Upload
lekien
View
254
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pemasaran
2.1.1 Pengertian Pemasaran
Kotler (2001) mengemukakan definisi pemasaran artinya bekerja
dengan pasar sasaran untuk mewujudkan pertukaran yang potensial dengan
maksud memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Sehingga dapat
dikatakan bahwa keberhasilan pemasaran merupakan kunci kesuksesan dari
suatu perusahaan.
Menurut Stanton (2001) definisi pemasaran adalah suatu sistem
keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan
barang atau jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang
ada maupun pembeli potensial.
Menurut Maynard dan Beckman yang dikutip oleh Alma (2004: p.1)
“Marketing embraces all business activities involved in the flow of goods
and services from physical production to consumption”.
Dari definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pemasaran adalah kegiatan atau aktivitas yang berhubungan langsung
dengan pasar dengan menggabungkan cara-cara dan menerapkan cara
seperti promosi, distribusi barang atau jasa serta menenetukan harga untuk
memenuhi kebutuhan konsumen sehingga konsumen merasa terpuaskan
dengan baik sehingga tujuan suatu perusahaan tercapai yaitu dengan
memperoleh keuntungan.
2.1.2 Konsep Pemasaran
Pemasaran merupakan faktor penting untuk mencapai kesuksesan bagi
perusahaan. Konsep pemasaran tersebut dibuat dengan menggunakan tiga
faktor dasar yaitu:
1. Saluran perencanaan dan kegiatan perusahaan harus berorientasi
11
12
pada konsumen/pasar.
2. Volume penjualan yang menguntungkan harus menjadi tujuan
perusahaan, dan bukannya volume untuk kepentingan volume itu sendiri.
3. Seluruh kegiatan pemasaran dalam perusahaan harus dikoordinasikan dan
diitegrasikan secara organisasi.
Menurut Swastha dan Irawan (2005), mendefinisikan konsep pemasaran
sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan
konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup
perusahaan.
Tujuan utama konsep pemasaran adalah melayani konsumen dengan
mendapatkan sejumlah laba atau dapat diartikan sebagai perbandingan
antara penghasilan dengan biaya yang layak. Berbeda dengan konsep
penjualan yang menitikberatkan pada keinginan perusahaan.
2.1.3 Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan
dimana strategi pemasaran merupakan suatu cara mencapai tujuan dari
sebuah perusahaan. Hal ini juga didukung oleh pendapat Swastha “Strategi
adalah serangkaian rancangan besar yang menggambarkan bagaimana sebuah
perusahaan harus beroperasi untuk mencapai tujuannya”. Sehingga dalam
menjalankan usaha kecil khususnya, diperlukan adanya pengembangan
melalui strategi pemasarannya. Karena pada saat kondisi kritis justru
usaha kecil-lah yang mampu memberikan pertumbuhan terhadap
pendapatan masyarakat.
Menurut Stanton (2001) definisi pemasaran adalah suatu sistem
keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan
barang atau jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang
ada maupun pembeli potensial. Berdasarkan definisi di atas, proses
pemasaran dimulai dari menemukan apa yang diinginkan oleh konsumen.
Yang akhirnya pemasaran memiliki tujuan yaitu:
1. Konsumen potensial mengetahui secara detail produk yang kita hasilkan
dan perusahaan dapat menyediakan semua permintaan mereka atas
13
produk yang dihasilkan.
2. Perusahaan dapat menjelaskan secara detail semua kegiatan yang
berhubungan dengan pemasaran. Kegiatan pemasaran ini meliputi
berbagai kegiatan, mulai dari penjelasan mengenai produk, desain
produk, promosi produk, pengiklanan produk, komunikasi kepada
konsumen, sampai pengiriman produk agar sampai ke tangan konsumen
secara cepat.
3. Mengenal dan memahami konsumen sedemikian rupa sehingga
produk cocok dengannya dan dapat terjual dengan sendirinya.
Pada umumnya kegiatan pemasaran berkaitan dengan koordinasi
beberapa kegiatan bisnis. Strategi pemasaran ini dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut:
1. Faktor mikro, yaitu perantara pemasaran, pemasok, pesaing dan
masyarakat.
2. Faktor makro, yaitu demografi/ekonomi, politik/hukum, teknologi/fisik
dan sosial/budaya.
2.1.4 Macam dan Jenis Strategi Pemasaran
Macam strategi pemasaran diantaranya:
1. Strategi kebutuhan Primer.
Strategi-strategi pemasaran untuk merancang kebutuhan primer yaitu:
a. Menambah jumlah pemakai.
b. Meningkatkan jumlah pembeli.
2. Strategi kebutuhan Selektif.
Yaitu dengan:
a. Mempertahankan pelanggannya, misal:
1) Memelihara kepuasan pelanggan;
2) Menyederhanakan proses pembelian;
3) Mengurangi daya tarik atau kemungkinan untuk beralih merek.
3. Menjaring pelanggan (Acquisition Strategy)
a. Mengambil posisi berhadapan (head – to head positioning).
b. Mengambil posisi berbeda (differentiated positioning).
Secara lebih jelas, strategi pemasaran dapat dibagi kedalam empat
14
jenis yaitu:
1. Merangsang kebutuhan primer dengan menambah jumlah
pemakai.
2. Merangsang kebutuhan primer dengan memperbesar tingkat
pembelian.
3. Merangsang kebutuhan selektif dengan mempertahankan pelanggan yang
ada.
4. Merangsang kebutuhan selektif dengan menjaring pelanggan baru.
2.2 Jasa
2.2.1 Pengertian Jasa
Menurut Kotler dan Keller (2006) mendefinisikan jasa sebagai aktivitas
atau manfaat tak berwujud yang dapat ditawarkan oleh satu pihak ke pihak
lain tanpa menyebabkan perpindahan hak kepemilikan.
Menurut Zeithaml dan Bitner (1996) jasa adalah perbuatan proses dan
kinerja.
Jasa adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang bersifat
intangible yang biasanya, tapi tentu berlangsung dalam interaksi antara
pelanggan dengan karyawan jasa/sumber daya fisik atau barang dan/atau
sistem dalam penyedia jasa, yang memberikan solusi atas masalah yang
dialami pelanggan. (Groonroos, 1990)
Menurut Fitzsimmons (2006), jasa adalah waktu yang tahan lama dan
tidak berwujud yang dialami dan dilakukan terhadap pelanggan sebagai
peran produksi.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, jasa dapat diartikan sebagai sesuatu
aktivitas, manfaat, dan kepuasan yang tidak berwujud, melibatkan tindakan
dalam proses pembentukannya, serta ditawarkan dari satu pihak ke pihak lain
tanpa berakibat pada perpindahan hak kepemilikan.
2.2.2 Karakteristik Jasa
Kotler (2010:269) menjelaskan terdapat empat karakteristik dari jasa
antara lain sebagai berikut:
15
1. Intangibility, karakteristik dari jasa dimana jasa tidak dapat dilihat,
dirasakan, didengar dan dihirup sebelum dibeli.
2. Inseparability, karakteristik dari jasa dimana jasa diproduksi dan
dikonsumsi pada saat bersamaan dan tidak dapat dipisahkan dari
penyedianya.
3. Perishability, karakteristik dari jasa dimana jasa tidak dapat disimpan dan
digunakan pada waktu yang berbeda.
4. Variability, Karakteristik dari jasa dimana kualitas dari jasa bergantung
kepada penyedia jasa, waktu, lokasi dan bagaimana jasa tersebut
dikonsumsi.
2.2.3 Jasa Pelayaran (Shipping Lines Service)
Industri jasa pelayaran (shipping industry) merupakan usaha industri jasa
Transportasi laut yang memberikan manfaat bagi perpindahan suatu barang,
baik memberikan manfaat secara place utility, maupun memberikan manfaat
time utility.
1. Place utility, yaitu barang yang disatu tempat kurang bermanfaat
dipindahkan ke tempat yang manfaatnya lebih besar.
