1. daun bayam bayaman.PDF

  • Upload
    nisa

  • View
    243

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    1/112

     

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    STANDARDISASI EKSTRAK ETANOL TANAMAN

    KATUMPANGAN AIR (Peperomia pel lucida L. Kunth)

    SKRIPSI

    MUCHAMMAD IRSYAD

    NIM. 109102000019

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI FARMASI

    JAKARTA

    SEPTEMBER 2013/1434 H 

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    2/112

    ii

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    STANDARDISASI EKSTRAK ETANOL TANAMAN

    KATUMPANGAN AIR (Peperomia pel lucida L. Kunth)

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

    MUCHAMMAD IRSYAD

    NIM. 109102000019

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI FARMASI

    JAKARTA

    SEPTEMBER 2013/1434 H 

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    3/112

    iii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

    Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,

    dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk

    telah saya nyatakan dengan benar.

    Nama : Muchammad Irsyad

    NIM : 109102000019

    Tanda Tangan :

    Tanggal : 25 September 2013

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    4/112

    iv

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    5/112

    v

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    6/112

    vi

    ABSTRAK

     Nama : Muchammad Irsyad

    Program Studi : FarmasiJudul : Standardisasi Ekstrak Etanol Tanaman Katumpangan Air

    ( Peperomia pellucida L. Kunth)

    Katumpangan air ( Peperomia pellucida L. Kunth) merupakan salah satu tanaman

    obat potensial yang digunakan masyarakat untuk pengobatan asam urat, rematik,

    sakit kepala, maupun sakit perut. Kandungan kimia yang terkandung dalam

    tanaman ini adalah alkaloid, tanin, saponin, flavonoid, dan triterpenoid. Penelitian

    ini bertujuan untuk menetapkan beberapa parameter non spesifik maupun

     parameter spesifik dari ekstrak etanol tanaman katumpangan air. Standardisasi

    ekstrak tanaman obat perlu dilakukan untuk menjaga penggunaan obat alami yangtidak sesuai syarat mutu. Standardisasi dilakukan dengan menetapkan parameter

    spesifik dan non spesifik dari tiga tempat tumbuh yang berbeda yaitu Tangerang

    Selatan, Bogor, Yogyakarta. Hasil standardisasi untuk parameter spesifik

    menunjukkan organoleptik ekstrak (kental, warna coklat hijau kehitaman, rasa

     pahit dan berbau khas), dengan kandungan senyawa larut dalam air (7,39%±0,433

     –  13,29%±3,311), larut dalam etanol (15,33%±0,635 –  16,68%±0,898), dan kadar

    total flavonoid (3,807%±0,007  –   4,244%±0,003). Hasil untuk parameter non

    spesifik menunjukkan kadar air (12,25%±0,372 –  16,34%±0,655), kadar abu total

    (1,21%±0,117 - 2,78%±0,458), kadar abu tidak larut asam (0,19%±0,030  –  

    1,62%±0,152), susut pengeringan (21,62%±2,257  –   24,98%±0,697), dan bobot

     jenis (1,00g/mL±0,000  –   1,00g/mL±0,002). Hasil pengujian cemaran mikroba

    (0,61 x 103  –  1,13 x 103 koloni/g) sedangkan pengujian cemaran kapang/khamir

    (0,1 x 102  –  1,7 x 102 koloni/g) serta hasil pengujian logam timbal (0,15  –  0,18

    mg/kg), cadmium (0 –  0,11 mg/kg), dan arsen (< 0,005 µg/kg).

    Kata kunci : katumpangan air ( Peperomia pellucida L. Kunth), standardisasi,

    spesifik, non spesifik

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    7/112

    vii

    ABSTRACT

     Nama : Muchammad IrsyadProgram Studi : Pharmacy

    Judul : Standardization of Extract Ethanol of Katumpangan Air

    ( Peperomia pellucida L. Kunth)

     Peperomia pellucida  L. Kunth known as “Katumpangan Air” is one of the

     potential medicinal plants that used for the treatment of the gout, rheumatism,

    headache, and abdominal pain. Chemical constituents contained in this plant are

    alkaloids, tannins, saponins, flavonoids, and triterpenoids. This study aims to

    establish some non-specific parameters and the specific parameters of the ethanol

    extract from katumpangan air. Standardization needs to be done to keep the use ofnatural medicines that do not fit the quality requirements. Standardization is done

     by determine the specific and non-specific parameters of three different growth

     places such as the South Tangerang, Bogor, and Yogyakarta. The results of

    standardization for specific parameters showed organoleptic extract (thick,

     blackish green brown color, bitter taste and characteristic odor), the content of

    water-soluble compounds (7,39%±0,433  –   13,29%±3,311), soluble in ethanol

    (15,33%±0,635  –   16,68%±0,898), and total flavonoid content (3,807%±0,007  –  

    4,244%±0,003). Results for non-specific parameter shows moisture content

    (12,25%±0,372  –   16,34%±0,655), total ash content (1,21%±0,117  –  

    2,78%±0,458), acid insoluble ash content (0,19%±0,030  –  1,62%±0,152), drying

    shrinkage (21,62%±2,257  –   24,98%±0,697), and specific gravity(1,00g/mL±0,000  –   1,00g/mL±0,002). Microbial contamination testing results

    (0,61x103  –  1,13x103 coloni/g) while the contaminant testing mold/yeast (0,1x102 

     –   1,7x102  coloni/g) as well as test results lead metal (0,15  –   0,18 mg/kg),

    cadmium (0 –  0,11 mg/kg), and arsenic (

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    8/112

    viii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

    melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

     penelitian dan penyusunan skripsi ini.

    Skripsi dengan judul “Standardisasi Ekstrak Etanol Tanaman

    Katumpangan Air ( Peperomia pellucida L. Kunth)” ini disusun untuk memenuhi

    salah satu syarat menempuh ujian akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi

     pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

    Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari ada

     beberapa pihak yang sangat memberikan kontribusi kepada penulis. Maka

     perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih yanng sebesar-besarnya

    khususnya kepada :

    1.  Ibu Puteri Amelia, M. Farm., Apt. sebagai pembimbing I dan Ibu Marissa

    Angelina, M. Farm., Apt. sebagai pembimbing II yang telah rela

    meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya untuk membimbing serta

    memotivasi penulis selama penelitian.

    2. 

    Dr. Linar Zalinar Udin selaku Kepala Pusat Penelitian Kimia Lembaga

    Ilmu Pengetahuan Indonesia beserta staff atas penggunaan segala fasilitas

    dan bantuannya selama penelitian.

    3.  Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    4.  Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi

    Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    5.  Ayahanda Bambang Arif Kisworo dan Ibunda Noor Sa’diyah yang selalu

    memberikan kasih sayang, semangat, dukungan dan do’a terbaik yang tak

    terhingga di setiap langkah penulis.

    6.  Pakdhe Choiruzad, Budhe Tini, Om Aflah, Tante Dewi, yang telah

    memberikan semangat dan doa selama penelitian ini.

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    9/112

    ix

    7.  Adikku Hanna Uswatun Hasanah dan saudaraku Mas Fa’iz, Mbak Azizah,

    Mas Abi, Mas Uta, Dek Rizka yang telah memberikan semangat dan doa

    selama penelitian.

    8. 

    Bapak/Ibu Dosen yang telah membimbing penulis selama mengikuti

     proses kuliah dan praktikum serta staff akademika di Program Studi

    Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

     Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    9.  Pemberi semangat yang selalu mendoakan dan selalu sabar menghadapi

     penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, Pratiwi Ramelia.

    10. Teman-teman dekat penulis, Muhammad Arif, Gian Pertela, Indah Fadlul

    Maula, Nadya Zahrayny. Serta teman penelitian di LIPI Serpong Puslit

    Kimia, Risda dan Neneng.

    11. Teman-teman Farmasi angkatan 2009 atas dukungan, pertemanan dan

    kerjasamanya.

    12. 

    Semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak bisa

    disebutkan satu persatu.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun

     penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan

    ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.

    Jakarta, September 2013

    Penulis

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    10/112

    x

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

    TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

    Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

     Nama : Muchammad Irsyad

     NIM : 10910200019

    Program Studi : Farmasi

    Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)

    Jenis Karya : Skripsi

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya

    ilmiah saya dengan judul

    STANDARDISASI EKSTRAK ETANOL TANAMAN

    KATUMPANGAN AIR (Peperomia pellucida  L. Kunth)

    untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

    Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

    untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

    Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan

    sebenarnya.

    Dibuat di : CiputatPada Tanggal : 25 September 2013

    Yang menyatakan

    (Muchammad Irsyad)

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    11/112

    xi

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii 

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ iii

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. iv

    HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................... v

    ABSTRAK  ......................................................................................................... vi

    ABSTRACT ....................................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR  ....................................................................................... viii

    HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................. x

    DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi

    DAFTAR GAMBAR  ......................................................................................... xiii

    DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv

    DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv

    BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 3

    1.3 Tujuan Penelitian........................................................................ 3

    1.4 Manfaat Penelitian...................................................................... 4

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 5

    2.1 Katumpangan Air ( Peperomia pellucida L. Kunth)................... 5

    2.1.1 Klasifikasi Tanaman........................................................ 5

    2.1.2 Nama Daerah ................................................................... 5

    2.1.3 Deskripsi ......................................................................... 5

    2.1.4 Tempat Tumbuh .............................................................. 6

    2.1.5 Kandungan Kimia ........................................................... 6

    2.1.6 Khasiat ............................................................................ 7

    2.2 Ekstraksi ..................................................................................... 7

    2.2.1 Pengertian Ekstraksi ........................................................ 72.2.2 Metode Ekstraksi ............................................................. 8

    2.3 Ekstrak ........................................................................................ 9

    2.4 Standardisasi............................................................................... 10

    2.4.1 Standardisasi Menjamin Keseragaman Khasiat .............. 15

    2.4.2 Standardisasi untuk Uji Klinik ........................................ 15

    2.4.3 Standardisasi Menjamin Aspek Keamanan dan Stabilitas

    Ekstrak ............................................................................ 15

