260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4

    1/11

    Penentuan Kadar Paracetamol dan Kafein dalam Campuran Tablet Paracetamol Kafein

    Menggunakan Metode Spektrofotometri Derivatif

    Iflakhatul Ulfa

    Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang

    Abstrak

    Spektrofotometri UV-VIS dengan menggunakan metode zero crossing merupakan metode

    alternatif dalam mengatasi penetapan kadar campuran dua komponen atau lebih senyawa yang

    spektrumnya saling tumpang tindih. Dalam penelitian ini dilakukan dengan menentukan zero

    crossing paracetamol dan kafein, pembuatan kurva baku, dan penetapan kadar sampel

    paracetamol dan kafein dalam tablet campuran. Parasetamol merupakan metabolit fenasetin

    dengan efek analgetik ringan sampai sedang, dan antipiretik yang ditimbulkan oleh gugusaminobenzen, sedangkan kafein adalah basa lemah yang memiliki gugus metil dan berefek

    stimulasi susunan saraf pusat dan memperkuat efek analgesic. Hasil pada praktikum kali ini yaitu

    zero crossing paracetamol dan kafein yaitu sebesar 275 nm dan 290 nm. Kadar paracetamol

    dan kafein dalam tablet campuran yang didapat yaitu 123,78 % dan 23,43 %.

    Kata kunci: Spektrofotometri UV-VIS derivative, zero crossing, paracetamol, kafein, kadar,

    Determination of Paracetamol and Caffeine Levels in Mix Caffeine Tablets Paracetamol

    Method Using Spectro Derivatives

    Abstract

    UV-VIS spectrophotometry using zero crossing method is an alternative method to overcome the

    assay mixture of two or more compounds that are components of the spectrum overlap. In this

    study conducted by determining the zero crossing paracetamol and caffeine, manufacture

    standard curve and the assay samples of paracetamol and caffeine in tablet mix. Paracetamol is a

    metabolite of phenacetin with mild to moderate analgesic effect and antipyretic posed by cluster

    aminobenzen, while caffeine is a weak base which has a methyl group and affect the central

    nervous system stimulation and strengthening the analgesic effect. The results of the lab this time

    is zero crossing paracetamol and caffeine is equal to 275 nm and 290 nm. Levels of

    paracetamol and caffeine in tablet mixture is obtained which is 123.78% and 23.43%.

    Keywords: UV-VIS spectrophotometry derivative, zero crossing, paracetamol, caffeine, levels,

  • 7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4

    2/11

    PENDAHULUAN

    Parasetamol (asetaminofen) merupa-

    kan obat analgetik non narkotik dengan cara

    kerja menghambat sintesis prostaglandin

    terutama di Sistem Syaraf Pusat (SSP).

    Parasetamol digunakan sebagai analgetik-

    antipiretik maupun kombinasi dengan obat

    lain dalam sediaan obat flu, melalui resep

    dokter atau yang dijual bebas(1)

    .

    Senyawa kafein mempunyai sifat

    fisik berupa serbuk putih atau bentuk jarum

    mengkilat putih, biasanya menggumpal,

    tidak berbau, dan berasa pahit seperti

    alkaloid pada umumnya. Kafein sukar larut

    dalam eter, agak sukar larut dalam air dan

    etanol, serta mudah larut dalam kloroform(2)

    .

    Berbagai sediaan obat yang terdapat

    di pasaran mengkombinasikan dua atau

    lebih zat aktif dalam satu sediaan, salah

    satunya adalah obat analgesik. Analgesik

    merupakan obat yang meredakan rasa nyeri

    tanpa mengakibatkan kehilangan kesadaran.

    Kombinasi analgesik yang banyak di-

    temukan adalah parasetamol dengan kafein.

    Penambahan kafein bertujuan untuk

    meningkatkan efikasi dari analgesik(3)

    .

    Campuran parasetamol dan kafein

    banyak ditemukan dalam produk anti

    influenza dengan berbagai merek dagang.

    Parasetamol merupakan metabolit fenasetin

    dengan efek analgetik ringan sampai sedang,

    dan antipiretik yang ditimbulkan oleh gugus

    aminobenzen, sedangkan kafein adalah basa

    lemah yang merupakan turunan xantin,

    memiliki gugus metil dan berefek stimulasi

    susunan saraf pusat serta dapat memperkuat

    efek analgetik parasetamol(4,5)

    .

