33
1. Pendahuluan Munculnya penyakit yang meresahkan masyarakat sangat erat kaitannya dengan aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Dalam tulisan ini, mungkin sangat bisa membedakan dengan analisis yang dilakukan oleh para ahli kesehatan yang basically menggeluti ilmu alam. Titik tekan yang membedakannya adalah bentuk penelusuran muncul dan pendistribusian penyakit tersebut. Mungkin ada beberapa kesamaan, antara lain melihat pola makan yang dikonsumsi. Namun, bila dalam ilmu sosial, dalam hal ini adalah para ahli epidemiologi sosial, penelusuran jejak wabah penyakit hingga proses pendistribusiannya lebih melihat dari aktivitas yang dilakukan dalam kelompok sosial tertentu di dalam satu populasi. Sehingga, faktor-faktor sosial sangat membantu para ahli epidemiologi sosial dalam melacak jaringan pendistribusian penyakit yang mewabah dan membuat masyarakat resah. Faktor-faktor sosial tersebut antara lain: okupasi, pola makan, aktivitas atau kebiasaan (misalnya: merokok, konsumsi alkohol, drugs ). Selain itu, dalam ilmu epidemiologi sosial, terdapat variable-variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan dan tingkat kematian masyarakat, yaitu: usia, jenis kelamin, ras/ etnis, dan status sosial ekonomi. 1

2.Kelompok+Materi Kesehatan+Dan+Faktor+Sosial

Embed Size (px)

Citation preview

1. Pendahuluan

Munculnya penyakit yang meresahkan masyarakat sangat erat kaitannya dengan

aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Dalam tulisan ini, mungkin sangat

bisa membedakan dengan analisis yang dilakukan oleh para ahli kesehatan yang basically

menggeluti ilmu alam. Titik tekan yang membedakannya adalah bentuk penelusuran

muncul dan pendistribusian penyakit tersebut. Mungkin ada beberapa kesamaan, antara

lain melihat pola makan yang dikonsumsi. Namun, bila dalam ilmu sosial, dalam hal ini

adalah para ahli epidemiologi sosial, penelusuran jejak wabah penyakit hingga proses

pendistribusiannya lebih melihat dari aktivitas yang dilakukan dalam kelompok sosial

tertentu di dalam satu populasi.

Sehingga, faktor-faktor sosial sangat membantu para ahli epidemiologi sosial

dalam melacak jaringan pendistribusian penyakit yang mewabah dan membuat

masyarakat resah. Faktor-faktor sosial tersebut antara lain: okupasi, pola makan, aktivitas

atau kebiasaan (misalnya: merokok, konsumsi alkohol, drugs ). Selain itu, dalam ilmu

epidemiologi sosial, terdapat variable-variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat

kesehatan dan tingkat kematian masyarakat, yaitu: usia, jenis kelamin, ras/ etnis, dan

status sosial ekonomi.

Dengan demikian, penyakit yang berasal dari epidemic maupun nonepidemik

dapat dilacak melalui beberapa variable yang juga merupakan faktor sosial yang sangat

member pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.

2. Kerangka Teori

2.1 Epidemiologi Kesehatan

“Social epidemiology is study of the distribution of the disease, impairment, and

general social status across various social groups within the same population”1

Susser: “Epidemiology is the study of the distributions and determinants of the

states of health in human population.” (Conrad dan Kern, 1994: 24)2

1 Wolinsky. 1980. The Sociology of Health. ( Chapter 1 )… hlm.72 Sunarto, Kamanto. 2002. Sosiologi Kesehatan. (chapter 4). Pusat Penerbitan Universitas Indonesia. Hlm. 4.3

1

Dari dua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa epidemologi sosial merupakan

studi yang menjelaskan tentang distribusi penyakit, kerusakan, dan status kesehatan yang

dapat dilihat di dalam kelompok sosial yang terdapat di dalam populasi yang sama.

Dalam periode awal, epidemiologi sosial berkebang sebagai epidemik, yaitu ilmu yang

mejelaskan asal muasal penyakit dan bagaimana penyakit tersebut berkembang dan

menyebar dari satu area ke area yang lain. Saat ini, ahli epidemologi sosial tidak hanya

perhatian pada epidemik saja, melainkan lebih memperluas cakupan ke nonepidemik

seperti kanker, jantung koroner, ketergantungan obat, dan bunuh diri. Sehingga, dapat

dipahami bahwa satu hal yang penting dalam hal ini adalah bahwa epidemiologi sosial

mengfokuskan perhatiannya kepada penjelasan bagaimana suatu penyakit itu timbul, dan

bagaimana penyakit berkembang, dan dapat dimatikan.

2.2 Kesehatan (health)3

Definisi kesehatan tidak hanya mencangkup pada satu hal. Perlu diingat bahwa

kesehatan dapat didefinisikan macam-macam oleh masyarakat yang beragam pula.

Namun, dalam menjelaskan hubungan antara faktor sosial dan kesehatan, kesehatan

dalam hal ini akan merujuk pada satu pengertian yang merupakan rangkuman atau inti

dari beberapa definisi yang telah disesuaikan dengan topik bahasan tulisan ini.

Definisi WHO mengenai Kesehatan : “.. suatu keadaan complete physical, mental,

dan social well-being, and not merely the absence of disease and infirmity” (Mechanic,

1968:49)

Blum: “kesehatan manusia terdiri dari tiga unsur yang saling berinteraksi dan

saling terkait secara hirarkis, yaitu apa yang dinamakannya kesehatan somatik yang

ditandai berlangsungnya fungsi fisiologi dan integrasi anatomi, kesehatan psikis yang

mengacu pada berbagai kemampuanseperti kemampuan mengetahui, mengamati,

menyadari, dan menanggapi keadaan sehat somatiknya sendiri; dan kesehatan sosial yang

mengacu pada kesesuaian perilaku individu dengan anggota lain dalam keluarganya,

dengan keluarganya, dan dengan system sosial.”

3 Semua definisi “kesehatan” diambil dari buku : Sunarto, Kamanto. 2002. Sosiologi Kesehatan. Pusat Penerbitan Universitas Indonesia. Hlm. 2.3-2.5

2

Definisi sosiologi: “keadaan kapasitas optimum individu untuk melaksanakan

peran dan tugas yang telah disosialisasikan” (Wolinsky 1980:73)

Dari ketiga definisi terkait dengan konsep kesehatan, dapat disimpulkan bahwa

kesehatan merupakan keadaan optimum dari seorang individu dalam menjalankan

perannya di dalam struktur dan sistem sosial yang diindikasikan dengan tidak adanya

symptom-symptom tertentu.