2. Time utility, yaitu barang dari satu tempat yang saat tertentu sudah
diproduksi dan berlebihan dipindahkan ketempat yang pada waktu yang
sama belum diproduksi.
Jenis-jenis jasa pelayaran yang saat ini berlaku terbagi atas:
1. Berdasarkan bidang kegiatannya, yaitu:
a. Pelayaran niaga (shipping business, commercial shipping dan
merchant marine), yaitu usaha pengangkutan barang (khususnya
barang dagangan) atau penumpang, melalui laut, baik yang dilakukan
antar pelabuhan-pelabuhan dalam wilayah sendiri maupun antar
negara.
b. Pelayaran non-niaga, yaitu kegiatan pelayaran yang bertujuan bukan
untuk kegiatan perdagangan, yang meliputi pelayaran angkatan
perang, dinas pos, dinas perambuan, penjaga pantai, hidrografi dan
sebagainya.
2. Berdasarkan routing-nya, yaitu:
16
a. Pelayaran internasional, yaitu kegiatan pelayaran itu berlangsung
dalam perairan internasional yang menghubungkan dua negara atau
lebih. Pelayaran internasional dalam dunia shipping dikenal dengan
sebutan Pelayaran Samudera atau Ocean going shipping atau
Intern ocean shipping.
b. Pelayaran nasional, yaitu kegiatan pelayaran berlangsung dalam
batas-batas wilayah teritorial suatu negara atau sering disebut
pelayaran interinsulair.
Potensi dan manfaat pelayaran niaga bagi dunia perdagangan pada
umumnya, khususnya perdagangan internasional, pelayaran niaga memegang
peranan penting dan hampir semua barang ekspor dan impor diangkut dengan
kapal laut. Demikian juga pengangkutan barang dalam volume besar dari satu
daerah ke daerah yang lain dalam satu atau antar negara, lebih banyak
menggunakan jasa fasilitas angkutan laut. Hal ini disebabkan oleh beberapa
alasan sebagai berikut:
1. Kapasitas unit per kapal jauh lebih besar untuk pengangkutan dalam
jumlah besar sekaligus.
2. Biaya bongkar muatnya lebih efisien dibandingkan melalui darat.
3. Biaya angkut per unit lebih murah karena pengangkutannya dalam
jumlah banyak.
Pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan pelayaran niaga, yaitu:
1. Pengirim Barang (Shipper), yaitu orang atau badan hukum yang
mempunyai muatan kapal untuk dikirim dari suatu pelabuhan tertentu
(pelabuhan pemuatan) untuk diangkut ke pelabuhan tujuan.
2. Pengangkut barang (carrier), yaitu perusahaan pelayaran yang
melaksanakan pengangkutan barang dari pelabuhan muat untuk diangkut
atau disampaikan ke pelabuhan tujuan dengan kapal.
3. Penerima barang (consignee), yaitu orang atau badan hukum kepada
siapa barang kiriman ditujukan.
Pihak-pihak lain yang tidak saling berhubungan hukum atau tidak diatur
oleh undang-undang namun memiliki peranan yang yang sangat penting
dalam dunia pelayaran, yaitu:
1. Ekspeditur (perusahaan ekspedisi muatan kapal laut, forwarder, dan lain-
lain), adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha mengurus
17
dokumen-dokumen dan formalitas yang diperlukan untuk mengirim atau
mengeluarkan barang ke dan dari kapal atau ke dan dari gudang atau
lapangan penumpukan container di pelabuhan.
2. Perusahaan pergudangan (warehousing) yaitu usaha penyimpanan barang
di dalam gudang pelabuhan, menunggu pemuatan ke atas kapal atau
pengeluaran dari gudang.
3. Perusahaan bongkar muat (stevedoring) yaitu usaha pemuatan atau
pembongkaran barang-barang muatan kapal. Sering kali perusahaan
stevedoring bekerja sama dengan perusahaan angkutan pelabuhan melalui
tongkang. Hal ini sering dilakukan apabila waktu menunggu giliran
penambatan terlalu lama atau fasilitas tambat kapal terlalu sedikit.
4. Lembaga Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) adalah
perusahaan yang mengkoordinir angkutan multimoda sehingga
terselenggara angkutan secara terpadu sejak dari door shipper sampai
dengan door consignee.
2.3 Harga
2.3.1 Pengertian Harga
Secara umum, harga adalah suatu nilai tukar dari produk barang
maupun jasa yang dinyatakan dalam satuan moneter. Menurut Lamb, Hair,
dan Mcdaniel (2001:268) harga merupakan sesuatu yang diserahkan dalam
pertukaran untuk mendapatkan suatu barang maupun jasa.
Harga menurut Kotler dan Armstrong (2003:430) adalah sejumlah uang
yang dibayarkan atas barang dan jasa atau jumlah nilai yang konsumen
tukarkan dalam rangka mendapatkan manfaat dari memiliki barang dan jasa
tersebut.
Menurut Tjiptono (2001:151) harga dapat diartikan sebagai satuan
moneter atau ukuran lainnya (barang dan jasa lainnya), yang ditukarkan agar
memperoleh nilai atas hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau
jasa.
Menurut Chandra (2002:149) harga dapat diartikan sebagai sejumlah
uang (satuan moneter) dan atau aspek lainnya (non moneter) yang
mengandung utilitas atau kegunaan tertentu yang diperlukan untuk
18
mendapatkan suatu produk.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan berdasarkan individual harga
adalah nilai nominal (moneter atau non moneter) yang harus ditukarkan oleh
konsumen kepada produsen, untuk mendapatkan barang atau jasa yang dibeli
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. Sedangkan bagi perusahaan
harga adalah salah satu penentu keberhasilan suatu perusahaan karena
harga menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh
perusahaan dari penjualan produknya baik berupa barang maupun jasa.
Bagi konsumen, harga memiliki dua peranan utama dalam proses
pengambilan keputusan para pembeli, yaitu peranan alokasi dan peranan
informasi.
2.3.2 Peranan Harga
Menurut Tjiptono, Chandra, dan Adriana (2008:471) harga memainkan
peranan penting bagi perekonomian secara makro, konsumen, dan
perusahaan.
1. Bagi perekonomian
Harga produk mempengaruhi tingkat upah, sewa, bunga, dan laba.
Harga merupakan regulator dasar dalam sistem perekonomian, karena
harga berpengaruh terhadap alokasi faktor-faktor produksi seperti tenaga
kerja, modal, dan kewirausahaan. Tingkat upah yang tinggi menarik
tenaga kerja, tingkat bunga yang tinggi menjadi daya tarik dari investasi
modal, dan lain sebagainya. Sebagai alokator sumber daya, harga
menentukan apa yang akan diproduksi (penawaran) dan siapa yang akan
membeli barang dan jasa yang dihasilkan (permintaan).
2. Bagi konsumen
Dalam penjualan ritel, ada segmen pembeli yang sangat sensitif
terhadap faktor harga. Sensitif dalam harga dapat diartikan bahwa
konsumen memandang harga adalah pertimbangan utama dalam
melakukan keputusan pembelian. Mayoritas konsumen mengalami hal
tersebut, namun juga ada yang mempertimbangkan faktor lain (seperti
citra merek, lokasi, layanan, nilai (value), dan kualitas). Selain itu
persepsi konsumen terhadap kualitas produk atau jasa sering kali
19
dipengaruhi oleh harga. Dalam beberapa kasus, harga yang mahal
ditunjang dengan kualitas tinggi, terutama dalam kategori.
3. Bagi perusahaan
Harga merupakan satu-satunya bauran pemasaran yang
menghasilkan pendapatan. Harga produk adalah determinan utama bagi
permintaan pasar perusahaan. Harga juga mempengaruhi posisi bersaing
dan pangsa pasar perusahaan. Dampaknya, harga berpengaruh pada
pendapatan, dan laba bersih penjualan.