    2.4.4 Standardisasi Meningkatkan Nilai Ekonomi ................... 16

    2.5 Penentuan Mutu Ekstrak ............................................................ 16

    2.6 Kromatografi .............................................................................. 18

    2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis ................................................ 19

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    12/112

    xii

    2.7 Spektrofotometri......................................................................... 21

    2.7.1 Spektrofotometer UV-Vis ............................................... 22

    2.7.2 Spektrofotometer Serapan Atom ..................................... 23

    BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 273.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 27

    3.2 Bahan dan Alat ........................................................................... 27

    3.2.1 Bahan Uji ........................................................................ 27

    3.2.2 Bahan Kimia.................................................................... 27

    3.2.3 Alat .................................................................................. 27

    3.3 Prosedur Kerja ............................................................................ 28

    3.3.1 Determinasi Sampel ........................................................ 28

    3.3.2 Penyiapan Simplisia ........................................................ 28

    3.3.3 Pembuatan Ekstrak .......................................................... 28

    3.3.4 Penentuan Parameter-parameter Standardisasi ............... 29

    3.3.4.1 Parameter Spesifik ............................................. 29a. Identitas ....................................................... 29

     b. Penetapan Organoleptik Ekstrak ................. 29

    c. Penentuan Kadar Senyawa Terlarut dalam

    Pelarut Tertentu .......................................... 29

    d. Identifikasi Kandungan Kimia Ekstrak ....... 30

    e. Kadar Total Flavonoid................................. 32

    3.3.4.2 Parameter Non Spesifik ..................................... 33

    a. Penetapan Susut Pengeringan ...................... 33

     b. Penetapan Kadar Air ................................... 33

    c. Penetapan Kadar Abu .................................. 34d. Penentuan Bobot Jenis ................................ 35

    e. Penentuan Cemaran Mikroba dan Kapang .. 35

    f. Penentuan Cemaran Logam ......................... 36

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 37

    4.1 Hasil Determinasi Tanaman ....................................................... 37

    4.2 Hasil Ekstrak Etanol Katumpangan Air ..................................... 37

    4.3 Hasil Parameter-parameter Standardisasi................................... 38

    4.3.1 Parameter Spesifik .......................................................... 38

    4.3.2 Parameter Non Spesifik................................................... 39

    4.4 Pembahasan ................................................................................ 40

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 56

    5.1 Kesimpulan................................................................................. 56

    5.2 Saran ........................................................................................... 57

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 58 

    LAMPIRAN ....................................................................................................... 62

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    13/112

    xiii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Tanaman Katumpangan Air ( Peperomia pellucida L. Kunth) ........ 6

    Gambar 2.2 Skema alat dan proses pemisahan KLT .......................................... 20Gambar 2.3 Diagram skematis Spektrofotometer UV-Vis ................................. 23

    Gambar 2.4 Diagram skematis Spektrofotometer Serapan Atom ....................... 24

    Gambar 4.1 Pola kromatogram KLT dengan fase gerak 40:60 .......................... 44

    Gambar 4.2 Hasil uji cemaran mikroba P. pellucida Tangerang Selatan ........... 48

    Gambar 4.3 Hasil uji cemaran mikroba P. pellucida Bogor ............................... 49

    Gambar 4.4 Hasil uji cemaran mikroba P. pellucida Yogyakarta ...................... 50

    Gambar 4.5 Hasil uji cemaran kapang P. pellucida Tangerang Selatan ............. 51

    Gambar 4.6 Hasil uji cemaran kapang P. pellucida Bogor ................................. 52

    Gambar 4.7 Hasil uji cemaran kapang P. pellucida Yogyakarta ........................ 53

    Gambar L.1 Ekstrak etanol P. pellucida Tangerang Selatan .............................. 65

    Gambar L.2 Ekstrak etanol P. pellucida Bogor .................................................. 65

    Gambar L.3 Ekstrak etanol P. pellucida Yogyakarta ......................................... 65

    Gambar L.4 Maserasi simplisia P. pellucida ...................................................... 65

    Gambar L.5 Penghalusan simplisia P. pellucida ................................................ 65

    Gambar L.6 Pemekatan maserat dengan vacuum rotary evaporator  .................. 65

    Gambar L.7 Furnace ........................................................................................... 66

    Gambar L.8 Sperktrofotometer UV-Vis ............................................................. 66

    Gambar L.9 Autoklaf .......................................................................................... 66

    Gambar L.10 Bagan pembuatan masing-masing ekstrak P. pellucida ............... 74

    Gambar L.11 Kromatogram ekstrak etanol P. pellucida sebelum UV 254nm ... 92

    Gambar L.12 Kromatogram ekstrak etanol P. pellucida setelah UV 254nm ..... 92Gambar L.13 Kromatogram ekstrak etanol P. pellucida setelah pereaksi H2SO4  92

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    14/112

    xiv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 4.1 Hasil rendemen ekstrak etanol katumpangan air ................................ 37

    Tabel 4.2 Parameter identitas dan organoleptik ekstrak ..................................... 38Tabel 4.3 Parameter kadar senyawa terlarut dalam pelarut tertentu ................... 38

    Tabel 4.4 Identifikasi golongan kimia ekstrak .................................................... 38

    Tabel 4.5 Parameter non spesifik ekstrak katumpangan air ................................ 39

    Tabel 4.6 Parameter non spesifik cemaran-cemaran........................................... 40

    Tabel 4.7 Nilai Rf dengan perbandingan fase gerak 40:60 ................................. 44

    Tabel L.1 Senyawa terlarut dalam air ................................................................. 76

    Tabel L.2 Senyawa terlarut etanol ...................................................................... 78

    Tabel L.3 Kadar air ............................................................................................. 80

    Tabel L.4 Kadar abu total.................................................................................... 82

    Tabel L.5 Kadar abu tidak larut asam ................................................................. 84

    Tabel L.6 Susut pengeringan............................................................................... 86

    Tabel L.7 Bobot jenis .......................................................................................... 88

    Tabel L.8 Cemaran mikroba ............................................................................... 90

    Tabel L.9 Cemaran kapang/khamir ..................................................................... 91

    Tabel L.10 Nilai Rf dengan fase gerak n-heksan : etil asetat .............................. 93

    Tabel L.11 Cemaran logam ................................................................................. 94

    Tabel L.12 Total flavonoid ................................................................................. 96

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    15/112

    xv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Alur Penelitian ............................................................................. 63

    Lampiran 2 Determinasi Tanaman Katumpangan Air .................................... 64Lampiran 3 Bahan dan Alat Penelitian ........................................................... 65

    Lampiran 4 Hasil Uji Cemaran Logam ........................................................... 67

    Lampiran 5 Kurva Kalibrasi Standar Quersetin .............................................. 71

    Lampiran 6 Kurva Kalibrasi Standar Logam Pb+, Cd+, As+ ........................... 72

    Lampiran 7 Skema Perolehan Ekstrak P. pellucida ........................................ 74

    Lampiran 8 Perhitungan Rendemen Ekstrak................................................... 75

    Lampiran 9 Perhitungan Senyawa Terlarut Air .............................................. 76

    Lampiran 10 Perhitungan Senyawa Terlarut Etanol ....................................... 78

    Lampiran 11 Perhitungan Kadar Air ............................................................... 80

    Lampiran 12 Perhitungan Kadar Abu Total .................................................... 82

    Lampiran 13 Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam ............................... 84

    Lampiran 14 Perhitungan Susut Pengeringan ................................................. 86

    Lampiran 15 Perhitungan Bobot Jenis ............................................................ 88

    Lampiran 16 Perhitungan Cemaran Mikroba .................................................. 90

    Lampiran 17 Perhitungan Cemaran Kapang/Khamir ...................................... 91

    Lampiran 18 Pola Kromatogram KLT ............................................................ 92

    Lampiran 19 Perhitungan Cemaran Logam .................................................... 94

    Lampiran 20 Perhitungan Total Flavonoid ..................................................... 96

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    16/112

    1

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1  LATAR BELAKANG

    Tanaman obat sudah sejak zaman dahulu dipergunakan untuk

    meningkatkan kesehatan, memulihkan kesehatan, pencegahan penyakit dan

     penyembuhan oleh masyarakat Indonesia. Indonesia memiliki berbagai

    keaneka ragaman hayati sehingga Indonesia kaya akan sumber bahan obat

    alam dan tradisional yang digunakan untuk ramuan obat tradisional secara

    turun temurun (Saifudin, 2011). Dalam dasa warsa terakhir, perhatian dunia

    terhadap obat-obatan dari bahan alam (obat tradisional) menunjukkan

     peningkatan, baik di negara-negara berkembang maupun di negara-negara

    maju. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa hingga 65%

    dari penduduk negara-negara maju telah menggunakan pengobatan

    tradisional (Depkes, 2007).

    Pengembangan obat tradisional diusahakan agar dapat sejalan

    dengan pengobatan modern. Berbagai penelitian dan pengembangan yang

    memanfaatkan kemajuan teknologi juga dilakukan sebagai upaya

     peningkatan mutu dan keamanan produk yang diharapkan dapat lebih

    meningkatkan kepercayaan terhadap manfaat obat tradisional juga didukung

    oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, tentang fitofarmaka,

    yang berarti diperlukan adanya pengendalian mutu simplisia yang akan

    digunakan untuk bahan baku obat atau sediaan galenik (BPOM, 2005).

