30
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) 2.1.1.1 Pengertian KPR Pada prinsipnya, Bank Syari’ah adalah sama dengan perbankan konvensional, yaitu sebagai instrumen intermediasi yang menerima dana dari orang-orang yang surplus dana (dalam bentuk penghimpunan dana) dan menyalurkannya kepada pihak yang membutuhkan (dalam bentuk produk pelemparan dana). Sehingga produk-produk yang disediakan oleh bank-bank konvensional, baik itu produk penghimpunan dana (funding) maupun produk pembiayaan (financing), pada dasarnya dapat pula disediakan oleh Bank-bank Syari’ah. Produk pembiayaan KPR yang digunakan dalam perbankan syari’ah memiliki berbagai macam perbedaan dengan KPR di perbankan konvensional. Hal ini merupakan implikasi dari perbedaan prinsipal yang diterapakan perbankan syari’ah dan perbankan konvensional, yaitu konsep bagi hasil dan kerugian (profit and loss sharing) sebagai pengganti sistem bunga perbankan konvensional. Dalam produk pembiayaan kepemilikan

3. BAB IIeprints.walisongo.ac.id/728/3/082411043_Bab2.pdf · 2013. 12. 9. · 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) 2.1.1.1 Pengertian

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 12

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Deskripsi Teori

    2.1.1 Pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR)

    2.1.1.1 Pengertian KPR

    Pada prinsipnya, Bank Syari’ah adalah sama dengan

    perbankan konvensional, yaitu sebagai instrumen intermediasi

    yang menerima dana dari orang-orang yang surplus dana (dalam

    bentuk penghimpunan dana) dan menyalurkannya kepada pihak

    yang membutuhkan (dalam bentuk produk pelemparan dana).

    Sehingga produk-produk yang disediakan oleh bank-bank

    konvensional, baik itu produk penghimpunan dana (funding)

    maupun produk pembiayaan (financing), pada dasarnya dapat

    pula disediakan oleh Bank-bank Syari’ah.

    Produk pembiayaan KPR yang digunakan dalam perbankan

    syari’ah memiliki berbagai macam perbedaan dengan KPR di

    perbankan konvensional. Hal ini merupakan implikasi dari

    perbedaan prinsipal yang diterapakan perbankan syari’ah dan

    perbankan konvensional, yaitu konsep bagi hasil dan kerugian

    (profit and loss sharing) sebagai pengganti sistem bunga

    perbankan konvensional. Dalam produk pembiayaan kepemilikan

  • 13

    rumah ini, terdapat beberapa perbedaan antara perbankan syari’ah

    dan perbankan konvensional, di antaranya adalah; pemberlakuan

    sistem kredit dan sistem markup, kebolehan dan ketidakbolehan

    tawar menawar (bargaining position) antara nasabah dengan bank,

    prosedur pembiayaan dan lain sebagainya.1

    KPR merupakan salah satu produk perbankan yang

    disediakan bagi debitur untuk pembiayaan perumahan.

    Perumahan disini bukan dalam arti rumah tempat tinggal pada

    umumnya, tetapi meliputi ruang untuk membuka usaha seperti

    rumah toko (ruko) dan rumah kantor (rukan), serta apartemen

    mewah dan rumah susun.2

    Melalui pembiayaan KPR, kita tidak harus menyediakan

    dana seharga rumah. Cukup memiliki uang muka tertentu, dan

    rumah idaman pun menjadi milik kita. Kita bisa leluasa

    menempatinya karena meski masih mengangsur rumah itu sudah

    menjadi rumah kita sendiri.3

    Dari segi pengistilahan, untuk produk pembiayaan

    pemilikan rumah, perlu dipikirkan suatu bentuk pengistilahan

    yang relevan. Karena istilah KPR cenderung memunculkan

    asumsi terjadinya kredit, padahal dalam perbankan syari’ah tidak

    1 Helmi Haris, “Pembiayaan Kepemilikan Rumah (Sebuah Inovasi Pembiayaan Perbankan

    Syari’ah)”, Jurnal Ekonomi Islam, I (Juli,2007), hlm. 115 2 Slamet Ristanto, op. cit. hlm. 20 3 Ibid. hlm. 11

  • 14

    menggunakan sistem kredit. Untuk menghindari hal itu (tetapi

    tetap menggunakan istilah KPR), beberapa Bank Syari’ah (seperti

    BTN Syari’ah) memaknai KPR dengan ”Kepemilikan Rumah“.

