Upload
arga
View
12
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH
KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN GANGGUAN BERBAHASA
EKPRESIF
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan jiwa 2
Oleh:
Agung firdaus amr
Andriansyah eko p
Kadam reza w
S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM
JOMBANG
2013
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Hamdan waassalaman a’mma ba’du
Syukur Al-hamdulillah kehadirat ALLAH SWT, Illahi Robbi, yang maha agung atas
segala hak, yang merupakan Haqul haq,yang telah melimpahkan rahmad,hidayah dan taufik-
Nya. yang masih memberikan nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat ihsan kepada kita
sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik serta selesai dalam waktu yang tepat sesuai
pada waktu yang ditentukan.
Makalah ini saya buat untuk melengkapi tugas mata kuliah “Keperawatan jiwa II”. Saya
berharap makalah ini bisa menjadi salah satu wahana yang penting bagi kita semua untuk
dapat mengerti dan memahami gangguan bahasa ekspresif. saya mencoba untuk mengulas
makalah ini dengan sajian yang sederhana dan mudah untuk dipahami.
Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu segala kritik dan saran
yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini kami terima dengan tangan terbuka.
Akhirnya, tidak lupa juga kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang ikut berperan dalam mensukseskan makalah ini baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Jombang,04 maret 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman judul..........................................................................................................................................1
Kata pengantar.........................................................................................................................................2
Daftar isi...................................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................4
1.1 Latar belakang............................................................................................................................4
1.2 Rumusan masalah.......................................................................................................................4
1.3 Tujuan.........................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................................5
2.1 Definisi gangguan bahasa..................................................................................................................5
2.2 ciri-ciri gangguan bahasa ekspresif....................................................................................................5
2.3 Etiologi gangguan bahasa ekspresif...................................................................................................6
2.4 Manifestasi gangguan bahasa ekspresif.............................................................................................9
2.5 Terapi gangguan bahasa ekspresif...................................................................................................10
2.6 Asuhan keperawatan gangguan bahasa ekspresif............................................................................12
BAB III PENUTUP...............................................................................................................................17
3.1Kesimpulan................................................................................................................................17
3.2 Saran.........................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................18
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan bahasa merupakan keterlambatan dalam sektor bahasa yang dialami oleh
seorang anak. Kemampuan berbahasa merupakan suatu indikator seluruh perkembangan
anak. Jika seorang anak tidak mampu berbicara maka dapat menimbulkan kesulitan dalam
berkomunikasi dan mengungkapkan perasaannya kelak. Penyebab kelainan berbahasa
bermacam-macam yang melibatkan berbagai faktor yang dapat saling mempengaruhi, antara
lain kemampuan lingkungan, pendengaran, kognitif, fungsi saraf, emosi, psikologis dan lain
sebagainya.
Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan
yang paling sering ditemukan. Pada anak gangguan ini semakin hari semakin meningkat
pesat, beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5
– 10 % pada anak sekolah.
Prevalensi gangguan bahasa ekspresif terentang dari 3 – 10 % dari semua anak
sekolah, yang sebagian besar diperkirakan adalah antara 3 dan 5 %, pada gangguan bahasa
ekspresif anak – anak berada dibawah kemampuan yang diharapkan dalam hal
pembendaharaan kata, pemakaian keterangan waktu ( tenses ) yang tepat, produksi kalimat
yang kompleks, mengingat kata – kata.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Apakah pengertian gangguan bahasa ekspresif?
1.2.2 Apa penyebab dan manifestasi klinis gangguan bahasa ekspresif?
1.2.3 Bagaimana terapi gangguan bahasa ekspresif?
1.2.4 Bagaimana asuhan keperawatan anak dengan gangguan bahasa ekspresif?
1.3 Tujuan
1.3.1 untuk mengetahui pengertian gangguan bahasa ekspresif
1.3.2 untuk mengetahui penyebab dan manifestasi klinis gangguan bahasa ekspresif
1.3.3 untuk mengetahui terapi gangguan bahasa ekspresif
1.3.4 untuk mengetahui asuhan keperawatan anak dengan gangguan bahasa ekspresif
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi gangguan berbahasa Ekspresif
Gangguan bahasa merupakan keterlambatan dalam sektor bahasa yang dialami oleh
seorang anak sehingga tidak mampu dalam berkomunikasi dan mengungkapkan perasaannya
kelak (Soetjiningsih,2005).
