupu rejang sebagai pengembangan sapi perah penghasil susu, maka

data produksi dan pemasaran yang dikatakan kotrakdiktif dapat dijadikan sebagai

acuan oleh pemerintah daerah dalam pengembangan sapi perah melalui dukungan

sarana penunjang produksi (pakan dan permodalan) serta pemasaran susu serta produk

olahannya (mobil dan cool unit) disamping dukungan dana program minum susu bagi

anak sekolah). Sekaligus dapat mengatasi kendala yang selama ini bagi peternak sapi

perah sulit dalam pemasaran susu sebagai pemicu produksi susu rendah, akibat

kekurangan biaya pakan yang tidak terdukung dari pemasaran hasil susu. Apabila

pakan yang diberikan cukup, maka peternak yakin produksi susunya bisa mencapai 12

liter/ekor/hari apabila susu yang dihasilkan habis diserap pasar atau konsumen.

Page 240: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

233 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN

MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN

RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL)

DI KOTA BENGKULU

Umi Pudji Astuti dan Bunaiyah Honorita

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Email : [email protected]; [email protected]

ABSTRAK

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) dikemas dengan prinsip pemanfaatan lahan pekarangan

yang ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga diharapkan dapat meningkatkan

pendapatan keluarga. Kota Bengkulu memiliki lahan pertanian yang dapat digunakan untuk memproduksi berbagai

komoditas pertanian, khususnya sayuran yang dikembangkan di dataran rendah dan tidak memerlukan lahan yang luas.

Untuk mengetahui sejauh mana pemanfaatan lahan pekarangan di Kota Bengkulu, telah dilakukan kajian pada bulan

Agustus dan Oktober 2012 dengan menggunakan metode survey terhadap 30 pemanfaat lahan pekarangan di Kota

Bengkulu. Data yang dikumpulkan antara lain data konsumsi rumah tangga, pendapatan rumah tangga, dan

persepsi/minat masyarakat terhadap komoditas yang diusahakan. Data yang diperoleh dianalisis secara tabulasi dan

diuraikan secara deskriptif. Hasil kajian menunjukkan bahwa rumah pangan lestari mampu menghemat pengeluaran

rumah tangga sebesar Rp. 297.136/bulan; menambah pendapatan keluarga rata-rata Rp. 106.447/bulan; meningkatnya

minat masyarakat mengusahakan lahan pekarangan dalam kawasan rumah pangan lestari sebesar 60% karena alasan

memenuhi kebutuhan keluarga, 37% karena alasan meningkatkan pendapatan keluarga, serta 7% alasan karena

keindahan lingkungan.

Kata kunci : pemanfaatan, pekarangan, nilai tambah, rumah tangga, pendapatan

PENDAHULUAN

Pembangunan ketahanan pangan mempunyai ciri cakupan luas, adanya keterlibatan

lintas sektor, multidisiplin serta penekanan pada basis sumberdaya lokal. Terdapat dua indikator

berhasilnya pembangunan ketahanan pangan, yaitu (1) pada tataran makro, setiap saat tersedia

pangan yang cukup (jumlah, mutu, keamanan, keragaman merata dan terjangkau); (2) pada

tataran mikro, setiap rumah tangga setiap saat mampu mengkonsumsi pangan yang cukup, aman,

bergizi dan sesuai pilihannya, untuk menjalani hidup sehat dan produktif. Ketersediaan pangan

dalam jumlah yang cukup sepanjang waktu merupakan keniscayaan yang tidak terbantahkan. Hal

ini menjadi prioritas pembangunan pertanian nasional dari waktu ke waktu (Badan Litbang

Pertanian, 2012). Menurut Afrinis, N (2009), pemanfaatan pekarangan dapat mendukung

penyediaan anekaragam pangan di tingkat rumah tangga, sehingga terwujud pola konsumsi

pangan keluarga yang beragam, bergizi seimbang, dan aman.

Lahan pekarangan merupakan salah satu sumber potensial penyedia bahan pangan yang

bernilai gizi dan memiliki nilai ekonomi tinggi, bila ditata dan dikelola dengan baik. Selain dapat

memenuhi kebutuhan pangan dan gizi dari keluarga sendiri, juga berpeluang meningkatkan

penghasilan rumah tangga, apabila dirancang dan direncanakan dengan baik. Pemanfaatan

pekarangan tersebut juga dirancang untuk meningkatkan konsumsi aneka ragam sumber pangan

lokal dengan prinsip gizi seimbang (Badan Litbang Pertanian, 2012). Ketahanan dan kemandirian

pangan secara nasional dapat tercapai jika dimulai dari rumah tangga. Pemanfaatan lahan

pekarangan secara terpadu merupakan salah satu inovasi teknologi yang dapat digunakan untuk

mewujudkan ketahanan pangan khususnya yang dimulai dari rumah tangga. Sejalan dengan hal

tersebut, Kementerian Pertanian telah mengembangkan suatu konsep pemanfaatan pekarangan

dengan sebutan “Kawasan Rumah Pangan Lestari” yang merupakan rumah yang pekarangannya

dimanfaatkan secara intensif, ramah lingkungan dan berkelanjutan. Komoditas yang

dikembangkan dalam pemanfaatan lahan pekarangan disesuaikan dengan kebutuhan pangan dan

gizi keluarga, berbasis sumber pangan lokal, dan bernilai ekonomi.

Kota Bengkulu merupakan pusat konsumen berbagai produk pertanian yang berasal dari

dalam maupun luar Provinsi Bengkulu. Oleh karena itu, menjadi suatu hal yang wajar bila harga

jual berbagai produk pertanian lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga di sentra produksinya.

Hal ini disebabkan karena hasil dari sentra produksi harus diangkut dengan alat transportasi yang

Page 241: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

234 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

memerlukan biaya. Di lain pihak, Kota Bengkulu masih memiliki lahan pertanian yang dapat

digunakan untuk memproduksi berbagai komoditas pertanian, khususnya sayuran yang

dikembangkan di dataran rendah dan tidak memerlukan lahan yang luas. M-KRPL di Kota

Bengkulu telah dilaksanakan mulai dari tahun 2011 dengan basis tanaman sayuran. Penerapan

M-KRPL tersebut mengacu pada tujuan untuk 1) memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga

dan masyarakat serta meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan

lahan pekarangan di perkotaan dan perdesaan, 2) mengembangkan sumber benih/bibit untuk

menjaga keberlanjutan pemanfaatan pekarangan dan melakukan pelestarian tanaman pangan lokal

untuk masa depan, 3) mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga, dan 4) mereplikasi

model KRPL perdesaan dan perkotaan di 5 kabupaten baru. Sejalan dengan tujuan tersebut,

dilakukan pengkajian untuk mengetahui sejauh mana implementasi pemanfaatan lahan

pekarangan terpadu yang dilaksanakan di Kota Bengkulu, meliputi 1) penghematan biaya

konsumsi rumah tangga, 2) peningkatan pendapatan rumah tangga, dan 3) minat masyarakat

terhadap komoditas yang diusahakan.

BAHAN DAN METODA

Pengkajian ini dilaksanakan di Kota Bengkulu. Pengambilan data dilaksanakan pada

bulan Agustus - Oktober 2012. Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

pertimbangan bahwa ketiga kabupaten tersebut merupakan lokasi penerapan M-KRPL di Provinsi

Bengkulu. Metode yang digunakan dalam pengkajian ini adalah metode survei dengan penarikan

sampel sebagai responden sebanyak 30 orang ibu rumah tangga, dipilih menggunakan metode

simple random sampling. Data yang diambil terdiri dari data primer dan data sekunder. Data

primer meliputi penghematan biaya konsumsi rumah tangga, peningkatan pendapatan rumah

tangga, serta minat masyarakat terhadap komoditas yang diusahakan. Data sekunder diambil dari

BPS Provinsi Bengkulu (2011). Data yang diperoleh ditabulasi, dilanjutkan dengan pengolahan

secara matematis dan diuraikan secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kota Bengkulu

Kota Bengkulu memiliki luas wilayah 151,7 km2. Pada tahun 2009, tercatat delapan

jenis tanaman sayuran yang dibudidayakan di Kota Bengkulu, meliputi lombok, ketimun, terung,

kacang panjang, kangkung, bayam, melinjo, dan tomat. Untuk jenis tanaman sayuran, kangkung

merupakan produk sayuran dengan produksi tertinggi yaitu 22.229 ton, diikuti oleh bayam 10.830

ton. Curah hujan terbanyak di Kota Bengkulu terjadi pada bulan Oktober (555 mm), Maret (396

mm) dan Februari (388 mm). Sedangkan jumlah hari hujan tertinggi yaitu selama 27 hari terjadi

pada bulan Maret dan Oktober. Rata-rata hari hujan di Kota Bengkulu pada tahun 2010 sebanyak

23 hari hujan. Suhu udara minimum 23,1 0C dan suhu maksimum mencapai 30,3

0C. Kelembaban

udara antara 81-87% dan kecepatan angin 7-14 knot. Keadaan tersebut cocok untuk

pengembangan usaha pertanian. Jumlah kecamatan dan kelurahan terdiri dari 9 kecamatan dan 67

kelurahan dengan jumlah penduduk 308.544 jiwa, 78.262 rumah tangga (tahun 2010). Penduduk

berumur 15 tahun ke atas sebagian besar bekerja di sektor perdagangan dan buruh/karyawan,

serta sebagian kecil di sektor pertanian.

Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang diperoleh meliputi umur, tingkat pendidikan, dan luas

lahan pekarangan rumah tangga petani (Tabel 1). Rata-rata umur petani contoh adalah 41,9 tahun

dan tergolong usia produktif. Pengelompokkan petani contoh berdasarkan umur, yang terbanyak

adalah kelompok umur antara 35-44 tahun yaitu sebanyak 13 orang atau 43,34%. Kemudian

kelompok umur 25-35 tahun dan 45-54 tahun masing-masing sebanyak 7 orang atau 23,33% dan

kelompok umur > 54 tahun berjumlah 3 orang atau 1,00%. Tingkat pendidikan petani contoh

dibagi menjadi lima kelompok yaitu Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP),

Page 242: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

235 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Sekolah Menengah Atas (SMA), Diploma, dan Sarjana dengan persentase masing-masing sebesar

26,67%; 16,67%; 40,00%; 3,33% dan 13,33%. Luas rata-rata lahan pekarangan petani contoh

adalah 83,73 m2.

Tabel 1. Karakteristik petani pelaksana M-KRPL di Kota Bengkulu Tahun 2012.

No. Karakteristik Petani Kelompok Petani %

1. Umur 25 – 34 th

35 – 44 th

45 – 54 th

> 54 th

7

13

7

3

23,33

43,34

23,33

1,00

Jumlah 30 100,00

2. Pendidikan SD

SMP

SMA

Diploma

S1

8

5

12

1

4

26,67

16,67

40,00

3,33

13,33

Jumlah 30 100,00

3. Luas Lahan ≤ 50 m2

> 50-100 m2

> 100-150 m2

> 150-200 m2

> 200-250 m2

> 200-250 m2

15

5

7

0

2

1

50,00

16,67

23,33

0,00

6,67

3,33

Jumlah 30 100,00

Sumber : Tabulasi data primer.

Bila dilihat dari usia nan tingkat pendidikan, menunjukkan bahwa petani pelaksana M-

KRPL termasuk dalam usia produktif dengan tingkat pendidikan >50% sudah mencapai

pendidikan menengah keatas (SMA, D3 dan S1). Kondisi ini turut mempengaruhi pola

pengambilan keputusan serta cara berusahatani yang dilakukan petani, demikian juga dalam hal

menerima dan menerapkan inovasi baru termasuk dalam kelompok responsif.

Pendapatan Rumah Tangga Melalui Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di Kota Bengkulu telah

dilaksanakan mulai dari tahun 2011 dengan basis tanaman sayuran. Salah satu tujuan dari

implementasi M-KRPL di Kota Bengkulu adalah untuk meningkatkan pendapatan dan

mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu meningkatkan

kesejahteraan keluarga. Hasil pengkajian memperlihatkan bahwa rumah pangan lestari mampu

menghemat pengeluaran rumah tangga sebesar Rp. 297.136,-/bulan dan menambah pendapatan

keluarga, rata-rata sebesar Rp. 1.277.363,-/tahun atau sebesar Rp. 106.447,-/bulan (Tabel 2).

Page 243: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

236 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 2. Penghematan biaya pengeluaran dan penambahan pendapatan rumah tangga melalui

pemanfaat lahan pekarangan terpadu.

No. Komoditas Penghematan per bulan (Rp.) Pendapatan per Tahun (Rp/)

1. Sawi 20.443,- 2.320.000,-

2. Kol Bunga 25.693,- 915.000,-

3. Cabai 98.081,- 2.025.000,-

4. Terung 37.116,- 2.280.000,-

5. Daun Bawang 13.843,- 105.500,-

6. Tomat 37.570,- 1.688.000,-

7. Kangkung 35.820,- 3.910.000,-

8. Kacang Panjang 9.290,- 140.000,-

9. Timun 4.770,- 440.000,-

10. Pare 5.440,- 40.000,-

11. Seledri 3.140,- 187.500,-

12. Oyong 2.100,- 0,-

13. Kucai 4.000,- 0,-

Jumlah 297.136,- 14.051.000,-

Rata-rata 9.905,- 1.277.363,-

Sumber : Data primer, diolah.

Dari Tabel 2, diketahui bahwa terdapat tiga belas jenis tanaman yang dibudidayakan

oleh rumah tangga dan memberikan kontribusi dalam penghematan biaya konsumsi sayuran

rumah tangga. Dari ketiga belas jenis tanaman tersebut, cabai, tomat, dan terung merupakan

komoditas yang memberikan kontribusi terbesar dalam penghematan biaya konsumsi sayuran

rumah tangga, yaitu masing-masing sebesar Rp. 98.081,-; Rp. 37.570,-; dan Rp. 37.116,-; Jika

dilihat dari aspek peningkatan pendapatan melalui pemanfaatan lahan pekarangan dengan basis

tanaman sayuran, komoditas kangkung dan sawi juga memberikan kontribusi paling besar dalam

peningkatan pendapatan rumah tangga, yaitu masing-masing sebesar Rp. 3.910.000,-/tahun,- dan

Rp. 2.320.000,-/tahun,-. Hal ini dikarenakan kedua komoditas mempunyai serapan pasar yang

tinggi (BPTP Bengkulu, 2012). Menurut Rahardi, et al. (2004), pemilihan jenis sayuran yang

akan diusahakan merupakan tindakan utama yang harus dilakukan agar dapat menyiapkan segala

sesuatu yang berhubungan dengan proses produksi. Jenis sayuran yang dipilih untuk diusahakan

adalah sayuran yang memiliki nilai ekonomi atau mempunyai prospek (peluang) cukup besar

dalam pemasarannya dan mudah dibudidayakan. Sayuran jenis tersebut biasanya mempunyai

banyak peminat atau mempunyai harga yang relatif tinggi dan menguntungkan.

Melalui pemanfaatan pekarangan dengan perencanaan serta penataan yang baik, selain

dapat memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga juga dapat meningkatkan pendapatan

keluarga yang pada akhirnya dapat mendorong tercapainya ketahanan dan kemandirian pangan

serta kesejahteraan keluarga.

Minat Masyarakat dalam Memanfaatkan Lahan Pekarangan

Pemanfaatan pekarangan pada dasarnya adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan dan

gizi keluarga sehingga dapat mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan rumah tangga.

Setelah kebutuhan pangan dan gizi keluarga terpenuhi, pemanfaatan pekarangan juga ditujukan

untuk peningkatan pendapatan keluarga. Hal tersebut terlihat dari hasil pengkajian terhadap

faktor yang mendorong minat masyarakat dalam mengusahakan lahan pekarangan dalam kawasan

rumah pangan lestari di Kota Bengkulu. Hasil pengkajian memperlihatkan bahwa meningkatnya

minat masyarakat mengusahakan lahan pekarangan sebesar 60% adalah karena alasan memenuhi

kebutuhan keluarga, 37% karena alasan meningkatkan pendapatan keluarga, serta 7% alasan

karena keindahan lingkungan. Menurut Assael (1998), minat individu sangat dipengaruhi oleh

sikap individu. Sikap disusun oleh tiga komponen, yaitu komponen kognitif yang berkaitan

dengan proses pembelajaran atau proses berpikir individu tersebut, komponen afektif yang

berkaitan dengan perasaan individu, merepresentasikan evaluasi keseluruhan individu terhadap

suatu obyek, bisa positif atau negatif, serta komponen kognatif yang berkaitan dengan perilaku,

Page 244: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

237 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

merepresentasikan niat (intention) individu untuk berperilaku. Pada saat individu melakukan

evaluasi terhadap lebih dari satu obyek, maka hasil evaluasi akan mendorong minat individu

untuk berperilaku.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Pemanfaatan lahan pekarangan melalui penerapan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari

(M-KRPL) basis tanaman sayuran, selain dapat membantu memenuhi kebutuhan pangan dan

gizi keluarga juga dapat mengurangi biaya pengeluaran konsumsi sayuran dan meningkatkan

pendapatan rumah tangga.

2. Rumah pangan lestari mampu menghemat pengeluaran rumah tangga sebesar Rp. 297.136,-

/bulan dan menambah pendapatan keluarga rata-rata sebesar Rp. 1.277.363,-/tahun.

3. Budidaya sayuran di lahan pekarang melalui pendampingan inovasi teknologi mempunyai

potensi dalam mendukung pembangunan dan pengembangan pertanian perkotaan di

Bengkulu.

4. M-KRPL telah dapat mendorong minat masyarakat untuk mengelola lahan pekarangannya

dengan alasan, dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dan meningkatkan pendapatan keluarga

sekaligus juga menjaga keindahan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Afrinis Nur. 2009. Pengaruh Program Home Gardening dan Penyuluhan Gizi terhadap

Pemanfaatan Pekarangan dan Konsumsi Pangan Balita. Tesis Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor. Bogor. ;155

Assael, H. 1998. Consumer Behavior and Marketing Action. 6th ed. Cincinnati, OH: South-

Western College Publishing.

Badan Litbang Pertanian. 2012. Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kemeterian Pertanian. Jakarta.

BPTP Bengkulu. 2012. Desain Program Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Berbasis

Pertanian Perkotaan di Kota Bengkulu;(tidak dipublikasikan. Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian. Bengkulu.

BPS Provinsi Bengkulu. 2011. Provinsi Bengkulu Dalam Angka Tahun 2011. Badan Pusat

Statistik Provinsi Bengkulu. Bengkulu.

Rahardi F., Palungkun, R dan Budiarti A. 2004. Agribisnis Tanaman Sayuran. Penerbit PT.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Page 245: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

238 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

STUDI KELEMBAGAAN KREDIT USAHA PERTANIAN

Rudi Hartono

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Kegagalan kredit untuk pertanian selama ini umumnya disebabkan kerena skim yang ada selama ini tidak

menyentuh “petani pelaku”, kurangnya penyiapan “petani pelaku” sebagai target group, banyaknya kebocoran kredit

dan mekanisme kredit yang tidak tepat, sehingga diperlukan model kelembagaan kredit untuk pembiayaan dan

pengembangan usaha tani perdesaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akses, biaya transaksi, mekanisme

delivery pelaku usaha pertanian terhadap sumber-sumber pembiayaan dan merumuskan model kelembagaan

pembiayaan untuk mendukung usaha pertanian. Penelitian dilaksanakan di Yogyakarta pada tahun 2011 mengunakan

metode survei. Responden yang diambil sebanyak 50 orang dari lembaga pembiayaan dan pemanfaat pembiayaan yang

ada di perdesaan. Data yang diperoleh dianalisis kelembagaan, biaya transaksi dan deskriptif. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa akses petani pada sumber pembiayaan relatif rendah, persentase biaya transaksi kredit terhadap

jumlah pinjaman relatif kecil, model lembaga perbankan konvensional tidak kompatibel dengan kemampuan

sumberdaya yang dimiliki pelaku usaha pertanian, dan introduksi modified-convensional financial services model

merupakan pilihan alternative logis dan reasonable bagi pelaku usaha pertanian.

Kata Kunci : kelembagaan, kredit, pertanian, akses, petani

PENDAHULUAN

Salah satu persoalan yang paling rumit di wilayah perdesaan adalah penyediaan modal.

Keterbatasan modal menyebabkan kegiatan sirkulasi kegiatan ekonomi tidak berjalan. Sebaliknya

tanpa ada perputaran aktivitas ekonomi proses akumulasi kapital juga tidak bisa terjadi. Dari

situasi seperti ini para perumus kebijakan pembangunan perdesaan akhirnya meluncurkan

berbagai kebijakan progam kredit mikro sebagai instrumen pengembangan kelembagaan sektor

finansial di perdesaan.

Perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian tidak pernah lepas dari masalah ini,

(Soentoro et al., 1992) mencatat bahwa selama beberapa dekade terakhir pemerintah telah

mengucurkan anggaran program bantuan kredit atau modal untuk sektor pertanian, baik yang

bersumber dari APBN seperti Kredit Bimas, Kredit Usaha Tani (KUT). Kredit Ketahanan Pangan

(KKP), Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3), pengembangan Lembaga Keuangan Mikro

Agribisnis (LKMA), Bantuan Langsung Masyarakat (BLM), Program Pengembangan Usaha

Agribisnis Perdesaan (PUAP), dan Kredit Usaha Rakyat (KUR), maupun dana yang berasal dari

kerjasama internasional seperti Program Peningkatan Pendapatan Petani/Nelayan Kecil (P4K).

Belajar dari pengalaman kredit program/bantuan modal dari pemerintah, ternyata bahwa

sebagian besar program tidak dapat berkelanjutan pelaksanaannya di tingkat lapang. Setelah

program selesai, petani tidak lantas menjadi mandiri dan sejahtera. Salah satu penyebabnya

adalah karena dana bantuan program pemerintah tidak dapat dikelola dengan baik oleh petani.

Berbagai jenis pembiayaan di sektor pertanian, baik yang formal maupun non formal

telah diaplikasikan pada masyarakat, tetapi dalam pelaksanaan pembiayaan tersebut masih

menghadapi beberapa kendala dan hambatan, tidak hanya di pihak penyedia dana tapi juga pihak

penerima dana. Kegagalan kredit untuk pertanian selama ini umumnya disebabkan kerena skim

yang ada selama ini tidak menyentuh “petani pelaku”, kurangnya penyiapan “petani pelaku”

sebagai target group, banyaknya kebocoran kredit dan mekanisme kredit yang tidak tepat.

Disisi lain, walaupun pemerintah secara nasional telah banyak mengintroduksi berbagai

skim pembiayaan untuk sektor pertanian, namun efektivitas dan keberlanjutannya serta

peranannya dalam mendorong pengembangan pertanian masih jauh dari yang diharapkan. Pada

kenyataannya, sebagian pelaku usaha pertanian masih memiliki tingkat aksesibilitas yang rendah

terhadap sumber-sumber permodalan. Hal ini terkait dengan berbagai faktor diantaranya karena

kegiatan usaha yang tidak “bankable”, masih kakunya aturan kelembagaan kredit, terbatasnya

SDM petani, terbatasnya agunan fisik ataupun pihak-pihak lain yang dapat menajdi avalis.

Page 246: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

239 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Dengan pemahaman kritis terhadap akses pelaku usaha pertanian, makanisme

penyaluran, biaya transaksi, kekuatan dan kelemahan skim-skim pembiayaan yang diakses petani

diharapkan dapat didapatkan rumusan skim pembiayaan yang sesuai dan relevan dalam upaya

untuk memperoleh model kelembagaan kredit untuk pembiayaan dan pengembangan usaha tani

perdesaan.

BAHAN DAN METODA

Pengumpulan data dan informasi di lapangan pada penelitian ini menggunakan metode

survey, yang dilaksanakan di Yogyakarta. Jumlah responden yang menjadi sampel adalah

sebanyak 40 orang yang terdiri dari 40 petani petani 10 pedagang sebagai pemanfaat kredit dan

lembaga pembiayaan, baik perbankan maupun non perbankan. Data yang dikumpulkan terdiri

dari data primer dan sekunder. Aspek kelembagaan yang akan dibahas meliputi: Pemanfaatan

kredit, kekuatan dan kelemahan skim kredit, persepsi terhadap skim kredit, prilaku menabung,

akses kredit, biaya transaksi, dan mekanisme delivery. Metode analisis deskriptif analitik dengan

menampilkan tabulasi tunggal dan silang terhadap setiap persoalan yang dianalisis. Aspek-aspek

yang terkait dengan masalah mekanisme delivery suatu skim pembiayaan dianalisis dengan

analisis kelembagaan.

Analisis biaya transaksi dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi serta

menganalisis tentang persentase besarnya biaya transaksi terhadap nilai kredit yang dipinjam oleh

petani dimasing-masing lokasi penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemanfaatan Kredit

Pada pembiayaan pertanian di sub sektor tanaman pangan, terutama pada usaha tani

padi, modal usaha yang digunakan pada umumnya mendapatkannya dengan berbagai cara, baik

berhubungan dengan lembaga pembiayaan formal maupun non-formal ataupun dengan mengikuti

program yang diselenggarakan pemerintah. Untuk sumber non-formal, petani mencari sendiri ke

sumber-sumber pembiayaan yang mau memberikan pinjaman kepadanya, misalnya

famili/tetangga dengan system gaduhan atau maro bati, dimana nilai tambah dari modal awal

dibagi dua antara pemilik modal dan petani sedang modal awal kembali kepemilik modal.

Rata-rata jarak yang harus ditempuh untuk mendapatkan modal usaha dari tempat

tinggal sampai sumber pembiayaan sejauh 6,34 km dan jarak yang terjauh ditempuh oleh petani

dari propinsi sejauh 20,65 km. Ongkos yang harus dikeluarkan oleh petani untuk mendapatkan

modal usaha disamping jarak tempat tinggal dengan sumber modal juga lamanya proses

pencairan. Hal ini akan berpengaruh terhadap jumlah kunjungan ke lembaga tersebut. Untuk

mengurus kelembaga pembiayaan, petani harus mengunjungi ke lembaga tersebut rata-rata

sebanyak 2,79 kali dengan lama pencairan selama 41,22 hari. Proses ini dirasakan petani terlalu

lama. Secara umum petani berharap bahwa proses pencairan dana dapat lebih cepat, sekitar 15

hari.

T a b e l 1 . Ja r a k , f r e ku e n s i k u n j u n ga n , l a ma n ya d a n p r o s e s p e n c a i r a n ya n g

d i i n g i n k a n p a d a l e mb a ga p e mb i a y a a n d i Y o g y a ka r t a .

No Lembaga

Pembiayaan

Jarak

(km)

Jml kunjungan

(kali) Waktu proses pencairan (hari)

Lamanya yg diharapkan

1. Non Program 4,67 2 11,67 9

a. Formal 4,67 2 16,33 13

b. Non Formal 2 2 7 5

2. Program 5,69 1,75 86,25 21,89

Sumber : Data primer. 2 0 1 1 .

Page 247: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

240 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Kekuatan dan Kelemahan Skim Kredit

Petani responden di lokasi peneli t ian telah me manfaatkan berbagai skim

kredit yang ada. Skim kredit yang dimanfaatkan oleh responden dapat berupa

kredit program ataupun kredit non program. Bentuk skim kredit program yang

dimaksud di sini adalah PUAP. Sedangkan untuk sumber kredit non program,

responden dapat memanfaatkan lembaga pembiayaan formal ataupun non

formal. Untuk lembaga pembiayaan formal, pet ani responden ada yang

mernanfaatkan lembaga bank yang ada di sekitar lokasi , baik berupa bank

pemerintah (BRI Unit), Bank Perkreditan Rakyat ataupun Koperasi. Untuk lembaga

pembiayaan non formal, responden ada yang memanfaatkan sistem yang ada di masyarakat,

seperti sistem gaduh atau bagi hasil. Disamping itu, masih ada lagi sumber kredit yang disediakan

pemerintah untuk pengembangan padi dan peningkatan pendapatan petani di beberapa lokasi di

Indonesia, termasuk di lokasi penelitian.

Kredit program memiliki beberapa keunggulan, yang diantaranya adalah: 1) bunga sangat

rendah/ringan; 2) jangka waktu pinjaman selama 3 tahun; 3) pengembalian pinjaman beserta

bunga dilakukan dengan diangsur setiap 4 bulan (satu periode panen). Sedangkan kelemahannya

atau kekurangannya diantaranya adalah: 1) petani harus berkelompok; 2) ketersediaan dana

terbatas, 3) dana yang tersedia terbatas sehingga timbul kecemburaan bagi masyarakat yang

tidak/belum memperoleh kredit semacam; 4) merusak tatanan yang ada dan yang sudah berjalan

di lokasi, seperti sistem gaduhan; 5) kurang mendidik petani untuk akses ke perbankan, karena

subsidi bunga terlalu besar. Sumber kredit lainnya yang juga diakses oleh petani di lokasi

penelitian , adalah lembaga pembiayaan formal, seperti Bank Rakyat Indonesia Unit, Bank

Perkreditan Rakyat dan koperasi.

Kekuatan atau keunggulan dari lembaga pembiayaan formal ini antara lain: 1)

pengajuan kredit dapat dilakukan setiap saat dan sifatnya perorangan; 2) memperoleh jaminan

asuransi; 3) memperoleh Insentif Pembayaran Tepat Waktu (IPTW). Sedangkan kelemahan dari

skim kredit ini antara lain: 1) harus ada jaminan berupa sertifikat tanah atau BPKB; 2) harus

membayar biaya administrasi

Persepsi terhadap Skim Pembiayaan

Dari berbagai sumber pembiayaan pertanian, banyak ditawarkan berbagai skim kredit

yang diperuntukkan bagi sub sektor tanaman pangan terutama padi dengan berbagai bentuk,

jumlah, ketepatan waktu dan tingkat bunga yang berbeda. Bagi petani yang banyak memiliki

keterbatasan, baik dari segi pendidikan maupun pengetahuan akan mengalami kesulitan dalam

menghadapi berbagai skim yang ditawarkan tersebut. Tingkat pengetahuan petani terhadap

lembaga pembiayaan masih rendah, hanya 19,1 % petani yang tahu dan mengerti tentang

keberadaan lembaga pembiayaan di daerahnya. Hal ini berarti bahwa mereka tahu tentang hak

dan kewajibannya dari skim yang mereka akses, sedang yang lain menyatakan tidak tahu (61.96

%) atau menyatakan tahu tapi tidak mengerti (18,9 %), atau dengan kata lain mereka hanya

mengikuti rekan-rekannya yang mereka pandang lebih tinggi pengetahuannya.

Dalam hal tingkat suku bunga pinjaman, 55,7 % petani mengatakan bahwa tingkat

bunga yang berlaku adalah rendah. Terdapat 35,7 % petani yang mengatakan bahwa bunga

pinjaman adalah tinggi. Tidak ada satu pun petani yang mengatakan bahwa bunga yang

diperlakukan adalah sangat tinggi. Bila dilihat lebih jauh tampak bahwa terhadap bunga kredit

program sebagian besar pernah menyatakan rendah.

Aspirasi Skim Pembiayaan

Dari keberadaan petani yang serba terbatas tersebut tentunya mereka mempunyai

harapan-harapan capaian yang dapat mengangkat keadaan dirinya kearah yang lebih baik. Bentuk

kredit yang diharapkan petani terhadap lembaga pembiayaan, sebagian besar menyatakan dalam

bentuk uang (60 %) dan hanya sebagian yang menyatakan dalam bentuk natura (31 %) dan

kombinasi (9 %). Alasan mereka dalam bentuk uang, karena penggunaannya dapat lebih leluasa

dalam arti dapat lebih leluasa memilih dan membeli saprodi. Hal ini lebih banyak dinyatakan oleh

Page 248: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

241 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

peminjam kredit non program dan petani yang meminjam di lembaga formal. Alasan bagi mereka

mengharapkan dalam bentuk natura karena sering kesulitan mendapatkan saprodi saat musim

tanam telah tiba.

Sementara itu dikatakan bahwa periode kredit yang diharapkan petani secara umum

adalah musiman (35 %), sedang alasan yang mereka kemukakan adalah sesuai dengan siklus

panen untuk menghasilkan dalam satu musim. Sedang cara penyaluran kredit yang diharapkan

adalah melalui kelompok tani (59 %), khususnya pada petani yang berhubungan dengan kredit

program maupun pada lembaga pembiayaan non formal. Alasan mereka pada umumnya adalah

apabila melalui kelompok tani dapat memberikan kepastian bahwa kredit tersebut dapat

disalurkan. Selain itu, bagi petani yang kurang mampu berurusan dengan lembaga pembiayaan

akan lebih terbantu.

Sedang bagi petani non-program dan petani yang berperan serta di lembaga formal

mengatakan bahwa lebih enak bila mereka dapat langsung ke bank (52 %) tanpa perantara dan

mereka dapat lebih mengetahui bila langsung berhubungan dengan lembaga pembiayaan (bank)

dengan alasan dapat lebih mendapatkan kepastian.

Bentuk pengembalian kredit yang diharapkan petani terhadap lembaga pembiayaan.

dimana petani sebagian besar mempunyai harapan bahwa bentuk pengembalian pinjaman lebih

senang dapat berupa uang tunai (76 %) baik yang mengikuti kredit program maupun non

program. Alasan yang mereka kemukakan bahwa kualitasnya dapat terjamin (36 %) dan

penggunaannya dapat lebih leluasa. Artinya bahwa dengan uang tunai mereka dapat mengetahui

berapa besar nilai yang harus dikembalikan. Lain halnya bila pengembaliannya dalam bentuk

natura, maka akan sulit untuk menilai berapa besar natura yang dikembalikan tersebut Sedang

waktu pengembalian pinjaman, 75% petani berharap pengembalian pinjaman dilakukan setelah

panen satu musim tanam. Di sisi lain agunan k r e d i t y a n g d i p e r gu n a ka n , b a g i p e t a n i

t i d a k menjadikan masalah yang t e r p e n t i n g a d a l a h a g u n a n a p a ya n g d i mi l i k i

d a p a t d i p e r g u n a ka n u n t u k me me n u h i ke t e n t u a n ( j ami n a n ) y a n g

d i p e r s y a r a t ka n o l e h l e mb a g a p e mb i a y a a n .

Perilaku Menabung

Kegiatan menabung di kalangan masyarakat khususnya pada daerah di pedesaan belum

menjadi salah satu budaya yang menguntungkan bagi pelakunya. Keinginan untuk menabung,

sebenarnya sudah banyak disadari bahwa menabung sangat membantu didalam kehidupannya.

Namun karena dihadapkan oleh berbagai keterbatasan yang ada, kegiatan menabung tidak

dilakukan, seperti lembaga keuangan sebagai penghimpun dana masyarakat jauh dari tempat

tinggalnya. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa dari seluruh responden yang ada, 74,4

% melakukan kegiatan menabung di lembaga keuangan formal seperti bank ataupun koperasi.

Bentuk tabungan yang mereka lakukan berupa uang tunai, tidak ada yang berupaa surat berharga.

Kegiatan menabung ini rata-rata sudah mereka lakukan sejak 10 hingga 16 tahun yang lalu, tetapi

ada juga yang melakukan menabung baru mereka lakukan beberapa tahun yang lalu.

Hasil tabulasi data tentang tujuan menabung menunjukkan bahwa 47,6% petani

melakukan untuk dana pengamanan bila usahanya gagal, 28.% bila usaha yang dijalankan

mengalami kerugian, dan 24% untuk biaya sekolah anaknya. Walaupun kegiatan menabung ini

disadari mantaatnya oleh petani, namun ada sebagain petani yang belum melakukan kegiatan ini.

Alasan utama yang mereka kemukakan karena tidak memilikinya dana lebih untuk ditabung (61

%). Alasan lain juga karena lembaga keuangan yang ada, tempatnya jauh dari rumahnya,

sehingga untuk menabung dengan jumlah uang yang terbatas tidak sebanding dengan waktu dan

biaya yang mereka keluarkan.

Akses Kredit dan Biaya Transaksi

Tingkat akses petani pada sumber pembiayaan dapat dilihat dari berbagai indikator.

Frekuensi dan besaran pinjam dalam periode waktu tertentu adalah dua faktor yang dapat

digunakan sebagai indikator akses terhadap sumber pembiayaan. Dilihat dari frekuensi pinjaman

selama kurun waktu 5 tahun (2006-2010), frekuensi transaksi pinjaman yang dilakukan oleh

pedagang padi sebanyak 5,0 kali. Hal ini memang wajar terjadi, karena frekuensi peminjaman

Page 249: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

242 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

tergantung dari kesepakatan pengembalian, bila peminjam menginginkan pengembalian 12 bulan,

maka peminjaman berikutnya baru dapat dilakukan setelah pinjaman yang lama lunas. Hal lain

yang mempengaruhi frekuensi peminjaman adalah ketersediaan dana kas yang ada dan jumlah

anggota kelompok yang mengajukan pinjaman.

Bagaimanapun juga usaha pada sektor pembiayaan pertanian adalah usaha penuh resiko

tinggi. Terdapat ketidakpastian tentang selesainya sebuah transaksi kredit karena h a l itu

menyangkut kapasitas dan kesediaan membayar kembali pinjaman dan pengguna kredit. Selain

aspek-aspek yang sifatnya fisik administratif, unsur kepercayaan (trust) adalah sangat dominan

dalam menentukan apakah seseorang dapat akses pada sumber pembiayaan tertentu, track record,

dengan demikian menjadi faktor penentu. Dalam kaitan dengan faktor-faktor tersebut biaya

transaksi dapat tinggi atau justru menjadi rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

persentase biaya transaksi kredit terhadap jumlah kredit yang diambil petani relatif kecil,

persentase biaya transaksi berkisar antara 0.06% hingga 0,55%.

Rendahnya persentase biaya transaksi kredit ini berbeda dengan anggapan yang selama

ini ada, yaitu bahwa biaya transaksi kredit (selain bunga kredit) adalah sangat tinggi. Data dari

penelitian ini menunjukkan bahwa biaya transaksi kredit terhadap nilai pinjamanyang dikeluarkan

oleh petani relatif kecil.

Mekanisme Delivery

Secara umum dapat dikemukan bahwa aspek seleksi, yang diproksi dengan persyaratan

aplikasi pinjaman, sangat ketat terutama pada sumber pembiayaan perbankan, baik skim program

maupun skim umum. Hal ini dapat dilihat dari jumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon

peminjam manakala akan mengajukan pinjaman pada sumber pembiayaan tersebut. Sementara itu

untuk sumber pembiayaan non-perbankan, seperti koperasi, tampak bahwa jumlah persyaratan

tersebut relatif lebih sedikit dan dengan kualitas persyaratan yang lebih rendah. Kualitas

persyaratan tersebut terkait dengan kemampuan petani untuk menyediakannya, misalnya agunan

berapa sertifikat tanah dan atau bangunan bersertifikat.

Lebih dari 40% petani menyatakan bahwa alasan utama mereka akses pada sumber

pembiayaan non formal adalah karena alasan prosedur yang mudah. Faktor bunga pinjaman

menjadi peringkat kedua. Sekali lagi hal ini diduga terkait dengan aspek kemampuan SDM dan

orientasi petani yang relatif ingin lebih praktis, sehingga bunga pinjaman terkadang tidak begitu

dipertimbangkan sebelum mereka akses pada sumber pembiayaan

Aspek lain dalam mekanisme delivery adalah insentif dan sanksi. Secara umum dapat

dikemukakan bahwa semakin banyak insentif juga diikuti oleh semakin banyak sanksi. Bahkan

pada sumber pembiayaan perbankan jenis sanksi tampak lebih banyak dari insentif yang

diberikan. Sumber pembiayaan bcrbentuk perbankan, koperasi, skim kredit program, dan juga

sumber pembiayaan non-formal (pedagang) secara efektif memberikan sanksi yang tegas, yaitu

tidak diberikan pinjaman lagi manakala pengguna menunggak kredit. Sanksi ini memang umum

diberlakukan untuk pengguna kredit. Kompatibilitas skim pembiayaan perbankan konvensional

dengan sumberdaya yang dimiliki petani dan pelaku usaha pertanian lainnya sangat rendah. Oleh

karena itu perlu diupayakan untuk merancang skim lain yang sesuai dengan kemampuan

sumberdaya manusia pertanian secara umum.

P e r s p e k t i f K e l e m b a g a a n P e m b i a y a a n P e r t a n i a n

B e r t i t i k t o l a k d a r i k o n d i s i o b y e k t i f a ks e s p e t a n i d a n p e d a g a n g

p a d a s u mb e r p e mb i a y a a n , me k a n i s me delivery kekuatan d a n k e l e ma h a n s u mb e r

p e mb i a ya a n s e r t a a s p i r a s i p e t a n i . M a k a s k i m p e mb i a y a a n p e r t a n i a n

k e d e p a n , s e y o g y a n y a me n g a r a h p a d a s i s t e m p e mb i a ya a n n o n -p e r b a n ka n .

P r a k t e k p e r b a n ka n k o n ve n s i o n a l y a n g me n g a n d a l ka n p a d a h u b u n ga n

b i s n i s mu r n i s e ma t a d e n ga n p e r s y a r a t a n y a n g s a n g a t rigid, t a mp a kn ya

s a n ga t s u l i t d i k e mb a n g k a n d a n t i d a k k o mp a t i b e l u n t u k d a p a t d i a k s e s o l e h

s e b a g i a n b e s a r p e t a n i y a n g u mu mn y a k e s u l i t a n u n t u k me me n u h i

p e r s ya r a t a n d a n p r o s e d u r p e r b a n ka n t e r s e b u t . D a l a m k o n d i s i d e mi k i a n ,

k e l e mb a g a a n k o p e r a s i d a n l e mb a ga k e u a n g a n mi k r o ( L K M ) l a i n n ya d a p a t

Page 250: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

243 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

d i p e r t i mb a n g k a n s e b a ga i p i l i h a n ke l e mb a g a a n p e mb i a ya a n b a g i u s a h a

p e r t a n i a n .

Pengembangan kelembagaan pembiayaan pertanian berlandaskan pada, kemampuan

sumberdaya lokal, seperti koperasi dan LKM lainnya, tidak bekerja pada ruang hampa. Oleh

karena itu diperlukan kerangka kebijakan nasional dan kondusif dari pemerintah (pusat dan

daerah) dan otoritas moneter untuk memberikan priontas bagi sektor pertanian secara umum,

khususnya dalam akses pada sumber pembiayaan. Sektor pertanian adalah sektor yang para

pelakunya tergolong pada usaha mikro dan kecil. Karena itu adalah sangat realistis dan relevan

bilamana dana tersebut sebagian juga dialokasikan pada sektor pertanian, utamanya pada

usahatani rakyat berskala kecil yang merupakan bagian terbesar dari pelaku usaha pertanian di

pedesaan.

Pengembangan kelembagaan pembiayaan bagi sektor pertanian secara umum dapat

ditempuh melalui integrasi sektor pembiayaan perbankan dengan kelembagaan non-perbankan

skala mikro melalui aliansi strategis dengan cara membentuk pooling juralbagi lembaga

pembiayaan non-perbankan tersebut, misalnya koperasi dan LKM lainnya. Hal ini ditempuh

untuk mensinergikan kekuatan dan sekaligus kelemahan dari kedua bentuk lembaga pembiayaan

tersebut.

Model pembiayaan bagi pelaku usaha pertanian ditempuh dengan introduksi modified

conventional financial model yang model pembiayaan yang dibangun tidak semata hanya

memberikan sentuhan layanan pembiayaan tetapi juga layanan teknologi dan informasi pasar.

Perlibatan unsur-unsur dinas terkait, lembaga perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat,

lembaga penelitian daerah a d a l a h d a l a m r a n g k a me n i n g k a t ka n f u n gs i p e mb i n a a n

y a n g t e r i n t e g r a s i d e n ga n p e l a ya n a n f i n a n s i a l , l e b i h d i d a s a r k a n p a d a

k e p e n t i n ga n p e mb i n a a n t a n p a c a mp u r t a n ga n y a n g b e r l e b i h a n t e r h a d a p

b i s n i s p e mb i a y a a n a n t a r a L K M d e n g a n p e l a k u u s a h a p e r t a n i a n . H a s i l -

h a s i l ka j i a n d i b e r b a ga i t e mp a t j u g a me n u n j u k ka n b a h wa b e t a p a p u n

k e c i l n y a p e r a n a n l e mb a g a t e r ka i t t e r s e b u t , n a mu n k e h a d i r a n l e mb a ga i n i

ma s i h t e t a p d i p e r l u ka n .

P a d a d a s a my a mo d e l i n i a d a l a h mo d e l k o n v e n s i o n a l . Ha n ya s a j a

p e l a ya n a n k o p e r a s i d a n L K M s e c a r a u mu m d a l a m mo d e l i n i d i p e r l u a s

d e n ga n c a r a me mb u k a o u t l e t p a d a t i n g k a t y a n g l e b i h b a wa h . Ou t l e t ya n g

d i ma k d k a n d i s i n i t i d a k h a r u s b e r u p a s u a t u l e mb a g a d e n g a n o r ga n i s a s i

y a n g l e n g ka p , n a mu n d a p a t s a j a b e r u p a i n d i v i d u y a n g b e r t i n d a k s e l a ku

k e p a n j a n ga n d a r i L K M t e r s e b u t .

U n t u k p e l a k u u s a h a p e r t a n i a n ( p e t a n i ma u p u n p e d a g a n g) y a n g

t e l a h ma mp u a ks e s l a n gs u n g p a d a L K M , ma ka d a p a t l a n g s u n g

b e r h u b u n g a n d e n g a n L K M . S e d a n g k a n b a g i me r e k a ya n g b e l u m ma mp u

a k s e s l a n gs u n g , p e d a g a n g . p e t a n i a t a u ke l o mp o k t a n i d a p a t me mp e r o l e h

l a y a n a n d a n o u t l e t L K M y a n g b e r a d a d e k a t d e n ga n l okasi petani yang

bersangkutan. Outlet LKM adalah sebagai unit layanan LKM yang terkecil. Dengan outlet

tersebut keterjangkauan petani oleh koperasi LKM menjadi semakin besar. Unit layanan ini

bertindak selaku principal agent dan dapat memberikan pertimbangan untuk "kelulusan" kredit

pelaku usaha pertanian secara umum.

Dalam model ini, apabila petani/pedagang atau pelaku usaha pertanian lainnya

memerlukan modal, maka dapat langsung mengajukan pinjaman kepada lembaga pembiayaan

yang yang bersangkutan. Beberapa keuntungan model unit tersebut adalah : (1) biaya transaksi

pelayanan lebih murah, (2) hubungan antara unit layanan LKM dengan pelaku usaha pertanian

menjadi dekat, baik secara fisik maupun secara sosial, (3) seleksi terhadap calon peminjam

(pelaku usaha pertanian) dan kontrol terhadap penggunaan kredit menjadi semakin mudah

dilakukan.

Model yang disarankan tersebut tetap dalam kerangka membangun sistem finansial

yang sehat dan memperhatikan aspek kehati-hatian. Hanya saja model ini memiliki suatu

mekanisme seleksi yang khusus dan dengan delivery yang khusus pula (special delivery system).

Pertimbangan utama untuk akses pada model ideal ini kelayakan usaha (capacity to repay).

Sedangkan agunan dalam bentuk fisik hanya merupakan agunan tambahan.

Page 251: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

244 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

B e r t i t i k t o l a k d a r i k o n d i s i t e r s e b u t , mo d e l t e r mo d i f i k a s i y a n g

d a p a t d i l a ku k a n a d a l a h s i n e r g i a n t a r a s u mb e r d a n a p e r b a n k a n , B UM N,

B UM D, Ba n t u a n L a n g s u n g M a s y a r a ka t d a n a AP B N d a n AP B D ( P U A P -

A P B N d a n AP B D) me l a l u i pooling fund ya n g i n d e p e n d e n . De n g a n d e mi k i a n

a k a n t e r d a p a t " s a t u p i n t u k e b i j a ka n " u n t u k p e mb i a ya a n p e l a ku u s a h a

p e r t a n i a n ( p e t a n i / p e t e r n a k / p e k e b u n / p e d a g a n g) .

K e u n g g u l a n mo d e l i n i a d a l a h : p e r t a ma , b a h w a d a l a m b a t a s -b a t a s

t e r t e n t u L K M t i d a k h a r u s b e r h u b u n ga n l a n g s u n g d e n g a n p e l a k u u s a h a

p e r t a n i a n , y a n g t e n t u s a j a h a l i n i a k a n me n gu r a n g i b i a ya t r a n s a ks i .

K e d u a , u n i t l a ya n a n L K M l e b i h me n g e t a h u i s e c a r a t e p a t t e n t a n g k a r a k t e r

p e l a ku u s a h a p e r t a n i a n y a n g a ka n me n j a d i c a l o n n a s a b a h n y a . De n ga n

d e mi k i a n k e mu n g k i n a n t e r j a d i n ya s a l a h s a s a r a n k r e d i t me n j a d i l e b i h

k e c i l . K e u n g g u l a n k e t i g a a d a l a h b a h wa k o n t r o l t e r h a d a p u s a h a l e b i h

mu d a h d i l a k u k a n . De n ga n d e mi k i a n mo d e l i n i d a p a t me n g u r a n g i b e b e r a p a

k e l e ma h a n p e l a ya n a n p e mb i a ya a n k e p a d a p e l a ku u s a h a p e r t a n i a n ya n g

s e l a ma i n i d i r a s a ka n .

KESIMPULAN

1. Akses petani pada sumber pembiayaan relatif rendah. Hal ini tercermin dari rendahnya

frekuensi pinjam selama periode tahun 2006-2010 dan besaran nilai pinjam yang relatif kecil.

Persentase biaya transaksi kredit terhadap jumlah pinjaman relatif kecil.

2 . Dilihat dari aspek mekanisme delivery, praktek-praktek lembaga perbankan konvensional

kurang kompatibel dengan kemampuan sumberdaya yang dimiliki petani.

3. Kompabilitas skim pembiayaan berbankan konvensional dengan sumber daya yang dimiliki

petani dan pelaku usaha pertanian lainnya sangat rendah. Oleh karena itu perlu diupayakan

model/skim lain yang sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia pertanian secara

umum.

4. Sumber pembiayaan non-perbankan, seperti koperasi dan LKMA, memiliki banyak kekuatan,

yang utamanya terletak pada kesederhanaan prosedur, sehingga dapat dipertimbangkan

sebagai pilihan kelembagaan bagi usaha pertanian.

5. Pengembangan kelembagaan pembiayaan bagi sektor pertanian dapat ditempuh melalui

integrasi sektor pembiayaan perbankan dengan kelembagaan non-perbankan skala mikro

melalui aliansi strategis dengan cara membentuk pooling fund bagi lembaga pembiayaan non-

perbankan tersebut, yaitu koperasi dan LKM lainnya.

6. Untuk menjembatani kemampuan sumberdaya manusia pelaku usaha pertanian yang

mungkin masih terbatas, dan sekaligus memecahkan persualan biaya transaksi yang tinggi

bagi LKM dan koperasi, maka pembukaan outlet LKM/Koperasi yang berlokasi dekat dengan

peiaku usaha pertanian adalah pilihan strategis dan ekonomis.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Studi Pengembangan Agribisnis Pergulaan Nasional. Proyek Pengembangan

Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN) Pusat. Ditjen Bina Produksi

Perkebunan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Anwar, A 1995. Memahami Persoalan Pasar Keuangan (Financial Market) di Wilayah

Pedesaan. Dalam Agricultural Planning Vol (1). Kerjasama Indonesia Australia Eastern

Universities Project dengan Universitas Mataram, Lombok.

Ashari. 2009. Optimalisasi Kebijakan Kredit Program Sektor Pertanian di Indonesia. Jurnal

Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 7 No. 1, Maret 2009 : 21-42. Pusat Penelitian Sosial

Ekonomi Pertanian Departemen Pertanian. Bogor.

Kuntjoro. 1983. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembayaran Kembali Kredit Bimas Padi

(Studi Kasus di Kabupaten Subang Jawa Barat). Disertasi. Fakultas Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Page 252: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

245 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Mayrowani, H., Hendiarto, S.K. Dermoredjo, Wahida, B. Prasetyo dan D.K.S. Swastika. 1998.

Kajian Ketersediaan dan Pemanfaatan Skim Kredit untuk Menunjang Agribisnis di

Pedesaan. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor

Nurmanaf, R. Hastuti, E.L., Ashari, FriyatnoS. Dan Budi W. 2006. Analisis Sistem Pembiayaan

Mikro dalam Mendukung Usaha Pertanian di Perdesaan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi

dan Kebijakan Pertanian. Bogor

Soentoro, et al., 1992. Sejarah Perkreditan Petanian Sub Sektor Tanaman Pangan. Monograph

Scries no. 3,1992. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian.

Soyibo. 1997. The Informal Financial Sector in Nigeria : Characteristic and Relationship with the

Formal Sector. Development Policy Review, Vol 15.

Sudaryanto, T. dan Mat Syukur. 2000. Pengembangan Lembaga Keuangan Alternatif Mendukung

Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Mimeo. Pusat PeneJitian dan Pengembangan Sosial

Ekonomi Pertanian, Bogor.

Syukur, M. 2002. Analisis Keberlanjutan dan Perilaku Ekonomi Peserta Skim Kredit Rumah

Tangga Miskin. Disertasi; Tidak Dipublikasikan. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Syukur, M. 1993. Karya Usaha Mandiri : An Action Research on Rural Credit to Poverty

Alleviation in Indonesia in Getubig, I.P., M.Y. Johari and A.M.K. Thas (eds). Overcoming

Poverty Through Credit : The Asian Experience in Replicating The Grameen Approach.

Asian and Pacific Development Center, Kuala Lumpur

Syukur, M., et. al., 2002. Kajian Pembiayaan Pertanian Mendukung Pengembangan Agribisnis

dan Agroindustri di Pedesaan. Laporan Hasil Penehtian. Pusat Penehtian dan

Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.

Yustika, Ahmad Erani. 2000. Industrialisasi Pinggiran. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Page 253: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

246 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI

WANITA TANI DALAM PEMANFAATAN PEKARANGAN

Dedi Sugandi, Tri Wahyuni dan Umi Pudji Astuti

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pemanfaatan lahan pekarangan untuk pengembangan pangan rumah tangga merupakan salah satu alternatif

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan sayuran sekaligus untuk mewujudkan kemandirian pangan rumah tangga.

Pada penerapannya, partisipasi masyarakat menjadi unsur terpenting dalam pelaksanaan konsep RPL (Rumah Pangan

Lestari). Tujuan pengkajian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi wanita tani di

Desa Tebing Kaning dalam pemanfaatan lahan pekarangan dalam kegiatan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-

KRPL). Pengkajian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan November 2012 pada Kelompok Pemanfaatan

Pekarangan Desa Tebing Kaning, Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara. Pemilihan lokasi dilakukan

secara sengaja (purposive). Metode yang digunakan dalam pengkajian ini adalah metode survei dengan penarikan

petani contoh sebagai responden sebanyak 30 orang, dipilih menggunakan metode simple random sampling. Data yang

diambil terdiri dari data primer, meliputi karakteristik petani serta faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi wanita

tani dalam pemanfaatan pekarangan dan data sekunder diambil dari data Desa Tebing Kaning serta Badan Ketahanan

Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Bengkulu Utara. Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik

deskriptif dan interval kelas. Dari hasil pengkajian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi

wanita tani di Desa Tebing Kaning dalam pemanfaatan lahan pekarangan diantaranya mendapat nilai tinggi (0,5 – 1,0)

yaitu minat/hobi, menghemat pengeluaran belanja, mudah dalam budidaya, meningkatkan hubungan sosial dengan

tetangga, memenuhi kebutuhan akan sayuran, memperindah halaman, dan menambah pengetahuan budidaya sayuran

dan wanita tani di Desa Tebing Kaning masih membutuhkan bimbingan penyuluh dan pendampingan teknologi dari

peneliti BPTP Bengkulu.