Ketiga peranan harga diatas akan cenderung meningkat apabila
beberapa fenomena pasar terjadi. Menurut Baker (2007, p323), peranan
harga meningkat apabila kondisi-kondisi berikut terjadi :
1. Produk tersebut pertama kali diterjunkan ke pasaran.
2. Dikaitkan dengan tujuan perusahaan.
3. Perusahaan competitor melakukan penurunan harga.
4. Adanya produk baru yang dihasilkan dari perkembangan teknologi baru
yang mempunyai sifat subtitusi dan lebih efisien dan efektif.
2.3.3 Metode Penetapan Harga
Pada dasarnya metode penetapan harga dapat dikelompokan menjadi
empat kategori utama, yaitu metode penetapan harga berbasis
permintaan, berbasis biaya, berbasis laba, dan berbasis persaingan. Dalam
hal ini perusahaan menggunakan metode penerapan harga berbasis biaya.
2.3.4 Metode Penetapan Harga Berbasis Biaya
Aplikasi metode penetapan harga berbasis pada biaya menurut
Kotler (2002:29-34) dapat dilakukan dengan cara Cost-plus pricing dan
Target-return pricing.
1. Cost-plus pricing
Cost-plus pricing ditempuh dengan cara menambahkan margin
keuntungan tertentu di atas harga pokok. Satu modifikasi penerapan
cost- plus pricing diterapkan untuk para pedagang besar atau para
pengecer yang dikenal dengan Markup pricing. perbedaan dalam cara
20
ini adalah bahwa margin keuntungan dihitung berdasarkan harga jual
akhir, bukan atas dasar pada total biaya.
Satu manfaat dari cost-plus pricing adalah kemudahannya dalam
penerapan. Selain itu, cara semacam ini juga akan mendorong
terwujudnya stabilitas harga karena sebagian besar pesaing akan
mencapai pada harga jual yang sama.
2. Target-Return Pricing
Dalam target-return pricing, perusahaan menentukan target return
di atas total biaya pada sejulah volume produksi tertentu dan
kemudian menentukan berapa harga jual yang layak untuk
volume produksi tersebut. Untuk menentukan harga jual dengan cara
seperti ini, perusahaan menggunakan konsep breakeven.
Tjiptono (2005) metode penetapan harga konvensional dalam bisnis jasa
yaitu:
1. Cost-based pricing, yaitu metode penetapan harga berbasis pada
perhitungan biaya-biaya operasional dan finansial.
2. Competition-based pricing, yaitu strategi ini berfokus pada harga
ditetapkan oleh perusahaan-perusahaan lain dalam industri sejenis dan
pangsa pasar yang sama.
3. Demand-based pricing (value-based pricing), yaitu menetapkan harga
konsisten dengan persepsi pelanggan terhadap nilai.
2.3.5 Tujuan Penetapan Harga
Menurut Tjiptono (2005:35) terdapat empat jenis tujuan penetapan harga,
yaitu:
1. Berorientasi pada laba.
Bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat
menghasilkan laba yang paling tinggi. Ada dua jenis target laba yang
biasa digunakan, yaitu target margin dan target ROI (Return of
Investment).
2. Berorientasi pada volume.
Selain tujuan berorientasi pada laba, ada pula perusahaan yang
menetapkan harga berdasarkan tujuan yang berorientasi pada volume
21
tertentu agar dapat mencapai target volume yang diinginkan.
3. Berorientasi pada citra (image)
Citra (image) suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi
penetapan harga. Perusahaan dapat menentukan harga tinggi untuk
membentuk atau mempertahankan citra prestisiusnya. Sementara itu
harga rendah digunakan untuk menciptakan nilai tertentu (image of
value), misalnya dengan memberikan jaminan bahwa harga yang tertera
adalah yang paling rendah di wilayah tertentu. Pada hakekatnya, tinggi
rendahnya harga bertujuan untuk meningkatkan persepsi konsumen
terhadap keseluruhan bauran produk yang ditawarkan perusahaan.
4. Stabilisasi harga
Dalam pasar yang kosnumennya sangat sensitif terhadap harga, bila
suatu perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingya harus
menurunkan pula harga mereka. Tujuan stabilisasi dilakukan dengan
menetapkan harga untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara
harga suatu perusahaan dan harga pemimpin industri.
5. Tujuan lainnya
Menetapkan harga dengan tujuan mencegah masuknya pesaing,
mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang atau
menghindari campur tangan pemerintah.
Menurut Payne tujuan penetapan harga yaitu:
1. Survival, tujuannya meningkatkan profit ketika perusahaan dalam
kondisi pasar yang tidak menguntungkan.
2. Profit Maximization, penentuan harga bertujuan untuk
memaksimumkan laba dalam periode tertentu.
3. Sales Maximization, penentuan harga bertujuan membangun market
share dengan melakukan penjualan pada harga awal yang merugikan.
4. Prestige, penentuan harga bertujuan memposisikan jasa perusahaan
sebagai jasa eksklusif.
5. ROI, penentuan harga disusun berdasar rencana pencapaian Return on
Investment.
Berdasarkan pemikiran tersebut, dapat disajikan hipotesis sebagai
berikut:
22
Ada enam tahap dalam menyusun kebijakan penetapan harga, Kotler
(2002:550) yaitu:
1. Perusahaan memilih tujuan penetapan harga.
2. Perusahaan memperkirakan kurva permintaan, probabilitas kuantitas
yang akan terjual pada tiap kemungkinan harga.
3. Perusahaan memperkirakan bagaimana biaya bervariasi pada berbagai
level produksi dan pada berbagai level akumulasi pengalaman produk.
4. Perusahaan menganalisis biaya, harga, dan tawaran pesaing.
5. Perusahaan menyeleksi metode penetapan harga.
6. Perusahaan memilih harga akhir.
2.3.6 Peranan Harga
Harga memiliki peranan utama dalam proses pengambilan keputusan
para pembeli, yaitu:
1. Peran alokasi yaitu fungsi dari harga dalam membantu para pembeli
untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi
yang diharapkan berdasarkan daya belinya. Pembeli membandingkan
harga dari berbagai alternative yang tersedia, kemudian memutuskan
alokasi dana yang dikehendaki.
2. Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam “mendidik”
konsumen mengenai faktor-faktor produk seperti kualitas. Hal ini
bermanfaat dalam situasi dimana pembeli mengalami kesulitan untuk
menilai faktor produk atau manfaatnya secara obyektif.
2.3.7 Strategi Penerapan Harga
Menurut Tjiptono (2005) strategi penerapan harga jasa adalah sebagai
berikut:
1. Penetapan harga berdasarkan kepuasan (Satisfaction-Based Pricing).
Tujuan utamanya untuk mengurangi ketidaknyamanan yang dirasakan
pelanggan. Bentuk implementasinya sebagai berikut:
a. Garansi jasa (service guarentees): penetapan harga diikuti
23
pemberian garansi.
b. Benefit-driven Pricing: penetapan harga berdasarkan manfaat.
c. Flare-rate Pricing: penetapan harga berdasarkan biaya aktual.
2. Relationship pricing
Penetapan harga berdasarkan upaya untuk menarik, mempertahankan,
dan meningkatkan hubungan dengan para konsumen, seperti:
a. Long-term contracts
Penetapan harga berdasarkan jangka waktu kontrak dengan insentif
harga dan non harga kepada pelanggan agar mereka bersedia
mengikat diri untuk jangka waktu yang lebih lama lagi.
b. Price bundling
Penetapan harga dengan menjual satu atau lebih jasa dalam satu
paket. Keharusannya adalah harga satu paket harus lebih murah dari
harga satuannya.
c. Efficiency pricing
Penetapan harga melalui pemahaman, pengelolaan, dan penekanan
biaya. Dampak dari penekanan biaya sendiri akan menghasilkan
output harga yang lebih murah terhadap para pelanggan.
Strategi penetapan harga jasa berdasarkan persepsi pelanggan terhadap
nilai yaitu:
1. Nilai adalah harga murah.
a. Discounting, penetapan harga disertai dengan potongan harga.
b. Odd pricing, penetapan harga ganjil agar menghasilkan persepsi
murah.
c. Synchro-pricing, pengelolaan harga berdasarkan sifat strategis.
d. Penetration pricing, penetapan harga murah sebagai percobaan
untuk dijual di pasar yang bertujuan meraba pangsa pasar dan
segmen yang tepat.