3. Deskripsi dan Analisis

System medis modern tidak muncul begitu saja, sitem medis modern merupakan

proses evolusi selama beratus-ratus tahun. Perkembangan ini juga di pengaruhi dari

beberapa elemen-elemen seperti pengetahuan medis,orientasi social kekinian, orientasi

religius,usaha manusia untuk menguasai alam dan adaptasi biologis oleh tubuh manusia.

Munculnya system medis modern memerlukan waktu yang lama. Kemunculan ini dapat

dilihat dalam delapan periode.

The philosophy Hygeia, Hygeia muncul dalam legenda yunani kuno sekitar abad 15

sebelum masehi. Dalam legenda ini Hygeia digambarkan sebagai dewi kesehatan.

Kesehatan dianggap sebagai atribut positif yang merupakan hak dari setiap orang.

Dengan syarat mereka harus dapat mengatur hidupnya secara bijak, fungsi utama dari

ilmu kesehatan adalah penemuan-penemuan dan hukum natural mengenai jiwa yang

sehat dan tubuh yang sehat. Filosofi ini mendominasi hingga abad ke 12 sebelum masehi.

The cult of Asclepius, hilangnya dominasi Hygeia menyebabkan munculnya cult of

Asclepius, Asclepius merupakan dokter atau tabib pertama dari yunani yang

memperkenalkan ilmu kesehatan yang menggunakan alat bedah dan obat-obat herbal

yang berasal ari tumbuh-tumbuhan demi mengembalikan kesehatan. Perbedaan antara

Asclepius dengan Hygeia adalah pemahaman mengenai kesehatan dimana Asclepius

mempercayai bahwa tugas utama dari dokter atau tabib adalah mengobati penyakit dan

mengembalikan kesehatan. Keberhasilan dalam mengembalikan kesehatan dapat

dilakukan dengan cara mengkoreksi ketidaksesuaian pada tubuh manusia yang

disebabkan kecelakaan saat lahir atau pada masa kehidupanya. Dengan keberhasilan

3

Asclepius yang dramatis ini dan mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain

maka periode ini dapat bertahan seabad.

The ages of Hippocrates, dalam masa ini hippocrates dikenal dengan adanya sumpah

hipocrate, sumpah hippocrate itu sebagai landasan etika kedokteran kontemporer yang

berbunyi (1) membantu orang yang sakit (2) menjaga agar tidak melakukan kesalahan

dengan sengaja terhadap penanganan kesehatan pasien (3) menjaga hubungan suci

praktisi pasien. Selain Hippocrates dikenal dengan sumpahnya, ia juga memiliki andil

yang cukup penting yaitu (1) ia menuntut suatu pendekatan rasional dan sistematis untuk

perawatan pasien, menolak efek dari fenomena supranatural. (2) Hippocrates berpendapat

bahwa pikiran dan tubuh saling mempengaruhi, mereka tidak dapat dianggap sebagai

entitas independen

The constraints of the church, pada periode ini ages of Hippocrates menghilang karena

runtuhnya Roma yang disertai kerusuhan serta huru-hara dan disertai pula hilangnya

orang-orang yang mengetahui pengetahuan medis dari Hippocrates. Dari permasalahan

inilah gereja menjadi tahapan dari pengobatan mengenai masalah-masalah kehidupan,

dalam hal ini obat tidak dapat membantu banyak dalam menyembuhkan masalah

penyakit social yang terjadi. Dengan demikian maka beralihlah pemahaman pengobatan

medis mereka.

Descartes and seventeenth-century rationalism, pada abad ke tujuh belas ini rene

Descartes beserta filsuf rasionalis lainya memiliki pandangan bahwa tidak benar apabila

terjadi pembedaan antara kesehatan jiwa dan raga. Karena menurut Descartes kedua

aspek ini saling berkaitan pada kenyataanya. Sulit sekali pemikiran seperti ini dapat

diterima oleh pihak gereja.

The ages of advances in public health, pada masa ini ada perubahan pandangan

kesehatan dalam masyarakat, dari yang awalnya kesehatan lebih dilihat individual namun

sekarang lebih dilihat dengan cakupan yang lebih luas (public). Pemikiran ini

berkembang pada saat terjadinya revolusi industri. Revolusi industry menyebabkan

maraknya terjadi pencemaran-pencemaran, mulai dari pencemaran makanan sampai

pencemaran udara. Dengan munculnya pemahaman kesehatan dalam konteks public

4

maka munculah upaya-upaya untuk menyembuhkan penyakit-penyakit ini dengan cara

menjaga kebersihan public atau lingkungan.

Pasteur, Koch, specific etiology, and germs, pada tahapan ini ilmuwan medis Louis

Pasteur dan Robert Koch melakukan penelitian pada bakteri-bakteri yang dapat

menyebabkan penyakit pada manusia. Penelitian ini menghasilkan teori bakteri yang

menyatakan bahwa setiap bakteri akan menyebabkan penyakit yang berbeda pula.

Dengan kata lain setiap penyakit memiliki penyebab atau pemicunya sendiri.

Berdasarkan teori ini obat-obatan mulai mendapatkan posisinya kembali di pasaran.

Whole person health, merupakan kemunculan pendekatan yang sistematik. Pada

tahapan ini konsep kesehatan di formulasikan menjadi satu konsep yang pasti yaitu

kesehatan dapat dilihat dari aspek fisik, jiwa dan keadaan social dari orang tersebut. Dan

dengan pernyataan konsep yang seperti ini maka proses pengobatan harus dilakukan pada

ketiga aspek terkait, kesehatan tidak akan didapatkan apabila ketiga aspek tidak tercakup.

3.1 Empat Dualitas Pengobatan Modern

Pandangan tentang pengobatan modern tidak dapat terlepas dari pengobatan

pandangan pengobatan pada periode-periode sebelumnya (prior). Sebagi buktinya,

terdapat empat dualitas di dalam pengabatan modern. Pertama, perhatian terhadap

kepercayaan magis yang diakui secara bersama. Pada masa Neolitikum, Mediterani

Timur dan Afrika Utara terbukti pernah mempraktikan sebuah prosedur pengobatan yang

disebut trepanation. Mereka meyakini bahwa penyakit yang diderita oleh manusia tidak

lain adalah pengaruh dari kekuatan setan jahat. Kedua, dualitas pengobatan antara

orientasi pengobatan individu dan orientasi pengobatan populasi. Dualitas ketiga dalam

pengobatan modern adalah bahwa tubuh dan pikiran merupakan satu entitas yang penting

sehingga dalam pengobatan modern, faktor psikologis dan tekanan sosial menjadi

perhatian juga dalam proses penyembuhan. Dualitas yang keempat adalah kemajuan

teknik pengobatan modern yang dihasilkan dalam teknik pengobatan terhadap penyakit

yang disebut dengan technocratic physician.

