Upload
wawicok
View
270
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
perencangan pada roda gigi
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangSetiap mesin dirancang dan dibuat untuk memberikan fungsi – fungsi tertentu. yang
dapat meringankan pekerjaan manusia. Untuk dapat memberikan fungsi tersebut, sebuah
mesin memerlukan kerjasama dari berbagai komponen yang bekerja menurut suatu
mekanisme. Sebagai penggerak dari mekanisme tersebut dapat digunakan tenaga hewan atau
manusia secara langsung jika mesinnya sederhana, tetapi karena berbagai alasan, sebagian
besar mesin menggunakan motor penggerak (engine) yang bisa berupa motor bakar maupun
motor listrik. Motor – motor tersebut pada umumnya memberikan daya dalam bentuk putaran
pada sebuah poros, yang disebut poros penggerak, yang selanjutnya akan diteruskan ke
seluruh komponen dalam mekanisme. Salah satu sistem transmisi adalah roda gigi, yang
secara umum digunakan untuk memindahkan atau meneruskan daya dan putaran poros.
Dengan adanya roda gigi dapat dinaikkan atau diturunkan jumlah putaran poros pada poros
keluaran dengan jalan mengatur rasio roda gigi.
Di luar cara transmisi di atas, ada pula cara lain untuk meneruskan daya, yaitu dengan
sabuk atau rantai. Namun demikian, transmisi roda gigi mempunyai keunggulan
dibandingkan dengan sabuk atau rantai karena lebih ringkas, putaran lebih tinggi dan tepat,
dan daya lebih besar. Kelebihan ini tidak selalu menyebabkan dipilihnya roda gigi di samping
cara yang lain, karena memerlukan ketelitian yang lebih besar dalam pembuatan, pemasangan
maupun pemeliharaannya. Pemakaian roda gigi sebagai alat transmisi telah menduduki
tempat terpenting di segala bidang selama 200 tahun terakhir ini. Penggunaaannya dimulai
dari alat pengukur yang kecil dan teliti seperti jam tangan, sampai roda gigi reduksi pada
turbin besar yang berdaya hingga puluhan megawatt.
EKO WIONO 12A1015 1
1.2. Tujuan
Tujuan tugas rancangan roda gigi ini adalah:
1. Agar mahasiswa memahami hal – hal utama yang harus diperhatikan terutama
prinsip kerja dan merancang bagian – bagian dari sistem transmisi roda gigi lurus.
2. Agar mahasiswa memahami berbagai hubungan karakteristik bahan dan sifat yang
dibutuhkan untuk digunakan dalam merancang suatu sistem transmisi roda gigi
lurus.
1.3. Batasan Masalah
Dalam perancangan ini, yang akan di rancang ulang adalah roda gigi lurus dengan
spesifikasi :
Daya (N) : 34,54 dk
Putaran (n) : 1500 rpm
1.4. Metode Penulisan
Metode yang diterapkan di dalam penulisan laporan ini, yakni :
1. Studi perpustakaan, meliputi pengumpulan bahan – bahan yang dirangkum dari
beberapa buku dan catatan kuliah.
2. Observasi lapangan untuk mengumpulkan data.
3. Pencarian data dan keterangan dari internet.
EKO WIONO 12A1015 2
BAB II
TEORI UMUM
Jika dari dua buah roda berbentuk silinder atau kerucut yang saling bersinggungan
pada kelilingnya salah satu diputar maka yang lain akan ikut berputar pula. Alat yang
menggunakan cara kerja semacam ini untuk mentransmisikan daya disebut roda gesek. Cara
ini cukup baik untuk meneruskan daya kecil dengan putaran yang tidak perlu tepat.
Guna mentransmisikan daya besar dan putaran yang tepat tidak dapat dilakukan
dengan roda gesek. Untuk ini, kedua roda tersebut harus dibuat bergerigi pada kelilingnya
sehingga penerusan daya dilakukan oleh gigi – gigi kedua roda yang saling berkait. Roda
bergigi semacam ini, yang dapat berbentuk silinder atau kerucut disebut dengan roda gigi.
Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya pemakaian roda gigi sebagai alat
transmisi telah menduduki tempat terpenting di segala bidang selama 200 tahun terakhir ini.
Penggunaaannya dimulai dari alat pengukur yang kecil dan teliti seperti jam tangan, sampai
roda gigi reduksi pada turbin besar yang berdaya hingga puluhan megawatt. Dalam bab ini,
akan dibahas lebih dahulu penggolongan roda gigi kemudian akan diuraikan nama setiap
bagian roda gigi lurus, cara menyatakan ukuran roda gigi lurus dan peristilahannya.
2.1. Klasifikasi Roda Gigi
Roda gigi diklasifikasikan seperti dalam table 2.1. menurut letak poros, arah putaran,
dan bentuk jalur gigi. Roda – roda gigi yang terpenting yang disebutkan dalam table 2.1.
diperlihatkan pada gambar 2.1.
Roda gigi dengan poros sejajar adalah roda gigi dimana giginya berjajar pada dua
bidang silinder (bidang jarak bagi); kedua bidang silinder tersebut bersinggungan dan yang
satu menggelinding pada yang lain dengan sumbu tetap sejajar.
