26_Pengolahan_air_asam_tambang_Cynthia.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/10/2019 26_Pengolahan_air_asam_tambang_Cynthia.pdf

    1/14

  • 8/10/2019 26_Pengolahan_air_asam_tambang_Cynthia.pdf

    2/14

    Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

    332

    PENDAHULUAN

    Permasalahan utama berhubungan dengan penambangan dan limbah

    tambang (tailing dan batu-batuan) adalah terbentuknya aliran asam tambang

    (AMD; Acid Mine Drainage), yang terbentuk dari hasil reaksi oksidasi

    batuan/mineral sulfida secara kimia dan biologi. AMD merupakan sumber

    kontaminasi lingkungan karena selain mempunyai pH yang rendah juga

    mengandung logam-logam berat berbahaya seperti Fe, Al, Mn, Cu, Zn, Cd, Pb, As

    dan biasanya juga mengandung sulfat yang tinggi (Davis et al., 2000; Achterberg

    et al., 2003; Braungardt et al., 2003; Elisa et al.,2006; Blodau, 2006; Dowling et

    al., 2004; Sengupta, 1993). Keasaman dan kandungan logam yang tinggi telah

    menyebabkan hilangnya beberapa jenis dari biota akuatik pada sungai-sungai

    kecil yang mendapat efek buangan AMD (Lopez-Archilla et al., 2001;

    Gonzalez-Toril et al., 2003; Nyogi et al, 2002).

    Diperlukan pengolahan AMD untuk mengurangi pencemaran sungai,

    sebelum dibuang ke perairan. Seperti diketahui bahwa banyak teknologi yang

    dapat digunakan untuk perbaikan AMD. Passive Treatment yang merupakan

    gabungan beberapa sistem pengolahan seperti sangat efektif meningkatkan pH dan

    menurunkan kandungan logam AMD. Adapun sistem yang umum digunakan

    untuk pengolahan AMD seperti sistem permeable reactive barrier (PRB), open

    limestone channels (OLCs), anoxic limestone drains (ALDs) dan rawa buatan

    (CW; constructedwetland) (Benner, 1997; Gilbert et al., 2003; Zipper dan Jage,

    2002; Gloss et al., 1998; Zimkiewicz et al.,2003). Metode yang murah dan cukup

    efisien untuk menetralisasikan AMD adalah dengan menggunakan bahan alkalin

    seperti batu kapur (limestone)(Mylona et al., 2000; G Maree et al 2004). Sistem

    passive treatment yang sangat efektif dalam menurunkan asiditas AMD adalahsistem OLCs dan ALDs yang digabung dengan sistem CW, dan sistem ini sudah

    dikembangkan secara komersial di Kanada dan Amerika Serikat. Sistem

    limestone dan wetland yang terpisah akan lebih efektif dan lebih terkontrol

    dibandingkan dengan sistem yang disatukan dalam CW. Pengolahan AMD

    biasanya menggunakan sistem pengolahan bertingkat dari beberapa sistem yang

    disebutkan di atas untuk perbaikan kualitas airnya (Zipper dan Jage, 2002;

  • 8/10/2019 26_Pengolahan_air_asam_tambang_Cynthia.pdf

    3/14

    Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

    333

    Faulkner et al, 2005; Zimkiewicz et al, 2003; Hedin et al, 1994; Daugherty et al,

    2003).

    Sistem fluidized-bed limestone mampu menurunkan asiditas AMD

    batubara dari 12000 menjadi 300 mg/L (CaCO3) dimana pH meningkat dari 2,2

    menjadi 7 dengan penurunan kandungan Fe dan Al mencapai 95% (Maree et al.,

    2004). Peningkatan pH air asam tambang yang ber pH 20 mg/L, alkalinity

    80

    biasanya dengan hanya sistem CW tidak bisa meningkatkan pH. Dengan desain

    yang tepat, sistem passive treatmentbisa mempunyai umur (lifespan) > 20 tahun

    (Zimkiewicz et al, 2003).