3.2 Epidemiologi Sosial

5

Dari beberapa uraian tersebut di atas, dapat diketahui betapa beragamnya world

view yang berkembang di masyarakat belahan dunia yang mempraktikan pengobatan di

setiap perkembangan sejarah. Hal tersebutlah yang pada periode berikutnya

mempengaruhi pengobatan modern. Oleh karenanya, dalam tulisan ini, akan dibahas

mengenai perhatian terhadap ilmu yang mempelajari keterkaitan antara faktor-faktor

sosial dan distribusi penyakit di dalam populasi yang luas.

3.2.1 The Nature of Social Epidemology

Sebagaimana telah dijelaskan di bagian kerangka teori mengenai konsep

epidemiologi sosial, peran yang dilakukan oleh para ahli epidemiologi sosial ini adalah

berusaha mengidentifikasi karakter sosial dari populasi tertentu yang cenderung terserang

penyakit tertentu. Peran mereka sangat membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit

dari pasien yang ditanganinya. Namun, perlu digarisbawahi bahwa seorang ahli

epidemiologi sosial ini bukan mengfokuskan identifikasinya terhadap individu melainkan

lebih kepada kelompok sosial. Sehingga, mereka yang telah menerima informasi tentang

epidemik tertentu segera melakukan penanganan dengan mengumpulkan data-data dari

komunitas mana yang terjangkit epidemik tersebut. Kemudian, mereka menganalisis

pola-pola yang dilakukan oleh kelompok yang terjangkit virus atau bakteri yang

menyebabkan berkembangnya suatu epidemic.

3.2.2 Sejarah Epidemiologi Sosial

Epidemiologi sosial berakar dari sejarah di masa lampau, sebagaimana telah

sedikit diuraikan pada bagian sebelumnya. Seorang ahli medis ternama, Henry Sigerist

mengungkapkan bahwa di dalam naskah Yunani Kuno dan Mesir dituliskan bahwa ada

keterkaitan antara penyakit dengan okupasi masyarakat setempat. Berikut adalah

beberapa contoh kasus terkait dengan keterkaitan antara faktor sosial dengan penyakit.

Sir Percival Pott. Pada tahun 1775, Inggris muncul epidemik yang

menyerang komunitas tertentu, yaitu kanker pada alat vital lelaki (scrotal cancer).

Dalam tulisannya, Pott menjelaskan bagaimana penyakit tersebut muncul dan mengidap

pada komunitas tertentu. Penemuannya menyebutkan bahwa penyakit yang mewabah

pada komunitas tertentu tersebut menyerang urban kulit putih kelas bawah yang bekerja

6

sebagai pembersih cerobong asap (London Fog Chimney Sweeps). Mereka adalah para

pekerja laki-laki.

Pekerjaan membersihkan cerobong asap ini sangat tidak menyenangkan dan

sebenarnya sangat diasingkan. Mereka yang bekerja sebagai pembersih cerobong asap

(chimney sweeper ) selalu kontak langsung dengan materi-materi atau mungkin dapat

dibayangkan seperti kerak-kerak bekas pembakaran yang menempel di lapisan dalam

cerobong asap yang sangat tebal. Padahal di dalamnya terdapat organism-organisme jahat

penyebab kanket alat vital (schrotal cancer). Sehingga, insiden meningkatnya wabah

penyakit kanker skrotum tersebut diidap oleh golongan kelas bawah urban kulit putih

yang bekerja di cerobong asap.

Dalam penemuannya, Pott membuat kontribusi dalam dunia epidemiologi sosial.

Pertama, kontribusi tentang penjelasan bagaimana proses awal penyakit itu muncul dan

berkembang yang digunakan untuk menginvestigasi perbedaan distribusi penyakit yang

berkembang di dalam masyarakat. Secara tidak langsung pun kita dapat mengetahui

bagaimana peran epidemiologi sosial dalam hubungannya dengan penyakit, yaitu sebagai

detektif yang seolah-olah mencari benang merah antara “pelaku kejahatan” hingga

kejadian dari kejahatan itu berlangsung.

Masih terkait dengan penyakit kanker skrotum yang dikemukakan oleh Pott,

perkembangan penyakit tersebut yang mengidap pada kelas bawah kaum urban kulit

putih tentu tidak sesederhana itu. Perkembangan rantai penyakit tersebut berawal dari

satu komunitas kaum urban kulit putih yang bekerja sebagai Chimney Sweeper. Hal ini

berkaitan dengan kontribusi Pott yang kedua, bahwa penyakit yang mereka idap tidak

semata-mata karena kontak langsung dengan organisme yang berada di dalam lapisan

cerobong asap tetapi ada pola-pola yang sama yang telah menjadi kebiasaan mereka

(pekerja cerobong asap_ lower class, white urban), yaitu kebiasaan jarang mandi.

Sehingga, kuman-kuman yang melekat di tubuh mereka bercampur dengan organisme

yang dihasilkan dari cerobong asap di tempat mereka kerja.

Sir John Snow. Dalam perkembangannya, kontribusi yang telah

disumbangkan oleh Pott dalam epidemiologi sosial, secara sistematis dan ilmiah tidak

7

lagi berkembang hingga pertengahan 1800. Hal ini disebabkan salah satunya muncul

seorang Snow yang juga memberi kontribusi baru di dunia epidemiologi sosial. Dalam

kontribusinya, Snow memfokuskan perhatiannya pada kolera yang menjangkiti

masyarakat di Inggris pada tahun 1854. Tahun tersebut menjadi sejarah yang sangat ironi

sekali karena lebih dari 8000 orang yang meninggal karena penyakit kolera yang

dideritanya. Dari kenyataan pahit ini, Snow mulai menggencarkan misinya untuk

mengetahui asal mula tumbuh dan berkembangnya penyakit tersebut. Pertama yang

dilakukan Snow adalah mencari informasi tentang keberadaan masyarakat yang

terdeteksi meninggal karena kolera. Setelah itu, dia melakukan interview dengan anggota-

anggota keluarga yang bereada di lokasi terdeteksinya distribusi wabah kolera, dia

menanyakan aktivitas sehai-hari mereka mulai dari makan, beraktivitas seperti bermain

dan bekerja. Data yang dikumpulkannya tersebut bertujuan untuk melihat pola aktivitas

sehari-hari mereka. Ternyata, semua korban yang menderita kolera mengkonsumsi air

minum dari Broad Street Water Pump. Berdasarkan pola ini, dia menduga bahwa kolera

merupakan water-borne disease. Dari penemuannya tersebut, dia membuat kontribusi

juga sebagaimana sebelumnya telah dilakkan oleh Pott. Pertama, dia membuat metode

sistematika epidemiologi sosial: melihat sebab dari penyakit kolera melalui karakteristik

sosial. Mungkin dalam kasus di Inggris yang telah diungkapkan dalam penelitian Snow,

kita bisa melihat bahwa mereka yang mengidap penyakit kolera secara umum

menggunakan Broad Street Water Pump yang telah terinfeksi oleh bakteri.