2. Nilai adalah sesuatu yang diinginkan dari sebuah jasa.
a. Prestige pricing, penetapan harga mahal untuk kualitas prestisius.
b. Skimming pricing, penetapan harga mahal dengan dana besar
promosi.
3. Nilai adalah kualitas yang didapatkan:
a. Value pricing, penetapan harga berdasarkan paket kualitas dan
24
kuantitas yang didapat.
b. Market segmentation pricing, penetapan harga berdasarkan segmen
pasar.
4. Nilai adalah semua yang telah diberikan.
a. Price framing, mengorganisasikan harga berdasarkan referensi
akurat.
b. Price bundling, penetapan harga berdasarkan paket.
c. Complementary pricing, menetapkan harga untuk sifatnya
melengkapi Result-based pricing (berdasarkan hasil jasa yang
diperoleh).
2.3.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi harga
Menurut Lupiyodadi dan Hamdani (2006:100) terdapat faktor-faktor
yang mempengaruhi harga, diantaranya sebagai berikut:
1. Elastisitas permintaan, dengan elastisitas ini, dapat diketahui
hubungan antara harga dengan permintaan
2. Struktur biaya, umumnya terdapat dua jenis biaya yang terdapat dalam
struktur biaya yaitu biaya tetap dan biaya variable.
3. Persaingan, perusahaan harus mengamati pesaing-pesaingnya agar dapat
menentukan harga yang tepat.
4. Postioning dalam jasa yang ditawarkan.
5. Sasaran yang ingin dicapai perusahaan.
6. Siklus hidup jasa.
7. Sumber daya yang digunakan.
8. Kondisi ekonomi.
2.3.9 Indikator Harga
Dalam Penelitian ini, Pengukuran harga diukur dengan indikator sebagai
berikut :
1. Tingkat harga
2. Daya beli konsumen
3. Kualitas produk/jasa
25
4. Penilaian konsumen
5. Manfaat
2.4 Kualitas Layanan
2.4.1 Pengertian Layanan
Menurut Kotler (2002:486), pelayanan merupakan setiap tindakan atau
kegiatan yang dapat ditawarkan dari suatu pihak kepada pihak lain, yang
pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.
Sedangkan Tjiptono (2002:6) mendefinisikan pelayanan sebagai
aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pelayanan merupakan suatu kegiatan yang
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen sesuai dengan ekspektasi
yang mereka harapkan tanpa memberikan sesuatu yang berwujud.
2.4.2 Pengertian Kualitas Layanan
Kualitas layanan merupakan hal yang sangat penting dalam bisnis jasa
maupun non jasa dan sangat berhubungan dengan kepuasan konsumen.
Secara umum, kualitas layanan diukur dalam jangka panjang, dimana
kepuasan konsumen dalam jangka pendek.
2.4.2.1 Definisi kualitas jasa
An attitude formed by a long-term, overall evaluation of a firm’s
performance. Penilaian terhadap baik atau buruknya kualitas suatu jasa,
sangat berkaitan dengan rasa puas ataupun tidak puas dengan pengguna jasa
tersebut. Antara kualitas jasa dan kepuasan berbeda. Ketika kepuasan
membandingkan persepsi konsumen pada apa yang konsumen harapkan
secara normal, kualitas pelayanan membandingkan persepsi pada apa yang
konsumen harapkan dari persahaan yang mengatarkan pelayanan berkualitas
tinggi.
Menurut Deming, kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan
keinginan kosumen. Crosby mempersepsikan kualitas sebagai nihil cafat,
26
kesempurnaan dan kesesuaian terhadap spesifikasi,jika dilihat dari sudut
pandang produsen. Goetsch Davis dalam Yamit (2005:8) membuat kualitas
yang lebih luas cakupannya, yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis
yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan
yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang digunakan Goetsch
Davis ini menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek
hasil akhir, yaitu produk dan jasa, tetapi juga menyangkut kualitas manusia,
kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang
berkualitas tanpa melalui manusia dan proses yang berkualitas.
Menurut Wyckof dalam Arief (2007:118), kualitas jasa adalah tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan
tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas jasa sebenarnya
berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan serta ketepatan
penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan menurut Tjiptono
(2000:59). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas
pelayanan merupakan keunggulan yang dirasakan oleh konsumen dengan apa
yang diterima oleh konsumen setelah melakukan pembelian jasa. Dengan
kata lain ada dua factor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu
expected service dan perceived service menurut Parasuraman dalam Arief
(2007:118). Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service)
sesuai dengan yang diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan
memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan maka
kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika jasa
yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan maka kualitas jasa
dipersepsikan buruk. Dengan demikian, baik tidaknya kualitas jasa
tergantung kepada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan
pelanggannya secara konsisten.
Menurut Akbar dan Parvez (2009) kualitas layanan akan memepengaruhi
kinerja perusahaan. Kualitas pelayanan yang baik akan berdampak kepuasan
konsumen yang lebih baik, loyalitas konsumen dan pertambahan pangsa
pasar melalui pertambahan pelanggan baru.
Kualitas total suatu jasa terdiri atas tiga komponen utama menurut
Gronroos pada Hutt dan Speh (2004).
27
1. Technical Quality. Yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas
output (keluaran) jasa yang diterima pelanggan. Menurut Parasuraman,
technical quality dapat diperinci lagi sebagai berikut:
a. Search quality, yaitu kualitas yang dapat di evaluasi pelanggan
sebelum membeli, misalnya harga.
b. Experience quality, yaitu kualitas yang hanya bisa di evaluasi
pelanggan meskipun telah mengkonsumsi suatu jasa. Misalnya,
kualitas operasi jantung
2. Functional Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara
penyampaian suatu jasa.
3. Corporate Image, yaitu profil, reputasi, citra umum, daya tarik khusus
suatu perusahaan.
Menurut Wickof pada Tjiptono (2002:59), kualitas pelayanan merupakan
tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat
keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen. Tingkat kualitas
pelayanan yang baik dapat diukur dari kemampuan dalam memberikan
pelayanan yang sesuai dengan ekspektasi konsumen.
Menurut Gronross pada Tjiptono (2005:261) terdapat enam kriteria
kualitas pelanggan yang harus dipersiapkan dengan baik. Kriteria-kriteria
tersebut antara lain :
1. Profesionalisme dan ketrampilan
Indikasi bahwa pemberi layanan (provider) dan para petugas memiliki
pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan
masalah mereka secara professional.
2. Sikap dan perilaku
Sikap dan perilaku ditunjukkan agar konsumen merasa bahwa karyawan
menaruh perhatian besar pada mereka dan tertarik dalam berusaha
membantu memecahkan masalah mereka secara spontan dan ramah.
3. Aksesibilitas dan fleksibilitas
Suatu kondisi saat konsumen merasa bahwa pemberi layanan, lokasi, jam
operasi, dan system operasionalnya, dirancang dan dioperasikan
sedemikian rupa sehingga pelanggan dapat mengakses dengan mudah.
4. Reliabilitas dan kepercayaan
28
Kriteria yang mengindikasikan sampai sejauh mana konsumen dapat
mengandalkan pemberi layanan beserta karyawan dan sistemnya dalam
memenuhi atau menepati janji dan melakukan sesuatu sesuai dengan
kepentingan pelanggan dengan sepenuh hati.
5. Perbaikan
Kriteria yang mengindikasikan kesigapan pemberi layanan dalam
mengambil tindakan untuk mengendalika situasi dan mencari solusi yang
tepat apabila terjadi kesalahan atau sesuatu yang tidak diharapkan.
6. Reputasi dan kredibilitas
Kriteria yang mengindikasikan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan
pemberi layanan dapat dipercaya dan memberikan nilai/tambahan yang
sepadan dengan biaya yang dikeluarkan yang berdampak pada Brand
Image.
