11
EPIDEMIOLOGI HEPATITIS DI INDONESIA Penyakit peradangan hati atau lebih dikenal dengan hepatitis merupakan penyakit endemik di Indonesia. Sulit untuk mengetahui insiden pasti penyakit hepatitis karena pada sebagian kasus penyakit tersebut tidak menunjukkan gejala. Hepatitis akut berlangsung kurang dari enam bulan, sedangkan hepatitis kronis berlangsung lebih dari enam bulan. Hepatitis umumnya disebabkan oleh virus hepatitis, namun belakangan ini perlemakan hati merupakan penyebab penyakit hati kronik yang semakin dominan. Virus Hepatitis pertama ditemukan oleH BarucH BlumBerg pada taHun 1965 dan hingga saat ini Hepatitis a, B dan c masih menjadi masalah kesehatan dunia yang serius karena berpotensi menimbulkan dampak morbiditas dan mortalitas. selain itu, telah diketahui pula bahwa penyebab hepatitis kronik non-B dan non-c adalah akibat perlemakan hati. sekitar dua miliar penduduk dunia pernah terinfeksi virus Hepatitis B dan 360 juta orang di antaranya terinfeksi kronis yang akan berpotensi menjadi sirosis dan karsinoma hepatoselular dengan angka kematian sebesar 250.000 per tahun. Hasil pemeriksaan biomedis menunjukkan prevalensi HBsag sebesar 9,7% pada pria dan 9,3% pada wanita, dengan angka tertinggi pada kelompok usia 45-49 tahun sebesar 11,9%. sementara itu, prevalensi penduduk yang pernah terinfeksi virus hepatitis B ditunjukkan dengan angka

11 Dan 14 Hepatitis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 11 Dan 14 Hepatitis

EPIDEMIOLOGI HEPATITIS DI INDONESIA

Penyakit peradangan hati atau lebih dikenal dengan hepatitis merupakan

penyakit endemik di Indonesia. Sulit untuk mengetahui insiden pasti penyakit

hepatitis karena pada sebagian kasus penyakit tersebut tidak menunjukkan gejala.

Hepatitis akut berlangsung kurang dari enam bulan, sedangkan hepatitis kronis

berlangsung lebih dari enam bulan. Hepatitis umumnya disebabkan oleh virus

hepatitis, namun belakangan ini perlemakan hati merupakan penyebab penyakit hati

kronik yang semakin dominan. Virus Hepatitis pertama ditemukan oleH BarucH

BlumBerg pada taHun 1965 dan hingga saat ini Hepatitis a, B dan c masih menjadi

masalah kesehatan dunia yang serius karena berpotensi menimbulkan dampak

morbiditas dan mortalitas. selain itu, telah diketahui pula bahwa penyebab hepatitis

kronik non-B dan non-c adalah akibat perlemakan hati. sekitar dua miliar penduduk

dunia pernah terinfeksi virus Hepatitis B dan 360 juta orang di antaranya terinfeksi

kronis yang akan berpotensi menjadi sirosis dan karsinoma hepatoselular dengan

angka kematian sebesar 250.000 per tahun. Hasil pemeriksaan biomedis

menunjukkan prevalensi HBsag sebesar 9,7% pada pria dan 9,3% pada wanita,

dengan angka tertinggi pada kelompok usia 45-49 tahun sebesar 11,9%. sementara

itu, prevalensi penduduk yang pernah terinfeksi virus hepatitis B ditunjukkan dengan

angka anti-HBc sebesar 34%, dan cenderung meningkat dengan bertambahnya usia.

ini berarti penularan horizontal memegang peran yang penting dalam penyebaran

hepatitis B. untuk hepatitis c, ditunjukkan dengan angka anti-HcV positif sebesar

0,8%, dengan angka tertinggi pada kelompok usia 55-59 tahun—yaitu sebesar 2,12%.

