Upload
heri-suhendra-al-ghazoli
View
230
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Anastesi Dr. Herry S.H
Citation preview
LAPORAN KASUS ANASTESI REGIONAL
Os Hernia Sacrotalis
Oleh:
FIKRIAH RAHMI
NUR FEBNI YANTI
KKS BAGIAN ILMU ANASTESI RSUD BANGKINANGFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ABDURRAB2013
2
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 56 tahun
Berat badan : -
Tinggi badan : -
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl.Tanjung Barular, Kampar
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Tanggal masuk RS : 28 Oktober 2013
No. RM : 098246
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Benjolan di kemaluan sejak 5 tahun yang lalu
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
-
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat penyakit hipertensi : ada
- Riwayat penyakit DM : disangkal
- Riwayat penyakit alergi : disangkal
- Riwayat penyakit asma : disangkal
- Riwayat operasi sebelumnya : tidak ada
d. Riwayat Penyakit Keluarga:
- Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
- Riwayat penyakit DM : disangkal
- Riwayat penyakit alergi : disangkal
3
- Riwayat penyakit asma : disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Respirasi : 20 kali/menit
- Nadi : 78 /menit, isi dan tekanan penuh
- Suhu : 36,6C
Kepala : Mesochepal, simestris, tumor (-)
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera tidak iktenk
Hidung : Discharge (-) epistaksis (-), deviasi septum (-)
Mulut : Bibir kering (-), hiperemis (-), pembesaran tonsil
(-),
Gigi : Gigi palsu (-)
Telinga : Discharge (-), deformitas (-)
Leher : Simestris, trakea ditengah, pembesaran tiroid dan
limfe (-)
Thorax : Pulmo : Simetris kanan – kiri, retraksi dinding
dada (-)
SD : vesikuler (+/+) normal
ST : Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Cor : BJ I-II reguler, bising (-)
Abdomen : Status lokalis
Extremitas : edema (-/-), sianosis (-/-), edema (-/-), akral hangat
Vertebrae : Tidak ada kelainan
4
b. Status Lokalis
Regio Abdomen
Inpeksi :
Palpasi :
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 28 Oktobeter 2013
Pemeriksaan darah lengkap :
Hb : 11,4 g/dl (12 – 16 g/dl)
Leukosit : 9.800 ul (5000 – 10000 ul)
Ht : 32,2 % (W 37 – 43 %)
Eritrosit : - (W 4 – 5 jt)
Trombosit : 206000/ul (150000 – 400000/ul)
GDS : 71 mg/dl (<200mg/dl)
V. DIAGNOSIS KLINIS
Diagnosis pra operasi:
Diagnosis post operasi:
VI. STATUS ANASTESI
ASA II (Pasien dengan gangguan sistemik ringan, perubahan anatomi
dan fisiologi dalam masa kehamilan)
VII. TINDAKAN
Dilakukan :
Tanggal : November 2013
VIII. LAPORAN ANESTESI
a. Persiapan Anestesi
- Informed concent
- Puasa
5
Pengosongan lambung, penting untuk mencegah aspirasi isi
lambung karena regurgitasi. Pasien puasa 10 jam
- Pemasangan IV line
Sudah terpasang jalur intravena menggunakan IV catheter
ukuran 18 atau menyesuaikan keadaan pasien dimana dipilih
ukuran yang paling maksimal bisa dipasang.
- Dilakukan pemasangan monitor tekanan darah, nadi dan saturasi
O2
b. Penatalaksanaan Anestesi
Jenis anestesi : Regional Anestesi (RA)
Premedikasi :
- Ondansetron IV 4 mg
- Midazolam IV 2 mg
Medikasi Intra Operatif:
- Bupivacain spinal IV15 mg
- Oksitosin IV 2 ampul ( 20 IU)
- Asam Traneksamat IV 500 mg
Medikasi Post Operatif:
- Tramadol IV 100 mg
- Ketorolac 30 mg
Teknik anestesi :
Pasien dalam posisi duduk tegak dan kepala menunduk Dilakukan
desinfeksi di sekitar daerah tusukan yaitu di regio vertebra lumbal 4 –
5. Dilakukan Sub Arakhnoid blok dengan jarum spinal no. 27 pada
regio vertebra lumbal 4 – 5 dengan tusukan paramedian.