Jeniffer Fusco (2002) mengungkapkan bahwa gangguan bahasa merupakan suatu
keterlambatan dalam berbahasa ataupun bicara dimana jika dilakukan penanganan dini akan
sangat menolong anak dalam masalah bahasa.
Perkembangan khas dimana kemampuan anak dalam mengekspresikan bahasa dengan
berbicara, jelas dibawah rata – rata anak di usia mentalnya, tetapi pengertian bahasa dalam
batas – batas normal, dengan tanpa gangguan articulasi ( Dr. Rusdi muslim, 2003).
2.2 Ciri-ciri gangguan berbahasa Ekspresif
* indikasi: usia 18 bulan, saat anak tidak dapat mengucapkan kata dengan spontan bahkan
untuk kata tunggal.
* sebelum usia 3 tahun bentuk kurang berat tidak terjadi smpai masa remaja awal, tetap
menunjukan keinginan berkomunikasi
* saat mulai bicara, defisit bahasa menjadi jelas, artikulasi immature
* usia 4 tahun, berbicara dengan frase pendek, biasanya meluapkan kata yang lama saat
mereka mempelajari kata yang baru
* bahasa verbal atau isyarat di bawah tingkat usianya
* skor rendah pada tes verbal, ekspresif yang baku
* bahasa, perbandaharaan kata, tata bahasa sederhana dan sangat terbatas
2.3 Perkembangan kemampuan bicara dan berbahasa pada anak normal.(Towne,1983 )
Umur(bulan)
Bahasa reseptif( bahasa pasif )
Bahasa ekspresif( bahasa aktif )
1
2
Kegiatan anak terhenti akibat suara
Tampak mendengarkan ucapan
Vokalisasi yang masih sembarangan, terutama huruf hidup.
Tanda – tanda vokal yang
5
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
15
18
pembicara, dapat tersenyum pada pembicara
Melihat kearah pembicara
Memberi tanggapan yang berbeda terhadap suara bernada marah / senang
Bereaksi terhadap panggilan namanya
Mulai mengenal kata – kata “da – da, papa, mama”
Bereaksi terhadap kata – kata “ naik, kemari, dada”
Menghentikan aktifitas bila namanya dipanggil
Menghentikan kegiatan bila dilarang
Secara tepat menirukan variasi suara tinggi
Reaksi atas pertanyaan sederhana dengan melihat atau menoleh
Reaksi dengan melakukan gerakan terhadap barbagai pertanyaan verbal
Mengetahui dan mengenali nama – nama bagian tubuh
Dapat mengetahui dan mengenali gambar – gambar obyek yang sudah akrab dengannya, jika obyek tersebut disebut namanya
menunjukkan perasaan senang, senyum sosial.
Tersenyum sebagai jawaban terhadap pembicara.Jawaban vokal terhadap rangsangan sosial.
Mulai meniru suara.
Protes vokal, berteriak karena kegirangan.
Mulai mengguanakan suara mirip kata – kata kacau.
Meniru rangkaian suara.
Kata – kata pertama mulai muncul.
Kata – kata yang kacau mulai dapat dimengerti dengan baik.Mengungkapkan kesadaran tentang obyekyang telah akrab dan menyebut namanya.
Kata – kata yang benar terdengar diantara kata – kata yang kacau, sering disertai dengan gerakan tubuhnya.
Lebih banyak menggunakan kata - kata dari pada gerakan, untuk mengungkapkan keinginannya.
