33
BAB 1 ASMA BRONKIAL 1. DEFINISI ASMA Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. (Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor 1023/menkes/sk/xi/2008). Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) menggunakan batasan operasional asma yaitu mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisis, dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya. 2. EPIDEMIOLOGI 1

2 Lapkas Asma Amel

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ASMA

Citation preview

Page 1: 2 Lapkas Asma Amel

BAB 1

ASMA BRONKIAL

1. DEFINISI ASMA

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran

napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai

rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi,

batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini

hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.

(Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor

1023/menkes/sk/xi/2008).

Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) menggunakan batasan

operasional asma yaitu mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan

karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam

hari/dini hari (nokturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya

aktivitas fisis, dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan

pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada

pasien/keluarganya.

2. EPIDEMIOLOGI

Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia,

terutama pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini

adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada

wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan

gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan.3

Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood

(ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi

penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi

1

Page 2: 2 Lapkas Asma Amel

asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada

12,5 juta pasien asma di Indonesia.

3. FAKTOR RESIKO

Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor

genetik dan faktor lingkungan.

1. Faktor genetik

a. Hipereaktivitas

b. Atopi/alergi bronkus

c. Faktor yang memodifikasi penyakit genetik

d. Jenis kelamin

e. Ras/etnik

2. Faktor lingkungan

a. Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,

alternaria/jamur dll)

b. Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)

c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan,

kacang, makanan laut, susu sapi, telur)

d. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID,

β bloker dll)

e. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household

spray, dan lain-lain)

f. Ekpresi emosi berlebih

g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif

h. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan

i. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya

ketika melakukan aktifitas tertentu.

j. Perubahan cuaca.

4. PATOFISIOLOGI

2

Page 3: 2 Lapkas Asma Amel

Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara

satu individu dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen,

polusi udara, infeksi saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat

atau ekspresi emosi yang berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis,

menstruasi, refluks gastroesofageal dan kehamilan.

Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan

IgE dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk

diantaranya histamin, prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi

otot polos. Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga

terjadi oleh karena saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiperresponsif

terhadap bermacam-macam jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara

timbul oleh karena adanya pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau

tanpa kontraksi otot polos. Peningkatan permeabilitas dan kebocoran

mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan pembengkakan pada sisi luar otot

polos saluran pernafasan.

Gambar 1 bronkiolus normal dan bronkiolus pada asma bronkial

Penyempitan saluran pernafasan yang bersifat progresif yang disebabkan

oleh inflamasi saluran pernafasan dan atau peningkatan tonos otot polos

bronkioler merupakan gejala serangan asma akut dan berperan terhadap

peningkatan resistensi aliran, hiper inflasi pulmoner, dan ketidakseimbangan

ventilasi dan perfusi.

3

Page 4: 2 Lapkas Asma Amel

Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka

(hipersensitif) terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut

dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat

berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana

Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan

berkontraksi/memendek/mengkerut

Produksi kelenjar lendir yang berlebihan

Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran

napas

Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas.

Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk

membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara

napas yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas

yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat

mengeluarkan napas.

Gambar 2 Patofisiologi Asma

4

Page 5: 2 Lapkas Asma Amel

Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada

asma akut. Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan

ekspirasi dan dapat dinilai dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak

Expiratory Flow Rate (PEFR) dan FEV1 (Forced Expiration Volume). Ketika

terjadi obstruksi aliran udara saat ekspirasi yang relatif cukup berat akan

menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil untuk mencegah kembalinya

tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka akan terjadi hiper inflasi

dinamik. Besarnya hiper inflasi dapat dinilai dengan derajat penurunan kapasitas

cadangan fungsional dan volume cadangan. Fenomena ini dapat pula terlihat pada

foto toraks yang memperlihatkan gambaran volume paru yang membesar dan

diafragma yang mendatar.

Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas

otot pernafasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular.

Hiper inflasi paru akan meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena

peningkatan efek kompresi langsung terhadap pembuluh darah paru.

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot

bronkus, sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi

bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas

menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat

terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi

peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional dan pasien akan bernapas

pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini

bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar.

Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas.

Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang

besar, sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di

saluran napas besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan

sesak lebih dominan dibanding mengi. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang

akhirnya menimbulkan hipereaktivitas bronkus. Ada beberapa proses yang terjadi

sebelum pasien menjadi asma:

5

Page 6: 2 Lapkas Asma Amel

1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan

lingkungan apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka

akan timbul sensitisasi pada dirinya.

2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum

tentu menjadi asma. Apabila seseorang yang telah mengalami sensitisasi

terpajan dengan pemacu (enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada

saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses

inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan hiperreaktivitas

bronkus.

Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus

(trigger) maka akan terjadi serangan asma (mengi).

Faktor-faktor pemicu (inducer/sensitisizer) antara lain: Alergen dalam

ruangan: tungau debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen

kecoak, jamur, kapang, ragi serta pajanan asap rokok; pemacu: Rinovirus, ozon,

pemakaian b2 agonis; sedangkan pencetus (enhancer): Semua faktor pemicu dan

pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin.

5. KLASIFIKASI

Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran

klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian

obat inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk

mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat).

Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya

suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat

menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam

penatalaksanaannya.

Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan

(akut).

1. Asma saat tanpa serangan

6

Page 7: 2 Lapkas Asma Amel

Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1)

Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat

(Tabel 1)

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada

orang dewasa

Derajat asma Gejala Gejala malam Faal paru

Intermitten Bulanan APE≥80%

- Gej

ala<1x/minggu.

- Ta

npa gejala diluar

serangan.

- Ser

angan singkat.

≤ 2 kali sebulan - V

EP1≥80% nilai

prediksi APE≥80%

nilai terbaik.

- V

ariabiliti

APE<20%.

Persisten ringan Mingguan APE>80%

- Gej

ala>1x/minggu

tetapi<1x/hari.

- Ser

angan dapat

mengganggu aktifiti

dan tidur

>2 kali sebulan - V

EP1≥80% nilai

prediksi APE≥80%

nilai terbaik.

- V

ariabiliti APE 20-

30%.

Persisten sedang Harian APE 60-80%

- Gej

ala setiap hari.

- Ser

angan mengganggu

aktifiti dan tidur.

- Me

>2 kali sebulan - VEP

prediksi APE

60-80% nilai

terbaik.

- V

ariabiliti APE>30%.

7

Page 8: 2 Lapkas Asma Amel

mbutuhkan

bronkodilator setiap

hari.

Persisten berat Kontinyu APE 60≤%

- Gej

ala terus menerus

- Ser

ing kambuh

- Ak

tifiti fisik terbatas

Sering - V

EP1≤60% nilai

prediksi

APE≤60% nilai

terbaik

- V

ariabiliti

APE>30%

2. Asma saat serangan

Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang

digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya

serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat

serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan

pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan

diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan

sedang dan asma serangan berat.

Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek

akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami

serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik

jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas

yang dapat menyebabkan kematian.

8

Page 9: 2 Lapkas Asma Amel

Respiratory arrest immitent

Berjalan Berbicara BeristirahatInfant-softer; Menangis Bayi berhenti menyusuipendek; Sulit makan

Dapat berbaring Duduk lebih nyaman Membungkuk kedepanBerbicara dalam Kalimat lengkap Kalimat tdk lengkap Kata-kataKewaspadaan Mungkin gelisah Biasanya gelisah Usually agitated Ngantuk atau BingungFrek. Pernapasan Meningkat Meningkat Sering > 30/min

Frekuensi pernapasan normal dari anak-anak pada saat tidak tidur (bangun):Usia Frek. normal < 2 monthsbulan2-12 bulan1-5 tahun6-8 tahun

Otot Bantu Napas dan Retraksi Suprasternal Biasanya tidak ada Biasanya ada Biasanya ada

