13
PROYEKSI KEUANGAN DAERAH Hery Pratono, Service Provider LGSP PENGANTAR Proyeksi keuangan dan belanja daerah merupakan kelengkapan dokumen perencanaan daerah untuk melakukan analisis keuangan daerah. Proyeksi ini akan digunakan sebagai dasar penentuan kebijakan keuangan daerah yang tidak terlepas dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang dilakukan dengan menekankan pada prinsip money follow function sebagai konsekuensi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Terbitnya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 memberikan warna baru landasan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pengelolaan keuangan daerah berdasarkan pada Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tersebut bertumpu pada upaya peningkatan efisiensi, efektifitas, akuntabilitas, dan transparansi pengelolaan keuangan publik baik dari sisi pendapatan maupun belanja. KONSEP DASAR Inti perubahan yang ingin dilakukan dalam arah kebijakan keuangan daerah antara lain mempertajam esensi pengelolaan keuangan daerah dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menyangkut penjabaran terhadap hak dan kewajiban daerah dalam mengelola keuangan publik, meliputi mekanisme penyusunan, pelaksanaan dan penatausahaan, pengendalian dan pengawasan, serta pertanggungjawaban keuangan daerah. Dalam pengelolaan keuangan daerah dilandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu: 1. Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 2. Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 3. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 4. Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2001 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan; dan 7. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggung jawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance, pengelolaan keuangan daerah Daerah dilakukan secara profesional, terbuka, dan bertanggungjawab sesuai dengan perudang-undangan yang berlaku. Aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang-undang Dasar tersebut dijabarkan ke dalam asas-asas umum pengelolaan keuangan daerah yang meliputi: 1. Asas tahunan; 2. Asas universalitas; 3. Asas kesatuan; 1

(03)Proyeksi Keuangan Daerah-Hery

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: (03)Proyeksi Keuangan Daerah-Hery

PROYEKSI KEUANGAN DAERAH

Hery Pratono, Service Provider LGSP

PENGANTARProyeksi keuangan dan belanja daerah merupakan kelengkapan dokumen perencanaan daerah untuk melakukan analisis keuangan daerah. Proyeksi ini akan digunakan sebagai dasar penentuan kebijakan keuangan daerah yang tidak terlepas dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang dilakukan dengan menekankan pada prinsip money follow function sebagai konsekuensi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Terbitnya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 memberikan warna baru landasan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pengelolaan keuangan daerah berdasarkan pada Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tersebut bertumpu pada upaya peningkatan efisiensi, efektifitas, akuntabilitas, dan transparansi pengelolaan keuangan publik baik dari sisi pendapatan maupun belanja.

KONSEP DASARInti perubahan yang ingin dilakukan dalam arah kebijakan keuangan daerah antara lain mempertajam esensi pengelolaan keuangan daerah dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menyangkut penjabaran terhadap hak dan kewajiban daerah dalam mengelola keuangan publik, meliputi mekanisme penyusunan, pelaksanaan dan penatausahaan, pengendalian dan pengawasan, serta pertanggungjawaban keuangan daerah.

Dalam pengelolaan keuangan daerah dilandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu:

1. Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

2. Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

4. Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2001 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan; dan

7. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggung jawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance, pengelolaan keuangan daerah Daerah dilakukan secara profesional, terbuka, dan bertanggungjawab sesuai dengan perudang-undangan yang berlaku. Aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang-undang Dasar tersebut dijabarkan ke dalam asas-asas umum pengelolaan keuangan daerah yang meliputi:1. Asas tahunan;2. Asas universalitas;3. Asas kesatuan;4. Asas spesialitas;5. Akuntabilitas berorientasi pada hasil;6. Profesionalitas;7. Proporsionalitas;8. Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan; dan9. Pemeriksaan keuangan yang bebas dan mandiri.

Pengelolaan Pendapatan DaerahPendapatan daerah dalam struktur APBD merupakan elemen penting bagi kemampuan pemerintah daerah dalam melakukan kontrol terhadap alokasi sumber daya. Pengembangan sistem pendapatan daerah dibutuhkan untuk menjamin stabilitas pendapatan daerah supaya pemerintah lokal mampu mengembangkan administrasi dan keuangan layanan publik yang lebih independen dan autonomous.