Kata kunci: partisipasi, pemanfaatan, pekarangan, wanita tani

PENDAHULUAN

Pertanian merupakan sektor yang penting karena memiliki peran yang besar terhadap

pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bengkulu Utara. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya

kontribusi sektor pertanian terhadap peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Kabupaten Bengkulu Utara yaitu sebesar 38,13% pada tahun 2010 terutama dari sektor tanaman

pangan (BPS, 2011).

Sayuran merupakan salah satu sub sektor penunjang dalam peningkatan PDRB.

Tanaman sayur-sayuran yang diusahakan di Kabupaten Bengkulu Utara diantaranya adalah

kacang panjang, cabe, terung, buncis, dan lain-lain yang penanamannya dilakukan dengan sistem

tumpang sari di lahan sawah dengan produksi yang berfluktuasi. Kebutuhan akan sayuran

masyarakat Kabupaten Bengkulu Utara yang melebihi produksi menyebabkan pasokan sayuran

dari luar kabupaten menjadi sangat penting bagi masyarakat Kabupaten Bengkulu Utara.

Kebutuhan akan sayuran yang belum mencukupi dikarenakan lahan yang terbatas

menjadi peluang bagi pemanfaatan lahan pekarangan yang belum termanfaatkan dengan

maksimal. Lahan pekarangan memiliki fungsi multi guna, karena lahan yang relatif sempit bisa

menghasilkan bahan pangan nabati dan bahan pangan hewani yang berasal dari unggas.

Pemanfaatan lahan pekarangan untuk pengembangan pangan rumah tangga merupakan salah satu

alternatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan sayuran sekaligus untuk mewujudkan

kemandirian pangan rumah tangga (Astuti, 2012).

Kementerian Pertanian menginisiasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui

konsep Rumah Pangan Lestari (RPL). RPL adalah rumah penduduk yang mengusahakan

pekarangan secara intensif untuk dimanfaatkan dengan berbagai sumberdaya lokal secara

bijaksana yang menjamin kesinambungan penyediaan bahan pangan rumah tangga yang

berkualitas dan beragam (Badan Litbang, 2012).

Dampak yang diharapkan dari pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)

antara lain: 1) Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui

optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestari, 2) Meningkatnya kemampuan keluarga dan

masyarakat dalam pemanfaatan pekarangan di perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya

Page 254: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

247 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

tanaman pangan, buah, sayuran, dan tanaman obat keluarga (toga), ternak dan ikan, serta

pengolahan hasil dan limbah rumah tangga menjadi kompos, 3) Terjaganya kelestarian dan

keberagaman sumber pangan lokal, dan 4) Berkembangnya usaha ekonomi produktif keluarga

untuk menopang kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan lestari dan sehat (Badan

Litbang, 2012).

Pada penerapannya, partisipasi masyarakat menjadi unsur terpenting dalam pelaksanaan

RPL. Menurut PTO PNPM PPK (2007) dalam Azis Turindra (2009), pengertian prinsip

partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan

pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan

dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materiil. Oleh karena itu,

diperlukan pengkajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi wanita tani dalam

pemanfaatan pekarangan.

Tujuan pengkajian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

partisipasi wanita tani di Desa Tebing Kaning dalam pemanfaatan lahan pekarangan dan

mendeskripsikan karakteristik wanita tani dalam kegiatan M-KRPL di Desa Tebing Kaning.

BAHAN DAN METODA

Pengkajian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan November 2012 pada

Kelompok Pemanfaatan Pekarangan Desa Tebing Kaning, Kecamatan Arga Makmur Kabupaten

Bengkulu Utara. Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

bahwa Desa Tebing Kaning merupakan salah satu daerah yang dijadikan sebagai lokasi kegiatan

M-KRPL BPTP Bengkulu. Metode yang digunakan dalam pengkajian ini adalah metode survei

dengan penarikan petani contoh sebagai responden sebanyak 30 orang, dipilih menggunakan

metode simple random sampling. Data yang diambil terdiri dari data primer dan data sekunder.

Data primer meliputi karakteristik petani serta faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi

wanita tani dalam pemanfaatan pekarangan. Data sekunder diambil dari data Desa Tebing Kaning

dan Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksanaan Penyuluhan Kabupaten Bengkulu Utara.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif dan interval kelas.

Menurut Nasution dan Barizi dalam Rentha (2007), penentuan interval kelas untuk masing-

masing indikator adalah :

NR = NST – NSR dan PI = NR : JIK

Dimana : NR : Nilai Range PI : Panjang Interval

NST : Nilai Skor Tertinggi JIK : Jumlah Interval Kelas

NSR : Nilai Skor Terendah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Keseluruhan responden pengkajian sengaja dipilih hanya wanita, karena pada

pelaksanaan di lapangan peran wanita lebih dominan daripada laki-laki yang mencapai (75%)

dalam hal pemanfaatan pekarangan sebagai lahan penanaman sayuran Dilihat dari umur sebagian

besar responden berumur 26-35 tahun (40,00%) dan 36-45 tahun (36,67%). Namun dila dilihat

dari usia produktif keseluruhan responden tersebut (100%) masuk kedalam umur produktif (15-

55) Tahun (Tabel 1) dan menurut Kusumosuwidho (1981) dalam Qoriah Saleha, et al. (2012),

kelompok umur produktif mulai umur 15-64 tahun. Sehingga kondisi ini sangat mendukung

pencapaian keberhasilan RPL di Desa Tebing Kaning.

Page 255: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

248 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 1. Karakteristik wanita tani dalam pemanfaatan pekarangan di desa Tebing Kaning

Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara.

No Karakteristik Kelompok Jumlah

(orang) Persentase (%) Rata-rata

1. Umur (Tahun) 16 – 25 2 6,67 36,70

26 – 35 12 40,00

36 – 45 11 36,67

46 – 55 5 16,66

2. Pendidikan (Tahuan) SD 11 36,67 9,17

SMP 9 30,00

SMA 8 26,67

DIPLOMA 1 3,33

SARJANA 1 3,33

3. Jumlah anggota rumah

tangga (orang) 1 – 2 9 30 2,67

3 – 4 21 70

Sumber: Data primer terolah.

Berdasarkan data pada Tabel 1, tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti, sebagian

besar responden (36,67%) berpendidikan sangat rendah (SD), sebagian lagi (30%) berpendidikan

rendah (SMP), diikuti sebagian (26,67%) berpendidikan sedang, dan 6,33% berpendidikan tinggi

(masing-masing 3,33% Diploma dan 3,33% Sarjana). Menurut Suyastiri (2008), semakin tinggi

tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki seseorang, umumnya semakin tinggi pula

tingkat kesadaran untuk memenuhi pola konsumsi yang seimbang dan memenuhi syarat gizi serta

selektif dalam kaitannya tentang ketahanan pangan. Dikarenakan pendidikan wanita tani di Desa

Tebing kaning rata-rata 9 tahun (SMP) yang termasuk kedalam tingkat pendidikan rendah, maka

bimbingan penyuluh dan pendampingan teknis dari BPTP Bengkulu masih sangat diperlukan

untuk keberhasilan pelaksanaan kegiatan M-KRPL di Desa Tebing Kaning.

Jumlah anggota keluarga rumah tangga responden relatif sedikit dengan jumlah rata-rata

2,67 orang. Jumlah anggota rumah tangga akan mempengaruhi pola konsumsi pangan. Semakin

banyak jumlah anggota rumah tangga maka kebutuhan pangan yang dikonsumsi akan semakin

bervariasi karena masing-masing anggota rumah tangga mempunyai selera yang belum tentu

sama (Suyastiri, 2008).

Faktor Pendorong Pemanfaatan Lahan Pekarangan

Hasil analisis memperlihatkan bahwa faktor pendorong yang mempengaruhi partisipasi

wanita tani dalam pemanfaatan pekarangan sangat tinggi, semata-mata karena kesadaran dan

bukan karena adanya program pemerintah atau harga jual produk tinggi. Hal ini dapat dilihat

hampir semua faktor pendorong memiliki skor tinggi (0,50-1,00) seperti: minat/hobi; menghemat

pengeluaran belanja, adanya program pemerintah, mudah dalam budidayanya, meningkatkan

hubungan sosial dengan tetangga, memenuhi kebutuhan akan sayuran, memperindah halaman,

dan menambah pengetahuan budidaya sayuran kecuali faktor harga jual tnggi dan adanya

program pemerintah msing-msing dengan nilai 0,40 dan 0,00 dengan nilai rendah (Tabel 2).

Page 256: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

249 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 2. Faktor Pendorong wanita tani dalam pemanfaatan pekarangan di desa Tebing Kaning

Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara.

No Faktor Pendorong Skor

1. Minat/Hobi 0,97

2. Harga jual tinggi 0,40

3. Menghemat pengeluaran belanja 1,00

4. Adanya program pemerintah 0,00

5. Mudah dalam budidayanya 1,00

6. Meningkatkan hubungan sosial dengan tetangga 1,00

7. Memenuhi kebutuhan akan sayuran 1,00

8. Memperindah halaman 1,00

9. Menambah pengetahuan budidaya sayuran 1,00

Sumber : Data primer terolah

Keterangan : Rendah (0,00 – 0,50) ; Tinggi ( 0,50 – 1,00)

Hobi dapat dikatakan sebagai sebuah pemenuhan kebutuhan batiniah untuk melepaskan

diri dari kejenuhan dan kelelahan karena rutinitas harian. Karena sifatnya itulah, yang berlaku

dalam soal hobi adalah kesenangan yang tak terhingga. Karena hobi, responden bekerja dengan

senang hati. Yang pasti ada kesungguhan baik dalam memulai usaha hingga mengembangkannya

dan melakukan sesuatu dengan landasan cinta, bukan keterpaksaan agar kita bekerja untuk hasil

yang terbaik dan penuh keikhlasan (Mike Rini, 2012). Dalam hal ini responden banyak memilih

memanfaatkan lahan pekarangan karena hobi dengan skor tinggi (0,97).

Harga jual tinggi memperoleh skor rendah dengan nilai 0,40. Ternyata harga jual tinggi

tidak menjadi faktor pendorong yang kuat, terutama jika pada pemeliharaan budidayanya cukup

rumit. Terlihat pada alasan pemilihan sayuran yang dibudidayakan, rata-rata responden memilih

sayuran dengan tingkat pemeliharaan yang rendah.

Faktor pendorong menghemat pengeluaran belanja mendapat skor tinggi (1,00).

Menurut Siti Rochaeni dan Erna M. Lokollo (2005), pengeluaran rumah tangga petani yang

paling besar adalah pengeluaran untuk konsumsi karena konsumsi merupakan salah satu

kebutuhan primer rumah tangga. Sehingga sangatlah wajar jika menghemat pengeluaran belanja

menjadi salah satu faktor pendorong dalam pemanfaatan lahan pekarangan.

Adanya program pemerintah seharusnya tidak menjadi pendorong utama dalam

pemanfaatan lahan pekarangan. Dikhawatirkan bahwa jika program pemerintah telah terhenti,

maka responden yang menjadikan program pemerintah sebagai pendorong tidak akan

melanjutkan pemanfaatan lahan pekarangan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai yang rendah

(0,00), bahwa seluruh responden (pada awalnya) memanfaatkan lahan pekarangan karena adanya

program dari pemerintah.

Buah Tropis (2011), menyatakan bahwa yang pertama kali dipikirkan seseorang saat

hendak memulai untuk memilih jenis/varietas tanaman buah/sayuran adalah dengan memikirkan

jenis/varietas tanaman buah/sayuran yang paling gampang berbuah/memberikan hasil terlebih

dahulu. Jenis/varietas tanaman buah yang paling mudah berbuah, mudah pemeliharaan, dan

sedikit hama dan penyakit yang mengganggu saat dibudidayakan (baik ditanam di lahan, maupun

ditanam di dalam pot). Budidaya yang mudah menjadi pilihan utama dengan skor tinggi oleh

responden dengan nilai 1,00.

Sebagai makhluk Tuhan, manusia tidak dapat hidup sendiri, walaupun secara fisik dapat

hidup tanpa adanya orang lain, tetapi secara psikologis tidaklah mungkin. Bahkan dapat

dikatakan bahwa hubungan dengan orang lain merupakan kebutuhan pokok. Hal ini sesuai

dengan pendapat para ahli bahwa manusia merupakan makhluk individual sekaligus sebagai

makhluk sosial. Hubungan sosial ini sangat penting peranannya. Dalam hubungan sosial akan

terdapat rasa aman atau tidak aman. Rasa aman inilah yang menjadi dambaan seseorang dalam

hubungan sosial karena rasa aman inilah yang dapat menjadikan orang merasa bahagia. Rasa

aman ini akan didapat seseorang bila hubungan sosialnya memuaskan (Tri Ratna Murti, 2007).

Page 257: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

250 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Meningkatkan hubungan sosial dengan tetangga dalam faktor pendorong responden

memanfaatkan lahan pekarangan mendapat skor tinggi dengan nilai 1,00.

Menurut Aswatini, dkk (2008), analisis tentang pola konsumsi sayur-sayuran dan buah-

buahan di berbagai provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa secara rata-rata, konsumsi sayur-

sayuran dan buah-buahan di masyarakat Indonesia sampai tahun 2007 masih berada di bawah

anjuran PPH, sebesar 120 kkal/kapita/hari, berdasarkan kebutuhan energi sebesar 2000

kkal/kapita/hari. Salah satu penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan energi sesuai anjuran PPH

karena faktor ekonomi. Dengan memanfaatkan lahan pekarangan sebagai sumber bahan sayur-

sayuran dan buah-buahan, kebutuhan akan sayur-sayuran dan buah-buahan dapat terpenuhi tanpa

harus menambah pengeluaran. Kebutuhan akan sayuran sebagai faktor pendorong responden

mendapat skor tinggi dengan nilai 1,00.

Aspek pemanfaatan lahan pekarangan akan memberikan tiga keuntungan, yaitu estetika,

ekonomi dan aspek hidup sehat, yang akan membantu penghuni dan keluarganya memiliki

kehidupan hijau dan sehat. Berkebun di halaman rumah memberikan responden banyak

kreativitas dan alternatif. Penataan lahan pekarangan yang memperhatikan estetika, akan

membuat halaman rumah menjadi lebih indah. Memperindah halaman sebagai faktor pendorong

pemanfaatan lahan pekarangan mendapat skor tinggi dengan nilai 1,00.

Menambah pengetahuan budidaya sayuran mendapat skor tinggi dengan nilai 1,00

menunjukkan bahwa responden tertarik untuk memanfaatkan lahan pekarangan dikarenakan

bertambahnya pengetahuan mereka. Pada pelaksanaan kegiatan M-KRPL, responden mendapat

pelatihan budidaya mulai dari pembuatan kompos, penyiapan media tanam, penyemaian,

penanaman, pengendalian orgasnisme pengganggu tanaman (OPT), dan penanganan hasil.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi wanita tani di Desa Tebing Kaning dalam pemanfaatan

lahan pekarangan adalah minat/hobi, menghemat pengeluaran belanja, mudah dalam

budidaya, meningkatkan hubungan sosial dengan tetangga, memenuhi kebutuhan akan

sayuran, memperindah halaman, dan menambah pengetahuan budidaya sayuran.

2. Wanita tani di Desa Tebing Kaning membutuhkan bimbingan penyuluh dan pendampingan

teknologi BPTP Bengkulu.

S a r a n

Fokus lanjutan yang perlu dilakukan untuk memperkuat hasil kajian ini adalah, menganalisis

bagaimana pengelolaan organisasi, pengolahan dan pemasaran yang baik dapat membantu wanita

tani dalam pemanfaatan lahan pekarangan.

DAFTAR PUSTAKA

Aswatini, Mita Noveria dan Fitranita. 2008. Konsumsi Sayur dan Buah di Masyarakat dalam

Konteks Pemenuhan Gizi Seimbang. Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. III No. 2

(Online). isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/320897119.pdf [28 Nopember 2012].

Azis Turindra. 2009. Pengertian Partisipasi. http://turindraatp.blogspot.com/2009/ 06/pengertian-

partisipasi.html [28 Nopember 2012].

Badan Litbang Pertanian. 2012. Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.

BPS Kab. Bengkulu Utara. 2011. Bengkulu Utara dalam Angka. Badan Pusat Statistik

Kabupaten Bengkulu Utara. Arga Makmur.

Buah Tropis. 2011. Memilih Jenis/Varietas Tanaman Buah. http://buahtropis.wordpress.

com/2011/02/08/memilih-jenisvarietas-tanaman-buah/ [27 Nopember 2012].

Page 258: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

251 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Mike Rini. 2012. Hobi yang Menghasilkan Uang. http://topselindo.ucoz.com/index/

hobby_menghasilkan_uang/0-14 [27 Nopember 2012].

Qoriah Saleha, Hartoyo dan Dwi Hastuti. 2012. Manajemen Sumberdaya Keluarga: Suatu

Analisis Gender dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di Pesisir Bontang Kuala,

Kalimantan Timur (Online). http://202.124.205.111/index.php/jikk/article/ view/5150/3526

[27 Nopember 2012].

Rentha, T. 2007. Identifikasi Perilaku, Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Irigasi

Teknis Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga Pupuk di Desa Bedilan Kecamatan Belitang

OKU Timur (Skripsi S1). Universitas Sriwijaya. Palembang.

Siti Rochaeni dan Erna M. Lokollo. 2005. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan

Ekonomi Rumah Tangga Petani di Kelurahan Setugede Kota Bogor. Jurnal Agro Ekonomi

Volume 23 No 2: 133 – 158.

Suyastiri, N.M. 2008. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi Lokal dalam

Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Perdesaan di Kecamatan Semin

Kabupaten Gunung Kidul. Ekonomi Pembangunan 13 (1):51-60.

Tri Ratna Murti. 2007. Meningkatkan Hubungan Sosial Bagi Manusia. http://tiang-

awan.tripod.com/art2-hubsos.htm [27 Nopember 2012].

Umi Pudji Astuti, 2012. Petunjuk Teknis: Pemanfaatan Lahan Pekarangan di Provinsi Bengkulu.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. Bengkulu.

Page 259: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

252 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

ANALISIS EFISIENSI FAKTOR PRODUKSI

PADA USAHATANI PADI SAWAH DI BENGKULU

Hamdan

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

[email protected]

ABSTRAK

Berbagai permasalahan yang dihadapi subsektor tanaman pangan menyebabkan terjadinya penurunan

produksi padi di Bengkulu. Kondisi iklim global, degradasi lahan, akses terhadap input usahatani yang semakin sulit

menyebabkan turunnya motivasi pahlawan pangan dalam mengelola usahataninya. Lebih lanjut, pelandaian produksi

yang terus terjadi menyebabkan perubahan orientasi usahatani utama, misalnya dari tanaman pangan ke tanaman

perkebunan. Kondisi ini dipengaruhi oleh pengelolaan usahatani dan alokasi sumberdaya yang belum efektif dan

ekonomis. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui alokasi sumberdaya dalam usahatani padi dan

pengaruhnya terhadap tingkat produksi. Selain itu juga perlu diperoleh alokasi ekonomis dari penggunaan sumberdaya

tersebut. Penelitian ini dilakukan di 3 kabupaten yaitu Seluma, Bengkulu Selatan, dan Bengkulu Utara. Analisis data

menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang diestimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dan fungsi

keuntungan yang diturunkan dari fungsi produksi tersebut. Hasil analisis regresi menunjukkan pengaruh penggunaan

benih, pupuk urea, dan pupuk NPK yang signifikan terhadap produksi padi. Secara ekonomi penggunaan input benih,

pupuk urea, dan pupuk NPK belum optimal. Penambahan penggunaan masing-masing input masih memungkinkan

untuk meningkatkan produksi padi sawah.

Kata kunci: faktor produksi, efisiensi, padi, sawah, usahatani

PENDAHULUAN

Sektor pertanian merupakan pengerak utama pembangunan di wilayah Provinsi

Bengkulu. Share Produk Domestik Regional Bruto sektor pertanian atas dasar harga berlaku

dalam 10 tahun terakhir mencapai 33%, tahun 2002 sebesar Rp 2,02 triliun dan tahun 2011 naik

menjadi Rp 5,95 triliun dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 11,39% per tahun. Subsektor

tanaman pangan merupakan penyumbang terbesar dengan nilai mencapai Rp 3,71 triliun

(62,38%) dikuti subsektor sebesar Rp 1,58 triliun (26,60%), dan subsektor peternakan sebesar Rp

0,65 triliun (11,02%) (BPS 2011).

Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) bulan Agustus 2011 yang dimuat

dalam publikasi Bengkulu Dalam Angka 2012 oleh BPS Provinsi Bengkulu, mayoritas penduduk

Bengkulu berusia 15 tahun keatas bekerja di sektor pertanian (52.24%), kemudian di sektor

Perdagangan(18.43%), Jasa-jasa lainnya (15.34%), Konstruksi (4.99%), Angkutan dan

komunikasi (3%), Industri(2.9%), Bank dan Lembaga (1.69%), Pertambangan (1.09%) dan paling

sedikit di sektor listrik danair minum (0.32%). Penduduk Provinsi Bengkulu pada tahun 2011

berjumlah 1.742.080 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.67%.

Salah satu komoditas pertanian yang diharapkan dapat bergerak positif dalam hal

peningkatan produksi dan pendapatannya adalah padi. Kerberlanjutan produksi padi sangat

penting untuk dijaga mengingat perannya sebagai bahan pangan pokok, juga merupakan

komoditas strategis dalam menjaga ketahanan pangan. Peningkatan produksi padi hanya dapat

dilakukan dengan pengelolaan usahatani yang baik dengan dukungan teknologi serta jaminan

ketersediaan sarana produksi pertanian seperti benih/bibit unggul, pupuk dan obat-obatan.

Upaya untuk meningkatkan produksi pertanian (padi) telah banyak dilakukan baik oleh

pemerintah melalui lembaga-lembaga penelitian, lembaga swadaya masyarakat, dan perguruan

tinggi. Akan tetapi didalam pelaksanaannya diperoleh fakta bahwa masih terjadi perbedaan yang

tinggi antara potensial produksi padi berbeda dengan hasil yang diperoleh petani. Perbedaan hasil

umumnya disebabkan oleh faktor sosial ekonomi dan faktor teknis. Faktor sosial ekonomi yaitu

kondisi keterbatasan petani untuk menggunakan inovasi teknologi budidaya, seperti pengetahuan,

akses terhadap sumber modal, pemasaran, prasarana transportasi, irigasi. Sedangkan faktor teknis

ketersediaan air irigasi, kondisi kesuburan lahan, hama dan penyakit tanaman. Faktor-faktor ini

akan menjadi pertimbangan bagi petani dalam mengalokasikan input seperti bibit, pupuk, tenaga

kerja, dan obat-obatan.

Page 260: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

253 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Hasil penelitian yang dilakukan Notarianto (2011); Effendy (2010); Brits (2008) dalam

Effendy (2010); Moses & Adebayo (2007); menyebutkan variabel yang pengaruh secara

signiifikan terhadap produksi padi adalah luas lahan, jumlah benih, pupuk, tenaga kerja terhadap

produksi padi sawah. Mahananto, et.al (2009), penggunaan pestisida, jarak lahan garapan dengan

rumah petani, dan sistem irigasi. Sedangkan Basorun & Fasakin (2012), menyebutkan status

pernikahan petani padi, luas lahan ditanami, ketersediaan pasar padi, jumlah buruh yang terlibat

dalam produksi dan penggunaan agro-kimia.

Usahatani padi sawah tidak hanya sebagai penghasil bahan makanan tetapi juga

mempunyai nilai multifungsi yang menghasilkan jasa lingkungan. Jasa lingkungan dari kegiatan

usahatani antara lain penyedia lapangan kerja dan penyangga ketahanan pangan (Irawan at al.

2006). Oleh karenanya perlu pengelolaan yang tepat dengan menggunakan faktor produksi secara

efisien guna meningkatkan produksi dan menjaga keberlanjutan produksi. Penggunaan faktor

produksi yang tidak efisien dalam usahatani padi sawah akan mengakibatkan rendahnya produksi

dan tingginya biaya, dan pada akhirnya mengurangi pendapatan petani. Bagi petani kegiatan

usahatani yang dilakukan tidak hanya meningkatkan produksi tetapi bagaimana menaikkan

pendapatan melalui pemanfaatan penggunaan faktor produksi.

Pengelolaan input produksi harus mempertimbangkan prinsip optimalisasi guna

pencapaian produksi yang tinggi dengan alokasi input yang efisien dan efektif. Menurut

Soekartawi (2001), efisien ini dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu efisiensi teknis,

efisiensi alokatif (efisiensi harga), dan efisiensi ekonomi. Petani sebagai entrepreneur akan

bertindak secara rasional dan logis dalam pengelolaan usahataninya. Sumberdaya yang terbatas

akan dimanfaatkan oleh petani secara efisien guna memperoleh keuntungan yang maksimum.

Akan tetapi karena keterbatasan ekonomi, pengetahuan usahatani maka tingkat penggunaan

sumberdaya secara optimal belum tercapai. Oleh sebab itu dalam penelitian ini selain akan diteliti

tentang pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah juga akan diteliti tingkat

efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi.

BAHAN DAN METODA

Penelitian dilakukan di daerah sentra produksi padi sawah Provinsi Bengkulu, yaitu di

Kabupaten Bengkulu Utara (Kecamatan Argamakmur, Kerkap dan Padang Jaya), Bengkulu

Selatan (Kecamatan Kedurang dan Seginim), dan Seluma (Kecamatan Seluma Selatan). Lokasi

penelitian ditentukan secara sengaja (purposive), yaitu daerah persawahan dengan irigasi yang

mengalami konversi lahan menjadi perkebunan. Pengumpulan data dilakukan dua tahap, yaitu

bulan April 2011 sampai dengan Juli 2011 untuk Kabupaten Seluma, dan Kabupaten Bengkulu

Selatan dan Bengkulu Utara bulan Mei 2012 sampai dengan Juni 2012 yang melibatkan 67

responden. Data yang dikumpulkan adalah keragaan usahatani padi sawah pada periode tanam

musim hujan (MH) dan keragaan responden melalui wawancara dengan panduan kuesioner.

Analisis Data

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah menggunakan

pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas. Agar fungsi produksi di atas dapat ditaksir, maka

persamaan tersebut perlu ditransformasikan ke dalam bentuk linier sehingga menjadi:

LnY = β0 + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3 + … + β5LnX5 + ε ………………… 1

Di mana: Y = Produksi padi (kg)

X1 = Penggunaan bibit (kg)

X2 = Penggunaan pupuk Urea (kg)

X3 = Penggunaan pupuk NPK (kg)

X4 = Dummy variabel Penggunaan pupuk SP-36 (1= menggunakan; 0=tidak)

X5 = Dummy variabel (1= ada kendala; 0= tidak ada)

β0 = Intersep

β1… β5 = Koefisien regresi

ε = Error, faktor lain yang berpengaruh dan tidak tertampung dalam model

Page 261: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

254 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Pengujian Model

Pengujian ini dimaksudkan untuk memperoleh kepastian tentang konsistensi model

estimasi yang dibentuk berdasarkan teori ekonomi yang mendasarinya. Pengujian dilakukan

terhadap nilai R2

untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh variansi dari variabel tak bebas

dapat dijelaskan oleh variansi dari variabel bebas. F-hitung untuk melihat pengaruh variabel

bebas yang digunakan secara keseluruhan terhadap model yang dihasilkan dan uji dan t-hitung

untuk untuk mengetahui koefisien (peubah bebas X) yang berpengaruh nyata terhadap Y.

Uji Asumsi Klasik

Model regresi linier berganda (multiple regression) dapat disebut model yang baik jika

memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). BLUE dapat dicapai apabila model

yang dihasilkan memenuhi Asumsi Klasik, yaitu uji normalitas, uji multikoliniertas, uji

autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas (Juanda 2009).

Analisi efisiensi faktor produksi

Alokasi yang efisien dari input produksi dapat tercapai pada kondisi value marginal

product (NPMXi) sama dengan harga dari inputnya (pi). Nilai Produk Marginal dapat dihitung

dengan mengalikan marginal physical product (MPP) dengan harga satu-satuan unit produksi

yang dihasilkan (Py), dengan formula sebagai berikut:

…………………………………… 3

Dimana: MPPXi = Marginal Physical Product dari Xi

= Geometrik mean dari output

= Geometrik mean dari input Xi

βi = Koefisien regresi masing-masing faktor produksi (Xi)

Indeks Efisiensi Faktor Produksi

Efisiensi penggunaan faktor produksi (efficiency index) ditentukan dengan cara

membandingkan Nilai Produksi Marginal (VMP) faktor produksi dengan harga faktor produksi

yang ditimbulkan, dengan faomula sebagai berikut:

Alokasi penggunaan faktor produksi tidak efisien dapat terjadi karena dua kemungkinan

yaitu: (1) alokasi masukan faktor produksi masih terlampau rendah atau (2) alokasi masukan

faktor produksi sudah terlampau tinggi. Menurut Soekartawi (2003) bahwa dalam kenyataan

NPMxi tidak selalu sama dengan Pxi, yang sering terjadi adalah (NPMxi/Pxi)>1, artinya

penggunaan input X belum efisien, untuk mencapai efisiensi maka input X perlu ditambah.

(NPMxi/Pxi)<1, artinya penggunaan input X tidak efisien, untuk menjadi efisien maka

penggunaan input X perlu dikurangi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Petani

Umur rata-rata responden tergolong pada kelompok usia produktif, yaitu rata-rata

sekitar 48,37 tahun, secara fisik cukup potensial untuk mendukung aktivitas kegiatan usahatani

padi yang membutuhkan curahan tenaga yang banyak. Jumlah anggota keluarga rata-rata 2,78

Page 262: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

255 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

jiwa (3 orang/KK), artinya pengelolaan usahatani umumnya hanya dilakukan oleh kepala

keluarga dan 1 orang anggota keluarga (Tabel 1).

Tabel 1 Keragaan karakteristik petani responden padai sawah di Provinsi Bengkulu.

Variabel Kisaran Rata-rata

Umur KK (tahun)

Pendidikan KK (tahun)

Tanggungan (jiwa)

Pengalaman usahatani padi (tahun)

Luas kepemilikan sawah (hektar)

27 - 83

0 -16

1 - 6

1 - 50

0,14 – 4,00

48,37

8,30

2,78

19,57

0,70

Sumber : data primer (diolah), 2011.

Pengalaman rata-rata usahatani padi sekitar 19,57 tahun, artinya petani sudah sangat

memahami seluk beluk usahatani padi sehingga dapat mengelolanya secara efektif dan efisien.

Tingkat pendidikan bervariasi dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi dengan lama

pendidikan rata-rata 8,30 tahun (tidak menamatkan SMP). Tingkat pendidikan responden

tergolong rendah, faktor ini akan berpengaruh pada kemampuan adopsi teknologi dan

kemampuan berinovasi serta manajerial petani dalam berusahatani padi.

Keragaan Penerapan Teknologi Usahatani

Analisis usahatani diperlukan untuk mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan

sumberdaya yang ada (benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan input lainnya) secara efektif dan

efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan pada waktu tertentu. Secara umum analisis

usahatani dapat dilakukan secara finansial dan ekonomi. Secara finansial harga-harga yang

menjadi patokan/ acuan adalah harga riil atau harga pasar (Tabel 2).

Tabel 2. Rata-rata penggunaan input, biaya dan penerimaan usahatani padi per hektar di Provinsi

Bengkulu.

Variabel Jumlah Nilai (Rp) Alokasi biaya (%)

Output (kg) 4.062 12.250.528,-

1. Benih (kg)

2. Pupuk

- Urea (kg)

- SP-36 (kg)

- NPK (kg)

- Pupuk kandang (kg)

3. Pestisida

- Herbisida (liter)

- Insektisida (mililiter)

- Fungisida (mililiter)

4. Tenaga kerja (HOK)

- Tenaga kerja keluarga

- Tenaga kerja luar keluarga

- Tenaga borongan (olah tanah, tanam,

panen)

5. Transportasi

6. Irigasi

47,84

250,79

85,36

147,40

286,48

0,95

395,85

54,34

29,29

21,10

-

-

-

191.523,-

489.596,-

209.698,-

392.515,-

60.274,-

49.819,-

136.868,-

26.659,-

885.472,-

630.187,-

2.673.270,-

321.572,-

321.027,-

3,00

18,03

3,34

65,67

5,03

5,03

Total 6.388.480,- 100,00

Pendapatan 5.862.048,-

Sumber: Data primer (diolah), 2011.

Pada Tabel 2.tergambar rata-rata produksi padi sebanyak 4,062 kg/ha dengan

penerimaan sebesar Rp 12.250.528,-/ha/musim. Alokasi biaya terbesar adalah untuk tenaga kerja

sebesar Rp 4.188.929,-/ha atau 65,67 persen dan biaya untuk pembelian pupuk sebesar Rp

Page 263: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

256 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

1.152.083,-/ha/musim atau 18,03% dari total biaya produksi. Tingginya biaya tenaga kerja ini

berasal dari sistem panen yang dilakukan petani, biaya panen dibayarkan dalam bentuk natura

dengan perhitungan 1:7 atau 1:8. Artinya setiap 7 karung gabah bersih yang telah dikerjakan

maka upahnya dibayarkan sebanyak 1 karung dengan berat per karung berkisar antara 45-50 kg

GKP.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi

Hasil analisis terhadap penggunaan faktor produksi (input) dan pengaruhnya terhadap

produksi padi sawah menggunakan software SPSS 17 disajikan pada Tabel 3. Dimana

berdasarkan output SPSS, maka secara matematis dapat ditulis model regresi antara variabel

produksi dengan variabel yang mempengaruhinya dalam persamaan berikut:

LnY= 3,323 + 0,459LnX1 + 0,396LnX2 - 0,019LnX3 + 0,211LnX4 - 0,090LnX5

Model yang dihasilkan cukup baik, uji normalitas dengan melihat rasio Skewness dan

Kurtosis diperoleh nilai – 0,56 dan – 0,66. Nilai ini berada diantara -2,00 dan 2,00 maka dapat

disimpulkan distribusi data adalah normal (Santoso, 2000). Selanjutnya untuk uji autokorelasi

menggunakan uji Durbin-Watson (DW-Test), diperoleh nilainya 2,020 (nilai dU= 1,768, dan dL=

1,449 dengan derajat kepercayaan 5% dan 67 observasi serta 5 variabel penjelas). Nilai DW-Test

berada diantara dU sampai 4-dU, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol (tidak ada

autokorelasi).

Tabel 3 Hasil analisis regresi faktor produksi pada usahatani padi sawah di Provinsi Bengkulu.

Variabel β t sig VIF

(Constant)

Penggunaan benih (X1)

Penggunaan pupuk urea (X2)

Penggunaan pupuk SP-36 (X3)

Penggunaan pupuk NPK (X4)

Masalah Irigasi (X5)

R Square

F-hitung

Durbin-Watson

3,323

0,459

0,396

-0,019

0,211

-0,090

0,758

38,110

2,020

9,842

5,274

4,868

-0,256

2,918

-1,227

0,000

0,000*)

0,000*)

0,799

0,005*)

0,225

1.,478

1,707

1,101

1,664

1,042

Keterangan: *) Signifikan pada α = 0,01

Sumber : Data primer (diolah), 2011

Berdasarkan output SPSS pada Tabel di atas, maka secara matematis dapat ditulis

model regresi antara variabel produksi dengan variabel yang mempengaruhinya dalam

persamaan berikut:

Uji Multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi yang kuat di

antara variabel-variabel independen yang diikutsertakan dalam pembentukan model. Untuk

mendeteksi apakah model regresi linier mengalami Multikolinearitas dapat diperiksa

menggunakan Variance Inflation Factor (VIF) untuk masing-masing veriabel independen, yaitu

jika suatu variabel independen mempunyai nilai VIF > 10 berarti telah terjadi multikolinearitas.

Hasil analisis diperoleh nilai VIF bi bawah 10, berarti tidak terdapat multikolinieritas dalam

model. Untuk uji Heteroskedatisitas dilakukan dengan Uji Glejser, hasil penggujian dengan

program SPSS diperoleh nilai variabel penjelas yang tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap residual sehingga dapat disimpulkan model bebas dari masalah Heteroskedastisitas.

Nilai koefisien determinasi (R2) diperoleh sebesar 0,758, artinya 75,80% keragaman

produksi padi sawah dapat dijelaskan variabel Penggunaan benih (X1), Penggunaan pupuk urea

(X2), Penggunaan pupuk SP-36 (X3), Penggunaan pupuk NPK (X4), dan Masalah Irigasi(X5),

sedangkan sisanya 24,20% dijelaskan oleh variabel lain diluar model.

Nilai Fhitung diperoleh 38,11 dan nilai signifikan 0,000, artinya bahwa variabel-variabel

yang diduga secara keseluruhan berpengaruh terhadap produksi padi. Secara parsial variabel yang

berpengaruh secara significant adalah penggunaan benih (X1), penggunaan pupuk urea (X2), dan

Page 264: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

257 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

penggunaan pupuk NPK (X4). Sedangkan penggunaan pupuk SP-36 dan kendala irigasi tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap produksi padi.

Penggunaan benih yang tepat secara kuantitas dan kualitasnya berpengaruh sangat besar

dalam keberhasilan usahatani. Faktor produksi benih berpengaruh signifikan terhadap produksi

secara positif, artinya setiap penambahan satu satuan input mampu menaikkan produksi sebesar

45,90% dengan kondisi faktor lain tetap. Rata-rata penggunaan benih petani sebanyak 47,84

kg/ha, jumlah ini jauh lebih tinggi dari yang direkomendasi sebanyak 30 - 35 kg/ha untuk cara

pindah dan jajar legowo 35 - 40 kg/ha. Tingginya penggunaan benih disebabkan benih yang

digunakan umumnya hasil penangkaran sendiri dan dalam proses penyemaian belum dilakukan

sesuai anjuran terutama luas lahan semaian.

Penggunaan pupuk urea ditingkat petani sebanyak 250,79 kg/ha, jumlah ini lebih

banyak dibandingkan rekomendasi yaitu 228 kg/ha untuk Bengkulu Selatan, 192 kg/ha untuk

Seluma dan 150 kg/ha untuk Bengkulu Utara (BPTP 2010). Secara statistik penambahan input

pupuk urea masih memungkinkan dengan nilai elatisitas sebesar 0,396, artinya penambahan 1

satuan input pupuk urea akan menaikan produksi sebesar 39,60%.

Penggunaan rata-rata pupuk NPK sebanyak 147,40 kg/ha, lebih rendah dibandingkan

rekomendasi yaitu 174 kg/ha untuk Bengkulu Selatan, 186 kg/ha untuk Seluma dan 150 kg/ha

untuk Bengkulu Utara (BPTP 2010). Penambahan input pupuk NPK masih memungkinkan

dengan nilai elatisitas sebesar 0,211, artinya penambahan 1 satuan input pupuk NPK akan

menaikan produksi sebesar 21,10,60%.

Penggunaan pupuk oleh petani belum sesuai anjuran, hal ini disebabkan rendahnya

pengetahuan petani tentang pupuk dan waktu pengaplikasian yang tidak tepat. Selain itu faktor

ketersediaan ditingkat petani dan harga pupuk juga ikut mempengaruhi jumlah pupuk yang

digunakan.

Efisiensi Faktor Produksi

Pengukuran tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi dapat dilakukan dengan

memanfaatkan nilai koefisien regresi dari masing-masing varabel bebas (input produksi), rata-rata

penggunaan input dan rata-rata harga input dan produksi (Tabel 4). Tingkat efisiensi penggunaan

input sangat dipengaruhi oleh kondisi bio-fisik lahan, pola dan kebiasaan usahatani.

Penggunaan faktor produksi benih sebanyak 47,84 kg/ha, memiliki efficiency index

yang lebih besar dari 1, artinya alokasi benih dalam jumlah tersebut belum efisien. Disarankan

penambahan penggunaan input benih, terutama dari sisi kualitas benih dan cara penyemaian

karena sebagian besar petani menggunakan benih hasil produksi sendiri tanpa proses seleksi yang

baik. Anjuran penggunaan benih sebanyak 20-25 kg dengan luas pembibitan 400 meter persegi

(Badan Litbang, 2007).

Tabel 4 Hasil analisis efisiensi penggunaan faktor produksi padi sawah di Provinsi Bengkulu.

Variabel koef MPP NPM Indek efisien

Penggunaan benih

Penggunaan pupuk urea

Penggunaan pupuk NPK

0,46

0,40

0,21

35,65

6,07

5,92

112.122,40

19.073,09

18.614,45

26,59

9,62

6,98

Sumber: data primer (diolah), 2011.

Faktor produksi pupuk urea dan pupuk NPK memiliki nilai indek efisiensi lebih besar

dari 1, berarti penggunaan kedua faktor produksi pupuk ini masih dapat ditingkatkan

pengggunaannya dengan waktu pemupukan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan tahap

pertumbuhan tanaman untuk memperoleh produksi yang optimum. Menurut Pirngadi dan

Abdulrachman (2005) penggunaan NPK 15-15-15 dengan dosis 300 kg/ha mampu menghasilkan

6,25 ton GKG. Pupuk diberikan diberikan tiga kali, yaitu pada umur 7 hari setelah tanam (HST),

21 HST dan saat primordial bunga.

Page 265: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

258 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Hal sebaliknya diungkapkan oleh Dewi et.al (2012), penggunaan benih, pupuk urea,

pupuk NPK, pestisida, dan tenaga kerja dalam usahatani padi di Subak Pacung Babakan sudah

tidak efisien, artinya penggunaan input harus dikurangi untuk mencapai efisiensi usahatani.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Teknologi budidaya pada usahatani padi sawah didaerah penelitan telah diadopsi oleh petani,

namun belum dilaksanakan sesuai rekomendasi sehingga produktivitas usahatani masih

rendah, yaitu 4,062 kg/ha/musim. Sedangkan biaya usahatani yang dibutuhkan cukup tinggi

sehingga keuntungan yang diperoleh juga relatif rendah sebesar Rp 5,862,048/ha/musim.

2. Hasil analisis regresi diperoleh pengaruh faktor penggunaan benih, penggunaan pupuk urea,

dan penggunaan pupuk NPK yang signifikat pada α=0,01 terhadap produksi padi. Sedangkan

faktor penggunaan pupuk SP-36 dan masalah ketersediaan air irigasi tidak berpengaruh

terhadap produksi padi. Secara teknis penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien,

sehingga masih ada peluang untuk meningkatkan produksi melalui penambahan faktor

produksi tersebut.

3. Dalam upaya mempertahankan ketersediaan pangan dan keberlanjutan usahatani padi guna

meningkatkan pendapatan petani, maka disarankan peningkatan sosialisasi rekomendasi

teknologi budidaya yang telah dihasilkan dengan melibatkan penyuluh pertanian. Penekanan

dari sosialisasi ini adalah alokasi penggunaan input, seperti benih unggul, penggunaan pupuk

sesuai kebutuhan tanaman, serta penggunaan pestisida secara tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Basorun JO, Fasakin JO. 2012. Factors influencing rice production in Igbemo-Ekiti Region of

Nigeria. Journal of Agriculture, Food and Environmental Sciences ISSN 1934-7235

Volume 5, Issue 1.

BPS Prov. Bengkulu. 2011. Provinsi Bengkulu dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi

Bengkulu. Bengkulu.

BPTP Bengkulu. 2010. Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah Spesifik Lokasi di Provinsi

Bengkulu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. Bengkulu.

Badan Litbang Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi.

Pedoman bagi Penyuluh Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Jakarta.

Dewi IGAC, Suamba IK dan Ambarawati IGAA. 2012. Analisis Efisiensi Usahatani Padi

Sawah. Studi kasus di Subak Pacung Babakan Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. E-

journal Agribisnis dan Agrowisata vol. 1, no. 1.

Effendy 2010. Efisiensi Faktor Produksi dan Pendapatan Padi Sawah di Desa Masani

Kecamatan Poso Pesisir Kabupaten Poso. Jurnal Agroland 17 (3) :233 – 240.

Irawan, Sanim B., Siregar H. dan Kurnia U. 2006. Evaluasi Ekonomi Lahan Pertanian:

Pendekatan Nilai Manfaat Multifungsi Lahan Sawah dan Lahan Kering. Jurnal Ilmu

Pertanian Indonesia vol. 11 no. 3 hal 32-41.

Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor.

Mahananto, Sutrisno S dan Ananda C.F. 2009. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Produksi

Padi Studi Kasus di Kecamatan Nogosari, Boyolali, Jawa Tengah. Wacana Vol. 12 No.1.

Moses J, Adebayo EF. 2007. Efficiency of factors determining rainfed rice production in Ganye

Local Government Area, Adamawa State. Jurnal Of Sustainable Development in

Agriculture & Environment Vol. 3.

Notarianto D. 2011. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Usahatani

Padi Organik dan Padi Anorganik (studi kasus: Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen).

[skripsi] Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang

Pirngadi K dan Abdulrachman S. 2005. Pengaruh Pupuk Majemuk NPK (15-15-15) Terhadap

Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah. Jurnal Agrivigor 4 (3) hal 188-197.

Page 266: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

259 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Soekartawi. 2001. Ilmu Usahatani. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Santoso S. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Page 267: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

260 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI

TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN

TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH

Andi Ishak, Bunaiyah Honorita, dan Yesmawati

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

ABSTRAK

Penerapan teknologi yang masih sederhana di tingkat petani, berakibat pada rendahnya produktivitas dan

pendapatan petani. Perbaikan teknologi dan sistem budidaya padi sawah diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan petani. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas adalah melalui

penerapan teknologi yang spesifik lokasi dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya Terpadu (PTT)

Padi sawah. Suatu kajian tentang pengaruh perbaikan penerapan teknologi terhadap pendapatan petani telah dilakukan

di Kelurahan Taba Penanjung, Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah pada MT. II (Juni-

September) tahun 2012. Pengkajian bertujuan untuk : 1) mengetahui keragaan budidaya padi eksisting di tingkat petani

dan 2) pengaruh penerapan komponen teknologi PTT padi sawah terhadap pendapatan petani. Pengkajian dilakukan di

lahan 7 petani kooperator seluas 5 ha di Kelurahan Taba Penanjung. Data yang dikumpulkan meliputi keragaan

teknologi eksisting serta biaya input dan output usahatani padi. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan

matematis. Dari hasil kajian diketahui bahwa penerapan teknologi dalah usahatani padi petani kooperator masih

tergolong sederhana. Usahatani padi sawah melalui penerapan teknologi PTT menghasilkan produksi dan pendapatan

yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani eksisting yang diterapkan oleh petani. Pendapatan petani meningkat

137,29% dari sebelum penerapan teknologi. Produksi padi sawah yang sebelumnya sebesar 2.379 kg GKP meningkat

menjadi 5.643 kg GKP. Dilihat dari aspek R/C ratio dan B/C ratio, usahatani padi sawah dengan penerapan komponen

teknologi PTT yang direkomendasikan lebih menguntungkan dibandingkan dengan teknologi budidaya eksisting di

tingkat petani, dengan masing-masing nilai R/C ratio dan B/C ratio pada teknologi eksisting adalah 2,28 dan 1,28

menjadi 3,29 dan 4,29 pada saat penggunaan komponen teknologi PTT padi sawah.

Kata kunci : penerapan, teknologi, pendapatan, dan PTT padi sawah

PENDAHULUAN

Padi merupakan tulang punggung pembangunan subsektor tanaman pangan dan

berperan penting terhadap pencapaian ketahanan pangan secara nasional. Padi memberikan

kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional (Wibawa, 2008). Kabupaten

Bengkulu Tengah merupakan salah satu sentral penghasil beras di Provinsi Bengkulu.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bengkulu tahun 2010, tingkat

produktivitas padi di Kabupaten Bengkulu Tengah yaitu 3,68 ton/ha, lebih rendah dibandingkan

dengan produktivitas di tingkat provinsi, yaitu 3,87 ton/ha. Produktivitas tersebut masih dapat

ditingkatkan, salah satunya adalah dengan melakukan perluasan areal tanam dan peningkatan

adopsi atau penggunaan teknologi pertanian.

Salah satu cara untuk mengurangi senjang hasil adalah dengan menerapkan teknologi

yang spesifik lokasi dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang merupakan

suatu pendekatan inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan

petani melalui perakitan komponen teknologi secara partisipatif bersama petani yang meliputi:

varietas unggul baru, benih bermutu dan berlabel, pemberian bahan organik melalui

pengembalian jerami atau pupuk kandang ke sawah dalam bentuk kompos, pengaturan populasi

tanaman secara optimum, pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah,

pengendalian OPT (organisme pengganggu tanaman) dengan pendekatan PHT (pengendalian

hama terpadu), pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam, penggunaan bibit muda (<21

hari), tanam bibit 1-3 batang per rumpun, pengairan secara efektif dan efisien, penyiangan

dengan landak atau gasrok, serta panen tepat waktu dan gabah segera dirontok (Badan Litbang

Pertanian, 2010).

Sebagai upaya percepatan transfer teknologi pertanian ke petani, diseminasi perlu

dilakukan. Strategi diseminasi yang diterapkan BPTP Bengkulu mengikuti prinsip Spectrum

Diseminasi Multi Channel (SDMC) yang diformulasikan oleh Badan Litbang Pertanian,

Kementerian Pertanian. Strategi ini dimaksudkan agar teknologi dapat tersebar kepada pengguna

secara luas dalam waktu relatif cepat dengan memanfaatkan jalur komunikasi (aktor dan media)

Page 268: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

261 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

secara optimal baik secara formal maupun informal. Prosesnya melalui generating agent

(penghasil teknologi), delivery agent (penyalur teknologi), dan akhirnya kepada receiving agent

(pengguna teknologi) (Badan Litbang Pertanian, 2011). Mengacu pada prinsip SDMC, maka

upaya diseminasi yang dilakukan BPTP Bengkulu sebagai UPT Badan Litbang Pertanian

dilakukan dengan memanfaatkan berbagai jalur komunikasi diantaranya adalah melalui

demonstrasi teknologi dan pertemuan.

Penerapan teknologi yang masih rendah di tingkat petani, berakibat pada rendahnya

produktivitas dan pendapatan petani. Perbaikan teknologi dan sistem budidaya diharapkan dapat

meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan petani. Oleh karena

itu, kajian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbaikan penerapan teknologi terhadap

pendapatan petani.

BAHAN DAN METODA

Pengkajian dilaksanakan melalui demplot dan sosialisasi teknologi di Kelurahan Taba

Penanjung, Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah. Demonstrasi plot

(demplot) dilakukan pada MT. II tahun 2012 yaitu dari bulan Juni s/d September 2012 pada lahan

sawah irigasi seluas 5,0 ha melibatkan 7 orang petani kooperator. Kegiatan dimulai dengan Focus

Group Discussion (FGD) untuk merumuskan perbaikan teknologi budidaya padi dalam kegiatan

demplot. Komponen PTT yang diterapkan antara lain 1) Varietas Unggul Baru (VUB), meliputi

Inpari 14, Inpari 15, dan Inpari 20; 2) sistem tanam legowo 4:1; 3) bibit muda (umur <21 HSS);

4) jumlah tanaman 2-3 batang per lubang tanam; 5) dosis pupuk yang diintroduksikan adalah

dosis rekomendasi spesifik lokasi berdasarkan hasil analisis tanah dengan Perangkat Uji Tanah

Sawah (PUTS) yaitu 222 kg urea/ha + 50 kg KCl/ha + 240 kg phonska/ha. Data yang

dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi keragaan teknologi

budidaya eksisting, data input dan output, serta data analisis usahatani. Data sekunder diambil

dari data BPS dan Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bengkulu Tengah.

Data dianalisis secara deskriptif dan matematis untuk mengetahui peningkatan produktivitas dan

pendapatan petani.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Usahatani Padi Sawah Eksisting

Penerapan teknologi dalam usahatani padi petani kooperator masih tergolong sederhana.

Hal ini terlihat pada penggunaan benih, umur persemaian, sistem tanam, dan dosis pemupukan.

Rata-rata petani masih menggunakan benih tidak berlabel yang disisihkan dari hasil panen sendiri

ataupun dengan cara menukar benih dengan petani tetangga. Umur persemaian antara 25-30 hari,

dengan jumlah bibit 5-7 tanaman per lubang tanam. Umumnya petani menanam padi dengan

jarak tanam tidak beraturan, terkait dengan upah tenaga kerja tanam yang dibayar secara

borongan. Jarak tanam belum teratur, sebagian petani telah menggunakan sistem tegel atau lorong

dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Di sisi pematang belum dibuat caren untuk pengendalian keong

emas, sehingga petani masih ragu untuk menanam bibit 2-3 batang per lubang tanam, disamping

masih menggunakan bibit tua. Hal ini menyebabkan pemborosan benih, 1 hektar pertanaman

membutuhkan 36 kg benih padi. Petani melakukan pemupukan 1 kali selama musim tanam

dengan dosis pupuk yang rendah (100 kg Urea + 50 kg SP-36 per hektar), masih jauh di bawah

rekomendasi berdasarkan hasil uji tanah dengan Perangkat Uji Tanah Sawah yaitu 250 kg Urea +

250 kg NPK Phonska + 50 kg KCl per hektar. Teknologi budidaya padi eksisting secara rinci

tersaji pada Tabel 1.

Page 269: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

262 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 1. Teknologi Budidaya Padi Eksisting di Kelurahan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu

Tengah Tahun 2012.

No. Sistem Budidaya Uraian

1. Benih yang digunakan Turunan

2. Varietas yang sering ditanam Ciherang dan Batubara (Varietas lokal)

3. Pola tanam dalam satu tahun IP 200

4. Sistem tanam Tidak beraturan

5. Pemupukan 1 kali (dosis : 100 kg urea dan 50 kg SP-36)

6. Penyiangan Satu kali

Sumber : Tabulasi data primer tahun 2012.

Keuntungan rata-rata petani dari usahatani sawah sebesar Rp. 4.558.123 dengan standar

deviasi +/- Rp. 3.464.050 sehingga kisaran keuntungan petani dari usahatani padi adalah antara

Rp. 1.094.073 s/d Rp. 8.022.173 per hektar per musim tanam. Dari hasil analisis, usahatani padi

sawah dengan sistem budidaya yang diterapkan oleh petani selama ini telah layak diusahakan

dengan nilai B/C > 1 (Tabel 2). Namun, produktivitas yang dihasilkan masih lebih rendah

dibandingkan dengan proktivitas rata-rata di Kabupaten Bengkulu Tengah (3.420 kg/ha).