    Salah satu cara untuk mengendalikan mutu simplisia adalah dengan

    melakukan standardisasi simplisia. Standardisasi diperlukan agar dapat

    diperoleh bahan baku yang seragam yang akhirnya dapat menjamin efek

    farmakologi tanaman tersebut (BPOM, 2005). Selain itu dilakukannya

    standardisasi diperlukan untuk menjamin aspek keamanan dan stabilitas

    ekstrak. Fakta menyebutkan bahwa obat berbasis tumbuhan telah melekat di

    dalam kehidupan masyarakat dimana Indonesia merupakan negara terkaya

     biodiversitasnya, kecenderungan masyarakat kembali ke alam meneguhkan

     peran penting tumbuhan sebagai sumber obat bahkan berpotensi nilai

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    17/112

    2

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    ekonomi tinggi. Pemikiran pemerintah yang menjadi isu besar adalah

     bagaimana menjamin obat yang berbasis herbal di atas memiliki mutu yang

    terukur, mampu mendukung derajat kesehatan dan terjamin keamanan

    terbebas dari bahan dan mikroba berbahaya serta bagaimana menaikkan

    nilai ekonomi sehingga menjadi negara produsen yang bermartabat

    (Saifudin, 2011).

    Pemerintah RI melalui Depkes-BPOM mulai mengintensifkan

     pembuatan standar dan acuan standardisasi bahan obat alam. Namun,

    ekstrak tanaman yang sudah dibakukan standardisasinya baru sedikit. Hal

    ini jika dibandingkan dengan ribuan tanaman obat dan berpotensi obat

    sangatlah penting untuk dilakukan standardisasi untuk tanaman lainnya.

    Dengan demikian prospek dan pekerjaan standardisasi bahan obat alam

    merupakan isu besar dan tantangan besar hingga tahun-tahun mendatang.

    (Saifudin, 2011).

    Tanaman katumpangan air ( Peperomia pellucida  L. Kunth)

    merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan tetapi umumnya

    ditemukan di Asia Tenggara (Purba, 2007). Tanaman ini biasa digunakan

    masyarakat untuk pengobatan asam urat, rematik, sakit kepala maupun sakit

     perut. Bagian tanaman yang sering digunakan masyarakat ini yaitu seluruh

    dari tanaman ini, atau sering disebut herba. Bahkan di Filipina tanaman ini

    yang disebut masyarakat sekitar disebut pansit-pansitan dapat dimanfaatkan

    sebagai obat antara lain untuk menurunkan kadar asam urat dan untuk

    mengobati masalah ginjal (Majumder, Pulak et al., 2011). Di Kalimantan

    oleh penduduk lokal, banyak digunakan dengan cara direbus dan air

    rebusannya diminum untuk mengatasi sakit reumatik karena asam urattinggi. Selain itu juga dimanfaatkan sebagai obat untuk mengatasi penyakit

    ginjal, sakit perut, abses, bisul, jerawat, radang kulit, luka bakar, batuk,

    diare, masuk angin serta hipertensi (Purba, 2007). Sedangkan di Amerika

    Selatan masyarakatnya menggunakan rebusan daun dan batangnya untuk

     pengobatan asam urat dan artritis (Majumder, Pulak, 2011).

    Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan dapat menunjukkan

     bahwa tanaman katumpangan air ini mempunyai potensi sebagai

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    18/112

    3

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    antiinflamasi (Wijaya dan Monica, 2004), memiliki efek antipiretik (Khan,

    et al ., 2008), antimikroba dan antikanker (Wei, et al ., 2011) dan memiliki

    efek analgetik (Mulyani, 2011). Selain itu juga di Indonesia juga sudah ada

     produk berlabel jamu yang dipasarkan untuk pengobatan asam urat dengan

    komposisi adanya campuran ekstrak  P. pellucida. Dengan banyaknya

     penggunaan masyarakat terhadap tanaman katumpangan air ini maka dirasa

     perlu untuk dilakukan proses standardisasi sehingga dapat dibuat bahan

     baku obat yang terjamin mutunya.

    Pada penelitian ini dilakukan standardisasi terhadap ekstrak tanaman

    katumpangan air yang berasal dari tiga tempat tumbuh daerah yang berbeda

    yaitu Tangerang Selatan, Bogor, dan Yogyakarta dengan menetapkan

     parameter standar umum ekstrak yaitu parameter non spesifik yang meliputi

    susut pengeringan, bobot jenis, kadar air, kadar abu, cemaran mikroba dan

    kapang, dan cemaran logam berat, serta parameter spesifik yang meliputi

    identitas ekstrak, organoleptik ekstrak, senyawa terlarut dalam pelarut

    tertentu, pola kromatogram, dan kandungan kimia ekstrak.

    1.2 

    RUMUSAN MASALAH

    Belum dilakukannya standardisasi tanaman katumpangan air

    ( P. pellucida L. Kunth).

    1.3  TUJUAN PENELITIAN

    1.  Menetapkan parameter non spesifik yang meliputi susut pengeringan,

     bobot jenis, kadar air, kadar abu, cemaran mikroba dan kapang, dan

    cemaran logam berat pada ekstrak etanol tanaman katumpangan air( P. pellucida L. Kunth).

    2.  Menetapkan parameter spesifik yang meliputi identitas ekstrak,

    organoleptik ekstrak, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, pola

    kromatogram, dan kandungan kimia ekstrak pada ekstrak etanol

    tanaman katumpangan air ( P. pellucida L. Kunth).

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    19/112

    4

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    1.4  MANFAAT PENELITIAN

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

    dari tanaman katumpangan air dalam upaya menjamin keamanan

     penggunaan bahan baku yang digunakan sebagai obat.

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    20/112

    5

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1  KATUMPANGAN AIR (Peperomia pel lucida  L. Kunth)

    2.1.1  Klasifikasi Tanaman

    Adapun klasifikasi tumbuhan ini adalah sebagai berikut:

    Kingdom : Plantae

    Subkingdom : Tracheobionta

    Superdivision : Spermatophyta

    Division : Magnoliophyta

    Class : Magnoliopsida (Dicotyledons)

    Subclass : Magnoliidae

    Order : Piperales

    Family : Piperaceae

    Genus : Peperomia 

    Species : Peperomia pellucida L. Kunth

    (sumber: Majumder, Pulak et al , 2011)

    2.1.2  Nama Daerah

     Nama daerah dari tumbuhan ini adalah sladanan, rangu-rangu,

    suruhan (Jawa), saladaan (Sunda), tumpangan air (Sumatera, Jakarta),

    gofu goroho (Ternate), ulasiman bato (Filipina), cao hu jiao (Cina)

    (Hariana, Arief., 2006)

    2.1.3 

    Deskripsi

    Katumpangan Air ( Peperomia pellucida  L. Kunth) merupakan

    tumbuhan yang biasanya tumbuh liar di tempat-tempat yang lembab

    dan bergerombol. Tumbuhan katumpangan air merupakan famili

    Piperaceae (suku sirih-sirihan) dengan genus Peperomia. Tumbuhan ini

    mudah dijumpai di kebun, halaman rumah, tepi jalan, di pinggiran

    selokan, dan di tempat lain yang lembab atau berair. Tumbuhan ini

     berbunga sepanjang tahun. Tumbuh berumpun secara liar pada iklim

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    21/112

    6

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    tropis dan subtropis. Tingginya sekitar 10-20 cm, dengan batang yang

    tegak, bercabang, lunak dan berwarna hijau pucat dengan akar yang

    serabut dangkal dan berwarna putih. Memiliki bunga majemuk

     berbentuk bulir yang terdapat pada pangkal. Lebar daun katumpangan

    air ini sekitar 0.5-2 cm berbentuk hati dan panjang sekitar 4 cm

    (Hariana, Arief., 2006). 

    Gambar 2.1 Tanaman Katumpangan Air  

    (sumber: koleksi pribadi, 2013)

    2.1.4  Tempat Tumbuh

    Tumbuhan ini tersebar luas di Amerika Selatan dan banyak

    negara-negara Asia, tumbuh sekitar 400 m dpl (diatas permukaan laut)

    sebagai gulma di sepanjang pinggir jalan, di perkebunan, di tanah

    lembab dan di tempat teduh sekitar rumah yang biasanya

    menggerombol. Sebagian besar tumbuhan ini banyak ditemukan di

    daerah tropis (Majumder, Pulak et al ., 2011).  Peperomia pellucida 

    secara luas didistribusikan di banyak negara Amerika dan Asia Selatan

    (Arrigoni-Blank, 2002).

    2.1.5  Kandungan Kimia

    Senyawa kimia yang terdapat dalam katumpangan air

    diantaranya adalah alkaloid, kardenolid, tanin, saponin (Egwuche,

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    22/112

    7

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2011), flavonoid (Majumder, Pulak et al , 2011), Selain itu menurut

    Majumder Pulak (2011) juga memiliki aktivitas antijamur.

    2.1.6 

    Khasiat

    Katumpangan air ( P. pellucida L. Kunth) sering digunakan

    sebagai ramuan dalam pengobatan tradisional. Tumbuhan ini memiliki

    manfaat dalam pengobatan sakit kepala, demam, sakit perut, abses,

     bisul dan gangguan ginjal (Oloyede, 2011). Menurut penelitian Sio,

    Susie O (2001) P. pellucida L. Kunth dapat digunakan sebagai alternatif

     pengobatan asam urat. Berbagai penelitian sudah dilakukan dan

    menunjukkan bahwa tanaman ini memiliki aktivitas analgesik,

    antipiretik, antiinflamasi, hipoglikemik (Sheikh H., et al , 2013),

    antibakteri (Xu Su, 2005), antijamur (Majumder, Pulak et al , 2007),

    antimikroba dan antikanker (Wei et al , 2011).

     P. pellucida  mempunyai banyak khasiat sebagai obat, namun

    karakterisasinya belum ada dan masih sedikit yang meneliti tentang

    kandungan kimianya. Menurut Hembing (2006), P. pellucida berkhasiat

    untuk mengatasi nyeri pada rematik, penyakit asam urat, radang kulit,

    luka terpukul dan luka bakar ringan. Bagian yang digunakan adalah

    herba. Menurut hasil penelitian Muhtadi (2004), tentang aktivitas

    antidiabetes ekstrak etanol dari herba suruhan ( Peperomia pellucida 

    H.B.&K.), hasil penapisan fitokimia dari ekstrak etanol menunjukkan

    adanya golongan senyawa steroida.