Pengelolaan pendapatan daerah hendaknya menekankan pada keserasian antara kebutuhan pengeluaran dan pendapatan. Prinsip bahwa nilai tambah pendapatan daerah akan digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat merupakan upaya mobilitas sumber daya lokal melalui peningkatan pendapatan daerah tidak akan menimbulkan gangguan terhadap alokasi sumber daya.

Sampai akhir Maret 2006, Departemen Dalam Negeri tengah memproses pembatalan 393 perda pajak dan retribusi yang menghambat iklim investasi. Sebagian besar perda ternyata

1

Page 2: (03)Proyeksi Keuangan Daerah-Hery

masih mengedepankan kepentingan pemerintah daerah, di mana peningkatan Pendapatan Asli Daerah seringkali menjadi alasan utama penentuan pajak dan retribusi. Di lain pihak, visi daerah sering kali dilupakan dalam merumuskan peraturan daerah hanya yang berorientasi pada pendapatan asli daerah.

Pengembangan metode kajian tentang kebijakan daerah dilakukan antara lain oleh KPPOD (Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah), OED (Operation Evaluation Department, World Bank), serta Deperindag dan

PEG-USAID. Dalam melakukan kajian terhadap perda, KPPOD menggembangkan metode yang menggunakan pendekatan teknis hukum dan ekonomi, sementara RIA berfokus pada pendekatan konsep intervensi pemerintah untuk memberikan solusi dalam mengatasi kegagalan mekanisme (pasar) yang tidak bisa dipecahkan oleh masyarakat sendiri. Di lain pihak, pendekatan OED lebih menekankan sinergi tujuan antar berbagai stakeholder utama yang terlibat dalam pembangunan daerah, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun lembaga pemerintah lain yang terkait.

Tabel 1 Metode Kaji Ulang Perda Pendapatan DaerahKPPOD OED RIA

Eksternal Prinsip: konteks ekonomi secara luas (i.e. free trade, persaingan sehat, eksternalitas negatif, kewenangan pemerintah)

Relevansi Tujuan: konsistensi dengan strategi pembangunan nasional, regional, kotaDampak sektoral: daya saing, efisiensi, dan keberlanjutan

Identifikasi Masalah: uji definisi masalah, identitas wewenang hukum, susunan regulasi Alternatif regulasi: self regulation, quasi regulation, explicit regulation

Internal Peraturan

Substansi: keterkaitan antara tujuan dan isi, obyek dan subyek pungutan, hak dan kewajiban wajib pungut, standar pelayanan, filosofi dan prinsip pungutan

Efficacy: kejelasan tentang ukuran keberhasilanEfficiency: hasil yang didapat dan sumber daya terpakaiSustainability: ketersediaan sumber daya, dukungan masyarakatPerformance Pemerintah Daerah: strategi pemerintah daerah untuk mencapai tujuan dan mengelola sumber dayanya, termasuk kualitas implementasi perda.

Tujuan Regulasi: solusi masalah yang adil Manfaat dan Biaya: dari sisi pelaku bisnis, konsumen, dan pemerintah

Yuridis Teknis yuridis: relevansi acuan sumber hukum, perundangan terbaru, kelengkapan teknis yuridis formal

Kepatuhan: penegakan peraturan daerah

Pusdakota (2005)

Pengelolaan Belanja DaerahBelanja daerah diarahkan pada peningkatan proporsi daerah untuk memihak kepentingan dan kebutuhan masyarakat lokal, disamping tetap menjaga eksistensi penyelenggaraan pemerintahan. Dalam penggunaannya, belanja daerah harus tetap mengedepankan efisiensi maupun efektivitas sesuai dengan prioritas untuk memberikan dukungan pada strategi pembangunan daerah.

Garis besar isi Kebijakan Umm APBD merupakan rancangan prioritas kegiatan dan plafon anggaran sementara. Tahapan pertama dalam proses rancangan tersebut adalah (1) menentukan skala prioritas dalam urusan wajib

dan urusan pilihan, seperti sektor yang menuntut standar pelayanan minimal, (2) Penentuan urutan program untuk masing-masing urusan dilakukan, serta (3) penyusunan plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.