Kita bisa melihat perbedaan Pott dan Snow dalam melihat rantai distribusi

penyakit yang dilihat sebagai faktor sosial yang mempengaruhi kesehatan manusia. Bila

Pott melihat penyakit didistribusikan di dalam karakteristik sosial masyarakat tertentu

dengan melihat pola-pola yang sama. Kontribusi kedua Snow adalah dia mengkonfirmasi

penemuan Pott bahwa etiological chain penyakit dapat dimatikan melalui intervensi.

Dalam penemuannya, Snow tentu memilih intervensi berupa menghentikan penggunaan

Broad Street Water Pump.

3.3 Epidemiologi Sosial Kontemporer

Pott dan Snow telah terbukti menyumbangkan kontribusinya di dunia

epidemiologi sosial. Dari beberapa uraian sebelumnya mengenai epidemiologi sosial 8

terkait dengan penemuan dua tokoh besar tersebut dapat diketahui bahwa betapa

pentingnya epidemiologi sosial dalam menyumbangkan beberapa penemuan-penemuan

yang merupakan faktor sosial yang mempengaruhi muncul dan berkembangnya suatu

penyakit. Namun, dalam beberapa waktu kemudian, epidemiologi sosial merambah pada

pola-pola perilaku masyarakat yang memang jelas merupakan hubungan aktivitas yang

tidak sehat dengan dampak terhadap kesehatannya.

Merokok dan Kanker Paru-paru. Diketahuinya pengaruh merokok terhadap

Kanker Paru-paru telah diketahui lebih dari lima puluh tahun yang lalu. Tepatnya adalah

akhir 1950-an. Pada tahun tersebut, di Amerika Serikat dan negara-negara lain sedang

marak dengan serangan jantung yang menjadi penyebab dari kematian. Kemudian,

Graham (1972) melakukan penelitian yang kemudian menyimpulkan beberapa kategori:

(1) animal studies yang menyebutkan bahwa getah tembakau ternyata menjadi bahan

yang digunakan untuk mencukur bulu-bulu hamster atau tikus. (2) retrospective studies,

dimana mereka yang menjadi penderita kanker paru-paru dan mereka yang tidak

menderita penyakit tersebut ditanya mengenai bagaimana pendapat mereka mengenai

perilaku merokok dan tidak merokok. (3)prospective studies, yaitu meneliti dan

mengidentifikasi satu kelompok yang terdiri dari perokok, bukan perokok, kemudian

dalam periode tertentu, kembali dilakukan penelitian terhadap mereka, dari situ kita

melihat berapa rata-rata mereka yang terserang kanker paru-paru. (4) studies of celluler

changes, yaitu studi yang telah berhasil menemukan hasil penelitiannya bahwa semakin

meningkatnya jumlah penderita kanker paru-paru dipengaruhi dengan semakin

meningkatnya pengkonsumsian tembakau.

Legionnaires’ Disease. Juli, 1976, merupakan masa yang sangat

mengejutkan bagi warga Pennsylvania. Pertama, tabib atau munkin pada masa itu orang

yang ahli dalam pengobatan berpikir bahwa itu adalah semacam penyakit tifus. Untuk

mencegahnya, para ahli epidemiologi sosial mencoba menawarkan cara untuk

mengetahui asal muasal terjangkitnya penyakit yang pada masa itu dianggap “aneh”

dengan kembali melihat aktivitas keseharian mereka yang terjangkit penyakit itu. Dengan

mudah mereka mengindentifikasi orang-orang, yaitu 29 yang meninggal dan 200 orang

9

yang menderita penyakit tersebut sangat parah dengan melihat cirri-ciri mereka, dan

ternyata memang ada kesamaan satu sama lain.

Namun, ironisnya, ketika laboratorium melakukan pengetesan terhadap penyakit

tersebut, diketahui bahwa ternyata legionnaires’ disease bukan penyakit yang diakibatkan oleh

virus. Mereka terus melakukan penelitian dan pada akhirnya pun tidak diketahui penyakit apakah

itu?

3.4 Pengukuran Epidemiologis Sosial Dasar

Pembicaraan epidemiologi sosial akan selalu berkutat pada permasalahan kemunculan

dan menyebarnya sebuah penyakit dalam sebuah populasi masyarakat. Atas dasar permasalahan

tersebut, epidemiologi berfokus pada perbandingan penyebaran dan kemunculan sebuah wabah

penyakit pada berbagai macam populasi, kelompok, kelas sosial, agama, dan sebagainya. Dalam

studi ini, pengukuran dan logika statistik sangat berperan besar.

Pada saat melakukan perbandingan, pengukuran statistik seakan tidak bermakna apabila

membandingkan wabah antara Indonesia dengan Singapura secara langsung. Hal ini tidak

mungkin dilakukan karena populasi yang sangat berbeda secara signifikan di antara dua negara

ini. Oleh karena itu, perbandingan harus dilakukan dengan sebuah ukuran rasio dengan

pengkalian dengan seribu orang. Maksudnya, berapa kasus yang eksis dalam setiap seribu orang

di setiap negara. Angka ini dapat diukur dengan persamaan berikut:

Jumlah orang yang terkena penyakit × 1000

Jumlah orang yang berada dalam populasi

Selain itu, pengukuran dapat dilakukan terhadap kasus yang lebih spesifik dalam suatu

masyarakat atau populasi. Hal ini dapat dilihat berdasakan jenis kelamin, suku bangsa, dan kelas

sosial tertentu. Hal ini dapat dihitung menggunakan penghitungan jumlah penyebaran penyakit

berbanding jumlah populasi dan dikalikan dengan seribu orang. Hal ini dapat dilihat pada

persamaan berikut.

Jumlah orang yang terkena wabah dalam

populasi yang spesifik ×1000

Jumlah orang yang berada dalam populasi spesifik10

Kematian dan ketidaksehatan. Dua hal ini merupakan komponen yang sangat penting

juga untuk mengukur tingkat kesehatan dalam suatu masyarakat. Kematian dapat dilihat dari

tingkat kelahiran dan kematian bayi. Jumlahnya akan menggunakan per setiap seribu kelahiran.

Hal ini akan memperlihatkan kecenderungan kesehatan yang eksis pada masyarakat ini.

Ketidaksehatan dapat diukur melalui dua komponen yaitu kematian yang dialami pada tahap

neonatal atau baru lahir, dan post-neonatal atau setelah masa baru lahir. Pada tahap pertama

memeperlihatkan ketidaksehatan bayi yang lahir. Kedua, kelahiran bayi dan kesehatannya sudah

dipengaruhi oleh lingkungan kehidupannya. Hal ini akan semakin terlihat jelas

kecenderungannya di saat membandingkan antar populasi yang spesifik.