    2.2 

    EKSTRAKSI2.2.1  Pengertian Ekstraksi

    Pengambilan bahan aktif dari suatu tumbuhan, dapat dilakukan

    dengan cara ekstraksi. Pengertian ekstraksi adalah kegiatan penarikan

    kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang

    tidak dapat larut. Pengetahuan mengenai golongan senyawa aktif yang

    dikandung dalam simplisia akan mempermudah proses pemilihan

     pelarutan dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes, 2000). Prinsip

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    23/112

    8

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan

    senyawa non polar dalam senyawa non polar. Metode ekstraksi dipilih

     berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya

     penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi, dan kepentingan

    dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna

    (Ansel, 1989).

    2.2.2  Metode Ekstraksi

    Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut

    (Depkes, 2000) yaitu:

    1). 

    Cara dingin

    a.  Maserasi

    Maserasi ialah proses pengekstrakan simplisia dengan

    menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau

     pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi

    termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian

    konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti

    dilakukan pengadukan yang kontinyu (terus-menerus).

    Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut

    setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

     b.  Perkolasi

    Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu

     baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya

    dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari

    tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus

    menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya

    1-5 kali bahan.

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    24/112

    9

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2).  Cara Panas

    a.  Refluks

    Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada

    temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah

     pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin

     balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu

     pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses

    ekstraksi sempurna.

     b. 

    Sokletasi

    Sokletasi ialah ekstraksi dengan menggunakan pelarut

    yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus

    sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif

    konstan dengan adanya pendinginan balik.

    c.  Digesti

    Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan

    kontinyu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur

    ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur

    40-50o

    C.

    d.  Infusa

    Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada

    temperatur penangas air mendidih, temperatur terukur 96oC -

    98oC selama waktu tertentu (15-20 menit).

    e.  Dekok

    Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari

    30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.

    2.3  EKSTRAK

    Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

    senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan

     pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan

    dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga

    memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes, 2000). Ada beberapa jenis

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    25/112

    10

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    ekstrak yakni: ekstrak cair, ekstrak kental dan ekstrak kering. Ekstrak cair

     jika hasil ekstraksi masih bisa dituang, biasanya kadar air lebih dari 30%.

    Ekstrak kental jika memiliki kadar air antara 5-30%. Ekstrak kering jika

    mengandung kadar air kurang dari 5% (Voigt, 1994).

    2.4  STANDARDISASI

    Standardisasi dalam kefarmasian tidak lain adalah serangkaian

     parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-

    unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi

    syarat standard (kimia, biologi dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas)

    stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Persyaratan mutu ekstrak

    terdiri dari berbagai parameter standar umum dan parameter standar

    spesifik. Pengertian standardisasi juga berarti proses menjamin bahwa

     produk akhir obat (obat, ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai nilai

     parameter tertentu yang konstan (ajeg) dan ditetapkan terlebih dahulu

    (Depkes, 2000).

    Mengingat obat herbal dan berbagai tanaman memiliki peran penting

    dalam bidang kesehatan bahkan bisa menjadi produk andalan Indonesia

    maka perlu dilakukan upaya penetapan standar mutu dan keamanan ekstrak

    tanaman obat (Saifudin, 2011).

    Dalam standardisasi obat herbal dapat meliputi dua aspek: (Depkes,

    2000)

    1.  Aspek parameter spesifik

    Parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia kualitatif dan

    aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab langsungterhadap aktivitas farmakologis tertentu.

    1)  Identitas (parameter identitas ekstrak) meliputi : deskripsi tata nama,

    nama ekstrak (generik, dagang, paten), nama lain tumbuhan

    (sistematika botani), bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang,

    daun dsb) dan nama Indonesia tumbuhan.

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    26/112

    11

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2)  Organoleptik

    Parameter organoleptik ekstrak meliputi penggunaan panca indera

    mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa guna pengenalan awal

    yang sederhana se-objektif mungkin.

    3)  Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu

    Yaitu melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol/air) untuk

    ditentukan jumlah larutan yang identik dengan jumlah senyawa

    kandungan secara gravimetrik. Dalam hal tertentu dapat diukur

    senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya heksana, diklorometan,

    metanol. Tujuannya untuk memberikan gambaran awal jumlah

    senyawa kandungan.

    4)  Uji kandungan kimia ekstrak

    a)  Pola kromatogram

    Dilakukan sebagai analisis kromatografi sehingga memberikan

     pola kromatogram yang khas. Bertujuan untuk memberikan

    gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola

    kromatogram (KLT/KCKT)

     b) 

    Kadar kandungan kimia tertentu

    Suatu kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau

    senyawa kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka

    secara kromatografi instrumental dapat dilakukan penetapan

    kadar kandungan kimia tersebut. Instrumen yang dapat digunakan

    adalah densitometri, kromatografi gas, KCKT atau instrumen

    yang sesuai. Tujuannya memberikan data kadar kandungan kimia

    tertentu sebagai senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung jawab pada efek farmakologi (Depkes, 2000).

    2.  Aspek parameter non spesifik

    Parameter non spesifik adalah segala aspek yang tidak terkait

    dengan aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi

    aspek keamanan dan stabilitas ekstrak dan sediaan yang dihasilkan.

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    27/112

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    28/112

    13

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    4)  Cemaran logam berat

    Yaitu menentukan kandungan logam berat secara spektroskopi

    serapan atom yang lebih valid. Adapun tujuan uji cemaran logam

     berat untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung

    logam berat tertentu (As, Pb, Cd) melebihi nilai yang ditetapkan

    karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan.

    5)  Cemaran mikroba

    Yaitu menentukan (identifikasi) adanya mikroba yang patogen

    secara analisis mikrobiologis. Adapun tujuan dari uji cemaran

    mikroba untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak boleh

    mengandung mikroba patogen dan tidak mengandung mikroba non

     patogen melebihi batas yang ditetapkan karena berpengaruh pada

    stabilitas ekstrak dan berbahaya (toksik) bagi kesehatan.

    6)  Cemaran kapang/khamir

    Yaitu menentukan adanya jamur secara mikrobiologis. Adapun uji

    ini dilakukan untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak

    mengandung semaran jamur melebihi batas yang ditetapkan karena

     berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan aflatoksin yang berbahaya

     bagi kesehatan (Depkes, 2000).

    Pemerintah melalui Departemen Kesehatan dan Badan POM

    menetapkan standar dan parameter mutu dan keamanan bahan apapun

    termasuk bahan obat herbal yang dikonsumsi oleh masyarakat. Standar

    inilah yang digunakan oleh institusi yang memiliki kepentingan dengan obat

    herbal dan mereka harus menepati mutu produk yang telah ditetapkan(Saifudin, 2011).

    Produsen, suplier, agen, pengimpor dan pengekspor berbahan baku

    ekstrak wajib menaati ketentuan pengujian, parameter hasil dan metode

    yang digunakan termasuk instrumentasi dan parameter keamanan. Untuk itu

    harus melakkukan proses standardisasi ekstrak jika produk herbal beredar di

    masyarakat sebagai obat herbal terstandard dan fitofarmaka (Saifudin,

    2011).

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    29/112

    14

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Terdapat 3 kategori obat herbal yang beredar di Indonesia, yakni:

    (Saifudin, 2011)

    1. 

    Jamu

    Suatu bahan pengobatan tradisional namun sudah terdaftar di

    institusi pemerintah yang tanpa dilakukan standardisasi yang belum

    mengalami standardisasi dan belum diteliti khasiat atau farmakologinya

     baik secara pra klinik maupun klinik.

    2.  Obat herbal terstandar

    Suatu bahan baku telah distandardisasi dan telah diteliti serta

    terbukti khasiatnya secara pra klinik pada hewan uji.

    3. 

    Fitofarmaka

    Suatu bahan baku telah distandardisasi dan khasiatnya telah

    dibuktikan secara klinik pada pasien manusia.

    Idealnya ekstrak yang ditetapkan parameter mutu dan keamanannya

    adalah ekstrak yang berasal dari tanaman yang telah diteliti dan ditetapkan

    efek farmakologis dan toksisitas kliniknya, yakni telah teruji pada pasien

    sehingga output   yang dihasilkan adalah produk dengan nilai ekonomi dan

     berdaya guna tinggi (Saifudin, 2011).

    Masyarakat secara turun temurun atau mengikuti tren dalam

    mengonsumsi obat herbal tertentu yang sebenarnya banyak diantaranya

     belum mengalami penelitian farmakologi maupun toksikologinya. Demikian

     pula jamu yang beredar di pasaran, hendaknya minimal bahan baku

    ekstraknya telah ditetapkan aspek parameter non spesifiknya (Saifudin,

    2011).Sudah menjadi tugas pemerintah untuk menetapkan parameter mutu

    dan menjaga keamanan masyarakat dalam penggunaan obat herbal sehingga

     bahan obat herbal apapun yang telah dikonsumsi masyarakat tetap pada

     batas aman meskipun bahan atau produk belum mengalami uji farmakologi

     pra klinik maupun klinik (Saifudin, 2011).

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    30/112

    15

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.4.1  Standardisasi Menjamin Keseragaman Khasiat

    Mayoritas penggunaan bahan obat berbasis herbal di Indonesia

    masih bersifat tidak terukur baik kepastian tanaman, takaran, cara

     penyiapan sehingga tidak menjamin konsistensi khasiat. Salah satu

    tujuan dari standardisasi adalah menjaga konsistensi dan keseragaman

    khasiat dari obat herbal. Standardisasi melibatkan pemastian kadar

    senyawa aktif farmakologis melalui analisis kuantitatif metabolit

    sekunder yang akan menjamin keseragaman khasiat.

    Tercatat sekitar 997 industri obat tradisional di Indonesia dan 98

    diantaranya adalah produsen dengan skala besar dan sedang. Produsen

    dengan skala besar dan sedang telah mampu mengekspor produknya ke

    negara lain. Selain itu juga banyak bahan mentah rempah dan obat

    herbal diekspor ke luar negeri tanapa mengalami pengolahan. Problem

    yang seringkali dihadapi adalah belum terstandardnya bahan baku yang

    diperdagangkan bahkan dijumpainya kontaminan mikrobiologis pada

     produk obat herbal.