Upaya mewujudkan anggaran berbasis kinerja sering kali masih menemui jalan buntu. Kinerja dalam melaksanakan TUPOKSI atau kegiatan rutin bagian atau seksi tidak terukur karena tidak ada indikator kinerja yang dihubungkan ke dalam biaya tidak langsung. Misalnya, alokasi dana pendidikan minimal 20% dari APBD dipandang belum memenuhi karena dihitung berdasarkan alokasi dana anggaran belanja

2

Page 3: (03)Proyeksi Keuangan Daerah-Hery

pembangunan. Di lain pihak, eksekutif menggunakan alasan bahwa alokasi dana untuk pendidikan sudah dilakukan pada alokasi anggaran belanja pegawai yang bekerja di sektor pendidikan. Di lain pihak, program pendidikan bisa dimasukkan dalam program pelatihan yang merupakan belanja pembangunan di sektor lainnya non pendidikan.

Sebagian besar belanja anggaran merupakan belanja tidak langsung (biasanya sekitar 65-85%) akan menyulitkan pengukuran keberhasilan suatu program. Metode yang biasa

digunakan untuk melakukan analisis biaya tidak langsung adalah activity-based costing. Namun metode ini masih belum banyak dikembangkan untuk sektor publik. Selama ini, metode ini masih dikembangkan untuk sektor swasta dalam menentukan harga suatu produk.

Untuk melihat kinerja keuangan daerah, derajat kemandirian daerah dapat diukur dari seberapa jauh penerimaan yang berasal dari daerah mampu memenuhi kebutuhan daerah.

(1) ----------------------------------------

(2) ----------------------------------------

Pembiayaan DaerahBerdasarkan ketentuan pasal 17 ayat 3 Undang Undang Nomor 17 2003 tentang Keuangan Negara dan pasal 83 ayat 2 dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, jumlah kumulatif defisit anggaran tidak melebihi 3 persen dari Produk Domestik Regional Bruto tahun bersangkutan.

Bagi perekonomian daerah yang berbasis sektor primer seperti Daerah , peranan anggaran pemerintah sebagai motor penggerak ekonomi daerah menuntut kebijakan yang cenderung ekspansif. Salah satu alternatif bagi pembiayaan daerah adalah hutang, yang diharapkan dapat mengatasi masalah keterbatasan dana segar, meningkatkan alternatif investasi daerah, maupun meningkatkan mobilitas pendapatan lokal. Di lain pihak, risiko yang harus ditanggung berupa lemahnya anggaran pemerintah (soft budget constraint) akibat disiplin fiskal yang lemah, moral hazard, dan perilaku oportunis kelembagaan pemerintah daerah. Kondisi stabilitas ekonomi makro, baik berupa fluktuasi nilai tukar maupun tingkat suku bunga, merupakan faktor eksternal yang perlu dicermati dalam memilih alternatif sumber pembiayaan daerah dari hutang.

PROYEKSI KEUANGAN DAERAHAda dua konsep yang ingin disampaikan dalam proyeksi keuangan daerah. Untuk pendapatan daerah, proyeksi keuangan daerah bisa dilakukan dengan menggunakan analisis statistik, karena pengaruh lingkungan ekonomi yang cukup besar terhadap penerimaan daerah. Di lain pihak, penyusunan anggaran pengeluaran daerah sebaiknya menggunakan basis aktivitas (activity-based costing) yang dibutuhkan untuk mencapai prioritas

pembangunan daerah berdasarkan indikator kinerja yang terukur.

Pendekatan StatistikProyeksi keuangan bisa dilakukan dengan menggunakan trend atau model regresi. Proyeksi PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) akan dilakukan dengan menggunakan trend dengan estimasi vektor autoregression, yaitu estimasi dengan menggunakan basis data beberapa periode sebelumnya. Dalam kasus ini akan digunakan dua basis data periode tahun sebelumnya (-1) dan dua tahun sebelumnya (-2), sehingga fungsi persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:

PDRB = f(PDRB(-1), PDRB(-2))

Hasil estimasi dengan menggunakan software econometric views adalah sebagai berikut

PDRB = -0,609605 (PDRB (-1)) + 1,293098 (PDRB (-2))*

Hasil tersebut menunjukkan bahwa PDRB pada dua tahun sebelumnya lebih berpengaruh dalam menentukan proyeksi keuangan (secara statistik signifikan disimbolkan dengan *), sedangkan kondisi satu tahun sebelumnya secara statistik tidak cukup berpengaruh. Kenaikan satu satuan PDRB pada tahun ini (misalnya dalam milyar rupiah) akan menyebabkan kenaikan sebesar 1,29 satuan pada dua tahun yang akan datang. Secara detail perhitungan bisa dilihat dari tabel dalam lampiran. Hasil estimasi akan digunakan sebagai penentuan asumsi dasar yang selanjutnya akan mempengaruhi besaran angka pendapatan dan belanja daerah. Misalnya pada 2004, PDRD sebesar 100 milyar dan 2005 sebesar 105 milyar. Maka pada tahun 2006 PDRB diperkirakan sebesar 129 yang berasal dari PDRB tahun 2004 dikalikan koefisien estimasi (100x1,29)