    Sistem CW atau rawa buatan juga merupakan sistem passive treatment

    yang cukup efektif untuk pengontrolan AMD, akan tetapi untuk efektifitas

    pengolahan air, sistem CW tidak bisa langsung digunakan untuk mengolah AMD

    kecuali sistem dilengkapi dengan media kapur. Sistem CWsecara alamiah adalah

    daerah transisi (ekoton) antara ekosistem perairan dimana memiliki kondisi basah

    dan tergenang dengan ekosistem darat yang kering. Sistem CW dapat memiliki

    masa terendam air namun juga dapat praktis kering (Kadlec dan Knight, 1996).

    Secara alamiah, pada sistem CW terjadi proses-proses biologi, kimia dan fisika.

    Proses biologi terjadi pada interaksi antara tumbuhan penyusun CW dengan

    lingkungannya tersebut. Penyerapan (up taking) unsur-unsur yang dibutuhkanuntuk pertumbuhan diserap melalui akar atau organ yang berfungsi seperti akar

    pada air dan substrat tumbuh tumbuhan tersebut. Penyerapan logam dalam air,

    terutama Fe dan Mn, akan berlangsung efektif apabila terdapat intreraksi secara

    biologis yang menjembatani proses oksidasi dan reduksi. Sistem CW adalah satu-

    satunya ekosistem yang di dalamnya terjadi proses-proses oksidasi dan reduksi.

    Proses biologi lainnya yang terjadi pada CW adalah proses pelepasan material

    organik dari tumbuhan ke lingkungan sekitarnya. Tumbuhan merupakan elemen

  • 8/10/2019 26_Pengolahan_air_asam_tambang_Cynthia.pdf

    4/14

    Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

    334

    yang sangat penting bagi pertumbuhan komunitas mikrobia. Perombakan material

    secara langsung menjadi materi yang sangat sederhana dapat dilakukan oleh

    komunitas mikrobia. Keberadaan tumbuhan dengan sistem perakarannya mampu

    menyokong pertumbuhan mikrobia dalam sistem yang juga akan mendegradasi

    senyawa-senyawa logam berat pada sistem.

    Pada sistem CW anaerobik, komposisi reaktif material yang digunakan

    seperti kompos, daunan, serbuk gergaji ditambahkan lumpur aktif dari sistem

    sewageatau anaerobicdigesterjuga menstimulasi pertumbuhan bakteri pereduksi

    sulfat untuk menaikan alkalinitas dan menyisihkan logam dalam bentuk endapan

    sulfida (Chang et al.,2000; Gibert et al., 2003, 2005; Steed et al., 2000, Waybrant

    et al., 2002). Berikut adalah reaksi peningkatan alkalinitas dengan bakteri

    pereduksi sulfat dan penyisihan logamnya dalam bentuk metal sulfida:

    SO4

    Me MeS

    + 2CH2O + 2HH2S + 2CO2+ 2H2O

    + S

    2-

    2+ 2-

    Aktivitas penambangan timah di Pulau Bangka telah menimbulkan

    pencemaran sungai dan muara akibat buangan aliran tambang yang bersifat asamdengan kandungan logam dan padatan tersuspensi yang tinggi. Untuk mengurangi

    pencemaran sungai dan muara akibat aliran buangan tambang diperlukan

    perbaikan kualitas air buangan tambang dengan meningkatkan pH air dan

    menurunkan kandungan logam maupun padatan tersuspensi. Penelitian ini

    bertujuan untuk mengevaluasi kinerja sistem passive treatment yang merupakan

    gabungan beberapa teknologi pengolahan air dalam meningkatkan kualitas air

    asam tambang yang berasal dari buangan tambang timah di Pulau Bangka.