LCS keluar (+) jernih
Respirasi : Spontan
Posisi : Supine
Jumlah cairan yang masuk :
Kristaloid = 1500 cc
Perdarahan selama operasi : ± 500 cc
6
Pemantauan selama anestesi :
Mulai anestesi : 09.59
Mulai operasi : 10.05
Bayi lahir : 10.15
Selesai operasi : 10.35
Tekanan darah dan frekuensi nadi.
Pukul (WIB) Tekanan Darah (mmHg) Nadi (kali/menit)
PROGNOSA
Dubia ad bonam
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Analgesia regional adalah tindakan analgesia yang dilakukan
dengan cara menyuntikkan obat anestetika lokal pada lokasi serat saraf
yang menginervasi regio tertentu, yang menyebabkan hambatan konduksi
impuls aferen yang bersifat temporer. Dapat pula di definisikan sebagai
penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat impuls nyeri suatu
bagian tubuh sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri
dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi
motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap
sadar.1
2.2 Pembagian Anestesi/Analgesia Regional
1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural,
dan kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.2
2. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal,
blok lapangan, dan analgesia regional intravena.2
2.3 Keuntungan Anestesia Regional
1. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih
murah.
2. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency,
lambung penuh) karena penderita sadar.
3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
5. Perawatan post operasi lebih ringan.
8
2.4 Kerugian Anestesia Regional
1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
3. Sulit diterapkan pada anak-anak.
4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.
2.5 Persiapan Anastesi Regional
Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan anestesi umum karena
untuk mengantisipasi terjadinya reaksi toksik sistemikyg bisa berakibat fatal,
perlu persiapan resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke
pembuluh darah → kolaps kardiovaskular sampai cardiac arrest. Juga untuk
mengantisipasi terjadinya kegagalan, sehingga operasi bisa dilanjutkan dg
anestesi umum.
Selain itu perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini:2
Informed Consent (Izin dari pasien)..
Pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang
punggung dan lain-lainnya.
Pemeriksaan laboratorium anjuran, misalnya hemoglobin, hematokrit,
prothrombine time dan partial trombloplastine time.
2.6 PEMBAHASAN BLOK SENTRAL
Blok neuroaksial akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan
blok motoris (tergantung dari dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal).
I. Anastesi Spinal
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam
ruang subarachnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan
anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid
disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.2
9
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan
menembus kutis subkutis Lig. Supraspinosum Lig. Interspinosum
Lig. Flavum ruang epidural durameter ruang subarachnoid.
Gambar 1. Anestesi Spinal
Medula spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh
cairan serebrospinal, dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan
pleksus venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan
pada bayi L3. Oleh karena itu, anestesi/analgesi spinal dilakukan ruang
sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5
Indikasi2:
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya
dikombinasikan dengan anestesi umum ringan
10
Kontra indikasi absolut2:
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
5. Tekanan intrakranial meningkat
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.
Kontra indikasi relatif2:
1. Infeksi sistemik
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik
Persiapan analgesia spinal2
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan
pada anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah
akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang
punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan
prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
1. Informed consent, kita tidak boleh memaksa pasien untuk
menyetujui anestesia spinal
2. Pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan spesifik seperti
kelainan tulang punggung
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran, Hemoglobin, Hematokrit,
PT (Prothrombine Time), PTT (Partial Thromboplastine Time)
11
Peralatan analgesia spinal2
1. Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll.
2. Peralatan resusitasi
3. Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu
runcing/quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil
(pencil point whitecare)
Gambar 2. Jarum Spinal
Anastetik lokal untuk analgesia spinal
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada 37º C adalah 1.003-
1.008. Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut
isobarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut
hiperbarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari CSS
disebut hipobarik. Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis
hiperbarik diperoleh dengan mencampur anastetik lokal dengan
dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh
dengan mencampur dengan air injeksi.