Selanjutnya, Hal lain yang menjadi sorotan dan bahasan utama dari epidemiologi adalah

angka harapan hidup. Hal ini juga diukur melalui kelompok yang spesifik. Kemudian, secara

statistik rentang usia dari masyarakat tersebut. Berdasarkan hal iu, dilihat bagaimana

dibandingkan dengan seribu orang dalam suatu populasi. Akhirnya, studi yang demografis ini

dapat mengkategorikan angka harapan hidup yang diperbandingkan pada setiap negara.

3.5 The Basic Variable In Social Epidemology: Age, Sex, Race, & SocioEconomic

Status

Ada beberapa karakteristik individu yang berhubungan dengan kesehatan dan tingkat

kematian. Dalam hal ini, ada empat variabel yang digunakan oleh para epidemologi sosial dalam

mengilustrasikan distribusi mortalitas (kematian) dan penyakit di suatu populasi, yaitu age

(umur), sex (jenis kelamin), race (ras), dan socioeconomic status (status sosial ekonomi). Untuk

itu akan dibahas satu per satu dari keempat variabel tersebut.

3.5.1 Age

Terdapat dua fakta yang penting tentang hubungan antara umur dan mortalitas di Negara

Amerika. Pertama, rata – rata angka harapan hidup Warga Amerika sangat meningkat di abad 20.

Pada tahun 1900, angka harapan hidup hanya menyentuh umur 47 tahun. Sedangkan pada tahun

1970, naik menjadi 72 tahun. Disini terlihat peningkatan yang cukup tinggi yaitu sebanyak 25

tahun. Adanya peningkatan angka harapan hidup ini disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu; (1)

meningkatnya tindakan kesehatan masyarakat dan kontrol terhadap penyakit menular semakin

11

membaik sebagai hasil dari berkembangnya industrialisasi di Amerika, dan (2) meningkatnya

kuantitas, kualitas, dan ketersediaan pelayanan kesehatan.

Kemudian, fakta kedua yang penting mengenai hubungan antara umur dan mortalitas di

Negara Amerika adalah stabilnya angka mortalitas antara umur 1 hingga 54 dari tahun ke tahun.

Angka mortalitas pada bayi sangat besar, namun angkanya semakin menurun dari tahun ke

tahun. Namun, ketika seseorang sudah beranjak ke umur 1 tahun, angka mortalitasnya langsung

menurun drastis, dan stabil hingga umur 54 tahun. Lalu, angka mortalitas tersebut naik lagi di

umur 55 tahun dan terus naik hingga umur 85 tahun ke atas. Dari data ini dapat dianalisa bahwa

seseorang yang bertahan dalam tahun pertama hidupnya, maka angka harapan hidupnya akan

tinggi (mencapai umur yang tua).

Sebagai hasil dari Warga Amerika yang mempunyai umur hidup yang panjang,

menciptakan sebuah masalah sosial baru di Amerika. Ada dua faktor penyebabnya, pertama,

pada masyarakat amerika peran dari mereka yang sudah berumur (tua/lansia) menjadi berkurang

nilainya. Mereka yang dulunya memiliki posisi yang penting di keluarga, menjadi tidak

kompeten dan seakan terisolasi akibat kemampuan mereka yang terus menurun. Menurun atau

berkurangnya peran sosial lansia menyebabkan timbulnya faktor kedua, yaitu semakin

meningkatnya ‘perasaan tidak berguna’ oleh si lansia tersebut, ketidakpuasan hidup, dan anomi.

Jadi, disini terdapat pemahaman bahwa ada masalah sosial dan masalah psikologi terkait dengan

proses penuaan.

3.5.2 Sex

Terdapat pengaruh dari adanya pebedaan jenis kelamin pada tingkat mortalitas di Negara

Amerika. Dari data yang ada, terbukti bahwa angka mortalitas pada laki – laki lebih tinggi

dibandingkan dengan perempuan. Dalam perbedaan angka harapan hidup antara laki – laki dan

perempuan, angka mortalitas pada laki – laki Amerika meningkat selama dua dekade terakhir,

khususnya di tahun 1960. Akhirnya, lebihnya komposisi perempuan dibandingkan laki – laki

berdampak pada lansia, dimana meningkatnya jumlah janda pada lansia.

Ada dua alasan utama mengapa angka mortalitas pada laki – laki lebih tinggi

dibandingkan dengan perempuan. (1) Pertama adalah alasan biologis. Laki – laki sesungguhnya

lebih lemah dibandingkan dengan perempuan. Terbukti dari fakta bahwa angka kematian laki –

12

laki sebelum lahir 12% lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Setelah kelahiran, angka

tersebut semakin meningkat dengan angka mortalitas laki – laki saat sebulan setelah ia lahir

130% lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. (2) Alasan kedua adalah terkait dengan

faktor sosial dan psikologi sosial. Faktor sosial ini mencakup adanya perbedaan peran antara laki

– laki dengan perempuan pada Masyarakat Amerika. Laki – laki diharapkan lebih agresif dan

bekerja keras dibandingkan dengan perempuan, dalam hal bekerja maupun hal – hal lain. Dari

hal seperti ini dapat muncul dampak psikologis seperti stress yang terkait dengan potensi

meningkatnya penyakit jantung. Hubungan antara stress dan mortalitas sangat jelas saat ini.

Kemudian, pada usia pertengahan para pekerja laki – laki biasanya merokok, kelebihan berat

badan, dan juga terlampau keras bekerja (workaholic) hingga akhirnya penyakit menjadi

meningkat dan kemudian pelayanan kesehatan cenderung mahal.

3.5.3 Race

Selain umur dan jenis kelamin, ras juga mempengaruhi angka harapan hidup. Dalam hal

ini adalah perbedaan angka harapan hidup antara kulit putih dan non kulit putih. Baik laki – laki

maupun perempuan, dan semua umur, kulit putih memiliki angka harapan hidup lebih tinggi

dibandingkan dengan non kulit putih. Jika dilihat secara historis dari tahun ke tahun, angka

mortalitas non kulit putih dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan kulit putih. Dari data yang

ada, angka mortalitas yang tinggi terdapat pada bayi. Meningkatnya angka mortalitas tersebut

menggambarkan dampak dari faktor lingkungan yang mencakup nutrisi yang di dapat, sanitasi,

dan pelayanan medis.

Untuk lebih memahami efek dari perbedaan ras pada angka mortalitas dan pola penyakit

dalam populasi, harus dimengerti dulu bagaimana kelompok non kulit putih ini terlihat. Di

Negara Amerika, kategori non kulit putih ini terdiri dari warga amerika kulit hitam (black). Jadi,

angka mortalitas dan penyakit pada non kulit putih ini mengacu pada kulit hitam.