3

Pendapatan Asli Daerah

Total Pengeluaran Daerah

Pendapatan Asli Daerah

Pengeluaran Rutin

Page 4: (03)Proyeksi Keuangan Daerah-Hery

Tabel 2: Proyeksi PDRB

2004 2005 2006* 2007* 2008* 2009* 2010*

100 105 129 135.45 166.41 174.7305 214.6689

100x1,29 105x1,29 135,45x1,29 166,41x1,29 174,73x1,29* = hasil estimasi

Penggunaan regresi digunakan dalam melakukan proyeksi suatu variabel yang akan ditentukan oleh keberadaan variabel lain. Misalnya dalam penilaian BHPBP (Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak) akan menggunakan variabel PDRB dan tingkat kepadatan penduduk (density) sebagai variabel yang mempengaruhi. Hasil estimasi menunjukkan persamaan sebagai berikut:

BHPTB = -0,971310* +0,000590(Density)* + 0,0007(PDRB)*

Dalam menentukan proyeksi BHPTB, semua variabel penentu dalam model signifikan secara statistik mempengaruhi BHPTB. (Pengujian secara statistik bisa dilihat pada bagian lampiran).

Tabel 3: Proyeksi BHPTBPdrb* Density* BHPTB** Persamaan

2005 1000 100 -0.211 =-0.97+(0.00059*1000)+(0.0007*100)

2006 1010 120 -0.1922 =-0.97+(0.00059*1010)+(0.0007*120)

2007 1015 125 -0.18575 =-0.97+(0.00059*1015)+(0.0007*125)* = asumsi, ** = perkiraan

Pendekatan Medium Term Expenditure FrameworkMTEF merupakan mekanisme untuk menentukan skala prioritas dan memastikan alokasi dana untuk mencapai target dari skala prioritas tersebut. MTEF terdiri dari proyeksi (1) top-down terhadap ketersediaan sumber daya agregat untuk menentukan pengeluaran publik dengan mempertimbangkan kondisi stabilitas ekonomi makro, (2) proyeksi biaya yang dibutuhkan dalam melakukan suatu kebijakan dan bersifat bottom-up, serta (3) kerangka kerja untuk melakukan rekonsiliasi antara biaya dan ketersediaan sumber daya. Disebut medium term karena perencanaan ini menggunakan data yang berbasis prospektif, misalnya untuk satu tahun ke depan (n+1) maupun tahun-tahun berikutnya (n+2) dan (n+3).

Pada tingkat politik, keputusan untuk melakukan peningkatan jasa layanan publik dan transformasi dalam proyeksi yang realistis didasarkan kemampuan pembiayaan anggaran daerah. Sistem ini menuntut keterlibatan pengambil kebijakan, perencanaan, dan penganggaran sejak awal dalam siklus penganggaran. Pengambilan keputusan dalam menentukan anggaran ini sangat ditentukan oleh integritas dan kualitas informasi data. Dengan demikian, tujuan utama MTEF adalah memperkuat pengambilan keputusan politis dalam proses anggaran.

Pos pengeluaran biasanya stabil mengalami peningkatan sedangkan pos penerimaan ada kalanya mengalami fluktuasi seperti terlihat

pada kasus di Pacitan (gambar 1). Dalam gambar 1 terlihat kecenderungan penurunan penerimaan daerah sementara pengeluaran masih tetap meningkat. Trend yang dilakukan dengan menggunakan excel hanya mungkin bisa dilakukan apabila estimasi dengan autoregresi (-4) benar-benar signifikan. Namun demikian, kondisi penerimaan daerah sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan ekonomi. Ada kemungkinan daya beli masyarakat pada 2005 akibat kenaikan BBM (inflasi) mengalami penurunan sehingga terjadi penurunan pendapatan daerah. Misalnya terjadinya inflasi yang dicerminkan oleh kenaikan ihk (indeks harga konsumen) akan diikuti oleh penurunan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar 1,000085 juta rupiah.