Anestetik lokal yang paling sering digunakan:
1. Lidokaine(xylocain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik,
dosis 20-100mg (2-5ml)
2. Lidokaine(xylocain,lignokain) 5% dalam dextrose 7.5%: berat
jenis 1.033, sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)
12
3. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat
isobarik, dosis 5-20mg (1-4ml)
4. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis
1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)
Teknik analgesia spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan
pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya
dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya
diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan
dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.2
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral
dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya
tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar
processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
Gambar 3. Posisi Duduk dan Lateral Decubitus
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista
iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau
diatasnya berisiko trauma terhadap medula spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain
1-2% 2-3ml
13
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar
22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang
kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu
jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-
kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum
spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika
menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel)
harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari
kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala
pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal
dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat
dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit,
hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau yakin
ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar,
putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal
kontinyu dapat dimasukan kateter.
Gambar 4. Tusukan Jarum pada Anestesi Spinal
14
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya
bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-
ligamentum flavum dewasa ± 6cm.
Penyebaran anastetik lokal tergantung2:
1. Faktor utama:
a. Berat jenis anestetik lokal (barisitas)
b. Posisi pasien
c. Dosis dan volume anestetik lokal
2. Faktor tambahan
a. Ketinggian suntikan
b. Kecepatan suntikan/barbotase
c. Ukuran jarum
d. Keadaan fisik pasien
e. Tekanan intra abdominal
Lama kerja anestetik lokal tergantung2:
1. Jenis anestetia lokal
2. Besarnya dosis
3. Ada tidaknya vasokonstriktor
4. Besarnya penyebaran anestetik lokal
Komplikasi tindakan anestesi spinal2:
1. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah
dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid
500ml sebelum tindakan.
2. Bradikardia
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat
blok sampai T-2
3. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
4. Trauma pembuluh saraf
5. Trauma saraf
15
6. Mual-muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi atau spinal total
Komplikasi pasca tindakan2:
1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urine
5. Meningitis
II. Anestesia Epidural
Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan
menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada diantara
ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm
dan dibagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.2
Obat anestetik lokal diruang epidural bekerja langsung pada akar
saraf spinal yang terletak dilateral. Awal kerja anestesi epidural lebih
lambat dibanding anestesi spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik-
motorik juga lebih lemah.2
Gambar 5. Anestesi Epidural
16
Keuntungan epidural dibandingkan spinal2:
Bisa segmental
Tidak terjadi headache post op
Hipotensi lambat terjadi
Kerugian epidural dibandingkan spinal2:
Teknik lebih sulit
Jumlah obat anestesi lokal lebih besar
Reaksi sistemis
Komplikasi anestesi / analgesi epidural2:
1. Blok tidak merata
2. Depresi kardiovaskular (hipotensi)
3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
4. Mual – muntah
Indikasi analgesia epidural2:
1. Untuk analgesia saja, di mana operasi tidak dipertimbangkan. Sebuah
anestesi epidural untuk menghilangkan nyeri (misalnya pada
persalinan) kemungkinan tidak akan menyebabkan hilangnya kekuatan
otot, tetapi biasanya tidak cukup untuk operasi.
2. Sebagai tambahan untuk anestesi umum. Hal ini dapat mengurangi
kebutuhan pasien akan analgesik opioid. Ini cocok untuk berbagai
macam operasi, misalnya histerektomi, bedah ortopedi, bedah umum
(misalnya laparotomi) dan bedah vaskuler (misalnya perbaikan
aneurisma aorta terbuka).
3. Sebagai teknik tunggal untuk anestesi bedah. Beberapa operasi, yang
paling sering operasi caesar, dapat dilakukan dengan menggunakan
17
anestesi epidural sebagai teknik tunggal. Biasanya pasien akan tetap
terjaga selama operasi. Dosis yang dibutuhkan untuk anestesi jauh
lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk analgesia.
4. Untuk analgesia pasca-operasi, di salah satu situasi di atas. Analgesik
diberikan ke dalam ruang epidural selama beberapa hari setelah
operasi, asalkan kateter telah dimasukkan.
5. Untuk perawatan sakit punggung. Injeksi dari analgesik dan steroid ke
dalam ruang epidural dapat meningkatkan beberapa bentuk sakit
punggung.
6. Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala dalam
perawatan terminal, biasanya dalam jangka pendek atau menengah.