Komposisi orang kulit hitam memang sedikit jika dibandingkan dengan orang kulit putih

di Amerika. Namun, menurut hasil identifikasi Cockerham, dalam kasus penyakit hipertensi,

kulit hitam ini merepresentasikan lebih dari 20% dalam seluruh kasus hipertensi, meskipun

warga kulit hitam hanya merepresentasikan 10% keseluruhan populasi. Merujuk dari identifikasi

Cockerham ini, ada 6 hal yang menjelaskan perbedaan dalam hipertensi tersebut; (1) the genetic

13

theory, dimana kulit hitam secara genetis cenderung mengalami hipertensi, (2) the manual labor

theory, dimana kulit hitam biasanya terdiri dari pekerja fisik yang dampaknya dampak

meningkatkan potensi hipertesi, (3) the associated disorder theory, dimana kulit hitam lebih

cenderung ke penyakit lain dimana hipertensi adalah kondisi tipikal kedua, (4) the strain theory,

dimana sebagai hasil dari diskriminasi ras, tekanan yang semakin tinggi pada mereka

menghasilkan gejala hipertensi yang lebih lagi, (5) the dietary theory, dimana gaya hidup diet

mereka meningkatkan kerentanan mereka terhadap hipertensi, dan (6) the medical access theory,

dimana kulit hitam kurang mendapatkan pelayanan kesehatan – akibat kemiskinan - sehingga

menghasilkan angka mortalitas yang lebih tinggi akibat hipertensi.

Jadi, faktor sosial dan psikologi sesungguhnya menjadi inti dari pemahaman kita terhadap

perbedaan ras terkait dengan mortalitas dan penyakit, seperti misalnya isu – isu kemiskinan yang

biasanya identik dengan kulit hitam di Amerika. Meskipun faktor nonsosial dan nonpsikologi

mempengaruhi angka mortalitas, namun faktor sosial dan psikologis punya pengaruh yang lebih

kuat.

3.5.4 Socioeconomic Status

Selain melihat efek dari ras minoritas dalam mortalitas dan penyakit, kita juga akan

melihat mengengai karakteristik umum dari ras minoritas yaitu ketidakberuntungan mereka di

status sosial ekonomi, yang biasa dikaitkan dengan kelas sosial. Dengan itu munculah korelasi

antara status sosial ekonomi dengan mortalitas dan penyakit di Negara Amerika. Dalam kategori

rasial terdapat perbedaan yang signifikan dalam level kesehatan menurut status sosial ekonomi,

dan dalam level status sosial ekonomi ada perbedaan yang signifikan menurut status rasial.

Antonovsky, menemukan sebuah pola yang penting disini. Dia menemukan bahwa dalam

setiap pengukuran apapun, status sosial ekonomi jelas mempengaruhi angka harapan hidup.

Semakin tinggi status sosial ekonomi, maka semakin lama seseorang akan hidup. Pada data

penyakit kanker yang di derita seseorang, bahwa kanker yang dapat terjadi di berbagai bagian

tubuh adalah pengaruh dari status sosial ekonomi. Semakin tinggi status sosial ekonomi, maka

kemungkinan untuk terkena penyakit kanker semakin kecil. Namun, pada perempuan, hubungan

antara status sosial ekonomi dengan kanker payudara berbeda: semakin tinggi status sosial

ekonomi, maka semakin tinggi pula kemungkinan terkena kanker payudara.

14

Asumsi umum menyatakan bahwa dibalik alasan korelasi yang signifikan antara

rendahnya status sosial ekonomi, rendahnya angka harapan hidup, dan tingginya penyakit adalah

ketidakberuntungan ekonomi dan sosial yang menyebabkan mereka tidak memiliki akses untuk

pelayanan kesehatan. Jadi, apabila akses terhadap pelayanan kesehatan bisa sama pada setiap

kelompok status sosial ekonomi yang berbeda, perbedaan dalam angka mortalitas dan penyakit

ini tentu akan berkurang. Namun, pada sisi lain, meskipun aksesnya sudah sama pada setiap

orang, kondisi lingkungan dan gaya hidup tentu tidak akan sama. Jadi, akar dari

permasalahannya, yaitu kemiskinan, akan tetap ada.

Dalam dokumen yang ditulis oleh Antonovsky dalam menjelaskan hubungan ini, ia

menjelaskan mengenai “social class explanation” dimana ia percaya bahwa status sosial

ekonomi menghasilkan status kesehatan. Mengapa? Karena, status sosial ekonomi yang dimiliki

seseorang mempengaruhi perilaku preventif dalam kesehatannya, sanitasi, dan juga akses dalam

pelayanan kesehatan. Namun, disamping itu, tokoh lain bernama Lawrence menjelaskan

mengenai “drift hypothesis” untuk menjelaskan hubungan status sosial ekonomi dengan

kesehatan (mortalitas dan penyakit). Ia berargumen bahwa mereka yang terikat dengan penyakit,

status sosial ekonominya dapat turun selama hidupnya. Ketidakmampuan akibat penyakit yang

kronis ini menyebabkan mereka susah untuk mencari pekerjaan, kemampuan mereka dalam

bekerja, dan hal – hal yang terkait dengan pekerjaan. Sehingga, menurut hipotesis ini, penyakit

yang kronis memiliki potensi untuk menghambat pencapaian status sosial ekonomi seseorang.

Hipotesis ini didukung oleh Harkey dan Koleganya. Mereka menemukan presentasi

yang lebih besar pada disfungsi peran sosial di antara kelompok yang pendapatannya lebih kecil,

dibandingkan dengan kelompok yang pendapatannya lebih besar.

Kemudian, pada “social class explanation” tidak terlalu menjelaskan efek dari penyakit

yang kronis dalam turunnya mobilitas sosial. Di satu sisi, itu terlihat untuk menjelaskan

perbedaan insiden pada penyakit akut. Di waktu yang sama, sementara “drift hypothesis” tidak

terlalu menjelaskan penyakit akut, ia menjelaskan mengenai dampak jangka panjang dari

penyakit kronis dalam turunnya status sosial ekonomi. Namun disini dapat dilihat adanya

penjelasan yang cukup komperhensif.

15

3.6 A Tale of Two States

Buku ini menampilkan perbandingan data sosial dan data kesehatan dari dua negara yang

berdekatan di dalam suatu negara kesatuan. Tampilan perbandingan ini merupakan perluasan

konsep Fuchs dalam melihat pengaruh murni faktor sosial dalam kesehatan. Katakanlah bahwa

kedua negara tersebut adalah Negara A dan Negara B. Tujuan dari disembunyikannya nama

negara ini adalah memberi kesempatan bagi para mahasiswa untuk menguji kemampuan

investigasi yang selama ini telah dipelajari dari studi epidemiologi sosial dengan tujuan untuk

menebak nama asli dari negara tersebut.