    2.4.2 

    Standardisasi untuk Uji Klinik

    Uji Klinik adalah uji senyawa kimia obat, obat herbal, ekstrak

    dan berbagai sediaan pada dosis tertentu dengan target biologis manusia

    agar memberikan respon biologis berupa parameter-parameter klinik

     perbaikan dari kondisi patologis yang terkait dengan penyakit tertentu.

    Untuk itu semua aspek dituntut terdesain dan dikontrol dengan baik.

    Respon uji klinik sangat ditentukan oleh konsistensi dosis. Jika jumlah

    zat aktif yang diberikan tidak konsisten maka disini peran besarstandardisasi untuk menjaga senyawa-senyawa aktif selalu konsisten

    terukur antarperlakuan.

    2.4.3  Standardisasi Menjamin Aspek Keamanan dan Stabilitas Ekstrak

    Tempat tumbuh tanaman, penanganan pasca panen, proses

    ekstraksi, penyimpanan simplisia tanaman dan ekstrak juga

    mempengaruhi elemen keamanan terhadap pemakaian logam berat,

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    31/112

    16

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

     pestisida dalam tanah, udara dan air, jenis dan jumlah mikroorganisme

    dan metabolit pencemar berbahaya. Keberadaan air di dalam suatu

    ekstrak juga mempengaruhi stabilitas bahan baku bahkan bentuk

    sediaan yang nantinya dihasilkan. Untuk itu dilakukan berbagai analisis

    untuk menentukan batas minimal kadar air, zat dan jumlah mikroba

     pencemar. Proses standardisasi yang meliputi aspek kimiawi metabolit

    sekunder, jumlah cemaran mikroba minimal dan cemaran logam berat

    sangatlah penting karena terkait dengan khasiat dan keamanan pada

    konsumen.

    2.4.4 

    Standardisasi Meningkatkan Nilai Ekonomi

    Tanaman obat dan rempah Indonesia mempunyai potensi besar

    sebagai produk unggulan. Belum tingginya upaya lintas sektoral dan

    terpadu antara swasta-pemerintah-perguruan tinggi untuk mengangkat

    secara sistematis natural product   Indonesia mengakibatkan banyak

     produk ekspor herbal yang berdaya tawar rendah. Standardisasi adalah

    upaya penting untuk menaikkan nilai ekonomi produk alam Indonesia.

    2.5  PENENTUAN MUTU EKSTRAK

    Lingkungan tempat tumbuh tanaman obat sangat mempengaruhi

    kualitas dan keamanan bahan baku ekstrak dan produk akhir yang

    dihasilkan. Tanaman budidaya akan lebih bisa dikontrol untuk

    meningkatkan mutu. Beberapa aspek yang mempengaruhi mutu ekstrak

    adalah (Saifudin, 2011):

    1. 

    Kesahihan tanamanTanaman obat sangat banyak dan sangat mirip secara morfologi

    sehingga secara fundamental perlu dihindari kesalahan dalam

     pengambilan spesies.

    2. 

    Genetik

    Tanaman budidaya cenderung mempunyai genetik yang lebih

    seragam sehingga mudah mengontrol kandungan senyawanya. Namun,

    untuk tanaman yang tumbuh liar memiliki variabilitas kandungan

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    32/112

    17

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    kimianya yang kurang baik tetapi bisa ditanggulangi dengan

     pembentukan ekstrak dan proses standardisasi.

    3. 

    Lingkungan tempat tumbuh

    Kualitas tanah, mutu air, dan iklim akan mempengaruhi kualitas

    serta kuantitas metabolit sekunder (senyawa alami). Adanya

     pencemaran logam berat dan mikroorganisme asing akan

    mempengaruhi keamanan pada konsumen karena logam berat akan

    terakumulasi dan akan terbentuk metabolit baru jika terdapat

    mikroorganisme asing.

    4.  Waktu panen

    Pemanenan sebaiknya dilakukan pada saat tanaman

    mengandung kadar metabolit tertinggi. Untuk itu perlu diperhatikan

    musim panen, kematangan organ terpilih dan siklus biosintesis harian.

    Semua berdasarkan penelitian ilmiah terkait.

    5. 

    Penanganan pasca panen

    Teknologi pasca panen berupa penggunaan alat, pengeringan

    yang aman dan baik, pengepakan dan penyimpanan mempengaruhi

    ekstrak. Demikian juga dengan pengeringan sinar matahari langsung

    harus dikontrol agar zat-zat penting tidak rusak.

    6.  Teknologi ekstraksi

    Pemilihan metode ekstraksi disesuaikan dengan kemampuan

    industri pembuat. Metode ekstraksi apapun yang terpenting harus

    memenuhi standar tidak dipermasalahkan. Penggunaan pelarut dan

     peralatan logam atau kaca untuk ekstraksi harus cermat.

    7. 

    Teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrakUmumnya standardisasi dilakukan terhadap ekstrak kental yakni

    ekstrak yang cukup liat karena masih mengandung air. Pengentalan

    umumnya menggunakan tangas air, vacuum oven, freeze bulk dryer .

    8. 

    Cara menyimpan ekstrak

    Penyimpanan yang baik yaitu dengan menyimpan yang

    menghindarkan dari kontaminasi dan menjaga stabilitas ekstrak serta

    metabolit yang terkandung. Kondisi ruangan yang lembab dapat

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    33/112

    18

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    menyebabkan uap air terabsorpsi ke dalam ekstrak sehingga kadar air

    meningkat. Sebaiknya penyimpanan dilakukan di dalam ruang

     berpengatur udara.

    2.6  KROMATOGRAFI

    Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan

     perbedaan perpindahan dari komponen-komponen senyawa diantara dua

    fase yaitu fase diam, dapat berupa zat cair atau zat padat, dan fase gerak,

    dapat berupa gas atau zat cair (Depkes, 1995; Stahl, 1985). Fase diam dapat

     berupa bahan padat dalam bentuk molekul kecil, atau dalam bentuk cairan

    yanng dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding

    kolom. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai

    fase gerak, maka prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas. Dalam

    kromatografi cair dan juga kromatografi lapis tipis, fase gerak yang

    digunakan selalu cair (Gandjar dan Rohman, 2007).

    Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada

     pengelompokannya. Menurut Gandjar dan Rohman kromatografi dibedakan

     berdasarkan mekanisme pemisahannya menjadi: kromatografi adsorbsi,

    kromatografi partisi, kromatografi pasangan ion, kromatografi penukar ion,

    kromatografi eksklusi ukuran, dan kromatografi afinitas.

    Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi

    atas: kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi cair kinerja

    tinggi, dan kromatografi gas (Gandjar dan Rohman, 2007).

    Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan

    dengan mengunakan salah satu atau gabungan dari beberapa teknik tersebutdan dapat digunakan pada skala mikro maupun makro (Harborne, 1987).

    Dalam penggunaan kromatografi untuk tujuan kualitatif dapat

    mengungkapkan ada atau tidak adanya senyawa tertentu dalam cuplikan.

    Sedangkan untuk tujuan kuantitatif dapat menunjukkan banyaknya masing-

    masing komponen campuran. Selain penggunaan kualitatif dan kuantitatif,

    kromatografi dapat digunakan untuk tujuan preparatif yaitu untuk

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    34/112

    19

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    memperoleh komponen campuran dalam jumlah memadai dalam keadaan

    murni.

    Selama pemisahan kromatografi, solut individual akan membentuk

     profil konsentrasi yanng simetris atau dikenal juga dengan profil Gaussian

    dalam arah aliran fase gerak. Profil dikenal juga dengan puncak atau pita,

    secara perlahan-lahan akan melebar dan sering juga membentuk profil yang

    asimetrik karena solut-solut melanjutkan migrasinya ke fase diam (Gandjar

    dan Rohman, 2007).

    2.6.1  Kromatografi Lapis Tipis

    Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu metode

     pilihan kromatografi secara fisikokimia. Kromatografi lapis tipis

    merupakan bentuk kromatografi planar. Berbeda dengan kromatografi

    kolom yang mana fase diamnya dikemas di dalamnya, pada

    kromatografi lapis tipis fase diamnya berupa lapisan yang seragam pada

     permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca atau plat

    aluminium. Kromatografi lapis tipis ini dapat dikatakan sebagai bentuk

    terbuka dari kromatografi kolom (Gandjar dan Rohman, 2007).

    Fase diam yang biasa digunakan dalam kromatografi lapis tipis

    adalah silika dan serbuk selulosa. Lempeng KLT telah tersedia di

     pasaran dan telah ditambah dengan reagen fluoresen untuk

    memfasilitasi deteksi bercak solut. Selain itu lempeng KLT juga telah

    ditambahkan dengan agen pengikat seperti kalsium sulfat. Sedangkan

    fase gerak yang digunakan harus memiliki kemurnian yang sangat

    tinggi. Hal ini dikarenakan kromatografi lapis tipis merupakan teknikyang sensitif (Gandjar dan Rohman, 2007).

    Fase gerak pada kromatografi lapis tipis dapat dipilih

    menggunakan sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut

    organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat sudah

    diatur sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal (Gandjar dan

    Rohman, 2007).

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    35/112

    20

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Pemisahan pada kromatografi lapis tipis akan optimal jika

    sampel ditotolkan dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin.

    Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang

    menyebar dan puncak ganda. Untuk memperoleh reprodusibilitas,

    volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 µL. Jika volume

    sampel yang akan ditotolkan lebih besar dari 2-10 µL maka penotolan

    harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar

    totolan. Setelah sampel ditotolkan pada lempeng KLT, tahap

    selanjutnya adalah mengembangkan sampel tersebut dalam suatu bejana

    kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhkan dengan fase gerak

    (Gandjar dan Rohman, 2007).