    Metode spektrofotometri derivatif

    atau metode kurva turunan adalah salah satu

    metode spektrofotometri yang dapat diguna-

    kan untuk analisis campuran beberapa zat

    secara langsung tanpa harus melakukan pe-

    misahan terlebih dahulu walaupun dengan

    panjang gelombang yang berdekatan(6)

    .

    Beberapa keuntungan dari spektrum

    derivative antara lain: spektrum derivatif

    memberikan gambaran struktur yang terinci

    dari spektrum serapan dan gambaran ini

    makin jelas dari spektra derivative pertama

    ke derivatif keempat. Selain itu, dapat

    dilakukan analisis kuantitatif suatu

    komponen dalam campuran dengan bahan

    yang panjang gelombangnya saling

    berdekatan(7)

    .

    Metode spektrofotometri derivative

    yang digunakan yaitu metode zero crossing.

    Metode zero crossing adalah metode

    kuantitatif dari spectrum derivative dimana

    dA/d sudah satu senyawa dari campuran

    sampel memiliki nol absorbansi sehingga

    kadar senyawa lainnya dapat ditentukan

  • 7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4

    3/11

    dengan menghitung absorbansi total sampel

    dan panjang gelombang tersebut(8)

    .

    Tujuan praktikum kali ini yaitu

    menghitung kadar zat aktif paracetamol dan

    kafein dalam senyawa campuran serta

    mengetahui cara menentukan zero crossing

    daru suatu spectra.

    METODE

    Alat yang digunakan dalam

    percobaan adalah beaker glass, corong,

    Erlenmeyer, labu ukur, mortar dan stemper,

    neraca analitik, pipet mikro, pipet tetes, dan

    spektrofotometri UV-VIS.

    Bahan yang digunakan dalam

    percobaan adalah etanol, kafein standar,

    paracetamol standar, serta sampel obat

    kombinasi paracetamol dan kafein.

    Prosedur pertama dalam percobaan

    kali ini yaitu pembuatan larutan stok

    paracetamol dan kafein. Paracetamol 500

    ppm dibuat dengan ditimbang paracetamol

    baku 50 mg dan dimasukkan ke dalam labu

    ukur 10 mL. lalu ditambahkan etanol hingga

    tanda batas. Sama seperti paracetamol,

    kafein dibuat dalam konsentrasi 500 ppm

    yaitu dengan ditimbang 50 mg kafein lalu

    dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan

    ditambahkan etanol hingga tanda batas.

    Penentuan zero crossing paracetamol

    dilakukan dengan cara dipipet1 mL larutan

    stok paracetamol 500 ppm lalu dimasukkan

    ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan

    etanol hingga tanda batas. Diperoleh

    konsentrasi paracetamol 50 ppm. Kemudian

    dipipet 2 mL dari larutan paracetamol 50

    ppm dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10

    mL. ditambahkan etanol hingga tanda batas.

    Akan diperoleh konsentrasi paracetamol 10

    ppm. Selanjutnya diukur pada spektrofoto-

    metri UV-VIS pada panjang gelombang 200

    nm- 400 nm. Dilakukan penentuan zero

    crossing paracetamol.

    Penentuan zero crossing kafein sama

    dengan paracetamol yaitu dilakukan dengan

    cara dipipet1 mL larutan stok kafein 500

    ppm lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10

    mL dan ditambahkan etanol hingga tanda

    batas. Diperoleh konsentrasi kafein 50 ppm.

    Kemudian dipipet 2 mL dari larutan kafein

    50 ppm dan dimasukkan ke dalam labu ukur

    10 mL. ditambahkan etanol hingga tanda

    batas. Akan diperoleh konsentrasi kafein 10

    ppm. Selanjutnya diukur pada spektrofoto-

    metri UV-VIS pada panjang gelombang 200

    nm-400 nm. Dilakukan penentuan zero

    crossing kafein.

    Pembuatan kurva baku paracetamol

    dilakukan dengan dipipet 2 mL dari larutan

    stok paracetamol 500 ppm lalu dimasukkan

    ke dalam labu ukur 20 mL dan dimasukkan

    etanol hingga tanda batas sehingga akan

  • 7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4

    4/11

    diperoleh konsentrasi paracetamol 50 ppm.