    Dalam menjalankan produk KPR, Bank Syari’ah memadukan dan

    menggali akad-akad transaksi yang dibolehkan dalam Islam

    dengan operasional KPR perbankan konvensional. Adapun akad

    yang banyak digunakan oleh perbankan syari’ah di Indonesia

    dalam menjalankan produk pembiayaan KPR adalah akad

    murabahah dan istisna’.4

    2.1.1.2 Akad-akad dalam KPR

    2.1.1.2.1 Murabahah

    KPR Syariah menggunakan sistem berbasis

    murabahah (jual beli)5. Secara etimologi, murabahah

    berasal dari kata ribh, yang berarti keuntungan.6

    Sedangkan dalam pengertian terminologis, murabahah

    adalah jual beli barang seharga barang tersebut

    ditambah keuntungan yang disepakati antara penjual

    dengan pembeli.7

    4 Helmi Haris, op. cit. hlm. 115-116 5 Artikel resmi BTN dalam www.btn.co.id, tanggal 10 Mei 2006. 6 Abdullah al-Muslih & Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Jakarta: Daarul Haq,

    2004, hlm. 198. 7 Adiwarman A. Karim, Bank Islam; Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: IIIT Indonesia, 2003,

    hlm. 161.

  • 15

    Murabahah dalam istilah Fikih adalah suatu

    bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan

    biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan

    biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh

    barang tersebut, dan tingkat keuntungan (margin) yang

    diinginkan.8

    Tingkat keuntungan ini bisa dalam bentuk

    lumpsum atau persentase tertentu dari biaya perolehan.

    Pembayaran bisa dilakukan secara spot (tunai) atau bisa

    dilakukan dikemudian hari yang disepakati bersama.

    Oleh karena itu, murabahah tidak dengan sendirinya

    mengandung konsep pembayaran tertunda (defferent

    payment), seperti yang secara umum dipahami oleh

    sebagian orang yang mengetahui murabahah hanya

    dalam hubungannya dalam transaksi pembiayaan

    diperbankan syariah, tetapi tidak memahami Fikih

    Islam.

    Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN

    (Dewan Syariah Nasional) dijelaskan bahwa yang

    dimaksud dengan murabahah (DSN, 2003:31) adalah

    menjual suatu barang dengan menegaskan harga

    8 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari’ah, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta : 2007, hlm. 81-82

  • 16

    belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya

    dengan harga yang lebih sebagai laba. Sedangkan

    dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah

    paragraph 52 dijelaskan bahwa murabahah adalah akad

    jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan

    dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual

    dan pembeli.9

    Adapun ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat

    dijadikan rujukan dasar akad murabahah, adalah:10

    Surat an-Nisa’ : 29

    �ִ������� ���֠����

    ��������� �� ������� !�"#

    $�%"&'��(��) *�+,�./

    01�2+(&��3/ 4�35 6�)

    �7��%"# 8,9:��� ;� $�%DE�FG�) A H635 ����

    6֠⌧J >$�%3/ �K☺M�N�O PQR0

    Artinya :

    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS. An-Nisa’ : 29)

    9 Wiroso, op. cit. hlm. 13-14. 10 Muhammad, Sistem & Prosedur Operasional BANK SYARIAH cet. I, UII Press, Yogyakarta :

    2000, hlm. 22

  • 17

    Surat al-Baqarah : 275

    ���֠���� 6���� !��

    ��A�/ST9&�� �� 6�����5�

    U�35 �ִ☺⌧J �V��5� W�֠����

    N�2X+ִYC� ;"2([\]&��

    ^;�� 6`ִ☺(&�� A ִa�&'"b

    >$��G��3/ �����&�"֠

    �ִ☺�G35 c([a(&�� �1d��

    ��A�/ST9&�� % H1ִN�)��

    e��� ִc([a(&�� V`9ִN��

    ��A�/ST9&�� A ;ִ☺"!

    fg���ִ֠; :"���>�� ;�@�

    i�N3g/`O AOִ�CG��"! f�)"�"!

    �� ִ�g�ִj Ffg�9(��)��

    kg

  • 18

    2.1.1.2.2 Istishna’

    Istishna’ berarti minta dibuatkan. Secara

    terminologi muamalah (ta’rif) berarti akad jual beli

    dimana shanni’ (produsen) ditugaskan untuk

    membuatkan suatu barang pesanan oleh mustashni’

    (pemesan).12

    Istishna’ sebagai salah satu produk yang

    didasarkan pada akad jual beli telah mendapatkan

    pengaturan secara implisit dalam Undang-Undang

    Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yakni dalam

    ketentuan umum mengenai prinsip Syariah. Istishna’

    diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 21

    Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, antara lain

    yakni pada Pasal 19 Ayat (1).13

    Dalam fatwa DSN-MUI dijelaskan bahwa jual

    beli Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk

    pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria

    dan persyaratan tertentu yang disepakati antara

    12 Muhammad (2000), op. cit. hlm. 120 13 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta : Gajah Mada University

    Press, 2007, hlm. 107.

  • 19

    pemesan (pembeli/Mustashni’) dan penjual

    (pembuat/sani’). 14

    14 Majelis Ulama’ Indonesia, Himpunan Fatwa-Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Jakarta: DSN

    MUI bekerjasama dengan Bank Indonesia, 2003, hlm. 17.