Hepatitis Virus B (VHB) menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang

pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. mula-

mula dikenal sebagai “serum hepatitis” dan telah menjadi epidemi pada sebagian asia

dan afrika. Hepatitis B telah menjadi endemik di tiongkok dan berbagai negara asia.

Page 2: 11 Dan 14 Hepatitis

Penyakit hati, pada usia dewasa, sebagian besar merupakan akibat dari infeksi

hepatitis B pada usia awal kehidupan. riwayat alamiah akibat penyakit virus hepatitis

B pada bayi berbeda dengan orang dewasa. Imunisasi 0 hari pada bayi baru lahir

terbukti menurunkan prevalensi Hepatitis Virus B (HVB). infeksi HVc akut akan

berlanjut menjadi kronis sebesar 85%, sedangkan 20% akan berakhir dengan sirosis

dan karsinoma hepatoseluler (kanker hati). kanker hati terjadi pada 1%-5% penderita

hepatitis c kronik dalam kurun waktu 20- 30 tahun dengan prevalensi 10-15/100.000

penduduk/ tahun. Virus hepatitis c menyebar lewat kontak langsung dengan darah

atau produk darah. Jalur utama penularan melalui transfusi darah yang tidak ditapis

dan pemakaian jarum suntuk yang tidak steril secara bergantian. akibat tingginya laju

mutasi virus ini, hingga saat ini belum tersedia vaksin hepatitis c. Hepatitis Virus a

(HVa) merupakan self limiting disease, tetapi dapat menimbulkan dampak

epidemiologis dan klinis. di indonesia, infeksi Hva banyak mengenai anak usia di

bawah 5 tahun dan biasanya tanpa gejala. Anakana ini merupakan sumber penularan

bagi orang dewasa di sekitarnya dengan risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih

berat.

Walaupun bukan penyebab kematian langsung, namun penyakit hepatitis

menimbulkan masalah pada usia produktif. oleh karena itu, indonesia mengusulkan

resolusi Hepatitis Virus diangkat menjadi isu dunia dan telah diterima. Dalam

menghadapi penyakit hepatitis ini, pemerintah indonesia menempatkan pencegahan

sebagai upaya terbaik, sehingga pemberian imunisasi pada bayi segera setelah lahir

merupakan hal yang paling penting yang bertujuan memutuskan transmisi vertikal

dari ibu pengidap kepada bayinya, sehingga anak akan tumbuh sehat dan bebas dari

hepatitis B. usaha nyata telah diawali dengan program imunisasi hepatitis B pada

tahun 1987.

Tantangan yang serius ini perlu mendapat perhatian kita semua. Oleh karena

itu perlu segera mengumpulkan data dan informasi yang lebih banyak dan lebih

lengkap untuk dijadikan dasar perumusan kebijakan, guna menempatkan

pengendalian penyakit hepatitis dalam daftar prioritas yang lebih tinggi. Di samping

Page 3: 11 Dan 14 Hepatitis

itu, para pakar dan praktisi kedokteran dan kesehatan yang berkecimpung di bidang

hepatologi klinik, serta para pengelola pengendalian penyakit menular perlu

bekerjasama bahu-membahu dalam merumuskan langkah-langkah untuk menangani

masalah ini. Baik dari aspek diagnostik, pencegahan, pengobatan, maupun promosi

kesehatan. Perhatian tidak hanya perlu diberikan di tingkat lokal dan nasional

melainkan juga di tingkat regional dan global.

Biaya pengobatan hepatitis B dan C selama ini masih menjadi beban yang

besar bagi masyarakat di negara berkembang. Sebagai gambaran, biaya pengobatan

hepatitis B untuk obat oral sekitar Rp 800.000 per bulan, dan dibutuhkan waktu

minimal enam bulan. Pengobatan dengan injeksi bahkan memerlukan biaya tiga kali

lipat. Padahal peluang sembuh hepatitis B hanya sekitar 55%, sedangkan hepatitis C

sekitar 70%. Tidak hanya itu; sekalipun pengidap hepatitis banyak terdapat di negara

berkembang, namun teknologi dan fasilitas pencegahan serta pengobatan lebih

banyak dimiliki oleh negara maju yang justru bukan merupakan daerah endemis

hepatitis B. Perhatian dunia terhadap penyakit tersebut juga masih kurang, walaupun

hepatitis merupakan ancaman besar bagi kesehatan masyarakat dunia.