Berdasarkan pemikiran tersebut, dapat digambarkan hipotesis sebagai
berikut :
Gambaran perbedaan fungsi pemasaran barang dan jasa Arief (2006:173).
Gambar 2.1 Perbedaan Fungsi Pemasaran barang dan JasaSumber: Palmer (2001)
29
2.4.2.2 Dimensi Kualitas Jasa
Menurut Pasuraman, Zeithaml dan Berry (1988) dalam Tjiptono dan
Chandra (2005), ada 5 dimensi yang digunakan dalam menilai kualitas
pelayanan pada industri, yaitu:
1. Reliability (reliabilitas), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan
apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.
2. Responsiveness (daya tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan
dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan
tanggap, meliputi: kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan,
kecepatankaryawan dalam menangani transaksi, dan penanganan keluhan
pelanggan.
3. Assurance (Jaminan), yakni perilaku karyawan mampu menumbuhkan
kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perysahaan bias
menciptakan rasa aman bagi para pelanggan terhadap perusahaan dan
perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan
juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani.
Dimensi kepastian/jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi:
a. Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan
yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan.
b. Kesopanan (Courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian, dan
sikap para karyawan.
c. Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi, dan
sebagainya.
4. Empathy (empati), yaitu perhatian individual yang diberikan perusahaan
kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan,
kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan
usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan
pelanggannya. Dimensi ini merupakan penggabungan dari dimensi:
a. Akses, meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang
ditawarkan perusahaan.
30
b. Komunikasi, merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk
menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh
masukan dari pelanggan.
c. Pemahaman pada pelanggan, meliputi usaha perusahaan untuk
mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.
5. Tangibles (bukti fisik), meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung
dan ruangan front office.
Tabel 2.1 Perbedaan antara Produk dan Kualitas Jasa
No Kualitas Produk Kualitas Jasa
1 Dapat secara objektif diukur dan
ditentukan oleh pemanufaktur
Diukur secara subjektif dan acap kali
ditentukan oleh customer
2 Kriteria pengukuran lebih mudah
disusun dan dikendalikan
Criteria pengukuran lebih sulit
disusun dan seringkali sukar
dikendalikan
3 Standarisasi kualitas dapat
diwujudkan melalui investasi pada
otomatisasi dan teknologi
Kualitas sulit distandarisasikan dan
membutuhkan investasi besar pada
pelatihan sumber daya manusia
4 Lebih mudah mengkomunikasikan
kualitas
Lebih sulit mengkomunikasikan
kualitas
5 Dimungkinkan untuk melakukan
perbaikan pada produk cacat guna
menjamin kualitas
Pemulihan atas jasa yang buruk sulit
dilakukan karena tidak bisa mengganti
“jasa-jasa yang cacat”
6 Produk itu sendiri memproyeksikan
kualitas
Bergantung pada komponen
peripherals untuk merealisasikan
kualitas
7 Kualitas dimiliki dan dinikmati
(enjoyed)
Kualitas dialami (experience)
Sumber : Fandy Tjiptono 2007
31
2.5 Merek (Brand)
Merek adalah nama yang membedakan antara satu produk atau jasa
perusahaan dengan produk atau jasa perusahaan lainnya. Keberadaan merek
dewasa ini amat vital. Orang membeli sebuah produk umumnya pada merek
yang sudah ia kenal sebelumnya. Merek yang masih baru tidak akan dilirik
banyak pengguna, kecuali ia menawarkan diferensiasi amat kuat menurut
Chandra (2008:128).
Pada prinsipnya, tujuan penggunaan merek untuk mengidentifikasi
produk atau jasa sebagai hak milik atau kepunyaan organisasi tertentu dan
untuk memfasilitasi diferensiasi suatu produk dari produk-produk
pesaingnya.
Bagi customer, mengutip dari Kapferer, Fandy Tjiptono menjabarkan
mengenai delapan fungsi dan manfaat pokok merek:
1. Fungsi identifikasi, yakni dapat dikenali, dilihat dan diidentifikasi dengan
jelas dan cepat
2. Fungsi praktikalitas, yaitu memungkinkan penghematan waktu dan energi
melalui pembelian ulang yang identik dan loyalitas.
3. Fungsi jaminan atau garansi, yakni menjamin diperolehnya kualitas yang
sama dimanapun dan kapanpun customer membeli produk atau jasa yang
bersangkutan.
4. Fungsi optimalisasi, yaitu memastikan bahwa customer membeli produk
terbaik dalam kategorinya atau produk yang memiliki kinerja terbaik
dalam tujuan pembelian tertentu.
5. Fungsi karakterisasi, yaitu konfirmasi atas citra diri (self - image)
customer atau citra yang ditampilkan pembeli atau customer kepada
pihak lain.
6. Fungsi kontinuitas, yakni adanya kepuasan yang didapatkan dari
familiaritas dan intimasi dengan merek yang sudah sejak lama
dikonsumsi customer.
7. Fungsi hedonistik, yakni kepuasan yang berkaitan dengan daya tarik
merek, logo, maupun komunikasinya.
8. Fungsi etis, yaitu kepuasan berkenaan dengan perilaku merek yang
bertanggung jawab dalam jalinan relasina dengan masyarakat (misalnya
32
ekologi, penyediaan lapangan kerja, dan iklan yang harmonis dengan
lingkungan sekitar dan norma sosial).
Berbeda dengan sebagian besar penawaran produk fisik yang
menggunakan merek dalam berbagai bentuk, penawaran jasa cenderung lebih
terbatas dalam hal penggunaan merek sebagai basis utama diferensiasi
produk. Yang paling banyak dijumpai adalah proses pemberian merek
(branding) yang lebih berfokus pada citra korporasi penyedia jasa menurut
Tjiptono. (2007:95)
2.5.1 Brand image (Citra Merek)
Di dalam jurnal (Ogba dan Tan, 2009) yang berjudul “Exploring the
impact of brand image on customer loyalty and commitment in China”, citra
merek mewakili “persepsi beralasan atau emosional yang konsumen
hubungkan pada merek-merek tertentu” Low dan Lamb (2000:352).
Sekumpulan kepercayaan yang dipegang konsumen tentang merek tertentu,
berdasarkan atribut-atribut intrinsik dan ekstrinsik dari penawaran pasar
menghasilkan persepsi kualitas dan kepuasan konsumen (Aaker, 1994;
Garcia Rodriguez dan Bargantinos, 2001).
Brand image ialah apa yang customer pikir atau rasakan ketika mereka
mendengar atau melihat nama suatu merek atau pada intinya apa yang
customer telah pelajari tentang merek. Brand image disebut juga memori
merek yang skemati, berisi interpretasi pasar sasaran tentang atribut atau
karakteristik produk, manfaat produk, situasi penggunaan dan karakteristik
pemasar menurut Supranto dan Limakrisna (2007:132). Menurut Keller
(2003) adalah anggapan tentang merek yang direfleksikan konsumen yang
berpegang pada ingatan konsumen. Sedangkan pengertian brand image
menurut Kotler dan Armstrong (2001:225) yaitu, seperangkat keyakinan
konsumen mengenai merek tertentu.
Menurut Sitinjak dan Tumpal (2005) dalam tulisannya yang berjudul
“Pengaruh Citra Merek dan Sikap Merek Terhadap Ekuitas Merek” dalam
jurnal manajemen merek mengutarakan bahwa, citra merek merupakan
bentuk holistik untuk semua asosiasi merek yang berkaitan dengan merek.
Brand image merupakan aspek yang sangat penting dari merek, citra dapat
33
didasarkan kepada kenyataan atau fiksi tergantung bagaimana nasbah
mempersepsikan. Dan untuk mengukur citra merek dapat dikaitkan dengan
dimensi kualitas pelayanan.
Perbedaan antara identitas merek dan citra merek adalah terletak pada apa
yang disebut perception gap, mengutip dari Davis (2000) mengutarakan
bahwa citra merek memiliki dua komponen yaitu asosiasi merek dan personal
merek. Asosiasi merek membantu memahami manfaat merek yang diterima
customer dan personal merek adalah deskripsi dari merek dalam konteks
karakteristik manusia, hal ini membantu kekuatan dan kelemahan merek.