    Kemudian dibuat variasi konsentrasi

    paracetamol menjadi 5 konsentrasi sebagai

    berikut:

    Konsentrasi

    Paracetamol (ppm)

    Konsentrasi Kafein

    (ppm)

    8 5

    10 5

    14 5

    16 5

    ditambahkan kafein 5 ppm sama banyak ke

    dalam masing-masing labu ukur. Kemudian

    diukur absorbansi pada zero crossing

    kafein. akan diperoleh kurva baku parace-

    tamol.

    Pembuatan kurva baku kafein

    dilakukan dengan dipipet 2 mL dari larutan

    stok kafein 500 ppm lalu dimasukkan ke

    dalam labu ukur 20 mL dan dimasukkan

    etanol hingga tanda batas sehingga akan

    diperoleh konsentrasi kafein 50 ppm.

    Kemudian dibuat variasi konsentrasi kafein

    menjadi 6 konsentrasi sebagai berikut:

    Konsentrasi Kafein

    (ppm)

    Konsentrasi

    Paracetamol (ppm)

    10 5

    12 5

    14 5

    16 5

    18 5

    ditambahkan paracetamol 5 ppm sama

    banyak ke dalam masing-masing labu ukur.

    Kemudian diukur absorbansi pada zero

    crossing paracetamol. akan diperoleh kurva

    baku kafein.

    Penetapan Kadar tablet campuran

    Paracetamol dan Kafein dilakukan dengan

    ditimbang sebanyak 20 tablet dengam rata-

    rata bobotnya 0,64094 gram (640,94 mg).

    tablet diserbukkan dengan cara digerus. Lalu

    ditimbang serbuk tersebut setara dengan 25

    mg. Serbuk tersebut dimasukkan kedalam

    labu ukur dan ditambahkan 10 mL etanol

    (2500 ppm). Diambil 1 mL larutan sampel

    konsentrasi 2500 ppm dan ditambah etanol

    hingga tanda batas labu ukur 10 mL

    sehingga diperoleh konsentrasi sampel 250ppm. Diambil 0,56 mL larutan sampel 250

    ppm dan di tambah etanol hingga tanda

    batas labu ukur 10 mL sehingga diperoleh

    konsentrasi 14 ppm. Selanjutnya diukur

    dalam spektrofotometri UV-VIS pada

    panjang gelombang 200 nm-400 nm. Kadar

    paracetamol dan kafein dalam tablet

    campuran dihitung dengan persen kadar.

    HASIL

    1. Pembuatan Larutan Stok Parasetamol

    dan Kafein (500 ppm)

  • 7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4

    5/11

    a. Parasetamol (500 ppm)

    b.

    Kafein (500 ppm)

    2. Penentuan max (200-400)nm

    a. Parasetamol (50 ppm)

    Parasetamol (10 ppm)

    b.

    Kafein (50 ppm)

    Kafein (10 ppm)

    3. Zero Crossing Parasetamol dan Kafein

    zero crossing kafein : f = 246, 275

    nm ( maks = 275 nm)

    zero crossing parasetamol : f = 226,

    230, 290 nm ( maks = 249 nm)

    4. Kurva Baku Parasetamol dan Kafein

    (dari 50 ppm)

    Kurva Baku Parasetamol pada zero

    crossing kafein (275 nm)

    Konsentrasi

    PCT (ppm)

    Konsentrasi

    Kafein

    f(275

    nm)

    8 ppm 5 ppm -0,0040

    10 ppm 5 ppm -0,0049

    14 ppm 5 ppm -0,0076

    16 ppm 5 ppm -0,0083

    Campuran Larutan

    8 ppm1,6 ml larutanparasetamol + 1 ml larutan kafein

    (add etanol 10 ml)

    10 ppm -> 2 ml larutan

    parasetamol+ 1 ml larutan kafein

    (add etanol 10 ml)

    14 ppm -> 2,8 ml larutan

    parasetamol+ 1 ml larutan kafein

    (add etanol 10 ml)

    16ppm-> 3,2 ml larutan

    parasetamol +1 ml larutan kafein

    (add etanol 10 ml)

  • 7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4

    6/11

    Kurva Baku Parasetamol

    Kurva Baku Kafein pada Zero

    crossing parasetamol (290 nm)

    Konsentrasi

    Kafein (ppm)

    Konsentrasi

    Parasetamol

    f(290

    nm)