Sehingga perlu diupayakan peningkatan produktivitas melalui pendekatan penerapan teknologi

Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya Terpadu (PTT) padi sawah, yang pada akhirnya dapat

meningkatkan pendapatan petani.

Pengaruh Perbaikan Penerapan Teknologi Terhadap Pendapatan Petani

Komponen teknologi yang diterapkan pada demplot mengacu pada komponen teknologi

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah. Komponen PTT yang diterapkan antara lain

meliputi 1) Varietas Unggul Baru (VUB), meliputi Inpari 14, Inpari 15, dan Inpari 20; 2) sistem

tanam jajar legowo 4:1; 3) bibit muda (umur <21 HSS); 4) jumlah tanaman 2-3 batang per lubang

tanam; 5) dosis pupuk yang diintroduksikan adalah dosis rekomendasi spesifik lokasi berdasarkan

hasil analisis tanah dengan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) yaitu 222 kg urea/ha + 50 kg

KCl/ha + 240 kg phonska/ha. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa melalui pendekatan PTT

padi sawah ternyata mampu meningkatkan produktivitas hasil panen gabah kering panen (GKP)

dan pendapatan petani. Analisis usahatani eksisting dan penerapan teknologi tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Analisis usahatani eksisting dan usahatani dengan penerapan teknologi PTT padi sawah

di Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2012.

No U r a i a n Biaya rata-rata usahatani

Eksisting Pendekatan PTT

A Pengeluaran (Rp)

1 Benih (jumlah 1) 203.167,- 71.429

2 Tenaga kerja

- Semai 50.000,- 70.714

- Biaya traktor 625.000,- 625.000

- Penanaman 740.476,- 926.607

- Penyiangan 106.250,- 82.917

- Penyemprotan 127.381,- 103.571

- Pemupukan 50.000,- 96.429

- Pemanenan 657.095,- 657.095

- Pengangkutan 352.619,- 480.214

- Penjemuran 119.167,- 119.167

Jumlah tenaga kerja (2) 2.827.988,- 3.161.714

3 Pupuk

- Urea

- SP-36

- NPK Phonska

- Pupuk cair

- KCl

221.429,-

148.214,-

11.905,-

22.000,-

0,-

500.000

-

268.000

-

464.300

Page 270: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

263 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Jumlah pupuk (3) 403.548,- 1.232.300

4 Pestisida

- Insektisida 48.095,- 0

- Herbisida 56.286,- 49.857

- Fungisida 0,- 17.143

- Moluksisida 3.810,- 3.810

- Rodentisida 31.429,- 0

Jumlah pestisida (4) 139.619,- 70.810

Jumlah pengeluaran total (A) 3.531.934,- 4.464.824,-

B Panen (kg GKP) 2.379 5.643

C Harga jual (Rp. 3.400/kg) 8.090.057,- 19.186.200,-

D Keuntungan (C- A) (Rp.) 4.558.123,- 14.721.376,-

E R/C ratio 2,28 4,29

F B/C ratio 1,28 3,29

Sumber : Data primer terolah.

Usahatani padi sawah melalui penerapan teknologi PTT menghasilkan produktivitas

dan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani eksisting dengan sistem

budidaya yang diterapkan oleh petani. Penerapan Varietas Unggul Baru (VUB), sistem tanam

jajar legowo 4:1, bibit muda (umur <21 HSS), jumlah tanaman 2-3 batang per lubang tanam, serta

dosis pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman dan status hara tanah berpengaruh positif terhadap

produktivitas dan pendapatan petani, yang meningkat 137,29% dari sebelum penerapan teknologi.

Meskipun dari aspek biaya terjadi peningkatan dikarenakan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk

penanaman lebih banyak (karena petani belum terbiasa menanam dengan sistem tanam jajar

legowo, sehingga memerlukan lebih banyak waktu untuk menyelesaikan penanaman) dan biaya

untuk pembelian pupuk meningkat dikarenakan aplikasi dosis rekomendasi, namun produksi dan

pendapatan petani jauh lebih meningkat. Namun, teknologi PTT padi di spesifik lokasi

pengkajian berdampak pada efisiensi dalam pengguanaan benih dan tenaga kerja dengan jenis

pekerjaan penyiangan dan penyemprotan. Hasil pengkajian Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

(2006) juga menunjukkan bahwa teknologi pendekatan model PTT padi dapat meningkatkan hasil

antara 15-20% bila dibandingkan dengan non-PTT.

Menurut Kaniawati (2012), varietas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

hasil tanaman. Pada dasarnya hasil gabah ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu faktor tanah,

tanaman, dan lingkungan (iklim). Faktor lingkungan (iklim) merupakan faktor yang tidak dapat

diubah oleh manusia seperti radiasi matahari, curah hujan, suhu udara, dan lain-lain, sementara

itu faktor tanah dan tanaman dapat dimodifikasi agar cocok untuk pertumbuhan dan hasil

tanaman. VUB padi sawah yang digunakan pada pengkajian adalah varietas Inpari 14, Inpari 15,

dan Inpari 20. Ketiga varietas ini adaptif dengan iklim di Kabupaten Bengkulu Tengah serta

tahan terhadap hama penyakit. Disamping itu, penggunaan sistem tanam jajar legowo mampu

meningkatkan produksi padi sawah yaitu dengan jalan menata populasi tanaman menjadi lebih

tinggi. Jika sistem tanam biasa yang dilakukan petani 20 x 20 cm atau 25 x 25 cm, populasi

tanaman per ha hanya 200.000-250.000. sedangkan dengan sistem tanam jajar legowo 4:1

populasi tanaman mencapai 300.000 rumpun per ha. Pemupukan berdasarkan kebutuhan

tanaman dan status hara tanah merupakan salah satu faktor penting penentu produktivitas yang

juga merupakan bagian dari komponen dasar yang seharusnya diterapkan oleh petani. Beberapa

hal yang menyebabkan petani belum bisa melaksanakannya adalah terbatasnya ketersediaan

pupuk dan kendala ekonomi. Selain itu disebabkan oleh rendahnya pengetahuan petani dan

terbatasnya ketersediaan informasi mengenai teknologi pemupukan spesifik lokasi. Penggunaan

bibit muda umur < 21 hari setelah tanam memberikan keuntungan, antara lain adalah tanaman

tidak stres akibat pencabutan bibit di persemaian, pengangkutan dan penanaman kembali di

sawah dibandingkan dengan bibit yang lebih tua. Penanaman bibit 1 – 3 batang per lubang tanam

bermanfaat untuk efisiensi bibit, mengurangi persaingan antar tanaman dalam menyerap unsur

hara yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan mengurangi persaingan dalam perkembangan akar,

memudahkan penyulaman jika ada tanaman yang rusak atau mati dalam pertumbuhan awal, serta

pertumbuhan vegetatif akan lebih baik dengan jumlah anakan yang lebih banyak (Badan Litbang

Pertanian, 2010).

Page 271: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

264 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Dilihat dari aspek R/C ratio dan B/C ratio, usahatani padi sawah dengan penerapan

komponen teknologi PTT yang direkomendasikan lebih menguntungkan dibandingkan dengan

teknologi budidaya eksisting di tingkat petani, dengan masing-masing nilai R/C ratio dan B/C

ratio pada teknologi eksisting adalah 2,28 dan 1,28 menjadi 4,29 dan 3,29 pada saat penggunaan

komponen teknologi PTT padi sawah. Senada dengan hasil analisis, hasil pengkajian yang

dilakukan oleh Pramono, dkk (2005) serta Krismawati, A (2010) juga menunjukkan bahwa

penerapan komponen teknologi PTT padi sawah mampu meningkatkan produktivitas dan

pendapatan petani.

KESIMPULAN

Penerapan teknologi dalam usahatani padi petani kooperator masih tergolong sederhana

sehingga perlu adanya perbaikan teknologi budidaya padi di tingkat petani melalui pendekatan

PTT. Melalui penerapan komponen teknologi PTT, usahatani padi sawah di tingkat petani

menghasilkan produksi dan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani

eksisting. Pendapatan petani meningkat 137,29% dari sebelum penerapan komponen teknologi

PTT.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Pertanian. 2010. Pedoman Umum PTT Padi Sawah. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Kemeterian Pertanian. Jakarta.

Badan Litbang Pertanian. 2011. Pedoman Umum Spectrum Diseminasi Multi Channel. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kemeterian Pertanian. Jakarta.

BPS Prov. Bengkulu. 2011. Bengkulu Dalam Angka. Bengkulu. Badan Pusat Statistik Provinsi

Bengkulu. Bengkulu.

Kaniawati, et al. 2012. Keragaan Usahatani Padi Sawah Sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu

(PTT) (Kasus pada Kelompok Tani Cigaru Desa Papayan Kecamatan Jatiwaras

Kabupaten Tasikmalaya) (online). http://www.google.co.id/#hl =id&tbo= d&sclient= psy-

ab&q=keragaan+ usahatani+ padi+sawah+ sistem+ pengelolaan +tanaman +terpadu+

%28PTT %29&oq= keragaan+usahatani +padi+sawah+sistem+pengelolaan+tanaman

+terpadu+%28PTT%29&gs_l=hp.3...18793.46485.0.50978.83.77.6.0.0.1.1021.21682.0j2j5

6j8j9j1j0j1.77.0...0.0...1c.1.2.hp.xZjOgoQHkXE&pbx=1&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.r_qf.&bv

m=bv.41934586,d.bmk&fp=a44487d69bcab9c&biw=1366&bih=655. (Diakses 1 Oktober

2012). Bengkulu.

Krismawati, A dan Angraeni, H. 2010. Kajian Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)

Padi Sawah di Kabupaten Madiun (online).

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=jurnal+peningkatan+produktivitas+padi+melal

ui+PTT&source=web&cd=8&cad=rja&ved=0CEcQFjAH&url=http%3A%2F%2Fpaparisa.

unpatti.ac.id%2Fpaperrepo%2Fppr_iteminfo_lnk.php%3Fid%3D36&ei=0hdpUNj4JIfLrQe

ws4CQBQ&usg=AFQjCNGAwFFYVgt9kq7MkQzmSdhIOzuKKA. (Diakses 1 Oktober

2012). Bengkulu.

Pramono Joko, et al. 2005. Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Melalui Pendekatan

Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (online). http://agrise.ub.ac.id /

vol_x_3_2010_7.html. (Diakses 1 Oktober 2012). Bengkulu.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Wahyu, Wibawa. 2010. Petunjuk Pelaksanaan Pendampingan SL-PTT Padi dan Jagung di

Provinsi Bengkulu. Bengkulu. Balai pengkajian Teknolog Pertanian Bengkulu. Bengkulu.

Page 272: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

265 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SIKAP ANGGOTA

KELOMPOK AFINITAS TERHADAP PROGRAM

AKSI DESA MANDIRI PANGAN DI PEKON RANTAU TIJANG

KECAMATAN PARDASUKA KABUPATEN TANGGAMUS

PROVINSI LAMPUNG

Akhmad Ansyor, Zikril Hidayat dan Nia Kaniasari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : sikap anggota kelompok afinitas terhadap Program Aksi Desa

Mandiri Pangan di Pekon Rantau Tijang Kecamatan Pardasuka Kabupaten Tanggamus; dan faktor-faktor yang

berhubungan dengan sikap anggota kelompok afinitas terhadap tahap-tahap Program Aksi Desa Mandiri Pangan di

Pekon Rantau Tijang Kecamatan Pardasuka Kabupaten Tanggamus. Penentuan lokasi dilakukan dengan sengaja

(purposive) yaitu di Pekon Rantau Tijang Kecamatan Pardasuka Kabupaten Tanggamus, karena Pekon Rantau Tijang

merupakan salah satu desa yang termasuk dalam kategori desa mandiri pangan di Provinsi Lampung menurut Badan

Ketahanan Pangan Provinsi Lampung. Data dianalisis secara deskriptif kuantitatif menggunakan Uji Korelasi Rank

Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) sikap anggota kelompok afinitas berdasarkan komponen sikap

terhadap tahap-tahap Program Aksi Desa Mandiri Pangan adalah baik; dan (2) Faktor-faktor yang berhubungan dengan

sikap anggota kelompok afinitas berasal dari dalam diri anggota kelompok afinitas (faktor internal) dan berasal dari

luar diri anggota kelompok afinitas/lingkungan (faktor eksternal). Faktor yang berasal dari dalam diri anggota

kelompok afinitas (faktor internal) yaitu umur, tingkat pendidikan, kemampuan menerima pesan/informasi, dan

keberanian mengambil resiko. Faktor yang berasal dari luar anggota kelompok afinitas adalah lamanya berusaha

produktif dan informasi yang didapat tentang Program Aksi Desa Mandiri Pangan. Responden yang menjadi objek

penelitian di Pekon Rantau Tijang berjumlah 70 orang. Seluruh responden adalah anggota kelompok afinitas yang

mempunyai usaha produktif di bidang on farm, off farm, dan non farm. Kegiatan yang dilakukan responden yaitu

usaha tani cabe, ternak kambing, dan distribusi pupuk. Usaha tani cabe dilakukan oleh kelompok Harapan Mekar,

ternak kambing dilakukan oleh kelompok Bina Usaha, serta kegiatan distribusi pupuk dilakukan oleh kelompok Ngudi

Makmur.

Kata Kunci : Kelompok Afinitas, sikap, program aksi

PENDAHULUAN

Untuk mengatasi masalah ketahanan pangan yang terjadi saat ini, pemerintah aktif

melaksanakan pembangunan pertanian, mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris yang

sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Untuk itu, yang menjadi fokus pemerintah

dari pembangunan pertanian saat ini diarahkan pada upaya untuk pengentasan kemiskinan dan

kerawanan pangan. Sudah banyak program pemerintah yang telah dilaksanakan untuk

pengentasan kemiskinan, akan tetapi kemiskinan di Indonesia masih menjadi salah satu masalah

fundamental yang perlu konsentrasi yang lebih untuk menanggulanginya. Meskipun banyak

program yang dilakukan, namun jika kita melihat kenyataan yang ada, terdapat penduduk di

Indonesia yang tergolong miskin. Kenyataan ini menunjukkan bahwa program-program yang

telah dilakukan oleh pemerintah belum maksimal guna menurunkan tingkat kemiskinan di

Indonesia.

Tahun 2007, tingkat Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) mencapai

108.984 jiwa di luar fakir miskin dan 785.041 fakir miskin. Sementara itu, Pemerintah Provinsi

Lampung bersama Pemerintah Kota/Kabupaten baru berhasil menangani 51.342 PMKS atau

47,15 persen dari total jumlah yang ada. Penyebab utama peningkatan kemiskinan antara lain

ketidaksiapan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menghadapi perkembangan zaman, pengaruh

globalisasi dan berbagai gejolak sosial ekonomi, politik, dan pergeseran nilai budaya. Selain itu,

perencanaan pembangunan masih bersifat konvensional, pengaruh instabilitas politik, serta

minimnya pemberdayaan koperasi dalam pengentasan kemiskinan (Badan Pusat Statistik Provinsi

Lampung, 2009).

Berdasarkan Rumusan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian tahun 2005

(Badan Ketahan Pangan Daerah, 2009), dalam tahun 2005-2009, pertumbuhan sektor pertanian

(diluar perikanan dan kehutanan) diharapkan mencapai rata-rata 3,29 % per tahun. Untuk

tahun 2005 dan 2006 ditargetkan tumbuh 2,97% dan 3,17%. Sasaran penyerapan tenaga kerja

Page 273: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

266 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

tahun 2005 adalah 41,3 juta orang, dan tahun 2006 naik menjadi 41,9 juta orang. Jumlah

penduduk miskin diperdesaan ditargetkan turun dari 18,9% tahun 2005 menjadi 17,9% tahun

2006, dan tahun 2009 ditargetkan turun menjadi 15% dari total penduduk. Untuk mengurangi

kemiskinan, maka pemerintah melakukan Kegiatan Pembangunan Pertanian. Kegiatan

Pembangunan Pertanian Tahun 2005-2009 dilaksanakan melalui Tiga Program, yaitu: (1)

Program Peningkatan Ketahanan Pangan, (2) Program Pengembangan Agribisnis dan (3)

Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Operasionalisasi Program Peningkatan Ketahanan

Pangan dilakukan melalui peningkatan produksi pangan; menjaga ketersediaan pangan yang

cukup, aman, dan halal di setiap daerah setiap saat; dan antisipasi agar tidak terjadi kerawanan

pangan. Operasionalisasi Program Pengembangan Agribisnis dilakukan melalui pengembangan

sentra/kawasan agribisnis komoditas unggulan. Operasionalisasi Program Peningkatan

Kesejahteraan Petani dilakukan melalui pemberdayaan penyuluhan, pendampingan, penjaminan

usaha, perlindungan harga gabah, kebijakan proteksi dan promosi lainnya (Rumusan Musyawarah

Perencanaan Pembangunan Pertanian, 2005 dalam Badan Ketahan Pangan Daerah 2009)).

Salah satu upaya pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan dan kerawanan pangan

yaitu dengan Program Aksi Desa Mandiri Pangan (Proksi DEMAPAN). Dengan program

tersebut diharapkan masyarakat desa mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan

pangan dan gizi, sehingga dapat menjalani hidup sehat dan produktif serta berkelanjutan.

Program Aksi Desa Mandiri Pangan merupakan program bantuan dana yang diperuntukkan bagi

kelompok afinitas yang melaksanakan kegiatan berupa on farm, off farm, dan non farm.

Berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Program Aksi Desa Mandiri Pangan (2008 dalam Badan

Ketahanan Pangan Daerah, 2008), Program Aksi Desa Mandiri Pangan meliputi empat tahapan

pelaksanaan, yaitu: (1) tahap persiapan, (2) tahap penumbuhan, (3) tahap pengembangan, dan (4)

tahap kemandirian.

Berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Program Aksi Desa Mandiri Pangan (2009, dalam

Badan Ketahanan Pangan Daerah, 2009) kelompok afinitas merupakan suatu kelompok yang

terdiri dari anggota yang memiliki kecendrungan mengalami kerawanan pangan dan yang

melakukan usaha produktif di bidang on farm, off farm, dan non farm. Usaha yang termasuk

kedalam kegiatan on farm antara lain bertani, berternak, berkebun, dan lain-lain. Yang termasuk

ke dalam kegiatan off farm adalah kegiatan diversifikasi vertikal yaitu pengolahan produk

pertanian menjadi produk lain yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi misalnya

pembuatan tempe, pembuatan tahu, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan yang tergolong non

farm yaitu usaha perkreditan, koperasi, dan lain-lain. Anggota kelompok afinitas adalah

orang/individu yang tergolong miskin dan rawan pangan serta masuk ke dalam data dasar (data

base) Program Aksi Desa Mandiri Pangan.

BAHAN DAN METODA

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei – Oktober tahun 2010 di Pekon Rantau Tijang

Kecamatan Pardasuka Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung. Penelitian ini dilakukan dengan

metode survei di lapangan (Masri Singarimbun, 1989). Data yang dihasilkan terdiri dari data

primer dan data sekunder. Data primer diambil melalui metode wawancara dengan responden

dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner). Data yang dikumpulkan mencakup faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi : Umur, Tingkat Pendidikan, Kemampuan

Menerima Pesan/Informasi, Keberanian Mengambil Resiko. Factor eksternal meliputi : Lamanya

Berusaha/Kegiatan Produktif, Informasi Mengenai Program Aksi Desa Mandiri Pangan. Data

selanjutnya dianalisis secara deskriptif kuantitatif.

Page 274: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

267 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik responden

Umur

Komposisi umur responden di Pekon Rantau Tijang bervariasi dari umur 20 sampai 62

tahun. Komposisi umur tersebut masih merupakan kelompok umur produktif yang diharapkan

mempunyai sikap yang baik terhadap Program Aksi Desa Mandiri Pangan. Komposisi umur

responden di Pekon Rantau Tijang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi umur responden di Pekon Rantau Tijang Tahun 2010.

Klasifikasi umur Selang (tahun) Responden (jiwa) Persentase (%)

Muda 20 – 34 34 48,57

Setengah baya 35 – 49 22 31,43

Tua 50 – 62 14 20,00

Jumlah 70 100,00

Rata-rata 37 (Setengah baya)

Sumber : Data terolah 2010.

Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada sebaran umur 35 –

49 tahun. Dari sebaran tersebut dapat diketahui bahwa responden termasuk pada klasifikasi

setengah baya dan tergolong kedalam usia produktif. Secara teoritis, semakin muda usia

seseorang maka seseorang tersebut akan semakin produktif karena taraf kematangan sebagai

orang dewasa mulai terpenuhi baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotor.

Menurut Rukminto (1994), usia produktif yaitu klasifikasi usia mulai dari 26 tahun

hingga 55 tahun yang dicirikan dengan (1) seseorang tersebut dapat mengembangkan kemampuan

untuk mencapai tanggung jawab sosial sebagai warga negara secara lebih dewasa, (2) dapat

memantapkan dan memelihara standar kehidupan ekonomi (personal maupun keluarga), (3) dapat

mengembangkan kegiatan rekreasional yang biasa dilakukan oleh orang dewasa, dan (4) dapat

menyesuaikan diri serta dapat menerima perubahan fisik yang terjadi apabila telah mencapai usia

setengah baya dan usia tua. Pengklasifikasian usia produktif erat kaitannya dengan karakteristik

sosial seseorang yang selanjutnya dapat mempengaruhi pola sikap dan pola berperilaku

perempuan tani dalam melakukan kegiatan usahatani.

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang dijalani oleh responden.

Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pendidikan responden di Pekon Rantau tijang berkisar antara

3 tahun sampai dengan 15 tahun. Secara rinci tingkat pendidikan responden tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Tingkat pendidikan responden di Pekon Rantau Tijang Tahun 2010.

Klasifikasi Selang (tahun) Responden (jiwa) Persentase (%)

Rendah 02 – 06 53 75,71

Sedang 07 – 11 9 12,86

Tinggi 12 – 15 8 11,43

Jumlah 70 100,00

Rata-rata 6 (Rendah)

Sumber : Data terolah 2010.

Tabel 2 menunjukkan bahwa Tingkat pendidikan responden di Pekon Rantau Tijang

umumnya sudah cukup baik, yaitu rata-rata sudah mencapai 6 tahun atau sederajat dengan

sekolah dasar (SD). Keadaan ini menunjukkan, meskipun tingkat pendidikan responden tidak

tinggi tetapi mereka telah mengenal baca dan tulis sehingga dapat menunjang dalam menerima

informasi dan memperlancar komunikasi antara anggota kelompok dengan penyuluh pertanian

lapangan (PPL). Kendala yang dialami oleh responden dalam mencapai tingkat pendidikan yang

lebih tinggi adalah tingkat pendapatan serta sarana pendidikan yang masih kurang.

Page 275: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

268 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Kemampuan menerima pesan atau informasi

Kemampuan menerima pesan atau informasi dapat diartikan sebagai kemampuan dari

responden untuk dapat menerima hingga melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada di dalam

Program Aksi desa Mandiri Pangan. Secara rinci kemampuan responden dalam menerima pesan

atau informasi tertera pada tabel 3.

Tabel 3. Kemampuan responden dalam menerima pesan atau informasi di Pekon Rantau Tijang

Tahun 2010.

Klasifikasi Selang (skor) Responden (jiwa) Persentase (%)

Buruk 0 – 33,33 0 0,00

Sedang 33,34 – 66,66 0 0,00

Baik 66,67 – 100 70 100,00

Jumlah 70 100,00

Rata-rata 78,80 (Baik)

Sumber : Data terolah 2010.

Tabel 3 menunjukkan bahwa kemampuan responden dalam menerima pesan atau

informasi termasuk ke dalam klasifikasi baik, dengan jumlah responden sebanyak 70 jiwa yang

berarti bahwa responden telah mampu untuk menerima pesan atau informasi yang diberikan

kepadanya dan ia telah menguasai pesan atau informasi tersebut untuk dapat disampaikan kepada

orang lain. Secara teoritis, jika semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin

tinggi pula kemampuan seseorang itu dalam menerima pesan atau informasi.

Keberanian mengambil resiko

Keberanian mengambil resiko adalah kesanggupan dan keberanian responden dalam

menerima pesan atau menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Secara rinci keberanian

responden untuk mengambil resiko tertera pada tabel 4.

Tabel 4. Keberian responden untuk mengambil resiko di Pekon Rantau Tijang Tahun 2010.

Klasifikasi Selang (skor) Responden (jiwa) Persentase (%)

Tidak Berani 0,00 – 33,33 0 0,00

Kurang Berani 33,34 – 66,66 0 0,00

Berani 66,67 – 100,0 70 100,00

Jumlah 70 100,00

Rata-rata 77,41 (Berani)

Sumber : Data terolah 2010.

Tabel 4 menunjukkan bahwa responden termasuk ke dalam klasifikasi berani dalam

upaya pengambilan resiko, artinya semua responden mempunyai keberanian dalam pengambilan

resiko. Semakin berani responden mengambil resiko maka akan semakin baik sikap responden

dalam Program Aksi Desa Mandiri Pangan. Keberanian mengambil resiko dapat terlihat pada

saat responden melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada di dalam Program Aksi desa Mandiri

Pangan ini.

Lamanya berusaha/kegiatan produktif

Lamanya berusahatani atau pengalaman berusahatani adalah jumlah tahun responden

yang bekerja sampai dengan dilakukannya penelitian. Lamanya berusahatani responden dapat

mengindikasikan seberapa besar anggota kelompok dapat memberikan sumbangan pengetahuan

dan keterampilan pada kelompok afinitas. Lamanya berusaha/kegiatan produktif secara rinci

tertera pada Tabel 5.

Page 276: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

269 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 5. Lamanya responden berusaha/kegiatan produktif responden di Pekon Rantau Tijang

Tahun 2010.

Klasifikasi Lamanya berusaha (thn) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Rendah 01 – 12 48 68,57

Sedang 13 – 24 17 24,29

Tinggi 25 – 33 5 7,14

Jumlah 70 100,00

Jumlah rata-rata 10 tahun (rendah)

Sumber : Data terolah 2010.

Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar lamanya responden berusaha/kegiatan

produktif berada pada klasifikasi rendah (1 – 12 tahun) sebanyak 48 responden (68,57%), dengan

rata rata pengalaman usahatani yaitu 10 tahun (rendah). Secara teoritis, semakin tinggi

pengalaman berusaha/kegiatan produktif responden maka semakin baik sikap responden dalam

Program Aksi Desa Mandiri Pangan. Pada kenyataan di lapang responden menempati klasifikasi

rendah yang berarti pengalaman yang diperoleh dalam berusahatani adalah rendah/sedikit. Alasan

yang dapat dikemukakan adalah sebagian besar responden adalah penduduk pendatang yang

berasal dari wilayah lain yang mobilisasi ke wilayah tersebut, sehingga waktu yang diusahakan

responden untuk berusaha/kegiatan produktif masih sedikit. Selain itu, masyarakat yang sudah

berpengalaman dalam berusaha/kegiatan produktif di Pekon Rantau Tijang tidak termasuk

responden (anggota kelompok afinitas).

Informasi Mengenai Program Aksi Desa Mandiri Pangan

Seberapa banyak informasi yang diperoleh responden tentang Program Aksi Desa

Mandiri Pangan adalah semua informasi yang ada hubungannya dengan Program Aksi Desa

Mandiri Pangan. Secara rinci seberapa banyak informasi yang diperoleh responden tentang

Program Aksi Desa Mandiri Pangan tertera pada tabel 6.

Tabel 6. Banyaknya informasi responden tentang Program Aksi Desa Mandiri Pangan di Pekon

Rantau Tijang Tahun 2010.

Klasifikasi Selang (skor) Responden (jiwa) Persentase (%)

Sedikit 0,00 – 33,33 0 0,00

Sedang 33,34 – 66,66 0 0,00

Banyak 66,67 – 100,0 70 100,00

Jumlah 70 100,00

Rata-rata 77,70 (Banyak)

Sumber : Data terolah 2010.

Tabel 6 menunjukkan bahwa informasi yang diperoleh responden tentang Program Aksi

Desa Mandiri Pangan termasuk ke dalam klasifikasi Banyak. Banyaknya informasi yang

diperoleh responden karena Pekon Rantau Tijang adalah salah satu lokasi Program Aksi Desa

Mandiri Pangan yang telah berhasil dalam pemberdayaan kelompok serta proses berputarnya

modal, sehingga banyak instansi pemerintah ataupun swasta yang berkunjung ke Pekon Rantau

Tijang. Semakin banyak instansi pemerintah ataupun swasta yang berkunjung maka informasi

yang diperoleh responden tentang Program Aksi Desa Mandiri Pangan semakin banyak pula.

Selain itu, dengan berhasilnya Program Aksi Desa Mandiri Pangan di Pekon Rantau Tijang

semakin bertambah pula program pemerintah atupun swasta yang diberikan untuk Pekon Rantau

Tijang, misalnya PNPM Mandiri dan Program Lumbung Padi.

Hubungan Antara Sikap Terhadap Program Aksi desa Mandiri Pangan

Variabel bebas (variabel X) pada penelitian ini yaitu umur responden, tingkat

pendidikan responden, kemampuan responden menerima pesan/informasi, keberanian responden

mengambil resiko, lamanya responden berusaha produktif, dan informasi yang didapat oleh

Page 277: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

270 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

responden tentang Program Aksi Desa Mandiri Pangan. Variabel terikat (variabel Y) yaitu sikap

anggota kelompok afinitas terhadap tahap-tahap Program Aksi Desa Mandiri Panga yang terinci

pada Tabel 7. Hasil persamaan menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan

sikap anggota afinitas tidak semua berhubungan nyata dengan sikap anggota kelompok afinitas

terhadap Program Aksi Desa Mandiri Pangan. Pada variabel X1 (umur) dan X5 (lama berusaha

produktif) tidak terdapat hubungan nyata terhadap sikap anggota kelompok afinitas pada taraf

nyata 5% dan 1% atau selang kepercayaan 95% dan 99%, pada variabel X2 (tingkat pendidikan)

terdapat hubungan nyata terhadap sikap anggota kelompok afinitas pada taraf nyata 5% atau

selang kepercayaan 95%, sedangakan variabel X3 (kemampuan menerima pesan), X4 (lama

berusaha produktif) dan X6 (Informasi tentang DMP) berhubungan nyata terhadap sikap anggota

kelompok afinitas pada taraf nyata 1% atau selang kepercayaan 99%.

Tabel 7. Hubungan antara variabel X dan variabel Y Program Aksi Desa Mandiri Pangan di

Pekon Rantau Tijang Tahun 2010.

No. Variabel X Variabel Y rs thitung ttabel

0.05 0.01

1 Umur Sikap anggota

Kelompok afinitas

terhadap tahap-tahap

Program Aksi Desa

Mandiri Pangan

0,111 0,92tn 1,97 2,65

2 Tingkat pendidikan 0,287 2,47* 1,97 2,65

3 Kemampuan menerima pesan 0,928 20,54** 1,97 2,65

4 Keberanian mengambil resiko 0,725 8,68** 1,97 2,65

5 Lama berusaha produktif 0,077 0,64tn 1,97 2,65

6 Informasi tentang DMP 0,900 17,03** 1,97 2,65

Keterangan: * = nyata pada 5 %

** = sangat nyata pada 1 %

tn = tidak nyata

Berdasarkan teori Mar’at (1981) bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap

berasal dari faktor internal dan faktor eksternal. Setelah melakukan penelian ternyata teori mar’at

(1981) tidak semua berhubungan nyata dengan sikap, karena terdapat variabel dari faktor internal

yang tidak berhubungan nyata terhadap sikap anggota kelompok afinitas, walaupun semua faktor

eksternal berhubungan nyata terhadap sikap anggota kelompok afinitas dengan taraf nyata 5%

dan 1%.

KESIMPULAN

1. Sikap anggota kelompok afinitas berdasarkan komponen sikap terhadap tahap-tahap Program

Aksi Desa Mandiri Pangan adalah baik.

2. Faktor internal yang berhubungan dengan sikap anggota kelompok afinitas adalah umur,

tingkat pendidikan, kemampuan menerima pesan/informasi dan keberanian mengambil resiko.

Sedangkan faktor eksternal adalah lamanya berusaha produktif dan informasi yang didapat

tentang Program Aksi Desa Mandiri Pangan.

DAFTAR PUSTAKA

BKP Prov. Lampung. 2009. Proyek Pelaksanaan Program Aksi Desa Mandiri Pangan. Badan

Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Lampung. Bandar Lampung

BPS Prov. Lampung. 2009. Provinsi Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi

Lampung. Bandar Lampung.

Mar’at, 1981. Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya. Penerbit PT. Ghalia Indonesia.

Jakarta.

Rukminto. 1994. Karakteristik Petani Indonesia. Penerbit PT Dharma Putra. Jakarta

Siegel, S. 1994. Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Penerbit PT. Gramedia.

Jakarta.

Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survei. Penerbit LP3ES. Jakarta.

Page 278: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

271 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI KELAPA SAWIT RAKYAT DI KABUPATEN SELUMA

Zul Efendi, Wahyuni Amelia Wulandari dan Alfayanti

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

ABSTRAK

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang potensial yang banyak dibudidayakan di Kabupaten

Seluma. Untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik, kelapa sawit membutuhkan pemanfaatan faktor-faktor

produksi yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kelapa

sawit rakyat di Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu. Pengkajian dilaksanakan di Kecamatan Air Periukan dan

Kecamatan Seluma Selatan Kabupaten Seluma pada bulan Mei 2012. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

dengan responden berjumlah 76 orang. Responden yang dipilih merupakan petani kelapa sawit yang telah

menghasilkan (umur tanaman diatas 3 tahun). Penelitian dilaksanakan pada dua lokasi egroekosistem yaitu perkebunan

kelapa sawit rakyat di lahan kering dan perkebunan kelapa sawit rakyat dilahan gambut. Pengumpulan data dilakukan

dengan metode survei berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui informasi yang dihimpun

dari responden menggunakan daftar pertanyaan yang disusun secara terstruktur (kuesioner) meliputi identitas

responden, kelembagaan, kepemilikan lahan dan ternak, aksebilitas wilayah serta faktor produksi kelapa sawit.

Sedangkan data skunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Dinas Instansi terkait. Data yang diperoleh di analisis

dengan menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas yang diolah dengan teknik analisis OLS (Ordinary Least

Square). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi produksi kelapa sawit di Kabupaten Seluma

adalah umur tanaman berpengaruh nyata positif sebesar 56,10%, curahan tenaga kerja berpengaruh nyata positif

sebesar 46,30%, frekuensi pemupukan berpengaruh nyata positif sebesar 7,70% serta variabel dummy jenis lahan .

Kata Kunci : faktor produksi, mempengaruhi, kelapa sawit

PENDAHULUAN

Dalam usaha pertanian, produksi diperoleh melalui suatu proses yang cukup panjang

dan penuh resiko. Panjangnya waktu yang dibutuhkan tidaklah sama, tergatung pada jenis

komoditas yang diusahakan. Tidak hanya waktu, kecukupan faktor produksi pun turut sebagai

penentu pencapaian produksi. Menurut Sasongko (2010) keberhasilan budidaya suatu jenis

komoditas tergantung pada kultivar tanaman yang ditanam, agroekologi/lingkungan tempat

tumbuh tempat melakukan budidaya tanaman dan pengelolaan yang dilakukan oleh

petani/pengusaha tani. Menurut Daniel (2002) proses produksi baru bisa berjalan bila persyaratan

yang dibutuhkan dapat dipenuhi, persyaratan ini lebih dikenal dengan faktor produksi. Faktor

produksi terdiri dari empat komponen yaitu tanah, modal, tenaga kerja dan skill atau manajemen.

Masing-masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama lainnya.

Kalau salah satu faktor tidak tersedia, maka poses produksi tidak akan berjalan, terutama tiga

faktor tersebut diatas (Asnil dkk, 2010). Faktor-faktor produksi tersebut merupakan sesuatu yang

mutlak harus tersedia yang akan lebih sempurna kalau syarat kecukupan pun dapat terpenuhi.

Kegiatan produksi merupakan kegiatan dalam lingkup yang agak sempit karena hanya

membahas aspek mikro. Sehingga dalam mempelajari aspek ini, hubungan input produksi dan

output produksi mendapatkan perhatian utama. Peranan input bukan hanya saja dapat dilihat dari

segi macamnya atau tersedianya dalam waktu yang tepat, tetapi juga dapat ditinjau dari segi

efisiensi penggunaannya.

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang perkembangannya

cukup pesat dibandingkan dengan komoditas lain terutama terjadi di Sumatera dan Kalimantan.

Untuk seluruh Indonesia, pada tahun 1986 luas pertanaman kelapa sawit hanya sekitar 593.800

ha, semenjak tahun 2001 sampai 2006 perkembangan luas tanaman kelapa sawit cukup pesat

yaitu: 4.713.000 (2001); 5.067.000 ha (2002); 5.239.000 ha (2003) 5.284.000 ha (2004);

5.454.000 ha (2005) dan 6.074.000 ha (2006) (Ditjen Perkebunan, 2007).

Kabupaten Seluma merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Bengkulu yang

memiliki potensi tanaman perkebunan. Usaha perkebunan di Kabupaten Seluma sebagian besar

dilakukan oleh rumah tangga perkebunan rakyat dan sisanya oleh perusahaan pekebunan.

Tanaman perkebunan yang banyak diusahakan adalah kopi, karet dan kelapa sawit dengan total

luas diperkirakan mencapai 65.802 hektar atau sebesar 94,65% dari total luas lahan perkebunan

Page 279: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

272 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

rakyat diKabupaten Seluma. Pada tahun 2010 luas lahan tanaman kelapa sawit mencapai 31.174

hektar atau 44,84%, luas tanaman karet mencapai 26.272 hektar atau 37,79% sedangkan untuk

tanaman kopi mencapai 8.357 hektar atau 12,02% dari total luas lahan perkebunan rakyat.

Kelapa sawit sebagai salah satu komoditas yang memiliki peranan penting sebagai

penghasil devisa negara terbesar memiliki peranan yang penting sehingga perlu dilakukan

penelitian untuk mengetahui faktor-faktor penentu produksi yang mempengaruhinya. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kelapa sawit rakyat di

Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu sehingga diharapkan dapat dibentuk sebuah sistem

perkebunan kelapa sawit rakyat dengan tingkat produksi yang tinggi.

BAHAN DAN METODA

Pengkajian dilaksanakan di Kecamatan Air Periukan dan Kecamatan Seluma Selatan

Kabupaten Seluma pada bulan Mei 2012. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan

responden berjumlah 76 orang. Responden yang dipilih merupakan petani kelapa sawit yang telah

menghasilkan (umur tanaman diatas 3 tahun). Pengkajian ini dilaksanakan pada dua lokasi

egroekosistem yaitu perkebunan kelapa sawit rakyat di lahan kering dan perkebunan kelapa sawit

rakyat dilahan gambut. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei berupa data primer

dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui informasi yang dihimpun dari responden

menggunakan daftar pertanyaan yang disusun secara terstruktur (kuesioner) meliputi identitas

responden, kelembagaan, kepemilikan lahan dan ternak, aksebilitas wilayah serta faktor produksi

kelapa sawit sedangkan data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Dinas Instansi

terkait. Untuk menentukan faktor yang berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit digunakan

analisis kuantitatif melalui pendungaan Ordinary Least Square (OLS). Analisis ini dilakukan

melalui pendekatan fungsi produksi bertipe Cobb-Douglas yaitu suatu fungsi atau persamaan

yang melibatkan dua variabel atau lebih, variabel yang satu disebut variabel independent (Y) dan

yang lain disebut variabel dependent (X) yang secara matematis formulasinya dapat dituliskan

sebagai berikut :

Y = aX1b1

X2b2

X3b3

X4b4

X5b5

X6b6

eD1+u

Agar fungsi produksi Cobb-Duoglas dapat diestimasi dengan metode OLS maka

diubah kedalam bentuk logaritma natural sebagai berikut:

Ln Y = Lna+b1LnX1+b2LnX2+b3LnX3+b4LnX4+b5LnX5+b6LnX6+b7LnD1+u

dimana: Y = produksi kelapa sawit (kg)

X1 = luas lahan (ha)

X2 = jumlah populasi tanaman (pohon)

X3 = Umur tanaman (tahun)

X4 = jumlah pestisida (ml)

X5 = jumlah curahan tenaga kerja (HOK)

X6 = frekuensi pemupukan (kali/tahun)

D1 = dummy jenis lahan (D1= lahan kering, D0= lahan gambut)

a = Intersep

bi = Koefisien

e = Logaritma regresi

u = Kesalahan pengganggu

Untuk mengetahui goodness of fit dari model dilihat dari nilai R2. Model dikatakan baik

apabila nilai R2 mendekati 1. Untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel

terikat secara serentak dilakukan dengan pengu-jian uji F. Selanjutnya untuk mengetahui

pengaruh dari masing-masing variabel bebas secara individu/parsial digunakan uji t.

Page 280: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

273 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Petani kelapa sawit di Kabupaten Seluma didominasi oleh petani yang berumur relatif

muda yaitu berusia 20-39 tahun (48,68%) dengan jumlah tanggungan keluarga paling banyak

berkisar 3-5 orang (Tabel 1). Umur merupakan salah satu faktor penunjang dalam keberhasilan

suatu kegiatan usaha karena berkaitan dengan semangat, tenaga, kondisi fisik seseorang serta

tingkat produktifitas kerja dimana umur produktif seseorang berada pada kisaran umur antara 15-

55 tahun (Rosman, 2000).

Petani kelapa sawit di Kabupaten Seluma rata-rata mengenyam pendidikan formal

selama 8,13 tahun dan bila diasumsikan setiap orang menyelesaikan setiap jenjang tepat waktu

maka dapat dikatakan rata-rata petani telah menamatkan Sekolah Dasar (SD) namun belum

menamatkan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dengan tingkat pendidikan ini diasumsikan

dapat menunjang keberhasilan petani dalam mengelola usahataninya apalagi didukung oleh

pengalaman berusahatani kelapa sawit rata-rata selama 8,80 tahun.

Tabel 1. Karakteristik petani kelapa sawit di Kabupaten Seluma tahun 2012.

No Karakteristik Kelompok Jumlah (orang) Persentase (%) Rata-rata

1. Umur (tahun) 20-39

40-59

60-79

37

30

9

48,68

39,47

11,84

41,68

2. Jumlah anggota

rumah tangga (jiwa)

0-2

3-5

6-8

28

44

4

36,84

57,89

5,26

3,96

3. Pendidikan (tahun) 0-5

6-11

12-17

3

55

8

3,94

72,36

23,68

8,13

4. Pengalaman

Usahatani (tahun)

3-7

8-12

13-17

31

39

6

40,80

51,31

7,89

8,80

Sumber: data primer diolah 2012.

Karakteristik Usahatani

Dilihat dari karakteristik usahatani, terlihat luas lahan rata-rata yang diusahakan oleh

petani untuk berusahatani kelapa sawit di Kabupaten Seluma seluas 1,41 ha dengan jumlah

populasi rata-rata berjumlah 178,47 pohon. Bila dikonversikan dalam satuan per hektar, maka

jumlah populasi tanaman kelapa sawit petani di Kabupatn Seluma berjumlah 125,57

pohon/hektar (Tabel 2). Jumlah ini lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah populasi pohon

produktif yang ditanam dengan susunan paling ekonomis yaitu 143 pohon per hektar ( Fauzi,

2002 dalam Wijayanti dan Mudakir, 2013).

Tabel 2. Karakteristik usahatani kelapa sawit di Kabupaten Seluma tahun 2012.

No Karakteristik Kisaran Rata-rata

1 Luas lahan (ha) 0,4 - 5,5 1,41

2 Jumlah populasi (pohon) 40 - 680 178,47

3 Umur tanaman (tahun) 3 - 20 7,92

4 Frekuensi pemupukan (kali/thn) 0,5 - 6 2,73

5 Jumlah penggunaan pupuk (kg/thn) 0 - 36.000 2.651,25

6 Jumlah penggunaan pestisida (ltr/thn) 0 - 60 11,14

7 Curahan tenaga kerja (HOK/thn) 13 - 300 54,68

Sumber : data primer 2012.

Rata-rata umur kelapa sawit yang diusahakan petani adalah 7,92 tahun. Bila

berdasarkan umur tanaman maka kelapa sawit petani berada pada kelompok tanaman muda dan

Page 281: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

274 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

apabila dikelompokkan berdasarkan masa berbuah maka termasul kedalam kelompok tanaman

menghasilkan (TM). Pada masa berbuah, kelapa sawit membutuhkan perawatan seperti

pemupukan dan pengendalian organisme penganggu tanaman (OPT). Dalam satu tahun, rata-rata

petani melakukan pemupukan sebanyak 2,73 kali dengan jumlah pupuk 2.651,25 kg/tthn. Jenis

pupuk yang digunakan antara lain urea, KCL, SP-36, NPK Phonska, kompos dan dolomit.

Kegiatan pemupukan ini dilakukan bertujuan untuk menambah ketersediaan unsur hara didalam

tanah terutama agar tanaman dapat menyerapnya sesuai dengan kebutuhan (Mursidah, 2009).

Dalam mengendalikan organisme pengganggu tanaman, petani melakukan kegiatan

penyemprotan gulma dan hama. Jumlah pestisida yang digunakan oleh petani dalam

pemeliharaan kelapa sawitnya sejumlah 11, 14 ltr/ha/thn terdiri dari herbisida dan insektisida.

Jenis herbisida yang banyak digunakan oleh petani dengan merk dagang gramaxone, kleen up,

dan lindomin. Sedangkan jenis insektisida yang banyak digunakan adalah regent. Jenis pupuk dan

pestisida yang digunakan oleh petani adalah pupuk dan pestisida yang tersedia di kios-kios

pertanian di desa mereka.

Jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh petani berjumlah 54,68 HOK/tahun. Tenaga

kerja ini digunakan pada kegiatan pemupukan, penyiangan, penyemprotan hama dan penyakit

serta panen dan pengangkutan hasil panen. Penyerapan tenaga kerja terbanyak adalah pada

kegiatan panen dan pengangkutan hasil panen dengan frekuensi panen antara 18 dan 24 kali per

tahun.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kelapa Sawit

Hasil analisis regresi model menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2)

diperoleh sebesar 0,641 artinya secara bersama-sama variabel luas lahan, jumlah populasi, umur

tanaman, jumlah pestisida, curahan tenaga kerja,frekuensi pemupukan dan jenis lahan

mempengaruhi produksi kelapa sawit sebesar atau 64,10 % sedangkan sisanya dipengaruhi oleh

faktor lain yang belum dimasukkan dalam model. Nilai F hitung (17,376) (signifikan pada taraf

kepercayaan 99%) menunjukkan bahwa semua variabel yang ada di dalam model analisis secara

bersama-sama berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit (Tabel 3). Dengan demikian model

yang digunakan dalam estimasi fungsi produksi ini dapat dikategorikan telah memadai.

Tabel 3. Hasil analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kelapa sawit di

Kabupaten Seluma tahun 2012.

Variabel bi t hitung

Konstanta 2,847 2,771

Luas lahan (X1) -0,050 -0,240

Jumlah populasi (X2) 0,293 1,612

Umur tanaman (X3) 0,561 4,855***

Jumlah pestisida (X4) -0,006 -0,232

Curahan tenaga kerja (X5) 0,463 4,701***

Frekuensi pemupukan (X6) 0,077 2,067*

Jenis lahan (D1) 0,024 1,712*

R2 0,641

F hitung 17,376***

Keterangan : ***signifikan pada taraf kepercayaan 99%, *signifikan pada taraf kepercayaan 90%

Sumber : data primer diolah 2012

Secara parsial analisis terhadap variabel bebas yang mempengaruhi produksi

menunjukkan bahwa variabel umur tanaman, curahan tenaga kerja, frekuensi pemupukan dan

jenis lahan berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi kelapa sawit. Sedangkan variabel luas

lahan, jumlah populasi kelapa sawit dan jumlah pestisida tidak berpengaruh nyata terhadap

produksi kelapa sawit.

Umur tanaman berpengaruh nyata positif terhadap produksi kelapa sawit rakyat di

Kabupaten Seluma. Hal ini dibuktikan dengan nilai t hitung (4,855) > t tabel (2,642) dengan

Page 282: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

275 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

koefisien regresi sebesar 0,561 pada taraf kepercayaan 99%. Dengan asumsi variabel yang lain

ceteris paribus maka peningkatan umur tanaman sebesar 1 persen akan meningkatkan total

produksi sebesar 56,10 persen. Umur tanaman kelapa sawit petani rata-rata berumur 7,92 tahun

hal ini berarti kelapa sawit petani mulai memasuki masa produktivitas maksimal karena

produktivitas maksimal kelapa sawit dapat dicapai ketika tanaman berumur 7-11 tahun dengan

produksi optimal dapat dicapai saat rata-rata umur tanaman 15 tahun ( Lubis,1992 dalam

Prihutami, 2011).

Jumlah tenaga kerja juga berpengaruh nyata positif terhadap produksi kelapa sawit pada

taraf kepercayaan 99% dengan nilai t hitung (4,701) > t tabel (2,642). Dengan asumsi variabel

yang lain ceteris paribus maka peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar 1 persen akan

meningkatkan total produksi sebesar 46,30 persen. Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang

penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi. Tenaga kerja lebih penting dari faktor

produksi lain seperti bibit, tanah dan air, sebab manusialah yang menggerakkan faktor-faktor

tersebut untuk menghasilkan sesuatu jenis barang (Bukit dan Bakir (1998) dalam Mariyah (2004).

Salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh tenaga kerja adalah kegiatan pemeliharaan tanaman

seperti pemupukan. Frekuensi pemupukan juga berpengaruh nyata positif terhadap produksi

kelapa sawit pada taraf kepercayaan 90% dimana nilai t hitung (2,067) > t tabel (1,665). Dengan

asumsi variabel yang lain ceteris paribus maka peningkatan frekuensi pemupukan sebesar 1

persen akan meningkatkan total produksi sebesar 7,70 persen. Kegiatan pemupukan merupakan

salah satu kegiatan perawatan tanaman yang bertujuan untuk mendapatkan target produksi

Tandan Buah Segar (TBS) yang optimal dan mendapatkan kualitas minyak yang baik

(Adiwiganda dan Siahaan, 1994 dalam Prihutami, 2011). Menurut Puslitbangbun (2010)

pemupukan kelapa sawit sebaiknya dilakukan 2-3 kali tergantung pada kondisi lahan, jumlah

pupuk, umur dan kondisi tanaman.

Jenis lahan kering memiliki potensi menghasilkan produksi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan lahan gambut dibuktikan dengan hasil analisis dengan taraf kepercayaan

90% menunjukkan bahwa nilai t hitung (1,712) > t tabel (1,665). Kelapa sawit menghendaki

tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase baik dan memiliki lapisan solum yang dalam tanpa

lapisan padas. Walaupun demikian, kelapa sawit juga dapat tumbuh dengan baik di lahan gambut

dengan syarat ketebalan gambut tidak lebih dari 1 meter (Sasongko, 2010). Kandungan bahan

organik yang sangat tinggi pada gambut merupakan sumber unsur hara yang sangat potensial

untuk mendukung produksi kelapa sawit (Listyanto, 2000).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Faktor produksi umur tanaman berpengaruh nyata positif sebesar 56,10%, curahan tenaga

kerja berpengaruh nyata positif sebesar 46,30%, frekuensi pemupukan berpengaruh nyata

positif sebesar 7,70% serta variabel dummy jenis lahan.

S a r a n

1. Tanaman kelapa sawit telah melewati masa produktivitas maksimal perlu dipertimbangkan

untuk dilakukan peremajaan tanaman sehingga penggunaan faktor produksi tenaga kerja dan

pemupukan lebih efisien.

2. Perluasan lahan kelapa sawit disarankan untuk dilakukan di lahan kering karena akan

menghasilkan produksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan lahan gambut.

DAFTAR PUSTAKA

Asnil, S., H.B. Tarmizi, dan W.A. Pratomo. 2010. Analisis Produksi Pendapatan dan Alih Fungsi

Lahan di Kabupaten Labuhan Batu. http://jurnalmepaekonomi.blogspot. com. [3 Oktober

2012]

Daniel, M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penrbit PT. Bumi Aksara. Jakarta

Page 283: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

276 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Listyanto. 2000. Budidaya Tanaman Sawit (Elaeis Guineensis Jacg) Di Lahan Gambut.

http://www.biopz.com/index.[ 7 Juni 2012]

Mariyah. 2004. Analisis Kebutuhan Modal dan Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Di PT.REA

Kaltim Plantations. Jurnal EPP 1 (2): 41:50

Mursidah. 2009. Optimalisasi Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit. Jurnal EPP 6 (2): 9-15

Prihutami, N.D. 2011. Analisis Faktor Penentu Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Tanaman

Kelapa Sawit di Sungai Bahaur Estate (SBHE) PT Bumitama Gunajaya Agro (PT BGA)

Wilayah VI Metro Cempaga Kota Waringin Timur Kalimantan Tengah. Skripsi

Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor.Bogor. ;115.

Puslitbangbun. 2010. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Rosman. 2000.Tingkat Produktfitas Kerja Terhadap Umur Petani di Indonesia. Jurnal Pertanian

No 87 :12-19

Sasongko, P.E. 2010. Studi Kesesuaian Lahan Potensial Untuk Tanaman Kelapa Sawit Di

Kabupaten Blitar. Jurnal Pertanian MAPETA 7 (2): 72 – 134

Wijayanti, R.T dan B. Mudakir. 2013. Analisis Keuntungan dan Skala Usaha Perkebunan Kelapa

Sawit Gerbang Serasan. Diponegoro Journal Of Economics 2 (1): 1-7

Page 284: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

277 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

KARAKTERISTIK PETANI DAN PENDAPATAN

USAHATANI KAKAO DI DESA SUROBALI

KABUPATEN KEPAHIANG

Afrizon dan Herlena Bidi Astuti

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

ABSTRAK

Kakao merupakan tanaman perkebunan utama yang diusahakan oleh sebagian besar petani di Desa Surobali

kabupaten Kepahiang, teknik budidaya yang sederhana sudah dapat membuat petani mengandalkan usahatani kakao

sebagai sumber pendapatan rumah tangga. Data di ambil pada bulan februari-maret 2012 di desa surobali kecamatan

Ujan Mas Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara terhadap

petani kakao untuk memperoleh informasi dari responden yang dipilih secara acak berjumlah 30 orang dengan

menggunakan kuesioner. Penelitian bertujuan untuk melihat karakteristik petani dan menghitung pendapatan serta rasio

biaya pendapatan usahatani kakao di desa surobali Kabupaten Kepahiang. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa

petani masih mengusahakan perkebunan kakao dengan cara tradisional dan sederhana dengan hasil produksi rata-rata

pertahun 845,6 kg ,total biaya yang dikeluarkan oleh petani rata-rata Rp. 3.765.500 pertahun dan pendapatan petani

sebesar Rp. 7.989.800 pertahun. Nilai rasio B/C sebesar 2,12 yang artinya usahatani kakao layak untuk menjadi

andalan uasahatani perkebunana andalan petani.