PAD = -1,000085 (IHK)*

Kondisi ini cukup rawan bagi Kabupaten Pacitan untuk terjebak dalam kebangkrutan. Berdasarkan ketentuan pasal 17 ayat 3 Undang Undang Nomor 17 2003 tentang Keuangan Negara dan pasal 83 ayat 2 dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, jumlah kumulatif defisit anggaran tidak melebihi 3 persen dari Produk Domestik Regional Bruto tahun bersangkutan. Fenomena defisit yang mengakibatkan bangkrutnya suatu daerah pernah dialami oleh Rio de Janeiro pada 1988, Cleveland pada 1978. Bahkan kota besar sekaliber New York pun pernah mengalami kebangkrutan pada 1975.

4

Page 5: (03)Proyeksi Keuangan Daerah-Hery

Masalah ini juga pernah dialami oleh Uganda pada 1996, namun negara tersebut terlepas dari bencana kebangkrutan setelah menerapkan MTEF. Upaya melakukan rekonsiliasi penerimaan yang merosot dilakukan dengan melakukan pemotongan sejumlah pos pengeluaran yang tidak efisien. Saat itu defisit mencapai 8,9% terhadap PDRB, sehingga untuk menghidari penurunan kualitas layanan publik, Pemerintah Uganda memilih mencari pinjaman lunak (grant). Defisit anggaran pemerintah diperkirakan akan mencapai 2,5% setelah pemerintah memanfaatkan grant.1 Dalam beberapa kasus seperti Uganda pada 1992 dan Korea, MTEF dilakukan oleh suatu negara pada saat mengalami krisis fiskal serta mendukung pertumbuhan dan stabilitas ekonomi. Hal ini dilakukan karena MTEF memungkinkan kerjasama antar dinas dan perencanaan dilakukan dalam periode yang lebih panjang sehingga pendekatan holistik menjadi sangat mungkin dilakukan.

1 Untuk diskusi lebih lanjut tentang Uganda baca Bevan (2001) The Budget and Medium-Term Expenditure Framework in Uganda, African Region Working Paper Series No 24 atau www.worldbank.org/afr/wps/index.htm

5

Skenario B

Skenario A

Trend autoregresif (-4)

Page 6: (03)Proyeksi Keuangan Daerah-Hery

Tabel 4: Proses pendukung utama MTEFProses Utama Proses Pendukung Tujuan

Penentuan sumber daya agregat Analisis kondisi makroekonomi, proyeksi keuangan daerah, dan definisi kebijakan fiskal yang berkelanjutan

Membuat proyeksi yang realistis dari keberadaan sumber daya dalam jangka menengah yang akan dialokasikan untuk program pengeluaran

Formulasi dan rencana pengeluaran sektoral

Dinas melakukan formulasi pengeluaran program sektoral

Untuk menunjukkan tujuan sektoral, program, dan aktivitas termasuk sumber daya yang diperlukan

Rekonsiliasi sumber daya yang tersedia dengan rencana pengeluaran sektoral

Dewan dan stakeholders melakukan rekonsiliasi antara keterbatasan sumber daya dengan kebutuhan pengeluaran

Untuk menentukan kesepakatan dalam program pengeluaran jangka menengah

Menentukan alokasi sektoral jangka menengah

Berdasarkan data yang relevan, pengambil keputusan mengalokasikan sumber daya ke sektor-sektor

Untuk mengkomunikasikan ke dinas-dinas tentang kebijakan pengeluaran sektoral dengan keterbatasan sumber daya agregat

Mengumumkan batas pengeluaran sektoral untuk satu tahun dalam MTEF

Formulasi anggaran tahunan Untuk memastikan bahwa anggaran yang dipersiapkan merefleksikan kesepakatan program pengeluaran sektoral

Memastikan bahwa pelaksanaan penganggaran sejalan dengan keinginan anggaran

Akuntansi, pelaporan, dan pengendalian anggaran digunakan dalam pelaksanaan anggaran tahunan

Untuk mencegah penyimpangan yang berlebihan

Memastikan bahwa hasil yang diinginkan tercapai

Insentif bagi staff yang mempunyai kinerja bagus. Ex post audit dan evaluasi

Untuk mengkaitkan kepentingan staff pemda dan para politisi dengan keinginan publik