Pergerakan thoraco-abdominal paradoksal

Wheezing Sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi

Keras Biasanya keras Tidak ada wheezing

Nadi/menit < 100 100-200 >120 BradikardiaPenuntun batas dari denyut nadi normal pada anak-anak:Bayi 2-12 bulan - Angka normal < 160/menitAnak belum sekolah 1-2 tahun < 120/menitAnak usia sekolah 2-8 tahun < 110/menitTidak ada Mungkin ada Sering ada Tidak ada mengesankan< 10 mm Hg 10-25 mmHg > 25 mmHg (dewasa) kecapaian otot pernapa-

20-40 mmHg (anak) san% APE yg diprediksi > 80% ± 60-80% < 60% yg diprediksisetelah bronkodilator (< 100 L/menit dewasa)awal atau respon <2 jam terakhirPaO2 (on air)** Normal, biasa tdk diperlukan > 60 mmHg < 60 mmHg; mungkin sianosisdan / atau PaCO2** < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg:mungkin gagal napasSaO2% (on air)** > 95% 91-95% < 90%

* Note: Keberadaan dari beberapa parameter, tetapi tidak semuanya, mengindikasikan klasifikasi umum dari eksaserbasi.** Note: Kilopascals juga digunakan secara internasional; konversi telah disesuaikan pada keadaan ini.

Severe (berat)

< 60/menit< 50/menit< 40/menit< 30/menit

Sesak napas

Mild (ringan) Moderate (sedang)

Hipercapnea (hipoventilasi) berkembang lebih mudah pada anak-anak daripada dewasa dan remaja

Pulsus paradoksus

6. DIAGNOSIS

Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat

ditangani dengan semestinya, mengi (wheezing) dan/atau batuk kronik berulang

merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis. Secara umum untuk

9

Page 10: 2 Lapkas Asma Amel

menegakkan diagnosis asma diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

a) Anamnesis

Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk,

sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan

dengan cuaca. Faktor – faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga

dan adanya riwayat alergi.

b) Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya

kelainan. Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya.

Tanda asma yang paling sering ditemukan adalah mengi, namun pada

sebagian pasien asma tidak didapatkan mengi diluar serangan. Begitu juga

pada asma yang sangat berat mengi dapat tidak terdengar (silent chest),

biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun.

Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat

ditemukan hal-hal sebagai berikut, sesuai derajat serangan:

1. Inspeksi: pasien terlihat gelisah, sesak (napas cuping hidung, napas

cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal),

sianosis

2. Palpasi: biasanya tidak ditemukan kelainan, pada serangan berat dapat

terjadi pulsus paradoksus

3. Perkusi: biasanya tidak ditemukan kelainan

4. Auskultasi: ekspirasi memanjang, mengi, suara lendir

c) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma:

1. Darah (terutama eosinofil, Ig E)

2. Uji Provokasi Bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada

penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya

dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus

10

Page 11: 2 Lapkas Asma Amel

merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas

saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus

terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja

(exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti

metakolin dan histamin.

3. Spirometri

Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal

ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang

merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume

ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa

(FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.

4. Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya

alergi.

5. Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit

selain asma yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri,

obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada

serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak

memperlihatkan adanya kelainan.

7. DIAGNOSIS BANDING

Bronkitis kronis

Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum

3 bulan dalam setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama batuk yang

disetai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama

kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.

Emfisema paru

Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan

mengi jarang menyertainya.

Gagal Jantung kiri

Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada

malam hari disebut paroxysmal noctrunal dispnea. Pasien tiba-tiba

terbangun pad malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau

11

Page 12: 2 Lapkas Asma Amel

berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan

edema paru.

Emboli paru

Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung.

Disamping gejala sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah

(haemoptoe).

8. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1) Penatalaksanaan asma

akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang.

a) Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)

Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui

oleh pasien. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk

gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya

diberikan pengobatan yang tepat dan cepat. Pada serangan asma obat-obat yang

digunakan adalah :

bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)

kortikosteroid sistemik

Kriteria pulang atau rawat inap :

Pertimbangan untuk memulangkan atau perawatan rumah sakit (rawat inap) pada

penderita di gawat darurat, berdasarkan berat serangan, respons pengobatan baik

klinis maupun faal paru. Berdasarkan penilaian fungsi pertimbangan pulang atau

rawat inap adalah:

- Penderita dirawat inao bila VEP1 atau APE sebelm

pengobatan awal <25% nilai terbaik/prediksi ; atau VEP1/APE < 40% nilai

terbaik/prediksi setelah pengobatan awal diberikan.