Kata kunci : pendapatan. petani, kakao, desa surobali

PENDAHULUAN

Kabupaten Kepahiang merupakan salah satu sentra penghasil kakao di Provinsi

Bengkulu. Secara geografis terletak pada 101055’19” sampai dengan 103

001’29” bujur timur

(BT) dan 02043’07” sampai dengan 03

046’48” Lintang Selatan (LS). Luas wilayah Kabupaten

Kepahiang adalah 66.500 ha yang terdiri dari 8 Kecamatan dan 120 Kelurahan dan Desa.

Sebagian besar wilayah Kabupaten Kepahiang berada pada ketinggian 500-1.000 meter diatas

permukaan laut (dpl) dengan jenis tanah kompleks podsolik coklat, padsol dan latosol. Jumlah

hari hujan rata-rata pada tahun 2010 adalah 26 hari/bulan dengan jumlah curah hujan 280

mm/bulan. Suhu udara tertinggi di Kabupaten Kepahiang 24,70C dan suhu terendah 20,2

0C,

dengan kelembaban rata-rata 87%/bulan.

Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas andalan yang cukup prospektif di

Propinsi Bengkulu karena didukung oleh kesesuaian agroekosistim dan kondisi sosial masyarakat

petani yang mengusahakannya. Luas areal perkebunan Kakao rakyat di Bengkulu mencapai saat

ini seluas 14.363 ha dengan produksi 1.822,60 ton. Dari luasan tersebut 6.040 ha (42,05 %)

berada di Kabupaten Kepahiang. Pada tahun 2005 Pemerintah daerah Kabupaten Kepahiang

sudah mengembangkan tanaman Kakao sebanyak 4 juta batang untuk petani dengan luas

mencapai 2000 ha. Penanaman kakao sudah lama dibudidayakan petani Kepahiang, namun

penangan usahatani belum dilakukan secara intensif dan sesuai dengan anjuran dari PUSLIT

KOKA sehingga hasil yang didapatkan oleh petani belum maksimal.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat karakteristik dan pendapatan petani

perkebunan kakao.

BAHAN DAN METODA

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu di desa

Surobali Kabupaten Kepahiang dengan pertimbangan daerah ini merupakan sentra perkebunan

kakao dan kopi. Jumlah sampel 30 orang petani kakao yang di ambil dengan metode simple

random sampling. Data di ambil pada bulan februari-maret 2012 di desa Suro Bali Kecamatan

Ujan Mas Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu. Pengumpulan data dilakukan dengan cara

wawancara terhadap petani untuk memperoleh informasi dari responden dengan menggunakan

kuesioner. Data yang di amati meliputi:

1. Identitas responden meliputi :

umur, pendidikan, kepemilikan lahan, dan tanggungan keluarga.

Page 285: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

278 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

2. Karakteristik usahatani kakao meliputi :

Kepemilikan lahan garapan, dan produktivitas lahan kakao yang dimiliki oleh responden.

3. Pendapatan usahatani kakao yang meliputi :

Biaya produksi (upah tenaga kerja,pupuk,pestisida,), hasil produksi dan harga jual. Untuk

mengetahui pendapatan usahatani kakao dihitung dengan persamaan:

∏ = TR – TC

TR = Y x PY

Keterangan : ∏ = Pendapatan (Rp/Tahun)

TR = Total penerimaan (Rp/Tahun)

TC = Total Biaya (Rp/Tahun)

Y = produksi (Kg/Tahun)

PY = Harga Produksi

4. Rasio biaya pendapatan yang dianalisis dengan rumus : B/C = ∏ /TC

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Petani Kakao

a. Identitas responden

Rata-rata umur petani responden adalah 43,73 tahun hal ini menunjukkan bahwa

usahatani kakao dilakukan oleh petani pada usia produktif. Pada usia produktif kegiatan

usahatani dapat dikerjakan secara optimal dengan curahan tenaga kerja fisik yang tersedia

(Nuryanti dan sahara, 2008). Menurut Soekartawi (1988) bahwa makin muda petani biasanya

mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga mereka

berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih

belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut, begitu pula pendidikan bahwa

mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi

teknologi dan sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah agak sulit untuk melaksanakan

adopsi inovasi dengan cepat.

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir dan daya nalar seseorang

biasanya seseorang yang mengenyam pendidikan cukup lama akan lebih rasional dalam

bertindak dan menjalankan usahanya. pendidikan petani kakao cukup rendah rata-rata 8 tahun

artinya rata-rata petani tidak sampai menyelesaikan wajib belajar dari pemerintah yaitu

mengenyam pendidikan minimal Sembilan (9) tahun. Jumlah anggota keluarga dominan pada

kisaran 3-5 orang yaitu sebanyak 21 petani atau 70 % dari responden. Banyaknya anggota

keluarga bisa menjadi tambahan tenaga kerja dalam usahatani.

b. Kepemilikan lahan

Petani responden memiliki berbagai jenis lahan untuk berbagai jenis usaha tani.

Semua petani responden (100%) memiliki lahan perkebunan dengan diversifikasi lahan kakao-

kopi yang cukup tinggi (93,3%) petani memiliki luasan lahan antara 0,25 – 2 ha dengan rata-

rata luasan 1,025 ha; petani yang memiliki lahan perkebunan kopi monokultur (36%); petani

yang memiliki lahan tegalan (30%). Sedangkan lahan sawah dengan kepemilikan rata-rata

0,31 ha (26,6%) dimana lahan sawah ini sangat berpengaruh terhadap ketahan pangan dan

ketersediaan beras yang merupakan bahan makanan pokok daerah petani responden.

Lahan yang dikelola oleh petani merupakan lahan milik sendiri. Tingginya

kepemilikan luasan lahan memungkinkan bagi petani untuk mendapatkan tambahan

penghasilan dari berbagai jenis usaha tani sehingga modal untuk membuka luasan lahan

perkebunan kakao sangat mungkin untuk dilakukan seperti menambah populasi tanaman

kakao pada lahan perkebunan kopi karena 36% petani memiliki lahan perkebunan kopi dengan

rata-rata luas lahan 0,41 ha.

Page 286: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

279 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Produktivitas Kakao

Rata-rata umur tanaman kakao petani responden diatas 5 tahun atau berada pada umur

produktif. Bibit yang ditanam oleh petani merupakan klon unggul bantuan Pemerintah Kabupaten

Kepahiang, berupa bibit hibrida F1 yang terdiri dari 3 klon yaitu ICS 01, ICS 06, dan ICS 12.

Pemeliharaan tanaman kakao yang dilakukan oleh petani di Desa Suro Bali belum optimal

sehingga produktivitas juga belum optimal. Produktivitas kakao disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Rata rata produktivitas kakao petani di desa Suro Bali Tahun 2012 (kg/ha/thn)

No Produktivitas No Produktivitas No Produktivitas

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

960

960

216

720

480

960

1.120

800

336

960

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

480

240

1200

384

36

600

720

800

840

1200

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

1.440

240

1.440

960

960

480

1.920

720

960

1.920

Jumlah 25.052 ,00 kg/ha/thn

Rata-rata 835,06 kg/ha/thn

Pada Tabel 1, terlihat produktifitas rata rata kakao masih rendah yaitu 835,06 kg/ha/th.

Panen dilakukan dengan interval 10 - 14 hari secara terus menerus setiap tahunnya. Rata-rata

dalam setahun petani melakukan panen selama 8 bulan karena 3 - 4 bulan merupakan bulan

kering dan tanaman menunjukan stagnasi pada proses pembungaan dan pembuahan. Hasil ini

masih jauh lebih rendah dari potensi produksi tanaman kakao. Pada kondisi optimal dengan

kesesuaian lahan dan klon unggul tanaman kakao dapat berproduksi diatas 2 ton/ha/th.

Pendapatan petani kakao

Biaya usahatani terdiri dari biaya tenaga kerja (pemupukan, penyemprotan,

pemangkasan, penyiangan, panen dan pengeringan biji ), biaya pembelian pupuk dan pestisida.

Pendapatan merupakan nilai keuntungan usahatani petani yang diperoleh dari selisih penerimaan

dengan biaya usahatani (Nuryati dan sahara, 2008). Biaya terbanyak yang dikeluarkan oleh petani

adalah biaya tenaga kerja sebesar Rp. 3.149.000,- atau 83,62% dari total biaya yang dikeluarkan

oleh petani (Tabel 2).

Tabel 2. Rata-rata biaya produksi pertahun usahatani kakao setelah menghasilkan di desa Suro

Bali Kepahiang.

No uraian Jumlah ( Rp )

1. Biaya tenaga kerja

- Pemangkasa 215.250,-

- Penyiangan 645.750,-

- Penyemprotan 41.000,-

- Pemupukan 38.750,-

- Pemanenan 1.655.000,-

- Pengeringan 553.500,-

Jumlah (1) 3.149.000,-

2. Biaya pestisida 358.300,-

3. Pembelian pupuk 258.300,-

Total biaya (1+2+3) 3.765.500,- (a)

4. Penerimaan ( Produksixharga) 11.755.200,- (b)

5. Pendapatan ( b – a ) 7.989.700,-

Page 287: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

280 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Harga yang diterima oleh petani berbeda-beda tergantung dengan kualitas biji yang

dihasilkan. Kisaran harga adalah Rp 12.000-15.000 banyaknya serangan penyakit terutama hama

PBK membuat hasil produksi sangat sedikit dari potensi hasil lebih dari 2 ton perhektar, petani

Surobali hanya menghasilkan rata-rata 845,6 kg/hektar selain serangan hama dan penyakit petani

juga belum menerapkan teknologi yang tepat dalam usahataninya seperti pemupukan yang hanya

dilakukan oleh sebagian kecil petani dan biaya untuk pemupukan cukup rendah yaitu 7,8 % dari

total biaya yang dikeluarkan. Rata-rata pendapatan petani dari usahatani kakao adalah sebesar Rp.

7.989.800 jika di hitung B/C ratio dari usahatani kakao didapatkan nilai 2,12 yang artinya

usahatani kakao di desa Surobali Kepahiang masih menguntungkan karena masih bisa

menjanjikan pendapatan 2,12 kali dari biaya yang dikeluarkan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Usahatani kakao masih dilakukan dengan cara sederhana dan tradisional, pendapatan rata-rata

petani Rp. 7.989.716 pertahun dengan B/C 2,12 yang artinya usahatani kakao di desa surobali

secara finansial layak untuk di usahakan.

Saran

Masih diperlukan bimbingan dan penyuluhan kepada petani agar penerapan teknologi budidaya

kakao bisa lebih baik sehingga hasil yang diterima petani bisa optimal.

DAFTAR PUSTAKA

BPS Prov. Bengkulu. 2009. Provinsi Bengkulu dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Provinsi

Bengkulu. Bengkulu.

Disbun Prov. Bengkulu. 2011. Statistik Perkebunan Provinsi Bengkulu. Dinas Perkebunan

Provinsi Bengkulu.

Puslit Koka. 2004. Panduan Lengkap Budi Daya Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao

Indonesia. Penerbit; Agro Media Pustaka. Jakarta.

Nuryati S dan Sahara dewi. 2008. Analisis Karakteristik Petani dan Pendapatan Usahatani

Kakao Di Sulawesi Tenggara. SOCA 8 :3 halman 318-322.

Soekartawi.1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian.Penerbit Universitas Indonesia (UI-

Press). Jakarta.

Page 288: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

281 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

MINAT PETANI TERHADAP KOMPONEN PTT PADI SAWAH

Siti Rosmanah, Wahyu Wibawa dan Alfayanti

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

ABSTRAK

Penelitian untuk mengetahui minat petani terhadap komponen PTT padi sawah telah dilaksanakan di Desa

Sukamerindu Kecamatan Kepahiang dan Desa Bumisari Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang pada bulan Maret

2012. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan metode survei pada 64 orang responden yang

dipilih secara acak. Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data primer yang diambil melalui wawancara

dengan bantuan kuesioner berupa identitas responden, minat petani terhadap komponen PTT dasar dan minat petani

terhadap komponen PTT pilihan. Untuk melihat kombinasi komponen dasar dan komponen pilihan yang paling banyak

diminati oleh petani dilakukan analisis menggunakan uji statistik Chi Kuadrat satu sampel. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa komponen PTT dasar yang paling banyak diminati adalah pemupukan berdasarkan kebutuhan

tanaman dan status hara tanah (81,25%) dan pengaturan tanaman secara optimum atau legowo (67,19%), sedangkan

komponen PTT pilihan yang paling banyak diminati adalah pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam (89,06%)

serta panen tepat waktu dan gabah segera dirontok (57,81%). Sedangkan berdasarkan pengujian statistik dengan Chi

Kuadrat, kombinasi komponen dasar, terdapat 3 kombinasi yang paling banyak diminati yaitu kombinasi label dan

legowo, kombinasi VUB, organik dan legowo serta kombinasi label, organik dan legowo. Sedangkan kombinasi

komponen PTT pilihan yang paling diminati adalah kombinasi tanah dan panen, kombinasi tanah, bibit muda dan

panen serta kombinasi tanah, 1-3 batang dan panen.

Kata kunci : komponen PTT, komponen dasar, komponen pilihan, minat

PENDAHULUAN

Padi merupakan salah satu komoditi strategis dalam pembangunan pertanian di

Indonesia. Kebutuhan bahan pangan berupa beras terus meningkat seiring dengan pertambahan

jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi perkapita akibat peningkatan pendapatan (Ditjen

Tanaman Pangan, 2011). Sehingga perlu adanya usaha peningkatan produksi beras agar

kebutuhan beras dalam negeri terpenuhi. Produktivitas padi hingga saat ini masih belum optimal

karena menghadapi beberapa kendala yaitu a) masih rendahnya efisiensi pemupukan; b) belum

efektifnya pengendalian hama penyakit; c) penggunaan benih kurang bermutu dan varietas yang

dipilih kurang adaptif; d) kahat hara K dan unsur mikro; e) sifat fisik tanah tidak optimal; f)

pengendalian gulma kurang optimal (Pramono, et al., 2005).

Salah satu cara yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas adalah melalui

pendekatan PTT. Menurut Departemen Pertanian (2007), budidaya padi model PTT pada

prinsipnya memadukan berbagai komponen teknologi yang saling menunjang (sinergis) guna

meningkatkan efektivitas dan efisiensi usahatani. Kemajuan teknologi seperti perakitan varietas

baru, Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL), peningkatan monitoring hama/penyakit, dan

penggunaan bahan organik yang disertai dengan penerapan beberapa komponen teknologi yang

saling menunjang (penyiangan dengan alat gasrok, pengairan berselang, penggunaan bibit

tunggal, dan cara tanam) di 28 kabupaten selama tahun 2002-2003 meningkatkan hasil panen

rata-rata 19% dan pendapatan petani 15%. Hasil yang diharapkan dari kegiatan PTT adalah (1)

kebutuhan beras nasional dapat terpenuhi, (2) pendapatan petani dapat ditingkatkan, dan (3)

usaha pertanian padi dapat terlanjutkan.

Provinsi Bengkulu memiliki areal sawah seluas 95.356 ha dengan luas panen 133.629

ha dan produksi total 516.868 ton dengan produktivitas berada pada kisaran 4,05 ton/ha (BPS

Provinsi Bengkulu, 2011), jumlah ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas

nasional yang telah mencapai 5,03 ton/ha (Ditjen Tanaman Pangan, 2011). Produktivitas padi di

Kabupaten Kepahiang sebagai salah satu lokasi penghasil masih berada pada kisaran 3,87 ton/ha

(BPS Kabupaten Kepahiang, 2011). Penyebab masih rendahnya produktivitas padi adalah

penggunaan komponen PTT padi sawah belum dilaksanakan secara optimal. Menurut Wibawa

(2011), penggunaan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi dan benih bersertifikat di tingkat

petani masih rendah, penggunaan pupuk yang belum rasioanl dan efisien, penggunaan pupuk

organik yang belum populer dan budidaya spesifik lokasi masih belum diadopsi dan terdifusi

secara baik.

Page 289: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

282 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk

mengetahui minat petani terhadap penggunaan komponen PTT. Diharapkan setelah diketahui

minat petani maka proses pendampingan yang dilakukan oleh penyuluh di lapangan disesuaikan

dengan minat petani. Sehingga proses adopsi akan lebih mudah dilakukan.

BAHAN DAN METODA

Penelitian dilakukan pada bulan Maret tahun 2012 di Desa Sukamerindu Kecamatan

Kepahiang dan Desa Bumisari Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang. Lokasi penelitian

ditentukan secara sengaja (purposive) karena kedua desa tersebut merupakan salah satu sentra

penghasil padi di Kabupaten Kepahiang.

Pendataan dilakukan secara survei pada 64 orang petani padi sawah yang dipilih secara

acak. Data yang digunakan berupa data primer yang diambil melalui wawancara dengan bantuan

daftar pertanyaan terstruktur (langsung) berupa umur, tingkat pendidikan, lama berusahatani,

luas penguasaan lahan, jumlah tanggungan keluarga serta minat petani terhadap komponen PTT.

Jawaban untuk pemilihan komponen PTT dibagi menjadi dua yaitu komponen dasar dan

komponen pilihan. Baik komponen dasar maupun komponen pilihan diberikan simbol (Tabel 1).

Tabel 1. Komponen dasar maupun komponen pilihan diberikan simbol.

No. Komponen PTT Simbol

A. Komponen Dasar

1. Varietas unggul baru VUB

2. Benih bermutu dan berlabel Label

3. Pemberian bahan organik (pengembalian jerami kesawah/kompos) Organik

4. Pengaturan tanaman secara optimum Legowo

5. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah Pupuk

6. Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT OPT

B. Komponen Pilihan 1. Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam Tanah

2. Penggunaan bibit muda (< 21 hari) Bibit muad

3. Tanam bibit 1-3 batang per rumpun 1-3 batang

4. Pengairan secara efektif dan efisien Pengairan

5. Penyiangan dengan landak atau gasrok Penyiangan

6. Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok Panen

Analisis kombinasi komponen dasar dan komponen pilihan yang dipilih dianalisis

dengan menggunakan uji statistik Chi Kuadrat (X2). Chi kuadrat yang digunakan adalah chi

kuadrat satu sampel yang merupakan teknik statistik untuk menguji hipotesis bila dalam populasi

terdiri atas dua atau lebih kelas di mana data berbentuk nominal dan jumlah sampelnya cukup

besar (Sugiyono, 2011).

Dimana : X2 = Chi kuadrat

= Frekuensi yang diobservasi

= Frekuensi yang diharapkan

( ) =

Page 290: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

283 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Karakteristik respoden yang terdiri dari umur, tingkat pendidikan, lama berusahatani,

luas penguasaan lahan, status kepemilikan lahan dan jumlah tanggungan keluarga disajikan pada

Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi karakteristik responden di Kabupaten Kepahiang.

No Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%) Rata-rata

A Umur (tahun) 39,42

1. 20 - 40 39 60,94

2. 41 - 60 23 35,94

3. > 60 2 3,13

B Pendidikan (tahun) 8,44

1. 0 - 6 27 42,19

2. 7 - 12 20 31,25

3. > 12 17 26,56

C Lama berusahatani (tahun) 15,05

1. 1 - 15 37 57,81

2. 16 - 30 20 31,25

3. >30 7 10,94

D Penguasaan lahan (ha) 0,76

1. 0,0 - 1,0 57 89,06

2. 1,1 - 2,0 6 9,38

3. >2,0 1 1,56

E Tanggungan keluarga (orang) 3,56

1. 0 - 3 26 40, 36

2. 4 - 6 37 57,81

3. >6 1 1,56

Sumber: data primer diolah 2012.

Rata-rata umur responden adalah 39,42 tahun dengan persentase terbanyak pada umur

20-40 tahun sebanyak 60,94%, kemudian kisaran umur 41-60 tahun sebanyak 35,94% dan

sisanya pada kisaran umur 61-80 sebanyak 3,13% (Tabel 1). Secara umum dapat dilihat bahwa

sebagian besar petani responden tergolong dalam usia produktif. Menurut Saridewi dan Siregar

(2010) usia produktif berada pada kisaran usia 15-64 tahun. Semakin muda usia petani biasanya

mempunyai semangat tinggi untuk mengetahui berbagai hal yang belum diketahui. Sehingga

mereka biasanya berusaha lebih cepat untuk melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya

mereka masih belum berpengalaman terhadap adopsi inovasi tersebut (Soekartawi, 1988).

Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap pola pikir dan daya nalar. Sehingga

semakin lama seseorang mengenyam pendidikan maka pola pikir dan daya penalarannya akan

semakin rasional (Saridewi dan Siregar, 2010). Menurut Soekartawi (1988), mereka yang

berpendidikan tinggi relatif cepat dalam melaksanakan adopsi teknologi. Begitu juga sebaliknya

mereka yang berpendidikan rendah relatif lebih agak sulit untuk melaksanakan adopsi inovasi

dengan cepat. Tingkat pendidikan responden berada pada kriteria pendidikan sedang dimana

penduduk tamat SD ke atas berkisar antara 30-60% (Prabayanti, 2010). Rata-rata tingkat

pendidikan responden adalah 8,44 tahun artinya apabila disesuaikan dengan sistem pendidikan di

Indonesia, pendidikan responden rata-rata belum menamatkan SMP.

Lama berusahatani rata-rata 15,05 tahun dengan kisaran tertinggi pada 1-15 tahun

57,81%, 16-30 tahun 31,25% dan > 30 tahun 10,94%. Menurut Murdy (2010) pengalaman

usahatani merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung keberhasilan usahatani.

Pengalaman yang tinggi di dalam berusahatani suatu komoditi akan memudahkan di dalam

Page 291: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

284 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

mengadopsi teknologi baru. Karena secara umum pengalaman berusahatani akan mempengaruhi

keterampilan berusahatani.

Luas penguasaan lahan merupakan keseluruhan luas lahan yang diusahakan oleh petani

responden, baik milik sendiri, sewa maupun gaduh. Menurut Prabayanti (2010), luas penguasaan

lahan akan berpengaruh terhadap adospi inovasi karena luas penguasaan lahan akan

mempengaruhi banyaknya pendapatan yang diterima oleh petani. Luas penguasaan lahan rata-rata

petani di Kabupaten Kepahiang adalah 0,76 ha. Berdasarkan pembagian luas penguasaan lahan,

kriteria penguasaan lahan yang dimiliki oleh petani berada pada golongan sedang.

Jumlah tanggungan keluarga menurut Prabayanti (2010) akan berpengaruh terhadap

perekonomian keluarga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka akan semakin

meningkat pula kebutuhan keluarga. Hal ini akan menyebabkan biaya hidup semakin besar.

Berdasarkan hasil pada Tabel 1, jumlah tanggungan keluarga responden rata-rata adalah 4-6

orang 57,81%, jumlah tanggungan keluarga 0-3 sebanyak 40,63% sedangkan jumlah tanggungan

keluarga > 6 orang hanya 1,56%.

Minat petani terhadap komponen PTT dasar

Berdasarkan hasil kajian, komponen PTT dasar yang diminati oleh petani adalah

pemupukan spesifik lokasi (81,25%), pengaturan populasi tanaman (67,19%), benih bermutu dan

berlabel (57,81%), varietas unggul baru (39,06%), pemberian bahan organik melalui

pengembalian jerami (39,06%) dan pengendalian OPT dengan PHT (29,69%). Persentase minat

petani terhadap komponen dasar PTT pada Tabel 3.

Minat petani terhadap pemupukan spesifik lokasi merupakan komponen PTT dasar

yang paling banyak diminati. Rekomendasi pemupukan yang ada saat ini merupakan

rekomendasi pemupukan secara umum untuk semua wilayah tanpa memperhatikan kondisii tanah

dan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara. Rekomendasi pemupukan untuk

Kabupaten Kepahiang berdasarkan Permentan nomor 40 tahun 2007 adalah 250 kg Urea, 75 kg

SP-36 dan 50 kg KCl. Walaupun rekomendasi pemupukan telah ada, akan tetapi dosis

pemupukan yang dilakukan oleh petani masih belum sesuai dengan rekomendasi. sehingga

produktivitasnya belum optimal. Selain itu kebiasaan petani yang membakar atau membuang

jerami menjadi salah penyebab semakin menurunnya kesuburan tanah sawah. Kebiasaan petani

untuk membakar atau membuang jerami merupakan hal yang sangat merugikan karena jerami

selain mengandung unsur hara juga merupakan salah satu sumber bahan organik yang sangat

aksesible bagi petani. Sehingga dengan mengembalikan jerami baik secara langsung maupun

melalui proses pengomposan maka akan mengembalikan sebagian unsur hara yang terbawa pada

saat panen (Husnain, 2010).

Tabel 3. Persentase minat petani terhadap komponen dasar PTT.

No. Komponen dasar Jumlah Persen (%)

1. Varietas unggul baru 25 39,06

2. Benih bermutu dan berlabel 37 57,81

3. Pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami 25 39,06

4. Pengaturan populasi tanaman 43 67,19

5. Pemupukan spesifik lokasi 52 81,25

6. Pengendalian OPT dengan PHT 19 29,69

Sumber : Data primer diolah tahun 2012.

Sedangkan untuk komponen dasar yang paling sedikit diminati oleh petani adalah

pengendalian OPT dengan pendekatan PHT. Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT

merupakan pendekatan pengendalian yang memperhitungkan faktor ekologi sehingga

pengendalian yang dilakukan agar tidak mengganggu keseimbangan alami dan tidak

menimbulkan kerugian (Departemen Pertanian, 2007). Pengendalian OPT dengan pendekatan

PHT masih belum banyak dilakukan oleh petani. Pengendalian OPT yang dilakukan oleh petani

masih dilakukan tanpa memperhitungkan kondisi ekologi sehingga menyebabkan terganggunya

keseimbangan alami.

Page 292: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

285 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Berdasarkan hasil pemilihan kombinasi komponen PTT dasar diperoleh beberapa

kombinasi dengan kombinasi yang paling banyak diminati adalah kombinasi antara penggunaan

benih berlabel dengan pengaturan populasi tanaman atau sistem jajar legowo (Tabel 4).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square, terdapat 5 kombinasi

komponen PTT dasar yang paling banyak diminati. Kombinasi komponen dasar dengan jumlah

responden terbanyak yaitu 5 orang adalah kombinasi benih berlabel dan bersertifikat dengan

legowo; VUB, penggunaan pupuk organik dengan pengaturan populasi tanaman melalui sistem

legowo; benih bermutu dan berlabel, penggunaan pupuk organik dengan sistem legowo.

Sedangkan kombinasi komponen dasar yang dipilih oleh 4 responden adalah penggunaan benih

berlabel, pengaturan populasi tanaman melalui sistem tanam legowo, dengan pemupukan spesifik

lokasi.

Komponen PTT dasar yang paling banyak diminati adalah pengaturan populasi tanaman

atau yang biasa disebut legowo. Sistem jajar legowo diartikan sebagai cara tanam padi sawah

yang memiliki beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong. Baris tanaman (dua atau lebih)

dan baris kosongnya (setengahnya lebar di kanan dan di kirinya) disebut satu unit legowo. Bila

terdapat dua baris tanam per unit legowo maka disebut legowo 2:1, sementara jika empat baris

tanam per unit legowo disebut legowo 4:1, dan seterusnya. Pemilihan komponen ini oleh petani

karena sistem tanam legowo mempunyai beberapa keuntungan yaitu sirkulasi udara dan

pemanfaatan sinar matahari lebih baik untuk pertanaman, pengendalian gulma dan pemupukan

dapat dilakukan dengan baik. Selain itu, tanam jajar legowo juga memberikan ruang tumbuh yang

lebih longgar sekaligus populasi yang lebih tinggi (BB padi, 2012).

Tabel 4. Pilihan kombinasi komponen dasar PTT di Kabupaten Kepahiang.

No. Kombinasi Jumlah petani Persentase (%)

1. Benih 1 1,56

2. Legowo 1 1,56

3. VUB dan label 1 1,56

4. VUB dan legowo 1 1,56

5. VUB dan pupuk 1 1,56

6. Label dan legowo 5 7,81

7. Label dan OPT 1 1,56

8. Organik dan dan legowo 1 1,56

9. Pupuk dan OPT 1 1,56

10 Legowo dan OPT 1 1,56

11. VUB, label, dan organik 1 1,56

12. VUB, label dan legowo 1 1,56

13. VUB, organik dan pupuk 5 7,81

14. VUB, organik, dan pupuk 1 1,56

15. VUB, legowo dan pupuk 1 1,56

16. Label, organik dan legowo 5 7,81

17. Label, organik dan pupuk 1 1,56

18. Label, organik, dan OPT 1 1,56

19. Label, legowo, dan pupuk 4 6,25

20. Label, legowo, dan OPT 2 3,13

21. Organik, legowo, dan pupuk 3 4,69

22. Organik, legowo, dan OPT 3 4,69

23. Organik, pupuk, dan OPT 1 1,56

24. VUB, label, organik, dan legowo 3 4,69

25. VUB, label, organik, dan pupuk 1 1,56

26. VUB, label, organik, dan OPT 1 1,56

27. VUB, organik, legowo, dan OPT 4 6,25

28. VUB, legowo, pupuk, dan OPT 1 1,56

29. Label, organik, legowo, dan OPT 2 3,13

30. Label, organik, legowo, dan OPT 3 4,69

31. Organik, legowo, pupuk, dan OPT 2 3,13

32. VUB, label, organik, legowo, dan OPT 3 4,69

33. Label, organik, legowo, pupuk, dan OPT 1 1,56

Jumlah 64 100,00

Sumber : Data primer diolah tahun 2012.

Page 293: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

286 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Minat petani terhadap komponen PTT pilihan

Berdasarkan hasil kajian minat petani terhadap komponen PTT pilihan secara berturut-

turut adalah pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam (89,06%), panen tepat waktu dan

gabah segera dirontokkan (57,81%), penggunaan bibit muda (56,25%), tanam bibit 1-3 batang per

rumpun (43,75%), penyiangan dengan landak atau gasrok (21,88%), dan pengairan secara efektif

dan efisien (17,19%). Persentase minat petani terhadap komponen PTT pilihan pada Tabel 5.

Tabel 5. Persentase minat petani terhadap komponen PTT pilihan.

No. Komponen dasar Jumlah Persen (%)

1. Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam 57 89,06

2. Penggunaan bibit muda (< 21 hari) 36 56,25

3. Tanam bibit 1-3 batang per rumpun 28 43,75

4. Pengairan secara afektif dan efisien 11 17,19

5. Penyiangan dengan landak atau gasrok 14 21,88

6. Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok 37 57,81

Sumber : Data primer diolah tahun 2012

Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam menjadi komponen pilihan paling

banyak diminati. Selain berfungsi untuk memeprbaiki hara dan mengubah sifat fisik tanah,

pengolahan tanah juga dilakukan untuk mematikan dan membusukkan gulma sehingga menjadi

humus, aerasi tanah menjadi baik, lapisan bawah tanah menjadi jenuh air sehingga dapat

menghemat air. Sekaligus juga untuk memperbaiki pematang sawah serta saluran keluar

masuknya air yang dibutuhkan.

Pengairan secara efektif dan efisien menjadi komponen PTT pilihan yang kurang

diminati oleh petani. Pengairan yang biasanya dilakukan oleh petani adalah penggenangan hingga

5 cm bahkan lebih. Sehingga biasanya areal terus menerus digenangi hingga mencapai fase

bunting. Menurut Juliardi dan Ruskandar (2006), kebutuhan air untuk padi sawah sebanyak 0,74-

1,21 l/detik/ha atau 6,39-10,37 mm/hari/ha. Kebutuhan air terbanyak adalah pada saat penyiapan

lahan sampai tanam dan memasuki fase bunting sampai pengisian bulir padi. Kebutuhan tanaman

padi pada saat pengolahan tanah sampai tanam (30 hari) membutuhkan air 20%, sedangkan pada

fase bunting sampai pengisian bulir (15 hari) membutuhkan air sebanyak 35%. Pengairan secara

efektif dan efisien dapat dilakukan dengan melakukan pengairan berselang (intermittent

irrigation). Pengairan berselang adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan

tergenang secara bergantian. Departemen Pertanian, (2007) pengairan berselang mempunyai

beberapa keuntungan yaitu: menghemat air irigasi, memberi kesempatan pada akar mendapatkan

udara untuk berkembang lebih dalam, mengurangi timbulnya keracunan besi, mengurangi

penimbunan asam organik, mengaktifkan jasad renik mikroba yang bermanfaat, mengurangi

kerebahan serta mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif.

Hasil kajian memperlhatkan kombinasi komponen PTT pilihan yang paling banyak

diminati adalah pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam dengan komponen panen tepat

waktu dan gabah segera dirontok (Tabel 6).

Tabel 6. Kombinasi minat petani terhadap komponen pilihan PTT.

No. Komponen pilihan Jumlah petani (org) Persentase (%)

1. Tanah 3 4,69

2. Tanah dan bibit muda 3 4,69

3. Tanah, dan 1-3 batang 3 4,69

4. Tanah, dan panen 7 10,94

5. Bibit muda dan 1-3 batang 3 4,69

6. 1-3 batang, dan panen 2 3,13

7. Tanah, bibit muda, dan 1-3 batang 4 6,25

8. Tanah, bibit muda, dan pengairan 5 7,81

9. Tanah, bibit muda dan penyiangan 5 7,81

10. Tanah, bibit muda dan panen 6 9,38

11. Tanah, 1-3 batang, dan panen 6 9,38

Page 294: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

287 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

12. Tanah, penyiangan, dan panen 2 3,13

13. Bibit muda, 1-3 batang, dan panen 1 1,56

14. Tanah, bibit muda, 1-3 batang dan penyiangan 1 1,56

15. Tanah, bibit muda, 1-3 batang, dan panen 3 4,69

16. Tanah, bibit muda, penyiangan dan panen 2 3,13

17. Tanah, 1-3 batang, penyiangan dan panen 3 4,69

18. Tanah, 1-3 batang, penyiangan dan panen 2 3,13

19. Bibit muda, pengairan, penyiangan dan panen 1 1,56

20. Tanah, bibit muda, 1-3 batang, pengairan dan panen 1 1,56

21. Tanah, bibit muda, pengairan, penyiangan dan panen 1 1,56

Jumlah 64 100

Sumber : Data primer diolah tahun 2012.

Hasil analisis statistik yang dilakukan dengan menggunakan chi square diperoleh

bahwa komponen pengolahan tanah merupakan komponen yang paling banyak dipilih oleh

petani. Hal ini berdasarkan adanya komponen tersebut pada masing-masing kombinasi. Pemilihan

terhadap komponen tersebut berdasarkan pada kemudahan serta keuntungan pengolahan tanah

yang disesuaikan dengan musim dan pola tanam. Jumlah responden terbanyak adalah 7 orang

dengan memilih kombinasi antara pengolahan tanah dengan panen tepat waktu dan gabah segera

dirontokkan. Jumlah responden sebanyak 6 orang memilih dua kombinasi komponen pilihan PTT

yaitu kombinasi antara tanah, 1-3 batang dengan panen; serta kombinasi antara tanah, bibit muda

dan pengairan. Sedangkan kombinasi komponen pilihan yang dipilih oleh 5 orang yaitu

kombinasi antara tanah, bibit muda dengan pengairan serta tanah, bibit muda dengan penyiangan.

Pengolahan tanah merupakan salah satu komponen dasar yang paling banyak diminati

pada semua kombinasi minat. Hal ini karena petani menyadari bahwa pengolahan tanah

merupakan tahap awal dari budidaya tanaman. Selain sebagai media tumbuh dan berkembangnya

suatu tanaman, tanah juga merupakan sumber hara bagi tanaman. Sehingga pengolahan yang

tidak sesuai dengan musim dan pola tanam akan merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan

tanaman.

Sedangkan komponen yang paling sedikit diminati pada kombinasi komponen pilihan

adalah penanaman 1-3 batang per rumpun. Komponen ini cukup sedikit dilakukan oleh petani

terutama pada daerah-daerah endemik serangan keong mas. Penggunaan bibit yang banyak

dilakukan oleh petani biasanya 4-5 batang dengan alasan agar anakan banyak. Menurut

Departemen Pertanian (2007), direkomendasikan menanam bibit per rumpun dengan jumlah yang

lebih sedikit. Jumlah bibit yang ditanam tidak lebih dari 3 bibit per rumpun. Lebih banyak jumlah

bibit per rumpun, lebih tinggi kompetisi antar bibit (tanaman) dalam satu rumpun.

KESIMPULAN

1. Komponen PTT dasar yang banyak diminati oleh petani adalah pemupukan berdasarkan

kebutuhan tanaman dan status hara tanah (81,25%), pengaturan populasi tanaman secara

optimum/legowo (67,19%), dan benih bermutu dan berlabel (57,81%).

2. Komponen PTT pilihan pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam (89,06%), panen tepat

waktu dan gabah segera dirontok (57,81%) dan penggunaan bibit muda atau bibit yang

berumur kurang dari 21 hari (56,25%).

3. Terdapat 3 kombinasi pemilihan komponen dasar yaitu kombinasi pertama antara VUB

dengan benih bermutu dan berlabel; kombinasi kedua antara VUB, pemberian bahan organik

dengan pengaturan populasi tanaman secara optimum/legowo, dan kombinasi ketiga adalah

kombinasi antara benih bermutu dan berlabel, pemberian bahan organik dengan pengaturan

populasi tanaman secara optimum/legowo.

4. Kombinasi komponen pilihan terdapat 3 yaitu kombinasi pengolahan tanah dengan panen

tepat waktu dan sesuai musim tanam, kombinasi pengolahan tanah sesuai musim dan pola

tanam, penggunaan bibit muda dengan panen tepat waktu dan gabah segera dirontok serta

kombinasi pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam, bibit 1-3 batang per rumpun,

dengan panen tepat waktu dan gabah segera dirontok.

Page 295: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

288 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

DAFTAR PUSTAKA

BPS Kab. Kepahiang. 2011. Kabupaten Kepahiang Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik

Kabupaten Kepahiang. Kepahiang.

BPS Prov. Bengkulu. 2011. Provinsi Bengkulu Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik

Provinsi Bengkulu. Bengkulu.

Departemen Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi

Pedoman Bagi Penyuluh Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Departemen Pertanian. Jakarta.

Ditjen Tanaman Pangan. 2011. Pedoman Pelaksanaan SL-PTT Tahun 2011. Direktorat Jenderal

Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Husnain. 2010. Kehilangan Unsur Hara Akibat Pembakaran Jerami Padi dan Potensi

Pencemaran Lingkungan. Prosd. Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor,

30 November-1 Desember 2010. Ballitanah> Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Bogor.

Juliardi, I. dan A. Ruskandar. 2006. Teknik Mengairi Padi Kalau Macak-Macak Cukup, Mengapa

Harus Digenang?. Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 13 September 2006.

http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/st130906-1.pdf. 28 Juli 2011.

Murdy, S. 2010. Peranan KUPEM Dalam Meningkatkan Produksi Kentang di Kabupaten

Kerinci. http:///online-journal.unja.ac.id/index/ php/jseb/article.download/299 /214. [7

November] 2012.

Prabayanti, H. 2010. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Biopestisida Oleh Petani Di

Kecamatan Mojogedang Kabupaten Karanganyar. Skripsi Program Studi Penyuluhan dan

Komunikasi Pertanian (PKP) Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Pramono, J., S. Basuki dan Widarto. 2005. Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Sawah

Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu. Agrosain 7 (1): 1-6.

http://pertanian.uns.ac.id/~agronomi/agrosains/Vol%207-1/Upaya%20

Peningkatan%20Produktivitas%20Padi%20Sawah%20Melalui%20Pendekatan%20Pengelo

laan%20Tanaman%20dan%20Sumberdaya%20Terpadu.pdf. [14 November] 2012.

Saridewi, T.R. dan A.N. Siregar. 2010. Hubungan Antara Peran Penyuluh Dan Adopsi Teknologi

Oleh Petani Terhadap Peningkatan Produksi di Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal

Penyuluhan Pertanian Volume 5 No.1 Mei 2010. http://stpp-bogor.ac.id/userfiles/file/06-

Dewi%20edited.pdf. [7 November] 2012.

Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Sugiyono. 2011. Statistik Untuk Penelitian. Penerbit CV. Alfabeta. Bandung.

Wibawa, W. 2011. Laporan Akhir Tahun Pendampingan Program SL-PTT di Provinsi Bengkulu.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. Bengkulu.

Page 296: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

289 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PERSEPSI PETANI DAN STAKEHOLDER TERHADAP

PENGEMBANGAN JERUK RGL DI KABUPATEN LEBONG

Bunaiyah Honorita dan Sri Suryani M. Rambe

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

ABSTRAK

Agribisnis jeruk cukup menarik perhatian investor dan petani. Pengembangan jeruk baik dari segi

usahatani maupun luas lahannya menjadi hal yang harus diperhatikan, salah satunya adalah usahatani Jeruk RGL.

Jeruk RGL memiliki potensi dan peluang untuk dikembangkan di Kabupaten Lebong. Pengkajian dilaksanakan untuk

mengetahui persepsi petani dan stakeholder terhadap pengembangan Jeruk RGL di Kabupaten Lebong. Pengambilan

data dilaksanakan pada bulan Maret 2012 terhadap petani jeruk dan stakeholder di Kabupaten Lebong. Data yang

diambil terdiri dari data primer, meliputi karakteristik responden serta persepsi petani dan stakeholder. Data sekunder

diambil dari data BPS dan Dinas Pertanian Kabupaten Lebong. Kemudian dianalisis secara deskriptif dengan

menggunakan interval kelas dan Uji Statistik Mann Whitney U. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan

persepsi antara petani dan stakeholder. Persepsi petani dan stakeholder terhadap pengembangan Jeruk RGL berada

pada kriteria baik dengan nilai masing-masing adalah 2,96 dan 3,04. Hal ini memperlihatkan bahwa baik petani

maupun stakeholder di Kabupaten Lebong setuju terhadap pengembangan usahatani Jeruk RGL. Dalam

pengembangan agribisnis Jeruk RGL di Kabupaten Lebong, aspek kekuatan (strengthness) dan kelemahan (weakness)

perlu diperhatikan dan dijadikan dasar pertimbangan. Aspek kekuatan (strengthness) yang menjadi faktor pendorong

pengembangan agribisnis Jeruk RGL adalah bahwa Jeruk RGL memiliki keunggulan kompetitif, pangsa pasar nasional

dan internasional, harga jual tinggi, dukungan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lebong dan Dirjen Hortikultura,

serta kesesuaian agroklimat. Sedangkan aspek kelemahan (weakness) meliputi terbatasnya modal petani, terbatasnya

ketersediaan benih tanaman Jeruk RGL, serta sangat terbatasnya dokumentasi informasi dan rekomendasi teknologi

budidaya dan pascapanen Jeruk RGL.

Kata kunci : jeruk RGL, persepsi petani dan stakeholder, pengembangan

PENDAHULUAN

Jeruk (Citrus sp.) merupakan salah satu buah unggulan nasional. Komoditas ini

memegang peran strategis dalam peta perdagangan produk pertanian khususnya buah-buahan di

Indonesia. Selama kurun waktu 10 tahun terakhir, agribisnis jeruk cukup menarik perhatian para

investor maupun petani. Menurut Ridwan, H.K, dkk (2008), jeruk merupakan salah satu

komoditas unggulan buah-buahan nasional yang dapat tumbuh dan berproduksi mulai dataran

rendah sampai dataran tinggi pada lahan sawah atau tegalan. Upaya peningkatan produksi jeruk

terutama untuk memenuhi kebutuhan nasional terhambat oleh rendahnya tingkat adopsi yang

dikuasai petani serta luas lahan usahatani jeruk sehingga perlu disusun program penelitian

pengembangan yang lebih berorientasi agribisnis yang berkerakyatan diikuti dengan

pemberdayaan kelembagaan dan kelompok tani.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, kontribusi jeruk terhadap nilai produk domestik

bruto (PDB) cenderung meningkat. Pada tahun 2007, PDB Jeruk Siam mencapai Rp. 10.278,96

Milyar dan Pamelo mencapai Rp. 236,17 Milyar (Ditjen Hortikultura, 2008). Tahun 2008

diperkirakan konsumsi jeruk per kapita di Indonesia 2,60 – 3,07 kg/tahun. Dengan jumlah

penduduk di Indonesia saat ini sekitar 220 juta dan seperempat persen diantaranya mengkonsumsi

jeruk, maka diperkirakan kebutuhan jeruk segar di Indonesia pada tahun 2010 berkisar antara 143

- 168 juta ton. Impor buah jeruk saat ini mencapai 209.615 ton (9,8% total produksi nasional dan

34,8% dari total impor buah). Ekspor buah jeruk sebesar 503 ton (0,02% total ekspor buah).

Dengan kondisi produksi yang dicapai hingga saat ini, maka masih terbuka peluang pasar yang

sangat besar untuk memenuhi kebutuhan jeruk segar setiap tahunnya untuk pasar domestik.

Luas Kabupaten Lebong adalah 1.929,24 km2 atau 9,75% terhadap luas wilayah

Bengkulu (BPS Bengkulu, 2010). Tekstur tanah terdiri dari tekstur tanah halus seluas 105.454

ha, tanah sedang 76.837 ha dan tanah kasar 10.633 ha. Sedangkan menurut jenis tanahnya, terdiri

dari jenis tanah Andosol seluas 60.330 ha, Alluvial 703 ha, Rogosol 7.747 ha, Latasol 16.109 ha,

Padsolik Merah Kuning/Latosol Andosol 22.508 ha, Komplek Padsolik Merah Kuning Litosol

Latosol 10.424 ha dan Komplek Padsolik Coklat Padsol Latosol 75.103 ha. Berdasarkan

topografinya, wilayah Kabupaten Lebong yang terletak pada ketinggian 100 – 500 m diatas

Page 297: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

290 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

permukaan laut seluas 21.205 ha, ketinggian 500 – 1.000 m seluas 80.384 ha dan pada ketinggian

1.000 m keatas seluas 91.335 ha (BPS Kabupaten Lebong, 2010). Sebagian dari wilayah tersebut

sesuai untuk pengembangan komoditas jeruk. Salah satu jenis jeruk yang dikembangkan di

Provinsi Bengkulu adalah Jeruk RGL. Jeruk RGL kini menjadi komoditas unggulan Kabupaten

Lebong karena mempunyai keunggulan kompetitif, yaitu buahnya berwarna kuning-orange,

berbuah sepanjang tahun, ukuran buah besar 200-350 gram, kadar sari buah tinggi, dan

mempunyai potensi pasar yang baik. Jeruk RGL berbuah sepanjang masa, satu pohon ada 4-6

generasi, dalam satu pohon ada bunga, buah muda sampai buah siap panen (Suwantoro, 2010).

Selain itu, Dirjen Hortikultura mulai tahun 2011 telah menetapkan Jeruk RGL ini sebagai

prioritas nasional untuk dikembangkan dari yang sekarang baru sekitar 6 ha menjadi kawasan

agribisnis hortikultura/jeruk di eks lahan tidur seluas 6.000 ha lima tahun mendatang.

Pengembangan kawasan agribisnis jeruk di Kabupaten Lebong tentunya perlu didukung

oleh peranan pemangku kepentingan (stakeholder) dan petani jeruk. Permasalahannya adalah

sejauh mana persepsi stakeholder dan petani jeruk terhadap pengembangan usahatani Jeruk RGL.

Persepsi tersebut dibutuhkan sebagai langkah awal dalam pengembangan kawasan agribisnis

jeruk di Kabupaten Lebong. Rangkuti (2003), mendefinisikan persepsi individu sebagai proses

dimana individu memilih, mengorganisasikan dan mengartikan stimulus yang diterima melalui

alat inderanya menjadi suatu makna. Persepsi merupakan cara seseorang melihat realitas di luar

dirinya atau di dunia sekelilingnya. Rakhmat (2002) mendefinisikan persepsi sebagai

pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dengan demikian, maka tujuan pengkajian

adalah mengetahui persepsi petani dan stakeholder terhadap pengembangan usahatani Jeruk RGL

di Kabupaten Lebong.

BAHAN DAN METODA

Pengkajian dilaksanakan pada bulan Maret 2012 terhadap petani jeruk dan stakeholder

di Kabupaten Lebong. Metode yang digunakan dalam pengkajian ini adalah metode survei.

Responden dipilih menggunakan metode proportionat stratified random sampling, sebanyak 15

orang petani jeruk dan 25 orang stakeholder. Data yang diambil terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer meliputi karakteristik petani contoh serta persepsi petani dan stakeholder

terhadap pengembangan Jeruk RGL. Data sekunder diambil dari data BPS dan Dinas Pertanian

Kabupaten Lebong. Analisis data dilakukan dengan menggunakan interval kelas dan diuraikan

secara deskriptif. Menurut Nasution dan Barizi dalam Rentha, T (2007), penentuan interval kelas

untuk masing-masing indikator adalah:

NR = NST – NSR dan PI = NR : JIK

Dimana : NR : Nilai Range PI : Panjang Interval

NST : Nilai Skor Tertinggi JIK : Jumlah Interval Kelas

NSR : Nilai Skor Terendah

Persepsi petani dan stakeholder terhadap pengembangan Jeruk RGL dianalisis dengan

menggunakan Uji Statistik Mann Whitney U dengan rumus :

Dimana : U = Nilai Uji Mann Whitney U

N1 = Sampel 1

N2 = Sampel 2

Ri = Ranking ukuran sampel

Page 298: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

291 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini terdiri dari petani jeruk dan stakeholder di Kabupaten

Lebong. Rata-rata umur petani adalah 42,5 tahun dan tergolong usia produktif. Kondisi ini akan

mempengaruhi pola pengambilan keputusan serta cara berushatani yang dilakukan.

Pengelompokkan petani berdasarkan umur, yang terbanyak adalah kelompok umur antara 40-60

tahun (60,00%) dan sisanya kelompok umur 20-40 tahun (40,00%) dari jumlah petani contoh.

Sebagian besar petani (53,33%) berpendidikan Sekolah Dasar (SD) serta 26,67% dan 20,00%

berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Menurut

Bandolan (2008), tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap penerimaan teknologi yang

diberikan terhadap proses berusahatani. Pengalaman petani dalam berusahatani jeruk tergolong

masih baru, yaitu berkisar antara 1-5 tahun sebesar 86,67%. Sedangkan petani yang memiliki

pengalaman cukup tinggi, berkisar >(5-10) tahun sebesar 13,33% (Tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik petani contoh di Kabupaten Lebong Tahun 2012.

No. Karakteristik petani contoh Kelompok Persentase (%)

1. Umur (tahun) 20 – 40

40 – 60

40,00

60,00

Jumlah 100,00

2. Pendidikan SD

SMP

SMA

53,33

26,67

20,00

Jumlah 100,00

3. Pengalaman 1 – 5

>(5 – 10)

86,67

13,33

Jumlah 100,00

Sumber : Tabulasi data primer.

Rata-rata umur stakeholder adalah 43 tahun dengan pengelompokkan terbanyak pada

kelompok umur 40-60 tahun ( 80,00%) dan sisanya kelompok umur 20-40 tahun, (20,00%) dari

jumlah stakeholder. Tingkat pendidikan stakeholder terdiri dari S1 dan S2, dengan persentase

masing-masing adalah 92,00% dan 8,00% (Tabel 2).

Tabel 2. Karakteristik stakeholder di Kabupaten Lebong Tahun 2012

No. Karakteristik stakeholder Kelompok Persentase (%)

1. Umur 20 – 40

40 – 60

20,00

80,00

Jumlah 100,00

2. Pendidikan S1

S2

92,00

8,00

Jumlah 100,00

Sumber : Tabulasi data primer.

Persepsi Petani dan Stakeholder Terhadap Pengembangan Agribisnis Jeruk RGL di

Kabupaten Lebong

Hasil analisis dengan menggunakan interval kelas memperlihatkan bahwa persepsi

petani dan stakeholder terhadap pengembangan Jeruk RGL berada pada kriteria baik. Dimana

nilai skor persepsi petani 2,96 dan stakeholder 3,04. Hal ini berarti bahwa baik petani maupun

stakeholder setuju terhadap pengembangan Jeruk RGL (Tabel 3).

Page 299: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

292 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 3. Persepsi petani dan stakeholder terhadap pengembangan Jeruk RGL di Kabupaten

Lebong Tahun 2012.

Indikator Skor Persepsi*

Petani Stakeholder

Jeruk RGL cocok dibudidayakan di Kabupaten Lebong 3,38 3,35

Iklim di Kabupaten Lebong sesuai untuk pengembangan jeruk RGL 3,38 3,40

Tanah di Kabupaten Lebong sesuai untuk pengembangan jeruk RGL 3,20 3,35

Program pengembangan jeruk RGL di Kabupaten Lebong 3,20 3,35

Bibit jeruk RGL mudah diperoleh 2,46 2,65

Pemeliharaan jeruk RGL lebih mudah dibanding jenis jeruk lainnya 2,38 1,85

Pemeliharaan jeruk RGL lebih ekonomis dibanding jenis jeruk lainnya 2,40 1,95

Jeruk RGL memiliki keunggulan dibanding jenis jeruk lainnya 3,23 3,55

Jeruk RGL memiliki potensi untuk dikembangkan 3,20 3,55

Jeruk RGL banyak diminati konsumen 3,23 3,55

Pangsa pasar jeruk RGL lebih banyak dibanding dengan jenis jeruk lainnya 2,77 3,45

Jeruk RGL dapat menjadi komoditas unggulan di Kabupaten Lebong 3,31 3,65

Petani mempunyai cukup modal untuk usahatani jeruk 2,23 1,60

Butuh bantuan modal atau bagi hasil dalam pengembangan jeruk lain 2,92 2,90

Pengembangan jeruk mempunyai peluang untuk dijadikan agrowisata 3,20 3,50

Teknologi budidaya dan pasca panen jeruk RGL tersedia 3,00 2,70

Buah jeruk RGL aman dikonsumsi 2,69 3,45

Wilayah yang sesuai untuk pengembangan jeruk RGL sudah tersedia 3,10 3,45

Ada komoditas lain yang lebih kompetitif di Kabupaten Lebong 3,00 2,50

Jumlah 56,23 57,75

Rerata 2,96 3,04

Sumber : Data primer terolah

Keterangan : * 1,00-1,75 = sangat tidak setuju; 1,76-2,50 = tidak setuju;

2,51-3,25 = setuju; 3,26-4,00 = sangat setuju.

Dilihat dari masing-masing indikator persepsi petani terhadap pengembangan Jeruk

RGL, sebesar 68,42% dari keseluruhan indikator berada pada kriteria baik (setuju) dan 15,79%

sangat baik (sangat setuju). Sedangkan tiga indikator yang menurut persepsi petani tidak setuju

antara lain adalah bahwa bibit Jeruk RGL mudah diperoleh, pemeliharaan Jeruk RGL lebih

mudah dibandingkan jenis jeruk lainnya, serta petani mempunyai cukup modal untuk

berusahatani jeruk. Dibandingkan dengan persepsi stakeholder terhadap pengembangan Jeruk

RGL, persentase stakeholder yang sangat setuju dari keseluruhan indikator persepsi adalah

63,16%, sedangkan 15,79% dari indikator persepsi, stakeholder setuju. Nilai ini lebih baik

dibandingkan dengan nilai persepsi petani. Namun, sejalan dengan persepsi petani, stakeholder

berpersepsi bahwa pemeliharaan Jeruk RGL tidak lebih mudah dibandingkan jenis jeruk lainnya,

petani tidak mempunyai cukup modal untuk berusahatani jeruk, serta tidak ada komoditas lain

yang lebih kompetitif di Kabupaten Lebong.