  • 20

    2.1.2 Mekanisme Oprasional KPR

    2.1.2.1 Mekanisme dalam bentuk Murabahah

    Dalam praktek perbankan syari’ah, murabahah selalu

    menggunakan jenis al-bay’ bissaman ‘ajil atau muajjal (jenis

    pembayaran secara tangguh atau cicilan). Jadi, murabahah

    merupakan transaksi jual beli, di mana bank bertindak sebagai

    penjual dan nasabah sebagai pembeli. Akad jenis ini adalah salah

    satu bentuk akad bisnis yang mencari keuntungan bersifat pasti

    (certainly return) dan telah diketahui dimuka (pre-determiner

    return). Murabahah sendiri merupakan penjualan sesuatu barang

    dengan harga asal dengan tambahan keuntungan sejumlah yang

    disepakati bersama. Dengan sistem murabahah yang diterapkan

    dalam pembiayaan KPR ini berarti pihak Bank Syari’ah harus

    memberitahukan harga perolehan atau harga asal rumah yang

    dibeli dari developer kepada nasabah KPR Syari’ah dan

    menentukan suatu tingkat keuntungan (profit margin) sebagai

    tambahan.15

    Diantara bank-bank di Indonesia yang menggunakan akad

    Murabahah dalam pembiayaan KPR antara lain BNI Syariah,

    BSM (Bank Syariah Mandiri) serta BTN Syariah.

    15 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama & Cendekiawan, Jakarta: Bank

    Indonesia, 1999, hlm. 21.

  • 21

    Berikut skema Proses Transaksi Murabahah:16

    Keterangan:

    1. Pembuatan akad jual beli barang antara bank dan

    nasabah yang sekaligus merupakan pemesanan

    barang oleh nasabah kepada bank

    2. Pembuatan akad jual beli yang diikuti pelaksanaan

    pembayaran harga barang oleh bank

    3. Penjualan dan penyerahan hak kepemilikan barang

    oleh pemasok kepada bank

    4. Penjualan barang + markup/margin & penyerahan

    hak kepemilikan oleh bank kepada nasabah

    16 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya, Jakarta:

    PT Jayakarta Agung Offset, 2010, hlm. 181

    BANK

    NASABAH

    PEMASOK

    2

    3

    6

    4

    1

    5

  • 22

    5. Pengiriman barang secara fisik oleh pemasok

    kepada nasabah

    6. Pelunasan harga barang oleh nasabah kepada bank

    secara cicilan atau secara sekaligus pada akhir

    waktu pelunasan

    a. Rukun dan Syarat KPR Syari’ah yang menggunakan

    akad Murabahah.

    Dalam semua pembiayaan Murabahah termasuk KPR,

    terdapat rukun yang dikristalisasikan sebagai berikut:

    1) Pihak yang berakad

    a) Penjual

    b) Pembeli

    2) Objek yang diakadkan

    a) Barang diperjualbelikan

    b) Harga jual/keuntungan

    3) Akad/ sighat

    a) Serah (ijab)

  • 23

    b) Terima (qabul)17

    Dengan mengacu pada akad murabahah, dapat

    disimpulkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam

    transaksi KPR Syari’ah adalah sebagai berikut:

    1) Pihak bank harus memberitahukan biaya pembelian

    rumah kepada nasabah KPR Syari’ah.

    2) Kontrak transaksi KPR Syari’ah ini haruslah sah.

    3) Kontrak tersebut harus terbebas dari riba.

    4) Pihak Bank Syari’ah harus memberikan kejelasan

    tentang rumah yang dijadikan obyek transaksi KPR

    Syari‘ah.

    5) Penjual harus menjelaskan semua hal yang berkaitan

    dengan proses perolehan barang tersebut.18

    17 Tim PPS. IBI, Konsep Produk dan Implementasi Operasional Bank Syari’ah , Jakarta:

    Djambatan, 2003, hlm. 77. 18 Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah; Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hlm.

    102

  • 24

    b. Penentuan keuntungan pembiayaan KPR dengan akad

    Murabahah

    Produk KPR Syari‘ah merupakan salah satu produk

    pelemparan dana pada Bank Syari’ah, berdasarkan –salah

    satunya- akad murabahah, yang perolehan keuntungan disebut

    margin atau mark-up yang bersifat tetap selama masa

    perjanjian (certainly return).19 Karena besarnya keuntungan

    atau margin sudah diketahui sejak awal, maka tinggi

    rendahnya dipengaruhi oleh tingkat keuntungan per satu kali

    transaksi dan besarnya jumlah transaksi dalam satu periode.20

    Besarnya cicilan yang harus dibayar oleh nasabah KPR

    Syari’ah adalah bersifat tetap (tidak berubah) selama masa

    transaksi yang telah disepakati. Dengan demikian, konseumen

    tidak terbebani fluktuasi suku bunga yang terus mengalami

    perubahan. Meskipun suku bunga bergolak, cicilan KPR

    Syariah tetap sama.21

    Bentuk keuntungan atau margin dalam pembiayaan

    KPR Syari’ah adalah dalam bentuk nominal rupiah, namun

    dapat juga dipersentasekan jika ingin mengetahui berapa

    sebenarnya besarnya persentase margin dibandingkan harga

    19 Certainly return adalah perolehan keuntungan yang dapat dipastikan di awal kontrak 20 Adiwarman A. Karim, Op.Cit., hlm. 253. 21 Helmi Haris, op. cit. hlm. 119

