Upload
iflakhatul-ulfa
View
248
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4
1/11
Penentuan Kadar Paracetamol dan Kafein dalam Campuran Tablet Paracetamol Kafein
Menggunakan Metode Spektrofotometri Derivatif
Iflakhatul Ulfa
Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang
Abstrak
Spektrofotometri UV-VIS dengan menggunakan metode zero crossing merupakan metode
alternatif dalam mengatasi penetapan kadar campuran dua komponen atau lebih senyawa yang
spektrumnya saling tumpang tindih. Dalam penelitian ini dilakukan dengan menentukan zero
crossing paracetamol dan kafein, pembuatan kurva baku, dan penetapan kadar sampel
paracetamol dan kafein dalam tablet campuran. Parasetamol merupakan metabolit fenasetin
dengan efek analgetik ringan sampai sedang, dan antipiretik yang ditimbulkan oleh gugusaminobenzen, sedangkan kafein adalah basa lemah yang memiliki gugus metil dan berefek
stimulasi susunan saraf pusat dan memperkuat efek analgesic. Hasil pada praktikum kali ini yaitu
zero crossing paracetamol dan kafein yaitu sebesar 275 nm dan 290 nm. Kadar paracetamol
dan kafein dalam tablet campuran yang didapat yaitu 123,78 % dan 23,43 %.
Kata kunci: Spektrofotometri UV-VIS derivative, zero crossing, paracetamol, kafein, kadar,
Determination of Paracetamol and Caffeine Levels in Mix Caffeine Tablets Paracetamol
Method Using Spectro Derivatives
Abstract
UV-VIS spectrophotometry using zero crossing method is an alternative method to overcome the
assay mixture of two or more compounds that are components of the spectrum overlap. In this
study conducted by determining the zero crossing paracetamol and caffeine, manufacture
standard curve and the assay samples of paracetamol and caffeine in tablet mix. Paracetamol is a
metabolite of phenacetin with mild to moderate analgesic effect and antipyretic posed by cluster
aminobenzen, while caffeine is a weak base which has a methyl group and affect the central
nervous system stimulation and strengthening the analgesic effect. The results of the lab this time
is zero crossing paracetamol and caffeine is equal to 275 nm and 290 nm. Levels of
paracetamol and caffeine in tablet mixture is obtained which is 123.78% and 23.43%.
Keywords: UV-VIS spectrophotometry derivative, zero crossing, paracetamol, caffeine, levels,
7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4
2/11
PENDAHULUAN
Parasetamol (asetaminofen) merupa-
kan obat analgetik non narkotik dengan cara
kerja menghambat sintesis prostaglandin
terutama di Sistem Syaraf Pusat (SSP).
Parasetamol digunakan sebagai analgetik-
antipiretik maupun kombinasi dengan obat
lain dalam sediaan obat flu, melalui resep
dokter atau yang dijual bebas(1)
.
Senyawa kafein mempunyai sifat
fisik berupa serbuk putih atau bentuk jarum
mengkilat putih, biasanya menggumpal,
tidak berbau, dan berasa pahit seperti
alkaloid pada umumnya. Kafein sukar larut
dalam eter, agak sukar larut dalam air dan
etanol, serta mudah larut dalam kloroform(2)
.
Berbagai sediaan obat yang terdapat
di pasaran mengkombinasikan dua atau
lebih zat aktif dalam satu sediaan, salah
satunya adalah obat analgesik. Analgesik
merupakan obat yang meredakan rasa nyeri
tanpa mengakibatkan kehilangan kesadaran.
Kombinasi analgesik yang banyak di-
temukan adalah parasetamol dengan kafein.
Penambahan kafein bertujuan untuk
meningkatkan efikasi dari analgesik(3)
.
Campuran parasetamol dan kafein
banyak ditemukan dalam produk anti
influenza dengan berbagai merek dagang.
Parasetamol merupakan metabolit fenasetin
dengan efek analgetik ringan sampai sedang,
dan antipiretik yang ditimbulkan oleh gugus
aminobenzen, sedangkan kafein adalah basa
lemah yang merupakan turunan xantin,
memiliki gugus metil dan berefek stimulasi
susunan saraf pusat serta dapat memperkuat
efek analgetik parasetamol(4,5)
.