    Selama proses pengembangan, bejana kromatografi harus

    tertutup rapat. Jumlah volume fase gerak harus mampu mengelusi

    lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Setelah

    lempeng terelusi, dilakukan deteksi bercak. (Gandjar dan Rohman,

    2007).

    Gambar 2.2 Skema alat dan proses pemisahan KLT

    Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang

    tidak berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia,

    fisika, maupun biologi. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan

    mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan

    sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk

    menampakkan bercak adalah dengan fluoresensi sinar ultraviolet.

    Chamber

    Plat KLTSpot sampel

    Pelarut (Solvent) Garis pensil

    Penutup chamber

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    36/112

    21

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Fluoresensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat

     berfluoresensi, membuat bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak

    dapat berfluoresensi maka bahan penyerapnya akan diberi indikator

    yang berfluoresensi, dengan demikian bercak akan kelihatan hitam

    sedang latar belakangnya akan terlihat berfluoresensi (Gandjar dan

    Rohman, 2007).

    Kromatografi lapis tipis digunakan secara luas untuk analisis

    solut-solut organik terutama dalam bidang biokimia, farmasi, klinis,

    forensik, baik untuk analisis kualitatif atau untuk analisis kuantitatif.

    Penggunaan umum kromatografi lapis tipis adalah untuk menentukan

     banyaknya komponen dalam campuran, identifikasi senyawa,

    memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan efektifitas pemurnian,

    menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi kolom, serta untuk

    memantau kromatografi kolom, melakukan  screening   sampel untuk

    obat (Gandjar dan Rohman, 2007).

    Harga Rf dihitung dengan menggunakan perbandingan

    sebagaimana persamaan sebagai berikut:

      

    Harga maksimum Rf adalah 1, sampel bermigrasi dengan kecepatan

    sama dengan fase gerak. Harga minimum Rf adalah 0, dan ini teramati

     jika sampel tertahan pada posisi titik awal di permukaan fase diam

    (Gandjar dan Rohman, 2007).

    2.7  SPEKTROFOTOMETRI

    Spektrofotometri adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan

    spektrofotometer. Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari

    spektrofotometer dan fotometer. Spektofotometer adalah alat yang

    digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut

    ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang

    gelombang. Spektrofotometer adalah suatu instrumen untuk mengukur

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    37/112

    22

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    transmitans atau absorbans suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang,

     pengukuran terhadap berbagai sampel pada suatu panjang gelombang

    tunggal dapat pula dilakukan (Underwood and Day, 2002).

    Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang

    gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya

    yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi.

    2.7.1  Spektrofotometri UV-Vis

    Spektrofotometri UV-Vis adalah alat yang digunakan untuk

    mengukur serapan yang dihasilkan dari interaksi kimia antara radiasi

    elektromagnetik dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia pada

    daerah ultraviolet (200-400 nm) dan sinar tampak (400-800 nm).

    Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup

     besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis

    lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.

    Teknik spektroskopi pada daerah ultraviolet dan sinar tampak

     biasa disebut spektroskopi UV-Vis. Dari spektrum absorpsi dapat

    diketahui panjang gelombang dengan absorbans- maksimum dari suatu

    unsur atau senyawa. Konsentrasi suatu unsur atau senyawa juga dengan

    mudah dapat dihitung dari kurva standar yang diukur pada panjang

    gelombang dengan absorbans maksimum.

    Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik,

    yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang

     berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi.

    Energi yang terserap kemudian terbuang sebagai cahaya atautersalurkan dalam reaksi kimia. Absorbsi cahaya tampak dan radiasi

    ultraviolet meningkatkan energi elektronik sebuah molekul, artinya

    energi yang disumbangkan oleh foton-foton memungkinkan electron-

    electron itu mengatasi kekangan inti dan pindah keluar ke orbital baru

    yag lebih tinggi energinya. Semua molekul dapat menyerap radiasi

    dalam daerah UV-Vis karena mereka mengandung elektron, baik sekutu

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    38/112

    23

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    maupun menyendiri, yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih

    tinggi (Underwood and Day, 2002).

    Suatu pernyataan dalam suatu penetapan kadar atau pengujian

    mengenai panjang gelombang serapan maksimum mengandung

    implikasi bahwa maksimum tersebut tepat pada atau dalam batas 2 nm

    dari panjang gelombang yang ditetapkan (Depkes, 1995).

    Suatu spektrofotometri UV-Vis tersusun dari sumber spektrum

    tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan

    sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi

    antara sampel dan blangko ataupun pembanding (Khopkar, 2003)

    Gambar 2.3 Diagram skematis Spektrofotometer UV-Vis

    (sumber: Underwood and Day, 2002)

    2.7.2  Spektrofotometri Serapan Atom

    Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif

    unsur-unsur logam dalam jumlah sedikit (trace) dan sangat sedikit

    (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam

    dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari

    logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis sedikit

    logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang

    dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana. Spektroskopi serapan

    atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral,

    dan sinar diserap biasanya sinar tampak atau ultraviolet. Perbedaan

    terletak pada bentuk spektrum, cara pengerjaan sampel dan

     peralatannya (Gandjar dan Rohman, 2007).

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    39/112

    24

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Metode spektroskopi serapan atom mendasarkan pada prinsip

    absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada

     panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya

     pada panjang gelombang tertentu mempunyai cukup energi untuk

    mengubah tingkat elektronik suatu atom yang mana transisi elektronik

    suatu atom bersifat spesifik. Dengan menyerap suatu energi, maka atom

    akan memperoleh energi sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat

    ditingkatkan energinya ke tingkat eksitasi (Gandjar dan Rohman, 2007).

    Keberhasilan analisis dengan spektroskopi serapan atom ini

    tergantung pada proses eksitasi dan cara memperoleh garis resonansi

    yang tepat serta temperatur nyala harus sangat tinggi (Gandjar dan

    Rohman, 2007). Pengukuran dalam spektroskopi serapan atom ini

    didasarkan pada radiasi yang diserap oleh atom yang tidak tereksitasi

    dalam bentuk uap (Hermanto, 2009).

    Dapat dilihat diagram skematis dari alat spektrofotometer

    serapan atom dibawah ini:

    Gambar 2.4 Diagram skematis Spektrofotometer Serapan Atom

    (sumber: Anshori, 2005)

    1. 

    Sumber sinar

    Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda

     berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri dari atas tabung

    kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda

    sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    40/112

    25

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas

    mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah (10-15 torr). Bila

    antara anoda dan katoda diberi suatu selisih tegangan yang tinggi

    (600 volt), maka katoda akan memancarkan berkas-berkas elektron

    yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya

    sangat tinggi. Elektron-elektron dengan energi tinggi ini dalam

     perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas-gas

    mulia yang diisikan.

    Akibat dari tabrakan-tabrakan ini membuat unsur-unsur gas

    mulia akan kehilangan elektron dan menjadi ion bermuatan positif.

    Ion-ion gas mulia yang bermuatan positif ini akan bergerak ke

    katoda yang mana pada katoda ini terdapat unsur yang sesuai

    dengan unsur yang akan dianalisis. Atom-atom unsur dari katoda

    ini kemudian akan mengalami eksitasi ke tingkat energi-energi

    elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum

     pancaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis.

    2.   Nyala ( Flame)

     Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa

     padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga

     berfungsi untuk atomisasi. Pada cara spektrofotometri serapan

    atom, nyala ini berfungsi atom dari tingkat dasar ke tingkat yang

    lebih tinggi. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah

    campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai

     pengoksidasi.

    3. 

    MonokromatorPada spektrofotometer serapan atom, monokromator

    dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang

    yang digunakan dalam analisis. Di samping sistem optik, dalam

    monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk

    memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan

    chopper  (pemotong radiasi).

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    41/112

    26

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    4.  Detektor

    Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang

    melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung

     pengandaan foton ( photomultiplier tube).

    5.  Readout

    Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga

    diartikan sebagai sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil

    dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk

     pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat

     berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder   yang

    menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.

    Untuk keperluan analisis kuantitatif dengan spektrofotometer

    serapan atom, maka sampel harus dalam bentuk larutan. Ada beberapa

    cara untuk melarutkan sampel, yaitu:

    a)  Langsung dilarutkan dengan pelarut yang sesuai

     b)  Sampel dilarutkan dalam suatu asam

    c) 

    Sampel dilarutkan dalam suatu basa atau dilebur dahulu dengan

     basa kemudian hasil leburan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai

    Metode pelarutan apapun yang akan dipilih untuk dilakukan

    analisis spektrofotometer serapan atom, yang terpenting adalah bahwa

    larutan yang dihasilkan harus jernih, stabil, dan tidak mengganggu zat-

    zat yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2007).

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    42/112

    27

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1  TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

    Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari hingga Agustus 2013

    di Laboratorium Bahan Alam, Pusat Penelitian Kimia  –   Lembaga Ilmu

    Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan

    Teknologi (PUSPIPTEK), Serpong.

    3.2  BAHAN DAN ALAT

    3.2.1  Bahan Uji

    Bahan uji yang digunakan adalah seluruh bagian tanaman

    katumpangan air ( Peperomia pellucida  L. Kunth) dengan spesifikasi

     batang yang tegak dan lunak dengan akar yang serabut dangkal dan

     berwarna putih. Tanaman ini diperoleh dari 3 tempat tumbuh yang

     berbeda, yaitu Tangerang Selatan (Jl. Raya Puspiptek, Kota Tangerang

    Selatan), Bogor (Desa Tugu Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten

    Bogor), dan Yogyakarta (Jl. Cangkringan, Kecamatan Tirtomartani,

    Kabupaten Sleman).

    3.2.2  Bahan Kimia

    Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    etanol 70%, kloroform LP, aquadest, etanol 95%, metanol, n-heksn, etil

    asetat, H2SO4  2M, pereaksi Meyer, pereaksi Dragendorf, serbuk Mg,

    HCl pekat, FeCl3  1%, NaOH 1N, eter, pereaksi Lieberman-Buchard,

    HCl 4N, AlCl3  10%, Na asetat 1M, kuersetin, H2SO4  encer, HNO3 

     pekat, Nutrient Agar  (NA), Potato Dextrose Agar  (PDA), HNO3 pekat,

    HClO4.