3.5.1 Differential Heatlh Level

Langkah awal dalam menunjukkan pengaruh faktor sosial bagi kesehatan adalah dengan

melihat bahwa Negara A dan Negara B memiliki tingkat kesehatan yang berbeda. Perbedaan

yang diukur antara lain:

1. Perbedaan besar dalam harapan hidup antara kedua negara. Berdasarkan data statistik

ekspektasi hidup dalam satuan tahun untuk Negara A dan Negara B pada tahun 1969 –

1971, laki-laki di Negara B memiliki harapan hidup 3,9 tahun lebih lama dibandingkan

laki-laki di Negara A, sedangkan perempuan di negara B memiliki harapan hidup 3,3

tahun lebih lama daripada perempuan di negara A. Jika hal ini tidak memperlihatkan

perbedaan yang besar bagi Negara A dan B, maka harus diketahui pula bahwa ternyata

dari data keseluruhan di negara kesatuan, Negara B menempati urutan ketiga dalam

tingkat harapan hidup, sedangkan Negara A tergolong ke dalam lima terbawah.

2. Perbedaan usia dan tingkat kematian yang dibedakan menurut jenis kelamin. Data

statistik tingkat kematian yang ditampilkan dalam persentase memperlihatkan bahwa

Negara A memiliki persentase tingkat kematian yang lebih besar daripada Negara B, baik

laki-laki maupun perempuan di semua tingkat usia.

3.6 Comparable Sociodemographic Characteristics

Setelah melihat perbedaan tingkat kesehatan kedua negara, kita memasuki tahap kedua

yaitu melihat karakteristik sosio-demogfaris kedua negara. dari tabel yang ditampilkan di buku

16

Wolinsky, kita dapat melihat bahwa semua karakteristik sosio-demografis dari populasi kedua

negara itu mirip. Jika karakteristik-karakteristik itu berbeda secara nyata antara Negara A dan

Negara B, perbedaan dalam tingkat kesehatan bisa jadi disebabkan karena perbedaan

karakteristik ini. Dari data karakteristik sosio-demografi Negara A dan Negara B, kita bisa

membandingkan kedua negara tersebut. Misalnya kita bisa melihat Negara B memiliki populasi

yang lebih besar dari Negara A, tapi kedua negara memiliki tingkat urbanisasi yang nyaris

identik. Tentu saja contoh tersebut tidak dapat diandalkan dalam menjelaskan perbedaan tingkat

kesehatan antar dua negara.

Usia, jenis kelamin dan pembentukan ras dari populasi kedua negara ini merupakan hal

yang menarik bagi penulis. Negara B memiliki persentase orang-orang tua, yang berarti

cenderung memiliki penyakit, lebih besar daripada Negara A. Tapi, negara itu juga memiliki

tingkat persentase ras kulit hitam dan laki-laki (yang tingkat harapan hidupnya rendah) yang

lebih kecil daripada Negara A. Perbedaan ini terlihat mengimbangi keduanya dalam hal tingkat

kesehatan secara keseluruhan. Selain itu, indikator status sosial juga menunjukkan hal yang

menarik. Tingkat pendidikan di kedua negara nyaris sama. Negara B memiliki tingkat

pendapatan per kapita yang lebih rendah dari Negara A, padahal pendapatan per kapita

merupakan hal yang biasanya berhubungan dengan kesehatan (semakin tinggi pendapatan per

kapita suatu negara, semakin sehat pula penduduknya). Keganjilan ini mungkin dapat

mengimbangi fakta bahwa Negara B memiliki akses kepada perawatan medis lebih baik daripada

Negara A. Karena letak kedua negara ini berdekatan, kita dapat mengira-ngira bahwa

kenyataannya kondisi lingkungan keduanya mirip. Kita mungkin dapat menyimpulkan bahwa

meskipun di satu sisi terdapat perbedaan kondisi sosio-demografi antara Negara A dengan

Negara B, perbedaan itu tidak cukup besar dan tidak cukup searah untuk dapat menjelaskan

perbedaan tingkat kesehatan di dua negara. Kita perlu memperhatikan faktor lainnya.

3.7 Focusing On The Cause

Jika karakteristik demografi sosial tidak dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa

negara bagian B lebih sehat dibandingkan dengan negara bagian A, maka petunjuk yang dapat

ditemukan mungkin dengan me-review penyebab-penyebab kematian yang terjadi pada kedua

negara tersebut. Dan ternyata penyebab utama dari kematian yang terjadi di kedua negara adalah

penyakit jantung, kanker, stroke, dan kecelakaan. Namun, penyebab kematian terbesar di kedua 17

negara memiliki perbedan, jika di negara bagian A penyebab terbesarnya adalah bunuh diri,

sirosis hati, kematian bayi, dan penyakit paru-paru, sedangkan jika di negara bagian B adalah

influenza, kematian bayi, diabetes, dan bunuh diri. Sehingga, disini terdapat perbedaan jelas di

antara kedua negara, dimana penyakit-penyakit yang terbilang berat, seperti sirosis hati (liver)

dan kanker sistem pernapasan tidak terlalu banyak terdapat di Negara Bagian B, tetapi menjadi

salah satu yang terbesar di negara bagian A. Kemudian, jika dipersentasekan kematian yang

disebabkan oleh liver atau kanker sistem pernapasan antara negara A dengan negara B maka

didapatkan bahwa negara A lebih banyak dibandingkan dengan negara B, dengan persentase dari

110 persen sampai 590 persen lebih banyak negara A dibandingkan negara B.

Lalu jka dihubungkan dengan penyebab dari penyakit Liver dan kanker sistem

pernapasan maka kita dapat ketahui bahwa penyebabnya adalah alkohol dan tembakau, dan jika

dibandingkan antara negara bagian A dan negara bagian B tentang pengkonsumsian alkohol dan

tembakau. Maka terlihat bahwa negara bagian B merupakan negara dengan konsumsi alkohol

dan tembakau terendah dibandingkan dengan negara bagian lainnya di Amerika serikat,

sedangkan pada negara bagian A merupakan negara terbanyak dalam mengkonsumsi alkohol dan

nomor empat terbanyak dalam mengkonsumsi tembakau di Amerika serikat.

Sebenarnya ada 3 faktor yang dapat menjelaskan tentang perbedaan level

pengkonsumsian alkohol dan tembakau dan sekaligus juga dapat menjelaskan tentang perbedaan

level kesehatan di antara kedua negara. Faktor pertama adalah harga dari alkohol dan tembakau,

namun pada faktor harga ini terdapat kesamaan pada kedua negara. Faktor kedua adalah

ketersediaan alkohol dan tembakau, namun sama seperti faktor pertama, faktor kedua ini juga

terdapat kesamaan antar kedua negara. Faktor ketiga adalah sikap untuk mengkonsumsi alkohol

dan tembakau, dan disinilah faktor penting yang membedakan antar kedua negara, dimana jika

dihubungakan dengan agama dan ternyata sebagian besar Kristen. Namun, terdapat perbedaan

dimana sebanyak 75 persen penduduk negara bagian B merupakan orang gereja, sedangkan

penduduk negara bagian A hanya 10 persen. Maka dari korelasi antara kedua variabel di atas

dapat dikatakan bahwa terdapat suatu Mormonism yang melarang mengkonsuumsi alkohol dan

tembakau.