Metode spektrofotometri derivatif
atau metode kurva turunan adalah salah satu
metode spektrofotometri yang dapat diguna-
kan untuk analisis campuran beberapa zat
secara langsung tanpa harus melakukan pe-
misahan terlebih dahulu walaupun dengan
panjang gelombang yang berdekatan(6)
.
Beberapa keuntungan dari spektrum
derivative antara lain: spektrum derivatif
memberikan gambaran struktur yang terinci
dari spektrum serapan dan gambaran ini
makin jelas dari spektra derivative pertama
ke derivatif keempat. Selain itu, dapat
dilakukan analisis kuantitatif suatu
komponen dalam campuran dengan bahan
yang panjang gelombangnya saling
berdekatan(7)
.
Metode spektrofotometri derivative
yang digunakan yaitu metode zero crossing.
Metode zero crossing adalah metode
kuantitatif dari spectrum derivative dimana
dA/d sudah satu senyawa dari campuran
sampel memiliki nol absorbansi sehingga
kadar senyawa lainnya dapat ditentukan
7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4
3/11
dengan menghitung absorbansi total sampel
dan panjang gelombang tersebut(8)
.
Tujuan praktikum kali ini yaitu
menghitung kadar zat aktif paracetamol dan
kafein dalam senyawa campuran serta
mengetahui cara menentukan zero crossing
daru suatu spectra.
METODE
Alat yang digunakan dalam
percobaan adalah beaker glass, corong,
Erlenmeyer, labu ukur, mortar dan stemper,
neraca analitik, pipet mikro, pipet tetes, dan
spektrofotometri UV-VIS.
Bahan yang digunakan dalam
percobaan adalah etanol, kafein standar,
paracetamol standar, serta sampel obat
kombinasi paracetamol dan kafein.
Prosedur pertama dalam percobaan
kali ini yaitu pembuatan larutan stok
paracetamol dan kafein. Paracetamol 500
ppm dibuat dengan ditimbang paracetamol
baku 50 mg dan dimasukkan ke dalam labu
ukur 10 mL. lalu ditambahkan etanol hingga
tanda batas. Sama seperti paracetamol,
kafein dibuat dalam konsentrasi 500 ppm
yaitu dengan ditimbang 50 mg kafein lalu
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan
ditambahkan etanol hingga tanda batas.
Penentuan zero crossing paracetamol
dilakukan dengan cara dipipet1 mL larutan
stok paracetamol 500 ppm lalu dimasukkan
ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan
etanol hingga tanda batas. Diperoleh
konsentrasi paracetamol 50 ppm. Kemudian
dipipet 2 mL dari larutan paracetamol 50
ppm dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10
mL. ditambahkan etanol hingga tanda batas.
Akan diperoleh konsentrasi paracetamol 10
ppm. Selanjutnya diukur pada spektrofoto-
metri UV-VIS pada panjang gelombang 200
nm- 400 nm. Dilakukan penentuan zero
crossing paracetamol.
Penentuan zero crossing kafein sama
dengan paracetamol yaitu dilakukan dengan
cara dipipet1 mL larutan stok kafein 500
ppm lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10
mL dan ditambahkan etanol hingga tanda
batas. Diperoleh konsentrasi kafein 50 ppm.
Kemudian dipipet 2 mL dari larutan kafein
50 ppm dan dimasukkan ke dalam labu ukur
10 mL. ditambahkan etanol hingga tanda
batas. Akan diperoleh konsentrasi kafein 10
ppm. Selanjutnya diukur pada spektrofoto-
metri UV-VIS pada panjang gelombang 200
nm-400 nm. Dilakukan penentuan zero
crossing kafein.
Pembuatan kurva baku paracetamol
dilakukan dengan dipipet 2 mL dari larutan
stok paracetamol 500 ppm lalu dimasukkan
ke dalam labu ukur 20 mL dan dimasukkan
etanol hingga tanda batas sehingga akan
7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4
4/11
diperoleh konsentrasi paracetamol 50 ppm.