Mulai mengkombinasikan kata –kata ( mobil, papa, mama,berdiri )
6
2.4 Fisiologi Bicara
Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem
pernafasan pusat khusus pengantar bicara diotak dalam cortex cerebri, pusat respirasi di
dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung.
Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensorik dan motorik :
Aspek sensorik meliputi : pendengaran, penglihatan, rasa raba berfungsi
untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa.
Aspek motorik meliputi : mengatur larinx, alat – alat untuk articulasi,
tindakkan articulasi dan larinx yang bertanggung jawab untuk pengeluaran
suara.
Dalam otak terdapat 3 pusat yang mengatur mekanisme berbicara, dua pusat bersifat
resrtif yang mengurus penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta satu pusat lainnya bersifat
ekspresif yang mengurus penatalaksanaan bahasa, ketiganya berada di hemisfer dominan dari
otak atau sistem SSP.
Area broca merupakan pusat bahasa ekspresif.
2.5 ETIOLOGI
Penyebab gangguan bahasa ekspresif tidak diketahui. Kerusakan serebral dan
keterlambatan maturasi dalam perkembangan serebral telah didalilkan sebagai penyebab yang
7
Proses pendengaran Area wernikotak Vormulasi dan bentuk articulasi
Area motorik
Getaran vibrasi dari pita suara
Bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah depan
Diotak yang menonjiol
gerakan bicara
mendasari, tetapi tidak ada bukti yang mendukung teori tersebut. ( Harorld, dkk, 1997 : hal
767 ). Penyebab gangguan bicara dan bahasa pada anak dapat kita lihat pada tabel berikut :
Penyebab Efek pada perkembangan bicara
1. Lingkungana. Sosial ekonomi kurangb. Tekanan keluargac. Keluarga bisu
d. Dirumah menggunakan bahasa bilingual
2. Emosia. Ibu yang tertekan b. Gangguan serius pada orang tuac. Gangguan serius pada anak
3. Masalah pendengarana. Konginetal
b. Di dapat
4. Perkembangan terlambata. Perkembangan lambatb. Perkembangan lambat, tetapi
masih dalam batas rata – ratac. Retardasi mental
5. Cacat bawaana. Palatoschizis
b. Sindrom down6. Kerusakan otak
a. Kelainan neuromuskular
b. Kelainan sensorimotorik
a. Terlambat b. Gagapc. Terlambat
pemerolehan bahasad. Terlambat perolehan
struktur bahasa
a. Terlambat pemerolehan bahasa
b. Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa
c. Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa
a. Terlambat / gangguan bicara yang permanen
b. Terlambat / gangguan bicara yang permanen
a. Terlambat bicarab. Terlambat bicara
c. Pasti terlambat bicara
a. Terlambat dan terganggu kemampuan bicaranya
b. Kemampuan bicaranya lebih rendah
a. Mempengaruhi kemampuan menghisap, menelan, mengunyah, dan
8
c. Palsi serebral
d. Kelainan persepsi
akhirnya timbul gangguan bicara dan artikulasi seperti disartria
b. Mempengaruhi kemampuan menghisap dan menelan, akhirnya menimbulkan gangguan artikulasi, seperti dispraksia
c. Berpengaruh pada pernafasan, makan dan timbul juga masalah artikulasi yang dapat menyebabkan disartria dan dispraksia
d. Kesulitan membedakan suara, mengerti bahasa, simbolisasi, mengenal konsep, akhirnya menimbulkan kesulitan belajar disekolah
2.6 MANIFESTASI KLINIS
* usia 18 bulan, saat anak tidak dapat mengucapkan kata dengan spontan bahkan untuk
kata tunggal.