    3.2.3  Alat

    Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan

    analitik, labu erlenmeyer, vacuum  rotary evaporator , cawan penguap,

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    43/112

    28

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    cawan petri, kertas saring, tabung reaksi, pipet tetes, oven, krus, kertas

    saring bebas abu, piknometer, labu ukur, cawan petri, inkubator , plat

    KLT, hot plate, desikator, Spektrofotometer UV-Vis, Spektrofotometer

    Serapan Atom

    3.3  PROSEDUR KERJA

    3.3.1  Determinasi Sampel

    Determinasi terhadap  P. pellucida  dari ketiga tempat tumbuh

    dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi-LIPI,

    Bogor, Jawa Barat.

    3.3.2  Penyiapan Simplisia

    Simplisia yang berasal dari ketiga tempat tumbuh yang berbeda

    dipisahkan terlebih dahulu dari masing-masing lokasi agar dalam

     penyiapan simplisia tidak tercampur. Penyiapan simplisia tanaman

    katumpangan air dilakukan dengan cara sortasi basah untuk

    memisahkan kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari batang dan

    daun. Kemudian dilakukan pencucian untuk menghilangkan tanah dan

     pengotor lainnya yang masih menempel pada bahan yang sudah

    disortasi basah. Tahap selanjutnya adalah proses pengeringan dalam

    oven pada suhu 45°C (Depkes, 1985) selama 5 hari dan dilakukan

    sortasi kering. Kemudian dilakukan penggilingan untuk mendapatkan

    serbuk simplisia.

    3.3.3 

    Pembuatan EkstrakMasing-masing ekstrak dibuat dengan memaserasi ±1kg

    simplisia kering katumpangan air ( Peperomia pellucida L. Kunth) yang

    sudah dibuat serbuk dengan etanol 70%. Proses maserasi dilakukan

    sampai hasil maserat mendekati tidak berwarna dan setiap 24 jam

    dilakukan penyaringan. Maserat dikumpulkan lalu dikentalkan dengan

    menggunakan vacuum rotary evaporator . Kemudian dihitung rendemen

    dari ekstrak kental tersebut.

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    44/112

    29

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

       

    3.3.4  Penentuan Parameter-parameter Standardisasi

    3.3.4.1  Parameter spesifik

    a) 

    Identitas ekstrak (Depkes, 2000)

    Deskripsi tata nama, nama lain tumbuhan, bagian tumbuhan yang

    digunakan dan nama Indonesia tumbuhan.

     b) 

    Penetapan organoleptik ekstrak (Depkes, 2000)Penetapan organoleptik ekstrak, meliputi bentuk, warna, bau, dan

    rasa.

    c) Penentuan kadar senyawa terlarut dalam pelarut tertentu (Depkes,

    2000)

    1.  Kadar senyawa yang larut dalam air

    Sejumlah 1 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam

    dengan 20 mL air-kloroform LP (1:1) kemudian disaring.

    Diuapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan penguap,

    residu dipanaskan pada suhu 105ºC hingga bobot tetap.

    Dihitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam air

    terhadap berat ekstrak awal.

     

       

    Ket : A1 = Bobot cawan + residu setelah pemanasan (g)A0 = Bobot cawan kosong (g)

    B = Bobot sampel awal (g)

    2.  Kadar senyawa yang larut dalam etanol

    Sejumlah 1 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam

    dengan 20 mL etanol 95%. Hasil maserasi disaring cepat

    dengan menghindari penguapan etanol, kemudian diuapkan

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    45/112

    30

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    20 mL filtrat hingga kering dalam cawan penguap, residu

    dipanaskan pada suhu 105ºC hingga bobot tetap. Dihitung

    kadar dalam persen senyawa yang larut dalam etanol terhadap

     berat ekstrak awal.

     - 

       

    Ket : A1 = Bobot cawan + residu setelah pemanasan (g)

    A0 = Bobot cawan kosong (g)

    B = Bobot sampel awal (g)

    d) Identifikasi Kandungan Kimia Ekstrak

    1. 

    Penapisan golongan kimia ekstrak

    a.  Uji alkaloid

    Sejumlah ekstrak ditambahkan 10 mL kloroform-

    amoniak, lalu disaring ke dalam tabung reaksi. Filtrat

    ditambahkan dengan beberapa tetes H2SO4 2M dan dikocok

    sehingga terpisah dua lapisan. Lapisan asam yang terdapat

    di bagian atas dipipet ke dalam dua tabung reaksi. Masing-

    masing tabung reaksi ditambahkan pereaksi Meyer (5 g KI

    dilarutkan dalam 90 mL air dan ditambahkan perlahan

    HgCl2  sambil diaduk dan diencerkan hingga volume 100

    mL) dan pereaksi Dragendorff (campuran Bi(NO3)2  5H2O

    dalam asam nitrat dan larutan KI). Adanya alkaloid

    ditunjukkan dengan terbentuknya endapan putih dengan

     pereaksi Meyer dan endapan jingga sampai merah coklat

    dengan pereaksi Dragendorff. (Atmoko, T., 2009). b.  Uji Flavonoid

    Sejumlah ekstrak ditambah air secukupnya dan

    dipanaskan selama 5 menit, kemudian disaring. Filtrat

    ditambahkan sedikit serbuk Mg dan 1 mL HCl pekat,

    kemudian larutan dikocok. Keberadaan flavonoid ditandai

    dengan terbentuknya warna kuning, jingga atau merah.

    (Atmoko, T., 2009).

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    46/112

    31

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    c.  Uji Saponin

    Sejumlah ekstrak ditambah air secukupnya dan

    dipanaskan selama 5 menit, setelah itu ditambahkan

     beberapa tetes HCl pekat. Adanya saponin ditandai dengan

    terbentuknya busa/buih yang stabil selama ± 15 menit

    (Atmoko, T., 2009).

    d.  Uji Tanin

    Sejumlah ekstrak dalam tabung reaksi ditambah air

    secukupnya dan dipanaskan selama 5 menit, lalu disaring.

    Filtrat ditambahkan FeCl3  1%. Adanya tanin ditandai

    dengan terbentuknya warna hijau kebiruan (Atmoko, T.,

    2009).

    e.  Uji Kuinon

    Sejumlah ekstrak dalam tabung reaksi ditambah air,

    dididihkan selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat ditambah

     NaOH 1N. Adanya kuinon ditandai dengan terbentuknya

    warna merah (Ciulei, I.,1984).

    f. 

    Uji Steroid dan Triterpenoid

    Sejumlah ekstrak diekstraksi dengan eter dan fraksi

    yang larut dalam eter dipisahkan. Lapisan eter dipipet dan

    diuji dengan pereaksi Lieberman Buchard (asam asetat

    anhidrat : H2SO4  pekat = 3:1). Warna merah atau violet

    menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau atau biru

    menunjukkan adanya steroid (Atmoko, T., 2009).

    2.  Pola kromatogram

    a.  Profil KLT ekstrak (Helmi A, 2006)

    Ekstrak (5 mg) dilarutkan dengan metanol sebanyak

    1 mL untuk memperoleh larutan uji. Larutan uji dari ketiga

    tempat lokasi ditotolkan pada plat KLT dan dielusi dengan

    fase gerak n-heksan:etil asetat dengan perbandingan 100:0;

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    47/112

    32

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    80:20; 60:40; 40:60; 20:80; 0:100. Kemudian dihitung nilai

    Rf-nya dan dibandingkan dari ketiga sampel tersebut.

    e) 

    Kadar Total Flavonoid (Chang, et al ., 2002)

      Pembuatan larutan uji

    Sebanyak 1 gram dari masing-masing ekstrak

    ditimbang, kemudian dihidrolisis dengan HCl 4N selama 30

    menit dan disaring. Ekstrak disari/dilarutkan dengan 15 mL

    etil asetat sebanyak 3 kali. Kemudian fraksi etil asetat

    dikumpulkan dan dipekatkan. Hasil ekstrak etil asetat

    dimasukkan labu kemudian dilarutkan dengan metanol

    hingga 25 mL.

      Pengukuran Spektrofotometer UV

    Larutan uji dipipet 0,5 mL yang kemudian dilarutkan

    dengan metanol 1,5 mL pada tabung reaksi. Selanjutnya

    larutan ditambahkan pereaksi dengan komposisi: 0,1 mL

    AlCl3  10%, 0,1 mL Na asetat 1M, dan 2,8 mL aquadest.

    Larutan dicampur hingga homogen dan diinkubasi pada suhu

    kamar selama 30 menit. Larutan diukur serapannya pada

    spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 415 nm

    dengan menggunakan larutan blangko tanpa AlCl3  namun

    diganti dengan aquadest. Kadar flavonoid total dinyatakan

    dengan kesetaraan pembanding kuersetin.

     Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan pembanding

    kuersetinSebanyak 25 mg kuersetin dilarutkan dengan metanol

    dalam labu 100 mL dan diencerkan hingga batas, larutan ini

    digunakan sebagai larutan induk. Kemudian dibuat 5

    konsentrasi berbeda dengan diencerkan menggunakan

    metanol. Tiap konsentrasi dipipet 0,5 mL kemudian

    dilarutkan dengan 1,5 mL metanol. Setelah itu masing-

    masing konsentrasi ditambahkan pereaksi dengan komposisi:

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    48/112

    33

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    0,1 mL AlCl3  10%, 0,1 mL Na asetat 1M, dan 2,8 mL

    aquadest. Larutan dicampur homogen dan diinkubasi suhu

    kamar selama 30 menit. Larutan diukur serapannya pada

    spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 415 nm

    dengan blangko tanpa kuersetin.