Roda gigi lurus (a) merupakan roda gigi paling dasar dengan jalur gigi yang sejajar
poros. Roda gigi miring (b) mempunyai jalur gigi yang membentuk ulir pada silinder jarak
bagi. Pada roda gigi miring ini, jumlah pasangan gigi yang saling membuat kontak serentak
(perbandingan kontak) adalah lebih besar daripada roda gigi lurus, sehingga perpindahan
momen atau putaran melalui gigi – gigi tersebut dapat berlangsung dengan halus. Sifat ini
sangat baik untuk mentransmisikan putaran tinggi dan beban besar. Namun roda gigi miring
memerlukan bantalan aksial dan kotak roda gigi yang lebih kokoh, karena jalur gigi yang
berbentuk ulir tersebut memerlukan gaya reaksi yang sejajar dengan poros. Dalam hal roda
EKO WIONO 12A1015 3
gigi miring ganda (c) gaya aksial yang timbul pada gigi yang mempunyai alur berbentuk v
tersebut, akan saling meniadakan. Dengan roda gigi ini, perbandingan reduksi, kecepatan
keliling dan daya yang diteruskan dapat diperbesar, tetapi pembuatannya sukar. Roda gigi
dalam (d) dipakai jika diinginkan alat transmisi dengan ukuran kecil dengan perbandingan
reduksi besar , karena pinion terletak di dalam roda gigi. Batang gigi (e) merupakan dasar
profil pahat pembuat gigi. Pasangan antara batang gigi dan pinion digunakan untuk merubah
gerakan putar menjadi lurus dan juga sebaliknya.
Tabel 2.1. Klasifikasi Roda Gigi
Letak poros Roda gigi Keterangan
Roda gigi dengan poros
sejajar
Roda gigi lurus (a)(Klasifikasi atas dasar bentuk
alur gigi)Roda gigi miring (b)
Roda gigi miring ganda (c)
Roda gigi luar Arah putaran berlawanan
Roda gigi dalam dan pinyon (d) Arah putaran sama
Batang gigi dan pinyon (e) Gerakan lurus dan berputar
Roda gigi dengan poros
berpotongan
Roda gigi kerucut lurus (f)
(Klasifikasi atas dasar bentuk
jalur gigi)
Roda gigi kerucut spiral (g)
Roda gigi kerucut ZEROL
Roda gigi kerucut miring
Roda gigi kerucut miring ganda
Roda gigi permukaan dengan poros
berpotongan (h)
(Roda gigi dengan poros
berpotongan berbentuk
istimewa)
Roda gigi dengan poros
silang
Roda gigi miring silang (i)Kontak titik
Batang gigi miring silang Gerakan lurus dan berputar
Roda gigi cacing silindris (j)
Roda gigi cacing selubung ganda
(globoid) (k)
Roda gigi cacing samping
Roda gigi hyperboloid
Roda gigi hipoid (l)
Roda gigi permukaan silang
EKO WIONO 12A1015 4
Pada roda gigi kerucut, bidang jarak bagi merupakan bidang kerucut yang puncaknya
terletak di titik potong sumbu poros. Roda gigi kerucut lurus (f) dengan gigi lurus, adalah
yang paling mudah dibuat dan paling sering dipakai. Tetapi roda gigi ini sangat berisik
karena perbandingan kontaknya yang kecil. juga konstruksinya tidak memungkinkan
pemasangan bantalan pada kedua ujung poros – porosnya. Roda gigi kerucut spiral (g),
karena mempunyai perbandingan kontak yang lebih besar, dapat meneruskan putaran tinggi
dan beban besar. Sudut poros kedua roda gigi kerucut ini biasanya dibuat 90°.
Dalam golongan roda gigi dengan poros bersilang, terdapat roda gigi miring silang (i),
roda gigi cacing (j dan k), roda gigi hipoid (l) dan lain – lain. Roda gigi cacing meneruskan
putaran dengan perbandingan reduksi besar. Roda gigi macam (j) mempunyai cacing
berbentuk silinder dan lebih umum dipakai. Tetapi untuk beban besar, cacing globoid atau
cacing selubung ganda (k) dengan perbandingan kontak yang lebih besar dapat digunakan
roda gigi hipoid adalah seperti yang dipakai pada roda gigi diferensial mobil. Roda gigi ini
mempunyai jalur gigi berbentuk spiral pada bidang kerucut yang sumbunya bersilang, dan
pemindahan gaya pada permukaan gigi berlangsung secara meluncur dan menggelinding.
Gambar 2.1. jenis-jenis roda gigi
EKO WIONO 12A1015 5
(l) Roda gigi hipoid
Roda gigi yang tidak disebutkan sebelumnya, semuanya mempunyai perbandingan
kecepatan sudut tetap antara kedua poros. Tetapi di samping itu terdapat pula roda gigi yang
perbandingan kecepatan sudutnya dapat bervariasi, seperti misalnya roda gigi eksentris, roda
gigi bukan lingkaran, roda gigi lonjong seperti pada meteran air, dan sebagainya.ada juga
roda gigi dengan putaran yang terputus – putus dan roda gigi Geneva yang dipakai misalnya
untuk menggerakkan film pada proyektor bioskop.