Kemudian dibuat variasi konsentrasi
paracetamol menjadi 5 konsentrasi sebagai
berikut:
Konsentrasi
Paracetamol (ppm)
Konsentrasi Kafein
(ppm)
8 5
10 5
14 5
16 5
ditambahkan kafein 5 ppm sama banyak ke
dalam masing-masing labu ukur. Kemudian
diukur absorbansi pada zero crossing
kafein. akan diperoleh kurva baku parace-
tamol.
Pembuatan kurva baku kafein
dilakukan dengan dipipet 2 mL dari larutan
stok kafein 500 ppm lalu dimasukkan ke
dalam labu ukur 20 mL dan dimasukkan
etanol hingga tanda batas sehingga akan
diperoleh konsentrasi kafein 50 ppm.
Kemudian dibuat variasi konsentrasi kafein
menjadi 6 konsentrasi sebagai berikut:
Konsentrasi Kafein
(ppm)
Konsentrasi
Paracetamol (ppm)
10 5
12 5
14 5
16 5
18 5
ditambahkan paracetamol 5 ppm sama
banyak ke dalam masing-masing labu ukur.
Kemudian diukur absorbansi pada zero
crossing paracetamol. akan diperoleh kurva
baku kafein.
Penetapan Kadar tablet campuran
Paracetamol dan Kafein dilakukan dengan
ditimbang sebanyak 20 tablet dengam rata-
rata bobotnya 0,64094 gram (640,94 mg).
tablet diserbukkan dengan cara digerus. Lalu
ditimbang serbuk tersebut setara dengan 25
mg. Serbuk tersebut dimasukkan kedalam
labu ukur dan ditambahkan 10 mL etanol
(2500 ppm). Diambil 1 mL larutan sampel
konsentrasi 2500 ppm dan ditambah etanol
hingga tanda batas labu ukur 10 mL
sehingga diperoleh konsentrasi sampel 250ppm. Diambil 0,56 mL larutan sampel 250
ppm dan di tambah etanol hingga tanda
batas labu ukur 10 mL sehingga diperoleh
konsentrasi 14 ppm. Selanjutnya diukur
dalam spektrofotometri UV-VIS pada
panjang gelombang 200 nm-400 nm. Kadar
paracetamol dan kafein dalam tablet
campuran dihitung dengan persen kadar.
HASIL
1. Pembuatan Larutan Stok Parasetamol
dan Kafein (500 ppm)
7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4
5/11
a. Parasetamol (500 ppm)
b.
Kafein (500 ppm)
2. Penentuan max (200-400)nm
a. Parasetamol (50 ppm)
Parasetamol (10 ppm)
b.
Kafein (50 ppm)
Kafein (10 ppm)
3. Zero Crossing Parasetamol dan Kafein
zero crossing kafein : f = 246, 275
nm ( maks = 275 nm)
zero crossing parasetamol : f = 226,
230, 290 nm ( maks = 249 nm)
4. Kurva Baku Parasetamol dan Kafein
(dari 50 ppm)
Kurva Baku Parasetamol pada zero
crossing kafein (275 nm)
Konsentrasi
PCT (ppm)
Konsentrasi
Kafein
f(275
nm)
8 ppm 5 ppm -0,0040
10 ppm 5 ppm -0,0049
14 ppm 5 ppm -0,0076
16 ppm 5 ppm -0,0083
Campuran Larutan
8 ppm1,6 ml larutanparasetamol + 1 ml larutan kafein
(add etanol 10 ml)
10 ppm -> 2 ml larutan
parasetamol+ 1 ml larutan kafein
(add etanol 10 ml)
14 ppm -> 2,8 ml larutan
parasetamol+ 1 ml larutan kafein
(add etanol 10 ml)
16ppm-> 3,2 ml larutan
parasetamol +1 ml larutan kafein
(add etanol 10 ml)
7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4
6/11
Kurva Baku Parasetamol
Kurva Baku Kafein pada Zero
crossing parasetamol (290 nm)
Konsentrasi
Kafein (ppm)
Konsentrasi
Parasetamol
f(290
nm)
10 ppm 5 ppm -0,0260
12 ppm 5 ppm -0,0340
14 ppm 5 ppm -0,0365
16 ppm 5 ppm -0,0421
18 ppm 5 ppm -0,0471
Campuran Larutan