- Penderita berpotensi dipulangkan bila VEP1 / APE 40-60%

nilai terbaik atau prediksi setelah pengobatan awal dengan diyakini tindak

lanjut adekuat dan kepatuhan berobat.

12

Page 13: 2 Lapkas Asma Amel

- Penderita dengan respon pengobatan awal memberikan

VEP1/APE > 60% nilai terbaik/prediksi umumnya dipulangkan.

b) Penatalaksanaan asma jangka panjang

Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan

mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan

klasifikasi beratnya asma. Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: a)

Edukasi; b) Obat asma (pengontrol dan pelega); dan c) Menjaga kebugaran .

a. Edukasi

Edukasi yang diberikan mencakup :

Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan

Mengenali gejala serangan asma secara dini

Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu

penggunaannya

Mengenali dan menghindari faktor pencetus

Kontrol teratur

b. Obat asma

Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. 21

i. Pengontrol (Controllers)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk

mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan

mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten.

Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :

Kortikosteroid inhalasi

Kortikosteroid sistemik

Sodium kromoglikat

Nedokromil sodium

Metilsantin

Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi

Agonis beta-2 kerja lama, oral

Leukotrien modifiers

Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)

13

Page 14: 2 Lapkas Asma Amel

ii. Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot

polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang

berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan

batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan

hiperesponsif jalan napas.

Termasuk pelega adalah :

Agonis beta2 kerja singkat

Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai

obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah

optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya

dikombinasikan dengan bronkodilator lain).

Antikolinergik

Aminofillin

Adrenalin

c. Meningkatkan kebugaran fisis

Olahraga menghasilkan kebugaran fisis secara umum, menambah rasa

percaya diri dan meningkatkan ketahanan tubuh. Walaupun terdapat salah satu

bentuk asma yang timbul serangan sesudah exercise (exercise-induced asthma/

EIA), akan tetapi tidak berarti penderita EIA dilarang melakukan olahraga. Bila

dikhawatirkan terjadi serangan asma akibat olahraga, maka dianjurkan

menggunakan beta2-agonis sebelum melakukan olahraga.

Dengan melaksanakan ketiga hal diatas diharapkan tercapai tujuan penanganan

asma, yaitu asma terkontrol. Berikut adalah ciri-ciri asma terkontrol, terkontrol

sebagian, dan tidak terkontrol (tabel 5).

Tabel 3. Ciri-ciri Tingkatan Asma

Tingkatan Asma Terkontrol

Karakteristik Terkontrol Terkonrol

Sebagian

Tidak

Terkonrol

Gejala harian Tidak ada (dua

kali atau kurang

Lebih dari dua Tiga atau lebih

gejala dalam

14

Page 15: 2 Lapkas Asma Amel

perminggu) kali seminggu kategori Asma

Terkontrol Sebagian,

muncul sewaktu –

waktu dalam

seminggu

Pembatasan

aktivitas

Tidak ada Sewaktu-

waktu dalam

seminggu

Gejala

nokturnal/gangguan

tidur (terbangun)

Tidak ada Sewaktu –

waktu dalam

seminggu

Kebutuhan akan

reliever atau terapi

rescue

Tidak ada (dua

kali atau kurang

dalam

seminggu)

Lebih dari dua

kali seminggu

Fungsi Paru (PEF

atau

FEV1*)

Normal < 80%

(perkiraan atau

dari kondisi

terbaik bila

diukur)

Eksaserbasi Tidak ada Sekali atau

lebih dalm

setahun**)

Sekali dalam

seminggu***)

Keterangan :

*) Fungsi paru tidak berlaku untuk anak-anak di usia 5 tahun atau di bawah 5

tahun **) Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apkah

benar-benar

adekwat***) Suatu eksaserbasi mingguan, membuatnya menjadi asma tak terkontrol

9. PROGNOSIS

15

Page 16: 2 Lapkas Asma Amel

Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir

menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang

berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka

kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga suatu

kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia lebih tua lebih

banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-kanak dan

mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang

tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan

commond cold 29% akan mengalami serangan ulangan.

Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan) angka

kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan

serangan terus menerus angka kematiannya 9%.

BAB II

16

Page 17: 2 Lapkas Asma Amel

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. D

Umur : 41 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Buruh

Alamat : Tikala

Tanggal masuk : 01 April 2016

No CM : 0085xxx

II. SUBYEKTIF

Autoanamnesis tanggal 01 April 2016

Keluhan Utama

Sesak nafas sejak 2 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak nafas sejak 2

hari SMRS. Sesak nafas dirasakan hilang timbul dan semakin memberat

sejak 5 jam yang lalu setelah pasien melakukan aktivitas di luar rumah.

Sesak nafas disertai dengan bunyi mengi (“ngik”). Pasien mengaku sesak

sering dirasakan ketika malam hari dan pagi hari ketika cuaca dingin dan

ketika pasien kelelahan. Keluhan dada terasa panas disangkal. Sesak tidak

dipengaruhi oleh posisi. Pasien mengaku sering mengalami hal serupa

sejak 10 tahun yang lalu dan pernah beberapa kali berobat jalan di rumah

sakit dan didiagnosis asma. Pasien juga mengeluh batuk berdahak

bersamaan dengan sesak, dahak berwarna putih dan tidak disertai darah.

Keluhan tidak disertai nyeri pada ulu hati dan tidak demam. Pasien

17

Page 18: 2 Lapkas Asma Amel

mengaku dalam seminggu, dapat mengalami sesak kurang lebih 2 kali, dan

dalam sebulan dapat mengalami kurang lebih 3 kali sesak pada malam

hari.

Saat pasien mengalami sesak, pasien merasa lebih nyaman duduk

dibandingkan berbaring dan masih dapat berbicara. Menurut pasien

aktivitas sehari-harinya tidak terganggu bila hanya serangan ringan. Tetapi

bila serangan cukup berat, membuat pasien tidak bisa beraktivitas dan

bekerja. Pasien mengaku pernah dilakukan pemeriksaan pada dahaknya

dan hasilnya dikatakan negatif oleh petugas Puskesmas.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi terhadap cuaca dingin dan hujan yang disertai

aktivitas yang berlebihan.

Riwayat asma sejak ± 10 tahun yang lalu.

Riwayat darah tinggi disangkal

Riwayat penyakit DM disangkal

Riwayat penyakit jantung tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu pasien memiliki keluhan yang sama dengan pasien.

Riwayat Pengobatan

Pasien mengaku tidak meminum obat-obatan lain selain obat asma

Pasien mengaku pernah beberapa kali mengalami sesak nafas yang berat

yang membuat pasien harus ke IGD dan dilakukan nebulisasi.

Pasien mengaku tidak teratur meminum obat yang diberikan dokter di

Puskesmas.

III. OBJEKTIF ( 01 April 2016 )

Status Present

Kesadaran : Composmentis

18

Page 19: 2 Lapkas Asma Amel

GCS : 15 (E4.M6.V5)

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 90 x/ menit

Respirasi : 28 x/ menit

Suhu : 36,7 oC

Status Generalis

o Kepala :

- Ekspresi wajah : normal.

- Bentuk dan ukuran : normal.

- Rambut : normal.

- Edema (-); malar rash (-); parese N VII (-); eritema (-);

nyeri tekan kepala. (-)

o Mata :

- Simetris; alis normal; exopthalmus (-/-); ptosis (-/-);

nystagmus (-/-); strabismus (-/-); edema palpebra (-/-);

konjungtiva : anemis (-/-), hiperemia (-/-); sclera : ikterus (-/-),

hiperemia (-/-), pterigium (-/-); pupil : isokor, bulat, refleks

cahaya (+/+); kornea : normal; lensa : normal, katarak (-/-).

o Telinga :

- Bentuk : normal; lubang telinga : normal, sekret (-/-); nyeri

tekan (-/-)

- Pendengaran : normal pada kedua telinga.

o Hidung :

- Simetris, deviasi septum (-); napas cuping hidung (-);

perdarahan (-), sekret (-).

