03_PolaPenggunaanAntibiotika

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/18/2019 03_PolaPenggunaanAntibiotika

    1/4

     

    Pola Penggunaan Antibiotikadi Beberapa Puskesmas danBeberapa Faktor Yang Berkaitan*

    Ellen Wijaya, Nani Sukasediati, Retno Gitawati, Umi Kadarwati Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi

     Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

     Departemen Kesehatan RI, Jakarta

    PENDAHULUANPenggunaan antibiotika yang semakin meluas oleh ber-

     bagai kalangan, akhir-akhir ini semakin menjadi masalah.Salah satu masalah yang mendapat perhatian adalah resistensi

    kuman terhadap antibiotika, akibat penggunaan yang kurang

    terkontrol.Beberapa survei dilakukan pada 6 puskesmas di Jawa

    untuk mendapatkan pola preskripsi kasus rawat jalan dan 41

     puskesmas lainnya di Jawa dan luar Jawa, untuk mendapatkan pola kebutuhan dan kecukupan obat khususnya anti-

     biotika. Data kasus rawat jalan dan obat diambil dari tahun

    1983.

    Survei ini mendapatkan 1761 kartu medik kasus rawat

     jalan yang memperoleh 7124 obat, di mana 24,9% di antaranyaadalah antibiotika sistemik. Dari sekian banyak jenisantibiotika, 4 jenis di antaranya paling banyak digunakan dan

    dibutuhkan adalah Trisulfa, Tetrasiklin, Kloramfenikol, dan

    Ampisilin. Beberapa penyakit yang diberi antibiotika sistemikantara lain : infeksi usus dan diare (95,1%), penyakit saluran

    napas atas (96,7%), influenza (93,1%), infeksi virus lain

    (100%). Tersedianya antibiotika di puskesmas dinyatakan tidakcukup oleh 28 puskesmas (68,3%). Untuk mengatasi

    kekurangan obat tersebut selain memberi resep untuk ditebus di

    apotik luar, sebagian besar puskesmas mengurangi regimen

    terapi.

    Dari hasil di atas, diperoleh kesan adanya penggunaan

    antibiotika yang kurang rasional, baik indikasi maupun regimenterapi. Penggunaan antibiotik ā  yang kurang rasional dapat

    menimbulkan resistensi kuman terhadap antibiotika yang bersangkutan.

     Makalah ini disajikan pada Seminar Nasional Antibiotika tanggal 9 – 11 Juni

    1987 di ITB (Bandung).

    *) Berdasarkan Penelitian Pola Penggunaan Obat di Puskesmas, RumahSakit Kelas C dan D dan Penelitian Pola Penggunaan Obat Esensial di

     Puskesmas yang dilaksanakan oleh Badan Litbang Kesehatan, dibiayai

    dengan dana WHO dan USAID 1984/1985.

    PENDAHULUANPenggunaan antibiotika yang semakin luas oleh berbagai

    kalangan, akhir-akhir ini semakin menjadi masalah. Salah satumasalah yang mendapat perhatian adalah resistensi kuman ter-

    hadap antibiotika akibat penggunaan yang kurang terkontrol.

    Perkembangan resistensi kuman terhadap antibiotikasangat dipengaruhi oleh intensitas pemaparan antibiotika d

    suatu wilayah. Tidak terkendalinya faktor-faktor pada peng-

    gunaan antibiotika, cenderung akan meningkatkan resistenskuman yang semula sensitif 1.

    Preskripsi obat pada umumnya ditentukan oleh diagnosa

     penyakit yang ditegakkan. Preskripsi antibiotika diharapkan

    cukup rasional, meskipun tidak selamanya demikian. Jenis

    antibiotika yang tersedia di apotik swasta cukup bervariasisehingga preskripsi antibiotika dengan mudah dapat dilayani

     Namun tidak demikian halnya dengan persediaan antibiotika d

     puskesmas, jenis antibiotika yang tersedia sangat terbatas

    khususnya yang tercantum dalam DOE.Terbatasnya persediaan obat baik dalam jenis maupun

     jumlah di puskesmas masih sering dikeluhkan2. Akibatnya

    tenaga kesehatan mungkin memberikan preskripsi antibiotikayang hams ditebus di apotik luar puskesmas, atau memberi oba

    sesuai dengan persediaan yang ada. Kemungkinan kedua d

    atas menyebabkan tidak terhindarkan preskripsi obat yang tidak

    tepat. Dalam hal pengadaan obat, terutama dalam ha

    kebutuhan dan kecukupan; perencanaan memegang peranan

     penting. Tidak adanya tenaga perencanaan yang terlatihmengakibatkan perencanaan yang tidak berjalan baik.