Hasil tersebut juga didukung dengan hasil analisis menggunakan uji statistik Mann

Whitney U. Hasil analisis menunjukkan bahwa signifikansi (Asymp Sig) adalah 0,192. Karena

signifikansi > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan persepsi antara petani dan

stakeholder terhadap pengembangan Jeruk RGL. Hal ini berarti baik petani maupun stakeholder

di Kabupaten Lebong setuju terhadap pengembangan usahatani Jeruk RGL (Tabel 4).

Page 300: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

293 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 4. Persepsi petani dan stakeholder terhadap pengembangan Jeruk RGL di Kabupaten

Lebong Tahun 2012.

Test Statisticsa Persepsi

Mann-Whitney U 143.000

Wilcoxon W 333.000

Z -1.305

Asymp. Sig. (2-tailed) 0.192

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 0.284b

Sumber : Data primer terolah

Keterangan : a.grouping variable: responden

b.not corrected for ties

Persepsi petani dan stakeholder terhadap pengembangan Jeruk RGL dipengaruhi oleh

faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal tersebut meliputi tingkat pendidikan,

pengalaman berusahatani jeruk, dan umur responden. Sedangkan faktor-faktor eksternal yang

dapat mempengaruhi adalah kepemilikan modal, iklim, dan pangsa pasar. Bulu (2010)

menggambarkan bahwa persepsi dapat dipengaruhi oleh faktor internal (dari dalam diri individu)

dan faktor eksternal (atau dari stimulus itu sendiri dan lingkungan). Secara psikologis, persepsi

individu sangat dipengaruhi oleh kemampuan pemberian makna atau arti teknologi, pengalaman

individu, perasaan, keyakinan, pengetahuan tentang inovasi, kemampuan berfikir, dan motivasi

untuk belajar. Proses persepsi tidak mengharuskan individu tersebut menggunakan sesuatu

terlebih dahulu. Persepsi adalah cara seseorang melihat realitas di luar dirinya atau di dunia

sekelilingnya.

Persepsi petani dan stakeholder terhadap pengembangan Jeruk RGL di Kabupaten

Lebong merupakan suatu proses pemberian makna terhadap suatu objek yang dilihat, dengan

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan, dimana tiap individu menyeleksi,

mengorganisasikan, dan menginterpretasikan stimulus ke dalam bentuk yang berharga dan

divisualiasasikan sebagai persepsi. Dalam pengembangan agribisnis Jeruk RGL di Kabupaten

Lebong, aspek kekuatan (strengthness) dan kelemahan (weakness) perlu diperhatikan dan

dijadikan dasar pertimbangan. Hasil analisis memperlihatkan bahwa aspek kekuatan

(strengthness) yang menjadi faktor pendorong pengembangan agribisnis Jeruk RGL adalah

bahwa Jeruk RGL memiliki keunggulan kompetitif, pangsa pasar nasional dan internasional,

harga jual tinggi, dukungan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lebong dan Dirjen Hortikultura,

serta kesesuaian agroklimat. Sedangkan aspek kelemahan (weakness) meliputi modal petani yang

masih terbatas, ketersediaan benih tanaman Jeruk RGL masih terbatas, serta dokumentasi

informasi dan rekomendasi teknologi budidaya dan pascapanen Jeruk RGL sangat terbatas.

KESIMPULAN

1. Tidak ada perbedaan persepsi antara petani dan stakeholder terhadap pengembangan Jeruk

RGL di Kabupaten Lebong. Sehingga usahatani Jeruk RGL dapat dikembangkan di

Kabupaten Lebong.

2. Pengembangan Jeruk RGL didukung oleh aspek kekuatan (strengthness) yang meliputi Jeruk

RGL memiliki keunggulan kompetitif, pangsa pasar nasional dan internasional, harga jual

tinggi, dukungan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lebong dan Dirjen Hortikultura, serta

kesesuaian agroklimat.

3. Yang harus diperhatikan dalam pengembangan Jeruk RGL antara lain adalah terbatasnya

modal petani, terbatasnya ketersediaan bibit tanaman Jeruk RGL, serta sangat terbatasnya

dokumentasi informasi dan rekomendasi teknologi budidaya dan pascapanen Jeruk RGL.

Page 301: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

294 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

DAFTAR PUSTAKA

BPS Prov. Bengkulu. 2010. Bengkulu Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.

Bengkulu.

BPS Kab. Lebong. 2010. Kabupaten Lebong Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten

Lebong. Tubei.

Bandolan, Y, et al. 2008. Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Rambutan di

Desa Romangloe Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa (Online).

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/42085966_2089-0036.pdf. (16-10- 2012).

Bulu Yohanes Geli. 2010. Persepsi Petani Terhadap Peran Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan

(LUEP) dalam Usahatani Padi di Kecamatan Sukaharjo Kabupaten Sukoharjo

(Online).http://h0404055. wordpress.com/2010/04/07/. (30 Mei 2012)

Rangkuti F. 2003. Measuring Consumer Satisfaction: Gaining Customer Relationship Strategy.

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Rakhmat J. 2002. Psikologi Manusia. Penerbit. PT. Remaja Rosda Karya. Bandung.

Rentha, T. 2007. Identifikasi Perilaku, Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Irigasi

Teknis Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga Pupuk di Desa Bedilan Kecamatan Belitang

OKU Timur. Skripsi S1. Universitas Sriwijaya. Palembang.

Riduwan dan Alma B. 2009. Pengantar Statistika Sosial. Penerbit CV. Alfabeta. Bandung.

Ridwan, H.K., et al. 2008. Sifat Inovasi dan Aplikasi Teknologi Pengelolaan Terpadu Kebun

Jeruk Sehat dalam Pengembangan Agribisnis Jeruk di Kabupaten Sambas, Kalimantan

Barat. Jurnal Hortikultura 18(4):477-490, 2008. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin /jurnal/

184 08477 490.pdf. (24 November 2012)

Suwantoro, B., 2010. Mengenal Jeruk Rimau Gerga Lebong Lebih Dekat. Balai benih

hortikultura Rimbo Pengadang. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten

Lebong. Lebong.

Page 302: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

295 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PERSEPSI PETANI TERHADAP PERANAN PENYULUHAN

DALAM USAHATANI PADI SAWAH

1Sri Bananiek, 1Agussalim dan 2Andi Ishak 1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara

2Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

[email protected]

ABSTRAK

Dalam upaya peningkatan produksi padi sawah, penyuluhan memiliki peranan penting khususnya dalam

penyampaian informasi dan mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi atau menerapkan suatu inovasi

teknologi. Penelitian bertujuan untuk memberikan deskripsi tentang peran penyuluhan terhadap adopsi inovasi

teknologi padi sawah. Penelitian menggunakan metode survey. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara

terhadap 40 orang petani padi sawah di dua Kecamatan, yaitu Wawotobi dan Wonggeduku, Kabupaten Konawe,

Sulawesi Tenggara. Hasil penelitian menunjukkan dari keempat variabel yang diamati yaitu: intensitas

bimbingan/pelayanan penyuluh, kejelasan materi dan ketepatan metode penyuluhan, kemudahan penyuluh dimintai

informasi pertanian dan partisipasi masyarakat diperoleh bahwa tingkat dukungan penyuluhan terhadap usahatani padi

sawah memilki nilai skor 67%, yang berarti termasuk kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan

penyuluhan dalam penyampaian informasi teknologi usahatani padi sawah kepada petani cukup berperan tetapi masih

perlu ditingkatkan lagi agar kegiatan penyuluhan yang dilakukan dapat lebih optimal.

Kata Kunci: persepsi, peranan, penyuluhan dan padi sawah

PENDAHULUAN

Salah satu strategi yang ditempuh pemerintah untuk meningkatkan produksi beras

nasional adalah menemukan atau menciptakan inovasi teknologi maju, kemudian mendorong

peningkatan produktivitas melalui adopsi inovasi teknologi baru. Namun masih terdapat

persoalan penting terkait inovasi teknologi yang dihasilkan, yaitu lemahnya diseminasi teknologi

hasil-hasil penelitian, sehingga sebaik apapun teknologi yang dihasilkan tidak akan berguna

apabila tidak diadopsi atau diterapkan oleh petani. Di sisi lain keputusan petani untuk

mengadopsi atau menolak inovasi teknologi ditentukan oleh berbagai faktor. Selain faktor yang

berasal dari dalam diri petani seperti umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, terdapat

faktor dari luar diri petani yang sangat penting dalam proses adopsi inovasi teknologi adalah

faktor dukungan kelembagaan.

Secara khusus kelembagaan yang memiliki peran dan kompeten dalam adopsi teknologi

adalah lembaga penyuluhan pertanian. Penyuluhan mendukung penyampaian informasi dan

mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi atau menerapkan suatu inovasi teknologi.

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani

sehingga mengadopsi teknologi yang dikembangkan sangat tergantung kepada proses pendidikan,

pelatihan dan penyuluhan yang dilaksanakan oleh penyuluh.

Penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan non formal tanpa paksaan untuk

menjadikan seseorang atau sekelompok orang sadar dan yakin bahwa sesuatu yang disuluhkan

akan membawa ke arah perbaikan dari hal-hal yang dikerjakan atau dilakukan sebelumnya (Agus

Purwoko, 2006). Tujuan penyuluhan pertanian sebagai salah satu sistem komunikasi pada

dasarnya adalah menyampaikan informasi tentang ide-ide (inovasi) baru sedemikian rupa

sehingga komunikan menjadi berubah perilakunya dan kemudian dengan kesadarannya sendiri

bersedia menerapkan atau mempraktekkan ide-ide atau inovasi tersebut di dalam kegiatannya

sehari-hari (Mardikanto dan Sri Sutarni, 1982).

Penyuluhan pertanian juga memerlukan perubahan perilaku penyuluh, yakni harus

mampu : (a) meningkatkan profesionalisme penyuluh dengan melakukan perbaikan mutu layanan

secara terus menerus yang mengacu kepada kebutuhan dan kepuasan pelanggannya; (b)

menguasai materi penyuluhan yang menyangkut teknis produksi, manajemen agribisnis,

manajemen hubungan sistem agribisnis, informasi permintaan pasar atau kebutuhan konsumen,

jiwa kewirausahaan, serta etika bisnis dan keunggulan bersaing ; (c) tidak menjadikan petani dan

perusahaan agribisnis lainnya sebagai obyek tetapi sebagai subyek yang dapat menentukan masa

Page 303: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

296 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

depannya sendiri ; dan (d) melakukan fungsi melayani (konsultatif) dengan sistem "menu"

(Suparta, 2007) .

Masih terdapat beberapa kendala dan masalah yang dihadapi dalam kegiatan

penyuluhan, diantaranya: tingkat kemampuan penyuluh, kesiapan materi dan kesesuaian materi

(Levis, 1995). Sementara menurut Hermanto (1999), kurang tercapainya sasaran peningkatan

SDM pertanian melalui penyuluhan adalah: (1) metode penyuluhan kurang sesuai dengan kondisi

sosial ekonomi petani dan materi yang disampaikan tidak sesuai dengan kebutuhan petani.

Ketidaksesuaian tersebut disebabkan oleh masalah: (1) interaksi antara penyuluh dan petani

kurang intensif, (2) kurangnya penguasaan materi dari penyuluh dan (3) rendahnya kepekaan

penyuluh terhadap masalah yang dihadapi petani (Tjiptono, 2001).

Kabupaten konawe merupakan salah satu daerah yang menjadi sentra pertanaman padi

sawah terbesar di Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan luas panen sebesar 34.406 ha dan produksi

mencapai 147.827 ton, menjadikan daerah ini sebagai pemasok beras terbesar di Sultra (BPS,

2011). Namun demikian produktivitas yang dicapai masih sekitar 4,2 t/ha. Produktivitas tersebut

masih di bawah rata-rata produktvitas padi nasional yaitu sekitar 5,1 t/ha/mt, dan jauh di bawah

potensi hasil dari penelitian dimana produkivitas padi sawah dapat mencapai 12 t/ha (Balitpa,

2010). Hal ini menunjukkan bahwa potensi pengembangan padi di Kabupaten Konawe masih

berpeluang untuk ditingkatkan, salah satunya dengan mengoptimalkan peran penyuluhan

pertanian dalam proses penerapan teknologi kepada petani.

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui profil penyuluhan dan berapa besar dukungan

penyuluhan pertanian dalam usahatani padi sawah di Kabupaten Konawe.

BAHAN DAN METODA

Penelitian berlangsung pada Bulan Juni 2011 bertempat di Kabupaten Konawe, dengan

mengambil sampel di dua kecamatan yaitu: Wawotobi dan Pondidaha. Data yang dikumpulkan

dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui

wawancara terhadap 40 orang petani responden dengan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah

disiapkan dan disusun sesuai tujuan penelitian. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat

Statistik (BPS) dan lembaga atau instansi lainnya yang terkait dengan penelitian ini.

Pengukuran variabel menggunakan skala Likert, yakni menjabarkan indikator menjadi

beberapa item pertanyaan yang telah disusun dalam bentuk quisioner. Beberapa indikator yang

diamati dalam penelitian ini terdiri dari:

1) Pelayanan dan intensitas bimbingan penyuluhan kepada petani

2) Kejelasan materi dan ketepatan metode penyuluhan

3) Kemudahan dimintai informasi

4) Kemampuan dan keterampilan penyuluh.

Pembagian kategori tingkat dukungan penyuluhan menggunakan rumus interval klas

dengan rumus sebagai berikut:

Xn - Xi

C =

K Keterangan: C = Interval kelas

Xn = skor maksimum

Xi = skor minimum

K = jumlah kelas

Berdasarkan ketentuan pada rumus, diperoleh hasil perhitungan untuk menentukan

kategori tingkat dukungan/peran penyuluhan dalam adopsi teknologi padi sawah (Tabel 1).

Page 304: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

297 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 1. Daftar perhitungan menentukan kategori tingkat dukungan/peran penyuluhan dalam

adopsi teknologi padi sawah.

No Interval Nilai Peran/dukungan Penyuluhan

1 00 – 33 Tidak/kurang mendukung

2 34 – 67 Cukup mendukung

3 68 – 100 Mendukung

Selanjutnya, data dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Jumlah Skor

Peran Penyuluhan = x 100 %

Skor Ideal Dimana:

Jumlah Skor = nilai skor yang diperoleh

Skor ideal = nilai skor ideal maksimum

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyuluhan dalam Pembangunan Pertanian

Penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan di luar sekolah yang tidak sekedar

memberikan penerangan atau menjelaskan, tetapi biasanya untuk mengubah perilaku sasarannya

agar memiliki pengetahuan yang luas. Disamping itu juga memiliki sifat progressif untuk

melakukan perubahan dan inovatif terhadap sesuatu (inovasi baru) serta terampil melaksanakan

berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi peningkatan produktifitas, pendapatan atau keuntungan,

maupun kesejahteraan keluarga dan masyarakat (Mardikanto, 1996).

Tujuan penyuluhan pertanian dibedakan antara tujuan jangka pendek dan tujuan jangka

panjang. Tujuan penyuluhan pertanian jangka pendek yaitu untuk menumbuhkan perubahan-

perubahan yang lebih terarah dalam kegiatan usaha tani petani di pedesaan. Perubahan-perubahan

yang dimaksud adalah dalam bentuk pengetahuan, kecakapan, sikap, dan motif tindakan petani.

Tujuan penyuluhan pertanian jangka panjang yaitu untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat

tani, atau agar kesejahteraan hidup petani lebih terjamin (Samsudin, 1982).

Dalam penyuluhan, harus terdapat dua pihak yang terlibat dalam aktivitas penyuluhan.

Pihak pertama adalah petani, yaitu penerima pesan penyuluhan yang diharapkan mau mengadopsi

teknologi yang diberikan dalam penyuluhan, sedangkan pihak kedua adalah penyuluh yaitu orang

yang membawa pesan pesan dan informasi teknologi pertanian.

Menurut Kartasapoetra (1991), efektivitas penyuluhan yang diharapkan dapat mencapai

efisiensi dalam mewujudkan perubahan perilaku petani harus dilakukan dengan memperhatikan

hal-hal sebagai berikut:

1. Penarikan minat

Isi penyuluhan pertanian hendaknya bersifat menarik, yang berhubungan langsung dengan

kegiatan usahatani dan menarik minat agar dapat dimanfaatkan oleh petani.

2. Mudah dan dapat dipercaya

Apa yang disampaikan dalam penyuluhan pertanian (obyek atau materi) mudah dimengerti,

nyata kegunaannya dan menarik kepercayaan para petani bahwa benar segala yang telah

diperlihatkan, diperdengarkan (diajarkan) dapat dilakukan para petani dan benar-benar dapat

meningkatkan hasil dan kesejahteraannya.

3. Peragaan disertai sarananya

Penyuluhan harus disertai dengan peragaan yang didukung dengan sarana atau alat-alat peraga

yang mudah didapat, murah dan mudah dikerjakan oleh para petani apabila mereka terangsang

mempraktekkannya.

4. Saat dan tempatnya harus tepat

Kegiatan penyuluhan kepada para petani tidak dapat dilakukan sembarang waktu terutama

pada tingkat permulaan, pada tingkat-tingkat sebelum mereka terangsang, timbul

Page 305: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

298 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

kesadarannya. Para penyuluh harus pandai memperhitungkan kapan mereka itu bersantai atau

ada dirumah, kapan biasanya mereka itu berkumpul dan dimana kebiasaan itu dilakukannya.

Persepsi Petani terhadap Peran Penyuluhan terhadap Usahatani Padi

Pada dasarnya penyuluh dalam menjalankan aktivitasnya dalam kegiatan penyuluhan

harus mampu memenuhi tiga hal pokok. Menurut Tjiptono (2001), tiga hal pokok tersebut adalah:

(1) meningkatkan frekuensi kunjungan kepada petani, (2) mampu menyampaikan informasi dan

(3) peka dan respons terhadap masalah dan kebutuhan petani.

Hasil analisis terhadap tanggapan petani mengenai peran penyuluhan dalam

mendukung adopsi inovasi teknologi padi sawah menunjukkan, bahwa peran penyuluhan

termasuk dalam kategori mendukung. Lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Tanggapan Petani terhadap Peran Penyuluhan dalam Adopsi Teknologi Padi Sawah

Kabupaten Konawe 2011.

No Item indikator Skor penilaian (%) Kategori

1. Pelayanan dan intensitas bimbingan

penyuluhan

63,0 Cukup Mendukung

2. Kejelasan materi dan ketepatan metode

penyuluhan

68,0 Cukup Mendukung

3. Kemudahan dimintai informasi 68,0 Mendukung

4. Kemampuan dan keterampilan penyuluh 71,0 Mendukung

Rata-Rata 67,5 Cukup Mendukung

Tabel 2 menunjukkan skor tertinggi terdapat pada indikator kemampuan dan

keterampilan penyuluh dengan skor penilaian 71 %, sementara skor terendah pada indikator

pelayanan dan intensitas bimbingan penyuluhan dengan skor penilaian 63%. Secara keseluruhan

tanggapan petani terhadap dukungan penyuluhan memiliki nilai skor rata-rata 67,5%, yang

berarti peran atau dukungan penyuluhan termasuk dalam kategori cukup mendukung. Hasil

analisis ini telah menunjukkan bahwa peran penyuluhan secara umum cukup mampu memenuhi

peran pokok penyuluh dalam kegiatan penyuluhan.

Profil Dukungan Penyuluhan Dalam Usahatani Padi Sawah

Gambaran kegiatan penyuluhan dari berbagai indikator penilaian secara parsial

dijelaskan sebagai berikut: dari aspek pelayanan dan intensitas bimbingan penyuluh dalam

kegiatan penyuluhan tanggapan petani memperoleh nilai skor 63 % (cukup mendukung). Hal ini

dilihat dari frekuensi penyuluh dalam memberikan bimbingan/penyuluhan terkait inovasi

teknologi padi sawah. Hasil wawancara terhadap petani menunjukkan frekuensi kunjungan

penyuluh kepada petani antara 4-5 kali sebulan. Biasanya penyuluh datang berkunjung bila ada

kegiatan lapangan atau sosialisasi program yang akan diperkenalkan kepada petani. Secara

khusus bila petani mengalami permasalahan dalam pertanaman padinya, seperti adanya serangan

hama penyakit, maka petani memanggil penyuluh untuk datang berkunjung. Namun demikian

petani merasakan masih terbatasnya pendampingan teknologi peningkatan produksi padi,

khususnya mengenai teknologi pemupukan berimbang. Pemupukan berimbang pada prinsipnya

adalah pemberian pupuk berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah. Hasil wawancara

terhadap petani responden menunjukkan sebagian besar petani responden belum mengadopsi

teknologi pemupukan berimbang sesuai anjuran, terutama pemupukan N susulan dengan

menggunakan BWD. Selain itu, pendampingan teknologi pengendalian hama terpadu (PHT) juga

dirasakan masih kurang. PHT adalah pendekatan. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang

memperhitungkan faktor ekologi sehingga pengendalian dilakukan dengan tidak mengganggu

keseimbangan alami lingkungan. Hasil wawancara menunjukkan petani responden masih terbiasa

mengendalikan OPT (organisme pengganggu tanaman) dengan penggunaan insektisida secara

berlebihan, tanpa memperhatikan keseimbangan alami lingkungan. Namun untuk beberapa

materi tertentu seperti pemupukan dan pengendalian hama masih dirasakan kurang oleh petani.

Page 306: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

299 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Kedepan, penyuluh dapat lebih meningkatkan frekuensi kunjungannya kepada petani sehingga

pendampingan teknologi kepada petani dapat lebih di tingkatkan.

Tepat tidaknya penyuluh dalam menggunakan metode penyuluhan merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi suatu teknologi. Penggunaan metode

penyuluhan yang efektif akan mempermudah petani untuk memahami materi penyuluhan yang

diberikan. Dari aspek kejelasan materi dan ketetapan metode penyuluhan, tanggapan petani

menunjukkan nilai skor 68% masuk dalam kategori mendukung. Hal ini menunjukkan bahwa dari

100% yang diharapkan dari aspek kejelasan dan kesesuaian materi penyuluhan ternyata belum

sepenuhnya tercapai. Masih terdapat 32% tanggapan petani yang menyatakan kurangnya

dukungan penyuluh dari aspek kesesuaian materi dan ketepatan metode penyuluhan. Untuk

materi peningkatan produksi padi, beberapa materi telah disampaikan kepada petani antara lain;

teknologi peningkatan produksi padi, seperti: penggunaan varietas unggul baru, benih bermutu,

umur bibit muda (< 21 hari), sistim tanam, pemupukan berimbang, perlindungan tanaman, dan

panen. Materi-meteri tersebut biasanya diberikan dalam bentuk penyuluhan kelompok. Namun

demikian petani merasakan masih terbatasnya pendampingan teknologi peningkatan produksi

padi, khususnya mengenai teknologi pemupukan berimbang. Pemupukan berimbang pada

prinsipnya adalah pemberian pupuk berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah. Hasil

wawancara terhadap petani responden menunjukkan sebagian besar petani responden belum

mengadopsi teknologi pemupukan berimbang sesuai anjuran, terutama pemupukan N susulan

dengan menggunakan BWD. Selain itu, pendampingan teknologi pengendalian hama terpadu

(PHT) juga dirasakan masih kurang. PHT adalah pendekatan. Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

yang memperhitungkan faktor ekologi sehingga pengendalian dilakukan dengan tidak

mengganggu keseimbangan alami lingkungan. Hasil wawancara menunjukkan petani responden

masih terbiasa mengendalikan OPT (organisme pengganggu tanaman) dengan penggunaan

insektisida secara berlebihan, tanpa memperhatikan keseimbangan alami lingkungan. Dari hasil

wawancara juga terungkap, petani lebih menyenangi penyuluhan dengan matode tatap muka,

selanjutnya dengan menggunakan media cetak buku panduan/petunjuk teknis dan brosur.

Dari aspek kemudahan dimintai informasi tanggapan petani menunjukkan nilai skor

68%, yang berarti masuk dalam kategori mendukung. Masih terdapat 32% petani yang

menyatakan masih kurangnya dukungan petani dalam hal kemudahan dimintai informasi.

Kemudahan dimintai informasi menyangkut aspek komunikasi seorang penyuluh dengan

petaninya. Dalam hal ini kemampuan komunikasi seorang penyuluh dalam menyampaikan

inovasi teknologi padi sawah. Hasil wawancara menunjukkan biasanya petani membutuhkan

informasi – informasi tambahan terkait teknologi padi, khususnya petani yang tergolong maju,

memiliki rasa ingin tahu yang lebih dibanding petani lain.

Dari aspek kemampuan dan keterampilan penyuluh, tanggapan petani menunjukkan

nilai skor 71%. Artinya menurut petani, kemampuan dan keterampilan penyuluh dalam

mendukung usahatani padi dinilai mendukung. Kemampuan dan keterampilan penyuluh terkait

dengan skill dan penguasaan materi teknologi padi sawah, serta kemampuan penyuluh dalam

memotivasi petani agar menerapkan inovasi teknologi padi sawah. Beberapa hal lain yang juga

menentukan keberhasilan kegiatan penyuluhan adalah integritas moral yang baik dari seorang

penyuluh, juga bagaimana sikap (attitude) moral seorang penyuluh dalam melaksanakan kegiatan

penyuluhan, sangat ditentukan oleh kualitas pribadi, kemampuan dan keahlian seorang

penyuluh.

KESIMPULAN

Peran penyuluhan dalam adopsi teknologi PTT padi sawah termasuk dalam kategori sedang

(67%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani cukup merasakan manfaat

kegiatan penyuluhan khususnya dalam penyampaian informasi teknologi padi sawah

Faktor penting yang sangat mementukan keberhasilan kegiatan penyuluhan pertanian dan

perlu mendapat perhatian adalah dalam menentukan model penyuluhan yang sesuai dengan

kebutuhan petani seperti ketepatan metode dan media yang digunakan dengan materi yang

diberikan.

Page 307: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

300 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

DAFTAR PUSTAKA

Adams, M.E. 1988. Agricultural Extension in Developing Countries. First Edition. Langman

Singapore Publisher Pte Ltd. Singapore.

Deptan, 2009. Pedoman Umum PTT Padi Sawah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Departemen Pertanian. Jakarta.

Purwoko, Agus. 2006. Pokok-pokok Pengertian Dalam Penyuluhan Pertanian. Hand out DDPP,

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Hermanto, 1999. Identifikasi dan Evaluasi Program. Raker Proyek Penggalangan Kemiskinan.

PSE Bogor. Departemen Pertanian. Jakarta

Kartasapoetra, A.G. 1991. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Penerbit CV. Bumi Aksara. Jakarta.

Levis, 1995. Komunikasi Penyuluhan Pedesaan. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Mardikanto, T dan Sutarni. 1982. Pengantar Penyuluhan Pertanian dalam Teori dan Praktek.

Penerbit CV. Hapsara. Surakarta.

Mardikanto, Totok. 1996. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press.

Surakarta

Rifai, M.A. 2000. Reorientasi Penyuluhan Pertanian, Prasayarat Pertanian Kerakyatan. Sinar

Tani, 28 Juni-4 Juli1999 No. 2848 Tahun XXX.

Suparta, N. 2007 . Penyuluhan Sistem Agribisnis Suatu Pendekatan Holistik . Program Studi

Sosek dan Agribisnis Peternakan Universitas Udayana. Denpasar.

Samsudin, U. 1982. Dasar Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Penerbit CV. Angkasa

Offset. Bandung.

Tjiptono, 2001. Manajemen Jasa. Penerbit CV. Andi Offset. Jogjakarta.

Page 308: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

301 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PEMBERDAYAAN LAHAN KERING SUBOPTIMAL

KAWASAN DANAU SINGKARAK SUMATERA BARAT

Winardi dan Azwir

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat

[email protected]

ABSTRAK

Kawasan Danau Singkarak di Sumatera Barat dengan luas wilayah 1.291,25 km2 yang berbatasan langsung

dengan pinggiran Danau Singkarak tercakup ke dalam 2 kabupaten, yaitu Kabupaten Tananah Datar dan Kabupaten

Solok. Dua wilayah yang termasuk Kabupaten Tanah Datar adalah Kecamatan Batipuh Selatan dan Kecamatan

Rambatan. Sedangkan 5 wilayah yang termasuk Kabupaten Solok adalah Kecamatan Junjung Sirih, Kecamatan X

Koto Singkarak, Kecamatan Kubung, Kecamatan X Koto Diatas dan Kecamatan IX Koto Sungai Lasi. Secara

agroekologi kawasan Danau Singkarak relatif seragam, yaitu curah hujan bervariasi dari rendah (sekitar 500

mm/tahun) hingga sedang (2000 mm/tahun), luasnya penyebaran lahan kering suboptimal (28.741 ha), dan

ditemukannya berbagai komoditas utama, seperti sawo dan kacang tanah Pitala sebagai komoditas spesifik lokasi dari

Kecamatan Batipuh Selatan dan jeruk Kacang sebagai komoditas spesifik lokasi yang mulai langka dari Kecamatan X

Koto Singkarak. Berbagai alternatif pengembangan pertanian lahan kering pada kawasan Danau Singkarak adalah

sebagai berikut: 1). Menerapkan praktek budidaya lorong dan atau pertanian terpadu untuk lahan pekarangan

khususnya sistem integrasi tanaman-ternak (SITT); 2). Melakukan intensifikasi terutama pengadaan bibit bermutu

buah-buahan, perbaikan sistem usahatani dan pasca penen serta melakukan tindakan konservasi untuk lahan

perkebunan; dan 3). Melakukan rehabilitasi dan pelestarian pada lahan kehutanan khususnya menerapkan sistem

wanatani untuk lahan kehutanan.

Kata kunci: Lahan kering suboptimal, Sistem usahatani dan Sumatera Barat.

PENDAHULUAN

Danau Singkarak adalah sebuah danau di Sumatera Barat yang membentang antara dua

kabupaten yaitu Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar. Danau Singkarak tergolong danau

Vulkanik yang didominasi oleh bahan tuff vulkan dengan ketinggian 363,5 meter diatas

permukaan laut (dpl). Luas permukaan air Danau Singkarak mencapai 11.200 hektar dengan

panjang maksimum 20 kilometer dan lebar 6,5 kilometer dan kedalaman 268 meter. Danau ini

merupakan danau terluas ke-2 di Pulau Sumatera (Anonymous, 2012c). Yang dimaksud dengan

kawasan Danau Singkarak adalah wilayah yang terletak di sekitar danau tersebut. Secara

administratif wilayah yang berada di sekitar Danau Singkarak mencakup dua kecamatan di dalam

Kabupaten Tanah Datar yakni Kecamatan Batipuh Selatan dan Kecamatan Rambatan serta lima

kecamatan di dalam Kabupaten Solok, masing-masingnya Kecamatan Junjung Sirih, Kecamatan

X Koto Singkarak, Kecamatan Kubung, Kecamatan X Koto Diatas dan Kecamatan IX Koto

Sungai Lasi.

Dibanding dengan wilayah lainnya di Sumatera Barat, kawasan Danau Singkarak

memiliki kekhususan terutama ditinjau secara agroekologi. Wilayah ini memiliki curah hujan

relatif rendah yang erat kaitannya dengan posisi geografi yakni terletak di sekitar patahan

Semangko. Gugusan Pegunungan Bukit Barisan di sebelah Barat banyak menghalangi jatuhnya

hujan di wilayah ini. Dengan kata lain kawasan Danau Singkarak terletak di dalam zona

bayangan hujan dan topografi kawasan Danau Singkarak adalah bergelombang hingga berbukit

dengan kemiringan di atas 35 persen. Ketinggian tempat antara 500 – 1000 meter dpl. Jenis

tanah umumnya Andosols yang sangat peka terhadap erosi. Menurut Hosen et al. (2004) hanya

32 persen saja kawasan Danau Singkarak yang bisa diusahakan untuk pertanian.

Luas lahan kering suboptimal dikawasan Danau singkarak terus meningkat setiap

tahunnya. Hutan lindungpun semakin berkurang akibat aktifitas perladangan dan kebakaran

hutan. Pada tahun 2002 luas lahan kering suboptimal mencapai 28.741 hektar, yaitu 19.145

hektar di luar kawasan hutan dan 9.596 hektar di dalam kawasan hutan. Luas lahan kering

suboptimal di kawasan Danau Singkarak senilai 20,49 persen dari total lahan kritis di Propinsi

Sumatera Barat (Kusuma et al, 1990).

Page 309: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

302 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tempat usaha tani di kawasan Danau Singkarak dapat dibedakan sebagai lahan

pekarangan dan lahan perkebunan. Di lahan pekarangan komoditas pertanian diusahakan dengan

sistem campuran aneka tanaman termasuk ternak besar dan unggas. Dengan demikian lahan

pekarangan bisa ditanami dengan tanaman buah-buahan, perkebunan dan tanaman

pangan/semusim (palawija dan sayuran). Tanaman yang dominan pada lahan pekarangan juga

bervariasi antar nagari sehingga menunjukan potensi yang berbeda antar nagari tersebut.

Tanaman perkebunan yang diusahakan pada lahan pekarangan antara lain kelapa, kemiri, kapuk,

sawo, mangga dan jeruk. Ternak yang dominan adalah sapi potong yang hampir terdapat pada

setiap nagari. Lahan perkebunan yang terletak relatif jauh dari pemukiman biasanya ditanami

dengan kemiri, kopi, kayu manis, kapuk dan lain-lain termasuk buah-buahan dengan pola

usahatani campuran. Lahan kering relatif datar dengan kemiringan < 15 % ditanami dengan cabe

dan bawang merah. Tanaman semusim ini ditanam satu kali setahun yakni pada musim hujan

(Hosen et al., 2004).

Pengelolaan usahatani baik tanaman maupun ternak di wilayah Singkarak dan

sekitarnya masih dilakukan secara tradisional sehingga hasilnya belum optimal. Hal tersebut

disebabkan terbatasnya pengetahuan petani sehingga belum menerapkan teknologi pertanian

sebagaimana mestinya. Hijaun makanan ternak relatif terbatas sehingga sulit ternak untuk

berkembang. Kawasan Barat wilayah tersebut secara sporadis ditumbuhi alang-alang yang

tergolong kritis. Secara teknis sebagian lahan di wilayah Singkarak dan sekitarnya tidak bisa

ditanami karena solum tanah dangkal dan berbatu (Hosen et al., 2004).

Di kawasan Danau Singkarak ditemukan pula berbagai komoditas spesifik lokasi,

seperti sawo di Kecamatan Batipuh Selatan dan Jeruk Kacang di Kecamatan X Koto Singkarak.

Namum jeruk tersebut sudah semakin langka karena adanya serangan penyakit CVPD. Durian di

Kecamatan X Koto Diatas termasuk buah-buahan yang mempunyai kualitas baik namun belum

mendapat sentuhan teknologi. Banyak lagi komoditas yang mulai berkembang di wilayah ini,

antara lain tanaman kakao di Kecamatan Rambatan.

Makalah ini mencoba untuk menelaah alternatif pemberdayaan lahan kering suboptimal

di kawasan Danau Singkarak berdasarkan kondisi agroekologi yang kurang menguntungkan,

potensi wilayah yang ada serta hambatan dan keterbatasan lainnya di wilayah tersebut.

IDENTIFIKASI KAWASAN DANAU SINGKARAK

Menurut Hosen et al. (2004) kawasan Danau Singkarak ditinjau dari Daerah Tangkapan

Hujan (DTA) terdiri dari 40 Nagari yang berada pada 4 kabupaten (Kabupaten Tanah Datar, Kota

Padang Panjang, Kabupaten Solok dan Kota Solok). Nagari adalah tingkat pemerintahan terendah

atau setingkat Desa di Provinsi Sumatera Barat.

Dalam makalah ini kawasan Danau Singkarak dibatasi dengan wilayah yang berbatas

langsung dengan pinggiran Danau Singkarak, yaitu Kabupaten Tanah Datar di bagian Utara dan

Kabupaten Solok di bagian Selatan. Luas wilayah yang termasuk Kabupaten Tanah Datar 267,25

km2 yang meliputi Kecamatan Batipuh Selatan dan Kecamatan Rambatan. Sedangkan luas

wilayah yang termasuk Kabupaten Solok 1.024,00 KM2

meliputi Kecamatan Junjung Sirih,

Kecamatan X Koto Singkarak, Kecamatan Kubung, Kecamatan X Koto Diatas dan Kecamatan IX

Koto Sungai Lasi. Dengan demikian total luas wilayah tersebut mencapai 1.291,25 km2.

Ketinggian tempat di bagian Utara bervariasi antara 500 hingga 850 m dpl. Selanjutnya

ketinggian tempat di bagian Selatan bervariasi antara 329 hingga 753 m dpl. Rincian posisi

geografis, ketinggian tempat dan luas wilayah kawasan Danau Singkarak seperti tercantum pada

Tabel 1.

Page 310: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

303 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 1. Posisi geografis, ketinggian tempat dan luas wilayah sekitar Danau Singkarak,

Sumatera Barat

Kabupaten Kecamatan Posisi Geografis Ketinggian Tempat

(m dpl)

Luas Wilayah

(km2)

Tanah Datar1)

Batipuh Selatan

00o29’38” - 00o35’30” LS dan

100o22’36” - 100o31’44” BT

500 – 850

138,10

Rambatan

00o28’16” - 00o38’25” LS dan

100o30’52” - 100o37’20” BT

600 – 700

129,15

S o l o k2)

Junjung Sirih

00o39’23” - 00o44’55” LS dan

100o25’00” - 100o33’43” BT

Sekitar 369

102,50

X Koto

Singkarak 00o36’25” - 00o49’13” LS dan

100o27’05” - 100o38’46” BT

Sekitar 369

295,50

Kubung

00o47’30” - 00o56’36” LS dan 100o31’16” - 100o44’18” BT

Sekitar 388

192,00

X Koto Diatas

00o32’14” - 00o44’55” LS dan

100o25’00” - 100o33’43” BT

Sekitar 753

257,00

IX Koto Sungai

Lasi 00o44’10” - 00o52’33” LS dan

100o41’36” - 100o50’12” BT

Sekitar 329 171,00

Jumlah - - - 1.291,25

1) Anonymous, 2009 2) Anonymous, 2010.

Berdasarkan Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia Skala 1:1.000.000 wilayah

di sekitar Danau Singkarak didominasi oleh Satuan Peta Tanah (SPT) 147 yakni kompleks

Kandiudults dan Dystrudepts. Sedikit arah Timur Laut ditemukan SPT 135 dan sedikit arah Barat

ditemukan SPT 49. SPT 135 merupakan kompleks Hapludands dan Dystrudepts sedangkan SPT

49 merupakan kompleks Dystruedepts dan Eutrudepts (Anonymous, 2000). Sedangkan menurut

Kusuma (1996) jenis tanah di sekitar danau Singkarak dapat digolongkan ke dalam tanah

Regosol, Podsolik Merah Kuning, Podsolik Coklat, kompleks Podsolik Merah Kuning, sedikit

Latosol dan Aluvial. Spesifikasi lahan di sekitar Danau Singkarak berdasarkan Atlas Sumberdaya

Tanah Eksplorasi Indonesia Skala 1:1.000.000 dapat pada Tabel 2.

Curah hujan di kawasan Danau Singkarak bervariasi dari rendah hingga sedang.

Sebagai contoh rata-rata curah hujan tahunan di Kecamatan X Koto Diatas hanya 495 mm,

Kecamatan X Koto Singkarak 948 mm dan Kecamatan IX Koto Sungai Lasi 723 mm pada tahun

2009 (Anonymous, 2009). Menurut Kusuma et al (1996) curah hujan di bagian Utara dan bagian

Barat bervariasi antara 1.500 hingga 3.600 mm dengan hari hujan 132 – 240 hari tiap tahun.

Sedangkan di bagian Selatan dan Timur curah hujan termasuk sedang yaitu antara 1.090 – 2.200

mm dengan hari hujan antara 120 hingga 156 hari tiap tahun.

Tabel 2. Spesifikasi tanah di sekitar Danau Singkarak, Sumatera Barat1)

.

SPT2)

Klasifikasi Tanah

ISSS 1998 Bahan Induk Sub-landform Luas Relief

49 Dystrudepts Eutrudepts Batu gamping Pegunungan karst Bergunung

135 Hapludands Dystrudepts

Volkanik

Dataran volkan

Berombak –

bergelombang

174 Kandiudults Dystrudepts Volkanik Dataran volkan Bergunung

1) Anonymous (2000); 2) SPT = Satuan Peta Tanah.

Menurut Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia Skala 1:1.000.000 (Anonymous,

2003) wilayah di sekitar Danau Singkarak didominasi oleh pola curah hujan III C yaitu curah

hujan 2.000 hingga 3.000 mm per tahun dengan pola ganda (double wave) Sedangkan di bagian

Utara ditemukan pola curah hujan IV C yaitu curah hujan 3000 hingga 4.000 mm per tahun

Page 311: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

304 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

dengan pola ganda. Spesifikasi pola curah hujan III C dan IV C untuk selanjutnya dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Spesifikasi pola curah hujan di sekitar Danau Singkarak, Sumatera Barat1)

.

Pola Curah

Hujan

Curah Hujan

(mm/tahun)

Curah Hujan

< 100 mm/bl

Curah Hujan

100-150 mm/bl

Curah Hujan

150-200 mm/bl

Curah Hujan

> 200 mm/bl

III C 2.000 - 3.000 ≤ 4 ≤ 4 ≤ 5 6 – 8

IV C 3.000 – 4.000 ≤ 3 ≤ 4 ≤ 4 7 - 9

1) Anonymous (2003)

Potensi Lahan Kering Suboptimal Pada Kawasan Danau Singkarak

Lahan suboptimal adalah lahan yang dimanfaatkan dan dikelola untuk pertanian,

perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan atau pelestarian lingkungan namun belum

memberikan manfaat optimal. Lahan yang sering juga disebut lahan terlantar atau lahan marjinal

bisa berbentuk lahan rawa pasang surut, kering, kering masam, salin dan di bawah tegakan

(Anonymous, 2012a). Sedangkan lahan kering suboptimal merupakan lahan yang diusahakan

untuk pertanian secara tadah hujan.(dry land). Masalah utama yang ditemukan pada lahan kering

suboptimal adalah tingginya biaya pengolahan tanah dan kekurangan air (Anonymous, 2012b)

Di Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah Datar lahan kering suboptimal

merupakan wilayah dominan untuk usaha pertanian. Secara total terdapat lahan kering suboptimal

3.012 hektar yang tersebar sebagai tegalan, perkebunan dan kebun campuran. Sedangkan di

Kecamatan Rambatan ditemukan pula lahan kering suboptimal seluas 5.008 hektar (Anonymous,

2009). Sebaran penggunaan lahan di kedua kecamatan tersebut untuk selanjutnya dapat dilihat

pada Tabel 4.

Tabel 4. Sebaran penggunaan lahan di Kecamatan Batipuh Selatan dan Kecamatan Rambatan,

Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, 2009 (Ha) 1)

.

Kecamatan Pemukiman Sawah Lahan kering Hutan/Semak Danau lainnya Jumlah

Batipuh Selatan

Rambatan

368

1.135

1.106

2.252

3.012

5.008

5.843

1.154

3.340

3.320

46

672

13.810

12.915

Jumlah 1.503 3.358 8.020 6.997 6.660 718 26.752

1) Anonymous, 2009.

Beberapa komoditas pertanian utama ditemukan di Kecamatan Batipuh Selatan, antara

lain jagung, kacang tanah dan bawang merah untuk tanaman semusim, alpukat, rambutan, jeruk,

durian, sawo, pepaya dan pisang untuk buah-buahan, cengkeh, kayu manis, kelapa, kapuk,

kemiri, kopi Robusta dan pala untuk tanaman industri serta sapi dan ayam Buras untuk

peternakan. Di Kecamatan Rambatan ditemukan pula komoditas pertanian serupa kecuali tidak

ditemukan bawang merah, jeruk, kopi dan pala namun dijumpai komoditas lain, seperti jagung,

ubi kayu, cabe merah, kakao dan lada. Jagung merupakan komoditas unggulan untuk Kecamatan

Rambatan (Anonymous, 2009). Sebaran komoditas pertanian di kedua kecamatan tersebut untuk

selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Sebaran komoditas pertanian di Kecamatan Batipuh Selatan dan Kecamatan Rambatan,

Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, 20091)

.

Komoditas Kecamatan Batipuh Selatan Kecamatan Rambatan Jumlah

Tanaman semusim (ha)

- Jagung 77,00 1.100,00 1.177,00

- Ubi kayu 2,00 210,00 212,00

- Kacang tanah 66,00 75,00 141,00

- Bawang merah 5,00 - 5,00

- Cabe merah 7,00 32,00 39,00

Page 312: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

305 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Buah-buahan (ha)

- Alpukat 78,41 37,79 116,20

- Mangga 9,99 22,54 32,53

- Rambutan 14,30 117,45 131,75

- Jeruk 6,08 - 6,08

- Durian 37,24 54,70 91,94

- Sawo 225,78 38,90 264,68

- Pepaya 5,71 3,69 9,40

- Pisang 14,90 5,38 20,28

Tanaman Industri (ha)

- Kakao 2,00 43,00 45,00

- Cengkeh 54,00 56,00 110,00

- Kayu manis 138,00 55,00 193,00

- Kelapa 124,00 537,00 661,00

- Kapuk 24,00 75,00 99,00

- Kemiri 23,00 13,00 36,00

- Kopi Robusta 84,00 - 84,00

- Lada - 45,00 45,00

- Pala 16,00 - 16,00

Peternakan (ekor)

- Sapi 2.309 4.800 7.109

- Ayam Buras 3.850 40.107 43.957

1) Anonymous, 2009.

Kecamatan Junjung Sirih di Kabupaten Solok mempunyai berbagai komoditas pertanian

utama, seperti alpukat, cengkeh, kayu manis, kelapa, kemiri, kopi, enau, sapi dan ayam Buras.

Alpukat merupakan komoditas pertanian yang cukup terkenal dari kecamatan tersebut. Dari

Kecamatan X Koto Singkarak ditemukan beberapa komoditas utama, yaitu jagung, cengkeh, kayu

manis, kelapa, kapuk, kemiri, kopi, pinang, jahe, karet, sapi dan ayam Buras. Jeruk Kacang yang

semula menjadi buah-buahan unggulan dari Kecamatan X Koto Singkarak dewasa ini mulai

langka karena adanya serangan penyakit CVPD. Untuk Kecamatan Kubung beberapa komoditas

utamanya adalah jagung, ubi kayu, kacang tanah, kayu manis, kelapa, kopi, karet, sapi dan ayam

Buras. Di Kecamatan Kubung cukup banyak ditemukan usaha penggilingan kopi tingkat rumah

tangga. Selanjutnya untuk Kecamatan X Koto Diatas memiliki komoditas utama, seperti cengkeh

kayu manis, kelapa, kemiri, kopi, karet, kopi, durian dan ayam Buras. Durian dari wilayah ini

memiliki kualitas buah yang baik namun belum berkembang karena masih minimnya sentuhan

teknologi. Sedangkan di Kecamatan IX Koto Sungai Lasi ditemukan pula komoditas utama,

seperti jagung, ubi kayu, kacang tanah, kayu manis, kemiri, kopi, karet, sapi dan ayam Buras

(Anonymous, 2010). Untuk selanjutnya sebaran komoditas pertanian di berbagai kecamatan

dalam Kabupaten Solok yang berada di kawasan Danau Singkarak dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Sebaran komoditas pertanian di beberapa kecamatan dari Kabupaten Solok pada

kawasan Danau Singkarak, Sumatera Barat, 20101)

.

Komoditas Kec.

Junjung

Sirih

Kec.

X Koto

Singkarak

Kec.

Kubung

Kec

X Koto

Diatas

Kec

IX Koto

Sungai Lasi

Jumlah

Tanaman semusim (ha)

- Jagung - 52,00 51,00 8,00 20,00 131,00

- Ubi kayu - - 13,00 3,00 26,00 42,00

- Kacang tanah - 2,00 10,00 3,00 12,00 27,00

Tanaman Industri (ha)

- Cengkeh 44,00 75,50 33,00 189,00 5,50 347,00

- Kayu manis 208,00 878,00 128,00 326,00 170,50 1.710,50

- Kelapa 240,00 493,00 359,00 426,50 184,00 1.702.50

- Kapuk 16,00 200,00 - 15,80 - 231.80

Page 313: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

306 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

- Kemiri 430,00 302,00 37,00 670,00 770,00 2.209,00

- Kopi 595,00 899,50 557,00 264,00 99,50 2.415,00

- Pinang 9,00 25,00 6,00 35,50 2,80 78,30

- Enau - - - 54,00 4,00 58,00

- Jahe 13,99 10,50 - - - 23,50

- Karet - 88,00 284,50 58,00 78,00 508,50

Peternakan (ekor)

- Sapi 793 1.138 1.646 1.263 726 5.566,00

- Ayam Buras 2.153 3.279 7.434 1.985 1.611 16.462,00

1) Anonymous, 2010.

Alternatif Pengembangan Pertanian Lahan Kering Suboptimal

Telah disinggung sebelumnya bahwa lokasi untuk berusahatani pada kawasan Danau

Singkarak terdiri dari lahan pekarangan dan lahan perkebunan. Selain itu terdapat pula kawasan

hutan yang mulai rusak baik karena aktifitas perladangan oleh penduduk maupun peristiwa

kebakaran. Pada kawasan Danau Singkarak ditemukan pula komoditas utama yang cukup

beragam baik termasuk kelompok tanaman muda, buah-buahan, tanaman tua/industri dan

peternakan. Jenis komoditas antar kecamatan atau antar nagari juga berbeda satu sama lainnya.

Juga ditemukan komoditas spesifik, komoditas yang sudah langka atau komoditas yang mulai

berkembang. Hal-hal seperti ini patut dijadikan dasar pertimbangan dalam pengembangan

pertanian pada kawasan Danau Singkarak. Berikut ini akan dijelaskan beberapa alternatif

pengembangan pertanian untuk kawasan yang dimaksud.

Lahan Pekarangan

Pada kawasan ini dapat diterapkan praktek budidaya lorong ataupun pertanian terpadu.

Budidaya lorong (alley cropping) adalah sistem pertanaman kombinasi antara tanaman semusim

dengan tanaman tahunan, dengan penataan tanaman tahunan yang ditanam dalam larikan atau

barisan secara teratur sehingga membentuk lorong-lorong atau ruang antara barisan tanaman

tahunan yang dimanfaatkan untuk tanaman semusim.

Pada lahan miring tanaman pembentuk lorong ditanam pada guludan menurut garis

kontur. Pada guludan tersebut tanaman tahunan dapat pula diganti dengan tanaman pakan ternak

baik berupa rumput (King Grass, Rumput Gajah), atau dari golongan kacang-kacanag (lamtoro,

gamal). Tanaman pakan ternak tersebut di samping memasok pakan ternak juga sebagai

pencegah erosi. Budidaya lorong didasarkan pada prinsip ekonomis, penganekaragaman,

konservasi dan berkelanjutan. (Lukito, 2010). Sudah barang tentu pemilihan komoditas di dalam

budidaya lorong tersebut perlu disesuaikan dengan berbagai pertimbangan, antara lain komoditas

utama/unggulan setiap wilayah atau nagari dan sosial ekonomi masyarakat.

Pertanian terpadu (integrated farming) adalah pertanian yang melibatkan berbagai

makhluk hidup (tanaman, tenak, ikan) dalam jangka waktu dan tempat tetentu dalam proses

produksi sehingga dapat dipanen secara berimbang. Dengan pertanian terpadu diperoleh

berbagai keuntungan, seperti: peningkatan bahan organik dan hara tanaman.

Disamping itu pertanian terpadu akan meningkatkan hasil produksi dan

menekan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai. Selain

hemat energi, keunggulan lain dari pertanian terpadu adalah petani akan memiliki

beragam sumber penghasilan. Pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman.

Salah satu bentuk pertanian terpadu adalah integrasi tanaman-ternak.

Menurut Bamualim (2011) konsep integrasi tanaman ternak menerapkan prinsip-prinsip

pertanian secara terpadu, berkelanjutan, lintas sektoral dan ramah lingkungan. Dalam skala luas,

integrasi tanaman-ternak akan memberikan dampak luas terhadap peningkatan kesejahteraan,

meningkatkan efektivitas pengelolaan limbah dan membuka lapangan kerja. Selanjutnya

dikatakan bahwa sistem integrasi tanaman-ternak” merupakan salah satu alternatif potensial

dalam upaya mendukung pengembangan komoditas tanaman pangan dan perkebunan di

Sumatera Barat.

Page 314: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

307 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Pengkajian yang dilakukan oleh Wirdahayati et al (2011) di Kecamatan Rambatan

menunjukan bahwa integrasi sapi-kakao dan padi memberi keuntungan dalam meningkatkan

efisiensi tenaga kerja dan meningkatkan pertumbuhan sapi 1,23 kg/ekor/hari. Integrasi tanaman-

ternak tersebut juga memberi keuntungan karena dihasilkannya pupuk kandang atau kompos

sebagai pupuk tanaman. Selain itu pemanfaatan kulit kakao menjamin sanitasi kebun. Dengan

demikian pertanian terpadu, khususnya integrasi tanaman-ternak dapat diterapkan di kawasan

Danau Singkarak terutama di wilayah pertanaman kakao dan jagung dengan pasokan jerami dari

sawah sekitarnya.

Lahan Perkebunan

Pengertian lahan perkebunan dalam tulisan ini adalah lahan yang terletak di luar dan

relatif jauh dari lahan pekarangan/pemukiman masyarakat. Lahan ini umumnya digunakan untuk

mengusahakan tanaman tua/tanaman perkebunan/tanaman industri. Status lahan perkebunan

umumnya merupakan hak ulayat kaum. Komoditas yang sering dijumapai di lapangan adalah

kemiri, kopi, kayu manis, kapuk, karet dan lain-lain termasuk buah-buahan dengan pola usahatani

campuran.

Untuk pengembangan lahan perkebunan dianjurkan untuk mengusahakan tanaman

tua/tanaman perkebunan/tanaman industri yang sesuai dengan lingkungan setempat dan

mempunyai prospek yang menguntungkan bagi masyarakat. Untuk pengembangan lahan

perkebunan maka usaha intensifikasi dan konservasi lahan perlu menjadi perhatian utama. Usaha

intensifikasi dapat dilakukan dengan penyediaan bibit tanaman bermutu, perbaikan sistem

usahatani dan pasca panen. Penanaman tanaman pada lahan perkebunan dilakukan sesuai dengan

kaedah konservasi, antara lain: (1) membuat teras, (2) menanam pada guludan yang dibuat

menurut garis kontur, dan (3) menanam pada teras individu sesuai dengan keadaan lereng.