Mengelola citra merek adalah salah satunya dapat dilakukan melalui
peningkatan kualitas pelayanan sebagai asosiasi pembentuk citra perusahaan
jasa.
Mengutip dari Sutojo, bahwa dimensi dari brand image adalah:
1. Citra dibangun berdasarkan orientasi terhadap manfaat yang dibutuhkan
dan diinginkan kelompok sasaran. Contohnya; perusahaan boleh saja
mempromosikan diri dan produknya, walaupun demikian akhirnya
kelompok sasaran jual-lah yang menentukan apakah citra itu nyata atau
hanya “pesan kosong” belaka.
2. Manfaat yang ditonjolkan cukup realistis.
Citra perusahaan yang ditonjolkan cukup realistis sehingga mudah
dipercaya. Kelompok sasaran cenderung bersikap sinis atau negatif
terhadap penonjolan citra perusahaan yang tidak realistis.
3. Citra yang ditonjolkan sesuai dengan kemampuan perusahaan
Oleh karena manfaat yang dibutuhkan dan diinginkan segmen-segmen
kelompok sasaran dari perusahaan atau produk beraneka warna, idealnya
perusahaan yang ingin menarik beberapa segmen sekaligus menonjolkan
lebih dari satu jenis citra.
4. Mudah dimengerti kelompok sasaran
Kelompok sasaran tidak mempunyai banyak waktu untuk memahami arti
berbagai macam citra yang ditonjolkan oleh berbagai macam citra yang
ditonjolkan oleh banyak perusahaan. Oleh karena itu setiap perusahaan
yang ingin menonjolkan citranya wajib berusaha agar citra itu mudah
dipahami kelompok sasaran mereka. Salah satu cara memudahkan
34
kelompok sasaran memahami citra yang ditonjolkan, adalah membuat
ilustrasi citra yang ditampilkan sesingkat dan sesederhana mungkin.
5. Citra adalah sarana, bukan tujuan usaha
Faktor penting lain yang wajib disadari para pengusaha adalah citra
perusahaan atau produk yang mereka bangun adalah sarana untuk
mencapai tujuan usaha, dan bukan tujuan usaha itu sendiri. Tanpa image
yang baik sebuah merek tidak akan bisa mendapat sukses besar. Merek
yang memliki image yang baik dapat dipastikan memiliki basis customer
loyal yang besar. Membangun image yang baik, membutuhkan waktu,
tenaga, biaya, kesabaran dan komitmen. Image yang telah dibangun juga
harus dijaga sebab merek yang memiliki image yang baik akan lebih
mudah memenangkan persaingan.
2.5.2 Membangun Brand image
Christina Whidya Utami mengatakan bahwa, penguatan secara konsisten
terhadap brand image dapat dilakukan melalui program komunikasi
ritel dan unsur bauran pemasaran (Utami, 2006:214). Komunikasi pemasaran
(marketing communication), iklan dan promosi mempunyai peran paling
penting dalam pembangunan brand image. Hal ini disebabkan karena
kegiatan ini mempunyai target audience luas, sehingga dalam waktu relatif
singkat pesan yang ingin disampaikan tentang brand lebih cepat sampai.
Masih menurut Maulana, banyak perusahaan yang belum menyadari bahwa
membangun brand image dengan komunikasi pemasaran tidak sebatas lewat
iklan dan promosi saja. Ada banyak kegiatan lain yang juga berdampak
besar, contohnya adalah:
1. Desain kemasan, termasukisi tulisan atau pesan yang disampaikan.
2. Event, promosi di toko, promosi di tempat umum, dan kegiatan below the
line lainnya.
3. Iklan tidak langsung yang bersifat public relation.
4. Coorporate Social Responsibility (CSR) yaitu kegiatan-kegiatan sosial
untuk komunitas yang dilakukan perusahaan.
5. Customer Service, bagaimana perusahaan menangani keluhan, masukan
dari customer setelah terjadi transaksi.
35
6. Bagaimana karyawan bekerja di lini depan atau front liners (apakah itu
bagian penjualan, kasir, resepsionis, dan lain-lain).
Jenis tipe komunikasi diatas adalah kegiatan-kegiatan yang baik
buruknya tergantung dari keinginan perusahaan, semuanya dapat
dikendalikan. Komplikasi justru akan muncul dari kegiatan-kegiatan
komunikasi seputar brand oleh pihak lain yang tidak bisa dikontrol oleh
perusahaan, misalnya komunikasi oleh customer secara langsung. Customer
bisa menyebarkan kepada relasinya tentang berita yang kurang
menyenangkan yang mereka alami pada saat berinteraksi dengan brand
(diwakili oleh banyak hal, termasuk front liners diperusahaan). Word-of-
mouth communication adalah salah satu jenis komunikasi yang sangat efektif,
dan berbahaya apabila itu menyangkut publisitas buruk.
Jadi, pada dasarnya perlu memperhatikan semua elemen komunikasi
dalam bentuk apapun yang menghubungkan customer dengan brand
perusahaan. Minimalkan kemungkinan terjadinya ketidakpuasan customer,
sehingga berita seputar brand bisa selalu merupakan berita baik. (Utami.
2006, p:214)
2.5.3 Manfaat Brand Image
Brand image yang telah dibentuk oleh perusahaan dan sudah menjadi
persepsi konsumen, akan memberikan manfaat baik perusahaan maupun
konsumen. Ada pun manfaatnya sebagai berikut:
1. Manfaat bagi perusahaan,
Perusahaan dapat mengembangkan lini produk lainnya dengan
memanfaatkan citra positif yang telah terbentuk terhadap produk
lamanya.
2. Manfaat bagi konsumen,
Konsumen dengan citra yang positif terhadap merek tertentu, lebih
mungkin untuk melakukan pembelian hingga pembelian ulang secara
terus menerus.
2.5.4 Elemen-elemen Brand Image
36
Menurut Joe Kent Kerby, ada beberapa elemen yang terkandung dalam
brand image suatu produk atau jasa, yaitu:
1. Ketahanan (tenacity),
Berkaitan dengan kualitas dan citra merek itu sendiri.
2. Kesesuaian (congruence),
Berkaitan dengan kesesuaian antara citra merek dengan karakteristik
merek.
3. Keseksamaan (precision),
Menentukan seberapa akurat dan jelasnya citra yang ingin ditampilkan.
4. Konotasi (conotative),
Merupakan pendapat konsumen dari karakteristik produk atau jasa yang
diterima, konsumen menemukan merek produk yang satu berbeda dengan
merek produk lainnya.
Pembentukan brand image dalam benak konsumen melalui proses yang
memakan waktu. Dan pembentukannya dipengaruhi oleh: (1) kualitas produk
atau jasa yang dihasilkan; (2) pelayanan yang disediakan; (3) reputasi
perusahaan; (4) kebijaksanaan perusahaan; (5) kegiatan-kegiatan perusahaan
itu sendiri.
2.5.5 Komponen Pembentuk Brand Image
Komponen pembentuk brand image ada tiga, yaitu:
1. Citra pembuat (corporate image)
Sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan
yang membuat suatu produk dan jasa.
2. Citra pemakai (user image)
Sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai
yang menggunakan barang atau jasa, meliputi pemakai itu sendiri, gaya
hidup atau kepribadian dan status sosial.
3. Citra produk (product image)
Sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu
produk atau jasa, yang meliputi atribut produk atau jasa tersebut, manfaat
bagi konsumen, penggunaannya, serta jaminan.
37
Faktor – faktor pendukung terbentuknya brand image dalam
keterkaitannya dengan asosiasi merek (Keller, 2003), yaitu:
1. Keunggulan asosiasi merek (favorability of brand association)
Salah satu faktor pembentuk brand image adalah keunggulan produk,
dimana produk tersebut unggul dalam persaingan.