Pembiayaan DaerahBerdasarkan arah pembiayaan daerah yang memungkinkan pembiayaan daerah dari pajak, analisis kebutuhan hutang daerah merupakan proyeksi kebutuhan pemerintah daerah untuk melakukan investasi dengan dasar arus penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah untuk menentukan kemampuan membayar. Berdasarkan konsep perhitungan DSCR (Debt Service Coverage Ratio) yaitu kemampuan maksimal pemerintah lokal dalam mengelola sumber pembiayaan dari hutang, jumlah pembiayaan hutang per tahun (berupa pembayaran pokok hutang, bunga pinjaman, dan biaya lainnya) sebaiknya kurang dari 2,5 (PAD+ Bagian Daerah+Belanja Wajib).

Tabel , kemampuan Pemerintah Daerah dalam membayar angsuran tahunan sebesar Rp 89 milyar pada 2005, dan terus meningkat menjadi Rp 127 milyar pada 2011. Besar hutang yang dimungkinkan maksimal kurang dari 75% APBD.

Tabel 5. Potensi Pembiayaan Daerah

2006 2007 2008 2009 2010 2011

Pendapatan Daerah 452.579 491.848 531.118 570.388 609.045 648.009

1. Bagi Hasil Pajak 18.215 20.298 22.382 24.465 26.548 28.632

2. Bagi Hasil Bukan Pajak - - - - - -

3. PAD 434.364 471.550 508.737 545.923 582.497 619.377

Belanja 228.785 248.949 269.113 289.277 308.828 328.686

Belanja Pegawai 192.316 207.845 223.375 238.904 254.434 269.964

Belanja Barang 13.264 14.756 16.249 17.742 19.235 20.727

Belanja Pemeliharaan 5.419 6.249 7.079 7.908 8.738 9.567

Belanja Perjln Dinas 3.531 4.006 4.482 4.957 5.432 5.907

Belanja Lain-lain 14.255 16.092 17.929 19.765 20.990 22.521

(PAD+BD+DAU) 223.794 242.900 262.006 281.111 300.217 319.323

DSCR Maksimal 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

Kemampuan Mengangsur 89.518 97.160 104.802 112.444 120.087 127.729

Maksimal Hutang 256.222 269.506 282.790 282.977 308.153

Penutup

6

Page 7: (03)Proyeksi Keuangan Daerah-Hery

Penguatan keterkaitan antara prioritas pembangunan daerah dengan perencanaan pengeluaran merupakan tahapan menuju visi pembangunan daerah. Informasi tentang bagaimana dana masyarakat dialokasikan yang mencerminkan transparansi dan akuntabilitas menuntut political will pemerintah. Sering kali, pemerintah lupa akan mandat yang diberikan rakyat sehingga proses politik terjebak pada perebutan kekuasaan yang justru mempunyai potensi menimbulkan bencana kebangkrutan. Konsep penganggaran kinerja yang memungkinkan prinsip anggaran defisit dengan melibatkan pendekatan partisipasif masih berhadapan dengan penyakit lama yaitu ego sektoral serta keterisolasian antara perencanaan dan panganggaran.

Arah kebijakan umum APBD merupakan instrumen strategis untuk menjembatani kebijakan jangka menengah dengan perencanaan program dan penganggaran tahunan. Penjabaran program dan kegiatan bredasarkan bidang kewenangan dilihat sebagai suatu formula yang konsisten terhadap seluruh tahapan mulai perencanaan sampai dokumen APBD.

Lampiran

Dependent Variable: PADMethod: Least SquaresDate: 04/01/06 Time: 11:42Sample: 1 336Included observations: 336

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.725838 0.708497 -1.024476 0.3064IHK -1.000085 0.000290 -3443.026 0.0000

R-squared 0.999972 Mean dependent var 1082.613Adjusted R-squared 0.999972 S.D. dependent var 2188.909S.E. of regression 11.63600 Akaike info criterion 7.752019Sum squared resid 45222.42 Schwarz criterion 7.774740Log likelihood -1300.339 F-statistic 11854426Durbin-Watson stat 2.007487 Prob(F-statistic) 0.000000

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.004516 Probability 0.995494Obs*R-squared 0.009140 Probability 0.995440

Ramsey RESET Test:

F-statistic 0.060129 Probability 0.941654Log likelihood ratio 0.121684 Probability 0.940972