  • 25

    perolehan. Hal ini dapat dibenarkan karena transaksi

    murabahah adalah transaksi yang obyeknya terdapat barang

    yang diperjualbelikan sehingga jenis transaksi ini bentuk

    bisnis yang nyata pada sektor riil yang menciptakan nilai

    tambah (economic value added).22

    Dengan merujuk pada akad murabahah, penentuan

    harga atau keuntungan dan angsuran dalam KPR Syari’ah

    haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan berikut:23

    1) Keuntungan atau mark-up yang diminta bank harus

    diketahui oleh nasabah.

    2) Harga jual bank adalah harga beli (harga perolehan) bank

    ditambah keuntungan.

    3) Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian.

    4) Sistem pembayaran dan jangka waktunya disepakati

    bersama.

    2.1.2.2 Mekanisme dalam bentuk Istishna’

    Pada prinsipnya, pembiayaan Istishna’ merupakan transaksi

    jual beli dengan cara pembayaran mengansur (installment) yang

    22 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002, hlm. 69. 23 Tim DSN-MUI, Op.Cit., hlm. 17

  • 26

    hampir sama dengan transaksi murabahah. Perbedaannya terletak

    pada penyerahan barang yang menjadi objek transaksi. Dalam

    murabahah, barang diserahkan di muka, sedangkan dalam

    isthisna’, barang diserahkan di belakang, yakni pada akhir periode

    pembiayaan. Hal ini terjadi karena biasanya barang belum dibuat

    atau belum wujud.24

    Dalam KPR dengan akad ini, bank bertindak sebagai agen

    pemesan dan penjual. Bank memesan kepada developer, sebuah

    rumah yang kriteria-kriterianya sudah ditentukan terlebih dahulu

    oleh nasabah. Rumah yang dimaksudkan ini adalah rumah yang

    memang belum wujud dan baru dimulai pembangunannya setelah

    ada pemesanan dari pihak bank. Pihak bank kemudian menjual

    rumah tersebut kepada nasabah secara angsuran, tetapi

    penyerahannya adalah pada waktu akhir periode pembayaran.

    Salah satu bank yang memiliki produk pembiayaan KPR Syari’ah

    dengan menggunakan akad Istishna’ ini adalah BTN Syari’ah.25

    Adapun harga jual bank adalah harga awal rumah tersebut

    dari pengembang ditambah biaya-biaya yang telah dikeluarkan

    oleh bank beserta tingkat keuntungan yang besarnya haruslah

    disepakati terlebih dahulu antara nasabah dengan bank. Ketentuan

    24 Helmi Haris, op. cit. hlm. 120 25 Ibid.

  • 27

    mengenai besarnya harga jual rumah kepada nasabah ini berlaku

    selama akad berlangsung.

    a. Skema Pembiayaan KPR dengan akad Istishna’26

    Keterangan :

    1. Nasabah memesan rumah kepada bank dengan kriteria

    tertentu yang telah ditentukan.

    2. Bank membeli rumah kepada developer perumahan

    (selaku supplier) sesuai dengan kriteria yang telah

    ditentukan oleh nasabah.

    26 Diadaptasi dari skema Istishna’. Lihat, Muhammad (2002), op.cit., hlm. 93

    BANK

    SYARI’AH

    NASABAH

    DEVELOPER

    (SUPPLLIER)

    1

    3

    2

  • 28

    3. Bank menjual barang kepada nasabah (tetapi penyerahan

    barangnya pada akhir pembiayaan) dan nasabah

    membayar dengan cara mengangsur.

    b. Ketentuan umum sistem jual beli Istishna’

    Karena KPR ini menggunakan akad Istishna’, maka

    akad KPR ini harus memenuhi beberapa ketentuan umum

    sistem jual beli Istishna’, yaitu: 27

    1. Spesifikasi barang (dalam hal ini adalah rumah) yang

    dipesan harus jelas, seperti; tipe, kelengkapan, ukuran

    dan lain sebagainya.

    2. Harga jual yang telah disepakati, dicantumkan dalam

    akad dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad.

    3. Jika terjadi perubahan kriteria pesanan dan terjadi

    perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka

    seluruh biaya tambahan tetap ditanggung oleh nasabah.

    2.1.3 Pengaruh Faktor Agama

    Agama (Religion) berasal dari bahasa latin religio yang berarti

    ikatan bersama. Agama dibentuk oleh serangkaian tindakan dan konsep.