2.2. Nama – Nama Bagian Roda Lurus
Roda gigi lurus merupakan roda gigi paling dasar dengan jalur gigi yang sejajar dengan
poros, pada roda gigi jenis ini pemotongan giginya searah dengan poros gigi. Untuk
permukaan memanjang pemotongan giginya kadang-kadang dilakukan dengan arah
membentuk sudut terhadap batang gigi rack.
1. Lingkaran puncak, adalah lingkaran yang melalui puncak roda gigi. Diameter
lingkaran puncak ini dinyatakan dengan Dk.
2. Lingkaran alas, adalah lingkaran pada alas roda gigi. Diameter dari lingkaran ini
dinyatakan dengan Dv.
3. Lingkaran jarak, dua roda yang kerja sama dinamakan lingkaran- lingkaran khayal
yangbersinggungan dengan kecepatan keliling yang sama. Diameter lingkaran jarak
EKO WIONO 12A1015 6
dinyatakan dengan huruf D. Garis sumbu melalui titik-titik tengah dari roda disebut
juga pusat lingkaran.
4. Jumlah gigi dari suatu roda gigi dinyatakan dengan huruf z, jumlah putaran tiap-tiap
menit dengan n.
5. Angka transmisi i adalah perbandingan jumlah putaran roda gigi yang berputar dan
yang diputar
6. Jarak antara t adalah jarak dua gigi berturut-turut, diukur pada lingkaran jarak. Jadi,
jarakantara ialah busur A-C. Jarak antara adalah juga sama dengan lebar lekuk+ tebal
gigi, diukur pada lingkaran jarak. Lebar lekuk ialahb usur A-B, tebal gigi ialah busur
B-C.
7. Jari kutub m adalah bilangan yang diperbanyak dengan menghasilkan jarak antara
gigi-gigi
8. Tinggi puncakHk , adalah jarak dari lingkaran puncak sampai lingkaran jarak
9. Tinggi alasHv, adalah jarak dari lingkaran – jarak sampai lingkaran – alas
10. Puncak gigi ialah bagian gigi diatas lingkaran jarak.
11. Alas gigi ialah bagian gigi antara lingkaran jarak dan lingkaran alas.
12 Profil gigi ialah bentuk penampang lintang tegak lurus dari gigi
EKO WIONO 12A1015 7
BAB III
PERANCANGAN POROS
Poros (keseluruhannya berputar) adalah untuk mendukung suatu momen putar dan
sering mendapat tegangan puntir dan tegangan lentur.
Kadang poros ini dapat mengalami tegangan tarik, kelelahan, tumbukan atau
pengaruh konsentrasi tegangan yang akan terjadi pada diameter poros yang terkecil atau pada
poros yang terpasang alur pasak, hal ini biasanya dilakukan pada penyambungan atau
penghubungan antar komponen agar tidak terjadi pergeseran.
Gambar 3. 1 Poros
Persyaratan khusus terhadap disain dan pembuatan poros adalah sambungan dari
poros dan naaf dan dari poros dengan poros.
Pembuatan poros adalah sampai diameter 150 mm adalah dari baja bulat (St42, St50,
St70 dan baja campuran) yang diputar, dikupas atau ditarik. Dari lebih tebal ditempa menjadi
jauh lebih kecil. Poros beralur diakhiri dengan penggosokan, dan dalam hal dikehendaki
EKO WIONO 12A1015 8
bulatan yang tepat. Tempat bantalan dan peralihan menurut persyaratan diputar halus,
digosok, dipoles, dicetak dan pada pengaretan tinggi kemudian dikeraskan.
Poros akan mengalami beberapa tegangan, diantaranya :
1. Tegangan tarik
2. Tegangan lentur
3. Momen puntir
4. Kelelahan
5. tumbukan
3.1. Jenis-Jenis Poros
Apabila dilihat dari pembebanan terhadap poros, maka poros dapat dibedakan atas
tiga jenis, yaitu :
a. Poros Transmisi
Poros ini mengalami beban puntir murni dan lenturan serta daya yang ditransmisikan
ke poros ini adalah melalui kopling, roda gigi, pulley dan sebagainya.
b. Spindel
Poros ini sering disebut dengan poros transmisi yang bentuknya relatif pendek seperti
poros utama mesin perkakas, di mana beban utamanya berupa puntiran. Syarat yang
perlu untuk poros ini dalah harus memiliki deformasi yang kecil dan juga ketelitian
ukuran dan bentuknya.
c. Gardan
Poros ini digunakan untuk menahan puntiran dan kadang-kadang poros ini tidak
melakukan gerakan putar. Poros ini banyak ditemukan pada kereta barang.
3.2. Dasar-Dasar Pemilihan Poros
Dalam perancangan sebuah poros perlu diperhatikan hal-hal berikut ini :
a. Bahan Poros
EKO WIONO 12A1015 9
Bahan poros pada mesin biasanya menggunakan baja batangan yang ditarik dingin
dan difinishing, dan juga dari baja karbon konstruksi untuk mesin yang dihasilkan
dari ingot yang di-kill (baja yang dioksidasikan dengan ferro silikon dan dicor dengan
kadar karbon yang terjamin). Untuk poros yang digunakan pada putaran dan daya
yang tinggi, biasanya digunakan bahan dari baja paduan dengan pengerasan kulit yang
tahan aus. Diantaranya adalah baja Krom Nikel, baja Crom Nikel Molybdem.