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 0.086985 Probability 0.916712Obs*R-squared 0.175445 Probability 0.916015

Dependent Variable: POVGAPMethod: Least SquaresDate: 04/01/06 Time: 11:59Sample: 1 336Included observations: 336

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 585.8161 50.32133 11.64151 0.0000BPEGAWAI -0.004695 0.003521 -1.333477 0.1833

AREA -0.002557 0.001043 -2.452358 0.0147

R-squared 0.024238 Mean dependent var 500.2768Adjusted R-squared 0.018377 S.D. dependent var 473.7905S.E. of regression 469.4168 Akaike info criterion 15.14975Sum squared resid 73377267 Schwarz criterion 15.18383Log likelihood -2542.158 F-statistic 4.135794Durbin-Watson stat 0.788990 Prob(F-statistic) 0.016819

7

Page 8: (03)Proyeksi Keuangan Daerah-Hery

Dependent Variable: NPOOR000Method: Least SquaresDate: 04/01/06 Time: 12:01Sample: 1 336Included observations: 336

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -10006.20 1176.100 -8.507943 0.0000BPEGAWAI 1.612234 0.071185 22.64860 0.0000

POVGAP 9.430947 1.096897 8.597839 0.0000

R-squared 0.626641 Mean dependent var 14167.32Adjusted R-squared 0.624399 S.D. dependent var 15469.28S.E. of regression 9480.549 Akaike info criterion 21.16076Sum squared resid 2.99E+10 Schwarz criterion 21.19484Log likelihood -3552.008 F-statistic 279.4516Durbin-Watson stat 1.605469 Prob(F-statistic) 0.000000

Estimasi dengan Vektor Autoregression

Date: 04/01/06 Time: 12:50 Sample(adjusted): 2002 2004 Included observations: 3 after adjusting endpoints Standard errors & t-statistics in parentheses

PDRB

PDRB(-1) -0.609605 (0.86358)(-0.70591)

PDRB(-2) 1.293098 (0.74086) (1.74540)

R-squared 0.362302 Adj. R-squared -0.275397 Sum sq. resids 4.45E+15 S.E. equation 66708460 Log likelihood -56.65642 Akaike AIC -55.32309 Schwarz SC -55.92402 Mean dependent 78167742 S.D. dependent 59068818

Date: 04/01/06 Time: 13:07 Sample(adjusted): 2003 2005 Included observations: 3 after adjusting endpoints Standard errors & t-statistics in parentheses

TOTBELJ

TOTBELJ(-1) -0.005577 (0.00643)(-0.86718)

TOTBELJ(-2) 1.142034 (0.00976) (116.995)

R-squared 0.999889 Adj. R-squared 0.999779 Sum sq. resids 5.30E+14 S.E. equation 23018628 Log likelihood -53.46434

8

Page 9: (03)Proyeksi Keuangan Daerah-Hery

Akaike AIC -52.13101 Schwarz SC -52.73193 Mean dependent 9.07E+08 S.D. dependent 1.55E+09

Date: 04/01/06 Time: 13:08 Sample(adjusted): 2003 2005 Included observations: 3 after adjusting endpoints Standard errors & t-statistics in parentheses

TOTPEND

TOTPEND(-1) 2.218271 (0.21341) (10.3946)

TOTPEND(-2) -1.298909 (0.23176)(-5.60450)

R-squared 0.680068 Adj. R-squared 0.360136 Sum sq. resids 2.49E+15 S.E. equation 49877645 Log likelihood -55.78415 Akaike AIC -54.45081 Schwarz SC -55.05174 Mean dependent 2.90E+09 S.D. dependent 62353684

Dependent Variable: BHPBPMethod: Least SquaresDate: 04/01/06 Time: 23:45Sample: 1 336Included observations: 336

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.971310 0.197422 -4.919972 0.0000DENSITY 0.000590 8.81E-05 6.694283 0.0000

PDRBTOTAL 0.000700 4.93E-05 14.21424 0.0000

R-squared 0.511679 Mean dependent var 1.259482Adjusted R-squared 0.508746 S.D. dependent var 4.109400S.E. of regression 2.880259 Akaike info criterion 4.962526Sum squared resid 2762.532 Schwarz criterion 4.996607Log likelihood -830.7044 F-statistic 174.4639Durbin-Watson stat 1.690620 Prob(F-statistic) 0.000000

9