    10 ppm 5 ppm -0,0260

    12 ppm 5 ppm -0,0340

    14 ppm 5 ppm -0,0365

    16 ppm 5 ppm -0,0421

    18 ppm 5 ppm -0,0471

    Campuran Larutan

    10 ppm -> 2 ml larutan kafein + 1

    ml larutan parasetamol (add

    etanol 10 ml)

    12 ppm -> 2,4 ml larutan kafein +

    1 ml larutan parasetamol (add

    etanol 10 ml)

    14 ppm -> 2,8 ml larutan kafein +

    1 ml larutan parasetamol (add

    etanol 10 ml)

    16 ppm -> 3,2 ml larutan kafein +

    1 ml larutan parasetamol (add

    etanol 10 ml)

    18 ppm -> 3,6 ml larutan kafein +

    1 ml larutan parasetamol (add

    etanol 10 ml)

    Kurva Baku Kafein

    5. Pembuatan larutan Sampel Tablet

    Campuran

    - Bobot rata-rata 20 tablet = 0,64094

    gram (640,94 mg)

    - Ditimbang sebanyak 25 mg (2500

    ppm)

    8 ppm

    + 5

    ppm

    10

    ppm +

    5 ppm

    14

    ppm +

    5 ppm

    16

    ppm +

    5 ppm

    275nm -0.004 -0.0049 -0.0076 -0.0083

    -0.01

    -0.008

    -0.006

    -0.004

    -0.002

    0

    Absorbansi

    Kurva Baku Parasetamol

    y = -0.00057x +

    0.00058

    10

    ppm +

    5 ppm

    12

    ppm +

    5 ppm

    14

    ppm +

    5 ppm

    16

    ppm +

    5 ppm

    18

    ppm

    5 pp

    290nm -0.026 -0.034 -0.0365 -0.0421 -0.04

    -0.05

    -0.04

    -0.03

    -0.02

    -0.01

    0

    Absorbansi

    Kurva Baku Kafein

    y = -0.00252x -

    0.00193

    r2= 0.98

  • 7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4

    7/11

    Pengenceran Larutan sampel (250

    ppm)

    Pengenceran Larutan sampel (14

    ppm)

    6. Perhitungan Kadar Sampel Parasetamol

    dan Kafein

    a. Data Absorbansi Parasetamol dan

    Kafein pada konsentrasi sampel 14

    ppm

    b. Persentase kadar Parasetamol

    - 14 ppm:

    c. Persentase kadar Kafein

    - 14 ppm

    PEMBAHASAN

    Praktikum kali in bertujuan untuk

    menghitung kadar zat aktif paracetamol dan

    kafein dalam senyawa campuran serta me-ngetahui cara menentukan zero crossing dari

    suatu spectra. Metode spektrofotometri

    derivatif dapat digunakan untuk analisis

    kuantitatif zat dalam campuran yang

    spektrumnya mungkin tersembunyi dalam

    suatu bentuk spektrum besar yang saling

    tumpang tindih dengan mengabaikan proses

    pemisahan zat yang bertingkat-tingkat. Hal

    ini dilakukan karena serapan maksimum dari

    parasetamol dan kafein berada pada panjang

    gelombang yang berdekatan yaitu 249 nm

    dan 275 nm. Sehingga terjadi tumpang

    Konsentrasi Absorbansi

    Parasetamol

    (f= 275 nm)

    Absorbansi

    Kafein

    (f= 290 nm)

    14 ppm -0,0093 -0,0102

  • 7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4

    8/11

    tindih (overlapping) spektrum secara total.

    Spektrum yang tumpang tindih menyebab-

    kan kesulitan dalam penetapan kadar kedua

    senyawa ini.

    Pada pembuatan larutan stok para-

    cetamol dan kafein dibuat dengan

    konsentrasi awal 500 ppm baik paracetamol

    maupun kafein. Larutan dibuat dalam labu

    ukur 10 mL. labu ukur digunakan karena

    merupakan suatu alat ukur yang kuantitatif

    dan memiliki ketelitian lebih tinggi dari

    pada gelas ukur dan gelas beker.

    Selanjutnya dilakukan penetapan

    zero crossing untuk paracetamol dan kafein.

    Penentuan zero crossing dilakukan dengan

    cara dipipet 1 mL dari larutan stok parace-

    tamol 500 ppm dan kafein 500 ppm lalu

    dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan

    ditambahkan etanol hingga tanda batas (50

    ppm). Larutan diencerkan lagi menjadi

    konsentrasi 10 ppm. Selanjutnya diukur

    pada spektrofotometri UV-VIS pada panjang

    gelombang 200 nm-400 nm. Dilakukan

    penentuan zero crossing paracetamol dan

    kafein.