Oleh sebab itu dalam menghadapi penyakit hepatitis ini, pemerintah Indonesia

menempatkan pencegahan sebagai upaya terbaik, sehingga pemberian imunisasi pada

bayi segera setelah lahir merupakan hal yang paling penting yang bertujuan

memutuskan transmisi vertical dari ibu pengidap kepada bayinya, sehingga anak akan

tumbuh menjadi generasi muda yang sehat dan bebas dari hepatitis B.

Pada tahun 1991 pemerintah Indonesia memperluas program imunisasi hepatitis B

ke 4 propinsi yaitu mencakup seluruh kabupaten dipropinsi NTB, Bali, D.I.

Yogyakarta, dan 5 kabupaten di Jatim. Pada tahun1992/1995 imunisasi telah

dikembangkan di 6 Propinsi lainnya, yaitu di Lampung, DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa

Tengah, Sumatra Barat dan Kalimantan Barat. Pada tahun 1996/1997 dikembangkan

secara nasional ke 27 Propinsi dengan tahapan sebagai berikut: Prioritas khusus untuk

propinsi dengan endemisitas tinggi, yaitu Irian Jaya, Nusa Tenggara Timur, dan

Page 4: 11 Dan 14 Hepatitis

Timor Timur; propinsi lainnya masing-masing satu kabupaten/kotamadya dalam

tahap awal pengembangan. Akhirnya, pada satu Maret 1997 vaksin hepatitis B

dimasukkan kedalam program immunisasi rutin. Pada tahun 2003, ditingkatkan

dengan mencakup bayi baru lahir dengan pemberian Hepatitis B – Uniject pada bayi

usia 0 – 7 hari dan kini telah dilaksanakan di seluruh Indonesia serta telah berhasil

menurunkan prevalensi hepatitis B pada anak di bawah 4 tahun dari 6,2 persen

menjadi 1,4 persen.

Untuk mengetahui besarnya masalah kesehatan, untuk pertama kalinya dalam

sejarah pada tahun 2007 Kementerian Kesehatan melakukan Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas). Dalam survei ini telah dikumpulkan dan diperiksa sampel darah dari

30.000 rumah tangga di 294 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Hasil pemeriksaan

biomedis menunjukkan prevalensi HBsAg sebesar 9,7% pada pria dan 9,3% pada

wanita, dengan angka tertinggi pada kelompok usia 45-49 tahun sebesar 11,9%.

Sementara itu, prevalensi penduduk yang pernah terinfeksi virus hepatitis B

ditunjukkan dengan angka Anti-HBc sebesar 34%, dan cenderung meningkat dengan

bertambahnya usia. Hal ini berarti bahwa penularan horizontal memegang peran yang

penting dalam penyebaran hepatitis B. Untuk hepatitis C, ditunjukkan dengan angka

anti-HCV positif sebesar 0,8%, dengan angka tertinggi pada kelompok usia 55-59

tahun, yaitu sebesar 2,12%. Semua data ini merupakan data nasional berbasis

populasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan berbagai upaya

kesehatan dan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut. Mengingat hepatitis B juga

dapat ditularkan melalui transfusi darah, dalam hal ini sudah diantisipasi dengan cara

semua darah yang dikelola oleh PMI sudah dilakukan penapisan terhadap hepatitis B,

hepatitis C dan HIV sebelum diberikan. Khusus untuk hepatitis C yang dapat

ditularkan melalui jarum suntik yang tidak steril, yang dipakai oleh anak-anak muda

pemakai konsumsi narkoba, dihimbau agar generasi muda menjauhkan diri dari

pemakaian narkoba.