    BAHAN DAN METODE

    Pengolahan AMD yang diteliti adalah sistem Passive Treatment yang

    merupakan gabungan dari dua sistem pengolahan yang terpisah yaitu sistem

    anoxic limestone drains (ALDs) dan sistem rawa buatan (CW; Constructed

    Wetland). Pemisahan sistem adalah untuk mempermudah mengganti media reaktif

    (limestone) apabila sudah tidak efektif lagi. Sistem yang diseleksi merupakan

    sistem pengolahan yang bersifat pasif dimana air mengalir dengan pengaruh

  • 8/10/2019 26_Pengolahan_air_asam_tambang_Cynthia.pdf

    5/14

    Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

    335

    grafitasi sehingga tidak memerlukan energi seperti listrik ataupun penanganan

    khusus untuk operasional. Pemilihan material menggunakan material yang murah,

    mudah didapat dan mudah diimplementasikan. Penelitian dilakukan di area

    tambang timah TB 1.9 di Pulau Bangka. Pengamatan dilakukan dari bulan April

    sampai dengan akhir Oktober 2008 lebih kurang selama 6 bulan. AMD dialirkan

    dari danau tambang aktif melalui saluran dan masuk ke sistem pengolahan

    sebelum dibuang ke sungai. AMD yang diteliti mempunyai pH 2,8 (

  • 8/10/2019 26_Pengolahan_air_asam_tambang_Cynthia.pdf

    6/14

    Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

    336

    lapisan bawah: liner (bentonit), gravel (10 cm, porositas 20%), lapisan tengah:

    campuran pasir, kompos (40 cm, porositas 70%), lapisan atas: tanah (20 cm,

    porositas 80%), tanaman: tanaman lokal purun (Lepironia sp), tinggi permukaan

    air 10 cm. Kolam filter pasir berukuran 1x1x0,8 m dengan ketinggian lapisan

    kerikil 10 cm dan ketinggian pasir 60 cm, porositas 50 - 60%. Kolam dibuat

    dengan kemiringan 10%. Kecepatan aliran 500L/d. HRT: 5,5 hari.

    Pengukuran Parameter Lapangan

    Parameter yang diukur langsung di lapangan meliputi pH, temperatur,

    turbiditas, salinitas, konduktivitas yang diukur menggunakan Water Quality

    Checker (Horiba U-10).

    Metode Analisa

    Analisa parameter mengikuti prosedur metode baku (APHA, 2005).

    Masing-masing parameter ditetapkan berdasarkan standar kurva dari hasil analisa

    1 seri konsentrasi yang sudah ditentukan. Logam air: Ekstraksi menggunakan

    asam HNO3 dan dianalisa dengan AAS Hitachi Z-6100. Sulfat: Menggunakan

    reagen BaCl2dan dianalisa dengan spektrofotometer pada 420 nm.

    Air yang dianalisa pada sistempassive treatmentadalah K0: Air di saluran

    masuk; K1: Air di kolam Penampungan influen; K2: Air keluar dari kolam ALD;

    K3: Air keluar dari CW anaerobik; dan K4: Air di kolam penampungan effluen.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa setelah pengolahan dengan

    sistempassive treatmentpH air asam tambang meningkat dari

  • 8/10/2019 26_Pengolahan_air_asam_tambang_Cynthia.pdf

    7/14

    Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

    337

    (AMD) meningkat dan terjaga pH nya, karena air AMD yang keluar dari kolam

    ALD sudah mempunyai alkalinitas yang tinggi dari pelepasan kalsium.

    Sistem CW selain menurunkan kandungan sulfat dan logam, CW juga bisa

    meningkatkan pH disebabkan adanya kandungan alkalinitas (karbonat) pada

    kompos yang digunakan. CW anaerobik juga memiliki fungsi untuk

    mengendapkan logam-logam terlarut yang masih ada di air AMD dan menurunkan

    kandungan sulfat yang tinggi di air AMD melalui proses kimia dan biologi oleh

    bakteri pereduksi sulfat (Chang et al, 2000). Air keluar dari CW anaerobik (K3)

    memiliki pH yang lebih tinggi (>6) bahkan setelah kolam filtrasi effluen pH air

    AMD yang sudah diolah (K4) di kolam penampungan mencapai pH di atas 7.