Ada beberapa situasi di mana resiko epidural lebih tinggi dari biasanya :
1. Kelainan anatomis, seperti spina bifida, meningomyelocele, atau
s k oliosis
2. Operasi tulang belakang sebelumnya (di mana jaringan parut dapat
menghambat penyebaran obat)
3. Beberapa masalah sistem saraf pusat, termasuk multiple sclerosis
4. Beberapa masalah katup jantung (seperti stenosis aorta, di mana
vasodilatasi yang diinduksi oleh obat bius dapat mengganggu suplai
darah ke jantung)
Anestesi epidural sebaiknya dilakukan pada:
1. Kurangnya persetujuan
2. Gangguan pendarahan (koagulopati) atau penggunaan obat
antikoagulan (misalnya warfarin)
3. Risiko hematoma
4. Kompresi tulang belakang
5. Infeksi dekat titik penyisipan
6. Hipovolemia
18
Penyebaran obat pada anestesi epidural bergantung :
1. Volume obat yg disuntikan
2. Usia pasien
3. Kecepatan suntikan
4. Besarnya dosis
5. Ketinggian tempat suntikan
6. Posisi pasien
7. Panjang kolumna vetebralis
Teknik anestesia epidural :
Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang
subarakhnoid.2
1. Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal.
2. Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-4.
3. Jarum yang digunakan ada 2 macam, yaitu:
a) jarum ujung tajam (Crawford)
b) jarum ujung khusus (Tuohy)
Gambar 6. Jarum Anestesi Epidural
19
4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang
paling populer adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes
tergantung.
a) Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)
Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah
resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak ± 3ml. Setelah
diberikan anestetik lokal pada tempat suntikan, jarum epidural
ditusuk sedalam 1-2 cm. Kemudian udara atau NaCl disuntikkan
perlahan dan terputus-putus. Sembari mendorong jarum epidural
sampai terasa menembus jaringan keras (ligamentum flavum) yang
disusul hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada
dalam ruang epidural, lakukan uji dosis (test dose)
b) Teknik tetes tergantung (hanging drop)
Persiapan sama seperti teknik hilangnya resistensi, tetapi pada
teknik ini menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai
terlihat ada tetes Nacl yang menggantung. Dengan mendorong
jarum epidural perlahan secara lembut sampai terasa menembus
jaringan keras yang kemudian disusul oleh tersedotnyatetes NaCl
ke ruang epidural. Setelah yakin, lakukan uji dosis (test dose)
5. Uji dosis (test dose)
Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah
ujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis
berulang (kontinyu) melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml
yang sudah bercampur adrenalin 1:200.000.
Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak
jarum sudah benar
Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruang
subarakhnoid karena terlalu dalam.
Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat
masuk vena epidural.
20
7. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang tentunya
bergantung pada konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis
dikurangi sampai 50% dan pada wanita hamil dikurangi sampai 30%
akibat pengaruh hormon dan mengecilnya ruang epidural akibat
ramainya vaskularisasi darah dalam ruang epidural.
8. Uji keberhasilan epidural
Keberhasilan analgesia epidural :
a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu.
b. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum.
c. Tentang blok motorik dari skala bromage
Melipat Lutut Melipat Jari
Blok tak ada ++ ++
Blok parsial + ++
Blok hampir lengkap - +
Blok lengkap - -
Tabel 1. Skala bromage untuk Blok Motorik
Anestetik lokal yang digunakan untuk epidural
1. Lidokain (Xylokain, Lidonest)
Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan
relaksasi otot baik.
0.8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.
1.5% lazim digunakan untuk pembedahan.
2% untuk relaksasi pasien berotot.
2. Bupivakain (Markain)
Konsentrasi 0.5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam.
Volum yang digunakan <20ml.
21
Komplikasi:
1. Blok tidak merata
2. Depresi kardiovaskuler (hipotensi)
3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
4. Mual-muntah
Tabel 2. Obat Anestesi Epidural
III. Anestesia Kaudal
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena
kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat
ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis
ditutup oleh ligamentum sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog dengan
gabungan antara ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum,
dan ligamentum flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus
venosus, felum terminale dan kantong dura.2
Indikasi : Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid,
fistula paraanal.
Kontra indikasi: Seperti analgesia spinal dan analgesia epidural.
22
Teknik anestesia kaudal :
1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala
lebih rendah dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita
hamil.
2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter
vena ukuran 20-22 pada pasien dewasa.
3. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen)
4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan
dan kiri dan spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan
ketiga tonjolan tersebut diperoleh hiatus sakralis.
5. Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus
sakralis, tusukkan jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah
diyakini masuk kanalis sakralis, ubah jarum jadi 450-600 dan jarum
didorong sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5 ml
secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit
untuk menguji apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.
Gambar 7. Anestesi Kaudal
IV. Anestesi Spinal Total
Anestesi spinal total ialah anestesi spinal intratekal atau epidural
yang naik sampai di atas daerah servikal. Anestesi ini biasanya tidak
disengaja, pasien batuk-batuk, dosis obat berlebihan, terutama pada
analgesia epidural dengan posisi pasien yang tidak menguntungkan.
23
Tanda-tanda klinis:
1. tangan kesemutan
2. lidah kesemutan
3. napas berat
4. mengantuk kemudian tidak sadar
5. bradikardi dan hipotensi berat
6. henti napas
7. pupil midriasis.
Walaupun saraf phrenikus mungkin terkena blokade namun henti
napas lebih disebabkan oleh hipoperfusi pusat kendali napas. Kejadian ini
timbul segera setelah tindakan atau setelah 30-45 menit kemudian.
Kejadian ini bersifat sementara namun apabila tidak ditanggulangi dapat
mengakibatkan henti jantung yang dapat merenggut nyawa pasien.
Pengenalan dini anestesia spinal total ini amat penting agar pertolongan
dapat segera dilakukan.
Tindakan terhadap anestesi spinal total ini adalah dengan
menaikkan curah jantung, infus cairan koloid 2-3 L, menaikkan kedua
tungkai, kendalikan pernapasan dengan O2 100% kalau perlu dengan
intubasi dan intubasi ini dapat dilakukan dengan mudah karena telah
terjadi relaksasi otot maksimal, beri atropin untuk melawan bradikardi
dan beri efedrin untuk melawan hipotensi.
2.7 PEMBAHASAN BLOK PERIFER
Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila
digunakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Obat bius
lokal bekerja pada tiap bagian susunan saraf.
Anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau
blokade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang
transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer.
Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi
saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.
24
Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal:
1. Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
2. Batas keamanan harus lebar
3. Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada
membran mukosa
4. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu
yang yang cukup lama
5. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap
pemanasan.
Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada
pembedahan kecil dimana anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan. Di
Indonesia, yang paling banyak digunakan adalah lidokain dan bupivakain.
Mekanisme kerja
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium-
channel), mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan
kalium sehingga tidak terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya, tidak
terjadi konduksi saraf.
Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten.
Ikatan dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan konstanta
dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja.
Konsentrasi minimal anestetika lokal (analog dengan MAC, minimum
alveolar concentration) dipengaruhi oleh:
1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf
2. pH (asidosis menghambat blokade saraf)
3. Frekuensi stimulasi saraf
Mula kerja bergantung beberapa faktor, yaitu:
25
1. pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi
meningkat dan dapat menembus membrane sel saraf sehingga
menghasilkan mula kerja cepat
2. Alkalinisasi anestetika lokal membuat awal kerja cepat
3. Konsentrasi obat anestetika lokal
Lama kerja dipengaruhi oleh:
1. Ikatan dengan protein plasma karena reseptor anestetika lokal adalah
protein
2. Dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi
3. Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian
Efek samping terhadap sistem tubuh
Sistem kardiovaskular:
a. Depresi automatisasi miokard
b. Depresi kontraktilitas miokard
c. Dilatasi arteriolar
d. Dosis besar dapat menyebabkan disritmia/kolaps sirkulasi
Sistem pernafasan:
a. Relaksasi otot polos bronkus
b. Henti nafas akibat paralisis saraf frenikus
c. Paralisis interkostal
d. Depresi langsung pusat pengaturan nafas
Sistem saraf pusat:
a. Parestesia lidah
b. Pusing
c. Tinitus
d. Pandangan kabur
e. Agitasi
f. Depresi pernafasan
26
g. Tidak sadar
h. Konvulsi
i. Koma
Imunologi : reaksi alergi
Sistem muskuloskeletal : miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain
Komplikasi obat anestesi lokal
Obat anestesi lokal, melewati dosis tertentu merupakan zat toksik, sehingga
untuk tiap jenis obat anestesi lokal dicantumkan dosis maksimalnya. Komplikasi
dapat bersifat lokal atau sistemik
Komplikasi lokal
1. Terjadi ditempat suntikan berupa edema, abses, nekrosis dan gangrene.
2. Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan kelainan tindakan asepsis
dan antisepsis.