Sebagai negara yang berada di wilayah Asia Pasifik, Indonesia dan China

memiliki beban yang sama, yaitu beban sebagai daerah endemis hepatitis B, dengan

Page 5: 11 Dan 14 Hepatitis

banyak kesamaan dalam struktur masyarakat, sosial, ekonomi, maupun tingkat

pendidikan. Untuk itu, kerja sama antara kedua negara, dari pencegahan sampai ke

pengobatan perlu terus dikembangkan menjadi kerja sama yang erat di bidang riset,

baik di bidang ilmu dasar maupun terapan. Selain itu, Indonesia sebagai wakil

negara-negara anggota Badan Kesehatan Dunia (WHO) di Asia Tenggara pada sidang

Dewan Eksekutif Organisasi Kesehatan Dunia bulan Januari 2010 bersama Brazil dan

Columbia, telah mengusulkan resolusi Hepatitis Virus diangkat menjadi isu

dunia.Usulan tersebut telah diterima dan dibahas dalam sidang World Health

Assembly (WHA) atau Majelis Kesehatan Sedunia ke-63 Mei lalu. Majelis yang

merupakan forum tertinggi negara-negara anggota WHO ini telah menyepakati usul

Indonesia tersebut, dan menetapkannya sebagai Resolusi WHA tentang Viral

Hepatitis. Inti resolusi adalah menyerukan semua negara di dunia supaya melakukan

penanganan hepatitis B secara komprehensif, mulai dari pencegahan sampai

pengobatan, meliputi berbagai aspek termasuk surveilans dan penelitian. Dalam

Resolusi yang merupakan prakarsa Indonesia tersebut sekaligus juga ditetapkan

World Hepatitis Day atau Hari Hepatitis Dunia jatuh pada tanggal 28 Juli setiap

tahunnya. Tema WHD Tahun 2010 adalah Kewaspadaan terhadap adanya penyakit

hepatitis dan pencegahannya

 

Page 6: 11 Dan 14 Hepatitis

UKURAN EPIDEMIOLOGI HEPATITIS

A. UKURAN MORBIDITAS HEPATITIS

1. PREVALENCE RATE

Prevalence rate adalah frekuensi penyakit lama dan baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu

PR yang ditentukan pada waktu tertentu (misal pada Juli 2000) disebut Point Prevalence Rate

PR yang ditentukan pada periode tertentu (misal 1 Januari 2000 s/d 31 Desember 2000) disebut Periode Prevalence Rate

Prevalence Rate (PR): Jumlah penyakit lama + baru--------------------------------------- k Jumlah populasi berisiko

B. UKURAN MORTALITAS HEPATITIS

1. CASE FATALITY RATE

CFR adalah persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu, untuk menentukan kegawatan/ keganasan penyakit tersebut

CFR (Case Fatality Rate):

Jumlah kematian penyakit x------------------------------------ x 100%Jumlah kasus penyakit x

Page 7: 11 Dan 14 Hepatitis

REFERENSI

1. Noor, 1997, Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, Jakarta, PT. Rineka Cipta2. Bustan, 2000, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta, PT. Rineka Cipta3. Bustan, 2002, Pengantar Epidemiologi, Jakarta, PT. Rineka Cipta4. Notoatmojo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip Prinsip Dasar, Jakarta, PT.

Rineka Cipta5. Entjang, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti

Page 8: 11 Dan 14 Hepatitis

6. Vaughan, Morrow, 1993, Panduan Epidemiologi Bagi Pengelolaan Kesehatan Kabupaten, Bandung, ITB

7. Dr. Achmad Fauzi, Sp.PD-KGEHKonsultan Gasteroenterology &

Hepatology

Gastrointestinal, Liver & Pancreas

Center (RS Puri Indah)

8. http://www.depkes.go.id/hepatitis/index.php/component/content/article/

34-press-release/799-lembar-fakta-hepatitis.html diakses pada tanggal 13 mei

2013