- Penciuman normal.

o Mulut :

19

Page 20: 2 Lapkas Asma Amel

- Simetris; bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-); gusi :

hiperemia (-), perdarahan (-); lidah : glositis (-), atropi papil

lidah (-); gigi : karang gigi (+), caries (-); mukosa : normal.

- Faring dan laring : tidak dapat dievaluasi.

o Leher :

- Kaku kuduk (-); scrofuloderma (-); pembesaran KGB (-)

- Trakea : tidak ada deviasi; JVP : tidak meningkat

- Otot bantu nafas SCM aktif (+), hipertrofi (+)

- Pembesaran tiroid (-)

o Thorax

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula kiri

Perkusi : Batas jantung kanan : ICS 4 parasternal kanan

Batas jantung atas : ICS 2 parasternal

Batas jantung kiri : ICS 5 midclavicula kiri

Auskultasi : BJ I – II murni reguler

Paru

Inspeksi : Simetris hemitoraks kanan-kiri saat statis dan dinamis,

barrel chest (-), penggunaan otot bantu nafas (+)

Palpasi : Simetris hemitorak kanan-kiri pada fremitus fokal dan

taktil

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing +/+

o Abdomen

Inspeksi : Permukaan cembung, retraksi epigastrium +

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani pada keempat quadran abdomen

Palpasi : NT/NK/NL : -/-/-. Hepar, lien, ginjal sulit diraba.

20

Page 21: 2 Lapkas Asma Amel

o Extremitas :

Hangat (+); edema (-); deformitas (-); tremor (-); clubbing finger (-);

sianosis (-); petechie (-); dissuse atrofi (-)

IV. Diagnosis

Asma Bronkial Persisten Ringan

V. Diagnosis Banding

Bronkitis Kronik

VI. Tatalaksana

Terapi gawat darurat: nebulisasi dengan ®Combivent (agonis β2 dan

ipratropium bromida).

Terapi rawat jalan:

Salbutamol tab 3x2 mg

Ambroxol tab 3x30 mg

Dexametason tab 3x0,5 mg

Vitamin B Complex 2x1

VII.Rencana edukasi

KIE yang dapat diberikan pada pasien dan keluarganya berupa:

1. Seluk beluk asma. Selain itu penting memahami sifat-sifat dari penyakit

asma:

Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.

Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh

karena faktor tertentu bisa kambuh lagi.

Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan

pengobatan jangka panjang secara teratur.

2. Membantu pasien mengenali intensitas dan frekuensi gejala guna

menentukan klasifikasi asma yang dialami dan untuk memonitor asma

sendiri.

21

Page 22: 2 Lapkas Asma Amel

3. Mengenali dan menghindari pencetus asma

4. Merencanakan pengobatan jangka panjang, dengan pemberian obat-

obatan pengontrol dan pelega serta meminum obat-obatan tersebut secara

teratur.

5. Mengatasi serangan asma dengan tepat dengan mengenal tanda serangan

akut (bertambahnya gejala batuk, sesak, dan mengi) dan tanda

perburukan asma (peningkatan asma malam, kebutuhan obat meningkat,

aktivitas menurun).

6. Memeriksakan diri dengan teratur guna memonitoring perkembangan

penyakit.

7. Menjaga kebugaran dan olahraga

VIII. Prognosis

Ad vitam : ad bonam

Ad fungsionam : ad bonam

Ad sanationam : ad bonam

22

Page 23: 2 Lapkas Asma Amel

DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanto BS, Hisyam B. 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut In : Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : EGC

2. Alsagaff H, Mukty A. 2002. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :

Airlangga University Press

3. Morris MJ. 2011. Asthma.

4. Partridge MD. 2007. Examining the unmet need In adults with severe

asthma : Eur Respir Rev

5. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1023 / Menkes/ SK/ XI/2008 tentang pedoman

pengendalian penyakit asma. Jakarta

6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan

penatalaksanaan penyakit asma di indonesia.

7. Mcfadden ER. 2000. Penyakit asma In : Prinsip-prinsip ilmu penyakit Dalam

harrison. Jakarta:EGC

23