    Berdasarkan hal-hal di atas telah dilakukan penelitianuntuk mengetahui gambaran pola penggunaan antibiotika d

     puskesmas dan mendapatkan pola kebutuhan serta kecukupan

    nya.

    METODOLOGI

    Penelitian merupakan suatu survei eksploratif, dilaksana

    kan secara retrospektif terhadap : 

    Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987   3

  • 8/18/2019 03_PolaPenggunaanAntibiotika

    2/4

    •  kartu catatan medik yang berisi pola preskripsi obat dan

     pola penyakit pada tahun 1983. Diambil dari 6 puskesmasdi 3 propinsi di Jawa.

    •  data kecukupan dan kebutuhan antibiotika pada tahun 1983.

    Diambil dari 41 puskesmas lain di 14 propinsi di dan luar

    Jawa.

    Jumlah sampel (kartu catatan medik) adalah ± 1800 kasus.Pengambilan sampel secara acak sistematik sampai mencapai

     jumlah yang ditentukan.

    Data yang dikumpulkan berupa : data penyakit, data preskripsi dan data kecukupan-kebutuhan obat (antibiotika).

    Obat disalin ke dalam fonnulir isian yang dirancang untuk

    keperluan tersebut.Pengolahan data dilakukan secara manual dan elektronik

    dengan komputer. Hasil pengolahan data berupa tabel-tabel

    frekuensi dan tabel hubungan.

    HASIL DAN DISKUSI

    •  Pola Penggunaan Antibiotika di PuskesmasDari 6 puskesmas yang diteliti, diperoleh 1761 kasus

    dengan 7124 preskripsi obat; 24,9% (1776 preskripsi) dari

     padanya merupakan golongan antibiotika. Jadi tiap kasus rata-rata,mendapat 1,4 preskripsi antibiotika. Hasil penelitian itti

    .juga menunjukkan bahwa preskripsi antibiotika merupakan

     preskripsi paling tinggi dibandingkan dengan obat lainnya, hal

    ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

    Tabel 1. Distribusi Frekuensi Preskripsi Obat*) Untuk Pelayanan 1761

    Kasus di Puskesmas.

    Jenis Obat*) Preskripsi Obat

     N %

    1.

    2.

    3.4.

    5.

    Antibiotika sistemik

    Vitamin, mineral, obat gizi lain

    Analgetik–an tipiretikaAntialergi/antihistamin

    Liin-lain

    1776

    1581

    1223957

    1587

    24,9

    22,2

    17,213,4

    22,3

    Jumlah 7124 100,00

    *) dinyatakan dalam klasifikasi farmakologidan terapi.

    Jenis antibiotika yang cukup dorninan digunakan di

    Indonesia adalah turunan tetrasiklin, penisilin, koramfenikol,eritromisin dan streptomisin. Pola penggunaan antibiotika

    tersebut telah mencapai tingkat yang berlebihan, dan di

    antaranya masih digunakan secara tidak tepat1. Pada tabel

     berikut terlihat, jenis antibiotika yang paling sering dipreskripsi

    adalah trisulfa (26,1%), dan tetrasiklin (21,7%). Di sampling

    karena harganya yang relatif murah, hal ini mungkindisebnbkan juga karena hampir semua puskesmas menerima

    kedua jenis antibiotika tersebut cukup banyak dibandingkan jenis lainnya. Sedangkan antibiotika suntikan,  yang banyak

    diberikan adalah oksitetrasiklin, 18,3%. Injeksi prokain-

     penisilin dan penisilin–G relatif jarang diberikan; masing-

    masing 3,6% dan 0,6% saja. Relatif seringnya pemberiansuntikan oksitetrasiklin mungkin didasarkan pada pertimbang-

    an, tetrasiklin memiliki spektrum antibakteri lebih lebar dan

    lebih jarang menimbulkan reaksi anafilaktik dibandingkan

    dengan penisilin.