10 ppm -> 2 ml larutan kafein + 1
ml larutan parasetamol (add
etanol 10 ml)
12 ppm -> 2,4 ml larutan kafein +
1 ml larutan parasetamol (add
etanol 10 ml)
14 ppm -> 2,8 ml larutan kafein +
1 ml larutan parasetamol (add
etanol 10 ml)
16 ppm -> 3,2 ml larutan kafein +
1 ml larutan parasetamol (add
etanol 10 ml)
18 ppm -> 3,6 ml larutan kafein +
1 ml larutan parasetamol (add
etanol 10 ml)
Kurva Baku Kafein
5. Pembuatan larutan Sampel Tablet
Campuran
- Bobot rata-rata 20 tablet = 0,64094
gram (640,94 mg)
- Ditimbang sebanyak 25 mg (2500
ppm)
8 ppm
+ 5
ppm
10
ppm +
5 ppm
14
ppm +
5 ppm
16
ppm +
5 ppm
275nm -0.004 -0.0049 -0.0076 -0.0083
-0.01
-0.008
-0.006
-0.004
-0.002
0
Absorbansi
Kurva Baku Parasetamol
y = -0.00057x +
0.00058
10
ppm +
5 ppm
12
ppm +
5 ppm
14
ppm +
5 ppm
16
ppm +
5 ppm
18
ppm
5 pp
290nm -0.026 -0.034 -0.0365 -0.0421 -0.04
-0.05
-0.04
-0.03
-0.02
-0.01
0
Absorbansi
Kurva Baku Kafein
y = -0.00252x -
0.00193
r2= 0.98
7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4
7/11
Pengenceran Larutan sampel (250
ppm)
Pengenceran Larutan sampel (14
ppm)
6. Perhitungan Kadar Sampel Parasetamol
dan Kafein
a. Data Absorbansi Parasetamol dan
Kafein pada konsentrasi sampel 14
ppm
b. Persentase kadar Parasetamol
- 14 ppm:
c. Persentase kadar Kafein
- 14 ppm
PEMBAHASAN
Praktikum kali in bertujuan untuk
menghitung kadar zat aktif paracetamol dan
kafein dalam senyawa campuran serta me-ngetahui cara menentukan zero crossing dari
suatu spectra. Metode spektrofotometri
derivatif dapat digunakan untuk analisis
kuantitatif zat dalam campuran yang
spektrumnya mungkin tersembunyi dalam
suatu bentuk spektrum besar yang saling
tumpang tindih dengan mengabaikan proses
pemisahan zat yang bertingkat-tingkat. Hal
ini dilakukan karena serapan maksimum dari
parasetamol dan kafein berada pada panjang
gelombang yang berdekatan yaitu 249 nm
dan 275 nm. Sehingga terjadi tumpang
Konsentrasi Absorbansi
Parasetamol
(f= 275 nm)
Absorbansi
Kafein
(f= 290 nm)
14 ppm -0,0093 -0,0102
7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4
8/11
tindih (overlapping) spektrum secara total.
Spektrum yang tumpang tindih menyebab-
kan kesulitan dalam penetapan kadar kedua
senyawa ini.
Pada pembuatan larutan stok para-
cetamol dan kafein dibuat dengan
konsentrasi awal 500 ppm baik paracetamol
maupun kafein. Larutan dibuat dalam labu
ukur 10 mL. labu ukur digunakan karena
merupakan suatu alat ukur yang kuantitatif
dan memiliki ketelitian lebih tinggi dari
pada gelas ukur dan gelas beker.
Selanjutnya dilakukan penetapan
zero crossing untuk paracetamol dan kafein.
Penentuan zero crossing dilakukan dengan
cara dipipet 1 mL dari larutan stok parace-
tamol 500 ppm dan kafein 500 ppm lalu
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan
ditambahkan etanol hingga tanda batas (50
ppm). Larutan diencerkan lagi menjadi
konsentrasi 10 ppm. Selanjutnya diukur
pada spektrofotometri UV-VIS pada panjang
gelombang 200 nm-400 nm. Dilakukan
penentuan zero crossing paracetamol dan
kafein.