b. Kelelahan
Pengaruh dari tumbukan dan konsentrasi tegangan pada poros harus diperhatikan
bentuknya apakah diameter porosnya sudah sesuai dengan alur pasak yang akan
menahan beban sehingga terjadi pengerasan dan lain-lain.
c. Kekakuan
Poros harus kuat bila mengalami lenturan atau defleksi puntirnya yang besar sehingga
terhindar dari getaran. Kekakuan poros dapat disesuaikan dengan jenis mesin yang
menggunakan poros tersebut.
d. Putaran Kritis
Pada putaran yang tidak konstan akan mengakibatkan getaran pada poros tersebut,
apalagi pergantian putaran dari putaran normal ke putaran maksimum. Untuk itu
poros harus dirancang tahan terhadap putaran maksimumnya, yang disebut dengan
putaran kritis. Oleh karena itu poros harus dirancang sedemikian rupa dan untuk lebih
aman harus digunakan di bawah putaran kritisnya. Memang dalam perancangan
poros ini harus kita sesuaikan dengan daya dan putaran yang harus dipindahkan
khususnya untuk kopling.
3.3. Perhitungan Momen Puntir Poros
Poros yang digunakan pada worm gear disatukan dan ini akan mengalami beban
puntir dan beban lentur, namun yang paling besar adalah momen puntir akibat putaran.
Perhitungan kekuatan poros didasarkan pada momen puntir khususnya untuk poros gigi
cacing.
Data yang diketahui (dari brosur) adalah :
EKO WIONO 12A1015 10
Daya (P) : 34,54 dk
Putaran (n) : 1500 rpm
P = 34,54 x 0,746 kW
= 25,766 kW
Maka untuk meneruskan daya dan putaran ini, terlebih dahulu dihitung daya
perencanaannya (Pd).
Pd = fc . P
dimana :
Pd = daya perencanaan (kW)
fc = faktor koreksi
P = daya masukan (kW)
Daya mesin (P) merupakan daya nominal output dari motor penggerak, daya inilah
yang ditransmisikan melalui poros dengan putaran tertentu.
Tabel 3.1. Jenis-jenis Faktor Koreksi Berdasarkan Daya yang akan Ditransmisikan
Daya Yang Akan Ditransmisikan fc
Daya rata-rata 1,2 – 2,0
Daya maximum 0,8 – 1,2
Daya Normal 1,0 – 1,5
Sumber: Sularso,Kiyokatsu Suga, “ Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin “
Untuk perancangan poros ini diambil daya maksimum sebagi daya rencana dengan
faktor koreksi sebesar fc = 1,2. Harga ini diambil dengan pertimbangan bahwa daya yang
direncanakan akan lebih besar dari daya maksimum sehingga poros yang akan direncanakan
semakin aman terhadap kegagalan akibat momen puntir yang terlalu besar.
Pd = 1,2 . 25.766 kW
= 30,92 kW (daya rencana)
EKO WIONO 12A1015 11
3.4. Pemilihan Bahan
Pemilihan suatu bahan yang akan digunakan dapat ditentukan dengan menghitung
momen puntir (momen torsi rencana) yang dialami poros. Momen puntir rencana adalah:
.Mp = 9,74 . 105 .
Pd
n
Mp = 9,74 . 105 x 30,92 kW / 1500 rpm
= 20077,38 kg.mm
Dalam pemilihan bahan perlu diperhatikan beberapa hal seperti pada tabel berikut,
dan kita dapat menyesuaikan dengan yang kita butuhkan.
Tabel 3.2. Batang baja karbon yang difinis dingin (Standar JIS)
Lamban
g
Perlakuan
Panas
Diameter
(mm)
Kekuatan
Tarik
(kg/mm2)
Kekerasan
HRC (HRB) HB
S35C-D
Dilunakkan
20 atau
kurang
21 – 80
58 – 79
53 – 69
(84) – 23
(73) – 17
-
144 – 216
Tanpa
Dilunakkan
20 atau
kurang
21 – 80
63 – 82
58 – 72
(87) – 25
(84) – 19
-
160 – 225
Tabel 3.2. Batang baja karbon yang difinis dingin (Lanjutan)
Lambang Perlakuan
Panas
Diameter
(mm)
Kekuatan Tarik
(kg/mm2)
Kekerasan
HRC (HRB) HB
S45C-D Dilunakkan 20 atau
kurang
65 – 86
60 – 76
(89) – 27
(85) – 22
-
166 – 238
EKO WIONO 12A1015 12
21 – 80
Tanpa
Dilunakkan
20 atau
kurang
21 – 80
71 – 91
66 – 81
12 – 30
(90) – 24
-
183 – 253
S55C-D Dilunakkan 20 atau
kurang
21 – 80
72 – 93
67 – 83
14 – 31
10 – 26
-
188 – 260
Tidak
Dilunakkan
20 atau
kurang
21- 80
80 – 101
75 – 91
19 – 34
16 – 30
-
213 – 285
Sularso, “Dasar-dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Pradya Pramita, Jakarta 1994
Dalam pemilihan bahan perlu diketahui tegangan izinnya, yang dapat dihitung dengan
rumus:
dimana : τa = tegangan geser izin (kg/mm2)
σb = kekuatan tarik bahan (kg/mm2)
Sf1 = faktor keamanan yang tergantung pada jenis bahan, dimana untuk bahan S-C
besarnya : 6,0.