* sebelum usia 3 tahun bentuk kurang berat tidak terjadi smpai masa remaja awal, tetap
menunjukan keinginan berkomunikasi
* saat mulai bicara, defisit bahasa menjadi jelas, artikulasi immature
* usia 4 tahun, berbicara dengan frase pendek, biasanya meluapkan kata yang lama saat
mereka mempelajari kata yang baru
* bahasa verbal atau isyarat di bawah tingkat usianya
* skor rendah pada tes verbal, ekspresif yang baku
*bahasa, perbandaharaan kata, tata bahasa sederhana dan sangat terbatas
9
2.7 DIAGNOSA BANDING
Dalam retardasi mental, pasien memiliki gangguan keseluruhan dalam fungsi
interlektual, seperti yang ditunjukkan oleh intelegensia yang dibawah normal pada semua
bidang. Kapasitas dan fungsi intelektual nonverbal pada anak – anakdengan gangguan bahasa
ekspresif adalah dalam batas normal.
Pada gangguan bahasa reseptif / ekspresif campuran, pemahaman bahasa (pembacaan
sandi) adalah jelas dibawah tingkat yang diharapkan menurut usianya, sedangkan pada
gangguan bahasa ekspresif, pemahaman bahasa tetap dalam batas normal.
Pada gangguan perkembangan pervasif, anak yang terkena tidak memiliki inner
language, rencana simbolik atau khayalan, pemakaian gerak isyarat yang sesuai, atau
kapasitas untuk membentuk hubungan sosial yang hangat dan penug arti, disamping
karakteristik kognitif utama. Selain itu anak menuinjukkan sedikit atau tidak menunjukkan
frustasi dengan ketidakmampuan berkomunikasi secara verbal.sebaliknya semua karakteristik
tersebut adalah ditemukan pada anak – anak dengan gangguan bahasa ekspresif.
2.8 TERAPI
Terapi harus dimulai segera setelah didiagnosa gangguan bahasa ekspresif. Yterapi
tersebut terdiri dari latihan pendorong prilaku dan praktek dengan fonem ( unit suara ).
Tujuannya adalah untuk meningkatkan jumlah frase dengan menggunakan mentode
menyusun balok dan terapi bicara konfensional.
2.9 PROGNOSIS
Pada umumnya, prognosis gangguan bahasa ekspresif adalah baik. Kecepatan dan derajat
pemulihan tergantung pada keparahan gangguan, motivasi anak untuk berperan serta dalam terapi,
dan pemberian bahasa yang tepat waktu dan intervensi terapitik lain. Adanya atau tidak adanya faktor
lain seperti kehilangan pendengaran yang sedang sampai yang parah, retardasi mental ringan, dan
masalah emosional parah. Juga mempengaruhi prognosis pemuluhan. Sebanyak 50 % anak –
anak dengan ganguan bahasa ekspresif ringan pulih spontan tanpa adanya tanda gangguan bahaasa,
tetapi anak – anak dengan gangguan bahasa ekspresif berat mungkin selanjutnya menunjukkan ciri –
ciri gangguan bahasa ringan sampai sedang.
10
PNP
Pola asuhan keluarga
11
HDR, Asietas
Gangguan bahasa ekspresif
Eksternal
Lingkungan Emosi Masalah
pendengaran Perkembangan
terlambat Cacat bawaan
Internal
Kerusakan otak Kelainan
neuromuskular Kelainan
sensorimotori Palsi cerebral Kelianan persepsi
Koping keluarga inefektif
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
1) Identitas pasien
Umur → terjadi pada usia anak – anak
2) Dilihat dari beberapa aspek
a. Lingkungan sosial → lingkungan sosial yang tidak mendukung akan
menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada anak.
b. sensorikmotorik → gangguan menghisap dan menelan akhirnya akan
menyebabkan gangguan bahasa.
3) Riwayat tumbuh kembang → kegagalan tumbuh kembang dimasa lalu
4) Riwayat keluarga
5) Riwayt kelahiran → mempunyi riwayat prematur
6) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan pendengaran
Pemeriksaan auditory brainstem responses → jika anak tidak
komperatif terhadap audiogram atau hasilnya mencurigakan
II. Diagnosa
Harga diri rendah berhubungan dengan gangguan komunikasi yang ditandai
komunikasi non verbal tidak ada atau abnormal, kurang kontak mata atau ekspresi
wajah kurang.