    27 Ibid., hlm. 92

  • 29

    Agama, religi, dan din pada umumnya merupakan suatu tata keimanan

    atau tata keyakinan atas adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia.28

    Dalam Al-Qur’an Surat Ash-Shaff ayat 9 dijelaskan:

    ���s wx�֠���� �1ִj>O�) f�)"��j�O

    %xִyz!{��3/ 0|�M�� 0s}:(~��

    fg93�q��[�& kg#� 0|�sy&��

    i�)��J >�"&�� ,gS9⌧J

    6��J3uq☺(&�� PR0

    Artinya: Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci. (ash-Shaff: 9)29

    Istilah agama sering disamakan dengan istilah yang lain seperti

    religi (religion: bahasa Inggris) danb (ad-diin: bahasa Arab), pada

    dasarnya semua istilah ini sama maknanya dalam termoinologi dan

    teknis.30 Sedangkan menurut Mayer agama adalah seperangkat aturan dan

    kepercayaan yang pasti untuk membimbing manusia dalam tndakan

    terhadap tuhan, orang lain dan diri sendiri.31 Paham keagamaan yang

    dianut pada akhirnya mendorong pada perilaku sehari-hari, baik dalam

    peribadatan maupun akhlak bermasyarakat.32

    28 H. Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam Pokok-pokok Pikiran Tentang Islam, Jakarta:

    GEMA INSANI, 2004, hlm. 30-31 29

    Al-Quran in Word. 30 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2009, hlm. 13 31 Brian S. Turner, Agama dan Teori Sosial Rangka- Pikir Sosiologi Dalam Membaca Eksistensi

    Tuhan Diantara Gelegar Ideologi-ideologi kontemporer, Yogyakarta: IRCiSoD, 2006, Cet II, hlm. 36 32 Zuly Qodir, Agama dan Mitos Dagang, Solo : Pondok Edukasi, 2002, hlm. 26

  • 30

    Secara sosiologis agama merupakan kategori sosial dan tindak

    empiris yang ditandai dengan tiga corak pengungkapan universal, yaitu

    pengungkapan teoritis berwujud kepercayaan (belief system),

    pengungkapan praktis sebagai system persembahan (system of worship)

    dan pengungkapan sosiologis sebagai sistem hubungan masyarakat (system

    of social relation).33

    Ajaran agama mempunyai pengaruh yang besar dalam

    menyatukan persepsi kehidupan masyarakat tentang semua harapan hidup.

    Sebagai salah satu arah kehidupan sosial yang proses pemolaannya lebih

    sistematis dan mendarah daging. Dalam pemolaan, perilaku sosial agama

    memasuki hati nurani manusia sehingga akal pikiran utama mencari

    makna hidup belum sempurna apabila substansi ajaran agama tidak

    dijadikan rujukan terpenting secara epistemologis ataupun aksiologis.34

    Religious islam meliputi dimensii jasmani dan rohani, fikir dan

    dzikir, akidah dan ritual, penghayatan dan pengamalan, akhlak, individual,

    dan kemasyarakatan, dunia dan ukhrawi. Pada dasarya religiusitas meliputi

    seluruh dimensi dari seluruh aspek kehidupan.35

    Pandangan Islam tentang kehidupan diwarnai oleh kepastian,

    keselarasan, dan dinamisme. Seluruh karakteristik ini berasal dari filsafat

    33 U. Maman, Metodologi Penelitian Agama: Teori dan Praktik, Jakarta: PT. Raja Grafindo

    Persada, 2006, hlm. 1 34 Ibid., hlm. 2 35U. Maman, Metodologi Penelitian Agama: Teori dan Praktik, Jakarta: Raja Grafindo Persada,

    2006, hlm. 1

  • 31

    Islam asli, yaitu yang berusaha memadukan berbagai segi kehidupan

    manusia lewat aksioma etikanya yang universal, yaitu kesatuan (tauhid),

    bukanya membeda-bedakan. Islam menganut sistem keseimbangan,

    kehendak bebas, dan pertanggung jawaban dalam aspek kehidupannya.36

    Dalam islam, umatnya harus memperkuat kemauannya untuk

    selalu berpegang teguh kepada hukum halal dan haram, menjunjung tinggi

    hukum sara’ dan menggunakan akal sebaik-baiknya, termasuk dalam

    bekerja maupun berusaha.37

    Perilaku seorang konsumen muslim harus mencerminkan

    hubungan dirinya dengan Allah SWT. Inilah yang tidak kita dapati dalam

    ilmu perilaku konsumsi konvensional. Setipa pergerakan dirinya, yang

    berbentuk belanja sehari hari, tidak lain adalah manifestasi zikir dirinya

    atas nama Allah. Dengan demikian, dia lebih memilih jalan yang di batasi

    Allah dengan tidak memilih barang haram, tidak kikir, dan tidak tamak

    supaya hidupnya selamat di dunia maupun akhirat.38

    Islam sama sekali tidak memperkenankan pemeluknya

    mendahulukan kepentingan ekonomi di atas kepentingan pemeliharaan

    nilai dan keutamaan yang diajarkan agama.39 Hal yang membedakan

    antara sistem Islam dengan sistem agama lain adalah adanya hubungan

    36 Adnan, ISLAM SOSIALIS Pemikiran Sistem Ekonomi Sosialis Religius Sjafruddun

    Prawiranegara, Yogyakarta: Penerbit Menara Kudus Jogja, 2003, hlm. 25 37 Ali hasan, MANAJEMEN BISNIS SYARI’AH Kaya di Dunia Terhormat di Akhirat, Yogyakarta:

    Pustaka Pelajar, 2009, hlm.186 38 Muhammad Muflih, op.cit., hlm. 4 39 Muhammad Djakfar, AGAMA, ETIKA, DAN EKONOMI Wacana Menuju Pengembangan

    Ekonomi Rabbaniyah, Malang : UIN-Malang Press, 2007, hlm. 9

  • 32

    erat antara ekonomi dan akhlak, seperti halnya hubungan antara ilmu dan

    akhlak, antara politik dan akhlak, antara perang dan akhlak, antara agama

    dan negara, dan antara materi dan rohani. Akhlak adalah daging dan urat

    nadi kehidupan Islami.40

    Dari berbagai pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang

    religiusitas yaitu suatu totalitas keberagamaan seseorang yang meliputi

    aspek keyakinan, pengamalan, penghayatan, pengetahuan, dan

    konsekuensi keberagamaan. Aspek-aspek tersebut merupakan suatu

    kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kadang-kadang perilaku tersebut

    saling mempengaruhi satu sama lain, norma-norma dan nilai-nilai agama

    sangat berpengaruh terhadap perilaku sosial.41

    Sementara itu, dalam prinsip lembaga keuangan syariah adalah

    bebas bunga yang tercermin dalam produk-produk yang dihasilkanya.

    Konsumen muslim senantiasa memilih produk syariah sebagai pilihanya.

    Mereka tidak hanya mencari kebehagiaan dunia saja, tetapi kebahagiaan

    akhirat juga.42

    Menurut R. Stark dan C.Y. Glock ada lima dimensi

    keberagamaan, antara lain:43

    40 Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, terj. Didin Hafidhuddin,

    dkk. Jakarta : Robbani Press, 1997, hlm. 23. 41 U. Maman, loc cit. 42 Burhanuddin S, Pasar Modal Syariah (Tinjauan Hukum), Yogyakarta: UII Press, 2008. Hlm. 47 43

    Roland Robertson, AGAMA : Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, Jakarta: Rajawali Pers, 1988, Hlm. 295

  • 33

    1. Dimensi Keyakinan

    Dimensi ini berisikan pengharapan-pengharapan dimana

    orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu,

    mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama

    mempertahankan seperangkat kepercayaan di mana para penganut

    diharapkan akan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup

    keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tapi

    seringkali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama.

    2. Dimensi Paktek Agama

    Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-

    hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap

    agama yang dianutnya. Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua

    kelas penting :

    Ritual, mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan

    keagamaan formal dan praktek-praktek suci yang semua agama

    mengharapkan para penganutnya melaksanakan.

    Ketaatan dan ritual mempunyai arti yang bersangkutan,

    ketaatan itu biasanya di simbolkan dengan ritual-ritual yang dipercayai.

    3. Dimensi Pengalaman

    Dimensi ini bersikan dan memperhatikan fakta bahwa semua

    agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu. dimensi ini

    berkaitan dengan pengalaman keagaman, perasaan-perasaan, persepsi-

  • 34

    persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami seorang pelaku atau

    didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan (atau suatu masyarakat)

    yang melihat komunikasi, walaupun kecil, dengan suatu esensi

    ketuhanan yakni dengan tuhan, dengan kenyataan terakhir, dengan

    otoriti transendental.

    4. Dimensi Pengetahuan Agama

    Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang

    yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan

    mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan tradisi-

    tradisi.

    5. Dimensi Konsekuensi

    Dimensi ini mengacu kepada identifikasi akibat-akibat

    keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan

    seseorang dari hari ke hari.

    2.1.4 Minat Konsumen

    Minat dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai

    sebuah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu gairah atau

    keinginan.44 Secara etimologi pengertian minat adalah perhatian, kesukaan

    (kecenderungan hati) kepada sesuatu keinginan.45 Sedangkan menurut

    istilah ialah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran dari

    44 Anton M. Moeliono dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta. Balai Pustaka, 1999, hlm.

    225 45 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1982, hlm. 650

  • 35

    perasaan, harapan, pendirian, prasangka atau kecenderungan lain yang

    mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu.46

    Minat merupakan kecenderungan seseorang untuk membuat

    pilihan aktivitas, kondisi-kondisi individual dapat merubah minat

    seseorang. Sehingga dapat dikatakan minat itu tidak stabil sifatnya

    Muhaimin (1994).47

    Menurut pendapat lain minat adalah kesukaan (kecenderungan

    hati) kepada sesuatu. Secara sederhana minat itu dapat diartikan suatu

    kecenderungan untuk memberikan perhatian kepada orang dan bertindak

    terhadap orang, aktivitas atau situasi yang menjadi objek dari minat itu

    tersebut dengan disertai dengan perasaan senang.48

    Minat merupakan motivasi yang mendorong orang untuk

    melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Setiap

    minat akan memuaskan suatu kebutuhan. Dalam melakukan fungsinya

    kehendak itu berhubungan erat dengan pikiran dan perasaan. Pikiran

    mempunyai kecenderungan bergerak dalam sektor rasional analisis, sedang

    perasaan yang bersifat halus/tajam lebih mendambakan kebutuhan.