Sf2 = faktor keamanan yang bergantung dari bentuk poros, dimana harganya
berkisar antara 1,3 – 3,0.
Untuk Sf2 diambil sebesar 3,0 maka tegangan geser izin bahan S55C-D (AISI 1045), maka
tegangan geser izin adalah:
τ a=72 kg/mm2
6 . 3= 4 kg/mm2
EKO WIONO 12A1015 13
3.5. Perencanaan Diameter Poros
Perencanaan untuk diameter poros dapat diperoleh dari rumus:
dp = [5,1
τa. K t . Cb . M p]
1 /3
dimana : dp = diameter poros (mm)
τa = tegangan geser izin (kg/mm2)
Kt = faktor koreksi tumbukan, harganya berkisar 1,5 – 3,0
Cb = faktor koreksi untuk terjadinya kemungkinan terjadinya beban lentur,
dalam perencanaan ini diambil 1,2-2,3 karena diperkirakan tidak akan
terjadi beban lentur.
Mp = momen puntir yang ditransmisikan (kg.mm)
Dalam hal ini faktor koreksi tumbukan pada range 1,5 – 3,0 diambil Kt = 2,8, supaya
poros aman dari tumbukan. Dan dalam mekanisme ini beban lentur yang terjadi kemungkinan
adalah kecil karena poros adalah relatif pendek, sehingga faktor koreksi untuk beban lentur
Cb = 2, maka diameter poros dapat ditentukan sebagai berikut :
dp = [5,14
x 2,8 x2 x 20077 ,38]1 /3
= 52,33 mm ≈ 52 mm
Maka diameter poros yang diambil adalah 52 mm.
EKO WIONO 12A1015 14
3.6. Pemeriksaan Kekuatan Poros
Hasil diameter poros yang dirancang harus diuji kekuatannya. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan memeriksa tegangan geser yang terjadi akibat tegangan puntir yang dialami
poros. Jika tegangan geser lebih besar dari tegangan geser izin dari bahan tersebut, maka
perancangan akan dikatakan gagal.
Besar tegangan geser yang timbul pada poros adalah :
τp =
16 . Mpπ . d3
dimana : τp = tegangan geser akibat momen puntir (kg/mm2)
Mp = momen puntir yang ditransmisikan (kg.mm)
dp = diameter poros (mm)
Untuk momen puntir (Mp)= 20077,38 kg.mm, dan diameter poros dp= 52 mm, maka
perhitungan tegangan gesernya adalah sebagai berikut:
τP = = 0,727 kg/mm2
Menurut hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas, terlihat bahwa tegangan geser yang
terjadi adalah lebih kecil daripada tegangan geser yang diizinkan (τ a=4 kg/mm2).
Dengan hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa poros ini aman untuk digunakan pada roda cacing
yang dirancang untuk memindahkan daya dan putaran yang telah ditentukan.
Gaya tangensial poros dapat dihitung dari:
dimana:
F = Gaya tangensial (kg)
EKO WIONO 12A1015 15
16 x20077 , 38π . 523
Mp = Momen puntir (kg.mm)
dp = Diameter poros (mm)
Sf2 = Faktor keamanan yang tergantung pada bentuk poros dimana berkisar antara 1,3-
3,0.
Kita ambil Sf2 = 3, Maka:
F=20077,3852/3
= 1158,31 kg ≈ 1158 kg
Diperoleh gaya tangensial poros tersebut 1158 kg.
EKO WIONO 12A1015 16
BAB IV
PERANCANGAN RODA GIGI LURUS
Pada Bab II telah dijelaskan klasifikasi Roda gigi dan bagian-bagian utama Roda gigi.
Dalam rancangan ini digunakan Roda gigi miring ynag berfungsi mentransmisikan daya dn
putaran dari poros input ke poros output. Daya yang ditransmisikan sebesar 34,54 Ps dan
putaran 1500 rpm.
4.1 Penentuan Spesifikasi Roda Gigi
Pada perencanaan ini terlebih dahulu kita harus menentukan perbandingan roda
gigi/perbandingan transmisi (perbandingan antara jumlah gigi pada roda gigi yang digerakkan
dengan roda gigi penggerak) dengan simbol i dan menentukan jarak antara kedua poros a
yang besarnya ditetapkan adalah 90 mm. Sedangkan untuk perbandingan reduksi ditetapkan
sebesar 1,5.