    Gambar 2. Profil pH air AMD/AMD pada sistempassive treatmentskala lapangan

    Konduktivitas pad AMD juga menurun walaupun setelah 6 bulan

    penurunan konduktivitas tidak terlalu siginifikan lagi (Gambar 3). Peningkatan

    konduktivitas pada air olahan bisa berasal dari substrat kompos pada CW

    anaerobik. Penurunan konduktivitas juga bisa disebabkan oleh pengaruh air hujan

    yang mana terjadi pengenceran. Salinitas air AMD sebelum diolah juga menurun

    sedikit. Faktor air hujan diduga mempengaruhi penurunan salinitas ini, sedangkan

    untuk turbiditas secara umum cukup kecil dari air AMD influen (Tabel 1). AMD

    influen K1 suatu waktu mengalami peningkatan turbiditas karena efek dari

  • 8/10/2019 26_Pengolahan_air_asam_tambang_Cynthia.pdf

    8/14

    Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

    338

    buangan tambang influen dari saluran (K0), namun beberapa hari setelah itu

    turbiditas menurun karena terjadi endapan di kolam penampungan.

    Gambar 3. Profil konduktivitas air AMD/AMD pada sistempassive treatmentskala lapangan

    Tabel 1. Salinitas, turbiditas dan temperatur air AMD sebelum dan sesudahpassive treatment

    Kolam

    Sal Turb Temp.

    % (NTU) (C)

    K.0 Influen 0,11 - 0,16 50-200 2733

    K.1 Penampungan 0,09 - 0,11 15 - 200 2533

    K.2 SF Wetland setelah kolam kapur

    (CW aerobik ) 0,09 - 0,11 3 - 5 2633

    K.3 SSF CW (CW anaerobik ) 0,06 - 0,08 3 - 8 2633

    K.4 Effluen 0,07 - 0,08 0-1 2633

    Turbiditas air AMD yang keluar dari kolam CW aerobik, anaerobik dan

    kolam penampungan effluen juga menurun. Perubahan warna air AMD dari keruh

    dan coklat kekuningan sebelum diolah menjadi jernih setelah diolah. Selain dari

    pengendapan, sistem ALD, CW dan filter dapat menurunkan turbiditas/kandungan

    padatan yang terdapat pada air AMD /air asam tambang (Tabel 1).

    Kandungan sulfat pada air AMD influen yang diolah juga menurun dari

    >1200 mg/L menjadi 100 -

  • 8/10/2019 26_Pengolahan_air_asam_tambang_Cynthia.pdf

    9/14

    Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

    339

    air. Kehilangan kandungan sulfat di alam hanya melalu proses biologi reduksi

    sulfat oleh kolamteri pereduksi sulfat pada kondisi anaerobik menjadi sulfida.

    Sulfida mudah bereaksi dengan logam sehingga membentuk endapan metal

    sulfida. Turunnya kandungan sulfat di air AMD pada sistem passive treatment

    disebabkan oleh aktivitas bakteri pereduksi sulfat di sistem CW anaerobik dan

    sand filter (sebagai biofilm) (Steed et al.,2002; Chang et al.,2000; Gilbert et al.,

    2005).

    Gambar 4. Profil penurunan sulfat AMD pada sistempassive treatment

    Walaupun tidak ada peraturan mengenai baku mutu air bersih kandungan

    sulfat pada air bersih, namun kandungan sulfat yang tinggi di perairan dapat

    memicu turunnya kualitas air yang mempunyai kandungan organik yang tinggi.

    Pembentukan sulfida dapat menyebabkan perairan menjadi anoksik dan terjadi

    pelepasan fosfat ke badan air sehingga bisa menyebabkan eutrofikasi yang parah

    di perairan (Weiner, 2000). Penyisihan sulfat (sulfate removal) di sistem passive

    tretment mencapai 67- 90%.