    3.3.4.2  Parameter Non Spesifik

    a)  Penetapan Susut Pengeringan (Depkes, 2000)

    Sebanyak 1 gram ekstrak ditimbang dalam cawan yang

    sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105ºC selama 30 menit

    dan ditimbang. Ratakan dengan menggoyangkan hingga

    merupakan lapisan setebal (5 mm-10 mm) dan dikeringkan pada

    suhu penetapan hingga bobot tetap, buka tutupnya, biarkan cawan

    dalam keadaan tertutup dan mendingin dalam desikator hingga

    suhu kamar, kemudian dicatat bobot tetap yang diperoleh.

       

    Ket : A = Bobot sampel sebelum dipanaskan (g)

    B = Bobot sampel setelah dipanaskan (g)

    (Selawa, W., 2013)

     b) Penetapan Kadar Air (Metode gravimetri) (Depkes, 2000)

    Sebanyak 1 gram ekstrak ditimbang dalam wadah yang

    telah ditara. Dikeringkan pada suhu 105ºC selama 5 jam di dalam

    oven dan setelah itu ditimbang. Kadar air dihitung dalam persen

    terhadap berat sampel awal.

       

    Ket : A = Bobot sampel sebelum dipanaskan (g)

    B = Bobot sampel setelah dipanaskan (g)

    (Selawa, W., 2013)

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    49/112

    34

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    c)  Penetapan Kadar Abu (Depkes, 2000)

    Sebanyak 1 gram ekstrak ditimbang (B) dengan seksama

    ke dalam krus dan ditimbang dahulu (A0), dipijarkan perlahan-

    lahan. Kemudian suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600 ±

    25ºC sampai bebas karbon, selanjutnya didinginkan dalam

    desikator, serta timbang berat abu (A1). Kadar abu dihitung dalam

     persen terhadap berat sampel awal.

       

    Ket : A1 = Bobot krus + ekstrak setelah pemijaran (g)

    A0 = Bobot krus kosong (g)

    B = Bobot sampel awal (g)

     Kadar abu yang tidak larut dalam asam

    Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu, didihkan

    dengan 25 mL asam sulfat encer selama 5 menit, bagian yang

    tidak larut asam dikumpulkan dengan menyaring melalui kertas

    saring bebas abu yang sebelumnya telah ditimbang (C), dicuci

    dengan air panas, disaring dan ditimbang (A1), ditentukan kadar

    abu yang tidak larut asam dalam persen terhadap berat sampel

    awal.

     

       

    Ket : A1 = Bobot krus + ekstrak setelah pemijaran (g)

    A0 = Bobot krus kosong (g)

    B = Bobot sampel awal (g)

    C = Bobot kertas saring bebas abu (g)

    0,0076 = Kertas saring bebas abu bila menjadi abu

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    50/112

    35

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    d) 

    Penentuan Bobot Jenis (Depkes, 2000)

    Gunakan piknometer bersih dan kering. Piknometer yang

    akan digunakan ditimbang terlebih dahulu. Piknometer diisi

    dengan aquadest kemudian diatur suhunya 25°C, dan ditimbang.

    Aquadest dalam piknometer dikeluarkan dan dikeringkan untuk

    dimasukkan ekstrak cair 5%. Ekstrak cair dimasukkan ke dalam

     piknometer kemudian diatur suhu 25°C, dan ditimbang.

       

    Ket : A1 = Bobot piknometer + ekstrak cair (g)

    A0 = Bobot piknometer kosong (g)

    B = Bobot piknometer + aquadest (g)

    e)  Penentuan Cemaran Mikroba dan Kapang (Depkes, 2000)

    1. 

    Cemaran mikroba

    Larutan ekstrak dibuat dengan pengenceran 1:10

    dengan cara melarutkan 1 gram ekstrak ke dalam labu ukur

    10 mL. Dilanjutkan dengan pengenceran 1:100 dan 1:1000.

    Untuk penentuan angka lempeng total (ALT) dipipet 1 mL dari

    tiap pengenceran ke dalam cawan petri yang steril (duplo)

    dengan menggunakan pipet yang berbeda dan steril untuk tiap

     pengenceran. Ke dalam tiap cawan petri dituangkan 15 mL

    media  Nutrient Agar   yang telah dicairkan bersuhu 45°C.

    Cawan petri digoyangkan dengan hati-hati (diputar dan

    digoyangkan ke depan dan ke belakang ke kanan dan ke kiri)

    hingga sampel bercampur rata dengan larutan ekstrak.

    Kemudian dibiarkan hingga campuran dalam cawan petri

    membeku. Cawan petri dengan posisi dimasukkan ke dalam

    lemari inkubator suhu 35°C selama 24 jam. Dicatat

     pertumbuhan koloni pada masing-masing cawan setelah 24

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    51/112

    36

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

     jam dan menentukan Angka Lempeng Totalnya (Depkes,

    2000).

    2. 

    Cemaran Kapang/Khamir

    Larutan ekstrak dibuat dengan pengenceran 1:10

    dengan cara melarutkan 1 gram ekstrak ke dalam labu ukur

    10 mL. Dilanjutkan dengan pengenceran 1:100 dan 1:1000.

    Media agar yang digunakan adalah  Potato Dextrose Agar  

    (PDA). PDA dicairkan dengan suhu 45°C, lalu dimasukkan ke

    dalam cawan petri sebanyak 15 mL, biarkan membeku dalam

    cawan. Sebanyak 0,5 mL dari tiap pengenceran larutan ekstrak

    dipipet ke dalam cawan petri yang steril (metode sebar atau

    spreader) dengan menggunakan pipet yang bebeda dan steril

    untuk tiap pengenceran. Cawan petri digoyangkan dengan hati-

    hati hingga sampel tersebar secara merata pada media.

    Kemudian diinkubasikan pada suhu kamar (25°C) selama

    7 hari, lalu ditentukan jumlah kapang dan khamir/g sampel

    (Depkes, 2000).

    f)  Penentuan Cemaran Logam (Saifudin, 2011)

    Penetapan kadar As, Pb dan Cd dengan metode  Atomic

     Absorption Spectroscopy  (AAS). Penetapan kadar ketiga logam

     berat dengan cara destruksi basah. 1 gram ekstrak ditimbang dan

    ditambahkan 10 mL HNO3 pekat, setelah itu dipanaskan dengan

    hot plate  hingga volume setengahnya. Ekstrak yang kental dandingin ditambahkan HClO4  5 mL, kemudian dipanaskan hingga

    asap putih hilang dan biarkan dingin kemudian dibilas dengan

    aquadest dan disaring ke labu ukur 50 mL. Tambahkan aquadest

    hingga 50 mL. Sampel diukur dengan alat AAS. Berdasarkan

     buku monografi ekstrak tumbuhan obat nilai logam Pb tidak lebih

    dari 10 mg/kg, logam Cd tidak lebih dari 0,3 mg/kg, sedangkan

    logam As tidak lebih dari 5 µg/kg.

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    52/112

    37

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1  HASIL DETERMINASI TANAMAN

    Untuk identifikasi tanaman yang digunakan dalam penelitian ini,

    maka dilakukan determinasi di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian

    Biologi LIPI, Cibinong, Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa semua

    sampel yang digunakan merupakan spesies  Peperomia pellucida  L. Kunth.

     Lihat Lampiran 2. 

    4.2  HASIL EKSTRAK ETANOL KATUMPANGAN AIR

    Proses ekstraksi tanaman katumpangan air dilakukan menggunakan

    metode maserasi. Persentase perolehan ekstrak etanol (rendemen) yang dapat

    dihitung menggunakan rumus :

       

    Tabel 4.1 Hasil rendemen ekstrak etanol katumpangan air

     No.Lokasi

    Tumbuh

    Bobot awal yang

    ditimbang

    Bobot ekstrak

    yang diperolehRendemen

    1.Tangerang

    Selatan600 gram 41 gram 6,833 %

    2. Bogor 1000 gram 78 gram 7,8 %

    3. Yogyakarta 800 gram 105 gram 13,125 %

    Hasil rendemen menunjukkan bahwa jumlah ekstrak etanol yang

     berasal dari yogyakarta lebih besar (13,125 %) dibandingkan dengan lokasi

    tempat tumbuh di tangerang selatan (6,833 %) dan bogor (7,8 %). Nilai

    rendemen yang dihasilkan tidak bergantung pada jumlah simplisia yang

    digunakan, melainkan kondisi alamiah senyawa.

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    53/112

    38

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    4.3  HASIL PARAMETER-PARAMETER STANDARDISASI

    4.3.1  Parameter Spesifik

    Hasil pengujian parameter spesifik ekstrak katumpangan air

    dapat dilihat pada tabel-tabel berikut:

    Tabel 4.2 Parameter identitas dan organoleptik ekstrak

    Tabel 4.3 Parameter kadar senyawa terlarut dalam pelarut tertentu

    No. ParameterTangerang

    SelatanBogor Yogyakarta

    Rentang Nilai

    (%)

    1.Kadar senyawa

    larut air13,29% 7,42% 7,39%

    7,39±0,433 –  

    13,29±3,311

    2.Kadar senyawa

    larut etanol15,68% 15,33% 16,68%

    15,33±0,635 –  

    16,68±0,898

    Tabel 4.4 Identifikasi golongan kimia ekstrak

    Kandungan

    Hasil

    Tangerang

    SelatanBogor Yogyakarta

    Alkaloid  Meyer + + +

     Dragendorff + + +

    Flavonoid + + +

    Parameter Hasil

    Identitas Ekstrak :

     Nama ekstrak

     Nama latin

    Bagian tanaman 

    Ekstrak tanaman katumpangan air

     Peperomia pellucida L. Kunth

    Seluruh bagian tanaman

    Organoleptik Ekstrak :

    Bentuk

    Warna

    Rasa

    Bau 

    Ekstrak kental

    Coklat hijau kehitaman

    Pahit

    Bau khas

  • 8/18/2019 1. daun bayam bayaman.PDF

    54/112

    39

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Saponin + + +

    Tanin + + +

    Kuinon - - -

    Steroid - - -

    Triterpenoid + + +

    4.3.2  Parameter Non Spesifik

    Tabel 4.5 Parameter non spesifik ekstrak katumpangan air