Maka diameter jarak bagi sementara (d’) dari kedua roda gigi dapat dicari dengan menggunakan persamaan
d A '= 2⋅a1+i1
= 2⋅901+1,5 = 72 mm
dimana dA’ = diameter jarak bagi sementara roda gigi penggerak
d B '=d A ' .i=72. 1,5= 108 mm
dimana dB’ = diameter jarak bagi sementara roda gigi perantara
Dengan merencanakan modul (m) sebesar 4, maka jumlah gigi (z) masing-masing roda gigi dapat dihitung sebagai berikut :
z A=d A 'm
=724 = 18 buah
EKO WIONO 12A1015 17
zB=d B 'm
=1084 = 27 buah
Dengan adanya penggenapan dari jumlah gigi, maka diameter jarak bagi juga berubah, yaitu:
dA = zA.m = 18.4
= 72 mm
dB = zB.m = 27.4
= 108 mm
Selanjutnya akan dihitung kecepatan keliling dari roda gigi, yang diketahui melalui hubungan :
V =
π . d A .n60 . 000
dimana : V = kecepatan keliling (m/s)
dA = diameter jarak bagi pinion (mm)
n = putaran poros pinion (rpm)
Maka
V=3 , 14 .72 . 1500
60. 000
= 5,652 m/s
Besarnya gaya tangensial (Wt) yang dialami roda gigi adalah :
W t=102 . Pd
V=102.30 ,464
5 ,652=549 , 775
kg
Besarnya beban lentur izin persatuan panjang sisi dapat diperoleh dari rumus :
Fb’ = a . m . J . fv
dimana : Fb’ = beban lentur (kg)
m = modul
Y = faktor bentuk gigi
EKO WIONO 12A1015 18
fv = faktor dinamis
a = tegangan lentur yang diijinkan, dari Lamp. 8 diperoleh untuk bahan S45C adalah 30 kg/mm2 (300 MPa).
Nilai fv diperoleh dengan memilih rumus ketiga karena kendaraan akan lebih sering dipacu dengan kecepatan tinggi. Maka :
f v=5,5
5,5+√V =
5,55,5+√5 , 625
=0. 69
J merupakan faktor bentuk gigi (faktor lewis) yang besarnya bervariasi menurut jumlah gigi.
1) Untuk poros output
Pada poros input diketahui jumlah gigi (z) adalah 18. Maka dari Lamp. 4 terlihat bahwa untuk z =18 diperoleh J = 0,293. Dari Lamp. 8 terlihat bahwa bahan baja karbon untuk konstruksi mesin jenis S45C mempunyai tegangan lentur a sebesar 30 kg/mm2
(300MPa). Sehingga dengan rumus
Fb’ = a . m . J . fv
Diperoleh besarnya beban lentur, yaitu
Fb’ = 30 . 4 . 0,293 . 0,69
= 24,26 kg.
2) Untuk poros perantara
Pada poros perantara diketahui jumlah gigi (z) adalah 27. Maka dari tabel diperoleh J = 0,408. Dengan jenis bahan yang sama maka akan diperoleh besarnya beban lentur yang terjadi adalah
Fb’ = a . m . J . fv
= 30 . 4 . 0,408 . 0,69
= 33,78 kg
Sedangkan beban permukaan yang diijinkan persatuan lebar sisi (FH’) dapat dicari dengan rumus :
FH '= f v . kH . d A . ( 2 Z A
Z A+ZB)
dimana kh = faktor tegangan kontak, dilihat pada Tabel 4.1. Dipilih pinyon jenis baja (500) dan roda gigi besar (400) yang besar kh = 0,329.
Sehingga
FH '=0 ,69 . 0 , 329 .72 . ( 2 .1818+27 )
EKO WIONO 12A1015 19
= 13,075 kg/mm
Tabel 4.1. Faktor tegangan kontak pada bahan roda gigi
Bahan roda gigi (Kekerasan HB) kH
(kg/mm2)
Bahan roda gigi (Kekerasan HB) kH
(kg/mm2)Pinyon
Roda gigi besar
PinyonRoda gigi besar
Baja 150 Baja 150 0,027 Baja 400 Baja 400 0,311
Baja 200 Baja 150 0,039 Baja 500 Baja 400 0,329
Baja 250 Baja 150 0,053 Baja 600 Baja 400 0,348
Baja 200 Baja 200 0,053 Baja 500 Baja 500 0,389
Baja 250 Baja 200 0,069 Baja 600 Baja 600 0,569
Baja 300 Baja 200 0,086 Baja 150 Besi cor 0,039
Baja 250 Baja 250 0,086 Baja 200 Besi cor 0,079
Baja 300 Baja 250 0,107 Baja 250 Besi cor 0,130
Baja 350 Baja 250 0,130 Baja 300 Besi Cor 0,139
Baja 300 Baja 300 0,130 Baja 150Perunggu fosfor
0,041
Baja 350 Baja 300 0,154 Baja 200Perunggu fosfor
0,082
Baja 400 Baja 300 0,168 Baja 250Perunggu fosfor
0,135
Baja 350 Baja 350 0,182 Besi cor Besi cor 0,188
Baja 400 Baja 350 0,210Besi cor nikel
Besi cor nikel
0,186
Baja 500 Baja 350 0,226Besi cor nikel
Perunggu fosfor
0,155
Sumber: Dasar Pemilihan dan Perancangan Elemen Mesin, Sularso & Kiyokatsu Suga, Hal. 243
EKO WIONO 12A1015 20
Lebar sisi (F) dapat dihitung dengan menggunakan rumus
F=F t
F H '=377 ,67
10 ,23= 36 , 918mm
Untuk memeriksa apakah modul yang dipakai sesuai atau tidak, maka nilai b/m harus berada pada range 6 – 10. Maka
bm
=36 ,9184
=9 ,23
Jelas bahwa nilai b/m masih berada pada interval di atas sehingga dapat dikatakan rancangan ini cukup aman.