    Tabel 2. Distribusi Frekuensi Preskripsi Antibiotika Generik Sistemik d

    puskesmas.

    Jenis Antibiotika N %

    1.

    2.3.

    4.

    5.

    6.

    7.8.

    9.

    10.

    Trisulfa

    TetrasiklinOksitetrasiklin

    Ampisilin

    Kloramfenikol

    Prokaon-penisilin

    SulfaguanidinPenisilin–G

    Kotrimoksazol

    Lain-lain

    464

    385325

    247

    210

    64

    5211

    10

    8

    26,1

    21,718,3

    13,9

    11,8

    3,6

    2,90,6

    0,6

    0,5

    Jumlah 1776 100,0

    Dari penelitian diperoleh, jumlah kasus yang mendapatkan

    antibiotika adalah 71,4% (1257 kasus) dad seluruh kasus puskesmas; hal ini menunjukkan tingginya penggunaan anti

     biotika di puskesmas. Ella dilihat dari jenis penyakit berdasarkan diagnosa yang ditegakkan, memang terlihat adanya pe-

    nyakit infeksi yang cukup prevalen, seperti penyakit infeksiusus. Walaupun demikian, penyakit-penyakit saluran napas

     bagian atas dan influenza ditemukan sebagai jenis penyaki

    yang paling tinggi frekuensinya dan tidak seluruhnya merupa-

    kan infeksi bakterial (tabel 3).

    Tabel 3. Pola Penyakit*) (Diagnosa Utama) di Puskesmas.

    Pola PenyakitJumlah

    Kasus%

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    7.8.

    9.

    10.

    11.

    12.

    13.14.

    15.

    16.

    17.

    Influenza

    Penyakit saluran napas bagian atas

    Penyakit saluran napas lain/bagian

     bawah dan the paruPenyakit kulit dan jaringan bawahkulit

    Penyakit infeksi usus dan diare

    Gejala/tanda kesakitan

    Luka terbuka, cedera, kecelakaanKelainan/penyakit pada mata dan ad-

    neksa

    Penyakit rongga mulut, kelenjar liur

    dan gigiKelainan/penyakit pada telinga dan

    mastoid

    Penyakit organ kelamin wanita

    Penyakit virus

    Pasca bedahPenyakit infeksi parasit

    Penyakit kelamin

    Penyakit lain-lain

    Tidak ada keterangan.

    318

    227

    211180

    163

    168

    64

    50

    34

    30

    19

    13

    12

    114

    238

    19

    18,1

    12,9

    12,010,2

    9,3

    9,5

    3,6

    2,8

    1,9

    1,7

    1,1

    0,7

    0,7

    0,60,2

    13,5

    1,1

    Jumlah 1761 100,0

    *) Pola Penyakit (diagnosa utama) menurut I.C.D.-IX.

    Tabel 4 menunjukkan, 93,1% kasus influenza diberantibiotika. Dibanding dengan hasil survei ASKES 1976

    (Vincent dkk.)4, didapatkan 87,5% kasus influenza dar

     praktek dokter swasta mendapat antibiotika, maka dengan

    Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 19874

  • 8/18/2019 03_PolaPenggunaanAntibiotika

    3/4

    demikian kasus influenza di puskesmas yang mendapat an-

    tibiotika cukup tinggi. Diagnosa influenza tidak tepat sebagai

    dasar pemberian antibiotika5,6. Salah satu alasan yang paling

    sering dikemukakan dalam banyak diskusi yang tidak resmi

    adalah untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder,-dan hal inidikerjakan berdasarkan perkiraan bahwa daya tahan tubuh

     penderita influenza tersebut rendah. Jelas bahwa kebiasaan ini

    tidak dapat diterima begitu saja. Kecenderungan "peningkatan" penggunaan antibiotika sistemik untuk kasus influenza perlu

    mendapat perhatian, dan suatu penelitian khusus diperlukan

    untuk mendapat jawatan atas masalah tersebut. Selain padakasus influenza, juga diberikan kepada 91,2% kasus penyakit