2. Kekuatan asosiasi merek (strength of brand association)
Membangun kepopuleran merek dengan strategi komunikasi melalui
periklanan atau media komunikasi lain.
3. Keunikan asosiasi merek (uniquesness of brand association)
Merupakan keunikan–keunikan yang di miliki oleh produk tersebut.
Keunikan produk atau jasa menurut fungsi, inovasi dan bentuknya
menjadi faktor pembentuk citra merek tersebut.
Dalam penelitian ini indikator brand image diambil berdasarkan
pembentukannya yaitu:
1. kualitas produk atau jasa yang dihasilkan.
2. pelayanan yang disediakan.
3. reputasi perusahaan.
4. kebijaksanaan perusahaan.
5. kegiatan-kegiatan perusahaan itu sendiri.
2.6 Loyalitas Pelanggan
2.6.1 Pengertian Loyalitas Pelanggan
Loyalitas pelanggan sangat penting artinya bagi perusahaan yang ingin
menjaga kelangsungan hidup usahanya maupun keberhasilan usahanya.
Menurut Margaretha (2004:297) menyatakan bahwa loyalitas pelanggan
merupakan tiket menuju sukses bisnis. Menurut Jennie Siat dalam Mouren
Margareth (2004:298 ) loyalitas konsumen merupakan bentuk tertinggi dari
kepuasan konsumen yang menjadi tujuan dari setiap bisnis. Menurut Fournell
dalam Mouren Margaretha, (2004:297) loyalitas merupakan fungsi dari
kepuasan pelanggan, rintangan pengalihan dan keluhan pelanggan.
Pelanggan yang puas akan dapat melakukan pembelian ulang pada waku
yang akan datang dan memberitahukan kepada orang lain apa yang
dirasakan. Sedangkan menurut Aaker dalam Mouren Margaretha (2004:297-
38
298), berpendapat bahwa loyalitas sebagai suatu perilaku yang
diharapkan atas suatu produk atau layanan yang antara lain meliputi
kemungkinan pembelian lebih lanjut atau perubahan perjanjian layanan, atau
sebaliknya seberapa besar kemungkinan pelanggan beralih kepada merek
lain atau penyedia layanan lain.
Karakteristik dari loyalitas konsumen adalah konsumen yang melakukan
pembelian ulang secara teratur atau regular. Didalam dunia bisnis,
diungkapkan oleh Kartajaya (2002) ada 5 tingkatan customer yaitu:
1. Terorist Customer, yaitu mereka yang seperti bermusuhan dengan
perusahaan dan suka mengungkapkan cerita tidak baik tentang
perusahaan.
2. Transaction customer, yaitu mereka yang berhubungan hanya sebatas
transaksi.
3. Relationship customer, yaitu mereka yang telah melakukan repeat
buying.
4. Loyal customer, yaitu mereka yang telah setia kepada perusahaan.
5. Advocation customer, yaitu pelanggan istimewa, excellent.
2.6.2 Karakteristik Loyalitas Konsumen
Pelanggan yang loyal merupakan aset bagi perusahaan, hal ini dapat
dilihat dari karaktersitik yang dimilikinya, sebagaimana diungkapkan oleh
Griffin (2005:31), pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1. Melakukan pembelian secara teratur atau pembelian ulang, adalah
pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk dan jasa
sebanyak dua kali atau lebih.
2. Membeli diluar lini produk atau jasa (pembelian antar lini produk),
adalah membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan dan mereka
butuhkan Mereka membeli secara teratur, hubungan dengan jenis
pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama serta membuat mereka
tidak terpengaruh oleh produk pesaing.
3. Merekomendasikan produk atau jasa yang ditawarkan dan yang mereka
butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Selain itu mereka
39
mendorong orang lain agar membeli barang atau jasa perusahaan
tersebut. Secara tidak langsung, mereka telah melakukan pemasaran
untuk perusahaan dan membawa konsumen kepada perusahaan.
4. Menunjukan kekebalan dari daya tarik produk atau jasa sejenis, atau
dengan kata lain tidak mudah terpengaruh oleh tarikan pesaing.
Salah satu reaksi pelanggan apabila merasa puas adalah dengan tetap
setia akan produk atau jasa tersebut. Menurut Lupiyoadi (2006:161),
loyalitas konsumen mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Membicarakan hal-hal positif kualitas jasa kepada orang lain.
2. Merekomendasikan kualitas jasa kepada orang lain.
3. Mendorong teman atau relasi bisnis untuk berbisnis dengan perusahaan
tersebut.
4. Mempertimbangkan perusahaan tersebut sebagai pilihan pertama dalam
membeli dan menggunakan jasa.
5. Melakukan bisnis lebih banyak di waktu yang akan datang.
2.6.3 Tahapan Loyalitas
Griffin (2005:35) membagi tahapan loyalitas pelanggan sebagai berikut:
1. Suspect
Meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang tatau jasa
perusahaan tetapi belum tahu apapun mengenai perusahaan dan produk
(barang atau jasa) yang ditawarkan.
2. Prospects
Orang-orang yang memiliki kebutuhan produk atau jasa tertentu dan
mempunyai kemampuan untuk membelinya. Pada prospect ini,
meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah
mengetahui keberadaan perusahaan dan produk (barang atau jasa) yang
ditawarkan.
3. Disqualified Prospect
Adalah orang yang telah mengetahui keberadaan barang atau jasa
tertentu, tetapi tidak mempunyai kebutuhan akan barang atau jasa
tersebut, atau tidak mempunyai kemampuan untuk membeli barang atau
jasa tersebut.
40
4. First Time Customer
Adalah pelanggan yang membeli untuk pertama kalinya. Mereka masih
menjadi pelanggan baru.
5. Repeat Customer
Adalah pelanggan yang telah melakukan pembelian sutu produk atau
jasa sebanyak dua kali atau lebih. Mereka adalah yang melakukan
pembelian atas produk yang sama sebanyak dua kali, atau membeli
dua macam produk berbeda dalam dua kesempatan yang berbeda pula.
6. Clients
Adalah membeli semua barang atua jasa yang ditawarkan dan mereka
butuhkan. Mereka membeli secara teratur, hubungan dengan jenis.
pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang mebuat
mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing.
7. Advocates
Seperti halnya clients, advocates membeli barang atau jasa yang
ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta melakukan pembelian
secara teratur. Selain itu, mereka mendorong relasi mereka agar membeli
barang atua jasa prusahaan atau merekomendasikan perusahaan tersebut
kepada orang lain . dengan begitu secara tidak langsung mereka telah
melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk
perusahaan. Tahapan kesetiaan pelanggan yang diungkap Griffin
tersebut dikenal dengan istilah Profile Generator System.
2.6.3.1 Indikator loyalitas Pelanggan
Dalam Penelitian ini, Pengukuran Loyalitas Pelanggan diukur dengan
indikator sebagai berikut:
1. Merekomendasikan kualitas produk / jasa kepada orang lain.
2. Mendorong teman atau relasi bisnis untuk berbisnis dengan perusahaan
tersebut.
2.7 Path Analysis (Analisis Jalur)
41
Terdapat beberapa definisi mengenai analisis jalur, mengutip dari Robert
D.Rutherford analisis jalur ialah suatu teknik untuk menganalisis hubungan
sebab akibat yang terjadi pada regresi berganda jika variabel bebasnya
mempengaruhi variabel tergantung tidak hanya secara langsung, tetapi juga
secara tidak langsung. Sementara itu Paul Webley menjabarkan bahwa
analisis jalur merupakan pengembangan langsung bentuk regresi berganda
dengan tujuan untuk memberikan estimasi tingkat kepentingan (magnitude)
dan signifikansi (significance) hubungan sebab akibat hipotetikal dalam
seperangkat variabel.
David Garson mendefinisikan analisis jalur sebagai model perluasan
regresi yang digunakan untuk menguji keselarasan matrix korelasi dengan
dua atau lebih model hubungan sebab akibat yang dibandingkan oleh
peneliti. Dari definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya
analisis jalur merupakan perpanjangan dari analisis regresi berganda.