Prinsip dasar Spektrofotometri UV-
Vis adalah serapan cahaya. Bila cahaya
jatuh pada senyawa, maka sebagian dari
cahaya diserap oleh molekul-molekul sesuai
dengan struktur dari molekul senyawa
tersebut. Serapan cahaya oleh molekul
dalam daerah spektrum UV-Vis tergantung
pada struktur elektronik dari molekul.
Spektra UV-Vis dari senyawa-senyawa
organik yang berkaitan erat dengan transisi-
transisi diantara tingkatan-tingkatan tenaga
elektronik. Radiasi ultraviolet dan sinar
tampak diabsorpsi oleh molekul organik
aromatik, molekul yang mengandung
electron- terkonjugasi dan atau atom yang
mengandung elektron-n, menyebabkan tran-
sisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat
energi elektron tereksitasi ke tingkat lebih
tinggi. Besarnya serapan radiasi tersebut
sebanding dengan banyaknya molekul analit
yang mengabsorpsi sehingga dapat diguna-
kan untuk analisis kuantitatif.
Pemilihan spektrofotometer UV-Vis
adalah karena spektrofotometer merupakan
instrument analisis yang tidak rumit,
selektif, serta kepekaan dan ketelitiannya
tinggi. Selain itu, senyawa parasetamol dan
kafein yang akan dianalisis memiliki gugus
kromofor pada strukturnya berupa ikatan
rangkap terkonjugasi dan juga merupakan
senyawa aromatik karena memiliki gugus
aromatik sehingga memenuhi syarat
senyawa yang dapat dianalisis menggunakan
spektrofotometri UV-Vis.
Hasil panjang gelombang zero
crossing paracetamol dan kafein yaitu f =
226, 230, 290 nm ( maks = 249 nm) dan f
7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4
9/11
= 246, 275 nm ( maks = 275 nm). Panjang
gelombang serapan maksimum pada suatu
senyawa akan menjadi panjang gelombang
zero crossing pada spectrogram derivatif
pertama, panjang gelombang tersebut tidak
mempunyai serapan atau dA/d = 0. Metode
zero crossing memisahkan campuran biner
dari spectrum derivatifnya pada panjang
gelombang pada saat komponen pertama
tidak ada sinyal. Pengukuran pada zero-
crossing tiap komponen dalam campuran
merupakan fungsi tunggal konsentrasi dari
yang lainnya.
Pada pembuatan kurva baku parace-
tamol dan kafein dilakukan dengan dipipet 2
mL dari larutan stok paracetamol 500 ppm
dan kafein 500 ppm lalu dibuat dalam
konsentrasi 50 ppm. Untuk penentuan kurva
baku paracetamol dilakukan variasi
konsentrasi paracetamol menjadi 4 konsen-
trasi yaitu 8, 10, 14, 16 ppm dan konsentrasi
tetap kafein 5 ppm. Kemudian diukur
absorbansi pada zero crossing kafein. akan
diperoleh kurva baku paracetamol dengan
persamaan garis y= -0.00057x + 0.00058
dan r2= 0,98984. Untuk penentuan kurva
baku kafein dilakukan variasi konsentrasi
kafein menjadi 5 konsentrasi yaitu 10, 12,
14, 16, 18 ppm dan konsentrasi tetap parace-
tamol 5 ppm. Kemudian diukur absorbansi
pada zero crossing paracetamol. akan
diperoleh kurva baku kafein dengan
persamaan garis y = -0.00252x - 0.00193
dan r2= 0.98.
Masing-masing komponen harus
ditentukan panjang gelombang maksimum-
nya terlebih dahulu. Alasan penggunaan
panjang gelombang maksimum ( maks)
yakni maksmemiliki kepekaan maksimal
karena terjadi perubahan absorbansi yang
paling besar serta pada panjang gelombang
maksimum bentuk kurva absorbansi meme-
nuhi hukum Lambert-Beer. Dari percobaan
ini diperoleh panjang gelombang maksimum
untuk paracetamol adalah 275 nm, dan
kafein 290 nm.