    Sedangkan akal berfungsi sebagai pengingat fikiran dan perasaan itu

    46 Andi Mappiare, Psikologi Remaja, Surabaya: Usaha Nasional, 1997, hlm. 62 47 Muhaimin, Korelasi Minat Belajar Pendidikan Jasmani terhadap hasil Belajar Pendidikan

    Jasmani, Semarang, IKIP, 1994, hlm. 4 48 Abdul Rahman Shaleh dan Muhib Abdul Wahab, “Psikologi Suatu Pengantar (Dalam

    Perspektif Islam)”, Jakarta : Kencana, 2004, hlm. 263.

  • 36

    dalam koordinasi yang harmonis, agar kehendak bisa diatur dengan sebaik-

    baiknya.49

    2.1.4.1 Faktor yang Mempengaruhi Minat

    Crow and Crow (1973) berpendapat ada tiga faktor yang

    menjadi timbulnya minat, yaitu:

    a) Dorongan dari dalam individu, misal dorongan untuk makan,

    ingin seks. Dorongan untuk makan akan membangkitkan

    minat untuk bekerja atau mencari penghasilan, minat

    terhadap produksi makanan dan lain-lain.

    b) Motif sosial, dapat menjadi faktor yang membangkitkan

    minat untuk melakukan suatu aktivitas tertentu.

    c) Faktor emosional, minat mempunyai hubungan yang erat

    dengan emosi.50

    Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa minat adalah

    dorongan kuat bagi seseorang untuk melakukan segala sesuatu dalam

    mewujudkan pencapaian tujuan dan cita-cita yang menjadi keinginannya.

    Selain itu minat dapat timbul karena adanya faktor eksternal dan juga

    adanya faktor internal.51

    49 Sukanto M.M., Nafsiologi, Jakarta: Integritas Press, 1985, hlm. 120 50 Abdul Rahman Shaleh dan Muhib Abdul Wahab, op.cit., hlm. 264. 51 Lestar, Alice Crow, op.cit., hlm. 303

  • 37

    2.1.4.2 Macam-macam Minat

    Macam-macam minat

    a. Berdasarkan timbulnya, minat dapat dibedakan menjadi

    minat primitif dan minat kultural. Minat primitif adalah

    minat yang timbul karena kebutuhan biologis atau jaringan-

    jaringan tubuh, misalnya kebutuhan akan makanan.

    Sedangkan minat kultural adalah minat yang timbul karena

    proses belajar.

    b. Berdasarkan arahnya, minat dapat dibedakan menjadi minat

    intrinsik dan ekstrinsik. Minat intrinsik adalah minat yang

    langsung berhubungan dengan aktivitas itu sendiri, ini

    merupakan minat yang lebih mendasar atau minat asli.

    Minat ekstrinsik adalah minat yang berhubungan dengan

    tujuan akhir dari kegiatan tersebut.

    c. Berdasarkan cara mengungkapkan, minat dapat di bedakan

    menjadi empat yaitu:

    1. Expressed Interest

    Minat yang diungkapkan dengan cara meminta kepada

    subyek untuk menyatakan atau menuliskan semua

    kegiatan, baik yang disenangi maupun yang paling tidak

    disenangi.

  • 38

    2. Manifest Interest

    Minat yang diungkapkan dengan cara mengobservasi

    atau melakukan pengamatan secara langsung terhadap

    aktivitas yang dilakukan subyek atau dengan

    mengetahui hobinya.

    3. Tested Interest

    Minat yang diungkapkan dengan cara menyimpulkan

    dari hasil jawaban tes obyektif yang diberikan.

    4. Inventoried Interest

    Minat yang diungkapkan dengan cara menggunakan

    alat-alat yang sudah distandarkan, yakni berisi

    pertanyaan-pertanyaan kepada subyek.52

    Semua minat mempunyai dua aspek yaitu; pertama, adalah

    aspek kognitif. Kedua, adalah aspek afektif. Aspek kognitif

    didasarkan pada konsep yang dikembangkan seseorang mengenai

    bidang yang berkaitan dengan manusia. Sedang aspek afektif atau

    bakat emosional adalah aspek yang berkembang dari pengalaman

    pribadi dari sikap orang penting misal orang tua, guru dan teman

    sebaya terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat tersebut. 53

    52 Ibid, hlm. 265. 53 Sukanto, op.cit, hlm. 116-119

  • 39

    2.1.4.3 Penentuan Minat

    Karena pentingnya peran minat dalam kehidupan manusia,

    maka minat perlu sekali ditemukan dan dipupuk. Ada beberapa

    metode untuk menentukan minat seseorang antara lain:

    1. Pengamatan kegiatan

    2. Pertanyaan

    3. Membaca

    4. Keinginan

    5. Laporan mengenai apa saja yang diminati.54

    2.2 Penelitian Terdahulu

    Dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Atribut Produk dan Pelayanan

    Islami terhadap Minat Nasabah (Studi Kasus Pada BMT Artha Salsabil Ngaliyan

    Semarang)” yang di tulis oleh Siti Sendari mahasiswa Ekonomi Islam Fakultas

    Syariah IAIN Walisongo Semarang, tahun 2011 mempunyai kesimpulan bahwa

    atribut dan pelayanan islami berpengaruh signifikan terhadap minat Nasabah.

    Dari skripsi yang ditulis oleh Asiroch Yulia Agustina Mahasiswa IAIN

    Walisongo Semarang Fakultas Syari’ah Jurusan Ekonomi Islam Tahun 2012 yang

    berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Nasabah Menggunakan Kartu

    Kredit Syariah (Studi Analisis Hasanah Card di Bank BNI Syariah Cabang

    Semarang), mempunyai kesimpulan bahwa ada indikator faktor agama yang

    54 Andi Mappiare, op.cit, hlm. 65

  • 40

    berpengaruh terhadap minat nasabah di BNI Syari’ah dalam menggunakan Kartu

    Kredit Syari’ah.

    Pada skripsi lain yang ditulis oleh Ayoe Niken Pratiwi mahasiswa Fakultas

    Ekonomi Universitas Sebelas Maret, tahun 2010 yang berjudul “Analsis Faktor-

    faktor yang mempengaruhi keputusan masyarakat muslim untuk menggunakan

    Bank Syari’ah (Studi kasus di Kota Surakarta)” menyimpulkan bahwa proses

    pengambilan keputusan masyarakat muslim untuk menggunakan produk dan jasa

    Perbankan Syari’ah sebagai nasabah dipengaruhi oleh faktor intern muslim, salah

    satunya yaitu tingkat kualitas keagamaan muslim.

    Dalam jurnal Ekonomi Islam yang ditulis oleh Rahman El Junusi dengan

    judul “Pengaruh Atribut Produk Islam, Komitmen Agama, Kualitas Jasa dan

    Kepercayaan terhadap Kepuasan dan Loyalitas Nasabah Bank Syari’ah (Pada

    Bank Muamalat Kota Semarang) mempunyai kesimpulan bahwa variabel

    komitmen agama mempunyai pengaruh terhadap kepuasan tidak begitu signifikan.

    Ada pula skripsi yang ditulis oleh Danan Dany Shofa mahasiswa Muamalah

    Fakultas Syari'ah IAIN Walisongo Semarang, tahun 2006 yang berjudul “Studi

    Analisis Terhadap Pembiayaan Murabahah Di Baitul Mal Wa Tamwil (BMT)

    Hudatama Semarang” menyimpulkan bahwa Pembiayaan Murabahah diartikan

    sebagai bentuk jual beli dengan keuntungan yang disepakati antara pihak BMT

    Hudatama dengan pihak nasabah. Pembelian barang dalam pembiayaan Murabahah

    dapat dilakukan pihak BMT atau dapat diwakilkan kepada nasabah dan hal ini

    dibenarkan menurut Hukum Islam.

  • 41

    Dari beberapa penelitian diatas terdapat kesimpulan mengenai faktor-faktor

    yang mempengaruhi minat nasabah termasuk agama untuk memilih Bank

    Syari’ah. Terdapat juga beberapa mengenai produk pembiayaan di Bank Syari’ah,

    khususnya dalam akad Murabahah. Dari beberapa penelitian yang ada, penelitian

    berbeda dengan penelitian yang akan dipaparkan oleh penulis. Penelitian ini lebih

    fokus pada apakah faktor agama terdapat pengaruh yang signifikan terhadap minat

    nasabah dalam memilih produk dari Bank Syari’ah, khususnya Kepemilikan

    Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara (BTN) Syari’ah Cabang Semarang.

    2.3 Kerangka Teori

    Dari uraian di atas, kerangka teori dapat digambarkan sebagai berikut :

    2.4 Hipotesis

    Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

    penelitian dan masih harus diuji kebenaranya. 55

    Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis dan hasil penemuan beberapa

    penelitian, maka hipotesis dapat dirumuskan bahwa “Agama Berpengaruh Positif

    terhadap minat konsumen”

    55 Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian Dengan Statistik, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004, hlm.

    13

    Agama (X) 1. Keyakinan 2. Praktek Agama 3. Pengalaman 4. Pengetahuan

    Agama 5. Konsekuensi

    Minat (Y) 1. Dorongan

    Individu 2. Motif Sosial 3. Faktor

    Emosional