3. Iskemia jaringan dan nekrosis karena penambahan vasokonstriktor yang
disuntikkan pada daerah dengan end-artery.
Komplikasi sistemik
1. Manifestasi klinis umumnya berupa reaksi neurologis dan
kardiovaskuler.
2. Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah berupa
perangsangan sedangkan pengaruh pada pons dan batang otak berupa
depresi.
3. Pengaruh kardiovaskuler adalah berupa penurunan tekanan darah dan
depresi miokardium serta gangguan hantaran listrik jantung.
27
A. Infiltrasi Lokal
Penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan sekitar tempat lesi
B. Blok Lapangan (Field Block)
Infiltrasi sekitar lapangan operasi (contoh, untuk ekstirpasi tumor kecil)
C. Analgesia Permukaan (Topikal)
Obat analgetika lokal dioles atau disemprot di atas selaput mukosa
D. Analgesia Regional Intravena (Bier Block)
Anestesi jenis ini dapat dikerjakan untuk bedah singkat sekitar 45 menit
pada lengan atau tungkai. Biasanya dikerjakan untuk orang dewasa dan pada
lengan.
Teknik analgesia regional intravena:
1. Pasang kateter vena (venocath) pada kedua punggung tangan. Pada sisi
tangan atau lengan yang akan dibedah digunakan untuk memasukkan obat
anestetik lokal, sedangkan sisi lain untuk memasukkan obat-obat yang
diperlukan seandainya terjadi kegawatan atau diperlukan cairan infus.
2. Eksanguinasi (mengurangi darah) pada sisi lengan yang akan dibedah
dengan menaikkan lengan dan peraslah lengan secara manual atau dengan
bantuan perban elastik (eshmark bandage) dari distal ke proksimal.
Tindakan ini untuk mengurangi sirkulasi darah dan tentunya dosis obat.
3. Pasang pengukur tekanan darah pada lengan atas seperti akan mengukur
tekanan darah biasa dengan torniket atau manset ganda dan bagian
proksimal dikembangkan dahulu sampai 100 mmHg di atas tekanan
sistolik supaya darah arteri tidak masuk ke lengan dan tentunya juga
darah vena tidak akan masuk ke sistemik. Perban elastik dilepaskan.
4. Suntikkan lidokain atau prilokain 0,5% 0,6 ml/kg (bupivakain tidak
dianjurkan karena toksisitasnya besar) melalui kateter di punggung
tangan dan kalau untuk tungkai lewat vena punggung kaki dosis 1-1,2
ml/kg. Analgesia tercapai dalam waktu 5-15 menit dan pembedahan dapat
dimulai.
28
5. Setelah 20-30 menit atau kalau pasien merasa tak enak atau nyeri pada
torniket, kembangkan manset distal dan kempiskan manset proksimal.
6. Setelah pembedahan selesai, deflasi manset dilakukan secara bertahap,
buka tutup selang beberapa menit untuk menghindari keracunan obat.
Pada bedah sangat singkat, untuk mencegah keracunan sistemik, torniket
harus tetap dipertahankan selama 30 menit untuk memberi kesempatan
obat keluar vena menyebar dan melekat ke seluruh jaringan sekitar.
Untuk tungkai jarang dikerjakan karena banyak pilihan lain yang lebih
mudah dan aman seperti blok spinal, epidural, atau kaudal
Beberapa anastetik lokal yang sering digunakan :
1. Kokain dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan nafas
atas. Lama kerja 2-30 menit.
2. Prokain untuk infiltrasi larutan: 0,25-0,5%, blok saraf: 1-2%, dosis
15mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit.
3. Lidokain konsentrasi efektif minimal 0,25%, infiltrasi, mula kerja 10
menit, relaksasi otot cukup baik. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung
konsentrasi larutan.
4. Bupivakain konsentrasi efektif minimal 0,125%, mula kerja lebih
lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja sampai 8 jam.
29
30