Hasil penelitian Kusuma et al (1996) di Desa Balimbing, Keamatan Rambatan

menunjukan bahwa penanaman tanaman tua/perkebunan/industri dalam pola budidaya lorong

mampu mengurangi tingkat erosi dan meningkatkan pendapatan petani. Pola budidaya lorong

yang direkomendasikan adalah penanaman dalam sabuk yang terdiri empat strata. Strata pertama

ditanam Ylang-ylang, melinjo dan kemiri. Selanjutnya arah ke bawah, strata kedua ditanam

dengan kayu manis, strata ketiga ditanam dengan King grass dan strata keempat ditanam dengan

Akar wangi. Sedangkan lorong antar sabuk ditanam dengan tanaman semusim. Disebutkan juga

bahwa pola tersebut disukai masyarakat.

Lahan Kehutanan

Hutan terdiri dari hutan negara seperti hutan lindung dan hutan kemasyarakatan (social

forestry). Hutan kemasyarakatan di dalam tulisan ini dimaksdkan sebagai wilayah hutan di

sekitar pemukiman dan kebun yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk budidaya pertanian

atau memungut hasil hutan. Dengan demikian pengertian tersebut tidak berkaitan dengan

hak/status kepemilikan lahan. Di wilayah ini masyarakat terbiasa melakukan usaha, seperti:

penebangan kayu untuk bangunan, bertanam tanaman tua dan tanaman semusim.

Pada dasarnya hutan kemasyarakatan adalah wilayah non budidaya yang berfungsi

sebagai penyangga ketersediaan air. Oleh sebab itu wilayah ini perlu dilakukan rehabilitasi.

Usaha-usaha tersebut dengan melakukan reboisasi atau penghijauan. Selain rehabilitasi, fungsi

hutan di wilayah ini dapat juga dijaga dengan praktek wanatani (agroforestry). Wanatani adalah

semua pola tata guna lahan yang berkesinambungan atau lestari, yang dapat mempertahankan dan

meningkatkan hasil optimal panen keseluruhan dengan mengkombinasikan tanaman pangan,

tahunan, dan tanaman pohon bernilai ekonomi, dengan atau tanpa ternak atau ikan piaraan

(Hendrawan, 2010). Adapun komoditas yang dianjurkan dalam praktek wanatani adalah pohon

yang bersifat serbaguna (multi purpose tree species/MPTS), seperti Alpukat, Kemiri dan Kayu

Manis.

Sedangkan hutan lindung yang menjadi hak dan tanggung jawab negra sepenuhnya

perlu dijaga kelestariannya. Pelestarian itu dengan cara tidak melakukan intervensi atau

melakukan pengrusakan hutan. Untuk itu masayarakat di sekitar hutan perlu diberi pemahaman

mengenai pelestarian hutan.

Page 315: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

308 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Lain-lain

Selain melakukan praktek budidaya lorong atau tanaman terpadu pada lahan

pekarangan, intensifikasi dan kenservasi pada lahan perkebunan, melakukan rehabilitasi dan

pelestarian pada lahan kehutanan maka perlu juga dilakukan berbagai hal strategis untuk

pengembangan pertanian pada kawasan danau singkarak. Upaya tersebut antara lain: a).

Melakukan pengembangan komoditas unggulan spesifik dan potensial serta komoditas yang

mulai langka, seperti sawo Sumpur, jeruk Kacang dan kacang tanah Pitala; b). Menyusun peta

pewilayahan komoditas sehingga setiap wilayah atau nagari tidak bersaing dalam menghasilkan

produk pertanian unggulan; dan c). mengembangkan sentra produksi buah-buahan.

Untuk pengembangan kawasan Danau Singkarak perlu kiranya dilakukan kerjasama

antara dua Kabupaten bertetangga yakni Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok serta

dinas/instansi terkait.

KESIMPULAN

Kesimpulan

Kawasan Danau Singkarak merupakan wilayah yang terletak di sekitar Danau Singkarak

dengan kondisi agroekologi relatif seragam, yaitu curah hujan bervariasi dari rendah hingga

sedang, luasnya sebaran lahan kering suboptimal dan ditemukannya berbagai komoditas

utama (komomoditas potensial, komoditas spesifik lokasi, komoditas mulai langka dan

komoditas sedang berkembang).

Berbagai alternatif pengembangan pertanian di kawasan Danau Singkarak antara lain:

1). Menerapkan praktek budidaya lorong dan atau pertanian terpadu untuk lahan pekarangan

khususnya sistem integrasi tanaman-ternak (SITT

2). Melakukan intensifikasi terutama pengadaan bibit bermutu buah-buahan, perbaikan sistem

usahatani dan pasca penen serta melakukan tindakan konservasi untuk lahan perkebunan;

3). Melakukan rehabilitasi dan pelestarian pada lahan kehutanan khususnya menerapkan

sistem wanatani.

Usaha strategis lain perlu dilakukan, antara lain:

1). Mengembangkan komoditas unggulan spesifik lokasi;

2). Menyusun peta pewilayahan komoditas;

3). Mengembangkan sentra produksi buah-buahan.

S a r a n

Terjalinnya Sinergisitas antara Pemerintahan Kabupaten Tanah Datar dan Pemerintahan

Kabupaten Solok serta lembaga/instansi terkait untuk bekerjasama dalam mengembangkan

pertanian di kawasan Danau Singkarak.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2000. Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia Skala 1:1.000.000. Pusat

Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Balittanak. 2003. Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia Skala 1:1.000.000. Balai

Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor.

BPS Kab. Tanah Datar. 2009. Kabupaten Tanah Datar Dalam Angka. Badan Pusat Statistik

Kabupaten Tanah Datar bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Tanah Datar.

Batusangkar.

BPS Kab. Tanah Datar. 2010. Kabupaten Solok Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten

Solok bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Solok. Solok.

BPTP Sumbar. 2012. Proposal Analisis Kebijakan Pengembangan Pertanian Lahan Kering Di

Wilayah Singkarak dan Sekitarnya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat.

Sukarami.

Page 316: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

309 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Bamualim, A. 2011. Sistem Integrasi Padi, Jagung dan Kakao Dengan Ternak Sapi Di Sumatera

Barat. Makalah disampaikan dalam Seminar Sehari Integrasi Tanaman –Ternak. Padang,

6 Desember 2011. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Sukarami.

Hosen, N., Asyiardi, Buharman B dan Dedy Azwardi. 2004. Keragaan Ekonomi Masyarakat

Pada Kawasan Danau Singkarak. Dalam: Prosd. Seminar Nasional Penerapan Agro

Inovasi Mendukung Ketahanan Pangan dan Agribisnis. Sukarami, 10-11 Agustus 2004.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Sukarami. ;797-811.

Kusuma, I., Y. Rubaya dan Ansyarullah. 1996. Penanggulangan Erosi dan Perbaikan Status

Hara Tanah dengan Berbagai Pola Tanam Ylang-Ylang Pada Lahan Kritis Di Sekitar

Danau Singkarak. Dalam: Hasil Penelitian Tahunan 1995/1996. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Sukrami. ;104-115.

Lukito. 2009. Pergiliran Tanaman. http://2blog.wordpress.com.2009/07/14/pergiliran-tanaman.

Diunduh 28 Desember 2011.

Wirdahayati, R.B., A.M. Bamualim, Y. Hendri, R.A. Dewi, Agusviwarman dan Supriyadi. 2011.

Laporan Akhir Tahun Pendampingan PSDS/K Melalui Inovasi Teknologi Pakan Lokal Sapi

Potong Berbiaya Murah Memanfaatkan Kulit Kakao Fermentasi. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Sukarami.

HASIL DISKUSI

Tanya : Bagaimana bentuk ril kerjasama kelembagaan yang dapat diterapkan oleh

pemerintah kabupaten?

Jawab : Membina kerjasama dengan instansi lain, bentuk realnya dari SKPD bias

terpecahkan masalahnya

Page 317: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

310 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

KAJIAN ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN PANGAN

MENJADI TANAMAN PERKEBUNAN

DI KAWASAN TRANSMIGRASI

Darman Hary

Balai Pengkajian dan Penerapan Teknik Produksi Ketransmigrasian Bengkulu

Jl. Argamakmur – Muara Aman, Margasakti Kec. Pd jaya kab. Bengkulu Utara

Email : [email protected]

ABSTRAK

Banyak transmigrasi umum pola tanaman pangan beralih fungsi ke pola tanaman perkebunan. Dampak alih

fungsi lahan tidak hanya terbatas pada penurunan produksi saja, melainkan juga terhadap hilangnya manfaat dari

investasi yang telah ditanamkan dibidang prasarana dan sarana penunjang produksi pertanian. Mencermati berbagai

persoalan yang terjadi dalam program penempatan transmigrasi saat ini terutama pada pola usaha tanaman pangan

maka perlu dilakukan kajian tentang alih fungsi lahan terhadap perubahan pola usaha tani di kawasan transmigrasi

propinsi Bengkulu yang ditujukan untuk menggali ”pull and push factor” (faktor penarik dan pendorong) transmigran

melakukan alih fungsi lahan. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi transmigran

mengalih fungsikan lahannya ke pola usaha tani yang lain di kawasan transmigrasi propinsi Bengkulu, mendapatkan

Gambaran tentang perubahan alih fungsi lahan pola tanaman pangan ke pola tanaman perkebunan di kawasan

transmigrasi, dan menyusun strategi pengendalian alih fungsi lahan yang terjadi di kawasan transmigrasi. Penelitian

dilaksanakan di Desa Rawa Indah kabupaten Seluma, Desa Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara, Desa Arga Indah I

Kabupaten Bengkulu Tengah, dan UPT Pelabi kabupaten Lebong. Penelitian bersifat deskriptif dimana Data primer

dianalisa secara kuantitatif menggunakan analisa regresi. Persentase luas lahan yang dialih fungsikan oleh tiap-tiap

keluarga transmigran pada tahun terakhir di desa-desa eks transmigrasi rata – rata sebesar 98 persen dan di UPT

Pelabi yang masih dibina sebesar 62 persen. Faktor-faktor yang mempengaruhi transmigran mengalih fungsikan

lahannya di desa Rawa indah, desa Padang jaya, desa Arga Indah I, dan UPT Pelabai adalah jumlah anggota

keluarga produktif, lamanya pendidikan formal, bantuan bibit tanaman perkebunan dari pemerintah dan keanggotaan

kelompok tani.

Kata kunci : Alih fungsi lahan, pola usaha tani

PENDAHULUAN

Dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional, transmigrasi dilaksanakan

dengan pendekatan pengembangan kawasan melalui pengembangan sentra-sentra produksi baru

bagi berbagai komoditas pangan. Pengembangan sentra produksi baru diharapkan dapat

memberikan kontribusi peningkatan produksi pangan nasional dan sekaligus sebagai upaya

distribusi pangan ke berbagai wilayah Indonesia.

Penempatan transmigrasi umum pola tanaman pangan di Propinsi Bengkulu sejak

kolonial hingga tahun 2006 berjumlah 93 UPT. Dari 93 UPT pola pangan tersebut, hanya 4

(empat) UPT yang berkembang dengan komoditas utama tanaman pangan, 16 (enam belas) UPT

berkembang dengan komoditas pangan dan perkebunan dan dan 70 (tujuh puluh) UPT

berkembang dengan komoditas tanaman perkebunan seperti sawit, karet dan kopi (Najiati dkk,

2008).

Terjadinya alih fungsi lahan ini disebabkan oleh kondisi fisik kawasan transmigran dan

sosial, budaya dan ekonomi para transmigran itu sendiri. Kondisi fisik kawasan transmigran

antara lain lahan yang diterima pada saat penempatan masih semak belukar atau belum siap,

topogragi atau kemiringan lahan tidak cocok untuk tanaman pangan, dan tanah masam dengan

tingkat kesuburan rendah. Kondisi sosial, budaya dan ekonomi antara lain Jumlah tenaga kerja

produktif dalam keluarga transmigran, kebiasaan bertani atau berusaha di tempat asal sebelum

ikut program transmigrasi, tingkat pendidikan formal, modal usaha yang dimiliki oleh tiap-tiap

keluarga transmigran pada saat awal ikut transmigran.

Mencermati berbagai persoalan yang terjadi dalam program penempatan transmigrasi

saat ini terutama pada pola usaha tanaman pangan maka perlu dilakukan satu kajian tentang alih

fungsi lahan terhadap perubahan pola usaha tani di kawasan transmigrasi propinsi Bengkulu

yang ditujukan untuk menggali ”pull and push factor” (faktor penarik dan pendorong)

transmigran melakukan alih fungsi lahan

Page 318: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

311 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tujuan kegiatan kajian alih fungsi Lahan terhadap perubahan pola usaha tani di

kawasan transmigrasi propinsi Bengkulu adalah untuk: 1) Mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi transmigran mengalih fungsikan lahannya ke pola usaha tani yang lain di

kawasan transmigrasi propinsi Bengkulu; 2) Mendapatkan Gambaran tentang perubahan alih

fungsi lahan pola tanaman pangan ke pola tanaman perkebunan di kawasan transmigrasi; 3)

Menyusun strategi pengendalian alih fungsi lahan yang terjadi di kawasan transmigrasi

BAHAN DAN METODA

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode yang dipergunakan adalah

metode survei. Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan observasi,

dengan alat pengumpul data utama adalah kuesioner. Kemudian data hasil wawancara yang

terdapat pada kuesioner ditabulasi dan discoring. Selanjutnya akan dianalisa secara kuantitatif

menggunakan analisa regresi (Nawawi, 2003 dalam Usman dan Abdi, 2008).

Metode pemilihan lokasi penelitian

Penelitian dilaksanakan di propinsi Bengkulu pada bulan Pebruari sampai dengan Juli

tahun 2012. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja empat kabupaten yaitu tiga desa

eks transmigran dan satu UPT yang masih dibina oleh Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja

Propinsi / Kabupaten di Propinsi Bengkulu. Adapun lokasi penelitian yang dimaksud adalah

sebagai berikut :

1. Desa Padang Jaya Kecamatan Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara

2. Desa Arga Indah Kecamatan Pagar Jati Kabupaten Bengkulu Tengah

3. Desa Rawa Indah Kecamatan Ilir Talo Kabupaten Seluma

4. UPT Pelabai Kecamatan Pelabai Kabupaten Lebong

Metode pengumpulan data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder.

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka antara

pengumpul data (pencatat data) dengan responden, dimana alat pengumpul data yang digunakan

yaitu kuesioner. Responden merupakan anggota warga desa-desa tempat penelitian dilaksanakan

termasuk transmigran UPT binaan, dimana teknik pengambilan sampel dilakukan secara

systematic sampling. Jumlah sampel setiap lokasi penelitian yaitu 30 Kepala keluarga.

Variebel – variabel yang diduga mempengaruhi responden mengalihfungsikan lahannya

menurut Najiati, S. (2003), Sandy I M., dkk (1991), dan Djamali, A. (2000) adalah pertama,

aspek pendorong ; jumlah tenaga kerja / usia produktif dalam keluarga, kebiasaan bertani

sebelum ikut transmigrasi, lamanya pendidikan formal, kemampuan pemenuhan kebutuhan hidup

sehari – hari dan kedua, aspek penarik ; kondisi lahan (siap tanam/tidak siap tanam), topografi,

kemudahan memperoleh saprodi, bantuan bibit tanaman perkebunan dari pemerintah,

keanggotaan kelompok tani, lamanya kepemilikan lahan, dan ratio harga tanaman pangan

dibandingkan tanaman perkebunan.

Metode analisa

Data dan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi dianalisis secara

deskriptif kualitatif.dan kuantitatif. Analisis deskriptif akan menjelaskan secara umum kondisi

yang ada di lapangan dilengkapi dengan penyajian tabel-tabel statistik dan dinarasikan.

Selanjutnya dikaji ulang terhadap pengelolaan lahan oleh keluarga transmigran baik itu sesuai

dengan peruntukkannya (tanaman pangan) maupun dialihkan penggarapannya untuk jenis – jenis

komoditas lain selain tanaman pangan.

Persentase lahan yang diolah oleh tiap-tiap keluarga transmigran pada tahun terakhir

dihitung menggunakan rumus:

Page 319: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

312 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Luas lahan yang dikelola dan menghasilkan

% Pengelolaan lahan =

Luas lahan yang diperoleh warga

Sedangkan persentase lahan yang diolah dan dialihfungsikan pada tahun terakhir

dihitung dengan rumus :

Luas lahan yang dialihfungsikan ke non pangan

% Luas lahan yang dialih fungsikan =

Luas lahan yang dikelola dan menghasilkan

Analisis aspek-aspek yang mempengaruhi transmigran mengalih fungsikan lahan usahanya

Data variabel dependent di tabulasi dan dianalisis menggunakan model analisis regresi

linear berganda (Abdi dan Usman, 2008) yang dirumuskan sebagai berikut:

Ln Yt = Ln ά + β1 Ln X1t + β2 Ln X2t + β3 Ln X3t + β4 Ln X4t+ β5 Ln

X5t + β6 Ln X6t + β7 Ln X7t + β8 Ln X8t + β9 Ln X9t + β10 Ln

X10t + β11 Ln X11t + μit ..........................................(1)

Keterangan : Y = Lahan yang dialih fungsikan ke non pangan

β = Koefisien regresi atau parameter dugaan

(i = 1,2,3,4,5,6,7)

X1 = Jumlaj tenaga kerja /usia produktif dalam keluarga

X2 = Kebiasaan bertani sebelum ikut program transmigrasi

X3 = Lamanya Pendidikan Formal

X4 = Kemampuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari- hari

X5 = Kondisi lahan (siap / tidak siap tanam)

X6 = Kondisi lahan (kemiringan/topografi)

X7 = Kemudahan memperoleh saprodi

X8 = bantuan bibit tanaman perkebunan

X9 = Keanggotaan kelompok tani

X10 = Lamanya kepemilikan lahan

X11 = Ratio harga tanaman pangan dibandingkan tanaman perkebunan

μi = Variabel pengganggu (galat)

t = Jumlah sample

Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independent (Xij) akan digunakan

uji t sebagai berikut:

t hitung = άi (Ramathan, 1990)

√ var (άi)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Exiting Lokasi Penelitian

Berdasarkan observasi yang dilakukan di tiap-tiap lokasi penelitian ternyata sebagian

besar lahan transmigran telah ditanami tanaman perkebunan. Hal ini didukung data sekunder

yang diperoleh dari lokasi penelitian seperti tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Rekapitulasi data lahan usaha I tani tiap-tiap Desa /UPT lokasi penelitian.

No Desa/UPT Luas Lahan

Tan. Pangan (ha)

Luas Lahan

Tan. Perkebunan (ha)

Persentase

(%)

1. Desa Rawa indah 80,00 257,50 76,30

2. Desa Padang Jaya 34,50 340,50 90,80

3. Desa Arga indah I 40,00 72,50 64,40

4. UPT Pelabi 44,00 46,00 51,10

Sumber : Data Sekunder, 2012.

Page 320: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

313 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Konversi Lahan Pola Tanaman Pangan Menjadi Pola tanaman Perkebunan

Pada tabel 2 menunjukkan bahwa dari faktor pendorong (Push Factor) , jumlah tenaga

kerja menjadi menjadi penyebab utama transmigran melakukan alih fungsi lahan di desa-desa

yang sudah tidak lagi dibina (40,0 persen) dan UPT yang masih dibina (36,7 persen). Data yang

diperoleh menunjukkan bahwa rata- rata jumlah tenaga kerja dalam keluarga pada tiga lokasi

desa yang tidak lagi dibina (Desa Rawa Indah, Desa Padang Jaya, dan Desa Arga Indah I) dan

UPT yang masih dibina 3,2. Hal ini cukup beralasan, apabila dikaitkan dengan faktor pendorong

lainnya , seperti kebiasaan bertani sebelum ikut transmigran. Lebih dari 30 persen responden di

lokasi penelitian mengatakan bahwa kebiasaan bertani mereka di tempat asal yaitu tanaman

pangan. Usaha tani tanaman pangan memerlukan jumlah tenaga dan waktu kerja yang lebih besar

serta pengelolaan yang rumit. Menurut Ermin (2007), bahwa jumlah tenaga kerja yang ada dalam

keluarga sangat membantu dalam kegiatan usaha tani baik untuk usaha tani sayuran yang

memerlukan tenaga 1 – 2 orang perhari, untuk tanaman perkebunan (sawit dan lada) 1 – 2 orang

per Ha/hari dan untuk petani yang menanam padi memerlukan tenaga kerja 5 – 10 orang per

Ha/hari. Kenyataan alih fungsi lahan ini semakin didorong oleh kemampuan pemenuhan

kebutuhan hidup sehari-hari yang rendah (17,8 persen dan 26,6 persen). Lebih lanjut, hasil ini

akan lebih menarik bila dikaitkan dengan faktor ekonomi (economical factor). Keinginan

responden (kepala keluarga) untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga dan memenuhi

kebutuhan rumah tangga merupakan pendorong untuk bekerja diluar sektor pertanian (mobilitas

sekeunder) Sebagian besar kepala keluarga bekerja ke luar lokasi transmigrasi / desa-desa

tetangga sebagai upahan dan buruh bangunan dikarenakan susahnya memperoleh pekerjaan di

lokasi transmigrasi.

Dikaji dari faktor penarik (pull factor), di desa- desa yang sudah tidak lagi di bina

ternyata ratio hasil tanaman pangan dibandingkan tanaman perkebunan (27,7 persen) yang

didukung keanggotaan kelompok tani (25,8 persen) dan serangan hama penyakit (24,4 persen)

menjadi penyebab utama transmigran melakukan alih fungsi lahannya. Keadaan ini sejalan

dengan hasil penelitian Umi, dkk (2011) bahwa faktor ekonomi seperti harga jual tanaman

pangan yang rendah khususnya pada saat panen, keuntungan berkebun kelapa sawit, dan harga

sawit lebih stabil / terjamin menjadi penyebab utama (58, 4 persen) terjadinya konversi lahan dari

tanaman pangan ke perkebunan di desa Kungkai baru kecamatan Air Periukan kabupaten Seluma

propinsi Bengkulu. Pendapat ini juga didukung oleh penelitian Kurdianto (2011) yang

menyatakan terjadinya alih fungsi lahan sawah ke tanaman perkebunan disebabkan oleh berbagai

hal yaitu pendapatan usaha tani kelapa sawit lebih tinggi dengan resiko lebih rendah, biaya

produksi usaha tani kelapa sawit lebih rendah, dan terbatasnya ketersediaan air. Pendapatan

petani / transmigran sangat ditentukan oleh harga komoditi yang diusahakan. Dari data yang

diperoleh menunjukkan bahwa harga tanaman pangan (padi dan jagung) di lokasi penelitian lebih

rendah dibandingkan harga tanaman perkebunan seperti karet dan kelapa sawit per satuan luas

yang diusahakan. Persentase ratio harga tanaman pangan dibandingkan tanaman perkebunan <

0,75 yaitu 84 %, sedangkan > 0,75 atau mendekati 1 yaitu 26 %.

Tabel 2. Faktor – Faktor Pendorong (Push Factor) dan Penarik (Pull factor Transmigran

melakukan Alih Fungsi lahan.

No Uraian Persentase (%)

Desa tidak lagi dibina UPT masih dibina

A Faktor Pendorong (Push factor)

1. Jumlah tenaga kerja produktif 40,0 36,7

2. Kebiasaan Bertani sebelum ikut transmigrasi 31,1 30,0

3. Lama pendidikan formal 11,1 6,7

4. Kemampuan pemenuhan kebutuhan hidup

sehari -hari

17,8 26,6

B Faktor Penarik (Pull Factor)

1. Kondisi Lahan (Siap Tanam/tidak siap tanam 1,1 10,0

2. Kemiringan /Topografi 3,3 3,3

3. Kemudahan memperoleh saprodi 11,1 3,3

4. Bantuan bibit tanaman perkebunan dari 4,4 50,0

Page 321: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

314 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

pemerintah

5. Keanggotaan Kelompok tani 25,8 13,3

6. Serangan hama penyakit 24,4 20,0

7. Lamanya kepemilikan lahan 2,2

8. Ratio hasil usaha tani tanaman pangan

dibanding tanaman perkebunan

27,7

Sumber : Data Primer, 2012.

Faktor penarik (pull factor) yang menjadi penyebab utama terjadinya alih fungsi lahan

di UPT Pelabi yaitu bantuan bibit tanaman perkebunan dari pemerintah (50 %) yang didorong

adanya serangan hama (babi dan tikus) (20%) dan keanggotaan kelompok tani (13,3).

Transmigran yang berasal dari kabupaten Cianjur yang akan ditempatkan di UPT Pelabi pada

awal keberangkatan mendapat bantuan dana untuk pembelian bibit karet sebanyak 200 batang per

KK yang akan ditanam di UPT Pelabi. Selain itu pada tahun ke-dua penempatan, Pemerintah

Daerah Kabupaten Lebong melalui instansi terkait juga memberikan bantuan bibit kopi sebanyak

400 batang per KK. Hasil studi pengembangan corporate farming dan agroestate pada tahun 2001

menyimpulkan bahwa keterbatasan modal merupakan kendala utama dalam pengembangan usaha

di kawasan transmigrasi (Najiati et al., 2001). Pada pola transmigrasi umum, transmigran

memiliki modal yang sangat terbatas yang dibawa dari daerah asalnnya. Bagi transmigran yang

daerah asalnya jauh (pulau jawa), sebagian besar dana tersebut digunakan untuk konsumsi di

perjalanan, sedangkan transmigran yang daerah asalnya relatif dekat (transmigran lokal) bekal

dari daerah asal banyak yang digunakan untuk konsumsi di daerah transmigrasi. Dengan

demikian, praktis hampir seluruh modal awal pengembangan usaha tani di daerah transmigrasi

berasal dari pemerintah (Danarti, 2003). Oleh karena itu modal dari pemerintah sangat

mempengaruhi keberlanjutan usaha tani transmigran. Berdasarkan hasil wawancara dengan

KUPT (Kepala Unit Permukiman Transmigrasi) dan responden ternyata bantuan jenis komoditi

yang diberikan pemerintah baik melalui Pemerintah Daerah Asal maupun Pemerintah Daerah

Tujuan adalah tanaman karet dan kopi.

UPT Pelabi yang berbatasan langsung dengan hutan lindung bukit Resam menyebabkan

tingginya serangan hama babi dan tikus terhadap tanaman pangan (padi, jagungn, dan ubi- ubian).

Salah satu kendala yang dapat menyebabkan kegagalan usaha tani tanaman pangan yaitu

tingginya serangan/gangguan hama penyakit. Sebanyak 11,1 persen resonden menyatakan bahwa

alasan mereka mengalih fungsikan lahannya karena tingginya serangan hama penyakit pada

tanaman pangan dibandingkan dengan tanaman perkebunan.

Pemanfaatan lahan

Dari data yang diperoleh dapat dijelaskan bahwa luas lahan usaha I yang diterima setiap

Kepala keluarga di tiga desa yaitu desa Rawa Indah, desa Padang Jaya dan desa Arga Indah I

pada saat penempatan (t+1) adalah 0,75 Ha. Sedangkan setiap kepala keluarga di UPT Pelabi

menerima lahan usaha I seluas 0,90 Ha pada tahun ke-2 penempatan. Luas lahan yang diolah dan

sekaligus dialih fungsikan oleh setiap kepala keluarga (KK) berbeda- beda seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Rekapitulasi data responden yang mengalih fungsikan lahannya.

No Desa/UPT Luas lahan tanaman

pangan (ha)

Lahan tanaman pangan diolah

dan dialihfungsikan (ha)

Persentase

(%)

1. Desa Rawa indah 22,50 22,00 97,77

2. Desa Padang Jaya 22,50 22,15 98,44

3. Desa Arga indah I 22,50 22,05 98,00

4 UPT Pelabi 27,00 16,60 61,48

Sumber : Data Primer, 2012.

Jenis-jenis komoditi yang diusahakan di tiga desa dan UPT berbeda-beda antara lain

padi gogo, jagung, kelapa sawit, karet, kakao dan kopi. Sistem penanaman yang dilakukan adalah

monokultur dan tumpang sari. Untuk lebih jelasnya jenis-jenis komoditi yang diusahakan dapat

dilihat pada Tabel 4.

Page 322: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

315 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 4. Komoditi yang ditanam pada masing-masing lokasi penelitian.

No Desa/UPT Komoditi yang diusahakan Sistem

1. Desa Rawa indah Kelapa sawit, padi gogo & jagung Monokultur & tumpangsari

2. Desa Padang Jaya Kelapa sawit, karet , & padi sawah Monokultur & tumpangsari

3. Desa Arga indah I Kelapa sawit, karet, jagung & padi Monokultur & tumpangsari

4 UPT Pelabi Karet, kakao dan kopi Monokultur

Sumber : Data Primer, 2012

Faktor Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Terhadap Perubahan Pola Usahatani

Spesifikasi dan estimasi model regresi

Tabel 5. Hasil estimasi lahan yang dialih fungsikan di (Desa Rawa Indah; Desa Padang Jaya;

Desa Arga Indah I) dan UPT Pelabi.

No.

Variabel Bebas

Desa (Rawa Indah;Pd Jaya;Arga Indah)

UPT Pelabi

Koefisien Regresi

T hitung Koefisien Regresi

T hitung

1. Intersep 1,0772 18,669 1,8417 2,382 2. Jumlah tenaga kerja produktif - 0,0099 -2,063*** - 0,0393 -1,644* 3. Kebiasaan bertani sebelum ikut tarnsmigrasi - 0,0316 -2,548*** 0,0472 2,984*** 4. Lama pendidikan formal - 0,0004 -0,222 0,0791 3,126*** 5. Kemampuan pemenuhan hidup sehari-hari - 0,0453 -1,457* -0,1148 - 0,510 6. Kondisi lahan (Siap tanam / tidak siap tanam) 0,0206 0,844 - 0,2565 1,032 7. Kondisi lahan (kemiringan / topografi) 0,0156 1,122 - 0,3111 - 1,574* 8. Kemudahan memperoleh saprodi - 0,0096 0,459 0,1078 0,497 9. Bantuan bibit tan. Perkebunan dari pemerintah - - - -

10. Keanggotaan kelompok tani - 0,0522 -3,479*** - 0,1566 - 0,966 11. Serangan / gangguan hama penyakit - - - - 12. Lamanya kepemilikan lahan - 0,0004 0,308 - 0,1734 0,994 13. Ratio harga tanaman (pangan dibanding perkebunan) -0, 0217 0,599 - 2,382

R2 0,878 0,6261 F hitung 18,000 12,0900

Sumber : Hasil analisa data primer, 2012.

Keterangan : * signifikan pada ά = 10 persen

** signifikan pada ά = 5 persen

*** signifikan pada ά = 1 persen

Tabel 6. Hasil estimasi lahan yang dialih fungsikan pada empat lokasi penelitian (Desa Rawa

Indah; Desa Padang Jaya; Desa Arga Indah I dan UPT Pelabi).

N0. Variabel Bebas Koefisien Regresi T hitung

1. Intersep 1,1352 7,240

2. Jumlah tenaga kerja produktif - 0,0136 - 3,453***

3. Kebiasaan bertani sebelum ikut tarnsmigrasi - 0,0128 - 0,340

4. Lama pendidikan formal 0,0794 1,917***

5. Kemampuan pemenuhan hidup sehari-hari - 0,0538 - 0,733

6. Kondisi lahan (Siap tanam / tidak siap tanam - 0,0737 - 1,077

7. Kondisi lahan (kemiringan / topografi) - 0,0317 0,729

8. Kemudahan memperoleh saprodi - 0,0017 0,030

9. Bantuan bibit tan. Perkebunan dari pemerintah - 0,3624 - 2,600***

10. Keanggotaan kelompok tani 0,0531 - 2,347***

11. Serangan / gangguan hama penyakit - -

12. Lamanya kepemilikan lahan 0,0024 0,538 13 Ratio harga tanaman (pangan dibanding perkebunan) 0,0245 - 0,193

R2 0,680

F hitung 9,630

Sumber : Hasil analisa data primer, 2012.

Keterangan : * signifikan pada ά = 10 persen

** signifikan pada ά = 5 persen

*** signifikan pada ά = 1 persen

Page 323: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

316 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Interprestasi hasil

Pada Tabel 5. terlihat bahwa hasil uji t memperlihatkan nilai t hitung koefisien regresi

variabel jumlah anggota keluarga produktif lebih besar dari nilai t tabel pada taraf kepercayaan 99

persen. Begitupun di UPT yang masih dibina, nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel pada taraf

kepercayaan 90 persen. Hal ini berarti bahwa jumlah anggota keluarga produktif berpengaruh

sangat nyata terhadap alih fungí lahan di desa-desa ( desa Rawa Indah, desa Padang Jaya, dan

desa Arga Indah I) yang tidak dibina lagi dan berpengaruh nyata di UPT Pelabi. Ini didukung

oleh t hitung koefisien regresi variabel jumlah anggota keluarga produktif gabungan desa – desa

yang tidak lagi dibina dan UPT yang masih dibina lebih besar dari nilai t tabel taraf kepercayaan

99 persen . Kenyataan ini dapat dimengerti karena dari hasil pengamatan di lapangan ternyata

lahan usaha I telah ditanami tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, karet, dan kopi.. Jumlah

tenaga kerja dalam keluarga tentunya akan mempengaruhi suatu keluarga untuk memilih jenis

tanaman baik tanaman pangan maupun perkebunan yang akan diusahakan. Menurut Ermin

(2007), bahwa jumlah tenaga kerja yang ada dalam keluarga sangat membantu dalam kegiatan

usaha tani baik untuk usaha tani sayuran yang memerlukan tenaga 1 – 2 orang perhari, untuk

tanaman perkebunan (sawit dan lada) 1 – 2 orang per Ha/hari dan untuk petani yang menanam

padi memerlukan tenaga kerja 5 – 10 orang per Ha/hari Data yang diperoleh menunjukkan

bahwa rata- rata jumlah tenaga kerja pada tiga lokasi desa yang tidak lagi dibina (Desa Rawa

Indah, Desa Padang Jaya, dan Desa Arga Indah I) adalah 2,2 dan UPT yang masih dibina adalah

3,2 . Ini menunjukkankan bahwa berdasarkan pertimbangan jumlah tenaga kerja ternyata

tanaman perkebunan lebih baik untuk diusahakan di empat lokasi penelitian

Uji t terhadap variabel kebiasaan bertani sebelum ikut transmigrasi menunjukkan bahwa

kebiasaan bertani atau berusaha sebelum ikut transmigrasi berpengaruh sangat nyata terhadap

alih fungsi lahan di lokasi penelitian . Begitu juga keputusan seseorang untuk mengambil sikap

dalam menentukan usaha tani yang akan dilakukan dapat dipengaruhi oleh kebiasaan atau

pengalaman kerja sebelumnya. Kebiasaan atau pengalaman sebagai petani tanaman pangan

sebelumnya (70 % responden) di desa-desa yang tidak lagi dibina menunjukkan tanaman

komoditas pangan, yaitu padi, jagung dan kedelai merupakan tanaman yang sangat memerlukan

keahlian penanganan dengan perlakuan dan pemeliharaan (pupuk dan pestisida) yang rumit,

memerlukan modal yang cukup besar serta sangat bergantung dengan cuaca, hama penyakit dan

kesuburan tanah. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap fluktuasi antara keuntungan dan

kerugian yang selalu tidak pasti. Sedangkan tanaman perkebunan seperti sawit, karet, kakao dan

kopi relatif tidak banyak memerlukan perawatan dan tidak beresiko merugi (Warsono, 2007).

Situasi ini mengakibatkan transmigran lebih memilih tanaman perkebunan untuk ditanam di lahan

usahanya. Begitupun di UPT yang masih dibina kebiasaan responden (60 persen) sebagai petani

kebun (karet dan kopi juga mempengaruhi transmigran mengalih fungsikan lahannya untuk

ditanami tanami tanaman perkebunan

Uji t terhadap variabel kemampuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari

berpengaruh nyata terhadap perubahan pola usaha tani dari tanaman pangan ke tanaman

perkebunan. Hasil ini ditunjukkan oleh nilai t hitung yang lebih besar dari t table pada taraf

kepercayaan 90 persen. Ini cukup beralasan mengingat penempatan transmighrasi sudah

berlangsung cukup lama 17 – 34 tahun. Uji t terhadap variabel kemiringan lahan / topografi

menunjukkan bahwa kemiringan lahan / topografi tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan

pola usaha tani di desa – desa yang tidak lagi dibina tetapi berpengaruh nyata di UPT Pelabi

yang masih di bina. Ini dapat dimengerti karena berdasarkan pengamatan dilapangan ternyata

lahan usaha I di desa-desa yang tidak lagi dibina sebagian besar lahannya memiliki kemiringan

lebih kecil dari 15 % terutama di desa Rawa Indah dan desa Padang Jaya. Namun di UPT Pelabi

terlihat bahwa sebagian besar lahannya memiliki kemiringan diatas 25 %, sehingga faktor

kemiringan ini menjadi salah satu pertimbangan transmigran mengalih fungsikan lahannya.

Menurut Muhammad (2009), apabila karakteristik lahan memiliki kemiringan lebih dari 25 %

(N2) maka lahan tersebut tidak layak /cocok untuk ditanami tanaman pangan tetapi lebih cocok

untuk ditanami tanaman perkebunan.

Uji t terhadap variabel adanya bantuan bibit tanaman perkebunan dari pemerintah

berpengaruh sangat nyata terhadap perubahan pola usaha tani transmigran Hasil ini ditunjukkan

Page 324: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

317 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

oleh nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel pada taraf kepercayaan 99 persen pada uji regresi

gabungan desa-desa yang tidak lagi dibina dan UPT yang masih dibina. Bibit tanaman merupakan

salah satu komponen penting dalam proses produksi pertanian. Bibit termasuk bagian penting dari

modal yang harus dimiliki oleh transmigranUji t terhadap variabel kelembagaan keanggotaan

kelompok tani menunjukkan bahwa keanggotaan kelompok tani sangat berpengaruh nyata

terhadap alih fungsi lahan dan bertanda negatif. Hasil ini memberikan informasi bahwa semakin

rendah nilai keanggotaan kelompok tani semakin besar pengaruhnya terhadap perubahan pola

tanam dari tanaman pangan menjadi perkebunan. Rendahnya nilai kelembagaan menunjukkan

bahwa pasifnya atau kurang berfungsinya keanggotaan kelompok tani.

Dampak yang timbul akibat terjadinya alih fungsi lahan di kawasan Transmigrasi

Dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional, transmigrasi dilaksanakan

dengan pendekatan pengembangan kawasan melalui pengembangan sentra-sentra produksi baru

bagi berbagai komoditas pangan. Pengembangan sentra produksi baru diharapkan dapat

memberikan kontribusi peningkatan produksi pangan nasional dan sekaligus sebagai upaya

distribusi pangan ke berbagai wilayah Indonesia (Najiati dkk, 2008). Namun kenyataan yang

terjadi saat ini, kawasan-kawasan transmigrasi yang tercipta menjadi kawasan-kawasan

permukiman baru di daerah malah menjadi konsumen pangan utama terutama beras. Seperti

contohnya data jumlah penduduk pada tabel 5.0 . berdasarkan kebutuhan beras di Provinsi

Bengkulu yaitu 501,49 gram/kapita/hari (Anonim, 2011) maka untuk memenuhi kebutuhan beras

di tiga desa seperti pada tabel 5.0, Pemerintah harus mensuply beras sebanyak + 1.193,19 ton

pertahun dikurangi produksi beras per desa.

Tabel 7. Data jumlah penduduk pada desa eks transmigrasi di lokasi penelitian.

No. Desa Jumlah Penduduk (jiwa)

1. Rawa Indah Kec.Ilir talo kab . Seluma 1489

2. Padang Jaya Kec. Padang Jaya kab bengkulu Utara 4616

3. Arga indah I Kec. Pagar jati kab. Bengkulu Tengah 420

Jumlah 6525

Sumber : Data Sekunder, 2012.

Beberapa dampak yang timbul sebagai akibat telah terjadinya alih fungsi lahan di

kawasan transmigrasi yang teridentifikasi, antara lain:

1. Pemerintah Provinsi Bengkulu harus mensuply kebutuhan pangan terutama beras di

kawasan-kawasan permukiman baru. Apabila hal ini tidak mampu dilakukan tentunya akan

berakibat terjadinya kerawanan pangan.terutama beras.

2. Mubazirnya investasi pemerintah di sektor pertanian seperti jaringan irigasi teknis yang ada di

desa Padang jaya dan sekitarnya, peralatan pertanian seperti hand traktor yang selama ini

banyak disumbangkan oleh Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu.

3. Alih fungsi lahan ke tanaman perkebunan seperti kelapa sawit akan mengganggu

keseimbangan lingkungan seperti mikro organisme tanah dan ketersediaan air tanah.

STRATEGI PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN

Berdasarkan beberapa referensi dan interpretasi dari hasil kajian yang dilakukan dalam

rangka melindungi dan mengendalikan terjadinya perubahan fungsi sebagian atau seluruh lahan

di kawasan transmigrasi, maka strategi perlindungan dan pengendalian harus dilakukan secara

menyeluruh berupa:

1. Memperkecil peluang terjadinya konversi lahan

Alam rangka memperkecil peluang terjadinya konversi lahan, pemerintah dapat

melakukan berbagai kebijakan antara lain :

a. Memberikan insentif kepada pamilik lahan.

Page 325: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

318 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

b. Menjamin harga dan menampung hasil produksi tanaman pangan terutama padi, jagung

dan kedelai.

c. Adanya jaminan ganti rugi biaya produksi apabila gagal panen yang disebabkan oleh

kekeringan dan serangan hama penyakit.

d. Mengurangi subsidi beras miskin secara perlahan-lahan

e. Meningkatkan nilai pajak tanah untuk tanaman perkebunan

f. Menaikkan pajak retribusi bagi produk perkebunan seperti getah karet/latek dan tandan

buah segar sawit.

2. Mengendalikan kegiatan konversi lahan

a. Pemerintah Pusat dapat memberikan insentif dan disintensif terhadap Pemerintah Daerah

yang mengendalikan alih fungsi lahan.

b. Pemerintah daerah tidak memprioritaskan PAD (pendapatan asli daerah) melalui pajak

penggunaan tanah /lahan oleh Perusahaan Perkebunan. Disamping itu Pemerintah Daerah

membatasi izin pembukaan lahan perkebunan dengan memperketat peraturan-peraturan

seperti batas maksimum luasan lahan untuk perkebunan, batas maksimum muatan angkutan

/tonase dan analis dampak lingkungan (andal)

c. Pemerintah Daerah harus menyempurnakan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW), diperlukan zonasi yang lebih terperinci terkait dengan pengendalian alih fungsi

lahan (Anonim, 2006).

d. Implementasi instrumen kebijakan-kebijakan tersebut diatas harus disertai oleh penegakan

hukum yang memadai. Advokasi publik harus kuat dan konsisten sehingga tingkat

keyakinan aparat instansi terkait di tataran bawah untuk mengendaliah alih fungsi lahan

tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Transmigran dalam mengalih fungsikan lahannya di desa:

Rawa Indah; Padang Jaya; Arga Indah I serta UPT Pelabai adalah faktor: jumlah anggota

keluarga produktif; lamanya pendidikan formal; bantuan bibit tanaman perkebunan dari

pemerintah; dan keanggotaan kelompok tani.

2. Dalam rangka melindungi dan mengendalikan terjadinya perubahan fungsi sebagian atau

seluruh lahan di kawasan Transmigrasi, maka strategi perlindungan dan pengendalian harus

dilakukan secara menyeluruh dengan memperkecil peluang terjadinya alih fungsi lahan dan

mengendalikan kegiatan konversi lahan.

S a r a n

Bertolak dari pengalaman penyelenggaraan Transmigrasi di lokasi penelitian yang telah berubah

pola dari tanaman pangan menjadi pola tanaman perkebunan, maka ada beberapa alternatif yang

dapat dilakukan untuk mengendalikan alih fungsi lahan pada UPT pola tanaman pangan dan UPT

yang telah beralih fungsi ke pola tanaman perkebunan, yaitu:

1. Pemerintah melalui instansi terkait memberikan insentif kepada Transmigran

2. Pemerintah menjamin harga komoditi tanaman pangan terutama padi, jagung dan kedelai serta

membantu pemasaran hasil panen komoditi pangan.

3. Pemerintah daerah segera menyusun dan menetapkan peraturan Daerah untuk menindaklanjuti

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang; Penetapan dan Alih Fungsi Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan serta Undang Undang nomor 41 Tahun 2009; tentang

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Page 326: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

319 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. 2006. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Direktorat Pangan dan

Pertanian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas. Jakarta.

Barchia M.F. 2009. Agroekosistem Tanah Mineral Masam. Gajah Mada University Press.

Jogjakarta.

Bisnis Indonesia. 2011. Konversi Lahan Sawah di Bengkulu Memprihatinkan. Bisnis Indonesia

edisi Selasa, 22 Pebruari 2011. Jakarta. ;16

BKP Prov. Bengkulu. 2011. Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Bengkulu Tahun 2011.

Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu. Bengkulu.

Disnaketrans Prov Bengkulu. 2008. Rencana Teknis Unit Permukiman dan Rencana Teknis Jalan

UPT Pelabi Kecamatan Pelabi Kabupaten Lebong. DinasTenaga Kerja dan Transmigrasi

Provinsi Bengkulu. Bengkulu.

Djamali Abdul. 2000. Manajemen Usaha Tani. Politeknik Pertanian Bogor Negeri Jember,

Jurusan Manajemen Bisnis. Departemen Pendidikan Nasional. Jember.

Pemerintah Desa Arga Indah I. 2010. Profil Desa Arga Indah I. Pemerintah Desa Arga Indah I.,

Kecamatan Pagar Jati., Kabupaten Bengkulu Tengah.

Pemerintah Desa Rawa Indah. 2010. Profil Desa Rawa Indah. Pemerintah Desa Rawa Indah.,

Kecamatan Ilir Talo., Kabupaten Seluma.

Pemerintah Desa Padang Jaya. 2012. Monografi Desa Padang Jaya. Pemerintah Desa Padang

Jaya., Kecamatan Padang Jaya., Kabupaten Bengkulu Utara.

Pusdatin Ketransmigrasian. 2008. Evaluasi Kinerja Pembangunan Transmigrasi Tahun 2007.

Pusat Data dan Informasi Ketransmigrasian. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Jakarta.

Pusdatin Ketransmigrasian. 2008. Arah Kebijakan Transmigrasi dalam Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Ke II (2010 – 2014). Pusat Penelitian dan Pengembangan

Ketransmigrasian. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta.

Kurdianto, D. 2011. Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Tanaman Kelapa Sawit.

http://uripsantoso.wordpress.com

Najiati Sri. 2003. Peluang Pengembangan Korporasi Usaha Pertanian di Pemukiman

Transmigrasi Pola Tanaman Pangan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan

Ketransmigrasian. Edisi I Tahun 2003. ISSN : 0212-3578. Hal : 37 – 54.

Najiati S., Danarti, S. H. Warsono dan L. Damanik. 2008. Transmigrasi dan Ketahanan Pangan.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian. Departemen Tenaga Kerja dan

Transmigrasi R.I. Bangkit Daya Insana, jakarta.

Ramanathan Ramu. 1990. Introductory Econometrics wih Applications. Hancourt Brace

Jovanovich. San Diego.

Riduwan dan Akdon. 2009. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Penerbit CV. Alfabeta,

Bandung.

Astuti, U.P., W. Wibawa dan A. Ishak. 2011. Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan

Pangan Menjadi Kelapa Sawit di Bengkulu : Kasus Petani di Desa Kungkai Baru. Prosd.

Seminar Nasional Budidaya Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu.

Bengkulu.

Usman, R dan Abdi. 2008. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. Teori dan Aplikasi.

Penerbit CV. Alfabeta. Bandung.

Warsono, S.H. 2007. Pembangunan Transmigrasi, Antara Kontribusi Pangan dan Alih Fungsi

Lahan (Studi kasus di propinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Penelitian dan Pengembangan

Ketransmigrasian). Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian. Departemen

Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Volume 24 No. 1 Tahun 2007. ISSN : 0216-3578. Hal

13 – 22.

Wijaya E. 2007. Sistem Usaha Tani dan Kontribusi Ternak di Desa Pangkalan Tiga. Jurnal Pusat

Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Ketransmigrasian, Jakarta. Volume 24 No. 2 tahun 2007. ISSN : 0216-3578. Hal : 13 – 24.

Page 327: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

PASCAPANEN

Page 328: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

323 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

SIFAT ORGANOLEPTIK DAN KANDUNGAN NUTRISI

ES KRIM UBI JALAR VARIETAS LOKAL BENGKULU

Wilda Mikasari dan Lina Ivanti

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Ubi jalar merupakan bahan pangan yang memiliki keunggulan nutrisi. Namun demikian, pemanfaatan ubi

jalar masih sangat terbatas. Seperti halnya di Propinsi Bengkulu, ubi jalar dijual dalam bentuk segar, padahal ubi jalar

yang segar mudah mengalami kerusakan. Masa simpan ubi jalar dapat diperpanjang dengan membuat produk turunan

yang bersifat awet. Tidak hanya awet, produk yang dikembangkan juga digemari masyarakat. Produk yang digemari

oleh masyarakat yang bisa dibuat dari ubi jalar adalah es krim ubi jalar. Selain memberikan nilai gizi lebih, penggunaan

ubi jalar sebagai bahan es krim diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah ubi jalar. Penelitian ini bertujuan

mengetahui sifat organoleptik dan kandungan nutrisi es krim ubi jalar produksi Bengkulu. Pelaksanaan penelitian pada

bulan November-Desember 2011 di Laboratorium Pascapanen BPTP Bengkulu. Rancangan penelitian menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk. Perbandingan

pasta ubi jalar dengan krim bubuk terdiri atas A (5:2) and B (1:1), C (1:2), D (3:2), dan E (2:1). Kandungan nutrisi es

krim ubi jalar meliputi analisis proksimat, kadar serat kasar, kadar gula, dan kadar vitamin A. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap warna, rasa, tekstur (mouthfeel), dan keseluruhan (overall)

es krim, namun tidak berpengaruh secara nyata terhadap aroma es krim ubi jalar pada taraf kepercayaan 95% (P<0.05) .

Kandungan nutrisi es krim ubi jalar terdiri atas 63.97% air, 3.72% protein, 3.40% lemak, 0.78% abu, 28.11%

karbohidrat, 0.02% serat kasar, 5.12% gula, dan 153.70 µg vitamin A.

Kata kunci : kandungan nutrisi, es krim, ubi jalar, produksi

PENDAHULUAN

Pola konsumsi masayarakat Indonesia saat ini belum seimbang. Konsumsi karbohidrat

sebagian besar berasal dari beras dan tepung terigu untuk memenuhi kebutuhan energi, sedangkan

konsumsi pangan sumber kalori seperti umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, kedelai, dan daging

masih kurang sehingga penduduk Indonesia menghadapi kekurangan mikronutrien diantaranya

zat besi, vitamin A, dan iodine. (Martianto, 2010).

Salah satu umbi-umbian yang merupakan sumber kalori dan mikronutrien adalah ubi

jalar. Mikronutrien yang terkandung dalam ubi jalar antara lain zat besi dan vitamin A. Selain itu,

secara umum ubi jalar (Ipomea batatas. L) mengandung karbohidrat (27.9-32.3%), protein

(1.8%), lemak (0.7%), vitamin A (900-7.700 SI), dan nilai energi (123-136 kalori).

Ubi jalar juga dikenal memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Ubi jalar ungu

memiliki kandungan antosianin yang tinggi dan berfungsi sebagai antioksidan. Ubi jalar merah

mengandung beta karoten sebagai sumber vitamin A, dan serat sebagai sumber prebiotik sehingga

dapat dikembangkan sebagai pangan fungsional Penelitian yang dilakukan oleh Nuraida, et al

(2004),

menunjukkan bahwa oligosakarida ubi jalar berpotensi sebagai prebiotik dengan

mendukung pertumbuhan Lactobacillus dan Bifidobacteria. Kandungan antosianin yang tinggi

pada ubi jalar ungu berfungsi sebagai antioksidan yang diketahui dapat menetralisir radikal bebas

penyebab penuaan dini dan pemicu aneka penyakit degeneratif seperti kanker.

Potensi produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2011 sebesar 2.192.242 ton (angka

sementara) (BPS, 2011). Sentra penghasil ubi jalar sebagian besar di Pulau Jawa, Pulau Sumatra,

Maluku dan Papua. Terutama di Pulau Sumatera, salah satu sentra penghasil ubi jalar adalah

Provinsi Bengkulu dengan jumlah produksi pada tahun 2011 adalah 26.445 ton (angka sementara)

(BPS, 2011). Terdapat beberapa jenis ubi jalar yang diproduksi di Provinsi Bengkulu yakni ubi

jalar putih, ubi jalar merah, dan ubi jalar ungu. Jenis ubi jalar yang mudah dijumpai di pasaran

adalah ubi jalar ungu dengan karakteristik bentuk cenderung lonjong, permukaan tidak rata,

daging buah ungu namun tidak pekat.

Ubi Jalar ungu produksi Bengkulu banyak ditanam di daerah Rejang Lebong dan

Kepahiang. Komoditas ini telah menjadi buah tangan bagi wisatawan dan dijajakan di sepanjang

jalan menuju pusat Kota Kepahiang. Ubi jalar asal Kepahiang dan Rejang Lebong ini baru

Page 329: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

324 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

dipasarkan dalam bentuk segar. Pemasaran dalam bentuk segar terkendala pada produk yang

mudah mengalami kerusakan.

Permasalahan tersebut, dapat diatasi dengan melakukan diversifikasi pengolahan ubi

jalar menjadi berbagai macam produk olahan. Pengolahan ubi jalar menjadi aneka macam produk

olahan berkembang sesuai dengan trend yang ada. Saat ini, trend pemanfaatan ubi jalar bergeser

dari makanan pokok (staple food) ke arah menjadi makanan olahan (processed food) (Zhang et al,

2002). Sudah banyak berkembang penelitian tentang ubi jalar mulai dari pengolahan ubi jalar

menjadi tepung. Tepung ubi jalar kemudian dikembangkan menjadi produk-produk turunan

seperti mie dan roti (Sugiyono, 2011 dan Hardoko 2010). Selain itu, Khasanah (2003),

telah

melakukan penelitian tentang formulasi produk makanan sarapan ubi jalar. Pengolahan ubi jalar

tersebut merupakan upaya untuk melakukan diversifikasi pangan karena ubi jalar dapat

menggantikan tepung terigu dalam proses pembuatan makanan olahan.

Tidak hanya terbatas pada bentuk olahan tersebut, saat ini sudah banyak dilakukan

inovasi pengolahan ubi jalar menjadi produk yang digemari oleh masyarakat, salah satunya es

krim ubi jalar. Penggunaan ubi jalar sebagai bahan pengisi pada produk es krim memiliki

keunggulan lebih karena nutrisi yang terkandung dalam ubi jalar. Kajian yang dilakukan oleh

Djaafar (2008), menunjukkan bahwa penggunaan ubi jalar sebagai bahan pengisi pada pembuatan

es puter, memberikan manfaat lebih karena adanya antosianin yang terkandung dalam ubi jalar.

Pengembangan teknologi pengolahan ubi jalar menjadi berbagai macam produk olahan

juga menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan kelebihan stok pada saat musim

panen raya tiba. Selain itu juga dapat meningkatkan nilai tambah ubi jalar. Penelitian ini

bertujuan menghasilkan formulasi produk es krim ubi jalar khas Bengkulu, mengetahui kesukaan

panelis terhadap sifat organoleptik dan kandungan nutrisi es krim ubi jalar mengingat fungsi dan

manfaat ubi jalar yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia.