    Prinsip dasar Spektrofotometri UV-

    Vis adalah serapan cahaya. Bila cahaya

    jatuh pada senyawa, maka sebagian dari

    cahaya diserap oleh molekul-molekul sesuai

    dengan struktur dari molekul senyawa

    tersebut. Serapan cahaya oleh molekul

    dalam daerah spektrum UV-Vis tergantung

    pada struktur elektronik dari molekul.

    Spektra UV-Vis dari senyawa-senyawa

    organik yang berkaitan erat dengan transisi-

    transisi diantara tingkatan-tingkatan tenaga

    elektronik. Radiasi ultraviolet dan sinar

    tampak diabsorpsi oleh molekul organik

    aromatik, molekul yang mengandung

    electron- terkonjugasi dan atau atom yang

    mengandung elektron-n, menyebabkan tran-

    sisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat

    energi elektron tereksitasi ke tingkat lebih

    tinggi. Besarnya serapan radiasi tersebut

    sebanding dengan banyaknya molekul analit

    yang mengabsorpsi sehingga dapat diguna-

    kan untuk analisis kuantitatif.

    Pemilihan spektrofotometer UV-Vis

    adalah karena spektrofotometer merupakan

    instrument analisis yang tidak rumit,

    selektif, serta kepekaan dan ketelitiannya

    tinggi. Selain itu, senyawa parasetamol dan

    kafein yang akan dianalisis memiliki gugus

    kromofor pada strukturnya berupa ikatan

    rangkap terkonjugasi dan juga merupakan

    senyawa aromatik karena memiliki gugus

    aromatik sehingga memenuhi syarat

    senyawa yang dapat dianalisis menggunakan

    spektrofotometri UV-Vis.

    Hasil panjang gelombang zero

    crossing paracetamol dan kafein yaitu f =

    226, 230, 290 nm ( maks = 249 nm) dan f

  • 7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4

    9/11

    = 246, 275 nm ( maks = 275 nm). Panjang

    gelombang serapan maksimum pada suatu

    senyawa akan menjadi panjang gelombang

    zero crossing pada spectrogram derivatif

    pertama, panjang gelombang tersebut tidak

    mempunyai serapan atau dA/d = 0. Metode

    zero crossing memisahkan campuran biner

    dari spectrum derivatifnya pada panjang

    gelombang pada saat komponen pertama

    tidak ada sinyal. Pengukuran pada zero-

    crossing tiap komponen dalam campuran

    merupakan fungsi tunggal konsentrasi dari

    yang lainnya.

    Pada pembuatan kurva baku parace-

    tamol dan kafein dilakukan dengan dipipet 2

    mL dari larutan stok paracetamol 500 ppm

    dan kafein 500 ppm lalu dibuat dalam

    konsentrasi 50 ppm. Untuk penentuan kurva

    baku paracetamol dilakukan variasi

    konsentrasi paracetamol menjadi 4 konsen-

    trasi yaitu 8, 10, 14, 16 ppm dan konsentrasi

    tetap kafein 5 ppm. Kemudian diukur

    absorbansi pada zero crossing kafein. akan

    diperoleh kurva baku paracetamol dengan

    persamaan garis y= -0.00057x + 0.00058

    dan r2= 0,98984. Untuk penentuan kurva

    baku kafein dilakukan variasi konsentrasi

    kafein menjadi 5 konsentrasi yaitu 10, 12,

    14, 16, 18 ppm dan konsentrasi tetap parace-

    tamol 5 ppm. Kemudian diukur absorbansi

    pada zero crossing paracetamol. akan

    diperoleh kurva baku kafein dengan

    persamaan garis y = -0.00252x - 0.00193

    dan r2= 0.98.

    Masing-masing komponen harus

    ditentukan panjang gelombang maksimum-

    nya terlebih dahulu. Alasan penggunaan

    panjang gelombang maksimum ( maks)

    yakni maksmemiliki kepekaan maksimal

    karena terjadi perubahan absorbansi yang

    paling besar serta pada panjang gelombang

    maksimum bentuk kurva absorbansi meme-

    nuhi hukum Lambert-Beer. Dari percobaan

    ini diperoleh panjang gelombang maksimum

    untuk paracetamol adalah 275 nm, dan

    kafein 290 nm.