    Tidak seperti kandungan sulfat di air AMD, hilangnya Fe dari sistem

    passive treatmentcukup besar pada kolam penampungan (K1) karena mengalami

    oksidasi dan pengendapan, serta setelah melewati kolam kapur dan CW aerobik

    (K2) (Gambar 5). Kandungan Fe pada kolam penampungan berkisar antara 15

    80 mg/L. Kandungan Fe di kolam ini sangat fluktuatif karena air buangan

    tambang yang fluktuatif sehingga setelah pengisian kolam, kandungan Fe

  • 8/10/2019 26_Pengolahan_air_asam_tambang_Cynthia.pdf

    10/14

    Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

    340

    menurun cukup nyata tetapi masih cukup tinggi bila dibandingkan setelah air

    melewati sistem ALD, CW aerobik dan anaerobik. Penyisihan logam Fe pada

    sistem mencapai 100%.

    Gambar 5. Profil Fe air AMD pada sistempassive treatmentskala lapangan

    Seperti juga Fe, kandungan Al di air AMD yang diolah menurun setelah

    melewati kolam penampungan, ALD dan CW aerobik dan anaerobik (Gambar 6).

    Kandungan Al di kolam penampungan (K1) berkisar antara 11,68 109 mg/L.

    Penyisihan Al setelahpassive treatmentmencapai 9399%.

    Tanaman yang digunakan untuk CW aerobik adalah kolam dengan

    tanaman eceng gondok, sedangkan untuk CW anaerobik menggunakan purun.

    Kandungan logam air AMD olahan setelah CW aerobik tidak berbeda secara

    signifikan dengan air AMD olahan setelah CW anaerobik. Namun untuk jangka

    panjang tanaman air selain sumber organik bagi bakteri, penyerapan logam oleh

    tanaman air juga sangat signifikan seperti temuan pada kandungan logam di

    tanaman air AMD (Chang et al.,2000; Sengupta, 1993).

  • 8/10/2019 26_Pengolahan_air_asam_tambang_Cynthia.pdf

    11/14

    Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

    341

    Gambar 6. Profil Fe air AMD pada sistempassive treatmentskala lapangan

    KESIMPULAN

    Sistem passive treatmentyang merupakan gabungan sistem kapur (ALD)

    dan rawa buatan (CW; constructed wetland) secara efektif dan efisien dalam

    meningkatkan pH dan menurunkan kandungan padatan tersuspensi, logam dan

    sulfat air asam tambang dari aliran buangan tambang timah di Pulau Bangka. Air

    AMD setelah melewati kolam penampungan, ALD dan CW aerobik mempunyai

    kualitas air yang memenuhi standar mutu air bersih gol B (PP no.82,2001) .

    DAFTAR PUSTAKA

    Achterberg, E.P., Herzl, V.M.C., Braungardt, C.B., Millward, G.E., 2003. Metal

    behaviour in an estuary polluted by acid mine drainage: the role of

    particulate matter. Environ. Poll.121, 283292.

    Benner, S. G., D. W. Blowes dan C. J. Ptacek. 1997. A Full Scale Porous Reactive

    Wall for Prevention of Acid Mine Drainange. GWMP. Vol 17. no.4. 99 107.

    Blodau, C. 2006. A review of acidity generation and consumption in acidic coalmine lakes and their watersheds. Science of the Total Environment

    369:307332

    Brody , G.A., C.R. Britt, T.M. Tomaszewski, and H.N. Taylor. 1993. Anoxic

    Limestone Drains to Enhance Performance of Aerobic Acid DrainageTreatment Wetlands: Experiences of the Tennessee Valley Authority. In:

    G.A.Moshiri. Constructed Wtelands for WaterQuality Improvement.

    Lewis Publishers. Boca Raton. 129-138.