BAHAN DAN METODA

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pascapanen Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

(BPTP) Bengkulu dari bulan Oktober - Desember tahun 2011. Bahan baku yang digunakan

adalah ubi jalar ungu varietas lokal Bengkulu dengan ciri khas daging buahnya berwarna putih

keunguan, berbentuk lonjong, dan permukaannya tidak rata.

Tahapan kegiatan meliputi pembuatan es krim ubi jalar, uji organoleptik untuk

mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap es krim ubi jalar, dan analisis kandungan nutrisi es

krim ubi jalar. Bahan-bahan yang diperlukan pada pembuatan es krim ubi jalar yakni pasta ubi

jalar, krim bubuk, air es dan susu kental manis. Bahan baku ubi jalar yang digunakan adalah jenis

ubi jalar ungu. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan

perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (Tabel 1) dimana perbandingan pasta ubi jalar

dengan krim bubuk adalah A (5:2), B (1:1), C (1:2), D (3:2), dan E (2:1).

Tabel 1. Formula es krim ubi jalar masing-masing perlakuan.

Bahan A B C D E

Pasta Ubi Jalar (g) 250 50 50 150 100

Krim bubuk (g) 100 50 100 100 50

Proses pembuatan es krim ubi jalar (Gambar 1), diawali dengan pembuatan pasta ubi

jalar. Selanjutnya air es dan susu kental manis dikocok dengan kecepatan rendah. Krim bubuk

lalu dimasukkan ke dalam campuran tersebut, dikocok dengan kecepatan tinggi sampai

mengembang. Pasta ubi jalar dicampurkan ke dalam adonan krim kemudian dituangkan ke dalam

cup dan didinginkan di dalam freezer selama ± 4 jam.

Page 330: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

325 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Pencucian dan Penirisan

Pengocokan dengan

kecepatan rendah Pengukusan

Pengocokan dengan Pengupasan

kecepatan tinggi

Penghancuran

Pencampuran

Pengemasan

Pendinginan

Gambar 1. Diagram alir pembuatan es krim ubi jalar.

Uji organoleptik melibatkan 25 orang panelis (sebagai ulangan). Selanjutnya, contoh

disajikan secara acak dan panelis diminta untuk menguji tingkat kesukaan terhadap warna,

aroma, rasa, tekstur (mouthfeel), dan keseluruhan es krim ubi jalar. Pengujian dilakukan satu

persatu atau secara bersamaan dan tanpa melakukan pembandingan antar sampel akan tetapi

merupakan respon spontan terhadap kesukaan es krim. Skor kesukaan panelis meliputi 7 kisaran

skala yakni skala 1 (sangat tidak suka), skala 2 (tidak suka), skala 3 (agak tidak suka), skala 4

(netral), skala 5 (agak suka), skala 6 (suka), dan skala 7 (sangat suka). Analisis kandungan nutrisi

ubi jalar mengacu pada Analysis of Association Of Official Analytical Chemist (AOAC). 9

Data hasil uji organoleptik kemudian dianalisis menggunakan Analysis of Variance

(ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% (P<0.05) lalu dilanjutkan dengan uji beda nyata

(Duncan). Perangkat uji statistik yang digunakan adalah Program SPSS 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Organoleptik

Berdasarkan hasil uji organoleptik, dapat diketahui tingkat kesukaan panelis terhadap

warna, aroma, rasa, tekstur (mouthfeel ), dan keseluruhan es krim ubi jalar.

a. Warna

Winarno, 10

menyatakan bahwa penilaian mutu bahan makanan pada umumnya

sangat bergantung pada beberapa faktor antara lain citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya,

tetapi sebelum faktor-faktor tersebut dipertimbangkan secara visual, faktor warna kadang-

kadang sangat menentukan. Warna dalam suatu makanan umumnya dipengaruhi oleh bahan

baku. Hasil uji organoleptik terhadap warna produk disajikan pada Gambar 2. Skor kesukaan

panelis terhadap warna es krim ubi jalar yakni berkisar antara 4,60-5,92 (agak suka sampai

suka) untuk 7 skala kisaran kesukaan. Berdasarkan analisis ragam dapat diketahui bahwa

perlakuan berpengaruh nyata terhadap warna es krim pada taraf kepercayaan 95% (P<0,05).

Uji lanjut Duncan menunjukkan terdapat keragaman antar perlakuan.

Penggunaan krim bubuk dengan perbandingan yang seimbang dengan pasta ubi jalar

menghasilkan produk yang disukai dan dinilai tidak berbeda warnanya oleh panelis yakni es

krim ubi jalar formula B, formula C, dan formula D. Sementara itu, penambahan pasta ubi

dengan perbandingan dua kali lebih banyak dibandingkan krim bubuk yakni es krim formula

Pasta

Ubi Jalar

Air Es

(150 g)

Krim

Bubuk

Es Krim Ubi Jalar

Susu Kental Manis (90 g) Ubi Jalar

Page 331: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

326 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

A dan formula E warnanya belum disukai oleh panelis. Hal ini karena warna ungu es krim

kurang pekat, akibat warna ungu bahan baku ubi jalar yang tidak merata sehingga dihasilkan

warna ungu pucat yang kurang menarik.

Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendrayati, dkk 11

yang

melakukan uji organoleptik untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap tiga jenis

es krim yakni es krim ubi jalar ungu, es krim ubi jalar putih, dan es krim ubi jalar oranye.

Hasil penelitian menunjukkan daya terima pada aspek warna yang paling dominan adalah es

krim ubi jalar oranye sebanyak 75%, es krim ubi jalar ungu 58%, dan es krim ubi jalar putih

51%.

Gambar 2. Tingkat kesukaan terhadap warna.

Keterangan : nilai diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan nilai tidak

berbeda nyata (uji Duncan α = 5%)

A = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (5:2)

B = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (1:1)

C = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (1:2)

D = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (3:2)

E = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (2:1)

b. Aroma

Sebagian besar aroma yang terdeteksi pada es krim ubi jalar merupakan aroma ubi

jalar, susu, dan lemak. Rataan nilai kesukaan panelis terhadap aroma produk (Gambar 3)

berkisar antara 5,08-5,68 (agak suka sampai suka) untuk 7 skala kisaran kesukaan. Perlakuan

pada pembuatan es krim ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap aroma es krim ubi jalar

berdasarkan analisis sidik ragam pada taraf kepercayaan 95% (P<0,05).

Secara umum, aroma es krim ubi jalar disukai oleh panelis. Hal ini karena, ubi jalar

memiliki aroma yang khas. Penggunaan ubi jalar dua kali lebih banyak dibanding krim bubuk

oleh panelis masih bisa diterima. Namun, hasil yang berbeda ditunjukkan oleh hasil penelitian

yang dilakukan Elisabeth, et al., (2007), bahwa panelis lebih menyukai es krim dengan cita

rasa dan aroma susu yang masih terasa dibandingkan es krim dengan cita rasa dan aroma ubi

jalar yang terlalu menonjol. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata skor penilaian hedonik

panelis untuk es krim dengan perlakuan perbandingan susu skim dan ubi jalar 7,5% : 2,5%

yang tertinggi, yaitu 5,56 (agak suka sampai suka) untuk aroma dan 6,31 ( suka sampai sangat

suka).

Selain aroma ubi jalar, panelis juga menyukai aroma susu yang dihasilkan dari

penggunaan krim bubuk pada pembuatan es krim ubi jalar. Hal ini dapat terlihat dari skor

hedonik yang tinggi terhadap formula es krim ubi jalar dengan penambahan krim bubuk dua

kali lebih banyak dibandingkan pasta ubi jalar.

Page 332: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

327 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Gambar 3. Tingkat kesukaan terhadap aroma.

Keterangan : nilai diikuti oleh huruf yang sama menunjukan nilai tidak berbeda

nyata (uji Duncan α = 5%)

A = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (5:2)

B = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (1:1)

C = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (1:2)

D = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (3:2)

E = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (2:1)

c. Rasa

Rasa es krim ubi jalar dipengaruhi oleh pasta ubi jalar, krim, dan susu. Rataan nilai

kesukaan panelis terhadap rasa produk (Gambar 4) berkisar antara 4,24-6,00 (netral sampai

suka) untuk 7 skala kisaran kesukaan. Hasil analisis ragam pada taraf kepercayaan 95%

(P<0,05), menunjukkan perlakuan pada pembuatan es krim ubi jalar berpengaruh secara nyata

terhadap rasa. Uji lanjut Duncan menunjukkan terdapat keragaman antar perlakuan.

Semakin banyak penggunaan ubi jalar pada es krim ternyata berpengaruh terhadap

penilaian rasa es krim oleh panelis. Batas penambahan pasta ubi pada es krim yang masih

diterima oleh panelis adalah pada taraf 50%. Lebih dari itu, tingkat kesukaan panelis

berkurang. Hal ini karena panelis kurang menyukai rasa ubi jalar yang menonjol pada es krim,

seperti pada es krim ubi jalar formula A dan E.

Gambar 4. Tingkat kesukaan terhadap rasa.

Keterangan : nilai diikuti oleh huruf yang sama menunjukan nilai tidak

berbedanyata (uji Duncan α = 5%)

A = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (5:2)

B = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (1:1)

C = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (1:2)

D = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (3:2)

E = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (2:1)

d. Tekstur (mouthfeel)

Rataan nilai kesukaan panelis terhadap tekstur (mouthfeel) produk (Gambar 5)

berkisar antara 3,76-6,16 (netral sampai suka) untuk 7 skala kisaran kesukaan. Hasil analisis

Page 333: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

328 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

ragam menunjukkan perlakuan pada es krim berpengaruh nyata terhadap tekstur es krim ubi

jalar pada taraf kepercayaan 95% (P<0,05). Uji Duncan menunjukkan terdapat keragaman

antarperlakuan.

Tekstur es krim ubi jalar dipengaruhi oleh pasta ubi jalar dan lemak yang terdapat

pada es krim. Bertambahnya kandungan lemak es krim menyebabkan tekstur es krim menjadi

lebih baik dan semakin tahan terhadap proses pencairan. Penambahan krim bubuk pada es

krim ubi jalar menyebabkan tekstur menjadi lebih lembut, sedangkan penambahan pasta ubi

jalar meyebabkan tekstur es krim ubi jalar menjadi kasar. Hal ini mempengaruhi penilaian

panelis terhadap tekstur es krim ubi jalar ungu.

Berdasarkan penilaian panelis, tekstur es krim ubi jalar yang paling disukai adalah es

krim formula C dengan komposisi krim bubuk dua kali lebih banyak dibandingkan pasta ubi

jalar.

Gambar 5. kesukaan terhadap tekstur (mouthfeel).

Keterangan : nilai diikuti oleh huruf yang sama menunjukan nilai tidak

berbeda nyata (uji Duncan α = 5%)

A = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (5:2)

B = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (1:1)

C = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (1:2)

D = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (3:2)

E = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (2:1)

e. Keseluruhan (overall)

Hasil uji organoleptik terhadap overall produk disajikan pada Gambar 6. Rataan nilai

kesukaan panelis terhadap keseluruhan produk berkisar antara 4,16-6,00 (netral sampai suka)

untuk 7 skala kisaran kesukaan.

Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan pada pembuatan es krim berpengaruh

nyata terhadap es krim ubi jalar secara overall. Uji Duncan menunjukkan terdapat keragaman

antarperlakuan pada taraf kepercayaan 95% (P<0.05).

Gambar 6. Tingkat kesukaan terhadap keseluruhan (overall).

Keterangan : nilai diikuti oleh huruf yang sama menunjukan nilai tidak berbeda nyata (uji Duncan α = 5%)

A = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (5:2)

Page 334: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

329 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

B = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (1:1)

C = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (1:2)

D = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (3:2)

E = perbandingan pasta ubi jalar dengan krim bubuk (2:1)

Kandungan Nutrisi

Ubi jalar ungu dalam 100 gram bahan mengandung 123,00 kal kalori; 0,70% protein;

0,94 % lemak; 27,64 karbohidrat dan 70,46% air. Selain itu, terdapat komponen vitamin, mineral.

Dan serat.Vitamin yang terdapat pada ubi jalar ungu dalam jumlah besar adalah vitamin A

(7.700,00 SI). Ubi jalar ungu juga mengandung mineral seperti kalsium, fosfor, dan zat besi.

Serat yang terkandung dalam uji jalar ungu yakni sebesar 0,35%. 12

Analisis kandungan nutrisi es

krim ubi jalar meliputi analisis proksimat (kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, dan

kadar karbohidrat), kadar serat kasar, kadar gula dan analisis kadar vitamin A. Es krim ubi jalar

yang dipilih untuk dianalisis adalah produk B. Perlakuan tersebut dipilih selain karena memiliki

skor kesukaan atribut sensori yang tinggi, juga membutuhkan biaya yang lebih rendah dalam hal

produksi dibandingkan dengan perlakuan lain. Kandungan nutrisi es krim ubi jalar disajikan pada

Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nutrisi es krim ubi jalar terpilih (produk B).

Komponen Jumlah

Air (%) 63,97

Protein (%) 3,72

Serat Kasar (%) 0,02

Lemak (%) 3,40

Abu (%) 0,78

Karbohidrat (%) 28,11

Kadar Gula (%) 5,12

Kadar Vitamin A (µg) 153,70

Es krim ubi jalar terpilih memiliki kandungan nutrisi yaitu kadar lemak (3,40%), kadar

karbohidrat (28,11%), kadar gula (5,12%), dan kadar vitamin A (153,70 µg), kadar air (63,97%)

dan kadar serat kasar (0,02%). Beberapa komponen nutrisi yang mempengaruhi karakter es krim

adalah lemak dan protein susu. Lemak berkontribusi terhadap rasa dan aroma es krim. Protein

susu juga berpengaruh terhadap struktur es krim. Gabungan lemak dan es krim berperan dalam

pencampuran dan peningkatan volume es krim. 13

Kandungan nutrisi seperti kadar lemak dan kadar gula pada es krim ubi jalar terpilih

lebih kecil dibandingkan dengan standar mutu es krim yang dipersyaratkan SNI 01-3713-1995, 14

yakni minimal 8% kandungan lemak dan kandungan gula minimal 12%. Rendahnya kadar lemak

dan kadar gula serta kandungan serat dan vitamin A pada es krim ubi jalar menjadikan produk ini

berpeluang untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sifat organoleptik es krim ubi jalar dengan penambahan pasta ubi jalar berpengaruh nyata

terhadap warna, rasa, tekstur, dan keseluruhan es krim, namun tidak berpengaruh nyata

terhadap aroma es krim. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna es krim ubi jalar (agak

suka-suka), aroma (agak suka-suka), rasa (netral-suka), tekstur (netral-suka), overall (netral-

suka).

Es krim ubi jalar dengan perbandingan pasta ubi jalar dan krim bubuk 1:1 mengandung nutrisi

: kadar lemak (3.40%), kadar karbohidrat (28.11%), kadar gula (5.12%), kadar vitamin A

(153.70 µg), kadar air (63.97%), dan kadar serat kasar (0.02%). Rendahnya kadar lemak dan

kadar gula serta kandungan serat dan vitamin A pada es krim ubi jalar formula tersebut

menjadikan es krim ubi jalar ini berpeluang untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional.

Page 335: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

330 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

S a r a n

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui sifat organoleptik dan kandungan

nutrisi es krim dengan varietas ubi jalar yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of Association of Official Analytical Chemists.

Washington D.C. Association of Official Analytical Chemist.

BPS dan Ditjen Tanaman Pangan. 2011. Produksi Ubi Jalar di Indonesia Menurut Provinsi

Tahun 2001-2011. http://tanamanpangan.deptan.go.id/doc_upload/

SERIES%20PRODUKSI%20UBI%20JALAR%202002-2011.pdf. [27 Agustus 2012].

Clarke, C. 2004. Application of Whey Protein Isolate Glycated with Rare Sugars to Ice Cream.

Cambridge : RSC Publishing. Food Sci. Technol. Res., 14 (5) : 457 – 466.

Djaafar, T. F. dan M. Gardjito. 2008. Pemanfaatan Dua Varietas Ubi Jalar Ungu (Ipomea

batatas L.) pada Pembuatan Es Puter dan Karakteristik Es Puter. Buletin Teknologi Pasca

Panen Pertanian. Vol. (1) : 1-8.

Depkes RI. 1995. Buku Komposisi Bahan Pangan Khasanah, U. 2003. Formulasi, Karakterisasi

Fisiko-Kimia dan Organoleptik Produk Makanan Sarapan Ubi Jalar (Sweet Potatoe

Flakes). Skripsi. FATETA. IPB. Bogor.

Hardoko, Liana, H. dan Tagor, M. S. 2010. Pemanfaatan Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas L.

Poir) Sebagai Pengganti Sebagian Tepung Terigu dan Sumber Antioksidan pada Roti

Tawar. J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. (21) : 25-32.

Hendrayati, et al. 2012. Daya Terima Es Krim Ubi Jalar pada Anak Sekolah Dasar di Kecamatan

Beringkanaya. Media Gizi Pangan. Edisi 1. Vol (13) : 12-19.

Martianto, D. 2010. Food and Nutrition Security Situation in Indonesia and Its Implication for the

Development of Food, Agriculture and Nutrition. Journal of Developments in Sustainable

Agriculture (5) : 64-81.

Nuraida, L., Palupi, N. S., Anggiarni, A. N. dan Pertiwi W. 2004. Pemanfaatan Ubi Jalar sebagai

Prebiotik dan Formulasi Sinbiotik sebagai Suplemen Pangan. di dalam Nuraida, L., Hana,

Sri, R. D., dan Didah N., F. 2008. Pengujian Prebiotik dan Sinbiotik Produk Olahan Ubi

Jalar Secara In Vivo. J. Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. (19) : 89-96

SNI 01-3713. 1995. Es Krim. Jakarta : BSN

Sugiyono, Edi, S. Elvira, S. dan Hery, S. 2011. Pengembangan Produk Mie Kering dari Tepung

Ubi Jalar (Ipomea batatas) dan Penentuan Umur Simpannya dengan Metode Sorpsi

Isotermis. J. Teknol. dan Industri Pangan. Vol. (22) : 164-170.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Zhang, Z. C.C. Wheatley, H. Corke. 2002. Biochemical Changes During Storage of Sweet

Potatoe Roots Differing in Dry Matter Content. diacu dalam Onggo, T. M. 2006.

Perubahan Komposisi Pati dan Gula Dua Jenis Ubi Jalar “Nirkum” Cilembu Selama

Penyimpanan. Jurnal Bionatura. Vol (8) : 161-170.

Page 336: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

331 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP ULIR UBI JALAR UNGU

PADA BERBAGAI UMUR PANEN DI PROVINSI BENGKULU

Wilda Mikasari and Taufik Hidayat

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

E-Mail : [email protected]

ABSTRAK

Ubi jalar (Ipomea batatas, L) adalah sejenis tanaman budidaya yang berasal dari Amerika Selatan yang

beriklim tropis. Produksi ubi jalar di provinsi Bengkulu tahun 2009 sebesar 20.930 ton. Mengingat besarnya jumlah

produksi tersebut serta fungsi dan manfaat ubi jalar dan kurang optimalnya pemanfaatan ubi jalar sebagai sumber

pangan, perlu dikembangkan teknologi pengolahan ubi jalar menjadi produk yang digemari masyarakat. Penelitian ini

bertujuan untuk mendapatkan hasil olahan yang terbaik dan paling digemari konsumen/ masyarakat maka perlu dikaji

variasi umur panen terhadap mutu dan preferensi konsumen terhadap produk ulir-ulir ubi jalar. Pengkajian dilakukan di

Laboratorium Pascapanen Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu dari bulan Mei s.d. Desember tahun

2011. Parameter yang diamati adalah uji organoleptik untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk

ulir ubi jalar, dan analisis kimia berupa kadar air, kadar abu, protein, lemak karbohidrat. Rancangan dalam kajian ini

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan umur panen (H-7, H0, dan H+7). Skor kesukaan

panelis meliputi 7 kisaran skala yakni skala 1 (sangat tidak suka), skala 2 (tidak suka), skala 3 (agak tidak suka), skala 4

(netral), skala 5 (agak suka), skala 6 (suka), dan skala 7 (sangat suka). Data yang diperoleh kemudian dianalisis

menggunakan statistik non parametrik uji Kruskal-Wallis. Analisis karakter kimia produk mengacu pada metode

AOAC. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa umur panen ubi jalar tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

tingkat kesukaan konsumen terhadap produk olahan ulir ubi jalar. Hal ini diduga karena umur panen dengan rentang

hanya dalam 1 mingu merupakan umur panen yang masih sangat wajar dilakukan pada ubi jalar. Hasil uji kimia

laboratorium terhadap sampel ulir ubi jalar meliputi kandungan kadar air, kadar abu, protein, lemak dan karbohidrat

masih dalam batas yang sesuai untuk makanan ringan.

Kata kunci : ubi jalar, uji preferensi, konsumen,organoleptik.

PENDAHULUAN

Ubi jalar atau ketela rambat atau sweet potato (Ipomea batatas. L) adalah sejenis

tanaman budidaya yang berasal dari Amerika Selatan yang beriklim tropis. Bagian yang

dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi.

Di Afrika, umbi ubi jalar menjadi salah satu sumber makanan pokok yang penting. Di Asia,

selain dimanfaatkan umbinya, daun muda ubi jalar juga dibuat sayuran. Terdapat pula ubi jalar

yang dijadikan tanaman hias karena keindahan daun dan bunganya.

Ubi jalar merupakan salah satu komoditas lokal yang dikembangkan di Propinsi

Bengkulu. Produksi ubi jalar Provinsi Bengkulu tahun 2009 sebesar 20.930 ton. Kabupaten sentra

produksi ubi jalar adalah Kabupaten Rejang Lebong dengan jumlah produksi sebanyak 8.185 ton

atau 39,10% dari total produksi ubi jalar di Propinsi Bengkulu. Selain Kabupaten Rejang Lebong,

Kabupaten Bengkulu Utara juga merupakan daerah penghasil ubi jalar dengan jumlah produksi

sebesar 3.763 ton atau 17,98% dari total produksi ubi jalar di Propinsi Bengkulu. Jenis ubi jalar

yang dibudidayakan oleh sebagian besar petani adalah ubi jalar varietas lokal yakni ubi jalar putih

keunguan dan ubi jalar kuning.

Ditinjau dari kandungan nutrisi, ubi jalar segar merupakan sumber karbohidrat, vitamin,

antosianin, dan beta karoten. Ubi jalar segar memiliki kandungan gizi karbohidrat 27.9-32.3%,

protein 1.8%, lemak 0.7%, vitamin A 900-7.700 SI, dan nilai energi 123-136 kalori. Ubi jalar

juga dikenal memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh manusia karena memiliki kandungan

antosianin (ubi jalar ungu), beta karoten (ubi jalar kuning), dan serat sehingga dapat

dikembangkan sebagai pangan fungsional. Kandungan antosianin yang tinggi pada ubi jalar ungu

berfungsi sebagai antioksidan yang diketahui dapat menetralisir radikal bebas penyebab penuaan

dini dan pemicu aneka penyakit degeneratif seperti kanker (Ginting dkk., 2006). Variasi dari

pengolahan ubi jalar ungu ini telah banyak dikembangkan oleh masyarakat antara lain dalam

bentuk tepung, cake ubi, bakpau ubi, keripik ubi, es krim ubi, muffin ubi, stik ubi dan ulir-ulir ubi

jalar.

Mengingat fungsi dan manfaat ubi jalar serta kurang optimalnya pemanfaatan ubi jalar

sebagai sumber pangan, perlu dikembangkan teknologi pengolahan ubi jalar menjadi produk yang

Page 337: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

332 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

digemari masyarakat. Salah satu makanan yang cukup digemari masyarakat adalah ulir ubi jalar.

Dengan memakai bahan dasar ubi jalar ungu yang berkualitas dan bergizi tinggi ini dalam

cemilan yang digemari masyarakat dengan campuran tepung terigu, tepung ketan, telur, vanili,

gula halus dan garam melalui beberapa tahap pengolahan seperti pengukusan, pencampuran

adonan, pencetakan ulir dan penggorengan. Adapun pengkajian ini bertujuan untuk mendapatkan

hasil olahan yang terbaik dan paling digemari konsumen/masyarakat.

BAHAN DAN METODA

Pengkajian dilakukan di Laboratorium Pascapanen Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian (BPTP) Bengkulu dari bulan Mei - Desember tahun 2011. Parameter yang diamati

adalah uji organoleptik untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk ulir ubi

jalar, dan analisis kimia berupa kadar air, kadar abu, protein, lemak karbohidrat. Rancangan

dalam kajian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan umur panen

(H-7, H0, dan H+7). Bahan baku ubi jalar yang digunakan adalah jenis ubi jalar yang berwarna

keunguan. Tahapan kegiatan meliputi pengambilan bahan baku dari Kabupaten Rejang Lebong

dengan tiga umur panen yang berbeda. Ho merupakan umur panen yang biasa dilakukan oleh

petani yaitu 100 hari. Bahan baku H-7 diambil pertama kemudian disimpan dilab pada suhu

kamar, kemudian 7 hari berikutnya diambil kembali bahan ubi jalar Ho dan disimpan dalam

keadaan yang sama dan 7 hari berikutnya lagi dimbil kembali bahan baku untuk Ho dan langsung

dilakukan pengolahan pembuatan ulir ubi jalar dan besoknya dilakukan uji organoleptik terhadap

produk sampel yang dibuat. Pembuatan produk berupa ulir-ubi jalar dilakukan dengan perlakuan

yang sama dan masing-masing sampel di ulang sebanyak 3 kali.

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap produk

yang dihasilkan berdasarkan kriteria warna, rasa, aroma, tekstur/mouthfeel dan penampilan secara

keseluruhan produk dengan menggunakan uji hedonik dengan panelis agak terlatih sebanyak 25

orang karyawan di lingkungan BPTP Bengkulu. Pengujian dilakukan satu persatu atau secara

bersamaan dengan tanpa melakukan pembandingan antar sampel akan tetapi merupakan respon

spontan terhadap kesukaan dari produk yang diuji. Skor kesukaan panelis meliputi 7 kisaran skala

yakni skala 1 (sangat tidak suka), skala 2 (tidak suka), skala 3 (agak tidak suka), skala 4 (netral),

skala 5 (agak suka), skala 6 (suka), dan skala 7 (sangat suka). Contoh uji hedonik disajikan secara

acak dan dalam memberikan penilaian, panelis tidak boleh mengulang-ulang penilaian atau

membanding-bandingkan contoh yang disajikan. Selanjutnya dianalisis menggunakan statistik

non parametrik uji Kruskal-Wallis. Apabila terdapat perbedaan maka dilakukan uji tukey sebagai

uji lanjutannya dengan menggunakan selang kepercayaan 95% (α = 0,05) (Yitnosumarto, 1993).

Analisis karakter kimia produk mengacu pada metode AOAC.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Pembuatan Ulir Ubi Jalar

Proses pembuatan cemilan ulir ubi jalar (Gambar 1), diawali dengan pembuatan

pasta ubi jalar. Pasta dibuat dengan menggunakan ubi jalar ungu yang sudah dikupas

serta dikukus sebanyak 300 gram yang dicampur dengan telur sebanyak 3 butir dan di

blender sampai menjadi pasta. Selanjutnya bahan-bahan tambahan seperti tepung terigu

sebanyak 100 gram, tepung ketan sebanyak 200 gram, vanili ½ sendok teh, garam

sebanyak ½ sendok teh, gula halus 20 gram dan dicampur dengan pasta ubi jalar sambil

diaduk sampai merata ditambahkan mentegasebanyak 3 sendok makan. Setelah adonan

rata kemudian dicetak berbentuk ulir dengan alat concerto lalu di goreng sampai matang.

Page 338: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

333 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Gambar 1. Diagram alir pembuatan cemilan ulir ubi jalar.

Hasil Uji Organoleptik Terhadap Sampel Ulir ubi jalar

Uji kesukaan atau uji hedonik merupakan uji tentang tanggapan secara pribadi panelis

tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap suatu produk, yang biasa dikemukakan dalam

bentuk tingkat-tingkat kesukaan atau skala hedonik (Soekarto, 1985). Pada penilaian untuk uji

organoleptik ini diperlukan panelis. Panelis yang digunakan pada uji organoleptik ini terdiri dari

25 orang karyawan BPTP Bengkulu yang merupakan panelis agak terlatih, yaitu panelis dimana

anggotanya bukan merupakan hasil seleksi tetapi umumnya terdiri dari individu-individu yang

secara spontan mau bertindak sebagai penguji dan sudah pernah melakukan hal serupa

sebelumnya.

Uji kesukaan ini bertujuan untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap cemilan ulir

ubi jalar yang dibuat dengan komposisi 300 gram ubi jalar ungu, telur 3 butir, tepung terigu 100

gram, tepung ketan 200 gram, vanili ½ sendok teh, garam ½ sendok teh, gula halus 20 gram dan

mentega 3 sendok makan. Pengujian organoleptik pada penelitian ini digunakan skala hedonik

(sangat tidak suka, tidak suka, agak tidak suka, netral, agak suka, suka, sangat suka) pada setiap

sampel cemilan ulir ubi jalar.

Tabel 1. menyajikan hasil analisis organoleptik ulir ubi jalar, dengan mutu organoleptik

yang dinilai adalah warna, aroma, kerenyahan, rasa, dan penampilan produk ulir ubi jalar secara

Ubi Jalar

Pasta Ubi Jalar

Tepung Terigu Tepung

Ketan

Vanili

Cemilan Ulir Ubi jalar

Gula Halus

Garam

Mentega

Pengupasan

Pencucian

Penirisan

Pengukusan

Penghancuran + Telur

Diaduk Hingga Merata

Dicetak dalam bentuk ulir

Digoreng

Pengemasan

Ditiriskan

Page 339: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

334 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

keseluruhan. Adapun rekapitulasi data hasil uji organoleptik terhadap sampel ulir ubi jalar dapat

dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Preferensi konsumen terhadap sampel ulir ubi jalar dengan tiga perlakuan umur panen

di BPTP Bengkulu tahun 2011.

Perlakuan Sifat Organoleptik

Warna Aroma Rasa Kerenyahan Penampilan Keseluruhan

Panen H-7 4,4 5,4 5,9 4,8 5,0

Panen H 0 4,5 5,3 5,5 4,7 5,1

Panen H+7 4,5 5,5 5,6 4,8 5,0

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer (2011).

Hasil analisa dengan metode Kruskall-wallis terhadap variabel organoleptik ulir ubi

jalar tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap warna, aroma, rasa, kerenyahan dan

penampilan secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat dari nilai Asymp.Sig. > 0,05 atau Hhitung

yang lebih kecil dari pada Htabel (Hhitung < Htabel).

Tabel 2. Hasil analisis statistik uji organoleptik ulir ubi jalar pada Lab. Pascapanen BPTP

Bengkulu Tahun 2011.

Warna Aroma Rasa Kerenyahan Keseluruhan Total

Chi-Square 0,161 1,625 2.473 0,127 0,164 0,867

Df 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000

Asymp. Sig. 0,923 0,444 0,290 0,939 0,921 0,648

Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor

diantaranya citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya, disamping sifat mikrobiologisnya. Tetapi

sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan

kadang-kadang sangat menentukan (Winarno, 2002). Menurut Kartika dkk. (1998), faktor warna

merupakan salah satu atribut kualitas yang paling penting dalam industri pengolahan makanan

dan minuman, karena warna dapat mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen walaupun warna

kurang berhubungan dengan nilai gizi, bau maupun nilai fungsional lainnya.

Menurut Nelson & Trout (1951) dalam Setianawati dkk. (2002), warna suatu produk

biasanya lebih menarik perhatian dibandingkan rasanya karena warna paling cepat dan mudah

dalam memberikan kesan suatu produk. Pada produk ulir ubi jalar dan sejenisnya warna harus

menarik dan menyenangkan konsumen, seragam dan tipikal mewakili citarasa yang ditimbulkan.

Gambar 2. Grafik preferensi konsumen terhadap ulir ubi jalar dengan tiga perlakuan umur panen.

Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa secara umum warna dari produk yang

dihasilkan tidak jauh berbeda. Hal ini diduga karena dalam rentang waktu kurang dan lebih dari

seminggu umur panen ubi jalar masih termasuk dalam rentang umur panen yang wajar. Umur

panen yang digunakan yaki umur panen yang biasa dilakukan oleh petani yakni 100 hari Tetapi

jika dilihat dari grafik untuk bahan ubi jalar yang umur panennya lebih lama yakni H0 dan H+7

lebih disukai oleh konsumen dibandingkan dengan umur panen H-7, dengan nilai rata-rata 4,5

Page 340: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

335 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Sementara aroma (bau-bauan) merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan mutu.

Pengujian terhadap aroma dapat dipakai sebagai kriteria dapat diterima atau tidaknya suatu

produk untuk dipasarkan. Menurut Kartika dkk. (1998) dalam pengujian inderawi, aroma lebih

kompleks dan lebih sulit dinilai dibandingkan dengan rasa. Aroma dapat diamati baik dengan

cara membran, dimana rangsangan akan diterima oleh bagian atas rongga hidung. Selain itu,

dapat juga lewat mulut bagi yang sukar mengamati lewat hidung.

Dari rataan hasil uji organoleptik yang dilakukan, dapat kita lihat bahwa bahan yang

menggunakan ubi jalar dengan umur panen lebih tua yakni H+7 lebih disukai oleh konsumen

walaupun tidak begitu signifikan dengan menggunakan bahan umur panen H0 dan H-7. Hal ini

diduga kerena produk olahan ubi jalar tidak terlalu dipengaruhi oleh umur panen bahan baku

melainkan bahan campuran yang diberikan dalam penelitian ini yang digunakan yaitu panili.

Sama hal nya dengan warna dan aroma, hasil uji organoleptik terhadap rasa juga tidak

memberikan pengaruh yang nyata. Tetapi jika dilihat dari grafik diatas, hasil uji organoleptik

terhadap rasa ulir ubi jalar dengan umur panen H-7 lebih disukai konsumen dibandingkan dengan

umur panen H0 dan H+7 walaupun tidak begitu signifikan. Menurut Soekarto (1985), rasa

merupakan campuran tanggapan cicip, bau dan trigeminal yang diramu oleh kesan-kesan lain

seperti penglihatan, sentuhan, dan pendengaran yang menimbulkan sugesti kejiwaan terhadap

makanan yang menentukan nilai pemuas bagi orang yang memakannya. Menurut Winarno

(2002), rasa suatu bahan makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu,

konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Sementara Padaga dan Manik (2005)

menyatakan rasa sangat mempengaruhi kesukaan konsumen terhadap ulir ubi jalar, bahkan dapat

dikatakan merupakan faktor penentu utama. Saat ini, rasa ulir ubi jalar di pasaran sudah sangat

beragam sehingga diperlukan kejelian dan kreativitas untuk memadupadankan rasa yang menjadi

kegemaran konsumen. Rasa ulir ubi jalar juga dipengaruhi oleh beberapa hal seperti bahan

pengental yang dapat mengurangi rasa manis gula dan perubahan tekstur yang dapat mengubah

cita rasa ulir ubi jalar.

Untuk tekstur/ kerenyahan produk yang dihasilkan, ulir ubi jalar dengan umur panen H-

7 dan H+7 mendapat penilaian tertinggi dengan skor 4,8 dan tidak berbeda secara signifikan

terhadap ulir dengan bahan ubi jalar yang dipanen pada umur H0 yakni 4,7. Menurut Syarif dan

Anis (1988), tekstur dari bahan hasil pertanian biasanya dihubungkan dengan “kesan mulut” bila

bahan tersebut dikunyah setelah dimasak, yaitu dinyatakan sebagai “mealy” atau rasa tepung,

“gritty” atau “sandy” (rasa berpasir) dan “sticky” (pulen).

Pengaruh bahan baku teradap tingkat kesukaan konsumen adalah penilaian konsumen

terhadap sampel ulir ubi jalar secara umum. Total penerimaan adalah penilaian hedonik panelis

secara umum atau keseluruhan terhadap seluruh parameter organoleptik, yang meliputi warna,

aroma, rasa, dan mouthfeel ulir ubi jalar, yang bertujuan untuk mengetahui secara umum kadar

perbandingan yang paling disukai panelis terhadap sampel ulir ubi jalar.

Menurut Kartika dkk. (1998), dalam penelitian terhadap pangan, sifat pertama kali yang

menentukan diterima atau ditolaknya bahan pangan tersebut oleh pemakai adalah sifat-sifat

inderawi yang dimilikinya. Sementara menurut Soekarto (1985), penerimaan umum adalah

penilaian secara keseluruhan terhadap produk yang berkaitan dengan tingkat kesukaan dan bukan

mengukur penerimaan terhadap sifat sensorik tertentu.

Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa secara keseluruhan preferensi konsumen

terhadap ulir ubi jalar dengan umur panen H-7, H0 dan H+7 tidak berbeda dengan skor penilaian

rata-rata 5,0.dan 5,1.

Hasil Uji Kimia Terhadap Sampel Ulir Ubi Jalar

Pada tahap ini dilakukan analisa kimia terhadap kontrol. Adapun analisa kimia yang

diuji meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat. Komposisi hasil uji kimia ulir ubi jalar

dapat dilihat pada Tabel 3.

Dari hasil uji proksimat terhadap sampel ulir ubi jalar dengan uji laboratorium terhadap

kadar protein, lemak dan karbohidrat produk yang dihasilkan terjadi peningkatan kadar protein,

lemak dan karbohidrat yang terkandung tetapi masih berada pada standar mutu yang telah

ditetapkan SII. Peningkatan ini duduga karena penambahan bahan lain seperti tepung, telur dll

Page 341: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

336 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 3. Komposisi kimia ulir ubi jalar.

No Zat Kimia Ulir ubi jalar (%)

1. Kadar Air 8,41

2. Kadar Abu 4,08

3. Kadar Protein 9,40

4. Kadar Lemak 2,01

5. Kadar Karbohidrat 70,78

KESIMPULAN

1. Umur panen ubi jalar tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kesukaan

konsumen terhadap produk olahan ulir ubi jalar.

2. Hasil uji kimia laboratorium terhadap sampel ulir ubi jalar meliputi kandungan kadar air,

kadar abu, protein, lemak dan karbohidrat masih dalam batas standar mutu yang telah

ditetapkan SII untuk makanan ringan

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of Association of Official Analytical Chemists.

Association of Official Analytical Chemist, Washington D.C.

BPS Prov. Bengkulu. 2011. Bengkulu Dalam Angka Tahun 2011. Biro Pusat Statistik Provinsi

Bengkulu. Bengkulu.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H.Fleet and M. Wooton. 1987. Food Science. Australian Vice

Chancelors’committee. Diterjemahkan oleh Purnomo, H dan Adiono. 1985. Ilmu Pangan.

Universitas Indonesia. Jakarta

Djaafar, T. F. dan Gardjito, M. 2008. Pemanfaatan Dua Varietas Ubi Jalar Ungu (Ipomea

batatas L.) pada Pembuatan Es Puter dan Karakteristik Es Puter. Buletin Teknologi Pasca

Panen Pertanian. Vol. 1 : 2008. IPB> Bogor. ;1-8.

Faridah, A., Asmar Y dan Liswarti Y. 2008. Pattiseri JILID 3 SMK. Direktorat Pembinaan

Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan

Menengah, Departemen Pendidikan Nasional 2008. Jakarta

Ginting E., Antarlina S.S., Utomo S.J dan Ratnaningsi. 2006. Teknologi Pascapanen Ubi Jalar

Mendukung Diversifikasi Pangan dan Pengembangan Agroindustri. Buletin Palawija No. 11

Hadiwerdoyo, Harinowo. 2009. Angka Pertumbuhan dan Prospek Bisnis 2009.

http://economyokezone.com/index.php/ReadStory/2009/03/02/279/197453/angka-

pertumbuhan-dan prospek-bisnis-2009 Senin, 2 Maret 2009.

Kartika, B., Adi D.K., Didik P., dan Dyah I. 1998. Petunjuk Evaluasi Produk Industri Hasil

Pertanian.. UGM. Yogyakarta

Muchtadi, T.R.. dan Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi.

IPB: Bogor.

Muljoharjo, M.1987. Dasar-Dasar Pengolahan Hasil Pertanian. Jilid 1. PAU pangan dan Gizi

UGM: Yogyakata

Syarif, R. dan Anis I. 1988. Pengetahuan Bahan Pangan Untuk Industri Pertanian. Penerbit PT.

Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta

Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian.

Penerbit Bhatara Karya Aksara. Yogyakarta

Wibowo, Tinawaty. 1992. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Penstabil Terhadap Mutu

Velva Fruit Jambu Biji. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Penerbit PT Gramedia Pustaka

Utama: Jakarta

Yitnosumarto, Suntoyo. 1993. Percobaan, Perancangan, Analisis dan Interprestasinya. Penerbit

PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Zar, J.H. 1984. Biostatical Analysis Second Edition. Department of Biologycal Sciences.

Northern Illonois University. Prentice-Hall Internati

Page 342: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

337 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN KEMASAN

DALAM DISTRIBUSI JERUK SIAM (Citrus nobilis)

Edi Tando1, Mansur2 dan Taufik Hidayat3

1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara

2Loka Penelitian Penyakit Tungro

3Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Di Sulawesi Tenggara, jeruk siam (Citrus Nobilis) merupakan salah satu jenis jeruk yang dibudidayakan

selain jeruk keprok. Namun demikian penanganan pasca panen buah jeruk siam pada saat panen raya belum ditangani

dengan baik, menyebabkan harga yang diperoleh petani sangat rendah. Pengemasan merupakan salah satu bentuk

penanganan pasca panen pada buah-buahan, dilakukan untuk mewadahi dan melindungi produk dari kerusakan-

kerusakan, sehingga lebih mudah disimpan, diangkut dan dipasarkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

efisiensi kemasan dalam distribusi buah jeruk siam (Citrus Nobilis). Penelitian dilaksanakan pada bulan Nopember

2010 di Kabupaten Konawe Selatan. Buah jeruk siam di panen pada tingkat kematangan 50 - 75 %, kemudian di kemas

pada kemasan kardus tanpa sekat, kemasan kardus dengan sekat serta kemasan papan/kayu tanpa sekat, selanjutnya di

angkut menggunakan kendaraan roda empat ke Kota Kendari. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan

diinterpretasikan secara deskriftif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kemasan kardus dengan sekat

dapat menekan kerusakan jeruk siam dalam distribusi yaitu 4,37%, kemasan papan/kayu tanpa sekat yaitu 5,68 % dan

kemasan kardus tanpa sekat yaitu 14,84%. Pemilihan kemasan yang digunakan perlu mempertimbangkan efisiensi

biaya.

Kata kunci : Pengemasan, distribusi, jeruk siam

PENDAHULUAN

Di Sulawesi Tenggara, jeruk siam (Citrus Nobilis) merupakan salah satu jenis jeruk

yang dibudidayakan selain jeruk keprok, namun demikian penanganan pasca panen buah jeruk

siem pada saat panen raya belum ditangani dengan baik, menyebabkan harga yang diperoleh

petani sangat rendah (Taufiq, 2011). Melimpahnya hasil panen jeruk siam setiap tahun di tingkat

petani, selain disebabkan penerapan teknologi pra panen dan pasca panen masih sederhana, juga

masih terkendala terbatasnya sarana dan prasarana pendukung, seperti jalan yang rusak saat

musim hujan serta alat transportasi kurang memadai.

Penanganan pasca panen bertujuan agar hasil panen dalam kondisi baik dan sesuai atau

tepat untuk dapat segera dikonsumsi maupun untuk bahan baku pengolahan, penanganan pasca

panen yang baik akan menekan kehilangan (losses) baik dalam kualitas maupun kuantitas

(Mutiarawati, 2007). Pengemasan merupakan salah satu bentuk penanganan pasca panen pada

buah-buahan, dilakukan untuk mewadahi dan melindungi produk dari kerusakan-kerusakan,

sehingga lebih mudah disimpan, diangkut dan dipasarkan. Buah yang diangkut dapat di kemas

menggunakan bahan kemasan yang bervariasi seperti kardus, papan/peti kayu, kertas, plastik,

gelas, logam, fiber, bambu, karung goni, tray dari stirofoam dan plastik film dan lain - lain

(Julianti, 2006). Pengemasan buah dengan menggunakan karton atau besek dalam bentuk salak

pipil atau tandan dapat memperpanjang masa simpan buah selama 12 hari (Trisnawaty, 2010)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efisiensi penggunaan kemasan dalam

distribusi buah jeruk siam (Citrus Nobilis).

BAHAN DAN METODA

Penelitian dilaksanakan pada bulan Nopember 2010 di Kabupaten Konawe Selatan.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jeruk siam di panen pada tingkat

kematangan 50 - 75 %. Alat - alat yang digunakan meliputi : 2 (dua) kemasan yaitu 1). Kemasan

kardus, terdiri dari 3 (tiga) kardus yang tidak bersekat dan 3 (tiga) kardus yang bersekat dengan

ukuran p x l x t (50 cm, 25,5 cm, 26 cm), 2). Kemasan papan/kayu tanpa sekat 3 (tiga), dengan

ukuran p x l x t (51 cm, 37 cm, 32 cm), alat ukur dan alat tulis menulis. Pada dinding kemasan

kardus yang bersekat dan tidak bersekat serta kemasan papan/kayu tanpa sekat diberi lubang

Page 343: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

338 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

ventilasi, sementara pada tiap kemasan terisi buah jeruk siam sesuai kapasitas masing - masing

kemasan. Kemudian di angkut menggunakan kendaraan roda empat ke Kota Kendari sebagai

tujuan.

Parameter yang diamati yaitu 1) Jumlah jeruk siam yang baik dan rusak dalam distribusi

dan 2) Persentase kerusakan jeruk siam dalam distribusi. Data yang diperoleh dalam pengamatan

disajikan dalam bentuk tabel dan diinterpretasikan secara deskriftif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi buah jeruk siam saat distribusi menggunakan kemasan kardus

Kondisi buah jeruk siam saat distribusi menggunakan kemasan kardus, disajikan pada

Tabel 1 memperlihatkan bahwa saat distribusi buah jeruk siam menggunakan kemasan kardus,

jumlah buah jeruk siam yang mengalami kerusakan terbesar terdapat pada kemasan kardus tanpa

sekat yaitu 54 atau 14,84% dari jumlah keseluruhan buah pada 3 (tiga) kemasan kardus tanpa

sekat, sementara jumlah buah jeruk siam yang mengalami kerusakan terkecil terdapat pada

kemasan kardus yang bersekat yaitu 10 atau 4,37% dari jumlah keseluruhan buah pada 3 (tiga)

kemasan kardus dengan sekat.

Banyaknya buah jeruk siam yang mengalami kerusakan pada kemasan kardus tanpa

sekat yaitu 54 atau 14,84%, disebabkan oleh adanya benturan atau gesekan antar buah jeruk siam

dalam kemasan, sebagai akibat dari kondisi jalan yang rusak saat distribusi ke tujuan. Selama

proses distribusi/transportasi buah sangat rentan terhadap kerusakan fisik akibat guncangan,

gesekan, benturan ataupun tekanan akibat beban yang berlebihan (Broto, 2003). Kerusakan fisik

seperti memar dan luka pada buah dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih serius, yaitu

penurunan kualitas buah secara kimiawi maupun mikrobiologis, buah yang mengalami luka fisik,

selain tampilannya menjadi kurang baik, juga akan memicu terjadinya pembusukan (Qanitah,

2011).

Tabel 1. Kondisi Bauh Jeruk Siam Saat Distribusi Menggunakan Kemasan Kardus.

Kemasan ke Kemasan kardus tanpa sekat Kemasan kardus dengan sekat

Buah Baik Buah Rusak Buah Baik BuahRusak

1 107 17 75 1

2 112 21 73 5

3 91 16 71 4

Jumlah 310 54 219 10

Persentase (%) 85,16 14,84 95,63 4,37

Kerusakan buah jeruk siam terkecil nampak pada buah jeruk siam pada kemasan

dengan sekat yaitu 10 atau 4,37%, disebabkan oleh kurangnya benturan atau gesekan antar

buah jeruk dalam kemasan, meskipun kondisi jalan yang rusak saat distribusi ke tujuan. Kemasan

memiliki peran penting, antara lain untuk meningkatkan tampilan produk, membantu mencegah

atau mengurangi kerusakan serta melindungi buah dari cemaran dan gangguan fisik lainnya.

Kemasan juga berfungsi memudahkan penyimpanan, pengangkutan dan meningkatkan efisiensi

distribusi, namun kemasan yang baik bukan hanya dapat meminimalkan kerusakan dan

mempertahankan mutu buah, tetapi juga dapat menekan biaya transportasi dan distribusi sehingga

mengurangi biaya yang ditanggung produsen (Qanitah, 2011).

Menurut Mutiarawati (2007) bahwa keuntungan dari pengemasan yang baik adalah 1)

Dapat melindungi komoditas dari kerusakan mekanis, pengaruh lingkungan, kotoran dan

kehilangan, 2) Memudahkan penanganan, 3) Meningkatkan pelayanan dalam pemasaran dan 4)

Mengurangi atau menekan biaya transportasi/ tata niaga.

Kondisi buah jeruk siam saat distribusi menggunakan kemasan papan tanpa sekat

Kondisi buah jeruk siam saat distribusi menggunakan kemasan papan/kayu tanpa sekat

disajikan pada Tabel 2 memperlhatkan bahwa dalam distribusi buah jeruk siam menggunakan

Page 344: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

339 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

kemasan papan/kayu tanpa sekat, jumlah buah jeruk siam yang mengalami kerusakan yaitu 13

atau 5,68% dari jumlah keseluruhan buah pada 3 (tiga) kemasan papan/kayu tanpa sekat.

Tabel 2. Kondisi Buah Jeruk Siam Saat Distribusi Menggunakan Kemasan Papan/Kayu Tanpa

Sekat.

Kemasan ke Kemasan Papan/Kayu Tanpa Sekat

Buah Baik Buah Rusak

1 75 1

2 72 5

3 68 7

Jumlah 216 13

Persentaser (%) 94,32 5,68

Berdasarkan Tabel 2, Penyebab kerusakan buah jeruk siam pada kemasan papan/kayu

tanpa sekat, disebabkan adanya getaran, gesekan dan benturan-benturan mekanis selama proses

distribusi dari lokasi petani ke Kota Kendari sebagai tujuan. Menurut Winarno (1990) faktor

mekanis yang dapat merusak bahan-bahan hasil pertanian segar dan bahan pangan olahan yaitu

vibrasi (getaran) yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bahan atau kemasan selama dalam

perjalanan atau distribusi dan stress atau tekanan fisik menyebabkan kerusakan yang diakibatkan

adanya gesekan.

Salah satu penyebab kerusakan bahan pangan termasuk buah - buahan yaitu adanya

kerusakan mekanis yang disebabkan adanya benturan-benturan mekanis, kerusakan ini dapat

terjadi pada benturan antar bahan, waktu dipanen dengan alat, selama pengangkutan (tertindih

atau tertekan) maupun terjatuh, sehingga mengalami bentuk atau cacat berupa memar (Susiwi,

2009). Selanjutnya kerusakan hasil pertanian dapat disebabkan oleh adanya (1) kerusakan

fisiologis, yaitu perubahan yang terjadi karena proses fisiologis (hidup) yang terlihat sebagai

perubahan fisiknya (warna, bentuk, ukuran, kelunakan, rasa, aroma, dan peningkatan zat – zat

tertentu, (2) adanya perubahan mekanis (disebabkan benturan, gesekan, tekanan, tusukan, baik

antar hasil pertanian maupun dengan benda lain dan (3) adanya proses biologis (kerusakan yang

terjadi karena proses biologis yang terjadi dalam produk hasil pertanian itu sendiri atau karena

adanya pengaruh dari luar (Winarno, 1981).

Jika dibandingkan dengan persentase kerusakan buah jeruk siam pada kemasan kardus

tanpa sekat yaitu 14,84%, maka jumlah kerusakan buah jeruk siam pada kemasan papan/kayu

tanpa sekat lebih kecil yaitu 5,68%. Hal ini kemungkinan disebabkan penggunaan kemasan

papan/kayu tanpa sekat dapat memberikan perlindungan mekanis yang baik terhadap buah jeruk

siam, sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadinya kerusakan buah saat didistribusikan ke

tujuan meskipun kondisi jalan yang dilalui rusak. Lebih lanjut Syarief (1989) menyatakan bahwa

papan/kayu digunakan untuk mengemas berbagai macam produk pangan padat dan cair seperti

buah-buahan dan sayuran, kelebihan kemasan kayu adalah memberikan perlindungan mekanis

yang baik terhadap bahan yang di kemas, karakteristik tumpukan yang baik dan mempunyai rasio

kompresi daya tarik terhadap berat yang tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Penggunaan kemasan kardus dengan sekat dapat menekan kerusakan buah jeruk siam saat

distribusi yaitu 3,47 %.

2. Pemilihan kemasan yang digunakan perlu mempertimbangkan efisiensi biaya.

S a r a n

Dalam upaya mempertahankan mutu dan menekan kerusakan produk hasil pertanian (buah-

buhan), maka sebelum dilakukan pengiriman/distribusi ke tujuan perlu memperhatikan jenis

kemasan.

Page 345: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

340 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

DAFTAR PUSTAKA

Julianti, E. 2006. Teknologi Pengemasan. Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Mutiarawati, T. 2007. Penanganan Pascapanen Hasil Pertanian. Disampaikan pada Workshop

Pemandu Lapangan 1 (PL-1) Sekolah Lapangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil

Pertanian (SL-PPHP). Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran. Bandung.

Qanytah dan Indrie Ambarsari, 2011. Efisiensi Penggunaan Kemasan Kardus Distribusi Mangga

Arumanis. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Volume 30 Nomor

1. Balai Besar P2TP Bogor. Bogor.

Taufik, R. 2011. Demonstrasi Teknologi Pasca Panen Jeruk Siam di Lokasi FEATI. Laporan

Akhir Kegiatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara. Kendari.

Trisnawati, W. dan Rubyo. 2010. Pengaruh Penggunaan Kemasan dan Lama Penyimpanan

Terhadap Mutu Buah Salak Bali. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar.

Susiwi, S. 2009. Kerusakan Pangan. Skripsi. Jurusan Pendidikan Kimia. Universitas Pendidikan

Indonesia. Jakarta.

Syarief, R., S. Santausa dam St. Ismayana, B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.

Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor.

Winarno, F.G. 1981. Fisiology Lepas Panen. Penerbit PT. Sastra Hudaya. Jakarta.

Winarno, F.G. 1990. Migrasi Monomer Plastik Ke Dalam Makanan, dalam S. Fardiaz dan D.

Fardiaz (ed), Risalah Pengemasan dan Transportasi dalam Menunjang Pengembangan

Industry, Distribusi Dalam Negeri dan Ekspor Pangan. Jakarta.