    mulut dan gigi. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa kasus

     penyakit mulut dan gigi yang terbanyak adalah gangguan

     pulpa, di mana antibiotika sistemik biasa diberikan untuk

    mengobati infeksi akibat gangrena pulpa tersebut7,8.Ditemukan pula 13 kasus penyakit infeksi viral yang

    seluruhnya (100,0 %) diberi antibiotika sistemik, dengan rata-

    rata setiap kasus mendapat 1,9 antibiotika. Yang termasukinfeksi viral lain diantaranya adalah penyakit cacar air

    (varicella), herpes zooster, 'campak, gondong dan lain-lain. Disamping itu, terdapat 37,5% kasus dengan gejala dan rasa

    sakit/nyeri (misal : demam, yang umum menyertai infeksiviral) yang diberi antibiotika sistemik, walaupun belum jelas

    diagnosa dan etiologi penyakitnya. Pengobatan gejala sakit

    dengan antibiotika jelas tidak tepat5, dan merupakan

     penggunaan salah antibiotika yang dapat mencetuskan ma-

    salah.Pada tabel di atas juga diperlihatkan lebih jelas, preskripsi

    antibiotika sistemik paling banyak diberikan untuk penyakit

    influenza, yaitu 20,5%. Di samping itu penggunaannya untuk penyakit saluran napas bagian atas juga cukup banyak (17,4%),

     penyakit infeksi usus (14,1%), penyakit tbc paru dan saluran

    napas lain (12,4%), penyakit kulit dan jaringan bawah kulit(10,8%) dan luka/cedera/kecelakaan (3,2%).

    •  Pola Kecukupan dan Kebutuhan Antibiotika di Puskesmas Dalam penelitian terdahulu, kekurangan jenis dan jumlah

    obat terutama antibiotika telah sering dikeluhkan oleh pus-kesmas2. Hasil penelitian ini.  juga mengungkapkan hal yang

    sama, beberapa jenis antibiotika sistemik masih sangat di-

     butuhkan oleh hampir semua puskesmas yang diteliti (tabel 5).

    Tabel 5. Kebutuhan Beberapa Jenis Antibiotika di Beberapa Puskesmas

    Jenis Antibiotika OralJumlah puskesmas yang

    Membutuhkan%

    1.

    2.3.

    4.

    5.

    6.

    Kapsul ampisilin

    Kapsul kloramfenikolKapsul tetrasiklin

    Tablet trisulfa

    Xapsul eritromisin stearat

    Tablet trimetoprim

    41

    4139

    41

    32

    20

    100,0

    100,095,1

    100,0

    78,0

    48,8

    Ampisilin, kloramfenikol dan trisulfa ternyata dibutuhkan olehsemua puskesmas yang diteliti, demikian juga dengan

    tetrasiklin 95,1% puskesmas menyatakan membutuhkannya.

    Bila dihubungkan dengan pola penggunaan ke 4 jenis antibioti-

    ka tersebut memang merupakan yang terbanyak dipreskripsi,

    walaupun dalam penggunaannya nampak ada beberapa yang

    kurang tepat (tabel 2 & 4).

    Dilihat dari persediaan antibiotika di puskesmas, hasi

     penelitian menunjukkan : 28 puskesmas (68,3%) menyatakan

     persediaan tidak cukup. Pada tabel berikut dapat dilihat lebih jelas kecukupan antibiotika berdasarkan lama penggunaan

    (tabel 6).

    Tabel 6. Jumlah Puskesmas dan Lama Penggunaan Beberapa Antibiotika

    di Beberapa Puskesmas

    Jenis Antibiotika Jumlah Puskesmas

    1 – 3 bln. 4 – 6 bln. 7 – 9 bln. >9 bln. JUMLAH

    1.

    2.

    3.4.