18

Dari pernyataan-pernyataan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab dari

perbedaan level kesehatan diantara kedua negara bagian adalah gaya hidup yang berdasarkan

norma sosial dan agama.

4. Epidemiologi Sosial di Tiga Negara; Indonesia, Canada, dan Somalia

Telah diketahui melalui urauian di atas bahwa epidemiologi sosial merupakan studi

tentang distribusi terhadap penyakit atau kerusakan-kerusakan yang terjadi pada komunitas atau

kelompok sosial tertentu di satu populasi. Artinya, wabah penyakit yang melanda secara missal

sebetulnya tidak terjadi dan dialami oleh seluruh warga masyarakat suatu negara tetapi hanya

satu komunitas tertentu yang memiliki pola hidup yang sama. Bagian atas telah dibahas

mengenai perkembangan beberapa epidemik yang melanda Inggris pada tahun 1800-an. Dan

sebenarnya masih terdapat kaitan sejarah perdistribusian penyakit tersebut lintas negara.

Kolera yang kita kenal sebagai diare akut, sebenarnya telah ada di zaman sebelum abad

19. Pertama kali, kolera menyerang daerah Bengal, India pada tahun 1816-1826 sebelum

menyerang Inggris. Pada tahun 1820, wabah kolera menyerang pasukan penjajah Inggris yang

menewaskan hingga 10.000 jiwa.4 Sebenarnya wabah ini merupakan “hantu” yang pada zaman

tersebut menjadi pandemic mematikan di seluruh lapisan dunia, tidak terkecuali Amerika pada

saat itu yang terakhir terdeteksi wabah kolera pada tahun 1900- an awal.

Setelah pandemik tersebut menyerang daerah Bengal, tak lama dari itu Indonesia pun

turut terlibat merasakan pandemik mematikan yang berasal dari kontaminasi air. Dalam sumber

lain disebutkan bahwa pada tahun 1982, wabah kolera menyerang penduduk bantaran Sungai

Tiro Sigli, Pidie, Aceh. Mereka yang tinggal di bantaran Sungai tersebut memang

menggantungkan hidupnya pada sungai tersebut untuk mencuci, MCK, kemudian juga untuk

masak. Dan diduga, dengan kebiasaan hidup yang sama tersebut, komunitas masyarakat di

Bantaran Sungai Tiro Sigli yang telah terkontaminasi dengan bakteri vibrio cholera.

Somalia . 3 November 2009, flu babi (H1N1) ditemukan telah menjangkit Negara

Somalia. Dari 10 orang sample yang didiagnosis di laboratorium di Nairobi, semuanya terinfeksi

flu babi yang mematikan. Menurut WHO, kondisi Somalia dalam hal ini sangat memprihatinkan.

4 Diakses dari: http://www.cromwell-intl.com/toilet/cholera-pump.html. Doctor John Snow and the 1854 Soho cholera epidemic . 29 November 2010, 21:46 WIB

19

Melihat keterbatasan sumber daya yang ada, misalnya tidak adanya sistem pengawasan deteksi

dini terhadap penyakit, kelengkapan peralatan fasilitas laboratorium yang tidak memadai dan

keterbatasan akses dan sumber daya dalam hal kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan yang layak.5

Kualitas hidup mereka sangat minim, dilihat dari kondisi lingkungan fisik yang memprihatinkan

dan tidak ditunjang dengan sarana dan prasaran pendidikan kesehatan yang memadai. Dari

gambaran fisik tersebut pun bisa diprediksi bagaimana dengan status sosial ekonomi mereka.

Tidak heran melihatnya karena GDP per kapita mereka hanya sebesar 600 USD. 6

Kanada . Kanker adalah penyebab utama kematian di Kanada . Pada tahun 2005

(yang baru-baru ini data yang paling tersedia), 29% dari semua kematian di Kanada berasal dari

kanker.7 Diperkirakan, sejumlah 173.800 kasus baru kanker (tidak termasuk 75.500 kasus kanker

kulit non-melanoma) dan 76.200 kematian akibat kanker diperkirakan terjadi di Kanada pada

tahun 2010. 27% dari total pengidap semua jenis kanker adalah kanker paru-paru. Walaupun ada

penurunan jumlah penderita kanker paru-paru pada tahun 2009, 8 yaitu sejumlah 20.500 ribu

jiwa, namun tetap saja kanker paru-paru merupakan urutan pertama penyakit yang mengancam

kematian warga Kanada. Dan menurut Cancer Society Canadian, tembakau merupakan

penyebab utama terjadinya kematian karena kanker paru-paru. Dapat disimpulkan bahwa,

penyakit nonepidemik yang dihasilkan oleh lifestyle tidak sehat, seperti mengkonsumsi rokok,

memiliki potensi besar (yang mungkin tidak hanya di Kanada, tetapi juga di negara-negara lain)

jumlah kematian.

5. Kesimpulan

Didalam tulisan ini berisi tentang eksistensi dari hubungan antara faktor sosial dan

kesehatan, dan untuk melihat hubungannya maka akan menguji pengobatan modern berdasarkan

historical perspektif, lalu me-review delapan periode utama perkembangan pengobatan, lalu akan

membicarakan tentang eksistensi dan dampak dari dualitas sistem medis modern.5 Diakses dari: http://www.emro.who.int/somalia/pdf/WHO_Somalia_H1N1_press%20release_09November2009.pdf. 30 November 2010, 19:32 WIB6 Diakses dari: http://www.society.ezinemark.com . 30 November 2010. 20:03

7 Diakses dari: http://www.news-medical.net/news/20100520/116/Indonesian.aspx?page=2. 30 November 2010. 17:06

8 Diakses dari: http://www.montrealgazzette. 30 November 2010. 17: 2020

Lalu bagian kedua dari tulisan ini adalah mengenai perhatian untuk ilmu epidemiologi

sosial. konsep dasar dari epidemiologis sosial adalah pengaruh dan kelaziman dari perbedaan

distribusi penyakit dan kematian yang terjadi pada kelompok-kelompok yang terdapat pada suatu

populasi tertentu.

Bagian terakhir dari tulisan ini adalah membandingkan antara dua negara bagian

berdasarkan data sosial dan kesehatan. Dimana terdapat perbedaan level kesehatan adiantara

kedua negara tersebut, dan yang ternyata yang membedakan kedua negara ini adalah faktor sosial

yang terdapat didalam kedua negara.

21