Berdasarkan modul (m) = 4 dapat ditentukan spesifikasi roda gigi sebagai berikut :
Modul (m) = 4
Jumlah gigi pinyon = 18 buah
Jumlah gigi roda gigi perantara = 27 buah
Diameter jarak bagi (dA) = 72 mm
Diameter jarak bagi (dB) = 108 mm
Diameter luar (dk), dkA = (ZA+ 2) . m = (18 + 2) . 4 = 80 mm
dkB = (ZB + 2) . m = (27 + 2) . 4 = 116 mm
Kelonggaran puncak (Ck) = 0,25 . m = 0,25 . 4 = 1 mm
Tinggi gigi (l) = (2.m) + Ck = (2.4) + 1 = 9 mm
Adendum (hk)/tinggi kepala = m = 4 mm
Dedendum (hf)/tinggi kaki = m + Ck = 4 + 1 = 5 mm
Diameter dalam (dfA) = dkA – 2H = 80 – (2.9) = 62 mm
(dfB) = dkB – 2H = 116 – (2.9) = 98 mm
Lebar gigi (F) = 36,918 mm = 36 mm
Tebal rata-rata gigi (t) = ½ . π . m = ½ . 3,14 .4 = 6,28 mm
4.2 Pemeriksaan Kekuatan
EKO WIONO 12A1015 21
Bahan untuk roda gigi pinion ini direncanakan dari baja karbon untuk konstruksi mesin (JIS G 4051) jenis S 45 C dengan tegangan lentur ijin = 300 MPa.
Pada saat beroperasi, roda gigi akan mengalami tegangan lentur akibat gaya tangensial. Gigi merupakan bagian yang mengalami pembebanan yang paling kritis, sehingga pemeriksaan kekuatan didasarkan pada kekuatan gigi.
Tegangan lentur yang terjadi adalah :
a =
6 .W t . l
F . t 2
dimana : Wt = gaya tangensial
l = tinggi gigi
F = lebar gigi
t = tebal gigi
Maka
a=
6 .W t . l
F . t 2 =6 . 549 , 775 . 936 ,918 . 6 ,282
= 20,39 kg/mm2 = 203,9 MPa.
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa tegangan lentur yang terjadi jauh lebih kecil dari tegangan lentur ijin.
4.3 Perencanaan Roda Gigi Lurus
Pada mekanisme ini yang menjadi penggerak adalah roda gigi yang terletak pada poros perantara (roda gigi Q). Sedangkan roda gigi yang digerakkan adalah roda gigi pada poros output (roda gigi H). Dengan menetapkan bahwa perbandingan reduksi putaran adalah 3,545. Maka
Putaran poros input (nA) = 1500/3,142 = 477,4 rpm
Putaran poros output (nB) = 1500/1,5 = 1000 rpm
Maka perbandingan reduksi putaran roda gigi (i) adalah :
i1 = nB/nA = 1000 / 477,4 = 2,09
Sebagai keterangan digunakan indeks ‘p’ untuk roda gigi penggerak (pinion) dan ‘o’ untuk roda gigi yang digerakkan
Maka perbandingan reduksi roda gigi adalah :
dp =
2 . a1+ i1
= 2 .901+1,5
=72mm
EKO WIONO 12A1015 22
zp =
d p
m=72
4=18
buah
do = dp . i1 = 72 . 2,09 = 150,48
zo =
do
m=150,48
4=37 , 62
38 buah
Dengan adanya penggenapan maka diameter jarak bagi menjadi
dp = zp . m = 18 . 4 = 72 mm
do = zo . m = 38 . 4 = 152 mm
Kecepatan keliling roda gigi adalah
v=π . d p .nB
60 . 000=3 ,14 .72 .1000
60 .000=3,7
m/s.
Gaya tangensial yang terjadi adalah
W t=102.Pd
V=30 ,464
13 ,82=2,2
kg.
Tegangan lentur yang terjadi adalah
σ a=6 . Ft . H
b . t2 = 6 . 566 , 34 . 936 ,918 . 6 ,282 =21 , 004
kg/mm2 = 210,04 MPa.s
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa tegangan lentur yang terjadi lebih kecil dari tegangan lentur ijin .
EKO WIONO 12A1015 23
BAB V
BANTALAN
Bantalan adalah eleman mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau
gerak bolak-baliknya dapat berlangsung dengan halus, aman dan tahan lama. Bantalan harus
cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik.
Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh system akan menurun atau
tak dapat bekerja secara semestinya.
5.1. Klasifikasi Bantalan
Bantalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Atas dasar gerakan bantalan terhadap poros
a. Bantalan luncur. Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan
bantalan karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan
perantaraan lapisan pelumas.
b. Bantalan gelinding. Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian
yang berputar dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru),
rol atau rol jarum dan rol bulat.
2. Atas dasar arah beban terhadap poros
a. Bantalan radial. Arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu
poros.
b. Bantalan gelinding. Arah beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.
c. Bantalan gelinding khusus. Bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya
sejajar dan tegak lurus sumbu poros.
Bantalan yang akan digunakan adalah jenis bantalan gelinding atau yang biasa disebut
bantalan bola radial alur dalam baris tunggal. Alasan pemilihan yang utama adalah karena
koefisien gesekan yang sangat kecil dan juga didasarkan pada ketahanan bantalan dalam
menerima beban aksial dan putaran tinggi.
EKO WIONO 12A1015 24
Langkah awal yang dilakukan dalam perencanaan bantalan adalah perhitungan
terhadap beban dinamis yang merupakan penjumlahan beban radial dan beban aksial . Jenis
bantalan yang dipilih.