    5.

    ampisilin

    eritromisin

    stearat

    kloramfenikoltetrasiklin

    trisulfa

    5

    5

    10

    2

    5

    3

    32

    3

    7

    3

    46

    5

    5

    1

    06

    4

    22

    12

    814

    14

    Secara umum nampaknya persediaan antibiotika tidak

    mencukupi kebutuhan, rata-rata lama penggunaan kurang

    dari satu tahun atau kurang dari waktu yang diperkirakanSeperti ampisilin, dari 41 puskesmas hanya separuhnya yang

    menyatakan persediaan cuk ū p untuk satu tahun. Dalam ha

    ini ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan ketidak

    cukupan tersebut. Diantaranya : harga ampisilin relatif mahasehingga penerimaan jenis antibiotika tersebut relatif lebih

    sedikit. Lima buah puskesmas menyatakan hanya cukup untuk

     persediaan 1–3 bulan saja. Lain halnya dengan kloramfenikol

    tetrasiklin dan trisulfa; kebanyakan puskesmas menyatakancukup, dalam hal ini kemungkinan kar8na ke 3 jenis antibiotika

    tersebut relatif harganya murah sehingga penerimaan lebih

     banyak. Khusus untuk eritromisin, walaupun hanya 12 puskesmas saja yang menyatakan kekurangan namun bukan

     berarti puskesmas lainnya menyatakan cukup, sebab ada beberapa puskesmas menyatakan tidak pernah menerima

    antibiotika tersebut.

    KESIMPULAN :

    Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan :

    •  Pola preskripsi antibiotika di puskesmas mengungkapkan

     bahwa antibiotika merupakan obat yang terbanyak dipreskripsi.

    •  Jenis antibiotika yang paling sering dipreskripsi adalah tri-sulfa dan tetrasiklin. Kemungkinan disebabkan oleh harga yang

    relatif murah atau penerimaan relatif lebih banyakdibandingkan jenis lainnya.

    •  Pada penggunaan antibiotika, masih ada yang dapat di

    golongkan irasional, misalnya penggunaan yang cukup banyakuntuk kasus influenza, gejala sakit yang belum jelas etiologinya

    dan kasus lain di mana adanya infeksi bakterial masih belum

     jelas.

    •  Beberapa jenis antibiotika ternyata sangat dibutuhkan olehhampir semua puskesmas seperti : ampisilin, kloramfenikol

    trisulfa dan tetrasiklin. Hal ini sesuai dengan pola penggunaan

    di mama antibiotika tersebut memang inerupakan yang ter-

     banyak dipreskripsi. 

    Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987   5

  • 8/18/2019 03_PolaPenggunaanAntibiotika

    4/4

    •  Persediaan ampisilin tidak cukup untuk kebutuhan pus-

    kesmas, hal ini diungkapkan oleh separuh puskesmas yangditeliti. Kemungkinan disebabkan oleh relatif mahalnya an-

    tibiotika tersebut, sehingga jumlah penerimaan relatif lebih

    sedikit

    KEPUSTAKAAN

    1)  Umi K dkk. Pola Resistensi Kuman Kokus terhadap Enam Janis

    Antibiotika di Wilayah Jakarta Timur, Kongres Nasional XII danKorngres Ilmiah VI ISFI – 1986, Yogyakarta.

    2) 

    Abdul Chalid G dkk. Penelitian Perencanaan, Pengadaan dan Peng-

    gunaan Obat Inpres di Kabupaten/Kotamadya, Rumah Sakit danPuskesmas. Laporan 1981/1982. Puslit Farmasi, BPPK–Depkes RI.

    3) 

    International Classification of Diseases, IX Revision, 1975, vol 2

    WHO Geneva 1978.

    4)  Gan V, Gan S. Pola Penggunaan Antimikroba oleh Dokter Praktek

    Swasta dalam Lingkungan Asuransi Kesehatan. Maj Kes Mas.

    5)  Goodman & Gillman. The Pharmacological Basis of Therapeutics, VI t

    ed. London: The Macmilan Co, 1980.

    6) 

    Ball AP et al. Antibacterial Drugs Today. New York: AIDS Press1977.

    7)  Burket LW. Oral Medicone Diagnosis and Treatment. Editor: Burke

    LW, 1971; pp 550–556.8)  Archer. Antibiotic Therapy. In: Oral and Maxillo Facial Surgery

    vol 1, ed 5. eds. Archer. Philadelphia: WB Saunders Co, pp 410 – 418.

    Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 19876