Asietas berhubungan dengan isolasi sosial yang ditandai menarik diri dan
penghindaran terhadap orang lain / tidak ada orang yang mendukung :
mengungkapkan perasaan penolakan / pengasingan diri.
Koping keluarga inefektif berhubungan dengan gangguan bahasa ekspresif pada
anak.
12
III. Intervensi / Implementasi
1) Harga diri rendah berhubungan dengan gangguan komunikasi yang ditandai
komunikasi non verbal tidak ada atau abnormal, kurang kontak mata atau ekspresi
wajah kurang.
Tujuan : Gangguan nkomunikasi yang ditandai komunikasi non verbal, kontak
mata, ekspresi wajah berkurang.
Kriteria hasil :
Menggunakan suara, kata – kata atau gerakan tubuh dengan cara
interaktif dengan orang lain.
Mengkomunikasikan kebutuhan atau keinginan pada orang terdekat
atau pemberi asuhan.
Mengawali interaksi secara verbal atau non verbal dengan yang lain.
Intervensi / implementasi Rasional1. Gunakan pendekatan tatap
muka ( mata dengan mata untuk menyampaikan ekspresi non verbal yang tepat ).
2. Dorong kontak mata dengan sesuatu yang dapat diterima anak ( mis : makan, obyek ).
3. Beri pujian kepada anak ketika mulai memperhatikan komunikasi.
4. Pilih bentuk alternatif komunikasi, seperti gambar, bahasa isyarat atau penggunaan komputer juga memungkinkan pada anak yang mengalami perkembangan bahasa yang minimal.
Meningkatkan minat tulus dan respon pada anak.
Kontak mata penting untuk menangkap perhatian anak, untuk menmgawali percakapan yang berhasil.
Pujian membantu anak mengembangkan rasa percaya diri dan membantu mempelajari cara anak mencoba berkomunikasi.
Tiga perempat anak yang dilatih dalam sistem komunikasi pertukaran gambar akhirnya berkomunikasi dengan bicara atau bebicara dengan gambar. Isyarat dapat menimbulkan kebih sedikit asietas dari pada ekspresi verbal bagi beberapa anak dan penggunaan komputer dapat membantu melibatkan anak dalam interaksi.
13
5. Rujuk untuk pengkajian dan les dengan kerjasama guru pendidik dan ahli.
Meningkatkan perencanaan penanganan dengan intervensi atau tehnik khusus yang sesuai.
2) Asietas berhubungan dengan isolasi sosial yang ditandai menarik diri dan
penghindaran terhadap orang lain / tidak ada orang yang mendukung :
mengungkapkan perasaan penolakan / pengasingan diri.
Tujuan : meminimalkan tanda menarik diri, dan penghindaran terhadap orang
lain.
Kriteria hasil :
Mengenali asietas dan mengidentifikasi faktor – faktor yang
terlibat dengan isolasi / kurusakan interaksi sosial.
Berpartisipasi dalam aktivitas untuk meningkatkan interaksi
dengan orang lain.
Memberi penguatan pasif diri terhadap perubahan yang dicapai.
Intervensi / implementasi Rasional1. Bentuk hubungan melalui
empati, kehangatan dan penghargaan.
2. Diskusikan situasi dirumah, libatkan keluarga / oran terdekat yang sesuai libatkan dalam rencana pulang.
3. Rujuk pada sumber – sumber diluar ( mis : kelompok pendukung, psikoterapi, konselor, penasehat spirituL ).
Apapun tentang bagaimana anak merasa cemas akan menyebabkan peningkatan prilakupetrikualistik. Membentuk hubungan saling percaya memberi dukungan dan mengkomunikasikan bahwa kita menerima si anak sebagai manusia yang memilih menentukan diri sendiri.
Kembali pada lingkungan rumah yang tidak berubah meningkatkan resiko klien kembali kompulsif.
Mungkin perlu bantuan penunjang atau pendukung untuk memp[ertahan penyembuhan / Penegendalian.