(Sarwono. 2007:1-2).
Sedangkan menurut Riduwan dan Kuncoro (2007), teknik pengolahan
data menggunakan metode analisis jalur merupakan suatu metode yang
digunakan dalam menguji besarnya sumbangan atau kontribusi yang
ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan
kausal antar variabel X1, X2, X3, X4, X5 terhadap Y serta dampaknya kepada
Z. Analisis korelasi dan regresi yang merupakan dasar dari perhitungan
koefisien jalur. Kemudian, dalam pengolahan data peneliti menggunakan
aplikasi komputer berupa software SPSS 20.0.
Lanjut, Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro mengutip dari Al Rasyid
dalam Sitepu (1994:24) mengatakan bahwa dalam penelitian sosial tidak
semata-mata hanya mengungkapkan hubungan variabel sebagai terjemahan
statistik dari hubungan antara variabel, tetapi terfokus pada upaya untuk
mengungkapkan hubungan kausal antar variabel. (Riduwan dan Kuncoro.
2007:115).
Tabel 2.2 Kategori Hubungan Pengaruh Variabel Dalam Path Analysis
Kategori Hubungan Pengaruh Variabel
0.1 – 0.09 Lemah
42
0.10 – 0.29 Sedang
> 0.30 Kuat
Sumber: Engkos Achmad Kuncoro
2.7.1 Manfaat Path Analysis
Adapun manfaat dari path analysis menurut Riduwan dan Engkos
Achmad Kuncoro adalah :
1. Penjelasan (explanation) terhadap fenomena yang dipelajari atau
permasalahan yang diteliti
2. Prediksi nilai variabel (Y) berdasarkan nilai variabel bebas (X), dan
prediksi dengan path analysis ini bersifat kualitatif
3. Faktor diterminan yaitu penentuan variabel bebas (X) mana yang
berpengaruh dominan terhadap variabel terikat (Y), juga dapat digunakan
untuk menelusuri mekanisme (jalur-jalur) pengaruh variabel bebas (X)
terhadap variabel terikat (Y)
4. pengujian model menggunakan theory trimming, baik untuk uji
realibilitas konsep yang sudah ada ataupun uji pengembangan konsep
baru. (Riduwan dan Kuncoro. 2007, p:2)
2.7.2 Prinsip-Prinsip Dasar Path Analysis
Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro mengatakan bahwa asumsi yang
mendasari path analysis adalah :
1. Hubungan antar variabel bersifat linear, adaptif, dan bersifat normal.
2. Hanya sistem aliran kausal ke satu arah artinya tidak ada arah kausalitas
yang berbalik.
3. Variabel terikat (endogen) minimal dalam skala ukur interval dan rasio.
4. Menggunakan sample probability sampling yaitu tekhnik pengambilan
sample untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota
populasi untuk dipilih menjadi anggota sample.
43
5. Observed variables diukur tanpa kesalahan (instrumen pengukuran valid
dan reliabel).
6. Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar
berdasarkan teori-teori dan konsep yang relevan artinya model teori yang
dikaji atau diuji dibangun berdasarkan kerangka teoritis tertentu yang
mampu menjelaskan hubungan kausalitas antar variabel yang diteliti.
(Riduwan dan Kuncoro. 2007:2)
2.8 Hubungan Antar Variabel
Tabel 2.3 Hubungan Antar Variabel
Nama Peneliti Topik/judul Hasil Penelitian Sumber
Ken, Clarke What price on loyalty when a brand switch is just a click away?
- Layanan dan produk yang bersaing dengan harga yang menarik memberikan kemudahan terjadinya pembelian yang baru serta memberikan dampak tambahan dalam pentingnya membangun loyalitas dengan pelanggan.
Qualitative Market Research: An International Journal (ProQuest Entrepreneurship). Vol.4 , No.3, 2001. Pp 160-168
- Al-Zoubi, Majid Radi
Service quality effects on customer loyalty among the Jordanian Telecom sector "Empirical Study"
- Elemen kunci keberhasilan sebuah organisasi adalah sifat hubungan alami antara pelanggan dan penyedia layanan dalam hal elemen SERVQUAL, yang akan mengakibatkan
International Journal of Business and Management. Vol. 8, No. 7, 2013.
44
loyalitas pelanggan.
- Taylor, Steven A
The importance of brand equity to customer loyalty
- Strategi pemasaran terpadu mendorong ekuitas merek dan kepercayaan pada basis pelanggan dalam mendukung program loyalitas pelanggan
The Journal of Product and Brand Management (ProQuest Entrepreneurship)
- Celuch, Kevin Vol. 13, No.4, 2004. pp. 217-227.
- Goodwin, StephenPollack, Birgin Leisen
Linking the hierarchical service quality model to customer satisfaction and loyalty
- Semakin tinggi service quality yang dirasakan, semakin tinggi pula customer satisfaction
Journal of service marketing. Vol. 23, No. 1,2009.
- Semakin tinggi customer satisfaction, semakin tinggi pula tingkat loyalitas pelanggan
- Ogba, Ike-Elechi
Exploring the impact of brand image on customer loyalty and commitment in China
- Penelitian mencerminkan brand image yang baik menimbulkan efek yang baik pula terhadap loyalitas pelanggan
Journal of Technology Management in China. Vol.4, No. 2, 2009, pp. 132-144
- Tan, Zhenzhen
Hu, Yu-Jia How brand equity, marketing mix strategy, and service quality affect customer loyalty
- Fokus pada brand dan strategi bauran pemasaran mempunyai efek yang kuat terhadap dimensi
International Journal of Organizational Innovation. Vol. 4, No. 1, 2011.
45
loyalitas pelanggan.
Sumber: Penulis (2013)
2.9 Kerangka Pemikiran
Harga (X1) :1. Tingkat harga2. Daya beli konsumen3. Kualitas jasa4. Penilaian konsumen5. Manfaat Brand Image (Y) : Loyalitas Pelanggan (Z) :
1. Kualitas jasa2. Pelayanan3. Reputasi4. Kebijakan
Kualitas Layanan (X2) : 5. Kegiatan1. Reliability2. Responsiveness3. Assurance4. Empathy5. Tangible
1. Merekomendasikan kepada orang lain2. Melakukan pembelian ulang
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber: Penulis (2013)
2.10 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2007:159) hipotesis diartikan sebagai jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Kebenaran hipotesis itu
harus dibuktikan melalui data yang terkumpul.
Variabel:
X1 : Harga
X2 : Kualitas Layanan
Y : Brand Image
Z : Loyalitas Pelanggan
Hipotesis penelitian ini berdasarkan rumusan masalah:
46
1. Hipotesis 1: Harga berpengaruh signifikan terhadap brand image.
a. Ho = Tidak ada pengaruh signifikan antara harga terhadap brand
image.
b. Ha = Ada pengaruh signifikan antara harga terhadap brand image.
2. Hipotesis 2: Kualitas layanan berpengaruh signifikan terhadap brand
image.
a. Ho = Tidak ada pengaruh signifikan antara kualitas layanan terhadap
brand image.
b. Ha = Ada pengaruh signifikan antara kualitas layanan terhadap brand
image.
3. Hipotesis 3: Brand image berpengaruh signifikan terhadap loyalitas
pelanggan.
a. Ho = Tidak ada pengaruh signifikan antara brand image terhadap
loyalitas pelanggan.
b. Ha = Ada pengaruh signifikan antara brand image terhadap loyalitas
pelanggan.
4. Hipotesis 4: Harga berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan.
a. Ho = Tidak ada pengaruh signifikan antara harga terhadap loyalitas
pelanggan.
b. Ha = Ada pengaruh signifikan antara brand image terhadap loyalitas
pelanggan.
5. Hipotesis 5: Kualitas layanan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas
pelanggan.
a. Ho = Tidak ada pengaruh signifikan antara kualitas layanan terhadap
loyalitas pelanggan.
b. Ha = Ada pengaruh signifikan antara kualitas layanan terhadap
loyalitas pelanggan.