5.2. Perencanaan Bantalan Poros
Pembebanan total pada poros dapat dilihat seperti pada Gambar 6.2
Gambar 6.2 Pembebanan total pada poros
1. Kekuatan bantalan
Sebelumnya tentukan dulu momen (T) yang akan ditransmisikan.
T = 9,74. 105 x PM
i . nD
Dimana dalam hal ini, PM adalah putaran motor yang telah ditentukan, yakni sebesar 11 kW, i
merupakan perbandingan gigi, yakni sebesar 40 : 1, maka, i = 40, dan nD adalah putaran drum
sebesar 63,66 rpm, sehingga T diperoleh,
EKO WIONO 12A1015 25
T = 9,74. 105 x 11kW
40 x63,66 rpm
= 4,21. 103 kg.mm
m0=π4
(do2−d
12) . b . ρ
Dimana :
mo = massa roda gigi.
do = Diameter jarak bagi (mm)
d1 = Diameter poros utama (mm)
Gbr: 5.1. Bantalan b = lebar roda gigi (mm)
= massa jenis roda gigi (7,65x10-6 Kg/mm3).
Maka mo= µ4
(1002−342)(125)(7,65 x 10−6)=¿ 471 kg.
Tabel 6.1 Faktor-faktor V, X, Y dan X0,Y0
Sumber: Dasar Pemilihan dan Perancangan Elemen Mesin, Sularso & Kiyokatsu Suga, Hal. 212
EKO WIONO 12A1015 26
C0/Fa 5 10 15 20 25
Fa/VFr ≤ eX 1
Y 0
Fa/VFr > eX 0,56
Y 1,26 1,49 1,64 1,76 1,85
E 0,35 0,29 0,27 0,25 0,24
1. Perhitungan Faktor Umur Bantalan
Faktor umur bantalan (fh) dicari dengan persamaan
f h=[ LH
500 ]13
dimana : Lh = umur nominal bantalan. Direncanakan pemakaian sebentar-sebentar. Dari
Lamp. 6 dipilih Lh = 7500 jam
maka: f h=[7500
500 ]13
= 2,47
2. Perhitungan Faktor putaran
Faktor putaran (fn) dicari dengan rumus
f n=[33,3n ]
13
; dimana : n = putaran mesin (1250 rpm)
fn = 0,3
3. Pemilihan Bantalan
Dari hasil yang diperoleh diatas, maka kapasitas nominal bantalan dapat dihitung
dengan persamaan
C = P . [fh / fn]
EKO WIONO 12A1015 27
= 117.80 kg [2.47/0.3]
= 969.89 kg
Dari hasil perhitungan diatas, maka nomor bantalan yang dipilih adalah 6007, dengan
data-data sebagai berikut
d = 35 mm, D = 62 mm, B = 14 mm, r = 1,5 mm
BAB VI
KESIMPULAN
6.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan tugas perancangan roda gigi ini
adalah sebagai berikut:
1. Perancangan roda gigi yang tepat perlu memperhatikan bahan yang akan digunakan,
dalam perancangan ini bahan-bahan yg digunakan adalah:
a. Bahan untuk roda gigi lurus yang digunakan adalah baja S 45 C.
b. Bahan untuk poros roda gigi lurus digunakan baja S55C-D (τ a=4 kg/mm2)
c. Bahan untuk poros lurus digunakan baja SF50 ( )
2. Bantalan yang dipilih adalah bantalan dengan nomor 6007.
3. Daya output (Po) lebih kecil dibandingkan dengan daya motor rencana, hal ini
disebabkan pemilihan faktor koreksi.
6.2. Saran
Adapun beberapa saran baik untuk pihak jurusan maupun dari pihak mahasiswa sendiri :
EKO WIONO 12A1015 28
1. Agar pihak jurusan memberikan waktu yang lebih panjang dalam pengumpulan
laporan tugas rancang roda gigi.
2. Agar pengerjaan kelompok dapat dilakukan secara maksimal baik dalam pembuatan
laporan maupun diskusi.
3. Agar pengerjaan tugas rancang ini lebih teliti dan tepat,sehinggga tidak terjadi
banyak kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Creamer, Machine Design, Third Edition, McGraw-Hill, New York, 1986
Ferdinand P. Beer dan E. Russell Johnston. Jr, Mekanika Untuk Insinyur: Statika, Edisi
Keempat, Erlangga, Jakarta, 1996
James Mangroves, Gere, Stephen P. Timoshenko, dan Hans J. Wospakrik (penerjemah),
Mekanika Bahan, Edisi Kedua, Versi SI, Jilid 1, Erlangga, Jakarta, 1996.
Joseph E. Shigley, Larry D. Mitchell, dan Gandhi Harahap (penerjemah) , Perencanaan
Teknik Mesin, Edisi Keempat, Jilid 1, Erlangga, Jakarta, 1991
Joseph E. Shigley, Larry D. Mitchell, dan Gandhi Harahap (penerjemah) , Perencanaan
Teknik Mesin, Edisi Keempat, Jilid 2, Erlangga, Jakarta, 1991
Robert L. Norton, Machine Design: An Integrated Approach, Prentice Hall, New Jersey,
1996
Sularso dan Kiyokatsu Suga, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1994
EKO WIONO 12A1015 29