14
3) Koping keluarga inefektif berhubungan dengan gangguan bahasa ekspresif pada
anak.
Tujuan : Dilakukan terapi ini bisa menurunkan / meminimalkan gangguan bahsa
ekspresif pada anak.
Kriteria hasil :
Mengungkapkan pengetahuan dan pemahaman yang tepat mengenai
gangguan anak.
Mengekspresikan perasaan yang tepat dengan penurunan prilaku defensif.
( penyangkalan, proyeksi, rasionalisasi )
Intervensi / implementasi Rasional1. Temui anggota keluarga
secara teratur untuk mendiskusikan perasaan dan prilaku.
2. Bantu kelurga mengembangkan metode baru yang berhubungan dengan prilaku anak.
3. Rujuk kesumber – sember lain jika ( mis : psikoterapi, rohaniawan, kelompok pendukung ).
4. Dorong keterlibatan keluarga dalam program training untuk menjadi psikoterapi sesuai indikasi.
Konseling dapat membantu keluarga mengekspresikan perasaan, memaparkan reaksi mereka pada gangguan pada anak.
Keterampilan intervensi yang efektif dapat membantu kelurga untuk meningkatkan harga diri dan mengontrol lingkungan mereka.
Mengembangkan sistem pendukung dapat mempertahankan keterampilan koping integritas keluarga : memberikan contoh peran dan harapan masa depan.
Meningkatkan keterlibatan yang besar dan kesinambungan situasi terapeutik memungkinkan pemantauan terapi dan perkembangan anak.
IV. Evaluasi
Dapat menggunakan suara, kata – kata atau gerakan tubuh dalam cara yang
interaktif dengan orang lain.
Anak dapat mengawali interaksi secara verbal / non verbal dengan orang lain.
15
Anak dapat berpartisipasi dalam aktivitas untuk meningkatkan interaksi dengan
oran lain.
Keluarga mampu menunjukkan metode koping untuk prilaku anak yang lebih
konsisten dan efektif.
Keluarga menggunakan pengetahuan dan pemahaman yang tepat mengenai
gangguan pada anaknya.
Keluarga mencari dukungan terapeutik sesuai dengan kebutuhan dari lu
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi bahasa dibagi menjadi dua bagian yang disebut reseptif/ pemahaman dan
ekspretif atau pengungkapan secara verbal. Gangguan bahasa ekspresif merupakan salah satu
gangguan komunikasi dimana kemampuan ekspresif anak berada di kemampuan yang
diharapkan. Namun gangguan bahasa ekspresif ini pada umumnya prognosisnya adalah baik,
jika gangguan ini dapat terditeksi lebih dini dengan catatan etiologinya memungkinkan
terjadi penyembuhan dengan terapi yang dimulai segera setelah di diagnosa gangguan bahasa
ekspresif. Terapi tersebut terdiri dari latihan pendengaran, prilaku dan praktek dengan
foenem ( unit suara ).
Oleh karena itu setiap anak berkembang dengan kemampuan yang berbeda-beda,
hindarilah menilai setiap anak berpatok ketat kepada perkiraan umur dibawah. Jarak usia
dibawah hanyalah sebagai panduan dari kemampuan si anak pada umur-umur
tertentu.Pemerolehan bahasa juga bisa dilihat dari kebiasaan melihat maupun mendengar dari
kecil.
17
DAFTAR PUSTAKA
Muslim, Rusdi. 2003. Diagnosa gangguan jiwa, rujukan pengkajian PPDGI –III.
Jakarta : Pt. Nun jaya
Judith M. Wilkinson. 2006. Buku saku diagnosa keperawatan NIC – NOC. Jakarta :
EGC
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh kembang anak. Jakarta :EGC
Dongoes, marilynne. 2006. Rencana asuhan keperawatan psikiatri. Jakarta : EGC
Karplan, harold I. 1997. Sinopsis psikiatri jilid 2. Jakarta : Bina Rupa Aksara
18