Penggunaan etanol sebagai pelarut
dikarenakan sampel parasetamol dan kafein
hanya sedikit larut dalam air. Seperti
diketahui bahwa sampel tersebut terdiri dari
gugus polar dan gugus nonpolar dimana
apabila dilarutkan dengan air maka hanya
bagian polar yang dapat larut. Oleh
karenanya maka digunakan pelarut etanol
karena etanol memiliki gugus polar dan non
polar sama halnya seperti sampel. Sehingga
bagian yang polar akan melarutkan bagian
polar pada sampel dan bagian nonpolar akan
melarutkan bagian nonpolar pada sampel.
Setelah persamaan garis diperoleh
maka kadar parasetamol dan kafein masing-
7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4
10/11
masing dapat dihitung. Pengukuran
konsentrasi tablet dalam sampel berdasarkan
hukum lambert-beer. Hukum Lambert-Beer
menyatakan hubungan linieritas antara
absorban dengan konsentrasi larutan analit
dan berbanding terbalik dengan transmitan.
Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada
beberapa pembatasan, yaitu : Sinar yang
digunakan dianggap monokromatis; penye-
rapan terjadi dalam suatu volume yang
mempunyai penampang yang sama;
senyawa yang menyerap dalam larutan ter-
sebut tidak tergantung terhadap yang lain
dalam larutan tersebut; tidak terjadi
fluorensensi atau fosforisensi ; serta indeks
bias tidak tergantung pada konsentrasi
larutan. Hasil perhitungan yaitu untuk kadar
parasetamol dalam tablet campuran adalah
123,78 % dan kadar kafein dalam campuran
sebesar 23,43 %.
SIMPULAN
Berdasarkan tujuan praktikum kali
ini dapat disimpulkan bahwa zero crossing
paracetamol dan kafein dapat ditentukan
dengan menggunakan spektrofotometri UV-
VIS yaitu sebesar 275 nm untuk paracetamol
dan 290 nm untuk kafein. Kadar
paracetamol dan kafein dapat ditentukan
dalam tablet campuran dengan
menggunakan metode spektrofotometri
derivative. Kadar paracetamol yang didapat
yaitu 123,78 % dan kadar kafein sebesar
23,43 %.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lusiana, Darsono. 2002. Diagnosis dan
Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parase-
tamol. Bandung: Universitas Kristen
Maranatha.
2. Depkes RI. 1995. Farmakope
Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
3.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja.
2007. Obat-obat Penting Khasiat, Peng-
gunaan dan Efek-efek Sampingnya Edisi
Keenam. Jakarta: Elex Media Komput-
indo.
4. Ganiswarna, SG. 1995. Farmakologi
dan Terapi. Edisi. 5. Jakarta: Bagian
Farmakologi, Fakultas Kedokteran,
Universitas lndonesia.
5. Sudjadi dan Rahman, A. 1994. Analisis
Obat dan Makanan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
6. El-Sayed AA, El-Salem NA. Recent
development of derivative spectro-
photometry and their analytical applica-
tions. Anal Sci. 2005. 21:595-614.
7. Munson JW. 1991. Analisis farmasi
metode modern. Parwa B. diterjemah-
kan oleh Harjana. Surabaya: Airlangga
University Press.
7/26/2019 260110140039 Iflakhatul Ulfa Modul 4
11/11
8. Hayun, Haryanto dan Yenti. 2006.
Penetapan Kadar Tripolidina Hidro-
klorida dan Pseudoefedrina Hidro-
klorida dalam Tablet Antiinfluenza
secara Spektrofotometri Derivatif.
Majalah Ilmu Kefarmasian Vol. 3 No.2
http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2006/V
o3no2/hayun0302.pdf (diakses pada
tanggal 13 Mei 2016).
http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2006/Vo3no2/hayun0302.pdfhttp://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2006/Vo3no2/hayun0302.pdfhttp://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2006/Vo3no2/hayun0302.pdfhttp://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2006/Vo3no2/hayun0302.pdfhttp://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2006/Vo3no2/hayun0302.pdf