    Penggunaan etanol sebagai pelarut

    dikarenakan sampel parasetamol dan kafein

    hanya sedikit larut dalam air. Seperti

    diketahui bahwa sampel tersebut terdiri dari

    gugus polar dan gugus nonpolar dimana

    apabila dilarutkan dengan air maka hanya

    bagian polar yang dapat larut. Oleh

    karenanya maka digunakan pelarut etanol

    karena etanol memiliki gugus polar dan non

    polar sama halnya seperti sampel. Sehingga

    bagian yang polar akan melarutkan bagian

    polar pada sampel dan bagian nonpolar akan

    melarutkan bagian nonpolar pada sampel.

    Setelah persamaan garis diperoleh

    maka kadar parasetamol dan kafein masing-

  • 7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4

    10/11

    masing dapat dihitung. Pengukuran

    konsentrasi tablet dalam sampel berdasarkan

    hukum lambert-beer. Hukum Lambert-Beer

    menyatakan hubungan linieritas antara

    absorban dengan konsentrasi larutan analit

    dan berbanding terbalik dengan transmitan.

    Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada

    beberapa pembatasan, yaitu : Sinar yang

    digunakan dianggap monokromatis; penye-

    rapan terjadi dalam suatu volume yang

    mempunyai penampang yang sama;

    senyawa yang menyerap dalam larutan ter-

    sebut tidak tergantung terhadap yang lain

    dalam larutan tersebut; tidak terjadi

    fluorensensi atau fosforisensi ; serta indeks

    bias tidak tergantung pada konsentrasi

    larutan. Hasil perhitungan yaitu untuk kadar

    parasetamol dalam tablet campuran adalah

    123,78 % dan kadar kafein dalam campuran

    sebesar 23,43 %.

    SIMPULAN

    Berdasarkan tujuan praktikum kali

    ini dapat disimpulkan bahwa zero crossing

    paracetamol dan kafein dapat ditentukan

    dengan menggunakan spektrofotometri UV-

    VIS yaitu sebesar 275 nm untuk paracetamol

    dan 290 nm untuk kafein. Kadar

    paracetamol dan kafein dapat ditentukan

    dalam tablet campuran dengan

    menggunakan metode spektrofotometri

    derivative. Kadar paracetamol yang didapat

    yaitu 123,78 % dan kadar kafein sebesar

    23,43 %.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Lusiana, Darsono. 2002. Diagnosis dan

    Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parase-

    tamol. Bandung: Universitas Kristen

    Maranatha.

    2. Depkes RI. 1995. Farmakope

    Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.

    3.

    Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja.

    2007. Obat-obat Penting Khasiat, Peng-

    gunaan dan Efek-efek Sampingnya Edisi

    Keenam. Jakarta: Elex Media Komput-

    indo.

    4. Ganiswarna, SG. 1995. Farmakologi

    dan Terapi. Edisi. 5. Jakarta: Bagian

    Farmakologi, Fakultas Kedokteran,

    Universitas lndonesia.

    5. Sudjadi dan Rahman, A. 1994. Analisis

    Obat dan Makanan. Yogyakarta:

    Pustaka Pelajar.

    6. El-Sayed AA, El-Salem NA. Recent

    development of derivative spectro-

    photometry and their analytical applica-

    tions. Anal Sci. 2005. 21:595-614.

    7. Munson JW. 1991. Analisis farmasi

    metode modern. Parwa B. diterjemah-

    kan oleh Harjana. Surabaya: Airlangga

    University Press.

  • 7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4

    11/11

    8. Hayun, Haryanto dan Yenti. 2006.

    Penetapan Kadar Tripolidina Hidro-

    klorida dan Pseudoefedrina Hidro-

    klorida dalam Tablet Antiinfluenza

    secara Spektrofotometri Derivatif.

    Majalah Ilmu Kefarmasian Vol. 3 No.2

    http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2006/V

    o3no2/hayun0302.pdf (diakses pada

    tanggal 13 Mei 2016).

    http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2006/Vo3no2/hayun0302.pdfhttp://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2006/Vo3no2/hayun0302.pdfhttp://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2006/Vo3no2/hayun0302.pdfhttp://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2006/Vo3no2/hayun0302.pdfhttp://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2006/Vo3no2/hayun0302.pdf