Page 346: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

341 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PERSEPSI PETANI TERHADAP PEMANFAATAN

ALAT MESIN PERTANIAN VACCUM FRYING DALAM

PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

Wilda Mikasari dan Alfayanti

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

ABSTRAK

Pengembangan inovasi teknologi alat mesin pertanian merupakan salah satu unsur yang paling strategis

dalam menghadapi berbagai perubahan dan permasalahan yang kian komplek di masa yang akan datang. Dalam

memahami suatu inovasi teknologi baru petani biasanya akan melalui suatu proses persepsi sebelum mengadopsi

inovasi baru tersebut. Perubahan persepsi petani menjadi lebih baik merupakan upaya yang harus diperhatikan dalam

pelaksanaan diseminasi inovasi dan dapat dijadikan indikator adopsi inovasi yang didiseminasikan. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui persepsi petani terhadap pemanfaatan vaccum frying dalam pengolahan hasil pertanian

sebelum dan sesudah dilaksanakannya kegiatan pelatihan pemanfaatan vaccum frying. Data yang diambil terdiri dari

data primer meliputi karakteristik petani dan persepsi petani terhadap pemanfaatan vaccum frying untuk pengolahan

hasil pertanian. Persepsi petani terhadap pemanfaatan vaccum frying diukur dengan menggunakan skala dengan skor 1

(sangat tidak setuju) sampai skor 5 (sangat setuju) dan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan interval

kelas dengan kriteria sangat buruk (skor 1,00 -1,80); buruk (skor 1,81-2,60); cukup baik (2,61-3,40); baik (skor 3,41-

4,20) dan sangat baik (skor 4,21-5,00) sedangkan pengaruh pelatihan teknis terhadap persepsi petani dianalisis dengan

menggunakan uji statistik Wilcoxon Matched Pairs Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap

pemanfaatan vaccum frying meningkat dari nilai rata-rata skor 3,27 (kriteria cukup baik) pada saat sebelum mengikuti

pelatihan menjadi 3,68 (kriteria baik) setelah mengikuti pelatihan sedangkan pelatihan teknis berpengaruh signifikan

terhadap persepsi petani ditunjukkan dengan nilai z hitung (-5,35) lebih besar dari nilai z tabel (1,96).

Kata kunci: hasil pertanian, pengolahan, persepsi, teknologi, vaccum frying

PENDAHULUAN

Pembangunan pertanian masa depan dihadapkan pada berbagai tantangan sebagai akibat

adanya pergeseran nilai dan perkembangan ilmu pengetahuan. Tantangan lainnya adalah

pemenuhan kebutuhan pangan, persaingan dalam pasar global, rendahnya tingkat pengetahuan

dan kesejahteraan masyarakat pedesaan, penyediaan lapangan kerja dan peningkatan

produktivitas angkatan kerja pertanian serta optimalisasi pemanfaatan dan pelestarian sumber

daya alam (Adi, 2002). Menghadapi berbagi tantangan tersebut perlu dilakukan perubahan

orientasi dari petani sebagai pelaku dari orientasi hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga

menjadi berorientasi pada pasar. Paradigma pembangunan pertanian perlu difokuskan pada

pemberdayaan dan kemandirian petani melalui pembangunan agribisnis yang berdaya saing

sesuai dengan keunggulan komparatif masing-masing daerah (Adi, 2002).

Agro industri bisa menjadi salah satu alternatif dalam mewujudkan pemberdayaan dan

kemandirian petani. Tetapi pada kenyataannya dalam pengembangan agroindustri pertanian

terdapat beberapa kendala. Menurut Budiarto (2009) secara umum permasalahan yang dihadapi

dalam pengembangan agroindustri adalah: (a) sifat produk pertanian yang mudah rusak dan bulky

sehingga diperlukan teknologi pengemasan dan transportasi yang mampu mengatasi masalah

tersebut; (b) sebagian besar produk pertanian bersifat musiman dan sangat dipengaruhi oleh

kondisi iklim sehingga aspek kontinuitas produksi agroindustri menjadi tidak terjamin; (c)

kualitas produk pertanian dan agroindustri yang dihasilkan pada umumnya masih rendah

sehingga mengalami kesulitan dalam persaingan pasar baik didalam negeri maupun di pasar

internasional; dan (d) sebagian besar industri berskala kecil dengan teknologi yang rendah.

Salah satu permasalahan yang timbul akibat sifat karakteristik bahan baku agroindustri

dari pertanian adalah sifat produkny yang mudah rusak. Kelemahan petani dalam teknologi pasca

panen memerlukan inovasi teknologi yang mendukung keberhasilan petani dalam mendukung

keberhasilan usaha pertaniannya. Penerapan alat mesin pertanian atau biasa disingkat alsintan

bisa menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh petani. Salah satu alat mesin pertanian

yang dapat dimanfaatkan untuk pengolahan hasil pertanian yaitu mesin vaccum frying.Vaccum

Frying atau Mesin Penggorengan Vakum merupakan pembuatan makanan kering berbahan dasar

buah-buahan melalui teknologi penggorengan vakum. Alat ini berfungsi untuk menggoreng buah

Page 347: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

342 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

dan sayuran, sehingga diperoleh hasil, antara lain, keripik nangka, salak, jamur dan sukun.

Menurut Suhaya (2012) keunggulan alat ini adalah: 1) dapat menjaga warna produk sesuai warna

aslinya dengan suhu rendah, 2) hasil produk menjadi lebih bagus, keripik tidak gosong, tetapi

tetap cerah seperti warna aslinya, 3) kecil kemungkinan terjadi oksidasi pada produk buah olahan

yang dihasilkan, 4) kandungan vitamin dari buah olahan tidak rusak, 5) dengan turunnya titik

didih menjadikan minyak memiliki umur pakai lebih lama hingga 60 kali penggorengan, 6) mesin

penggorengan tidak mudah terkena korosi sebab upa air yang dihasilkan dari peggorengan

dikondensasikan dan disedot keluar lewat pipa kapiler.

Kendala utama yang dimiliki oleh petani dalam menerapkan alsintan pasca panen

adalah kadang memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk membeli alsintan yang bersangkutan

sehingga memberatkan petani untuk mengeluarkan biaya. Penerapan alsintan pascapanen,

disamping membutuhkan investasi yang relatif mahal (ditinjau dari daya beli petani yang masih

rendah), juga memerlukan kemampuan pengelolaan yang memadai agar pihak penjual jasa

alsintan dan petani pengguna mendapatkan keuntungan (nilai tambah) yang wajar (Tastra, 2003).

Namun apabila petani mengetahui keuntungan yang dapat mereka peroleh dengan memanfaatkan

alsintan tersebut maka mereka akan berusaha untuk memperoleh alsintan tersebut. Karena itu

perlu dilakukan penyampaian informasi kepeda petani mengenai manfaat yang akan mereka

peroleh dengan memanfaatkan suatu alsintan. Kegiatan penyampaian informasi tersebut dapat

dilakukan dengan cara melakukan pelatihan teknis dimana petani diajak langsung untuk

mempraktekkan cara mengoperasikan alsintan yang dimaksud. Dengan demikian diharapkan

dapat merubah persepsi petani dalam memanfaatkan alsintan pasca panen sehingga proses adopsi

teknologi dapat terjadi.

Persepsi merupakan pengalaman belajar tentang objek peristiwa atau hubungan-

hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Admin dkk,

2012). Persepsi seseorang dipengaruhi oleh faktor personal dan faktor situasionalnya dan suatu

inovasi akan diadopsi oleh petani apabila petani mempunyai persepsi yang baik terhadap inovasi

tersebut (Rina dkk, 2008). Sehingga perlu diketahui persepsi petani terhadap pemanfaatan

vaccum frying dalam pengolahan hasil pertanian sebelum dan sesudah dilaksanakannya kegiatan

pelatihan teknis pemanfaatan vaccum frying dan mengetahui apakah ada pengaruh keikutsertaan

tersebut terhadap persepsi mereka.

BAHAN DAN METODA

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai November tahun 2012 pada di

Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Bengkulu Utara. Pengambilan sampel dilakukan

secara purposive (sengaja) pada anggota kelompok tani penerima bantuan vaccum frying tahun

2012 dengan jumlah responden sebanyak 42 orang.

Pada penelitian ini dilaksanakan kegiatan pelatihan pembuatan keripik buah disertai

penjelasan teknis mengenai tata cara pemanfatan alsintan vaccum frying. Jenis buah yang

digunakan pada pelatihan disesuaikan dengan potensi buah yang dimiliki oleh masing-masing

kabupaten dimana di Kabupaten Rejang Lebong keripik yang dibuat adalah keripik pisang jantan

sedangkan di Kabupaten Bengkulu Utara keripik buah yang digunakan adalah mangga Bengkulu.

Persepsi petani terhadap pemanfaatan vaccum frying dinilai dengan menggunakan daftar

pertanyaan terstruktur (kuesioner) dimana kuesioner yang sama diisi pada saat petani belum

mengikuti pelatihan dan sesudah mengikuti pelatihan.

Data yang diambil terdiri dari data primer meliputi karakteristik petani dan persepsi

petani terhadap pemanfaatan vaccum frying untuk pengolahan hasil pertanian. Persepsi petani

terhadap pemanfaatan vaccum frying diukur dengan menggunakan skala dengan skor 1 (sangat

tidak setuju) sampai skor 5 (sangat setuju) dan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif

dan interval kelas. Menurut Nasution dan Barizi dalam Rentha, T (2007), penentuan interval

kelas untuk masing-masing indikator adalah:

NR = NST – NSR dan PI = NR : JIK

dimana: NR = Nilai Range PI = Panjang Interval NST = Nilai Skor Tertinggi

JIK = Jumlah Kelas Interval NSR = Nilai Skor Terendah

Page 348: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

343 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Persepsi petani terhadap pemanfaatan vaccum frying diukur dengan kriteria sangat

buruk (skor 1,00 -1,80); buruk (skor 1,81-2,60); cukup baik (2,61-3,40); baik (skor 3,41- 4,20)

dan sangat baik (skor 4,21-5,00).

Pengaruh pelatihan teknis terhadap persepsi petani dianalisis dengan menggunakan uji

statistik Wilcoxon Matched Pairs Test yaitu alat uji statistik yang digunakan untuk menguji

hipotesis komparatif (uji beda) bila datanya berskala ordinal (ranking) pada dua sampel

berhubungan. Sebuah sampel dikatakan berhubungan apabila dalam sebuah penelitian, peneliti

hanya menggunakan satu sampel namun diberi perlakuan lebih dari satu kali (Martono, 2010).

Rumus yang digunakan untuk menguji pengaruh pelatihan teknis terhadap persepsi petani adalah

(Sugiyono, 2011):

dimana: T = jumlah jenjang/rangking yang kecil

µT = n (n+1)

4

σT = n(n+1)(2n+1)

24

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik responden

Karakteristik petani dalam penelitian ini meliputi umur petani, pendidikan formal,

pengalaman usaha, jumlah tanggungan keluarga dan pendapatan rumah tangga. Data

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Petani peserta pelatihan rata-rata berumur 40,73 tahun

dengan dominasi petani berumur relatif lebih muda yaitu kelompok umur 37-54 tahun (40,48%)

dan paling sedikit pada usia lanjut yaitu kelompok umur 55-72 tahun (21,43%). Pada umumya

petani memiliki pendidikan yang cukup tinggi yaitu 9,93 tahun dengan dominasi pada kelompok

12-17 tahun (52,30%). Kondisi umur dan pendidikan petani ini cukup baik dalam upaya

menerima inovasi teknologi baru karena walaupun tidak menolak inovasi baru, petani dengan

usia lanjut dan berpendidikan rendah biasanya lebih sulit menerima inovasi teknologi baru dan

cenderung menekuni apa yang biasa dilakukan secara turu temurun (Wirdahayati, 2010).

Tabel 1. Karakteristik petani peserta pelatihan pemanfaatan vaccum frying dalam pengolahan

hasil pertanian tahun 2012.

No Karakteristik Kelompok Jumlah (orang) Persentase (%) Rata-rata

1. Umur (tahun) 19-36

37-54

55-72

16

17

9

38,09

40,48

21,43

40,73

2. Pendidikan formal

(tahun)

0- 5

6-11

12-17

3

17

22

7,14

40,48

52,38

9,93

3. Pengalaman usaha

(tahun)

0-11

12-23

24-35

35

6

1

83,34

14,28

2,38

5,91

4. Jumlah tanggungan

keluarga (jiwa)

0 - 2

3 - 5

6 - 8

5

35

2

11,90

83,34

4,76

3,32

5. Pendapatan rumah

tangga (Rp.000,-

/bulan)

400 - 2.700

2.800 - 5.100

5.200 - 7.500

32

8

2

76,20

19,04

4,76

2.160,700

Sumber: data primer diolah tahun 2012.

Z = T - µT

σT

Page 349: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

344 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Keberhasilan seseorang dalam usahataninya tidak hanya ditunjang oleh faktor

pendidikan formal dan non formal saja, tetapi ada faktor lain yang mendukung dalam

keberhasilan tersebut yaitu pengalaman berusaha dalam kegiatan atau pekerjaan yang ia lakukan.

Pengalaman ini akan sangat membantu dalam mengambil keputusan yang akan dilakukan dalam

usahanya. Rata-rata pengalaman usaha responden adalah 5,91 tahun artinya responden cukup

berpengalaman dalam menjalankan kegiatannya.

Rata-rata jumlah anggota keluarga responden sebanyak 3,32 orang dengan pendapatan

rumah tangga rata-rata sebesar Rp 2.160.700,-/bulan. Jumlah tanggungan keluarga ini diambil

dari tanggungan yang dibebankan kepada petani seperti istri, anak, orang tua dan anggota

keluarga lain yang tidak memiliki pendapatan sendiri. Pendapatan responden ini lebih tinggi

dibandingkan dengan upah minimum regional Provinsi Bengkulu tahun 2010 yaitu sebesar Rp

780.000,- per bulan (BPS, 2011).

Persepsi petani terhadap pemanfaatan vaccum frying

Secara umum, sebelum mengikuti pelatihan persepsi petani cukup baik terhadap

pemanfaatan vaccum frying dalam pengolahan hasil pertanian hal ini ditunjukkan oleh skor

persepsi sebesar 3,27 (Tabel 2). Umur yang relatif muda dan tingkat pendidikan petani yang

cukup tinggi dapat menjadi salah satu penyebab cukup baiknya persepsi. Semain muda umur

petani biasanya mempunyai semangat yang tinggi untuk mengetahui berbagai hal yang belum

diketahui (Soekartawi, 1988). Sehingga walaupun belum pernah melihat atau mengoperasikan

vaccum frying, petani telah berusaha untuk mendapatkan informasi mengenai pemanfaatan

alsintan tersebut dari berbagai sumber informasi misalnya media elektronik.

Tabel 2. Persepsi petani terhadap pemanfaatan vaccum frying dalam pengolahan hasil pertanian

sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan teknis.

No Pernyataan Skor persepsi petani

Sebelum Sesudah

1 Kemudahan memperoleh vaccum frying di pasaran 1,69 1,97

2 Kemampuan membeli vaccum frying dengan modal milik sendiri 2,04 2,47

3 Keyakinan dapat mengoperasikan vaccum frying dengan mudah 3,23 3,61

4 Pemanfaatan vaccum frying akan mengurangi jumlah tenaga kerja 3,88 4,00

5 Pemanfaatan vaccum frying akan memudahkan proses produksi 4,04 4,40

6 Pemanfaatan vaccum frying akan meningkatkan pendapatan usaha saya 3,92 4,59

7 Pmanfaatan vaccum frying menambah hasil produksi perproses produksi 3,97 4,42

8 Hasil olahan dengan menggunakan vaccum frying lebih enak 3,92 4,59

9 Harga jual hasil olahan bahan hasil pertanian dengan proses

penggorengan vaccum frying lebih mahal

3,78 4,21

10 Memasarkan hasil olahan bahan hasil pertanian dengan proses

penggorengan vaccum frying lebih mudah

3,71 3,95

Total 32,78 36,80

Rata-rata 3,27 3,68

Sumber: data primer diolah tahun 2012.

Secara umum setelah mengikuti pelatihan, terjadi peningkatan skor persepsi petani

terhadap pemanfaatan vaccum frying untuk semua item pernyataan sehingga peningkatan skor

persepsi petani dari 3,27 (kriteria cukup baik) menjadi 3,68 (kriteria baik). Secara psikologis,

persepsi individu petani terhadap suatu inovasi teknologi dipengaruhi oleh kemampuan

pemberian makna atau arti teknologi, pengalaman individu, perasaan, keyakinan, pengetahuan

tentang inovasi, kemampuan berfikir dan motivasi untuk belajar. Belajar adalah memperoleh serta

memperbaiki kemampuan seseorang untuk melaksanakan suatu pola sikap melalui pengalaman

dan praktek (Van den Ban dan Hawkins, 2000). Ketika mengikuti pelatihan teknis, petani

melakukan proses belajar lebih dalam mengenai alsintan vaccum frying. Hal ini akan

menimbulkan proses psikologis, sehingga individu akan menyadari apa yang ia lihat, ia dengar

dan sebagainya.

Setelah adanya perubahan persepsi barulah petani akan memutuskan untuk mengadopsi

atau tidak inovasi teknologi tersebut. Menurut Austin (1981) dalam Budiarto (2009) kriteria

Page 350: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

345 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

utama yang harus diperhatikan dalam pemilihan teknologi diantaranya adalah: (a) kebutuhan

kualitas (quality requirements), sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pasar terutama yang

menyangkut kualitas karena preferensi konsumen sangat beragam, (b) kebutuhan pengolahan

(process requirements) karena setiap jenis alat pengolahan memiliki kemampuan tertentu untuk

mengolah suatu bahan baku menjadi berbagai bentuk produk. Semakin tinggi kemampuan suatu

alat untuk menghasilkan berbagai jenis produk, maka akan semakin kompleks jenis teknologinya

dan akan semakin mahal investasinya, (c) penggunaan kapasitas (capacity utilization),

disesuaikan dengan kapasitas yang akan digunakan tergantung dari ketersediaan dan kontinuitas

bahan baku, (d) kapasitas kemampuan manajemen (management capability), suatu pengelolaan

akan berjalan baik pada tahap awal karena besarnya kegiatan masih berada dalam cakupan

pengelolaan yang optimal (optimum management size).

Hasil analisis Wilcoxon Matched Pairs Test menunjukkan persepsi petani sebelum dan

sesudah mengikuti pelatihan terbagi menjadi tiga bagian yaitu lebih rendah sebanyak satu orang,

lebih tinggi sebanyak 37 orang dan sama sebanyak empat orang. Ranking tertinggi berada pada

ranking positif yaitu 37 orang dengan rata-rata 19,96 artinya setelah mengikuti pelatihan ada 37

orang petani yang persepsinya semakin baik terhadap pemanfaatan vaccum frying.

Tabel 3. Hasil Analisis Wilcoxon Matched Pairs Test persepsi petani terhadap pemanfaatan

vaccum frying dalam pengolahan hasil pertanian sebelum dan sesudah mengikuti

pelatihan teknis.

Persepsi Ranking Jumlah Rata-rata ranking Jumlah ranking hasil

Sesudah-sebelum Ranking Negatif 1a 2,50 2,50

Ranking positif 37b 19,96 738,50

Sama 4c

Total 42

Z -5,34

Keterangan: a. sesudah<sebelum b. Sesudah> sebelum c. sesudah=sebelum.

Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan teknis memberikan dampak yang positif terhadap

perubahan persepsi petani. Hal ini didukung oleh hasil uji statistik dimana nilai z hitung lebih

besar dibandingkan dengan nilai z tabel. Bila taraf kesalahan 0,025 (p) dengan nilai z tabel adalah

1,96 dan nilai z hitung (-5,35) artinya nilai z hitung lebih besar dari nilai z tabel (nilai – tidak

diperhitungkan karena merupakan nilai mutlak) sehingga dapat disimpulkan bahwa pelatihan

teknis berpengaruh signifikan terhadap persepsi petani dalam pemanfaatan vaccum frying untuk

pengolahan hasil pertanian.

KESIMPULAN

Kesimpulan

1. Persepsi petani terhadap pemanfaatan vaccum frying meningkat dari nilai rata-rata skor 3,27

(kriteria cukup baik) pada saat sebelum mengikuti pelatihan menjadi 3,68 (kriteria baik)

setelah mengikuti pelatihan

2. Pelatihan teknis berpengaruh signifikan terhadap persepsi petani ditunjukkan dengan hasil uji

statistik dimana nilai z hitung (-5,35) lebih besar dari nilai z tabel (1,96).

S a r a n

Dalam memperkenalkan inovasi teknologi terutama alsintan pasca panen perlu dilakukan

pelatihan teknis terhadap petani sehingga proses adopsi dapat berlangsung lebih cepat

dikarenakan adanya peningkatan persepsi yang lebih baik pada petani terhadap inovasi teknologi

yang diperkenalkan tersebut.

Page 351: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

346 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

DAFTAR PUSTAKA

Adi,S.W. 2002. Hubungan Karakteristik Dan Perilak Komunikasi Petani Dengan Persepsinya

Terhadap Inovasi Teknologi Alat Mesin Pertanian: Kasus Inovasi Alat Mesin Pengolah

Ubi Kayu Pada Petani Lahan Perbukitan Di Daerah Istimewa Yogyakarta.

http://resository.ib.ac.id. [12 November] 2012

Admin., I.A. Wicaksono dan Zulfanita. Persepsi Petani Tebu Terhadap Program Pengendalian

hama Terpadu. Surya Agritama. I (2) : 12-23

BPS Prov. Bengkulu. 2011. Bengkulu Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Provinsi

Bengkulu. Bengkulu.

Budiarto. 2009. Pemilihan Teknologi dalam Pengembangan Agro Industri Perdesaan. Prosiding

Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Berbasis bahan Baku Lokal

Martono, N. 2010. Statistik Sosial Teori dan Aplikasi Program SPSS. Penerbit CV. Gava Media,

Yogyakarta.

Rentha, T. 2007. Identifikasi Perilaku, Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Irigasi

Teknis Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga Pupuk di Desa Bedilan Kecamatan Belitang

OKU Timur. Skripsi Universitas Sriwijaya. Palembang.

Rina,Y., Noorginayuwati dan M. Noor. 2008. Persepsi Petani Tentang Lahan Gambut dan

Pengelolaannya. www.balittra.litbang.deptan.go.id. [20 November] 2012

Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. UI Press. Jakarta

Sugiyono. 2011. Statistik Untuk Penelitian. Penerbit CV. Alfabeta. Bandung.

Suhaya, D. 2012. Ketika Pasar Tidak Lagi Menyerap. http://dedesuhaya.multiply.com. [5 Juli ]

2012

Tastra, I.K. 2003. Strategi Penerapan Alsintan Pascapanen Tanaman Pangan Di Jawa Timur

dalam Memasuki AFTA 2003. Jurnal Litbang Pertanian.22 (3): 95-102

Van Den Ban dan Howkins. 2000. Penyuluhan Pertanian. Penerbit CV. Kanisius. Yogyakarta

Wirdahayati. 2010. Kajian Kelayakan dan Adopsi Teknologi Sapi Potong Mendukung Program

PSDS Kasus Jawa Timur dan Jawa Barat. Prosd. Seminar Nasional Teknologi Peternakan

dan Veteriner. Puslitbangnak. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Page 352: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

347 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

KAJIAN PENGARUH PENGEMASAN TERHADAP

UMUR SIMPAN BENIH PADI

Vivi Aryati1) dan Irma Calista Siagian2)

1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara 2)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

e-mail: [email protected]

ABSTRACT

Paddy productivity can be retained by the usage of standard quality seed. Similarly, the quality of seed can

be maintained by application of proper packaging technology and suitable storage facilities. This assessment aim to

evaluate the influence of hermetic packaging to quality paddy seed in storage. The assessment was carried out at Pasar

Miring Research Station, North Sumatra AIAT. The activity was started from May 2006 until Februari 2007 by using

IRRI Super Bag and polipropilen plastic. This assessment used Ciherang and Mekongga varieties with two factorial

randomize complete block design with three replications. The assessment result showed that after nine months of

storaged, the seed quality of Ciherang and Mekongga varieties had declined as shown by its germination performance.

This assessment output was no longer fulfill paddy seed quality standard according to SNI 01-6233.2-2003.

Key words: Packaging, paddy seed, hermetic, storage

PENDAHULUAN

Produksi padi Sumatera Utara selama periode 2000-2010 rata-rata mengalami

peningkatan 0,19% per tahun. Luas panen, produksi dan rata-rata produksi padi sawah Provinsi

Sumatera Utara pada tahun 2010 berturut-turut 702.308 Ha, 3.422.264 ton dan 48,73 Kw/Ha.

Kabupaten Deli Serdang, Simalungun, Serdang Bedagai dan Langkat merupakan sentra-sentra

produksi padi di Sumatera Utara (BPS Sumut, 2010).

Penyediaan benih padi yang baik dapat mempertahankan produktivitas padi, serta dapat

menjaga kesinambungan usahatani padi. Petani biasanya menggunakan benih padi dari gabah

hasil panen musim sebelumnya (save seed), membeli benih dari balai benih atau petani penangkar

benih padi.

Kesinambungan usahatani padi dapat terjaga apabila kualitas dan kuantitas produksi

tidak menurun bahkan cenderung meningkat. Kondisi ini dapat terwujud jika kualitas benih yang

digunakan juga baik. Faktor yang mempengaruhi baik tidaknya kualitas benih antara lain faktor

genetik dan faktor fisik/lingkungan (IRRI, 2003). Faktor fisik/lingkungan merupakan faktor yang

tidak mudah untuk dikendalikan, karena melibatkan kondisi eksternal dari benih padi. Salah satu

faktor eksternal tersebut adalah kondisi penyimpanan benih padi yang aman. Selama masa

penyimpanan, kadar air benih harus tetap terjaga pada kondisi standar, harus terlindungi dari

hama gudang/serangga, tikus dan burung serta hujan (IRRI, 2006). Oleh karena itu, penyimpanan

dan pengemasan menjadi salah satu faktor penting untuk mempertahankan kualitas benih padi.

Selama ini di tingkat petani umumnya benih disimpan dalam karung ukuran 40-50 kg

yang terbuat dari rami atau plastik anyam. Kadar air (KA) benih dalam kantung tersebut akan

berfluktuasi karena uap dalam udara yang secara bebas bergerak dalam kantung tersebut.

Kombinasi antara suhu tinggi dan kelembaban yang relatif tinggi akan mengarah pada infestasi

serangga dalam kantung meskipun benih dikeringkan dengan cara yang tepat sebelum disimpan.

Kantung-kantung tersebut biasanya ditumpuk di bawah atap atau di lumbung dan mungkin akan

membutuhkan penyemprotan periodik untuk mengendalikan serangga4. Dengan demikian, Benih

padi yang disimpan mengalami penurunan mutu sebanding dengan lama waktu penyimpanan.

Oleh karena itu, diperlukan teknologi penyimpanan dan pengemasan benih padi yang tepat

sehingga umur simpannya lebih lama.

Penyimpanan/pengemasan hermetik (kedap udara) dapat mempertahankan mutu benih

padi dan mutu beras hasil penggilingan (Nugraha et al. 2005 dan Lubis et al. 2005). Dalam

penyimpanan/ pengemasan hermetik, oksigen yang ada dalam ruang penyimpanan/kemasan

makin lama makin berkurang sehingga aktivitas mikroba aerob maupun serangga dapat

ditekan/dikurangi (Diep Chan Ben, 2006). Saat ini IRRI telah menghasilkan pengemas hermetik

”Super Bag IRRI” yang telah diproduksi dan dipasarkan di Indonesia dengan nama ”Kantong

Page 353: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

348 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Semar”. Adapun pengkajian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kemasan hermetik

terhadap mutu benih padi selama penyimpanan

BAHAN DAN METODA

Pengkajian ini dilakukan di Kebun Percobaan (KP) Pasar Miring – BPTP Sumatera

Utara, Kabupaten Deli Serdang. Kegiatan dimulai dari bulan Mei 2008 sampai Februari 2009.

Bahan utama dalam pengkajian ini adalah benih padi dan plastik pengemas. Benih padi kelas FS

varietas Ciherang dan Mekongga tersedia di Gudang KP Pasar Miring, berasal dari petani

penangkar benih binaan KP Pasar Miring. Pengemas benih padi yang digunakan adalah pengemas

hermetik Super Bag IRRI, dan pengemas plastik biasa (Polipropilen/PP 0,8), serta karung plastik.

Kegiatan diawali dengan penyiapan ruang simpan benih padi, yaitu pembuatan palet

kayu dan pembersihan ruang. Kondisi ruang simpan benih padi harus kering/tidak lembab, udara

bersirkulasi dengan baik, dan bebas dari gangguan burung dan tikus. Ruang simpan dalam

pengkajian ini tidak difumigasi karena ruang tersebut sebelumnya belum pernah digunakan untuk

menyimpan benih padi atau beras sehingga dianggap aman dari hama gudang atau telurnya.

Benih padi yang digunakan dicari informasi atau deskripsinya seperti asal benih, waktu

tanam, cara tanam, hama penyakit yang menyerang sampai pengeringan. Benih padi yang

digunakan harus memenuhi persyaratan mutu benih padi menurut SNI 01-6233.2-200. Deskripsi

asal benih padi disajikan pada Tabel 1. Syarat mutu benih menurut SNI 01-6233.2-2003 (BSN,

2003) dapat dilihat pada Tabel 2 dan karakteristik awal mutu benih padi disajikan pada Tabel 3.

Kemudian dilakukan set up desain penyimpanan dan pengemasan benih.

Tabel 1. Deskripsi asal benih padi varietas Ciherang dan Mekongga Tahun 2008.

No Uraian Keterangan

1. Asal benih padi Benih padi bersertifikat produksi penangkar benih

binaan KP Pasar Miring, kelas FS/benih dasar

2. Asal benih induk Balitpa Sukamandi, kelas BS/benih penjenis

3. Benih ditanam 27 Oktober 2007

4. Hama yang pernah menyerang Lembing (kepinding tanah) saat vegetatif (umur 1 bln)

5. Penyakit yg pernah menyerang -

6. Sertifikasi benih dari UPT BPSB-IV Dinas Pertanian Pemprov. Sumut

7. Spesifikasi persyaratan mutu di lapang Pemeriksaan isolasi jarak min. 3 m

8. Gabah dipanen 11 Februari 2008

9. Jenis pengeringan Penjemuran dengan sinar matahari

Sumber: Data gudang penyimpanan KP. Pasar Miring, BPTP Sumatera Utara.

Tabel 2. Spesifikasi persyaratan mutu benih padi di laboratorium Tahun 2003.

No Karakteristik Persyaratan (%)

1 Kadar air Maksimum 13,0

2 Benih murni Minimum 99,0

3 Daya kecambah/daya tumbuh Minimum 80,0

4 Kotoran benih Maksimum 1,0

5 Biji benih tanaman lain 0,0

6 Biji gulma 0,0

Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2003.

Page 354: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

349 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 3. Karakteristik awal mutu benih padi varietas Ciherang dan Mekongga Tahun 2008.

No Karakteristik (%) Ciherang Mekongga

1 Kadar air 12,1 12,0

2 Benih murni 99,7 99,5

3 Benih varietas lain 0,0 0,0

4 Kotoran benih 0,3 0,5

5 Benih tanaman lain/rerumputan 0,0 0,0

6 Biji warna lain -- --

7 Daya tumbuh 91,0 92,0

8 Biji keras -- --

9 Penyakit -- --

Sumber: Data gudang penyimpanan KP. Pasar Miring, BPTP Sumatera Utara.

Cara pengemasan benih padi adalah sebagai berikut:

Pengemasan dengan Super Bag IRRI (Rickman dan Gummert, 2006):

a. Super Bag dimasukkan dalam karung plastik, Super Bag sebagai liner (dalaman).

b. Benih padi (Ciherang dan Mekongga) sebanyak 25 kg dimasukkan ke dalam Super Bag.

c. Udara dalam Super Bag diusahakan sekecil mungkin sebelum ditutup.

d. Super Bag ditutup, karung goninya juga ditutup.

e. Tiap Super Bag diberi tanggal (label) dan diletakkan di atas palet kayu.

Pengemasan dengan plastik Polipropilen (PP) :

a. Plastik PP dimasukan dalam karung plastik, plastik PP sebagai liner.

b. Benih padi (Ciherang dan Mekongga) sebanyak 25 kg dimasukkan ke dalam plastik PP.

c. Udara dalam plastik pengemas diusahakan sekecil mungkin sebelum ditutup.

d. Plastik PP ditutup, karung goninya juga ditutup.

e. Tiap plastik PP diberi tanggal (label) dan diletakkan di atas palet kayu.

Karung benih padi diletakkan di atas palet kayu, dan dinding ruang simpan dilapisi

dengan styrofoam. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontak langsung benih padi dengan

lantai atau dinding ruang.

Pengamatan mutu benih dilakukan setiap tiga bulan sekali. Pengamatan mencakup

kadar air, benih murni, daya berkecambah, kotoran benih, biji tanaman lain, biji gulma, jumlah

serangga yang hidup dan mati. Desain penyimpanan benih padi disajikan pada Gambar 1.

Pengemasan dengan plastik PP Pengemasan dengan super bag IRRI

C C C C C C

M M M M M M

Pengamatan bulan ke - 3 Pengamatan bulan ke - 3

C C C C C C

M M M M M M

Pengamatan bulan ke - 6 Pengamatan bulan ke - 6

C C C C C C

M M M M M M

Pengamatan bulan ke - 9 Pengamatan bulan ke - 9

Gambar 1. Desain penyimpanan benih padi.

Keterangan : = karung berisi 25 kg benih padi

C = Ciherang

M = Mekongga

Page 355: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

350 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Data hasil pengujian mutu benih padi pada bulan ke nol disajikan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Data hasil pengujian mutu laboratorium benih padi pada bulan ke nol penyimpanan,

tahun 2008.

No Karakteristik (%) Ciherang Mekongga

1 Kadar air 13,8 12,9

2 Benih murni 99,3 98,8

3 Daya berkecambah/ daya tumbuh 91,0 91,0

4 Kotoran benih 0,7 0,7

5 Biji tanaman lain 0,0 0,0

6 Biji gulma 0,0 0,0

7 Jumlah hama/serangga 0,0 0,0

Data mutu benih padi uji beda nyata dengan DMRT pada 3 bulan, 6 bulan dan 9 bulan

penyimpanan berturut-turut disajikan pada Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 5. Data mutu benih padi pada Tiga bulan penyimpanan Tahun 2008.

Perlakuan Daya Tumbuh*)

Kadar Air*)

Jumlah Hama*)

1. Super Bag IRRI

Ciherang 89,43a 13,87

ab 0,00

a

Mekongga 90,00a 13,07

ab 18,00

a

2. Plastik PP

Ciherang 91,00a 14,03

a 0,00

a

Mekongga 94,67a 12,93

b 20,90

a

Koofisien keragaman (%) 4,35 3,49 169,24

Keterangan : *) Angka selajur yang diikuti huruf yang sama dalam kolom tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %

Tabel 6. Data mutu benih padi pada Enam bulan penyimpanan Tahun 2008.

Perlakuan Daya Tumbuh*)

Kadar Air*)

Jumlah Hama*)

1. Super Bag IRRI

Ciherang 89,67a 13,87

ab 0,00

c

Mekongga 51,67b 13,73

ab 57,89

a

2. Plastik PP

Ciherang 83,10a 14,43

a 1,11

c

Mekongga 88,30a 13,13

b 42,43

b

Koofisien keragaman (%) 6,25 2,94 27,55

Keterangan : *) Angka selajur yang diikuti huruf yang sama dalam kolom tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %

Tabel 7. Data mutu benih padi pada Sembilan bulan penyimpanan Tahun 2008.

Perlakuan Daya Tumbuh*)

Kadar Air*)

Jumlah Hama*)

1. Super Bag IRRI

Ciherang 72,13a 14,20

a 66,17

b

Mekongga 1,90b 13,73

a 233,57

a

2. Plastik PP

Ciherang 60,43a 13,93

a 142,00

ab

Mekongga 83,67a 13,50

a 155,90

ab

Koofisien keragaman (%) 26,02 3,05 37,68

Keterangan : *) Angka selajur yang diikuti huruf yang sama dalam kolom tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %

Page 356: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

351 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Pembahasan

Benih padi varietas Ciherang dan Mekongga (Tabel 2 dan Tabel 3) yang digunakan

adalah benih dasar (FS) produksi penangkar benih padi binaan KP. Pasar Miring BPTP Sumatera

Utara, telah mendapatkan sertifikasi dari BPSB IV Dinas Pertanian Pemerintah Provinsi

Sumatera Utara. Benih padi dipanen pada tanggal 11 Februari 2008 dan lulus sertifikasi pada

tanggal 3 April 2008.

Ketika diuji mutunya pada awal Mei 2008 benih padi Ciherang dan Mekongga telah

mengalami peningkatan kadar air, terutama pada Ciherang dari sekitar 12,1% menjadi 13,8%.

Sehingga telah melebihi batas maksimum kadar air untuk benih padi (BSN, 2003). Namun

peningkatan kadar air tidak diikuti dengan penurunan daya tumbuhnya, daya tumbuh benih masih

bertahan pada 91%. Tingginya kadar air merupakan faktor yang paling mempengaruhi

menurunnya kualitas benih selama penyimpanan (Rickman, 2002) (Kawamura et al., 2004). Jika

kadar air dapat dipertahankan serendah mungkin, maka umur simpan benih padi dapat

dipertahankan lebih lama (Rickman, 2002) (Donahaye et al., 2011).

Peningkatan kadar air benih kemungkinan disebabkan oleh banyak dan lebarnya

lubang-lubang pada karung plastik pengemasnya, sehingga uap air yang dibawa udara bebas

masuk ke dalam benih padi. Peningkatan kadar air mungkin juga disebabkan oleh laju respirasi

benih dan serangga (Diep Chan Ben, 2006). Selain itu, kadar air juga dipengaruhi oleh

kelembaban (Thompson, 2002). Peningkatan kadar air benih dapat dikurangi dengan mengemas

benih padi dengan plastik, kemudian dibungkus lagi dengan karung plastik. Pengemas plastik

dapat mengurangi uap air yang masuk ke benih, sedangkan karung plastik melindungi pengemas

plastik dari gesekan dengan benda luar/lain selama pengangkutan. Untuk maksud inilah benih

padi dalam pengkajian ini disimpan menggunakan pengemas plastik, kemudian dibungkus lagi

dengan karung plastik.

Pada Tabel 5 (Data mutu benih pada tiga bulan penyimpanan) terlihat bahwa perlakuan

jenis pengemas terhadap kedua varietas tidak menunjukkan perbedaan baik daya tumbuh, kadar

air maupun jumlah hama/serangga, hanya pada perlakuan dengan menggunakan plastik PP

terdapat perbedaan kadar air pada kedua varietas, dimana kadar air varietas Mekongga lebih

rendah dibandingkan dengan Ciherang. Kondisi ini sesuai dengan kondisi pada pengamatan bulan

ke-nol dimana telah terjadi peningkatan kadar air pada varietas Ciherang sebesar 1,7%. Hama

yang menyerang adalah Sitophillus spp. dan Tribolium spp. Kedua hama tersebut merupakan

hama gudang primer pada gabah padi (menyerang bubuk/tepung beras) (Batta dan Abu Safieh,

2005). Persentase Sitophillus spp lebih tinggi dari Tribolium spp yaitu sebesar 90% dari

keseluruhan hama yang menyerang. Kemungkinan benih padi telah terinvestasi oleh telur hama

selama prosesing atau penyimpanan sementara, dan telur tersebut menetas ketika disimpan,

karena hama tidak dijumpai ketika diuji pada pengamatan bulan ke nol.

Pada Tabel 6 (Data mutu benih pada enam bulan penyimpanan) terlihat bahwa

perlakuan jenis pengemas terhadap kedua varietas memberikan pengaruh/perbedaan pada daya

tumbuh benih, yaitu daya tumbuh benih Ciherang yang dikemas dalam Super Bag IRRI memiliki

nilai yang lebih tinggi dari benih Mekongga. Sedangkan penggunaan plastik PP sebagai kemasan

tidak menunjukkan perbedaan terhadap kedua varietas. Pengamatan terhadap kadar air

menunjukkan hasil yang sama dengan hasil pada penyimpanan 3 bulan, yaitu terdapat perbedaan

pada kedua varietas dengan kemasan plastik PP. Perbedaan yang nyata juga terlihat pada jumlah

hama/serangga yang terdapat varietas Ciherang dan Mekongga dalam kedua bahan pengemas.

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa varietas Mekongga lebih rentan terhadap hama gudang,

baik dikemas dalam Super Bag maupun dalam plastik PP.

Pada Tabel 7 (Data mutu benih pada sembilan bulan penyimpanan) terlihat bahwa daya

tumbuh dan jumlah hama/serangga kedua varietas pada pengemas Super Bag IRRI berbeda nyata.

Daya tumbuh varietas Ciherang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Mekongga. Sedangkan

jumlah hama pada varietas Mekongga juga terlihat jauh lebih tinggi. Data ini konsisten dengan

data pada enam bulan penyimpanan. Hal ini mungkin disebabkan oleh permeabilitas Super Bag

yang terlalu rendah terhadap oksigen sehingga benih Mekongga mati karena kekurangan oksigen.

Namun, permeabilitas Super Bag yang rendah terhadap oksigen belum berpengaruh terhadap

varietas Ciherang. Perlakuan dengan pengemas plastik PP terhadap kedua varietas tidak

Page 357: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

352 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

memberikan perbedaan pada daya tumbuh benih, kadar air dan jumlah hama. Hanya saja terlihat

pada data bahwa jumlah hama yang menyerang varietas Ciherang juga sudah jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan penyimpanan 6 bulan. Kondisi ini menunjukkan bahwa penggunaan Super

Bag IRRI memberikan kondisi yang lebih baik bagi benih padi dibandingkan plastik PP.

Namun, setelah sembilan bulan penyimpanan ternyata mutu benih padi varietas

Ciherang dan Mekongga, yang dikemas dengan Super Bag atau plastik PP, sudah menurun,

sehingga tidak lagi memenuhi persyaratan mutu benih padi menurut SNI 01-6233.2-2003. Super

Bag IRRI belum terlihat pengaruhnya dalam mengurangi peningkatan kadar air, belum terlihat

dalam mempertahankan daya tumbuh benih dan belum terlihat dalam membunuh hama gudang.

Hal ini belum diketahui dengan jelas penyebabnya, bisa disebabkan oleh mutu benih yang

bervariasi terutama pada varietas Mekongga (faktor acak) dan benih varietas Mekongga sensitif

(atau mati) terhadap kadar oksigen sangat rendah.

KESIMPULAN

Kesimpulan

Penyimpanan benih padi (varietas Ciherang dan Mekongga) dengan kemasan Hermetik Super

Bag atau Plastik PP setelah 9 (sembilan) bulan tidak memenuhi persyaratan mutu benih padi

menurut SNI 01-6233.2-2003.

S a r a n

Perlu dilakukan penelitian kembali mengenai penyimpanan benih padi menggunakan Super

Bag IRRI terutama padi varietas Mekongga.

Benih padi yang dipakai hendaknya bermutu baik (berlabel), diketahui benar riwayatnya dari

asal benih sampai pengeringan untuk memastikan mutunya.

DAFTAR PUSTAKA

BPS Prov. Sumut. 2011. Sumatera Utara Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik Provinsi

Sumatera Utara. Medan.

IRRI. 2003. Factors Affecting Seed Quality. www.knowledgebank.irri.org., diakses tanggal 12

Desember 2011.

IRRI. 2006. Safe Storage Conditions for Grain. www.knowledgebank.irri.org., diakses tanggal 12

Desember 2011.

IRRI. 2005. Bagaimana Menyimpan Gabah dan Benih secara Lebih Aman.

www.knowledgebank.irri.org., diakses tanggal 12 Desember 2011.

Nugraha S., Sudaryono dan S. Lubis. 2005. Pengaruh Kemasan Terhadap Kandungan Oksigen

(oxygen level) dan Perubahan Kualitas Gabah/Beras. Prosd. Seminar Nasional Teknologi

Inovatif Pascapanen untuk Pengembangan Industri Berbasis Pertanian. Bogor, 7-8

September 2005. Balai Besar Pascapanen Pertanian. Bogor.

Lubis S., Sudaryono, S. Nugraha dan R. Rachmat. 2005. Efek Teknologi Penyimpanan Hermetik

Terhadap Mutu Gabah. Prosd. Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen Untuk

Pengembangan Industri Berbasis Pertanian. Bogor, 7-8 September 2005. Balai Besar

Pascapanen Pertanian. Bogor.

Diep Chan Ben. 2006. Effect of Hermetic Storage in The Super Bag on Seed Quality and Milled

Rice Quality of Different Varieties in Bac Lieu, Vietnam. Agriculture Engineering.

December 2006.

BSN. 2003. Benih Padi – Benih Dasar. SNI 01-6233.2-2003. Badan Standarisasi Nasional.

Jakarta.

Rickman, J.F. dan M. Gummert. 2006. Penyimpanan Gabah/Benih Karung Super (Super Bag)

IRRI. Disadur oleh Bawolye J. dan M. Syam. www.knowledgebank. irri.org., diakses

tanggal 13 Desember 2011.

Page 358: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

353 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Rickman, J.F. 2002. Grain Quality from Harvest to Market. Proceedings of 9th JIRCAS

International Symposium 2002 – Value Addition to Agricultural Products, pp 94-98.

http://ss.jircas.affrc.go.jp., diakses tanggal 13 Desember 2011.

Kawamura, S., K. Takekura dan K. Itoh. 2004. Rice Quality Preservation during On-Farm

Storage Using Fresh Chilly Air. 2004 International Quality Grains Conference

Proceedings, Indianapolis, July 19-22, Indiana, USA.

Donahaye, E.J., S. Navarro, S. Andales, A.M. Del Mundo, F. Caliboso, G. Sabio, A. Felix, M.

Rindner, A. Azrieli dan R. Dias. 2001. Quality Preservation of Moist Paddy Under

Hermetic Conditions. Proceedings International Conference Controlled Atmosphere and

Fumigation in Stored Products, Fresno, California, 29 October – 3 November 2000,

Executive Printing Services, Clovis, CA, USA.

Thompson, J.F. 2002. Rice Storage. www.kcomfg.com., diakses tanggal 13 Desember 2011.

Batta, Y.A., dan D.I. Abu Safieh. 2005. A Study of Treatment Effect with Metarhizium

anisopliae and Four Types of Dust on Wheat Grain Infestation with Red Flour Beetles

(Tribolium castaneum Herbs, Coleoptera: Tenebrionidae). Journal of The Islamic

University of Gaza (Series of Natural Studies and Engineering) 13(1): 11-22.

Page 359: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

355 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

PARTISIPAN SEMINAR INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN

BPTP BENGKULU TAHUN 2012

No Nama Instansi No Nama Instansi

1. Dr.Ir. Kasdi Subgyono BBP2TP Bogor 54. Diah i Balitbang Prov. Bengkulu

2. Dr.Ir. Dedi Sugandi BPTP Bengkulu 55. Widodo,SP BPSBTPN Bengkulu

3. Ir.Eddy waluyo,M.Si BAPEDA 56. Mariana Ernawati BPTP Bengkulu

4. Prof.dwinardi apriyanto UNIB 57. Hotlin Sinurat BP2TPK Bengkulu

5. Prof.Alnofri,M.S UNIB/SDG 58. Ir. Siti Aisyah BP2TPK Bengkulu

6. Dr.Ir.Urip Santoso UNIB 59. Emar pisa Ginting,SP BP2TPK Bengkulu

7. Ir.Diah iriani,M.Si Balitbangda 60. Yusnilawati BP2TPK Bengkulu

8. Bardin, Amd Bakorluh 61. Sumarno BP2TPK Bengkulu

9. Sailan, SP,M.Si BP4K Benteng 62. Mutiara,SP SKP kelas I Bengkulu

10. Dr.Ir.Hj Sunarti. MP Unihaz 63. Heti Marniati,SP SKP Kelas I Bengkulu

11. Herlena Bidi Astuti, SP BPTP Bengkulu 64. Lina Ivanti BPTP Bengkulu

12. Siti Rosmanah, SP BPTP Bengkulu 65. Yahumri BPTP Bengkulu

13. Nurmegawati BPTP Bengkulu 66. Jhon Firison BPTP Bengkulu

14. Mardalena,SP BP4K Lebong 67. Yesmawati BPTP Bengkulu

15. Suharta,SP BP4K lebong 68. KusmeaDinata BPTP Bengkulu

16. Amrullah,SP BP4K Benteng 69. Jumaidi BP2KP MUko-muko

17. Dr. Suryana,MP BPTP Kalimantan selatan 70. Jomadi BP2KP MUko-muko

18. Soemardi BBP2TP Bogor 71. Ir.Herlina M.Si FP UNIVED

19. Elman Falufi,S.Pt Bakorluh 72. Tri Wahyuni,S.Si BPTP Bengkulu

20. I Nyoman Adijaya BPTP Bali 73. Bunaiyah Honorita,SP BPTP Bengkulu

21. I Made Rai Yasa BPTP Bali 74. Irma Calista Siagian BPTP Bengkulu

22. Akhmad Ansyor BPTP Bangka Belitung 75. Zainani BPTP Bengkulu

23. Winardi BPTP Sumatera barat 76. Afrizon BPTP Bengkulu

24. Agung Prabowo BPTP SUMSEL 77. Sudarmansyah BPTP Bengkulu

25. Darman Hary,SP,M.Si BP2TPk 78. Hamdan,SP BPTP Bengkulu

26. Danner Sagala,SP.M.Si FP UNIHAZ 79. Rudi Hartono BPTP Bengkulu

27. Ahmad Damiri BPTP Bengkulu 80. Siswani. DD BPTP Bengkulu

28. Ikhsan Hasibuan,M.Sc FP. UNIHAZ 81. Sri Suryani M. Rambe BPTP Bengkulu

29. Dwi Ranti FP.UNIHAZ 82. Taufik R BPTP Bengkulu

30. Desi Jumiati FP.UNIHAZ 83. Taufik H BPTP Bengkulu

31. Sundari Yenis FP.UNIHAZ 84. Umi Pudji Astuti BPTP Bengkulu

32. Fery Hepi FP.UNIHAZ 85. Wahyu Wibawa BPTP Bengkulu

33. Feri Gunawan FP.UNIHAZ 86. Ruswendi BPTP Bengkulu

34. Maskap,SP BP4K Kepahyang 87. Hendri Suyanto BPTP Bengkulu

35. Yudi Sastro BPTP Jakarta 88. Marzan BPTP Bengkulu

36. Murzek Bakorluh 89. Sri hartati BPTP Bengkulu

37. Edwar Ardianri TVRI Bengkulu 90. Alfayanti BPTP Bengkulu

38. Erwan Iswandi TVRI Bengkulu 91. Basuni Asnawi BPTP Bengkulu

39. Rama Syahelan Disnakwan prov 92. Sanusi BPTP Bengkulu

40. Purbayani Bapeda prov 93. Sri Hartati,s BPTP Bengkulu

41. Supriyanto Disnakwan prov 94. Andi Ishak BPTP Bengkulu

42. Wahuni Amelia BPTP Bengkulu 95. Heryan Iswadi BPTP Bengkulu

43. Hendri Suyanto BPTP Bengkulu 96. Badi Haryanto BPTP Bengkulu

44. Erpan Ramon BPTP Bengkulu 97. Ina Hartati BPTP Bengkulu

45. Taufik Hidayat BPTP Bengkulu 98. Yanhar BPTP Bengkulu

46. Zul Effendi BPTP Bengkulu 99. Yoyo BPTP Bengkulu

47. Wilda Mikasai BPTP Bengkulu 100. Eko.s BPTP Bengkulu

48. Yartiwi BPTP Bengkulu 101. Ujang Hamidi BPTP Bengkulu

49. Nurhidayati BP4K Rejang lebong 102. Nelson BPTP Bengkulu

50. Yenny,S.PKP BP4K Rejang lebong 103. Catur BPTP Bengkulu

51. Yulie Oktavia,SP BPTP Bengkulu 104. Sudarwati BPTP Bengkulu

52. Farida Wahyu BKPPP Kota Bengkulu 105. Robiyanto BPTP Bengkulu

53. Linda Harta,S.Pt BPTP Bengkulu

Page 360: PROSIDINGbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/publikasi... · dalam bentuk prosiding makalah yang disajikan pada saat seminar. ... wanita tani Anggrek Putih, ... Demikian

356 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

INDEKS PENULIS

Afrizon, 208, 214, 277 Nia Kaniasari, 265

Agung Prabowo, 165 Nurhaita, 185

Agussalim, 295 Nurhayati, 87

Agustin Zarkani, 148 Nurmegawati, 23, 76, 82

Ahmad Damiri, 53, 98, 133 Prihanani, 36

Akhmad Ansyor, 265 Pudjianto, 148

Alfayanti, 271, 281, 341 Rachmiwati Yusuf, 104

Alnopri, 17 Rathi Frima Zona, 104

Ana F. C. Irawati, 219 Retna Qomariah, 199

Andi Ishak, 93, 260, 295 Rizqi Sari Anggraini, 87

Andre Sparta, 141 Rudi Hartono, 238

Asriati Ilyas, 58 Ruswendi, 185, 227

Azwir, 28, 301 Shannora Yuliasari, 113

Bunaiyah Honorita, 233, 260, 289 Sholih, N.H., 199

Darman Hary, 310 Syahrir Pakki 108

Dedi Sugandi, 133, 227, 246 Siswani Dwi Daliani, 190, 194

Danner Sagala, 36 Siti Rosmanah, 63, 214, 281

Djoko Prijono, 148 Sri Bananiek, 295

Dwinardi Apriyanto, 9 Sri Suryani M Rambe, 128, 156, 289

Eddy Makruf, 44, 133 Suparman, 71

Edi Tando, 58, 108, 337 Suprijono, 199

Erpan Ramon, 190, 194 Suryana, 199

H. Kurniawan, 199 Suwandi, 121

Hamdan, 113, 252 Taufik Hidayat, 331, 337

Harmini, 71 Taupik Rahman, 104, 141

Haryono, 1 Tri Wahyuni, 87, 246

Herlena Bidi Astuti, 208, 214, 277 Umi Pudji Astuti, 71, 233, 246

Ikhsan Hasibuan, 36 Vivi Aryati, 347

I Made Rae Yasa, 169, 175 W.A. Nugroho, 71

I Nyoman Adijaya, 169, 175 Wahyu Wibawa, 23, 63, 76, 82, 281

Indarti P. Lestari, 121 , 219 Wahyuni Amelia Wulandari, 271

Irma Calista Siagian, 63, 128, 347 Wawan Eka Putra, 44, 53

Jhon Firison, 227 Wilda Mikasari, 323, 331, 341

Kasdi Subagyono, 1 Winardi, 28, 301

Kusmea Dinata, 128, 156, 214 Yahumri, 58, 93

Lina Ivanti, 323 Yartiwi, 53, 93, 98

Linda Harta, 208 Yesmawati, 260

Maintang, 58 Yudi Sastro, 121, 219

Mansur, 108, 337 Yulie Oktavia, 44, 108

M. A. Firmansyah, 71 Zikril Hidayat, 265

Mega Andini, 141 Zul Efendi, 190, 271