  • 8/10/2019 26_Pengolahan_air_asam_tambang_Cynthia.pdf

    12/14

    Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

    342

    Chang, I.S., Shin, P.K., Kim, B.H., 2000. Biological treatment of acid minedrainage under sulphate-reducing conditions with solid waste materials as

    substrate. Water Res. 34,12691277.

    Daugherty, A.J., Martin, A., Bowden, L., Aplin, A.C.,Johnson, D.B., 2003.Passive treatment of acidic mine watersin subsurface flow systems:

    exploring RAPS and permeable reactive barriers. Land Contam. Reclam.

    11, 127135.

    Dowling Jeremy ,Steve Atkin, Geoff Beale, dan Glenn Alexdaner. 2004.

    Development of the Sleeper Pit Lake. Mine Water dan the Environment23:

    211.

    Faulkner Ben B., E. Griff Wyatt, John A. Chermak, dan Franklin K. Miller. 2005.

    The Largest Acid Mine Drainange treatment Plant in The World. U.S. Fish

    dan Wildlife Service, Kearneysville, WV. Paper presented at the 26thWest Virginia Surface Mine Drainage Task Force, April 19-20.

    Elisa, M., P. Gomes, and J.C. Favas, 2006. Mineralogical controls on mine

    drainage of the abandoned Ervedosa tin mine in north-eastern Portugal.

    Applied Geochemistry. 21:13221334

    Gonzalez-Toril, E., Llobet-Brossa, E., Casamayor, E.O.,Amann, R., Ails, R.,

    2003. Microbial ecology of an extremeacidic environment, the Tinto

    River. Appl. Environ.Microbiol. 6, 48534865.

    Gibert, O., J. de Pablo, J. L. Cortina, and C. Ayora. 2005. Municipal compost-based mixture for acid mine drainage bioremediation: Metal retention

    mechanisms. Applied Geochemistry .20:16481657.

    Gilbert, O., de Pablo, J., Cortina, J.L., Ayora, C., 2003. Evaluation of municipal

    compost/limestone/iron mixtures as filling material for permeable reactivebarriers for in situ acid mine drainage treatment. J. Chem. Technol.

    Biotechnol.78, 489496.

    Hedin, R.S., R.W. Nairn, dan R.L.P. Kleinmann. 1994. Passive treatment of coal

    mine drainage. U.S. Bureau of Mines Information Circular IC 9389.Pittsburgh, PA.

    Kadlec R. H. dan R. L. Knight. 1996. Treatment Wetlands. CRC Press LLC.Florida.

    Lopes, I., Goncalves, F., Soares, A. M. V. M., & Ribeiro, R. (1999).Discriminating the Ecotoxicity due to Metals dan to Low pH in Acid Mine

    Drainage. Ecotoxicology dan Environmental Safety, EnvironmentalResearch., (44), 207 - 214.

    Lopez-Archilla, A.I., Marn, I., Amils, R., 2001. Microbial community

    composition and ecology of an acidic aquatic environment: the Tinto river,

    Spain. Microbial Ecol. 41 (1),2035.

  • 8/10/2019 26_Pengolahan_air_asam_tambang_Cynthia.pdf

    13/14

  • 8/10/2019 26_Pengolahan_air_asam_tambang_Cynthia.pdf

    14/14

    Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

    344

    DISKUSI

    Penanya : Tri Widiyanto (Puslit Limnologi - LIPI)

    Pertanyaan : Berapa luasan CW (constructed wetland) yang diperlukan untukmengolah aliran air asam tambang (AMD) bekas kegiatan

    penambangan di Bangka?

    Jawaban : Ukuran minimum CW yang diperlukan untuk mengolah AMD

    tergantung pada kualitas kolong. Parameter utama yang menjadi

    penentu adalah kandungan pirit pada air kolong.

    CATATAN

    1. Uraian mengenai pengolahan AMD terlalu panjang sementara ulasanpermasalahan tambang di Bangka sangat sedikit.

    2.

    Perlu diperhatikan konsistensi penggunaan istilah seperti wetland,

    constructed wetland, CW dan rawa buatan.